EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT...
Transcript of EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT...
EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH
DI INSTITUT ILMU AL-QURAN JAKARTA
TESIS
Diajukkan Sebagai Persyaratan Mendapatkan Gelar
Magister Pendidikan Agama Islam (M.Pd) Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Program Studi Agama
Islam (PAI) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh:
Rahmi Zaimsyah
21140110000002
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1438 H/2017 M
vi
ABSTRAK
Rahmi Zaimsyah, (2017). “Evaluasi Pengembangan Program Tahfizh Di Institut Ilmu
Al-Quran Jakarta” Tesis, Program Magister Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Pendidikan
(FITK) Prodi Pendidkan Agama Islam (PAI) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Menghafal Al-Quran merupakan suatu kegiatan yang sangat sulit dilakukan oleh
orang pada umumnya. Selain itu menghafal Al-Quran akan sulit dilakukan jika dibarengi
dengan melakukan kegiatan lain. Di kampus Institut Ilmu Al-Quran seluruh mahasiswi
diwajibkan untuk menghafal Al-Quran. Walaupun begitu IIQ juga mempunyai matakuliah
yang kurikulumnya sama dengan perguruan tinggi Islam lainnya. Hal ini menjadi salah
satu faktor sedikitnya mahasiswi yang mengamil program tahfizh 30 juz.
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap: 1). Evaluasi pengembangan program
tahfizh di IIQ Jakarta yang mencakup pada pertama evaluasi konteks, kedua evaluasi
masukan, ketiga evaluasi proses, dan keempat evaluasi produk dan hasil. 2). Melihat sejauh
mana implikasi kebijakan lembaga terhadap hasil. 3). Efektifitas penerapan program
pengembangan tahfizh Al-Quran di IIQ Jakarta. Penelitian ini menggunakan penelitian
kualitatif, karena peneliti ingin melihat prilaku dan kebijakan dalam program tahfizh di IIQ
Jakarta.
Metodologi penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan memfokuskan
pada evaluasi pengembangan program, yaitu dengan meneliti fenomena yang terjadi secara
alamiah sebagai sumber data langsung. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan
observasi, wawancara mendalam, dan studi dokumentasi sebagai informasi pendukung.
Sebagai informan dalam penelitan ini adalah ketua lembaga tahfizh sebagai key informan,
staff lembaga, instruktur tahfizh, pengurus pesantren takhasus dan mahasiswi. Teknik
analisis data dilakukan dengan analisis kualitatif, terdiri dari reduksi data, display data dan
verifikasi atau pengambilan kesimpulan. Ketiga kegiatan ini saling berkaitan antara satu
sama lain.
Dalam penelitian ini peneliti menemukan beberapa hasil penelitian yaitu Pertama
evaluasi pengembangan program secara umum dalam kegiatan pembinaan tahfizh
pembibitan dan pengkaderan sudah berjalan sebagaimana mestinya hanya saja perlu
peningkatan dalam controlling. Kedua, Implikasi kebijakan lembaga terlihat pada hasil
yaitu alumni lulusan IIQ terlihat sedikit sekali yang mengambil program tahfizh 30 juz,
terlihat pada tahun 2012 program 5 juz 54 mahasiswi dan 30 juz 20 mahasiswi. Pada tahun
2014 program 5 juz 84 mahasiswi dan program 30 juz 16 mahasiswi, dan pada tahun 2015
program 5 juz 106 orang sedangkan program 30 juz 9 mahasiswi. Data ini menandakan
bahwa kebijakan dari lembaga sangat mempengaruhi hasil, untuk itu kebijakan seharusnya
diperbaharui melihat semakin meningkatnya mahasiswi yang mengambil program 5 juz
dari tahun ke tahun, dan hal ini jauh dari tujuan didirikannya IIQ Jakarta. Ketiga efektifitas
pelaksanaan program sudah berjalan secara normal dan yang baik, namun sebaiknya
kerjasama semua pihak harus dilakukan yaitu pihak kampus dan pesantren takhassus agar
meningkatkan out put yang baik pula. Untuk itu dalam hal ini lembaga tahfizh harus selalu
melakukan evaluasi terhadap program tahfizh agar meningkat lebih baik.
Kata Kunci: Evaluasi Program, Menghafal (tahfizh) Al-Quran, Pengembangan
Program.
vii
ABSTRACT
Rahmi Zaimsyah, (2017). “An Evaluation of Development Program of Tahfizh at Institut
Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta.” Thesis of Magister Program of Faculty of Educational
Sciences at Islamic Education Department State Islamic University Jakarta.
Memorizing Quran is one of difficult activities done by people in general;
further, Memorizing the Quran would be difficult if accompanied by doing other activities.
In IIQ all its female students are required to memorize the holy Quran, even though the
curriculum at IIQ is similar to that of at other Islamic universities. It becomes one of
factors causing declining the number of students taking 30 juz memorizing Quran.
This research aimed at revealing: 1) the evaluation of development program of
tahfizh in IIQ Jakarta included first context evaluation, second input evaluation, third
process evaluation, and fourth product or result evaluation. 2) of what extent the
implication of institution’s policy toward the result. 3) the effectiveness of the
implementation of development program of Quran tahfihz at IIQ Jakarta.
This research methodology uses a qualitative approach and focuses on the evaluation of
program development, ie by researching the phenomenon that occurs naturally as a source of direct
data. The data were gathered from observation, depth interviews, and documentation as
supporting information. The informants of this research were the chair of tahfizh institution
as a key informant, the staff of the institutions, tahfiz instructors, the directress of
pesantren, and the female students. The data were analysed by qualitative analysis
consisting of data reduction, data displaying, and verification or conclusion taking; those
three activities were related one another.
The findings of this research were: first the evaluation of development program in
general in the development of tahfizh and regeneration were run as expected which only
needed the increasing of controlling. Second, the implication of the policy was seen from
its alumni in which only few of them taking the program of tahfizh of 30 juz, as an
example in 2012 there were only 20 students taking this program, while 54 students took
the program of tahfizh of 5 juz; in 2014, the students taking the program of tahfizh of 30
juz were 16 and 84 students taking the program of tahfizh of 5 juz; in 2015, 9 students took
a part in the program of tahfizh of 30 juz and 105 students in the program of tahfizh of 5
juz. The data showed that the policy from the institution affected the result, therefore the
policy should consider things related to the increasing number of students taking the
program of tahfizh of 5 juz which deters the aim of IIQ itself. Third the effectiveness of the
program run well, however the institution should intensify cooperation to any parties to
increase the output. For these reasons, the tahfizh institution should conduct regular
evaluation for tahfizh program to be better.
Keywords: program evaluation, tahfizh (memorizing) Quran, development program
viii
ملخص
في جامعة علوم القرآن جاكرتا". رسالة القرآن ظحفير برنامج م(. "تقويم تطو 7102و )شرحمي زعمجامعة شريف ىداية الله برنامج الماجتير. في كلية العلوم التبوية في قتم التبية الإسلامية اجتير.. الم
الإسلامية الحكومية جاكرتا.أن يفعلوه ويصعب أداءه إذا أقتن أعوام الناس حفظ القرآن من الأنشطة التي يصعب على
التي يجب على جميع المواد في جامعة علوم القرآن جاكرتا من وحفظ القرآنبالأنشطة الأخرى. ها كمنهج الجامعات من المواد الدراسية التي ىي منهج ضافة إلى غر.ىاالطالبات أن ييبعنها بالإ
الإسلامية الأخرى بشكل عام.
( تقويم تطوير برنامج حفظ القرآن في جامعة علوم 0ىدف ىذا البحث إلى الكشف عن الدخل، ج( تقويم العملية اليعلمية، ه( تقويم القرآن جاكرتا من النواحي:أ( الإطار العام، ب( تقويم
( فعالية تطبيق برنامج تطوير حفظ القرآن 3للنيائج، ( مدى تضمين سياسة المؤستة 7النيائج. معة علوم القرآن جاكرتا.بجا
اسيخدمت ىذه الدراسة المنهج الكيفي وتركز على تقييم وتطوير البرنامج، عن طريق المنهجيه ىذا اسيخدم .البحث في ىذه الظاىرة التي تحدث بشكل طبيعي كمصدر بيانات مباشرة
المباشرة، والمقابلة وأساليب جمع البيانات المتيخدمة فيو ىي الملاحظة . لمدخل النوعيالبحث ااسة الوثائقية. وأما المخبرون في ىذا البحث فهم رئيس مؤستة حفظ القرآن باعيباره الشخصية، والدر
مخبرا رئيتيا، وموظفوىا، ومدرب حفظ القرآن، ومديرة معهد اليخصص، والطالبة. والبيانات التي تقليص البيانات ي يحيوي على حصل عليها ىذا البحث تم تحليلها باسيخدام اليحليل النوعي الذ
.ووصفها وتحققهاوالاسينياج
، أن برنامج حفظ القرآن في جامعة علوم أولاأهمها: ىذا البحث والنيائج التي توصل إليها ولكنو لم يزل في حاجة إلى ترقييو من ناحية القرآن جاكرتا بشكل عام قد جرى جريا صحيحا
امعة اتجمن ميخرج أظهرت تأثر.ىا الذي ييمثل فيما يلي: أن يقل ، أن سياسة المؤستة ثانيا.المراقبةم 7107في سنة كما ييمثل فيما يلي: جزء 31من تشتك في برنامج علوم القرآن جاكرتا
ix
م 7105طالبة يشتكن في برنامجأجزاء. وفي سنة 45جزء، 31 في برنامج نشتكي طالبة 71حواليأجزاء.وفي سنة 4 طالبة يشتكن في برنامج 35جزء 31امج طالبة يشتكن في برن 01حوالي أجزاء. 4 طالبة يشتكن في برنامج 011جزء 31يشتكن في برنامج طالبات4م حوالي 7104
وقد أشارت ىذه البيانات إلى أن التياسة التي اتبعيها المؤستة تؤثر تأثر.ا قويا على النيائج. ومن ثم أجزاء 4في برنامج ييبعن لاتيفي الاعيبارنظرا لازدياد عدد الطالبات ال بد من أخذىالا فيلك التياسة
جرى فعالييو وقد ، أن برنامج تطوير حفظ القرآن في ىذه الجامعة قد أبدى ثالثامن عام إلى عام. جريا حتنا وصحيحا، ولكنو لم يزل في حاجة إلى ترقييو باليعاون مع جميع الجوانب من جانب
يخصص للحصول على النواتج الجيدة. ومن ثم فمن الجدير بمؤستة حفظ القرآن أن امعة ومعهد الالج ىذا البرنامج. تقوم دائما بيقويم برنامج حفظ القرآن حتى يتقى
النقاظ الحاكمة: تقويم البرنامج، حفظ القرآن، تطوير البرنامج
vii
حيم حمن الر بسم الله الر
KATA PENGANTAR
Segala puja serta puji hanya milik Allah SWT yang telah menganugerahkan
karunia yang begitu besar kepada manusia, berupa iman, kesehatan, dan ilmu. Sholawat
serta salam semoga tercurahkan kepada pimpinan para Rasul dan hambanya yang setia
melaksanakan perintah serta sunnahnya.B erkat Rahmat Allah juga penulis dapat
menyelesaikan Tesis ini dengan judul “EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM
TAHFIZH DI INSTITUT ILMU AL-QURAN JAKARTA”. Tesis ini ditulis untuk
memenuhi sebagian persyaratan guna mendapatkan gelar Magiser Pendidikan Islam pada
program pascasarjana Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari bahwa tesis ini jauh dari kesempurnaan karena terbatasnya ilmu
yang penulis miliki. Akan tetapi berkat pengarahan dan bimbingan dari berbagai pihak,
tesis ini dapat penulis selesaikan. Pada kesempatan ini penulis persembahkan bingkaian
rasa terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada: :
1. Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof.Dr. Dede Rosyada,MA yang telah
memimpin kampus ini dengan baik serta memberikan banyak kemajuan.
2. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan keguruan (FITK) UIN Jakarta Prof. Dr. Ahmad
Thib Raya, MA Beserta jajarannya
3. Ketua program Studi Magister PAI (MPAI) FITK Dr.H. Sapiuddin Shidiq, M.Ag
beserta staffnya Pak Muslikh Amrullah, S.Ag yang telah banyak memberikan
bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
4. Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag selaku pembimbing yang telah memberikan
bimbingannya dan meluangkan waktu memberikan arahan kepada penulis untuk
kesempurnaan penulisan tesis ini, serta untuk bapak dan ibu dosen FITK yang
telah memberikan ilmu dengan ikhlas yang sangat bermanfaat bagi penulis.
5. Suamiku Muh.Syarief Dzul Fahmi, SQ, S.Ud. yang telah banyak membantu dan
memberikan motivasi serta dorongan, terimakasih kakanda. Dan untuk ulama
kecilku fashihah malikah doa terbaik untukmu anakku.
6. Ayah dan Umi, Bapak Dr. Syahbuddin Zakaria, MA dan ibu Dra. Zaimah yang
selalu mencurahkan perhatian, kasih sayang dan motivasi serta doa yang tak
pernah putus untuk penulis. Sudah sepantasnya penulis persembahkan skripsi ini
hanya untuk kalian.
7. Adik-adikku Futhri Rifa Zaimsyah, S.FT Annisa Masruri Zaimsyah dan T.M. Rais
Mujahid Syah terimakasih atas doa, kasih sayangnya dan dukungannya untuk
kakak.
8. Lembaga Tahfizh LTQQ IIQ yang telah memberikan sumber data dan waktu untuk
menggali informasi demi tersusunnya tesis ini, kepada Ibu Hj.Muthmainnah, MA,
beserta jajarannya.
Hanya ucapan terima kasih yang mampu penulis sampaikan dan seraya berdo’a
mudah-mudahan segala kebaikan yang diberikan memperoleh ganjaran amal kebajikan
yang berlipat ganda oleh Allah SWT. Mudah-mudahan tesis ini bermanfaat bagi penulis
pada khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Berdasarkan data yang diperoleh dari harian umum Pelita pada (27/11/2003)
penghafal Al-Quran di Negara Mesir Sebanyak 12,3 juta atau sekitar 18,5 persen dari total
67 juta jiwa penduduk Mesir. Data Kementerian Waqaf (semacam kementerian agama)
Mesir menyebutkan, para penghafal Al-Quran itu tergolong dalam usia kanak-kanak dan
remaja, dewasa, serta golongan orang lanjut usia. (Pelita, 2003, para. 2)
Republika menyatakan Sedangkan di Negri kita Jumlah penghafal Al-Quran
mencapai 30 ribu orang atau 12% dari 237.641.326 seluruh penduduk di Indonesia. Jumlah
penghafal Al-Quran di Arab Saudi 6.000 orang penghafal Al-Quran atau 22% dari
26.534.504 seluruh penduduk. (Republika, 2010,para. 3) Jika dilihat dari presentase nya
bahwa yang lebih unggul adalah Arab Saudi, karena dibandingkan dengan jumlah
keseluruhan penduduk. Bandingannya adalah 12%, 18,5% dan 22%. Namun, bagi
indonesia ini merupakan sebuah kebanggan bahwa semakin hari perhatian masyarakat
terhadap Al-Quran meingkat dengan adanya pesantren-pesantren tahfizh di berbagai
wilayah di Indonesia serta adanya acara-acara televisi yang mensyiarkan Al-Quran.
(Republika, 2010,para. 3)
Dari data di atas, terlihat bahwa tradisi menghafal Al-Quran merupakan hal yang
banyak diminati oleh banyak kalangan, mulai dari anak-anak, dewasa hingga pada usia
lanjut. Hal ini karena manusia merupakan ciptaan Allah yang sempurna. Manusia diberi
nafsu dan akal pikiran agar dapat digunakan untuk beribadah dan mengabdi pada Allah dan
salah satu ibadah yang sangat mulia ialah dapat menghafal Al-Quran dan mengamalkan
ajarannya dalam kehidupan sehari-hari.
Allah memberikan manusia kitab suci Al-Quran sebagai petunjuk dan pedoman
hidup sebagaimana firman Allah:
“Alif laam miin Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi
mereka yang bertaqwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan
shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki, yang Kami anugerahkan kepada mereka”
(Q.S. Al-Baqoroh (2): 1-2)
“Dan Sesungguhnya Al Quran itu benar-benar menjadi petunjuk dan rahmat bagi
orang-orang yang beriman” (Q.S. An-Naml (27): 88)
Al-Quran merupakan mukjizat yang terjamin kemurniannya hingga hari kiamat.
Ada banyak kemuliaan dan kebaikan yang ada dalam Al-Quran. Dengan demikian tidak
ada satu kebahagiaan di hati seorang mukmin melainkan dapat membaca Al-Quran,
menghafalkannya serta mendalami arti maksud yang terkandung di dalamnya yang
terpenting adalah mengamalkan dan mengajarkannya:
1
2
“Dan Sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, Maka
Adakah orang yang mengambil pelajaran?” (Q.S.Al-Qomar (54): 17, 22, 32, 40)
Menghafal Al-Quran merupakan kebutuhan umat Islam sepanjang zaman,
sekelompok masyarakat tanpa adanya seorang huffadz akan sepi dari suasana Al-Quran
yang semarak. Ziyad mengatakan “Al-Quran dijaga disisi Allah sehingga Allah melibatkan
para hambanya dengan menghafal dalam “sûdûr” atau hati mereka” (Ziyad, 2010: 4)
Allah telah menjaga keontetikan Al-Quran sampai akhir zaman, senada dengan firmanNya:
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Quran, dan Sesungguhnya Kami
benar-benar memeliharanya.” (Q.S. Hijr (15): 9
Dalam Hadis Nabi disebutkan keutamaan orang yang membaca dan mengamalkan
maka Al-Quran akan datang pada hari kiamat sebagai syafa’at bagi orang yang
membacanya
ث نا أبو داود الفري وأبو ن عيم عن سفيان عن عاصم بن أب حد ث نا ممود بن غيلن حد قال ي قال لصاحب الن جود عن زر عن عبد الل و بن عمرو عن الن ب صل ى الل و عليو وسل م
ن يا فإن منزلتك عند آخر آية ت قرأ رواه (با القرآن اق رأ وارتق ورتل كما كنت ت رتل ف الد )الترمذي
“Dari Mahmud bin Ghailan dari Abu Daud Al-Hafari dan Abu Nu‟aim dari
Sufyan dari „Ashim bin Abi An-Najud dari Zir dari Abdullah bin „Amr dari Nabi
Muhammad saw. bersabda: Dikatakan kepada ahli Al-Quran: “Bacalah, naiklah dan
tartilkanlah sebagaimana kamu membaca Al-Quran dengan tartil sewaktu di dunia.
Karena sesungguhnya kedudukanmu terdapat pada ayat terakhir yang kamu baca dari Al-
Quran”. (HR. Tarmidzi no. 2838).
Hadis di atas lafaz dan matannya diriwayatkan Imam Tirmidzi di dalam
kitabnya Sunan Al-Tirmidzi Juz 10 nomor 2857. Sebagaimana terlihat, dalam jalur
periwayatannya terdapat Mahmud bin Ghailan. Menurut para ahli hadis, Mahmud
termasuk perawi yang sebagian hadis-hadisnya dapat dipertanggungjawabkan
keabsahannya, dan sebagian lainnya tidak. Hal ini dikarenakan dia sering
ditemukan lupa (pikun) dalam menyampaikan beberapa hadis di masa tuanya.
Meski demikian, hadis ini disampaikannya sebelum ia terlalu tua dan pikun. Oleh
karenanya, Tirmidzi masih bisa memaafkan dan mengambil hadis ini darinya. Berdasarkan penjelasan di atas, hadis tersebut dapat dijadikan sebagai hujjah. Terlepas dari
adanya beberapa perawi yang kurang dan atau tidak berkualitas, hadis ini telah
diriwayatkan melalui beberapa sanad (jalur periwayatan) yang cukup banyak dan membuat
hadis ini dapat dikatakan sebagai hadis masyhur (terkenal). Hadis ini juga bersambung
kepada Nabi (marfu‟) dan kualitas hadis ini adalah hasan.
3
Hadis ini juga terdapat pada sunan Ibnu Majah kitab “adab” dan pada bab “ ثوب
dengan nomor hadis 3780 dan kualitas hadis ini adalah “shahih” pada sunan Ibnu ”القران
Majah. Selain itu hadis ini juga terdapat pada Musnad Ahmad: Musnad Abdullah Ibn
Umar dengan nomor hadis 6799, Musnad Abu Hurairah dengan nomor hadis 10087, dan
musnad Abi Sa’id Al-Khudri dengan nomor hadis 11360
“Hadis ini berbicara tentang kedudukan seseorang di surga nanti bergantung pada
ayat Al-Quran terakhir yang dibaca. Pada hari kiamat nanti ketika manusia akan masuk ke
surga, datang Al-Quran dalam wujud yang Allah kehendaki dan berkata “Wahai Tuhanku,
hiasilah orang ini”. Maka Allah memberinya pakaian kemuliaan. Wujud Al-Quran itu
berkata: “Wahai Tuhanku, tambahkanlah”. Maka Allah menambahnya dengan berbagai
perhiasan dan pakaian yang lebih mulia dari sebelumnya. Sosok Al-Quran berkata lagi:
“Wahai Tuhanku, berikanlah keridhaan-Mu untuknya”. Maka Allah meridhainya dan
berkata: “Bacalah Al-Quran dan tartilkanlah bacaannya sebagasimana kamu membaca Al-
Quran di dunia sembari kamu masuk ke dalam surga lalu naiklah terus sampai lidahmu
berhenti membaca, maka di surga tingkat itulah kamu tinggal". (Khaer, 2010, para 6)
Sabda Nabi menyebutkan orang yang mulia diantara kamu adalah orang yang
mempelajari Al-Quran dan mengamalkannya
ركم من »قال: -م صل ى الله عليو وسل -وعن عثمان بن عفان رضي الله عنو، أن رسول الله خي أخرجو البخاري ف كتاب فضائل القرآن« ت عل م القرآن وعل مو
"Dari utsman ibn affan RA, Rasulullah SAW bersabda: "sebaik-baik kalian adalah
yang mempelajari Al-Quran dan megamalkannya" (HR. Bukhori no. 5027)
Hadis ini terdapat tiga mukharij yang mencantumkan hadis ini dalam kitab mereka
melalui tujuh belas jalur sanad, seluruh sanad berakhir pada utsman bin affan, Ali bin Abi
Thalib, dan Saad Bin Abi Waqash. Seluruh periwayat sanad ini benar-benar tsiqah (adil
dan dhabit) antara masing-masing periwayat dengan periwayat terdekat sebelumnya dalam
sanad itu benar-benar telah terjadi hubungan periwayatan secara sah, dan termasuk hadis
“shahih”.
Hadis ini selain terdapat pada shahih Bukhori kitab ئل القران فضا bab خيركم مه تعلم
في ثوب nomor hadis 5027, juga terdapat pada sunan Abi Daud kitab shalat bab القرآن وعلمه
.nomor hadis 1452 dan kualitas hadis ini adalah “shahih” pada sunan Abi Daud قراءة القران
Terdapat juga pada sunan Tirmidzi bab ضا ئل القران ف ( القران ي تعليمماجاء ف ) nomor hadis 2907
dan berkualitas “shahih” pada sunan Tirmidzi. Hadis ini juga terdapat pada sunan addarmi
pada kitab فضا ئل القران pada bab خيركم مه تعلم القرآن وعلمه dengan nomor hadis 3380. Juga
terdapat pada musnad Ahmad (Musnad Utsman Bin Affan) dengan nomor hadis 413,412,
500, hadis ini marfu‟ sampai kepada Rasulullah SAW.
Dalam hadis di atas disebutkan manusia yang bermanfaat adalah mereka yang mau
membekali dirinya dengan ilmu, baik itu ilmu agama ataupun ilmu pengetahuan umum.
Dan manusia terbaik adalah manusia yang mempelajari Al- Qur’an kemudian
mengamalkan atau mengajarkannya kepada orang lain. Dengan demikian orang yang
menghafal Al-Quran hakikatnya adalah orang pilihan yang sengaja dipilih oleh Allah
untuk menjaga dan memelihara Al-Quran itu sendiri.
Dalam hal ini Allah SWT berfirman:
4
“Kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di
antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang Menganiaya diri mereka
sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang
lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. yang demikian itu adalah karunia yang
Amat besar” (Q.S.Al-Fathir (35) :32).
Penjagaan Al-Quran menjelaskan bahwa kitab samawi yang lain diturunkan hanya
untuk waktu itu saja, sedangkan Al-Quran diturunkan untuk membenarkan dan menguji
kitab-kitab yang sebelumnya.
Shihab menyebutkan “pada awalnya Al-Quran turun pada Nabi Muhammad dalam
bentuk lisan atau hafalan. Itulah sebabnya banyak riwayat sejarah yang menginformasikan
bahwa terdapat ratusan sahabat Nabi yang menghafalkan Al-Quran. Bahkan dalam
perperangan Yamamah yang terjadi berberapa saat setelah Nabi wafat telah gugur tidak
kurang dari tujuh puluh orang penghafal Al-Quran.” (Shihab, 2007:32)
“Nabi dan para sahabat menghafal ayat-ayat Al-Quran, guna menjamin
terpeliharanya wahyu-wahyu ilahi. Namun, beliau tidak hanya mengandalkan hafalan
tetapi juga tulisan dengan membukukan Al-Quran. Ada berberapa faktor pembuktian
otentitas Al-Quran diantaranya adalah.
1. Masyarakat Arab, yang hidup pada masa turunnya Al-Quran adalah masyarakat
yang tidak mengenal baca-tulis, karena itu salah satu andalan mereka adalah
hafalan. Dalam hafalan orang Arab dari dulu sampai sekarang dikenal sangat kuat.
2. Masyarakat Arab khususnya pada masa turunnya Al-Quran dikenal sebagai
masyarakat sederhana dan bersahaja. Kesederahaan ini menjadikan maraca
memiliki waktu luang yang cukup, disamping menambah ketajaman pikiran dan
hafalan.
3. Al-Quran mencapai tingkat tertinggi dari segi keindahan bahasanya dan sangat
mengagungkan bukan saja bagi orang-orang mukmin, tapi juga bagi orang kafir.
Al-Quran turun sedikit demi sedikit hal ini lebih memudahkan pencernaan makna
dan proses menghafalnya.” (Shihab, 2007: 31)
Sa’dullah menyatakan bahwa para ulama sepakat menghafal Al-Quran adalah
Fardhu Kifayah. Apabila diantara anggota masyarakat ada yang sudah melaksanakannya
maka bebaslah beban anggota masyarakat yang lainnya, tetapi jika tidak ada sama sekali,
maka berdosalah semuanya. Prinsip Fardhu Kifayah ini dimaksudkan untuk menjaga al-
Quran dari pemalsuan, perubahan, pergantian seperti yang terjadi pada kitab-kitab yang
lain pada masa lalu. (Sa’dullah, 2008 :30)
Oleh karena itu, pada zaman Rasulullah SAW mereka yang menghafal Al-Quran
akan mendapatkan kedudukan yang khusus. Tanpa menghafal Al-Quran dan
mengamalkannya, umat Islam tidak akan meraih kemuliaan dari Allah, karena Al-Quran
diturunkan dengan hafalan bukan dengan lisan maka setiap ada wahyu yang turun kepada
Nabi, sahabat diminta untuk menuliskannya dan menghafalkannya. (Sugianto, 2004: 45)
Kegiatan menghafal Al-Quran adalah sebuah proses mengingat seluruh materi ayat
seperti fonetik, waqaf) sehingga seluruh proses pengingatan terhadap ayat dan bagiannya
5
dimulai dari proses awal hingga pada proses pengingatan kembali (recalling) harus tepat.
(Muyasaroh, 2014: 216)
Menghafal Al-Quran merupakan suatu pekerjaan yang sangat mulia baik di
hadapan manusia terutama di hadapan Allah. Banyak keutamaan dan manfaat yang dapat
diperoleh dari sang penghafal, baik didapatkan di dunia maupun di akhirat nanti.
Berikut berberapa penelitian yang membuktikan bahwa Al-Quran itu merupakan
kalam Allah yang membuat otak manusia tenang dan juga dapat mencerdasakan yang
ditulis oleh Nutjandra 2011, The Modern Science membuktikan bahwa membaca Al-Quran
berpengaruh pada kesehatan tubuh dan meningkatkan kecerdasan bayi:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Dr. Al-Qadhi di klinik besar Florida Amerika
Serikat,membuktikan seorang muslim hanya dengan mendengarkan bacaan Al-
Quran saja dapat memberikan pengaruh pada fisiologis secara luar biasa. Pengaruh
ini tidak mesti kepada mereka yang berbahasa Arab saja, yang bukan juga bisa.
Penelitian yang dilakukan oleh doktor ini bukan asal-asalan, tetapi ditunjang oleh
teknologi terbaru untuk mendeteksi tekanan darah, detak jantung, ketahanan otot,
dan ketahanan kulit terhadap aliran listrik. Dari hasil uji cobanya ini ia
berkesimpulan, bacaan Al-Quran berpengaruh besar hingga 97% dalam melahirkan
ketenangan jiwa dan penyembuhan penyakit. (Al-Jindi, 2001)
2. Penelitian terbaru ini membantah habis-habisan hasil riset psikolog Frances
Rauscher dan rekan-rekannya di University of California pada tahun 1993 yang
mengemukakan bahwa musik Mozart ternyata dapat meningkatkan kemampuan
mengerjakan soal-soal mengenai spasial. Konferensi Kedokteran Islam Amerika
Utara pada tahun 1984, menyebutkan, Al-Quran terbukti mampu mendatangkan
ketenangan sampai 97% bagi mereka yang mendengarkannya. (Pietschnig, 2010)
3. Penelitian Muhammad Salim yang dipublikasikan Universitas Boston. Objek
penelitiannya terhadap 5 orang sukarelawan yang terdiri dari 3 pria dan 2 wanita.
Kelima orang tersebut sama sekali tidak mengerti bahasa Arab dan mereka pun tidak
diberi tahu bahwa yang akan diperdengarkannya adalah Al-Quran. Penelitian yang
dilakukan sebanyak 210 kali ini terbagi dua sesi, yakni membacakan Al-Quran
dengan tartil dan membacakan bahasa Arab yang bukan dari Al-Quran.
Kesimpulannya, responden mendapatkan ketenangan sampai 65% ketika
mendengarkan bacaan Al-Quran dan mendapatkan ketenangan hanya 35% ketika
mendengarkan bahasa Arab yang bukan dari Al-Quran. (El-Syakir, 2014: 167)
4. Dr. Nurhayati dari Malaysia dalam Seminar Konseling dan Psikoterapi Islam di
Malaysia pada tahun 1997. Menurut penelitiannya, bayi yang berusia 48 jam yang
kepadanya diperdengarkan ayat-ayat Al-Quran dari tape recorder menunjukkan
respons tersenyum dan menjadi lebih tenang. (Wulur, 2015: 38)
Institut Ilmu Al-Quran (IIQ) berdiri dengan nuansa dan warna berbeda dengan
perguruan-perguruan tinggi lainnya. Jika perguruan Tinggi Agama Islam yang berada di
bawah Kementerian Agama RI (PTAIN) maupun perguruan tinggi swasta (PTAIS)
memiliki kurikulum sesuai dengan fakultas dan prodi masing-masing. Kali ini IIQ Jakarta
ketika berdiri membuka fakultas Syari’ah dan fakultas Ushuluddin dengan kurikulum sama
dengan kurikulum PTAIN dan PTAIS ditambah dengan kurikulum kequr’anan. Kurikulum
wajib kequr’anan IIQ yang menjadi mata kuliah spesifik adalah: tahfîzh Al-Quran,
Nagham Al-Quran, Qirâ‟ât Al-Quran, dan Ulûm Al-Quran (Rasm Utsmâni). Hanya saja
dalam hal ini tahfîzh Al-Quran yang mendapat penekanan dan prioritas paling dominan di
antara mata kuliah wajib yang lain.
6
Institut ilmu Al-Quran Jakarta adalah salah satu lembaga diantara lima lembaga
perguruan tinggi di Indonesia yang secara khusus mendalami ilmu-ilmu Al-Quran dan
pelajaran hafalan Al-Quran. diantara perguruan tinggi yang mendalami ilmu-ilmu Al-
Quran lainnya adalah STAI-PIQ Sumatra barat, PTIQ Jakarta, UNSIQ Wonosobo, dan
STKQ Al-Hikam Depok.
Institut ilmu Al-Quran merupakan instansi swasta yang berkiprah pada ilmu agama
terutama pada ilmu Al-Quran dan terkhusus hanya untuk perempuan, semua mahasisiwi
diwajibkan menghafal Al-Quran sesuai dengan pilihan hafalan yang telah disepakati
sebelum tes masuk. Pada setiap semesternya mahasisiwi harus menyelesaikan target
hafalan dengan disetorkan kepada instruktur tahfizh dan harus diujikan. Ujian tahfizh ini
wajib dilaksanakan karena merupakan syarat untuk mahasisiwi mengikuti ujian akhir
semester (UAS). Dalam hal ini aktifitas dan motivasi mahasiswi dalam menghafal juga
sangat berpengaruh terhadap kesuksesan mereka dalam menghafal, dalam penelitian
(Siddiq, 2005) Kemas. Siddiq Umary, mahasiswa program pasca sarjana Universitas
Agama Islam Negeri Syarif Hidayatullah (UIN) Jakarta, judul tesis Faktor-faktor yang
mempengaruhi penghafalan Al-Quran di Institut Ilmu Al-Quran (IIQ) Jakarta, tahun 2005
disebutkan bahwa motivasi yang rendah sangat berpengaruh pada pencapaian hafalan yang
akan didapatkan dan begitu sebaliknya.
Pada awalnya IIQ Jakarta tidak hanya dikhususkan untuk kaum perempuan saja,
namun juga laki-laki. Seiring berjalanya waktu IIQ memperbaharui kebijakannya khusus
perempuan. IIQ memiliki kurikulum khusus Al-Quran yaitu semua mahasiswi diwajibkan
menghafal Al-Quran sesuai target yang ditentukan per semester. IIQ melakukan
perubahan-perubahan kebijakan pada program tahfizh di setiap periodenya. Pada awal
berdiri beban tahfizh hanya untuk fakultas ushuluddin dan syari’ah yaitu wajib menghafal
30 juz, sedangkan pada fakultas tarbiyah hanya diberlakukan tahfizh juz 1-4. Pada periode
selanjutnya program tahfizh untuk semua fakultas dan jurusan dibagi menjadi 4 program
tahfizh yaitu 5 juz, 10 juz, 20 juz, dan 30 juz. Setelah diberlakukannya kebijakan ini dari
tahun 2002/2003 sampai tahun 2015, pada tahun 2016 IIQ melakukan perubahan kebijakan
kembali yaitu setiap program tahfizh diberlakukan penambahan materi juz yaitu juz 30.
Semua program tahfizh diwajibkan menyetorkan juz 30 sebagai syarat mutlak kelulusan.
Terlihat dari hasil akhir mahasiswi IIQ sangat sedikit sekali yang mengambil
program 30 juz. hal ini menandakan bahwa terdapat penurunan kualitas, namun begitu
program 30 juz tidak menjadi kewajiban mahasiswi, namun sangat disayangkan sekali
terjadi penurunan minat mahasiswi mengambil program 30 juz. Hal ini terjadi karena
berberapa sebab diantaranya adalah metode menghafal yang digunakan, minat dan
kemampuan awal mahasiswi, keadaan dan fasilitas yang tersedia, tempat tinggal
mahasiswi, kerjasama antara pihak kampus dan pihak ma’had takhasss, serta banyak
faktor-faktor lainnya.
Untuk melihat pelaksanaan fungsi-fungsi program tahfizh sangat diperlukan adanya
evaluasi pada program. Evaluasi harus terfokus pada keaktifan seluruh program, yang
nantinya evaluasi program akan berguna bagi pimpinan dalam meningkatkan kualitas pada
program tahfizh di IIQ. Penelitian ini akan mengungkapkan permasalahan yang terjadi
pada pengembangan program pembelajaran tahfizh di Institut Ilmu Al-Quran (IIQ), dengan
menggunakan model evaluasi program guna mengungkap seluruh hambatan dalam proses
pembelajaran tahfizh dan melihat apakah program tahfizh yang diterapkan selama ini harus
diperbaiki, dipertahankan atau bahkan dihentikan. Sebuah program memiliki komponen-
komponen diantaranya tujuan yang telah dirumuskan, memiliki sebuah kegiatan atau
7
proses pembelajaran, memiliki kurikulum sebagai acuan dalam pembelajaran, memiliki
metode-metode dalam pengembangan pembelajarannya, dan memiliki aturan-aturan atau
kebijakan-kebijakan yang wajib ditaatai oleh semua individu yang tergabung pada program
tersebut. Semua komponen tersebut harus berjalan beriringan menghasilkan sebuah tujuan
yang dirumuskan.
Perubahan kebijakan ini dilakukan oleh lembaga tahfizh IIQ agar eksistensi IIQ
dalam bidang tahfizh tetap menjadi ciri kekhususan agar tidak kalah saing dengan
pergurauan tinggi lainnya dalam hal ke-quranan. IIQ terus melakukan pembaharuan dalam
kebijakannya khususnya program tahfizh. Penelitian ini juga akan mengungkap bagaimana
implikasi kebijakan terhadap hasil tahfizh mahasiswi apakah terjadi peningkatan terhadap
kauntitas hafalan mahsiswi dengan banyaknya mahsiswi yang mengambil program tahfizh
30 juz atau bahkan sebaliknya. Untuk itu harus dilakukan evaluasi pada prgram tahfizh
demi melihat keefektifan dan efesiensi program tersebut.
Dalam hal ini penulis memilih tempat penelitian di Institut ilmu Al-Quran (IIQ)
Jakarta karena memang fokus pembelajaran di IIQ adalah ilmu Al-Quran dan sejenisnya.
dan merupakan salah satu perguruan tinggi yang mempunyai ciri khas dari perguruan
tinggi Islam lainnya, yakni mahasiswi diwajibkan menghafal Al-Quran. Selain itu IIQ
selalu mengadakan evaluasi program tahfizh pada setiap semesternya, mengeluarkan
kebijakan-kebijakan baru agar hasil tahfizh mahasiswi lebih baik. Ada 4 pilihan target per
semester hafalan Al-Quran yang bisa dipilih oleh calon mahasiswi sebelum masuk ke IIQ.
1. Program tahfîzh 5 juz
2. Program tahfîzh 10 juz
3. Program tahfîzh 20 juz
4. Program tahfîzh 30 juz
Berikut kerangkanya:
1. Bin-Nazhar,
2. Tahfîzh 3. Talaqqi
4. Tasmi‟
5. Takrir
6. Menghafal Ayat
Per Ayat
7. Membagi Satu
Halaman Menjadi
Tiga Bagian.
8. Menghafal Per
Halaman
Metode Menghafal
(Sa’dullah: 2013),
(Sa’ad Riyad:2009), (Amjad
Qasim,2013)
QasiM:2013), (Ziyad Ul
Haq:2006)
Jumlah hafalan Al-Quran
1-5 juz
1-10 juz
1-20 juz
1-30 juz
Hasil evaluasi program
tahfîzh yang lebih baik dan
sesuai tujuan
Peran instruktur tahfizh
8
(Gambar 1. Kerangka berpikir penelitian)
Penulis telah melakukan penelitian awal di IIQ Jakarta dengan mewawancarai
salah satu instruktur tahfîzh yang telah lama mengabdi di IIQ, hasil wawancara tersebut
penulis dapatkan bahwa LTQQ (Lembaga tahfîzh tilawah IIQ) sebagai lembaga yang
mengurusi tahfîzh mahasiswi selalu mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang mengevaluasi
program tahfîzh agar program yang dijalankan membawa dampak positif terhadap prestasi
dan kualitas hafalan mahasisiwi IIQ Jakarta. Pada mulanya IIQ berdiri menerapkan target
tahfîzh penuh atau program tahfîzh 30 wajib bagi semua mahasiswi, semua mahasiswi
diwajibkan menghafal 30 juz selama kuliah di IIQ. Seiring dengan berjalannya waktu
kebijakan tersebut diganti bahwa yang wajib mengambil program hafalan 30 juz hanya
mahasiswi fakultas ushuluddin saja, fakultas tarbiyah dan syariah tidak. Kebijakan terakhir
yang diterapkan IIQ hingga hari ini adalah membagi target hafalan mejadi 4, target hafalan
5 juz, 10 juz, 20 juz, dan 30 juz untuk semua fakultas, mahasiswi boleh memilih target
hafalan sesuai kemampuan mereka. Perubahan kebijakan ini dilakukan IIQ karena melihat
menurunnya minat mahasiswi menghafal 30 juz, banyaknya kegiatan kampus, luar kampus
dan pesantren sehingga sulit bagi mahasiswi membagi waktu untuk menghafal, kurang
adanya penghargaan bagi mahasiswi yang mengambil program 30 juz seperti pada periode
sebelumnya ada keringanan pada SPP per semesternya, dan tidak adanya kewajiban tinggal
di pesantren bagi mahasiswi.
Selain kebijakan yang dikeluarkan oleh lembaga LTQQ IIQ tersebut, setiap
instruktur dengan kesepakatan bersama memberikan peluang bagi mahasiswi menyetorkan
hafalan sesuai kemampuannya. Bagi mahasiswi baru biasanya boleh menyetorkan setengah
halaman karena melihat kemampuan mahasiswinya juga. Kebijakan-kebijakan ini menjadi
masukan dan sebagai penilaian pada program tahfîzh yang diterapkan di IIQ Jakarta.
Dari penelitian awal penulis tersebut dapat disimpulkan bahwa IIQ Jakarta terus
melakukan evaluasi dan mengembangkan program tahfîzh pada setiap tahunnya.
Berdasarkan latar belakang di atas penulis mengangkat judul tesis in “EVALUASI
PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT ILMU AL-QURAN
JAKARTA”
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah. Dapat diidentifikasi masalah-masalah yang menjadi:
1. Rendahnya aktifitas dan motivasi mahasiswi dalam menghafal Al-Quran
2. Rendahnya minat dan bakat mahasiswi yang mengambil program 30 juz di IIQ
3. Kurangnya evaluasi pengembangan pada program tahfizh di IIQ
4. Fasilitas (sarana dan prasarana) yang tersedia kurang memadai
5. Metode manghafal yang menoton
C. Pembatasan Masalah
Melihat luasnya cakupan pembahasan maka perlu dikemukakan pembatasan kajian
permasalahan yang menjadi fokus penelitian yaitu evaluasi pengembangan program
tahfizh, implikasi kebijakan lembaga terhadap hasil tahfîzh mahasiswi, dan efektifitas
penerapan program pengembangan tahfîzh Al-Quran di IIQ Jakarta.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, identifikasi dan pembatasan masalah penulis
rumuskan perumusan masalahnya adalah
9
1. Bagaimana pelaksanaan evaluasi pengembangan program tahfîzh di IIQ
Jakarta.
2. Bagaimana implikasi kebijakan lembaga terhadap hasil tahfîzh mahasiswi di
IIQ Jakarta.
3. Bagaimana efektifitas penerapan program pengembangan tahfizh Al-Quran di
IIQ Jakarta
E. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian
1. Untuk mengungkap evaluasi program pengembangan tahfîzh Al-Quran di IIQ
Jakarta.
2. Untuk mengetahui implikasi kebijakan lembaga terhadap tahfîzh mahasiswi di
IIQ Jakarta.
3. Untuk melihat efektifitas penerapan program pengembangan tahfîzh Al-Quran
di IIQ Jakarta.
Penelitian ini berguna baik secara akademik maupun terapan yaitu:
1. Dapat dijadikan salah satu bahan penelitian di lembaga pendidikan atau
lembaga pesantren tahfîzh ke arah yang lebih baik, khususnya yang berkenaan
dengan masalah metode menghafal Al-Quran, dan program yang digunakan dan
evaluasi programnya. Terkhusus sebagai masukan bagi Institut Ilmu Al-Quran
(IIQ) dalam meningkatkan penerapan program hafalan.
2. Menambah konsep baru dalam memperkaya ilmu pengetahuan terkusus pada
program hafalan Al-Quran
3. Sebagai sumbangan penting untuk dijadikan sumber rujukan bagi peneliti
selanjutnya.
4. Hasil penelitian ini merupakan langkah awal dan dapat ditindak lanjuti oleh
peneliti berikutnya.
F. Penelitian Terdahulu yang Relevan
Setelah melakukan pencarian informasi sesuai data yang didapatkan, terdapat
penelitian terdahulu yang relevan dengan kajian yang akan dibahas:
1. Fathima Manaar Zuhurudeen (Pascasarjana Universitas Maryland program
pascasarjana kesenian 2013: dalam penelitian yang dilakukan oleh Fathima adalah
“Effect of stastical learning on the acquisition of grammatical categories through
Quranic memorization: a natural experiment: 2013)” disebutkan bahwa pengaruh
pembelajaran statistic pada pemahaman ketatabahasaan terhadap menghafal Al-
Quran sangat berpengaruh secara signifikan. karena ketatabahasaan Al-Quran
sangat sempurna. Dan cara menghafal setiap individu berbeda dengan perbedaan
itu maka kemampuan ketatabahasaannya juga berbeda. Bagi anak yang
menghafalnya bagus maka dalam pembelajaran statistiknya juga meningkat.
(Fathima, 2013: 11)
Perbedaan penelitian di atas dengan penelitian yang dilakukan penulis adalah
penelitian di atas melihat efek dan pengaruh pembelajaran statistic pada
ketatabahasaan terhadap kemampuan menghafal Al-Quran, bagi anak yang
meghafalnya bagus maka pada pembelajaran statistic juga akan bagus, sedangkan
pada tesis ini focus peneliti adalah pada evaluasi pengembangan program tahfizh.
Persamaannya adalah objeknya sama-sama Al-Quran dan kegiatan manghafal.
Penelitian Fathima ini sangat membantu peneliti melihat bahwa hafalan yang
10
bagus meingkatkan ketatabahasaan yang bagus karena yang dihafal adalah Al-
Quran, begitu juga hafalan yang bagus meningkatkan pemahaman statistic yang
bagus pula. Hal ini membuktikan bahwa menghafal Al-Quran akan meingkatkan
kecerdasan baik intelektual, emosional maupun spiritual.
2. Andrew Davis (Magister theologi universitas Gordon, Boston): Dalam tesisnya
“An Approuch to extended memorization of scripture: 2010 bahwa program dan
metode dalam menghafal ayat-ayat pada kitab bibble yang terutama adalah
membaca normal, baca setiap ayat sepuluh kali memasukkan setiap ayat ke dalam
otak dengan bantuan mata, kemudian ucapkan dengan keras sehingga dapat
didengar oleh telinga sendiri dengan tepat karena masukan sensorik merupakan
tambahan dalam mempercepat hafalan, sebenarnya tidak perlu terlalu keras cukup
bisa didengar oleh diri sendiri. Kemudian ulang kembali sepuluh kali setiap
ayatnya dan lakukan hal ini pada ayat-ayat berikutnya. Dan hal ini bisa dilakukan
sendiri, namun lebih baik dengan mendengarkan hafalan tersebut kepada guru/
teman. (Andrew, 2013: 7)
Persamaan dan perbedaan penelitian di atas dengan penelitian ini adalah,
penelitian di atas berfokus pada metode dalam menghafal terutamanya pada kitab
bibble dengan membaca terlebih dahulu, kemudian membaca berulang-ulang kali,
diucapkan dengan suara keras agar panca indra pendengaran juga merespon, dan
kemudian mengulang-ulang kembali. Metode ini sama halnya dengan metode
mnghafal Al-Quran membaca terlebih dahulu (bin nazhar), membaca berulang-
ulang (takrir), mulai menghafal (tahfîzh), mendengarkan hafalan (tasmi‟), dan
menyetorkan hafalan kepada guru secara langsung (talaqqi). Focus penelitian sama
yaitu kegiatan menghafal dan metode yang digunakan dalam menghafal hamper
sama. Namun terdapat perbedaan yaitu penelitian di atas pada kitab bibble yaitu
kitab suci umat kristiani sedangkan tesis ini pada kitab suci Al-Quran bagi umat
islam.
3. Abdul Rahman Ali (Tesis Magister Pendidikan Agama Islam Universitas Syarif
Hidayatullah UIN Jakarta): Penelitian yang dilakukan oleh Ali adalah
“Perkembangan program hafalan Al-Quran di pondok Pesantren Al-Munawwir
krapyak Yogyakarta” menyatakan bahwa Metode menghafal Al-Quran pada masa
ini di pesantren krapyak semakin berkembang sesuai dengan zaman dan keadaan
santri dalam menghafal Al-Quran, metode perseorangan yaitu: menyerahkan atau
membaca ayat, juz yang harus dihafalkan kepada santri, metode jamaah, yaitu
salah satu anggota jamaah membaca ayat yang lain melanjutkannya dan metode
musyafahah kitabah, perkembangan metode menghafal ini untuk meningkatkan
kualitas hafalan santri agar semakin baik. (Abdul Rahman Ali, 2014: 194)
Penelitian di atas menyatakan bahwa metode menghafal Al-Quran dari masa ke
masa mengalami perkembangan, penelitian tersebut berfokus pada perkembangan
program hafalan baik itu dari segi kualitas hafalan maupun kuantitas dengan
melihat berbagai perubahan. Dalam tesis yang peneliti lakukan meguatkan
penelitian di atas bahwa pengembangan program tahfizh harus dilakukan evaluasi
dan perubahan-perubahan demi terlaksananya program yang efesien dan bermutu.
Pada penelitian di atas temat penelitiannya adalah pesantren krapyak jogyakarta
dan juga berbeda dari pengumpulan data. Data yag dihimpun pada penelitian Ali
berbentuk kata-kata dari hasil wawancara, namun pada tesis ini datanya berbentuk
dokume hasil tahfizh mahasiswi dan didukung oleh hasil wawancara.
11
4. M. Siddiq Umary (Tesis Sekolah Pascasarjana Universitas Syarif Hidayatullah
UIN Jakarta: penelitian yang dilakukan oleh Siddiq adalah “Faktor-faktor yang
mempengaruhi penghafalan Al-Quran di Institut Ilmu Al-Quran Jakarta”
menyatakan bahwa ada berberapa faktor yang menjadi penghambat dan
pendukung dalam menghafal Al-Quran diantaranya adalah kemauan, minat, bakat,
motivasi dalam menghafal baik itu motivasi instrinsik maupun ekstrinsik, tingkat
ekonomi, keadaan keluarga, lingkungan tempat tinggal, latar belakang pendidikan,
beban SKS kuliah, tingkat pemahaman keagamaan, pemilihan waktu menghafal,
dan pemanfaatan waktu luang. (M. Siddiq Umary, 2005: 95).
Pada penelitian shiddiq tempatnya sama dengan tesis ini yakni sama-sama di
institut Ilmu Al-Quran Jakarta. Dari penelitian shiddiq dapat dilihat bahwa minat
dan bakat mahasiswi dalam menghafal merupakan salah satu faktor keberhasilan
dalam mengahafal. Dalam tesis ini fokusnya berbeda dengan penelitian shiddiq
yaitu tesis ini fokusnya pada evaluasi pengembangan program tahfizh yang
didalamnya juga meninggung minat dan bakat, motivasi, beban kuliah dan segala
hal yang terkait dengan meghafal dan kuliah mahasiswi. Untuk itu penelitian
shiddiq ini sebagai penguat tesis ini.
5. Faza Karima (Tesis magister ilmu Tarbiyah institut Ilmu Al-Quran Jakarta):
penelitian yang dilakukan oleh Faza adalah “Perkembangan minat Tahfîzh Al-
Quran Di institut Ilmu Al-Quran (IIQ) Jakarta” Penelitian ini menemukan bahwa
program tahfizh yang sangat diminati oleh mahasiswi adalah program 5 juz, 10
juz, dan 20 juz berada dibelaknag karena sedikit sekali mahasiswi yang
memilihnya. Penelitian ini juga menyatakan bahwa rata-rata alumni yang
mengambil program 5 juz tinggal di luar ma’had atau tinggal di luar, akibatnya
waktu yang mereka gunakan hanya pada waktu jam setoran saja. Selain itu mereka
tidak bisa mengikuti kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh pihak perguruan
yang bekerjasama dengan pesantren takhassus.
Penelitian Faza sama-sama tempat penelitiannya di IIQ Jakarta dengan penelitian
ini begitu juga penelitain shddiq sama-sama dilakukan di IIQ, namun penelitian
shiddiq membahas segala aspek yang mempengaruhi keberhasilan menghafal
sedangakan penelitian Faza hanya pada perkembangan minat, dan tesis ini
mencakup dua hal tersebut. Perbedaannya adalah penelitian Faza objek dan
fokusnya adalah pada perkembangan minat mahasiswi sedangkan pada penelitian
yang akan penulis lakukan berfokus pada perkembangan programnya yang lebih
umum. Selain itu perbedaan yang sangat mencolok dari penelitian sebelumnya
adalah tidak ada penelitian di atas yang berfokus pada evaluasi program tahfîzh
maka penelitian ini akan lebih terfokus pada evaluasi program dalam tahfîzh Al-
Quran.
Tulisan para penulis di atas berbeda dengan penelitian yang akan peneliti lakukan.
Selain didasarkan pada Al-Quran dan sunnah serta pendapat ahli dalam bidangnya,
penelitian ini didasarkan pada data kenyataan yang ada di lapangan berupa aplikasi dari
bagaimana program hafalan Al-Quran yang diterapkan di IIQ dalam menghafal Al-Quran.
Metodologi dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif analisis yaitu
menggambarkan dan memaparkan secara rinci dan menganalisis mengenai program
hafalan dan prestasi akademik mahasisiwi IIQ Jakarta, yang belum dilakukan oleh penulis
di atas sebelumnya.
12
Selain perbedaan pendekatan yang dilakukan, penelitian ini juga berbeda dari segi
objeknya. Jika penelitian yang lain tidak menyebutkan lokasi penelitian kecuali tesis Abdul
Rahman Ali di pesantren al-Munawwir krapyak Yogyakarta, maka penelitian ini berfokus
pada menganalisis evaluasi dalam pengembangan program hafalan Al-Quran di IIQ
Jakarta. Jika Pada penelitian ini juga sangat berbeda dengan penelitian sebelumnya, bahwa
dalam penelitian sebelumnya tidak ada yang berfokus pada evaluasi program tahfizh dan
menerapkan model CIPPO sedangkan pada penelitian ini menggunakan model CIPPO. Hal
ini tentu sangat berbeda, namun penelitian terdahulu dapat dijadikan referensi dalam
menambah wawasan bahwa metode dalam menghafal sangat berpengaruh pada kualitas
dan kauntitas hafalan. Selain itu, faktor instrinsik dan ekstrinsik juga sangat menentukan
seperti minat, motivasi, keadaan lingkungan tempat tinggal, keadaan fisik dana lain
sebagainya. Begitu juga dengan penataan program, kebijakan dalam program tersebut,
kegiatan dalam program dan evaluasi yang dilakukan oleh program itu sendiri juga sangat
menentukan apakah program tersebut layak untuk dipertahankan atau harus diperbaiki
sistemnya atau bahkan harus dibubarkan, dalam penelitian ini akan dijelaskan lebih rinci
mengenai hal itu.
13
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Al-Quran dan Pemeliharaannya
1. Menghafal Al-Quran
Belajar menghafal adalah metode belajar yang melibatkan pengulangan dan
penghafalan. Hafalan tidak hanya sebuah sistem yang memungkinkan seseorang untuk
memahami informasi tetapi juga melibatkan menyimpan informasi yang masuk. (Wajdi &
Fauzan, 2010: 108). Menyimpan informasi atau materi ayat-ayat ke dalam ingatan dengan
tujuan ibadah kepada Allah dan sebagai salah satu upaya menjaga kemurnian Al-Quran itu
sendiri.
Menghafal dalam teori psikologi merupakan proses sebuah informasi masuk dan
agar tetap diingat setidaknya melalui tiga proses penting pertama memasukkan informasi
ke dalam ingatan (Enconding), kedua menyimpan informasi ke dalam gudang memori
(storage) dan ketiga Pengulangan kembali informasi tersebut dan dituangkan dalam bentuk
ucapan, tulisan, isyarat atau hanya sekedar bayangan dalam otak (recall/retrieval).
(Atkinson, 1983: 341)
Pada proses penghafalan tidak dapat dipisahkan dengan ingatan manusia, manusia
beserta aktifitasnya tidak semata-mata ditentukan oleh pengaruh dan proses yang
berlangsung sekarang, tetapi juga ditentukan oleh proses masa lampau. Dalam hal ini
secara teori ada tiga fungsi ingatan: (1) menerima kesan-kesan, (2) menyimpan kesan-
kesan, (3) memproduksi kesan-kesan. Atas dasar inilah ingatan didefinisikan sebagai
kecakapan untuk menerima, menyimpan dan memproduksi kesan-kesan. (Gade, 2014:
422)
Informasi yang diterima oleh indra akan diteruskan ke dalam memori jangka
pendek (short term memory) dan sebagian lainnya diteruskan ke memori jangka panjang
dan sebagian lainnya hilang dalam perjalanan. Memori jangka pendek adalah tempat
informasi transit dan kemudian diteruskan ke gudang memori. Kapasitas dari memori
jangka pendek sangatlah terbatas, apabila sudah penuh dan masuk informasi baru maka
informasi lama akpan tertindih dan keluar dari ruangan atau lupa, kecuali jika informasi
lamsa diteruskan ke memori jangka panjang yang kapasitasnya hampir tidak terbatas maka
informasi tersebut tetap akan ada disana. Disebut tidak terbatas karena hampir akhir hayat
seseorang rata-rata hanya terpenuhi seperlima dari kapasitsas yang tersedia, oleh sebab itu
para penghafal Al-Quran tidak perlu cemas sel otaknya akan penuh dengan ayat-ayat Al-
Quran, karena space memori jangka panjang yang tersedia cukup besar. (Fauzan & Wajdi,
2010: 24)
Berdasarkan proses perjalanan informasi ini ada kemungkinan kegagalan pada tiap
tahapan sehingga terjadilah apa yang dikenal dengan lupa. Menurut Davidoff (1987:196)
penyebab utama lupa adalah: “Pertama, kegagalan dalam pemasukan atau penandaan
informasi (encoding failures). Kegagalan ini terjadi misalnya karena kurangnya perhatian
yang diberikan terhadap objek, atau rinciannya belum diperlukan benar saat itu sehingga
diabaikan begitu saja.Kedua, kegagalan dalam penyimpanan (storage failures). Davidoff
mengumpamakan memori jangka panjang tak ubahnya seperti surat kabar yang tersimpan
lama dapat mengalami kekaburan tulisan, perubahan warna, bahkan menjadi lapuk, tetapi
ia tetap di situ. Ketiga, kegagalan dalam menemukan kembali (retrieval failures).Apa yang
dimaksudkan „lupa‟ dalam bahasa sehari-hari terjadi pada tahap ini, tidak diketahui dimana
arsipnya di dalam memori jangka panjang. Jika ada „clue‟ (isyarat pemancing) boleh jadi
13
14 dapat ditemukan atau diingat kembali. Hanya Nabi Muhammad SAW.yang tidak pernah
lupa dalam hal hafalan Al-Quran (Q.S. Al-A‟la [87]:6)
Berapa lama hafalan bisa bertahan untuk terus bisa diingat (retensi) berdasarkan
perjalanan waktu, Ebbinghaus salah seorang psikolog terkemuka telah mengkaji masalah
ini sejak abad ke-19 mengemukakan bahwa sehari pertama setelah suatu materi dihafalkan
akan hilang lebih dari 80 persen, paling banyak pada jam-jam awal. Selanjutnya berkurang
(lupa) secara perlahan. Menurut teori Ebbinghaus bahwa setelah seminggu berlalu hafalan
hanya tinggal sekitar 20 persen dari apa yang telah dipelajari/dihafal sebelumnya.
Penelitian ini dilakukan oleh Ebbinghaus menggunakan huruf-huruf atau kata-kata tak
bermakna, (Ebbinghaus, 2001: 178) namun menghafal Al-Quran yang merupakan kata-
kata bermakna yang berserat dan mudah untuk difahami diyakini sangat mudah untuk
dicerna kata-katanya sehingga Allah sendiri yang mengatakan, kami mudahakan Al-Quran
bagimu agar mengingatkanmu padaku. Atas dasar ini maka pengaturan takrir pada jam-
jam awal setelah dihafalkan sangat penting untuk mengantisipasi potensi hafalan hilang
sangat besar dan drastis.
Dalam teori psikologi kognitif istilah memori (ingatan) diartikan pada kemampuan
secara mental untuk menyimpan hal-hal yang telah dipelajari, ada memori jangka panjang
dan ada memori jangka pendek. Istilah storage (penyimpanan) merujuk pada proses
menempatkan apa yang dipelajari ke dalam memori sejak awal atau penempatan informasi
baru ke dalam memori, dan istilah retrieval yaitu proses mengingat informasi yang telah
disimpan sebelumnya yaitu menemukan informasi yang sebelumnya disimpan dalam
memori. (Ormrod, 2009: 274)
Perjalanan informasi dari memori jangka pendek ke jangka panjang menurut
Santrock yang dikutip dari Atkinson ada yang bersifat otomatis (automatic processing) dan
ada pula yang harus diupayakan (effortful processing). Informasi yang bersifat otomatis
adalah peristiwa-peristiwa yang sangat berkesan, traumatic, melibatkan emosi yang sangat
dalam sehingga tanpa diperlukan banyak usaha ia sudah meluncur ke dalam gudang
memori jangka panjang. Sedangkan proses yang diupayakan (efforful processing) adalah
ahal-hal yang sebenarnya tidak tidak begitu terkesan tetapi dianggap suatu saat mungkin
diperlukan, misalnya bahan pelajaran untuk ujian, dan termasuk hafalan Al-Quran.
(Atkinson, 1983: 383)
Menghafal Al-Quran merupakan pemasukan informasi ke dalam memori dengan
menggunakan proses efforful processing yaitu memasukkan informasi dengan diupayakan
dan diusahakan, dan dapat digunakan ketika digunakan atau ditakrir kembali baik itu
dalam shalat maupun dalam kegiatan menyetorkan hafalan.
Pemebelajaran hafalan (rote learning) kadang-kadang memperoleh kesan buruk
dalam pendidikan karena paling banyak digunakan dan metodenya terkesan menoton, hal
ini tidak selalu benar karena informasi yang telah dihafal atau masuk kedalam memori
adakalanya berguna pada suatu waktu, sehingga dapat digunakan untuk menghubungkan
dengan informasi yang lain. Pembelajaran hafalan akan sangat efektif jika materi hafalan
tidak hanya diingat tetapi juga difahami dan diaplikasikan dalam tindakan. (Slavin, 2011:
251)
Ciri khas hafalan menurut Winkel adalah reproduksi secara harfiah dari skema
kognitif dalam ingatan yang akan diputar kembali saat dibutuhkan. Hanya saja skema
kognitif yang terbentuk kerap bersifat kaku dan terlalu mengikat lebih-lebih jika materi
hafalan sangat banyak, agar hafalan tidassk bersifat menoton dan kaku ada dua pendekatan
yang diupyakan yaitu mengingat secara persis (maintenance rehearsal) dan mengingat
dengan pemahaman (maintenance elaborative). (Lamire, 1996: 87)
15
Model hafalan saja kurang membangkitkan kreativitas sehingga berakibat pada
pola pikiran yang linier, berfikir satu arah, dan kaku tanpa adanya elaborasi atau
pemahaman terhadap informasi, agar hafalan Al-Quran tidak bersifat linier, kaku dan pasif
maka diperlukan maintenance elaborative terhadap materi-materi ayat, tidak hanya
sekedar hafal, namun penghafal Al-Quran juga dituntut untuk memahami makna yang
terkandung dalam Al-Quran, jika suatu saat lupa akan suatu ayat maka dapat dibantu
dengan makna dan pemahamannya. Maka dari itu menghafal Al-Quran tidak hanya
menggunakan aspek kognitif saja melainkan juga bagaimana aspek afektif dan
psikomotorik juga diperlukan dalam menghafal, bagiamana pengulangan kembali materi
hafalan dan bagaimana aplikasi hafalan dalam kehidupan sehari-hari berupa akhlak,
prilaku yang sesuai dengan ajaran Al-Quran.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kegiatan menghafal Al-Quran adalah
sebuah proses mengingat dan menyimpan kesan-kesan tentang seluruh materi ayat dimulai
dari proses awal hingga pada proses pengingatan kembali (recalling) yang bertujuan
mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Menghafal Al-Quran bisa dengan cara membaca setiap hari terutama dalam sholat
sehari-hari dan bisa menjadi kebiasaan ketika dipraktekkan dan diajarkan. Sebaiknya
proses menghafal dimulai pada pagi hari pada masa kanak-kanak dan berlanjut sampai
dewasa dengan istiqomah atau konsisiten mengulang hafalannya. Dalam mengulang
hafalan bisa dengan melibatkan guru atau teman yang bertugas menyimak atau
mendengarkan hafalan kemudian membenarkan bacaan yang salah. Selain itu bisa juga
dengan mendengarkan rekaman hafalan /murottal dari kaset atau audio. (Zuhrudeen, 2013:
12)
Menghafal Al-Quran merupakan suatu keutamaan yang besar, dan posisi itu selalu
didambakan oleh semua orang yang benar dan yang berharap pada kenikmatan yang telah
dijanjikan Allah kepadanya nanti di hari akhir. Menghafal Al-Quran merupakan sebaik-
baiknya ibadah kepada Allah, karena orang yang menghafal berarti ia membaca dan
merenungkan kalam Allah dengan lisan dan pikirannya sangat banyak keutamaannya
menurut para ulama, ada berberapa keutamaan menghafal Al-Quran yang dikutip dari buku
karangan Sa‟dulloh “9 cara cepat menghafal Al-Quran” diantaranya sebagai berikut :
a. Jika disertai dengan amal saleh dan keikhlasan, maka ini merupakan kemenangan
dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
b. Orang yang menghafal Al-Quran akan mendapatkan anugrah dari Allah berupa
ingatan yang tajam dan pikiran yang cemerlang, karena itu penghafal Al-Quran
lebih cepat mengerti, teliti, dan lebih hati-hati karena bnayak latihan untuk
mencocokkan ayat serta membandingkannya dengan ayat lain.
c. Menghafal Al-Quran merupakan bahtera ilmu, karena akan mendorong seseorang
yang hafal Al-Quran akan berprestasi lebih tinggi daripada teman-temannya yang
tidak hafal Al-Quran
d. Penghafal Al-Quran memiliki identitas yang baik, akhlak, dan prilaku baik
e. Penghafal Al-Quran mempunyai kemmapuan mengelurakan fonetik Arab dari
landasannya secara alami, sehingga bisa fasih berbicara dan ucapannya benar.
f. Penghafal Al-Quran mampu menguasai arti kalimat-kalimat di dalam Al-Quran
dan banyak menguasai arti kosakata bahasa Arab seolah ia telah menghafalkan
sebuah kamus bahasa Arab. (Sa‟dulloh, 2008: 22)
Bahkan, sudah dilakukan penelitian, ayat-yat Al-Quran ternyata memberikan efek
positif terhadap penyakit fisik, stroke misalnya. Dengan membaca Al-Quran akan
menerangi qalbu kita, sehingga senantiasa hidup. Ia semacam aliran listrik yang
16 menjadikan lampu bisa menyala, sebab matinya qalbu berarti matinya segala anggota
tubuh, sehingga akalnya tidak bisa digunakan untuk menghasilkan pikiran-pikiran yang
benar dan manfaat, untuk itu manfaat menghafal Al-Quran sangatlah banyak jika
dilakukan dengan ikhlas dan hanya berharap pengabdian kepadanya.
Al-Quran juga menyebutkan bahwa orang yang membaca, mempelajarai dan
menghafal Al-Quran merupakan orang pilihan Allah yang memang dipilih untuk menerima
warisan kitab suci Al-Quran:
“Kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di
antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang Menganiaya diri mereka
sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang
lebih dahulu berbuat kebaikan.” (Q.S. Fathir (35): 32)
Al-Lahim menyebutkan “menghafal Al-Quran mengandung lima mkasud dan
tujuan dan niat yang semuanya mulia. Maksud dan tujuan tersebut terkumpul dalam kata ثى
)ياجاج(و ,yakni pahala ث )ثىاب( yang bermakna شع yakni permohonan شفاء) ش( yakni
kesembuhan, عهى وعم( ع( dan yakni ilmu dan amal.” (Al-Lahim, 2004: 44) Ketika
seorang muslim membaca dan menghafal Al-Quran dengan mengingat tujuan dan
keutamaan yang lima secara bersamaan, maka ia akan mendapatkan manfaat dari Al-Quran
lebih besar dan pahalanya pun lebih banyak
Terdapat keutamaan bagi para penghafal Al-Quran yang terdapat di dalam hadis-
hadis diantaranya:
a. Bersama para malaikat yang mulia nanti di hari kiamat.
رأ ال قر آن وىو حافظ لو علي و وسلم , قال مثل ، عن النب صلى اللو عائشة عن الذي ي ق ران مع السفرة ال كرام ال ب ررة ، مثل رأ وىو ي ت عاىده وىو علي و شدي د ف لو أج .الذي ي ق
“Diriwayatkan dari Aisyah ia berkata bahwa Nabi SAW bersabda “orang yang
membaca Al-Quran dan ia hafal akan bersama para malaikat yang mulia, adapun orang
yang membaca Al-Quran dengan terbata-bata kesulitan, serta kesukaran membacanya ia
akan mendapatkan dua pahala” (HR. Bukhari no 7394)
Hadis di atas diriwatyatkan oleh Bukhari dalam kitab tafsir surah „Abasa nomor
hadis 4937. Hadis ini marfu bersandar langsung dari Rasulullah SAW. selain pada shahih
Bukhari, hadis ini juga terdapat pada sunan Abi Daud nomor 1454, sunan Tarmidzi nomor
2904, sunan Ibnu Majah 3779, sunan Ad-Darmi nomor 3411, dan musnad Ahmad nomor
24643, 24211, 25365, 24788, 24667, 26296, 26028, dan 25591. (Takhrij hadis Jami‟ al-
Kitab Tis‟ah)
Hadis tersebut diriwayatkan oleh Bukhari, dari sahabat „Aisyah RA yang langsung
bersandar dari Rasulullah SAW. dalam hadis ini yang disebut “orang yang ahli dalam Al-
Qur‟an” adalah orang yang hafal Al-Qur‟an dan senantiasa membacanya, apalagi dengan
memahami arti dan maksudnya, yang dimaksud “bersama-sama malaikat” adalah ia
17 termasuk golongan yang memindahkan Al-Quran dari lauhul mahfudz dan
menyampaikannya kepada orang lain melalui bacaanya. Dengan demikian, keduanya
memiliki pekerjaan yang sama. Juga dapat berarti : Ia akan bersama para malaikat pada
hari mahsyar nanti, dan orang yang terbata-bata membaca Al-Quran akan memperoleh dua
pahala; satu pahala karena bacaanya, dan satunya lagi karena kesungguhannya
mempelajari Al-Quran berkali-kali. Imam Ibnul Atsir Rahimahullah menyebutkan bahwa
makna "Ma'a As Safarah Al Kiram Al Bararah" yaitu bersama malaikat (An Nihayah fi
Gharibil Atsar, 1 /294), sementara Imam An Nawawi menyebutkan beragam makna, ada
yang mengartikan para rasul, ada pula yang mengartikan orang taat, baik, mulia, dan
ma'shum, serta ada juga yang mengartikan malaikat. (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 6
/84,Tuhfah Al Ahwadzi, 8 /174)
Makna "terbata-bata" dan "dua pahala", kata Imam An Nawawi:
وأما الذي يتتعتع فيو فهو الذي يتردد في تلاوتو لضعف حفظو فلو أجران أجر بالقراءة وأجر بتتعتعو في تلاوتو ومشقتوAda pun orang yang terbata-bata membacanya, dia adalah orang yang bimbang dalam
bacaannya lantaran lemahnya hapalannya. (bagianya dua pahala) yaitu pahala membacanya
dan pahala terbata-bata dan kesulitan yang dialami dalam membacanya. (Al Minhaj, 6 /85)
b. Diumpamakan buah jeruk yang manis (hadis)
ث نا أنس عن أب موسى ث نا ق تادة حد ث نا هام حد بة ب ن خالد حد ث نا ىد رضي اللو حدرأ ال قر آن مثل ال مؤ من الذي عن النب صلى اللو علي و وسلم قال .عن و ت رجة طع مها ي ق كال
رة طع مها طيب ول ريح لا رأ كالتم ومثل طيب وريحها طيب ومثل الذي ل ي ق رأ ال قر آن كمثل الريح انة ريحها طيب وطع مها ال فاجر رأ ومثل ال فاجر مر الذي ي ق الذي ل ي ق
ن ظلة طع مها مر ول ريح لو ال قر آن كمثل ال “Dari hudaibah Ibn Khalid berkata, berkata Hammam berkata Qotadah, berkata
Anas dari Abu Musa al-Asy’ari Radiyallahu anhu ia berkata: Rasulullah saw bersabda:
“Perumpamaan orang mukmin yang suka membaca al-Qur’an seperti buah utrujjah.
Baunya harum dan rasanya lezat. Dan orang mukmin yang tidak suka membaca al-Qur’an
seperti buah kurma, baunya tidak ada dan rasanya manis. Dan perumpamaan orang
munafik yang suka membaca Al-Quran seperti buah raihanah, baunya lumayan dan
rasanya pahit. Dan perumpamaan orang munafik yang tidak suka membaca al-Qur’an
seperti buah hanzholah, tidak memiliki bau dan rasanya pahit.” (HR. Muttafaq alahi).”
Hadis di atas terdapat dalam kitab shahih Bukhari, kitab فضائم انقزآ bab تاب فضم
كتاب صلاج nomor hadis 5020, terdapat juga pada shahih Muslim kitab انقزآ عهى سائز انكهى
تاب فضيهح حافظ انقزآ bab انسافزي وقصزها nomor hadis 797, dan pada sunan Tarmidzi kitab
,dan juga diriwayatkan oleh Qotadah يا جاء فى يثم انؤي انقارئ نهقزآ وغيز انقارئ bab الأيثال
serta pada sunan Ibnu Majah kitab فضائم انقزآ bab تاب فضائم ي تعهى انقزآ وعهه nomor hadis
178, dan hadis ini berkualitas shahih
18
Dalam hadis ini orang muslim yang membaca Al-Quran diumpakan seperti buah
Utrujj. Utrujj ialah nama sejenis buah jeruk yang banyak ranting berduri; mempunyai daun
dan buah. Buahnya seperti jeruk yang besar dan seperti burtuqaal (jeruk manis) bentuknya
hampir bujur seperti pepaya dan bermuncung. Warnanya warna emas indah, jeruk ini
mempunyai dua ciri keistimewaan yaitu keharuman baunya dan keenakan rasanya.
Dalam hadis ini, terdapat 4 perumpamaan yang dapat dijadikan renungan kepada
orang yang mencari hidayah dan petunjuk Allah SWT. Perumpamaan tersebut adalah:
1) Orang mukmin yang membaca Al-Quran dan beramal dengan isi kandungannya
ibarat buah jeruk yang rasanya manis dan baunya pun enak.
2) Orang mukmin yang tidak membaca Al-Quran seperti buah kurma, tidak ada
baunya namun rasanya manis. Tetapi beriman dan beramal dengan isi
kandungannya.
3) Orang munafiq yang membaca Al-Quran ibarat buah raihanah baunya enak tapi
rasanya pahit.
4) Orang munafiq yang tidak membaca Al-Quran ibarat buah hanzalah tidak
memiliki bau dan rasanya pahit.
Hadis tersebut terdapat nasehat dari nabi supaya orang Islam membaca al-Qur‟an
dan mengamalkan isi kandungannya. Dari hadis tersebut juga dapat kita jadikan tolak ukur
untuk menentukan kita tergolong dalam golongan yang mana seperti yang diumpamakan
dalam hadis, supaya kita dapat membaiki diri kita sendiri agar menjadi seorang mukmin
yang baik. Dalam hadis tersebut juga dinyatakan golongan yang beruntung adalah
golongan Mukmin kerana mereka diumpamakan sebagai buah utrujjah yang digemari
manusia baik dari bau dan rasa buah tersebut, begitulah juga perihalnya dengan orang
mukmin yang membaca dan mengamalkan Al-Quran mereka pasti disayangi dan dikasihi
masyarakat. Sebaliknya golongan munafiq yang disebut dalam hadis tersebut merupakan
golongan yang rugi kerana mereka diumpamakan sebagai buah raihanah yang mempunyai
bau dan rasa yang pahit, kerana begitulah hidup mereka dalam masyarakat tidak disukai
dan tidak disenangi lantaran sikap mereka yang buruk.
c. Didahului masuk ke liang lahat.
Penghafal Al-Quran akan di hormati di dunia maupun di akhirat bahkan Rasulullah
ketika terjadi perang uhud, dan umat Islam mati syahid dalam peperangan tersebut
dikuburkan dua-dua artinya satu liang lahat terdapat dua orang jenazah, dan Nabi bertanya
kepada sahabat siapakah diantara mereka yang hafal Al-Quran maka dialah yang didahului
masuk ke liang lahat. Sebagaimana hadis Nabi:
هم الل عب د ب ن جابر عن ي مع كان وسلم علي و الل صلى الل رسو ل أن رضي الل عن ب ي ث أي هما : وي قو ل ، أحد ق ت لى من الرجلي ذا ر أك ، أحدها إل لو أشي ر فإذا ، لل قر آن أخ
اللحد في قدمو “Dari Jabir Ibn Abdillah RA Sesungguhnya Nabi menguburkan dua orang dalam satu
liang lahat yang mati syahid di perang uhud, kemudian Nabi bertanya siapa diantara
19 mereka yang menghafal Al-Quran (yang paling banyak Al-Quran darinya), maka dialah
yang didahulukan dikubur ke liang lahat” (HR. Abi Daud no 3138)
Hadis di atas terdapat pada sunan Abu Daud kitab ائزانج pada bab في انشهيد يغسم
nomor hadis 3139 dan 3138 dan hadis ini kulitasnya adalah shahih. Selain itu juga terdapat
pada shahih Bukhari nomor 1347, 1343, 4079 dan 1353 kitab انجائز bab دف انزجهي و انثلا ثح
dan sunan Ibnu Majah تزك عهيهى bab انجائز Sunan An-Nasai‟ nomor 1955, kitab .في قثز واحد
nomor 1514 kitab انجائز bab في انصلاج عهى انشهداء ودفهى يا جاء . Sunan Tarmidzi kitab انجائز
bab تزك انصلاج عهى انشهيد nomor 1036
Hadis di atas menjelaskan bahwa Rasulullah SAW sanagt menghormati para
penghafal Al-Quran disebutkan bahwa yang didahulukan untuk dikubur adalah mereka
yang menghafal Al-Quran paling banyak. Hadis ini bersandarkan dari sahabat Jabir ibn
Abdullah yang termasuk dari sahabat Rasulullah dan diriwayatkan oleh Abi Daud dan
termasuk hadis masyhur. Hadits di atas juga menunjukkan bahwa menguburkan dua orang
atau lebih dalam satu liang lahat diperbolehkan berdasar hadits atau peristiwa di atas.
Tetapi yang perlu digaris bawahi adalah sabda Nabi yang mengatakan: أيهى أكثزأخذا
memberikan kita pengertian bahwa orang-orang yang banyka mengahafal dan نهقزا
mengetahui isi dari kandungan Al-Quran atau hematnya berilmu dialah yang lebih
didahulukan jenazahnya untuk dimasukkan ke dalam liang lahat tersebut.
d. Orang yang dekat dengan Allah (ahlullah) dan orang-orang pilihannya atau orang
istimewanya Allah (wakhasatuh),
Penghafal Al-Quran tidak boleh disia-siakan begitu saja tentu saja penghafal Al-
Quran yang tidak hanya sekedar hafal, namun mereka yang juga mengamalkana isi
kandungan Al-Quran, berakhlak sesuai akhlak Al-Quran, serta tingkah laku yang
mencerminkan Ahlul Quran, karena penghafal Al-Quran merupakan ahlullah dan
wakhasatuh Sebagaimana Sabda Nabi:
خبرنا عبيد الل ابن سعيد عن عبد الرحمن قال : حدثني عبد الرحمن بن بديل ميسرة عن ابيو عن الي :: قال رسول اللو صلى اللو علي و وسلم رضي الل عنو قال انس ابن مالك إن للو أى
ل اللو وخاصتو : (ىم ؟ قال من يا رسول اللو قالوا: الناس من ل ال قر آن ، أى )ىم أى
“Dari Anas RA bahwa Rasulullah SAW bersabda: Allah memiliki keluarga dari
kalangan manusia, “ada yang bertanya, “siapa mereka ya Rasulullah? “beliau menjawab,
“Ahlul Quran mereka keluarga Allah dan orang-orang istimewanya” (H.R. Ibnu Majah
no 215)
Hadis ini terdapat pada sunan Ibnu Majah pada انقديح dan bab فضم ي تعهى انقزا
فضائم انقزآ nomor hadis 215. Selain itu juga terdapat pada sunan Ad-Darmi kitab وعهه
dan bab قزافضم ي قزأ ان nomor hadis 3369. Juga terdapat pada musnad Ahmad (Musnad
Anas Ibn Malik) nomor 12279, 12292, dan 13542.
Isnad Hadist ini hasan dan para rijalul hadistnya semuanya terpercaya. Al Hafidz
ibnu Hajar berkata tentangnya, " tidak ada masalah dengan Abdur Rahman ibn Bidyl.
Imam Ahmad ibn Hanbal mengeluarkan riwayat hadist ini dalam Musnadnya, jilid 3, Hal.
127, 128, 242, dan Imam Al-Hakim dalam Mustadrok nya , jilid 1, Hal. 556. Imam Ibnu
Majah dalam kitab Sunan nya pada No. 215. Yang dimaksud ahlul quran dalam hadis ini
20 bukan orang yang sekedar menghafal dan membacanya saja. Ahlul quran (sejati) adalah
yang mengamalkannya, meskipun ia belum hafal Quran. Orang-orang yang mengamalkan
Al-Quran, menjalankan perintah dan menjauhi larangan, serta tidak melanggar batasan-
batasan yang digariskan oleh Al-Quran. Adapun orang yang hafal Quran namun akhlaknya
menyimpang dari Al-Quran maka belum dapat dikatakan ahlul quran, yang
dimaksud ahlul qur’an bukan orang yang sekedar menghafal dan membacanya saja. Ahlul
qur’an (sejati) adalah yang mengamalkannya, meskipun ia belum hafal Al-Quran. Orang-
orang yang mengamalkan Al-Quran, menjalankan perintah dan menjauhi larangan, serta
tidak melanggar batasan-batasan yang digariskan Al-Quran, mereka itulah yang
dimaksud ahlul qur’an, keluarga Allah serta orang-orang pilihannya Allah. Merekalah
hamba Allah yang paling istimewa. Adapun orang yang hafal Al-Quran, membaguskan
bacaan Qur‟an nya, membaca setiap hurufnya dengan baik. Namun jika ia menyepelekan
batasan-batasan yang digariskan Al-Qur‟an, ia bukan termasuk dari ahlul qur’an. Tidak
pula termasuk dari orang-orang khususnya Allah. Jadi ahlul quran adalah orang yang
berpedoman dengan Al-Quran (dalam gerak-gerik kehidupannya), ia tidak menjadikan
selain Al-Quran sebagai panutan.
e. Tidak boleh hasad kecuali kepada orang yang hafal Al-Quran dan orang kaya yang
menginfakkan hartanya.
Selain menjadi keluarganya Allah orang yang menghafal Al-Quran disebutkan
dalam hadis bahwa tidak ada hasad kecuali kepada dua orang yaitu orang yang diberi Al-
Quran atau hafal Al-Quran lalu ia berdiri sholat malam membaca Al-Quran (mengamalkan
isi Al-Quran) pada siang hari atau malamnya, yang kedua adalah orang yang diberikan
kekayaan dan kekayaan itu benar-benar dimanfaatkan untuk jalan kebenaran sepanjang
malam dan sepanjang siang. Hasad disini berarti ghibtoh (hasad yang diperbolehkan) yaitu
berharap nikmat yang dimiliki oleh orang lain turut dimilikinya tanpa berharap nikmat
tersebut dari orang lain. Tidak ada rasa benci terhadap nikmat yang diperoleh dan
menginginkan kita juga menginginkan agar memiliki nikmat yang sama, sifat ini sangatlah
terpuji dan dikehendaki ada pada setiap orang, karena dengannya bisa mendatangkan
kebaikan dalam hidup, berbeda dengan hasad dalam arti sesungguhnya yaitu berharap dan
berusaha agar nikmat orang lain tersebut terhapus dan hilang.
في إل حسد ل : قال : قال رسو ل الل صلى الل علي و وسلم سعيد أب عن رجل : اث نت ي آناء ي ن فقو ف هو مال لل ا آتاه ورجل الن هار، وآناء اللي ل آناء ي قو م ف هو القر آن الل آتاه
اللي ل وآناء الن هار Dari Abi Sa’id ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “tidak ada hasad kecuali
kepada dua orang, yaitu seseorang yang diberikan Al-Quran lalu ia mengamalkannya
sepanjang siang dan malam, dan seseorang yang diberikan harta, kemudian hartanya
dikeluarkan (diinfakkan) sepanjang siang dan malam.”(H.R. Bukhari no 6810)
Hadis di atas terdapat pada shahih Bukhari kitab انعهى bab ي انعهى وانحكح اقانغتثاط
nomor 73 juga terdapat pada kitab انزكاج bab افاق انال في حقه nomor 1409, juga terdapat
kitab فضائم انقزآ bab اجز bab انحكاو nomor 5026, juga terdapat kitab اغتثاط صاحة انقزآ
nomor 7141, 7316, 7529. Juga pada shahih Muslim dengan nomor hadis يقضى تا انحكح
21 815. Sunan Tarmidzi nomor 1936, sunan Ibnu Majah nomor 4209, dan musnad Ahmad
(musnad Abu Hurairah) nomor 4924, 4550, 6167, 5618.
Pada umumnya banyak dinukilkan di dalam Al-Qur‟an dan hadits mengenai
keburukan hasad, yang hukumnya mutlak dilarang. Sedangkan menurut hadits di atas, ada
dua jenis orang yang kita dibolehkan hasad kepadanya. Maka ulama menjelaskan hasad
dalam hadits ini dengan maksud; Hasad dengan makna risyk yang dalam bahasa arab
disebut ghibtah. Adapun perbedaan antara hasad dan ghibtah adalah: hasad ialah jika
seseorang mengetahui ada orang lain yang memiliki sesuatu, maka ia ingin agar sesuatu itu
hilang dari orang tersebut, baik ia mendapatkannya atau tidak. Sedangkan ghibtah (hasad
yang diperbolehkan) yaitu berharap nikmat yang dimiliki oleh orang lain turut dimilikinya
tanpa berharap nikmat tersebut hilang dari orang lain. Tidak ada rasa benci terhadap
nikmat yang diperoleh dan menginginkan kita juga menginginkan agar memiliki nikmat
yang sama, sifat ini sangatlah terpuji dan dikehendaki ada pada setiap orang, karena
dengannya bisa mendatangkan kebaikan dalam hidup, berbeda dengan hasad dalam arti
sesungguhnya
Selain hadis Al-Quran juga menyebutkan bahwa orang yang menghafal Al-Quran
akan diberikan karunia dan pahala kepada mereka.
“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan
shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anugrahkan kepada mereka
dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak
akan merugi, agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah
kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Mensyukuri”.(Q.S.Fathir (35): 29-30) Tentunya masih banyak hadis-hadis dan ayat-ayat lain yang menggambarkan
keutamaan penghafal Al-Quran, dari keterangan hadis-hadis di atas dapat penulis
simpulkan bahwa diantara keutamaan para penghafal Al-Quran adalah: (1) Akan bersama
Allah, rasulnya dan para malaikat Allah di akhiat nanti dan bagi yang susah atau terbata-
bata dalam membaca Al-Quran maka ia akan mendapatkan dua pahala, (2) dihormati Allah
dan Nabi baik ketika di dunia maupun di akhirat, (3) menjadi keluarganya Allah karena
selalu menyibukkan diri dengan Al-Quran, ikut menjaga kalamullah serta menjadi orang
yang diistimewakan Allah, (4) Allah membolehkan ada rasa iri kepada Ahlul Quran (5)
serta para penghafal Al-Quran akan mengenakkan mahkota kepada kedua orangtuanya
pada hari kiamat yang cahayanya lebih baik dari cahaya-cahaya yang menerpa rumah di
dunia.
Keutamaan para penghafal Al-Quran banyak sekali diantaranya mereka akan
bersama Allah, rasulnya dan para malaikat Allah di akhiat nanti, bagi yang susah atau
terbata-bata dalam membaca Al-Quran maka ia akan mendapatkan dua pahala, dihormati
Allah dan Nabi baik ketika di dunia maupun di akhirat, menjadi keluarganya Allah karena
22 selalu menyibukkan diri dengan Al-Quran, ikut menjaga kalamullah serta menjadi orang
yang diistimewakan Allah, serta para penghafal Al-Quran akan mengenakkan mahkota
kepada kedua orangtuanya pada hari kiamat yang cahayanya lebih baik dari cahaya-cahaya
yang menerpa rumah di dunia.
Menghafal Al-Quran sebaiknya tidak hanya menghafal redaksi teks Al-Quran saja,
tetapi yang lebih penting adalah bagaimana isi kandungan Al-Quran tersebut dapat
direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari, selain itu penghafal Al-Quran harus menjaga
akhlaknya, tutur katanya, serta membawa diri untuk berbuat kabajikan dan ketakwaan
kepada Allah SWT.
2. Penghafalan Al-Quran Pada Masa Nabi, Sahabat, dan Tabiin.
a. Masa Nabi
Al-Quran turun melalui perantara malaikat jibril kepada Nabi Muhammad SAW
dengan tempo kurang lebih 23 tahun, penurunan secara bertahap ini mengandung hikmah
yang sangat besar dan mempunyai tujuan yang amat penting. Diantara hikmah dan
tujuannya adalah agar penerima dapat membaca dengan tartil (tidak tergesa-gesa) karena
dimungkinkan apabila turun sekaligus bisa jadi ketika membacanya terburu-buru karena
ingin cepat selesai sehingga sulit untuk menghafalnya dengan mantap.
Pemeliharaan Al-Quran pada masa Nabi hingga sekarang terus berjalan seiring
dengan perjalanan dan perkembangan sejarah umat. Tradisi pemeliharaan Al-Quran yang
diwariskan Nabi kepada kita melalui dua cara, sebagaimana yang disampaikan oleh
Ramlah yang dikutip dari Muhaimin Zen: yaitu pemeliharaan melalui hafalan (fi shudur)
dan melalui tulisan (fi al-sutur). Pemeliharaan melalui hafalan merupakan landasan utama
adapun pemeliharaan melalui tulisan sebagai landasan pendukung. (Zen, 2006: 128)
Dua tradisi di atas terus dilakukan Nabi dan disampaikan kepada para sahabat
sehingga hampir seluruh sahabat mampu menghafal Al-Quran seluruhnya, ada yang
sebagian lebih Al-Quran tergantung kapasitas pertemuan mereka bersama Nabi.
Pembelajaran Al-Quran dilakukan dengan system talaqqi (berhadapan langsung kepada
guru) yang kompeten dalam bidang Al-Quran dan mempunyai sanad yang langsung
smapai kepada Rasulullah SAW. (Zen, 2006: 129). Selain dengan cara menghafal,
pemeliharaan Al-Quran pada masa Nabi juga dengan cara penulisan ayat-ayat di atas
pelepah kurma, di kulit binatang, di batu-batu maupun di tulang belulang binatang.
Manusia yang pertama kali meraih predikat hafihz tidak lain adalah Rasulullah
SAW sendiri, karena ketika wahyu Al-Quran turun kepadanya melalui malaikat Jibril,
Rasulullah SAW sendiri berusaha untuk menghafalnya dan jibril tidak akan pergi sebelum
ayat yang diturunkan kepadanya telah diterima dan dihafal dengan baik. Bahkan kadang-
kadang Rasulullah SAW terlalu tergesa-gesa dan terlalu cepat ingin membaca dan
menghafalnya, sehingga Rasulullah SAW mendapat teguran dari Allah, agar dalam
membaca tidak usah tergesa-gesa karena akan dimudahkan baginya untuk menghafal
karena Al-Quran sudah ditetapkan dalam hati Nabi bahkan beliau tidak akan lupa
sedikitpun, sesuai firman Allah:
23
“Maka Maha Tinggi Allah raja yang sebenar-benarnya, dan janganlah kamu
tergesa-gesa membaca Al Quran sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu dan
Katakanlah: "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan." (Q.S. Thaaha
(20): 114)
Nabi Muhammad dilarang oleh Allah menirukan bacaan Jibril kalimat demi
kalimat, sebelum Jibril selesai membacakannya, agar dapat Nabi Muhammad menghafal
dan memahami betul-betul ayat yang diturunkan itu.
“Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Quran karena hendak
cepat-cepat (menguasai)nya. Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya
(di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. apabila Kami telah selesai
membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian, Sesungguhnya atas tanggungan
kamilah penjelasannya.”(Q.S. Al-Qiyamah (75): 16-19)
Dalam ayat lain disebutkan, tentang adanya jaminan bahwa Nabi tidak akan lupa
dengan ayat yang dibacakan Jibril kepadanya:
“Kami akan membacakan (Al Quran) kepadamu (Muhammad) Maka kamu tidak
akan lupa, kecuali kalau Allah menghendaki. Sesungguhnya Dia mengetahui yang terang
dan yang tersembunyi.” (Q.S.Al-„Ala (96): 6-7)
Mengenai hafalan Nabi seperti ditulis As-Sabuni yang dikutip dari Faizah “jibril
setiap satu tahun sekali mendatangi Nabi untuk mengecek hafalannya pada bulan
Ramadhan. Bahkan pada bulan Ramadhan yang terakhir menjelang wafatnya Nabi, Jibril
turun dua kali untuk membacakannya”. (Faizah, 2008: 158)
Dengan demikian, pemeliharaan Al-Quran pada masa Nabi yaitu dengan metode
hafalan, Nabi langsung mengajarkan kepada sahabat dengan metode talaqqi yakni bertatap
muka langsung dnegan guru serta metode kitabah yaitu menulis Al-Quran pada lembaran-
lembaran pelepah, batu dan sebagainya hal ini juga diterapkan pada masa-masa setelah
masa kenabian.
b. Masa Sahabat
Pada masa sahabat pemeliharaan dan penghafalan Al-Quran dimulai dengan
mengumpulkan Al-Quran dalam bentuk naskah yang tersebar pada sahabat-sahabat, usaha
pengumpulan ini dilakukan oleh Zaid bin Tsabit dalam kurun waktu kurang lebih satu
tahun. Dengan demikian Al-Quran telah berhasil dikumpulkan secara utuh dan sempurna
sekalipun masih berserakan di pelepah kurma, kulit binatang maupun batu-batuan sehingga
pada pemerintahan khalifah Utsman bin „Affan mushaf yang ada di rumah Hafsah binti
Umar diperbanyak dan dikerjakan oleh Zaid bin Tsabit kemudian membuat copy naskah
sebanyak 4 buah naskah dan disebarkan ke Syam, Basrah, Kuffah, dan Madinah.
(Kusmana & Syamsuri, 2004: 156)
Nabi Muhammad memberikan perhatian untuk menghafal dan menguasai ayat-
ayat Al-Quran yang diberikan kepadanya, beliau menyampaikan Al-Quran dan
24 mengajarkan kepada para sahabatnya dan mendorong mereka untuk menghafalnya. Para
sahabat juga sangat antusias untuk mempelajari Al-Quran dan menghafalkannya sehingga
Nabi pun mendorong mereka untuk memilih orang tertentu yang akan mengajarkan Al-
Quran kepada mereka. Berberapa sahabat yang mengetahui banyak tentang Al-Quran
diminta oleh Nabi untuk mengajarkannya adalah Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib,
Ubay bin Ka‟ab, Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Mas‟ud, Abu Darda‟ dan Abu Musa Al-
Asyari sistem pembelajaran ketika itu masih banyak menekankan pada aspek lisan karena
alat tulis kala itu masih langka. (Faizah, 2008: 159)
Pada masa sahabat pemeliharaan dan penghafalan Al-Quran dilakukan dengan
sangat teliti, sahabat mengumpulkan dan menulis Al-Quran serta melakukan
penghimpunan Al-Quran menjadi satu mushaf, metode pemeliharaan dengan hafalan tetap
juga dijalankan seperti pada masa kanabian, sahabat yang mahir dalam hafalan Al-Quran
bertugas menyimak hafalan sahabat yang ingin menyetorkan hafalannya.
c. Masa Tabi’in
Pada masa Tabi‟in pemeliharaan dan penghafalan Al-Quran berkembang dengan
sangat pesat mereka juga menggunakan sistim hafalan dan tulisan dalam proses
pemeliharaan Al-Quran. Pada masa tabi‟in ini juga munculnya para imam qiroat yang
menandakan bahwa perhatian mendalam pada pemeliharaan Al-Quran, adapun nama-nama
imam qiroat tujuh yang disampiakan oleh Ahmad Fathoni yang dikutip dari Muhamin Zen
sebagai berikut: Nafi‟ ibn Abi Nuaim Maula Jaunah (imam Nafi‟), Abdullah ibn Katsir
Maula Amru ibn Alqamah, (imam ibnu katsir), Abu Amru ibn Al-Ala Al-Mazny (imam
Abu Amr), Abdullah ibn Amir (ibnu Amir), Abu Bakar „Ashim ibn al-Nujud (imam
„Ashim), Hamzah ibn Habib Al-Zayat (imam Hamzah), dan Abu Hasan Ali ibn Hamzah
Al-Kisa‟i (imam Al-Kisa‟i). (Zen, 2008: 159).
Pada masa kejayaan Islam terdapat lembaga-lemsbaga pendidikan Al-Quran yang
tersebar di berbagai daerah, seperti di Madinah, Makkah, Mesir, dari kota-kota inilah para
ulama banyak yang belajar ilmu Islam selain itu juga mereka menghafal Al-Quran dan
bertalaqqi langsung dari syekh-syekh yang ada di negara tersebut, kemudian kembali ke
negarinya masing-masing untuk menyebarkan ilmu dan mendirikan pesantren khusus Al-
Quran. Ulama-ulama tersebut berasal dari berbagai daerah di Indonesia seperti Jawa,
Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan sebagainya. Sehingga pemeliharaan Al-Quran hingga
masa sekarang ini masih tetap berjalan dengan adanya lembaga-lembaga pesantren yang
mengkhususkan pada hafalan Al-Quran. (Shohib & Bunyamin, 2011: 12) Langkah
pemeliharaan Al-Quran dengan sistem hafalan dan tulisan inilah yang dilakukan oleh umat
Islam untuk menjaga kemurnian kitab sucinya sepanjang masa dan waktu, disamping
penjaminan dari Sang Maha Penciptanya sendiri.
Tingginya minat masyarakat Islam saat ini terhadap hafalan Al-Quran bahkan
program hafalan Al-Quran telah menjadi pelajaran khusus di sekolah-sekolah Islam saat
ini, hal ini membuktikan bahwa pemeliharaan Al-Quran dari masa Nabi hingga masa
sekarang masih tetap berjalan. Langkah pemeliharaan Al-Quran dengan sistem hafalan dan
tulisan inilah yang dilakukan oleh umat Islam untuk menjaga kemurnian kitab sucinya
sepanjang masa dan waktu, disamping penjaminan dari Sang Maha Penciptanya sendiri.
Maka dari itu orang Islam dianjurkan mengahafal Al-Quran karena menghafal Al-Quran
merupakan kebutuhan umat Islam dan Nabi sangat menganjuran umatnya menghafal Al-
Quran.
25
B. Aspek-Aspek terkait dalam Menghafal Al-Quran
1. Metode yang Digunakan dalam Tahfizh Al-Quran Menurut Para Ahli
Dalam kamus Umum Bahasa Indonesia metode adalah “cara yang telah teratur dan
terpikir baik-baik untuk mencapai suatu maksud, cara menyelidiki dalam
mengajar.”(Poerwadarminta, 1996:649) tanpa metode, suatu materi pelajaran tidak akan
dapat berproses secara efesien dan efektif. metode pendidikan yang tidak tepat akan
menjadi penghalang kelancaran jalannya proses belajar mengajar sehingga banyak waktu
dan tenaga yang terbuang sia-sia.
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa metode adalah seperangkat
jalan, cara yang dilakukan oleh pendidik untuk menyampaikan pengajaran dan pendidikan
kepada peserta didik agar dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
Setiap penghafal Al-Quran, tentunya menginginkan waktu yang cepat dan singkat,
serta hafalannya menancap kuat di memori otak dalam proses menghafalkan alquran. hal
tersebut dapat terlaksana apabila sang penghafal Al-Quran menggunakan metode yang
tepat, serta mempunyai ketekunan, rajin, dan istiqomah dalam menjalani prosesnya,
walaupun cepatnya menghafal seseorang tidak terlepas dari otak dan IQ yang dimiliki.
metode yang digunakan para penghafal Al-Quran berbeda-beda sesuai dengan kehendak
dan kesanggupannya.
a. Menurut Sa’dulloh
Metode apapun yang digunakan tidak akan terlepas dari pembacaan yang
berulang-ulang sampai dapat mengucapkannya tanpa melihat mushaf sedikit pun. Proses
menghafal Al-Quran dilakukan melalui proses bimbingan seorang guru tahfizh. dalam
buku Cara Cepat Menghafal Al-Quran karangan Sa‟dullaoh menjelaskan ada lima metode
menghafal Al-Quran:
1). Bin-Nazhar, yaitu membaca dengan cermat ayat-ayat Al-Quran yang akan dihafal
dengan melihat mushaf Al-Quran secara berulang-ulang. proses bi-nadzar ini
hendaknya dilakukan sebanyak mungkin atau empat puluh satu kali seperti yang biasa
dilakukan oleh para ulama terdahulu. hal ini dilakuakan untuk memperoleh gambaran
menyeluruh tentang lafaz maupun urutan ayat-ayatnya. agar lebih mudah dalam
proses menghafal, maka selama proses bin-nazhar ini diharapkan calon hafidz juga
mempelajari makna dari ayat-ayat tersebut.
2). Tahfizh, yaitu menghafalkan sedikit demi sedikit ayat-ayat Al-Quran yang telah dibaca
berulang-ulang secara bin nazhar tersebut. misalnya menghafal satu baris, beberapa
kalimatatau sepotong ayat pendek sampai tidak ada kesalahan. setelah satu barisatau
beberapa kaliamt tersebut sudah dapat dihafal dengan baik, lalu ditambah dengan
merangkaikan baris atau kalimat berikutnya dengan sempurna. kemudian rangkaian
ayat tersebut diulang kembali sampai benar-benar hafal. setelah materi satu ayat dapat
dihafal dengan lancer kemudian pindah kepada materi ayat berikutnya.
3). Talaqqi, yaitu menyetorakan atau memperdengarkan hafalan yang baru dihafal kepada
guru atau instruktur. guru tersebut haruslah seorang hafidz Al-Quran, telah mantap
agama dan ma’rifah nya, serta dikenal mampu menjaga dirinya. proses talaqqi ini
dilakukan untuk mengetahui hasil hafalan seorang calon hafidz dan mendapatkan
bimbingan seperlunya. seorang guru tahfizh juga hendaknya yang benar-benar
mempunyai silsilah guru sampai kepada nabi Muhammad SAW.
4). Takrir, Yaitu mengulang hafalan atau men-sima’-kan hafalan yang pernah
dihafalkan/sudah pernah di-sima’-kan kepada guru tahfizh, takrir dimaksudkan agar
26
hafalan yang pernah dihafal tetap terjaga dengan baik. selain dengan guru, takrir juga
dilakukan sendiri-sendiri dengan maksud melancarkan hafalan yang telah dihafal,
sehingga tidak mudah lupa. misalnya pagi hari untuk menambah materi hafalan baru,
dan sorenya untuk men-takrir hafalan yang telah dihafal.
5). Tasmi’, yaitu memperdengarkan hafalan kepada orang lain, baik kepada perorangan
maupun pada kelompok jamaah. Dengan tasmi’ ini seorang penghafal Al-Quran akan
diketahui kekurangan pada dirinya, karena bisa saja ia lengah dalam mengucapkan
huruf atau harokat. Dengan tasmi’ seseorang akan lebih berkonsentrasi dalam
hafannya. (Sa‟dhulloh, 2008: 56)
Pada prinsipnya, semua metode baik sekali untuk dijadikan pedoman dalam
menghafal Al-Quran, baik salah satu diantaranya, atau dipakai semua sebagai alternatif dan
membuat variasi dalam menghafal, sehingga tidak berkesan menoton yang akan
menghilangkan rasa kejenuhan dalam proses menghafal Al-Quran.
b. Menurut Muhaimin Zen
Muhamin Zen mengatakan “metode tahfizh yang diterapkan di PTIQ terdiri dari
tiga metode yaitu:
1). Metode S (seluruhnya), yaitu membaca satu halaman dari baris pertama sampai
baris terakhir secara berulang-ulang sampai hafal.
2). Metode B (bagian), yaitu menghafal ayat demi ayat, atau kaliamt demi kalimat yang
dirangkai sampai satu halaman,
3). Metode C (campuran) yaitu kombinasi antara metode S dan metode B, mula-mula
dengan membaca satu halaman berulang-ulang, kemudian bagian tertentu dihafal
tersendiri, kemudian diulang lagi secara keseluruhan dari awal hingga akhir.” (Zen,
2006: 90)
Fachruddin menguatkan pendapat Muhaimin dalam bukunya Al-Quran Bahasa
dan Agama, ia menyatakan “ada lima metode menghafal Al-Quran yaitu:
1). Pertama metode wahdah metode dimana seorang yang ingin menghafal harus terlebih
dahulu menghafal satu persatu ayat yang akan dihafal, setiap ayat dibaca berkali-kali
sehingga hafal.
2). Kedua metode kitabah yang berarti menulis, para penghafal Al-Quran dianjurkan
menulis terlebih dahulu ayat yang akan dihafal dan tulisanya dijadikan rujukan untuk
dibaca dan menghafalnya.
3). Ketiga metode sima’i yaitu mendengar, dalam metode ini penghafal mendengar ayat
yang akan dihafalkannya terlebih dahulu sehingga mudah untuk menangkap ayat demi
ayatnya, metode ini biasanya diterapkan pada anak-anak yang belum bisa membaca
tulis Al-Quran.
4). Keempat metode gabungan yaitu gabungan dari ketiga metode di atas, metode wahdah,
kitabah, dan sima‟i.
5). Dan kelima metode jama’ yang berarti metode penghafalan dengan cara kolektif,
dibaca bersama-sama yang dipimpin oleh seorang guru sedangkan murid
mengikutinya. (Fachruddin, 1993: 13-24)
c. Menurut Para Huffadz Para ulama masa kini juga para huffadz, dalam hal penjagaan hafalan Al-Quran
yang dikutip dari Fathani memiliki metode yang menggunakan istilah في تشىق “lisanku
selalu dalam kerinduan”. Kerinduan disini adalah kerinduan membaca Al-Quran. Setiap
huruf dalam rangkaian kata في تشىق mempunyai makna sebagai berikut:
27
1) Fâ sampai mîm: hari pertama mulai menghafal surat Al-Fâtihah sampai surat Al-
Mâ‟idah
2) Mîm sampai Yâ: hari kedua melanjutkan dari surat Al-Mâ‟idah sampai surat
Yûnus
3) Yâ sampai Bâ: hari ketiga melanjutkan dari surat Yûnus sampai surat Bâni Isrâîl
4) Bâ sampai Syîn: hari keempat melanjutkan dari surat Bâni Isrâîl sampai surat As-
Syu‟ara
5) Syîn sampai Wâw: hari kelia melanjutkan dari surat Asy-Syu‟ara sampai surat
Ash-shaffât
6) Wâw sampai Qâf: hari keenam melanjutkan dari surat Asy-Syu‟ara sampai surat
Qâf
7) Qâf sampai khatam: hari ketujuh melanjutkan dari surat Qâf sampai surat An-Nâs
(khatam). (Fathani, 2009: 48)
Pada teori kognitif terdapat berberapa teknik mengembangkan hafalan yang terkait
dengan metode-metode menghafal Al-Quran yang disebutkan di atas, yaitu:
1) Schemata, merupakan upaya mengorganisasikan informasi dalam bentuk-bentuk
yang dapat diingat, membagi surah-surah ke dalam klasifikasi berdasarkan panjang
pendeknya surah, Al-Mi‟un, Al-Mufassal, dan pada hukum-hukum tajwid seperti
hukum nun mati dan tanwin, dan qiraat. Teknik ini merupakan mengelompokkan
bagian-bagian tertentu sesuai klasifikasinya agar mudah diingat. Bagi penghafal
Al-Quran ini sangat berguna bagi orang yang bertipe kinestestik yaitu orang yang
senang menyerap informasi dengan grafik, gambar, atau model.
2) Mnemonic, merupakan teknik mengelola ingatan dengan menggunakan akronim
yang memudahkan pemanggilan kembali informasi yang telah disimpan. Teknik
ini biasa digunakan pada ayat-ayat yang berulang dalam surah Ar-Rahman dan Ar-
Mursalat atau dalam menghafal pasal dalam perundang-undangan. Seperti yang
disebutkan Hude mnemonic dalam surah Ar-Rahman adalah khirmiy wa kiysiy
yaitu huruf kha’,ra, mim,ya’,waw,kaf, ya’,sin, ya’ merupakan awal kalimat yang
terletak setelah kalimat fabiayyi ala-i rabbikuma tukadzibban dan seterusnya.
Namun metode ini terkadang menyulitkan disamping penghafal harus mengingat
lambangnya disisi lain juga harus mengingat makna yang terkandung.
3) Metode Loci, merupakan metode yang digunakan untuk melakukan analogi ingatan
dengan tempat yang biasa dilalui atau yang dikenal baik. Teknik hafalan dengan
menggunakan metode losai ini cocok untuk orang tipe belajar kinestestik, yang
lebih mudah mencerna informasi dengan gerakan, peragaan, grafis. Menghafal Al-
Quran dnegan ikut menggerakkan anggota tubuh seperti jari, tangan, kepala
bahkan ekspresi wajah, atau bahkan mengelaborasikan kisah-kisah dalam Al-
Quran sebagai alat bantu dalam menghafal Al-Quran.
4) Chucking, yaitu metode mengingat dengan melakukan pemenggalan dari seluruh
bagian ayat-ayat. Seperti waqaf, dan ibtida’ ada cara pemenggalan kalimat ketika
hendak waqaf tidak boleh disembarang tempat, ini akan memudahkan dalam
penghafalan karena ayat-ayat akan dipenggal sesuai waqafnya dan memulai
bacaan lagi pada kalimat yang tepat dan sesuai kaidahnya.
5) Pemahaman Makna, menghafal Ayat-ayat yang sudah lebih dahulu mengetahui
maknanya atau kisah yang sudah lebih dahulu diketahui ceritanya maka akan lebih
cepat hafal dan dicerna. Para penghafal Al-Quran sangat dianjurkan memahami
makna ayat yang akan dihafal dengan dikaitkan pada ilmu nahwu, sharaf, qiraat,
balaghah dan sebagainya. Dengan elaborative rehearsal makna menjadi syarat
28
penting untuk dapat dielaborasi secara kreatif sehingga dapat dihubungkan dengan
berbagai informasi yang telah diketahui sebelumnya.
6) Remark System, yaitu metode pengulangan terus menerus terhadap materi hafalan,
metode ini sangat cocok diterapkan dalam hafalan Al-Quran, hafalan harus terus
diulang-ulang agar materi hafalan tidak mudah hilang, itu sebabnya metode takrir
sangat baik dan bermanfaat untu penghafal Al-Quran. (Bandura, 1989: 10-15)
Pada dasarnya metode yang biasa diterapkan oleh para penghafal Al-Quran juga
terdapat dalam teori psikologi, fungsi dan tujuannya sama yaitu memudahkan dalam
memasukkan materi ayat ke dalam ingatannya. Menghafalkan Al-Quran dalam sehari
hanya dianjurkan satu atau dua halaman saja, jangan terlalu banyak menambah hafalan
baru, supaya ketika mengulangnya kembali sebab dikhawatirkan jika hafalan menambah
hafalan terlalu banyak maka akan terbengkalai mengulang hafalan yang telah dihafal
nantinya dan metode dalam menghafal dapat diterapkan dengan berbagai variasi sesuai
dengan kemampuan penghafal sendiri.
Metode dalam menghafal dimaksudkan untuk mempermudah dalam mencerna ayat
demi ayat hingga masuk ke hati, tidak ada gunanya jumlah hafalan yang banyak
dibandingkan dengan kekuatan hafalan, sedikit tapi kuat lebih baik daripada banyak tetapi
lemah. Untuk itu pemilihan metode yang pas setiap individu sangatlah berbeda tergantung
dari tingkat kemampuannya dan kesungguhannya.
2. Peran Instruktur dalam Mengembangkan Tahfizh Al-Quran Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia “instruktur adalah orang yang bertugas
mengajarkan sesuatu dengan memberikan latihan, bimbingan, pelatihan dan pengasuhan.”
(Departemen Pendidikan Nasional, 2008:540)
Instruktur disini maksudnya adalah guru atau Pembina dalam menghafal Al-Quran.
Definisi tentang guru sendiri adalah “tenaga pendidik yang tugas utamanya adalah
mengajar, dalam arti mengembangkan potensi yang dimiliki anak didik” (Muhibbin, 2007:
256)
Guru atau instruktur merupakan orang yang membimbing, mengarahkan,
menyimak hafalan-hafalan Al-Quran, dalam menghafal Al-Quran peran instruktur sangat
diperlukan karena menghafal tanpa adanya guru yang mendengarkan hafalannya kurang
dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya. Karena pada hakikatnya menghafal sendiri
itu menurut dirinya sudah benar dan sudah baik sehingga dapat dikuasai tetapi setelah
didengarkan kepada instruktur ternyata masih banyak terdapat kesalahan tanpa disadari.
(Zen, 1996: 237)
Dari sini maka seorang instruktur memiliki peran penting dalam mengembangkan
kualitas hafalan muridnya, yang dikutip dari Ahsin antara lain:
a. Sebagai penjaga kemurnian Al-Quran. Instruktur merupakan sebagian dari
mereka yang diberikan kehormat untuk menjaga kemurnian Al-Quran, karena itu
seorang instruktur haruslah menguasai ilmu-ilmu yang berkaitan dengan Al-
Quran sehingga ia benar-benar figur ahli Al-Quran yang konsekuen.
b. Sebagai sanad yang menghubungkan mata rantai sanad hingga sampai kepada
Rasulullah SAW. Belajar talaqqi kepada seorang guru mutlak diperlukan apalagi
diingat belajar langsung kepada seorang guru terutama guru yang sudah
mendapatkan sanad langsung dari Rasulullah SAW akan menjalin hubungan
batin dan membawa berkah terhadap muridnya.
c. Menjaga, mengevaluasi dan mengembangkan minat menghafal muridnya, serta
mengikuti perkembangan hafalan muridnya. Instruktur dituntut selalu peka
29
terhadap masalah yang dihadapi muridnya sehingga dapat segera mengantisipasi
setiap gejala yang melemahkan semangatnya. Untuk itu hubungan yang harmonis
antara instruktur dan muridya hendaklah dibangun sedini mungkin agar dapat
membantu proses menghafal Al-Quran dan murid tidak merasa terpaksa dalam
menghafal.
d. Instruktur berperan mentashih hafalan muridnya. Disamping aspek kedekatan
dan psikologis instruktur juga harus selalu jeli dan cermat dalam menyimak
hafalan muridnya. Ketelitian instruktur sangat diperlukan jika tidak maka akan
menimbulkan kesalahan dalam hafalan dan akan sulit meluruskannya. (Ahsin,
2005: 74)
Peran instruktur sangat penting dalam upaya mengembangkan kualitas hafalan
muridnya, hal ini dimaksudkan bukan hanya sekedar untuk mengkoreksi bacaan murid
namun yang lebih penting adalah menjaga mengontrol, memberi saran, nasehat, motivasi
serta menjaga kemurnian Al-Quran agar tetap bersambung sampai Rasulullah. Dengan
adanya instruktur maka kegiatan menghafal diharapkan berlangsung secara dinamis dan
kontiniu sehingga nantinya fase menghafal akan terus meningkat ke fase pemahaman isi
kandungan Al-Quran dengan tetap dibimbing oleh guru atau instruktur yang kompeten.
(Makhyaruddin, 2015: 84)
Secara umum memperdengarkan hafalan kepada instruktur akan memberikan
manfaat, karena bagi penghafal sendiri akan merasakan perbedaan antara hafalan yang
sudah disetorkan dan hafalan yang belum disetorkan. Setoran menjadi standar ukuran atau
evaluasi hafalan dan bacaan. Apabila tidak disetorkan, tidak akan diketahui seberapa
banyak hafalan yang benar-benar sudah dihafal, karena akan tercampur dengan hafalan
yang belum benar-benar hafa. Maka dari itu dengan setoran kepada instruktur akan
diketahui hafalan mana yang sudah lancar dan mana yang belum lancar.
Membaca Al-Quran dalam shalat hakikatnya sama juga dengan menyetorkan
hafalan kepada Allah SWT, Dia sendiri yang akan mengkoreksi dan mendengarkan
hafalan, hal ini bisa dilakukan oleh hafidz yang sudah benar-benar kuat dalam hafalannya
sehingga dapat meraih kekhusyuan dalam shalat. (Makhyaruddin, 2015: 234)
Maka dari itu instruktur bagi para hafidz yang sudah kuat hafalannya adalah Allah
SWT, sedangkan bagi pemula penghafal Al-Quran hendaklah ia berguru pada instruktur
yang baik kualitas bacaan dan hafalannya serta sudah mendapatkan sanad yang
bersambung dengan Rasulullah. Hal ini dimaksudkan agar penghafal Al-Quran juga
mempunyai kualitas hafalan yang baik dan juga mempunyai sanad.
3. Faktor Hilangnya Hafalan dan Upaya Menjaganya
Para penghafal Al-Quran harus berupaya menjaga hafalannya agar tidak lupa,
banyak factor yang menyebabkan hilangnya hafalan Al-Quran, untuk itu para penghafal
Al-Quran harus berusaha menjaga hafalan dengan terus mengulang-ulang hafalannya dan
menjaga prilaku kesehariannya serta menghindari diri dari maksiat.
Makhyaruddin menyebutkan “lupa akan ayat Al-Quran, itu dikarenakan maksiat
bukan mitos. Al-Quran bukanlah huruf-huruf dan kalimat-kalimat tetapi kandungannya.
Siapa pun belum disebut hafal Al-Quran kalau belum menjaga kandungannya. Apabila
hafal Al-Quran itu hanya sekedar penampakan huruf-huruf dan kalimat dalam hati,
jangankan muslim yang maksiat, non Muslim pun bisa hafal.” (Makhyaruddin, 2015: 193)
Walaupun menghafal Al-Quran itu bukan sesuatu yang susah, namun
membutuhkan kesabaran yang ekstra dalam menjalaninya. Menghafal tidak hanya sekedar
menghafal, melainkan juga harus menjaganya melewati berbagai rintangan atau cobaan,
30 salah satu cobaan orang yang menghafal adalah maksiat. Maksiat bukan hanya melakukan
perzinaan atau yang lebih parah dari itu, melainkan maksiat disini bias diartikan maksiat
seluruh anggota tubuh, termasuk didalamnya maksiat hati, mata, telinga, perut, tangan dan
lain sebagainya.
Tidaklah penghafal Al-Quran melakukan maksiat, kecuali ia telah melupakan Al-
Quaran, jika ia masih ingat ayat-ayat dan kalimatnya maka ia telah kehilangan
kandungannya. Ibarat jasad manusia yang sudah kehilangan ruhnya. Maksiat termasuk
faktor yang akan menghilangkan hafalan, Syekh Abdullah ibn Al-Husain Al-Balawi
merinci sejumlah maksiat yang menjadi faktor hilangnya hafalan yang dikutip dari
(Makhyaruddin, 2015: 201-214) yaitu:
a. Riya‟
Riya‟ merupakan penyakit hati yang ingin terlihat baik didepan orang dengan
melakukan pencitraan diri atau menceritakan kebaikan diri sendiri kepada orang lain atau
khalayak ramai. Penghafal Al-Quran bersikap riya‟ tidak akan terjadi selama
menghafalnya benar.
b. „Ujub
„Ujub adalah merasa ibadah muncul dari diri sendiri, bukan nikmat dari Allah, tak
terlihat bedanya antara orang yang menceritakan kebaikan sendiri karena „ujub atau riya‟.
Kesempurnaan ibadah itu ketika merasa amal kurang, perasaan itu tidak harus
diungkapkan kepada orang lain, terkadang menceritakan kurangnya amal dibumbui oleh
keinginan yang halus agar terlihat sempurna di mata orang lain.
c. Ragu kepada Allah
Ragu kepada Allah sangatlah berbahaya karena akan berakibat pelakunya melupakan
keesaan Allah, lupa bahwa Allah yang akan menjamin rezki untuk itu jangan takut untuk
sibuk dan bergelut dengan Al-Quran karena “orang yang sibuk dengan Al-Quran akan
dicukupkan rezkinya walaupun ia tidak memintanya melebihi kecukupan para peminta”
d. Merasa aman dari siksa Allah SWT
Menghafal Al-Quran tidak akan menimbulkan gelisah karena yang menimbulkan
gelisah itu tidak menghafal Al-Quran, orang yang merasa aman dari azab Allah akan
tenang mengerjakan maksiat sementara orang yang tidak aman dari azab Allah akan tidak
tennag melakukan maksiat.
e. Putus asa kepada rahmat Allah SWT
Penghafal Al-Quran yang belum lancar pasti akan lancar selama tidak berputus asa
untuk melancarkannya, pertanyaannya kenapa tidak lancar-lancar karena berputus asa. Al-
Quran menyebutkan:
“Dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus
asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir". (Q.S. Yusuf (12): 87)
f. Mengingat-ingat sedekah
Dengan sedekah, penghafal Al-Quran bukan hanya berkapasitas menerima limpahan
rezki, tetapi berkapasitas menerima Al-Quran, karena Al-Quran adalah rezeki terbesar
manusia, namun semuanya tidak akan berarti jika diungkit-ungkit dan selalu diingat.
g. Dengki
Orang dengki menganggap kesuksesan orang lain itu merupakan penghalang bagi
kesuksesannya. Bagi pengahfal Al-Quran dengki mudah diatasi, apabila tidak mudah
diatasi maka hafalan Al-Qurannya akan sulit.
31
h. Dendam
Dendam merupakan rasa marah atau tidak suka kepada orang secara berkepanjangan,
Al-Quran menganjurkan agar membalas keburukan dengan kebaikan dan cinta,
sebagaimana jika membalas keburukan dengan yang lebih buruk maka yang timbul adalah
dendam dan permusuhan.
i. Mendustakan takdir
Sebesar apapun penolakan terhadap takdir, takdir itu tetap akan berjalan
menghampiri. Mendustakan takdir juga termasuk maksiat setidaknya penghafal Al-Quran
harus menghindari hal ini, jika ingin Al-Qurannya tetap terjaga.
Para penghafal Al-Quran sudah seharusnya selalu berupaya menjaga hafalannya
dari kelalaian dan lupa, sebab nabi Muhammad SAW mengisyaratkan bahwa menghafal
Al-Quran itu ibarat berburu di hutan, apabila pemburu fokus perhatiannya pada binatang di
depannya bukan pada binatang burauannya maka buruannya akan lepas, begitu pula orang
yang menghafal Al-Quran apabila fokus perhatiannya hanya pada materi ayat baru yang
akan dihafal sedang materi yang sudah dihafal ditinggalkan maka akan sia-sia karena
hafalannya bisa lupa dan hilang.
Menurut Sakho yang dikutip dari Wahid, ia menyatakan “kedua hadis tersebut
memaklumi bahwa penghafal Al-Quran memang mudah lupa terhadap hafalannya. Namun
penghafal Al-Quran diharapkan selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan
banyak membacanya, lupa terhadap hafalan merupakan suatu ujian tersendiri terhadap
penghafal Al-Quran, apabila ia betul-betul mencintai Al-Quran ia akan berusaha
memperbaiki hafalannya sebab orang yang akan diangkat derajatnya oleh Allah pasti akan
mendapatkan banyak ujian. (Wahid, 2013: 158)
Dibalik adanya kendala-kendala yang disebutkan di atas, maka perlu adanya upaya
untuk memantapkan hafalan. Adapun upaya-upaya menjaganya sebagai berikut:
a. Menjauhi perbuatan dosa, baik dosa besar maupun sejumlah maksiat yang
disebutkan di atas, mengindari sikap sombong, mengindari memandang dunia
sebagai tujuan hidup dan selalu mendawamkan istiqomah dan tawadhu‟.
b. Memperbanyak pengulangan terhadap ayat-ayat. Dengan banyaknya intensitas
pengulangan maka pola hafalan dalam ingatan akan mencapai tingkat yang baik
c. Memahami benar terhadap ayat-ayat yang serupa, atau yang sering membuat
keliru.
d. Membaca ayat-ayat yang telah dihafal dalam shalat, karena ayat yang dibaca
dalam shalat akan memberikan kesan yang mendalam di benak dan perhatian
terhadap ayat-yat yang dibaca akan lebih besar.
e. Tekun mendengarkan bacaan orang lain, atau memperdengarkan bacaan kepada
orang lain (tasmi’) serta mentargetkan mengulang hafalan berapa juz dalam
sehari atau sepekan.
f. Memanfaatkan alat bantu pendengaran yang mendukung, seperti sering
mendengarkan recorder, kaset, dan murottal Al-Quran.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas menghafal, berasal dari faktor internal
dan eksternal. Faktor internal antara lain: a. kondisi emosi, b. keyakinan (belief), c
kebiasaan (habit), dan cara memproses stimulus. Faktor eksternal, antara lain: a.
lingkungan belajar, dan b. nutrisi tubuh. sedangkan faktor – faktor yang mendukung dan
meningkatkan kemampuan menghafal Al-Quran sebagai berikut: a. motivasi dari
penghafal, b. mengetahui dan memahami arti atau makna yang terkandung dalam Al-
Quran, c. pengaturan dalam menghafal, d. fasilitas yang mendukung, e. otomatisasi
32 hafalan, dan f. pengulangan hafalan. (Saptadi, 2012: 118) untuk itu kualitas dan kuantitas
hendaknya selalu jadi hal yang diperhartikan oleh para penghafal Al-Quran.
Penghafal Al-Quran hendaklah membuat mekanisme untuk memelihara hafalan
Al-Quran, sebagaimana Nabi selalu menjaga hafalannya dengan cara memperdengarkan
hafalannya kepada malaikat Jibril, sedangkan para sahabat mengistiqomahkan khatam Al-
Quran dalam waktu sepekan atau dua pecan, begitu juga dengan ulama-ulam terdahulu
mereka juga senantiasa memelihara hafalan AL-Quran mereka dengan istiqomah murojaah
dan yang terpenting adalah menahan diri dari perbuatan maksiat dan dosa.
4. Adab Pengajar dan Pelajar Al-Quran
Pertama sekali yang harus dilakukan oleh pengajar dan pelajar Al-Quran adalah
meniatkan aktivitasnya dalam rangka mencari ridha Allah SWT, disebutkan dari Ibnu
Abbas “seseorang itu akan hafal sesuai dengan kadar niatnya”. (Abdullah Said 2011: 56)
Para pengajar Al-Quran hendaklah berpenampilan sempurna dan bertingkah laku
mulia serta menjauhkan dirinya dari hal-hal yang dilarang Al-Quran demi memuliakan Al-
Quran, hendaklah ia juga menghindari dirinya dari profesi atau pekerjaan yang tercela,
menghormati diri, menjaga diri dari penguasa kejam dan para pengejar dunia yang lalai,
tawadhu‟ terhadap orang-orang shalih, menjadi pribadi yang khusyu‟, pelaku kebaikan
serta tenang hati dan sikapnya. (An-Nawawi, 2005: 24)
Kepribadian pengajar sebagai cerminan kepriadian pelajar, “belajar Al-Quran itu
ibarat tumbuhan ia tidak akan tumbuh kecuali pada tanah yang baik dan subur, seperti
sholat adalah ibadah yang dilakukan anggota badan maka tidak akan sah sholatnya jika
tidak bersuci dari hadas kecil dan hadas besar, maka begitu juga dengan ilmu ia tidak akan
mengampiri hati yang tidak bersih dari sifat buruk dan akhlak yang tercela” (Abdullah
Said, 2011: 35)
Adapun kriteria adab dan akhlak pengajar Al-Quran menurut Al-Muntada sebagai
berikut:
a. Berakidah salaf yang bersih, jauh dari semua pembatal prinsip-prinsip seperti
kekufuran dan kesyirikan serta dari perusak kesempuranaannya seperti bid‟ah
dan kesesatan.
b. Konsisten menjalankan kewajiban, menjaga ibadah sunnah sesuai dengan
kemampuan, serta berusaha optimal menjauhi hal-hal haram dan makruh, baik
dalam perkataan maupun perbuatanlahir dan batin
c. Merasa diawasi oleh Allah, baik dalam kesendirian maupun keramaian, berharap
akan pahala-Nya, takut pada siksa-Nya, memperhatikan perilakunya,
mengevaluasi diri atas kesalahan dan khliafnya, serta memiliki motivasi tinggi
untuk memperbaiki kesalahannya seoptimal mungkin.
d. Mencari dan mendalami ilmu agama, tidak puas hanya menghafal dan
mengajarkan Al-Quran, sekalipun pahalanya besar. Meneladani orang-orang
yang sudah memperaktikkan hal ini, karena sebagian besar ulama Al-Quran dan
ahli qiroat juga menguasai ilmu-ilmu yang bermanfaat, seperti akidah, hadis,
tafsir, fikih, bahasa dan ilmu-ilmu lainnya.
e. Mengetahui kemampuan diri, tidak tertipu oleh pujian orang lain, serta tidak
merasa ujib (bangga diri) karena melihat banyaknya murid yang menyelesaikan
hafalan Al-Quran di hadapannya.
f. Berakhlak mulia, senantiasa melaksanakan prilaku terpuji dan menjauhi hal-hal
yang bertentangan, menjaga harga diri dan tidak menengadahkan tanagn meminta
bantuan orang lain dalam urusan pribadinya.
33
g. Menjadi teladan bagi siswa dalam perkataan, perbuatan, serta prilaku
mengamalkan dan menghormati ajaran Al-Quran, menghargai para penghafal,
menampakkan kebaikan-kebaikan mereka serta menutup mata dari kesalahan-
kesalahan mereka.
h. Menguasai berbagai metode pengajaran dan alat bantu penjelasan dengan
mempelajari buku-buku penunjang materi seoptimal mungkin, menguasai syarat-
syarat penyempaian materi yang benar baik ketika memberikan pengarahan
maupun ketika menjelaskan materi kepada murid.
i. Mampu mengelola halaqoh, mengarahkan murid dan mengambil keputusan yang
tepat untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul, serta selalu disiplin
menepati jadwal halaqoh, tidak absen, berusaha datang sebelum halaqoh dimulai
serta melakukan persiapan sebelum datang baik secara mental, fisik, waktu,
maupun ilmu. (Al-Muntada, 2012: 7-17)
Makki bin Abu Thalib Al-Qaisi yang dikutip dari Musa Nashr, Mengatakan “orang
yang hendak mempelajari Al-Quran harus memilih seorang guru yang punya kapasitas
agama yang bagus, memiliki hafalan yang kuat, serta memahami ilmu-ilmu AL-Quran
secara mendalam. Dia akan membaca Al-Quran itu dihadapan sang guru, mengecek
hafalannya dan kemudian memantapkan akurasi hafalannya itu. Guru itu juga harus
memiliki penegtahuan kritis tentang ilmu bahasa Arab, termasuk ilmu tajwid serta latar
belakang dari setiap kata di dalam Al-Quran, juga mempunyai pengetahuan kritis tentang
keshahihan cara qiraat yang dinukilkan dari para imam yang masyshur. Maka jika
terkumpul pada diri seorang guru keilmuan agama yang benar, akurat, pemahaman
terhadap ilmu Al-Quran serta kemampuan kritis dalam mengkaji ilmu-ilmu bahasa dan
tajwid dan latar belakang setiap kata dalam Al-Quran, berarti telah sempurna
kepribadianya dan layak dijadikan imam.” (Musa Nashr, 2010:19)
Apabila kriteria guru pengajar Al-Quran seperti yang disebutkan Al-Qaisi di atas,
maka akan dapat dibayangkan bahwa pelajar Al-Quran akan sangat banyak menguasai
ilmu agama, tidak hanya hafalan Al-Quran namun juga semua aspek ilmu agama dapat
dipelajarai dari guru yang satu.
An-Nawawi mengatakan “hendaklah pengajar Al-Quran tidak meniatkan untuk
memperoleh kenikmatan dunia yang bersifat sementara, baik itu berupa harta, jabatan,
kedudukan yang tinggi, sanjungan manusia atau semacamnya, hendaknya ia tidak menodai
bacaannya dengan niat mencari kemurahan hati dari orang yang diajarnya, baik itu berupa
harta, pelayanan, atau dalam bentu hadiah yang mana tidak akan diperoleh jika ia belum
mengajarkan Al-Quran. (An-Nawawi, 2005: 27) sesuai Firman Allah:
“Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah
keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami
berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagian
pun di akhirat.” (Q.S.Asy-Syura (42): 20)
Allah SWT juga berfirman:
34
“Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), Maka Kami
segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami
kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka Jahannam; ia akan memasukinya dalam
Keadaan tercela dan terusir.”(Q.S.Al-Isra‟(17): 18)
Para pengajar Al-Quran hendaklah tidak mengharapkan imbalan dunia karena
ganjaran yang sesungguhnya untuk para pengajar yang ikhlas akan didapatkan diakhirat
nanti, serta keberkahan Al-Quran juga akan tetap mengalir di dunia dan di akhirat.
An-Nawawi mengatakan “sebagai pelajar Al-Quran juga tidak penting dari adab-
adab yang seharusnya dimiliki, agar hatinya suci dalam menerima hafalan Al-Quran dan
memetik buahnya” diantaranya:
a. Hendaklah sang pelajar rendah hati dan juga bersikap sopan terhadap gurunya,
walaupun sang guru lebih muda umurnya, tidak setenar dirinya, tidak semulia
nasabnya, karena jika menghormati ilmu guru maka akan didapat pemahaman
terhadap ilmu tersebut. Hendaklah sang pelajar mematuhi guru, berkonsultasi
dengannya disetiap permasalahan, menerima perkataannya sebagaimana pasien yang
cerdas mematuhi saran dokter ahli yang tulus member nasehat.
b. Berguru kepada guru yang berkompeten, yang jelas agamanya, nyata ilmunya dan
telah terkenal kapasitas keilmuannya. Ulama salaf mengatakan “ilmu adalah agama
maka perhatikanlah dari mana kalian mengambil agama” hendaklah ia bersikap
takzim meyakini keilmuan gurunya karena dengan sikap itulah ia mudah mengambil
manfaat dari sang guru” bahkan sebagian salaf selalu berinfak dan berdoa sebelum
berangkat ke tempat gurunya “Ya Allah tutuplah aib guruku dariku dan jangan
halangi aku mendapatkan berkah ilmunya”
c. Berpenampilan sopan, hendaknya pelajar mendatangi guru dengan keadaan yang
sempurna, rapi, suci, telah bersiwak, hatinya tidak disibukkan dengan hal lain, dan
tidak masuk sebelum meminta izin keada gurunya, mengucapkan salam kepada
guru, dan kepada orang yang berada dalam majelis.
d. Bersemangat tinggi, hendaknya pelajar Al-Quran gigih dalam belajar, bersemangat,
badan kuat, dan tidak puas dengan yang sedikit jika masih memungkinkan untuk
memperoleh yang banyak, serta tidak melakukan sesuatu yang memberatkan diri
yang memungkinkan akan menyebabkan kebosanan.
e. Mengulang Al-Quran dan menghindari lupa serta menghindari diri dari maksiat,
mengulang hafalan hak mutlak bagi pelajar, hafalan sebaiknya diulang kembali pada
pagi hari, karena pada pagi hari biasanya pikiran masih segar dan memnungkinkan
untuk menangkap materi lebih banyak. Pelajar Al-Quran juga harus menahan dirinya
dari perbuatan maksiat, yang akan berakibat seringnya lupa dan susahnya
menangkap hafalan. (An-Nawawi, 2005: 45-49)
Menjadi hafiz merupakan keberkahan yang tidak dianugrahkan pada banyak orang,
menjadi hafizh hanya diamanatkan pada segelintir ahli Quran yang tekun, karenanya nilai-
nilai lebih harus dipelihara secara kontiniyu karena ahli Quran sudah tentu menjadi
sahabat Al-Quran, berkah dan kedekatannya pada Al-Quran akan membawa pada
pemahaman yang lebih baik atas pesan-pesan Allah. (Umar, 2014: 43)
35
Pengajar dan pelajar Al-Quran harus memperhatikan setiap gerak geriknya, jangan
sampai pengajar dan pelajar Al-Quran tetapi akhlak dan adabnya jauh dari nilai Al-Quran.
Untuk itu dibutuhkan pemahaman yang mendalam mengenai isi kandungan Al-Quran agar
nilainya dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Begitu juga para pelajar Al-Quran
juga harus memperhatikan kaidah-kaidah penting demi terciptanya hafalan yang
berkualitas dan baik.
C. Evaluasi Program Hafalan Al-Quran
1. Pengertian Evaluasi Program
Evaluasi berasal dari kata “evaluation” yang berarti penilaian atau penaksiran.
Dalam kamus bahasa inggris evaluasi adalah kegiatan yang terencana untuk mengetahui
keadaan suatu objek dengan menggunakan instrument dan hasilnya dibandingkan
dengan tolak ukur untuk memperoleh kesimpulan. (Jhon M. Echols dan Hasan Shadily,
2005: 220)
Sampai pada tahun 1974 masyarakat masih menganggap bahwa evaluasi dalam
pendidikan terbatas pengertiannya pada penilaian hasil belajar. Dasar pemikiran yang
digunakan adalah bahwa pendidikan merupakan upaya memberikan satu perlakuan
pembelajaran kepada peserta didik. (Arikunto dan Safruddin, 2014:2)
Satu pengertian pokok yang terkandung dalam evaluasi adalah adanya standar,
tolak ukur, atau kriteria. Mengevaluasi adalah melaksanakan upaya untuk mengumpulkan
data mengenai kondisi nyata sesuatu hal kemudian dibandingkan dengan kriteria, agar
dapat diketahui seberapa jauh atau seberapa tinggi kesenjangan antara kondisi nyata
tersebut dengan kondisi yang diharapkan. (Arikunto dan Safruddin, 2014: 8)
Sedangkan prgram dapat diartikan “a programme is an organised set of a activities
designed to produce results that will have an impact on a specific problem or need”
dengan kata lain program dapat diartikan sebagai sejumlah aktifitas yang dirancang secara
teroganisir untuk membuat seperangkat hasil yang akan memmbawa dampak pada
terpecahkannya masalah khusus atau terpenuhinya kebutuhan yang diperlukan. (Yusuf,
2015: 144).
Secara umum program diartikan “rencana”. Seperti contoh sering terdengar
pertanyaan apa program siswa/i setelah lulus dari sekolah ini? Dalam hal ini program bisa
disebut rencana. Rencana ini bisa berupa kegiatan apa yang akan dilakukan setelah lulus,
melanjutkan sekolah lagi, mencari pekerjaan yang layak membantu orang tua, atau
mungkin belum menentukan program apa yang akan dilakukan setelah lulus nanti. (Thoha,
1996: 56)
Sukardi menyatakan program adalah “salah satu hasil kebijakan yang
penetapannya melalui proses panjang dan disepakati oleh para pengelolanya untuk
dilaksanakan baik oleh sitivas akademik maupun tenaga administrasi” (Sukardi, 2014: 4)
Suatu program mempunyai ciri sistematis yaitu keteraturan dengan urutan langkah-langkah
tertentu mulai dari perencanaan program, pelaksanaan program, monitoring pelaksanaan,
dampak progmam, tingkat keaktifan dan efesiensi program sampai dengan penilaian
program. (Arifin, 2009: 33)
Setiap lembaga atau institusi pasti memiliki program yang dihasilkan dari suatu
kebijakan yang dilaksanakan oleh orang yang diberi kewenangan atasnya, kemudian
program itu haruslah dievaluasi untuk melihat sejauh mana program tersebut berjalan
apakah sesuai dengan tujuan yang diharapkan atau tidak. Evaluasi program juga dilakukan
sebagai media pertanggung jawaban seorang pemimpin kepada atasan.
36
Apabila program langsung dikaitkan dengan evaluasi program maka program
didefinisikan sebagai unit atau kesatuan kegiatan yang merupakan realisasi atau
implementasi suatu kebijakan, berlangsung dalam proses yang berkesinambungan dan
terjadi dalam suatu organisasi yang melibatkan sekelompok orang. Menurut Arikunto dan
Safruddin ada 3 pengertian penting yang perlu ditekankan dalam menentukan program:
a. Realisasi atau implementasi suatu kebajikan
b. Terjadi dalam waktu relatif lama bukan kegiatan tunggal tetapi jamak
berkesinambungan
c. Terjadi dalam organisasi yang melibatkan sekelompok orang. (Arikunto dan
Safruddin, 2014: 4)
Makna evaluasi program mengalami proses pemantapan. Definisi yang
dikemukakan oleh berberapa ahli yang dikutip dari Arikunto dan Safruddin bahwa Ralph
Tyler menyatakan bahwa “evaluasi program adalah proses untuk mengetahui apakah
tujuan pendidikan sudah dapat terealisasi” (Tyler, 1950). Sedangkan ahli evaluasi yaitu
(Cronbach, 1963) dan (Stufflebeam, 1971) mereka mengemukakan bahwa “evaluasi
program adalah upaya menyediakan informasi untuk disampaikan kepada pengambil
keputusan”. (Arikunto dan Safruddin, 2014: 5)
Sukardi berpendapat “evaluasi program pada prinsipnya merupakan satu bagaian
integral dari evaluasi pendidikan pada umumnya, evaluasi program bukan saja ada di
dalam proses belajar mengajar, tetapievaluasi program memiliki penggunaan yang lebih
luas, yaitu dilakukan pada program yang merupakan hasil keputusan pemegang kebijakan
untuk diproritaskan pelaksanaannya, seperti program studi, ataupun program yang
dilaksanakan untuk masyarakat.” (Sukardi, 2014: 2)
Evaluasi program pada umumnya sangat memperhatikan semua elemen yang
berperan dan mendukung terlaksananya program mulai dari sumber daya manusia, peserta
didik, instruktur, tenaga administrasi, kurikulum, fasilitas, sarana dan prasarana, hubungan
dengan masyarakat, dan lingkungan. “Evaluasi program dapat dilakukan terhadap seluruh
atau sebagian unsur-unsur program serta terhadap pelaksanaan program pendidikan,
evaluasi program harus dapat diselenggarakan secara terus menerus, berkala, kegiatan
evaluasi dapat dilakukan pada saat sebelum, sedang, atau setelah program dilaksanakan.”
(Sudjana, 2006:6)
Dalam pelaksanaan evaluasi program informasi-informasi yang mungkin
dikumpulkan akan bervariasi, tetapi sangat terkait dengan tujuan program, dapat
dikelompokkan dalam beberapa aspek sebagai berikut: a). Mengapa program itu diadakan,
b). Apa program yang diberikan, c). Bagaimana program tersebut dilaksanakan, d). Apa
dan bagaimana dampak program, e). Apa kekuatan dan kelemahan program, f). Manfaat,
kegunaan dan efektifitas program, g). Efesiensi program. Bagaimana pelaksanaannya,
dapat dilakukan dengan menggunakan interviu dan observasi, berkenaan dengan manfaat
relavansi dan dampak dapat dilakukan dengan berkomunikasi langsung dengan peserta
yang mengikuti program, serta melakuakn analisis apakah program tersebut sudah sesuai
dengan tujuan atau akan dilanjutkan, diperbaiki atau dihentikan. (Yusuf, 2015: 148).
Hasil evaluasi selalu dijadikan dasar dan pijakan untuk melakukan langkah
perbaikan pada tahap selanjutnya dari sebuah proses yang terus menerus, maka dapat
dikatakan bahwa evaluasi menempati posisi yang sangat penting dalam proses
pembelajaran maupun dalam sebuah program. (Abdurrahmansyah & Harto, 2006: 77).
Untuk itu setiap program pendidikan haruslah dilakukan evaluasi agar pencapaian yang
diharapkan dapat terpenuhi, dan untuk mengetahui sampai dimana kinerja yang telah
dilakukan dan apa saja yang harus diperbaiki dan ditingkatkan.
37
Jadi dapat disimpulkan bahwa evaluasi program merupakan kegiatan yang
dimaksudkan untuk mengetahui apakah tujuan yang telah ditentukan dapat dicapai, apakah
pelaksanaan program sesuai dengan rencana, dampak apa yang terjadi setelah program
dilaksanakan, dan apakah program akan dihentikan, diperbaiki, dimodifikasi, diperluas,
atau ditingkatkan. Evaluasi program juga merupakan kegiatan untuk mengumpulkan
informasi tentang bekerjanya sesuatu program yang selanjutnya informasi tersebut
digunakan untuk menentukan alternative atau pilihan yang tepat dalam mengambil sebuah
keputusan, atau dapat dikatakan bahwa evaluasi program merupakan menguji efektivitas
suatu program.
Dengan melakukan evaluasi maka akan ditemukan fakta pelaksanaan kebijakan
dilapangan yang hasilnya bisa positif ataupun negative. Sebuah evaluasi yang dilakukan
secara professional akan menghasilkan temuan yang obyektif yaitu temuan apa adanya;
baik data, analisis dan kesimpulannya tidak dimanipulasi yang pada akhirnya akan
memberikan manfaat kepada lembaga, pembuat kebijakan dan masyarakat.
Ada empat kebijaksanaan lanjutan yang mungkin diambil setelah evaluasi program
dilaksanakan, sebagai berikut:
a. Kegiatan tersebut dilanjutkan karena dari data yang terkumpul diketahui bahwa program
ini sangat bermanfaat dan dapat dilaksanakan dengan lancar tanpa hambatan sehingga
kualitas pencapaian tujuannya tinggi.
b. Kegiatan tersebut dilanjutkan dengan penyempurnaan karena data yang terkumpul
diketahui bahwa hasil program sangat bermanfaat tetapi pelaksanaannya kurang lancar
atau kualitas pencapaian tujuan kurang tinggi. Yang perlu mendapatkan perhatian untuk
kebijaksanaan berikutnya adalah cara atau proses kegiatan pencapaian tujuan.
c. Kegiatan tersebut dimodifikasi karena dari data yang terkumpul dapat diketahui bahwa
kemanfaatan hasil program kurang tinggi sehingga perlu disusun lagi perencanaan
secara lebih baik. Dalam hal ini mungkin tujuannya yang perlu diubah.
d. Kegiatan tersebut tidak dapat dilanjutkan (dengan kata lain dihentikan) karena dari data
yang terkumpul diketahui bahwa hasil program kurang bermanfaat, ditambah lagi
didalam pelaksanaan banyak hambatan. ( Arikunto, 2006: 292)
Dengan adanya evaluasi program diharapkan kekurangan dan kelebihan dari suatu
program dapat diketahui dan ditentukan langkah selanjutnya apa yang harus dilakukan
untuk peningkatan kualitas program tersebut.
2. Model, Langkah, dan Tujuan Evaluasi Program
a. Model-Model Evaluasi Program
Model-model evaluasi yang satu dengan yang lainnya memang tampak bervariasi,
akan tetapi maksud dan tujuannya sama yaitu melakukan kegiatan pengumpulan data atau
informasi yang berkenaan dengan objek yang dievaluasi. Selanjutnya informasi yang
terkumpul dapat diberikan kepada pengambil keputusan agar dapat menentukan tindak
lanjut terhadap program yang sudah dievaluasi.
Berbagai macam model evaluasi program yang dikemukakan oleh ahli yang
dikutip dari Arikunto dan safruddin, diantaranya:
1). Goal Oriented Evaluation Model
2). Goal free evaluation model
3). Formatif summative evaluation model
38
4). Countenance Evaluation Model
5). CSE-UCLA Evaluation Model
6). CIPP Evaluation Model
7). Discrepancy Model (Arikunto dan safruddin, 2014: 40)
1). Goal Oriented Evaluation Model
Merupakan model yang muncul paling awal. Yang menjadi objek pengamatan pada
model ini adalah tujuan dari program yang sudah ditetapkan jauh sebelum program
dimulai. Evaluasi dilakukan secara berkesinambungan, terus menerus, mencek seberapa
jauh tujuan tersebut sudah terleksana di dalam proses pelaksanaan program. Model ini
dikembangkan oleh Tyler.
2). Goal Free Evaluation Model
Model evaluasi ini dikembangkan oleh Michel Sriven dapat dikatakan berlawanan
dengan model pertama oleh Tyler. Jika dalam teori Tyler evaluator terus menerus
memantau tujuan, yaitu sejak awal proses terus melihat sejauh mana tujuan tersebut sudah
dapat dicapai, dalam Teori Michel Sriven dalam melaksanakan evaluasi evaluator tidak
perlu memperhatikan apa yang menjadi tujaun program, yang perlu diperhatiakn adalah
bagaimana kerjanya program, dengan mengidentifikasi penampilan-penampilan yang
terjadi baik itu hal positif yang diharapkan maupun hal negativ yang tidak diharapkan.
Model ini sering juga disebut “evaluasi lepas dari tujuan” namun bukan sama sekali lepas
dari tujuan, tetapi hanya lepas dari tujuan khusus, model ini hnaya mempertimbangkan
tujuan umum yang akan dicapai program bukan secara rinci atau per komponen.
3). Formatif Summatif Evaluation Model
Michel Sriven juga mengembangkan model evaluasi lainnya yaitu model formatif-
sumatif. Model ini menunjukkan adanya tahapan dan lingkup objek yang dievaluasi, yaitu
evaluasi yang dilakukan pada waktu program masih berjalan (formatif) dan ketika program
sudah selesai atau berakhir (summatif). Evaluasi formatif secara prinsip dilaksanakan
ketika program masih berjalan atau pada awal kegiatan, tujuannya untuk mengetahui
seberapa jauh program yang dirancang atau berlangsung. Sekaligus mengidentifikasikan
hanbatan sejak dini dan dapat diatasi dengan mengadakan perbaikan. Evaluasi Sumatif
evaluasi ini dilakukan setelah program berakhir tujuannya ialah untuk mengukur
ketercapaian program. Fungsi evaluasi sumatif sebagai sarana untuk mengetahui posisi
atau kedudukan individu di dalam kelompoknya.
4). Countenance Evaluation Model
Model ini dikembangkan oleh Stake. Model ini menekankan pada adanya
pelaksanaan dua hal pokok: (1) deskripsi, menyangkut dua hal yang menunjukkan posisi
sesuatu (yang menjadi sasaran evaluasi) yaitu apa maksud dan tujuan yang diharapkan oleh
program, dan pengamatan akibat atau apa sesungguhnya yang terjadi. (2) pertimbangan
(judgments) yaitu membandingkan kondisi hasil evaluasi program dengan yang terjadi di
program lain dengan obkek dan sasaran yang sama, dan membandingkan kondisi hasil
pelaksanaan program dengan standar yang diperuntukkan bagi program bersangkutan,
didasarkan pada tujaun yang akan dicapai. (Widoyoko, 2015: 185)
5). CSE-UCLA Evaluasi Model
CSE-UCLA Evaluasi Model terdiri dari dua singkatan yaitu CSE Center for The
Study of Evaluation dan UCLA University of California in Los Angeles. Ciri dari CSE-
UCLA adanya lima tahap yang dilakukan dalam evaluasi, yaitu perencanaan
pengembangan, implementasi, hasil dan dampak. Akan dibahas secara rinci di bawah.
6). CIPP Evaluation Model
39
Model evaluasi ini merupakan model yang paling banyak dikenal dan diterapkan
para evaluator. CIPP merupakan sebuah singkatan dari empat buah kata: Contex, Input,
Process, and Product.
Contex Evaluation: Evaluasi terhadap konteks, evaluasi ini menyajikan mengenai
kondisi lingkungan yang relevan, menggambarkan kondisi yang ada dalam lingkungan,
dan mengidentifikasi kebutuhan yang belum terpenuhi dan peluang yang belum
dimanfaatkan. Input Evaluation: evaluasi terhadap masukan, evaluasi ini berkaitan dengan
relevansi, kepraktisan, pembiyaan, evektifitas yang dikehendaki dan alternatif yang
dianggap unggul. Process Evaluation: evaluasi terhadap proses, evaluasi ini mendeteksi
atau memperdiksi kekurangan dalam rancangan prosedur kegiatan program dan
pelaksanaannya, menyediakan data untuk keputusan dalam implementasi program. Product
Evaluation: evaluasi terhadap hasil, evaluasi ini mengukur pencapaian progrma selama
pelaksanaan program dan pada akhir program.
Evaluasi konteks terkait dengan tujuan dari suatu program. Evaluasi ini terkait
dengan mengapa program tersebut diadakan, apakah program tersebut dilaksanakan sesuai
visi, misi, dan tujuan suatu lembaga, atau apakah program tersebut dilaksanakan
berdasarkan anggaran yang tersedia, apakah tujuan dirumuskan secara jelas dan spesifik
atau tidak dan apakah program tersebut sesuai dengan kebutuhan lapangan. (Sugiyono,
2014: 749)
Evaluasi input terkait dengan berbagai input yang akan digunakan untuk
terpenuhinya proses yang selanjutnya. Evaluasi ini digunakan untuk menjawab bagaimana
kualitas inputnya, dari mana input diperoleh, berapa harganya, siapa saja yang terlibat
untuk melaksanakan proses dan bagaimana kualifikasi dan kompetensinya. (Sugiyono,
2014: 750)
Evaluasi proses terkait dengan kegiatan pelaksanaan program dengan input yang
telah disediakan. Evaluasi ini digunakan untuk menjawab pertanyaan kapan program
dilaksanakan, bagaimana prosedur pelaksanaannya, bagaimana kinerja orang yang terlibat
dalam pelaksanaan program, apakah program dilaksanakan sesuai jadwal, apakah semua
input yang digunakan mendukung proses pelaksanaan rogram, dan apa kelemahan dalam
pelaksanaan program. (Sugiyono, 2014: 750)
Evaluasi produk atau output terkait dengan evaluasi terhadap hasil yang dicapai
dari suatu program. Evaluasi ini digunakan untuk menjawab seberapa jauh tujuan program
tercapai, program apakah yang tercapai dengan hasil yang lebih tinggi dan rendah,
bagaimana tingkat kepuasan orang yang dikenai sasaran pelaksanaan program, apakah
program tercapai tepat waktu, apakah dampak positif dan negative dari program tersebut,
dan apa perlu mengadakan revisiatau tindak lanjut dari program tersebut. (Sugiyono, 2014:
751)
Keempat kata tersebut disingkat CIPP merupakan sasaran evaluasi yang tidak lain
adalah komponen dari proses sebuah program kegiatan. Dengan kata lain model ini adalah
model evaluasi yang memandang program merupakan sebuah sistem. Maka evaluator mau
tidak mau harus menganalisis program tersebut berdasarkan komponennya. Oleh (Gilbert
Sax, 1980) memberikan arahan kepada evaluator bagaimana mempelajari tiga komponen
yang ada dalam program tertentu yang akan dievaluasi dengan menambahkan satu
komponen O yaitu outcome sehingga menjadi CIPPO. Model CIPPO bagaimana hasilnya,
hasil dari produk, lulusan, bagaimana kepuasan konsumen, kualitas yang dihasilkan
terhadap program tersebut. (Arikunto &Safruddin, 2014: 45)
40
Model CIPPO tidak berhenti pada output saja melainkan juga pada implementasi
output-nya, yaitu bagaimana outcome (lulusan) sampai berkiprah di masyarakat,
pengaruhnya pada lembaga dan pada pendidikan lanjutan. (Widoyoko, 2015: 185)
Dibanding dengan model-model evaluasi yang lain, model CIPP ini memiliki
berberapa kelebihan yaitu lebih komprehensip karena objek evaluasi tidak hanya pada hasil
semata tetapi juga mencakup konteks, masukan, proses maupun hasil. Selain memiliki
kelebihan model ini juga memiliki keterbatasan, yaitu penerapan model ini didalam
program pembelajaran di kelas memiliki tingkat keterlaksanaan yang kurang tinggi jika
tanpa adanya modifikasi. Hal ini dapat terjadi karena untuk mengukur konteks, masukan
maupun hasil dalam arti luas akan melibatkan banyak pihak yang membutuhkan waktu dan
biaya yang lebih. (Widoyoko, 2015: 184)
7). Discrepancy Model
Discrepancy adalah istilah inggris yang diterjemahkan sebagai “kesenjangan” yang
dikembangkan oleh Malcolm Provus adalah model yang menekankan pada pandangan
adanya kesenjangan di dalam pelaksanaan program yang sebetulnya merupakan
persyaratan umum bagi semua kegiatan evaluasi yaitu mengukur adanya perbedaan antara
yang seharusnya dicapai dengan yang sudah dicapai.
Sedangkan menurut (Sudjana, 2006: 51) ia mengatakan “bahwa model-model
evaluasi program dapat dibedakan menjadi enam kategori yaitu: a. Model evaluasi yang
berfokus pada pengambilan keputusan, b. Model evaluasi terhadap unsur-unsur program, c.
Model evaluasi terhadap jenis/tipe kegiatan d. Model evaluasi terhadap proses pelaksanaan
program e. Model evaluasi terhadap pencapaian tujuan program, f. Model evaluasi
terhadap hasil dan pengaruh program. “
a) Evaluasi terfokus pada pengambilan keputusan,
Evaluasi ini diarahkan untuk menghimpun, mengolah data, dan menyajikan data
sebagai masukan untuk pengambilan keputsan. Jenis-jenis model evaluasi program yang
termasuk dalam kategori ini adalah: (1) Evaluasi yang terpusat untuk pengambilan
keputusan, model evaluasi ini dilakukan untuk mengidentifikasi empat unsur program
yaitu konteks, masukan, proses, dan hasil atau bisa disingkat model CIPP seperti yang
telah dijelaskan di atas. (2) Evaluasi perbedaan tahapan program yaitu mengidentifikasi
kriteria yang perlu digunakan dalam menyusun tiga tahapan program yaitu, perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi program. (3) Evaluasi kesenjangan program yaitu
mengindentifikasi standar proses pelaksanaan dan hasil suatu program, serta
menggambarkan kesenjangan dalam pelaksanaan program dengan membandingkan
kenyataan yang ada sekarang dengan standar yang telah ditentukan sebelumnya. (4)
Evaluasi tentang prioritas program yaitu menggambarkan kriteria yang dianggap penting
dalam menentukan alternatif prioritas kebutuhan dan prioritas program. (5) Evaluasi
perkembangan yaitu menggambarkan proses yang digunakan untuk mengembangkan
program yang akan diterapkan dalam berbagai dalam berbagai waktu dan situasi tertentu di
masa yang akan datang. (6) Evaluasi sarana dan prasarana yaitu evaluasi tentang pedoman
untuk memilih fasilitas dan alat-alat pendidikan, serta paket-paket kurikulum yang memuat
tujuan belajar, materi pembelajaran, metode dan teknik serta media pembelajaran, serta alat
evaluasi hasil belajar. (7) Evaluasi reaksi peserta didik yaitu menyediakan suatu ringkasan
penjelasan mengenai hasil tanggapan yang dihimpun dari peserta didik program
pembelajaran.
b) Evaluasi unsur-unsur program
Evaluasi kategori ini menyajikan berbagai cara untuk menilai sistem yang
digunakan dalam program. Penggunaan evaluasi program ini antara lain untuk mengetahui
41 pengaruh pelaksanaan program terhadap keputusan kebijakan publik, sistem manajemen
dan pendekatan kelembagaan yang menekankan pada pendekatan kemanusiaan.
c) Evaluasi jenis dan tipe kegiatan
Model evaluasi ini terfokus pada upaya mencari tau jenis data yang diperlukan
dalam evaluasi program dan jenis kegiatan mana yang digunakan dalam program tersebut.
d) Evaluasi pelaksanaan program
Evaluasi ini berfokus pada proses pelaksanaan program, baik itu proses awal
evaluasi, lanjutannya dan sampai pada tahap pelaksanaan evaluasi.
e) Evaluasi pencapaian tujuan khusus program
Model evaluasi ini berkaitan dengan pengujian hasi-hasil sebagai pencapaian
tujuan khusus, model ini menggunakan tujuan khusus program sebagai titik berat
pencapaian hasil seluruh kegiatan evaluasi, dan hal ini akan membantu pengelola
meningkatkan kecakapan dalam mengidentifikasi tujuan mana yang masuk akal pada
situasi perencanaan program tersebut.
f) Evaluasi hasil dan pengaruh program
Evaluasi terhadap hasil dan pengaruh program berkaitan dengan kegiatan untuk
mengetahui hasil-hasil program, tujuan evaluasi pengaruh adalah untuk melayani pembuat
kebijakan dengan menyajikan data yang diperlukan untuk pengambilan keputusan secara
bijaksanssssssa.
Pemilihan model evaluasi yang akan digunakan tergantung pada tujuan evaluasi,
program apapun dapat dievaluasi dengan model evaluasi apa saja, namun semua model
tepat untuk digunakan pada semua program, namun tingkat ketepatannya berbeda ada yang
tepat betul dan ada tepatnya seperti dipaksa.
b. Langkah-Langkah Evaluasi Program Langkah-langkah melakukan evaluasi program menurut Nurkancana dan
Sunartana mengatakan ada empat langkah melakukan evaluasi program. Langkah pertama
adalah perencanaan yaitu merumuskan tujuan evaluasi yang hendak dilaksanakan dalam
suatu proses pendidikan didasarkan atas tujuan yang hendak dicapai dalam program
pendidikan. Langkah kedua adalah perancanaan yaitu menetapkan aspek-aspek yang harus
dinilai, penentuan aspek ini ditentukan oleh tujuan evaluasi yang dilaksanakan, seperti
bakat, minat, sikap, kedisiplinan, penyesuaian sosial dan sebagainya. Langkah ketiga
adalah menentukan methode evaluasi yang akan digunakan. Metode evaluasi yang
digunakan ditentukan oleh aspek yang dinilai, bisa wawancara, observasi, tes dan
sebagainya. Langkah keempat adalah menyusun alat evaluasi yang akan digunakan, alat
evaluasi ini ditentukan oleh metode evaluasi, apabila menggunaka metode wawancara atau
interview maka alat yang disiapkan seperti pedoman wawancara dan blanko untuk
mencatat hasil yang diperoleh dalam observasi. (Nurkancana dan Sunartana, 1986: 6)
Dalam bukunya Arikunto dan Safruddin menyebutkan ada 3 tahapan langkah-
langkah melakukan evaluasi program, sebagai berikut:
1) Persiapan evaluasi program
Sebelum evaluasi dilaksanakan, evaluator hendaklah harus melakukan persiapan
secara cermat. Persiapan tersebut antara lain penyusunan evaluasi, penyusunan terkait
dengan model apa yang diterapkan dalam melakukan kegiatan evaluasi. penyusunan
instrumen evaluasi, apabila pengumpulan data menggunakan wawancara maka instrumen
yang disiapkan adalah pedoman wawancara. validasi instrumen evaluasi, menentukan
jumlah sampel yang diperlukan dalam kegiatan evaluasi dan penyamaan persepsi antar
evaluator sebelum pengambilan data.
42
2) Pelaksanaan evaluasi program
Dalam pelaksanaan evaluasi ini evaluator menentukan keputusan atas dasar
peristiwa selama pelaksanaan evaluasi. Evaluator mengembangkan instrumen evaluasi agar
dapat mengukur hal-hal yang hendak diukur nantinya.
3) Monitoring (pemantauan pelaksanaan evaluasi)
Pada monitoring ini dilakukan untuk mengetahui kesesuaian pelaksanaan program
yang sedag berlangsung dapat diharapkan menghasilkan perubahan, dapat juga
pelaksanaan program tidak menghasilkan apa-apa yang terjadi apakah perubahan negatif
atau positif, untuk itu diperlukan pemantauan pelaksanaan evaluasi agar program yang
diinginkan berjalan sesuai tujuan. (Arikunto & Safruddin, 2014: 125)
Dengan adanya langkah-langkah dalam evaluasi program memudahkan evaluator
untuk melakukan pelaksanaan evaluasi dengan baik dan sesuai tujuan yang diharapkan.
c. Tujuan Evaluasi Program Seperti disebutkan oleh Sudjana, tujuan khusus evaluasi program terdapat 6 (enam)
hal, yaitu untuk :
1) Memberikan masukan bagi perencanaan program
2) Menyajikan masukan bagi pengambil keputusan yang berkaitan dengan tindak
lanjut, perluasan atau penghentian program.
3) Memberikan masukan bagi pengambil keputusan tentang modifikasi atau
perbaikan program
4) Memberikan masukan yang berkenaan dengan faktor pendukung dan
penghambat program
5) Memberi masukan untuk kegiatan motivasi dan pembinaan (pengawasan,
supervisi dan monitoring) bagi penyelenggara, pengelola, dan pelaksana
program. (Sudjana, 2005:48),
Evaluasi dilaksanakan untuk mencapai berbagai tujuan sesuai dengan objek
evaluasinya Wirawan berpendapat Sada berberapa tujuan dari evaluasi program, sebagai
berikut:
1) Mengukur pengaruh program terhadap masyarakat. Program dirancang dan
dilaksanakan sebagai layanan atau intervensi sosial untuk menyelesaikan masalah
dan keadaan yang dihadapi masyrakat.
2) Menilai apakah program telah dilaksanakan sesuai dengan rencana. Setiap
program direncanakan dengan teliti dan pelaksanaannya harus sesuai dengan
rencana tersebut. Akan tetapi pada pelaksanaannya terkadang tidak sesuai dengan
tujuan.
3) Mengukur apakah pelaksanaan program sesuai dengan standar. Setiap program
yang dirancang dan dilaksanakan berdasarkan standar tertentu yang telah
disepakati oleh pengelola lembaga.
4) Evaluasi program dapat mengidentifikasi dan menemukan mana dimensi progrma
yang berjalan, dan mana yang tidak berjalan.
5) Pengembangan staf program. Evaluasi dapat dipergunakan mengembangkan
kemampuan staf yang langsung menyajikan layanan kepada masyarakat dan
evaluasi memberikan masukan kepada manajer program mengenai kinerja staf
dalam melayani masyarakat.
6) Evaluasi juga untuk mempertanggungjawabkan pimpinan dan pelaksana program,
apakah programtelah dijalankan sesuai dengan rencana, sesuai dengan standar,
43
dan tolak ukur keberhasilan program, semua hal tersebut perlu
dipertanggungjawabkan oleh penyelenggara program. (Wirawan, 2011: 24)
Selanjutnya Sudjana berpendapat bahwa tujuan evaluasi adalah untuk melayani
pembuat kebijakan dengan menyajikan data yang diperlukan untuk pengambilan keputusan
secara bijaksana. Oleh karenanya evaluasi program dapat menyajikan 5 (lima) jenis
informasi dasar sebagai berikut :
1) Berbagai data yang dibutuhkan untuk menentukan apakah pelaksanaan suatu
program harus dilanjutkan.
2) Indikator-indikator tentang program-program yang paling berhasil berdasarkan
jumlah biaya yang digunakan.
3) Informasi tentang unsur-unsur setiap program dan gabungan antar unsur program
yang paling efektif berdasarkan pembiayaan yang diberikan sehingga efisiensi
pelaksanaan program dapat tercapai.
4) Informasi untuk berbagai karakteristik sasaran program-program pendidikan
sehingga para pembuat keputusan dapat menentukan tentang individu, kelompok,
lembaga atau komunitas mana yang paling menerima pengaruh dari pelayanan
setiap program.
5) Informasi tentang metode-metode baru untuk memecahkan berbagai permasalahan
yang berkaitan dengan evaluasi pengaruh program. (Sudjana, 2005: 87)
Secara eksplisit evaluasi mengacu pada pencapaian tujuan, tetapi secara implisit
evaluasi berguna untuk melihat sejauh mana kinerja yang telah dicapai oleh objek evaluasi
berdasarkan kepada standar-standar tertentu. Apakah terdapat suatu kesenjangan antara
kinerja yang dicapai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Karena hasil evaluasi
merupakan salah satu landasan untuk menentukan apakah suatu program berjalan secara
efektif atau gagal mencapai tujuannya. (Tulung, 2014: 1)
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tujuan evaluasi program untuk
menunjukkan sumbangan program terhadap pencapaian tujuan organisasi, hasil evaluasi
ini penting untuk mengembangkan program yang sama ditempat lain. Selain itu, dapat juga
dijadikan patokan dalam mengambil keputusan tentang keberlanjutan sebuah program,
apakah program perlu diteruskan, diperbaiki atau dihentikan.
Apabila harus menghentikan program dipandang bahwa program tersebut tidak
ada manfaatnya dan tidak dapat terleksana sebagaimana mestinya, jika diharuskan merevisi
atau memperbaiki program bahwa dipandang ada bagian-bagian program yang kurang
sesuai dengan tujuan, jika program dilanjutkan berarti pelaksanaan program sudah sesuai
dengan harapan dan menghasilkan manfaat, dan jika manfaat dari program tersebut dikira
dapat berhasil dengan baik maka sebaiknya program tersebut disebarluaskan atau
diimplementasikan di tempat dan waktu yang lain.
3. Evaluasi Program Hafalan Al-Quran
Menghafal Al-Quran tidak kalah pentingnya mengevaluasi bacaan Al-Quran
bentuk evaluasi bermacam ragam yang dilakukan oleh guru supaya hafalan anak didiknya
lebih lancar dan sesuai dengan ilmu tajwid. Cara guru dalam mengevaluasi hafalan anak
didiknya ada dengan cara guru membaca muridnya menyambungkan bacaan, ada bersama-
sama teman untuk menghafal, ada dengan cara membuat perlombaan (MTQ) dan lain
sebagainya.
Evaluasi menghafal dapat juga dilakukan langsung oleh guru yang bersangkutan,
yaitu murid membaca dan jika salah guru langsung memperbaiki. Evaluasi ini tidak hanya
44 dalam bentuk materi ayat melainkan juga mentashih bacaan murid. Selain itu evaluasi juga
dapat dilakukan guru membacakan satu ayat dan murid diminta untuk melanjutkan
sambungan ayat tersebut kemudian guru menanyakan letak ayat tersebut dalam mushaf Al-
Quran ayat berapa dan surat apa, terletak dibagian mana dan lain sebagainya. (Ali, 2014:
197). Sa‟dullah mengatakan “Evaluasi yang diterapkan pada masa ini, harian dan tahunan
harian yaitu, membaca di hadapan guru, tahunan menjadi Imam shalat terawihSS selama
20 malam dengan mengkhatamkan 30 juz Al-Quran yang dibaca dalam shalat.” (Sa‟dulloh,
2008: 54)
Pelaksanaan evaluasi terhadap perkembangan hafalan para mahasiswi/santri
didasarkan dilakukan dalam dua bentuk, yaitu evaluasi rutin yang dilakukan setiap proses
pembinaan tahfizh dan takrir serta evluasi berkala yang dilakukan pada setiap semester
menjelang dilaksanakannya ujian akhir. Evaluasi rutin dilaksanakan setiap minggunya oleh
instruktur masing-masing santri dalam bentuk laporan pada daftar hadir yang telah
disiapkan oleh lembaga tahfizh dan tilawah Al-Quran, daftar hadir tersebut memuat data-
data tntang kehadiran yang nantinya akan dievaluasi.
Penilaian (evaluasi) dalam pembelajaran tahfizh sangatlah penting dilakukan
dengan baik. Karena evaluasi merupakan salah satu kegiatan utama yang harus dilakukan
oleh seorang tenaga pendidik dalam kegiatan pembelajaran. Dengan penilaian, instruktur
tahfizh akan mengetahui perkembangan hasil belajar, intelegensi, bakat khusus, minat,
hubungan sosial, sikap dan kepribadian siswa atau peserta didik.
Kemampuan menghafal Al Qur‟an sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
pendidikan pada pesantren khusus pengahafal Al Quran. Berbagai upaya pengembangan
kemampuan menghafal Al Quran para santri diharapkan akan membantu santri dalam
mencapai tujuan pendidikan serta tercapainya perkembangan santri dalam menghafal Al
Qur‟an secara optimal. Namun pada kenyataannya, pelaksanaan pengembangan
kemampuan diri tidak berjalan mudah dan lancar. Banyak kendala yang menghambat baik
dari segi sumber daya manusia, santri, sistem yang ada, sarana prasarana, dan sebagainya.
Evaluasi program dalam program hafalan Al-Quran sangat dibutuhkan guna
mengungkap permasalahan dan hambatan yang terjadi dalam program hafalan tersebut
serta nantinya hasil evaluasi program akan dijadikan acuan untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran hafalan yang lebih baik, untuk itu dibutuhkan model evaluasi yang tepat
dalam implementasi evaluasi program tersebut. (Muyasaroh, 2014: 216)
Berdasarkan model-model evaluasi program yang dipaparkan oleh ahli di atas ini
penelitian ini menerapkan model CIPP Evaluation Model, yang terdiri dari evaluasi
konteks, evaluasi masukan, evaluasi proses, dan evaluasi produk dan hasil.
a) Evaluasi konteks merupakan upaya untuk menggambarkan dan merinci lingkungan
kebutuhan yang tidak terpenuhi, penelitian ini mencoba mendeskripsikan kebutuhan
apa saja yang belum terpenuhi oleh program tahfizh. tujuan pengembangan apakah
yang belum dapat tercapai oleh program tahfizh, tujuan pengembangan apakah yang
dapat membantu mengembangkan program tahfizh tersebut, dan tujuan-tujuan mana
saja yang paling mudah tercapai dalam proses pengembangan program tahfizh.
b) Evaluasi masukan terdiri atas kualitas mahasiswi, kualifikasi guru yaitu bagaimana
kemampuan awal dari mahasiswi atau murid dalam hafalan dan kemampuan lembaga
dalam pengadaan fasilitas penunjang tahfizh, instruktur tahfizh yang professional,
pengaturan jadwal setoran hafalan, pembagian kelas-kelas tahfizh, fasilitas dan
ruangan yang digunakan untuk setoran tahfizh. Dapat dirumuskan dengan pertanyaan:
apakah program tahfizh yang diterapkan berdampak jelas pada perkembangan hafalan,
45
bagaimana reaksi mahasiswi terhadap program tahfizh yang diterapkan, dan seberapa
tinggi kenaikan hasil prestasi tahfizh setelah diterapkannya program tahfizh tersebut.
c) Evaluasi proses, yaitu menunjukkan what kegiatan apa yang dilakukan dalam program,
when kapan kegiatan akan selesai. Evaluasi proses diarahkan pada seberapa jauh
kegiatan dilaksanakan di dalam program yang sudah ada. Dapat dirumuskan dengan
pertanyaan: apakah pelaksanaan program tahfizh sesuai jadwal yang telah ditentukan,
apakah instruktur tahfizh dan karyawan yang terlibat dalam berlangsungnya program
tahfizh akan sanggup menangani kegiatan selama prosesnya, apakah sarana, fasilitas
dan prasarana yang disediakan dimanfaatkan secara maksiamal, dan hambatan-
hambatan apa yang dijumpai selama pelaksanaan program tahfizh.
d) Evaluasi produk dan hasil diarahkan pada hal yang menunjukkan perubahan yang
terjadi selama program dijalankan. Dapat dirumuskan dengan pertayaan: apakah
tujuan-tujuan yang ditetapkan sudah tercapai dalam program tahfizh, apakah yang
mungkin dirumuskan berkaitan denga proses dan pencapaian tujuan, apakah dampak
yang diperoleh mahasiswi dengan program tahfizh.
e) Outcome bagaimana lulusan atau hasil dari program apakah berguna di masyarakat,
bagaimana kontribusinya dalam bidang tahfizh Al-Quran, apakah mempengaruhi
perkembangan tahfizh di Indonesia, dan bagaimana kontribusinya terhadap lembaga
tersebut.
Dengan model CIPP ditambah O menjadi CIPPO dirasa pas, cocok dan tepat
model ini diterapkan dalam penelitian ini. Selain model ini paling banyak dikenal dan
paling sering diterpakan evaluator dalam penelitian dengan penjabaran di atas akan
membantu proses penelitian ini. Dalam pelaksanaan evaluasi program pembelajaran
tahfizh dapat digunakan model evaluasi CIPP yang ditambah dengan O dirasa pas dan tepat
sebab model selain banyak digunakan dan dikenal juga program tahfizh merupakan
program pemrosesan yaitu bagaimana proses untuk mencetak para penjaga kalam-kalam
Allah dengan berdasarkan pada kurikulum dan program yang sudah disepakati.
Tujaan evaluasi dalam program hafalan yaitu untuk meninjau kembali atas
pencapaian yang telah dilakukan dan membantu memberikan alternatif dalam pengambilan
keputusan yang lebih baik. Jika hamabatan dan permasalahan dapat diselesaikan maka
tujuan dari program hafalan akan dapat diwujudkan. (Muyasaroh, 2014: 216). Evaluasi
pada program hafalan dimaksudkan untuk melihat pencapaian target program, sejauh mana
target pengembangan program telah dicapai maka yang menjadi tolak ukurnya adalah
tujuan yang telah dirumuskan dalam program tersebut. Selain itu, evaluasi program hafalan
juga dilakukan untuk kepentingan pengambil kebijaksanaan dengan baik, apakah program
hafalan yang telah berjalan selama ini cukup efektif atau sebaliknya serta menentukan
langkah selanjutnya. Untuk itu sangat dibutuhkan evaluasi dalam setiap program, baik itu
program pembelajaran di kelas, program pemerintah, program yang dihasilkan dari
kebijakan ataupun program suatu lembaga, juga evaluasi pada program pengembangan
program tahfizh Al-Quran karena evaluasi program dapat memberikan manfaat bagi
perkembangan dan kualitas yang lebih baik oleh program tersebut serta meningkatkan hasil
program yang bermutu dan sesuai tujuan.
D. Efektifitas Penerapan Program
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, disebutkan kata “efektifitas” berarti
“membawa hasil dan berguna”. (KBBI, 2009: 217) Hasan Sadaly mengemukakan “bahwa
efektifitas menunjukkan tahap pencapaian sesuatu”. (Sadaly, 1998: 67) Selain itu
disebutkan pula bahwa efektifitas adalah ukuran yang menyatakan sejumlah tujuan
46 (kualitas, kuantitas dan waktu). Efektifitas berkaitan dengan pencapaian target yang
berkaitan dengan kualitas, kuantitas dan waktu. Efektifitas merupakan suatu ukuran yeng
memberikan gambaran seberapa jauh target dapat dicapai. (Mulyasa, 20012: 132)
Efektivitas adalah suatu keadaan yang menunjukkan sejauh mana rencana dapat
tercapai. Semakin banyak rencana yang dapat dicapai, semakin efektif pula kegiatan
tersebut, sehingga kata efektivitas dapat juga diartikan sebagai tingkat keberhasilan yang
dapat dicapai dari suatu cara atau usaha tertentu sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.
Media pembelajaran bisa dikatakan efektif ketika memenuhi kriteria, diantaranya mampu
memberikan pengaruh, perubahan atau dapat membawa hasil. Ketika kita merumuskan
tujuan instruksional, maka efektivitas dapat dilihat dari seberapa jauh tujuan itu tercapai.
Semakin banyak tujuan tercapai, maka semakin efektif pula media pembelajaran tersebut.
Berbicara mengenai efektifitas program berarti membahas kinerja organisasi dalam
melaksakan sebuah program untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Salah satu
aspek yang bisa digunakan sebagai untuk mengukur apakah suatu program telah berjalan
dengan efektif atau tidak adalah pemenuhan tujuan atau target yang telah ditetapkan oleh
pembuat kebijakan. Dalam banyak program, besar ataupun kecil, evaluasi,implementasi
teknologi, perubahan prosedur birokrasi dan perubahan yang kecil dalam sistem
penyampaian memberi konsekuensi yang penting terhadap efektifitas dan efisiensi
program.
Efektif atau tidaknya sebuah program tidak lepas dari organisasi yang
melaksanakanya. Hal ini seperti yang diungkapkan Jossey,
menurutnya“….. effective organizational prosses must make informed choices about
instilling organizational minsets, establishing control system, and instituting proceses for
allocating accountability and responsibility.” Sebelum melaksankan sebuah program
organisasi itu sendiri harus membentuk tim yang solid untuk mencapai tujuan
organisasinya, kemudian dia akan dibebani tugas yaitu melaksanakan sebuah program
yang berkaitan dengan peran organisasinya. (Sudjana, 2005: 78)
Dari berberapa pengertian efektifitas di atas, dapat dipahami bahwa efektifitas
berkaitan dengan upaya yang dilakukan optimal dan pencapaian kualitas yang diharapkan.
Dengan kata lain, bahwa efektifitas meliputi komponen input, proses, dan output. Bila
konsep efektifitas dikaitkan dengan mutu pendidikan, maka perlu dipahami bahwa “mutu
mengandung makna derajat (tingkatan) keunggulan suatu produk (hasil kerja). Dalam
konteks pendidikan yang dimaksud mutu mengacu pada input, proses dan output
pendidikan. (Mulyasa, 20012: 133)
Untuk mengetahui efektifitas dari sebuah program perlu dikaji beberapa
aspekantara lain:
1. Implementasi program
Suatu program dapat dikatakan berjalan secara efektif jika implementasi atau
pelaksanaan dari program tersebut sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan untuk
mencapai tujuan. Oleh karena itu implementasi program merupakan salah satu aspek yang
perlu dikaji dalam melihat efektif tidaknya suatu program.
2. Sasaran atau target program
Sasaran atau target merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam mengukur
sebuah efektifitas. Suatu program dikatakan sudah efektif apabila program tersebut telah
dapat mencapai sasaran yang telah ditetapkan
3. Pengawasan pelaksanaan program
47
Dalam menjalankan sebuah program atau strategi, maka sangat diperlukan
pengawasan dalam pelaksanaan program tersebut, agar pelaksanaan program dapat terus
berada pada jalur rencana yang sudah disusun sebelumnya.
4. Partisipasi masyarakat
Partisipasi masyarakat juga sangat penting dalam mengukur efektivitas dari suatu
program, karena jika masyarakat dapat menerima program yang ditawarkan tersebut, maka
suatu program sudah dapat dikatakan efektif. (Sukardi, 2004:87)
Efektifitas program juga dicapai dengan koordinasi yang baik. Dalam pelaksanaan
program diperlukan koordinasi, karena sebuah program dilaksanakan oleh sebuah
organisasi yang terdiri dari beberapa individu yang berkerja sama. Koordinasi akan
memperkuat ikatan diantara anggota organisasi dalam melaksanakan tugas mereka untuk
mencapai tujuan program.
Input pendidikan yang dimaksud adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena
dibutuhkan untuk berlangsungnya suatu proses. Sesuatu yang dimaksudkan disini adalah
sumber daya manusia, sarana/prasarana,kurikulum, struktur organisasi, rencana program,
dan sebagainya. Proses merupakan kegiatan yang dilaksanakan oleh suatu program demi
tercapainya suatu tujuan pendidikan. Sedangkan output disini merupakan prestasi yang
dihasilkan dari proses, baik itu presatsi akademik maupun non akademik.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa antara input, proses dan output saling
berkaitan. Akan tetapi agar proses yang baik tidak salah arah, maka mutu dalam artian
hasil harus ditargetkan yang akan dicapai dalam satu periode atau satu tahun. Sebab input
dan proses dalam suatu progra harus mengacu pada output yang ingin dicapai. Dengan
demikian tanggung jawab sebuah lembaga bukan hanya pada proses, namun juga pada
hasil yang akan dicapai. Dalam hal efektifitas program dapat dipahami bahwa pelaksanaan
sebuah rogram dapat dikatakan efektif jika program tersebut mencapai tujuan yang
dirumuskan dari program tersebut. Begitu sebaliknya jika suatu prorgam tidak dapat
mencapai tujuan-tujuan maka program tersebut sebaiknya diperbaiki agar tujuan yang telah
dirumuskan dapat terealisasi.
48
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Metode penelitian adalah tata cara bagaimana suatu penelitian dilaksanakan.
Metode penelitian merupakan cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan
data penelitiannya, seperti wawancara, observasi, tes maupun dokumentasi. Sedangkan
menurut (Subagyo, 2006: 2) “metode penelitian merupakan suatu cara atau jalan untuk
memperoleh kembali pemecahan terhadap segala permasalahan.”
Penelitian ini merupakan penelitian evaluasi yang menggunakan pendekatan
kualitatif yaitu penelitian yang berfokus pada bidang ilmu-ilmu sosial yang dilakukan
secara ilmiah dengan menganalisis dan menafsirkan fakta-fakta. (Suryono, 2010: 23)
menyatakan “penelitian kualitatif merupakan penelitian yang digunakan untuk
menyelidiki, menemukan, menggambarkan, dan menjelaskan kualitas atau keistimewaan
dari pengaruh sosial yang tidak dapat dijelaskan, diukur atau digambarkan smelalui
pendekatan kuantitatif.”
Meode kualitatif sering digunakan untuk menghasilkan grounded theory, yakni
teori yang timbul dari data bukan hipotesis-hipotesis sepersti dalam metode kuantitatif.
(Sudjana & Ibrahim, 2001: 195). Grounded theory menurut strauss dan corbin adalah teori
yang diperoleh secara induktif dari penelitian tentang fenomena yang dijelaskan dan
memenuihi kriteria utama yaitu kesesuain, pemahaman, generalisasi dan kontrol. (Strauss
& Corbin, 2009: 10). Penelitian kualitatif didasari oleh konsep konstruksivisme yang
memiliki pandangan bahwa realita bersifat jamak, menyeluruh, dan merupakan satu
kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Realita bersifat terbuka, kontekstual secara sosial
yang meliputi persepsi dan pandangan individu dan kolektif dan manusia sebagai
instrumen penelitianya. (Sukmadinata, 2005: 12)
(Sudarmwan Danim, 2002: 51) menyebutkan ada lima ciri penelitian kualitataif
sebagai berikut:
1. Penelitian kualitatif mempunyai setting alami sebagai sumber data lansung dan
peneliti adalah instrumen utamanya.
2. Penelitian kualitatif bersifat deskriptif yaitu data yang terkumpul berbentuk kata-
kata, gambar bukan angka-angka. Jika ada angka-angka sifatnya hanya sebagai
penunjang, data yang diperoleh berupa catatan lapangan, hasil wawancara, foto,
dokumen dan sebagainya.
3. Peneliti kualitatif lebih menekankan proses kerja, yang seluruh fenomena yang
dihadapi diterjemahkan dalam kehidupan sehari-hari terutama yang lansung
berkaitan dengan masalah penelitian.
4. Penelitian kualitatif cenderung menggunakan pedekatan induktif.
5. Penelitian kualitatif memberi titik tekan pada makna, yaitu fokus telaah datanya
langsung yang berkaitan dengan kehidupan manusia.
Ciri-ciri penelitian kualitatif yang diungkapkan Danim hampir sama dnegan
karakteristik penelitian kualitatif yang diungkapkan Sukmadinata, sebagai berikut:
1. Kajiannya bersifat naturalistik yaitu melihat situasi nyata berubah secara alamiah,
terbuka tidak ada rekayasa.
2. Analisisnya induktif yaitu mengungkap data khusus, detail, untuk menemukan
kategori, dimensi, hubungan penting dengan pertanyaan penelitian.
48
49
3. Bersifat dinamis, yaitu perubahan terjadi terus dan desainnya fleksibel.
4. Hubungan dengan persepsi pribadi, hubungan akrab peneliti informan dan
pengalaman pribadi peneliti penting untuk pemahaman fenomena-fenomena.
(Sukmadinata, 2005: 95)
Penelitian kualitatif mempunyai dua tujuan yaitu menggambarkan dan
mengungkapkan (to describe and explore) dan menggambarkan dan menjelaskan (to
describe and explain) yaitu mendeskripsikan atau menggambarkan atau menggambarkan
dan mengungkap fenomena yang terjadi. Penelitian kualitatif juga diarahkan untuk
memberikan saran-saran yang baik pada suatu keputusan, dan hasil penelitiannya dapat
dijadikan studi untuk meningkatkan kualitas dan pemahaman terhadap suatu fenomena.
(Sukmadinata, 2005: 96)
Dalam penelitian kualitatif terutama dalam penelitian ini, yang lebih banyak
digunakan adalah paradigma alamiah karena sifatnya condong realistis dan praktis. Dalam
meramu paradigma alamiah, karena maksudnya selain dijadikan landasan, tetapi juga
memberi arah dalam pelaksanaan penelitian dan bahkan sebagai tolak ukur dalam
memecahkan masalah, yang boleh diuji lebih dulu dengan berbagai teori yang relevan.
Usaha ini agar meyakini kebenaran. Disamping itu juga untuk membantu peneliti
memahami makna pandangan dan pendapat pakar yang berada di lapangan. Dengan
demikian dapat dipahami bahwa penelitian kualitatif adalah realitas dan rasional untuk
menumbuhkan pemahaman-pemahaman.
Penelitian ini memfokuskan pada evaluasi pengembangan program, sehingga lebih
sesuai dan tepat menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu dengan meneliti fenomena yang
terjadi secara alamiah sebagai sumber data langsung, tidak dikondisikan dan tidak
dimanipulasi. Dalam penelitian kualitataif yang lebih banyak digunakan adalah paradigma
alamiah, karena sifatnya lebih cenderung praktis dan sesuai dengan apa yang terjadi.
Paradigma evaluasi kualitatif ini mengandung beberapa kata kunci yaitu : 1) focus
pada penelusuran secara inkuiri di tempat alamiahnya; 2) bergantung pada peneliti yang
bertindak sebagai instrument penjaring data; 3) laporannya berbentuk narasi bukan angka.
Menentukan focus evaluasi (pertanyaan hipotetik), Menampilkan hasil penelitian (grafik,
diagram, gambar) dan membuat kesimpulan. (Subagyo, 2006: 90)
Menentukan cara mengumpulkan data dalam hal pendekatan evaluasi program
kualitatif sangat mengandalkan pengumpulan data empiris dan analisis terhadap informasi
yang terdokumentasi secara sistematis. Pendekatan kualitatif lebih sesuai untuk melakukan
evaluasi pada saat program berlangsung. Dengan demikian evaluator dapat mengetahui dan
bisa memahami segala hal yang berkaitan dengan program dengan cara melihat langsung
pada saat program sedang berjalan. Cara ini dirasa perlu karena ada fenomena-fenomena
tertentu, peristiwa tertentu, maupun pihak-pihak tertentu yang hanya dapat dijaring
informasinya secara lebih mudah pada saat program berlangsung. Pengumpulan informasi
sebanyak mungkin pada saat untuk mengidentifikasi dengan lebih pasti apa saja yang
menyebabkan program bisa berlangsung dengan baik atau tidak. Selain itu, jika ada hal-hal
yang menarik perhatian, evaluator dapat melakukan penelusuran lebih jauh untuk
menentukan konteks suatu peristiwa. Hal lain yang menonjol dari pendekatan ini adalah
evaluator mempunyai kesempatan mengadakan interaksi dalam konteks pelaksanaan
program sehingga keadaan program dapat tertangkap dengan baik. Hal ini akan membuat
evaluator dapat memahami latarbelakang suatu fenomena yang muncul dalam pelaksanaan
program, yang mana akan sulit didapatkan jika pendekatan kuantitatif yang dipakai.
Desain evaluasi program yang menggunakan pendekatan kualitatif, penelitian
kualitatif dikenal banyak orang mempunyai ciri fleksibel dalam metode pengumpulan
50 datanya dan pada saat proses berlangsung bisa saja penelitinya mengembangkan datanya
sejauh itu masih dalam konteks menggali informasi yang nantinya dapat digunakan untuk
membangun teori baru. Sedangkan pada evaluasi program informasi apa yang akan
dikumpulkan telah ditetapkan pada awal penentuan desain dan sedapat mungkin pada saat
pengumpulan informasi tidak terjadi perluasan pencarian informasi dengan alasan mencari
titik jenuh kepusan peneliti dalam mengumpulkan informasi. Karakteristik lain yang ada
pada penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif seperti posisi peneliti dalam
konteks penelitian, unit informasi dan unit analisis, tipe informasi yang dikumpulkan,
analisis data serta cara menyimpulkan juga digunakan dalam evaluasi program yang
bersifat kualitatif. Format rancangannya mencakup konteks atau pernyataan tentang apa
yang mendasari perlunya dilakukan evaluasi terhadap suatu program, kemudian apa tujuan
dilakukannya evaluasi program. Selanjutnya akan disepakati dahulu asumsi yang relevan,
aturan-aturan dalam pengumpulan informasi serta cara pengumpulan informasi,
pengorganisasian data, analisis data, serta verifikasi data. (Idrus, 2009: 56)
Pada pendekatan kualitatif, karakteristik yang menonjol adalah pada posisi
evaluator dalam pelaksanaan evaluasi. Tujuan evaluasi adalah mengumpulkan informasi
tentang suatu program, evaluator walaupun bukan bagian dari pelaku di dalam program,
tetapi pada pendekatan kualitatif evaluator harus berada dalam program dan mempunyai
aksesibilitas yang tinggi terhadap semua komponen program. Tujuan utama evaluasi
program dengan pendekatan kualitatif adalah mendapatkan gambaran yang menyeluruh
tentang suatu program di semua aspeknya. Pendekatan ini menekankan pada mendapatkan
pemahaman lebih luas dan cenderung membentuk perspektif yang tak berujung dari suatu
fenomena atau kejadian tertentu. Tujuan utama digunakannya pendekatan ini adalah
menemukan kekuatan dan kelemahan program dari berbagai sudut pandang.
Prosedur evaluasi program berdasarkan pendekatan kualitatif biasanya mulai dari
mendesain, lalu menentukan apa yang akan diteliti, mengumpulkan data, kemudian
dianalisis. Perbedaan yang mencolok antara pendekatan kuanlitatif dan kuantitatif adalah
prosedur dalam mengumpulkan data tidak mengikuti alur tertentu yang linier artinya
pengumpulan data bisa maju dan mundur sesuai dengan kebutuhan informasi dan
keperluan penelusuran untuk mendapatkan semua informasi yang diperlukan. Ada cara
untuk mencegah evaluator kehilangan focus yaitu dengan menggunakan FQE (Focused
Qualitative Evaluation). Alat pengumpul data yang digunakan pada pendekatan ini bias
berupa catatan tentang kasus-kasus, pedoman wawancara, kuesioner, transkripsi rekaman
suara, video, atau berupa foto, sosiogram, reka ulang, judicial review. Data yang terkumpul
biasanya diberi kode dan diorganisasikan sedemikian rupa berdasarkan tingkat
relevansinya dengan suatu fenomena atau peristiwa tertentu yang terjadi dalam program.
Data tersebut nantinya akan dianalisis dengan cara mengelompokkan berdasarkan
peristiwa yang terjadi dalam program. Data akan disajikan dalam bentuk cerita yang rinci
lengkap dengan analisis situasi dan perilaku orang-orang yang terlibat di dalamnya.
(Idrus,2009: 45)
Penelitian evaluasi dalam pendidikan mencakup bidang yang cukup luas,
berberapa bidang yang akan diteliti pada penelitian ini mencakup bidang kurikulum bidang
tahfizh, bagaimana kurikulum tahfizh menjadi hal yang penting sebagai data utama,
implementasi kurikulum, evaluasi kurikulum, materi kurikulum, juga termasuk perangkat
atau sarana prasarana yang menunjang program. Bidang pembelajaran mencakup seluruh
kegiatan tahfizh dan kegiatan yang mendukung program tahfizh, selanjutnya adalah
pendidik disini adalah instruktur tahfizh yang membina lansung mahasisiwi dalam tahfizh
Al-Quran, dan mahasiswa yaitu semua mahasiswi yang tercatat sebagai mahasisiwa aktif,
51 kegiatan yang mereka lakukan dalam tahfizh, kuliah dan kegiatan keseharian mereka yang
berhubungan dengan tahfizh Al-Quran dan organisasi langsung mengurusi bagian tahfizh
Al-Quran adalah LTTQ (lembaga tahfizh dan tilawah IIQ) serta organisasi internal kampus
yang kegiatannya mendukung program tahfizh Al-Quran, kemudian manjemen yang
diterapkan dalam lembaga LTTQ dan implementasi berberapa kebijakan serta pengaruhnya
terhadap pengembangan program tahfizh.
Penelitian yang dilakukan ini merupakan penelitian evaluasi mengenai
pengembangan program tahfizh di IIQ jakarta, penelitian ini menggunakan model evaluasi
model CIPP ditambah O menjadi CIPPO model ini paling banyak dikenal dan paling
sering diterpakan evaluator dalam penelitian. Model ini terdiri dari evaluasi konteks,
evaluasi masukan, evaluasi proses, dan evaluasi produk dan hasil.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kampus Institut Ilmu Al-Quran Jakarta yang beralamat di
jalan Ir. H. Juanda no 70 Ciputat-Tangrerang Selatan, dan juga di Ma’had Takhassus IIQ
Jakarat yang beralamat di jalan Moh.Toha no 31 Cinangka Pamulang Timur. Adapun
waktu yang digunakan peneliti untuk mendapatkan data yang berhubungan dengan
penelitian dan melakukan penelitian yaitu dimulai bulan Januari-Maret 2017.
C. Informasi Penelitian
Penelitian kualitatif pada dasarnya merupakan suatu proses “penyidikan” Peneliti
harus tepat untuk menentukan siapa atau apa yang bisa memberikan informasi yang
diperlukan. (Moleong, 2004: 132) mengatakan “objek yang dijadikan untuk mengambil
informasi disebut informan, informan merupakan orang yang dimanfaatkan untuk
memberikan informasi tentang situasi dan kondisi tentang latar belakang objek yang akan
diteliti.” Dalam penelitian kualitatif informan merupakan orang yang memberikan
informasi tentang data yang diinginkan peneliti berkaitan dengan penelitian yang sedang
dilaksanakan, pemilihan informan dapat menggunakan criterion-based selection yang
didasarkan pada asumsi bahwa informan tersebut merupakan aktor dalam tema penelitian,
kuantitas informan dalam penelitian kualitatif juga bukan merupakan hal yang utama
sehingga pemilihan informan lebih didasari pada kualitas informasi yang terkait dengan
penelitian. (Idrus, 2009: 92)
Maka dalam penelitian ini yang ditetapkan sebagai key informan adalah ketua
lembaga LTTQ yang merupakan leader lembaga selain itu juga sebagai informan
pendukung yaitu instruktur tahfizh, staff lembaga LTTQ, mahasisiwi dan direktris ma’had
takhassus, berikut penjelasannya:
1. Ketua lembaga LTTQ
Melalui pimpinan lembaga peneliti akan mendapatkan dan mengkaji dokumen-
dokumen resmi dan pribadi tentang program pembelajaran tahfizh, evaluasi yang
dilakukan oleh lembaga, kebijakan yang dijalankan dan pengaruhnya terhadap
pengembangan program, prestasi yang dihasilkan dan bagaimana kegiatan tahfizh
yang dilakukan di kampus.
2. Instruktur Tahfizh
Melalui guru tahfizh peneliti ingin mengetahui tentang dunia pembelajaran
menghafal Al-Qur’an berkaitan dengan metode yang digunakan, proses
pembelajaran tersebut, kualitas pembelajaran tahfizh Al-Qur’an, dan peran serta
pengaruh instruktur dalam mengembangkan tahfizh Al-Quran.
52
3. Staff Lembaga LTTQ
Melalui staff lembaga peneliti ingin mengetahui bagaimana kegiatan lembaga
berjalan, hambatan apa yang biasa dirasakan dalam pengembangan program, dan
data-data mengenai mahasiswa yang bermasalah pada tahfizh nya di setiap
semester.
4. Mahasiswi
Yang tidak kalah pentingnya adalah melalui mahasiswi aktif yang mengikuti
pembelajaran, melihat keseharian mereka dalam menghafal, bagaimana metode
yang digunakan dalam menghafal, dan apa saja kendala mereka dalam menghafal.
5. Pengurus pesantren takhasus
Melalui pengurus pesantren takhassus peneliti ingin mengetahui kegiatan apa saja
yang diarahkan pesantren dalam meningkatkan kualitas tahfizh mahasiswi, apa
sarana dan prasarana yang disediakan pesantren untuk menunjang tahfizh lebih
baik dan bagaimana kegiatan tahfizh yang diadakan di pesantren.
Dalam menentukan informan haruslah sesuai dengan kerasionalan yang jelas, jadi
bukan hanya asal menentukan saja, namun asumsi yang harus ada adalah informan tersebut
merupakan subjek yang paling tepat dan sesuai dengan penelitian. Maka, peneliti memilih
informan-informan diatas untuk mengambil informasi tentang tema penelitian ini.
D. Metode Pengumpulan Data
Fernandes mengatakan “dalam penelitian kualitatif metode yang digunakan untuk
pengumpulan data adalah observasi, interview dan pendekatan studi kasus”. Metode
pengumpulan data tidak hanya sekedar untuk mengetahui apa yang terjadi tetapi juga
menjelaskan kenapa itu bisa terjadi, sehingga ada upaya melihat apa yang ada dibalik
kejadian itu. (Fernandes, 1984: 37).
Jadi dapat dikatakan bahwa teknik atau metode pengumpulan data adalah
bagaimana cara peneliti mengumpulkan data yang diperlukan dalam penelitian. Pada
penelitian ini metode yang akan digunakan adalah observasi, interview atau wawancara
dan dokumentasi.
1. Observasi
Observasi adalah teknik pengumpulan data dengan melakukan pengamatan
langsung pada objek kajian. Menurut Hasan “observasi ialah pemilihan, pengubahan,
pencatatan, dan pengodean serangkaian perilaku dan suasana yang berkenaan dengan
organisasi dan sesuai dengan tujuan-tujuan empiris”. (Hasan, 2002: 86). Zuhdi mengatakan
bahwa “observasi merupakan metode pengumpulan data yang paing tepat digunakan dalam
penelitian kualitatif.” (Zuhdi, 1991: 97).
Observasi atau pengamatan merupakan aktivitas pencatatan fenomena yang
dilakukan secara sistematis. Pengamatan dapat dilakukan secara terlibat (partisipatif)
ataupun non partisipatif, maksudnya adalah pengamatan partisipatif merupakan jenis
pengamatan yang melibatkan peneliti dalam kegiatan orang yang menjadi sasaran
penelitian,tanpa mengakibatkan perubahan pada kegiatan atau aktivitas yang bersangkutan
dan tentu saja dalam hal ini peneliti tidak menutupi dirinya selaku peneliti. Untuk
menyempurnakan aktifitas pengamatan partisipatif ini, peneliti harus mengikuti kegiatan
keseharian yang dilakukan informan dalam waktu tertentu, memperhatikan apa yang
terjadi, mendengar apa yang dikatakan, mempertanyakan informasi yang menarik dan
mempelajari dokumen yang dimiliki. (Idrus, 2009: 101)
Adapun observasi yang dilakukan peneliti termasuk dalam jenis partisipasif yaitu
peneliti terlibat langsung dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati yang
53 digunakan sebagai sumber data peneliti, sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut
melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber data. melihat langsung proses pembelajaran
tahfizh di asrama dan kampus IIQ Jakarta. Dalam penelitian naturalistik kualitatif, agar
mendapatkan informasi lengkap dan tepat sesuai dengan penelitian maka metode observasi
menjadi pilihan utama. Melihat pentingnya pengamatan, maka pengamatan oleh ahli
dibagi menjadi berberapa macam, menyebutkan jenis-jenis observasi adalah: a. Partisipasi
lawannya nonpartisipasi, b. Sistematis lawannya nonsistematis, c. Eksperimental lawannya
noneksperimental. (Fernandes, 1984:38) begitu juga observasi yang dilakukan pada
lembaga tahfizh IIQ (LTQQ) dengan maksud: a. Observasi dilakukan dengan tujuan
memperoleh gambaran secara umum tentang pengembangan program yang dilakukan b.
Observasi dilakukan secara terfokus pada penelitian objek yang telah dipilih, c. Observasi
dilakukan hanya pada objek yang dianggap perlu.
Walaupaun metode pengamatan begitu penting, namun peneliti tetap harus berhati-
hati terhadap kelemahan metode observasi ini, supaya hal-hal yang merancukan dapat
dihindari. Moleong menyebutkan ada 3 kelemahan metode pengamatan atau observasi
yaitu: a. Pengamatan terlalu terbatas dalam mengamati, karena peranan dan kedudukannya.
b. Pengamat seringkali larut dalam kegiatan partisipasinya, sehingga kurang cermat dalam
membuat catatan lapangan. c. Apabila pengamat tidak sempat menganalisis saat bertanya
dan mengumpulkan data, maka akan mengalami kesulitan di akhir pekerjaannya.
(Meleong, 2004: 134). Sedangkan usman menambahkan bahwa kelemahan kelemahan
teknik pengumpulan data dengan observasi adalah: a. Banyak kejadian langsung yang
tidak dapat diobservasi, b. Kejadian tidak selamanya dapat diramal sehingga waktu yang
dibutuhkan lebih lama, c. Dan terbatas pada lamanya kejadian berlangsung. (Usman, 2003:
81)
Selain itu, ada berberapa keunggulan dan kebaikan dari teknik observasi, yaitu: a.
Tidak perlu biaya banyak, mudah dilakukan dan dapat digunakan untuk penelitian terhadap
bermacam-macam gejala. b. Tidak banyak mengganggu subjek penelitian, c. Banyak
kejadian yang tersedia diambil datanya hanya dengan observasi dan hasilnya lebih akurat
karena sesuai fakta lapangan. (Zuriah, 2001: 139).
Hal yang perlu diamati dalam program menghafal Al-Quran adalah proses
mahasiswi dalam menghafal, ayat-ayat Al-Quran menjadi fokus hafalan, mengobservasi
para mahasiswi dengan melihat kualitas hafalan dan bacaan mereka dari segi tajwidnya, Selain itu observer mengamati kegiatan-kegiatan mahasiswi dan mengamati kedekatan
atau hubungan antara instruktur dengan mahasiswa serta tata cara mahasiswi dalam
menyetorkan hafalannya kepada instruktur tahfizh. Kegiatan observasi untuk memperoleh
data yang akurat, maka peneleliti mengadakan observasi pada objek penelitian guna
memperoleh data tentang: a. Kegiatan keseharian tahfizh mahasiswi menambah hafalan baru dengan
sendirinya.
b. Pelaksanaan setoran hafalan dihadapan instruktur tahfizh.
c. Kegiatan-kegiatan penunjang thafidz di asrama seperti khataman, dan simaan
hafalan.
d. Kegiatan-kegiatan lain mahasiswi yang tidak ada kaitannya dengan tahfizh
seperti kuliah, dan kegiatan ekstra lainnya.
2. Wawancara
Wawancara atau interview adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan
penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara si penanya dengan
penjawab pertanyaan (narasumber). (Nazir, 2009: 104). “Wawancara menurut Suharsimi
54 Arikunto adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewancara untuk memperoleh sebuah
informasi dari narasumber. (Arikunto, 2006: 132) wawancara dalam penelitian kualitatif,
merupakan model pengumpulan data yang utama, wawancara dilakukan supaya
mendapatkan data yang lebih mendalam atau mendapatkan data yang nampak, wawancara
mendalam memiliki kekuatan karena memiliki ketajaman untuk mengorek keterangan dari
narasumber.
Model wawancara dapat dilakukan meliputi wawancara tak berencana yang
berfokus dan wawancara sambil lalu. Wawancara tak berencana berfokus adalah
pertanyaan yang diajukan secara tidak terstruktur, namun berpusat pada pokok tema
penelitian, sedangkan wawancara sambil lalu merupakan wawancara yang tertuju kepada
orang yang telah dipilih sebelumnya tanpa melalui seleksi terlebih dahulu tetapi dijumpai
secara kebetulan. (Idrus, 2009: 104)
Menurut jenisnya wawancara terbagi dua yakni wawancara terstruktur dan
wawancara tidak terstruktur, adapun wawancara terstruktur merupakn wawancara yang
dilakukan dengan mempersiapkan bahan pertanyaan yang akan diajukan terlebih dahulu
namun disesuaikan dengan keadaan narasumber. Sedangkan wawancara tidak terstruktur
adalah peneliti cukup mempersiapkan tema dan fokus pembahasan dan wawancara dibuat
seperti dialog-dialog yang tidak lepas dari konsep tema penelitian. (Idrus, 2009: 104)
Dalam hal ini peneliti akan melakukan wawancara kepada pihak yang terkait
langsung dengan sumber data. Pada kasus ini peneliti akan mewawancarai ketua lembaga
tahfîzh serta mewawancarai berberapa instruktur, staff lembaga dan mahasisiwi. Kepada
ketua lembaga tahfîzh, staff lembaga dan para instruktur tahfizh di IIQ, peneliti ingin
mengetahui secara langsung pendapat beliau terkait program tahfizh yang telah dilakukan
sampai saat ini, bagaimana pengembangannya, bagaimana kurikulumnya, dan apa kendala
yang dirasa menjadi faktor penghambat. Selain itu peneliti akan melakukan wawancara
kepada mahsiswi terkait dengan metode yang mereka gunakan dalam menghafal dan
kesulitan yang mereka alami selama menghafal di IIQ selain itu peneliti ingin mengetahui
kendala atau kesulitannya dalam menjaga hafalan yang dimiliki.
3. Studi Dokumenter
Studi dokumenter merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan menghimpun
dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis, gambar maupun elektronik.
Dokumen yang dihimpun dipilih yang sesuaidengan fokus dan tema penelitian, dan yang
akan dilaporkan dalam penelitian adalah analisis dari dokumen-dokumen bukan
melaporkan dokumen tanpa analisis. (Sukmadinata, 2005: 222)
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu, dokumen dapat berupa
tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang, dokumen yang berbentuk
tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan, cerita, biografi dan peraturan
kebijakan. (Sugiyono, 2012: 82) Pengumpulan dokumen merupakan cara lain yang
diterapkan dalam mengumpulkan data penelitian yang bertujuan untuk menggali dan
memperdalam informasi tentang objek yang akan diteliti.
Untuk mendapatkan deskripsi dan pemahaman mendalam atau fokus
penelitian,dalam penelitian kualitatif peneliti mengumpulkan sejumlah dokumen seperti
sejumlah silabus, rencana pelaksanaan program, aturan-aturan yang dijalani program serta
berbagai dokumen terkait lainnya. Dokumen itu dianalisis untuk memperdalam dan
merinci hasil temuan penelitian. (Putra, 2012: 226) Berikut alasan kenapa menggunakan
dokumen: 1). dokumen dan record digunakan karena merupakan sumber stabil, kaya dan
mendorong. 2). Berguna sebagai bukti untuk suatu pengujian. 3). Berguna sesuai dengan
55 penelitian kualitatif karean sifatnya alamniah, sesuai dengan konteks lahir dan berada alam
konteks. (Meleong,2004: 161)
Dalam penelitian ini, peneliti akan mempelajari dokumen yang dimiliki oleh
lembaga tahfizh, dokumen kurikulum tahfizh, target tahfizh mahasiswi setiap semesternya,
data-data perolehan dan prestasi tahfizh mahasiswi, data-data mahasiswa bermasalah yang
tidak dapat menyelesaikan target hafalan pada satu semester dan juga mengambil
berberapa foto dokumentasi kegiatan tahfizh dan kegiatan penunjang tahfizh lainnya yang
diterapkan di IIQ Jakarta.
E. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya dalam
satu pola, kategori dan satuan uraian dasar. (Moleong, 2004: 103). Analisa data dilakukan
untuk menemukan makna dari setiap data, mencari hubungannya dengan yang lain dan
memberikan tafsirannya yang dapat diterima akal sehat, untuk itu data yang diperoleh
harus dikumpulkan dan dipilah pilih kemudian dikelompokkan sesuai dengan rincian
masalahnya dengan menggunakan proses berfikir rasional, kritik dan logis. (Sukmadinata,
2005: 226)
Pengolahan atau analisis data informasi dialkuakn untuk menemukan makna setiap
dta, hubungannya antara satu dengan yang lain dan memberikan tafsirannya yang dapat
diterima akal sehat. Untuk itu data atau informasi yang telah dikumpulkan dipilah-pilih dan
kemudian dikelompokkan sesuai dengan rincian masalahnya masing-masing, kemudian
dihubungkan anatra satu dengan yang lain dan diandingkan, dengan menggunakan proses
berfikir rasioanl, analitik dan logis. (Nawawi, 1994: 190)
Teknik analisis data pada penelitian evaluasi dengan menggunakan pendekatan
kualitatif adalah prosedur evaluasi yang menghasilkan data deskriptif berupa narasi kata-
kata tertulis atau lisan dari fakta-fakta yang ditanyakan atau diamati. Pendekatan ini
diarahkan untuk mendeskripsikan data secara holistik, pendekatan kualitatif dilakukan
dengan mengamati orang-orang dalam lingkungan, berinteraksi dengan mereka, berupaya
memahami budaya dan pemahaman mereka terhadap lingkungannya.
Analisis data pada penelitian kualitatif dimulai dari fakta empiris, peneliti terjun ke
lapangan, mempelajari, menganalisis, menafsirkan, dan menarik kesimpulan dari
fenomena yang ada di lapangan. Analisis data dilakukan bersamaan dengan pengumpulan
data. Dengan demikian, temuan penelitian di lapangan yang kemudian dibentuk ke dalam
bangunan teori. (Margono, 2013: 41)
Menurut Ericson yang dikutip dari Tayibnapis, ia mengatakan “analisis pada data
kualitatif yaitu mengambil catatan tentang kejadian penting dari lapangan,
menghubungkan dengan kejadian lain, fenomena, teori dan menuliskannya sehingga orang
lain dapat melihat secara umum, dan universal.” (Tayibnapis, 2000: 123)
Teknik yang banyak digunakan untuk menghasilkan data dari penelitian yang
bersifat kualitatif terdiri dari hasil wawancara tertulis, tentang jawaban responden atau
rekaman wawancara, hasil observasi berupa catatan pengamatan, foto, rekaman vidio,
gambar. Data dianalisis dengan menghubungkan antara gejala, peristiwa dengan gejala
yang lain. Hasil pengolahan berupa gambaran tentang hubungan-hubungan tersebut
menjadi satu kesatuan yang utuh. Teknik yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara
dan studi dokumenter di lapangan dicatat dalam catatn lapangan yang terdiri dari bagian
deskriptif dan reflektif, deskreptif adalah data alami yaitu catatan tentang apa yang dilihat,
didengar, dialami, disaksikan sendiri oleh peneliti tanpa adanya pendapat dan tafsiran dari
56 peneliti tentang fenomena yang dijumpai. Sedangkan catatn reflektif adalah catatan yang
berisi kesan, komentar pendapat dan tafsiran peneliti tentang fenomena yang dijumpai.
Menurut Sudjana ada tiga kegiatan yang terkait dengan analisis data kualitatif,
yaitu reduksi data, display data, dan verifikasi atau pengambilan kesimpulan (Sudjana,
2001: 215). Lebih jelasnya dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Reduksi Data
Merupakan kegiatan menelaah kembali seluruh catatan yang diperoleh melalui
teknik observasi, wawancara dan sebagainya. Reduksi data adalah kegiatan mengabstraksi
atau merangkum data dalam satu lapran evaluasi yang sistematis dan difokuskan pada hal-
hal yang inti, setelah direduksi data akan memberikan gambaran yang lebih tajam
mengenai hasil observasi dan dapat memudahkan peneliti dalam mencari data yang masih
diperlukan. Dalam evaluasi program, data awal dan data akhir hasil observasi dan
wawancara didiskusikan bersama sumber data (pengelola, atau peserta program) sehingga
data dapat dipilih dari bagian menjadi susunan yang berurutan dan sistematis. (Sudjana,
2001: 215)
Reduksi atau mengurangi data merupakan proses memilih memilah data, dimana
dalam proses inin hanya data yang didukung bukti fisik dan fenomena saja yang diproses
sampai tahap akhir pengambil keputusan. Proses ini dimulai dengan menelaah seluruh
data, mengkaji seluruh data, setelah itu membuat rangkuman dari informasi yang didapat,
setelah itu menyederhanakan, memfokuskan dan mentransfer dari data kasar ke catatan
lapangan. Kegiatan ini harus dilakukan kontiniu sehingga peneliti perlu sering memeriksa
dengan cermat hasil catatan yang diperoleh. (Sukardi, 2014: 129)
Pada proses reduksi data, hanya data atau temuan yang berkenaan dengan
komponen evaluasi pengembangan program tahfizh IIQ Jakarta. Dengan kata lain reduksi
data pada penelitian ini merupakan analisis yang menajamkan, menggolongkan,
mengarahkan, dan membuang yang tidak penting dan tidak terkait dengan program tahfizh
sehingga memudahlan penarikan kesimpulan. Mereduksi data merupakan kegiatan
merangkum, memilih hal-hal yang pokok berfokus pada hal-hal yang penting dan
membuang hal yang tidak dibutuhkan dalam penelitian, dengan demikian data yang telah
direduksi akan memberikan gambaran yang jelas dan memudahkan peneliti
mengumpulkan data selanjutnya.
2. Display Data
Display data yaitu merangkum hal-hal pokok dan kemudian disusun dalam bentuk
deskripsi yang naratif dan sistematik sehingga dapat memudahkan untuk mencari tema
utama sesuai dengan fokus penelitian. Display data atau sajian data merupakan proses atau
pemberian informasi yang sudah disusun untuk menarik kesimpulan dan pengembilan
tindakan. Kegiatan ini memudahkan peneliti untuk melihat gambaran unsur-unsur yang
dievaluasi secara menyeluruh. Display data disajikan dalam berbagai tampilan seperti
matrik, grafik, gambar, foto. Display data juga dapat dibuat berupa tulisan atau kata-kata,
dengan tujuan agar data yang disajikan mudah dimengerti dan dapat menggambarkan
keadaan yang terjadi.
Pada tahap ini peneliti berusaha menyusun data yang relevan sehingga menjadi
informasi yang dapat disimpulkan dan memiliki makna dengan cara menampilkan dan
membuat hubungan antarvariabel agar para evaluator atau peneliti lain yang membaca
hasil penelitian mengerti hal yang terjadi dan hal kyang perlu ditindaklanjuti.pada proses
ini peneliti dapat menampilkan data dalam bentuk uraian atau gambar alur yang mudah
dipahami baik oleh evaluator maupun para pembaca. (Sukardi, 2014: 130)
57
Dengan adanya penyajian data, maka peneliti dapat memahami apa yang sedang
terjadi dalam penelitian, dan apa yang akan dilakukan peneliti dalam mengantisipasinya.
3. Verifikasi atau Pengambilan Kesimpulan
Verifikasi data yaitu melakukan pencarian makna dari data yang dikumpulkan
secara lebih teliti. “verifikasi data dilakukan untuk memilih data yang terpenting, dan tidak
penting, kemudian data yang diperlukan digabungkan, dimaknai, dan ditafsirkan sesuai
dengan tujuan penelitian.” (Miranti, Pipit & Hampu, 2015: 27). Penarikan kesimpulan
dilakukan selama proses penelitian berlangsung, setelah data yang terkumpul cukup
memadai maka selanjutnya ditarik kesimpulan semantara, dan setelah data yang
dibutuhkan benar-benar lengkap maka ditarik kesimpulan akhir.
Verifikasi data merupakan pemeriksaan secara cermat untuk menentukan
fenomena yang muncul dan didukung oleh fenomena dari responden di lapangan. Hasil
dari proses ini adalah memaknai hal yang semula berupa sekelompok data, kemudian
evaluator menentukan kaitan data satu dengan lainnya serta mempunyai arti. Pada langkah
ini evaluator sebaiknya masih tetap menerima sukan data dari tim evaluator lainnya
disamping tetap menuju arah kesimpulan yang sifatnya terbuka. (Sukardi, 2014: 130).
Penarikan kesimpulan dialkukan selama proses penelitian berlangsung, setelah data yang
dikumpulkan cukup memadai maka selanjutnya ditarik kesimpulan sementara dan setelah
data yang dibutuhkan benar-benar lengkap maka ditarik kesimpulan akhir. Data wala
berwujud kata-kata, tulisan, dan tingkah laku personel yang didapat melalui observasi,
wawancara dan studi dokumenter, kemudian diproses agar menjadi data siap untuk
disajikan dan kemudian dibuat kesimpulan hasil penelitian.
Berikut ini digambarkan siklus yang digunakan dalam menganalisis data evaluasi
pengembangan program tahfizh di IIQ Jakarta:
(Gambar 2. Siklus analisis data penelitian)
Dari gambar diatas dapat dijelaskan bahwa proses pengumpulan data kualitatif
diperlukan langkah-langkah diatas, display data akan membantsu peneliti menjelaskan
objek penelitian yaitu mengenai evaluasi yang dilakukan IIQ untuk pengembangan
program tahfizh, selain itu reduksi data ditunjukkan untuk menyaring dan memilih data
Pengumpulan
data
Display data
Reduksi data Pengambilan
kesimpulan/
verifikasi
58 yang diperlukan, menyusun dalam suatu urutan yang rasional, yaitu memilih data yang
hanya berkaitan dengan program tahfizh saja dan mengaitkannya dengan aspek-aspek
terkait serta hasilnya berupa kesimpulan atau verifikasi tentang data-data yang berkaitan
dengan evaluasi pengembangan tahfizh yang diterapkan di IIQ, bagaimana proses itu
dilakukan dan hasil yang diperoleh. Analisis data tidak hanya dilakukan setelah
pengumpulan data selesai, melainkan dilakukan mulai dari penetapan masalah,
pengumpulan data, penelaahan dan verifikasi data. Hal ini dilakukan agar proses analisis
data dapat menghasilkan data yang valid dan sesuai keadaan.
59
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Sejarah Singkat Berdirinya IIQ Jakarta
Institut Ilmu Al-Quran merupakan sebuah instansi swasta di indonesia pada tingkat
satuan pendidikan S1 yang secara khusus mendidik kaum perempuan dan konsen dalam
bidang ilmu-ilmu Al-Quran, Ilmu Syariah, Ilmu Ushuluddin dan Ilmu Tarbiyah, khususnya
dalam dalam pendalaman dan pengembangan ilmu tahfizh, nagham, tafsir, rasm, dan
qiraat Al-Quran. Inilah dimensi keunggulan IIQ ditengah beragamnya perguruan tinggi
keagamaan islam di negri ini.
Keberadaan Institut ilmu Al-Quran (IIQ) Jakarta tidak dapat dilepaskan dari sosok
seorang ulama kharismatik dan akademisi yang aktif yaitu Prof. K.H. Ibrahim Husen,
LML. Beliaulah yang mengawali lahirnya Institut ilmu Al-Quran (IIQ) Jakarta khusus
untuk perempuan, Beberapa tahun sebelumnya Prof.KH.Ibrahim Hosen juga memprakarsai
berdirinya Perguruan Tinggi Ilmu Al-Quran (PTIQ) khusus laki-laki melalui Yayasan Ihya'
Ulumuddin bersama-sama almarhum Menteri Agama K.H. Muchammad Dahlan, dan
almarhum K. H. A. Zaini Miftah.
Institut Ilmu Al-Quran (IIQ) Jakarta didirikan pada hari Jum'at, tanggal 12 Rabî al-
Awwal 1397 Hijriyah bertepatan dengan tanggal 1 April 1977 di bawah naungan Yayasan
Affan yang diketuai oleh H. Sulaiman Affan. Kemudian sejak tahun 1983 IIQ Jakarta
diselenggarakan oleh yayasan IIQ yang diketuai oleh Hj. Herwini Joesoef hingga sekarang.
(T.Yanggo, 2014: 1)
Pada dasarnya faktor utama yang mendorong lahirnya Institut Ilmu Al-Quran (IIQ)
Jakarta, selain karena keprihatinan terhadap kondisi umat Islam, terutama di Indonesia,
yang semakin jauh dari nilai-nilai ajaran Al-Quran,sebagaimana gambaran di atas
adalahkarena ada beberapa faktor lainnya, di antaranya:
1. Adanya desakan dari Menteri Agama pada waktu itu yaitu Prof. Dr. H. A. Mukti Ali,
MA. Sehubungan dengan adanya permintaan dari Daerah Istimewa Aceh untuk
mendirikan Perguruan Tinggi Ilmu Al-Quran khusus wanita.
2. Umat Islam di Indonesia adalah merupakan mayoritas, akan tetapi karena sebagian
besar masih dalam kondisi awam, belum memahami ajaran agamanya secara tepat,
utuh dan benar maka mereka tidak banyak berperan dalam percaturan hidup dan
kehidupan ini. Kondisi semacam ini harus segera ditata dan dibenahi, antara lain
melalui strategi pendidikan.
3. Merespon keinginan dan anjuran Presiden RI (Soeharto) pada waktu itu,
mengharapkan agar Al-Quran tidak hanya dimusabaqahkan bacaannya saja, akan
tetapi hendaknya juga dipelajari dan digali ilmu dan kandungannya serta diamalkan
untuk disumbangkan kepada kepentingan pembangunan nasional. Hal itu disampaikan
pada pembukaan MTQ Nasional ke III di Banjarmasin. (Suratmaputra, 2008: 32)
Demikianlah beberapa hal yang melatar-belakangi berdirinya Institut Ilmu Al
Qur'an (IIQ) Jakarta, satu-satunya perguruan tinggi khusus wanita yang ada di Indonesia
ini, bahkan menurut penjelasan Rektor Prof. K. H. Ibrahim Hosen, LML: "IIQ merupakan
perguruan tinggi khusus wanita yang baru satu-satunya ada di dunia islam bahkan di
negara-negara Islam Timur Tengah baik di Mesir, Saudi, Iraq dan lain-lain belum
ditemukan suatu lembaga pendidikan tinggi khusus wanita yang mengadakan pendalaman
dan pengembangan ilmu-ilmu Al-Quran sebagaimana IIQ ini."
59
60
IIQ Jakarta sebagai perguruan Tinggi ke-quranan,bukan berarti mata kuliah yang
diajarkan hanya masalah Al-Quran saja,melainkan ilmu-ilmu keagamaan lain sesuai
dengan bidang konsentrasi yang diikuti. Ilmu-ilmu ke-quranan menjadi matakuliah
kekhususan IIQ yang diberikan kepada seluruh mahasiswa. Adapun ilmu-ilmu ke-quranan
yang dimaksud adalah: Tahfizh Al-Quran, Nagham Al-Quran, Qirâ’at Al-Quran,
Tajwid/Tahsin Al-Quran, Ulûm Al-Quran (Rasm Al-Quran),barangkali adanya ilmu-ilmu
inilah yang menjadikan IIQ Jakarta ini berbeda dengan perguruan tinggi Islamlainnya.
Adapun visi, misi dan tujuan IIQ VISI “Menjadikan Institut Ilmu Al Quran
Jakarta sebagai pusat studi Al Quran dan Hadis yang mampu merespon perkembangan
zaman”. MISI “membentuk ulama/sarjana muslim, terutama wanita, yang hafal Al Quran,
memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional dalam bidang ilmu agama Islam,
khususnya ilmu-ilmu Al Quran, serta mempunyai wawasan yang luas dan berakhlak
mulia.”sedangkan TUJUAN “Menghasilkan ulama / sarjana muslim S1 dan S2 terutama
wanita dalam bidang Ulumul Quran dan Ulumul Hadis, yang memiliki keahlian dalam
mengungkapkan pemikiran baik dalam bentuk lisan maupun tulisan secara sistematis,
kritis, dan logis sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah.”
Adapun pesantren takhassus juga memiliki visi, misi dan tujuan VISI “Menjadi
Pesantren Mahasiswi yang Qur‟ani” MISI “Menciptakan lingkungan pesantren yang
nyaman dan kondusif untuk menghafal Al-Quran. Menyelenggarakan pendidikan yang
berorientasi pada pembinaan akhlakul karimah dan pembentukan kepribadian yang disiplin
dan bertanggungjawab, Menyelenggarakan program kajian keilmuan khususnya ilmu-ilmu
Al-Quran dalam rangka pengembangan pola pikir kritis”
Sebagaimana layaknya perguruan tinggi yang lain IIQ mencanagkan target ilmiah
yang ingin dicapai antara lain mencetak sarjana perempuan yang hafal Al-Quran,
menguasai bahasa Arab, mendalami ilmu-ilmu Al-Quran dan mendalami isi
kandungannya, untuk itu kurikulum IIQ disusun sesuai dengan komposisi yang pada
prinsipnya kurikulum yang dipakai berada di atas kurikulum perguruan tinggi islam yang
lain (baik Negeri maupun swasta), dapat dikatakan bahwa kurikulum IIQ adalah kurikulum
UIN plus, yaitu kurikulum kekhususan IIQ ditambah dengan kurikulum UIN sesuai
denagn fakultas dan prodinya. Hal ini dimaksudkan agar alumni IIQ mempunyai nilai plus
yaitu plus pada ilmu-ilmu ke Al-Quranannya. (Suratmaputra, 2007: 56)
Program pendidikan yang diselenggarakan oleh IIQ merupakan perpaduan antara
sistem perguruan tinggi tingkat institut dan sistem pesantren. Kaitannya dengan sistem
pesantren IIQ menyelenggarakan program studi dalam bentuk pengajian kitab kuning di
pesantren Takhassus IIQ yang wajib diikuti oleh seluruh mahasiswa dari setiap prodi dan
fakultas. Hal ini dimaksudkan agar mahasiswa mempunyai kemampuan pendalaman
cabang-cabang keislaman dari buku-buku klasik yang berbahasa Arab. Dengan demikian
diharapkan kelak mereka menjadi sarjana islam yang handal dengan bobot ilmiahnya yang
tinggi.
Institut Ilmu Al-Quran (IIQ) Jakarta memfasilitasi mahasiswanya tinggal di
pesantren takhassus yang beralamat di Jl. M.Thaha Pamulang Timur No 70 Tangerang
Selatan, Propinsi Banten. Pesantren Takhassus IIQ Jakarta yang berdiri di atas tanah seluas
kurang lebih 1,5 ha wakaf dari kel. Alm Bapak H. Yusuf Abdillah tersebut terdiri dari tiga
bangunan asrama (yaitu: Asrama Hj. Herwini Yoesoef, Asrama DKI Jakarta, dan asrama
Hj.Halimah) satu rusunawa yang terdiri dari empat lantai, bantuan MENPERA, dan
Masjid. Pesantren Takhassus ini dipimpin oleh seorang pengasuh, adapun dalam
pelaksanaan kegiatan, pengurusan, dan pengawasan dibawah koordinasi seorang Direktris
dan Pengurus Pesantren.
61
Keberadaan pesantren takhassus ini menjadi pendukung utama kegiatan
perkuliahan, beberapa kegiatan diselenggarakan di pesantren. Di antaranya: tahfizh Al-
Quran setiap hari, tahsin Al-Quran dua pekan sekali, pengajian kitab kuning, setiap hari
secara bergantian, lembaga bahasa (LBI) dan kegiatan-kegiatan kemahasiswaan lainnya
yang diselenggarakan oleh BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) IIQ Jakarta. (Suratmaputra,
2007: 65)
Terdapat berberapa lembaga yang mendukung tujuan didirikannya IIQ lembaga
tersebut adalah:
1. Lembaga tahfizh dan qirâ’at Al-Quran (LTQQ) yaitu: lembaga-lembaga yang
bertanggung jawab menyelenggarakan pelayanan administrasi, pembinaan,
pembibitan dan pengkaderan yang berkaitan dengan Tahfizh dan qirâ’at Al-Quran
2. Lembaga Penelitian dan bertanggung jawab Pengkajian Ilmiah (LPPI) yaitu: lembaga
yang dan berkewajiban menyelenggarakan program penelitian dan pengkajian ilmu-
ilmu leislaman khususnya dalam bidang Ulûmul Qur‟an dan Hadis
3. Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat (LPKM)
adalah:lembaga yang dan berkewajiban menyelenggarakan program pengabdian dan
masyarakat sebagai salah satu lembaga yang dan berkewajiban menyelenggarakan
program
4. Lembaga Bahasa (LBI) adalah lembaga yang dan berkewajiban menyelenggarakan
pembinaan bahasa Arab, bahasa Inggris,dan bahasa Indonesia di lingkungan Institut
Ilmu Al-Quran
5. Pusat Studi Wanita (PSW) adalah lembaga yang bertanggung jawab dan berkewajiban
menyelenggarakan program pengkajian di bidang perempuan dalam pengurusutamaan
gender yang berspektif Al-Quran dan Hadis secara internal dan eksternal
6. Lembaga Khat dan Tilâwah Al-Quran (LKTQ)
Adalah: lembaga yang bertanggung jawab dan berkewajiban menyelenggarakan
pelayanan administrasi, pembinaan, pembibitan dan pengkaderan yang berkaitan
dengan program Khat dan Tilâwah
7. Lembaga Tafsir dan Karya Ilmiah Al-Quran (LTKI) Adalah: lembaga yang
bertanggung jawab menyelenggarakanpembinaan, pembibitan dan pengkaderan yang
berkaitan dengan tafsir tiga bahasa (yaitu: Bahasa Arab,Bahasa Inggris, dan Bahasa
Indonesia) dan penulisan Karya Ilmiah. (T.Yanggo, 2014: 76)
Tujuh lembaga tersebut merupakan lembaga pendukung perguruan yang
melakukan kegiatan pembinaan mahasiswa. Adapun dalam melaksanakan kegiatan tidak
selalu di kampus, bahkan lebih sering dilakukan di Pesantren Takhussus IIQ. Selain itu ada
juga Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) yaitu organisasi kemahasiswaan yang memiliki
program kegiatan guna mendukung kegiatan-kegiatan akademik dan non akademik.
B. Program Tahfizh Al-Quran di Institut Ilmu Al-Quran
Program Tahfizh IIQ Jakarta di bawah naungan oleh lembaga LTQQ (Lembaga
tahfiz dan Qirâ‟at Al-Quran). LTQQ merupakan lembaga yang bertanggung jawab
menyelenggarakan pelayanan administrasi, pembinaan, pembibitan dan pengkaderan yang
berkaitan dengan tahfizh dan qirâ’at Al-Quran. Tahfizh Al-Quran yang ada di IIQ Jakarta
merupakan kegiatan menghafal Al-Quran secara bertahap yang di bimbing oleh instruktur
sesuai dengan program yang ditentukan. Sedangkan qirâ’at Al-Quran kegiatan yang
membahas tentang tatacara pengucapan lafazh-lafazh dalam Al-Quran baik dari segi teori
maupun praktek dengan menisbatkan setiap bacaannya kepada Imam qirâ‟at. (T.Yanggo,
2014: 16).
62
LTQQ (Lembaga Tahfizh dan Qiraat Al-Quran) adalah lembaga yang bertanggung
jawab menyelenggarakan pelayanan administrasi, pembinaan, pembibitan dan pengkaderan
yang berkaitan dengan Tahfizh dan qira‟at Al-Quran.
Sejak dibentuk hingga saat ini, lembaga tahfizh mengalami perubahan nama
beberapa kali, yaitu:
1. LTTQ (Lembaga Tahfizh dan Tilawah Al-Quran) 1977-1995
2. LHQ (Lembaga Hifzh Al-Quran)1995-1997
3. LHTQ (Lembaga Hifzh dan Tafsir Al-Quran)1997-1999
4. LHTQQ (Lembaga Hifzh, Tafsir dan Qiraat Al-Quran)1999-2008
5. LTQQ (Lembaga Tahfizh dan Qiraat Al-Quran)2008-2011
6. LTTQ (Lembaga Tahfizh, Tafsir dan Qiraat Al-Quran) 2011-2014
7. LTQQ (Lembaga Tahfizh dan Qiraat Al-Quran) 2014-sekarang
Tahfizh Al-Quran di IIQ Jakarta termasuk mata kuliah kekhususan wajib yang
berada di tataran paling puncak. Seluruh mahasiswa IIQ dalam lintas fakultas dan prodi
diwajibkan mengikutinya karena mata kuliah Tahfizh ini merupakan persyaratan mengikuti
ujian akhir semester (UAS), begitu juga terkait kesarjanaan mahasiswa diwajibkan
menyelesaikan Tahfizh Al-Quran terlebih dahulu dan dinyatakan lulus oleh Lembaga
Tahfizh baru kemudian bisa melaksanakan ujian munaqosah skripsi.Program Tahfizh di
Institut Ilmu Al-Quran (IIQ) Jakarta memasuki era baru, hal ini berkaitan dengan ketentuan
pemerintah dalam kurikulum perguruan tinggi berbasis KKNI atau kerangka kualifikasi
Nasional Indonesia. Dalam surat edarannya pemerintah mewajibkan mahasisiwi perguruan
tinggi islam untuk menghafal Al-Quran dengan capaian minimal juz 30.
Mengacu pada hal tersebut, para dewan lembaga tahfizh dan qiraat Al-Quran
(LTQQ) IIQ Jakarta menetapkan program baru bagi mahasiswi,yakni menambahkan juz 30
dalam program tahfizh yang sudah ditetapkan. Jadi jika mahasiswi mengambil program
Tahfizh 5 juz maka mahasisiwi tersebut berkewajiban menambah setoran juz 30, begitu
pula dengan program tahfizh yang lain 10, 20 dan 30 juz. Program ini merupakan syarat
mutlak untuk kelulusan mahasisiwi nantinya, mahasisiwi diperbolehkan menyicil hafalan
juz 30 hingga semester delapan.
Pada awal berdirinya IIQ tahun 1977 hingga tahun akademik 2001-2002, IIQ
mewajibkan mahasiswa fakultas syariah dan ushuluddin untuk mengikuti program Tahfizh
30 juz, sedangkan fakultas tarbiyah yang diresmikan pada 1991 sampai tahun akademik
2001-2002 diwajibkan mengikuti tahfizh terbatas dari juz 1-4 selebihnya adalah sunnah.
Dengan demikian tetapada kesempatan bagi mahasisiwi Fakultas Tarbiyah yang berminat
untuk mengikuti program tahfizh 30 juz. Kurikulum/ silabus tahfizh ketika itu dibagi dalam
berberapa marhalah sebagai berikut:
1. Fakultas Syariah dan Ushuludiin
a. Marhalah 1
Semster I : Juz 1- Juz 4
Semester II : Juz 5-Juz 8
b. Marhalah II
Semester III : Juz 9-Juz 12
Semester IV : Juz 13-Juz 16
c. Marhalah III
Semester V : Juz 17-Juz 20
Semeter VI : Juz 21-Juz 24
Marhalah IV
Semester VII : Juz 25-Juz 27
63
Semester VIII : Juz 28-Juz 30
2. Fakultas Tarbiyah
a. Marhalah I
Semester 1 : Juz 1 dari halaman 1-halaman 10
Semester II : Juz 1 dari halam 11- halaman 20
b. Marhalah II
Semester III : Juz 2 dari halaman 1-halaman 10
Semester IV : Juz 2 dari halaman 11-halaman 20
c. Marhalah III
Semester V : Juz 3 dari halaman 1-halaman 10
Semester VI : Juz 3 dari halaman 11-halaman 20
d. Marhalah IV
Semester VII : Juz 4 dari halaman 1-halaman 10
Semester VIII : Juz 4 dari halaman 11-halaman 20
Mulai tahun akademik 2002-2003 silabus program Tahfizh Al-Quran untuk semua
fakultas dan jurusan terdiri dari 4 program, yaitu 5 juz, 10 juz, 20 juz dan 30 juz.
Kurikulum Tahfizh Al-Quran di IIQ Jakarta terdiri dari tahfizh, takrir, dan komprehensif
(ujian keseluruhan) materi juz yang telah dihafal, berikut silabus program tahfizh:
1. Program 5 juz
Semester I : Juz 1
Semester II : Juz 2
Semester III : Pemantapan Juz 1-2 (takrir)
Semester IV : Juz 3
Semester V : Juz 4
Semester VI : Pemantapan Juz 3-4
Semester VII : Juz 5
Semester VIII : Pemantapan Juz 1-5 (komprehensif)
2. Program 10 Juz
Semester I : Juz 1-2
Semester II : Juz 3-4
Semester III : pemantapan Juz 1-4 (takrir)
Semester IV : Juz 5-6
Semester V : Juz 7-8
Semester VI : Pemantapan Juz 1-8 (takrir)
Semester VII : Juz 9-10
Semester VIII : Pemantapan Juz 1-10 (komprehensif)
3. Program 20 juz
Semester I : Juz 1-4
Semester II : Juz 5- 8
Semester III : Pemantapan Juz 1-8 (takrir)
Semester IV : Juz 9-12
Semester V : Juz 13-16
Semester VI : Pemantapan Juz 1-16 (takrir)
Semester VII : Juz 17 -20
Semester VIII : Pemantapan Juz 1-20 (komprehensif)
4. Program 30 juz
Semester I : Juz 1-5
Semester II : Juz 6-10
64
Semester II I : Pemantapan Juz 1-10 (takrir)
Semester IV : juz 11-15
Semester V : juz 16-20
Semester VI : Pemantapan juz 1- 20 (takrir)
Semester VII : Juz 21- 25
Semester VIII : Juz 26 -30 dan Pemantapan Juz 1- 30 (komprehensif)
Pada tahun 2015 ada perubahan silabus tahfizh Al-Quran dimana khusus angkatan
2015 dan seterusnya akan diberlakukan untuk setiap semester ada penambahan materi juz
yaitu juz 30. Juz 30 merupakan hafalan wajib yang harus diselesaikan sebagai syarat
kelulusan, hafalan juz 30 ini dapat dicicil storannya mulai semester awal hingga semester
akhir. Berikut silabusnya:
1. Program 5 juz
Semester I : Juz 1
Semester II : Juz 2
Semester III : Pemantapan Juz 1-2 (takrir)
Semester IV : Juz 3
Semester V : Juz 4
Semester VI : Pemantapan Juz 1-4
Semester VII : Juz 5
Semester VIII : Pemantapan Juz 30 dan juz 1-5 (komprehensif)
2. Program 10 Juz
Semester I : Juz 1-2
Semester II : Juz 3-4
Semester III : pemantapan Juz 1-4 (takrir)
Semester IV : Juz 5-6
Semester V : Juz 7-8
Semester VI : Pemantapan Juz 1-8 (takrir)
Semester VII : Juz 9-10
Semester VIII : Pemantapan Juz 30 dan juz 1-10 (komprehensif)
3. Program 20 juz
Semester I : Juz 1-4
Semester II : Juz 5- 8
Semester III : Pemantapan Juz 1-8 (takrir)
Semester IV : Juz 9-12
Semester V : Juz 13-16
Semester VI : Pemantapan Juz 1-16 (takrir)
Semester VII : Juz 17 -20
Semester VIII : Pemantapan Juz 30 dan juz 1-20 (komprehensif)
4. Program 30 juz
Semester I : Juz 1-5
Semester II : Juz 6-10
Semester II I : Pemantapan Juz 1-10 (takrir)
Semester IV : juz 11-15
Semester V : juz 16-20
Semester VI : Pemantapan juz 1- 20 (takrir)
Semester VII : Juz 21- 25
Semester VIII : Juz 26 -30 dan Pemantapan Juz 1- 30 (komprehensif)
65
Gambaran secara utuh mengenai sistem pembinaan tahfizh di IIQ sejak awal
berdiri sampai saat ini dapat diklasifikasikan menjadi empat kategori generasi berdasarkan
sistem dan aturan yang diterapkan, sebagai berikut:
1. Periode pertama : tahun 1977-1980 sebelum menghafal mahasisiwi diharuskan
puasa 40 hari metode ini bersumber dari seorang ulama besar ahli Al-Quran Al-
hafîzh KH. A. Zaini Miftah imam masjid istiqlal saat itu. Puasa 40 hari adalah
proses yang dilakukan para sufi untuk mendekatkan kepada Allah dan menghafal
Al-Quran. Setelah mahasisiwi melakasanakan puasa 40 hari diadakan selamatan
ketupat sebagai ungkapan rasa syukur terlewatinya proses yang sangat panjang.
Jadwal tahfizh pada saat itu 5 kali dalam seminggu yaitu, hari (senin, rabu dan
sabtu) untuk setoran hafalan dan hari (selasa dan kamis) mengulang hafalan yang
telah dihafal, waktunya sore hari mulai pukul 16.00-18.00 wib. Faktor pendukung
kesuksesan generasi pertama adalah fasilitas yang bebas biaya, bahkan setiap
bulan mahasisiwi mendapatkan uang saku serta faktor aturan yang sangat ketat dan
disiplin juga menjadi pendukung kesuskesan, selain itu mahasiswi hanya
diperbolehkan keluar asrama maksimal 2 kali dalam satu bulan.
2. Periode kedua: periode ini pada tahun 1981-1985, berbeda dengan periode
sebelumnya pada periode ini mahasisiwi tidak diwajibkan puasa 40 hari, pada
periode ini mahasisiwi hanya diwajibkan menghafal 4 surah yaitu, surah As-
sajadah, Yasin, Ad-dukhan dan Al-mulk, keempat surah ini dianjurkan untuk
dibaca dalam shalat sunnah 4 rakaat setiap malam jumat dengan dua kali salam.
Setelah shalat membaca doa tertentu agar mendapat kemudahan dalam proses
menghafal Al-Quran. Jadwal tahfizh pada periode ini sama dengan pada periode
pertama hanya berbeda hari yang sebelumnya sabtu diganti menjadi jumat.
3. Periode ketiga: periode ini pada tahun 1986-1991 sistemnya hampir sama dengan
periode kedua hanya saja hari tahfizh yang sebelumnya 5 kali dalam seminggu,
pada periode ini menjadi 3 kali dalam seminggu, yaitu hari senin, rabu dan jumat.
4. Periode keempat: periode ini pada tahun 1991-2001/2002 pada periode ini berbeda
dengan periode sebelumnya yang diharuskan berpuasa 40 hari (periode pertama)
dan menghafal 4 surah tertentu (periode kedua dan ketiga), pada periode ini tidak
lagi dianjurkan melakukan kedua hal tersebut mahasiswi bisa langsung menghafal
dimulai dari surah Al-fatihah dan seterusnya. Jadwal tahfidz pada periode ini
fakultas syariah dan ushuluddin 3 kali dalam seminggu yaitu senin, rabu dan jumat
yang dilaksanakan di pesantren takhassus pada pukul 16.00-18.00. Sedangkan
pada fakultas tarbiyah 2 kali dalam seminggu, yaitu selasa dan kamis yang
bertempat di kampus IIQ Jakarta pada pukul 13.00-14.30, sementara bagi
mahasisiwi yang belum fashih bacaannya diadakan pembinaan secara khusus.
5. Periode kelima: sebutan ini berlaku pada mahsisiwi pada tahun 2002/2003 sampai
sekarang, sisitem pembinaanya sama dengan periode keempat hanya saja hari
tahfizh untuk semua fakultas disamakan yaitu hari senin, rabu dan jumat.
Perbedaanya, fakultas ushuluddin dan syariah dilaksanakan di pesantren takhassus
pada pukul 16.00-18.0. untuk fakultas tarbiyah dilaksanakan di kampus IIQ Jakarta
pada pukul 10.30-12.30, dan pada periode ini program tahfidz 30 juz dikembalikan
bagi semua fakultas dan prodi.
Kiprah IIQ dalam pembinaan tahfizh selain adanya pembinaan tahfizh wajib yaitu
hari senin, rabu dan jumat juga ada pembinaan Tahfizh ekstra kurikuler /tahfizh sunnah
yang dilaksanakan di pesantren takhassus IIQ Jakarta setiap hari selasa, kamis, dan sabtu
sesudah shalat shubuh. Penentuan hari-hari tersebut dimaksudkan agar mahasiswa terbantu
66 dalam menyetorkan hafalannya dan mengulang hafalannya. Selain itu, pada setiap bulan
Ramadhan sejak tahun 2001 diadakan tahfizh intensif yang dilaksanakan di pesantren
takhassus setiap bada subuh sampai pukul 08.00 pagi untuk semua fakultas.
Tahfizh Al-Quran di Institut Ilmu Al-Quran memerlukan pembinaan khusus yang
intensif. Untuk itu, agar program ini berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan maka IIQ
membentuk lembaga khusus yang diberi tugas menangani dan mensukseskan program
Tahfizh. Lembaga ini dipimpin oleh seorang ketua, sekretaris dan staff yang bertanggung
jawab kepada rektor. Lembaga inilah yang merekrut instruktur Tahfizh yang bertugas
melakukan pembinaan kepada mahasisiwi dalam bidang Tahfizh, yang jumlahnya
disesuaikan dengan jumlah mahasisiwi dengan rasio 1:15. Instruktur Tahfizh bertugas
melakukan pembinaan melalui penyimaan hafalan, takrir (pemantapan hafalan dengan cara
mengualangi hafalan yang telah disetorkan), mentashih (meluruskan) bacaan mahasisiwi
dari segi tajwid, membetulakan bacaan yang salah, memberikan pengarahan, memberikan
motivasi, dan petunjuk-petunjuk yang diperlukan mahasisiwi. (Suratmaputra, 2007: 91)
Rekrutmen instruktur Tahfizh di IIQ cukup ketat dan kompetitif. Selain harus hafal
Al-Quran 30 Juz sebagai syarat utama, calon instruktur harus mempunyai kualitas bacaan
yang bagus dan pernah meraih kejuaraan pada MTQ atau STQ, untuk itu dalam rangka
kaderisasi mahasisiwi semester atas yang belum menyelesaikan kuliah tetapi telah
mnyelesaikan hafalan Al-Quran diberi kepercayaan untuk menjadi asisten instruktur.
Setelah melalui proses tertentu selanjutnya asisten tersebut dapat menjadi instruktur
Tahfizh.
Adapun ujian dalam pelaksanaan Tahfizh meliputi :
1. Ujian Tahfizh: Ujian ini dilaksanakan setelah mahasiswa menyelesaikan materi
juz yang dihafal dalam tiap satu semester sesuai marhalah masing-masing.
Penguji Tahfizh terdiri dari dua instruktur. Penguji pertama adalah instruktur
yang mengampu mahasiswa tersebut, dan kaliini mahasiswa harus membaca
seluruh materi yang dihafal pada semester itu, adapun penguji ke dua adalah dari
instruktur lain, yang menguji dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang
diambil dari materi yang sudah dihafal/disetorkan. Hal ini dilakukan supaya
mahasiswa lebih mantap hafalannya dan menguasai materi hafalan maupun
bacaan. Jarak antara ujian pertama ke ujian kedua maksimal satu minggu, jika
dalam satu minggu mahasiswa belum melaksanakan ujian kedua, maka ujian
pertama dianggap batal dan mahasiswa wajib mengikuti ujian Tahfizh ulang.
2. Ujian Komprehensif: Ujian ini dilaksanakan pada tahap akhir penyelesaian
kuliah bagi semua program/marhalah. Adapun Materi yang diujikan adalah
seluruh materi yang telah dihafal sesuai program yang ditempuh masing-masing.
Penguji untuk ujian komprehensif juga terdiri dari dua penguji. Penguji pertama
adalah instruktur yang mengampu mahasiswa tersebut secara langsung,sedang
penguji kedua adalah instruktur lain yang ditunjuk oleh lembaga. Adapun materi
yang diujikan untuk ujian komprehensif adalah seluruh materi yang telah dihafal
atau disetorkan dan telah ditakrir dihadapan instruktur. Mengenai sistem ujian
yang diberikan adalah instruktur memberikan pertanyaan-pertanyaan dengan
membaca potongan ayat kemudian mahasiswa melanjutkan ayat kurang lebih
antara satu sampai dengan dua halaman. Adapun potongan ayat yang diberikan
adakalanya diambil dari pojok terakhir dan adakalanya diambil dari bagian
tengah,dan tidak jarang soal dipilihkan dari ayat-ayat yang mirip (mutasyabihat).
Jumlah soal yang diberikan rata-rata sebanyak 3, terkadang soal yang diberikan
lebih dari itu. Soal diberikan lebih dari 3 jika ada soal yang tidak terjawab
67
dengan sempurna. Jika sudah diberikan beberapa soal ternyata mahasiswa
bersangkutan belum bisa menjawab dengan baik dan lancar, maka instruktur
memberi kesempatan untuk mengulang lagi, dan baru mendapat nilai jika sudah
dinyatakan lulus. Ujian komprehensif baru bias dilaksanakan setelah mahasiswa
menyelesaikan seluruh ujian tahfizh sesuai dengan program yang diambil. Dalam
praktek ujian, baik ujian tahfizh setelah menyelesaikan targetnya dan mau pindah
ke juz berikutnya mahasiswa mengisi formulir dua rangkap terlebih dahulu
masing-masing diisi dan diberikan kepada instruktur, setelah mendapat nilai dari
kedua instruktur,lembar pertama diserahkan kepada Lembaga Tahfizh, dan
Qirâ‟at (LTQQ),sedang lembar kedua disimpan mahasiswa dan diserahkan ketika
mengambil kartu ujian semesterakhir (UAS).
Standard nilai Tahfizh yang diberikan adalah:
1. Apabila hafalannya lancar dan bacaannya bagus sesuai dengan kaedah tajwid,
maka nilai yang diberikan adalah: antara 80 s/d 85
2. Apabila hafalannya tidak atau kurang lancar, dan bacaannya kurang bagus, maka
nilai yang diberikan kurang dari 80 (antara 79 s/d 70)
3. Mahasiswa yang mendapatkan nilai dibawah 70 (69 dan seterusnya) diperbolehkan
mengikuti UAS, akan tetapi dengan syarat setelah mengikuti UAS wajib mengikuti
ujian Tahfizh ulang. Akan tetapi saat ujian komprehensif, nilai yang diperoleh
mahasiswa tidak boleh kurang dari 70.
4. Mahasiswa yang mengikuti ujian Tahfizh dan membaca 2 juz atau lebih di hadapan
instruktur nilai yang diberikan maksimal 85, akan tetapi apabila mahasiswa
menyicil hafalannya saat ujian, maka nilai yang diberikan tidak boleh diatas 80
(antara 79 s/d 70)
C. Efektifitas Program dan Analisa Evaluasi Pengembangan Tahfizh
Efektivitas suatu program menurut (Muyasaroh 2014: 13) dapat dilihat dari aspek-
aspek antara lain:
1. Aspek tugas atau fungsi, yaitu lembaga dikatakan efektivitas jika melaksanakan
tugas atau fungsinya, begitu juga suatu program pembelajaran akan efektif jika
tugas dan fungsinya dapat dilaksanakan dengan baik dan peserta didik belajar
dengan baik. Lembaga tahfizh IIQ telah melakukan tugas dan fungsinya yaitu
membina dan mengurus semua hal yang berkaitan dengan tahfizh:, tajwid, tahsin,
tartil serta kualitas dan kuantitas hafalan mahasiswi. Dan menjadi pusat pembinaan
tahfizh dan qiraat di Indonesia
2. Aspek rencana atau program, yang dimaksud dengan rencana atau program disini
adalah rencana pembelajaran yang terprogram, jika seluruh rencana dapat
dilaksanakan maka rencana atau progarm dikatakan efektif, dalam hal ini adalah
kurikulum tahfizh yang terprogram, 5 juz, 10 juz, 20 juz, dan 30 juz.
3. Aspek ketentuan dan peraturan, efektivitas suatu program juga dapat dilihat dari
berfungsi atau tidaknya aturan yang telah dibuat dalam rangka menjaga
berlangsungnya proses kegiatannya. Aspek ini mencakup aturan-aturan baik yang
berhubungan dengan guru maupun yang berhubungan dengan peserta didik, jika
aturan ini dilaksanakan dengan baik berarti ketentuan atau aturan telah berlaku
secara efektif. Dalam hal ini adalah aturan-aturan yang telah dirumuskan bahwa
kegiatan tahfizh merupakan syarat mutlak bagi mahasiswi untuk mengikuti UAS
dan merupakan syarat kelulusan, selain itu absen kehadiran tahfizh juga
menentukan kelulusan bagi mahasiswi yakni 75% dari kehadiran. Bagi instruktur
68
yang membina juga terdapat aturan-aturan yaitu mengenai kehadiran dan jadwal
harus sesuai dengan jadwal yang telah dibuat, jika berhalangan pada hari yang
telah ditentukan sebaiknya dikomunikasikan dengan mahasiswi binaannya dan
melaporkan kepada lembaga untuk ditindaklanjuti. Selanjutnya perekrutan
instruktur dilaksanakan sangat ketat diantara syaratnya instruktur tahfizh sudah
berstandar nasional dan internasional dalam kualitas bacaan dan hafalannya.
4. Aspek tujuan atau kondisi ideal, suatu program kegiatan dikatakan efektif dari
sudut hasil (output) jika tujuan atau kondisi ideal program tersebut dapat dicapai.
Penilaian aspek ini dapat dilihat dari prestasi yang dicapai oleh peserta didik.
Dalam hal ini output yang dihasilkan sejauh ini sudah sesuai dengan harapan dari
lembaga, hanya saja minimnya mahasiswa yang memiilih program tahfizh 30 juz
ini merupakan catatan khusus bagi lembaga bagaimana merealisasikannya kembali
seperti pada periode-periode sebelumnya. Dalam hal prestasi walaupun sedikit
yang mengambil program tahfizh 30 juz namun banyak prestasi-prestasi yang
diraih Sebagian mahasiswa sudah meraih juara pada Musabaqah Hifzhil Quran
(MHQ), baik 1 juz, 5 juz, 10 juz, 20 juz dan 30 juz di daerah masing-masing,
begitu juga pada Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) dan Syarhil Quran (SQ)
yang akan dijelaskan pada bagian prestasi mahasiswi.
Berdasarkan pernyataan diatas dari segi hasil suatu program dapat dikatakan
berhasil apabila terjadi perubahan prilaku positif, prilaku positif disini adalah ketika
mahasiswi lebih lancar mengahafal Al-Quran, lebih tepat tajwidnya, lebih sesuai makhraj
hurufnya, serta bagus dari segi iramanya. Secara umum program tahfizh di IIQ sudah dapat
dikatakan efektif karena sudah melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai tujuan, efektifitas
disini dapat dilihat dari sikap dan perubahan yang terjadi, namun layaknya sebuah
program tetap harus dilakukan perbaikan-perbaikan agar program tahfizh mengalami
peningkatan kualitas dari tahun ke tahunnya.
Program tahfizh di IIQ dapat dikatakan efektif karena secara umum tugas dan
fungsi program tahfizh adalah melaksanakan semua hal yang mendukung terlaksananya
tahfizh mahasiswi. Dengan menyediakan instruktur yang berkompeten, menyediakan
fasilitas penunjang, serta melaksanakan kegiatan program tersebut. Secara umum sudha
efektif karena terget hafalan mahasiswi per semesternya dapat berjalan sebagaimana
mestinya, walaupun di akhir semester masih terdapat mahasiswi yang turun program
dengan berbagai sebab serta menurunnya minat mahasiswi mengambil program tahfizh 30
juz, masalah ini tetap menjadi pekerjaan tersendiri oleh pihak lembaga juga pihak kampus
dan pesantren pada umumnya. Namun demikian perbaikan-perbaikan harus tetap
dilakukan baik itu perbaikan dari pihak lembaga, pesantren, maupun dari mahasiswi itu
sendiri.
Untuk melihat efektif atau tidaknya sebuah program dapat juga dilihat dari konteks
mahasiswinya. Salah satunya pengaturan waktu dalam meghafal, pengaturan waktu
mahasiswi memang lebih rumit dibanding dengan santri-santri yang dikhususkan hanya
menghafal hal ini disebabkan mahasiswi memiliki beban ganda yaitu selain menghafal
juga harus mengikuti perkuliahan yang dibebankan SKS pada setiap matakuliahnya.
Terkait dengan perkuliahan, mahasiswi memiliki waktu kuliah minimal (2-3 jam-/hari)
memersiapkan ujian akhir semester dan ujian tengah semester, adanya tugas makalah,
presentasi, kerja kelompok, belajar mandiri, dan kegiatan lain yang mendukung akademis.
Adapun kegiatan tahfizh mulai dari persiapan, penambahan materi juz, pengulangan
69 hafalan dapat ditotal 5-8 jam per hari. Ini berarti bahwa mahasiswi dapat menyelesaikan
hafalan Al-Quran selama kuliah 4 tahun sebanyak 30 juz hanya dengan menyisihkan 8 jam
per hari untuk kegiatan tahfizh. Baik itu kegiatan menambah maupun megulang hafalan.
Dalam hal evaluasi program, yang akan dilakukan tidak hanya tertuju pada
dokumen tertulis dan sisi lain yang tertuju pada pelaksanaan program, namun juga
memantau pelaksanaan program dan memberikan masukan-masukan tertentu yang dapat
membangun terlaksananya program yang baik. Dalam evaluasi program ini dilaksanakan
dan digunakan model evaluasi CIPPO yang terdiri dari evaluasi contex, evaluasi input,
evaluasi proses, evaluasi product dan evaluasi output.
1. Contex
Dalam evaluasi konteks hal pertama yang dilakukan adalah melihat tujuan
program yang sudah terpenuhi dan tujuan yang belum terpenuhi, merinci lingkungan
kebutuhan yang tidak terpenuhi, dan populasi. Berikut dipaparkan program yang
terlaksana:
a . Pembinaan tahfizh 1) Pembinaan tahfizh kurikuler tiga kali dalam seminggu di bawah bimbingan
instruktur Pembinaan Tahfizh Al-Quran untuk semua fakultas dan jurusan dengan 4
(empat) pilihan program, yaitu: Program 5 juz, program 10 juz, program 20 juz,
program 30 juz. Masing-masing program tersebut, wajib diselesaikan oleh
mahasiswi selama 8 semester/ 4 tahun. Bagi mahasiswi angkatan 2016/2017,
masing-masing program tahfizh ditambah juz 30 (tiga puluh) sesuai dengan
kurikulum berbasis Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI). Pembinaan
tahfizh kurikuler mahasiswi sebanyak 3 (tiga) kali seminggu, dengan rincian
sebagai berikut :
1) Fakultas Syari‟ah dan Ushuluddin setiap hari Senin, Rabu dan Jum‟at pukul
16.30 s/d 19.00 WIB di Pesantren Takhasus IIQ Jakarta, kecuali mahasiswi
yang tinggal di luar pesantren, pembinaan tahfizh dilaksanakan di Kampus
IIQ.
2) Fakultas Tarbiyah setiap hari Senin, Rabu dan Jum‟at pukul 10.30 s/d 13.00
WIB di Kampus IIQ Jakarta.
2) Pembinaan Tahfizh ekstra kurikuler setiap hari Selasa, Kamis dan Sabtu pukul 05.30
s/d 07.30 WIB di Pesantren Takhassus IIQ Jakarta.
3) Pembinaan tahfizh intensif pada liburan semester ganjil dilaksanakan setiap hari
dengan ketentuan:
1) Mahasiswi yang tinggal di dalam Pesantren Takhassus IIQ Jakarta
dilaksanakan di Pesantren setiap hari pukul 05.30 WIB s/d 07.30 WIB.
2) Mahasiswi yang tinggal di luar Pesantren Takhassus IIQ Jakarta dilaksanakan
di kampus setiap hari kerja (Senin – Jum‟at) pukul 10.00 WIB s/d 12.00
WIB.
4) Pembinaan tahsin bagi seluruh mahasiswi IIQ Jakarta dilaksanakan satu kali dalam
seminggu dibawah bimbingan instruktur.
5) Bekerjasama dengan Program Pasca Sarjana Program Magister (S2) Institut Ilmu Al-
Quran (IIQ) dalam pelaksanaan tahsin dan tahfizh mahasiswa S2.
Dalam hal pembinaan tahfizh terdapat kegiatan-kegiatan yang seharusnya menjadi
perhatian yang lebih, yaitu kehadiran pembinaan tahfizh wajib merupakan hal yang sangat
70 prioritas karena kehadiran pada pembinaan wajib merupakan penentu mengikuti ujian
tahfizh. Dalam prakteknya mahasiswi masih ada yang belum menyadari bahwa pentingnya
pembinaan tahfizh wajib ini. Begitu juga instruktur juga ada sebagian yang sering
mengganti hari pembinaan wajib, hal ini menjadi kendala tersendiri dari mahasiswi karena
mungkin di hari tahfizh wajib mereka sudah mempersiapkan hafalan namun karena
instruktur berhalangan hadir mereka harus menyetorkan hafalan pada hari berikutnya,
seharusnya pada hari berikutnya mereka sudah dapat menghafal materi baru. Hal ini
menjadi kendala juga dalam perolehan tahfizh mahasiswi.
b. Pembibitan dan Pengkaderan
Pembibitan dan pengkaderan yang dilakukan LTQQ diberikan kepada mahasisiwi
yang memiliki potensi akademik tidak hanya dalam bidang tahfizh, namun juga dalam
bidang qiraat Al-Quran. Pengkaderan dan pembibitan ini dilaksanakan dalam program
khusus di luar jam kuliah dan jam pembinaan tahfizh.
1) Pembibitan dan pengkaderan mahasiswi yang memiliki potensi di bidang tahfizh dan
qira‟at Al-Quran untuk menjadi pakar, instruktur, peserta STQ/ MTQ, dan dewan
hakim STQ/ MTQ. Pengkaderan instruktur tahfizh dari mahasiswi:
a) Rifdah Farnidah (Ush/VII);
b) Ameliatul Khairiyah (Ush/VII).
c) Fitriyani (Tby/X);
d) Rifdah Farnidah (Ush/V);
e) Ameliatul Khairiyah (Ush/V).
2) Menyelenggarakan Seleksi calon peserta potensial Provinsi DKI Jakarta pada
cabang tahfizh golongan 5 juz + tilawah, 10 juz, 20 juz, 30 juz, dan Tafsir Bahasa
Arab antar mahasiswi IIQ Jakarta bekerja sama dengan Lembaga Pengembangan
Tilawatil Qur‟an (LPTQ) Provinsi DKI Jakarta. Acara diselenggarakan pada:
Hari/ Tanggal : Jum‟at, 30 September 2016
Waktu : Pkl. 09.00 – 15.00 WIB
Tempat : Aula Kampus IIQ Jakarta
3) Menyelenggarakan Musabaqah Hifzh Al-Quran (MHQ) cabang 10 juz antar
mahasiswi IIQ Jakarta bekerja sama dengan Kedutaan Besar Mesir di Indonesia.
Acara diselenggarakan pada:
Hari/ Tanggal : Rabu, 27 April 2016
Waktu : Pkl. 09.00 – 12.00 WIB
Tempat : Aula Kampus IIQ Jakarta
Sebelum pelaksanaan MHQ, Ketua LTQQ mengadakan seleksi terhadap 18 peserta
pada hari Selasa tanggal 26 April 2016. Peserta terbaik hasil seleksi sebanyak 10
orang adalah sebagai berikut:
a) Ilfi Zakiah Darmanita (Tarbiyah smt. IV).
b) Rifdah Farnidah (Ushuluddin smt. VI).
c) Lutfatul Badriyah (Ushuluddin smt. VI).
d) Ameliatul Khairiah (Ushuluddin smt. VI).
e) Sofwatun Nada (Ushuluddin smt. IV)
f) Uli Rif‟atul Millah (Ushuluddin smt. IV)
g) Ni‟matillah (Ushuluddin smt. II)
h) Shofwa Nadia (Ushuluddin smt. II)
i) Nurhasanah Nasution (Ushuluddin smt. II)
j) Fithrotin Najiza (Tarbiyah smt. IV)
71
Adapun hasil kejuaraan MHQ 10 juz antar mahasiswi adalah sebagai berikut:
Juara I : Rifdah farnidah
Juara II : Shofwa Nadia
Juara III : Ilfi Zakiah Darmanita
Juara IV : Ameliatul Khairiah
Hadiah yang diberikan oleh Kedutaan Besar Mesir kepada para pemenang adalah
berupa uang pembinaan. Juara I mendapatkan U$ 300, juara II U$ 250, juara III
U$ 200, dan juara IV U$ 150.
Dalam hal pembibitan dan pengkaderan lembaga melakukannya pada mahasiswi
yang sudah terlihat bakat dan minatnya baik dalam bidang tahfizh maupun dalam bidang
tilawah ataupun qiraat. Jika hanya mahasiswi yang berbakat saja diadakan pembinaan
maka akan dipastikan yang akan mengikuti perlombaan ataupun yang bertambah
keahliannya hanya mahasiswi yang itu saja. Seharusnya pembibitan dan pengkaderan tidak
hanya pada mahasiswi yang berbakat melainkan seluruh mahasiswi harus dilakukan,
karena jumlah instruktur tidak sebanding dengan jumlah mahasiswi sehingga kegiatan
pembibitan hanya dilakukan pada sebagian mahasiswi yang sudah terlihat bakatnya
ataupun yang sudah pernah mengukir prestasi. Hal ini harus menjadi perhatian khusus bagi
lembaga tahfizh agar pengkaderan merata untuk seluruh mahasiswibisa ditangani langsung
oleh instruktur tahfizh wajib.
c. Matrikulasi Tahsin Matrikulasi tahsin bagi mahasiswi baru Tahun Akademik 2016/2017 dilaksanakan
dalam dua gelombang: Gelombang I dilaksanakan pada tanggal 30 Juli - 12 Agustus 2016,
dan Gelombang II dilaksanakan pada tanggal 15 Agustus – 26 Agustus 2016 .
Martikulasi tahsin ini dilaksanakan untuk melihat sejauh mana bacaan mahasisiwi
sebelum menghafal, sebelum masuk ke kelas tahfizh mahasisiwi dibimbing oleh
instrukturnya mengkaji ilmu tahsinul qiroah, dalam program pelaksanaannya martikulasi
tahsin ini melakukan ujian di akhir pertemuan, apakah bacaan mahsisiwi ada perubahan
sebelum dilakukannya martikulasi dan setelah dilakukannya martikulasi, bagi mahasisiwi
yang tidak lulus dalam ujian matrikulasi tahsin ini akan diadakan pembinaan khusus dari
instruktur tahfizh dan bagi mahasisiwi yang telah lulus martikulasi bisa langsung
menghafal Al-Quran dimulai dari juz pertama.
Dalam pelaksanannya program matrikulasi ini mahasisiwi yang tidak lulus dalam
ujian martikulasi yang selanjutnya dibina oleh instruktur tahfizh sedikit sulit dalam
mengatur waktunya, disamping mahasisiwi tersebut harus menyelesaikan target hafalannya
dalam satu semester mahasisiwi juga diharuskan memperbaiki bacaannya terlebih dahulu,
yang dilaksanakan dengan menggunakan metode talaqqi sebelum mahasisiwi tersebut
menyetorkan hafalannya, ia terlebih dulu harus membacanya didepan instruktur dengan
melihat Al-Quran dengan bacaan yang baik jika dirasa belum tepat sesuai ilmu tajwid
maka mahasisiwi tersebut harus mengulang kembali sampai benar-benar betul, hal ini
mengakibatkan mahasisiwi yang tidak lulus tersebut mengalami ketertinggalan dalam
hafalannya dan dikhawatirkan akan kewalahan dalam menyelesaikan hafalan, jika
hafalannya tidak selesai sesuai target maka mahasisiwi tersebut tidak akan bisa mengikuti
Ujian Akhir semester, ini menandakan bahwa program martikulasi tahsin sangat penting
dilakukan.
Sebaiknya kegiatan matrikulasi harus dituntaskan sebelum perkuliahan dimulai,
ataupun beban tahfizh pada mahasiswi yang belum lulus ditiadakan dulu, karena
72 mengingat sangat pentingnya perbaikan bacaan dinbandingkan banyaknya hafalan. IIQ
pernah menerapkan kebijakan bahwa mahasiswi yang tidak lulus matrikulasi tahsin tidak
diperkenankan mengikuti perkuliahan namun harus masuk dulu pada kelas tahsin
(perbaikan bacaa). Namun kebijakan ini tidak lagi diterapkan mengingat berberapa hal
diantaranya ketertinggalan mahasiswi tersebut dengan temannya yang lain mengakibatkan
mahasiswi yang tidak lulus ini kurang semangat. Kebijakan terakhir adalah mahasiswi
yang tidak lulus matrikulasi boleh mengikuti perkuliahan dan boleh mulai mengahfal
namun kelanjutan matrikulasi tahsin dialihkan pada instruktur wajib.
2. Input
Evaluasi input hal yang akan dilihat adalah bagaimana kemampuan awal
mahasisiwi sebelum masuk IIQ Jakarta, bagaimana kemampuan kampus mengadakan
fasilitas penunjang program tahfizh, seperti ruangan yang kondusif, maupun kedisiplinan
dalam jadwal.
a. Kemampuan Awal Mahasiswi
Dari hasil penelitian yang dilakukan peneliti dengan wawancara, peneliti melihat
bahwa kemampuan awal mahasisiwi sebelum masuk IIQ Jakarta berbeda-beda karena
mereka berasal dari latarbelakang yang berbeda, sebagian mahsisiwi ada yang berasal dari
pesantren, dan sekolah umum. Jika yang dari sekolah pesantren dari mereka sudah
lumayan bagus bacaan Al-Qurannya namun ada juga yang kurang bagus, begitu juga dari
sekolah umum, dalam hal bacaan Al-Quran kemampuan mahasisiwi IIQ dapat diketahui
pada awal tes masuk. Pada awal masuk IIQ banyak mahasisiwi yang mengambil program
30 juz, namun setelah menjalani kuliah dan program tahfizh sebagian dari mereka yang
mengambil program 30 juz banyak yang turun program karena belum terbiasa menghafal
dan sulitnya membagi waktu antara kuliah dan tahfizh. Berikut berberapa faktor yang
menyebabkan mahasisiwi turun program:
1) Kemampuan awal menghafal yang kurang dan berasal dari latar belakang sekolah
yang tidak mendukung dalam menghafal. Selain itu kemampuan awal menghafal
yang mendukung, sebagian telah memiliki tabungan hafalan baik itu 1 juz, 2 juz
bahkan 30 juz, mahasiswi yang memiliki hafalan sebelum masuk IIQ Jakarta
sediki banyaknya akan terbantu dalam proses tahfizh.
2) Memiliki kegiatan diluar kampus yang mereka ikuti, seperti: kuliah tambahan atau
mengikuti kursus-kursus, mengajar privat di beberapa tempat, atau mengajar di
suatu lembaga pendidikan, menerima undangan baik dari instansi pemerintah
maupun masyarakat.
3) Mahasiswa yang tidak tinggal di asrama sehingga waktu yang dimiliki untuk
menyetorkan hafalan hanya di kampus saja. Alasan tidak tinggal di asrama
bermacam-macam, sebagian karena sudah berkeluarga, sebagian tinggal disekitar
kampus (kos), yang mempunyai alasan terakhir ini mayoritas mempunyai kegiatan
lain, seperti mengajar privat untuk memenuhi biaya kuliah, dan sebagian lain
memilih tinggal di rumah sendiri, pulang pergi (PP) karena banyak kegiatan yang
dilakukan di rumah. Mereka yang memilih tinggal di rumah sendiri, tentu bisa
menjadi penghambat pelaksanan tahfizh.
4) Mahasiswi memilih program tahfizh 5 Juz, dengan harapan 5 Juz yang dihafal bisa
terjaga dengan baik dan mampu difahami makna serta kandungan ayat-ayat
73
tersebut. Jadi walaupun hanya 5 juz ada harapan mampu memahaminya dengan
baik, dan terjaga dari kelupaan.
5) Selain itu ada sebagian mahasiswi yang keinginan menghafalnya kurang,
mahasiswa seperti ini biasanya masuk IIQ karena terpaksa atau karena kurang
memotivasi dirinya sendiri, kurangnya motivasi disebabkan karena beberapa
faktor, pertama tidak adanya teman dekat yang memotivasi, kedua merasa bahwa
dia tidak mampu jika menghafal lebih dari 5 juz, ketiga karena malas dan tidak
adanya semangat dalam menghafal.
Mengenai kemampuan awal mahasiswi, pihak lembaga dapat mengetahuinya dari
tes masuk kampus IIQ Jakarta, dari tes tersebut terdapat tes hafalan yang materi hafalannya
diberikan sehari sebelum tes dilaksanakan, selain itu juga dilaksanakan tes wawancara atau
intervieu tentang ulumul quran dan ilmu-ilmu tajwid serta tes tertulis bahasa Arab dan
bahasa Inggris, tidak sembarang menerima mahasiswi baru, jika kualitas mahasiswi tidak
memenuhi syarat kelulusan maka besar kemungkinan tidak akan lulus dalam ujian masuk.
Menurut Huzaemah (rektor IIQ) yang disampaikan pada wisuda dan diesnatalis IIQ ke-38,
calon mahasiswi baru IIQ pada tahun 2014/2015 berjumlah 305 orang dan yang diterima
275 orang, sementara pada tahun 2015/2016 berjumlah 400 orang dan yang diterima 346
orang. Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam menerima mahasisiwi baru IIQ melakukannya
dengan ketat dan sesuai hasil tes pada awal masuk.
b. Fasilitas Penunjang
Mengenai fasilitas yang menunjang berjalannya program tahfizh, dapat dikatakan
belum terpenuhi sesuai yang diharapkan, kurangnya ruangan yang kondusif dalam proses
tahfizh. Sebenarnya ruangan tahfizh disediakan hanya dua ruangan namun melihat
banyaknya mahsiswi rasanya tidak sebanding dengan ruangan yang hanya dua, selebihnya
kegiatan tahfizh dialihkan ke musholla dan ruangan kelas yang kosong, namun keadaan
musholla yang sempit dengan jumlah mahasiswi yang ingin tahfizh juga tidak sebanding
dan kurang nyaman. Berbeda dengan halnya jika tahfizh yang dilaksanakan di pesantren
takhassus yang berada di daerah sawangan-wates, kegiatan tahfizh dilaksanakan di masjid
yang luas dan sangat nyaman. Kegiatan tahfizh yang dilakukan di pesantren takhassus
yaitu untuk angkatan 2015/2016 dan untuk fakultas syariah dan ushuluddin.
Selain ruangan tahfizh, fasilitas disini juga termasuk instruktur yang kompeten,
dalam hal ini lembaga LTQQ sangat ketat dalam menseleksi instruktur tahfizh, dan
menurut ketua lembaga LTQQ semua instruktur sudah memenuhi syarat yang ditentukan
oleh LTQQ sendiri, baik dari segi bacaan instruktur, kedisiplinannya, maupun kualitas
hafalannya. Instruktur yang profesional juga merupakan fasilitas yang menunjang
berjalannya program tahfizh sesuai harapan. Selain dua hal tersebut fasilitas yang
menunjang juga termasuk lingkungan kampus yang kondusif dan tempat tinggal
mahasisiwi (tempat menghafal) yaitu pesantren takhassus, menurut pengamatan peneliti
pesantren takhassus sudah sangat baik lingkungannya baik dari segi kegiatan yang
menunjang program tahfizh maupun suasana yang sangat sejuk dan asri, jadi sudah dapat
dikatakan bahwa pesantren takhassus tersebut sudah baik dalam menunjang proses tahfizh
mahasiswi. Kampus IIQ yang berada di kawasan Ciputat peneliti melihat lokasi dan
suasananya kurang mendukung dalam program tahfizh dikarenakan lokasi yang dekat
dengan keramaian kota. Secara umum fasilitas penunjang IIQ bebagai berikut: 1). Lokasi
yang sangat strategis dan mudah dijangkau, dekat masjid, pusat pelayanan kesehatan, toko
buku, pusat perbelanjaan dan restoran; 2). Dosen-Dosen Senior dan Ahli di Bidangnya
74 Perpustakaan di tengah kampus; 3). Laboratorium Shaoutiyah (Laboratorium Tilawah); 4).
Labortorium Bahasa Wireless dan Hot Spot Internet; 5). Website : www.iiq.ac.id 6).
Kelas lengkap dengan IT Multimedia (In Focus); 7). Rumah Susun Mahasiswa
(Rusunawa), Pesantren Tinggi dan Asrama Mahasiswi; 8). Sarana olah raga; 9).
Kendaraan: 3 (tiga) bus kuliah; 10).Production House (PH) untuk Rekaman Tilawah atau
Nagham; 11).Jurnal Fakultas dan jurnal Institut; 12).Media yang dikelola mahasiswa:
KABAR IIQ; 13).Perpustakaan Digital
Bagi mahasiswi yang tinggal di pesantren takhassus terjadwal dengan kegiatan
MADIN (Madrasah Diniyah) yang diselenggarakan oleh pesantren takhassus yaitu
kegiatan yang mendukung program tahfizh pada setiap malamnya mahasiswi yang
mengambil program tahfizh 30 juz diharuskan mengikuti kegiatan tersebut, dalam
prakteknya kegiatan tersebut sangat membantu mahasisiwi yang mengambil program 30
juz atau 20 juz, mereka diwajibkan menghafal atau mengulang hafalannya kepada pembina
kegiatan, pembina tersebut adalah mahasiswi yang ditunjuk oleh pesantren untuk sama-
sama membantu mahasisiwi yang akan menghafal atau yang akan mengulang hafalannya.
Mahasiswi yang ditunjuk sebagai pembina (penyimak) hafalan adalah mahasiswi yang
telah mempuni dalam hal bacaan Al-Quran maupun yang telah khatam hafalannya. Dari
wawancara yang peneliti lakukan kegiatan ini dirasa sangat bermanfaat bagi mahasiswi
yang baru mulai menghafal dan ingin mengambil program tahfizh 30 juz. Bagi mahasiswi
yang mengambil program hafalan 5 juz dan 10 juz bagi mereka wajib mengikuti kegiataan
ta‟lim sebagai tutornya adalah dosen-dosen yang ditunjuk oleh pesantren, kegiatan ta‟lim
ini membaShas berberapa kitab arab gundul sehingga diharapkan mahasantri tidak hanya
menguasai ilmu-ilmu Al-Quran juga menguasai dengan baik kitab-kitab arab gundul.
Kegiatan yang disebut MADIN ini juga merupakan fasilitas pendukung yang disediakan
oleh pesantren untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas hafalan. Sarana dan fasilitas
pesantren yaitu, tiga unit gedung asrama, masjid raudhatul Quran, aula utama,
perpustakaan, laboratorium bahasa, laboratorium komputer, koperasi, kantin, laundry,
laporan olahraga, bus antar jemput mahasiswi, saung quran, dll.sedangkan program
pesantren takhassus 1). Tahfizh Al-Quran 2). Tahsin tartil Al-Quran 3). Kajian Tafsir 4).
Qiroatus Sab’ah 5). Tilawah Al-Quran 6). Kajian Kitab Kuning 7). Fiqh an-Nisa‟
Kontemporer 8). Nahwu shorof 9). Pelatihan Kepribadian 10). Training Komputer
c. Pengaturan Jadwal
Pengaturan jadwal tahfizh sudah diatur oleh lembaga LTQQ yaitu untuk fakultas
tarbiyah di laksanakan di kampus IIQ Jakarta pukul 10.30-12.30 setiap hari senin, rabu dan
jumat, dan untuk fakultas ushuluddin dan syariah dilaksanakan di pesantren takhassus pada
pukul 16.30-19.00, namun terkhusu untuk fakultas tarbiyah angkatan 2015/2016 kegiatan
tahfizh nya dilaksanakn di pesantren takhassus pukul 10.30-12.30. berikut Jadwal tahfizh
dan ruangan yang digunakan untuk kegiatan tahfizh di kampus IIQ dan di pesantren
takhassus IIQ Jakarta.
No NAMA Fakultas/Semester Ruangan
75
1 Dr. KH. Ahmad Fathoni,
M.Ag
Instruktur non-aktif Masjid Pesantren
Takhassus
2 Dra. Hj. Isti‟anah Imron Tarbiyah/ VI C Ruangan tahfizh LT.2
3 Dra. Hj. Hurul 'Ien Tarbiyah/ VI B Ruangan tahfizh LT.2
4 Fafika Hikmatul Maula,
S.Pd.I
Tarbiyah/ II E Masjid Pesantren
Takhassus
5 Rahmi Zaimsyah, S.Pd.I Tarbiyah/ IV A Ruangan tahfizh LT.2
6 Husna Farida, S.Pd.I Syariah/ IV A Masjid pesantren
takhassus
7 Amilatul Mahfiyah, S.HI Tarbiyah/ II B Ruangan tahfizh LT.2
8 Nur Ilfayati, S.Pd.I Tarbiyah/ II C Masjid pesantren
takhassus
9 Hj. Muthmainnah, MA Ushuluddin/ VIII B &
Syari‟ah/ VIII A, &
Non Aktif
Rauangan LTQQ
10 Ayuna Faizatul Fiqriyah Tarbiyah/ IV F &
Ushuludiin / VIII A
Ruangan tahfizh LT.2
11 Khairunnisa, S.Sy. Tarbiyah/ IV D Mushalla Kampus
12 Hj. Fatimah Askan, MA. Tarbiyah/ VI A Ruangan tahfizh LT.2
13 Fitriani, S.Pd Tarbiyah/ IV F Mushalla Kampus
14 Dra. Hj. Afidah Wahyuni,
M.Ag
Tarbiyah/ VI A Ruangan tahfizh LT.2
76
(Tabel 1. Pengaturan jadwal tahfizh)
15 Dra. Hj. Halimatus
Sa‟diyah, MA.
Tarbiyah/ VI D Ruang LPKM
16 Dr. Hj. Romlah Widayati,
M.Ag
Tarbiyah/ VIII B Ruang Warek III
17 Hj. Istiqomah, MA Ushuluddin Diluar
Pesantren & syari‟ah
VIII B & non aktif
Ruang LTQQ
18 Dra. Azizah Burhan, MA. Tarbiyah/ VIII A Ruang tahfizh LT.2
19 Dr. Hj. Umi Husnul
Khotimah, M.Ag
Tarbiyah/ VIII C Ruang Dekan Tarbiyah
20 Hj. Atiqoh, S.Th.I. Ushuluddin/ II A &
Ushuluddin/ VI C
Masjid pesantren
takhassus
21 Rifdah Farnidah Ushuluddin/ II C Masjid pesantren
takhassus
22 Maunatul Mahmudah,
S.HI.
Ushuluddin/ VA &
Syari‟ah/ II B
Masjid pesantren
takhassus
23 Hj. Ade Halimah, S.Th.I Ushuluddin/ IV A Masjid pesantren
takhassus
24 Sami‟ah, MA. Syari‟ah / IV B &
KPI / IV
Masjid pesantren
takhassus
25 Ameliatul Khoiriah Ushuluddin / II D &
KPI / II
Masjid pesantren
takhassus
26 Herni, S.Pd.I Syari‟ah/ II A Masjid pesantren
takhassus
27 Ummul Khoir, S.Th.I Tarbiyah / II A Masjid pesantren
takhassus
28 Hj. Arbiyah, S.Th.I Ushuluddin / IV B Masjid pesantren
takhassus
29 Dra. Muzayyanah, MA. Mahasisiwi Aktif
syari‟ah di luar
pesantren
Ruang Dekan Syariah
30 Nur Afriani Hasanah, S.H Tarbiyah / IV B Musholla kampus Lt. 2
31 Herlin misliani, S.Pd Tarbiyah / IV E Musholla kampus
77
Dalam prakteknya sebagian dari instruktur ada yang memulai kegiatan lebih
dahulu dan lebih akhir dari waktu yang ditentukan, hal ini disebabkan karena berberapa
hal, instruktur yang memiliki kegiatan lain di luar sehingga waktu tahfizh disesuaikan
dengan waktu instrukturnya, sebagian instruktur juga ada yang mengganti hari tidak lagi
senin, rabu, jumat, namun diganti selasa ataupun kamis hal ini juga disebabkan karena
sebagian instruktur yang sibuk dan memiliki kegiatan lain. Namun tidak sedikit juga
instruktur yang melaksanakan kegiatan tahfizh sesuai hari dan waktu yang ditentukan dari
lembaga. Penentuan hari dan jam dari lembaga LTQQ ini sudah dipertimbangkan
sebelumnya, berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan kepada ketua lembaga, beliau
mengatakan bahwa jadwal yang telah disusun sudah dipertimbangkan, hari senin, rabu, dan
jumat disini ada selingan satu hari, hal ini dimaksudkan agar mahsisiwi dapat
memersiapkan hafalannya, ataupun dapat mengulang-ulang hafalannya lagi pada hari yang
tidak diwajibkan tahfizh.
Dalam menunjang keberhasilan IIQ dalam bidang akademik, fasilitas penunjang
haruslah dimiliki oleh IIQ, saat ini area kampus dan pesantren sudah dilengkapi berbagai
perangkat teknologi modern seperti hotspot dan free internet juga website kampus
(www.iiq.ac.id) dan website pesantren (www.pesantreniiq.or.id) , ini sungguh membantu
menyebarkan informasi kegiatan-kegiatan IIQ, baik dikalangan internal maupun
masyarakat umum, juga buletin KABAR IIQ yang dikelola oleh Lembaga Press Mahasiwi
juga sangat membantu penyebaran informasi terkait IIQ, hal ini sangat berguna bagi dosen
maupun instruktur tahfizh untuk mendapatkan informasi lebih tentang kegaitan di
pesantren yang mendukung pada tahfizh mahasisiwi pada khususnya.
Pada tahun 2010 IIQ telah mendapat bantuan dari KEMENPORA sebuah
bangunan rusunawa yang terdiri dari 5 lantai, pada tahun 2011 IIQ mendapat bantuan dana
dari pemda DKI Jakarta untuk merenovasi perpustakaan serta bus antar jemput mahasiswi.
Selain itu IIQ dilengkapi studio rekaman yang mana studio tersebut digunakan untuk
mencetak VCD murottal maupun VCD tilawah yang biasa diisi oleh berberapa dosen
tahfizh maupun dosen serta mahasiswi yang mempunyai bakat. Penerbitan VCD ini
merupakan sarana bagi mahasiswi dalam membantu proses menghafal. Keunikan sistem
perkuliahan IIQ Jakarta adalah dilengkapi dengan pesantren Takhassus IIQ banyak
kegiatan dilaksanakan di pesantren ini yang sangat menunjang proses tahfizh mahasiswi,
diantaranya sima’an mingguan, khatmil Quran, pembacaan Yasin, Waqiah, dan Al-Mulk,
kajian kitab kuning pengajian metode baghdadi, pelatihan tahsin tilawah serta kegiatan-
kegiatan lainnya. (T.Yanggo, 2015: 9)
Selain hal diatas, IIQ juga mengusahakan beasiswa daripemda yang
diperuntukkan bagi mahasiswi asal Jakarta, beasiswa bagi mahasiswi yang menjadi duta
DKI pada MTQ/STQ nasional, serta beasiswa untuk mahasiswi yang mengambil program
tahfizh 30 juz, hal ini sangat membantu mahasiswi program tahfizh 30 juz agar tidak terlau
memikirkan masalah dana kuliah serta meningkatkan motivasi dan semangat dalam
menghafal.
3. Proses
Pada point proses ini akan digambarkan bagaimana pelaksanaan tahfizh di
lapangan sesuai pantauan langsung peneliti, juga instruktur tahfizh yang bertgas membina,
instruktur disini dibagi menjadi 2 yaitu instruktur dan penguji dua, juga akan dibahas
hambatan yang dialami oleh lembaga dalam menjalankan program tahfizh.
a. Pelaksanaan Tahfizh
78
Pelaksanaan tahfizh di lapangan baik yang dilakukan di kampus IIQ jakarta
maupun di pesantren takhassus pada dasarnya telah berjalan sesuai jadwal yang telah
disusun oleh lembaga,dalam pelaksanaanya akan dijabarkan berebrapa point berikut:
1) Dalam proses kegiatan tahfizh tidak hanya berfokus pada kuantitas hafalan
mahasiswi banyaknya hafalan tidak menjamin bagusnya bacaan mahasisiwi tersebut,
untuk itu kegiatan tahsin tetap dilaksanakan oleh masing-masing instruktur, kegiatan
tersebut dilaksanakan sebelum mahasiswi menghafal, namun dalam prakteknya
kegiatan tahsin masing-masing instruktur berbeda, ada yang melaksanakannya
dengan metode klasikal, yaitu mengumpulkan semua mahasisiwi binaannya
kemudian membentuk halaqoh dan setiap mahasisiwi bergilir membaca Al-Quran
dan diperbaiki oleh instrukturnya, dan mahasisiwi yang lain menyimak, pada akhir
pertemuan instruktur membahas berberapa hukum tawid yang terdapat di ayat/ surah
yang telah dibaca. Selain metode klasikal, ada juga yang melaksanakan tahsin
dengan metode talaqqi, yaitu ketika mahasisiwi hendak menyetorkan hafalan
sebelumnya instrktur meminta mereka untuk membaca terlebih dahulu dengan bin
nazhor (melihat Al-Quran) kemudian instruktur memperbaiki dan menanyakan
hukum tajwid yang terdapat pada ayat yang dibaca mahasiwi tersebut, metode
talaqqi biasanya memakan waktu yang agak lama dibandingkan dengan metode
klasikal, karena setiap mahasiswi yang akan menyetorkan hafalan sangatlah banyak,
berbeda dengan tahsin yang dilakukan secara klasikal, dianggap lebih efesien waktu,
selain mahasiiswi dapat menyimak bacaan temannya instruktur juga lebih mudah
dengan mudah melihat perbedaan kualitas bacaan mahasiiswi satu dengan yang
lainnya, sehingga memudahkan dalam penilaian.
2) Jadwal yang telah dibuat oleh lembaga LTQQ dapat dikatakan sudah berjalan sesuai
harapan, sebgaiamana yang telah disebutkan di atas bahwa setiap fakultas dan
semester sudah diatur jadwal dan ruangannya. Mahasisiwi yang dijadwalkan setoran
wajib di pesantren takhassus yaitu fakultas tarbiyah semester II pukul 10.30-12.30,
sedangkan fakultas ushuluddin dan syariah semua semester dilaksanakan pada pukul
16.00-18.00. Mahasisiwi yang dijadwalkan setoran di kampus IIQ adalah fakultas
tarbiyah selain semester II Pembagian tempat dan waktu oleh lembaga LTQQ sudah
dipertimbangkan sebelumnya, sehingga lembaga LTQQ berharap kegiatan dan
proses tahfizh dapat berjalan sesuai harapan. Selain program tahfizh wajib yang
dilaksanakan tiga kali smeinggu (senin, rabu, jum‟at), mahasisiwi mendapatkan
pembinaan ekstra atau disebut setoran sunnah, setoran ini dilaksanakan di pesantren
takhassus setiap habis subuh pada hari selasa, kamis, dan sabtu. Program ini sudah
dapat berjalan sebagaimana mestinya hanya saja karena hukumnya tidak wajib maka
sebagian mahasiswi saja yang mengikuti kegiatan ini, seperti mahasisiwi yang
mengambil program tahfizh 20 juz dan 30 juz.
3) Dalam kegiatan tahfizh tidak sedikit mahasisiwi yang datang terlambat dikarenakan
berberapa sebab, seperti mahasisiwi yang tahfizh di kampus perjalanan dari
pesantren takhassus yang bertempat di cinangka sawangan menuju kampus IIQ di
ciputat, jarak yang ditempuh mahasisiwi ini terkadang terjadi kemacetan dan
hambatan keterlambatan bus yang akan membawa mahasisiwi menuju kampus,
sehingga pada prakteknya instruktur yang telah hadir di kampus harus menunggu
mahasisiwi datang, ini menghambat terlaksananya proses tahfizh yang sesuai tujuan
dikarenakan sebagian instruktur memiliki kegiatan di luar kampus, pada akhirnya
mahasisiwi yang terlambat datang tidak dapat menyetorkan hafalannya pada hari itu,
dan dapat dilaksanakan pada hari tahfizh berikutnya. Jika diatas merupakan masalah
79
yang datang dari mahasiswi, masalah yang datang dari instruktur juga kerap datang,
berberapa instruktur yang sibuk dan memiliki kegiatan di luar kampus pada hari
tahfizh yang telah dijadwalkan berdampak pada hafalan mahasisiwi, mahasisiwi
tidak dapat menyetorkan hafalannya ketika instruktur tahfizh tidak datang ke
kampus, hal ini sangat berdampak sekali pada kualitas hafalan nya. Dari pihak
lembaga instruktur yang jarang hadir akan mendapatkan teguran dikarenakan jika
berberapa hari instruktur tidak masuk sangat berdampak sulitnya mahasisiwi
menyetorkan hafalannya.
4) Dalam satu semester setiap mahasisiwi diwajibkan ujian tahfizh dan takrir dua kali,
ujian tahfizh dan takrir dapat dilaksanakan apabila telah memenuhi persyaratan
tertentu yaitu menyelesaikan target setoran dan kehadiran. Ujian tahfizh dan takrir
dilaksanakan oleh dua orang penguji, penguji peratama merupakan instrktur tempat
mahasisiwi menyetorkan hafalan, sedangkan penguji kedua adalah instruktur lain
yang ditunjuk oleh LTQQ untuk menguji. Selain itu lembaga juga membatasi rentan
waktu antara ujian pertama dan ujian kedua yaitu satu minggu, jika mahasisiwi
sudah melaksanakan ujian pertama tapi belum melaksanakan ujian kedua lebih dari
satu minggu maka ujian pada penguji pertama dianggap batal dan harus mengulang
ujian pertama. Pentingnya ujian tahfizh dan takrir ini merupakan syarat mengikuti
ujian akhir semester (UAS). Dalam prakteknya ujian tahfizh dan takrir ini
dilaksanakan baik setelah mahasiswi memenuhi target setoran dapat juga
dilaksanakan pada akhir semester yaitu dua minggu sebelum jadwal UAS. Dalam
prakteknya, baik ujian tahfizh ataupun takrir mahasiswa mengisi formulir dua
rangkap (kartu ujian) terlebih dahulu masing-masing diisi dan diberikan kepada
instruktur, setelah mendapat nilai dari kedua instruktur, lembar pertama diserahkan
kepada Lembaga Tahfizh, dan Qirâ‟at (LTQQ), sedang lembar kedua disimpan
mahasiswa dan diserahkan ketika mengambil kartu ujian semesterakhir (UAS).
5) Selain ujian tahfizh dan takrir, mahasisiwi juga diwajibkan mengikuti ujian
komprehensif yaitu Ujian yang dilaksanakan pada tahap akhir penyelesaian kuliah
bagi semua program/marhalah. Adapun Materi yang diujikan adalah seluruh materi
yang telah dihafal sesuai program yang ditempuh masing-masing. Penguji untuk
ujian komprehensif juga terdiri dari dua penguji. Adapun materi yang diujikan untuk
ujian komprehensif adalah seluruh materi yang telah dihafal atau disetorkan dari
semester 1-8 dan telah ditakrir dihadapan instruktur. Mengenai sistem ujian yang
diberikan adalah instruktur memberikan pertanyaan-pertanyaan dengan membaca
potongan ayat kemudian mahasiswa melanjutkan ayat kurang lebih antara satu
sampai dengan dua halaman. Adapun potongan ayat yang diberikan adakalanya
diambil dari pojok terakhir dan adakalanya diambil dari bagian tengah,dan tidak
jarang soal dipilihkan dari ayat-ayat yang mirip (mutasyabihat). Jumlah soal yang
diberikan rata-rata sebanyak 3, terkadang soal yang diberikan lebih dari itu. Soal
diberikan lebih dari 3 jika ada soal yang tidak terjawab dengan sempurna. Jika sudah
diberikan beberapa soal ternyata mahasiswa bersangkutan belum bisa menjawab
dengan baik dan lancar, maka instruktur memberi kesempatan untuk mengulang
lagi, dan baru mendapat nilai jika sudah dinyatakan lulus. Ujian komprehensif baru
bisa dilaksanakan setelah mahasiswa menyelesaikan seluruh ujian tahfizh sesuai
dengan program yang diambil.
6) Standard nilai Tahfizh yang diberikan lembaga LTQQ adalah: Apabila hafalan
mahasiswi lancar dan bacaannya bagus sesuai dengan kaedah tajwid, maka nilai
yang diberikan adalah: antara 80 s/d 85. Apabila hafalannya tidak atau kurang
80
lancar, dan bacaannya kurang bagus, maka nilai yang diberikan kurang dari 80
(antara 79 s/d 70). Sedangkan mahasiswa yang mendapatkan nilai dibawah 70
diperbolehkan mengikuti UAS, akan tetapi dengan syarat setelah mengikuti UAS
wajib mengikuti ujian Tahfizh ulang. Namun, saat ujian komprehensif nilai yang
diperoleh mahasiswa tidak boleh kurang dari 70. Mahasiswa yang mengikuti ujian
Tahfizh dan membaca 2 juz atau lebih di hadapan instruktur nilai yang diberikan
maksimal 85, akan tetapi apabila mahasiswa menyicil hafalannya saat ujian, maka
nilai yang diberikan tidak boleh diatas 80 (antara 79 s/d 70)
b. Instruktur Tahfizh
Instruktur tahfizh merupakan dosen tahfizh Al-Quran yang bertugas mentashih
bacaan, hafalan dan memberikan motivasi serta petunjuk dalam menghafal kepada
mahasisiwi. Dosen tahfizh angkatan pertama adalah bapak Drs. H. Abd. Muhaimin Zei,
MA. Untuk angkatan kedua sudah ada penamahan dosen tahfizh yaitu Dra. Hj. Mursyidah
Thahir, MA, Dra. Nurmainis, MA dan Dra. Hj. Lilik Munifah, MA. Ketiganya adalah
alumni IIQ angkatan pertama.
Saat ini, instruktur yang ditunjuk lembaga LTQQ semuanya adalah alumni IIQ dan
semuanya perempuan. Saat ini IIQ memiliki 31 instruktur, dua diantaranya masih
mahasiswi semester 8, mereka ditunjuk karena hafalan dan bacaan Al-Quran sudah
mampuni (sudah khatam) dan sudah masuk standar IIQ. Pengkaderan instruktur dilakukan
lembaga LTQQ pada mahasiswi yang terlihat memiliki kelebihan dalam hal kualitas
bacaan dan kualitas hafalannya. Dalam prakteknya instruktur disini ditunjuk untuk menguji
ujian 1 dan ujian 2 disebut penguji 1 dan penguji 2. Berikut tabel nama-nama instruktur
penguji 1 dan penguji 2:
1) Fakultas Tarbiyah
No Semester Penguji 1 Penguji 2
1 II A Ummul khair, S.Th.I Amilatul Mahfiyah, SHI
2 II B Amilatul Mahfiyah, SHI Ummul khair, S.Th.I
3 II C Hj. Nur Ilfayati, M.Pd.I Herni, S.Pd.I
4 II D Herni, S.Pd.I Fafika Hikmatul M, S.Pd.I
5 II E Fafika Hikmatul M, S.Pd.I Hj. Nur Ilfayati, M.Pd.I
6 IV A Rahmi Zaimsyah, S.Pd.I Nur Afriani, S.H
7 IV B Nur Afriani, S.H Rahmi Zaimsyah, S.Pd.I
8 IV C Dra. Hj. Isti‟anah Imron Khairunnisa, S,Sy
9 IV D Khairunnisa, S,Sy Dra. Hj. Isti‟anah Imron
10 IV E Herlin Misliani, S.Pd Ayuna Faizatul, S.Ud
11 IV F Ayuna Faizatul, S.Ud Herlin Misliani, S.Pd
12 VI A Hj. Fatimah Askan, MA Dra. Hurul „Ien
13 VI B Dra. Hurul „Ien Hj. Fatimah Askan, MA
14 VI C Dra. Afidah Wahyuni, M.Ag Dra. Halimatus Sa‟diyah, MA
15 VI D Dra. Halimatus Sa‟diyah, MA Fitriani, S.Pd
81
16 VI E Fitriani, S.Pd Dra. Afidah Wahyuni, M.Ag
17 VIII A Dra. Azizah Burhan Dra. Romlah Widayati, M.Ag
18 VIII B Dra. Romlah Widayati, M.Ag Dr. Ummi Husnul, M.Ag
19 VIII C Dr. Ummi Husnul, M.Ag Dra. Azizah Burhan
20 Non
Aktif
Hj. Istiqomah, MA Dr. KH. Ahmad Fathoni, Lc,
M.Ag.
(Tabel 2. Nama-nama instruktur penguji 1 & 2 Fakultas Tarbiyah)
2) Fakultas Ushuluddin
No Semester Penguji 1 Penguji 2
1 II A Hj. Atiqoh, S.Th.I Hj. Muthmainnah, MA
2 II B Hj. Muthmainnah, MA Hj. Atiqoh, S.Th.I
3 II C Rifdah Farnidah Ameliatul Khairiyah
4 II D, II KPI Ameliatul Khairiyah Rifdah Farnidah
5 IV A Hj. Ade Halimah, S.Th.I Hj.Arbiyah, S.Th.I
6 IV B Hj.Arbiyah, S.Th.I Hj.Atiqoh, S.Th,I
7 IV C Hj.Atiqoh, S.Th,I Hj. Ade Halimah, S.Th.I
8 IV KPI Sami‟ah, MA Amilatul Mahfiyah, SHI
9 VI A Maunatul Mahmudah, S.HI Hj. Ade Halimah, S.Th.I
10 VI B Hj. Ade Halimah, S.Th.I Ayuna Faizatul, S.Ud
11 VIII A Ayuna Faizatul, S.Ud Hj. Muthmainnah, MA
12 VIII B Hj. Muthmainnah, MA Ayuna Faizatul, S.Ud
13 Non Aktif Hj. Muthmainnah, MA Hj. Istiqomah, MA
14 Mhs. Aktif di
luar pesantren
Hj. Istiqomah, MA Dra. Muzayyanah,MA
(Tabel 3. Nama-nama instruktur penguji 1 & 2 Fakultas Ushuluddin)
3) Fakultas Syariah
No Semester Penguji 1 Penguji 2
1 II A Herni, S.Pd.I Maunatul Mahmudah, S.HI
2 II B Maunatul Mahmudah, S.HI Herni, S.Pd.I
3 IV A Husna Farida, S.Pd.I Sami‟ah, MA
4 IV B Sami‟ah, MA Husna Farida, S.Pd.I
5 VI Amilatul Mahfiyah, SHI Husna Farida, S.Pd.I
6 VIII A Hj. Muthmainnah, MA Hj. Istiqomah, MA
7 VIII B Hj. Istiqomah, MA Hj. Muthmainnah, MA
8 Non Aktif Dra. Muzayyanah,MA Dr. KH. Ahmad Fathoni, Lc,
M.Ag.
9 Mhs aktif di
luar pesantren
Dra. Muzayyanah,MA Hj. Istiqomah, MA
82
(Tabel 4. Nama-nama instruktur penguji 1 & 2 Fakultas Syari‟ah)
Masing-masing Instruktur tahfizh mengampu kurang lebih antara 20-25
mahasiswa, yaitu setiap instruktur memegang satu kelas, hanya saja jika dalam satu kelas
jumlah mahasiswa lebih dari kapasitas yang ditentukan, maka satu kelas tersebut dibagi
menjadi dua, jika dalam satu kelas ada 40 mahasiswa, maka 10 mahasiswa digabung ke
kelas lainnya. Perlu diketahui di sini bahwa kelas mahasiswa dalam perkuliahan berbeda
dengan jumlah kelas dalam pembinaan tahfizh. Jika terdapat instruktur yang mengambil
cuti maka mahasiswi binaanya akan dialihkan kepada instruktur lainnya, perlu diketahui
juga bahwa satu instruktur ada yang memegang 2-3 kelas. Untuk itu penghargaan pada
instruktur harus ditingkatkan mengingat jumlah instruktur tidak sebanding dengan jumlah
mahasiswi.
Instruktur tahfizh yang diamanahkan lembaga memiliki tanggung jawab dan tugas
yang sangat besar, disamping harus menyimak hafalan, instruktur juga diharuskan
memperbaiki bacaan mahasiswi terlebih lagi pada mahasiswi yang belum lulus matrikulasi
tahsin pada awal masuk. Hal ini bukan pekerjaan yang mudah namun instruktur tahfizh
harus bisa melakukannya dengan berbekal keikhlasan serta tekun dalam mendidik. Karena
hakikatnya pekerjaan instruktur adalah pekerjaan yang sangat mulia baik itu di hadapan
Allah maupun dihadapan manusia.
c. Kendala dan Upaya Peningkatan Program Tahfizh
Dalam sebuah program yang dijalankan oleh lembaga pasti mengalami kendala-
kendala dalam prosesnya, berikut dijelaskan kendala yang dialami oleh lembaga LTQQ
dalam menjalankan program Tahfizh beserta upaya peningkatan program Tahfizh. Adapun
kendala yang dihadapi sebagai berikut:
1) Institut Ilmu Al-Quran belum memiliki kampus yang representatif, memenuhi
syarat akademis, modern, akademis dan lengkap dengan segala fasilitasnya,
sehingga menjadi penghambat program-programnya terutama program tahfizh yang
merupakan jantung dari IIQ itu sendiri.
2) Belum adanya cadangan dana yang mapan dan minimnya dana yang dimiliki IIQ,
hal ini terjadi karena jumlah mahasisiwi yang terbatas dan SPP yang rendah. Pada
awal berdiri mahasisiwi mendapatkan beasiswa gratis SPP. Setelah yayasan pendiri
mengalami pasang surut, hal ini tidak dapat dipertahankan lagi, namun demikian
IIQ juga tidak menetapkan SPP dengan jumlah tinggi sebagaimana perguruan tinggi
lainnya.
3) Belum adanya buku panduan Tahfizh yang disusun oleh lembaga dikarenakan
berberapa hal, salah satunya dari tahun ke tahun lembaga Tahfizh tidak menerbitkan
buku panduan. Peneliti mewawancarai ketua lembaga dikatakan bahwa buku
panduan tersebut sedang dalam proses penyusunan dan akan diterbitkan dan
dibagikan kepada mahasiswi pada semester depan.
4) Masih banyak mahasiswi yang kemampuan bacaannya kurang memenuhi syarat
untuk menghafal, sedangkan kegiatan matrikulasi hanya dilaksanakan dua minggu,
sembagian mahasisiwi yang agak lamban kegiatan matrikulasi ini dibilang cepat
sehingga bagi mahasiswi yang lamban menangkap merasa susuah mengikutinya.
Namun bagi mahasiswi yang standar pada umumnya sudah dapat berjalan dengan
baik lembaga Tahfizh Melihat kondisi bacaan mahasiswa yang beragam dan jumlah
mahasiswa yang cukup banyak serta beban dan tanggung jawab mahasiswa di
83
bangku kuliah pun juga banyak, Menghadapi mahasiwa yang memiliki bacaan
seperti tersebut, instruktur merasa kewalahan, di satu sisi harus membetulkan
bacaan namun di sisi lain harus menuntun hafalan sesuai target semester.
5) Masih adanya mahasiswi yang tinggal diluar pesantren takhassus, sehingga mereka
hanya setoran Tahfizh maksimal tiga kali dalam seminggu di kampus (yaitu: ketika
jam tahfizh wajib saja), sementara mahasiswa yang tinggal di pesantren takhassus
ada kesempatan menyetorkan hafalan tambahan di pesantren takhassus. Kondisi
yang terjadi, mahasiswa yang tinggal di luar pesantren hanya ada kesempatan untuk
menyetorkan hafalan maksimal tiga kali seminggu, namun sering ada kendala
terlambat sehingga ketika tiba di kampus sudah masuk jam kuliah, sehingga sering
absen Tahfizh.
6) Masih adanya mahasisiwi yang menghutang hafalannya, yaitu mahasisiwi yang
tidak bisa menyelesaikan target hafalan pada semester tersebut dan harus
menyelesaikan hutang hafalan pada semester berikutnya ditambah dengan target
semester tersebut. Jadi bagi mahasiswi yang memiliki hutang mempunyai beban
tahfizh double. Yaitu ia harus menyelesaikan hutang pada semester sebelumnya
dan target hafalan pada semester yang dilalui.
Jika terdapat kendala yang dihadapi maka haru adanya upaya peningkatan. Berikut
upaya peningkatan program tahfizh agar hasil sesuai yang diharapkan.
1) Perlunya mewajibkan seluruh mahasiswa untuk tinggal di pesantren takhassus,
supaya terbentuknya lingkungan yang Qur‟ani dalam hati mahasiswi. Faktanya saat
ini banyak juga dari mhasisiwi yang tinggal di luar pesantren takhassus karena
berberapa alasan tersendiri yang berasala dari mahasisiwi itu sendiri.
2) Perlu adanya pelatihan tahsin di awal masuk sebelum perkuliahan dimulai, hal ini
sangat perlu mengingat mahasiswi yang akan masuk nantinya akan menghafal Al-
Quran. Selain itu perlu adanya halaqah-halaqah melalui kerjasama antara Lembaga
Tahfizh, Lembaga Tilawah, pesantren Takhassus, dan Badan Eksekutif Mahasiswa
(BEM) internal IIQ maupun lembaga eksternal seperti kegiatan simaan, tadarus,
khataman dan sebagainya untuk membantu mahasiswi yang mempunyai kesulitan
dalam menghafal maupun membantu melancarkan hafalan.
3) Perlu adanya pembinaan khusus bagi mahasiswi yang dari segi bacaannya masih
perlu diperbaiki dan sesuai kemmapuannya untuk mengikuti program tahsin khusus
dan memiliki waktu khusus. Selain itu mahasiswi yang masih belum bagus dari segi
bacaannya tidak boleh masuk pada kelas menghafal Al-Quran sebelum memiliki
bacaan yang sesuai standar dan mendapatkan izin dari instruktur yang
mengampunya.
4) Perlu adanya ruang khusus untuk pelaksanaan Tahfizh, terutama jika
pelaksanaannya dilakukan di kampus. Peneliti sering menemukan ada beberapa
instruktur yang mengalami kesulitan dalam mencari tempat untuk pelaksanaan
Tahfizh. Kendalanya antara lain karena banyaknya kelas yang digunakan untuk
perkuliahan, selain itu jika pelaksanaan Tahfizh di mushalla akan terbentur dengan
mahasiswa yang akan melaksanakan shalat, selain itu akan mengganggu kegiatan
shalat maupun pelaksanaan Tahfizh.
5) Perlu adanya beasiswa bagi mahasiswi yang mengambil program 20 dan 30 juz.
Supaya minat mahasiswi untuk mengambil program ini semakin banyak, dengan
adanya beasiswa tersebut mahasiswi bisa fokus pada kuliah dan menghafal saja,
sehingga pikiran tidak bercabang dua, yakni memikirkan biaya kuliah dan biaya
84
hidup. Mengingat ada sebahagian mahasiswi mengajar atau bahkan bekerja untuk
memenuhi kebutuhan tersebut.
6) Perlu adanya buku pedoman atau panduan Tahfizh untuk pelaksanaan tahfizh di IIQ
Jakarta. Buku tersebut sekaligus berisi tatacara, atau langkah-langkah menghafal
Al-Quran, kebijakan, aturan-aturan dan sanksi pada program tahfizh di IIQ di
samping berisi tentang kiat-kiat memelihara hafalan agar tetap terjaga serta
motivasi kepada mahasiswi agar tetap terus semangat menghafal Al-Quran.
Upaya lain yang dapat dilakukan oleh IIQ demi terbentuknya kembali kader-kader
hafizhah yang didambakan IIQ juga pertama harus memiliki pimpinan atau ketua yayasan
ataupun Rektor sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam berbagai kebijakan, sehingga
jika dilihat suatu kebijakan tidak sesuai dengan tujuan maka dapat memperbaiki dan
melihat peluang-peluang bagaimana bisa IIQ melahirkan kembali hafizah-hafizah seperti
pada periode sebelumnya, jika tahfizh hanya sekedar formalitas, sekedar latihan menghafal
bukan identitas, maka hal ini secepatnya harus diperbaiki oleh pemangku kebijakan, kedua
instruktur tahfizh merupakan kunci kesuksesan program ini, instruktur ahrus dapat
memahami kemampuan mahasiswi, sehingga sedikit hafalan tetapi dapat
dipertanggungjawabkan dalam arti lancar, memahami makna, dan serta sesuai kaidah-
kaidah tajwid dirasa lebih baik diabndingkan dengan hafalan banyak namun belum
menjiwai Al-Quran. Ketiga mahasiswi sebagaiobjek yang dibebani hafalan Al-Quran
jangan menganggap tahfizh di IIQ sebagai beban agar bisa lulus namun harus ditanamkan
bahwa menghafal Al-Quran di IIQ merupakan jihad tersendiri dalam menjaga Al-Quran,
dan sebagai ibadah dalam menuntut ilmu.
4. Product/Hasil
Pada point ini akan dijabarkan implikasi kebijakan atau aturan terhadap hasil
prestasi tahfizh dan prestasi mahasisiwi.
a. Implikasi Kebijakan Terhadap Hasil
Tahfizh Al-Quran di Institut Ilmu Al-Quran Jakarta adalah merupakan mata kuliah
wajib yang harus di ikuti seluruh mahasiswi Program S1 tanpa terkecuali. Berkenaan
dengan beragamnya program tahfizh yang ditawarkan dan cukup banyaknya waktu yang
dialokasikan untuk pelaksanaan tahfizh (meliputi tugas mandiri dan tugas
terstruktur/setoran) maka mata kuliah ini tidak memiliki bobot SKS (satuan kredit
semester). Pertimbangannya, jika memiliki bobot SKS maka beban SKS matakuliah yang
wajib ditempuh mahasiswi masing-masing prodi akan membengkak. Di sisi lain, karena
beragamnya program tahfizh (meliputi: 5 Juz, 10 Juz, 20 Juz, dan 30 Juz) tentu
keempatnya ini tidak bisa diseragamkan menjadi satu, misalnya program 30 Juz tidak bisa
disamakan dengan program-program di bawahnya. Menuru tsalah satu instruktur, karena
begitu beratnya program tahfizh Al-Quran (tenaga, waktu, maupun fikiran yang
dicurahkan), maka tidak bisa diukur dengan nilai SKS, sebagaimana mata kuliah lain pada
umumnya. Menghafal Al-Quran jauh lebih sulit daripada menyusun makalah atau skripsi.
Untuk itu, untuk mengikat kewajiban tahfizh bagi seluruh mahasiswa agar menyelesaikan
beban tahfizh pada setiap semester, maka program tahfizh dikaitkan dengan UAS (Ujian
Akhir Semester). Ketentuan tersebut adalah apabila mahasiswa tidak mengikuti ujian
tahfizh tanpa sebab atau alasan yang dibenarkan, maka sanksi yang akan diberikan adalah
tidak boleh mengikuti ujian akhir semester (UAS). Dengan demikian mahasiswa yang kena
sanksi ini harus mengulang kembali seluruh matakuliah (kuliah lagi). Dengan kata lain,
karena tidak bisa mengikuti ujian tahfizh pada semester tersebut, mata kuliah yang sudah
85 ditempuh selama satu semester dianggap gugur atau batal. Oleh karenanya, jika mahasiswa
tersebut ingin mengikuti ujian tahfizh, maka ia harus mengulang lagi seluruh mata kuliah
yang ditempuh sebelumnya (pada semester di mana ia tidak mengikuti ujian tahfizh).
Dengan adanya sanksi tersebut, mahasiswa berlomba-lomba menyelesaikan tahfizh
tepat waktu. Namun dalam kenyataannya selama ini, mahasiswa berbondong-bondong
mengejar tahfizh menjelang pelaksanaan UAS atau pada saat minggu tenang. Kasus seperti
ini, menurut pernyataan beberapa instruktur disebabkan karena ada beberapa mahasiswi
yang tidak siap menyetorkan hafalan barunya pada jam tahfizh. Akibatnya tugas
menyelesaikan tahfizh tertunda hingga menjelang semester dilaksanakan. Hafalan dalam
kondisi mendesak seperti ini biasanya tidak lancar.
Pada dasarnya pemberian sanksi ini diperuntukkan bagi mahasiswa yang
mengambil program 5 juz, dikarenakan sebagai pemicu semangat mahasiswi dalam
menghafal. Akan tetapi, terkadang sanksi yang diberikan oleh perguruan tidak membuat
mahasiswa yang mengambil program 5 juz menjadi semangat dalam menghafal, ada yang
tidak peduli dengan hal tersebut, hasil wawancara yang penulis lakukan kepada alumni
yang memiliki kendala tersebut dikarenakan tidak adanya semangat untuk menghafal Al-
Quran.
Selain itu karena adanya sanksi seperti ini, banyak pula mahasiswa yang
sebelumnya mengambil program di atas 5 juz (10 juz, 20 juz dan 30 juz) satu persatu dari
mereka turun program karena khawatir tidak bisa mengikuti UAS. Sehingga pada semester
berikutnya mereka mempunyai hutang tahfizh jika tidak turun program. Hal ini pada
dasarnya memprihatinkan bagi IIQ kedepannya. Jika hal ini tidak ditindaklanjuti untuk
kedepannya, maka akan semakin banyak yang akan turun program selain itu mahasiswa
seakan tidak serius dalam mengambil program hafalan yang dipilihnya saat pertama
masuk.
Berikut data mahasiswi tahun 2012 yaitu:
Fakultas 5 juz 10 juz 20 juz 30 juz Jumlah
Syari’ah 11 11 3 5 30
Ushuluddin 20 7 4 10 41
Tarbiyah 23 10 3 5 41
Total 112
(Tabel 5. Data mahasiswi lulusan tahun 2012)
Jika digambarkan dengan diagram lingkaran berikut data mahasiswi tahun 2012:
86
(Diagram 1. Fakultas Syariah lulusan tahun 2012)
(Diagram 2. Fakultas Ushuluddin lulusan tahun 2012)
(Diagram 3. Fakultas Tarbiyah lulusan tahun 2012)
36%
37%
10%
17%
Fakultas Syari'ah Lulusan Tahun 2012
5 Juz
10 Juz
20 Juz
30 Juz
49%
17%
10%
24%
Fakultas Ushuluddin Lulusan Tahun 2012
5 Juz
10 Juz
20 Juz
30 Juz
56% 25%
7%
12%
Fakultas Tarbiyah Lulusan Tahun 2012
5 Juz
10 Juz
20 Juz
30 Juz
87
Berdasarkan diagram lingkaran pada fakultas syari‟ah, dapat dilihat persentase
lulusan pada tahun 2012 yang pada saat itu berjumlah 30 alumni, adapun penjabarannya
yaitu, untuk program 5 juz jumlah alumni sebanyak 11 orang dengan persentase 36%. Pada
program 10 juz jumlah alumni sebanyak 11 orang dengan persentase 37%.Pada program
20 juz jumlah alumni sebanyak 3 orang dengan persentase 10%.Dan pada program 30 juz
jumlah alumni sebanyak 5 orang dengan persentase 17%.
Adapun pada fakultas ushuluddin, dapat dilihat persentase lulusan pada tahun 2012
yang pada saat itu berjumlah 41 alumni, adapun penjabarannya yaitu, untuk program 5 juz
jumlah alumni sebanyak 20 orang dengan persentase 49%. Pada program 10 juz jumlah
alumni sebanyak 7 orang dengan persentase 17%.Pada program 20 juz jumlah alumni
sebanyak 4 orang dengan persentase 10%.Dan pada program 30 juz jumlah alumni
sebanyak 10 orang dengan persentase 24%.
Sedangkan pada fakultas tarbiyah, dapat dilihat persentase lulusan pada tahun
2012 yang pada saat itu berjumlah 41 alumni, adapun penjabarannya yaitu, untuk program
5 juz jumlah alumni sebanyak 23 orang dengan persentase 56%. Pada program 10 juz
jumlah alumni sebanyak 25 orang dengan persentase 25%.Pada program 20 juz
jumlahalumni sebanyak 3 orang dengan persentase 7%.Dan pada program 30 juz jumlah
alumni sebanyak 5 orang dengan persentase 12%.
Dari penggambaran diagram di atas, pada lulusan tahun 2012 di tiga fakultas, yaitu
fakultas syari‟ah ushuluddin, dan tarbiyah dapat dilihatbahwa program Tahfizh yang paling
banyak diminati oleh mahasiswa yaitu program tahfizh 5 juz, program Tahfizh berikutnya
yang diminati yaitu 10 Juz, program Tahfizh selanjutnya yang diminati yaitu program 30
Juz, dan program yang sedikit diminati yaitu program 20 Juz.
Jika dilihat pada diagram batang untuk lulusan tahun 2012 akan terlihat, seperti
pada gambar berikut:
(Diagram 4. Mahasiswi lulusan tahun 2012)
Adapun data mahasiswi tahun 2014 yaitu:
0
5
10
15
20
25
Syari'ah Ushuluddin Tarbiyah
5 Juz
10 Juz
20 Juz
30 Juz
88
Fakultas 5 juz 10 juz 20 juz 30 juz Jumlah
Syari’ah 24 6 3 1 34
Ushuluddin 12 4 4 5 25
Tarbiyah 48 15 4 10 77
Total 136
Jika digambarkan dengan diagram lingkarang berikut data wisudawati tahun 2014:
(Diagram 5. Fakultas Syariah lulusan tahun 2014)
(Diagram 6. Fakultas Ushuluddin lulusan tahun 2014)
70%
18%
9% 3%
Fakultas Syari'ah Lulusan Tahun 2014
5 Juz
10 Juz
20 Juz
30 Juz
48%
16%
16%
20%
Fakultas Ushuluddin Lulusan Tahun 2014
5 Juz
10 Juz
20 Juz
30 Juz
89
(Diagram 7. Fakultas Tarbiyah lulusan tahun 2014)
Berdasarkan diagram lingkaran pada fakultas syari‟ah, dapat dilihat persentase
lulusan pada tahun 2014 yang pada saat itu jumlah lulusannya sebanyak 34 alumni, adapun
penjabarannya yaitu, untuk program 5 juz jumlah alumni sebanyak 24 orang dengan
persentase 68%. Pada program 10 juz jumlah alumni sebanyak 6 orang dengan persentase
17%.Pada program 20 juz jumlah alumni sebanyak 3 orang dengan persentase 9%.Dan
pada program 30 juz jumlah alumni sebanyak 1 orang dengan persentase 3%.
Adapun pada fakultas ushuluddin, dapat dilihat persentase lulusan pada tahun 2014
yang pada saat itu jumlah lulusannya sebanyak 25 alumni, adapun penjabarannya yaitu,
untuk program 5 juz jumlah alumni sebanyak 12 orang dengan persentase 48%. Pada
program 10 juz jumlah alumni sebanyak 4 orang dengan persentase 16%.Pada program 20
juz jumlah alumni sebanyak 4 orang dengan persentase 16%.Dan pada program 30 juz
jumlah alumni sebanyak 5 orang dengan persentase 20%.
Sedangkan pada fakultas tarbiyah, dapat dilihat persentase lulusan pada tahun
2012 yang pada saat itu jumlah lulusannya sebanyak 77 alumni, adapun penjabarannya
yaitu, untuk program 5 juz jumlah alumni sebanyak 48 orang dengan persentase 62%. Pada
program 10 juz jumlah alumni sebanyak 15 orang dengan persentase 20%.Pada program
20 juz jumlah alumni sebanyak 4 orang dengan persentase 5%.Dan pada program 30 juz
jumlah alumni sebanyak 10 orang dengan persentase 13%.
Dari penggambaran diagram di atas, pada lulusan tahun 2014 di tiga fakultas, yaitu
fakultas syari‟ah ushuluddin, dan tarbiyah dapat dilihat bahwa program tahfizh yang
paling banyak diminati oleh mahasiswa yaitu program tahfizh 5 juz, program tahfizh
berikutnya yang diminati yaitu 10 Juz, program tahfizh selanjutnya yang diminati yaitu
program 30 Juz, dan program yang sedikit diminati yaitu program 20 Juz.
Jika dilihat pada diagram batang untuk lulusan tahun 2014 akan terlihat, seperti
pada gambar berikut:
62% 20%
5%
13%
Fakultas Tarbiyah Lulusan Tahun 2014
5 Juz
10 Juz
20 Juz
30 Juz
90
(Diagram 8. Mahasiswi lulusan tahun 2014)
Adapun data mahasiswi lulusan tahun 2015 yaitu:
Fakultas 5 juz 10 juz 20 juz 30 juz Jumlah
Syari’ah 25 1 1 1 28
Ushuluddin 27 7 4 4 42
Tarbiyah 54 13 1 4 72
Total 142
(Tabel 7. Data mahasiswi lulusan tahun 2015)
(Diagram 9. Fakultas Syariah lulusan 2015
0
10
20
30
40
50
60
Syari'ah Ushuluddin Tarbiyah
5 Juz
10 Juz
20 Juz
30 Juz
89 %
4% 4%
4%
Fakultas Syariah Lulusan Tahun 2015
5 juz
10 juz
20 juz
30 juz
91
(Diagram 10. Fakultas Ushuluddin lulusan 2015)
(Diagram 11. Fakultas Tarbiyah lulusan 2015)
Berdasarkan diagram lingkaran pada fakultas syari‟ah, dapat dilihat persentase
lulusan pada tahun 2015 yang pada saat itu jumlah lulusannya sebanyak 28 alumni, adapun
penjabarannya yaitu, untuk program 5 juz jumlah alumni sebanyak 25 orang dengan
persentase 89%. Pada program 10 juz jumlah alumni sebanyak 1 orang dengan persentase
4%. Pada program 20 juz jumlah alumni sebanyak 1 orang dengan persentase 4%.
Sedangkan pada program 30 juz jumlah alumni sebanyak 1 orang dengan persentase 4%.
Adapun pada fakultas ushuluddin, dapat dilihat persentase lulusan pada tahun 2015
yang pada saat itu jumlah lulusannya sebanyak 42 alumni, adapun penjabarannya yaitu,
untuk program 5 juz jumlah alumni sebanyak 27 orang dengan persentase 64%. Pada
program 10 juz jumlah alumni sebanyak 7 orang dengan persentase 17%. Pada program 20
juz jumlah alumni sebanyak 4 orang dengan persentase 10%. Dan pada program 30 juz
jumlah alumni sebanyak 4 orang dengan persentase 10%.
64%
17%
10%
10%
Fakultas Ushuluddin Lulusan Tahun 2015
5 juz
10 juz
20 juz
30 juz
75%
18%
1%
6%
Fakultas Tarbiyah Lulusan 2015
5 juz
10 juz
20 juz
30 juz
92
Sedangkan pada fakultas tarbiyah, dapat dilihat persentase lulusan pada tahun
2015 yang pada saat itu jumlah lulusannya sebanyak 72 alumni, adapun penjabarannya
yaitu, untuk program 5 juz jumlah alumni sebanyak 54 orang dengan persentase 75%. Pada
program 10 juz jumlah alumni sebanyak 13 orang dengan persentase 18%. Pada program
20 juz jumlah alumni sebanyak 1 orang dengan persentase 1%. Dan pada program 30 juz
jumlah alumni sebanyak 4 orang dengan persentase 6%.
Jika dilihat pada diagram batang untuk lulusan tahun 2015 akan terlihat, seperti
pada gambar berikut:
(Diagram 12. Mahasiswi lulusan tahun 2015)
Dari data dan diagram diatas dapat dikatakan bahwa implikasi dari kebijakan yang
diterapkan oleh lembaga sangat mempengaruhi terhadap program tahfizh yang diambil
oleh mahasiswi. Terlihat bahwa program tahfizh yang sangat diminati oleh mahasisiwi
adalah program 5 juz, disamping program 5 juz dianggap sangat mudah dan sedikit materi
hafalannya, juga akan mempercepatnya mahasiswi menyelesaikan ujian tahfizh dan bisa
langsung ujian munaqasah skripsi, dan mempercepat kelulusan kuliah.
Jika dilihat dari table maupun diagram di atas, dapat diketahui bahwa para alumni
yang mengambil program 5 juz semakin banyak terutama pada fakultas tarbiyah. Pada
tahun 2012 alumi fakultas syari‟ah yang mengambil program 5 juz sebanyak 11 alumni
kemudian mengalami peningkatan pada alumni tahun 2014 menjadi 24 alumni. Sedangkan
pada tahun 2015 mengalami penaikan sedikit menjadi 25. Pada fakultas tarbiyah alumni
yang mengambil program 5 juz juga mengalami peningkatan, yaitu pada tahun 2012
sebanyak 23 alumni dan mengalami peningkatan pada alumni tahun 2014 menjadi 48
alumni. Sedangkan pada tahun 2015 meningkat kembali yaitu 54 alumni yang mengambil
program 5 juz pada fakultas tarbiyah. Pada Fakultas ushuludin mengalami penurunan
walaupun tidak signifikan yaitu jumlah alumni yang mengambil program 5 juz pada tahun
2012 sebanyak 20 alumni dan mengalami penurunan pada tahun 2014 sebanyak 12 alumni,
sedangkan pada tahun 2015 mengalami peningkatan kembali sebanyak 27 alumni.
Adapun program 10 juz pada fakultas syari‟ah mengalami penurunan yaitu pada
tahun 2012 sebanyak 11 alumni dan pada tahun 2014 turun menjadi 6 alumni. Sedangkan
0
10
20
30
40
50
60
syariah ushuluddin tarbiyah
5 juz
10 juz
20 juz
30 juz
93 pada tahun 2015 program 10 juz mengalami penurunan drastis sekali menjadi 1 alumni.
Pada fakultas ushuluddin jumlah alumni yang mengambil program 10 juz juga mengalami
penurunan yaitu pada tahun 2012 sebanyak 7 alumni sedang pada tahun 2014 turun
menjadi 4 orang. Sedangkan Pada tahun 2015 mengalami peningkatan kembali menjadi 7
alumni. Sedangkan pada fakultas tarbiyah minat para alumni untuk mengambil program 10
juz meningkat walau tidak signifikan, yaitu pada tahun 2012 berjumlah 10 alumni sedang
pada tahun 2014 naik menjadi 15 alumni,dan pada tahun 2015 meningkat kembali
menjadi 13 alumni.
Pada program 20 juz di fakultas syari‟ah dan ushuluddin,jumlah alumni yang
mengambil program 20 juz pada tahun 2012 dan 2014 jumlahnya sama, yaitu sebanyak 3
alumni, pada tahun 2015 menurun menjadi 1 alumni. dan pada fakultas ushuluddin
sebanyak 4 alumni. Pada 2015 dengan jumlah yang sama 4 alumni. Adapun pada fakultas
tarbiyah, jumlah alumni yang mengambil program 20 juz mengalami peningkatan walau
tidak signifikan, di tahun 2012 jumlah alumni yang mengambil program 20 juz berjumlah
3 alumni, sedang pada tahun 2014 jumlah alumni yang mengambil program ini naik
menjadi 4 alumni dan pada tahun 2015 turun menjadi 1 alumni.
Pada program 30 juz,di fakultas syari‟ah dan fakultas uhuluddin jumlah mahasiswa
yang mengambil program ini mengalami penurunan terutama pada fakultas ushuluddin.
Pada fakultas syari‟ah di tahun 2012 jumlah alumni yang mengambil program 30 juz
sebanyak 5 alumni, sedang di tahun 2014 turun menjadi 1 alumni begitu juga pada tahun
2015 juga 1 alumni. Pada fakultas ushuluddin di tahun 2012 jumlah alumni yang
mengambil program 30 juz sebanyak 10 alumni sedang pada pada tahun 2014 mengalami
penurunan yang signifikan yaitu turun menjadi 5 alumni, dan menurun pada 2015
sebanyak 4 alumni. Sedangkan pada fakultas tarbiyah jumlah mahasiswa yang mengambil
program 30 juz mengalami peningkatan yang signifikan yaitu pada tahun 2012 jumlah
alumni yang mengambil program 30 juz sebanyak 5 alumni dan di tahun 2014 naik
menjadi 10 alumni, kemudian turun pada tahun 2015 menjadi 4 alumni.
Selain berberapa hal diatas, sedikitnya mahasiswi yang mengambil program
tahfizh 30 juz bisa berasal dari faktor internal dan faktor eksternal, dari hasil penelitian
penulis dapat simpulkan banyaknya mahasiswi yang mengambil program tahfizh 5 juz
terjadi karena berberapa faktor internal dan eksternal diantaranya:
1) (Faktor internal) yaitu faktor yang berasal dari diri mahasiswi. Menurunnya minat,
bakat, semangat dan motivasi dari diri sendiri maupun keluarga mahasiswi dalam
menghafal Al-Quran, mereka hanya menganggap ujian Tahfizh hanya sebagai
prasyarat lulus, jika ingin menambah hafalan bisa dilakukan di luar kampus atau
tidak mengikuti prosedur yang mengikat, seperti kewajiban dan sanksi jika tidak
mengikuti ujian akhir semester. Kemampuan menghafal yang lambat juga menjadi
alasana mahasiswi menambil program tahfizh ini. Kemampuan menghafal Al-
Quran pada diri tiap-tiap orang berbeda-beda, ada yang mampu menghafal dengan
cepat, tapi ada juga yang membutuhkan proses yang cukup lama untuk bisa hafal.
2) (Faktor eksternal) yaitu faktor dari lingkungan tempat tinggal mahasiswi, teman
bergaul yang tidak mendukung menghafal, faktor banyaknya tugas kuliah sehingga
susah mahasiswi membagi waktu antara menyelesaikan tugas kuliah berbarengan
dengan tugas waib setoran dan ujian hafalan Al-Quran. Karena dua hal tersebut
sama-sama penting.
3) Mahasiswi memilih program tahfizh 5 Juz, dengan harapan 5 Juz yang dihafal bisa
terjaga dengan baik dan mampu difahami makna dan isi kandungan ayat-ayat
94
tersebut. Jadi sungguhpun hanya lima juz mereka berharap mampu memahaminya
dengan baik, dan terjaga dari kelupaan.
Dari hasil penelitian yang dilakukan melalui wawancara, peneliti menemukan
fator-faktor dari para mahasiswi yang mengambil program hafalan 10 juz, adalah sebagai
berikut:
1) (Faktor internal) Kemampuan menghafal yang sedang-sedang saja. Rata-rata
mereka yang memiliki rasa seperti ini, sebenarnya punya keinginan menghafal
lebih dari itu, tetapi belum punya modal hafalan sebelumnya, sehingga setelah
mencoba selama satu semester mereka bisa merasakan sejauh mana kemampuan
menghafal yang mereka miliki. Semester pertama itulah yang menjadi penentu
tingkat kemampuan mahasiswi masing-masing, sungguhpun ada sebagian yang
baru mampu mengukur setelah masuk semester III. Pemilihan program tahfizh 10
juz merupakan pilihan menengah, tidak terlalu sedikit dan tidak terlalu banyak.
Ingin cepat menyelesaikan kuliah dan ikut wisuda tepat waktu juga menjadi faktor
pemilihan program tahfizh ini. Mahasiswa yang memiliki alasan seperti ini,
biasanya mahasiswi mengambil program tahfizh 20 Juz, tapi di dalam perjalanan
kuliah tidak bisa menyelesaikan program hafalan pada semester yang sedang
dijalani,pada akhirnya turun program menjadi 10 Juz. Kasus turun program ini
juga kadang terjadi ketika berkeinginan cepat selesai kuliah padahal tinggal 2 juz
lagi yang belum disetor, karena suatu hal dia tidak bisa memenuhi target
hafalannya yang tinggal 2 Juz, maka turun program. Oleh karena program di
bawahnya 10 Juz, maka dia masuk kategori mengikuti program 10 Juz.
2) (Faktor eksternal) Disebabkan karena ada kesibukan dengan kegiatan-kegiatan
kampus dan pesantren. Kesulitan dalam mengatur jadwal untuk menghafal, pada
dasarnya alasan adanya kesibukan karena banyaknya kegiatan-kegiatan kampus
atau kegiatan pesantren rasanya kurang tepat, karena sesibuk dan seberapa
banyaknya kegiatan tersebut, diyakini bahwa semua kegiatan tersebut saling
mendukung. Jika kegiatan tersebut diatur dengan baik melalui kerja sama antara
pihak kampus dan pihak pesantren, serta pengaturan waktu dari mahasiswi untuk
menghafal pribadi.
Dari hasil penelitian yang dilakukan melalui wawancara, peneliti menemukan
beberapa faktor dari para mahasiswi yang mengambil program hafalan 20 juz. Di antara
alasannya adalah:
1) (Faktor internal) mahasiswi yang mengambil program 20 juz adalah merupakan
mahasiswi yang berkeinginan untuk mengambil program hafalan 30 juz. Namun
karena beberapa faktor akhirnya turun program. Di antara faktor turun program
antara lain, karena banyaknya tugas dalam perkuliahan, misalnya banyaknya tugas
makalah dari beberapa dosen, akhirnya yang sedianya dalam satu semester
menghafal 5 juz, pada akhirnya hanya mampu menyetorkan 4 Juz,
karenanyamasuk program 20 Juz. Namun demikian, Lembaga tahfizh masih
memberi kesempatan kepada mereka untuk menambah hafalan lagi pada waktu
libur kuliah. Jadi turun dari program 30 Juz ke program 20 Juz, hanya karena
untuk memenuhi persyaratan mengikuti UAS. Jika sampai ujian komphrehenship
mahasiswa tersebut belum memenuhi target tahfizh 30 Juz, maka mereka
dikategorikan masuk program tahfizh 20 Juz.
2) (Fasktor eksternal) bahwa pilihan semula adalah mengambil program tahfizh 10
Juz, setelah menjalani,ternyata dalam satu semester mampu menyetorkan tahfizh
lebih dari target yang ditentukan (dari 2 Juz menjadi 4 Juz). Hal ini karena
95
munculnya semangat baru sehingga mengambil program 20 Juz. Dorongan
tersebut muncul karena adanya semangat atau motivasi dari teman sejawatnya
yang mengambil program 30 Juz, atau karena dorongan dari keluarga, Kasus
seperti ini sangat sedikit, karena yang terjadi adalah mayoritas mahasiswa turun
program,bukan naik program.
Dari hasil penelitian yang dilakukan melalui wawancara, peneliti menemukan
beberapa faktor dari para alumni yang mengambil program hafalan 30 juz. Di antara
adalah:
1) (faktor internal). Mahasiswa yang memilih atau mengambil program tahfizh 30 juz.
Motivasi yang tinggi dan kuat dari diri sendiri dan keluarga terutama orangtua.
Selain itu, sebelum masuk ke IIQ sudah hafal 30 Juz, sehingga selama di IIQ
tinggal melancarkan dan memperbaiki hafalan serta kualitas bacaan saja.
Mahasiswa yang memiliki latar belakang sudah hafal 30 Juz ini akan dibibitkan
untuk menjadi instruktur tahfizh nantinya. Mahasiswa yang memilih dan
mengambil program 30 Juz, sudah punya simpanan hafalan cukup banyak, sebagian
menyatakan sudah punya hafalan 5 juz, 15 Juz, dan sebagian ada yang sudah hafal
20 Juz. Oleh karena sudah mempunyai pengalaman menghafal dan menjaga
hafalan, ada keingin menambah hafalannya menjadi 30 Juz.
2) (Faktor eksternal) Adanya keinginan memajukan pendidikan Al-Quran di
daerahnya ketika selesai kuliah. Karena mayoritas mahasiswa IIQ berasal dari luar
daerah. Mereka merasa betapa pentingnya pendidikan Al-Quran di daerahnya,
dengan melihat kondisi daerahnya yang sangat membutuhkan orang yang ahli
dalam bidang kequr‟anan, mereka termotivasi untuk mengembangkan program
tahfizh Al-Quran. Dengan tujuan tersebut akhirnya mereka mengambil program
tahfizh Al-Quran 30 Juz. Selain itu, mahasiswi yang mengambil 30 juz diantara
mereka juga yang bagus nilai akademiknya (IPK). Faktor eksternal lainnya adalah
pendainya mengatur waktu, kapan akan menghafal dan setoran dan kapan harus
menyelesaikan tugas-tugas kuliah.
Berikut data akhir jumlah keseluruhan mahasisiwi yang mengambil program
tahfizh 5 juz, 10 juz, 20 juz dan 30 juz pada tahun 2013-2015:
NO FAKULTAS LULUSAN PROGRAM JUMLAH
01 SYARI'AH 2012-2015 5 JUZ 60
02 USHULUDDIN 2012-2015 5 JUZ 59
03 TARBIYAH 2012-2015 5 JUZ 125
JUMLAH 244
NO FAKULTAS LULUSAN PROGRAM JUMLAH
01 SYARI'AH 2012-2015 10 JUZ 18
02 USHULUDDIN 2012-2015 10 JUZ 18
03 TARBIYAH 2012-2015 10 JUZ 38
JUMLAH 74
NO FAKULTAS LULUSAN PROGRAM JUMLAH
01 SYARI'AH 2012-2015 20 JUZ 7
02 USHULUDDIN 2012-2015 20 JUZ 12
96
03 TARBIYAH 2012-2015 20 JUZ 8
JUMLAH 27
NO FAKULTAS LULUSAN PROGRAM JUMLAH
01 SYARI'AH 2012-2015 30 JUZ 7
02 USHULUDDIN 2012-2015 30 JUZ 19
03 TARBIYAH 2012-2015 30 JUZ 19
JUMLAH 45
(Tabel 8. Data akhir jumlah mahasisiwi program tahfizh 5, 10, 20, dan
30 juz tahun 2012-2015)
Menurut data di atas terlihat program tahfizh yang sangat diminati mahasiswi
adalah 5 juz dengan jumlah 244 alumni yang mengambil program 5 juz angka ini sangat
tinggi dibanding dengan program 10 juz yang 74 dan program 20 juz sebanyak 27, dan
adalah program 30 juz 45. Ini menandakan jumlah alumni yang hafal 30 juz jumlahnya
sedikit dibandingkan program 5 juz yang paling banyak, hal ini harus diantisipasi oleh
pihak bagaimana supaya alumni sama seperti pada periode satu maupun periode dua agar
kualitas IIQ dapat meningkat dari tahun ke tahun.
b. Prestasi Mahasiswi
Mahasisiwi yang tercatat sebagai mahasiswi yang mengukir prestasi
membanggakan khususnya pada bidang MTQ/STQ baik tingkat nasional maupun
internasional merupakan aset yang dimiliki IIQ agar tetap menjadi kampus yang unik dapat
melahirkan sarjana sekaligus ahli al-quran. dan Nama-nama mahasiswi yang berprestasi
pada STQ Nasional 2015 di Asrama Haji Pondok Gede (09-16 Agustus 2015) sebagai
berikut:
NO NAMA FAKULTAS JUARA CABANG/ GOL.
1 Ilfi Zakiah Darmanita Tarbiyah/III I Tahfizh 5 juz + tilawah
2 Nur Afriani Hasanah Syari‟ah/VII I Tahfizh 20 juz
3 Mawaddah Khairiyah Syari‟ah/V II Tahfizh 5 juz + tilawah
4 Fitriani Tarbiyah/IX II Tahfizh 20 juz
5 Ayuna Faizatul
Fiqriyah Ushuluddin II Tahfizh 30 juz
6 Rifdah Farnidah Ushuluddin/V Harapan I Tahfizh 10 juz
(Tabel 9. Mahasiswi berprestasi STQ Nasional 2015)
Sementara itu, mahasiswi maupun alumni yang tercatat sebagai mahasiswi
berprestasi yang sangat membanggakan IIQ berikut data-datanya:
97
Nama-nama mahasiswi yang berptestasi di MTQ Internasional:
Tahun Nama Prestasi Cabang
2007 Ade Halimah Juara 1 30 juz di libya
2007 Farida fransiska Juara 3 20 juz di Jordania
2011 Luthfi luthfiyah Juara 1 Tahfizh 10 juz +
tafsir
(Tabel 10. Mahasiswi berprestasi MTQ Internasional)
Nama mahasiswi yang berprestasi di MTQ/STQ Nasional:
Tahun Nama Prestasi Cabang Lokasi
2007 Is is saidah nasfisah Juara 1 5 juz+tilawa STQ Jakarta
2007 Farida fransisika Juara 1 20 juz STQ Jakarta
2007 Ade halimah Juara 1 30 juz STQ Jakarta
2007 Halimah Juara 1 Tafsir B.Arab STQ Jakarta
2008 Atiqoh Juara 1 Tafsir B.Indo MTQ Banten
2008 Rushkoh Nurul Juara 1 Tafsir B.Ingg MTQ Banten
2008 Sami‟ah Juara 2 Tafsir B.Indo MTQ Banten
2009 Farida Fransisika Juara 3 30 juz STQ Jakarta
2010 Farida Fransisika Juara 1 30 juz MTQ Banten
2010 Sami‟ah Juara 1 Tafsir B.indo MTQ bengkulu
2010 Umi lathifah Juara 1 10 juz MTQ bengkulu
2010 Ummul khair Juara 3 30 juz MTQ bengkulu
2011 Farida Fransisika Jaura 1 Tafsir B.Arab STQ Banjarmasin
2011 Ayuna Faizatu. f Harapan 1 20 juz STQ Banjarmasin
2011 Anita rahmawati Harapan 3 1 juz +
tilawah
STQ Banjarmasin
2011 Luthfi luthfiyah Harapan 3 10 juz STQ Banjarmasin
2012 Rahmawati hunawa Juara 1 Tilawah
dewasa
MTQ Ambon
2012 Nilna Juara 1 5 juz+ tilawah MTQ Ambon
2012 Ulin nuha Juara 1 M2IQ MTQ Ambon
2012 Farida Fransisika Juara 1 Tafsir B.Indo MTQ Ambon
2012 Arina haq & alaina f Juara 2 Syarhil quran MTQ Ambon
2012 Umi lathifah Juara 2 5 juz+ tilawah MTQ Ambon
2012 Anita rahmawati Juara 3 1 juz tilawah MTQ Ambon
2013 Ana umi farohah Juara 2 Qiroatul
khobar
MTQ Ambon
2013 Kamisatuddhua Juara 1 5 juz +tilawah STQ
bangkabelitung
98
2013 Luthfi luthfiyah Juara 1 15 juz Olimpiade Quran
nasional di UIN
Jakarta
2013 Ayuna faizatul f Juara 1 30 juz Olimpiade Quran
nasional di UIN
Jakarta
2013 Khamisatuddhuha Juara 1 Tilawah Olimpiade Quran
nasional di UIN
Jakarta
(Tabel 11. Mahasiswi berprestasi MTQ/STQ Nasional)
Selain prestasi yang disebutkan di atas, IIQ juga memiliki prestasi dalam hal
kunjungan ilmiah dari perguruan tinggi akademis atau pihak-pihak yang konsen dalam Al-
Quran, baik dalam negri maupun luar negri, diantaranya: kunjungan institut Al-Quran (IQ)
Trengganu Malaysia pada April 2013. Kunjungan kehormatan dari peneliti asing, anggota
OSLO COA Lition, Nelly Fan Doorn pada Mei 2013; kunjungan silaturrahim Ilmiah Al-
Haiyah Al-Alamiyah li Tahfizh Al-Quran mamlaka sa’udi arabiyah Oktober 2013.
Kunjungan silaturrahim pengusaha Jeddah, Syekh Sa‟id Desember 2014; kunjungan
silaturrahim dari komunitas pengusaha muslim Cina, 2014 dan terakhir kunjungan
silaturrahim kepala devisi kebudayaan kedutaan besar Iran pada tahun 2014. (Muhammad,
2014: 5)
Prestasi-prestasi yang dimiliki oleh IIQ diharapkan dapat meningkat dari tahun ke
tahun, dan prestasi-prestasi baik yang diraih oleh mahasiswi maupun dosen diharapkan
bermanfaat baik di kalangan kampus IIQ maupun kalangan masyarakat sekitar.
5. Outcome (alumni) Seperti pohon besar rindang yang berbunga lebat mempesona, kemudian
memunculkan untaian buah yang indah yang begitu lezat disantap, IIQ telah berhasil
mencetak ratusan srikandi-srikandi sarjana Al-Quran dalam program S1 dan puluhan lagi
dari S2. Sebagian besar alumni IIQ tersebar hampir di seluruh provinsi dan kepulauan
indonesia. Sebagaimana lagi menetap di Jakarta. Mereka semua aktif berkiprah di tengah-
tengah masyarakat sebagai hamalah Al-Quran, pengibar panji-panji Al-Quran menaburkan
nilai-nilai permata Qurani, menebarkan senyum kedamaian Al-Quran, membimbing
ummat, menyalakan pelita Al-Quran di tengah-tengah umat yang kegelapan.
IIQ dengan spesifik yang dimilikinya diharapkan dapat mengisi kekosngan yang
mungkin tidak dapat diisi oleh perguruan tinggi islam yang lain. Alumni IIQ diharapkan
menjadi kader-kader hafizhah yang ahli qiraat, mendalami ilmu Al-Quran yang diharapkan
sanggup terus menjaga dan memelihara kesucian, keaslian, dan kelestarian Al-Quran.
Alumni IIQ juga diharapkan tampil menjadi ulama dan sarjana perempuan yang bukan saja
fashih dan indah dalam melantunkan ayat-ayat Allah, tetapi juga memiliki iman yang
kokoh, berakhlak mulia, bertakwa, berwawasan luas sebagai calon pemimpin perempuan
yang akan datang.
Alumni IIQ memang sengaja tidak disalurkan untuk menjadi pegawai negri, akan
tetapi untuk mayarakat. Sebab, untuk mencetak pegawai negri sudah banyak lembaga
pendidikan yang menanganinya. Kehadiran IIQ adalah untuk mengisi kekosongan yang
memnag belum sempat terpikirkan apalagi tersiapkan oleh lembaga pendidikan islam yang
lain, yaitu untuk mencetak ulama-ulama wanita yang sanggup mengabdi untuk
99 kepentingan agama dan masyarakat dengan modal ilmu –ilmu ke al-quranan. Untk
masyarakat artinya mengabdi, mengembankan ilmunya, membangun masyarakat sesuai
tuntunan ajaran Islam, dengan demikina apa yang dilakukan oleh alumni IIQ pada
hakikatnya merupakan ihwal dan aktifitas dakwah. (Khatimah, 2002: 87)
IIQ membuktikan kepada dunia luar bahwa perempuan di dalam Islam memiliki
derajat yang tinggi, bahkan mempunyai peranan yang sangat strategis dan menentukan
dalam mengantarkan umat dan bangsa menuju kejayaan. Dalam pandangan IIQ perempuan
dan Al-Quran tidak dapat dipisahkan, karenaa Al-Quran merupakan pedoman umat islam
dan perempuan sebagai tonggak baik buruknya bangsa haru memiliki jiwa-jiwa ke Al-
Quran-an, untuk itu alumni IIQ dituntut agar memiliki kompetensi yang dapat
dikembangkan di masyarakat terutama kompetensi Al-Quran dan jiwa bermasyarakat yang
baik. (Khatimah, 2002:34) Kendati alumni IIQ sebagian besar telah banyak yang terjun ke
masyarakat, sebagian mereka ada yang menjadi guru di sekolah khusus tahfizh, menjadi
ustazah atau pengajar Al-Quran di kalangan majlis Ta‟lim, menjadi pengajar di lembaga
Al-Quran, menjadi anggota pentashih Al-Quran di lembaga Pentashih Al-Quran, menjadi
ustazah, pimpinan pesantren dan ada juga yang menjadi pegawai negri dengan tidak
terlepas kesibukannya menjadi pengemban dan penyebar ilmu-ilmu keislaman. Meski
alumni IIQ adalah para perempuan, nyatanya banyak yang berkiprah pada ranah-ranah
strategis di negeri ini, dan tidak sebatas pada ranah keagamaan saja, atau ke Al-Quranan
saja. Ada juga yang berkiprah sebagai anggota dewan di tingkat pusat, ada juga yang
berkiprah sebagai pimpinan pusat di ormas-ormas keagamaan. Namun harus diakui bahwa
out put itu kebanyakan masih jauh dari yang diharapkan. Bukankah IIQ didirikan untuk
mencetak ulama dan sarjana perempuan yang hafal Al-Quran 30 juz yang pandai bahasa
Arab dan Inggris, yang menguasai Ilmu Al-Quran dan cabang-cabang ilmu Qiraat, yang
mmampuni dan mantap kemampuan ilmiah dan akdemisnya, lulusan IIQ yang seperti ini
nampaknya masih dapat dihitung dengan jari, karena hakikatnya dalam praktek banyaknya
mahasiswi yang hanya mengambil program tahfizh 5 juz atau 10 juz di akhir kelulusan.
Dari data yang dihimpun penulis di atas, terlihat program tahfizh 5 juz merrupakan
program tahfizh yang sangat diminati mahasiswi terutama bagi mahasiswi tingkat akhir,
hal ini sangat berdampak pada alumni yang diharapkan hafal Al-Quran 30 Juz, namun
dalam prakteknya hanya 5 juz, banyaknya faktor yang menyebabkan merosotnya atau
berkurangnya mahasiswi yang hafal 30 juz full diantaranya masih banyak mahasiswi yang
tidak sanggup menyelesaikan studi tepat waktu jika harus mengambil program tahfizh
banyak, karena akademis dan tahfizh sama-sama pentingnya, kemudian latarbelakang
pendidikan calon mahasiswi juga mempengaruhi bacaan Al-Quran yang masih minim,
menjadi hambatan tersendiri bagi penyelesaian program tahfizh. Hal ini Berkenaan dengan
tidak adanya keseimbangan antara mahasiswayang masuk dengan lulusannya (antara input
dan output) maka program tahfizh yang dibebankan kepada mahasiswa dibuat suatu
pilihan, yaitu program 5 Juz, 10 Juz, 20 Juz, dan 30 Juz, dengan adanya pilihan tersebut,
mahasiswa dapat mengambil program tahfizh sesuai dengan kemampuan masing-masing
dan mereka bisa menyelesaikan kuliah tepat waktu.
Jika melihat fakta kondisi pendidikan di indonesia, kondisi pendidikan permpuan
sangat tidak berimbang, kondisi ini antara lain ditunjukkan masih tingginya angak buta
huruf di kalangan perempuan, dan rendahnya jumlah perempuan di jenjang pendidikan
tinggi yakni kurang dari 5%. Dari jumlah ini IIQ telah berhasil menyumbangkan tenaga
pendidiknya beruapa sarjana muslimah sebanyak 1500 lebih sarjana dari strata satu (S1)
dan 400 lebih dari sarjana strata dua (S2). ( Syibromalisi, 2015: 12)
100
Dengan melihat realitas di indonesia nyatalah IIQ telah memberikan sumbangsih
yang demikian besar dalam menjaga eksistensi kitab suci dalam menjaga dan
mengembangkan pendidikan, harapan tampilnya ulama Al-Quran perempuan dan
menjadikan IIQ sebagai central pengembangan calon-calon peserta MTQ, agar alumni
yang mampuni dalam bidangnya dihasilkan IIQ dalam jumlah yang lebih banyak lagi dari
tahun ke tahun. Sepanjang alumni IIQ mampu menyalakan semangat Al-Quran, maka
semua tantangan hidup, semua rintangan di masyarakat akan dapat diatasi dengan baik,
dan sebagai alumni IIQ harus punya rasa percaya diri sehingga ketika terjun di masyarakat
dapat tampil menjadi sarjana yang ideal sesuai fungsinya.
Menurut Muhaimin Zein, melihat keberhasilan IIQ yang sudah sampai pada
prestasi nasional maupun internasional, sangat disayangkan jika mahasiswi IIQ saat ini
tidak bisa meneladani para alumni dan senior sebelumnya, karean itu mahasiswi yang
masih proses pendidikannya diharapkan harus rajin belajar, rajin tahfizh, kreatif
berorganisasi supaya bisa menjaga kepercayaan masyarakat dan meneruskan perjuangan,
riusalah, dan cita-cita agung IIQ di masa mendatang, tentu hal ini harus dilakukan secara
istiqomah, konsisten dan terprogram, agar tidak terpengaruh oleh situasi yang membuat
tahfizh kdan semangat menjaga dan mengembangkan Al-Quran melemah. (Zein, 2014: 44)
karena alumni IIQ diharapkan menjadi manusia yang bermanfaat dan siap melayani umat
yang dibutuhkan dan diperuntukkan untuk umat.
Sekalipun IIQ merupakan lembaga pendidikan tinggi swasta yang berumur masih
relatif muda, namun kehadiran IIQ cukup mendapat sambutan yang sangat baik dari
masyarakat khususnya umat Islam. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan IIQ memang
dibutuhkan dan diperlukan masyarakat. sambutan positif dari umat islam antar lain
ditandai dengan mengalirnya remaja putri dari kepulauan di Indonesia untuk belajar di IIQ
pada setiap tahun ajaran baru. Satu hal yang perlu dicatat motivasi mereka rata-rata hanya
karena dorongan ilmiah, yaitu ingin menghafal Al-Quran dan mendalami ilmu-ilmunya
dan sebagian besar merupakan kalangan keluarga kiyai/ulama atau tokoh masyarakat di
daerah mereka masing-masing. (Suratmaputra, 2002: 77)
Pemerintah DKI yang selalu menjalin kerja sama memberikan subsidi dan bantuan
kepada IIQ juga sebagai bukti adanya tanggapan positif dari pemerintah daerah kepada
lembaga IIQ, demikian juga adanya uluran tangan dari para dermawan dalam rangka untuk
membantu lajunya gerak dan langkah IIQ sebagai bukti nyata bahwa IIQ di mata umat
memang sesuatu yang harus diperhatikan.
Sekalipun publikasi IIQ secara formal masih kurang, akan tetapi IIQ sudah cukup
harum namanya di masyarakat, IIQ dikenal masyarakat melalui mahasiswinya yang sering
terjun ke tengah-tengah masyarakat membaca Al-Quran pada acara-acara keislaman atau
hari-hari besar Islam. Keterlibatan IIQ pada kegiatan MTQ, MHQ baik selaku peserta
ataupun dewanjuri juga merupakan misi tersendiri yang menyebabkan IIQ mendapat
sambutan yang baik dari masyarakat. kini IIQ terus maju berjalan menelusuri proses
perjalanan sejarahnya menuju cita-cita dakwah yang diidam-idamkan, yaitu terwujudnya
masyarakat yang baik yang diridhai Allah, semua alumni IIQ yang telah terjun ke
masyarakat. dalam kaitannya dengan prospek dakwah di masa yang akan datang, IIQ akan
membawa pengaruh besar yang positif, karena lulusan IIQ akan membawa pengaruh besar
kepada masyarakat awam, walupun hakikatnya sedikit seklali alumni yang lulus dengan
khatam hafalan 30 juz, namun walupun tidak harus 30 juz, sedikit saja hafalan namun lebih
bermanfaat hal ini dirasa lebih baik dibanding hafalan banyak namun kurang bermnafaat.
101
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan temuan data dan pembahasan, maka dapat penulis tarik berberapa
kesimpulan yaitu:
1. Evaluasi pengembangan program tahfizh di IIQ Jakarta sudah berjalan sesuai
tujuan. Diadakannya evaluasi terprogram oleh lembaga tahfizh dengan melihat
hasil tahfizh mahasiswi setiap bulannya. Evaluasi dilakukan dengan
mengumpulkan data-data mahasiswi yang jarang masuk dan juga melihat
kehadiran instruktur pembina. Dengan adanya kerjasama pihak lembaga dan
instruktur diharapkan evaluasi pengembangan tahfizh di IIQ Jakarta terus
mengalami peningkatan baik dari pembaharuan kurikulum, tujuan-tujaun yang
belum terpenuhi, aturan-aturan yang diterapkan, metode menghafal, dan proses
pembelajaran.
2. Implikasi kebijakan lembaga terhadap hasil tahfizh terlihat sangat berdampak dan
berpengaruh. Semakin ketat kebijakan semakin meningkat mahasiswi yang
mengambil program tahfizh 5 juz dan menurunnya jumlah mahasiswi megambil
program 30 juz. Terlihat pada tahun 2012 program 5 juz 54 mahasiswi dan 30 juz
20 mahasiswi. Pada tahun 2014 program 5 juz 84 mahasiswi dan program 30 juz
16 mahasiswi, dan pada tahun 2015 program 5 juz 106 orang sedangkan program
30 juz 9 mahasiswi. Data ini menandakan bahwa kebijakan dari lembaga sangat
mempengaruhi hasil, untuk itu kebijakan seharusnya diperbaharui melihat semakin
meningkatnya mahasiswi yang mengambil program 5 juz Namun begitu prestasi
yang diraih sebagian mahasiswi juga dari tahun ke tahun meningkat, ini
menandakan bahwa walaupun hafalan hanya 5 juz tapi dapat dijadikan prestasi
yang harus dipertahankan dan ditingkatkan kembali.
3. Efektifitas penerapan program tahfizh di IIQ dapat dikatakan sudah berjalan secara
baik dan efektif karena telah melaksanakan fungsi-fungsi program dan berjalan
sesuai tujuan yang telah dirumuskan, kebijakan-kebijakan dilaksanakan sesuai
aturannya dan program ini menghasilkan output yang sangat berguna bagi
perkembangan hafalan Al-Quran di Indonesia. Hanya saja peningkatan bagi
mahasiswi yang mengambil program 30 juz masih harus dilakukan peningkatan.
Penerapan program tahfizh di IIQ meningkatkan kualitas hafalan mahasiswi, baik
dari segi kualitas maupun kuantitas. Karena dilakukan dnegan metode talaqqi
(berhadapan instruktur dan mahasiswi) sehingga terkontrol bagaimana
perkembangan bacaan mahasiswi, program ini sangat penting dan sebagai jantung
IIQ untuk itu harus dilakukan peningkatan dan perbaikan demi terlaksananya
program tahfizh yang lebih baik lagi dari tahun ke tahunnya.
102
B. Saran
Dari berberapa ulasan diatas, dapat diketahui bahwa program tahfizh Al-Quran di
IIQ Jakarta sudah baik secara umum, namun alangkah lebih baiknya jika beberapa hal
dapat dioptimalkan lagi, dapat dirangkum dalam saran penulis kepada beberapa pihak
sebagai berikut:
1. Bagi lembaga tahfizh, Program tahfizh di IIQ sudah berjalan dengan baik dan
tersusun secara rapi kegiatan apa saja yang akan dilakukan. Namun lebih baiknya
lagi bagi pihak lembaga sebagai penyelenggara pendidikan khususnya pada
program tahfizh sebaiknya menambah kegiatan yang berkaitan dengan
peningkatan kualitas dan kuantitas tahfizh seperti kegiatan murojaah bersama.
Dalam hal kebijakan juga harus terus dievaluasi, sanksi yang diberikan serta
fasilitas yang menunjang. Seperti beasiswa bagi mahasiswi yang mengambil
program 30 juz maupun yang berprestasi, serta fasilitas kelas/ruangan yang
memadai, kursi dan meja yang memadai untuk kegiatan tahfizh,
2. Bagi instruktur tahfizh, sebaiknya memahami betul kemampuan awal mahasiswi
binaannya dan memberikan perhatian yang penuh kepada setiap mahasiswi.
Dengan memberikan motivasi, mendekati dari hati ke hati dan selalu disiplin
menepati jadwal tahfizh yang telah disusun dari lembaga.
3. Bagi pihak pesantren dan kampus, perlu adanya penegasan dari pihak pesantren
maupun kampus bahwa semua mahasiswi wajib tinggal di pesantren, dan
penyediaan asrama-asrama yang cukup memadai untuk mahasisiwi baik dari
semester 1 hingga semester 8 dapat tinggal di pesantren dan mengikuti kegiatan-
kegatannya. Perlunya pemahaman terhadap tafsir Al-Quran oleh mahasiswi
sehingga memudahkan mereka dalam menghafal, dan hal ini difasilitasi oleh
lembaga tahfizh semua mahasiswi harus mengikutinya.
4. Bagi mahasiswi IIQ, agar tahfizh IIQ mengalami peningkatan maka objeknya
adalah mahasiswi. Sebaiknya mahasiswi semangat dalam mengikuti program
tahfizh, dan memperbaiki niat menghafal Al-Quran adalah karena Allah SWT
bukan karena syarat kelulusan atau untuk pemenuhan target semata.
103
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahmansyah & Kasinyo Harto. (2006). Strategi Evaluasi Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam Pada Ranah Kognitif di SMUN 6 Palembang.
Concienia: Jurnal Pendidikan Islam Vol. VI/ 01. (2006). H. 75-92
Ahsin, W. Al-Hafidz. (2005). Bimbingan Praktis Menghafal Al-Quran. Jakarta:
Bumi Aksara.
Al-Ja’fiy, Muhammad ibn Ismail Bukhori. (1993). Shohih Bukhari. Qohiroh:
Daar Ibnu Katsir.
Akbar, Reni, (2010), Menguatkan Bakat Anak, Jakarta: PT Gramedia widiasarana
Indonesia
Ali, Abdul Rahman, (2014). Perkembangan Program Hafalan Al-Quran Di
Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta, Jakarta: Megister
FITK UIN Syarif Hidayatullah
Al-Lahim, Khalid bin Abdul Karim. (2004). Mafatih Tadabbur Al-Quran Wan
Najah Fi Al-Hayah. Riyadh: Maktabah Safir.
Al-Muntada, Al-Islami. (2012). Al-Madaris Wal Katatib. (Ibnu Abdil Bari’., terj.).
Solo: Al-Qowwam.
An-Nawawi, Imam Abu Zakariya Yahya bin Syaraf. (2005). At-Ttibyanu Fi Adabi
Hamalatil Qur’an. Maktabah Ibnu Abbas.
Al-Qorni, Aidh. (2006). Cahaya Zaman. Jakarta: Al-Qolam.
Arifin, Zainal. (2009). Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosda
Karya.
Arikunto, Shurasimi. (2003). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rieneka Jaya.
__________ . (2006). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Akasra.
__________. & Cepi Safruddin Abdul Jabbar. (2014). Evaluasi Program
Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Atkinson, L. Rita. (1983). Pengantar Psikologi Jilid I. (Nurjamah Taufiq., terj.).
Jakarta: Erlangga
Al-Azdi, Abi Daud Sulaiman ibn Asys Al-Sajastani. (1996). Sunan Abi Daud,
Bairut Libanon: Daar Al-Ksotob Al-Ilmiyah.
103
104
B.Uno, Hamzah, (2005). Orientasi baru dalam psikologi pembelajaran, Jakarta:
Bumi Aksara
Baitul Maqdis. 2014. (Fakta dan data), Jutaan Penghafal Al-Qur’an Di Dunia, Bukti
Mukjizat Keorisinilan Al-Qur’an, diakses http://baitulmaqdis.com/mukjizat-
islam/jutaan-penghafal-al-quran-di-dunia-bukti-mukjizat-keorisinilan-al-
quran/,
Bandura, Albert. (1989). Social Cognitive Theory. Stanford University. In. R.Vasta
(Ed) Annals of child development. Vol.6. Six theories of child development
(pp 1-60). Greenwich: CT.JAI Press
Bukhari, Imam, Shahih Bukhari, (2003). Juz 4 Daar haya’, Maktabah Syruq
Dauliyah
D. Zuhdi. (1991). Permasalahan Objektivitas, Realibitas, Validitas Dalam Penelitian
Kualitatif. Jurnal Kependidikan No. 01. Yogyakarta. h. 97-105.
Danim, Sudarman. (2002). Menjadi Peneliti Kualitatif. Bandung: Pustaka Setia.
Davidoff, Linda,L. (1987). Introduction to psychology. New York: Mc Graw Hill.
Davis, Andrew,( 2010). An Approach To Extended Memorization of Scripute
Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Gramedia.
Djamarah, Syaiful Bahri, (1996). Psikologi Belajar, Jakarta: Bumi Aksara
Ebbinghaus, Hermann. (2001). Memory; a Contribution to Experimental
Psychology. Martino Publishing
Echols, M. Jhon & Hasan Sadily. (2005). Kamus Inggris Indonesia. PT: Gramedia
Pustaka Utama., h. 220
El-Syakir, Septian, (2014). Islamic Hypnoparenting: Mendidik Anak Masa Kini Ala
Rasulullah SAW. Jakarta: Kawan Pustaka,
Fachruddin, Moh Fuad. (1993). Al-Quran Bahasa dan Agama. Jakarta: Kalam
Mulia.
Faizah, Nur. (2008). Sejarah Al-Quran. Jakarta: PT. Artha Rivera.
Fathoni, Ahmad. (Ed.). (2009). Metode Tahfidz Cetak Cara Cepat Menghafal Al-
Quran. Jakarta: Institut Ilmu Al-Quran Press.
Fernandes. H.J.X. (1984). Evaluation Of Education Program. Jakarta: NEPECD
Press.
105
Gade, Fithriani. (2014). Implementasi Metode Takrar Dalam Pembelajaran
Menghafal Al-Quran. Instruksional Development Center FITK UIN Ar-
Raniry Banda Aceh, Jurnal Ilmiah Didaktika 14 (2), (2014). h. 413-425
Haq, Ziyad ul, (2010) .Psikologi Qurani, Jakarta: WCM Press
Harian Pelita Umum, (2003). 12 Juta Warga Mesir Hafal Al-Quran 30 Juz diakses
dari: http://www.pelita.or.id.
Ibnu Abusari, Abu Abdillah Said Ibn Makhor. (2011). Hilyah Tholibil Quran Juz
1. Mesir: Daar Ibn Al-Jauzi.
Idrus, Muhammad. (2009). Metode Penelitian Ilmu Sosial. (Pendekatan Kualitatif
dan Kuantitatif). Yogyakarta: Erlangga.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (2009). Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
Republik Indonesia.
Khaer, Miftah, (2010). Masuk Syurga Tergantung Ayat Terakhir Yang Dibaca,
diakses dari: https://miftah19.wordpress.com/2010/07/18/masuk-surga-
tergantung-ayat-terakhir
Khatimah, Umi husnul, (2002). Aku & IIQ (peran dan kiprah wanita IIQ). Jakarta:
IIQ Press & Bank BNI Syariah
Kusmana & Syamsyuri. (Ed.). (2004). Pengantar Kajian Al-Quran. Jakarta:
Pustaka Al-Husna Baru.
Lamire, Patrick. (1996). The Role of Working Memory Resources in Simple
Cognitive Arithmetic. CREPCO-CNRS. University of France. European
Journal of cognitive vol. 8 (1). Page. 73-103. Diakses dari:
https://www.utdallas.edu/~herve/laf.wm
M. Shohib, Bunyamin Yusuf Surur. (Ed.). (2011). Memelihra Kemurnian Al-
Quran (Profil Lembaga Tahfidz di Nusantra). Jakarta: Lajnah Pentashih
Mushaf Al-Quran.
Machfoed, M. Hasan. (2002). Metode Penelitian dan Statistik Terapan. Surabaya:
Airlangga University Press.
Margono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rieneka Cipta.
Makhyaruddin, D.M. (2015). Rahasia Nikmatnya Menghafal Al-Quran. Jakarta:
Mizan Publika.
Majid, Abdul,( 2012). Belajar dan Pembelajaran, Bandung; Remaja Rosdakarya
Meleong. Lexy. J. (2004). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosda Karya.
106
Miranti, Ira, Mayang Pipit, & La Ode Hampu. (2015). Evaluasi Pengembangan
English Phonology. Deiksis: Jurnal Ilmiah Bahasa dan Seni Vol. 07/01.
(2015). h. 22-27.
Muslim, Imam, (1994). Shahih Muslim, Cairo Mesir: Dar El-Hadis .
Muhammad, Ahsin Sakho, (2014). Wisuda Institut Ilmu Al-Quran s1 XV & S2 VIII,
Jakarta: IIQ Press.
Muyasaroh, Sutrisno,(2014) Pengembangan instrumen evaluasi CIPP pada program
pembelajaran tahfidz Al-Quran di pondok pesantren, Jurnal penelitian dan
Evaluasi Pendidikan UIN kalijaga, Yogyakarta No 2(2014) h. 216-217
Mulyasa. (2002). Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nashr, Muhammad Musa. (2014). Fadhailul Quran wa Hamalatihi fi Sunnah Al-
Muthaharah. (Jabir Al-Bassam., terj.). Solo: Al-Qowwam
Nawawi, Hadari. (1994). Penelitian Terapan. Yogyakarta: Gajah Mada University
Nazir, Muhammad. (2009). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Al-Jindi, Ahmed Rajai. (2001). Therapeutic Effect of Qur'an Reading: A Scientific
studyKuwait: The Islamic Organization for Medical Sciences diakses dari
http://alislaah4.tripod.com/moreadvices2/id19.htm
Nurkancana, Wayan & Sunartana. (1986). Evaluasi Pendidikan. Surabaya: Usaha
Nasional.
Ormrod, Jeane Ellis. (2009). Educational Psychology Developing Learners.
(Penerbit Erlangga. Terj). Jakarta: Erlangga
Pietschnig, Jakob,Voracek, Martin, Formann, Anton K, (2010) Mozart Effect-
Shmozart Effect: A Meta-Analysis, Journal Articles; Reports Research diakses
dari: https://eric.ed.gov/id
Putra, Nusa. (2012). Metode Penelitian Kualitatif Pendidikan. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Qasim, Amjad. (2013). Sebulan Hafal Al-Quran. Solo: ZamZam Publishing.
Republika Online, (2010). Jumlah Penghafal Alquran Indonesia Terbanyak di
Dunia, diakses dari: http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-
nusantara/10/09/24/136336-jumlah-penghafal-alquran-indonesia-terbanyak-
di-dunia,
Rita L. Atkinson dkk, (1983). Pengatar Psikolog, Jilid I penerjemah Nurjannah
Taufiq, Jakarta: Erlangga,
107
Riyad, Sa’ad, (2009). Anakku Cintailah Al-Quran, Jakarta: Gema Insani
Sa’dulloh,( 2008). Cara Cepat Menghafal Al-Quran, Jakarta: Gema Insani
Saptadi, Heri. (2012). Faktor-Faktor Pendukung Kemampuan Menghafal Al-Qur’an
Dan Implikasinya Dalam Bimbingan Dan Konseling. Jurnal Bimbingan
Konseling http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jubk volume 01.
Shihab, Quraish, (2007). Membumikan Al-Quran, Bandung: Pustaka Mizan
Sudjana, Nana, (2005). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Jakarta: Remaja
Rosdakarya
Strauss, Anselm & Juliet Corbin. (2009). Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif (Basic
Of Quality Research). (M.Shodiq & Imam Muttaqin, terj ). Jakarta: Pelajar
Offset.
Subagyo. P. Joko. (2006). Metode Penelitian: Dalam Teori Dan Praktek. Jakarta:
Rieneka Cipta.
Sudjana, Djuju. (2005). Evaluasi Program Pendidikan Luar Sekolah. Bandung:
Remaja Rosda Karya.
Sudjana, Nana & Ibrahim. (2001). Penelitian & Penilaian Pendidikan. Bandung:
Sinar Baru Algesindo.
Sadly, Hasan. (1998). Ensiklopedi Indonesia. Jakarta: Ikhtiar
Sugiyono. (2012). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. Al-Fabeta.
________. (2014). Metode Penelitian Manajemen. Jakarta: Alfabeta.
Sukmadinata, Nana Syaodih. (2005). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT.
Remaja Rosda karya.
Sukardi. (2014). Evaluasi Program Pendidikan dan Kepelatihan. Jakarta: Bumi
Aksara.
Slavin, Robert. E. (2011). Educational Psycology. (Marianto Samosir, terj). Jakarta:
PT. Indeks.
Suryono. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Nuhu Medika.
Suratmaputra. (2008). Pedoman Akademik Program S1 Institut Ilmu Al-Quran
Tahun 2008-2014. Jakarta: IIQ Press
_______. (2002). Mengibarkan panji-panji Al-Quran, Jakarta: Institut Ilmu Al-
Quran.
108
_______. (2007). Indahnya hidup dan berjuang bersama Al-Quran. Jakarta: Institut
Ilmu Al-Quran.
Syah, Muhibbin. (2007). Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Cet. 14.
Bandung: Remaja Rosda Karya.
Syibromalisi, Faizah Ali, (2015), peran sarjana muslimah dalam pembinaan
keluarga dan masyarakat, orasi ilmiah disampaikan pada acara wisuda sarjana
S1 XV XVI& S2 IX, dan Dies Natalis Institut Ilmu Al-Quran KE-38, 29
Agustus 201, di Pusdiklat Kemendikbud Cinangka-Wates.
T. Yanggo, Huzaemah, (2015). Wisuda Institut Ilmu Al-Quran S1 XV XVI& S2 IX,
Jakarta: IIQ Press
_______. (2014). Pedoman Akademik Program S1 Institut Ilmu Al-Quran Tahun
2014. Jakarta: IIQ Press
Tayibnapis, Farida Yusuf. (2002). Evaluasi Program. Jakarta: Rieneka Cipta.
Thoha, Chabib Muhammad. (1996). Teknik Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja
Grafindo.
Tulung, Jeane Marie. (2014). Evaluasi Program Pendidikan dan Pelatihan
Kepemimpinan Tingkat IV di Balai Diklat Keagamaan Manado. Journal Acta
Diurna, Vol. 8/3. Retrived From: ejournal.unsrat.ac.id
/index.php/actadiurna/article.
Tirtonegoro, Suratinah, (2001). Anak Super Normal dan Program Pendidikannya,
Jakarta: Bina Aksara
Tirmidzi, Imam, Sunan Tarmidzi, Juz 10 Dar Kutub al-Alamiyah Bairut Libanon
Umary, Siddiq, (2005). “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penghafalan Al-
Quran Di Institut Ilmu Al-Quran Jakarta, Jakarta: Sekolah Pasca Sarjana
UIN Syarif Hidayatullah,
Umar, Nazaruddin, (2014), Kata Mereka Mengenai Ahli Quran dalam Album
Wisuda IIQ S1 XV & S2 VIII, Jakarta: IIQ Press
Usman, Husaini, dkk. (2003). Metodologi Penelitain Sosial. Jakarta: Bumi Aksara
Wahid, Wiwi Alawiyah. (2013). Cara Cepat Bisa Menghafal Al-Quran.
Jogyakarta: Diva Press
Wajdi, Farid, & Massagus A. Fauzan. (2010). Quantum Tahfidz. Jakarta: YKM
(Yayasan Kiaia Marogan) Press.
Widoyoko, Eko Putro. (2005). Evaluasi Program Pembelajaran. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
109
Wirawan. (2011). Evaluasi: Teori, Model, Standar, Aplikasi & Profesi. Jakarta: PT.
Grafindo Persada.
WJS, Poerwadarminta. (1996). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Wulur, B. Meisil, (2015) Psikoterapi Islam. Yogyakarta: Budi Utama.
Yusuf, Muri, (2015), Assesmen dan Evaluasi Pendidikan: pilar penyedia informasi
dan kegiatan pengedalian mutu pendidikan, Jakarta: Prenadamedia Group.
Zen, Muhaimin. (Ed.). (2006). Bunga Rampai Mutiara Al-Quran (pembinaan Qari
Qariah dan hafidz hafidzah), Jakarta: PP. Jami’yatul Qurra’ Wal Huffadz.
_______. (Ed.). (1996). Bimbingan Praktis Menghafal Al-Quran Karim. Jakarta:
PT. Al-Husna Zikra.
_______. (2014). “Kata mereka” Wisuda Institut Ilmu Al-Quran s1 XV & S2 VIII,
Jakarta: IIQ Press
Zuhrudeen, Fathima Manaar. (2013). Effects Of Statistical Learning On The
Acquistion Of Gramatical Categories Through Quranic Memorization: a
Natural Experiment, Journal Internasional University Of Maryland, Master
Of Art., pp. 1-67.
Zuriah, Nurul. (2001). Penelitaian Tindakan (action research) Dalam Bidang
Pendidikan dan Sosial. Malang: Lembaga penelitian Universitas
Muhammadiyah Malang.
113
INSTRUMEN PENELITIAN
Objek penelitian Pertanyaan
penelitian
Sumber data Instrumen pengumpulan data
1.
Metode menghafal
Al-Quran
1. Bagaimana
proses
pembelajaran
tahfizh yang
diterapkan di
asrama/kampusII
Q Jakarta ?
2. Metode apa
yang anda
terapkan dalam
menghafal Al-
Quran?
3. Metode apa
yang anda
gunakan dalam
menjaga hafalan
Al-Quran?
4. Apakah ada
pengaruhnya
metode yang
digunakan dalam
menghafal
dengan kualitas
dan kuantitas
hafalan?
5. Metode apa yang
paling banyak
digunakan
mahasiswi IIQ
dalam menghafal
Al-Quran
1. Ketua lembaga
LTTQ
2. Instruktur
tahfizh
3. Direktris
pesantren
4. Mahasiswi
1. Wawancara
2. Studi dokumentasi
3. observasi
114
2.
Peran instruktur
tahfizh dalam
mengembangakan
hafalan Al-Quran
1. Apakah
instruktur sangat
berperan dalam
meningkatkan
kualitas tahfizh
mahasisiwi
2. bagaimana cara
instruktur dalam
mengembangka
n tahfizh
mahasiswi
3. Bagaimana
kinerja
instruktur
tahfizh yang
berjalan sampai
saat ini?
1. Ketua LTTQ
2. Instruktur
tahfizh
3. Staff lembaga
4. Direktris
pesantren
5. Mahasisiwi
1. Wawancara
2. Studi dokumenter
3. Observasi
3.
Teknik evaluasi
pengembangan
program hafalan
1. Kapan evaluasi
tahfizh
dilaksanakan ?
2. Evaluasi apa saja
yang dilakukan
oleh
lembaga/instruktu
r dalam
pengmbangan
program tahfizh
dan bagaimana
tekniknya?
3. Bagaimana
pengaruh
kebijakan yang
diterapkan
lembaga terhadap
pengembangan
program?
4. Apa yang menjadi
penghambat
berjalannya
program tahfizh
dengan baik?
5. Adakah kegiatan
lain yang
mendukung
program tahfizh
1. Ketua lembaga
LTTQ
2. Instruktur
Tahfizh
3. Staff lembaga
1. Wawancara
2. Studi dokumenter
115
INSTRUMEN PENELITAIAN MENGGUNAKAN MODEL EVALUASI PROGRAM
CIPPO
dan bagaimana
pengaruhnya
terhadap
penegmbangan
program?
No Jenis evaluasi Objek evaluasi Informan Teknik
pengumpulan
data
1. Evaluasi
konteks
(Contex)
1. Tujuan apa saja yang belsum
terpenuhi, dan tujuan apa saja
yang telah membantu
mengembangkan program.
2. Merinci dan mendeskripsikan
kebutuhan yang tidak
terpenuhi oleh program
tahfizh
1. Ketua
lembag
a LTT
2. Staff
Lemba
ga
1. Wawancara
2. Studi
dokumenter
3. Observasi
2 Evaluasi
masukan
(Input)
1. Bagaimana kemampuan awal
mahasiwi IIQ dalam
menghafal
2. Bagaimana kemampuan
kampus mengadakan fasilitas
penunjang program tahfizh,
seperti instruktur yang
profesional, pembagian kelas
tahfizh, pengaturan jadwal
setoran, dan fasilitas dan
ruangan yang digunakan
dalam kegiatan tahfizh.
1. Ketua
LTTQ
2. Instrukt
ur
tahfizh
3. Staff
lembag
a
1. Wawancara
2. Studi
dokumenter
3. Observasi
3 Evaluasi
proses
(process)
1. Apakah pelaksanaan program
sesuai jadwal yang telah
ditentukan?
2. Apakah instruktur tahfizh
sanggup menangani kegiatan
selama prosesnya berjalan?
3. Apakah sarana, fasilitas yang
disediakan dimanfaatkan
secara maksimal?
4. Hambatan apa yang dijumpai
selama pelaksanaan program?
1. Ketua
LTTQ
2. Instrukt
ur
tahfizh
3. Staff
lembag
a
1. Wawancara
2. Studi
dokumenter
3. Observasi
116
4. Evaluasi
produk dan
hasil
(product)
1. Apakah tujuan-tujuan yang
ditetapkan sudah tercapai?
2. Apakah program tahfizh yang
diterapkan berdampak jelas
pada perkembangan prestasi
hafalan mahasiswi setelah
diterapkannya program?
1. Ketua
lembag
a
LTTQ
2. Staff
lembag
a
3. Instrukt
ur
tahfizh
1. Wawancara
2. Studi
dokumenter
3. Observasi
5. Outcome
(Lulusan)
1. Bagaimana lulusan IIQ
apakah berguna di
masyarakat, dan Bagaimana
kontribusinya dalam bidang
tahfizh apakah mempengaruhi
perkembangan tahfizh di
indonesia, dan bagaimana
kontribusinya terhadap
kampus IIQ sendiri?
1. Ketua
lembag
a
2. Instrukt
ur
tahfizh
3. Staff
lembag
a
1. Wawancara
2. Studi
dokumenter
3. Observasi
117
Daftar Nama Wisudawati Lulusan Tahun 2012
Syari’ah
No. Nama Program
1 Afni Nurlaili 10 juz
2 Nur Alina Nailil Farah 10 juz
3 Dewi Anisatur Rohmah 20 juz
4 Nur Sofia Azma 10 juz
5 Atin Mufidah 20 juz
6 Eva Maulana 10 juz
7 Rizky Septana 30 juz
8 Ulfah Alfiyanti 30 juz
9 Sri rahayu 10 juz
10 Khaerun Amala 5 juz
11 Siti Zahro 5 juz
12 Nursaidah 30 juz
13 Zakiah 10 juz
14 Ishthifa’ul Mawaddah 10 juz
15 Bilqis Adetokunbo Uthman 5 juz
16 Husna Jalilah 5 juz
17 Balq Dian Febriyanti 30 juz
18 Fidaul Haqqi 5 juz
19 Rofiatun 30 juz
20 Lilik Nur Kholidah 10 juz
21 Fitri rizkiyah 5 juz
22 Nur Aini 10 juz
23 Nur Hidayatul falah 10 juz
24 Ainul Farihah 5 juz
25 Tri Irmawati 5 juz
26 Wardatul Bariroh 5 juz
27 Anisa Maharani 5 juz
28 Titiek Ulfiyati Latudo 10 juz
29 Siti Naqiyatul Ma’isyah 20 juz
30 Mawaddah Hinda Nur
Rohmah
5 juz
Ushuluddin
No. Nama Program
1 Nur Faridah 30 juz
118
2 Nurur Hidayati 30 juz
3 Isnawaty 10 juz
4 Maydah Hanawi 30 juz
5 Umi Nasichah 10 juz
6 Masfufah 30 juz
7 Sholihat 30 juz
8 Ade mariatul hilwani 20 juz
9 Khuloud Shefaa 20 juz
10 Intan Mala Kumalasari 5 juz
11 Futhry Sayyidastu Ruqoyyah 10 juz
12 Fifth Basyiroh Ninety 10 juz
13 Dewi iqlimah 20 juz
14 Eva Faridah 30 juz
15 Mutmainnah 5 juz
16 Lutfi yatun Nakiyah 5 juz
17 Misbahul Muhajirah 5 juz
18 Hena Nursipah 5 juz
19 Heni Nuraeni 5 juz
20 Umi Khasanah 30 juz
21 Qoty Intan Zulnida Nurunnisa 5 juz
22 Maria Ulfah 30 juz
23 Lana Najiah 5 juz
24 Silvinatin Al masithoh 10 juz
25 Wardatul fitriyah 30 juz
26 Jam’iyyatul Jannah 10 juz
27 Muthmainnatul Qulub 10 juz
28 Mawadah Warohmah 5 juz
29 Atik Sartika 20 juz
30 Siti Hamidah 5 juz
31 Nia Ainia 5 juz
32 Siti Munadziroh 30 juz
33 Nur Rasyidah 5 juz
34 Dewi Ruhamaul Laili 5 juz
35 Maftuhatur Rahmah 5 juz
36 Siti malikhatin 5 juz
37 Nurhilaliyah 5 juz
38 Dewi Ayu Sartika 5 juz
39 Ummi Masturotul Marfu’ah 5 juz
40 Kamlia Salam 5 juz
41 Ulfa Nurul Muna 5 juz
119
Tarbiyah
No. Nama Program
1 Dzakirina Abdillah 30 juz
2 Dewi Kurnianingsih 5 juz
3 Nur Fithriyah 20 juz
4 Asriani 5 juz
5 Maria Ulfa 30 juz
6 Nor Wahdah Maghfirah 5 juz
7 Umi Salamah 30 juz
8 Attaqouz Zamroh 5 juz
9 Nur Imamah 10 juz
10 Sri Wahyuni 5 juz
11 Hidayatus Sholikhah 20 juz
12 Siti Nurhasanah 5 juz
13 Nurhaniah 10 juz
14 Reksiana 10 juz
15 Hayatun Nufus 5 juz
16 Irhamha 10 juz
17 Raihanul jannah 5 juz
18 Fitri Kurniati 10 juz
19 Nazimah 20 juz
20 Nur Azizah 5 juz
21 Suarni 5 juz
22 Chikmah Nur Laela 5 juz
23 Nanik Sugiyanti 10 juz
24 Roudhoh Mahfudhoh 10 juz
25 Zhallilah Al Fayyadah 5 juz
26 Rahmah Sholihah 5 juz
27 Dewi Maharani 5 juz
28 Nur Ilfayati 30 juz
29 Hilmawati Amriyah 5 juz
30 Kholisatul Ukhrowiyah 10 juz
31 Mahdalena 10 juz
32 Nunung Nur Maksumah 10 juz
33 Nurul Bashiroh 30 juz
34 Ardiani 5 juz
35 Faza Karimatul Akhlak 5 juz
36 Kuntriksi 5 juz
37 Yanti Susanti 5 juz
38 Zianah Karimah 5 juz
39 Nur Husna 5 juz
120
40 Nor Rochmatul Wachidah 5 juz
41 Kasmawati 5 juz
Daftar Nama Wisudawati Lulusan Tahun 2014
Syari’ah
No. Nama Program
1 Iin Khoifaul Intan 5 juz
2 Ratu Iis Ismah 5 juz
3 Siti Zaenab 5 juz
4 Siti Mualifah 10 juz
5 Sa’idah Sholihah 5 juz
6 Ru’yati 10 juz
7 Fuji Ilmi Fathiyah 5 juz
8 Rizki Amelia 5 juz
9 Dianan Komalasari 20 juz
10 Fatmah 5 juz
11 Huda 5 juz
12 Robiatul Adawiyah 30 juz
13 Fahmiyatus Shofa 5 juz
14 Najikha Akhyati 20 juz
15 Siti Badriyah 10 juz
16 Siti Qomariyah Tiflen 5 juz
17 Indy Kumilal Mala 5 juz
18 Lutfi Ulfiyani 5 juz
19 Fatma Kholida 20 juz
20 Qumi Andziri 10 juz
21 Fatimatuzzahro 5 juz
22 Uswah Robi’ah Al-Adawiyah 5 juz
23 Putri Nurhayati 5 juz
24 Siti Nurhalimah 5 juz
25 Chusnul Chotimah 5 juz
26 Ismatul Musyafa’ah 5 juz
27 Amiron 5 juz
28 Inti Ulfi Sholichah 5 juz
29 Haryati Abd Ghoni 5 juz
30 Suryanti 5 juz
31 Lisa KhoirunNisa 5 juz
32 Kurnia Makky 5 juz
121
33 Dewi Lestari 10 juz
34 Lulu Luqitatil Maula 10 juz
Ushuluddin
No. Nama Program
1 Epi Maulida 30 juz
2 Ummi tanzila 5 juz
3 Asthi fathimah Hamdiyah 20 juz
4 Siti Afidah 30 juz
5 Himatul Ulya 5 juz
6 Mamluatul Nafisah 30 juz
7 Nurazizah 30 juz
8 Khoirun Nasihah 5 juz
9 Annisaa Yunaswara 20 juz
10 Lilis Hikmatul laili 5 juz
11 Zuhrupatul jannah 10 juz
12 Ihdatul Ma’lufa 10 juz
13 Nilna Al Diniyah Afshahah 10 juz
14 Afifatul Amala 30 juz
15 Ahlaa Athiyah 5 juz
16 Ayatul Wafa’ 5 juz
17 Puspita Siti hajjar 5 juz
18 St Fauzul Muflihah 5 juz
19 Dliyyaul Uula 5 juz
20 Iva Lail Faizah 10 juz
21 Muslihatus Sholihah 5 juz
22 Marfuah 5 juz
23 Nurul Aini Mukarromah 20 juz
24 Khodijah 20 juz
25 Hoeriyah 5 juz
Tarbiyah
No. Nama Program
1 Sumiyati 5 juz
2 Fauziah Anwar 5 juz
3 Nurhasanah 5 juz
4 Rosidah 5 juz
5 Zakiyah 5 juz
6 Fariza Salima Elvinan 10 juz
122
7 Rukayah 5 juz
8 Laili Efriyanti 10 juz
9 Novi Spriyanti 30 juz
10 Habibah Nur Fadhillah 30 juz
11 Umi Latifah 20 juz
12 Rsiana 5 juz
13 Arina Haq 10 juz
14 Febriana Muasyiqoh 10 juz
15 Amna Rahanyamtel 5 juz
16 Sumarnni 5 juz
17 Nuha Maskunah 10 juz
18 Ice Luciana 30 juz
19 Melida Octaviani 20 juz
20 Miftahul Janah 10 juz
21 Siti Istiqomah 5 juz
22 Afidah Wahyuni 5 juz
23 Siti Ibadillah 5 juz
24 Siti Malayung 5 juz
25 Meta Jahrah 5 juz
26 Anita Rahmawati 5 juz
27 Siti Joleha 5 juz
28 Rizki Laelasari 5 juz
29 Khoipah 10 juz
30 Khosiah 10 juz
31 Ni’matul Imanah 5 juz
32 Siti Mafluchah 10 juz
33 Nurlela Ohorella 5 juz
34 Lailiyah 5 juz
35 Nurul Choiroti Fauziyah 5 juz
36 Shofuah Amelia 30 juz
37 Sulistiawati 20 juz
38 Ummul Quro’ 5 juz
39 Laili Yasmin 5 juz
40 Lafi Nurittaufiqoh 30 juz
41 Rahmi Zaimsyah 30 juz
42 Rima Jumiarnis 5 juz
43 Herni 30 juz
44 Nuraida Fitri Fauziah 20 juz
45 Nurul Komariah 5 juz
46 Ratu Khaerany Syarieta 5 juz
47 Ita Nafidzatul Husna 10 juz
48 Fahru Nisa 10 juz
123
49 Hayati 30 juz
50 Kiki Fatmawati 5 juz
51 Misrah 5 juz
52 Nur ‘Atiqoh 5 juz
53 Uswatun Khasanah 30 juz
54 Yeniza Fetrilia 5 juz
55 Zumrotus Syafa’ah 5 juz
56 Gamar Faradisi 5 juz
57 Mundi Arizah Ulfatunnisa 5 juz
58 Nining HIkmatun Khasanah 10 juz
59 Wardatul Adawiyah 5 juz
60 Uri Safitri 5 juz
61 Fatimatu Zahroh 10 juz
62 Rianana Ika Nurriza 30 juz
63 Siti Nur Asia 5 juz
64 Verawati Sarah 10 juz
65 Abirah Al-Asywaq 5 juz
66 Devie Dellayanti 5 juz
67 Indriani Safitri 10 juz
68 Wahda Dewi Mawaddah 5 juz
69 Nurmala Sari 5 juz
70 Holifah 5 juz
71 Bilqis Nurul Latifah 5 juz
72 Fatimah Amalina Lukman 5 juz
73 Lupita Fitrianan Maniszuella 5 juz
74 Susi Susanti 5 juz
75 Syifa Zahara Mukhtar 5 juz
76 Nurhasanah 5 juz
77 Ria Ruqoyyah 5 juz
Daftar Nama Wisudawati Lulusan Tahun 2014
Syari’ah
No. Nama Program
1 Nurul Raudhatul 5 juz
2 Halimahtusa’diah 5 juz
3 Asmaul husna 5 juz
4 Ramustika 5 juz
5 Dafika andiani 5 juz
124
6 Hidayatul multianah 10 juz
7 Syifa fikriyah 5 juz
8 Melawati 5 juz
9 Fitriyatul wahdah 5 juz
10 Olivia maheni putri 5 juz
11 Neng ai maesyaroh 5 juz
12 Rosmiati 5 juz
13 Indah widyastuti 5 juz
14 Khairun nisa’ 30 juz
15 Siti marwiyah 5 juz
16 Siti lathifah 5 juz
17 Ziana luthfiani 5 juz
18 Hikmatul ilahiyah 5 juz
19 Mahmudah 5 juz
20 Siti mashithah 5 juz
21 Siti aisyah suci 5 juz
22 Diyah nur aini 5 juz
23 Siti zubaidah 5 juz
24 Qiroatut taslimah 5 juz
25 Leti lathifah 5 juz
26 Siti laela maghfiroh 5 juz
27 Fitroh amaliyah 5 juz
Ushuluddin
No. Nama Program
1 Misyka nuri fathimah 30 juz
2 Isna ulya 5 juz
3 Miskat inaku 5 juz
4 Zulvia kamalea 10 juz
5 Naily qurrota ‘ayun 30 juz
6 Khotimatussa’adah 20 juz
7 Sri mulya Nur hakiki 5 juz
8 Izza lukluk 5 juz
9 Ratu Ghalbia 30 juz
10 Khamisatuddhua 5 juz
11 Ulfatul maghfuroh 10 juz
12 Ayuna faizatul 30 juz
13 Atikah noor rahmah 5 juz
14 Rapita 30 juz
125
15 Siti kholisatuss’adah 5 juz
16 Popon rukayah 5 juz
17 Fitriyah 5 juz
18 Elly mastho’ah 5 juz
19 Maghfiroh 5 juz
20 Fathul hurohmah 5 juz
21 Wahdah farhati 5 juz
22 Ana umi farohah 10 juz
23 Ristiana 10 juz
24 Siar ni’mah 10 juz
25 Fatihatus surur 10 juz
26 Risyda barorotul izzah 5 juz
27 Istifadah 10 juz
28 Siti juhro 5 juz
29 Maghfiroh 5 juz
30 Mariya ulfa baniry 5 juz
31 Nurfadhilah syam 5 juz
32 Zidna khairo 5 juz
33 Mudrikatul azizah 5 juz
34 Nur atiqoh 20 juz
35 jamilah 5 juz
36 Ridha rahmani 20 juz
37 Umi aisyah 5 juz
38 Tsubaiatul aslamiyah 5 juz
39 Linda khairunnisa 5 juz
40 Agustina khairunnisa 20 juz
41 Ulul hukmiyah 5 juz
42 Riva syarifa 5 juz
Tarbiyah
No. Nama Program
1 Romiza 5 juz
2 Fathimatuzzahra 5 juz
3 Siti ristikna 5 juz
4 Ainul luthfiyah 5 juz
5 Salwa fakhriani 10 juz
6 Eliyana 5 juz
7 Sari lestari 5 juz
8 Darmiyah 5 juz
126
9 Fathimatuzzahra 5 juz
10 Nurkhamimah 5 juz
11 Amrina alfianti 5 juz
12 Fafika hikamtul 30 juz
13 Litakuna karima 5 juz
14 Nursita husaini 5 juz
15 Siti muthmainnah 5 juz
16 Nyak ti amin 5 juz
17 Khusna farida 30 juz
18 Minhah makhzuniyah 5 juz
19 Zakiyatun nikmah 5 juz
20 Fifin pratiwi 5 juz
21 Rahmi pujiati 5 juz
22 Madhiha 5 juz
23 Sonia dinina 10 juz
24 Rika fauziya 5 juz
25 Atikah batubara 5 juz
26 Siti khairiyah 10 juz
27 Amrina rosyada 5 juz
28 Nazli arfa nasution 5 juz
29 Nita qonitatun 10 juz
30 Ainun zakiyah 5 juz
31 Bunga fauziyah 5 juz
32 Nada fathonah 5 juz
33 Selvy yuspitasari 5 juz
34 Anisa fauziyah 5 juz
35 Diaz kamula 5 juz
36 Emah rofiqoh 5 juz
37 Alaina fadhilah 10 juz
38 Fauziyah hajani 5 juz
39 Ikha muslikha 5 juz
40 Istiana tafmiroh 5 juz
41 Lubna 10 juz
42 Rifah karlos 5 juz
43 Siti luthfiah 5 juz
44 Elis maelana 5 juz
45 Nailul muna 5 juz
46 Ade nur azizah 5 juz
47 Nurul izzah 5 juz
48 Azizah 10 juz
49 Hayati nufus
5 juz
127
50 Ismatul zahro 5 juz
51 Luthfi yanti 5 juz
52 Miskah 30 juz
53 Muslihatun najah 10 juz
54 Sofrotun 10 juz
55 Samro pulungan 5 juz
56 Ade rahmawati 10 juz
57 Eva naili 20 juz
58 Nur lailatul maudah 10 juz
59 Nailul hakiki 5 juz
60 riskanikmatrurahmah 5 juz
61 Siti zulfa hasanah 5 juz
62 Fauzia uswanas 5 juz
63 Hasna atikah 5 juz
64 Syukrotun nikmah 5 juz
65 Wike ulandari 5 juz
66 Masniatun fatimah 5 juz
67 Nur azizah 30 juz
68 Fikroh faizah 5 juz
69 Lisa elishabet 5 juz
70 Nur zakiytul awaliyah 5 juz
71 Sinta lestari 5 juz
72 Yunita gayatri 5 juz
Mengetahui,
Ketua LTQQ
Hj. Muthmainnah, MA