Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1fajarss.blog.uns.ac.id/files/2010/04/teori-belajar.pdf · Fajar S /...

48
Fajar S / mahasiswa pgsd uns TEORI BELAJAR oleh : Fajar S A. PENDAHULUAN Teori belajar merupakan upaya untuk mendeskripsikan bagaimana manusia belajar, sehingga membantu kita semua memahami proses inhern yang kompleks dari belajar. Ada tiga perspektif utama dalam teori belajar, yaitu Behaviorisme, Kognitivisme, dan Konstruktivisme. Pada dasarnya teori pertama dilengkapi oleh teori kedua dan seterusnya, sehingga ada varian, gagasan utama, ataupun tokoh yang tidak dapat dimasukkan dengan jelas termasuk yang mana, atau bahkan menjadi teori tersendiri. Namun hal ini tidak perlu kita perdebatkan. Yang lebih penting untuk kita pahami adalah teori mana yang baik untuk diterapkan pada kawasan tertentu, dan teori mana yang sesuai untuk kawasan lainnya. Pemahaman semacam ini penting untuk dapat meningkatkan kualitas pembelajaran. B. BEHAVIORISME Behaviorisme dari kata behave yang berarti berperilaku dan isme berarti aliran. Behavorisme merupakan pendekatan dalam psikologi yang didasarkan atas proposisi (gagasan awal) bahwa perilaku dapat dipelajari dan dijelaskan secara ilmiah. Dalam melakukan penelitian, behavioris tidak mempelajari keadaan mental. Jadi, karakteristik esensial dari pendekatan behaviorisme terhadap belajar adalah pemahaman terhadap kejadian-kejadian di lingkungan untuk memprediksi perilaku seseorang, bukan pikiran, perasaan, ataupun kejadian internal lain dalam diri orang tersebut. Fokus behaviorisme adalah respons terhadap berbagai tipe stimulus. Para tokoh yang memberikan pengaruh kuat pada aliran ini adalah Ivan Pavlov dengan teorinya yang disebut classical conditioning, John B. Watson yang dijuluki behavioris S-R (Stimulus-Respons), Edward Thorndike (dengan teorinya Law of Efect), dan B.F. Skinner dengan teorinya yang disebut operant conditioning. 1

Transcript of Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1fajarss.blog.uns.ac.id/files/2010/04/teori-belajar.pdf · Fajar S /...

Page 1: Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1fajarss.blog.uns.ac.id/files/2010/04/teori-belajar.pdf · Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1. Teori Pengkondisian Klasik Ivan Pavlov Ivan Petrovich Pavlov

Fajar S / mahasiswa pgsd uns

TEORI BELAJAR

oleh : Fajar S

A. PENDAHULUAN

Teori belajar merupakan upaya untuk mendeskripsikan bagaimana manusia

belajar, sehingga membantu kita semua memahami proses inhern yang kompleks dari

belajar. Ada tiga perspektif utama dalam teori belajar, yaitu Behaviorisme, Kognitivisme,

dan Konstruktivisme. Pada dasarnya teori pertama dilengkapi oleh teori kedua dan

seterusnya, sehingga ada varian, gagasan utama, ataupun tokoh yang tidak dapat

dimasukkan dengan jelas termasuk yang mana, atau bahkan menjadi teori tersendiri.

Namun hal ini tidak perlu kita perdebatkan. Yang lebih penting untuk kita pahami adalah

teori mana yang baik untuk diterapkan pada kawasan tertentu, dan teori mana yang sesuai

untuk kawasan lainnya. Pemahaman semacam ini penting untuk dapat meningkatkan

kualitas pembelajaran.

B. BEHAVIORISME

Behaviorisme dari kata behave yang berarti berperilaku dan isme berarti aliran.

Behavorisme merupakan pendekatan dalam psikologi yang didasarkan atas proposisi

(gagasan awal) bahwa perilaku dapat dipelajari dan dijelaskan secara ilmiah. Dalam

melakukan penelitian, behavioris tidak mempelajari keadaan mental.

Jadi, karakteristik esensial dari pendekatan behaviorisme terhadap belajar adalah

pemahaman terhadap kejadian-kejadian di lingkungan untuk memprediksi perilaku

seseorang, bukan pikiran, perasaan, ataupun kejadian internal lain dalam diri orang

tersebut. Fokus behaviorisme adalah respons terhadap berbagai tipe stimulus.

Para tokoh yang memberikan pengaruh kuat pada aliran ini adalah Ivan Pavlov

dengan teorinya yang disebut classical conditioning, John B. Watson yang dijuluki

behavioris S-R (Stimulus-Respons), Edward Thorndike (dengan teorinya Law of Efect),

dan B.F. Skinner dengan teorinya yang disebut operant conditioning.

1

Page 2: Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1fajarss.blog.uns.ac.id/files/2010/04/teori-belajar.pdf · Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1. Teori Pengkondisian Klasik Ivan Pavlov Ivan Petrovich Pavlov

Fajar S / mahasiswa pgsd uns

1. Teori Pengkondisian Klasik Ivan Pavlov

Ivan Petrovich Pavlov adalah orang Rusia. Ia menemukan Classical Conditioning

di dekade 1890-an. Namun karena pada saat itu negerinya tertutup dari dunia barat,

bukunya dalam edisi bahasa Inggris Conditioned Reflexes: An Investigation of the

Physiological Activity of the Cerebral Cortex baru bisa diterbitkan tahun 1927. Teorinya

disebut klasik karena kemudian muncul teori conditioning yang lebih baru. Ada pula

yang menyebut teorinya sebagai learned reflexes atau refleks karena latihan, untuk

membedakan teorinya dengan teori pengkondisian disadari-nya Skinner.

a. Percobaan Pavlov

Pengkondisian Klasik atau Classical conditioning ditemukan secara kebetulan

oleh Pavlov di dekade 1890-an. Saat itu Pavlov sedang mempelajari bagaimana air liur

membantu proses pencernaan makanan. Kegiatannya antara lain memberi makan anjing

eksperimen dan mengukur volume produksi air liur anjing tersebut di waktu makan.

Setelah anjing tersebut melalui prosedur yang sama beberapa kali, ternyata mulai

mengeluarkan air liur sebelum menerima makanan. Pavlov menyimpulkan bahwa

beberapa stimulus baru seperti pakaian peneliti yang serba putih, telah diasosiasikan oleh

anjing tersebut dengan makanan sehingga menimbulkan respons keluarnya air liur.

Proses conditioning biasanya mengikuti prosedur umum yang sama. Misalkan

seorang pakar psikologi ingin mengkondisikan seekor anjing untuk mengeluarkan air liur

ketika mendengar bunyi lonceng. Sebelum conditioning, stimulus tanpa pengkondisian

(makanan dalam mulut) secara otomatis menghasilkan respons tanpa pengkondisian

(mengeluarkan air liur) dari anjing tersebut. Selama pengkondisian, peneliti

membunyikan lonceng dan kemudian memberikan makanan pada anjing tersebut. Bunyi

lonceng tersebut disebut stimulus netral karena pada awalnya tidak menyebabkan anjing

tersebut mengeluarkan air liur. Namun, setelah peneliti mengulang-ulang asosiasi bunyi

lonceng-makanan, bunyi lonceng tanpa disertai makanan akhirnya menyebabkan anjing

tersebut mengeluarkan air liur. Anjing tersebut telah belajar mengasosiasikan bunyi

lonceng dengan makanan. Bunyi lonceng menjadi stimulus dengan pengkondisian, dan

keluarnya air liur anjing disebut respons dengan pengkondisian.

2

Page 3: Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1fajarss.blog.uns.ac.id/files/2010/04/teori-belajar.pdf · Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1. Teori Pengkondisian Klasik Ivan Pavlov Ivan Petrovich Pavlov

Fajar S / mahasiswa pgsd uns

b. Prinsip-prinsip Pengkondisian Klasik Pavlov

Menindaklanjuti temuannya sebelumnya, Pavlov dan koleganya berhasil

mengidentifikasi empat proses: acquisition (akuisisi/fase dengan pengkondisian),

extinction (eliminasi/fase tanpa pengkondisian), generalization (generalisasi), dan

discrimination (diskriminasi).

1) Fase Akuisisi

Fase akuisisi merupakan fase belajar permulaan dari respons kondisi—sebagai

contoh, anjing ‘belajar’ mengeluarkan air liur karena pengkondisian suara lonceng.

Beberapa faktor dapat mempengaruhi kecepatan conditioning selama fase akuisisi. Faktor

yang paling penting adalah urutan dan waktu stimuli. Conditioning terjadi paling cepat

ketika stimulus kondisi (suara lonceng) mendahului stimulus utama (makanan) dengan

selang waktu setengah detik. Conditioning memerlukan waktu lebih lama dan respons

yang terjadi lebih lemah bila dilakukan penundaan yang lama antara pemberian stimulus

kondisi dengan stimulus utama. Jika stimulus kondisi mengikuti stimulus utama—sebagai

contoh, jika anjing menerima makanan sebelum lonceng berbunyi—conditioning jarang

terjadi.

2) Fase Eliminasi

Sekali telah dipelajari, suatu respons dengan kondisi tidaklah diperlukan secara

permanen. Istilah extinction (eliminasi) digunakan untuk menjelaskan eliminasi respons

kondisi dengan mengulang-ulang stimulus kondisi tanpa stimulus utama. Jika seekor

anjing telah ‘belajar’ mengeluarkan air liur karena adanya suara lonceng, peneliti dapat

secara berangsur-angsur menghilangkan stimulus utama dengan mengulang-ulang bunyi

lonceng tanpa memberikan makanan sesudahnya.

3) Generalisasi

Setelah seekor hewan telah ‘belajar’ respons kondisi dengan satu stimulus, ada

kemungkinan juga ia merespons stimuli yang sama tanpa latihan lanjutan. Jika seorang

anak digigit oleh seekor anjing hitam besar, anak tersebut bukan hanya takut kepada

3

Page 4: Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1fajarss.blog.uns.ac.id/files/2010/04/teori-belajar.pdf · Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1. Teori Pengkondisian Klasik Ivan Pavlov Ivan Petrovich Pavlov

Fajar S / mahasiswa pgsd uns

anjing tersebut, namun juga takut kepada anjing yang lebih besar. Fenomena ini disebut

generalisasi. Stimuli yang kurang intens biasanya menyebabkan generalisasi yang kurang

intens. Sebagai contoh, anak tersebut ketakutannya menjadi berkurang terhadap anjing

yang lebih kecil.

4) Diskriminasi

Kebalikan dari generalisasi adalah diskriminasi, yaitu ketika seorang individu

belajar menghasilkan respons kondisi pada satu stimulus namun tidak dari stimulus yang

sama namun kondisinya berbeda. Sebagai contoh, seorang anak memperlihatkan respons

takut pada anjing galak yang bebas, namun mungkin memperlihatkan rasa tidak takut

ketika seekor anjing galak diikat atau terkurung dalam kandang.

2. Teori Stimulus-Respons John Watson

Pada tahun 1919, pakar psikologi berkebangsaan AS, J.B. Watson dalam bukunya

Psychology from the Standpoint of a Behaviorist mengkritisi metode introspektif dalam

pakar psikologi yaitu metode yang hanya memusatkan perhatian pada perilaku yang ada

atau berasal dari nilai-nilai dalam diri pakar psikologi itu sendiri.

Watson berprinsip hanya menggunakan eksperimen sebagai metode untuk

mempelajari kesadaran. Watson mempelajari penyesuaian organisme terhadap

lingkungannya, khususnya stimuli khusus yang menyebabkan organisme tersebut

memberikan respons. Kebanyakan dari karya-karya Watson adalah komparatif yaitu

membandingkan perilaku berbagai binatang. Karya-karyanya sangat dipengaruhi karya

Ivan Pavlov. Namun pendekatan Watson lebih menekankan pada peran stimuli dalam

menghasilkan respons karena pengkondisian, mengasimilasikan sebagian besar atau

seluruh fungsi dari refleks. Karena itulah, Watson dijuluki sebagai pakar psikologi S - R

(stimulus-response).

a. Percobaan John Watson

Pada dasarnya Watson melanjutkan penelitian Pavlov. Dalam percobaannya,

Watson ingin menerapkan classical conditioning pada reaksi emosional. Hal ini didasari

4

Page 5: Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1fajarss.blog.uns.ac.id/files/2010/04/teori-belajar.pdf · Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1. Teori Pengkondisian Klasik Ivan Pavlov Ivan Petrovich Pavlov

Fajar S / mahasiswa pgsd uns

atas keyakinannya bahwa personalitas seseorang berkembang melalui pengkondisian

berbagai refleks.

Dalam suatu percobaan yang kontroversial di tahun 1921, Watson dan asisten

risetnya Rosalie Rayner melakukan eksperimen terhadap seorang balita bernama Albert.

Pada awal eksperimen, balita tersebut tidak takut terhadap tikus. Ketika balita memegang

tikus, Watson mengeluarkan suara dengan tiba-tiba dan keras. Balita menjadi takut

dengan suara yang tiba-tiba dan keras sekaligus takut terhadap tikus. Akhirnya, tanpa ada

suara keras sekalipun, balita menjadi takut terhadap tikus.

b. Kesimpulan Watson.

Meskipun eksperimen Watson dan rekannya secara etika dipertanyakan, hasilnya

menunjukkan untuk pertamakalinya bahwa manusia dapat ‘belajar’ takut terhadap stimuli

yang sesungguhnya tidak menakutkan. Namun ketika stimuli tersebut berasosiasi dengan

pengalaman yang tidak menyenangkan, ternyata menjadi menakutkan. Eksperimen

tersebut juga menunjukkan bahwa classical conditioning mengakibatkan beberapa kasus

fobia (rasa takut), yaitu ketakutan yang yang tidak rasional dan berlebihan terhadap

objek-objek tertentu atau situasi-situasi tertentu. Pakar psikologi sekarang dapat

memahami bahwa classical conditioning dapat menjelaskan beberapa respons emosional

—seperti kebahagiaan, kesukaan, kemarahan, dan kecemasan—yaitu karena orang

tersebut mengalami stimuli khusus. Sebagai contoh, seorang anak yang memiliki

pengalaman menyenangkan dengan roller coaster kemungkinan belajar merasakan

kesenangan justru karena melihat bentuk roller coaster tersebut. Bagi seorang dewasa

yang menemukan sepucuk surat dari teman dekat di dalam kotak surat, hanya dengan

melihat alamat pengirim yang tertera di sampul surat kemungkinan menimbulkan

perasaan senang dan hangatnya persahabatan.

Pakar psikologi menggunakan prosedur classical conditioning untuk merawat

fobia (rasa takut) dan perilaku yang tidak diinginkan lainnya seperti kecanduan alkohol

dan psikotropika. Untuk merawat fobia terhadap objek-objek tertentu, pakar psikologi

melakukan terapi dengan menghadirkan objek yang ditakuti oleh penderita secara

berangsur-angsur dan berulang-ulang ketika penderita dalam suasana santai. Melalui fase

eliminasi (eliminasi stimulus kondisi), penderita akan kehilangan rasa takutnya terhadap

5

Page 6: Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1fajarss.blog.uns.ac.id/files/2010/04/teori-belajar.pdf · Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1. Teori Pengkondisian Klasik Ivan Pavlov Ivan Petrovich Pavlov

Fajar S / mahasiswa pgsd uns

objek tersebut. Dalam memberikan perawatan untuk pecandu alkohol, penderita

meminum minuman beralkohol dan kemudian menenggak minuman keras tersebut

sehingga menyebabkan rasa sakit di lambung. Akhirnya ia merasakan sakit lambung

begitu melihat atau mencium bau alkohol dan berhenti meminumnya. Keefektivan dari

terapi seperti ini sangat bervariasi bergantung individunya dan problematika yang

dihadapinya.

3. Hukum Efek dan Teori Koneksionisme Edward Thorndike

Edward Lee Thorndike adalah pakar psikologi yang menjadi dosen di Columbia

University AS. Dalam bukunya Animal Intelligence (1911) ia menyatakan tidak suka

pada pendapat bahwa hewan memecahkan masalah dengan nalurinya. Ia justru

berpendapat bahwa hewan juga memliki kecerdasan. Beberapa eksperimennya ditujukan

untuk mendukung gagasannya tersebut, yang kemudian ternyata merupakan awal

munculnya operant conditioning (pengkondisian yang disadari).

Prinsip yang dikembangkannya disebut hukum efek karena adanya konsekuensi

atau efek dari suatu perilaku. Sementara, teorinya disebut koneksionisme untuk

menunjukkan adanya koneksi (keterkaitan) antara stimuli tertentu dan perilaku yang

disadari.

a. Pecobaan Thorndike

Subjek riset Thorndike termasuk kucing, anjing, ikan, kera, dan anak ayam. Untuk

melihat bagaimana hewan belajar perilaku yang baru, Thorndike menggunakan ruangan

kecil yang ia sebut puzzle box (kotak teka-teki), dan jika hewan itu melakukan respons

yang benar (seperti menarik tali, mendorong tuas, atau mendaki tangga), pintu akan

terbuka dan hewan tersebut akan diberi hadiah makanan yang diletakkan tepat di luar

kotak.

Ketika pertama kali hewan memasuki kotak teka-teki, memerlukan waktu lama

untuk dapat memberi respons yang dibutuhkan agar pintu terbuka. Namun demikian,

pada akhirnya hewan tersebut dapat melakukan respons yang benar dan menerima

hadiahnya: lolos dan makanan.

6

Page 7: Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1fajarss.blog.uns.ac.id/files/2010/04/teori-belajar.pdf · Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1. Teori Pengkondisian Klasik Ivan Pavlov Ivan Petrovich Pavlov

Fajar S / mahasiswa pgsd uns

Ketika Thorndike memasukkan hewan yang sama ke kotak teka-teki secara

berulang-ulang, hewan tersebut akan melakukan respons yang benar semakin cepat.

Dalam waktu singkat, hewan-hewan tersebut hanya membutuhkan waktu beberapa detik

untuk lolos dan mendapatkan hadiah.

b. Kesimpulan Thorndike

Thorndike menggunakan 'kurva waktu belajar' tersebut untuk membuktikan

bahwa hewan tersebut bukan menggunakan nalurinya untuk dapat lolos dan mendapatkan

hadiah dari kotak, namun melalui proses trial and error (mencoba-salah-mencoba lagi

sampai benar).

Thorndike menjelaskan ada perbedaan yang jelas apakah hewan dalam

eksperimen tersebut agar dapat lolos dari kotak menggunakan naluri atau tidak. Caranya

yaitu dengan mencatat waktu yang digunakan hewan untuk dapat lolos. Logikanya, jika

hewan menggunakan naluri maka ia akan dapat langsung lolos begitu saja, sehingga

catatan waktunya tidak menunjukkan perubahan dari waktu ke waktu secara gradual yang

signifikan. Kenyataannya, hewan menggunakan cara yang biasa disebut trial and error

dengan bukti kurva waktu yang menurun secara gradual. Hal ini menunjukkan hewan

dapat 'belajar' secara gradual dan konsisten.

Didasarkan atas eksperimennya, Thorndike mengemukakan prinsip yang ia sebut

hukum efek. Hukum ini menyatakan bahwa perilaku yang diikuti kejadian yang

menyenangkan, lebih cenderung akan terjadi lagi di masa mendatang. Sebaliknya,

perilaku yang diikuti kejadian yang tidak menyenangkan akan memperlemah, sehingga

cenderung tidak terjadi lagi di masa mendatang.

Thorndike menginterpretasikan temuannya sebagai keterkaiatan. Ia menjelaskan

bahwa keterkaitan antara kotak dan gerakan yang digunakan hewan percobaan untuk

lolos 'diperkuat' setiap kali berhasil. Karena adanya keterkaitan ini, banyak yang

menyebut hukum efek Thorndike menjadi teori koneksionisme, yang oleh Skinner

dikembangkan lagi menjadi operant conditioning (pengkondisian yang disadari).

4. Pengkondisian Disadari B.F. Skinner

7

Page 8: Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1fajarss.blog.uns.ac.id/files/2010/04/teori-belajar.pdf · Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1. Teori Pengkondisian Klasik Ivan Pavlov Ivan Petrovich Pavlov

Fajar S / mahasiswa pgsd uns

Burrhus Frederic "B. F." Skinner adalah pakar psikologi yang lahir di pedesaan.

Bercita-cita menjadi seorang penulis fiksi, ia pernah secara intensif berlatih menulis.

Namun pada akhirnya ia menyadari bahwa dirinya tidak memiliki bakat tersebut. Pada

suatu saat secara kebetulan ia membaca buku yang mengulas tentang behaviorismenya

Watson. Ketertarikannya terhadap Psikologi pun berlanjut, sehingga ia memutuskan

untuk belajar Psikologi di Harvard University (AS) dan memperoleh gelar Ph.D. pada

tahun 1931. Setelah dua kali pindah mengajar di dua universitas, Ia kembali mengajar di

almamaternya hingga menjadi profesor di tahun 1948.

Skinner menjadi terkenal karena kepeloporannya melakukan riset terhadap belajar

dan perilaku. Selama 60 tahun karirnya, Skinner menemukan berbagai prinsip penting

dari operant conditioning, suatu tipe belajar yang melibatkan penguatan dan hukuman.

Sebagai seorang behavioris sejati, Skinner yakin bahwa operant conditioning dapat

menjelaskan bahkan perilaku manusia yang paling kompleks sekalipun. Pada

kenyataannya, Skinner lah memang yang pertama kali memberi istilah operant

conditioning.

Terkenalnya Skinner bukan hanya risetnya dengan binatang, tetapi juga

pengakuan kontroversialnya bahwa prinsip-prinsip belajar yang ia temukan dengan

menggunakan kotaknya juga dapat diterapkan untuk perilaku manusia dalam

kehidupannya sehari-hari.

a. Percobaan Skinner

Diawali di tahun 1930-an, Skinner menghabiskan waktu beberapa dasa warsa

mempelajari perilaku—kebanyakan tikus atau merpati—di dalam ruangan kecil yang

kemudian disebut kotak Skinner. Seperti kotak teka-teki Thorndike, kotak Skinner

berupa ruangan kosong tempat hewan dapat memperoleh makanan dengan melakukan

respons sederhana, seperti menekan atau memutar tuas. Sebuah alat yang diletakkan di

dalam kotak merekam semua yang dilakukan hewan tersebut. Kotak Skinner berbeda

dengan kotak teka-teki Thorndike dalam tiga hal: (1) dalam mengerjakan respons yang

diinginkan, hewan tersebut menerima makanan namun tidak keluar dari kotak; (2)

persediaan makanan di dalam kotak hanya cukup untuk setiap respons, sehingga penguat

hanya diberikan untuk satu sesi tes; dan (3) operant response (respons yang disadari)

8

Page 9: Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1fajarss.blog.uns.ac.id/files/2010/04/teori-belajar.pdf · Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1. Teori Pengkondisian Klasik Ivan Pavlov Ivan Petrovich Pavlov

Fajar S / mahasiswa pgsd uns

membutuhkan upaya yang ringan, sehingga seekor hewan dapat melakukan respons

ratusan bahkan ribuan kali per jamnya. Karena tiga perbedaan ini, Skinner dapat

mengumpulkan lebih banyak data, dan ia dapat mengamati bagaimana perubahan pola

pemberian makanan mempengaruhi kecepatan dan pola perilaku hewan.

b. Prinsip-prinsip Operant Conditioning

Selama lebih 60 tahun dari karirnya, Skinner mengidentifikasi sejumlah prinsip

mendasar dari operant conditioning yang menjelaskan bagaimana seseorang belajar

perilaku baru atau mengubah perilaku yang telah ada. Prinsip-prinsip utamanya adalah

reinforcement (penguatan kembali), punishment (hukuman), shaping (pembentukan),

extinction (penghapusan), discrimination (pembedaan), dan generalization (generalisasi).

1) Penguatan

Reinforcement (penguatan) berarti proses yang memperkuat perilaku—yaitu,

memperbesar kesempatan supaya perilaku tersebut terjadi lagi. Ada dua kategori umum

reinforcement, yaitu positif dan negatif. Eksperimen Thorndike dan Skinner

menggambarkan reinforcement positif, suatu metode memperkuat perilaku dengan

menyertaikan stimulus yang menyenangkan. Reinforcement positif merupakan metode

yang efektif dalam mengendalikan perilaku baik hewan maupun manusia. Untuk

manusia, penguat positif meliputi item-item mendasar seperti makanan, minuman, seks,

dan kenyamanan yang bersifat fisikal. Penguat positif lain meliputi kepemilikan materi,

uang, persahabatan, cinta, pujian, penghargaan, perhatian, dan sukses karir seseorang.

Bergantung pada situasi dan kondisi, penguatan positif dapat memperkuat

perilaku baik yang diinginkan maupun yang tidak diinginkan. Anak-anak kemungkinan

mau bekerja keras di rumah maupun di sekolah karena penghargaan yang mereka terima

dari orang tua maupun gurunya karena unjuk kerjanya yang bagus. Namun demikian,

mereka mungkin juga mengganggu kelas, mencoba melakukan hal-hal yang berbahaya,

atau mulai merokok karena perilaku-perilaku tersebut mengarahkan perhatian dan

penerimaan dari kelompok sebayanya. Salah satu penguat yang paling umum untuk

perilaku manusia adalah uang. Banyak orang dewasa menghabiskan waktunya selama

berjam-jam untuk pekerjaan mereka karena imbalan upah. Untuk individu tertentu, uang

9

Page 10: Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1fajarss.blog.uns.ac.id/files/2010/04/teori-belajar.pdf · Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1. Teori Pengkondisian Klasik Ivan Pavlov Ivan Petrovich Pavlov

Fajar S / mahasiswa pgsd uns

dapat juga menjadi penguat untuk perilaku yang tidak diinginkan, seperti perampokan,

penjualan obat bius, dan penggelapan pajak.

Reinforcement negatif merupakan suatu cara untuk memperkuat suatu perilaku

melalui cara menyertainya dengan menghilangkan atau meniadakan stimulus yang tidak

menyenangkan. Ada dua tipe reinforcement negatif: mengatasi dan menghindari. Di

dalam tipe pertama (mengatasi), seseorang melakukan perilaku khusus mengarah pada

menghilangkan stimulus yang tidak mengenakkan. Sebagai contoh, jika seseorang

dengan sakit kepala mencoba obat jenis baru pengurang rasa sakit dan sakit kepalanya

dengan cepat hilang, orang ini kemungkinan akan menggunakan obat itu lagi ketika

terjadi lagi sakit kepala. Dalam tipe kedua (menghindari), seseorang melakukan suatu

perilaku menghindari akibat yang tidak menyenangkan. Sebagai contoh, pengemudi

kemungkinan mengambil jalur tepi jalan raya untuk menghindari tabrakan beruntun,

pengusaha membayar pajak untuk menghindari denda dan hukuman, dan siswa

mengerjakan pekerjaan rumahnya untuk menghindari nilai buruk

2) Hukuman

Apabila reinforcement memperkuat perilaku, hukuman memperlemah,

mengurangi peluangnya terjadi lagi di masa depan. Sama halnya dengan reinforcement,

ada dua macam hukuman, positif dan negatif.

Hukuman yang positif meliputi mengurangi perilaku dengan memberikan

stimulus yang tidak menyenangkan jika perilaku itu terjadi. Orang tua menggunakan

hukuman positif ketika mereka memukul, memarahi, atau meneriaki anak karena perilaku

yang buruk. Masyarakat menggunakan hukuman positif ketika mereka menahan atau

memenjarakan seseorang yang melanggar hukum.

Hukuman negatif atau disebut juga peniadaan, meliputi mengurangi perilaku

dengan menghilangkan stimulus yang menyenangkan jika perilaku terjadi. Taktik orang

tua yang membatasi gerakan anaknya atau mencabut beberapa hak istimewanya karena

perbuatan anaknya yang buruk merupakan contoh hukuman negatif.

Kontroversi yang besar terjadi manakala membicarakan apakah hukuman

merupakan cara yang efektif dalam mengurangi atau meniadakan perilaku yang tidak

diinginkan. Eksperimen dalam laboratorium yang sangat hati-hati membuktikan bahwa,

10

Page 11: Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1fajarss.blog.uns.ac.id/files/2010/04/teori-belajar.pdf · Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1. Teori Pengkondisian Klasik Ivan Pavlov Ivan Petrovich Pavlov

Fajar S / mahasiswa pgsd uns

ketika hukuman digunakan dengan bijaksana, ternyata menjadi metode yang efektif

dalam mengurangi perilaku yang tidak diinginkan. Namun demikian, hukuman memiliki

beberapa kelemahan. Ketika seseorang dihukum sehingga sangat menderita, ia menjadi

marah, agresif, atau reaksi emosional negatif lainnya. Mereka mungkin menyembunyikan

bukti-bukti perilaku salah mereka atau melarikan diri dari situasi buruknya, seperti halnya

ketika seorang anak lari dari rumahnya. Lagi pula, hukuman mungkin mengeliminasi

perilaku yang dikehendaki bersamaan dengan hilangnya perilaku yang tidak dikehendaki.

Sebagai contoh, seorang anak yang dipukul karena membuat kesalahan di depan kelas

kemungkinan tidak berani lagi tunjuk jari. Karena alasan ini dan beberapa alasan lainnya,

banyak pakar psikologi yang merekomendasikan bahwa hukuman hanya boleh dilakukan

untuk mengontrol perilaku ketika tidak ada alternatif lain yang lebih realistis.

3) Pembentukan

Pembentukan merupakan teknik penguatan yang digunakan untuk mengajar

perilaku hewan atau manusia yang belum pernah mereka lakukan sebelumnya. Dalam

cara ini, guru memulainya dengan penguatan kembali suatu respons yang dapat dilakukan

oleh pembelajar dengan mudah, dan secara berangsur-angsur ditambah tingkat kesulitan

respons yang dibutuhkan. Sebagai contoh, mengajar seekor tikus menekan tuas yang

terletak di atas kepalanya, pelatihnya dapat pertama-tama memberikan hadiah pada

gerakan kepala apapun ke arah atas, kemudian gerakan ke arah atas 2,5 cm, dan

seterusnya, sampai gerakan tersebut mampu menekan tuas.

Pakar psikologi telah menggunakan shaping (pembentukan) ini untuk

mengajarkan kemampuan berbicara pada anak-anak dengan keterbelakangan mental yang

parah dengan pertama-tama memberikan hadiah pada suara apa pun yang mereka

keluarkan, dan kemudian secara berangsur menuntut suara yang semakin menyerupai

kata-kata dari gurunya. Pelatih binatang di dalam sirkus dan kebun binatang

menggunakan shaping ini untuk mengajar gajah berdiri dengan hanya bertumpu pada

kaki belakangnya saja, harimau berjalan di atas bola, anjing berjalan di dalam roda yang

berputar ke arah belakang, dan paus pembunuh dan lumba-lumba melompat melalui

lingkaran.

11

Page 12: Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1fajarss.blog.uns.ac.id/files/2010/04/teori-belajar.pdf · Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1. Teori Pengkondisian Klasik Ivan Pavlov Ivan Petrovich Pavlov

Fajar S / mahasiswa pgsd uns

4) Eliminasi Penguatan

Sebagaimana dalam classical conditioning, respons yang dipelajari di dalam

operant conditioning tidak selalu permanen. Di dalam operant conditioning, extinction

(eliminasi kondisi) merupakan eliminasi dari perilaku yang dipelajari dengan

menghentikan penguat dari perilaku tersebut. Jika seekor tikus telah belajar menekan tuas

karena dengan melakukan ini hewan tersebut menerima makanan, tingkat penekanannya

pada tuas akan berkurang dan pada akhirnya berhenti sama sekali jika makanan tidak lagi

diberikan. Pada manusia, menarik kembali penguat akan menghilangkan perilaku yang

tidak diinginkan. Sebagai contoh, orang tua seringkali memberikan reinforcement negatif

sifat marah anak-anak muda dengan memberinya perhatian. Jika orang tua mengabaikan

saja kemarahan anak-anak dengan lebih memberikannya hadiah berupa perhatian

tersebut, frekuensi kemarahan dari anak-anak tersebut seharusnya secara berangsur-

angsur akan berkurang.

5) Generalisasi dan Diskriminasi

Generalisasi dan diskriminasi yang terjadi di dalam operant conditioning nyaris

sama dengan yang terjadi di dalam classical conditioning. Dalam generalisasi, seseorang

suatu perilaku yang telah dipelajari dalam suatu situasi dilakukan dalam kesempatan lain

namun situasinya sama. Sebagai misal, seseorang yang diberi hadiah dengan tertawa atas

ceritanya yang lucu di suatu bar akan mengulang cerita yang sama di retoran, pesta, atau

resepsi pernikahan. Diskriminasi merupakan proses belajar bahwa suatu perilaku akan

diperkuat dalam suatu situasi namun tidak dalam situasi lain. Seseorang akan belajar

bahwa menceritakan leluconnya di dalam gereja atau dalam situasi bisnis yang

memerlukan keseriusan tidak akan membuat orang tertawa. Stimuli diskriminatif

memberikan peringatan bahwa suatu perilaku sepertinya diperkuat negatif. Orang

tersebut akan belajar menceritakan leluconnya hanya ketika ia berada pada situasi yang

riuh dan banyak orang (stimulus diskriminatif). Belajar ketika perilaku akan dan tidak

akan diperkuat merupakan bagian penting dari operant conditioning.

c. Penerapan Operant Conditioning

12

Page 13: Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1fajarss.blog.uns.ac.id/files/2010/04/teori-belajar.pdf · Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1. Teori Pengkondisian Klasik Ivan Pavlov Ivan Petrovich Pavlov

Fajar S / mahasiswa pgsd uns

Operant conditioning memiliki manfaat praktis di dalam kehidupan sehari-hari.

Orang tua dapat memperkuat perilaku anak-anaknya yang sesuai dan memberikan

hukuman pada perilaku yang tidak sesuai, dan mereka dapat menggunakan teknik

generalisasi dan diskriminasi untuk membelajarkan perilaku-perilaku yang sesuai dengan

situasi-situasi tertentu. Di dalam kelas, guru memperkuat kemampuan akademik yang

bagus dengan sedikit hadiah atau hak-hak tertentu. Perusahaan menggunakan hadiah

untuk memperbaiki kehadiran, produktivitas, dan keselamatan kerja bagi para pekerjanya.

Pakar psikologi yang disebut terapis perilaku menggunakan prinsip-prinsip belajar

operant conditioning untuk merawat anak-anak atau orang dewasa yang memiliki

kelainan pakar psikologiis ataupun masalah perilaku. Terapis perilaku ini menggunakan

teknik shaping untuk mengajar keterampilan bekerja pada orang-orang dewasa yang

mengalami keterbelakangan mental. Mereka menggunakan teknik reinforcement untuk

mengajar keterampilan merawat diri sendiri pada orang-orang yang menderita sakit

mental yang parah, dan menggunakan hukuman dan ekstingsi (eliminasi kondisi) untuk

mengurangi perilaku agresif dan antisosial dari orang-orang tersebut. Pakar psikologi

juga menggunakan teknik operant conditioning untuk merawat kecenderungan bunuh

diri, kelainan seksual, permasalahan perkawinan, kecanduan obat terlarang, perilaku

nkonsumtif, kelainan perilaku dalam makan, dan masalah lainnya.

C. KOGNITIVISME

Menjelang berakhirnya tahun 1950-an banyak muncul kritik terhadap

behaviorisme. Banyak keterbatasan dari behaviorisme dalam menjelaskan berbagai

masalah yang berkaitan dengan belajar. Banyak pakar psikologi waktu itu yang

berpendapat behaviorisme terlalu fokus pada respons dari suatu stimulus dan perubahan

perilaku yang dapat diamati.

Kognitivis mengalihkan perhatiannya pada “otak”. Mereka berpendapat

bagaimana manusia memproses dan menyimpan informasi sangat penting dalam proses

belajar. Akhirnya proposisi (gagasan awal) inilah yang menjadi fokus baru mereka.

Kognitivisme tidak seluruhnya menolak gagasan behaviorisme, namun lebih

cenderung perluasannya, khususnya pada gagasan eksistensi keadaan mental yang bisa

13

Page 14: Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1fajarss.blog.uns.ac.id/files/2010/04/teori-belajar.pdf · Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1. Teori Pengkondisian Klasik Ivan Pavlov Ivan Petrovich Pavlov

Fajar S / mahasiswa pgsd uns

mempengaruhi proses belajar. Pakar psikologi kognitif modern berpendapat bahwa

belajar melibatkan proses mental yang kompleks, termasuk memori, perhatian, bahasa,

pembentukan konsep, dan pemecahan masalah. Mereka meneliti bagaimana manusia

memproses informasi dan membentuk representasi mental dari orang lain, objek, dan

kejadian.

1. Percobaan Tollman

Sesungguhnya, pada tahun 1930 pakar psikologi AS Edward C. Tolman sudah

meneliti proses kognitif dalam belajar dengan penelitian eksperimen bagaimana tikus

belajar mencari jalan melintasi maze (teka-teki berupa jalan yang ruwet). Ia menemukan

bukti bahwa tikus-tikus percobaannya membentuk “peta kognitif” (atau peta mental)

bahkan pada awal eksperimen, namun tidak menampakakan hasil belajarnya sampai

mereka menerima penguatan untuk menyelesaikan jalannya melintasi maze—suatu

fenomena yang disebutnya latent learning atau belajar latent. Eksperimen Tolman

menunjukkan bahwa belajar adalah lebih dari sekedar memperkuat respons melalui

penguatan.

2. Jerome Bruner

Jerome Bruner adalah guru besar di dua universitas terkemuka dunia yaitu

Harvard (AS) dan Oxford (Inggris). Yatim di usia 12 tahun dan keluarga yang sering

pindah tidak menghalanginya untuk berprestasi. Bruner memiliki peran besar dalam

perubahan arus utama psikologi dari behaviorisme ke kognitivisme pada dekade 1950-an

dan 1960-an. Karya pentingnya yang secara eksplisit mengawali kognitivisme diterbitkan

tahun 1956, A Study in Thinking. Dalam bukunya tersebut Bruner mendefinisikan proses

kognitif sebagai “alat bagi organisme untuk memperoleh, menyimpan, dan

mentransformasi informasi.” Bruner juga pelopor utama konstruktivisme.

Gagasan utama Bruner didasarkan kategorisasi. "Memahami adalah kategorisasi,

konseptualisasi adalah kategorisasi, belajar adalah membentuk kategori-kategori,

membuat keputusan adalah kategorisasi." Bruner berpendapat bahwa orang

menginterpretasikan dunia melalui persamaannya dan perbedaannya. Sebagaimana

14

Page 15: Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1fajarss.blog.uns.ac.id/files/2010/04/teori-belajar.pdf · Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1. Teori Pengkondisian Klasik Ivan Pavlov Ivan Petrovich Pavlov

Fajar S / mahasiswa pgsd uns

halnya Taksonomi Bloom, Bruner berpendapat tentang adanya suatu sistem pengkodean

di mana orang membentuk susunan hierarkhis dari kategori-kategori yang saling

berhubungan. Gagasannya yang disebut instructional scaffolding (dukungan dalam

pembelajaran) ini berupa hierarkhi kategori berjenjang di mana semakin tinggi semakin

spesifik, menyerupai gagasan Benjamin Bloom tentang perolehan pengetahuan.

Bruner mengemukakan ada dua mode utama dalam berpikir: naratif dan

paradigmatik. Dalam berpikir naratif, pikiran fokus pada berpikir yang sekuensial,

berorientasi pada kegiatan, dan dorongan berpikir secara rinci. Dalam berpikir

paradigmatik, pikiran melampaui kekhususan sehingga memperoleh pengetahuan yang

sistematis dan kategoris. Pada mode pertama, proses berpikir seperti halnya cerita atau

drama. Pada mode kedua, berpikir secara berstruktur seperti halnya menghubungkan

berbagai gagasan mendasar dengan cara yang logis.

Dalam penelitiannya terhadap perkembangan anak (1966), Bruner menelorkan

gagasan tentang tiga mode representasi: representasi enactive (berbasis tindakan),

representasi iconic (berbasis gambaran), dan representasi simbolik (berbasis bahasa).

Semua representasi mode tersebut tidak bisa dijelaskan sebagai jenjang yang terpisah,

namun terintegrasi dan hanya terpisah secara sekuensial selagi "diterjemahkan" satu sama

lain. Representasi simbolik menjadi mode terakhir, karena yang paling misterius dari

ketiganya. Teori Bruner berpendapat adalah produktif ketika menghadapi materi baru

dengan mengikuti representasi secara progressif dari enactive ke iconic baru ke simbolik;

bahkan hal ini juga berlaku bagi pembelajar dewasa. Untuk para perancang kegiatan

pembelajaran, karya Bruner tersebut juga berpendapat bahwa seorang pembelajar bahkan

ketika masih belia sudah mampu mempelajari materi dalam waktu lama apabila materi

tersebut diorganisasi secara baik. Pendaapat ini sangat berbeda dengan teori Piaget dan

teoris tentang tahapan perkembangan yang lain.

3. Teori Noam Chomsky dalam Belajar Bahasa

Avram Noam Chomsky adalah profesor emeritus bidang linguistik di

Massachusetts Institute of Technology (MIT). Ia mengawali revolusi kognitif dalam

psikologi di tahun 1959 dengan menulis "A Review of B. F. Skinner's Verbal Behavior"

15

Page 16: Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1fajarss.blog.uns.ac.id/files/2010/04/teori-belajar.pdf · Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1. Teori Pengkondisian Klasik Ivan Pavlov Ivan Petrovich Pavlov

Fajar S / mahasiswa pgsd uns

di jurnal Language. Buku Skinner yang direview Chomsky berjudul Verbal behavior

tersebut terbit tahun 1957.

Chomsky menganggap terjadi kesalahan dalam bagian tulisan Skinner tentang

perkembangan bahasa seseorang. Chomsky mengemukakan bahwa anak-anak di seluruh

dunia mulai belajar berbicara rata-rata pada usia yang sama dan berkembang melalaui

tahapan-tahapan yang rata-rata sama pula meskipun tanpa secara eksplisit diajar atau

diberi hadiah untuk upayanya tersebut. Menurut Chomsky, kapasitas manusia untuk

belajar bahasa adalah bawaan. Ia memiliki teori bahwa otak manusia memiliki

“hardware” untuk bahasa sebagai hasil dari evolusi. Dengan menunjuk fungsi vital

disposisi biologis dalam perkembangan bahasa, teori Chomsky memukul secara telak

asumsi behavioris bahwa semua perilaku manusia dibentuk dan dipertahankan melalui

reinforcement (penguatan).

Dalam meneliti belajar bahasa, Chomsky fokus pada pertanyaan-pertanyaan

tentang cara kerja dan perkembangan struktur internal bawaan untuk sintaksis yang

mampu secara kreatif mengorganisasi, menyatukan, menyesuaikan, dan

mengkombinasikan kata-kata dan frase-frase menjadi tutur yang dapat dipahami.

Dalam reviewnya Chomsky menekankan bahwa penerapan ilmiah prinsip-prinsip

behaviorisme dari penelitian terhadap hewan sangat kurang memadai dalam memberikan

penjelasan tentang perilaku verbal manusia karena teori tersebut membatasi diri terhadap

kondisi eksternal. Meneliti "apa yang dipelajari" saja tidak memadai untuk menjelaskan

tata bahasa generatif. Chomsky menekankan contoh-contoh perolehan bahasa yang cepat

oleh anak-anak, termasuk cepat berkembangnya kemampuan untuk membentuk kalimat

yang sesuai tata bahasa.

Chomsky memiliki prinsip bahwa untuk memahami perilaku verbal manusia

seperti aspek-aspek kreatif dari penggunaan dan pengembangan bahasa, seseorang harus

pertama-tama menerima postulat (dalil) adanya genetika yang membawa kemampuan

linguistik.

4. Teori Piaget

16

Page 17: Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1fajarss.blog.uns.ac.id/files/2010/04/teori-belajar.pdf · Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1. Teori Pengkondisian Klasik Ivan Pavlov Ivan Petrovich Pavlov

Fajar S / mahasiswa pgsd uns

Piaget profesor psikologi di Universitas Jenewa, Swiss. Teorinya tentang

perkembangan kognitif anak (dibahas pada bab tersendiri) merupakan salah satu tonggak

munculnya kognitivisme. Perkembangan kognitif merupakan pertumbuhan logika

berpikir dari bayi sampai dewasa.

Piaget memiliki asumsi dasar kecerdasan manusia dan biologi organisme

berfungsi dengan cara yang sama. Keduanya adalah sistem terorganisasi yang secara

konstan berinteraksi dengan lingkungan.

Pengetahuan merupakan interaksi antara individu dengan lingkungan. Outcome

dari perkembangan kognitif adalah konstruksi dari schema kegiatan, operasi konkret dan

operasi formal. Komponen perkembangan kognitif adalah asimilasi dan akomodasi, yang

diatur secara seimbang. Memfasilitasi berpikir logis melalui ekperimentasi dengan objek

nyata, yang didukung boleh interaksi antara peer dan guru. (Schema adalah struktur

terorganisasi yang merefleksikan pengetahuan, pengalaman, dan harapan dari individu

terhadap berbagai aspek dunia nyata).

Sebagaimana Bruner, Piaget juga memelopori lahirnya konstruktivisme.

5. Teori Vygotsky

Lev Vygotsky adalah pakar psikologi lulusan Insitut Psikologi Moskow, Uni

Soviet (sekarang Rusia). Meninggal pada tahun 1930-an di usia relatif muda (40 tahun)

karena penyakit TBC, ia meninggalkan banyak karya yang banyak dieksplorasi orang

hingga kini.

Dalam masa karir akademiknya yang singkat, Vygotsky aktif di sejumlah bidang

akademik, termasuk analisis psikologis dalam seni dan cerita rakyat; psikologi anak yang

meliputi masalah anak-anak tuna rungu dan tuna grahita; dan analisis psikologis untuk

orang dewasa penderita kerusakan otak. Karya utamanya antara lain Thought and

Language (1937), Selected Psychological Studies (1956), dan Development of the Higher

Mental Processes (1960).

Karyanya dalam bidang perkembangan bahasa dan linguistik didasarkan atas

hipotesisnya bahwa proses kognitif tingkat tinggi merupakan hasil dari perkembangan

sosial.

17

Page 18: Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1fajarss.blog.uns.ac.id/files/2010/04/teori-belajar.pdf · Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1. Teori Pengkondisian Klasik Ivan Pavlov Ivan Petrovich Pavlov

Fajar S / mahasiswa pgsd uns

Semula penganut teori Pavlov, Vygotsky berbalik menentangnya karena ia

berpendapat bahwa stimulus dan respons saja tidak cukup untuk menjelaskan tentang

realitas aktivitas manusia. Aktivitas yang dilakukan manusia membutuhkan 'mediator'

ekstra melalui alat atau bahasa. Dengan menggunakan alat kita dapat melakukan kegiatan

di lingkungan fisik dan dengan bahasa kita dapat melakukan kegiatan di lingkungan

konseptual dan sosial sehingga dapat melakukan perubahan. Dengan demikian Vygotsky

membedakan secara fundamental antara kegiatan berbasis stimulus-respons, alat dan

bahasa. Ia juga berpendapat bahwa ada perbedaan antara konsep dan bahasa ketika

seseorang masih belia, tetapi sejalan dengan perjalanan waktu, keduanya akan menyatu.

Bahasa mengekspresikan konsep, dan konsep digunakan dalam bahasa.

Dari awal risetnya tentang aturan dan perilaku tentang perkembangan penggunaan

alat dan penggunaan tanda, Vygotsky berpaling ke proses simbolik dalam bahasa. Ia

fokus pada struktur semantik dari kata-kata dan cara bagaaimana arti kata-kata berubah

dari emosional ke konkret sebelum menjadi lebih abstrak.

Karya-karya Vygotsky antara 1920-1930 memberikan penekanan bagaimana

interaksi anak-anak dengan orang dewasa berkontribusi dalam pengembangan berbagai

keterampilan. Menurut Vygotsky, orang dewasa yang sensitif akan peduli terhadap

kesiapan anak untuk tantangan baru, sehingga mereka dapat menyusun kegiatan yang

cocok untuk mengembangkan keterampilan baru. Orang dewasa berperan sebagai mentor

dan guru, mengarahkan anak ke dalam zone of proximal development—istilah dari

Vygotsky yang berarti suatu zone perkembangan di mana anak tidak mampu melakukan

suatu kegiatan belajar tanpa bantuan namun dapat melakukannya secara baik di bawah

bimbingan orang dewasa. Orang tua mungkin bisa mengajar konsep-konsep angka yang

sederhana, sebagai misal, dengan menghitung manik-manik bersama anak atau

menghitung mengukur bahan-bahan ketika memasak dengan menggunakan takaran.

Ketika anak-anak berpartisipasi dalam kegiatan sehari-hari seperti ini dengan orang tua,

guru, dan orang lain, mereka akan secara bertahap mempelajari praktik buadaya, nilai-

nilai, ketrampilan.

D. TEORI HUMANISME “KEKUATAN KETIGA”

18

Page 19: Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1fajarss.blog.uns.ac.id/files/2010/04/teori-belajar.pdf · Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1. Teori Pengkondisian Klasik Ivan Pavlov Ivan Petrovich Pavlov

Fajar S / mahasiswa pgsd uns

Dihadapkan pada dua pilihan antara behaviorisme dan psikoanalisis yang

termasuk kognitivisme banyak pakar psikologi di era tahun 1950-an dan 1960-an yang

memilih ke alternatif konsepsi psikologis sifat dasar manusia. Freud telah memusatkan

perhatian pada kekuatan sisi gelap ketidaksadaran, dan Skinner hanya tertarik pada

pengaruh penguatan dari perilaku yang dapat diamati. Lahirlah Psikologi Humanistik

untuk menjawab berbagai pertanyaan tentang kesadaran pikiran, kebebasan kemauan,

martabat manusia, kemampuan untuk berkembang dan kapasitas refleksi diri. Karena

menjadi alternatif terhadap behaviorismedan kognitivisme, Psikologi humanistik atau

humanisme menjadi lebih terkenal sebagai “kekuatan ketiga.”

Humanisme dipelopori oleh pakar psikologi Carl Rogers dan Abraham Maslow.

Menurut Rogers, semua manusia yang lahir sudah membawa dorongan untuk meraih

sepenuhnya apa yang diinginkan dan berperilaku dalam cara yang konsisten menurut diri

mereka sendiri. Rogers, seorang psikoterapis, mengembangkan person-centered therapy,

suatu pendekatan yang tidak bersifat menilai ataupun tidak memberi arahan yang

membantu klien mengklarifikasi dirinya tentang siapa dirinya sebagai suatu upaya

fasilitasi proses memperbaiki kondisinya. Hampir pada saat yang bersamaan, Maslow

mengemukakan teorinya bahwa semua orang memiliki motivasi untuk memenuhi

kebutuhannya yang bersifat hierarkhis. Pada bagian paling bawah dari hirarkhi ini adalah

kebutuhan-kebutuhan fisikal seperti rasa lapar, haus, dan mengantuk. Di atasnya adalah

kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan rasa memiliki dan cinta, dan kepercayaan diri

yang berkaitan dengan kebutuhan akan status dan pencapaian. Ketika berbagai kebutuhan

ini terpenuhi, Maslow yakin, orang akan meraih aktualisasi diri, suatu puncak

pemenuhan kebutuhan dari seseorang. Sebagaimana kata Maslow, “Seorang musisi

haruslah mencipta lagu, seorang pelukis harus melukis, seorang penyair harus menulis

puisi, jika ia ingin damai dengan dirinya. Apa yang ia mampu lakukan, ia harus lakukan.”

Gagasan lain dari humanisme dapat diringkas sebagai berikut:

1. Setiap orang memiliki kapasitas untuk berkembang.

2. Setiap orang memiliki kebebasan untuk memilih tujuan hidupnya.

3. Humanisme menekankan pentingnya kualitas hidup manusia.

4. Setiap orang memiliki kemampuan untuk memperbaiki kehidupannya.

5. Persepsi pribadi seseorang terhadap dirinya sendiri lebih penting dari lingkungan.

19

Page 20: Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1fajarss.blog.uns.ac.id/files/2010/04/teori-belajar.pdf · Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1. Teori Pengkondisian Klasik Ivan Pavlov Ivan Petrovich Pavlov

Fajar S / mahasiswa pgsd uns

6. Setiap orang memiliki potensi untuk memahami dirinya sendiri.

7. Setiap orang seharusnya memberikan dukungan pada orang lain sehingga semua

memiliki citra diri yang positif serta pemahaman diri yang baik.

8. Carl Rogers menekankan pentingnya suasana lingkungan yang hangat dan bisa

menjadi terapi.

9. Abraham Maslow berpendapat bahwa potensi kita sesunggahnya tidak terbatas.

10. Terjadinya kebersamaan disebabkan adanya persepsi positif satu sama lain.

11. Rogers berpendapat bahwa seseorang akan tidak mempercayai hal-hal positif dari

dirinya dan rasa percaya dirinya rendah bila ada anggapan positif orang lain namun

bersyarat.

12. Konsep-diri adalah bagaimana seseorang mengenal potensinya, perilakunya, dan

kepribadiannya.

13. Realita adalah bagaimana sesungguhnya diri seseorang sedangkan idealisme adalah

bagaimana seseorang menginginkan dirinya menjadi apa.

14. Anggapan positif tanpa syarat, ketulusan dan empati membantu memperbaiki

hubungan seseorang dengan orang lain.

15. Seseorang akan bermanfaat bagi orang lain apabila terbuka terhadap pengalaman,

tidak terlalu mementingkan diri, peduli pada sekitarnya, dan memiliki hubungan yang

harmonis dengan orang lain.

16. Aktualisasi diri adalah dorongan untuk mengembangkan potensi secara penuh sebagai

manusia dari diri seseorang.

Salah satu kritikus terhadap humanisme mengatakan adalah sulit untuk mengukur

aktualisasi diri. Ada juga yang berpendapat humanisme terlalu optimis dalam

memandang manusia. Yang lain lagi mengatakan humanisme membangkitkan rasa

kekaguman pada diri sendiri.

E. KONSTRUKTIVISME

Dalam perkembangan selanjutnya, arus utama kognitivisme bergeser ke

konstruktivisme. Para kognitivis pun mengikuti dinamika perubahan menuju

konstruktivis.

20

Page 21: Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1fajarss.blog.uns.ac.id/files/2010/04/teori-belajar.pdf · Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1. Teori Pengkondisian Klasik Ivan Pavlov Ivan Petrovich Pavlov

Fajar S / mahasiswa pgsd uns

1. Pengertian

Konstruktivisme memandang belajar sebagai proses di mana pembelajar secara

aktif mengkonstruksi atau membangun gagasan-gagasan atau konsep-konsep baru

didasarkan atas pengetahuan yang telah dimiliki di masa lalu atau ada pada saat itu.

Dengan kata lain, ”belajar melibatkan konstruksi pengetahuan seseorang dari

pengalamannya sendiri oleh dirinya sendiri”. Dengan demikian, belajar menurut

konstruktivis merupakan upaya keras yang sangat personal, sedangkan internalisasi

konsep, hukum, dan prinsip-prinsip umum sebagai konsekuensinya seharusnya

diaplikasikan dalam konteks dunia nyata. Guru bertindak sebagai fasilitator yang

meyakinkan siswa untuk menemukan sendiri prinsip-prinsip dan mengkonstruksi

pengetahuan dengan memecahkan problem-problem yang realstis. Konstruktivisme juga

dikenal sebagai konstruksi pengetahuan sebagai suatu proses sosial. Kita dapat

melakukan klarifikasi dan mengorganisasi gagasan mereka sehingga kita dapat

menyuarakan aspirasi mereka. Hal ini akan memberi kesempatan kepada kita

mengelaborasi apa yang mereka pelajari. Kita menjadi terbuka terhadap pandangan orang

lain Hal ini juga memungkinkan kita menemukan kejanggalan dan inkonsistensi karena

dengan belajar kita bisa mendapatkan hasil terbaik. Konstruktivisme dengan sendirinya

memiliki banyak variasi, seperti Generative Learning, Discovery Learning, dan

knowledge building. Mengabaikan variasi yang ada, konstruktivisme membangkitkan

kebebasan eksplorasi siswa dalam suatu kerangka atau struktur.

Dalam sidut pandang laiinya. konstruktivisme merupakan seperangkat asumsi

tentang keadaan alami belajar dari manusia yang membimbing para konstruktivis

mempelajari teori metode mengajar dalam pendidikan.

Nilai-nilai konstruktivisme berkembang dalam pembelajaran yang didukung oleh

guru secara memadai berdasarkan inisiatif dan arahan dari siswa sendiri.

Ada istilah lain yang sering disalahartikan sama dengan konstruktivisme, yaitu

maturationisme. Konstruktivisme (yang merupakan perkembangan kognitif) merupakan

suatu aliran yang "yang didasarkan pada gagasan bahwa proses dialektika atau interaksi

dari perkembangan dan pembelajaran melalui konstruksi aktif dari siswa sendiri yang

difasilitasi dan dipromosikan oleh orang dewasa " Sedangkan, "Aliran maturationisme

romantik didasarkan pada gagasan bahwa perkembangan alami siswa dapat terjadi tanpa

21

Page 22: Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1fajarss.blog.uns.ac.id/files/2010/04/teori-belajar.pdf · Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1. Teori Pengkondisian Klasik Ivan Pavlov Ivan Petrovich Pavlov

Fajar S / mahasiswa pgsd uns

intervensi orang dewasa dalam lingkungan yang penuh kebebasan " (DeVries et al.,

2002).

2. Teori Tahapan Perkembangan Anak dari Piaget

Selama berabad-abad yang lalu gagasan konstruktivis kurang berkembang secara

luas disebabkan persepsi yang umum pada waktu itu bahwa kegiatan bermain yang

dilakukan siswa dalam pembelajaran tampaknya kurang penting atau yang lebih parah

dianggap tidak dapat mencapai apapun. Jean Piaget tidak setuju dengan pandangan

tradisional ini. Ia memandang kegiatan bermain sebagai sesuatu yang penting dan sangat

diperlukan sebagai bagian dari perkembangan kognitif siswa. Untuk mendukung

pandangannya tersebut, Piaget mengajukan bukti ilmiah. Pada saat ini, teori

konstruktivisme sangat mempengaruhi seluruh sektor pendidikan bahkan sektor

pendidikan informal.

Menurut Ernst von Glasersfeld (1996), Jean Piaget adalah "pelopor terbesar teori

konstruktivisme yang diketahui" serta "konstruktivis paling produktif di abad ini."

Namun apabila kita telusuri, jauh sebelumnya konstruktivisme sebagai gagasan sudah

dilontarkan oleh banyak tokoh pendidikan.

Gredler (2001) mengkategorikan Piaget sebagai konstruktivis radikal karena

menganggap bahwa konstruktivisme radikal muncul secara langsung sebagai akibat dari

teori Piaget tentang tahapan perkembangan kognitif anak.

Meskipun tidak ada teori perkembangan kognitif yang umum, teori yang paling

bersejarah dan berpengaruh adalah teori yang dikembangkan oleh Jean Piaget, Psikolog

berkebangsaan Swiss (1896-1980). Teorinya berisi konsep-konsep utama di bidang

psikologi perkembangan dan berkenaan dengan pertumbuhan intelegensi, yang untuk

Piaget, berarti kemampuan untuk secara lebih akurat merepresentasikan dunia, dan dan

mengerjakan operasi-operasi logis dari representasi-representasi konsep realitas dunia.

Teori ini memiliki fokus perhatian pada bangkitnya dan dimilikinya schemata—skema

bagaimana seseorang mengenal dunia—dalam saat "tingkatan-tingkatan perkembangan",

ketika anak-anak menerima cara baru bagaimana secara mental merepresentasikan

22

Page 23: Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1fajarss.blog.uns.ac.id/files/2010/04/teori-belajar.pdf · Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1. Teori Pengkondisian Klasik Ivan Pavlov Ivan Petrovich Pavlov

Fajar S / mahasiswa pgsd uns

informasi. Teori ini dianggap "konstruktivis", yang berarti bahwa, tidak seperti teori

nativis (yang berpendapat bahwa perkembangan kognitif sebagai perkembangan dari

pengetahuan dan kemampuan bawaan) ataupun teori empiris (yang berpendapat bahwa

perkembangan kognitif sebagai perolehan gradual dari pengetahuan melalui

pengalaman), teori ini berpendapat bahwa kita mengkonstruksi kemampuan kognitif kita

melalui kegiatan motivasi-diri dalam dunia nyata. Karena teorinya ini, Piaget

mendapatkan Penghargaan Erasmus.

Piaget membagi skema Anak dalam menggunakan pemahamannya untuk

memahami dunia mealui empat tahapan utama, yang secara umum berkorelasi dengan

dan semakin bertambah canggih sejalan dengan bertambahnya usia:

a. Tahapan Sensorimotor (Usia 0-2 tahun)

Menurut Piaget, anak dalam tahapan sensorimotor lebih mengutamakan

mengeksplorasi dunia nyata dengan perasaan dibandingkan dengan melalui operasi

mental. Bayi terlahir dengan seperangkat refleks yang sama, menurut Piaget, sebagai

tambahan dorongan untuk melakukan eksplorasi terhadap dunia nyata. Skema awalnya

dibentuk melalui diferensiasi refleks-refleks yang sama tersebut (lihat asimilasi dan

akomodasi di bagian berikut).

Tahapan sensorimotor merupakan tahapan paling awal dari empat tahapan.

Menurut Piaget, tahapan ini ditandai dengan berkembangnya kemampuan spasial esensial

dan pemahaman dari dunia nyata yang terdiri dari enam sub-tahapan.

Sub-tahapan pertama terjadi dari kelahiran sampai dengan enam minggu dan

berasosiasi terutama dengan perkembangan refleks. Tiga refleks utama dideskripsikan

oleh Piaget: memasukkan objek-objek ke mulut, mengikuti pandangan mata ke objek

begerak atau objek menarik, dan mengepalkan tangan ketika suatu objek kontak dengan

telapak tangan. Selama enam minggu kehidupan awal, refleks-refleks ini mulai menjadi

kegiatan yang disadari; sebagai contoh, refleks mengepal menjadi gerakan menangkap

dengan sengaja. (Gruber and Vaneche, 1977).

23

Page 24: Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1fajarss.blog.uns.ac.id/files/2010/04/teori-belajar.pdf · Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1. Teori Pengkondisian Klasik Ivan Pavlov Ivan Petrovich Pavlov

Fajar S / mahasiswa pgsd uns

Sub-tahapan kedua terjadi sejak usia enam minggu sampai empat bulan dan

terutama berasosiasi dengan kebiasaan. Ciri utamanya adalah reaksi berulang atau

pengulangan kegiatan yang pada awalnya hanya melibatkan satu bagian tubuhnya saja.

Contoh dari tipe reaksi ini antara lain mencakup seorang bayi berulang-ulang

menggerakkan tangannya di depan wajahnya. Juga pada tahapan ini dimungkinkan

dimulainya reaksi pasif, disebabkan oleh classical conditioning atau operant conditioning

(Gruber et al., 1977).

Sub-tahapan ketiga terjadi mulai bayi berusia empat bulan sampai sembilan bulan

dan terutama berasosiasi dengan koordinasi antara pandangan dengan pengenalan melalui

indera lainnya. Tiga kemampuan baru mulai dimiliki pada tahapan ini: menggenggam

dengan sengaja benda-benda yang diinginkan, reaksi berulang kedua, dan diferensiasi

terhadap cara dan keinginan. Pada tahapan ini, seorang bayi menggapai-gapai di udara

secara sengaja ke arah suatu objek yang diinginkannya, gerakan lucu yang seringkali

sangat disenangi oleh keluarganya. Reaksi berulang kedua, atau pengulangan terhadap

suatu gerakan yang melibatkan objek eksternal dimulai: seperti gerakan orang dewasa

memencet tombol lampu secara berulang. Ada kemungkinan ini merupakan satu dari

tahapan paling penting dari pertumbuhan anak karena ini sangat berarti bagi dimulainya

penalaran (Gruber et al., 1977). Bagian paling akhir dari dari sub-tahapan ini adalah bayi

mulai memiliki perasaan keberadaan objek secara permanen, semacam melalui tes

kesalahan A-bukan-B.

Sub-tahapan ke empat terjadi dari usia sembilan sampai dua belas bulan dan

berasosiasi terutama dengan perkembangan logika dan koordinasi antara cara dan

keinginan. Tahapan ini amat vital dari perkembangan, terjadi apa yang disebut Piaget

"kecerdasan sebenarnya pertama." Juga, tahapan ini ditandai dengan dimulainya orientasi

tujuan, perencanaan besar dari langkah-langkah untuk mencapai tujuan (Gruber et al.

1977).

Sub-tahapan kelima terjadi dari usia dua belas sampai delapan belas bulan dan

berasosiasi terutama dengan penemuan keinginan-keinginan baru untuk mencapai tujuan.

Piaget mendeskripsikan anak pada tahapan ini sebagai "cendekiawan muda," memulai

24

Page 25: Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1fajarss.blog.uns.ac.id/files/2010/04/teori-belajar.pdf · Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1. Teori Pengkondisian Klasik Ivan Pavlov Ivan Petrovich Pavlov

Fajar S / mahasiswa pgsd uns

semacam eksperimen untuk menemukan metode baru dalam menemui tantangan (Gruber

et al. 1977).

Sub-tahapan ke enam berasosiasi terutama dengan dimulainya wawasan, atau

kretivitas yang sesungguhnya. Saat ini menandai transformasi menuju tahapan

preoperasional.

1) Peranan imitasi

Piaget merumuskan kegiatan imitatif merupakan pendahuluan dari simbolisme

mental.[1] Aktivitas tubuh, menirukan gerakan dari fenomena yang teramati, pada

akhirnya membangun pemberi arti tubuh/perilaku yang tertuju pada fenomena dalam cara

yang bisa diperbandingkan dengan simbol-simbol mental yang kemudian akan menjadi

fenomena-fenomena tersebut. Bentuk-bentuk imitatif seperti ini memfasilitasi dasar-dasar

kegiatan simbolik mental yang terbangun di kemudian hari. Simbolnya adalah, menurut

Piaget, suatu imitasi yang terinternalisasi.

Bagi Piaget, bahkan persepsi dari suatu objek merupakan aktivitas imitatif; ketika

mata melacak bentuk dari suatu objek ia akan membentuk konsep pre-simbolik dari objek

tersebut. Piaget mengungkapkan bahwa pengalaman akan berbagai gerakan di sini

kemungkinan diulangi oleh anak di dalam suatu peragaan singkat ketika mengingat-ingat

objek; Gambaran tubuh ini mensimbolkan objek yang telah dipersepsikan sebelumnya.

b. Tahapan Praoperational (Usia 2-7 tahun)

Tahapan preoperasional merupakan tahapan kedua dari empat tahapan

perkembangan kognitif. Dengan mengamati urutan bermain, Piaget dapat

mendemonstrasikan bahwa sampai dengan akhir tahun kedua secara kualitatif terjadi

fungsi psikologis jenis baru. Cara bekerja teori aliran Piaget adalah dalam berbagai

prosedur peran mental terhadap objek. Ciri pembeda dari tahapan preoperasional adalah

operasi mental yang jarang tidak memadai logika.

Menurut Piaget, tahapan Pre-Operasional dari perkembangan mengikuti tahapan

Sensorimotor dan terjadi antara usia 2-7 tahun. Tahapan ini meliputi beberapa proses:

25

Page 26: Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1fajarss.blog.uns.ac.id/files/2010/04/teori-belajar.pdf · Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1. Teori Pengkondisian Klasik Ivan Pavlov Ivan Petrovich Pavlov

Fajar S / mahasiswa pgsd uns

Symbolic functioning (pemfungsian simbol) – yang dicirikan oleh penggunaan

simbol-simbol mental berupa kata atau gambar yang digunakan anak untuk

merepresentasikan sesuatu yang secara fisik tidak ada.

Centration (pemusatan) – dicirikan oleh fokus atau pemusatan perhatian dari anak

pada hanya satu aspek dari stimulus atau situasi. Sebagai contoh, dalam menuangkan

sejumlah tertentu cairan dari dari wadah yang sempit ke dalam mangkuk yang dangkal,

anak prasekolah kemungkinan menyimpulkan bahwa kuantitas dari cairan telah

berkurang, karena menjadi "lebih rendah"—hal ini dikarenakan anak hanya

memperhatikan ketinggian air, namun tidak memperhitungkan diameter wadah yang

baru.

Intuitive thought (pemikiran intuitif) – terjadi ketika anak dapat mempercayai

sesuatu tanpa memahami mengapa dia mempercayai itu.

Egocentrism – suatu jenis centration, yang berarti suatu tendensi dari seorang

anak untuk memikirkan hanya sudut pandangnya sendiri saja. Juga, ketidakmampuan

anak untuk memahami sudut pandang orang lain.

Inability to Conserve (ketidak mampuan berbicara) – Melalui eksperimen yang

pernah dilakukan Piaget dalam percakapan (pembicaaan tentang massa, volume dan

angka) Piaget menyimpulkan bahwa anak-anak pada tahapan preoperasional memiliki

persepsi yang kurang dalam pembicaraan tentang massa, volume, dan angka setelah

bentuk aslinya berubah. Sebagai contoh, seorang anak pada tahapan ini akan percaya

bahwa roti yang ditata berjajar dengan pola "O-O-O-O-O" akan memiliki jumlah yang

sama dengan roti yang ditata berjajar dengan pola "OO-O-OO-O", karena mereka

memiliki panjang atau ketinggian yang sama, atau cairan dalam gelas 8-ons yang yang

lonjong memiliki cairan yang lebih banyak dibandingkan dengan cairan 8-ons dalam

gelas yang melebar (lihat juga centration, di atas).

c. Tahapan Operasional Konkret (Usia 7-11 tahun)

Tahapan Operasional Konkret merupakan tahapan ketiga dari empat tahapan

dalam teori perkembangan kognitif Piaget. Tahapan ini, yang merupakan kelanjutan dari

tahapan Preoperasional, terjadi ketika anak berusia antara 6 dan 11 tahun dan dicirikan

26

Page 27: Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1fajarss.blog.uns.ac.id/files/2010/04/teori-belajar.pdf · Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1. Teori Pengkondisian Klasik Ivan Pavlov Ivan Petrovich Pavlov

Fajar S / mahasiswa pgsd uns

oleh penggunan logika yang memadai. Proses penting yang terjadi selama tahapan ini

adalah:

1) Decentering (tidak memusat)-ketika anak memperhitungkan berbagai aspek dari

suatu masalah untuk memecahkannya. Sebagai contoh, anak tidak lagi memiliki

persepsi bahwa gelas yang sangat lebar namun pendek dapat menampung cairan lebih

sedikit dibandingkan gelas yang lebarnya cukup namun lebih tinggi.

2) Reversibility (kemampuan membalik)-ketika seorang anak memahami bahwa jumlah

suatu objek dapat berubah, dan mengembalikannya pada keadaan semula. Dalam

kondisi demikian, anak dengan cepat dapat memutuskan bahwa 4+4 sama dengan 8,

8-4 sama dengan 4, jumlah sebenarnya.

3) Conservation (pembicaraan)-memahami bahwa kuantitas, panjang atau jumlah suatu

item tidak berhubungan dengan penyusunan atau kenampakan objek atau item

tersebut. Sebagai contoh, ketika pada seorang anak ditunjukkan dua wadah gelas dan

mangkuk, ia akan memahami bahwa jika air di dalam gelas dipindahkan ke dalam

mangkuk akan berubah ketinggiannya namun sama kuantitasnya dibandingkan

dengan wadah sebelumnya.

4) Serialisation (serialisasi)-kemampuan merangkai kembali objek secara berurutan

berdasarkan ukuran, bentuk, atau karakteristik lain. Sebagai contoh, jika mereka

diberi objek dengan gradiasi warna, mereka akan mengenal gradiasi warna tersebut.

5) Classification (klasifikasi)-yaitu kemampuan untuk menyebutkan nama dan

mengidentifikasi seperangkat objek menurut kenampakannya, ukuran atau

karakteristik lainnya, termasuk gagasan bahwa seperangkat objek dapat mencakup

objek lainnya. Seorang anak pada tahapan ini tidak lagi menjadi subjek pembatasan

yang tidak logis dari animisme (suatu kepercayaan bahwa semua objek adalah

binatang dan karenanya memiliki perasaan).

6) Elimination of Egocentrism (pembatasan egosentrisme)-kemampuan memandang

segala sesuatu dari perspektif orang lain (meskipun jika perpsektif itu tidak benar).

Sebagai contoh, perlihatkan seorang anak komik yang memperlihatkan Jane

meletakkan sebuah boneka di bawah kotak, meninggalkan ruangan, dan kemudian Jill

menggerakkan boneka tersebut ke laci, dan Jane kembali. Seorang anak dalam

tahapan konkret operasional akan mengatakan bahwa Jane akan tetap berpikir boneka

27

Page 28: Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1fajarss.blog.uns.ac.id/files/2010/04/teori-belajar.pdf · Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1. Teori Pengkondisian Klasik Ivan Pavlov Ivan Petrovich Pavlov

Fajar S / mahasiswa pgsd uns

tersebut di bawah kotak meskipun anak tersebut tahu sesungguhnya bonekanya dalam

laci.

d. Tahapan operasional formal (Usia 11 tahun-Dewasa)

Tahapan Operasional Formal merupakan tahapan keempat dan terakhir dari

seluruh tahapan perkembangan kognitif anak dari Teori Piaget. Tahapan ini, yang

mengikuti tahapan Operasional Konkret, pada umumnya terjadi di sekitar usia 11 tahun

(pubertas) dan berlanjut ke masa kedewasaan. Karakteristik dari tahapan ini yaitu

memiliki kemampuan untuk berpikir abstrak dan menarik kesimpulan dari informasi yang

berhasil diperolehnya. Selama tahapan ini seorang muda memiliki fungsi sebagaimana

orang dewasa dan nilai-nilai, "rahasia orang dewasa", dan nilai-nilai. Hal ini mudah

dimengerti, karena faktor-faktor biologis kemungkinan dapat dilacak dari tahapan ini

sebagaimana apa yang terjadi selama masa pubertas dan ditandai masuknya ke masa

dewasa dalam Physiology, kognitif, dan penilaian moral (Kohlberg), perkembangan

Psychosexual (Freud), dan perkembangan sosial (Erikson). Sekitar dua pertiga dari orang

tidak sepenuhnya sukses dalam tahapan ini, dan "terpaku" pada tahapan operasional

konkret.

e. Gambaran umum mengenai tahapan

Dari ke empat tahapan tersebut ditemukan karakteristik berikut ini:

1) Meskipun waktunya bervariasi, urutannya sama.

2) Berlaku secara universal (tidak dipengaruhi budaya tertentu)

3) Dapat digeneralisasikan: operasi yang logis dan representatif yang dialami seorang

anak seharusnya meluas ke semua konsep dan isi pengetahuan.

4) Tahapan-tahapan secara keseluruhan secara logis.

5) Hirarkhi alamiah dari urutan tahapan (setiap tahapan lanjutan merupakan elemen

kesatuan dari tahapan sebelumnya, namun lebih bervariasi dan terpadu).

6) Tahapan merepresentasikan perbedaan kualitatif dalam model berfikir, bukan hanya

perbedaan kuantitatif.

f. Kritik Bagi Teori Tahapan Perkembangan Piaget

28

Page 29: Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1fajarss.blog.uns.ac.id/files/2010/04/teori-belajar.pdf · Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1. Teori Pengkondisian Klasik Ivan Pavlov Ivan Petrovich Pavlov

Fajar S / mahasiswa pgsd uns

Teori Piaget tentang perkembangan ini mendapat banyak tantangan dari beberapa

aspek. Pertama, Piaget sendiri menyatakan, perkembangan tidak selalu berlangsung

dengan cara yang mulus seperti yang diprediksi dalam teorinya. 'Decalage', atau

kesenjangan yang tidak diperkirakan selama berlangsungnya perkembangan,

mengungkapkan bahwa model tahapan ini paling baik digunakan sebagai perkiraan.

Lebih jauh lagi, teori Piaget merupakan 'domain umum', memperkirkan bahwa

kematangan kognitif terjadi lintas domain yang berbeda secara bersamaan (seperti

matematika, logka, pemahaman fisika, bahasa, dsb). Namun demikian, para penganut

teori perkembangan kognitif aliran terkini sangat dipengaruhi oleh kecenderungan dari

sains kognitif menjauh dari generalisasi domain dan menuju spesifikasi domain atau

modularitas pikiran, yaitu bagian-bagian kognitif yang berbeda kemungkinan sangat

independen satu sama lain sehingga berkembang dalam waktu yang amat berbeda. Dalam

aliran pemahaman tersebut, para penganut teori perkembangan kognitif aliran terkini

memberikan alasan bahwa daripada berada pada domain umum pembelajar, mereka lebih

cenderung pada teori yang berpendapat bahwa anak-anak sudah dilengkapi dengan teori

domain spesifik, yang lebih sering disebut 'inti pengetahuan', yang memungkinkan

mereka melakukan terobosan dalam belajar dalam domain tersebut. Sebagai contoh,

bahkan anak yang masih bayi menunjukkan pemahamannya pada beberapa prinsip dasar

fisika (seperti satu objek tidak dapat menembus objek lainnya) dan keinginannya

layaknya manusia yang sudah dewasa seseorang (seperti salah satu tanganya secara

berulang-ulang menggapai-gapai suatu objek untuk mendpatkan objek tersebut, bukan

hanya gerakan tanpa arti, namun lebih sebagai tujuan). Asumsi dasar ini kemungkinan

semacam blok-blok bangunan yang menyusun pengetahuan yang telah dikonstruksi

sehingga lebih terelaborasi.

3. Teori konstruktivisme

Munculnya teori konstruktivisme secara eksplisit pada dasarnya adalah berkat

Jean Piaget, yang menegaskan perbedaan pendapatnya tentang mekanisme internalisasi

pengetahuan pada diri pembelajar. Ia berpendapat bahwa melalui proses akomodasi dan

asimilasi, individu mengkonstruksi pengetahuan baru dari pengalamannya. Asimilasi

terjadi ketika pengalaman baru dari individu cocok dengan representasi dunia nyata

29

Page 30: Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1fajarss.blog.uns.ac.id/files/2010/04/teori-belajar.pdf · Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1. Teori Pengkondisian Klasik Ivan Pavlov Ivan Petrovich Pavlov

Fajar S / mahasiswa pgsd uns

dalam diri (internal) mereka. Mereka mengasimilasikan (menjadikannya sebagai bagian

dari dirinya) pengalaman baru itu dalam kerangka yang sudah ada. Asimilasi merupakan

proses membingkai kembali representasi mental seseorang dari dunia nyata supaya cocok

dengan pengalamannya yang baru. Akomodasi dapat dipahami sebagai suatu mekanisme

bagaimana mengubah suatu kegagalan menjadi keberhasilan melalui proses

pembelajaran. Ketika kita berharap bahwa dunia bekerja dengan cara sesuai keinginan

kita, dan ternyata yang terjadi adalah sebaliknya, maka kemungkinan besar kita

mengalami kegagalan. Dengan mengakomodasi pengalaman baru ini dan membingkai

ulang model yang kita kehendaki, kita memperoleh hal baru dari belajar tentang

kegagalan.

Penting untuk dicatat bahwa konstruktivisme dengan sendirinya bukan merupakan

paedagogi tunggal yang istimewa. Kenyataannya, konstruktivisme menjelaskan

bagaimana berlangsungnya pembelajaran yang ideal, tanpa memandang apakah

pembelajar memanfaatkan pengalamannya untuk memahami materi ataukah

digunakannya untuk mencoba mendesain model pesawat terbang. Pada keduanya, teori

konstruktivisme menganggap yang penting adalah pembelajar mengkonstruksi

pengetahuannya. Konstruktivisme sebagai deskripsi kognitif manusia seringkali

diasosiasikan dengan pendekatan paedagogi yang mempromosikan learning by doing.

a. Intervensi Konstruktivisme dalam pembelajaran

1) Kondisi alamiah pembelajar

a). Pembelajar adalah individu yang unik

Konstruktivisme sosial memandang setiap pembelajar sebagai individu yang unik

dengan keunikan kebutuhan dan latar belakang. Pembelajar juga dipandang secara

kompleks dan multidimensional. (Gredler 1997). Konstruktivisme sosial bukan hanya

memahami keunikan dan kompleksitas pembelajar, namun juga membangkitkan,

memanfaatkan dan memberikan penghargaan pada keduanya sebagai bagian integral dari

proses pembelajaran (Wertsch 1997).

b). Pentingnya latar belakang dan budaya pembelajar

30

Page 31: Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1fajarss.blog.uns.ac.id/files/2010/04/teori-belajar.pdf · Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1. Teori Pengkondisian Klasik Ivan Pavlov Ivan Petrovich Pavlov

Fajar S / mahasiswa pgsd uns

Gredler (1997) juga menekankan pentingnya latar belakang dan budaya

pembelajar. Konstruktivisme sosial membangkitkan keberanian pembelajar untuk sampai

pada kebenaran versi masing-masing, yang dipengaruhi oleh latar belakangnya, budaya

atau lingkungannya. Perkembangan historis atau sistem simbol, seperti bahasa, logika,

dan sistem matematika, merupakan faktor bawaan dari pembelajar sebagai anggota dari

budaya tertentu dan hal ini dipelajari pembelajar di sepanjang hidupnya. Berbagai simbol

tersebut menuntun bagaimana pembelajar belajar dan apa yang dipelajari (Gredler 1997).

Hal ini juga menekankan pentingnya interaksi sosial pembelajar secara alami dengan

anggota masyarakat yang berpengetahuan. Tanpa interaksi sosial dengan anggota

masyarakat yang berpengetahuan, adalah mustahil untuk memperoleh arti sosial dari

sistem simbol yang penting dan belajar bagaimana memanfaatkannya. Anak-anak muda

mengembangkan kemampuan berpikirnya melalui interaksi dengan orang dewasa. Dari

sudut pandang konstruktivisme sosial, menjadi sangat penting mempertimbangkan latar

belakang dan budaya pembelajar sepanjang proses pembelajaran, karena latar belakang

semacam ini juga membantu membentuk pengetahuan dan kebenaran yang diciptakan,

ditemukan, dan diperoleh selama proses pembelajaran berlangsung (Gredler 1997;

Wertsch 1997).

c). Tanggung jawab belajar

Lebih jauh lagi, ada alasan kuat bahwa tanggung jawab belajar seharusnya

berangsur-angsur diberikan kepada pembelajar. Karenanya kostruktivisme sosial

menekankan pentingnya keterlibatan aktif pembelajar dalam proses belajar, tidak seperti

pandangan dunia pendidikan sebelumnya yang meletakkan tanggung jawab belajar pada

guru untuk mengajar sehingga peran pembelajar pasif, bersifat hanya menerima. Von

Glasersfeld (1989) menekankan agar pembelajar mengkonstruksi pemahamannya sendiri

dan tidak hanya sekedar meniru dan melakukan begitu saja apa yang ia baca. Ketika tiada

informasi yang lengkap, pembelajar mencari kebermaknaan dan memiliki kemauan untuk

mencoba menemukan keteraturan dan pola kejadian-kejadian di dunia nyata.

d). Motivasi belajar

31

Page 32: Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1fajarss.blog.uns.ac.id/files/2010/04/teori-belajar.pdf · Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1. Teori Pengkondisian Klasik Ivan Pavlov Ivan Petrovich Pavlov

Fajar S / mahasiswa pgsd uns

Asumsi penting lain mengenai keadaan alami pembelajar berkenaan dengan

tingkatan dan sumber motivasi belajar. Menurut Von Glasersfeld (1989) motivasi yang

paling cocok untuk belajar secara kuat bergantung pada kepercayaan diri siswa yang ada

dalam potensinya untuk belajar. Perasaan akan adanya kompetensi dan kepercayaan akan

adanya potensi untuk memecahkan masalah baru, hampir seluruhnya diperoleh dari

pengalaman langsungnya (first-hand experience) dalam menuntaskan masalah di masa

lalu dan jauh lebih kuat dari pada motivasi dan pemberitahuan eksternal (Prawat dan

Floden 1994). Hal ini terkait dengan "zone of proximal development" nya Vygotsky

(Vygotsky 1978) yang berpendapat bahwa sebaiknya pembelajar diberi tantangan yang

setingkat, atau sedikit di atas perkembangannya pada saat itu. Berbekal pengalaman

sukses sepenuhnya dalam menuntaskan tugas yang menantang, pembelajar memperoleh

kepercayaan diri dan motivasi untuk menaklukkan tantangan baru yang lebih besar.

2) Peran guru

a). Guru (atau instruktur) sebagai fasilitator

Menurut pendekatan konstruktivis sosial, guru harus menyesuaikan perannya dari

sebagai instruktur ke peran sebagai fasilitator (Steffe dan Gale 1995). Ketika seorang

guru memberikan pembelajaran dalam suatu mata pelajaran, perannnya sebagai fasilitator

membantu pembelajar untuk memperoleh pemahamannya sendiri tentang materi. Selama

proses pembelajaran, dalam skenario pembelajaran tradisional pembelajar berperan pasif,

dalam pembelajaran konstruktivisme sosial pembelajaran berperan aktif. Dengan

demikian, penekanannya berubah dari instruktur dan materi ke pembelajar (Kukla 2000).

Perubahan dramatik dalam hal peran ini membawa konsekuensi pada guru untuk

memiliki seperangkat keterampilan baru dari sebelumnya sebagai suatu keharusan

(Brownstein 2001). Sebagai guru ia memberitahu, sebagai fasilitator ia bertanya; sebagai

guru ia "ing ngarso", sebagai fasilitator ia "tut wuri"; seorang guru memberikan jawaban

sesuai seperangkat kurikulum, seorang fasilitator, seorang fasilitator memberikan garis

besar haluan dan menciptakan lingkungan untuk pembelajar agar bisa menemukan

kesimpulannya sendiri; seorang guru cenderung monolog, seorang fasilitator senantiasa

dialog dengan pembelajar (Rhodes dan Bellamy 1999). Seorang fasilitator seharusnya

juga mampu mengadaptasi pengalaman belajarnya sendiri dalam rangka mengarahkan

32

Page 33: Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1fajarss.blog.uns.ac.id/files/2010/04/teori-belajar.pdf · Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1. Teori Pengkondisian Klasik Ivan Pavlov Ivan Petrovich Pavlov

Fajar S / mahasiswa pgsd uns

pengalaman belajar itu menuju ke mana pembelajar ingin menciptakan sendiri nilai yang

bermakna.

Lingkungan pembelajar seharusnya juga dirancang untuk mendukung dan

memberikan tantangan pada proses berpikir pembelajar (Di Vesta, 1987). Meskipun

disarankan agar memberikan kepada pembelajar akses untuk menemukan masalahnya

sendiri dan proses pemecahannya, seringkali kegiatan ataupun solusinya tidak memadai.

Pada akhirnya, tujuan utamanya adalah memberikan pembelajar dukungan untuk menjadi

pemikir efektif. Hal ini bisa dilakukan dengan memainkan peran ganda, yaitu konsultan

dan pelatih.

3) Kondisi alamiah proses pembelajaran

a). Belajar merupakan proses sosial yang aktif

Para pakar konstruktivisme sosial memiliki pandangan belajar sebagai proses

aktif di mana pembelajar seharusnya belajar untuk menemukan sendiri prinsip, konsep,

dan fakta sehingga sebaiknya diberikan teka-teki yang menantang dan cara berpikir

intuitif dari pembelajar (Brown et al.1989; Ackerman 1996; Gredler 1997).

Kenyataannya -bagi konstruktivis sosial- prinsip, konsep dan fakta bukanlah sesuatu yang

kita bisa temukan begitu saja karena sebelumnya tidak ada dan bukan menjadi prioritas

utama bagi masyarakat kita untuk menemukannya. Kukla (2000) berpandangan bahwa

prinsip.konsep dan fakta direkonstruksi oleh aktivitas sendiri dan bahwa manusia, yang

secara bersama-sama menjadi anggota masyarakat menemukannya untuk menjadi

properti dunia nyata mereka.

Pakar konstruktivis lain setuju dengan pendapat di atas namun lebih menekankan

bahwa individual memberikan makna melalui interaksinya dengan orang lain dan dalam

lingkungan tempat ia hidup. Dengan demikian pengetahuan merupakan produk dari

manusia yang dikonstruksi secara sosial dan kultural (Ernest 1991; Gredler 1997; Prawat

dan Floden 1994). McMahon (1997) setuju bahwa belajar merupakan proses sosial. Ia

menambahkan bahwa belajar bukanlah proses yang hanya terjadi di dalam pikiran kita,

juga bukan perkembangan pasif dari perilaku kita yang dibentuk oleh kekuatan dari luar

diri kita; proses belajar yang berarti terjadi ketika individu terlibat dalam kegiatan sosial.

33

Page 34: Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1fajarss.blog.uns.ac.id/files/2010/04/teori-belajar.pdf · Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1. Teori Pengkondisian Klasik Ivan Pavlov Ivan Petrovich Pavlov

Fajar S / mahasiswa pgsd uns

Vygotsky (1978) juga mennyoroti perpaduan dari elemen sosial dan praktikal

dalam pembelajaran dengan mengatakan bahwa peristiwa penting dalam proses

perkembangan intelektual terjadi ketika berbicara dan aktivitas praktikal, dua jalur

perkembangan yang benar-benar independen satu sama lain, menyatu.

Melalui kegiatan praktikal seorang anak mengkonstruksi arti pada tingkatan

intrapersonal, sedangkan berbicara menghubungkan arti tersebut dengan dunia

interpersonal sebagai wahana ia berbagi dengan budayanya.

b). Interaksi dinamis antara tugas, guru, dan pembelajar

Karakteristik yang lebih jauh dari peran guru sebagai fasilitator dalam sudut

pandang konstruktivisme sosial, adalah bahwa guru dan pembelajar memiliki intensitas

keterlibatan yang sama (Holt dan Willard-Holt 2000). Hal ini berarti bahwa pengalaman

belajar di samping objektif juga subjektif dan membutuhkan kondisi di mana budaya,

nilai, dan latar belakang guru menjadi bagian esensial sebagai penghubung antara

pembelajar dan tugasnya dalam mengkonstruksi makna. Pembelajar membandingkan

kebenaran versinya dengan versi guru dan temannya dalam rangka untuk mendapatkan

kebenaran versi masyarakat yang telah teruji (Kukla 2000). Tugas atau masalahnya

adalah adanya interface (batas) antara guru dan pembelajar (McMahon 1997). Hal ini

akan memunculkan interaksi dinamis antara tugas, guru dan pembelajar. Hal ini

membawa konsekuensi pembelajar dan guru seharusnya mengembangkan suatu

kepedulian terhadap sudut pandang orang lain dan kemudian melihat kembali

kepercayaan, standar dan nilai-nilainya, dengan demikian berperilaku subjektif sekaligus

objektif secara simultan (Savery 1994).

Green dan Gredler (2002) menekankan belajar sebagai suatu proses interaktif,

meliputi proses yang diskursif (rasional), adaptif, interaktif dan reflektif secara

berkualitas. Menurut keduanya fokus utama dari belajar adalah hubungan timbal balik

antara guru-siswa. Beberapa penelitian yang lain, juga memberikan alasan pentingnya

mentoring (belajar dengan mentor, senior yang berpengalaman) di dalam proses belajar

(Archee dan Duin 1995; Brown et al. 1989). Model pembelajaran konstruktivisme sosial

dengan demikian menekankan pentingnya hubungan timbal balik antara siswa dengan

guru selama proses pembelajaran berlangsung.

34

Page 35: Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1fajarss.blog.uns.ac.id/files/2010/04/teori-belajar.pdf · Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1. Teori Pengkondisian Klasik Ivan Pavlov Ivan Petrovich Pavlov

Fajar S / mahasiswa pgsd uns

Beberapa pendekatan belajar yang sesuai untuk belajar interaktif antara lain

pembelajaran reciprocal, kolaborasi kelompok, cognitive apprenticeships, problem-

based instruction, web quests, anchored instruction dan pendekatan lain yang melibatkan

belajar dengan orang lain.

4) Kolaborasi di antara pembelajar

Pembelajar dengan kemampuan dan latar belakang seharusnya berkolaborasi

dalam tugas dan diskusi dalam rangka menuju pemahaman bersama tentang kebenaran

suatu bidang tertentu.

Kebanyakan model konstruktivisme, seperti yang dikemukakan oleh Duffy dan

Jonassen (1992), juga menekankan kebutuhan akan kolaborasi antara pembelajar, hal ini

jelas berbeda dengan pendekatan tradisional yang lebih mengedepankan sifat kompetitif.

Salah seorang penganut Vygotski memberikan catatan bahwa begitu berartinya implikasi

dari peer collaboration, sebagai bagian dari the zone of proximal development. Di sini,

zone perkembangan proksimal (terdekat) didefinisikan sebagai jarak antara tingkat

perkembangan aktual seperti yang ditentukan oleh pemecahan masalah secara

independen dan tingkatan perkembangan potensial seperti yang ditentukan oleh

pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau kolaborasi dengan peer lain

yang sudah berpengalaman; batasan ini berbeda dengan keadaan biologis alamiah yang

fix dari tingkatan perkembangannya Piaget. Melalui suatu proses yang disebut

'scaffolding' (dukungan) seorang pembelajar dapat dapat dipacu mencapai tingkatan di

atas keterbatasan kematangan fisik sehingga tidak terjadi proses perkembangan tertinggal

di belakang proses pembelajaran (Vygotsky 1978).

a). Pentingnya konteks

Paradigma konstruktivisme sosial memandang konteks dari terjadinya

pembelajaran sebagai pusat dari pembelajaran itu sendiri (McMahon 1997).

Yang perlu digarisbawahi dari suatu catatan penting bahwa pembelajar

merupakan prosesor aktif adalah "asumsi bahwa tidak ada satu pun bagian dari

seperangkat hukum pembelajaran yang telah digeneralisasi yang dapat diterapkan untuk

semua domain " (Di Vesta 1987:208). Pengetahuan yang tidak dikontekstualkan tidak

35

Page 36: Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1fajarss.blog.uns.ac.id/files/2010/04/teori-belajar.pdf · Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1. Teori Pengkondisian Klasik Ivan Pavlov Ivan Petrovich Pavlov

Fajar S / mahasiswa pgsd uns

mampu memberikan kita keterampilan untuk menerapkan pengetahuan kita dalam tugas-

tugas yang autentik. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Duffy dan Jonassen (1992),

kita tidak bekerja dengan konsep dalam lingkungan yang kompleks melainkan

pengalaman dari hubungan timbal balik yang kompleks dari lingkungan yang juga

kompleks yang menentukan bagaimana dan kapan suatu konsep digunakan. Salah

seorang konstruktivis memberikan catatan bahwa pembelajaran yang autentik atau sesuai

situasi adalah pembelajaran di mana siswa mengambil bagian dalam kegiatan yang secara

langsung relevan dengan penerapan hasil pembelajaran dan yang terjadi dalam budaya

yang sama dengan setting penerapannya (Brown et al. 1989). Cognitive apprenticeship

(pelatihan kognitif) dianggap sebagai model konstruktivisme yang efektif dalam

pembelajaran di mana model ini mencoba "enkulturasi (pembudayaan) siswa dalam

kegiatan praktis yang autentik melalui kegiatan dan interaksi sosial dalam cara yang

sama dengan pelatihan di bidang keterampilan yang telah terbukti sukses " (Ackerman

1996:25).

Konteks di mana pembelajaran terjadi maupun konteks sosial di mana pembelajar

membawanya ke lingkungan belajar dengan sendirinya menjadi faktor penentu dalam

pembelajaran itu sendiri (Gredler 1997).

b). Asesmen (penilaian)

Holt dan Willard-Holt (2000) menekankan konsep asesmen dinamis, suatu cara

mengases potensi sebenarnya dari pembelajar yang secara signifikan berbeda dengan tes

konvensional. Kondisi belajar alamiah yang esensial diperluas sampai ke proses asesmen.

Bila biasanya asesmen sebagai suatu proses dilakukan oleh seseorang, misalnya guru, di

sini dipandang sebagai suatu proses dua arah yang melibatkan interaksi antara guru dan

pembelajar. Peranan guru sebagai asesor melakukan dialog dengan siswa yang diases

untuk menemukan tingkatan performansnya dalam melakukan tugas pada saat itu dan

curah pendapat dengannya tentang cara yang mungkin bisa ditempuh dalam memperbaiki

performansnya pada kesempatan berikutnya. Dengan demikian, asesmen dan

pembelajaran dipandang sebagai jalinan proses yang tak terpisahkan (Holt dan Willard-

Holt 2000).

36

Page 37: Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1fajarss.blog.uns.ac.id/files/2010/04/teori-belajar.pdf · Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1. Teori Pengkondisian Klasik Ivan Pavlov Ivan Petrovich Pavlov

Fajar S / mahasiswa pgsd uns

Berdasarkan pandangan ini seorang guru seharusnya memandang asesmen

sebagai proses yang terus menerus dalam mengukur pencapaian pembelajar, kualitas

pengalamannya dalam pembelajaran dan proses pembelajarannya. Asesmen juga

merupakan bagian integral dari pengalaman belajar dan bukan proses yang berdiri sendiri

(Gredler 1997). Umpan balik dari proses asesmen berfungsi sebagai masukan langsung

yang menjadi dasar untuk perkembangan selanjutnya. Asesmen seharusnya tidak menjadi

proses intimidasi yang menyebabkan kecemasan siswa, melainkan proses yang bersifat

mendukung yang membangkitkan keberanian siswa untuk ingin dievaluasi di masa

mendatang, sehingga harus fokus pada perkembangan yang terjadi pada siswa (Green dan

Gredler 2002).

5) Pemilihan, cakupan, dan tata urutan materi

a). Pengetahuan seharusnya ditemukan sebagai keseluruhan terpadu

Pengetahuan seharusnya tidak dipisahkan ke dalam subjek-subjek yang berbeda

(kompartementalisasi), tetapi seharusnya ditemukan sebagai keseluruhan yang terpadu.

Hal ini juga menggarisbawahi pentingnya konteks bagaimana pembelajaran

dilangsungkan. Menurut para tokoh tersebut, pengetahuan seharusnya tidak

dikompartementalisasi secara kaku ke dalam subjek atau kategori berbeda namun

seharusnya disajikan dan ditemukan sebagai keseluruhan yang terpadu. Alasannya adalah

bahwa dunia, tempat yang dibutuhkan oleh pembelajar untuk melakukan kegiatan, tidak

bisa didekati dengan bentuk subjek terpisah, melainkan berupa suatu kompleksitas tak

terhingga dari fakta, problem, dimensi dan persepsi.

b). Keasyikan dan tantangan bagi pembelajar

Pembelajar seharusnya secara konstan diberi tantangan dengan tugas-tugas yang

berhubungan dengan keterampilan dan pengetahuan sedikit di atas tingkat ketuntasannya

pada saat itu. Hal ini akan menimbulkan motivasi dan membangun lagi keberhasilan

sebagaimana yang telah diraih sebelumnya dalam rangka mempertahankan kepercayaan

diri pembelajar. Hal ini juga sejalan dengan zone of proximal development- nya

Vygotsky yang dapat dideskripsikan sebagai jarak antara perkembangan tingkat

perkembangan aktual (yang ditentukan melalui pemecahan masalah secara independen)

37

Page 38: Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1fajarss.blog.uns.ac.id/files/2010/04/teori-belajar.pdf · Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1. Teori Pengkondisian Klasik Ivan Pavlov Ivan Petrovich Pavlov

Fajar S / mahasiswa pgsd uns

dan tingkatan perkembangan potensial (yang ditentukan melalui pemecahan masalah di

bawah bimbingan orang dewasa atau melalui kolaborasi dengan peers yang lebih

berpengalaman).

Vygotsky lebih jauh mempublikasikan secara luas bahwa suatu pembelajaran

dianggap baik ketika pembelajaran tersebut melampaui perkembangan. Kemudian

pembelajaran tersebut membangunkan dan membangkitkan keseluruhan perangkat fungsi

yang berada di tingkat kematangan untuk hidup di kehidupan nyata, yang terletak di zona

perkembangan proksimal. Dengan cara inilah pembelajaran memainkan peranan yang

maha penting dalam perlembangan.

Dalam rangka untuk sepenuhnya memberikan keasyikan dan tantangan bagi

pembelajar, tugas dan lingkungan pembelajaran seharusnya merefleksikan kompleksitas

lingkungan sehingga pembelajar seharusnya memiliki fungsi di akhir pembelajaran.

Pembelajar seharusnya tidak hanya mendapatkan proses pembelajaran ataupun proses

pemecahan masalah, namun juga masalah itu sendiri.

Ketika mempertimbangakan tata urutan materi, sudut pandang konstruktivis

berpendirian bahwa dasar dari berbagai subjek dapat dibelajarkan pada siapa pun pada

tingkatan mana pun dalam banyak bentuk. Hal ini berarti bahwa guru seharusnya pertama

sekali memperkenalkan gagasan dasar sehingga menghidupkan dan membentuk banyak

topik ataupun area subjek, baru kemudian kembali lagi pada subjek semula dan

membangun kembali gagasan tersebut. Prinsip seperti ini secara ekstensif digunakan

dalam kurikulum.

Juga penting bagi guru untuk relistis, karena meskipun suatu kurikulum

kemungkinan dirancang untuk mereka, tak terhidarkan lagi untuk dibentuk ulang oleh

mereka menjadi lebih personal yang merefleksikan sistem kepercayaan mereka sendiri,

pemikiran dan perasaan mereka terhadap isi pembelajaran maupun pembelajarnya.

Dengan demikian, pengalaman belajar menjadi suatu kegiatan yang harus dilakukan

bersama. Dengan demikian, emosi dan konteks kehidupan dari yang terlibat dalam

kegiatan pembelajaran harus dianggap sebagai bagian integral dari pembelajaran. Tujuan

dari pembelajar menjadi fokus dalam mempertimbangkan tentang apa yang dipelajari.

c). Penstrukturan proses belajar

38

Page 39: Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1fajarss.blog.uns.ac.id/files/2010/04/teori-belajar.pdf · Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1. Teori Pengkondisian Klasik Ivan Pavlov Ivan Petrovich Pavlov

Fajar S / mahasiswa pgsd uns

Adalah penting untuk mendapatkan keseimbangan yang benar antara tingkatan

struktur dan fleksibilitas yang dibangun dalam proses pembelajaran. Savery menyatakan

bahwa semakin lebih terstruktur lingkungan pembelajaran, semakin sulit bagi pembelajar

dalam mengkonstruksi arti berdasarkan pemahaman konseptual mereka sendiri. Seorang

guru seharusnya menyusun struktur pengalaman belajar sekedar cukup untuk membuat

yakin bahwa siswa mendapat arahan yang jelas dan parameter untuk mencapai tujuan

pembelajaran, namun pengalaman belajar seharusnya terbuka dan memberikan peluang

yang cukup bagi pembelajar untuk menemukan, menikmati, berinteraksi dan sampai pada

kebenarannya sendiri yang telah diverifikasi oleh masyarakat.

d). Catatan akhir

Intervensi konstruktivisme dalam pembelajaran dengan demikian merupakan

intervensi di mana kegiatan kontekstual (tugas-tugas) digunakan untuk menyediakan

pembelajar peluang untuk menemukan dan secara kolabortif mengkonstruksi arti

sebagaimana yang diungkap dalam intervensi. Pembelajar dihormati sebagai individual

yang unik, dan guru lebih cenderung berperan sebagai fasilitator daripada instruktur.

4. Paedagogi berdasarkan konstruktivisme

Kenyataannya, banyak pedagogi yang bergerak di sekitar teori konstruktivisme.

Kebanyakan pendekatan yang berkembang dari konstruktivisme menyarankan bahwa

belajar yang sempurna menggunakan pendekatan hands-on (keterlibatan personal).

Pembelajar belajar melalui eksperimentasi, dan tidak melalui cara pemberitahuan apa

yang akan terjadi. Mereka dibiarkan memiliki pendapat sendiri, penemuan, dan

kesimpulan. Konstruktivisme juga menekankan bahwa pembelajaran bukanlah suatu

proses "seluruhnya atau tidak sama sekali" melainkan bahwa siswa belajar informasi baru

yang disajikan untuk mereka dengan membangun pengetahuan yang telah mereka miliki.

Karenanya menjadi penting guru secara konstan mengases pengetahuan yang telah

dicapai siswanya untuk meyakinkan bahwa persepsi siswa terhadap pengetahuan baru

sama dengan apa yang dimaksudkan guru. Guru akan menemukan bahwa karena siswa

membangun pengetahuan yang telah dimiliki, ketika diminta untuk memahami informasi

baru, mereka tidak membuat kesalahan. Bisa disebut terjadi kesalahan rekonstruksi

39

Page 40: Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1fajarss.blog.uns.ac.id/files/2010/04/teori-belajar.pdf · Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1. Teori Pengkondisian Klasik Ivan Pavlov Ivan Petrovich Pavlov

Fajar S / mahasiswa pgsd uns

apabila kita mengisi kesenjangan antara pemahaman kita dengan pemikiran yang logis

namun tidak benar. Guru harus mampu mengidentifikasi dan mencoba membetulkan

kesalahan tersebut, meskipun tak pelak lagi bahwa beberapa kesalahan rekonstruksi akan

terus terjadi karena faktor bawaan berupa keterbatasan pemahan kita.

Pada kebanyakan pedagogi yang berdasarkan konstruktivisme, peran guru bukan

hanya mengamati dan mengases namun juga terlibat dalam kegiatan siswa sementara ia

juga harus menyelesaikan kegiatannya sendiri, meneriakkan keheranan dan mengajukan

pertanyaan kepada siswa untuk menggalakkan cara berpikir logis. (contoh: Saya heran

mengapa air tidak meluap keluar melalui bibir gelas yang penuh?) Guru juga melakukan

intervensi ketika muncul konflik; namun mereka secara sederhana memfasilitasi resolusi

di antara siswa dan regulasi diri, dengan suatu penekanan pada siswa untuk harus

mampu menemukan jalan keluarnya sendiri. Sebagai contoh, promosi literasi dapat

dilakukan dengan mengintegrasikan kebutuhan untuk membaca dan menulis selama

aktivitas individual dalam kelas yang penuh tulisan kreatif. Seorang guru, setelah

membaca suatu cerita, membangkitkan keberanian siswa untuk menulis dan menulis

ceritanya sendiri, atau meminta siswa untuk melakonkan ulang suatu cerita yang telah

mereka kenal dengan baik, kedua kegiatan tersebut membangkitkan keberanian siswa

untuk membayangkan diri mereka sendiri sebagai pembaca ataupun penulis.

Beberapa pendekatan khusus dalam dunia pendidikan yang didasarkan atas

konstruktivisme:

Konstruktionisme: Merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang

dikembangkan oleh Seymour Papert dan koleganya di MIT di Cambridge, Massachusetts.

Papert pernah bekerjasama dengan Piaget institut tersebut di Jenewa. Papert belakangan

menyebut pendekatannya "constructionism." Pendekatan ini menckup segala sesuatu

yang berhubungan dengan konstruktivismenya Piage, namun bergerak lebih jauh lagi

dengan menyertakan bahwa pembelajaran konstruktivisme terjadi dengan baik khususnya

ketika siswa mengkonstruksi suatu produk, sesuatu yang eksternal bagi mereka seperti

benteng pasir, mesin, program komputer, atau buku. Promotor penggunaan komputer

dalam pendidikan memandang suatu kebutuhan yang semakin meningkat

untukmengembangkan keterampilan dalam literasi Multimedia dalam rangka

mengguanakan peralatan ini dalam pembelajaran konstruktivisme.

40

Page 41: Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1fajarss.blog.uns.ac.id/files/2010/04/teori-belajar.pdf · Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1. Teori Pengkondisian Klasik Ivan Pavlov Ivan Petrovich Pavlov

Fajar S / mahasiswa pgsd uns

Pendekatan lainnya: Reciprocal Learning, Procedural Facilitations for Writing,

Cognitive Tutors, Cognitively Guided Instruction (suatu program pengembangan profesi

dan riset dalam matematika untuk SD yang diciptakan oleh Thomas P. Carpenter,

Elizabeth Fennema, dan koleganya di University of Wisconsin-Madison. Premis

mayornya adalah guru dapat menggunakan strategi informal siswa (dengan kata lain

strategi yang dikontruksi oleh siswa berdasarkan pemahamannya pada situasi

kehiduopan sehari-hari, seperti memungut batu kecil dan memetik bunga) sebagai basis

utama untuk mengajar matematika di jenjang SD); Anchored Instruction (Bransford et

al), Problem dan pendekatan pemecahan solusinya ditanamkan dalam lingkungan

naratif), Cognitive Apprenticeship (Collins et al), pembelajaran diperoleh melalui

pengintegrasian ke dalam budaya pengetahuan khusus yang implisit dan eksplisit);

Cognitive Flexibility (Sprio et al) dan Pragmatic Constructivism.

F. TEORI BELAJAR SOSIAL

Dalam dasawarsa terakhir, penganut teori konstruktivisme memperluas fokus

tradisionalnya pada pembelajaran individual ke dimensi pembelajaran kolaboratif dan

sosial.. Konstruktivisme sosial bisa dipandang sebagai perpaduan antara aspek-aspek dari

karya Piaget dengan karya Bruner dan karya Vygotsky. Istilah Konstruktivisme komunal

dikenalkan oleh Bryn Holmes di tahun 2001. Dalam model ini, "siswa tidak hanya

mengikuti pembelajaran seperti halnya air mengalir melalui saringan namun membiarkan

mereka membentuk dirinya." Dalam perkembangannya muncullah istilah Teori Belajar

Sosial dari para pakar pendidikan.

Pijakan awal teori belajar sosial adalah bahwa manusia belajar melalui

pengamatannya terhadap perilaku orang lain. Pakar yang paling banyak melakukan riset

teori belajar sosial adalah Albert Bandura dan Bernard Weiner.

Meskipun classical dan operant conditioning dalam hal-hal tertentu masih

merupakan tipe penting dari belajar, namun orang belajar tentang sebagian besar apa

yang ia ketahui melalui observasi (pengamatan). Belajar melalui pengamatan berbeda

dari classical dan operant conditioning karena tidak membutuhkan pengalaman personal

langsung dengan stimuli, penguatan kembali, maupun hukuman. Belajar melalui

41

Page 42: Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1fajarss.blog.uns.ac.id/files/2010/04/teori-belajar.pdf · Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1. Teori Pengkondisian Klasik Ivan Pavlov Ivan Petrovich Pavlov

Fajar S / mahasiswa pgsd uns

pengamatan secara sederhana melibatkan pengamatan perilaku orang lain, yang disebut

model, dan kemudian meniru perilaku model tersebut.

Baik anak-anak maupun orang dewasa belajar banyak hal dari pengamatan dan

imitasi (peniruan) ini. Anak muda belajar bahasa, keterampilan sosial, kebiasaan,

ketakutan, dan banyak perilaku lain dengan mengamati orang tuanya atau anak yang

lebih dewasa. Banyak orang belajar akademik, atletik, dan keterampilan musik dengan

mengamati dan kemudian menirukan gueunya. Menurut psikolog Amerika Serikat

kelahiran Kanada Albert Bandura, pelopor dalam studi tentang belajar melalui

pengamatan, tipe belajar ini memainkan peran yang penting dalam perkembangan

kepribadian anak. Bandura menemukan bukti bahwa belajar sifat-sifat seperti

keindustrian, keramahan, pengendalian diri, keagresivan, dan ketidak sabaran sebagian

dari meniru orang tua, anggota keluarga lain, dan teman-temannya.

Psikolog pada suatu saat pernah berpikir bahwa hanya manusia yang dapat belajar

melalui pengamatan. Mereka sekarang memahami bahwa banyak jenis binatang—

termasuk burung, kucing, anjing, binatang pengerat, dan primata—dapat belajar melalui

pengamatan terhadap anggota lain dari spesies yang sama. Binatang yang kecil dapat

belajar tentang sesuatu yang bisa dimakan, ketakutan, dan keterampilan untuk bertahan

hidup melalui pengamatannya terhadap induknya atau bapaknya. Hewan yang sudah

dewasa dapat belajar perilaku baru atau solusi dari masalah sederhana melalui

pengamatannya terhadap hewan lain

1. Eksperimen Bandura

Di awal tahun 1960-an Bandura dan peneliti lain melakukan seperangkat

eksperimen klasik yang mendemonstrasikan kekuatan dari belajar melalui pengamatan.

Dalam salah satu percobaannya, seorang anak prasekolah sedang mengerjakan tugas

melukis sementara di depannya sebuah pesawat televisi menayangkan film tentang

seorang dewasa dengan agresif sedang mendekati boneka bobo (boneka berupa badut

yang dapat tegak setelah dipukul roboh). Orang tersebut memukuli bobo bertubi-tubi

dengan semacam palu, menendangnya, melemparkannya ke udara, mendudukinya,

menggigitnya di bagian wajahnya, sambil meneriakkan kata-kata seperti 'tonjok

hidungnya … ayo tendang … des!' Anak tersebut kemudian beranjak ke ruangan lain

42

Page 43: Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1fajarss.blog.uns.ac.id/files/2010/04/teori-belajar.pdf · Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1. Teori Pengkondisian Klasik Ivan Pavlov Ivan Petrovich Pavlov

Fajar S / mahasiswa pgsd uns

yang penuh boneka termasuk bobo. Eksperimenter mengamati anak tersebut melalui kaca

satu arah. Dibandingkan anak-anak yang menyaksikan model orang dewasa yang tidak

agresif dan yang sama sekali tidak melihat tayangan, anak-anak yang melihat tayangan

perilaku agresif tersebut menunjukkan perilaku yang jauh lebih agresif terhadap boneka

bobo, dan mereka seringkali menirukan secara persis perilaku model dan kata-kata

permusuhannya.

Di dalam varian eksperimen orisinilnya, Bandura dan koleganya meneliti

penerapan efek lanjutan dari pengamatan pada kegiatan belajar. Mereka memperlihatkan

pada anak-anak berusia empat tahun secara terpisah masing-masing satu dari tiga film

tentang perilaku ‘kejam’ seorang dewasa terhadap boneka bobo tersebut. Dalam salah

satu versi film, orang dewasa tersebut diberi penghargaan karena perilaku yang agresif

berupa minuman dan permen. Di versi lain, orang dewasa tersebut balik dipukul, dijitak,

dan diperingatkan agar tidak melakukan hal itu lagi. Di versi ketiga, orang dewasa

tersebut tidak diberi hadiah maupun hukuman. Setelah menyaksikan film, setiap anak

ditinggalkan sendirian di dalam ruangan yang berisi boneka bobo dan mainan lain.

Banyak anak meniru perilaku kejam dari orang dewasa tersebut, namun anak-anak yang

menyaksikan orang dewasa modelnya dihukum setelah menyiksa bobo lebih jarang yang

menirukan. Namun, ketika peneliti menjanjikan hadiah kepada semua anak untuk

menirukan, ketiga kelompok memperlihatkan kuantitas perilaku yang sama terhadap

boneka bobo.

Bandura menyimpulkan bahwa meskipun anak-anak tidak melihat orang dewasa

di dalam tayangan tidak mendapat hadiah telah belajar melalui pengamatan, namun anak-

anak ini (khususnya yang melihat modelnya dihukum) tidak melakukan apa yang mereka

pelajari sampai mereka bisa berharap mendapatkan hadiah bila melakukannya. Istilah

belajar latent (latent learning) digunakan dalam kasus di mana individu belajar perilaku

yang baru namun tidak melakukan perilaku tersebut sampai ia melihat kemungkinan

untuk mendapatkan hadiah.

2. Teori Imitasi Bandura

Menurut teori imitasi Bandura yang sangat berpengaruh, yang juga disebut teori

belajar sosial, empat faktor dibutuhkan oleh seseorang untuk belajar melalui pengamatan

43

Page 44: Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1fajarss.blog.uns.ac.id/files/2010/04/teori-belajar.pdf · Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1. Teori Pengkondisian Klasik Ivan Pavlov Ivan Petrovich Pavlov

Fajar S / mahasiswa pgsd uns

dan kemudian menirunya: attention (memperhatikan), retention (mengingat),

reproduction (mereproduksi), dan motivation (dorongan). Pertama, pembelajar harus

menaruh perhatian pada detail-detail yang penting dari perilaku model. Seorang wanita

muda, melihat ayahnya memanggang roti tidak akan berhasil menirukan perilaku

ayahnya tersebut bila tidak menaruh perhatian pada beberapa detail penting—bumbu,

kuantitas, temperatur oven, durasi waktu memanggang, dan sebagainya. Faktor kedua

adalah retention—pembelajar harus dapat mengingat atau menyimpan semua informasi

dalam memorinya sampai informasi itu berguna kelak. Jika seseorang lupa beberapa

detail penting, ia akan tidak dapat berhasil meniru suatu perilaku. Ketiga, pembelajar

harus memiliki keterampilan dan koordinasi fisik yang dibutuhkan dalam reproduction

mereproduksi perilaku tersebut. Wanita muda tersebut harus memiliki kekuatan dan

kecekatan untuk mencampur bumbu, menuangkan mentega, dan sebagainya, dalam

rangka memanggang roti sendiri. Akhirnya, pembelajar harus memiliki motivasi

(dorongan) untuk menirukan model. Dalam hal ini, pembelajar memiliki kecenderungan

untuk menirukan suatu perilaku jika mereka mengharapkan perilaku tersebut mengarah

pada suatu tipe hadiah atau penguatan. Jika pembelajar memandang bahwa menirukan

perilaku tidak akan mengarah pada hadiah atau justru mengarah ke hukuman, mereka

cenderung tidak menirukan perilaku tersebut.

3. Teori Generalisasi Imitasi

Suatu alternatif dari teori Bandura adalah teori generalisasi imitasi. Teori ini

menyatakan bahwa orang akan meniru perilaku orang lain jika situasinya sama dengan

ketika peristiwa yang ditirunya diperkuat di masa lalu. Sebagai contoh, ketika seorang

anak muda meniru perilaku orang tuanya atau saudara tuanya, imitasi ini sering diperkuat

dengan senyuman, pujian, atau bentuk-bentuk persetujuan lain. Demikian juga, ketika

anak-anak menirukan perilaku teman-temannya, bintang olah raga, atau selebritis,

peniruan ini akan diperkuat—dengan persetujuan teman sebayanya, jika tidak orang

tuanya. Melalui proses generalisasi, anak tersebut akan memulai meniru model-model

tersebut pada kesempatan yang lain. Bila teori Bandura menekankan proses berpikir dan

44

Page 45: Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1fajarss.blog.uns.ac.id/files/2010/04/teori-belajar.pdf · Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1. Teori Pengkondisian Klasik Ivan Pavlov Ivan Petrovich Pavlov

Fajar S / mahasiswa pgsd uns

motivasi peniru, teori generalisasi imitasi berpijak pada dua prinsip dasar dari operant

conditioning—penguatan dan generalisasi.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi imitasi

Banyak faktor yang mempengaruhi apakah seseorang akan meniru suatu model

atau tidak. Seperti telah ditunjukkan sebelumnya, anak-anak lebih cenderung meniru

model apabila perilaku model telah mendapatkan penguatan dibandingkan dengan

hukuman. Namun yang lebih penting adalah konsekuensi yang diharapkan dari

pembelajar. Seseorang akan meniru perilaku yang mendapat hukuman apabila ia berpikir

bahwa imitasi tersebut akan akan menghasilkan beberapa tipe penguatan yang lain.

Karakteristik model juga mempengaruhi karakteristik imitasi. Beberapa studi

menunjukkan bahwa anak-anak lebih cenderung meniru orang dewasa yang lebih mampu

membuat ia senang dan lebih menarik perhatiannya dibandingkan dengan orang lain.

Juga, anak-anak lebih sering meniru orang dewasa yang memiliki pengaruh penting

dalam hidupnya seperti orangtuanya atau gurunya, dan orang-orang yang sukses atau

dikaguminya seperti atlet atau selebriti. Baik orang dewasa maupun anak-anak lebih

cenderung meniru model yang memiliki kemiripan usia, jenis kelamin, dan latar

belakang. Karena alasan inilah, ketika terapis perilaku menggunakan model untuk

mengajar perilaku atau keterampilan baru, mereka mencoba menggunakan model yang

sama dengan pembelajar.

G. DAMPAK TEORI BELAJAR PADA PENDIDIKAN

1. Behaviorisme

This theory is relatively simple to understand because it relies only on observable

behavior and describes several universal laws of behavior. Its positive and negative

reinforcement techniques can be very effective--both in animals, and in treatments for

human disorders such as autism and antisocial behavior. Behaviorism often is used by

teachers, who reward or punish student behaviors.

2. Kognitivisme

When educators take neuroscience into account, they organize a curriculum around real

experiences and integrated, "whole" ideas. Plus, they focus on instruction that promotes

45

Page 46: Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1fajarss.blog.uns.ac.id/files/2010/04/teori-belajar.pdf · Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1. Teori Pengkondisian Klasik Ivan Pavlov Ivan Petrovich Pavlov

Fajar S / mahasiswa pgsd uns

complex thinking and the "growth" of the brain. Neuroscience proponents advocate

continued learning and intellectual development throughout adulthood.

3. Humanisme

4. Konstruktivisme

Curriculum--Constructivism calls for the elimination of a standardized curriculum.

Instead, it promotes using curricula customized to the students' prior knowledge. Also, it

emphasizes hands-on problem solving.

Instruction--Under the theory of constructivism, educators focus on making connections

between facts and fostering new understanding in students. Instructors tailor their

teaching strategies to student responses and encourage students to analyze, interpret, and

predict information. Teachers also rely heavily on open-ended questions and promote

extensive dialogue among students.

Assessment--Constructivism calls for the elimination of grades and standardized testing.

Instead, assessment becomes part of the learning process so that students play a larger

role in judging their own progress.

5. Sosial

Curriculum-- Students must get a chance to observe and model the behavior that leads to

a positive reinforcement.

Instruction-- Educators must encourage collaborative learning, since much of learning

happens within important social and environmental contexts.

Assessment--A learned behavior often cannot be performed unless there is the right

environment for it. Educators must provide the incentive and the supportive environment

for the behavior to happen. Otherwise, assessment may not be accurate.

46

Page 47: Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1fajarss.blog.uns.ac.id/files/2010/04/teori-belajar.pdf · Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1. Teori Pengkondisian Klasik Ivan Pavlov Ivan Petrovich Pavlov

Teori Belajar/SW Widodo

DAFTAR PUSTAKA

Kassin, Saul. 2006. Psychology. Encarta 2007. (DVD-ROM: Microsoft® Student 2007. Redmond, WA: Microsoft Corporation, 2006).

Mazur, James E. 2006. Learning. Encarta 2007. (DVD-ROM: Microsoft® Student 2007. Redmond, WA: Microsoft Corporation, 2006).

Wikipedia. 2007. Cognitivism. (Online). (http: //en.wikipedia.org/wiki/ Cognitivism_(psychology).html. diakses 6 Februari 2007).

Wikipedia. 2007. Constructivism. (Online). (http: //en.wikipedia.org/wiki/ Constructivism_(psychology).html. diakses 6 Februari 2007).

Wikipedia. 2007. Learning Theories. (Online). (http: //en.wikipedia.org/wiki/Learning_ Theories.html. diakses 6 Februari 2007).

Wikipedia. 2006. Behaviorism. (Online). (http: //en.wikipedia.org/wiki/ Behaviorism_(psychology).html. diakses 6 Februari 2007).

Wikipedia. 2006. Jerome Bruner. (Online). (http: //en.wikipedia.org/wiki/ Jerome Bruner.html. diakses 6 Februari 2007).

Wikipedia. 2006. Albert Bandura. (Online). (http: //en.wikipedia.org/wiki/ Albert Bandura.html. diakses 6 Februari 2007).

Wikipedia. 2006. B F Skinner. (Online). (http: //en.wikipedia.org/wiki/ B_F_Skinner.html. diakses 6 Februari 2007).

Wikipedia. 2006. Edward Thorndike. (Online). (http: //en.wikipedia.org/wiki/ Edward Thorndike.html. diakses 6 Februari 2007).

Wikipedia. 2006. Jean Piaget. (Online). (http: //en.wikipedia.org/wiki/ Jean Piaget.html. diakses 6 Februari 2007).

Wikipedia. 2006. Lev Vygotsky. (Online). (http: //en.wikipedia.org/wiki/ Lev Vygotsky.html. diakses 6 Februari 2007).

Wikipedia. 2006. Noam Chomsky. (Online). (http: //en.wikipedia.org/wiki/ Noam Chomsky.html. diakses 6 Februari 2007).

47

Page 48: Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1fajarss.blog.uns.ac.id/files/2010/04/teori-belajar.pdf · Fajar S / mahasiswa pgsd uns 1. Teori Pengkondisian Klasik Ivan Pavlov Ivan Petrovich Pavlov

Teori Belajar/SW Widodo

Wikipedia. 2006. Robert M Gagné. (Online). (http: //en.wikipedia.org/wiki/ Robert_M_Gagné.html. diakses 6 Februari 2007).

Wikipedia. 2006. Behaviorism. (Online). (http: //en.wikipedia.org/wiki/ Behaviorism_(psychology).html. diakses 6 Februari 2007).

Metropolitan Community College Omaha Nebraska. 1998. Piaget. (Online).(http: //www.funderstanding.com/piaget.cfm. diakses 6 Februari 2007).

Metropolitan Community College Omaha Nebraska. 1998. Learning Theories. (Online).(http: //www.funderstanding.com/learning_theories.cfm. diakses 6 Februari 2007).

Metropolitan Community College Omaha Nebraska. 1998. Piaget. (Online).(http: //www.funderstanding.com/piaget.cfm. diakses 6 Februari 2007).

Metropolitan Community College Omaha Nebraska. 1998. Piaget. (Online).(http: //www.funderstanding.com/piaget.cfm. diakses 6 Februari 2007).

Metropolitan Community College Omaha Nebraska. 1998. Piaget. (Online).(http: //www.funderstanding.com/piaget.cfm. diakses 6 Februari 2007).

Metropolitan Community College Omaha Nebraska. 1998. Piaget. (Online).(http: //www.funderstanding.com/piaget.cfm. diakses 6 Februari 2007).

http: //en.wikipedia.org/wiki/Cognitivism_(psychology) 060207

http: //en.wikipedia.org/wiki/Scientific_method

http: //web.syr.edu/~walker/SOCIALLEARNINGTHEORIES.htm 060207

http: //web.syr.edu/~walker/BEHAVIORISTTHEORIES.htm 060207

http: //en.wikipedia.org/wiki/Zone_of_proximal_development

http: //web.syr.edu/~walker/CONSTRUCTIVISTTHEORY.htm

http: //web.syr.edu/~walker/INTRODUCTION.htm

http: //web.syr.edu/~walker/REFLECTION.htm

http: //edweb.sdsu.edu/courses/edtec540/Perspectives/Perspectives.html

http: //edweb.sdsu.edu/courses/edtec540/Perspectives/instruction.html

http: //www.wsu.edu/~dee/REN/HUMANISM.HTM

http: //education.indiana.edu/~socialst/

48