Faktor Risiko Kejadian Gizi Kurang Pada Balita Di Puskesmas Wongkaditi Kota Gorontalo Tahun 2010

73
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di bidang kesehatan pada hakikatnya merupakan bagian integral dari pembangunan kesejahteraan bangsa secara berkesinambungan, terus menerus dilakukan bangsa Indonesia untuk menggapai cita-cita luhur, yakni terciptanya masyarakat yang adil dan makmur, baik spiritual maupun material. GBHN 1999 mengamanatkan perlunya meningkatkan mutu sumber daya manusia dan lingkungan yang saling mendukung melalui pendekatan paradigma sehat, dengan memberikan prioritas pada upaya peningkatan kesehatan, pencegahan, penyembuhan , pemulihan, dan rehabilitasi (Aditama dan Hastuti, 2006). Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima, serta cerdas. Bukti empiris menunjukkan bahwa 1

Transcript of Faktor Risiko Kejadian Gizi Kurang Pada Balita Di Puskesmas Wongkaditi Kota Gorontalo Tahun 2010

Page 1: Faktor Risiko Kejadian Gizi Kurang Pada Balita Di Puskesmas Wongkaditi Kota Gorontalo Tahun 2010

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan di bidang kesehatan pada hakikatnya merupakan bagian

integral dari pembangunan kesejahteraan bangsa secara berkesinambungan,

terus menerus dilakukan bangsa Indonesia untuk menggapai cita-cita luhur,

yakni terciptanya masyarakat yang adil dan makmur, baik spiritual maupun

material. GBHN 1999 mengamanatkan perlunya meningkatkan mutu sumber

daya manusia dan lingkungan yang saling mendukung melalui pendekatan

paradigma sehat, dengan memberikan prioritas pada upaya peningkatan

kesehatan, pencegahan, penyembuhan , pemulihan, dan rehabilitasi (Aditama

dan Hastuti, 2006).

Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan

sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki

fisik yang tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima, serta cerdas.

Bukti empiris menunjukkan bahwa hal ini sangat ditentukan oleh status gizi

yang baik. Status gizi yang baik ditentukan oleh jumlah asupan pangan yang

dikonsumsi. Masalah gizi kurang dan buruk dipengaruhi langsung oleh faktor

konsumsi pangan dan penyakit infeksi. Secara tidak langsung dipengaruhi

oleh pola asuh, ketersediaan pangan, faktor sosial ekonomi, budaya dan

politik. Apabila gizi kurang dan gizi buruk terus terjadi dapat menjadi faktor

penghambat dalam pembangunan nasional. Secara perlahan kekurangan gizi

akan berdampak pada tingginya angka kematian ibu, bayi, dan balita, serta

rendahnya umur harapan hidup. Selain itu, dampak kekurangan gizi terlihat

1

Page 2: Faktor Risiko Kejadian Gizi Kurang Pada Balita Di Puskesmas Wongkaditi Kota Gorontalo Tahun 2010

juga pada rendahnya partisipasi sekolah, rendahnya pendidikan, serta

lambatnya pertumbuhan ekonomi (Badan Perencanaan Pembangunan

Nasional, 2007 ).

Kesepakatan global berupa Millenium Development Goals (MDGS)

yang terdiri dari 8 tujuan, 18 target dan 48 indikator, menegaskan bahwa

pada tahun 2015 setiap negara menurunkan kemiskinan dan kelaparan separuh

dari kondisi pada tahun 1990. Untuk Indonesia, indikator yang digunakan

adalah peresentase anak berusia di bawah 5 tahun (balita) yang mengalami

gizi buruk (severe underweight) dan persentase anak-anak berusia 5 tahun

(balita) yang mengalami gizi kurang (moderate underweight) (Ariani, 2007).

Salah satu masalah pokok kesehatan di negara sedang berkembang

adalah masalah gangguan terhadap kesehatan masyarakat yang disebabkan

oleh kekurangan gizi. Masalah gizi di Indonesia masih didominasi oleh

masalah Kurang Energi Protein (KEP), Anemia zat Besi, Gangguan Akibat

Kekurangan Yodium (GAKY), dan kurang Vitamin A (KVA). Penyakit

kekurangan gizi banyak ditemui pada masyarakat golongan rentan, yaitu

golongan yang mudah sekali menderita akibat kurang giuzi dan juga

kekurangan zat makanan. Penyakit gizi kurang banyak ditemui pada

masyarakat golongan rentan, yaitu golongan yang mudah sekali menderita

akibat kurang gizi dan juga kekurangan zat makanan (Syahmien Moehji,

2005).

Kebutuhan setiap orang akan makanan tidak sama, karena kebutuhan

akan berbagai zat gizi juga berbeda. Umur, Jenis kelamin, macam pekerjaan

dan faktor-faktor lain menentukan kebutuhan masing-masing orang akan zat

2

Page 3: Faktor Risiko Kejadian Gizi Kurang Pada Balita Di Puskesmas Wongkaditi Kota Gorontalo Tahun 2010

gizi. Anak balita (bawah lima tahun) merupakan kelompok yang

menunjukkan pertumbuhan badan yang pesat, sehingga memerlukan zat-zat

gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita ini justru

merupakan kelompok umur yang paling sering dan sangat rawan menderita

akibat kekurangan gizi yaitu KEP.

Kurang gizi atau gizi buruk dinyatakan sebagai penyebab tewasnya 3,5

juta anak di bawah usia lima tahun (balita) di dunia. Mayoritas kasus fatal gizi

buruk berada di 20 negara, yang merupakan negara target bantuan untuk

masalah pangan dan nutrisi. Negara tersebut meliputi wilayah Afrika, Asia

Selatan, Myanmar, Korea Utara, dan Indonesia. Hasil penelitian yang

dipublikasikan dalam jurnal kesehatan Inggris The Lanchet ini

mengungkapkan, kebanyakan kasus fatal tersebut secara tidak langsung

menimpa keluarga miskin yang tidak mampu atau lambat untuk berobat,

kekurangan vitamin A dan Zinc selama ibu mengandung balita, serta menimpa

anak pada usia dua tahun pertama. Angka kematian balita karena gizi buruk

ini terhitung lebih dari sepertiga kasus kematian anak di seluruh dunia (Malik,

2008).

Kekurangan gizi merupakan salah satu penyebab tingginya kematian

pada bayi dan anak. Apabila anak kekurangan gizi dalam hal zat karbohidrat

(zat tenaga) dan protein (zat pembangun) akan berakibat anak menderita

kekurangan gizi yang disebut KEP tingkat ringan dan sedang, apabila hal ini

berlanjut lama maka akan berakibat terganggunya pertumbuhan, terganggunya

perkembangan mental, menyebabkan terganggunya sistem pertahanan tubuh,

3

Page 4: Faktor Risiko Kejadian Gizi Kurang Pada Balita Di Puskesmas Wongkaditi Kota Gorontalo Tahun 2010

hingga menjadikan penderita KEP tingkat berat sehingga sangat mudah

terserang penyakit dan dapat berakibat kematian (Syahmien Moehji, 2005).

Berbagai penelitian membuktikan lebih dari separuh kematian bayi

dan balita disebabkan oleh keadaan gizi yang jelek. Risiko meninggal dari

anak yang bergizi buruk 13 kali lebih besar dibandingkan anak yang normal.

WHO memperkirakan bahwa 54% penyebab kematian bayi dan balita didasari

oleh keadaan gizi anak yang jelek (Irwandy, 2007).

Faktor penyebab langsung terjadinya kekurangan gizi adalah

ketidakseimbangan gizi dalam makanan yang dikonsumsi dan terjangkitnya

penyakit infeksi. Penyebab tidak langsung adalah ketahanan pangan di

keluarga, pola pengasuhan anak dan pelayanan kesehatan. Ketiga faktor

tersebut berkaitan dengan tingkat pendidikan, pengetahuan dan ketrampilan

keluarga serta tingkat pendapatan keluarga (I Dewa Nyoman Supariasa, 2007).

Faktor ibu memegang peranan penting dalam menyediakan dan

menyajikan makanan yang bergizi dalam keluarga, sehingga berpengaruh

terhadap status gizi anak (I Dewa Nyoman Supariasa, 2007).

Prevalensi nasional Gizi Buruk pada Balita adalah 5,4%, dan Gizi

Kurang pada Balita adalah 13,0%. Keduanya menunjukkan bahwa baik target

Rencana Pembangunan Jangka Menengah untuk pencapaian program

perbaikan gizi (20%), maupun target Millenium Development Goals pada

2015 (18,5%) telah tercapai pada 2007. Namun demikian, sebanyak 19

provinsi mempunyai prevalensi Gizi Buruk dan Gizi Kurang diatas prevalensi

nasional, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat,

Riau, Jambi, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat,

4

Page 5: Faktor Risiko Kejadian Gizi Kurang Pada Balita Di Puskesmas Wongkaditi Kota Gorontalo Tahun 2010

Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi

Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku

Utara, Papua Barat dan Papua (Badan Penelitian dan Pengembangan

Kesehatan Depkes RI, 2008).

Masalah kurang gizi merupakan akibat dari interaksi antara berbagai

faktor, akan tetapi yang paling utama adalah dua faktor yaitu konsumsi pangan

dan infeksi, adanya ketidakseimbangan antara konsumsi zat energi dan zat

protein melalui makanan, baik dari segi kuantitatif dan kualitatif. Dideritanya

panyakit infeksi, yang umumnya infeksi saluran pernafasan dan infeksi

saluran pencernaan, maka keadaan kurang gizi akan bertambah parah. Namun

sebaliknya penyakit-penyakit tersebut dapat bertindak sebagai pemula

terjadinya kurang gizi sebagai akibat menurunnya nafsu makan, adanya

gangguan penyerapan dalam saluran pencernaan serta meningkatnya

kebutuhan gizi akibat adanya penyakit (Syahmien Moehji, 2005).

Selain dari penyebab utama tersebut banyak sekali faktor yang

menyebabkan terjadinya masalah kurang gizi yaitu ketersediaan pangan di

tingkat rumah tangga, pola pengasuhan anak, kondisi lingkungan atau

penyediaan air bersih serta pelayanan kesehatan yang tidak memadai serta

faktor sosial budaya dan ekonomi seperti tingkat pendapatan keluarga, besar

anggota keluarga, pantangan atau tabu dalam hal makanan dan adat kebiasaan

yang merugikan (Syahmien Moehji, 2005).

Di provinsi gorontalo angka penderita gizi kurang yaitu sebesar

12,75% dari 336.111 balita yang di ukur menurut dinas kesehatan gorontalo

tahun 2008.

5

Page 6: Faktor Risiko Kejadian Gizi Kurang Pada Balita Di Puskesmas Wongkaditi Kota Gorontalo Tahun 2010

Berdasarkan data yang diperoleh dari survey Pemantauan Status Gizi

(PSG) tahun 2008 bahwa jumlah balita di kabupaten Boalemo yaitu 11.657

jiwa, dimana penderita gizi buruk sebanyak 628 (5,4 %) jiwa dan jumlah

penderita gizi kurang sebanyak 2.493 (21,4 %) jiwa.

Data mengenai status gizi balita di Puskesmas Dulupi Kecamatan

Dulupi tahun 2009 menunjukkan dari sejumlah 823 balita terdapat 426 balita

gizi baik, 136 balita gizi kurang (16,16%) dan 11 balita gizi buruk (1,33%).

Dari data di atas dapat dilihat bahwa masih tingginya jumlah kasus, baik kasus

gizi kurang maupun kasus gizi buruk pada tahun 2009 di wilayah kerja

Puskesmas Dulupi. Dari jumlah penderita gizi buruk diatas, dapat

dikategorikan masih tinggi dibanding jumlah standar nasional yang ditetapkan

yaitu <1% dan untuk kejadian gizi kurang <15%.

Penyebab gizi buruk dan gizi kurang di Indonesia sesuai hasil

penelitian bermula dari krisis ekonomi, politik dan sosial menimbulkan

dampak negatif seperti kemiskinan, pendidikan dan pengetahuan rendah,

kesempatan kerja kurang, pola makan, ketersediaan bahan pangan pada tingkat

rumah tangga rendah, pola asuh anak yang tidak memadai, pendapatan

keluarga yang rendah, sanitasi dan air bersih serta pelayanan kesehatan dasar

yang tidak memadai (Unicef, 1999 dalam Khomsan, dkk 2005).

Dari latar belakang inilah maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “Faktor Risiko kejadian Gizi Kurang Pada Balita Di

Tinjau Dari Pola Makan, Tingkat Pengetahuan Gizi Ibu Dan Penyakit Infeksi.

Di Wilayah Kerja Puskesmas Dulupi Kecamatan Dulupi Kabupaten Boalemo

tahun 2009.

6

Page 7: Faktor Risiko Kejadian Gizi Kurang Pada Balita Di Puskesmas Wongkaditi Kota Gorontalo Tahun 2010

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, penelitian ini

diharapkan dapat menjawab pertanyaan sebagai berikut:

1. Berapa besar faktor risiko pola makan terhadap kejadian gizi kurang pada

balita di wilayah kerja Puskesmas Dulupi Kabupaten Boalemo tahun

2009?

2. Berapa besar faktor risiko tingkat pengetahuan gizi ibu dengan kejadian

gizi kurang pada balita di wilayah kerja Puskesmas Dulupi Kabupaten

Boalemo tahun 2009?

3. Berapa besar faktor risiko tingkat penyakit infeksi dengan kejadian gizi

kurang pada balita di wilayah kerja Puskesmas Dulupi Kabupaten

Boalemo tahun 2009?

4. Berapa besar faktor risiko tingkat pekerjaan orang tua dengan kejadian gizi

kurang pada balita di wilayah kerja Puskesmas Dulupi Kabupaten

Boalemo tahun 2009?

5. Berapa besar faktor risiko tingkat pendapatan dengan kejadian gizi kurang

di wilayah kerja Puskesmas Dulupi Kabupaten Boalemo tahun 2009?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor risiko kejadian gizi kurang pada balita di

wilayah kerja Puskesmas Dulupi Kecamatan Dulupi Kabupaten Boalemo

tahun 2009.

7

Page 8: Faktor Risiko Kejadian Gizi Kurang Pada Balita Di Puskesmas Wongkaditi Kota Gorontalo Tahun 2010

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui faktor risiko pola makan terhadap

kejadian gizi kurang pada balita di wilayah kerja Puskesmas Dulupi

Kabupaten Boalemo tahun 2009.

b. Untuk mengetahui faktor risiko tingkat pengetahuan gizi

ibu terhadap kejadian gizi kurang pada balita di wilayah kerja

Puskesmas Dulupi Kabupaten Boalemo tahun 2009.

c. Untuk mengetahui faktor risiko penyakit infeksi terhadap kejadian

gizi kurang pada balita di wilayah kerja Puskesmas Dulupi Kabupaten

Boalemo tahun 2009.

d. Untuk mengetahui faktor risiko tingkat pekerjaan orang tua terhadap

kejadian gizi kurang pada balita di wilayah kerja Puskesmas Dulupi

Kabupaten Boalemo tahun 2009.

e. Untuk mengetahui faktor risiko pendapatan terhadap kejadian gizi

kurang pada balita di wilayah kerja Puskesmas Dulupi Kabupaten

Boalemo tahun 2009.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Ilmiah

Hasil penelitian ini dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan

dan menjadi salah satu sumber bacaan bagi para peneliti dimasa yang akan

datang.

2. Manfaat Institusi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan

masukan bagi Dinas Kesehatan Boalemo khususnya bagi Puskesmas

8

Page 9: Faktor Risiko Kejadian Gizi Kurang Pada Balita Di Puskesmas Wongkaditi Kota Gorontalo Tahun 2010

Dulupi serta pihak lain dalam menentukan kebijakan untuk menekan

dan menangani kasus gizi buruk dan gizi kurang pada bayi/anak balita.

3. Manfaat Praktis

Untuk mengetahui dan mendapatkan pengalaman yang nyata dalam

melakukan penelitian khususnya mengenai beberapa faktor risiko kejadian

gizi kurang pada balita.

9

Page 10: Faktor Risiko Kejadian Gizi Kurang Pada Balita Di Puskesmas Wongkaditi Kota Gorontalo Tahun 2010

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS

A. Kajian Pustaka

1. Pengertian status gizi

Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan

dan penggunaan zat-zat gizi. Dibedakan antara status gizi buruk, kurang,

baik, dan lebih. Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi

seseorang . Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh

memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga

memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja

dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin. Status gizi

kurang terjagi bila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat-zat

gizi esensial. Status gizi lebih terjadi bila tubuh memperoleh zat-zat gizi

dalam jumlah berlebihan, sehingga menimbulkan efek toksis atau

membahayakan. Gangguan gizi terjadi baik pada status gizi kurang,

maupun status gizi lebih (Suwiji,2006).

2. Penilaian status gizi

Penilaian status gizi terbagi atas penilaian secara langsung dan

penilaian secara tidak langsung. Adapun penilaian secara langsung dibagi

menjadi empat penilaian yaitu antropometri, klinis, biokimia dan biofisik.

Sedangkan penilaian status gizi secara tidak langsung terbagi atas tiga

yaitu survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi.

10

Page 11: Faktor Risiko Kejadian Gizi Kurang Pada Balita Di Puskesmas Wongkaditi Kota Gorontalo Tahun 2010

a. Penilaian secara langsung

1) Antropometri

Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia.

Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi

berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh

dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi

(Supariasa, dkk., 2006).

Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan

dengan mengukur beberapa parameter. Parameter antropometri

merupakan dasar dari penilaian status gizi. Kombinasi antara

beberapa parameter disebut indeks antropometri.

Rekomendasi dalam menilai status gizi anak di bawah lima

tahun yang dianjurkan untuk digunakan di Indonesia adalah baku

World Health Organization-National Centre for Health Statistic

(WHO-NCHS).

2) Klinis

Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting

untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas

perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan

ketidakcukupan zat gizi . Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel

(supervicial epithelial tissues) seperti kulit, mata, rambut dan

mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan

tubuh seperti kelenjar tiroid (Supariasa, dkk.,2006).

11

Page 12: Faktor Risiko Kejadian Gizi Kurang Pada Balita Di Puskesmas Wongkaditi Kota Gorontalo Tahun 2010

Pemeriksaan klinis meliputi pemeriksaan

fisik secara menyeluruh, termasuk riwayat kesehatan. Bagian tubuh

yang harus lebih diperhatikan dalam pemeriksaan klinis adalah

kulit, gigi, gusi,bibir, lidah, mata (Arisman dalam Yuliaty, 2008).

3) Biokimia

Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan

spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada

berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan

antara lain : darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh

seperti hati dan otot (Supariasa, dkk., 2006).

4) Biofisik

Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode

penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi

(khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan

(Supariasa, dkk., 2006).

b. Penilaian secara tidak langsung

1) Survei konsumsi makanan

Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status

gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi

yang dikonsumsi. Metode survei konsumsi makanan untu individu

antara lain :

a) Metode recall 24 jam

b) Metode esthimated food record

c) Metode penimbangan makanan (food weighting)

12

Page 13: Faktor Risiko Kejadian Gizi Kurang Pada Balita Di Puskesmas Wongkaditi Kota Gorontalo Tahun 2010

d)Metode dietary history

e) Metode frekuensi makanan (food frequency).

2) Statistik vital

Pengukuran gizi dengan statistik vital adalah dengan

menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka

kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian sebagai

akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan

dengan gizi (Supariasa, dkk., 2006).

3) Faktor ekologi

Malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil

interaksi beberapa faktor fisik, biologis dan lingkungan budaya.

Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan

ekologi seperti iklim, tanah, irigasi dan lain-lain (Supariasa, dkk.,

2006).

3. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Gizi Kurang

Berdasarkan hasil studi kepustakaan yang telah ditemukan

sebelumnya yaitu beberapa variabel bebas (independen) yang merupakan

faktor- faktor yang berhubungan dengan kejadian gizi kurang pada balita.

a. Tentang Pola Makan

Pola makan adalah gambaran pola menu, frekuensi, dan jenis

bahan makanan yang dikonsumsi setiap hari dimana merupakan

bagian dari gaya hidup atau ciri khusus suatu kelompok (Suwiji,

2006).

13

Page 14: Faktor Risiko Kejadian Gizi Kurang Pada Balita Di Puskesmas Wongkaditi Kota Gorontalo Tahun 2010

Pola makan merupakan ciri khas untuk status kelompok

masyarakat tertentu. Pola makan suatu daerah dapat berubah-ubah.

Pola makan masyarakat pedesaan di Indonesia pada umumnya

diwarnai oleh jenis-jenis bahan makanan yang umum dan diproduksi

setempat. Misalnya pada masyarakat nelayan di daerah-daerah pantai

ikan merupakan makanan sehari-hari yang dipilih karena dapat

dihasilkan sendiri. Daerah-daerah pertanian padi , masyarakat berpola

makan pokok beras. Daerah-daerah dengan produk utama jagung

seperti pulau Madura dan Jawa Timur bagian selatan, masyarakatnya

berpola pangan pokok jagung. Gunung Kidul dan beberapa daerah

lain di Jawa Tengah dan Jawa Timur masyarakatnya berpola pangan

pokok ubi kayu karena produksi tanaman pangan utama adalah ubi

kayu (Suwiji, 2006).

Pengertian pola makan adalah berbagai informasi yang

memberikan gambaran mengenai macam dan jumlah bahan makanan

yang dimakan tiap hari oleh satu orang dan merupakan ciri khas untuk

suatu kelompok masyarakat tertentu. Pola makan ini dipengaruhi oleh

beberapa hal, antara lain adalah : kebiasaan kesenangan, budaya,

agama, taraf ekonomi, lingkungan alam, dan sebagainya. Sejak zaman

dahulu kala, makanan selain untuk kekuatan/pertumbuhan, memenuhi

rasa lapar, dan selera, juga mendapat tempat sebagai lambang yaitu

lambang kemakmuran, kekuasaan, ketentraman dan persahabatan.

Semua faktor di atas bercampur membentuk suatu ramuan yang

kompak yang dapat disebut pola konsumsi (Santoso dan Ranti, 2005).

14

Page 15: Faktor Risiko Kejadian Gizi Kurang Pada Balita Di Puskesmas Wongkaditi Kota Gorontalo Tahun 2010

Pemilihan bahan makanan ternyata dipengaruhi oleh unsur-

unsur tertentu. Pertama, sumber-sumber pengetahuan masyarakat

dalam memilih dan mengolah pangan mereka sehari-hari. Termasuk

dalam

sumber pengetahuan dalam memilih dan mengolah pangan adalah :

sistem sosial keluarga secara turun temurun, proses sosialisasi dan

interaksi anggota keluarga dengan media massa. Kedua, aspek aset

dan akses masyarakat terhadap pangan mereka sehari-hari. Unsur aset

dan akses terhadap pangan adalah berkenaan dengan pemilikan dan

peluang upaya yang dapat dimanfaatkan oleh keluarga guna

melakukan budidaya tanaman pangan dan atau sumber nafkah yang

menghasilkan bahan pangan atau natura (uang). Ketiga, pengaruh

tokoh panutan atau yang berpengaruh. Pengaruh tokoh panutan

terutama berkenaan dengan hubungan bapak anak, jika keluarga yang

memperoleh pangan atau nafkah berupa uang kontan melalui usaha

tani majikan (Santoso dan Ranti, 2007).

Kebiasaan makan adalah cara-cara individu dan kelompok

individu memilih, mengkonsumsi, dan menggunakan makanan-

makanan yang tersedia, yang didasarkan kepada faktor-faktor sosial

dan budaya di mana ia/mereka hidup. Kebiasaan makan individu,

keluarga dan masyarakat dipengaruhi oleh :

1. Faktor perilaku termasuk di sini adalah cara berpikir, berperasaan,

berpandangan tentang makanan. Kemudian dinyatakan dalam

15

Page 16: Faktor Risiko Kejadian Gizi Kurang Pada Balita Di Puskesmas Wongkaditi Kota Gorontalo Tahun 2010

bentuk tindakan makan dan memilih makanan. Kejadian ini

berulang kali dilakukan sehingga menjadi kebiasaan makan.

2. Faktor lingkungan sosial, segi kependudukan dengan susunan, tingkat,

dan sifat-sifatnya.

3. Faktor lingkungan ekonomi, daya beli, ketersediaan uang kontan,

dan sebagainya.

4. Lingkungan ekologi, kondisi tanah, iklim, lingkungan biologi,

system usaha tani, sistem pasar, dan sebagainya.

5. Faktor ketersediaan bahan makanan, dipengaruhi oleh kondisi-

kondisi yang bersifat hasil karya manusia seperti sistem pertanian

(perladangan), prasarana dan sarana kehidupan (jalan raya dan lain-

lain), perundang-undangan, dan pelayanan pemerintah.

6. Faktor perkembangan teknologi, seperti bioteknologi yang

menghasilkan jenis-jenis bahan makanan yang lebih praktis dan

lebih bergizi, menarik, awet dan lainnya.

Pola makan masyarakat atau kelompok di mana anak berada,

akan sangat mempengaruhi kebiasaan makan, selera, dan daya terima

anak akan suatu makanan. Oleh karena itu, di lingkungan anak hidup

terutama keluarga perlu pembiasaan makan anak yang memperhatikan

kesehatan dan gizi (Santoso dan Ranti, 2007).

b. Pengetahuan Ibu Tentang Gizi

Pengetahuan adalah merupakan hasil ”tahu”, dan ini terjadi

setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu

(Notoatmodjo, 2006).

16

Page 17: Faktor Risiko Kejadian Gizi Kurang Pada Balita Di Puskesmas Wongkaditi Kota Gorontalo Tahun 2010

Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif

mempunyai 6 tingkat, yakni :

1. Tahu (Know)

Diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah

mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari

seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah

diterima.

2. Memahami (Comprehension)

Diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar

tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi

tersebut secara benar.

3. Aplikasi (Aplication)

Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang

telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya).

4. Analisis (Analysis)

Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu

objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam

suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu

sama lain.

5. Sintesis (Synthesis)

17

Page 18: Faktor Risiko Kejadian Gizi Kurang Pada Balita Di Puskesmas Wongkaditi Kota Gorontalo Tahun 2010

Menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk

keseluruhan yang baru.

6. Evaluasi (Evaluation)

Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian

itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau

menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan

wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi

yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden.

Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur

dapat kita sesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut di atas

(Notoatmodjo, 2006).

Suatu hal yang meyakinkan tentang pentingnya

pengetahuan gizi didasarkan pada tiga kenyataan :

a) Status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan dan

kesejahteraan.

b) Setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang

dimakannya mampu menyediakan zat gizi yang diperlukan

untuk pertumbuhan tubuh yang optimal, pemeliharaan dan

energi.

18

Page 19: Faktor Risiko Kejadian Gizi Kurang Pada Balita Di Puskesmas Wongkaditi Kota Gorontalo Tahun 2010

c) Ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga

penduduk dapat belajar menggunakan pangan dengan baik

bagi perbaikan gizi.

Kurangnya pengetahuan dan salah konsepsi tentang

kebutuhan pangan dan nilai pangan adalah umum dijumpai

setiap negara di dunia. Kemiskinan dan kekurangan

persediaan pangan yang bergizi merupakan faktor penting dalam

masalah kurang gizi. Lain sebab yang penting dari gangguan

gizi adalah kurangnya pengetahuan tentang gizi atau

kemampuan untuk menerapkan informasi tersebut dalam

kehidupan sehari-hari. Rendahnya pengetahuan gizi dapat

mempengaruhi ketersediaan pangan dalam keluarga, yang

selanjutnya mempengaruhi kuantitas dan kualitas konsumsi

pangan. Rendahnya kualitas dan kuantitas konsumsi pangan,

merupakan penyebab langsung dari kekurangan gizi pada anak

balita (Suhardjo, 2005).

c. Penyakit Infeksi

Infeksi adalah masuknya, bertumbuh dan berkembangnya

agent penyakit menular dalam tubuh manusia atau hewan. Infeksi

tidaklah sama dengan penyakit menular karena akibatnya mungkin

tidak kelihatan atau nyata. Adanya kehidupan agent menular pada

permukaan luar tubuh, atau pada barang, pakaian atau barang-barang

lainnya, bukanlah infeksi, tetapi merupakan kontaminasi pada

permukaan tubuh atau benda (Himawan, 2006).

19

Page 20: Faktor Risiko Kejadian Gizi Kurang Pada Balita Di Puskesmas Wongkaditi Kota Gorontalo Tahun 2010

Infeksi berat dapat memperjelek keadaan gizi melalui

gangguan masukan makanannya dan meningkatnya kehilangan zat-zat

gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi walaupun ringan

berpengaruh negatif terhadap daya tahan tubuh terhadap infeksi

(Pudjiadi, 2005).

Ada hubungan yang sangat erat antara infeksi (bakteri, virus

dan parasit) dengan malnutrisi. Mereka menekankan interaksi yang

sinergis antara malnutrisi dengan penyakit infeksi, dan juga infeksi

akan

mempengaruhi status gizi dan mempercepat malnutrisi.

Mekanisme patologisnya dapat bermacam-macam, baik secara

sendiri-sendiri maupun bersamaan, yaitu :

1. Penurunan asupan zat gizi akibat kurangnya nafsu makan,

menurunnya absorpsi, dan kebiasaan mengurangi makan pada saat

sakit.

2. Peningkatan kehilangan cairan/zat gizi akibat diare, mual/muntah

dan pendarahan yang terus menerus.

3. Meningkatnya kebutuhan, baik dari peningkatan kebutuhan akibat

sakit (human host) dan parasit yang terdapat dalam tubuh.

Pada umumnya baik infeksi umum maupun infeksi lokal, dapat

respon metabolik bagi penderitanya, yang disertai dengan kekurangan

zat gizi. Penelitian yang dilakukan, ditemui bahwa kurang gizi, dapat

menyebabkan gangguan pada pertahanan tubuh. Di lain pihak, pada

infeksi akan memberikan efek berupa gangguan pada tubuh, yang

20

Page 21: Faktor Risiko Kejadian Gizi Kurang Pada Balita Di Puskesmas Wongkaditi Kota Gorontalo Tahun 2010

dapat menyebabkan kekurangan gizi. Penyakit infeksi dapat

menyebabkan kurang gizi sebaliknya kurang gizi juga menyebabkan

penyakit infeksi. Ada tendensi di mana, adanya penyakit infeksi,

malnutrisi (gizi lebih dan gizi kurang), yang terjadi secara bersamaan

di mana akan bekerjasama (secara sinergis), hingga suatu penyakit

infeksi yang baru akan menyebabkan kekurangan gizi yang

lebih berat. Ini dikenal dengan siklus sinergis (vicious cycle) yang

banyak dan sering terjadi di negara-negara berkembang,

menyebabkan tingginya angka kematian di negara tersebut

(Supariasa, 2006).

Terjadinya hubungan timbal balik antara kejadian infeksi

penyakit dan gizi kurang maupun gizi buruk.Anak yang menderita

gizi kurang dan gizi buruk akan mengalami penurunan daya tahan,

sehingga rentan terhadap penyakit infeksi. Di sisi lain anak yang

menderita sakit infeksi akan cenderung menderita gizi buruk (Depkes

dalam Yuliaty 2008).

d. Pekerjaan Orang Tua

Dinegara seperti Indonesia yang jumlah pendapatan

penduduk sebagian besar adalah golongan rendah dan menengah

akan berdampak kepada pemenuhan bahan makanan terutama

makanan yang bergizi. Hal ini berkaitan erat dengan jenis pekerjaan

dari orang tua. Sebagian besar masyarakat memiliki pekerjaan hanya

sebagai petani dan nelayan tradisional, sehingga tingkat penghasilan

rendah. Keterbatasan ekonomi yang berarti ketidakmampuan daya

21

Page 22: Faktor Risiko Kejadian Gizi Kurang Pada Balita Di Puskesmas Wongkaditi Kota Gorontalo Tahun 2010

beli keluarga yang berarti tidak mampu membeli bahan makanan

yang berkualitas baik, maka pemenuhan gizi pada balitanya juga

akan terganggu.

Keterbatasan penghasilan keluarga turut menentukan mutu

makanan yang disajikan. Tidak dapat disangkal bahwa penghasilan

keluarga akan turut menentukan hidangan yang disajikan untuk

keluarga sehari-hari, baik kualitas maupun jumlah makanan.

Kemiskinan merupakan penghambat keluarga untuk

memperoleh akses terhadap ketiga faktor penyebab kekurangan gizi

di atas, tetapi untuk mencegah gizi buruk tidak harus menunggu

berhasilnya pembangunan ekonomi sampai masalah kemiskinan

dituntaskan. Pembangunan ekonomi rakyat dan menanggulangi

kemiskinan memakan waktu lama. Pengalaman selama ini

menunjukkan bahwa diperlukan waktu lebih dari 20 tahun untuk

mengurangi penduduk miskin dari 40% (1976) menjadi 11% (1996).

Data empirik dari dunia menunjukkan bahwa program perbaikan gizi

dapat dilakukan tanpa harus menunggu rakyat menjadi makmur,

tetapi menjadi bagian yang eksplisit dari program pembangunan

untuk memakmurkan rakyat (Soekirman, 2001).

e. Tingkat Pendapatan

Tingkat pendapatan adalah total jumlah pendapatan dari semua

anggota keluarga , termasuk semua jenis pemasukan yang diterima

22

Page 23: Faktor Risiko Kejadian Gizi Kurang Pada Balita Di Puskesmas Wongkaditi Kota Gorontalo Tahun 2010

oleh keluarga dalam bentuk uang, hasil menjual barang, pinjaman

dan lain-lain (Thaha, 1996 dalam Rasifa 2006).

Rendahnya tingkat pendapatan keluarga, akan sangat

berdampak rendahnya daya beli keluarga tersebut. Pada masyarakat

nelayan, rendahnya tingkat pendapatan keluarga , sangat berdampak

terhadap rendahnya rata-rata tingkat pendidikan, yang pada

gilirannya akan berimplikasi terhadap rendahnya tingkat

pengetahuan dan perilaku (khususnya pengetahuan dan perilaku

gizi). Rendahnya pengetahuan gizi dapat mempengaruhi ketersediaan

pangan dalam keluarga , yang selanjutnya mempengaruhi kuantitas

dan kualitas konsumsi pangan. Rendahnya kualitas dan kuantitas

konsumsi pangan, merupakan penyebab langsung dari kekurangan

gizi pada anak balita (Suhardjo, 2007).

Tingkat pendapatan keluarga akan mempengaruhi mutu

fasilitas perumahan, penyediaan air bersih dan sanitasi yang pada

dasarnya sangat berperan terhadap timbulnya penyakit infeksi. Selain

itu, penghasilan keluarga akan menentukan daya beli keluarga

termasuk makanan, sehingga mempengaruhi kualitas dan kuantitas

makanan yang tersedia dalam rumah tangga dan pada akhirnya

mempengaruhi asupan zat gizi (Suhardjo dalam Yuliati, 2008).

4. Faktor-faktor penyebab gizi kurang

Gizi kurang disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama adalah faktor

pengadaan makanan yang kurang mencukupi suatu wilayah tertentu. Hal

ini bisa jadi disebabkan oleh kurangnya potensi alam atau kesalahan

23

Page 24: Faktor Risiko Kejadian Gizi Kurang Pada Balita Di Puskesmas Wongkaditi Kota Gorontalo Tahun 2010

distribusi. Faktor kedua, adalah dari segi kesehatan sendiri, yakni adanya

penyakit kronis terutama gangguan pada metabolisme atau penyerapan

makanan. Selain itu, ada tiga hal yang saling kait mengkait dalam hal gizi

buruk, yaitu kemiskinan, pendidikan rendah dan kesempatan kerja rendah.

Ketiga hal itu mengakibatkan kurangnya ketersediaan pangan di rumah

tangga dan pola asuh anak keliru. Hal ini mengakibatkan kurangnya

asupan gizi dan balita sering terkena infeksi penyakit (Mardiansyah,

2008).

Gizi kurang dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling terkait.

Secara garis besar penyebab anak kekurangan gizi disebabkan karena

asupan makanan yang kurang atau anak sering sakit/terkena infeksi.

a.  Asupan yang kurang disebabkan oleh banyak faktor antara lain :

1) Tidak tersedianya makanan secara adekuat, Tidak tersedianya

makanan yang adekuat terkait langsung dengan kondisi sosial

ekonomi. Kadang kadang bencana alam, perang,

maupunkebijaksanaan politik maupun ekonomi yang memberatkan

rakyat akan menyebabkan hal ini. Kemiskinan sangat identik

dengan tidak tersedianya makan yang adekuat. Data Indonesia dan

negara lain menunjukkan bahwa adanya hubungan timbal balik

antara kurang gizi dan kemiskinan. Kemiskinan merupakan

penyebab pokok atau akar masalah gizi buruk. Proporsi anak

malnutrisi berbanding terbalik dengan pendapatan. Makin kecil

pendapatan penduduk, makin tinggi persentasi anak yang

kekurangan gizi.

24

Page 25: Faktor Risiko Kejadian Gizi Kurang Pada Balita Di Puskesmas Wongkaditi Kota Gorontalo Tahun 2010

2) Anak tidak cukup mendapat makanan bergizi seimbang, Makanan

alamiah terbaik bagi bayi yaitu Air Susu Ibu, dan sesudah usia 6

bulan anak tidak mendapat Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)

yang tepat, baik jumlah dan kualitasnya akan berkonsekuensi

terhadap status gizi bayi. MP-ASI yang baik tidak hanya cukup

mengandung energi dan protein, tetapi juga mengandung zat besi,

vitamin A, asam folat, vitamin B serta vitamin dan mineral lainnya.

MP-ASI yang tepat dan baik dapat disiapkan sendiri di rumah.

Pada keluarga dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan yang

rendah seringkali anaknya harus puas dengan makanan seadanya

yang tidak memenuhi kebutuhan gizi balita karena ketidaktahuan.

3) Pola makan yang salah, Pola pengasuhan anak berpengaruh pada

timbulnya gizi buruk. Anak yang diasuh ibunya sendiri dengan

kasih sayang, apalagi ibunya berpendidikan, mengerti soal

pentingnya ASI, manfaat posyandu dan kebersihan, meskipun

sama-sama miskin, ternyata anaknya lebih sehat. Unsur pendidikan

perempuan berpengaruh pada kualitas pengasuhan anak.

Sebaliknya sebagian anak yang gizi buruk ternyata diasuh oleh

nenek atau pengasuh yang juga miskin dan tidak berpendidikan.

Banyaknya perempuan yang meninggalkan desa untuk mencari

kerja di kota bahkan menjadi TKI, kemungkinan juga dapat

menyebabkan anak menderita gizi buruk. Kebiasaan, mitos

ataupun kepercayaan / adat istiadat masyarakat tertentu yang tidak

benar dalam pemberian makan akan sangat merugikan anak .

25

Page 26: Faktor Risiko Kejadian Gizi Kurang Pada Balita Di Puskesmas Wongkaditi Kota Gorontalo Tahun 2010

Misalnya kebiasaan memberi minum bayi hanya dengan air putih,

memberikan makanan padat terlalu dini, berpantang pada makanan

tertentu (misalnya tidak memberikan anak anak daging, telur,

santan dll), hal ini menghilangkan kesempatan anak untuk

mendapat asupan lemak, protein maupun kalori yang cukup.

b. Sering sakit (frequent infection)

Menjadi penyebab terpenting kedua kekurangan gizi, apalagi di

negara negara terbelakang dan yang sedang berkembang seperti

Indonesia, dimana kesadaran akan kebersihan / personal hygine yang

masih kurang, serta ancaman endemisitas penyakit tertentu, khususnya

infeksi kronik seperti misalnya tuberculosis (TBC) masih sangat tinggi.

Kaitan infeksi dan kurang gizi seperti layaknya lingkaran setan yang

sukar diputuskaan

karena keduanya saling terkait dan saling memperberat. Kondisi infeksi

kronik akan meyebabkan kurang gizi dan kondisi malnutrisi sendiri akan

memberikan akan memberikan dampak buruk pada sistem pertahanan

tubuh.

5. Patofisiologi gizi kurang

Patofisiologi gizi kurang pada balita yaitu anak sulit makan atau

anorexia bisa terjadi karena penyakit akibat defisiensi gizi, psikologik

sperti suasana makan, pengaturan makanan dan lingkungan. Rambut

26

Page 27: Faktor Risiko Kejadian Gizi Kurang Pada Balita Di Puskesmas Wongkaditi Kota Gorontalo Tahun 2010

mudah rontok dikarenakan kekurangan protein, vitamin A, vitamin C dan

vitamin E. Karena keempat elemen ini meurpakan nutrisi yang penting

bagi rambut. Pasien juga mengalami rabun senja. Rabun senja terjadi

karena defisiensi vitamin A dan protein. Pada retina ada sel batang dan sel

kerucut. Sel batang lebih hanya bida membedakan cahaya terang dan

gelap. Sel batang atau rodopsin ini terbentuk dari vitamin A dan suatu

protein. Jika cahaya terang mengenai sel rodopsin, maka sel tersebut akan

terurai. Sel tersebut akan mengumpul lagi pada cahaya yang gelap.

Inilah yang disebut adaptasi rodopsin. Adaptasi ini butuh waktu. Jadi,

rabun senja terjadi karena kegagalan atau kemunduran adaptasi rodopsin.

Tugor atau elastisitas kulit jelek karena sel kekurangan air

(dehidrasi). Reflek patella negatif terjadi karena kekurangan aktin myosin

pada tendo patella dan degenerasi saraf motorik akibat dari kekurangn

protein, Cu dan Mg seperti gangguan neurotransmitter. Sedangkan,

hepatomegali terjadi karena kekurangan protein. Jika terjadi kekurangan

protein, maka terjadi

penurunan pembentukan lipoprotein. Hal ini membuat penurunan VLDL

dan LDL. Karena penurunan VLDL dan LDL, maka lemak yang ada di

hepar sulit ditransport ke jaringan-jaringan, pada akhirnya penumpukan

lemak di hepar.

Yang khas pada penderita kwashiorkor adalah pitting edema.

Pitting edema adalah edema yang jika ditekan, sulit kembali seperti

semula. Pitting edema disebabkan oleh kurangnya protein, sehingga

tekanan onkotik intravaskular menurun. Jika hal ini terjadi, maka terjadi

27

Page 28: Faktor Risiko Kejadian Gizi Kurang Pada Balita Di Puskesmas Wongkaditi Kota Gorontalo Tahun 2010

ekstravasasi plasma ke intertisial. Plasma masuk ke intertisial, tidak ke

intrasel, karena pada penderita kwashiorkor tidak ada kompensansi dari

ginjal untuk reabsorpsi natrium. Padahal natrium berfungsi menjaga

keseimbangan cairan tubuh. Pada penderita kwashiorkor, selain defisiensi

protein juga defisiensi multinutrien. Ketika ditekan, maka plasma pada

intertisial lari ke daerah sekitarnya karena tidak terfiksasi oleh membran

sel. Untuk kembalinya membutuhkan waktu yang lama karena posisi sel

yang rapat. Edema biasanya terjadi pada ekstremitas bawah karena

pengaruh gaya gravitasi, tekanan hidrostatik dan onkotik (Sadewa, 2008).

6. Gejala klinis gizi kurang

Gejala klinis gizi kurang secara garis besar dapat dibedakan

sebagai marasmus, kwashiorkor, atau marasmic-kwashiorkor. Tanpa

mengukur atau melihat berat badan bila disertai edema yang bukan karena

penyakit lain adalah KEP berat / gizi buruk tipe kwashiorkor.

a. Kwashiorkor

1) Edema, umumnya seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki.

2) Wajah membulat

3) Pandangan mata sayu

4) Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah

dicabut tanpa rasa sakit atau rontok

5) Perubahan status mental, apatis, dan rewel

6) Pembesaran hati

7) Otot mengecil ( hipotrofi ), lebih nyata bila diperiksa pada posisi

berdiri atau duduk.

28

Page 29: Faktor Risiko Kejadian Gizi Kurang Pada Balita Di Puskesmas Wongkaditi Kota Gorontalo Tahun 2010

8) Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan

berubah warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas.

9) Sering disertai : penyakit infeksi, anemia, diare.

b. Marasmus

a) Tampak sangat kurus, tinggal tulang terbungkus kulit

b) Wajah seperti orangtua

c) Cengeng, rewel

d) Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai

tidak ada.

e) Sering disertai : penyakit infeksi ( umumnya kronis berulang )

f) Diare kronis atau konstipasi / susah buang air

c. Marasmik-Kwashiorkor

Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala

klinik kwashiorkor dan marasmus, dengan BB/U <60% baku median

WHO- NCHS disertai edema yang tidak mencolok.

7. Dampak gizi kurang

Gizi kurang bukan hanya menjadi stigma yang ditakuti, hal ini tentu

saja terkait dengan dampak terhadap sosial ekonomi keluarga maupun

negara, di samping berbagai konsekuensi yang diterima anak itu sendiri.

Kondisi gizi kurang akan mempengaruhi banyak organ dan sistem, karena

kondisi gizi kurang ini juga sering disertai dengan defisiensi (kekurangan)

asupan mikro/makro nutrien lain yang sangat diperlukan bagi tubuh. Gizi

kurang akan memporak porandakan sistem pertahanan tubuh terhadap

29

Page 30: Faktor Risiko Kejadian Gizi Kurang Pada Balita Di Puskesmas Wongkaditi Kota Gorontalo Tahun 2010

mikroorganisme maupun pertahanan mekanik sehingga mudah sekali

terkena infeksi.

Secara garis besar, dalam kondisi akut, gizi kurang bisa mengancam

jiwa karena berberbagai disfungsi yang di alami, ancaman yang timbul

antara lain hipotermi (mudah kedinginan) karena jaringan lemaknya tipis,

hipoglikemia (kadar gula dalam darah yang dibawah kadar normal) dan

kekurangan elektrolit dan cairan tubuh. Jika fase akut tertangani dan namun

tidak di follow up dengan baik akibatnya anak tidak dapat ”catch up” dan

mengejar ketinggalannya maka dalam jangka panjang kondisi ini berdampak

buruk terhadap pertumbuhan maupun perkembangannya.

Akibat gizi kurang terhadap pertumbuhan sangat merugikan

performance anak, akibat kondisi ”stunting” (postur tubuh kecil pendek)

yang diakibatkannya. Yang lebih memprihatinkan lagi, perkembangan anak

pun terganggu. Efek malnutrisi terhadap perkembangan mental dan otak

tergantung dangan derajat beratnya, lamanya dan waktu pertumbuhan otak

itu sendiri. Dampak terhadap pertumbuhan otak ini menjadi vital karena otak

adalah salah satu aset yang vital bagi anak.

Beberapa penelitian menjelaskan, dampak jangka pendek gizi kurang

terhadap perkembangan anak adalah anak menjadi apatis, mengalami

gangguan bicara dan gangguan perkembangan yang lain. Sedangkan dampak

jangka panjang adalah penurunan skor tes IQ, penurunan perkembangn

kognitif, penurunan integrasi sensori, gangguan pemusatan perhatian,

gangguan penurunan rasa percaya diri dan tentu saja merosotnya prestasi

anak (Nency, 2005).

30

Page 31: Faktor Risiko Kejadian Gizi Kurang Pada Balita Di Puskesmas Wongkaditi Kota Gorontalo Tahun 2010

Menimbang begitu pentingnya menjaga kondisi gizi balita untuk

pertumbuhan dan kecerdasannya, maka sudah seharusnya para orang tua

memperhatikan hal-hal yang dapat mencegah terjadinya kondisi gizi kurang

pada anak. Berikut adalah beberapa cara untuk mencegah terjadinya gizi

kurang pada anak:

1) Memberikan ASI eksklusif (hanya ASI) sampai anak berumur 6 bulan.

Setelah itu, anak mulai dikenalkan dengan makanan tambahan sebagai

pendamping ASI yang sesuai dengan tingkatan umur, lalu disapih

setelah berumur 2 tahun.

2) Anak diberikan makanan yang bervariasi, seimbang antara kandungan

protein, lemak, vitamin dan mineralnya. Perbandingan komposisinya:

untuk lemak minimal 10% dari total kalori yang dibutuhkan, sementara

protein 12% dan sisanya karbohidrat.

3) Rajin menimbang dan mengukur tinggi anak dengan mengikuti program

Posyandu. Cermati apakah pertumbuhan anak sesuai dengan standar di

atas. Jika tidak sesuai, segera konsultasikan hal itu ke dokter.

4) Jika anak dirawat di rumah sakit karena gizinya buruk, bisa ditanyakan

kepada petugas pola dan jenis makanan yang harus diberikan setelah

pulang dari rumah sakit.

5) Jika anak telah menderita karena kekurangan gizi, maka segera berikan

kalori yang tinggi dalam bentuk karbohidrat, lemak, dan gula.

Sedangkan untuk proteinnya bisa diberikan setelah sumber-sumber

kalori lainnya sudah terlihat mampu meningkatkan energi anak. Berikan

pula suplemen mineral dan vitamin penting lainnya. Penanganan dini

31

Page 32: Faktor Risiko Kejadian Gizi Kurang Pada Balita Di Puskesmas Wongkaditi Kota Gorontalo Tahun 2010

sering kali membuahkan hasil yang baik. Pada kondisi yang sudah berat,

terapi bisa dilakukan dengan meningkatkan kondisi kesehatan secara

umum. Namun, biasanya akan meninggalkan sisa gejala kelainan fisik

yang permanen dan akan muncul masalah intelegensia di kemudian hari.

B. Kerangka Konsep

Anak balita juga merupakan kelompok umur yang rawan gizi.

Kelompok ini yang merupakan kelompok umur yang paling menderita akibat

gizi, dan jumlahnya dalam populasi besar. Status gizi dipengaruhi oleh faktor

langsung berupa asupan makanan/ tingkat konsumsi dan penyakit infeksi,

sedangkan faktor tidak langsung berupa faktor sosial ekonomi yang meliputi

tingkat pendidikan, tingkat pendapatan keluarga, pola asuh makan,

pengetahuan gizi dan ketersediaan pangan.

Salah satu penyebab tidak langsung dari gizi kurang pada balita adalah

rendahnya tingkat pengetahuan gizi keluarga, yang disertai dengan rendahnya

perilaku gizi keluarga. Ada beberapa faktor domain yang saling berhubungan

dalam mempengaruhi konsumsi pangan dan gizi keluarga adalah

pengetahuan gizi keluarga (khususnya ibu) dan penyakit infeksi.

Untuk mencapai status gizi baik, harus ditunjang oleh tingkat

pengetahuan gizi yang baik serta pendapatan yang memadai. Pada penelitian

ini, yang menjadi variabel bebas yang diteliti adalah pola makan,

32

Page 33: Faktor Risiko Kejadian Gizi Kurang Pada Balita Di Puskesmas Wongkaditi Kota Gorontalo Tahun 2010

pengetahuan gizi ibu, penyakit infeksi, pekerjaan orang tua dan pendapatan.

Sedangkan yang menjadi variabel terikat adalah kejadian gizi kurang pada

balita. Adapun kerangka konsep secara lengkap dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 3.1 : Kerangka Konsep Penelitian

Keterangan :

: Variabel Independen

33

Pola Makan

Pengetahuan gizi ibu

Pendapatan

Kejadian Gizi Kurang

Penyakit Infeksi

Pekerjaam Orang Tua

Page 34: Faktor Risiko Kejadian Gizi Kurang Pada Balita Di Puskesmas Wongkaditi Kota Gorontalo Tahun 2010

: Variabel Dependen

C. Hipotesis

1. Hipotesis Alternatif (Ha)

a. Pola makan merupakan faktor risiko kejadian gizi kurang pada balita.

b.Tingkat pengetahuan gizi ibu merupakan faktor risiko kejadian gizi

kurang pada balita.

c. Penyakit infeksi merupakan faktor risiko kejadian gizi kurang pada

balita.

d. Tingkat pekerjaan orang tua merupakan faktor risiko kejadian gizi

kurang pada balita.

e. Tingkat pendapatan merupakan faktor risiko kejadian gizi kurag pada

balita

2. Hipotesis Nol (Ho)

a. Pola makan bukan merupakan faktor risiko kejadian gizi kurang pada

balita.

b. Pengetahuan ibu tentang gizi bukan merupakan faktor risiko kejadian

gizi kurang pada balita.

34

Page 35: Faktor Risiko Kejadian Gizi Kurang Pada Balita Di Puskesmas Wongkaditi Kota Gorontalo Tahun 2010

c. Penyakit infeksi bukan merupakan faktor risiko kejadian gizi kurang

pada balita.

d. Pekerjaan orang tua bukan merupakan faktor risiko kejadian gizi

kurang pada balita.

e. Pendapatan bukan merupakan faktor risiko kejadian gizi kurang pada

balita.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

1. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilakukan pada bulan Mei-juni tahun 2010.

2. Tempat penelitian

Penelitian dilaksanakan Di Puskesmas Dulupi Kecamatan Dulupi

Kabupaten Boalemo

B. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang akan dilakukan adalah analitik observasional

dengan rancangan case control study yaitu suatu penelitian analitik yang

menyangkut bagaimana faktor risiko ditelusuri dengan menggunakan

pendekatan retrospektif yaitu efek (gizi kurang pada balita) diidentifikasi pada

saat ini, kemudian faktor risiko diidentifikasi dengan membandingkan antara

kelompok kasus dengan kelompok kontrol. Rancangan bergerak dari

akibat/efek (penyakit) kemudian ditelusuri faktor risiko atau penyebabnya.

35

Page 36: Faktor Risiko Kejadian Gizi Kurang Pada Balita Di Puskesmas Wongkaditi Kota Gorontalo Tahun 2010

Matching

36

Pola Makan +

Pengetahuan Gizi Ibu +

Penyakit Infeksi +

Pekerjaan Orang Tua +

Pendapatan +

Pola Makan -

Pengetahuan Gizi Ibu -

Penyakit Infeksi -

Pekerjaan Orang Tua -

Pendapatan -

Pola Makan +

Pengetahuan Gizi Ibu +

Penyakit Infeksi +

Pekerjaan Orang Tua +

Pendapatan +

Pola Makan -

Pengetahuan Gizi Ibu -

Penyakit Infeksi -

Pekerjaan Orang Tua -

Pendapatan -

Kasus :Gizi

kurang kurangKur

Kontrol :Gizi baik

Sampel umur

Page 37: Faktor Risiko Kejadian Gizi Kurang Pada Balita Di Puskesmas Wongkaditi Kota Gorontalo Tahun 2010

Gambar 2. Desain Penelitian Case Control

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah semua balita yang ada di

wilayah kerja Puskesmas Dulupi Kabupaten Boalemo tahun 2010

berjumlah 802 jiwa balita

2. Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi, pada penelitian ini

sampel terdiri dari :

Kasus : Gizi Kurang yang ada di kecamatan Dulupi tahun 2009

Kontrol : Gizi Baik yang ada di kecamatan paguyaman Dulupi

tahun 2009

Tehnik pengambilan sampel dilakukan secara non random

sampling dengan menggunakan teknik purposive sampling dengan

pertimbangan sebagai berikut :

1. Sampel kasus dan kontrol yang diambil berdasrkan data yang ada

di puskesmas yang ada di Kecamatan Dulupi tahun 2009

37

Page 38: Faktor Risiko Kejadian Gizi Kurang Pada Balita Di Puskesmas Wongkaditi Kota Gorontalo Tahun 2010

2. sampel kontrol dipilih dalam bentuk berpasangan (matching)

dengan sampel kasus.

3. Macthing yang digunakan adalah macthing umur.

4. Penentuan besar sampel mengacu pada jumlah kasus yang tercatat

di Puskesmas yang ada di Kecamatan Dulupi yaitu 136 kasus.

5. Besar sampel yang di ambil menggunakan rumus Sopiyudin dahlan yaitu

sesuai kriteria variabel penelitian yang digunakan dan memperbanyak

jumlah pembanding (kontrol) dengan perbandingan kasus dan kontrol

yaitu 1:2 dengan rumus sebagai berikut :

N (C+1)

n =

2C

Sumber : Sopiyudin dahlan, 2005

Keterangan

n = besar sampel

N = jumlah kasus yang tercatat di rekam medik

C = jumlah perbandingan

sehingga besar sampel adalah :

136(2+1)

n =

2x2

136x3

n =

4

n = 102

38

Page 39: Faktor Risiko Kejadian Gizi Kurang Pada Balita Di Puskesmas Wongkaditi Kota Gorontalo Tahun 2010

Jadi besar sampel kasus Berjumlah 102, sampel kontrol berjumlah 204.

D. Variabel Penelitian, Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

1. Variabel Penelitian

a. Variabel bebas (independent variable) yaitu pola makan, pengetahuan

gizi ibu penyakit infeksi, pekerjaan orang tua dan pendapatan.

b. Variabel terikat (dependent variable) yaitu kejadian gizi kurang

pada balita.

2. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

a. Status GiziStatus gizi adalah suatu keadaan keseimbangan antara jumlah

zat gizi yang masuk kedalam tubuh dengan jumlah zat gizi yang

butuhkan oleh tubuh itu sendiri.

Kriteria Objektif

Gizi baik : Apabila berat badan balita/anak menurut umurnya lebih

dari 89 % standard WHO.

Gizi kurang : Apabila berat badan bayi/anak menurut umur berada di

antara 60 % - 69,9 % standard WHO

b. Pola makan

Pola makan adalah kombinasi gizi seimbang yang dikonsumsi

oleh ibu baik makanan sehari-hari yang bergizi dan sesuai dengan

standar kesehatan dimana dilihat berdasarkan kuisioner.

Kriteria Objektif

39

Page 40: Faktor Risiko Kejadian Gizi Kurang Pada Balita Di Puskesmas Wongkaditi Kota Gorontalo Tahun 2010

Risiko Tinggi : Apabila kurang mengkonsumsi makanan gizi

seimbang yang mengandung 3 fungsi pokok zat

gizi.

Risiko Rendah : Apabila sehari-hari mengkonsumsi makanan gizi

seimbang yang mengandung 3 fungsi pokok zat

gizi yaitu sumber energi, zat pembangun dan zat

pengatur (pelindung) proses tubuh.

c. Pengetahuan Ibu

Yang dimaksud dengan pengetahuan ibu dalam penelitian ini

adalah pengetahuan tentang gizi, di peroleh dengan jumlah jawaban

yang benar dari semua pertanyaan yang ada yang di beri nilai dengan

skor kemudian hasilnya dinyatakan dalam persen.

Kriteria Obyektif

Kurang : Jika presentase jawaban responden

<75%

cukup : Jika presentase jawaban responden

≥75%

d. Penyakit infeksi

Penyakit infeksi adalah Riwayat penyakit yang pernah diderita

oleh anak yang menyebabkan terganggunya status gizi Balita, seperti

Diare, ISPA, dll selama 1 bulan terakhir sampai dilakukan penelitian.

Criteria objektif

40

Page 41: Faktor Risiko Kejadian Gizi Kurang Pada Balita Di Puskesmas Wongkaditi Kota Gorontalo Tahun 2010

Risiko tinggi : Jika anak balita pernah menderita

penyakit infeksi seperti Diare, ISPA,

Dll.

Risiko rendah : Jika anak balita tidak pernah menderita

penyakit infeksi tersebut.

e. Pekerjaan orang tua : segala usaha yang dilakukan oleh orangtua yang

menjadi sumber mata pencaharian untuk menghidupi keluarganya.

f. Pendapatan adalah upah / penghasilan keluarga dalam satu bulan.

Risiko tinggi : Jika pendapatan keluarga responden

< Rp.500.000

Risiko rendah : Jika pendapatan keluarga responden

≥ Rp.500.000

E. Teknik Pengumpulan Data

1. Data Primer

Diperoleh melalui daftar pertanyaan (kuesioner) yang telah disusun

sebelumnya berdasarkan tujuan penelitian yang dilakukan. Kemudian

pertanyaan tersebut ditanyakan kepada responden.

2. Data Sekunder

Diperoleh dari Puskesmas, penelusuran internet, dan dari instansi

terkait lainnya.

F. Tehnik Analisis Data

1. Pengolahan Data

41

Page 42: Faktor Risiko Kejadian Gizi Kurang Pada Balita Di Puskesmas Wongkaditi Kota Gorontalo Tahun 2010

Pangolahan data dilakukan secara manual dan elektronik dengan

menggunkan kalkulator dan komputer dengan program SPSS

2. Penyajian Data

Data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi disertai

dengan penjelasan dan tabel untuk melihat pengaruh antara variabel

independen dan variabel dependen.

3. Analisis data

Tekhnik analisis data yang digunakan adalah dengan uji kemaknaan

α = 95% uji statistik yang digunakan adalah Odds Ratio, untuk

menentukan basar faktor risiko variabel independen dengan rumus :

Tabel 4.1

Tabel Kontingensi 2 x 2

Faktor Risiko Kelompok Studi Jumlah

Kasus Kontrol

Positif (+) a b a + b

Negatif(-) c d c + d

Jumlah a + c b + d a + b + c + d

Sumber : Chandra B, 1996

ad

OR =

bc

Keterangan :

a = Jumlah kasus dengan risiko positif (+)

42

Page 43: Faktor Risiko Kejadian Gizi Kurang Pada Balita Di Puskesmas Wongkaditi Kota Gorontalo Tahun 2010

b = Jumlah kontrol dengan risiko positif (-)

c = Jumlah kasus dengan risiko negatif (+)

d = Jumlah kontrol dengan risiko negatif (-)

Interpestasi :

1. Jika OR > 1, variabel independen merupakan faktor risiko kejadian

kurang gizi

2. Jika OR = 1, variabel independen bukan merupakan faktor risiko kejadian

kurang gizi

3. Jika OR < 1, variabel independen merupakan faktor protektif kejadian

kurang gizi

4. Jika nilai lower limit dan upper limit tidak melalui atau mencakup nilai

1 maka OR dianggap bermakna, sebaliknya jika nilai upper limit dan

lower limit melalui nilai 1 berarti OR dianggap tidak bermakna.

43

Page 44: Faktor Risiko Kejadian Gizi Kurang Pada Balita Di Puskesmas Wongkaditi Kota Gorontalo Tahun 2010

DAFTAR PUSTAKA

Aditama, T.Y dan Tri Hastuti, 2002. Kesehatan dan Keselamatan Kerja. UI-Press. Jakarta.

Almatsier, S, 2005. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama.

Jakarta.

Ariani, M, 2007. Wilayah Rawan Pangan dan Gizi Kronis di Papua, Kalimantan Barat dan Jawa Timur. Pusat Analisis dan Kebijakan Pertanian Departemen Pertanian.Bogor.

Astawan, M, 2007. Gizi dan Kesehatan Manula. Medyatama Sarana Pustaka.

Jakarta.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2007. Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi 2006-2010. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Jakarta.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI, 2008. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI. Jakarta.

Chandra, 2006. Pengantar Prinsip dan Metodologi Epidemiologi. Penerbit EGC. Jakarta.

Cookeyzone, 2009. Pengertian Profesi dan Pekerjaan. Blogspot. Com.

Irwandy, 2007. Sulawesi Selatan Daerah Penghasil Pangan dan Gizi Buruk. Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin. Makassar.

44

Page 45: Faktor Risiko Kejadian Gizi Kurang Pada Balita Di Puskesmas Wongkaditi Kota Gorontalo Tahun 2010

Kartasapoetra, G, 2007. Ilmu Gizi (Korelasi Gizi, Kesehatan dan Produktivitas Kerja). PT. Rineka Cipta. Jakarta.

Khomsan, dkk, 2006. Pengantar Pangan dan Gizi. Penebar Swadaya. Jakarta.

Komsiah, S, 2008. Pengantar Sosiologi. Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercubuana. Jakarta.

Malik, A, 2008. Gizi Buruk Tewaskan 3,5 Juta Balita Per tahun. www.lifestyle.okezone.com.

Mangkunegara, A.P, 2005. Perencanaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Refika Aditama. Bandung.

Mardiansyah, L, 2008. Gizi Buruk di Indonesia. SMP 167. Jakarta.

Nency, Y., 2005, Gizi Buruk Ancaman Generasi Yang Hilang,http://io.ppi-jepang.org/article.php?id=113, 5 November 2005

Noor, N, 1997. Epidemiologi Penyakit Menular. Rineka Cipta. Jakarta.

Notoadmodjo, S, 2006. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.

Pudjiadi, S, 2005. Ilmu Gizi Khusus Pada Anak. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. Rasifa, 2006. Hubungan Sosial Ekonomi Keluarga dengan Status Gizi Balita

Berdasarkan Indeks Tinggi Badan Menurut Umur di Wilayah Kerja Puskesmas Betoambari, Kec. Betoambari Kota Bau Bau Tahun 2006. Skripsi yang tidak diterbitkan Universitas Haluoleo. Kendari.

Sadewa, A.L., 2008, Makalah KEP,http://ayahaja.wordress.com, 28 November 2008.

Santoso, S dan Anne Lies Ranti, 2004. Kesehatan dan Gizi. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.

Suhardjo, 2006. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta.

, 2006. Perencanaan Pangan dan Gizi. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta.

Supariasa, dkk, 2005. Penilaian Status Gizi. Penerbit EGC. Jakarta.

45

Page 46: Faktor Risiko Kejadian Gizi Kurang Pada Balita Di Puskesmas Wongkaditi Kota Gorontalo Tahun 2010

Yuliati, 2008. Faktor Risiko Kejadian Gizi Buruk Pada Balita di Kecamatan Mandonga Kota Kendari Tahun 2008. Skripsi yang tidak diterbitkan Universitas Haluoleo. Kendari.

KUESIONER

FAKTOR RISIKO KEJADIAN GIZI KURANG PADA BALITA

DI PUSKESMAS WONGKADITI KOTA GORONTALO TAHUN 2010

A. IDENTITAS RESPONDEN

1. IBU

a. Nama :

b. Umur :

c. Pekerjaan :

d. Pendidikan terakhir :

e. Agama :

f. Alamat :

2. Balita

a.Nama :

b. Umur :

c.Anak Ke :

B. Pola makan

1. Bagaimana susunan hidangan / makanan ibu sehari-hari ?

a. Nasi + Lauk pauk

46

Page 47: Faktor Risiko Kejadian Gizi Kurang Pada Balita Di Puskesmas Wongkaditi Kota Gorontalo Tahun 2010

b. Nasi + Lauk pauk + Sayuran

c. Nasi + Lauk pauk + buah-buahan

d. Nasi + Lauk Pauk + Sayuran + buah-buahan

e. Nasi + Lauk Pauk + Sayuran + buah-buahan + susu

2. Berapa kali makan dalam sehari ?

a. 1 kali

b. 2 Kali

c. ≥ 3 Kali

C. Tingkat Pengetahuan Gizi

1. Menurut Ibu, susunan hidangan makanan sehari-hari yang memenuhi

syarat gizi terdiri dari :

a. Nasi / makanan pokok saja

b. Nasi / makanan pokok + lauk pauk

c. Nasi / makanan pokok + lauk pauk + sayur

d. Nasi / makanan pokok + lauk pauk + buah

e. Nasi / makanan pokok + lauk pauk + Sayur + buah

f. Lain-lain (Sebutkan ..................)

2. Menurut Ibu, jumlah makanan yang kita makan sebaiknya :

a. Lebih banyak dari biasanya (sebelum hamil)

b. Lebih sedikit dari biasanya (sebelum hamil)

c. Sama saja seperti biasanya (sebelum hamil)

d. Tidak tahu

e. Lain-lain (Sebutkan ...........................)

3. Menurut Ibu, pola makan yang baik itu, yaitu dalam sehari frekuensi

makan kita sebaiknya :

a. 3 kali makan utama + ≥ 2 kali makanan selingan

b. 3 kali makanan utama tanpa makanan selingan

c. 2 kali makanan utama + ≥ 2 kali makanan selingan

47

Page 48: Faktor Risiko Kejadian Gizi Kurang Pada Balita Di Puskesmas Wongkaditi Kota Gorontalo Tahun 2010

d. 2 kali makanan utama tanpa makanan selingan

e. Lain-lain (Sebutkan ...........................)

4. Menurut Ibu, apa yang dimaksud makanan 4 sehat 5 sempurna?

a.

b. Ibu + Janin

c. Ibu + Janin + Plasenta

d. Lain-lain (Sebutkan ...........................)

5. Menurut Ibu, makanan pokok yang kita konsumsi sehari-hari berfungsi

sebagai :

a. Sumber Energi / tenaga

b. Zat Pembangun

c. Zat Pengatur / Pelindung

d. Tidak tahu

e. Lain-lain (Sebutkan ...........................)

D. Penyakit infeksi

1. Apakah balita pernah sakit dalam 1 bulan terakhir?

a. Ya (ke soal no. 2)

b. Tidak

2. Apakah dengan gejala batuk, pilek tanpa panas timbul pada kondisi

tertentu?

a. Ya

b. Tidak

3. Apakah balita pernah mengalami diare/mencret?

a. Ya (ke soal no 4)

b. Tidak

4. Dalam sehari berapa kali buang air besar/mecret?

a. Kurang dari 3X

48

Page 49: Faktor Risiko Kejadian Gizi Kurang Pada Balita Di Puskesmas Wongkaditi Kota Gorontalo Tahun 2010

b. Lebih dari 3X

D. Pekerjaan Orang Tua

E. Pendapatan

49