Faktor-Faktor Penentu Keberhasilan Penangkaran Merak Hijau ... · faktor-faktor penentu...
-
Upload
trinhhuong -
Category
Documents
-
view
307 -
download
4
Transcript of Faktor-Faktor Penentu Keberhasilan Penangkaran Merak Hijau ... · faktor-faktor penentu...
FAKTOR-FAKTOR PENENTU KEBERHASILAN
PENANGKARAN MERAK HIJAU JAWA (Pavo muticus
muticus) DI TAMAN MARGASATWA RAGUNAN DAN
TAMAN BURUNG TAMAN MINI INDONESIA INDAH (TMII)
JAKARTA
SKRIPSI
DYAH AYU PURWANINGSIH
DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
FAKTOR-FAKTOR PENENTU KEBERHASILAN
PENANGKARAN MERAK HIJAU JAWA (Pavo muticus
muticus) DI TAMAN MARGASATWA RAGUNAN DAN
TAMAN BURUNG TAMAN MINI INDONESIA INDAH (TMII)
JAKARTA
DYAH AYU PURWANINGSIH
E34062186
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
RINGKASAN
DYAH AYU PURWANINGSIH. Faktor-Faktor Penentu Keberhasilan
Penangkaran Merak Hijau Jawa (Pavo muticus muticus) di Taman Margasatwa
Ragunan dan Taman Burung Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Di bawah
bimbingan JARWADI BUDI HERNOWO dan BURHANUDDIN MASY’UD.
Kelangsungan hidup merak hijau jawa (Pavo muticus muticus) pada saat ini
sangat terancam, populasinya menurun tajam (dari status vulnurable ke
endangered tahun 2010) akibat perburuan liar dan penyempitan habitat oleh
kegiatan manusia. Penangkaran merupakan salah satu upaya pengelolaan merak
hijau yang dapat menunjang kelestariannya di alam. Keberhasilan penangkaran
dipengaruhi oleh pengetahuan terhadap kehidupan merak hijau jawa dan faktor-
faktor pengelolaannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor
yang mempengaruhi penangkaran merak hijau jawa di Taman Burung Taman
Mini Indonesia Indah (TB TMII) dan Taman Margasatwa Ragunan (TMR)
Jakarta. Penelitian ini dilaksanankan pada September sampai Desember 2010
Faktor-faktor yang mempengaruhi penangkaran merak hijau jawa dianalisis
secara deskriptif meliputi ukuran kandang, pakan, habitat buatan, kesehatan,
keberhasilan menetaskan telur, dan mengatasi gangguan. Untuk mengetahui
tingkat daya tetas telur, morbiditas dan mortalitas dengan analisis kuantitatif.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa ukuran kandang merak hijau
jawa di TB TMII (panjang 6 m, lebar 4 m, tinggi 10 m) mencukupi. Ukuran
kandang merak hijau jawa di TMR (panjang 4 m, lebar 4 m, tinggi 6 m) juga
mencukupi. Jenis pakan baik kuantitas dan kualitas di TB TMII dan TMR
mencukupi. Perbedaan yang paling menonjol dalam penangkaran di dua lokasi
penelitian ini adalah dalam hal tingkat penetasan telur, morbiditas dan mortilitas.
Di TB TMII jumlah telur yang menetas adalah 5 butir dari jumlah total telur 14
butir (dari 3 indukan) dengan persentase daya tetas telur 36,6 % sedangkan di
TMR tidak ada telur yang menetas sama sekali dari 15 butir telur (dari 3 indukan)
dengan persentase daya tetas telur 0%. Di TB TMII dua ekor merak hijau mati
karena terserang penyakit pulorum dan masuk angin sedangkan di TMR tidak ada
merak hijau yang mati maupun terserang penyakit.
Tingkat keberhasilan penangkaran merak hijau jawa di TB TMII dari segi
reproduksi lebih berhasil karena ada penetesan telur merak hijau jawa sedangkan
di TMR tidak ada telur yang menetas sama sekali. Tingkat keberhasilan
penangkaran merak hijau jawa di TB TMII dari segi morbiditas dan mortalitas
tidak berhasil karena terdapat merak hijau jawa yang terserang penyakit dan mati
sedangkan di TMR tidak ada merak hijau jawa yang terserang penyakit dan mati.
Faktor-faktor penentu keberhasilan penangkaran merak hijau jawa di TB TMII
dan TMR berdasarkan ukuran kandang, pakan, habitat buatan, kesehatan,
keberhasilan menetaskan telur, dan mengatasi gangguan.
Kata kunci : penangkaran, merak hijau jawa, keberhasilan penangkaran, taman
margasatwa, taman burung
SUMMARY
DYAH AYU PURWANINGSIH. Determinants of successful breeding Java
Green Peafowl (Pavo muticus muticus) in Ragunan Wildlife Parks and Taman
Mini Indonesia Indah (TMII) Bird Park. Under supervision of JARWADI BUDI
HERNOWO and BURHANUDDIN MASY'UD.
The javan green peafowl has status as endangered bird, due to poaching
and loosing of their habitat because human activities. The successfully of capty
breeding is determine by knowledge of javan green peafowl life and also
influenced by management activities. The aims of the study to determine the
factors to influence the javan green peafowl successfully of capty breeding in
Taman Mini Indonesia Indah Birds Park (TB TMII) and Ragunan Wildlife Park
(TMR) Jakarta. The study was held in September until December 2010.
The descriptive analysis was used to describe the factors influence to the
javan green peafowl in captive breeding. Sucsh as size or cage, food, man made
habitat, health of the bird, breeding success, mortality and morbidity.
The result showed the size (length 6 m, width 4 m, height 10 m) in TB
TMII and in TMR (length 4 m, width 4 m, height 6 m) both are enough. The food
quality and quantity at both place are enough. The breeding success is quidifferent
at TB TMII and TMR. The TB TMII has success of four new peachicks breed, but
TMR was not. In TB TMII two javan green peafowl tail off because pulorum
disease and colds while in TMR nothing javan green peafowl dead or diseased.
The determine factor of success breeding of the javan green peafowl are
cage size, food, man made habitat, health or the birds, breeding success, mortality
and morbidity.
Keywords: javan green peafowl, captive breeding, breeding success, wildlife park,
birds park
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Faktor-Faktor
Penentu Keberhasilan Penangkaran Merak Hijau Jawa (Pavo muticus muticus) di
Taman Margasatwa Ragunan dan Taman Burung Taman Mini Indonesia Indah
(TMII) Jakarta adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan
dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada
perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Bogor, Februari 2012
Dyah Ayu Purwaningsih
NIM E34062186
Judul skripsi : Faktor-Faktor Penentu Keberhasilan Penangkaran Merak
Hijau Jawa (Pavo muticus muticus) di Taman Margasatwa
Ragunan dan Taman Burung Taman Mini Indonesia Indah
(TMII) Jakarta
Nama : Dyah Ayu Purwaningsih
NIM : E34062186
Menyetujui :
Pembimbing I Pembimbing II
Meng
I. PENDAHULUAN
Tanggal Lulus:
Dr. Ir. Jarwadi Budi Hernowo, MscF
NIP: 19581111 198703 1 003
Mengetahui:
Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir Sambas Basuni, MS
NIP: 19580915 198403 1 003
Dr. Ir. Burhanuddin Masy’ud, MS
NIP: 19581121 198603 1 003
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian berjudul
Faktor-Faktor Penentu Keberhasilan Penangkaran Merak Hijau Jawa (Pavo
muticus muticus) di Taman Margasatwa Ragunan dan Taman Burung Taman Mini
Indonesia Indah (TMII) Jakarta. Shalawat serta salam penulis haturkan kepada
Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umat manusia ke era penuh dengan
kemajuan ilmu pengetahuan. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya
Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyususnan karya
tulis ini, sehingga dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan saran
dan kritik yang membangun dari semua pembaca. Akhirnya dengan kemampuan
yang terbatas dan dengan segala kekurangan, penulis memiliki harapan, semoga
karya kecil ini bermanfaat baik bagi penulis maupun pembaca, dunia pendidikan
yang tak pernah lekang ditelan oleh waktu serta dapat memberikan sumbangan
pemikiran kepada masyarakat sehingga dapat lebih bijak dalam pemanfaatan
hutan. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih.
Bogor, Maret 2012
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di sebuah kota di Jawa Timur, Surabaya, pada tanggal
27 Agustus 1988 sebagai anak tunggal dari pasangan Bapak Heru Budiantoro,
S.sos dan Ibu Titik Warsiti, S.sos. Jenjang pendidikan yang dilaluinya adalah di
Sekolah Dasar Negeri 1 Penjaringan Sari Surabaya tahun 1994, SLTPN 2 Candi
Sidoarjo tahun 2000. Penulis lulus dari SMA N 4 Sidoarjo tahun 2006 dan pada
tahun yang sama masuk IPB melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI).
Selama satu tahun penulis mengikuti Tingkat Persiapan Bersama (TPB IPB) dan
memilih Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas
Kehutanan, pada tahun kedua.
Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa
(BEM KM) yakni sebagai anggota kementrian Komunikasi dan Informatika
(KOMINFO) tahun 2006-2007, anggota paduan suara Fahutan tahun 2007-2009,
anggota biro infokom di Himpunan Mahasiswa Konservasi (HIMAKOVA) tahun
2007 dan bendahara Kelompok Pemerhati Burung (KPB) 2008 serta menjadi
asisten praktikum komunikasi bisnis (KPM) tahun 2009. Selama masa
perkuliahan penulis aktif dalam kegiatan kampus yakni sebagai panitia Gebyar
Nusantara divisi publikasi, dekorasi, dan dokumentasi tahun 2006, panitia Krisis
Pendidikan divisi humas tahun 2006, panitia Gebyar HIMAKOVA divisi
konsumsi tahun 2008, panitia diklat KPB divisi konsumsi dan sekretaris tahun
2009, dan panitia Bina Corps Rimbawan (BCR) divisi konsumsi tahun 2009.
Penulis juga aktif dalam kegiatan seni yakni juara 3 teater IPB ART
Contest tahun 2008. Penulis juga pernah menjadi finalis Program Kreativitas
Mahasiswa bidang Kewirausahaan (PKMK) IPB yang lolos didanai Dikti tahun
2009.
Penulis melakukan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan di BKPH
Baturaden dan BKPH Cilacap tahun 2008, Praktek Pengelolaan Hutan di Hutan
Pendidikan Gunung Walat tahun 2009, Magang di KPH Lawu Ds tahun 2009,
serta Praktek Kerja Lapang (PKL) di Taman Nasional Alas Purwo pada tahun
2010.
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat
dan hidayah-Nya penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini
penulis ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada semua
pihak yang telah memberikan masukan, dukungan dan semangat, baik selama
penyususnan proposal, penelitian di lapangan, hingga penyususnan karya tulis ini.
Rasa terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada:
1. Bapak Dr. Ir. Jarwadi Hernowo, MscF dan Dr. Ir. Burhanuddin Masy’ud, MS
sebagai Dosen Pembimbing yang telah memberikan arahan, nasihat serta
dukungan dalam penyususnan skripsi.
2. Kedua orang tuaku tercinta Heru Budiantoro, S.sos dan Titik Warsiti, S.sos
yang telah memberikan dukungan, semangat, nasihat, harapan, dan doanya
setiap waktu.
3. Bapak Widiabrata, Bapak Joko, dan seluruh pengelola Taman Burung Taman
Mini Indonesia Indah atas segala bantuan dan informasinya selama di
lapangan.
4. Bapak Sunaryo dan seluruh pihak di Taman Marga Satwa Ragunan yang telah
memberikan bantuannya di lapangan.
5. Sahabat tercinta Emy Junatan Muakhor, Sp yang telah memberikan seluruh
doa, dukungan dan waktunya untuk menemani serta membantu saya selama
penelitian.
6. Marolop Hasudungan, Rully Bangkit Nugraha, S.Hut dan Nanang Khairul
Hadi, S.Hut untuk semua doa, semangat dan bantuannya.
7. Keluarga besar KSHE angkatan 43 yang selalu kompak dan membantu saya
dalam penyususnan skripsi, seminar dan sidang terutama kepada Fenny Dwi
Kasih, Erlina Yanti, Syafitri Hidayati, Ahmad Gozali, Ati Nurhayati, Nur
Izzatil dan Asri Joni.
8. Seluruh pihak yang telah membantu dalam penelitian di lapangan dan dalam
penulisan skripsi ini.
Bogor, Maret 2012
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR…………………………………………........… i
DAFTAR ISI …………………………………………………....…..... ii
DAFTAR TABEL ................................................................................ iv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................... vii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang …………………………………….......… 1
1.2 Tujuan Penelitian …………………………......……….… 2
1.3 Manfaat Penelitian …………………………......…….….. 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bioekologi Merak Hijau Jawa ……………….........……... 3
2.2 Perilaku Merak Hijau Jawa ………………........…….….... 5
2.3 Penggunaan/Pemanfaatan Merak Hijau Jawa ..................... 8
2.4 Penangkaran Merak Hijau Jawa ......................................... 8
2.5 Gangguan Terhadap Merak Hijau Jawa ............................. 8
BAB 3 KONDISI UMUM
3.1 Taman Mini Indonesia Indah (TMII) .................................. 10
3.2 Taman Margasatwa Ragunan ………………….…........…. 11
BAB 4 METODA PENELITIAN
4.1 Waktu dan Tempat ….…………………………..........…… 18
4.2 Alat ...................…………………………..........…………. 18
4.3 Metode Pengambilan Data ……………….........…………. 18
4.4 Analisis Data ....................................................................... 20
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Penangkaran Merak Hijau Jawa di Taman Burung
Taman Mini Indonesia Indah ............................................. 22
5.2. Penangkaran Merak Hijau Jawa di Taman
Margasatwa Ragunan ........................................................ 26
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................... 51
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………....……..... 52
LAMPIRAN ....................................................................................... 54
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Komponen Habitat Buatan di Kubah Barat Taman
Burung TMII ......................................................................... 24
2. Tingkatan Vegetasi yang ada di dalam Kubah Barat
TMII Beserta Peranannya ………………………………………… 25
3. Komposisi dan perbandingan bahan pakan kering dan
basah untuk merak hijau jawa di penangkaran TB TMII ………… 26
4. Jenis Penyakit yang Menyerang Merak Hijau Jawa
di Kubah Barat Taman Burung TMII Tahun 2010-2011 ………... 28
5. Penempatan merak hijau jawa di Kubah Barat Taman
Burung TMII ……………………………………………….…….. 29
6. Struktur Umur Merak Hijau Jawa yang Ada
di Kubah Barat Taman Burung TMII Tahun 2010-2011 ….…….. 29
7. Data merak hijau jawa yang bertelur dan banyaknya telur
yang menetas di Taman Burung TMII ………………….……….. 31
8. Persentase daya tetas telur di Taman Burung TMII ……….……….. 31
9. Faktor-faktor penentu keberhasilan penangkaran
merak hijau jawa di Taman Burung TMII ……………..………… 34
10. Komponen Habitat Buatan di TMR …………………..…………… 36
11. Tingkatan Vegetasi yang ada di dalam Kubah Barat TMII
beserta peranannya ………………………………………............ 37
12. Jenis dan komposisi makanan merak hijau jawa di TMR ….……... 37
13. Jenis penyakit yang menyerang merak hijau jawa di TMR …….… 39
14. Pembagian umur merak hijau jawa di TMR bulan
September 2010-Januari 2011 …………………………….……. 39
15. Data merak hijau jawa yang bertelur dan banyaknya telur
yang menetas di Taman Margasatwa Ragunan ……………….… 41
16. Persentase daya tetas telur di TMR ……………………………….. 41
17. Faktor-faktor penentu keberhasilan penangkaran
merak hijau jawa di Taman Margasatwa Ragunan ………….….. 43
18. Perbedaan kondisi penangkaran di TMII dan TMR ...................... 44
19. Perbandingan keberhasilan penangkaran di TMII dan TMR ……... 49
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Bentuk kawat ram kandang dan pondasi bawah dinding kandang ….. 23
2. (a) Bebatuan sungai berukuran kecil yang menutupi lantai
kandang persegi empat …………………………………………….… 23
2. (b) Lantai kandang yang ditumbuhi rumput ………………………… 23
2. (c) Atap kandang yang berupa kawat ram ……………………….….. 23
3. Komposisi makanan merak hijau jawa ………………………….…... 26
4. Makanan tambahan ……………………………………………….…. 27
5. Nampan plastik yang berisi makanan merak hijau jawa ………….… 28
6. Kolam tempat minum merak hijau jawa ……………………….…… 28
7. Merak hijau jawa jantan menari untuk menarik perhatian
merak hijau jawa betina ……………………………………….……. 30
8. Telur merak hijau jawa rata-rata berjumlah 4-6 butir ………….…… 31
9. Bentuk kandang merak hijau jawa ………………………………….. 37
10. Bebatuan sungai berukuran kecil yang menutupi lantai
kandang persegi empat ……………………………………….…….. 37
11. (a) Komposisi makanan merak hijau jawa …………………….…… 39
11. (b) Vitamin yang dicampur ke makanan merak hijau jawa ………... 39
12. Kolam minum merak hijau jawa yang sedang diisi air ……….……. 30
13. Merak hijau jawa jantan sedang membentangkan bulu hiasnya
di depan merak hijau jawa betina ………………………….……… 41
14. Telur-telur merak hijau jawa di beberapa kandang TMR …….……. 42
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1. Panduan wawancara dengan pihak pengelola ……………………….. 55
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Berdasarkan laporan International Red List-Union for Conservation of
Nature and Natural Resources (IUCN) tahun 2009 status merak hijau jawa (Pavo
muticus muticus) telah menaikkan dari vulnerable (VU atau ”rentan”) menjadi
endangered (EN atau “genting”). Dalam status perdagangan CITES ( Convention
for the International Trade in Endangered Spesies of Fauna end Flora ) merak
hijau jawa termasuk dalam Appendix II yaitu satwa yang langka dan dilindungi
dalam perdagangannya dengan pengaturan kuota (jumlah terbatas) dan berupa
hasil penangkaran F2.
Kelangsungan hidup merak hijau pada saat ini sangat terancam. Beberapa
faktor yang menyebabkan menurunnya populasi merak hijau antara lain
berkurangnya habitat akibat penggunaan lahan dan kerusakan oleh manusia serta
semakin besarnya tingkat perburuan liar baik untuk diambil meraknya, bulu
maupun telurnya.
Merak hijau memiliki keindahan bentuk tubuh dan warna bulu. Kelebihan
ini menjadikan merak hijau banyak diburu untuk diperdagangkan. Penangkapan
anakan merak hijau yang dapat digunakan sebagai binatang peliharaan juga
merupakan salah satu ancaman keberadaan merak hijau. Para petani yang berada
di tepi hutan jati di Jawa seringkali mencari telur merak hijau di hutan dan
mengkonsumsinya. Petani juga menetaskan telur merak hijau pada induk ayam
buras untuk dipelihara atau dijual ke pasar secara sembunyi-sembunyi atau untuk
dikonsumsi dagingnya (Tarigan, 2001).
Sebagian besar kebutuhan terhadap merak hijau untuk memenuhi
permintaan pasar masih mengandalkan pada penangkapan dari alam. Perburuan
yang terus berlangsung, terutama di Pulau Jawa, telah mengakibatkan populasi
merak hijau merosot. Hal ini mendorong Bird Life International (2009)
memasukkannya ke dalam status Endangered.
Upaya konservasi baik secara in-situ (di dalam habitat alami) maupun ek-
situ (di luar habitat alami) harus segera dilakukan untuk menghindarkan merak
hijau dari ancaman kepunahan. Penangkaran merupakan salah satu upaya
pengelolaan merak hijau di luar habitat alaminya yang dapat menunjang
kelestariannya di alam. Keberhasilan kegiatan penangkaran merak hijau sangat
ditentukan oleh pengetahuan mengenai cara hidup, pola perilaku, dan faktor-
faktor lain. Melalui pengetahuan tersebut dapat memudahkan penentuan bentuk
tindakan efektif yang diterapkan dalam penangkaran merak hijau. Berdasarkan
pemikiran itu maka perlu dikaji praktek pengelolaan penangkaran merak hijau
jawa di lokasi-lokasi penangkaran agar kelak dapat dijadikan dasar di dalam
merumuskan upaya pengelolaannya secara optimal dengan efektif.
1.2 Tujuan
1. Mengidentifikasi pola pengelolaan penangkaran merak hijau jawa di
Taman Margasatwa Ragunan (TMR) dan Taman Burung Taman Mini
Indonesia Indah (TB TMII).
2. Menganalisis tingkat keberhasilan penangkaran di TMR dan TB TMII
dilihat dari reproduksi dan kondisi kesehatan dan/atau mortalitas
(kematian).
3. Menganalisis faktor-faktor penentu keberhasilan penangkaran merak hijau
jawa di TMR dan TB TMII dilihat dari aspek pemberian pakan dan habitat
(kandang).
1.3. Kegunaan
Kegunaan dari penelitian ini adalah untuk menjadi sumber informasi
terbaru tentang cara penangkaran merak hijau jawa yang baik dan benar sesuai
dengan faktor-faktor yang mendukung dalam keberhasilan penangkaran merak
hijau jawa tersebut.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bioekologi Merak hijau
2.1.1 Taksonomi
Grzimek (1972) menyatakan bahwa klasifikasi merak hijau jawa (Pavo
muticus muticus) sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phyllum : Chordata
Sub phyllum : Vertebrata
Klas : Aves
Sub klas : Neornithes
Ordo : Galliformes
Sub ordo : Galli
Famili : Phasianidae
Sub famili : Pavoninae
Genus : Pavo
Spesies : Pavo muticus Linnaeus 1766
Merak hijau termasuk dalam Ordo Galliformes yang mempunyai salah
satu ciri yaitu kaki yang kuat, banyak aktivitas yang tergantung pada kakinya.
Aktivitas tersebut antara lain berjalan, mencari makan, bertengger dan sampai
pada saat akan tidur merak duduk di atas dadanya dengan jari kaki mencengkeram
cabang atau ranting pohon tidur mereka (Palita, 2002).
2.1.2 Morfologi
Morfologi merak hijau berbeda-beda menurut umur dan jenis kelaminnya,
yakni dapat dilihat dari ukuran tubuh dan warna bulu pada merak hijau.
a Merak jantan dewasa
Sativaningsih (2005) menyatakan bahwa merak jantan dewasa mempunyai
jambul tegak di atas kepalanya dan dagu berwarna hijau kebiruan, bulu hiasnya
panjang berwarna campuran antara hijau emas dan hijau perunggu sehingga
terlihat berkilau. Merak hijau jantan berukuran sangat lebih besar dengan panjang
tubuh dapat mencapai 210 cm.
Menurut Hernowo (1995), merak jantan dewasa memiliki ciri-ciri yang
khas yaitu adanya bulu hias yang tersusun dari 100-150 lembar bulu yang besar,
panjang dan kuat. Warnanya adalah campuran antara hijau emas dan hijau
perunggu sehingga kelihatan berkilauan. Pada bagian permukaannya terdapat
cincin oval (ocellus) yang besar dan komposisi warnanya banyak. Sub termal
ocellus berwarna ungu dan dikelilingi oleh dua cincin yang berwarna hijau muda
dan hijau tua yang merupakan lingkaran terakhir. Bulu yang terpanjang terletak di
tengah dan tidak memiliki ocellus.
b Merak betina dewasa
Menurut Sativaningsih (2005), merak hijau betina dewasa mempunyai
komposisi warna tubuh sama dengan jantan tetapi lebih lembut, tidak cerah, agak
kusam, dan tidak mempunyai bulu hias. Merak hijau betina panjang tubuhnya
berukuran 120 cm.
Delacour (1977) menyatakan bahwa secara umum bulu merak hijau betina
sama dengan merak jantan, hanya warnanya lebih lembut dan agak kusam. Kaki
bersisik dan warnanya hitam abu-abu dan bertaji sama dengan merak jantan.
Perbedaan yang nyata terletak pada bulu hias, dimana merak betina tidak
mempunyai bulu hias. Bagian atas dari penutup ekor, berwarna perunggu
kehijauan dengan warna kuning keputihan.
c Merak anakan
Anak merak hijau mempunyai warna coklat kusam berbintik hitam.
Warnanya sama dengan betina dewasa, tetapi lebih buram. Bagian dagu dan
kepala tertutup oleh bulu berwarna putih. Jambul mulai tumbuh setelah anak
merak berumur dua minggu. Pada umur dua bulan, anak merak sudah mempunyai
bentuk tubuh dan bulu yang sempurna menyerupai merak betina dewasa tetapi
ukurannya lebih kecil (Delacour, 1997).
2.1.3 Habitat dan pakan
Alikodra (2002) menyatakan bahwa habitat adalah kawasan yang terdiri dari
berbagai komponen baik komponen fisik maupun biotik yang merupakan kesatuan yang
digunakan sebagai tempat hidup dan berkembangbiaknya satwa liar. Komponen habitat
yang terpenting untuk kehidupan satwa liar terdiri dari makanan, pelindung dan air.
Pelindung adalah bagian dari habitat yang berfungsi sebagai tempat berlindung,
beristirahat, atau tempat berkembangbiak. Satwa liar menempati habitat sesuai dengan
keadaan lingkungan yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidupnya. Habitat yang sesuai
untuk satu jenis satwa belum tentu sesuai untuk jenis satwa yang lain karena tiap jenis
satwa menghendaki kondisi habitat yang berbeda. Keseluruhan fungsi habitat itu
ditentukan oleh interaksi sejumlah komponen habitat baik fisik ataupun biotik:
topografi, air, dan tanah maupun komponen biologis ataupun biotik: satwa liar, vegetasi,
dan penggunaan lahan oleh manusia.
MacKinnon et al. (1992) menyatakan bahwa merak hijau mempunyai kebiasaan
mengunjungi hutan terbuka dengan padang rumput, perkebunan teh dan berjalan-jalan
di tanah. Hal ini dipertegas oleh King et al. (1975), bahwa habitat merak hijau adalah di
hutan terbuka, hutan sekunder, pinggir sungai, dan tepi hutan. Dari pernyataan di atas
terlihat bahwa merak hijau mempunyai kebiasaan mencari makan, berteduh dan
berlindung di tempat-tempat terbuka dan juga lebih banyaknya fungsi habitat yang
diperoleh merak hijau di daerah tersebut.
Jenis makanan merak hijau kebanyakan berasal dari tumbuhan seperti beberapa
jenis rumput. Bagian dari tumbuhan yang dimakan yaitu biji dan daun. Untuk memenuhi
kebutuhan protein hewani, merak juga memakan serangga dan belalang kecil. Palita
(2002) menjelaskan selain makan rumput-rumputan dan herba, merak juga memakan
tumbuh-tumbuhan seperti gondang, lo dan bendo serta beberapa jenis serangga seperti
semut dan ulat.
2.2 Perilaku Merak Hijau
2.2.1 Perilaku makan dan minum
Menurut Mulyana (1988), Setiawan dan Setiadi (1992) dan Winarto (1993),
aktivitas makan merak hijau dilakukan dalam dua periode, yaitu periode pagi hari dan
sore hari. Aktivitas ini merupakan aktivitas makan primer, artinya makan merupakan
aktivitas yang utama sedangkan perilaku atau aktivitas lainnya merupakan faktor
pendukung saat melakukan aktivitas makan. Pada waktu istirahat merak juga melakukan
aktivitas makan. Periode makan ini termasuk ke dalam aktivitas makan sekunder karena
pada saat istirahat tersebut makan bukan merupakan aktivitas utama.
Menurut Winarto (1993), cara makan merak hijau di Taman Nasional Baluran
adalah dengan mematuk makanan menggunakan paruhnya, sedangkan pemilihan
makanan di permukaan tanah dilakukan dengan cara mengais menggunakan kedua
tungkai kakinya. Menurut Supratman (1998) merak hijau umumnya minum setelah
melakukan aktivitas makan. Setelah makan merak hijau berjalan menuju tempat-tempat
sumber air. Cara minumnya dengan menjulurkan lehernya ke air secara berulang.
2.2.2 Perilaku istirahat dan tidur
Hoogerwerf (1970) menyatakan bahwa merak hijau memilih tempat istirahat
dan tidur pada pohon-pohon yang tidak terlalu lebat. Untuk mencapai tempat tersebut
merak hijau terbang dari tanah secara tegak lurus dan kadang-kadang juga terbang dari
satu pohon ke pohon lain.
Menurut Winarto (1993) perilaku istirahat merak hijau terbagi kedalam dua
periode, yaitu periode setelah makan di pagi hari sampai menjelang sore hari disebut
“istirahat” yang merupakan istirahat sementara dan periode setelah aktivitas hariannya
berakhir sampai sesaat sebelum aktivitas hariannya dimulai kembali yang disebut “tidur”
yang merupakan istirahat total. Selama periode istirahat merak hijau melakukan
berbagai aktivitas, antara lain menyelisik bulu, berteduh, mandi debu, makan, minum,
dan aktivitas sosial. Aktivitas sosial ini dilakukan di permukaan tanah maupun di atas
pohon. Sedangkan periode tidur, merak hijau tidak melakukan aktivitas lainnya.
2.2.3 Perilaku terhadap gangguan
Merak hijau akan memberikan reaksi yang berbeda tergantung pada jarak
sumber gangguan ketika mendapat gangguan dari manusia. Bila burung berada pada
jarak yang jauh dari sumber bahaya maka dengan cepat lari menuju cover terdekat
meskipun harus melewati daerah terbuka yang luas. Bila sumber gangguan pada jarak
yang dekat, maka dengan cepat merak hijau akan melarikan diri.
2.2.4 Perilaku kawin
Merak adalah satwa poligami dan tidak ada hubungan yang permanen antara
merak hijau dewasa jantan dan betina (Hoogerwrf, 1970). Musim kawin merak hijau di
Jawa Barat dan Jawa Timur berlangsung dari bulan Agustus sampai Oktober (MacKinnon,
1995). Hernowo (1995) menyebutkan bahwa perkawinan merak hijau dimulai dengan
adanya “Tarian Merak” dan merak jantan memanggil merak betina dengan suara
‘ngeeeeeeeyaow, ngeeeeeeyaow... (seperti suara kucing) wee-waaoow, wee-waaoow
.... atau eewaaaoow,eewaaoow... Merak betina perlahan-lahan mendekati merak
jantan. Merak hijau jantan menaikkan seluruh bulu hias dan didukung/ditopang oleh
bulu-bulu ekornya yang kaku dan membentuk sebuah kipas. Sayapnya diturunkan dan
melangkah mendekati betina. Selanjutnya merak jantan tersebut membalik secara tiba-
tiba dengan memiringkan tubuhnya melirik ke arah merak betina. Gerakan ini dilakukan
secara berulang-ulang. Betina mengelilingi merak jantan berulang-ulang, sedangkan
yang jantan sesekali mendekati betina sambil bulu hiasnya digetarkan.
Merak betina yang menerima bujukan tersebut, segera mendekam dan merak
jantan segera naik ke punggung merak betina dan perkawinan pun berlangsung. Jika
merak betina tidak menyukai merak jantan, merak betina akan menjauhi merak jantan
itu dan menuju pejantan lainnya dan pejantan baru mulai menari (Hernowo,1995).
2.2.5 Perilaku bersarang
Menurut Winarto (1993) merak betina yang telah dikawini segera
memisahkan diri dari kelompoknya untuk mencari tempat bersarang dan bertelur.
Tiap sarang ditemukan tiga sampai enam butir telur. Sarang merak hijau berada
pada areal terbuka yang sangat sedikit ditumbuhi vegetasi pada tingkat pohon dan
sapihan. Dengan kondisi areal yang terbuka, cahaya matahari dapat secara
langsung menyinari lokasi sarang. Aktivitas mengerami telur hanya dilakukan
oleh merak betina setiap hari (siang-malam). Dalam mengerami telurnya, betina
hanya 2-3 hari sekali meninggalkan sarangnya selama beberapa jam untuk
mencari makan.
2.2.6 Perilaku mandi debu
Menurut Supratman (1998) merak hijau melakukan aktivitas mandi debu
untuk merawat tubuhnya yaitu dalam merapikan bulu-bulu, mengeluarkan
ektoparasit dan benda asing yang menempel pada tubuhnya. Mandi debu
dilakukan dengan menggunakan cakarnya untuk menggaruk-garuk tanah gembur
yang kering sambil tubuhnya mendekam di atas tanah, kaki dijulurkan ke
belakang sambil mengepakkan sayapnya sehingga debu akan masuk ke dalam
bulu tubuhnya.
2.3 Penggunaan/Pemanfaatan Merak Hijau Jawa
Merak hijau jawa banyak dimanfaatkan sebagai burung hias dan juga
dimanfaatkan bulu hiasnya sebagai aksesoris reog ponorogo. Satu reog ponorogo
menggunakan sedikitnya 1.000 helai bulu merak jawa hijau. Satu ekor merak jawa
hijau diketahui memiliki sekitar 150 helai bulu (Hernowo, 2010), sehingga untuk
membuat satu reog ponorogo memerlukan sekitar 9-10 ekor merak hijau.
2.4. Penangkaran Merak Hijau Jawa
Di Indonesia, khususnya Pulau Jawa, terdapat beberapa penangkaran
merak hijau jawa baik resmi maupun yang tidak resmi. Penangkaran yang resmi
adalah penangkaran yang telah terdaftar oleh pemerintah. Beberapa lokasi
penangkaran resmi merak hijau jawa yaitu Taman Burung Taman Mini Indonesia
Indah (TMII), Taman Margasatwa Ragunan, Taman Rekreasi Sengkaling Malang,
Taman Satwa Taru Jurug (TSTJ) Solo, dan beberapa lokasi lainya.
2.5 Gangguan terhadap Merak Hijau Jawa
Populasi merak hijau terus berkurang, rusaknya habitat dan perburuan liar.
Burung langka yang indah ini diburu untuk diambil bulunya ataupun
diperdagangkan sebagai binatang peliharaan. Untuk menghindari kepunahan
burung langka ini dilindungi undang-undang. Di Pulau Jawa kini jumlah merak
hijau diperkirakan tidak lebih dari 800 ekor. Selain habitat dan perburuan liar,
gangguan terhadap merak hijau jawa yaitu cuaca. Cuaca yang tidak pasti
berpengaruh terhadap telur-telur merak hijau jawa yang sedang dierami oleh
induknya. Jika cuaca lebih sering hujan, maka telur-telur tersebut sulit untuk
menetas bahkan tidak bisa menetas karena suhu dan kelembabannya tidak sesuai.
BAB 3
KONDISI UMUM LOKASI PENGAMATAN
3.1 Taman Burung Taman Mini Indonesia Indah
Awalnya Taman Burung hanya memiliki satu kubah yang dibangun tahun
1975 dan diresmikan tanggal 19 Agustus 1976, namun kemudian dikembangkan
menjadi sembilan kubah dan diresmikan pada tanggal 27 April 1987. Taman
Burung terletak di bagian belakang kawasan TMII berdekatan dengan Pusat
Peragaan IPTEK, menempati lahan seluas 6 hektar termasuk fasilitas umum
berupa tempat parkir yang cukup luas dan rindang.
Koleksi ditempatkan dalam sangkar-sangkar raksasa (kubah); kubah paling
besar bergaristengah 68 meter dengan ketinggian 30 meter, sedang yang paling
kecil bergaristengah 20 meter dengan ketinggian 9 meter. Di setiap pinggir kubah
dibuat sangkar-sangkar yang menyimpan koleksi, sehingga dapat dinikmati dari
dalam ataupun luar kubah. Sebuah museum yang menjadi pelengkap Taman
Burung menyimpan riwayat berbagai jenis burung langka maupun yang sangat
terbatas penyebarannya.
Penataan koleksi berdasar zoogeografi atau pola sebaran binatang. Koleksi
Taman dibagi menjadi dua belahan: barat dan timur, sesuai dengan Garis
Wallace. Lingkungan vegetasinya pun mengikuti pola ini, di samping pemikiran
pilihan jenis-jenis yang berguna dalam menghasilkan buah-buahan, biji, dan
pucuk yang menjadi pakan burung.
Taman Burung berfungsi juga sebagai loka-bina masyarakat perburungan,
sehingga taman ini sering dijadikan ajang lomba burung, lomba bagi anak-anak
dan siswa untuk mengenal lebih dalam mengenai burung, serta tempat penelitian
bagi para mahasiswa. Dari segi penangkaran dan pelestarian, taman ini telah
berhasil mengembangbiakkan lebih dari 100 jenis, di antaranya sekitar 30 jenis
merupakan jenis-jenis yang dilindungi dan langka. Untuk menjaga kesehatan
hewan koleksi, taman dilengkapi sarana karantina sebagai tempat memisahkan
burung-burung yang sakit untuk mendapatkan perawatan.
Koleksi burung yang ada di sini merupakan yang terlengkap di Indonesia,
terdiri atas 312 jenis dengan jumlah mencapai ribuan ekor, baik yang berasal dari
Indonesia Bagian Barat maupun Indonesia Bagian Timur, di samping sebagian
dari mancanegara. Elang Jawa, Elang Bondol, Cendrawasih, Jalak Bali, Maleo,
Rangkong, Beo, Burung Onta, dan Onagadori merupakan beberapa koleksi yang
menarik.
Bagi keluarga yang membawa anak-anak dapat beristirahat sebentar di
kolam ikan sebelum melanjutkan penjelajahan semua kubah. Di samping itu
kafetaria menjual makanan dan minuman ringan, termasuk untuk ikan-ikan di
kolam: bagi anak-anak dapat memberi makan ikan sepuasnya sambil menyaksikan
angsa berenang.
3.2 Taman Margasatwa Ragunan
3.2.1 Sejarah
Planten En Dierentuin merupakan nama kebun binatang pertama di Jakarta
yang kala itu bernama Batavia. Kebun binatang ini secara resmi dibuka pada
tahun 1864 di daerah yang dikenal Cikini, Jakarta Pusat. Setelah Indonesia
merdeka, pada tahun 1949 namanya dirubah menjadi Kebun Binatang Cikini.
Tempat di Cikini menjadi terlalu kecil dan tidak cocok untuk peragaan satwa.
Sebuah tempat baru untuk kebun binatang kemudian dicarikan. Pada tahun 1964
pemerintah DKI Jakarta menghibahkan tanah seluas 30 hektar di selatan pinggiran
Jakarta, Ragunan, pasar minggu.
Pada tanggal 22 Juni 1966 dibuka kebun binatang baru dengan nama
Taman Margasatwa. Dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun Kota Jakarta
yang ke 477, melalui Keputusan Gubernur Nomor DIII-2138/d/2/74 tanggal 19
Juni 1974, namanya berubah menjadi Kebun Binatang Ragunan Jakarta. Pada
mulanya Kebun Binatang Ragunan Jakarta hanya memiliki areal seluas ± 30 Ha,
yang terletak di atas sebagian tanah milik Kebun Percobaan Departemen
Pertanian. Pada saat ini luas areal Kebun Binatang Ragunan Jakarta diperluas
hingga mencapai 200 Ha.
3.2.2 Letak dan luas
Kebun Binatang ragunan Jakarta terletak ± 15 Km dari pusat kota Jakarta
pada ketinggian 50 mdpl. Kebun Binatang Ragunan terletak pada posisi antara
1060 48i BT dan 060 15i LS. Ketinggian 50 mdpl dan berjarak 20 km dari pusat
kota Jakarta. Secara administratif Kebun Binatang Ragunan termasuk ke dalam
wilayah kelurahan Ragunan, kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Adapun atas-batas wilayah sebagai berikut :
1. Sebelah Barat dibatasi oleh jalan Kavling POLRI Dan Jati Padang
2. Sebelah Timur dibatasi oleh jalan Jati Padang
3. Sebelah Utara dibatasi oleh jalan Harsono RM, dan
4. Sebelah Selatan dibatasi oleh jalan Sagu.
Luas keseluruhan Kebun Binatang Ragunan saat ini adalah 135 ha. Tata
guna lahan KBR ( Kebun Binatang Ragunan) meliputi lahan yang telah terbangun
52 %, kantor dan kandang 32 ha, taman 15 ha, danau 7 ha, lapangan parkir 5 ha
dan saluran air 10 ha ( Noprianto, 2004).
3.2.3 Kondisi fisik
Berdasarkan klasifikasi iklim menurut Schmidth dan ferguson (1951),
daerah Pasar Minggu termasuk dalam tipe iklim B dengan nilai Q 26,7. Kebun
Binatang Ragunan merupakan daerah dataran rendah dengan ketinggian 50 mdpl
dan memiliki kemiringan 20-60. sedangkan suhu harian di kebun binatang
Ragunan berkisar antara 25,5 0– 28,50dan kelembaban udara sebesar 85 % serta
curah hujan 2291 mm per tahun.
Jenis tanah di Kebun Binatang Ragunan Jakarta termasuk jenis tanah
latosol merah. Tanah jenis ini memiliki sifat sebagai berikut: pH masam pada
seluruh profil, kandungan bahan organik dan kadar nitrogen lapisan atas sedang
yang semakin rendah pada lapisan yang semakin bawah, kadar pospat di seluruh
profil rendah dan kadar kalsium di semua lapisan sangat rendah.
3.2.4 Kondisi vegetasi
Taman Margasatwa Ragunan Jakarta memiliki flora yang merupakan jenis
yang ada sebelumnya seperti hutan wisata yang bersifat alami, jenis-jenis vegetasi
yang terdapat di Kebun binatang Ragunan adalah : Pohon Buah-buahan, Peneduh,
Obat-obatan dan jenis Rumput yang masing-masing terdiri atas 2 Ordo, 56 Famili,
968 Spesies dengan jumlah spesies keseluruhan 47.499 pohon (Kamelia. 2004).
Vegetasi di kebun Binatang Ragunan Jakarta merupakan vegetasi tanaman yang
dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Pohon berbunga yang didominasi oleh pohon Tenguli (Cassia fistula) dan
flamboyan (Delonix regia).
2. Tanaman peneduh yang didominasi oleh kormis (Acacia auriculiformis)
dan jeunjing (Albizzia falcata).
3. Tanaman buah-buahan yang didominasi oleh jambu monyet (Anacardium
occidentale) dan rambutan (Nepheleum lapaceum).
4. Tanaman obat-obatan dan industri yang didominasi oleh salopat serat
(Xylopia glauca) dan kemenyan (Styrax benzoe).
5. Tanaman hias yang dibuat dengan bentuk taman yang terdapat di hampir
seluruh sudut kebun binatang.
3.2.5 Kondisi sarana dan prasarana
Daftar sarana dan prasarana yang telah dibangun oleh pengelola.
No. Zona Jenis Sarana Yang Disediakan :
1. Pintu Gerbang utara Sarana parkir, loket, pos keamanan. stasiun monorail,
terminal kendaraan terbuka, telepon umum, kios-kios, kantin dan taman /
view fungsi Taman Margasatwa.
2. Pintu Gerbang Barat Sarana parkir, loket, pos keamanan. terminal
kendaraan terbuka, telepon umum, kios-kios, kantin dan taman.
3. Pintu gerbang Timur Sarana parkir, loket, pos keamanan. stasiun monorail,
terminal kendaraan terbuka, telepon umum, kios-kios, kantin dan taman.
4. Gerbang Keluar Barat Daya Loket dan pos keamanan
5. Introduction Area Fasilitas pelayanan, pos keamanan, halte, pos bagian,
pos antara, perkantoran TMR, pusat informasi, perpustakaan, ruang data,
mushola, gudang, telepon umum, kios-kios, kantin, genzet dan taman
bermain anak.
6. Rekreasi Utama Pos keamanan, halte / pos bagian, pos antara, peragaan
satwa tertutup/terbuka, ruang keterampilan satwa, panggung terbuka,
ruang P3K, kantin dan taman / ruang terbuka.
7. Rekreasi Sekunder (Rekreasi Satwa Campuran) Ruang peragaan satwa
tertutup / terbuka, halte / pos bagian / loket, telepon umum, kantin dan
taman / ruang terbuka.
8. Rekreasi Tersier Pedestrian, pos antara / loket, ruang P3K, peragaan satwa
khusus, kantin, rumah pompa air dan taman / ruang terbuka.
9. Rekreasi AirPeragaan satwa air, telepon umum, kantin, ruang terbuka /
taman pancing.
10. Rekreasi Spesial :
- Children Zoo
- Open Zoo
- Taman Buah
Children play ground, halte / pos bagian / loket, ruang P3K, telepon
umum, kios-kios, kantin, taman dan ruang terbuka hewan jinak.
Halte / pos bagian / loket, ruang peragaan satwa terbuka/satwa khusus,
taman bermain / ruang terbuka hewan jinak, mushola, ruang P3K, telepon
umum, ruang pompa air dan kantin.
Pos keamanan, loket, ruang p3K, rumah pompa air dan kebun buah-
buahan.
11. Service Area Ruang karantina hewan/tumbuhan, klinik hewan / tumbuhan,
ruang laboratorium, menara tinjau, gudang bengkel khusus, ruang pompa
air, kandang binatang surplus, genzet.
12. Camping Ground (Fokus apresiasi) Taman, ruang terbuka/ perkemahan,
ruang P3K, ruang pompa air, pemandian alam, dll.
Sarana dan prasarana yang terdapat di Kebun Binatang Ragunan Jakarta
cukup memadai. Kebutuhan mengenai sarana dan prasana yang bersifat mendesak
atau tidak tercukupi dengan baik. Keberadaan MCK, mushola, rumah makan
cukup mudah didapatkan di dalam lokasi kebun binatang. Selain itu terdapat
taman yang tersedia tempa untuk beristirahat sejenak.
3.2.6 Aktivitas dan perilaku pengunjung
Kebun Binatang Ragunan sebagai tempat rekreasi banyak dikunjungi oleh
masyarakat dari berbagai daerah, baik dari daerah sekitar Jakarta maupun dari luar
Jakarta dan dari berbagai kalangan. Selain itu dari berbagai negara seperti
wisatawan-wisatawan yang sedang berlibur di Indonesia. Klasifikasi pengunjung
Kebun Binatang Ragunan Jakarta dapat dilihat dari tujuan kunjungan ke tempat
ini seperti kunjungan hanya untuk berekreasi atau ada kegiatan penelitian. Sifat
kunjungan lebih banyak secara massal tetapi dapat juga secara personal (
Noprianto, 2004)
3.2.7 Permasalahan
Permasalahan yang terjadi pada Taman Margasatwa Ragunan Jakarta merupakan
masalah umum yang juga dialami oleh kebun binatang yang ada di Indonesia pada
umumnya. Beberapa permasalahan yang sering menjadi kendala dalam
pengelolaan satwaliar secara eks-situ di Taman Margasatwa Ragunan Jakarta :
1. Pengunjung membludak (Booming)
Salah satu indikator keberhasilan suatu kebun binatang dalam
mempromosikan satwa dapat dilihat dari animo masyarakat yang datang
berkunjung. Akan tetapi, ketika kunjungan tersebut melebihi ambang
batas, maka akan berpengaruh terhadap satwa tersebut. Beberapa satwa
mampu dengan cepat beradaptasi oleh kehadiran manusia, tetapi ada juga
yang membutuhkan waktu lama dan dapat menyebabkan satwa tersebut
stres bahkan mati. Berdasarkan keterangan dari beberapa jagawana
setempat, pada saat lebaran, atau liburan sekolah tempat ini menjadi sangat
ramai. Pengunjung bahkan ada yang membawa rombongan hingga
menggunakan transportasi bus pariwisata hingga 5 unit.
2. Masalah sampah
Sampah merupakan masalah lama yang telah turun temurun menjadi
permasalahan utama lingkungan tertentu. Terlebih pada suatu lokasi yang
menjadi pusat keramaian seperti Taman Margasatwa Ragunan. Hal ini bisa
dilihat dengan banyaknya sampah-sampah bergelatakan diatas tanah dan
jalan aspal. Ketika hujan maka sampah tersebut akan menempel dan
terlihat sangat kotor. Hal ini merusak pemandangan dan dampak ekologi
yang ditimbulkan adalah jenis vegetasi tumbuhan bawah akan tertutupi
oleh sampah–sampah yang sebagian besar terbuat dari plastik. Sampah-
sampah tersebut berasal dari pengunjung yang membuang sampah
sembarangan.
3. Pencurian satwa
Berdasarkan keterangan jagawana, pencurian terhadap satwa yang ada
dalam penangkaran walaupun tidak signifikan akan tetapi merupakan
ancaman serius terhadap keberadaan satwa.
4. Gangguan pengunjung
Karakter beberapa pengunjung berbeda antara satu dan lainnya. Beberapa
pengunjung hanya melihat, mengamati, atau sekadar memotret saja. Akan
tetapi yang menjadi masalah apabila pengunjung berusaha untuk
menggganngu satwa yang dapat berupa pengusiran, pelemparan,
pemberian makanan tanpa seijin jagawana, dan sebagainya. Hal ini
menjadi masalah karena apabila tidak terkontrol dengan baik maka akan
berdampak buruk pada satwa tersebut.
5. Dana
Keberlansungan suatu proses pengelolaan satwaliar secara eks-situ tidak
terlepas dari permasalahan dana. Dana yang dikeluarkan untuk kegiatan
pengelolaan ini amatlah tidak sedikit. Misalnya saja pakan satwa,
kebersihan, medis, gaji karyawan dan sebagainya. Namun, proses
pemandirian terhadap hasil yang diperoleh belum mampu untuk memenuhi
biaya yang dikeluarkan. Untuk itu, dana internasional yang bergerak dalam
upaya pelestarian terhadap keanekaragaman hayati khususnya satwaliar
yang peduli terhadap kegiatan ini sangat diperlukan.
6. Introduksi satwa
Proses introduksi satwa yang baru diterima baik dari masyarakat, PPS,
ataupun lembaga lainnya untuk proses adaptasi terlebih dahulu
membutuhkan waktu yang lama. Proses habituasi satwa akan
membutuhkan tenaga, biaya yang mahal sehingga untuk jenis-jenis satwa
yang mudah beradaptasi akan semakin sedikit biaya yang akan
dikeluarkan.
7. Sumberdaya Manusia
Berdasarkan data karyawan Kebun Binatang Ragunan per Oktober 2002
diketahui bahwa karyawan yang ada sebagian besar berpendidikan tingkat
SLTA. Pengetahuan mengenai dasar ilmu konservasi, ekologi satwa,
pengelolaan satwa pada dasarnya masih rendah. Sehingga dalam aktivitas
hariannya banyak yang masih belum mengerti mengenai spesies, habitat,
ekologi. Hal ini sangat berpengaruh terhadap kinerja dilapangan baik
dalam menentukan habitat, ekologi, penempatan spesies yang berbeda
pada satu tempat yang berbeda habitat dan laiinya amatlah beresiko tinggi
untuk tingkat kesuksesan dari pengelolaan satwa secara eks-situ ini.
BAB 4
METODA PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu
Penelitian dilakukan di dua tempat penangkaran yaitu, di kandang merak
Taman Margasatwa Ragunan (TMR) dan di Taman Burung Taman Mini
Indonesia Indah (TB TMII) Jakarta. Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan yaitu
dari September sampai Desember 2010.
4.2 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Pita ukur untuk mengukur ukuran kandang
2. Kamera
3. Tape recorder
4. Alat tulis menulis untuk mencatat data dan informasi
4.3 Pengumpulan Data
4.3.1 Data yang dikumpulkan
Data yang dikumpulkan dalam penelitian, sebagai berikut :
a. Data primer
Data primer yang diambil terdiri dari :
1) Perkandangan, meliputi:
Bentuk, luas (ukuran kandang), komposisi habitat (tempat istirahat,
tempat makan dan minum, tempat berjemur, tempat berteduh dan
tempat mandi debu), tata letak dan pemeliharaan kandang. Data
mengenai pekandangan ini dikumpulkan dalam tally sheet.
2) Makanan dan minuman, meliputi:
Jumlah, jenis, komposisi, berat dan frekuensi pemberian. Data
mengenai makanan dan minuman ini dikumpulkan dalam tally sheet
makan dan minum merak.
3) Pengelolaan Reproduksi, meliputi:
a. Pengadaan bibit yang terdiri dari kriteria bibit, asal bibit, jumlah
bibit dan pengelolaan bibit.
b. Teknik menjodohkan, awal berbiak, lamanya mengeram, jumlah
telur, daya tetas telur, perawatan dan penyapihan.
Data mengenai reprodusi ini dikumpulkan dalam tally sheet
perkawinan merak.
4) Penyakit, meliputi:
Jenis penyakit, cara pengobatan dan pencegahan penyakit.
5) Perilaku (aktivitas harian di kandang), meliputi:
Makan dan minum (merak tersebut akan mematuk
makanan/minuman hingga selesai), istirahat dan tidur (dimulai dari
merak tersebut berdiam diri, melipat kakinya dan badan mendekam
kaki seolah tidak terlihat karena ditutupi oleh bulu badan,
memejamkan mata hingga merak tersebut berdiri/bergerak kembali),
bersarang, interaksi sosial (saling mendekati atau saling mengejar
sesama merak hijau), kawin/sexual behavior (mulai dari merak
jantan menari, mengeluarkan suara hingga merak jantan
menunggangi merak betina), memelihara anak dan mandi debu.
6) Gangguan, meliputi:
Jenis gangguan (predator dan pengunjung), besarnya gangguan, dan
cara penanganan terhadap gangguan tersebut. Data mengenai
gangguan dikumpulkan dalam tally sheet gangguan merak.
7) Ketenagakerjaan, meliputi:
Jenis pekerjaan, jumlah tenaga kerja, tingkat pendidikan pekerja,
sistem upah dan lamanya kerja.
b. Data sekunder
Data sekunder yang diambil terdiri dari letak, CH, dan
kelembaban.
4.3.2 Teknik pengumpulan data
a Data Primer
Data primer dalam studi ini diperoleh dengan cara pengamatan
langsung di lokasi penangkaran dengan metode ad libitum sampling, yaitu
metode pengamatan dengan mengamati, mencatat serta mengamati dari
setiap perilaku merak hijau dan bentuk fisik kandang. Pengamatan dilakukan
mulai pukul 06.00 hingga 17.00 dan dilanjutkan kembali dari pukul 19.00
hingga pukul 21.00 dengan pengulangan sebanyak 2 hari. Merak hijau yang
diamati sebanyak 1 individu tiap jenis kelamin berdasarkan kelas umur. Jadi,
total merak hijau jawa yang diamati adalah 5 ekor (anakan, betina remaja,
betina dewasa, jantan remaja dan jantan dewasa untuk setiap kriteria jenis
kelamin dalam kelas umur masing-masing).
Data mengenai makanan dan minuman diperoleh dengan dua cara,
yaitu observasi langsung dan wawancara. Observasi langsung dilakukan
untuk mengetahui proses pengumpulan bahan makanan hingga pembagian
makanan ke kandang merak hijau. Wawancara dilakukan untuk mengetahui
sumber pakan dan latar belakang pembagian pakan (komposisi dan berat).
Wawancara dilakukan dengan pengelola dan keeper.
Data mengenai keadaan penyakit, reproduksi, gangguan, sejarah merak
dan ketenagakerjaan dilakukan melalui wawancara. Daftar butir-butir
panduan wawancara terlampir (Lampiran 1).
b Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari sumber-sumber pustaka serta lembaga
atau instansi yang berkaitan dengan penelitian.
4.4 Analisis Data
4.4.1 Analisis deskriptif
Analisis data dilakukan pada setiap faktor yang mempengaruhi keberhasilan
penangkaran merak hijau, seperti keberhasilan dalam berkembang biak (mulai
dari proses kawin, pengeraman, penetasan, survive hidup, hingga habitat yang
mendukung), tingkat mortalitas/kematian (di berbagai umur, ada tidaknya telur
yang tidak menetas, kandungan pakan dan minum) dan tingkat
penyakit/morbiditas (dilihat dari segi jenis, sumber dan banyak penyakit) yang
rendah, pengelolaan (ada tidaknya perhatian khusus terhadap merak) dan kecilnya
gangguan yang menyerang merak. Analisis deskriptif dilakukan dengan
menguraikan semua data dan informasi yang diperoleh disertai dengan gambar
(foto), menghubungkan satu faktor dengan faktor lain yang menunjukkan
kesamaan dan faktor perbedaan serta keberhasilan pengelolaan penangkaran
antara TMR dan TB TMII.
4.4.2 Analisis kuantitatif
a Daya tetas telur
DTT = ∑ telur yang menetas x 100
∑ telur yang dihasilkan
b Mortalitas
M = ∑ merak mati x 100
∑ merak hidup
c. Penyakit
M = ∑ merak sakit x 100 ∑ merak sehat
c Keberhasilan Penangkaran:
Keberhasilan penangkaran ditentukan dengan melihat 3 kriteria utama yakni
reproduksi, kondisi kesehatan, dan tingkat mortalitas anakan. Kriteria untuk
menentukan keberhasilan penangkaran merak hijau jawa adalah:
1. Berhasil : jika merak hijau jawa betina berhasil bertelur, menetaskan
telurnya dan anak berhasil bertahan hidup minimal 3 bulan.
2. Cukup berhasil : jika merak hijau jawa betina berhasil bertelur dan
menetaskan telurnya, tetapi anak tidak berhasil bertahan
hidup hingga 3 bulan.
3. Kurang berhasil : jika merak hijau jawa betina berhasil bertelur tetapi
telur-telurnya tidak ada yang menetas.
4. Tidak berhasil : tidak ada merak hijau jawa betina yang bertelur.
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil
5.1.1 Penangkaran Merak Hijau Jawa di Taman Burung Taman Mini
Indonesia Indah
5.1.1.1 Kandang sebagai habitat buatan
Kandang merupakan tempat hidup habitat buatan satwa di penangkaran (ex-
situ). Kandang harus disesuaikan dengan jenis satwa serta menyerupai kondisi
habitat asli di alam. Sistem perkandangan yang digunakan di Taman Burung
Taman Mini Indonesia Indah adalah sistem kandang semi tertutup yaitu bagian
depannya dipagari jeruji besi dan disekat dengan tembok atau kawat dan beratap.
Atap kandang berupa kawat jeruji sama seperti dinding kandangnya (Gambar 1).
Bentuk kandang terdiri dari dua macam yaitu bentuk kubah setengah
lingkaran dan bentuk persegi empat yang berada di dalam kubah. Kubah tempat
tangkar merak hijau jawa di Taman Burung TMII ini disebut dengan Kubah Barat.
Ukuran kandang bentuk kubah setengah lingkaran adalah panjang diameter 68 m
dan tinggi 30 m. Kubah ini memiliki beberapa sub-kandang berbentuk persegi
empat. Terdapat koridor dengan dua pintu utama yang digunakan untuk masuk
atau keluar pengunjung. Pintu-pintu masuk ke dalam sub-kandang terbuat dari
besi.
Ukuran kandang bentuk persegi empat adalah panjang 6 m, lebar 4 m, tinggi
10 m. Kandang berbentuk persegi empat ini terletak di dalam kubah setengah
lingkaran. Terdapat 3 kandang persegi empat dengan masing-masing berisi 2 ekor
merak hijau jawa. Bahan kandang berbentuk persegi empat terdiri dari besi bulat
sebagai rangka bangunan (diameter 5 cm), sisi-sisinya ditutup dengan kawat ram
dengan salah satu sisinya berdinding beton. Diameter kawat ram tersebut adalah
0,3 cm (3 mm) dengan jarak kotak antar kawat 5 x 5 cm. Pondasi bagian bawah
kawat berupa adonan pasir dengan semen yang berbentuk balok dengan tinggi 20
cm, lebar 20 cm dan panjangnya mengitari kandang (Gambar 1).
Gambar 1 Bentuk kawat ram
kandang dan pondasi
bawah dinding kandang.
Sebagai alas atau lantai kandang adalah tanah yang ditumbuhi oleh rumput
dan sebagian ada tataan batu sungai berukuran kecil (Gambar 2 : a dan b). Sisi
bagian atasnya juga ditutup dengan kawat ram yang ukurannya sama dengan
ukuran dinding kandang (Gambar 2 : c).
(a) (b)
(c)
Gambar 2 (a) Bebatuan sungai berukuran kecil yang menutupi
lantai kandang persegi empat, (b) lantai kandang
yang ditumbuhi rumput, dan (c) atap kandang yang
berupa kawat ram.
Suatu kandang satwa tidak hanya dilihat dari bahan penyususn kandang
tetapi juga komponen yang ada di dalamnya. Dalam satu kandang merak hijau
jawa terdapat beberapa komponen habitat buatan yang berfungsi untuk
mendukung keberhasilan penangkarannya. Taman Burung TMII mendesain
kandang merak hijau jawa dan burung-burung lainnya sedemikian rupa sesuai
dengan habitat alaminya. Komponen habitat buatan yang ada di Kubah Barat
Taman Burung TMII antara lain tempat istirahat, tempat tidur, tempat makan,
tempat minum, tempat berteduh, pasir, padang rumput dan semak (Tabel 1).
Tabel 1 Komponen Habitat Buatan di Kubah Barat Taman Burung TMII No Jenis Kandang Komponen Habitat
Buatan
Keterangan
1. KB (3,7, dan 10) Tempat istirahat Ada 3 macam : batang pohon (1 buah),
lantai kandang (pasir dan rerumputan)
dan bambu yang digantung melintang (2
buah)
Tempat tidur Berupa bambu yang digantung melintang
(juga digunakan sebagai tempat istirahat)
berukuran panjang 3 meter, diameter 10
cm dan ketinggian dari lantai kandang 6
m. Di atasnya tedapat penutup berbahan
seng dengan ukuran panjang 2 meter dan
lebar 1 meter
Tempat makan Berupa nampan plastik sebanyak 1 buah
dengan ukuran panjang 45 sentimeter,
lebar 30 sentimeter dan tinggi 5
sentimeter
Tempat minum Berupa kolam dengan panjang 2 meter,
lebar 1 meter dan dalam 30 sentimeter
Tempat berteduh Berupa semak-semak dan bambu yang
digantung dengan penutup diatasnya
yang terbuat dari seng
Pasir (untuk mandi debu) Hampir menutupi lantai kandang (seluas
kurang lebih 2x4 meter dengan campuran
bebatuan kecil)
Padang rumput Sebagian menutupi lantai kandang (rata-
rata berukuran seluas 4x3 meter)
Semak Terletak di sisi ujung ruang kandang,
rata-rata luas 2x2 meter
2. Kubah besar Tempat istirahat Ada 3 macam : tanaman yang ada di
dalam kubah, lantai kubah dan kerangka-
kerangka besi yang ada di dalam kubah.
Tabel 1 (Lanjutan) No. Jenis Kandang Komponen Habitat
Buatan
Keterangan
Tempat tidur Pepohonan yang ada di dalam kubah
dengan ketinggian > 5 meter
Tempat makan Berupa nampan plastik sebanyak 1 buah
dengan ukuran panjang 45 sentimeter,
lebar 30 sentimeter dan tinggi 5
sentimeter dan diletakkan di beberapa
sudut halaman kubah
Tempat minum Berupa kolam-kolam yang ada di dalam
kubah dengan rata-rata ukuran panjang
3x3 meter dengan kedalaman kurang
lebih 60 sentimeter
Tempat berteduh Berupa pepohonan dan semak yang ada
di dalam kubah.
Pepohonan tersebut menyebar rata di
dalam kubah dan kandang persegi.
Pasir Ada 3 tempat, rata-rata berukuran 2x3
meter
Padang rumput Hampir penutup lantai kubah berupa
rerumputan
Semak Ada 3 plot utama yang digunakan merak
dengan rata-rata berukuran 2x3 meter
Di dalam kandang merak hijau jawa di Kubah Barat TMII, baik kandang
persegi maupun kubah besar, terdapat beberapa jenis vegetasi. Merak hijau jawa
banyak menggunakan vegetasi tersebut dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Vegetasi-vegetasi yang ada di dalam kandang beraneka macam tingkatan dan
berfungsi sebagai tempat istirahat, tempat tidur dan tempat berteduh bagi merak
hijau jawa (Tabel 2).
Tabel 2 Tingkatan Vegetasi yang ada di dalam Kubah Barat TMII beserta
fungsinya bagi merak hijau jawa No Tingkat
Vegetasi
Nama
Lokal
Nama
Ilmiah
Fungsi
1. Pohon Sempur Dillenia exelsa Tempat istirahat dan
tempat tidur
Ayang-ayang Eleaocarpus
glandiflorus
Tempat berteduh
Nyamplung Dillenia
philippinensis
Tempat istirahat dan
tempat tidur
Gondang Ficus sp
Tempat berteduh dan
tempat istirahat
Bisbul Dyospiros
discolour
Nagasari Messua ferrea
Kepel Stelechocarpus
burahol
Tabel 2 (Lanjutan) No Tingkat
Vegetasi
Nama
Lokal
Nama
Ilmiah
Fungsi
Salam Syzygium
polyanthum
Tempat istirahat dan
tempat tidur
Jeruk kingkit Triphesia trifolia
Tempat berteduh
Lengkeng Euphoria lungan
Namnam Cynometra
cauliflora
Rukem Flacoutin rukam
2. Semak Drasenia Dracenia sp Tempat berteduh
3. Rumput Paitan Axonopus
compressus
Tempat istirahat, berjemur
dan mencari makan
5.1.1.2 Pakan dan minum
Jenis-jenis makanan pokok (utama) yang diberikan kepada merak hijau jawa
di Taman Burung TMII ada 2 (dua) jenis, yaitu pakan kering dan pakan
segar/basah (Gambar 3 : a dan b).
(a) (b)
Gambar 3 Komposisi makanan merak hijau jawa : (a) kering, (b)
segar
Komposisi bahan penyususn dan perbandingannya serta berat total yang
diberikan per pasang burung per hari seperti disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Komposisi dan perbandingan bahan pakan kering dan basah untuk merak
hijau jawa di penangkaran TB TMII Jrnis Pakan Komposisi Bahan
Pakan
Perbandingan Berat
(gram/pasang/hari)
Pakan kering 1. Jagung giling 1 7
2. Beras merah 1 7
3. Kacang hijau 1 7
4. Gabah 2 14
Jumlah berat total 35
Pakan basah/segar 1. Tauge 1 15
2. Kangkung 1 15
Jumlah berat total 30
Selain pakan pokok, setiap satu minggu merak hijau diberi makanan
tambahan berupa kalsium yang berasal dari cangkang/kulit kerang dan food-dog
(Gambar 4 : a dan b).
(a) (b)
Gambar 4 Makanan tambahan : (a) cangkang kerang dan
(b) food-dog
Seluruh makanan disajikan dalam satu tempat berbentuk nampan atau baki
terbuat dari plastik dengan ukuran panjang 45 sentimeter, lebar 30 sentimeter dan
tinggi 5 sentimeter (Gambar 5).
Gambar 5 Nampan plastik yang
berisi makanan merak
hijau jawa
Air minum disediakan dalam kolam berukuran rata-rata panjang 2 meter,
lebar 1 meter dan dalam 50 sentimeter (Gambar 6).
Gambar 6 Kolam tempat minum
merak hijau jawa
5.1.1.3 Penyakit
Penyakit pulorum, tetelo, infeksi, dan gangguan saluran pencernaan pernah
di jumpai di tempat penangkaran merak hijau jawa Taman Burung TMII. Jenis
penyakit yang ditemukan menyerang merak hijau jawa selama penelitian adalah
pulorum dan masuk angin (Tabel 4).
Tabel 4 Jenis Penyakit yang Menyerang Merak Hijau Jawa di Kubah Barat Taman
Burung TMII Tahun 2010-2011 No. Nama Penyakit Merak Hijau Jawa
yang Terserang
Penyakit
Keterangan
1. Pulorum 1 ekor Betina dewasa berumur 3
tahun yang ada di kandang
dalam kubah
2. Tetelo -
3. Infeksi -
4. Gangguan saluran pencernaan -
5. Masuk angin 1 ekor Anakan berumur 1 bulan
yang di lepas di dalam
kubah
5.1.1.4 Populasi
5.1.1.4.5 Jumlah merak
Jumlah merak hijau jawa di Kubah Barat Taman Burung TMII sebanyak 6
ekor. Selain ditempatkan di Kubah Barat, beberapa merak hijau jawa juga di
tempatkan di kubah lama atau yang disebut Taman Konservasi (4 ekor), di
penangkaran anakan (4 ekor) dan di Unit Karantina (1 ekor).
5.1.2.2 Sex ratio
Merak hijau jawa yang berada di Kubah Barat terdiri dari 4 ekor betina dan
2 ekor jantan. Penempatan merak hijau jawa berdasarkan sex ratio di Kubah Barat
Taman Burung TMII dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Penempatan merak hijau jawa di Kubah Barat Taman Burung TMII
Nomor
Kandang
Ukuran kandang
(p x l x t)
(m)
Jumlah merak hijau jawa
(ekor)
KB 3 6 x 4 x 10 1 ekor jantan dan 1 ekor betina
KB 7 6 x 4 x 10 2 ekor betina
KB 10 6 x 4 x 10 1 ekor jantan dan 1 ekor betina
Keterangan : KB = Kandang Burung
5.1.2.3 Struktur umur
Umur merak hijau jawa di Kubah Barat Taman Burung TMII tahun 2010-
2011 beraneka macam. Menurut hasil penelitian sampai dengan bulan Januari
2011, 3 ekor merak hijau jawa betina berumur 2 tahun, 1 ekor merak hijau jawa
betina berumur 3 tahun, 2 merak hijau jawa jantan berumur 3 tahun dan 4 ekor
anakan masih berumur 2 bulan (Tabel 6).
Tabel 6 Struktur Umur Merak Hijau Jawa yang Ada di Kubah Barat Taman
Burung TMII Tahun 2010-2011. No. Struktur Umur Jumlah Merak Keterangan
1. Dewasa (>3 tahun) 3 ekor 1 ekor betina dan 2 ekor jantan
2. Remaja (1-3 tahun) 3 ekor Betina semua
3. Anakan (<1 tahun) 4 ekor -
5.1.3 Perilaku
5.1.3.1 Perkawinan
Perkawinan dimulai dengan terlebih dahulu terjadi penjodohan. Penjodohan
atau pembentukan pasangan kawin merak hijau jawa jantan dengan merak hijau
jawa betina di Kubah Barat Taman Burung TMII terjadi secara alami yakni merak
dibiarkan memilih sendiri pasangannya. Merak hijau jawa betina memilih sendiri
pasangannya, yaitu merak hijau jawa jantan menentukan sendiri yang ia sukai dan
bersedia untuk dikawini. Proses perkawinan terjadi secara alami. Terdapat 2 ekor
jantan di mana 1 ekor jantan mengawini 1 ekor betina dan 1 ekor jantan lain
mengawini 2 ekor betina lain. Sebelum terjadi proses kawin, merak jantan
membentangkan bulu hiasnya dan kemudian melakukan tarian untuk menarik
perhatian betina (Gambar 7). Musim kawin merak hijau jawa ini terjadi antara
Agustus hingga November.
Gambar 7 Merak hijau jawa jantan
menari untuk menarik
perhatian merak hijau jawa
betina.
5.1.3.2 Bertelur
Berdasarkan hasil penelitian, merak hijau jawa betina yang ada di Kubah
Barat Taman Burung TMII ini bertelur antara September 2010 hingga Januari
2011. Sebelum bertelur, merak hijau tersebut menentukan lokasi sarang mereka
berupa hamparan tanah berukuran kurang lebih 50 cm x 50 cm tanpa ditutupi
rerumputan (gambar 8). Bila sudah saatnya untuk beretelur merak hijau jawa
mengeluarkan dan mengumpulkan telur-telurnya pada satu lokasi. Ukuran rata-
rata telur merak hijau jawa di TB TMII panjang 8 cm dan dimeter 5 cm.
Gambar 8 Telur merak hijau jawa
rata-rata berjumlah 4-6 butir.
Jumlah telur yang dapat dihasilkan oleh sepasang merak hijau jawa di
tempat ini adalah 4-6 butir (Tabel 7). Di Kubah Barat Taman Burung Taman
Burung TMII terdapat 3 pasang merak hijau jawa yang kawin dan berhasil
bertelur. Piyik yang berhasil hidup hingga dewasa umumnya adalah 2-3 ekor.
Tabel 7 Data merak hijau jawa yang bertelur dan banyaknya telur yang menetas di
Taman Burung TMII.
No. Merak Hijau Jawa
Betina
Jumlah Keterangan
Telur Menetas
1. Betina 1 4 2 Menetas di sarang yang
berada di dalam kubah
2. Betina 2 5 3 Menetas di sarang yang
berada di dalam kubah
3. Betina 3 5 0 -
Jumlah 14 5
Persentase rata-rata daya tetas telur merak hijau jawa di Taman Burung
TMII adalah 36,6 % (Tabel 8). Penetasan telur-telur tersebut terjadi secara alami,
yaitu induk atau merak hijau jawa betina mengerami telur-telur mereka sendiri di
lokasi mereka bertelur selama kurang lebih 28 hari.
Tabel 8 Persentase daya tetas telur di Taman Burung TMII
Merak Betina Jumlah Telur Menetas % Tetas
1 4 2 50
2 5 3 60
3 5 0 0
Jumlah 14 5 36,6
5.1.4 Gangguan
Selama penelitian berlangsung, gangguan yang terjadi pada merak hijau
jawa di lokasi ini adalah pengunjung. Pengunjung membuat perilaku beberapa
merak hijau jawa yang dilepas di dalam kubah besar menjadi tidak seperti di
habitat alaminya yang peka terhadap manusian dari radius kurang lebih 5 meter.
Mereka menjadi tidak begitu takut terhadap manusia yang jaraknya tidak jauh dari
mereka. Bahkan, ada juga merak hijau yang biasa saja saat pengunjung
melewatinya.
5.1.5 Pengelolaan
5.1.5.1 Pakan
Jenis pakan yang diberikan ada 2 macam yaitu pkan segar dan pakan kering.
Pakan segar meliputi kangkung dan tauge, sedangkan pakan kering meliputi
jagung giling, beras merah, kacang hijau, dan gabah. Pakan tersebut ditakar oleh
pengurus satwa yang telah diletakkan di nampan-nampan berukuran panjang 45
cm dan lebar 30 cm dan diberikan langsung kepada merak hijau jawa dengan
diletakkan di dalam kandang. Pemberian pakan diberikian setiap pagi pukul 06.00
WIB sebelum pintu pengunjuk dibuka. Setiap sore pukul 17.00 WIB tempat pakan
diambil lalu dicuci/dibersihkan dan kemudian digunakan lagi sebagai tempat
pakan pada keesokan harinya.
Sumber pakan biasanya dipasok dari KopkarBiotek LIPI Bogor, selaku
pemegang kontrak. Pasokan dilakukan setiap 2 hari sekali untuk papaya dan
jagung, pembelian sayur-sayuran dilakukan 2 hari, untuk pakan yang tahan lama
seperti biji-bijian dan pakan lainnya dibeli seminggu sekali.
Pakan tambahan yang diberikan berupa kerang tumbuk dan dogfood
diberikan atau disiapkan setiap dua hari sekali. Pemberian vitamin dan antibiotik
ini dilakukan secara ditaburkan pada pakan biji-bijian atau diolesi pada pakan
buah-buahan.
5.1.5.2 Kubah
Pengelolaan kubah dilakukan untuk menjaga keindahan dan kebersihan
tempat hidup merak hijau jawa. Kubah tersebut berukuran cukup luas (panjang 6
m, lebar 4 m, dan tinggi 10 m), di dalamnya dilengkapi dengan beberapa fasilitas
untuk menunjang hidup merak hijau jawa, sehingga mereka dapat hidup sesuai
dengan habitat aslinya. Fasilitas tersebut meliputi pepohonan, semak-semak,
kolam, tempat istirahat dan beberapa tempat tenggeran untuk menaruh pakan
berupa buah-buahan dan jagung, serta beberapa rumah-rumahan untuk menaruh
pakan yang berbentuk biji.
Perawatan kubah dilakukan setiap hari dimulai dari pukul 07.00 WIB.
Pengelolaan yang dilakukan meliputi pembersihan sangkar-sangkar, baik yang ada
di dalam maupun di luar kubah, serta membersihkan jalan dari feses, sampah
organik maupun anorganik. Pembersihan jalan dilakukan dengan cara menyapu
dan menyikat kemudian disiram air.
5.1.5.3 Pembiakan
Bagian ini berfungsi untuk mengawinkan atau mengembangbiakkan burung,
menetaskan telur, merawat dan membesarkan anak (piyik). Perawatan anaknya
(piyik) dilakukan dengan tujuan agar terhindar dari gangguan dari burung lain dan
anak yang tidak dirawat induknya. Perawatan anakan ini juga dilakukan pada anak
burung lain.
5.1.5.4 Kesehatan
Semua kegiatan yang berhubungan dengan perawatan dan pengobatan
burung dipusatkan pada bagian kesehatan. Bagian ini meliputi karantina dan
klinik. Perawatan yang dilakukan karantina dan klinik meliputi sanitasi kandang,
pemberian pakan, pemeriksaan kesehatan dan pemberian obat.
Karantina merupakan tempat untuk menampung burung-burung yang baru
masuk agar menyesuaikan diri dengan pakan dan lingkungan Taman Burung
sebelum dilepas ke kubah. Selain itu karantina juga berfungsi sebagai tempat
untuk mencegah tersebarnya penyakit yang mungkin terbawa oleh burung dari
tempat aslinya.
Klinik merupakan tempat untuk menampung, merawat dan mengobati
burung-burung yang sakit baik berasal dari kubah, penangkaran maupun
karantina. Obat yang diberikan disuap langsung atau dicampurkan ke dalam pakan
burung.
5.1.6 Faktor penentu keberhasilan penangkaran
Dilihat dari segi habitat, populasi, perilaku, dan pengelolaan, keberhasilan
penangkaran di Taman Burung TMII ini sudah mencukupi kriteria-kriteria
keberhasilan penangkaran. Merak hijau jawa yang ada di lokasi ini hidup dan
berkembang dengan baik. Dilihat dari segi penetasan telur, hampir semua telur
merak hijau jawa menetas dan anakan tersebut hidup hingga dewasa. Pakan yang
diberikan pun mencukupi gizi dan jumlah yang dibutuhkan merak hijau jawa.
Hanya saja perilaku merak hijau jawa terhadap manusia (pengunjung) berbeda
dengan perilaku alaminya. Mereka tidak begitu takut jika didekati oleh manusia,
padahal di habitat alaminya mereka sangat peka jika ada manusia dan akan segera
berlari untuk bersembunyi atau pun menghindar.
Tabel 9 Faktor-faktor penentu keberhasilan penangkaran merak hijau jawa di
Taman Burung TMII.
No. Kriteria
penentu
Keberhasilan
Keterangan Sesuai Kurang
sesuai
Tidak
sesuai
1. Habitat
- Kandang
Luasan sangat mencukupi untuk
merak bergerak (minimal berukuran
2 m x 3 m x 4 m) dan komponen
kandang sesuai dengan kebutuhan
merak (terdapat tempat istirahat,
tempat tidur, tempat makan, tempat
minum, tempat berteduh, area pasir,
padang rumput, dan semak) dimana
ukuran dan jumlah komponen
kandang juga mencukupi.
- Pakan dan
minum
Jenis dan komposisinya sesuai
dengan yang dibutuhkan merak
hijau jawa. Jenis kering (pur
burung, jagung giling, beras merah,
kacang hijau, dan gabah) dengan
komposisi 1:1 (kecuali gabah 2)
total 35 gr/hari/sepasang merak.
Jenis segar/basah (kangkung dan
tauge) dengan komposisi 2:1.
Kandungan protein dalam pakan
tidak melebihi 50 %.
- Penyakit
Terdapat 1 ekor anakan merak hijau
jawa yang mati karena kedinginan,
1 ekor anakan mati karena penyakit
tetelo, dan 1 ekor merak hijau jawa
betina remaja mati karena pulorum.
2. Populasi
- Jumlah
merak
Jumlah merak hijau yang ada sesuai
dengan luasan kandang merak hijau
jawa yaitu satu kandang terdapat
sepasang merak hijau jawa dan
sisanya di lepas di dalam kubah
besar.
- Sex ratio
Perbandingan jantan betina kurang
sesuai dengan perbandingan merak
hijau di alam (1 jantan : 4 betina)
- Umur
Perbandingan kelas umur sesuai
dalam upaya pelestarian populasi
merak hijau jawa (dewasa 3 ekor,
remaja 3 ekor, anakan 4 ekor).
3. Perilaku
- Reproduksi
Musim kawin dan proses kawinnya
sesuai seperti di alam (Agustus-
November). Pemilihan pasangan
dilakukan oleh merak itu sendiri
bukan di jodohkan.
Tabel 5 (lanjutan)
No.
Kriteria
penentu
Keberhasilan Keterangan
Sesuai Kurang
sesuai
Tidak
sesuai
- Bertelur
dan
menetas
Dari 3 ekor merak hijau jawa betina
yang bertelur, hanya 1 ekor merak
hijau jawa betina yang tidak berhasil
menetaskan telur-telurnya. Semua
jumlah telur yang dihasilkan tiap
indukan sesuai dengan jumlah telur
merak hijau jawa di alam.
- Gangguan
Tidak ada gangguan yang menyerang
merak hijau jawa
4. Pengelolaan
- Pakan
Pemberian pakan rutin (setiap hari
dan satu hari satu kali pemberian
pakan setiap pagi hari) tetapi
kuantitas pakan kurang sesuai
kebutuhan merak (berat pakan
seharusnya 20% dari berat badan)
meskipun merak tidak kelaparan.
- Kandang/
kubah
Kandang selalu dibersihkan dan
dirawat setiap hari dari pagi hingga
sore
- Kesehatan
Kesehatan merak dipantau setiap hari
tanpa menunggu ada merak yang
sakit terlebih dahulu
5.2 Penangkaran Merak Hijau Jawa di Taman Margasatwa Ragunan
5.2.1 Habitat
5.2.1.1 Kandang
Kandang-kandang yang ada di penangkaran TMR umunya berbentuk empat
persegi panjang, ada juga yang berbentuk lain yaitu kubah (Gambar 9 a dan b).
Ukuran kandang persegi panjang adalah panjang 5 m, lebar 4 m, tinggi 6 m.
(a) (b)
Gambar 9 Bentuk kandang merak hijau jawa : (a) kubah
dan (b) persegi
Bahan kandang berbentuk persegi empat terdiri dari besi bulat sebagai
rangka bangunan, sisi-sisinya ditutup dengan kawat ram dengan ukuran diameter
kawat 0,3 cm (3 mm) dan jarak kotakan antar kawat 5 x 5 cm. Sebagai alas atau
lantai kandang adalah tanah dan sebagian ada tataan batu berukuran kecil
(Gambar 10). Sisi bagian atasnya juga ditutup dengan kawat ram. Sebagian atap
kandang ditutupi oleh asbes.
Gambar 10. Bebatuan sungai berukuran kecil
yang menutupi lantai kandang
persegi empat
TMR mendesain kandang merak hijau jawa dan burung-burung lainnya
sedemikian rupa sesuai dengan habitat alaminya. Komponen habitat buatan yang
ada di tiap kandang merak hijau di TMR antara lain tempat istirahat, tempat tidur,
tempat makan, tempat minum, tempat berteduh, dan pasir (Tabel 10).
Tabel 10 Komponen Habitat Buatan di TMR No Jenis Kandang Komponen Habitat
Buatan
Keterangan
1. Kandang
berbentuk
persegi panjang
Tempat istirahat Ada 3 macam : batang pohon (1 buah),
lantai kandang (pasir dan rerumputan) dan
bambu yang digantung melintang (2 buah)
Tempat tidur Berupa bambu yang digantung melintang
(juga digunakan sebagai tempat istirahat)
berukuran panjang 3 meter, diameter 10
cm dan ketinggian dari lantai kandang 4,5
m
Tempat makan Berupa nampan plastik sebanyak 1 buah
dengan ukuran panjang 45 sentimeter,
lebar 30 sentimeter dan tinggi 5 sentimeter
Tempat minum Berupa kolam dengan panjang 2 meter,
lebar 1 meter dan dalam 30 sentimeter
Tabel 10 (Lanjutan) No Jenis Kandang Komponen Habitat
Buatan
Keterangan
Tempat berteduh Berupa ruang kandang dan bambu yang
digantung dengan penutup atapnya yang
terbuat dari asbes
Pasir (untuk mandi
debu)
Setengan bagian dari lantai kandang
Di dalam kandang merak hijau jawa di TMR terdapat beberapa jenis
vegetasi. Merak hijau jawa banyak menggunakan vegetasi tersebut dalam
kehidupan sehari-hari mereka. Vegetasi-vegetasi yang ada di dalam kandang
beraneka macam tingkatan dan fungsinya bagi merak hijau jawa (Tabel 11).
Tabel 11 Tingkatan Vegetasi yang ada di dalam Kubah Barat TMII beserta
peranannya No Tingkat
Vegetasi
Nama
Lokal
Nama
Ilmiah
Fungsi
1. Pohon Salam Syzygium
polyanthum
Tempat istirahat
Drasenia Dracenia sp Tempat berteduh
Palm wregu Tempat berteduh
5.2.1.2 Pakan dan minum
Jenis-jenis makanan yang diberikan kepada merak hijau jawa di TMR ada 2
(dua) jenis, yaitu pakan kering dan pakan segar/basah (Gambar 11 a). Jumlah dan
komposisi bahan penyusun pakan seperti Tabel 12.
Tabel 12 Jenis dan komposisi makanan merak hijau jawa di TMR
No. Bentuk Pakan Bahan Penyusun Berat
(gr)
Persentase
(%)
Keterangan
1. Kering Jagung giling
Gabah
5
5
50
50
Untuk
sepasang/hari
Jumlah 10 100
2. Basah Tauge 5 15,51
Untuk
sepasang/hari
Kangkung 4 10,81
Roti tawar 3 8,11
Tahu 5 15,51
Pepaya 20 54,05
Jumlah 37 100,00
Setiap satu minggu sekali merak hijau diberi makanan tambahan berupa
vitamin yang dicampurkan ke dalam makanan (Gambar 11 b).
Gambar 11 (a) Komposisi makanan merak hijau jawa, dan (b) vitamin
yang dicampur ke makanan merak hijau jawa
Seluruh makanan disajikan dalam satu tempat berbentuk baki terbuat dari
plastik dengan ukuran panjang 45 cm, lebar 30 cm dan tinggi 5 cm. Makanan
tersebut diberikan satu kali per hari yaitu pukul 09.00 dan dimakan sampai habis
(tanpa sisa). Minum disediakan dalam kolam berukuran panjang 2 m, lebar 1 m
dan dalam 50 cm. Air minum diganti apabila sudah hampir habis/ pun kotor,
berkisar antara 1-2 hari dengan mengosongkan kolam (menguras satu per satu tiap
kandang) kemudian mengisinya dengan air yang baru dengan mengalirkan air
melalui selang yang disalurkan dari sebuah kran air yang berada di belakang
kandang (Gambar 12).
Gambar 12 Kolam minum merak
hijau jawa yang sedang
diisi air
5.2.1.3 Perawatan kesehatan dan pengendalian
Penyakit pulorum dan tetelo pernah dijumpai di tempat penangkaran merak
hijau jawa Taman Margasatwa Ragunan. Selama penelitian dilakukan tidak ada
penyakit yang menyerang merak hijau jawa (Tabel 13).
Tabel 13 Jenis Penyakit yang Menyerang Merak Hijau Jawa di TMR Tahun 2010-
2011 No. Nama Penyakit Merak Hijau Jawa yang
Terserang Penyakit
Keterangan
1. Pulorum -
2. Tetelo -
3. Infeksi -
4. Gangguan saluran pencernaan -
5. Masuk angin -
5.2.2 Populasi
5.2.2.1 Jumlah merak
Jumlah merak hijau jawa di Taman Margasatwa Ragunan sebanyak 11 ekor.
Sebanyak 6 ekor (3 pasang) merak hijau jawa terbagi ke dalam 3 kandang persegi
dengan jumlah 1 pasang tiap kandangnya. Merak hijau jawa yang lain (5 ekor)
berada di kandang yang berbentuk kubah.
5.2.2.2 Sex ratio
Merak hijau jawa yang berada di kubah TMR terdiri dari 4 ekor betina dan 1
ekor jantan (sex ratio 1 : 4). Pada kandang berbentuk persegi berisikan 1 ekor
betina dan 1 ekor jantan di tiap kandang (sex ratio 1 : 1).
5.2.2.3 Umur
Umur merak hijau jawa di Kubah barat Taman Margasatwa Ragunan
beraneka macam. Menurut hasil penelitian sampai dengan bulan Januari 2011,
rata-rata merak hijau jawa berumur 3 tahun. Pembagian umur merak hijau jawa di
TMR disajikan pada tabel 14.
Tabel 14 Pembagian umur merak hijau jawa di TMR bulan September 2010-
Januari 2011
No. Umur Jumlah (ekor)
Keterangan Jantan Betina
1. 2 tahun - 3
2. 3 tahun 1 3
3. 4 tahun 2 1
4. 5 tahun 1 -
Total (ekor) 4 7
5.2.3 Perilaku
5.2.3.1 Reproduksi
Proses penjodohan merak hijau jawa dengan merak hijau jawa betina di
TMR dengan cara ditetapkan pengelola. Merak hijau jawa dipilihkan pasangannya
tanpa ada proses pengenalan terlebih dahulu. Proses perkawinan terjadi secara
alami. Sebelum terjadi proses kawin, merak jantan membentangkan bulu hiasnya
dan kemudian melakukan tarian untuk menarik perhatian betina (Gambar 13).
Musim kawin merak hijau jawa ini terjadi antara bulan Agustus hingga bulan
November.
Gambar 13 Merak hijau jawa jantan
sedang membentangkan bulu
hiasnya di depan merak hijau
jawa betina
5.2.3.2 Bertelur
Jumlah telur yang dihasilkan oleh sepasang merak hijau jawa di TMR adalah
3-10 butir (Gambar 14). Presentase penetasan telur secara secara alami 0% (tidak
ada yang menetas).
(a)
(a) (b)
Gambar 14 Telur-telur merak hijau jawa di beberapa kandang TMR
Jumlah merak yang bertelur dan telur yang menetas dapat dilihat pada
tabel (Tabel 15). Ukuran telur merak hijau jawa di TMR ini rata-rata panjang 7 cm
dan diameter 5 cm.
Tabel 15 Data merak hijau jawa yang bertelur dan banyaknya telur yang menetas
di Taman Margasatwa Ragunan.
No. Merak Hijau
Jawa Betina
Jumlah % Menetas Keterangan
Telur Menetas
1. Betina 1 5 0 0 -
2. Betina 2 9 0 0 -
3. Betina 3 3 0 0 -
Jumlah 17 0 0
Persentase rata-rata daya tetas telur merak hijau jawa di TMR adalah 0 %
(Tabel 16). Tidak ada satu butir telur yang menetas selama penelitian berlangsung.
Pengeraman telur-telur tersebut dilakukan secara alami, yaitu induk atau merak
hijau jawa betina mengerami telur-telur mereka sendiri di lokasi mereka bertelur
(kandang). Merak hijau jawa tersebut mengerami telurnya selama 28 hari.
Tabel 16 Persentase daya tetas telur di TMR
Merak Betina Jumlah Telur Menetas % Tetas
1 5 0 0
2 9 0 0
3 3 0 0
Jumlah 17 0 0
5.2.4 Gangguan
Selama penelitian berlangsung, gangguan yang terjadi pada merak hijau
jawa di lokasi ini adalah pengelolaan mengenai ukuran dan komponen kandang
yang kurang sesuai untuk ukuran habitat merak hijau jawa, khususnya kandang
berbentuk persegi. Burung yang ada di kandang tersebut terlihat stress karena
ruang gerak terbatas dan komponen habitatnya ada yang belum mendukung.
Merak hijau yang stress biasanya terlihat berdiam diri di pojokan kandang.
5.2.5 Pengelolaan
5.2.5.1 Pakan
Jenis pakan yang diberikan kepada merak hijau jawa di TMR adalah jenis
pakan segar yang meliputi tauge, kangkung, tahu, pepaya, dan roti tawar, dan jenis
pakan kering yaitu jagung giling dan gabah. Sebelum diberikan kepada satwa,
pakan-pakan tersebut diambil dan diracik di gudang pakan. Setelah diracik,
makanan siap ditimbang dan dikirim ke lokasi satwa. Di lokasi satwa makanan
tersebut masih dibagi-bagi lagi karena pasokan makanan yang dikirim dari gudang
pakan adalah takaran secara kelompok wilayah kandang.
Pakan merak hijau jawa diberikan setiap satu hari sekali dan pada pagi hari
pukul 07.30 WIB. Pakan merak hijau jawa diletakkan pada nampan plastik
kemudian diletakkan di lantai kandang merak hijau jawa. Tiap satu pasang merak
diberi pakan dengan komposisi untuk pakan kering masing-masing 5 gram (1 :1)
dan komposisi pakan segar tauge 5 gram, kangkung 4 gram, roti tawar 3 gram,
tahu 5 gram, dan pepaya 20 gram.
5.2.5.2 Kandang/kubah
Jenis kandang merak hijau jawa yang digunakan di TMR ini adalah semi
terbuka, dimana dinding dan atap kandang terbuat dari jeruji besi. Bentuk kandang
merak hijau jawa adalah persegi panjang dengan ukuran panjang 5 meter, lebar 4
meter dan tinggi 6 meter. Setiap satu kandang berkapasitas satu pasang merak
hijau jawa.
Pengelolaan kandang/kubah merak hijau jawa di TMR dilakukan untuk
menjaga kebersihan tempat hidup merak hijau jawa. Di dalamnya dilengkapi
dengan beberapa fasilitas untuk menunjang hidup merak hijau jawa, sehingga
mereka dapat hidup sesuai dengan habitat aslinya. Fasilitas tersebut meliputi
pohon, kolam, tempat istirahat dan beberapa tempat tenggeran (sebagai tempat
istirahat dan tempat tidur).
Setiap hari dilakukan sanitasi kandang yaitu kegiatan pembersihan kandang
dan lingkungan sekitar kandang. Kegiatan sanitasi dilakukan mulai pukul 07.00-
09.00 WIB yaitu sebelum pengunjung datang. Sanitasi kandang dilakukan oleh
perawat burung (keeper).
5.2.5.3 Kesehatan
Semua kegiatan yang berhubungan dengan perawatan dan pengobatan
burung dipusatkan pada bagian kesehatan. Bagian ini meliputi karantina dan
klinik. Perawatan yang dilakukan di dalam karantina dan klinik meliputi sanitasi
kandang, pemberian pakan, pemeriksaan kesehatan dan pemberian obat.
5.2.6 Faktor penentu keberhasilan penangkaran
Dilihat dari segi habitat, populasi, perilaku, dan pengelolaan, keberhasilan
penangkaran di TMR ini sudah mencukupi kriteria-kriteria keberhasilan
penangkaran. Merak hijau jawa yang ada di lokasi ini hidup dan dengan baik. Dari
segi lain, keberhasilan penangkaran tersebut tidak tampak pada penetasan telur.
Telur-telur tersebut sebagian besar tidak menetas. Menurut wawancara kepada
perawat, hal tersebut mungkin terjadi karena kondisi cuaca dan atau karena
kondisi merak hijau jawa betina yang belum siap untuk mengerami telur-telurnya.
Tabel 17 Faktor-faktor penentu keberhasilan penangkaran merak hijau jawa di
Taman Margasatwa Ragunan.
No. Kriteria
penentu
Keberhasilan
Keterangan Sesuai
Kurang
sesuai
Tidak
sesuai
1. Habitat
- Kandang
Ada sebuah kandang yang kurang
memenuhi komposisi habitat yang
dibutuhkan merak hijau jawa
yaitu tidak ada semak dan
area/padang rumput.
- Pakan dan
minum
Pemberian pakan dan minum
kepada merak hijau jawa sudah
sesuai baik dilihat dari segi jenis
(kering: gabah dan jagun giling;
segar/basah: tauge, kangkung dan
papaya) dan komposisi pakannya.
Kuantitas pakan tidak sesuai
dengan perbandingan berat badan
merak hijau jawa (berat pakan 20
% dari berat total merak hijau
jawa) meskipun merak hijau jawa
tidak kelaparan.
- Penyakit
Tidak terdapat merak hijau jawa
yang terserang penyakit.
2. Populasi
- Jumlah
merak
Jumlah merak hijau yang ada
sesuai dengan luasan kandang
merak hijau jawa yaitu setiap satu
kandang terdapat sepasang merak
hijau jawa
- Sex ratio
Perbandingan jantan betina sesuai
dengan perbandingan merak hijau
di alam (1 jantan : 4 betina)
3. Perilaku
- Reproduksi
Musim kawin dan perilaku kawin
sesuai dengan di alam (Agustus-
Desember)
Tabel 17 (Lanjutan)
No. Kriteria
penentu
Keberhasilan
Keterangan Sesuai
Kurang
sesuai
Tidak
sesuai
- Gangguan
Pernah ada gangguan yang
menyerang merak hijau jawa
4. Pengelolaan
- Pakan
Pemberian pakan rutin dan
banyaknya tidak sesuai kebutuhan
merak untuk satu hari (total berat
pakan 20 % dari berat tubuh
merak hijau jawa)
- Kandang/
kubah
Untuk kandang yang komponen
habitatnya kurang sesuai dengan
habitat asli merak hijau jawa,
pengelola tidak melakukan
penambahan/perbaikan komponen
habitat tersebut.
- Kesehatan
Pengecekan kesehatan rutin
kepada merak hijau jawa masih
kurang. Kesehatan merak hijau
jawa diperhatikan jika hanya
terdapat merak yang sakit.
5.3 Pembahasan
5.3.1 Pengelolaan penangkaran di TMII dan TMR
Pengelolaan penangkaran di kedua lokasi penelitian tidak seluruhnya
berbeda yang disajikan pada Tabel 18.
Tabel 18 Perbedaan kondisi penangkaran di TMII dan TMR.
No. Komponen TMII TMR Keterangan
1. Kandang :
- Ukuran panjang 6 m, lebar 4
m, tinggi 10 m
panjang 4 m, lebar
4 m, tinggi 6 m
Berbeda
(volumenya)
- Bahan Kawat ram, diameter
kawat 0,3 cm (3 mm)
Kawat ram,
diameter kawat 0,3
cm (3 mm)
Sama
- Bentuk Persegi (balok) Persegi (balok)
Sama
- Komponen tempat istirahat, tem-
pat tidur, tempat ma-
kan & minum, tem-
pat berteduh, pasir,
padang rumput dan
semak
tempat istirahat,
tem-pat tidur,
tempat ma-kan &
minum, tempat
berteduh, dan
tempat mandi debu.
Berbeda (tidak ada
lahan ber-umput
dan semak di
TMR)
- Letak Tepat di tepi jalan
pengunjung dan ter-
kena sinar matahari
Tepat di tepi jalan
pengunjung dan ter-
kena sinar matahari
Sama
Tabel 18
No. Komponen TMII TMR Keterangan
2. Makanan :
- Jenis kering (pur burung,
jagung giling, beras
merah, kacang hijau,
gabah dan kacang
hijau) dan
basah/segar
(kangkung dan tauge)
kering (gabah dan
jagung giling) dan
basah (tauge,
kang-kung,tahu,
roti tawar dan
pepaya)
Berbeda (di TMR
ter-dapat jenis pakan
segar berupa roti
tawar, tahu dan
pepaya)
- Jumlah dan
komposisi
kering 1 : 1 (kecuali
gabah 2), basah 1 : 2
(tauge : kangkung),
total keseluruhan 35
gr.
basah masing-
masing 10 gr
(kecuali buah 20
gr) dan kering
total 0,8 gr
Berbeda (komposisi
pakan segar dan
pakan kering)
- Cara
pengelolaan dan
pemberian
Diberikan satu hari
sekali setiap pagi
Diberikan satu
kali sehari setiap
pagi
Sama
3. Kesehatan :
- Jenis Pulorum dan masuk
angin
- Berbeda (tidak ada
penyakit di TMR)
- Perawatan Pemberian vitamin
dan dipindahkan ke
klinik burung
Pemberian
vitamin
sama
4. Reproduksi :
- Musim kawin Agustus-Desember Agustus-
Desember
Sama
- Jumlah telur • Indukan pertama
: 4 butir
• Indukan kedua : 5
butir
• Indukan ketiga : 5
butir
• I
ndukan
pertama : 5
butir
• I
ndukan kedua
: 9 butir
• I
ndukan ketiga
: 3 butir
Berbeda (jumlah
telur tiap in-dukan
tiap lokasi))
- Jumlah telur
yang menetas
• Indukan pertama
: 2 butir
• Indukan kedua : 3
butir
• Indukan ketiga :
tidak ada yang
menetas
Tidak ada telur
yang menetas
sama sekali
Berbeda (di TMR
tidak ada telur yang
me-netas)
5. Gangguan :
- Jenis gangguan - Satwa lain : tikus
Berbeda (tidak ada
gangguan di TMR)
- pengendalian - Diatasi dengan
ditutupnya
pinggiran
kandang dengan
campuran semen
dan pasir.
Berbeda (karan tidak
ada gang-guan di TB
TMII jadi tidak ada
yang perlu
dikendalikan)
Pengelolaan kandang merak hijau dari segi ukuran dan komponen
kandang berbeda, tetapi dari segi bahan, bentuk dan letak kandang sama. Ukuran
kandang merak hijau jawa di TMII yaitu panjang 6 m, lebar 4 m, tinggi 10 m.
Ukuran kandang merak hijau jawa di TMR yaitu panjang 4 m, lebar 4 m, tinggi 6
m. Perbedaan kandang merak hijau jawa dari segi komponen kandang juga
berbeda. Komponen kandang merak hijau jawa di TMII yaitu tempat istirahat,
tempat tidur, tempat makan & minum, tempat berteduh, pasir, padang rumput dan
semak. Komponen kandang merak hijau jawa di TMR hampir sama seperti di
TMII, hanya saja di TMR tidak ada padang rumput dan semak. Tidak adanya
padang rumput dan semak di TMR membuat salah satu perilaku merak hijau di
alam berubah, yaitu dalam hal mengerami telurnya. Merak hijau jawa tersebut
enggan untuk mengerami telurnya karena tempat sarangnya terlalu terbuka
sehingga bisa dilihat oleh pengunjung dan merak hijau jawa tersebut jadi merasa
terganggu.
Secara umum dari keseluruhan kandang yang diamati, bentuk kandang
empat persegi panjang paling banyak digunakan oleh penangkar merak hijau jawa.
Hal ini disebabkan dalam tahap pembuatan kandang lebih mudah dan efektif.
Namun demikian bentuk kandang lain dapat dijadikan kandang merak hijau jawa
asalkan di dalam kandang tersebut merak hijau jawa dapat hidup nyaman terutama
pada masa reproduksi. Beberapa hal lain yang perlu diperhatikan adalah kandang
dibuat jauh dari gangguan aktivitas manusia unuk menghindari kebisingan dan
stress. Lantai kandang diusahakan tetap bersih. Atap diatur sedemikian rupa agar
dapat melindungi diri merak hijau jawa. Sebagian atap dibuat agak terbuka agar
sinar matahari dapat langsung masuk ke dalam kandang. Dengan demikian
kandang terhindar dari kelembaban yang mengundang berkembangbiaknya
bakteri atau virus penyakit. Anyaman kawat sebaiknya berukuran kecil untuk
mencegah binatang pengganggu seperti tikus masuk ke dalam sarang dan diameter
kawat harus cukup tebal agar kokoh karena merak hijau adalah satwa yang cukup
kuat jadi ketika merak hijau jawa tersebut menabrakkan diri ke dinding kandang,
kandang tersebut, dinding kandang tersebut tidak rusak.
Di dalam Taman Burung TMII, vegetasi yang sering dimanfaatkan merak
hijau jawa adalah pepohonan yang tingginya minimal 4 meter. Ada satu pohon
yang keberadaannya ada di Taman Burung TMII maupun di TMR, yaitu pohon
salam (Syzygium polyanthum).
Pakan merupakan unsur penting yang menempati komponen biaya
terbesar dalam suatu usaha penangkaran, besarnya dapat mencapai 60 % atau
lebih dari keseluruhan biaya (Masy’ud et al, 2001). Bagi satwa sendiri, pakan
dapat mempengaruhi pertumbuhan, kesehatan dan reproduksi.
Pengelolaan pakan merak hijau jawa dari segi jenis dan komposisi di
kedua lokasi berbeda, yang sama hanya cara pengelolaan dan pemberiannya yaitu
sama-sama satu kali setiap pagi hari. Di TMII jenis pakan yang diberikan adalah
kering (pur burung, jagung giling, beras merah, kacang hijau, gabah dan kacang
hijau) dan basah/segar (kangkung dan tauge) dengan komposisi kering 1 : 1
(kecuali gabah 2), basah 1 : 2 (tauge : kangkung) dan berat total keseluruhan 35
gram. Di TMR jenis pakan yang diberikan adalah kering (gabah dan jagung
giling) dan basah (tauge, kangkung,tahu, roti tawar dan pepaya) dengan jumlah
dan komposisi basah masing-masing 10 gr (kecuali buah 20 gr) dan kering total
0,8 gr. Pemberian jumlah pakan dan jenisnya yang berbeda tersebut tidak begitu
berpengaruh terhadap kehidupan merak hijau jawa, karena merak hijau jawa tidak
kekurangan makanan dan gizi selama dalam penangkaran.
Pemberian pakan burung merak, sebaiknya diberikan untuk sekali habis
(Suryawan, 2004). Artinya, untuk satu hari burung merak diberi pakan yang dapat
habis dalam satu hari. Bila pemberian pakan terlalu banyak, maka pakan tersebut
akan tidak habis dan akan membusuk. Burung merak yang memakan sisa-sisa
pakan yang busuk akan mudah terserang penyakit sehingga menimbulkan
kematian. Oleh sebab itu, pemberian pakan di Taman Burung TMII dan TMR
jumlah dan kandungannya disesuaikan dengan kebutuhan dan jenisnya disamakan
dengan pakan aslinya di alam.
Kebersihan kandang menjadi penting, karena kandang yang kotor dan
lembab dapat menjadi sumber virus atau bakteri penyakit. Kotoran tinja burung
yang terserang penyakit tetelo ataupun pulorum di dalam kandang juga dapat
menjadi penyebab terjadinya virus ulangan terhadap burung yang lain. Untuk itu
pembersihan kandang dilakukan secara rutin setiap hari untuk mencegah
penularan penyakit ini. Di TMII penyakit yang menyerang merak hijau jawa
adalah pulorum dan masuk angin. Di TMR tidak ada seekor pun merak hijau jawa
yang terserang penyakit.
Umur merak hijau jawa di kedua lokasi penelitian dalam proses perkawinan
dapat dibilang sudah mencukupi. Di Taman Burung TMII, rata-rata umur merak
hijau jawa betina yang melakukan perkawinan diatas 2 tahun dan merak hijau
jawa jantan berumur diatas 3 tahun. Telur yang dihasilkan dari tiap betina
jumlahnya normal atau seperti di alam (4-6 butir) dan kondisi telurnya baik. Daya
tetas telur merak hijau jawa tersebut rata-rata 36,6 %.
Di Taman Margasatwa Ragunan, rata-rata umur merak hijau jawa yang
melakukan proses perkawinan sama seperti umur merak hijau jawa yang ada di
Taman Burung TMII. Ada yang berbeda dari hasil telur yang dikeluarkan baik
dari segi jumlah ataupun kondisi telur. Terdapat satu ekor merak hijau jawa betina
yang mengeluarkan telur dengan jumlah cukup banyak yaitu hingga 9 butir telur
dan terdapat satu ekor merak hijau jawa betina yang menghasilkan telur dengan
kondisi fisik telur kurang baik (terdapat selaput darah pada cangkang telur dan
warna telur kusam tidak segar). Dari semua telur yang dikeluarkan oleh tiap
merak hijau jawa betina yang bertelur di TMR ini, tidak ada satupun telur yang
menetas sehingga daya tetasnya 0%.
Gangguan adalah salah satu masalah yang sering dihadapi dalam
penangkaran. Di penangkaran Taman Burung hampir tidak ada gangguan dari
kondisi kandang ataupun pakan yang diberikan, hanya saja sifat alami merak hijau
tersebut ada yang hilang yaitu tidak takut lagi terhadap manusia. Di penangkaran
TMR gangguan yang muncul adalah pengelolaan terhadap merak hijau tersebut.
Kandang yang mereka tempati kurang sedikit memberikan kenyamanan terhadap
kondisi psikologis merak hijau tersebut. Ada komponen kandang yang kurang
sesuai dengan kebutuhan merak hijau tersebut, seperti ketersediaan tempat
istirahat dan bertengger.
5.3.1.2 Faktor penentu keberhasilan penangkaran
Berhasil tidaknya suatu usaha penangkaran merak hijau ditentukan oleh
banyak faktor. Salah satu diantaranya adalah kesehatan merak hijau jawa.
Perawatan kesehatan dan pengobatan penyakit secara baik dan lebih dini ketika
terlihat ada gejala penyakit merupakan tindakan penting yang perlu dilakukan
untuk menghindari kematian dan meluasnya penyakit. Kesehatan merak hijau di
penangkaran dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain kondisi lingkungan
pemeliharaan, makanan, pola manajemen, bibit penyakit dan kelainan-kelainan
metabolisme.
Hasil yang diperoleh dari penelitian adalah adanya perbedaan dalam
masalah penetasan telur. Telur-telur di TMR tidak ada yang menetas satu pun. Hal
tersebut dapat diakibatkan karena kandungan protein dalam makanan yang
diberikan kepada merak hijau jawa terlalu tinggi atau karena tidak terjadi
pembuahan. Menurut hasil wawancara, tidak menetasnya telur-telur tersebut
diakibatkan karena cuaca yang kurang mendukung. Terjadinya hujan yang hampir
setiap hari dengan frekuensi air hujan tinggi menyebabkan suhu disekitar sarang
merak hijau jawa rendah dan tingkat kelembabannya tinggi.
Dalam usaha penangkaran ini masalah pengembangbiakkan memegang
peranan yang penting, sebab pada dasarnya keberhasilan usaha penangkaran
sangat ditentukan oleh keberhasilan reproduksinya. Dalam usaha penangkaran
satwa dengan ketersediaan jumlah bibit yang terbatas, keberhasilan
pengembangbiakkan merupakan kunci utama. Dengan demikian dapat dinyatakan
bahwa tidak ada produksi tanpa reproduksi ( Hardjanto, Masy’ud, Hero, 1991).
5.3.1.3 Perbandingan keberhasilan penangkaran di TMII dan TMR
Perbandingan keberhasilan penangkaran di TMII dan TMR berbeda dilihat
dari segi kandang, pakan, kesehatan dan reproduksi (Tabel 19)
Tabel 19 Perbandingan keberhasilan penangkaran di TMII dan TMR.
No. Kriteria TMII TMR Keterangan
1. Reproduksi Persentase berhasil
a. bertelur Jumlah total telur 14
butir
Jumlah total telur
17 butir
Masing-masing
lokasi 3 indukan
yang bertelur
b. daya tetas 36,6 % 0 % Hasil persentase
rata-rata
2. Morbiditas Dua ekor terserang
penyakit
Tidak ada yang
terserang penyakit
Penyakit yang
menyerang di TB
TMII adalah
pulorum dan
masuk angin
3. Mortalitas Dua ekor mati Tidak ada yang
mati
Merak hijau jawa
di TB TMII mati
karena terserang
penyakit
Penilaian tingkat keberhasilan penangkaran merak hijau jawa tersebut
berdasarkan sesuai tidaknya kebutuhan kehidupan merak hijau jawa seperti di
habitat alaminya. Dalam hal ukuran kandang, merak hijau jawa memerlukan
luasan habitat atau tempat tinggal minimal seluas ukuran tubuh mereka dan tidak
terlalu sempit untuk merak hijau jawa jantan melakukan tarian (melebarkan bulu
hias) menarik perhatian betina saat musim kawin. Merak hijau jawa beristirahat di
dahan pohon yang tinggi, jadi ketinggian kandang tersebut juga harus sesuai
dengan kebutuhan merak hijau jawa di alam, minimal 5 meter, di mana di dalam
kandang tersebut tersedia pohon atau gantungan melintang bambu atau kayu yang
biasa digunakan merak hijau jawa untuk bertengger.
Merak hijau jawa di alam sering mencari makan, oleh sebab itu pengelola
di TMII dan TMR memberikan jenis pakan dan jumlahnya tidak berbeda seperti
di alam, dan yang paling utama merak hijau jawa di dalam penangkaran tidak
kelaparan kan kekurangan gizi. Untuk lebih melengkapi kebutuhan pakan merak
hijau jawa tersebut, pengelola juga memberikan pakan tambahan. Jenis pakan
tambahan di TMII dan TMR tidak sama atau berbeda.
Inti dari keberhasilan penangkaran merak hijau jawa adalah tingkat
reproduksi. Di TMII merak hijau jawa berhasil bereproduksi dengan
menghasilkan anakan merak hijau jawa sebanyak 5 ekor dari dua indukan ( 2 : 3).
Berbeda dengan merak hijau jawa di TMR, tidak ada satu ekor merak hijau jawa
pun yang berhasil menetaskan telur. Keberhasilan dan kegagalan penetasan telur
tersebut akibat faktor umur yang belum mencukupi sehingga kegagalan penetasan
karena tidak adanya kandungan embrio di dalam telur merak hijau jawa tersebut.
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Dalam pengelolaan penangkaran merak hijau jawa di TB TMII dan TMR
menyangkut ukuran kandang yang mencukupi sebagai ruang gerak merak
hijau jawa (panjang 4 meter, lebar 4 meter dan tinggi 6 meter); komponen
habitat buatan dalam kandang (tempat istirahat, tempat untuk tidur, lahan
berpasir, lahan berumput, semak, tempat makan, tempat minum); pakan
yang jenis, jumlah dan komposisinya mencukupi kebutuhan merak hijau
jawa tidak kekurangan makanan (terdiri dari pakan kering dan pakan
segar); terhindar dari penyakit (dengan diberikannya vitamin dan sanitasi
kandang); berhasil bertelur dan menetaskan telurnya; serta terhindar dari
gangguan satwa lain (tikus).
2. Tingkat keberhasilan penangkaran digambarkan oleh tingkat keberhasilan
menetaskan telur menjadi anakan (reproduksi).Di TB TMII berhasil
menghasilkan anakan tetapi di TMR tidak ada anakan merak hijau jawa.
Berdasarkan segi kesehatan dan/atau kematian di TB TMII belum berhasil
karena masih dijumpai merak hijau jawa yang terserang penyakit dan mati
tetapi di TMR berhasil karena tidak ada merak hijau jawa yang terserang
penyakit maupun mati.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan penangkaran merak hijau
jawa di TB TMII dan TMR adalah ukuran kandang, pakan, penyakit,
penetasan telur, dan gangguan.
6.2 Saran
1. Perlu dilakukan pelatihan terhadap petugas yang menangani merak hijau
jawa tentang pengetahuan bioekologi merak hijau jawa dan perawatan
merak hijau jawa berdasarkan faktor-faktor penentu keberhasilan
penangkaran merak hijau jawa.
2. Di TMR perlu diperhatikan dalam lokasi sarang merak hijau jawa agar
berhasil dalam proses penetasan dan di TB TMII perlu diperhatikan
penggabungan satwa agar terhindar penularan bibit penyakit.
DAFTAR PUSTAKA
Afiatun, I. 2004. Pola Pemberian Pakan Pada Burung Cendrawasih Merah di
Taman Margasatwa Ragunan. Laporan Magang Program Studi Teknologi
dan Industri Pakan. Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Tidak diterbitkan.
Alikodra HS. 2002. Pengelolaan satwakiar. Jilid 1. Bogor: Yayasan Penerbit
Fakultas Kehutanan IPB.
Delacour, J. 1977. The Pheasants of The World (2nd
edition). World Pheasant
Association and Spurr Publications. Saiga Publishing Co. Ltd. England.
Grzimek, B. Animal Encyclopedia (Volume 8: Birds). Van Nostrand Reinhold
Co. New York.
Hernowo, J.B. 1995. Ecology and Behaviour of The Green Peafowl (Pavo
muticus Linnaeus, 1766) In The Baluran National Park, East Java
Indonesia. Thesis. Faculty of Forestry Science George University
Gothingen Germany.
Mackinnon, J., K. Philips dan B. V. Balen. 1992. Panduan Lapangan Burung-
Burung di Jawa dan Bali. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Mardiastuti, A & T. Soehartono. 2003. Pelaksanaan Konvensi CITES di
Indonesia. Japan International Coorperation Agency (JICA). Jakarta.
Mulyana. 1988. Studi Habitat Merak Hijau (Pavo muticus Linnaeus, 1766) di
Resort Bekol, Taman Nasional Baluran. Jawa Timur. Skripsi. Jurusan
Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor.
Palita, Y. 2002. Kajian Penyebaran Lokal, Habitat dan Perilaku Merak Hijau
(Pavo muticus Linnaeus, 1758) di Taman Nasional Meru Betiri, Jawa
Timur. Laporan Akhir. Program Diploma IV Kehutanan, Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Tidak Diterbitkan.
Rini, IS. 2005. Studi Ekologi Pakan dan Perilaku Makan Merak Hijau (Pavo
muticus Linnaeus, 1766) di Taman Nasional Alas Purwo Jawa Timur.
Skripsi. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata,
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Tidak diterbitkan.
Sativaningsih, D. 2005. Ekologi Perilaku Merak Hijau (Pavo muticus Linnaeus,
1766) di Taman Nasional Alas Purwo Jawa Timur. Skripsi. Departemen
Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor. Tidak diterbitkan.
Supratman, A. 1988. Kajian Pola Penyebaran dan Karakteristik Habitat Merak
Hijau (Pavo muticus Linnaeus, 1766) Pada Musim Tidak Berbiak di
Resort Rowobendo, Taman Nasional Alas Purwo, Jawa imur. Skripsi.
Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor.
Suratmo, F.G. 1979. Prinsip Dasar Tingkah Laku Satwaliar. Bogor: Fakultas
Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Suryawan, I. 2004. Pemberian Pakan Burung Merak Hijau dan Perkembangannya
di Taman Burung TMII. Laporan Magang Program Studi Teknologi dan
Industri Pakan. Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor. Tidak diterbitkan.
Tarigan, N. 2001. Penangkaran Burung Merak. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Winarto, R. 1993. Beberapa Aspek Ekologi Merak Hijau (Pavo muticus Linnaeus,
1766) Pada Musim Berbiak di Resort Bekol, Taman Nasional Baluran.
Jawa Timur. Skripsi. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas
Kehutanan. IPB. Bogor.
LAMPIRAN
Lampiran 1.
Panduan wawancara dengan pihak pengelola (Taman Margasatwa Ragunan
dan Taman Burung Taman Mini Indonesia Indah)
1. Asal usul merak (dari mana dan kapan pertama kali ada)
2. Ketenagakerjaan pengelola
3. Jumlah merak dalam penangkaran (jumlah keseluruhan, jumlah tiap kandang,
perbandingan berdasarkan jenis kelamin (jantan-betina) dan perbandingan
berdasarkan kelas umur (anak-remaja-dewasa)
4. Cara pembagian penempatan kandang dan merak
5. Proses pengelolaan kandang (komponen habitat merak)
6. Proses pengelolaan merak (makan,minum dan reproduksi)
7. Masalah-masalah yang sering muncul dalam pengelolaan kandang
8. Masalah-masalah yang sering muncul dalam pengelolaan merak
9. Solusi yang diberikan dalam menangani masalah dalam kandang
10. Solusi yang diberikan dalam menangani masalah pada merak