Faktor Yang Berhubungan Dengan Kunjungan Antenata

13
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kunjungan Antenatal K4 di Kota Medan Propinsi Sumatera Utara Tahun 2002 Tumiar Simanjuntak Deskripsi Dokumen: http://152.118.80.2/opac/themes/libri2/detail.jsp? id=73382&lokasi=lokal ----------------------------------------- ----------------------------------------- -------- Abstrak Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995, Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia adalah 373 per 100.000 kelahiran hidup, Angka Kematian Bayi (AKB) sebesar 46 per 1000 kelahiran hidup. Salah satu faktor penyebabnya adalah belum optimal cakupan kunjungan antenatal (K4 = 75,66%). Kurang optimalnya kunjungan antenatal mengakibatkan risiko dan komplikasi kehamilan tidak terdeteksi secara dini. Intervensi kesehatan spesifik melalui kunjungan antenatal minimal 4 kali, merupakan salah satu daya ungkit yang besar untuk menurunkan insiden dan beratnya komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan, persalinan dan nifas pada ibu dan bayi baru lahir. Di Kota Medan kunjungan antenatal K4 sebesar 78,75%, belum mencapai target nasional sebesar 90%. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh hubungan antara falctor predisposisi, faktor pemungkin dan faktor penguat dengan kunjungan antenatal K4. Penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional (potong lintang), pemilihan sampel didasarkan rumus cluster 2 tahap, tahap pertama dengan probability proportional to size menggunakan C Survey, jumlah sampel sebanyak 210 orang, ibu yang mempunyai bayi

description

pep

Transcript of Faktor Yang Berhubungan Dengan Kunjungan Antenata

Page 1: Faktor Yang Berhubungan Dengan Kunjungan Antenata

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kunjungan Antenatal K4 diKota Medan Propinsi Sumatera Utara Tahun 2002Tumiar SimanjuntakDeskripsi Dokumen: http://152.118.80.2/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=73382&lokasi=lokal

------------------------------------------------------------------------------------------AbstrakMenurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995, Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia adalah373 per 100.000 kelahiran hidup, Angka Kematian Bayi (AKB) sebesar 46 per 1000 kelahiran hidup. Salahsatu faktor penyebabnya adalah belum optimal cakupan kunjungan antenatal (K4 = 75,66%). Kurangoptimalnya kunjungan antenatal mengakibatkan risiko dan komplikasi kehamilan tidak terdeteksi secaradini. Intervensi kesehatan spesifik melalui kunjungan antenatal minimal 4 kali, merupakan salah satu daya ungkityang besar untuk menurunkan insiden dan beratnya komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan,persalinan dan nifas pada ibu dan bayi baru lahir. Di Kota Medan kunjungan antenatal K4 sebesar 78,75%,belum mencapai target nasional sebesar 90%. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh hubungan antara falctor predisposisi, faktor pemungkin danfaktor penguat dengan kunjungan antenatal K4. Penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional(potong lintang), pemilihan sampel didasarkan rumus cluster 2 tahap, tahap pertama dengan probabilityproportional to size menggunakan C Survey, jumlah sampel sebanyak 210 orang, ibu yang mempunyai bayiumur 6 (enam bulan) dimana selama hamil pernah memeriksakan kehamilannya ke petugas kesehatan.Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara. Analisis data menggunakan perangkat lunak C Sample pada Epi Info 6.0 dan program komputerisasi lainnya. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa proporsi kunjungan antenatal sesuai standar sebesar 51% dan 84,8%responden pernah melakukan kunjungan antenatal di klinik bidan swasta. Hasil analisis bivariat diketahuibahwa variabel yang mempunyai hubungan bermakna dengan kunjungan K4 adalah pendidikan tinggi,

Page 2: Faktor Yang Berhubungan Dengan Kunjungan Antenata

pengetahuan baik, sikap positif, jarak, penghasilan tinggi, akses informasi yang baik terhadap pelayananantenatal dan dukungan suami. Hasil analisis multivariat regresi logistik menunjukkan bahwa variabel yangberhubungan dengan kunjungan K4 adalah pengetahuan, sikap, jarak, penghasilan, akses informasi dan yangpaling dominan mempengaruhi kunjungan antenatal K4 adalah pengetahuan ibu (OR 2,78). Memperhatikan hasil penelitian ini, menyarankan kepada lembaga terkait khususnya mereka yangberhubungan dengan pelayanan kesehatan ibu hamil dan bersalin bahwa kegiatan Komunikasi InformasiEdukasi (KIE) pada Standar Operating Procedur (SOP) perlu ditegaskan kembali, yaitu adanya langkah-langkah KIE yang harus dioperasionalkan diseluruh fasilitas pelayanan dari Posyandu sampai Rumah Sakit,baik pada pelayanan pemerintah maupun swasta. Kegiatan konseling merupakan pilihan yang efektif danefisien meningkatkan pengetahuan ibu untuk memahami peristiwa kehamilan, persalinan, nifas dan risikoyang mungkin dihadapi ibu sehingga dapat dilakukan upaya prefentif

Page 3: Faktor Yang Berhubungan Dengan Kunjungan Antenata

01 Mar 2006  |  Kategori : Keluarga BerencanaHasil Survei Kesehatan Ibu: Pendekatan Kemitraan dan Keluarga di 10 Kabupaten Prop.Jateng & Jatim

Peneliti Dra. Flourisa Julian Sudrajat, M.Kes

Lembaga Puslitbang KB-KR, BKKBN

Tahun 2003

TUJUANTujuan utama survei ini adalah untuk mendapatkan informasi tentang gambaran karakteristik dan perumahan rumah tangga sampel, pengetahuan dan perilaku kesehatan ibu pada masa hamil, melahirkan dan masa nifas, kesehatan bayi baru lahir, tentang keluarga berencana dan kesehatan reproduksi wanita kawin usia 15-49 tahun. Selain itu, survei ini memberikan gambaran tentang partisipasi pria dalam mendukung kesehatan ibu pada masa hamil, persalinan, dan keluarga berencana .Survei ini diselenggarakan sebagai hasil kerjasama antara BKKBN dengan BPS (Badan Pusat Statistik) dan Depkes, dengan bantuan tehnis yang diberikan oleh ORC Macro, melalui program Demographic Health Survey. Survei ini dirancang untuk memberikan estimasi 10 kabupaten SM-PFA di Jawa Tengah dan Jawa Timur yang dicakup dalam Safemotherhood Project., yaitu Cilacap, Rembang, Jepara, Pemalang, Brebes, Trenggalek, Jombang, Ngawi, Sampang, dan Pamekasan. Pemilihan sampel dilakukan secara sistematik, yang pengumpulan datanya dilaksanakan pada bulan September 2002 s/d April tahun 2003.

METODOLOGIHasil survei ini lebih bersifat memotret kondisi 10 kabupaten SM-PFA dalam 5 tahun sebelum survei (mulai tahun 1997 sampai dengan tahun 2002), dan tidak dapat membandingkan dengan keadaan sebelumnya karena tidak tersedianya data dasar yang dapat dibandingkan. Dengan demikian analisis yang dapat dilakukan dari temuan-temuan survei ini untuk beberapa hal adalah dengan membandingkan hasil SDKI 2002-2003 di propinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur.

HASILBeberapa temuan penting dari survei SM-PFA tentang Kesehatan Ibu: Pendekatan Kemitraan dan Keluarga Tahun 2002 digambarkan sebagai berikut:

1. Karakteristik Latar Belakang Rumah Tangga dan Responden:

Karakteristik umum rumah tangga dan penduduk sampel terpilih antara lain mencakup umur, jenis kelamin, daerah tempat tinggal, pendidikan dan fasilitas perumahan tidak hanya berguna untuk mengetahui kondisi umum penduduk sampel, melainkan dapat digunakan untuk mengetahui kualitas data survei ini, serta mengetahui perubahan-

Page 4: Faktor Yang Berhubungan Dengan Kunjungan Antenata

perubahan kondisi sosial dan ekonomi penduduk di wilayah sampel.

Rata-rata jumlah anggota per rumah tangga tidak begitu berbeda antara 5 kabupaten SM-PFA di Jawa Tengah dan 5 kabupaten Jawa Timur, baik di perdesaan maupun di perkotaan yang berkisar antara 3-4 orang. Bila dilihat dari kedudukan kepala rumah tangga, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Di propinsi Jawa Tengah proporsi antara pria dan wanita yang menduduki sebagai kepala rumah tangga berimbang (masing-masing 50 persen), sementara di propinsi Jawa Timur, wanita sedikit lebih tinggi menduduki kepala rumah tangga (51 persen berbanding dan 49 persen ). Sebagian besar penduduk sampel di kedua propinsi ini berada di perdesaan, yaitu 76 persen di propinsi di Jawa Timur dan 61 persen di Jawa Tengah.

Bila dilihat menurut kondisi perumahan, hampir semua rumah tangga (lebih 90 persen) di perkotaan maupun di perdesaan telah menikmati listrik, namun di Jawa Timur sedikit berbeda, dimana di perdesaan lebih rendah. Sumber air minum yang utama digunakan rumah tangga, terlihat separuhnya menggunakan air dari sumur terlindung. Kurang dari 10 persen rumah tangga yang menggunakan ledeng sebagai sumber air minim. Sebagian besar rumah tangga terutama di perkotaan telah menggunakan kakus dengan ‘septic tank’ sebagai sanitasi mereka. Masih terdapat diantaranya menggunakan sungai dan cubluk untuk jamban mereka. Kondisi lantai bangunan rumah, hampir sepertiganya berlantai tanah. Pola ini tidak jauh berbeda antara Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Secara keseluruhan terlihat menurut karakteristik latar belakang responden dari wanita pernah kawin (15-49 tahun) memiliki proporsi yang hampir merata untuk setiap kelompok umur, kecuali kelompok umur muda (15-19 tahun). Sebagian besar ibu (39 persen) berpendidikan tamat SD, 22 persen berpendidikan SLTP+ dan 17 persen ibu tidak sekolah. Sebagian besar (70 persen) ibu memiliki anak 1-2 orang, 14 persen memiliki anak lebih dari 5 orang Sebagian besar responden di 10 kabupaten ini berpendidikan tamat SD, ibu dengan pendidikan tinggi (SLTP+) terbanyak ditemukan di kabupaten Jombang dan paling sedikit ditemukan di kabupaten Sampang dan Pamekasan. Sebaliknya di kedua kabupaten ini proporsi wanita yang tidak bersekolah paling tinggi dibandingkan dengan kabupaten lainnya.

2. Pengetahuan dan Perilaku Kesehatan Ibu pada masa Hamil

Dari seluruh ibu atau wanita pernah kawin yang diwawancarai pada survei ini me-nunjukkan bahwa lebih dari 45 persen tidak tahu jenis komplikasi kehamilan.

Jika dibandingkan dengan hasil SDKI Jateng maupun SDKI Jatim, hasil survei masing-masing di 5 kabupaten Jateng dan Jatim tidak jauh berbeda, meskipun untuk Jateng hasil SM-FA sedikit lebih rendah, yaitu 95,8 persen dan 96,7 persen.Pemeriksaan kesehatan ibu pada masa hamil oleh tenaga kesehatan dari anak terakhir yang pernah dilahirkan dalam 5 tahun sebelum survei sudah mencapai lebih dari 90 persen, kecuali ibu-ibu di Sampang dan Pamekasan, masih kurang 90 persen. Sementara cakupan ANC sebagaimana yang tercantum dalam PROPENAS diharapkan menjadi 90 persen pada tahun 2004..

Page 5: Faktor Yang Berhubungan Dengan Kunjungan Antenata

Penggunaan fasilitas pelayanan untuk pemeriksaan kesehatan selama kehamilan, ditemukan lebih dari 83 persen wanita memeriksakan kesehatan selama kehamilan di fasilitas pelayanan kesehatan baik pemerintah ataupun swasta. Angka ini masih lebih rendah dari target cakupan ANC yang ditetapkan oleh PROPENAS yang diharapkan menjadi 90 persen pada tahun 2004. Pemanfaatan fasilitas kesehatan sebagai tempat pemeriksaan kehamilan terendah dijumpai di kabupaten Sampang (78 persen) dan Cilacap (86 persen), sedangkan yang tertinggi di Jombang (96 persen).

Pemerintah menetapkan, bahwa pelayanan antenatal yang tidak memenuhi standar minimal ‘5T’ (mengukur tinggi badan dan berat badan, tekanan darah, tinggi fundus, imunisasi Tetanus Toxoid, dan pemberian tablet tambah darah minimal 90 tablet) belum dapat dianggap sebagai pelayanan antenatal. Data dari survei ini menunjukkan, baru sekitar 22 persen ibu yang melahirkan anak terakhir dalam 5 tahun sebelum survei menerima jenis pemeriksaan sesuai 5 T.

Pemeriksaan ANC K1 yaitu kontak atau pemeriksaan pertama kali dengan petugas kesehatan yang dilakukan oleh responden di 10 kabupaten ini berkisar antara 50 persen hingga 90 persen dan umumnya dilakukan pada trimester pertama. Sementara K4 atau kontak dengan petugas kesehatan keempat kalinya atau lebih berkisar antara 46 persen - 90 persen (tertinggi di kabupaten Trenggalek, terendah di kabupaten Sampang). Sebagaimana diketahui, Depkes RI menetapkan target K1 di tahun tahun 2010 adalah 95 persen dan K4 adalah 90 persen.

Dijumpai, kurang dari 9 persen Ibu yang melahirkan anak terakhir dalam 5 tahun sebelum survei mengalami gangguan penglihatan pad siang hari pada waktu hamil. Sementara itu, masih banyak dari ibu-ibu tersebut tidak menerima vitamin A setelah 2 bulan melahirkan.

Setiap wanita hamil, dianjurkan agar mendapatkan imunisasi Tetanus Toxoid (TT) sebanyak dua kali dan Tablet Tambah Darah (TTD) minimal 90 tablet selama masa kehamilannya. Pemerintah mentargetkan pada tahun 2010 pemberian TT untuk ibu hamil: 95 persen TT1 dan 90 persen TT2, sedangkan pemberian TTD untuk Ibu hamil 90 persen. Temuan dari survei ini memberikan gambaran rentang pemberian imunisasi TT1 berkisar antara 8-64 persen dan TT2 antara 26-87 persen. Proporsi ibu hamil yang menerima tablet besi sebanyak 90 tablet selama masa kehamilannya juga masih rendah. Pencapaian di 10 kabupaten SM-PFA yang menerima TTD berkisar antara 67 persen s/d 93 persen. Diantara kabupaten yang sudah mencapai target nasional (lebih 90 persen) adalah kabupaten Ngawi, Jombang, dan Trenggalek .

Selain itu, survei ini memberikan informasi tentang hal-hal yang didiskusikan berkaitan dengan pelayanan pada masa hamil dengan orang lain dan partisipasi suami ikut menemani istri untuk memeriksakan kehamilannya ke pelayanan kesehatan. Pada umumnya (lebih dari 50 persen) masalah yang dibicarakannya pada saat pemeriksaan kehamilan adalah tentang penolong persalinan dan tempat melahirkan. Lebih dari 50 persen ibu memeriksakan kehamilan dengan ditemani suami (kecuali Brebes hanya 39,2

Page 6: Faktor Yang Berhubungan Dengan Kunjungan Antenata

persen ditemani suami).

3. Pengetahuan dan Perilaku ibu tentang Kesehatan Ibu Pada Masa Persalinan dan Paska Persalinan

Survei ini menjelaskan masih rendahnya pengetahuan ibu yang tercatat sebagai responden di 10 kabupaten SM-PFA. Lebih dari 40 persen ibu tidak mengetahui komplikasi persalinan , dan diketahui pula lebih dari 50 persen ibu-ibu tidak mengetahui komplikasi masa nifas Pengalaman komplikasi persalinan yang paling banyak dialami oleh ibu-ibu yang melahirkan anak 5 th sebelum suvei adalah partus lama

Cakupan persalinan dengan ditolong oleh tenaga kesehatan menurut PROPENAS diharapkan menjadi 75 persen. Saat ini pencapaian di 10 kab SM PFA berkisar antara 26 -92 persen, sehubungan dengan itu kabupaten Sampang dan Pemalang masih di bawah 50 persen. Lebih dari 50 persen ibu-ibu yag melahirkan anak dalam 5 tahun sebelum survei, melahirkannya di rumah, kecuali di Jombang (35 persen).

Lebih dari 45 persen bayi lahir dengan berat badan normal, 9 persen dari anak yang dilahirkan hidup mengalami BBLR (14 persen di Jawa Tengah dan 4 persen di Jawa Timur.

Survei ini memberikan gambaran pemeriksaan kesehatan ibu pada pasca persalinan. Ditemukan lebih dari 60 persen pemeriksaan kesehatan ibu pasca persalinan dilakukan dalam waktu 1-7 hari setelah melahirkan.

Kehamilan yang tidak diinginkan yang dilihat melalui pertanyaan apakah anak yang dilahirkan ibu dalam 5 tahun sebelum survei diinginkan kemudian atau sebenarnya pada waktu itu tidak ingin anak lagi. Diantara 10 kabupaten tersebut, tertinggi dijumpai 5 persen di Sampang dan 30 persen di Ngawi, sementara di Brebes ditemukan 23 persen. . Sementara pengalaman wanita dalam hal keguguran, digugurkan dan lahir mati tertinggi di Brebes (19 persen).

Secara umum dijumpai partisipasi suami cukup tinggi, dimana sebagian besar suami mendampingi istri saat melahirkan, persentase terendah dijumpai di kabupaten Trenggalek dan Brebes

4. Kesehatan Bayi dan Anak

Pemeriksaan kesehatan bayi baru lahir merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam upaya mencegah kematian bayi. Dokter dan bidan merupakan petugas kesehatan yang diharapkan dapat mengetahui secara dini kondisi kesehatan baru lahir, apabila ada kondisi atau hal-hal yang perlu ditindaklanjuti dapat segera dilakukan tindakan. Temuan hasil survei ini menunjukkan bahwa :

Page 7: Faktor Yang Berhubungan Dengan Kunjungan Antenata

· Pemeriksaan bayi baru lahir yang dilakukan oleh dukun masih cukup tinggi terutama di kabupaten Sampang dan kabupaten Pemalang.· Rata-rata terdapat delapan persen bayi baru lahir tidak diperiksa kesehatannya (proporsi tertinggi di kabupaten Brebes).· Hanya 25 persen anak yang ibunya dapat menunjukkan KMS / buku KIA· Cakupan imunisasi lengkap pada anak usia 12-23 bulan hanya 26 persen, dan hanya 8 persen tidak pernah mendapat imunisasi· Cakupan pemberian vitamin A pada anak balita di 10 kabupaten SM-PFA rata-rata mencapai 78 persen, namun ada kabupaten yang cakupannya di bawah 50 persen (kabupaten Sampang dan Pamekasan)· Sembilan puluh persen anak pernah mendapatkan ASI, hanya 61 persen yang pemberiannya satujam segera setelah lahir.

5. Keluarga Berencana

Dari hasil survei di 10 kabupaten SM-PFA ditemukan bahwa pengetahuan suatu cara KB/ cara KB modern sudah tinggi (diatas 90 persen), kecuali di Kabupaten Pamekasan masih relatif rendah (kurang 90 persen). Pengetahuan tentang cara KB tradisional masih rendah, berkisar 10-55 persen.

Proporsi wanita yang berdiskusi dengan suami dibandingkan dengan hasil SDKI, di propinsi SM-PFA Jatim sedikit lebih rendah (51 persen berbanding 53). Sebaliknya hasil survei SM-PFA di Jawa Tengah menunjukkan proporsi yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan hasil SDKI Jateng (58 berbanding 38 persen )Lima puluh lima persen wanita berdiskusi tentang KB dengan pasangannya. Angka berdiskusi di 5 kabupaten SM-PFA Jatim relatif lebih rendah dari pada di lokasi SM-PFA Jateng (51 berbanding 58 persen). Proporsi wanita berdiskusi KB dengan pasangan tertinggi di Brebes (75 persen), sedangkan terendah di Ngawi (47 persen).

Secara umum keputusan dalam ber KB sebagian besar ditentukan secara bersama antara suami- isteri (68 persen).

Bila dibandingkan dengan hasil SDKI di Jateng maupun Jatim, prevalensi pemakaian kontrasepsi dari hasil survei SM-PFA di Jateng dan di Jatim lebih rendah, yaitu 62 berbanding 65 untuk Jateng dan 56 berbanding 67 untuk Jatim. Prevalensi pemakaian kontrasepsi se-cara total di 10 kabupaten SM-PFA sebesar 59 persen, prevalensi di Jatim SMP lebih rendah (56 persen), sedangkan di Jateng lebih tinggi (62 persen). Menurut kabupaten, angka prevalensi tertinggi di Rembang (69 persen); sedangkan terendah di Sampang (35 persen). Metode KB yang dominan dipakai adalah suntikan dan pil. Pemakaian IUD relatif rendah, kecuali di Ngawi. Implant (susuk KB) paling banyak dipakai di Rembang.

Tempat pelayanan KB yang banyak dipergunakan di 10 kab SM-PFA adalah fasilitas swasta (71 persen), berikutnya adalah pemerintah (18 persen), dan fasilitas lain 11 persen. Pemanfaatan tempat pelayanan swasta tertinggi di Jepara (88 persen), terendah di

Page 8: Faktor Yang Berhubungan Dengan Kunjungan Antenata

Rembang (55 persen).

Angka unmetneed yang diperleh dari hasil survei ini, masing-masing untuk 5 kabupaten di Jawa Tengah dan Jawa Timur, masih lebih tinggi dari hasil SDKI dikedua propinsi ini, yaitu 6,5 persen dan 5,6 persen. Angka unmet need KB di 10 kabupaten SM- PFA 8,9 persen, di Jateng SMP 9,3 persen, dan di Jatim SMP 8,3 persen. Unmet need KB di Jateng dan Jatim secara umum (SDKI 2002-2003) jauh lebih rendah dibandingkan angka unmet need di Jateng dan Jatim lokasi SMPFA. Sedang-kan unmet need kabupaten berkisar antara 6 persen (Rembang), hingga 12 persen (Pemalang). Secara umum angka unmet need untuk pembatasan jauh lebih besar dibandingkan angka unmet need untuk penjarangan.

Alasan tidak memakai cara/alat KB yang dominan adalah alasan yang berkaitan dengan fertilitas serta berkaitan dengan alat/cara KB. Alasan berkaitan dengan fertilitas tertinggi di Pamekasan dan Trenggalek, terendah di Jombang. Sedangkan alasan berkaitan dengan alat/cara KB tertinggi di Sampang, dan terendah di Pamekasan.

Proporsi pemberian informasi tentang efek samping yang diterima ibu pada saat pelayanan KB, 47 persen di Jatim, dan 43 persen di Jateng. Angka tertinggi tercatat di Cilacap (60 persen), sedangkan terendah di Jepara (22 persen).

Kunjungan petugas KB relatif rendah baik terhadap wanita PUS maupun terhadap wanita bukan peserta KB di lokasi SM-PFA, kecuali di Brebes (16.4 persen).

6. Kesehatan Reproduksi

Elemen Kesehatan Reproduksi yang diuraikan dalam konteks SM-PFA yang dikaitkan dengan ciri-ciri sosek dan demografi masyarakat, yang mencakup : pengetahuan tentang masa subur, umur kawin pertama, umur pertamakali kumpul, perhatian suami tentang haid pertama anaknya, apakah perempuan mendiskusikan / KRR dengan anaknya, perhatian suami mengenai haid isteri, pengetahuan tentang HIV/AIDS

Dari survei ini diketahui, pengetahuan wanita masih rendah mengenai Kesehatan Reproduksi, khususnya mengenai masa subur, rata-rata kurang dari 10 persen. Begitupula dalam hal pemahaman/ persepsi tentang PMS/AID masih rendah

Perkawinan usia dini usia kurang dari 20 tahun bahkan dibawah 15 tahun, masih tinggi di beberapa kabupaten (sekitar 50 persen atau lebih). Perkawinan diusia kurang dari 15 tahun tertinggi dijumpai di kabupaten Sampang (19 persen) dan Pamekasan (14 persen). Perkawinan diusia leh dari 20 tahun tertinggi dijumpai di kabupaten Jombang (39 persen) dan Cilacap ( 32 persen)

Perhatian/ peranan suami mengenai perlunya KRremaja dan KR istri masih rendah, meskipun terlihat proporsi di 5 kabupaten SM-PFA di Jatim sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan Jateng. Menurut penuturan ibu, pengetahuan suami tentang haid pertama anak remaja perempuan tertinggi di Jombang (18.7 persen) dan terendah di

Page 9: Faktor Yang Berhubungan Dengan Kunjungan Antenata

Rembang (4 persen). Diskusi tentang KRR meliputi usia subur, PMS, narkoba, tunda usia kawin, KB-KR, Pubertas, masih sangat rendah, tertinggi di Jombang dan terendah di Pemalang. Dilihat menurut propinsi SM-PFA, diskusi tentang KRR di propinsi Jawa Timur relatif lebih tinggi dibandingkan dengan Jateng. (rata-rata kurang 20 persen).Suami yang mengetahui tentang haid terakhir isteri tertinggi di Jepara (80 persen) , terendah di kabupaten Trenggalek (41 persen).

Tidak semua ibu pernah mendengar AIDS. Proporsi tertinggi dijumpai di kabupaten Sampang (75 persen) dan terendah di kabupaten Pemalang (48 persen). Diantara yang pernah mendengar, ternyata tidak semuanya mengetahui cara menghindari AIDS. Terendah dijumpai di Sampang (18 persen) dan tertinggi di Jombang (70 persen)

Pengetahuan tentang PMS masih rendah, berkisar antara 6.2 persen (Sampang) dan tertinggi di Jombang (32 persen)

Sumber informasi tentang kesehatan reproduksi, AIDS dalam PMS melalui media elektronik lebih mendominasi dibandingkan dengan non elektronik maupun dari petugas.