Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ubi jalar: studi ... · Jalar Di Kelompok Tani Hurip Desa...
Transcript of Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ubi jalar: studi ... · Jalar Di Kelompok Tani Hurip Desa...
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI
UBI JALAR (Studi Kasus: Kelompok Tani Hurip, Desa Cikarawang, Kecamatan
Darmaga, Kabupaten Bogor)
SKRIPSI
SANI DEWI NURMALA
H34086084
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN
SANI DEWI NURMALA. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Ubi
Jalar Di Kelompok Tani Hurip Desa Cikarawang Kecamatan Darmaga.
Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut
Pertanian Bogor (Di Bawah Bimbingan RATNA WINANDI)
Indonesia merupakan negara agraris yang dicirikan dengan mayoritas
penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Sektor pertanian mempunyai
peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Hal ini dilihat dari kontribusinya
dalam pembentukan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) nasional yang meningkat
setiap tahunnya. Sektor pertanian merupakan sektor terbesar kedua dalam total
PDB setelah industri pengolahan, dengan memberikan kontribusi sebesar 14,4
persen dari total PDB nasional dan laju pertumbuhannya meningkat sebesar 0,7
persen dari tahun 2007 ke 2008. Tanaman pangan merupakan sub sektor pertanian
yang dibutuhkan dalam mencapai swasembada pangan melalui program
diversifikasi pangan dengan mengubah pola konsumsi masyarakat dengan lebih
banyak jenis pangan yang dapat dikonsumsi. Sasaran pembangunan pangan
adalah terwujudnya ketahanan pangan pada tingkat rumah tangga. Pengembangan
ketahanan pangan dilakukan antara lain berdasarkan pada keragaman sumber daya
pangan, kelembagaan dan potensi lokal. Salah satu sumber pangan yang strategis
adalah tanaman padi dan palawija. Salah satu tanaman palawija yang cukup
potensial untuk dikembangkan di Indonesia adalah ubi jalar.
Ubi jalar menjadi salah satu dari 20 jenis pangan yang berfungsi sebagai
sumber karbohidrat. Ubi jalar bisa menjadi salah satu alternatif untuk
mendampingi beras menuju ketahanan pangan. Pengembangan potensi ubi jalar
tersebar di beberapa Kabupaten di Jawa Barat. Salah satu sentra produksi ubi jalar
di Kabupaten Bogor yaitu Kecamatan Dramaga. Rata-rata produktivitas ubi jalar
di Kabupaten Bogor hanya mencapai 15,25 ton per hektar, sedangkan
produktivitas optimal ubi jalar seharusnya dapat mencapai 20-40 ton per hektar.
Hal ini dapat dilihat bahwa terdapat selisih sebesar 4,75-24,75 ton per hektar
antara produktivitas optimal dengan produktivitas ubi jalar di Kabupaten Bogor.
Tujuan penelitian ini antara lain, (1) Menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi produksi ubi jalar pada Kelompok Tani Hurip di Desa Cikarawang
dan (2) Menganalisis pendapatan usahatani ubi jalar di Kelompok Tani Hurip
Desa Cikarawang
Lokasi dan waktu penelitian dilakukan di Kelompok Tani Hurip Desa
Cikarawang Kecamatan Darmaga dengan menggunakan metode purposive
sampling yang dilaksanakan pada bulan Juli sampai September 2010, dikarenakan
pada bulan tersebut sedang musim panen ubi jalar. Metode pengambilan sampel
dilakukan secara sensus sebanyak 35 petani responden yang merupakan petani
aktif di Kelompok Tani Hurip. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara
langsung dengan petani responden dengan bantuan kuesioner. Data yang telah
diperoleh dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan
dengan cara mendeskripsikan fenomena yang ada di lapangan. Analisis data
secara kuantitatif antara lain analisis fungsi Cobb-Douglas untuk menganalisis
fungsi produksi dan analisis pendapatan usahatani, penerimaan usahatani dan R/C
rasio. Data yang dianalisis secara kuantitatif akan diolah dengan bantuan program
Microsoft Office Excel 2007 dan Minitab14.0, kemudian disajikan secara tabulasi
dan diinterpretasikan serta diuraikan secara deskriptif..
Hasil penelitian menunjukkan bahwa usahatani ubi jalar di Kelompok Tani
Hurip Desa Cikarawang menguntungkan dilihat dari pendapatan dan nilai R/C
rasio yang lebih dari satu. Pendapatan atas biaya tunai rata-rata petani responden
per periode tanam dari rata-rata luasan lahan yang dimiliki petani responden (0,24
hektar) sebesar Rp 1.446.746,01 dan pendapatan atas biaya total sebesar Rp
760.349,44. Sedangkan pendapatan tunai dan total setelah dikonversi ke dalam
satu hektar sebesar Rp 6.028.108,34 dan Rp 3.168.122,65. Hasil analisis R/C rasio
pada kegiatan usahatani ubi jalar menunjukkan hasil penerimaan yang lebih besar
dibandingkan dengan biaya yang harus dikeluarkan. Nilai R/C rasio atas biaya
tunai diperoleh 2,96 dan nilai R/C rasio atas biaya total sebesar 1,51.
Model fungsi produksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah fungsi
produksi Cobb-Douglas yang telah ditransformasikan ke dalam bentuk logaritmik,
sedangkan metode penduga yang digunakan adalah metode kuadrat terkecil atau
Ordinary Least Square (OLS). Variabel bebas yang digunakan dalam model
penduga fungsi produksi adalah bibit, urea, KCL, TSP, pupuk kandang dan tenaga
kerja. Variabel lahan tidak dimasukan dalam faktor penduga dikarenakan
mempunyai nilai multikolinieritas. Begitupun dengan variabel pestisida tidak
dimasukan ke dalam factor penduga dikarenakan pada umumnya para petani
responden kurang menggunakan pestisida sebagai input produksi dan
mengakibatkan multikolinieritas dalam fungsi produksi. Faktor-faktor produksi
yang mempunyai pengaruh nyata terhadap produksi ubi jalar yaitu pupuk
kandang, tenaga kerja dan KCL. Adapun faktor produksi yang tidak berpengaruh
nyata yaitu bibit, urea dan TSP.
Upaya untuk meningkatkan pendapatan usahatani ubi jalar dapat dilakukan
salah satunya dengan cara memperhatikan penggunaan faktor-faktor produksi
yang mempengaruhi produksi ubi jalar. Variabel yang memiliki nilai koefisien
regresi positif dan berpengaruh nyata seperti pupuk kandang, tenaga kerja, urea
dan KCL penggunaannya masih dapat ditambahkan. Hal ini dikarenakan setiap
penambahan dari penggunaan pupuk kandang, tenaga kerja dan KCL dapat
meningkatkan produksi ubi jalar. Disamping itu, penggunaan bibit, urea dan TSP
hendaknya penggunaannya tidak ditambah lagi, karena variabel yang memiliki
nilai koefisien regresi yang negatif apabila dilakukan penambahan akan
mengurangi jumlah produksi ubi jalar.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI
UBI JALAR (Studi Kasus: Kelompok Tani Hurip, Desa Cikarawang, Kecamatan
Darmaga, Kabupaten Bogor)
SANI DEWI NURMALA
H34086084
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Produksi Ubi Jalar (Studi Kasus: Kelompok Tani Hurip,
Desa Cikarawang, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor)” adalah karya sendiri
dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Maret 2011
Sani Dewi Nurmala
Judul Skripsi : Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Ubi Jalar (Studi
Kasus: Kelompok Tani Hurip, Desa Cikarawang, Kecamatan
Darmaga, Kabupaten Bogor)
Nama : Sani Dewi Nurmala
NIM : H34086084
Menyetujui,
Pembimbing
Dr. Ir. Ratna Winandi, MS.
NIP. 19530718 197803 2 001
Mengetahui,
Ketua Departemen,
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS
NIP 19580908 198403 1 002
Tanggal Lulus:
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan
karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Faktor-
Faktor yang Mempengaruhi Produksi Ubi Jalar (Studi Kasus: Kelompok Tani
Hurip Desa Cikarawang Kecamatan Darmaga)”. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ubi jalar dan
menganalisis pendapatan usahatani ubi jalar di Kelompok Tani Hurip.
Namun demikian, sangat disadari masih terdapat kekurangan karena
keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Untuk itu penulis mengharapkan saran
dan kritik yang membangun ke arah penyempurnaan pada skripsi ini, sehingga
dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Maret 2011
Sani Dewi Nurmala
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tasikmalaya pada tanggal 10 Januari 1987. Penulis
adalah anak pertama (dari dua bersaudara) pasangan Bapak Saepudin dan Ibu
Nani Kurniasih. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri
Karsanegara Kota Tasikmalaya pada tahun 1999. Pendidikan menengah pertama
diselesaikan pada tahun 2002 di SLTP Negeri 2 Tasikmalaya. Pendidikan
menengah atas diselesaikan penulis pada tahun 2005 di SMA Negeri 2
Tasikmalaya.
Penulis diterima di Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED) melalui
jalur Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK) pada tahun 2005 pada
program Diploma III Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian. Selama
mengikuti pendidikan di UNSOED, penulis aktif di Himpunan Mahasiswa
Agribisnis Pertanian (HIMAGRITA) sebagai Kepala Bidang Pengembangan
Keilmuan dan Penalaran Agribisnis pada periode 2006-2007, Bina Wirausaha
Mahasiswa (BIWARA) sebagai Kepala Direksi Pengembangan Sumber Daya
Anggota (PSDA) pada periode 2007-2008, Lembaga Pers Mahasiswa (LPM-
AGRICA) sebagai Staff Divisi Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM)
pada periode 2007-2008, Propesi Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian Indonesia
(POPMASEPI) dan Keluarga Besar Mahasiswa Islam Pertanian (GAMAIS).
Selain aktif dalam kelembagaan kampus, penulis juga terlibat dalam berbagai
kepanitian kegiatan kampus. Penulis mendapatkan beasiswa dari yayasan
SUPERSEMAR pada tahun 2006-2008.
Penulis melanjutkan studi pada Program Sarjana Agribisnis
Penyelenggaraan Khusus di Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Institut Pertanian Bogor (IPB). Selama menjadi mahasiswa di IPB,
penulis aktif dalam kelembagaan kampus, yaitu Kajian Muslim Ekstensi
(KAMUS) dan kegiatan kepanitian lainnya.
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena hanya atas
rahmat dan karunia-Nya skripsi ini dapat terselesaikan. Sebagai bentuk rasa
syukur tersebut, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. Ir. Ratna Winandi, MS sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan
bimbingan, pengarahan serta saran dengan penuh kesabaran selama penulisan
skripsi.
2. Ir. Netty Tinaprilla, MM sebagai dosen evaluator kolokium, sekaligus sebagai
dosen pembimbing akademik terimakasih atas pengarahannya selama proses
belajar penulis.
3. Dr. Ir. Anna Feriyanti, MS dan Ir. Yuniar Atmakusuma, MS sebagai dosen
penguji utama dan penguji dari wakil komisi pendidikan pada ujian sidang
yang telah memberikan masukan dan saran demi perbaikan skripsi ini.
4. Kedua orang tua tercinta, Drs. Saepudin dan Nani Kurniasih S.Pd atas
kepercayaan, segala perhatian, kasih sayang dan do’a restunya yang telah
diberikan selama ini.
5. Adikku Fajar Sandi Nugraha, Enin Tin Kartini dan keluarga besar yang
penulis sayangi terimakasih atas do’a serta dukungannya.
6. Eka Sandri Saputra, SP yang penulis sayangi, terimakasih atas doa, dukungan,
serta pembelajarannya selama ini.
7. Titi dwi hapsari sebagai pembahas seminar hasil penelitian penulis dengan
memberikan saran dan kritik yang konstruktif dalam perbaikan skripsi ini.
8. Keluarga besar Kelompok Tani Hurip, Ahmad Bastari sebagai ketua dan
seluruh petani responden yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu,
terimakasih telah memberikan arahan dan informasi yang membantu penulis
dalam penyelesaian penelitian.
9. Keluarga besar M-14 (Alfera Yusiana, Meli Yuliawati, Mahdalena, Lani
Yulinda, Femi, Dede Permana dan Adi Akhmadi) atas kebersamaan dan
pembelajarannya selama ini.
10. Sahabat tercinta Suci Lestari, Deviyanita, Vidya Iswara, Yumanita Np S,
Inggun Sulasih, Indira, Fadli A F, Taufik Joko Budiman dan Alm Aldila Danu
Sigit Perdana atas doa, motivasi dan semangat juangnya. I Love You All.
11. Teman-teman satu bimbingan Titi Dwi Hapsari, Afriyanto, Wastin, Boyle atas
perjuangan bersama kita dalam menempuh penyelesaian skripsi ini.
12. Seluruh staf dosen dan sekretariat Program Penyelenggaraan Khusus Sarjana
Agribisnis IPB yang telah memberikan banyak bantuan dan kerjasamanya
selama mengikuti proses belajar.
13. Rekan-rekan seperjuangan agribisnis angkatan 5 dan keluarga besar Ekstensi
Agribisnis yang tidak dapat penulis tuliskan satu persatu. Suatu kebanggaan
tersendiri bagi penulis dapat menjadi bagian dari keluarga besar Agribisnis.
Agribussines…Growing the Future..!
14. Rekan-rekan HIMAGRITA, BIWARA, LPM-AGRICA, POPMASEPI,
GAMAIS dan KAMUS yang telah berproses bersama untuk terus belajar dan
belajar.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua pihak yang
telah bersedia memberikan bantuan baik moril maupun spiritual. Akhir kata,
penulis menyadari bahwa karya ini masih jauh dari sempurna. Semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
Bogor, Maret 2011
Sani Dewi Nurmala
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara agraris yang dicirikan dengan mayoritas
penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Sektor pertanian mempunyai
peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Hal ini dilihat dari kontribusinya
dalam pembentukan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) nasional yang meningkat
setiap tahunnya. Pada tahun 2010 terdapat tiga besar sektor utama yang
memberikan kontribusi terhadap PDB nasional menurut lapangan usaha, yaitu:
sektor industri pengolahan, sektor pertanian dan sektor perdagangan, hotel dan
restoran. Sektor pertanian merupakan sektor terbesar kedua dalam total PDB
setelah industri pengolahan, dengan memberikan kontribusi sebesar 16 persen dari
total PDB nasional dan laju pertumbuhannya meningkat sebesar 0,4 persen dari
tahun 2009 ke 2010 (BPS, 2010).
Sektor pertanian terdiri dari sub sektor tanaman pangan, tanaman
perkebunan, peternakan dan produk turunannya, kehutanan dan perikanan.
Tanaman pangan merupakan sub sektor pertanian yang paling besar memberikan
kontribusi terhadap PDB, yaitu sebesar 6,78 persen dan mengalami pertumbuhan
sebesar 0,36 persen (2007). Peningkatan Kontribusi sub sektor pertanian terhadap
PDB dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Klasifikasi PDB Sektor Pertanian di Indonesia Tahun 2004-2007
(Persen)
No Nama Subsektor Tahun
2004 2005 2006 2007
1 Tanaman Pangan 7,21 6,54 6,42 6,78
2 Tanaman Perkebunan 2,16 2,03 1,90 2,13
3 Peternakan dan Produk Turunannya 1,77 1,59 1,53 1,57
4 Kehutanan 0,88 0,81 0,90 0,90
5 Perikanan 2,31 2,15 2,23 2,45
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2009 (diolah).
Peran komoditas pangan dibutuhkan dalam mencapai swasembada pangan
melalui program diversifikasi pangan. Diversifikasi pangan bukan berarti
2
menggantikan beras, tetapi mengubah pola konsumsi masyarakat dengan lebih
banyak jenis pangan yang dapat dikonsumsi. Diversifikasi pangan menjadi salah
satu pilar dalam ketahanan pangan. Pembangunan ketahanan pangan di Indonesia
telah ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 1996 tentang pangan,
mengartikan ketahanan pangan sebagai usaha mewujudkan ketersediaan pangan
bagi seluruh rumah tangga dalam jumlah yang cukup, mutu dan gizi yang layak,
aman dikonsumsi, merata serta terjangkau oleh setiap individu.1 Sesuai dengan
UU No. 22 tahun 1999 pembangunan subsektor tanaman pangan harus dapat
memperkuat posisi petani, pelaku agribisnis lainnya serta aparatur pertanian
dengan memanfaatkan keunggulan agroekosistem masing-masing daerah
kabupaten atau kota.2
Sasaran pembangunan pangan adalah terwujudnya ketahanan pangan pada
tingkat rumah tangga. Pengembangan ketahanan pangan dilakukan antara lain
berdasarkan pada keragaman sumber daya pangan, kelembagaan dan potensi
lokal. Salah satu sumber pangan yang strategis adalah tanaman padi dan palawija.
Tanaman ini sebagai sumber karbohidrat utama dalam pemenuhan gizi
masyarakat. Pemenuhan kebutuhan tanaman padi dan palawija harus dijaga
ketersediaannya dan terjangkau oleh masyarakat. Ketersediaan tanaman padi dan
palawija yaitu melalui produksi domestik dan impor.
Tanaman pangan yang berpotensi sebagai sumber pangan antara lain padi,
jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang-kacangan, kedelai dan lain-lain. Ubi jalar
merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang memberikan sumbangan
terhadap PDB yang cukup signifikan dan terus meningkat dalam beberapa tahun
terahir. Disamping itu juga komoditi ini telah memberikan sumbangan terhadap
devisa negara melalui ekspor dalam bentuk tepung. Net ekspor-impor ubi jalar
adalah satu-satunya komoditas tanaman pangan yang selalu positif. Ubi jalar
menjadi salah satu dari 20 jenis pangan yang berfungsi sebagai sumber
karbohidrat. Ubi jalar bisa menjadi salah satu alternatif untuk mendampingi beras
menuju ketahanan pangan.3 Ubi jalar sebagai penghasil bahan pangan menjadi
1 Krisnamurthi, Bayu. 2003. Penganekaragaman Pangan: Pengalaman 40 Tahun dan
Tantangan Kedepan Artikel Th II No.7. www.ekonomirakyat.org [6 Juni 2010]. 2 Produksi Tanaman Padi dan Palawija Jawa Barat, 2000-2005 [10 Juni 2010].
3 Rima K. 2008. Analisis Teknologi Ekonomi Pendirian Usaha Pasta padat dari Ubi
Jalar. http:/www.lampung.ac.id/journal [5 Juni 2010].
3
makanan pokok bagi penduduk Indonesia bagian Timur terutama Papua. Ubi jalar
sebagai tanaman umbi-umbian penting kedua setelah ubi kayu mempunyai
manfaat beragam. Ubi jalar tidak hanya digunakan sebagai bahan pangan tetapi
juga sebagai pakan ternak, bahan baku industri maupun komoditas ekspor.
Ubi jalar potensial sebagai komoditas ekspor non migas. Negara produsen
utama ubi jalar dunia antara lain Cina, Uganda, Nigeria, Indonesia, Vietnam,
Jepang, India, dan lainnya. Ekspor ubi jalar pada umumnya ditujukan ke
Malaysia, Singapura, Jepang, Saint Helena, Malta, AS, Arab Saudi, Taiwan dan
beberapa Negara Afrika seperti Nigeria dan Etiopia (FAO). Negara pengimpor ubi
jalar Indonesia antara lain: Singapura, Belanda, Amerika Serikat, Jepang,
Malaysia, Taiwan, Cina, Korea. Di luar negeri, khususnya di negara-negara maju,
ubi jalar dijadikan makanan mewah dan bahan baku aneka industri, seperti
industri fermentasi, tekstil, lem, kosmetika, farmasi, dan sirup. Di Jepang ubi jalar
dijadikan makanan tradisional yang publisitasnya setaraf dengan pizza atau
hamburger, sehingga aneka makanan olahan ubi jalar banyak dijual di toko-toko
sampai restoran-restoran bertaraf internasional. Di Amerika Serikat, ubi jalar
dijadikan bahan pengganti (substitusi) kentang dan 60-70 persen diantaranya
digunakan sebagai bahan makanan (Rahmat, 1997).
Permintaan ubi jalar sebagian besar (85 persen) untuk memenuhi
kebutuhan konsumsi manusia, sekitar 2 persen untuk pakan ternak, 2,5 persen
untuk bahan baku industry dan 10,5 persen hilang karena proses panen dan pasca
panen. Keunggulan dari ubi jalar antara lain: tingkat produksi tinggi, dapat
bertahan hidup dalam kondisi iklim yang kurang baik, gizinya tinggi (Tabel 2),
harganya murah, produk lokal dan dikenal secara turun temurun oleh masyarakat
Indonesia dan dari segi rasa banyak disukai masyarakat Indonesia dengan
teksturnya yang beragam, sehingga dapat dipilih yang paling sesuai dengan selera
konsumen. Potensi penggunaan ubi jalar pun cukup luas dan cocok untuk program
diversifikasi pangan yang dapat diolah menjadi beberapa produk turunan seperti:
tepung ubi jalar yang dapat mengurangi impor gandum dan tepung terigu, mie, es
krim, nasi ubi, kentang dan lain-lainnya. Ubi jalar merupakan bahan makanan
4
tambahan yang telah mendapat perhatian masyarakat dan menjadi produk tanaman
pangan dunia yang menduduki urutan ke tujuh.4
Tabel 2. Kandungan Gizi dan Kalori Beras, Jagung, Ubi Kayu, dan Ubi Jalar
Bahan Kalori
(kal)
Karbohidrat
(g)
Protein
(g)
Lemak
(g)
Vit. A
(SI)
Vit. C
(mg)
Ca
(mg)
Beras 360 78.9 6.8 0.7 0 0 6
Jagung 361 72.4 8.7 4.5 350 0 9
Ubi Kayu 146 34.7 1.2 0.3 0 30 33
Ubi Jalar 123 27.9 1.2 0.7 7000 22 30
Sumber : Harnowo et al., 1994 5
Ubi jalar mempunyai kandungan gizi yang lebih lengkap dibandingkan
bahan pangan lainnya. Ubi jalar mengandung vitamin A yang jauh lebih tinggi
sebesar 7000 SI, sedangkan beras dan ubi kayu tidak mengandung vitamin A dan
jagung hanya 350 SI. Kandungan kalori per 100 gram cukup tinggi, yaitu 123
kalori dan dapat memberikan rasa kenyang. Disamping itu, ubi jalar yang direbus
merupakan sumber gizi yang cukup baik, yaitu mengandung thiamin (0,09 mg),
riboflavin (0,06 mg), niacin (0,6 mg), K (243 mg), P (47 mg), Fe (0,7 mg), dan Ca
(32 mg) dibandingkan gizi yang terkandung dalam nasi.6
Pada saat ini budidaya ubi jalar sangatlah mudah dilakukan oleh para
petani, dapat ditanam di sawah maupun kebun. Total luas panen ubi jalar di
Indonesia pada tahun 2009 mencapai 183.442 hektar dengan tingkat produksi
sebesar 2.044.054 ton dan produktivitasnya berkisar pada 11,14 ton per hektarnya.
Propinsi sentra produksi (penghasil utama) ubi jalar di Indonesia Tahun 2009
berturut-turut adalah Jawa Barat, Papua, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera
Utara, Nusa Tenggara Timur, Bali, Lampung, Banten dan Bengkulu. Sentra
produksi ubi jalar yang paling banyak di Indonesia adalah Jawa Barat yaitu
sebesar 468.763 ton (BPS, 2009).
Pengembangan potensi ubi jalar pun tersebar di beberapa Kabupaten di
Jawa Barat. Kabupaten Bogor merupakan daerah penghasil ubi jalar terbesar
4 http://sutikno.blog.uns.ac.id/2009/04/17/transpormasi-ubi-jalar-ipomea-batatas-gen-
pinii-dan-cp-spfmv/#more-266 5 Dina Permatasari. 2009. Diversifikasi Pangan Ubi Jalar.http://trias.blog.unair.ac.id/2009
/05/15/pangan-alternatif-alih-jalur-umum/gizi kesehatan masyarakat. [10 Mei 2010] 6 Loc..cit
5
ketiga di Jawa Barat setelah Kabupaten Kuningan dan Garut, sehingga prospektif
untuk dikembangkan. Pada umumnya produksi ubi jalar di Kabupaten Bogor
mengalami peningkatan tiap tahunnya. Pada tahun 2005 Kabupaten Bogor
memproduksi 50.811 ton dan terus mengalami peningkatan sampai tahun 2008
sebesar 58.309 ton (BPS, 2008). Potensi ubi jalar di beberapa Kabupaten di Jawa
Barat dapat dilihat pada Tabel 3.
Table 3. Potensi Ubi Jalar di Beberapa Kabupaten di Jawa Barat Tahun 2008
No Kabupaten Luas Tanam
(Ha)
Luas Panen
(Ha)
Produksi
(Ton)
Produktivitas
(Ku/Ha)
1 Kuningan 5.552 5.936 110.428 186,03
2 Garut 5.117 5.534 68.363 123,53
3 Bogor 4.023 3.955 58.309 147,43
4 Bandung 2.781 2.217 24.547 110,72
5 Cianjur 1.884 1.582 18.006 113,82
6 Sukabumi 1.499 1.402 21.047 150,12
7 Sumedang 1.334 1.176 15.474 131,58
8 Purwakarta 1.088 1.133 16.742 147,77
9 Tasikmalaya 1.956 2.101 17.914 85,26
10 Majalengka 924 734 10.554 143,79
Sumber : Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat Tahun 2009 (diolah).
Salah satu sentra produksi ubi jalar di Kabupaten Bogor yaitu Kecamatan
Dramaga. Hal ini didukung dengan lokasi IPB sebagai lembaga akademisi yang
berada di Dramaga, sehingga bisa memberikan kontribusinya kepada petani ubi
jalar di daerah sekitarnya melalui pembinaan kelompok tani. Kelompok Tani
Hurip merupakan salah satu dari kelompok tani yang dekat dengan lokasi kampus
IPB dan sedang mengembangkan usahatani ubi jalar di Desa Cikarawang,
Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Kondisi iklim, tenaga kerja pertanian
yang banyak menjadi faktor pendukung usahatani.
Produksi ubi jalar mengalami peningkatan dari tahun 2007 ke tahun 2008
sebesar 2.040 ton per hektar menjadi 2.720 ton per hektar, tetapi produktivitasnya
menurun dari 14,57 ke 14,32. Padahal rata-rata produksi di Kabupaten Bogor
6
mengalami peningkatan dari 14 ton per hektar menjadi 14,2 ton per hektar (Tabel
5). Produksi ubi jalar di beberapa Kecamatan di Kabupaten Bogor dapat dilihat
pada Tabel 4.
Tabel 4. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Ubi Jalar di Beberapa
Kecamatan di Kabupaten Bogor 2007-2008
No Kecamatan
2007 2008
Produksi Luas
Panen
Produk-
tivitas Produksi
Luas
Panen
Produk-
tivitas
Ton Ha Ton/Ha Ton Ha Ton/Ha
1 Tenjolaya 8.857 291 14,59 8.732 603 14,48
2 Cibungbulang 244 655 14,35 8.822 601 14,68
3 Ciampea 2.540 122 14,61 8.576 586 14,63
4 Megamendung 2.604 152 13,71 3.644 269 13,55
5 Dramaga 2.040 135 14,57 2.720 190 14,32
6 Tamansari 2.466 131 14,59 2.478 174 14,24
7 Cijeruk 1.641 117 14,27 2.416 173 13,97
8 Bojonggede 415 100 13,39 2.023 150 13,49
9 Pamijahan 9.341 417 14,73 1.990 136 14,63
10 Rancabungur 3.452 95 14,69 1.945 135 14,41
Sumber : Kebupaten Bogor dalam Angka 2009 (diolah).
BPS Kabupaten Bogor (2009)
Usahatani ubi jalar di kelompok tani Hurip Desa Cikarawang ini penting
untuk dikembangkan selain padi, karena menyumbang terhadap total pendapatan
petani. Pendapatan dipengaruhi oleh produksi, harga output dan input serta faktor-
faktor produksi. Dengan demikian, penelitian mengenai analisis usahatani dan
faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ubi jalar menjadi bahan kajian yang
penting untuk diteliti.
1.2 Perumusan Masalah
Rata-rata produktivitas ubi jalar di Kabupaten Bogor hanya mencapai
15,25 ton per hektar (Tabel 5), sedangkan produktivitas optimal ubi jalar
seharusnya dapat mencapai 20-40 ton per hektar.7 Hal ini dapat dilihat bahwa
7 Zuraida. Usahatani Ubi Jalar sebagai Bahan Pangan Alternatif dan Diversifikasi
Sumber Karbohidrat. http://anekaplanta. Wordpress.com/2008/03/02. [15 Juni 2010].
7
terdapat selisih sebesar 4,75-24,75 ton per hektar antara produktivitas optimal
dengan produktivitas ubi jalar di Kabupaten Bogor. Hal ini disebabkan oleh
beberapa kendala yang dihadapi petani dalam pengembangan usahatani ubi jalar.
Kesenjangan (gap) ini dapat berimplikasi terhadap pendapatan yang diperoleh
petani.
Tabel 5. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Ubi Jalar Di Kabupaten Bogor
Tahun 2003-2008
Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat, 2009 (diolah).
Kesejahteraan petani dapat diukur dari pendapatan yang diterimanya.
Produktivitas yang tinggi menghasilkan pendapatan yang tinggi pula, berarti akses
petani terhadap pangan pun akan meningkat. Pada umumnya masyarakat tani
tersebut kurang berkembang kesejahteraannya, karena terkendala oleh kondisi
sosial ekonomi yang relatif rendah. Sebagian besar petani mempunyai lahan yang
relatif sempit (skala terbatas) dan masih banyak petani penggarap, modal yang
terbatas, harga input tinggi dan harga output ubi jalar rendah. Penguasaan
teknologi usahatani ubi jalar oleh petani perlu ditingkatkan, sehingga antara faktor
iklim dengan teknologi budidaya tanaman dapat sinergis dalam meningkatkan
produktivitas ubi jalar.
Peningkatan produktivitas ubi jalar dapat dilakukan dengan meningkatkan
produksinya. Peningkatan produksi ubi jalar dapat ditempuh dengan usaha
penanaman varietas unggul, penerapan kultur teknik budidaya secara intensif, dan
penanganan pascapanen yang memadai, disertai penelitian pasar di dalam dan luar
negeri (Rahmat, 1997).
Tahun Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Ton/Ha)
2003 3.882 67.159 17,30
2004 3.656 56.213 15,40
2005 3.662 52.762 14,40
2006 3.752 60.832 16,20
2007 3.916 54.528 14,00
2008 4.041 57.311 14,20
Rata-rata 15,25
8
Desa Cikarawang merupakan salah satu desa di kabupaten bogor yang
berpotensi untuk usahatani ubi jalar dengan adanya kelompok tani dan didukung
oleh IPB sebagai desa binaan di lingkungan kampus. Mayoritas penduduk Desa
Cikarawang berprofesi sebagai petani dan buruh tani yang berpengalaman
menghasilkan bahan pangan. Sebagian besar petani di daerah ini menjadikan
tanaman ubi jalar sebagai komoditas utama untuk dibudidayakan, termasuk
kelompok tani Hurip yang merupakan salah satu kelompok tani aktif yang berada
di Desa Cikarawang. Kelompok tani Hurip tergabung dalam Gapoktan Jaya
Makmur dengan jumlah anggota lebih banyak dibandingnkan dengan empat
kelompok tani lainnya (Kelompok Tani Setia, Kelompok Tani Subur Jaya,
Kelompok Tani Mekar), yaitu sebenyak 35 orang dari total petani aktif 110 orang.
Disamping itu, petani yang tergabung ke dalam kelompok tani Hurip mayoritas
petani yang mengusahakan ubi jalar, dibandingkan kelompok tani lainnya.
Harga ubi jalar yang diterima petani berkisar antara Rp 800 - Rp 1.500 per
kilogram, sedangkan harga yang dibayarkan konsumen akhir yaitu Rp 3.000 - Rp
4.000 per kilogram. Penerimaan tinggi yang diharapkan petani, maka harga yang
diterima petani pun harus tinggi. Harga yang dikalikan dengan hasil produksi
menghasilkan penerimaan, dimana produksi yang tinggi pun akan meningkatkan
penerimaan. Pendapatan petani merupakan hasil dari penerimaan dikurangi
dengan biaya yang dikeluarkan selama proses usahatani berlangsung. Dengan
demikian, petani perlu menghitung kembali usahatani ubi jalar yang dijalankan.
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang dijelaskan diatas
dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini,
antara lain:
1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi ubi jalar pada
kelompok tani Hurip di Desa Cikarawang?
2. Apakah usahatani ubi jalar pada kelompok tani Hurip Desa Cikarawang
menguntungkan?
9
1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka
penelitian ini bertujuan untuk:
1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ubi jalar pada
kelompok tani Hurip di Desa Cikarawang, Kecatamatan Dramaga,
Kabupaten Bogor.
2. Menganalisis pendapatan usahatani ubi jalar pada kelompok tani Hurip di
Desa Cikarawang, Kecatamatan Dramaga, Kabupaten Bogor.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memiliki kegunaan sebagai berikut:
1. Bagi peneliti
Penelitian berguna untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang
diterima di perkuliahan terhadap permasalahan yang ada secara nyata.
2. Bagi kelompok tani Hurip
Penelitian ini dapat berguna sebagai bahan informasi dan evaluasi bagi
kelompok tani Hurip dalam meningkatkan pendapatan pada
pengembangan usahatani ubi jalar sebagai potensi Desa Cikarawang.
3. Bagi kalangan akademis
Penelitian ini dapat bermanfaat sebagai bahan literatur untuk penelitian
selanjutnya.
4. Bagi masyarakat
Penelitian ini dapat menjadi sumber pengetahuan bagi masyarakat akan
pentingnya kerjasama antara masyarakat dan perusahaan serta partisipasi
aktif masyarakat dalam peningkatan kualitas hidup mereka melalui
pengembangan masyarakat.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada petani ubi jalar di Desa Cikarawang yang
difokuskan pada satu kelompok tani dari empat kelompok tani yang tergabung
dalam Gapoktan yaitu kelompok Tani Hurip. Keragaan subsistem usahatani ubi
jalar dianalisis secara kualitatif berdasarkan fakta yang diperoleh di tempat
penelitian. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ubi jalar melalui analisis
fungsi produksi Cobb-Douglas dan analisis usahatani melalui analisis pendapatan
dan R/C rasio dianalisis secara kuantitatif.
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Penelitian Mengenai Ubi Jalar
Ubi jalar merupakan salah satu komoditas utama tanaman pangan yang
mempunyai daya adaptasi luas, sehingga dapat tumbuh dan berkembang dengan
baik di seluruh nusantara. Di Indonesia, nama lokal tanaman ini sangat bervariasi,
di Jawa Barat bernama Boled, di Jawa Tengah dan Jawa Timur bernama Tela
Rambat. Di Jepang ubi jalar dikenal dengan nama Shoyu dan dalam bahasa Inggris
dikenal dengan sebutan Sweet Potatoes. Penelitian terbaru menunjukan bahwa,
ubi jalar terutama yang berwarna oranye tua termasuk salah satu makanan tersehat
dan mempunyai banyak khasiat (Suismono dalam Hafsah, 2004).
Menurut data sekunder dari Direktorat Gizi Depkes RI, Ubi jalar
merupakan salah satu tanaman pangan yang mempunyai kandungan gizi tinggi
dan bermanfaat bagi kesehatan. Komponen kandungan gizi dari ubi jalar dapat
dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Kandungan Gizi dalam Tiap 100 Gram Daun dan Ubi Jalar Segar
No Kandungan Gizi Banyaknya dalam:
Ubi Putih Ubi Merah Ubi Kuning *) Daun
1 Kalori (kal) 123,00 123,00 136,00 47,00
2 Protein (g) 1,80 1,80 1,10 2,80
3 Lemak (g) 0,70 0,70 0,40 0,40
4 Karbohidrat (g) 27,90 27,90 32,30 10,40
5 Kalsium (mg) 30,00 30,00 57,00 79,00
6 Fosfor (mg) 49,00 49,,00 52,00 66,00
7 Zat besi (mg) 0,70 0,70 0,70 10,00
8 Natrium (mg) - - 5,00 -
9 Kalium (mg) - - 393,00 -
10 Niacin (mg) - - 0,60 -
11 Vitamin A (SI) 60,00 7.700,00 900,00 6.105,00
12 Vitamin B1 (mg) 0,90 0,90 0,10 0,12
13 Vitamin B2 (mg) - - 0,04 -
14 Vitamin C (mg) 22,00 22,00 35,00 22,00
15 Air (g) 68,50 68,50 - 84,70
16 Bagian yang dapat
dimakan (%)
86,00 86,00 - 73,00
Keterangan: *) Food and nutrition Research Center Hanbook I, Manila.
-) Tidak ada data.
(sumber: Direktorat Gizi Depkes RI 1981, dalam Rahmat 1997)
11
Aji (2008) melakukan penelitian mengenai peramalan produksi dan
konsumsi ubi jalar nasional dalam rangka rencana program diversifikasi pangan
pokok. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa peramalan sampai 10 tahun
kedepan (tahun 2018) menunjukkan bahwa produksi (1.671.280 ton) dan
konsumsi (1.653.014 ton) ubi jalar tidak bisa memenuhi target yang diharapkan,
sedangkan berdasarkan hasil persamaan regresi konsumsi ubi jalar menunjukkan
adanya hubungan yang positif antara konsumsi ubi jalar dan konsumsi beras. Hal
ini dikarenakan kedua komoditi tersebut memiliki sifat saling komplementer
bukan substitusi.
Alternatif strategi yang bisa dilakukan antara lain melakukan rekayasa
sosial terhadap pola konsumsi masyarakat melalui kerjasama dengan industri
pangan; diversifikasi produk ubi jalar dengan pendirian industri tepung dan pasta
ubi jalar; promosi, kampanye dan sosialisasi tentang manfaat ubi jalar secara
komprehensif dan kontinyu; pemberian insentif untuk konsumsi pangan non beras
serta penghargaan ketahanan pangan bagi masyarakat.
Hasil penelitian Juarsa (2007) menunjukkan bahwa pengusahaan ubi jalar
memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif (daya saing) dilihat dari nilai
PCR dan DRC yang kurang dari satu. Penelitian yang dilakukan di Kabupaten
Kuningan dinilai mempunyai daya saing. Hal ini terlihat dari nilai PCR kurang
dari satu, yaitu sebesar 0,49 untuk varietas Bogor; 0,41 untuk varietas AC, dan
0,45 untuk keseluruhan varietas. Serta nilai DRC juga kurang dari satu sebesar
0,24 untuk varietas Bogor; 0,25 Untuk varietas AC, dan 0,24 untuk keseluruhan
varietas.
Potensi ubi jalar terbukti dengan adanya penelitian-penelitian yang telah
dilakukan sebelumnya oleh Juarsa (2007) mengenai daya saing ubi jalar dan sifat
komplementer ubi jalar dengan beras oleh Aji (2008) menjadi potensi untuk
dikembangkan, dengan demikian penelitian yang dilakukan oleh Widayanti
(2008) dapat mendukung penelitian sebelumnya. Penelitian Widayanti (2008)
yaitu mengenai analisis pendapatan usahatani dan pemasaran ubi jalar di Desa
Bandorasa Kulon Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan, Jawa Barat.
Penelitian ini memiliki dua tujuan utama, yaitu pertama untuk menganalisis
keuntungan usahatani ubi jalar dilihat dari tingkat pendapatan petani ubi jalar di
12
Desa Bandorasa Kulon, dan tujuan kedua adalah menganalisis sistem pemasaran,
saluran pemasaran, struktur dan perilaku pasar, sebaran marjin pemasaran ubi
jalar dari petani sampai konsumen akhir dari farmer’s share.
Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa penerimaan petani
responden dalam melakukan usahatani ubi jalar adalah Rp 11.406.061, sedangkan
biaya total untuk usahatani ubi jalar adalah Rp 8.256.764, sehingga pendapatan
petani atas biaya tunai adalah Rp 6.151.154 dan pendapatan petani atas biaya total
adalah Rp 3.149.297. Nilai R/C atas biaya tunai adalah sebesar 2,17 dan nilai R/C
atas biaya total adalah sebesar 1,38. Berdasarkan kenyataan tersebut, usahatani
ubi jalar di Desa Bandorasa Kulon menguntungkan untuk diusahakan. Hal ini bisa
menjadi bahan kajian yang bermanfaat bagi petani ubi jalar di daerah lainnya.
Pengolahan ubi jalar pun sangat potensial untuk dikembangkan sebagai
hasil diversifikasi pangan, salah satunya yaitu pembuatan tepung ubi jalar.
Menurut hasil penelitian Yenni (2007), perumusan strategi pemasaran tepung ubi
jalar produksi usaha kecil (studi kasus: Kelompok Tani Hurip Desa Cikarawang)
didapatkan nilai pada matriks IFE 3,233 dengan kekuatan paling besar
ditunjukkan oleh faktor adanya keinginan dan motivasi yang kuat dari anggota
kelompok untuk mendirikan usaha tepung ubi jalar (0,459), serta kelemahan
terbesar pada faktor tingkat pengetahuan anggota yang rendah (0,257). Nilai pada
matriks EFE 3,076 peluang utama ialah faktor perkembangan ilmu dan teknologi
yang semakin modern (0,394) dan ancaman terbesar ialah faktor tepung ubi jalar
belum dikenal oleh masyarakat luas (0,210). Pada matriks IE, posisi pengusahaan
terletak pada sel 1 yang berarti sebaiknya menggunakan strategi grow dan build.
Berdasarkan matiks QSP, nilai Total Atractive Score (TAS) tertinggi terletak pada
strategi promosi yang intensif dan efisien (7,023).
2.2 Tinjauan Penelitian Mengenai Analisis Usahatani dan Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Produksi
Penelitian-penelitian terdahulu memberikan pengamatan yang berbeda-
beda pada pola pengambilan data, metode analisis, dan hasil yang dicapai.
Penelitian terkait analisis usahatani dan faktor-faktor yang mempengaruhi
produksi telah dilakukan oleh Isnurdiansyah (2010), Devy (2010), Yulistia (2009),
Zalukhu (2009) dan Silalahi (2009).
13
Isnurdiansyah (2010) melakukan penelitian tentang analisis pendapatan
usahatani gandum lokal di Kecamatan Tosari Kabupaten Pasuruan propinsi jawa
Timur. Tujuan penelitiannya yaitu menganalisis keragaan dan pendapatan
usahatani gandum lokal, serta menganalisis keterkaitan usahatani gandum lokal
dengan sub sistem agribisnis gandum lokal. Metode analisis yang digunakan
antara lain metode kasus, analisis pendapatan, R/C rasio, analisis imbangan
penerimaan dan biaya, serta anggaran parsial.
Nilai pendapatan usahatani diperoleh dari selisih penerimaan dan biaya
usahatani. Pendapatan usahatani terdiri dari pendapatan atas biaya tunai dan total.
R/C rasio atas biaya tunai dan biaya total petani responden sebesar 1,83 dan 0,99,
yaitu petani responden mendapatkan penerimaan sebesar Rp 1,83 dan Rp 0,99
dari setiap satu rupiah yang telah dikeluarkan. Petani responden mengalami
keuntungan jika dilihat berdasarkan R/C rasio atas biaya tunai dan petani
responden mengalami kerugian jika dilihat berdasarkan R/C rasio atas biaya total.
Analisis usahatani tidak hanya dilakukan dengan menganalisis pendapatan
saja. Berdasarkan hasil penelitian Yulistia (2009), analisis pendapatan usahatani
Belimbing Dewa dapat disimpulkan bahwa pengaruh hadirnya Primatani di Kota
Depok belum memberikan dampak yang terlalu besar terhadap tingkat pendapatan
petani peserta Primatani. Hal ini dapat dilihat dari pendapatan atas biaya tunai dan
total pada petani non Primatani lebih tinggi jika dibandingkan dengan petani
Primatani. Variabel faktor produksi yang digunakan antara lain pupuk kandang,
pupuk NPK, pupuk gandasil, pestisida, petrogenol dan tenaga kerja.
Berbeda halnya dengan Zalukhu (2009) yang melakukan penelitian
mengenai analisis usahatani dan tataniaga padi varietas unggul nasional (Kasus:
Varietas Bondoyudo pada Gapoktan Tani Bersatu, Kecamatan Cibungbulang,
Kabupaten Bogor). Penelitian yang bertujuan menganalisis keragaan usahatani,
pendapatan usahatani, faktor-faktor produksi serta efisiensi tataniaga beras di
Kecamatan Cibungbulang melakukan pengambilan responden secara acak (simple
random sampling) sedangkan penentuan responden untuk analisis tataniaga adalah
secara snow ball sampling. Hasil penelitian Zulukhu (2009) tidak hanya
menganalisis pendapatan, R/C rasio, tetapi juga analisis regresi linier berganda
14
untuk mengetahui faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi padi dan
analisis marjin, farmer’s share dan rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga.
Hasil penelitian meghasilkan pendapatan atas biaya tunai pada usahatani
Bondoyudo adalah Rp 6.311.564, artinya pendapatan petani tanpa
memperhitungkan biaya diperhitungkan sebesar Rp 6.311.564 per hektar per
musim tanam, sedangkan pendapatan atas biaya total adalah Rp 3.303.928. Nilai
R/C rasio atas biaya tunai adalah 2,66. Artinya setiap pengeluaran biaya tunai satu
satuan biaya total menghasilkan penerimaan sebesar 2,66 satuan penerimaan. R/C
rasio atas biaya total adalah 1,50 artinya setiap pengeluaran satu satuan biaya total
menghasilkan penerimaan 1,50 satuan penerimaan.
Faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap produksi padi adalah luas
lahan (X1), benih (X2), urea (X3), NPK (X4), TSP (X5), pupuk organik (X6),
furadan (X7), pestisida (X8) dan tenaga kerja (X9). Faktor-faktor tersebut dapat
dipakai dalam penelitian yang akan dilaksanakan penulis. Berdasarkan pendugaan
model linier berganda diperoleh koefisien determinasi (R-Sq) sebesar 93,6 persen.
Nilai F-hitung sebesar 48,82 lebih besar dari nilai F-tabel pada selang
kepercayaan 90 persen yaitu 3,17. Hasil dari uji-t menunjukkan bahwa secara
parsial, faktor produksi luas lahan (X1), benih (X2) dan pestisida (X3) berpengaruh
nyata pada taraf kepercayaan 90 persen, sedangkan faktor produksi TSP (X5) dan
tenaga kerja (X9) berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 85 persen. Dengan
demikian sebaiknya petani meningkatkan penggunaan luas lahan, benih dan
tenaga kerja dan sebaliknya mengurangi produksi padi Bondoyudo. Hal ini
membuktikan bahwa Bondiyudo tidak perlu menggunakan pestisida.
Penelitian mengenai analisis pendapatan dan pemasaran pun dilakukan
oleh Silalahi (2009). Silalahi (2009) melakukan penelitian mengenai analisis
pendapatan usahatani dan pemasaran talas di Kelurahan Situgede, Kecamatan
Bogor Barat, Kota Bogor yanng merupakan sentra talas di Kota Bogor. Tujuan
penelitian ini adalah (1) menganalisis pendapatan usahatani talas, (2) menganalisis
saluran pemasaran, fungsi-fungsi pemasaran talas di kelurahan Situgede,
Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. Pengambilan responden dilakukan secara
sensus sebanyak 24 petani yang membudidayakan talas.
15
Berdasarkan hasil analisis, maka untuk tiap hektar lahan, pertanian talas
mampu menghasilkan rata-rata 18.000 kilogram umbi, dengan harga rata-rata Rp
1.586 per umbi untuk petani lahan disewa, Rp 1.635 per umbi untuk petani lahan
sendiri dan Rp 1.621 per umbi untuk petani lahan keseluruhan. Rata-rata
pendapatan atas biaya total usahatani lahan disewa dan lahan milik sendiri
masing-masing sebesar Rp 11.524.717,92 dan Rp 11.326.827,54, sedangkan
pendapatan usahatani lahan keseluruhan adalah Rp 11.476.748,81. Nilai R/C rasio
atas biaya total pada usahatani lahan disewa, lahan milik sendiri dan lahan
keseluruhan masing-masing adalah 1,61; 1,56 dan 1,58. hal ini menunjukkan
bahwa usahatani talas terhadap lahan sendiri maupun lahan sewa sama-sama
mengungtungkan.
Penelitian mengenai tanaman palawija tidak hanya dilakukan pada
tanaman talas saja, tetapi juga dilakukan pada tanaman ganyong yang diteliti oleh
Devy (2010) mengenai “Peran Kelembagaan Kelompok Tani terhadap Produksi
dan Pendapatan Petani Ganyong di Desa Sindanglaya Kecamatan Sukamantri
Kabupaten Ciamis Jawa Barat”. Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu selain
menganalisis pendapatan usahatani ganyong juga menganalisis pengaruh peran
kelompok tani terhadap produktivitas dan pendapatan petani ganyong. Alat
analisis yang digunakan adalah fungsi produksi Cobb-Douglass dan analisis
pendapatan R/C rasio.
2.3 Evaluasi Penelitian Terdahulu
Penelitian yang akan dilakukan oleh penulis dengan penelitian terdahulu
secara umum memiliki persamaan dan perbedaan yang mendasar. Persamaannya
terletak pada jenis analisis yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu analisis
pendapatan usahatani komoditas pertanian. Dimana dapat menjawab salah satu
tujuan dari penelitian yang sama. Perbedaan penelitian yang dilakukan penulis
dengan penelitian-penelitian terdahulu terdapat pada fokus komoditas
pertaniannya, tujuan, lokasi dan metode analisis yang digunakan untuk setiap
kasus penelitian.
Penulis melakukan analisis pendapatan usahatani ubi jalar yang telah
diteliti sebelumnya oleh Widayanti (2008), namun terdapat perbedaan lokasi
penelitian, dimana Widayanti (2008) meneliti di Kabupaten Kuningan, sedangkan
16
penulis meneliti di Kabupaten Bogor. Penulis pun mengembangkan penelitian
komoditas ubi jalar yang telah dilakukan sebelumnya oleh Aji (2008) dan Juarsa
(2007).
Penulis melengkapi penelitian yang dilakukan oleh Yenni (2007)
mengenai strategi pemasaran tepung ubi jalar dengan menganalisis faktor-faktor
yang mempengaruhi produksi ubi jalar. Hal ini dilakukan untuk menunjang
pendapatan yang diterima petani, dimana tepung ubi jalar merupakan produk
olahan dari ubi jalar. Kesamaan penelitian yang dilakukan penulis dengan Yenni
(2007) adalah sama-sama meneliti ubi jalar di kelompok tani Hurip, Desa
Cikarawang.
Ubi jalar sebagai salah satu tanaman palawija yang potensial untuk
dikembangkan layak untuk diteliti. Penelitian mengenai tanaman ubi jalar
ditunjang oleh penelitian-penelitian terdahulu mengenai tanaman pangan dan
palawija antara lain: ubi jalar (Widayanti, 2008), talas (Silalahi, 2009), ganyong
(Devy, 2010), padi varietas unggul nasional yang telah diteliti oleh Zalukhu
(2009) dan gandum (Isnurdiansyah, 2010). Penelitian terdahulu mengenai
tanaman pangan dan palawija menghasilkan pendapatan yang positif, artinya
usahatani yang dijalankan menguntungkan. R/C rasio yang dihasilkan oleh ubi
jalar sebesar 1,38; sedangkan talas dan ganyong memiliki nilai R/C rasio lebih
besar dari ubi jalar yaitu 1,56 dan 1,41. Padi dan gandum mempunyai R/C rasio
masing-masing sebesar 1,5 dan 0,99.
Metode analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi yang
digunakan peneliti ada kesamaan dengan Yulistia (2009) mengenai efisiensi
produksi usahatani belimbing dewa yaitu dengan menggunakan model fungsi
produksi Cobb-Douglas. Ubi jalar sebagai produk diversifikasi dari beras dapat
dilihat dari perbandingan faktor-faktor yang mempengaruhi produksinya. Faktor-
faktor yang mempengaruhi produksi padi (Zulukhu, 2009) antara lain lahan,
benih, urea, NPK, TSP, pupuk organik, furadan, pestisida dan tenaga kerja.
Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi produksi ubi jalar antara lain lahan,
bibit, pupuk kandang, pupuk kimia, pestisida dan tenaga kerja.
Usahatani ubi jalar di Kabupaten Bogor dapat memperkuat dan
melengkapi usahatani yang dijalankan di tempat lain, bahwa usahatani tersebut
17
menguntungkan dibandingkan gandum dengan syarat memeperhatikan faktor-
faktor produksi yang memepengaruhinya. Penelitian-penelitian yang dilakukan
oleh peneliti sebelumnya dijadikan sebagai referensi terhadap perbandingan hasil
penelitian ini.
III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka pemikiran teoritis merupakan acuan alur berfikir dalam
melakukan penelitian berdasarkan tujuan penelitian. Tujuan penelitian ini yaitu
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ubi jalar. Adapun teori
yang digunakan dalam penelitian ini mencakup teori produksi, teori biaya dan
teori pendapatan.
3.1.1 Konsep Usahatani
Usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang
mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam
sekitarnya sebagai modal, sehingga memberikan manfaat sebaik-baiknya
(Suratiyah, 2009). Menurut Rahim (2007) menyatakan bahwa usahatani
merupakan ilmu yang mempelajari tentang cara petani mengelola input atau
faktor-faktor produksi (tanah, tenaga kerja, modal, teknologi, pupuk, benih dan
pestisida) dengan efektif, efisien dan berkelanjutan untuk dapat menghasilkan
produksi yang tinggi, sehingga pendapatannya dapat meningkat. Dikatakan efisien
bila petani dapat mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki dengan sebaik-
baiknya dan dikatakan efektif bila pemanfaatan sumberdaya tersebut
menghasilkan keluaran (output).
Pada umumnya ciri-ciri usahatani di Indonesia adalah berlahan sempit,
modal relatif kecil, pengetahuan petani terbatas dan kurang dinamis sehingga
berakibat pada rendahnya pendapatan petani (Soekartawi, 1986). Ilmu usahatani
pada dasarnya memperhatikan cara-cara petani memperoleh dan memadukan
sumberdaya yang ada seperti lahan, tenaga kerja, modal, waktu dan pengelolaan
(manajemen) yang terbatas ketersediaannya untuk mencapai tujuannya
(Soekartawi, 1995).
Menurut Suratiyah (2009) mengungkapkan bahwa faktor-faktor yang
bekerja dalam usahatani baik secara langsung maupun tidak langsung, yaitu:
1. Alam
Alam merupakan faktor yang sangat menentukan usahatani. Faktor alam
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu faktor tanah dan lingkungan alam sekitarnya.
19
Faktor tanah misalnya jenis tanah dan kesuburan. Faktor alam sekitar yakni iklim
yang berkaitan dengan ketersediaan air, suhu dan lain sebagainya.
2. Tenaga Kerja
Tenaga kerja adalah salah satu unsur penentu, terutama bagi usahatani
yang sangat tergantung musim. Kelangkaan tenaga kerja berakibat mundurnya
penanaman sehingga berpengaruh pada pertumbuhan tanaman, produktivitas dan
kualitas produk. Tenaga kerja terdiri dari tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga
kerja luar keluarga. Beberapa hal yang membedakan antara tenaga kerja keluarga
dan tenaga luar, antara lain: komposisi menurut umur, jenis kelamin, kualitas dan
kegiatan kerja (prestasi kerja). Kegiatan kerja tenaga luar sangat dipengaruhi
sistem upah, lamanya waktu kerja, kehidupan sehari-hari, kecakapan dan umur
tenaga kerja. Kebutuhan tenaga kerja dapat diketahui dengan cara menghitung
setiap kegiatan masing-masing komoditas yang diusahakan, kemudian
dijumlahkan untuk seluruh usahatani.
Satuan yang sering dipakai dalam perhitungan kebutuhan tenaga kerja
adalah man days atau HOK (hari orang kerja) dan JKO (jam kerja orang).
Pemakaian HOK ada kelemahannya karena masing-masing daerah berlainan (satu
HOK di daerah B belum tentu sama dengan satu HOK di daerah A) bila dihitung
jam kerjanya. Banyaknya tenaga kerja yang diperlukan untuk mengusahakan satu
jenis komoditas per satuan luas dinamakan Intensitas Tenaga Kerja. Intensitas
Tenaga Kerja tergantung pada tingkat teknologi yang digunakan, tujuan dan sifat
usahataninya, topografi dan tanah, serta jenis komoditas yang diusahakan.
3. Modal
Modal adalah syarat mutlak berlangsungnya sebuah usaha, demikian pula
dengan usahatani. Penggolongan modal dalam usahatani keluarga cenderung
memisahkan faktor tanah dari alat-alat produksi yang lain. Hal ini dikarenakan
belum ada pemisahan yang jelas antara modal usaha dan modal pribadi. Dalam
arti ekonomi perusahaan, modal adalah barang ekonomi yang dapat dipergunakan
untuk memproduksi kembali atau modal adalah barang ekonomi yang dapat
dipergunakan untuk mempertahankan atau meningkatkan pendapatan.
20
4. Pengelolaan atau Manajemen
Faktor produksi usahatani pada dasarnya adalah tanah dan alam
sekitarnya, tenaga kerja, modal serta peralatan. Namun, beberapa pendapat
memasukkan manajemen sebagai faktor produksi keempat walaupun tidak
langsung.
3.1.2 Teori Produksi
Produksi merupakan serangkaian proses dalam penggunaan input yang ada
untuk menghasilkan barang atau jasa (output). Produksi terkait erat dengan jumlah
penggunaan berbagai kombinasi input dengan jumlah dan kualitas output yang
dihasilkan. Hubungan diantara faktor-faktor produksi dan tingkat produksi yang
diciptakan dinamakan fungsi produksi (Sukirno, 2002). Faktor-faktor produksi
dapat dibedakan ke dalam empat golongan, yaitu tenaga kerja, tanah, modal dan
keahlian keusahawanan. Sedangkan menurut Soekartawi (1990) fungsi produksi
adalah hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel yang
menjelaskan (X). Hubungan kuantitatif antara masukan dan produksi dikenal
dengan istilah fungsi produksi, sedangkan analisis dan pendugaan hubungan itu
disebut analisis fungsi produksi. Secara matematis fungsi produksi dapat ditulis
sebagai berikut:
Y = f (X1, X 2, X3, ........................Xn)
Keterangan:
Y = Output
X1, X 2, X3, ........................Xn = Input-input yang digunakan dalam proses produksi
Hubungan masukan dan produksi pertanian mengikuti kaidah kenaikan
hasil yang berkurang (law of diminishing returns).Tiap tambahan unit masukan
akan mengakibatkan proporsi unit tambahan produksi yang semakin kecil
dibanding unit tambahan masukan tersebut (Soekartawi, 1986). Sedangkan
menurut Sukirno (2002) menyatakan bahwa apabila faktor produksi yang dapat
diubah jumlahnya (tenaga kerja) dan terus ditambah sebanyak satu unit, pada
mulanya produksi total akan semakin banyak pertambahannya, tetapi apabila
sudah mencapai suatu tingkat tertentu produksi tambahan akan semakin
berkurang, dan akhirnya akan mencapai nilai yang negatif. Sifat pertambahan
21
produksi yang seperti ini menyebabkan pertambahan produksi total semakin
lambat dan pada akhirnya mencapai tingkat maksimum dan kemudian menurun.
Soekartawi (1986), menjelaskan bahwa pemilihan fungsi produksi
sebenarnya merupakan pendugaan subjektif. Adapun beberapa pedoman yang
perlu diperhatikan dalam memperoleh fungsi produksi yang baik dan benar.
Pedoman tersebut adalah sebagai berikut:
1. Bentuk aljabar fungsi produksi itu dapat dipertanggungjawabkan.
2. Bentuk aljabar fungsi produksi itu mempunyai dasar yang logis secara fisik
maupun ekonomi.
3. Mudah dianalisis.
4. Mempunyai implikasi ekonomi.
Salah satu model fungsi produksi yang digunakan dalam analisis usahatani
adalah fungsi produksi Cobb-Douglas. Menurut Soekartawi (2002) fungsi
produksi Cobb-Douglas merupakan suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan
dua atau lebih variabel. Variabel yang dijelaskan disebut variabel dependen (Y)
dan variabel yang menjelaskan disebut variabel independen (X). Variabel yang
dijelaskan biasanya berupa output dan variabel yang menjelaskan biasanya berupa
input. Tiga alasan pokok memilih menggunakan analisis fungsi produksi Cobb-
Douglas antara lain (Soekartawi, 1990):
a. Penyelesaian fungsi produksi Cobb-Douglas relatif lebih mudah
dibandingkan dengan fungsi lain. Fungsi Cobb-Douglas dapat dengan mudah
diubah ke dalam bentuk linier.
b. Hasil pendugaan garis melalui fungsi Cobb-Douglas akan menghasilkan
koefisien regresi yang sekaligus menunjukkan elastisitas.
c. Besaran elastisitas tersebut juga sekaligus menunjukan return to scale. Hal ini
perlu diketahui untuk menentukan keadaan dari suatu produksi, apakah
mengikuti kaidah decreasing, constant atau increasing return to scale.
a. Decreasing returns to scale, bila (b1 + b2) < 1. Dalam keadaan demikian,
dapat diartikan bahwa proporsi penambahan masukan-produksi melebihi
proporsi penambahan produksi.
22
b. Constant returns to scale, bila (b1 + b2) = 1. Dalam keadaan demikian
penambahan masukan-produksi akan proporsional dengan penambahan
produksi yang diperoleh.
c. Increasing returns to scale, bila (b1 + b2) > 1. Ini artinya bahwa proporsi
penambahan masukan-produksi akan menghasilkan tambahan produksi
yang proporsinya lebih besar.
Kesulitan yang umum dijumpai dalam penggunaan fungsi Cobb-Douglas
adalah sebagai berikut:
a. Spesifikasi variabel yang keliru.
b. Kesalahan pengukuran variabel.
c. Bias terhadap variabel manajemen.
d. Masalah multikolinieritas yang sulit dihindarkan.
Persamaan matematis dari fungsi produksi Cobb-Douglas secara umum
dapat dirumuskan sebagai berikut:
Y = b0 X1 b1
X2 b2
X3 b3
. . . Xi bi
eu
Dimana:
Y = Variabel yang dijelaskan
X = Variabel yang menjelaskan
b0, b1 = Besaran yang akan diduga
u = Unsur sisa (galat)
e = Logaritma natural (e = 2,718)
Fungsi Cobb-Douglas akan lebih mudah dalam pendugaan terhadap
persamaan diatas dengan mengubah ke dalam bentuk linier berganda yang dapat
dirumuskan sebagai berikut:
Ln Y = ln b0 + b1 ln X1 + b2 ln X2 + b3 ln X3 . . . + bi ln Xi + u
Pada persamaan tersebut terlihat bahwa nilai b1 dan b2 adalah tetap
walaupun variabel yang terlibat telah dilogaritmakan. Hal ini dapat dimengerti
karena b1 dan b2 pada fungsi Cobb-Douglas adalah sekaligus menunjukkan
elastisitas X terhadap Y. Elastisitas produksi (Ep) adalah presentase perubahan
dari output sebagai akibat dari persentase perubahan input (Rahim, 2008).
Elastisitas produksi dapat dirumuskan sebagai berikut:
23
%100
%100
xY
X
xX
Y
E p
XX
YYE p
Y
Xx
X
YE p
PRxPMEp
1
PR
PME p
Dimana: Ep = Elastisitas produksi
ΔY = Perubahan hasil produksi komoditas pertanian
ΔX = Perubahan penggunaan faktor produksi
Y = Hasil produksi komoditas pertanian
X = Jumlah produksi
Hubungan antar faktor produksi (X) dengan jumlah produksi (Y) dapat
dilihat pada Gambar 1. Berdasarkan elastisitas produksi, fungsi produksi dibagi
atas tiga daerah, yaitu:
1) Daerah produksi I dengan Ep lebih dari satu (Ep > 1), merupakan produksi
yang tidak rasional karena pada daerah ini penambahan input sebesar satu
persen akan menyebabkan penambahan produksi yang selalu lebih besar dari
satu persen. Pada daerah ini belum tercapai pendapatan yang maksimum,
karena pendapatan masih dapat diperbesar apabila pemakaian input variabel
dinaikan.
2) Daerah produksi II dengan Ep antara 1 dan 0 (0 < Ep < 1), artinya
penambahan input sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan
produksi paling tinggi sama dengan satu persen dan paling rendah nol persen.
Pada tingkat penggunaan faktor produksi tertentu akan mencapai keuntungan
maksimum. Daerah produksi ini disebut daerah rasional.
24
3) Daerah III dengan Ep kurang dari nol (Ep < 0), artinya setiap penambahan
pemakaian input akan menyebabkan penurunan jumlah produksi total. Daerah
produksi ini disebut daerah produksi yang tidak rasional (irrasional).
Ep>1 1>Ep>0 Ep>0
Keterangan:
TP = Total produksi
PM = Produk marginal
PR = Produk rata-rata
Y = Produksi
X = Faktor produksi
Gambar 1. Kurva Produk Total, Marginal dan Rata-rata
(Sumber: Lipsey et al, 1995)
III
Ep<0
II
0<Ep<1
I
Ep>1
0
PM/PR
X3 X2 X1 PM
PR
TP
X
Y
X
25
3.1.3 Teori Biaya
Wesley (1994) mengklasifikasikan biaya usahatani ke dalam biaya tunai
(eksplisit) dan diperhitungkan (implisit). Biaya tunai adalah biaya yang diperoleh
dari input keseluruhan, seperti halnya sewa lahan, pestisida. Sedangkan biaya
diperhitungkan adalah nilai satuan input yang diperoleh dari perusahaan atau
bisnis keluarga yang berasal dari biaya tetap dan biaya variabel. Total Fixed Cost
(TFC) adalah biaya yang tidak berubah terhadap perubahan output. Biaya ini
termasuk ke dalam biaya tunai dan biaya diperhitungkan dari input yang berada
dalam jangka pendek. Adapun yang terma suk dalam biaya tunai adalah pajak,
gaji upah pekerja kontrak dan lain-lain. Sedangkan yang termasuk ke dalam biaya
diperhitungkan, seperti penerimaan yang diinvestasikan pemilik dalam
perusahaan, penyusutan lahan, penyusutan peralatan dan biaya untuk tenaga kerja
dalam keluarga. TVC (Total Variabel Cost) adalah biaya input yang dapat
mempengaruhi output. Jika tidak ada variabel input yang digunakan maka TVC
adalah nol, artinya tidak ada output yang dihasilkan. TVC yang termasuk ke
dalam biaya tunai dari input seperti penggunaan pupuk kimia, penanggulangan
hama dan penyakit tanaman (pestisida), pengeringan, bahan bakar. Sedangkan
yang termasuk ke dalam biaya diperhitungkan seperti sewa lahan)
Sama halnya dengan Wesley, Lipsey (1995) mendefinisikan biaya total
(TC) adalah biaya total untuk menghasilkan tingkat output tertentu. Biaya total
dibagi menjadi dua, yaitu biaya tetap total (Total Fixed Costs = TFC) dan biaya
variabel total (Total Variabel Costs = TVC). Biaya tetap (TFC) adalah biaya yang
tidak berubah meskipun output berubah. Sedangkan biaya yang berkaitan
langsung dengan output, yang bertambah besar dengan meningkatkanya produksi
dan berkurang dengan menurunnya produksi, disebut biaya variabel cost (TVC).
Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:
TC = TFC + TVC
Keterangan:
TFC = Biaya tetap
TVC = Biaya variabel
26
Hubungan antara besarnya biaya produksi dengan tingkat produksi disebut
dengan fungsi biaya. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.
TC, TVC, TFC
TC
TVC
TFC
0 Y
Gambar 2. Kurva Biaya Total (Sumber: Lipsey 1995)
Berdasarkan Gambar 1, kurva TFC bentuknya adalah horizontal karena
nilainya tidak berubah walau berapapun banyaknya barang yang diproduksikan.
Sedangkan TVC bermula dari titik nol dan semakin lama semakin bertambah
tinggi. Hal ini menggambarkan bahwa ketika tidak ada produksi TVC = 0, dan
semakin besar produksi maka semakin besar nilai biaya berubah total (TVC).
Kurva TC adalah hasil dari penjumlahan kurva TFC dan TVC. Oleh karena itu
kurva TC bermula dari pangkal TFC dan apabila ditarik garis tegak di antara TVC
dan TC panjang garis itu adalah sama dengan jarak diantara TFC dengan sumbu
datar.
3.1.4 Teori Pendapatan
Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dengan semua
biaya (Rahim, 2008). Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang
diperoleh dengan harga jual, sedangkan menurut Soekartawi (1986) Penerimaan
usahatani didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam jangka waktu
27
tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Penerimaan terbagi menjadi
penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai (diperhitungkan). Penerimaan tunai
didefinisikan sebagai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani,
sedangkan penerimaan tidak tunai merupakan pendapatan yang bukan dalam
bentuk uang, seperti hasil panen ubi jalar yang dikonsumsi dan digunakan untuk
bibit (input). Biaya usahatani (pengeluaran usahatani) merupakan pengorbanan
yang dilakukan oleh produsen (petani, nelayan, peternak) dalam mengelola
usahanya dalam mendapatklan hasil yang maksimal Rahim (2008). Pengeluaran
usahatani mencakup pengeluaran tunai dan pengeluaran tidak tunai. Pengeluaran
tunai yaitu jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi
industri. Pengeluaran tidak tunai yaitu nilai semua input yang digunakan, namun
tidak dalam bentuk uang.
Soekartawi (1986) mengemukakan pendapatan usahatani dibedakan
menjadi pendapatan tunai dan pendapatan total. Pendapatan tunai usahatani adalah
selisih antara penerimaan total usahatani dengan pengeluaran usahatani.
Pendapatan total usahatani (pendapatan bersih) adalah selisih antara penerimaan
total dengan biaya total yang dikeluarkan dalam proses produksi, dimana semua
input milik keluarga diperhitungkan sebagai biaya produksi.
Menurut Sukirno (2002) Total Revenue (TR) adalah jumlah produksi yang
dihasilkan dikalikan dengan harga produksi dan pendapatan merupakan selisih
antara penerimaan dan total biaya. Secara matematis dapat dijelaskan sebagai
berikut:
Л = TR – TC
Keterangan: Л = Pendapatan (Rp/musim tanam)
TR = Total penerimaan (Rp/musim tanam)
TC = Total biaya (Rp/musim tanam)
28
Grafik yang menggambarkan biaya total dan hasil penjualan total dapat
dilihat pada Gambar 3.
Nilai (Rp)
TR
TC
BEP Y
Gambar 3. Hubungan Biaya Total dan Hasil Penjualan Total (Sumber: Lipsey 1995)
Pada Gambar 3 menunjukkan bahwa kurva TR di asumsikan berada di
atas kurva TC. Hal ini menggambarkan bahwa usaha tersebut mengalami
keuntungan. Perpotongan antara titik TR dan titik TC pada tingkat produksi suatu
usahatani merupakan titik impas atau Break Even Point (BEP), dimana produksi
tidak mengalami keuntungan atau kerugian. Bila TR > TC (output yang dihasilkan
lebih besar dari BEP) maka usahatani menguntungkan dan bila TR < TC maka
usahatani rugi.
Pendapatan selain diukur dengan nilai mutlak dapat pula diukur dengan
nilai efisiensinya. Salah satu alat yang digunakan untuk mengukur nilai efisiensi
pendapatan tersebut yaitu penerimaan untuk setiap biaya yang dikeluarkan atau
imbangan penerimaan dan biaya atau Revenue and Cost Ratio (R/C ratio).
Analisis R/C rasio ini digunakan untuk melihat keuntungan relatif dari suatu
cabang usaha dengan cabang usaha yang lainnya berdasarkan keuntungan
finansial. Sama halnya dengan yang diutarakan oleh Rahim (2008) analisis return
cost (R/C) ratio merupakan perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya.
Analisis R/C rasio dapat dibagi menjadi tiga bagian besar, antara lain:
R/C > 1 : usahatani menguntungkan
R/C = 1 : usahatani impas
R/C < 1 : usahatani rugi
29
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional
Ubi jalar merupakan salah satu tanaman palawija yang potensial untuk
diversifikasi pangan selain beras. Kabupaten Bogor memiliki potensi untuk
pengembangan usahatani ubi jalar yaitu Desa Cikarawang yang berada di
Kecamatan Darmaga, dimana dekat dengan lokasi kampus IPB dan merupakan
salah satu desa binaannya melalui kelompok tani Hurip.
Produktivitas ubi jalar di Kabupaten Bogor masih dibawah produktivitas
optimal yaitu hanya 15,25 ton per hektar, padahal ubi jalar mampu berproduksi
hingga 20-40 ton per hektar. Oleh karena itu, diperlukan upaya peningkatan
produktivitas melalui penggunaan input yang sesuai untuk menghasilkan
pendapatan yang lebih menguntungkan.
Penelitian ini melakukan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi
produksi ubi jalar. Analisis ini diawali dengan mengidentifikasi karakteristik
petani, seperti: nama, umur, pendidikan, pekerjaan, pengalaman berusahatani.
Setelah itu, menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ubi jalar
dengan fungsi produksi Cobb_Douglas dan dilanjutkan dengan analisis
pendapatan usahatani ubi jalar. Hasil analisis usahatani dijadikan dasar untuk
mengetahui prospek pengembangan ubi jalar dalam kondisi riil di lokasi
penelitian.
Petani menggunakan beberapa faktor produksi dalam memproduksi atau
membudidayakan tanaman ubi jalar. Faktor produksi yang diduga berpengaruh
pada produksi ubi jalar antara lain jumlah bibit, pupuk kandang, Urea, TSP, KCL
dan tenaga kerja. Faktor-faktor produksi tersebut membutuhkan biaya yang
dikeluarkan petani, sedangkan dari hasil produksi ubi jalar yang telah dihasilkan
akan diperoleh penerimaan. Pendapatan usahatani ubi jalar diperoleh dari selisih
penerimaan dan biaya. Selanjutnya analisis pendapatan akan menghasilkan tingkat
pendapatan dan R/C rasio yang diperoleh petani ubi jalar. Hasil tersebut dapat
disimpulkan bagaimana kondisi usahatani ubi jalar yang diusahakan oleh petani
pada kelompok tani Hurip, Desa Cikarawang, Kecamatan Darmaga, Kabupaten
Bogor. Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner kepada petani ubi jalar
pada kelompok tani Hurip. Secara umum kerangka pemikirian operasional dapat
dilihat pada Gambar 4.
30
Gambar 4. Kerangka Pemikiran Operasional Faktor -faktor yang Mempengaruhi
Produksi Ubi Jalar.
Kelompok Tani Hurip merupakan sentra produksi ubi jalar di Desa Cikarawang
Kecamatan Darmaga
Produktivitas usahatani ubi jalar masih rendah
1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi ubi jalar pada kelompok
tani Hurip di Desa Cikarawang?
2. Apakah usahatani ubi jalar pada kelompok tani Hurip Desa Cikarawang
menguntungkan?
Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Produksi Ubi Jalar:
1. Bibit
2. Urea
3. KCL
4. TSP
5. Pupuk Kandang
6. Tenaga Kerja
7.
Analisis Pendapatan Usahatani
Penerimaan
Total Biaya
Pendapatan
Analisis R/C Rasio
Hasil dan Rekomendasi untuk
Meningkatkan Pendapatan
Usahatani Ubi Jalar
Analisis Fungsi Produksi
Cobb-Douglass
IV METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bogor Pemilihan lokasi dilakukan
dengan cara sengaja (purposive) dengan beberapa pertimbangan, antara lain:
1. Kabupaten Bogor merupakan sentra produksi ubi jalar ketiga di Jawa Barat.
2. Desa Cikarawang merupakan daerah penghasil ubi jalar dengan produknya
yang melimpah dan sebagai sentra pengembangan usahatani ubi jalar di
Kabupaten Bogor.
3. Penduduk Desa Cikarawang mayoritas bermata pencaharian sebagai petani
ubi jalar dan menjadi anggota kelompok tani.
4. Kelompok Tani Hurip merupakan kelompok tani aktif yang tergabung dalam
Gapoktan Jaya Makmur dengan jumlah anggota lebih banyak dan total lahan
yang diusahakan petani relatif luas dibandingkan kelompok tani lainnya.
5. Kelompok Tani Hurip merupakan salah satu kelompok tani binaan IPB
dengan produk utamanya adalah ubi jalar.
Penelitian ini berlangsung mulai dari bulan Juli sampai September 2010
Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai September dikarenakan di lokasi
penelitian pada bulan-bulan tersebut sedang musim panen ubi jalar, sedangkan
masa panen ubi jalar berkisar selama empat bulan.
4.2 Metode Pengambilan Sampel
Metoda yang digunakan dalam pengambilan sampel pada penelitian ini
yaitu secara sensus, karena semua populasi dijadikan responden. Responden yaitu
semua anggota aktif kelompok tani Hurip yang merupakan petani ubi jalar
sebanyak 35 orang. Informasi petani dapat diperoleh dari kelompok tani Hurip.
4.3 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan
data sekunder, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer
diperoleh dari sumber atau objek yang sedang diteliti melalui observasi, pengisian
32
kuesioner dan wawancara di lapangan dengan petani responden, ketua kelompok
tani Hurip dan pihak lain yang terkait. Data primer terdiri dari data input dan
output usahatani ubi jalar, harga input, harga output dan data lain yang
berhubungan dengan tujuan penelitian. Sedangkan data sekunder diperoleh dari
literatur-literatur terkait yang diperoleh dari Kantor Kabupaten Bogor, Kantor
Desa Cikarawang, Kelompok Tani Hurip, Gapoktan Jaya Makmur, BPS (Biro
Pusat Statistik) Kabupaten Bogor, BPS Pusat, artikel, internet, buku literatur serta
sumber-sumber lain yang menunjang peneliti.
4.4 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang dilakukan melalui metode wawancara
langsung dengan petani responden dengan bantuan kuesioner. Kuisioner yang
digunakan berisi pertanyaan mengenai jumlah pemakaian input, harga input, lama
pemakaian, upah tenaga kerja, jumlah output, harga jual output dan pertanyaan
lain yang berhubungan dengan analisis usahatani ubi jalar. Pada dasarnya metode
survei merupakan metode penelitian yang digunakan untuk memeperoleh fakta-
fakta dari kondisi yang ada dan mencari informasi secara faktual, baik tentang
institusi sosial, ekonomi maupun politik dari suatu kelompok atau daerah (Nazir,
1983).
Informasi yang diperoleh dari observasi juga diperlukan untuk
memperoleh data dan informasi secara langsung berhubungan dengan pendapatan
yang diperoleh petani guna melakukan analisis terhadap pendapatan dan faktor-
faktor yang mempengaruhi produksi ubi jalar. Data dari artikel, buku, literatur,
dan penelitian terdahulu diperlukan sebagai kelengkapan penunjang penelitian ini.
4.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data
Menurut Nazir (1983) kegiatan menganalisis data merupakan bagian yang
sangat penting dalam metode ilmiah. Hal ini karena dengan adanya analisis data,
maka data tersebut akan makna dan arti yang bermanfaat dalam memberikan
informasi maupun dukungan lainnya dalam mencari dan memberikan alternative
penyelesaian masalah yang akan dibahas dalam penelitian termasuk dalam
menguji hipotesis.
33
Data yang telah diperoleh dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif
Analisis kualitatif dilakukan dengan cara mendeskripsikan fenomena yang ada di
lapangan. Analisis data secara kuantitatif antara lain analisis fungsi Cobb-Douglas
untuk menganalisis fungsi produksi, karena pada penelitian ini mempunyai
variabel X lebih dari tiga. analisis pendapatan usahatani, penerimaan usahatani
dan R/C rasio. Data yang dianalisis secara kuantitatif akan diolah dengan bantuan
program Microsoft Office Excel 2007 dan Minitab14.0, kemudian disajikan secara
tabulasi dan diinterpretasikan serta diuraikan secara deskriptif.
4.5.1 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Ubi Jalar
Penelitian ini menganalisis fungsi produksi dengan menggunakan fungsi
produksi Cobb_Douglas. Menuut Soekartawi (2002) fungsi Cobb_Douglas adalah
suatu fungsi atau pesamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel, dimana
variabel yang satu disebut dengan variabel dependen, yan dijelaskan (Y) dan
variabel lainnya disebut variabel independen, yang menjelaskan (X). Analisis ini
digunakan untuk melihat hubungan antara variabel dependent dan variabel
independent. Penjelasan lebih lengkap yaitu melalui pendekatan statistik dalam
hubungan antara X dan Y. Dengan demikian, metode penduga yang digunakan
adalah mtode kuadrat terkecil atau Ordinary Least Square (OLS). Metode ini
digunakan untuk menguji nilai F-hitung, t-hitung dan R2. Oleh karena itu,
kelayakan model tersebut akan diuji brdasarkan asumsi OLS, meliputi
multikolinieritas, homoskedastisitas dan normalitas error. Apabila asumsi tersebut
dapat dipenuhi maka koefisien regresi (parameter) yang diperoleh merupakan
penduga linier terbaik yang tidak bias (Gujarati, 1978). Tahap-tahap dalam
menganalisis fungsi produksi adalah sebagai berikut:
1. Identifikasi Variabel Bebas dan Terikat
Identifikasi variabel dilakukan dengan mendaftar faktor-faktor produksi
yang diduga berpengaruh dalam proses produksi ubi jalar. Faktor-faktor yang
dipakai dalam penelitian ini antara lain bibit, Urea, KCL, TSP, pupuk kandang
dan tenaga kerja. Manajemen sebenarnya melekat pada tenaga kerja. Variabel
yang menjadi variabel dependent (variabel yang dipengaruhi) adalah produksi.
Variabel yang menjadi variabel independen (variabel yang mempengaruhi) antara
lain jumlah bibit, Urea, KCL, TSP, pupuk kandang dan tenaga kerja. Variabel-
34
variabel tersebut ditentukan berdasarkan pada penggunaan input yang sering
digunakan dalam usahatani ubi jalar. Disamping itu, penentuan variabel dapat
dilihat pada hasil penelitian terdahulu. Penelitian Yulistia (2009) menyatakan
bahwa variabel faktor produksi belimbing Dewa yang digunakan antara lain
pupuk kandang, pupuk NPK, pupuk gandasil, pestisida, petrogenol dan tenaga
kerja, sedangkan Zalukhu (2009) menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi
produksi padi antara lain, luas lahan, benih, urea, NPK, TSP, pupuk organik,
furadan, pestisida dan tenaga kerja.
Menurut Soekartawi (1990), fungsi produksi Cobb-Douglas harus
memenuhi beberapa persyaratan diantaranya:
a. Tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol, sebab nilai logaritma dari
bilangan nol adalah suatu bilangan yang besarnya tidak diketahui.
b. Memerlukan asumsi bahwa tidak ada perbedaan teknologi pada setiap
pengamatan. Hal ini menggambarkan jika fungsi Cobb-Douglass yang akan
dipakai dalam suatu bentuk pengamatan dan bila diperlukan analisa yang
mempunyai lebih dari satu model, maka model tersebut terletak pada
intercept dan bukan pada kemiringan garis model tersebut.
c. Tiap variabel X adalah perfect competition
d. Perbedaan lokasi (pada fungsi produksi) seperti iklim adalah sudah
tercakup pada faktor kesalahan (u).
Pada penelitian ini faktor produksi obat-obatan dan lahan tidak termasuk
ke dalam model fungsi produksi. Hasil penelitian di lapangan bahwa obat-obatan
tidak dimasukan ke dalam model dikarenakan obat-obatan jarang digunakan oleh
petani responden dan hanya ada lima petani responden yang menggunakan obat-
obatan, sehingga petani yang tidak menggunakan obat-obatan bernilai nol.
Kondisi ini tidak memenuhi persyaratan pertama dalam menganalisis fungsi
Cobb- Douglas, dimana tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol, sebab nilai
logaritma dari bilangan nol adalah suatu bilangan yang besarnya tidak diketahui.
Faktor produksi lahan pun tidak dimasukan ke dalam model, dikarenakan
mempunyai multikolinier yang tinggi yaitu sebesar 20,7 dimana mempunyai nilai
VIF lebih dari 10, sehingga dikeluarkan dari model. Multikolinier variabel
independent pada lahan, artinya mempunyai korelasi yang kuat dengan variabel
35
independent lainnya (Lampiran 8). Ada beragam penyebab multikolinier
diantaranya disebabkan adanya kecenderungan variabel-varabel ekonomi atau
bisnis yang bergerak secara bersamaan. Apabila dijumpai masalah multikolinier,
maka perlu dilakukan perbaikan pada model dugaan. Ada banyak cara untuk
memperbaiki model dugaan, diantaranya adalah:
a. Menambah observasi. Penambahan ukuran sampel akan menyebabkan
ragam bj mengecil.
b. Mengeluarkan variabel independent yang berkorelasi kuat dengan variabel
independent lainnya.
c. Menggunakan teknik pendugaan regresi komponen utama PCA (Principal
Component Regression). Variabel yang saling berkorelasi, ditransformasi
menjadi variabel yang saling bebas, kemudian diregresikan terhadap
variabel dependent.
2. Analisis Regresi
Secara matematis model fungsi produksi Cobb-Douglas dapat dirumuskan
sebagai berikut :
Y = b0 X1 b1
X2 b2
X3 b3
X4b4
X5b5
X6b6
eu
Fungsi Cobb-Douglas diatas kemudian ditransformasikan kedalam bentuk
linier logaritma untuk memudahkan pendugaan terhadap fungsi produksi tersebut,
sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut:
Ln Y = ln b0 + b1 ln X1 + b2 ln X2 + b3 ln X3 + b4 ln X4 + b5 ln X5 + b6 ln X6 + u
Keterangan :
Y = Produksi Ubi Jalar (Kg)
X1 = Bibit ubi jalar (setek)
X2 = Urea (Kg)
X3 = KCL (Kg)
X4 = TSP (Kg)
X5 = Pupuk kandang (Kg)
X6 = Tenaga kerja (HOK)
b0 = Intersept
36
b = Parameter variabel
e = Bilangan natural (e = 2,7182)
u = Unsur sisa (galat)
b1, b2, b3,..., b6 = nilai dugaan besaran parameter
3. Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis merupakan pengujian-pengujian yang dilakukan dalam
pengujian model penduga dan pengujian terhadap parameter regresi, antara lain:
a. Pengujian terhadap model penduga
Pengujian ini untuk mengetahui apakah faktor produksi yang digunakan
secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap produksi ubi jalar.
Hipotesis:
H0 : b1 = b2 = . . . . . = bi = 0
H1 : salah satu dari b ada ≠ 0
Uji statistik yang digunakan adalah uji F:
knR
kRhitungF
2
2
1
1
Keterangan:
k = Jumlah variabel termasuk intercept
n = Jumlah pengamatan atau responden
Kriteria uji:
F-hitung > F-tabel (k-1, n-k) pada taraf nyata α : tolak H0
F-hitung < F-tabel (k-1, n-k) pada taraf nyata α : terima H0
Apabila tolak H0 berarti secara bersama-sama variabel yang digunakan
berpengaruh nyata terhadap produksi, namun apabila terima H0 maka variabel
yang digunakan secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap produksi.
Setelah itu dihitung besarnya koefisien determinasi (R2) untuk mengukur tingkat
kesesuaian model dugaan, yang merupakan ukuran deskriptif tingkat kesesuaian
antara data aktual dengan ramalannya. Koefisien regresi mengukur besarnya
keragaman total data yang dapat dijelaskan oleh model dan sisanya (1-R2)
dijelaskan oleh komponen error. Semakin tinggi nilai R2
berarti model dugaan
yang diperoleh semakin akurat untuk meramalkan variabel dependent atau dengan
37
kata lain tingkat kesesuaian antara data aktual dengan ramalannya semakin tinggi.
Menurut Gujarati (1978) koefisien determinasi dapat dituliskan sebagai berikut:
JKTTotalKuadratJumlah
SSEgresiKuadratJumlahR
Re2
2
2
2 1t
t
Y
eR
Keterangan:
∑ ei2 = Jumlah kuadrat unsur sisa (galat)
∑yi2 = Jumlah kuadrat total
b. Pengujian untuk masing-masing parameter
Pengujian untuk masing-masing parameter yaitu dengan uji-t yang
menguji secara statistik bagaimana pengaruh nyat dari setiap parameter bebas (X)
yang digunakan secara terpisah terhadap parameter tidak bebas (Y). Menurut
Gujarati (1978), hipotesis pengujian secara statisti adalah sebagai berikut:
Hipotesis:
H0 : bi = 0
H1 : bi ≠ 0
Uji statistik yang digunakan adalah uji t:
i
i
bse
bhitungt
0
knttabelt 2
Dimana:
bi = Koefisien regresi
se (bi) = Parameter penduga dari unsur sisa
n = Jumlah pengamatan (sampel)
k = Jumlah koefisien regresi dugaan termasuk konstanta
Kriteria uji:
t-hitung > t-tabel, maka tolak H0 pada taraf nyata α (berpengaruh nyata)
t-hitung < t-tabel, maka terima H0 pada taraf nyata α (tidak berpengaruh nyata)
38
Jika tolak H0 artinya variabel bebas berpengaruh nyata terhadap variabel
tidak bebas dari nilai (produksi) dalam model dan sebaliknya bila terima H0 maka
variabel bebas tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas (produksi).
Apabila tidak menggunakan tabel, maka dapat dilihat dari nilai P, dengan kriteria
sebagai berikut:
1. P-value/2 < α, maka variabel yang diuji (faktor produksi) berpengaruh nyata
terhadap variabel tidak bebas (produksi)
2. P-value/2 > α, maka variabel yang di uji tidak berpengaruh nyata terhadap
variabel tidak bebas.
c. Pengujian multikolinieritas
Pengujian ini dilakukan untuk melihat apakah terjadi multikolinieritas
pada model. Ada banyak cara untuk mendeteksi terjadinya multikolinieritas, yaitu
dengan koefisien determinasi (R2) yang tinggi namun dari uji-t banyak variabel
bebas yang tidak signifikan atau dapat diukur dengan Variance Inflation Factor
(VIF). Jika VIF (Xj) > 10, maka dapat disimpulkan bahwa model dugaan ada
multikolinieritas antar peubah bebas (Gujarati, 1978), sementara asumsi OLS
tentang heteroskedastisitas dan normalitas akan diuji dengan pendekatan grafik.
Variabel penduga yang mempunyai nilai VIF > 10 pada model yang digunakan
dalam penelitian yaitu terdapat pada variabel lahan dan bibit. Masing-masing nilai
VIF nya sebesar 20,7 dan 22,4. VIF dapat dirumuskan sebagai berikut:
21
1
i
iR
XVIF
Dimana, Rj = Koefisien determinasi dari model regresi dengan variabel dependent
Xj dan variabel independent adalah variabel X lainnya.
d. Homoskedastisitas
Fungsi dalam model penduga dikatakan baik jika memenuhi asumsi
homoskedastisitas (ragam error yang sama). Pembuktian asumsi tersebut, yaitu
secara visual dapat dilakukan dengan cara melihat penyebaran nilai-nilai residual
terhadap nilai-nilai prediksi. Jika penyebarannya tidak membentuk suatu pola
yang sistematis seperti linier atau kuadratik, maka keadaan asumsi tersebut telah
terpenuhi.
39
Hipotesis yang diajukan terhadap setiap faktor produksi adalah seluruh
faktor produksi berpengaruh positif terhadap tingkat produksi ubi jalar. Kondisi
ini diperkirakan karena seluruh komponen faktor produksi tersebut merupakan
kebutuhan dalam kegiatan produksi ubi jalar. Adapun penjelasan hipotesis
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Bibit ubi jalar (X1)
b1 > 0 artinya semakin banyak bibit yang digunakan dalam proses produksi,
maka akan semakin tinggi tingkat produksi ubi jalar yang dihasilkan.
2. Puipuk Urea (X2)
b2 > 0 artinya semakin banyak pupuk urea yang digunakan dalam proses
produksi, maka akan semakin tinggi produksi ubi jalar yang dihasilkan.
3. Pupuk KCL (X3)
b3 > 0 artinya semakin banyak pupuk KCL yang digunakan dalam proses
produksi, maka akan semakin tinggi produksi ubi jalar yang dihasilkan.
4. Pupuk TSP (X4)
b4 > 0 artinya semakin banyak pupuk TSP yang digunakan dalam proses
produksi, maka akan semakin tinggi produksi ubi jalar yang dihasilkan.
5. Pupuk kandang (X5)
b5 > 0 artinya semakin banyak pupuk kandang yang digunakan dalam proses
produksi, maka akan semakin tinggi tingkat produksi ubi jalar yang
dihasilkan. Berpengaruhnya faktor produksi ini dikarenakan dalam penanaman
ubi jalar, penggunaan pupuk kandang merupakan salah satu komponen yang
penting untuk meningkatkan kualitas tanaman.
6. Tenaga Kerja (X6)
b6 > 0 artinya semakin banyak tenaga kerja yang digunakan dalam proses
produksi, maka akan semakin tinggi tingkat produksi ubi jalar yang
dihasilkan. Namun tidak menutup kemungkinan banyaknya tenaga kerja dapat
mengakibatkan kegiatan produksi menjadi tidak efektif.\
40
4.5.2 Analisis Pendapatan Usahatani Ubi Jalar
1) Penerimaan Usahatani Ubi Jalar
Analisis pendapatan dalam kegiatan usahatani ini didukung oleh data
dalam penerimaan usahatani, kemudian dianalisis pendapatan yang diperoleh
dengan mempertimbangkan besarnya penerimaan dan biaya. Analisis penerimaan
usahatani dapat dihitung dari hasil perkalian jumlah produksi total dan harga jual
per satuan. Analisis penerimaan usahatani merupakan analisis penerimaan yang
diperoleh petani sebelum dikurangi biaya-biaya. Analisis penerimaan terdiri dari
analisis penerimaan tunai dan penerimaan total. Penerimaan tunai usahatani
didapat dari nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani, sedangkan
penerimaan tidak tunai adalah produk hasil usahatani yang tidak dijual secara
tunai, tetapi digunakan untuk konsumsi sendiri, bibit atau keperluan lain.
Penerimaan ini dihasilkan dalam waktu empat bulan sesuai waktu panen ubi jalar.
2) Biaya Usahatani Ubi jalar
Biaya merupakan komponen paling penting dalam melakukan kegiatan
usahatani. Biaya usahatani dapat berbentuk biaya tunai dan biaya diperhitungkan.
Biaya tunai adalah biaya yang dibayar dengan uang, sedangkan biaya
diperhitungkan untuk menghitung berapa besarnya pendapatan kerja petani dan
modal. Komponen biaya diperhitungkan seperti, sewa lahan (ha) dan penyusutan
peralatan (Rp). Secara terinci dapat dilihat pada Tabel 7.
3) Pendapatan dan R/C Rasio Usahatani Ubi Jalar
Analisis pendapatan merupakan hasil pengurangan dari total penerimaan
dan total biaya yang dikeluarkan. Total penerimaan diperoleh dari hasil penjualan
yaitu output dikalikan dengan harga, sedangkan total biaya diperoleh dari
penjumlahan biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Analisis pendapatan dihitung
dengan rumus:
Л = TR – TC
Л Tunai = (Ytunai x Py) – (Biaya Tunai)
Л Total = (Ytotal x Py) – (Biaya Tunai + Biaya Diperhitungkan)
Keterangan: Л = Pendapatan (Rp/musim tanam)
TR = Total penerimaan (Rp/musim tanam)
TC = Total biaya (Rp/musim tanam)
Y = Produksi total yang diperoleh dalam usahatani (Kg)
Py = Harga Y (Rp/kg)
41
Biaya penyusutan perlu diperhitungkan karena usahatani ubi jalar ini
menggunakan peralatan pertanian dalam aktivitasnya. Biaya penyusutan peralatan
pertanian diperhitungkan dengan menggunakan metode garis lurus, yaitu
membagi selisih antara nilai pembelian dengan nilai sisa yang diperkirakan
dengan lamanya modal dipakai. Metode garis lurus dirumuskan sebagai berikut :
Keterangan: Nb = Nilai pembelian (Rp)
Ns = Perkiraan nilai sisa (Rp)
n = Umur ekonomi alat (tahun)
Analisis R/C rasio merupakan perbandingan antara nilai output dan input
atau perbandingan antara penerimaan usahatani dengan pengeluaran usahatani.
Analisis ini dibedakan menjadi R/C rasio terhadap biaya tunai dan R/C rasio
terhadap biaya total. Setelah diketahui keuntungan dari usahatani ubi jalar,
kemudian keuntungan dibandingkan menggunakan R/C Rasio dengan rumus:
tunaiTC
tunaiTRtunairasioCR /
totalTC
totalTRtotalrasioCR /
Keterangan:
TR = Total Revenue (Rp)
TC = Total Cost (Rp)
Kriteria penilaian dari hasil perhitungan R/C rasio sebagai berikut:
1. R/C rasio > 1, artinya menunjukkan bahwa dalam suatu usaha setiap satu
rupiah biaya akan menghasilkan penerimaan yang lebih besar dari satu rupiah.
Dengan kata lain usaha tersebut dapat dikatakan lebih efisien
(menguntungkan).
2. R/C rasio = 1, artinya menunjukkan bahwa dalam suatu usaha setiap satu
rupiah biaya akan menghasilkan penerimaan yang sama dengan satu rupiah.
Nb – Ns
Biaya Penyusutan =
n
42
Dengan kata lain usaha tersebut dapat dikatakan efisien (tidak untung dan
tidak rugi atau impas).
3. R/C rasio < 1, artinya menunjukkan bahwa dalam suatu usaha setiap satu
rupiah biaya akan menghasilkan penerimaan yang lebih kecil dari satu rupiah.
Dengan kata lain usaha tersebut dapat dikatakan tidak efisien (rugi).
R/C rasio merupakan besarnya penerimaan untuk setiap rupiah biaya yang
dikeluarkan dalam usahatani ubi jalar. Semakin tinggi nilai R/C maka semakin
menguntungkan usahatani tersebut.
Analisis pendapatan usahatani ubi jalar dilakukan pada petani yang
menjadi responden, untuk mengetahui seberapa besar pendapatan yang diperoleh
dari usahatani ubi jalar dan mengetahui keuntungan dari usahatani yang
dijalankan. Secara sederhana, perhitungan analisis pendapatan dan R/C rasio dapat
disajikan seperti pada Tabel 7.
Tabel 7. Perhitungan Analisis Pendapatan dan R/C Rasio Usahatani
A Penerimaan tunai Harga x Hasil panen yang dijual (Kg)
B Penerimaan yang
diperhitungkan Harga x Hasil panen yang dikonsumsi (Kg)
C Total Penerimaan A + B
D Biaya Tunai
a. Biaya Sarana Produksi:
- Pupuk kandang, Urea, KCL, TSP
b. Biaya tenaga kerja luar keluarga (TKLK)
c. Pajak
E Biaya yang diperhitungkan
a. Biaya tenaga kerja dalam keluarga (TKDK)
b. Penyusutan peralatan
c. Bibit
d. Lahan milik sendiri
F Total Biaya D + E
G Pendapatan atas biaya tunai A – D
H Pendapatan atas biaya total C – F
I Pendapatan bersih H – bunga pinjaman (jika ada pinjaman)
J R/C ratio atas biaya tunai A / D
K R/C ratio atas biaya total C / F
43
4.6. Definisi Operasional
Variabel-variabel yang digunakan dalam menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi produksi ubi jalar di lokasi penelitian, antara lain:
1. Produksi total ubi jalar adalah total produksi pada sebidang tanah dengan
luasan tertentu dalam periode tanam dan diukur dalam satuan kilogram (kg).
2. Lahan adalah luas lahan yang diusahakan petani untuk membudidayakan ubi
jalar dan diukur dalam satuan hektar (ha).
3. Bibit adalah jumlah bibit ubi jalar yang digunakan oleh petani luasan lahan
tertentu dalam satu periode tanam dan diukur dalam satuan kilogram (kg).
4. Pupuk kandang adalah jumlah pupuk kandang yang digunakan selama proses
produksi dalam satu periode tanam dan diukur dalam satuan kilogram (kg).
5. Pupuk urea adalah jumlah pupuk urea yang digunakan dalam proses produksi
dalam satu periode tanam dan diukur dalam satuan kilogram (kg).
6. Pupuk TSP adalah jumlah pupuk TSP yang digunakan dalam proses produksi
dalam satu periode tanam dan diukur dalam satuan kilogram (kg).
7. Pupuk KCL adalah jumlah pupuk KCL yang digunakan dalam proses produksi
dalam satu periode tanam dan diukur dalam satuan kilogram (kg).
8. Tenaga kerja merupakan jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam proses
produksi dalam satu periode tanam, baik yang berasal dari dalam keluarga
maupun luar keluarga. Tenaga kerja yang digunakan diukur dalam satuan Hari
Orang Kerja (HOK). Biaya tenaga kerja dianalisis berdasarkan tingkat upah
per HOK yang berlaku di wilayah penelitian.
9. Biaya total adalah jumlah biaya yang dikeluarkan selama proses produksi,
yang meliputi biaya tunai dan biaya diperhitungkan dan diukur dalam satuan
rupiah (Rp).
10. Biaya tunai adalah besaranya nilai uang tunai yang dikeluarkan petani dan
diukur dalam satuan rupiah (Rp).
11. Biaya diperhitungkan adalah biaya faktor produksi milik sendiri yang
digunakan dalam usahatani. Biaya ini sebenarnya tidak dibayarkan secara
tunai hanya diperhitungkan saja untuk melihat pendapatan petani bila faktor
produksi milik sendiri dibayar dan dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp). Biaya
diperhitungkan terdiri dari biaya penyusutan, nilai tenaga kerja dalam keluarga
dan sewa lahan yang diperhitungkan atas lahan milik sendiri.
44
12. Biaya penyusutan adalah biaya yang dikeluarkan karena adanya penyusutan
alat-alat pertanian yang dihitung dengan metode garis lurus dan diperoleh dari
nilai pembelian dibagi periode produksi serta umur ekonomis alat-alat
pertanian dan dihitung dengan menggunakan satuan rupuah (Rp).
13. Harga produk adalah harga jual rata-rata ubi jalar yang diterima oleh petani
dalam setiap kali panen dan diukur dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/kg).
14. Harga input adalah harga rata-rata dari setiap faktor input yang diperoleh
petani. Input-input tersebut meliputi bibit (Rp/setek), pupuk kandang, urea,
TSPdan KCL (Rp/kg).
15. Penerimaan tunai adalah nilai produksi ubi jalar yang dijual petani dalam satu
kali panen yang dikalikan dengan harga jual ubi jalar yang diterima petani dan
diukur dalam satuan rupiah (Rp).
16. Penerimaan diperhitungkan adalah nilai produksi ubi jalar yang digunakan
petani tetapi tidak dijual dalam satu kali panen yang dikalikan dengan harga
jual ubi jalar yang diterima petani dan diukur dalam satuan rupiah (Rp).
17. Pendapatan atas biaya tunai adalah selisih antara penerimaan usahatani dan
biaya tunai usahatani ubi jalar dalam satuan rupiah (Rp).
18. Pendapatan atas biaya total adalah selisih antara penerimaan usahatani dan
biaya total usahatani ubi jalar dalam satuan rupiah (Rp).
V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
5.1 Gambaran Umum Desa Cikarawang
Desa Cikarawang terletak dalam wilayah administratif Kecamatan
Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Menurut keadaan tofografinya,
Desa Cikarawang merupakan dataran tinggi dengan ketinggian mencapai 700
meter dari permukaan laut dan memiliki suhu udara rata-rata 25o-30
oCelcius.
Batas-batas wilayah Desa Cikarawang adalah sebagai berikut:
Sebelah Utara : Sungai Cisadane
Sebelah Selatan : Sungai Ciapus
Sebelah Barat : Sungai Ciaduan (pertemuan Sungai Ciapus dan Cisadane)
Sebelah Timur : Kelurahan Situ Gede
Wilayah Desa Cikarawang terbagi atas tiga Dusun dan tujuh Rukun Warga
(RW). Wilayah ini terbagi lagi ke dalam wilayah kelompok masyarakat, yaitu 32
Rukun Tetangga (RT) yang menyebar di 11 kampung. Luas wilayah Desa
Cikarawang menurut penggunaannya dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Di Desa Cikarawang Tahun
2009
Wilayah Luas (ha) Persentase (%)
Pemukiman 37.854,00 15,10
Persawahan 194.572,00 77,63
Perkebunan 18.226,00 7,27
Kuburan 0,60 0,00024
Pekarangan 1,21 0,00048
Perkantoran 0,01 0,000006
Total luas 250.653,82 100,00
Sumber : Buku Monografi Desa Cikarawang, 2009 (Diolah)
Luas wilayah Desa Cikarawang adalah 250.653,826 ha dengan persentase
terbesar berada pada wilayah persawahan sebesar 77,63 persen dari total luas
wilayah. Persentase penggunaan lahan untuk persawahan dan perkebunan cukup
tinggi, sehingga usaha pertanian berpotensi untuk dikembangkan, termasuk
usahatani ubi jalar. Desa Cikarawang pun mempunyai danau (situ) yang diberi
46
nama Situ Burung dengan luas kurang lebih 2,5 hektar yang berfungsi sebagai
sumber air untuk irigasi persawahan, sebagai reservoir air yang mampu mencegah
banjir di musim hujan dan mencegah kekurangan air di musim kemarau.
Persedian air ini mendukung pada kegiatan usahatani ubi jalar yang dijalankan,
karena tanaman ubi jalar ini membutuhkan air yang cukup dalam
pertumbuhannya.
Jumlah keluarga yang memiliki lahan pertanian tanaman pangan di Desa
Cikarawang terdiri dari 300 keluarga memiliki lahan kurang dari satu hektar dan
10 keluarga memiliki lahan 1-5 hektar. Persentase kepemilikan lahan dibawah
satu hektar sebesar 0,96 persen dari total jumlah keluarga. Hal ini menunjukkan
bahwa usahatani ubi jalar berpotensi untuk dikembangkan di Desa Cikarawang.
Tanaman pangan yang sering diusahakan adalah jenis umbi-umbian dengan luas
total 18 hektar dari jumlah total kepemilikan lahan. Jenis umbi yang potensial
yaitu jenis ubi Ceret yang menjadi produk unggulan Desa Cikarawang.
Jumlah penduduk Desa Cikarawang pada tahun 2009 adalah 8.227 jiwa,
yang terdiri dari 4.199 jiwa berjenis kelamin laki-laki dan 4.028 jiwa berjenis
kelamin perempuan, dengan kepadatan penduduk 2.300 jiwa per km. Banyaknya
jumlah penduduk laki-laki maupun perempuan sama-sama mempunyai potensi
untuk mengembangkan usahatani ubi jalar dilihat dari jumlah penduduk masing-
masing yang tidak berbeda jauh. Penggolongan usia penduduk Desa Cikarawang
dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Pengolongan Usia Penduduk di Desa Cikarawang Tahun 2009
No Usia (tahun) Laki-laki Perempuan Jumlah Persentase (%)
1 0 – 14 1287 1351 2638 32,01
2 15 – 29 1158 1120 2278 27,70
3 30 – 44 872 820 1692 20,58
4 45 – 59 554 472 1026 12,49
5 60 – 74 328 265 593 7,22
Jumlah 4199 4028 8227 100,00
Sumber : Buku Monografi Desa Cikarawang, 2009 (Diolah)
Mayoritas penduduk Desa Cikarawang menganut agama Islam dan
merupakan penduduk asli daerah. Jumlah penduduk yang pernah mengenyam
47
bangku pendidikan sebesar 4.394 jiwa (46,5%) dan 3.833 (39,5%) adalah lulusan
sekolah dasar dari total jumlah penduduk 8.227 jiwa. Lembaga pendidikan milik
pemerintah dan swasta di Desa Cikarawang terdiri dari empat play group, dua TK,
empat SD atau sederajat, dan 1 SMP atau sederajat. Tingkat pendidikan penduduk
Desa Cikarawang dengan mayoritas petani akan berpengaruh pada tingkat
pemahaman petani dalam menjalankan usahatani ubi jalar.
Secara umum kegiatan ekonomi masyarakat Desa Cikarawang berada di
sektor pertanian dengan profesi utama sebagai petani. Selain itu, profesi
masyarakat Desa Cikarawang adalah sebagai tukang bangunan, karyawan pegawai
negeri dan swasta, pedagang, tukang ojeg dan sopir angkot. Profesi lain dari
masyarakat Desa Cikarawang adalah sebagai peternak ayam kampung, ayam ras,
kambing, domba, sapid an kerbau. Di sektor industri, Desa Cikarawang memiliki
tiga industri skala rumah tangga, empat industri skala kecil dan satu industri skala
sedang. Secara rinci mata pencaharian pokok warga Desa Cikarawang dapat
dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Mata Pencaharian Pokok Warga Desa Cikarawang Tahun 2009
No Jenis Pekerjaan Jumlah (orang) Persentase (%)
1 Petani 310 20,80
2 Buruh tani 225 15,10
3 PNS 175 11,80
4 Pengrajin industri rumah tangga 5 0,33
5 Pedagang keliling 31 2,08
6 Peternak 3 0,20
7 Montir 3 0,20
8 Perawat Swasta 1 0,06
9 Pembantu rumah tangga 300 20,20
10 TNI/POLRI 2 0,13
11 Pensiunan PNS/TNI/POLRI 210 14,10
12 Pengusaha kecil/menengah 3 0,20
13 Karyawan perusahaan swasta 220 14,80
Total 1.488 100,00
Sumber : Buku Monografi Desa Cikarawang, 2009 (Diolah)
48
Tabel 10 menunjukkan bahwa Persentase terbesar dari berbagai mata
pencaharian sesuai jenis pekerjaannya berada di bidang pertanian yaitu sebesar
35,9 persen dari jumlah penduduk yang bekerja. Mata pencaharian di bidang
pertanian yaitu sebagai petani dan buruh tani. Mata pencaharian yang memiliki
persentase paling sedikit adalah sebagai perawat swasta yaitu hanya satu orang
(0,06 %) dari total penduduk yang bekerja.
Desa Cikarawang memiliki empat kelompok tani yang tersebar di empat
kampung yang berbeda, yaitu kelompok tani Hurip di Kampung Carangpulang
Bubulak, kelompok tani Mekar di Kampung Carangpulang Kidul, kelompok tani
Setia di Kampung Cangkrang dan kelompok tani Subur Jaya di Kampung
Petapaan. Diantara empat kelompok tani tersebut, hanya dua kelompok tani yang
masih aktif saat ini yaitu kelompok tani Hurip dan kelompok tani Subur Jaya.
Masing-masing kelompok tersebut menangani komoditas ubi jalar dan padi. Dua
kelompok tani lainnya tidak aktif dikarenakan faktor sumber daya manusianya.
Anggota kelompok tani Setia dan Mekar sebagian besar sudah berusia lanjut dan
kelompok tersebut tidak memiliki generasi muda yang dapat mempertahankan dan
meneruskan keberadaan kelompoknya.
Desa Cikarawang kaya akan potensi pertaniannya. Adapun hasil
pertaniannya terdiri dari padi, singkong, ubi jalar, jagung, kacang tanah, pisang
dan pepaya. Komoditi unggulan petani Desa Cikarawang adalah tanaman ubi jalar
dan kacang tanah. Padi yang ditanam setelah dipanen tidak dijual ke pasar atau
tengkulak. Padi-padi yang sudah dipanen dijemur, kemudian sebagian akan
digiling sesuai dengan kebutuhan untuk dikonsumsi dan sisanya akan disimpan
dalam bentuk gabah oleh petani sebagai persediaan pangan keluarga mereka.
Sebaliknya, untuk komoditi lainnya selain untuk dikonsumsi juga dijual ke pasar-
pasar terdekat atau ke tengkulak.
5.2 Gambaran Umum Kelompok Tani Hurip
Kelompok Tani Hurip adalah kelompok tani tertua di Desa Cikarawang
yang pendiriannya dilatarbelakangi oleh keinginan dari para petani untuk
bekerjasama dalam memajukan pertanian desa. Kelompok tani ini berdiri sejak
tahun 1974 yang diketuai oleh Bapak Kuming dan selanjutnya dari tahun 2000
sampai sekarang kelompok tani Hurip diketuai oleh Ahmad Bastari yang
49
merupakan cucu menantu dari ketua sebelumnya. Sekretariat kelompok tani Hurip
(KTH) beralamat di Kampung Carangpulang Bubulak RT 04 RW 03 No 43,
Dusun II, Desa Cikarawang, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor, Provinsi
Jawa Barat. Anggota kelompok tani Hurip adalah para petani yang tinggal di
Kampung Carangpulang Bubulak dan sebagian besar diantara mereka memliki
hubungan keluarga.
Pada periode kepemimpinan pertama (1974-2000) belum terbentuk
kepengurusan kelompok tani Hurip. Ketua berperan tunggal dalam kelompok dan
kegiatan kelompok hanya sebatas pembagian bibit. Pada periode kepemimpinan
kedua sudah terbentuk kepengurusan baru dengan adanya seorang sekretaris dan
seorang bendahara, namun kelompok belum menetapkan tugas dari masing-
masing pengurus, peraturan-peraturan dan kegiatan-kegiatan kelompok.
Berdasarkan kelas kemampuannya kelompok tani Hurip termasuk ke
dalam kelompok tani tingkat lanjut dan sudah terdaftar di Dinas Pertanian
Kabupaten Bogor. Kelompok Tani Hurip sering mendapat bantuan dari
pemerintah melalui Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Kecamatan Darmaga.
Adapun jenis bantuan tersebut antara lain berupa pupuk (NPK, Urea), bibit padi,
bibit kacang. Sejak tahun 2006 kelompok tani Hurip mendapat bantuan aset dari
Dinas Pertanian Kabupaten Bogor berupa traktor. Pengelolaan asset ini diserahkan
kepada kelompok tani dengan harapan manfaatnya dapat dirasakan oleh seluruh
anggota kelompok tani Hurip. Dengan demikian dibutuhkan adanya
pendampingan dari berbagai pihak.
Pendampingan pada kelompok tani Hurip dilakukan oleh mahasiswa IPB
sejak Februari sampai Juni 2007. Pertemuan pertama dilaksanakan pada tanggal
23 Februari 2007 yang dihadiri oleh lebih dari 25 anggota. Pada pertemuan ini
dilakukan sosialisasi kepada para anggota kelompok bahwa tujuan kedatangan
mahasiswa adalah untuk menyatakan ketersediaan mahasiswa membantu
kelompok.
Pada pertemuan ketiga yang dilaksanakan pada tanggal 2 Maret 2007,
kelompok mulai membahas pentingnya peraturan dalam kelompok. Pertemuan
tidak hanya secara formal saja, namun pengurus dan mahasiswa sering berdiskusi
di luar forum untuk membicarakan mengenai kelembagaan dan permasalahan-
50
permasalahan yang ada di kelompok tani Hurip. Permasalahan tersebut antara lain
mengenai struktur organisasi, tugas pengurus dan peraturan kelompok dalam
kehadiran pertemuan-pertemuan selanjutnya. Pada tanggal 23 Maret 2007 dengan
dihadiri oleh 21 anggota, kelompok tani Hurip menetapkan visi dan misi, struktur
organisasi, tugas pengurus dan peraturan kelompok. Kelompok selalu melakukan
pendataan ulang dari setiap tahunnya dan sampai sekarang kelompok tani Hurip
beranggotakan 35 orang dari anggota yang aktif.
a. Visi, Misi dan Tujuan Kelompok Hurip
Sejak awal para petani sudah menyadari bahwa tujuan mereka bergabung
menjadi kelompok adalah untuk bekerjasama memajukan pertanian Desa
Cikarawang. Visi kelompok tani Hurip adalah menciptakan kelompok tani
mandiri yang dapat meningkatkan pendapatan dan mensejahterakan anggotanya.
Misi kelompok tani Hurip adalah sebagai berikut:
1) Meningkatkan sumberdaya anggota kelompok tani.
2) Memanfaatkan lahan pertanian seoptimal mungkin.
3) Mengakses para anggota kelompok ke lembaga permodalan, pasar dan
informasi teknologi.
4) Meningkatkan produktivitas komoditas di wilayah tersebut.
Visi dan misi yang dimiliki oleh kelompok tani Hurip dijadikan sebagai
tujuan bersama dalam menjalankan usahatani ubi jalar bagi para petani anggota.
Dengan demikian, adanya visi dan misi yang jelas, para petani mampu
mengembangkan usahatani ubi jalar dengan tujuan yang sama sesuai dengan visi
dan misinya dalam meningkatkan pendapatan dan mensejahterakan anggota.
b. Struktur Organisasi Kelompok Tani Hurip
Pada tanggal 23 Maret 2007 kelompok menetapkan struktur kepengurusan
organisasi kelompok tani Hurip beserta tugas dari masing-masing pengurus.
Susunan pengurus kelompok tani Hurip yang telah disepakati terdiri dari Ketua:
yang dibantu oleh seorang Sekretaris, Bendahara, Seksi Pengaturan Pola Tanam,
Seksi Pembenihan, Seksi Humas, Seksi Usaha, Seksi Demplot dan Seksi
Pengairan. Kepengurusan pun dilengkapi dengan memiliki penasehat kelompok
tani Hurip.
51
Hasil diskusi kelompok dengan penyuluh terjadi pergantian beberapa nama
seksi pada struktur organisasi yaitu Seksi Pengaturan Pola Tanam diganti menjadi
Seksi Pertanian, Seksi Pengairan menjadi Seksi Pengairan atau P3A. Seksi
Pembenihan menjadi Seksi Kehutanan dan Seksi Demplot menjadi Seksi
Kelompok Wanita Tani (Lampiran 1). Pergantian nama dilakukan untuk
mempermudah penyaluran bantuan dari pemerintah untuk kelompok tani dengan
tidak berpengaruh pada tugas masing-masing yang telah ditetapkan sebelumnya.
Tugas dari masing-masing pengurus kelompok tani Hurip dapat dilihat pada
(Lampiran 2).
c. Peraturan Kelompok Tani Hurip
Perumusan awal mengenai peraturan kelompok dilakukan oleh ketua,
sekretaris dan beberapa anggota dengan didampingi oleh fasilitator, kemudian
hasilnya didiskusikan bersama seluruh anggota, sehingga diperoleh rumusan
peraturan-peraturan yang dipahami dan disepakati oleh seluruh anggota
kelompok. Peraturan kelompok tani Hurip ditetapkan pada tanggal 23 Maret 2007
yang terdiri dari hak dan kewajiban, sanksi dan penghargaan bagi anggota
kelompok tani Hurip. Peraturan yang ditetapkan, menjadikan pengurus dan petani
anggota lebih terarah dalam mewujudkan visi dan misnya, sehingga akan saling
berkesinambungan satu sama lain. Peraturan-peraturan pengurus dan anggota
kelompok tani Hurip antara lain:
1) Hak bagi pengurus dan anggota kelompok tani Hurip:
a) Pengurus dan anggota kelompok tani Hurip akan mendapatkan bibit
(bantuan/ program pemerintah) dengan syarat menghadiri kegiatan yang
diadakan kelompok tani Hurip minimal 80 persen. Pengurus dan anggota
hanya mengganti biaya transportasi pengambilan bibit.
b) Pengurus dan anggota akan mendapatkan kartu pengenal kelompok tani
Hurip. Kartu ini berfungsi sebagai:
Kartu pengenal kelompok tani Hurip
Kartu pengembalian bibit (bantuan/program pemerintah)
c) Pengurus dan anggota kelompok tani Hurip akan mendapatkan pinjaman
modal yang berasal dari iuran wajib pengurus dan anggota, dengan syarat:
52
Anggota aktif (menghadiri kegiatan yang diadakan kelompok tani
Hurip minimal sebesar 80 persen)
Mempunyai lahan
Telah mengikuti program simpan pinjam
2) Kewajiban bagi pengurus dan anggota kelompok tani Hurip:
a) Mengikuti kegiatan yang diadakan oleh kelompok tani Hurip
b) Membayar iuran wajib bulanan sebesar Rp. 8000,- yang akan digunakan
untuk simpan pinjam dan keperluan kelompok tani Hurip
c) Membayar iuran pokok menjadi anggota sebesar Rp 50.000,-
d) Mengikuti dan menghadiri rapat bulanan kelompok yang diadakan sebulan
sekali selama setahun kepengurusan.
e) Hasil panen anggota harus dijual kepada kelompok tani Hurip sesuai
dengan harga pasar yang berlaku.
3) Sanksi bagi kelompok tani Hurip, yaitu jika dua kali (dalam satu tahun
kepengurusan) tidak hadir dalam rapat bulanan, maka akan mendapatkan
sanksi dari kelompok tani Hurip. Sanksinya sebagai berikut:
a) Jika tidak hadir satu kali dalam rapat bulanan, maka akan mendapatkan
peringatan dari kelompok tani Hurip
b) Jika tidak hadir dua kali dalam rapat bulanan, maka yang bersangkutan
tidak akan mendapatkan bibit (bantuan/program pemerintah) dan pinjaman
modal dari kelompok tani Hurip.
4) Penghargaan bagi anggota kelompok tani Hurip, yaitu bagi anggota yang
kehadirannya 100 persen (untuk setiap kegiatan kelompok tani Hurip) akan
mendapatkan hadiah dari kelompok. Penghargaan ini diberikan setiap satu
tahun sekali.
5.3 Karakteristik Petani Responden
Responden dalam penelitian ini adalah petani yang sedang mengusahakan
ubi jalar dan tergabung dalam kelompok tani Hurip. Karakteristik petani yang
dianggap penting mencakup status usaha, umur, tingkat pendidikan, pengalaman
bertani ubi jalar, luas lahan, status kepemilikan lahan dan alasan bertani ubi jalar.
Hal ini dipilih karena dianggap mempengaruhi dalam pelaksanaan usahatani ubi
53
jalar terutama dalam melakukan teknik budidaya ubi jalar yang akan berpengaruh
pada produksi petani tersebut.
5.3.1 Status Usaha
Pada umumnya pekerjaan utama responden dalam penelitian ini adalah
sebagai petani dan buruh tani yaitu sebanyak 27 orang (77,14%) dari total
responden sebanyak 35 orang dan sisanya memilih pekerjaan lain. Responden
mayoritas memilih pekerjaan utamanya sebagai petani dan buruh tani dengan
menjadikan usahatani ubi jalar sebagai komoditas utama yang diusahakan
disamping padi, kacang tanah, singkong, pepaya, pisang. Adapun pekerjaan
sampingan yang diusahakan petani responden antara lain sebagai buruh bangunan,
buruh toko, jasa, pedagang (bisnis), peternak, supir dan karyawan swasta.
5.3.2 Umur
Umur petani responden di daerah penelitian ini berkisar antara 30-79 tahun
dengan rata-rata umur 50,6 tahun. Persentase umur tertinggi yaitu sebesar 45,72
persen berada pada kelompok umur 45-59 tahun yang berjumlah 16 orang.
Persentase umur terendah sebesar 2,86 persen berada pada kelompok umur lebih
besar dari 75 tahun yang berjumlah satu orang dari total petani responden. Rincian
sebaran umur responden dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Umur di Kelompok Tani
Hurip Tahun 2010
Kelompok Umur (Tahun) Jumlah Responden (Orang) Persentase (%)
30 – 44 12 34,28
45 – 59 16 45,72
60 – 74 6 17,14
≥ 75 1 2,86
Total 35 100,00
Pada Tabel 11 terlihat bahwa sebagian besar petani responden berada pada
usia produktif, yaitu pada umur 30-59 tahun. Para petani responden di usia
produktif ini tetap melakukan usahatani ubi jalar, hal ini menunjukkan bahwa
pada usia produktif tersebut orang-orang memiliki semangat yang tinggi untuk
54
menambah penghasilan karena adanya dorongan kebutuhan yang tinggi. Namun
masih ada petani yang telah berusia lanjut (lebih dari 60 tahun) masih tetap
berusahatani. Mereka beranggapan bahwa bertani merupakan mata pencaharian
utama yang telah turun temurun.
5.3.3 Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan petani responden akan berpengaruh pada tingkat
penyerapan teknologi dan ilmu pengetahuan. Petani responden yang melakukan
usahatani ubi jalar sebagian besar lulusan SD atau sederjat dengan jumlah 15
orang (42,86%) dari total responden. Adapun petani responden yang tidak tamat
SD/sederajat sebanyak delapan orang. Petani lainnya mencapai tingkat pendidikan
SMP/sederajat berjumlah dua orang dan SMA atau sederajat berjumlah delapan
orang. Petani responden pun ada yang mencapai tingkat pendidikan sampai
perguruan tinggi sebanyak dua orang. Secara rinci tingkat pendidikan responden
petani ubi jalar di kelompok tani Hurip dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di
Kelompok Tani Hurip Tahun 2010
Tingkat Pendidikan Jumlah Responden (Orang) Persentase (%)
Tidak tamat SD 8 22,86
SD/sederajat 15 42,86
SMP/sederajat 2 5,71
SMA/sederajat 8 22,86
Perguruan Tinggi 2 5,71
Total 35 100,00
Pendidikan formal petani responden secara umum masih rendah, namun
petani sudah bisa menulis dan membaca. Disamping pendidikan formal, adapun
pendidikan informal yang didapat petani melalui pelatihan dan pengalaman dalam
usahatani. Dengan demikian, proses transformasi teknologi yang dilakukan oleh
penyuluh maupun pihak-pihak lain dapat terserap dengan baik, sehingga
produktivitas usahatani menjadi lebih baik. Sebaran tingkat pendidikan yang
beragam dapat membantu petani responden dalam berbagi ilmu pengetahuan.
55
5.3.4 Pengalaman Usahatani Ubi Jalar
Pengalaman usahatani dapat menentukan keberhasilan usahatani ubi jalar
dan mempengaruhi pada tingkat produktivitas usahatani ubi jalar. Petani yang
lebih berpengalaman dalam usahatani komoditas ubi jalar secara umum akan lebih
mampu untuk meningkatkan produktivitas dibandingkan petani yang kurang
berpengalaman.
Pengalaman petani pada usahatani ubi jalar di Kelompok Tani Hurip
berkisar antara 1-56 tahun terakhir dengan rata-rata selama 23,57 tahun. Pada
umumnya petani responden melakukan usahatani ubi jalar secara turun temurun,
sehingga mempunyai pengalaman yang cukup lama. Persentase terbesar pada
pengalaman usahatani ubi jalar yaitu lebih dari 10 tahun (65,72 persen) atau
sebanyak 23 orang dari total petani responden. Karakterisitik petani responden
berdasarkan pengalaman usahatani ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Pengalaman Usahatani
Ubi Jalar di Kelompok Tani Hurip Tahun 2010
Pengalaman Usahatani (Tahun)
Usahatani Ubi Jalar
Jumlah Responden (Orang) Persentase (%)
1 – 5 tahun 7 20
5,1 – 10 tahun 5 14,28
≥ 10,1 tahun 23 65,72
Total 35 100,00
5.3.5 Luas Lahan Usahatani Ubi Jalar
Petani responden di Kelompok Tani Hurip memiliki luas lahan yang
diusahakan untuk usahatani cukup beragam, yaitu antara 0,07-1,5 hektar dengan
rata-rata luas lahan sebesar 0,36 hektar. Adapun luas lahan yang diusahakan untuk
usahatani ubi jalar pada saat penelitian yaitu antara 0,07-0,8 hektar dengan rata-
rata luas lahan sebesar 0,24 hektar. Persentase luas lahan tertinggi berada pada
kategori luas lahan kurang dari 0,1-0,19 hektar, yaitu sebesar 40 persen atau
sebanyak 14 orang dari total petani responden, sedangkan luas lahan kurang dari
0,1hektar, yaitu sebesar 5,72 persen atau sebanyak 2 orang dari total petani
responden. Secara rinci jumlah penguasaan lahan dapat dilihat secara rinci pada
Tabel 14.
56
Tabel 14. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Luas Lahan di Kelompok
Tani Hurip Tahun 2010
No Luas Lahan (Ha) Jumlah (orang) Persentase (%)
1 < 0,1 2 5,72
2 0,1– 0,19 14 40,00
3 0,2 – 0,29 9 25,72
3 0,3 – 0,39 5 14,28
4 ≥ 0,4 5 14,28
Jumlah 35 100,0
5.3.6 Status Kepemilikan Lahan
Status kepemilikan lahan petani responden terdiri dari milik sendiri dan
bukan milik sendiri. Jumlah petani responden yang memiliki status lahannya
sebagai lahan milik sendiri sebanyak 29 orang (82,86%) dari total jumlah
responden. Status lahan milik sendiri ini terdiri dari pembelian maupun dari
warisan. Status lahan bukan milik sendiri yaitu sebanyak enam orang (17,14%)
dari total petani responden. Status lahan bukan milik sendiri ini yaitu sewa dan
penggarap. Petani responden tidak ada yang menggunakan lahan usahataninya
dengan cara menyewa. Status kepemilikan lahan petani responden secara rinci
dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Status Kepemilikan
Lahan di Kelompok Tani Hurip Desa Cikarawang Kecamatan
Darmaga Tahun 2010 No Keterangan Jumlah (orang) Persentase (%)
1 Milik sendiri
a Milik sendiri 17 48,57
b Warisan 12 34,28
Sub Total 29 82,86
2 Bukan milik sendiri
a Sewa 0 0
b Penggarap 6 17,14
Sub Total 6 17,14
Jumlah 35 100,00
57
5.3.7 Alasan Bertani Ubi Jalar
Bertani ubi jalar merupakan usahatani yang dilakukan secara turun
temurun oleh petani responden dari sekitar tahun 1975 yang lalu. Kriteria alasan
bertani ubi jalar oleh petani responden antara lain karena musim, harga bagus,
pemasaran terjamin dan keturunan tradisi. Adapun alasan bertani ubi jalar dari
petani responden dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Alasan Bertani Ubi Jalar pada Petani Responden di Kelompok Tani
Hurip Desa Cikarawang Kecamatan Darmaga tahun 2010
No Keterangan Jumlah Petani (Orang) Persentase (%)
1 Musim 5 14,28
2 Harga bagus 9 25,71
3 Pemasaran terjamin 12 34,27
4 Keturunan tradisi 9 25,71
Jumlah 35 100,00
Tabel 16 menunjukan bahwa alasan petani responden memilih usahatani
ubi jalar sebagian besar karena pemasaran yang terjamin dengan persentase yang
diperoleh yaitu 34,27 persen atau 12 orang dari total petani responden. Pemasaran
yang disalurkan melalui kelompok tani Hurip menjadikan pasar ubi jalar lebih
terjamin. Pasar yang dituju antara lain melalui beberapa pabrik di Jakarta dan
daerah sekitar Bogor. Alasan lain yaitu musim dan harga bagus, disamping
keturunan tradisi. Persentase petani memilih usahatani ubi jalar karena harga
bagus sama dengan petani responden yang memilih karena tradisi, yaitu sebesar
25,71 persen. Petani responden memilih usahatani ubi jalar karena harga bagus
sebanyak sembilan orang. Hal ini dikarenakan pada waktu penelitian bertepatan
dengan bulan Ramadhan dimana permintaan ubi meningkat dan harga cukup
tinggi, sehingga banyak petani yang lebih memilih menanam ubi jalar.
VI ANALISIS USAHATANI UBI JALAR
6.1 Keragaan Usahatani Ubi Jalar
Usahatani ubi jalar yang dilakukan di kelompok tani Hurip menurut hasil
wawancara dan kondisi di lokasi penelitian dimulai dari persiapan lahan
(pemupukan), persiapan bibit, penanaman, pemeliharaan tanaman (penyulaman,
pengairan, penyiangan dan pembumbunan, pembalikan batang, pengendalian
hama dan penyakit tanaman) dan panen. Kegiatan usahatani ubi jalar yang
dijalankan dapat dijelaskan sebagai berikut:
6.1.1 Persiapan Lahan
Lahan ubi jalar dapat berupa tanah tegalan atau tanah sawah bekas
tanaman padi (Rahmat, 1997). Pada umumnya petani di kelompok tani hurip
menggunakan tanah sawah bekas tanaman padi dalam melakukan usahatani ubi
jalar. Persiapan lahan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Pengolahan tanah
Pengolahan tanah untuk tanaman ubi jalar yang dilakukan petani
responden berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara di lokasi penelitian yaitu
dengan cara diolah terlebih dahulu hingga gembur, karena dapat membantu
perkembangan akar dan pertumbuhan umbi. Pengolahan tanah ini dilakukan
dengan menggunakan cangkul, setelah itu tanah dibiarkan selama satu minggu
agar terkena sinar matahari. Menurut Rahmat (1997) pembajakan dan pembalikan
tanah bertujuan memperbaiki sirkulasi udara dalam tanah, memusnahkan hama
penyakit di dalam tanah dan menghilangkan gas-gas beracun yang berada dalam
tanah.
Petani yang menggunakan lahan kering (tegalan) biasanya melakukan
pembajakan secara langsung tanpa dilakukan pembersihan rumput, sedangkan
pada kondisi lahan basah bekas tanaman padi maka harus dilakukan pembersihan
jerami dengan cara dibabat sebatas permukaan tanah.
b. Pembuatan guludan
Rahmat (1997) menjelaskan ukuran guludan adalah lebar bawah kurang
lebih 60 centimeter, tinggi 30-40 centimeter dan jarak antar guludan 70-100
centimeter. Guludan yang digunakan oleh petani responden berdasarkan hasil
59
wawancara dan pengamatan langsung di lapangan mendekati ukuran yang
dijelaskan oleh Rahmat (1997), yaitu berukuran lebar kurang lebih 70 centimeter,
tinggi 40 centimeter, dan jarak antar guludan 30-100 centimeter yang merupakan
lebar selokan dan panjangnya disesuaikan dengan kondisi lahan. Ukuran guludan
tidak melebihi 40 centimeter, karena guludan yang terlalu tinggi cenderung
menyebabkan terbentuknya ubi berukuran panjang dan dalam, sehingga sulit
dipanen. Sebaliknya, guludan yang terlalu dangkal akan menyebabkan
terganggunya pertumbuhan atau perkembangan ubi dan memudahkan serangan
hama boleng atau lanas oleh Cylas sp (Rahmat, 1997).
Arah bedengan yang digunakan petani responden dari hasil wawancara
yaitu memanjang utara-selatan, hal ini sesuai dengan yang dijelaskan oleh Dede
(2000) bahwa bedengan dibuat membujur ke arah timur-barat agar cahaya
matahari dapat menyebar secara merata, sehingga dapat diterima oleh semua
tanaman. Setelah selesai pembuatan bedengan tanah dibiarkan selama satu
minggu dengan tujuan agar terangin-angin terkena sinar matahari, kemudian
dilakukan penggemburan kembali dengan dicangkul tipis.
c. Pengapuran
Pada umumnya kondisi lahan petani responden berdasarkan hasil
wawancara memiliki pH 5,6-5,7. Kondisi tanah yang baik untuk usahatani ubi
jala, maka pengapuran jarang dilakukan. Tanah yang memliki keasaman (pH)
kurang dari 5,5 perlu dilakukan pengapuran dengan menggunakan kapur dolomite
atau kalsium karbonat (Dede, 2000). Berdasarkan hasil wawancara pengapuran
menggunakan dolomite, yaitu dengan cara disebar merata ke seluruh permukaan
tanah dan dilakukan pengolahan secara ringan dengan tujuan agar kapur merata di
dalam tanah dan dibiarkan selama 7-14 hari tergantung pada kondisi tanah.
Menurut Dede (2000) pengapuran bertujuan untuk meningkatkan kegiatan jasad
renik tanah dalam menguraikan bahan organik tanah, meningkatkan ketersediaan
unsur hara dalam tanah, dan meningkatkan unsur fosfor (P), kalsium (Ca) dan
magnesium (Mg).
d. Pemupukan dasar
Pemupukan dasar yaitu dengan menggunakan pupuk organik atau pupuk
kandang untuk menambah bahan organik dalam tanah (Dede, 2000). Para petani
60
yang tergabung dalam kelompok tani hurip jarang yang melakukan pemupukan
dasar pada lahan yang akan ditanam, karena kondisi tanah yang masih bagus.
Salah satu ciri tanah yang baik untuk usahatani ubi jalar yaitu keadaan pH yang
sesuai.
6.1.2 Persiapan Bibit
Menurut Rahmat (1997) tanaman ubi jalar dapat diperbanyak secara
generatif dengan biji dan secara vegetatif dengan setek batang atau setek pucuk.
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan petani responden, pada
umumnya melakukan pembiakan tanaman ubi jalar dengan setek pucuk yang
berasal dari penunasan umbi. Bibit yang paling bagus adalah berasal dari setek
pucuk. Setek batang yang diambil pada bagian tengah biasanya tumbuh relatif
lambat dan ubi jalar yang dihasilkan rendah. Syarat setek batang, setek pucuk dan
setek umbi yang dijadikan bibit adalah sebagai berikut (Rahmat, 1997):
a. Bibit berasal dari varietas atau klon unggul.
b. Bahan tanaman berumur dua bulan atau lebih.
c. Pertumbuhan tanaman yang diambil seteknya dalam keadaan sehat dan normal
d. Ukuran panjang setek batang atau setek pucuk antara 20-30 cm, ruas-ruasnya
rapat dan buku-bukunya tidak berakar.
e. Mengalami masa penyimpanan di tempat yang teduh selama 1-7 hari.
Bibit yang digunakan oleh petani responden berasal dari tanaman produksi
atau tunas-tunas umbi yang secara khusus disemai (diipuk) melalui proses
penunasan atau pengipukan. Perbanyakan tanaman dengan cara setek batang atau
setek pucuk dilakukan sampai tiga turunan (F1, F2 dan F3). Hal ini dilakukan
untuk menjaga kualitas umbi yang dihasilkan, karena terlalu banyak turunan
menyebabkan hasil umbi menurun pada generasi-generasi berikutnya. Oleh karena
itu, perlu dilakukan proses penunasan kembali setelah 3-5 generasi perbanyakan.
Hasil wawancara dengan petani responden menyatakan bahwa jumlah bibit yang
dibutuhkan untuk luas areal satu hektar kurang lebih 35.780 setek atau setek per
luasan rata-rata yang digunakan petani 8461 setek per 0,4 hektar, namun hal ini
disesuaikan dengan jarak tanam yang digunakan. Pada umumnya petani responden
menggunakan jarak tanam 100 x 25 centimeter. Jumlah bibit yang digunakan
petani responden mendekati dengan jumlah bibit yang dianjurkan menurut Rahmat
61
(1997), dimana pada jarak tanam 100 x 25 centimeter membutuhkan bibit
sebanyak kurang lebih 32.000 setek. Berdasarkan hasil wawancara dengan petani
responden, terdapat tata cara dalam penyiapan bibit dengan penunasan umbi
adalah sebagai berikut:
a. Memilih umbi ubi jalar yang cukup tua, keadaan ubi sehat dan berukuran
minimal sebesar telur ayam.
b. Umbi ditanam pada lahan khusus penunasan (pengipukan). Jarak tanam yang
digunakan petani responden mendekati dengan jarak tanam menurut Rahmat
(1997) yaitu kurang lebih 100 x 25 centimeter.
c. Pemotongan bahan tanaman bibit yang dilakukan petani responden yaitu pada
saat umbi sudah bertunas dan berumur 2-3 bulan. Bahan tanaman bibit yang
dijadikan setek dipotong pada bagian pucuknya berukuran kurang lebih 20-30
centimeter dengan menggunakan pisau yang tajam. Hal ini sesuai dengan
Rahmat (1997) yang menjelaskan bahwa ukuran batang tanaman yang
dijadikan setek sepanjang 20-25 centimeter. Pemotongan setek ini biasa
dilakukan petani pada pagi hari atau sore hari sama halnya dengan waktu
penanaman, agar kandungan dalam setek masih maksimum.
d. Setek pucuk yang telah dipotong, kemudian ditanam kembali di lahan
penunasan yang berbeda. Proses penunasan kedua selama 1-2 bulan.
e. Melakukan proses pemotongan setek pucuk seperti pada poin c, kemudian
ditanam ke lahan sebenarnya sampai tiba masa panen selama empat bulan.
f. Apabila penanaman tidak dilakukan langsung, maka dilakukan penyimpanan
bibit di tempat yang teduh maksimal tujuh hari. Bibit disimpan ke dalam
karung atau keranjang.
6.1.3 Penanaman
Penanaman ubi jalar perlu memperhatikan pengaturan waktu tanam,
pengaturan jarak tanam, cara penanaman dan penentuan waktu tanam. Waktu
tanam biasa dilakukan petani responden pada awal musim hujan (Oktober) atau
awal musim kemarau (Maret) bila keadaan cuaca normal untuk penanaman di
lahan tegalan (Rahmat, 1997). Berdasarkan hasil wawancara penanaman ubi jalar
di lahan bekas sawah biasa dilakukan petani responden pada akhir musim hujan
yaitu pada bulan Maret atau Mei, namun pada saat ini cuaca sulit diprediksi
62
petani, sehingga penanaman dilakukan tergantung cuaca pada saat itu. Penanaman
yang paling baik yaitu pada pagi hari. Para petani biasa menanam sekitar pukul
06.00-09.00 atau sore hari pukul 16.00-17.00. Penanaman tidak dilakukan pada
siang hari bertujuan untuk mengurangi risiko kematian pada bibit karena terkena
sinar matahari.
Jarak tanam yang digunakan petani responden adalah 70-100 centimeter
(antara barisan) x 20-25 centimeter (antar tanaman), sedangkan jarak tanam yang
ideal adalah 100x25 centimeter atau 75x30 centimeter (Dede, 2000). Jarak tanam
yang terlalu rapat menyebabkan tanaman mudah terserang hama penyakit karena
kondisi tanaman lembab, tanaman tumbuh kurus. Jarak tanam yang terlalu jauh
menyebabkan penggunaan lahan kurang efektif sehingga secara ekonomi kurang
menguntungkan. Pada umumnya sistem penanaman ubi jalar oleh petani
responden dilakukan secara monokultur (tunggal), yaitu dengan menanam ubi
jalar saja. Tahap-tahap penanaman ubi jalar yang dilakukan oleh petani responden
antara lain:
a. Membuat larikan atau lubang tugal memanjang di sepanjang puncak guludan
dengan cangkul sedalam lebar cangkul dan jarak antar lubang tugal 20-30
centimeter. Menurut Rahmat (1997) larikan dibuat dengan ukuran 10
centimeter dengan jarak antar lubang 25-30 centimeter. Dengan demikian
ukuran lubang tugal yang digunakan petani sudah mendekati aturan yang
dianjurkan oleh Rahmat (1997).
b. Petani responden menanam setek ubi jalar dengan cara pangkal batang
terbenam kurang lebih 5-10 centimeter, sama halnya menurut Rahmat (1997)
setek ubi jalar ke dalam lubang atau larikan hingga pangkal batang (setek)
terbenam 1/3 -2/3 bagian, kemudian padatkan tanah dekat pangkal setek
(bibit). Sebaiknya penanaman setek dengan cara mendatar supaya
menghasilkan umbi yang lebih banyak, besar dan seragam
c. Menyiram setek ubi jalar yang telah ditanam dengan air secukupnya disekitar
tanaman
d. Melakukan proses pemupukan dengan menggunakan pupuk kandang, urea,
KCL dan TSP.
63
Pemberian pupuk kandang yaitu pada saat umur tanaman satu minggu
Rata-rata penggunaan pupuk kandang yang digunakan petani responden sebanyak
579,42 kilogram per luasan rata-rata yang diusahakan (0,24 hektar) atau 2.450,16
kilogram per hektar dan ditabur merata pada tanah guludan yang telah dibongkar
sekitar tanaman. Proses pemupukan dibiarkan selama1-2 minggu, supaya terkena
sinar matahari yang membantu proses mikroorganisme dalam tanah disamping
menghilangkan bau dari pupuk kandang. Pemupukan lanjutan yang dilakukan
petani responden dengan pemberian pupuk kimia (Urea, KCL dan TSP), yaitu
urea sebanyak 35,97 kilogram per luasan rata-rata 0,24 hektar (152,10 kg/ha),
KCL sebanyak 13,11 kilogram per luasan lahan rata-rata 0,24 ha (55,45 kg/ha)
dan TSP sebanyak 31,97 kilogram per luasan lahan rata-rata 0,24 ha (135,19
kg/ha). Dosis pupuk yang dianjurkan oleh Rahmat (1997) adalah urea 100-200
kilogram per hektar, KCL 100 kilogram per hektar dan TSP 50 kilogram per
hektar. Pemberian pupuk kimia ini dilakukan petani setelah tanaman berumur dua
minggu dan dibiarkan lagi selama satu minggu, kemudian tanah guludan ditutup
kembali.
6.1.4 Pemeliharaan Tanaman
Pemeliharaan tanaman dilakukan juga pada bibit-bibit ubi jalar selama
masa pertumbuhannya sampai panen. Pemeliharaan tanaman bertujuan untuk
menjaga pertumbuhan tanaman agar tetap normal dan sehat, sehingga
menghasilkan umbi dalam jumlah banyak dan berkualitas baik (Dede, 2000).
Berdasarkan hasil pengamatan di lokasi penelitian, pemeliharaan tanaman ubi
jalar yang dilakukan oleh petani responden meliputi penyulaman, pengairan,
pemupukan, penyiangan, pembalikan batang (ngebat) dan perlindungan tanaman
dari hama dan penyakit.
a. Penyulaman
Penyulaman dilakukan dengan mengganti tanaman yang kerdil, kurus, rusak
atau mati dengan bibit yang baru (Dede, 2000). Berdasarkan hasil wawancara,
pada umumnya petani responden melakukan penyulaman hanya sesekali saja.
Waktu penyulaman dilakukan pagi hari atau sore hari sama halnya dengan
waktu penanaman. Cara menyulam adalah dengan mencabut bibit yang mati,
64
kemudian diganti dengan bibit baru dengan ditanam sepertiga bagian pangkal
setek ditimbun tanah.
b. Pengairan
Waktu pengairan biasa dilakukan pada pagi hari atau sore hari. Pengairan
dilakukan dengan tujuan untuk membantu menstabilkan kelembaban tanah,
melarutkan pupuk dalam tanah, membersihkan tanah dari bahan-bahan
beracun, menekan pertumbuhan gulma dan menekan hama boleng (Rahmat,
1997). Berdasarkan hasil wawancara dengan petani responden bahwa
pengairan dilakukan sesekali apabila terjadi kekeringan. Pengairan tidak
dilakukan rutin karena kondisi tanah yang masih bagus untuk menanam ubi
jalar.
c. Penyiangan dan pembumbunan
Penyiangan dilakukam oleh petani responden dengan membersihkan gulma
atau rumput yang berada di sekitar tanaman ubi jalar (Dede, 2000).
Berdasarkan hasil wawancara dengan petani responden, penyiangan dilakukan
pada saat rumput masih muda supaya tidak merusak akar tanaman ubi jalar.
Pembumbunan dilakukan untuk menggemburkan dan meninggikan permukaan
tanah di sekitar tanaman. Penyiangan dan pembumbunan dilakukan petani
responden apabila diperlukan. Biasanya petani responden melakukannya
secara bersamaan pada saat tanaman berumur satu bulan setelah tanam dan
dilakukan kembali pada saat tanaman berumur dua bulan. Penyiangan pun
dilakukan bersamaan pada waktu pembalikan batang.
d. Pembalikan batang
Hasil wawancara dari petani responden menyatakan bahwa pembalikan batang
pada tanaman ubi jalar dilakukan dengan tujuan untuk mencegah tumbuhnya
umbi pada setiap ruas batang yang menempel pada tanah. Umbi pada ruas
batang tersebut berukuran kecil dan tidak dikonsumsi, disamping
mempengaruhi besar umbi utamanya.
e. Pengendalian hama dan penyakit
Rahmat (1997) menjelaskan komponen pengendalian hama dan penyakit
tanaman secara terpadu antara lain: secara kultur teknis dengan mengatur
waktu tanam yang tepat, rotasi tanaman; secara fisik dan mekanis dengan
65
memotong atau mencabut tanaman yang terserang hama penyakit; secara
kimiawi dengan menyemprotkan pestisida secara selektif. Berdasarkan hasil
wawancara dengan petani responden, pengendalian hama dan penyakit
tanaman dilakukan secara fisik dan mekanis dan secara kimiawi. Hama yang
sering menyerang ubi jalar adalah hama boleng atau lanas akibat ulat. Petani
mengatasi hama boleng atau lanas dengan penyemprotan insektisida seperti
Decis 2,5 EC dengan konsentrasi yang dianjurkan.
6.1.5 Panen
Kualitas ubi jalar di kebun harus dijaga kualitasnya hingga panen, dengan
demikian perlu dilakukan penanganan panen yang baik. Waktu panen biasa
dilakukan petani responden pada pagi atau sore hari sama seperti waktu
penanaman. Panen ubi jalar dilakukan sesuai dengan umur panen yang tepat
waktu, sehingga umbi yang dihasilkan sudah tua, besarnya optimal, kandungan
tepungnya tinggi, dan kadar seratnya rendah. Umur panen ubi jalar berkisar antara
3-5 bulan tergantung pada varietas, iklim dan kesuburan tanah. Ubi jalar yang
ditanam oleh sebagian besar petani di kelompok tani Hurip antara lain jenis AC
yang dapat dipanen 3,5-4 bulan, jenis ceret pada umur tanam 4-4,5 bulan, jenis
kebo pada umur tanam kebo 4-5 bulan. Pada saat penelitian petani responden
menanam ubi jalar jenis ceret, karena banyak permintaan bertepatan dengan bulan
Ramadhan, sehingga harganya pun tinggi. Ubi jalar jenis ceret ini biasa digunakan
sebagai bahan baku pembuatan makanan seperti kolak, bubur dan lainnya. Hasil
output dan input yang digunakan dalam usahatani ubi jalar per periode tanam per
rata-rata luas 0,24 hektar dapat dilihat pada Tabel 17.
66
Tabel 17. Hasil Output dan Input yang Digunakan dalam Usahatani Ubi Jalar
per Periode Tanam per Rata-rata Luas 0,24 Hektar Tahun 2010
No Komponen Jumlah
Fisik Satuan Harga/ satuan (Rp)
A Output:
Ubi jalar yang di jual 2.450,00 Kg 891,42
Ubi jalar yang dikonsumsi 82,63 Kg 891,42
Total Output 2.532,63 Kg
B Input:
1 Lahan 0,24 Hektar 472.000,00
2 Bibit 8.461,66 Setek 25,00
3 Pupuk kandang 579,43 Kg 200,00
4 Pupuk Kimia
a. Urea 35,97 Kg 2.121,43
b. KCL 13,11 Kg 2..273,33
c. TSP 31,97 Kg 2315,79
5 Tenaga kerja 42,37 HOK 20.000,00
6.2 Penggunaan Sarana Produksi Ubi Jalar
Sarana produksi merupakan hal yang sangat dibutuhkan dalam
menjalankan suatu kegiatan usahatani. Sarana produksi yang digunakan petani di
kelompok tani Hurip terdiri dari lahan, bibit, pupuk kandang, pupuk kimia (Urea,
KCL, TSP), tenaga kerja dan peralatan usahatani.
6.2.1 Penggunaan Lahan
Lahan merupakan input yang penting dalam kegiatan usahatani ubi jalar.
Pada umumnya kepemilikan lahan petani responden adalah berlahan sempit yaitu
di bawah satu hektar dan tidak ada petani reponden yang memiliki lahan di atas
satu hektar. Rata-rata kepemilikan lahan untuk petani responden adalah 0,24
hektar. Secara terinci penggunaan input dan output dalam analisis usahatani ubi
jalar setelah dikonversi ke dalam satu hektar dapat dilihat pada Lampiran 5.
6.2.2 Penggunaan Bibit
Bibit yang digunakan petani responden dalam usahatani ubi jalar ini
merupakan setek. Pada umumnya petani lebih banyak menggunakan setek pucuk
daripada setek batang yang dapat diperoleh melalui pengipukan (pembibitan
sendiri) dan pengambilan pada tanaman induk periode sebelumnya. Bibit pun bisa
didapatkan di kelompok tani Hurip atau dari petani lain bila kekurangan. Rata –
67
rata penggunaan bibit yang dipakai oleh petani responden per periode tanam per
luas rata-rata 0,24 hektar sebanyak 8.461,66 setek. Bibit yang digunakan
disesuaikan dengan luas dan jarak tanam yang dipakai petani dalam usahatani ubi
jalar.
6.2.3 Penggunaan Pupuk Kandang
Pemupukan dengan menggunakan pupuk kandang dilakukan satu kali
dalam satu periode tanam ubi jalar yaitu pada umur tanaman dua minggu.
Penggunaan pupuk kandang bermanfaat untuk menyuburkan tanah, karena banyak
mengandung bahan organik sebagai unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Rata-
rata penggunaan pupuk kandang per periode tanam per luas rata-rata 0,24 hektar
untuk usahatani ubi jalar oleh petani responden sebesar 579,43 kilogram. Pupuk
kandang tersebut dapat diperoleh petani responden di lingkungan sekitarnya, baik
dari usaha sampingannya sebagai peternak maupun dari petani lain.
6.2.4 Penggunaan Pupuk kimia
Pupuk kimia yang dibutuhkan petani responden dalam usahatani ubi jalar
antara lain pupuk urea, KCL, TSP. Rata-rata penggunaan pupuk urea per periode
tanam per luas rata-rata 0,24 hektar oleh petani responden (35,97 kg), KCL (13,11
kg), TSP (31,97 kg). Petani responden mendapatkan pupuk kimia dari kios
saprotan dan disediakan juga di kelompok tani, sehingga memudahkan dalam
mendapatkannya.
6.2.5 Penggunaan Tenaga Kerja
Tenaga kerja merupakan salah satu input yang mempunyai peranan
penting dalam memanajemen setiap aktivitas usahatani ubi jalar. Tenaga kerja
yang digunakan oleh petani responden dalam usahatani ubi jalar adalah tenaga
kerja orang mulai dari pengolahan tanah sampai pemanenan. Tenaga kerja yang
digunakan antara lain tenaga kerja pria dan wanita tanpa melibatkan tenaga kerja
anak-anak. Tenaga kerja pria melakukan pekerjaan yang dinilai berat seperti
mengolah tanah untuk persiapan lahan, pembongkaran dan pengguludan tanah
kembali, serta pencabutan umbi pada saat panen, sedangkan pekerjaan lainnya
dapat dilakukan baik oleh laki-laki ataupun perempuan.
68
Penggunaan tenaga kerja dalam usahatani ubi jalar ini menggunakan
satuan Hari Orang Kerja (HOK) dengan rata-rata melakukan aktivitas selama
enam jam per hari yaitu dari jam 06.00-12.00. Pembayaran upah tenaga kerja
dibedakan berdasarkan jenis kelamin karena adanya perbedaan kapasitas
pekerjaan yang dibebankan. Upah yang diberikan setiap satu hari kerja yaitu
sebesar Rp.20.000 untuk pria dan Rp 15.000 untuk wanita atau Rp 20.000 setara
HKP. Tenaga kerja wanita dihitung dalam HKW dan dikonversikan ke dalam
HKP sebesar 0,75. Tenaga kerja untuk pemanenan dilakukan dengan cara
borongan yaitu sebesar Rp 100 per kilogram yang dibayar oleh tengkulak atau
pembeli, sehingga tidak diperhitungkan sebagai pengeluaran petani.
Tenaga kerja yang digunakan dalam usahatani ubi jalar ini dibagi atas
Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK) dan Tenaga Kerja Luar Keluarga
(TKLK). Penggunaan rata-rata tenaga kerja yang dibutuhkan oleh petani
responden dalam satu periode tanam per 0,24 hektar adalah 42,37 HOK terdiri
dari 18,25 HOK TKDK dan 24,12 HOK TKLK. Apabila dikonversi dalam satu
hektar, maka tenaga kerja yang dibutuhkan untuk usahatani ubi jalar adalah
158,62 HOK yang terdiri dari 71,71 HOK TKDK dan 86,91 HOK TKLK.
Perbandingan penggunaan tenaga kerja pada usahatani ubi jalar tidak jauh berbeda
dengan tenaga kerja yang dibutuhkan pada usahatani umbi lainnya seperti
ganyong yang telah diteliti sebelumnya oleh Devy (2010). Hal ini dikarenakan
proses kegiatan usahatani yang hampir sama, namun memiliki masa panen yang
berbeda. Ubi jalar masa panen selama 4 bulan, sedangkan ganyong selama 6
bulan, sehingga penggunaan tenaga kerja akan lebih banyak juga. Tenaga kerja
yang digunakan untuk usahatani ganyong yaitu 205,16 HOK yang terdiri dari
147,44 HOK TKDK dan 57,72 HOK TKLK.
Penggunaan tenaga kerja dalam kegiatan usahatani ubi jalar, meliputi
pengolahan lahan, persiapan bibit, penanaman, pembongkaran guludan,
pemupukan dasar, pengguludan kembali, pemupukan kedua, pembalikan batang
(ngebat) dan penyiangan, serta pengendalian hama dan penyakit tanaman.
Penggunaan TKDK untuk masing-masing kegiatan dalam usahatani ubi jalar per
periode tanam per luas rata-rata 0,24 hektar dapat dilihat pada Tabel 18, secara
terinci terdapat pada Lampiran 4.
69
Tabel 18. Rata-Rata Penggunaan Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK) pada
Usahatani Ubi Jalar per Periode Tanam per Luas Rata-rata (0,24 ha) di
Kelompok Tani Hurip Desa Cikarawang Kecamatan Darmaga Tahun
2010
No Kegiatan Jumlah
(HOK)
Persentase
(%) Nilai (Rp)
1 Persiapan lahan 4,02 22,00 80.200
2 Persiapan bibit 1,23 6,75 24.600
3 Penanaman 1,35 7,40 27.000
4 Pembongkaran guludan 2,32 12,72 46.400
5 Pemupukan dasar 2,20 12,05 44.000
6 Pengguludan kembali 3,34 18,31 66.800
7 Pemupukan kedua 1,40 7,58 28.000
8
Pembalikan batang/ngebat
dan penyiangan 1,02 5,60 20.400
9
Pengendalian hama dan
penyakit tanaman 0,34 1,87 6.800
10 Panen 1,04 5,72
Jumlah 18,25 100,00 344.200
Pada Tabel 18 diperoleh data bahwa dari kesepuluh kegiatan yang
dilakukan petani pada usahatani ubi jalar dengan menggunakan TKDK, kegiatan
persiapan lahan merupakan kegiatan yang banyak memerlukan tenaga kerja, yaitu
4,02 HOK (22%) per periode tanam. Kegiatan pengendalian hama memiliki
presentase terkecil sebesar 0,34 persen, karena pengendalian hama dan penyakit
tanaman hanya dilakukan oleh petani apabila diperlukan. Presentase pada kegiatan
pengguludan kembali (18,31%) lebih besar dibandingkan pada saat kegiatan
pembongkaran guludan (12,72%), hal ini dikarenakan proses pengguludan
kembali memerlukan waktu yang lebih lama dalam penyelesaiannya. Biaya rata-
rata TKDK yang dikeluarkan petani responden mencapai Rp 344.200. Rata-rata
penggunaan Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK) oleh petani ubi jalar untuk
masing-masing kegiatan per periode tanam per luas rata-rata 0,24 hektar dapat
dijelaskan pada Tabel 19.
70
Tabel 19. Rata-Rata Penggunaan Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK) pada
Usahatani Ubi Jalar per Periode Tanam per Luas Rata-rata (0,24 ha)
di Kelompok Tani Hurip Desa Cikarawang Kecamatan Darmaga
Tahun 2010
No Kegiatan Jumlah
(HOK)
Persentase
(%) Nilai (Rp)
1 Persiapan lahan 8,66 35,90 173.200
2 Persiapan bibit 0,41 1,70 8.200
3 Penanaman 3,31 13,72 66.200
4 Pembongkaran guludan 2,17 9,00 43.400
5 Pemupukan dasar 1,17 4,85 23.400
6 Pengguludan kembali 3,03 12,56 60.600
7 Pemupukan kedua 0,48 2,00 9.600
8
Pembalikan batang/ngebat dan
penyiangan 1,63 6,76 32.600
9
Pengendalian hama dan penyakit
tanaman 0,00 0,00 0
10 Panen 3,26 13,51
Jumlah 24,12 100,00 417.200
Tabel 19 menunjukkan bahwa persentase penggunaan TKLK terbesar
berada pada persiapan lahan yaitu sebesar 35,90 persen, sehingga membutuhkan
biaya yang besar juga sebesar Rp 173.200. Persentase biaya penanaman sebesar
13,72 persen dari biaya TKLK yang umumnya dilakukan oleh tenaga kerja
wanita. Jumlah tenaga kerja pada kegiatan persiapan bibit dan pemupukan kedua
sebesar 0,41 HOK dan 0,48 HOK. Pada hasil wawancara kepada petani responden
bahwa penggunaan tenaga kerja pada kegiatan persiapan bibit dan pemupukan
kedua sedikit, dikarenakan kegiatan tersebut mudah dilakukan dan tidak
memerlukan banyak tenaga kerja. Pada umumnya petani tidak melakukan
pengendalian hama dan penyakit tanaman, yaitu hanya lima petani dari total
petani responden yang melakukan pengendalian hama dan penyakit tanaman yang
dilakukan oleh TKDK. Sedangkan secara umum tidak digunakan pestisida,
pengendalian hama dan penyakit tanaman hanya dilakukan secara teknis salah
satunya melalui pembalikan batang dan penyiangan.
6.2.6 Penggunaan Peralatan Usahatani
Peralatan merupakan sarana penunjang kegiatan usahatni yang perlu
dimiliki oleh petani. Peralatan yang dimiliki oleh para petani ubi jalar antara lain
71
cangkul, garpu, golok, parang dan cagak. Peralatan pertanian yang diperioleh dari
kios pertanian di sekitar Kota Bogor. Peralatan yang digunakan oleh petani sangat
berpengaruh terhadap biaya tetap yang akan dikeluarkan oleh petani yaitu pada
biaya penyusutan. Biaya penyusutan ini dilakukan untuk menghitung nilai
investasi alat-alat pertanian yang menyusut setiap tahunnya. Biaya penyusutan ini
termasuk ke dalam biaya diperhitungkan atau biaya tidak tunai. Besarnya biaya
penyusutan peralatan pada usahatani ubi jalar per periode tanam per luas rata-rata
0,24 hektar sebesar Rp 44.313,10, dengan lama tanam selama empat bulan.
Penghitungan nilai penyusutan yaitu dengan menggunakan metode garis lurus
anatar nilai beli dan umur teknis peralatan tersebut. Nilai penyusutan untuk
peralatan usahatani ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 20.
Tabel 20. Rata – Rata Biaya Penyusutan Peralatan pada Usahatani Ubi Jalar per
Periode Tanam di Desa Cikarawang Kecamatan Darmaga Tahun 2010
No Jenis
Peralatan
Jumlah
alat
(Buah)
Harga
beli/ unit
(Rp)
Umur
teknis
(Th)
Jumlah
(Rp)
Biaya
penyusutan
(Rp/tahun)
Biaya
penyusutan
(Rp/musim
tanam)
Persentase
(%)
1 Cangkul 2 50.285,71 3 100.571,42 33.523,80 11.174,6 25,22
2 Garpu 1 81.428,57 4 81.428,57 20.357,14 6.785,71 15,32
3 Golok 1 65.312,5 2 65.312,5 32.656,25 10.885,42 24,56
4 Parang 2 32.142,86 2 64.285,72 32.142,86 10.714,28 24,18
5 Sabit/
cagak 1 28.518,52 2 28.518.52 14.259,26 4.753,09
10,72
Jumlah 7 132.939,31 44.313,10 100,00
Pada Tabel 20 menunjukkan bahwa persentase tingkat penyusutan terbesar
berada pada alat cangkul sebesar 25,22 persen, dengan biaya penyusutan Rp
11.174,6 per periode tanam. Kondisi ini dipengaruhi oleh umur teknis dan harga
peralatan tersebut, dimana cangkul merupakan sarana produksi yang sering
digunakan dalam kegiatan usahatani ubi jalar, terutama pada saat persiapan lahan
dan panen. Disamping cangkul, golok dan parang juga memiliki biaya penyusutan
yang besar yaitu Rp 10.885,42 dan Rp 10.714,28 per periode tanam. Golok dan
parang ini sering digunakan untuk kegiatan pembalikan batang (ngebat),
penyiangan dan panen.
72
6.3 Penerimaan Usahatani Ubi Jalar
Analisis penerimaan usahatani ubi jalar berdasarkan atas rata-rata luasan
dalam satu musim tanam. Varietas ubi jalar yang beragam memiliki musim tanam
yang berbeda. Pada saat penelitian, petani responden rata-rata menggunakan
varietas ceret, dikarenakan mempunyai potensi pasar yang cukup tinggi bertepatan
dengan bulan puasa (Ramadhan), dimana dapat digunakan untuk bahan makanan
kolak. Satu musim tanam dalam usahatani ubi jalar yang dianalisis adalah dalam
waktu empat bulan dan dilakukan sekali panen. Populasi rata-rata tanaman ubi
jalar per periode tanam per luas rata-rata 0,24 hektar yang digunakan sebanyak
8461,66 setek. Kegiatan panen biasa dilakukan pagi atau sore hari untuk menjaga
kesegaran ubi jalar. Pada umumnya petani responden menjual hasil panennya
kepada tengkulak (pedagang pengumpul) dan sebagian besar menjual ke
kelompok tani Hurip. Proses penjualan dilakukan di lokasi panen (lahan) dengan
harga jual ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara petani dengan tengkulak
atau kelompok tani Hurip.
Total produksi rata-rata ubi jalar petani responden mencapai 2532,63
kilogram per periode tanam per luas rata-rata 0,24 hektar (10.709,44 kg/Ha).
Sebanyak 96,73 persen dari seluruh hasil panen dijual, sedangkan sisanya
dikonsumsi. Harga jual ubi jalar pada masing-masing petani berbeda-beda antara
Rp 800-Rp 1.000, maka diambil harga rata-rata dari total petani responden adalah
sebesar Rp 891,42 per kilogram.
Penerimaan usahatani adalah jumlah total produk yang dijual berdasarkan
pada harga yang berlaku di pasar. Penerimaan usahatani ubi jalar terdiri dari
penerimaan usahatani tunai dan total. Rata-rata penerimaan tunai dan penerimaan
total usahatani ubi jalar yang diperoleh petani responden per periode tanam per
luas rata-rata 0,24 hektar sebesar Rp 2.183.979 dan Rp 2.257.637,035.
6.4 Pengeluaran Usahatani Ubi Jalar
Pengeluaran usahatani ubi jalar dikelompokan menjadi dua yaitu biaya
tunai dan biaya diperhitungkan. Biaya tunai adalah biaya yang dikeluarkan petani
responden selama kegiatan usahatani per periode tanam, yaitu mulai dari biaya
persiapan lahan hingga biaya mendistribusikan hasil panen ke penjual, sedangkan
73
biaya diperhitungkan adalah biaya yang dikeluarkan oleh petani responden tidak
dalam bentuk nilai tunai.
Biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani responden meliputi bibit, pupuk
kandang, urea, KCL, TSP, tenaga kerja luar keluarga (TKLK) dan pajak
lahan..Rata-rata biaya tunai per periode tanam per luas rata-rata 0,24 hektar
seluruh petani responden adalah Rp 737.232,99 (49,24% ) dari biaya total. Pajak
lahan (PBB) termasuk ke dalam biaya tunai dengan rata-rata biaya yang
dikeluarkan sebesar Rp 24.000 per musim tanam per 0,24 hektar untuk petani
yang menggarap lahannya sendiri (lahan milik sendiri), sedangkan petani
penggarap tidak membayar pajak. Nilai pembayaran PBB antara petani responden
memiliki perbedaan, karena perbedaan kelas lahan yang dimiliki petani responden
tersebut.
Biaya diperhitungkan yang dikeluarkan oleh petani ubi jalar meliputi bibit,
biaya penyusutan peralatan, tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) dan sewa lahan
(lahan milik sendiri). Bibit termasuk ke dalam biaya diperhitungkan karena petani
responden tidak membeli bibit, tetapi bibit didapat dengan cara pengipukan dan
dari hasil panen sebelumnya, serta disediakan juga oleh kelompok tani. Sewa
lahan merupakan komponen biaya diperhitungkan bagi petani yang menggarap
lahan sendiri (pemilik lahan), yaitu Rp 200.000 per m2
per tahun atau Rp 666.666
per hektar per periode tanam. Dengan demikian, biaya sewa lahan dengan rata-
rata luasan lahan yang digunakan petani responden 0,24 hektar adalah sebesar Rp
159.999,99. Sewa lahan termasuk ke dalam biaya diperhitungkan karena lahan
memiliki nilai ekonomi yang terus meningkat dibandingkan sarana lainnya. Rata-
rata biaya yang diperhitungkan per periode tanam adalah sebesar Rp 760.054,59 .
Biaya total merupakan penjumlahan antara biaya tunai dengan biaya
diperhitungkan. Rata-rata biaya total yang dikeluarkan petani responden per
periode tanam adalah Rp 1.497.287,59. Komponen biaya pada usahatani ubi jalar
dapat dilihat pada Tabel 21.
74
Tabel 21. Biaya Tunai dan Biaya Diperhitungkan pada Usahatani Ubi Jalar per
Periode Tanam per Luas Rata-rata (0,24 ha) di Kelompok Tani Hurip
Desa Cikarawang Kecamatan Darmaga Tahun 2010
No Keterangan Total Nilai
(Rp)
Persentase
(%)
Persentase
(%)
A Biaya Tunai
1. Sarana Produksi
Pupuk kandang 115.886,00 7,74
Urea 76.307,84 5,10
KCL 29.803,36 2,00
TSP 74.036,80 4,94
2. Tenaga kerja luar keluarga
(TKLK) 417.200,00 27,86
4. Pajak (PBB) 24.000,00 1,60
Total Biaya Tunai 737.233,00 49,24
B Biaya Diperhitungkan
1. Bibit 211.541,50 14,12
2. Sewa lahan (milik sendiri) 159.999,99 10,69
3. Penyusutan peralatan 44.313,10 2,96
4. Tenaga kerja dalam keluarga
(TKDK) 344.200,00 22,99
Total biaya yang diperhitungkan 760.054,59 50,76
C Jumlah Total Biaya 1.497.287,59 100,00 100
6.5 Pendapatan dan Nilai R/C Rasio Usahatani Ubi Jalar
Nilai pendapatan usahatani ubi jalar diperoleh dari selisih penerimaan dan
biaya usahatani. Pendapatan usahatani pada penelitian ini dibedakan menjadi dua,
yaitu pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas
biaya tunai diperoleh dari pengurangan antara penerimaan tunai dengan biaya
tunai usahatani ubi jalar, sedangkan pendapatan atas biaya total diperoleh dari
pengurangan antara penerimaan total dengan biaya total usahatani ubi jalar.
Pendapatan atas biaya tunai rata-rata petani responden per periode tanam sebesar
Rp 1.446.746,01 dan pendapatan atas biaya total sebesar Rp 760.349,44.
Hasil perhitungan usahatani ubi jalar untuk analisis R/C rasio atas biaya
tunai diperoleh 2,96. Nilai ini memiliki arti bahwa setiap pengeluaran tunai
sebesar Rp 1 akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 2,96. Nilai R/C rasio
lebih dari satu menunjukkan bahwa usahatani ubi jalar mampu memberikan
keuntungan karena penerimaannya lebih besar 2,96 kali dari biaya yang
dikeluarkan.
75
R/C rasio atas biaya total untuk usahatani ubi jalar adalah sebesar 1,51.
Nilai ini memiliki arti bahwa setiap Rp 1 biaya total yang dikeluarkan petani akan
memperoleh penerimaan sebesar Rp 1,51. Hal ini membuktikan bahwa usahatani
ubi jalar di Desa Cikarawang Kecamatan Darmaga menguntungkan.Secara rinci
pendapatan dan nilai R/C rasio usahatani ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 22.
Tabel 22. Pendapatan dan Nilai R/C Rasio Usahatani Ubi Jalar per Periode
Tanam per Luas Rata-rata (0,24 ha) di Kelompok Tani Hurip Desa
Cikarawang Kecamatan Darmaga Tahun 2010
No Komponen Nilai (Rp)
A Penerimaan Tunai 2.183.979,00
B Penerimaan Diperhitungkan 73.658,00
C Total Penerimaan (A+B) 2.257.637,00
D Biaya Tunai 737.233,00
E Biaya Diperhitungkan 760.054,59
F Biaya Total (D+E) 1.497.287,59
G Pendapatan atas Biaya Tunai (A-D) 1.446.746,01
H Pendapatan atas Biaya Total (C-F) 760.349,44
I R/C rasio atas biaya tunai (A/D) 2,96
J R/C rasio atas biaya total (C/F) 1,51
VII ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI UBI JALAR
DI KELOMPOK TANI HURIP
7.1 Analisis Fungsi Produksi Ubi Jalar
Analisis dalam kegiatan produksi ubi jalar di Kelompok Tani Hurip
dilakukan dengan memperhitungkan tingkat input yang digunakan terhadap
tingkat produksi yang diperoleh. Analisis yang digunakan merupakan analisis
fungsi Cobb-Douglas (Lampiran 6). Model produksi ini menunjukkan hubungan
fisik faktor-faktor input yang digunakan dengan output yang dihasilkan.
Faktor-faktor yang di duga berpengaruh dalam usahatani ubi jalar adalah
bibit, Urea, KCL, TSP, pupuk kandang dan tenaga kerja. Faktor-faktor tersebut
merupakan faktor input utama yang digunakan dalam usahatani ubi jalar. Hasil
pendugaan fungsi produksi pada usahatani ubi jalar di Kelompok Tani Hurip Desa
Cikarawang Tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 23.
Tabel 23. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi pada Usahatani Ubi Jalar di
Kelompok Tani Hurip Desa Cikarawang Tahun 2010
Variabel Koefisien
Regresi
Simpangan Baku
Koefisien T-Hitung P-Value VIF
Konstanta 3,512 1,472 2,39 0,000
Bibit (X1) -0,0479 0,2600 -1,80 0,855 4,5
Urea(X2) 0,1237 0,1721 0,72 0,478 3,2
KCL (X3) 0,2984 0,1593 1,87 0,072 2,0
TSP (X4) -0,0560 0,1729 -0,32 0,748 2,7
Pupuk Kandang (X5) 0,3116 0,1308 2,38 0,024 2,7
Tenaga Kerja (X6) 0,4677 0,2599 1,80 0,043 4,4
R-sq = 74,8 %
R-sq (adj) = 69,4 %
F-hitung = 13,87 %
F-tabel = 2,55 dengan α = 5 persen
Hasil pendugaan model fungsi produksi menunjukkan bahwa nilai
koefisien determinasi (R2) sebesar 74,8 persen dengan nilai determinasi
terkolerasi (R2 adj) sebesar 69,4 persen. Nilai determinasi (R
2) tersebut memiliki
arti bahwa sebesar 74,8 persen dari variasi produksi dapat dijelaskan secara
bersama-sama oleh model, sedangkan sisanya sebesar 25,2 persen dapat
dijelaskan oleh faktor-faktor lain diluar model. Faktor-faktor lain diluar model
yang diduga berpengaruh terhadap produksi ubi jalar antara lain pengaruh iklim
dan cuaca, tingkat kesuburan tanah, serta intensitas serangan hama dan penyakit
tanaman. Analisis model fungsi produksi tersebut pun dapat dilakukan uji F untuk
77
menguji variabel bebas yang digunakan dalam input produksi terhadap hasil
produksi. Nilai F-hitung pada model penduga fungsi produksi mencapai 13,87
persen, maka nilai tersebut lebih besar dari nilai F-tabel yaitu 2,55. Kondisi ini
menjelaskan bahwa semua faktor produksi yang digunakan dalam usahatani ubi
jalar secara bersama-sama memiliki pengaruh yang nyata terhadap produksi ubi
jalar petani responden pada selang kepercayaan 95 persen.
Analisis model fungsi produksi selain dilakukan uji-F juga dapat
melakukan uji-t. Uji-t dapat digunakan untuk menguji pengaruh nyata dari
masing-masing variabel bebas (input produksi) yang digunakan secara terpisah
terhadap variabel tidak bebas (output), yaitu dengan membandingkan t-hitung dan
t-tabel. Berdasarkan hasil uji-t menunjukkan bahwa variabel bebas yang
berpengaruh nyata pada taraf lima persen adalah pupuk kandang dan tenaga kerja,
sedangkan KCL berpengaruh nyata terhadap produksi ubi jalar pada taraf nyata 10
persen. Hasil uji terhadap bibit dan TSP memiliki nilai t-hitung lebih rendah dari
t-tabel. Kondisi ini menunjukkan bahwa variabel bebas tersebut tidak berpengaruh
nyata dalam produksi ubi jalar.
Model penduga fungsi produksi yang telah disusun selanjutnya dianalisis
untuk menunjukkan tingkat kelayakan berdasarkan asumsi OLS. Asumsi tersebut
terdiri dari multikolinearitas, homoskedastisitas dan normalitas error. Analisis
mengenai multikolinearitas dapat dilihat dari nilai VIF (Variance Inflation
Factors) pada Lampiran 8, sedangkan analisis asumsi homoskedastisitas yaitu
dengan menggunakan pendekatan grafik dapat dilihat pada Lampiran 9. Pada
grafik menunjukkan plot antara residual dengan fitted value yang tersebar dan
tidak menunjukkan pola yang sistematis.
Hasil analisis model penduga fungsi produksi pada petani responden
secara statistik telah memenuhi asumsi OLS. Hal ini dapat dianalisis juga dengan
melihat p-value yang bernilai nol dan mengidentifikasi bahwa semua variabel atau
salah satu variabel dalam model regresi secara statistik tidak bernilai nol. Syarat
asumsi OLS yang telah terpenuhi ini dapat menunjukkan bahwa model fungsi
produksi tersebut dapat digunakan dalam menduga hubungan antara variabel
bebas (input produksi) yang digunakan terhadap hasil produksi (output) dalam
kegiatan usahatani ubi jalar.
78
7.2 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Ubi Jalar
Nilai koefisien regresi dalam model fungsi produksi Cobb-Douglas
merupakan nilai elastisitas produksi dari variabel-variabel produksi tersebut.
Penjumlahan nilai-nilai elastisitas dapat digunakan untuk menduga keadaan skala
usaha. Model produksi yang diduga menunjukkan bahwa jumlah nilai-nilai
parameter penjelas adalah 1,097. Angka ini merupakan hasil dari penjumlahan
koefisien regresi faktor produksi yang dalam hal ini dianggap sebagai elastisitas
dari faktor tersebut. Jumlah nilai elastisitas produksi lebih besar dari satu, maka
dapat disimpulkan bahwa usahatani ubi jalar berada pada skala kenaikan hasil
yang meningkat (increasing return to scale). Nilai ini mengandung arti bahwa
penambahan satu persen dari masing-masing produksi secara bersama-sama akan
meningkatkan produksi sebesar 1,097 persen.
a. Bibit (X1)
Penggunaan bibit ubi jalar merupakan salah satu komponen yang
dibutuhkan dalam kegiatan usahatani ubi jalar. Jumlah bibit yang digunakan akan
mempengaruhi hasil produksi ubi jalar. Nilai koefisien regresi penggunaan bibit
bernilai negatif sebesar -0,0479, artinya jika terjadi penambahan bibit sebesar satu
persen maka akan menurunkan produksi ubi jalar sebesar 0,0479 persen, dengan
asumsi semua variabel lain tetap (cateris paribus). Elastisitas yang negatif
menunjukkan bahwa penggunaan bibit berada pada daerah irrasional (Daerah III).
Berdasarkan nilai P-value yang lebih besar dari α lima persen yaitu mempunyai
nilai 0,855 (85,5%) artinya bahwa bibit tidak berpengaruh nyata terhadap
produksi ubi jalar, sehingga pengurangan atau penambahan bibit sebesar satu
persen tidak akan mengakibatkan perubahan secara signifikan terhadap produksi
ubi jalar dengan faktor lain dianggap tetap.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari hasil wawancara, pengaruh
bibit ubi jalar menjadi negatif dikarenakan penggunaan bibit berlebih dan banyak
bibit yang tidak termanfaatkan. Apabila penggunaan bibit ditambah terus akan
menurunkan produksi. Penggunaan bibit yang berlebih dapat terjadi kompetisi
antar sesama tanaman, karena jarak tanaman terlalu rapat. Persaingan dapat
terjadi dalam pemenuhan unsur hara, kebutuhan air dan sinar matahari, sehingga
produksi dapat menurun. Rata-rata penggunaan bibit per 0,24 hektar yang
79
digunakan petani responden sebanyak 8.461,657 setek (35.780 setek per hektar),
sedangkan standar penggunaan bibit menurut Rahmat (1997) sebanyak 32.000
setek per hektar dengan jarak tanam yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa
penggunaan bibit yang digunakan petani responden berlebih.
Bibit dalam usahatani ubi jalar ini merupakan hasil setek batang tanaman
ubi jalar, sehingga bibit mudah didapatkan tanpa membeli. Bibit yang diperoleh
petani berupa setek pucuk hasil pengipukan maupun hasil panen periode
sebelumnya, baik milik sendiri atau disediakan oleh kelompok tani. Penggunaan
bibit oleh petani responden berdasarkan satuan karung dan rata-rata menggunakan
empat karung per 1000 m2. Kebutuhan bibit ini pun dipengaruhi oleh jarak tanam.
Sebagian besar petani responden menggunakan jarak tanam 100 x 25 centimeter
dan beberapa petani lainnya ada yang tidak menggunakan jarak tanam. Disamping
jarak tanam, ukuran bibit yang digunakan petani responden berbeda-beda dengan
rata-rata berukuran panjang 25-30 centimeter.
b. Urea (X2)
Nilai koefisien regresi penggunaan bibit sebesar 0,1237, artinya jika
terjadi penambahan urea sebesar satu persen maka akan meningkatkan produksi
ubi jalar sebesar 0,1237 persen, dengan asumsi semua variabel lain tetap (cateris
paribus). Elastisitas produksi yang positif menunjukkan bahwa penggunaan bibit
berada pada daerah rasional (Daerah II). Namun berdasarkan nilai P-value yang
lebih besar dari α lima persen yaitu mempunyai nilai 0,478 (47,8%) artinya bahwa
urea tidak berpengaruh nyata terhadap produksi ubi jalar, sehingga pengurangan
atau penambahan benih sebesar satu persen tidak akan mengakibatkan perubahan
secara signifikan terhadap produksi ubi jalar dengan faktor lain dianggap tetap.
Penggunaan pupuk urea dilakukan dalam upaya menambah unsur nitrogen
tanah. Kondisi di lokasi penelitian menunjukkan bahwa penggunaan pupuk urea
oleh petani responden sudah mendekati standar dosis yang ditetapkan. Rata-rata
penggunaan urea per 0,24 hektar yang digunakan petani responden sebanyak
35,97 kg (152,1 kg per hektar), sedangkan standar penggunaan urea menurut
Rahmat (1997) sebanyak 100-200 kg per hektar. Dengan demikian, penggunaan
pupuk urea masih dapat ditambah untuk meningkatkan produksi ubi jalar.
80
c. KCL (X3)
Pupuk KCL merupakan salah satu komponen yang digunakan dalam
kegiatan usahatani ubi jalar. Nilai koefisien regresi penggunaan KCL sebesar
0,2984 dan berpengaruh nyata pada taraf α 7,2 persen, artinya jika terjadi
penambahan KCL sebesar satu persen maka akan meningkatkan produksi ubi jalar
sebesar 0,2984 persen, dengan asumsi semua variabel lain tetap (cateris paribus).
Elastisitas yang positif menunjukkan bahwa penggunaan bibit berada pada daerah
rasional (Daerah II). Selain itu berdasarkan hasil analisis fungsi produksi
Cobb_Douglas, KCL ini mempunyai pengaruh yang nyata terhadap produksi ubi
jalar, sehingga ketika terjadi penurunan dan peningkatan input akan sangat
signifikan pengaruhnya terhadap produksi ubi jalar.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari petani responden bahwa
penggunaan pupuk KCL ini cukup penting karena dibutuhkan sebagai zat yang
mempengaruhi warna dan rasa pada tanaman ubi jalar. Rata-rata penggunaan
pupuk KCL tiap periode tanam oleh petani responden yaitu sebanyak 13,11
kilogram (55,45 kg per hektar), sedangkan standar penggunaan KCL menurut
Rahmat (1997) sebanyak 100 kg per hektar. Dengan demikian, penggunaan
pupuk KCL masih dapat ditambah untuk meningkatkan produksi ubi jalar. Pupuk
kimia yang dibutuhkan oleh petani responden mudah diperoleh, baik disediakan
oleh kelompok tani maupun membeli langsung ke toko saprotan terdekat.
d. TSP (X4)
Penggunaan pupuk TSP merupakan salah satu input yang digunakan
dalam produksi ubi jalar. Pupuk TSP bermanfaat untuk pertumbuhan batang dan
buah. Nilai koefisien regresi penggunaan TSP sebesar -0,0560, artinya jika terjadi
penambahan TSP sebesar satu persen maka akan menurunkan produksi ubi jalar
sebesar -0,0560 persen, dengan asumsi semua variabel lain tetap (cateris paribus).
Elastisitas yang negatif menunjukkan bahwa penggunaan bibit berada pada daerah
irrasional (Daerah III). Berdasarkan nilai P-value yang lebih besar dari α lima
persen dengan nilai 0,748 (74,8%) mempunyai arti bahwa TSP tidak berpengaruh
nyata terhadap produksi ubi jalar, sehingga pengurangan atau penambahan benih
sebesar satu persen tidak akan mengakibatkan perubahan secara signifikan
terhadap produksi ubi jalar dengan faktor lain dianggap tetap.
81
Hasil pengamatan dari wawancara di lokasi penelitian menunjukkan
bahwa sebagian besar petani menggunakan pupuk TSP melebihi dosis, sehingga
apabila penggunaan pupuk TSP ditambah akan menurunkan produksi. Rata-rata
penggunaan pupuk TSP per musim tanam oleh petani responden sebesar 31,97
kilogram (135,19 kilogram per hektar), sedangkan standar penggunaan TSP
menurut Rahmat (1997) sebanyak 50 kg per hektar. Para petani responden
menganggap bahwa walaupun penggunaan TSP tidak sesuai dengan dosis, tetapi
tetap dapat menjaga produksi ubi jalar.
e. Pupuk kandang (X5)
Pupuk kandang digunakan dalam kegiatan usahatani ubi jalar sebagai
sarana input yang dapat menambah dan memperbaiki unsur hara tanah baik secara
fisik maupun kimiawi tanah. Nilai koefisien regresi penggunaan pupuk kandang
sebesar 0,3116, mempunyai nilai positif. Nilai koefisien regresi ini menunjukkan
bahwa input pupuk kandang mempunyai pengaruh nyata terhadap produksi ubi
jalar, artinya jika terjadi penambahan input pupuk kandang sebesar satu persen
maka akan meningkatkan produksi ubi jalar sebesar 0,3116 persen, dengan asumsi
variabel lain tetap (cateris paribus). Elastisitas yang positif menunjukkan bahwa
penggunaan bibit berada pada daerah rasional (Daerah II). Selain itu pupuk
kandang berdasarkan hasil analisis produksi mempunyai pengaruh nyata pada
taraf α 2,4 persen, sehingga ketika terjadi penurunan dan peningkatan input akan
sangat signifikan pengaruhnya terhadap produksi ubi jalar.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari petani bahwa pupuk kandang
mempunyai peranan yang cukup penting untuk kesuburan tanah yang akan
mempengaruhi pada pertumbuhan tanaman ubi jalar. Penggunaan pupuk kandang
oleh petani responden bervariasi dan sudah mendekati dosis yang seharusnya.
Penggunaan pupuk disesuaikan dengan kondisi tanah. Apabila kondisi tanah
sudah jenuh maka penggunaan pupuk kandang ini diperbanyak, sementara jika
kondisi tanah masih bagus maka pupuk kandang digunakan sesuai dengan dosis.
Rata-rata petani responden menggunakan pupuk kandang tiap periode tanam
sebanyak 579,42 kilogram (2450,26 kilogram per hektar), sedangkan menurut
Rahmat (1997) penggunaan pupuk kandang sebesar 2000 kilogram per hektar.
82
Kondisi tanah yang mendukung menyebabkan penggunaan dosis pupuk kandang
yang selama ini digunakan oleh petani sudah cukup.
f. Tenaga Kerja (X6)
Penggunaan tenaga kerja dalam kegiatan usahatani ubi jalar memiliki
peranan yang penting, karena tenaga kerja ini merupakan pelaku dari kegiatan
usahatani. Nilai koefisien regresi dari penggunaan tenaga kerja mencapai 0,4677
dan berpengaruh nyata pada taraf α 4,3 persen. Nilai koefisien regresi ini
menunjukkan bahwa input tenaga kerja mempunyai pengaruh nyata terhadap
produksi ubi jalar, artinya jika terjadi penambahan input tenaga kerja sebesar satu
persen maka akan meningkatkan produksi ubi jalar sebesar 0,4677 persen, dengan
asumsi variabel lain tetap (cateris paribus). Elastisitas yang positif menunjukkan
bahwa penggunaan bibit berada pada daerah rasional (Daerah II).
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari petani responden, bahwa
tenaga kerja menjadi salah satu komponen dengan biaya yang relatif lebih tinggi
daripada komponen lainnya. Peranan tenaga kerja dibutuhkan dalam setiap
aktivitas usahatani ubi jalar mulai dari persiapan lahan sampai pada kegiatan
panen yang akan menjaga dan meningkatkan produksi ubi jalar. Kegiatan
persiapan lahan membutuhkan tenaga kerja lebih banyak dan mempunyai
keterampilan khusus. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh nyata dari
penggunaan variabel tenaga kerja.
VIII KESIMPULAN DAN SARAN
8.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari hasil penelitian Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Produksi Ubi Jalar di Kelompok Tani Hurip Desa Cikarawang adalah sebagai
berikut:
1. Faktor-faktor produksi yang mempunyai pengaruh nyata terhadap produksi
ubi jalar yaitu pupuk kandang, tenaga kerja dan KCL, adapun faktor produksi
yang tidak berpengaruh nyata yaitu bibit, urea dan TSP.
2. Pada usahatani ubi jalar yang diusahakan petani menghasilkan pendapatan
atas biaya tunai per periode tanam per rata-rata luas lahan petani responden
(0,24 hektar) sebesar Rp 1.446.746,01, dan pendapatan atas biaya total
sebesar Rp 760.349,4365. Sedangkan pendapatan tunai dan total setelah
dikonversi ke dalam satu hektar sebesar Rp 6.028.108,34 dan Rp
3.168.122,65. Berdasarkan analisis pendapatan usahatani ubi jalar dari
sejumlah petani responden di Kelompok Tani Hurip dikatakan
menguntungkan. Hal ini dapat dilihat pada nilai R/C rasio lebih dari satu.
Nilai R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total, yaitu masing-
masing sebesar 2,96 dan 1,51.
8.2 Saran
Berdasarkan hasil dan pembahasan serta kesimpulan, maka disarankan:
1. Upaya untuk meningkatkan pendapatan usahatani ubi jalar dapat dilakukan
salah satunya dengan cara memperhatikan penggunaan faktor-faktor produksi
yang mempengaruhi produksi ubi jalar. Variabel yang memiliki nilai
koefisien regresi positif dan berpengaruh nyata seperti pupuk kandang, tenaga
kerja, urea dan KCL penggunaannya masih dapat ditambahkan. Hal ini
dikarenakan setiap penambahan dari penggunaan pupuk kandang, tenaga
kerja dan KCL dapat meningkatkan produksi ubi jalar.
2. Penggunaan bibit, urea dan TSP hendaknya penggunaannya tidak ditambah
lagi, karena variabel yang memiliki nilai koefisien regresi yang negatif
apabila dilakukan penambahan akan mengurangi jumlah produksi ubi jalar.