Faktor Pencemaran Tanah Eksternal

47
BAB III PEMBAHASAN 3.1 Riwayat Sumber Pencemaran Tanah Eksternal Sampah menjadi masalah hingga saat ini, adapun sumber- sumber pencemaran tanah yang merupakan pencemaran tanah eksternal (akibat kegiatan manusia) diantaranya adalah: 3.1.1 Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA) Menurut Sidik dkk.(1985) dalam Feranie (2008), pengolahan sampah adalah metode pemrosesan akhir yang dilakukan dengan teknik penimbunan sampah.Tujuan utama penimbunan akhir adalah menyimpan sampah padat dengan cara-cara yang tepat dan menjamin keamanan lingkungan, menstabilkan sampah (mengkonversi menjadi tanah), dan merubahnya kedalam siklus metabolisme alam. Lokasi penimbunan harus memenuhi kriteria sebagai berikut: 1. Ekonomis dan dapat menampung sampah yang ditargetkan 2. Mudah dicapai oleh kendaraan-kendaraan pengangkut sampah 3. Aman terhadap lingkungan di sekitarnya. Supanca (2003), menyatakan ada tiga (3) sistem pemrosesan akhir sampah antar lain : 1. Sistem Open Dumping 1

Transcript of Faktor Pencemaran Tanah Eksternal

BAB IIIPEMBAHASAN3.1 Riwayat Sumber Pencemaran Tanah EksternalSampah menjadi masalah hingga saat ini, adapun sumber-sumber pencemaran tanah yang merupakan pencemaran tanah eksternal (akibat kegiatan manusia) diantaranya adalah:

3.1.1 Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA)Menurut Sidik dkk.(1985) dalam Feranie (2008), pengolahan sampah adalah metode pemrosesan akhir yang dilakukan dengan teknik penimbunan sampah.Tujuan utama penimbunan akhir adalah menyimpan sampah padat dengan cara-cara yang tepat dan menjamin keamanan lingkungan, menstabilkan sampah (mengkonversi menjadi tanah), dan merubahnya kedalam siklus metabolisme alam. Lokasi penimbunan harus memenuhi kriteria sebagai berikut: 1. Ekonomis dan dapat menampung sampah yang ditargetkan 2. Mudah dicapai oleh kendaraan-kendaraan pengangkut sampah 3. Aman terhadap lingkungan di sekitarnya.

Supanca (2003), menyatakan ada tiga (3) sistem pemrosesan akhir sampah antar lain :1. Sistem Open DumpingSistem Open Dumping merupakan sistem yang tertua yang dikenal manusia dalam pemrosesan sampah. Sampah hanya dibuang atau ditimbun di suatu tempat tanpa ada perlakuan khusus sehingga dapat menimbulkan gangguan terhadap lingkungan. Pada saat sekarang sebenarnya metode ini tidak direkomendasikan lagi di Indonesia, karena tingkat dan beban pencemaran terhadap lingkungan sekitar yang dihasilkan sangat tinggi. Demikian juga halnya dengan TPA Muara Fajar yang pada awalnya dirancang dengan metode Sanitary Landfill tetapi pada kenyataanya metode yang diterapkan adalah metode Open Dumping.

Metode Open Dumping akan menyebabkan : 1. terjadi pencemaran udara berupa gas, bau dan debu, 2. terjadi pencemaran terhadap air tanah dengan terbentuknya air lindi (leachate), 3. resiko kebakaran cukup besar,4. mudah terjadi kabut yang ditimbulkan oleh asap, 5. mendorong tumbuhnya sarang-sarang vektor penyakit (tikus, lalat, nyamuk dan lain-lain), 6. mengurangi estetika lingkungan, 7. lahan tidak dapat digunakan kembali untuk waktu yang cukup lama.

2. Sistem Control LandfillSistem Control Landfill (urug terkendali) adalah sampah dihamparkan pada lokasi cekungan dan permukaannya diratakan serta ditutupi tanah pada ketebalan tertentu yang dilakukan secara periodik.

3. Sistem Sanitary LandfillSistem Sanitary Landfill adalah penutupan sampah dengan lapisan tanah yang dilakukan sedemikian rupa sesuai petunjuk yang ditetapkan, sehingga tidak lagi terlihat sampah yang terbuka. Metode ini harus memenuhi teknik perancangan yang berwawasan lingkungan meliputi : 1. pembentukan dasar TPA Sampah. Lapisan dasar TPA Sampah harus kedap air sehingga air lindi terhambat meresap ke dalam tanah dan tidak mencemari air tanah, dapat dilakukan dengan cara melapisi dasar TPA sampah dengan tanah lempung yang dipadatkan atau menggunakan geomembran, 2. saluran dan pengolahan air lindi yang dihasilkan oleh dekomposisi sampah harus diolah sebelum dibuang ke lingkungan karena memiliki Biochemical Oxygen Demand ( BOD) dan parameter-parameter lainnya, 3. ventilasi gas. Ventilasi gas dibangun atau dipersiapkan sebelum area TPA sampah digunakan untuk penimbunan sampah, tujuannya adalah untuk memudahkan pelepasan gas-gas (COx, Metan dan lainnya) ke udara bebas dan untuk mencegah terbakarnya sampah akibat panas dan gas yang dihasilkan dari penguraian sampah oleh mikroorganisme, 4. tanah penutup dibutuhkan untuk mencegah sampah berserakan, bahaya kebakaran, timbulnya lalat, perkembangbiakan lalat atau binatang pengerat dan mengurangi timbulnya air lindi, 5. daerah penyanggah atau zona penyanggah berfungsi untuk mengurangi dampak negative yang ditimbulkan oleh kegiatan pemrosesan akhir sampah terhadap lingkungan sekitarnya, 6. sumur monitoring berfungsi untuk memantau kemungkinan terjadinya pencemaran air lindi terhadao air tanah di sekitar TPA sampah

Menurut KLH (2004), kondisi TPA sampah di kota-kota di Indonesia menunjukkan kondisi fisik rata-rata kurang baik, terkait dengan sarana dan prasarana yang ada di TPA sampah, antara lain: system drainase, pengolahan lindi, penanganan gas, pengaturan lahan, sumur monitoring dan penutupan lahan karena timbunan sampah yang terus meningkat dari tahun ke tahun tidak sebanding dengan kapasitas dan kualitas TPA sampah yang ada.

Pengaruh TPA terhadap Lingkungan adalah :Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Muara Fajar pada awalnya dirancang dengan metode Sanitary Landfill, namun pada pelaksanaan operasionalnya merupakan metode Open Dumping. Metode Open Dumping yang merupakan yang merupakan sistem pemrosesan yang sederhana dan mudah dilakukan tetapi akibatnya tikus, lipas, lalat nyamuk, dan bakteri tumbuh dengan subur pada timbunan sampah.Penanganan TPA yang tidak bijaksana tersebut menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan karena bau yang tidak sedap mengundang banyak lalat yang dapat menyebabkan berbagai penyakit menular (Badan Lingkungan Hidup Kecamatan Rumbai Pesisir, 2009 2010).Amen (1987) dalam Tanauma (2000), menyebutkan bahwa metode Open Dumping dapat menimbulkan pengaruh yang cukup besar terhadap lingkungan hidup di sekitar lokasi TPA yaitu menimbulkan dampak pencemaran air, tanah, udara dan bau yang tidak sedap serta gangguan lalat yang sangat banyak sampai ke rumah-rumah penduduk. Salah satu faktor menurunnya kualitas air tanah dangkal pada pemukiman penduduk di sekitar lokasi TPA disebabkan terkontaminasinya air tanah yang bersumber dari penimbunan sampah yang tidak sesuai dengan prosedur pemrosesan sampah (metode Open Dumping). Bila sampah tersebut ditimbun pada suatu daerah yang kondisi geologinya rawan, maka aka terjadi pencemaran air tanah dangkal di daerah tersebut. Kondisi geologi disebut rawan jika batuan dasar tempat menimbun sampah bersifat porus atau banyak mengandung retakan. Keadaan seperti itu akan memudahkan meresapnya air lindi, selanjutnya akan mencapai permukaan air tanah dangkal, sehingga air tanah dangkal menjadi terkontaminasi.Chandar (2007), menyatakan bahwa sistem pemrosesan akhir sampah di beberapa kota di Indonesia masih melakukan secara Open Dumping tanpa ada pengelolaan lebih lanjut. Sistem pemrosesan semacam itu selain memerlukan lahan yang cukup luas juga menyebabkan pencemaran udara, tanah dan air seta dapat menjadi tempat berkembangbiaknya agen dan vektor penyakit menular.KLH (2004), menyatakan bahwa semakin meningkatnya jumlah kasus penyakit yang ditularkan oleh tikus (leptospirosis) akibat penimbunan sampah selain itu polusi udara dari pembakaran sampah, bau dari sampah yang membusuk, merembesnya air lindi dari TPA ke sumber air penduduk (air tanah) dan pencemaran air sungai.Beberapa penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan dampak atua pengaruh TPA terhadap lingkungan diantaranya: Penelitian Sudamingsih (1996), menunjukkan bahwa tingginya kadar Cadmium (Cd) dan Sulfida (S) telah melebihi Nilai Ambang Batas (NAB), kandungan zat-zat seperti bahan berbahaya dan beracun (B3), BOD, COD, NO3 dalam air tanah telah melampaui baku mutu serta air sumur yang berbau agak amis karena tercemar oleh air lindi sampah (leachate).Sundra dkk (1997), juga melakukan penelitian tentang pengaruh pengelolaan sampah terhadap kualitas air sumur gali di sekitar tempat pemrosesan akhir sampah Suwung, Denpasar, Bali. Penelitian tersebut mengenai pengaruh TPA Suwung Denpasar terhadap kualitas air sumur penduduk disekitarnya. Metode yang digunakan adalah pengambilan contoh air sumur penduduk selanjutnya dianalisis sifat fisik, kimia, dan biologinya. Disamping itu dilakukan pula pengambilan data sosial ekonomi masyarakat yang tinggal di sekitar TPA untuk mengetahui karakteristik pengaruh pengelolaan sampah terhadap kualitas air sumur galiRudianto (2003), melakukan penelitian tentang perbedaan jarak perumahan ke TPA sampah Open Dumping dengan indikator tingkat kepadatan lalat dan kejadian diare di Kabupaten Kenep Kecamatan Beji Kabupaten Pasuruhan.Kesimpulan yang mereka dapatkan setelah melakukan penelitian adalah terdapat perbedaan tingkat kepadatan lalat dari beberapa area yang diteliti.Semakin dekat letak perumahan dengan TPA maka semakin tinggi tingkat kepadatan lalatnya.Arbain (2008), meneliti pengaruh air lindi tempat pemrosesan sampah Suwung terhadap kualitas air tanah dangkal di sekitar kelurahan Pedungan Kota Denpasar. Pada penelitian ini disimpulkan bahwa parameter kualitas air lindi (leachate) dari TPA Sampah Suwung konsentrasinya telah melampaui ambang batas baku mutu air. Air lindi sampah (leachate) dari TPA Sampah Suwung berpengaruh terhadap kualitas air tanah damgkal.Feranie, dkk.(2008), melakukan penelitian mengenai zona migrasi pencemaran air di sekitar TPA Babakan Ciparay Kabupaten Bandung dengan menggunakan metode geolistrik tahanan jenis.Pada penelitian ini disimpulkan bahwa aliran atau rembesan lindi mengarah ke daerah pemukiman penduduk yang tinggal di sekitar TPA Babakan Ciparay Bandung.Wijaya (2009), melakukan penelitian pencemaran air tanah di wilayah Ngringo Jaten Karanganyar dengan metode geolistrik.Pada penelitian ini dilakukan survei geolistrik resistivitas sounding dengan konfigurasi Schlumberger sebanyak 4 titik.Hasil penelitian yaitu persebaran pencemaran air tanah di Desa Ngringo tidak merata. Pencemaran diidentifikasi pada kedalaman 13,6 23,6 meter dengan arah aliran dari utara ke selatan dengan daerah persebaran di selatan.Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan seperti yang disebut di atas semuanya menyimpulkan bahwa selama ini pengelolaan sampah khususnya yang dilakukan di TPA sebagian besar masih berdampak negatif terhadap lingkungan, baik terhadap lingkungan fisik, kimia maupun biologis.

Kontaminasi Air Lindi terhadap Kualitas Air Tanah :Keberadaan Tempat Proses Akhir Sampah (TPA) memiliki fungsi yang sanag penting, yaitu sebagia pengolahan akhir sampah baik yang akan didaur ulang sebagaikompos ataupun hanya ditimbun setelah disortir oleh pemuling. Jumlah sampah di TPA yang sangat besar akan menyebabkan proses dekomposisi alamiah berlangsung secara besar-besaran pula.Proses dekomposisi tersebut akan mengubah sampah menjadi pupuk organikdan menimbulkan hasil samping yaitu air lindi (leachate). Penumpukan sampah selain mengganggu estetika, sanitasi, kelestarian lingkungan juga.Air lindi di sebabkan oleh terjadinya presipitasi cairan ke TPA, baik dari resapan air hujan maupun kandungan air pada sampah itu sendiri.Lindi bersifat toksik karena adanya zat pengotor dalam timbunan yang mungkin berasal dari buangan limbah industri, debu, lumpur hasil pengolahan limbah, limbah rumah tangga yang berbahaya, atau dari dekomposisi yang normal terjadi pada sampah.

Tabel 2.3Komposisi Lindi dari TPA Secara UmumParameter Kisaran

Ph 6,2 7,4COD 66 11.600 mg/lBOD < 2 8.000 mg/lSulfat 56 456 mg/lCadmium (Cd) < 0,005 0,01 mg/lPlumbum (Pb) < 0,05 0,22 mg/lChromim (Cr) < 0,005 0,14 mg/l

Sumber: Diklat Landfilling Limbah- FTSL ITB (2008)

Kualitas lindi akan tergantung dari beberapa hal, seperti variasi dan proporsi komponen sampah yang ditimbun, curah hujan dan musim, umur timbunan, pola operasional, waktu dilakukannya sampling. Gambaran variasi kualitas lindi dari beberapa TPA di Indonesia ditampilkan dalam Tabel 2.4.Fachruddin (1989) dalam Tanauma (2000), menyatakan bahwa air lindi dicirikan oleh komponen fisika dan kimia berkadar tinggi dan mengandung logam berat berbahaya.Air tanah terkontaminasi air lindi sejauh 174 meter dari pusat penimbunan sampah.Menurut Slamet (1994), air lindi (leachate) adalah cairan yang mengandung zat padat tersuspensi yang sangat halus dari hasil penguraian mikroba, biasanya terdiri dari atas Ca, Mg, Na, K, Fe, Klorida, Sulfat, Fosfat, Zn, CO2, H2O, N2, NH3, H2S, Asam organic dan H2,tergantung dari kualitas sampah, maka didalam leachate biasanya pula terdapat mikroba pathogen, logam bewrat dan zat lainnya yang berbahaya. Berdasarkan hasil penelitian Tanauma di TPA Sampah Yogyakarta (2000), air lindi sampah mengandung senyawa-senyawa kimia anorganik antara lain: nitrit, nitrat, ammonia, kalsium, kalium, magnesium, kesadaha, klorida, sulfat, BOD, COD, pH dan mikrobiologi (total koliform) yang konsentrasinya sangat tinggi.Menurut Damanhuri (1996), lindi adalah limbah cair yang timbul akibat masuknya air eksternal ke dalam timbunan sampah, melarutkan, dan membilas materi-materi terlarut, termasuk juga materi organic hasil proses dekomposisi biologis. Dari proses ini dapat diramalkan bahwa kualitas dan kuantitas lindi akan sangat bervariasi dan berfluktuasi. Dapat dikatakan bahwa kuantitas lindi yang dihasilkan akan banyak bergantung pada masuknya air dari dari luar, sebagian dari air hujan, disamping dipengaruhi oleh aspek operasional yang diterapkan seperti aplikasi tanah penutup, kemiringan permukaan, kondisi iklim, dan sebagainya.Air eksternal yang masuk ke timbunan sampah melalui dua jenis media, yaitu tanah penutup dan timbunan sampah itu sendiri. Tanah penutup akan langsung berinteraksi dengan udara luar dan akan menentukan jumlah infiltrasi dengan udara luar dan akan menentukan jumlah infiltrasi air ke lapisan bawahnya, sedangkan lapisan sampah yang mempunyai kemampuan cukup besar dalam menahan kelembaban akan menentukan jumlah dan waktu pertama kali lindi timbul.

Mekanisme Masuknya Air Lindi ke Air Tanah yaitu :Menurut Jagloo (2002), air tanah tidaklah statis melainkan bergerak karena adanya perbedaan gradient hidrolika. Aliran ini menyebabkan air tanah yang terkontaminasi bergerak mengikuti system alirannya sehingga mencapai air tanah. Air lindi akan semakin cepat mencapai air tanah terlebih lagi didukung oleh kondisi tanah yang bersifat porous dan permeable, seperti pasir, kerikil dan batu pasir. Bahan-bahan tersebut mempunyai meabilitas tinggi sehingga air lindi dapat dengan mudah bergerak dan menyebar. Komposisi air lindi dipengaruhi oleh beberapa factor seperti jenis sampah terdeposit, jumlah curah hujan di TPA, dan kondisi spesifik tempat.

Gambar 2.3 Skema Proses Terjadinya Lindi (Hendrajaya, 1990)

Menurut Todd (1980) dalam Tanauma (2000), air lindi dicirikan bahwa pada daerah yang bercurah hujan tinggi, air lindi menjadi lebih mudah terbentuk dan jumlahnya akan lebih banyak. Mekanisme masuknya air lindi ke lapisan air tanah, terutama air tanah dangkal (sumur) melalui proses sebagai berikut : 1. Air lindi ditemukan pada lapisan tanah yang digunakan sebagai Open Dumping, yaitu kira-kira berjarak 2 meter di bawah permukaan tanah, 2. Secara khusus, bila air lindi masuk dengan cara infiltrasi di tanah, segera permukaan tanah dijenuhi air, 3. Akibat adanya factor seperti air hujan, mempercepat air lindi masuk ke lapisan tanah yaitu zona aerasi yang mempunyai kedalaman 10 meter di bawah permukaan tanah, 4. Akibat banyaknya air lindi yang terbentuk menyebabkan air lindi masuk ke lapisan air tanah dangkal atau lapisan air tanah jenuh, 5. Pada lapisan tanah jenuh tersebut, air yang terkumpul bercampur dengan air lindi dimana air tanah dangkal ini di manfaatkan untuk sumber air minum melalui sumur-sumur dangkal.

Apparao (1997), menyatakan bahwa potensial gravitasi sangat penting dalam tanah-tanah yang jenuh air. Potensial gravitasi merupakan gaya utama yang mengakibatkan terjadinya aliran. Hal ini diperhitungkan terutama untuk gerakan air lindi yang menembus tanah yang pada umumnya bergerak dari elevasi tinggi ke elevasi rendah.

3.1.2 Pembuangan Kotoran Manusia (Ekskreta Disposal)Eksketa manusia merupakan hasil akhir dari proses yang berlangsung dalam tubuh manusia yang menyebabkan pemisahan dan pembuangan zat-zat yang tidak dibutuhkan dalam tubuh. Zat-zat yang tidak dibutuhkan tersebut berbentuk tinja dan urine. Tinja dan urine dapat menjadi masalah lingkungan jika pembuangannya tidak secara layak dan akan menyebabkan pencemaran permukaan tanah dan air tanah yang berpotensi menjadi penyebab timbulnya penularan berbagai macam penyakit saluran cerna (Soeparman dan Suparmin 2001).Ekskreta manusia merupakan bagian dari limbah rumah tangga (domestic waste water), dimana limbah rumah tangga dibagi menjadi dua yaitu black water (dari jamban) dan grey water (dari kamar mandi, tempat mencuci pakaian, mencuci piring dan atau peralatan dapur) (Sudarno 2006).Ekskreta manusia (human excreta yang terdiri atas feses dan urine) merupakan hasil akhir dari proses yang berlangsung dalam tubuh manusia yang menyebabkan pemisahan dan pembuangan zat-zat yang tidak dibutuhkan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dibutuhkan tersebut berbentuk tinja dan air seni (urine). Ditinjau dari sudut kesehatan lingkungan, kedua jenis kotoran manusia tersebut dapat menjadi masalah yang sangat penting. Pembuangan tinja secara layak merupakan kebutuhan kesehatan yang paling diutamakan. Pembuangan tinja secara layak merupakan kebutuhan kesehatan yang paling diutamakan.Pembuangan tinja secara tidak baik dan sembarangan dapat mengakibatkan kontaminasi pada air, tanah, atau menjadi sumber infeksi, dan akan mendatangkan bahaya bagi kesehatan, karena penyakit yang tergolong waterborne disease akan mudah berjangkit.Ekskreta manusia merupakan sumber infeksi dan juga merupakan salah satu penyebab terjadinya pencemaran lingkungan. Berbagai cara telah dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut agar tidak menjadi ancaman bagi kesehatan lingkungan. Di negara berkembang, masih banyak terjadi pembuangan tinja secara sembarangan akibat tingkat sosial ekonomi yang rendah, pengetahuan di bidang kesehatan lingkungan yang kurang, dan kebiasaan buruk dalam pembuangan tinja yang diturunkan dari generasi ke generasi. Kondisi tersebut terutama ditemukan pada masyarakat di pedesaan dan di daerah kumuh perkotaan.Bahaya terhadap kesehatan yang dapat ditimbulkan akibat pembuangan kotoran secara tidak baik adalah pencemaran tanah, pencemaran air, kontaminasi makanan dan perkembangbiakan lalat. Sementara itu, penyakit-penyakit yang dapat terjadi akibat keadaan diatas, antara lain tifoid, paratifoid, disentri, diare, kolera, penyakit cacing, hepatitis viral dan beberapa penyakit infeksi gastrointestinal lain, serta infeksi parasit lain. Penyakit tersebut bukan saja menjadi beban pada komunitas (dilihat dari angka kesakitan, kematian dan harapan hidup), tetapi juga menjadi penghalang bagi tercapainya kemajuan di bidang sosial dan ekonomi. Pembuangan kotoran manusia yang baik merupakan hal yang mendasar bagi keserasian lingkungan.Sumber ekskreta manusia (dalam hal ini lebih ditekankan pada tinja), menurut Soeparman dan Suparmin (2001) adalah:a. Manusia sebagai individu, yaitu dimana manusia tersebut hidup sendiri dalam suatu tempat tinggal terpisah dari individu yang menempati tempat tinggal lain atau kelompok manusia yang satu individu dengan individu lainnya terikat dalam hubungan kekerabatan yang menempati satu tempat tinggal sebagai satu keluarga.b. Manusia sebagai kelompok, yaitu kumpulan manusia yang bertempat tinggal di satu wilayah geografis. Individu dalam kelompok terikat oleh satu hubungan kemasyarakatan yang memiliki norma kelompok yang disepakati bersama.

Seseorang yang normal diperkirakan menghasilkan ekskreta rata-rata sehari sekitar 83gram tinja dan 970gram urin. Rata-rata orang Asia mengeluarkan 200-400gram tinja/hari, sedangkan orang Eropa mengeluarkan tinja 100-150gram/hari. Pada daerah tropis, pengeluaran tinja berkisar antara 280-530gram/orang/hari dan urin berkisar antara 600-1130 gram/orang/hari (Arifin 2009). Komposisi tinja tanpa urin dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Komposisi Tinja tanpa urin Komponen (dari berat kering)Kandungan (%)

Air66-88

Bahan Organik88-97

Nitrogen5,7-7,0

Fosfor (sebagai P2O5)3,5-5,4

Potasium (sebagai K2O)1,0-2,5

Karbon40-55

Kalsium (sebagai CaO)4-5

Rasio C/N5-10

Sumber : Arifin 2009

Tabel 2. Kuantitas Tinja dan Urin Berat BasahBerat Kering

Feses135-27035-70

Urin1.000-1.30050-70

Jumlah 1.135-1.57085-140

Sumber : Arifin 2009

Tabel 3. Komposisi Urine Komponen (dari berat kering)Kandungan (%)

Air93-56

Bahan organic65-85

Nitrogen15-19

Fosfor (sebagai P2O5)2,5-5

Potassium (sebagai K2O)3,0-4,5

Karbon11-17

Kalsium (sebagai CaO)4,5-6

Sumber : Soeparman dan Suparmin 2001

Menurut studi Bappenas, walaupun sudah terdapat standar nasional tentang konstruksi septic tank, namun dalam implementasinya masih banyak terdapat catatan, antara lain :1. Adanya saluran air yang tersumbat, seharusnya fungsi saluran tersebut adalah mengalirkan air hujan, tetapi dalam pelaksanaannya dipakai menampung air kakus dan sampah sehingga jadi sarang penyakit.2. Belum terdapat peraturan yang mewajibkan penyedotan tinja secara rutin, serta belum ada pihak yang merasa berkepentingan memeriksa isi septic tank,.3. Masih terdapat pandangan masyarakat bahwa bagus dan tidaknya septic tank4. Akses masyarakat terhadap sarana sanitasi (air bersih dan MCK), sehingga masyarakat terpaksa masih menggunakan sungai.5. Standard tersebut kurang ditunjang oleh aturan-aturan pendukungnya, seperti belum adanya aturan yang membatasi jumlah septic tank per satuan luas kawasan.6. Fasilitas MCK yang tidak berfungsi secara optimal baik karena usang, salah konstruksi, tidak terawat, tidak ada air, maupun masyarakat yang belum siap menerima keberadaannya sesuai fungsinya.7. Kenyataan masih sebagian besar Influent industri di kawasan pemukiman dialirkan ke sungai tanpa proses pengelolaan terlebih dahulu.8. Kebiasaan buang air besar sembarangan masih dilakukan oleh sebagian besar masyarakat perkotaan. Berdasarkan data Susenas tahun 2004 lebih dari 12 persen penduduk perkotaan Indonesia sama sekali tidak memiliki akses ke sarana jamban.9. Usaha jasa sedot tinja, seringkali hingga saat ini masih membuang langsung muatannya ke sungai, alasannya tidak ada Instalasi Pembuangan Lumpur Tinja (IPLT)/atau tidak berfungsi.(Andriani, 2007).10. Teknis pembuatan jamban masih belum memenuhi standard, menurut penelitan hampir 35 persen jamban di kawasan perkotaan dalam kondisi tidak ada air, tidak ada atap atau tidak tersambung ke septic tank.

Penanggulangan akibat terjadinya kebocoran tinja yaitu:Masalah septic tank yang bocor dapat menyebabkan tercemarnya air tanah. Septic tank bocor juga akan menimbulkan bau yang tidak sedap. Setiap septic tank membutuhkan sirkulasi udara. Letak sirkulasi udara pada septic tank ini adalah berada pada bagian atas. Bila septic tank mengeluarkan bau yang tidak sedap, maka hal ini menunjukkan bahwa kondisi di dalam septic tank tidak baik. Oleh karena itu, bibit bakteri harus ditambahkan untuk memaksimalkan lagi kinerja septic tank.Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan septic tank menjadi bocor. Penyebab-penyebab septic tank bocor di antaranya adalah tekanan air dari akar pohon yang menembus tanah dan badan septic tank, tekanan tanah, dan debit air dalam tanah yang tinggi. Air bisa masuk dengan mudah dan membuat septic tank penuh jika hujan datang.Cara mengatasi septic tank bocor ini adalah dengan menambal septic tank pada kondisi kering dan bersih. Kemudian setelah menambal septic tank, langkah selanjutnya adalah membuat dinding pengaman yang terbuat dari batu bata dan semen mengikuti ukuran septic tank. Hal ini bertujuan untuk mencegah kebocoran pada septic tank.

3.1.3 Kebocoran Bunker Penyimpanan Minyak, Stasiun Pompa Bensin Umum atau Bahan Kimia lainnya di dalam Tanah.Minyak bumi kasar (baru keluar dari sumur eksplorasi) mengandung ribuan macam zat kimia yang berbeda baik dalam bentuk gas, cair maupun padatan. Bahan utama yang terkandung di dalam minyak bumi adalah hidrokarbon alifatik dan aromatik.Minyak bumi mengandung senyawa nitrogen antara 0-0,5%, belerang 0-6%, dan oksigen 0-3,5%. Terdapat sedikitnya empat seri hidrokarbon yang terkandung di dalam minyak bumi, yaitu seri n-paraffin (n-alkana) yang terdiri atas metana (CH4) sampai aspal yang memiliki atom karbon (C) lebih dari 25 pada rantainya, seri iso-paraffin (isoalkana) yang terdapat hanya sedikit dalam minyak bumi, seri neptena (sikloalkana) yang merupakan komponen kedua terbanyak setelah n-alkana, dan seri aromatik (benzenoid).Komposisi senyawa hidrokarbon pada minyak bumi tidak sama, bergantung pada sumber penghasil minyak bumi tersebut. Misalnya, minyak bumi Amerika komponen utamanya ialah hidrokarbon jenuh, yang digali di Rusia banyak mengandung hidrokarbon siklik, sedangkan yang terdapat di Indonesia banyak mengandung senyawa aromatik dan kadar belerangnya sangat rendah. Minyak bumi berdasarkan titik didihnya dapat dibagi menjadi sembilan fraksi. Pemisahan ini dilakukan melalui proses destilasi.Minyak solar adalah bahan bakar jenis distilat berwarna kuning kecoklatan yang jernih. Penggunaan minyak solar pada umumnya adalah untuk bahan bakar pada semua jenis mesin diesel dengan putaran tinggi (diatas 1.000 RPM), yang juga dapat dipergunakan sebagai bahan bakar pada pembakaran langsung dalam dapur-dapur kecil, yang terutama diinginkan pembakaran yang bersih. Minyak solar ini biasa disebut juga Gas Oil, Automotive Diesel Oil, High Speed Diesel.Salah satu penyebab utama dari pencemaran tanah adalah aktivitas penambangan.Salah satu jenis penambangan yang paling banyak menyebabkan pencemaran bagi tanah adalah penambangan minyak.Pencemaran ini terjadi tidak hanya terbatas pada saat kegiatan penambangannya saja, tapi juga pada saat pengolahan dan pendistribusian hasil tambang tersebut.Solar adalah salah satu produk hasil penyulingan atau pengolahan minyak bumi di pertambangan. Solar merupakan senyawa hidro-karbon dengan jumlah atom C berkisar antara 12 sampai dengan 20. Dengan banyaknya jumlah rantai hidrokarbon menyebabkan tingginya tingkat titik didih solar yang mencapai 270oC. Solar sangat bermanfaat dalam menunjang aktivitas manusia, salah satunya adalah dapat digunakan sebagai bahan bakar pendamping pada kendaraan bermotor. Selain itu, dewasa ini solar makin banyak digunakan sebagai bahan bakar pada diesel. Diesel tersebut digunakan sebagai pembangkit tenaga listrik pengganti. Yang jadi permasalahan adalah setiap tahun kebutuhan akan hasil penyulingan minyak salah satunya solar kian mengalami peningkatan seiring dengan tingginya kebutuhan energi sebagai akibat kemajuan teknologi dan kebutuhan hidup manusia, sehingga potensi pencemaran oleh solar juga meningkat.Solar yang tidak berada pada tempatnya dapat dikategorikan sebagai limbah B3 dan tentu saja ini tidak dapat dipungkiri bahwa solar menjadi salah satu polutan berbahaya dalam pencemaran tanah. Eksplorasi dan eksploitasi produksi solar melibatkan aspek kegiatan yang beresiko menumpahkan solar tersebut antara lain : distribusi/pengangkutan solar dengan menggunakan transportasi darat dan melalui perpipaan serta kilang-kilang penyulingan minyak yang menghasilkan minyak solar tersebut.Minyak dan gas bumi yang merupakan senyawa hidrokarbon terdiri dari unsur kimia sebagaimana tertera pada tabel III.1 berikut:

Tabel III.1: Susunan kimia minyak dan gasbumi dalam persen beratUnsur Gasbumi Aspal Minyak mentah(Levorsen) (Levorsen) (Levorsen) (Purdy)Karbon (C) 65 80 80 85 82.2 87.1 83 87Hidrogen (H) 1 25 8.5 11 11.7 14.7 11 25Belerang (S) 0.2 2 8 0.1 5.5 0 6Nitrogen (N) 1 15 0 2 0.1 1.5 0 0.7Oksigen (O) 0.1 4.5 0 0.5Logam 0 0.1

Dari tabel diatas nampak bahwa, pada umumnya minyak bumi terdiri dari 80 hingga 85% unsur C atau karbon, 20 hingga 15% unsur H atau Hidrogen sementara unsur lain seperti Oksigen, Nitrogen, Belerang, terdapat kurang dari 5% malah kadang-kadang kurang 1%. Zat hidrokarbon merupakan senyawa yang beraneka ragam. Abraham (1945) mengklasifikasikan zat hidrokarbon menjadi dua golongan yaitu bitumina dan nonbitumina. Zat bitumina sering juga disebut sebagai petroleum. jadi ada kesamaan pengertian antara petroleum dan zat bitumina, akan tetapi tidak dengan zat hidrokarbon padat, pirobitumina dll.

Mekanisme terjadinya pencemaran tanah pada kebocoran minyak bumi adalah:Mekanisme bagaimana terjadinya pencemaran dimulai pada saat terjadinya tumpahan minyak solar dan kebocoran pipa dalam jumlah tertentu dengan luas dan kondisi tertentu, apabila tidak dikendalikan atau ditanggulangi dengan cepat dan tepat dapat mengakibatkan terjadinya suatu malapetaka pencemaran lingkungan oleh minyak solar yaitu kualitas lingkungan tersebut turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya.Secara umum dapat dijelaskan bagaimana mekanisme terjadinya pencemaran tanah oleh solar sebagai berikut :a. Transportasi dan penyimpananSolar sering tumpah ketika dipindahkan melalui saluran pipa, truk, dan kapal. Solar juga bisa bocor dari tangki-tangki penyimpan. Tumpahannya bisa menyebabkan kerusakan yang akan bertahan lama pada lapisan tanah, air tanah, hewan, dan manusia Perusahaan-perusahaan penghasil solar seharusnya mengeluarkan peringatan bagi komunitas ketika terjadi tumpahan, segera menanggulangi tumpahan dan membersihkannya. AMDAL untuk operasi-operasi minyak harus menyertakan rencana-rencana pembangunan saluran pipa dan penggunaannya. Selain itu perlu diadakannya penggalangan dukungan di tingkat regional dengan mengorganisasi komunitas yang tinggal disepanjang saluran pipa untuk menentang praktek-praktek perusahaan solar yang tidak aman.b. Kilang minyak solarKilang adalah fasilitas di mana minyak diproses menjadi produk-produk seperti bensin, minyak solar, minyak pemanas, aspal, oli, dan plastic. Kilang-kilang mengeluarkan limbah beracun ke dalam air, lapisan tanah, dan udara. Polusi dari kilang menyebabkan asma, bronkhitis, kanker, gangguan reproduksi, dan perkembangan otak dan sistem syaraf abnormal pada anak. Polusi ini juga membuat pemanasan global menjadi lebih parah. Limbah yang dikeluarkan oleh kilang ini dapat menurunkan kestabilan tanah dan mendegradasi fungsi tanah hingga dapat menyebabkan lahan kritis akibat limbah dari penyulingan minyak solar tersebut.c. Kecelakaan transportasi atau pendistribusian minyak solarSetelah melalui hasil penyulingan yang kemudian menghasilkan minyak solar yang siap pakai, perusahaan-perusahaan penghasil solar menyalurkan kepada konsumen-konsumen dengan sistem pendistribusian melalui transportasi darat. Penyaluran ini tidak selalu lancar dan aman dalam setiap waktunya. Akibat kelalaian pengemudi dapat mengakibatkan terjadinya kecelakaan kendaraan pengangkut solar, akibatnya solar tumpah dan mencemari tanah sampai pada batas tingkat pencemaran yang akut.Ketika solar tumpah ke tanah, ia akan menghancurkan lapisan tanah dengan mendesak udara keluar dan membunuh makhluk-makhluk hidup yang membuat lapisan tanah menjadi tak sehat. Hal yang hampir serupa terjadi jika solar mengenai kulit kita atau kulit hewan Minyak solar akan menutupi kulit dan menghalangi udara masuk. Racun-racun yang berasal dari solar juga meresap ke dalam tubuh melalui kulit, dan menimbulkan penyakit.Tumpahan solar yang merembes ke dalam tanah akan mengganggu aktivitas mikroorganisme yang ada di tanah. Kandungan senyawa hidrokarbon disertai titik didih yang tinggi dari solar ini dapat meningkatkan panas dalam tanah, sementara itu untuk beberapa spesies mikroorganisme sangat sensitif terhadap suhu yang tinggi sehingga akan mempengaruhi kerja mikroorganisme dalam tanah bahkan dapat berujung pada punahnya beberapa spesies mikroorganisme dalam tanah tersebut, tentu saja ini akan sangat mempengaruhi terhadap tingkat kesuburan tanah.Selain itu, beberapa senyawa yang terkandung dalam solar akan bereaksi dan mengikat oksigen dalam tanah yang akan semakin memperburuk pencemaran tanah secara keseluruhan.Dampak Pencemaran Tanah Oleh Solar yaitu :Dampak yang ditimbulkan akibat pencemaran tanah oleh minyak solar adalah sebagai berikut :1. Dampak KesehatanSeperti halnya dengan bahan-bahan kimia, gangguan-gangguan kesehatan yang disebabkan minyak solar mungkin sulit dibuktikan karena memang butuh waktu yang panjang untuk menimbulkan dampak kesehatan manusia. Tetapi, untuk sebagian besar penduduk yang tinggal di lokasi yang terjadi pencemaran tanah dapat dibuktikan dan dilihat bahwa kesehatan mereka terancam akibat pencemaran tersebut. Manusia yang terkontaminasi bahan berbahaya dari solar akibata adanya pencemaran tanah dapat mendatangkan masalah-masalah kesehatan serius, seperti halnya berikut ini: penglihatan buram dan gangguan mata lain, sakit kepala halusinasi, eforia (perasaan gembira yang mendadak), rasa capek, gangguan bicara, kerusakan otak, koma, kejang-kejang dan kematian mendadak, nyeri hidung dan mimisan, infeksi telinga, asma, bronkitis, pneumonia dan gangguan pernafasan lain, infeksi paru-paru dan tenggorokan, meningkatnya risiko TBC (tuberculosis), serangan jantung, problem pencernaan, muntah, dan kanker lambung, kerusakan hati, ginjal dan tulang, problem menstruasi, keguguran, meninggal dalam kandungan, dan cacat lahir, kulit gatal-gatal, jamur dan kanker kulit, pada dosis yang besar, pencemaran tanah dapat menyebabkan kematian apa pun jenis polutannya tak terkecuali minyak solar.2. Dampak pada EkosistemPencemaran tanah oleh solar juga dapat memberikan dampak terhadap ekosistem. Perubahan kimiawi tanah yang radikal dapat timbul dari adanya bahan kimia beracun/berbahaya pada solar bahkan pada dosis yang rendah sekalipun. Perubahan ini dapat menyebabkan perubahan metabolisme dari mikroorganisme endemik dan antropoda yang hidup di lingkungan tanah tersebut. Akibatnya bahkan dapat memusnahkan beberapa spesies primer dari rantai makanan, yang dapat memberi akibat yang besar terhadap predator atau tingkatan lain dari rantai makanan tersebut. Bahkan jika efek kimia pada bentuk kehidupan terbawah tersebut rendah, bagian bawah piramida makanan dapat menelan bahan kimia asing yang lama-kelamaan akan terkonsentrasi pada makhluk-makhluk penghuni piramida atas. Tumpahan minyak solar membawa pengaruh buruk pada tanah berkenaan dengan kemampuan tanah untuk menyediakan air bagi pertanaman. Rembesan solar dapat menutupi sebagian pori tanah sehingga mengurangi efektivitas pelepasan karbon dalam tanah. Karbon dari yang dihasilkan dari kegiatan mikriba akan tersimpan dan tidak dapat dikeluarkan, tentu saja ini akan sangat mempengaruhi keadaan tanah dan tingkat kesuburannya. Tanah yang terkontaminasi minyak solar tersebut dapat merusak lingkungan serta menurunkan estetika. Lebih dari itu tanah yang terkontaminasi limbah minyak solar dikategorikan sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) sesuai dengan Kep. MenLH 128 Tahun 2003. Oleh karena itu perlu dilakukan pengelolaan dan pengolahan terhadap tanah yang terkontaminasi minyak. Hal ini dilakukan untuk mencegah penyebaran dan penyerapan minyak solar kedalam tanah.Penanganan dan Pemulihan Tanah yang Tercemar Solar adalah :1. Penyingkiran dan Penyerapan MinyakUpaya pertama yang dapat dilakukan ketika solar tumpah atau bocor dari tangki penyimpan harus segera disingkirkan dan diserap. Setelah diserap, minyak solar dan semua material yang dipakai untuk menyerapnya harus disingkirkan dan dibuang dengan aman, misalnya, ke dalam sumur yang dindingnya diperkuat dengan beton, sehingga minyak tersebut tidak akan mencemari air tanah.Beberapa contoh material yang menyerap solar adalah : jerami, serbuk gergaji, tongkol jagung, bulu, tanah liat, wol, dan pasir. Pemulihan lahan tercemar oleh minyak solar dapat dilakukan secara biologi dengan menggunakan kapasitas kemampuan mikroorganisme. Fungsi dari mikroorganisme ini dapat mendegradasi struktur hidrokarbon yang ada dalam tanah yang terkontaminasi minyak bumi menjadi mineral-mineral yang lebih sederhana serta tidak membahayakan terhadap lingkungan. Teknik seperti ini disebut bioremediasi.Teknik bioremediasi dapat dilaksanakan secara in-situ maupun cara exsitu. Teknik bioremediasi in-situ umumnya diaplikasikan pada lokasi tercemar ringan, lokasi yang tidak dapat dipindahkan, atau karakteristik kontaminan yang volatil. Bioremediasi ex-situ merupakan teknik bioremediasi dimana lahan atau air yang terkontaminasi diangkat, kemudian diolah dan diproses pada lahan khusus yang disiapkan untuk proses bioremediasi. Penanganan lahan tercemar minyak bumi dilakukan dengan cara memanfatkan mikroorganisme untuk menurunkan konsentrasi atau daya racun bahan pencemar. Penanganan semacam ini lebih aman terhadap lingkungan karena agen pendegradasi yang dipergunakan adalah mikroorganisme yang dapat terurai secara alami.2. Dekomposisi Minyak BumiDegradasi minyak bumi dapat dilakukan dengan memanfaatkan mikroorganisme seperti bakteri, beberapa khamir, jamur, sianobakteria, dan alga biru. Mikroorganisme ini mampu menguraikan komponen minyak bumi karena kemampuannya mengoksidasi hidrokarbon dan menjadikan hidrokarbon sebagai donor elektronnya. Mikroorganisme ini berpartisipasi dalam pembersihan tumpahan minyak dengan mengoksidasi minyak bumi menjadi gas karbon dioksida (CO2). Sebagai contoh, bakteri pendegradasi minyak bumi akan menghasilkan bioproduk seperti asam lemak, gas, surfaktan, dan biopolimer yang dapat meningkatkan porositas dan permeabilitas batuan reservoir formasi klastik dan karbonat apabila bakteri ini menguraikan minyak bumi.Di dalam minyak bumi terdapat dua macam komponen yang dibagi berdasarkan kemampuan mikroorganisme menguraikannya, yaitu komponen minyak bumi yang mudah diuraikan oleh mikroorganisme dan komponen yang sulit didegradasi oleh mikroorganisme.Komponen minyak bumi yang mudah didegradasi oleh bakteri merupakan komponen terbesar dalam minyak bumi atau mendominasi, yaitu alkana yang bersifat lebih mudah larut dalam air dan terdifusi ke dalam membran sel bakteri. Jumlah bakteri yang mendegradasi komponen ini relatif banyak karena substratnya yang melimpah di dalam minyak bumi. Isolat bakteri pendegradasi komponen minyak bumi ini biasanya merupakan pengoksidasi alkana normal.Komponen minyak bumi yang sulit didegradasi merupakan komponen yang jumlahnya lebih kecil dibanding komponen yang mudah didegradasi. Hal ini menyebabkan bekteri pendegradasi komponen ini berjumlah lebih sedikit dan tumbuh lebih lambat karena kalah bersaing dengan pendegradasi alkana yang memiliki substrat lebih banyak. Isolasi bakteri ini biasanya memanfaatkan komponen minyak bumi yang masih ada setelah pertumbuhan lengkap bakteri pendegradasi komponen minyak bumi yang mudah didegradasi.

3.1.4 Pembuangan Obat-Obatan Kadaluarsa ke dalam Tanah.Membuang obat ke lingkungan begitu saja sangat berbahaya. Ada obat-obat tertentu yang akan terurai menjadi racun bagi flora dan fauna, dan bahkan manusia. Beberapa jenis obat seperti antibiotik, antiseptik, antivirus, antijamur, anticacing, dll, jika sampai ke tanah akan menyebabkan ketidakseimbangan flora dan fauna mikro di dalam tanah, karena dapat membunuh mikroorganisme normal.Beberapa jenis obat dibawah ini tidak dapat terurai langsung dan akhirnya dapat berubah menjadi racun bagi lingkungan :1. Antibiotik2. Antiseptik3. Anti virus4. Anti jamur5. Anti cacingObat-obat tersebut berbahaya untuk kelangsungan hidup flora dan fauna setempat dan bila ia terurai ke tanah, maka selain menyebabkan ketidak seimbangan, obat-obat seperti antibiotik dapat menyebabkan kekebalan pada bakteri disekitar tanah sehingga apabila bakteri tersebut menyerang manusia kembali, obat tersebut sudah tidak mempan lagi digunakan. Selain itu penyerapannya di tanah dapat mencemari air tanah yang nantinya akan terpompa ke atas untuk kita konsumsi kembali. Khusus untuk antibiotik, dapat menyebabkan kekebalan mikroorganisme yang berbahaya terhadap antibiotik tersebut. Selain itu, obat-obatan bekas yang dibuang akan mencemari air tanah. Atau yang dibuang ke saluran air akhirnya mengalir ke laut, mencemari ikan dan mahluk laut lainnya yang pada akhirnya masuk ke dalam perut kita.Pemusnahan obat merupakan kegiatan penyelesaian terhadap obat-obatan yang tidak terpakai karena kadaluarsa, rusak, ataupun mutunya sudah tidak memenuhi standar. Tujuan dilakukan pemusnahan ini ialah untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh penggunaan obat atau perbekalan kesehatan yang tidak memenuhi persyaratan mutu keamanan dan kemanfaatan, selain itu pemusnahan juga bertujuan untuk menghindari pembiayaan seperti biaya penyimpanan, pemeliharaan, penjagaan atas obat atau perbekalan kesehatan lainya yang sudah tidak layak untuk dipelihara.Pemusnahan obat yang tepat dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas kinerja, terutama dalam hal biaya penyimpanan, pemeliharaan, penjagaan atas obat. Salah satu bagian di dalam organisasi yaitu sistem yang baik dan sesuai dengan prosedur yang ada, maka terwujudlah peningkatan efisiensi dan kelancaran kinerja. Selain itu pemusnahan obat juga bertujuan untuk menjaga keselamatan kerja dan menghindarkan diri dari pengotoran lingkungan. Secara umum, obat-obatan kadaluarsa bukan merupakan ancaman serius bagi kesehatan masyarakat ataupun lingkungan.Pembuangan yang tidak layak dapat berbahaya jika kemudian menimbulkan kontaminasi pada sumber air setempat. Obat-obatan kadaluarsa dapat diambil pemulung atau anak-anak jika tempat pembuangan tidak diamankan curian dari timbunan obat-obatan tak terpakai atau saat pemilahan dapat berakibat dijualnya atau disalahgunakannya obat-obatan kadaluarsa. Sebagian besar obat-obatan yang telah melampaui batas waktu penggunaannya akan berkurang efektivitasnya dan sebagian kecil menimbulkan reaksi yang tidak diinginkan.Terdapat beberapa kelompok obat-obatan kadaluarsa atau tindakan penghancuran obat-obatan yang tidak baik yang dapat menimbulkan risiko bagi kesehatan masyarakat. Resiko kesehatan yang terutama adalah sebagai berikut:1. Kontaminasi air minum harus dihindari. Area penimbunan sampah harus ditempatkan secara khusus dan dibangun sehingga dapat meminimalisir kemungkinan terjadinya perembesan yang dapat memasuki lapisan air tanah, air permukaan ataupun sistem air minum.2. Antibiotik, anti keganasan dan disinfektan yang tidak dapat mengalami bio-degradasi tidak boleh dibuang ke saluran pembuangan air karena dapat membunuh bakteri yang diperlukan untuk memproses limbah. Anti keganasan tidak boleh dibuang ke dalam air karena akan merusak kehidupan air atau mengkontaminasi air minum. Demikian juga dinsinfektan dalam jumlah banyak tidak boleh dibuang ke saluran pembuangan air atau sumber air tanpa pengenceran.3. Pembakaran obat-obatan dengan suhu rendah atau di wadah terbuka dapat menjadi penyebab terlepasnya bahan-bahan pencemar beracun ke udara. Idealnya tindakan tersebut harus dihindari.4. Pemilahan dan pembuangan secara tidak tepat dan tidak aman dapat mengakibatkan obat-obatan yang telah kadaluarsa dijual kembali ke masyarakat. Pemulungan di tempat penimbunan sampah yang tidak terlindungi merupakan hal bisa berakibat buruk.5. Bila lokasi pembuangan yang baik dan tenaga terlatih untuk mengawasi pembuangan tidak dimiliki, obat-obatan tak terpakai tidak akan menimbulkan bahaya bila disimpan secara aman dalam keadaaan kering. Jika disimpan dalam kemasan aslinya risiko kehilangan dapat terjadi dan untuk menghindari hal tersebut sebaiknya disimpan dalam tong dan obat-obatan tersebut diimobilisasi.Keterbatasan pendanaan untuk pembuangan limbah farmasi membutuhkan pengelolaan dan metoda yang sadar biaya.Dikenal beberapa teknik dalam memusnahkan obat-obatan kadaluarsa yaitu:1. Pengembalian pada penyumbang atau produsen.Kemungkinan pengembalian obat-obatan yang tidak terpakai pada produsen dalam rangka pembuangan yang aman harus diusahakan bila mungkin; terutama obat-obatan yang menimbulkan masalah dalam pembuangan, seperti anti keganasan. Untuk sumbangan yang tanpa diminta atau tidak diinginkan, terutama yang telah melampaui atau dekat batas waktu kadaluarsanya dapat dikembalikan ke penyumbang. Saat ini tidak terdapat konvensi internasional yang mengatur pemindahan produk farmasi secara lintas batas.Namun demikian, obat-obatan yang rusak atau kadaluarsa dianggap sebagai limbah yang berbahaya sehingga jika dipindahkan melintasi perbatasan harus mengikuti Konvensi Basel mengenai Pengiriman Lintas Batas Bahan-bahan Berbahaya. Hal tersebut meliputi prosedur tertulis untuk mendapatkan ijin melintasi perbatasan internasional sepanjang rute transit sebelum pelaksanaan. Prosedur tersebut memerlukan waktu hingga beberapa bulan untuk menyelesaikannya.

2. PenimbunanPenimbunan berarti penempatan limbah langsung ke lahan penimbunan sampah tanpa perlakuan atau persiapan sebelumnya. Penimbunan merupakan metode yang tertua dan paling sering dipergunakan dalam pembuangan limbah padat. Terdapat tiga macam cara penimbunan yaitu:a. Pembuangan terbuka sederhana dan tanpa pengendalianPembuangan sederhana barangkali merupakan metoda pembuangan yang paling sering dilakukan di negara berkembang. Pembuangan sampah yang tidak diolah ke tempat penimbunan sampah terbuka secara sederhana dan tanpa pengendalian merupakan langkah yang tidak ramah lingkungan dan harus dihindari. Pembuangan limbah farmasi tanpa pengelolaan ke tempat tersebut tidak disarankan kecuali bila tidak ada pilihan lain. Sebaiknya limbah tersebut dibuang setelah diimobilisasi dengan enkapsulasi atau inersiasi. Sebagai cara terakhir, bila upaya imobilisasi limbah farmasi tidak memungkinkan, limbah yang tidak diolah harus ditutupi segera dengan sampah rumah tangga dalam jumlah yang besar untuk menghindari pemulungan. Harus diperhatikan bahwa pembuangan ke tempat penimbunan sampah yang terbuka tanpa pengendalian dan tanpa isolasi yang cukup terhadap lapisan air tanah atau sumber air lainnya dapat menimbulkan polusi, dengan risiko terburuk adalah kontaminasi air minum.b. Penimbunan berteknologiTempat pembuangan seperti ini menerapkan beberapa cara yang dapat melindungi terjadinya kehilangan bahan-bahan kimia ke dalam lapisan air tanah. Penyimpanan obat-obatan secara langsung merupakan pilihan kedua setelah pembuangan limbah farmasi yang telah diimobilisasi ke tempat penimbunan sampah.c. Penimbunan berteknologi tinggiLokasi penimbunan sampah yang dibangun dan dioperasikan secara tepat merupakan cara pembuangan sampah rumah tangga yang relatif aman, juga bagi limbah farmasi. Prioritas utama adalah perlindungan lapisan air tanah. Tempat penguburan yang memadai harus memiliki saluran pengeluaran yang terisolasi dari sumber air dan berada di atas lapisan air tanah. Setiap harinya limbah padat dipadatkan dan ditutupi dengan tanah untuk menjamin kebersihan. Istilah penimbunan sampah yang aman menunjukkan bahwa lokasi tersebut dipilih, dibangun dan dikelola secara memadai. Pengembangan lokasi penimbunan sampah tanpa pengendalian agar memenuhi standar yang benar harus difikirkan.

3. Imobilisasi limbah (enkapsulasi)Enkapsulasi berarti peng-imobilisasian obat-obatan dengan memadatkannya dalam tong plastik atau besi. Sebelum dipergunakan, tong harus dibersihkan dan kandungan sebelumnya harus bukan berupa bahan yang mudah meledak atau berbahaya. Tong tersebut diisi hingga 75% kapasitasnya dengan obat-obatan padat atau setengah padat, kemudian sisa ruang dipenuhi dengan menuangkan bahan-bahan seperti semen atau campuran semen dengan kapur, busa plastik atau pasir batu bara.Untuk memudahkan dan mempercepat pengisian, tutup tong harus dipotong hingga terbuka kemudian dilipat ke belakang. Penempatan obat-obatan ke dalam tong harus berhati-hati agar tidak terpotong. Bila tong telah terisi hingga 75% kapasitasnya, tambahkan campuran kapur, semen dan air dengan perbandingan 15:15:5 (berat) hingga tong terisi penuh. Untuk memperoleh cairan dengan konsistensi yang diinginkan, kadangkala diperlukan air yang lebih banyak. Kemudian tutup tong besi dilipat kembali ke tempatnya dan disegel, sebaiknya dengan dikelim atau pengelasan. Tong yang sudah disegel kemudian harus ditempatkan di dasar lubang pembuangan dan ditutupi dengan sampah padat rumah tangga. Agar mudah dipindahkan, tong dapat ditempatkan di atas pallet kemudian diletakkan ke pemindah pallet.

4. Imobilisasi limbah (inersiasi)Inersiasi merupakan varian enkapsulasi yang meliputi pelepasan bahan-bahan pembungkus, kertas, karton dan plastik dari obat-obatan. Pil harus dilepaskan dari blisternya. Obat-obatan tersebut lalu ditanam kemudian ditambahkan campuran air, semen dan kapur hingga terbentuk pasta yang homogen. Pekerja perlu dilindungi dengan penggunaan pakaian pelindung dan masker terhadap risiko timbulnya debu. Pasta tersebut kemudian dipindahkan dalam keadaan cair dengan mempergunakan truk pengaduk konstruksi ke tempat pembuangan dan dituang ke dalam tempat pembuangan sampah biasa. Pasta akan berubah menjadi massa padat yang bercampur dengan limbah rumah tangga. Proses ini relatif murah dan dapat dilaksanakan tanpa peralatan canggih. Yang perlu disediakan adalah alat penggiling untuk menghancurkan obat-obatan, alat pengaduk konstruksi, serta sejumlah semen, kapur dan air.Perbandingan berat yang digunakan adalah sebagai berikut:1.Obat-obatan:65%2.Kapur:15%3.Semen:15%4.Air: 5% atau lebih untuk mendapatkan konsistensi cairan yang sesuai.5.Pembuangan melalui saluran pembuangan air

Beberapa obat-obatan cair seperti sirup dan cairan intravena dapat dilarutkan ke dalam air dan dibuang ke saluran pembuangan air sedikit demi sedikit selama periode tertentu tanpa memberikan dampak serius terhadap kesehatan masyarakat atau lingkungan. Air yang mengalir dengan deras dapat juga dipergunakan untuk membilas sejumlah kecil obat-obatan atau anti septik cair yang telah diencerkan dengan baik. Pada keadaan dimana terjadi kerusakan saluran pembuangan air, mungkin dibutuhkan bantuan dari ahli hidrogeologi atau ahli teknologi kesehatan.

5. Pembakaran dalam wadah terbukaObat-obatan tidak boleh dihancurkan dengan cara pembakaran bersuhu rendah dalam wadah terbuka karena polutan beracun dapat dilepaskan ke udara. Kemasan kertas dan karton jika tidak hendak didaur-ulang dapat dibakar. Plastik polivinil klorida (PVC) tidak boleh dibakar. Meskipun pembakaran limbah farmasi bukan merupakan metoda pembuangan yang disarankan, pada kenyataannya hal tersebut seringkali dilakukan. Sangat dianjurkan bahwa pembuangan limbah farmasi dengan cara ini hanya untuk jumlah yang sangat sedikit.6. Insinerasi suhu sedang.Banyak negara yang tidak memiliki insinerator dua ruang bersuhu tinggi yang dapat menangani komponen halogen lebih dari 1%. Insinerator tersebut memenuhi standar pengendalian emisi yang ketat seperti yang diterbitkan oleh Uni Eropa. Namun biasanya hanya pembakaran dan insinerator bersuhu sedang yang tersedia. Pada keadaan darurat pihak berwenang dapat mempertimbangkan penggunaan insinerator dua ruang yang bekerja pada suhu minimal 850oC dengan waktu retensi pembakaran sedikitnya dua detik pada ruang kedua untuk mengelola obat-obatan berbentuk padat.Banyak insinerator pengelolaan limbah kota yang lebih lama merupakan incinerator suhu sedang dan penggunaan fasilitas tersebut disarankan sebagai langkah sementara, daripada penggunakan pilihan yang kurang aman seperti pembuangan ke tempat pembuangan yang tidak memadai. Pada keadaan ini disarankan bahwa limbah farmasi dicampur dengan limbah rumah tangga dalam jumlah yang besar (sekitar 1:1000).Insinerator tersebut tidak dirancang untuk membakar komponen halogen secara aman. Sebagian besar obat-obatan mengandung halogen dalam konsentrasi yang sangat rendah sehingga kandungan halogen yang terdapat dalam gas hasil pembakaran dapat diabaikan.

7. Insinerasi suhu tinggiIndustri-industri yang mempergunakan teknologi dengan suhu tinggi seperti tempat pembakaran semen, stasiun tenaga panas bumi yang berbahan bakar batu bara atau tempat pengecoran biasanya memiliki tempat pembakaran yang bekerja pada suhu yang jauh lebih tinggi dari 850oC, memiliki waktu retensi pembakaran yang lebih lama dan mengeluarkan gas buangan melalui cerobong yang tinggi. Banyak negara yang tidak memiliki fasilitas pembuangan limbah kimia yang mahal dan canggih sehingga penggunaan alat pembakaran industri dapat menjadi pilihan yang dapat terlaksana dan murah. Pembakaran semen merupakan yang paling memadai untuk pembuangan obat-obatan kadaluarsa, limbah kimia, minyak bekas, ban karet, dan lain sebagainya.Beberapa karakteristik pembakaran semen menjadikannya cocok untuk pembuangan obat-obatan. Selama proses pembakaran, bahan baku semen mencapai suhu 1450oC sementara gas pembakaran mencapai suhu 2000oC. Pada suhu setinggi ini waktu tinggal gas hanya beberapa detik. Pada keadaan ini semua komponen organik limbah akan hancur secara efektif. 8. Dekomposisi kimiawiJika tidak terdapat insinerator yang memadai, dekomposisi kimiawi sesuai rekomendasi produsen dapat dipergunakan dan diikuti oleh penimbunan. Metoda ini tidak disarankan bila tidak terdapat ahli kimia. Inaktivasi kimiawi berat dan lama, dan persediaan bahan kimia yang diperlukan untuk pengolahan harus tersedia sepanjang waktu. Metoda ini mungkin praktis untuk menyingkirkan sejumlah kecil obat-obatan anti keganasan. Namun untuk jumlah yang besar, contohnya lebih dari 50 kg obat-obatan anti keganasan, dekomposisi kimiawi tidak praktis karena jumlah yang kecil saja memerlukan perlakuan berulang.

1