Exanthematous Drug Eruption New

11
EXANTHEMATOUS DRUG ERUPTION I. DEFINISI Exanthematous Drug Eruption merupakan erupsi makulapapular atau morbiliformis disebut juga erupsi eksantematosa yang dapat diinduksi dari semua obat. 1 Exanthematous drug eruption adalah suatu reaksi simpang hipersensitivitas terhadap obat yang diadministrasi secara parenteral atau ditelan. Ia ditandai dengan erupsi kulit yang menyerupai campak seperti eksantem virus dan penglibatan sistemik yang rendah. 2 II. ETIOLOGI Etiologinya adalah obat-obatan yang tinggi probabilitas berlakunya reaksi eksantematosa yaitu penicilin dan antibiotik yang berkaitan, karbamazepin, allopurinol, Gold salts (10-20%). Obat-obatan yang sedang probabilitas reaksinya adalah sulfonamid (bakteriostatik, antidiabetik, direutik), Non-steroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs), hidantoin derivative, isoniazid, kloramfenikol, eritromisin, streptomisin. Manakala obat-obatan yang rendah probabilitas reaksinya adalah barbiturat, benzodiazepam, fenotiazin, tetrasiklin. III. PATOGENESIS 1

Transcript of Exanthematous Drug Eruption New

Page 1: Exanthematous Drug Eruption New

EXANTHEMATOUS DRUG ERUPTION

I. DEFINISI

Exanthematous Drug Eruption merupakan erupsi makulapapular atau

morbiliformis disebut juga erupsi eksantematosa yang dapat diinduksi dari semua obat.1

Exanthematous drug eruption adalah suatu reaksi simpang hipersensitivitas terhadap obat

yang diadministrasi secara parenteral atau ditelan. Ia ditandai dengan erupsi kulit yang

menyerupai campak seperti eksantem virus dan penglibatan sistemik yang rendah.2

II. ETIOLOGI

Etiologinya adalah obat-obatan yang tinggi probabilitas berlakunya reaksi

eksantematosa yaitu penicilin dan antibiotik yang berkaitan, karbamazepin, allopurinol,

Gold salts (10-20%). Obat-obatan yang sedang probabilitas reaksinya adalah sulfonamid

(bakteriostatik, antidiabetik, direutik), Non-steroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs),

hidantoin derivative, isoniazid, kloramfenikol, eritromisin, streptomisin. Manakala obat-

obatan yang rendah probabilitas reaksinya adalah barbiturat, benzodiazepam, fenotiazin,

tetrasiklin.

III. PATOGENESIS

Exanthematous drug eruption merupakan idiosinkratik, mediasi sel-T dan

melibatkan reaksi hipersensitivitas tipe lambat (Tipe IV).3 Reaksi ini melibatkan limfosit,

APC (Antigen Presenting Cell) dan sel Langerhans yang mempresentasi antigen kepada

limfosit T. Limfosit T yang tersensitisasi mengadakan reaksi dengan antigen. Reaksi ini

disebut reaksi tipe lambat yaitu terjadi 12-48 jam setelah pajanan terhadap antigen

menyebabkan pelepasan serangkaian limfokin.1

1

Page 2: Exanthematous Drug Eruption New

IV. DIAGNOSIS

i. Manifestasi Klinis

Ditandai dengan erupsi makulopapular atau morbiliformis yang dapat

diinduksi oleh hampir semua obat. Seringkali terdapat erupsi generalisata dan

simetris terdiri atas eritema, selalu ada gejala pruritus.1 Kadang-kadang ada

demam, malese dan nyeri sendi.1 Lesi biasanya timbul dalam 1-2 minggu setelah

dimulainya terapi.1

Reaksi awal pada pasien yang sebelumnya sensitif, erupsi mulai timbul

dalam 2 atau 3 hari setelah obat diadministrasi ulang.2 Untuk reaksi akhir,

sensitisasi timbul ketika administrasi atau setelah menyelesaikan kursus obat,

puncak insidens adalah hari kesembilan setelah administrasi.2 Namun ACDR

(Adverse Cutaneous Drug Reaction) bisa timbul pada bila-bila masa sahaja

antara hari pertama hingga minggu ketiga setelah rawatan dimulai.2

Simptom pada kulit biasanya cukup pruritus juga menganggu tidur.2

Bagian lesi kulit yang sakit menunjukkan perkembangan ACDR yang lebih

serius seperti toksik epidermal nekrolisis (TEN).2 Pasien juga bisa demam dan

menggigil.2

Simetrik.2 Hampir selalu pada badan dan ekstremitas.2 Lesi konfluens di

daerah intertriginosa, yaitu, ketiak, selangkangan, daerah inframammary.2

Telapak tangan dan telapak kaki terlibat secara bervariasi.2 Pada anak-anak,

mungkin terbatas pada wajah dan ekstremitas.2 Reaksi terhadap ampisilin biasa

muncul awalnya di siku, lutut, dan badan, memperluas simetris ke sebagian besar

daerah tubuh.2

2

Page 3: Exanthematous Drug Eruption New

Gambar1. Exanthematous drug eruption: ampicillin – tersebar dengan

simetris, eritem makula dan papul yang terang, berlainan di sebagian area dan

konfluens pada daerah lainnya, di badan dan ektremitas2

Gambar 2. Exanthematous drug eruption: ampicilin pada pasien dengan

EBV mononucleosis – Lesi makulopapular konfluens, generalisata

3

Page 4: Exanthematous Drug Eruption New

ii. Effloresensi

Lesi pada kulit berbentuk makula dan/atau papul, dengan ukuran beberapa

millimeters kepada 1 cm.2 Merah terang.2 Lesi resolving memiliki nuansa cokelat

dan ungu. Kemudian lesi akan menjadi konfluen membentuk makula besar,

polisiklik/ eritem berkisar, erupsi retikuler, lembaran seperti eritem (sheet-like

erithema), eritroderma, juga eritem seperti multiforme.2 Purpura dapat dilihat

pada lesi di kaki bagian bawah.2 Individu dengan trombositopenia, erupsi

eksantematosa dapat menyerupai vaskulitis akibat dari pendarahan intralesi.2

Scaling dan/atau deskuamasi mungkin timbul dengan penyembuhan.2

Gambar 3. Exanthematous drug eruption dengan macula dan papul dalam

pelbagai ukuran untuk membentuk plak. 3

4

Page 5: Exanthematous Drug Eruption New

Gambar 4. Exanthematous drug eruption dengan macula dan papul dalam

pelbagai ukuran untuk membentuk plak. 3

iii. Tes Laboratorium

Hemogram – Eosinofilia perifer2

Dermatopathology – Limfosit perivaskuler dan eosinofil2

V. DIAGNOSIS BANDING

i. Viral Eksantema

Viral eksantema sebagian besarnya berhubungan dengan self-limited

disease.4 Pada measles ruam terdiri dari makula eritematosa dan papula yang

muncul di belakang telinga dan di garis rambut anterior, penggabungan, tersebar

di bagian leher dan tungkai distal, dan akhirnya mempengaruhi ekstremitas atas

dan bawah termasuk tangan dan kaki.4

5

Page 6: Exanthematous Drug Eruption New

Gambar 5. Measles 4

ii. Pitiriasis Rosea

Pitiriasis Rosea dimulai dengan sebuah lesi inisial berbentuk eritema dan

skuama halus.5 Kemudian disusul oleh lesi-lesi yang lebih kecil di badan, lengan

dan paha atas yang tersusun sesuai dengan lipatan kulit dan biasanya

menyembuh dalam waktu 3-8 minggu.5 Sebagian penderita mengeluh gatal

ringan.5 Penyakit dimulai dengan lesi pertama (herald patch), umumnya di

badan, solitar, berbentuk oval dan anular, diameternya kira-kira 3 cm.5 Tempat

predileksi pada badan, lengan atas bagian proksimal dan paha atas, sehingga

seperti pakaian renang wanita aman dahulu.5 Kecuali bentuk yang lazim berupa

eritroskuama, pitiriasis rosea dapat juga berbentuk urtika, vesikel, dan papul,

yang lebih sering terdapat pada anak-anak.5

6

Page 7: Exanthematous Drug Eruption New

Gambar 6. Pitiriasis Rosea – Bercak-bercak lentikuler, berbentuk lonjong

dengan skuama-skuama halus di atasnya 5

iii. Dermatitis Kontak Alergik

Dermatitis kontak alergik hanya mengenai orang yang keadaan kulitnya

sangat peka (hipersensitif).6 Penyebab DKA adalah bahan kimia sederhana.6

Penderita umumnya mengeluh gatal.6 Kelainan kulit bergantung pada keparahan

dermatitis dan lokalisasinya.6 Pada yang akut dimulai dengan bercak eritematosa

yang berbatas jelas kemdian diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau bula.6

bula dapat pecah menimbulkan erosi dan dan eksudasi (basah).6 Pada kronis

terlihat kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin fisur, batasnya

tidak jelas.6

7

Page 8: Exanthematous Drug Eruption New

Gambar 7. Dermatitis Kontak Alergik – terdapat eritema dan hiperpigmentasi

akibat kait kutang dari nikel 6

VI. PENATALAKSANAAN

Langkah definitif dalam penatalaksanaan adalah untuk mengidentifikasi obat yang

menyinggung dan harus menghentikan.2 Indikasi untuk penghentian obat adalah

urtikaria, edema pada wajah, nyeri, blister, melibatkan mukosa, ulkus, purpura yang

teraba atau meluas, demam, limfadenopati.2 Untuk pengobatan simptomatik dengan oral

antihistamin untuk mengurangi pruritus.2 Penggunaan glukokortikoid adalah untuk

persiapan topikal ampuh dan membantu mempercepat resolusi erupsi.2 Oral atau IV

(Intra-vena) yang meringankan gejala simptomatik.2 Jika obat yang menyinggung tidak

dapat diganti atau dihilangkan, glukokortikoid bisa diadministrasi untuk mengobati

ACDR, juga untuk menginduksi remisi lebih cepat.2

VII. PROGNOSIS

8

Page 9: Exanthematous Drug Eruption New

DAFTAR PUSTAKA

1. Mochtar Hamzah. Erupsi Obat Alergik. In. Adhi Djuanda, Mochtar Hamzah, Siti

Aisah, editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ke-6. Jakarta: Badan

Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011. p.154-6.

2. Wolff K, Johnson R. A. Adverse Cutaneous Drug Reactions. Fitzpatrick’s Color

Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology. 6 th ed. United States, Amerika: The

McGraw Hill Companies, 2009. p. 557-60.

3. Stern. R. S. Exanthematous Drug Eruptions. The New England Journal of

Medicine. England: Masachusetts Medical Society, 2012.

4. Stone M. S, Scott L. A: Measles, Viral Exanthem. Dermatology Online Journal.

Iowa, 2003.

5. Adhi Djuanda. Dermatosis Eritroskuama In. Adhi Djuanda, Mochtar Hamzah, Siti

Aisah, editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ke-6.. Jakarta: Badan

Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011. 197.

6. Sri Adi Sularsito dan Suria Djuanda. Dermatitis In. Adhi Djuanda, Mochtar

Hamzah, Siti Aisah editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ke-6..

Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011. 129.

9