EVALUASI PROGRAM PENGENTASAN KEMISKINAN DI PROVINSI ... · Kesejahteraan Keluarga (Takesra) dan...
-
Upload
vuongduong -
Category
Documents
-
view
222 -
download
0
Transcript of EVALUASI PROGRAM PENGENTASAN KEMISKINAN DI PROVINSI ... · Kesejahteraan Keluarga (Takesra) dan...
1
EVALUASI PROGRAM PENGENTASAN KEMISKINAN DI PROVINSI
KEPULAUAN RIAU (Studi Kasus Pada Kegiatan Rehabilitasi Rumah
Tidak Layak Huni di Kota Tanjungpinang)
NASKAH PUBLIKASI
OLEH ;
RITO YENDRIWALIS
NIM 100565201049
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TAHUN 2015
2
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu indikator utama keberhasilan pertumbuhan ekonomi suatu
negara dapat dilihat dari angka kemiskinannya. Kemiskinan menjadi salah
satu tema utama dalam pembangunan. Keberhasilan dan kegagalan
pembangunan acapkali diukur berdasarkan perubahan pada tingkat kemiskinan
(Suryahadi dan Sumarto, 2001). Hal ini karena kemiskinan merupakan
masalah pembangunan yang ditandai dengan pengangguran, keterbelakangan,
dan keterpurukan. Masyarakat miskin sangat lemah dalam kemampuan
berusaha dan mempunyai akses yang terbatas kepada kegiatan sosial ekonomi.
Kemiskinan dengan demikian erat kaitannya dengan kapasitas dan jumlah
penduduk dalam suatu daerah itu sendiri.
Kemiskinan menjadi salah satu ukuran terpenting untuk mengetahui
tingkat kesejahteraan suatu rumah tangga. Sebagai suatu ukuran agregat,
tingkat kemiskinan di suatu wilayah lazim digunakan untuk mengukur tingkat
kesejahteraan di wilayah tersebut. Dengan demikian, kemiskinan menjadi
salah satu tema utama pembangunan. Keberhasilan dan kegagalan
pembangunan acapkali diukur berdasarkan perubahan pada tingkat kemiskinan
(Suryahadi dan Sumarto, 2001).
Kemiskinan terjadi karena kemampuan masyarakat pelaku ekonomi tidak
sama, sehingga terdapat masyarakat yang tidak dapat ikut serta dalam proses
pembangunan atau menikmati hasil-hasil pembangunan (Soegijoko, 1997).
Kemiskinan merupakan masalah pembangunan kesejahteraan sosial yang
3
berkaitan dengan berbagai bidang pembangunan lainnya, ditandai adanya
pengangguran, keterbelakangan, dan ketidakberdayaan. Oleh karena itu,
kemiskinan merupakan masalah nasional yang penanggulangannya tidak dapat
ditunda dan menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan
kesejahteraan sosial. Kemiskinan merupakan masalah yang sulit
ditanggulangi, karena mayoritas masuk kategori kemiskinan kronis (chronic
poverty) yang terjadi terus-menerus atau juga disebut kemiskinan structural
(Rencana Strategis 2010-2014 Kemensos, 2011).
Muttaqien (2006) mengungkapkan, bahwa kemiskinan menyebabkan efek
yang hampir sama di semua negara. Kemiskinan menyebabkan: (1) Hilangnya
kesejahteraan bagi kalangan miskin (sandang, pangan, papan), (2) Hilangnya
hak akan pendidikan, (3) Hilangnya hak akan kesehatan, (4) Tersingkirnya
dari pekerjaan yang layak secara kemanusiaan, (5) Termarjinalkannya dari hak
atas perlindungan hukum, (6) Hilangnya hak atas rasa aman, (7) Hilangnya
hak atas partisipasi terhadap pemerintah dan keputusan publik, (8) Hilangnya
hak atas psikis, (9) Hilangnya hak untuk berinovasi, dan (10) Hilangnya hak
atas kebebasan hidup.
Menurut World Bank (2006) ada tiga ciri yang menonjol dari kemiskinan
di Indonesia, yaitu: (1) banyak rumah tangga yang berada di sekitar garis
kemiskinan nasional yang setara dengan PPP 1.55 dolar AS perhari, sehingga
banyak penduduk yang meskipun tergolong tidak miskin tetapi rentan
terhadap kemiskinan, (2) ukuran kemiskinan didasarkan pada pendapatan
sehingga tidak menggambarkan batas kemiskinan yang sebenarnya. Banyak
4
orang yang mungkin tidak tergolong miskin dari segi pendapatan tetapi dapat
dikategorikan miskin atas dasar kurang akses terhadap pelayanan dasar serta
rendahnya indikator-indikator pembangunan manusia, (3) mengingat sangat
luas dan beragamnya wilayah Indonesia, perbedaan antar daerah merupakan
ciri mendasar dari kemiskinan di Indonesia. Implikasinya, pengentasan
kemiskinan hendaknya mempertimbangkan aspek lokalitas atau indikator-
indikator lokal yang ada.
Menurut Remi dan Tjiptoherijanto (2002) upaya menurunkan tingkat
kemiskinan telah dimulai awal tahun 1970-an diantaranya melalui program
Bimbingan Masyarakat (Bimas) dan Bantuan Desa (Bandes). Tetapi upaya
tersebut mengalami tahapan jenuh pada pertengahan tahun 1980-an, yang juga
berarti upaya penurunan kemiskinan di tahun 1970-an tidak maksimal,
sehingga jumlah orang miskin pada awal 1990-an kembali naik. Disamping itu
kecenderungan ketidakmerataan pendapatan melebar yang mencakup antar
sektor, antar kelompok, dan ketidakmerataan antar wilayah.
Pada dekade 1990-an pemerintah memunculkan kembali program
pengentasan kemiskinan, diantaranya Program Inpres Desa Tertinggal (IDT),
Program Pembangunan Prasarana Desa Tertinggal (P3DT), Tabungan
Kesejahteraan Keluarga (Takesra) dan Kredit Keluarga Sejahtera (Kukesra).
Adanya program-program tersebut dan program pembangunan lainnya secara
perlahan-lahan mampu menurunkan angka kemiskinan. Akan tetapi dengan
timbulnya krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan 1997,
telah menyebabkan bertambahnya penduduk miskin. Akibat krisis ekonomi
5
yang terus berkelanjutan, sampai dengan akhir tahun 1998 jumlah penduduk
miskin telah menjadi 49,5 juta jiwa atau sekitar 24,2 % dari jumlah penduduk
Indonesia. Perlu dicatat bahwa peningkatan jumlah penduduk miskin tersebut
tidak sepenuhnya terjadi akibat krisis ekonomi, tetapi juga dikarenakan
perubahan standar yang digunakan (BPS, 2003). Jumlah penduduk yang
meningkat tersebut terutama disebabkan oleh besarnya jumlah penduduk yang
berada sedikit di atas garis kemiskinan. Dalam kondisi krisis, kenaikan harga-
harga yang tidak diikuti oleh kenaikan pendapatan nominal menyebabkan
garis kemiskinan bergeser ke atas sehingga penduduk yang semula tidak
termasuk miskin menjadi miskin (UU No. 25 Tahun 2000 tentang Propenas).
Timbulnya krisis ekonomi tersebut, maka pemerintah melaksanakan
program Jaring Pengaman Sosial (JPS) untuk menutupi penurunan daya beli
mayoritas penduduk. Aktivitas program ini: 1) Program keamanan pangan
dalam bentuk penyediaan beras murah untuk keluarga miskin; 2) Program
pendidikan dan perlindungan sosial; 3) Program kesehatan melalui aktivitas
memberikan pelayanan kesehatan dasar bagi keluarga miskin; 4) Program
padat karya untuk mempertahankan daya beli rumah tangga miskin (Remi dan
Tjiptoherijanto, 2002). Upaya tersebut dilanjutkan dengan meluncurkan
program Pemberdayaan Daerah dalam Mengatasi Dampak Krisis Ekonomi
(PDM/DKE) pada akhir tahun 1998 berupa pemberian dana langsung kepada
masyarakat melalui pemerintah daerah. Berikutnya pemerintah juga
melaksanakan Program Pengembangan Kecamatan (PPK) dengan sasaran
perdesaan dan Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP)
6
dengan sasaran perkotaan. Sebagai kelanjutan Program JPS, pemerintah
melaksanakan Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar
Minyak (PKPS BBM) yang dilaksanakan diantaranya pada bidang pangan,
kesehatan, pendidikan, prasarana dan sebagainya.
Sejak digiatkannya kembali program-program pengentasan kemiskinan
tersebut, jumlah penduduk miskin di Indonesia secara perlahan berhasil
diturunkan jumlahnya. Jumlah penduduk miskin pada tahun 1998 sebesar 49,5
juta jiwa (24,2% dari jumlah penduduk Indonesia), pada tahun 2002 telah
turun menjadi 38,4 juta jiwa (18,20%) dan pada tahun 2003 sebesar 37,3 juta
jiwa (17,4%). (BPS, 2003).
Berdasarkan hasil kajian dampak program pengentasan di Kepulauan
Riau yang dilakukan oleh Pusat Kajian Kebijakan Publik Universitas Maritim
Raja Ali Haji bersama dengan Bappeda Kepri pada tahun 2014, disimpulkan
beberapa hal terkait dengan dampak Program Penanggulangan Kemiskinan
Provinsi Kepulauan Riau bahwa; 1) Tujuan dilaksanakanya Program
Penanggulangan Kemiskinan di Provinsi Kepulauan Riau telah tercapai
sebesar 51%. Artinya bahwa Program Penanggulangan Kemiskinan Provinsi
Kepulauan Riau telah mampu mendukung pengurangan angka kemiskinan
Provinsi Kepulauan Riau, 2) Sasaran Program Penanggulangan Kemiskinan di
Provinsi Kepulauan Riau adalah penduduk miskin yang masuk kategori sangat
miskin (kelompok 1) dan miskin (kelompok 2) sebagaimana yang terdata
dalam PPLS (Pendataan Program Perlindungan Sosial) tahun 2011. Sedangkan
untuk kelompok 3 atau kelompok hampir miskin tidak menjadi prioritas dalam
7
program pengentasan kemiskinan, namun demikian masih ada yang menerima
program pengentasan kemiskinan. Dari 11 kegiatan pengentasan kemiskinan
tersebut yang umum diberikan kepada penduduk yang masuk kelompok
hamper miskin adalah kegiatan pelayanan dibidang kesehatan khususnya
program jamkesda, dan 3) Program Penanggulangan Kemiskinan Provinsi
kepulauan riau telah mempengaruhi perilaku, pola pikir dan status ekonomi
masyarakat Provinsi Kepulauan Riau. Ada program yang mampu mendorong
masyarakat untuk lebih giat berusaha memenuhi kebutuhan dasar/primernya
seperti pembangunan/rehabilitasi posyandu, pemberian beasiswa dan program
pembinaan unit usaha bagi kelompok nelayan, petani maupun UMKM.
Namun demikian ada juga program yang justru membuat masyarakat miskin
menjadi pasif dalam memenuhi kebutuhan dasarnya. Diantara program yang
berdampak negative/pasif tersebut adalah program Rumah Layak Huni.
Amelia Maika (2009) dalam disertasinya tentang ‘Mengukur Kemiskinan
Subyektif di Indonesia’mengemukakan, bahwa indikator ekonomi bukan satu-
satunya metode untuk mengukur kemiskinan. Jika kemiskinan didefinisikan
sebagai hasil penilaian individu terhadap kesejahteraannya, maka pengukuran
subjektif perlu diperhatikan. Pengukuran subyektif tentang kemiskinan yang
dimaksud adalah bagaimana si miskin menilai kemiskinan dari sudut pandang
mereka sehingga posisi si miskin menjadi jelas.
Mengkritisi aspek metodologi dalam mengevaluasi dampak program
pengentasan kemiskinan, World Bank (2006) mengemukakan, bahwa data
kuantitatif yang diperoleh dalam mengukur dampak program pengentasan
8
kemiskinan tidak didukung oleh penilaian kualitatif yang sistematis. Indonesia
mempunyai sedikit pengalaman dalam hal penelitian partisipatoris, tetapi ini
kurang disebarkan dan tidak diprioritaskan di tingkat pemerintahan lokal atau
pendekatan nasional untuk penelitian kemiskinan, sehingga penelitian yang
dilaksanakan cenderung kuantitatif dan kurang bisa menggambarkan
fenomena kualitatif kemiskinan yang terjadi.
Berdasarkan latar belakang di atas dapat disimpulkan, bahwa terdapat
persoalan metodologis dalam mengungkap fenomena kemiskinan di
Indonesia, terutama yang terkait dengan metode penelitian tentang dampak
program pengentasan kemiskinan. Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan
untuk mengevaluasi konteks, input, proses, dan produk dari program
pengentasan kemiskinan di Kepulauan Riau. Asumsi yang mendasari adalah
karena penelitian tentang dampak program pengentasan kemiskinan yang ada
dan pernah dilakukan belum membahas tentang empat hal tersebut khususnya
secara kualitatif, sehingga dalam penelitian ini dipandang perlu untuk
menggunakan pendekatan kualitatif, menggunakan metode evaluasi serta
orientasi penelitian tidak hanya berfokus pada dampak (outcome) program
tetapi juga berfokus pada proses intervensi yang ditempuh dan kualitas
program intervensi.
Proses intervensi program sosial menurut Cox (2001) terdiri dari enam
tahapan, yaitu persiapan (engagement), pengkajian (assessment), perencanaan
program atau kegiatan (designing), implementasi (implementation), evaluasi
(evaluation) dan terminasi (termination). Sementara kualitas program menurut
9
Poister (1978) dan world Bank ada tujuh kriteria yaitu: (1) Effectiveness
(efektivitas), (2) Efficiency (efisiensi), (3) Adequacy (kecukupan), (4) Equity
(kesamaan atau pemerataan), (5) Responsiveness (responsivitas), (6)
Appropriateness (ketepatan atau kelayakan), dan (7) sustainability
(keberlanjutan). Program pengentasan kemiskinan yang dilaksanakan dengan
tahapan-tahapan intervensi yang benar dengan melibatkan partisipasi penuh
dari sasaran dan dengan kualitas program intervensi yang baik diasumsikan
akan memberikan dampak yang signifikan terhadap sasaran, baik secara
ekonomi, secara sosial, secara psikis maupun secara budaya.
Kajian terkait dengan program pengentasan kemiskinan di Provinsi
Kepulauan Riau pernah dilakukan oleh Pusat Kajian Kebijakan Publik
Universitas Maritim Raja Ali Haji bersama dengan Bappeda Provinsi
Kepulauan Riau pada tahun 2011 dan tahun 2014. Hasil Monitoring dan
Evaluasi terkait dengan program Pengentasan Kemiskinan dilakukan pada
kegiatan rehabilitasi rumah tidak layak huni. Hasil penelitian menemukan
bahwa masih terdapat beberapa persoalan terkait dengan pelaksanaan kegiatan
RTLH diantaranya adalah partisipasi masyarakat dalam program tersebut
masih minim. Masyarakat menyerahkan sepenuhnya kesuksesan pelaksanaan
program tersebut sehingga ada kesan yang sifatnya “menunggu”. Kajian kedua
dilakukan pada tahun 2014 dengan mengambil focus pada dampak program
pengentasan kemiskinan.
Berdasarkan hasil penelitian ini, disimpulkan beberapa hal terkait dengan
dampak Program Penanggulangan Kemiskinan Provinsi Kepulauan Riau
10
bahwa; 1) Tujuan dilaksanakanya Program Penanggulangan Kemiskinan di
Provinsi Kepulauan Riau telah tercapai sebesar 65% selama kurun waktu 3
tahun anaggaran. Artinya bahwa Program Penanggulangan Kemiskinan
Provinsi Kepulauan Riau telah mampu mendukung pengurangan angka
kemiskinan Provinsi Kepulauan Riau, 2) Sasaran Program Penanggulangan
Kemiskinan di Provinsi Kepulauan Riau adalah penduduk miskin yang masuk
kategori sangat miskin (kelompok 1) dan miskin (kelompok 2) sebagaimana
yang terdata dalam PPLS (Pendataan Program Perlindungan Sosial) tahun
2011. Sedangkan untuk kelompok 3 atau kelompok hampir miskin tidak
menjadi prioritas dalam program pengentasan kemiskinan, namun demikian
masih ada yang menerima program pengentasan kemiskinan.
Dari 11 kegiatan program pengentasan kemiskinan tersebut yang umum
diberikan kepada penduduk yang masuk kelompok hampir miskin adalah
kegiatan pelayanan dibidang kesehatan khususnya program jamkesda, dan
rumah layak huni. Dua kegiatan dalam Program Penanggulangan Kemiskinan
Provinsi Kepulauan Riau tersebut telah mempengaruhi perilaku dan pola pikir
masyarakat Provinsi Kepulauan Riau menjadi lebih negative yaitu bersifat
pasif. Namun ada juga program pengentasan kemiskinan yang mampu
mendorong masyarakat untuk lebih giat berusaha memenuhi kebutuhan
dasar/primernya seperti pembangunan/rehabilitasi posyandu, pemberian
beasiswa dan program pembinaan unit usaha bagi kelompok nelayan, petani
maupun UMKM.
11
Berdasarkan uraian tersebut diatas maka peneliti tertarik melakukan
penelitian dengan judul “Evaluasi Program Pengentasan Kemiskinan Di
Provinsi Kepulauan Riau”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah
1. Mengapa implementasi program pengentasan kemiskinan di Provinsi
kepulauan Riau tidak/belum sesuai dengan harapan?
2. Kendala apa saja yang dihadapi Pemerintah dalam melaksanakan
program pengentasan kemiskinan di Provinsi kepulauan Riau?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini diantaranya adalah sebagai
berikut:
1. Mengetahui implementasi program pengentasan kemiskinan di Provinsi
Kepulauan Riau.
2. Mendeskripsikan kendala yang dihadapi oleh Pemerintah Provinsi
Kepulauan Riau dalam melaksanakan program pengentasan kemiskinan
di wilayah Provinsi Kepulauan Riau.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini secara umum dapat dikategorikan menjadi dua;
1. Secara teoritis
a. Penelitian ini dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, khususnya
pada kajian ilmu pemerintahan dengan spesifikasi pada bidang kajian
Kebijakan Publik .
12
b. Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan untuk digunakan dalam
kegiatan penelitian selanjutnya.
2. Secara praktis
a. Bagi Mahasiswa. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai
bahan informasi dan menambah wawasan mengenai kajian pemerintahan
khususnya dalam hal pengambilan Kebijakan Publik
b. Bagi Peneliti. Menambah pengetahuan dan pengalaman peneliti sebelum
terjun langsung ke lapangan dalam penelitian serupa.
c. Bagi masyarakat. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat
terutama sebagai bahan informasi bagi masyarakat serta memberikan
sumbangan pemikiran dalam bentuk saran kepada Pemerintah Provinsi
Kepulauan Riau dalam menangani masalah kemiskinan.
E. Landasan Teori
1. Evaluasi Program
Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, maka menjadi sebuah
keniscayaan bahwa suatu program harus dievaluasi. Evaluasi program
dilakukan untuk meningkatkan dan mendorong agar suatu program
menjadi lebih efektif. Evaluasi program adalah suatu rangkaian kegiatan
yang dilakukan dengan sengaja untuk melihat tingkat keberhasilan
program. Ada beberapa pengertian tentang program sendiri. Dalam kamus
(a) program adalah rencana, (b) program adalah kegiatan yang dilakukan
dengan seksama. Melakukan evaluasi program adalah kegiatan yang
dimaksudkan untuk mengetahui seberapa tinggi tingkat keberhasilan dari
kegiatan yang direncanakan (Suharsimi Arikunto, 1993).
13
Menurut Tyler (1950) yang dikutip oleh Suharsimi Arikunto dan
Cepi Safruddin Abdul Jabar (2009), evaluasi program adalah proses untuk
mengetahui apakah tujuan program telah terealisasikan. Selanjutnya
menurut Cronbach (1963) dan Stufflebeam (1971) yang dikutip oleh
Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar (2009), evaluasi
program adalah upaya menyediakan informasi untuk disampaikan kepada
pengambil keputusan. Dari beberapa pendapat di atas, dapat dikatakan
bahwa evaluasi program merupakan proses pengumpulan data atau
informasi yang ilmiah yang hasilnya dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan bagi pengambil keputusan dalam menentukan alternatif
kebijakan.
Menurut pendapat sebagian ahli kebijakan, evaluasi dimasukkan
dalam tahap akhir siklus (proses) kebijakan. Namun, beberapa ahli
berpendapat bahwa evaluasi bukan merupakan tahap akhir namun masih
ada tahap selanjutnya dari hasil evaluasi tersebut. Sejatinya, kebijakan
publik lahir mempunyai tujuan untuk menyelesaikan permasalahan, namun
seringkali terjadi kebijakan tidak berhasil mencapai tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya. Untuk mengetahui sejauh mana pencapaian suatu
kebijakan dan sebab-sebab kegagalan suatu kebijakan Model-model
evaluasi yang satu dengan yang lainnya memang tampak bervariasi, akan
tetapi maksud dan tujuannya sama yaitu melakukan kegiatan pengumpulan
data atau informasi yang berkenaan dengan objek yang dievaluasi.
Selanjutnya informasi yang terkumpul dapat diberikan kepada pengambil
14
keputusan agar dapat dengan tepat menentukan tindak lanjut tentang
program yang sudah dievaluasi dilakukan evaluasi. Dalam bahasa yang
lebih singkat evaluasi adalah kegiatan yang bertujuan untuk menilai
“manfaat” suatu kebijakan ( Winarno, 2012).
Evaluasi program adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan
dengan sengaja untuk melihat tingkat keberhasilan program. Ada beberapa
pengertian tentang program sendiri. Dalam kamus (a) program adalah
rencana, (b) program adalah kegiatan yang dilakukan dengan seksama.
Melakukan evaluasi program adalah kegiatan yang dimaksudkan untuk
mengetahui seberapa tinggi tingkat keberhasilan dari kegiatan yang
direncanakan (Suharsimi Arikunto, 1993).
Menurut Tyler (1950) yang dikutip oleh Suharsimi Arikunto dan Cepi
Safruddin Abdul Jabar (2009), evaluasi program adalah proses untuk
mengetahui apakah tujuan program telah terealisasikan. Selanjutnya
menurut Cronbach (1963) dan Stufflebeam (1971) yang dikutip oleh
Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar (2009), evaluasi
program adalah upaya menyediakan informasi untuk disampaikan kepada
pengambil keputusan. Dari beberapa pendapat di atas, dapat dikatakan
bahwa evaluasi program merupakan proses pengumpulan data atau
informasi yang ilmiah dan hasilnya dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan bagi pengambil keputusan dalam menentukan alternatif
kebijakan.
15
Menurut Endang Mulyatiningsih (2011), evaluasi program dilakukan
dengan tujuan untuk:
a. Menunjukkan sumbangan program terhadap pencapaian tujuan
organisasi. Hasil evaluasi ini penting untuk mengembangkan
program yang sama ditempat lain.
b. Mengambil keputusan tentang keberlanjutan sebuah program,
apakah program perlu diteruskan, diperbaiki atau dihentikan.
Dilihat dari tujuannya, yaitu ingin mengetahui kondisi sesuatu, maka
evaluasi program dapat dikatakan merupakan salah satu bentuk penelitian
evaluatif. Oleh karena itu, dalam evaluasi program, pelaksana berfikir dan
menentukan langkah bagaimana melaksanakan penelitian.
Menurut Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar (2009),
terdapat perbedaan yang mencolok antara penelitian dan evaluasi program
adalah sebagai berikut: peneliti di dalam kegiatan penelitian ingin
mengetahui gambaran tentang sesuatu kemudian hasilnya dideskripsikan,
sedangkan dalam evaluasi program pelaksanan ingin mengetahui seberapa
tinggi mutu atau kondisi sesuatu sebagai hasil pelaksanaan program,
setelah data yang terkumpul dibandingkan dengan criteria atau standar
tertentu.Peneliti di dalam kegiatan penelitian dituntut oleh rumusan
masalah karena ingin mengetahui jawaban dari penelitiannya, sedangkan
dalam evaluasi program pelaksanan ingin mengetahui tingkat ketercapaian
tujuan program, dan apabila tujuan belum tercapai sebagaimana
16
ditentukan, pelaksanan ingin mengetahui letak kekurangan itu dan apa
sebabnya.
Berdasarkan uraian diatas, dapat dikatakan bahwa evaluasi program
merupakan penelitian evaluatif. Pada dasarnya penelitian evaluatif
dimaksudkan untuk mengetahui akhir dari adanya kebijakan, dalam rangka
menentukan rekomendasi atas kebijakan yang lalu, yang pada tujuan
akhirnya adalah untuk menentukan kebijakan selanjutnya.
2. Program Pengentasan Kemiskinan
Kata program dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
diartikan sebagai rancangan mengenai asas serta usaha yang akan
dijalankan. Program adalah suatu rencana yang melibatkan berbagai unit
yang berisi kebijakan dan rangkaian kegiatan yang harus dilakukan dalam
kurun waktu tertentu. Menurut Arikunto (2004) mengemukakan ada dua
pengertian istilah program yaitu pengertian secara khusus dan umum
menurut pengertian secara umum program dapat diartikan sebagai rencana.
Sebuah program bukan hanya kegiatan tunggal yang dapat diselesaikan
dalam waktu yang singkat tetapi merupakan kegiatan yang
berkesinambungan karena melaksanakan suatu kebijakan. Oleh karena itu
sebuah program dapat berlangsung dalam kurun waktu relatif lama.
Selanjutnya Arikunto (2004) mengemukakan pengertian program
adalah suatu unit atau kesatuan kegiatan maka program merupakan sebuah
sistem yaitu rangkaian kegiatan yang dilakukan bukan hanya satu kali
melainkan berkesinambungan Apabila program ini langsung dikaitkan
17
dengan evaluasi program maka program didefinisikan sebagai suatu unit
atau kesatuan kegiatan yang merupakan realisasi atau implementasi dari
suatu kebijakan berlangsung dalam proses berkesinambungan. Terdapat
tiga pengertian perlu ditekankan dalam menentukkan program yaitu: (1)
realisasi atau implementasi suatu kebijakan, (2) terjadi dalam waktu relatif
lama, (3) terjadi dalam organisasi yang melibatkan sekelompok orang.
Pengentasan berasal dari kata dasar “entas”. Kata “entas” dalam
KBBI diartikan sebagai mengangkat (dari suatu tempat ke tempat lain):
mengeluarkan dari lingkungan; menyadarkan; memperbaiki nasib.
Pengentasan diartikan sebagai proses, cara, perbuatan mengangkat atau
mengeluarkan atau menyadarkan atau memperbaiki nasib. Kemiskinan
berasal dari kata dasar “miskin”. Kata “miskin” dalam KBBI diartikan
sebagai tidak berharta; serba kekurangan (berpenghasilan sangat rendah).
Kemiskinan kemudian diartikan sebagai hal, keadaan, atau situasi tidak
berharta; serba kekurangan (berpenghasilan sangat rendah).
Pemahaman mengenai “kemiskinan” mestilah beranjak dari
pendekatan berbasis hak (right based approach). Dalam pemahaman ini
harus diakui bahwa seluruh masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan,
mempunyai hak-hak dasar yang sama. Kemiskinan juga harus dipandang
sebagai masalah multidimensional, tidak lagi dipahami hanya sebatas
ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan dalam memenuhi hak-
hak dasar dan perbedaan perlakuan bagi seseorang atau sekelompok orang
dalam menjalani kehidupan secara bermartabat. Pendekatan right based
18
approach mengandung arti bahwa negara berkewajiban untuk
menghormati, melindungi, dan memenuhi hak-hak dasar masyarakat
miskin secara bertahap.
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 42 Tahun 2010
tentang Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Provinsi dan
Kabupaten/Kota Bab 1 Ketentuan Umum ayat 1:
Penanggulangan Kemiskinan adalah kebijakan dan program
pemerintah dan pemerintah daerah yang dilakukan secara sistematis,
terencana, dan bersinergi dengan dunia usaha dan masyarakat untuk
mengurangi jumlah penduduk miskin dalam rangka meningkatkan
derajat kesejahteraan rakyat.
Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 13 Tahun
2009 tentang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan, “penanggulangan
kemiskinan merupakan bagian dari pelaksanaan Rencana Pembangunan
Jangka Panjang dan kesepakatan global untuk mencapai Tujuan
Pembangunan Millenium”. Berdasarkan Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan, “dalam upaya percepatan penanggulangan kemiskinan perlu
dilakukan langkah-langkah koordinasi secara terpadu lintas pelaku dalam
penyiapan perumusan dan penyelenggaraan kebijakan penanggulangan
kemiskinan”.
Berdasarkan uraian di atas, program pengentasan kemiskinan
merupakan suatu unit atau kesatuan rancangan atau rencana kegiatan
mengenai proses, cara, perbuatan mengangkat atau mengeluarkan atau
menyadarkan atau memperbaiki hal, keadaan, atau situasi tidak berharta;
19
serba kekurangan (berpenghasilan sangat rendah) untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan
masyarakat, pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil, serta program
lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi. . Unit atau kesatuan
rancangan atau rencana kegiatan tersebut dilakukan bukan hanya satu kali
melainkan berkesinambungan, dapat berlangsung dalam kurun waktu
relative lama. Hal ini merupakan realisasi atau implementasi dari suatu
kebijakan yang melibatkan pemerintah, pemerintah daerah, dunia usaha,
serta masyarakat .
Program pengentasan kemiskinan Provinsi Kepulauan Riau disusun
dengan mengacu pada Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 13
Tahun 2009 tentang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan, Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan, Intruksi Presiden Republik Indonesia
Nomor 3 Tahun 2010, tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan
dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 42 Tahun 2010 tentang Tim
Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Provinsi dan Kabupaten / Kota.
3. Indikator Ketercapaian Program Penanggulangan Kemiskinan
Tujuan program penanggulangan kemiskinan sebagaimana dijabarkan
dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010
tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan pada Bab 3 tentang
strategi dan program percepatan penanggulangan kemiskinan bagian
kesatu pasal 3 adalah:
20
a. berkurangnya beban pengeluaran masyarakat miskin;
b. meningkatkannya kemampuan dan pendapatan masyarakat
miskin;
c. berkembang dan terjaminnya keberlanjutan Usaha Mikro dan
Kecil;
d. adanya sinergi kebijakan dan program penanggulangan
kemiskinan.
Sasaran program pengentasan kemiskinan di daerah adalah
berkurangnya jumlah penduduk miskin dari tahun ke tahun. Indikator ini
diukur berdasarkan angka kemiskinan daerah.
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Desain kegiatan evaluasi program dalam bahasan ini menggunakan
model rancangan penelitian evaluasi kualitatif yang bersifat deskriptif.
Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologik,
yaitu memungkinkan untuk mengungkap realita yang mendeskripsikan
situasi secara komprehensif dengan konteks yang sesungguhnya tentang
efektifitas pelaksanaan program program pengentasan kemiskinan di
Provinsi Kepulauan Riau. Keputusan-keputusan yang diambil dari
penilaian implementasi pada setiap tahapan evaluasi program
diklasifikasikan dalam tiga katagori yaitu rendah, menengah, dan tinggi.
Evaluasi program pengentasan kemiskinan di Provinsi Kepulauan
Riau ini menggunakan Model CIPP yang dikembangkan oleh Stufflebeam,
dkk pada tahun 1967 di Ohio State University yang dikutip Suharsimi
Arikunto, dan Cepi Syafruddin Abduljabar (2008), CIPP merupakan
sebuah singkatan dari huruf awal empat kata yaitu: Context evaluation,
21
Input evaluation, Process evaluation dan Product evaluation. CIPP
sebagai metode evaluasi memandang program yang dievaluasi sebagai
sebuah sistem, maka CIPP akan menganalisis program tersebut
berdasarkan komponen-komponen context, input, process dan product.
Gambar 1. Desain Model CIPP
2. Informan Penelitian
Subyek penelitian kualitatif ini adalah tim Koordinator, monitoring,
dan pelaksana program pengentasan kemiskinan di Provinsi Kepulauan
Riau. Informan dalam penelitian ini adalah tim dari pemerintah Provinsi
Program Pengentasan Kemiskinan di Kepulauan Riau
Tahun 2014
Konteks: 1. Kebijakan dan petunjuk
pelaksanaan yang digunakan
2. Target yang ditentukan 3. Sasaran yang ditentukan 4. Hasil yang diharapkan
Input: 1. Ketersediaan tim
coordinator dan monitoring
2. Alokasi anggaran dan penggunaan
3. Ketersediaan tim pelaksana
Proses: 1. Kesesuaian jadwal
dengan pelaksanaan 2. Aktivitas
pelaksanaan 3. Peran tim
coordinator dan monitoring
4. Peran tim pelaksana
Produk: Data program pengentasan
kemiskinan yang sudah terlaksana
22
Kepulauan Riau, dan penerima program pengentasan kemiskinan di Kota
Tanjungpinang.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan untuk mengevaluasi
program Pengentasan Kemiskinan ini adalah dokumentasi, wawancara,
observasi, yang dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.
Dokumen dapat berbentuk tulisan, gambar atau karya-karya seseorang.
Dokumen yang berbentuk tulisan dapat merupakan catatan harian,
sejarah kehidupan, peraturan, kebijakan. Data dokumentasi yang
berkaitan dengan penyelenggaraan program pengentasan kemiskinan
adalah : 1) Konteks ; berbagai peraturan dan petunjuk pelaksanaan
program pengentasan kemiskinan di Kepulauan Riau, 2) Input ; data
anggaran dan alokasi serta tim program, 3) Proses ; jadwal program, 4)
Produk ; data program pengentasan kemiskinan yang sudah terlaksana.
b. Wawancara
Wawancara adalah alat untuk mengumpulkan data yang
digunakan untuk mendapatkan informasi yang berkenaan dengan
pendapat, harapan, persepsi yang dilakukan dengan mengajukan
pertanyaan pada kegiatan-kegiatan seputar program pelaksanaan
pengentasan kemisikinan di Provinsi Kepulauan Riau pada komponen
konteks, input, proses dan produk.
23
c. Observasi
Observasi adalah salah satu teknik pengumpulan data melalui
pengamatan. Dalam observasi peneliti mengamati langsung hasil
program pengentasan kemiskinan di Kepulauan Riau.
4. Teknik Analisis Data
Teknik Analisis data dalam penelitian ini diperoleh dari hasil
wawancara untuk jenis data primer maupun dari sumber lainnya untuk
data sekunder selanjutnya akan dianalisa untuk menilai apakah data
yang diperoleh sesuai dengan yang dibutuhkan dalam penelitian ini.
Analisis data diawali dengan menentukan bagian-bagian yang akan
dianalisis.
Analisis data dimaksudkan untuk memahami arti dan penafsiran
sebagai cara menjelaskan dan membandingkan data yang sudah
diterapkan dan diolah dengan teori yang relevan. Berdasarkan jenis
data, analisis yang digunakan yaitu teknik analisis data deskriptif
kualitatif.
Dalam teknik analisis data penulis mencoba membandingkan
antara apa yang terjadi dengan apa yang seharusnya di laksanakan
serta membandingkan hasil yang dicapai dengan standar yang ada.
Bogdan dalam Sugiyono (2009 : 334), analisis data kualitatif adalah
proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh
dari wawancara, catatan di lapangan dan bahan-bahan lain, sehingga
dapat mudah untuk dipahami, dan temuanya dapat diinformasikan pada
24
orang lain. Analisis data dilakukan dengan mengorganisasikan data,
menjabarkanya kedalam bagian-bagian, melakukan sintesa, menyusun
menjadi pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari,
membuat kesimpulan
yang dapat disampaikan kepada orang lain. Analisis data
merupakan proses yang berlangsung secara berkesinambungan yang
dapat dilaksanakan pada hampir semua fase analisis data secara
menyeluruh dari data yang didapat dengan tidak mengaburkan
karakteristik data yang sudah terkumpul. Miles dan Huberman yang
dikutip Sugiyono (2009 : 337), mengemukakan bahwa aktivitas dalam
analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung
secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh.
Aktivitas yang dimaksudkan dalam analisis data yaitu reduksi data ,
display data , dan kesimpulan/verifikasi.
25
G. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa data dan pembahasan pada bab sebelumnya,
kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pelaksanaan program RTLH dalam hal konteks, input dan proses sudah
mengarah pada kondisi idealnya. Namun demikian, untuk dimensi produk
program RTLH belum sesuai dengan konteks idealnya. Terdapat unsur-
unsur yang berjalan tidak sesuai dengan tujuan. Terbukti dengan adanya
rehab rumah yang selesai tidak tepat waktu, kekurangan biaya, dan jumlah
tim pelaksana yang kurang.
2. Produk yang tidak ideal tersebut disebabkan oleh adanya kendala-kendala
yang tidak terselesaikan dengan baik. Kendala-kendala tersebut yaitu
mengenai penetapan calon penerima bantuan yang tidak sama dengan data
PPLS tahun 2011, penerima bantuan yang tidak memahami bagaimana
harus merehab atau membangun rumahnya karena tidak adanya pedoman
baku bentuk rumah, pencairan dana yang lama, cuaca yang tidak menentu,
dan suplai material yang dianggap tidak lancar atau terlambat. Kendala-
kendala tersebut terbukti menghambat keberhasilan pelaksanaan program
RTLH. Kendala-kendala tersebut berdampak pada pencapaian target waktu
penyelesaian rumah layak huni serta kecukupan biaya.
H. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, saran yang sesuai dengan hasil penelitian
ini adalah sebagai berikut :
26
1. Kepada Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau khususnya tim perencana
program RTLH, agar menindaklanjuti temuan-temuan kendala tersebut
melalui perbaikan sistem, mempersiapkan solusi atas kendala tak
terduga, dan menambah tim pelaksana.
2. Kepada akademisi atau peneliti selanjutnya, agar melakukan penelitian
yang serupa di tempat lain untuk melihat kemungkinan hasil lainnya.
27
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku:
Amelia Maika. (2009). Mengukur kemiskinan subyektif di Indonesia: Eksplorasi
faktor yang membuat seseorang merasa miskin. Yogyakarta: Makalah
Seminar, 19 Februari.
Arif Muttaqien. (2006). Paradigma baru pemberantasan kemiskinan, rekonstruksi
arah pembangunan menuju masyarakat yang berkeadilan, terbebaskan
dan demokratis dalam Arif Mutaqien dkk, Menuju Indonesia
sejahtera. Jakarta: Khanata, Pustaka LP3ES Indonesia.
Arikunto, Suharsimi dan Cepi Safrudin Abdul Jabar, 2009. Evaluasi Program
Pendidikan, Jakarta: PT. Bumi Akasara
Arikunto, Suharsimi. 2004. Prosedur Penelitian: Suatu pendekatan Praktek.
Bandung: Rineka Cipta.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2003. Survei Demografi dan Kesehat an Indonesia
(SDKI) 2002-2003.
BAPPEDA dan Pusat Kajian Kebijakan Publik Universitas Maritim Raja Ali Haji,
2014. Kajian Dampak Program Penanggulangan Kemiskinan Provinsi
Kepulauan Riau Tahun 2014. Kepulauan Riau: Bappeda Kepri
Cox, D. (2004). Outline of presentation on poverty alleviation programs in The
Asia-Pasific Region. Makalah disampaikan pada Internasional seminar
oncurriculum development for social work education in Indonesia.
Bandung: STKS, 2 Maret.
Mulyatiningsih, Endang. 2011. Riset Terapan Bidang Pendidikan dan Teknik.
Yogyakarta:UNY
Remi, S.S. dan P. Tjiptoherijanto. 2002. Kemiskinan dan Ketidakmerataan di
Indonesia (Suatu Analisis Awal). PT. Rineka Cipta. Jakarta.
Soegijoko. 1997. Bunga Rampai Perencanaan Pembangunan di Indonesia.
Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.
28
Suryahadi dan Sumarto. 2001. “Memahami Kemiskinan Kronis dan Kemiskinan
Sementara di Indonesia”. Smeru Newsletter. No.03. Jakarta: SMERU
Research Institute.
Winarno, Budi ( 2012). Kebijakan Publik : Teori, Proses, dan Studi Kasus.
Yogyakarta : Caps
World Bank, (2007). Era baru dalam pengentasan kemiskinan di Indonesia.
Jakarta: PT Grha Info Kreasi
Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2005 tentang Tim Koordinasi
Penanggulangan Kemiskinan Undang-Undang Dasar 1945
Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan.
Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2009 tentang Koordinasi Penanggulangan
Kemiskinan
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2009 tentang Koordinasi
Penanggulangan Kemiskinan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 42 Tahun 2010 tentang Tim Koordinasi
Penanggulangan Kemiskinan Provinsi dan Kabupaten/Kota