FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN AKDR SEBAGAI ALAT KONTRASEPSI PADA AKSEPTOR KB
-
Upload
lutfi-ndox-fianda -
Category
Documents
-
view
34 -
download
0
description
Transcript of FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN AKDR SEBAGAI ALAT KONTRASEPSI PADA AKSEPTOR KB
BAB 2TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keluarga Berencana
2.1.1 Pengertian Keluarga Berencana
Undang-Undang RI Nomor 10 tahun 1992 Pasal 1 ayat 12 menyatakan
bahwa KB adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat
melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan
ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga kecil, bahagia, dan
sejahtera (BKKBN, 2008).
KB adalah tindakan yang membantu individu atau suami istri untuk
mendapatkan objektif-objektif tertentu, menghindari kehamilan yang tidak
diinginkan, mendapatkan kehamilan yang diinginkan, mengatur interval antara
kehamilan, menentukan jumlah anak dalam keluarga, mengontrol saat kelahiran
dalam hubungan dengan umur suami istri (Hanafi, 2003). KB adalah suatu usaha
untuk menjarangkan atau merencanakan jumlah dan jarak kehamilan dengan
memakai kontrasepsi (Mochtar, 1998).
2.1.2 Sejarah Keluarga Berencana
Pada zaman Yunani kuno, Soranus dan Ephenus telah membuat tulisan
ilmiah tentang cara menjarangkan kelahiran. Cara waktu itu adalah mengeluarkan
semen atau air mani dengan membersihkan vagina dengan kain dan minyak.
Adapula yang memakai alat-alat yang dapat menghalangi masuknya sperma
kedalam rahim, umpamanya dengan memasukkan rumput, daun-daunan atau
sepotong kain perca kedalam vagina.
9
10
Di Indonesia, sejak zaman dahulu telah dipakai obat dan jamu yang
maksudnya untuk mencegah kehamilan. Di Irian Jaya telah lama mereka kenal
ramuan dari daun-daunan yang khasiatnya dapat mencegah kehamilan.
Di Indonesia Keluarga Berencana modern mulai dikenal pada tahun
1953.Pada waktu itu sekelompok ahli kesehatan, kebidanan, dan tokoh
masyarakat telah mulai membantu masyarakat, namun dengan sesedikit mungkin
publisitas, dengan obat yang ada tentang keluarga berencana.
Pada tanggal 23 Desember 1957 mereka mendirikan wadah dengan nama
Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) dan bergerak secara silent
operation membantu masyarakat yang memerlukan bantuannya secara sukarela.
Jadi di Indonesia PKBI adalah pelopor pergerakan keluarga berencana dan sampai
sekarang masih aktif membantu program keluarga berencana nasional yang
dikoordinir oleh BKKBN.
Usaha gerakan keluarga berencana terus meningkat terutama setelah
pidato pemimpin Negara pada tanggal 16 Agustus 1967, dimana gerakan keluarga
berencana di Indonesia memasuki era peralihan.
Struktur organisasi program nasional KB juga mengalami perubahan.Pada
bulan Oktober 1968 didirikan Lembaga Keluarga Berencana Nasional (LKBN)
yang sifatnya semi pemerintah. Pada tahun 1970 lembaga ini diganti dengan
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang merupakan
badan resmi pemerintah yang mengenai pelaksanaan program keluarga berencana
di Indonesia. Fungsi BKKBN antara lain adalah sebagai pengkoordinasi,
11
perencana, perumus kebijaksanaan, pengawas pelaksanaan, dan evaluasi
(Mochtar, 1998).
2.1.3 Tujuan Keluaga Berencana
Di Indonesia, tujuan Program Nasional Kependudukan dan Keluarga
Berencana adalah:
1. Tujuan Gemografis, yaitu dapat dikendalikannya tingkat pertumbuhan
penduduk. Sebagai patokan dalam usaha mencapai tujuan tersebut telah
ditetapkan suatu target demografis berupa penurunan angka fertilitas dari 44
permil pada tahun 1971 menjadi 22 permil pada tahun 1990.
2. Tujuan Nornatif, yatu dapat dihayatinya NKKBS yang pada waktunya akan
menjadi falsafah hidup masyarakat Indonesia.
Tujuan umum keluarga berencana adalah membentuk keluarga kecil sesuai
dengan kekuatan social ekonomi suatu keluarga dengan cara mengatur kelahiran
anak, agar diperoleh suatu keluarga bahagia dan sejahtera yang dapat memenuhi
kebutuhan hidupnya (Mochtar, 1998).
Tujuan keluarga berencana adalah mewujudkan keluarga kecil bahagia
sejahtera yang menjadi terwujudnya masyarakat yang sejahtera melalui
pengendalian kelahiran dan pertumbuhan penduduk (Prawirohardjo, 1999).
2.1.4 Manfaat Keluarga Berencana
Peningkatan dan perluasan pelayanan keluara berencana merupakan salah
satu usaha untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu yang semakin
tinggi akibat kehamilan yang dialami wanita.
12
2.1.5 Sasaran Keluarga Berencana
Sasaran dan target yang ingin dicapai dengan program KB adalah
bagaimana supaya segera tercapai dan melembaganya NKKBS pada masyarakat
Indonesia. Sasaran yang mesti digarap untuk mencapai target tersebut dibagi
menjadi dua bagian yaitu sasaran langsung dan sasaran tidak langsung. Sasaran
langsung dari program KB adalah PUS yakni pasangan yang wanitanya berusia
antara 15 - 49 tahun karena kelompok ini merupakan pasangan yang aktif
melakukan hubungan seksual dan setiap kegiatan seksual dapat mengakibatkan
kehamilan. Sasaran tidak langsung dari program KB adalah kelompok remaja usia
15-19 tahun, organisasi-organisasi, lembaga kemasyarakatan serta instansi
pemerintah maupun swasta serta tokoh masyarakat dan pemuka agama yang
diharapkan dapat memberikan dukungan dalam melembagakan NKKBS (Suratun
dkk, 2008).
2.2 Kontrasepsi
Istilah kontrasepsi berasal dari kata kontra dan konsepsi. Kontra berarti
“melawan” atau “mencegah”, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel
telur yang matang dan sel sperma yang mengakibatkan kehamilan. Jadi
kontrasepsi adalah menghindari atau mencegah terjadinya kehamilan sebagai
akibat adanya pertemuan antara sel telur dengan sel sperma (Hartanto H, 2004).
Kontrasepsi adalah usaha-usaha untuk mencegah terjadinya kehamilan.
Usaha-usaha itu dapat bersifat sementara, dapat juga bersifat permanen.Yang
bersifat permanen dinamakan pada wanita tubektomi dan pada pria vasektomi.
13
Jenis alat / obat kontrasepsi antara lain kondom, pil KB, suntik KB,
AKDR, implant, vasektomi, dan tubektomi. Untuk jenis pelayanan KB jenis
kondom dapat diperoleh langsung dari apotek atau toko obat, pos layanan KB dan
kader desa.
Dari kurang lebih 58 juta wanita usia reproduksi di Amerika Serikat,
sejumlah 60% mempergunakan salah satu bentuk kontrasepsi. Dari 40% yang
tidak memakai kontrasepsi, hanya satu diantara enam yang berisiko terhadap
kehamilan. Jadi sekitar 90% wanita yang berisiko terhadap kehamilan
mempergunakan sesuatu bentuk kontrasepsi. Pilihan dari metoda kontrasepsi
bergantung kepada risiko dan faedah dari metoda tersebut. Tidak ada satu metoda
pun yang ideal, dan setiap pasien harus dikonsultasikan tentang metoda-metoda
yang ada (William, 2001).
Sampai sekarang cara kontrasepsi yang ideal belum ada. Kontrasepsi itu
harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 1) dapat dipercaya, 2) tidak
menimbulkan efek yang mengganggu kesehatan, 3) daya kerjanya dapat diatur
menurut kebutuhan, 4) tidak menimbulkan gangguan sewaktu melakukan koitus,
5) tidak memerlukan motivasi terus-menerus, 6) mudah pelaksanaannya, 7) murah
harganya sehingga dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat, 8) dapat
diterima penggunaanya oleh pasangan yang bersangkutan (Prawirohardjo, 2008).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan metode kontrasepsi adalah:
1. Faktor pasangan: usia, gaya hidup, frekuensi senggama, jumlah keluarga yang
diinginkan, pengalaman dengan kontrasepsi yang lalu, sikap kewanitaan, dan
sikap keperiaan.
14
2. Faktor kesehatan: kontraindikasi absolute atau relative, status kesehatan,
riwayat haid, riwayat keluarga, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan panggul.
3. Faktor metode kontrasepsi: penerimaan dan pemakaian berkesinambungan
dipandang dari pihak calon akseptor dan pihak medis (petugas KB), efektifitas,
efek samping minor, kerugian, biaya, dan komplikasi potensial (Pinem S,
2009).
2.3 Akseptor
Akseptor KB adalah peserta keluarga berencana. Keluarga berencana
menurut WHO (World Health Organization) expertcommite 1970 adalah tindakan
yang membantu individu atau pasangan suami istri untuk:
1. Mendapatkan objek-objek tertentu
2. Menghindari kelahiran yang tidak diinginkan
3. Mendapatkan kelahiran yang diinginkan
4. Mengatur interval diantara kelahiran
5. Mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami istri
6. Menentukan jumlah anak dalam keluarga
Setiap metode mempunyai kelebihan dan kekurangan. Namun demikian,
meskipun telah mempertimbangkan untung rugi semua kontrasepsi yang tersedia,
tetap saja terdapat kesulitan untuk mengontrol fertilitas secara aman efektif,
dengan metode yang dapat diterima, baik secara perorangan maupun budaya pada
berbagai tingkat reproduksi.
15
2.4 AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim)
2.4.1 Pengertian AKDR
AKDR adalah alat kontrasepsi yang terbuat dari plastik disertai barium
sulfat (agar terlihat melalui alat sinar X atau sonografi), dan mengandung tembaga
(Cu T 38OA ParaGard produkdi Ortho), progesterone (Progesterone T
Progestasert System produksi ALZA Corporation), atau levonorgestrel (Mirena
produksi Berlex) (Morgan. 2009).
2.4.2 Sejarah AKDR
Tulisan Ilmiah tentang AKDR untuk pertama kali dibuat oleh Richter dari
Polandia pada tahun 1909. Pada waktu itu ia mempergunakan bahan yang dibuat
dari benang sutera. Gravenberg pada tahun 1928 melaporkan pengalamannya
dengan AKDR yang dibuat dari benang sutera yang dipilin dan diikat satu sama
lain, sehingga berbentuk bintang bersegi enam. Oleh karena AKDR bentuk segi
enam ini mudah sekali keluar, maka kemudian ia membuatnya dalam bentuk
cincin dari perak. Ia melaporkan angka kehamilan pada AKDR dari cincin perak
ini hanya 1.6% di antara 2000 kasus.
Ota dari Jepang pada tahun 1934 untuk pertama kalinya membuat AKDR
dari plastik yang berbentuk cincin. Mula-mula ia membuat AKDR dari cincin
yang dibuat dari benang sutera yang dipilin, kemudian dari logam yang mudah
dibengkok-bengkokkan. Oleh karena sukar memasang cincin logam ini, maka ia
kemudian membuat cincin dari plastic.
Oppenheimer dari Israel dan Ishihama dari Jepang pada tahun 1959
menerbitkan tulisan-tulisan tentang pengalaman mereka dengan AKDR. Sejak
16
tulisan-tulisan itu dan dengan ditemukannya antibiotika yang mengecilkan risiko
infeksi, penerimaan AKDR meningkat. Antara tahun 1955 dan 1964 bermacam-
macam bentuk AKDR diciptakan, antara lain Margullies spiral, Zipper, Lippes
loop, Birnberg bow, cincin Hall-Stone. Di Indonesia AKDR telah dipergunakan
secara umum dalam program keluarga berencana, AKDR yang mula-mula dipakai
ialah Lippes loop, yang pada waktu itu disponsori oleh PKBI (Prawirohardjo,
2008).
2.4.3 Keefektifan AKDR
1. Sebesar 97-99%.
2. Durasi Keefektifan
a. Paragard – Efektif selama 10 tahun.
b. Mirena – Efektif selama 5 tahun.
c. Progestasert – Efektif selama 1 tahun (Morgan, 2009).
2.4.4 Mekanisme Kerja AKDR
Mengahalangi blastokis melakukan implantasi:
Reaksi benda asing terjadi migrasi makrof dan endometrium lebih padat.
Pengeluaran prostaglandin sehingga endometrium tidak cocok untuk
nidasi.
Mengganggu kemampuan kapasitas lendir endometrium.
Ion Cu menempel pada kepala spermatozoa sehingga geraknya lemah dan
mengalami kematian.
Ion Cu bersifat embrio toksik dan embriosidal sehingga hasil konsepsi
tidak akan berkembang (Manuaba, 2001).
17
2.4.5 Jenis-jenis AKDR
AKDR terdiri dari dua jenis yaitu mengandung obat dan tidak
mengandung obat.AKDR mengandung obat saat ini digunakan meliputi dua
model penghasil hormon, yang tersedia hanya di beberapa Negara dan dengan
model-model yang mengandung tembaga (Copper T 380 A, Copper T 200,
Copper T 220 C, Multiload 375, Multiload 250, dan Nova T). AKDR tanpa obat
yang sekarang digunakan adalah Lippes loop dan cincin baja tahan-karat tunggal
atau ganda (Brahm, 2012).
Jenis-jenis AKDR yang beredar adalah:
1) AKDR Generasi pertama disebut Lippesloop, berbentuk spiral atau huruf S
ganda, terbuat dari plastik (poyethyline)
2) AKDR Generasi kedua adalah Cu T200 B (berbentuk T yang batangnya dililit
tembaga (Cu) dengan kandungan tembaga), Cu7 (berbentuk angka 7 yang
batangnya dililit tembaga), dan ML Cu 250 (berbentuk 3/3 lingkaran elips yang
bergerigi yang batangnya dililit tembaga)
3) AKDR Generasi ketiga adalah Cu T 380 A (berbentuk huruf T dengan lilitan
tembaga yang lebih banyak dan perak), MI Cu 375 (batangnya dililit tembaga
berlapis perak), dan Nova T Cu 200 A (batang dan lengannya dililit tembaga)
4) AKDR Generasi keempat adalah Ginefix (AKDR tanpa rangka) yang terdiri
dari benang polipropilen monofilament dengan enam butir tembaga.
18
Lippes Loop
Lippes Loop terbuat dari bahan plastik (poyethyline), berbentuk spiral, dan
pada bagian tubuhnya mengandung barium sulfat yang menjadikannya radio
opaque pada pemeriksaan dengan sinar-x (Speroff L & Darney P, 2003).
Multiload 375
Multiload 375 (ML 375) terbuat dari polipropilen dan mempunyai 375
mm2 kawat halus tembaga yang membalut batang vertikalnya. Bagian lengannya
di desain sedemikian rupa sehingga lebih fleksibel dan meminimalkan terjadinya
ekspulsi. Multiload 375 merupakan alat yang popular di banyak bagian dunia
(Speroff L & Darney P, 2003).
Cu T 380 A
Cu T 380 A adalah alat berbentuk T, dengan kerangka polietilen yang
memiliki 380 mm2 daerah permukaaan tembaga yang terpajan. Kawat tembaga
elektronik murni yang mengelilingi batang 36 mm ini memiliki berat 176 mg, dan
bungkus-lengan pada lengan horizontal memiliki berat 66,5 mg. Sebuah
monofilament polietilen diikat menembus bola 3 mm yang terdapat pada batang,
menghasilkan dua benang putih untuk deteksi dan pengangkatan. Bola pada
bagian bawah batang membantu mengurangu resiko perforasi serviks (Speroff L
& Darney P, 2003).
Keefektifannya tinggi dengan efek samping dan komplikasi yang ringan.
Dengan pemasangan yang baik tidak akan terjadi perforasi. Bila terjadi perforasi
karena bentuknya terbuka tidak akan membahayakan. Dalam pemasangannya
tidak menimbulkan rasa nyari, kecuali pada perforasi (Manuaba, 1999).
19
Nova – T
Nova-T mengandung 200 mm2 tembaga, mempunyai inti perak pada
kawat tembaganya, lengan yang fleksibel, dan sebuah lengkung besar yang juga
fleksibel pada ujung bawah guna menghindari cedera jaringan serviks (Speroff L
& Darney P, 2003).
Ginefix (AKDR tanpa rangka)
Ginefix dirancang sebagai usaha untuk mengurangi efek samping yang
sering ditimbulkan oleh AKDR tembaga berkerangka. Ginefix terdiri dari benang
polipropilen monofilamen yang tidak terurai secara hayati dan enam butir
tembaga yang seluruhnya membentuk luas permukaan 330 mm2. Butir atas dan
bawah dilekatkan ke benang sehingga butir-butir yang lain tidak dapat bergerak.
Sebuah simpul di ujung atas filamen berfungsi sebagai jangkar yang ditanamkan
ke miometrium fundus. Juga telah dikembangkan sebuah versi dari alat ini dengan
simpul jangkar yang sedikit lebih besar untuk pemasangan segera setelah
persalinan atau aborsi (Glasier A& Gebbie A, 2006).
20
Gambar 2.1 jenis-jenis AKDRLeon Sferoff, Philip, 2005
21
2.4.6 Keuntungan AKDR
AKDR merupakan alat kontrasepsi yang sangat efektif (0,6-0,8 kehamilan/
100 perempuan dalam 1 tahun pertama, atau 1 kegagalan dalam 125-170
kehamilan), dapat efektif segera setelah pemasangan, dapat dipakai oleh semua
perempuan dalam usia reproduksi, reversibel, berjangka panjang (dapat sampai 10
tahun tidak perlu diganti sehingga sangat efektif dari segi biaya), tidak
mempengaruhi produksi dan kualitas ASI, dapat dipasang segera setelah
melahirkan atau setelah abortus bila tidak ada infeksi, dan membantu mencegah
kehamilan ektopik.
AKDR umumnya sangat mudah dikeluarkan dan pemulihan kesuburan
berlangsung cepat (angka konsepsi 78-88% setelah 12 bulan dan 92-97% pada 3
tahun setelah pengeluaran) (Glasier A & Gebbie A, 2006).
2.4.7 Kerugian/Keterbatasan AKDR
Kerugian dari AKDR yaitu terdapat perdarahan, leukorea, sehingga
menguras protein dan liang senggama terasa lebih basah, dapat terjadi infeksi,
tingkat akhir infeksi menimbulkan kemandulan primer atau sekunder dan
kehamilan ektopik, tali AKDR dapat menimbulkan perlukaan portio uteri dan
mengganggu hubungan seksual ( Manuaba, 2010).
Kerugian dari AKDR antara lain:
1. Saat insersi
Rasa sakit/ nyeri, muntah , keringat dingin dan syncope, serta perforasi uterus.
22
2. Setelah insersi
Perubahan siklus haid (umumnya pada tiga bulan pertama dan akan berkurang
setelah tiga bulan), haid lebih lama dan banyak.
Kerugian lain dari AKDR :
1. Terjadi perdarahan antar mentruasi, perubahan siklus haid dan saat haid lebih
sedikit
2. Terjadi perforasi dinding uterus, perdarahan hebat pada waktu haid dan
merasakan sakit selama 3 – 5 hari setelah pemasangan
3. Tidak mencegah IMS
4. Tidak baik digunakan pada perempuan yang menderita IMS
5. Penyakit radang panggul terjadi setelah perempuan dengan IMS pemakaian
AKDR dan dapat memicu infertilitas
6. Prosedur medik pemeriksaan sering membuat perempuan takut
7. Sedikit nyeri setelah pemasangan
8. Tidak mencegah terjadinya kehamilan etopik
9. Perempuan harus memeriksa posisi benang AKDR dari waktu-kewaktu
(saifuddin, 2006).
2.4.8 Indikasi penggunaan AKDR
Usia reproduktif, yang mengingikan kontrasepsi jangka panjang, setelah
melahirkan dan menyusui ataupun tidak menyusui bayinya, setelah mengalami
abortus dan tidak terjadi infeksi, risiko rendah dari IMS,yang tidak menyukai
metode hormonal, tidak menyukai harus minum pil setiap hari, dan yang tidak
menghendaki kehamilan setelah 1-5 hari pasca persalinan.
23
2.4.9 Kontraindikasi penggunaan AKDR
Kemungkinan hamil atau sedang hamil, perdarahan vagina yang belum
jelas penyebabnya, sedang mengalami infeksi alat genital seperti vaginitis dan
servisitis, dalam 3 bulan terakhir sedang mengalami PRP atau abortus septik,
kelainan bawaan uterus yang abnormal atau tumor jinak rahim yang dapat
mempengaruhi kavum uteri, penyakit trofoblast yang ganas, diketahui menderita
TBC pelvik, kanker alat genital, dan ukuran rongga rahim kurang dari 5 cm.
AKDR-Cu tidak dapat dipasang pada perempuan yang menderita sepsis
puerperalis. Perempuan yang berada dalam masa pasca persalinan antara 48 jam
sampai 4 minggu tidak dianjurkan untuk menggunakan AKDR-Cu, kecuali tidak
tersedia metode lain yang sesuai (Sumadikarya, 2009).
2.4.10 Efek Samping
Kram uterus dan perdarahan kemungkinan besar terjadi segera setelah
insersi dan menetap selama beberapa waktu. Infeksi panggul, termasuk abortus
septik pernah dilaporkan, demikian pula abses tubo-ovarium, yang mungkin
unilateral. Jika dicurigai timbul infeksi alat harus dikeluarkan dan pengguna
diberikan antibiotik.
Karena diperkirakan terdapat risiko salpingitis, peritonitis panggul, abses
panggul dan akibatnya berupa sterilitas, pemakaian alat kontrasepsi dalam Rahim
tidak dianjurkan bagi perempuan berusia kurang dari 25 tahun atau dengan paritas
rendah serta bagi perempuan yang tampaknya berisiko tinggi menderita infeksi
panggul (misalnya memiliki banyak pasangan seksual) (Norman, 2011).
24
2.4.11 Waktu Pemasangan AKDR
1) Setiap waktu dalam siklus haid, hari pertama sampai hari ketujuh siklus haid
2) Segera setelah melahirkan, dalam 48 jam pertama atau setelah 4 minggu pasca
persalinan. Setelah enam bulan bila menggunakan metode amenorea laktasi
(MAL)
3) Setelah mengalami abortus (segera atau dalam waktu 7 hari) bila tidak
ditemukan gejala infeksi
4) Selama 1-5 hari setelah senggama yang tidak dilindungi.
2.4.12 Cara Pemasangan AKDR
Setelah diberikan penjelasan bahwa pemasangan AKDR akan
dilaksanakan, maka akseptor dipersilahkan BAK terlebih dahulu kemudian
dipersilahkan berbaring dalam posisi litotomi untuk mempermudah pemasangan
AKDR. Bila akseptor belum/tidak bisa BAK, sebaiknya dianjurkan buang air
kecil terlebih dahulu. Setelah itu, pemeriksaan dalam dilakukan untuk
menentukan besar rahim dan bentuk rahim. Kemudian spekulum dimasukkan,
dinding vagina dan mulut rahim dibersihkan dengan kapas desinfektan. Perhatikan
apakah dinding vagina dan mulut rahim terdapat kelainan atau tidak. Selanjutnya
portio dibersihkan dengan larutan antiseptik. Bibir dikaitkan dengan portio serviks
dengan tenakulum tepat pada sebelah atas portio. Kemudian sonde dimasukkan
sesuai dengan arah rahim untuk menentukan dalamnya rahim. Setelah itu, AKDR
steril dipersiapkan dan dimasukkan sesuai dengan arah dan dalamnya sonde.
Terdapat dua cara untuk melepaskan AKDR dari tabungnya. Cara pertama
adalah dengan mendorong flunger (bagi tipe lippes loop) sedangkan cara kedua
25
adalah dengan menahan flunger penahan dan menarik tabung kearah pemasang
AKDR (bagi AKDR generasi II atau III). Potong benang jangan panjang dan
jangan juga terlalu pendek agar tidak menyebabkan sakit pada waktu senggama.
Jika pemasangan AKDR dilakukan setelah pasca persalinan maka insersi
AKDR sebaiknya dilakukan dalam 10 menit setelah plasenta lahir (Affandi,
2008).
Saat pemasangan AKDR, lakukan skrining untuk Infeksi Saluran Kemih
(ISK) yang ada dan berikan perlindungan antibiotik selama 7 hari. Anjurkan untuk
memeriksa benangnya setiap berakhirnya haid (Data, 2010).
2.4.13 Cara pengeluaran AKDR
Sebelum menggunakan sarung tangan, petugas harus mencuci tangan
terlebih dahulu dengan sabun dan air mengalir, sementara akseptor dipersilahkan
untuk BAK terlebih dahulu dan membersihkan daerah genitalnya, kemudian
dipersilahkan berbaring di tempat periksa dalam posisi litotomi. Setelah itu,
petugas membersihkan bibir liang senggama, dinding liang senggama dan mulut
rahim dengan menggunakan kapas yang dibasahi cairan antiseptik. Kemudian
pemeriksaan dalam dilakukan untuk menentukan besar, bentuk, dan posisi rahim.
Spekulum dimasukkan ke dalam liang senggama dengan memposisikannya
sedemikian rupa sehingga mulut rahim terlihat dengan baik. Selanjutnya serviks
dibersihkan dengan larutan antiseptik 3x secara merata pada daerah serviks dan
vagina.
Identifikasi benang AKDR, jika terlihat, jepit benang dengan porsep,
kemudian tarik benang AKDR perlahan-lahan ke arah bawah hingga keluar dari
26
liang senggama. Bila terasa ada tahanan terlalu kuat, cobalah lakukan manuver
dengan menarik-narik secara halus benang tersebut. Apabila benang tidak terlihat,
maka sonde dimasukkan sesuai dengan posisi rahim pada pemeriksaaan dalam.
Setelah itu ukur dalam rahim dan putar gagang sonde secara perlahan-lahan dalam
bentuk lingkaran, benturan sonde dengan AKDR akan terasa bila AKDR terdapat
di dalam rahim. Kemudian tarik AKDR keluar dengan memakai AKDR
removel/Pengait AKDR. Selanjutnya lepaskan speculum dan lakukan desinfeksi
daerah vagina. Lakukan dekontaminasi peralatan dan bahan pakai ulang dengan
bahan klorin 0,5% (Pinem, 2009).
AKDR harus dikeluarkan jika terjadi kejang uterus berat, perdarahan
banyak atau lama (mungkin terjadi peningkatan perdarahan selama 3 atau 4
menstruasi pertama setelah pemasangan), perforasi (pengeluaran AKDR melalui
laparoskopi atau kolpotomi), alat bergeser hingga ke serviks, terjadi kehamilan
(risiko abortus spontan sebesar 50% jika tidak dikeluarkan) dan jika terjadi
salpingitis bakterialis (paling sering < 4 minggu setelah pemasanga) (Pernol,
2009).
2.5 Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan AKDR Sebagai Alat Kontrasepsi Pada Akseptor KB
2.5.1 Pengetahuan
Secara etimologi pengetahuan berasal dari kata dalam bahasa Inggris yaitu
knowledge. Dalam Encylopedia of philosophy dijelaskan bahwa definisi
pengetahuan adalah kepercayaan yang benar (knowledgeis justified true belief).
Dalam peristiwa ini yang mengetahui (subjek) memiliki yang diketahui (objek)
27
didalam dirinya sedemikian aktif sehingga subjek itu menyusun objek pada
dirinya sendiri dalam kesatuan yang aktif.
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui pancaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga.
Berdasarkan teori Lewrence Green, salah satu faktor yang memengaruhi
perilaku kesehatan seseorang dan dalam hal ini termasuk perilaku tentang AKDR
dalam program KB yaitu faktor predisposisi yang meliputi pengetahuan,
kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan persepsi seseorang terhadap perilaku
tersebut. Pengetahuan kesehatan akan berpengaruh terhadap perilaku sebagai hasil
jangka menengah (intermediet impact) (Notoatmodjo,2003).
Menurut Notoatmodjo, terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi
pengetahuan yaitu, sebagai berikut:
1. Pendidikan: Menurut GBHN Pendidikan sebagai suatu usaha dasar untuk
mengembangkan kepribadian dan kemampuan didalam dan luar sekolah serta
berlangsung seumur hidup. Pendidikan juga diartikan sebagai suatu proses
belajar yang menghasilkan kemampuan tertentu, kemampauan itu diperoleh
dari 3 tempat yakni, didalam keluarga (pendidikan informal), disekolah
(pendidikan formal) dan didalam masyarakat (pendidikan non formal).
2. Pekerjaan: Lamanya seseorang bekerja dapat berkaitan enan pengalaman
yang didapat di tempat kerjanya. Menurut Elizabet B. Harloek banyak orang
28
bingung tentang apa yang mereka kerjakan dalam hidupnya setelah selesai
dari pendidikan tinggi seperti SMA dan Akademi. Hal ini dilatarbelakangi
karena memang tidak banyak mempunyai cukup bekal ilmu dan keterampilan
serta pengalaman yang sesuai dengan pekerjaan yang ditawarkan. Sering
mereka mengambil keputusan bekerja diluar ilmu dan pengetahuan yang
mereka peroleh.
3. Pengalaman: Menurut sukandi (2003) sumber ilmu pengetahuan seseorang
manusia bisa memiliki dan menguasai ilmu pengetahuan tertentu melalui
pengalaman, baik secara individual maupun dalam hidup masyarakat.
4. Media cetak: Mempunyai sumber pustaka yang cukup baik dan mudah
diperoleh dimasyarakat. Mengingat bahwa informasi dari surat kabar dan
majalah mempunyai informasi dari surat kabar dan majalah mempunyai
informasi yang bersifat popular.
2.5.2 Dukungan Suami
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2003) dukungan
adalah sokongan/penunjang / bantuan. Dalam hal ini adalah sokongan /
dukungan / bantuan suami sebagai pasangan hidup dari akseptor dalam
menentukan keputusan pilihan terhadap tindakan yang akan dilakukan yaitu jenis
pemilihan kontrasepsi yang digunakan.
Dukungan sosial keluarga mengacu kepada dukungan-dukungan sosial
yang dipandang oleh anggota keluarga sebagai sesuatu yang dapat diakses atau
diadakan untuk keluarga (dukungan sosial biasa atau tidak digunakan, tapi
anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap
29
memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Dukungan sosial keluarga
dapat berupa dukungan keluarga internal, seperti dukungan dari suami atau istri
atau dukungan dari saudara kandung.
Suami yang mau mendukung isterinya dan membantu dalam menentukan
pilihan jenis alat kontrasepsi secara psikologis akan membuat isteri labih nyaman
baik secara fisik maupun mental. Karena keputusan dalam mengatur kelahiran
anak adalah keputusan bersama dengan suami.
Dukungan suami dianggap melemahkan dampak stress dan secara
langsung memperkokoh kesehatan mental individu dalam keluarga. Keberadaan
dukungan suami yang adekuat terbukti berhubungan dengan status kesehatan
yaitu timbulnya suatu motivasi bagi istri yang mengarah pada perilaku tertentu.
Bentuk dukungan dari suami dapat berupa persetujuan suami pada istri untuk
menggunakan AKDR.
2.5.3 Cara Pemakaian
AKDR merupakan pilihan kontrasepsi yang afektif, aman, dan nyaman
bagi banyak wanita. Alat ini merupakan metode kontrsepsi reversible yang paling
sering digunakan di seluruh dunia. AKDR dapat dengan aman disisipkan kapan
pun setelah persalinan, abortus atau saat siklus haid. Penyisipan bahkan dapat
dilakukan segera setelah persalinan per vaginam, hal ini tidak berkaitan dengan
peningkatan resiko infeksi, perforasi uterus, perdarahan postpartum atau
subinvolusi uterus. Penyisipan tidak dianjurkan jika terdapat infeksi intrauterine
dan diperkirakan akan terjadi angka ekspulsi yang sedikit lebih tinggi dibanding
dengan penyisipan empat sampai delapan minggu postpartum. Pemasangan dan
30
pencabutan AKDR harus dilakukan oleh tenaga medis yang meliputi dokter atau
bidan (Glasier, 2006).
Banyak ibu bersikap negatif terhadap alat kontrasepsi AKDR. Hal ini
karena sering mendengar rumor/mitos yang beredar di masyarakat, misalnya
rumor tentang AKDR yang bisa berpindah-pindah tempatnya bahkan bisa ke
jantung, AKDR bisa menyebabkan kanker, dan dapat tertanam di dalam rahim.
Sebagian ibu juga malu karena harus membuka bagian yang paling rahasia dari
tubuhnya dan takut karena yang didengarnya sangat sakit ketika pemasangan
AKDR (BKKBN, 2002).