FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN KELELAHAN MATA PADA PENGGUNA KOMPUTER

245
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN KELELAHAN MATA PADA PENGGUNA KOMPUTER DI BAGIAN OUTBOUND CALL GEDUNG GRAHA TELKOM BSD (BUMI SERPONG DAMAI) TANGERANG TAHUN 2011 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) Oleh: SITI MARYAMAH NIM: 106101003356 PEMINATAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H / 2011 M

description

Dilengkapi dengan kuesioner dan lembar observasi

Transcript of FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN KELELAHAN MATA PADA PENGGUNA KOMPUTER

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN

KELELAHAN MATA PADA PENGGUNA KOMPUTER

DI BAGIAN OUTBOUND CALL GEDUNG GRAHA TELKOM

BSD (BUMI SERPONG DAMAI) TANGERANG

TAHUN 2011

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

Oleh:

SITI MARYAMAH

NIM: 106101003356

PEMINATAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1432 H / 2011 M

i

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah

satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi

yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Juni 2011

Siti Maryamah

ii

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

Skripsi, Juni 2011

Siti Maryamah, NIM: 106101003356

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Kelelahan Mata pada

Pengguna Komputer di Bagian Outbond Call gedung Graha Telkom Bumi

Serpong Damai (BSD) Tangerang Tahun 2011

(xx + 96 halaman, 12 tabel, 2 bagan, 1 gambar, 2 lampiran)

ABSTRAK

Sebagian besar pekerjaan dilakukan oleh mata pada saat menggunakan

komputer. Sehingga tak jarang pekerja kantor mengalami kelelahan mata akibat

terlalu lama didepan komputer dan gelombang elektromagnetik yang dihasilkan

monitor komputer menyebabkan radiasi dan bisa mengganggu kesehatan mata yang

berdampak pada kelelahan mata.Untuk itu, perlu diketahui faktor-faktor yang

berhubungan dengan keluhan kelelahan mata seperti faktor usia, kelainan refraksi,

istirahat mata, tingkat pencahayaan, jarak monitor maupun durasi penggunaan

komputer.

Penelitian yang dilakukan bersifat kuantitatif dengan metode cross sectional.

Populasi dalam penelitian adalah seluruh karyawan di bagian Outbound Call gedung

Graha Telkom BSD Tangerang yang berjumlah 142 orang. Sampel dalam penelitian ini

berjumlah 106 orang. Data penelitian ini didapat dengan menggunakan kuesioner yang

diisi oleh pekerja untuk mengetahui keluhan kelelahan mata, usia, istirahat mata, kelainan

refraksi dan durasi penggunaan komputer. Sedangkan tingkat pencahayaan dan jarak

monitor diukur secara langsung dengan menggunakan lux meter dan penggaris. Hasil uji statistik chi square menunjukkan ada hubungan yang signifikan

antara istirahat mata dengan keluhan kelelahan mata yaitu pada taraf signifikan (α) =

0,05 dan p sebesar 0,047 (p<0,05), OR=4,17. Pada tingkat pencahayaan hasil uji statistik

chi square dengan taraf signifikan (α) = 0,05 dan p sebesar 0,003 (p<0,05) , OR=9,544.

Ini berarti ada hubungan yang signifikan antara tingkat pencahayaan dengan keluhan

kelelahan mata.

Berdasarkan penelitian ini disarankan kepada perusahaan untuk memasang anti

glare pada monitor, meningkatkan kualitas pencahayaan, melakukan perawatan lampu

dan melakukan pemeriksaan mata secara berkala. Bagi pekerja upayakan selalu

melakukan istirahat mata dan hindari penggunaan kontak lensa pada saat bekerja. Bagi

peneliti lain disarankan dapat melakukan pengukuran keluhan kelelahan mata dengan

metode lain seperti tes Photostress recovery, tes Flicker Fusion Eyes dan tes waktu

reaksi.

Daftar Bacaan : 35 (1988-2010)

iii

JAKARTA STATE ISLAMIC UNIVERSITY

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE

STUDY PROGRAM OF PUBLIC HEALTH

Undergraduate Thesis, Juli 2011

Siti Maryamah, NIM : 106101003356

Factors Assosiated with Eyestrain Complains in Computer User at Outbound

Call Graha Telkom Building Bumi Serpong Damai (BSD) Tangerang of Year

2011

(xx + 97 Pages, 12 Tables, 1 Pictures, 1 Grafics, 5 Attachments)

ABSTRACT

Generally, millions job is done with eyes when used the computer. So, there is

some worker who has eyestrain as the effect for work with computer and the

electromagnetic wave which is generated by the monitor can causes the radiation and

can interferes the health of our eyes which is impact to eyestrain. Therefore, it needs

to know the factors which are related with eye complaints such as age factor,

refractive disorder, rest the eyes, lighting levels, distance of monitor and duration of

the computer use.

This research is quantities with cross sectional method. The population in this

research is all the employee from Outbound Call section in Graha Telkom BSD

Tangerang which the amount is 142 employees. The sample in this research is 106

employees. Reasearch’s data obteined by using a questionnaire to determine eyestrain

complain, age, rest the eyes, refractive disorder and duration of the computer use.

Meanwhile, lighting level and the distance of monitor measured directly by using

luxmeter and ruler.

The result of chi square statistic test shows there is significant relation

between the rest of eye with eyestrain complaint which is in significant degree (α) =

0,05 and p for 0,047 (p<0,05), OR=4,17. In lightning levels, chi square statistic test

result with significant degree (α) = 0,05 and p for 0,003 (p<0,05) , OR=9,544. This

has significant relation between lighting levels with eyestrain complain.

Based on this research, the writer suggests to the company to instaling be

oppose glare, increase the lightning quality, does the lamp treatment and does the

eyes check periodically. For the employees, they always should rest their eyes and

ovoiding use lens contact when they work. For the other researcher, the writer

suggests they can does measure eyestrain complaints with another method like as Photostress Recovery test, Flicker Fusion Eyes test and reaction time test.

Reading list: 36 (1988-2010)

iv

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi dengan Judul

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN

KELELAHAN MATA PADA PENGGUNA KOMPUTER DI BAGIAN

OUTBOUND CALL GEDUNG GRAHA TELKOM BUMI SERPONG DAMAI

(BSD) TANGERANG

TAHUN 2011

Telah diperiksa dan dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi

Program Studi Kesehatan Masyarakat

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Jakarta, 23 Juni 2011

Yuli Amran SKM, MKM

Pembimbing I

Ela Laelasari SKM, MKM

Pembimbing II

PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Jakarta, 23 Juni 2011

Penguji I

Yuli Amran SKM, MKM

Penguji II

dr. Yuli Prapanca Satar MARS

Penguji III

dr. Ria Diandini

vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Siti Maryamah

Jenis kelamin : Perempuan

Tempat, Tanggal lahir : Karawang, 5 Desember 1988

Golongan Darah : O

Agama : Islam

Kewarganegaraan : Indonesia

Alamat : Jln. By Pass Jomin No.1 RT 07/02, Kp. Rawasari, Ds.

Jomin Timur, Kec. Kota Baru, Cikampek 41373

No. Telepon : 0856-1028052, 021-38343

E-mail : [email protected]

Riwayat Pendidikan :

1. Tahun 1994-2000 : SDN Jomin Timur 1 Cikampek

2. Tahun 2000-2003 : SMPN 1 Cikampek

3. Tahun 2003-2006 : SMAN 1 Cikampek

4. Tahun 2006-2011 : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta

vii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmannirrohim,,,

Puji syukur kehadirat Allah Swt. Penulis panjatkan atas segala rahmat dan

karunia-Nya yang telah dilimpahkan pada kita semua.

Sepenuhnya penulis menyadari bahwa selesainya penulisan skripsi yang

berjudul “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Kelelahan Mata pada

Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom Bumi Serpong

Damai (BSD) Tangerang Tahun 2011” bukan semata-mata atas usaha penulis sendiri

namun juga karena bantuan dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis

ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. dr MK. Tadjudin selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. dr. Yuli Prapanca Satar selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat.

3. Ibu Yuli Amran SKM, MKM dan Ibu Ela Laelasari SKM, MKM selaku dosen

pembimbing 1 dan pembimbing 2 yang telah memberikan pengarahan,

bimbingan dan saran-saran kepada penulis.

4. Untuk staf Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, terima kasih atas

kemudahan dan bantuannya untuk cepat menyelasaikan skripsi ini.

5. Pimpinan dan Staf Karyawan Graha Telkom BSD Tangerang, Pak Makmur,

Pak Pinto, Bu Leni, Pak Le, terimakasih atas bantuan dan informasinya. Serta

segenap karyawan yang telah banyak membantu untuk memberikan informasi

dan data dalam menyelesaikan skripsi ini.

viii

6. Untuk keluarga, Ayahanda, Ibunda serta adik-adik tersayang, terimakasih atas

perhatian segala doa dan cinta serta kesabarannya yang tidak terbatas yang

senantiasa memberikan semangat dan harapan tanpa jemu serta dukungan

moril dan materiil, segala jasa pengorbanan senantiasa terpahat diingatan.

7. Tak lupa pula teman-teman khususnya Kesmas’06 dan teman-teman kozn

yang selalu berteriak kencang memberikan lecutan semangat dan doa,

sadarlah kawan kalian bentuk pasti dari makna sahabat sejati.

8. Untuk semua pihak yang telah membantu, terimakasih. Penulis pribadi tidak

dapat membalas kecuali dengan ucapan “Jazakumullah Khaira al-Jaza”,

semoga Allah SWT yang membalasnya.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih sangat jauh dari

kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis

harapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.

Jakarta, 10 Juni 2011

Penulis

ix

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN MAHASISWA ................................................... i

ABSTRAK ......................................................................................................... iii

LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................. iv

LEMBAR PENGESAHAN ………………………………………………….. v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ………………………………………………. Vi

KATA PENGANTAR ...................................................................................... vii

DAFTAR ISI .................................................................................................... ix

DAFTAR TABEL ............................................................................................ xv

DAFTAR BAGAN ........................................................................................... xvi

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xvii

DAFTAR GRAFIK ........................................................................................... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………. xix

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 7

1.3 Pertanyaan Penelitian ....................................................................... 8

1.4 Tujuan Penelitian .............................................................................. 9

1.4.1 Tujuan Umum ......................................................................... 9

1.4.2 Tujuan Khusus ........................................................................ 10

1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................ 11

x

1.5.1 Bagi Perusahaan........................................................................ 11

1.5.2 Bagi Program Studi ............................................................... 11

1.5.3 Bagi Peneliti ............................................................................ 12

1.6 Ruang Lingkup Penelitian ................................................................ 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 13

2.1 Kelelahan .......................................................................................... 13

2.2 Mata .................................................................................................. 13

2.2.1 Fisiologi Mata ......................................................................... 13

2.2.2 Proses Kerja Mata ................................................................... 18

2.2.3 Kelainan Refraksi Mata .......................................................... 19

2.3 Kelelahan Mata ................................................................................. 21

2.3.1 Definisi .................................................................................... 21

2.3.2 Gejala-Gejala Kelelahan Mata ................................................ 22

2.3.3 Pengukuran Kelelahan Mata ................................................... 24

2.4 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kelelahan Mata ………... 27

2.4.1 Pencahayaan …………………………………………………. 27

1) Sumber Pencahayaan ……………………………………. 28

2) Sistem Pencahayaan ……………………………………... 29

3) Pengukuran Pencahayaan ………………………………... 30

4) Hal-hal yang Berkaitan dengan Pencahayaan …………… 30

5) Nilai Ambang Batas (NAB) Pencahayaan ………………. 32

2.4.2 Suhu dan Kelembaban ………………………………………. 34

xi

2.4.3 Usia ………………………………………………………….. 35

2.4.4 Durasi Penggunaan Komputer ………………………………. 37

2.4.5 Istirahat Mata ………………………………………………... 38

2.5 Komputer .......................................................................................... 40

2.5.1 Bagian-Bagian Komputer ....................................................... 40

2.5.2 Jarak Monitor komputer .......................................................... 41

2.6 Kerangka Teori ................................................................................ 42

BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN

HIPOTESIS .................................................................................... 44

3.1 Kerangka Konsep ............................................................................ 44

3.2 Definisi Operasional ......................................................................... 46

3.3 Hipotesis ........................................................................................... 48

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ..................................................... 49

4.1 Desain Penelitian ............................................................................. 49

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................ 49

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ....................................................... 49

4.4 Instrumen Penelitian ........................................................................ 51

4.5 Metode Pengumpulan Data 52

4.6 Pengolahan Data ............................................................................... 54

4.7 Analisis Data .................................................................................... 56

BAB V HASIL .................................................................................................. 58

5.1 Gambaran Umum Perusahaan ............................................................ 58

xii

5.1.1 Gambaran Umum PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk. ........... 58

5.1.2 Visi dan Misi PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk. .................. 60

5.1.3 Outbond Call Graha Sarana Duta (Graha Telkom) BSD

Tangerang ..............................................................................

60

5.2 Analisis Univariat ............................................................................... 62

5.2.1 Gambaran Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna

Komputer di Bagian Outbond Call gedung Graha Telkom

BSD Tangerang Tahun 2011 ................................................

62

5.2.2 Gambaran Jenis Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna

Komputer di Bagian Outbond Call gedung Graha Telkom

BSD Tangerang Tahun 2011 ................................................

63

5.2.3 Gambaran Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan

Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian

Outbond Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang

Tahun 2011 ............................................................................

65

a. Faktor Pekerja (Usia, Istirahat Mata, Kelainan Refraksi) ... 65

b. Faktor Lingkungan Kerja (Tingkat Pencahayaan) .............. 67

c. Faktor Pekerjaan (Jarak Monitor, Durasi Penggunaan

Komputer) .........................................................................

68

5.3 Analisis Bivariat ................................................................................. 69

5.3.1 Hubungan antara Usia dengan Keluhan Kelelahan Mata

pada Pengguna Komputer di Bagian Outbond Call gedung

xiii

Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011 ......................... 70

5.3.2 Hubungan antara Istirahat Mata dengan Keluhan Kelelahan

Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbond Call

gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011.............

71

5.3.3 Hubungan antara Kelainan Refraksi dengan Keluhan

Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian

Outbond Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang

Tahun 2011.............................................................................

72

5.3.4 Hubungan antara Tingkat Pencahayaan dengan Keluhan

Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian

Outbond Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang

Tahun 2011 ............................................................................

73

5.3.5 Hubungan antara Jarak Monitor dengan Keluhan Kelelahan

Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbond Call

gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011.............

74

5.3.6 Hubungan antara Durasi Penggunaan Komputer dengan

Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di

Bagian Outbond Call gedung Graha Telkom BSD

Tangerang Tahun 2011...........................................................

75

BAB VI PEMBAHASAN ................................................................................. 77

6.1 Keterbatasan Penelitian ................................................................

6.2 Keluhan Kelelahan Mata ..............................................................

77

77

xiv

6.3 Hubungan antara Usia dengan Keluhan Kelelahan Mata .............

6.4 Hubungan antara Istirahat Mata dengan Keluhan Kelelahan

Mata ..............................................................................................

6.5 Hubungan antara Kelainan Refraksi dengan Keluhan Kelelahan

Mata ..............................................................................................

6.6 Hubungan antara Tingkat Pencahayaan dengan Keluhan

Kelelahan Mata .............................................................................

6.7 Hubungan antara Jarak Monitor dengan Keluhan Kelelahan

Mata ..............................................................................................

6.8 Hubungan antara Durasi Penggunaan Komputer dengan

Keluhan Kelelahan Mata ..............................................................

80

82

83

85

86

88

BAB VII PENUTUP .........................................................................................

7.1 Simpulan .......................................................................................

7.2 Saran .............................................................................................

90

90

92

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 94

LAMPIRAN

xv

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel Halaman

2.1 Rekomendasi Tingkat Pencahayaan pada Tempat

Kerja dengan Komputer ..............................................

33

2.2 Korelasi antara Usia dan Daya Akomodasi ................

37

5.1 Gambaran Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna

Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha

Telkom BSD Tangerang Tahun 2011 .........................

63

5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Pekerja

(Usia, Istirahat Mata, Kelainan Refraksi Mata) pada

Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call

Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011..

65

5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Faktor

Lingkungan Kerja (Tingkat Pencahayaan) pada

Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call

Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011..

67

5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Pekerjaan

(Jarak Monitor, Durasi Penggunaan Komputer) pada

Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call

Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011..

68

5.5 Analisis Hubungan antara Usia dengan Keluhan

Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian

Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD

Tangerang Tahun 2011 ...............................................

70

5.6 Analisis Hubungan antara Istirahat Mata dengan

Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer

di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom

BSD Tangerang Tahun 2011........................................

71

5.7 Analisis Hubungan antara Kelainan Refraksi Mata

dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna

Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha

Telkom BSD Tangerang Tahun 2011 .........................

72

xvi

5.8 Analisis Hubungan antara Tingkat Pencahayaan

dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna

Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha

Telkom BSD Tangerang Tahun 2011 .........................

73

5.9 Analisis Hubungan antara Jarak Monitor dengan

Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer

di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom

BSD Tangerang Tahun 2011........................................

74

5.10 Analisis Hubungan antara Durasi Penggunaan

Komputer dengan Keluhan Kelelahan Mata pada

Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call

Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011..

75

xvii

DAFTAR BAGAN

Nomor Bagan Halaman

2.1 Kerangka Teori ......................................................... 43

3.1 Kerangka Konsep ...................................................... 45

xviii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar Halaman

2.1 Anatomi Mata ......................................................... 14

xix

DAFTAR GRAFIK

Nomor Grafik Halaman

5.1 Jenis Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna

Komputer di Bagian Outbound Call gedung Graha

Telkom BSD Tangerang Tahun 2011 ....................

64

xx

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Lampiran Halaman

1 Kuesioner Penelitian ...............................................

2 Output Hasil Analisis Univariat dan Bivariat .........

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam dunia usaha dan dunia kerja, kesehatan kerja berkontribusi dalam

mencegah kerugian dengan cara mempertahankan, meningkatkan derajat

kesehatan dan kapasitas kerja fisik pekerja, serta melindungi pekerja dari efek

buruk pajanan hazard di tempat kerja (yaitu hazard yang bersumber dari

lingkungan kerja, kondisi pekerjaan, pengorganisasian pekerjaan dan budaya

kerja), juga berkontribusi dalam membentuk perilaku hidup sehat dan perilaku

kerja yang kondusif bagi keselamatan dan kesehatannya (Kurniawidjaja, 2008).

Tenaga kerja yang bekerja dalam suatu perusahaan perlu mendapatkan

perlindungan, yang meliputi perlindungan keselamatan, kesehatan, pemeliharaan

moral kerja serta perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia seutuhnya

(Haniatun, 2005).

Manusia sebagai sumber daya utama dalam dunia usaha memiliki peranan

penting. Administrasi berkaitan erat dengan peran manusia sebagai sumber daya

utama dalam suatu organisasi atau perusahaan. Administrasi adalah ilmu atau seni

yang mempelajari kerja sama sekelompok orang dalam suatu organisasi untuk

mencapai tujuan bersama. Dalam melaksanakan pekerjaan administrasi tidak

sama dengan melaksanakan fungsi tata usaha. Melaksanakan pekerjaan

administrasi sama dengan melaksanakan semua fungsi administrasi yang meliputi

2

perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan sampai dengan fungsi pengawasan.

(Muninjaya, 2004).

Salah satu pekerjaan di bagian Administrasi ialah bagian Outbound Call

yang disibukkan dengan proses input data. Dalam proses input data banyak

dilakukan kegiatan mengetik menggunakan komputer untuk memudahkan

melakukan pekerjaan. Penggunaan komputer di seluruh dunia mengalami

peningkatan dari waktu ke waktu. Pemakaian komputer biasanya menghabiskan

waktu berjam-jam, terutama bagi pekerja yang menggunakan komputer sebagai

alat bantu kerja utama. Berdasarkan suatu survei di Amerika Serikat, rata-rata

waktu kerja yang digunakan untuk bekerja dengan komputer adalah 5,8 jam atau

69% dari total 8 jam kerja (Wasisto, 2005).

Kemajuan dunia komputer berdampak positif bagi manusia. Tetapi kadang

dampak negatif penggunaan komputer sering tidak diperhatikan oleh pekerja.

Salah satu hal yang paling mudah diamati adalah dampak komputer bagi

kesehatan individu pemakainya. Secara luas, memang dikenal beberapa gangguan

kesehatan yang diakibatkan oleh pemakaian komputer, antara lain Repetitive

Stress/Strain Injury (RSI), Computer Vision Sindrome (CVS), dan Medan

Elektromagnetik. Computer Vision Sindrome (CVS) sendiri merupakan kelelahan

mata yang dapat mengakibatkan sakit kepala, penglihatan seolah ganda,

penglihatan silau terhadap cahaya di waktu malam, dan berbagai masalah

penglihatan lainnya (Yanuar, 2009).

3

CVS tentunya dapat mengurangi produktivitas dan efisiensi pekerja.

(Adriono, 2009). American Optometric Association dan Federal Occupational

Safety and Health Administration meyakini bahwa CVS di masa mendatang akan

menjadi permasalahan yang mengkhawatirkan.

Menurut Pascarelli (2004), dikatakan bahwa 60 juta orang menderita

masalah mata dan yang jumlahnya meningkat 1 juta per tahun. Sebagian besar

pekerjaan dilakukan oleh mata pada saat menggunakan komputer. Sehingga

sebagian CVS terjadi karena gambar di layar komputer terus-menerus kembali

diproyeksikan pada frekuensi cepat (refresh rate).

Dalam dunia nyata, mata selalu digunakan untuk melihat semua bentuk

tiga dimensi. Dalam sistem komputer yang menggunakan layar dua dimensi, mata

kita “dipaksa’ untuk dapat mengerti bahwa objek pada layar tampilan yang

sesungguhnya berupa objek dua dimensi harus dipahami sebagai objek tiga

dimensi dengan teknik-teknik tertentu (Santoso, 2009).

Jarak antara mata dan monitor komputer yang terlalu dekat sering

mengakibatkan munculnya beragam penyakit mata. Sebuah penelitian survei yang

dilakukan oleh American Optometric Association (AOA) pada tahun 2004

menyebutkan bahwa tak jarang pekerja kantor mengalami kelelahan mata akibat

terlalu lama di depan komputer dan gelombang elektromagnetik yang dihasilkan

monitor komputer menyebabkan radiasi dan bisa mengganggu kesehatan mata.

Radiasi komputer dapat menyebabkan kelelahan mata dan gangguan mata

lainnya, dan masalah visual lainya yang timbul adalah soal gangguan sakit kepala

4

dan sakit leher atau bahu. Selain itu, disebutkan pula bahwa pengguna komputer

ternyata lebih jarang mengedipkan mata. Padahal kedipan mata sangat penting

untuk mengurangi risiko mata kering. Semakin lama mata terbuka, semakin tinggi

kemungkinan kornea mata mengalami dehidrasi, merasa panas dan sakit, atau

seperti ada pasir di kelopak mata hingga terasa berat (Kangarul, 2009).

Selain itu, menurut Soewarno (1992) dalam (Ariyanti, 2006) menyebutkan

bahwa penerangan ruang kerja yang kurang dapat mengakibatkan kelelahan mata

(Astenopia) dan sebaliknya, penerangan yang terlalu kuat dapat menyebabkan

kesilauan. Untuk itu, dibutuhkan penerangan yang memadai agar bisa mencegah

terjadinya kelelahan mata. Menurut Budiono (2008) pengguna komputer yang

mengoperasikan komputer dengan pencahayaan kurang dari 300 lux, berisiko

sebesar 10,7 kali mengalami kelelahan mata dibanding penguna komputer dengan

pencahayaan lebih atau sama dengan 300 lux.

Pada pekerjaan yang memerlukan ketelitian tanpa penerangan yang

memadai, maka dampaknya akan sangat terasa pada kelelahan mata. Terjadinya

kelelahan otot mata dan kelelahan saraf mata sebagai akibat tegangan yang terus

menerus pada mata, walaupun tidak menyebabkan kerusakan mata secara

permanen, tetapi dapat menambah beban kerja, mempercepat lelah, sering

istirahat, kehilangan jam kerja dan mengurangi kepuasan kerja, penurunan mutu

produksi, meningkatkan frekuensi kesalahan, mengganggu konsentrasi dan

menurunkan produktivitas kerja (Pheasant, 1991).

5

Survei yang dilakukan oleh Asosiasi Optometri Amerika pada tahun 2004

menyebutkan bahwa ada beberapa faktor yang bisa menyebabkan munculnya

kelelahan mata, yaitu jenis atau karakteristik monitor komputer, serta adanya

kelainan refraksi atau pembiasan pada pengguna. Kemudahan seseorang untuk

dapat melihat suatu objek kerja di lingkungan kerja, menurut Pheasant (1991)

dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain tingkat pencahayaan (illumination

levels), ukuran objek kerja, bentuk objek kerja, kekontrasan, lama waktu untuk

melihat objek kerja, dan jarak melihat objek kerja. Menurut Santoso (2009) faktor

yang dapat mempengaruhi kelelahan mata diantaranya adalah faktor

pencahayaan, suhu, kelembaban, dan istirahat mata. Guyton (1991) menyebutkan

bahwa usia pekerja juga mempengaruhi untuk terjadinya kelelahan mata. Usia

juga berpengaruh sebagaimana disebutkan oleh Suma’mur (1996) bahwa

ketajaman penglihatan berkurang menurut bertambahnya usia terutama pada

tenaga kerja yang berusia lebih dari 40 tahun.

Dalam penelitian Dewi, dkk (2009) menunjukkan bahwa 73,3% dari 30

responden merasakan keluhan pada mata. Keluhan-keluhan yang dirasakan oleh

responden akibat kelelahan mata sebagian besar terjadi pada saat bekerja

sebanyak 60,8% dan setelah bekerja sebanyak 40,2%. Hasil penelitian

menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara lama penggunaan komputer

dengan kelelahan mata pada operator komputer pelayanan pajak di Kantor Samsat

Palembang tahun 2009.

6

Gedung Graha Telkom merupakan perusahaan BUMN yang bergerak di

bidang telekomunikasi yang berada di bawah naungan PT. Telkom. Dalam

melaksanakan kegiatan perusahaan, bagian Outbound Call sangat disibukkan

dengan kegiatan yang dilakukan dengan menggunakan komputer. Bagian

Outbound Call melakukan pengelolaan Customer Relation Management (CRM)

melalui aktivitas outbound contact center dengan memanfaatkan teknologi

komunikasi terkini melalui telepon, sms, email, website, dan chatting yang

terkomputerisasi.

Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan dari 30 responden,

72,5 % responden atau 24 orang merasakan adanya keluhan pada saat bekerja

menggunakan komputer. Keluhan akibat kelelahan mata yang paling banyak

dirasakan ialah sakit kepala sebanyak 50%, penglihatan kabur sebanyak 40%,

mata terasa gatal sebanyak 40%, dan mata terasa pedih sebanyak 37%.

Hasil studi pendahuluan menunjukkan lebih dari sebagian responden

mengeluhkan adanya gejala kelelahan mata. Berdasarkan National Institute for

Occupational Safety and Health (NIOSH) (1999), gejala keluhan kelelahan mata

ditandai dengan mata merah, berair, perih, gatal/kering, mengantuk, tegang,

pandangan kabur, penglihatan rangkap, sakit kepala, dan kesulitan fokus. Adanya

gejala kelelahan mata dapat mengganggu kesehatan mata terutama pada pekerja

kantor yang banyak melakukan aktifitas di depan komputer. Bagian Outbound

call merupakan bagian yang banyak melakukan aktivitas pekerjaan dengan

menggunakan komputer terutama untuk melakukan panggilan kepada pelanggan

7

menggunakan database yang tersedia di komputer dan melakukan input data

pelanggan. Untuk itu, peneliti ingin mengetahui faktor-faktor yang berhubungan

dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound

Call gedung Graha Telkom Bumi Serpong Damai (BSD) Tangerang.

1.2 Rumusan Masalah

Teknologi komputer merupakan teknologi tinggi yang belakangan ini

berkembang sangat pesat di tengah pesatnya teknologi informasi dan komunikasi.

Penggunaan komputer secara berlebihan dapat meningkatatkan risiko kesehatan

kerja seperti gangguan kesehatan mata. Salah satu gangguan kesehatan mata

diantaranya adalah kelelahan mata.

Penggunaan teknologi dan telekomunikasi sangat berkaitan erat. Gedung

Graha Telkom yang bergerak dalam bidang telekomunikasi melakukan kegiatan

perusahaan dengan menggunakan teknologi komputer. Bagian Outbound Call

merupakan bagian yang melakukan input data dengan banyak melakukan

kegiatan pekerjaan menggunakan komputer.

Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan di bagian Outbound

Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang, sebanyak 72,5 % dari 30 responden

merasakan adanya keluhan kelelahan mata pada saat bekerja menggunakan

komputer. Keluhan yang dirasakan diantaranya ialah sakit kepala, penglihatan

kabur, mata terasa gatal, dan responden merasakan pedih pada mata.

8

Penggunaan komputer sebagai alat bantu dalam menyelesaikan pekerjaan

selain memberikan dampak positif juga dapat memberikan dampak negatif seperti

kelelahan mata. Untuk mengurangi dampak negatif dari penggunaan komputer

yang menyebabkan kelelahan mata, penulis ingin mengetahui faktor-faktor yang

berhubungan dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian

Outbound Call gedung Graha Telkom Bumi Serpong Damai (BSD) Tangerang.

1.3 Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di

bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011?

2. Bagaimana gambaran karakteristik pekerja (usia, istirahat mata, kelainan

refraksi mata) pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung

Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011?

3. Bagaimana gambaran karakteristik lingkungan kerja (tingkat pencahayaan)

pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom

BSD Tangerang tahun 2011?

4. Bagaimana gambaran karakteristik pekerjaan (jarak monitor, durasi

penggunaan komputer) pada pengguna komputer di bagian Outbound Call

gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011?

5. Apakah faktor usia pekerja berhubungan dengan keluhan kelelahan mata pada

pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD

Tangerang tahun 2011?

9

6. Apakah faktor istirahat mata berhubungan dengan keluhan kelelahan mata

pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom

BSD Tangerang tahun 2011?

7. Apakah faktor kelainan refraksi mata berhubungan dengan keluhan kelelahan

mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha

Telkom BSD Tangerang tahun 2011?

8. Apakah faktor tingkat pencahayaan berhubungan dengan keluhan kelelahan

mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha

Telkom BSD Tangerang tahun 2011?

9. Apakah faktor jarak monitor berhubungan dengan keluhan kelelahan mata

pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom

BSD Tangerang tahun 2011?

10. Apakah faktor durasi penggunaan komputer berhubungan dengan keluhan

kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung

Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011?

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan

kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call

gedung Graha Telkom Bumi Serpong Damai (BSD) Tangerang tahun

2011.

10

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Diketahuinya gambaran keluhan kelelahan mata pada pengguna

komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD

Tangerang tahun 2011.

2. Diketahuinya gambaran karakteristik pekerja (usia, istirahat mata,

kelainan refraksi mata) pada pengguna komputer di bagian Outbound

Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011.

3. Diketahuinya gambaran karakteristik lingkungan kerja (tingkat

pencahayaan) pada pengguna komputer di bagian Outbound Call

gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011.

4. Diketahuinya gambaran karakteristik pekerjaan (jarak monitor, durasi

penggunaan komputer) pada pengguna komputer di bagian Outbound

Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011.

5. Diketahuinya hubungan antara faktor usia dengan keluhan kelelahan

mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha

Telkom BSD Tangerang tahun 2011.

6. Diketahuinya hubungan antara faktor istirahat mata dengan keluhan

kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call

gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011.

7. Diketahuinya hubungan antara faktor kelainan refraksi mata dengan

keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound

Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011.

11

8. Diketahuinya hubungan antara faktor tingkat pencahayaan dengan

keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound

Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011.

9. Diketahuinya hubungan antara faktor jarak monitor dengan keluhan

kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call

gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011.

10. Diketahuinya hubungan antara faktor durasi penggunaan komputer

dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian

Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Perusahaan

Memberikan informasi bagi perusahaan dalam bidang prespektif

kesehatan dan keselamatan kerja khususnya mengenai keluhan kelelahan

mata serta dapat menjadi bahan masukan bagi perusahaan dalam upaya

menciptakan kondisi lingkungan kerja yang aman dan kondusif bagi

pekerja.

1.5.2 Bagi Program Studi

Menambah bahan kepustakaan dan pengembangan keilmuan bagi

civitas akademik terutama mengenai faktor-faktor yang berhubungan

dengan keluhan kelelahan mata.

1.5.3 Bagi Peneliti

12

Sebagai bahan acuan dalam penelitian selanjutnya terutama

mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keluhan kelelahan mata pada

pengguna komputer.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang

berhubungan dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian

Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang. Penelitian dilakukan oleh

mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat, Jurusan Kesehatan dan

Keselamatan Kerja yang dilaksanakan pada bulan Mei 2011. Sampel pada

penelitian ini adalah karyawan yang bekerja di bagian Outbound Call gedung

Graha Telkom BSD Tangerang. Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan

menggunakan metode penelitian cross sectional (potong lintang). Untuk

mengetahui variabel-variabel yang berhubungan dilakukan uji statistik

berdasarkan sumber data yang diperoleh yakni berupa data primer dan sekunder.

13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelelahan

Definisi kelelahan menurut Tarwaka, dkk (2004) adalah suatu mekanisme

perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga

terjadi pemulihan setelah istirahat. Pada setiap individu, istilah kelelahan biasanya

menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dari setiap individu tetapi semuanya

bermuara pada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan

tubuh.

Grandjean, (1993) dalam Tarwaka, dkk (2004) mengklasifikasikan

kelelahan ke dalam dua jenis yaitu kelelahan umum dan kelelahan otot. Kelelahan

umum biasanya ditandai dengan berkurangnya kemauan untuk bekerja yang

disebabkan oleh pekerjaan yang monoton, intensitas dan lamanya kerja fisik, serta

keadaan lingkungan. Sedangkan kelelahan otot merupakan perasaan nyeri pada

otot atau tremor yang terjadi pada otot.

2.2 Mata

2.2.1 Fisiologi Mata

Mata terletak dalam bantalan lemak yang dapat meredam

goncangan. Diameter bola mata manusia ± 2,5 cm. Mata dapat bekerja

secara efektif menerima cahaya dengan rentang intensitas yang sangat lebar

sekitar 10 milyar cahaya. Mata juga memiliki sistem pengendali tekanan

14

otomatis yang mempertahankan tekanan internalnya untuk

mempertahankan bentuk bola mata yaitu sekitar 1,6 kPa (12 mmHg).

Sumber: http:www.biotechfordummies.com

Gambar 2.1

Anatomi Mata

Bagian-bagian yang terdapat pada mata manusia diantaranya:

a. Kelopak mata

Kelopak mata merupakan bagian pelindung bola mata karena

berfungsi sebagai proteksi mekanis pada bola mata anterior yang

menyebarkan film air mata ke konjungtiva dan kornea sehingga dapat

mencegah mata menjadi kering (Cameron, et al, 2006).

b. Retina

Pada retina terdapat sel batang dan sel kerucut. Sel batang

sangat peka terhadap cahaya tetapi tidak dapat membedakan warna dan

15

berfungsi untuk melihat pada siang hari. Sedangkan sel kerucut kurang

peka terhadap cahaya dan dapat membedakan warna serta berfungsi

untuk melihat pada malam hari,

Selain itu, terdapat dua buah bintik yaitu bintik kuning (fovea)

dan bintik buta (blind spot). Pada fovea terdapat sejumlah sel saraf

kerucut sedangkan pada blind spot tidak terdapat sel batang maupun sel

kerucut. Suatu objek dapat dilihat dengan jelas apabila bayangan objek

tersebut tepat jatuh pada fovea. Bintik kuning (fovea) berperan dalam

penglihatan untuk melihat objek yang lebih kecil seperti kegiatan

membaca huruf kecil (Cameron, et al, 2006)

c. Lensa

Lensa berbentuk bikonveks dan transparan serta terletak

dibelakang iris dan disokong oleh serabut-serabut halus zonula. Lensa

memiliki pembungkus lentur yang ditopang di bawah tegangan oleh

serat-serat penunjang. Lensa mata berfungsi untuk mengatur banyaknya

cahaya yang masuk sehingga cahaya yang jatuh tepat difokuskan pada

binting kuning retina.

Saat seseorang melihat objek yang jauh, otot mata yang

berfungsi memfokuskan bayangan berelaksasi, tegangan ini menjaga

agar lensa tetap tipis dan berada pada dayanya yang paling rendah, dan

mata berfokus pada objek jauh. Sedangkat saat seseorang melihat objek

yang dekat, lensa mata akan menebal (Cameron, et al, 2006).

16

d. Kornea

Kornea memiliki ketebalan ± 0,5 mm. Kornea memfokuskan

bayangan dengan membiaskan atau membelokkan berkas cahaya.

Besarnya pembiasan (refraksi) bergantung pada kelengkungan

permukaannya dan kecepatan cahaya pada lensa dibandingkan pada

benda sekitar (indeks bias relatif).

Indeks bias hampir konstan untuk semua kornea, tetapi

kelengkungan cukup bervariasi pada setiap orang dan berperan besar

dalam gangguan penglihatan. Apabila kornea terlalu melengkung, mata

akan berpenglihatan dekat. Sedang jika kelengkungan pada kornea

kurang maka mata akan berpenglihatan jauh. Untuk kelengkungan yang

tidak merata akan menyebabkan astigmatisme (Cameron, et al, 2006).

e. Iris

Iris membentuk pupil di bagian tengahnya, suatu celah yang

dapat berubah ukurannya dengan kerja otot sfingter dan dilator untuk

mengontrol jumlah cahaya yang masuk ke mata. Iris memiliki lapisan

batas anterior yang tersusun dari fibroblast dan kolagen serta stroma

selular dimana otot sfingter terletak di dalamnya yang dipersarafi oleh

sistem saraf parasimpatis (James, et al, 2006).

f. Pupil

Bulatan hitam yang ada di tengah-tengah adalah pupil. Pupil

dapat mengecil sehubungan dengan fungsinya sebagai pengatur

kebutuhan cahaya yang diperlukan mata untuk membantu proses

17

penglihatan secara optimal. Dalam pengamatan iridiologi, pupil yang

tertekan ke bawah merupakan indikasi adanya ketegangan syaraf yang

berat. Selain itu, pupil yang membesar dan melebar merupakan indikasi

kelelahan saraf atau deplesi (Hiru, 2004).

g. Alat-alat penggerak bola mata

Gerakan bola mata bersifat ritmis dan harmonis. Terdapat enam

macam otot penggerak bola mata, yaitu:

1. musculus rektus internus (medius), menggerakkan bola mata ke

arah medial

2. Musculus rektus externus (lateralis), menggerakkan bola mata ke

arah lateral/temporal. Pada saat berkontraksi menyebabkan mata

menjadi axis (abduksi)

3. Musculus rektus superior, berfungsi menarik bola mata ke atas

4. Musculus rektus inferior, berfungsi menarik bola mata ke bawah

5. Musculus oblique superior, berfungsi menarik bola mata ke arah

nasal bawah dan menyebabkan mata berputar ke arah dalam

(endorotasi)

6. Musculus oblique inferior, berfungsi menarik bola maat ke arah

nasal atas dan menyebabkan mata berputar keluar (eksirotasi)

(Ganong, 2001).

18

2.2.2 Proses Kerja Mata

Mata adalah alat indera kompleks yang berevolusi dari bintik-bintik

yang peka terhadap sinar pada permukaan invertebrata. Di dalam wadahnya

yang protektif, setiap mata memiliki lapisan reseptor, sistem lensa yang

memfokuskan cahaya ke reseptor tersebut, serta sistem saraf yang

menghantarkan impuls dari reseptor ke otak (Haeny, 2009).

Proses kerja mata manusia diawali dengan masuknya cahaya

melalui bagian kornea, yang kemudian dibiaskan oleh aqueus humor ke

arah pupil. Pada bagian pupil, jumlah cahaya yang masuk ke dalam mata

dikontrol secara otomatis, dimana untuk jumlah cahaya yang banyak,

bukaan pupil akan mengecil sedangkan untuk jumlah cahaya yang sedikit

bukaan pupil akan membesar.

Pupil akan meneruskan cahaya ke bagian lensa mata. Oleh lensa,

cahaya difokuskan ke baian retina melalui vitreous humour. Cahaya

ataupun objek yang telah difokuskan pada retina, merangsang sel saraf

batang dan kerucut untuk bekerja dan hasil kerja ini diteruskan ke serat

saraf optik, ke otak dan kemudian otak bekerja untuk memberi tanggapan

sehingga menghasilkan penglihatan. Sel saraf batang bekerja untuk

penglihatan dalam suasana kurang cahaya, misalnya pada malam hari.

Sedangkan sel saraf kerucut bekerja untuk penglihatan dalam suasana

terang. Misalnya pada siang hari (Mendrofa, 2003) dalam (Haeny, 2009).

19

2.2.3 Kelainan Refraksi Mata

Menurut Ilyas (2008), hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan

oleh media penglihatan yang terdiri atas kornea, cairan mata, lensa, badan

kaca, dan panjangnya bola mata. Pada orang normal susunan pembiasan

oleh media penglihatan dan panjangnya bola mata demikian seimbang

sehingga bayangan benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan

tepat di daerah macula lutea. Mata yang normal disebut sebagai mata

emetropia dan akan menempatkan bayangan benda tepat di retinanya pada

keadaan mata tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh.

Kelainan refraksi adalah kelainan pembiasan sinar pada mata

sehingga pembiasan sinar tidak difokuskan pada retina. (Ilyas, 1988).

Kelainan refraksi mata terjadi karena bayangan yang dibiaskan tidak tepat

di macula lutea tanpa bantuan akomodasi. Kelainan ini disebut pula

ametropia (Haeny, 2009). Pada ametropia, sinar cahaya pararel tidak

terfokuskan di retina sehingga diperlukan perubahan refraksi untuk

mendapatkan penglihatan yang jelas (James, 2006).

Hasil penelitian (Hana, 2008) dari 98 responden, 46 diantaranya

mempunyai gangguan penglihatan dan 52 pekerja tidak mempunyai

gangguan penglihatan serta 82% diantaranya mengalami gejala kelelahan

mata. Pekerja dengan gangguan mata terpaksa harus menggunakan

kacamata untuk memperjelas penglihatannya.

20

Menurut Ilyas (2008) terdapat empat tipe umum ametropia yaitu:

1) Miopia (rabun dekat)

Terjadi bila kekuatan optik mata terlalu tinggi (biasanya karena

bola mata yang panjang) dan sinar cahaya pararel difokuskan di depan

retina.

2) Hipermetropia atau Hyperopia (rabun jauh)

Kekuatan optik mata terlalu rendah (biasanya karena mata

terlalu pendek) dan sinar cahaya pararel mengalamai konvergensi pada

titik di belakang retina.

3) Astigmatisme

Kekuatan optik kornea di bidang yang berbeda tidak sama.

Sinar cahaya pararel yang melewati bidang yang berbeda ini jatuh ke

titik fokus yang berbeda.

4) Presbiopia (penglihatan tua)

Terjadi akibat hilang akomodasi. Akibat gangguan akomodasi

ini maka seseorang yang berusia lebih dari 40 tahun atau lebih, akan

memberikan keluhan setelah membaca yaitu berupa mata lelah, berair

dan sering terasa perih.

Kelainan refraksi dilakukan dengan memeriksa tajam penglihatan

mata satu per satu. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan kartu

snallen. Kartu snallen adalah kartu yang terdiri dari deretan huruf atau

angka dengan ukuran berjenjang sesuai ukuran snallen dan dipakai untuk

menguji tajam penglihatan. Pemeriksaan dilakukan dengan meletakkan

21

kartu snallen pada jarak 6 meter di depan pasien. Pasien dengan kondisi

mata normal akan mampu membaca dengan jelas baris ke-7 dari urutan

baris huruf kartu snallen pada jarak 6 meter, baris ke-6 pada jarak 9 meter,

dan akhirnya baris pertama pada jarak 60 meter. Pada jarak-jarak tersebut

seluruh huruf membentuk sudut penglihatan sebesar 5 menit dan kaki-kaki

huruf membentuk sudut penglihatan sebesar 1 menit. Mata normal

diharapkan mempunyai tajam penglihatan 6/6, yaitu baris snallen yang ke-

7 dapat dilihat dengan jelas pada jarak 6 meter.

2.3 Kelelahan Mata

2.3.1 Definisi

Menurut Suma’mur (1996) kelelahan mata timbul sebagai stress

intensif pada fungsi-fungsi mata seperti terhadap otot-otot akomodasi pada

pekerjaan yang perlu pengamatan secara teliti atau terhadap retina sebagai

akibat ketidaktepatan kontras.

Kelelahan mata adalah ketegangan pada mata dan disebabkan oleh

penggunaan indera penglihatan dalam bekerja yang memerlukan

kemampuan untuk melihat dalam jangka waktu yang lama yang biasanya

disertai dengan kondisi pandangan yang tidak nyaman (Pheasant (1991)

dalam (Haeny (2009)).

Kelelahan mata dikenal sebagai tegang mata atau Astenophia yaitu

kelelahan ocular atau ketegangan pada organ visual dimana terjadi

gangguan pada mata dan sakit kepala berhubungan dengan penggunaan

22

mata secara intensif. Keletihan visual menggambarkan seluruh gejala-

gejala yang terjadi sesudah stress berlebihan terhadap setiap fungsi mata,

diantaranya adalah tegang otot siliaris yang berakomodasi saat memandang

objek yang sangat kecil dalam jarak yang sangat dekat.

Menurut Ilyas (2008) terdapat tiga jenis Astenophia yaitu

Astenophia Acomodatif, Astenophia Muscullar, dan Astenophia

Neurastenik. Astenophia yang terjadi pada pekerja di bagian administrasi

tergolong ke dalam Astenophia Acomodatif yang disebabkan oleh kelelahan

otot siliaris akibat daya akomodasi.

2.3.2 Gejala-gejala Kelelahan Mata

Menurut Ilyas (2008), kelelahan mata disebabkan oleh stress yang

terjadi pada fungsi penglihatan. Stress pada otot akomodasi dapat terjadi

pada saat seseorang berupaya untuk melihat pada objek berukuran kecil

dan pada jarak yang dekat dalam waktu yang lama. Pada kondisi demikian,

otot-otot mata akan bekerja secara terus menerus dan lebih dipaksakan.

Ketegangan otot-otot pengakomodasi (otot-otot siliar) makin besar

sehingga terjadi peningkatan asam laktat dan sebagai akibatnya terjadi

kelelahan mata, stress pada retina dapat terjadi bila terdapat kontras yang

berlebihan dalam lapangan penglihatan dan waktu pengamatan yang cukup

lama. Tanda-tanda kelelahan mata diantaranya:

1. Iritasi pada mata (mata pedih, merah, dan mengeluarkan airmata).

2. Penglihatan ganda (double vision).

23

3. Sakit sekitar mata.

4. Daya akomodasi menurun.

5. Menurunnya ketajaman penglihatan, kepekaan terhadap kontras dan

kecepatan persepsi.

Sedangkan menurut (Pheasant, 1991) gejala-gejala kelelahan mata

diantaranya:

1. Nyeri atau terasa berdenyut di sekitar mata dan di belakang bola mata.

2. Pandangan kabur, pandangan ganda dan susah dalam memfokuskan

penglihatan.

3. Pada mata dan pelupuk mata terasa perih, kemerahan, sakit dan mata

berair yang merupakan ciri khas terjadinya peradangan pada mata.

4. Sakit kepala, kadang-kadang disertai dengan pusing dan mual serta

terasa pegal-pegal atau terasa capek dan mudah emosi.

Keadaan mata yang lelah ini dapat disebabkan oleh bahaya dari

monitor, koreksi penglihatan yang berkurang, membaca dokumen dengan

ukuran huruf yang kecil, keadaan kontras yang tidak seimbang antara teks

dan latar belakang, kejapan pada monitor yang nyata dan mata yang kering.

Penglihatan yang kabur dapat disebabkan oleh perubahan fisilogis (akibat

proses penuaan atau penyakit). Hal ini juga dapat diakibatkan karena

melihat benda secara terus menerus dengan jarak 12 inchi dan membaca

dengan cahaya yang kurang. Mata kering dan iritasi. Keadaan ini terjadi

jika kekurangan cairan untuk menjaga kelembaban mata dan berkurangnya

intensitas refleks kedipan mata. Jumlah kedipan mata bervariasi sesuai

24

dengan aktivitas yang sedang dilakukan dan akan berkurang saat sedang

berkonsentrasi. Mata menjadi merah dan berair, disebabkan karena pada

saat menggunakan komputer mata diproyeksikan terus menerus dengan

melihat layar monitor sehingga jumlah kedipan menjadi berkurang

(Amrizal, 2010).

2.3.3 Pengukuran Kelelahan Mata

Pengukuran kelelahan mata dapat dilakukan antara lain:

a. Photostress Recovery Test

Kelelahan mata dapat diukur dengan menggunakan Photostress

Recovery Test yaitu suatu tes yang dilakukan untuk mengevaluasi

fungsi adaptasi retina sesudah suatu perubahan mendadak. Pengukuran

yang dilakukan didasarkan pada reaksi fotokimia yang terjadi pada

retina terhadap rangsangan cahaya tergantung pada metabolisme aktif

sel retina dan hubungan sel photoreceptor dan retinal pigmen

ephithelium. Faktor utama yang menentukan keadaan adaptasi terang

dan gelap di retina adalah peristiwa pemucatan dan resintesa pigmen

penglihatan. Efek cahaya pada retina adalah memucatkan pigmen

penglihatan.

Pengukuran dilakukan dengan memberikan penyinaran pada

mata menggunakan senter atau (penlight) berkekuatan 3 volt dengan

jarak 2 cm dari mata. Stimulasi ini akan memucatkan 24%-86% pigmen

penglihatan (Marsida, 1999) dalam (Hanun, 2008).

25

b. Tes Frekuensi Subjektif Kelipan Mata (Flicker Fusion Eyes Test)

Frekuensi kerlingan mulus (flicker fusion Frequency) dari mata

adalah kemampuan mata untuk membedakan cahaya berkedip dengan

cahaya kontinue. Tes dilakukan dengan cara menguji responden

melalui kemampuan kedipan yang dimulai dari lambat (frekuensi

rendah), kemudian perlahan-lahan dinaikkan semakin cepat dan cahaya

tersebut dianggap bukan cahaya kedipan lagi, melainkan sebagai

cahaya yang kontinue (mulus). Frekuensi ambang/batas dari kelipan

itulah disebut “frekuensi kelipan mulus”. Jika seseorang dalam keadaan

tidak lelah, frekuensi ambang itu 2 Hertz jika memakai cahaya pendek

atau 0,6 Hertz jika memakai cahaya siang (day light). Sedangkan, jika

seseorang dalam keadaan lelah, maka angka frekuensi berkurang dari 2

Hertz atau 0,6 Hertz. Pada seseorang yang lelah sekali atau setelah

menghadapi pekerjaan monoton, angka frekuensi kerling mulus bias

antara 0,5 Hertz atau lebih dibawah frekuensi kerling mulus dari orang

yang sedang dalam keadaan tidak lelah (Suyatno, 1985) dalam

(Tarwaka dkk, 2004).

Tes frekuensi subjektif kelipan mata juga dapat dipakai untuk

mengukur kelelahan kerja. Selain itu, uji kelipan mata ini untuk

menunjukkan keadaaan kewaspadaan tenaga kerja (Tarwaka dkk,

2004).

26

c. Tes Uji Waktu Reaksi

Selang waktu antara pemberian rangsangan sampai dengan

timbulnya jawaban disebut waktu reaksi. Pada manusia, waktu reaksi

untuk refleks regang misalnya refleks ketok lutut adalah 19-24 ms.

Sedangkan waktu reaksi terhadap sinar adalah waktu reaksi reseptor

penglihatan, pengolahan informasi sistem syaraf dan penghantaran

sinyal hingga terjadinya gerak oleh sistem motorik.

Pada alat ukur waktu reaksi menggunakan lampu indikator

berupa LED (Light Emiting Diode) warna tunggal dan empat buah

berwarna (biru, hujau, kuning dan merah). Pengukuran dengan

menggunakan lampu indikator empat warna ini dimaksudkan untuk

mengamati hubungan antara waktu reaksi terhadap warna sumber

cahaya, sebab menurut teori Young-Helmholt terdapat tiga jenis sel

kerucut dalam retina yang masing-masing peka terhadap warna tertentu

(Ganong, 2001).

Selain itu, kelelahan mata juga dapat didiagnosis dari keluhan

pasien yang mengeluh penglihatan kabur, penglihatan ganda, mata terasa

panas, nyeri, gatal, dan berair, nyeri kepala, pusing dan mual ingin muntah,

penglihatan warna berubah atau menurun. Sedangkan untuk gejala objektif

seperti berupa mata merah akan ditemukan pada kelelahan mata (NIOSH,

1999) dalam (Budi, 2008).

27

2.4 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kelelahan Mata

2.4.1 Pencahayaan

Suma’mur (1996) menyatakan bahwa pencahayaan yang baik

memungkinkan tenaga kerja melihat obyek-obyek yang dikerjakannya

secara jelas, cepat dan tanpa upaya-upaya yang tidak perlu. Selain itu,

penerangan yang buruk dapat berakibat pada kelelahan mata dengan

berkurangnya daya dan efisiensi kerja.

Pencahayaan tempat kerja yang memadai baik yang alami atau

buatan memegang peranan yang cukup penting dalam upaya peningkatan

kesehatan, keselamatan dan produktivitas tenaga kerja. Baik tidaknya

pencahayaan di suatu tempat kerja selain ditentukan oleh kuantitas atau

tingkat iluminasi yang menyebabkan objek dan sekitarnya terlihat jelas

tetapi juga oleh kualitas dari pencahayaan tersebut diantaranya

menyangkut arah dan penyebaran atau distribusi cahaya, tipe dan tingkat

kesilauan. Demikian pula dekorasi tempat kerja khususnya mengenai

warna dari dinding, langit-langit, peralatan kerja ikut menentukan tingkat

penerangan di tempat kerja (Aryanti, 2006).

Fungsi utama pencahayaan di tempat kerja adalah untuk

menerangi objek pekerjaan agar terlihat secara jelas, mudah dikerjakan

dengan cepat, dan produktivitas dapat meningkat. Pencahayaan di tempat

kerja harus cukup. Pencahayaan yang intensitasnya rendah (poor

lighting) akan menimbulkan kelelahan, ketegangan mata, dan keluhan

28

pegal di sekitar mata. Pencahayaan yang intensitasnya kuat akan dapat

menimbulkan kesilauan. Penerangan baik rendah maupun kuat bahkan

akan menimbulkan kecelakaan kerja (Santoso, 2004).

1) Sumber Pencahayaan

Berdasarkan sumbernya pencahayaan dibedakan menjadi dua

yaitu pencahayaan alami dan pencahayaan buatan (Aryanti, 2006).

1. Pencahayaan Alami

Pencahayaan alami adalah pencahayaan yang dihasilkan

oleh sumber cahaya alami yaitu matahari dengan cahayanya yang

kuat tetapi bervariasi menurut jam, musim dan tempat. Pencahayaan

dari sumber matahari dirasa kurang efektif dibandingkan dengan

pencahayaan buatan, hal ini disebabkan karena matahari tidak dapat

memberikan intensitas cahaya yang tetap.

2. Pencahayaan Buatan

Pencahayaan buatan adalah pencahayaan yang dihasilkan

oleh sumber cahaya selain cahaya alami. Apabila pencahayaan

alami tidak memadai atau posisi ruangan sukar untuk dicapai oleh

pencahayaan alami dapat dipergunakan pencahayaan buatan.

Pencahayaan buatan sebaiknya memenuhi persyaratan sebagai

berikut:

a. Mempunyai intensitas yang cukup sesuai dengan jenis

pekerjaan.

29

b. Tidak menimbulkan pertambahan suhu udara yang berlebihan

pada tempat kerja.

c. Memberikan pencahayaan dengan intensitas yang tetap

menyebar secara merata, tidak berkedip, tidak menyilaukan dan

tidak menimbulkan bayang-bayang yang dapat mengganggu

pekerjaan.

2) Sistem Pencahayaan

Sistem pencahayaan dibedakan menjadi dua bagian, yakni

General lighting dan Local lighting. General lighting digunakan untuk

pencahayaan menyeluruh atau sistem pencahayaan yang digunakan

untuk mendapatkan pencahayaan yang merata. Contohnya seperti

penerangan yang biasa dipasang di langit-langit ruangan kerja.

Sedangkan Local lighting digunakan untuk memberikan nilai

aksen pada suatu bidang atau lokasi tertentu tanpa memperhatikan

kerataan pencahayaan. Penerangan lokal biasa digunakan khusus untuk

menerangi sebagian ruangan dengan sumber cahaya dan biasanya berada

dekat dengan permukaan yang diterangi. Contohnya lampu yang

terpasang pada meja pekerja (Haeny, 2009).

Sistem pencahayaan lokal ini diperlukan khususnya untuk

pekerjaan yang membutuhkan ketelitian. Kerugian dari sistem

pencahayaan ini dapat menyebabkan kesilauan, maka local lighting

perlu dikoordinasikan dengan general lighting (Aryanti, 2006).

30

3) Pengukuran Pencahayaan

Pencahayaan diukur dengan menggunakan alat lux meter dan

dinyatakan dalam satuan lux (Suma’mur, 1996). Penilaian pencahayaan,

menggunakan alat ukur light meter atau lux meter untuk mengukur

intensitas cahaya. Alat ini terdiri atas sebuah fotosel sensitif yang

menimbulkan arus listrik pada cahaya jatuh pada permukaan sel ini.

Pengukuran intensitas penerangan perlu dilakukan meliputi intensitas

penerangan umum dan lokal. Pada penerangan umum perlu dilakukan di

seluruh ruangan tempat kerja termasuk mesin dan ruangan kosong. Pada

penerangan lokal dilakukan pengukuran di tempat (obyek) yang ingin

diketahui intensitasnya (Santoso, 2004).

4) Hal-hal yang Berkaitan dengan Pencahayaan

Menurut Suma’mur (1996), faktor yang menentukan

pencahayaan diantaranya:

a. Luminansi

Luminansi (luminance) adalah banyaknya cahaya yang

dipantulkan oleh permukaan obyek. Besaran ini mempunyai satuan

lilin/meter persegi. Semakin besar luminansi suatu obyek, rincian

obyek yang dapat dilihat oleh mata akan semakin bertambah.

Diameter bola mata akan semakin mengecil sehingga akan

meningkatkan kedalaman fokusnya.

31

b. Kontras

Kontras adalah hubungan antara cahaya yang dipancarkan

oleh suatu obyek dan cahaya dari latar belakang obyek tersebut.

Kontras didefinisikan sebagai selisih antara luminansi objek dengan

latar belakangnya dibagi dengan luminansi latar belakang. Nilai

kontras positif akan diperoleh jika cahaya yang dipancarkan oleh

sebuah obyek lebih besar disbanding dengan yang dipancarkan oleh

latar belakangnya. Nilai kontras negatif dapat menyebabkan obyek

yang sesungguhnya “terserap” oleh latar belakang, sehingga menjadi

tidak Nampak. Jadi, obyek dapat mempunyai kontras positif atau

negatif tergantung dari luminansi obyek itu terhadap luminansi latar

belakangnya.

c. Kecerahan

Kecerahan (brightness) adalah tanggapan subyektif pada

cahaya. Tidak ada arti khusus dari tingkat kecerahan seperti pada

luminansi dan kontras, tetepi luminansi yang tinggi berimplikasi pada

kecerahan yang tinggi pula.

d. Kesilauan

Kesilauan dapat terjadi apabila perbedaan luminansi melebihi

perbandingan 40:1, namun pada umumnya terjadi karena keterbatasan

kemampuan mata dalam melihat. Permukaan permukaan tempat kerja

perlu dijaga dari kesilauan yang mungkin dapat mengganggu pekerja.

32

e. Arah Pencahayaan

Dalam mengatur pencahayaan secara baik, sumber-sumber

cahaya yang cukup jumlahnya sangat berguna. Cahaya-cahaya dari

berbagai arah dapat meniadakan adanya gangguan yang terjadi oleh

bayangan.

5) Nilai Ambang Batas (NAB) Pencahayaan

Menurut Santoso (2004) Nilai Ambang Batas (NAB) digunakan

sebagai rekomendasi dalam melakukan penatalaksanaan lingkungan

kerja sebagai upaya pencegahan pada dampak kesehatan. NAB

pencahayaan ditetapkan menurut Peraturan Menteri Perburuhan No. 7

tahun 1964 tentang syarat-syarat kesehatan, kebersihan serta

penerangan dalam tempat kerja (pasal 14) sebagai berikut:

1. Pencahayaan yang cukup untuk halaman dan jalan-jalan dalam

lingkungan perusahaan, paling sedikit 20 lux.

2. Pencahayaan yang cukup untuk pekerjaan yang hanya membedakan

barang-barang kasar, paling sedikit 50 lux.

3. Pencahayaan yang cukup untuk pekerjaan yang membedakan

barang-barang kecil secara sepintas lalu, paling sedikit 100 lux.

4. Pencahayaan yang cukup untuk pekerjaan yang hanya membedakan

barang-barang kecil yang agak teliti, paling sedikit 200 lux.

5. Pencahayaan yang cukup untuk pekerjaan yang membedakan secara

teliti barang-barang yang kecil dan halus, paling sedikit 300 lux.

33

6. Pencahayaan yang cukup untuk pekerjaan yang membedakan

barang-barang yang halus dengan kontras yang sedang dan waktu

yang lama, paling sedikit 500-1000 lux.

7. Pencahayaan yang cukup untuk pekerjaan yang membedakan

barang-barang yang sangat halus dan kontras yang sangat kurang

untuk waktu yang lama, paling sedikit 1000 lux.

Selain itu, sumber cahaya yang dipergunakan harus

menghasilkan kadar pencahayaan yang tetap dan menyebar serata

mungkin serta tidak boleh berkedip-kedip.

Grandjean (1988) menyusun rekomendasi tingkat penerangan

pada tempat-tempat kerja dengan komputer berkisar antara 300-700 lux

seperti berikut:

Tabel 2.1

Rekomendasi Tingkat Pencahayaan Pada Tempat Kerja dengan

Komputer

Keadaan Pekerja Tingkat Pencahayaan (lux)

Kegiatan Komputer dengan

sumber dokumen yang

terbaca jelas

Kegiatan Komputer dengan

sumber dokumen yang tidak

terbaca jelas

Tugas memasukan data

< 400

400-500

> 500-700

Sumber: (Grandjean, 1988)

34

2.4.2 Suhu dan Kelembaban

Suhu dan kelembaban menjadi faktor yang sangat penting

dalam kulitas udara untuk kenyamanan kerja seseorang. (Santoso, 2009).

Kelembaban adalah kandungan air dalam udara. Tingkat

kelembaban adalah kandungan air dalam udara yang dinyatakan dengan

prosentasi, dengan titik jenuh dari temperatur tersebut dinyatakan dengan

100%. Semakin hangat udara, maka lebih banyak air yang terkandung

dalam udara. Kelembaban yang tinggi cenderung membuat seseorang

merasa lebih panas daripada kelembaban yang rendah. Selain itu, jika

suhu terus naik, ketidaknyamanan meningkat dan gejala seperti

kelelahan, kekakuan, dan sakit kepala dapat muncul. (Shoftwati, 2009)

Tempat kerja yang nyaman merupakan salah satu faktor

penunjang gairah kerja. Lingkungan kerja yang panas dan lembab akan

menurunkan produktivitas kerja, juga akan membawa dampak negatif

terhadap kesehatan dan keselamatan kerja. (Santoso, 2004).

Cuaca kerja adalah kombinasi dari suhu udara, kelembaban

udara, kecepatan gerakan, dan suhu radiasi. Efisiensi kerja sangat

dipengaruhi cuaca kerja dalam lingkungan kerja yang nyaman, tidak

dingin maupun panas. Suhu yang nyaman berkisar antara 240C – 26

0C

bagi orang-orang Indonesia. Suhu panas terutama berakibat menurunnya

prestasi kerja dan daya pikir. Suhu dingin mengurangi efisiensi dengan

keluhan kaku atau kurangnya koordinasi otot. Selain itu, suhu terlalu

35

rendah dapat mengakibatkan keluhan-keluhan dan kadang-kadang diikuti

meningkatnya penyakit pernafasan. (Suma’mur, 1996)

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

1405/Menkes/SK/XI tahun 2002 tentang Persyaratan dan Tata Cara

Penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran bahwa suhu

udara ruangan perkantoran berkisar antara 18-280C, sedang untuk

kelembaban berkisar antara 40%-60%. Agar ruang kerja perkantoran

memenuhi persyaratan kesehatan perlu dilakukan upaya-upaya

diantaranya bila suhu udara ruangan melebihi 280C perlu dipasang Air

Conditioner (AC), kipas angin , dan sebagainya.

Suhu udara diukur dengan termometer. Penggunaan termometer

sangat luas sekali antara lain mengukur suhu tubuh, mengukur suhu

udara, mengukur suhu ruang, dan sebagainya (Gabriel, 2001).

2.4.3 Usia

Menurut NASD (National Aging Safety Database) usia yang

semakin lanjut, mengalami kemunduran dalam kemampuan mata untuk

mendeteksi lingkungan. Hal ini akan meningkatkan risiko kecelakaan.

Di usia 20 tahun, manusia pada umumnya dapat melihat objek

dengan jelas. Sedangkan pada usia 45 tahun kebutuhan terhadap cahaya

empat kali lebih besar. Pada usia 60 tahun, kebutuhan cahaya yang

diperlukan untuk melihat jauh lebih besar dibandingkan usia 45 tahun

karena pada usia 45-50 tahun daya akomodasi mata menjadi berkurang.

36

Daya akomodasi merupakan kemampuan lensa mata untuk menebal atau

menipis sesuai dengan jarak benda yang dilihat agar bayangan jatuh tepat

di retina (Guyton, 1991).

Ketajaman penglihatan berkurang menurut bertambahnya usia.

Pada tenaga kerja berusia lebih dari 40 tahun, visus jarang ditemukan 6/6,

melainkan berkurang (Suma’mur, 1996).

Haeny (2009) menyebutkan bahwa semakin tua seseorang, lensa

semakin kehilangan kekenyalan sehingga daya akomodasi makin

berkurang dan otot-otot semakin sulit dalam menebalkan dan menipiskan

mata. Sebaliknya, semakin muda seseorang. Kebutuhan cahaya akan

lebih sedikit dibandingkan dengan usia yang lebih tua dan kecenderungan

mengalami kelelahan mata lebih sedikit.

Selain itu, menurut Ilyas (2008) usia juga berpengaruh terhadap

daya akomodasi. Semakin tua usia seseorang, daya akomodasi akan

semakin menurun. Jarak terdekat dari suatu benda agar dapat dilihat

dengan jelas dikatakan “titik dekat” atau punktum proksimum. Pada saat

ini mata berakomodasi sekuat-kuatnya atau berakomodasi maksimum.

Sedangkan jarak terjauh dari benda agar masih dapat dilihat dengan jelas

dapat dikatakan bahwa benda terletak pada titik jauh atau punktum

remotum dan pada saat ini mata tidak berakomodasi atau lepas

akomodasi. Korelasi antara daya akomodasi dan usia dapat dilihat dalam

Tabel 2.2 berikut.

37

Tabel 2.2

Korelasi antara Usia dan Daya Akomodasi

2.4.4 Durasi Penggunaan Komputer

Computer Vision Syndrome (CVS) dapat muncul segera setelah

pemakaian komputer dalam jangka waktu lama atau lebih dari 4 jam.

Berbagai gejala yang timbul pada pekerja komputer yang bekerja dalam

waktu lama selain diakibatkan oleh cahaya yang masuk ke mata, juga

diakibatkan karena mata seorang pekerja komputer berkedip lebih sedikit

dibandingkan pekerja mata normal pekerja biasa sehingga menyebabkan

mata menjadi kering dan terasa panas (Wasisto, 2005).

Durasi kerja bagi seseorang menentukan tingkat efisiensi dan

produktivitas kerja. Lamanya seseorang bekerja sehari secara baik pada

umumnya 6-8 jam. Memperpanjang jam kerja lebih dari kemampuan

tersebut biasanya tidak disertai efisiensi yang tinggi, bahkan biasanya

terlihat penurunan produktivitas serta kecenderungan untuk timbulnya

kelelahan, penyakit dan kecelakaan (Aryanti, 2006).

Berdasarkan survei yang dilakukan di Amerika tahun 2004

bahwa lebih dari 143 juta orang Amerika menghabiskan waktu di depan

Umur (Tahun) Titik Dekat (cm)

10 7

20 10

30 14

40 22

50 40

60 200

Sumber: (Ilyas, 2008)

38

komputer setiap hari dan rata-rata waktu kerja yang digunakan untuk

bekerja dengan komputer adalah 5,8 jam per hari atau 69% dari total jam

kerja mereka (Pascarelli, 2004).

Suatu pekerjaan yang biasa, tidak terlalu ringan atau berat,

sesudah 4 jam bekerja produktivitasnya akan menurun. Keadaan ini

terutama sejalan dengan menurunnya kadar gula di dalam darah. Untuk

itu, diperlukan waktu istirahat dan asupan makanan untuk kembali

meninggikan kadar bahan bakar di dalam tubuh (Yanuar, 2009).

2.4.5 Istirahat mata

Menurut Anshel (1996) dalam Nourmayanti (2009) ada tiga

jenis istirahat bagi pengguna komputer, diantaranya:

1. Micro break yaitu mengistirahatkan mata selama 10 detik setiap 10

menit bekerja, dengan cara melihat jauh (minimal 6 meter) diikuti

dengan mengedipkan mata secara relaks.

2. Mini break yaitu mengistirahatkan mata setiap setengah jam selama

lima menit dengan cara berdiri dan melakukan peregangan tubuh.

Selain itu, lakukan juga melihat jauh dengan objek yang berbeda-

beda.

3. Maxi break yaitu mengistirahatkan mata dengan melakukan kegiatan

seperti jalan-jalan, bangun dari tempat kerja, minum kopi atau teh dan

makan siang.

39

Setelah bekerja dengan komputer perlu mengistirahatkan mata

sejenak dengan melihat pemandangan yang dapat menyejukkan mata

secara periodik. Istirahat dalam waktu yang singkat dan sering jauh lebih

bermanfaat dibandingkan dengan istirahat yang lama tetapi jarang

(Santoso, 2009).

Perubahan fokus pada mata adalah cara lain untuk memberikan

otot mata kesempatan istirahat. Pekerja hanya membutuhkan memandang

ruangan atau ke arah luar jendela beberapa saat dan melihat objek yang

jaraknya kurang lebih 2 kaki (OSHA, 1997).

Bila pekerja terlalu lama melihat dalam jarak dekat maka

pekerja perlu mengalihkan pandangan ke arah yang jauh. Relaksasi atau

istirahat mata selama beberapa saat setiap 30 menit dapat menurunkan

ketegangan dan menjaga mata tetap basah (Zendi, 2009).

Menurut National Institute for Occupational Safety and Health

(NIOSH) dalam (Murtopo dan Sarimurni, 2005) perlu dilakukan istirahat

selama 15 menit terhadap pemakaian komputer selama dua jam.

Frekuensi istirahat yang teratur berguna untuk memotong rantai

kelelahan sehingga akan menambah kenyamanan bagi pengguna

komputer. Selain itu, pekerja yang melakukan istirahat 5 menit selama 4

kali sepanjang waktu bekerja dapat mengurangi keluhan kelelahan mata.

40

2.5 Komputer

2.5.1 Bagian-bagian komputer

Komputer terdiri atas 2 bagian besar yaitu perangkat lunak

(software) dan perangkat keras (hardware). Selain itu, komputer terdiri

dari Central Processing Unit (CPU) dan Visual Display Terminal (VDT).

CPU disebut juga sebagai prosesor yakni unit yang mengolah data. VDT

adalah alat untuk presentasi visual dan informasi yang disimpan secara

elektronik. VDT merupakan bagian layar monitor yang paling

berpengaruh bagi kesehatan pekerja pengguna komputer terutama

terhadap kesehatan mata.

Cara kerja VDT umumnya berdasarkan penggunaan sebuah

Cathode Ray Tube (CRT) dan layar yang berfungsi sebagai televisi.

Terdapat VDT jenis lain yang menggunakan plasma dan Elektro

Luminance Display (ELD) atau Liquid Crystal Display (LCD) yang saat

ini banyak dipergunakan.

VDT dan CRT terdiri atas katoda yang berfungsi sebagai

sumber elektron untuk mengatur intensitas sinar elektron, dan satu seri

anoda yang terdiri atas dua atau tiga anoda, yang berfungsi untuk

mempercepat, memfokuskan dan mengatur sinar elektron. Iluminasi

yang dipancarkan oleh VDT besarnya 791,28 lumen/m2 sampai 4,396

lumen/m2 (Fauzia, 2004).

Bagian-bagian yang penting dalam perangkat komputer ialah

keyboard dan mouse. Keyboard adalah Alat input yang digunakan untuk

41

mengetik informasi ke dalam komputer dan menjalankan berbagai intruksi

atau perintah ke dalam komputer. Keyboard merupakan sebuah papan

yang terdiri dari tombol-tombol untuk mengetikkan kalimat dan simbol-

simbol khusus lainnya pada komputer. Mouse atau tetikus merupakan

salah satu peranti interaktif yang paling banyak digunakan. Mouse

berfungsi untuk menempatkan kursor pada posisi tertentu di layar

komputer serta mengaktifkan menu pilihan pada suatu program aplikasi

deangan cara mengklik tombol mouse. (Santoso, 2009).

2.5.2 Jarak Monitor Komputer

Kelelahan mata dapat terjadi apabila mata difokuskan pada

objek yang berjarak dekat dalam waktu yang lama karena otot-otot mata

harus bekerja lebih keras untuk melihat objek yang berjarak sangat dekat,

terutama jika disertai dengan pencahayaan yang menyilaukan. Jika

seseorang bekerja melihat objek bercahaya di atas dasar berwarna pada

jarak dekat secara terus menerus dalam jangka waktu tertentu

mengakibatkan mata harus berakomodasi dalam jangka waktu yang lama

sehingga terjadi penurunan daya akomodasi mata (Roestijawati, 2007).

Menurut Occupational Safety and Health Association (OSHA)

(1997) pada saat menggunakan komputer jarak antara mata pekerja

dengan layar sekurang-kurangnya adalah 20-40 inch atau sekitar 50-100

cm.

Monitor yang terlalu dekat dapat mengakibatkan mata menjadi

tegang, cepat lelah, dan potensi ganggguan penglihatan. Jarak ergonomis

42

antara layar monitor dengan pengguna komputer berkisar antara 50 cm

sampai dengan 60 cm (Hanun, 2008).

2.6 Kerangka Teori

Beberapa penelitian mengenai keluhan kelelahan mata pada pekerja yang

menggunakan komputer telah banyak dilakukan. Dalam penelitian Dewi (2009),

faktor-faktor yang berhubungan dengan kelelahan mata pada operator komputer

diantaranya usia, lama penggunaan komputer, istirahat mata, dan intensitas

penerangan. Menurut (Santoso, 2009) faktor pencahayaan, suhu, kelembaban,

dan istirahat mata. Usia (Guyton, 1991), kelainan refraksi (Asosiasi Optometri

Amerika, 2004) dan jarak melihat monitor (Pheasant 1991) juga berhubungan

dengan keluhan kelelahan mata. Suswanto (1993) dalam Aryanti (2006)

menambahkan faktor durasi kerja, beban kerja dan posisi pandang.

Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh beberapa sumber, maka

kerangka teori pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

43

Bagan 2.1

Kerangka Teori

Keluhan Kelelahan Mata

Faktor Manusia:

Usia

Kelainan refraksi

Istirahat mata

Faktor Lingkungan:

Intensitas

penerangan

Suhu

Kelembaban

Faktor Pekerjaan:

Jarak monitor

Durasi kerja

Beban kerja

Posisi pandang

44

46

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konsep pada penelitian ini bersumber pada beberapa

kerangka teori yang menyebutkan bahwa faktor yang dapat mempengaruhi

kelelahan mata diantaranya adalah faktor pencahayaan, suhu dan kelembaban,

dan istirahat mata (Santoso, 2009), usia (Guyton, 1993), kelainan refraksi

(Asosiasi Optometri Amerika, 2004), jarak melihat monitor (Pheasant 1991).

Selain itu, faktor durasi penggunaan komputer, beban kerja dan posisi

pandang juga berhubungan dengan keluhan kelelahan mata (Suswanto (1993)

dalam Aryanti (2006)). Untuk faktor suhu dan kelembaban udara tidak

dimasukkan karena suhu udara menggunakan Air Conditioner (AC) yang

diatur secara sentral dengan suhu 21°C-23°C sehingga suhu dan kelembaban

di setiap ruangan relatif sama. Faktor beban kerja dan posisi pandang juga

tidak ikut dimasukkan karena desain kerja yang menempatkan monitor

komputer di posisi depan sehingga pekerja hanya memandang ke arah depan.

Kerangka konsep terdiri dari variabel dependent (variabel terikat) dan

variabel independent (variabel bebas). Variabel dependent atau variabel

terikat adalah kelelahan mata. Sedangkan yang digolongkan ke dalam variabel

independent terdiri atas faktor pekerja (usia, istirahat mata, dan kelainan

refraksi mata), faktor lingkungan kerja (tingkat pencahayaan), dan faktor

pekerjaan (jarak monitor dan durasi penggunaan komputer). Hubungan antara

45

47

variabel dependent dan variabel independent tersebut dapat dilihat pada

Bagan 3.1 berikut:

Bagan 3.1

Kerangka Konsep

Faktor Pekerja

- Usia

- Istirahat mata

- Kelainan refraksi mata

Keluhan Kelelahan Mata

Faktor Pekerjaan

- Jarak monitor

- Durasi penggunaan

komputer

Faktor Lingkungan

Kerja

- Tingkat pencahayaan

48

46

3.2 Definisi Operasional

No. Variabel Dependent Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Ukur

1. Kelelahan mata

Keluhan gangguan kesehatan

mata yang dirasakan pekerja.

Gejala keluhan kelelahan mata

diantaranya:

- Mata tegang

- Penglihatan kabur

- Penglihatan rangkap/ganda

- Mata merah

- Mata perih

- Mata berair

- Mata gatal/kering

- Sakit kepala

(NIOSH, 1999) dalam (Haeny,

2009)

Membagikan

kuesioner

pada pekerja

Kuesioner 1. Ya (jika

mengalami satu

atau lebih gejala

kelelahan mata)

2. Tidak (jika tidak

mengalami satupun

gejala kelelahan

mata)

Ordinal

No. Variabel Independent Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Ukur

1. Usia Jumlah tahun yang dihitung mulai

karyawan lahir sampai dengan

dilakukannya penelitian.

Membagikan

kuesioner

pada pekerja

Kuesioner 1. > 40 tahun

2. ≤ 40 tahun

(Suma’mur 1996)

Ordinal

45

47

No. Variabel Independent Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Ukur

2. Istirahat mata Kegiatan mengistirahatkan mata

dari layar monitor setiap satu jam

sekali dan bersifat akumulatif.

Membagikan

kuesioner

pada pekerja

Kuesioner 1. Tidak

2. Ya

(Josefina,1999

dalam Nourmayanti

2009)

Ordinal

3. Kelainan refraksi mata Ada tidaknya gangguan mata

berupa gangguan penglihatan

seperti rabun jauh, rabun dekat,

dan sebagainya.

Membagikan

kuesioner

pada pekerja

Kuesioner 1. Ada kelainan

2. Tidak ada

kelainan

Ordinal

4. Tingkat pencahayaan Jumlah cahaya yang diterima di

area titik dilakukannya

pengukuran yaitu di tempat

didirikannya meja dan komputer,

dinyatakan dalam lux.

Mengukur

langsung

dengan direct

reading

instrument

Lux meter 1. < 300 Lux

2. ≥ 300 Lux

Ordinal

5. Jarak monitor Jarak yang diukur antara mata

pekerja dengan layar monitor.

Mengukur Penggaris/me

teran

1. < 50 cm

2. ≥ 50 cm

Ordinal

6. Durasi penggunaan komputer Waktu yang digunakan pekerja

selama bekerja dengan komputer.

Wawancara Kuesioner 1. > 4 jam

2. ≤ 4 jam

Ordinal

48

46

3.3 Hipotesis

1. Ada hubungan antara usia dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna

komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun

2011.

2. Ada hubungan antara istirahat mata dengan keluhan kelelahan mata pada

pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD

Tangerang tahun 2011.

3. Ada hubungan antara kelainan refraksi mata dengan keluhan kelelahan mata pada

pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD

Tangerang tahun 2011.

4. Ada hubungan antara tingkat pencahayaan dengan keluhan kelelahan mata pada

pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD

Tangerang tahun 2011.

5. Ada hubungan antara jarak monitor dengan keluhan kelelahan mata pada

pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD

Tangerang tahun 2011.

6. Ada hubungan antara durasi penggunaan komputer dengan keluhan kelelahan

mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom

BSD Tangerang tahun 2011.

49

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelititian kuantitatif dengan desain studi cross

sectional atau potong lintang, dimana pengumpulan data serta pengukuran

variabel independen dan variabel dependen diambil pada waktu yang bersamaan.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2010 sampai dengan Juni

2011 di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom Bumi Serpong Damai

(BSD) Tangerang.

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi adalah keseluruhan unit analisis yang karakteristiknya akan

diduga (Sabri dan Sutanto, 2006). Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan

bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang yang berjumlah

142 orang. Seluruh karyawan menggunakan komputer selama bekerja.

Sampel adalah sebagian dari populasi yang nilai dan karakteristiknya

diselidiki atau diukur (Sabri dan Sutanto, 2006). Pemilihan sampel dalam

penelitian ini menggunakan kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi tersebut

yaitu karyawan Graha Telkom yang bekerja di bagian Outbound Call dan berada

di dalam ruangan pada saat dilakukan pengukuran serta dalam keadaan sehat

50

(tidak sedang sakit atau baru sembuh dari sakit yang menimbulkan gejala keluhan

kelelahan mata). Sedangkan untuk kriteria eksklusi adalah sebagian subjek yang

memenuhi kriteria inklusi tetapi harus dikeluarkan karena beberapa sebab antara

lain respoonden menolak ikut penelitian dan responden tidak hadir pada saat

penelitian.

Perhitungan jumlah sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus uji

hipotesis beda dua proporsi mengingat bahwa tujuan penelitian adalah untuk

menguji hipotesis. Dengan asumsi dari penelitian sebelumnya yaitu bahwa

proporsi pekerja yang mengalami kelelahan mata dengan jarak monitor < 50 cm

adalah 81,8% (P1) dan proporsi pekerja yang mengalami kelelahan mata dengan

jarak monitor ≥ 50 cm adalah 92,5% (P2) (Nourmayanti, 2009). Pada penelitian

ini, tingkat kepercayaan yang diinginkan peneliti sebesar 95% dengan

menggunakan derajat kemaknaan 5% dengan kekuatan uji 90%. Rumus besar

sampel dan uji hipotesis beda dua proporsi adalah sebagai berikut:

n = {Z1-α/2 √2 P(1 – P) + Z1-β√P1(1 – P1) + P2(1 – P2)}2

(P1 – P2)2

Keterangan :

n = Besar sampel minimum yang dibutuhkan dalam penelitian

Z1-α/2 = Derajat kemaknaan 5% (two tail) = 1,96

Z1-β = Kekuatan uji 90%

P = (P1 + P2) / 2 = (0,87)

51

P1 = proporsi pekerja yang mengalami keluhan kelelahan mata dengan jarak

monitor < 50 cm adalah 0,818

P2 = proporsi pekerja yang mengalami kelelahan mata dengan jarak monitor ≥ 50

cm adalah 0,925

Berdasarkan rumus diatas maka besar sampel yang dibutuhkan yaitu

sebesar :

n = { [1,96 x √2 x 0,87 (1-0,87] + [1,28 x √0,818 (1-0,818) + 0,925 (1-0,925)] }2

(0,818–0,925) 2

n = 48

Besar sampel adalah 48 orang pada masing-masing kelompok, sehingga

total sampel adalah 96 orang (2x 48orang). Untuk menghindari missing maka

ditambahkan 10 orang sehingga besar sampel yang dibutuhkan adalah 106 orang.

4.4 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya:

1. Kuesioner

Kuesioner digunakan untuk mengetahui keluhan kelelahan mata, faktor

pekerja dan faktor pekerjaan dengan cara menyebarkan kuesioner dan

melakukan pengisian kuesioner oleh pekerja.

2. Lux meter

Alat ini digunakan untuk mengukur tingkat pencahayaan dan menggunakan

satuan lux.

52

3. Mistar

Mistar digunakan untuk mengukur jarak monitor dengan mata pekerja yang

dihitung dengan satuan centimeter. Jarak monitor diukur mulai dari tengah

layar monitor sampai ke mata pekerja.

4.5 Metode Pengumpulan Data

Pada penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan

data primer dan data sekunder

1. Data Primer

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan instrumen kuesioner

yang terdiri dari beberapa item pertanyaan yang berkaitan dengan variabel

dependen dan independen serta observasi. Kuesioner yang digunakan dalam

penelitian ini sebelumnya pernah digunakan oleh Hana (2008). Pertanyaan dalam

kuesioner sesuai dengan variabel yang diteliti yaitu:

a. Keluhan Kelelahan Mata

Keluhan kelelahan mata diketahui dengan cara menggunakan

kuesioner yang terdiri dari daftar checklist gejala keluhan kelelahan mata. Jika

responden menjawab atau memberi checklist pada salah satu gejala maka

responden tersebut memiliki salah satu gejala keluhan kelelahan mata. Selain

itu dilakukan pula pemeriksaan gejala keluhan kelelahan mata berupa mata

merah dan berair.

53

b. Usia

Penghitungan usia pekerja dihitung mulai pekerja itu lahir sampai

dengan dilakukannya penelitian. Penghitungan ini dilakukan dengan

menggunakan kuesioner yang diisi oleh responden atau pekerja. Jika usia

pekerja telah melebihi 6 bulan, maka pada usia pekerja dilakukan pembulatan

penghitungan menjadi satu tahun.

c. Istirahat Mata

Istirahat mata diketahui dengan kuesioner berupa pertanyaan mengenai

pola istirahat yang dilakukan oleh pekerja selama bekerja menggunakan

komputer.

d. Kelainan Refraksi Mata

Ada tidaknya kelainan refraksi mata yang berupa gangguan

penglihatan seperti rabun jauh, rabun dekat, dan sebagainya diukur dengan

menggunakan kuesioner yang dibagikan kepada pekerja.

e. Durasi Penggunaan Komputer

Durasi penggunaan komputer adalah waktu yang digunakan oleh pekerja

menggunakan komputer selama bekerja baik itu kegiatan mengetik ataupun

membaca didepan komputer diketahui dengan menggunakan kuesioner.

Untuk variabel yang dilakukan dengan pengukuran langsung antara lain:

f. Tingkat Pencahayaan

Lux meter adalah alat yang digunakan untuk mengukur tingkat

pencahayaan, adapun cara untuk mengukurnya adalah :

- Pastikan alat dalam kondisi “ON”

54

- Letakkan sensor sejajar dengan posisi permukaan titik sampling dan

mengarah pada sumber cahaya.

- Lalu dilakukan pembacaan display pada tiap titik lokasi sampel dan

dibandingkan dengan standard yang ada untuk perkantoran yakni minimal

100 lux dan untuk kegiatan yang membutuhkan ketelitian minimal 300

lux.

Pada saat dilakukan pengukuran, operator harus berhati-hati agar tidak

menimbulkan bayangan dan jangan menimbulkan pantulan cahaya yang

disebabkan oleh pakaian operator.

g. Jarak Monitor

Jarak monitor diukur langsung menggunakan penggaris atau meteran

yang dihitung dalam satuan centimeter (cm). Jarak Pengukuran dihitung mulai

dari mata pekerja sampai dengan titik tengah layar monitor.

2. Data sekunder

Data sekunder diperoleh dari penulusuran dokumen-dokumen terkait

dengan perusahaan seperti gambaran umum perusahaan, data jumlah

karyawan, laporan-laporan serta data-data lainnya yang terkait dengan

penelitian.

4.6 Pengolahan Data

1. Coding

Sebelum dimasukkan ke komputer, dilakukan proses pemberian kode

pada setiap variabel yang telah terkumpul untuk memudahkan dalam

55

pengolahan selanjutnya. Coding merupakan kegiatan merubah data berbentuk

huruf menjadi data berbentuk angka/bilangan berfungsi untuk mempermudah

pada saat analisis data dan juga mempercepat pada saat proses entry data.

Pengkodean dimulai dari bilangan 1 sampai 2 diantaranya adalah sebagai

berikut:

a. Keluhan Kelelahan Mata: 1 = Mengeluh, 2 = Tidak mengeluh

b. Usia: 1 = > 40 tahun, 2 = ≤ 40 tahun

c. Kelainan Refraksi Mata: 1 = Ada kelainan, 2 = Tidak ada kelainan

d. Istirahat Mata: 1 = Tidak, 2 = Ya

e. Tingkat Pencahayaan: 1 = < 300 lux, 2 = ≥ 300 lux

f. Jarak Monitor: 1 = < 50 cm, 2 = ≥ 50 cm

g. Durasi Penggunaan Komputer: 1 = > 4 jam, 2 = ≤ 4 jam

2. Editing

Data yang telah dikumpulkan dan dikoding melalui kuesioner dan

pengukuran diperiksa kelengkapan dan kebenarannya terlebih dahulu seperti

kelengkapan pengisian, kesalahan pengisian, dan konsistensi pengisian. Setiap

jawaban meliputi variabel dependen yaitu keluhan kelelahan mata dan hasil

variabel independen yaitu usia, istirahat mata, kelainan refraksi mata, dan

durasi penggunaan komputer serta hasil pengukuran dari tingkat pencahayaan

dan jarak monitor.

56

3. Entry

Setelah dilakukan pengkodean dan kuesioner diisi oleh responden, selanjutnya

melakukan proses entry data atau proses memasukkan data menggunakan

komputer sesuai dengan pengkodean yang telah ditetapkan.

4. Cleaning

Untuk memastikan bahwa tidak ada kesalahan pada data tersebut, baik

dalam pengkodean maupun dalam membaca kode, langkah selanjutnya adalah

pembersihan data (cleaning) sebelum dilakukan analisa data.

4.7 Analisa Data

Analisis data yang dilakukan dengan menggunakan program komputer

Adapun analisisa data yang dilakukan sebagai berikut:

1. Analisis Univariat

Analisis univariat digunakan untuk melihat distribusi frekuensi variabel

independen dan variabel dependen. Variabel independen antara lain yaitu usia,

istirahat mata, kelainan refraksi mata, tingkat pencahayaan, jarak monitor, dan

durasi penggunaan komputer serta variabel dependen yaitu keluhan kelelahan

mata.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan

antara variabel independen (usia, istirahat mata, kelainan refraksi mata, tingkat

pencahayaan, jarak monitor, dan durasi penggunaan komputer) dengan variabel

dependen keluhan kelelahan mata dengan uji kemaknaan 5%. Jika pvalue ≤ 0,05

57

artinya secara statistik terdapat hubungan antara variabel independen dengan

variabel dependen sedangkan jika pvalue > 0,05 artinya tidak ada hubungan

antara variabel independen dengan variabel dependen.

Rumus umum uji statistik :

X2 = ∑{(O-E)

2/E}

Df = (b-1).(k-1)

P = < 0,05

Keterangan:

X2 = Chi- Square

O = nilai onservasi

E = nilai ekspektasi (nilai harapan)

B = jumlah baris

k = jumlah kolom

58

BAB V

HASIL

5.1. Gambaran Umum Perusahaan

5.1.1. Gambaran Umum PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk.

PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk. (TELKOM) adalah perusahaan

penyelenggara jasa layanan dan jaringan paling lengkap terbesar di Indonesia.

TELKOM menyediakan layanan Infocom, telepon tidak bergerak kabel (fixed

wireline) dan telepon tidak bergerak nirkabel (fixed wireless), layanan telepon

seluler, data dan internet, jaringan dan interkoneksi, baik secara langsung

maupun melalui anak perusahaan.

PT Infomedia Nusantara merupakan salah satu anak perusahaan pada

Telkom Grup yang mengkhususkan diri di bidang media penerbitan dan iklan

sebagai jembatan komunikasi antar pelaku bisnis dan juga saluran informasi bagi

pelanggan telepon Telkom. Saham perusahaan 51% dimiliki langsung oleh

Telkom dan 49% sisanya dimiliki oleh anak perusahaan Telkom yang lain.

PT.Telkom Juga mempunyai anak perusahaan seperti, Multimedia Nusantara,

Telkomsel, Telkomvision/Indonusa, Infomedia, Graha Sarana Duta (GSD) atau

Graha Telkom, Patrakom, Bangtelindo, dan PT Finnet Indonesia.

Dalam meningkatkan usahanya serta memberikan proteksi yang sesuai

dengan keinginan masyarakat, PT.Telkom telah membuka kantor-kantor Cabang

dan Perwakilan yang terdapat di berbagai regional yang terdiri dari 7 DIVRE

(Divisi Regional) yaitu Divre 1 Sumatera, Divre 2 Jakarta, Divre 3 Jawa Barat,

59

Divre 4 Jawa Tengah & DI.Yogyakarta, Divre 5 Jawa Timur, Divre 6

Kalimantan, dan Divre 7 Kawasan Timur Indonesia. Graha Sarana Duta atau

gedung Graha Telkom Bumi Serpong Damai (BSD) Tangerang merupakan

cabang telkom grup yang memberikan jasa pelayanan maupun jaringan di

regional Banten dan DKI Jakarta. Beberapa layanan telekomunikasi Telkom

diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Telepon tetap (PSTN), layanan telepon tetap yang hingga kini masih menjadi

monopoli TELKOM di Indonesia.

2. Telkom Flexi, layanan telepon fixed wireless CDMA.

3. TELKOMNet Instan, layanan akses internet dial up.

4. TELKOMNet Astinet, layanan akses internet berlangganan dengan fokus

perusahaan.

5. Speedy, layanan akses internet dengan kecepatan tinggi (broad band)

menggunakan teknologi ADSL.

PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk juga memiliki komitmen-komitmen

dalam meningkatkan mitra kerja usaha, diantaranya:

1. Memberikan produk dan layanan yang terbaik dan berkualitas dengan

menjadi penghubung antar pelanggan dan dunia melalui jasa layanan

terdepan dalam hal informasi dan komunikasi bagi pelanggan.

2. Memberikan kesempatan untuk belajar, bertumbuh dan memiliki masa depan

yang lebih baik bagi pekerja.

3. Menyediakan kesempatan untuk pertumbuhan nilai bagi pemegang saham.

60

4. Menjadi mitra lingkungan yang baik dan menjunjung nilai moral bagi

masyarakat.

5.1.2. Visi dan Misi PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk

PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk memiliki visi menjadikan perusahaan

sebagai pemimpin di kawasan regional dalam industri informasi terpadu dan

media digital.

Sedangkan misi PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk yaitu menjadi

panutan dalam industri bisnis informasi, media dan konten dengan menciptakan

nilai tambah bagi pihak yang berkepentingan.

5.1.3. Outbound Call Graha Sarana Duta (Graha Telkom) BSD Tangerang

Outbound Call mengkhususkan diri dalam membuat panggilan telepon

atas nama klien, organisasi, atau bisnis kepada pelanggan beragam atau

pelanggan potensial. Tujuan utama dari Outbound Call adalah membuat

penjualan, mengumpulkan atau berbagi beberapa data yang mencakup survei,

telemarketing, atau verifikasi lainnya. Para eksekutif outbound call center dapat

menghubungi pelanggan yang sudah ada untuk mempromosikan skema tertentu.

Outbound Call Graha Sarana Duta (Graha Telkom) BSD Tangerang

terbagi dalam tiga divisi yaitu divisi E-Service, Carring, dan Fixed Businies

Improvment Program (FBIP). Ketiga divisi tersebut dalam melaksanakan

pekerjaannya, memiliki tugas dan tanggung jawab diantaranya:

61

a) E-Service

1. Memberikan informasi tagihan Fixed Telepon, Flexi Classy, dan Speedy

lengkap dengan komponen tagihan seperti abonemen, lokal, SLJJ, seluler,

dan pajak.

2. Memberikan pelayanan berupa fitur-fitur identitas penelpon, nada

tunggu/sela dan telkom memo.

3. Memberikan layanan intagjastel berupa layanan pengiriman informasi

tagihan melalui pos langsung ke alamat sesuai permohonan pelanggan.

4. Melakukan konfirmasi atas klaim jastel (jasa telepon) pelanggan apabila

terjadi ketidaksesuaian antara pemakaian dengan tagihan yang dikeluhkan

pelanggan.

b) Carring

1. Berinteraksi melalui telepon dengan pelanggan untuk menawarkan jasa

atau barang.

2. Menyampaikan skip penjualan yang telah disiapkan untuk membujuk

pelanggan potensial atau klien sehingga membeli produk atau jasa tersebut.

3. Menjelaskan produk dan jasa, menanggapi pertanyaan, dan memperoleh

informasi pelanggan.

4. Mendapatkan pelanggan dan melakukan tindak lanjut pada kontak pertama.

5. Mengembangkan kampanye bertarget penjualan yang meningkatkan

penjualan kepada organisasi dari pelanggan koorporat.

62

c) FBIP (Fixed Bussiness Improvement Program)

1. Memberikan solusi keberatan pelanggan atas abonemen, sehingga diganti

dengan quota, dan dengan program ini pula pelanggan akan lebih nyaman

dalam menggunakan teleponnya karena lebih terkontrol.

2. Memasukkan data dan memelihara database pelanggan yang sudah ada

atau pelanggan potensial.

3. Memelihara catatan komunikasi telepon, interaksi, rekening, pesanan, dan

pembayaran.

5.2. Analisis Univariat

5.2.1 Gambaran Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian

Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011

Untuk mengetahui gambaran keluhan kelelahan mata pada pengguna

komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang

Tahun 2011 dilakukan dengan penyebaran kuesioner pada responden. Hasil

pengukuran keluhan kelelahan mata diperkuat dengan pengukuran secara

objektif dengan melakukan observasi atau pengamatan dalam melihat gejala

kelelahan mata pada responden.

Analisis univariat gambaran keluhan kelelahan mata pada pengguna

komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang

Tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 5.1.

63

Tabel 5.1

Gambaran Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di

Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang

Tahun 2011

No. Variabel

Kategori Jumlah Persentase

(%)

Keluhan Kelelahan

Mata

Mengeluh 61 57,5

Tidak Mengeluh 45 42,5

Total 106 100

Berdasarkan tabel 5.1 di atas, didapatkan hasil bahwa sebagian besar

responden mengeluh kelelahan mata. Jenis keluhan yang dirasakan bervariasi.

Keluhan yang paling banyak dirasakan responden yaitu mata pedih, sakit kepala,

dan mata terasa gatal. Dari 106 responden, yang mengalami keluhan kelelahan

mata yaitu sebanyak 57,5%. Sedangkan responden yang tidak mengalami

keluhan kelelahan mata sebanyak 42,5%.

5.2.2 Gambaran Jenis Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di

Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011

Distribusi jenis keluhan kelelahan mata yang dikeluhkan oleh pengguna

komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang

Tahun 2011 dapat dilihat pada grafik 5.1 berikut:

64

Grafik 5.1

Jenis Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian

Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang

Tahun 2011

Berdasarkan grafik 5.1, diketahui jenis keluhan kelelahan mata yang paling

banyak dikeluhkan oleh responden adalah mata pedih sebanyak 85,2%

responden. Sedangkan jenis keluhan kelelahan mata yang paling sedikit

dikeluhkan oleh responden adalah mata merah sebanyak 23%. Sebagian besar

pekerja mengeluhkan jenis keluhan berupa mata perih. Hal ini mungkin

disebabkan layar monitor yang digunakan pekerja tidak menggunakan anti glare

dan tingkat pencahayaan lingkungan kerja yang kurang. Jenis keluhan lainnya

yang banyak dikeluhkan yaitu sakit kepala (78,7%) dan mata terasa gatal

(67,2%).

21.3

42.6 45.9

23

85.2

25

67.2

78.7

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

per

sen

tase

(%

)

Jenis Keluhan Kelelahan Mata

65

5.2.3 Gambaran Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Kelelahan Mata

pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom

BSD Tangerang Tahun 2011

a. Faktor Pekerja (Usia, Istirahat Mata, Kelainan Refraksi Mata)

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari jawaban pada instrumen

kuesioner didapatkan bahwa gambaran faktor pekerja (usia, istirahat mata,

kelainan refraksi mata) pada pengguna komputer di Bagian Outbound Call

Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011 dapat dilihat pada tabel

5.2 berikut :

Tabel 5.2

Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Pekerja (Usia, Istirahat

Mata, Kelainan Refraksi) pada Pengguna Komputer di Bagian

Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang

Tahun 2011

No. Variabel

Kategori Jumlah

(N=106)

Persentase

(%)

1. Usia > 40 4 3,8

≤40 102 96,2

2. Istirahat Mata Tidak 17 16

Ya 89 84

3. Kelainan Refraksi Mata Ada Kelainan 39 36,8

Tidak ada Kelainan 67 63,2

66

1. Variabel Usia

Distribusi responden berdasarkan variabel usia diperoleh dengan

cara menyebarkan kuesioner pada responden. Variabel usia dikategorikan

menjadi usia > 40 tahun dan ≤ 40 tahun. Berdasarkan hasil analisis

univariat pada tabel 5.2, diketahui bahwa sebagian besar responden

berusia ≤ 40 tahun yaitu sebanyak 96,2% responden (102 orang) dan

hanya 3,8% (4 orang) responden yang berusia > 40 tahun.

2. Variabel Istirahat Mata

Distribusi responden berdasarkan variabel istirahat mata diperoleh

dengan cara menyebarkan kuesioner pada responden. Dalam penelitian

ini, responden dikategorikan melakukan istirahat mata dan tidak.

Berdasarkan hasil analisis univariat pada tabel 5.2, diketahui bahwa

responden yang tidak melakukan istirahat mata sebanyak 16% responden

(17 orang). Sedangkan responden yang melakukan istirahat mata

sebanyak 84% responden (89 orang).

3. Variabel Kelainan Refraksi Mata

Distribusi responden berdasarkan variabel istirahat mata diperoleh

dengan cara membagikan kuesioner pada responden. Responden

digolongkan ke dalam dua kategori yaitu yang memiliki kelainan refraksi

dan tidak memiliki kelainan refraksi. Berdasarkan hasil analisis univariat

pada tabel 5.2, diketahui bahwa responden yang memiliki kelainan

refraksi sebanyak 36.8% responden (39 orang). Sedangkan responden

67

yang tidak memiliki kelainan refraksi sebanyak 63,2% responden (67

orang).

b. Faktor Lingkungan Kerja (Tingkat Pencahayaan)

Berdasarkan pengukuran yang telah dilakukan di Bagian Outbound

Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011, gambaran

distribusi tingkat pencahayaan dapat dilihat pada tabel 5.3 berikut:

Tabel 5.3

Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Lingkungan Kerja (Tingkat

Pencahayaan) pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call

Gedung Graha Telkom BSD Tangerang

Tahun 2011

No. Variabel

Kategori Jumlah

(N)

Persentase

(%)

1. Tingkat

Pencahayaan

< 300 lux 93 87,7

≥ 300 lux 13 12,3

Total 106 100

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.3, dapat diketahui bahwa

meja responden yang memiliki tingkat pencahayaan < 300 lux sebanyak

87% (93 orang). Sedangkan meja responden yang memilki tingkat

pencahayaan ≥ 300 lux sebanyak 12,3% (3 orang). Sebagian besar meja

responden berada pada tingkat pencahayaan yang kurang. Hal ini

dikarenakan tata letak lampu yang tidak merata dengan meja responden.

Selain itu kondisi tempat kerja terutama tirai jendela yang tertutup dan

68

keadaan lampu yang padam (rusak) sehingga pada saat pengukuran sebagian

besar tingkat pencahayaan <300 lux.

c. Faktor Pekerjaan (Jarak Monitor, Durasi Penggunaan Komputer)

Berdasarkan penelitianyang telah dilakukan di Bagian Outbound Call

Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011, gambaran distribusi

jarak monitor dan durasi penggunaan komputer dapat dilihat pada tabel 5.4

berikut:

Tabel 5.4

Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Pekerjaan (Jarak Monitor,

Durasi Penggunaan Komputer) pada Pengguna Komputer di Bagian

Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang

Tahun 2011

No. Variabel

Kategori Jumlah

(N=106)

Persentase

(%)

1. Jarak Monitor < 50 cm 29 27,4

≥ 50 cm 77 72,6

2.

Durasi

Penggunaan

Komputer

> 4 jam 63 59,4

≤4 jam 43 40,6

1. Variabel Jarak Monitor

Distribusi responden berdasarkan jarak monitor diperoleh dengan

cara melakukan pengukuran langsung pada sampel dengan kategori

responden yang bekerja dengan jarak monitor < 50 cm dan ≥ 50 cm.

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.4 diatas, diketahui bahwa

69

sebagian besar responden bekerja dengan jarak monitor ≥ 50 cm yaitu

sebanyak 72,6 % (77 orang) dan 27,4% (29 orang) bekerja dengan jarak

monitor < 50 cm.

2. Variabel Durasi Penggunaan Komputer

Distribusi responden berdasarkan durasi penggunaan komputer

diperoleh dengan cara menyebarkan kuesioner pada responden.

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.4 diatas, diketahui bahwa

responden yang bekerja menggunakan komputer > 4 jam yaitu sebanyak

59,4 % (63 orang). Sedangkan responden yang bekerja menggunakan

komputer ≤ 4 jam yaitu sebanyak 40,6% (43 orang). Sebagian besar

responden menggunakan komputer > 4 jam. Hal ini dapat dilihat dari

hasil kuesioner bahwa pada saat istirahat kantor masih banyak pekerja

yang menggunakan waktu istirahat untuk melakukan aktivitas lain dengan

komputer.

5.3. Analisis Bivariat

Untuk mengetahui hubungan antara variabel independen (usia, istirahat

mata, kelainan refraksi mata, tingkat pencahayaan, jarak monitor, dan durasi

penggunaan komputer) dengan variabel dependen (keluhan kelelahan mata) pada

pengguna komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD

Tangerang Tahun 2011, dilakukan analisis bivariat dengan metode statistik

menggunakan uji Chi Square. Berikut hasil untuk masing-masing variabel.

70

5.3.1 Hubungan antara Usia dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna

Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD

Tangerang Tahun 2011

Tabel 5.5

Analisis Hubungan antara Usia dengan Keluhan Kelelahan Mata pada

Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom

BSD Tangerang Tahun 2011

Usia

Keluhan Kelelahan

Mata

Total

Pvalue

OR

(95% CI)

Mengeluh Tidak

Mengeluh

N % N % N %

> 40 tahun 4 100 0 0 4 100 0,135 -

≤ 40 tahun 57 55,9 45 44,1 102 100

Total 61 57,5 45 425 106 100

Berdasarkan tabel 5.5 bahwa responden yang berusia > 40 tahun

seluruhnya mengeluhkan adanya kelelahan mata. Sedangkan responden yang

berusia ≤ 40 tahun sebanyak 93,4% (57 responden) mengeluhkan kelelahan

mata dan 100% (45 responden) tidak mengeluh. Hasil uji statistik chi square

diketahui bahwa pada derajat kemaknaan 5% didapatkan Pvalue = 0,135

sehingga (p > 0,05). Jadi, antara usia dengan keluhan kelelahan mata tidak

memiliki hubungan yang bermakna.

71

5.3.2 Hubungan antara Istirahat Mata dengan Keluhan Kelelahan Mata pada

Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom

BSD Tangerang Tahun 2011

Tabel 5.6

Analisis Hubungan antara Istirahat Mata dengan Keluhan Kelelahan

Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha

Telkom BSD Tangerang Tahun 2011

Istirahat

Mata

Keluhan Kelelahan

Mata

Total

Pvalue

OR

(95% CI)

Mengeluh Tidak

Mengeluh

N % N % N %

Tidak 14 82,4 3 17,6 17 100 0,047 4,170(1,12-

15,526) Ya 47 52,8 42 47,2 89 100

Total 61 57,5 45 42,5 106 100

Berdasarkan tabel 5.6, diketahui bahwa dari 17 responden yang tidak

melakukan istirahat mata, sebagian besar responden mengeluh kelelahan

mata. Responden yang melakukan istirahat mata juga mengeluh kelelahan

mata. Hasil uji statistik chi square menunjukkan bahwa pada derajat

kemaknaan 5% didapatkan Pvalue sebesar 0,047 atau (p < 0,05) sehingga ada

hubungan yang bermakna antara istirahat mata dengan kejadian keluhan

kelelahan mata. Analisis keeratan hubungan antar dua variabel didapatkan

OR= 4,170 (95% CI ; 1,120 – 15,526). Artinya pekerja yang tidak melakukan

istirahat mata memiliki peluang 4,17 kali mengalami keluhan kelelahan mata

dibandingkan dengan yang melakukan istirahat mata.

72

5.3.3 Hubungan antara Kelainan Refraksi Mata dengan Keluhan Kelelahan

Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha

Telkom BSD Tangerang Tahun 2011

Tabel 5.7

Analisis Hubungan antara Kelainan Refraksi Mata dengan Keluhan

Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call

Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011

Kelainan Refraksi

Mata

Keluhan Kelelahan

Mata

Total

Pvalue

OR

(95% CI)

Mengeluh Tidak

Mengeluh

N % N % N %

Ada Kelainan 23 59 16 41 39 100 0,982 1,097

(0,493-2,443) Tidak Ada Kelainan 38 56,7 29 43,3 67 100

Total 61 57,5 45 42,5 106 100

Berdasarkan tabel 5.7 diketahui bahwa responden yang memiliki

kelainan refraksi mata sebanyak 59% dan responden yang tidak memiliki

kelainan refraksi mata sebanyak 56,7% mengeluh kelelahan mata. Dari hasil

uji statistik chi square pada derajat kemaknaan 5 % didapatkan Pvalue = 0,982

atau (p > 0,05) sehingga tidak ada hubungan yang bermakana antara kelainan

refraksi mata dengan keluhan kelelahan mata. Dari hasil perhitungan risk

estimate didapatkan OR = 1,097 (95% CI ; 0,493 -2,443), artinya pekerja yang

memiliki kelainan refraksi memiliki peluang 1,097 kali mengalami keluhan

kelelahan mata dibandingkan dengan yang tidak memiliki kelainan refraksi

mata.

73

5.3.4 Hubungan antara Tingkat Pencahayaan dengan Keluhan Kelelahan

Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha

Telkom BSD Tangerang Tahun 2011

Tabel 5.8

Analisis Hubungan antara Tingkat Pencahayaan dengan Keluhan

Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call

Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011

Tingkat

Pencahayaan

Keluhan Kelelahan

Mata

Total

Pvalue

OR

(95% CI)

Mengeluh Tidak

Mengeluh

N % N % N %

< 300 lux 59 63,4 34 36,6 93 100 0,003 9,544

(1,996-

45,629) ≥ 300 lux 2 15,4 11 84,6 13 100

Total 61 57,5 45 42,5 106 100

Berdasarkan tabel 5.8, diketahui bahwa sebagian besar responden

bekerja dengan tingkat pencahayaan < 300 lux dan responden yng mengeluh

kelelahan mata sebanyak 63,4%. Hanya 15,4 % Responden yang bekerja

dengan tingkat pencahayaan ≥ 300 lux dan juga mengeluh kelelahan mata.

Hasil uji statistik chi squrae didapatkan Pvalue = 0,003. Artinya pada α = 5%

dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara tingkat

pencahayaan dengan keluhan kelelahan mata. Analisis keeratan hubungan dua

variabel didapatkan OR = 9,544 (95% CI 1,996 – 45,629). Artinya responden

yang bekerja pada tingkat pencahayaan < 300 lux memiliki peluang 9,544

kali mengalami keluhan kelelahan mata dibandingkan dengan responden yang

bekerja dengan tingkat pencahayaan ≥ 300 lux.

74

5.3.5 Hubungan antara Jarak Monitor dengan Keluhan Kelelahan Mata pada

Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom

BSD Tangerang Tahun 2011

Tabel 5.9

Analisis Hubungan antara Jarak Monitor dengan Keluhan Kelelahan

Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha

Telkom BSD Tangerang Tahun 2011

Jarak

Monitor

Keluhan Kelelahan

Mata

Total

Pvalue

OR

(95% CI)

Mengeluh Tidak

Mengeluh

N % N % N %

0,078

2,428

(0,959-6,148) < 50 cm 21 72,4 8 27,6 29 100

≥ 50 cm 40 51,9 37 48,1 77 100

Total 61 57,5 45 42,5 106 100

Berdasarkan tabel 5.9, diketahui bahwa responden yang bekerja dengan

jarak monitor < 50 cm maupun ≥ 50 cm sebagian besar mengeluh kelelahan

mata. Responden yang bekerja dengan jarak monitor < 50 cm dan mengeluh

sebanyak 72,4%. Sedangkan responden yang bekerja dengan jarak monitor

≥50 cm dan mengeluh sebanyak 51,9%. Hasil uji statistik chi square diketahui

bahwa Pvalue = 0,078 atau (p > 0,05) sehingga pada α = 5% dapat disimpulkan

bahwa antara jarak monitor dengan keluhan kelelahan tidak memiliki

hubungan yang bermakna. Hasil perhitungan risk estimate didapatkan OR =

2,428 (95% CI 0,959 – 6,148). Artinya, responden yang bekerja dengan jarak

monitor < 50 cm memiliki peluang 2,428 kali mengalami keluhan kelelahan

75

mata dibandingkan dengan responden yang bekerja dengan jarak monitor ≥ 50

cm.

5.3.6 Hubungan antara Durasi Penggunaan Komputer dengan Keluhan

Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call

Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011

Tabel 5.10

Analisis Hubungan antara Durasi Penggunaan Komputer dengan

Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound

Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011

Durasi

Penggunaan

Komputer

Keluhan Kelelahan

Mata

Total

Pvalue

OR

(95% CI)

Mengeluh Tidak

Mengeluh

N % N % N %

> 4 jam 38 60,3 25 39,7 63 100 0,618 1.322

(0,604-2,893) ≤ 4 jam 23 53,5 20 46,5 43 100

Total 61 57,5 45 42,5 106 100

Berdasarkan tabel 5.10, diketahui bahwa baik pekerja yang

menggunakan komputer > 4 jam maupun ≤ 4 jam sebagian besar mengeluh

kelelahan mata. Hasi uji statistik diketahui bahwa pada derajat kemaknaan

5%, durasi penggunaan komputer tidak memiliki hubungan yang bermakna

dengan keluhan kelelahan mata, Pvalue = 0,618 atau (p > 0,05). Berdasarkan

perhitingan risk estimate didapatkan OR = 1,322 (95% CI ; 0,604 - 2,893).

Artinya responden yang bekerja dengan komputer > 4 jam memiliki peluang

76

1,322 kali mengalami keluhan kelelahan mata dibandingkan dengan

responden yang bekerja dengan komputer ≤ 4 jam.

77

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian

Penulis menyadari bahwa dalam pengumpulan data primer penelitian

mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan kelelahan mata

pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom

BSD Tangerang Tahun 2011 terdapat banyak kendala sehingga memiliki

kelemahan dan keterbatasan penelitian yaitu pengukuran kelelahan mata

dilakukan secara subjektif. Seharusnya dilakukan pula pengukuran secara

objektif yang meliputi pengukuran kelelahan mata dengan melihat indikasi

mata merah, tegang, berair, dan kering. Akan tetapi pada prakteknya

pengukuran secara objektif hanya sebatas pengukuran fisik mata berupa

indikasi mata merah dan berair saja. Sehingga pengukuran yang dilakukan

masih belum sempurna.

6.2 Keluhan Kelelahan Mata

Kelelahan mata atau astenopia timbul sebagai stress intensif pada

fungsi-fungsi mata seperti terhadap otot-otot akomodasi yang biasa dilakukan

pada pekerjaan yang memerlukan pengamatan secara teliti atau terhadap retina

sebagai akibat ketidaktepatan kontras (Suma’mur, 1996). Menurut Pheasant

(1991) kelelahan mata memiliki pengertian ketegangan pada mata dan

disebabkan oleh penggunaan indera penglihatan dalam bekerja yang

78

memerlukan kemampuan untuk melihat dalam jangka waktu yang lama yang

biasanya disertai dengan kondisi pandangan yang tidak nyaman. Keadaan

mata yang lelah ini dapat disebabkan oleh bahaya dari monitor, koreksi

penglihatan yang berkurang, membaca dokumen dengan ukuran huruf yang

kecil serta kurangnya kerlipan. Selain itu, dapat diakibatkan karena melihat

benda secara terus menerus dengan jarak yang dekat dan membaca dengan

cahaya yang kurang (Amrizal, 2010).

Hasil penelitian yang dilakukan di bagian Outbound Call gedung

Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011 menunjukkan bahwa dari 106

responden yang di teliti, sebagian besar mengalami keluhan kelelahan mata.

Jenis keluhan yang paling banyak yaitu mata terasa pedih sebanyak 85,2%.

Hal ini dapat dilihat dari istirahat mata yang kurang dilakukan oleh responden.

Dari 61 responden yang mengeluh kelelahan mata, sebanyak 82,4% responden

tidak melakukan istirahat mata. Responden atau pekerja yang terlalu lama

melihat dalam jarak dekat perlu melakukan istirahat mata dengan mengalihkan

pandangan ke arah yang jauh. Relaksasi atau istirahat mata selama beberapa

saat setiap 30 menit dapat menurunkan ketegangan dan menjaga mata tetap

basah (Zendi, 2009). Semakin lama mata terbuka, semakin tinggi

kemungkinan kornea mata mengalami dehidrasi, merasa panas dan sakit

sehingga menimbulkan kelelahan mata. Untuk itu, menurut National Institute

for Occupational Safety and Health (NIOSH) dalam (Murtopo dan Sarimurni,

2005) perlu dilakukan istirahat selama 15 menit terhadap pemakaian komputer

selama dua jam. Frekuensi istirahat yang teratur berguna untuk memotong

79

rantai kelelahan sehingga akan menambah kenyamanan bagi pengguna

komputer.

Menurut wasisto (2005), durasi kerja bagi seseorang menentukan

tingkat efisiensi dan produktivitas kerja. Durasi penggunaan komputer dalam

jangka waktu lama atau lebih dari 4 jam akan menyebabkan mata seseorang

menjadi cepat kering sehingga menimbulkan kelelahan mata. Dalam hasil

penelitian, diketahui bahwa responden yang bekerja > 4 jam dan mengalami

keluhan yaitu sebanyak 60,3%. Penggunaan komputer dalam jangka waktu

yang lama dan dengan jarak yang dekat akan membuat mata menjadi cepat

lelah karena mata terus menerus berakomodasi. Responden yang bekerja

dengan jarak monitor < 50 cm atau ≥ 50 cm juga mengalami keluhan

kelelahan mata. Tetapi sebagian besar responden bekerja dengan jarak

monitor yang ≥ 50 cm.

Akibat gangguan akomodasi ini maka seseorang yang berusia 40 tahun

atau lebih, akan memberikan keluhan setelah membaca yaitu berupa mata

lelah, berair dan sering terasa perih (Ilyas, 2008). Dalam penelitian ini,

sebagian besar responden berusia kurang dari 40 tahun. Semakin

bertambahnya usia maka tajam penglihatan semakin berkurang. Untuk

memeriksa tajam penglihatan diperlukan pemeriksaan jika terjadi kelainan

refraksi mata. Kelainan refraksi mata dilakukan dengan memeriksa tajam

penglihatan satu per satu. Responden yang memiliki kelainan refraksi maupun

tidak memiliki kelainan refraksi sama sebagian besar juga mengalami keluhan

kelelahan mata.

80

Selain itu, tingkat pencahayaan yang kurang juga dapat menimbulkan

keluhan kelelahan mata. sebagian besar responden bekerja dengan tingkat

pencahayan yang < 300 lux. Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan

yang signifikan (p = 0,01) antara tingkat pencahayaan dengan keluhan

kelelahan mata. Menurut Santoso (2004) pencahayaan yang intensitasnya

rendah (poor lighting) akan menimbulkan kelelahan, ketegangan mata, dan

keluhan pegal di sekitar mata. Sedangkan, Pencahayaan yang intensitasnya

kuat dapat menimbulkan kesilauan. Untuk itu diperlukan pencahayaan yang

cukup dan sesuai dengan karakteristik pekerjaannya.

6.3 Hubungan antara Usia dengan Keluhan Kelelahan Mata

Menurut Guyton (1991) manusia pada umumnya dapat melihat objek

dengan jelas pada usia 20 tahun. Sedangkan pada usia kurang dari 40 tahun

kebutuhan cahaya yang diperlukan untuk melihat jauh lebih besar

dibandingkan usia 45 tahun karena pada usia 45-50 tahun lensa akan

kehilangan kekenyalannya sehingga semakin tua usia seseorang daya

akomodasi akan semakin menurun. Daya akomodasi mata merupakan

kemampuan lensa untuk menebal dan menipis dan pada usia tua seseorang

cenderung mengalami keluhan kelelahan mata karena sulitnya kemampuan

lensa untuk menebal dan menipis.

Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa sebagian besar

responden yang bekerja di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD

Tangerang sebagian besar berusia ≤ 40 tahun dan hanya 3,8% yang berusia

81

>40 tahun. Dari hasil uji statistik diketahui Pvalue = 0,135, artinya tidak ada

hubungan yang bermakna antara usia dengan keluhan kelelahan mata. Baik

pekerja yang berusia > 40 tahun maupun yang ≤ 40 tahun sama-sama

mengeluh kelelahan mata. Hal ini mungkin saja dipengaruhi kondisi

lingkungan tempat kerja seperti pencahayaan yang kurang dan istirahat mata

yang kurang dilakukan oleh responden. Sejalan dengan pendapat Suma’mur

(1996) bahwa pencahayaan yang buruk dapat berakibat pada kelelahan mata

dengan berkurangnya daya dan efisiensi kerja.

Selain itu, penulis berasumsi bahwa faktor beban kerja yang

menekankan pekerja memproyeksikan mata pada saat bekerja juga

mempengaruhi banyaknya keluhan yang terjadi pada pekerja. Baik pekerja

yang berusia > 40 tahun maupun yang berusia ≤ 40 mendapat beban pekerjaan

yang sama.

Ilyas (2008) juga menambahkan bahwa setelah membaca, seseorang

yang berusia 40 tahun atau lebih akan memberikan keluhan berupa mata lelah,

berair, bahkan sering terasa perih. Karena pekerjaan di bagian Outbound Call

ini banyak dilakukan dengan membaca dan memerlukan tingkat ketelitian

ekstra, banyak pekerja yang jarang melakukan istirahat mata sehingga

menambah jumlah keluhan kelelahan mata yang terjadi. Padahal, menurut

Zendi (2009) istirahat mata selama beberapa saat dapat menurunkan otot-otot

mata yang tegang pada saat bekerja sehingga cairan mata dapat disekresikan

dan mata menjadi basah.

82

6.4 Hubungan antara Istirahat Mata dengan Keluhan Kelelahan Mata

Suatu pekerjaan yang biasa, tidak terlalu ringan atau berat, sesudah 4

jam bekerja produktivitasnya akan menurun. Berdasarkan survei yang

dilakukan di Amerika tahun 2004 bahwa lebih dari 143 juta orang Amerika

menghabiskan waktu di depan komputer setiap hari dan rata-rata waktu kerja

yang digunakan untuk bekerja dengan komputer adalah 5,8 jam per hari atau

69% dari total jam kerja mereka (Pascarelli, 2004).

Berdasarkan hasil analisis penelitian diketahui bahwa sebagian besar

responden melakukan istirahat mata. Responden yang tidak melakukan

istirahat mata dan mengeluh kelelahan mata sebanyak 82,4%. Dari hasil

analisis bivariat, terdapat hubungan yang bermakna antara istirahat mata

dengan keluhan kelelahan mata, Pvalue = 0,047. Hal ini menunjukkan bahwa

istirahat mata berpengaruh terhadap keluhan kelelahan mata. Pekerja yang

jarang mengistirahatkan matanya pada saat bekerja cenderung mengalami

keluhan kelelahan mata. Faktor lain yang mempengaruhi istirahat mata yaitu

pekerja terlalu sibuk dengan deadline pekerjaan sehingga istirahat mata yang

dilakukan tidak teratur. Adapun pekerja yang melakukan istirahat mata tetapi

mengalami keluhan kelelahan mata mungkin saja diakibatkan pekerja belum

memahami durasi ataupun metode istirahat yang efektif dilakukan disaat

bekerja dengan komputer.

Menurut Santoso (2009), setelah bekerja dengan komputer perlu

mengistirahatkan mata sejenak dengan melihat pemandangan yang dapat

menyejukkan mata secara periodik. Istirahat dalam waktu yang singkat dan

83

sering jauh lebih bermanfaat dibandingkan dengan istirahat yang lama tetapi

jarang. Untuk itu upaya mengistirahatkan mata sangat perlu dilakukan

mengingat kegiatan yang dilakukan di bagian Outbound Call ini banyak

menggunakan komputer dan mata pekerja banyak difokuskan pada layar

monitor. Karena jadwal pekerjaan yang sibuk, pekerja hanya perlu

mengupayakan melakukan istirahat mata sejenak dengan melihat

pemandangan yang kontrasnya dapat menyejukkan mata atau dengan sering

mengedipkan mata secara rutin.

6.5 Hubungan antara Kelainan Refraksi dengan Keluhan Kelelahan Mata

Menurut Ilyas (1988) kelainan refraksi atau ametropia adalah kelainan

pembiasan sinar pada mata sehingga pembiasan sinar tidak difokuskan pada

retina. Pada ametropia, sinar cahaya pararel tidak terfokuskan di retina

sehingga diperlukan perubahan refraksi untuk mendapatkan penglihatan yang

jelas (James, 2006).

Dari hasil penelitian diketahui pengguna komputer di bagian

Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang sebagian besar tidak

memiliki kelainan refraksi. Dari 36,8% responden yang memiliki kelainan

refraksi mata dan 63,2% yang tidak memiliki kelainan refraksi mata, sebagian

besar mengeluh kelelahan mata. Hasil uji statistik chi square diketahui bahwa

antara kelainan refraksi mata dengan keluhan kelelahan mata tidak terdapat

hubungan yang signifikan yaitu Pvalue = 0,982. Hal ini mungkin disebabkan

responden sudah mengoreksi keadaan mata mereka dengan baik sehingga

84

faktor kelainan refraksi tidak menunjukkan hubungan yang signifikan.

Sebagian besar responden sudah mengetahui jenis kelainan refraksi dirinya

sehingga sudah melakukan koreksi yang tepat untuk keadaan matanya.

Namun, ada sebagian responden yang tidak melakukan koreksi mata karena

beranggapan bahwa jika tidak menggunakan kacamata berarti visus mata

mereka dalam keadaan normal sehingga sebagian pekerja ada yang tidak

terkoreksi visus matanya.

Penggunaan kacamata lebih baik dibandingkan dengan penggunaan

lensa kontak karena pada saat menggunakan komputer mata akan jarang

mengedip sehingga dalam suhu ruangan yang menggunakan AC mata akan

menjadi cepat kering. Pada responden yang memiliki kelainan refraksi

sebagian besar jarang yang menggunakan kontak lensa dan ketika melakukan

wawancara banyak responden yang mengetahui bahwa penggunaan lensa

kontak dalam ruangan berAC dapat membuat mata menjadi kering.

Mata yang normal akan menempatkan bayangan benda tepat di

retinanya pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi atau istirahat

melihat jauh. Responden yang memiliki kelainan refraksi akan

mengakomodasikan matanya secara optimal. Mata yang diakomodasikan

secara terus menerus akan menimbulkan kelelahan mata (Roestijawati,2007).

85

6.6 Hubungan antara Tingkat Pencahayaan dengan Keluhan Kelelahan

Mata

Pencahayaan ruang kerja yang kurang dapat mengakibatkan kelelahan

mata, akan tetapi penerangan yang terlalu kuat dapat menyebabkan kesilauan.

Penerangan yang memadai bisa mencegah terjadinya astenopia (kelelahan

mata) dan mempertinggi kecepatan dan efisiensi membaca. Pencahayaan

tempat kerja yang memadai baik yang alami atau buatan memegang peranan

yang cukup penting dalam upaya peningkatan kesehatan, keselamatan dan

produktivitas tenaga kerja (Aryanti, 2006). Menurut Santoso (2004),

pencahayaan yang intensitasnya rendah (poor lighting) akan menimbulkan

kelelahan, ketegangan mata, dan keluhan pegal di sekitar mata. Untuk itu

perlu diberikan pencahayaan yang cukup untuk pekerjaan yang memerlukan

tingkat ketelitian yang tinggi yaitu paling sedikit 300 lux.

Hasil analisis bivariat diketahui bahwa sebagian besar responden

bekerja dengan tingkat pencahayaan < 300 lux mengeluh kelelahan mata.

terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pencahayaan dengan

keluhan kelelahan mata, Pvalue = 0,003. Hal ini sejalan dengan penelitian

Aryanti (2006) bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara intensitas

cahaya dengan keluhan kelelahan mata yaitu p = 0,011.

Distribusi pencahayaan di ruang bagian Outbound Call gedung Graha

Telkom BSD Tangerang belum merata. Ada sebagian lampu dalam kondisi

padam dan belum ada perbaikan. Selain itu tata letak meja responden maupun

lampu yang belum tertata rapi sehingga ada sebagian responden yang jauh

86

dari pencahayaan yang memadai. Untuk responden yang bekerja dengan

tingkat pencahayaan > 300 lux, sebagian besar dekat dengan lampu dan

jendela yang merupakan pencahayaan alami. Untuk itu perlu diupayakan

penataan lampu yang sesuai dengan kebutuhan responden dan melakukan

pengecekan dan perawatan lampu secara berkala. Selain itu, diusahakan agar

jendela atau tirai dibuka selama bekerja guna mengotimalkan pencahayaan

alami sinar matahari.

6.7 Hubungan antara Jarak Monitor dengan Keluhan Kelelahan Mata

Menurut Hanun (2008), monitor yang terlalu dekat dapat

mengakibatkan mata menjadi tegang, cepat lelah, dan potensi ganggguan

penglihatan. Jarak ergonomis antara layar monitor dengan pengguna komputer

berkisar antara 50 cm sampai dengan 60 cm. Occupational Safety and Health

Association (OSHA) (1997) menyebutkan bahwa pada saat menggunakan

komputer jarak antara mata pekerja dengan layar sekurang-kurangnya adalah

20-40 inci atau sekitar 50-100 cm. Pekerja yang dalam jangka waktu cukup

lama ketika bekerja dengan jarak monitor yang dekat akan menyebabkan mata

menjadi cepat lelah karena mata dipaksa berakomodasi pada jarak dekat.

Berdasarkan Hasil analisis diketahui bahwa sebagian besar responden

bekerja dengan jarak monitor ≥ 50 cm. Responden yang bekerja dengan jarak

monitor < 50 cm sebanyak 27,4% dan yang mengeluh sebanyak 72,4%. Dari

hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna

antara jarak monitor dengan keluhan kelelahan mata yaitu Pvalue = 0,093. Hal

87

ini mungkin disebabkan kondisi tempat kerja yang sudah ergonomis. Meja

kerja sebagian besar didesain dengan menempatkan monitor pada jarak yang

lebih dari 50 cm. Selain itu, pada saat pengukuran jarak monitor pekerja

berada dalam kondisi kerja yang statis sehingga pada saat pengukuran jarak

tidak optimal. Responden yang bekerja dengan jarak monitor ≥ 50 cm tetapi

tetap mengalami keluhan mungkin diakibatkan tingkat pencahayaan yang

kurang diantaranya menyangkut arah dan penyebaran atau distribusi cahaya.

Suma’mur (1996) menyatakan bahwa pencahayaan yang baik memungkinkan

tenaga kerja melihat obyek-obyek yang dikerjakannya secara jelas, cepat dan

tanpa upaya-upaya yang tidak perlu. Sehingga walaupun jarak yang

digunakan pekerja sudah sesuai tetapi jika pencahayaan yang didapat tidak

optimal maka akan menimbulkan kelelahan mata.

Sebuah penelitian survei yang dilakukan oleh American Optometric

Association (AOA) pada tahun 2004 menyebutkan bahwa tak jarang pekerja

kantor mengalami kelelahan mata akibat terlalu lama dalam jarak dekat

didepan komputer dan gelombang elektromagnetik yang dihasilkan monitor

komputer menyebabkan radiasi dan bisa mengganggu kesehatan mata. Jarak

antara mata dan monitor komputer yang terlalu dekat sering mengakibatkan

munculnya beragam penyakit mata. Dalam penelitian ini pekerja yang bekerja

dengan jarak < 50 cm maupun yang ≥ 50 cm sama-sama mengeluhkan

kelelahan mata. Hal ini mungkin disebabkan faktor Visual Display Terminal

(VDT) yang digunakan pekerja seperti kontras yang terlalu silau atau kurang

sehingga dapat menimbulkan kelelahan mata. seperti yang dikemukakan oleh

88

Fauzia (2004) bahwa VDT merupakan bagian layar monitor yang paling

berpengaruh bagi kesehatan pekerja pengguna komputer terutama terhadap

kesehatan mata.

6.8 Hubungan antara Durasi Penggunaan Komputer dengan Keluhan

Kelelahan Mata

Berdasarkan suatu survei di Amerika Serikat, rata-rata waktu kerja

yang digunakan untuk bekerja dengan komputer adalah 5,8 jam atau 69% dari

total 8 jam kerja (Wasisto, 2005). Suatu pekerjaan yang biasa, tidak terlalu

ringan atau berat, sesudah 4 jam bekerja produktivitasnya akan menurun

(Yanuar, 2009). Menurut Aryanti (2006), durasi kerja bagi seseorang

menentukan tingkat efisiensi dan produktivitas kerja.

Rata-rata seseorang yang bekerja 8 jam/hari atau setelah bekerja

selama 4 jam diupayakan melakukan istirahat untuk merelaksasikan anggota

tubuh. Memperpanjang jam kerja lebih dari kemampuan tersebut biasanya

tidak disertai efisiensi yang tinggi, bahkan biasanya terlihat penurunan

produktivitas serta kecenderungan untuk timbulnya kelelahan, penyakit dan

kecelakaan. Bagi pengguna komputer jika mata diproyeksikan secara terus

menerus akan menyebabkan mata cepat lelah.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa responden bekerja dengan

komputer > 4 jam sebanyak 59,4%. Dari 60,3% responden yang bekerja

>4jam dan 53,5% bekerja ≤ 4jam juga mengeluh kelelahan mata. Hasil

analisis bivariat menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan

89

antara durasi penggunaan komputer dengan keluhan kelelahan mata. Hal ini

mungkin disebabkan sebagian besar responden bekerja dengan komputer

dengan pencahayaan yang < 300 lux sehingga walaupun pekerja

menggunakan komputer yang > 4 jam maupun ≤ 4jam jika pencahayaan tidak

memadai maka akan berisiko terjadi kelelahan mata. Selain itu, penulis

berasusmsi bahwa ketika bekerja mungkin saja responden jarang

mengedipkan mata atau melakukan istirahat mata. Menurut Murtopo dan

Sarimurni (2005), pekerja yang melakukan istirahat 5 menit selama 4 kali

sepanjang waktu bekerja dapat mengurangi keluhan kelelahan mata.

Hasil survei penelitian yang dilakukan oleh American Optometric

Association (AOA) pada tahun 2004 menyebutkan bahwa pekerja kantor yang

terlalu lama bekerja di depan komputer mengalami kelelahan mata dan

gelombang elektronik yang dihasilkan dari layar monitor menyebabkan

radiasi dan dapat mengganggu kesehatan mata. Responden yang walaupun

menggunakan komputer < 4 jam tetapi tetap saja mengalami keluhan mungkin

saja disebabkan karena radiasi yang dipancarkan dari layar monitor yang

tanpa pelindung. Pada pekerja di bagian Outbound Call keadaan layar

monitor tidak menggunakan kaca anti glare sehingga radiasi berdampak

langsung pada mata yang bisa menimbulkan kelelahan mata.

90

BAB VII

PENUTUP

7.1 Simpulan

1. Gambaran keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian

Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011,

sebanyak 57,5% responden mengeluh kelelahan mata dan 42,5% tidak

mengalami keluhan kelelahan mata.

2. Gambaran karakteristik pekerja (usia, istirahat mata, kelainan refraksi

mata) pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha

Telkom BSD Tangerang tahun 2011yaitu:

a. 96,2% responden yang bekerja di bagian Outbound Call berusia ≤ 40

tahun dan hanya 3,8% yang berusia > 40 tahun.

b. Pada saat bekerja dengan komputer Sebanyak 84% responden

melakukan istirahat mata dan 16% tidak melakukan istirahat mata.

c. Sebanyak 63,2% responden memiliki kelainan refraksi mata dan

36,8% tidak memiliki kelainan refraksi mata.

3. Gambaran karakteristik lingkungan kerja (tingkat pencahayaan) pada

pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD

Tangerang tahun 2011 bahwa sebagian besar responden bekerja dengan

tingkat pencahayaan < 300 lux.

91

4. Gambaran karakteristik pekerjaan (jarak monitor, durasi penggunaan

komputer) pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung

Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011 yaitu:

a. Sebanyak 72,6% responden bekerja menggunakan komputer dengan

jarak monitor ≥ 50 cm dan hanya 27,4% yang bekerja dengan jarak

monitor < 50 cm.

b. Sebanyak 59,4% responden dalam bekerja menggunakan komputer >4

jam dan 40,6% bekerja < 4 jam.

5. Tidak ada hubungan yang bermakna antara usia dengan keluhan kelelahan

mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha

Telkom BSD Tangerang tahun 2011.

6. Ada hubungan yang bermakna antara istirahat mata dengan keluhan

kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung

Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011.

7. Tidak ada hubungan yang bermakna antara kelainan refraksi mata dengan

keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call

gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011.

8. Ada hubungan yang bermakna antara tingkat pencahayaan dengan keluhan

kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung

Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011.

9. Tidak ada hubungan yang bermakna antara jarak monitor dengan keluhan

kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung

Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011.

92

10. Tidak ada hubungan yang bermakna antara durasi penggunaan komputer

dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian

Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tanggerang tahun 2011.

7.2 Saran

Bagi Perusahaan

1. Untuk mengurangi dampak kelelahan mata dan meminimalisir radiasi

perlu dipasang kaca anti glare pada layar monitor. Hal ini berguna pula

untuk mengurangi tingkat kesilauan dari layar monitor.

2. Dalam ruangan kerja diupayakan diletakkan benda-benda yang memiliki

kontras yang dapat menyejukkan mata seperti tanaman/pot ataupun

lukisan sehingga ketika bekerja pekerja dapat merelaksasikan mata dengan

memandang benda-benda tersebut.

3. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan mata secara berkala untuk mengetahui

kelainan refraksi mata sehingga dapat mencegah penyakit akibat kerja

terutama karena penggunaan komputer. Selain itu dilakukan pula

penyuluhan bagi pekerja mengenai ergonomi atau posisi kerja yang baik

selama menggunakan komputer.

4. Untuk meningkatkan kualitas pencahayaan di tempat kerja perlu

diupayakan memberikan penerangan yang memadai sesuai dengan standar

yaitu sebesar 300 lux, mengoptimalkan cahaya alami (cahaya dari sinar

matahari), dan melakukan perawatan bagi lampu yang padam atau kusam.

93

Selain itu perlu diperhatikan pula tata letak penempatan lampu agar

tingkat pencahayaan yang diterima pekerja merata.

Bagi Pekerja

1. Pekerja sebaiknya mengistirahatkan mata secara teratur dan

mengupayakan tidak bekerja dengan jarak monitor < 50 cm.

2. Bagi pekerja yang memiliki kelainan refraksi mata sebaiknya hindari

penggunaan lensa kontak karena kan menyebabkan mata cepat kering

sehingga berisiko untuk terjadi kelelahan mata.

Bagi Peneliti Lain

1. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan pengukuran kelelahan

mata dengan metode lain seperti Photostess Recovery Test, tes frekuensi

subjektif kerlipan mata atau tes uji waktu reaksi.

92

DAFTAR PUSTAKA

Agta, zendi. 2010. Menjaga kesehatan mata saat di depan komputer. Dari :

http://www.kompas.com. Diunggah pada tanggal 15 Oktober 2010.

Amrizal. 2010. Penyakit Akibat dari Sering Menggunakan Komputer. Dari :

http://www.allaboutvision.com/cvs/irritated.htm. Diunggah pada tanggal 25

November 2010.

Aryanti. 2006. Hubungan antara Intensitas Penerangan dan Suhu Udara dengan

Kelelahan Mata Karyawan pada bagian Administrasi di PT. Hutama Karya

Wilayah IV Semarang. Skripsi. Dari:

http://uppm.fkm.unes.ac.id/uploads/files/u_2/abstrak4.doc. Diunggah pada

tanggal 20 September 2010.

Cameron, John R., et al. 1999. Physics of The Body. Diterjemahkan oleh dra.

Lamyarni I sardi, M.Eng. 2006. Jakarta: Sagung Seto.

Dewi, Yulyana Kusuma dkk. 2009. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan

Kelelahan Mata pada Operator Komputer Di Kantor Samsat Palembang

Tahun 2009. Skripsi. Dari :

http://uppm.fkm.unsri.ac.id/uploads/files/u_2/abstrak4.doc. Diunggah pada

tanggal 15 Oktober 2010.

Fauzia, I. 2004. Upaya untuk Mengurangi Kelelahan Mata pada Tenaga Kerja yang

Menggunakan Komputer di RS “X”. Tesis. Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia, Jakarta..

Gabriel, J.F. 1996. Fisika Kedokteran. Cetakan ke VII. Jakarta: Buku Kedokteran

EGC

--------------. 2001. Fisika Lingkungan. Jakarta: Hipokrates

Ganong, William F., 2001. Fisiologi Kedokteran. Diterjemahkan oleh H.M. Djauhari

E. Edisi 9. Jakarta: buku kedokteran EGC.

Grandjean, E. 1988. Fitting the Task To the Man. A Texbook of Occupational

Ergonomics, 4th

Edition London: Taylor & Francis.

Guyton, CA. 1991. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: penerbit buku

kedokteran EGC.

Haeny,. Noer. 2009. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kelelahan Mata

pada. Skripsi. Dari: http://www.digilib.ui.ac.id/file?file=digital/125958-S-

5700-Analisis%20faktor-Literatur.pdf. Diunggah pada tanggal 23 September

2009.

93

Hana, Liliana. 2008. Tinjauan Tingkat Pencahayaan dan Keadaan Visual Display

Terkait Keluhan Subjektif Kelelahan Mata pada Pekerja yang Menggunakan

Komputer di Ruang Kantor PT. Bridgestone Tire Indonesia Bekasi Plant,

Bulan Desember Tahun 2008. Skripsi. Fakultas Kesehatan Mayarakat

Universitas Indonesia Jakarta.

Hanum, Iis Faizah. 2008. Efektivitas Penggunaan Screen pada Monitor Komputer

untuk Mengurangi Kelelahan Mata Pekerja Call Centre di PT. Indosat NSR

Tahun 2008. Tesis.

Dari:http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/index/assoc/HASH01bb/.../d

oc.pdf. Diunggah pada tanggal 23 November 2009.

Ilyas, Sidarta. 2008. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

--------------. 1988. Penyakit Mata (Ringkasan dan Istilah). Jakarta: PT. Pustaka

Utama Grafiti.

James, Bruce, et al. 2006. Lecture Notes on Ophthalmology. Jakarta: Erlangga.

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1405/Menkes/SK/XI. 2002. Persyaratan dan

Tata Cara Penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran.

Muninjaya, AA. Gede. 2004. Manajemen Kesehatan. Edisi 2. Jakarta: Buku

Kedokteran EGC.

Murtopo, Ichwan dan sarimurni. 2005. Pengaruh Radiasi Layar Komputer terhadap

Kemampuan Daya Akomodasi Mata Mahasiswa Pengguna Komputer di

Universitas Muhammadiyah Surakarta. Jurnal Penelitian Sains dan

Teknologi, volume 6 No. 2 ; 153-163.

Nourmayanti, Dian. 2009. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan

Kelelahan Mata pada Pekerja Pengguna Komputer di Coorporate Costumer

Care Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk Tahun 2009. Skripsi

Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas kedokteran dan Ilmu

Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.

OSHA. 1997. Working Safety with Video Display Terminal a Dozen Things You

Should Know about Eyestrain. Dari : http://www.osha.gov. Diunggah pada

tanggal 20 September 2010.

Pascarelli, Emil. 2004. Dr. Pascarelli’s Complete Guide to Repetitive Strain Injury

(RSI). Navta Associates, Inc. New Jersey.

Pheasant, Stephen. 1991. Ergonomics, Works, and Health. USA: Aspen Publisher

Inc.

P.K., Suma’mur. 1993. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta:

CV. Haji Masagung.

94

--------------------. 1996. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT Toko

gunung Agung.

Prayitno, Budi. 2008. Hubungan Pencahayaan dengan Kelelahan Mata pada

Pengguna Komputer di Kelurahan Pondok Cina Depok Tahun 2008 (Studi

pada Rental Komputer, Warung Internet, dan game On-Line). Skripsi.

Fakultas Kesehatan Mayarakat Universitas Indonesia Jakarta.

Roestijawati, Nendyah. 2007. Sindrom Dry Eye pada Pengguna Visual Display

Terminal (VDT). Cermin Dunia Kedokteran Kerja Vol. 34 No. 1/154 edisi

Januari – Febuari 2007.

Sabri, Luknis dan Sutanto Priyo Haryono . 2009. Statistik Kesehatan. Edisi Revisi.

Jakarta: Rajawali Pers.

Santoso, Gempur. 2004. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta:

Prestasi Pustaka.

Santoso, Insap. 2009. Interaksi Manusia dan Komputer. Edisi 2. Yogyakarta: ANDI.

Soekidjo Notoatmodjo. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka

Cipta.

Standar Nasional Indonesia. Pengukuran Intensitas Penerangan di Tempat Kerja.

SNI 16-7062-2004.

Tarwaka dkk. 2004. Ergonomi untuk Kesehatan, Keselamatan Kerja, dan

Produktivitas. UNIBA Press, Surakarta.

Wasisto, S.W. 2005. Komputer Secara Ergonomis dan Sehat. Dari :

http://www.wahana.com. Diunggah pada tanggal 15 Oktober 2010.

Yanuar, Dwi. 2010. Komputer dan Dampaknya bagi Kesehatan. Dari :

http://www.kompas.com. Diunggah pada tanggal 15 Oktober 2010.

LAMPIRAN 2

A. Hasil Analisis Univariat

Keluhan Kelelahan Mata

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Mengeluh 61 57.5 57.5 57.5

Tidak mengeluh 45 42.5 42.5 100.0

Total 106 100.0 100.0

Usia

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid >40 tahun 4 3.8 3.8 3.8

≤40 tahun 102 96.2 96.2 100.0

Total 106 100.0 100.0

Istirahat Mata

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tidak 17 16.0 16.0 16.0

Ya 89 84.0 84.0 100.0

Total 106 100.0 100.0

Kelainan Refraksi Mata

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid ada kelainan 39 36.8 36.8 36.8

tidak ada kelainan 67 63.2 63.2 100.0

Total 106 100.0 100.0

Tingkat Pencahayaan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid ≤300 lux 93 87.7 87.7 87.7

>300 lux 13 12.3 12.3 100.0

Total 106 100.0 100.0

LAMPIRAN 2

Durasi Penggunaan Komputer

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid > 4 jam 63 59.4 59.4 59.4

<= 4 jam 43 40.6 40.6 100.0

Total 106 100.0 100.0

Jarak Monitor

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid <50 centimeter 29 27.4 27.4 27.4

>=50 centimeter 77 72.6 72.6 100.0

Total 106 100.0 100.0

LAMPIRAN 2

B. Hasil Analisis Bivariat

1. Hubungan Usia dengan Keluhan Kelelahan Mata

Crosstab

keluhan kelelahan mata

Total Mengeluh Tidak mengeluh

usia >40 tahun Count 4 0 4

% within usia 100.0% .0% 100.0%

% within keluhan kelelahan mata

6.6% .0% 3.8%

≤40 tahun Count 57 45 102

% within usia 55.9% 44.1% 100.0%

% within keluhan kelelahan mata

93.4% 100.0% 96.2%

Total Count 61 45 106

% within usia 57.5% 42.5% 100.0%

% within keluhan kelelahan mata

100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 3.067a 1 .080

Continuity Correctionb 1.527 1 .217

Likelihood Ratio 4.536 1 .033

Fisher's Exact Test .135 .105

Linear-by-Linear Association 3.038 1 .081

N of Valid Casesb 106

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,70.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

For cohort keluhan kelelahan mata = Mengeluh

1.789 1.506 2.126

N of Valid Cases 106

2. Hubungan Istirahat Mata dengan Keluhan Kelelahan Mata

LAMPIRAN 2

Crosstab

keluhan kelelahan mata

Total Mengeluh Tidak mengeluh

istirahat mata Tidak Count 14 3 17

% within istirahat mata 82.4% 17.6% 100.0%

% within keluhan kelelahan mata

23.0% 6.7% 16.0%

Ya Count 47 42 89

% within istirahat mata 52.8% 47.2% 100.0%

% within keluhan kelelahan mata

77.0% 93.3% 84.0%

Total Count 61 45 106

% within istirahat mata 57.5% 42.5% 100.0%

% within keluhan kelelahan mata

100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 5.100a 1 .024

Continuity Correctionb 3.962 1 .047

Likelihood Ratio 5.580 1 .018

Fisher's Exact Test .031 .020

Linear-by-Linear Association 5.052 1 .025

N of Valid Casesb 106

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,22.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for istirahat mata (Tidak / Ya)

4.170 1.120 15.526

For cohort keluhan kelelahan mata = Mengeluh

1.559 1.161 2.094

For cohort keluhan kelelahan mata = Tidak mengeluh

.374 .131 1.069

N of Valid Cases 106

LAMPIRAN 2

3. Hubungan Kelainan Refraksi dengan Keluhan Kelelahan Mata

Crosstab

keluhan kelelahan mata

Total Mengeluh Tidak mengeluh

kelainan refraksi ada kelainan Count 23 16 39

% within kelainan refraksi 59.0% 41.0% 100.0%

% within keluhan kelelahan mata

37.7% 35.6% 36.8%

tidak ada kelainan Count 38 29 67

% within kelainan refraksi 56.7% 43.3% 100.0%

% within keluhan kelelahan mata

62.3% 64.4% 63.2%

Total Count 61 45 106

% within kelainan refraksi 57.5% 42.5% 100.0%

% within keluhan kelelahan mata

100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .051a 1 .821

Continuity Correctionb .001 1 .982

Likelihood Ratio .052 1 .820

Fisher's Exact Test .842 .492

Linear-by-Linear Association .051 1 .821

N of Valid Casesb 106

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16,56.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for kelainan refraksi (ada kelainan / tidak ada kelainan)

1.097 .493 2.443

For cohort keluhan kelelahan mata = Mengeluh

1.040 .744 1.454

For cohort keluhan kelelahan mata = Tidak mengeluh

.948 .595 1.510

N of Valid Cases 106

LAMPIRAN 2

4. Hubungan Tingkat Pencahayaan dengan Keluhan Kelelahan Mata

Crosstabulation

keluhan kelelahan mata

Total Mengeluh Tidak mengeluh

tingkat pencahayaan <300 lux Count 59 34 93

% within tingkat pencahayaan

63.4% 36.6% 100.0%

% within keluhan kelelahan mata

96.7% 75.6% 87.7%

>=300 lux Count 2 11 13

% within tingkat pencahayaan

15.4% 84.6% 100.0%

% within keluhan kelelahan mata

3.3% 24.4% 12.3%

Total Count 61 45 106

% within tingkat pencahayaan

57.5% 42.5% 100.0%

% within keluhan kelelahan mata

100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 10.782a 1 .001

Continuity Correctionb 8.904 1 .003

Likelihood Ratio 11.239 1 .001

Fisher's Exact Test .002 .001

Linear-by-Linear Association 10.680 1 .001

N of Valid Casesb 106

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,52.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for tingkat pencahayaan (<300 lux / >= 300 lux)

9.544 1.996 45.629

For cohort keluhan kelelahan mata = Mengeluh

4.124 1.142 14.893

For cohort keluhan kelelahan mata = Tidak mengeluh

.432 .303 .616

N of Valid Cases 106

LAMPIRAN 2

5. Hubungan Jarak Monitor dengan Keluhan Kelelahan Mata

Crosstab

keluhan kelelahan mata

Total Mengeluh Tidak mengeluh

jarak monitor <50 centimeter Count 21 8 29

% within jarak monitor 72.4% 27.6% 100.0%

% within keluhan kelelahan mata

34.4% 17.8% 27.4%

>=50 centimeter Count 40 37 77

% within jarak monitor 51.9% 48.1% 100.0%

% within keluhan kelelahan mata

65.6% 82.2% 72.6%

Total Count 61 45 106

% within jarak monitor 57.5% 42.5% 100.0%

% within keluhan kelelahan mata

100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 3.612a 1 .057

Continuity Correctionb 2.823 1 .093

Likelihood Ratio 3.733 1 .053

Fisher's Exact Test .078 .045

Linear-by-Linear Association 3.578 1 .059

N of Valid Casesb 106

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12,31.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for jarak monitor (<50 centimeter / >=50 centimeter)

2.428 .959 6.148

For cohort keluhan kelelahan mata = Mengeluh

1.394 1.022 1.902

For cohort keluhan kelelahan mata = Tidak mengeluh

.574 .305 1.082

N of Valid Cases 106

LAMPIRAN 2

6. Hubungan Durasi Penggunaan Komputer dengan Keluhan Kelelahan Mata

Crosstab

keluhan kelelahan mata

Total Mengeluh Tidak mengeluh

durasi penggunaan komputer > 4 jam Count 38 25 63

% within durasi penggunaan komputer

60.3% 39.7% 100.0%

% within keluhan kelelahan mata

62.3% 55.6% 59.4%

<= 4 jam Count 23 20 43

% within durasi penggunaan komputer

53.5% 46.5% 100.0%

% within keluhan kelelahan mata

37.7% 44.4% 40.6%

Total Count 61 45 106

% within durasi penggunaan komputer

57.5% 42.5% 100.0%

% within keluhan kelelahan mata

100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .488a 1 .485

Continuity Correctionb .248 1 .618

Likelihood Ratio .487 1 .485

Fisher's Exact Test .550 .309

Linear-by-Linear Association .483 1 .487

N of Valid Casesb 106

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18,25.

b. Computed only for a 2x2 table

LAMPIRAN 2

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for durasi penggunaan komputer (> 4 jam / <= 4 jam)

1.322 .604 2.893

For cohort keluhan kelelahan mata = Mengeluh

1.128 .800 1.589

For cohort keluhan kelelahan mata = Tidak mengeluh

.853 .548 1.327

N of Valid Cases 106

1

LEMBAR OBSERVASI

NO JARAK KONDISI MATA PENCAHAYAAN

Merah Berair

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

26

27

28

29

30

31

2

32

33

34

35

36

37

38

39

40

41

42

43

44

45

46

47

48

49

50

51

52

53

54

55

56

57

58

59

60

61

62

63

64

65

66

3

67

68

69

70

71

72

73

74

75

76

77

78

79

80

81

82

83

84

85

86

87

88

89

90

91

92

93

94

95

96

97

98

99

100

LAMPIRAN 1

Kuesioner Penelitian

Keluhan Kelelahan Mata di Gedung Graha Telkom BSD Tanggerang

Tahun 2011

Assalamualaikum Wr.Wb/ selamat pagi/ siang/ sore

Teriring salam dan doa semoga Bapak/Ibu selalu diberikan kesuksesan dalam

menunaikan tugas keseharian. Saya :

Nama : Siti Maryamah

NIM : 106101003356

Mahasiswi yang sedang melaksanakan tugas akhir perkuliahan Program Studi Sarjana

Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, memohon kesediaan

Bapak/Ibu untuk mengisi pertanyaan pada kuesioner ini dengan lengkap. Setiap data

yang Anda isikan pada kuesioner ini dijamin kerahasiaannya.

Petunjuk Pengisian:

1. Berilah tanda ceklist (√) pada kolom/kotak yang disediakan untuk setiap

jawaban yang Anda isikan.

2. Jika jawaban bukan merupakan pilihan, maka isilah pada garis bawah

(________) yang tersedia.

LAMPIRAN 1

No. Responden

LEMBAR KUESIONER

A. Karakteristik Responden

A1. Nama :

A2. No. Handphone :

A3. Tanggal Lahir :

A4. Apakah anda menggunakan kacamata?

Ya

Tidak

A5. Apakah Anda menggunakan kacamata/kontak lensa?

Ya

Tidak

(Jika “Tidak”, lanjut ke pertanyaan A7)

A6. Jenis kacamata apakah yang anda gunakan saat bekerja?

Kacamata minus/plus (coret yang tidak perlu)

Kacamata bifokus

Kontak lensa

Tidak ada

A7. Apakah Anda sering mengistirahatkan mata Anda ketika bekerja dengan komputer?

Ya

Tidak

A8. Seberapa sering Anda mengistirahatkan mata Anda?

Sangat sering (> 3 kali dalam satu jam)

LAMPIRAN 1

Sering (1-2 kali dalam satu jam)

Tidak sama sekali

B. Karakteristik Pekerjaan

B1. Apa pekerjaan Anda?

B2. Berapa lama rata-rata anda bekerja (x) dalam ruang kantor dalam 1 hari?

________________ jam

B3. Berapa lama rata-rata anda bekerja menggunakan komputer di kantor?

________________ .jam

B4. Apakah anda juga sering menggunakan komputer diwaktu istirahat kantor?

________________ jam

B4. Berapa lama Anda bekerja/bermain menggunakan komputer diluar jam kantor (setelah

pulang kantor/libur) dalam sehari? ___________________ jam

C. Karakteristik Lingkungan Kerja

C1. Apakah dengan pencahayaan ruang kerja Anda sekarang sudah cukup nyaman bagi anda

untuk menyelesaikan pekerjaan Anda?

Ya

Tidak

C2. Bagaimana keadaan kualitas pencahayaan di tempat kerja Anda?

Terlalu terang

Cukup terang

Kurang terang

LAMPIRAN 1

D. Keluhan Kelelahan Mata

D1. Apakah Anda mengalami gangguan atau gejala seperti di bawah ini (setelah

menggunakan komputer)?

Keluhan Ya Tidak

Mata terasa tegang

Penglihatan kabur

Penglihatan rangkap/ganda

Mata merah

Mata terasa pedih

Mata berair

Mata terasa gatal

Sakit kepala

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam dunia usaha dan dunia kerja, kesehatan kerja berkontribusi dalam

mencegah kerugian dengan cara mempertahankan, meningkatkan derajat

kesehatan dan kapasitas kerja fisik pekerja, serta melindungi pekerja dari efek

buruk pajanan hazard di tempat kerja (yaitu hazard yang bersumber dari

lingkungan kerja, kondisi pekerjaan, pengorganisasian pekerjaan dan budaya

kerja), juga berkontribusi dalam membentuk perilaku hidup sehat dan perilaku

kerja yang kondusif bagi keselamatan dan kesehatannya (Kurniawidjaja, 2008).

Tenaga kerja yang bekerja dalam suatu perusahaan perlu mendapatkan

perlindungan, yang meliputi perlindungan keselamatan, kesehatan, pemeliharaan

moral kerja serta perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia seutuhnya

(Haniatun, 2005).

Manusia sebagai sumber daya utama dalam dunia usaha memiliki peranan

penting. Administrasi berkaitan erat dengan peran manusia sebagai sumber daya

utama dalam suatu organisasi atau perusahaan. Administrasi adalah ilmu atau seni

yang mempelajari kerja sama sekelompok orang dalam suatu organisasi untuk

mencapai tujuan bersama. Dalam melaksanakan pekerjaan administrasi tidak

sama dengan melaksanakan fungsi tata usaha. Melaksanakan pekerjaan

administrasi sama dengan melaksanakan semua fungsi administrasi yang meliputi

2

perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan sampai dengan fungsi pengawasan.

(Muninjaya, 2004).

Salah satu pekerjaan di bagian Administrasi ialah bagian Outbound Call

yang disibukkan dengan proses input data. Dalam proses input data banyak

dilakukan kegiatan mengetik menggunakan komputer untuk memudahkan

melakukan pekerjaan. Penggunaan komputer di seluruh dunia mengalami

peningkatan dari waktu ke waktu. Pemakaian komputer biasanya menghabiskan

waktu berjam-jam, terutama bagi pekerja yang menggunakan komputer sebagai

alat bantu kerja utama. Berdasarkan suatu survei di Amerika Serikat, rata-rata

waktu kerja yang digunakan untuk bekerja dengan komputer adalah 5,8 jam atau

69% dari total 8 jam kerja (Wasisto, 2005).

Kemajuan dunia komputer berdampak positif bagi manusia. Tetapi kadang

dampak negatif penggunaan komputer sering tidak diperhatikan oleh pekerja.

Salah satu hal yang paling mudah diamati adalah dampak komputer bagi

kesehatan individu pemakainya. Secara luas, memang dikenal beberapa gangguan

kesehatan yang diakibatkan oleh pemakaian komputer, antara lain Repetitive

Stress/Strain Injury (RSI), Computer Vision Sindrome (CVS), dan Medan

Elektromagnetik. Computer Vision Sindrome (CVS) sendiri merupakan kelelahan

mata yang dapat mengakibatkan sakit kepala, penglihatan seolah ganda,

penglihatan silau terhadap cahaya di waktu malam, dan berbagai masalah

penglihatan lainnya (Yanuar, 2009).

3

CVS tentunya dapat mengurangi produktivitas dan efisiensi pekerja.

(Adriono, 2009). American Optometric Association dan Federal Occupational

Safety and Health Administration meyakini bahwa CVS di masa mendatang akan

menjadi permasalahan yang mengkhawatirkan.

Menurut Pascarelli (2004), dikatakan bahwa 60 juta orang menderita

masalah mata dan yang jumlahnya meningkat 1 juta per tahun. Sebagian besar

pekerjaan dilakukan oleh mata pada saat menggunakan komputer. Sehingga

sebagian CVS terjadi karena gambar di layar komputer terus-menerus kembali

diproyeksikan pada frekuensi cepat (refresh rate).

Dalam dunia nyata, mata selalu digunakan untuk melihat semua bentuk

tiga dimensi. Dalam sistem komputer yang menggunakan layar dua dimensi, mata

kita “dipaksa’ untuk dapat mengerti bahwa objek pada layar tampilan yang

sesungguhnya berupa objek dua dimensi harus dipahami sebagai objek tiga

dimensi dengan teknik-teknik tertentu (Santoso, 2009).

Jarak antara mata dan monitor komputer yang terlalu dekat sering

mengakibatkan munculnya beragam penyakit mata. Sebuah penelitian survei yang

dilakukan oleh American Optometric Association (AOA) pada tahun 2004

menyebutkan bahwa tak jarang pekerja kantor mengalami kelelahan mata akibat

terlalu lama di depan komputer dan gelombang elektromagnetik yang dihasilkan

monitor komputer menyebabkan radiasi dan bisa mengganggu kesehatan mata.

Radiasi komputer dapat menyebabkan kelelahan mata dan gangguan mata

lainnya, dan masalah visual lainya yang timbul adalah soal gangguan sakit kepala

4

dan sakit leher atau bahu. Selain itu, disebutkan pula bahwa pengguna komputer

ternyata lebih jarang mengedipkan mata. Padahal kedipan mata sangat penting

untuk mengurangi risiko mata kering. Semakin lama mata terbuka, semakin tinggi

kemungkinan kornea mata mengalami dehidrasi, merasa panas dan sakit, atau

seperti ada pasir di kelopak mata hingga terasa berat (Kangarul, 2009).

Selain itu, menurut Soewarno (1992) dalam (Ariyanti, 2006) menyebutkan

bahwa penerangan ruang kerja yang kurang dapat mengakibatkan kelelahan mata

(Astenopia) dan sebaliknya, penerangan yang terlalu kuat dapat menyebabkan

kesilauan. Untuk itu, dibutuhkan penerangan yang memadai agar bisa mencegah

terjadinya kelelahan mata. Menurut Budiono (2008) pengguna komputer yang

mengoperasikan komputer dengan pencahayaan kurang dari 300 lux, berisiko

sebesar 10,7 kali mengalami kelelahan mata dibanding penguna komputer dengan

pencahayaan lebih atau sama dengan 300 lux.

Pada pekerjaan yang memerlukan ketelitian tanpa penerangan yang

memadai, maka dampaknya akan sangat terasa pada kelelahan mata. Terjadinya

kelelahan otot mata dan kelelahan saraf mata sebagai akibat tegangan yang terus

menerus pada mata, walaupun tidak menyebabkan kerusakan mata secara

permanen, tetapi dapat menambah beban kerja, mempercepat lelah, sering

istirahat, kehilangan jam kerja dan mengurangi kepuasan kerja, penurunan mutu

produksi, meningkatkan frekuensi kesalahan, mengganggu konsentrasi dan

menurunkan produktivitas kerja (Pheasant, 1991).

5

Survei yang dilakukan oleh Asosiasi Optometri Amerika pada tahun 2004

menyebutkan bahwa ada beberapa faktor yang bisa menyebabkan munculnya

kelelahan mata, yaitu jenis atau karakteristik monitor komputer, serta adanya

kelainan refraksi atau pembiasan pada pengguna. Kemudahan seseorang untuk

dapat melihat suatu objek kerja di lingkungan kerja, menurut Pheasant (1991)

dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain tingkat pencahayaan (illumination

levels), ukuran objek kerja, bentuk objek kerja, kekontrasan, lama waktu untuk

melihat objek kerja, dan jarak melihat objek kerja. Menurut Santoso (2009) faktor

yang dapat mempengaruhi kelelahan mata diantaranya adalah faktor

pencahayaan, suhu, kelembaban, dan istirahat mata. Guyton (1991) menyebutkan

bahwa usia pekerja juga mempengaruhi untuk terjadinya kelelahan mata. Usia

juga berpengaruh sebagaimana disebutkan oleh Suma’mur (1996) bahwa

ketajaman penglihatan berkurang menurut bertambahnya usia terutama pada

tenaga kerja yang berusia lebih dari 40 tahun.

Dalam penelitian Dewi, dkk (2009) menunjukkan bahwa 73,3% dari 30

responden merasakan keluhan pada mata. Keluhan-keluhan yang dirasakan oleh

responden akibat kelelahan mata sebagian besar terjadi pada saat bekerja

sebanyak 60,8% dan setelah bekerja sebanyak 40,2%. Hasil penelitian

menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara lama penggunaan komputer

dengan kelelahan mata pada operator komputer pelayanan pajak di Kantor Samsat

Palembang tahun 2009.

6

Gedung Graha Telkom merupakan perusahaan BUMN yang bergerak di

bidang telekomunikasi yang berada di bawah naungan PT. Telkom. Dalam

melaksanakan kegiatan perusahaan, bagian Outbound Call sangat disibukkan

dengan kegiatan yang dilakukan dengan menggunakan komputer. Bagian

Outbound Call melakukan pengelolaan Customer Relation Management (CRM)

melalui aktivitas outbound contact center dengan memanfaatkan teknologi

komunikasi terkini melalui telepon, sms, email, website, dan chatting yang

terkomputerisasi.

Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan dari 30 responden,

72,5 % responden atau 24 orang merasakan adanya keluhan pada saat bekerja

menggunakan komputer. Keluhan akibat kelelahan mata yang paling banyak

dirasakan ialah sakit kepala sebanyak 50%, penglihatan kabur sebanyak 40%,

mata terasa gatal sebanyak 40%, dan mata terasa pedih sebanyak 37%.

Hasil studi pendahuluan menunjukkan lebih dari sebagian responden

mengeluhkan adanya gejala kelelahan mata. Berdasarkan National Institute for

Occupational Safety and Health (NIOSH) (1999), gejala keluhan kelelahan mata

ditandai dengan mata merah, berair, perih, gatal/kering, mengantuk, tegang,

pandangan kabur, penglihatan rangkap, sakit kepala, dan kesulitan fokus. Adanya

gejala kelelahan mata dapat mengganggu kesehatan mata terutama pada pekerja

kantor yang banyak melakukan aktifitas di depan komputer. Bagian Outbound

call merupakan bagian yang banyak melakukan aktivitas pekerjaan dengan

menggunakan komputer terutama untuk melakukan panggilan kepada pelanggan

7

menggunakan database yang tersedia di komputer dan melakukan input data

pelanggan. Untuk itu, peneliti ingin mengetahui faktor-faktor yang berhubungan

dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound

Call gedung Graha Telkom Bumi Serpong Damai (BSD) Tangerang.

1.2 Rumusan Masalah

Teknologi komputer merupakan teknologi tinggi yang belakangan ini

berkembang sangat pesat di tengah pesatnya teknologi informasi dan komunikasi.

Penggunaan komputer secara berlebihan dapat meningkatatkan risiko kesehatan

kerja seperti gangguan kesehatan mata. Salah satu gangguan kesehatan mata

diantaranya adalah kelelahan mata.

Penggunaan teknologi dan telekomunikasi sangat berkaitan erat. Gedung

Graha Telkom yang bergerak dalam bidang telekomunikasi melakukan kegiatan

perusahaan dengan menggunakan teknologi komputer. Bagian Outbound Call

merupakan bagian yang melakukan input data dengan banyak melakukan

kegiatan pekerjaan menggunakan komputer.

Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan di bagian Outbound

Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang, sebanyak 72,5 % dari 30 responden

merasakan adanya keluhan kelelahan mata pada saat bekerja menggunakan

komputer. Keluhan yang dirasakan diantaranya ialah sakit kepala, penglihatan

kabur, mata terasa gatal, dan responden merasakan pedih pada mata.

8

Penggunaan komputer sebagai alat bantu dalam menyelesaikan pekerjaan

selain memberikan dampak positif juga dapat memberikan dampak negatif seperti

kelelahan mata. Untuk mengurangi dampak negatif dari penggunaan komputer

yang menyebabkan kelelahan mata, penulis ingin mengetahui faktor-faktor yang

berhubungan dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian

Outbound Call gedung Graha Telkom Bumi Serpong Damai (BSD) Tangerang.

1.3 Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di

bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011?

2. Bagaimana gambaran karakteristik pekerja (usia, istirahat mata, kelainan

refraksi mata) pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung

Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011?

3. Bagaimana gambaran karakteristik lingkungan kerja (tingkat pencahayaan)

pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom

BSD Tangerang tahun 2011?

4. Bagaimana gambaran karakteristik pekerjaan (jarak monitor, durasi

penggunaan komputer) pada pengguna komputer di bagian Outbound Call

gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011?

5. Apakah faktor usia pekerja berhubungan dengan keluhan kelelahan mata pada

pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD

Tangerang tahun 2011?

9

6. Apakah faktor istirahat mata berhubungan dengan keluhan kelelahan mata

pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom

BSD Tangerang tahun 2011?

7. Apakah faktor kelainan refraksi mata berhubungan dengan keluhan kelelahan

mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha

Telkom BSD Tangerang tahun 2011?

8. Apakah faktor tingkat pencahayaan berhubungan dengan keluhan kelelahan

mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha

Telkom BSD Tangerang tahun 2011?

9. Apakah faktor jarak monitor berhubungan dengan keluhan kelelahan mata

pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom

BSD Tangerang tahun 2011?

10. Apakah faktor durasi penggunaan komputer berhubungan dengan keluhan

kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung

Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011?

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan

kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call

gedung Graha Telkom Bumi Serpong Damai (BSD) Tangerang tahun

2011.

10

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Diketahuinya gambaran keluhan kelelahan mata pada pengguna

komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD

Tangerang tahun 2011.

2. Diketahuinya gambaran karakteristik pekerja (usia, istirahat mata,

kelainan refraksi mata) pada pengguna komputer di bagian Outbound

Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011.

3. Diketahuinya gambaran karakteristik lingkungan kerja (tingkat

pencahayaan) pada pengguna komputer di bagian Outbound Call

gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011.

4. Diketahuinya gambaran karakteristik pekerjaan (jarak monitor, durasi

penggunaan komputer) pada pengguna komputer di bagian Outbound

Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011.

5. Diketahuinya hubungan antara faktor usia dengan keluhan kelelahan

mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha

Telkom BSD Tangerang tahun 2011.

6. Diketahuinya hubungan antara faktor istirahat mata dengan keluhan

kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call

gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011.

7. Diketahuinya hubungan antara faktor kelainan refraksi mata dengan

keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound

Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011.

11

8. Diketahuinya hubungan antara faktor tingkat pencahayaan dengan

keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound

Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011.

9. Diketahuinya hubungan antara faktor jarak monitor dengan keluhan

kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call

gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011.

10. Diketahuinya hubungan antara faktor durasi penggunaan komputer

dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian

Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Perusahaan

Memberikan informasi bagi perusahaan dalam bidang prespektif

kesehatan dan keselamatan kerja khususnya mengenai keluhan kelelahan

mata serta dapat menjadi bahan masukan bagi perusahaan dalam upaya

menciptakan kondisi lingkungan kerja yang aman dan kondusif bagi

pekerja.

1.5.2 Bagi Program Studi

Menambah bahan kepustakaan dan pengembangan keilmuan bagi

civitas akademik terutama mengenai faktor-faktor yang berhubungan

dengan keluhan kelelahan mata.

1.5.3 Bagi Peneliti

12

Sebagai bahan acuan dalam penelitian selanjutnya terutama

mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keluhan kelelahan mata pada

pengguna komputer.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang

berhubungan dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian

Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang. Penelitian dilakukan oleh

mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat, Jurusan Kesehatan dan

Keselamatan Kerja yang dilaksanakan pada bulan Mei 2011. Sampel pada

penelitian ini adalah karyawan yang bekerja di bagian Outbound Call gedung

Graha Telkom BSD Tangerang. Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan

menggunakan metode penelitian cross sectional (potong lintang). Untuk

mengetahui variabel-variabel yang berhubungan dilakukan uji statistik

berdasarkan sumber data yang diperoleh yakni berupa data primer dan sekunder.

13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelelahan

Definisi kelelahan menurut Tarwaka, dkk (2004) adalah suatu mekanisme

perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga

terjadi pemulihan setelah istirahat. Pada setiap individu, istilah kelelahan biasanya

menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dari setiap individu tetapi semuanya

bermuara pada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan

tubuh.

Grandjean, (1993) dalam Tarwaka, dkk (2004) mengklasifikasikan

kelelahan ke dalam dua jenis yaitu kelelahan umum dan kelelahan otot. Kelelahan

umum biasanya ditandai dengan berkurangnya kemauan untuk bekerja yang

disebabkan oleh pekerjaan yang monoton, intensitas dan lamanya kerja fisik, serta

keadaan lingkungan. Sedangkan kelelahan otot merupakan perasaan nyeri pada

otot atau tremor yang terjadi pada otot.

2.2 Mata

2.2.1 Fisiologi Mata

Mata terletak dalam bantalan lemak yang dapat meredam

goncangan. Diameter bola mata manusia ± 2,5 cm. Mata dapat bekerja

secara efektif menerima cahaya dengan rentang intensitas yang sangat lebar

sekitar 10 milyar cahaya. Mata juga memiliki sistem pengendali tekanan

14

otomatis yang mempertahankan tekanan internalnya untuk

mempertahankan bentuk bola mata yaitu sekitar 1,6 kPa (12 mmHg).

Sumber: http:www.biotechfordummies.com

Gambar 2.1

Anatomi Mata

Bagian-bagian yang terdapat pada mata manusia diantaranya:

a. Kelopak mata

Kelopak mata merupakan bagian pelindung bola mata karena

berfungsi sebagai proteksi mekanis pada bola mata anterior yang

menyebarkan film air mata ke konjungtiva dan kornea sehingga dapat

mencegah mata menjadi kering (Cameron, et al, 2006).

b. Retina

Pada retina terdapat sel batang dan sel kerucut. Sel batang

sangat peka terhadap cahaya tetapi tidak dapat membedakan warna dan

15

berfungsi untuk melihat pada siang hari. Sedangkan sel kerucut kurang

peka terhadap cahaya dan dapat membedakan warna serta berfungsi

untuk melihat pada malam hari,

Selain itu, terdapat dua buah bintik yaitu bintik kuning (fovea)

dan bintik buta (blind spot). Pada fovea terdapat sejumlah sel saraf

kerucut sedangkan pada blind spot tidak terdapat sel batang maupun sel

kerucut. Suatu objek dapat dilihat dengan jelas apabila bayangan objek

tersebut tepat jatuh pada fovea. Bintik kuning (fovea) berperan dalam

penglihatan untuk melihat objek yang lebih kecil seperti kegiatan

membaca huruf kecil (Cameron, et al, 2006)

c. Lensa

Lensa berbentuk bikonveks dan transparan serta terletak

dibelakang iris dan disokong oleh serabut-serabut halus zonula. Lensa

memiliki pembungkus lentur yang ditopang di bawah tegangan oleh

serat-serat penunjang. Lensa mata berfungsi untuk mengatur banyaknya

cahaya yang masuk sehingga cahaya yang jatuh tepat difokuskan pada

binting kuning retina.

Saat seseorang melihat objek yang jauh, otot mata yang

berfungsi memfokuskan bayangan berelaksasi, tegangan ini menjaga

agar lensa tetap tipis dan berada pada dayanya yang paling rendah, dan

mata berfokus pada objek jauh. Sedangkat saat seseorang melihat objek

yang dekat, lensa mata akan menebal (Cameron, et al, 2006).

16

d. Kornea

Kornea memiliki ketebalan ± 0,5 mm. Kornea memfokuskan

bayangan dengan membiaskan atau membelokkan berkas cahaya.

Besarnya pembiasan (refraksi) bergantung pada kelengkungan

permukaannya dan kecepatan cahaya pada lensa dibandingkan pada

benda sekitar (indeks bias relatif).

Indeks bias hampir konstan untuk semua kornea, tetapi

kelengkungan cukup bervariasi pada setiap orang dan berperan besar

dalam gangguan penglihatan. Apabila kornea terlalu melengkung, mata

akan berpenglihatan dekat. Sedang jika kelengkungan pada kornea

kurang maka mata akan berpenglihatan jauh. Untuk kelengkungan yang

tidak merata akan menyebabkan astigmatisme (Cameron, et al, 2006).

e. Iris

Iris membentuk pupil di bagian tengahnya, suatu celah yang

dapat berubah ukurannya dengan kerja otot sfingter dan dilator untuk

mengontrol jumlah cahaya yang masuk ke mata. Iris memiliki lapisan

batas anterior yang tersusun dari fibroblast dan kolagen serta stroma

selular dimana otot sfingter terletak di dalamnya yang dipersarafi oleh

sistem saraf parasimpatis (James, et al, 2006).

f. Pupil

Bulatan hitam yang ada di tengah-tengah adalah pupil. Pupil

dapat mengecil sehubungan dengan fungsinya sebagai pengatur

kebutuhan cahaya yang diperlukan mata untuk membantu proses

17

penglihatan secara optimal. Dalam pengamatan iridiologi, pupil yang

tertekan ke bawah merupakan indikasi adanya ketegangan syaraf yang

berat. Selain itu, pupil yang membesar dan melebar merupakan indikasi

kelelahan saraf atau deplesi (Hiru, 2004).

g. Alat-alat penggerak bola mata

Gerakan bola mata bersifat ritmis dan harmonis. Terdapat enam

macam otot penggerak bola mata, yaitu:

1. musculus rektus internus (medius), menggerakkan bola mata ke

arah medial

2. Musculus rektus externus (lateralis), menggerakkan bola mata ke

arah lateral/temporal. Pada saat berkontraksi menyebabkan mata

menjadi axis (abduksi)

3. Musculus rektus superior, berfungsi menarik bola mata ke atas

4. Musculus rektus inferior, berfungsi menarik bola mata ke bawah

5. Musculus oblique superior, berfungsi menarik bola mata ke arah

nasal bawah dan menyebabkan mata berputar ke arah dalam

(endorotasi)

6. Musculus oblique inferior, berfungsi menarik bola maat ke arah

nasal atas dan menyebabkan mata berputar keluar (eksirotasi)

(Ganong, 2001).

18

2.2.2 Proses Kerja Mata

Mata adalah alat indera kompleks yang berevolusi dari bintik-bintik

yang peka terhadap sinar pada permukaan invertebrata. Di dalam wadahnya

yang protektif, setiap mata memiliki lapisan reseptor, sistem lensa yang

memfokuskan cahaya ke reseptor tersebut, serta sistem saraf yang

menghantarkan impuls dari reseptor ke otak (Haeny, 2009).

Proses kerja mata manusia diawali dengan masuknya cahaya

melalui bagian kornea, yang kemudian dibiaskan oleh aqueus humor ke

arah pupil. Pada bagian pupil, jumlah cahaya yang masuk ke dalam mata

dikontrol secara otomatis, dimana untuk jumlah cahaya yang banyak,

bukaan pupil akan mengecil sedangkan untuk jumlah cahaya yang sedikit

bukaan pupil akan membesar.

Pupil akan meneruskan cahaya ke bagian lensa mata. Oleh lensa,

cahaya difokuskan ke baian retina melalui vitreous humour. Cahaya

ataupun objek yang telah difokuskan pada retina, merangsang sel saraf

batang dan kerucut untuk bekerja dan hasil kerja ini diteruskan ke serat

saraf optik, ke otak dan kemudian otak bekerja untuk memberi tanggapan

sehingga menghasilkan penglihatan. Sel saraf batang bekerja untuk

penglihatan dalam suasana kurang cahaya, misalnya pada malam hari.

Sedangkan sel saraf kerucut bekerja untuk penglihatan dalam suasana

terang. Misalnya pada siang hari (Mendrofa, 2003) dalam (Haeny, 2009).

19

2.2.3 Kelainan Refraksi Mata

Menurut Ilyas (2008), hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan

oleh media penglihatan yang terdiri atas kornea, cairan mata, lensa, badan

kaca, dan panjangnya bola mata. Pada orang normal susunan pembiasan

oleh media penglihatan dan panjangnya bola mata demikian seimbang

sehingga bayangan benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan

tepat di daerah macula lutea. Mata yang normal disebut sebagai mata

emetropia dan akan menempatkan bayangan benda tepat di retinanya pada

keadaan mata tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh.

Kelainan refraksi adalah kelainan pembiasan sinar pada mata

sehingga pembiasan sinar tidak difokuskan pada retina. (Ilyas, 1988).

Kelainan refraksi mata terjadi karena bayangan yang dibiaskan tidak tepat

di macula lutea tanpa bantuan akomodasi. Kelainan ini disebut pula

ametropia (Haeny, 2009). Pada ametropia, sinar cahaya pararel tidak

terfokuskan di retina sehingga diperlukan perubahan refraksi untuk

mendapatkan penglihatan yang jelas (James, 2006).

Hasil penelitian (Hana, 2008) dari 98 responden, 46 diantaranya

mempunyai gangguan penglihatan dan 52 pekerja tidak mempunyai

gangguan penglihatan serta 82% diantaranya mengalami gejala kelelahan

mata. Pekerja dengan gangguan mata terpaksa harus menggunakan

kacamata untuk memperjelas penglihatannya.

20

Menurut Ilyas (2008) terdapat empat tipe umum ametropia yaitu:

1) Miopia (rabun dekat)

Terjadi bila kekuatan optik mata terlalu tinggi (biasanya karena

bola mata yang panjang) dan sinar cahaya pararel difokuskan di depan

retina.

2) Hipermetropia atau Hyperopia (rabun jauh)

Kekuatan optik mata terlalu rendah (biasanya karena mata

terlalu pendek) dan sinar cahaya pararel mengalamai konvergensi pada

titik di belakang retina.

3) Astigmatisme

Kekuatan optik kornea di bidang yang berbeda tidak sama.

Sinar cahaya pararel yang melewati bidang yang berbeda ini jatuh ke

titik fokus yang berbeda.

4) Presbiopia (penglihatan tua)

Terjadi akibat hilang akomodasi. Akibat gangguan akomodasi

ini maka seseorang yang berusia lebih dari 40 tahun atau lebih, akan

memberikan keluhan setelah membaca yaitu berupa mata lelah, berair

dan sering terasa perih.

Kelainan refraksi dilakukan dengan memeriksa tajam penglihatan

mata satu per satu. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan kartu

snallen. Kartu snallen adalah kartu yang terdiri dari deretan huruf atau

angka dengan ukuran berjenjang sesuai ukuran snallen dan dipakai untuk

menguji tajam penglihatan. Pemeriksaan dilakukan dengan meletakkan

21

kartu snallen pada jarak 6 meter di depan pasien. Pasien dengan kondisi

mata normal akan mampu membaca dengan jelas baris ke-7 dari urutan

baris huruf kartu snallen pada jarak 6 meter, baris ke-6 pada jarak 9 meter,

dan akhirnya baris pertama pada jarak 60 meter. Pada jarak-jarak tersebut

seluruh huruf membentuk sudut penglihatan sebesar 5 menit dan kaki-kaki

huruf membentuk sudut penglihatan sebesar 1 menit. Mata normal

diharapkan mempunyai tajam penglihatan 6/6, yaitu baris snallen yang ke-

7 dapat dilihat dengan jelas pada jarak 6 meter.

2.3 Kelelahan Mata

2.3.1 Definisi

Menurut Suma’mur (1996) kelelahan mata timbul sebagai stress

intensif pada fungsi-fungsi mata seperti terhadap otot-otot akomodasi pada

pekerjaan yang perlu pengamatan secara teliti atau terhadap retina sebagai

akibat ketidaktepatan kontras.

Kelelahan mata adalah ketegangan pada mata dan disebabkan oleh

penggunaan indera penglihatan dalam bekerja yang memerlukan

kemampuan untuk melihat dalam jangka waktu yang lama yang biasanya

disertai dengan kondisi pandangan yang tidak nyaman (Pheasant (1991)

dalam (Haeny (2009)).

Kelelahan mata dikenal sebagai tegang mata atau Astenophia yaitu

kelelahan ocular atau ketegangan pada organ visual dimana terjadi

gangguan pada mata dan sakit kepala berhubungan dengan penggunaan

22

mata secara intensif. Keletihan visual menggambarkan seluruh gejala-

gejala yang terjadi sesudah stress berlebihan terhadap setiap fungsi mata,

diantaranya adalah tegang otot siliaris yang berakomodasi saat memandang

objek yang sangat kecil dalam jarak yang sangat dekat.

Menurut Ilyas (2008) terdapat tiga jenis Astenophia yaitu

Astenophia Acomodatif, Astenophia Muscullar, dan Astenophia

Neurastenik. Astenophia yang terjadi pada pekerja di bagian administrasi

tergolong ke dalam Astenophia Acomodatif yang disebabkan oleh kelelahan

otot siliaris akibat daya akomodasi.

2.3.2 Gejala-gejala Kelelahan Mata

Menurut Ilyas (2008), kelelahan mata disebabkan oleh stress yang

terjadi pada fungsi penglihatan. Stress pada otot akomodasi dapat terjadi

pada saat seseorang berupaya untuk melihat pada objek berukuran kecil

dan pada jarak yang dekat dalam waktu yang lama. Pada kondisi demikian,

otot-otot mata akan bekerja secara terus menerus dan lebih dipaksakan.

Ketegangan otot-otot pengakomodasi (otot-otot siliar) makin besar

sehingga terjadi peningkatan asam laktat dan sebagai akibatnya terjadi

kelelahan mata, stress pada retina dapat terjadi bila terdapat kontras yang

berlebihan dalam lapangan penglihatan dan waktu pengamatan yang cukup

lama. Tanda-tanda kelelahan mata diantaranya:

1. Iritasi pada mata (mata pedih, merah, dan mengeluarkan airmata).

2. Penglihatan ganda (double vision).

23

3. Sakit sekitar mata.

4. Daya akomodasi menurun.

5. Menurunnya ketajaman penglihatan, kepekaan terhadap kontras dan

kecepatan persepsi.

Sedangkan menurut (Pheasant, 1991) gejala-gejala kelelahan mata

diantaranya:

1. Nyeri atau terasa berdenyut di sekitar mata dan di belakang bola mata.

2. Pandangan kabur, pandangan ganda dan susah dalam memfokuskan

penglihatan.

3. Pada mata dan pelupuk mata terasa perih, kemerahan, sakit dan mata

berair yang merupakan ciri khas terjadinya peradangan pada mata.

4. Sakit kepala, kadang-kadang disertai dengan pusing dan mual serta

terasa pegal-pegal atau terasa capek dan mudah emosi.

Keadaan mata yang lelah ini dapat disebabkan oleh bahaya dari

monitor, koreksi penglihatan yang berkurang, membaca dokumen dengan

ukuran huruf yang kecil, keadaan kontras yang tidak seimbang antara teks

dan latar belakang, kejapan pada monitor yang nyata dan mata yang kering.

Penglihatan yang kabur dapat disebabkan oleh perubahan fisilogis (akibat

proses penuaan atau penyakit). Hal ini juga dapat diakibatkan karena

melihat benda secara terus menerus dengan jarak 12 inchi dan membaca

dengan cahaya yang kurang. Mata kering dan iritasi. Keadaan ini terjadi

jika kekurangan cairan untuk menjaga kelembaban mata dan berkurangnya

intensitas refleks kedipan mata. Jumlah kedipan mata bervariasi sesuai

24

dengan aktivitas yang sedang dilakukan dan akan berkurang saat sedang

berkonsentrasi. Mata menjadi merah dan berair, disebabkan karena pada

saat menggunakan komputer mata diproyeksikan terus menerus dengan

melihat layar monitor sehingga jumlah kedipan menjadi berkurang

(Amrizal, 2010).

2.3.3 Pengukuran Kelelahan Mata

Pengukuran kelelahan mata dapat dilakukan antara lain:

a. Photostress Recovery Test

Kelelahan mata dapat diukur dengan menggunakan Photostress

Recovery Test yaitu suatu tes yang dilakukan untuk mengevaluasi

fungsi adaptasi retina sesudah suatu perubahan mendadak. Pengukuran

yang dilakukan didasarkan pada reaksi fotokimia yang terjadi pada

retina terhadap rangsangan cahaya tergantung pada metabolisme aktif

sel retina dan hubungan sel photoreceptor dan retinal pigmen

ephithelium. Faktor utama yang menentukan keadaan adaptasi terang

dan gelap di retina adalah peristiwa pemucatan dan resintesa pigmen

penglihatan. Efek cahaya pada retina adalah memucatkan pigmen

penglihatan.

Pengukuran dilakukan dengan memberikan penyinaran pada

mata menggunakan senter atau (penlight) berkekuatan 3 volt dengan

jarak 2 cm dari mata. Stimulasi ini akan memucatkan 24%-86% pigmen

penglihatan (Marsida, 1999) dalam (Hanun, 2008).

25

b. Tes Frekuensi Subjektif Kelipan Mata (Flicker Fusion Eyes Test)

Frekuensi kerlingan mulus (flicker fusion Frequency) dari mata

adalah kemampuan mata untuk membedakan cahaya berkedip dengan

cahaya kontinue. Tes dilakukan dengan cara menguji responden

melalui kemampuan kedipan yang dimulai dari lambat (frekuensi

rendah), kemudian perlahan-lahan dinaikkan semakin cepat dan cahaya

tersebut dianggap bukan cahaya kedipan lagi, melainkan sebagai

cahaya yang kontinue (mulus). Frekuensi ambang/batas dari kelipan

itulah disebut “frekuensi kelipan mulus”. Jika seseorang dalam keadaan

tidak lelah, frekuensi ambang itu 2 Hertz jika memakai cahaya pendek

atau 0,6 Hertz jika memakai cahaya siang (day light). Sedangkan, jika

seseorang dalam keadaan lelah, maka angka frekuensi berkurang dari 2

Hertz atau 0,6 Hertz. Pada seseorang yang lelah sekali atau setelah

menghadapi pekerjaan monoton, angka frekuensi kerling mulus bias

antara 0,5 Hertz atau lebih dibawah frekuensi kerling mulus dari orang

yang sedang dalam keadaan tidak lelah (Suyatno, 1985) dalam

(Tarwaka dkk, 2004).

Tes frekuensi subjektif kelipan mata juga dapat dipakai untuk

mengukur kelelahan kerja. Selain itu, uji kelipan mata ini untuk

menunjukkan keadaaan kewaspadaan tenaga kerja (Tarwaka dkk,

2004).

26

c. Tes Uji Waktu Reaksi

Selang waktu antara pemberian rangsangan sampai dengan

timbulnya jawaban disebut waktu reaksi. Pada manusia, waktu reaksi

untuk refleks regang misalnya refleks ketok lutut adalah 19-24 ms.

Sedangkan waktu reaksi terhadap sinar adalah waktu reaksi reseptor

penglihatan, pengolahan informasi sistem syaraf dan penghantaran

sinyal hingga terjadinya gerak oleh sistem motorik.

Pada alat ukur waktu reaksi menggunakan lampu indikator

berupa LED (Light Emiting Diode) warna tunggal dan empat buah

berwarna (biru, hujau, kuning dan merah). Pengukuran dengan

menggunakan lampu indikator empat warna ini dimaksudkan untuk

mengamati hubungan antara waktu reaksi terhadap warna sumber

cahaya, sebab menurut teori Young-Helmholt terdapat tiga jenis sel

kerucut dalam retina yang masing-masing peka terhadap warna tertentu

(Ganong, 2001).

Selain itu, kelelahan mata juga dapat didiagnosis dari keluhan

pasien yang mengeluh penglihatan kabur, penglihatan ganda, mata terasa

panas, nyeri, gatal, dan berair, nyeri kepala, pusing dan mual ingin muntah,

penglihatan warna berubah atau menurun. Sedangkan untuk gejala objektif

seperti berupa mata merah akan ditemukan pada kelelahan mata (NIOSH,

1999) dalam (Budi, 2008).

27

2.4 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kelelahan Mata

2.4.1 Pencahayaan

Suma’mur (1996) menyatakan bahwa pencahayaan yang baik

memungkinkan tenaga kerja melihat obyek-obyek yang dikerjakannya

secara jelas, cepat dan tanpa upaya-upaya yang tidak perlu. Selain itu,

penerangan yang buruk dapat berakibat pada kelelahan mata dengan

berkurangnya daya dan efisiensi kerja.

Pencahayaan tempat kerja yang memadai baik yang alami atau

buatan memegang peranan yang cukup penting dalam upaya peningkatan

kesehatan, keselamatan dan produktivitas tenaga kerja. Baik tidaknya

pencahayaan di suatu tempat kerja selain ditentukan oleh kuantitas atau

tingkat iluminasi yang menyebabkan objek dan sekitarnya terlihat jelas

tetapi juga oleh kualitas dari pencahayaan tersebut diantaranya

menyangkut arah dan penyebaran atau distribusi cahaya, tipe dan tingkat

kesilauan. Demikian pula dekorasi tempat kerja khususnya mengenai

warna dari dinding, langit-langit, peralatan kerja ikut menentukan tingkat

penerangan di tempat kerja (Aryanti, 2006).

Fungsi utama pencahayaan di tempat kerja adalah untuk

menerangi objek pekerjaan agar terlihat secara jelas, mudah dikerjakan

dengan cepat, dan produktivitas dapat meningkat. Pencahayaan di tempat

kerja harus cukup. Pencahayaan yang intensitasnya rendah (poor

lighting) akan menimbulkan kelelahan, ketegangan mata, dan keluhan

28

pegal di sekitar mata. Pencahayaan yang intensitasnya kuat akan dapat

menimbulkan kesilauan. Penerangan baik rendah maupun kuat bahkan

akan menimbulkan kecelakaan kerja (Santoso, 2004).

1) Sumber Pencahayaan

Berdasarkan sumbernya pencahayaan dibedakan menjadi dua

yaitu pencahayaan alami dan pencahayaan buatan (Aryanti, 2006).

1. Pencahayaan Alami

Pencahayaan alami adalah pencahayaan yang dihasilkan

oleh sumber cahaya alami yaitu matahari dengan cahayanya yang

kuat tetapi bervariasi menurut jam, musim dan tempat. Pencahayaan

dari sumber matahari dirasa kurang efektif dibandingkan dengan

pencahayaan buatan, hal ini disebabkan karena matahari tidak dapat

memberikan intensitas cahaya yang tetap.

2. Pencahayaan Buatan

Pencahayaan buatan adalah pencahayaan yang dihasilkan

oleh sumber cahaya selain cahaya alami. Apabila pencahayaan

alami tidak memadai atau posisi ruangan sukar untuk dicapai oleh

pencahayaan alami dapat dipergunakan pencahayaan buatan.

Pencahayaan buatan sebaiknya memenuhi persyaratan sebagai

berikut:

a. Mempunyai intensitas yang cukup sesuai dengan jenis

pekerjaan.

29

b. Tidak menimbulkan pertambahan suhu udara yang berlebihan

pada tempat kerja.

c. Memberikan pencahayaan dengan intensitas yang tetap

menyebar secara merata, tidak berkedip, tidak menyilaukan dan

tidak menimbulkan bayang-bayang yang dapat mengganggu

pekerjaan.

2) Sistem Pencahayaan

Sistem pencahayaan dibedakan menjadi dua bagian, yakni

General lighting dan Local lighting. General lighting digunakan untuk

pencahayaan menyeluruh atau sistem pencahayaan yang digunakan

untuk mendapatkan pencahayaan yang merata. Contohnya seperti

penerangan yang biasa dipasang di langit-langit ruangan kerja.

Sedangkan Local lighting digunakan untuk memberikan nilai

aksen pada suatu bidang atau lokasi tertentu tanpa memperhatikan

kerataan pencahayaan. Penerangan lokal biasa digunakan khusus untuk

menerangi sebagian ruangan dengan sumber cahaya dan biasanya berada

dekat dengan permukaan yang diterangi. Contohnya lampu yang

terpasang pada meja pekerja (Haeny, 2009).

Sistem pencahayaan lokal ini diperlukan khususnya untuk

pekerjaan yang membutuhkan ketelitian. Kerugian dari sistem

pencahayaan ini dapat menyebabkan kesilauan, maka local lighting

perlu dikoordinasikan dengan general lighting (Aryanti, 2006).

30

3) Pengukuran Pencahayaan

Pencahayaan diukur dengan menggunakan alat lux meter dan

dinyatakan dalam satuan lux (Suma’mur, 1996). Penilaian pencahayaan,

menggunakan alat ukur light meter atau lux meter untuk mengukur

intensitas cahaya. Alat ini terdiri atas sebuah fotosel sensitif yang

menimbulkan arus listrik pada cahaya jatuh pada permukaan sel ini.

Pengukuran intensitas penerangan perlu dilakukan meliputi intensitas

penerangan umum dan lokal. Pada penerangan umum perlu dilakukan di

seluruh ruangan tempat kerja termasuk mesin dan ruangan kosong. Pada

penerangan lokal dilakukan pengukuran di tempat (obyek) yang ingin

diketahui intensitasnya (Santoso, 2004).

4) Hal-hal yang Berkaitan dengan Pencahayaan

Menurut Suma’mur (1996), faktor yang menentukan

pencahayaan diantaranya:

a. Luminansi

Luminansi (luminance) adalah banyaknya cahaya yang

dipantulkan oleh permukaan obyek. Besaran ini mempunyai satuan

lilin/meter persegi. Semakin besar luminansi suatu obyek, rincian

obyek yang dapat dilihat oleh mata akan semakin bertambah.

Diameter bola mata akan semakin mengecil sehingga akan

meningkatkan kedalaman fokusnya.

31

b. Kontras

Kontras adalah hubungan antara cahaya yang dipancarkan

oleh suatu obyek dan cahaya dari latar belakang obyek tersebut.

Kontras didefinisikan sebagai selisih antara luminansi objek dengan

latar belakangnya dibagi dengan luminansi latar belakang. Nilai

kontras positif akan diperoleh jika cahaya yang dipancarkan oleh

sebuah obyek lebih besar disbanding dengan yang dipancarkan oleh

latar belakangnya. Nilai kontras negatif dapat menyebabkan obyek

yang sesungguhnya “terserap” oleh latar belakang, sehingga menjadi

tidak Nampak. Jadi, obyek dapat mempunyai kontras positif atau

negatif tergantung dari luminansi obyek itu terhadap luminansi latar

belakangnya.

c. Kecerahan

Kecerahan (brightness) adalah tanggapan subyektif pada

cahaya. Tidak ada arti khusus dari tingkat kecerahan seperti pada

luminansi dan kontras, tetepi luminansi yang tinggi berimplikasi pada

kecerahan yang tinggi pula.

d. Kesilauan

Kesilauan dapat terjadi apabila perbedaan luminansi melebihi

perbandingan 40:1, namun pada umumnya terjadi karena keterbatasan

kemampuan mata dalam melihat. Permukaan permukaan tempat kerja

perlu dijaga dari kesilauan yang mungkin dapat mengganggu pekerja.

32

e. Arah Pencahayaan

Dalam mengatur pencahayaan secara baik, sumber-sumber

cahaya yang cukup jumlahnya sangat berguna. Cahaya-cahaya dari

berbagai arah dapat meniadakan adanya gangguan yang terjadi oleh

bayangan.

5) Nilai Ambang Batas (NAB) Pencahayaan

Menurut Santoso (2004) Nilai Ambang Batas (NAB) digunakan

sebagai rekomendasi dalam melakukan penatalaksanaan lingkungan

kerja sebagai upaya pencegahan pada dampak kesehatan. NAB

pencahayaan ditetapkan menurut Peraturan Menteri Perburuhan No. 7

tahun 1964 tentang syarat-syarat kesehatan, kebersihan serta

penerangan dalam tempat kerja (pasal 14) sebagai berikut:

1. Pencahayaan yang cukup untuk halaman dan jalan-jalan dalam

lingkungan perusahaan, paling sedikit 20 lux.

2. Pencahayaan yang cukup untuk pekerjaan yang hanya membedakan

barang-barang kasar, paling sedikit 50 lux.

3. Pencahayaan yang cukup untuk pekerjaan yang membedakan

barang-barang kecil secara sepintas lalu, paling sedikit 100 lux.

4. Pencahayaan yang cukup untuk pekerjaan yang hanya membedakan

barang-barang kecil yang agak teliti, paling sedikit 200 lux.

5. Pencahayaan yang cukup untuk pekerjaan yang membedakan secara

teliti barang-barang yang kecil dan halus, paling sedikit 300 lux.

33

6. Pencahayaan yang cukup untuk pekerjaan yang membedakan

barang-barang yang halus dengan kontras yang sedang dan waktu

yang lama, paling sedikit 500-1000 lux.

7. Pencahayaan yang cukup untuk pekerjaan yang membedakan

barang-barang yang sangat halus dan kontras yang sangat kurang

untuk waktu yang lama, paling sedikit 1000 lux.

Selain itu, sumber cahaya yang dipergunakan harus

menghasilkan kadar pencahayaan yang tetap dan menyebar serata

mungkin serta tidak boleh berkedip-kedip.

Grandjean (1988) menyusun rekomendasi tingkat penerangan

pada tempat-tempat kerja dengan komputer berkisar antara 300-700 lux

seperti berikut:

Tabel 2.1

Rekomendasi Tingkat Pencahayaan Pada Tempat Kerja dengan

Komputer

Keadaan Pekerja Tingkat Pencahayaan (lux)

Kegiatan Komputer dengan

sumber dokumen yang

terbaca jelas

Kegiatan Komputer dengan

sumber dokumen yang tidak

terbaca jelas

Tugas memasukan data

< 400

400-500

> 500-700

Sumber: (Grandjean, 1988)

34

2.4.2 Suhu dan Kelembaban

Suhu dan kelembaban menjadi faktor yang sangat penting

dalam kulitas udara untuk kenyamanan kerja seseorang. (Santoso, 2009).

Kelembaban adalah kandungan air dalam udara. Tingkat

kelembaban adalah kandungan air dalam udara yang dinyatakan dengan

prosentasi, dengan titik jenuh dari temperatur tersebut dinyatakan dengan

100%. Semakin hangat udara, maka lebih banyak air yang terkandung

dalam udara. Kelembaban yang tinggi cenderung membuat seseorang

merasa lebih panas daripada kelembaban yang rendah. Selain itu, jika

suhu terus naik, ketidaknyamanan meningkat dan gejala seperti

kelelahan, kekakuan, dan sakit kepala dapat muncul. (Shoftwati, 2009)

Tempat kerja yang nyaman merupakan salah satu faktor

penunjang gairah kerja. Lingkungan kerja yang panas dan lembab akan

menurunkan produktivitas kerja, juga akan membawa dampak negatif

terhadap kesehatan dan keselamatan kerja. (Santoso, 2004).

Cuaca kerja adalah kombinasi dari suhu udara, kelembaban

udara, kecepatan gerakan, dan suhu radiasi. Efisiensi kerja sangat

dipengaruhi cuaca kerja dalam lingkungan kerja yang nyaman, tidak

dingin maupun panas. Suhu yang nyaman berkisar antara 240C – 26

0C

bagi orang-orang Indonesia. Suhu panas terutama berakibat menurunnya

prestasi kerja dan daya pikir. Suhu dingin mengurangi efisiensi dengan

keluhan kaku atau kurangnya koordinasi otot. Selain itu, suhu terlalu

35

rendah dapat mengakibatkan keluhan-keluhan dan kadang-kadang diikuti

meningkatnya penyakit pernafasan. (Suma’mur, 1996)

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

1405/Menkes/SK/XI tahun 2002 tentang Persyaratan dan Tata Cara

Penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran bahwa suhu

udara ruangan perkantoran berkisar antara 18-280C, sedang untuk

kelembaban berkisar antara 40%-60%. Agar ruang kerja perkantoran

memenuhi persyaratan kesehatan perlu dilakukan upaya-upaya

diantaranya bila suhu udara ruangan melebihi 280C perlu dipasang Air

Conditioner (AC), kipas angin , dan sebagainya.

Suhu udara diukur dengan termometer. Penggunaan termometer

sangat luas sekali antara lain mengukur suhu tubuh, mengukur suhu

udara, mengukur suhu ruang, dan sebagainya (Gabriel, 2001).

2.4.3 Usia

Menurut NASD (National Aging Safety Database) usia yang

semakin lanjut, mengalami kemunduran dalam kemampuan mata untuk

mendeteksi lingkungan. Hal ini akan meningkatkan risiko kecelakaan.

Di usia 20 tahun, manusia pada umumnya dapat melihat objek

dengan jelas. Sedangkan pada usia 45 tahun kebutuhan terhadap cahaya

empat kali lebih besar. Pada usia 60 tahun, kebutuhan cahaya yang

diperlukan untuk melihat jauh lebih besar dibandingkan usia 45 tahun

karena pada usia 45-50 tahun daya akomodasi mata menjadi berkurang.

36

Daya akomodasi merupakan kemampuan lensa mata untuk menebal atau

menipis sesuai dengan jarak benda yang dilihat agar bayangan jatuh tepat

di retina (Guyton, 1991).

Ketajaman penglihatan berkurang menurut bertambahnya usia.

Pada tenaga kerja berusia lebih dari 40 tahun, visus jarang ditemukan 6/6,

melainkan berkurang (Suma’mur, 1996).

Haeny (2009) menyebutkan bahwa semakin tua seseorang, lensa

semakin kehilangan kekenyalan sehingga daya akomodasi makin

berkurang dan otot-otot semakin sulit dalam menebalkan dan menipiskan

mata. Sebaliknya, semakin muda seseorang. Kebutuhan cahaya akan

lebih sedikit dibandingkan dengan usia yang lebih tua dan kecenderungan

mengalami kelelahan mata lebih sedikit.

Selain itu, menurut Ilyas (2008) usia juga berpengaruh terhadap

daya akomodasi. Semakin tua usia seseorang, daya akomodasi akan

semakin menurun. Jarak terdekat dari suatu benda agar dapat dilihat

dengan jelas dikatakan “titik dekat” atau punktum proksimum. Pada saat

ini mata berakomodasi sekuat-kuatnya atau berakomodasi maksimum.

Sedangkan jarak terjauh dari benda agar masih dapat dilihat dengan jelas

dapat dikatakan bahwa benda terletak pada titik jauh atau punktum

remotum dan pada saat ini mata tidak berakomodasi atau lepas

akomodasi. Korelasi antara daya akomodasi dan usia dapat dilihat dalam

Tabel 2.2 berikut.

37

Tabel 2.2

Korelasi antara Usia dan Daya Akomodasi

2.4.4 Durasi Penggunaan Komputer

Computer Vision Syndrome (CVS) dapat muncul segera setelah

pemakaian komputer dalam jangka waktu lama atau lebih dari 4 jam.

Berbagai gejala yang timbul pada pekerja komputer yang bekerja dalam

waktu lama selain diakibatkan oleh cahaya yang masuk ke mata, juga

diakibatkan karena mata seorang pekerja komputer berkedip lebih sedikit

dibandingkan pekerja mata normal pekerja biasa sehingga menyebabkan

mata menjadi kering dan terasa panas (Wasisto, 2005).

Durasi kerja bagi seseorang menentukan tingkat efisiensi dan

produktivitas kerja. Lamanya seseorang bekerja sehari secara baik pada

umumnya 6-8 jam. Memperpanjang jam kerja lebih dari kemampuan

tersebut biasanya tidak disertai efisiensi yang tinggi, bahkan biasanya

terlihat penurunan produktivitas serta kecenderungan untuk timbulnya

kelelahan, penyakit dan kecelakaan (Aryanti, 2006).

Berdasarkan survei yang dilakukan di Amerika tahun 2004

bahwa lebih dari 143 juta orang Amerika menghabiskan waktu di depan

Umur (Tahun) Titik Dekat (cm)

10 7

20 10

30 14

40 22

50 40

60 200

Sumber: (Ilyas, 2008)

38

komputer setiap hari dan rata-rata waktu kerja yang digunakan untuk

bekerja dengan komputer adalah 5,8 jam per hari atau 69% dari total jam

kerja mereka (Pascarelli, 2004).

Suatu pekerjaan yang biasa, tidak terlalu ringan atau berat,

sesudah 4 jam bekerja produktivitasnya akan menurun. Keadaan ini

terutama sejalan dengan menurunnya kadar gula di dalam darah. Untuk

itu, diperlukan waktu istirahat dan asupan makanan untuk kembali

meninggikan kadar bahan bakar di dalam tubuh (Yanuar, 2009).

2.4.5 Istirahat mata

Menurut Anshel (1996) dalam Nourmayanti (2009) ada tiga

jenis istirahat bagi pengguna komputer, diantaranya:

1. Micro break yaitu mengistirahatkan mata selama 10 detik setiap 10

menit bekerja, dengan cara melihat jauh (minimal 6 meter) diikuti

dengan mengedipkan mata secara relaks.

2. Mini break yaitu mengistirahatkan mata setiap setengah jam selama

lima menit dengan cara berdiri dan melakukan peregangan tubuh.

Selain itu, lakukan juga melihat jauh dengan objek yang berbeda-

beda.

3. Maxi break yaitu mengistirahatkan mata dengan melakukan kegiatan

seperti jalan-jalan, bangun dari tempat kerja, minum kopi atau teh dan

makan siang.

39

Setelah bekerja dengan komputer perlu mengistirahatkan mata

sejenak dengan melihat pemandangan yang dapat menyejukkan mata

secara periodik. Istirahat dalam waktu yang singkat dan sering jauh lebih

bermanfaat dibandingkan dengan istirahat yang lama tetapi jarang

(Santoso, 2009).

Perubahan fokus pada mata adalah cara lain untuk memberikan

otot mata kesempatan istirahat. Pekerja hanya membutuhkan memandang

ruangan atau ke arah luar jendela beberapa saat dan melihat objek yang

jaraknya kurang lebih 2 kaki (OSHA, 1997).

Bila pekerja terlalu lama melihat dalam jarak dekat maka

pekerja perlu mengalihkan pandangan ke arah yang jauh. Relaksasi atau

istirahat mata selama beberapa saat setiap 30 menit dapat menurunkan

ketegangan dan menjaga mata tetap basah (Zendi, 2009).

Menurut National Institute for Occupational Safety and Health

(NIOSH) dalam (Murtopo dan Sarimurni, 2005) perlu dilakukan istirahat

selama 15 menit terhadap pemakaian komputer selama dua jam.

Frekuensi istirahat yang teratur berguna untuk memotong rantai

kelelahan sehingga akan menambah kenyamanan bagi pengguna

komputer. Selain itu, pekerja yang melakukan istirahat 5 menit selama 4

kali sepanjang waktu bekerja dapat mengurangi keluhan kelelahan mata.

40

2.5 Komputer

2.5.1 Bagian-bagian komputer

Komputer terdiri atas 2 bagian besar yaitu perangkat lunak

(software) dan perangkat keras (hardware). Selain itu, komputer terdiri

dari Central Processing Unit (CPU) dan Visual Display Terminal (VDT).

CPU disebut juga sebagai prosesor yakni unit yang mengolah data. VDT

adalah alat untuk presentasi visual dan informasi yang disimpan secara

elektronik. VDT merupakan bagian layar monitor yang paling

berpengaruh bagi kesehatan pekerja pengguna komputer terutama

terhadap kesehatan mata.

Cara kerja VDT umumnya berdasarkan penggunaan sebuah

Cathode Ray Tube (CRT) dan layar yang berfungsi sebagai televisi.

Terdapat VDT jenis lain yang menggunakan plasma dan Elektro

Luminance Display (ELD) atau Liquid Crystal Display (LCD) yang saat

ini banyak dipergunakan.

VDT dan CRT terdiri atas katoda yang berfungsi sebagai

sumber elektron untuk mengatur intensitas sinar elektron, dan satu seri

anoda yang terdiri atas dua atau tiga anoda, yang berfungsi untuk

mempercepat, memfokuskan dan mengatur sinar elektron. Iluminasi

yang dipancarkan oleh VDT besarnya 791,28 lumen/m2 sampai 4,396

lumen/m2 (Fauzia, 2004).

Bagian-bagian yang penting dalam perangkat komputer ialah

keyboard dan mouse. Keyboard adalah Alat input yang digunakan untuk

41

mengetik informasi ke dalam komputer dan menjalankan berbagai intruksi

atau perintah ke dalam komputer. Keyboard merupakan sebuah papan

yang terdiri dari tombol-tombol untuk mengetikkan kalimat dan simbol-

simbol khusus lainnya pada komputer. Mouse atau tetikus merupakan

salah satu peranti interaktif yang paling banyak digunakan. Mouse

berfungsi untuk menempatkan kursor pada posisi tertentu di layar

komputer serta mengaktifkan menu pilihan pada suatu program aplikasi

deangan cara mengklik tombol mouse. (Santoso, 2009).

2.5.2 Jarak Monitor Komputer

Kelelahan mata dapat terjadi apabila mata difokuskan pada

objek yang berjarak dekat dalam waktu yang lama karena otot-otot mata

harus bekerja lebih keras untuk melihat objek yang berjarak sangat dekat,

terutama jika disertai dengan pencahayaan yang menyilaukan. Jika

seseorang bekerja melihat objek bercahaya di atas dasar berwarna pada

jarak dekat secara terus menerus dalam jangka waktu tertentu

mengakibatkan mata harus berakomodasi dalam jangka waktu yang lama

sehingga terjadi penurunan daya akomodasi mata (Roestijawati, 2007).

Menurut Occupational Safety and Health Association (OSHA)

(1997) pada saat menggunakan komputer jarak antara mata pekerja

dengan layar sekurang-kurangnya adalah 20-40 inch atau sekitar 50-100

cm.

Monitor yang terlalu dekat dapat mengakibatkan mata menjadi

tegang, cepat lelah, dan potensi ganggguan penglihatan. Jarak ergonomis

42

antara layar monitor dengan pengguna komputer berkisar antara 50 cm

sampai dengan 60 cm (Hanun, 2008).

2.6 Kerangka Teori

Beberapa penelitian mengenai keluhan kelelahan mata pada pekerja yang

menggunakan komputer telah banyak dilakukan. Dalam penelitian Dewi (2009),

faktor-faktor yang berhubungan dengan kelelahan mata pada operator komputer

diantaranya usia, lama penggunaan komputer, istirahat mata, dan intensitas

penerangan. Menurut (Santoso, 2009) faktor pencahayaan, suhu, kelembaban,

dan istirahat mata. Usia (Guyton, 1991), kelainan refraksi (Asosiasi Optometri

Amerika, 2004) dan jarak melihat monitor (Pheasant 1991) juga berhubungan

dengan keluhan kelelahan mata. Suswanto (1993) dalam Aryanti (2006)

menambahkan faktor durasi kerja, beban kerja dan posisi pandang.

Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh beberapa sumber, maka

kerangka teori pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

43

Bagan 2.1

Kerangka Teori

Keluhan Kelelahan Mata

Faktor Manusia:

Usia

Kelainan refraksi

Istirahat mata

Faktor Lingkungan:

Intensitas

penerangan

Suhu

Kelembaban

Faktor Pekerjaan:

Jarak monitor

Durasi kerja

Beban kerja

Posisi pandang

44

46

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konsep pada penelitian ini bersumber pada beberapa

kerangka teori yang menyebutkan bahwa faktor yang dapat mempengaruhi

kelelahan mata diantaranya adalah faktor pencahayaan, suhu dan kelembaban,

dan istirahat mata (Santoso, 2009), usia (Guyton, 1993), kelainan refraksi

(Asosiasi Optometri Amerika, 2004), jarak melihat monitor (Pheasant 1991).

Selain itu, faktor durasi penggunaan komputer, beban kerja dan posisi

pandang juga berhubungan dengan keluhan kelelahan mata (Suswanto (1993)

dalam Aryanti (2006)). Untuk faktor suhu dan kelembaban udara tidak

dimasukkan karena suhu udara menggunakan Air Conditioner (AC) yang

diatur secara sentral dengan suhu 21°C-23°C sehingga suhu dan kelembaban

di setiap ruangan relatif sama. Faktor beban kerja dan posisi pandang juga

tidak ikut dimasukkan karena desain kerja yang menempatkan monitor

komputer di posisi depan sehingga pekerja hanya memandang ke arah depan.

Kerangka konsep terdiri dari variabel dependent (variabel terikat) dan

variabel independent (variabel bebas). Variabel dependent atau variabel

terikat adalah kelelahan mata. Sedangkan yang digolongkan ke dalam variabel

independent terdiri atas faktor pekerja (usia, istirahat mata, dan kelainan

refraksi mata), faktor lingkungan kerja (tingkat pencahayaan), dan faktor

pekerjaan (jarak monitor dan durasi penggunaan komputer). Hubungan antara

45

47

variabel dependent dan variabel independent tersebut dapat dilihat pada

Bagan 3.1 berikut:

Bagan 3.1

Kerangka Konsep

Faktor Pekerja

- Usia

- Istirahat mata

- Kelainan refraksi mata

Keluhan Kelelahan Mata

Faktor Pekerjaan

- Jarak monitor

- Durasi penggunaan

komputer

Faktor Lingkungan

Kerja

- Tingkat pencahayaan

48

46

3.2 Definisi Operasional

No. Variabel Dependent Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Ukur

1. Kelelahan mata

Keluhan gangguan kesehatan

mata yang dirasakan pekerja.

Gejala keluhan kelelahan mata

diantaranya:

- Mata tegang

- Penglihatan kabur

- Penglihatan rangkap/ganda

- Mata merah

- Mata perih

- Mata berair

- Mata gatal/kering

- Sakit kepala

(NIOSH, 1999) dalam (Haeny,

2009)

Membagikan

kuesioner

pada pekerja

Kuesioner 1. Ya (jika

mengalami satu

atau lebih gejala

kelelahan mata)

2. Tidak (jika tidak

mengalami satupun

gejala kelelahan

mata)

Ordinal

No. Variabel Independent Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Ukur

1. Usia Jumlah tahun yang dihitung mulai

karyawan lahir sampai dengan

dilakukannya penelitian.

Membagikan

kuesioner

pada pekerja

Kuesioner 1. > 40 tahun

2. ≤ 40 tahun

(Suma’mur 1996)

Ordinal

45

47

No. Variabel Independent Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Ukur

2. Istirahat mata Kegiatan mengistirahatkan mata

dari layar monitor setiap satu jam

sekali dan bersifat akumulatif.

Membagikan

kuesioner

pada pekerja

Kuesioner 1. Tidak

2. Ya

(Josefina,1999

dalam Nourmayanti

2009)

Ordinal

3. Kelainan refraksi mata Ada tidaknya gangguan mata

berupa gangguan penglihatan

seperti rabun jauh, rabun dekat,

dan sebagainya.

Membagikan

kuesioner

pada pekerja

Kuesioner 1. Ada kelainan

2. Tidak ada

kelainan

Ordinal

4. Tingkat pencahayaan Jumlah cahaya yang diterima di

area titik dilakukannya

pengukuran yaitu di tempat

didirikannya meja dan komputer,

dinyatakan dalam lux.

Mengukur

langsung

dengan direct

reading

instrument

Lux meter 1. < 300 Lux

2. ≥ 300 Lux

Ordinal

5. Jarak monitor Jarak yang diukur antara mata

pekerja dengan layar monitor.

Mengukur Penggaris/me

teran

1. < 50 cm

2. ≥ 50 cm

Ordinal

6. Durasi penggunaan komputer Waktu yang digunakan pekerja

selama bekerja dengan komputer.

Wawancara Kuesioner 1. > 4 jam

2. ≤ 4 jam

Ordinal

48

46

3.3 Hipotesis

1. Ada hubungan antara usia dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna

komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun

2011.

2. Ada hubungan antara istirahat mata dengan keluhan kelelahan mata pada

pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD

Tangerang tahun 2011.

3. Ada hubungan antara kelainan refraksi mata dengan keluhan kelelahan mata pada

pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD

Tangerang tahun 2011.

4. Ada hubungan antara tingkat pencahayaan dengan keluhan kelelahan mata pada

pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD

Tangerang tahun 2011.

5. Ada hubungan antara jarak monitor dengan keluhan kelelahan mata pada

pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD

Tangerang tahun 2011.

6. Ada hubungan antara durasi penggunaan komputer dengan keluhan kelelahan

mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom

BSD Tangerang tahun 2011.

49

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelititian kuantitatif dengan desain studi cross

sectional atau potong lintang, dimana pengumpulan data serta pengukuran

variabel independen dan variabel dependen diambil pada waktu yang bersamaan.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2010 sampai dengan Juni

2011 di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom Bumi Serpong Damai

(BSD) Tangerang.

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi adalah keseluruhan unit analisis yang karakteristiknya akan

diduga (Sabri dan Sutanto, 2006). Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan

bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang yang berjumlah

142 orang. Seluruh karyawan menggunakan komputer selama bekerja.

Sampel adalah sebagian dari populasi yang nilai dan karakteristiknya

diselidiki atau diukur (Sabri dan Sutanto, 2006). Pemilihan sampel dalam

penelitian ini menggunakan kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi tersebut

yaitu karyawan Graha Telkom yang bekerja di bagian Outbound Call dan berada

di dalam ruangan pada saat dilakukan pengukuran serta dalam keadaan sehat

50

(tidak sedang sakit atau baru sembuh dari sakit yang menimbulkan gejala keluhan

kelelahan mata). Sedangkan untuk kriteria eksklusi adalah sebagian subjek yang

memenuhi kriteria inklusi tetapi harus dikeluarkan karena beberapa sebab antara

lain respoonden menolak ikut penelitian dan responden tidak hadir pada saat

penelitian.

Perhitungan jumlah sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus uji

hipotesis beda dua proporsi mengingat bahwa tujuan penelitian adalah untuk

menguji hipotesis. Dengan asumsi dari penelitian sebelumnya yaitu bahwa

proporsi pekerja yang mengalami kelelahan mata dengan jarak monitor < 50 cm

adalah 81,8% (P1) dan proporsi pekerja yang mengalami kelelahan mata dengan

jarak monitor ≥ 50 cm adalah 92,5% (P2) (Nourmayanti, 2009). Pada penelitian

ini, tingkat kepercayaan yang diinginkan peneliti sebesar 95% dengan

menggunakan derajat kemaknaan 5% dengan kekuatan uji 90%. Rumus besar

sampel dan uji hipotesis beda dua proporsi adalah sebagai berikut:

n = {Z1-α/2 √2 P(1 – P) + Z1-β√P1(1 – P1) + P2(1 – P2)}2

(P1 – P2)2

Keterangan :

n = Besar sampel minimum yang dibutuhkan dalam penelitian

Z1-α/2 = Derajat kemaknaan 5% (two tail) = 1,96

Z1-β = Kekuatan uji 90%

P = (P1 + P2) / 2 = (0,87)

51

P1 = proporsi pekerja yang mengalami keluhan kelelahan mata dengan jarak

monitor < 50 cm adalah 0,818

P2 = proporsi pekerja yang mengalami kelelahan mata dengan jarak monitor ≥ 50

cm adalah 0,925

Berdasarkan rumus diatas maka besar sampel yang dibutuhkan yaitu

sebesar :

n = { [1,96 x √2 x 0,87 (1-0,87] + [1,28 x √0,818 (1-0,818) + 0,925 (1-0,925)] }2

(0,818–0,925) 2

n = 48

Besar sampel adalah 48 orang pada masing-masing kelompok, sehingga

total sampel adalah 96 orang (2x 48orang). Untuk menghindari missing maka

ditambahkan 10 orang sehingga besar sampel yang dibutuhkan adalah 106 orang.

4.4 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya:

1. Kuesioner

Kuesioner digunakan untuk mengetahui keluhan kelelahan mata, faktor

pekerja dan faktor pekerjaan dengan cara menyebarkan kuesioner dan

melakukan pengisian kuesioner oleh pekerja.

2. Lux meter

Alat ini digunakan untuk mengukur tingkat pencahayaan dan menggunakan

satuan lux.

52

3. Mistar

Mistar digunakan untuk mengukur jarak monitor dengan mata pekerja yang

dihitung dengan satuan centimeter. Jarak monitor diukur mulai dari tengah

layar monitor sampai ke mata pekerja.

4.5 Metode Pengumpulan Data

Pada penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan

data primer dan data sekunder

1. Data Primer

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan instrumen kuesioner

yang terdiri dari beberapa item pertanyaan yang berkaitan dengan variabel

dependen dan independen serta observasi. Kuesioner yang digunakan dalam

penelitian ini sebelumnya pernah digunakan oleh Hana (2008). Pertanyaan dalam

kuesioner sesuai dengan variabel yang diteliti yaitu:

a. Keluhan Kelelahan Mata

Keluhan kelelahan mata diketahui dengan cara menggunakan

kuesioner yang terdiri dari daftar checklist gejala keluhan kelelahan mata. Jika

responden menjawab atau memberi checklist pada salah satu gejala maka

responden tersebut memiliki salah satu gejala keluhan kelelahan mata. Selain

itu dilakukan pula pemeriksaan gejala keluhan kelelahan mata berupa mata

merah dan berair.

53

b. Usia

Penghitungan usia pekerja dihitung mulai pekerja itu lahir sampai

dengan dilakukannya penelitian. Penghitungan ini dilakukan dengan

menggunakan kuesioner yang diisi oleh responden atau pekerja. Jika usia

pekerja telah melebihi 6 bulan, maka pada usia pekerja dilakukan pembulatan

penghitungan menjadi satu tahun.

c. Istirahat Mata

Istirahat mata diketahui dengan kuesioner berupa pertanyaan mengenai

pola istirahat yang dilakukan oleh pekerja selama bekerja menggunakan

komputer.

d. Kelainan Refraksi Mata

Ada tidaknya kelainan refraksi mata yang berupa gangguan

penglihatan seperti rabun jauh, rabun dekat, dan sebagainya diukur dengan

menggunakan kuesioner yang dibagikan kepada pekerja.

e. Durasi Penggunaan Komputer

Durasi penggunaan komputer adalah waktu yang digunakan oleh pekerja

menggunakan komputer selama bekerja baik itu kegiatan mengetik ataupun

membaca didepan komputer diketahui dengan menggunakan kuesioner.

Untuk variabel yang dilakukan dengan pengukuran langsung antara lain:

f. Tingkat Pencahayaan

Lux meter adalah alat yang digunakan untuk mengukur tingkat

pencahayaan, adapun cara untuk mengukurnya adalah :

- Pastikan alat dalam kondisi “ON”

54

- Letakkan sensor sejajar dengan posisi permukaan titik sampling dan

mengarah pada sumber cahaya.

- Lalu dilakukan pembacaan display pada tiap titik lokasi sampel dan

dibandingkan dengan standard yang ada untuk perkantoran yakni minimal

100 lux dan untuk kegiatan yang membutuhkan ketelitian minimal 300

lux.

Pada saat dilakukan pengukuran, operator harus berhati-hati agar tidak

menimbulkan bayangan dan jangan menimbulkan pantulan cahaya yang

disebabkan oleh pakaian operator.

g. Jarak Monitor

Jarak monitor diukur langsung menggunakan penggaris atau meteran

yang dihitung dalam satuan centimeter (cm). Jarak Pengukuran dihitung mulai

dari mata pekerja sampai dengan titik tengah layar monitor.

2. Data sekunder

Data sekunder diperoleh dari penulusuran dokumen-dokumen terkait

dengan perusahaan seperti gambaran umum perusahaan, data jumlah

karyawan, laporan-laporan serta data-data lainnya yang terkait dengan

penelitian.

4.6 Pengolahan Data

1. Coding

Sebelum dimasukkan ke komputer, dilakukan proses pemberian kode

pada setiap variabel yang telah terkumpul untuk memudahkan dalam

55

pengolahan selanjutnya. Coding merupakan kegiatan merubah data berbentuk

huruf menjadi data berbentuk angka/bilangan berfungsi untuk mempermudah

pada saat analisis data dan juga mempercepat pada saat proses entry data.

Pengkodean dimulai dari bilangan 1 sampai 2 diantaranya adalah sebagai

berikut:

a. Keluhan Kelelahan Mata: 1 = Mengeluh, 2 = Tidak mengeluh

b. Usia: 1 = > 40 tahun, 2 = ≤ 40 tahun

c. Kelainan Refraksi Mata: 1 = Ada kelainan, 2 = Tidak ada kelainan

d. Istirahat Mata: 1 = Tidak, 2 = Ya

e. Tingkat Pencahayaan: 1 = < 300 lux, 2 = ≥ 300 lux

f. Jarak Monitor: 1 = < 50 cm, 2 = ≥ 50 cm

g. Durasi Penggunaan Komputer: 1 = > 4 jam, 2 = ≤ 4 jam

2. Editing

Data yang telah dikumpulkan dan dikoding melalui kuesioner dan

pengukuran diperiksa kelengkapan dan kebenarannya terlebih dahulu seperti

kelengkapan pengisian, kesalahan pengisian, dan konsistensi pengisian. Setiap

jawaban meliputi variabel dependen yaitu keluhan kelelahan mata dan hasil

variabel independen yaitu usia, istirahat mata, kelainan refraksi mata, dan

durasi penggunaan komputer serta hasil pengukuran dari tingkat pencahayaan

dan jarak monitor.

56

3. Entry

Setelah dilakukan pengkodean dan kuesioner diisi oleh responden, selanjutnya

melakukan proses entry data atau proses memasukkan data menggunakan

komputer sesuai dengan pengkodean yang telah ditetapkan.

4. Cleaning

Untuk memastikan bahwa tidak ada kesalahan pada data tersebut, baik

dalam pengkodean maupun dalam membaca kode, langkah selanjutnya adalah

pembersihan data (cleaning) sebelum dilakukan analisa data.

4.7 Analisa Data

Analisis data yang dilakukan dengan menggunakan program komputer

Adapun analisisa data yang dilakukan sebagai berikut:

1. Analisis Univariat

Analisis univariat digunakan untuk melihat distribusi frekuensi variabel

independen dan variabel dependen. Variabel independen antara lain yaitu usia,

istirahat mata, kelainan refraksi mata, tingkat pencahayaan, jarak monitor, dan

durasi penggunaan komputer serta variabel dependen yaitu keluhan kelelahan

mata.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan

antara variabel independen (usia, istirahat mata, kelainan refraksi mata, tingkat

pencahayaan, jarak monitor, dan durasi penggunaan komputer) dengan variabel

dependen keluhan kelelahan mata dengan uji kemaknaan 5%. Jika pvalue ≤ 0,05

57

artinya secara statistik terdapat hubungan antara variabel independen dengan

variabel dependen sedangkan jika pvalue > 0,05 artinya tidak ada hubungan

antara variabel independen dengan variabel dependen.

Rumus umum uji statistik :

X2 = ∑{(O-E)

2/E}

Df = (b-1).(k-1)

P = < 0,05

Keterangan:

X2 = Chi- Square

O = nilai onservasi

E = nilai ekspektasi (nilai harapan)

B = jumlah baris

k = jumlah kolom

58

BAB V

HASIL

5.1. Gambaran Umum Perusahaan

5.1.1. Gambaran Umum PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk.

PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk. (TELKOM) adalah perusahaan

penyelenggara jasa layanan dan jaringan paling lengkap terbesar di Indonesia.

TELKOM menyediakan layanan Infocom, telepon tidak bergerak kabel (fixed

wireline) dan telepon tidak bergerak nirkabel (fixed wireless), layanan telepon

seluler, data dan internet, jaringan dan interkoneksi, baik secara langsung

maupun melalui anak perusahaan.

PT Infomedia Nusantara merupakan salah satu anak perusahaan pada

Telkom Grup yang mengkhususkan diri di bidang media penerbitan dan iklan

sebagai jembatan komunikasi antar pelaku bisnis dan juga saluran informasi bagi

pelanggan telepon Telkom. Saham perusahaan 51% dimiliki langsung oleh

Telkom dan 49% sisanya dimiliki oleh anak perusahaan Telkom yang lain.

PT.Telkom Juga mempunyai anak perusahaan seperti, Multimedia Nusantara,

Telkomsel, Telkomvision/Indonusa, Infomedia, Graha Sarana Duta (GSD) atau

Graha Telkom, Patrakom, Bangtelindo, dan PT Finnet Indonesia.

Dalam meningkatkan usahanya serta memberikan proteksi yang sesuai

dengan keinginan masyarakat, PT.Telkom telah membuka kantor-kantor Cabang

dan Perwakilan yang terdapat di berbagai regional yang terdiri dari 7 DIVRE

(Divisi Regional) yaitu Divre 1 Sumatera, Divre 2 Jakarta, Divre 3 Jawa Barat,

59

Divre 4 Jawa Tengah & DI.Yogyakarta, Divre 5 Jawa Timur, Divre 6

Kalimantan, dan Divre 7 Kawasan Timur Indonesia. Graha Sarana Duta atau

gedung Graha Telkom Bumi Serpong Damai (BSD) Tangerang merupakan

cabang telkom grup yang memberikan jasa pelayanan maupun jaringan di

regional Banten dan DKI Jakarta. Beberapa layanan telekomunikasi Telkom

diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Telepon tetap (PSTN), layanan telepon tetap yang hingga kini masih menjadi

monopoli TELKOM di Indonesia.

2. Telkom Flexi, layanan telepon fixed wireless CDMA.

3. TELKOMNet Instan, layanan akses internet dial up.

4. TELKOMNet Astinet, layanan akses internet berlangganan dengan fokus

perusahaan.

5. Speedy, layanan akses internet dengan kecepatan tinggi (broad band)

menggunakan teknologi ADSL.

PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk juga memiliki komitmen-komitmen

dalam meningkatkan mitra kerja usaha, diantaranya:

1. Memberikan produk dan layanan yang terbaik dan berkualitas dengan

menjadi penghubung antar pelanggan dan dunia melalui jasa layanan

terdepan dalam hal informasi dan komunikasi bagi pelanggan.

2. Memberikan kesempatan untuk belajar, bertumbuh dan memiliki masa depan

yang lebih baik bagi pekerja.

3. Menyediakan kesempatan untuk pertumbuhan nilai bagi pemegang saham.

60

4. Menjadi mitra lingkungan yang baik dan menjunjung nilai moral bagi

masyarakat.

5.1.2. Visi dan Misi PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk

PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk memiliki visi menjadikan perusahaan

sebagai pemimpin di kawasan regional dalam industri informasi terpadu dan

media digital.

Sedangkan misi PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk yaitu menjadi

panutan dalam industri bisnis informasi, media dan konten dengan menciptakan

nilai tambah bagi pihak yang berkepentingan.

5.1.3. Outbound Call Graha Sarana Duta (Graha Telkom) BSD Tangerang

Outbound Call mengkhususkan diri dalam membuat panggilan telepon

atas nama klien, organisasi, atau bisnis kepada pelanggan beragam atau

pelanggan potensial. Tujuan utama dari Outbound Call adalah membuat

penjualan, mengumpulkan atau berbagi beberapa data yang mencakup survei,

telemarketing, atau verifikasi lainnya. Para eksekutif outbound call center dapat

menghubungi pelanggan yang sudah ada untuk mempromosikan skema tertentu.

Outbound Call Graha Sarana Duta (Graha Telkom) BSD Tangerang

terbagi dalam tiga divisi yaitu divisi E-Service, Carring, dan Fixed Businies

Improvment Program (FBIP). Ketiga divisi tersebut dalam melaksanakan

pekerjaannya, memiliki tugas dan tanggung jawab diantaranya:

61

a) E-Service

1. Memberikan informasi tagihan Fixed Telepon, Flexi Classy, dan Speedy

lengkap dengan komponen tagihan seperti abonemen, lokal, SLJJ, seluler,

dan pajak.

2. Memberikan pelayanan berupa fitur-fitur identitas penelpon, nada

tunggu/sela dan telkom memo.

3. Memberikan layanan intagjastel berupa layanan pengiriman informasi

tagihan melalui pos langsung ke alamat sesuai permohonan pelanggan.

4. Melakukan konfirmasi atas klaim jastel (jasa telepon) pelanggan apabila

terjadi ketidaksesuaian antara pemakaian dengan tagihan yang dikeluhkan

pelanggan.

b) Carring

1. Berinteraksi melalui telepon dengan pelanggan untuk menawarkan jasa

atau barang.

2. Menyampaikan skip penjualan yang telah disiapkan untuk membujuk

pelanggan potensial atau klien sehingga membeli produk atau jasa tersebut.

3. Menjelaskan produk dan jasa, menanggapi pertanyaan, dan memperoleh

informasi pelanggan.

4. Mendapatkan pelanggan dan melakukan tindak lanjut pada kontak pertama.

5. Mengembangkan kampanye bertarget penjualan yang meningkatkan

penjualan kepada organisasi dari pelanggan koorporat.

62

c) FBIP (Fixed Bussiness Improvement Program)

1. Memberikan solusi keberatan pelanggan atas abonemen, sehingga diganti

dengan quota, dan dengan program ini pula pelanggan akan lebih nyaman

dalam menggunakan teleponnya karena lebih terkontrol.

2. Memasukkan data dan memelihara database pelanggan yang sudah ada

atau pelanggan potensial.

3. Memelihara catatan komunikasi telepon, interaksi, rekening, pesanan, dan

pembayaran.

5.2. Analisis Univariat

5.2.1 Gambaran Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian

Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011

Untuk mengetahui gambaran keluhan kelelahan mata pada pengguna

komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang

Tahun 2011 dilakukan dengan penyebaran kuesioner pada responden. Hasil

pengukuran keluhan kelelahan mata diperkuat dengan pengukuran secara

objektif dengan melakukan observasi atau pengamatan dalam melihat gejala

kelelahan mata pada responden.

Analisis univariat gambaran keluhan kelelahan mata pada pengguna

komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang

Tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 5.1.

63

Tabel 5.1

Gambaran Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di

Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang

Tahun 2011

No. Variabel

Kategori Jumlah Persentase

(%)

Keluhan Kelelahan

Mata

Mengeluh 61 57,5

Tidak Mengeluh 45 42,5

Total 106 100

Berdasarkan tabel 5.1 di atas, didapatkan hasil bahwa sebagian besar

responden mengeluh kelelahan mata. Jenis keluhan yang dirasakan bervariasi.

Keluhan yang paling banyak dirasakan responden yaitu mata pedih, sakit kepala,

dan mata terasa gatal. Dari 106 responden, yang mengalami keluhan kelelahan

mata yaitu sebanyak 57,5%. Sedangkan responden yang tidak mengalami

keluhan kelelahan mata sebanyak 42,5%.

5.2.2 Gambaran Jenis Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di

Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011

Distribusi jenis keluhan kelelahan mata yang dikeluhkan oleh pengguna

komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang

Tahun 2011 dapat dilihat pada grafik 5.1 berikut:

64

Grafik 5.1

Jenis Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian

Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang

Tahun 2011

Berdasarkan grafik 5.1, diketahui jenis keluhan kelelahan mata yang paling

banyak dikeluhkan oleh responden adalah mata pedih sebanyak 85,2%

responden. Sedangkan jenis keluhan kelelahan mata yang paling sedikit

dikeluhkan oleh responden adalah mata merah sebanyak 23%. Sebagian besar

pekerja mengeluhkan jenis keluhan berupa mata perih. Hal ini mungkin

disebabkan layar monitor yang digunakan pekerja tidak menggunakan anti glare

dan tingkat pencahayaan lingkungan kerja yang kurang. Jenis keluhan lainnya

yang banyak dikeluhkan yaitu sakit kepala (78,7%) dan mata terasa gatal

(67,2%).

21.3

42.6 45.9

23

85.2

25

67.2

78.7

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

per

sen

tase

(%

)

Jenis Keluhan Kelelahan Mata

65

5.2.3 Gambaran Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Kelelahan Mata

pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom

BSD Tangerang Tahun 2011

a. Faktor Pekerja (Usia, Istirahat Mata, Kelainan Refraksi Mata)

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari jawaban pada instrumen

kuesioner didapatkan bahwa gambaran faktor pekerja (usia, istirahat mata,

kelainan refraksi mata) pada pengguna komputer di Bagian Outbound Call

Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011 dapat dilihat pada tabel

5.2 berikut :

Tabel 5.2

Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Pekerja (Usia, Istirahat

Mata, Kelainan Refraksi) pada Pengguna Komputer di Bagian

Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang

Tahun 2011

No. Variabel

Kategori Jumlah

(N=106)

Persentase

(%)

1. Usia > 40 4 3,8

≤40 102 96,2

2. Istirahat Mata Tidak 17 16

Ya 89 84

3. Kelainan Refraksi Mata Ada Kelainan 39 36,8

Tidak ada Kelainan 67 63,2

66

1. Variabel Usia

Distribusi responden berdasarkan variabel usia diperoleh dengan

cara menyebarkan kuesioner pada responden. Variabel usia dikategorikan

menjadi usia > 40 tahun dan ≤ 40 tahun. Berdasarkan hasil analisis

univariat pada tabel 5.2, diketahui bahwa sebagian besar responden

berusia ≤ 40 tahun yaitu sebanyak 96,2% responden (102 orang) dan

hanya 3,8% (4 orang) responden yang berusia > 40 tahun.

2. Variabel Istirahat Mata

Distribusi responden berdasarkan variabel istirahat mata diperoleh

dengan cara menyebarkan kuesioner pada responden. Dalam penelitian

ini, responden dikategorikan melakukan istirahat mata dan tidak.

Berdasarkan hasil analisis univariat pada tabel 5.2, diketahui bahwa

responden yang tidak melakukan istirahat mata sebanyak 16% responden

(17 orang). Sedangkan responden yang melakukan istirahat mata

sebanyak 84% responden (89 orang).

3. Variabel Kelainan Refraksi Mata

Distribusi responden berdasarkan variabel istirahat mata diperoleh

dengan cara membagikan kuesioner pada responden. Responden

digolongkan ke dalam dua kategori yaitu yang memiliki kelainan refraksi

dan tidak memiliki kelainan refraksi. Berdasarkan hasil analisis univariat

pada tabel 5.2, diketahui bahwa responden yang memiliki kelainan

refraksi sebanyak 36.8% responden (39 orang). Sedangkan responden

67

yang tidak memiliki kelainan refraksi sebanyak 63,2% responden (67

orang).

b. Faktor Lingkungan Kerja (Tingkat Pencahayaan)

Berdasarkan pengukuran yang telah dilakukan di Bagian Outbound

Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011, gambaran

distribusi tingkat pencahayaan dapat dilihat pada tabel 5.3 berikut:

Tabel 5.3

Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Lingkungan Kerja (Tingkat

Pencahayaan) pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call

Gedung Graha Telkom BSD Tangerang

Tahun 2011

No. Variabel

Kategori Jumlah

(N)

Persentase

(%)

1. Tingkat

Pencahayaan

< 300 lux 93 87,7

≥ 300 lux 13 12,3

Total 106 100

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.3, dapat diketahui bahwa

meja responden yang memiliki tingkat pencahayaan < 300 lux sebanyak

87% (93 orang). Sedangkan meja responden yang memilki tingkat

pencahayaan ≥ 300 lux sebanyak 12,3% (3 orang). Sebagian besar meja

responden berada pada tingkat pencahayaan yang kurang. Hal ini

dikarenakan tata letak lampu yang tidak merata dengan meja responden.

Selain itu kondisi tempat kerja terutama tirai jendela yang tertutup dan

68

keadaan lampu yang padam (rusak) sehingga pada saat pengukuran sebagian

besar tingkat pencahayaan <300 lux.

c. Faktor Pekerjaan (Jarak Monitor, Durasi Penggunaan Komputer)

Berdasarkan penelitianyang telah dilakukan di Bagian Outbound Call

Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011, gambaran distribusi

jarak monitor dan durasi penggunaan komputer dapat dilihat pada tabel 5.4

berikut:

Tabel 5.4

Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Pekerjaan (Jarak Monitor,

Durasi Penggunaan Komputer) pada Pengguna Komputer di Bagian

Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang

Tahun 2011

No. Variabel

Kategori Jumlah

(N=106)

Persentase

(%)

1. Jarak Monitor < 50 cm 29 27,4

≥ 50 cm 77 72,6

2.

Durasi

Penggunaan

Komputer

> 4 jam 63 59,4

≤4 jam 43 40,6

1. Variabel Jarak Monitor

Distribusi responden berdasarkan jarak monitor diperoleh dengan

cara melakukan pengukuran langsung pada sampel dengan kategori

responden yang bekerja dengan jarak monitor < 50 cm dan ≥ 50 cm.

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.4 diatas, diketahui bahwa

69

sebagian besar responden bekerja dengan jarak monitor ≥ 50 cm yaitu

sebanyak 72,6 % (77 orang) dan 27,4% (29 orang) bekerja dengan jarak

monitor < 50 cm.

2. Variabel Durasi Penggunaan Komputer

Distribusi responden berdasarkan durasi penggunaan komputer

diperoleh dengan cara menyebarkan kuesioner pada responden.

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.4 diatas, diketahui bahwa

responden yang bekerja menggunakan komputer > 4 jam yaitu sebanyak

59,4 % (63 orang). Sedangkan responden yang bekerja menggunakan

komputer ≤ 4 jam yaitu sebanyak 40,6% (43 orang). Sebagian besar

responden menggunakan komputer > 4 jam. Hal ini dapat dilihat dari

hasil kuesioner bahwa pada saat istirahat kantor masih banyak pekerja

yang menggunakan waktu istirahat untuk melakukan aktivitas lain dengan

komputer.

5.3. Analisis Bivariat

Untuk mengetahui hubungan antara variabel independen (usia, istirahat

mata, kelainan refraksi mata, tingkat pencahayaan, jarak monitor, dan durasi

penggunaan komputer) dengan variabel dependen (keluhan kelelahan mata) pada

pengguna komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD

Tangerang Tahun 2011, dilakukan analisis bivariat dengan metode statistik

menggunakan uji Chi Square. Berikut hasil untuk masing-masing variabel.

70

5.3.1 Hubungan antara Usia dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna

Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD

Tangerang Tahun 2011

Tabel 5.5

Analisis Hubungan antara Usia dengan Keluhan Kelelahan Mata pada

Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom

BSD Tangerang Tahun 2011

Usia

Keluhan Kelelahan

Mata

Total

Pvalue

OR

(95% CI)

Mengeluh Tidak

Mengeluh

N % N % N %

> 40 tahun 4 100 0 0 4 100 0,135 -

≤ 40 tahun 57 55,9 45 44,1 102 100

Total 61 57,5 45 425 106 100

Berdasarkan tabel 5.5 bahwa responden yang berusia > 40 tahun

seluruhnya mengeluhkan adanya kelelahan mata. Sedangkan responden yang

berusia ≤ 40 tahun sebanyak 93,4% (57 responden) mengeluhkan kelelahan

mata dan 100% (45 responden) tidak mengeluh. Hasil uji statistik chi square

diketahui bahwa pada derajat kemaknaan 5% didapatkan Pvalue = 0,135

sehingga (p > 0,05). Jadi, antara usia dengan keluhan kelelahan mata tidak

memiliki hubungan yang bermakna.

71

5.3.2 Hubungan antara Istirahat Mata dengan Keluhan Kelelahan Mata pada

Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom

BSD Tangerang Tahun 2011

Tabel 5.6

Analisis Hubungan antara Istirahat Mata dengan Keluhan Kelelahan

Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha

Telkom BSD Tangerang Tahun 2011

Istirahat

Mata

Keluhan Kelelahan

Mata

Total

Pvalue

OR

(95% CI)

Mengeluh Tidak

Mengeluh

N % N % N %

Tidak 14 82,4 3 17,6 17 100 0,047 4,170(1,12-

15,526) Ya 47 52,8 42 47,2 89 100

Total 61 57,5 45 42,5 106 100

Berdasarkan tabel 5.6, diketahui bahwa dari 17 responden yang tidak

melakukan istirahat mata, sebagian besar responden mengeluh kelelahan

mata. Responden yang melakukan istirahat mata juga mengeluh kelelahan

mata. Hasil uji statistik chi square menunjukkan bahwa pada derajat

kemaknaan 5% didapatkan Pvalue sebesar 0,047 atau (p < 0,05) sehingga ada

hubungan yang bermakna antara istirahat mata dengan kejadian keluhan

kelelahan mata. Analisis keeratan hubungan antar dua variabel didapatkan

OR= 4,170 (95% CI ; 1,120 – 15,526). Artinya pekerja yang tidak melakukan

istirahat mata memiliki peluang 4,17 kali mengalami keluhan kelelahan mata

dibandingkan dengan yang melakukan istirahat mata.

72

5.3.3 Hubungan antara Kelainan Refraksi Mata dengan Keluhan Kelelahan

Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha

Telkom BSD Tangerang Tahun 2011

Tabel 5.7

Analisis Hubungan antara Kelainan Refraksi Mata dengan Keluhan

Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call

Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011

Kelainan Refraksi

Mata

Keluhan Kelelahan

Mata

Total

Pvalue

OR

(95% CI)

Mengeluh Tidak

Mengeluh

N % N % N %

Ada Kelainan 23 59 16 41 39 100 0,982 1,097

(0,493-2,443) Tidak Ada Kelainan 38 56,7 29 43,3 67 100

Total 61 57,5 45 42,5 106 100

Berdasarkan tabel 5.7 diketahui bahwa responden yang memiliki

kelainan refraksi mata sebanyak 59% dan responden yang tidak memiliki

kelainan refraksi mata sebanyak 56,7% mengeluh kelelahan mata. Dari hasil

uji statistik chi square pada derajat kemaknaan 5 % didapatkan Pvalue = 0,982

atau (p > 0,05) sehingga tidak ada hubungan yang bermakana antara kelainan

refraksi mata dengan keluhan kelelahan mata. Dari hasil perhitungan risk

estimate didapatkan OR = 1,097 (95% CI ; 0,493 -2,443), artinya pekerja yang

memiliki kelainan refraksi memiliki peluang 1,097 kali mengalami keluhan

kelelahan mata dibandingkan dengan yang tidak memiliki kelainan refraksi

mata.

73

5.3.4 Hubungan antara Tingkat Pencahayaan dengan Keluhan Kelelahan

Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha

Telkom BSD Tangerang Tahun 2011

Tabel 5.8

Analisis Hubungan antara Tingkat Pencahayaan dengan Keluhan

Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call

Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011

Tingkat

Pencahayaan

Keluhan Kelelahan

Mata

Total

Pvalue

OR

(95% CI)

Mengeluh Tidak

Mengeluh

N % N % N %

< 300 lux 59 63,4 34 36,6 93 100 0,003 9,544

(1,996-

45,629) ≥ 300 lux 2 15,4 11 84,6 13 100

Total 61 57,5 45 42,5 106 100

Berdasarkan tabel 5.8, diketahui bahwa sebagian besar responden

bekerja dengan tingkat pencahayaan < 300 lux dan responden yng mengeluh

kelelahan mata sebanyak 63,4%. Hanya 15,4 % Responden yang bekerja

dengan tingkat pencahayaan ≥ 300 lux dan juga mengeluh kelelahan mata.

Hasil uji statistik chi squrae didapatkan Pvalue = 0,003. Artinya pada α = 5%

dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara tingkat

pencahayaan dengan keluhan kelelahan mata. Analisis keeratan hubungan dua

variabel didapatkan OR = 9,544 (95% CI 1,996 – 45,629). Artinya responden

yang bekerja pada tingkat pencahayaan < 300 lux memiliki peluang 9,544

kali mengalami keluhan kelelahan mata dibandingkan dengan responden yang

bekerja dengan tingkat pencahayaan ≥ 300 lux.

74

5.3.5 Hubungan antara Jarak Monitor dengan Keluhan Kelelahan Mata pada

Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom

BSD Tangerang Tahun 2011

Tabel 5.9

Analisis Hubungan antara Jarak Monitor dengan Keluhan Kelelahan

Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha

Telkom BSD Tangerang Tahun 2011

Jarak

Monitor

Keluhan Kelelahan

Mata

Total

Pvalue

OR

(95% CI)

Mengeluh Tidak

Mengeluh

N % N % N %

0,078

2,428

(0,959-6,148) < 50 cm 21 72,4 8 27,6 29 100

≥ 50 cm 40 51,9 37 48,1 77 100

Total 61 57,5 45 42,5 106 100

Berdasarkan tabel 5.9, diketahui bahwa responden yang bekerja dengan

jarak monitor < 50 cm maupun ≥ 50 cm sebagian besar mengeluh kelelahan

mata. Responden yang bekerja dengan jarak monitor < 50 cm dan mengeluh

sebanyak 72,4%. Sedangkan responden yang bekerja dengan jarak monitor

≥50 cm dan mengeluh sebanyak 51,9%. Hasil uji statistik chi square diketahui

bahwa Pvalue = 0,078 atau (p > 0,05) sehingga pada α = 5% dapat disimpulkan

bahwa antara jarak monitor dengan keluhan kelelahan tidak memiliki

hubungan yang bermakna. Hasil perhitungan risk estimate didapatkan OR =

2,428 (95% CI 0,959 – 6,148). Artinya, responden yang bekerja dengan jarak

monitor < 50 cm memiliki peluang 2,428 kali mengalami keluhan kelelahan

75

mata dibandingkan dengan responden yang bekerja dengan jarak monitor ≥ 50

cm.

5.3.6 Hubungan antara Durasi Penggunaan Komputer dengan Keluhan

Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call

Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011

Tabel 5.10

Analisis Hubungan antara Durasi Penggunaan Komputer dengan

Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound

Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011

Durasi

Penggunaan

Komputer

Keluhan Kelelahan

Mata

Total

Pvalue

OR

(95% CI)

Mengeluh Tidak

Mengeluh

N % N % N %

> 4 jam 38 60,3 25 39,7 63 100 0,618 1.322

(0,604-2,893) ≤ 4 jam 23 53,5 20 46,5 43 100

Total 61 57,5 45 42,5 106 100

Berdasarkan tabel 5.10, diketahui bahwa baik pekerja yang

menggunakan komputer > 4 jam maupun ≤ 4 jam sebagian besar mengeluh

kelelahan mata. Hasi uji statistik diketahui bahwa pada derajat kemaknaan

5%, durasi penggunaan komputer tidak memiliki hubungan yang bermakna

dengan keluhan kelelahan mata, Pvalue = 0,618 atau (p > 0,05). Berdasarkan

perhitingan risk estimate didapatkan OR = 1,322 (95% CI ; 0,604 - 2,893).

Artinya responden yang bekerja dengan komputer > 4 jam memiliki peluang

76

1,322 kali mengalami keluhan kelelahan mata dibandingkan dengan

responden yang bekerja dengan komputer ≤ 4 jam.

77

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian

Penulis menyadari bahwa dalam pengumpulan data primer penelitian

mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan kelelahan mata

pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom

BSD Tangerang Tahun 2011 terdapat banyak kendala sehingga memiliki

kelemahan dan keterbatasan penelitian yaitu pengukuran kelelahan mata

dilakukan secara subjektif. Seharusnya dilakukan pula pengukuran secara

objektif yang meliputi pengukuran kelelahan mata dengan melihat indikasi

mata merah, tegang, berair, dan kering. Akan tetapi pada prakteknya

pengukuran secara objektif hanya sebatas pengukuran fisik mata berupa

indikasi mata merah dan berair saja. Sehingga pengukuran yang dilakukan

masih belum sempurna.

6.2 Keluhan Kelelahan Mata

Kelelahan mata atau astenopia timbul sebagai stress intensif pada

fungsi-fungsi mata seperti terhadap otot-otot akomodasi yang biasa dilakukan

pada pekerjaan yang memerlukan pengamatan secara teliti atau terhadap retina

sebagai akibat ketidaktepatan kontras (Suma’mur, 1996). Menurut Pheasant

(1991) kelelahan mata memiliki pengertian ketegangan pada mata dan

disebabkan oleh penggunaan indera penglihatan dalam bekerja yang

78

memerlukan kemampuan untuk melihat dalam jangka waktu yang lama yang

biasanya disertai dengan kondisi pandangan yang tidak nyaman. Keadaan

mata yang lelah ini dapat disebabkan oleh bahaya dari monitor, koreksi

penglihatan yang berkurang, membaca dokumen dengan ukuran huruf yang

kecil serta kurangnya kerlipan. Selain itu, dapat diakibatkan karena melihat

benda secara terus menerus dengan jarak yang dekat dan membaca dengan

cahaya yang kurang (Amrizal, 2010).

Hasil penelitian yang dilakukan di bagian Outbound Call gedung

Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011 menunjukkan bahwa dari 106

responden yang di teliti, sebagian besar mengalami keluhan kelelahan mata.

Jenis keluhan yang paling banyak yaitu mata terasa pedih sebanyak 85,2%.

Hal ini dapat dilihat dari istirahat mata yang kurang dilakukan oleh responden.

Dari 61 responden yang mengeluh kelelahan mata, sebanyak 82,4% responden

tidak melakukan istirahat mata. Responden atau pekerja yang terlalu lama

melihat dalam jarak dekat perlu melakukan istirahat mata dengan mengalihkan

pandangan ke arah yang jauh. Relaksasi atau istirahat mata selama beberapa

saat setiap 30 menit dapat menurunkan ketegangan dan menjaga mata tetap

basah (Zendi, 2009). Semakin lama mata terbuka, semakin tinggi

kemungkinan kornea mata mengalami dehidrasi, merasa panas dan sakit

sehingga menimbulkan kelelahan mata. Untuk itu, menurut National Institute

for Occupational Safety and Health (NIOSH) dalam (Murtopo dan Sarimurni,

2005) perlu dilakukan istirahat selama 15 menit terhadap pemakaian komputer

selama dua jam. Frekuensi istirahat yang teratur berguna untuk memotong

79

rantai kelelahan sehingga akan menambah kenyamanan bagi pengguna

komputer.

Menurut wasisto (2005), durasi kerja bagi seseorang menentukan

tingkat efisiensi dan produktivitas kerja. Durasi penggunaan komputer dalam

jangka waktu lama atau lebih dari 4 jam akan menyebabkan mata seseorang

menjadi cepat kering sehingga menimbulkan kelelahan mata. Dalam hasil

penelitian, diketahui bahwa responden yang bekerja > 4 jam dan mengalami

keluhan yaitu sebanyak 60,3%. Penggunaan komputer dalam jangka waktu

yang lama dan dengan jarak yang dekat akan membuat mata menjadi cepat

lelah karena mata terus menerus berakomodasi. Responden yang bekerja

dengan jarak monitor < 50 cm atau ≥ 50 cm juga mengalami keluhan

kelelahan mata. Tetapi sebagian besar responden bekerja dengan jarak

monitor yang ≥ 50 cm.

Akibat gangguan akomodasi ini maka seseorang yang berusia 40 tahun

atau lebih, akan memberikan keluhan setelah membaca yaitu berupa mata

lelah, berair dan sering terasa perih (Ilyas, 2008). Dalam penelitian ini,

sebagian besar responden berusia kurang dari 40 tahun. Semakin

bertambahnya usia maka tajam penglihatan semakin berkurang. Untuk

memeriksa tajam penglihatan diperlukan pemeriksaan jika terjadi kelainan

refraksi mata. Kelainan refraksi mata dilakukan dengan memeriksa tajam

penglihatan satu per satu. Responden yang memiliki kelainan refraksi maupun

tidak memiliki kelainan refraksi sama sebagian besar juga mengalami keluhan

kelelahan mata.

80

Selain itu, tingkat pencahayaan yang kurang juga dapat menimbulkan

keluhan kelelahan mata. sebagian besar responden bekerja dengan tingkat

pencahayan yang < 300 lux. Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan

yang signifikan (p = 0,01) antara tingkat pencahayaan dengan keluhan

kelelahan mata. Menurut Santoso (2004) pencahayaan yang intensitasnya

rendah (poor lighting) akan menimbulkan kelelahan, ketegangan mata, dan

keluhan pegal di sekitar mata. Sedangkan, Pencahayaan yang intensitasnya

kuat dapat menimbulkan kesilauan. Untuk itu diperlukan pencahayaan yang

cukup dan sesuai dengan karakteristik pekerjaannya.

6.3 Hubungan antara Usia dengan Keluhan Kelelahan Mata

Menurut Guyton (1991) manusia pada umumnya dapat melihat objek

dengan jelas pada usia 20 tahun. Sedangkan pada usia kurang dari 40 tahun

kebutuhan cahaya yang diperlukan untuk melihat jauh lebih besar

dibandingkan usia 45 tahun karena pada usia 45-50 tahun lensa akan

kehilangan kekenyalannya sehingga semakin tua usia seseorang daya

akomodasi akan semakin menurun. Daya akomodasi mata merupakan

kemampuan lensa untuk menebal dan menipis dan pada usia tua seseorang

cenderung mengalami keluhan kelelahan mata karena sulitnya kemampuan

lensa untuk menebal dan menipis.

Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa sebagian besar

responden yang bekerja di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD

Tangerang sebagian besar berusia ≤ 40 tahun dan hanya 3,8% yang berusia

81

>40 tahun. Dari hasil uji statistik diketahui Pvalue = 0,135, artinya tidak ada

hubungan yang bermakna antara usia dengan keluhan kelelahan mata. Baik

pekerja yang berusia > 40 tahun maupun yang ≤ 40 tahun sama-sama

mengeluh kelelahan mata. Hal ini mungkin saja dipengaruhi kondisi

lingkungan tempat kerja seperti pencahayaan yang kurang dan istirahat mata

yang kurang dilakukan oleh responden. Sejalan dengan pendapat Suma’mur

(1996) bahwa pencahayaan yang buruk dapat berakibat pada kelelahan mata

dengan berkurangnya daya dan efisiensi kerja.

Selain itu, penulis berasumsi bahwa faktor beban kerja yang

menekankan pekerja memproyeksikan mata pada saat bekerja juga

mempengaruhi banyaknya keluhan yang terjadi pada pekerja. Baik pekerja

yang berusia > 40 tahun maupun yang berusia ≤ 40 mendapat beban pekerjaan

yang sama.

Ilyas (2008) juga menambahkan bahwa setelah membaca, seseorang

yang berusia 40 tahun atau lebih akan memberikan keluhan berupa mata lelah,

berair, bahkan sering terasa perih. Karena pekerjaan di bagian Outbound Call

ini banyak dilakukan dengan membaca dan memerlukan tingkat ketelitian

ekstra, banyak pekerja yang jarang melakukan istirahat mata sehingga

menambah jumlah keluhan kelelahan mata yang terjadi. Padahal, menurut

Zendi (2009) istirahat mata selama beberapa saat dapat menurunkan otot-otot

mata yang tegang pada saat bekerja sehingga cairan mata dapat disekresikan

dan mata menjadi basah.

82

6.4 Hubungan antara Istirahat Mata dengan Keluhan Kelelahan Mata

Suatu pekerjaan yang biasa, tidak terlalu ringan atau berat, sesudah 4

jam bekerja produktivitasnya akan menurun. Berdasarkan survei yang

dilakukan di Amerika tahun 2004 bahwa lebih dari 143 juta orang Amerika

menghabiskan waktu di depan komputer setiap hari dan rata-rata waktu kerja

yang digunakan untuk bekerja dengan komputer adalah 5,8 jam per hari atau

69% dari total jam kerja mereka (Pascarelli, 2004).

Berdasarkan hasil analisis penelitian diketahui bahwa sebagian besar

responden melakukan istirahat mata. Responden yang tidak melakukan

istirahat mata dan mengeluh kelelahan mata sebanyak 82,4%. Dari hasil

analisis bivariat, terdapat hubungan yang bermakna antara istirahat mata

dengan keluhan kelelahan mata, Pvalue = 0,047. Hal ini menunjukkan bahwa

istirahat mata berpengaruh terhadap keluhan kelelahan mata. Pekerja yang

jarang mengistirahatkan matanya pada saat bekerja cenderung mengalami

keluhan kelelahan mata. Faktor lain yang mempengaruhi istirahat mata yaitu

pekerja terlalu sibuk dengan deadline pekerjaan sehingga istirahat mata yang

dilakukan tidak teratur. Adapun pekerja yang melakukan istirahat mata tetapi

mengalami keluhan kelelahan mata mungkin saja diakibatkan pekerja belum

memahami durasi ataupun metode istirahat yang efektif dilakukan disaat

bekerja dengan komputer.

Menurut Santoso (2009), setelah bekerja dengan komputer perlu

mengistirahatkan mata sejenak dengan melihat pemandangan yang dapat

menyejukkan mata secara periodik. Istirahat dalam waktu yang singkat dan

83

sering jauh lebih bermanfaat dibandingkan dengan istirahat yang lama tetapi

jarang. Untuk itu upaya mengistirahatkan mata sangat perlu dilakukan

mengingat kegiatan yang dilakukan di bagian Outbound Call ini banyak

menggunakan komputer dan mata pekerja banyak difokuskan pada layar

monitor. Karena jadwal pekerjaan yang sibuk, pekerja hanya perlu

mengupayakan melakukan istirahat mata sejenak dengan melihat

pemandangan yang kontrasnya dapat menyejukkan mata atau dengan sering

mengedipkan mata secara rutin.

6.5 Hubungan antara Kelainan Refraksi dengan Keluhan Kelelahan Mata

Menurut Ilyas (1988) kelainan refraksi atau ametropia adalah kelainan

pembiasan sinar pada mata sehingga pembiasan sinar tidak difokuskan pada

retina. Pada ametropia, sinar cahaya pararel tidak terfokuskan di retina

sehingga diperlukan perubahan refraksi untuk mendapatkan penglihatan yang

jelas (James, 2006).

Dari hasil penelitian diketahui pengguna komputer di bagian

Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang sebagian besar tidak

memiliki kelainan refraksi. Dari 36,8% responden yang memiliki kelainan

refraksi mata dan 63,2% yang tidak memiliki kelainan refraksi mata, sebagian

besar mengeluh kelelahan mata. Hasil uji statistik chi square diketahui bahwa

antara kelainan refraksi mata dengan keluhan kelelahan mata tidak terdapat

hubungan yang signifikan yaitu Pvalue = 0,982. Hal ini mungkin disebabkan

responden sudah mengoreksi keadaan mata mereka dengan baik sehingga

84

faktor kelainan refraksi tidak menunjukkan hubungan yang signifikan.

Sebagian besar responden sudah mengetahui jenis kelainan refraksi dirinya

sehingga sudah melakukan koreksi yang tepat untuk keadaan matanya.

Namun, ada sebagian responden yang tidak melakukan koreksi mata karena

beranggapan bahwa jika tidak menggunakan kacamata berarti visus mata

mereka dalam keadaan normal sehingga sebagian pekerja ada yang tidak

terkoreksi visus matanya.

Penggunaan kacamata lebih baik dibandingkan dengan penggunaan

lensa kontak karena pada saat menggunakan komputer mata akan jarang

mengedip sehingga dalam suhu ruangan yang menggunakan AC mata akan

menjadi cepat kering. Pada responden yang memiliki kelainan refraksi

sebagian besar jarang yang menggunakan kontak lensa dan ketika melakukan

wawancara banyak responden yang mengetahui bahwa penggunaan lensa

kontak dalam ruangan berAC dapat membuat mata menjadi kering.

Mata yang normal akan menempatkan bayangan benda tepat di

retinanya pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi atau istirahat

melihat jauh. Responden yang memiliki kelainan refraksi akan

mengakomodasikan matanya secara optimal. Mata yang diakomodasikan

secara terus menerus akan menimbulkan kelelahan mata (Roestijawati,2007).

85

6.6 Hubungan antara Tingkat Pencahayaan dengan Keluhan Kelelahan

Mata

Pencahayaan ruang kerja yang kurang dapat mengakibatkan kelelahan

mata, akan tetapi penerangan yang terlalu kuat dapat menyebabkan kesilauan.

Penerangan yang memadai bisa mencegah terjadinya astenopia (kelelahan

mata) dan mempertinggi kecepatan dan efisiensi membaca. Pencahayaan

tempat kerja yang memadai baik yang alami atau buatan memegang peranan

yang cukup penting dalam upaya peningkatan kesehatan, keselamatan dan

produktivitas tenaga kerja (Aryanti, 2006). Menurut Santoso (2004),

pencahayaan yang intensitasnya rendah (poor lighting) akan menimbulkan

kelelahan, ketegangan mata, dan keluhan pegal di sekitar mata. Untuk itu

perlu diberikan pencahayaan yang cukup untuk pekerjaan yang memerlukan

tingkat ketelitian yang tinggi yaitu paling sedikit 300 lux.

Hasil analisis bivariat diketahui bahwa sebagian besar responden

bekerja dengan tingkat pencahayaan < 300 lux mengeluh kelelahan mata.

terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pencahayaan dengan

keluhan kelelahan mata, Pvalue = 0,003. Hal ini sejalan dengan penelitian

Aryanti (2006) bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara intensitas

cahaya dengan keluhan kelelahan mata yaitu p = 0,011.

Distribusi pencahayaan di ruang bagian Outbound Call gedung Graha

Telkom BSD Tangerang belum merata. Ada sebagian lampu dalam kondisi

padam dan belum ada perbaikan. Selain itu tata letak meja responden maupun

lampu yang belum tertata rapi sehingga ada sebagian responden yang jauh

86

dari pencahayaan yang memadai. Untuk responden yang bekerja dengan

tingkat pencahayaan > 300 lux, sebagian besar dekat dengan lampu dan

jendela yang merupakan pencahayaan alami. Untuk itu perlu diupayakan

penataan lampu yang sesuai dengan kebutuhan responden dan melakukan

pengecekan dan perawatan lampu secara berkala. Selain itu, diusahakan agar

jendela atau tirai dibuka selama bekerja guna mengotimalkan pencahayaan

alami sinar matahari.

6.7 Hubungan antara Jarak Monitor dengan Keluhan Kelelahan Mata

Menurut Hanun (2008), monitor yang terlalu dekat dapat

mengakibatkan mata menjadi tegang, cepat lelah, dan potensi ganggguan

penglihatan. Jarak ergonomis antara layar monitor dengan pengguna komputer

berkisar antara 50 cm sampai dengan 60 cm. Occupational Safety and Health

Association (OSHA) (1997) menyebutkan bahwa pada saat menggunakan

komputer jarak antara mata pekerja dengan layar sekurang-kurangnya adalah

20-40 inci atau sekitar 50-100 cm. Pekerja yang dalam jangka waktu cukup

lama ketika bekerja dengan jarak monitor yang dekat akan menyebabkan mata

menjadi cepat lelah karena mata dipaksa berakomodasi pada jarak dekat.

Berdasarkan Hasil analisis diketahui bahwa sebagian besar responden

bekerja dengan jarak monitor ≥ 50 cm. Responden yang bekerja dengan jarak

monitor < 50 cm sebanyak 27,4% dan yang mengeluh sebanyak 72,4%. Dari

hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna

antara jarak monitor dengan keluhan kelelahan mata yaitu Pvalue = 0,093. Hal

87

ini mungkin disebabkan kondisi tempat kerja yang sudah ergonomis. Meja

kerja sebagian besar didesain dengan menempatkan monitor pada jarak yang

lebih dari 50 cm. Selain itu, pada saat pengukuran jarak monitor pekerja

berada dalam kondisi kerja yang statis sehingga pada saat pengukuran jarak

tidak optimal. Responden yang bekerja dengan jarak monitor ≥ 50 cm tetapi

tetap mengalami keluhan mungkin diakibatkan tingkat pencahayaan yang

kurang diantaranya menyangkut arah dan penyebaran atau distribusi cahaya.

Suma’mur (1996) menyatakan bahwa pencahayaan yang baik memungkinkan

tenaga kerja melihat obyek-obyek yang dikerjakannya secara jelas, cepat dan

tanpa upaya-upaya yang tidak perlu. Sehingga walaupun jarak yang

digunakan pekerja sudah sesuai tetapi jika pencahayaan yang didapat tidak

optimal maka akan menimbulkan kelelahan mata.

Sebuah penelitian survei yang dilakukan oleh American Optometric

Association (AOA) pada tahun 2004 menyebutkan bahwa tak jarang pekerja

kantor mengalami kelelahan mata akibat terlalu lama dalam jarak dekat

didepan komputer dan gelombang elektromagnetik yang dihasilkan monitor

komputer menyebabkan radiasi dan bisa mengganggu kesehatan mata. Jarak

antara mata dan monitor komputer yang terlalu dekat sering mengakibatkan

munculnya beragam penyakit mata. Dalam penelitian ini pekerja yang bekerja

dengan jarak < 50 cm maupun yang ≥ 50 cm sama-sama mengeluhkan

kelelahan mata. Hal ini mungkin disebabkan faktor Visual Display Terminal

(VDT) yang digunakan pekerja seperti kontras yang terlalu silau atau kurang

sehingga dapat menimbulkan kelelahan mata. seperti yang dikemukakan oleh

88

Fauzia (2004) bahwa VDT merupakan bagian layar monitor yang paling

berpengaruh bagi kesehatan pekerja pengguna komputer terutama terhadap

kesehatan mata.

6.8 Hubungan antara Durasi Penggunaan Komputer dengan Keluhan

Kelelahan Mata

Berdasarkan suatu survei di Amerika Serikat, rata-rata waktu kerja

yang digunakan untuk bekerja dengan komputer adalah 5,8 jam atau 69% dari

total 8 jam kerja (Wasisto, 2005). Suatu pekerjaan yang biasa, tidak terlalu

ringan atau berat, sesudah 4 jam bekerja produktivitasnya akan menurun

(Yanuar, 2009). Menurut Aryanti (2006), durasi kerja bagi seseorang

menentukan tingkat efisiensi dan produktivitas kerja.

Rata-rata seseorang yang bekerja 8 jam/hari atau setelah bekerja

selama 4 jam diupayakan melakukan istirahat untuk merelaksasikan anggota

tubuh. Memperpanjang jam kerja lebih dari kemampuan tersebut biasanya

tidak disertai efisiensi yang tinggi, bahkan biasanya terlihat penurunan

produktivitas serta kecenderungan untuk timbulnya kelelahan, penyakit dan

kecelakaan. Bagi pengguna komputer jika mata diproyeksikan secara terus

menerus akan menyebabkan mata cepat lelah.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa responden bekerja dengan

komputer > 4 jam sebanyak 59,4%. Dari 60,3% responden yang bekerja

>4jam dan 53,5% bekerja ≤ 4jam juga mengeluh kelelahan mata. Hasil

analisis bivariat menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan

89

antara durasi penggunaan komputer dengan keluhan kelelahan mata. Hal ini

mungkin disebabkan sebagian besar responden bekerja dengan komputer

dengan pencahayaan yang < 300 lux sehingga walaupun pekerja

menggunakan komputer yang > 4 jam maupun ≤ 4jam jika pencahayaan tidak

memadai maka akan berisiko terjadi kelelahan mata. Selain itu, penulis

berasusmsi bahwa ketika bekerja mungkin saja responden jarang

mengedipkan mata atau melakukan istirahat mata. Menurut Murtopo dan

Sarimurni (2005), pekerja yang melakukan istirahat 5 menit selama 4 kali

sepanjang waktu bekerja dapat mengurangi keluhan kelelahan mata.

Hasil survei penelitian yang dilakukan oleh American Optometric

Association (AOA) pada tahun 2004 menyebutkan bahwa pekerja kantor yang

terlalu lama bekerja di depan komputer mengalami kelelahan mata dan

gelombang elektronik yang dihasilkan dari layar monitor menyebabkan

radiasi dan dapat mengganggu kesehatan mata. Responden yang walaupun

menggunakan komputer < 4 jam tetapi tetap saja mengalami keluhan mungkin

saja disebabkan karena radiasi yang dipancarkan dari layar monitor yang

tanpa pelindung. Pada pekerja di bagian Outbound Call keadaan layar

monitor tidak menggunakan kaca anti glare sehingga radiasi berdampak

langsung pada mata yang bisa menimbulkan kelelahan mata.

90

BAB VII

PENUTUP

7.1 Simpulan

1. Gambaran keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian

Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011,

sebanyak 57,5% responden mengeluh kelelahan mata dan 42,5% tidak

mengalami keluhan kelelahan mata.

2. Gambaran karakteristik pekerja (usia, istirahat mata, kelainan refraksi

mata) pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha

Telkom BSD Tangerang tahun 2011yaitu:

a. 96,2% responden yang bekerja di bagian Outbound Call berusia ≤ 40

tahun dan hanya 3,8% yang berusia > 40 tahun.

b. Pada saat bekerja dengan komputer Sebanyak 84% responden

melakukan istirahat mata dan 16% tidak melakukan istirahat mata.

c. Sebanyak 63,2% responden memiliki kelainan refraksi mata dan

36,8% tidak memiliki kelainan refraksi mata.

3. Gambaran karakteristik lingkungan kerja (tingkat pencahayaan) pada

pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD

Tangerang tahun 2011 bahwa sebagian besar responden bekerja dengan

tingkat pencahayaan < 300 lux.

91

4. Gambaran karakteristik pekerjaan (jarak monitor, durasi penggunaan

komputer) pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung

Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011 yaitu:

a. Sebanyak 72,6% responden bekerja menggunakan komputer dengan

jarak monitor ≥ 50 cm dan hanya 27,4% yang bekerja dengan jarak

monitor < 50 cm.

b. Sebanyak 59,4% responden dalam bekerja menggunakan komputer >4

jam dan 40,6% bekerja < 4 jam.

5. Tidak ada hubungan yang bermakna antara usia dengan keluhan kelelahan

mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha

Telkom BSD Tangerang tahun 2011.

6. Ada hubungan yang bermakna antara istirahat mata dengan keluhan

kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung

Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011.

7. Tidak ada hubungan yang bermakna antara kelainan refraksi mata dengan

keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call

gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011.

8. Ada hubungan yang bermakna antara tingkat pencahayaan dengan keluhan

kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung

Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011.

9. Tidak ada hubungan yang bermakna antara jarak monitor dengan keluhan

kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung

Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011.

92

10. Tidak ada hubungan yang bermakna antara durasi penggunaan komputer

dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian

Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tanggerang tahun 2011.

7.2 Saran

Bagi Perusahaan

1. Untuk mengurangi dampak kelelahan mata dan meminimalisir radiasi

perlu dipasang kaca anti glare pada layar monitor. Hal ini berguna pula

untuk mengurangi tingkat kesilauan dari layar monitor.

2. Dalam ruangan kerja diupayakan diletakkan benda-benda yang memiliki

kontras yang dapat menyejukkan mata seperti tanaman/pot ataupun

lukisan sehingga ketika bekerja pekerja dapat merelaksasikan mata dengan

memandang benda-benda tersebut.

3. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan mata secara berkala untuk mengetahui

kelainan refraksi mata sehingga dapat mencegah penyakit akibat kerja

terutama karena penggunaan komputer. Selain itu dilakukan pula

penyuluhan bagi pekerja mengenai ergonomi atau posisi kerja yang baik

selama menggunakan komputer.

4. Untuk meningkatkan kualitas pencahayaan di tempat kerja perlu

diupayakan memberikan penerangan yang memadai sesuai dengan standar

yaitu sebesar 300 lux, mengoptimalkan cahaya alami (cahaya dari sinar

matahari), dan melakukan perawatan bagi lampu yang padam atau kusam.

93

Selain itu perlu diperhatikan pula tata letak penempatan lampu agar

tingkat pencahayaan yang diterima pekerja merata.

Bagi Pekerja

1. Pekerja sebaiknya mengistirahatkan mata secara teratur dan

mengupayakan tidak bekerja dengan jarak monitor < 50 cm.

2. Bagi pekerja yang memiliki kelainan refraksi mata sebaiknya hindari

penggunaan lensa kontak karena kan menyebabkan mata cepat kering

sehingga berisiko untuk terjadi kelelahan mata.

Bagi Peneliti Lain

1. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan pengukuran kelelahan

mata dengan metode lain seperti Photostess Recovery Test, tes frekuensi

subjektif kerlipan mata atau tes uji waktu reaksi.

92

DAFTAR PUSTAKA

Agta, zendi. 2010. Menjaga kesehatan mata saat di depan komputer. Dari :

http://www.kompas.com. Diunggah pada tanggal 15 Oktober 2010.

Amrizal. 2010. Penyakit Akibat dari Sering Menggunakan Komputer. Dari :

http://www.allaboutvision.com/cvs/irritated.htm. Diunggah pada tanggal 25

November 2010.

Aryanti. 2006. Hubungan antara Intensitas Penerangan dan Suhu Udara dengan

Kelelahan Mata Karyawan pada bagian Administrasi di PT. Hutama Karya

Wilayah IV Semarang. Skripsi. Dari:

http://uppm.fkm.unes.ac.id/uploads/files/u_2/abstrak4.doc. Diunggah pada

tanggal 20 September 2010.

Cameron, John R., et al. 1999. Physics of The Body. Diterjemahkan oleh dra.

Lamyarni I sardi, M.Eng. 2006. Jakarta: Sagung Seto.

Dewi, Yulyana Kusuma dkk. 2009. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan

Kelelahan Mata pada Operator Komputer Di Kantor Samsat Palembang

Tahun 2009. Skripsi. Dari :

http://uppm.fkm.unsri.ac.id/uploads/files/u_2/abstrak4.doc. Diunggah pada

tanggal 15 Oktober 2010.

Fauzia, I. 2004. Upaya untuk Mengurangi Kelelahan Mata pada Tenaga Kerja yang

Menggunakan Komputer di RS “X”. Tesis. Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia, Jakarta..

Gabriel, J.F. 1996. Fisika Kedokteran. Cetakan ke VII. Jakarta: Buku Kedokteran

EGC

--------------. 2001. Fisika Lingkungan. Jakarta: Hipokrates

Ganong, William F., 2001. Fisiologi Kedokteran. Diterjemahkan oleh H.M. Djauhari

E. Edisi 9. Jakarta: buku kedokteran EGC.

Grandjean, E. 1988. Fitting the Task To the Man. A Texbook of Occupational

Ergonomics, 4th

Edition London: Taylor & Francis.

Guyton, CA. 1991. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: penerbit buku

kedokteran EGC.

Haeny,. Noer. 2009. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kelelahan Mata

pada. Skripsi. Dari: http://www.digilib.ui.ac.id/file?file=digital/125958-S-

5700-Analisis%20faktor-Literatur.pdf. Diunggah pada tanggal 23 September

2009.

93

Hana, Liliana. 2008. Tinjauan Tingkat Pencahayaan dan Keadaan Visual Display

Terkait Keluhan Subjektif Kelelahan Mata pada Pekerja yang Menggunakan

Komputer di Ruang Kantor PT. Bridgestone Tire Indonesia Bekasi Plant,

Bulan Desember Tahun 2008. Skripsi. Fakultas Kesehatan Mayarakat

Universitas Indonesia Jakarta.

Hanum, Iis Faizah. 2008. Efektivitas Penggunaan Screen pada Monitor Komputer

untuk Mengurangi Kelelahan Mata Pekerja Call Centre di PT. Indosat NSR

Tahun 2008. Tesis.

Dari:http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/index/assoc/HASH01bb/.../d

oc.pdf. Diunggah pada tanggal 23 November 2009.

Ilyas, Sidarta. 2008. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

--------------. 1988. Penyakit Mata (Ringkasan dan Istilah). Jakarta: PT. Pustaka

Utama Grafiti.

James, Bruce, et al. 2006. Lecture Notes on Ophthalmology. Jakarta: Erlangga.

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1405/Menkes/SK/XI. 2002. Persyaratan dan

Tata Cara Penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran.

Muninjaya, AA. Gede. 2004. Manajemen Kesehatan. Edisi 2. Jakarta: Buku

Kedokteran EGC.

Murtopo, Ichwan dan sarimurni. 2005. Pengaruh Radiasi Layar Komputer terhadap

Kemampuan Daya Akomodasi Mata Mahasiswa Pengguna Komputer di

Universitas Muhammadiyah Surakarta. Jurnal Penelitian Sains dan

Teknologi, volume 6 No. 2 ; 153-163.

Nourmayanti, Dian. 2009. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan

Kelelahan Mata pada Pekerja Pengguna Komputer di Coorporate Costumer

Care Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk Tahun 2009. Skripsi

Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas kedokteran dan Ilmu

Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.

OSHA. 1997. Working Safety with Video Display Terminal a Dozen Things You

Should Know about Eyestrain. Dari : http://www.osha.gov. Diunggah pada

tanggal 20 September 2010.

Pascarelli, Emil. 2004. Dr. Pascarelli’s Complete Guide to Repetitive Strain Injury

(RSI). Navta Associates, Inc. New Jersey.

Pheasant, Stephen. 1991. Ergonomics, Works, and Health. USA: Aspen Publisher

Inc.

P.K., Suma’mur. 1993. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta:

CV. Haji Masagung.

94

--------------------. 1996. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT Toko

gunung Agung.

Prayitno, Budi. 2008. Hubungan Pencahayaan dengan Kelelahan Mata pada

Pengguna Komputer di Kelurahan Pondok Cina Depok Tahun 2008 (Studi

pada Rental Komputer, Warung Internet, dan game On-Line). Skripsi.

Fakultas Kesehatan Mayarakat Universitas Indonesia Jakarta.

Roestijawati, Nendyah. 2007. Sindrom Dry Eye pada Pengguna Visual Display

Terminal (VDT). Cermin Dunia Kedokteran Kerja Vol. 34 No. 1/154 edisi

Januari – Febuari 2007.

Sabri, Luknis dan Sutanto Priyo Haryono . 2009. Statistik Kesehatan. Edisi Revisi.

Jakarta: Rajawali Pers.

Santoso, Gempur. 2004. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta:

Prestasi Pustaka.

Santoso, Insap. 2009. Interaksi Manusia dan Komputer. Edisi 2. Yogyakarta: ANDI.

Soekidjo Notoatmodjo. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka

Cipta.

Standar Nasional Indonesia. Pengukuran Intensitas Penerangan di Tempat Kerja.

SNI 16-7062-2004.

Tarwaka dkk. 2004. Ergonomi untuk Kesehatan, Keselamatan Kerja, dan

Produktivitas. UNIBA Press, Surakarta.

Wasisto, S.W. 2005. Komputer Secara Ergonomis dan Sehat. Dari :

http://www.wahana.com. Diunggah pada tanggal 15 Oktober 2010.

Yanuar, Dwi. 2010. Komputer dan Dampaknya bagi Kesehatan. Dari :

http://www.kompas.com. Diunggah pada tanggal 15 Oktober 2010.

LAMPIRAN 2

A. Hasil Analisis Univariat

Keluhan Kelelahan Mata

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Mengeluh 61 57.5 57.5 57.5

Tidak mengeluh 45 42.5 42.5 100.0

Total 106 100.0 100.0

Usia

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid >40 tahun 4 3.8 3.8 3.8

≤40 tahun 102 96.2 96.2 100.0

Total 106 100.0 100.0

Istirahat Mata

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tidak 17 16.0 16.0 16.0

Ya 89 84.0 84.0 100.0

Total 106 100.0 100.0

Kelainan Refraksi Mata

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid ada kelainan 39 36.8 36.8 36.8

tidak ada kelainan 67 63.2 63.2 100.0

Total 106 100.0 100.0

Tingkat Pencahayaan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid ≤300 lux 93 87.7 87.7 87.7

>300 lux 13 12.3 12.3 100.0

Total 106 100.0 100.0

LAMPIRAN 2

Durasi Penggunaan Komputer

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid > 4 jam 63 59.4 59.4 59.4

<= 4 jam 43 40.6 40.6 100.0

Total 106 100.0 100.0

Jarak Monitor

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid <50 centimeter 29 27.4 27.4 27.4

>=50 centimeter 77 72.6 72.6 100.0

Total 106 100.0 100.0

LAMPIRAN 2

B. Hasil Analisis Bivariat

1. Hubungan Usia dengan Keluhan Kelelahan Mata

Crosstab

keluhan kelelahan mata

Total Mengeluh Tidak mengeluh

usia >40 tahun Count 4 0 4

% within usia 100.0% .0% 100.0%

% within keluhan kelelahan mata

6.6% .0% 3.8%

≤40 tahun Count 57 45 102

% within usia 55.9% 44.1% 100.0%

% within keluhan kelelahan mata

93.4% 100.0% 96.2%

Total Count 61 45 106

% within usia 57.5% 42.5% 100.0%

% within keluhan kelelahan mata

100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 3.067a 1 .080

Continuity Correctionb 1.527 1 .217

Likelihood Ratio 4.536 1 .033

Fisher's Exact Test .135 .105

Linear-by-Linear Association 3.038 1 .081

N of Valid Casesb 106

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,70.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

For cohort keluhan kelelahan mata = Mengeluh

1.789 1.506 2.126

N of Valid Cases 106

2. Hubungan Istirahat Mata dengan Keluhan Kelelahan Mata

LAMPIRAN 2

Crosstab

keluhan kelelahan mata

Total Mengeluh Tidak mengeluh

istirahat mata Tidak Count 14 3 17

% within istirahat mata 82.4% 17.6% 100.0%

% within keluhan kelelahan mata

23.0% 6.7% 16.0%

Ya Count 47 42 89

% within istirahat mata 52.8% 47.2% 100.0%

% within keluhan kelelahan mata

77.0% 93.3% 84.0%

Total Count 61 45 106

% within istirahat mata 57.5% 42.5% 100.0%

% within keluhan kelelahan mata

100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 5.100a 1 .024

Continuity Correctionb 3.962 1 .047

Likelihood Ratio 5.580 1 .018

Fisher's Exact Test .031 .020

Linear-by-Linear Association 5.052 1 .025

N of Valid Casesb 106

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,22.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for istirahat mata (Tidak / Ya)

4.170 1.120 15.526

For cohort keluhan kelelahan mata = Mengeluh

1.559 1.161 2.094

For cohort keluhan kelelahan mata = Tidak mengeluh

.374 .131 1.069

N of Valid Cases 106

LAMPIRAN 2

3. Hubungan Kelainan Refraksi dengan Keluhan Kelelahan Mata

Crosstab

keluhan kelelahan mata

Total Mengeluh Tidak mengeluh

kelainan refraksi ada kelainan Count 23 16 39

% within kelainan refraksi 59.0% 41.0% 100.0%

% within keluhan kelelahan mata

37.7% 35.6% 36.8%

tidak ada kelainan Count 38 29 67

% within kelainan refraksi 56.7% 43.3% 100.0%

% within keluhan kelelahan mata

62.3% 64.4% 63.2%

Total Count 61 45 106

% within kelainan refraksi 57.5% 42.5% 100.0%

% within keluhan kelelahan mata

100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .051a 1 .821

Continuity Correctionb .001 1 .982

Likelihood Ratio .052 1 .820

Fisher's Exact Test .842 .492

Linear-by-Linear Association .051 1 .821

N of Valid Casesb 106

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16,56.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for kelainan refraksi (ada kelainan / tidak ada kelainan)

1.097 .493 2.443

For cohort keluhan kelelahan mata = Mengeluh

1.040 .744 1.454

For cohort keluhan kelelahan mata = Tidak mengeluh

.948 .595 1.510

N of Valid Cases 106

LAMPIRAN 2

4. Hubungan Tingkat Pencahayaan dengan Keluhan Kelelahan Mata

Crosstabulation

keluhan kelelahan mata

Total Mengeluh Tidak mengeluh

tingkat pencahayaan <300 lux Count 59 34 93

% within tingkat pencahayaan

63.4% 36.6% 100.0%

% within keluhan kelelahan mata

96.7% 75.6% 87.7%

>=300 lux Count 2 11 13

% within tingkat pencahayaan

15.4% 84.6% 100.0%

% within keluhan kelelahan mata

3.3% 24.4% 12.3%

Total Count 61 45 106

% within tingkat pencahayaan

57.5% 42.5% 100.0%

% within keluhan kelelahan mata

100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 10.782a 1 .001

Continuity Correctionb 8.904 1 .003

Likelihood Ratio 11.239 1 .001

Fisher's Exact Test .002 .001

Linear-by-Linear Association 10.680 1 .001

N of Valid Casesb 106

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,52.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for tingkat pencahayaan (<300 lux / >= 300 lux)

9.544 1.996 45.629

For cohort keluhan kelelahan mata = Mengeluh

4.124 1.142 14.893

For cohort keluhan kelelahan mata = Tidak mengeluh

.432 .303 .616

N of Valid Cases 106

LAMPIRAN 2

5. Hubungan Jarak Monitor dengan Keluhan Kelelahan Mata

Crosstab

keluhan kelelahan mata

Total Mengeluh Tidak mengeluh

jarak monitor <50 centimeter Count 21 8 29

% within jarak monitor 72.4% 27.6% 100.0%

% within keluhan kelelahan mata

34.4% 17.8% 27.4%

>=50 centimeter Count 40 37 77

% within jarak monitor 51.9% 48.1% 100.0%

% within keluhan kelelahan mata

65.6% 82.2% 72.6%

Total Count 61 45 106

% within jarak monitor 57.5% 42.5% 100.0%

% within keluhan kelelahan mata

100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 3.612a 1 .057

Continuity Correctionb 2.823 1 .093

Likelihood Ratio 3.733 1 .053

Fisher's Exact Test .078 .045

Linear-by-Linear Association 3.578 1 .059

N of Valid Casesb 106

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12,31.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for jarak monitor (<50 centimeter / >=50 centimeter)

2.428 .959 6.148

For cohort keluhan kelelahan mata = Mengeluh

1.394 1.022 1.902

For cohort keluhan kelelahan mata = Tidak mengeluh

.574 .305 1.082

N of Valid Cases 106

LAMPIRAN 2

6. Hubungan Durasi Penggunaan Komputer dengan Keluhan Kelelahan Mata

Crosstab

keluhan kelelahan mata

Total Mengeluh Tidak mengeluh

durasi penggunaan komputer > 4 jam Count 38 25 63

% within durasi penggunaan komputer

60.3% 39.7% 100.0%

% within keluhan kelelahan mata

62.3% 55.6% 59.4%

<= 4 jam Count 23 20 43

% within durasi penggunaan komputer

53.5% 46.5% 100.0%

% within keluhan kelelahan mata

37.7% 44.4% 40.6%

Total Count 61 45 106

% within durasi penggunaan komputer

57.5% 42.5% 100.0%

% within keluhan kelelahan mata

100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .488a 1 .485

Continuity Correctionb .248 1 .618

Likelihood Ratio .487 1 .485

Fisher's Exact Test .550 .309

Linear-by-Linear Association .483 1 .487

N of Valid Casesb 106

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18,25.

b. Computed only for a 2x2 table

LAMPIRAN 2

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for durasi penggunaan komputer (> 4 jam / <= 4 jam)

1.322 .604 2.893

For cohort keluhan kelelahan mata = Mengeluh

1.128 .800 1.589

For cohort keluhan kelelahan mata = Tidak mengeluh

.853 .548 1.327

N of Valid Cases 106

1

LEMBAR OBSERVASI

NO JARAK KONDISI MATA PENCAHAYAAN

Merah Berair

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

26

27

28

29

30

31

2

32

33

34

35

36

37

38

39

40

41

42

43

44

45

46

47

48

49

50

51

52

53

54

55

56

57

58

59

60

61

62

63

64

65

66

3

67

68

69

70

71

72

73

74

75

76

77

78

79

80

81

82

83

84

85

86

87

88

89

90

91

92

93

94

95

96

97

98

99

100

LAMPIRAN 1

Kuesioner Penelitian

Keluhan Kelelahan Mata di Gedung Graha Telkom BSD Tanggerang

Tahun 2011

Assalamualaikum Wr.Wb/ selamat pagi/ siang/ sore

Teriring salam dan doa semoga Bapak/Ibu selalu diberikan kesuksesan dalam

menunaikan tugas keseharian. Saya :

Nama : Siti Maryamah

NIM : 106101003356

Mahasiswi yang sedang melaksanakan tugas akhir perkuliahan Program Studi Sarjana

Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, memohon kesediaan

Bapak/Ibu untuk mengisi pertanyaan pada kuesioner ini dengan lengkap. Setiap data

yang Anda isikan pada kuesioner ini dijamin kerahasiaannya.

Petunjuk Pengisian:

1. Berilah tanda ceklist (√) pada kolom/kotak yang disediakan untuk setiap

jawaban yang Anda isikan.

2. Jika jawaban bukan merupakan pilihan, maka isilah pada garis bawah

(________) yang tersedia.

LAMPIRAN 1

No. Responden

LEMBAR KUESIONER

A. Karakteristik Responden

A1. Nama :

A2. No. Handphone :

A3. Tanggal Lahir :

A4. Apakah anda menggunakan kacamata?

Ya

Tidak

A5. Apakah Anda menggunakan kacamata/kontak lensa?

Ya

Tidak

(Jika “Tidak”, lanjut ke pertanyaan A7)

A6. Jenis kacamata apakah yang anda gunakan saat bekerja?

Kacamata minus/plus (coret yang tidak perlu)

Kacamata bifokus

Kontak lensa

Tidak ada

A7. Apakah Anda sering mengistirahatkan mata Anda ketika bekerja dengan komputer?

Ya

Tidak

A8. Seberapa sering Anda mengistirahatkan mata Anda?

Sangat sering (> 3 kali dalam satu jam)

LAMPIRAN 1

Sering (1-2 kali dalam satu jam)

Tidak sama sekali

B. Karakteristik Pekerjaan

B1. Apa pekerjaan Anda?

B2. Berapa lama rata-rata anda bekerja (x) dalam ruang kantor dalam 1 hari?

________________ jam

B3. Berapa lama rata-rata anda bekerja menggunakan komputer di kantor?

________________ .jam

B4. Apakah anda juga sering menggunakan komputer diwaktu istirahat kantor?

________________ jam

B4. Berapa lama Anda bekerja/bermain menggunakan komputer diluar jam kantor (setelah

pulang kantor/libur) dalam sehari? ___________________ jam

C. Karakteristik Lingkungan Kerja

C1. Apakah dengan pencahayaan ruang kerja Anda sekarang sudah cukup nyaman bagi anda

untuk menyelesaikan pekerjaan Anda?

Ya

Tidak

C2. Bagaimana keadaan kualitas pencahayaan di tempat kerja Anda?

Terlalu terang

Cukup terang

Kurang terang

LAMPIRAN 1

D. Keluhan Kelelahan Mata

D1. Apakah Anda mengalami gangguan atau gejala seperti di bawah ini (setelah

menggunakan komputer)?

Keluhan Ya Tidak

Mata terasa tegang

Penglihatan kabur

Penglihatan rangkap/ganda

Mata merah

Mata terasa pedih

Mata berair

Mata terasa gatal

Sakit kepala