FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK MANAJEMEN ... · MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH PADA...

70
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH PADA PETERNAK PEMASOK SUSU SEGAR INDUSTRI KEJU DI KABUPATEN SUKABUMI ISNA LAILATUR ROHMAH FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

Transcript of FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK MANAJEMEN ... · MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH PADA...

Page 1: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK MANAJEMEN ... · MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH PADA PETERNAK PEMASOK SUSU SEGAR INDUSTRI KEJU DI KABUPATEN SUKABUMI ISNA LAILATUR ROHMAH

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH PADA

PETERNAK PEMASOK SUSU SEGAR INDUSTRI KEJU DI KABUPATEN SUKABUMI

ISNA LAILATUR ROHMAH

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2012 

Page 2: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK MANAJEMEN ... · MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH PADA PETERNAK PEMASOK SUSU SEGAR INDUSTRI KEJU DI KABUPATEN SUKABUMI ISNA LAILATUR ROHMAH

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Faktor-faktor yang Mempengaruhi Praktik Manajemen Pemeliharaan Sapi Perah pada Peternak Pemasok Susu Segar Industri Keju di Kabupaten Sukabumi adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2012

Isna Lailatur Rohmah NRP. B04080041

Page 3: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK MANAJEMEN ... · MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH PADA PETERNAK PEMASOK SUSU SEGAR INDUSTRI KEJU DI KABUPATEN SUKABUMI ISNA LAILATUR ROHMAH

ABSTRACT 

ISNA LAILATUR ROHMAH. The Relationship between Maintenance Management Practice with Knowledge and Characteristic of Cheese Industry Supplier Farmers in Sukabumi District. Under direction of ETIH SUDARNIKA and HERWIN PISESTYANI.

This research was aimed to determine the factors that influence the maintenance management practices in farms which supply fresh milk for cheese industry. This research was conducted from June 2011 to January 2012. The respondents were ten fresh milk suppliers. The data was collected by interviewing using questionnaires. The questionnaires contained some question’s about farmer’s characteristic, the maintenance management practices, and farmer’s knowledge about subclinical mastitis and how to control it. The result showed that profile of dairy cattle farmers which most age were between 30 until 50 years old, had educated from elementary school and junior high school, and had farming experience from 1-5 years and >10 years. Half of them had attending the extention program. All of dairy cattle (100%) showed positive reaction of subclinical mastitis with IPB-1 mastitis test. The result of observation showed that respondents with good maintenance management practice were 10%, while respondents with enough and poor maintenance management practices respectively by 30%, and 60%. The significant positive correlation with maintenance management practice (p<0.05) was found between farming experience, and attending the extention program.

Keyword: maintenance management, dairy cattle, subclinical mastitis, cheese

industry.

 

Page 4: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK MANAJEMEN ... · MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH PADA PETERNAK PEMASOK SUSU SEGAR INDUSTRI KEJU DI KABUPATEN SUKABUMI ISNA LAILATUR ROHMAH

RINGKASAN

ISNA LAILATUR ROHMAH. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Praktik Manajemen Pemeliharaan Sapi Perah pada Peternak Pemasok Susu Segar Industri Keju di Kabupaten Sukabumi. Dibawah bimbingan ETIH SUDARNIKA dan HERWIN PISESTYANI.

Tingkat konsumsi susu masyarakat Indonesia baru mencapai 5.79 kg/kapita/tahun pada tahun 2001. Tingkat pencapaian ini masih jauh dari standar gizi yang ditentukan yakni 7.2 kg/kapita/tahun. Tingkat konsumsi susu yang rendah ini selain disebabkan oleh populasi dan produktivitas sapi perah yang rendah, dapat pula disebabkan oleh tingkat kegemaran masyarakat terhadap susu yang rendah. Pengolahan susu merupakan salah satu upaya untuk membantu konsumen tetap menyukai susu, produksi susu dan produk olahannya saat ini masih tergolong rendah salah satunya disebabkan oleh manajemen pemeliharaan sapi perah di Indonesia masih kurang dalam hal sanitasi lingkungan, sanitasi peralatan pemerahan dan air, cara pemerahan yang benar, serta manajemen kesehatan mulai dari proses pemeliharaan sampai produksi. Manajemen kesehatan merupakan salah satu aspek manajemen pemeliharaan yang penting, manajemen kesehatan yang tidak baik dapat menyebabkan timbulnya mastitis yang menghambat populasi dan produktivitas ternak sapi perah di Indonesia, serta dapat mempengaruhi kualitas produksi susu dan produk olahannya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi praktik manajemen pemeliharaan (sanitasi air dan peralatan, sanitasi kandang, kesehatan ternak, serta cara pemerahan) di beberapa peternak yang merupakan pemasok susu segar untuk industri keju yang dilaksanakan pada bulan Juni 2011 sampai dengan Januari 2012 di Kabupaten Sukabumi. Data diperoleh dari survei lapangan, dalam survei ini dilakukan wawancara tatap muka kepada peternak dengan menggunakan instrumen pengumpulan data berupa kuesioner terstruktur. Seluruh peternak pemasok susu segar industri keju diambil sebagai sampel (responden).

Pertanyaan tentang praktik manajemen pemeliharaan terdiri atas 53 pertanyaan, 11 pertanyaan mengenai karakteristik peternak, 10 pertanyaan mengenai sanitasi kandang, 8 pertanyaan mengenai manajemen kesehatan dan pemeliharaan, 9 pertanyaan mengenai sanitasi air dan peralatan, dan 15 pertanyaan mengenai manajemen pemerahan. Tingkat pengetahuan peternak, diukur menggunakan 17 butir pertanyaan dengan jawaban “ya”, “tidak”, dan “tidak tahu”. Uji mastitis subklinis secara tidak langsung dilakukan dengan menggunakan pereaksi IPB-1 terhadap seluruh sapi laktasi normal.

Hubungan antar variabel berupa karakteristik peternak (pendidikan, lama beternak, umur, dan pengalaman penyuluhan yang didapat), dan pengetahuan dengan praktik manajemen pemeliharaan (mengenai kebersihan kandang, kesehatan ternak, kebersihan peralatan dan air, tatacara pemerahan susu), diuji menggunakan uji korelasi Pearson dan Spearman.

Berdasarkan hasil kuesioner diperoleh data bahwa mayoritas responden berpendidikan SD dan SMP (70%), memiliki pengalaman beternak 1-5 tahun dan >10 tahun (80%), serta berumur 30-50 tahun (80%), namun hanya 50% peternak yang pernah mendapatkan pelatihan dan penyuluhan. Berdasarkan penelitian ini

Page 5: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK MANAJEMEN ... · MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH PADA PETERNAK PEMASOK SUSU SEGAR INDUSTRI KEJU DI KABUPATEN SUKABUMI ISNA LAILATUR ROHMAH

ditemukan seluruh ternak dari peternak pemasok susu segar industri keju positif menderita mastitis subklinis. Tingkat praktik manajemen pemeliharaan mayoritas responden tergolong “kurang” (60%), sedangkan responden yang memiliki tingkat praktik manajemen pemeliharaan “cukup”, dan “baik” masig-masing sebesar 30%, dan 10%. Praktik manajemen pemeliharaan yang belum terlaksana dengan baik dipengaruhi oleh pengalaman beternak dan penyuluhan yang pernah diperoleh oleh peternak pemasok susu segar industri keju di Kabupaten Sukabumi. Kata kunci: manajemen pemeliharaan, sapi perah, mastitis subklinis, industri keju

Page 6: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK MANAJEMEN ... · MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH PADA PETERNAK PEMASOK SUSU SEGAR INDUSTRI KEJU DI KABUPATEN SUKABUMI ISNA LAILATUR ROHMAH

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

Page 7: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK MANAJEMEN ... · MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH PADA PETERNAK PEMASOK SUSU SEGAR INDUSTRI KEJU DI KABUPATEN SUKABUMI ISNA LAILATUR ROHMAH

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH PADA

PETERNAK PEMASOK SUSU SEGAR INDUSTRI KEJU DI KABUPATEN SUKABUMI

ISNA LAILATUR ROHMAH

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2012 

Page 8: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK MANAJEMEN ... · MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH PADA PETERNAK PEMASOK SUSU SEGAR INDUSTRI KEJU DI KABUPATEN SUKABUMI ISNA LAILATUR ROHMAH

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Praktik Manajemen Pemeliharaan Sapi Perah pada Peternak Pemasok Susu Segar Industri Keju di Kabupaten Sukabumi. Nama Mahasiswa : Isna Lailatur Rohmah NIM : B04080041

Disetujui

Dr. Ir. Etih Sudarnika, M.Si drh. Herwin Pisestyani, M.Si Pembimbing Pertama Pembimbing Kedua

Diketahui

drh. Agus Setiyono, MS, Ph.D, AP.Vet Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

Tanggal Lulus :

Page 9: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK MANAJEMEN ... · MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH PADA PETERNAK PEMASOK SUSU SEGAR INDUSTRI KEJU DI KABUPATEN SUKABUMI ISNA LAILATUR ROHMAH

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah SWT Rabb semesta alam dan segala isi di dalamnya, Maha Kuasa dalam menentukan apapun sehingga kehidupan ini penuh rasa kasih dan sayang. Shalawat semoga tetap terhatur pada baginda Rasulullah Muhammad SAW, imam dan teladan terbaik bagi kehidupan ini.

Dengan penuh rasa hormat dan terima kasih penulis haturkan kepada Dr. Ir. Etih Sudarnika, M.Si dan drh. Herwin Pisestyani, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi. Penghargaan dan terima kasih juga terucap kepada Bapak Dr. drh. Mokhamad Fahrudin, M.Si sebagai dosen pembimbing akademik. Terima kasih saya ucapkan kepada Dr. drh. Min Rahminiwati, MS dan Dr. drh. Ligaya Ita Tumbelaka, M.Sc selaku dosen penguji skripsi. Terima kasih saya ucapkan pula kepada drh. Abdul Zahid Ilyas, M.Si selaku dosen penilai seminar, dan Dr. drh Eko Sugeng Pribadi, MS selaku dosen moderator seminar.

Rasa bangga dan kasih sayang dengan tulus penulis persembahkan untuk Bapak (Basuni, S.Pdi), Ibu (Kasihati), Kakak (Wahid Setia Kurniawan), Adik (Hayatul Amin) dan keluarga tersayang di rumah yang telah mencurahkan dukungan dan doa dalam mendidik penulis hingga saat ini. Salam persaudaraan untuk partner di BEM KATALIS, BEM ADRENALIN, HIMPRO Ruminansia, IMAKAHI FKH IPB, OMDA Lare Blambangan, LSM KOPPAJA (Komunitas Peduli Pendidikan Anak Jalanan) serta keluarga besar Queen Castle dan Wisma Ayu.

Salam kekeluargaan untuk sahabatku AVENZOAR 45 yang telah memberikan banyak goresan pembelajaran dalam lembar kehidupan, sahabatku (Rindang, Jasmine, Afdi, dan Rizal), dan Om zu. Terima kasih kepada Mas M. Anang Zamroni yang telah memberikan semangat dan dukungannya selama ini. Salam kekeluargaan untuk Iin Nuraeni dan keluarga yang telah membantu saya selama penelitian.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis sangat menerima kritik atau saran yang membangun. Semoga karya tulis ini dapat memberikan manfaat, karena “jika kita bisa melakukan lebih baik, kenapa kita hanya puas dengan yang baik”. Amin.

Bogor, September 2012

Isna Lailatur Rohmah

Page 10: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK MANAJEMEN ... · MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH PADA PETERNAK PEMASOK SUSU SEGAR INDUSTRI KEJU DI KABUPATEN SUKABUMI ISNA LAILATUR ROHMAH

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di desa Parijatah Kulon, Banyuwangi pada tanggal 26 Oktober 1990 dari pasangan Bapak Basuni, S.Pdi dan Ibunda Kasihati. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara.

Riwayat pendidikan penulis dimulai pada tahun 1994-1996 di TK Dharma Wanita III Parijatah Kulon, Banyuwangi. Pada tahun 1996-2002, penulis melanjutkan pendidikan di SDN 4 Parijatah Kulon, Banyuwangi. Pada tahun 2002-2005, penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 2 Srono, Banyuwangi. Sekolah Menengah Umum ditempuh di SMU Negeri I Genteng, Banyuwangi pada tahun 2005-2008. Dilanjutkan di perguruan tinggi Institut Pertanian Bogor (IPB) mengambil jurusan Fakultas Kedokteran Hewan melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2008-2012.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di beberapa organisasi diantaranya, Organisasi Mahasiswa Daerah LARE BLAMBANGAN 2009-2010, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) KATALIS 2009-2010, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) ADRENALIN 2010-2011, IMAKAHI Cabang FKH IPB 2009-2010, KSR PMI unit 1 IPB 2008-2009, dan LSM Komunitas Peduli Pendidikan Anak Jalanan (KOPPAJA). Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum Mata Kuliah Embriologi dan Genetika Perkembangan tahun 2010, serta Mata Kuliah Parasitologi Veteriner: Ektoparasit tahun 2011. Selain itu, penulis juga berkesempatan memperoleh beasiswa BBM IPB 2009-2012.

Page 11: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK MANAJEMEN ... · MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH PADA PETERNAK PEMASOK SUSU SEGAR INDUSTRI KEJU DI KABUPATEN SUKABUMI ISNA LAILATUR ROHMAH

xi

 

DAFTAR ISI Halaman

DAFTAR TABEL ........................................................................... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................... xiv

PENDAHULUAN ............................................................................ 1 Latar Belakang ...................................................................... 1 Tujuan Penelitian .................................................................. 3 Manfaat Penelitian ................................................................ 3

TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 4 Pengetahuan .......................................................................... 4 Tindakan atau Praktik ........................................................... 4 Studi terhadap Pengetahuan dan Tindakan ........................... 5 Peternakan Sapi Perah di Indonesia ...................................... 5

Sapi Friesian Holstein (FH) ......................................... 7 Ciri-ciri Sapi Friesian Holstein (FH) .................. 7 Sifat-sifat Sapi Friesian Holstein (FH) ............... 7

Manajemen Peternakan Sapi Perah ................................................... 8 Manajemen Pemeliharaan ..................................................... 8

Sanitasi ......................................................................... 9 Sanitasi Kandang dan Lingkungan .................... 9 Sanitasi Ternak .................................................. 10 Sanitasi Peralatan Pemerahan dan Air ............... 10

Manajemen Kesehatan Sapi Perah ........................................ 11 Manajemen Kesehatan Pemerahan ....................................... 13

Cara Pemerahan ........................................................... 14 Faktor-Faktor Penyebab Kejadian Mastitis Subklinis di Indonesia ........................................................................... 15

METODE PENELITIAN ............................................................... 17 Waktu dan Tempat Penelitian ............................................... 17 Metode Penelitian ................................................................. 17

Populasi Studi ........................................................... 17 Jenis dan Cara Pengumpulan Data ............................ 17 Desain Kuisioner ....................................................... 17

Definisi Operasional ............................................................. 18 Pengolahan dan Analisis Data ............................................... 21

Pengolahan Data ....................................................... 22 Analisis Data ............................................................. 23

HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 24 Karakteristik Peternak ........................................................... 24 Manajemen Pemeliharaan Sapi Perah ................................... 26

Sanitasi Kandang dan Lingkungan............................ 26 Tata Laksana Pemerahan........................................... 27

Page 12: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK MANAJEMEN ... · MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH PADA PETERNAK PEMASOK SUSU SEGAR INDUSTRI KEJU DI KABUPATEN SUKABUMI ISNA LAILATUR ROHMAH

xii

 

Manajemen Kesehatan .............................................. 31 Sanitasi Peralatan Pemerahan dan Air ...................... 32

Tingkat Pengetahuan Responden .......................................... 34 Praktik Manajemen Pemeliharaan......................................... 35 Hasil Uji Mastitis dengan Metode Tidak Langsung IPB-1 Mastitis .................................................................................. 35 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Praktik Manajemen Pemeliharaan ......................................................................... 38

SIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 41 Simpulan ............................................................................... 41 Saran ...................................................................................... 41

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................... 42

LAMPIRAN ..................................................................................... 47

Page 13: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK MANAJEMEN ... · MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH PADA PETERNAK PEMASOK SUSU SEGAR INDUSTRI KEJU DI KABUPATEN SUKABUMI ISNA LAILATUR ROHMAH

xi 

 

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Definisi operasional peubah penelitian ................................................ 18

2 Karakteristik peternak di peternakan sapi perah pemasok susu segar industri keju ......................................................................................... 24

3 Kondisi sanitasi kandang dan lingkungan di peternakan sapi perah pemasok susu segar industri keju ......................................................... 26

4 Manajemen pemerahan sapi perah di peternakan sapi perah pemasok susu segar industri keju ........................................................................ 28

5 Manajemen kesehatan sapi perah di peternakan sapi perah pemasok susu segar industri keju ........................................................................ 31

6 Sanitasi peralatan dan air di peternakan sapi perah pemasok susu segar industri keju ......................................................................................... 32

7 Pengetahuan responden terhadap penyakit mastitis ............................. 34

8 Praktik manajemen pemeliharaan ........................................................ 35

9 Faktor-faktor yang mempengaruhi praktik manajemen pemeliharaan 38

Page 14: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK MANAJEMEN ... · MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH PADA PETERNAK PEMASOK SUSU SEGAR INDUSTRI KEJU DI KABUPATEN SUKABUMI ISNA LAILATUR ROHMAH

xii  

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Kuesioner ............................................................................................. 47

2 Hasil Analisis Uji Korelasi................................................................... 55

Page 15: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK MANAJEMEN ... · MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH PADA PETERNAK PEMASOK SUSU SEGAR INDUSTRI KEJU DI KABUPATEN SUKABUMI ISNA LAILATUR ROHMAH

1

 

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Peternakan merupakan sub sektor pertanian yang sangat penting bagi

pembangunan nasional dan memiliki nilai strategis. Peternakan penting dalam hal

memenuhi kebutuhan pangan yang terus meningkat akibat pertambahan

penduduk, peningkatan pertambahan penduduk, dan penciptaan lapangan kerja

baru. Upaya mencapai peternakan yang dapat memiliki nilai strategis diperlukan

usaha peningkatan populasi dan mutu ternak yang dipelihara oleh peternak. Usaha

ini juga diperlukan untuk memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat,

sehingga dapat meningkatkan mutu gizi dan kecerdasan masyarakat Indonesia.

Sapi perah merupakan salah satu komoditi peternakan yang dapat mendukung

pemenuhan kebutuhan akan bahan pangan bergizi tinggi.

Populasi sapi perah di Indonesia pada tahun 2010 menurut Badan Pusat

Statistik (BPS) (2010) hanya sekitar 495 000 ekor. Secara geografis penyebaran

sapi perah di Indonesia tidak merata. Menurut Badan Perencanaan dan

Pembangunan Nasional (BAPPENAS) (2008), perkembangan populasi sapi perah

di Indonesia didominasi oleh pulau Jawa. Jumlah populasi sapi perah di Indonesia

pada tahun 2002 wilayah Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat secara

berturut-turut adalah 131 838, 115 490, dan 89 823 ekor.

Indonesia masih mengimpor hingga 70 persen untuk memenuhi kebutuhan

susu nasional, karena produksi dalam negeri hanyalah 30 persen (Safuan 2011).

Tingkat konsumsi susu masyarakat Indonesia baru mencapai 5.79 kg/kapita/tahun

pada tahun 2001. Tingkat pencapaian ini masih jauh dari standar gizi yang

ditentukan yakni 7.2 kg/kapita/tahun. Usaha yang dilakukan untuk memenuhi

kebutuhan susu nasional sebanyak 1 167 561 ton/tahun, dengan mengimpor

sekitar 59% atau 687 914 ton/tahun dari luar negeri dalam bentuk bahan baku

maupun bahan jadi seperti susu, mentega, yogurt, whey, dan keju (Nurlina 2004).

Konsumsi susu masyarakat Indonesia yang rendah dapat disebabkan oleh

tingkat kegemaran terhadap susu yang rendah. Hal ini kemungkinan disebabkan

konsumen kurang menyukai rasa dan bau dari susu segar, atau menderita

intoleransi laktosa. Pengolahan susu merupakan salah satu jalan keluar untuk

Page 16: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK MANAJEMEN ... · MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH PADA PETERNAK PEMASOK SUSU SEGAR INDUSTRI KEJU DI KABUPATEN SUKABUMI ISNA LAILATUR ROHMAH

2

 

membantu konsumen tetap menyukai susu, dapat meningkatkan penghasilan

peternak, dan untuk menanggulangi masalah kelebihan produksi susu. Menurut

Usmiati dan Abubakar (2009), produk-produk olahan berbahan baku susu yang

sudah dikenal dalam industri pengolahan susu adalah susu homogenisasi, susu

skim dan krim, mentega, susu kental manis, susu bubuk, yoghurt, kefir, susu

pasteurisasi, susu sterilisasi, es krim, karamel atau kembang gula, dodol susu, tahu

susu, kerupuk susu, dan keju.

Keju merupakan produk olahan susu yang sudah sangat popular dan

digemari oleh masyarakat Indonesia. Menurut Lukman et al. (2009), keju adalah

produk berupa padatan elastis yang diperoleh melalui pengolahan bahan protein

dengan penambahan pengemulsi dan atau tanpa pemanasan dipadatkan dapat

dilanjutkan atau tanpa proses pematangan. Keju mempunyai umur simpan yang

relatif lama sehingga pengolahan ini bisa menjadi pilihan dalam mengatasi

kelebihan produksi susu.

Produksi susu dan produk olahannya yang rendah salah satunya disebabkan

oleh manajemen pemeliharaan sapi perah di Indonesia masih kurang dalam hal

sanitasi lingkungan, sanitasi peralatan pemerahan dan air, tatacara pemerahan

yang benar, serta manajemen kesehatan mulai dari proses pemeliharaan sampai

produksi. Selama ini pemeliharaan sapi perah pada peternakan rakyat masih

bersifat sederhana, artinya peternak masih menggunakan teknologi yang

sederhana dalam pemeliharaan sapi perah (pengetahuan pemeliharaan sapi perah

didapat secara turun-temurun) sehingga mempengaruhi tata laksana manajemen

peternakan.

Manajemen kesehatan yang tidak baik dapat menyebabkan timbulnya

penyakit. Salah satu ancaman penyakit yang menghambat populasi dan

produktivitas ternak sapi perah di Indonesia, serta dapat mempengaruhi kualitas

produksi susu dan produk olahannya adalah mastitis. Mastitis adalah peradangan

jaringan interna ambing atau mamae, mastitis dibagi menjadi subklinis dan klinis,

mastitis subklinis ditandai dengan kenaikan jumlah sel somatis (>400 000/ml)

(Lukman et al. 2009). Kondisi tersebut menyebabkan kerugian yang sangat besar

bagi peternak yang berupa penurunan produksi susu, penurunan kualitas susu,

Page 17: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK MANAJEMEN ... · MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH PADA PETERNAK PEMASOK SUSU SEGAR INDUSTRI KEJU DI KABUPATEN SUKABUMI ISNA LAILATUR ROHMAH

3

 

kematian sapi, adanya residu antibiotik pada susu, dan meningkatnya biaya

pengobatan dan tenaga kerja.

Susu yang berasal dari sapi mastitis subklinis akan mengalami perubahan

fisik. Perubahan yang terjadi pada susunan susu tersebut dapat menyebabkan

pecahnya susu saat dipanaskan atau terjadi penyimpangan rasa susu (tidak

normal) (Lukman et al. 2009). Banyak penelitian telah dikembangkan untuk

mengetahui dampak mastitis subklinis terhadap kualitas susu dan produk

olahannya seperti keju. Menurut Klei et al. (1998) diacu dalam Mazal et al.

(2007) hasil keju yang diperoleh dengan susu positif mastitis subklinis menjadi

berkurang kualitasnya.

Berkaitan dengan usaha untuk meningkatkan produktivitas sapi perah

sehingga menghasilkan susu dan produk susu yang berkualitas, maka faktor-faktor

yang mempengaruhi praktik manajemen pemeliharaan sapi perah di tingkat

peternak pemasok susu segar yang merupakan bahan baku untuk pembuatan keju

menjadi suatu topik yang menarik untuk dikaji dan diteliti lebih dalam.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi

praktik manajemen pemeliharaan sapi perah (sanitasi air dan peralatan, sanitasi

kandang, kesehatan ternak, serta cara pemerahan) pada peternak yang merupakan

pemasok susu segar untuk industri keju. Penelitian ini juga bertujuan untuk

mengetahui hubungan pengetahuan, dan karakteristik peternak (pendidikan, lama

beternak, umur, dan pengalaman penyuluhan yang didapat) dengan praktik

manajemen pemeliharaan.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi atau gambaran

mengenai pentingnya peningkatan usaha ternak melalui peningkatan praktik

manajemen pemeliharaan sapi perah (sanitasi air dan peralatan, sanitasi kandang,

kesehatan hewan, serta pemerahan susu) pada peternak pemasok susu segar untuk

industri keju di Kabupaten Sukabumi.

Page 18: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK MANAJEMEN ... · MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH PADA PETERNAK PEMASOK SUSU SEGAR INDUSTRI KEJU DI KABUPATEN SUKABUMI ISNA LAILATUR ROHMAH

4

 

TINJAUAN PUSTAKA

Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui

pancaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa,

dan raba. Sebagian besar pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang

sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Maria 2012). Menurut

Badran (1995) pengetahuan adalah kapasitas untuk mendapatkan, menahan, dan

menggunakan informasi; sebuah gabungan dari pemahaman, pengalaman,

ketajaman, dan keterampilan.

Kibler et al. (1981) yang diacu dalam Sauri (2011) merinci pendapatnya

dengan mengelompokkan jenis pengetahuan secara hirarkis ke dalam: (1)

pengetahuan yang bersifat spesifik, (2) pengetahuan mengenai terminologi, (3)

pengetahuan mengenai fakta-fakta tertentu, (4) pengetahuan mengenai cara-cara

tertentu, (5) pengetahuan mengenai kaidah, (6) pengetahuan mengenai arah dan

urutan, (7) pengetahuan mengenai klasifikasi dan kategori, (8) pengetahuan

mengenai kriteria, (9) pengetahuan mengenai metode, (10) pengetahuan mengenai

pola, (11) pengetahuan mengenai prinsip dan generalisasi, dan (12) pengetahuan

mengenai teori dan struktur.

Tindakan atau Praktik

Menurut Notoatmodjo (2007) terdapat tingkat-tingkat praktik atau tindakan,

yaitu:

a. Persepsi (perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang

akan diambil merupakan praktik tingkat pertama.

b. Respon terpimpin (guided respons)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan

contoh adalah indikator praktik tingkat dua.

Page 19: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK MANAJEMEN ... · MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH PADA PETERNAK PEMASOK SUSU SEGAR INDUSTRI KEJU DI KABUPATEN SUKABUMI ISNA LAILATUR ROHMAH

5

 

c. Mekanisme (mecanism)

Apabila seseorang telah melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis,

atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai praktik

tingkat tiga.

d. Adaptasi (adaptation)

Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan

baik. Artinya, tindakan itu sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi

kebenaran tindakannya tersebut.

Studi terhadap Pengetahuan dan Tindakan

Survei pengetahuan, sikap, dan praktik atau knowledge, attitude, and

practice (KAP) adalah suatu studi representatif dari suatu populasi spesifik untuk

mengumpulkan informasi tentang apa yang diketahui, dipercayai dan dilakukan

terkait dengan suatu topik tertentu. Dalam survei KAP, data dikumpulkan

menggunakan kuisioner yang disusun secara terstruktur dan diisi sendiri oleh

responden. Data tersebut kemudian dianalisis secara kualitatif atau kuantitatif

tergantung pada tujuan dan disain studi. Survei KAP dapat didisain secara khusus

untuk menjaring informasi tentang topik tertentu. Data hasil survei KAP

bermanfaat untuk membantu merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi

suatu kegiatan (WHO 2008).

Peternakan Sapi Perah di Indonesia

Usaha di bidang persusuan di Indonesia dimulai sejak zaman penjajahan

Belanda, berdasarkan atas kepentingan orang-orang Eropa terutama pegawai

pemerintah Hindia Belanda yang membutuhkan susu segar. Pemerintah Belanda

yang di negerinya mempunyai populasi sapi perah Fries Holland (FH),

mendatangkan sapi FH ke Indonesia. Perkembangan peternakan sapi perah pada

masa tersebut sangat lambat karena pada dasarnya hanya bertujuan untuk

memenuhi permintaan susu segar bagi para karyawan Belanda, dan belum ada

usaha pengelolaan susu (Budi et al. 2006).

Page 20: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK MANAJEMEN ... · MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH PADA PETERNAK PEMASOK SUSU SEGAR INDUSTRI KEJU DI KABUPATEN SUKABUMI ISNA LAILATUR ROHMAH

6

 

Menurut Sudono (1999) peternakan sapi perah di Indonesia telah dimulai

sejak awal abad ke-19 yaitu dengan mengimpor sapi-sapi bangsa Ayrshire, Jersey,

dan Milking shorthorn, dari Australia. Permulaan abad ke-20 dilanjutkan dengan

mengimpor sapi-sapi Fries-Holand (FH) dari Belanda. Sapi perah yang saat ini

dipelihara di Indonesia pada umumnya adalah sapi FH yang memiliki produksi

susu tertinggi dibandingkan sapi jenis lainnya

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 751/kpts/Um/10/1982

tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Peningkatan Produksi Dalam

Negeri, usaha tani sapi perah dibagi menjadi dua bentuk. Pertama, peternakan sapi

perah rakyat yaitu usaha tani sapi perah yang diselenggarakan sebagai usaha

sampingan yang memiliki sapi perah kurang dari 10 ekor sapi laktasi (dewasa)

atau memiliki jumlah keseluruhan kurang dari 20 ekor sapi perah campuran.

Kedua, perusahaan peternakan sapi perah, yaitu usaha ternak sapi perah untuk

tujuan komersial dengan produksi utama susu sapi, yang memiliki lebih dari 10

ekor sapi laktasi (dewasa) atau memiliki jumlah keseluruhan lebih dari 20 ekor

sapi perah campuran (Indonesian Agricultural Sciences Association (IASA)

2009).

Menurut BAPPENAS (2008), perkembangan populasi sapi perah di

Indonesia didominasi oleh pulau Jawa. Jumlah populasi sapi perah di Indonesia

pada tahun 2002 wilayah Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat secara

berturut-turut adalah 131 838, 115 490, dan 89 823 ekor. Usaha peternakan sapi

perah memiliki beberapa keuntungan yaitu peternakan sapi perah termasuk usaha

yang tetap, sapi perah sangat efisien dalam mengubah pakan menjadi protein

hewani dan kalori, jaminan pendapatan yang tetap, tenaga kerja yang tetap, pakan

yang relatif mudah dan murah, kesuburan tanah dapat dipertahankan (Budi et al.

2006).

Terdapat beberapa faktor yang berpengaruh dalam beternak sapi perah.

Faktor terpenting untuk sukses dalam usaha peternakan sapi perah adalah peternak

harus dapat menggabungkan kemampuan tata laksana yang baik dengan

menentukan lokasi peternakan yang baik, besarnya peternakan, pemilihan sapi

yang berproduksi tinggi, pemakaian peralatan yang tepat, tanah yang subur untuk

tanaman hijauan makanan ternak dan pemasaran yang baik (Sudono 1999).

Page 21: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK MANAJEMEN ... · MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH PADA PETERNAK PEMASOK SUSU SEGAR INDUSTRI KEJU DI KABUPATEN SUKABUMI ISNA LAILATUR ROHMAH

7

 

Sapi Friesian Holstein

Sapi Friesian Holstein merupakan ras sapi perah yang berasal dari provinsi

Friesland di Holland dan merupakan salah satu ras sapi perah tertua (Tyler &

Ensminger 1993). Sapi ini juga dikenal dengan nama Fries Holland atau sering

disingkat FH. Di Amerika bangsa sapi ini disebut Holstein, dan di negara-negara

lain ada pula yang menyebut Friesien, tetapi di Indonesia sapi ini popular dengan

sebutan FH. Sapi FH menduduki populasi terbesar, bahkan hampir di seluruh

dunia, baik di negara-negara sub-tropis maupun tropis. Bangsa sapi ini mudah

beradaptasi di tempat baru. Di Indonesia populasi bangsa sapi FH ini juga yang

terbesar diantara bangsa-bangsa sapi perah yang lain (Direktorat Jenderal

Peternakan dan Kesehatan Hewan (DITJENNAK) 2012).

Di Indonesia, kecuali menggunakan sapi FH murni sebagai sapi perah,

khususnya di Jawa Timur, banyak pula diternakkan sapi Grati, yakni hasil

persilangan antara Friesian Holstein dan sapi lokal Ongole. DITJENNAK (2012)

menyebutkan ciri-ciri dan sifat-sifat sapi FH seperti tercantum di bawah ini:

Ciri-Ciri Sapi Friesian Holstein:

• Warna belang hitam putih.

• Pada dahinya terdapat hitam putih berbentuk segitiga.

• Dada, perut bawah, kaki dan ekor berwarna berwarna putih.

• Tanduk kecil-pendek menjurus ke depan.

• Berat badan: Sapi jantan mencapai 1 000 kg, sapi betina 650 kg.

Sifat-Sifat Sapi Friesian Holstein

• Tenang, jinak , sehingga mudah dikuasai.

• Sapi tidak tahan panas, namun mudah beradaptasi.

• Lambat menjadi dewasa.

• Produksi susu: 4 500-5 500 liter per satu masa laktasi.

Page 22: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK MANAJEMEN ... · MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH PADA PETERNAK PEMASOK SUSU SEGAR INDUSTRI KEJU DI KABUPATEN SUKABUMI ISNA LAILATUR ROHMAH

8

 

Manajemen Peternakan Sapi Perah

Keberhasilan usaha peternakan sapi perah sangat bergantung pada

keterpaduan langkah terutama di bidang pembibitan (breeding), pakan (feeding),

dan tata laksana (management). Manajemen peternakan sapi perah terdiri atas

manajemen pemeliharaan, manajemen kandang, manajemen kesehatan,

manajemen pemerahan pasca panen, manajemen reproduksi, dan manajemen

pemasaran (Nurdin 2011).

Setiap usaha peternakan sapi perah harus menyediakan pakan yang cukup

bagi ternaknya baik yang berasal dari pakan hijauan maupun pakan konsentrat.

Pakan hijauan dapat berasal dari rumput, leguminosa, limbah pertanian dan

dedaunan yang mempunyai kadar serat yang relatif tinggi dan kadar energi

rendah. Kualitas pakan hijauan tergantung umur pemotongan, palatabilitas dan

ada tidaknya zat toksik (beracun) dan anti nutrisi. Pakan konsentrat diberikan

sesuai standar kebutuhan untuk pedet, sapi dara, sapi bunting, sapi laktasi dan sapi

kering kandang. Pakan konsentrat dapat berupa ransum komersil atau campuran

sendiri, dengan mengupayakan pemanfaatan bahan baku lokal. Pemberian

imbuhan pakan (feed additive) dan pelengkap pakan (feed supplement) harus

memenuhi persyaratan sesuai peraturan yang berlaku (DITJENNAK 2012).

Salah satu aspek penting yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan

produksi susu adalah aspek reproduksi. Tingkat kesuburan reproduksi yang terlalu

rendah pada suatu peternakan biasanya sering disebabkan oleh terjadinya

kekurangan pakan, waktu inseminasi yang tidak tepat (misalnya pada saat birahi

inseminator tidak datang sehingga sapi tidak diinseminasi), peternak tidak

memiliki sistem pencatatan yang baik, dan peternak tidak mampu mengamati sapi

yang birahi (Nurdin 2011).

Manajemen Pemeliharaan

Pemeliharaan adalah seni dan ilmu pengetahuan yang mengkombinasikan

ide, fasilitas, materi, dan tenaga kerja dalam menghasilkan suatu produk dalam hal

ini adalah susu (Nurdin 2011). Pengelolaan peternakan sapi perah memerlukan

beberapa hal yang harus dipersiapkan dan diperhitungkan secara matang. Peternak

harus melakukan manajemen secara optimal pada masa produksi, sehingga hasil

yang diperoleh lebih optimal. Ada beberapa tahapan yang perlu diperhatikan pada

Page 23: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK MANAJEMEN ... · MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH PADA PETERNAK PEMASOK SUSU SEGAR INDUSTRI KEJU DI KABUPATEN SUKABUMI ISNA LAILATUR ROHMAH

9

 

masa produksi, karena tahapan produksi ini mempengaruhi tingkat produktivitas,

yakni kuantitas dan kualitas susu yang dihasilkan. Tahapan-tahapan yang

dimaksud meliputi manajemen perkandangan, manajemen pakan (tata laksana

pemberian pakan), manajemen reproduksi (pengaturan perkawinan), manajemen

kesehatan (pengendalian penyakit), dan manajemen pemerahan (Nurdin 2011).

Menurut Sunarko et al. (2009) tata laksana peternakan sapi perah

mempunyai peranan sangat penting, menyangkut perencanaan dan pelaksanaan

pemeliharaan sapi perah sehingga akan dapat dicapai produksi susu dengan

kualitas yang baik. Kunci utama berhasilnya pemeliharaan sapi perah adalah

faktor pemeliharanya. Agar pemeliharaan sapi perah dapat berhasil, maka seorang

pemelihara harus mempunyai kepribadian sebagai berikut:

1. Mempunyai rasa sayang terhadap hewan ternak terutama sapi perah.

2. Mempunyai kemampuan dan ketekunan bekerja yang berhubungan dengan

sapi perah.

3. Mempunyai pengetahuan tentang teknis pemeliharaan sapi perah.

4. Mempunyai kemampuan untuk mengembangkan usaha peternakan sapi

perah.

Sanitasi

Sanitasi merupakan salah satu upaya untuk menjaga kesehatan ternak

dengan menggunakan tindakan preventif untuk mencegah terjangkitnya penyakit.

Sanitasi dilakukan dengan menjaga kebersihan kandang, kebersihan ternak,

kebersihan lingkungan serta kebersihan peternak itu sendiri (Subronto 1985).

Sanitasi Kandang dan Lingkungan

Kandang merupakan bagian penting yang harus ada dalam suatu peternakan

sapi perah. Kandang adalah bangunan sebagai tempat tinggal ternak, yang

ditujukan untuk melindungi ternak terhadap gangguan dari luar yang merugikan

seperti terik matahari, hujan, angin, gangguan binatang buas, serta memudahkan

dalam pengelolaan (Nurdin 2011).

Kandang dan lingkungannya harus selalu bersih, karena produksi sapi perah

berupa susu mudah menyerap bau dan rusak (Lembar Informasi Pertanian

(LIPTAN) 2000). Untuk itu, upaya menjaga sanitasi kandang dan lingkungan

Page 24: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK MANAJEMEN ... · MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH PADA PETERNAK PEMASOK SUSU SEGAR INDUSTRI KEJU DI KABUPATEN SUKABUMI ISNA LAILATUR ROHMAH

10

 

mutlak diperlukan. Menurut DITJENNAK (2012) syarat bangunan kandang

peternakan sapi perah sebagai berikut :

1. Konstruksi kandang harus kuat, terbuat dari bahan yang ekonomis dan

mudah diperoleh, sirkulasi udara dan sinar matahari cukup, drainase dan

saluran pembuangan limbah baik, serta mudah dibersihkan.

2. Lantai dengan kemiringan 1-2%, tidak licin, tidak kasar, luas kandang

memenuhi persyaratan daya tampung ternak.

3. Letak kandang harus memenuhi persyaratan yaitu: mudah diakses terhadap

transportasi baik roda dua maupun roda empat, lokasi kandang bukan daerah

genangan air atau banjir, dekat sumber air, atau mudah dicapai aliran air,

kandang isolasi terpisah dari kandang utama, tidak menggangu lingkungan

hidup serta memenuhi persyaratan higiene dan sanitasi pengolahan susu.

Sanitasi Ternak

Sapi perah harus selalu bersih, karena akan berdampak kepada kesehatan

sapi itu tersendiri, caranya yaitu dengan memandikan sapi perah sebelum diperah

susunya. Biasanya dilakukan dua kali sehari, yaitu pada pagi dan siang hari

(LIPTAN 2000).

Menurut Sunarko et al. (2009) memandikan sapi hendaknya dilakukan setiap

hari untuk menjaga agar sapi tetap sehat dan bersih sehingga parasit luar tidak

mudah menginfeksi, disamping itu untuk memperlancar proses metabolisme

dalam memproduksi susu yang tetap tinggi dan stabil, serta untuk menjaga agar

susu tetap bersih dari bulu-bulu yang rontok maupun kotoran yang menempel

pada kulit

Sanitasi Peralatan Pemerahan dan Air

Cara beternak sapi perah pada umumnya masih bersifat tradisional sehingga

peternak perlu dibekali pengetahuan tentang sanitasi peralatan pemerahan dan air

untuk memperpanjang daya tahan produk susu sekaligus menekan pencemaran

mikroorganisme. Sanitasi peralatan merupakan upaya untuk menerapkan metode

pembersihan peralatan penampung susu dengan benar (Aryana 2011). Sesuai

Peraturan Menteri Pertanian No 55/Permentan/OT.140/10/2006 tentang pedoman

pembibitan sapi perah yang baik, peralatan dalam ternak sapi perah meliputi

Page 25: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK MANAJEMEN ... · MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH PADA PETERNAK PEMASOK SUSU SEGAR INDUSTRI KEJU DI KABUPATEN SUKABUMI ISNA LAILATUR ROHMAH

11

 

tempat pakan dan tempat minum, alat pemotong dan pengangkut rumput, alat

pembersih kandang dan pembuatan kompos, peralatan kesehatan hewan, peralatan

pemerahan dan pengolahan susu, peralatan sanitasi kebersihan dan peralatan

pengolahan limbah (Departemen Pertanian (DEPTAN) 2006).

Peralatan pemerahan susu (ember perah, milk can) dan peralatan lainnya

seperti tempat pakan dan tempat minum harus dijaga kebersihannya. Beberapa

tindakan yang dilakukan, antara lain peralatan penampung susu setelah dipakai

harus segera dibersihkan, selanjutnya dibilas dengan air bersih atau dapat

menggunakan deterjen (sabun bubuk) dan dibilas dengan air hangat untuk

melarutkan lemak susu yang masih melekat. Peralatan penampung susu yang

sudah bersih dikeringkan di bawah sinar matahari atau diletakkan terbalik.

Pembersihan peralatan pemerahan susu dapat menggunakan disinfektan (Aryana

2011).

Menurut Gunawan et al. (2011), air sangat dibutuhkan bagi metabolisme

tubuh dan berbagai fungsi biologis, seperti pengaturan suhu tubuh, membantu

proses pencernaan, pengaturan tekanan darah, pertumbuhan fetus, produksi susu

dan pengangkut nutrien, hormon serta zat lain yang diperlukan oleh tubuh. Air

diperlukan bagi ternak sapi perah produksi, karena susu yang dihasilkan 87%

adalah air. Untuk itu, penyediaan air bagi ternak sapi perah sangatlah penting.

Ketersediaan air perlu diperhitungkan terlebih dahulu sebelum suatu usaha

pemeliharaan sapi dimulai, karena air merupakan suatu kebutuhan mutlak.

Ketersediaan air diperlukan untuk mencukupi kebutuhan air minum, pembersihan

kandang atau halaman, serta untuk memandikan sapi. Kebutuhan air minum dapat

berasal dari air minum khusus yang sengaja disediakan pada bak-bak air, baik di

padang penggembalaan maupun di kandang atau pun di halaman pengelolaan.

Oleh karena itu, cara penyediaan, cara pengaliran, maupun cara pemberiannya

memerlukan penataan yang baik. Di Negara-negara maju, pengaliran air sudah

ditata secara mekanis (Santosa 1995).

Manajemen Kesehatan Sapi Perah

Produktivitas sapi perah tergantung juga pada manajemen kesehatan hewan.

Serangan penyakit pada sapi perah sedapat mungkin dicegah. Itulah sebabnya

Page 26: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK MANAJEMEN ... · MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH PADA PETERNAK PEMASOK SUSU SEGAR INDUSTRI KEJU DI KABUPATEN SUKABUMI ISNA LAILATUR ROHMAH

12

 

penting bagi peternak untuk selalu menjaga kebersihan kandang dan ternak serta

memberikan pakan yang cukup (Sembada 2012).

Ternak yang sakit membutuhkan pengobatan, akibatnya hal ini akan

mempertinggi biaya produksi. Oleh karena itu, tindakan yang paling tepat adalah

pencegahan penyakit dan menjalankan program vaksinasi secara teratur, terutama

di daerah-daerah yang sering terjadi penyakit menular seperti TBC, brucellosis,

PMK, hal ini baru dapat dilakukan apabila peternak mengetahui dan paham

terhadap jenis-jenis penyakit penting yang sering terjadi pada sapi perah, mulai

dari gejala awal, tanda-tanda, dan pencegahannya (Nurdin 2011). Manajemen

kesehatan sapi perah menurut DITJENNAK (2012) terdiri atas:

1. Peternak pembibit sapi perah harus melakukan pemeriksaan dan pengujian

laboratorium terhadap penyakit tertentu (Brucellosis, IBR, BVD, TBC,

ParaTB) secara terprogram sesuai ketentuan.

2. Melakukan biosekuriti (semua tindakan yang merupakan pertahanan

pertama untuk mencegah dan mengendalikan wabah melalui semua

kemungkinan kontak/penularan dengan peternakan tertular) yang ketat.

3. Melakukan pemberian vitamin, obat cacing dan/atau vaksinasi SE dan

Anthrax dll sesuai pertimbangan petugas kesehatan hewan.

4. Kandang dan peralatan harus didisinfeksi, pembersihan dan penyemprotan

pembasmi serangga (insektisida) secara berkala.

5. Setiap terjadi kasus penyakit terutama penyakit menular harus segera

dilaporkan kepada petugas yang berwenang.

6. Setiap dilakukan pemerahan harus dilakukan uji mastitis.

7. Setiap ternak yang sakit harus segera dikeluarkan dari kandang untuk diobati

atau dikeluarkan dari kelompok ternak atau peternakan.

Gangguan dan penyakit dapat terjadi pada ternak setiap saat sehingga untuk

membatasi kerugian ekonomi diperlukan kontrol untuk menjaga kesehatan sapi.

Manajemen kesehatan yang baik sangat mempengaruhi kesehatan sapi perah.

Gangguan kesehatan pada sapi perah terutama berupa gangguan klinis dan

reproduksi. Gangguan reproduksi dapat berupa hipofungsi, retensi plasenta, kawin

berulang, dan endometritis, sedangkan gangguan klinis yang sering terjadi adalah

gangguan metabolisme (ketosis, milk fever dan hipocalcemia), enteritis, displasia

Page 27: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK MANAJEMEN ... · MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH PADA PETERNAK PEMASOK SUSU SEGAR INDUSTRI KEJU DI KABUPATEN SUKABUMI ISNA LAILATUR ROHMAH

13

 

abomasum dan pneumonia. Adanya gangguan penyakit pada sapi perah yang

disertai dengan penurunan produksi dapat menyebabkan sapi dikeluarkan dari

kandang atau culling (afkir). Selain itu, faktor-faktor yang perlu diperhatikan di

dalam kesehatan sapi perah adalah lingkungan yang baik, pemerahan yang rutin

dan peralatan pemerahan yang baik (Anonim 2009).

Manajemen Kesehatan Pemerahan

Pemerahan merupakan suatu kegiatan pengumpulan susu setelah dilakukan

stimulasi yang sesuai dari seekor hewan (sapi) untuk mengeluarkan susu dari

ambing. Pemerahan harus dilakukan secara baik dan benar karena hal ini akan

memberikan keuntungan diantaranya memperoleh sebanyak mungkin susu dalam

satu kali pemerahan, memelihara keadaan dan kesehatan ambing, susu

mengandung sedikit mungkin mikroorganisme dan dapat menstimulir

pembentukan susu secara optimal (Lukman et al. 2009).

Tujuan utama pemerahan adalah menghasilkan produksi susu dalam jumlah

banyak, kualitas susu yang baik, efisiensi tenaga kerja, dan menjaga kualitas susu

tetap tinggi. Teknik pemerahan yang tidak hati-hati dan dilakukan dengan kasar

dapat menyebabkan infeksi ambing (mastitis), kerusakan kelenjar ambing,

penurunan produksi susu, penurunan kualitas susu, dan kerugian. Pencegahan

penyakit mastitis dan dihasilkannya metode pemerahan yang efektif dan efisien

dapat dilakukan dengan memperhatikan persiapan pemerahan (Etgen et al. 1987).

Setiap peternak sapi perah dalam melakukan pemerahan harus berupaya

untuk mendapatkan hasil susu yang bersih dan sehat. Kuantitas dan kualitas hasil

pemerahan tergantung pada tata laksana pemeliharaan dan pemerahan yang

dilakukan (Handayani & Purwanti 2010).

Pada umumnya sapi yang sedang diperah sangat sensitif terhadap keadaan

lingkungan di sekelilingnya yang senantiasa berubah-ubah. Oleh karena itu untuk

menjamin kelangsungan produksi susu tetap stabil maka cara yang sama dan

teratur serta sudah terbiasa dilakukan, hendaknya selalu diikuti dan dikerjakan

secara seksama. Dalam suatu peternakan sapi perah, pelaksanaan pemerahan

merupakan faktor yang sangat penting untuk memperoleh hasil produksi susu

yang diharapkan (Sunarko et al. 2009).

Page 28: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK MANAJEMEN ... · MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH PADA PETERNAK PEMASOK SUSU SEGAR INDUSTRI KEJU DI KABUPATEN SUKABUMI ISNA LAILATUR ROHMAH

14

 

Menurut Tyler dan Ensminger (1993) kualitas susu dapat ditentukan oleh

faktor-faktor di bawah ini:

a. Kesehatan sapi perah

Sapi perah harus terbebas dari penyakit yang dapat ditularkan ke manusia.

Bakteri yang berasal dari susu harus dihilangkan.

b. Kebersihan ternak:

Kebersihan flank dan ambing dapat mencegah kuman masuk ke dalam

ambing. Kebersihan alas kandang, dan sistem drainase yang baik akan

membuat sapi menjadi bersih.

c. Kebersihan peralatan

Semua peralatan pemerahan harus dijaga kebersihannya, dan bebas dari

bakteri. Bakteri tumbuh di celah atau tempat kasar pada peralatan jika tidak

dibersihkan.

d. Kamar dingin dan penyimpanan susu

Temperatur penyimpanan susu yang baik adalah -75.6-4.4 °C

e. Kontrol lalat

Kontrol lalat pada peternakan sapi perah sangat penting. Lalat dapat

membawa 1.25 miliar bakteri, yang dapat menjadi sumber penyakit seperti

typoid, disentri, dan penyakit menular lainnya.

f. Menjaga kebersihan gudang susu

Bau pada gudang susu dapat dihilangkan dengan penggunaan ventilasi yang

efektif pada bangunan.

Cara Pemerahan

Menurut Sudono et al. (2003) yang diacu dalam Tristy (2009) pemerahan

yang baik dilakukan dengan cara yang benar dan alat yang bersih. Tahapan-

tahapan pemerahan harus dilakukan dengan benar agar sapi tetap sehat dan

terhindar dari penyakit yang dapat menurunkan produksinya. Tahapan pemerahan

dengan cara manual atau dengan tangan adalah sebagai berikut:

• Membersihkan kandang dari segala kotoran.

• Mencuci daerah lipatan paha sapi yang akan diperah.

• Memberi konsentrat kepada sapi yang akan diperah, sehingga ketika

dilakukan pemerahan, sapi sedang makan dalam keadaan tenang.

Page 29: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK MANAJEMEN ... · MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH PADA PETERNAK PEMASOK SUSU SEGAR INDUSTRI KEJU DI KABUPATEN SUKABUMI ISNA LAILATUR ROHMAH

15

 

• Membersihkan alat-alat pemerahan susu (ember dan alat takar susu) dan

milk can.

• Membersihkan tangan pemerah dengan menggunakan air dan sabun.

• Melakukan pemerahan sampai susu habis (ambing kosong).

• Mencuci ambing dengan air bersih, kemudian melapnya dengan lap yang

bersih.

• Membuang pancaran susu pertama dan kedua tanpa ditampung dalam

wadah.

• Melakukan teat dipping setelah pemerahan.

Teat dipping adalah pencelupan puting dengan antiseptik setelah pemerahan.

Setelah selesai memerah, semua puting pada satu ekor sapi harus segera

disucihamakan dengan menggunakan antiseptik. Pencucian ambing dengan

larutan antiseptik sebelum dan sesudah pemerahan dapat menurunkan kejadian

radang ambing (Hidayat 1995 diacu dalam Damayanti 2007).

Faktor-Faktor Penyebab Kejadian Mastitis Subklinis di Indonesia

Mastitis adalah peradangan jaringan internal ambing atau mamae, mastitis

berdasarkan gejalanya dibedakan menjadi mastitis subklinis dan mastitis klinis.

Definisi mastitis subklinis menurut International Dairy Federation (IDF) adalah

mastitis yang ditandai peningkatan jumlah sel somatik (>400 000/ml) dan

ditemukan bakteri patogen serta susu berasal dari kwartir dalam masa laktasi

normal (Lukman et al. 2009).

Tiga bakteri utama yang sering menyebabkan mastitis subklinis adalah

Staphylococcus aureus, Streptococcus agalactiae dan Escherichia coli (Wibawan

1998). Disamping faktor–faktor mikroorganisme yang meliputi berbagai jenis,

jumlah dan virulensinya, faktor ternak dan lingkungannya juga menentukan

mudah tidaknya terjadi radang ambing dalam suatu peternakan. Faktor

predisposisi radang ambing dilihat dari segi ternak, meliputi: bentuk ambing,

misalnya ambing yang sangat menggantung, atau ambing dengan lubang puting

terlalu lebar (Subronto 2003).

Faktor umur dan tingkat produksi susu sapi juga mempengaruhi kejadian

mastitis. Semakin tua umur sapi dan semakin tinggi produksi susu, maka semakin

Page 30: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK MANAJEMEN ... · MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH PADA PETERNAK PEMASOK SUSU SEGAR INDUSTRI KEJU DI KABUPATEN SUKABUMI ISNA LAILATUR ROHMAH

16

 

mengendur pula sphincter putingnya. Puting dengan spinchter yang kendor

memungkinkan sapi mudah terinfeksi oleh mikroorganisme, karena fungsi

spinchter adalah menahan infeksi mikroorganisme dari luar (lingkungan).

Semakin tinggi produksi susu seekor sapi betina, maka semakin lama waktu yang

diperlukan oleh spinchter untuk menutup sempurna (Subronto 2003).

Faktor lingkungan dan pengelolaan peternakan yang banyak mempengaruhi

terjadinya radang ambing meliputi: pakan, perkandangan, banyaknya sapi dalam

satu kandang, ventilasi, sanitasi kandang dan cara pemerahan susu. Pada ventilasi

jelek, mastitis mencapai 87.5%, ventilasi yang baik mencapai 49.39% (Sori et al.

2005 diacu dalam Sharif et al. 2009).

Page 31: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK MANAJEMEN ... · MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH PADA PETERNAK PEMASOK SUSU SEGAR INDUSTRI KEJU DI KABUPATEN SUKABUMI ISNA LAILATUR ROHMAH

17

 

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2011 sampai Januari 2012 bertempat di

Kabupaten Sukabumi.

Metode Penelitian

Populasi studi

Populasi studi dalam penelitian ini adalah peternak pemasok susu segar

untuk industri keju, di Kabupaten Sukabumi yaitu sepuluh peternak yang terdiri

dari dua peternak berlokasi di Kecamatan Lembur Situ dan delapan peternak

berlokasi di Kecamatan Nyalindung.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data diperoleh dari survei lapangan, dalam survei ini dilakukan wawancara

atau teknik face-to-face interview kepada peternak pemasok susu segar industri

keju dengan menggunakan instrumen pengumpulan data berupa kuesioner

terstruktur. Seluruh peternak pemasok susu segar untuk industri keju yang

berjumlah sepuluh diambil sebagai sampel. Kuesioner yang digunakan terdiri atas

53 pertanyaan. Pertanyaan tersebut meliputi identitas responden, praktik

manajemen pemeliharaan (mengenai kebersihan kandang, manajemen kesehatan

ternak, kebersihan peralatan dan air, manajemen pemerahan), serta pengetahuan

peternak mengenai mastitis subklinis dan pengendaliannya. Uji mastitis subklinis

secara tidak langsung dilakukan dengan menggunakan pereaksi mastitis IPB-1

terhadap seluruh sapi dalam keadaan laktasi normal.

Desain Kuesioner

Kuesioner dirancang merujuk pada literatur mengenai profil masyarakat

peternak sapi perah, profil praktik manajemen pemeliharaan (sanitasi air dan

peralatan, sanitasi kandang, kesehatan hewan, serta pemerahan), serta tingkat

pengetahuan peternak mengenai mastitis subklinis. Sebelum kuesioner digunakan,

dilakukan pretest terlebih dahulu. Pretest dilakukan pada peternak yang berlokasi

Page 32: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK MANAJEMEN ... · MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH PADA PETERNAK PEMASOK SUSU SEGAR INDUSTRI KEJU DI KABUPATEN SUKABUMI ISNA LAILATUR ROHMAH

18

 

di Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Cibungbulang, Bogor. Pertanyaan

tentang praktik manajemen peternakan terdiri atas 53 pertanyaan, 11 pertanyaan

mengenai karakteristik peternak, 10 pertanyaan mengenai sanitasi kandang, 8

pertanyaan mengenai manajemen kesehatan ternak, 9 pertanyaan mengenai

sanitasi air dan peralatan, dan 15 pertanyaan mengenai manajemen pemerahan.

Tingkat pengetahuan peternak, diukur menggunakan 17 butir pertanyaan

dengan jawaban “ya”, “tidak”, dan “tidak tahu” di dalam kuesioner. Pertanyaan

tersebut dikategorikan atas empat kategori pertanyaan. Kategori pertama terdiri

atas 3 pertanyaan tentang hal-hal umum mengenai mastitis subklinis, kategori

kedua terdiri atas 2 pertanyaan tentang penyebab mastitis subklinis. Kategori

ketiga terdiri atas 4 pertanyaan mengenai dampak yang ditimbulkan akibat

mastitis subklinis, kategori keempat terdiri atas 8 pertanyaan mengenai cara

pencegahan mastitis subklinis.

Definisi operasional

Pengertian setiap peubah penelitian dijelaskan dengan definisi operasional

seperti yang tersaji pada Tabel 1.

Tabel 1 Definisi operasional peubah penelitian

Peubah Definisi operasional

Alat ukur Cara ukur Skala

Praktik manajemen pemeliharaan

Tingkat praktik manajemen pemeliharaan yang dilakukan oleh peternak, yang terdiri atas sanitasi kandang dan lingkungan, sanitasi peralatan pemerahan dan air, tata laksana pemerahan, dan manajemen kesehatan ternak

Kuesioner Masing-masing kategori jawaban pertanyaan dijumlahkan skornya, kemudian jumlah skor tiap kategori dijumlahkan, sehingga diperoleh total skor. (skor untuk masing-masing pertanyaan terlampir)

Interval

Page 33: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK MANAJEMEN ... · MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH PADA PETERNAK PEMASOK SUSU SEGAR INDUSTRI KEJU DI KABUPATEN SUKABUMI ISNA LAILATUR ROHMAH

19

 

Peubah Definisi operasional

Alat ukur Cara ukur Skala

Pendidikan terakhir peternak

Pendidikan yang terakhir kali diikuti oleh peternak

Kuesioner Wawancara Ordinal 1= SD 2= SMP/MTS 3= SMA/ MAN 4= PT

Lama beternak Pengalaman beternak yang telah dijalani oleh peternak dari mulai awal usaha

Kuesioner Wawancara Ordinal 1= <1 tahun 2= 1-5 tahun 3= 5-10 tahun 4= >10 tahun

Mendapat pelatihan

Pelatihan atau penyuluhan tentang manajemen peternakan

Kuesioner Wawancara Ordinal 1= ya 0= tidak

Umur Usia responden saat diwawancarai

Kuesioner Wawancara Rasio

Frekuensi pembersihan alas kandang

Cara yang dilakukan peternak untuk membersihkan alas kandang

Kuesioner Wawancara dan observasi

Ordinal 1= 1 kali per hari 2= 2 kali per hari 3= 3 kali per hari

Frekuensi pembersihan halaman sekitar kandang

Cara yang dilakukan peternak untuk membersihkan halaman sekitar kandang

Kuesioner Wawancara dan observasi

Ordinal 1= sebulan sekali 2= seminggu

sekali 3= 2 hari sekali 4= setiap hari

Jarak pembuangan limbah

Jarak pembuangan limbah dari peternakan

Kuesioner Wawancara dan observasi

Ordinal 1= <15 m dari

kandang 2= >15 m dari

kandang Penanganan kotoran ternak

Cara yang biasa dilakukan oleh peternak dalam membuang kotoran

Kuesioner Wawancara dan observasi

Ordinal 1= ditimbun di

atas permukaan tanah (open dumping)

2= ditimbun pada lubang tanah

3= disimpan dalam karung tertutup

Page 34: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK MANAJEMEN ... · MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH PADA PETERNAK PEMASOK SUSU SEGAR INDUSTRI KEJU DI KABUPATEN SUKABUMI ISNA LAILATUR ROHMAH

20

 

Peubah Definisi operasional

Alat ukur Cara ukur Skala

Periode memandikan sapi

Cara memandikan sapi yang dilakukan oleh peternak

Kuesioner Wawancara dan observasi

Ordinal 1= 1 kali per hari 2= 2 kali per hari 3= 3 kali per hari

Pembersihan ambing sebelum diperah

Hal yang dilakukan peternak untuk membersihkan ambing sebelum diperah

Kuesioner Wawancara dan observasi

Ordinal 0= tidak 1= ya

Cara membersihkan ambing

Hal yang dilakukan peternak setelah membersihkan ambing dengan air

Kuesioner Wawancara dan observasi

Ordinal 0= tidak dilap 1= dilap dengan

kain 2= dilap dengan

tisu Teat dipping Teat dipping

yang dilakukan peternak setelah pemerahan

Kuesioner Wawancara dan observasi

Ordinal 0= tidak 1= ya

Teknik pemerahan

Teknik yang dilakukan peternak pada saat melakukan pemerahan

Kuesioner Wawancara dan observasi

Ordinal 1= menggunakan

seluruh jari 2= kombinasi 3= menggunakan

dua jari Pelicin Penggunaan

pelicin oleh peternak pada saat memerah

Kuesioner Wawancara dan observasi

Ordinal 0= tidak 1= ya

Urutan pemerahan

Urutan pemerahan yang dilakukan

Kuesioner Wawancara dan observasi

Ordinal 1= acak 1= sakit ke sehat 1= dari pinggir

kiri ke pinggir kanan

2= sehat ke sakit Kepadatan ternak

Kepadatan ternak dalam satu kandang

Kuesioner Wawancara dan observasi

Ordinal 0= padat (sapi

tidak dapat berbaring)

1= baik (sapi dapat berbaring)

Page 35: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK MANAJEMEN ... · MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH PADA PETERNAK PEMASOK SUSU SEGAR INDUSTRI KEJU DI KABUPATEN SUKABUMI ISNA LAILATUR ROHMAH

21

 

Peubah Definisi operasional

Alat ukur Cara ukur Skala

Penanganan sapi sakit

Upaya pemisahan yang dilakukan oleh peternak antara sapi sehat dan sapi yang sakit atau menunjukkan gejala sakit

Kuesioner Wawancara dan observasi

Ordinal 0= tidak (sapi

yang sakit atau menunjukkan gejala sakit tidak dipisahkan dari sapi sehat)

1= ya (sapi yang sakit atau menunjukkan gejala sakit dipisahkan dari sapi sehat)

Tindakan karantina terhadap sapi baru

Upaya pemisahan yang dilakukan oleh peternak terhadap ternak yang baru dibeli dan baru dicampur dengan sapi lama dalam waktu minimal 2 minggu.

Kuesioner Wawancara Ordinal 0= tidak (ternak

baru dan lama tidak dipisahkan dalam waktu minimal 2 minggu)

1= ya (ternak baru dan lama dipisahkan dalam waktu minimal 2 minggu)

Penanganan sapi bunting

Upaya pemisahan yang dilakukan oleh peternak antara sapi sehat dan sapi yang bunting

Kuesioner Wawancara dan observasi

Ordinal 0= tidak (sapi

yang bunting tidak dipisahkan dari sapi yang tidak bunting)

1= ya (sapi yang bunting dipisahkan dari sapi yang tidak bunting)

Page 36: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK MANAJEMEN ... · MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH PADA PETERNAK PEMASOK SUSU SEGAR INDUSTRI KEJU DI KABUPATEN SUKABUMI ISNA LAILATUR ROHMAH

22

 

Peubah Definisi operasional

Alat ukur Cara ukur Skala

Pengetahuan peternak

Kemampuan peternak dalam menjawab pertanyaan mengenai mastitis

Kuesioner Wawancara Tingkat pengetahuan peternak diperoleh dengan menjumlahkan jawaban untuk masing-masing pertanyaan. Jawaban benar diberikan skor 1, jawaban salah dan tidak tahu diberikan skor 0, sehingga kisaran nilainya adalah 0-17.

Interval

Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan Data

Data primer yang diperoleh diolah dan dianalisis melalui beberapa tahap,

yaitu coding data, tabulasi dan analisis. Data ditabulasi dan dianalisis secara

statistik dengan program Microsoft excel 2007 dan SPSS 13.0 for windows.

Data pengetahuan dan praktik manajemen pemeliharaan (sanitasi air dan

peralatan, sanitasi kandang, kesehatan hewan, serta pemerahan susu)

dikuantifikasikan berdasarkan skor. Tingkat praktik manajemen pemeliharaan

diperoleh dengan menjumlahkan skor untuk tiap-tiap pertanyaan pada masing-

masing kategori. Tingkat pengetahuan contoh mengenai penyakit mastitis diukur

dengan 17 pertanyaan dengan jawaban “ya”, “tidak”, dan “tidak tahu”. Jawaban

yang diperoleh kemudian diolah dengan pemberian skor pada setiap pertanyaan

dengan skor 1 jika jawaban “ya’’ dan skor 0 jika jawaban “tidak” dan “tidak

tahu”. Jumlah skor pengetahuan mengenai penyakit mastitis subklinis berkisar

antara 0-17. Kategori pengetahuan dibagi menjadi baik (79-100%), sedang (56-

78%), dan kurang (<56%).

Page 37: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK MANAJEMEN ... · MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH PADA PETERNAK PEMASOK SUSU SEGAR INDUSTRI KEJU DI KABUPATEN SUKABUMI ISNA LAILATUR ROHMAH

23

 

Dalam mengetahui tingkat pegetahuan digunakan rumus yaitu:

Tingkat pengetahuan= jumlah jawaban benar x100jumlah soal

Analisis Data

Hubungan antar variabel berupa karakteristik peternak (pendidikan, lama

beternak, umur, dan pengalaman penyuluhan yang didapat), dan pengetahuan

dengan praktik manajemen pemeliharaan, diuji menggunakan uji korelasi Pearson

untuk variabel skala rasio dan interval, serta uji korelasi Spearman untuk variabel

skala ordinal.

Page 38: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK MANAJEMEN ... · MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH PADA PETERNAK PEMASOK SUSU SEGAR INDUSTRI KEJU DI KABUPATEN SUKABUMI ISNA LAILATUR ROHMAH

24  

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Peternak

Karakteristik peternak pemasok susu segar industri keju yang digambarkan

dalam penelitian ini meliputi pendidikan, lama beternak, umur, dan pengalaman

penyuluhan yang pernah didapatkan (Tabel 2).

Tabel 2 Karakteristik peternak di peternakan sapi perah pemasok susu segar industri keju Variabel Jumlah (%)

Pendidikan terakhir SD 4 40 SMP 3 30 SMA 0 0 PT 3 30

Lama beternak 1-5 tahun 4 40 5-10 tahun 2 20 >10 tahun 4 40

Mendapatkan pelatihan Ya 5 50 Tidak 5 50

Umur <30 tahun 1 10 30-50 tahun 8 80 >50 tahun 1 10

 

Selama pengambilan kuesioner terdapat 10 peternak sebagai responden.

Hampir sebagian responden (40%) berpendidikan sekolah dasar (SD). Para

peternak yang memiliki tingkat pendidikan rendah kemungkinan besar usaha

peternakan yang dimiliki bersifat turun temurun, dan peternakan sapi perah

merupakan usaha utama yang dimiliki. Pendidikan merupakan hal yang penting

dalam pengelolaan peternakan, karena berperan dalam pola berpikir, kemampuan

belajar, dan taraf intelektual (Juliani 2011). Peternak yang memiliki tingkatan

ilmu lebih tinggi dapat mengajarkan dan memberikan contoh kepada peternak

yang memiliki latar pendidikan yang lebih rendah. Pada umumnya, semakin tinggi

tingkat pendidikan seseorang maka proporsi tindakan baik dari responden akan

semakin tinggi, namun pendidikan bukan menjadi faktor utama dalam

Page 39: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK MANAJEMEN ... · MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH PADA PETERNAK PEMASOK SUSU SEGAR INDUSTRI KEJU DI KABUPATEN SUKABUMI ISNA LAILATUR ROHMAH

25

meningkatkan produktivitas sapi perah, karena peternak yang berpendidikan

tinggi belum tentu menggunakan ilmunya dalam hal pemeliharaan ternak.

Pengalaman beternak merupakan lamanya waktu peternak melakukan usaha

peternakan. Hanya sekitar 20% responden beternak selama 5-10 tahun. Peternak

baru (1-5 tahun) merupakan peternak yang melanjutkan usaha peternakan

keluarga. Pengalaman beternak merupakan hal yang sangat penting, karena salah

satu faktor yang dapat menentukan keberhasilan usaha sapi perah adalah

pengalaman beternak. Pengalaman beternak dapat mempengaruhi kemampuan

kerja seorang peternak. Peternak yang sudah berpengalaman dapat mengatasi

dengan baik masalah-masalah dalam peternakan (Juliani 2011).

Pelatihan dan penyuluhan dalam peningkatan produktivitas sapi perah sangat

bermanfaat. Sebagian besar (50%) peternak tidak pernah mendapatkan

penyuluhan atau pelatihan mengenai manajemen peternakan yang baik dan benar.

Penyuluhan dan pelatihan sangat berpengaruh terhadap kemajuan usaha

peternakan. Peternak yang tidak mempunyai pengetahuan serta wawasan yang

memadai dalam memahami permasalahan, memikirkan pemecahannya, atau

memilih pemecahan masalah yang paling tepat untuk mencapai tujuan mereka,

dapat teratasi dengan mengikuti penyuluhan dan pelatihan. Penyuluhan yang

didapatkan oleh peternak diharapkan dapat menambah ilmu mengenai tata laksana

pemeliharaan yang baik dan benar, dan peran pemerintah sangat diperlukan dalam

hal ini. Menurut Achjadi (1985) kegiatan penyuluhan melalui tatap muka

langsung dengan peternak di lapangan diharapkan dapat mengurangi kesenjangan

komunikasi yang timbul sehubungan dengan pemeliharaan ternak, kasus penyakit

ternak, sistem informasi dan lain sebagainya.

Rentang umur responden dalam penelitian ini dikategorikan menjadi tiga

kelompok yaitu <30 tahun, 30-50 tahun, dan >50 tahun. Dari hasil pengamatan

dapat dinyatakan bahwa umumnya peternak sapi perah yang diamati memiliki

usia produktif (90%) berada pada usia di bawah 50 tahun. Havighurst (1974) yang

diacu dalam Nurliana (1999) menyatakan bahwa terdapat periode sensitif dari

umur seseorang untuk belajar pada umur tertentu. Hal ini menunjukkan adanya

kaitan antara umur seseorang dengan kemampuan intelektualnya karena umur

seseorang berkaitan erat dengan wawasan yang dimiliki.

Page 40: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK MANAJEMEN ... · MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH PADA PETERNAK PEMASOK SUSU SEGAR INDUSTRI KEJU DI KABUPATEN SUKABUMI ISNA LAILATUR ROHMAH

26

Manajemen Pemeliharaan Sapi Perah

Keberhasilan usaha peternakan sapi perah sangat bergantung dari

keterpaduan langkah terutama di bidang pembibitan (breeding), pakan (feeding),

dan tata laksana (management). Manajemen peternakan sapi perah terdiri dari

manajemen pemeliharaan, manajemen kandang, manajemen kesehatan,

manajemen pemerahan pasca panen, manajemen reproduksi, dan manajemen

pemasaran (Nurdin 2011). Dalam penelitian ini hanya dibahas mengenai praktik

manajemen pemeliharaan yang terdiri atas sanitasi kandang dan lingkungan,

sanitasi air dan peralatan pemerahan, tata laksana pemerahan, serta manajemen

kesehatan ternak.

Sanitasi Kandang dan Lingkungan

Aspek sanitasi kandang dan lingkungan yang diamati meliputi frekuensi

pembersihan alas kandang, frekuensi pembersihan halaman sekitar kandang, jarak

pembuangan limbah dari kandang, dan penanganan kotoran ternak (Tabel 3).

Tabel 3 Kondisi sanitasi kandang dan lingkungan di peternakan sapi perah pemasok susu segar industri keju

Variabel Jumlah (%)

Frekuensi pembersihan alas kandang dua kali per hari 10 100

Frekuensi pembersihan halaman sekitar kandang Setiap hari 1 10 Dua hari sekali 4 40 Satu minggu sekali 1 10 Satu bulan sekali 4 40

Jarak pembuangan limbah dari kandang (<15 meter) 10 100

Penanganan kotoran ternak (open dumping) 10 100

Kondisi sanitasi peternakan dapat mencerminkan manajemen pemeliharaan

dan cara peternak menjaga kebersihan kandang. Pada Tabel 3 dapat diketahui

bahwa seluruh responden (100%) membersihkan alas kandang dua kali sehari.

Mayoritas (40%) peternak membersihkan halaman kandang tiap dua hari sekali

dan satu bulan sekali. Dibanding dengan ternak yang lain, sapi perah memerlukan

tingkat kebersihan dan sanitasi yang lebih tinggi, karena susu mudah sekali

Page 41: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK MANAJEMEN ... · MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH PADA PETERNAK PEMASOK SUSU SEGAR INDUSTRI KEJU DI KABUPATEN SUKABUMI ISNA LAILATUR ROHMAH

27

menyerap bau. Disamping itu, kandang yang kotor juga merupakan sarana yang

sangat baik untuk perkembangan bakteri yang dapat menyebabkan penyakit, 

mikroorganisme dari  kandang yang kotor dapat mengontaminasi susu melalui

udara, dan feses. Alasan tersebut yang mendasari bahwa kandang dan lingkungan

sekitarnya harus selalu bersih agar susu yang diproduksi mempunyai kualitas yang

baik pula (Sunarko et al. 2009). Kandang yang bersih membuat sapi nyaman, dan

peternak betah bekerja di kandang (Budi et al . 2006).

Tempat pembuangan limbah juga berperan terhadap timbulnya penyakit

pada sapi perah, misalnya mastitis. Seluruh responden (100%) membuang limbah

tidak jauh dari kandang peternakannya (<15 meter). Limbah peternakan berupa

kotoran ternak langsung disalurkan ke ladang yang digunakan sebagai pupuk

kandang untuk budidaya rumput gajah, dan terletak tidak jauh dari kandang. Jarak

yang terlalu dekat antara tempat pembuangan limbah dengan kandang akan

menyebabkan lingkungan kandang menjadi kotor, dan dapat menimbulkan

pencemaran lingkungan. Hal ini akan menyebabkan bakteri tumbuh subur dan

bermigrasi ke kandang sehingga setiap saat dapat menimbulkan kejadian mastitis

subklinis. Tumpukan limbah peternakan akibat kondisi saluran pembuangan yang

tidak baik atau tidak lancar akan menyebabkan gangguan terhadap lingkungan

antara lain berupa bau busuk dan berkembangnya serangga (Sudarwanto 1999

diacu dalam Winata 2011).

Berdasarkan data pada Tabel 3 dapat diketahui bahwa seluruh peternak

(100%) membuang kotoran ternak dengan menimbunnya di atas permukaan tanah

atau open dumping. Penanganan kotoran yang buruk dapat meningkatkan

terjadinya mastitis (radang ambing), hal ini disebabkan oleh lingkungan sekitar

kandang menjadi kotor sehingga mikroorganisme-mikroorganisme patogen

tumbuh subur dan dapat bermigrasi ke kandang dan menginfeksi sapi perah.

Menurut Sutarti et al. (2003) dengan tempat pembuangan limbah yang baik, maka

sapi yang terkena mastitis 0.52 kali lebih kecil dibandingkan yang kotor.

Tata Laksana Pemerahan

Tata laksana pemerahan merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan

variasi produksi susu. Tata laksana pemerahan yang baik dapat meningkatkan

Page 42: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK MANAJEMEN ... · MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH PADA PETERNAK PEMASOK SUSU SEGAR INDUSTRI KEJU DI KABUPATEN SUKABUMI ISNA LAILATUR ROHMAH

28

produksi susu yang dihasilkan. Tata laksana pemerahan sapi perah di peternakan

sapi perah pemasok susu segar industri keju tersaji dalam Tabel 4.

Tabel 4 Manajemen pemerahan sapi perah di peternakan sapi perah pemasok susu segar industri keju Variabel Jumlah (%)

Periode pemandian sapi sebelum diperah (dua kali sehari)

10 100

Membersihkan ambing sebelum diperah 10 100

Cara membersihkan ambing Tidak dilap 5 50 Kadang-kadang 5 50

Melakukan Teat dipping setelah pemerahan 1 10

Teknik pemerahan Strip hand 3 30 Whole hand 2 20 Kombinasi 5 50

Menggunakan pelicin saat pemerahan 9 90

Urutan pemerahan Acak 8 80 Sehat ke sakit 2 20

 

Seluruh responden (100%) memandikan sapinya dua kali sehari sebelum

diperah. Kebiasaan memandikan sapi dua kali sehari akan merangsang produksi

susu. Sapi yang dimandikan dua kali sehari akan menghasilkan susu lebih banyak

dari yang dimandikan satu kali atau yang tidak dimandikan sama sekali

(Sudarwanto 1999 diacu dalam Winata 2011). Kotoran-kotoran yang berasal dari

alas kandang, tanah, feses, epitel yang telah gugur, dan kotoran-kotoran lainnya

biasa melekat pada tubuh sapi. Selama proses pemerahan kotoran-kotoran tersebut

dapat jatuh dari perut, ekor, lipat paha, dan ambing sapi ke dalam ember susu.

Kotoran-kotoran semacam ini biasanya mengandung banyak bakteri dan tentu saja

akan mengotori sekaligus mencemari susu. Menurut Hunderson (1971) yang diacu

dalam Hartono (1992) sebaiknya sapi dimandikan sekurang-kurangnya sekali

dalam sehari.

Page 43: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK MANAJEMEN ... · MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH PADA PETERNAK PEMASOK SUSU SEGAR INDUSTRI KEJU DI KABUPATEN SUKABUMI ISNA LAILATUR ROHMAH

29

Sebanyak 100% peternak membersihkan ambing sebelum diperah, namun

sebagian responden (50%) membersihkan ambing tanpa dilap. Puting sapi yang

dibersihkan sebelum dan setelah diperah akan mencegah kejadian mastitis

subklinis dibandingkan dengan yang tidak dibersihkan. Menurut Hunderson

(1971) yang diacu dalam Hartono (1992) susu yang dihasilkan dari ambing yang

bersih dan puting yang dicuci dengan antiseptik serta dikeringkan akan

menghasilkan mikroorganisme sebesar 2 154 cfu/ml, tetapi bila ambing tidak

dicuci akan ada mikroorganisme sebesar 17 027 cfu/ml. Ambing dapat

dibersihkan menggunakan larutan NaClO dengan konsentrasi 1.5 - 2 ppm dan

pada konsentrasi ini susu tidak terkontaminsasi bau dari larutan.

Umumnya (90%) peternak tidak melakukan teat dipping setelah pemerahan.

Membersihkan ambing sebelum pemerahan, pemeriksaan pancaran sekresi

pertama, membersihkan puting sebelum pemerahan dan melakukan terapi kering

kandang merupakan usaha dalam mengendalikan mastitis subklinis selain dengan

melakukan teat dipping (Sudarwanto 1999 diacu dalam Winata 2011).

Seluruh responden (100%) memerah dengan tangan, sebanyak 20%

peternak menggunakan metode whole hand, 30% peternak menggunakan metode

strip hand, dan 50% peternak menggunakan metode kombinasi antara strip hand

dan whole hand. Teknik pemerahan whole hand dapat menghasilkan susu lebih

banyak, mengurangi pencemaran mikroorganisme, dan mengurangi perlukaan

puting. Perlukaan puting merupakan predisposisi terjadinya mastitis (Sudarwanto

1998).

Menurut Sunarko et al. (2009) ada dua cara pemerahan menggunakan

tangan yang biasa digunakan, tergantung ukuran pada kondisi puting besar atau

puting kecil dan pendek.

1. Pemerahan dengan seluruh jari tangan (whole hand)

Biasanya dilakukan pada ambing yang mempunyai bentuk puting panjang

dan besar. Pemerahan dilakukan dengan cara puting dipegang antara ibu jari

dengan jari telunjuk pada pangkal puting menekan dan meremas pada bagian

atas, sedangkan ketiga jari yang lain meremas bagian tubuh puting secara

berurutan, hingga susu memancar keluar dan dilakukan sampai susu dalam

ambing habis.

Page 44: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK MANAJEMEN ... · MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH PADA PETERNAK PEMASOK SUSU SEGAR INDUSTRI KEJU DI KABUPATEN SUKABUMI ISNA LAILATUR ROHMAH

30

2. Pemerahan dengan dua jari sambil menarik puting (strip methode)

Cara ini sering dilakukan pada sapi-sapi yang mempunyai bentuk puting

kecil yaitu dilakukan dengan memijat puting oleh ibu jari dan jari telunjuk

pada pangkal puting dan diurutkan ke arah ujung puting sampai susu

memancar keluar.

Berdasarkan kedua metode tersebut, maka pemerahan dengan seluruh jari

tangan adalah yang terbaik. Pemerahan dengan cara ini mudah untuk dilakukan

dan tidak merusak bentuk puting, tidak perlu menggunakan minyak untuk

memperlicin pemerahan. Kebanyakan peternak lebih menyukai teknik strip

methode dengan alasan lebih nyaman dan mudah dalam pengerjaannya, namun

cara ini lebih sering menimbulkan perlukaan ambing yang dapat berdampak

terjadinya mastitis.

Sebanyak 90% responden menggunakan bahan pelicin pada saat memerah,

dan 10% responden tidak menggunakan bahan pelicin pada saat memerah. Hampir

seluruh peternak menggunakan vaselin atau mentega dengan alasan untuk

mempermudah pemerahan. Penggunaan vaselin sebagai alat pelicin dan

digunakan secara bersama-sama untuk semua sapi pada peternakan merupakan

faktor predisposisi munculnya mastitis subklinis, selain itu vaselin atau pelicin

merupakan sumber kontaminasi khususnya cendawan. Hidayat et al. (2002), yang

diacu dalam Akilah (2008) menjelaskan selama pemerahan jangan menggunakan

vaselin karena vaselin akan menutupi permukaan puting, bila terus menerus

menggunakan pelicin (vaselin), penularan penyakit sulit dihindari. Delapan puluh

persen (80%) responden melakukan pemerahan susu secara acak, sedangkan 20%

responden memerah susu dari sapi sehat ke sapi yang sakit. Pemerahan yang baik

adalah memerah sapi dari yang sehat ke sakit, agar tidak terjadi infeksi silang dari

sapi sakit ke sehat yang menyebabkan sapi sehat menjadi sakit.

Sebelum pemerahan perlu melakukan pembersihkan kandang, memandikan

sapi, membersihkan ambing dan penyediaan sarana pemerahan. Setelah kegiatan

tersebut dilakukan pemerahan awal yaitu dengan mengeluarkan 1-2 pancaran susu

untuk mengetahui adanya perubahan pada susu dan merangsang pengeluaran susu.

Pemerahan harus dilaksanakan dua kali sehari untuk mencegah mastitis, setelah

selesai memerah puting pada ternak harus langsung disucihamakan dengan

Page 45: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK MANAJEMEN ... · MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH PADA PETERNAK PEMASOK SUSU SEGAR INDUSTRI KEJU DI KABUPATEN SUKABUMI ISNA LAILATUR ROHMAH

31

menggunakan larutan disinfektan. Kemudian susu disaring dari ember pemerahan

ke milkcan untuk membersihkan susu dari bulu atau kotoran yang masuk kedalam

susu (DITJENNAK 2012).

Manajemen Kesehatan

Manajemen kesehatan yang baik sangat mempengaruhi kesehatan sapi

perah. Manajemen kesehatan sapi perah di peternakan pemasok susu segar

industri keju tersaji dalam Tabel 5.

Tabel 5 Manajemen kesehatan dan pemeliharaan sapi perah di peternakan sapi perah pemasok susu segar industri keju

Variabel Jumlah (%)

Memisahkan sapi yang sedang sakit 2 20

Memisahkan sapi yang sedang bunting 1 10

Memisahkan sapi yang baru datang 1 10

Kepadatan ternak (Baik) 10 100

Manajemen kesehatan sapi perah termasuk faktor yang sangat berkaitan

dengan kejadian penyakit pada peternakan sapi perah. Mayoritas (80%) responden

tidak melakukan pemisahan sapi yang sedang sakit. Sapi yang sedang sakit

biasanya akan diobati oleh paramedis atau dokter hewan, namun kebanyakan

peternak mengobati sendiri dengan ilmu yang telah didapat secara turun-temurun.

Menurut Tim Penyuluh (2000) menyatakan bahwa pengendalian penyakit perlu

dilakukan dengan vaksinasi secarta berkala, pemisahan dan pengobatan bagi sapi

yang sakit, agar sapi yang sehat tidak tertulari mikroorganisme dari sapi yang

sakit.

Sembilan puluh persen (90%) responden tidak memisahkan sapi yang

sedang bunting dengan sapi tidak bunting. Pemisahan sapi yang sedang bunting

dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya keguguran. Menurut Gunawan et al.

(2011) tindakan pencegahan terhadap keguguran antara lain:

1. Pengelolaan sapi dengan pemisahan kandang per individu.

2. Hindari lantai kandang yang licin.

Page 46: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK MANAJEMEN ... · MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH PADA PETERNAK PEMASOK SUSU SEGAR INDUSTRI KEJU DI KABUPATEN SUKABUMI ISNA LAILATUR ROHMAH

32

3. Hindari sapi bunting makan pakan beracun atau pakan berkadar estrogen

tinggi.

4. Dilakukan vaksinasi terutama pada sapi berumur 4-6 bulan.

Sapi yang baru datang hendaknya dikarantina pada suatu kandang terpisah,

dengan tujuan untuk memonitor adanya gejala penyakit tertentu yang tidak

diketahui pada saat proses pembelian. Hampir semua (90%) responden tidak

melakukan pemisahan sapi yang baru datang. Hal ini memungkinkan terjadinya

perpindahan penyakit dari sapi baru ke sapi lama atau sebaliknya.

Seluruh responden (100%) kepadatan ternaknya baik. Populasi sapi dalam

satu kandang yang terlalu padat (overcrowding) meningkatkan tingkat

kontaminasi dan mempengaruhi tingkat kebersihan kandang secara umum. Bakteri

koliform sebagai salah satu dari penyebab diare yang paling umum membutuhkan

feses untuk memperpanjang siklus perkembangbiakannya. Kepadatan populasi

sapi dalam satu kandang yang tinggi mempermudah proses infeksi oleh bakteri

koliform (Wibowo 1992).

Sanitasi Peralatan Pemerahan dan Air

Air memegang peranan penting dalam mewujudkan sanitasi peternakan

yaitu untuk minum, mandi, dan mencuci, maka diperlukan air bersih dan sehat

dalam jumlah cukup. Air yang digunakan untuk mencuci peralatan, minum dan

mandi sapi berasal dari sumur bor dan disalurkan melalui pipa paralon ke

kandang. Di kandang, air ditampung pada bak penampung yang terbuat dari

plastik. Gambaran sanitasi peralatan pemerahan dan air tersaji pada Tabel 6.

Tabel 6 Sanitasi peralatan dan air di peternakan sapi perah pemasok susu segar industri keju

Variabel Jumlah (%)

Sumber Air (Sumur) 10 100

Kecukupan air Tersedia terus menerus 6 60 Kurang 4 40

Frekuensi pembersihan tempat pakan dan minum Setiap hari 2 20 Dua hari sekali 5 50 Dua kali per hari 3 30

Membersihkan peralatan tanpa sabun 7 70

Membersihkan peralatan tanpa disinfektan 9 90

Page 47: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK MANAJEMEN ... · MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH PADA PETERNAK PEMASOK SUSU SEGAR INDUSTRI KEJU DI KABUPATEN SUKABUMI ISNA LAILATUR ROHMAH

33

Seratus persen (100%) responden menyatakan bahwa air yang digunakan

untuk pemeliharaan sapi perah berasal dari sumur. Sebanyak 60% responden

memiliki kecukupan air terus menerus, dan 40% responden kecukupan airnya

kurang. Sapi perah yang sedang laktasi memerlukan tingkat kebersihan yang lebih

baik agar susu yang dihasilkan mempunyai kualitas yang baik pula. Terutama

pada waktu akan mengadakan pemerahan, kandang dan peralatan harus

dibersihkan terlebih dahulu sebab susu mudah sekali menyerap bau-bauan dan

terkontaminasi oleh mikroorganisme. Alasan ini yang menyebabkan diperlukan

air yang cukup banyak untuk penyediaan air minum, memandikan sapi,

membersihkan kandang dan peralatan pemerahan (Sunarko et al . 2009).

Sebagian (50%) responden membersihkan tempat pakan dan tempat minum

setiap dua hari sekali. Kebersihan tempat pakan dan minum juga dapat

mempengaruhi tingkat pencemaran mikroorganisme penyebab penyakit pada sapi

perah, hal ini disebabkan oleh mikroorganisme dapat tumbuh subur pada daerah

yang tidak bersih, dan menyebar sangat cepat. Sebaiknya pembersihan tempat

pakan dan minum dilakukan dua kali sehari, untuk mencegah berkembangnya

mikroorganisme patogen.

Seluruh responden (100%) membersihkan peralatan perah setiap hari.

Mayoritas (70%) responden tidak menggunakan sabun dalam membersihkan

peralatan perah. Kebersihan peralatan yang dipakai khususnya ember penampung

hasil perahan sangat mempengaruhi kebersihan dan kesehatan susu. Peralatan

yang kotor akan mencemari susu sehingga mempercepat proses pembusukan, dan

susu menjadi asam atau rusak. Dengan demikian ember untuk menampung susu

harus benar-benar bersih dan higienis (Handayani & Purwanti 2010).

Sebanyak 90% responden tidak menggunakan disinfektan dalam

membersihkan peralatan perah. Peternak di lapangan kebanyakan tidak pernah

menggunakan disinfektan, hal ini disebabkan pemikiran peternak tentang residu

yang dihasilkannya atau bau disinfektan yang akan mencemari susu. Disinfektan

dapat digunakan untuk membunuh mikroorganisme pada benda mati.

Page 48: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK MANAJEMEN ... · MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH PADA PETERNAK PEMASOK SUSU SEGAR INDUSTRI KEJU DI KABUPATEN SUKABUMI ISNA LAILATUR ROHMAH

34

Tingkat Pengetahuan Responden

Pengetahuan mengenai mastitis subklinis dapat digunakan untuk mengetahui

manajemen pemeliharaan (sanitasi air dan peralatan, sanitasi kandang, kesehatan

dan pemeliharaan hewan, serta pemerahan susu) yang dilakukan oleh peternak,

hal ini disebabkan oleh mastitis subklinis biasanya sangat dipengaruhi oleh

manajemen pemeliharaan. Hasil pengamatan memperlihatkan bahwa responden

yang memiliki indeks pengetahuan mastitis subklinis tergolong “baik” (skor 79-

100%), yakni 40%. Sedangkan responden yang memiliki indeks pengetahuan

“cukup” (skor 56-78%), dan “kurang” (skor <56%) masing-masing sebesar 20%,

dan 40% (Tabel 7).

Tabel 7 Pengetahuan responden terhadap mastitis

Indeks pengetahuan Jarak skor

Jumlah (%)

Baik 79-100% 4 40

Cukup 56-78% 2 20

Kurang <56% 4 40

Pengetahuan peternak tentang manajemen pemeliharaan sapi perah

merupakan bagian yang penting untuk menghasilkan produksi susu yang tinggi.

Peternak rakyat umumnya memelihara sapi perah berdasarkan pengetahuan dari

orang tuanya, penyuluhan dari dinas terkait dan informasi dari koperasi atau

dengan cara memperhatikan pemeliharaan yang dilakukan oleh sesama peternak.

Pengetahuan, sikap dan praktik seharusnya berjalan sinergis karena

terbentuknya perilaku baru akan dimulai dari pengetahuan yang selanjutnya akan

menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap dan akan dibuktikan dengan

adanya tindakan atau praktik agar hasil dan tujuan menjadi optimal sesuai yang

diharapkan. Akan tetapi, pengetahuan dan sikap tidak selalu akan diikuti oleh

adanya tindakan atau praktik (Notoatmodjo 2007).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa seluruh responden mengetahui

tentang mastitis, namun tidak semua responden mengetahui faktor-faktor yang

menyebabkan mastitis. Oleh karena itu sangat diperlukan penyuluhan disertai

peragaan tentang faktor-faktor yang menyebabkan mastitis, misalnya cara

Page 49: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK MANAJEMEN ... · MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH PADA PETERNAK PEMASOK SUSU SEGAR INDUSTRI KEJU DI KABUPATEN SUKABUMI ISNA LAILATUR ROHMAH

35

membersihkan peralatan pemerahan, penanganan susu setelah diperah, dan

pengetahuan mengenai kesehatan masyarakat veteriner.

Praktik Manajemen Pemeliharaan

Praktik manajemen pemeliharaan yang diamati dalam penelitian kali ini

adalah sanitasi kandang dan lingkungan, sanitasi air dan peralatan pemerahan,

tatalaksana pemerahan, serta manajemen kesehatan. Hasil pengamatan

memperlihatkan bahwa responden yang memiliki praktik manajemen

pemeliharaan tergolong “baik” (skor >49), yakni 10%. Sedangkan responden yang

memiliki praktik manajemen pemeliharaan “cukup” (skor 42-48), dan “kurang”

(skor <41) masing-masing sebesar 30%, dan 60% (Tabel 8).

Tabel 8 Praktik manajemen pemeliharaan

Tingkat praktik Skor Jumlah (%)

Baik >49 1 10

Cukup 42- 48 3 30

Kurang <41 6 60

Berdasarkan pengamatan dapat diketahui bahwa mayoritas praktik

manajemen pemeliharaan responden tergolong kurang. Hal ini dapat disebabkan

oleh peternak kurang memperhatikan mengenai manajemen pemeliharaan yang

baik dan benar, meliputi sanitasi kandang dan lingkungan, sanitasi air dan

peralatan pemerahan, tata laksana pemerahan, serta manajemen kesehatan.

Hasil Uji Mastitis Subklinis dengan Metode Tidak Langsung IPB-1 Mastitis

Salah satu ancaman penyakit yang menghambat populasi dan produktivitas

ternak sapi di Indonesia adalah mastitis. Mastitis adalah peradangan jaringan

interna ambing atau mamae, mastitis dibagi menjadi subklinis dan klinis, mastitis

subklinis ditandai dengan kenaikan jumlah sel somatis (>400 000/ml) (Lukman et

al. 2009). Kondisi tersebut menyebabkan kerugian yang sangat besar bagi

peternak yang berupa penurunan produksi susu, penurunan kualitas susu,

kematian sapi, adanya residu antibiotik pada susu, dan meningkatnya biaya

pengobatan dan tenaga kerja.

Page 50: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK MANAJEMEN ... · MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH PADA PETERNAK PEMASOK SUSU SEGAR INDUSTRI KEJU DI KABUPATEN SUKABUMI ISNA LAILATUR ROHMAH

36

Berdasarkan uji mastitis subklinis yang dilakukan seluruh responden (100%)

ternaknya positif terkena mastitis subklinis. Hal ini dapat diakibatkan karena

mayoritas responden praktik manajemen pemeliharaan (sanitasi kandang dan

lingkungan, sanitasi air dan peralatan pemerahan, manajemen kesehatan, serta

manajemen pemerahan) yang dimiliki tergolong buruk. Menurut Winarso (2008)

ada tiga faktor utama penyebab terjadinya mastitis yang dikenal sebagai tiga

biosistem yaitu ternak sapi (bangsa sapi, sifat herediter, kepekaan individu

ternak), lingkungan (pengelolaan oleh manusia, pakan, dan iklim), dan agen

penyebab (misalnya bakteri), serta pemerahan yang tidak tuntas.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa seluruh peternak melakukan

pembuangan kotoran open dumping, pembuangan limbah yang dilakukan secara

open dumping berisiko menimbulkan mastitis subklinis, karena lingkungan

kandang menjadi kotor sehingga mikroorganisme akan menjadi tumbuh subur dan

dapat bermigrasi ke kandang. Hal tersebut juga memungkinkan terjadinya

kontaminasi pada air yang digunakan untuk membersihkan ambing, sehingga

mikroorganisme penyebab mastitis dapat menyebar ke semua populasi sapi yang

ada di kandang.

Menurut Sutarti et al. (2003) sumber air berasosiasi positif terhadap kejadian

mastitis subklinis, artinya semakin baik kualitas air yang digunakan maka risiko

terkena mastitis subklinis akan semakin kecil. Sumber air yang digunakan oleh

peternak (100%) berasal dari sumur, kandungan mikroorganisme air sumur lebih

sedikit daripada air sungai karena telah melewati proses peresapan oleh tanah

yang dapat mengurangi kontaminasi mikroorganisme. Kejadian mastitis subklinis

yang tinggi kemungkinan disebabkan akibat ketersediaan air yang kurang,

sehingga kebutuhan air untuk memandikan sapi, mencuci ambing, dan mencuci

peralatan pemerahan sangat terbatas.

Kualitas susu yang dihasilkan dipengaruhi oleh kesehatan ternak. Sapi perah

yang menderita penyakit menular dapat memindahkan penyakitnya ke manusia

melalui susu. Oleh karena itu, tata laksana yang baik sangat diperlukan untuk

mencegah hal tersebut. Kasus mastitis subklinis dapat dicegah dengan melakukan

terapi kering kandang, namun dari hasil observasi diperoleh informasi tidak semua

sapi dilakukan terapi kering kandang. Hal ini berarti pada kebuntingan tujuh bulan

Page 51: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK MANAJEMEN ... · MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH PADA PETERNAK PEMASOK SUSU SEGAR INDUSTRI KEJU DI KABUPATEN SUKABUMI ISNA LAILATUR ROHMAH

37

ke atas sapi tidak diberikan antibiotik atau pengobatan pada masa kering kandang,

dan hal ini sangat berisiko menimbulkan mastitis subklinis. Manajemen

pemerahan yang dilakukan secara tidak benar akan mengakibatkan jumlah susu

yang keluar berkurang, dan bila pemerahan dilakukan tidak sampai habis akan

berakibat ambing mudah mengalami peradangan (mastitis).

Hasil observasi yang dilakukan di lapangan memperlihatkan mayoritas

peternak tidak membersihkan wadah penampung susu dengan disinfektan dan

peralatan susu hanya dibersihkan dengan air. Hal ini dapat menyebabkan

peningkatan kejadian mastitis karena mikroorganisme patogen dapat tumbuh

subur. Penggunaan pelicin juga merupakan predisposisi terjadinya mastitis.

Hidayat et al. (2002), yang diacu dalam Akilah (2008) menjelaskan selama

pemerahan tidak diperbolehkan menggunakan vaselin karena vaselin akan

menutupi permukaan puting, bila terus menerus menggunakan pelicin (vaselin),

penularan penyakit sulit dihindari.

Responden dalam penelitian ini merupakan peternak pemasok susu segar

industri keju, sehingga apabila sapi terkena mastitis subklinis akan menyebabkan

terjadinya penurunan kualitas dan kuantitas susu. Hal ini berdampak terhadap

produksi keju yang dihasilkan. Rendahnya kualitas susu pada umumnya

disebabkan oleh tingginya jumlah bakteri terutama bakteri patogen. Jumlah

bakteri yang meningkat dapat disebabkan oleh faktor sanitasi lingkungan yang

buruk, peralatan yang kurang bersih, kandang yang kotor, dan higiene pemerahan

yang buruk.

Susu yang berasal dari sapi mastitis subklinis akan mengalami perubahan

fisik. Perubahan yang terjadi pada susunan susu tersebut dapat menyebabkan

pecahnya susu saat dipanaskan atau rasa susu menyingkir (tidak normal) (Lukman

et al. 2009). Banyak penelitian telah dikembangkan untuk mengetahui dampak

mastitis subklinis terhadap kualitas susu dan produk olahannya seperti keju.

Menurut Klei et al. (1998) diacu dalam Mazal et al. (2007) hasil keju yang

diperoleh dengan susu positif mastitis subklinis menjadi berkurang kualitasnya.

Sampai saat ini belum ditemukan penelitian yang dapat menentukan secara

tepat berapa jumlah sel somatis yang dapat menyebabkan perubahan pada keju.

Jumlah sel somatis yang tinggi menyebabkan penurunan jumlah kasein yang

Page 52: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK MANAJEMEN ... · MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH PADA PETERNAK PEMASOK SUSU SEGAR INDUSTRI KEJU DI KABUPATEN SUKABUMI ISNA LAILATUR ROHMAH

38

merupakan bahan utama keju. Jumlah sel somatis yang tinggi juga dapat

menyebabkan penurunan usia susu dan peningkatan kelembaban keju. Setiap

kenaikan 100 000 jumlah sel somatis/ml akan memiliki dampak negatif pada keju

(NMC 1991). Menurut Barbano et al. (1991) peningkatan jumlah sel somatis

dapat menyebabkan peningkatan waktu koagulasi keju dan penurunan tingkat

kekerasan keju. Dari beberapa pendapat ini dapat disimpulkan bahwa mastitis

subklinis yang ditandai dengan peningkatan jumlah sel somatis dapat

menyebabkan penurunan kualitas keju.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Praktik Manajemen Pemeliharaan

Pada bagian ini akan dibahas kekuatan hubungan atau korelasi antara

karakteristik responden (umur, pendidikan, lama beternak, pengalaman

mendapatkan penyuluhan atau pelatihan) dan pengetahuan mengenai mastitis

subklinis terhadap praktik manajemen pemeliharaan.

Tabel 9 Faktor-faktor yang mempengaruhi praktik manajemen pemeliharaan dari

peternak

Peubah Koefisien korelasi

Karakteristik peternak Umur Pendidikan Lama beternak Pengalaman mendapatkan penyuluhan atau pelatihan

Pengetahuan

0.891

0.199

0.731*

0.884*

0.252

Keterangan: *)nyata pada taraf (α<0.05) 

Para peternak umumnya kurang memiliki bekal mengenai praktik

manajemen pemeliharaan yang baik dan benar sehingga berpengaruh buruk

terhadap usaha pengembangan ternak. Peternak harus dapat menggabungkan

kemampuan tata laksana yang baik, besarnya peternakan, sapi-sapi yang

berproduksi tinggi, pemakaian peralatan yang tepat, tanah yang subur untuk

hijauan dan pemasaran yang baik untuk meningkatkan usaha peternakan yang

dimiliki.

Page 53: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK MANAJEMEN ... · MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH PADA PETERNAK PEMASOK SUSU SEGAR INDUSTRI KEJU DI KABUPATEN SUKABUMI ISNA LAILATUR ROHMAH

39

Pada Tabel 9 dapat diketahui bahwa umur tidak berhubungan dengan praktik

manajemen pemeliharaan. Hasil ini bertentangan dengan pendapat Havighurst

(1974) yang diacu dalam Nurliana (1999) menyatakan bahwa terdapat periode

sensitif dari umur seseorang untuk belajar pada umur tertentu. Hal ini

menunjukkan adanya kaitan antara umur seseorang dengan kemampuan

intelektualnya karena umur seseorang berkaitan erat dengan wawasan yang

dimiliki. Pada penelitian ini tidak terdapat hubungan antara umur dengan praktik

manajemen pemeliharaan, hal ini disebabkan peternak dengan usia muda yang

seharusnya lebih dapat menerima informasi lebih banyak, namun peternak tidak

pernah mendapatkan penyuluhan dan pelatihan sehingga informasi tidak

didapatkan, dan lebih berpedoman terhadap pengetahuan yang diberikan secara

turun-temurun. Hal ini menyebabkan kemampuan praktik manajemen

pemeliharaan yang dimiliki masih kurang.

Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan antara pendidikan

dengan praktik manajemen pemeliharaan. Dengan kata lain, pendidikan yang

dimiliki oleh peternak sebagai responden bukan merupakan variabel diskriminatif

yang dapat menunjukkan perbedaan praktik manajemen pemeliharaan antara

individu. Menurut Lionberger (1960) diacu dalam Nurliana (1999) hubungan

antara jumlah tahun sekolah dan adopsi praktik peternakan ada secara tidak

langsung, kecuali pada kasus dimana seseorang mempelajari khusus tentang

praktik baru tersebut di sekolah. Pendidikan responden tidak berhubungan nyata

dengan praktik manajemen pemeliharaan karena pendidikan yang dimiliki tidak

berkaitan dengan manajemen pemeliharaan, atau para peternak yang

berpendidikan rendah lebih banyak memiliki pengalaman dan pengetahuan

mengenai praktik manajemen pemeliharaan yang baik dan benar atau sebaliknya.

Lama beternak responden dikategorikan menjadi tiga kelompok yaitu rendah

(1-5 tahun), sedang (5-10 tahun), dan tinggi (>10 tahun). Hasil penelitian

memperlihatkan terdapat korelasi positif yang signifikan antara lama beternak

responden dengan praktik manajemen pemeliharaan. Dengan demikian, terdapat

kecenderungan bahwa semakin lama responden beternak, maka praktik

manajemen pemeliharaan yang dimiliki oleh peternak akan semakin tinggi pula.

Hal ini seperti yang dikemukakan Mosher (1981) diacu dalam Nurlina dan Alim

Page 54: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK MANAJEMEN ... · MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH PADA PETERNAK PEMASOK SUSU SEGAR INDUSTRI KEJU DI KABUPATEN SUKABUMI ISNA LAILATUR ROHMAH

40

(2009) bahwa manusia dapat belajar dari pengalamannya, demikian pula peternak

dapat belajar dari pengalaman beternak pada masa yang lalu. Dalam konteks

penelitian ini, pengalaman dapat menjadi media proses pembelajaran yang efektif

dalam menumbuhkan praktik manajemen pemeliharaan.

Penyuluhan merupakan suatu sistem pendidikan non formal yang

ditunjukkan dengan cara-cara mencapai sesuatu dengan memuaskan. Terdapat

korelasi signifikan antara pengalaman mendapatkan penyuluhan dan pelatihan

dengan praktik manajemen pemeliharaan sapi perah dalam penelitian ini. Dengan

kata lain, semakin banyak penyuluhan yang pernah diikuti responden semakin

baik praktik manajemen pemeliharaan sapi perah. Penyuluhan dapat merubah

perilaku (pengetahuan, sikap, dan praktik) seseorang untuk menghadapi

permasalahan yang ada, sehingga dengan adanya penyuluhan dan pelatihan

diharapkan dapat menambah pengetahuan peternak mengenai manajemen

peternakan yang baik dan benar dan menerapkannya dalam kehidupan nyata

untuk meningkatkan produktivitas ternak (Sembada 2012).

Penelitian ini memperoleh data bahwa pengetahuan dan praktik manajemen

pemeliharaan tidak berhubungan nyata. Peternak umumnya memiliki pengetahuan

yang cukup memadai mengenai syarat-syarat pemerahan yang baik, meliputi

pemeriksaan terhadap penyakit, kesehatan ternak, kebersihan sapi yang akan

diperah, namun dalam sehari-hari kebanyakan kegiatan pemerahan tidak sesuai

dengan faktanya. Peternak mengetahui tentang mastitis subklinis dan cara

pengendaliannya, namun dalam kehidupan nyata faktor-faktor yang dapat

menyebabkan mastitis subklinis tidak dihindari sehingga kasus mastitis subklinis

tetap tinggi.

Page 55: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK MANAJEMEN ... · MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH PADA PETERNAK PEMASOK SUSU SEGAR INDUSTRI KEJU DI KABUPATEN SUKABUMI ISNA LAILATUR ROHMAH

41

 

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil kuesioner diperoleh data bahwa mayoritas responden

berpendidikan SD dan SMP (70%), memiliki pengalaman beternak 1-5 tahun dan

>10 tahun (80%), serta berumur 30-50 tahun (80%), namun hanya 50% peternak

yang pernah mendapatkan pelatihan dan penyuluhan. Seluruh ternak dari peternak

pemasok susu segar industri keju ditemukan positif menderita mastitis subklinis.

Tingkat praktik manajemen pemeliharaan mayoritas responden tergolong

“kurang” (60%), sedangkan responden yang memiliki tingkat praktik manajemen

pemeliharaan “cukup”, dan “baik” masig-masing sebesar 30%, dan 10%. Praktik

manajemen pemeliharaan yang belum terlaksana dengan baik dipengaruhi oleh

pengalaman beternak dan penyuluhan yang pernah diperoleh oleh peternak

pemasok susu segar industri keju di Kabupaten Sukabumi.

Saran

1. Perlu dilakukan penelitian mengenai faktor-faktor lain yang mempengaruhi

praktik manajemen pemeliharaan yang belum diteliti, misalnya pembibitan

(breeding), dan pakan (feeding).

2. Perlu adanya perbaikan tatalaksana pemeliharaan terutama pada aspek

sanitasi kandang, sanitasi air dan peralatan pemerahan, manajemen

kesehatan ternak, serta manajemen pemerahan. Perbaikan tersebut

diharapkan dapat membantu meningkatkan produktivitas sapi perah dalam

menghasilkan susu dan mencegah terjadinya mastitis subklinis.

3. Perlu diadakan pembinaan dan pendampingan mengenai mastitis subklinis

dan pengendaliannya secara khusus dari instansi manapun baik itu

pemerintah, swasta, maupun dari kalangan akademisi.

4. Perlu diadakan pemeriksaan dan pengobatan secara berkala terhadap mastitis

subklinis untuk mencegah dan mengurangi kejadian mastitis subklinis.

Page 56: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK MANAJEMEN ... · MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH PADA PETERNAK PEMASOK SUSU SEGAR INDUSTRI KEJU DI KABUPATEN SUKABUMI ISNA LAILATUR ROHMAH

42

 

DAFTAR PUSTAKA [Anonim]. 2009. Manajemen sapi perah pada peternakan rakyat. [terhubung

berkala]. http://rizqy09.student.umm.ac.id [15 Juni 2012]. Achjadi RK. 1985. Aspek reproduksi sapi perah dan pelayanan kesehatan hewan.

Di dalam: Prosiding Pertemuan Konsultasi Peternakan Sapi Perah Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat; Salabintana, 19 November 1985. Bogor: Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten Sukabumi dan Lembaga Pengabdian pada Masyarakat Institut Pertanian Bogor. hlm 47-59.

Akilah F. 2008. Evaluasi teknis pemeliharaan sapi perah rakyat di Cilumber,

KPSBU Lembang Bandung [skripsi]. Bogor: Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Aryana S. 2011. Kondisi sanitasi peralatan dan air terhadap peningkatan jumlah

total mikroorganisme susu individu- susu kandang- susu tempat pengumpul susu di peternakan Kunak Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

[BAPPENAS] Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional. 2008.

Perkembangan populasi sapi perah. [terhubung berkala]. http:// www. BAPPENAS.go.id [21 Juli 2011].

Badran GI. 1995. Knowledge, attitude and practice the three pillars of excellence

and wisdom: a place in the medical profession. East Mediterr Health J 1:8-16.

Barbano DM, Rasmussen RR, Lynch JM. 1991. Influence of milk somatic cell

count and milk age on cheese yield. J Dairy Sci 74:369-388. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Populasi ternak 2000-2008. [terhubung

berkala]. http://www.bps.go.id [15 Juni 2012]. Budi U et al. 2006. Buku Ajar Dasar Ternak Perah. Sumatera Utara: Fakultas

Pertanian Universitas Sumatera Utara. Damayanti L. 2007. Pengaruh teat spray dengan menggunakan jus buah

mengkudu (Morinda citrifolia.L) dalam berbagai konsentrasi terhadap hasil uji CMT dan TPC ada sapi perah [skripsi]. Malang: Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya.

[DEPTAN] Departemen Pertanian. 2006. Surat Keputusan Menteri Pertanian

Nomor 55/Permentan/OT.140/10/2006 tentang Pedoman Pembibitan Sapi Perah yang Baik. [terhubung berkala]. http://www.deptan.go.id [11 Juni 2012].

Page 57: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK MANAJEMEN ... · MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH PADA PETERNAK PEMASOK SUSU SEGAR INDUSTRI KEJU DI KABUPATEN SUKABUMI ISNA LAILATUR ROHMAH

43

[DITJENNAK] Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2012. Pedoman teknis pengembangan budidaya sapi perah pola PMUK. [terhubung berkala]. http://www.ditjennak.deptan.go.id [10 Mei 2012].

Etgen WM, James RE, Reaves PM. 1987. Dairy Cattle Feeding and Management.

Ed ke-7. Virginia:Virginia Polytecnic Institute and State University. Gunawan et al. 2011. Petunjuk Teknis Pemulihan Usaha Tani Sapi Perah Pasca

Erupsi Merapi. Yogyakarta: Aji Kartika. Handayani KS, Purwanti M. 2010. Kesehatan ambing dan higiene pemerahan di

peternakan sapi perah desa Pasir Buncir Kecamatan Caringin. J Penyuluhan Pertanian 5(1):47-54.

Hariyono MB. 2006. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi susu pada

usaha ternak sapi perah rakyat. J Anim Agric Soc Eco 2(2):78-81. Hartono. 1992. Hubungan nilai sanitasi peternakan terhadap meningkatnya angka

kuman air susu [skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

[IASA] Indonesian Agricultural Sciences Association. 2009. Surat Keputusan

Menteri Pertanian Nomor 751/kpts/Um/10/1982 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Peningkatan Produksi Dalam Negeri. [terhubung berkala]. http://www.iasa-pusat.org [27 Juli 2011].

Juliani R. 2011. Evaluasi teknis pemeliharaan sapi perah friesian holstein

peternakan rakyat di desa Cibeureum Cisarua Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Kartasudjana R. 2001. Modul Program Keahlian Budidaya Ternak; Teknik

Kesehatan Ternak. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. [LIPTAN] Lembar Informasi Pertanian. 2000. Sanitasi kandang sapi perah.

[terhubung berkala]. http://www.deptan.go.id [20 Juni 2012]. Lukman DW, Sudarwanto M, Sanjaya AW, Purnawarman T, Latif H, Soejoedono

RR. 2009. Pemerahan dan penanganan susu. Di dalam: Pisestyani H, editor. Higiene Pangan. FKH IPB. Bogor: Kesmavet FKH IPB.

Maria A. 2012. Pengetahuan, sikap, dan praktek gizi seimbang serta hubungannya

dengan status gizi mahasiswa Institut Pertanian Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor

Mazal G, Vianna VCB, Santosa MV, Gigante ML. 2007. Effect of somatic cell

count on prato cheese composition. J Dairy Sci 90(2):630-636.

Page 58: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK MANAJEMEN ... · MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH PADA PETERNAK PEMASOK SUSU SEGAR INDUSTRI KEJU DI KABUPATEN SUKABUMI ISNA LAILATUR ROHMAH

44

[NMC] The National Masitis Council. 1991. Somatic cell count, mastitis, dairy product quality, and cheese yield. [terhubung berkala]. http://www.nmconline.org/articles/sccquality.htm [13 Juli 2012].

Notoatmodjo S. 2007. Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka

Cipta. Nurdin E. 2011. Manajemen Sapi Perah. Yogyakarta: Graha Ilmu. Nurliana N. 1999. Hubungan antara karakteristik peternak dengan pengetahuan

mereka tentang budidaya ternak sapi perah (studi kasus di Bogor) [skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Nurlina L, Alim S. 2009. Respon peternakan sapi perah anggota KUD terhadap

kegiatan penyuluhan peternakan. [terhubung berkala]. http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2009/12/respon_peternak_sapi_perah_anggota_kud.pdf [12 Juli 2012].

Nurlina L. 2004. Membentuk kepribadian mandiri peternak dalam upaya

mencapai keberhasilan usaha peternakan sapi perah melalui koperasi. [terhubung berkala]. http://www.pustaka.unpad.ac.id [10 Juni 2012].

Sauri S. 2011. Pengetahuan dan sikap mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan

Institut Pertanian Bogor terhadap foodborne disease [skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Safuan A. 2011. RI impor susu untuk penuhi 70 persen kebutuhan susu nasional.

[terhubung berkala]. http://www.mediaindonesia.com/ webtorial/ tanahair/ ?bar_id=MjMxMjg3 [ 26 Juni 2012].

Santosa U. 1995. Tata Laksana Pemeliharaan Ternak Sapi. Jakarta: Penebar

Swadaya. Sembada P. 2012. Kondisi pemeliharaan sapi perah di peternakan rakyat Kawasan

Usaha Peternakan (KUNAK) Cibungbulang Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Sharif A, Umer M, Ghulam M. 2009. Mastitis control in dairy production. J Agric

Soc Sci 5(3):102-105. Subronto. 1985. Ilmu Penyakit Ternak I. Yogyakarta: Gajah Mada University Pr. _________. 2003. Ilmu Penyakit Ternak (Mamalia) I. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Pr. Sudarwanto M. 1979. Pengaruh Keadaan Sanitasi Kandang Terhadap Jumlah

Bakteri dalam Air Susu Awal yang Diperah Secara Steril. Bogor: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

Page 59: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK MANAJEMEN ... · MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH PADA PETERNAK PEMASOK SUSU SEGAR INDUSTRI KEJU DI KABUPATEN SUKABUMI ISNA LAILATUR ROHMAH

45

_____________. 1998. Pereaksi IPB-1 sebagai pereaksi alternatif untuk

mendeteksi mastitis subklinis. Med Vet 5(1):1-5. Sudono A. 1999. Ilmu Produksi Ternak Perah. Bogor: Fakultas Peternakan,

Institut Pertanian Bogor. Sunarko C et al. 2009. Petunjuk Pemeliharaan Bibit Sapi Perah. Baturraden:

BBPTU Sapi Perah Baturraden. Sutarti E, Budiharta S, Sumiarta B. 2003. Prevalensi dan faktor-faktor penyebab

mastitis pada sapi perah rakyat di Kabupaten Semarang Propinsi Jawa Tengah. J Sain Vet 21 : 43-49.

Tim Penyuluh. 2000. Pembinaan kelompok tani ternak sapi potong dalam

menerapkan zooteknik sapta usaha beternak sapi potong [makalah]. Semarang: Universitas Diponegoro.

Tristy NH. 2009. Hubungan antara kecepatan pemerahan dengan produksi susu

sapi perah di peternakan sapi perah rakyat Rahmawati Jaya Pengadegan Jakarta Selatan [skripsi]. Bogor: Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Tyler DH, Ensminger ME. 1993. Dairy Cattle Science. Ed ke-4. New Jersey:

Pearson Prentice Hall. Usmiati S, Abubakar. 2009. Teknologi Pengolahan Susu. Bogor: Balai Besar

Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian. [WHO] World Health Organization. 2008. A Guide to Developing Knowledge,

Attitude and Practice Surveys. Geneva:WHO. Wibawan IWT. 1998. The possibility of using vaccine to control bovine

subclinical mastitis and human neonatal infection caused by group B Streptococci. Med Vet 5:1-6.

Wibowo I. 1992. Tinjauan mastitis dan beberapa faktor predisposisinya di

Kabupaten Cianjur, Bogor, dan Sukabumi: suatu studi kasus [skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Winarso D. 2008. Hubungan kualitas susu dengan keragaman genetik dan

prevalensi mastitis sub klinis serta upaya peningkatan kualitas lingkungan di daerah jalur susu Malang sampai Pasuruan [tesis]. Yogyakarta: Program Studi Ilmu Peternakan, Sekolah PascaSarjana UGM.

Winata F. 2011. Hubungan antara penggunaan metode breed dengan uji mastitis

IPB-1 untuk diagnosa mastitis subklinis [skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Page 60: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK MANAJEMEN ... · MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH PADA PETERNAK PEMASOK SUSU SEGAR INDUSTRI KEJU DI KABUPATEN SUKABUMI ISNA LAILATUR ROHMAH

LAMPIRAN

Page 61: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK MANAJEMEN ... · MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH PADA PETERNAK PEMASOK SUSU SEGAR INDUSTRI KEJU DI KABUPATEN SUKABUMI ISNA LAILATUR ROHMAH

47

Lampiran 1 Kuisioner Peternak Pemasok Susu Segar

KUISIONER PETERNAK SAPI PERAH Wilayah Kabupaten :

Kecamatan :

Tanggal Wawancara :

Nama Enumerator :

I.Identitas Peternak Skor

1. Nama Pemilik :

2. Alamat Lengkap :

3. No. Telp/HP :

4. Umur :

5. Pendidikan terakhir :

a. SD 11

b. SMP/MTS 2

c. SMA/MAN 3

d, Perguruan tinggi (D1/D2/D3/S1) 4

6. Lama berternak :

a. < 1 tahun 1

b. 1-5 tahun 2

c. 5-10 tahun 3

d. > 10 tahun 4

7. Apakah Saudara pernah mendapat pelatihan/ penyuluhan:

a. Iya 1

b. Tidak ( Langsung ke pertanyaan no. 9) 0

8. Jika ”Ya”, siapa yang memberi pelatihan/ penyuluhan:

a. Dinas peternakan 1

b. Petugas KUD/ Paramedis 1

c. Perguruan tinggi/ Dosen 1

9. Jumlah sapi : ekor

a. Jumlah sapi laktasi : ekor

b. Jumlah sapi kering kandang : ekor

c. Jumlah pedet : ekor

d. Jumlah dara : ekor

e. Jumlah jantan : ekor

Page 62: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK MANAJEMEN ... · MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH PADA PETERNAK PEMASOK SUSU SEGAR INDUSTRI KEJU DI KABUPATEN SUKABUMI ISNA LAILATUR ROHMAH

48

Skor

f. Jumlah sapi yang diambil sampel susunya : ekor

10. Rata-rata produksi susu tiap hari(L) :

11. Apakah terdapat recording(pencatatan) tentang ternak yang terkena mastitis :

a. Iya 1

b. Tidak 0

II. Kebersihan Kandang

1. Cara yang biasa Saudara lakukan untuk menjaga kebersihan halaman/ pekarangan kandang :

a. Membersihkan setiap hari 4

b. Membersihkan setiap 2 hari sekali 3

c. Membersihkan seminggu sekali 2

d. Membersihkan setiap sebulan sekali 1

2. Alas atau lantai kandang terbuat dari:

a. Semen 2

b. Tanah 1

c. Kayu atau bambu 1

d. Karpet 3

3. Cara yang biasa Saudara lakukan untuk menjaga kebersihan alas atau lantai kandang:

a. Membersihkan 1x per hari 1

b. Membersihkan 2 x per hari 2

c. Membersihkan 3 x per hari 3

4. Cara yang biasa Saudara lakukan dalam menangani kotoran ternak :

a. Ditimbun di atas permukaan tanah (open dumping) 1

b. Ditimbun pada lubang tanah (tertutup/ terbuka) 2

c. Disimpan dalam karung tertutup 3

5. Letak tempat pembuangan limbah:

a. Di samping kandang (berjarak < 15 m dari kandang) 1

b. Jauh dari kandang ( berjarak > 15 m dari kandang) 2

6. Apakah dilakukan pengolahan limbah padat ( kotoran dan sisa pakan ):

a. Iya 1

b. Tidak (Langsung ke pertanyaan no.8) 0

7. Jika ”Ya”, bagaimana cara pengolahan limbah padat ( kotoran dan sisa pakan) yang

dilakukan:

a. Kompos 1

b. Biogas 1

Page 63: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK MANAJEMEN ... · MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH PADA PETERNAK PEMASOK SUSU SEGAR INDUSTRI KEJU DI KABUPATEN SUKABUMI ISNA LAILATUR ROHMAH

49

Skor

8. Apakah dilakukan pengolahan limbah cair ( urine, air mencuci kandang) :

a. Iya 1

b. Tidak (Langsung ke pertanyaan no.10) 0

9. Jika ”Ya”, bagaimana cara pengolahan limbah cair (urine) yang dilakukan :

a. Pupuk cair 1

10. Bagaimana keadaan ventilasi kandang:

a. Terbuka 1

b. Dikelilingi tembok setinggi 0,5 meter 2

c. Dikelilingi tembok setinggi 1,0 meter 3

III. Manajemen kesehatan dan pemeliharaan

1. Apakah sapi yang sedang sakit dipisahkan :

a. Iya 1

b. Tidak (Langsung ke pertanyaan no.3) 0

2. Jika ”Ya”, bagaimana anda memperlakukan sapi yang sakit”

a. Diletakkan pada kandang yang terpisah dan diobati 4

b. Diletakkan pada kandang yang terpisah saja tanpa diobati 3

c. Diobati dan tetap disatukan dengan sapi yang sehat 2

d. Tidak melakukan apa-apa 1

3. Apakah sapi yang sedang bunting dipisahkan:

a. Iya 1

b. Tidak (Langsung ke pertanyaan no.5) 0

4. Jika ”Ya”, bagaimana anda memperlakukan sapi yang sedang bunting:

a. Diletakkan pada kandang yang terpisah 2

b. Diletakkan pada tempat yang sama dengan sapi tidak bunting 1

5.Apakah sapi yang baru datang dipisahkan :

a. Iya 1

b. Tidak (Langsung ke pertanyaan no.7) 0

6. Jika ”Ya”, bagaimana anda memperlakukan sapi yang baru datang:

a. Diletakkan pada kandang yang terpisah 2

b. Diletakkan pada tempat yang sama dengan sapi tidak bunting 1

7.Jika dilakukan pengobatan, siapa yang melakukan pengobatan:

a. Dokter Hewan/ Paramedis 2

b. Petugas dinas 2

c. Diobati sendiri 1

Page 64: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK MANAJEMEN ... · MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH PADA PETERNAK PEMASOK SUSU SEGAR INDUSTRI KEJU DI KABUPATEN SUKABUMI ISNA LAILATUR ROHMAH

50

Skor

8. Bagaimana kepadatan ternak/kandang:

a. Baik (ada tempat untuk berbaring sapi) 1

b. Padat 0

IV.Kebersihan peralatan dan air

1. Air atau sumber air yang digunakan untuk minum sapi berasal dari:

a. Sungai 1

b. Sumur (Mata air) 2

c. PAM 3

2. Air atau sumber air yang digunakan untuk memandikan sapi berasal dari:

a. Sungai 1

b. Sumur (Mata air) 2

c. PAM 3

3. Air atau Sumber air yang digunakan untuk mencuci peralatan berasal dari:

a. Sungai 1

b. Sumur (Mata air) 2

c. PAM 3

4. Bagaimana kecukupan air tersebut:

a. Tersedia terus menerus 3

b. Disediakan secara periodik 2

c. Kurang 1

5. Cara yang biasa Saudara lakukan untuk menjaga kebersihan tempat pakan dan tempat

minum ternak :

a. Membersihkan tempat pakan dan tempat minum ternak setiap hari 2

b. Membersihkan tempat pakan dan tempat minum ternak setiap 2 hari sekali 3

c. Membersihkan tempat pakan dan tempat minum ternak seminggu sekali 1

d. Membersihkan tempat pakan dan tempat minum ternak setiap 2 kali sehari 4

6. Cara yang biasa Saudara lakukan untuk menjaga kebersihan peralatan perah ( ember,

milkcan, saringan susu) :

a. Membersihkan 1x per hari 1

b. Membersihkan 2 x per hari 2

c. Membersihkan 3 x per hari 3

7. Apakah Saudara menggunakan sabun atau detergent untuk membersihkan

peralatan perah ( ember, milkcan, saringan susu) :

a. Iya 1

b. Tidak 0

Page 65: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK MANAJEMEN ... · MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH PADA PETERNAK PEMASOK SUSU SEGAR INDUSTRI KEJU DI KABUPATEN SUKABUMI ISNA LAILATUR ROHMAH

51

Skor

8. Apakah Saudara menggunakan desinfektan untuk membersihkan peralatan perah

( ember, milkcan, saringan susu) :

a. Iya 1

b. Tidak 0

9. Jika ”Ya”, jenis desinfektan apa yang Saudara gunakan:

a. Bayclin 1

b. Sunclin 1

c. Soklin pemutih 1

d. Sanbe 1

V. Manajemen pemerahan susu

1. Cara yang biasa Saudara lakukan untuk menjaga kebersihan sapi:

a. Memandikan 1x per hari 1

b. Memandikan 2 x per hari 2

c. Memandikan 3 x per hari 3

2. Apakah saudara memandikan sapi sebelum memerah susu:

a. Iya 1

b. Tidak 0

3. Apakah Saudara mengikat ekor sapi pada saat pemerahan:

a. Iya 1

b. Tidak 0

4. Cara yang biasa Saudara lakukan dalam memerah susu :

a. Menggunakan tangan 1

b. Menggunakan mesin perah 1

5. Apakah Saudara membersihkan tangan sebelum dan sesudah memerah susu per ekor sapi:

a. Iya 1

b. Tidak (Langsung ke pertanyaan no.7) 0

6. Jika ”Ya” bagaimana cara Saudara membersihkan tangan:

a. Memakai air saja 1

b. Memakai air dan sabun 2

7. Apakah Saudara membersihkan ambing sapi sebelum atau sesudah pemerahan:

a. Iya 1

b. Tidak (Langsung ke pertanyaan no.9) 0

Page 66: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK MANAJEMEN ... · MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH PADA PETERNAK PEMASOK SUSU SEGAR INDUSTRI KEJU DI KABUPATEN SUKABUMI ISNA LAILATUR ROHMAH

52

Skor

8. Jika ”Ya” bagaimana cara membersihkan ambing sebelum diperah:

a. Dilap pakai tisu 3

b. Dilap pakai kain 2

c. Tidak dilap 0

d. Kadang-kadang dilap 1

9. Jika pembersihan ambing dilakukan dengan menggunakan lap, bagaimana

penggunaan lap tersebut:

a. Lap digunakan untuk per ekor sapi 3

b. Lap digunakan untuk semua sapi 1

c. 4 lap untuk 10 ekor sapi 2

10. Jika pemerahan dilakukan dengan menggunakan tangan, bagaimana cara

pemerahan yang dilakukan:

a. Menggunakan seluruh jari 1

b. Menggunakan dua jari 3

c. Kombinasi 2

11. Apakah dilakukan teat dipping setelah pemerahan:

a. Iya 1

b. Tidak (Langsung ke pertanyaan no 12) 0

12. Jika ”Ya” apa yang anda gunakan untuk melakukan teat dipping:

a. Iodium 1

b. Klorin 1

c. Natrium klorit 1

. 13. Apakah Saudara menggunakan vaseline pada saat pemerahan:

a. Iya 0

b. Tidak 1

14. Bagaimana urutan pemerahan yang Saudara lakukan:

a. Acak 1

b. Sehat ke sakit 2

c. Sakit ke sehat 1

d. Dari pinggir kiri ke pinggir kanan 1

e. Lain-lain, Sebutkan:..................................

15. Waktu pemerahan:

a. Pagi, pukul :........................

b. Sore, pukul :........................

Page 67: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK MANAJEMEN ... · MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH PADA PETERNAK PEMASOK SUSU SEGAR INDUSTRI KEJU DI KABUPATEN SUKABUMI ISNA LAILATUR ROHMAH

53

VI. Pengetahuan

No Pernyataan Ya Tidak Tidak

tahu

1 Mastitis adalah penyakit radang ambing yang disebabkan

oleh berbagai macam kuman

2 Mastitis sub klinis adalah peradangan pada ambing tanpa

ditemukan tanda-tanda yang terlihat oleh mata pada ambing

dan susu

3 Mastitis sub klinis hanya dapat diperiksa dengan melakukan uji

laboratorium

4 Saat kering kandang merupakan saat awal kuman penyebab

mastitis menyerang ambing

5 Faktor lingkungan tidak dapat mempengaruhi terjadinya

mastitis sub klinis

6 Mastitis sub klinis banyak menimbulkan kerugian karena

adanya penurunan produksi susu

7 Kerugian akibat mastitis sub klinis lebih kecil daripada kerugian

akibat mastitis klinis

8 Mastitis sub klinis dapat menyebabkan kerugian bagi peternak

karena dapat menyebabkan masa keluarnya air susu menjadi

lebih pendek

9 Dampak negatif lainnya dari mastitis sub klinis adalah

meningkatkan biaya pengobatan dan tenaga kerja

10 Penggunaan lap yang berbeda untuk setiap ekor sapi tidak

dapat mencegah terjadinya mastitis sub klinis

11 Pencegahan terhadap mastitis sub klinis ditempuh melalui

dipping puting sehabis pemerahan dengan antiseptik

12 Pemberian pakan yang bergizi dan berkualitas tidak dapat

menekan terjadinya mastitis sub klinis

13 Pemberian anitibiotika ke dalam puting pada masa kering

kandang dapat mencegah terjadinya mastitis sub klinis

14 Salah satu metode pencegahan mastitis subklinik adalah

melalui pemeriksaan rutin setiap bulan pada periode laktasi

normal.

15 Melaksanakan prosedur sebelum, pada saat dan setelah

pemerahan dengan baik dan benar tidak dapat mencegah

terjadinya mastitis sub klinis

16 Pemberian iodine dapat mengatasi terjadinya mastitis sub klinis

Page 68: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK MANAJEMEN ... · MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH PADA PETERNAK PEMASOK SUSU SEGAR INDUSTRI KEJU DI KABUPATEN SUKABUMI ISNA LAILATUR ROHMAH

54

17 Mencuci tangan dengan sabun sebelum dan setelah

pemerahan dapat mencegah terjadinya mastitis

Page 69: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK MANAJEMEN ... · MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH PADA PETERNAK PEMASOK SUSU SEGAR INDUSTRI KEJU DI KABUPATEN SUKABUMI ISNA LAILATUR ROHMAH

55  

 

Lampiran 2. Hasil Analisis Uji Korelasi Karakteristik Peternak (Umur, Pendidikan, Lama Beternak, serta Pengalaman mendapatkan penyuluhan dan pelatihan) dan Pengetahuan dengan Manajemen Peternakan.

a. Hubungan antara pengetahuan dengan manajemen peternakan

Manajemen peternakan pengetahuan Manajemen peternakan

Pearson Correlation 1.000 .252

Sig. (2-tailed) .483 N 10 10 Pengetahuan Pearson Correlation .252 1.000 Sig. (2-tailed) .483 N 10 10

b. Hubungan antara lama beternak dengan manajemen peternakan

Manajemen Peternakan Lama Beternak

Manajemen Peternakan

Pearson Correlation 1 .731(*)

Sig. (2-tailed) .016 N 10 10 Lama Beternak Pearson Correlation .731(*) 1 Sig. (2-tailed) .016 N 10 10

* Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

c. Hubungan antara pengalaman mendapatkan penyuluhan dan pelatihan dengan manajemen peternakan

Manajemen Peternakan

MendapatPelatihan

Spearman's rho Manajemen Peternakan

Correlation Coefficient 1.000 .884(**)

Sig. (2-tailed) . .001 N 10 10 Mendapat Pelatihan Correlation Coefficient .884(**) 1.000 Sig. (2-tailed) .001 . N 10 10

** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Page 70: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK MANAJEMEN ... · MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH PADA PETERNAK PEMASOK SUSU SEGAR INDUSTRI KEJU DI KABUPATEN SUKABUMI ISNA LAILATUR ROHMAH

56  

 

d. Hubungan antara pendidikan dengan manajemen peternakan

Manaajemen Peternakan Pendidikan

Spearman's rho Manajemen Peternakan

Correlation Coefficient 1.000 .199

Sig. (2-tailed) . .582 N 10 10 Pendidikan Correlation Coefficient .199 1.000 Sig. (2-tailed) .582 . N 10 10

e. Hubungan antara umur dengan manajemen peternakan

Manajemen Peternakan Umur

Spearman's rho Manajemen Peternakan

Correlation Coefficient 1 .050

Sig. (2-tailed) . .891 N 10 10 Umur Correlation Coefficient .050 1 Sig. (2-tailed) .891 . N 10 10