Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Upaya Penanganan ...
Transcript of Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Upaya Penanganan ...
1 Universitas Indonesia
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Upaya Penanganan Nyeri Haid
Primer Remaja Putri Kelas VII Di SMP X Dan SMP Y
Jakarta Selatan Tahun 2015
Anis Dwi Ananda
Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia
Email : [email protected]
Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan upaya penanganan nyeri haid primer pada remaja putri kelas VIII di SMP X dan SMP Y. Desain penelitian menggunakan cross sectional dengan jumlah sampel 159 orang. Hasil penelitian menunjukkan di SMP X (54,9%) dan SMP Y (52,3%) memiliki upaya penanganan nyeri haid yang baik. Uji bivariat menyatakan adanya hubungan signifikan antara pengetahuan (p-value 0,011) dan keterpaparan sumber informasi (p-value 0,037) dengan upaya penanganan nyeri haid primer. Diperlukan upaya promosi kesehatan dengan menggunakan berbagai media yang komprehensif dalam meningkatkan pengetahuan dan keterpaparan informasi. Kata Kunci : Nyeri haid, upaya penanganan nyeri haid primer, remaja putri Abstract The purpose of this study was to find out the related factors of primary dysmenorrhea handling on adolescent girls class VIII in X and Y Junior High School. This study used cross sectional approach with 159 people as a sample. The results of this study showed in X Junior High School (54,9%) and Y (52,3%) had a good dysmenorrhea handling. Bivariate test showed that there was a significant association between knowledge (p-value 0.011) and exposure resources (p-value 0.037) with primary dysmenorrhea handling. Health promotion using various comprehensive media is needed to improve knowledge and exposure of information. Keyword : Dysmenorrhea, primary dysmenorrhea handling, adolescent girls
Pendahuluan
Sebagian besar perempuan mengalami gangguan atau keluhan saat menstruasi, antara
lain nyeri haid yang dalam istilah medis disebut dengan dismenore. Dismenore merupakan
nyeri saat menstruasi yang mengganggu kehidupan sehari-hari perempuan. Nyeri haid di
kenal dengan 2 bentuk yaitu nyeri haid primer (tidak terdapat kelainan kandungan) dan nyeri
haid sekunder (bila terdapat kelainan kandungan) (Manuaba I. A., 2010). Rasa sakit pada
perut ketika menstruasi disebabkan oleh kontraksi rahim guna meluruhkan dinding luar rahim
dan menghentikan perdarahan.
Dari kasus nyeri haid yang dialami perempuan, 75% kasus merupakan nyeri haid primer
(Sibagariang, 2010). Nyeri haid primer paling sering pada remaja dan dalam 2-5 tahun
Faktor-faktor..., Anis Dwi Ananda, FKM UI, 2015
2 Universitas Indonesia
setelah menarce (menstruasi pertama kali) (Baziad, 2003). Rasa nyeri timbul tidak lama
sebelum haid atau bersama-sama dengan permulaan haid dan berlangsung untuk beberapa
jam, walaupun pada beberapa kasus dapat berlangsung beberapa hari. Rasa nyeri yang
dirasakan biasanya terbatas pada perut bawah, tetapi dapat menyebar ke daerah pinggang dan
paha. Bersamaan dengan rasa nyeri dijumpai rasa mual, muntah, sakit kepala, diare dan
mudah tersinggung. Penyebab nyeri haid primer antara lain faktor kejiwaan yaitu
ketidaksiapan remaja putri dalam menghadapi perkembangan dan pertumbuhan pada dirinya
sendiri, faktor konstitusi yaitu erat hubungannya dengan kejiwaan karena menurunkan
ketahanan seseorang terhadap nyeri, faktor endokrin yaitu hormon prostaglandin yang
diproduksi banyak sehingga menyebabkan kontraksi uterus berlebihan dan faktor
pengetahuan yaitu kurangnya informasi mengenai menstruasi dan segala hal yang akan
dialami remaja (Wiknjosastro, 2007).
Meskipun bukan merupakan gangguan yang berbahaya, nyeri haid primer mempunyai
makna sosial ekonomi karena dapat mengganggu aktifitas selama 1-2 hari di tiap bulannya
pada populasi wanita. Dijumpai peningkatan absensi sekolah pada 13% wanita muda dan
remaja yang menderita dismenore. Masalah ini dianggap penting sebagai penyebab
rendahnya nilai akademik pada pelajar wanita (Baziad, 1993).
Sekitar 70-90% kasus nyeri haid terjadi saat usia remaja dan dapat menimbulkan
dampak konflik emosional, ketegangan dan kegelisahan. Dari konflik emosional, ketegangan
dan kegelisahan akan mempengaruhi kecakapan dan keterampilannya. Kecakapan dan
keterampilan yang dimaksud berarti luas, baik kecakapan personal yang mencakup
kecakapan mengenali diri sendiri dan kecakapan berpikir rasional, kecakapan sosial,
kecakapan akademik, maupun kecakapan vokasional. Karena nyeri haid, aktivitas belajar
dalam pembelajaran bisa terganggu, konsentrasi menjadi menurun bahkan tidak ada sehingga
materi yang diberikan selama pembelajaran yang berlangsung tidak bisa ditangkap oleh
perempuan yang sedang mengalami nyeri haid (Lestari N. M., 2013).
Pada tahun 2002 telah dilakukan penelitian di 4 SMP Jakarta untuk mencari angka
kejadian nyeri haid primer. Dari 733 siswi yang diterima sebagai subyek penelitian, 543 siswi
mengalami nyeri haid dari derajat ringan sampai berat 74,1%, sedangkan sebanyak 190 siswi
25,9% tidak mengalami nyeri haid. Nyeri haid pada sebagian besar subjek penelitian tersebut
64,3% tidak menyebabkan gangguan aktivitas dan tidak perlu obat, 27,6% memerlukan obat
dengan sebagian aktivitas terganggu dan 8,3% dengan aktivitas sangat terganggu meskipun
dengan obat-obatan. Terlihat juga 76,6% siswi tidak masuk sekolah karena nyeri haid yang
dialami. Obat yang paling banyak digunakan oleh siswi adalah Feminax sebesar 53,4%
Faktor-faktor..., Anis Dwi Ananda, FKM UI, 2015
3 Universitas Indonesia
karena obat ini dapat dibeli tanpa memerlukan resep dokter dan dengan cepat dapat
menghilangkan nyeri haid (Baziad, 2003).
Terdapat beberapa cara dalam menangani nyeri haid, untuk membantu mengurangi
nyeri haid dapat dilakukan dengan cara non farmakologi dan farmakologi. Non farmakologi
dapat dilakukan seperti penjelasan atau nasihat mengenai nyeri haid, kompres panas pada
perut bagian bawah, makanan bergizi, olahraga teratur dan terkait pola hidup sehat. Cara
farmakologi dengan pemberian obat analgesik, terapi hormonal dan obat nonsteroid
antiprostaglandin (Wiknjosastro, 2007).
Kejadian nyeri haid primer banyak terjadi di kalangan remaja putri karena biasanya
muncul beberapa waktu setelah menstruasi pertama. Pengetahuan yang kurang mengenai
nyeri haid dan upaya penanganannya dapat memperberat rasa nyeri yang akan berakibat pada
aktifitas kesehariannya. Semua wanita yang masih menstruasi mempunyai resiko mengalami
gejala nyeri haid. Meskipun tidak menimbulkan kematian, namun nyeri haid memiliki
dampak dalam menurunnya derajat kesehatan perempuan yang mengakibatkan terganggunya
aktifitas sehari-hari jika tidak dilakukan penanganan dengan baik. Oleh karena itu peneliti
ingin meneliti faktor-faktor yang berhubungan dengan upaya penanganan nyeri haid primer
di SMP X dan SMP Y Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan.
Alasan memilih kedua sekolah ini karena memiliki perbedaan dalam kurikulum
tambahan mengenai reproduksi remaja. Dari pernyataan petugas di Puskesmas Kecamatan
Pasar Minggu, “Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu sebagai Puskesmas percontohan
Program Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) di DKI Jakarta”. Didapatkan informasi bahwa
SMP Y aktif berkomunikasi dengan bagian puskesmas untuk menjalankan program kesehatan
reproduksi remaja yang dilakukan setiap hari Jumat dan dikhususkan untuk siswi karena
materi yang diberikan terkait kewanitaan. Pengisi materi untuk program ini adalah petugas
Puskesmas setempat dan para guru di sekolah tersebut. Sedangkan SMP X tidak memiliki
program khusus mengenai kesehatan reproduksi.
Tinjauan Pustaka
Pengertian Nyeri Haid
Dismenore berasal dari kata “dys” dan ”menorea”. Dys atau dis adalah awalan yang
berarti buruk, salah dan tidak baik. Menorea atau mens atau mensis adalah pelepasan lapisan
uterus yang berlangsung setiap bulan berupa darah atau jaringan dan sering disebut dengan
haid atau menstruasi (Ramali, 2003).
Faktor-faktor..., Anis Dwi Ananda, FKM UI, 2015
4 Universitas Indonesia
Jenis Nyeri Haid (Dismenore)
a. Nyeri haid primer
Nyeri yang terjadi sejak usia pertama kali datang haid yang disebabkan oleh faktor
intrinsik uterus, berhubungan erat dengan ketidakseimbangan hormon tanpa adanya kelainan
organ (Baziad, 2003). Nyeri haid primer terjadi beberapa waktu setelah menarche (mens
pertama kali) biasanya setelah 12 bulan atau lebih, karena siklus haid pada bulan-bulan
pertama umumnya tidak disertai nyeri. Rasa nyeri timbul tidak lama sebelumnya atau
bersama-sama dengan permulaan haid dan berlangsung untuk beberapa jam, walaupun pada
beberapa kasus dapat berlangsung beberapa hari (Wiknjosastro, 2007).
b. Nyeri haid sekunder
Nyeri haid sekunder terjadi karena adanya patologi (kelainan organ) dalam pelvis.
Nyeri haid sekunder dimulai pada usia dewasa dan menyerang wanita yang awalnya bebas
dari nyeri haid, contohnya pada wanita dengan endometriosis (penyakit radang pelvis), polip
yang ada di rahim, kelainan bentuk dan letak uterus dan penggunaan alat kontrasepsi yang di
pasang di dalam rahim (IUD) (Baziad, 1993).
Upaya Penanganan
Menurut (Kusmiran, 2012) beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi sakit
perut sewaktu menstruasi, yaitu:
1. Kompres dengan botol panas (hangat) pada bagian yang terasa kram (bisa di perut atau
pinggang bagian belakang)
2. Mandi air hangat, boleh juga menggunakan aroma terapi untuk menenangkan diri
3. Mengkonsumsi minuman hangat yang megandung kalsium tinggi
4. Menggosok-gosok perut bagian perut atau pinggang yang sakit
5. Ambil posisi menungging atau knee chest sehingga rahim tergantung ke bawah. Hal
tersebut dapat membantu relaksasi
6. Obat-obatan yang digunakan harus berdasarkan pengawasan dokter. Boleh minum
analgesik (penghilang rasa sakit) yang banyak dijual di toko obat, tetapi dosisnya tidak
lebih dari tiga kali sehari.
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Upaya Penanganan Nyeri Haid
1. Usia Menarche
Menarche atau menstruasi pertama pada umumnya dialami remaja pada usia 13–14
tahun, namun pada beberapa kasus dapat terjadi pada usia ≤ 12 tahun (Manuaba, 2001). Pada
awal masa menstruasi sering terjadi siklus menstruasi yang anovulatoir atau menstruasi tanpa
pelepasan sel telur yang disebabkan kurangnya respons umpan balik dari hipotalamus
Faktor-faktor..., Anis Dwi Ananda, FKM UI, 2015
5 Universitas Indonesia
terhadap estrogen dan ovarium. Paparan estrogen yang terus menerus pada ovarium dan
peluruhan endometrium yang berproliferasi mengakibatkan pola menstruasi yang tidak
teratur dan sering disertai dengan rasa nyeri (Widjanarko, 2006).
2. Pendidikan Kesehatan Reproduksi Di Sekolah
Kurikulum pendidikan nasional tidak secara spesifik menyebutkan pendidikan
kesehatan reproduksi. Tetapi bidang-bidang atau kata-kata kunci yang berhubungan dengan
kesehatan reproduksi terdapat dalam mata pelajaran IPA, Biologi, Penjaskes, IPS, Sosiologi,
dan agama islam. Tujuan utama dari pendidika kesehatan reproduksi remaja adalah untuk
member informasi dan pengetahauan pada remaja mengenai seluk beluk kesehatan reproduksi
remaja, masalah-masalah dalam kesehatan reproduksi, bentuk-bentuk pola persahabatan
antara laki-laki dan perempuan, pemahaman tentang anatomi dan fisiologi organ-ogran
reproduksi. Ada berbagai cara dalam memberikan pendidikan kesehatan reproduksi remaja di
sekolah misalnya dalam mata oelajaran tersendiri (MULOK) atau diintegrasikan dalam mata
pelajaran yang sesuai seperti biologi, IPA, IPS, Sosiologi, Antropologi, pendidikan agama
(Utomo, 2009).
3. Keterpaparan Sumber Informasi
Selama 20 tahun terakhir, Indonesia mulai terbuka dengan menggencarkan paham
globalisasi atau dalam istilah lain yaitu mendunia. Salah satu sarana globalisasi adalah
melalui media. Terdapat berbagai macam media yang berkembang di Indonesia seperti media
televisi, majalah, musik, radio, perfilman, internet, dan jejaring sosial. Contoh-contoh dari
media tersebut telah menjadi salah satu bagian gaya hidup remaja yang tidak terpisahkan
(Budiman, 2012). Dalam (Notoatmodjo, 2007) meskipun seseorang memiliki pendidikan
rendah tetapi ia mendapatkan informasi yang baik maka pengetahuan seseorang akan
meningkat. Sumber informasi yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang misalnya
radio,televisi, majalah, koran, buku.
4. Pengetahuan
Penelitian (Purba, Rompas, & Karundeng, 2014) pada siswi SMA N 7 Manando,
menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan perilaku
penanganan dismenore di SMA N 7 Manado. Namun perilaku penanganan dismenore disana
masih kurang baik karena didapatkan remaja putri terbanyak memiliki pengetahuan kurang
sebanyak 54,5% dan perilaku penanganan dismenore kurang sebesar 50%.
5. Sikap
Penelitian (Purnomo, 2011) pada siswi SMP N 9 Pekalongan, bahwa siswi yang
memiliki sikap baik terhadap penanganan keluhan nyeri haid masuk kategori penanganan
Faktor-faktor..., Anis Dwi Ananda, FKM UI, 2015
6 Universitas Indonesia
yang baik sebesar 52,5% dan yang kurang sebesar 0%. Ada hubungan signifikan antara sikap
remaja putri dengan penanganan keluhan nyeri haid.
Kerangka Konsep
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan
upaya penanganan nyeri haid primer remaja putrid si SMP X dan SMP Y Jakarta Selatan
Tahun 2015. Desain penelitian yang digunakan yaitu cross sectional. Populasi penelitian ini
adalah remaja putri di kelas VIII. Sampel yang diambil menggunakan teknk total sampling
yaitu seluruh remaja putri kelas VIII SMP X dan SMP Y yang sudah menstruasi. Variabel
yang akan diteliti meliputi upaya penanganan nyeri haid primer dan determinannya. Analisis
data secara bivariat.
Hasil Penelitian
1. Kejadian Nyeri Haid
Tabel 1 Distribusi Responden Berdasarkan Kejadian Nyeri Haid di SMP X dan SMP Y Jakarta Selatan 2015 (n=179)
Jenis Sekolah Nyeri Haid
Total Tidak Pernah Pernah n % n % n %
SMP X 16 12,4 113 87,6 129 100 SMP Y 6 12 44 88 50 100 Jumlah 22 12,3 157 87,7 179 100
Berdasarkan tabel 5.1, terlihat bahwa siswi yang pernah mengalami nyeri haid
sebanyak 87,7%, sisanya 12,3% tidak pernah mengalami nyeri haid. Secara rinci untuk SMP
X yang mengalami nyeri haid sebanyak 87,6%, sedangkan SMP Y yang pernah mengalami
nyeri haid sebanyak 88%.
1. Usia menarche 2. Pengetahuan remaja putri mengenai nyeri haid
primer dan upaya penanganannya 3. Sikap remaja putri terhadap nyeri haid primer
dan upaya penanganannya haid primer 4. Keterpaparan sumber informasi mengenai
nyeri haid dan penanganannya 5. Pendidikan kesehatan reproduksi di sekolah
Upaya Penanganan Nyeri Haid Primer
Faktor-faktor..., Anis Dwi Ananda, FKM UI, 2015
7 Universitas Indonesia
Tabel 2 Distribusi Responden Menurut Derajat Nyeri Haid di SMP X dan SMP Y Jakarta Selatan 2015 (n=157)
Jenis Sekolah
Derajat Nyeri Haid Total Ringan Sedang Berat n % n % n % n %
SMP X 77 68,1 30 26,5 6 5,4 113 100 SMP Y 22 50 20 45,5 2 4,5 44 100 Jumlah 99 63,1 50 31,8 8 5,1 157 100
Berdasarkan tabel 2, diperoleh hasil bahwa siswi paling banyak mengalami derajat
nyeri haid ringan sebesar 63,1%, dengan rincian yaitu 68,1% di SMP X dan 50% di SMP Y.
2. Upaya Penanganan
Tabel 3 Distribusi Responden Berdasarkan Butir Upaya Penanganan Nyeri Haid di SMP X dan SMP Y Jakarta Selatan 2015 (n=157)
Butir-butir Tidak Pernah
Kadang-kadang Sering Selalu
n % n % n % n % Mengompres bagian yang nyeri dengan air hangat 80 51 65 41,4 10 6,4 2 1,3
Mengkonsumsi obat penghilang rasa nyeri seperti Feminax 131 83,4 19 12,1 3 1,9 4 2,5
Menangis 66 42 62 39,5 20 12,7 9 5,7 Melakukan olahraga ringan seperti jalan santai, dan bersepeda 31 19,7 85 54,1 29 18,5 12 7,6
Istirahat 1 0,6 16 10,2 57 36,3 83 52,9 Mengkonsumsi vitamin atau suplemen seperti Vit. E, Vit. B3, suplemen kalsium dan hemaviton
55 35 59 37,6 31 19,7 12 7,6
Memukul-mukul daerah yang sakit 95 60,5 44 28 13 8,3 5 3,2 Mengalihkan nyeri tersebut dengan melakukan kegiatan lain seperti membaca buku, menonton TV, mendengarkan musik dan jalan-jalan
7 4,5 25 15,9 68 43,3 57 36,3
Mengurung diri di kamar 55 35 57 36,3 31 19,7 14 8,9 Tidak melakukan aktivitas apapun (berdiam diri) 57 36,3 66 42 19 21,1 15 9,6
Dapat dilihat pada tabel 3, butir-butir dalam pernyataan upaya penanganan nyeri haid
menunjukan upaya yang selalu dilakukan oleh siswi adalah istirahat sebesar 52,9% dan
mengalihkan nyeri tersebut dengan melakukan kegiatan lain seperti membaca buku,
menonton TV, mendengarkan music dan jalan-jalan 36,3%.
Faktor-faktor..., Anis Dwi Ananda, FKM UI, 2015
8 Universitas Indonesia
Tabel 4 Distribusi Responden Berdasarkan Upaya Penanganan Nyeri Haid di SMP X dan SMP Y Jakarta Selatan 2015 (n=157)
Jenis Sekolah Upaya Penanganan Total Kurang Baik Baik
n % N % n % SMP X 51 45,1 62 54,9 113 100 SMP Y 21 47,7 23 52,3 44 100 Jumlah 72 45,9 85 54,1 157 100
Berdasarkan tabel 4, diperoleh bahwa siswi yang memiliki upaya penanganan nyeri
haid yang termasuk kategori baik sebesar 54,1% dan kurang baik 45,9%. Lebih rinci upaya
penanganan nyeri haid kategori baik lebih tinggi pada siswi SMP X sebesar 54,9% dibanding
SMP Y sebesar 52,3%.
3. Usia Menarche (Mens Pertama)
Tabel 5 Distribusi Responden Menurut Usia Menarche di SMP X dan SMP Y Jakarta Selatan 2015 (n=157)
Jenis Sekolah Usia menarche Total 9-11 12-14
n % N % n % SMP X 15 13,3 98 86,7 113 100 SMP Y 9 20,5 35 79,5 44 100 Jumlah 24 15,3 133 84,7 157 100
Dapat dilihat pada tabel 5, usia siswi paling banyak yang mendapatkan haid pertama
kali adalah 12-14 tahun 84%. Dengan rincian SMP X 86,7% dan SMP Y 79,5%.
4. Pengetahuan
Tabel 6 Distribusi Responden Berdasarkan Butir Pengetahuan Nyeri Haid Dan Upaya Penanganan di SMP X dan SMP Y Jakarta Selatan 2015 (n=157)
Butir-butir Benar n %
Pengertian nyeri haid (dismenore) 124 79 Pengertian nyeri haid primer 31 19,7 Waktu dirasakannya nyeri haid primer 105 66,9 Penyebab nyeri haid primer 56 35,7 Gejala yang menyertai nyeri haid 82 52,2 Waktu menyadari sedang mengalami nyeri haid 91 58 Waktu membaiknya gejala nyeri haid 22 14 Hal yang dapat mempengaruhi nyeri haid 50 31,8 Minuman yang dihindari dalam upaya penanganan nyeri haid 97 61,8 Makanan yang dapat memperberat nyeri haid 47 29,9 Cara untuk mengurangi nyeri haid 98 62,4 Hal yang dapat mencegah nyeri haid 90 57,3
Faktor-faktor..., Anis Dwi Ananda, FKM UI, 2015
9 Universitas Indonesia
Dapat di lihat pada table 6 diperoleh bahwa siswi yang paling banyak menjawab benar
terdapat dalam butir pengertian nyeri haid (dismenore) sebesar 79% dan butir waktu
dirasakannya nyeri haid primer sebesar 66,9%. Butir yang paling sedikit dijawab benar
adalah waktu membaiknya gejala nyeri haid 14%.
Tabel 7 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Nyeri Haid dan Upaya Penanganan di SMP X dan SMP Y Jakarta Selatan 2015 (n=157)
Jenis Sekolah Pengetahuan Total Rendah Tinggi
n % n % n % SMP X 61 54 52 46 113 100 SMP Y 10 22,7 34 77,3 44 100 Jumlah 71 45,2 86 54,8 157 100
Berdasarkan tabel 7, pengetahuan siswi tentang nyeri haid dan upaya pengananan yang
termasuk kategori tinggi sebesar 54,8%, dengan rincian SMP Y lebih besar 77,3%
dibandingkan SMP X 46%. Pengetahuan siswi tentang nyeri haid dan upaya pengananan
yang termasuk kategori rendah sebesar 45,2%.
5. Sikap
Tabel 8 Distribusi Responden Berdasarkan Butir Sikap Terhadap Nyeri Haid Dan Upaya Penanganan di SMP X dan SMP Y Jakarta Selatan 2015 (n=157)
Butir-butir Sangat Setuju Setuju Tidak
Setuju
Sangat Tidak Setuju
n % n % n % n % Nyeri haid merupakan suatu penyakit 2 1,3 35 22,3 107 68,2 13 8,3 Nyeri haid didiamkan saja karena akan hilang dengan sendirinya 12 7,6 101 64,3 39 24,8 5 3,2
Nyeri haid primer tidak ada kaitannya dengan kelainan organ 29 18,5 102 65 24 15,3 2 1,3
Nyeri haid primer akan muncul setelah wanita melahirkan 1 0,6 59 37,6 89 56,7 8 5,1
Nyeri haid dapat timbul karena kekurangan darah 7 4,5 60 38,2 80 51 10 6,4
Kompres air hangat tidak boleh saat nyeri haid 6 3,8 29 18,5 110 70,1 12 7,6
Olahraga teratur dapat mengurangi nyeri haid 46 29,3 88 56,1 20 12,7 3 1,9
Posisi menungging atau knee chest membantu mengurangi nyeri haid 11 7 90 57,3 53 33,8 3 1,9
Menggosok perut dan pinggang yang sakit untuk mengurangi nyeri haid 21 13,4 93 59,2 40 25,5 3 1,9
Obat pengilang nyeri dapat bebas dikonsumsi 2 1,3 19 12,1 106 67,5 30 19,1
Faktor-faktor..., Anis Dwi Ananda, FKM UI, 2015
10 Universitas Indonesia
Tabel 8 memperlihatkan bahwa siswi yang memilih sikap tidak setuju paling banyak
pada butir pernyataan negatif yaitu kompres air hangat tidak boleh saat nyeri haid sebesar
70,1% dan nyeri haid merupakan suatu penyakit 68,2%. Dan siswi yang memilih setuju
paling banyak pada butir pernyataan positif adalah nyeri haid primer tidak ada kaitannya
dengan kelainan organ 65% dan menggosok perut dan pinggang yang sakit untuk mengurangi
nyeri haid 59,2%.
Tabel 9 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Terhadap Nyeri Haid dan Upaya Penanganan di SMP X dan SMP Y Jakarta Selatan 2015 (n=157)
Jenis Sekolah Sikap Total Negatif Positif
N % n % n % SMP X 61 54 52 46 113 100 SMP Y 17 38,6 27 61,4 44 100 Jumlah 78 49,7 79 50,3 157 100
Berdasarkan tabel 9, memperlihatkan bahwa siswi yang memiliki sikap positif terhadap
nyeri haid dan upaya penanganan sebesar 50,3%, dan sikap negatif 49,7%. Lebih rinci pada
siswi SMP Y sikap positif lebih tinggi sebesar 61,4% dibandingkan dengan SMP X 46%.
6. Keterpaparan Sumber Informasi
Tabel 10 Distribusi Responden Berdasarkan Keterpaparan Sumber Informasi di SMP X dan SMP Y Jakarta Selatan 2015 (n=157)
Jenis Sekolah Keterpaparan Sumber Informasi
Total Tidak Terpapar Terpapar N % n % n %
SMP X 76 67,3 37 32,7 113 100 SMP Y 16 40,9 26 59,1 44 100 Jumlah 94 59,9 63 40,1 157 100
Berdasarkan tabel 10 terlihat bahwa 59,9% dari siswi tidak terpapar sumber informasi
mengenai nyeri haid dan upaya penanganan, sebesar 40,1 siswi sudah terpapar sumber
informasi. Dilihat lebih rinci, SMP Y lebih terpapar sumber informasi sebesar 59,1%
dibandingkan SMP X 32,7%.
Tabel 11 Distribusi Responden Berdasarkan Keterpaparan Sumber Informasi di SMP X dan SMP Y Jakarta Selatan 2015 (n=157)
Sumber Informasi Total n %
Majalah 18 11,5 Surat kabar 1 0,6 Televisi 36 22,9 Radio 4 2,5
Faktor-faktor..., Anis Dwi Ananda, FKM UI, 2015
11 Universitas Indonesia
Sumber Informasi Total n %
Internet 40 25,5 Ayah 3 1,9 Ibu 90 57,3 Teman 62 39,5 Saudara 44 28,0 Tenaga kesehatan 24 15,3 Guru 42 26,8 Brosur/poster 4 2,5 Dan lain-lain 5 3,2
Berdasarkan tabel 11 terlihat bahwa yang mejadi sumber informasi terbanyak mengenai
nyeri haid dan upaya penanganan adalah ibu sebesar 57,3%, teman 39,5% dan saudara 28%.
7. Pendidikan Kesehatan Reproduksi Di Sekolah
Tabel 12 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Kesehatan Reproduksi Di Sekolah (n=157)
Pendidikan Kesehatan Reproduksi Di Sekolah
Responden N %
SMP X 113 72 SMP Y 44 28 Jumlah 157 100
Dapat dilihat pada tabel 12 bahwa sebagian besar responden (72%) merupakan murid
SMP X yang belum memiliki pendidikan kesehatan reproduksi disekolah dan sisanya 28%
adalah murid SMP Y yang sudah memiliki pendidikan kesehatan reproduksi di sekolah.
Tabel 13 Hubungan antara Variabel Independen dengan Variabel Dependen di SMP X
dan SMP Y Jakarta Selatan Tahun 2015 (n=157)
Variabel
Upaya Penanganan Total P-
value OR Kurang Baik
Baik
n % n % N %
Usia menarche <12 tahun 10 41,7 14 58,3 24 100 0,822 0,818 ≥ 12 tahun 62 46,6 71 53,4 133 100
Pengetahuan Rendah 41 57,7 30 42,3 71 100 0,011 2,425 Tinggi 31 36 55 64 86 100
Sikap Negatif 41 52,6 37 47,4 78 100 0,130 1,716 Positif 31 39,2 48 60,8 79 100
Keterpaparan Sumber Informasi
Tidak terpapar 50 53,2 44 46,8 94 100 2,118 0,037
Terpapar 22 34,9 41 65,1 63 100 Kesehatan Reproduksi Di Sekolah
SMP X 52 46 61 54 113 100 1,023 1
SMP Y 20 45,5 24 54,5 44 100
Faktor-faktor..., Anis Dwi Ananda, FKM UI, 2015
12 Universitas Indonesia
Hasil analisis menunjukkan adanya hubungan bermakna antara pengetahuan (p value=
0,011) dan keterpaparan sumber informasi (p value=2,118) dengan upaya penanganan nyeri
haid primer.
Pembahasan
1. Gambaran Kejadian Nyeri Haid
Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswi yang pernah mengalami nyeri haid primer
sebesar 87,7% lebih banyak dibandingkan yang belum pernah mengalami nyeri haid primer
12,3%. Derajat nyeri haid dalam penelitian ini terbagi dalam tiga derajat yaitu nyeri ringan,
nyeri sedang dan nyeri berat. Siswi yang mengalami derajat nyeri ringan sebanyak 63,1%,
derajat nyeri sedang 31,8% dan derajat nyeri berat 5,1%. Maka sebagian besar siswi SMP X
dan SMP Y mengalami nyeri haid dengan derajat nyeri ringan sebanyak 63,1% dan sebagian
kecil siswi mengalami nyeri haid derajat berat.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan (Lestari, Metusala, &
Suryanto, 2010) pada 119 remaja putri di SMPN 3 Manado menunjukan 98,5% diantaranya
pernah mengalami nyeri haid dan sebagian besar responden 94,5% mengalami nyeri ringan.
Penelitian (Yuliani & Hidayati, 2010) pada 79 siswi SMP N 4 Boyolali terdapat 91,1% yang
pernah mengalami nyeri haid. 45,6% siswi mengalami derajat nyeri haid ringan dan sebagian
lainnya mengalami nyeri haid sedang dan berat.
Intensitas nyeri tiap individu berbeda dipengaruhi oleh deskripsi individu tentang nyeri,
persepsi dan pengalaman nyeri. Nyeri haid terjadi karena ada peningkayan produksi
prostaglandin. Peningkatan ini akan mengakibatkan kontraksi uterus dan penyempitan
pembuluh darah maka aliran darah yang menuju ke uterus menurun sehingga uterus tidak
mendapat suplai oksigen yang adekuat sehingga menyebabkan nyeri (Kelly, 2007).
2. Hubungan Usia Menarche dengan Upaya Penanganan Nyeri
Hasil penelitian ini didapatkan bahwa 58,3% siswi dengan usia menarche < 12 tahun
masuk kategori upaya penanganan yang baik sedangkan usia menarche ≥ 12 tahun sebesar
53,4%, sejalan dengan penelitian (Chen et al., 2010) pada remaja di Taiwan bahwa remaja
yang mengalami menarche lebih dini memiliki resiko peningkatan keparahan nyeri haid.
Ketika remaja mulai menstruasi di usia yang lebih muda, mereka mengalami nyeri haid yang
lebih parah dan juga menggunakan perawatan atau melakukan penanganan diri lebih baik
untuk mengelola nyeri haid mereka.
Faktor-faktor..., Anis Dwi Ananda, FKM UI, 2015
13 Universitas Indonesia
Pubertas adalah suatu masa transisi antara masa anak-anak dan dewasa yang
dipengaruhi oleh berbagai faktor yang kompleks yang berkaitan dengan pertumbuhan dan
perkembangan organ-organ reproduksi. Salah satu tanda remaja wanita sudah memasuki
masa pubertas adalah menarche. Menarche atau menstruasi pertama pada umumnya dialami
remaja pada usia 13–14 tahun, namun pada beberapa kasus dapat terjadi pada usia ≤ 12 tahun
(Manuaba, 2001). Usia menarche yang cepat dapat terjadi karena 2 faktor, faktor internal dan
eksternal. Faktor internal adalah faktor genetik yang diturunkan, sedangkan faktor eksternal
seperti faktor makanan, pola hidup, dan status gizi (Santrock J. , 2003).
Pada awal masa menstruasi sering terjadi siklus menstruasi yang anovulatoir atau
menstruasi tanpa pelepasan sel telur yang disebabkan kurangnya respons umpan balik dari
hipotalamus terhadap estrogen dan ovarium. Paparan estrogen yang terus menerus pada
ovarium dan peluruhan endometrium yang berproliferasi mengakibatkan pola menstruasi
yang tidak teratur dan sering disertai dengan rasa nyeri (Widjanarko, 2006). Hasil uji statistik pada penelitian ini menyatakan bahwa hipotesis ditolak, tidak terdapat
hubungan statistik yang bermakna antara usia menarche dengan upaya penanganan nyeri haid
(p value 0,822 > 0,05). Hal ini bisa berkaitan dengan usia menarche atau usia pertama kali
menstruasi pada sisiwi yang mengalami nyeri haid di SMP X dan SMP Y Jakarta Selatan
lebih banyak di usia 12-14 tahun yaitu 84,7% dan usia 9-11 sebesar 15,3%.
Seperti pada teori (Sibagariang, 2010) bahwa usia menstruasi normalnya pada saat usia
12 atau 13 tahun, tetapi sebagian perempuan mengalami lebih awal yaitu usia 8 tahun dan
lebih lanjut usia 18 tahun. Menurut (Breesch at al., 2006) mengungkapkan bahwa median
usia menstruasi pertama stabil antara 12 sampai 13 tahun, dan hanya 10% yang mengalami
menstruasi pertama pada usia 11,1 tahun dan 90% sudah mengalami menstruasi pada usia
13,75 tahun. Pada teori (Baziad, 2003) dijelaskan bahwa nyeri haid paling sering terjadi pada
usia remaja yaitu 2-5 tahun setelah mens pertama (menarche), sehingga kemungkinan siswi
masih belum terpapar informasi untuk mempelajari cara yang baik dalam upaya penanganan
nyeri haid yang mereka alami.
3. Hubungan Pengetahuan Dengan Upaya Penanganan Nyeri Haid
Hasil penelitian didapatkan bahwa 64% siswi yang pengetahuan mengenai nyeri haid
dan upaya penanganan tinggi masuk kategori upaya penanganan yang baik dan yang rendah
sebesar 42,3%. Hasil uji statistik pada penelitian ini menyatakan bahwa hipotesis diterima,
terdapat hubungan antara pengetahuan dengan upaya penanganan nyeri haid (p value 0,011 <
0,05). Meskipun pada hasil univariat SMP Y yang memiliki kurikulum tambahan mengenai
Faktor-faktor..., Anis Dwi Ananda, FKM UI, 2015
14 Universitas Indonesia
kesehatan reproduksi berpengetahuan tinggi 77,3% lebih tinggi dari pada SMP X 46%
memiliki upaya penanganan nyeri haid yang baik 52,3% sedikit lebih rendah dibandingkan
SMP X 54,9%.
Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang
tidak didasari oleh pengetahuan, penelitian Rogers (1974) dalam (Notoatmodjo, 2007)
mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru, didalam diri orang tersebut
terjadi proses berurutan yaitu awareness (kesadaran), interest (ketertarikan), evaluation
(pertimbangan), trial (mencoba), adoption (mengadopsi). Namun demikian, perilaku tidak
selalu melewati tahapan tersebut. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku
melalui proses seperti ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka
perilaku tersebut akan langgeng atau berlangsung lama. Sebaliknya apabila perilaku itu tidak
didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama.
Hasil penelitian (Fitriane, Pranoto, & Veftisia, 2013) pada siswi SMA N 1 Ungaran,
didapatkan bahwa pengetahuan tentang dismenore dalam kategori baik sebesar 60,5% dan
perilaku penanganan dismenore sangat baik sebesar 68,5%. Ada hubungan yang signifikan
antara pengetahuan tentang dismenore dengan perilaku penanganan dismenore.
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia,
yakni indra pengelihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Pengetahuan atau kognitif
merupakan doamain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt
behaviour) (Notoatmodjo, 2007).
Sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan di SMP X dan SMP Y, penelitan terkait
dan teori yang ada, dapat disimpulkan bahwa seseorang dengan pengetahuan baik maka akan
memiliki upaya penanganan nyeri haid yang baik. Dengan meningkatkan pengetahuan
seseorang mengenai nyeri haid dan upaya penanganannya, maka akan baik pula upaya
penanganan nyeri haid.
4. Hubungan Sikap Dengan Upaya Penanganan Nyeri Haid
Menurut Berkowitz (1972) dalam (Azwar, 2013) sikap adalah suatu bentuk evaluasi
atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau
memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable)
pada objek tersebut.
Hasil penelitian didapatkan bahwa 50,3% siswi yang memiliki sikap positif terhadap
nyeri haid dan yang memiliki sikap negatif sebesar 49,7%. Sejalan dengan penelitian
Faktor-faktor..., Anis Dwi Ananda, FKM UI, 2015
15 Universitas Indonesia
(Maulidya & Izatul, 2014) pada siswi kelas XI SMAN 3 Slawi, bahwa gambaran sikap dalam
menghadapi dysmenorrhea sebagian besar responden bersikap positif 96,9% dan yang
bersikap negatif 3,1%. Jadi sebagian dari responden memiliki sifat yang positif terhadap
upaya penanganan nyeri haid.
Hasil penelitian didapatkan bahwa 60,8% siswi yang memiliki sikap positif terhadap
nyeri haid dan upaya penanganan masuk kategori upaya penanganan yang baik dan yang
memiliki sikap negatif sebesar 47,4%, sejalan dengan hasil penelitian (Purnomo, 2011) pada
siswi SMP N 9 Pekalongan bahwa siswi yang memiliki sikap baik terhadap penanganan
keluhan nyeri haid masuk kategori penanganan yang baik sebesar 52,5% dan yang kurang
sebesar 0%.
Dan berdasarkan analisis hubungan, penelitian ini menyatakan bahwa hipotesis ditolak,
tidak terdapat hubungan statistik yang bermakna antara sikap dengan upaya penanganan nyeri
haid (p value 0,130 > 0,05). Hal ini tidak sejalan dengan penelitian (Purnomo, 2011) yang
memiliki hubungan signifikan antara sikap remaja putri dengan penanganan keluhan nyeri
haid.
Asumsi peneliti yang menyebabkan sikap pada penelitian ini tidak berhubungan dengan
upaya penanganan nyeri haid dikarenakan hubungan sikap dan perilaku sangat ditentukan
oleh faktor-faktor situasional tertentu. Norma-norma, peranan, keanggotaan kelompok,
kebudayaan dan lain sebagainya merupakan kondisi ketergantungan yang dapat mengubah
hubungan sikap dan perilaku. Hasil studi klasik yang dilakukan oleh LaPierre (1934)
mengatakan bahwa tidak ada alasan untuk menyimpulkan bahwa sikap dan perilaku
berhubungan secara konstan. Sikap dan perilaku merupakan dua dimensi dalam diri individu
yang berdiri sendiri, terpisah dan berbeda. Mengetahui sikap tidak berarti dapat memprediksi
perilaku (Azwar, 2013).
5. Hubungan Keterpaparan Sumber Informasi Dengan Upaya Penanganan Nyeri
Haid
Menurut Burgon & Huffner (2002) dalam (Ghozali, 2010) media komunikasi adalah
perantara dalam penyampaian informasi dari komunikator kepada komunikate yang bertujuan
untuk efisiensi penyebaran informasi atau pesan. Banyak bentuk dari media komunikasi yang
dapat digunakan sebagai alat penyebaran komunikasi seperti surat kabar, majalah, radio,
televisi, internet bahkan individu.
Hasil penelitian (Novitasari, 2012) pada remaja perempuan di MTs Islamiyah Ciputat,
menunjukan bahwa tingkat pengetahuan responden sebelum diberikan pendidikan kesehatan
Faktor-faktor..., Anis Dwi Ananda, FKM UI, 2015
16 Universitas Indonesia
tentang dismenore memiliki kategori cukup 64,5%, baik 18,6% dan kurang 16,7%. Tingkat
pengetahuan setelah diberikan pendidikan kesehatan tentang dismenore menunjukan 71,6%
memiliki pengetahuan baik, 21,6% cukup dan 6,9% memiliki pengetahuan kurang. Sehingga
pendidikan kesehatan efektif terhadap tingkat pengetahuan.
Hasil penelitian ini didapatkan bahwa 65,1% siswi yang terpapar media informasi
mengenai nyeri haid dan upaya penanganan masuk kategori upaya penanganan yang baik dan
yang tidak terpapar sebesar 46,8%. Hasil uji statistik pada penelitian ini menyatakan bahwa
hipotesis diterima, terdapat hubungan antara keterpaparan media informasi dengan upaya
penanganan nyeri haid (p value 0,037 < 0,05). Meskipun pada hasil univariat SMP Y yang
memiliki kurikulum tambahan mengenai kesehatan reproduksi terpapar media informasi
56,8% lebih tinggi dari pada SMP X 33,6% memiliki upaya penanganan nyeri haid yang baik
52,3% sedikit lebih rendah dibandingkan SMP X 54,9%.
Selama 20 tahun terakhir, Indonesia mulai terbuka dengan menggencarkan paham
globalisasi atau dalam istilah lain yaitu mendunia. Salah satu sarana globalisasi adalah
melalui media. Terdapat berbagai macam media yang berkembang di Indonesia seperti media
televisi, majalah, musik, radio, perfilman, internet, dan jejaring sosial. Contoh-contoh dari
media tersebut telah menjadi salah satu bagian gaya hidup remaja yang tidak terpisahkan
(Budiman, 2012).
Banyaknya media yang digunakan oleh kalangan remaja dapat meningkatkan
keterpaparan terhadap media informasi dan menghasilkan pengetahuan yang meningkat.
Sejalan dengan penelitian yang telah di lakukan di SMP X dan SMP Y, penelitian terkait dan
teori yang ada dapat disimpulkan bahwa seseorang yang terpapar media informasi maka akan
memiliki upaya penanganan nyeri haid yang baik pula.
6. Hubungan Pendidikan Kesehatan Reproduksi Di Sekolah Dengan Upaya
Penanganan Nyeri Haid
Hasil penelitian didapatkan bahwa 54,5% siswi SMP Y sekolah yang memiliki program
rutin mengenai kesehatan reproduksi masuk kategori upaya penanganan yang baik berbeda
sedikit dengan siswi SMP X sekolah yang tidak memiliki program khusus memiliki upaya
penanganan nyeri haid yang baik sebesar 54,1%. Hasil uji statistik pada penelitian ini
menyatakan bahwa hipotesis ditolak, tidak terdapat hubungan statistik yang bermakna antara
pendidikan kesehatan reproduksi di sekolah dengan upaya penanganan nyeri haid (p value 1
> 0,05).
Faktor-faktor..., Anis Dwi Ananda, FKM UI, 2015
17 Universitas Indonesia
Masa remaja awal disebut juga tahap pubertas. Pertumbuhan dan perkembangan remaja
awal sangat dipengaruhi oleh faktor dari luar, seperti media massa dan peer group, sehingga
remaja awal dalam keadaan yang kurang stabil memiliki kecenderungan untuk melakukan
penyesuaian diri yang salah dibandingkan dengan remaja yang lebih stabil (Depkes, 2010).
Masalah kesehatan reproduksi remaja merupakan masalah yang kompleks, namun
pendidikan kesehatan reproduksi tidak diberikan secara komprehensif di sekolah. Akibatnya
banyak siswi yang mencari tahu sendiri melalui teman sebaya atau melalu internet yang
kadang justru menyesatkan karena mereka mencari sendiri informasi tentang kesehatan
reproduksi remaja dari media yang tidak mendidik (Utomo, 2009).
Tidak adanya hubungan antara pendidikan kesehatan reproduksi di sekolah dengan
upaya penanganan nyeri haid dikarenakan meskipun ada materi yang diajarkan kepada siswi
tentang kesehatan reproduksi, namun siswi juga mencari informasi diluar sekolah dan
memilih cara untuk penanganan nyeri haid yang dirasa tepat oleh dirinya sendiri. Didukung
oleh hasil penelitian pada variabel keterpaparan sumber informasi yaitu 40,1% responden
terpapar oleh sumber informasi dan uji statistik menunjukan bahwa terdapat hubungan antara
keterpaparan sumber informasi dengan upaya penanganan nyeri haid.
Kesimpulan
Proporsi siswi kelas VIII yang pernah mengalami nyeri haid primer pada SMP X
(87,6%) sedikit lebih kecil daripada SMP Y (88%). Proporsi upaya penanganan nyeri haid
primer yang baik pada siswi kelas VIII SMP X sedikit lebih besar (54,9%) daripada SMP Y
(52,3%) meskipun SMP Y memiliki program tambahan rutin mengenai kesehatan reproduksi.
Proporsi siswi kelas VIII yaitu usia menarce 12-14 tahun di SMP X lebih besar (86,7%)
daripada SMP Y (79,5%), tingkat pengetahuan dengan kategori tinggi di SMP Y (77,3%)
lebih besar daripada SMP X (46%), sikap positif di SMP Y (61,4%) lebih besar daripada
SMP X (46%), yang terpapar sumber informasi di SMP Y (56,8%) lebih banyak
dibandingkan SMP X (33,6%) dan jumlah siswi SMP X yang tidak memiliki pendidikan
kesehatan reproduksi (72%) lebih banyak dibandingkan SMP Y yang sudah memiliki
pendidikan kesehatan reproduksi di sekolah (28%). Terdapat hubungan yang signifikan
antara pengetahuan dan keterpaparan sumber informasi dengan upaya penanganan nyeri haid
primer siswi kelas VIII di SMP X dan SMP Y. Tidak terdapat hubungan antara usia
menarche, sikap dan pendidikan kesehatan reproduksi di sekolah dengan upaya penanganan
nyeri haid primer siswi kelas VIII di SMP X dan SMP Y.
Faktor-faktor..., Anis Dwi Ananda, FKM UI, 2015
18 Universitas Indonesia
2. Saran
Adanya hubungan pengetahuan dan sumber informasi menjelaskan bahwa sekolah
sebaiknya menyediakan berbagai macam media promosi kesehehatan dan bekerja sama
dengan puskesmas untuk memberikan penyuluhan terkait kesehatan reproduksi sehingga
kerja sama sekolah dengan puskesmas dapat ditingkatkan dalam upaya peningkatan
pengetahuan remaja mengenai kesehatan reproduksi.
Daftar Pustaka Adjie, J. S. (2013, September 10). IDAI. Retrieved Januari 9, 2015, from IDAI Indonesian Pediatric Society: http://idai.or.id/ Anugraheni, V. M., & Wahyuningsih, A. (2013). Efektifitas Kompres Hangat Dalam Menurunkan Intensitas Nyeri DIsmenorrhoea Pada Mahasiswi Stikes RS. Baptis Kediri. Jurnal Stikes . Azwar, S. (2013). Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Baziad, A. (2003). Endokrinologi Ginekologi Edisi Kedua. Jakarta: Media Aesculapius. Baziad, A. (1993). Endokrinologi Ginekologi Edisi Pertama. Jakarta: Kelompok Studi Endokrinologi Reproduksi Indonesia (KSERI). Bobak. (2004). Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi Keempat. Jakarta: EGC. Breesch, L., Diaz, A., Hertwick, P., Hillard, P. A., & Laufer, M. (2006). Commitee Opinion. Menstruation in Girls and Adolescent: Using the Menstrual Cycle as a Vital Sign. American Academy of Pediatrics . Budiman, D. N. (2012). Pengaruh Media Terhadap Gaya Bahasa Remaja. S1 Akuntansi: Prasetiya Mulia Business School. Direktorat Jendral Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak. (2011). Modul Pelatihan Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) bagi konselor sebaya. 2011: Kementrian Kesehatan RI . Direktorat Jendral Bina Kesehatan Masyarakat. (2009). Pedoman Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja di Puskesmas. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Ekawati, M. (2007). Tingkat Pengetahuan Remaja Putri Tentang Gejala Dan Cara Mengatasi Nyeri haid (Dismenore) Di SMP 9 SSN Jakarta Timur. Universitas Indonesia: Fakultas Ilmu Keperawatan. Ernawati, H. (2014). Pengaruh Small Group Discussion Terhadap Pengetahuan Tentang Dismenore Pada Siswi SMPN 1 Dolopo. Universitas Muhammadiyah Ponorogo: Fakultas Ilmu Kesehatan. Fitriane, I., Pranoto, H. H., & Veftisia, V. (2013). Hubungan Pengetahuan Tentang Dismenorea Dengan Perilaku Penanganan Dismenorea Pada Remaja Puteri Di SMA Negeri 1 Ungaran. STIKES Ngudi Waluyo: Program Studi D III Kebidanan. Ghozali, M. (2010). Buku Ajar Psikologi Komunikasi. Surabaya: Fakultas Psikologi Unair. Green, L. W. (2005). Helath Education Planning A Diagnostik Approach. Johns Hapkins University: Mayfield Publishing Company.
Faktor-faktor..., Anis Dwi Ananda, FKM UI, 2015
19 Universitas Indonesia
Gumilar, R. A. (2014). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Perubahan Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Remaja Putri Tentang Penanganan Dismenore Di SMPN 2 Kartasura. Universitas Muhammadiyah Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan. Hillen, T. (1999). Primary dysmenorrhea in young Western Australian women: prevalence, impact, and knowledge of treatment. Adolescense Health Journal , 40-5. Hurlock, E. (2007). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga. Husain, O. (2014). Hubungan Pengetahuan Tentang Dismenore Dengan Upaya Penanganannya Pada Siswi Kela X Di SMK N 1 Batudaa. Universitas Negeri Gorontalo. I-ChenLu, B.S.N., & M.S.N. (2010). Dissertation: Dysmenorrhea and Related Factors in Taiwanese Adolescent Girls. Austin: The University of Texas at Austin. Kartono, K. (2006). Psikologi Wanita Mengenal Gadis Remaja dan Wanita Dewasa Jilid I. Bandung: Mandar Maju. Kelly, T. (2007). Rahasia Alami Meringankan Sindrom Premenstruasi. Jakarta: Erlangga. Krathwohl, D. R., Bloom, B. S., & Masia, B. B. (1974). Taxonomy Of Educational Objectives: The Classification Of Educational Goals. New York: David McKay Company. Kusmiran, E. (2012). Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita. Jakarta: Salemba Medika. Lemeshow, S. (1990). Adequacy of Sample Size in Health Studies. USA: WHO. Lestari, H., Metusala, J., & Suryanto, D. Y. (2010). Gambaran Dismenore pada Remaja Putri Sekolah Menengah Pertama di Manado. Sari Pediatri , 99-102. Lestari, N. M. (2013). Pengaruh Dismenore Pada Remaja. Seminar Nasional FMIPA UNDIKSHA III . Manuaba. (2001). Kapita Selekta Pelaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Manuaba, I. A. (2010). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB Untuk Pendidikan Bidan Edisi 2. Jakarta: EGC. Maulidya, A., & Izatul, N. (2014). Gambaran Pengetahuan dan Sikap Remaja Dalam Menghadapi Dysmenorrhea Pada Siswi Kelas XI SMA Negeri 3 Slawi. Tegal: DIII Kebidanan Politeknik Harapan Bersama. Notoatmodjo, S. (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perlaku. Jakarta: Rineka Cipta. Novitasari. (2012). Efektivitas Pendidikan Kesehatan Tentang Dismenore Terhadap Tingkat Pengetahuan Remaja Perempuan di Madrasah Tsanawiyah Islamiyah Ciputat. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Paramita, D. P. (2010). Hubungan Pengetahun Tentang Dismenorea Dengan Perilaku Penanganan DIsmenore PAda Siswi SMK YPKK I Sleman Yogyakarta. Surakarta: Universitas Sebelas Maret. Pembe, A., & Ndolele, N. (2011). Dysmenorrhoea and coping strategies among secondary school adolescents in Ilala District, Tanzania. East Afrika Journal of Public Health , 232-6. Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 31 Tahun 2013. Penyelenggaraan Kesehatan Reproduksi Remaja. Pinem, S. (2009). Kesehatan Reproduksi dsn Kontrasepsi. Jakarta: TIM. Pinsonneault, O., & Lefebvre, G. (2005). Primary Dysmenorrhea Consensus Guideline. JOGC , 169.
Faktor-faktor..., Anis Dwi Ananda, FKM UI, 2015
20 Universitas Indonesia
Poureslami, M., & Ashtiani, F. O. (2002). Assessing Knowledge, Attitudes, and Behavior of Adolescent Girls in Suburban Districts of Tehran About Dysmenorrhea and Menstrual Hygiene. Journal of International Women's Studies , 50. Purba, E. P., Rompas, S., & Karundeng, M. (2014). Hubungan Pengetahuan Dengan Perilaku Penanganan Dismenore Di SMA Negeri 7 Manado. Universitas Sam Ratulangi Manado: Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran. Purnomo, I. (2011). Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Remaja Putri Dengan Penanganan Keluhan Nyeri Haid (Dysmenorhe) Di SMPN 09 Kelas VIII Kota Pekalongan. Pekalongan. Rahayu, A. F. (2014). Hubungan Faktor Predisposisi dan Faktor Penguat pada Penderita TB (Tuberkulosis) Terhadap Perilaku Pencegahan Penularan TB Di Wilayah Kerja Puskesmas Baja Kota Tangerang. Universitas Indonesia: Fakultas Kesehatan Masyarakat. Ramali, A. (2003). Kamus Kedokteran : Arti dan Keterangan Istilah. Jakarta: Djambatan. Santrock, J. (2003). Adolenscence Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga. Sarwono, S. W. (2002). Psikologi Remaja. Jakarta: Grafindo Persada. Sembiring, R. (2011). Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Remaja Putri Dalam Penanganan Dismenore di Amik Imelda Medan. Jurnal D-III Kebidanan Mutiara Indonesia Vol. 2 No. 5 Edisi Desember , 57-68. Sibagariang, E. E. (2010). Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: Trans Info Media. Sunaryo. (2004). Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC. Tampake, R. A., Wagey, F., & Rarung, M. (2014). Pengetahuan dan Sikap Remaja Terhadap Dismenore Di SMP Pniel Manado. Jurnal e-Clinic , Volume 2. Tim Penulis Poltekkes Depkes Jakarta 1, T. (2010). Kesehatan Remaja : Problem dan Solusinya. Jakarta: Salemba Medika. Tim PPSW. (2003). Lebih Jauh Tenang Kesehatan Reproduksi. Jakarta: Pusat Pengembangan Sumberdaya Wanita. Tim Sahabat Remaja PKBI DIY. Tanya Jawab Seputar Seksualitas Remaja : Panduan Untuk Tutor dan Penceramah. Jakarta: PKBI. Unicef Indonesia. (2015). Manajemen Kebersihan Menstruasi Di Indonesia. Unicef Indonesia. Utomo, I. D. (2009). Panduan Kesehatan Reproduksi Remaja Dalam Kurikulum Pelajaran Untuk Tingkat Sekolah menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas. Jakarta. Widiyanti, D. E. (2013). Pengaruh Nyeri Haid (Dismenorhea) Terhadap Aktifitas Sehari-Hari Pada Remaja di SMP N 2 Ponorogo. Universitas Muhammadiyah Ponorogo: Fakultas Ilmu Kesehatan. Widjanarko, B. (2006). Dismenore Tinjauan Terapi pada Dismenore Primer. Bagian Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan: Fakultas Kedokteran Rumah Sakit Unika Atma Jaya. Wiknjosastro, H. (2007). Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Wiretno, M., Akmal, & Indar, H. (2014). Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Menstruasi Terhadap Upaya Penanganan Dismenore Pada Siswi SMAN 1 Bungku Tengah. Jurnal ilmiah kesehatan Diagnosis Volume 5 Nomor 5 , 616-621. Wong, L. (2011). Attitudes Towards Dysmenorrhoea, Impact And Treatment Seeking Among Adolescent Girls: A Rural School-Based Survey. Australian Journal of Rural Health , 218-23. Yuliani, P., & Hidayati, N. N. (2010). Hubungan Antara Dismenorea Dengan Aktivitas Belajar Siswa SMP N 4 Boyolali. Boyolali: Akademi Kebidanan Estu Utomo.
Faktor-faktor..., Anis Dwi Ananda, FKM UI, 2015