F07mps

download F07mps

of 98

description

repost

Transcript of F07mps

  • SKRIPSI

    MEMPELAJARI PENGARUH PENAMBAHAN BAHAN PENGAWET

    DAN PERLAKUAN PANAS TERHADAP MUTU MINUMAN KOPI

    DALAM KEMASAN CUP DI PT GARUDAFOOD

    Oleh :

    MAYA PUSPITA SARI

    F24103128

    2007

    FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    BOGOR

  • MEMPELAJARI PENGARUH PENAMBAHAN BAHAN PENGAWET

    DAN PERLAKUAN PANAS TERHADAP MUTU MINUMAN KOPI

    DALAM KEMASAN CUP DI PT GARUDAFOOD

    SKRIPSI

    Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar

    SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

    Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,

    Fakultas Teknologi Pertanian,

    Institut Pertanian Bogor

    Oleh :

    MAYA PUSPITA SARI

    F24103128

    2007

    FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    BOGOR

  • INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

    MEMPELAJARI PENGARUH PENAMBAHAN BAHAN PENGAWET

    DAN PERLAKUAN PANAS TERHADAP MUTU MINUMAN KOPI

    DALAM KEMASAN CUP DI PT GARUDAFOOD

    SKRIPSI

    Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar

    SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

    Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,

    Fakultas Teknologi Pertanian,

    Institut Pertanian Bogor

    Oleh : MAYA PUSPITA SARI

    F24103128

    Dilahirkan pada tanggal 1 Agustus 1984 di Jakarta. Tanggal Lulus : September 2007

    Menyetujui,

    Bogor, September 2007

    Dr. Ir. M. Arpah, MSi. Betty E. Silalahi, STP. Rahadi Kusuma, STP. Dosen Pembimbing Pembimbing Lapang I Pembimbing Lapang II

    Mengetahui,

    Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

  • Maya Puspita Sari. F24103128. Mempelajari Pengaruh Penambahan Bahan Pengawet dan Perlakuan Panas Terhadap Mutu Minuman Kopi Dalam Kemasan Cup di PT Garudafood. Dibawah bimbingan: M. Arpah, Betty E. Silalahi, dan Rahadi Kusuma. 2007.

    RINGKASAN Kopi merupakan salah satu jenis produk lama yang selalu memperbarui dirinya. Kopi juga merupakan komoditas yang paling banyak diperdagangkan dunia setelah minyak. Produksi kopi global adalah sebesar 7 juta ton per tahun. Produksi ini meliputi pasokan 400 juta cangkir kopi yang diminum oleh para konsumen di dunia setiap tahunnya. Oleh karenanya pengembangan produk kopi baik dari aspek budidaya, pengolahan maupun cara penyajiannya memiliki potensi yang sangat bagus untuk dikembangkan oleh industri pangan.

    Tujuan penelitian ini adalah mempelajari pengaruh penambahan bahan pengawet dan perlakuan panas terhadap mutu minuman kopi dalam kemasan cup. Pengujian mutu meliputi uji mikrobiologi dan uji organoleptik. Sasaran yang ingin dicapai adalah diperolehnya gambaran mengenai mutu mikrobiologi dan organoleptik dari minuman kopi dalam kemasan cup.

    Penelitian yang dilakukan terdiri dari penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan meliputi verifikasi bahan pengawet, verifikasi kemasan cup terhadap perlakuan panas, dan verifikasi mikrobiologi bahan baku. Penelitian utama terdiri dari produksi minuman kopi dengan kombinasi perlakuan nilai Fo (20 menit, 30 menit, dan 40 menit) dan konsentrasi bahan pengawet, pengukuran pH, pengukuran oBrix, uji total mikroba, dan uji organoleptik. Hasil verifikasi pengawet adalah kalium sorbat dengan konsentrasi 300 ppm, 400 ppm, dan 500 ppm. Hasil verifikasi kemasan cup diperoleh bahwa kemasan cup yaitu polypropylene cukup kuat untuk digunakan sebagai bahan pengemas minuman kopi pada suhu 95oC selama 45 menit. Hasil verifikasi bahan baku adalah: pemanis

  • RIWAYAT PENULIS

    Penulis dilahirkan di Jakarta, 1 Agustus 1984 dan

    merupakan anak pertama dari pasangan Syofyan Melayu dan

    Siti Maryam. Pendidikan formal ditempuh penulis di SDN

    010 Pagi Jakarta Timur, MTs Husnul Khotimah Kuningan,

    SMU Islam Terpadu Nurul Fikri Depok, dan berhasil masuk

    Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi

    Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

    Selama masa kuliah, penulis aktif di berbagai kegiatan kemahasiswaan.

    Penulis adalah staf divisi Sosial Politik Badan Eksekutif Mahasiswa Tingkat

    Persiapan Bersama IPB (BEM TPB) (2003-2004), Sekretaris Departemen

    Administrasi dan Keuangan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Teknologi

    Pertanian IPB (BEM FATETA IPB) (2004-2005), Ketua Departemen Keuangan

    BEM FATETA IPB (2005-2006), anggota IPB Debating Community (IDC)

    (2004-2005), dan anggota Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan IPB

    (HIMITEPA).

    Beberapa prestasi yang telah diraih penulis adalah juara ketiga dalam IPB

    Debating Competition yang diselenggarakan oleh International Association of

    Students in Agriculture and Related Sciences (IAAS) (2005), juara ketiga dalam

    National Debating Competition on Food Issues yang diselenggarakan oleh fgW

    Student Forum (2005) dan finalis dalam Innovative Entrepreneurship Challenge

    yang diselenggarakan oleh Institut Teknologi Bandung (2006).

    Penulis mengakhiri masa studi di IPB dengan menyelesaikan skripsi yang

    berjudul Mempelajari Pengaruh Penambahan Bahan Pengawet dan Perlakuan

    Panas Terhadap Mutu Minuman Kopi Dalam Kemasan Cup di PT Garudafood di

    bawah bimbingan Dr. Ir. M. Arpah, Msi. Betty Silalahi, STP. dan Rahadi

    Kusuma, STP.

  • i

    KATA PENGANTAR

    Alhamdulillaahirobbilalamin, puji syukur kepada Allah SWT karena

    sesungguhnya penyelesaian skripsi ini terjadi bukan atas kekuatan penulis sendiri,

    melainkan juga atas anugerah kekuatan yang diberikanNya. Terima kasih untuk

    setiap kegagalan dan keberhasilan yang pada akhirnya menempa keuletan dan

    kegigihan penulis. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah SAW,

    sang inspirator dan suri tauladan umat manusia. Selain itu, banyak pihak yang

    juga telah membantu penulis sampai pada akhirnya pelaksanaan tugas akhir ini

    rampung juga. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan

    terima kasih yang mendalam kepada:

    1. Ayah, Ibu dan Adik-adik tercinta atas doa, perhatian, kasih sayang, dukungan,

    dan kepercayaannya sehingga dapat memotivasi penulis untuk jadi pribadi

    yang lebih baik.

    2. Dr. Ir. M. Arpah Msi. sebagai dosen pembimbing akademik atas kritik, saran,

    dan kesabarannya dalam membimbing penulis selama masa perkuliahan

    hingga penyusunan tugas akhir ini.

    3. Ibu Betty E. Silalahi yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk

    melakukan kegiatan magang di PT Garudafood.

    4. Mas Rahadi Kusuma sebagai pembimbing lapang atas ilmu dan masukan-

    masukannya yang berharga, dan atas dukungan serta kemudahan-kemudahan

    yang diberikan selama pelaksanaan penelitian. Mba Shirley V. Permana atas

    perhatian dan bantuan yang diberikan selama kegiatan magang berlangsung.

    5. Dr. Ir. Yadi Haryadi, MSc. dan Dr. Ir. Sukarno, MSc. sebagai dosen penguji

    atas saran-saran yang sangat berharga bagi perbaikan skripsi ini.

    6. Wati, Adie M. Rahman, dan Reza Febriansyah yang telah memberikan

    dukungan, perhatian, bantuan, serta semangat. Terima kasih atas hari-hari

    yang luar biasa selama magang ^_^ ;

    7. Bapak Djunaidi atas saran-saran yang diberikan, Bapak Wiyono atas

    keramahan dan tumpangannya, Mba Leni atas sharing infonya, Mba Ratih,

    Mba Suzan, Mba Tri, Mas Willy, Indah, Nanik, Mba Tuti, Mba Ririn, Yuni,

    Mba Mirna, Mba Sese, Mba Khomi, Mba Septi, Mba Mike, Mas Iwan, Wina,

  • ii

    Mba Susan, Dhenay, Ranto, Kristin, Kiki, Mba Marlyna, Mba Reni, Mas No,

    Mba Sundari, Putri, Mba Sesil, Mba Teti, Mba Maya, Haris, Dani dan seluruh

    keluarga besar RnD PT Garudafood yang tidak bisa dituliskan satu-persatu,

    terima kasih atas bantuan yang diberikan serta penerimaan yang hangat.

    8. Keluarga kecilku: Mba, Cupang, Conan, Kulniya_sally, V3, dan Bossy atas

    pengertian dan pengingatan yang tidak pernah lelah diberikan. Semoga

    ukhuwah kita tetap terjaga.

    9. Keluarga besarku di Fateta mohon maaf atas amanah yang tersiakan.

    10. Lasty, Istiana, Mae, dan Gading atas keberadaannya sehingga penulis dapat

    berbagi canda tawa dan keluh kesah. Kalian telah memperindah kehidupan

    penulis.

    11. Teman-teman ROKET 40 dan KOLAK-ers, it is amazing to meet great people

    like you guys, may Allah bless you..

    12. Seluruh teman-teman ITP 40 atas bantuan, dukungan, dan kebersamaannya.

    Demikian pula kepada teman-teman di Wisma Windy: Vina, Nooy, Eneng,

    Tilo, Lilin, Jeng Ye, Ekus, Primus, Jeng Lina, semuanya.. plus Angel! Thank

    you for everything..

    13. Seluruh teman-teman seperjuangan di BEM FATETA (2004-2006) atas kerja

    sama, semangat, kritik, dan saran yang diberikan sehingga memperkaya

    kepribadian penulis.

    14. Sahabat-sahabat penulis di ex SMUIT NF: Astrid, Qoqom, Ayu, Pima, Urfi,

    Lulu, Icha, Gita, Sommy, and all!! Memiliki sahabat seperti kalian adalah

    sebuah anugerah.

    15. Setiap individu dan institusi yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas

    kesediaannya membantu penulis.

    Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam pelaksanaan

    penelitian dan penyusunan skripsi ini. Namun penulis berharap skripsi ini dapat

    bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

    Bogor, September 2007

    Penulis

  • iii

    DAFTAR ISI

    Halaman

    KATA PENGANTAR .................................................................................... i

    DAFTAR ISI ................................................................................................... iii

    DAFTAR TABEL .......................................................................................... v

    DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... vi

    DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. vii

    I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

    A. LATAR BELAKANG........................................................................... 1

    B. TUJUAN ............................................................................................... 2

    II. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN .................................................... 3

    A. SEJARAH PT GARUDAFOOD ........................................................... 3

    B. VISI DAN MISI PERUSAHAAN ........................................................ 4

    C. PRODUK YANG DIHASILKAN ........................................................ 5

    D. SISTEM PEMASARAN ....................................................................... 6

    III. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 7

    A. KOPI ..................................................................................................... 7

    B. HURDLE TECHNOLOGY ................................................................... 10

    C. BAHAN PENGAWET .......................................................................... 11

    D. KALIUM SORBAT .............................................................................. 13

    1. Sifat Fisik Kimia ............................................................................... 13

    2. Aktivitas Antimikroba ....................................................................... 15

    3. Keamanan untuk Digunakan ............................................................. 17

    E. PROSES PEMANASAN ....................................................................... 18

    IV. METODOLOGI ....................................................................................... 24

    A. BAHAN DAN ALAT ........................................................................... 24

    B. METODE PENELITIAN ...................................................................... 24

    1. Penelitian Pendahuluan ..................................................................... 24

    a. Verifikasi Bahan Pengawet ........................................................... 24

    b. Verifikasi Kemasan Cup Terhadap Perlakuan Panas .................... 25

    c. Verifikasi Mikrobiologi Bahan Baku ............................................ 25

  • iv

    2. Penelitian Utama .............................................................................. 26

    a. Pengukuran pH ............................................................................. 27

    b. Pengukuran oBrix ......................................................................... 28

    c. Uji Total Mikroba ......................................................................... 29

    d. Uji Organoleptik .......................................................................... 30

    V. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 31

    A. VERIFIKASI BAHAN PENGAWET ................................................... 31

    B. VERIFIKASI KEMASAN CUP TERHADAP

    PERLAKUAN PANAS ......................................................................... 35

    C. VERIFIKASI MIKROBIOLOGI BAHAN BAKU ............................... 37

    D. UJI KECUKUPAN PANAS .................................................................. 37

    E. PENGUKURAN pH DAN oBRIX ......................................................... 42

    F. ANALISIS MIKROBIOLOGI MINUMAN KOPI DALAM

    KEMASAN CUP .................................................................................... 44

    G. UJI ORGANOLEPTIK .......................................................................... 50

    1. Aroma ................................................................................................. 52

    2. Rasa Keseluruhan ............................................................................... 54

    3. Aftertaste ............................................................................................ 55

    VI. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 58

    A. KESIMPULAN ..................................................................................... 58

    B. SARAN ................................................................................................. 59

    DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 60

    LAMPIRAN .................................................................................................... 63

  • v

    DAFTAR TABEL

    Halaman

    Tabel 1. Komposisi kimia (% bk) biji kopi hijau dan biji kopi

    sangrai jenis Arabica dan Robusta, serta komposisi kimia

    kopi instan ............................................................................... 8

    Tabel 2. Syarat mutu minuman kopi dalam kemasan ........................... 9

    Tabel 3. Mikroorganisme yang dapat dihambat oleh kalium sorbat ..... 17

    Tabel 4. Hasil focus group discussion pengawet nisin ......................... 32

    Tabel 5. Hasil focus group discussion pengawet kalium sorbat ........... 32

    Tabel 6. Hasil focus group discussion pengawet metil paraben ........... 33

    Tabel 7. Hasil focus group discussion pengawet propil paraben .......... 34

    Tabel 8. Hasil verifikasi kemasan cup terhadap perlakuan panas ......... 36

    Tabel 9. Hasil analisis mikrobiologi bahan baku .................................. 37

    Tabel 10. Hasil pengukuran pH dan oBrix untuk penyimpanan H-0

    dan H-56 .................................................................................... 43

    Tabel 11. Hasil analisis mikrobiologi untuk penyimpanan 0 hari .......... 45

    Tabel 12. Hasil analisis mikrobiologi untuk penyimpanan 14 hari ........ 45

    Tabel 13. Hasil analisis mikrobiologi untuk penyimpanan 28 hari ........ 45

    Tabel 14. Hasil analisis mikrobiologi untuk penyimpanan 42 hari ........ 45

    Tabel 15. Hasil analisis mikrobiologi untuk penyimpanan 56 hari ........ 45

  • vi

    DAFTAR GAMBAR

    Halaman

    Gambar 1. Alur verifikasi bahan pengawet ............................................... 25

    Gambar 2. Diagram alir proses pembuatan minutan kopi dalam kemasan

    cup ............................................................................................ 26

    Gambar 3. Diagram alir standardisasi pH meter ........................................ 27

    Gambar 4. Diagram alir pengukuran pH ................................................... 28

    Gambar 5. Diagram alir pengukuran oBrix ............................................... 28

    Gambar 6. Diagram alir uji total mikroba .................................................. 29

    Gambar 7. Posisi sensor pada penentuan distribusi panas ......................... 39

    Gambar 8. Grafik pengukuran distribusi panas ......................................... 39

    Gambar 9. Penempatan sensor dalam cup ................................................. 40

    Gambar 10. Kurva penentrasi panas minuman kopi dalam cup .................. 41

    Gambar 11. Grafik hubungan tingkat konsentrasi pengawet terhadap

    jumlah mikroba pada penyimpanan 28 hari ............................ 47

    Gambar 12. Grafik hubungan tingkat konsentrasi pengawet terhadap

    jumlah mikroba pada penyimpanan 42 hari ............................ 48

    Gambar 13. Grafik hubungan tingkat konsentrasi pengawet terhadap

    jumlah mikroba pada penyimpanan 56 hari ............................. 49

    Gambar 14. Hasil uji hedonik atribut aroma masa simpan 0 hari ................ 50

    Gambar 15. Hasil uji hedonik atribut rasa keseluruhan masa simpan

    0 hari ........................................................................................ 50

    Gambar 16. Hasil uji hedonik atribut aftertaste masa simpan 0 hari ........... 51

    Gambar 17. Hasil uji hedonik atribut aroma masa simpan 56 hari .............. 51

    Gambar 18. Hasil uji hedonik atribut rasa keseluruhan masa

    simpan 56 hari ......................................................................... 52

    Gambar 19. Hasil uji hedonik atribut aftertaste masa simpan 56 hari ......... 52

  • vii

    DAFTAR LAMPIRAN

    Halaman

    Lampiran 1. Hasil pengukuran distribusi panas pasteurizer ........................ 63

    Lampiran 2. Hasil pengukuran penetrasi panas ........................................... 64

    Lampiran 3. Rekapitulasi data hasil uji hedonik pada minuman kopi

    dalam kemasan cup penyimpanan 0 hari ................................. 65

    Lampiran 4. Rekapitulasi data hasil uji hedonik pada minuman kopi

    dalam kemasan cup penyimpanan 56 hari .............................. 66

    Lampiran 5. Analisis ragam hasil uji hedonik pada atribut aroma

    untuk perlakuan pengaruh penambahan kalium sorbat

    pada penyimpanan 0 hari ......................................................... ..67

    Lampiran 6. Analisis ragam hasil uji hedonik pada atribut

    rasa keseluruhan untuk perlakuan pengaruh penambahan

    kalium sorbat pada penyimpanan 0 hari ................................. ..68

    Lampiran 7. Analisis ragam hasil uji hedonik pada atribut

    aftertaste untuk perlakuan pengaruh penambahan

    kalium sorbat pada penyimpanan 0 hari ................................. ..69

    Lampiran 8. Analisis ragam hasil uji hedonik pada atribut aroma

    untuk perlakuan pengaruh penambahan kalium sorbat

    pada penyimpanan 56 hari ...................................................... ..70

    Lampiran 9. Analisis ragam hasil uji hedonik pada atribut

    rasa keseluruhan untuk perlakuan pengaruh penambahan

    kalium sorbat pada penyimpanan 56 hari ............................... ..71

    Lampiran 10. Analisis ragam hasil uji hedonik pada atribut

    aftertaste untuk perlakuan pengaruh penambahan

    kalium sorbat pada penyimpanan 56 hari ................................ ..72

    Lampiran 11. Hasil uji t hedonik pada atribut aroma untuk perlakuan

    pengaruh penyimpanan pada penambahan kalium sorbat

    300 ppm .................................................................................... 73

  • viii

    Lampiran 12. Hasil uji t hedonik pada atribut aroma untuk perlakuan

    pengaruh penyimpanan pada penambahan kalium sorbat

    400 ppm .................................................................................... 74

    Lampiran 13. Hasil uji t hedonik pada atribut aroma untuk perlakuan

    pengaruh penyimpanan pada penambahan kalium sorbat

    500 ppm .................................................................................... 75

    Lampiran 14. Hasil uji t hedonik pada atribut rasa keseluruhan untuk

    perlakuan pengaruh penyimpanan pada penambahan

    kalium sorbat 300 ppm ............................................................. 76

    Lampiran 15. Hasil uji t hedonik pada atribut rasa keseluruhan untuk

    perlakuan pengaruh penyimpanan pada penambahan

    kalium sorbat 400 ppm ............................................................. 77

    Lampiran 16. Hasil uji t hedonik pada atribut rasa keseluruhan

    untuk perlakuan pengaruh penyimpanan pada penambahan

    kalium sorbat 500 ppm ............................................................. 78

    Lampiran 17. Hasil uji t hedonik pada atribut aftertaste untuk perlakuan

    pengaruh penyimpanan pada penambahan kalium sorbat

    300 ppm .................................................................................... 79

    Lampiran 18. Hasil uji t hedonik pada atribut aftertaste untuk perlakuan

    pengaruh penyimpanan pada penambahan kalium sorbat

    400 ppm ................................................................................... 80

    Lampiran 19. Hasil uji t hedonik pada atribut aftertaste untuk perlakuan

    pengaruh penyimpanan pada penambahan kalium sorbat

    500 ppm ................................................................................... 81

  • 1

    I. PENDAHULUAN

    A. LATAR BELAKANG Kopi diperoleh dari buah tanaman kopi (Coffea sp.) yang termasuk

    familia Rubiceae. Kata kopi berasal dari bahasa Arab qohwah yang berarti

    istilah puitis untuk minuman anggur. Kopi memiliki banyak varietas, namun

    yang umumnya dipasarkan adalah jenis kopi Arabica dan Robusta (Clifford

    dan Wilson, 1985).

    Pada akhir abad ke-16 minuman kopi mulai dikenal di daratan Eropa

    setelah disebarkan oleh para pedagang Timur Tengah. Biji-biji kopi pertama

    kali tiba di daratan Eropa adalah di Venice (Italia) dari Mekah pada awal-awal

    tahun 1600-an. Bermula dari sinilah, kemudian komoditi kopi mengalami

    perkembangan yang fantastis, baik dari aspek budidaya maupun

    pengolahannya. Perkembangan kuliner yang pesat inilah yang akhirnya

    menjadi faktor penarik bagi pemanfaatan kopi secara masif, khususnya bagi

    industri pangan (Clifford dan Wilson, 1985).

    Tantangan bagi industri pangan saat ini adalah bagaimana

    memproduksi dan melakukan inovasi-inovasi terhadap produk pangan yang

    ada sehingga mampu menghasilkan produk pangan yang murah dengan

    kualitas yang baik. Selain itu, industri pangan juga dituntut untuk

    memproduksi makanan atau minuman yang ready to eat atau memiliki tingkat

    kepraktisan yang tinggi.

    Minuman kopi dalam kemasan cup adalah salah satu upaya PT

    Garudafood untuk menjawab tantangan tersebut. Untuk menurunkan biaya

    produksi sehingga menghasilkan harga jual yang terjangkau oleh konsumen

    maka diperlukan kombinasi proses produksi yang tepat. Kombinasi pada

    proses pengolahan pangan lebih dikenal dengan istilah hurdle technology.

    Salah satu jenis hurdle technology pada penelitian ini adalah dengan

    penggunaan teknologi pemanasan yang sederhana dikombinasikan dengan

    bahan pengawet yang sesuai dengan karakteristik produk minuman kopi.

    Penerapan teknologi kombinasi dilakukan karena penggunaan satu

    jenis metode pengawetan pada pangan, contohnya penyimpanan suhu rendah,

  • 2

    penurunan pH makanan, penurunan aw, pengolahan dengan panas, iradiasi atau

    menggunakan satu jenis pengawet kimiawi tidak dapat diterapkan pada

    pangan pada umumnya karena adanya efek merugikan baik dari segi

    organoleptik ataupun karakteristik teksturalnya. Oleh karenanya, saat ini

    dikenal istilah hurdle technology yang merupakan kombinasi metode

    pengawetan dalam rangka pengurangan pada tingkat proses dan pengurangan

    dalam penggunaan bahan pengawet. Pendekatan dalam hurdle technology ini

    pada umumnya adalah menemukan interaksi antara penggunaan senyawa

    pengawet kimiawi dan proses fisik yang paling disukai, atau diantara beberapa

    bahan pengawet, yang dapat mengurangi resiko pada proses tanpa

    mengorbankan keamanan atau stabilitas dari pangan itu sendiri (Tilbury,

    1982).

    B. TUJUAN Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh penambahan bahan

    pengawet dan perlakuan panas terhadap mutu minuman kopi dalam kemasan

    cup. Pengujian mutu meliputi uji mikrobiologi dan uji organoleptik. Sasaran

    yang ingin dicapai adalah diperolehnya gambaran mengenai mutu

    mikrobiologi dan organoleptik dari minuman kopi dalam kemasan cup.

  • 3

    II. KONDISI UMUM PERUSAHAAN

    A. SEJARAH PT GARUDAFOOD Grup Garudafood berawal dari sebuah perusahaan keluarga yang

    bergerak di bisnis kacang garing, yakni PT Tudung Putrajaya. Perusahaan ini

    didirikan di Pati, Jawa Tengah, oleh almarhum Darmo Putro yang memulai

    usahanya sebagai produsen tepung tapioka. Sejak tahun 1987, perusahaan

    mulai serius berkonsentrasi di bisnis kacang garing dengan meluncurkan

    merek Kacang Garing Garuda, yang belakangan sangat popular di masyarakat

    dengan sebutan ringkas: Kacang Garuda.

    Untuk menjamin Kacang Garuda dapat dinikmati oleh konsumen di

    seluruh pelosok negeri dan tersedia dalam jumlah yang cukup, jaringan

    distribusi Garudafood terus diperkokoh dengan mendirikan PT Sinar Niaga

    Sejahtera pada tahun 1994. Sejalan dengan berkembangnya waktu, perusahaan

    yang tadinya berfungsi sebagai perusahaan pendukung ini akhirnya dapat

    menjadi profit center tersendiri bagi kelompok usahanya.

    Seiring kemajuan demi kemajuan yang dicapai produk kacang

    garingnya, perusahaan terus melakukan inovasi dengan melakukan upaya

    diversifikasi produk dan penerapan mesin-mesin baru berteknologi modern.

    Pada tahun 1995, melalui PT Garuda Putra Putri Jaya (PT GPPJ), perusahaan

    mendirikan pabrik kacang lapis yang meliputi : kacang atom, kacang telur dan

    kacang madu. Ekspansi ke beragam produk kacang ini ternyata mendapat

    sambutan hangat dari pasar. Buktinya, meskipun masih baru, daya serap pasar

    atas produk kacang lapis ini ternyata mampu melampaui prestasi yang dicapai

    oleh produk kacang garing.

    Untuk menjamin pasokan bahan baku utama (kacang tanah) yang

    berkualitas tinggi dan tersedia sesuai kapasitas produksi pabrik, tahun 1996

    didirikan PT Bumi Mekar Tani, yang bergerak di bidang perkebunan kacang.

    Selain memiliki kebun kacang sendiri, untuk menampung hasil panen kacang

    para petani dengan harga bersaing, perusahaan ini banyak menjalin kerja sama

    dengan para petani kacang, khususnya di kawasan Jawa Tengah dan Jawa

    Barat. Dengan demikian, secara aktif perusahaan mengembangkan sistem

  • 4

    kemitraan usaha yang saling menguntungkan bagi kedua belah pihak.

    Sejumlah industri makanan ringan kini mulai bernaung di bawah payung

    Garudafood. Sesuai visi dan misinya, kelompok usaha ini tentu saja tidak

    cepat berpuas diri dengan prestasi yang telah dicapai selama ini. Berbagai

    inovasi terus dilakukan untuk terus membuat produk-produk baru yang sesuai

    dengan kebutuhan pasar. Semua itu dilakukan, tidak lain demi kepuasan yang

    sebesar-besarnya bagi para konsumen yang merupakan penentu hidup matinya

    sebuah perusahaan.

    Kini di atas areal lebih dari 35 hektar yang tersebar di berbagai lokasi,

    telah berdiri pabrik-pabrik industri Garudafood yang didukung oleh mesin dan

    peralatan berteknologi modern. Mesin oven yang mencakup drying machine

    dan roasting machine, misalnya, khusus didatangkan dari Belgia dan Jerman.

    Selain itu, kini Garudafood juga mulai memesan mesin-mesin yang didisain

    secara khusus sesuai dengan kebutuhan spesifik dari produk-produk yang

    dikembangkan. Hal ini tercapai berkat kerjasama yang simultan dan terencana

    antara Divisi Pemasaran, Divisi Riset, dan Pengembangan serta Divisi

    Produksi yang pada akhirnya, mampu menyuguhkan beraneka macam produk

    makanan dan minuman yang inovatif dan berstandar internasional, dengan

    tetap mengacu kepada selera dan kepuasan pelanggan

    Sampai saat ini PT Garudafood telah memiliki beberapa divisi, antara

    lain:

    - Divisi Peanuts, Snack di PT GPPJ Pati dan Lampung

    - Divisi Biskuit di PT GPPJ Gresik

    - Divisi Jelly di PT Tri Teguh Manunggal Sejati Tangerang

    B. VISI DAN MISI PERUSAHAAN Dalam menjalankan kegiatannya, PT. Garudafood Putra Putri Jaya

    senantiasa berusaha untuk mengacu pada semangat pendiri yaitu Sukses itu

    lahir dari kejujuran, keuletan, dan ketekunan yang diiringi doa untuk

    mencapai visi dan misi perusahaan yang telah ditetapkan. Visi dari perusahaan

    ini ialah menjadi salah satu perusahaan terbaik di industri makanan dan

    minuman di Indonesia dalam aspek profitabilitas, penjualan dan kepuasan

  • 5

    konsumen melalui karya yang kreatif dan inovatif dari seluruh karyawan yang

    kompeten.

    Misi dari PT. Garudafood Putra Putri Jaya ialah:

    1. Memuaskan konsumen dengan menyediakan:

    Produk-produk makanan dan minuman berkualitas Produk-produk konsumsi dan layanan berkualitas yang bukan berasal

    dari bahan-bahan yang merupakan hasil pengorbanan hewan atas

    kehendak langsung perusahaan

    2. Membentuk komunitas karyawan untuk tumbuh bersama dan

    mengembangkan kualitas kehidupan, lingkungan kerja dan pekerjaan para

    karyawan

    3. Menciptakan kemanfaatan jangka panjang yang berkesinambungan dalam

    hubungan antara perusahaan dengan seluruh mitra usaha

    4. Meningkatkan nilai tambah bagi pemegang saham dengan menjalankan

    etika bisnis dan pengelolaan perusahaan yang baik

    C. PRODUK YANG DIHASILKAN Berbagai macam produk telah dihasilkan oleh PT. Garudafood antara

    lain: (1) Produk Peanuts meliputi Ting-Ting, Kacang Atom, Kacang Atom

    Telor, Kacang Keriting, Kacang Kulit, dan Kacang Kulit Rasa; (2) Produk

    Jelly meliputi Jelly Bollo Drink dan Okky Jelly Drink; (3) Produk Snack

    meliputi Keripik Kentang dan Keripik Pisang Leo dan Pilus; (4) Produk

    Biscuit meliputi Gery Bismart, Gery Bischoc, Gery Cracker Beras, Gery

    Refill-E, Gery Snack dan Sereal, Gery Soes, Gery Wafer Cream Caramel,

    Gery Wafer Cream Coklat Vanila, Gery Wafer Cream Saluut Coklat, Wafer

    Cream Coklat, Wafer Cream Coklat Keju, Gery Chocolatos, Gery Cokluut,

    Gery Wafer Stick Coklat, Gery Wafer Stick Coklat Keju, Gery Wafer Stick

    Coklat Susu; dan (5) Produk Beverage meliputi Mountea, Koko Drink, Keffy

    Tamarin.

  • 6

    D. SISTEM PEMASARAN Produk-produk Garudafood didistribusikan oleh PT Sinar Niaga

    Sejahtera (SNS) yang merupakan Divisi Distribusi dari holding company.

    Didirikan 1994, peran PT SNS sangat menentukan bagi perkembangan

    Garudafood. Karena perannya, berbagai macam produk Garudafood bisa

    diperoleh konsumen di wilayah-wilayah pelosok seluruh Indonesia.

    Hingga tahun 2006 ini, PT SNS telah memiliki 96 depo, yang

    melayani hampir 150.000 outlet pelanggan di seluruh Indonesia. Tidak hanya

    itu, untuk lebih memperluas jaringan, PT SNS juga bermitra dengan

    subdistributor besar yang tersebar dari Aceh sampai Papua.

    Dengan kekuatan jaringan serta armada distribusi yang sangat

    memadai, sejak 1994 PT SNS telah menjadi 5 besar perusahaan distributor

    FMCG (Food Manufacture Consumer Goods) terbaik untuk kategori makanan

    dan minuman. Dalam perkembangannya PT SNS kini tidak hanya

    mendistribusikan produk dari Garudafood, tetapi juga dari principal lain baik

    untuk produk pangan maupun non pangan.

  • 7

    III. TINJAUAN PUSTAKA

    A. KOPI

    Kopi adalah sejenis minuman, biasanya dihidangkan panas, dan

    dipersiapkan dari biji tanaman kopi yang dipanggang. Saat ini kopi merupakan

    komoditas nomor dua yang paling banyak diperdagangkan setelah minyak

    bumi. Total 6,7 juta ton kopi diproduksi dalam kurun waktu 1998-2000 saja.

    Menurut FAO, diperkirakan pada tahun 2010, produksi kopi dunia akan

    mencapai 7 juta ton per tahun. Kopi merupakan sumber utama kafein

    (Anonim, 2007).

    Jenis kopi yang akan digunakan pada penelitian ini adalah kopi instan.

    Kopi instan adalah minuman yang merupakan hasil turunan dari biji kopi yang

    telah mengalami proses pemasakan. Kopi jenis ini diproses melalui proses

    roasting, grinding, extraction, dan drying sehingga dihasilkan bentuk kopi

    berupa bubuk atau granula. Kopi ini direhidrasi dengan menggunakan air

    panas untuk mendapatkan minuman kopi yang serupa dengan kopi masak

    (Anonim, 2007). Menurut Varnam dan Sutherland (1994), keuntungan kopi

    instan adalah proses penyajiannya yang mudah dan praktis, umur simpan yang

    panjang, dan pengurangan dari segi berat dan volume. Walaupun kopi instan

    memiliki umur simpan yang panjang, akan tetapi dapat dengan mudah rusak

    bila tidak disimpan dalam kondisi kering. Umumnya, kopi instan memiliki

    jumlah kafein yang lebih sedikit dan komponen flavor pahit yang tidak disukai

    lebih terasa dibandingkan dengan kopi jenis lain.

    Komposisi kimia biji kopi tergantung dari jenis dan varietasnya, serta

    faktor-faktor lain seperti pemeliharaan tanaman, derajat kematangan dan

    kondisi penyimpanan. Komposisi kimia dari biji kopi segar dan biji kopi

    sangrai jenis Arabica dan Robusta, dan kopi instan ditunjukkan dalam Tabel 1.

  • 8

    Tabel 1. Komposisi kimia (% bk) biji kopi hijau dan biji kopi sangrai jenis Arabica dan Robusta, serta komposisi kimia kopi instan

    Komponen Arabica Robusta

    Kopi instan Kopi hijau Kopi sangrai Kopi hijau Kopi sangrai

    Mineral 3.0 - 4.2 3.5 - 4.5 4.0 - 4.5 4.6 - 5.0 9.0 - 10.0

    Kafein 0.9 1.2 ~ 1.0 1.6 2.4 ~ 2.0 4.5 - 5.1

    Trigonelline 1.0 1.2 0.5 1.0 0.6 0.75 0.3 0.6 ---

    Lemak 12.0 18.0 14.5 20.0 9.0 13.0 11.0 16.0 1.5 1.6

    Asam

    klorogenat 5.5 8.0 1.2 2.3 7.0 10.0 3.9 4.6 5.2 7.4

    Asam alifatik 1.5 2.0 1.0 1.5 1.5 2.0 1.0 1.5 ---

    Oligosakarida 6.0 8.0 0 3.5 5.0 7.0 0 3.5 0.7 5.2

    Total

    polisakarida 50.0 55.0a 24.0 39.0 37.0 47.0a --- ~ 6.5

    Asam amino 2.0 0 2.0 0 0

    Protein 11.0 13.0 13.0 15.0 11.0 13.0 13.0 15.0 16.0 21.0

    Humic acids --- 16.0 17.0 --- 16.0 17.0 15.0

    Keterangan: a) Polisakarida kasar

    Sumber: Clarke dan Macrae, 1989

  • 9

    Pada penelitian ini, minuman kopi dikemas dalam kemasan cup 65 ml

    berbahan Polypropylene (PP) dan penutupnya berbahan Polyethylene Tereptalat

    (PET). Menurut SII (1995), syarat mutu minuman kopi dalam kemasan adalah

    seperti yang tertera pada Tabel 2

    Tabel 2. Syarat mutu minuman kopi dalam kemasan

    Sumber: SII, 1995

    No Jenis uji Satuan Persyaratan

    1 Keadaan:

    a. Bau

    b. Rasa

    c. Warna

    -

    -

    -

    khas normal

    khas normal

    khas normal

    2 Kafein mg/kg minimum 200

    3 Bahan tambahan makanan

    a. Pemanis buatan:

    - Sakarin

    - Siklamat

    b. Pewarna tambahan

    -

    -

    -

    tidak boleh ada

    tidak boleh ada

    sesuai SNI

    01-0222-95

    4 Cemaran logam:

    a. Timbal (Pb)

    b. Tembaga (Cu)

    c. Seng (Zn)

    d. Timah (Sn)

    mg/kg

    mg/kg

    mg/kg

    mg/kg

    maksimum 0.2

    maksimum 2.0

    maksimum 5.0

    maks. 40/250

    (dalam kemasan

    kaleng)

    5 Cemaran Arsen (As) mg/kg maksimum 0.1

    6 Cemaran mikroba:

    a. Angka Lempeng Total

    (ALT)

    b. Koliform

    c. Clostridium perfringens

    d. Staphylococcus aureus

    koloni/ml

    MPN/ml

    per ml

    per ml

    maksimum 102

  • 10

    Ekstrak kopi diketahui memiliki aktivitas bakterisidal terhadap

    beberapa mikroorganisme patogen, seperti Staphylococcus aureus, Vibrio spp,

    dan Aeromonas spp (Varnam dan Sutherland, 1994). Beberapa komponen

    kimia pada kopi yang diduga dapat bersifat sebagai antimikroba antara lain:

    kafein yang bersifat fungistatik alamiah, asam klorogenat yang dapat

    menghambat bakteri gram positif dan gram negatif, komponen fenol yang juga

    dapat menghambat pertumbuhan bakteri seperti Bacillus subtilis,

    Staphylococcus aureus, Sreptococcus enteridis, dan Eschericia coli

    (Haryanto, 1986).

    Sensasi rasa pahit pada kopi disebabkan oleh adanya komponen

    nitrogen seperti kafein. Kandungan kafein pada biji kopi bervariasi tergantung

    spesiesnya. Kopi Robusta sangrai mengandung kafein 2.0% bk (basis kering)

    dan Arabica 1.0% bk. Kandungan gula alami pada biji kopi berkontribusi

    terhadap pembentukan flavor dan pigmentasi warna selama proses

    penyangraian. Sedangkan asam volatil seperti asam klorogenat dan asam

    fosfat berkontribusi terhadap sensasi asam. Selain itu asam klorogenat juga

    dapat menimbulkan rasa seperti logam yang melekat, sehingga kopi jenis

    Arabica yang memiliki kandungan asam klorogenat yang lebih rendah diklaim

    memiliki kualitas yang lebih bagus dibandingkan kopi Robusta (Varnam dan

    Sutherland, 1994).

    B. HURDLE TECHNOLOGY

    Hurdle technology atau teknologi kombinasi adalah metode yang

    mengkombinasikan dua atau lebih metode pengawetan pada level yang lebih

    rendah dibandingkan bila pengawetan tersebut dilakukan dengan metode

    pengawetan tunggal. Tidak ada faktor tunggal yang bertanggung jawab untuk

    membuat produk stabil, melainkan hasil stabilitas produk diperoleh dengan

    mengsinergikan beberapa metode pengawetan (Tilbury, 1982).

    Pada pengawetan pangan secara tradisional, seperti pada produk

    daging asap dan selai, digunakan beberapa faktor pengawetan yang

    dikombinasikan untuk memastikan keamanan mikrobiologi dan stabilitas dari

    produk pangan tersebut. Pada pembuatan selai, kombinasi faktor yang

  • 11

    digunakan adalah pemanasan, penurunan aw, dan pH rendah. Faktor-faktor

    pengawetan ini juga dapat mempengaruhi karakteristik sensori produk dan

    memberikan kontribusi terhadap flavor, tekstur atau warna pada produk

    (Fellows, 2000).

    Konsep mengkombinasikan beberapa faktor untuk mengawetkan

    produk pangan telah dikembangkan menjadi efek hurdle, yaitu bahwa masing-

    masing faktor adalah rintangan (hurdle) yang harus diatasi oleh

    mikroorganisme. Berawal dari sinilah istilah hurdle technology menjadi

    populer dalam pengolahan pangan. Teknologi kombinasi juga dapat

    digunakan untuk meningkatkan kualitas produk pangan dan juga dapat

    bertujuan memperoleh teknik pengawetan pangan yang ekonomis (Fellows,

    2000).

    Efek hurdle menggambarkan keberhasilan dalam mengkombinasikan

    beberapa faktor seperti nilai F (proses pemanasan), t (chilling), aw, pH, bahan

    pengawet, dan flora pada produk pangan yang bersifat kompetitif (contohnya

    bakteri asam laktat). Saat ini industri pangan telah menyadari akan berhasilnya

    aplikasi teknologi kombinasi daam hal menghasilkan produk pangan yang

    stabil selama penyimpanan dan aman (Leistner dan Russel, 1991).

    Menurut Tilbury (1982), pendekatan dalam hurdle technology ini pada

    umumnya adalah menemukan interaksi antara penggunaan senyawa pengawet

    kimiawi dan proses fisik yang paling disukai, atau diantara beberapa bahan

    pengawet, yang dapat mengurangi resiko pada proses tanpa mengorbankan

    keamanan atau stabilitas dari pangan itu sendiri. Teknologi pengawetan untuk

    produk minuman kopi dalam kemasan dapat dilakukan dengan kombinasi

    penambahan bahan pengawet dan perlakuan panas dengan suhu di bawah

    100oC.

    C. BAHAN PENGAWET

    Pangan sangat mudah rusak secara alami, dimana perubahan dapat

    terjadi pada makanan selama pengolahan dan penyimpanan. Untuk

    memperpanjang umur simpan produk pangan dapat dilakukan pengawetan,

    misalnya pengolahan dengan panas seperti pasteurisasi dan sterilisasi,

  • 12

    penambahan bahan pengawet, dan pengawetan dengan pendinginan dengan

    tujuan untuk mencegah, menghilangkan atau menghambat aktivitas

    mikroorganisme atau enzim yang tidak diinginkan.

    Bahan pengawet termasuk ke dalam bahan aditif, yaitu bahan yang

    ditambahkan dan dicampurkan sewaktu pengolahan makanan untuk

    meningkatkan mutu. Selain pengawet, yang termasuk bahan aditif antara lain

    pewarna, pemanis, penyedap rasa dan aroma, pemantap, antioksidan,

    pengemulsi, antigumpal, pemucat, dan pengental (Winarno, 1994). Menurut

    Desrosier (1983), bahan aditif adalah substansi bukan gizi yang ditambahkan

    ke dalam bahan pangan dengan sengaja dan dalam jumlah yang kecil dengan

    maksud tertentu.

    Bahan pengawet atau disebut juga senyawa antimikroba didefinisikan

    sebagai bahan tambahan makanan untuk mencegah kebusukan dan keracunan

    oleh mikroorganisme pada bahan pangan. Antimikroba merupakan senyawa

    biologis atau kimia yang dapat menghambat pertumbuhan dan aktivitas

    mikroba (Wijaya, 2006).

    Berdasarkan batasan konsentrasi penggunaannya, terdapat dua jenis zat

    pengawet yaitu GRAS (Generally Recognize as Safe), zat ini aman dan tidak

    berefek toksik misalnya garam, gula, lada, dan asam cuka. Sedangkan jenis

    lainnya yaitu zat pengawet yang dibatasi oleh ADI (Acceptable Daily Intake),

    jenis ini selalu ditetapkan batas penggunaan hariannya (daily intake) demi

    menjaga/melindungi kesehatan konsumen (Wijaya, 2006). Bahan pengawet

    antimikroba yang ideal memiliki persyaratan sebagai berikut:

    Memiliki spektrum yang luas (mampu membunuh bakteri/kapang/khamir)

    Tidak beracun terhadap manusia dan hewan Ekonomis Tidak menyebabkan perubahan aroma dan rasa Tidak mendorong pertumbuhan strain baru yang lebih resisten Lebih bersifat membunuh

  • 13

    Pengawet berfungsi untuk memperpanjang umur simpan suatu produk

    pangan, dalam hal ini bekerja menghambat pertumbuhan mikroba. Oleh

    karena itu sering pula disebut sebagai senyawa antimikroba (Wijaya, 2006).

    Bahan pengawet yang digunakan dalam penelitian ini adalah kalium sorbat.

    D. KALIUM SORBAT

    Menurut Branen dan Davidson (1993), sorbat efektif dalam melawan

    kapang, khamir dan banyak jenis bakteri. Penggunaan sorbat tidak

    berpengaruh terhadap flavor dan aroma produk. Selain itu sorbat juga tidak

    bereaksi dengan bahan pangan membentuk senyawa kompleks sehingga tidak

    mempengaruhi bioavalibility dari mineral. Tidak seperti pengawet organik

    lainnya, bentuk terdisosiasi dari sorbat juga memiliki aktivitas antimikroba

    meskipun jauh lebih kecil.

    1. Sifat Fisik Kimia Asam sorbat berupa asam dan garamnya (natrium, kalsium, dan

    kalium), asam ini berbentuk bubuk, dapat larut dalam asam dan garam,

    memiliki sifat antimikroba yang kuat. Asam ini biasanya digunakan dalam

    bentuk garam natrium dan kaliumnya. Kalium sorbat memiliki kelarutan

    yang lebih besar daripada bentuk asamnya, sehingga bentuk garamnya

    lebih sering digunakan (Branen dan Davidson, 1993).

    Kalium sorbat merupakan garam kalium dari asam sorbat yang

    lebih larut dibandingkan asamnya namun juga dapat menyebabkan iritasi.

    Kalium sorbat (2,4-Hexadoic acid Potassium salt),

    CH3CH=CHCH=CHCOOK, merupakan bubuk putih, halus, sangat larut

    dalam air 139.2 g/100 ml pada suhu 20oC. Kalium sorbat umumnya

    digunakan dalam produk keju, wine, mentega, yoghurt, pikel, buah kering,

    dan kue. Kalium sorbat adalah jenis bahan pengawet organik yang

    efektivitasnya dipengaruhi oleh pK yang merupakan jarak pH tertentu

    yang diharapkan suatu antimikroba efektif menjalankan fungsinya. Hal

    lain yang juga mempengaruhi efektifitas bahan pengawet organik adalah

    tingkat kelarutannya dalam produk (Wijaya, 2006).

  • 14

    Kelarutan asam sorbat pada suhu ruang adalah 0.15 g/100 ml air.

    Kelarutan akan meningkat seiring dengan meningkatnya suhu atau pH

    larutan, atau keduanya. Garam dari asam sorbat, seperti kalium sorbat,

    lebih banyak ditemukan aplikasinya pada produk pangan karena tingkat

    kelarutannya yang lebih tinggi dibandingkan bentuk asamnya. Berat

    molekul kalium sorbat adalah 150.22, dan merupakan bentuk yang paling

    bagus kelarutannya dibandingkan garam sorbat yang lain (Branen dan

    Davidson, 1993).

    Sorbat yang terdapat dalam larutan lebih bersifat tidak stabil dan

    dapat terdegradasi karena reaksi oksidasi dibandingkan dengan sorbat

    dalam bentuk bubuk keringnya. Reaksi oksidasi asam sorbat dapat

    menghasilkan komponen-komponen karbonil seperti crotonaldehyde,

    malonaldehyde, acetaldehyde, dan -carboxylactolein (Branen dan

    Davidson, 1993).

    Laju oksidasi sorbat dalam larutan meningkat dengan semakin

    rendahnya pH dan adanya cahaya dan asam atau dengan meningkatnya

    suhu. Oksidasi dan hilangnya asam sorbat dapat dihambat dengan

    penambahan antioksidan dan penggunaan bahan pengemas yang sesuai,

    serta kondisi yang kedap udara. Hilangnya sorbat yang telah ditambahkan

    ke dalam bahan pangan selama penyimpanan dipengaruhi oleh jumlah

    sorbat yang ditambahkan, pH dan karakteristik produk pangan, kondisi

    proses, keberadaan bahan pengawet lain, bahan pengemas, suhu dan waktu

    penyimpanan (Branen dan Davidson, 1993).

    Pada umumnya, hampir tidak mungkin untuk menurunkan pH

    suatu produk pangan sampai pada batas tidak ada mikroba yang bisa

    tumbuh didalamnya, khususnya apabila produk tersebut dituntut memiliki

    sifat organoleptik yang dapat diterima. Oleh karenanya, bahan pengawet

    organik ini biasanya dalam penggunaannya dikombinasikan dengan

    perlakuan subletal, seperti perlakuan dengan panas (heat treatment)

    (Branen dan Davidson, 1993).

  • 15

    2. Aktivitas Antimikroba Aktivitas antimikroba kalium sorbat hanya 74% dari asam sorbat,

    sehingga untuk memperoleh hasil yang sama dibutuhkan kalium sorbat

    dengan konsentrasi yang lebih tinggi. Namun demikian, penggunaan

    kalium sorbat dalam produk pangan lebih luas dibandingkan asam sorbat

    karena kelarutannya yang lebih baik. Asam sorbat sangat efektif menekan

    pertumbuhan kapang dan tidak mempengaruhi citarasa makanan pada

    tingkat penambahan yang diperbolehkan. Diperkirakan asam sorbat

    menganggu aktivitas enzim dehidrogenase asam lemak mikroba pada awal

    aktivitasnya (Branen dan Davidson, 1993).

    Menurut Branen dan Davidson (1993), kalium sorbat aktif

    menghambat pertumbuhan kapang dan khamir tetapi efektif juga

    menghambat pertumbuhan bakteri. Beberapa mikroorganisme yang dapat

    dihambat oleh kalium sorbat dapat dilihat pada Tabel 3. Secara

    keseluruhan sorbat dapat menghambat pertumbuhan bakteri gram positif,

    gram negatif, katalase positif, katalase negatif, aerob, anaerob, mesofil,

    psikrofil, mikroba pembusuk dan mikroba patogen. Efek yang ditimbulkan

    sorbat terhadap bakteri pembentuk spora adalah dapat menekan germinasi

    spora, pertumbuhan spora dan atau pembelahan sel-sel vegetatif. Kalium

    sorbat efektif digunakan hingga pH 6.5 dan semakin efektif dengan

    semakin rendahnya pH media. Asam sorbat dan garamnya meningkat

    aktifitasnya sebagai senyawa antimikroba dengan menurunnya pH, dalam

    keadaan tidak terdisosiasi memiliki keaktifan yang paling tinggi dalam

    menghambat pertumbuhan mikroba.

    Asam sorbat tergolong asam lemak monokarboksilat yang berantai

    lurus dan memiliki ikatan tak jenuh. Bentuk yang digunakan umumnya

    garam natrium dan kalium sorbat yang memiliki aktivitas tinggi untuk

    menghambat pertumbuhan jamur dan bakteri. Batas optimal efektivitasnya

    sekitar pH 6.5 dan aktivitasnya menurun dengan meningkatnya pH

    (Winarno, 1994).

    Menurut Winarno dan Betty (1974), daya kerja bahan pengawet

    umumnya adalah dengan cara: (1) mengganggu cairan nutrien (zat gizi)

  • 16

    dalam sel mikroba atau merusak sel membran, (2) mengganggu aktivitas

    enzim-enzim yang ada, (3) mengganggu sistem genetika dari mikroba.

    Adapun mekanisme dari asam sorbat adalah jika asam sorbat disebut HA

    akan terionisasi menjadi H+ A- di luar sel, namun tidak semua HA

    terdisosiasi, bahkan sebagian besar HA tersebut memasuki isi sel melalui

    membran sel dalam keadaan tidak terionisasi sehingga di dalam sel akan

    terurai menjadi H+ A- dengan keseimbangan yang tidak sama. Terjadinya

    penumpukan dan peningkatan H+ dan A- sangat mengganggu

    keseimbangan elektrolit mikroba sehingga diusahakan agar H+ A- keluar

    dari isi sel. Pengeluaran H+ dan A- tersebut menguras energi mikroba

    (ATP) dan merusak sistem metabolisme sehingga pertumbuhan terhenti,

    bahkan mikroba tersebut dapat mati.

    Interaksi sorbat dengan perlakuan panas dapat menyebabkan

    kecepatan dan jumlah mikroba yang dibunuh meningkat selama proses

    pemanasan, demikian halnya dengan mikroba yang memiliki kemampuan

    dorman dan mampu pulih akibat proses pemanasan (Sofos, 1993). Sorbat

    dapat meningkatkan aktivasi dan pembunuhan spora, dan juga dapat

    menghambat pulih dan tumbuhnya kembali mikroba tahan panas. Interaksi

    antara sorbat dengan proses panas merupakan interaksi yang sinergis

    dalam menghambat pertumbuhan mikroba (Branen dan Davidson, 1993).

  • 17

    Tabel 3. Mikroorganisme yang dapat dihambat oleh kalium sorbat

    (

    ( Sumber: Sofos dan Busta, 1993

    3. Keamanan untuk Digunakan Berbagai percobaan menunjukkan bahwa sorbat merupakan salah

    satu pengawet antimikroba yang paling aman bahkan pada level yang

    melebihi penggunaan normal pada bahan pangan. Bila dibandingkan

    dengan asam benzoat, asam sorbat memiliki toksisitas yang lebih rendah

    daripada asam benzoat. Kalium sorbat banyak digunakan untuk menjaga

    kesegaran didalam cairan suplemen dan dinyatakan sebagai GRAS

    (Generally Recognize as Safe) oleh FDA (Food Drugs and

    Administration) dan The Center for Science in the Public Interest. Di

    Kapang Khamir Bakteri Alternaria Brettanomyces Acetobacter Aschochyta Candida Achromobacter Aspergillus Cryptococcus Acinetobacter Botrytis Debaryomyces Enterobacter Cephalosporium Endomycopsis Aeromonas Chaetomium Hansenula Alcaligenes Cladosporium Kloeckera Alteromonas Colletotrichum Picia Arthrobacter Cunninghamella Rhodotorula Bacillus Curvularia Saccharomyces Campylobacter Fusarium Sporobolomyces Clostridium Geotrichum Torulaspora Eschericia Gliocladium Torulopsis Klebsiella Helminthosporium Zygosaccharomyces Lactobacillus Heterosporium Listeria monocytogenes Humicola Micrococcus Monilia Moraxella Mucor Mycobacterium Penicillium Pediococcus Phoma Proteus Pepularia Pseudomonas Pestalotiopsis Salmonella Pullularia Serratia Rhizoctonia Staphylococcus Rhizopus Vibrio Resellinia Yersinia Sporotrichum Trichoderma Truncatella

  • 18

    Amerika Serikat bahan pengawet ini telah digunakan pada lebih dari 70

    jenis produk pangan (Branen dan Davidson, 1993).

    Di Indonesia, pemakaian sorbat diatur dalam Peraturan Menteri

    Kesehatan Nomor 722/menkes/Per/IX/88 tahun 1992. Berdasarkan

    peraturan tersebut, batas maksimum penggunaan kalium sorbat pada

    minuman non karbonasi adalah 1000 ppm.

    Berbagai penelitian mengenai asam sorbat telah banyak dilakukan,

    dan salah satunya menunjukkan bahwa asam sorbat memiliki tingkat

    toksisitas yang sangat kecil. Percobaan lainnya menunjukkan bahwa

    konsumsi asam sorbat sampai 10% masih dapat ditoleransi dengan hanya

    sedikit efek yang ditimbulkan (Tilbury, 1982).

    E. PROSES PEMANASAN

    Proses termal yang paling sederhana telah diterapkan sejak zaman

    purbakala, yaitu pada saat api mulai digunakan orang untuk membakar hasil

    buruan mereka. Tanpa dapat dijelaskan secara ilmiah pada saat itu, hewan

    yang telah dibakar menjadi lebih mudah dikunyah dan lebih lezat dimakan.

    Dengan bantuan panas dari api ini pula daging yang telah terbakar menjadi

    lebih awet dan dapat disimpan untuk beberapa saat.

    Sejarah aplikasi proses termal untuk pengawetan pangan sesungguhnya

    baru dimulai pada saat Nicholas Appert dari Perancis memasukan bahan

    pangan kedalam botol gelas, kemudian menutup dan memanaskannya didalam

    air mendidih. Ternyata bahan pangan yang diperlakukan seperti ini tidak

    busuk, dan Appert kemudian mengumumkan penemuannya ini pada tahun

    1810. Meskipun dia percaya bahwa kombinasi panas dengan pembuangan

    udara telah mencegah bahan pangan menjadi rusak, Appert tetap tidak dapat

    menjelaskan mengapa metodenya ini berhasil. Baru 50 tahun kemudian, Louis

    Pasteur menunjukkan bahwa mikroba tertentu bertanggung jawab terhadap

    proses fermentasi dan kebusukan. Dengan penemuan Pasteur ini kemudian

    keberhasilan metode Appert dapat dijelaskan (Kusnandar et al., 2006).

    Pada tahap awal komersialisasi metode Appert dalam bentuk proses

    pengalengan pangan, masih banyak terjadi masalah kebusukan kaleng yang

  • 19

    tidak dapat dipecahkan. Penemuan yang dianggap sangat berharga untuk

    memecahkan masalah ini adalah hasil riset yang dilakukan di Massachusetts

    Institute of Technology tahun 1895 yang menyimpulkan bahwa ketidak

    cukupan panas untuk memusnahkan mikroba adalah penyebabnya (Fardiaz,

    1996). Kecukupan panas selanjutnya diartikan sebagai kombinasi penggunaan

    suhu (T) dan waktu (t) yang sesuai untuk memusnahkan mikroba (Kusnandar

    et al., 2006).

    Kecukupan panas dapat diperoleh dengan memberikan perlakuan panas

    pada suhu yang lebih tinggi dalam waktu yang lebih singkat, atau sebaliknya.

    Sejak saat itu dan selanjutnya percobaan dan perhitungan kecukupan panas

    dijadikan dasar dalam penetapan proses pengalengan pangan (schedule

    process) (Kusnandar et al., 2006).

    Dua cara umum untuk melawan mikroba penyebab kebusukan atau

    mikroba patogen penyebab penyakit karena makanan (foodborne diseases)

    adalah (1) menghambat atau mencegah pertumbuhannya, dan (2)

    memusnahkannya (Fardiaz, 1996). Menghambat atau mencegah pertumbuhan

    mikroba dapat dilakukan dengan membuat suasana lingkungan sedemikian

    rupa sehingga mikroba dalam keadaan terganggu dan stres serta tidak mampu

    untuk memperbanyak dirinya. Cara-cara konvensional seperti pendinginan

    atau pembekuan, penurunan aktivitas air (aw) melalui pengeringan atau

    penggaraman, pengasaman, dan penggunaan bahan pengawet sampai saat ini

    masih merupakan cara-cara penting yang terus dipraktekkan. Meskipun

    demikian cara-cara yang lebih maju sudah diperkenalkan seperti penggunaan

    CO2 dalam kemasan dengan atmosfir termodifikasi (carbon dioxide enriched

    modified atmosphere packaging), penambahan produk-produk kultur mikroba

    seperti asam organik dan bakteriosin, dan hurdle technology yaitu pengunaan

    cara kombinasi yang memberikan derajat pengawetan yang dibutuhkan tanpa

    menggunakan satu cara yang ekstrim (Leistner, 1995). Cara-cara pengawetan

    ini sifatnya menghambat, maka terjadinya perubahan terhadap lingkungan

    yang sudah diatur ini memungkinkan mikroba yang tahan terhadap stres

    menjadi aktif kembali.

  • 20

    Cara pemusnahan mikroba yang dapat dilakukan antara lain: proses

    termal, irradiasi, tekanan osmotik tinggi (Knorr, 1995), listrik bertegangan

    tinggi (Sitzmann, 1995), dan kombinasi ultra sonik, panas, dan tekanan (Sala

    et al., 1995) dari berbagai cara pemusnahan mikroba ini, proses termal

    merupakan cara yang paling umum digunakan. Karena sifatnya memusnahkan

    mikroba, maka dengan menggunakan proses ini ada jaminan bahwa mikroba

    yang telah mati tidak akan pernah aktif kembali. Walaupun ada mikroba yang

    ditemukan pada produk pangan yang diproses dengan cara ini, maka

    kemungkinan besar hal ini terjadi karena adanya kontaminasi.

    Keberhasilan penuh dari processing yang melibatkan panas pada produk

    pangan adalah terpenuhinya kecukupan panas untuk inaktivasi mikroba yang

    menyebabkan kebusukan dan keracunan. Untuk itu perlu diketahui sejauh

    mana ketahanan mikroba terhadap panas untuk dapat tercapai pada kombinasi

    suhu dan waktu yang tepat (Holdworth, 1997).

    Ketahanan panas mikroorganisme biasanya dinyatakan dengan istilah

    waktu reduksi termal (decimal reduction time) atau waktu yang dibutuhkan

    pada suhu tertentu untuk menurunkan jumlah sel atau spora sebesar satu siklus

    log, atau waktu yang diperlukan pada suhu tertentu untuk membinasakan

    organisme atau sporanya yang disebut dengan nilai D. Sedangkan nilai z suatu

    organisme atau spora adalah selang suhu terjadinya penambahan atau

    pengurangan sepuluh kali lipat dalam waktu yang dibutuhkan baik untuk

    menurunkan sampai 90% atau pembinasaan seluruhnya (Heldman dan Singh,

    2001).

    Menurut Supardi dan Sukamto (1999), ketahanan panas mikroba

    dipengaruhi oleh sejumlah faktor antara lain adalah : (a) umur dan keadaan

    organisme sebelum dipanaskan, (b) komposisi medium bagi suatu organisme

    atau spora itu tumbuh terutama adanya garam, zat pengawet, lemak dan

    minyak, dan bahan penghambat lainnya serta adanya spora yang masih

    terdapat setelah pemanasan, (c) pH dan aw medium waktu pemanasan, dan (d)

    suhu pemanasan.

    Sejumlah kapang dan khamir terdapat pada sari buah yang dibuat dari

    konsentrat (aw rendah). Kapang lebih dominan pada jenis konsentrat, tetapi

  • 21

    pada buah dan sayur dengan aw tinggi, bakteri umumnya mengambil peran

    pertama merusak dalam fermentasi, kemudian diikuti kapang dan khamir

    (Gilliland, 1986). Khamir bersama sporanya dapat dieliminasi dengan mudah

    pada proses pasteurisasi tetapi kapang yang berspora perlu pemanasan lebih

    lama jika produk berupa konsentrat (Frazier dan Westhoff, 1978).

    Pengolahan pangan dengan suhu tinggi atau proses termal adalah

    penggunaan panas untuk membunuh atau menginaktifkan mikroorganisme

    yang dapat menyebabkan kebusukan produk pangan yang berbahaya bagi

    kesehatan manusia. Pengolahan dengan suhu tinggi melibatkan proses

    pemanasan pada berbagai variasi suhu dan waktu. Prosesnya sendiri dapat

    dilakukan dalam sistem batch (in-container sterilization) atau dengan sistem

    kontinyu (aseptic processing). Tujuan utama dari proses pengolahan dengan

    suhu tinggi ini adalah untuk memperpanjang daya awet produk pangan yang

    mudah rusak dan meningkatkan keamanannya selama disimpan dalam jangka

    waktu tertentu (Kusnandar et al., 2006).

    Pengolahan dengan suhu tinggi juga dapat mempengaruhi mutu

    produk, seperti memperbaiki mutu sensori, melunakkan produk sehingga

    mudah dikonsumsi, dan menghancurkan komponen-komponen yang tidak

    diperlukan (seperti komponen tripsin inhibitor dalam biji-bijian). Namun

    demikian, bila proses pemanasan dilakukan secara berlebihan, maka dapat

    menyebabkan kerusakan komponen gizi (seperti vitamin dan protein) dan

    penurunan mutu sensori (rasa, warna, dan tekstur) (Kusnandar et al., 2006).

    Berdasarkan pada kriteria suhu, waktu, dan tujuan pemanasan, proses

    pengolahan pangan dengan suhu tinggi dapat dibagi menjadi beberapa operasi,

    yaitu proses blansir (blanching), proses pasteurisasi, sterilisasi dan hot filling.

    Selain itu, proses pemanasan suhu tinggi juga diterapkan untuk keperluan

    umum lainnya, seperti pemasakan/cooking, penghangatan kembali/rewarming

    dan pelelehan/thawing makanan (Kusnandar et al., 2006). Pada penelitian ini

    akan digunakan metode pemanasan dengan suhu di bawah 100oC yaitu dengan

    metode pasteurisasi.

    Menurut Kusnandar et al., (2006), proses pasteurisasi adalah suatu

    proses pemanasan dengan suhu relatif cukup rendah (umumnya dilakukan

  • 22

    pada suhu di bawah 100oC) dengan tujuan untuk mengurangi populasi

    mikroorganisme pembusuk sehingga bahan pangan yang dipasteurisasi

    tersebut akan mempunyai daya awet beberapa hari sampai beberapa bulan.

    Walaupun proses ini hanya mampu membunuh sebagian populasi

    mikroorganisme, namun pasteurisasi ini sering diaplikasikan terutama jika:

    1. Dikhawatirkan bahwa penggunaan panas yang lebih tinggi akan

    menyebabkan terjadinya kerusakan mutu.

    2. Tujuan utama proses pemanasan hanyalah untuk membunuh

    mikroorganisme patogen (penyebab penyakit), atau inaktivasi

    enzim-enzim yang dapat merusak mutu.

    3. Diketahui bahwa mikroorganisme penyebab kebusukan yang

    utama adalah mikroorganisme yang sensitif terhadap panas.

    4. Akan digunakan cara atau metode pengawetan lainnya yang

    dikombinasikan dengan proses pasteurisasi, sehingga sisa

    mikroorganisme yang masih ada setelah proses pasteurisasi dapat

    dikendalikan dengan metode pengawetan lain seperti:

    pendinginan, pengemasan yang tertutup rapat, penggunaan bahan

    pengawet antimikroba, dan lain-lain.

    Secara umum tujuan utama pasteurisasi adalah untuk memusnahkan

    sel-sel vegetatif dari mikroba patogen, pembentuk toksin dan pembusuk.

    Beberapa mikroba yang dapat dimusnahkan dengan perlakuan pasteurisasi

    adalah bakteri penyebab penyakit, seperti Mycobacterium tuberculosis

    (penyebab penyakit TBC), Salmonella (penyebab kolera dan tifus) serta

    Shigella dysenteriae (penyebab disentri). Di samping itu, pasteurisasi juga

    dapat memusnahkan bakteri pembusuk yang tidak berspora, seperti

    Pseudomonas, Achromobater, Lactobacillus, Leuconostoc, Proteus,

    Micrococcus dan Aerobacter serta kapang dan khamir (Doyle et al., 1997).

    Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa proses pasteurisasi secara

    umum dapat mengawetkan produk pangan dengan adanya inaktivasi enzim

    dan pembunuhan mikroorganisme yang sensitif terhadap panas (terutama

  • 23

    khamir, kapang dan beberapa bakteri yang tidak membentuk spora), tetapi

    hanya sedikit menyebabkan perubahan/penurunan mutu gizi dan organoleptik.

    Keampuhan proses pemanasan dan peningkatan daya awet yang dihasilkan

    dari proses pasteurisasi ini dipengaruhi oleh karakteristik bahan pangan,

    terutama nilai pH. Kondisi dan tujuan pasteurisasi dari beberapa produk

    pangan dapat berbeda-beda, tergantung dari pH produk.

    Pada prinsipnya, bahan pangan dapat dipasteurisasi pada saat sesudah

    dikemas maupun sebelum dikemas. Jika bahan pangan dikemas dalam

    kemasan cup atau gelas, maka air panas sering digunakan sebagai medium

    pemanas untuk mengurangi kemungkinan terjadinya pecah (thermal shock),

    yaitu pecah karena adanya perubahan suhu secara mendadak. Perbedaan suhu

    maksimum antara bahan kemasan gelas dan air biasanya berkisar 20oC pada

    proses pemanasan dan 10oC untuk proses pendinginan (Kusnandar et al.,

    2006).

    Pasteurisasi dengan menggunakan air panas dapat dilakukan secara

    operasi batch ataupun secara sinambung (continuous). Peralatan pasteurisasi

    paling sederhana hanya berupa bak air panas (waterbath) pada suhu yang telah

    ditentukan, dimana bahan pangan yang akan dipasteurisasi dicelupkan ke

    dalam air panas tersebut selama selang waktu yang telah ditentukan. Jika

    pemanasan telah tercapai, maka produk tersebut diangkat dan kemudian

    dicelupkan ke dalam bak lain yang berisi air dingin.

  • 24

    IV. METODOLOGI

    A. BAHAN DAN ALAT

    Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah kopi bubuk,

    gula, lygomme KCT 56, creamer, pemanis buatan, pewarna karamel,

    flavor, kalium sorbat, nisin, metil paraben, propil paraben. Bahan baku

    untuk keperluan analisis mikrobiologi adalah media BPW Merck (Buffered

    Peptone Water), PCA Merck (Plate Count Agar), dan air akuades. Seluruh

    bahan baku disediakan oleh PT Garudafood.

    Alat-alat yang digunakan selama melakukan magang penelitian ini

    antara lain hot plate, gelas piala 2000 ml, stirrer, spatula, wadah untuk

    menimbang, timbangan analitik, kemasan cup, waterbath, thermocouple,

    keranjang, autoclave, laminar flow, erlenmeyer, tabung untuk larutan

    pengencer, cawan petri, pipet steril dan bunsen. Alat-alat yang digunakan

    pada penelitian ini disediakan oleh PT Garudafood.

    B. METODE PENELITIAN

    1. Penelitian pendahuluan a. Verifikasi bahan pengawet

    Verifikasi ini dilakukan untuk memperoleh satu pengawet

    terpilih yang akan digunakan pada penelitian utama (Gambar 1).

    Verifikasi dilakukan melalui studi literatur untuk memilih beberapa

    bahan pengawet yang efektif pada produk pangan ber-pH tinggi,

    memiliki daya larut yang baik dan spektrum antimikroba yang luas.

    Setelah itu, pengawet terpilih diaplikasikan pada produk minuman

    kopi pada tiga level konsentrasi dan diuji atribut organoleptiknya

    dengan metode FGD (Focus Group Discussion) dengan 5 orang

    penelis terlatih. Uji organoleptik dengan metode FGD ini

    dilakukan untuk memperoleh persamaan deskripsi organoleptik

    dan memilih pengawet yang penerimaan organoleptiknya paling

    bagus. Proses verifikasi dilanjutkan dengan menerapkan barrier isu

  • 25

    keamanan pangan terhadap bahan pengawet yang lolos dalam

    seleksi FGD.

    Studi literatur

    Hasil

    FGD (Focus Group Discussion) dengan 5 orang panelis

    Barrier isu keamanan yang sedang berkembang

    Hasil

    Gambar 1. Alur verifikasi bahan pengawet

    b. Verifikasi kemasan cup terhadap perlakuan panas Verifikasi dilakukan dengan mensimulasikan produksi

    minuman kopi dalam kemasan cup, kemudian dimasukkan seluruh

    produk yang dihasilkan yaitu sebanyak 33 cup (1 batch produksi)

    ke dalam waterbath suhu 95C. Selanjutnya setiap 5 menit diambil

    3 cup minuman kopi untuk dilihat penampakan kemasannya

    sampai menit ke 45. Selain itu, dilakuan perlakuan shock cooling

    untuk mengetahui kekuatan bahan pengemas.

    c. Verifikasi mikrobiologi bahan baku Verifikasi ini dilakukan untuk mengetahui jumlah mikroba

    awal pada bahan baku pembuatan minuman kopi. Uji mikrobiologi

    yang dilakukan adalah uji Total Plate Count (TPC) (Fardiaz,

    1993).

    Satu pengawet terpilih

    Beberapa bahan pengawet

  • 26

    2. Penelitian Utama Penelitian utama bertujuan mengetahui efek perlakuan penambahan

    pengawet dan perlakuan panas terhadap mutu minuman kopi dalam kemasan

    cup dari aspek mikrobiologis dan aspek sensorinya. Proses pembuatan

    minuman kopi dalam kemasan cup dapat dilihat pada Gambar 2.

    Penerimaan Bahan Baku

    Bahan baku Air

    Ditimbang Dimasak hingga suhu 90-95oC

    Dicampur

    Dimasak (suhu 95oC)

    Filling Sealing

    Penyusunan dalam keranjang

    Pasteurisasi 95 oC (tergantung nilai Fo 20, 30, 40 menit)

    Pendinginan hingga suhu di bawah 45oC (5 menit)

    Penyusunan cup dalam kardus

    Penyimpanan

  • 27

    Gambar 2. Diagram alir proses pembuatan minuman kopi dalam kemasan cup

    Perlakuan yang dilakukan pada penelitian ini adalah:

    1) Bahan pengawet :

    Konsentrasi a = a.1

    Konsentrasi b = b.1

    Konsentrasi c = c.1

    2) Perlakuan panas

    Nilai Fo : a menit, b menit, c menit

    Pengamatan yang dilakukan meliputi pH, oBrix, Total Plate

    Count (TPC), dan uji organoleptik berupa uji hedonik. Deskripsi

    pengamatan yang akan dilakukan:

    a. Pengukuran pH (Apriyantono, 1989) Pengukuran pH minuman kopi dilakukan dengan

    menggunakan alat pH meter, dimana sebelum pengukuran dilakukan

    kalibrasi (Gambar 3) dengan menggunakan buffer pH 4 dan pH 7.

    Dinyalakan pH meter

    Dibilas elektroda dengan aquades, dikeringkan dengan kertas tissue

    Dicelupkan elektroda dalam larutan buffer, set pengukuran pH

    Dibiarkan elektroda beberapa saat sampai setimbang dengan larutan buffer

    sehingga diperoleh pembacaan yang stabil.

    Gambar 3. Diagram alir standardisasi pH meter

  • 28

    Kemudian dilakukan pengukuran pH seperti dapat dilihat

    pada Gambar 4. Nilai pH larutan medium dilakukan dengan

    mengukur langsung sampel minuman kopi.

    Distandardisasi pH meter

    Dibilas elektroda dengan aquades, keringkan elektroda dengan tissue

    Dicelupkan elektroda pada sampel

    Dibiarkan elektroda beberapa saat sampai diperoleh pembacaan yang stabil

    Dicatat pH sampel

    Gambar 4. Diagram alir pengukuran pH

    b. Pengukuran oBrix Pengukuran oBrix larutan contoh dilakukan dengan

    menggunakan alat refraktometer (Gambar 5). Pengukuran oBrix

    sampel ini juga dilakukan untuk mengetahui kadar gula larutan

    contoh secara kasar.

    Dibilas refraktometer dengan aquades

    Dibersihkan dengan tissue

    Diteteskan sampel sebanyak 1-2 tetes pada refraktometer

    Diamati dan dicatat nilai oBrix yang diamati

    Gambar 5. Diagram alir pengukuran oBrix

  • 29

    c. Uji Total Mikroba (Fardiaz, 1993) Contoh dengan beberapa pengenceran tertentu dimasukkan ke

    dalam cawan petri steril, kemudian ke dalam cawan tersebut dituang

    media PCA steril yang telah didinginkan hingga suhunya 47-50oC

    sebanyak 15-20 ml. Inkubasi dilakukan pada suhu 35oC selama 24-48

    jam. Total mikroba ditetapkan dengan SPC (Standard Plate Count).

    Pengujian dilakukan pada sampel minuman kopi untuk semua

    perlakuan pada penyimpanan 0 hari, 14 hari, 28 hari, 42 hari, dan 56

    hari. Diagram alir uji total mikroba disajikan pada Gambar 6.

    Diambil sampel

    Diencerkan sampai tingkat pengenceran tertentu

    atau yang dikehendaki

    Dari tingkat pengenceran yang diinginkan dilakukan pemupukan

    pada cawan steril, kemudian ke dalam cawan tersebut ditambahkan

    media PCA cair (suhu 45oC) yang sudah disterilkan sekitar 15 ml

    Dilakukan pencampuran dengan cara cawan diputar membuat

    angka delapan secara perlahan-lahan dan dibiarkan

    sampai agar membeku

    Diinkubasikan cawan (setelah agar membeku ) terbalik pada suhu

    30-35oC selama 24-48 jam

    Dinyatakan koloni pada media PCA dengan total

    mikroba kapang, khamir, dan bakteri

    Gambar 6. Diagram alir uji total mikroba

  • 30

    Total mikroba kemudian ditentukan dengan menggunakan rumus:

    jumlah koloni Jumlah mikroba (CFU / ml) = -----------------------------------

    ((n1 x 0,1) + (n2 x 0,01)) x d

    Keterangan : n1 : jumlah ulangan pada tingkat pengenceran pertama

    n2 : jumlah ualangan pada tingkat pengenceran kedua

    d : Tingkat pengenceran terendah dari mikroba yang dihitung

    d. Uji Organoleptik (Soekarto, 1985) Uji organoleptik yang digunakan adalah uji hedonik

    terhadap produk minuman kopi yang memiliki nilai SPC memenuhi

    standar SII tahun 1995 mengenai syarat mutu angka lempeng total

    untuk minuman kopi dalam kemasan, yaitu maksimum 102

    koloni/ml.

    Tujuan uji ini untuk mengetahui kesukaan panelis terhadap

    atribut aroma, rasa keseluruhan, dan aftertaste dari minuman kopi

    dalam kemasan cup pada penyimpanan 0 hari dan 56 hari. Panelis

    diminta menyatakan kesukaannya dalam 5 skala penilaian: sangat

    tidak suka (1), tidak suka (2), netral (3), suka (4), dan sangat suka

    (5). Hasil yang diperoleh diolah secara statistik dengan Univariate

    Analysis of Variance dan Paired-Samples T Test. Univariate

    Analysis of Variance dilakukan untuk mengetahui perbedaan nyata

    terhadap atribut aroma, rasa keseluruhan, dan aftertaste pada

    masing-masing perlakuan penambahan kalium sorbat. Paired-

    Samples T Test dilakukan untuk mengetahui pengaruh penyimpanan

    0 hari dan 56 hari terhadap kesukaan panelis pada masing-masing

    atribut minuman kopi dalam kemasan cup.

  • 31

    V. HASIL DAN PEMBAHASAN

    A. VERIFIKASI BAHAN PENGAWET

    Bahan pengawet digunakan untuk mencegah atau memperlambat

    kerusakan kimia dan biologi dari suatu produk pangan. Saat ini ada sekitar 30

    komponen antimikroba yang diizinkan untuk digunakan dalam produk pangan

    (Branen dan Davidson, 1993). Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam

    memilih bahan pengawet diantaranya adalah: karakteristik fisik dan kimia

    bahan pengawet, spektrum antimikroba dan aktivitas penghambatannya,

    karakteristik produk pangan, jumlah dan tipe mikroorganisme yang ada dalam

    produk pangan, pengaruh penggunaan metode pengawetan lain, kondisi

    penyimpanan produk pangan, legalitas dan keamanan bahan pengawet, serta

    nilai ekonomis bahan pengawet yang akan digunakan (Branen dan Davidson,

    1993).

    Berdasarkan hasil studi literatur dengan mempertimbangkan faktor-

    faktor tersebut maka dipilih beberapa bahan pengawet, yaitu: nisin, kalium

    sorbat, metil paraben, dan propil paraben. Selanjutnya pengawet-pengawet

    tersebut diaplikasikan dalam minuman kopi dalam kemasan cup dan diujikan

    secara organoleptik dengan metode focus group discussion (FGD). Hasil uji

    FGD untuk pengawet nisin disajikan pada Tabel 4, kalium sorbat disajikan

    pada Tabel 5, metal paraben disajikan pada Tabel 6, sedangkan propil paraben

    disajikan pada Tabel 7.

    Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor

    722/Menkes/Per/IX/88 tahun 1992, ditetapkan batasan maksimum

    penggunaan nisin sebesar 12.5 ppm, kalium sorbat 1000 ppm, metil paraben

    450 ppm, dan propil paraben 450 ppm.

  • 32

    Tabel 4. Hasil focus group discussion pengawet nisin

    Konsentrasi Rasa Aroma Aftertaste Lainnya

    1.25 ppm Dominan asam Lebih rendah

    dari standar

    Pahit

    6.25 ppm Lebih enak dari

    standar

    Baik Chemical/bau

    obat

    Standar jadi

    terasa lebih

    asam

    12.5 ppm Lebih enak dari

    standar

    Baik

    Chemical/bau

    obat lebih kuat

    Standar jadi

    terasa lebih

    asam

    Pada penggunaan nisin 6.25 ppm dan 12.5 ppm diperoleh bahwa

    penerimaan rasa lebih baik dibandingkan standar (minuman kopi tanpa

    penambahan pengawet). Akan tetapi, pada konsentrasi nisin 12.5 ppm tingkat

    aftertaste chemical dan bau obat yang ditimbulkan lebih kuat dibandingkan

    konsentrasi nisin 6.25 ppm. Sehingga, secara keseluruhan hasil uji

    organoleptik pada ketiga level konsentrasi, didapatkan konsentrasi optimal

    yang diterima oleh panelis adalah pada konsentrasi nisin 6.25 ppm.

    Tabel 5. Hasil focus group discussion pengawet kalium sorbat

    Konsentrasi Rasa Aroma Aftertaste Lainnya

    100 ppm Dominan asam Asam (tidak ada

    aroma kopinya)

    Sedikit pahit

    500 ppm Rasa lebih enak

    dibandingkan

    standar

    Baik Sedikit pahit

    1000 ppm Rasa lebih enak

    dibandingkan

    standar

    Aroma tidak

    enak

    Pahit (bertahan

    lama)

    Ada sensasi

    coating di

    lidah

  • 33

    Penggunaan kalium sorbat pada konsentrasi 500 ppm dan 1000 ppm

    diperoleh bahwa penerimaan rasa lebih baik dibandingkan standar. Akan

    tetapi, pada konsentrasi kalium sorbat 1000 ppm aftertaste pahit dirasakan

    bertahan lama dan dirasakan pula adanya sensasi coating di lidah yang tidak

    disukai. Sehingga disimpulkan bahwa secara keseluruhan orgenoleptik,

    konsentrasi kalium sorbat optimal yang diterima oleh panelis adalah pada

    konsentrasi 500 ppm.

    Tabel 6. Hasil focus group discussion pengawet metil paraben

    Konsentrasi Rasa Aroma Aftertaste Lainnya

    45 ppm Rasa lebih

    asam dari

    standar

    Aroma

    berkurang/menurun

    dibandingkan

    standar

    Asam

    225 ppm Rasa di awal

    seperti

    standar

    Aroma

    berkurang/menurun

    dibandingkan

    standar

    Sedikit pahit Di awal ada

    rasa manis,

    di akhir

    pahit

    450 ppm Rasa pahit

    yang kentara

    di akhir

    Aroma

    berkurang/menurun

    dibandingkan

    standar

    Pahit dominan

    Berdasarkan hasil FGD diketahui bahwa untuk pengawet metil paraben

    memiliki tingkat penerimaan yang rendah. Dapat dilihat dari deskripsi rasa,

    aroma dan aftertaste yang disampaikan panelis yang keseluruhannya bersifat

    negatif. Begitu pula halnya dengan propil paraben yang juga memiliki tingkat

    penerimaan yang rendah.

  • 34

    Tabel 7. Hasil focus group discussion pengawet propil paraben

    Rasa Aroma Aftertaste Lainnya

    45 ppm Rasa kopi kurang &

    ada sensasi rasa lebih

    berat dbanding

    standar (standar lebih

    mild)

    Tidak muncul Berat di

    tenggorokan

    225 ppm Rasa pahit dominan

    di awal dan akhir,

    rasa pahit seperti obat

    Tidak muncul Pahit Sensasi

    coating pada

    lidah

    450 ppm Rasa pahit paling

    dominan

    Tidak muncul Pahit Sensasi

    coating pada

    lidah sulit

    hilang

    Berdasarkan hasil FGD dapat disimpulkan bahwa pengawet nisin

    dengan konsentrasi 6.25 ppm dan kalium sorbat dengan konsentrasi 500 ppm

    dapat diterima oleh panelis. Sedangkan metil paraben dan propil paraben tidak

    diterima oleh panelis pada ketiga level konsentrasi. Setelah itu dilakukan

    penerapan barrier isu keamanan pangan yang merupakan salah satu

    pertimbangan dalam pemilihan bahan pengawet, yaitu aspek legalitas dan

    keamanannya (Branen dan Davidson, 1993). Penerapan barrier ini dilakukan

    pada pengawet nisin dan kalium sorbat. Nisin diketahui memiliki aktivitas

    antibiotik, sehingga dikhawatirkan dapat menyebabkan resistensi silang antara

    nisin dan antibiotik yang digunakan di dunia kedokteran (Branen dan

    Davidson, 1993). Sehingga disimpukan bahwa bahan pengawet yang akan

    digunakan pada penelitian ini adalah kalium sorbat.

    Penentuan konsentrasi bahan pengawet yang akan digunakan yaitu

    berdasarkan hasil studi literatur mengenai batas maksimum penggunaan bahan

    pengawet pada minuman kopi. Setelah itu dilakukan metode trial and error

  • 35

    disinergikan dengan uji organoleptik untuk menetapkan tiga konsentrasi yang

    akan digunakan pada penelitian ini. Berdasarkan hasil pengujian FGD pada

    kalium sorbat diketahui bahwa pada konsentrasi 1000 ppm panelis merasakan

    aftertaste pahit yang bertahan lama dan sensasi coating di lidah yang tidak

    disukai. Pada konsentrasi 500 ppm panelis juga mulai merasakan aftertaste

    yang sedikit pahit sehingga dapat disimpulkan bahwa konsentrasi maksimum

    kalium sorbat yang masih diterima oleh panelis adalah 500 ppm. Dua level

    konsentrasi lainnya ditentukan yaitu konsentrasi yang berada di bawah 500

    ppm, yaitu 300 dan 400 ppm. Penetapan konsentrasi 300 dan 400 ppm

    dilakukan karena apabila konsentrasi kalium sorbat yang digunakan terlalu

    rendah dikhawatirkan akan menyebabkan efektikitasnya sebagai antimikroba

    akan menurun.

    B. VERIFIKASI KEMASAN CUP TERHADAP PERLAKUAN PANAS

    Verifikasi dilakukan dengan memasukkan kemasan cup berbahan

    polypropylene yang telah berisi minuman kopi ke dalam waterbath bersuhu

    95C selama 45 menit. Setiap 5 menit diambil 3 cup minuman kopi dan

    dikeluarkan dari waterbath serta diamati penampakannya. Hasil verifikasi

    kemasan dapat dilihat pada Tabel 8.

    Berdasarkan hasil pengamatan, didapati 3 cup yang mengalami

    kerusakan yaitu berupa kemasan penutup yang mudah dibuka dan kebocoran

    pada bagian yang di-seal. Sedangkan cup lainnya tidak mengalami

    kerusakan. Sehingga secara keseluruhan kemasan cup yang akan digunakan

    pada penelitian ini cukup kuat untuk digunakan pada suhu air 95C sampai

    45 menit. Sedangkan temuan seal kemasan yang bocor pada menit ke-30

    bersifat probabilitas, yang mungkin disebabkan pada saat sealing, sealer

    yang digunakan kurang panas/kurang kencang men-seal kemasan cup

    tersebut. Akan tetapi berdasarkan pengamatan, secara keseluruhan kemasan

    cup yang digunakan masih kuat digunakan pada suhu 95C.

    Menurut Jenkins and Harrington (1991), polypropylene memiliki

    densitas 0.90 g/cc, memiliki lapisan yang lebih jernih dibandingkan LDPE

    (Low Density Polyethylene) atau HDPE (High Density Polyethylene), lebih

  • 36

    kaku dan lebih kuat dibandingkan LDPE, memiliki permeabilitas yang lebih

    rendah terhadap kelembaban dan gas dibandingkan LDPE dan HDPE, serta

    memiliki titik leleh yang lebih tinggi sehingga dapat digunakan sebagai

    bahan pengemas pada produk pangan yang menerapkan perlakuan panas.

    Akan tetapi, PP tidak dapat digunakan sebagai bahan pengemas untuk

    produk yang mengalami sterilisasi komersial dengan proses retort.

    Tabel 8. Hasil verifikasi kemasan cup terhadap perlakuan panas

    Waktu

    (menit) Cup 1 Cup 2 Cup 3

    5 Tidak penyok, tidak

    bocor

    Tidak penyok, tidak

    bocor

    Tidak penyok, tidak

    bocor

    10 Tidak penyok, tidak

    bocor

    Tidak penyok, tidak

    bocor

    Tidak penyok, tidak

    bocor

    15 Tidak penyok, tidak

    bocor

    Tidak penyok, tidak

    bocor

    Tidak penyok, tidak

    bocor

    20 Tidak penyok, tidak

    bocor

    Tidak penyok, tidak

    bocor

    Tidak penyok, tidak

    bocor

    25

    Tidak penyok, tidak

    bocor, kemasan

    penutup mudah dibuka

    Tidak penyok, tidak

    bocor

    Tidak penyok, tidak

    bocor

    30

    Agak menggembung di

    bagian atas, tidak

    penyok, seal mudah

    dibuka

    Tidak penyok, tidak

    bocor

    Tidak penyok, tidak

    bocor

    35

    Tidak penyok, tidak

    bocor, kemasan

    penutup mudah dibuka

    Tidak penyok, tidak

    bocor

    Tidak penyok, tidak

    bocor

    40 Tidak penyok, tidak

    bocor

    Tidak penyok, tidak

    bocor

    Tidak penyok, tidak

    bocor

    45 Tidak penyok, tidak

    bocor

    Tidak penyok, tidak

    bocor

    Tidak penyok, tidak

    bocor

  • 37

    C. VERIFIKASI MIKROBIOLOGI BAHAN BAKU

    Verifikasi mikrobiologi bahan baku dilakukan dengan tujuan

    memberikan gambaran mengenai potensi mikroba awal pada bahan baku.

    Verifikasi mikrobiologi yang dilakukan adalah uji total mikroba (Fardiaz,

    1993). Total mikroba ditetapkan dengan SPC (Standard Plate Count). Hasil

    analisis mikrobiologi bahan baku disajikan pada Tabel 9.

    Tabel 9. Hasil analisis mikrobiologi bahan baku

    Jenis Bahan Baku SPC (cfu/g)

    Pemanis 0 (

  • 38

    yaitu kalium sorbat. Dengan ditambahkannya bahan pengawet ini maka

    diharapkan proses termal yang diterapkan bertujuan menurunkan

    probabilitas potensi kerusakan produk yang disebabkan oleh

    mikroorganisme. Oleh karena itu, tidak diterapkan sterilisasi komersial

    melainkan dengan pasteurisasi.

    Pada penelitian ini, dilakukan hanya sebatas pada hal mengevaluasi

    kecukupan panas yang telah diberikan pada minuman kopi dalam kemasan

    cup, tidak untuk merancang berapa waktu dan suhu yang tepat untuk

    pasteurisasi minuman kopi dalam kemasan cup. Sebelum melakukan

    pengukuran dan perhitungan kecukupan panas, terlebih dahulu dilakukan

    kalibrasi alat pengukur panas yang digunakan yakni termokopel dan

    mengukur distribusi panas pada bak pasteurizer (waterbath).

    Pengujian kecukupan panas dilakukan dengan dua tahap, yaitu

    penentuan distribusi panas dan penetrasi panas. Distribusi panas adalah

    suatu pengukuran panas pada setiap bagian dari pasteurizer (waterbath)

    sehingga diketahui kinerja dari suatu pasteurizer. Penetrasi panas

    menunjukkan besarnya panas yang diterima oleh produk dan mampu

    membunuh mikroba pembusuk dan patogen yang terdapat pada produk.

    Alat yang digunakan untuk mengukur suhu kecukupan panas

    adalah termokopel (Winarno, 1994). Termokopel terdiri dari rekorder

    pencatat suhu dan sensor (probe). Termokopel dapat digunakan untuk

    menguji kecukupan panas pada pasteurizer yang digunakan pada proses

    pembuatan minuman kopi dalam kemasan cup.

    Kegiatan pengukuran distribusi panas dilakukan dengan

    menempatkan lima probe (sensor-sensor) termokopel pada titik-titik

    berbeda yang diduga memiliki suhu paling dingin di dalam waterbath.

    Penentuan titik terdingin penting dilakukan agar dapat diketahui kecukupan