FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT … PRASASTI-fkik.pdfFaktor-Faktor Yang Berhubungan...
Transcript of FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT … PRASASTI-fkik.pdfFaktor-Faktor Yang Berhubungan...
9
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT
KELELAHAN KERJA PADA PEKERJA WORKSHOP DI PT. X
JAKARTA TAHUN 2013
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi Syarat mencapai Gelar Sarjana Kesehatan
Masyarakat (SKM)
ERA PRASASTI
NIM : 108101000070
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013 M /1434 H
Universitas Islam Negeri
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
10
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Skripsi, 28 Agustus 2013
Era Prasasti, NIM : 108101000070
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingkat Kelelahan Kerja Pada
Pekerja Workshop Di PT. X Jakarta Tahun 2013
xviii + 111 halaman+ 17 tabel + 3 bagan + 6 lampiran
Abstraksi
Kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh terhindar
dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat.Kelelahan ini
diatur oleh secara sentral oleh otak.Istilah kelelahan biasanya menunjukkan kondisi
yang berbeda-beda dari tiap individu, tetapi semuanya bermuara kepada kehilangan
efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh.Berdasarkan hasil studi
pendahuluan di PT. X Jakarta, dari 10 orang pekerja workshop di dapatkan 50%
pekerja yang mengalami kelelahan kerja berat dan 40% pekerja mengalami kelelahan
kerja sedang dan 10% mengalami kelelahan kerja ringan. Hasil ini berarti seluruh
pekerja mengalami kelelahan menurut tingkatan kelelehan.
Penelitian yang digunakan adalah epidemiologi analitik dengan desain cross
sectional. Sampel penelitian sebanyak 54 orang dari total populasi sebesar 90
orang pekerja. Uji statistik menggunakan Chi Square untuk melihat adanya
hubungan antara kedua variabel yaitu variabel iklim kerja, status gizi, kebiasaan
merokok dan kualitas tidur dihubungkan dengan tingkat kelelahan kerja pada
pekerja workshop di PT. X Jakarta tahun 2013, sedangkan uji kruskal wallis untuk
variable umur dan masa kerja dihubungkan dengan tingkat kelelahan kerja pada
pekerja workshop di PT. X Jakarta tahun 2013.
Dari hasil uji statistik, digambarkan Tingkat pekerja yang mengalami
kelelahan kerja berat 28 orang ( 42,6 %), pekerja yang mengalami kelelahan kerja
sedang sebanyak 18 orang (33,3%) dan pekerja yang mengalami kelelahan kerja
ringan sebanyak 13 orang (24,1%). Namun hasil uji bivariat membuktikan tidak
terdapat hubungan antara iklim kerja dengan kelelahan kerja (p=0,820).Tidak ada
hubungan antara faktor individu dengan tingkat kelelahan kerja dengan pvalue 0.221,
masa kerja dengan pvalue 0.541, status gizi pekerja dengan pvalue 0.299, kebiasaan
merokok dengan pvalue 0.359, dan kualitas tidur dengan pvalue 0.222.
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan tidak ada hubungan
yang signifikan antara iklim kerja, umur, masa kerja, status gizi, kebiasaan merokok,
dan kualitas tidur dengan tingkat kelelahan. Hal ini dipengaruhi oleh faktor-faktor
lain dari pekerja dan lingkungan serta keterbatasan dalam proses penelitian. Oleh
11
karena itu hasil penelitian yang ditemukan bahwa semua variabel iklim kerja dan
faktor individu tidak berhubungan dengan tingkat kelelahan kerja, namun tetap
disarankan untuk melakukan peningkatan dan pemeliharaan yang terkait dengan
iklim kerja dan faktor individu, seperti Meningkatkan pengendalian lingkungan kerja,
meningkatkan produktivitas ventilasi udara, meningkatkan pengendalian
administrative untuk memastikan para pekerja telah terlatih dalam situasi apapun,
Pemeliharaan penggunaan Personal Protective Equipment, memperhatikan waktu
kerja yang teratur, waktu istirahat yang cukup efisien bagi pekerja dan perusahaan,
serta dapat melakukan aktifitas kesegaran jasmani.
Daftar Bacaan : (1982 – 2013)
12
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Skripsi, 28 Agustus 2013
Era Prasasti, NIM : 108101000070
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingkat Kelelahan Kerja Pada
Pekerja Workshop Di PT. X Jakarta Tahun 2013
xviii + 111 pages + 17 table + 3 images + 6 attachment
Abstract
Fatigue is a protective mechanism of the body so that the body avoid further
damage resulting in the recovery after the break. Fatigue is governed by centrally by
the brain. The term fatigue usually show varying conditions of each individual, but it
all boils down to the loss of efficiency and decreased work capacity and endurance.
Based on the results of preliminary studies on the PT. X Jakarta, from 10 workers in
the workshop get 50 % of workers who experience severe fatigue and 40 % of
workers are experiencing job burnout and 10 % experienced mild fatigue. This result
means that all workers experience fatigue levels by melting.
Epidemiological study is a cross sectional analytic design. Study sample as
many as 54 people from a total population of 90 workers . Using a statistical test Chi
Square to see the relationship between the two variables work climate variables,
nutritional status, smoking habits and sleep quality associated with the level of work
on worker fatigue workshop at PT. X Jakarta in 2013, while the Kruskal Wallis test
for variables of age and years of service associated with the level of work on worker
fatigue workshop at PT. X Jakarta in 2013.
From the results of statistical tests, described Worker experiencing severe
fatigue 28 people ( 42.6 % ), workers who experience job burnout are as many as 18
people ( 33.3 % ) and workers who experience mild fatigue were 13 ( 24,1 % ). But
bivariate test results prove there is no relationship between work climate with job
burnout ( p = 0.820 ). There is no relationship between the individual factors with
fatigue level with pvalue 0.221, pvalue tenure with 0541 , the nutritional status of
workers with pvalue 0.299, pvalue smoking habit by 0.359, and the quality of sleep
with pvalue 0,222.
Based on the results of the study it can be concluded there is no significant
relationship between work climate, age, years of service, nutritional status, smoking
habits, and sleep quality with levels of fatigue. It is influenced by factors other than
workers and the environment as well as the limitations in the research process.
Therefore the results of the study found that all the work climate variables and
individual factors unrelated to job burnout, but still advised to upgrade and
13
maintenance work related to climate and individual factors, such as environmental
control Increasing employment, increase productivity ventilation , improve
administrative controls to ensure the workers have been trained in any situation , the
use of Personal Protective Equipment Maintenance, observe regular working hours,
rest periods are quite efficient for workers and companies, and can perform physical
fitness activities.
Reading List : (1982 – 2013)
14
15
16
17
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Era Prasasti
TTL : Bekasi, 25 Januari 1991
Alamat : Jl. Parang Tritis B no. 147 RT 03/010 Bekasi
Kelurahan : Sepanjang Jaya
Kecamatan : Bekasi
Kotamadya : Bekasi
Kode Pos : 17114
Agama : Islam
Gol. Darah : O
No. Telp : (021) 82417259 / 082112170488
Email : [email protected]
RIWAYAT PENDIDIKAN
Tahun
1996 – 2002 SDN Sepanjang Jaya VIII Bekasi
2002 - 2004 SMP Bani Saleh 1 Bekasi
2004 - 2005 SMPN 252 Jakarta
2005 - 2008 SMAN 53 Jakarta
2008 – 2013 S1 – Kesehatan Masyarakat Peminatan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
PENGALAMAN ORGANISASI
2010 – 2011 Bendahara Umum LSO Paduan Suara Fakultas Kedokteram
dan Ilmu Kesehatan 2011 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
18
KATA PENGANTAR
Atas berkat Rahmat Allah swt. Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyang
akhirnya saya dapat menyelesaika penyusunan skripsi dengan judul “ Faktor-faktor
yang Berhubungan Dengan Tingkat Kelelahan Kerja pada Pekerja Workshop di PT.X
Jakarta Tahun 2013”. Sholawat dan salam juga selalu tercurah kepada baginda besar
Nabi Muhammad saw. Yang telah menuntun umatnya dari zaman kegelapan ke
zaman terang benderang seperti saat ini.Dalam penyusunan skripsi ini, tak lepas dari
bantuan berbagai pihak. Untuk itu saya mengucapkan terima kasih kepada :
1. Febrianti, Msiselaku kepala program studi kesehatan masyarakat yang mana
senantiasa berusaha agar prodi kesmas selalu menjadi yang terbaik.
2. Dr. Yuli Prapanca sata, MARS selaku pembimbing 1 yang selalu menyempatn
waktu di kesibukannya membimbing selama ini.
3. Ibu Riastuti Kusumawardani, MKM, selaku pembimbing II yang selalu
menyempatkan waktu di kesibukannya membimbing selama ini.
4. Terima Kasih kepada PT. X Jakarta atas kesempatannya dalam memberikan
peluang untuk dilakukannya penelitian ini.
5. Titi ndut, Liadzul, Sherly, terima kasih atas dukungannya.
6. My Best Ever Friend, Sofia, Riska, M.Iqbal, terima kasih atas dukungannya
dan pengertiannya, I love you Guys.
7. Anakku yang masih di dalam perut Bunda dan Suamiku, terima kasih selalu
mendukung Bunda saat mengejar pendidikan ini.
19
8. Keluarga Besar Yura, Mama, Bapak, Mas Yuga dan Keluarga Besar Priyo,
telah memberikan dukungan lahir batin untuk perjuanganku.
Skripsi ini tentu tidak sempurna, saran dan kritik yang membangun terhadap
skripsi ini sangat diharapkan.
Jakarta, Agustus
2013
Penulis
20
DAFTAR ISI
ABSTRAKSI ………………………………………………………………………...... ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ……………………………………… vi
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA ……………………………………………… vii
LEMBAR PERNYATAAN…………………………………………………………… viii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ……………………………………………………….. ix
KATA PENGANTAR ………………………………………………………………... x
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………….. xii
DAFTAR TABEL ……………………………………………………………………. xvi
DAFTAR BAGAN …………………………………………………………………….. xvii
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………………... 1
1.1 Latar Belakang ………………………………………………………………….
1.2 Rumusan Masalah ………………………………………………………………
1.3 Pertanyaan Penelitian …………………………………………………………..
1.4 Tujuan ………………………………………………………………………….
1
4
5
6
1.4.1 Tujuan Umum …………………………………………………………..
1.4.2 Tujuan Khusus ………………………………………………………….
6
6
1.5 Manfaat Penelitian ……………………………………………………………...
1.6 Ruang Lingkup ………………………………………………………………….
7
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………………… 9
2.1 Tingkat Kelelahan ..…………………………………………………………… 9
2.1.1 Definisi Kelelahan Kerja …………………………………………….
2.1.2 Mekanisme Kelelahan ……………………………………………….
2.1.3 Jenis Kelelahan ………………………………………………………
2.1.4 Gejala Kelelahan dan Tanda Kelelahan ……………………………..
2.1.5 Cara Pengukuran . …………………………………………………..
2.1.6 Dampak Kelelahan ………………………………………………….
9
10
12
15
17
23
2.2 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Kelelahan Kerja …………. 23
2.2.1 Beban Kerja …………………………………………………………
2.2.2 Beban Tambahan ……………………………………………………
23
27
21
2.2.3 Faktor Individu ……………………………………………………..
2.2.4 Faktor Pekerjaan ……………………………………………………
32
42
2.3 Workshop PT. X Jakarta ……………………………………………………… 44
2.3.1 Pengertian Workshop/Bengkel ………………………………………
2.3.2 Pekerjaan dalam Workshop PT. X Jakarta …………………………
2.3.3 Jenis Bahaya di Tempat Kerja Bengkel ……………………………..
2.3.4 Faktor dan Potensi Kelelahan Akibat Kerja di Tempat Kerja
Bengkel ……………………………………………........................
44
45
46
48
2.4 Kerangka Teori ………………………………………………………………. 49
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS 50
3.1 Kerangka Konsep ……………………………………………………………...
3.2 Definisi Operasional …………………………………………………………..
3.3 Hipotesis ………………………………………………………………………
50
52
55
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN …………………………………………… 56
4.1 Desain Penelitian ……………………………………………………………..
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian …………………………………………………
4.3 Populasi dan Sampel ………………………………………………………….
4.4 Pengumpulan Data ……………………………………………………………
4.4.1 Data Primer …………………………………………………………
4.4.2 Data Sekunder ………………………………………………………
4.5 Instrumen Penelitian …………………………………………………………..
4.6 Pengolahan Data ……………………………………………………………….
4.7 Analisis Data…………………………………………………………………...
56
56
56
61
61
61
61
69
71
BAB V HASIL . ……………………………………………………………………….. 72
5.1 Gambaran Umum PT. X Jakarta ………………………………………………
5.2 Visi, Misi ………………………………………………………………………
5.3 Gambaran Umum Workshop ………………………………………………….
5.3.1 Gambaran Umum Ketenagakerjaan di Workshop PT. X ……………
5.3.2 Struktur Organisasi …………………………………………………
5.4 Gambaran umum Proses Engineering, Mechanical dan Electrical ……………
72
72
73
73
74
76
22
5.5 Analisis Univariat ……………………………………………………………
5.5.1 Gambaran Kelelahan pada Pekerja Workshop di PT. X Jakarta ……
5.5.2 Gambaran Iklim Kerja pada Pekerja Workshop di PT. X Jakarta …
5.5.3 Gambaran Umur dan Masa Kerja Pada Pekerja Workshop di PT. X
Jakarta ………………………………………………………………
5.5.4 Gambaran Status Gizi, Kebiasaan Merokok dan Kualitas Tidur
Pekerja Workshop di PT. X Jakarta …………………………………
5.6 Analisis Bivariat ………………………………………………………………
5.6.1 Hubungan Antara Iklim Kerja dengan Tingkat Kelelahan Kerja Pada
Pekerja Workshop di PT. X Jakarta …………………………………
5.6.2 Hubungan antara Umur dan Masa Kerja dengan Tingkat Kelelahan
Kerja pada Pekerja Workshop di PT. X Jakarta ……………………
5.6.3 Hubungan Antara Status Gizi dengan Kelelahan Kerja Pada Pekerja
Workshopdi PT. X …………………………………………………
5.6.4 Hubungan Antara Kebiasaan Merokok dengan Kelelahan Kerja Pada
Pekerja Workshop di PT. X …………………………………………
5.6.5 Hubungan Antara Kualitas Tidur dengan Tingkat Kelelahan Kerja
Pada Pekerja Workshop di PT. X ……………………………………
77
77
78
80
81
84
84
85
86
87
88
BAB VI PEMBAHASAN ……………………………………………………………..
6.1 Keterbatasan Penelitian …………………………………………………….
6.2 Tingkat Kelelahan Kerja ……………......………………………………….
6.3 Gambaran dan Hubungan Iklim Kerja dengan Tingkat Kelelahan Kerja ….
6.4 Gambaran dan Hubungan Iklim Kerja dengan Tingkat Kelelahan Kerja ….
6.5 Gambaran dan Hubungan Masa Kerja dengan TingkatKelelahan Kerja ….
6.6 Gambaran dan Hubungan Status Gizi dengan TingkatKelelahan Kerja …..
6.7 Gambaran dan Hubungan Kebiasaan Merokok dengan TingkatKelelahan
Kerja..............................................................................................................
6.8 Gambaran dan Hubungan Kualitas Tidur dengan TingkatKelelahan Kerja.
90
90
90
92
93
95
97
98
100
BAB VII KESIMPULAN …………………………………………………………….
7.1 Simpulan ……………………………………………………………………
102
102
23
7.2 Saran ………………………………………………………………………..
7.2.1 Bagi Perusahaan …………………………………………………..
7.2.2 Bagi Peneliti ………………………………………………………
104
104
105
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................ 106
LAMPIRAN …………………………………………………………………………………… -
24
DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Estimasi Pengukuran Panas Metabolik .................................................. 24
Tabel 2.2 NAB Indeks Suhu Bola Basah (ISBB) .................................................. 26
Tabel 2.4 NAB Kebisingan ................................................................................... 32
Tabel 2.5 Klasifikasi Status Gizi Berdasarkan Indeks Masa Tubuh ...................... 38
Tabel 4.1 Hasil Perhitungan sampel ……………………………………………... 60
Tabel 5.1
Tabel 5.2
Tabel 5.3
Tabel 5.4
Tabel 5.5
Tabel 5.6
Jumlah Tenaga Kerja PT. X Jakarta …………………………………...
Distribusi Frekuensi Kelelahan Kerja pada Pekerja …………………..
Distribusi Frekuensi Beban Kerja pada Pekerja Workshop …………..
Distribusi Frekuensi Iklim Kerja Pada Pekerja di Workshop …………
Distribusi Frekuensi Umur dan Masa Kerja Pekerja Workshop ………
Distribusi Frekuensi Status Gizi, Kebiasaan Merokok dan Kualitas
Tidur Pekerja Workshop ………………………………………………
73
77
78
79
80
81
Tabel 5.7
Tabulasi Silang antara Iklim Kerja dengan Tingkat Kelelahan
Pada Pekerja Workshop …………………………………………….....
84
Tabel 5.8
Tabel 5.9
Tabel 5.10
Tabel 5.11
Tabulasi Silang antara Umur dan Masa Kerja dengan Tingkat
Kelelahan Kerja Pada Pekerja Workshop ……………………………..
Tabulasi Silang antara Status Gizi Pekerja dengan Tingkat Kelelahan
Kerja Pada Pekerja Workshop …………………………………………
Tabulasi Silang antara Kebiasaan Merokok Pekerja dengan Tingkat
Kelelahan Kerja Pada Pekerja Workshop ……………………………..
Tabulasi Silang antara Kualitas Tidur Pekerja dengan Kelelahan Pada
85
86
87
25
Pekerja Workshop …………………………………………….............. 88
26
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Kerangka Teori ……………………………………….. 47
Bagan 3.1 Kerangka Konsep Penelitian …………………………. 49
Bagan 5.1 Struktur Organisasi ……………………………………. 74
27
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh
terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat.
Kelelahan ini diatur oleh secara sentral oleh otak. Istilah kelelahan biasanya
menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dari tiap individu, tetapi semuanya
bermuara kepada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta
ketahanan tubuh (Tarwaka, 2004). Kelelahan akibat kerja juga sering kali
diartikan sebagai proses menurunnya efisiensi, performance kerja dan
berkurangnya kekuatan ketahanan fisik untuk terus melanjutkan kegiatan yang
harus dilakukan (Suma’mur, 1996)
Faktor penyebab kelelahan di industri sangat bervariasi. Kelelahan dapat
disebabkan karena faktor intensitas dan lama kerja fisik dan mental, lingkungan,
circadian rhythm, problem fisik, kenyerian dan kondisi kesehatan, dan nutrisi.
Kelelahan dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu, kelelahan otot (muscular
fatigue) dan kelelahan umum (general fatique). Kelelahan otot merupakan tremor
pada otot atau perasaan nyeri pada otot, sedangkan kelelahan umum ditandai
dengan berkurangnya kemauan untuk bekerja yang disebabkan oleh monotoni
(pekerjaan yang sifatnya monoton), intensitas dan lamanya kerja fisik, keadaan
lingkungan, kondisi mental dan psikologis, status kesehatan, dan gizi.Pengaruh-
28
pengaruh tersebut terakumulasi di dalam tubuh manusia dan menimbulkan
perasaan lelah yang dapat menyebabkan seseorang berhenti bekerja (beraktivitas)
(Tarwaka, 2004).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh kementrian tenaga kerja
Jepang terhadap 12.000 perusahaan yang melibatkan sekitar 16.000 pekerja di
negara tersebut yang dipilih secara acak telah menunjukkan hasil bahwa
ditemukan bahwa 65% pekerja mengeluhkan kelelahan fisik akibat kerja
rutin, 28% mengeluhkan kelelahan mental dan sekitar 7% pekerja mengeluh
stress dan merasa tersisihkan (Hidayat (2003) dalam Eraliesa (2009)). Dari
laporan survei di negara maju diketahui bahwa 10-50% penduduk
mengalami kelelahan akibat kerja. Hal tersebut dapat ditunjukkan dengan
adanya prevalensi kelelahan sekitar 20% pasien yang membutuhkan perawatan
(Santosa (1982) dalam Tri Yuni (2006)).
Depkes (1991) menyatakan bahwa dalam kehidupan sehari-hari,
kelelahan mempunyai beragam penyebab yang berbeda, yaitu beban kerja, beban
tambahan dan faktor individu. Menurut Granjean (1997) dalam Tarwaka dkk
(2004) bahwa berbagai pendekatatan terhadap pengerahan tenaga atau beban
kerja pada tenaga kerja secara fisiologis dalam pekerjaannya antara lain
pengukuran nadi kerja (heart rate), konsumsi oksigen, aliran darah, dan
frekuensi pernafasan. Beban tambahan merupakan beban diluar beban kerja yang
harus ditanggung oleh pekerja. Beban tambahan tersebut berasal dari lingkungan
kerja yang memiliki potensi bahaya seperti lingkungan kerja. Faktor individu
merupakan macam-macam karakteristik dari individu sendiri.
29
Purnawati (2005) menyebutkan berat ringannya beban kerja baik fisik
maupun mental dapat mempengaruhi tingkat kelelahan. Beban kerja fisik yang
terlalu berat dapat berakibat cadangan enegi tubuh sangat berkurang serta
penumpukan asam laktat yang berlebihan sehingga tingkat kelelahan menjadi
berat. Beban kerja yang terlalu ringan dan monoton dalam waktu lama dapat
menimbulkan kebosanan dan berakibat stimulasi elektris sistim inhibisi menjadi
lebih kuat, sehingga menurunkan kemampuan bereaksi dan menimbulkan
kecenderungan untuk tidur. Semuanya ini dapat mengakibatkan kelelahan dalam
tingkat yang berat meskipun beban kerja fisik maupun mental yang harus
dijalankan tidak berat. Sehingga kelelahan dapat berakibat menurunnya
perhatian, perlambatan dan hambatan persepsi, lambat dan sukar berfikir,
penurunan kemauan atau dorongan untuk bekerja, penurunan kewaspadaan,
konsentrasi dan ketelitian, menurunnya efisiensi dan kegiatan-kegiatan fisik dan
mental yang pada akhirnya menyebabkan kecelakan kerja dan terjadi penurunan
poduktivitas kerja (Budiono, 2003)
PT. X Jakarta merupakan salah satu workshop yang bergerak dalam
bidang TOTAL SERVICE atau segala perbaikan dalam bidang electrical dan
engineering. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal
31 Januari 2013 di PT. X Jakarta, dari 10 orang pekerja worksop di dapatkan
50% pekerja yang mengalami kelelahan kerja berat dan 40% pekerja mengalami
kelelahan kerja sedang dan 10% mengalami kelelahan kerja ringan. Didapatkan
nilai intensitas secara langsung, intensitas lingkungan fisik perusahaan bahwa
dari 7 titik pengukuran iklim kerja, masing-masing adalah 28,9oC (Titik 1);
30
29,7oC (titik 2); 28,5
oC (titik 3); 27,8
oC (titik 4); 28
oC (titik 5); 28,7
oC (titik 6);
dan 27,4 o
C (titik 7) (terlampir). Nilai NAB tekanan panas disesuaikan dengan
tingkat beban kerja pekerja sesuai ketentuan Permenaker No.13/MEN/X/2011
tentang Nilai Ambang Batas Iklim Kerja Indeks Suhu Basah dan Bola
(ISBB).
Oleh karena itu perlu diteliti apa saja faktor-faktor yang berhubungan
dengan tingkat kelelahan kerja pada pekerja workshop PT. X Jakarta, sehingga
diharapkan dengan diadakannya penelitian ini dapat menambah informasi bagi
perusahaan dan pekerja mengenai kelelahan akibat kerja.
1.2 Rumusan Masalah
Penelitian yang melibatkan sekitar 16.000 pekerja di negara Jepang tersebut
yang dipilih secara acak telah menunjukkan hasil bahwa ditemukan bahwa
65% pekerja mengeluhkan kelelahan fisik akibat kerja rutin, 28% mengeluhkan
kelelahan mental dan sekitar 7% pekerja mengeluh stress dan merasa tersisihkan
(Hidayat (2003) dalam Eraliesa (2009)). Dari laporan survei di negara maju
diketahui bahwa 10-50% penduduk mengalami kelelahan akibat kerja.
Sehingga diperlukan perawatan khusus sebanyak 20% pasien.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 31 Januari
2013 di PT. X Jakarta, dari 10 orang pekerja worksop di dapatkan 50% pekerja
yang mengalami kelelahan kerja berat dan 40% pekerja mengalami kelelahan
kerja sedang dan 10% mengalami kelelahan kerja ringan dengan alat ukur
reaction timer test. Klasifikasi beban kerja pekerja pada 10 sampel adalah beban
31
kerja tingkat sedang berdasarkan perhitungan denyut nadi dalam menetukan
beban kerja pada pekerja. Didapatkan nilai intensitas tekanan panas secara
langsung, intensitas lingkungan fisik perusahaan bahwa dari 7 titik pengukuran
iklim kerja, masing-masing adalah 28,9oC (Titik 1); 29,7
oC (titik 2); 28,5
oC (titik
3); 27,8 o
C (titik 4); 27,9 oC (titik 5); 28,7
oC (titik 6); dan 27,4
oC (titik 7)
(terlampir). Nilai NAB tekanan panas disesuaikan dengan tingkat beban kerja
pekerja sesuai ketentuan Permenaker No.13/MEN/X/2011 tentang Nilai
Ambang Batas Iklim Kerja Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB).
Depkes (1991), Ramdan (2007), Silaban (1998), Granjean (1988),
Suma’mur (1996, 2009), Budiono (2003), Park, dkk (2001), menyebutkan bahwa
faktor-faktor yang berhubungan dengan kelelahan kerja adalah beban kerja,
beban tambahan (kebisingan, penerangan, iklim kerja), faktor individu (jenis
kelamin, umur, masa kerja, status gizi, kebiasaan merokok, kondisi kesehatan),
dan faktor pekerjaan ( lama kerja dan pekerjaan yang monoton).
1.3 Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran tingkat kelelahan kerja terhadap pekerja workshop di PT.
X Jakarta tahun 2013?
2. Bagaimana gambaran iklim kerja terhadap tingkat kelelahan kerja pada pekerja
workshop di PT. X Jakarta tahun 2013?
3. Bagaimana gambaran faktor individu (umur, masa kerja, status gizi kebiasaan
merokok, dan kualitas tidur) terhadap tingkat kelelahan kerja pada pekerja
workshop di PT. X Jakarta tahun 2013?
32
4. Apakah ada hubungan antara iklim kerja terhadap tingkat kelelahan kerja pada
pekerja workshop di PT. X Jakarta tahun 2013?
5. Apakah ada hubungan antara faktor individu (umur, masa kerja, status gizi,
kebiasaan merokok, dan kualitas tidur) dengan tingkat kelelahan kerja pada
pekerja workshop di PT. X Jakarta tahun 2013?
1.4 Tujuan
1.4.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kelelahan
pekerja workshop di PT. X Jakarta tahun 2013.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui gambaran tingkat kelelahan kerja terhadap pekerja workshop PT. X
Jakarta tahun 2013.
2. Bagaimana gambaran iklim kerja terhadap tingkat kelelahan kerja pada pekerja
workshop di PT. X Jakarta tahun 2013.
3. Mengetahui gambaran faktor individu (umur, masa kerja, status gizi, kebiasaan
merokok dan kualitas tidur) terhadap tingkat kelelahan kerja pada pekerja
workshop di PT. X Jakarta tahun 2013.
4. Mengetahui hubungan iklim kerja terhadap tingkat kelelahan kerja pada pekerja
workshop di PT. X Jakarta tahun 2013.
5. Mengetahui hubungan faktor individu (umur, masa kerja, status gizi, kebiasaan
merokok dan kualitas tidur) terhadap tingkat kelelahan kerja pada pekerja
workshop di PT. X Jakarta tahun 2013.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi Perusahaan
33
1. Dapat mengetahui gambaran tingkat kelelahan yang dialami tenaga kerja
selektor, serta sebagai bahan pertimbangan untuk mengevaluasi adanya
keluhan tenaga kerja dan mencari alternatif pemecahan.
2. Dapat mengetahui gambaran lingkungan fisik (kebisingan dan iklim kerja)
perusahaan terhadap kelelahan kerja pada pekerja workshop.
3. Sebagai sumbangan pemikiran dan pengembangan serta penerapan
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).
1.5.2 Bagi Peneliti
1. Melatih pola berpikir sistematis dalam menghadapi masalah-masalah, khususnya
dalam bidang K3.
2. Sebagai aplikasi nyata dari keilmuan yang diperoleh selama perkuliahan.
3. Memacu peneliti untuk mengembangkan penelitian ke arah yang lebih baik,
sehingga dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi kesejahteraan pekerja.
1.5.3 Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat
1. Sebagai referensi keilmuan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja,
khususnya pengaruh kebisingan terhadap kelelahan bekerja.
2. Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai acuan dan referensi untuk
penelitian selanjutnya.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan dengan tingkat kelelahan pekerja workshop di PT. X Jakarta
tahun 2013. Penelitian yang diambil adalah faktor-faktor yang berhubungan
34
dengan kelelahan kerja pada pekerja workshop di PT. X Jakarta tahun 2013.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari - Maret 2013. Metode
penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional (potong lintang).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 31 Januari
2013 di PT. X Jakarta, dari 10 orang pekerja workshop di dapatkan 50%
pekerja yang mengalami kelelahan kerja berat dan 40% pekerja mengalami
kelelahan kerja sedang dan 10% mengalami kelelahan kerja ringan dengan
alat ukur reaction timer test. Data primer diperoleh dari kuesioner dan hasil
ukur reaction timer.
35
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kelelahan
2.1.1 Definisi Kelelahan kerja
Fatigue berasal dari kata “fatigare” yang berarti hilang lenyap (waste-
time).Secara umum dapat diartikan sebagai perubaan dari keadaan yang
lebih kuat ke keadaan yang lebih lemah. Kelelahan merupakan kondisi
yang ditandai dengan perasaan lelah dan menurunkan kesiagaan serta
berpengaruh terhadap produktivitas kerja. Banyak definisi kelelahan yang
berkembang disebabkan oleh konsep kelelahan yang bersifat majemuk.
Berbagai definisi kelelahan banyak diwarnai menurut sudut pandang
masing-masing kebutuhan (Granjean, 1988).
1. Kata kelelahan menunjukkan keadaan yang berbeda–beda, tetapi
semuanya berakibat kepada pengurangan kapasitas kerja dan
ketahanan tubuh (Suma’mur, 2009).
2. Kelelahan didefinisikan sebagai keadaan gangguan yang dapat
mencakup unsur-unsur fisik dan / atau mental, dapat dikaitkan
dengan kewaspadaan yang lebih rendah dan kinerja yang
berkurang (Fatigue Management, 2010).
3. Istilah kelelahan mengarah pada kondisi melemahnya tenaga untuk
melakukan suatu kegiatan, walaupun itu bukan satu-satunya gejala.
Secara umum gejala kelelahan yang lebih dekat adalah pada
pengertian kelelahan fisik atau physical fatigue dan kelelahan
mental atau mental fatigue (Budiono, 2003).
36
4. Kelelahan kerja merupakan suatu kondisi yang menyebabkan
penurunan kinerja yang dapat mengakibatkan kesalahan kerja,
ketidakhadiran, keluar kerja, kecelakaan kerja dan berpengaruh
terhadap perilaku kerja. (Schultz, 1982).
5. Kelelahan kerja dianggap seagai memuncaknya kondisi
psikokhemis dari tubuh yang diakibatkan produksi racun-racun
khemis yang berlebihan sehingga orang harus beristirahat
(Kartono, 1994)
Beberapa definisi kelelahan, dapat disimpulkan bahwa kelelahan atau
fatigue menunjukkan keadaan yang berbeda-beda, tetapi semua keadaan
berakibat pengurangan kapasitas kerja dan ketahanan tubuh. Dapat
dikatakan pula sebagai melemahnya tenaga dalam aspek fisik, psikologi
maupun mental. Kelelahan baik secara fisiologis maupun psikologis pada
dasarnya merupakan suatu mekanisme perlindungan terhadap tubuh
terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah
istirahat.
2.1.2 Mekanisme Kelelahan
Konsep kelelahan merupakan reaksi fungsional dari pusat kesadaran
yaitu cortex cerebri yang dipengaruhi oleh dua sistem penghambat
(inhibisi dan sistem penggerak/aktivasi) Sampai saat ini masih berlaku dua
teori tentang kelelahan otot, yaitu teori kimia dan teori syaraf pusat.
(Suma’mur, 1996)
37
1. Teori kimia
Secara teori kimia bahwa terjadinya kelelahan adalah akibat
berkurangnya cadangan energi dan meningkatnya sistem metabolisme
sebagai penyebab hilangnya efisiensi otot, sedangkan perubahan arus
listrik pada otot dan syaraf adalah penyebab sekunder.
Produktivitas mulai menurun setelah empat jam bekerja terus
menerus (apapun jenis pekerjaannya) yang disebabkan oleh
menurunnya kadar gula di dalam darah. Itulah sebabnya istirahat
sangat diperlukan minimal setengah jam setelah empat jam bekerja
terus menerus agar pekerja memperoleh kesempatan untuk makan dan
menambah energi yang diperlukan tubuh untuk bekerja (Suma’mur,
1996)
2. Teori syaraf pusat
Bahwa perubahan kimia hanya penunjang proses, yang
mengakibatkan dihantarkannya rangsangan syaraf oleh syaraf
sensosrik ke otak yang disadari sebagai kelelahan otot. Rangsangan
aferen ini menghambat pusat-pusat otak dalam mengendalikan
gerakan sehingga frekuensi potensial gerakan pada sel syaraf menjadi
berkurang. Berkurangnya frekuensi ini akan menurunkan kekuatan dan
kecepatan kontraksi otot dan gerakan atas perintah kemauan menjadi
lambat.
Kondisi dinamis dari pekerjaan akan meningkatkan sirkulasi
darah yang juga mengirimkan zat-zat makanan bagi otot dan mengusir
38
asam laktat. Karena suasana kerja dengan otot statis aliran darah akan
menurun, maka asam laktat akan terakumulasi dan mengakibatkan
kelelahan otot lokal. Disamping itu juga dikarenakan beban otot yang
tidak merata pada jaringantertentu yang pada akhirnya akan
mempengaruhi kinerja (performance) seseorang (Harington, 2005).
Kelelahan diatur oleh sentral dari otak. Pada susunan syaraf
pusat, terdapat sistem aktivasi dan inhibisi. Kedua sistem ini saling
mengimbangi tetapi kadang-kadang salah satu daripadanya lebih
dominan sesuai dengan kebutuhan. Sistem aktivasi bersifat simpatis,
sedang inhibisi adalah parasimpatis. Agar tenaga kerja berada dalam
keserasian dan keseimbangan, kedua sistem tersebut berada pada
kondisi yang memberikaan stabilitas pada tubuh (Suma’mur 2009).
2.1.3 Jenis Kelelahan
Kelelahan kerja berakibat pada pengurangan kapasitas kerja dan
ketahanan tubuh. Terdapat dua jenis kelelahan, yaitu kelelahan otot
dan kelelahan umum (Suma’mur, 2009).
(1) Kelelahan Otot (Muscular Fatigue)
Fenomena berkurangnya kinerja otot setelah terjadinya tekanan
melalui fisik untuk suatu waktu disebut kelelahan otot secara
fisiologi, dan gejala yang ditunjukan tidak hanya berupa
berkurangnya tekanan fisik, namun juga pada makin rendahnya
gerakan. Pada akhirnya kelelahan fisik ini dapat menyebabkan
39
sejumlah hal yang kurang menguntungkan seperti: melemahnya
kemampuan tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya dan
meningkatnya kesalahan dalam melakukan kegiatan kerja,
sehingga dapat mempengaruhi produktivitas kerjanya. Gejala
Kelelahan otot dapat terlihat pada gejala yang tampak dari luar
atau external signs (Budiono, 2003).
Sampai saat ini masih berlaku dua teori tentang kelelahan otot
yaitu teori kimia dan teori saraf pusat terjadinya kelelahan. Pada
teori kimia secara umum menjelaskan bahwa terjadinya kelelahan
adalah akibat berkurangnya cadangan energi dan meningkatnya
sisa metabolisme sebagai penyebab hilangnya efisiensi otot.
Sedangkan perubahan arus listrik pada otot dan saraf adalah
penyebab sekunder. Sedangkan pada teori saraf pusat menjelaskan
bahwa perubahan kimia hanya merupakan penunjang proses.
Perubahan kimia yang terjadi mengakibatkan dihantarkannya
rangsangan saraf melalui saraf sensoris ke otak yang disadari
sebagai kelelahan otot. Rangsangan aferen ini menghambat pusat-
pusat otak dalam mengendalikan gerakan sehingga frekuensi
potensial kegiatan pada sel saraf menjadi berkurang. Berkurangnya
frekuensi tersebut akan menurunkan kekuatan dan kecepatan
kontraksi otot dan gerakan atas perintah kemauan menjadi lambat.
Dengan demikian semakin lambat gerakan seseorang akan
40
menunjukkan semakin lelah kondisi otot seseorang (Tarwaka,
2004).
(2) Kelelahan Umum
Gejala utama kelelahan umum adalah suatu perasaan letih yang
luar biasa. Semua aktivitas menjadi terganggu dan terhambat
karena munculnya gejala kelelahan tersebut. Tidak adanya gairah
untuk bekerja baik secara fisik maupun psikis, segalanya terasa
berat dan merasa “ngantuk” (Budiono, 2003).Kelelahan umum
biasanya ditandai berkurangnya kemauan untuk bekerja yang
disebabkan oleh karena monotoni, intensitas dan lamanya kerja
fisik, keadaan di rumah, sebab- sebab mental, status kesehatan dan
keadaan gizi (Tarwaka, 2004).
Beberapa jenis kelelahan umum menurut Budiono (2003) adalah:
1) Kelelahan penglihatan, muncul dari terlalu letihnya
mata.
2) Kelelahan seluruh tubuh, sebagai akibat terlampau
besarnya beban fisik bagi seluruh organ tubuh.
3) Kelelahan mental, penyebabnya dipicu oleh pekerjaan yang
bersifat mental dan intelektual.
4) Kelelahan syaraf, disebabkan oleh terlalu tertekannya salah
satu bagian dari sistem psikomotorik.
5) Kelelahan kronis, sebagai akibat terjadinya akumulasi efek
kelelahan pada jangka waktu yang panjang.
41
6) Kelelahan siklus hidup sebagai bagian dari irama
hidup siang dan malam serta petukaran periode tidur.
Berdasarkan penyebab kelelahannya, kelelahan dapat dikategorikan
sebagai berikut :
1) Kelelahan fisiologis merupakan kelelahan yang disebabkan
karena adanya faktor lingkungaan fisik, seperti penerangan,
kebisingan, panas dan suhu.
2) Kelelahan psikologis terjadi apabila adanya pengaruh hal-hal diluar
diri yang berwujud pada tingkah laku atau perbuatan dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya, seperti suasana kerja, interaksi
dengan sesama pekerja maupun dengan atasan (Depnaker, 2004).
Observasi yang pernah dilakukan, bahwa perasaan letih seperti
haus, lapar dan perasaan lainnya yang sejenis merupakan alat
pelindung alami sebagai ndikator bahwa keadaan fisik dan psikis
seseorang menurun (Budiono, 2009).
2.1.4 Gejala Kelelahan dan Tanda Kelelahan
Dalam ILO Workshelf (1983) menyebutkan bahwa kelelahan
dipengarui banyak sisi. Proses biologis kelelahan secara umum tidak dapat
diukur dengan cara langsung, sehingga definisi terutama berorientasi pada
gejala-gejala kelelahan. Gejala kelelahan dapat dibagi, misalnya, ke dalam
tiga kategori berikut:
42
1. Gejala Psikologi: kelelahan dianggap sebagai penurunan fungsi organ
atau organisme secara keseluruhan. Itu menghasilkan reaksi fisiologis,
misalnya, peningkatan frekuensi denyut jantung atau aktivitas otot
listrik.
2. Gejala Perilaku: kelelahan diartikan terutama sebagai penurunan
parameter kinerja. Contoh meningkatnya kesalahan ketika
memecahkan tugas-tugas tertentu, atau variabilitas meningkatkan
kinerja.
3. Gejala Psiko-fisik: kelelahan ditafsirkan sebagai peningkatan perasaan
tenaga dan penurunan sensasi, tergantung pada intensitas, durasi dan
komposisi faktor stres.
Dalam proses kelelahan ketiga gejala tersebut dalam prosesnya,
mereka dapat muncul di berbagai titik dalam waktu tertentu. Reaksi
fisiologis dalam sistem organik, terutama mereka yang terlibat dalam
pekerjaan, mungkin muncul pertama. Kemudian perasaan tenaga mungkin
akan terpengaruh. Perubahan kinerja diwujudkan umumnya dalam
keteraturan penurunan kerja atau dalam kuantitas meningkatnya
kesalahan, meskipun rata-rata kinerja mungkin belum terpengaruh.
Sebaliknya, dengan motivasi yang tepat orang yang bekerja bahkan
mencoba untuk mempertahankan kinerja melalui kehendak-kekuasaan.
Langkah berikutnya mungkin penurunan yang jelas dari kinerja berakhir
dengan gangguan kinerja. Gejala-gejala fisiologis dapat menyebabkan
43
kerusakan pada organisme termasuk perubahan struktur kepribadian dan
dalam kelelahan.
2.1.5 Cara Pengukuran
Sampai saat ini belum ada metode pengukuran kelelahan yang baku
karena kelelahan merupakan suatu perasaan subyektif yang sulit diukur
dan diperlukan pendekatan secara multidisiplin (Grandjean, 1993) dalam
Tarwaka (2004).
Untuk mengetahui dan menilai kelelahan dapat dilakukan
pengukuran/pengujian mengenai:
1. Waktu Reaksi adalah reaksi sederhana atas rangsangan tunggal atau
reaksi kompleks yang memerlukan koordinasi. Kelelahan dapat
diklasifikasikan berdasarkan rentang atau range waktu reaksi
sebagai berikut (Tim Hiperkes, 2003):
1) Normal : waktu reaksi 150,0 – 240,0
milidetik
2) Kelelahan Kerja Ringan (KKR) :waktu reaksi>240,0 - <410,0
milidetik
3) Kelelahan Kerja Sedang (KKS) :waktu reaksi >410,0– <580,0
milidetik
4) Kelelahan Kerja Berat (KKB) : waktu reaksi ≥ 580,0 mili
detik
44
Menurut Sanders & Mc Cormick (1987) yang dikutip oleh
Tarwaka,dkk (2004), waktu reaksi adalah waktu untuk membuat suatu
respon yang spesifik saat satu stimuli terjadi. Sedangkan menurut laporan
Setyawati L (1996) yang dikutip oleh Tarwaka, dkk (2004), dalam uji
waktu reaksi ternyata stimuli terhadap cahaya lebih cepat diterima oleh
reseptor daripada stimuli suara.
2. Konsentrasi (pemeriksaan Bourdon Wiersma)
Pada metode ini konsentrasi merupakan salah satu pendekatan
yang dapat digunakan untuk menguji ketelitian dan kecepatan
menyelesaikan pekerjaan. Bourdon Wiersma test, merupakan salah
satu alat yang dapat digunakan untuk menguji kecepatan, ketelitian
dan konsentrasi. Hasil tes akan menunjukkan bahwa semakin lelah
seseorang maka tingkat kecepatan, ketelitian dan konsentrasi akan
semakin rendah atau sebaliknya. Namun demikian Bourdon Wiersma
tes lebih tepat untuk mengukur kelelahan akibat aktivitas atau
pekerjaan yang lebih bersifat mental. Uraian tersebut diatas dapat
ditarik kesimpulan, bahwa kelelahan biasanya terjadi pada akhir jam
kerja yang disebabkan oleh karena beberapa faktor, seperti monotoni,
kerja otot statis, alat dan sarana kerja yang tidak sesuai dengan
antropometri pemakainya, stasiun kerja yang tidak ergonomik, sikap
paksa dan pengaturan waktu kerja-istirahat yang tidak tepat. Sumber
kelelahan dapat disimpulkan dari hasil pengujian tersebut.
45
3. Uji fusi kelipan (flicker fusion test)
Dalam kondisi yang lelah, kemampuan tenaga kerja untuk
melihat kelipan akan berkurang. Semakin lelah akan semakin
panjang waktu yang diperlukan untuk jarak antara dua kelipan. Uji
kelipan, disamping untuk mengukur kelelahan juga menunjukkan
keadaan kewaspadaan tenaga kerja (Tarwaka, 2004).
4. Elektro-ensefalogram (EEG)
Elekto-ensefalogram (EEG) adalah rekaman aktivitas listrik otak,
yang digunakan untuk mendiagnosis kondisi neurologis (Kamus
Kesehatan, 2012). Electroencephalogram (EEG) adalah suatu test
untuk mendeteksi kelainan aktivitas elektrik otak (Campellone, 2006).
Electroencephalografi adalah prosedur pencatatan aktifitas listrik otak
dengan alat pencatatan yang peka sedangkan grafik yang
dihasilkannya disebut Electroencephalogram. Jadi Aktivitas otak
berupa gelombang listrik, yang dapat direkam melalui kulit kepala
disebut Elektro-Ensefalografi (EEG). Amplitudo dan frekuensi EEG
bervariasi, tergantung pada tempat perekaman dan aktivitas otak saat
perekaman.Saat subyek santai, mata tertutup, gambaran EEG nya
menunjukkan aktivitas sedang dengan gelombang sinkron 8-14
siklus/detik, disebut gelombang alfa.Gelombang alfa dapat direkam
dengan baik pada area visual di daerah oksipital. Gelombang alfa yang
46
sinkron dan teratur akan hilang, kalau subyek membuka matanya yang
tertutup. Gelombang yang terjadi adalah gelombang beta (> 14
siklus/detik).Gelombang beta direkam dengan baik di regio frontal,
merupakan tanda bahwa orang terjaga, waspada dan terjadi aktivitas
mental. Meski gelombang EEG berasal dari kortek, modulasinya
dipengaruhi oleh formasio retikularis di subkortek.
5. Perasaan kelelahan secara subjektif (Subjektive feelings of fatigue)
Subjective Self Rating Tes dari Industrial Fatigue Research
Committee (IFRC) Jepang, merupakan salah satu kuesioner yang
dapat untuk mengukur tingkat kelelahan subjektif. Kuesioner tersebut
berisi 30 daftar pertanyaan yang terdiri dari:
50
(1) 10 Pertanyaan tentang pelemahan kegiatan:
1. Perasaan berat di kepala
2. Lelah di seluruh badan
3. Berat di kaki
4. Menguap
5. Pikiran kacau
6. Mengantuk
7. Ada beban pada mata
8. Gerakan canggung dan kaku
9. Berdiri tidak stabil
10. Ingin berbaring
(2) 10 Pertanyaan tentang pelemahan motivasi:
1. Susah berfikir
2. Lelah untuk bicara
3. Gugup
4. Tidak berkonsentrasi
5. Sulit untuk memusatkan perhatian
6. Mudah lupa
7. Kepercayaan diri berkurang
8. Merasa cemas
9. Sulit mengontrol sikap
10. Tidak tekun dalam pekerjaan
(3) 10 Pertanyaan tentang gambaran kelelahan fisik :
1. Sakit dikepala
2. Kaku di bahu
3. Nyeri di punggung
4. Sesak nafas
5. Haus
6. Suara serak
7. Merasa pening
8. Spasme di kelopak mata
51
9. Tremor pada anggota badan
10. Merasa kurang sehat
Subjective Self Rating Test (SSRT) dari Industrial Fatigue
Research Committee (IFRC) Jepang, merupakan salah satu kuesioner
yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kelelahan subjektif.
Kuesioner tersebut berisi 30 daftar pertanyaan yang terdiri dari : 10
pertanyaan tentang pelemahan kegiatan (pertanyaan no 1 s/d 10); 10
pertanyaan tentang pelemahan motivasi (11 s/d 20); dan 10 pertanyaan
tentang gambaran kelelahan fisik (21 s/d 30). Pengukuran kelelahan
dengan menggunakan kuesioner kelelahan subjektif dapat digunakan
untuk menilai tingkat keparahan kelelahan individu dalam kelompok
kerja yang cukup banyak atau kelompok sampel yang yang dapat
mempresentasikan populasi secara keseluruhan (Tarwaka, 2008)
Jika skor kelelahan subjektif < 40 dan reaction timer test
menunjukkan normal dan ringan, maka dikategorikan Tidak Lelah.
Jika skor kelelahan ≥ 40 dan reaction timer test menunjukkan
kelelahan kerja sedang atau berat maka dikategorikan Lelah
(Purnawati, 2005).
Meskipun ada banyak macam cara ukur untuk mengevaluasi kelelahan
tetapi dalam penelitian ini dilakukan Reaction Timer Test yang merupakan tes
objektif dari kelelahan umum. Reaction timer sebagai pengukuran kelelehan
dengan mengetahui respon stimuli responden secara spesifik. Reaction timer
test dilakukan setelah bekerja.
52
2.1.6 Dampak Kelelahan
Kelelahan kerja merupakan komponen fisik dan psikis. Kerja fisik
yang melibatkan kecepatan tangan dan fungsi mata serta memerlukan
konsentrasi terus menerus dapat menyebabkan kelelahan fisiologis dan
disertai penurunan keinginan untuk bekerja yang disebabkan faktor psikis
sehingga menyebabkan timbulnya perasaan lelah (Suma’mur, 2009).
Kelelahan juga dapat berakibat menurunnya perhatian, perlambatan dan
hambatan persepsi, lambat dan sukar berfikir, penurunan kemauan atau
dorongan untuk bekerja, penurunan kewaspadaan, konsentrasi dan
ketelitian, menurunnya efisiensi dan kegiatan-kegiatan fisik dan mental
yang pada akhirnya menyebabkan kecelakan kerja dan terjadi penurunan
poduktivitas kerja (Budiono, 2003).
2.2 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kelelahan Kerja
Depkes (1991) menyatakan bahwa dalam kehidupan sehari-hari, kelelahan
mempunyai beragam penyebab yang berbeda, yaitu beban kerja, beban tambahan
dan faktor individu. Berikut penjelasannya :
1. Beban Kerja
Menurut Depkes (1991) bahwa volume pekerjaan yang dibebankan
kepada tenaga kerja baik fisik maupun mental dan tanggung jawab.
Beban kerja yang melebihi kemampuan akan mengakibatkan kelelahan
kerja. Beban kerja adalah beban yang diterima pekerja untuk menyelesaikan
53
pekerjaannya, seperti mengangkat, berlari dan lain-lain. Setiap pekerjaan
merupakan beban bagipelakunya. Beban tersebut dapat berupafisik, mental
atau sosial. Derajat beratnya beban kerja tidak hanya tergantung pada
jumlah kalori yang dikonsumsi, akan tetapi juga bergantung pada jumlah
otot yang terlibat pada pembebanan otot statis.
Evaluasi jumlah panas metabolik tubuh dapat diperoleh dengan
menggunakan estimasi pengukuran panas metabolik menurut NIOSH 1986
yang dapat dilihat pada tabel 2.1
Tabel 2.1 Estimasi Pengukuran Panas Metabolik
A Body position and
movement
Kcal/min*
Sitting
Standing
Walking
Walking uphill
0.3
0.6
0.2 – 3.0
Add 0,8 per meter rise
B Type of Work Average
Kcal/min
Range kcal/min
Hand work
Light
Heavy
Work one arm
Light
Heavy
Work Both two arms
Light
Heavy
Work whole body
Light
Moderate
Heavy
Very Heavy
0.4
0.9
1.0
1.8
1.5
2.5
3.5
5.0
7.0
9.0
0.2 – 12
0.7 – 2.5
1.0 – 3.5
2.5 – 9.0
C Basal Metabolism 1.0
D Sample calculation Average Kcal/min
Assembling work with heavy handtools
Standing
0.6
54
Two arms work
Basal metabolism
Total
3.5
1.0
5.1 kcal/min
*For standart worker of 70 kg body weight (154lbs) and 1.8m2 body
surface (19.4 ft2)
** Example of measuring metabolic heat production of worker when
performing initial screening
Sumber : NIOSH Occupational Exposure to Hot Environments, 1986
Selain estimasi pengukuran panas metabolik menurut NIOSH 1986,
panas metabolisme dapat diukur melalui perhitungan beban kerja berdasarkan
tingkat kebutuhan kalori menurut pengeluaran energi. Penilaian beban kerja
dilakukan dengan pengukuran berat badan tenaga kerja, pengamatan aktifitas
tenaga kerja dan kebutuhan kalori berdasarkan pengeluaran energi sesuai tabel
perhitungan beban kerja. Pengamatan aktifitas kerja dilakukan dengancara
pengamatan pada kategori jenis pekerjaan dan posisi badan pekerja setiap
jam, kemudian posisi dan lama gerakan tersebut dicatat dan dihitung.
Hasil penelitian Hariyono, dkk (2009) bahwa sebesar 23,64% beban
kerja berat yang mengalami kelelahan dan 56,34% beban kerja ringan yang
mengalami kelelahan. Berat ringannya beban kerja baik fisik maupun mental
dapat mempengaruhi tingkat kelelahan. Beban kerja fisik yang terlalu berat
dapat berakibat cadangan energi tubuh sangat berkurang serta penumpukan
asam laktat yang berlebihan sehingga tingkat kelelahan menjadi berat. Beban
kerja yang terlalu ringan dan monoton dalam waktu lama dapat menimbulkan
kebosanan dan berakibat stimulasi elektris sistim inhibisi menjadi lebih kuat,
sehingga menurunkan kemampuan bereaksi dan menimbulkan kecenderungan
untuk tidur. Semuanya ini dapat mengakibatkan kelelahan dalam tingkat yang
55
berat meskipun beban kerja fisik maupun mental yang harus dijalankan tidak
berat (Purnawati, 2005)
Evaluasi Tingkat Beban Kerja
Evaluasi tingkat beban kerja diperoleh dengan mengkategorikan hasil
estimasi pengukuran panas metabolisme menurut Peraturan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi No. 13/MEN/X/2011 Thn. 2011
Tabel 2.2 NAB Indeks Suhu Bola Basah (ISBB)
Pengaturan
waktu kerja
setiap jam
ISBB (oC)
Beban Kerja
Ringan Sedang Berat
75% - 100% 31.0 28.0 -
50% - 75% 31.0 29.0 27.5
25% - 50% 32.0 30.0 29.0
0% - 25% 32.2 31.1 30.5
Sumber : Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.
13/MEN/X/2011 Thn. 2011
Catatan :
Beban kerja ringan membutuhkan kalori sampai dengan 200
Kilokalori/jam.
Beban kerja sedang membutuhkan kalori lebih dari 200
sampai dengan kurang dari 350 Kilo kalori/jam.
56
Beban kerja berat membutuhkan kalori lebih dari 350 sampai
dengan kurang dari 500 Kilo kalori/jam.
Menghitung beban kerja berdasarkan kebutuhan kalori pekerja, dengan
menggunakan rumus :
Keterangan:
BK1,BK2,…,BKn = Beban Kerja sesuai aktifitas 1,2,…,n
T1,t2,t3 = Waktu Kerja sesuai aktifitas kerja 1,2,…,n
Kkal = Kalori yang dikeluarkan per kilogram berat
badan
Kkal Laki-laki = 1 kkal/min berat badan per jam
Kkal perampuan = 0.9 kkal/kg berat badan per jam
2. Beban Tambahan
Beban tambahan merupakan beban diluar beban kerja yang harus
ditanggung oleh pekerja. Beban tambahan tersebut berasal dari lingkungan
kerja yang memiliki potensi bahaya seperti lingkungan kerja. Menurut
Purnawati (2005), kondisi lingkungan kerja seperti ikim lingkungan kerja
57
yang tidak nyaman, kebisingan, maupun penerangan yang tidak sesuai standar
dapat merupakan beban tambahan bagi tubuh pekerja. Menurut Ramdan
(2007) bahwa perasaan kelelahan yang terjadi dipengaruhi oleh kebisingan
tinggi dan suhu tinggi. Lingkungan yang dapat mempengaruhi kelelahan
adalah :
a) Iklim Kerja
Iklim kerja merupakan suatu lingkungan kerja yang mempunyai
iklim atau cuaca tertentu, yang dapat berupa iklim kerja panas dan
iklim kerja dingin. Iklim kerja sangat erat kaitannya dengan suhu
udara, kelembaban, kecepatan gerakan udara dan panas radiasi
(Budiono, 2003). Kombinasi keempat faktor tersebut yang
dipadankan dengan produksi panas oleh tubuh sendiri yang disebut
tekanan panas (heat stress). Faktor-faktor yang menyebabkan
pertukaran panas antara tubuh dengan lingkungan sekitarnya adalah
konduksi, konveksi, radiasi, dan evaporasi. Udara adalah penghantar
panas yang kurang begitu baik, tetapi melalui kontak dengan tubuh
dapat terjadi pertukaran panas antara udara dengan tubuh.
Berdasarkan hasil penelitian Mustagfirin (2011) bahwa menunjukkan
ada hubungan yang bermakna antara iklim kerja dengan kelelahan
(p=0,022) dengan nilai pengukuran iklim kerja (ISBB) didapatkan
melebihi NAB yaitu 31,1 C.
58
Dari suatu penyelidikan diperoleh hasil bahwa produktivias kerja
pekerja akan mencapai tingkat yang paling tinggi pada
temperatur sekitar 24oC sampai 27
oC. (Suma’mur, 2009)
Alat untuk mengukur iklim kerja menggunakan alat WBGT.
Evaluasi Tingkat Beban Kerja dan suhu iklim kerja diperoleh dengan
mengkategorikan hasil estimasi pengukuran panas metabolisme
menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.
13/MEN/X/2011 Thn. 2011
Tabel 2.3 NAB Indeks Suhu Bola Basah (ISBB)
Pengaturan waktu
kerja setiap jam
ISBB (oC)
Beban Kerja
Ringan Sedang Berat
75% - 100% 31.0 28.0 -
50% - 75% 31.0 29.0 27.5
25% - 50% 32.0 30.0 29.0
0% - 25% 32.2 31.1 30.5
Catatan :
Beban kerja ringan membutuhkan kalori sampai dengan 200
Kilokalori/jam.
Beban kerja sedang membutuhkan kalori lebih dari 200
sampai dengan kurang dari 350 Kilo kalori/jam.
59
Beban kerja berat membutuhkan kalori lebih dari 350 sampai
dengan kurang dari 500 Kilo kalori/jam.
Sumber : Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.
13/MEN/X/2011 Thn. 2011
b) Kebisingan
Kebisingan merupakan suara atau bunyi yang tidak dikehendaki
karena pada tingkat atau intensitas tertentu dapat menimbulkan
gangguan, terutama merusak alat pendengaran. Kebisingan akan
mempengaruhi faal tubuh seperti gangguan pada saraf otonom yang
ditandai dengan bertambahnya metabolisme, bertambahnya tegangan
otot sehingga mempercepat kelelahan (Suma’mur, 2009).
Di lingkungan kerja, kebisingan merupakanmasalah kesehatan
kerja yang selalu timbul. Paparan bising dalam waktu dan kadar yang
melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) dan tanpa proteksi yang
memadai dapat menyebabkan gangguan kesehatan/penyakit akibat
kerja.Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan adalah intensitas
kebisingan dimana pekerja masih sanggup menerima tanpa
menunjukkan gejala sakit akibat bising atau seseorang tidak
menunjukkan kelainan pada pemaparan tersebut dalam waktu 8 jam
per hari atau 40 jam perminggu. Sesuai dengan Kep. Menaker
No.13/MEN/X/2011 menyatakan NAB : Kebisingan untuk 8 jam per
hari adalah 85 dB. Alat untuk mengukur intensitas Kebisingan adalah
Sound Level Meter (SLM).
60
Tabel 2.4 Nilai Ambang Batas Kebisingan
Waktu Pemaparan per Hari Intensitas dalam dBA
8
Jam
85
2 88
4 91
1 94
30
Menit
97
15 100
7,5 103
3,75 106
1,88 109
0,94 112
28,12
Detik
115
14,06 118
7,03 121
3,52 124
1,76 127
0,88 130
0,44 133
0,22 136
0,11 139
Sumber :Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.
13/MEN/X/2011 Thn. 2011
c) Penerangan
Penerangan di tempat kerja adalah salah satu sumber cahaya yang
menerangi benda-benda di tempat kerja.Permasalahan penerangan
meliputi kemampuan pekerja untuk melihat sesuatu, sifat-sifat dari
indera penglihat, usaha-usaha yang dilakukan untuk melihat objek
lebih baik dan pengaruh penerangan terhadap lingkungan.
Penerangan dapat dikatakan “buruk” apabila memiliki intesitas
penerangan yang rendah untuk jenis pekerjaan yang sesuai, distribusi
yang tidak merata, mengakibatkan kesilauan, dan kurangnya
kekontrasan (Budiono,2003).
61
Secara ringkas intensitas penerangan adalah:
1) Penerangan untuk halaman dan jalan-jalan di lingkungan
perusahaan harus paling sedikit 20 lux;
2) Penerangan untuk pekerjaan yang hanya membedakan barang
kasar dan besar paling sedikit 50 lux;
3) Penerangan yang cukup untuk pekerjaan mebdakan barang-
barang kecil sepintas paling sedikit 100 lux;
4) Penerangan untuk pekerjaan yang mebdakan barang kecil
agak teliti paling sedikit 200 lux;
5) Penerangan untuk oekerjaan yang mebedakan dengan teliti
barang-barang kecil dan halus paling sedikit 300 lux
6) Penerangan yang cukup untuk pekerjaan membeda-bedakan
barang halus dan kontras yang sedang dalam waktu lama
paling sedikit 500 – 1000 lux;
7) Penerangan yang cukup untuk pekerjaan membeda-bedakan
bearang yang sangat halus dengan kontras dalam waktu yang
lama paling sedikit 2000 lux.
Lingkungan kerja fisik tersebut dapat dipertegas bahwa dengan
pengendalian faktor-faktor yang bebahaya di lingkungan kerja
diharapkan akan tercipta lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman
dan produktif bagi tenaga kerja.
Berdasarkan laporan dari studi lapangan yang dilakukan oleh
Wardani et al (2012) di industri konveksi RM Tailor, pada bulan
62
Oktober-November 2009, pengukuran intensitas cahaya dalam
ruangan adalah 72 lux, suhu 38oC dan kelembaban adalah 58%. Hal
ini dipahami bahwa faktor fisik yang berhubungan dengan
lingkungan kerja mempengaruhi kelelahan pekerja, dalam kondisi
yang tidak memadai faktor fisik meningkatkan risiko terkena
kelelahan. Oleh karena itu, pencahayaan merupakan salah satu faktor
fisik yang dapat mempengaruhi kelelahan kerja pada pekerja.
3. Faktor Individu
a) Jenis Kelamin
Pengertian jenis kelamin merupakan pensifatan atau pembagian dua
jenis kelamin pekerja yang ditentukan secara biologis yang melekat pada
jenis kelamin tertentu (Suryanto, 2012). Secara umur wanita hanya
mempunyai kekuatan fisik 2/3 dari kemampuan fisik atau kekuatan otot
laki-laki.Laki-laki lebih tahan terhadap kelelahan dibandingkan pada
pekerja wanita.Tetapi dalam beberapa hal pekerja wanita lebih teliti dan
fleksibel dalam melakukan pekerjaannya, prevalensi kelelahan wanita
lebih tinggi dari pada pria di masyarakat maupun di klinik (Buchwald,
1995 dalam artikel Silaban, 1998).
b) Umur
Umur adalah lama waktu hidup atau ada (sejak dilahirkan atau
diadakan). Pertambahan umur seseorang berpengaruh terhadap fungsi
63
organ tubuh setelah mencapai puncak kematangan umur dewasa fungsi
organ tubuh mengalami penurunan. Penurunan kemampuan melakukan
aktifitas dan kemampuan kerja menjadi menurun. Penurunan tersebut
karena penyusutan jaringan tubuh secara bertahap, yang meliputi jaringan
otot, sistem saraf, dan organ-organ vital lainnya. Penurunan fungsi
fisiologis neurologis terjadi sesudah berumur 30 sampai 40 tahun dengan
irama penurunan yang berbeda untuk setiap orang (Depkes, 2003). Dalam
penelitian Hardi (2006) menyatakan dari 49 responden, yang berumur <
40 tahun (muda) terdapat sebanyak 15 (30,6%) responden yang merasakan
tidak ada keluhan kelelahan kerja dan sebanyak 3 (6,1%) responden yang
merasakan ada keluhan kelelahan kerja. Sedangkan yang berumur 40
tahun (tua) terdapat sebanyak 15 (30,6 %) responden yang merasakan
tidak ada keluhan kelelahan kerja dan sebanyak 16 (32,7 %) responden
yang merasakan ada keluhan kelelahan kerja. Dari hasil uji Chi-Square
dengan tingkat kemaknaan P (0,016) yang berarti bermakna. Seseorang
yang berumur muda mampu melakukan pekerjaan berat dan sebaliknya
jika seseorang bertambah umurnya maka kemampuan melakukan
pekerjaan berat akan menurun. Semakin bertambahnya umur, tingkat
kelelahan akan semakin cepat terjadi dan dalam melakukan pekerjaannya
kurang gesit sehingga mempengaruhi kinerjanya.
c) Masa Kerja
64
Masa kerja merupakan akumulasi waktu dimana pekerja telah
memegang pekerjaan tersebut. Semakin banyak informasi yang kita
simpan maka semakin banyak keterampilan yang kita pelajari dan akan
semakin banyak hal yang kita kerjakan. Menurut Purnawati (2005), bahwa
masa kerja berperan dalam menentukan beban kerja dan tentu dapat
mempengaruhi berat, ringannya tingkat kelelahan. Beban kerja yang
melebihi kapasitas pekerja yang dialami berkepanjangan selama
kehidupan kerja akan berakibat penumpukan kelelahan sehingga berakibat
tingginya tingkat kelelahan. Pada penelitian Ardhani (2011) menyatakan
dari 47 orang tenaga kerja yang mengalami macam tingkat kelelahan
mempunyai hubungan antara faktor individu dengan masa kerja (p =
0,048). Pada penelitian Eraliesa (2009) bahwa responden yang paling
banyak merasakan lelah terdapat pada kelompok >10 tahun yaitu
sebanyak 14 orang (53,8%) dengan hubungan bermakna diperoleh p =
0,002.
Proses adaptasi memberikan efek positif yaitu dapat menurunkan
ketegangan dan peningkatan aktivitas atau performasi kerja, sedangkan
efek negatifnya batas ketahanan tubuh yang berlebihan pada proses kerja.
Kelelahan ini membawa kepada pengurangan fungsi psikologi dan
fisiologi yang dapat dihilangkan dengan upaya pemulihan. Pada masa
kerja dengan periode dekade, kelelahan berasal dari kelebihan usaha
selama beberapa dekade dan dapat dipulihkan dengan pensiun, sedangkan
untuk masa kerja yang masih dalam periode tahun, kelelahan berasal dari
65
kelebihan usaha selama beberapa tahun yang dapat dipulihkan dengan
liburan (Granjean (1988) dalam Tarwaka (2004)).
d) Kebiasaan Merokok
Semakin lama dan tinggi frekuensi merokok, semakin tinggi
tingkat kelelahan otot yang dirasakan. Hal ini sebenarnya terkait otot
dengan kondisi kesegaran tubuh seseorang. Kebiasaan merokok akan
dapat menurunkan kapasitas paru-paru, sehingga kemampuan untuk
mengkonsumsi oksigen menurun dan sebagai akibatnya tingkat kesegaran
juga menurun. Apabila yang bersangkutan harus melakukan tugas yang
menuntut pengerahan tenaga, maka akan mudah lelah karena kandungan
oksigen dalam darah rendah, pembakaran karbohidrat terhambat, terjadi
tumpukan asam laktat dan akhirnya timbul kelelahan (Tarwaka, 2004).
Seseorang dapat dikatakan perokok ringan apabila merokok kurang dari
10 batang perhari, dikatakan perokok sedang apabila merokok 10-20
batang perhari dan dikatakan perokok berat apabila merokok lebih dari 20
batang perhari (Bustan, 2000).
66
e) Status Gizi
Kecukupan gizi pekerja selama bekerja merupakan salah satu
bentuk penerapan syarat keselamatan, dan kesehatan kerja sebagai bagian
dari upaya meningkatkan derajat kesehatan pekerja. Gizi merupakan salah
satu aspek kesehatan kerja yang memiliki peran penting dalam
peningkatan produktivitas kerja. Hal ini perlu menjadi perhatian semua
pihak, terutama pengelola tempat kerja mengingat para pekerja umumnya
menghabiskan waktu sekitar 8 jam setiap harinya di tempat kerja.Hasil
penelitian Ardhani (2011) menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara
faktor individu yaitu status gizi (p = 0,014) dengan distribusi responden
dari 47 orang tenaga kerja sebagian besar mengalami tingkat kelelahan
sedang sebanyak 27 orang (57,4%) dan 20 orang (42,6%) mengalami
tingkat kelelahan ringan. Rendahnya produktivitas kerja dianggap akibat
kurangnya motivasi kerja, tanpa menyadari faktor lainnya seperti gizi
pekerja. Perbaikan dan peningkatan gizi mempunyai makna yang sangat
penting dalam upaya mencegah morbiditas, menurunkan angka absensi
serta meningkatkan produktivitas kerja. Berat ringannya beban kerja
seseorang ditentukan oleh lamanya waktu melakukan pekerjaan dan jenis
pekerjaan itu sendiri. Semakin berat beban kerja, sebaiknya semakin
pendek waktu kerjanya agar terhindar dari kelelahan dan gangguan
fisiologis yang berarti atau sebaliknya.
Penilaian status gizi pekerja perlu dilakukan, karena dengan
mengetahui status gizi pekerja dapat ditentukan kebutuhan gizi yang
67
sesuai serta pemberian intervensi gizi bila diperlukan. Penilaian status
gizi dilakukan melalui beberapa cara antara lain : pemeriksaan biokimia,
pemeriksaan klinis, pemeriksaan biofisik dan antropometri. Antropometri
merupakan metode yang paling sering digunakan dalam penilaian status
gizi.Metode ini menggunakan parameter berat badan (BB) dan tinggi
badan (TB). Melalui kedua parameter tersebut, dapat dilakukan
penghitungan Indeks Masa Tubuh (IMT) dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan :
IMT : Indeks Masa Tubuh
BB : Berat Badan (Kg)
TB : Tinggi Badan (m)
Depkes RI (2003) juga mengklasifikasikan status gizi berdasarkan
IMT. Pengklasifikasian status gizi oleh Depkess lebih sederhana
dibandingkan pengklasifikasian oleh WHO, hal ini didasari oleh postur
tubuh orang indonesia yang lebih kecil dibandingkan postur tubuh orang
luar sehingga pengklasifikasian WHO tidak cocok dengan keadaan fisik
orang Indonesia. Selain itu pengklasifikasian status gizi berdasarkan IMT
menurut Depkes, berdasarkan jenis kelamin. Laki-laki memiliki rentangan
IMT yang lebih kecil dari wanita, dikarenakan komposisi lemak dalam
tubuh wanita lebih banyak dari pada laki-laki. Pada seseorangan dengan
IMT diatas normal akan menggunakan lebih banyak energi untuk
68
melakukan suatu pekerjaan karena membutuhkan usaha lebih besar untuk
menggerakkan berat badan tambahan sehingga lebih mudah mengalami
kelelahan (Purnawati, 2005).
Tabel 2.5 Klasifikasi Status Gizi berdasarkan IMT
Keadaan Klasifikasi Indeks Masa Tubuh
Laki-laki
Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat
Kekurangan berat badan tingkat ringan
<17
Normal 17 - 23
Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan
(overweight)
Kelebihan berat badan tingkat berat
(obesitas)
23,1 - 27
> 27
Sumber : Pedoman Praktis Terapi Gizi Medis, Depkes RI (2003)
f) Kualitas Tidur
Kualitas tidur adalah kepuasan seseorang terhadap tidur,
sehingga seseorang tersebut tidak memperlihatkan perasaan lelah,
mudah terangsang dan gelisah, lesu dan apatis, kehitaman di sekitar
mata, kelopak mata bengkak, konjungtiva merah, mata perih, perhatian
terpecah-pecah, sakit kepala dan sering menguap atau mengantuk
(Hidayat, 2006).
Pada hasil penelitian Nanik (2008), bahwa ada hubungan yang
signifikan antara kualitas tidur dengan terjadinya kelelahan dengan nilai
probabilitas 0,043.Hal ini membuktikan bahwa kualitas tidur
mempengaruhi terjadinya kelelahan pada manusia.
69
Salah satu penyebab kelelahan adalah ganguan tidur (sleep
distruption) yang antara lain dapat dipengaruhi oleh kekurangan waktu
tidur dan ganguan pada circadian rhythms akibat jet lag atau shift kerja.
Tidur adalah proses alamiah manusia untuk memberikan kesempatan
pada sel saraf (neuron) tubuh kita untuk beristirahat dan memperbaiki
kondisinya. Semua manfaat tidur itu bisa diperoleh kalau tidur kita
berkualitas.Kualitas tidur merupakan sumber kesegaran, tenaga, dan
vitalitas yang dibutuhkan untuk mengoptimalkan produktifitas keesokan
harinya. Kualitas tidur adalah kebutuhan mutlak yang sama pentingnya
dengan makanan bergizi dan olahraga.Umumnya seseorang
membutuhkan tidur 7-8 jam perhari. Perbedaan tidur baik dan tidak
dibedakan menjadi 7 komponen, yaitu: kualitas tidur, sleep latency,
lamanya tidur, efisiensi kebiasaan tidur, gangguan tidur, penggunaan
obat tidur dan efek lainnya. Responden dipersilahkan menjawab 7
komponen tersebut, pada masing-masing kuesioner mempunyai rentan
nilai dari 0-3 (Sukron, 2011).
Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) merupakan instrumen
yang efektif digunakan untuk mengukur kualitas dan pola tidur di
dewasa yang lebih tua. Ini membedakan "sulit" dari tidur "baik" dengan
mengukur tujuh domain: kualitas tidur subjektif, latensi tidur, durasi
tidur, tidur kebiasaan efisiensi, gangguan tidur, penggunaan obat tidur,
dan disfungsi siang hari selama satu bulan terakhir. Tingkat diri setiap
seseorang dari tujuh komponen tidur.S koring dari jawaban didasarkan
70
pada skala 0 sampai 3, dimana 3 mencerminkan ekstrim negatif pada
Skala Likert. Sebesar global "5" atau lebih menunjukkan "sulit" tidur.
Meskipun ada beberapa pertanyaan yang meminta evaluasi responden
tentang teman tidur atau teman sekamar, ini tidak mempengaruhi hasil
ini seperti tercermin dalam instrumen terlampir (Smyth, 2012).
g) Kondisi Kesehatan
Faktor tenaga kerja seperti kondisi kesehatan mempengaruhi tingkat
kelelahan yang terjadi pada pekerja. Tingkat kesehatan terbagi menjadi 2
yaitu tingkat kesehatan fisik dan tingkat kesehatan psikologis atau
mental.Kesehatan mental ataupun psikologis juga mempengarui kelelahan
kerja.Pekerja memiliki pikiran-pikiran dan pertimbangan-pertimbangan.
Salah satu pikiran yang selalu mengganggu adalah kekhawatiran dimana
kehawatiran ini meningkat dan menjadi tegangan pikiran yang
mengakibatkan pekerja yang bersangkutan menjadi sakit. Tekanan hidup
juga tercermin dalam pekerjaannya misalnya perlambatan kerja ataupun
kerusakan alat (Ariani, 2009)
Grandjean (1997) dalam Pangesti (2008) menyatakan bahwa kelelahan
secara fisologis dan psikologis dapat terjadi jika tubuh dalam kondisi tidak
fit / sakit atau seseorang mempunyai keluhan teradap penyakit tertentu.
Semakin besar kondisi kesehatan yang dirasakan kurang sehat oleh
pekerja maka kelelahan akan semakin cepat timbul. Kondisi tubuh yang
tidak seat yang menjadikan atau diikuti dengan kenaikan suhu 10C
71
diperlukan peningkatan energy basal sekitar 13%, oleh karena itu
kelelahan akan semakin cepat dirasakan.
Kelelahan pada seseorang juga dapat terjadi dari riwayat penyakit
seseorang yang dapat berkontribusi menimbulkan kelelahan, seperti
penyakit jantung, diabetes, anemia, gangguan tidur, Parkinson (NTC,
(2006) dalam Putri (2008)). Dalam literatur Arthur C.Gyton dan John E
hall (1999) menjelaskan bahwa status kesehatan dapat mempengaruhi
kelelahan kerja yang dapat dilihat dari riwayat penyakit yang
diderita. Beberapa riwayat penyakit yang mempengaruhi kelelahan,
yaitu:
a) Jantung, terjadi ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen
dengan penyediaan aliran darah meningkat. Pada keadaan kurang
oksigen (O2), karbondioksida (CO2) dan ion H+ dilepaskan.
Untuk memenuhi kekurangan oksigen (O2) tersebut, tubuh
mengadakan proses anaerob, dan proses ini menghasilkaan asam
laktat yang bisa menyebabkaan kelelahan.
b) Gangguan ginjal merupakan sistem pengeluaran sisa metabolisme
terganggu sehingga tertimbun dalam darah. Penimbunan
metabolisme ini menyebabkan kelelahan.
c) Asma merupakan proses transportasi oksigen (O2) dan
karbondioksida (CO2) terganggu sehingga terjadi akumulasi
carbondioksida dalam tubuh. Teganggunya proses tersebut karena
adanya agen-agen sensitisasi dan iritan dalam saluran pernafasan.
72
d) Tekanan darah rendah, terjadi apabila kerja jantung untuk memompa
darah ke seluruh tubuh kurang maksimal dan lambat sehingga
kebutuhan oksigen (O2) terhambat.
e) Tekanan darah tinggi menyebabkan kerja jantung menjadi lebih kuat
sehingga jantung membesar dan tidak lagi mampu memompa
darah untuk diedarkan keseluruh tubuh. Selanjutnya terjadi sesak
nafas akibat pertukaran oksigen (O2) terhambat yang akhirnya
memicu terjadinya kelelahan.
f) Pada penyakit paru, oksigen (O2) dan carbondioksida (CO2)
terganggu sehingga banyak yang tertimbun yang akhirnya akan
menyebabkan seseorang cepat mengalami kelelahan.
4. Faktor Pekerjaan
a) Lama Kerja
Menurut penelitian Park, dkk (2001) menyatakan bahwa tingkat keluhan
kelelahan subjektif sebelum pergi ke bekerja untuk waktu kerja yang
lama dan waktu kerja lebih lama secara signifikan cenderung lebih tinggi
daripada waktu kerja yang singkat. Waktu kerja bagi seorang tenaga kerja
menentukan efisiensi dan produktivitasnya. Segi-segi terpenting bagi
persoalan waktu kerja meliputi:
1) Lamanya seseorang mampu kerja secara baik
2) Hubungan diantara waktu kerja dan istirahat
73
3) Waktu diantara sehari menurut periode yang meliputi siang
dan malam
Lamanya tenaga kerja bekerja sehari secara baik umumnya 6-8 jam
dan sisanya dipergunakan untuk kehidupan dalam keluarga dan
masyarakat, istirahat, tidur dan lain-lain. Memperpanjang waktu kerja
lebih dari kemampuan tersebut biasanya disertai efisiensi yang tinggi,
bahkan biasanya terlihat penurunan produktivitas serta kecenderungan
untuk timbul kelelahan, penyakit dan kecelakaan kerja (Suma’mur, 2009)
b) Pekerjaan Monoton
Keadaan monoton merupakan salah satu penyebab kelelahan
sebagaimana yang telah diilustrasikan oleh ILO, Encyclopedia of
Occupational Helath & Safety pada diagram penyebab kelelahan baik
tinggi maupun rendah. Tidak adanya variasi dalam pekerjaan akan
menimbulkan kejenuhan kerja. Kejenuhan ini dapat terjadi karena pekerja
melakukan pekerjaan yang sama setiap harinya. Pekerjaan yang monoton
seperti ini cukup berpotensi untuk menyebabkan terjadinya kelelahan
kerja. Kebosanan adalah kelelahan yang bersifat mental yang merupakan
komponen penting dalam psikologis lingkungan kerja yang dikarenakan
menghadapi pekerjaan yang berulang-berulang (repetitive). Monoton, dan
aktivitas yang tidak menyenangkan (Silaban, 1998). Kebosanan ini
dirasakan meningkat oleh pekerja pada pertengahan jam kerja dan
74
menurun pada akhir jam ketiga (pernyataan Schultz dalam artikel Gerry
Silaban, 1998).
2.3 Workshop PT. X Jakarta
2.3.1 Pengertian Workshop/Bengkel
Yang dimaksud dengan workshop/bengkel disini adalah suatu tempat dimana
dilakukan perbaikan-perbaikan yang bersifat teknis terhadap suatu produk yang
dalam konteks materi ini, produk yang dimaksud adalah kendaraan
bermotor.Sebetulnya kegiatan perbengkelan adalah bagian dari kegiatan jaringan
layanan purna jual yang sekaligus berfungsi mendukung pemasaran produk yang
dijual (yang dalam hal ini adalah kendaraan bermotor).Dalam kenyataannya
layanan tidak hanya diberikan kepada kendaraan, tetapi diberikan pula kepada
pekerjanya yaitu pemilik kendaraan itu sendiri, sehingga mutu pelayanan bagi
keduanya harus menjadi perhatian yang serius.
Materi yang diberikan umumnya berfokus kepada perbengkelan kendaraan
beroda empat atau lebih, namun masih memungkinkan diaplikasikan untuk
kendaraan beroda dua atau lainnya yang juga masih tergolong otomotif. Ada
beberapa jenis dan status bengkel yang dapat diterangkan sebagai berikut :
1. Bengkel Bebas (Independent Work Shop)
Bengkel ini berdiri sendiri, tidak terikat dan tidak memawakili merek tertentu
sehingga kebijakan-kebijakan dapat diambil sendiri sepanjang tidak
75
merugikan bengkel itu sendiri sebagi perusahaan atau sepanjang tidak
merusak nama baik perusahaan pemegang merek.
2. Bengkel Perwakilan (Authorized Work Shop)
Bengkel ini masih mirip dengan bengkel tersebut diatas, yaitu berdiri sendiri
tapi ada merek yang diwakilinya melalui surat penunjukan dari pemegang
merek. Kebijakan-kebijakan yang diambil disesuaikan dengan perusahaan
yang menunjuknya dan sekaligus masuk kedalam bagian dari layanan yang
mempunyai jual merek yang bersangkutan.Jenis bengkel ini memungkinkan
untuk menerima kemudahan-kemudahan dari perusahaan yang
menunjuknya.Kemudahan-kemudahan tersebut bisa bersifat bantuan teknis,
permodalan, peralatan atau jenis kemudahan lainnya tergantung dari
kebijakan perusahaan yang menunjuknya dan kesepakatan/perjanjian yang
dibuat diantara keduanya.
3. Bengkel Dealer (Dealer Work Shop)
Bengkel ini merupakan bagian atau sub bagian operasional dari dealer atau
ATPM (Agen Tunggal Pemegang Merek) sebagai unit layanan purna jual
untuk mendukung sistem pemasaran. Kebijakan-kebijakan yang dibuat
sepenuhnya tergantung dan tunduk kepada perusahaan/dealer yang
bersangkutan.
PT. X Jakarta adalah salah satu bengkel bebas (independent workshop)
yang tidak terikat dan tidak mewakili merek tertentu sehingga kebijakan-
kebijakan dapat diambil sendiri sepanjang tidak merugikan bengkel itu
sendiri sebagi perusahaan atau sepanjang tidak merusak nama baik
perusahaan pemegang merek.
76
2.3.2 Pekerjaan dalam Workshop PT. X Jakarta
Secara garis besar, pekerjaan jasa yang ada di bengkel PT. X Jakarta ini
sebagai berikut:
1. Electrical Services, yaitu menilai dan memperbaiki bagian mesin rotasi
kelistrikan seperti dinamo, pompa, dan lain-lain.
2. Mechanical Services, yaitu memperbaiki dari setiap kebutuhan
electrical services.
2.3.3 Jenis Bahaya di Tempat Kerja Bengkel
Jenis bahaya di tempat kerja bengkel yang mungkin timbul dapat
diklasifikan sebagai berikut:
1. Bahaya Mekanis
Bahaya mekanis bersumber dari peralatan mekanis atau benda bergerak
dengan gaya mekanika baik yang digerakkan secara manual maupun
penggerak. Misalnya pada bengkel PT. X Jakarta, seperti mesin
drilling, mesin las,grinding, dll.
Bagian yang bergerak pada mesin mengandung bahaya seperti gerakan
mengebor, memotong, menempa, menjepit, menekan dan bentuk
gerakan lainnya.Gerkan mekanis ini dapat menimbulkan cedera atau
kerusakan seperti tersayat, terjepit, terpotong, atau terkelupas.
2. Bahaya Listrik
77
Bahaya listrik adalah sumber bahaya yang berasal dari energi
listrik.Energi listrik dapat mengakibatkan berbagai bahaya seperti
kebakaran, sengatan listrik, dan hubungan singkat.Di lingkungan kerja
banyak ditemukan bahaya listrik, maupun peralatan kerja atau mesin
yang menggunakan energi listrik.
3. Bahaya Fisik
Bahaya yang berasal dari faktor fisis, antara lain:
a. Kebisingan, dapat mengakibatkan bahaya ketulian atau kerusakan
indera pendengaran
b. Tekanan
c. Getaran
d. Suhu ekstrim
e. Cahaya atau penerangan
f. Radiasi dari bahan radioaktif, sinar UV, atau infrared
Berdasarkan Penelitian Wardani et al (2012) bahwa faktor lingkungan fisik
memiliki hubungan dengan kelelahan pekerja, dan intensitas cahaya adalah
faktor risiko yang kuat dengan nilai PR > 1.
4. Bahaya Biologis
Di berbagai lingkungan kerja terdapat bahaya yang bersumber dari
unsur biologis seperti flora dan fauna yang terdapat di lingkungan kerja
atau berasal dari aktivitas kerja. Potensi bahaya ini ditemukan dalam
industri makanan, farmasi, pertanian dan kimia, pertambangan, minyak
78
dan gas bumi. Pada PT. X Jakarta belum diketahui adanya bahaya ini
sebab belum ada penelitian sebelumnya.
5. Bahaya Kimia
Bahan kimia mengandung berbagai potensi bahaya sesuai dengan sifat
dan kandungannya.Banyak kecelakaan terjadi akbibat bahaya kimiawi.
Bahaya yang dapat ditimbulkan oleh bahan-bahan kimia, antara lain:
Keracunan oleh bahan kimia yang bersifat racun (toxic)
Iritasi, oleh bahan kimia yang memiliki sifat iritasi seperti asam
keras, cuka, air accu, dll.
Kebakaran dan peledakan. Beberapa jenis bahan kimia memiliki
sifat mudah terbakar.
Polusi dan pencemaran lingkungan
2.3.4 Faktor dan Potensi Kelelahan Akibat Kerja di Tempat Kerja Bengkel
Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya
yang dapat mempengaruhi kesehatan tenaga kerja atau dapat
menyebabkan timbulnya penyakit akibat kerja, sala satunya adalah
kelelahan.Gangguan ini dapat berupa gangguan fisik maupun psikis
terhadap tenaga kerja. Secara umum, potensi bahaya lingkungan kerja
bengkel dapat berasal atau bersumber dari berbagai faktor, atara lain :
1) Faktor Teknis, yaitu potensi bahaya yang berasal atau terdapat
padaperalatan kerja yang digunakam atau dari pekerjaan itu sendiri.
79
2) Faktor Lingkungan, yaitu potensi bahaya yang berasal dari atau
berada di dalam lingkngan, yang bersumber dari proses produksi
termasuk bahan baku, baik produk antara maupun akhir.
3) Faktor Pekerja. Dimana pekerja adalah merupakan atau mengandung
potensi bahaya yang cukup besar terutama apabila pekerja yang
melakukan pekerjaan tidak berada dalam kondisi kesehatan yang
prima, baik fisik maupun psikis.
80
2.4 Kerangka Teori
Depkes (1991), Ramdan (2007), Silaban (1998), Granjean (1988), Suma’mur
(1996, 2009), Budiono (2003), Park, dkk (2001), menyebutkan bahwa faktor-faktor
yang berhubungan dengan tingkat kelelahan kerja adalah beban kerja, beban
tambahan (kebisingan, penerangan, iklim kerja), faktor individu (jenis kelamin, umur,
masa kerja, status gizi, kualitas tidur, kondisi kesehatan), dan faktor pekerjaan ( lama
kerja dan pekerjaan yang monoton). Depkes (1991) menyebutkan bahwa kelelahan
mempunyai beragam penyebab yang berbeda, yaitu beban kerja, beban tambahan dan
faktor individu. Dalam tiap variabelnya dikombinasikan dengan teori-teori Silaban
(1998), Granjean (1989), Suma’mur (1996, 2009), Budiono (2003), Park,dkk (2001).
Bagan 2.1
Kerangka Teori
TINGKAT
KELELAHAN
KERJA
1. Beban Kerja
Beban Tambahan di
Lingkungan Kerja
2. Kebisingan
3. Penerangan
4. Iklim Kerja
Faktor Individu
5. Jenis Kelamin
6. Umur
7. Masa Kerja
8. Kebiasaan Merokok
9. Status Gizi
10. Kualitas Tidur
11. Kondisi Kesehatan
Faktor Pekerjaan
12. Lama Kerja
13. Pekerjaan Monoton
Sumber : Depkes (1991), Ramdan (2007), Silaban (1998), Granjean (1988),
Suma’mur (1996, 2009), Budiono (2003), Park, dkk (2001)
81
BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konsep
Kerangka konsep ini mengacu kepada teori dari beberapa penelitian yaitu
modifikasi Depkes (1991), Ramdan (2007), Silaban (1998), Granjean (1989),
Suma’mur (1996, 2009), Budiono (2003), Park, dkk (2001)yang menyebutkan bahwa
faktor yang berhubungan dengan tingkat kelelahan adalah umur, masa kerja, dan
faktor fisik (kebisingan, pencahayaan, dan iklim kerja). Variabel yang diteliti adalah
beban kerja dan faktor individu yang meliputi umur, masa kerja, status gizi, kualitas
tidur dan kondisi kesehatan.
Dari kerangka teori yang dipaparkan, pada penelitian ini variabel
dependennya adalah kelelahan kerja, sedangkan variabel independennya meliputi
beban kerja, umur, masa kerja, status gizi, kualitas tidur dan kondisi kesehatan. Pada
variabel beban kerja, diteliti berdasarkan penilaian OSHA sebab kerja pekerja yang
bersifat mental atau fisik yang masing-masing mempunyai intensitas yang berbeda-
beda untuk mentukan tingkat beban kerja pada tekanan panas. Untuk variabel faktor
individu yang meliputi umur, masa kerja, status gizi, kebiasaan merokok dan kualitas
tidur diteliti pada tiap individunya sebab setiap pekerja memiliki keadaan individu
yang berbeda. Pada faktor tambahan, seperti iklim kerja atau tekanan panas diteliti
pada penelitian ini agar menunjukkan kemungkinan kondisi lingkungan merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi kelelahan kerja.
82
Variabel kondisi kesehatan tidak diikutsertakan menjadi variabel yang dukur
tetapi menjadi salah satu syarat atau kriteria inklusi dan ekslusi dalam penelitian ini.
Jika responden dinyatakan sehat dan tidak memiliki riwayat penyakit (jantung, asma,
gangguan ginjal, tekanan darah tinggi, tekanan darah rendah dan penyakit paru),
maka dapat mengikuti penelitian ini. Sebaliknya jika responden sedang tidak sehat
atau sakit dan memiliki riwayat penyakit (jantung, asma, gangguan ginjal, tekanan
darah tinggi, tekanan darah rendah dan penyakit paru ), maka responden tidak boleh
mengikuti penelitian ini. Sedangkan faktor tambahan, seperti kebisingan turut diukur
namun hasilnya tidak melebihi nilai ambang batas (terlampir) sehingga tidak turut
ikut disertakan didalam variabel. Serta pencahayaan tidak bisa diukur secara tepat dan
akurat sebab pekerjaan dalam 1 hari kerja berpindah-pindah sehingga sulit untuk
menentukan akurasi titik kerjanya. Faktor pekerjaan terhadap lama kerja tidak
dimasukkan dalam penelitian ini sebab semua pekerja memiliki jam kerjanya yang
sama (8 jam/hr), sedangkan untuk faktor pekerjaan, seperti pekerjaan monoton tidak
dihitung sebab membutuhkan penelitian lebih lanjut. Kelelahan kerja ditetapkan
sebagai variabel terikat. Hubungan antara beberapa variabel tersebut digambarkan
dalam bagan di bawah ini :
Bagan 3.1
Kerangka Konsep Penelitian
1. Iklim Kerja
2. Umur
3. Masa Kerja
4. Status Gizi
5. Kebiasaan Merokok
6. Kualitas Tidur
Tingkat Kelelahan
Kerja
Sumber : Depkes (1991), Ramdan (2007), Silaban (1998), Granjean (1988),
Suma’mur (2009), Budiono (2003), Park, dkk (2001)
83
3.2 Definisi Operasional
No. Variable Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
1. Tingkat
Kelelahan
Kerja
Keadaan pengurangan
kapasitas kerja dan ketahanan
tubuh serta melemahnya
tenaga dalam aspek fisik,
psikologi maupun mental
yang di ukur tingkat objektif
dengan menggunakan
Reaction Timer test.
Reaction Timer
Test
Self Administratif 1. Berat : ≥ 580, mili detik
2. Sedang : >410,0 - <580,0
milidetik
3. Ringan : >240,0 - <410,0
mili detik
4. Normal : 150,0 – 240,0
mili detik
Ordinal
2. Iklim Kerja Lingkungan kerja yang
mempunyai iklim atau cuaca
tertentu, yang dapat berupa
iklim kerja panas dan iklim
kerja dingin. Iklim kerja
sangat erat kaitannya dengan
suhu udara, kelembaban,
kecepatan gerakan udara dan
panas radiasi (Budiono, 2009)
Hasil intensitas tekanan panas
berdasarkan beban kerja
pekerja.
1. ISBB (Suhu
Indeks Bola
Basah)
2. Estimasi
Pengukuran
Panas
Metabolik
(NIOSH)
3. Beban Kerja.
(Permenakertr
ans No. 13
Self Administratif 1. > NAB
2. ≤ NAB
(Peraturan Menteri
Tenaga Kerja
Transmigrasi No. 13
MEN/X/2011 Thn 2011)
Ordinal
84
MEN/X/2011
Thn 2011)
No. Variable Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
3. Umur Jumlah tahun yang dihitung
mulai dari responden lahir
hingga saat dilakukannya
penelitian
Kuesioner Diisi oleh pekerja
dan Self
Administratif
Tahun Rasio
4. Masa Kerja Akumulasi waktu dimana
pekerja telah memegang
pekerjaan tersebut hingga
pada saat penelitian
dilaksanakan.
Kuesioner Diisi oleh pekerja
dan Self
Administratif
Tahun Rasio
5. Status Gizi Keadaan gizi responden yang
dinyatakan dengan Indeks
Masa Tubuh (IMT) dari nilai
berat badan (BB) dan tinggi
badan (TB) pekerja.
Kuesioner Diisi oleh pekerja 1. < 17 kg/m Kurus
2. 17 – 23 kg/m Normal
3. 23 - ≥ 27 kg/m Gemuk
(Depkes RI, 2003)
Rasio
6. Kebiasaan
Merokok
Kegiatan yang dilakukan
berulang-ulang dalam
mengisap rokok mulai dari
satung batang ataupun lebih
dalam satu hari (Bustan,
2000)
Kuesioner Wawancara 1. Berat (>20 batang/hari)
2. Sedang (10-20
batang/hari)
3. Ringan (< 10 batang/hari)
4. Tidak merokok (0
batang/hari)
(Bustan, 2000)
Ordinal
7. Kualitas
Tidur
Kepuasan seseorang terhadap
tidur, sehingga seseorang
Kuesioner
Pittsburg Sleep
Diisi oleh pekerja
dan Self
1. > 5 (Sulit Tidur)
2. ≤ 5 (Tidur Baik)
Ordinal
85
tersebut tidak
memperlihatkan perasaan
lelah, mudah terangsang dan
gelisah, lesu dan apatis,
kehitaman di sekitar mata,
kelopak mata bengkak,
konjungtiva merah, mata
perih, perhatian terpecah-
pecah, sakit kepala dan sering
menguap atau mengantuk.
Quality Index
(PSQI)
Administratif (University of Pittsburg,
2011)
86
1.4 Hipotesis
1. Ada hubungan antara iklim kerja dengan tingkat kelelahan kerja pada pekerja
workshop di PT. X Jakarta tahun 2013
2. Ada hubungan antara umur dengan tingkat kelelahan kerja pada pekerja
workshop di PT. X Jakarta tahun 2013
3. Ada hubungan antara masa kerja dengan tingkat kelelahan kerja pada pekerja
workshop di PT. X Jakarta tahun 2013
4. Ada hubungan antara status gizi dengan tingkat kelelahan kerja pada pekerja
workshop di PT. X Jakarta tahun 2013
5. Ada hubungan kebiasaan merokok dengan tingkat kelelahan kerja pada
pekerja workshop di PT. X Jakarta tahun 2013
6. Ada hubungan kualitas tidur dengan tingkat kelelahan kerja pada pekerja
workshop di PT. X Jakarta tahun 2013
87
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Penelitian yang digunakan adalah epidemiologi analitik dengan desain cross
sectional. Desain ini dipilih untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan
dengan tingkat kelelahan kerja pada pekerja bengkel di PT. X Jakarta tahun 2013.
Penelitian ini melihat hubungan antara dua variabel yaitu variabel independen dan
variabel dependen pada waktu (periode) yang sama. Desain ini digunakan karena
mudah dilaksanakan, sederhana, murah, ekonomis dalam hal waktu, dan hasilnya
dapat diperoleh dengan cepat (Notoatmodjo, 2005).
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari-Maret tahun 2013 di PT. X
Jakarta.
4.3 Populasi dan Sampel
Populasi adalah seluruh pekerja area bengkel kegiatan perbaikan terhadap
mesin di PT. X Jakarta masih aktif bekerja sampai tahun 2013 yang berjumlah 90
orang pada bagian workshop.
88
Pemilihan populasi dilakukan berdasarkan kriteria sebagai berikut :
a. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi adalah kriteria dimana subjek penelitian dapat mewakili
dalam sampel penelitian yang memenuhi syarat sebagai sampel
(Notoatmodjo, 2002). Kriteria inklusi pada penelitian ini, yaitu :
1. Subyek merupakan pekerja yang bekerja di area kegiatan bengkel
2. Masih aktif jika bekerja pada saat dilakukannya penelitian
3. Pekerja dalam kondisi sehat atau keadaan baik seluruh badan serta
bagian-bagiannya (tidak memiliki riwayat penyakit: jantung, asma,
gangguan ginjal, tekanan darah tinggi, tekanan darah rendah dan
penyakit paru) sampai dilakukannya penelitian.
b. Kriteria ekslusi
Kriteria eksklusi merupakan kriteria dimana subjek penelitian tidak dapat
mewakili sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai sampel penelitian
(Notoatmodjo, 2002). Kriteria ekslusi pada penelitian ini yaitu :
1. Pekerja yang dalam keadaan kurang baik seluruh badan serta bagian-
bagiannya (memiliki riwayat penyakit: jantung, asma, gangguan ginjal,
tekanan darah tinggi, tekanan darah rendah dan penyakit paru) sampai
dilakukannya penelitian.
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti (Soekidjo
Notoatmodjo, 2002). Populasi yang digunakan adalah tenaga kerja bengkel
89
sejumlah 150 orang. Sedangkan sampel yang diambil adalah pekerja yang
mewakili populasi workshop.
Pengambilan sampel dilakukan secara uji beda dua proporsi dengan rumus
berikut:
Keterangan:
n : Jumlah sampel minimal yang diperlukan
P1 : Proporsi kejadian pada salah satu partisipasi pada kelompok tertentu
P2 : Proporsi kejadian pada salah satu partisipasi pada kelompok tertentu
: Rata-rata proporsi ((P1+P2)/2)
: Derajat kemaknaan α pada dua sisi (two tail) yaitu sebesar 5% = 1,96
: kekuatan uji 1 – β yaitu sebesar 95% = 1,64
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan tingkat kepercayaan 95%
dengan memakai derajat kemaknaan 5% dan kekuatan uji 95%. Peritungan
sampel akan dilakukan berdasarkan variabel yang akan diteliti yang telah
dilakukan oleh penelitian sebelum-sebelumnya. Adapun spesJikaikasinya yaitu :
1. Umur
Hasil penelitian Hardi (2006) menyatakan dari 49 responden, yang berumur >
40 tahun (tua) (P1) sebanyak sebanyak 16 (32,7 %) responden yang
merasakan ada keluhan kelelahan kerja. terdapat yang berumur < 40 tahun
90
(muda) (P2) terdapat sebanyak 3 (6,1%) responden yang merasakan ada
keluhan kelelahan kerja.
2. Masa Kerja
Pada penelitian Eraliesa (2009) bahwa responden yang paling banyak
merasakan lelah terdapat pada kelompok >10 tahun (P1) yaitu sebanyak 17
orang (65,4%) dan pekerja yang mempunyai masa kerja ≤ 10 tahun (P2)
sebanyak 6 orang (12,24%) yang mengalami kelelahan kerja.
3. Status Gizi
Hasil penelitian Eraliesa (2009) bahwa status gizi buruk (P1) sebanyak 9
responden (34,61%) yang mengalami kelelahan kerja, sedangkan yang
mempunyai gizi baik (P2) sebanyak 14 responden (53,84%) yang mengalami
kelelahan kerja.
4. Beban Kerja
Hasil penelitian Hariyono, dkk (2009) bahwa beban kerja berat (P1) sebanyak
13 responden (23,64%) mengalami kelelahan kerja dan beban kerja ringan
(P2) sebanyak 31 responden (56,34%) yang mengalami kelelahan kerja.
91
Tabel 4.1
Hasil Perhitungan Sampel
Variabel Diketahui Total Sampel
Umur P1=32,7=0,327
P2=6,1=0,061
P=0,194
n = 55
Masa Kerja P1=65,4%=0,654
P2=12,24%=0,1224
P=0,3882
n = 19
Status Gizi P1=34.61%=0,3461
P2=53,84%=0,5384
P=0,44225
n = 171
Beban Kerja P1=23,64%=0,2364
P2=56,34%=0,5634
P=0,34
n = 46
Populasi pekerja workshop di PT. X Jakarta adalah 150 orang.
Berdasarkan perhitungan sampel, maka sampel minimal yang dapat diambil
adalah sebanyak 46 orang. Metode sampling yang diambil adalah sampling
quota (nonprobability sampling) yaitu pengambilan sampel dengan ciri-ciri
tertentu sampai jumlah kuota yang diinginkan. Namun untuk menghindari
kekurangan kuota sampel, sampel ditambah 10% menjadi 51 orang, namun
diambil 55 orang yang akan dijadikan sampel. Tetapi pada saat dilakukan
penelitian, responden yang memenuhi kategori dan bersedia menjadi sampel
sebanyak 54 orang.
92
4.4 Pengumpulan Data
4.4.1 Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung melalui suatu
angket (kuesioner: umur, berat badan, tinggi badan, masa kerja, status
gizi, kebiasaan merokok dan kualitas tidur) yang ditanyakan oleh peneliti
kepada responden. Data primer yang didapat merupakan dari hasil
pengisian kuesioner dan pengukuran langsung mengenai lingkungan
tambahan (iklim kerja) sebagai data penentu iklim kerja dan data reaction
timer.
4.4.2 Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari perusahaan yaitu
jumlah tenaga kerja, gambaran umum perusahaan.
4.5 Instrumen Penelitian
Penjelasan pengumpulan data berdasarkan variabel beserta instrument
penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Lembar Kuesioner
Variabel yang dapat diketahui dari wawancara tersebut adalah
karakteristik individu yang meliputi umur pekerja, masa kerja, berat
badan dan tinggi badan, riwayat penyakit, kualitas tidur dan
pengukuran kelelahan secara subjektif.
93
a. Reaction Timer (waktu reaksi)
Merupakan alat untuk mengukur tingkat kelelahan
berdasarkan kecepatan waktu reaksi terhadap rangsang
cahaya. Prinsip kerja dari alat ini adalah memberikan
rangsang tunggal berupa signal cahaya atau suara yang
kemudian direspon secepatnya oleh tenaga kerja, kemudian
dapat dihitung waktu reaksi tenaga kerja yang mencatat
waktu yaang dibutuhkan untuk merespon signal tersebut.
Pengukuran dilakukan sebanyak 20 kali, setiap hasil
pengukuran dijumlahkan, pengukuran 5 di awal dan 5 diakhir
dibuang, kemudian diambil nilai rata-ratanya.
Kelelahan dapat diklasifikasikan berdasarkan rentang
atau range waktu reaksi sebagai berikut :
Kelelahan Kerja Waktu Reaksi (mili/detik)
Normal 150,0 – 240,0
Ringan >240,0 - <410,0
Sedang >410,0 - <580,0
Berat ≥580,0
(Tim Hiperkes,2004)
2. Alat Pengukuran Kualitas Tidur
a. Pittsburg Sleep Quality Index (PSQI)
Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) merupakan instrumen
yang efektJika digunakan untuk mengukur kualitas dan pola
94
tidur di dewasa yang lebih tua. Ini membedakan "sulit" dari
tidur "baik" dengan mengukur tujuh domain: kualitas tidur
subjektif, latensi tidur, durasi tidur, tidur kebiasaan efisiensi,
gangguan tidur, penggunaan obat tidur, dan disfungsi siang
hari selama satu bulan terakhir.
I PSQIDURAT
DURATION OF
SLEEP
JIKA A4 > 7, maka nilai 0
JIKA A4 < 7 dan > 6, maka nilai 1
JIKA A4 < 6 dan > 5, maka nilai 2
JIKA A4 < 5, maka nilai 3
Skor Minimum = 0 (Baik); Skor
Maksimum = 3 (Buruk)
II PSQIDISTB
SLEEP
DISTURBANCE
JIKA A5b + A5c + A5d + A5e + A5f +
A5g + A5h + A5i + A5j (JIKA A5JCOM
kosong atau A5j kosong, maka nilai A5j
adalah 0) = 0, maka nilai : 0
JIKA A5b + A5c + A5d + A5e + A5f +
A5g + A5h + A5i + A5j (JIKA A5JCOM
kosong atau A5j kosong, maka nilai A5j
adalah 0)> 1 and < 9, maka nilai : 1
JIKA A5b + A5c + A5d + A5e + A5f +
A5g + A5h + A5i + A5j (JIKA A5JCOM
kosong atau A5j kosong, maka nilai A5j
adalah 0) > 9 and < 18, maka nilai : 2
JIKA A5b + A5c + A5d + A5e + A5f +
A5g + A5h + A5i + A5j (JIKA A5JCOM
kosong atau A5j kosong, maka nilai A5j
adalah 0) > 18, maka nilai : 3
Skor Minimum = 0 (Baik); Skor
Maksimum = 3 (Buruk)
III PSQILATEN
SLEEP
First, recode Q2 into Q2new thusly:
JIKA A2 > 0 dan < 15, maka nilai A2_baru
adalah 0
JIKA A2 > 15 dan < 30, maka nilai
95
LATENCY
A2_baru adalah to 1
JIKA A2 > 30 dan < 60, maka nilai
A2_baru adalah 2
JIKA A2 > 60, maka nilai A2_baru adalah
3
Next
JIKA A5a + A2_baru = 0, MAKA nilai = 0
JIKA A5a + A2_baru > 1 and < 2, MAKA
nilai = 1 JIKA A5a + A2_baru > 3 and < 4, MAKA
nilai = 2
JIKA A5a + A2_baru > 5 and < 6, MAKA
nilai = 3
Skor Minimum = 0 (Baik); Skor
Maksimum = 3 (Buruk)
IV PSQIDAYDYS
DAY
DYSFUNCTION
DUE TO
SLEEPINESS
JIKA A8 + A9 = 0, maka nilai 0
JIKA A8 + A9 > 1 dan < 2, maka nilai 1
JIKA A8 + A9 > 3 dan < 4, maka nilai 2
JIKA A8 + A9 > 5 dan < 6, maka nilai 3
Skor Minimum = 0 (Baik); Skor
Maksimum = 3 (Buruk)
V PSQIHSE
Hour Sleep
Efficiency
Perbedaan Detik = pebedaan dalam detik
antara hari dalam A1 dan
A3D
Perbedaan Jam = nilai detik / 3600
newtib = JIKA perbedaan jam > 24, maka
newtib = dJikafhour – 24
JIKA perbedaan jam < 24,MAKA newtib =
perbedaan jam
(NOTE, THE ABOVE JUST
CALCULATES THE HOURS BETWEEN
GNT (Q1) AND GMT (Q3))
tmphse = (A4 / newtib) * 100
JIKA tmphse > 85, maka nilai 0
JIKA tmphse < 85 and > 75, maka nilai 1
JIKA tmphse < 75 and > 65, maka nilai 2
JIKA tmphse < 65, maka nilai 3
Skor Minimum = 0 (Baik); Skor
Maksimum = 3 (Buruk)
96
VI PSQISLPQUAL
OVERALL
SLEEP
QUALITY
Q6
Skor Minimum = 0 (Baik); Skor
Maksimum = 3 (Buruk)
VII PSQIMEDS
NEED MEDS
TO SLEEP
Q7
Skor Minimum = 0 (Baik); Skor
Maksimum = 3 (Buruk)
VIII TOTAL DURAT + DISTB + LATEN + DAYDYS
+ HSE + SLPQUAL + MEDS
Skor Minimum = 0 (Baik); Skor
Maksimum = 3 (Buruk)
Interpretation:
TOTAL < 5 kualitas tidur baik
TOTAL > 5 kualitas sulit tidur
3. Data Tekanan Panas (WBGT)
Data mengenai panas lingkungan kerja diperoleh dengan cara
pengukuran langsung pada lokasi penelitian menggunakan Heat
Stress Monitoring Quest temp “340” merupakan alat untuk
mengukur iklim kerja, adapun cara yang dapat dilakukan
adalah:
1. Persiapan pengukuran
a. Tentukan titik sampling/pengukuran
b. Siapkan alat ukur
97
i. Pastikan alat ukur dalam kondisi baik dan berfungsi
ii. Lakukan kalibrasi internal menggunakan alat
kalibrasi yang tersedia
iii. Tutup termometer suhu basah dengan kain katun
iv. Lakukan set-up untuk mengatur beberapa indikator
pengukuran yaitu: bahasa, satuan,
tanggal/bulan/tahun, jam/menit/detik, heat index,
humidity index, dan logging rate
v. Basahi dengan aquades dan tunggu selama ± 10 -
15 menit
vi. Pasang WBGT pada alat penyangga (tripod).
2. Pelaksanaan Pengukuran (Eksekusi)
a. Pastikan WBGT diletakkan pada lokasi yang tepat
b. Letak WBGT jangan sampai mengganggu proses kerja
c. Letak WBGT jangan sampai membahayakan kondisi alat
d. Operator harus memperhatikan aspek keselamatan dan
kesehatan kerja
e. Berkoordinasi dengan pekerja maupun petugas di lapangan.
f. Letakkan alat pada lokasi sampling
i. 2 feet (± 60 cm) dari permukaan tanah untuk
pekerja yang dominan duduk
ii. 3.5 feet (± 100 - 110 cm) dari permukaan
tanah untuk pekerja yang dominan berdiri
98
g. Aktifkan alat (tanpa logging) selama ± 15 menit (untuk
adaptasi)
h. Aktifkan logging data sesuai dengan waktu pengukuran
yang diinginkan
i. Matikan logging data jika telah selesai dan data siap
diproses atau dicetak.
4. Data Panas Metabolik
Evaluasi jumlah panas metabolik tubuh dapat diperoleh dengan
menggunakan estimasi pengukuran panas metabolik menurut
NIOSH 1986 yang dapat dilihat pada tabel 4.2.
99
Tabel 4.2 Estimasi Pengukuran Panas Metabolik
A Body position and
movement
Kcal/min*
Sitting
Standing
Walking
Walking uphill
0.3
0.6
0.2 – 3.0
Add 0,8 per meter rise
B Type of Work Average
Kcal/min
Range kcal/min
Hand work
Light
Heavy
Work one arm
Light
Heavy
Work Both two arms
Light
Heavy
Work whole body
Light
Moderate
Heavy
Very Heavy
0.4
0.9
1.0
1.8
1.5
2.5
3.5
5.0
7.0
9.0
0.2 – 12
0.7 – 2.5
2.0 – 3.5
2.5 – 9.0
C Basal Metabolism 1.0
D Sample calculation Average Kcal/min
Assembling work with heavy handtools
Standing
Two arms work
Basal metabolism
Total
0.6
3.5
1.0
5.1 kcal/min
*For standart worker of 70 kg body weight (154lbs) and 1.8m2 body
surface (19.4 ft2)
** Example of measuring metabolic heat production of worker when
performing initial screening
Sumber : NIOSH Occupational Exposure to Hot Environments, 1986
Hasil estimasi tersebut kemudian disesuaikan dengan kriteria beban kerja menurut
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 13/MEN/X/2011 Thn. 2011 :
100
Beban kerja ringan membutuhkan kalori sampai dengan 200 Kilokalori/jam.
Beban kerja sedang membutuhkan kalori lebih dari 200 sampai dengan
kurang dari 350 Kilo kalori/jam.
Beban kerja berat membutuhkan kalori lebih dari 350 sampai dengan kurang
dari 500 Kilo kalori/jam.
Hasil estimasi atau perkiraan perhitungan beban kerja berdasarkan tingkat
kebutuhan kalori menurut pengeluaran energi yang selanjutnya disesuaikan
dengan kriteria beban kerja menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi No. 13/MEN/X/2011 Thn. 2011 kemudian dianalisis sesuai dengan
observasi alokasi waktu kerja dalam siklus kerja dan pemulihan kerja pada
operator untuk menetapkan standar indeks WBGTi yang diperbolehkan pada
lingkungan kerja tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi No. 13/MEN/X/2011 Thn. 2011 yang dapat dilihat pada tabel 4.2.
Responden dikatakan terkena iklim kerja jika hasil pengukuran indeks WBGTi
lingkungan kerja melebihi standar nilai yang ditetapkan dari hasil analisis. Hasil
berdasarkan pengukuran panas dijadikan sebagai indikator pengukuran tingkat
beban kerja yang dialami oleh responden.
4.6 Pengolahan Data
Untuk memperoleh suatu kesimpulan masalah yang diteliti, maka analisis data
merupakan suatu langkah penting dalam penelitian. Data yang sudah terkumpul
tidak berarti apa-apa bila tidak diolah, oleh karena itu perlu analisis data. Yang
101
dimaksud metode analisis data adalah cara mengolah data yang telah terkumpul
untuk dapat disimpulkan. Data diolah sesuai dengan tujuan dan kerangka konsep
penelitian. Setelah semua data terkumpul, kemudian dilakukan pengolahan data.
Seluruh data yang terkumpul baik data primer maupun data sekunder akan diolah
melalui tahap-tahap sebagai berikut:
1. Mengkode data (data coding)
Proses pemberian kode kepada setiap variabel yang telah dikumpulkan untuk
memudahkan dalam pengelolaan lebih lanjut.
2. Menyunting data (data editing)
Dilakukan untuk memeriksa kelengkapan dan kebenaran data seperti
kelengkapan pengisian, kesalahan pengisian, konsistensi pengisian setiap
jawaban kuesioner. Data ini merupakan data input utama untuk penelitian ini.
3. Memasukkan data (data entry)
Memasukkan data dalam program software computer berdasarkan klasifikasi.
4. Membersihkan data (data cleaning)
Pengecekan kembali data yang telah dimasukkan untuk memastikan data
tersebut tidak ada yang salah, sehingga dengan demikian data tersebut telah
siap diolah dan dianalisis.
102
4.7 Analisis Data
1. Analisis Univariat
Analisis yang dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dan persentase dari
setiap variabel independen dan dependen yang dikehendaki dari tabel
distribusi. Analisis deskriptif. Jika dilakukan dengan membuat tabel dan
distribusi frekuensi dari masing-masing variabel, yaitu variabel independen
(iklim kerja, umur, masa kerja, IMT, kebiasaan merokok, dan kualitas tidur)
dan variabel dependen (kelelahan kerja Umum).
2. Analisis Bivariat
Analisa yang dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara
variabel independen yaitu antara faktor individu (iklim kerja, umur, masa
kerja, IMT, kebiasaan merokok, kualitas tidur) dan variabel dependen yaitu
kelelahan kerja. Analisa bivariat menggunakan uji chi-square untuk variabel
kategorik dan Kruskal Wallis karena variable yang independennya lebih dari 2
dengan varibel dependent yang tidak berdistribusi normal. Derajat
kepercayaan 95%. Jika P value < 0,05 maka perhitungan secara statistik
menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan bermakna antara variabel
independen dan variabel dependen. Sedangkan Jika P value ≥ 0,05 maka
perhitungan secara statistik menunjukkan bahwa adanya hubungan bermakna
antara variabel independen dan variabel dependen.
103
BAB V
HASIL
5.1 Gambaran Umum PT. X Jakarta (Company Profile PT.X,2010)
PT. X berdiri pada tahun 1994, dan memulai kegiatannya dalam usaha
melayani pelayanan electrical dan engineering. PT. X memiliki skup pekerjaan
seperti petrokimia, industri manukfaktur, dll. PT. X memiliki ruangan kerja
(workshop) dalam melayani repair electrical dan engineering. Luas pabrik yang
dimiliki oleh perusahaan ini adalah 3000 m2. Secara umum, perusahaan ini
menggunakan mesin yang masih melibatkan oleh sejumlah tenaga kerja untuk
mengendalikan proses.
5.2 Visi, Misi
5.2.1 Semboyan
PT. X menerima sebagai kewajiban kelangsungan hidup peningkatan
yang berkesinambungan dari jasa pelayanan Power Generation and
Electric Motor Repair untuk kemajuan keselamatan dan kesejahteraan
dari masyarakat yang di layani PT. X.
5.2.2 Visi
Untuk menyediakan jasa-jasa pelayanan yang melampaui harapan-
harapan kliennya terhadap mutu dan penyerahan. PT. X merasa terikat
dengan memenuhi suatu tingkatan mutu, yang akan menetukan langkah
104
pada tempat pemasaran Power Geberation and Electric Motor Repair
dalam kaitan dengan nilai dan layanan klien.
5.2.3 Misi
Untuk memenuhi kebutuhan klien terhadap pelayanan-pelayanan jasa,
Power Geberation and Electric Motor Repair yang mana akan
mempertinggi profil/gambaran dan kesan dari perusahaan-perusahaan
klien PT. X di Indonesia.
Untuk mencapai misi ini, PT. X akan menempatkan suatu organisasi
manajemen dan mendukung sistem manajemen kesehatan, Keselamatan
dam Lingkungan dimana termasuk sebagai suatu dokumen inti, suatu
Statement/Pernyataan kunci/penentu Sistem dan kesanggupan
manajemen untuk menerapkannya.
5.3 Gambaran Umum Workshop
5.3.1 Gambaran Umum Ketenagakerjaan di Workshop PT. X
Ketenagakerjaan pada bagian Workshop dapat dilihat pada tabel 5.1
Tabel 5.1
Jumlah Tenaga Kerja PT. X Jakarta
No. Tenaga Kerja Total
1 Kantor 30
2 Management 8
3 Karyawan Teknik Workshop 90
105
Jumlah 128
Dari data diatas diketahui bahwa dari tenaga kerja bagian
workshop PT. X Bekasi tenaga kerja bagian workshop sebanyak 90
orang.
Jadwal kerja yang dimiliki PT. X adalah jam normal yaitu:
Jam Waktu
Masuk 08.00 – 12.00
Istirahat 12.00 – 13.00
Keluar 17.00
5.3.2 Struktur Organisasi
106
DIREKTUR
DEPUTY
COORPORATE
SECRETARY
MANAGEMENT
REPRESENTATIVE
HRD PERSONALIA
HSE
COORDINATOR
MARKETING
MANAGER
MARKETING
SUPPORT
FINANCE
ME
ME
WORKSHOP MANAGER
PROJECT AREA
COMERSIAL
OPERASIONAL
QA
TECH. ADVISOR
SHOP
COORDINATOR
SAFETY MAN
SECURITY
ME
ME
Bagan 5.1
Struktur Organisasi
107
PT. X di bawahi oleh perorangan dipimpin oleh seorang direktur perusahaan
yang membawahi 5 fungsi/unit penting guna membantu kelancaran perusahaan.
1. Direktur
Adalah pimpinan perusahaan yang bertanggung jawab kepada karyawan.
Bertanggung jawab mengenai rugi labanya perusahaan serta memberi
laporan kepada pemegang saham/pengusaha.
2. Deputy
Bertanggung jawab atas kuasa pada manajemen represetatif, sekretaris
perusahaan, pengelola karyawan, pemimpin K3 yang di kelola oleh struktur
manajemen perusahaan.
3. Finance & Accounting
Mengawasi dan menagih, menyiapkan uang dan mengurus utung piutang
material bahan baku serta urusan bank dan bayar gaji karyawan.
4. Marketing Manager
Bertanggung jawab atas tingkat penjualan atau usaha dalam memperoleh
pekerjaan yang terkait bidang engineering dan electrical yang dibangun
perusahaan. Posisi ini dibantu oleh marketing support dalam mengelola
jadwal ataupun teknis pekerjaan.
5. Workshop Manager
108
Membawahi pembelanjaan material, operasional pekerjaan, teknis, gudang,
keamanan pekerja serta pengawas. Masing-masing memiliki manjemen
administrasi guna melengkapi proses-proses pelayanan engineering dan
electrical yang dilakukan pekerjaan oleh operator.
5.4 Gambaran umum Proses Engineering, Mechanical dan Electrical
Proses engineering, Mechanical dan Electrical sangat bervariasi tahapan
pengerjaannya sesuai perekondisian pelanggan dalam kerusakan, pembangunan,
dan pemproduksian. Secara praktisi, di tempat layanan engineering, evaluasi,
analisis, inspeksi dan pengujian generator besar yang kami sediakan didukung
oleh kemampuan teknologi maju dalam fasilitas kredit gabungan Powertech Lab.
Inc dan Volts Industri Inc. di Kanada yang memungkinkan evaluasi cepat desain
pabrik dan spesifikasi dan analisis data dari insiden kegagalan.
Staf ahli kami dan fasilitas khusus menawarkan pengetahuan dan
pengalaman yang mendalam untuk memberikan jasa rekondisi yang handal dan
kemampuan pengujian yang dapat membantu mencegah kegagalan peralatan,
mengurangi perawatan dan meningkatkan operasi sehari-hari untuk utilitas.
Engineering dalam PT. X ini adalah mendesain sistem pengujian PD
dioptimalkan berdasarkan kebutuhan klien dan aplikasi, penginstalasi dan
commissioning dari sistem debit parsial, melakukan pengujian luahan
parsial, dan menginterpretasi dan analisis data pengujian PD dari berbagai
sistem pengukuran PD.
109
Mechanical pada PT. X ini terdiri dari skup pekerjaan Balancing,
Blasting, Coating, Machining, Metal Spray, Rebushing dan sebagainya.
Mekanikal yang dilakukan pada PT. X ini sangat bervariatif tergantung
kerusakan atau permintaan klien yang mempercayakan untuk dilakukannya
rekondisi.
Electrical PT. X terdiri dari Generator, Motor, dan Transformer.
Masing-masing skup pekerjaan memiliki variasi rekondisi, ataupun fabrikasi
yang memenuhi kebutuhan klien.
5.5 Analisis Univariat
5.5.1 Gambaran Kelelahan pada Pekerja Workshop di PT. X Jakarta tahun
2013
Hasil penelitian mengenai gambaran tingkat kelelahan pada tenaga
kerja workshop PT. X tahun 2013 yang dipadukan dengan nilai subjektif
dan dapat dilihat pada tabel 5.2
Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Kelelahan Kerja pada Pekerja Workshop
PT. X Bekasi Tahun 2013
No. Tingkat
Kelelahan
Frekuensi Presentase (%)
1 Berat 23 42.6
2 Sedang 18 33.3
3 Ringan 13 24.1
110
Jumlah 54 100
Data di atas memperlihatkan gambaran tingkat kelelahan pekerja
workshop yang berkategori berat, sedang dan ringan. Tingkat pekerja yang
mengalami kelelahan kerja berat 28 orang ( 42,6 %), pekerja yang
mengalami kelelahan kerja sedang sebanyak 18 orang (33,3%) dan pekerja
yang mengalami kelelahan kerja ringan sebanyak 13 orang (24,1%).
5.5.2 Gambaran Iklim Kerja Workshop di PT. X Jakarta
Iklim kerja diukur pada 7 titik yang merupakan area dimana pekerja
terpapar. Kemudiam hasil pengukuran dibandingkan dengan menghitung
beban kerja yang dialami oleh pekerja. Beban kerja diukur dengan
melakukan observasi beban kerja rata-rata dengan metode estimasi
pengukuran panas metabolik (NIOSH). Kemudian hasilnya dievaluasikan
dengan standar nilai ambang batas iklim kerja berdasarkan lamanya kerja.
Hasil penelitian ini menggambarkan pekerja yang terpapar iklim kerja dan
tidak terpapar iklim kerja.
Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Beban Kerja pada Pekerja Workshop
PT. X Bekasi Tahun 2013
No. Beban Kerja Frekuensi Presentase (%)
1 Berat 10 18,5 %
2 Sedang 33 61,1 %
3 Ringan 11 20,4 %
111
54 100 %
Data di atas memperlihatkan gambaran beban kerja pekerja
workshop yang memiliki tingkat beban kerja berat, sedang dan ringan
berdasarkan hasil estimasi panas metabolik yang dikeluarkan. Pekerja yang
memiliki tingkat beban kerja pekerja berat adalah sebanyak 10 orang ( 18,5
%), pekerja yang memiliki tingkat beban kerja sedang adalah sebanyak 33
orang ( 61,1 %), dan pekerja yang memiliki tingkat beban kerja ringan
adalah sebanyak 11 orang (20,4 %).
Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Iklim Kerja Pada Pekerja di Workshop PT. X
Jakarta Tahun 2013
No. Iklim Kerja Frekuensi Presentase (%)
1 >NAB 33 61.1
2 ≤ NAB 21 38.9
Jumlah 54 100 %
Data di atas memperlihatkan gambaran distribusi iklim kerja pada pekerja
workshop yang terpapar > NAB dan ≤ NAB sesuai tingkat beban kerja yang
dihasilkan oleh pekerja. frekuensi pekerja yang mengalami paparan iklim kerja
>NAB adalah sebanyak 33 orang (61,1%), dan pekerja yang mengalami iklim
kerja ≤NAB adalah sebanyak 21 orang (38,9 %).
112
5.5.3 Gambaran Umur dan Masa Kerja Pada Pekerja Workshop di PT. X
Jakarta tahun 2013
Data umur dan masa kerja diperoleh dengan cara pengisian kuesioner
oleh responden. Hasil penelitian ini menggambarkan jumlah pekerja
berdasarkan umur individu dan masa kerja masing-masing pekerja.
Gambaran distribusi umur dan masa kerja responden terdapat pada tabel
5.6.
Tabel 5.5
Distribusi Frekuensi Umur dan Masa Kerja Pekerja Workshop
PT. X Tahun 2013
No. Variabel Mean SD Min-Maks
1 Umur 32,61 tahun 10,044 21 tahun – 61 tahun
2 Masa Kerja 6,78 tahun 3,457 1 tahun – 13 tahun
1. Gambaran Umur
Dari tabel 5.6 diatas dapat diketahui bahwa rata-rata umur responden
adalah 32,61 tahun atau dapat dibulatkan menjadi 33 tahun, umur termuda
adalah 21 tahun dan umur pekerja tertua adalah 61 tahun. Standar deviasi
dari varibel umur adalah 10,044.
2. Gambaran Masa Kerja
Pada tabel 5.6 dapat dilihat bahwa rata-rata masa kerja responden adalah
6,78 tahun (6 tahun 8 bulan) dengan standar deviasi 3,457. Responden ada
yang bekerja minimal adalah 1 tahun dan responden dengan masa kerja
terlama yaitu responden yang sudah bekerja sebagai pekerja di workshop
selama 13 tahun.
113
5.5.4 Gambaran Status Gizi, Kebiasaan Merokok dan Kualitas Tidur
Pekerja Workshop di PT. X Jakarta tahun 2013
Tabel 5.6
Distribusi Frekuensi Status Gizi, Kebiasaan Merokok dan Kualitas Tidur
Pekerja Workshop PT. X Tahun 2013
No. Variabel N Presentase (%)
1. Status Gizi
Kurus 1 1.9%
Normal 32 59,3%
Gemuk 21 38,9%
2. Kebiasaan Merokok
Sedang 15 27,8%
Ringan 15 27,8%
Tidak Merokok 24 44,4%
3. Kualitas Tidur
Sulit tidur 40 74,1%
Tidur Baik 14 25,9%
1. Gambaran Status Gizi
Variabel status gizi di dapat dari hasil kuesioner yang di isi oleh
responden. Pada tabel 5.7 dapat dilihat bahwa responden yang
tergolong berstatus gizi kurus yaitu sebanyak 1 orang (1,9%),
responden yang tergolong status gizi normal yaitu sebanyak 32 orang
(59,3%) dan responden yang tergolong status gizi gemuk yaitu
sebanyak 21 orang (38,9%).
114
2. Gambaran Kebiasaan Merokok
Variabel kebiasaan merokok pekerja dapat dikatakan perokok ringan
apabila merokok kurang dari 10 batang perhari, dikatakan perokok
sedang apabila merokok 10-20 batang perhari dan dikatakan perokok
berat apabila merokok lebih dari 20 batang perhari. Pada tabel 5.7 dapat
dilihat bahwa responden yang tergolong perokok sedang yaitu
sebanyak 15 orang (27,8%), responden yang tergolong perokok ringan
yaitu sebanyak 15 orang (27,8%), dan yang tidak memiliki kebiasaan
merokok yaitu sebanyak 24 orang (44,4%).
3. Gambaran Kualitas Tidur
Variabel kualitas tidur diperoleh dari kuesioner PSQI yang diisi oleh
responden. Pada tabel 5.7 dapat dilihat bahwa responden yang memiliki
kesulitan tidur yaitu sebanyak 40 orang (74,1%) dan responden yang
memiliki kualitas tidur yang baik yaitu sebanyak 14 orang (25,9%).
115
116
5.6 Analisis Bivariat
5.6.1 Hubungan Antara Iklim Kerja dengan Kelelahan Kerja Pada Pekerja
Workshop di PT. X
Tabel 5.7
Tabulasi Silang antara Iklim Kerja dengan Tingkat Kelelahan Pada
Pekerja Workshop PT. X Tahun 2013
Variabel Iklim Kerja
Kelelahan Total
Pvalue Berat Sedang Ringan
N % N % N % N %
Iklim Kerja
Terpapar
(>NAB) 15 45.5 10 30.3 8 24.2 33 100
0.820 Tidak
Terpapar
(≤NAB)
8 38.1 8 38.1 5 23.5 21 100
Total 23 42.6 18 33.3 13 24.1 54 100
Berdasarkan tabel 5.8 di atas pekerja yang mengalami paparan iklim
kerja ada pada kelompok yang mengalami kelelahan kerja berat yaitu
sebanyak 15 orang (45.5%), pada kelompok yang mengalami kelelahan
kerja sedang yaitu sebanyak 10 orang (30.3%), pada kelompok yang
mengalami kelelahan kerja ringan yaitu sebanyak 8 orang (24.2%),
sedangkan pekerja yang tidak mengalami paparan iklim kerja namun
mengalami kelelahan kerja berat yaitu sebanyak 8 orang (38.1 %), yang
mengalami kelelahan kerja ringan yaitu sebanyak 8 orang (38.1%), dan
mengalami kelelahan kerja berat yaitu sebanyak 5 orang (23.5 %). Dari hasil
uji statistik didapatkan nilai probabilitas sebesar 0,820 artinya pada α 5%
tidak ada hubungan antara iklim kerja dengan kelelahan kerja.
117
5.6.2 Hubungan antara Umur dan Masa Kerja dengan Tingkat Kelelahan
Kerja pada Pekerja Workshop di PT. X Jakarta tahun 2013
Tabel 5.8
Tabulasi Silang antara Umurdan Masa Kerja dengan Tingkat
Kelelahan Kerja Pada Pekerja Workshop PT. X Tahun 2013
No. Variabel Tingkat
Kelelahan Kerja
N Pvalue
1 Umur Berat 23 0,221
Sedang 18
Ringan 13
2 Masa Kerja Berat 23 0,541
Sedang 18
Ringan 13
1. Hubungan antara Umur dengan Tingkat Kelelahan Kerja pada
Pekerja Workshop di PT. X Jakarta tahun 2013
Pada tabel 5.8 dapat diketahui bahwa hasil uji statistik antara umur dan
tingkat kelelahan kerja di dapatkan pvalue sebesar 0,221, artinya pada
alpha 5% tidak terdapat hubungan yang bermakna antara umur dengan
tingkat kelelahan kerja.
2. Hubungan antara Masa Kerja dengan Tingkat Kelelahan Kerja
pada Pekerja Workshop di PT. X Jakarta tahun 2013
Pada tabel 5.8 dapat diketahui bahwa hasil uji statistik antara masa
kerja dan tingkat kelelahan kerja di dapatkan pvalue sebesar 0,541,
artinya pada alpha 5% tidak terdapat hubungan yang bermakna antara
masa kerja dengan tingkat kelelahan kerja.
118
5.6.3 Hubungan Antara Status Gizi dengan Kelelahan Kerja Pada Pekerja
Workshop di PT. X
Tabel 5.9
Tabulasi Silang antara Status Gizi Pekerja dengan Tingkat Kelelahan
Kerja Pada Pekerja Workshop PT. X Tahun 2013
Status
Gizi
Kelelahan Total
Pvalue Berat Sedang Ringan
N % N % N % N %
Kurus 0 0 0 0 1 100 1 100
0.299 Normal 16 50 9 28.1 7 21.9 32 100
Gemuk 7 33.3 9 42.9 5 23.8 21 100
Total 23 42.6 18 33.3 13 24.1 54 100
Berdasarkan tabel diatas pekerja yang memiliki status gizi kurus dan
mengalami kelelahan kerja ringan adalah sebanyak 1 orang (100%), pekerja
yang memiliki status gizi normal namun mengalami kelelahan kerja berat
sebanyak 16 orang (50%), mengalami kerja sedang sebanyak 9 orang (28,1%),
dan pekerja yang mengalami kelelahan kerja ringan sebanyak 7 orang (21,9%).
Pekerja yang memiliki status gizi gemuk namun mengalami kelelahan kerja
berat sebanyak 7 orang (33.3%), mengalami kerja sedang sebanyak 9 orang
(42.9%), dan pekerja yang mengalami kelelahan kerja ringan sebanyak 5 orang
(23.8%).mengalami kelelahan sebanyak 0 orang (0%). Dari hasil uji statistik
didapatkan nilai probabilitas sebesar 0,299 artinya pada α 5% tidak ada
hubungan antara status gizi dengan kelelahan kerja.
119
5.6.4 Hubungan Antara Kebiasaan Merokok dengan Kelelahan Kerja Pada
Pekerja Workshop di PT. X
Tabel 5.10
Tabulasi Silang antara Kebiasaan Merokok Pekerja dengan Tingkat
Kelelahan Kerja Pada Pekerja Workshop PT. X Tahun 2013
Kebiasaan
Merokok
Kelelahan Total
Pvalue Berat Sedang Ringan N %
N % N % N %
Sedang 6 40 3 20 6 40 15 100
0.359 Ringan 6 40 5 33.3 4 26.7 15 100
Tidak Merokok 11 45.8 10 41.7 3 12.5 24 100
Total 23 42.6 18 33.3 13 24.1 54 100
Berdasarkan tabel diatas pekerja yang memiliki kebiasaan merokok
dengan kategori sedang dan mengalami kelelahan kerja berat adalah sebanyak 6
orang (40%), mengalami kelelahan kerja sedang sebanyak 3 orang (20%), dan
pekerja yang mengalami kelelahan kerja ringan sebanyak 6 orang (40%).
Pekerja yang memiliki kebiasaan merokok dengan kategori ringan namun
mengalami kelelahan kerja berat sebanyak 6 orang (40%), mengalami kerja
sedang sebanyak 5 orang (33.3%), dan pekerja yang mengalami kelelahan kerja
ringan sebanyak 4 orang (26.7%). Pekerja yang memiliki kebiasaan merokok
dengan kategori tidak merokok namun mengalami kelelahan kerja berat
sebanyak 11 orang (45.8%), mengalami kerja sedang sebanyak 10 orang
(41,7%), dan pekerja yang mengalami kelelahan kerja ringan sebanyak 3 orang
120
(12.5%). Dari hasil uji statistik didapatkan nilai probabilitas sebesar 0,359
artinya pada α 5% tidak ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan
kelelahan kerja.
5.6.5 Hubungan Antara Kualitas Tidur dengan Tingkat Kelelahan Kerja
Pada Pekerja Workshop di PT. X
Tabel 5.11
Tabulasi Silang antara Kualitas Tidur Pekerja dengan Kelelahan Pada
Pekerja Workshop PT. X Tahun 2013
Kualitas
Tidur
Kelelahan Total
Pvalue Berat Sedang Ringan N %
N % N % N %
Sulit Tidur 16 40 12 30 12 30 40 100 0.222
Tidur Baik 7 50 6 42.9 1 7.1 14 100
Total 230 42.6 18 33.3 13 24.1 54 100
Berdasarkan tabel diatas pekerja yang memiliki kesulitan tidur dan
mengalami kelelahan kerja berat adalah sebanyak 16 orang (40%), mengalami
kelelahan kerja sedang sebanyak 12 orang (30%), dan pekerja yang mengalami
kelelahan kerja ringan sebanyak 12 orang (30%). Pekerja yang memiliki tidur
yang baik namun mengalami kelelahan kerja berat sebanyak 7 orang (50%),
mengalami kerja sedang sebanyak 6 orang (42.9%), dan pekerja yang
mengalami kelelahan kerja ringan sebanyak 1 orang (7.1%). Dari hasil uji
statistik didapatkan nilai probabilitas sebesar 0,222 artinya pada α 5% tidak ada
hubungan antara kualitas tidur dengan kelelahan kerja.
121
122
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian
Terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian ini, yaitu :
1. Penelitian ini menggunakan desain crossectional.
2. Pengukuran kelelahan kerja sebagian dilakukan pada saat pekerja istirahat
atau hendak pulang. Karena pengukuran kelelahan kerja dapat dipengaruhi
oleh segala hal yang dapat mempengaruhi proses penyegaran tubuh kembali,
seperti makan siang, istirahat, cuci muka, dan mengobrol.
3. Beberapa pekerja yang berpotensi mengalami kelelahan sangat sibuk,
sehingga sulit untuk dimintai untuk mengikuti reaction timer test sehingga
waktunya sangat terbatas.
4. Hasil penelitan pada tiap semua variabelnya yaitu iklim kerja, umur, masa
kerja, status gizi, kebiasaan merokok, dan kualitas tidur hasilnya tidak ada
yang berhubungan, kemungkinan terdapat bias informasi karena variabel ini
sebagian besar bergantung pada kejujuran dan ingatan responden.
6.2 Tingkat Kelelahan Kerja
Kelelahan atau fatigue menunjukkan keadaan yang berbeda-beda, tetapi
semua keadaan berakibat pengurangan kapasitas kerja dan ketahanan tubuh.
Dapat dikatakan pula sebagai melemahnya tenaga dalam aspek fisik, psikologi
maupun mental. Kelelahan baik secara fisiologis maupun psikologis pada
123
dasarnya merupakan suatu mekanisme perlindungan terhadap tubuh terhindar dari
kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat. Waktu Reaksi
adalah reaksi sederhana atas rangsangan tunggal atau reaksi kompleks yang
memerlukan koordinasi. Menurut laporan Setyawati L (1996) yang dikutip oleh
Tarwaka, dkk (2004), dalam uji waktu reaksi ternyata stimuli terhadap
cahaya lebih cepat diterima oleh reseptor daripada stimuli suara. Setelah
dilakukan analisis, metoda pengukuran kelelahan kerja yang efektif digunakan
dan terdapat hubungan hanya dengan metode Reaction timer.
Secara umum gejala kelelahan kerja dapat dimulai dari yang sangat ringan
sampai yang sangat melelahkan. Hasil penelitian mengenai gambaran kelelahan
kerja pada pekerja workshop di PT. X tahun 2013, distribusi kelelahan kerja pada
pekerja workshop sebanyak 23 orang mengalami kelelahan kerja pada tingkat
berat. Pekerja yang terpapar iklim kerja berdasarkan beban kerja sebanyak 33
orang yang memiliki mengalami kelelahan kerja tingkat sedang, rata-rata masa
kerja pekerja adalah 33 tahun dan sebanyak 23 orang yang mengalami kelelahan
kerja berat, pekerja yang berstatus gizi normal sebanyak 16 orang yang
mengalami kelelahan berat, pekerja yang tidak memiliki kebiasaan rokok namun
mengalami kelelahan kerja berat sebanyak 11 orang dan pekerja yang memiliki
kualitas tidur yang sulit sebanyak 16 orang dan mengalami kelelahan kerja berat.
Kelelahan kerja merupakan komponen fisik dan psikis. Kerja fisik yang
melibatkan kecepatan tangan dan fungsi mata serta memerlukan konsentrasi terus
menerus dapat menyebabkan kelelahan fisiologis dan disertai penurunan
keinginan untuk bekerja yang disebabkan faktor psikis sehingga menyebabkan
124
timbulnya perasaan lelah (Suma’mur, 2009). Kelelahan juga dapat berakibat
menurunnya perhatian, perlambatan dan hambatan persepsi, lambat dan sukar
berfikir, penurunan kemauan atau dorongan untuk bekerja, penurunan
kewaspadaan, konsentrasi dan ketelitian, menurunnya efisiensi dan kegiatan-
kegiatan fisik dan mental yang pada akhirnya menyebabkan kecelakan kerja dan
terjadi penurunan poduktivitas kerja (Budiono, 2003).
6.3 Gambaran dan Hubungan Iklim Kerja dengan Tingkat Kelelahan Kerja
Iklim kerja sangat erat kaitannya dengan suhu udara, kelembaban,
kecepatan gerakan udara dan panas radiasi (Budiono, 2003). Kombinasi keempat
faktor tersebut yang dipadankan dengan produksi panas oleh tubuh sendiri yang
disebut tekanan panas (heat stress). Dari suatu penyelidikan diperoleh hasil
bahwa produktivias kerja pekerja akan mencapai tingkat yang paling tinggi
pada temperatur sekitar 24oC sampai 27
oC. (Suma’mur, 2009).
Berdasarkan obeservasi, dilakukan pengukuran di beberapa titik dimana
banyaknya pekerja yang berdiri pada suatu lokasi dengan menggunakan alat
indeks WBGT untuk mengetahui suhu iklim kondisi lingkungan pekerja. Hal ini
dikarenakan setiap pekerjaan memiliki nilai resiko terjadinya kelelahan akibat
iklim kerja yang berbeda. Dari hasil penelitian didapatkan pekerja yang
mengalami paparan iklim kerja ada pada kelompok yang mengalami kelelahan
kerja berat yaitu sebanyak 15 orang (45.5%), pada kelompok yang mengalami
kelelahan kerja sedang yaitu sebanyak 10 orang (30.3%), pada kelompok yang
mengalami kelelahan kerja ringan yaitu sebanyak 8 orang (24.2%), sedangkan
125
pekerja yang tidak mengalami paparan iklim kerja namun mengalami kelelahan
kerja berat yaitu sebanyak 8 orang (38.1 %), yang mengalami kelelahan kerja
ringan yaitu sebanyak 8 orang (38.1%), dan mengalami kelelahan kerja berat
yaitu sebanyak 5 orang (23.5 %). Dari hasil uji statistik didapatkan nilai
probabilitas sebesar 0,820 artinya pada α 5% tidak ada hubungan antara iklim
kerja dengan kelelahan kerja. Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan
yang signifikan antara iklim kerja dengan kelelahan kerja. Penelitian ini tidak
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mustagfirin (2011) bahwa
menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara iklim kerja dengan kelelehan.
Hal ini kemungkinan ketepatan pengukuran WBGT dengan kondisi lingkungan
cuaca yang sangat cerah dan rata-rata populasi yang dijadikan sampel merupakan
pekerja yang memiliki kategori beban kerja yang baik atau sesuai dengan tingkat
pekerjaannya. Sehingga pada saat dilakukan observasi penilaian beban kerja,
pekerja memiliki beban kerja yang cukup sesuai lingkungan pekerjaannya.
Dikhawatirkan pekerja juga telah mengalami aklimatisasi sesuai dengan suhu di
tempat kerjanya.
6.4 Gambaran dan Hubungan Umur Dengan Tingkat Kelelahan Kerja
Umur adalah lama waktu hidup atau ada (sejak dilahirkan atau diadakan).
Pertambahan umur seseorang berpengaruh terhadap fungsi organ tubuh setelah
mencapai puncak kematangan umur dewasa fungsi organ tubuh mengalami
penurunan. Penurunan kemampuan melakukan aktifitas dan kemampuan kerja
126
menjadi menurun. Penurunan tersebut karena penyusutan jaringan tubuh secara
bertahap, yang meliputi jaringan otot, sistem saraf, dan organ-organ vital lainnya.
Dari hasil ini bahwa rata-rata umur responden adalah 32,61 tahun atau
dapat dibulatkan menjadi 33 tahun, umur termuda adalah 21 tahun dan umur
pekerja tertua adalah 61 tahun.
Dari hasil uji statistik bivariat didapatkan nilai probabilitas sebesar 0,221
artinya pada α 5% tidak ada hubungan antara umur dengan kelelahan kerja .
Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hardi
(2006) bahwa adanya tingkat kemaknaan dengan nilai probabilitas sebesar 0,0016
artinya ada hubungan antara umur dengan kelelahan kerja. Hal ini kemungkinan
disebabkan karena rata-rata usia pekerja dibawah 40 tahun. Seseorang yang
berumur muda mampu melakukan pekerjaan berat dan sebaliknya jika seseorang
bertambah umurnya maka kemampuan melakukan pekerjaan berat akan menurun.
Semakin bertambahnya umur, tingkat kelelahan kerja akan semakin cepat terjadi
dan dalam melakukan pekerjaannya kurang gesit sehingga akan mempengaruhi
kinerjanya (Hardi, 2006). Menurut Hidayat (2003), mendapatkan bukti di negara
Jepang menunujukan bahwa pekerja yang berusia 40-50 tahun akan lebih
cepat menderita kelelahan kerja dibandingkan dengan pekerja relative lebih
muda. Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat diambil hipotesis bahwa pekerja
yang usianya semakin tua mempunyai adaptasi kerja yang baik pada tugas
pekerjaannya, dibanding pekerja yang usianya masih muda atau dibawah rata-
rata.
127
Dalam penelitian ini, tingkat kelelahan dapat menyerang di semua umur
(tidak tergantung usianya). Jika pekerja muda, belum tentu mereka selalu
mengalami tingkat kelelahan kerja berat, sedang, ringan ataupun normal. Tingkat
kelelahan tersebut kemungkinan lebih didominasi oleh cuaca yang berubah-ubah,
tingkat kesulitan pekerjaan ataupun tekanan psikologis pekerja saat itu. Begitu
juga dengan yang berumur tua, walau cenderung semakin memiliki pengalaman
dalam bekerja karena usianya, tidak menutup kemungkinan memiliki golongan
kelelahan kerja.
6.5 Gambaran dan Hubungan Masa Kerja dengan Tingkat Kelelahan Kerja
Masa kerja merupakan akumulasi waktu dimana pekerja telah memegang
pekerjaan tersebut. Semakin banyak informasi yang kita simpan maka semakin
banyak keterampilan yang kita pelajari dan akan semakin banyak hal yang kita
kerjakan. Menurut Purnawati (2005), bahwa masa kerja berperan dalam
menentukan beban kerja dan tentu dapat mempengaruhi berat, ringannya tingkat
kelelahan. Beban kerja yang melebihi kapasitas pekerja yang dialami
berkepanjangan selama kehidupan kerja akan berakibat penumpukan kelelahan
sehingga berakibat tingginya tingkat kelelahan.
Dari hasil penelitian, diketahui bahwa rata-rata masa kerja responden
adalah 6,78 tahun (6 tahun 8 bulan) dengan standar deviasi 3,457. Responden ada
yang bekerja minimal adalah 1 tahun dan responden dengan masa kerja terlama
yaitu responden yang sudah bekerja sebagai pekerja di workshop selama 13
tahun.
128
Hasil uji statistik bivariat diketahui bahwa hasil uji statistik antara masa
kerja dan tingkat kelelahan kerja di dapatkan pvalue sebesar 0,541, artinya pada
alpha 5% tidak terdapat hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan
tingkat kelelahan kerja.. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian
sebelumnya yaitu pada penelitian Ardhani (2011) menyatakan dari 47 orang
tenaga kerja yang mengalami macam tingkat kelelahan mempunyai hubungan
antara faktor individu dengan masa kerja (p = 0,048).
Tidak berhubungannya variabel masa kerja dan tingkat kelelahan kerja
pada penelitian ini kemungkinan di karenakan adanya bias recall. Pekerja bisa
saja kurang tepat dalam mengingat bulan dan tahun mereka pertama kali bekerja
di perusahaan ini. Selain itu juga kemungkinan dikarenakan selama masih
bekerja yang sesuai dengan kemampuannya, pekerja memiliki proses adaptasi
yang baik terhadap pekerjaannya. Kelelahan ini membawa kepada pengurangan
fungsi psikologi dan fisiologi yang dapat dihilangkan dengan upaya
pemulihan. Menurut Granjean (1988), pada masa kerja dengan periode
dekade, kelelahan berasal dari kelebihan usaha selama beberapa dekade dan
dapat dipulihkan dengan pensiun, sedangkan untuk masa kerja yang masih
dalam periode tahun, kelelahan berasal dari kelebihan usaha selama beberapa
tahun yang dapat dipulihkan dengan liburan.
6.6 Gambaran dan Hubungan Status Gizi dengan Tingkat Kelelahan Kerja
129
Kecukupan gizi pekerja selama bekerja merupakan salah satu bentuk
penerapan syarat keselamatan, dan kesehatan kerja sebagai bagian dari upaya
meningkatkan derajat kesehatan pekerja. Gizi merupakan salah satu aspek
kesehatan kerja yang memiliki peran penting dalam peningkatan produktivitas
kerja. Populasi sampel yang diteliti adalah berjenis kelamin laki-laki, sehingga
untuk status gizi dalam kategori kurus memiliki nilai IMT sebesar <17, kategori
normal memiliki nilai IMT sebesar 17-23, dan untuk kategori gemuk 23,1-27
(Depkes, 2003).
Penilaian status gizi di dapat dari hasil kuesioner yang di isi oleh
responden dalam memberikan informasi berat badan dan tinggi badan. Dari hasil
penelitian, diketahui bahwa responden yang tergolong berstatus gizi kurus yaitu
sebanyak 1 orang (1,9%), responden yang tergolong status gizi normal yaitu
sebanyak 32 orang (59,3%) dan responden yang tergolong status gizi gemuk
yaitu sebanyak 21 orang (38,9%).
Hasil uji statistik, bahwa pekerja yang memiliki status gizi kurus dan
mengalami kelelahan kerja ringan adalah sebanyak 1 orang (100%), pekerja yang
memiliki status gizi normal namun mengalami kelelahan kerja berat sebanyak 16
orang (50%), mengalami kerja sedang sebanyak 9 orang (28,1%), dan pekerja
yang mengalami kelelahan kerja ringan sebanyak 7 orang (21,9%). Pekerja yang
memiliki status gizi gemuk namun mengalami kelelahan kerja berat sebanyak 7
orang (33.3%), mengalami kerja sedang sebanyak 9 orang (42.9%), dan pekerja
yang mengalami kelelahan kerja ringan sebanyak 5 orang (23.8%). Dari hasil uji
statistik didapatkan nilai probabilitas sebesar 0,299 artinya pada α 5% tidak ada
130
hubungan antara status gizi dengan kelelahan kerja. Hasil penelitian ini tidak
sejalan dengan hasil penelitian Ardhani (2011) menunjukkan bahwa terdapat
hubungan antara faktor individu yaitu status gizi (p = 0,014) dengan distribusi
responden dari 47 orang tenaga kerja sebagian besar mengalami tingkat
kelelahan.
Tidak berhubungannya variabel status gizi dan tingkat kelelahan kerja
pada penelitian ini kemungkinan di karenakan adanya bias recall. Pekerja bisa
saja lupa mengenai berat badan dan tinggi badan pekerja. Hal ini merupakan
salah satu keterbatasan peneliti untuk mengumpulkan pekerja dalam melakukan
timbangan berat badan dan tinggi badan. Dalam penelitian ini walaupun status
gizi tidak berhubungan kelelahan kerja, akan tetapi orang yang gizinya
normal mengalami kelelahan kerja tingkat berat yaitu sebanyak 16 orang
(50%). Dalam hal ini penelitian tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya
yang dilakukan oleh Eraliesa, (2008) yangmengatakan adanya hubungan
antara status gizi dengan tingkat kelelahan kerja. Hal ini kemungkinan
disebabkan rata-rata status gizi pekerja dalam keadaan normal. Karena gizi yang
baik adalah faktor penentu derajat produktivitas kerja seseorang.
6.7 Gambaran dan Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Tingkat Kelelahan
Kerja
Kebiasaan merokok akan dapat menurunkan kapasitas paru-paru, sehingga
kemampuan untuk mengkonsumsi oksigen menurun dan sebagai akibatnya
tingkat kesegaran juga menurun. Semakin lama dan tinggi frekuensi merokok,
131
semakin tinggi tingkat kelelahan otot yang dirasakan. Hal ini sebenarnya terkait
otot dengan kondisi kesegaran tubuh seseorang. Seseorang dapat dikatakan
perokok ringan apabila merokok kurang dari 10 batang perhari, dikatakan
perokok sedang apabila merokok 10-20 batang perhari dan dikatakan perokok
berat apabila merokok lebih dari 20 batang perhari (Bustan, 2000).
Dari hasil penelitian, bahwa responden yang tergolong perokok sedang
yaitu sebanyak 15 orang (27,8%), responden yang tergolong perokok ringan
yaitu sebanyak 15 orang (27,8%), dan yang tidak memiliki kebiasaan merokok
yaitu sebanyak 24 orang (44,4%).
Hasil uji statistik bivariat, menunjukkan bahwa pekerja yang memiliki
kebiasaan merokok dengan kategori sedang dan mengalami kelelahan kerja berat
adalah sebanyak 6 orang (40%), mengalami kelelahan kerja sedang sebanyak 3
orang (20%), dan pekerja yang mengalami kelelahan kerja ringan sebanyak 6
orang (40%). Pekerja yang memiliki kebiasaan merokok dengan kategori ringan
namun mengalami kelelahan kerja berat sebanyak 6 orang (40%), mengalami
kerja sedang sebanyak 5 orang (33.3%), dan pekerja yang mengalami kelelahan
kerja ringan sebanyak 4 orang (26.7%). Pekerja yang memiliki kebiasaan
merokok dengan kategori tidak merokok namun mengalami kelelahan kerja berat
sebanyak 11 orang (45.8%), mengalami kerja sedang sebanyak 10 orang
(41,7%), dan pekerja yang mengalami kelelahan kerja ringan sebanyak 3 orang
(12.5%). Dari hasil uji statistik didapatkan nilai probabilitas sebesar 0,359
artinya pada α 5% tidak ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan
kelelahan kerja.
132
Hal ini tidak sejalan dengan teori Tarwaka (2004), yaitu apabila yang
bersangkutan harus melakukan tugas yang menuntut pengerahan tenaga, maka
akan mudah lelah karena kandungan oksigen dalam darah rendah, pembakaran
karbohidrat terhambat, terjadi tumpukan asam laktat dan akhirnya timbul
kelelahan. Kemungkinan yang terjadi adalah pekerja dapat mengatur keadaan
tubuhnya dengan kebiasaan merokok sehingga mengurangi terjadinya proses
kelelahan. Sebagian besar pekerja berpendapat, bahwa rokok menjadikan
stimulasi penyemangat dalam bekerja. Apabila merasa lelah atau bosan, mereka
sedikit berusaha mengambil kesempatan pada jam bekerja untuk merokok,
namun hal ini tidak menjadikan keharusan dalam pekerjaannya sebab pekerja
wajib mematuhi peraturan perusahaan yang ada.
6.8 Gambaran dan Hubungan Kualitas Tidur dengan Tingkat Kelelahan Kerja
Salah satu penyebab kelelahana dalah ganguan tidur (sleep distruption)
yang antara lain dapat dipengaruhi oleh kekurangan waktu tidur dan ganguan
pada circadian rhythms akibat jet lag atau shift kerja. Tidur adalah proses
alamiah manusia untuk memberikan kesempatan pada sel saraf (neuron) tubuh
kita untuk beristirahat dan memperbaiki kondisinya.
Variabel kualitas tidur diperoleh dari kuesioner PSQI yang diisi oleh
responden. Pada tabel 5.7 dapat dilihat bahwa responden yang memiliki kesulitan
tidur yaitu sebanyak 40 orang (74,1%) dan responden yang memiliki kualitas
tidur yang baik yaitu sebanyak 14 orang (25,9%).
133
Hasil penelitian yang didapatkan pekerja yang memiliki kesulitan tidur
dan mengalami kelelahan kerja berat adalah sebanyak 16 orang (40%),
mengalami kelelahan kerja sedang sebanyak 12 orang (30%), dan pekerja yang
mengalami kelelahan kerja ringan sebanyak 12 orang (30%). Pekerja yang
memiliki tidur yang baik namun mengalami kelelahan kerja berat sebanyak 7
orang (50%), mengalami kerja sedang sebanyak 6 orang (42.9%), dan pekerja
yang mengalami kelelahan kerja ringan sebanyak 1 orang (7.1%). Dari hasil uji
statistik didapatkan nilai probabilitas sebesar 0,222 artinya pada α 5% tidak ada
hubungan antara kualitas tidur dengan kelelahan kerja.
Hasil penilitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Nanik (2008),
bahwa ada hubungan yang signifikan antara kualitas tidur dengan terjadinya
kelelahan dengan nilai probabilitas 0,043. Tidak berhubungannya antara variabel
kualitas tidur dengan tingkat kelelahan kerja adanya kemungkinan faktor
perilaku kebiasaan pekerja. Sedangkan perilaku terbiasa tidak menjadikan hal-hal
dalam pekerjaannya menjadi hambatan untuk terjadinya kelelahan kerja,
melainkan proses rutinitas dalam kesehariannya. Kemungkinan banyaknya
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi ketika pekerja mengalami kesulitan tidur
seperti psikologis, tidak dapat diukur sebab akibat di setiap masalah dalam diri
sesorang. Namun seseorang yang memiliki golongan tidur yang baik tidak
menutup kemungkinan termasuk kategori tingkat kelelahan kerja berat sebanyak
7 orang (50%).
134
BAB VII
KESIMPULAN
7.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada workshop PT. X Jakarta
diperoleh kesimpulam sebagai berikut :
1. Tingkat pekerja yang mengalami kelelahan kerja berat 28 orang ( 42,6 %),
pekerja yang mengalami kelelahan kerja sedang sebanyak 18 orang (33,3%)
dan pekerja yang mengalami kelelahan kerja ringan sebanyak 13 orang
(24,1%).
2. Gambaran iklim kerja pada pekerja workshop di PT. X Jakarta sesuai
tingkat beban kerjanya yaitu yang mengalami paparan iklim kerja >NAB
adalah sebanyak 33 orang (61,1%), dan pekerja yang mengalami iklim kerja
≤NAB adalah sebanyak 21 orang (38,9 %).
3. Gambaran faktor individu (umur, masa kerja, status gizi, kebiasaan
merokok, dan kualitas tidur) terhadap kelelahan kerja yaitu :
a. Rata-rata umur responden adalah 32,61 tahun atau dapat
dibulatkan menjadi 33 tahun, umur termuda adalah 21 tahun dan
umur pekerja tertua adalah 61 tahun.
b. Rata-rata masa kerja responden adalah 6,78 tahun (6 tahun 8
bulan). Responden ada yang bekerja minimal adalah 1 tahun dan
responden dengan masa kerja terlama yaitu responden yang sudah
bekerja sebagai pekerja di workshop selama 13 tahun.
135
c. Responden yang tergolong berstatus gizi kurus yaitu sebanyak 1
orang (1,9%), responden yang tergolong status gizi normal yaitu
sebanyak 32 orang (59,3%) dan responden yang tergolong status
gizi gemuk yaitu sebanyak 21 orang (38,9%).
d. Responden yang tergolong perokok sedang yaitu sebanyak 15
orang (27,8%), responden yang tergolong perokok ringan yaitu
sebanyak 15 orang (27,8%), dan yang tidak memiliki kebiasaan
merokok yaitu sebanyak 24 orang (44,4%).
e. Gambaran kesulitan tidur dan mengalami kelelahan kerja adalah
responden yang memiliki kesulitan tidur yaitu sebanyak 40 orang
(74,1%) dan responden yang memiliki kualitas tidur yang baik
yaitu sebanyak 14 orang (25,9%).
4. Tidak terdapat hubungan antara iklim kerja dengan kelelahan kerja
(P=0,820).
5. Tidak ada hubungan antara faktor individu dengan tingkat kelelahan kerja
pada pekerja workshop di PT. X Jakarta tahun 2013 yaitu umur dengan
Pvalue 0.221, masa kerja dengan Pvalue 0.541, status gizi pekerja dengan
Pvalue 0.299, kebiasaan merokok dengan Pvalue 0.359, dan kualitas tidur
dengan Pvalue 0.222.
136
7.2 Saran
7.2.1 Bagi Perusahaan
Berdasarkan hasil penelitian yang ditemukan bahwa semua variabel iklim
kerja dan faktor individu tidak berhubungan dengan tingkat kelelahan
kerja, namun tetap disarankan untuk melakukan peningkatan dan
pemeliharaan yang terkait dengan iklim kerja dan faktor individu adalah
sebagai berikut :
1. Iklim Kerja
Untuk menghindari terjadinya kelelahan kerja akibat iklim kerja dapat
dilakukan dengan mengurangi paparan iklim kerja yang diterima
pekerja salah satunya dengan cara :
a. Meningkatkan pengendalian lingkungan kerja:
- produktivitas ventilasi udara untuk memberikan aliran
udara dalam ruangan yang luas, atau dapat memberikan
exhaust pada tiap bagian pekerjaan. Peningkatan kecepatan
udara dapat membantu penguapan keringat dan
mendinginkan para pekerja.
b. Pemeliharaan dengan pengendalian administrative :
- Memastikan para pekerja yang dilingkungan yang panas
atau pekerja yang terpapar panas telah dilatih dengan baik
sehingga para pekerja dapat mengerti bahaya-bahaya
potensial yang mungkin terjadi.
137
c. Pemeliharaan penggunaan Personal Protective Equipment :
menggunakan pakaian pelidung yang diperlukan yang
membuat pekerja mudah berkeringat dan tidak lengket dengan
kulit.
2. Faktor Individu
Pihak perusahaan PT. X disarankan tetap membangun semangat para
pekerja, dengan memperhatikan waktu kerja yang teratur, waktu
istirahat yang cukup efisien bagi pekerja dan perusahaan, serta dapat
melakukan aktifitas kesegaran jasmani minimal satu minggu sekali.
Namun hal ini tetap memperhatikan kompetensi dari pekerja agar
sesuai dengan posisi atau keahliannya guna mengurangi rasa lelah
psikologis maupun rasa bosan.
7.2.2 Bagi Peneliti
1. Perlu diadakannya penelitian lanjutan:
a. Memperhatikan teknik pengambilan data terutama pada saat
pengukuran lingkungan fisik dan teknik pengambilan sampel.
b. Memperhatikan status kesehatan yang dapat mempengaruhi
kelelahan kerja pekerja dengan baik.
2. Menggunakan alat-alat uji lingkungan yang lebih lengkap, seperti tes
debu, tes udara, dan uji kimia jika diperlukan.
138
DAFTAR PUSTAKA
Ardhani, Zahroh Setyo. 2011. Hubungan Faktor Individu Dengan Tingkat Kelelahan
Kerja SubyektJika Pada Tenaga Kerja Bagian Pengepakan (Flour
Packing) Di Pt. Indofood Sukses Makmur Tbk. Bogasari Flour Mills
Surabaya. Skripsi. FKM Universitas Airlangga.
Ariani, Diah Nova. 2009. Tinjauan Faktor-faktor yang mempengaruhi Tingkat
(Fatigue) Pada Pengemudi Bulk Truck PT. BCS Subkontraktor PT.
Holcim Tbk. Plant Narogong tahun 2009. Skripsi: Fakultas Kesehatan
Masyarakat UI
Benny L, Pratama dan Adhi Ari Utomo dalam Edhie Sarwono, dkk, 2002, Green
Company Pedoman Pengelolaan Lingkungan, Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (LK3), Jakarta: PT Astra International Tbk.
Budiono, A. M. S. Kebijakan Perlindungan Tenaga Kerja. Dalam: Budiono, A. M. S,
dkk. Bunga Rampai Hiperkes Dan KK Edisi Kedua (Revisi),
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2003
Bustan, M.N, Dr. 2000. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: PT. Rineka
Cipta
Campellone, JV (2006). EEG BRAIN WAVE TEST Diambil pada 11 Pebruari 2006
Dari http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003931.htm
dalam Sunardi. Elektroensefalogram (EEG). [cited: 2013
November]. Available :
http://nardinurses.files.wordpress.com/2008/01/eeg.pdf
Daryus, Asyari. 2008. Proses Produksi II Mesin Bubut. Universitas Dharma Persada
Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 2003. Modul Pelatihan bagi Fasilitator Kesehatan Kerja.
Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. Pemenuhan Kecukupan Gizi Bagi Pekerja. [cited: 2013
June]. Available: http://www.gizikia.depkes.go.id/archives/747
Depkes RI. 2003. Pedoman Pembinaan Kesehatan Umur Lanjut bagi Petugas
Kesehatan. Depkes :Jakarta
Depkes RI. Upaya Kesehatan Kerja Sektor Informal Di Indonesia. Jakarta: Depkes
RI, 1991
Depnaker. 2004. Training Material Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Bidang
Keselamatan Kerja. Jakarta: Depnaker
Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor. Bahaya Rokok Bagi Kesehatan Manumur. [cited:
2013 September]. Available :
139
http://www.dinkes2.bogorkab.go.id/index.
php?option=com_content&view=article&id=171&Itemid=122
Dwi P. Sasongko, dkk. 2000. Kebisingan Lingkungan. Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro Semarang.
Eraliesa, Fandrik. 2008. Hubungan Faktor Individu Dengan Kelelahan Kerja Pada
Tenaga Kerja Bongkar Muat Di Pelabuhan Tapaktuan Kecamatan
Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan 2008. Skripsi. FKM Universitas
Sumatra Utara.
Fahri Sukmal dkk. 2010. Kebisingan Dan Tekanan Panas Dengan Perasaan Kelelahan
Kerja Pada Tenaga Kerja Bagian Drilling Pertamina EP Jambi. Jurnal:
Universitas Muhamadiyah Semarang.
Fatigue Management Plan – Participant’s workbook, 2010.
Febrina Kodrat, Kimberley. 2011. Pengaruh ShJikat Kerja Terhadap Kelelahan
Pekerja Pabrik Kelapa Sawit Di Pt. X Labuhan Batu. Jurnal Teknik
Industri, Vol. 12, No. 2, Agustus 2011: 110–117
Gabriel, J.F. 1996. Fisika Kedokteran. Jakarta: EGC.
Ganong, W.F. 1999. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
Gradjean, E. Fitting the Task to The Man 4th. Dalam: Tarwaka, dkk. Ergonomi Untuk
Guyton, Arthur dan John E. Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran
(alih Bahasa: Irawati Setiawan. Jakarta: ECG, 2004
Hardi, M.Kes, Ikram. 2006. Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Keluhan
Kelelahan Kerja Pada Tenaga Kerja Di Bagian Produksi PT. Sermani
Steel Makassar Tahun 2006. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Hasanudin Makasar.
Harrington, JM, Gill, FS. Buku Saku Kesehatan Kerja. Alih Bahasa Sudjoko
Kuswadji. Penerbit Buku Kedokteran EGC.2005
Haryono, Widodo dkk. 2009. Hubungan Antara Beban Kerja, Stres Kerja Dan
Tingkat Konflik Dengan Kelelahan Kerja Perawat Di Rumah Sakit
Islam Yogyakarta PDHI Kota Yogyakarta. Jurnal: Fakultas Kesehatan
Masyarakat, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta
Harwanto, Irwan. 2004. Perbedaan Tingkat Kelelahan Tenaga Kerja Akibat
Intensitas Kebisingan Berbeda Di PT Kereta Api (Persero) Daerah
Operasi IV Semarang. Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Undip.
Hidayat, T. 2003. Bahaya Laten Kelelaan Kerja. Harian Pikiran Rakyat. Jakarta
dalam Eraliesa, Fandrik. 2008. Hubungan Faktor Individu Dengan
Kelelahan Kerja Pada Tenaga Kerja Bongkar Muat Di Pelabuhan
Tapaktuan Kecamatan Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan 2008.
Skripsi. FKM Universitas Sumatra Utara.
I Dewa Nyoman Supariasa. Bachyar Bakri. Ibnu Fajar. 2002. Penilaian Status Gizi,
Jakarta: EGC.
140
International Labour Organization. Encyclopedia of Occupational Health and
Safety. 1983. Vol II. International Labour Office, Geneva
Iviana, Anda, dkk. 2007. Perbaikan Desain Tempat Kerja Pada Proses Pengelasan
Smaw Melalui Pendekatan AHP (Analytical Hierarchy Process) Dan
Analisis Ergonomi Di Bengkel Las, PPNS-ITS. Jurnal. Teknik
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya Institut Teknologi Sepuluh Nopember Sukolilo Surabaya
Indonesia
Kimberly Febrina Kodrat. Pengaruh ShJikat Kerja Terhadap Kelelahan Pekerja
Pabrik Kelapa Sawit Di PT. X Labuhan Batu. Jurnal. Fakultas Teknik
Universitas Al Azhar Medan
Koesyanto, Herry. 2008. Hubungan Antara Beban Kerja Dengan Kelelahan Kerja
Mengajar Pada Guru Sekolah Dasar Se-Kecamatan Semarang
Barat Tahun Ajaran 2006/2007. Jurnal Kesehatan Masyarakat Vol 3.
Kosasih Indra. Keselamatan Dalam Bengkel. [cited : 2013 Agustus] available:
http://blognyaindrakosasih.blogspot.com/2013/05/keselamatan-dalam-
bengkel-workshop.html
Modul Praktikum Biomekanika. Laboratorium Analisis Perancangan Kerja dan
Ergonomi. Universitas Islam Indonesia 2011.
Noor Fatimah. 2002. Hubungan beberapa Faktor Beban Tambahan Lingkungan
Kerja dengan Kelelahan pada Tenaga Kerja Wanita ShJikat Pagi Di
Bagian Packing PT Palur Raya Karanganyar. Skripsi. Fakultas
Kesehatan Masyarakat Undip.
Noval Mauludi, Moch. 2010. Faktor –Faktor Yang Berhubungan Dengan Kelelahan
Pada Pekerja Di Proses Produksi Kantong Semen PBD (Paper Bag
Division) Pt. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk Citeureup-Bogor.
Skripsi. UIN Syarif Hidayatullah.
TAHUN 2010
Putri, Duhita Pangesti. 2008. Hubungan Faktor Internal dan Eksternal Pekerja
Teradap Kelelahan (Fatigue) Pada Operator Alat Besar Di PT.
Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkitan Suralaya Periode Tahun
2008. Skripsi. FKM Univesitas Indonesia
Park, Jungsun,dkk. Long Working Hours and Subjective Fatigue Symptoms. 2001.
Original Article. Industrial Health.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER/13/MEN/X/2011
Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika Dan Faktor Kimia Di
Tempat Kerja
Prof. Dr. Suryanto., M.Si. Apa Itu Gender?. [citied: 2013 Oktober] Available :
www.suryanto.blog.unair.co.id.
Purnawati, Susi. 2005. Kelelahan Umum pada pekerja shift dan faktor-faktor yang
berhubungan pada pekerja Inspector Soft Drinks Pabrik Minuman
Botol PT. X Bali Tahun 2005. Tesis: Universitas Indonesia Prodi
Kedokteran Kerja
141
Putu Gunasastra, Dewa,dkk. 2013. Hubungan Antara Iklim Kerja, Asupan Gizi
Sebelum Bekerja, Dan Beban Kerja Terhadap Tingkat Kelelahan
Pada Pekerja Shift Pagi Bagian Packing Pt.X, Kabupaten Kendal.
Jurnal Kesehatan Masyarakat. UNDIP
Ramdan, Iwan M.. Dampak Giliran Kerja, Suhu dan Kebisingan terhadap Perasaan
Kelelahan Kerja di PT LJP Provinsi Kalimantan Timur. Jurnal
Keselamatan dan Kesehatan Kerja FKM. Universitas Mulawarman.
2007.
Ramdhani, M. Tamar. 2010. Hubungan Beban Kerja, Status Gizi, dan Umur dengan
Tingkat Kelelahan Kerja Operator Bagian Dyeing di PT. X Salatiga.
Skripsi. Universitas Diponegoro.
Rini Kadarwati, dkk. Beberapa Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian
Kecelakaan Kerja di Pabrik Frame Kacamata PT. Luxindo Nusantara
Semarang (Juni 2005 – Juni 2006). Jurnal Kesehatan Masyarakat.
UNIMUS
Riyadi, Didi Selamet. 2010. Teknologi Mekanik II Mesin Gerinda. Jurusan Mesin.
Poli Teknik Cilacap
Schultz, D.P. Psycholog y and Industry Today, An Introduction to Industrial
and Organizational Psycholog y, 1982. Third Edition, Macmillan
Publishing Co. Inc., New York
Sihar Tigor Benjamin Tambunan. 2005. Kebisingan Di Tempat Kerja (Occupational
Noise), Yogyakarta: Andi.
Silaban, Gerry. 1998. Kelelahan Kerja. Majalah Kesehatan Masyarakat Indonesia.
Tahun XXVI No. 10: 593 – 543.
Smyth, Carole. 2013. The Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). Practises: The
Hartford Institute for Geriatric Nursing, New York University, College
of Nursing
Soekidjo Notoatmodjo. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta: Rineka
Cipta.
Sritomo Wignjosoebroto. 2003. Ergonomi Studi Gerak dan Waktu, Surabaya: Guna
Widya.
Sugiyono. 2005. Statistik untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Suma’mur, P. K. Higiene Perusahaan dan Keselamatan Kerja. Jakarta : CV. Mas
Agung, 2009
___________. Higiene Perusahaan dan Keselamatan Kerja. Jakarta : CV. Mas
Agung, 1996
Susetyo, Joko. Prevalensi Keluhan SubyektJika Atau Kelelahan Karena Sikap Kerja
Yang Tidak Ergonomis Pada Pengrajin Perak. Jurnal Teknologi
Volume. 1 Nomor 2 , Desember 2008, 141-149.
Syukron Salman Yasin, 2011. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kelelahan
pada pekerja di Unit Power Plant PT. X Cepu. Fakultas Kesehatan
Masyarakat. UNDIP.
Tarwaka. Bakri, Solichul. H. A. Sudiajeng, Lilik. Ergonomi Untuk Keselamatan,
Kesehatan Kerja dan Produktivitas. Surakarta: Uniba Press, 2004
142
Tim Hiperkes. 2004. Panduan Praktikum Laboratorium Hiperkes & Keselamatan
Kerja. Semarang: Balai Hiperkes Jawa Tengah
Tri Yuni Ulfa, 2005. Pengaruh Kebisingan terhadap Kelelahan pada Tenaga Kerja
Industri Pengoahan Kayu Brumbung Perum Perhutani Semarang.
Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Negeri
Semarang.
Wardani, Dkk. 2011. Hubungan Faktor Risiko Lingkungan Fisik Dengan Kelelahan
Tenaga Kerja Di Industri Konveksi Rm Tailor Yogyakarta. Jurnal
Ilmiah Kesesahatn Kerja. Sanitasi, Volume 3 Nomor 2 Hal 47
Ihsan, Taufik, dkk. 2010. Hubungan Antara ShJikat Kerja Dengan Tingkatan
Kelelahan Kerja Pada Pekerja Di Pabrik Perakitan Mobil Indonesia.
Jurnal. Program Studi Magister Teknik Lingkungan. Fakultas Teknik
Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung
University of Pittsburg. The Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) 2011.
143
No.
Responden
Tanggal
FAKTOR-FAKTOR YANG BERUBUNGAN DENGAN KELELAHAN KERJA
PADA PEKERJA BENGKEL DI PT. X JAKARTA TAHUN 2013
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Saya Era Prasasti, mahasiswi Kesehatan Masyarakat Peminatan K3 Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Saat ini saya sedang melakukan pengumpulan
data mengenai perasaan kelelahan kerja yang saudara rasakan saat bekerja, dimana
pengumpulan data ini adalah sebagai salah satu penyusunan tugas akhir (skripsi).
Semua data dan informasi yang saudara berikan akan dijaga kerahasiaannya dan
kuesioner ini akan dimusnahkan apabila sudah tidak digunakan lagi. Atas perhatian
dan kerjasama saudara saya ucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Apakah anda Bersedia ?
(lingkari pada jawaban)
YA
TIDAK
Tanda Tangan
IDENTITAS RESPONDEN
Nama :
No. Telp :
Umur : ………thn
Masa kerja : ………………..
Tinggi Badan & Berat Badan : ………………..
Riwayat Penyakit : …………………
Keadaan Kesehatan hari ini : Sehat / Sakit
No. Petanyaaan Kode
A Pengukuran kualitas tidur menggunakan kuesioner Pittsburgh
Sleep Quality Index (PSQI)
[ ]
A1. Kapan biasanya waktu tidur anda (siang/malam)?
---------------------------------
[ ]
144
A2. Berapa lama (dalam menit) dari anda terjaga sampai dapat tertidur saat
malam hari?
------------------------------------
[ ]
A3. Selama sebulan lalu kapan biasanya anda bangun pagi (jam)?
------------------------------------------
[ ]
A4. Berapa jam anda tidur tiap harinya?
--------------------------------------
[ ]
(Beri salah satu Tanda Cheklist ( √ ) pada kolom pilihan jika anda mengalami di
periode tersebut, pada 0,1,2, atau 3)
No Pertanyaan Skor Kode
A5. Selama sebulan lalu,
berapa kali mengalami
gangguan tidur karena
anda.....
Tidak
pernah
selama
sebulan
lalu
Kurang dari
satu kali
dalam
seminggu
1-2 kali
dalam
seminggu
3 atau
lebih
dalam
semin
ggu
0 1 2 3
a. Tidak dapat tertidur
lebih dari 30 menit
[ ]
b. Bangun di tengah
malam atau
menjelang pagi
[ ]
c. Harus bangun untuk
ke kamar mandi
[ ]
d. Kurang nyaman
dalam bernafas
[ ]
e. Batuk atau
mendengkur dengan
nyaring
[ ]
f. Merasa terlalu
dingin
[ ]
g. Merasa terlalu panas [ ]
145
h. Mengalami mimpi
buruk
[ ]
i. Mengalami sakit [ ]
j. Alasan lain,
silahkan sebutkan:
[ ]
A6. Selama sebulan lalu,
berapa kali anda
menggunakan obat
untuk membantu anda
tidur
[ ]
A7. Seberapa sering anda
mengantuk ketika
mengemudi, makan,
atau beraktifitas sosial?
[ ]
A8. Seberapa banyak
masalah yang anda
miliki dan anda tidak
bergairah untuk
menyelesaikannya?
[ ]
Sangat
baik
0
Agak baik
1
Agak
buruk
2
Sanga
t
buruk
3
A9. Bagaimana anda
menilai kualitas tidur
anda secara
keseluruhan?
[ ]
A10
.
Apakah ada yang mendampingi anda saat tidur ?
(lingkari salah satu)
a. Tidak ada teman tidur
b. Teman tetapi tidak 1 kamar
c. Teman diruangan yg sama, tapi tdk 1 tempat tidur
d. Ada teman tidur di 1 tempat tidur
[ ]
Diisi oleh Peneliti
146
1. Beban Kerja
1. ........................
2. ........................
3. ........................
4. ........................
5. ........................
2. Suhu Iklim / Lokasi
2 Kelelahan Berdasarkan Reaction Timer Test
Tingkat kelelahan berdasarkan waktu reaksi yang ditempuh
Waktu Reaksi Rata-
rata 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Sblm
Ssdh
Terima Kasih Atas Partisipasi Anda Saya Ucapkan Terima Kasih
Era Prasasti
147
Perhitungan Beban Kerja Rata-Rata Pada Pekerja Workshop PT. X
Jakarta Tahun 2013
Leader Mekanik Leader
Posisi
Badan
Jenis
Pekerjaan
Jumlah
Kal Waktu
Total
Kal
Mengangkat benda 0.6 3.5 4.1 5 20.5
Memeriksa benda 0.6 2.5 3.1 15 46.5
memperbaiki memutar mur 0.6 3.5 4.1 15 61.5
membersihkan bagian benda 0.6 3.5 4.1 5 20.5
Rata-rata 40 149 3.7
Helper Mekanik Helper
Posisi
Badan
Jenis
Pekerjaan
Jumlah
Kal Waktu
Total
Kal
Mengangkat benda 0.6 3.5 4.1 5 20.5
Memeriksa benda 0.6 2.5 3.1 10 31
memperbaiki memutar mur 0.6 3.5 4.1 20 82
membuka plat 0.3 3.5 3.8 30 114
membersihkan bagian benda 0.6 3.5 4.1 30 123
Rata-rata 95 370.5 3.9
148
Leader & Helper Rewinding - Mekanik
Posisi
Badan
Jenis
Pekerjaan
Jumlah
Kal Waktu
Total
Kal
Cek Memeriksa part 0.6 3.5 4.1 5 20.5
Overhoul Mesin Meraba mesin 3 1.2 4.2 10 42
membongkar 0.6 3.5 4.1 15 61.5
Memindahkan part 3 3.5 6.5 5 32.5
Ketok 0.6 2.5 3.1 15 46.5
Gulung dinamo 0.6 5 5.6 30 168
Membersihkan semprot 0.6 1.2 1.8 1 1.8
Memindahkan part 0.6 3.5 4.1 1 4.1
Rata-rata 82 376.9 4.6
Leader& Helper Balancing - Mekanik
Posisi
Badan
Jenis
Pekerjaan
Jumlah
Kal Waktu
Total
Kal
Cek Memeriksa part 0.3 2.5 2.8 5 14
Memasang ke balancer Mengangkat dengan crane 3 2.5 5.5 10 55
Memastikan kencangan 0.3 2.5 2.8 3 8.4
Periksa monitor Dengan monitor 0.3 1.2 1.5 5 7.5
Menambah/mengurangi Las 0.3 3.5 3.8 30 114
daging besi di benda
Melepaskan dari
balancer Menggunakan tang 0.3 2.5 2.8 10 28
Memindahkan benda Dengan crane 3 2.5 5.5 5 27.5
Rata-rata 68 254.4 3.7
149
Leader Quality Control
Posisi
Badan
Jenis
Pekerjaan
Jumlah
Kal Waktu
Total
Kal
Cek Memeriksa AC-DC mesin 0.6 1.2 1.8 5 9
Memonitor Melihat progres mesin 0.6 1.2 1.8 30 54
Rata-rata 35 63 1.8
Helper Quality Control
Posisi
Badan
Jenis
Pekerjaan
Jumlah
Kal Waktu
Total
Kal
Cek Memeriksa AC-DC mesin 0.3 3.5 3.8 5 19
Pasang Kabel
Menghubungkan kabel AC-
DC 0.3 3.5 3.8 10 38
Bongkar Rumah ACDC Membuka rumah ACDC 0.3 3.5 3.8 10 38
Mengencangkan dengan
tang 0.3 3.5 3.8 10 38
Menutup Rumah ACDC 0.3 3.5 3.8 15 57
Test
Pasca test
Melepas semua bagian
kabel 0.3 3.5 3.8 10 38
dari yg di test
Rata-rata 60 228 3.8
150
Helper Bubut
Posisi
Badan
Jenis
Pekerjaan
Jumlah
Kal Waktu
Total
Kal
Mengakat benda Memasang dengan crane 0.6 1.2 1.8 5 9
Memasangkan benda Memastikan part berada di 0.6 9 9.6 30 288
posisi pembubutan
Membubut Meneliti pola bubut 0.6 3.5 4.1 30 123
Rata-rata 65 420 6.5
i
Perhitungan Tingkat Beban Kerja Pada Pekerja Wokshop PT. X
Jakarta Tahun 2013
No.
Res
Beban
Kerja
Rata-
rata
BB
Metabolism
e Basal
(Kkal/menit)
Total Beban
Kerja
(kalori/menit
)
Total Beban
Kerja
(Kalori/jam
)
Keteranga
n Beban
Kerja
1 3.7 70 0.15 3.85 231 Sedang
2 3.9 65 0.14 4.04 242 Sedang
3 3.9 70 0.15 4.05 243 Sedang
4 3.9 70 0.15 4.05 243 Sedang
5 3.9 42 0.09 3.99 239 Sedang
6 3.9 88 0.18 4.08 245 Sedang
7 3.9 55 0.11 4.01 241 Sedang
8 3.9 70 0.15 4.05 243 Sedang
9 3.9 68 0.14 4.04 243 Sedang
10 3.9 75 0.16 4.06 243 Sedang
11 4.6 67 0.14 4.74 284 Sedang
12 4.6 82 0.17 4.77 286 Sedang
13 4.6 78 0.16 4.76 286 Sedang
14 4.6 60 0.13 4.73 284 Sedang
15 4.6 62 0.13 4.73 284 Sedang
16 4.6 61 0.13 4.73 284 Sedang
17 4.6 65 0.14 4.74 284 Sedang
18 4.6 72 0.15 4.75 285 Sedang
19 3.7 46 0.10 3.80 228 Sedang
20 3.7 47 0.10 3.80 228 Sedang
21 3.7 62 0.13 3.83 230 Sedang
22 3.7 60 0.13 3.83 230 Sedang
23 3.7 45 0.09 3.79 228 Sedang
24 3.7 62 0.13 3.83 230 Sedang
25 1.8 63 0.13 1.93 116 Ringan
26 1.8 50 0.10 1.90 114 Ringan
27 1.8 60 0.13 1.93 116 Ringan
28 1.8 65 0.14 1.94 116 Ringan
29 1.8 66 0.14 1.94 116 Ringan
30 1.8 65 0.14 1.94 116 Ringan
31 1.8 65 0.14 1.94 116 Ringan
32 1.8 60 0.13 1.93 116 Ringan
33 1.8 65 0.14 1.94 116 Ringan
34 1.8 55 0.11 1.91 115 Ringan
ii
35 1.8 63 0.13 1.93 116 Ringan
36 3.8 56 0.12 3.92 235 Sedang
37 3.8 60 0.13 3.93 236 Sedang
38 3.8 59 0.12 3.92 235 Sedang
39 3.8 58 0.12 3.92 235 Sedang
40 3.8 48 0.10 3.90 234 Sedang
41 3.8 69 0.14 3.94 237 Sedang
42 3.8 66 0.14 3.94 236 Sedang
43 3.8 59 0.12 3.92 235 Sedang
44 3.8 58 0.12 3.92 235 Sedang
45 6.5 67 0.14 6.64 398 Berat
46 6.5 60 0.13 6.63 398 Berat
47 6.5 59 0.12 6.62 397 Berat
48 6.5 60 0.13 6.63 398 Berat
49 6.5 60 0.13 6.63 398 Berat
50 6.5 66 0.14 6.64 398 Berat
51 6.5 59 0.12 6.62 397 Berat
52 6.5 58 0.12 6.62 397 Berat
53 6.5 67 0.14 6.64 398 Berat
54 6.5 60 0.13 6.63 398 Berat
`= 1 x BB x
(480 menit)
`= BK Rata2
+ MB
Dijadikan
ke Jam
480 menit =
8 jam
iii
Analisis Univariat
Statistics
Umur Masa_Kerja
N Valid 54 54
Missing 0 0
Mean 32.61 6.78
Median 28.00 6.00
Std. Deviation 10.044 3.457
Variance 100.884 11.950
Minimum 21 1
Maximum 61 13
Iklim_Kerja
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Terpapar 33 61.1 61.1 61.1
Tidak Terpapar 21 38.9 38.9 100.0
Total 54 100.0 100.0
Status_Gizi
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Kurus 1 1.9 1.9 1.9
Normal 32 59.3 59.3 61.1
Gemuk 21 38.9 38.9 100.0
Total 54 100.0 100.0
iv
K_Merokok
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Sedang 15 27.8 27.8 27.8
Ringan 15 27.8 27.8 55.6
Tidak Merokok 24 44.4 44.4 100.0
Total 54 100.0 100.0
Kualitas_Tidur
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Sulit Tidur 40 74.1 74.1 74.1
Tidur Baik 14 25.9 25.9 100.0
Total 54 100.0 100.0
v
Analisis Bivariat Kruskal Wallis
Ranks
Kelelahan
_Obj N Mean Rank
Umur Berat 23 24.33
Sedang 18 32.64
Ringan 13 26.00
Total 54
Masa_Kerja Berat 23 25.76
Sedang 18 30.83
Ringan 13 25.96
Total 54
Test Statisticsa,b
Umur Masa_Kerja
Chi-Square 3.017 1.228
df 2 2
Asymp. Sig. .221 .541
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: Kelelahan_Obj
vi
CROSS TAB
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Iklim_Kerja * Kelelahan_Obj 54 100.0% 0 .0% 54 100.0%
Status_Gizi * Kelelahan_Obj 54 100.0% 0 .0% 54 100.0%
K_Merokok * Kelelahan_Obj 54 100.0% 0 .0% 54 100.0%
Kualitas_Tidur *
Kelelahan_Obj 54 100.0% 0 .0% 54 100.0%
Kualitas Tidur
Kelelahan Kerja
Total Berat Sedang Ringan
Kualitas_Tidur Sulit Tidur Count 16 12 12 40
% within Kualitas_Tidur 40.0% 30.0% 30.0% 100.0%
Tidur Baik Count 7 6 1 14
% within Kualitas_Tidur 50.0% 42.9% 7.1% 100.0%
Total Count 23 18 13 54
% within Kualitas_Tidur 42.6% 33.3% 24.1% 100.0%
vii
Kebiasaan Merokok
Kelelahan Kerja
Total Berat Sedang Ringan
K_Merokok Sedang Count 6 3 6 15
% within K_Merokok 40.0% 20.0% 40.0% 100.0%
Ringan Count 6 5 4 15
% within K_Merokok 40.0% 33.3% 26.7% 100.0%
Tidak Merokok Count 11 10 3 24
% within K_Merokok 45.8% 41.7% 12.5% 100.0%
Total Count 23 18 13 54
% within K_Merokok 42.6% 33.3% 24.1% 100.0%
Status Gizi
Kelelahan Kerja
Total Berat Sedang Ringan
Status_Gizi Kurus Count 0 0 1 1
% within Status_Gizi .0% .0% 100.0% 100.0%
Normal Count 16 9 7 32
% within Status_Gizi 50.0% 28.1% 21.9% 100.0%
Gemuk Count 7 9 5 21
% within Status_Gizi 33.3% 42.9% 23.8% 100.0%
Total Count 23 18 13 54
% within Status_Gizi 42.6% 33.3% 24.1% 100.0%
viii
Iklim Kerja
Kelelahan Kerja
Total Berat Sedang Ringan
Iklim_Kerja Terpapar Count 15 10 8 33
% within Iklim_Kerja 45.5% 30.3% 24.2% 100.0%
Tidak Terpapar Count 8 8 5 21
% within Iklim_Kerja 38.1% 38.1% 23.8% 100.0%
Total Count 23 18 13 54
% within Iklim_Kerja 42.6% 33.3% 24.1% 100.0%
ix
x