FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK...

92
FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK PIDANA dan KAITANNYA DENGAN PENJATUHAN VONIS PIDANA (Dalam Tinjauan Hukum Islam dan Hukum Positif) Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy) Oleh: SHANTI DESTIYANI NIM: 107045100418 KONSENTRASI KEPIDANAAN ISLAM PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH FAKUKTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1432 H/ 2011 M

Transcript of FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK...

Page 1: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU

TINDAK PIDANA dan KAITANNYA DENGAN PENJATUHAN

VONIS PIDANA

(Dalam Tinjauan Hukum Islam dan Hukum Positif)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:

SHANTI DESTIYANI

NIM: 107045100418

KONSENTRASI KEPIDANAAN ISLAM

PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH

FAKUKTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1432 H/ 2011 M

Page 2: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU

TINDAK PIDANA dan KAITANNYA DENGAN PENJATUHAN

VONIS PIDANA

(Dalam Tinjauan Hukum Islam dan Hukum Positif)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Syari’ah (S.Sy)

SHANTI DESTIYANI

107045100418

Dibawah Bimbingan :

Pembimbing I : Pembimbing II :

Dr. Hj. Isnawati Rais Al Fitra, SH., MH

NIP. 1957102719850323 NIP. 197220203200701034

KONSENTRASI KEPIDANAAN ISLAM

PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1432 H/ 2011 M

Page 3: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU

TINDAK PIDANA DAN KAITANNYA DENGAN PENJATUHAN VONIS

PIDANA (Dalam Tinjauan Hukum Islam dan Hukum Positif) telah diujikan

dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 20 September 2011. Skripsi ini telah diterima

sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy) pada Program

Studi Jinayah Siyasah Konsentrasi Kepidanaan Islam (Jinayah Syar’iyyah).

Jakarta, 20 September 2011

Mengesahkan,

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM

NIP 195505051982031012

PANITIA UJIAN

1. Ketua : Dr. Asmawi M.Ag

NIP 197210101997031008

2. Sekretaris : Afwan Faizin M.Ag

NIP 197210262003121001

3. Pembimbing I : Dr. Hj. Isnawati Rais

NIP 195710271985032

4. Pembimbing II : Alfira, SH., MH

NIP 197220203200701034

5. Penguji I : Dr. Asmawi M.Ag

NIP 197210101997031008

6. Penguji II : Dr. Asep Saepudin Jahar, MA

NIP 196912161996031001

Page 4: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli yang diajukan untuk memenuhi

salah satu memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan hasil dari jiplakan orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di Universitas islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Jakarta, 10 September 2011

Shanti Destiyani

Page 5: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

i

KATA PENGANTAR

Bismillahirahmaanirrahim

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Puji syukur saya haturkan kepada Allah SWT yang telah menciptakan

manusia dengan kesempurnaan sehingga dengan izin dan berkah-Nya penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan rasa penuh tanggung jawab kepada Allah SWT dan

seluruh umat manusia yang mencintai ilmu. Shalawat serta salam selalu tercurahkan

kepada suri tauladan kita Nabi Muhammad SAW, atas tetesan darah dan air mata

beliaulah kita mampu berdiri dengan rasa bangga sebagai umat Ilsam yang menjadi

umat terbaik diantara semua kaum. Tidak lupa kepada keluarga, para sahabat, serta

yang mengamalkan sunnahnya dan menjadi pengikut setia hingga akhir zaman.

Dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari akan pentingnya orang-orang

yang telah memberikan pemikiran dan dukungan secara moril maupun spiritual

sehingga skripsi ini dapat terselesaikan sesuai yang diharapkan karena adanya mereka

segala macam halangan dan hambatan yang menghambat penulisan skripsi ini

menjadi mudah dan terarah. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih

kepada yang terhormat bapak / ibu :

1. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MH., MM selaku Dekan Fakultas

Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 6: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

ii

2. Dr. Asmawi, MA., Ketua Program Studi Jinayyah Siyasah yang telah

memberikan bimbingan, petunjuk dan nasehat yang berguna bagi penulis

selama perkuliahan dalam 8 semester ini sehingga penulis dapat

menyelesaikan studi strata 1 dengan sebaik-baiknya.

3. Afwan Faizin, MA., Sekretaris Program Studi Jinayyah Siyasah yang telah

banyak membantu penulis untuk melengkapi berbagai macam keperluan

berkas-berkas persyaratan untuk menggapai studi strata 1 dengan sebaik-

baiknya.

4. Prof. Masykuri Abdillah selaku dosen pembimbing akademik yang telah

memberikan arahan dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga skripsi ini

dapat diseminarkan dengan baik.

5. Dr. Hj. Isnawati Rais dan Alfitra SH. MH selaku dosen pembimbing yang

telah memberikan banyak bimbingan, petunjuk dan nasehat yang berguna bagi

penulis selama proses penulisan skripsi ini sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya.

6. Segenap Dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang dengan ikhlas

menyalurkan ilmu dan pengetahuan secara ihklas dalam kegiatan belajar

mengajar yang penulis jalani.

7. Kedua orang tua penulis yang membantu dengan sekuat tenaga dan

pengorbanan serta doa yang bergema dalam dzikir dan tahajudnya sehingga

penulis dapat menyelesaikan studi strata 1 dengan penuh semangat, Ayahanda

Page 7: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

iii

terkasih (alm) E. Affendy Ch. A dan Ibunda Yulia Ismayanti S.Pd juga

teruntuk kembaranku Shinta Destiyana adik-adikku Afeliani Tri Hapsari dan

Amelia Rahma Putri, serta semua keluarga.

8. Mr. Sng Yong Heng yang telah pembantu penulis semangat untuk dapat

menyelesaikan skripsi ini.

9. Teman-teman Program Studi Pidana Islam Angkatan 2007 yang telah

menemani saya selama kuliah dan memberikan inspirasi untuk berjuang

bersama dalam hidup, terutama ( Hurriyah, Ratu Ressa, Vinieska, Farhan,

Rido, Novita, Azwar ) yang selalu bersedia menemani penulis baik berdiskusi

maupun bertualang.

10. Teman-teman main yang selalu menemani penulis teruntuk Hastri dan Nainu.

Tiada cita yang terwujud dengan sendirinya kecuali dengan pertolongan Allah

SWT sehingga penulis dapat memberikan kontribusinyadalam ilmu pengetahuan.

Mudah-mudahan skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca

pada umumnya serta menjadi amal baik disisi Allah SWT. Akhirnya semoga

setiap bantuan, doa, motivasi yang telah diberikan kepada penulis mendapatkan

balasan dari Allah SWT.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Jakarta, 10 September 2011

Penulis

Page 8: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

iv

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................. i

DAFTAR ISI.............................................................................................................. iv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah................................................................ 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah............................................ 8

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian................................... 10

D. Metode Penelitian........................................................................ 11

E. Sistematika Pembahasan.............................................................. 13

BAB II FAKTOR KEJIWAAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN

TINDAK PIDANA

A. Sekilas Tentang Tindak Pidana

1. Pengertian tindak pidana........................................................ 15

2. Macam-macam tindak pidana................................................ 20

3. Sebab timbulnya tindak pidana.............................................. 22

4. Faktor seseorang melakukan tindak pidana........................... 24

B. Faktor Kejiwaan dan Tindak Pidana

1. Beberapa persoalan kejiwaan................................................ 30

2. Pengaruh kejiwaan terhadap pelaku tindak pidana................. 34

Page 9: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

v

BAB III FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VONIS HAKIM

A. Tatacara Hakim Dalam Menetapkan Suatu Putusan.................... 38

B. Hal-hal Yang Mempengaruhi Vonis Hakim................................ 45

C. Dasar Pertimbangannya................................................................ 61

BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

TERHADAP FAKTOR KEJIWAAN DALAM PENETAPAN

TINDAK PIDANA DAN VONIS HAKIM HAKIM

A. Penetapan Tindak Pidana Dalam Hukum Islam.......................... 66

B. Pandangan Hukum Positif............................................................ 69

C. Perbandingan Antara Hukum Islam dan Hukum Positif.............. 77

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan.................................................................................. 80

B. Saran-saran.................................................................................. 82

Page 10: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada era demokrasi saat ini di Indonesia masalah kejahatan dirasa telah

mencapai tingkat yang sangat meresahkan bagi masyarakat. Kejahatan memang

merupakan gejala masyarakat yang amat mengganggu ketentraman, kedamaian serta

ketenangan masyarakat yang seharusnya lenyap dari muka bumi ini. Namun demikian

seperti halnya siang dan malam, pagi dan sore, perempuan dan laki-laki, maka

kejahatan tersebut tetap akan ada sebagai kelengkapan adanya kebaikan, kebajikan

dan sebagainya.

Hampir setiap hari koran maupun televisi memberitakan kasus kriminalitas

yang menimpa masyarakat. Bentuknya beragam, ada perampokan, pemerasan,

perampasan, penjambretan, pembunuhan, perkosaan, pencopetan, penganiayaan,

dengan kata lain yang mengandung unsur pemaksaan atau kekerasan terhadap fisik

ataupun harta benda korban. Tindak pidana biasanya merugikan diri sendiri maupun

orang lain.1

Perkembangan dalam pendidikan masyarakat saat ini yang semakin bertambah

maju di bidang ilmu perngetahuan dan teknologi, telah melahirkan berbagai

kemudahan dalam kehidupan manusia. Kemudahan itu antara lain semakin dekatnya

1 Laden Merpaung, Tindak Pidana Terhadap Kehormatan, (Jakarta : PT. Raja Grafindo,

1997), Cet Ke-1

Page 11: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

2

hubungan manusia antar daerah, antar bangsa dan antar Negara, karena tersedianya

berbagai media transportasi, media komunikasi, serta media informasi, juga semakin

beraneka ragam tersedianya kebutuhan ekonomi manusia. Dengan bertambah

majunya ilmu pengetahuan dan teknologi bertambah luas pula kehidupan manusia,

karena kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi itu semakin banyak menyediakan

macam ragam lapangan penghidupan, bertambah meningkat pula penghasilan

masyarakat sehingga semakin bertambah banyak pula anggota masyarakat yang

mampu memenuhi alat-alat kebutuhan hidupnya yang layak dalam kehidupan modern,

baik peralatan rumah tangga, transportasi, media komunikasi dan media informasi.

Kehidupan masyarakat Indonesia semakin terbuka dengan dunia luar dan semakin

terbuka dengan sesamanya di dalam masyarakat itu sendiri. Semakin meningkatnya

keterbukaan masyarakat Indonesia dengan dunia luar, maka semakin besar pula

pengaruh ideologi, budaya, dan peradaban masyarakat dari belahan dunia lain yang

lebih maju ke dalam masyarakat Indonesia.2

Secara ekonomi, persaingan hidup yang semakin memperlebar jurang

perbedaan status social ekonomi seseorang dimasyarakat, yang menimbulkan orang

merasa tertekan secara kejiwaan dan akhirnya mengambil jalan pintas melakukan

tindak pidana pencurian, pembunuhan, perkosaan dan sebagainya, karena ia ingin

hidup mapan secara instant dan cepat menjadi kaya. Begitu pula mengenai sulitnya

mencari lapangan pekerjaan, membuat tingkat kejahatan semakin tinggi karena

2 Muhammad Abduh Malik, Perilaku Zina Pandangan Hukum Islam dan KUHP, (Jakarta :

CV. Satelit Buana)

Page 12: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

3

banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk berbuat kriminal

melakukan tindak pidana pembunuhan, pencurian, pemerkosaan, tindak pidana khusus

korupsi, terorisme, narkotika dan sebagainya, karena ia ingin memiliki penghasilan.

Faktor penyebab berikutnya adalah karena minimnya keterampilan dan ilmu

pengetahuan yang dimiliki tidak memadai untuk orang tersebut memperoleh

keinginan yang diharapkannya, akhirnya ia melakukan tindakan bodoh yang menjurus

kearah kriminal.

Banyak sudut pandang yang digunakan untuk memberikan penjelasan

fenomena tindak kriminal yang ada. Pada kesempatan ini penulis mencoba

menjelaskan psikologis pelaku tindak pidana. Bermula dari berdirinya psikology

sebagai ilmu pengetahuan dan beberapa kajian yang sebelumnya terkait dengan

perilaku kriminalitas, yang menjelaskan psikologi merupakan ilmu tentang perilaku

dengan pengertian bahwa perilaku atau aktivitas-aktivitas itu merupakan manifestasi

kehidupan psikis.3

Penjelasan tentang pelaku kriminalitas telah diberikan oleh para ahli sejak

sejarah kriminalitas tercatat. Penjelasan itu diberikan oleh filosof, ahli genetika,

dokter, ahli fisika, dan sebagainya. Berbagai macam pendekatan seperti pendekatan

fisik, pendekatan kepribadian, pendekatan psikoanalisis, pendekatan belajar sosial dan

pendekatan kognitif, bahwa pendekatan fisik merupakan sifat dan karakteristik fisik

manusia berhubungan dengan pelaku kriminal, salah satu contoh karakteristik pencuri

yang biasaya berambut pendek dan dicat. Pendekatan kepribadian merupakan

3 Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, (Yogyakarta : C. V Andy Offset, 2010).

Page 13: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

4

kecenderungan seseorang untuk melakukan tindakan criminal salah satu sampelnya

adalah rendah kemampuan untuk mengontrol dirinya, orang yang cenderung

pemberani, dominasi yang sangat kuat, power yang lebih, dan dorongan untuk

memenuhi kebutuhan fisik yang sangat tinggi. Pendekatan psikoanalisis merupakan

representasi dari “Id” yang tidak terkendalikan oleh ego dan super ego sampelnya

adalah yang disebabkan oleh resolusi yang tidak baik umumnya dilakukan pada saat

hilangnya ikatan cinta ibu-anak. Selanjutnya pendekatan belajar sosial merupakan

peran model dalam melakukan penyimpangan yang berada di rumah, media dan

subculture tertentu merupakan contoh terbentuknya perilaku criminal orang lain.

Pendekatan kognitif merupakan perilaku pelaku yang memiliki fikiran yang berbeda

dengan orang lain, contohnya adalah pelaku criminal seperti ahli manipulasi, liar yang

kompulsif, dan orang yang tidak bisa mengendalikan dirinya.4

Hukum menetapkan apa yang harus dilakukan dan atau apa yang boleh

dilakukan serta beroperasi melalui orang yang memperhatikan batas antara perbuatan

yang menurut hukum dan perbuatan dan melawan hukum. Sasaran hukum yang

hendak dituju bukan saja kepada orang yang nyata-nyata berbuat melawan hukum

melainkan juga perbuatan melawan hukum yang mungkin akan terjadi, dan kepada

alat perlengkapan negara untuk bertindak menurut hukum. Sistem bekerjanya hukum

yang demikian itu merupakan salah satu bentuk penegakan hukum. Dalam hukum

pidana modern yang merupakan bagian dari politik kriminal disamping

4 Suryanto, Perilaku Kriminal Ditinjau Dari Aspek Psikologis Pelaku, Fakultas Psikologi

Universitas Airlangga.

Page 14: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

5

penanggulangan menggunakan sistem pidana, dari usaha yang rasional

menanggulangi kejahatan masih ada cara lain untuk melindungi masyarakat dari

kejahatan. Misalnya usaha peningkatan jiwa masyarakat, yakni dengan mengadakan

pengajian, pembagian sedekah maka setiap orang menjadi sadar untuk berperilaku

sesuai dengan hukum, dalam upaya menyelaraskan kehidupan masyarakat karena

mempertinggi tingkat kesadaran (kesehatan) jiwa manusia terhadap hukum berarti

sekaligus ikut menunjang sehatnya penegakan hukum.

Cesare Lombroso ialah seorang dokter yang menjadi bapak angkat para ahli

hukum pidana dan kriminologi yang meletakkan dasar pemikiran hubungan antara

hukum pidana dan kejahatan dengan memperhatikan faktor “manusia” pelaku

kejahatan. Demikian pula Anselm Von Feuerbach juga telah memperhatikan faktor

“kejiwaan” manusia dalam merumuskan hukum pidana dan penerapan sanksi pidana.5

Berbagai macam tentang adanya faktor kejiwaan, seperti kejahatan penculikan

yang dilakukan oleh wanita, kejahatan pencurian atau perampokan tertentu,

pembunuhan bayi, perkosaan, kejahatan sex tertentu, perbuatan kenakalan dan lain-

lainnya itu merupakan pelanggaran hukum yang berkaitan dengan kesehatan jiwa

seseorang. Dalam upaya menanggulangi kejahatan yang dilakukan oleh seseorang

dalam masyarakat terkadang para penegak hukum belum mampu mendapatkan hasil

yang maksimal, misalnya dengan adanya kasus-kasus yang berkaitan dengan

pemeriksaan kesehatan mental atau jiwa dari pelaku, saksi, atau pihak-pihak yang

5 Bambang Purnomo, Operasi Pemberantasan Kejahatan dan Kemanfaatan Ahli Kedokteran

Jiwa, (Yogyakarta : Bina Aksara, 1984), Hal . 18

Page 15: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

6

berkepentingan dengan perkara tersebut tidak memberikan keterangan yang akurat

atau dalam bahasa orang awam keterangan tersebut tidak sesuai dengan yang

sesungguhnya ia ketahui.

Dari uraian tentang beberapa macam tindak pidana yang dilakukan oleh

pelaku kejahatan, dapat diketahui bahwa tindak pidana berarti suatu perbuatan yang

dikenai hukum pidana. Pelakunya dapat dikatakan “subjek” tindak pidana.6 Dalam

hukum pidana subjektif (ius peonale) merupakan hak dari penguasa untuk

mengancamkan suatu pidana kepada suatu tingkah laku sebagaimana digariskan

dalam hukum pidana objektif, mengadakan penyidikan, menjatuhkan pidana, dan

mewajibkan terpidana untuk melaksanakan hukuman yang dijatuhkan.

Berbicara mengenai subjek tindak pidana, pikiran selanjutnya diarahkan

kepada wujud perbuatan tindak pidana. Wujud dari perbuatan ini pertama-tama harus

dilihat dari para perumusan tindak pidana dalam pasal-pasal tertentu dari peraturan

pidana. Perumusan ini dalam bahasa belanda disebut delicts-omschrijving. Misalnya,

dalam tindak pidana pencurian, perbuatan dirumuskan sebagai mengambil barang. Ini

merupakan perumusan secara formal yaitu, benar- benar disebutkan dalam wujud

suatu gerakan tertentu dari badan manusia. Sebaliknya perumusan secara materiil

memuat penyebutan suatu akibat yang dalam pasal 338 KUHP dirumuskan sebagai

mengakibatkan matinya orang lain. Perbedaan perumusan formal dan materiil tidak

berarti bahwa dalam perumusan formal tidak ada suatu akibat sebagai unsur tindak

6 Wirjono. Prodjokiro, Asas-asas Hukum PIdana di Indonesia, (Jakarta : PT. Rafika Aditama,

2003). h. 19

Page 16: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

7

pidana. Juga dalam tindak pidana formal selalu ada akibat yang merupakan alasan

diancamkan hukuman pidana. Akibat ini adalah suatu kerugian bagi kepentingan

orang lain atau kepentingan Negara.

Menurut Kin‟s Zulkarnain hukum pidana subjektif merupakan hak Negara

dan alat-alat perlengkapannya untuk menghukum berdasarkan aturan-aturan yang

telah ditentukan dalam hukum pidana objektif atau hukuman dari Negara bila aturan-

aturan yang ditentukan dilanggar. Menurut Bambang Poernomo hukum pidana

subjektif (ius puniendi) meliputi hukum dalam memberikan ancaman pidana,

menetapkan pidana, dan melaksanakan pidana yang dibebankan kepada negara dan

pejabat untuk itu.7

Dalam sejarah terbentuknya hukum nasional Indonesia, hukum Islam

merupakan satu elemen pendukung selain hukum adat dan hukum barat. Hukum Islam

telah turut serta memberikan kontribusi norma-norma dan nilai-nilai hukum yang

berlaku didalam masyarakat Indonesia yang heterogen. Meskipun perlu disadari pula

bahwa mayoritas penduduk muslim disuatu Negara tidak selalu dapat diasumsikan

mayoritas dalam politik dan melaksanakan hukum Islam. Pada saat ini kecenderungan

masyarakat Indonesia menunjukkan muslim ingin semakin menegaskan diri dalam arti

kekuasaan politik serta aspirasi pembentukkan dan penerapan hukum didasarkan dan

bersumber pada norma-norma dan nilai-nilai hukum Islam.

Dalam tindak pidana memang acap kali dikaitkan dengan persoalan

kematangan emosional, psikologis dan tanggung jawab. Seorang psikolog, boleh

7 Pipin Syarifin, Hukum Pidana di Indonesia, (Bandung : Pustaka Setia, 2000)

Page 17: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

8

dikata individu mereka yang melakukan tindak pidana adalah mereka yang masih

kurang memiliki rasa tanggung jawab dalam berperilaku, kurang matang, dan

cenderung melakukan perbuatan atas kemauan diri sendiri. Hal ini sangat berbeda

dengan individu yang bisa mengontrol emosional, yang memiliki rasa tanggung jawab

dan kecenderungan atas kepentingan umum.8

Berdasarkan permasalah tersebut maka penulis tertarik untuk menyusun

skripsi yang berjudul: “ FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG

PELAKU TINDAK PIDANA DAN KAITANNYA DENGAN PENJATUHAN

VONIS PIDANA (ditinjau dalam Hukum Islam dan Hukum Positif)”

B. Pembatasan Dan Rumusan Masalah

Hukum sendiri sebenarnya sudah memberi peringatan bahwa barang siapa

yang mengadakan pelanggaran hukum baik itu laki-laki ataupun wanita dapat

dihukum yang sesuai dengan perbuatannya. Hal tersebut telah dijelaskan di dalam

Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 2, yang berbunyi sebagai

berikut: “Ketentuan pidana dalam Undang-undang Indonesia berlaku bagi orang yang

dalam Indonesia melakukan sesuatu perbuatan yang boleh dihukum (peristiwa

pidana)”.

Berdasarkan pada KUHP pasal 2 tersebut, maka hukum yang berlaku di

Indonesia tidak membedakan golongan, suku, maupun jenis kelamin, baik itu pria

8 Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak, (Jakarta : Prenada Media Group, 2003). Cet Ke-1

Page 18: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

9

maupun wanita adalah sama dalam mentaati segala perundang-undangan atau hukum

yang berlaku di Indonesia.

Di dalam suatu perkara pidana dimana tertuduhnya disangka menderita

penyakit jiwa atau terganggu jiwanya, misalnya pembunuhan, maka disini forensik

psychiatry (ilmu kedokteran jiwa kehakiman) dengan foresnsik medicine (ilmu

kedokteran kehakiman) mempunyai titik pertemuannya yaitu disegi hukum terutama

dalam penyelesaian kasus perkara tersebut dalam forum peradilan. Untuk

mendapatkan pembahasan yang lebih objektif, maka dalam skripsi ini penulis

membatasi bahwa tindak pidana yang dilakukan seseorang merupakan suatu

dorongan dari kejiwaan seseorang, alasan penghapus pidana dan kemampuan

bertanggung jawab menurut konsep KUHP, tinjauan hukum Islam dan hukum Positif

mengenai penjatuhan vonis pidana kepada seseorang yang melakukan tindak pidana

atas motivasi kejiwaan.

Dari pembatasan masalah diatas, rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Apakah faktor kejiwaan seseorang mempengaruhinya untuk melakukan

tindak pidana?

2. Bagaimana pandangan hukum Islam dan hukum positif dalam penetapan

vonis atas motivasi kejiwaan pelaku?

Page 19: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

10

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Untuk mengetahui pengaruh kejiwaan sebagai pendorong pelaku tindak

pidana

2. Untuk mengetahui pandangan hukum Islam dan Hukum pisitif dalam

penetapan vonis pidanakepada pelaku tindak pidana terhadap faktor

kejiwaan

Sedangkan Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dimaksudkan agar masyarakat mengetahui seberapa besar

pengaruh kejiwaan seseorang yang melakukan tindak pidana. Hasil penelitian

ini dimaksudkan untuk menambah pengetahuan serta memperbanyak koleksi

khazanah keilmuan bagi pembaca.

2. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi penulis khususnya dan

masyarakat pada umumnya, agar berhati-hati untuk setiap adanya kejahatan

dalam ruang lingkup setempat.

b. Hasil penelitian ini dimaksudkan untuk mempermudah pembaca dalam

memahami apa saja yang menjadi faktor pendorong seseorang untuk

melakukan kejahatan atau tindak pidana.

Page 20: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

11

D. Metode Penelitian

1. Metode Pendekatan

Dalam melakukan suatu penelitian, kita tidak terlepas dari penggunaan

metode, dengan metode merupakan cara atau jalan bagaimana seseorang harus

bertindak. Metode dapat dirumuskan suatu tipe pemikiran yang dipergunakan

dalam penelitian dan penilaian, suatu teknik yang umum bagi ilmu

pengetahuan, cara tertentu untuk melaksanakan suatu perosedur.9 Jenis

pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan kualitatif. Metode yang

digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode Deskriptif Analitis.10

Metode ini menggambarkan dan memaparkan secara sistematis tentang apa

yang menjadi objek penelitian dengan data-data yang ada kemudian

menganalisanya. Setelah penulis mengumpulkan data-data yang sesuai dengan

tema penelitian, penulis melakukan analisa terhadap data-data tersebut

kemudian mendapat kesimpulan dari data-data yang didapat.

2. Metode Pengumpulan Data

Mengenai sumber data yang digunakan penulis adalah sumber data

primer. Data primer ini adalah data yang diperoleh dari hasil kajian hukum

terhadap perundang-undangan, yang dalam hal ini perundang-undangan

9 E. Sast Radonokusumo, Tuntutan Pidana, ( Jakarta : Siliwangi). Hal. 236.

10

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : Prenada Media Group), 2008,

Hal. 262

Page 21: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

12

sebagai acuan utama untuk membatasi permasalahan yang dihadapi.11

Dalam

hal ini adalah buku-buku, majalah-majalah, dan literatur-literatur lainnya yang

berhubungan dengan penulisan skripsi ini. Setelah data-data terkumpul,

kemudian penulis mengolah dan menganalisa data tersebut dengan

menggunakan metode.

Penulis menggunakan metode Deduktif, yang diartikan bahwa penulis

mengambil dari data yang umum kemudian penulis menarik kesimpulannya,

penulispun membandingkan data yang di peroleh dari beberapa sumber

kedalam hukum Islam dan hukum positif. 12

Dalam teknik kualitatif, model penyajian yang khas adalah dalam

bentuk teks naratif.13

Dengan melakukan analisis terhadap sumber dan materi

hukum pidana Islam diterapkan pendekatan teoritis-filosofis (pendekatan

ushul fiqh, al qawaidh al fiqhiyyah dan maqasidu al syari‟ah). Sedangkan

dalam melakukan analisis terhadap hukum pidana melalui materi perundang-

undangan khusus dan doktrin hukum pidana, diterapkan pendekatan normatif-

doktriner dengan memanfaarkan model-model interpretasi hukum.

Dalam melakukan analisis diterapkan pula pola berfikir logika-dialektis

dalam format tesis-antitesis-sintesis, sehingga diperoleh pemahaman/pemikiran

yang padu dan komprehensif.

11 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum., (Jakarta:UI- Press. 1986). Cet, Ke-3

12

Meleong, Lexy J., Metode penelitian kualitatif, (Bandung: Remaja Karya, 2002)

13

Matthew B. Miles dan A Michael Huberman, Analisis data kualitatif: Buku Sumber

Tentang Metode-Metode Baru, terj.Tjetjep Rohendi Rohidi, (Jakarta; UI Press, 1992), hlm. 137

Page 22: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

13

E. Sistematika Pembahasan

Dalam penulisan penelitian ini, sama halnya dengan sistematika penulisan

pada penelitian-penelitian lainnya, yaitu dimulai dari kata pengantar, daftar isi, dan

dibagi menjadi bab dan sub bab serta diakhiri dengan kesimpulan dan saran. Untuk

lebih jelasnya pembagian bab-bab sebagai berikut :

BAB I Merupakan bab pendahuluan yang terdiri dari latar belakang

masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan

penelitian dan manfaat penelitian, metode penelitian,

sistematika pembahasan, daftar pustaka sementara.

BAB II Faktor kejiwaan dan hubungannya dengan tindak pidana, yang

terdiri dari lima sub bab. Yang pertama, pengertian tindak

pidana. Kedua, sebab timbulnya tindak pidana. Ketiga, faktor

seseorang melakukan tindak pidana. Keempat bentuk-bentuk

penyimpangan. Kelima, akibat penyimpangan kejiwaan

BAB III Faktor-faktor yang mempengaruhi penetapan vonis Hakim, ada

tiga sub bab. Yang pertama, tugas hakim. Kedua, tatacara

menetapkan putusan. Ketiga, ketidakmampuan bertanggung

jawab

Page 23: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

14

BAB IV Pandangan Hukum Islam dan Hukum Positif terhadap faktor

yang mempengaruhi putusan hakim. Ada tiga sub bab. Yang

pertama, pandangan dalam hukum Islam. Kedua, pandangan

dalam hukum positif. Ketiga, perbandingan hukum Islam dan

hukum positif.

BAB V Penutup

Sebagai bab terakhir, bab ini hanya terdiri dari kesimpulan

serta saran-saran

Page 24: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

15

BAB II

FAKTOR KEJIWAAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN

TINDAK PIDANA

A. Sekilas Tentang Tindak Pidana

Perbuatan pidana merupakan suatu istilah yang mengandung suatu pengertian

dasar dalam ilmu hukum pidana, yang dibentuk oleh kesadaran dalam memberikan

ciri tertentu dalam peristiwa hukum pidana. Di dalam perundang-undangan, dipakai

istilah perbuatan pidana (di dalam undang undang Darurat no 1 tahun 1951),

peristiwa pidana (di dalam konstitusi RIS maupun UUDS 1950), dan tindak pidana

(di dalam undang-undang pemberantasan korupsi, narkotika, suap, ekonomi, dan lain-

lain yang sering juga disebut delict). Di dalam bahasa Belanda dipakai dua istilah.

Kadang-kadang dipakai istilah strafbaar feit, kadang-kadang juga pakai istilah delict.

Di dalam Bahasa Indonesia ada beberapa terjemahan dari strafbaar feit itu, yaitu

peristiwa pidana dan perbuatan yang dapat dihukum.

Tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dikenai hukuman

pidana. Prof. Moeljiatno, S.H. merumuskan perbuatan pidana dengan suatu perbuatan

yang dilarang dan diancam dengan pidana melanggar larangan tersebut dan dapat

juga dikatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang dan diancam

pidana oleh suatu aturan hukum, namun perlu diingat bahwa larangan ditujukan pada

Page 25: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

16

perbuatannya (yaitu suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh seseorang),

sedangkan ancaman pidana ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejadian itu.14

Di dalam hukum Islam, tindak pidana dikenal dengan istilah “Jinayah” atau

“Jarimah” pengertian jinayah yang digunakan para fuqaha adalah sama dengan istilah

jarimah, yang didefinisikan sebagai larangan-larangan hukum yang diberikan Allah

yang pelanggarnya dikenakan hukuman baik berupa hal maupun ta‟zir.15

Para ahli hukum Islam. Jinayah adalah sinonim dengan kata kejahatan.

Namun di Mesir, istilah ini memiliki konotasi yang berbeda. Ia diterapkan untuk

kejahatan yang diancam dengan hukuman mati, kerja paksa seumur hidup atau

penjara. Dengan kata lain hanya ditujukan bagi kejahatan-kejahatan berat. Sementara

syariah memerlukan setiap kejahatan sebagai jinayah.16

Hukum pidana Islam dalam artinya yang khusus membicarakan tentang satu

persatu perbuatan beserta unsur-unsurnya yang berbentuk jarimah dibagi tiga

golongan, yaitu golongan hudud yaitu golongan yang diancam dengan hukuman

had, golongan kisas dan diyat yaitu golongan yang diancam dengan hukuman

kisas dan diyat, golongan ta‟zir yaitu golongan yang diancam dengan hukuman

ta‟zir.17

14

Pipin Syarifin, Hukum Pidana di Indonesia, (Bandung : Pustaka Setia, 2000), h. 51

15

Abdul Qadir Audah, At Tasyri Al Islami, (Beirut : Ar Risalah, 1998), Cet. 14. h. 66

16

Topo Santoso, Menggagas Hukum Pidana Islam, (Bandung : As Syamil, 2001), Cet. 2. h.

132-133 17

Ahmad hanafi, Pengantar dan Sejarah Hukum Islam, (Jakarta : PT. Bulan Bintang, 1995),

Cet. 7. h. 48

Page 26: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

17

Jarimah hudud terbagi kepada tujuh macam jarimah,antara lain : Jarimah zina,

jarimah qadhaf, jarimah syarb al khamr, jarimah pencurian, jarimah hirabah,

jarimah riddah dan jarimah pemberontakan. Sedangkan jarimah kisas dan diyat

terbagi dalam dua macam yakni pembunuhan dan penganiayaan, namun apabila

diperluas jumlahnya terbagi menjadi lima macam yaitu pembunuhan sengaja,

pembunuhan menyerupai sengaja, pembunuhan karena kesalahan, penganiayaan

sengaja dam penganiayaan tidak sengaja.

Selain dari kedua golongan jarimah tersebut termasuk golongan ta‟zir.

Jarimah-jarimah ta‟zir tidak ditentukan satu persatunya, sebab penentuan macam-

macam jarimah ta‟zir diserahkan kepada penguasa Negara pada suatu masa,

dengan disesuaikan kepada kepentingan yang ada padaa waktu itu.

Pengertian ta‟zir menurut bahasa adalah menolak dan mencegah, sedangkan

menurut istilah adalah hukuman-hukuman yang ketentuan hukumnya tidak

terdapat dalam nash syariat secara jelas dan diserahkan kepada ulil amri atau

ijtihad hakim.18

Adapun mengenai jarimah ta‟zir, dilihat dari segi sifatnya terbagi kepada tiga

bagian, yakni ta‟zir karena telah melakukan perbuatan maksiat, ta‟zir karena telah

melakukan perbuatan merugikan atau membahayakan kepentingan umum, dan

ta‟zir karena melakukan suatu pelanggaran.

18

Muhammad Abu Zahra, Al Jarimah Wal „Uqubah Fil Islami, (Kairo : Dar Al Fikr Al Arabi,

1998), h. 57

Page 27: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

18

Di samping itu, apabila dilihat dari segi dasar hukum (penetapannya), maka

ta‟zir dapat dibagi atas tiga golongan, yaitu :

1. Golongan jarimah ta‟zir yang berasal dari jarimah-jarimah hudud dan

kisas, akan tetapi syarat-syaratnya tidak terpenuhi atau terdapat syubhat,

seperti pencurian yang tidak mencapai nisab, atau pencurian yang

dilakukan oleh keluarganya sendiri.

2. Golongan jarimah ta‟zir yang jenisnya terdapat di dalam nash syara, akan

tetapi hukumannya belum ditetapkan, seperti riba, suap (risywah) dan

mengurangi takaran atau timbangan.

3. Golongan jarimah ta‟zir yang jenis dan hukumannya belum ditentukan

oleh syara‟. Dalam hal ini diserahkan sepenuhnya kepada Ulil Amri untuk

menentukannya, seperti pelanggaran disiplin pegawai pemerintah.

Abdul Azis Amir, seperti yang dikutip dari buku Wardi Muslich yang

berjudul Hukum Pidana Islam, membagi jarimah ta‟zir secara rinci kepada

beberapa bagian, yaitu :19

1. Jarimah ta‟zir yang berkaitan dengan pembunuhan.

2. Jarimah ta‟zir yang berkaitan dengan pelukaan.

3. Jarimah ta‟zir yang berkaitan dengan kejahatan terhadap kehormatan dan

kerusakan akhlak.

4. Jarimah ta‟zir yang berkaitan dengan harta.

19

Muhammad Abu Zahrah, al Jarimah Wal „Uqubah al Fiqh Al islami, (Kairo : Dar Al Fikr

Al Arabi, 1998), h. 225-226

Page 28: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

19

5. Jarimah ta‟zir yang berkaitan dengan kemaslahatan individu.

6. Jarimah ta‟zir yang berkaitan dengan keamanan umun.

Kejahatan yang berkaitan dengan ekonomi seperti penimbunan bahan pokok,

mengurangi timbangan dan takaran, dan menaikkan harga dengan semena-mena.

Dalam pidana Islam dijelskan tentang pembebasan seseorang dengan hasil

(akibat) perbuatan atau tidak ada perbuatan yang dikerjakannya dengan kemauan

sendiri, dimana ia mengetahui maksud-maksud dan akibat dari perbuatannya itu.20

Dalam syari‟at Islam pertanggung jawaban itu didasarkan pada tiga hal yaitu:

Kesatu, adanya perbuatan yang dilarang. Kedua, perbuatan tindak pidana itu

dikerjakan dengan kemauan sendiri. Ketiga, pelaku tindak pidana mengetahui akibat

perbuatan itu. Pembebasan jawaban ini didasarkan pada al-qur‟an dalam surat an-nahl

ayat 106 disebutkan tentang orang yang dipaksa

Artinya: Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah Dia beriman (dia mendapat

kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir Padahal hatinya tetap

tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang

melapangkan dadanya untuk kekafiran, Maka kemurkaan Allah menimpanya

dan baginya azab yang besar.

Penjelasan dari ayat di atas bahwasannya bagi umat Allah yang kafir kepada-

Nya padahal ia sudah beriman, kecuali jika ia dipaksa untuk kafir padahal ia tetap

20

Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta : Bulan bintang. 2005), h. 119

Page 29: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

20

beriman ke pada Allah maka tidak berdosa baginya, tetapi jika ia melapangkan dan

berusa untuk kafir pada Allah, maka azab yang menimpa sangat besar baginya.

Sebagaimana kita ketahui, sifat-sifat hasud, iri, cepat marah, atau terlalu

banyak berangan-angan adalah sifat-sifat yang buruk dan merupakan sumber dari

berbagai tekanan jiwa. Betapa banyak manusia yang menderita stress, depresi, atau

penyakit kejiwaan lain sebagai akibat dari rasa iri dan hasudnya kepada orang lain.

Bila seorang manusia berhasil mendeteksi adanya sifat-sifat buruk ini dalam dirinya,

ia dapat mengobati penyakit kejiwaan yang menimpanya dengan cara menghilangkan

sifat-sifat buruk ini. Seperti dalam qur‟an surat As Sajadah ayat 15 yang berbunyi:

Artinya: Sesungguhnya orang yang benar benar percaya kepada ayat ayat Kami

adalah mereka yang apabila diperingatkan dengan ayat ayat itu mereka

segera bersujud[1192] seraya bertasbih dan memuji Rabbnya, dan lagi pula

mereka tidaklah sombong.

Dalam penjelasan ayat di atas yang mengandung dan yang terkat tentang

adanya berbagai tekanan kejiwaan hendaklah mereka kembali bersujud dan bertasbih

kepada Allah.

Selain itu, agama Islam juga memberikan ajaran yang akan mencegah manusia

tertimpa berbagai penyakit kejiwaan. Al-Quran dalam surat Al An‟am ayat 82

mengatakan:

Page 30: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

21

Artinya: Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka

dengan kezaliman (syirik), mereka Itulah yang mendapat keamanan dan

mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.

Penjelasan ayat di atas mengkaitkan untuk melindungi diri agar tidak tertimpa

penyakit kejiwaan seperti stress, depresi, atau bahkan penyimpangan perilaku,

manusia harus tetap teguh memegang iman dan tidak melakukan berbagai perbuatan

yang dilarang oleh agama.21

c. Macam-macam tindak pidana

Suatu kejahatan yang merupakan delik hukum apabila perbuatan itu

bertentangan dengan asas-asas hukum yang ada dalam kesadaran hukum dari

rakyat, terlepas dari apakah asas-asas hukum tersebut dicantumkan atau tidak

dalam undang-undang pidana. Rechtdelictum adalah perbuatan dalam keinsyafan

batin manusia yang dirasakan sebagai perbuatan tidak adil menurut undang-

undang dan perbuatan tidak adil menurut asas-asas hukum yang tidak

dicantumkan secara tegas dalam undang-undang pidana. Misalnya kejahatan yang

telah ditentukan dalam undang- undang hukum pidana mengenai kejahatan

terhadap yang ditentukan oleh pasal 338 KUHP yang berbunyi: ” Barang siapa

yang sengaja merampas nyawa orang lain diancam karena pembunuhan, dengan

pidana penjara paling lama 15 tahun.”

21

http: tinjauan dari segi Islam. Hari Jum‟at, 22 April 2011.

Page 31: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

22

Macam- macam kejahatan dalam KUHP kita yang terdapat dalam buku kedua

adalah yang berkenaan sebagai berikut:

1. Kejahatan terhadap keamanan negara.

2. Kejahatan terhadap martabat presiden dan wakil presiden.

3. Kejahatan terhadap negara sahabat, kepala negara sahabat, dan wakilnya.

4. Kejahatan terhadap kewajiban dan hak kenegaraan.

5. Kejahatan terhadap ketertiban umum.

6. Kejahatan yang membahayakan keamanan negara bagi orang atau barang.

7. Kejahatan terhadap penguasa umum.

8. Kejahatan sumpah palsu dan keterangan palsu.

9. Kejahatan pemalsuan mata uang dan uang kertas.

10. Kejahatan pemalsuan materai dan perak.

11. Kejahatan pemalsuan surat.

12. Kejahatan terhadap asal usul dan perkawinan.

13. Kejahatan terhadap kesusilaan.

14. Kejahatan yang meninggalkan orang yang memerlukan pertolongan.

15. Kejahatan penghinaan.

16. Kejahatan membuka rahasia.

17. Kejahatan terhadap nyawa.

18. Kejahatan penganiayaan.

19. Kejahatan menyebabkan mati atau luka karena kealpaan.

Page 32: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

23

20. Kejahatan terhadap pencurian.

21. Kejahatan terhadap pemerasan dan pengancaman.

22. Kejahatan penggelapan.

23. Kejahatan perbuatan curang.

24. Kejahatan perbuatan merugikan pemihutang atau orang yang mempunyai

hak.

25. Kejahatan menghancurkan atau merusakkan barang.

26. Kejahatan jabatan.

27. Kejahatan pelayaran.

28. Kejahatan penadahan penerbitan dan percetakan.

29. Aturan tentang kejahatan yang bersangkutan dengan berbagai Bab.

Itulah beberapa ketentuan mengenai kejahatan yang dicantumkan dalam KUHP

kita, tetapi banyak kejahatan-kejahatan yang diatur di luar KUHP, yang tercantum

dalam perundang-undangan lainnya. Seperti undang-undang Tindak Pidana

Narkotika, undang-undang Pajak, undang-undang Tindak Pidana Perbankan, dan lain-

lain.22

22

Pipin Syarifin, Hukum Pidana di Indonesia, Bandung : Pustaka Setia, 2000. Hal : 58

Page 33: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

24

d. Sebab-sebab Timbulnya Tindak Pidana

Sebab musabab kejahatan menurut penggolongan Paul Mudikno Moeliono

mengemukakan ada empat golongan.23

Pertama, golongan salahmu sendiri. Golongan

salahmu sendiri adalah golongan yang berpendapat bahwa kejahatan adalah ekspresi

(pernyataan) kemauan jahat yang terdapat pada diri si petindak sendiri. Jadi, menurut

ajaran golongan ini sebab kejahatannya timbul dari kemauan si petindak sendiri.

Maka konsekuensinya, bila kamu berbuat kejahatan salahmu sendiri. Masyarakat dan

pihak lain sama sekali lepas dari pertanggungjawaban atas timbulnya kejahatan-

kejahatan dalam masyarakat yang dilakukan oleh anggotanya. Perlu diketahui bahwa

masyarakat dalam timbulnya kejahatan berusaha melepaskan diri (cuci tangan) dari

pertanggungjawaban atas timbulnya kejahatan dengan cara pengambinghitaman

terhadap orang-orang tertentu yang dicap sebagai penjahat, yaitu mereka yang

menghadapi kelemahan pada kondisi pribadi. Sikap ini merupakan suatu perbuatan

yang egoistis yang akan cuci tangan melalui kesalahan orang lain, dan orang yang

kebetulan melakukan kejahatan akan ditimbuni beban, baik dosa perbuatannya

maupun dosa orang-orang lain yang dilemparkan kepadanya.

Kedua, golongan tiada orang salah. Golongan ini menyebutkan bahwa

kejahatan adalah ekspresi manusia yang dilakukan tanpa ekspresi. Golongan ini

merupakan perlawanan terhadap golongan salahmu sendiri, sebab golongan tiada

23

Soerdjono Dirdjosisworo. Pengantar Penelitian Kriminologi”. (Bandung : CV Remaja

Karya. 2005). Hal. 87-113

Page 34: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

25

orang salah, otang itu tidak dapat dipersalahkan dan tidak dapat dipidana. Golongan

tiada orang salah, membebaskan diri dari pertanggungjawaban atas kesalahannya.

Ketiga, golongan salah lingkungan. Golongan ini menyanggah pendapat

Lambroso dan para pendukungnya. Menurut golongan ini bukan bakat yang

menyebabkan kejahatan tetapi lingkungan. Die welt ist mehr shuld anmir, as ich

(Dunia lebih bertanggung jawab terhadap bagaimana jadinya saya dari pada diri saya

sendiri). Pengertian Die Welt adalah lingkungan, maka lingkungan lebih menentukan

jadinya seseorang dari pada orang itu sendiri. Dengan demikian segala persoalan

dikembalikan kepada faktor lingkungan, juga sebab musabab kejahatan berasal dari

lingkungan pergaulan sekalipun aspek lingkungan berbeda-beda satu sama lain.

Tetapi jelas golongan ini menentang pendapat yang menyatakan bahwa kejahatan

adalah diwariskan.

Keempat, golongan kombinasi. Golongan ini merupakan kombinasi dari

ajaran-ajaran terdahulu. Dalam penggolongan Bonger dikemukakan golongan

kombinasi bio sosiologi atau menurut Noach dalam buku-buku kriminologi adalah

golongan bakat dan lingkungan, yang merupakan kombinasi, sebab kejahatan

bersumber pada diri pribadi (individu) dan faktor lingkungan pergaulan hidupnya.

e. Faktor Seseorang Melakukan Tindak Pidana

Tidak ada satupun faktor tunggal yang menjadi penyebab dan penjelas semua

bentuk kriminalitas. Bagi pelaku tindak pidana ada beberapa faktor yang

mempengaruhi adanya tindak pidana, yaitu faktor ekonomi, faktor lingkungan dan

Page 35: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

26

faktor pendidikan. Pada faktor ekonomi, seseorang dituntut untuk memperoleh

kehidupan yang layak dengan cara singkat. Pada persoalan hubungan antara kejahatan

dan pengangguran, yaitu analisa tentang hubungan antara tindak kejahatan sebagai

penyebab dan pengangguran seseorang sebagai akibatnya.

Granovetter telah membuat suatu analisa kausalitas hubungan antara

kejahatan dan pengangguran dengan menempatkan kejahatan sebagai proximat

determinant terhadap pengangguran. Konsep ini merupakan suatu jawaban terhadap

model ekonomis dari suatu pengangguran, yang sama seperti model heterogenitas

kriminal. Granovetter mengatakan masa pengangguran yang lama yang dialami

seseorang biasanya disebabkan karena lemah pada awalnya, dan itu akan

membuatnya sulit dalam kontak-kontak untuk mendapatkan kerja.24

Faktor lingkungan penyebab seseorang melakukan kejahatan. Dapat timbul

dari faktor lingkungan dimana ia hidup dan berkediaman. Lingkungan dapat

mempengaruhi perkembangan diri seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan

suatu kejahatan.

Faktor lingkungan merupakan faktor yang dominan untuk menentukan

seseorang melakukan suatu kejahatan, sehingga tidak menjadi jaminan bahwa

seseorang yang hidup dalam lingkungan yang baik, untuk tidak melakukan kejahatan,

oleh karena itu harus disesuaikan dengan iptek dan imtak (seimbang). sehingga tidak

mudah terpengaruh dengan lingkungan masyarakat tersebut.

24

Soerdhono Dirdjosisworo, Pengantar Penenelitian Kriminologi, (Bandung : CV. Remaja

Karya, 1984)

Page 36: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

27

Faktor pendidikan, pertanyaan soal darimana sumbernya dan munculnya ada

tendensi manusia berbuat jahat dan darimana datangnya kejahatan itu, sudah menjadi

satu perdebatan yang panjang dan rumit adanya. Kejahatan timbul akibat manusia

hidup di dalam kemiskinan dan kebodohan. Maka menurut mereka, dunia akan

menjadi lebih baik jika dua hal ini diperbaiki, yaitu faktor pendidikan dan faktor

kesejahteraan hidup diperbaiki. Jika faktor pendidikan diperbaiki, jika orang lebih

tinggi edukasinya, jika orang diajarkan hal-hal yang baik di dalam kehidupannya,

maka dengan sendirinya meminimalkan segala pelanggaran di dalam dunia ini.

Optimisme kedua adalah kalau orang itu mendapatkan makanan dan kesejahteraan

hidup semakin dipelihara baik, kesenjangan antara kaya dan miskin tidak ada lagi,

maka dengan sendirinya dunia akan lebih baik, kita akan hidup seperti saudara satu

sama lain, dan lama-lama dunia ini tidak lagi memiliki faktor kejahatan. Justru makin

tingginya pendidikan seseorang, makin kayanya seseorang, makin mudah bagi

mereka melakukan kejahatan di dalam dunia ini. Cuma bedanya, yang bodoh

gampang ketahuan dan ketangkap, yang pintar bukan saja tidak mengaku dia

melakukan kesalahan, yang menangkapnya malah dipersalahkan.25

Dengan pengertian dari beberapa faktor tindakan kejahatan atas motivasi

kejiwaan cara menangani perilaku kriminalitas yang tidak mungkin bisa hilang dari

muka bumi ini. Cara penanganannya bisa dikurangi. Pertama, melalui tindakan-

tindakan pencegahan dengan hukuman yang menjadi sarana utama untuk memebuat

25

Soerdhono Dirdjosisworo, Pengantar Penenelitian Kriminologi, (Bandung : CV. Remaja

Karya, 1984)

Page 37: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

28

jera pelaku kriminal. Kedua, penghilang model melalui tanyangan media masa ibarat

dua sisi mata pisau, ditayangkan nanti penjahat tambah ahli tidak ditayangkan

masyarakat tidak siap-siap. Ketiga, membatasi kesempatan seseorang bisa mencegah

terjadinya tindakan kriminal dengan membatasi munculnya kesempatan untuk

mencuri akan lewat pintu masuk dan kita sudah menguncinya, tentunya cara itu

termasuk mengurangi kesempatan untuk mencuri. Keempat, jaga diri dengan

keterampilan beladiri dan beberapa persiapan lain sebelum terjadinya tindak kriminal

bisa dilakukan oleh warga masyarakat.26

B. Faktor Kejiwaan dan Tindak Pidana

Kejiwaan menurut Sarlito Wirawan Sarsono adalah tingkat kecerdasan

seseorang, sifat dan perilaku serta kepribadian seperti emosi, adaptasi dan

minatnya terhadap sesuatu. Pembentukan kejiwaan dimulai sejak seseorang

terlahir ke dunia.27

Tiap-tiap individu telah membawa bibit-bibit sifat dari dalam

diri yang sepanjang proses kehidupannya akan senantiasa berkembang menjadi

kejiwaan tertentu. Selama proses itu, ada beberapa faktor yang

mempengaruhinya. Diantaranya pengalama dan cara menghadapinya sesuai

tingkat kesadaran atau usia, periode dalam menghadapi suatu masalah. Kondisi

mental dan fisik, dan bentuk tekanan yang diterimanya. Bibit sifat dan faktor

yang mempengaruhinya akan menyatu dan membentuk sifat dan mental yang

26

Suryanto, Cara Penanganan Perilaku Kriminalitas, Fakultas Psikologi Universitas Airlangga

27

Anne Ahira. “Pembentuk Kepribadian Seseorang”. Bandung

Page 38: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

29

kuat, akhlak, serta jiwa yang dipelajari berdasarkan ilmu psikologi. psikologi

adalah ilmu yang mempelajari tentang kejiwaan seseorang. Pendekatan psikologi

meliputi observasi. Untuk bisa memahami psikologi seseorang hal paling utama

yang perlu kita lakukan adalah mengamati bagaimana cara ia bersikap di depan

orang lain, caranya duduk, dan pandangannya terhadap sesuatu. Psikologi

kepribadian sangat erat kaitannya dengan psikologi kejiwaan. Kepribadian adalah

cerminan dari kejiwaan seseorang. Seseorang akan mengenal kepribadian dan jati

dirinya dalam hal beradaptasi dengan orang lain. Dari situlah orang lain bisa

menilai seperti apa orang tersebut.28

Hal yang mempengaruhi kejiwaan, sebagian besar manusia mengalami

penyakit kejiwaan, karena sebagian orang merasa cemas, takut, frustasi,

gelisah dalam menghadapi masa depan atau sesuatu yang belum jelas, dan ada

juga yang sering merasa kesepian walau memiliki banyak harta dan

keluarganya.

Kemajuan dan pertumbuhan yang begitu cepat Belakangan ini kita melihat

dunia berjalan begitu pesat. Segala sesuatu bergerak cepat dan alat-alat yang serba

cepat, seperti mobil, pesawat, dan alat-alat yang dapat bekerja cepat seperti halnya

makanan yang cepat saji yang tidak memiliki nilai gizi yang dapat memicu kanker

dan obesitas, Amatilah kehidupan di sekitar anda: semua berjalan begitu cepat, bukan

28

Anne Ahira. “Pembentuk Kepribadian Seseorang”. Bandung

Page 39: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

30

berarti kecepatan tidak bermanfaat, tapi kecepatan juga menjadi salah satu penyebab

kecemasan, ketakutan, dan kegelisahan yang sangat mempengaruhi kondisi kejiwaan.

Perubahan, segala sesuatu berubah secepat perputaran dunia karena sewaktu

di tahun 60-90 an barang atau jasa yang merajai pasar dunia.tetapi sekarang,

perubahan terus terjadi setiap jam sampai 6 bulan kemudian dan biasanya segala jenis

hal-hal yang ada di dunia berubah dengan sangat cepat, kondisi ini memang memiliki

nilai positif, namun di sisi lain, mengambil keputusan jadi lebih sulit dengan

seiringnya perubahan dan juga perubahan yang membuat orang jadi lebih sulit dengan

seiringnya perubahan dan juga perubahan yang membuat orang sulit mencari kerja

karena tidak mampu menggunakan alat elektronik baru. Jadi, perubahan dan

kecepatan menjadi penyebab seseorang terdepak dari tempat yang nyaman dan aman.

Eksistensi diri dan keberlangsungan hidup terancam. Ia akan cemas,takut, dan

mengalami stres berat.

Persaingan persaingan ketat yang di sebabkan perubahan dan kecepatan

itu.pada tahun 1964, universitas Harvard melakukan penelitian tentang perubahan

kecepatan dan persaingan. Kesimpualannya, dunia akan menyaksikan perubahan

besar-besaran yang belum terlihat sebelumnya sehingga persaingan terjadi begitu

ketat. Jika seseorang tidak dapat cepat menyesuaikan diri dengan kecepatan yang

mewarnai dunia dan tidak segera beradaptasi dengan perubahan besar-besaran ini,

dan tidak kreatif dalam memberikan sesuatu yang baru serta berbeda maka ia akan

tertinggal di segala bidang, dalam kepribadian hal ini melahirkan penyakit kejiwaan

dan penyakit fisik, seperti meningkatnya tekanan darah, diabetes dan jantung.

Page 40: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

31

Kehilangan semangat, hilang semangat adalah kondisi jiwa yang sering kita

alami dari waktu ke waktu. Kondisi ini emmbuat kita enggan melakukan sesuatu,

meski sederhana. Hal ini merasa perbuatannya tidak berguna, kehilangan semangat

menyebabkan kehilangan banyaknya kesempatan, dan juga orang-orang yang

kehilangan semangat biasanya melakukan hal-hal yang berlebihan tanpa di sadari.

makan mesti tidak lapar, menonton tv terus-menerus sehingga tidak memikirkan apa-

apa. Adapula yang merokok, minum-miniman keras dan mengkonsumsi narkoba.

Hal-hal ini negatif sebenarnya dan semua ini mempengaruhi kondisi kejiwaan kita

dan menyebabkan stress, cemas, takut, gelisah, frustasi, dsb.\

Desakan internal, hal ini berasal dari ketergantungan akan sesuatu dan hal

lainnya seperti merokok, minuman keras, dan mengkonsumsi narkoba. Teapi

kebanyakan orang ketergantungan akan rokok yaitu jika tidak akan di lakukan akan

membuat anda merasakan seperti kehilangan selera, tidak bergairah dalam melakukan

sesuatu, dan sebagainya.

Hal ini salah satu faktor kejiwaan yang negatif karena ketergantungan pada

hal-hal yang kurang bermanfaat. Akan tetapi, semua hal ini bersumber dari pikiran

anda. Jadi, pintar-pintarlah untuk mengembangkan pikiran-pikiran yang positif agar

dapat mengembalikan kestabilan jiwa dan hal ini telah di setujui 75 % perguruan

tinggi dunia bahwa penyakit kejiwaan di sebabkan oleh pikiran.29

29

http://id.shvoong.com/social-sciences/psychology/2031125-hal-yang-mempengaruhi-

kondisi-kejiwaan/#ixzz1VotGzp5z (artikel ini Diakses Pada 23 Agustus 2011)

Page 41: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

32

1. Beberapa persoalan kejiwaan

Bahwa Tindak kejahatan secara garis besar tergantung tingkat kejiwaan

seseorang, maka dengan faktor kejiwaannya itu seseorang bisa melakukan

kejahatan, dengan kata lain seseorang bisa di vonis dengan tingkat

kejiwaannya, baik yang disengaja maupun tidak disengaja. Memang kalau

dilihat sepintas pada saat moment terjadinya kejahatan yang merugikan orang

lain, dalam banyak hal bersifat khusus dan sangat situasional. Biasanya

kondisi dari pelaku adalah sedang tertekan, stress, atau sedang kalap akibat

tidak kuat menanggung tekanan atau beban sosial tertentu yang sedang

dihadapinya.30

Dalam kajian yang lain menyangkut tindak kriminalitas orang tua

terhadap anaknya. Yang mengemukakan orang tua yang biasanya melakukan

tindak kekerasan atau penganiayaan terhadap anaknya adalah orang tua yang

memiliki ciri sebagagi berikut. Pertama, secara emosional belum matang.

Orang tua yang termasuk pada ciri ini umumnya bersifat kekanak-kanakan

dan menikah sebelum mencapai usia sesuai dengan tanggung jawab yang

harus diemban sebagai orang tua. Seringkali orang tua merasa tidak senang

dengan kehadiran anak dengan memaksa anak untuk memikul beban peranan

orang tua dimana sesungguhnya anak belum waktunya untuk melakukannya.

Kedua, menderita gangguan emosional. Kebanyakan dari orang tua ini tidak

30

Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak., (Jakarta: Kencana, 1974), Cet, ke-1

Page 42: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

33

memiliki cara pengasuhan dan latar belakang yang baik, sehingga tidak

memiliki bekal sebagai orang tua yang bertanggung jawab. Ketiga, secara

mental tidak sempurna. Pada golongan ini orang tua sulit untuk melakukan

adaptasi dan menerima anak-anaknya. Dengan masalah mental yang dihadapi

mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan dan bagaimana seharusnya

berfikir. Keempat, orang tua yang selalu berpegang pada disiplin. Orang tua

pada tipe ini beranggapan bahwa memukul dan menghajar adalah sesuatu

yang wajar untuk mendisiplinkan anaknya. Mereka menganggap bahwa

hukuman fisik adalah cara yang wajar untuk mendidik anak dan merupakan

cara yang sangat efektif. Kelima, orang tua yang memiliki sifat sadisme dan

berperilaku kriminal. Meskipun orang tua yang masuk golongan ini kecil

jumlahnya, tetapi perlu juga diwaspadai. Biasanya orang tua tipe ini suka

memukul, menyiksa, dan kadangkala membunuh anaknya untuk kepuasan

pribadinya. Keenam, pecandu minuman beralkohol, orang tua yang kecanduan

minuman keras atau minuman beralkohol meski tidak bermaksud untuk

melakukan tindak kekerasan pada anak-anaknya, tetapi karena pengaruh

minuman tersebut justru hal sebaliknya akan terjadi. 31

Untuk itu setiap tindak kejahatan yang dilakukan seseorang pasti

mempunyai niat tertentu, seperti yang telah kita ketahui mereka yang berbuat

kejahatan terhadap orang lain pasti menguntungkan diri sendiri, baik dalam

31

Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak., (Jakarta: Kencana, 1974), Cet, ke-1, hal 37-39

Page 43: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

34

suatu korporasi maupun tidak dalam satuan korporasi. Dalam segi

pengembangan ilmu pengetahuan bisa dikatakan sebagai ilmu jiwa disebut

psikology, yang merupakan ilmu mengenai jiwa, maka persoalan yang

pertama-tama timbul ialah apa yang dimaksud oleh jiwa itu.32

dan dalam

psikologipun ada yang khusus membahas tentang kejahatan atau kriminalitas

yang disebut psikologi kriminal.33

Mengenai jawaban tentang yang dimaksud oleh jiwa adalah kekuatan

yang menyebabkan hidupnya manusia, serta menyebabkan manusia dapat

berfikir, berperasaan dan berkehendak. Lagi pula menyebabkan orang

mengerti atau insyaf akan segala gerak jiwanya. Skinner membedakan pelaku

atas :

1) Perilaku yang alami (innate behavior) yang kemudian disebut juga

sebagai respondent behavior, yaitu perilaku yang ditimbulkan oleh

stimulus yang jelas.

2) Perilaku operan (operant behavior) yaitu perilaku yang ditimbulkan

oleh stimulus yang tidak diketahui, tetapi semata-mata ditimbulkan

oleh organisme itu sendiri. Perilaku operan belum tentu didahului oleh

stimulus dari luar.34

32

Bimo Walgito, Pengantar Psikology Umum,. (Yogyakarta: C.V Andi Offset, 1974) Cet,

ke-5. h. 3

33

Bimo Walgito, Pengantar Psikology Umum, (Yogyakarta: C.V Andi Offset, 1974), Cet,

ke-5. h. 25

34

Bimo Walgito, Pengantar Psikology Umum, (Yogyakarta: C.V Andi Offset, 1974), Cet,

ke-5. h. 80

Page 44: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

35

Penyimpangan kejiwaan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu dilihat

berdasarkan kadar penyimpangannya dan dilihat berdasarkan pelaku

penyimpangannya. Penyimpangan primer disebut juga penyimpangan ringan.

Para pelaku penyimpangan ini umumnya tidak menyadari bahwa dirinya

melakukan penyimpangan. Penyimpangan primer dilakukan tidak secara terus

menerus (insidental saja) dan pada umumnya tidak begitu merugikan orang

lain, misalnya mabuk saat pesta, mencoret-coret tembok tetangga, ataupun

balapan liar di jalan. Penyimpangan jenis ini bersifat sementara (temporer),

maka orang yang melakukan penyimpangan primer, masih dapat diterima oleh

masyarakat. Penyimpangan sekunder disebut juga penyimpangan berat.

Umumnya perilaku penyimpangan dilakukan oleh seseorang secara berulang-

ulang dan terus menerus meskipun pelakunya sudah dikenai sanksi. Bentuk

penyimpangan ini mengarah pada tindak kriminal, seperti pembunuhan,

perampokan, dan pencurian. Penyimpangan jenis ini sangat merugikan orang

lain, sehingga pelakunya dapat dikenai sanksi hukum atau pidana.

2. Pengaruh kejiwaan terhada pelaku tindak pidana

Setelah membahas tentang faktor kejiwaan dan hubungannya dengan

tindak pidana, baik sebab maupun pencegahannya dan bentuk penyimpangan

kejiwaan sampai akhirnya kita ketahui bahwa dengan menyimpangnya

kejiwaan seseorang menimbulkan tindak pidana, yang tentunya merugikan

orang lain.

Page 45: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

36

Sebagian besar dari orang-orang yang melakukan tindak pidana

dengan tekanan dari dalam diri sendiri, dengan perencanaan, dengan

kesengajaan untuk memuaskan diri sendiri dan dengan tidak sengaja

melakukan tindak kejahatan. Dari beberapa faktor dengan kurangnya ilmu

pengetahuan dan minimnya lapangan kerja yang membuat kejiwaan mereka

semakin tinggi emosional untuk melakukan tindak pidana apapun. Dalam

psikologi kaitannya sangat erat karena mereka tidak menerima kebenaran

serta kenyataan hidup. Untuk penjatuhan vonis pidananya pun harus dilihat

bagaimana kejiwaan seseorang itu, oleh karena itu setiap terpidana sebelum ia

menjadi terdakwa harus ada pemeriksaan psikologi tentang sadar atau

tidaknya orang tersebut melakukan tindak pidana.

Mereka yang melakukan tindak pidana itu sebenarnya banyak

berdampak pada diri sendiri. Berbagai bentuk perilaku menyimpang yang

dilakukan oleh seseorang akan memberikan dampak bagi si pelaku. Berikut

ini beberapa dampak yaitu; Memberikan pengaruh psikologis atau penderitaan

kejiwaan serta tekanan mental terhadap pelaku karena akan dikucilkan dari

kehidupan masyarakat, dapat menghancurkan masa depan pelaku

penyimpangan, dapat menjauhkan diri dari Tuhan,dan perbuatan tindak

pidana yang dilakukan dapat mencelakakan dirinya sendiri.

Perilaku penyimpangan juga membawa dampak bagi orang lain atau

kehidupan masyarakat pada umumnya. Beberapa di antaranya adalah meliputi

hal-hal berikut ini:

Page 46: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

37

a. Dapat mengganggu keamanan, ketertiban dan ketidakharmonisan dalam

masyarakat.

b. Merusak tatanan nilai, norma, dan berbagai pranata sosial yang berlaku di

masyarakat.

c. Menimbulkan beban sosial, psikologis, dan ekonomi bagi keluarga

pelaku.

d. Merusak unsur-unsur budaya dan unsur-unsur lain yang mengatur

perilaku individu dalam kehidupan masyarakat.

Dari faktor kejiwaan seseorang yang menimbulkan adanya tindak

pidana dampak yang ditimbulkan sebagai akibat perilaku penyimpangan

sosial, baik terhadap pelaku maupun terhadap orang lain pada umumnya

adalah bersifat negatif. Demikian pula, menurut pandangan umum, perilaku

menyimpang dianggap merugikan masyarakat. Namun demikian, menurut

Emile Durkheim, perilaku menyimpang tidak serta merta selalu membawa

dampak yang negatif. Menurutnya, perilaku menyimpang juga memiliki

kontribusi positif bagi kehidupan masyarakat. Adapun beberapa kontribusi

penting dari perilaku menyimpang yang bersifat positif bagi masyarakat

meliputi hal-hal berikut ini:

a. Perilaku menyimpang memperkokoh nilai-nilai dan norma dalam

masyarakat.

Bahwa setiap perbuatan baik merupakan lawan dari perbuatan yang tidak

baik. Dapat dikatakan bahwa tidak akan ada kebaikan tanpa ada ketidak-

Page 47: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

38

baikan. Oleh karena itu perilaku penyimpangan diperlukan untuk semakin

menguatkan moral masyarakat.

b. Tanggapan terhadap perilaku menyimpang akan memperjelas batas

moral.

Dengan dikatakan seseorang berperilaku menyimpang, berarti masyarakat

mengetahui kejelasan mengenai apa yang dianggap benar dan apa yang

dianggap salah.

c. Tanggapan terhadap perilaku menyimpang akan menumbuhkan kesatuan

masyarakat.

Setiap ada perilaku penyimpangan masyarakat pada umumnya secara

bersama-sama akan menindak para pelaku penyimpangan. Hal tersebut

menegaskan bahwa ikatan moral akan mempersatukan masyarakat.

d. Perilaku menyimpang mendorong terjadinya perubahan sosial.

Para pelaku penyimpangan senantiasa menekan batas moral masyarakat,

berusaha memberikan alternatif baru terhadap kondisi masyarakat dan

mendorong berlangsungnya perubahan. Dengan demikian, dapat

dikatakan bahwa perilaku menyimpang yang terjadi saat ini akan menjadi

moralitas baru bagi masyarakat di masa depan.

Page 48: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

39

BAB III

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENETAPAN

VONIS HAKIM

A. Tatacara Hakim Dalam Menetapkan Suatu Putusan

Pada bab sebelumnya, telah diurai sedikit tentang adanya faktor kejiwaan yang

menyebabkan seseorang melakukan tindak pidana. Dalam hal peradilan, selalu saja

yang diungkap adalah memberikan suatu keadilan kepada pemiliknya. Pada bab ini

akan diuraikan bagaimana seorang hakim harus memberikan putusan terhadap suatu

perkara.

Hukuman adalah sesuatu yang diucapkan oleh hakim, yang menunjukkan kepada

seseorang yang terhukum memenuhi sesuatu hak untuk pihak terdakwa. Maka dari

itu, yang menjadi pedoman bagi hakim baik dia seorang mujtahid atau seorang

muqalid, atau seorang yang diperintah memutuskan suatu perkara dengan undang-

undang yang sudah ditentukan atau mazhab yang sudah ditetapkan.35

Keadilan merupakan prinsip dasar ideology Islam. Pelaksanaan keadilan tidak

boleh berat sebelah, tanpa membeda-bedakan status sosial seseorang, kekayaan,

kelas, ras, pengaruh politik, maupun keyakinan agama.

Walau lingkup pembahasan ini terbatas sehingga dapat dirinci lebih lanjut

tetntang praktik umum muslim dalam menegakkan keadilan dimasa permulaan Islam,

namun jelas bahwa pada masa-masa permulaan Islam keadilan pernah mencapai taraf

35

Tengku Muhammad Hasbi Ash Shidieqqy, Peradilan dan Hukum Acara Islam, h. 61

Page 49: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

40

sangat tinggi, yang tidak pernah dapat dicapai dalam sejarah ummat manusia mana

pun.36

Al-Qur‟an mewajibkan ummat Islam agar memutuskan perkara secara adil, tidak

berat sebelah, dan menepati janji, karenanya seluruh ummat Islam bukan saja para

penguasanya, memiliki tanggung jawab untuk mewujudkan keadilan. Ayat-ayat al-

Qur‟an seperti berikut ini menggambarkan konsepsi Islam tentang keadilan, bukan

saja dalam pengertian teoritis, tetapi juga sebagaimana telah terlaksana oleh

Rasulallah Shallallahu „Alaihi Wasallama sendiri dan para sahabatnya.

Surat An Nisaa ayat 135

Artinya :

Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar

penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau

ibu bapa dan kaum kerabatmu. jika ia (orang yang tergugat atau yang terdakwa)

kaya ataupun miskin, Maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah

kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. dan jika kamu

memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, Maka Sesungguhnya Allah

adalah Maha mengetahui segala apa yang kamu kerjakan. (QS. An-Nisaa :135).

Tugas hakim adalah melaksanakan keadilan. Oleh karena itu, seorang hakim

harus selalu menjaga tingkah lakunya dan menjaga mertabat serta kewibaan sebagai

36

Muhammad A. Al-Buraey, h. 86

Page 50: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

41

hakim. Jangan sampai hakim mudah terpengaruh oleh lingkungan sekitarnya, hakim

harus tetap istiqomah dengan pendiriannya walau hantaman akan menimpa dirinya.

Firman Allah :

Artinya :

“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang

diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. dan berhati-

hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari

sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. jika mereka berpaling (dari

hukum yang telah diturunkan Allah), Maka ketahuilah bahwa Sesungguhnya Allah

menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka disebabkan sebahagian

dosa-dosa mereka. dan Sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang

yang fasik”.

Dalam surat Al-Maidah ayat 49, Allah Subhanahu wa Ta‟ala memperingatkan

bahwa jika engkau menghukum, maka hukumlah diantara mereka dengan adil, karena

sesungguhnya Allah mengasihi orang-orang yang berlaku adil. Selain itu, Allah juga

memperingatkan kepada seorang hakim untuk berlaku adil dalam mengambil segala

keputusan, berkata dan berlaku adil walau itu dengan kerabat.

Berkaitan dengan ini, maka hakim harus memiliki etika dalam memberikan suatu

putusan serta dalam pergaulan sehari-hari. Artinya, adab seorang hakim merupakan

tingkah laku yang baik dan terpuji yang harus dilaksanakan oleh seorang hakim

dalam berinteraksi sesama manusia dalam menjalankan tugasnya. Artinya, seorang

Page 51: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

42

hakim patut melakukan perbuatan yang terpuji dalam pergaulan (di luar mahkamah)

atau disaat bertugas menjadi seorang hakim (di dalam mahkamah).

Di luar mahkamah, seorang hakim tidak seharusnya ia bergaul bebas dengan

mereka, melainkan hanya sekedar perlunya saja. Hakim juga tidak dibenarkan

bersenda gurau secara berlebihan, hal ini dikhawatirkan akan menjatuhkan martabat

dan wibawanya sebagai hakim.37

selain itu, seseorang yang menjabat sebagai hakim tidak diperbolehkan menerima

hadiah dari pihak yang berperkara, dari orang-orang yang berada dalam lingkup

jabatannya, meskipun orang itu tidak sedang dalam perkara hukum, karena

dikhawatirkan hal itu dapat melemah ketika mengurus masalah hukum nantinya. Hal

ini didasarkan kepada sebuah hadits shahih, bahwa Rasulallah Salallahu „Alaihi wa

Sallam pernah bersabda : hadayal umarai ghululun, hadiah-hadiah yang diterima para

pejabat adalah suatu bentuk korupsi.38

Apabila seorang hakim telah menerima hadiah dari seseorang yang sedang dalam

masalah hukum, maka diharuskan untuk mengembalikannya. Jikalau pihak tersebut

tidak diketahuinya, maka hadiah tersebut diserahkan kepada pihak Baitul Maal,

karena Baitul Maal berhak atas hadiahnya. Walau ada beberapa pendapat yang tidak

melarang seorang hakim menerima hadiah, yang terpenting ada sangkut-pautnya

dengan perkara hukumannya. Menurut penulis, hal itu harus dihindari oleh seorang

37

Muhammad Bin Ahmad Al-Qarati, Qawanial- Ahkam As Syari‟ah, (Beirut : Lebanon, tanpa

penerbit), h. 324. Sebagaimana telah dikutip dari Abdul Manan, h. 34 38

Imam Al Mawardi dan Abu Al Hasan bin Muhammad bin Habib, Al Ahkam Al

Sulhaniyyah, (Kairo : Mathaba‟at Al Halabi, 1375H), h. 155. Sebagaimana telah dikutip dari Abdul

Manan, h. 34

Page 52: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

43

hakim demi menjaga kewibawaan dan kekhawatiran akan menjadi boomerang

baginya.

Di samping itu, hakim tidak boleh memberi suap atau melakukan penyogokan

untuk mendapatkan suatu jabatan, karena apabila hal tersebut dilakukan maka dalam

menjatuhkan putusan terhadap suatu kasus sedangkan putusannya itu didasarkan

kepada rusywah, maka putusan itu tidak boleh dijalankan, meskipun putusan itu

mendekati kebenaran. Memutus suatu perkara itu adalah ibadah, jika putusannya itu

didorong karena sogok, maka putusan itu tidak lagi didasarkan ibadah, tetapi karena

kepentingan pribadinya.

Sebagaimana diriwayatkan oleh Tarmidzi, Abu Daud, Ibnu Majah, Ibnu Hibban,

Al Baihaqi dan Ibn Amru, Tsabit dari Rasulallah Salallahu „Alaihi wa Sallam

melaknat keras si pemberi suap, dan yang menjadi perantara transaksi suap-menyuap

itu. Umar bin Abi Salamah, dari Abu Hurairah radiyallahu‟anhu berkata, Rasulallah

bersabda : La‟anar Rasyi wal Murtasyi wa ar Raisya. Rasulallah Salallahu „Alaihi wa

Sallam melaknat penyuap dan penerima suap dalam peradilan. (HR. Tarmidzi, nomor

1236).39

Konsep kehakiman dalam peradilan Islam sangat mengutamakan asas equality

before the law dan asas audi et alteram partem. Kedudukan para pihak adalah sama

di muka bumi dan memutuskan perkara hakim harus menghadirkan ke dalam majelis

pihak-pihak yang berperkara dan hakim dilarang memutus perkara sebelum

39

Abu Fida‟ Abdul Rafi‟, Terapi Penyakit Korupsi Dengan Tzkiyyatun Nafs (Penyucian

Jiwa), (Jakarta : Republika, 2004),Cet. 1. h. 9

Page 53: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

44

mendengar semua pihak yang terkait dengan perkara yang disidangkan itu. Hakim

dilarang berbicara dengan lembut dan bahasa yang hormat kepada salah satu pihak.

Tidak boleh menekan satu pihak dan menolong pihak lain. Hakim harus bersikap

berimbang dengan memeriksa keterangan para pihak yang berperkara, ia harus

bersikap adil.

As Syaukani menjelaskan, bahwa Rasulallah pernah bersabda yang maksudnya

siapa saja yang mengadili suatu perkara diantara orang-orang Islam, maka hendaklah

memeriksanya dengan adil, baik dalam percakapan, isyarat, duduknya, jangan terlalu

keras suaranya pada seseorang, tapi lemah-lembut kepada orang lain.40

Hakim dalam menghadapi masalah hukum, hendaklah selalu berlapang dada dan

sabar mendengar segala keluhan pihak-pihak yang berperkara. Janganlah

menjatuhkan putusan berdasarkan keterangan dari satu pihak saja, tetapi hendaknya

mendengar keterangan dari pihak yang terlibat dalam perkara tersebut.

Dapat dipahami, jika keadilan merupakan cita yang harus diterapkan dalam

hubungan dengan negara. Rosul sendiri melaksanakan keadilan yang tidak berat

sebelah, dan untuk menjamin pelaksanaanya, maka ditunjuklah hakim, yaitu mereka

yang bertaqwa kepada Allah, shaleh, tidak berkelakuan tercela, memahami syari‟ah

dan telah dilatih dengan baik.

40

Muhammad As Syaukani, Nailur Autar, (Mesir : Penerbit tidak terbaca), Juz 8, h. 282.

Sebagaimana telah dikutip dari Abdul Manan, h. 36

Page 54: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

45

System keadilan seperti ini merupakan lembaga pertama yang didirikan oleh

Islam. Hal ini bukan saja disebut di dalam Al Qur‟an dan As Sunnah, namun juga

dilukiskan dalam banyak karya kepustakaan Arab.

“Celakalah suatu umat bila yang melakukan kejahatan itu orang bangsawan, tidak

berlaku baginya hukum. Dengarlah, sekiranya Fatimah anak kandungku melakukan

pencurian, akan diberlakukan hukum potong tangan akibat perbuatannya”. (Hadits

Nabi Muhammad Sholallahu „Alaihi wa Sallam).41

Disebut keadilan bukan hukum karena keadilan selalu menjadi hukum.

Sedangkan hukum belum tentu menjadi keadilan. Untuk tidak member peluang

penyalanggunaan dalam pemakaian sehari-hari digabungkan dua istilah itu, sehingga

bunyinya hukum dan keadilan.

B. Hal - hal Yang Mempengaruhi Vonis Hakim

Dalam melaksanakan dan memimpin jalannya proses persidangan, pada

prinsipnya majelis Hakim tidak diperkenankan menunda-nunda persidangan tersebut.

Dalam melaksanakan dan memimpin jalannya proses persidangan, pada prinsipnya

majelis hakim tidak berkenan menunda-nunda persidangan tersebut, pasal 159 ayat 4

HIR atau pasal 186 ayat 4 RBG menyebutkan :

“Pengunduran (penundaan) tidak boleh diberikan atas permintaan kedua belah

pihak dan tidak boleh diperintahkan pengadilan negeri karena jabatannya, melainkan

41

Muhammad Al Buraey, h. 87

Page 55: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

46

dalam hal yang teramat perlu. Dalam praktek hakim terkada selalu lunak sikapnya

terhadap permohonan sidang dari para pihak atas kuasanya.”

Proses pengadilan yang lambat mengenai penentuan kemampuan

bertanggungjawab seseorang yang dituduh melakukan kejahatan/ pelanggaran itu

mengurangi kewibawaan peradilan dijaman modern sekarang, bahkan dapat berakibat

luas diluar peradilan. Namun dalam perkembangannya juga para pelaku kejahatan

tersebut cenderung semakin lama tidak mengindahkan mengenai sanksi atau aturan

hukumnya dalam proses pengungkapan suatu perkara agar dapat diselesaikan dengan

baik.

Dalam menentukan keadaan jiwa seseorang yang tidak sehat diperlukan

keterangan dari seorang dokter ahli jiwa. Kewajiban untuk menentukan keadaan jiwa

yang tidak sehat melalui ahli kedokteran jiwa tersebut pernah dituangkan dalam

konsep rumusan KUHP tahun 1968, tetapi kemudian rumusan tersebut dihapuskan.42

Mengenai keterangan ahli secara tertulis atau lisan untuk kepentingan peradilan

dahulu didasarkan pada pasal 306 HIR yang letaknya menyisip diantara ketentuan

pasal-pasal tentang surat bukti, adapun kewajiban ahli atau dokter untuk membantu

petugas hukum yang berwenang diatur dalam pasal 70 HIR. Sedangkan pasal-pasal

lainnya mengatur bantuan ahli kedokteran kehakiman, sehingga dianggap tidak

termasuk bantuan kedokteran jiwa.

42

Bambang Purnomo, Operasi Pemberantasan Kejahatan dan Kemanfaatan Ahli

Kedokteran Jiwa, (Yogyakarta: Bina Aksara, 1984). Hal : 24

Page 56: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

47

Ketentuan dalam HIR tersebut sekarang sudah tidak berlaku secara formal, oleh

karena itu ketentuan di dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana No. 8

Tahun 1981 diharapkan untuk menjadi dasar bantuan ahli kedokteran jiwa. Peraturan

bantuan ahli di dalam KUHAP yang menyangkut peranan ahli kedokteran jiwa tidak

begitu jelas pasal-pasalnya, karena ungkapan dan istilah yang tercantum …”ahli

kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya”…masih meragukan untuk

ditafsirkan termasuk bantuan ahli kedokteran jiwa mengingat makna rumusan pasal

dan susunan kronologis pasal yang bersangkutan dengan bantuan ahli tersebut.43

Dalam KUHAP sendiri pada Pasal 186 hanya dikatakan didalamya bahwa

“Keterangan ahli adalah apa yang seorang ahli nyatakan disidang pengadilan”.

Sehingga untuk medapatkan ketentuan mengenai keberadaan psychiatry forensik

tidak akan dapat ditemukan.

Dahulu menurut “Reglement Der Kranzinningenwezen Tahun 1887” diatur

mengenai cara-cara atau syarat-syarat untuk memasukkan penderita penyakit jiwa ke

Rumah Sakit Jiwa, cara-cara meminta Psychiatry Attest, dan siapa-siapa saja yang

berhak menerimanya serta kepada siapa harus memintanya. Dan menurut “Reglement

Der Kranzinningenwezen Tahun 1887” tersebut diatas hanya Jaksa atau hakim

(ketua) yang berhak mengirimkan seorang tertuduh yang disangka terganggu jiwanya

43

Bambang Purnomo, Operasi Pemberantasan Kejahatan dan Kemanfaatan Ahli Kedokteran

Jiwa, (Yogyakarta : Bina Aksara, 1984). Hal : 25

Page 57: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

48

untuk di Observasi di fasilitas Psychiatry.44

Dengan tidak adanya ketentuan secara

jelas dalam KUHAP mengenai keberadaan ahli jiwa ini secara yuridis tidak akan

terjadi apa-apa, akan tetapi apabila dalam perkembangannya secara sosiologis

meributkan siapa yang berhak untuk melakukan pemeriksaan tersebut terkadang

untuk satu ahli psychiatry dengan satunya tentunya akan membawa hasil yang

maksimal untuk perkara-perkara yang telah dikemukakan diatas. Secara kenyataan

dapat kita sadari bahwa hasil pemeriksaan kedokteran jiwa bagi seseorang yang

menjadi obyek pemeriksaan atau keluarganya mempunyai nilai yang sangat pribadi

untuk nama baik dan dapat menyangkut hak asasi manusia. Adakalanya norma

hukum publik mengandung aturan yang bersifat perintah atau keharusan dengan

akibat mengurangi atau menghilangkan hak pribadi seseorang demi penegakkan

hukum mungkin sekali membebankan kewajiban hukum yang menurut kelaziman

dokter ada pertentangan. Oleh karena itu perlu diperhatikan hubungan antar etika

kedokteran jiwa dengan tanggung jawab yuridis seorang dokter jiwa akan terwujud

keseimbangan.

Pada dasarnya pengadaan visum et repertum psychiatricum diperuntukan sebagai

rangkaian hukum pembuktian tentang kualitas tersangka pada waktu melakukan

perbuatan pidana dan penentuan kemampuan bertanggungjawab bagi tersangka.

Kebutuhan bantuan kedokteran jiwa dalam kenyataanya berkembang bukan

sebagai rangkaian hukum pembuktian akan tetapi untuk kepentingan kesehatan

44 R. Atang Ranoemihardja, Ilmu Kedokteran Kehakiman, (Bandung : Tarsito, 1991). Hal :

81

Page 58: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

49

tersangka dalam rangka penyelesaian proses pemeriksaan perkara pidana. Bantuan

kesehatan jiwa bagi si tersangka ini sangat diperlukan selain menyangkut

perlindungan hak azasi manusia, juga untuk menghindarkan hal-hal yang tidak

diinginkan bagi jiwa dan raga manusia.45

Dengan melihat pasal-pasal dalam KUHAP yang tidak mengatur mengenai

keberadaan psychiatri forensik dengan jelas maka di sini dapat disimpulkan agar

dapat dicantumkannya ketentuan yang mengatur keberadaan psychiatri forensik ini

kepada pembuat perundang-undangan untuk mengamandemen isi dari beberapa

ketentuan KUHAP tersebut. sehingga baik secara yuridis maupun sosiologis nantinya

dalam perkembangan praktek sebagai salah satu sarana untuk menyelesaikan adanya

suatu tindak pidana atau perkara kejahatan dapat terwujud dengan baik dan

mendapatkan hasil yang optimal. Walaupun dalam Undang-undang kesehatan

mungkin terdapat ketentuan untuk praktis orang yang sakit jiwa saja.

Sebagai salah satu pilar untuk menegakkan hukum dan keadilan, hakim

mempunyai peranan menentukan sehingga kedudukannya dijamin undang-undang.

Dengan demikian, diharapkan tidak adanya/campur tangan dari pihak manapun

terhadap para hakim ketika sedang menangani perkara. Sebaliknya, dilain sisi begitu

pula untuk para hakim dalam penanganan perkara hendaklah dapat bertindak arif dan

bijaksana, ketangguhan mentalitas, menjunjung tinggi nilai keadilan dan kebenaran

materiil, bersifat aktif dan dinamis, berlandaskan kepada perangkat hukum positif,

45 Bambang Purnomo, Operasi Pemberantasan Kejahatan dan Kemanfaatan Ahli

Kedokteran Jiwa, (Yogyakarta : Bina Aksara,1984). Hal : 28-29

Page 59: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

50

melakukan penalaran logis sesuai dan selaras dengan teori dan praktek, sehingga

kesemuanya itu bermuara kepada putusan yang akan dijatuhkannya harus dapat

dipertanggung jawabkan dari aspek ilmu hukum itu sendiri, hak asasi terdakwa,

masyarakat dan negaara, diri sendiri, serta Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan

Yang Maha Esa. Konkretnya, dalam menerapkan hukum acara dan hukum materiil

hendaklah hakim tidak memihak dan bertindak adil sesuai pandangan yang objektif

guna menjatuhkan putusan secara konkret.46

Kekuasaan kehakiman dalam lingkungan peradilan pidana umum dilaksanakan

oleh Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung yang masing-

masing mempunyai kekusasaannya sendiri. Hakim diangkat dan diberhentikan okeh

kepala negara hal ini ada dalam KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara

Pidana) No 8 Tahun 1981. Dengan demikian kebebasan kedudukannya diharapkan

terjamin, tidak dapat dipengaruhi oleh lembaga-lembaga lain, sehingga diharapkan

nantinya akan mengadili dengan seadil-adilnya tanpa takut oleh pihak siapapun.47

Dengan demikian menurut hemat kami, keadilan harus ditegakkan dan menjadi

titik tekan dalam penegakan hukum tanpa mengabaikan kepastian hukum itu sendiri.

Begitu pentingnya peran dan tugas Hakim dalam penegakan hukum, maka dalam

hukum acara Hakim dianggap mengetahui semua persoalan hukumnya (ius curia

novit), di mana pada saatnya nanti akan menentukan „hitam putihnya” hukum melalui

46

Lilik Mulyadi, Hukum Acara Pidana, (Bandung : PT. Alumni, 2007)

47

M. Nur Said, Hukum Acara Perdata, (Jakarta : Sinar Grafika, 2005, hal. 15)

Page 60: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

51

putusan-putusannya. Tidak mengherankan, Hakim sering menjadi tumpuan harapan

bagi tegaknya hukum dan keadilan di tanah air ini, meskipun harapan tersebut tidak

selalu menjadi kenyataan.48

Untuk mengantisipasi hal tersebut maka, diperlukan peranan hakim yang aktif

terutama dalam mengatasi hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan

yang cepat. Perlu ketegasan hakim untuk menolak permononan penundaan sidang

dari para pihak, kalau ia beranggapan hal itu tidak perlu. Berlarut-larutnya atu

ditunda-tundanya jalannya akan mengurangi kepercayaan masyarakat kepada

peradilan yang mengakibatkan berkurangnya kewibawaan pengadilan (justice delayed

is justice deniyed).49

Eksistensi putusan Hakim atau lazim disebut dengan istilah putusan pengadilan,

sangat diperlukan untuk penyelesaian perkara pidana.

Asbab raf‟i al-uqubah atau sebab hapusnya hukuman,tidak mengakibatkan

perbuatan yang dilakukan itu dibolehkan, melainkan tetap pada asalnya yaitu

dilarang. Hanya saja oleh karena keadaan pelaku tidak memungkinkan

dilaksanakannya hukuman, ia dibebaskan dari hukuman. Sebab-sebab hapusnya

hukuman ini ada empat macam, yaitu:

48

http://masyos.wordpress.com/2008/11/26/penafsiran-hukum-penegak-hukum.

49

Jimmly Asshidiqqie, Aspek-aspek Perkembangan Kekuasaan Kehakiman di Indonesia.

Yogyakarta, UI Press, hal. 125-127

Page 61: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

52

1. Paksaan

Dalam uraian yang pertama menjelaskan paksaan menurut Muhammad

Al-Khudhari banyak memberikan definisi paksaan sebagai berikut. Paksaan

adalah mendorong orang lain atau sesuatu yang tidak diridhainya, baik berupa

ucapan atau perbuatan. Sebagai fuqaha sebagaimana dikutip oleh Abdul Qadir

Audah, memberikan definisi sebagai berikut. Paksaan adalah suatu perbuatan

yang dilakukan oleh seseorang karena orang lain, dan oleh karena itu hilanglah

kerelaannya atau tidak sempurna pilihannya. Atau paksaan adalah suatu perbuatan

yang timbul dari orang yang memaksa dan menimbulkan pada diri orang yang

dipaksa suatu keadaan yang mendorong dirinya untuk mengerjakan perbuatan

yang dimintakan kepadanya. Atau paksaan adalah ancaman oleh seseorang atas

orang lain dengan sesuatu yang tidak disenangi untuk mengerjakan sehingga

karenanya hilang kerelaannya.50

Macam-macam paksaan dapat dibagi kepada dua bagian, yaitu sebagai

berikut.

a) Paksaan yang menghilangkan kerelaan dan merusak pilihan, yaitu

paksaan yang dikhawatirkan akan menghilangkan nyawa. Paksaan ini

disebut paksaan absolut. Daya paksa absolut (absolute overmacht)

adalah paksaan dimana orang yang dipaksa tidak bisa memilih, kecuali

apa yang diminta oleh yang memaksa. Contohnya, seperti orang yang

50

Abdul Qadir Audhah, At-Tasyri‟ Al-Jina‟iy Al-Islamy, (Beirut: Dar Al-Kitab Al-Araby).

Hal. 563

Page 62: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

53

fisiknya lebih kuat menangkap tangan seseorang dan menyuruhnya

untuk membubuhkan tanda tangan pada suatu surat penting yang telah

disediakan.

b) Paksaan yang menghilangkan kerelaan tetapi tidak sampai merusak

pilihan, yaitu paksaan yang menurut kebiasaan tidak dikhawatirkan

akan mengakibatkan hilangnya nyawa seperti dipenjarakan atau

dipukuli dengan pukulan yang ringan. Paksaan ini disebut paksaan

relatif. Daya paksa relatif (relative overmacht) adalah paksaan dimana

orang yang dipaksa masih memiliki kesempatan untuk memilih

perbuatan lain, akan tetapi menurut perhitungan yang layak tidak

mungkin dapat dielakkan. Contohnya, seorang kasir bank dengan

ancama senjata api harus menyerahkan uang kas yang berada di bawah

pengawasannya.

Syarat-syarat adanya paksaan, untuk terwujudnya suatu paksaan diperlukan

beberapa syarat. Apabila syarat-syarat tersebut tidak dipenuhi, paksaan dianggap

tidak ada dan dengan demikian seseorang yang melakukan tindak pidana tidak

dianggap sebagai orang yang dipaksa. Syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut.

a) Ancaman yang menyertai paksaan adalah berat sehingga dapat menghilangkan

kerelaan, seperti ancaman dibunuh, dipukul dengan pukulan yang berat,

dikurung dalam waktu yang lama, dan sebagainya. Ukuran berat dan

ringannya suatu ancaman sifatnya subjektif, dan berbeda-beda menurut

perbedaan orang dan cara.seseorang mungkin tidak merasa takut dan masih

Page 63: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

54

dapat bertahan dengan beberapa kali pukulan atau cambukan, sementara orang

yang lain sudah merasa ngeri dengan satu kali pukulan atau cambukan. Akan

tetapi, para ulama telah sepakat bahwa ancaman akan dimaki-maki atau

difitnah dengan tuduhan berzina tidak termasuk paksaan. Perintah seorang

kepala negara (pejabat) meskipun tanpa disertai ancaman, sudah cukup

dianggap sebagai paksaan, apabila dapat diambil kesan bahwa jika

perintahnya tidak dilaksanakan maka balasannya adalah adalah pembunuhan

atas dirinya, atau penganiayaan berat atau dipenjarakan dalam waktu yang

lama. Perintah suami terhadap istrinya disamakan dengan perintah seorang

atasan terhadap bawahannya, jika dikhawatirkan akan timbul cara-cara

pemaksaan dari suami apabila istri tersebut tidak taat.

Para ulama juga telah sepakat bahwa ancaman dianggap sebagai paksaan,

apabila ditujukan kepada diri orang yang dipaksa. Apabila ancaman tersebut

ditujukan kepada orang lain yang terdapat bersama-sama dengan orang yang

dipaksa maka para ulama berbeda pendapat. Menurut ulama Malikiyyah,

ancaman sudah merupakan paksaan, meskipun ditujukan kepada orang lain

dan bukan keluarganya. Menurut sebagian ulama Hanafiah, ancaman tidak

dianggap sebagai paksaan, apabila ditujukan kepada orang yang dipaksa.

Akan tetap, ulama Hanafiah yang lain berpendapat bahwa paksaan dianggap

ada apabila ancama ditujukan kepada anaknya, atau orang tuanya, atau

keluarganya. Pendapat ini juga diikuti oleh ulama-ulama Syafi‟iyyah. Ulama

Hanabillah berpendapat bahwa paksaan dianggap ada apabila ancamannya

Page 64: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

55

ditujukan kepada anak satu orang tuanya.51

Ancaman juga di isyaratkan harus

berupa pebuatan yang tidak sah. Apabila perkara yang diancamkan itu berupa

perbuatan yang sah atau dibenarkan oleh hukum maka tidak ada paksaan.

b) Ancaman harus seketika yang diduga kuat terjadi,jika orang yang dipaksa

tidak melaksanakan keinginan pemaksa. Apabila ancaman tidak seketika maka

tidak ada paksaan, karena orang yang dipaksa masih mempunyai kesempatan

untuk melindungi dirinya dan pada saat itu tidak ada dorongan yang kuat

untuk segera melaksanakan perintah pemaksa.

c) Orang yang memaksa mempunyai kemampuan untuk melaksanakan

ancamannya, walaupun ia bukan penguasa atau petugas tertentu. Apabila

orang yang memaksa tidak memiliki kemampuan untuk mewujudkan

ancamannya, dalam hal ini tidak ada paksaan.

d) Ada dugaan yang kuat pada diri yang dipaksa, bahwa apabila ia tidak

memenuhi tuntutannya apa yang diancamkan itu benar-benar akan terjadi.

Hukum paksaan dapat berbeda-beda menurut perbedaan perbuatan yang

terjadi. Dalam konteks ini perbuatan dibagi menjaditiga kelompok. Pertama,

perbuatan yang tidak dipengaruhi oleh paksaan sama sekali, artinya perbuatan

tersebut tetap dianggap sebagai jarimah. Kedua, perbuatan yang diperbolehkan sama

sekali karena adanya paksaan, artinya perbuatan tidak dianggap jarimah. Ketiga,

perbuatan yang dibolehkan sebagai pengecualian, artinya perbuatannya tetap

dianggap sebagai jarimah, tetapi pelakunya tidak dikenakan hukuman.

51 Abdul Qadir Audhah, At-Tasyri‟ Al-Jina‟iy Al-Islamy, (Beirut: Dar Al-Kitab Al-Araby).

Hal. 356-357

Page 65: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

56

2. Mabuk

Syariat Islam melarang minuman keras, baik sampai mengakibatkan mabuk

maupun tidak. Dalam kelompok jarimah, minuman keras (syurbul khamar) termasuk

jarimah hudud yang ancamannya adalah delapan puluh kali cambukan.

Kecuali Imam Abu Hanifah dan murid-muridnya, para ulama telah sepakat semua

jenis minuman yang memabukkan, baik disebut khamar atau bukan, sedikit atau

banyak, hukumnya tetap dilarang dan peminumnya dikenakan hukuman. Akan tetapi,

menurut Imam Abu Hanifah dalam hal ini harus dibedakan antara khamar dan

minuman keras yang lain. Untuk minuman khamar, sedikit atau banyak, baik mabuk

atau tidak, tetap dihukum, sedangkan untuk minuman keras selain khamar, baru

dihukum apabila sampai memabukkan.bahan minuman khamar itu adalah perasan

anggur yang direbus sampai kemudian hilang kurang dua pertiganya.52

Secara umum yang dimaksud dengan mabuk adalah hilangnya akal sebagai

akibat minum minuman keras atau khamar atau yang sejenisnya. Menurut Imam Abu

Hanifah, seorang dikatakan mabuk, apabila ia telah kehilangan akal pikirannya, baik

banyak ataupun sedikit, ia tidak dapat membedakan antara langit dengan bumi, dan

antara laki-laki dengan perempuan. Sedangkan Muhammad ibn Hasan dan Imam

Abu Yusuf berpendapat bahwa orang mabuk itu adalah orang yang banyak mengigau

pada pembicaraanya. Pendapat ini juga merupakan pendapat imam-imam yang lain.

Alasan mereka ini adalah firman Allah SWT dalam surah An-Nisaa ayat 43 :

52 Abdul Qadir Audhah, At-Tasyri‟ Al-Jina‟iy Al-Islamy, (Beirut: Dar Al-Kitab Al-Araby).

Hal. 581-582

Page 66: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

57

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu

dalam Keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan,

(jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam Keadaan junub[301],

terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. dan jika kamu sakit

atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu

telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, Maka

bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan

tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema'af lagi Maha Pengampun.

Dari ayat tersebut jelaslah bahwa orang yang tidak mengetahui apa yang

dikatakannya berarti ia sedang mabuk.

Adapun pertanggung jawaban pidana bagi orang yang mabuk, menurut

pendapat yang kuat dari ulama mazhab yang empat, ia tidak dijatuhi hukuman atas

jarimah-jarimah yang dilakukannya, apabila ia dipaksa atau terpaksa untuk minum

atau ia meminumnya atas kehendak sendiri, tetapi ia tidak mengetahui bahwa yang

diminumnya itu adalah khamar atau ia meminum minuman keras untuk berobat, lalu

ia mabuk. Orang yang mabuk tersebut ketika ia melakukan perbuatannya, sedang

hilang akal dan pikirannya, sehingga dengan demikian maka hukumnya sama dengan

orang gila. Akan tetapi, jika seseorang minum minuman keras karena kemauan

sendiri dengan sengaja tanpa alasan, atau ia meminumnya sebagai obat yang

sebenarnya tidak diperlukan kemudian ia mabuk, dalam hal ini ia harus bertanggung

jawab atas setiap jarimah yang dilakukannya ketika ia mabuk. Hukuman tersebut

Page 67: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

58

diberikan kepadanya sebagai pengajaran, karena ia telah menghilangkan akalnya

sendiri secara disengaja.53

Di samping pendapat yang kuat tersebut, dikalangan ulama mazhab yang

empat ada pendapat yang tidak kuat, yaitu bahwa orang yang mabuk tidak dibebani

pertanggungjawaban atas semua perbuatan jarimah yang dilakukannya,

bagaimanapun terjadinya dan apa pun sebab mabuknya itu, karena pada saat itu akal

pikirannya sedang hilang. Ini berarti orang yang mabuk tersebut tidak menyadari

perbuatannya, sedang kesadaran merupakan dasar adanya pertanggung jawaban

pidana.54

Mengenai pertanggungjawaban perdata orang yang mabuk tetap dikenakan,

sebab jiwa dan harta orang laintetap harus dijamin keselamatannya dan pembebasan

dari hukuman pidana tidak mempengaruhi hukuman perdata.

3. Gila

Syariat Islam memandang seseorang sebagai mukallaf yang dapat dibebani

pertanggungjawaban pidana, apabila ia memiliki kemampuan berfikir dan memilih

(idrak dan ikhtiar). Apabila salah satu dari kedua perkara ini tidak ada maka

pertanggungjawaban menjadi terhapus. Kemampuan berfikir seseorang itu dapat

hilang karena faktor bawaan sejak lahir atau karena adanya gangguan seperti sakit

atau cacat fisik. Hilangnya kemampuan berfikir tersebut dalam bahasa sehari-hari

53

Abdul Qadir Audhah,, At-Tasyri‟ Al-Jina‟iy Al-Islamy I, (Beirut: Dar Al-Kitab Al-Araby).

Hal. 583

54 Abdul Qadir Audhah,, At-Tasyri‟ Al-Jina‟iy Al-Islamy I, (Beirut: Dar Al-Kitab Al-Araby)

Page 68: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

59

disebut gila. Abdul Qadir Audah memberikan definisi gila sebagai hilangnya akal,

rusak, atau lemah.55

Definisi tersebut merupakan definisi yang umum dan luas,

sehingga mencakup gila, dungu, dan semua jenis penyakit kejiwaan yang sifatnya

menghilankan idrak (kemampuan berfikir). Di bawah ini akan dijelaskan jenis-jenis

penyakit, baik yang menghilangkan seluruh kekuatan berfikir maupun sebagainya.

a. Gila terus menerus, gila terus menerus adalah suatu keadaan di mana

seseorang tidak dapat berfikir sama sekali, baik baik hal itu diderita sejak

lahir maupun yang dating demikian. Dikalangan fuqaha gila semacam ini

disebut Al-Junun Al-Muthbaq.

b. Gila berselang orang yang terkena penyakit gila berselang tidak dapat

berfikir, tetapi tidak terus-menerus. Apabila keadaan tersebut menimpanya

maka ia kehilangan pikirannya sama sekali, dan apabila keadaan tersebut

telah berlalu (hilang) maka ia dapat berfikir kembali seperti biasa.

Pertanggungjawaban pidana pada gila terus-menerus hilang sama sekali,

sedangkan pada gila berselang ia tetap dibebani pertanggungjawaban

pidana ketika ia dalam kondisi sehat.

c. Gila sebagian, gila sebagian ini menyebabkan seseorang tidak dapat

berfikir dalam perkara-perkara tertentu, sedangkan pada perkar-perkara

yang lain masih tetap dapat berfikir. Dalam kondisi di mana ia masih dapat

berfikir, ia tetap dibebani pertanggungjawaban pidana, tetapi ketika ia tidak

dapat berfikir, ia bebas dari pertanggung jawaban pidana.

55

Abdul Qadir Audhah,, At-Tasyri‟ Al-Jina‟iy Al-Islamy I, (Beirut: Dar Al-Kitab Al-Araby).

Hal. 585

Page 69: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

60

d. Dungu (al-ithu), para fuqaha sebagaimana dikutip oleh Abdul Qadir Audah

memberikan definisi orang dungu sebagai berikut. Orang dungu adalah

orang yang minim pemahamannya, pembicaraannya bercampur baur, tidak

beres fikirannya, baik hal itu bawaan sejak lahir atau timbul kemudian

karena suatu penyakit.56

Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa dungu merupakan tingkatan

gila yang paling rendah. Dengan demikian, dungu berbeda dengan gila, karena

dungu hanya mengakibatkan lemahnya berfikir bukan menghilangkannya,

sedangkan gila mengakibatkan hilangnya atau kacaunya kekuatan berfikir, sesuai

tingkatan-tingkatan kedunguannya, namun orang yang dungu bagaimanapun tidak

sama kemampuan berfikirnya dengan orang biasa (normal).

Menurut sebagian fuqaha kekuatan berfikir orang dungu sama dengan

orang yang sudah mumayyiz (lebih kurang berumur antara tujuh sampai lima belas

tahun), sedang menurut sebagian yang lain sama dengan anak yang belum

mumayyiz, karena fikirannya yang tidak stabil itu secara umum orang dungu tidak

dibebani pertanggungjawaban pidana.

4. Di bawah umur

Konsep yang dikemukakan dalam Syariat Islam tentang

pertanggungjawaban anak dibawah umur merupakan konsep yang sangat baik.

56

Abdul Qadir Audhah,, At-Tasyri‟ Al-Jina‟iy Al-Islamy I, (Beirut: Dar Al-Kitab Al-Araby).

Hal. 587

Page 70: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

61

Menurut syariat Islam, pertanggungjawaban pidana didasarkan atas dua perkara,

yaitu kekuatan berfikir dan pilihan. Sehubungan dengan kedua dasar tersebut

maka kedudukan anak dibawah umur berbeda-beda sesuai dngan perbedaan masa

yang dilaluinya dalam kehidupannya, semenjak ia dilahirkan sampai ia memiliki

kedua perkara tersebut. Secara ilmiah terdapat tiga masa yang dialami oleh setiap

orang sejak ia dilahirkan sampai ia dewasa. Pertama, masa tidak adanya

kemampuan berfikir. Kedua, masa kemampuan berfikir yang lemah. Ketiga, masa

kemampuan berfikir penuh.57

C. Dasar Pertimbangan Vonis Hakim

Setelah melihat bahwa tatacara hakim dalam menjatuhkan suatu vonis

hukuman dan hal yang mempengaruhi hakim dalam menjatuhkan suatu vonis

hukuman, maka dalam dasar pertimbangan hukum, hakim melihat dan

menjelaskan bahwasannya seseorang yang melakukan tindak pidana atas

motivasi kejiwaan mendapat keringanan hukuman atau penghapusan hukuman,

karena adanya ketidakmampuan bertanggungjawab.

Ketidakmampuan bertanggung jawab (Ontoerekeningsvatbaarheid) Pasal 44

Kitab Undang-undang Hukum Pidana menyatakan, bahwa orang tidak dapat

dipertanggungjawabkan dalam dua hal, yaitu jiwanya cacat dalam pertumbuhan

57

Ahmad Wardi Muslich. Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam Fiqh Jinayyah. (Jakarta :

Sinar Grafika. 2004). Hal. 134

Page 71: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

62

dan terganggu karena penyakit. Ketidakmampuan bertanggung jawab

meniadakan kesalahan, dalam arti luas itu termasuk dasar pemaaf.

Menurut Pompe pertanggungjawaban pidana seseorang mempunyai

unsur-unsur sebagai berikut :

1. Kemampuan berfikir (psychisch) pembuat yang memungkinkan ia menguasai

pikirannya, yang memungkinkan ia menentukan perbuatannya.

2. Dan oleh sebab itu ia dapat memahami makna dari perbuatannya

3. Dan oleh sebab itu pula ia dapat menentukan kehendaknya sesuai dengan

pendapatnya.

Menurut Hazawinkel-Sulriga bahwa hakim dan penuntut umum karena

jabatannya wajib memperhatikan, sekalipun terdakwa atau penasihat

hukumnya tidak mengemukakannya. Jadi ketidakmampuan bertanggung

jawab merupakan penyakit yang disebabkan gangguan kejiwaan, juga syarat

adanya hubungan kausal antara penyakit jiwa dan perbuatan. 58

Kejahatan yang semakin meningkat dan sering terjadi dalam

masyarakat merupakan hal yang sangat diperhatikan, sehingga mengundang

pemerintah (negara) sebagai pelayan, pelindung masyarakat untuk

menanggulangi meluasnya dan bertambahnya kejahatan yang melanggar nilai-

nilai maupun norma-norma yang hidup dan berlaku didalam suatu masyarakat

sehingga kejahatan tersebut oleh negara dijadikan sebagai perbuatan pidana

untuk tindak pidana. Hukum pidana merupakan sarana yang penting dalam

58

Zainal Abidin, Hukum Pidana 1, Jakarta : Sinar Grafika, cet ke-2, 2007

Page 72: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

63

penanggulangan kejahatan atau mungkin sebagai obat dalam memberantas

kejahatan yang meresahkan dan merugikan masyarakat pada umunya dan

korban pada khususnya. Penanggulangan kejahatan tersebut dapat dilakukan

secara preventif (pencegahan) dan refresif (penindakan). Bentuk

penanggulangan tersebut dengan diterapkannya sanksi terhadap pelaku tindak

pidana, sanksi pidana merupakan alat atau sarana terbaik yang tersedia, yang

kita miliki untuk menghadapi ancaman-ancaman dari bahaya. Sanksi pidana

suatu ketika merupakan penjamin yang utama/terbaik dan suatu etika

merupakan pengancaman yang utama dari kebebasan manusia.

Dalam hukum pidana Islam ada dikenal dengan nama Jarimah.

Jarimah (tindak pidana) dalam Islam diartikan yaitu yaitu larangan-larangan

Syara‟ yang diancam oleh Allah dengan hukum Had (hukuman yang sudah

ada nashnya) atau Ta‟zir (hukuman yang tidak ada nashnya).

Pertanggung jawaban pidana dalam istilah asing tersebut juga dengan

teorekenbaardheid atau criminal responsibility yang menjurus kepada

pemidanaan petindak dengan maksud untuk menentukan apakah seseorang

terdakwa atau tersangka dipertanggung jawabkan atas suatu tindakan pidana

yang terjadi atau tidak.

Untuk dapat dipidananya si pelaku, disyaratkan bahwa tindak pidana

yang dilakukannya itu memenuhi unsur-unsur yang telah ditentukan dalam

Undang-undang. Dilihat dari sudut terjadinya tindakan yang dilarang,

seseorang akan dipertanggung jawabkan atas tindakan-tindakan tersebut,

Page 73: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

64

apabila tindakan tersebut melawan hukum serta tidak ada alasan pembenar

atau peniadaan sifat melawan hukum untuk pidana yang dilakukannya. Dan

dilihat dari sudut kemampuan bertanggung jawab maka hanya seseorang yang

mampu bertanggung jawab yang dapat dipertanggung jawabkan atas

perbuatannya. Tindak pidana jika tidak ada kesalahan adalah merupakan asas

pertanggung jawaban pidana, oleh sebab itu dalam hal dipidananya seseorang

yang melakukan perbuatan sebagaimana yang telah diancamkan, ini

tergantung dari soal apakah dalam melakukan perbuatan ini dia mempunyai

kesalahan.

Berdasarkan hal tersebut maka pertanggung jawaban pidana atau

kesalahan menurut hukum pidana, terdiri atas tiga syarat yaitu , kemampuan

bertanggung jawab atau dapat dipertanggung jawabkan dari si pembuat,

adanya perbuatan melawan hukum yaitu suatu sikap psikis si pelaku yang

berhubungan dengan kelakuannya yaitu disengaja dan sikap kurang hati-hati

atau lalai, tidak ada alasan pembenar atau alasan yang menghapuskan

pertanggung jawaban pidana bagi si pembuat.

Kemampuan untuk membeda-bedakan antara perbuatan yang baik dan

yang buruk, adalah merupakan faktor akal (intelektual factor) yaitu dapat

membedakan perbuatan yang diperbolehkan dan yang tidak. Dan kemampuan

untuk menentukan kehendaknya menurut keinsyafan tentang baik buruknya

perbuatan tersebut adalah merupakan faktor perasaan (volitional factor) yaitu

dapat menyesuaikan tingkah lakunya dengan keinsyafan atas mana yang

Page 74: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

65

diperbolehkan dan mana yang tidak. Sebagai konsekuensi dari dua hal tadi

maka tentunya orang yang tidak mampu menentukan kehendaknya menurut

keinsyafan tentang baik buruknya perbuatan, dia tidak mempunyai kesalahan

kalau melakukan tindak pidana, orang demikian itu tidak dapat dipertanggung

jawabkan.

Oleh karena kemampuan bertanggung jawab merupakan unsur

kesalahan, maka untuk membuktikan adanya kesalahan unsur tadi harus

dibuktikan lagi. Mengingat hal ini sukar untuk dibuktikan dan memerlukan

waktu yang cukup lama, maka unsur kemampuan bertanggung jawab

dianggap diam-diam selalu ada karena pada umumnya setiap orang normal

bathinnya dan mampu bertanggung jawab, kecuali kalau ada tanda-tanda yang

menunjukkan bahwa terdakwa mungkin jiwanya tidak normal. Dalam hal ini,

hakim memerintahkan pemeriksaan yang khusus terhadap keadaan jiwa

terdakwa sekalipun tidak diminta oleh pihak terdakwa. Jika hasilnya masih

meragukan hakim, itu berarti bahwa kemampuan bertanggung jawab tidak

berhenti, sehingga kesalahan tidak ada dan pidana tidak dapat dijatuhkan

berdasarkan asas tidak dipidana jika tidak ada kesalahan.

Dalam KUHP masalah kemampuan bertanggung jawab ini terdapat

dalam Pasal 44 ayat 1 yang berbunyi : “Barangsiapa melakukan perbuatan

yang tidak dapat dipertanggung jawabkan kepadanya karena jiwanya cacat

dalam pertumbuhan atau terganggu karena cacat, tidak dipidana.”

Page 75: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

66

BAB IV

PANDANGAN HUKUMISLAM DAN HUKUM POSITIF TERHADAP

FAKTOR KEJIWAAN DALAM PENETAPAN TINDAK PIDANA DAN

PENJATUHAN VONIS HAKIM

A. Penetapan Tindak Pidana Dalam Hukum Islam Serta Penjatuhan Vonis

Hakim

Menurut hukum pidana Islam, hukuman adalah seperti yang didefinisikan

oleh Abdul Qadir Audah hukuman adalah pembalasan yang ditetapkan untuk

memelihara kepentingan masyarakat,karena adanya penyelenggaraan atas ketentuan-

ketentuan syara.59

Dari define tersebut dapatlah dipahami bahwa hukuman adalah

salah satu tindakan yang diberikan oleh syara‟ sebagai pembalasan atas perbuatan

yang melanggar ketentuan syara‟, dengan tujuan untuk memelihara ketertiban dan

kepentingan masyaakat, sekaligus juga untuk melindungi kepentingan individu.

Dalam uraian ini gugurnya suatu hukuman yang tentang sebab-sebab

hapusnya pertanggung jawaban pidana, baik yang berkaitan dengan perbuatan

maupun keadaan pelaku. Dalam kaitannya dengan hapusnya hukuman karena

keadaan pelaku, hukuman tidak dijatuhkan karena kondisi psikis dari pelaku sedang

terganggu, misalnya karena gila, paksa, mabuk, atau masih di bawah umur.

59

Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta : Sinar

Grafika, 2004), h. 132

Page 76: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

67

Bebeda dengan hapusnya hukuman karena sebab-sebab tersebut maka yang

dimaksud dengan gugurnya hukum disini adalah tidak dapat dilaksanakannya

hukuman-hukuman yang telah dijatuhkan atau diputuskan oleh hakim, berhubung

tempat untuk melaksanakan hukuman sudah tidak ada lagi, atau waktu untuk

melaksanakannya telah lewat.60

Adapun sebab-sebab gugurnya hukuman tersebut adalah :

1. Meninggalnya pelaku

2. Hilangnya anggota badan yang akan diqishash

3. Tobatnya pelaku

4. Perdamaian (shuluh)

5. pengampunan

B. Penetapan Tindak Pidana Dalam Hukum Positif Serta Penjatuhan Vonis

Hakim

Tentang dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan lepas dari

segala tuntutan hukum (ontslag van rechtsvervolging) adalah apabila

yangdidakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan tersebut bukan

merupakan tindak pidana. Pertimbangan hakim yang lain adalah apabila terdapat

keadaan-keadaan istimewa yang menyebabkan terdakwa tidak bisa dihukum yaitu

adanya alasan pembenar dan alasan pemaaf. Alasan penghapus

pidana(strafuitsluitingsground) diartikan sebagai keadaan khusus (yang harus

60

Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta : Sinar Grafika,

2004), h. 173

Page 77: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

68

dikemukakan, tetapi tidak perlu dibuktikan oleh terdakwa) yang jika dipenuhi

menyebabkan meskipun terhadap semua unsur tertulis dari rumusan delik telah

dipenuhi tidak dapat dijatuhi pidana.61

Dalam Konsep KUHP yang baru dikenal ada 2

alasan penghapus pidana yaitu:

1. Alasan Pembenar (rechtvaardigingsgrond) yaitu alasan yang menghapuskan

sifat melawan hukumnya perbuatan, berkaitan dengan tindak pidana

(strafbaarfeit) yangdikenal dengan istilah actus reus diNegara Anglo

saxon.Terdapat dalam RUU KUHP Pasal 31,32,33,34,35,yang berbunyi :

Pasal 31 menyatakan :

Tidak dipidana, setiap orang yang melakukan tindak pidana karena

melaksanakan peraturan perundang-undangan.

Walaupun memenuhi rumusan tindak pidana, seseorang yang melakukan

perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang dianggap tidak melawan

hukum dan oleh karena itu tidak dipidana.

Pasal 32 menyatakan :

Tidak dipidana, setiap orang yang melakukan tindak pidana karena

melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh pejabat yang berwenang.

Seseorang dapat melaksanakan undang-undang oleh dirinya sendiri, akan

tetapi juga dapat menyuruh orang lain untuk melaksanakannya. Jika ia melaksanakan

perintah tersebut maka ia tidak melakukan perbuatan melawan hukum.

61

Nico Keijer, 1990 : 1

Page 78: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

69

Pasal 33 menyatakan :

Tidak dipidana, setiap orang yang melakukan tindak pidana karena keadaan

darurat.

Ada beberapa ahli yang menggolongkan ” keadaan darurat ” sebagai alasan

pembenar namun adapula yang menggolongkannya sebagai alasan pembenar. Dalam

keadaan darurat pelaku suatu tindak pidana terdorong oleh suatu paksaan dari luar,

paksaan tersebut yang menyebabkan pelaku dihadapkan pada tiga keadaan darurat,

yaitu : Perbenturan antara dua kepentingan hukum, dalam hal ini pelaku harus

melakukan suatu perbuatan untuk melindungi kepentingan hukum tertentu, namun

pada saat yang sama melanggar kepentingan hukum yang lain, dan begitu pula

sebaliknya. Perbenturan antara kepentingan hukum dan kewajiban hukum, dalam hal

ini pelaku dihadapkan pada keadaan apakah harus melindungi kepentingan hukum

atau melaksanakan kewajiban hukum. Perbenturan antara kewajiban hukum dan

kewajiban hokum, dalam hal ini pelaku harus melakukan kewajiban hukum tertentu,

namun pada saat yang sama dia tidak melakukan kewajiban hukum yang lain, begitu

pula sebaliknya.

Pasal 34 menyatakan :

Tidak dipidana, setiap orang yang terpaksa melakukan tindak pidana karena

pembelaan terhadap serangan seketika atau ancaman serangan segera yang

melawan hukum terhadap diri sendiri atau orang lain, kehormatan kesusilaan,

harta benda sendiri atau orang lain.

Page 79: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

70

Dalam pembelaan terpaksa perbuatan pelaku memenuhi rumusan suatu tindak

pidana, namun karena syarat-syarat yang ditentukan dalam pasal tersebut maka

perbuatan tersebut dianggap tidak melawan hukum

Pasal 35 menyatakan :

Termasuk alasan pembenar ialah tidak adanya sifat melawan hukum

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2).

2. Alasan Pemaaf (schuldduitsluitingsgrond) yaitu alasan yang menghapuskan

kesalahan terdakwa, berkaitan dengan pertanggungjawaban

(toerekeningsvatbaarheid) yang dikenal dengan istilah mens rea di Negara

Anglo saxon. Terdapat dalam RUU KUHP Pasal 42,43,44,45,46 yang

berbunyi :

Pasal 42 menyatakan :

a. Tidak dipidana, jika seseorang tidak mengetahui atau sesat mengenai

keadaan yang merupakan unsur tindak pidana atau berkeyakinan

bahwa perbuatannya tidak merupakan suatu tindak pidana, kecuali

ketidaktahuan, kesesatan, atau keyakinannya itu patut dipersalahkan

kepadanya

b. Jika seseorang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) patut

dipersalahkan atau dipidana, maka maksimum pidananya dikurangi

dan tidak melebihi 1/2 (satu perdua) dari maksimum pidana untuk

tindak pidana yang dilakukan

Page 80: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

71

Ketentuan dalam Pasal ini berisikan ketentuan alasan pemaaf. Yang dimaksud

dengan “alasan pemaaf” adalah alasan yang meniadakan kesalahan terhadap pelaku

tindak pidana, oleh karena itu pelaku tindak pidana tidak dapat dijatuhi pidana.

Perbuatan pelaku tindak pidana tetap merupakan tindak pidana, tetapi karena terdapat

alasan pemaaf tersebut maka pelaku tindak pidana tidak dipidana. Ketentuan dalam

Pasal ini menegaskan bahwa dalam hal pembuat tindak pidana tindak pidana tidak

mengetahui keadaan yang merupakan unsure suatu tindak pidana, maka hal itu

menjadi alasan tidak dipidananya pembuat tindak pidana.

Pasal 43 menyatakan :

Tidak dipidana seseorang yang melakukan tindak pidana karena: a. Dipaksa

oleh kekuatan yang tidak dapat ditahan, atau b. Dipakasa oleh adanya

ancaman, tekanan atau kekuatan yang tidak dapat dihindari

Ketentuan dalam Pasal ini sebagaimana juga dalam Pasal 42 berisi ketentuan

alasan pemaaf. Selanjutnya yang dimaksud dengan “daya paksa” adalah keadaan

sedemikian rupa sehingga pembuat tindak pidana tidak mempunyai pilihan lain,

kecuali melakukan perbuatan tersebut. Mengingat keadaan yang ada pada diri

pembuat tindak pidana , maka tidak mungkin baginya untuk menolak atau memilih

ketika melakukan perbuatan tersebut. Pembuat tindak pidana tindak pidana yang

melakukan tindak pidana karena terdorong oleh daya paksa, terpaksa melakukan

perbuatan atau tidak melakukan perbuatan itu karena didorong oleh suatu tekanan

kejiwaan yang datangnya dari luar. Dalam keadaan demikian kehendak pembuat

tindak pidana menjadi tidak bebas. Dengan adanya tekanan dari luar tersebut, maka

Page 81: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

72

keadaan kejiwaan pembuat tindak pidana tindak pidana pada saat itu tidak berfungsi

secara normal. Keadaan ini berbeda dengan keadaan tidak mampu bertanggung

jawab.

Dalam keadaan tidak mampu bertanggung jawab, fungsi kejiwaannya tidak

normal bukan disebabkan karena tekanan dari luar, melainkan keadaan kejiwaanya itu

sendiri tidak berfungsi secara normal. Mungkin pula seseorang mengalami tekanan

kejiwaan, tetapi bukan karena sesuatu yang datang dari luar, melainkan karena

keberatan-keberatan yang didasarkan kepada pertimbangan pikirannya sendiri. Hal

yang demikian tidak merupakan alasan pemaaf yang dapat menghapuskan pidananya.

Yang dimaksud dengan “dipaksa oleh kekuatan yang tidak dapat ditahan” adalah vis

absoluta (daya paksa absolut). Yang dimaksud dengan “dipaksa oleh adanya

ancaman, tekanan atau kekuatan yang tidak dapat dihindari” adalah vis compulsiva

(daya paksa relatif).

Pasal 44 menyatakan :

Tidak dipidana, setiap orang yang melakukan pembelaan terpaksa yang

melampaui batas,yang langsung disebabkan kegoncangan jiwa yang hebat

karena serangan seketika atau ancaman serangan yang segera.

Pasal 45 menyatakan :

Perintah jabatan yang diberikan tanpa wewenang tidak mengakibatkan

hapusnya pidana, kecuali jika orang yang diperintahkan dengan iktikad baik

mengira bahwa perintahTersebut diberikan dengan wewenang dan

pelaksanaannya termasuk dalam lingkungan pekerjaannya.

Page 82: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

73

Pasal 46 menyatakan :

Termasuk alasan pemaaf ialah : a. tidak ada kesalahan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 37 ayat (1); b. pada waktu melakukan tindak pidana menderita

gangguan jiwa, penyakit jiwa, atau retardasi mental sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 40; atau c. belum mencapai umur 12 (dua belas) tahun

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 ayat (1).

Begitu pula dalam hukum pidana suatu delik dapat diwujudkan dengan

kelakuan aktif atau positif, sesuai dengan uraian delik yang mensyaratkannya,

misalnya mencuri ada dalam pasal 362 KUHPidana, menipu pasal 378 KUHPidana

dan lain sebagainya. Kemampuan bertanggung jawab dalam kasus pidana umunya

tidak diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Yang diatur malah

sebaliknya yaitu ketidakmampuan bertanggung jawab seperti yang ada dalam sub bab

sebelumnya.62

Mengenai hapusnya hukuman maka ada empat perkara, yaitu terpaksa,

mabuk, gila, dan belum dewasa. Pada masing-masing perkara ini pembuat melakukan

perbuatan yang melakukan perbuatan yang dilarang oleh syara‟ yang seharusnya

dijatuhi hukuman, karena adanya hal-hal yang terdapat dari diri pembuat, bukan pada

perbuatannya itu sendiri. Jadi dasar pembebasan hukuman ialah keadaan diri pembuat

dan hal ini dengan kebolehan perbuatan yang dilarang karena dasar kebolehan ialah

sifat perbuatan yang mengakibatkan perbuatan tidak dilarang.

62

Zainal Abidin, Hukum Pidana 1, Jakarta : Sinar Grafika. 2007

Page 83: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

74

Pada hukum positif hal-hal yang menghapuskan pertanggung jawaban pidana

tersebut tidak dipisah-pisahkan karena semuanya dimasukan dalam hal-hal yang

menghapuskan hukuman. Tanpa melihat apakah perbuatan-perbuatan yang

dikerjakan, karena hal-hal tersebut dibolehkan dan tidak dijatuhi hukuman, ataukah

perbuatan-perbuatan tersebut tetap dilarang tetapi perbuatannya tidak dijatuhi

hukuman.

Dalam pertanggung jawaban pidana (kesalahan), konsep menegaskan secara

explicit dalam pasal 35 ayat (1) ”asas tiada pidana tanpa kesalahan” (Geen straf

zonder schuld), Keine Strafe onhe Schuld, no pusnishment without Guilt, yang di

dalam KUHP tidak ada. Asas culpabilitas ini merupakan salah satu asas fundamental,

yang oleh karenanya perlu ditegaskan secara explicit didalam konsep sebagai

pasangan dari asas legalitas. Penegasan yang demikian merupakan perwujudan pula

dari ide keseimbangan monodualistik. Konsep tidak memandang kedua asas/syarat itu

sebagai syarat yang kaku dan bersifat absolute. Oleh karena itu, konsep juga

kemungkinan dalam hal-hal tetentu untuk menerapkan asas “strict liability”, asas

vicarious liability dan asas pemberian maaf/pengampunan oleh hakim (rechterlijk

pardon atau judicial pardon).

Menurut Ruslan Saleh sehubungan dengan alasan penghapusan pidana mungkin

karena:

1) Perbuatan yang telah mencocoki rumusan delik itu kemudian dipandang tidak

bersifat melawan hukum atau dengan pendekatan adanya alasan pembenar

Page 84: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

75

2) Melihat pada perbuatannya memanglah suatu perbuatan yang mencocoki

rumusan delik tetapi setelah dipertimbangkan keadaan-keadaan pada orang-

orangnya maka dipandang bahwa dia tidak mempunyai kesalahan atau dengan

pendek adanya alasan pemaaf.63

Alasan penghapus pidana(strafuitsluitingsground) diartikan sebagai keadaan

khusus ( yang harus dikemukakan, tetapi tidak perlu dibuktikan oleh terdakwa ) yang

jika dipenuhi menyebabkan meskipun terhadap semua unsur tertulis dari rumusan

delik telah dipenuhi tidak dapat dijatuhkan pidana.64

C. Perbandingan Antara Hukum Islam dan Hukum Positif

Syariat Islam sama pendiriannya dengan hukum Positif dalam

menetapkan jarimah tindak pidana dan hukumannya, yaitu dari segi

tujuannya. Baik dalam hukum pidana Islam maupun hukum positif keduanya

sama-sama bertujuan memeliharakepentingan dan ketentraman masyarakat

serta menjamin kelangsungan hidupnya. Meskipun demikian terdapat

perbedaan yang jauh antara keduanya karena, memang watak dan tabiat

keduanya jauh berbeda. Perbedaan tersebut adalah sebagai berikut.

1) Hukum Islam sangat memperhatikan pembentukan akhlak dan budi

pekerti yang luhur, karena akhlak yang luhur merupakan sendi atau

63

Sianturi. Asas-asas hukum pidana di Indonesia dan penerapannya. Jakarta: Gunung Mulia.

1982

64

Nico Keijer, 1990 : 1

Page 85: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

76

tiang untuk menegakkan masyarakat. Oleh karenanya, setiap perbuatan

yang bertentangan dengan akhlak selalu dicela dan diancam dengan

hukuman. Sebaliknya, hukum positif tidaklah demikian. Menurut

hukum positif ada beberapa perbuatan yang walaupun bertentangan

dengan akhlak dan budi pekerti yang luhur tidak dianggap sebagai

tindak pidana, kecuali apabila perbuatan tersebut membawa kerugian

langsung bagi perseorangan atau ketentraman masyarakat. Sebagai

contoh adalah perbuatan zina. Menurut hukum Islam zina adalah

perbuatan yang bertentangan dengan akhlak dan mempunyai dampak

negative terhadap masyarakat. Oleh karenanya, hukum Islam

memandangnya sebagai jarimah dan mengancamnya dengan hukuman,

dalam keadaan dan bentuk bagaimanapun juga, baik dilakukan dengan

suka sama suka, oleh perjaka dan gadis maupun oleh orang-orang yang

sudah berkeluarga. Akan tetapi hukum positif tidak menganggap

hubungan kelamin diluar nikah sebagai tindak pidana dan karenanya

tidak mengancamnya dengan hukuman, kecuali apabila terjadi

perkosaan terhadap salah satu pihak atau pelakunya adalah orang yang

masih ada dalam ikatan perkawinan dengan orang lain.

2) Undang-undang (hukum positif) adalah produk manusia, sedangkan

hukum Islam bersumber dari Allah (wahyu). Dalam hukum Islam

beberapa macam tindak pidana yang hubungannya dengan al-qur‟an dan

as sunnah yaitu jarimah hudud dan qishash, dan yang diserahkan kepada

Page 86: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

77

ulil amri yaitu jarimah ta‟zir. Dalam hukum positif merupakan produk

manusia tentu saja serba tidak lengkap dan tidak sempurna.65

65

Ahmad Wardi Muslich. Pengantar dan Asas Hukum Pidana IslamFiqh Jinayyah. (Jakarta :

Sinar Grafika. 2004).

Page 87: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

78

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Penulis mengambil kesimpulan bahwa faktor kejiwaan mempengaruhi

adanya tindak pidana. Dalam kejiwaan seseorang sangat erat sangat erat kaitannya

untuk melakukan suatu tindakan.

Pada hukum postitif tentang dasar pertimbangan hakim dalam

menjatuhkan putusan lepas dari segala tuntutan hukum (ontslag van

rechtsvervolging adalah) adalah apabila yang didakwakan kepada terdakwa

terbukti, tetapi perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana. Pertimbangan

hakim yang lain adalah apabila terdapat keadaan-keadaan istimewa yang

menyebabkan terdakwa tidak bisa dihukum yaitu adanya alasan pembenar dan

alasan pemaaf. Alasan penghapus pidana (strafuitsluitingsground) diartikan

sebagai keadaan khusus (yang harus dikemukakan, tetapi tidak perlu dibuktikan

oleh terdakwa) yang jika dipenuhi menyebabkan meskipun terhadap semua unsur

tertulis dari rumusan delik telah dipenuhi tidak dapat dijatuhkan pidana. Dalam

Konsep KUHP yang baru dikenal ada dua alasan penghapus pidana yaitu alasan

pembenar dan alasan pemaaf. Jadi ketidakmampuan bertanggung diartikan

perkembangan jiwa yang tidak normal dan penyakit yang disebabkan gangguan

kejiwaan, juga syarat adanya hubungan kausal antara penyakit jiwa dan

perbuatan.

Page 88: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

79

Begitu pun dalam hukum Islam penulis mengambil kesimpulan walaupun

ada persamaan dengan hukum positif bagi pelaku tindak pidana atas motivasi

kejiwaan, tetapi hukum Islam yang lebih istimewa.

B. Saran-saran

Mengingat pentingnya faktor kejiwaan atau tekanan kejiwaan seseorang

untuk melakukan tindak pidana berupa pelanggaran dan kejahatan dalam system

peradilan pidana yang terdiri dari polisi, jaksa, hakim, dan lembaga

pemasyarakatan. Pada dasarnya bukanlah semata-mata menjatuhkan vonis hukum

semaunya saja, melainkan harus sesuai dengan KUHP bila perlu sesuai dengan

hukum Islam. Karena pada keduanya ada yang memberatkan dan ada yang

meringankan. Oleh karena itu harus jadi pertimbangan mereka terlebih dahulu,

yang tidak lain penetapan hukumannya sesuai dengan tindak pelanggaran atau

kejahatan yang dilakukan.

Dalam penjelasan dari beberapa faktor kejiwaan yang timbul dalam diri

seseorang hendaklah ditanggulangi dengan adanya pengajian-pengajian, dengan

adanya lapangan kerja yang menimbulkan skill atau kemampuan sehingga mereka

bisa menggunakan skill atau kemampuan mereka dengan bekerja. Untuk itulah

sebagai bahan pertimbangan berikutnya adalah :

1. Pentingnya untuk memahami beberapa sebab yang timbulkan dari akibat

kejiwaan seseorang sehingga orang tersebut melakukan tindak pidana baik

Page 89: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

80

tindak pidana umum maupun khusus. Seperti pencurian, pembunuhan,

pemerkosaan,terorisme, korupsi dan cyber crime serta lain sebagainya.

2. Usaha keras yang dilakukan dari para ahli baik dalam hukum pidana positif

maupun pakar pidana Islam dan para ahli psikology tentang factor kejiwaan

sebagai pendorong pelaku tindak pidana dan vonis dalam penjatuhan

hukuman.

Page 90: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

81

DAFTAR PUSTAKA

Al Qur‟an Al Kariim

Abidin, Zainal, Hukum Pidana 1, Jakarta : Sinar Grafika, 2007, cet ke-2

Abu Fida‟ Abdul Rafi‟, Terapi Penyakit Korupsi Dengan Tzkiyyatun Nafs (Penyucian Jiwa),

(Jakarta : Republika, 2004),Cet. 1. h. 9

Asshidiqqie, Jimmly, Aspek-aspek Perkembangan Kekuasaan Kehakiman di

Indonesia. Yogyakarta, UI Press, hal. 125-127

Audhah Qadir Abdul, At-Tasyri‟ Al-Jina‟iy Al-Islamy, Beirut: Dar Al-Kitab Al-Araby

Hanafi, Ahmad, “asas-asas hukum pidana Islam”. Jakarta : Bulan bintang. 2005, hal

119

Imam Al Mawardi dan Abu Al Hasan bin Muhammad bin Habib, Al Ahkam Al

Sulhaniyyah, (Kairo : Mathaba‟at Al Halabi, 1375H), h. 155

Linton Sirait. Tugas Hakim Dalam Memutus Perkara. Jakarta: CV. Mandar Maju,

1998

M Nur Said, Hukum Acara Perdata, Jakarta : Sinar Grafika, 2005, hal. 15

Merpaung, Laden, Tindak Pidana Terhadap Kehormatan, Jakarta : PT. Raja

Grafindo, 1997, Cet ke-1

Muhammad A. Al-Buraey, h. 86

Page 91: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

82

Muhammad Bin Ahmad Al-Qarati, Qawanial- Ahkam As Syari‟ah, (Beirut : Lebanon, tanpa

penerbit), h. 324

Muhammad As Syaukani, Nailur Autar, (Mesir : Penerbit tidak terbaca), Juz 8, h. 282

Mulyadi, Lilik, Hukum Acara Pidana, Bandung : PT. Alumni, 2007

Mustofa, Muhammad, Kriminologi Kajian Sosiologi Terhadap Kriminalitas, Perilaku

Menyimpang dan Pelanggaran Hukum, Fisip UI Press : 2007

Ranoemihardja, Atang, Ilmu Kedokteran Kehakiman, Bandung : Tarsito, 1991

Purnomo, Bambang, Operasi Pemberantasan Kejahatan dan Kemanfaatan Ahli

Kedokteran Jiwa, Yogyakarta : Bina Aksara, 1984.

Santoso, Topo, Kriminologi, Bandung : PT. Raja Grafindo Persada, 2001, hal 67

Suryanto, Perilaku Kriminal Ditinjau Dari Aspek Psikologis Pelaku, Fakultas

Psikologi Universitas Airlangga.

Sutantio, Retnowulan, Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata dalam

Teori dan Praktek, Bandung : Mandar Manjur, 1997, hal. 109-110

Suyanto, Bagong, Masalah Sosial Anak, , Jakarta : Prenada Media Group, 2003, cet

ke-1

Syarifin, Pipin, Hukum Pidana di Indonesia, Bandung : Pustaka Setia, 2000

Tengku Muhammad Hasbi Ash Shidieqqy, Peradilan dan Hukum Acara Islam, h. 61

Page 92: FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4291/1/SHANTI... · banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk

83

Walgito, Bimo, Pengantar Psikologi Umum, Yogyakarta : C. V Andy Offset, 2010

Wirjono, Prodjokiro, Asas-asas Hukum PIdana di Indonesia, Jakarta : PT. Rafika

Aditama, 2003

http: tindak kejahatan dan hubungannya dengan kejiwaan.

Kitab Undang-undang Hukum Pidana No 1 Tahun 1946

Kitab Undang-undang Acara Pidana No 8 Tahun 1981

UUPKejaksaan UU No 16 Tahun 2004

UUPKehakiman UU No 48 Tahun 2009