EVALUASI MANAJEMEN RISIKO PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA...
Transcript of EVALUASI MANAJEMEN RISIKO PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA...
EVALUASI MANAJEMEN RISIKO PEMBIAYAAN MURABAHAH
PADA BANK SYARIAH MUAMALAT
Oleh:
ASEP SYAIFUL BAHRI
NIM : 102046125320
KONSENTRASI PERBANKAN SYARI’AH
PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1429H/2008M
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur ke Hadirat Ilaahi Robbi yang telah memberikan nikmat,
hidayah dan inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
baik. Shalawat serta Salam semoga dilimpahkan kepada Baginda Nabi Muhammad
SAW yang telah membawa umatnya dari alam kegelapan hingga alam terang
benderang yang penuh dengan cahaya, juga kepada keluarga, dan para sahabatnya,
dan semoga kami semua mendapatkan syafa’atnya di hari kiamat nanti. Amin
Selanjutnya, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dan memberikan dukungan baik moril maupun materil, karena
penulis menyadari dan yakin bahwa tanpa adanya dukungan dan bantuan dari semua
pihak, sulit bagi penulis untuk dapat menyelesai skripsi ini.
Ucapan terima kasih yang sebanyak-banyaknya penulis sampaikan kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Komarudin Hidayat, selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Bapak Prof. Dr. H. Amin Suma, SH, MA, MM, selaku Dekan
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Euis Amalia, M.Ag., dan Bapak Ah. Azharuddin Latif. M.Ag, selaku
Ketua dan Sekretaris Jurusan Muamalat di Fakultas Syariah dan Hukum.
3. Bapak H. M. Dawud A. Khan, SE, M.Si, Ak, CPA dan Bapak Supriyono, SE,
MM, selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan waktu,
bimbingan, saran petumjuk, kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Ibu Dwi Nur’ani Ihsan SE, MM dan Ibu Titi Dewi Warninda, SE., M.Si.
selaku Dosen Penguji yang sudah menguji dan membantu merevisi skripsi
saya sehingga skripsi saya menjadi lengkap.
5. Bapak dan Ibu dosen serta segenap Civitas Akademika Fakultas Syari’ah dan
Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah
memberikan ilmu kepada penulis baik secara langsung maupun tidak
langsung.
6. Seluruh Staff dan Karyawan Muamalat Institute terutama Mbak Sani atas
segala bantuan dan kesempatan untuk meluangkan waktu dari awal hingga
akhir penelitian.
7. Rasa ta’zhim dan terima kasih yang mendalam untuk Ayahanda/papa Endin
Fachrudin dan Ibunda/mama Aan Rihanah yang telah memberikan dukungan
baik moril maupun materil, perhatian, pengertian, kasih sayang dan do’a-
do’anya yang tidak henti-hentimya diberikan kepada penulis. Robbihgfirli
waliwalidayya war hamhuma kama robbayani shogiro.
8. Yang tercinta dan tersayang adik-adikku Deela, Dewinda, Deana yang telah
memberikan dukungan, dan spirit serta do’a bagi penyelesaian penulisan
skripsi ini.
9. Hormat penulis kepada kakak sepupuku AA Deni yang sedang menyelesaikan
S2 di Malaysia dan sekeluarga di Sukabumi serta kepada keluarga besar H.
Deden dan Wa Empah di Sukabumi atas perhatian dan do’a yang selalu
diberikan kepada penulis.
10. Teman-temanku dirumah bang Ipul, Dian, Iwan, Ahmad, bang Fadli dan
teman-temanku lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah
memberikan dukungan dan menjadi penghibur dikala penulis sedang merasa
jenuh sehingga dapat memberikan semangat dan inspirasi kembali.
11. Sahabat-sahabatku yang terbaik di kampus UIN Syahid, Try Sari, Malik
Ibrahim, H. Fauzan H, Dedy Akmadi, Syatria Rahman, Ibnu Said, Muisah,
Tety Mariwati, Muhandi, dan sahabatku lainnya mahasiswa Jurusan
Perbankan Syariah angkatan 2002, terutama kelas D maaf tidak bisa
menyebutkan namanya satu persatu tetapi memori terindah bersama tidak
akan pernah terlupakan.
12. Untuk Istriku yang tersayang Rahmatiyah, Akbar dan sekeluarga terima kasih
atas segala perhatian, pengertian dan spirit secara lahir batin serta do’a yang
telah diberikan kepada penulis. Ya Allah limpahkanlah rahmat, inayah dan
hidayah-Mu baginya.
13. Boy Nunumete Sebagai Manager Operasional dan Samuel sebagai Asisten
Manejer Transjakarta Busway yang telah mengizinkan penulis untuk tidak
masuk kerja karena untuk menyelesaikan skripsi ini, serta Teman-temanku di
tempat kerja Transjakarta Busway, Ridho, Ronald & Koko sebagai Spv,
Babay, Haryo, Hendri, Dani, Eemaa, Yani, Dian, Rani Tati dan teman-teman
tiketingku lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah
memberikan dukungan serta waktunya untuk menggantikan kerja dikala
penulis ada keperluan didalam menyelesaikan skripsi ini dan menjadi
penghibur dikala penulis sedang merasa jenuh sehingga dapat memberikan
semangat dan inspirasi kembali.
14. Pimpinan dan segenap staf perpustakaan umum UIN, perpustakaan Syariah,
atas kemudahan yang diberikan kepada penulis untuk mendapatkan referensi
yang mendukung penyelesaian skripsi ini.
15. al-Mukarram Habib Husein Al-Haddad di Depok dan Ust. Ridwan Shaleh di
Lenteng Agung yang banyak memberi dukungan, spirit, dan do’a kepada
penulis.
Akhirnya penulis berharap dan berdo’a kepada Allah SWT, agar seluruh
bantuan, pengorbanan dan amal baik yang telah kalian berikan semua, akan
mendapatkan balasan setimpal disisi Allah SWT.
عسىاهللاأنيهدينيويهديکمإلىحسنسبيله،جزاکماهللاخيراکثيرا
Jakarta, Maret 2008 M 1429 H
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................... i
DAFTAR ISI ........................................................................................................ v
DAFTAR TABEL ............................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................
viii ..................................................................................................
Bab I PENDAHULUAN
1. ............................................................................................ Latar
Belakang Masalah ...................................................................................... 1
2. ............................................................................................ Rum
usan Masalah.............................................................................................. 4
3. ............................................................................................ Tuju
an Penelitian ............................................................................................... 5
4. ............................................................................................ Meto
de Penelitian .............................................................................................. 6
5. ............................................................................................ Siste
matika Penulisan. ....................................................................................... 8
Bab II TINJAUAN TEORITIS MANAJEMEN RISIKO PEMBIAYAAN
MURABAHAH
1. Pembiayaan Pada Bank Syariah……………………………...... …10
1.1 Pembiayaan berbasis Natural Certainty Contracts……….... …12
1.2 Pembiayaan berbasis Natural Uncertainty Contracts…….... …14
2. Manajemen Risiko Bank Syariah……………………………… 16
2.1 Pengertian Manajemen Risiko…………………………….. 16
2.2 Risiko Menurut Pandangan Islam…………………………. 19
2.3 Teknik Mengidentifikasi Risiko…………………………… 21
2.4 Jenis-jenis Risiko Bank Syariah…………………………… 24
3. Mekanisme Pembiayaan Murabahah………………………….. 30
3.1 Murabahah Dalam Wacana Fiqih…………………………. 30
3.2 Praktek Murabahah Dalam Sistem Perbankan Syariah……. 33
3.3 Peranan Bank Syariah Dalam Murabahah Sebagai Penyandang
Dana Bukan Penjual………………………………………... 40
4. Prinsip Dalam Analisis Pembiayaan di Bank Syariah………….. 41
Bab III Profil Bank Syariah Muamalat
1. Sejarah Singkat dan Perkembangan Bank Syariah
Muamalat….. 44
2. Visi dan
Misi……………………………………………………. 46
3. Produk-produk
Bank…………………………………………… 47
4. Struktur
Organisasi……………………………………………... 54
Bab IV Manajemen Risiko Pembiayaan Murabahah Pada Bank Syariah
Muamalat
1. Proses Manajemen Risiko Pada Bank Syariah…………………..
58
1.1 Proses Penilaian Risiko Pada Bank Syariah……………….. 58
1.2 Proses Pengelolaan Risiko Terhadap Risiko Pembiayaan
Murabahah Pada Bank Syariah
Muamalat………………………………………………….. 65
1.3 Proses Pengelolaan Risiko Operasional
…………...…………………….…………………………. 77
1.4 Proses Evaluasi dan Pengawasan…………………………. 78
2. Pengelolaan Pembiayaan Bermasalah Pada Bank
Syariah Muamalat……………………………………………… 80
Bab V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................ 86
B. Saran........................................................................................... 87
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................
89
LAMPIRAN........................................................................................................... 91
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Cutomer Risk Rating (CRR)……………………………………… 60
Tabel 4.2 Industry Rating (Rating Industri)………………………………… 61
Tabel 4.3 Rating Jaminan atas RasioPemenuhan Jaminan (RPJ)…………… 62
Tabel 4.4 Matriks Kombinasi CRR dan RPJ Untuk penentuan
Customer Credit Rating…………………………………………… 63
Tabel 4.5 Customer Credit Rating (CCR)…………………………………… 63
Tabel 4.6 Aktiva Produktif Pembiayaan Murabahah dan Istishna
Bank MuamalatTahun 2004 ……………………………………... 68
Tabel 4.7 Portofolio Murabahah dan Istishna Bank Muamalat Tahun 2004
…………………………………………………….……………… 69
Tabel 4.8 Aktiva Produktif Pembiayaan Murabahah dan Istishna
Bank MuamalatTahun 2005 ……………………………………... 70
Tabel 4.9 Portofolio Murabahah dan Istishna Bank Muamalat Tahun 2005
…………………………………………………….……………… 71
Tabel 4.10 Aktiva Produktif Pembiayaan Murabahah dan Istishna
Bank MuamalatTahun 2006 ……………………………………... 72
Tabel 4.11 Portofolio Murabahah dan Istishna Bank Muamalat Tahun 2006
…………………………………………………….……………… 73
Tabel 4.12 Nilai Kredit Rasio KAP
…………………………………………………….……………… 75
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Akad-akad dalam Bank Syariah………………………………… 12
Gambar 2.2 Siklus risiko industri……………………………………………. 27
Gambar 3.1 Struktur Organisasi Bank Syariah Muamalat............................... 54
Gambar 4.1 Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di
Bank Syariah Muamalat…………………………………………. 83
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perbankan adalah satu lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama, yaitu
menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan jasa pengiriman uang. DiDalam
sejarah perekonomian kaum muslimin, fungsi-fungsi bank telah dikenal sejak zaman
Rasulullah SAW. Fungsi-fungsi tersebut adalah menerima titipan harta,
meminjamkan uang untuk keperluan konsumsi dan untuk keperluan bisnis, serta
melakukan pengiriman uang.1
Pengertian bank menurut Undang Undang Perbankan No. 10 tahun 1998
adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan
dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk
lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak. Sedangkan Bank
syariah adalah bank yang beroperasi dengan prinsip-prinsip syariah, yang mengacu
kepada al-Qur’an dan Hadits Nabi2, artinya bahwa Bank Syariah secara operasional
dan teoritis mengikuti ketentuan-ketentuan Syariah yang terkandung di dalam al-
Qur’an dan Hadits Nabi, yaitu tata cara bermuamalah secara Islami.
1 Biro Perbankan Syariah Bank Indonesia, Islam dan Perbankan Syariah, (Jakarta : Karim Business
Consulting, 2001), h. 1 2 Karnaen Purwaatmadja dan Muhammad Syafi’i Antonio, Apa dan Bagaimana Bank Islam,
(Yogyakarta: PT.Dana Bhakti Prima Yasa), cet.ke-1, h.1
Fatwa MUI tentang pengharaman bunga (interest) bank beberapa waktu lalu
telah mampu menimbulkan optimisme yang cukup besar mengenai peranan dan
prospek bank syariah dimasa depan. Bank syariah telah menjadi alternatif rasional di
luar bank konvensional. Apabila bank konvensional beroperasi dengan sistem bunga
(interest), maka bank syariah bekerja berdasarkan prinsip dasar rela sama rela atau
suka sama suka (an taraddin minkum) dan tidak ada boleh pihak yang menzalimi dan
dizalimi. Inilah mengapa bank syariah menjadi solusi yang tepat di tengah krisis
moneter dan keuangan yang mengglobal sekarang ini.
Salah satu fungsi utama bank syariah adalah menyalurkan dana. Penyaluran
dana yang dilakukan bank syariah adalah pemberian pembiayaan kepada debitur yang
membutuhkan, baik untuk modal usaha maupun untuk konsumsi. Praktik pembiayaan
yang sebenarnya dijalankan oleh lembaga keuangan Islami adalah pembiayaan
dengan sistem bagi hasil. Praktik bagi hasil ini terkemas dalam dua jenis pembiayaan,
yaitu pembiayaan mudharabah dan pembiayaan musyarakah. Jenis pembiayaan
lainnya adalah terkemas dalam pembiayaan berakad atau sistem jual beli, yaitu
pembiayaan murabahah, bai as-salam dan bai isthisna’.3
Dari jenis pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah, pembiayaan
murabahah merupakan pembiayaan dengan porsi terbesar. Dari data yang ada pada
Bank Indonesia, pembiayaan skim murabahah atau jual beli persentasenya mencapai
3 Muhamad, DRS, M.Ag, Manajemen Bank Syariah, Yogyakarta : 2002, h. 259
66,47%, mudharabah 17,97%, sementara sisanya adalah pembiayaan istishna dan
pembiayaan lainnya sebesar 2,73% dan 1,77%.4
Pembiayaan murabahah merupakan pembiayaan berbasis Natural Certainty
Contracts (NCC), yaitu kontrak atau akad dalam bisnis yang memberikan kepastian
pembayaran, baik dari segi jumlah (amount) maupun waktu (timing)-nya. Karena itu,
skim ini menjadi pilihan oleh mayoritas bank syariah sekarang ini. Walaupun
demikian, bukan berarti pembiayaan ini tidak berisiko.
Yang membedakan pembiayaan ini dengan bank konvensional adalah margin
keuntungan bank yang tidak didasarkan atas fluktuasi bunga pasar, sehingga cash
flow-nya bisa diprediksi dengan relatif pasti, karena sudah disepakati oleh kedua
belah pihak yang bertransaksi di awal akad, sehingga tidak akan berubah hingga
pengembalian pembiayaan tersebut selesai. Karena itu, jika bank melakukan
kesalahan analisa dalam menyalurkan pembiayaan, seperti penentuan jangka waktu
maupun pricing yang akan diberikan kepada nasabah, maka hal ini akan dapat
menimbulkan risiko tidak bersaingnya bagi hasil kepada dana pihak ketiga (DPK).
Disinilah pentingnya fungsi manajemen risiko bagi bank syariah. Walaupun
demikian, dalam pandangan syariah, risiko tetap merupakan sesuatu yang lazim yang
ditimbulkan oleh adanya ketidakpastian dan dianggap sebagai sunatullah (hukum
alam yang Allah tetapkan), sehingga itu merupakan suatu konsekuensi yang logis atas
dibuatnya suatu pilihan.
4 Bank Indonesia. “Laporan Indikator Perkembangan Perbankan Syariah”, Jakarta : Bank Indonesia, Desember 2004
Hal inilah yang akan dianalisa lebih lanjut oleh penulis, karena dengan
semakin banyaknya pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah, tentunya juga
mempunyai risiko yang apabila dikelola kurang baik akan membahayakan
perkembangan bank syariah itu sendiri. Bertitik tolak dari latar belakang tersebut,
Penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dan ingin menuangkannya dalam
bentuk karya ilmiah berupa skripsi yang berjudul, “EVALUASI MANAJEMEN
RISIKO PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA BANK SYARIAH
MUAMALAT INDONESIA”.
B. Rumusan Masalah
Pembiayaan murabahah merupakan pembiayaan yang dicirikan dengan
adanya penyerahan barang di awal akad dan pembayaran kemudian, baik dalam
bentuk angsuran maupun dalam bentuk lump sum (sekaligus). Dengan demikian,
pemberian pembiayaan murabahah dengan jangka waktu panjang akan menimbulkan
potensi risiko tidak bersaingnya bagi hasil kepada dana pihak ketiga.
Selain itu, risiko-risiko seperti pembayaran yang tertunda (default risk), risiko
industri (industry risk), market risk (seperti kenaikan nilai tukar mata uang dan
kenaikan suku bunga) maupun potensi lainnya yang berasal dari manajemen bank
syariah itu sendiri, harus juga menjadi perhatian khusus bagi bank syariah dalam me-
manage risiko-risiko tersebut, sehingga setiap pembiayaan yang dikeluarkan bisa
lebih kompetitif dibanding kredit di perbankan konvensional.
Secara empiris belum banayak kajian yang membahas detail mengenai hal ini.
Oleh karena itu, permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana proses manajemen risiko pembiayaan murabahah pada Bank
Syariah Muamalat Indonesia?
2. Langkah-langkah apa saja yang dilakukan Bank Syariah Muamalat Indonesia
dalam pengelolaan risiko-risiko terkait dengan pembiayaan murabahah?
3. Langkah-langkah dan solusi apa saja yang akan dilakukan Bank Syariah
Muamalat Indonesia dalam penanganannya terhadap penyelesaian
pembiayaan bermasalah?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
1. Tujuan Penulisan ini adalah :
Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Untuk menjelaskan langkah-langkah Bank Syariah Muamalat dalam
pengelolaan risiko-risiko terkait dengan pembiayaan murabahah.
b. Untuk mengetahui langkah-langkah dan solusi apa saja yang akan
dilakukan Bank Syariah Muamalat terhadap penyelesaian pembiayaan
murabahah bermasalah.
2. Manfaat Penulisan ini adalah :
a. Menambah wawasan keilmuan tentang manajemen risiko pembiayaan
murabahah pada Bank syariah Muamalat
b. Memberi masukan yang bermanfaat dalam menentukan langkah
selanjutnya kearah yang lebih baik
c. Menambah dan melengkapi koleksi yang telah ada tentang perbankan
syariah khususnya mengenai manajemen risiko pembiayaan murabahah
pada bank syariah
D. Metode Penulisan
1. Lokasi Penelitian
Penelitian akan dilakukan pada Bank Syariah Muammalat Indonesia
berlokasi di. Jl. Beringin Raya No. 30 Karawaci Baru, Tangerang.
2. Metode Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian kepustakaan (library
research), penelitian lapangan (Field Research)
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah :
a. Untuk Penelitian Perpustakaan (Library Research), dengan
mengumpulkan data dari berbagai literatur yang ada, seperti buku-buku
sumber, dokumen-dokumen bank, makalah, serta tulisan lain yang
berhubungan dengan penulisan skripsi ini.
b. Untuk Penelitian Lapangan (Field Research) yang menjadi data sekunder
dilakukan penulis sebagai pelengkap data dalam hasil penulisan kelak.
Teknik pengambilan data, yaitu :
a. Observasi
Observasi dilakukan dengan mengadakan pengamatan langsung ke lapangan
dengan mendatangi nara sumber yakni PT. Bank Syariah Muammalat. Hal ini
guna mengetahui keadaan sebenarnya yang terjadi di lokasi penelitian berkaitan
dengan penerapan Evaluasi Manajemen Risiko Pembiayaan Murabahah Pada
Bank Syariah Muamalat.
b. Wawancara
Penulis mengadakan wawancara dengan tokoh lembaga/para fungsionaris Bank
Syariah Muammalat yang dianggap berkompeten dan representatif dengan
masalah yang dibahas untuk memperoleh informasi mengenai Evaluasi
Manajemen Risiko Pembiayaan Murabahah Pada Bank Syariah Muamalat.
c. Teknik Dokumentasi (study kepustakaan)
Dilakukan dengan cara mengumpulkan data berdasarkan data-data/laporan yang
didapat dari Bank Syariah Muammalat dan laporan lainnya yang berkaitan
dengan masalah penelitian.
Metode analisa data :
Dalam menganalisa data, penulis menggunakan teknik deskriptif-analitis-
evaluatif yaitu dengan menjabarkan data yang diperoleh dari observasi maupun
wawancara dilapangan, kemudian dengan berpedoman pada sumber tertulis
sebagai langkah konfirmasi mengenai data yang diperoleh dari penelitian
lapangan.
3. Teknik Penulisan
Teknik penulisan yang digunakan adalah menunjuk pada Pedoman
Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta : UIN
Jakarta Press, 2002, cet. Ke-2.
E. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan dalam karya ilmiah skripsi, penulis
membagi menjadi menjadi lima bab, yaitu :
Bab I, Pendaluhuan, yaitu meliputi latar belakang masalah, pembatasan dan
perumusan pasalah, tujuan penelitian, metode penelitian dan
sistematika penulisan.
Bab II, Tinjauan teoritis manajemen risiko pembiayaan murabahah. dalam bab
ini di bahas tinjauan teoritis mengenai konsep manajemen bank
syariah, dimulai dengan pembahasan mengenai urgensi pelarangan
riba, profit sharing sebagai karakteriatik dasar bank syariah, perbedaan
bank syariah dengan bank konvensional, dan jenis-jenis pembiayaan
pada bank syariah. Dalam ini juga akan menguraikan tinjauan umum
mengenai risiko. Selain itu, dibahas pula mengenai bagaimana
mekanisme pembiayaan murabahah dan prinsip analisis pembiayaan di
bank syariah
Bab III, Profil Bank Syariah Muamalat Indonesia terdiri dari, sejarah singkat
dan perkembangan Bank Syariah Muamalat Indonesia, visi dan misi,
produk-produk dan struktur organisasi Bank Syariah Muamalat
Indonesia
Bab IV, Bab ini membahas mengenai langkah-langkah yang dilakukan bank
syariah dalam me-manage risiko yang terkait dengan pembiayaan
murabahah. Proses yang akan dilakukan adalah proses penilaian risiko
pada Bank Syariah, proses pengelolaan risiko pembiayaan murabahah
pada Bank Syariah Muamalat dan yang terakhir proses evaluasi dan
pengawasan.. Dan yang terakhir membahas mengenai teknik
penanganan bank syariah dalam penyelesaian pembiayaan bermasalah.
.
Bab V, Penutup terdiri dari Kesimpulan dan Saran.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS MANAJEMEN RISIKO PEMBIAYAAN
MURABAHAH
1. Pembiayaan Pada Bank Syariah
Dari segi ada atau tidaknya adanya kompensasi (keuntungan), fiqih muamalat
membagi lagi akad pada bank syariah menjadi dua bagian, yakni akad tabarru’ dan
akad tijarah/mu’awadah.5
Akad tabarru’ (gratuitous contract) adalah segala macam perjanjian yang
menyangkut non-for profit transaction (transaksi nirlaba). Transaksi ini pada
hakikatnya bukan transaksi bisnis untuk mencari keuntungan komersil melainkan
akad untuk mencari keuntungan akhirat. Dalam akad tabarru’ (tabarru’ berasal dari
kata birr dalam bahasa Arab, yang artinya kebaikan), pihak yang berbuat kebaikan
tersebut tidak berhak mensyaratkan imbalan apapun kepada pihak lainnya. Imbalan
dari akad tabarru’ adalah dari Allah SWT, bukan dari manusia. Namun demikian,
pihak yang berbuat kebaikan tersebut boleh meminta kepada counter-part-nya untuk
sekedar menutupi biaya (cover the cost) yang dikeluarkannya untuk dapat melakukan
akad tabarru’ tersebut. Namun ia tidak dapat boleh sedikit pun mengambil laba dari
akad tabarru’ itu. Contoh akad-akad tabarru’ adalah qard, rahn, hiwalah, wakalah,
kafalah, wadi’ah, hibah, waqf, shadaqah, hadiah, dan lain-lain.6
5 Karim, Adiwarman, Ir, S.E, M.B.A, M.A.E.P, “Bank Islam : Analisis Fiqih dan Keuangan”, Edisi Ketiga, Jakarta : Rajawali Press, 2004, h. 66 6 Ibid
Berbeda dengan akad tabarru’, akad tijarah (compensational contract) adalah akad-
akad yang menyangkut for profit transaction. Akad-akad ini dilakukan dengan
tujuan mencari keuntungan, karena itu bersifat komersil.
Contoh akad tijarah adalah akad-akad investasi, jual-beli, sewa-menyewa, dan lain-
lain. Dari akad inilah kemudian muncul dua kelompok besar dalam konsep
pembiayaan, yang dibagi berdasarkan tingkat kepastian dari hasil yang diperolehnya,
yaitu Natural Certainty Contracts dan Natural Uncertainty Contracts. Hal inilah
yang akan dibahas lebih lanjut.7
7 Ibid h. 70
Gambar 2.1 Akad-akad dalam Bank Syariah
Sumber : Karim, Adiwarman, “Bank Islam, Analisis Fiqih dan Keuangan”, Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada 2004 1.1 Pembiayaan berbasis Natural Certainty Contracts (NCC)
Pembiayaan berbasis Natural Certainty Contracts (NCC) yaitu kontrak/akad
dalam bisnis yang memberikan kepastian pembayaran, baik dari segi jumlah
Wa’ad
Akad
Tabarru’ Not for profit transaction
Tijarah For profit transaction
Natural Certainty Contracts
Natural Uncertainty Contracts
1. Qard 2. Wadi’ah 3. Wakalah 4. Kafalah 5. Rahn 6. Hibah 7. Waqf 1. Murabahah
2. Salam 3. Istishna 4. Ijarah
1. Musyarakah (wujuh, inan, abdan, mufawadah, mudharabah)
2. Muzara’ah 3. Musaqah 4. Mukhabarah Teori
Pertukaran
Teori Percampuran
(amount) maupun waktu (timing)-nya. Cah flow-nya bias diprediksi dengan relatif
pasti, karena sudah disepakati oleh kedua belah pihak yang bertransaksi diawal akad,
baik jumlahnya (quantity), mutunya (quality), harganya (price) dan waktu
penyerahannya (time of delivery). Jadi, kontrak ini secara “sunatullah” (by their
nature) menawarkan return yang tetap dan pasti. Yang termasuk kategori ini adalah
kontrak-kontrak jual-beli, upah-mengupah, sewa-menyewa, dan lain-lain, yakni
sebagai berikut :
a. Akad Jual-Beli (Al-Bai’. salam, dan Istishna’)
b. Akad Sewa-Menyewa (Ijarah dan IMBT).8
Dalam akad-akad diatas, pihak-pihak yang bertransaksi saling
mempertukarkan asetnya (baik real assets maupun financial assets). Jadi
masing-masing pihak tetap berdiri sendiri (tidak saling bercampur membentuk
usaha baru), sehingga tidak ada pertanggungan risiko bersama. Juga tidak ada
percampuran aset si A dengan asset si B. yang ada misalnya adalah si A
memberikan barang ke B, kemudian sebagai gantinya B menyerahkan uang
kepada A. disini barang ditukarkan dengan uang, sehingga terjadilah kontrak
jual-beli (al-Bai’).
Dalam jual-beli murabahah , sipenjual menyatakan dengan terbuka
kepada si pembeli mengenai tingkat keuntungan yang diambilnya.
Bentuk jual-beli lainnya adalah salam. Dalam jual-beli jenis ini, barang
yang ingin dibeli biasanya belum ada (misalnya masih harus diproduksi). Dalam 8 Ibid h. 72
jual-beli salam, uang diserahkan sekaligus dimuka sedangkan barangnya
diserahkan diakhir periode pembiayaan.
Bentuk jual-beli selanjutnya adalah istishna’. Akad ini sebenarnya adalah
akad salam yang pembayaran atas barangnya dilakukan secara cicilan selama
periode pembiayaan (jadi tidak dilakukan secara lump-sum diawal).
Sedangkan untuk sewa-menyewa dikenal ada dua jenis yaitu ijarah dan
IMBT. Ijarah adalah akad untuk memanfaatkan jasa, baik itu jasa atas barang
maupun jasa atas tenaga kerja. Pada ijarah tidak terjadi perpindahan kepemilikan
objek ijarah. Objek ijarah tetap menjadi milik yang menyewakan. Perbedaan
yang paling utama dengan IMBT (Ijarah Muntahia bittamlik) adalah adanya
perpindahan kepemilikan objek pada akhir periode peminjaman.
1.2 Pembiayaan berbasis Natural Uncertainty Contracts (NUC)
Pembiayaan berbasis Natural Uncertainty Contracts (NUC) adalah
kontrak/akad dalam bisnis yang tidak memberikan kepastian pendapatan (return),
dari segi jumlah (amount) maupun waktu (timing)-nya. Tingkat return-nya bisa
positif, negatif atau nol. Dalam NUC, pihak-pihak yang bertransaksi saling
mencampurkan asetnya (baik real asset maupun financial asset) menjadi satu
kesatuan, dan kemudian menanggung risiko secara bersama-sama untuk mendapatkan
keuntungan. Yang termasuk dalam kontrak ini adalah kontrak-kontrak investasi.
Kontrak investasi ini secara “sunatullah” tidak menawarkan return yang tetap dan
pasti. Jadi sifatnya tidak fixed and predetermined.
Contoh-contoh NUC adalah sebagai berikut:
a. Musyarakah (wujuh, ’inan, abdan, mufawadah, dan mudharabah)
b. Muzara’ah (kerjasama antara pemilik lahan dengan penggarap dimana
benih berasal dari pemilik lahan, dan pembagian keuntungan sesuai
dengan kesepakatan bersama).
c. Mukharabah (sama seperti muzara’ah, hanya benihnya berasal dari
penggarap).
d. Musaqah (muzara’ah yang lebih sederhana, dimana penggarap hanya
bertanggung jawab pada penyiraman dan pemeliharaan).
Akad musyarakah (atau disebut juga syirkah) mempunyai lima variasi,
yakni: mufawadah, ‘inan, wujuh, abdan, dan mudharabah. Dalam syirkah
mufawadah, para pihak yang berserikat mencampurkan modal dalam jumlah
yang sama. Sedangkan pada syirkah ‘inan, para pihak yang berserikat
mencampurkan modal dalam jumlah yamg tidak sama. Sedangkan dalam
syirkah wujuh, terjadi percampuran antara modal dengan reputasi/nama baik
seseorang (wujuh, bersal dari kata bahasa Arab yang berarti wajah atau
reputasi).
Bentuk syirkah selanjutnya adalah syirkah abdan, dimana terjadi
percampuran keahlian/keterampilan dari pihak-pihak berserikat. Misalnya,
ketika konsultan perbankan syariah bergabung dengan konsultan information
technologi untuk mengerjakan proyek system informasi Bank Syariah XYZ.
Dalam syirkah ini, tidak terjadi percampuran modal (dalam arti uang), tetapi
yang terjadi adalah percampuran keahlian/keterampilan dari pihak-pihak yang
berserikat.9
Sedangkan Bentuk syirkah yang terakhir adalah syirkah mudharabah.
Dalam syirkah ini, terjadi percampuran antara modal dengan jasa
(keahlian/keterampilan) dari pihak-pihak yang berserikat. Ada dua pihak yang
berserikat yaitu penyandang dana (shahibul mal) dan pihak yang menjadi
pelaksana/pengelola (mudharib).
Perbadaan antara natural certainty contracts (NCC) dengan natural
uncertainty contracts (NUC) ini sangat penting. Karena keduanya memiliki
karakteristik khas yang tidak boleh dicampuradukkan. Bila natural certainty
contracts diubah menjadi uncertain, terjadilah gharar (ketidakpastian). Dengan
kata lain, kita mengubah hal-hal yang sudah pasti menjadi tidak pasti.
Demikian pula sebaliknya, yakni bila natural uncertainty contracts diubah
menjadi certain, maka terjadilah riba nasiah. Artinya, kita mengubah hal-hal
yang seharusnya tidak pasti menjadi pasti. Kedua hal diatas jelas telah
melanggar “sunatullah”.
2. Manajemen Risiko Bank Syariah
2.1 Pengertian Manajemen Risiko
Berdasarkan bahasa, risiko mempunyai makna akibat yang kurang
menyenangkan (merugikan, membahayakan) dari suatu perbuatan atau tindakan 9 Ibid h.75
sedangkan manajemen Risiko berarti upaya untuk mengurangi dampak dari unsur
ketidak pastian. Apabila kata-kata diatas ditambahkan dengan kata investasi dan
pembiayaan, menjadi risiko investasi dan pembiayaan, akan memberikan makna
akibat yang kurang menyenangkan (merugikan, membahayakan) dari suatu
transaksi investasi dan pembiayaan. Dengan demikian manajemen risiko investasi
dan pembiayaan berarti upaya untuk mengurangi dampak dari unsur
ketidakpastiaan dan potensi yang menimbulkan kerugian finansial dari transaksi-
transaksi investasi dan pembiayaan.10
Ir. Adiwarman A. Karim (2004) dalam bukunya Bank Islam menjelaskan
risiko dalam konteks perbankan merupakan suatu kejadian potensial, baik yang
dapat diperkirakan (anticipated) maupun yang tidak dapat diperkirakan
(unanticipated) yang berdampak negatif terhadap pendapatan dan permodalan
bank. Risiko-risiko tersebut tidak dapat dihindari, tetapi dapat dikelola dan
dikendalikan. Oleh karena itu, sebagaimana lembaga perbankan pada umumnya,
bank syariah juga memerlukan serangkaian prosedur dan metodologi yang dapat
digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan
risiko yang timbul dari kegiatan usaha, atau yang biasa disebut sebagai
manajemen risiko.11
10 Surbakti, Muhamad Syarif, “Manajemen Risiko Perbankan Syariah” (PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk.)”, Jakarta : 2004, h. 9-10 11 Karim, Adiwarman, Ir, S.E, M.B.A, M.A.E.P, op.cit, h. 255
D. Borge mendefenisikan manajemen risiko sebagai suatu tindakan
dengan penuh pertimbangan untuk menghilangkan keanehan-keanehan demi
kepentingan kita, meningkatkan hasil yang baik dan mengurangi hasil yang buruk.
Sementara itu, Culp menyebutkan definisi umum manajemen risiko adalah
proses dimana seseorang mencoba untuk memastikan bahwa risiko-risiko yang
dihadapinya adalah risiko-risiko yang diyakininya untuk dan ingin dihadapi
dengan tujuan untuk mencapai apa yang diinginkannya.12
Berdasarkan terminologi, beberapa pakar mengungkapkan manajemen
risiko dengan berbagai penekanan yang berbeda, tetapi secara umum mempunyai
makna inti yang relatif sama dengan pengertian berdasarkan bahasa diatas.
Sebenarnya pengertian manajemen risiko bersifat umum, namun dapat dipahami
secara khusus untuk aspek manajemen risiko investasi dan pembiayaan pada
perbankan syariah.
Dari berbagai uraian diatas mengenai definisi manajemen risiko, dapat
ditarik suatu kesimpulan bahwa manajemen risiko investasi dan pembiayaan
merupakan suatu tindakan mengidentifikasi risiko-risiko investasi dan
pembiayaan yang ada secara terencana dan terukur, dan mempersiapkan berbagai
pendekatan untuk mengendalikannya agar tujuan bisnis yang telah ditetapkan
tercapai.
12 Surbakti, Muhamad Syarif, op.cit 13
2.2 Risiko Menurut Pandangan Islam
Pada dasarnya Islam mengakui bahwa kecelakaan, kemalangan
(kerugian) dan kematian merupakan takdir Allah. Hal ini tidak dapat ditolak.
Hanya saja kita sebagai manusia juga diperintahkan untuk membuat perencanaan
untuk menghadapi ketidakpastian di masa depan.
Allah berfirman dalam surat Al Hasyr (59) ayat 18 :
☺
☺
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah dan
hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuat untuk hari esok
(masa depan) dan bertaqwalah kamu kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui apa yang engkau kerjakan.”
Dalam al-Qur’an, surat Yusuf (12) ayat 43-49, Allah juga
menggambarkan contoh usaha manusia membentuk sistem proteksi menghadapi
kemungkinan yang buruk di masa depan. Secara ringkas, ayat ini bercerita tentang
pertanyaan raja Mesir tentang mimpinya kepada Nabi Yusuf, dimana raja Mesir
bermimpi melihat tujuh ekor sapi betina yang gemuk dimakan oleh tujuh ekor
sapi yang kurus, dan dia juga melihat tujuh tangkai gandum yang hijau berbuah
serta tujuh tangkai yang merah mengering tidak berbuah.
Nabi Yusuf dalam hal ini menjawab supaya kamu bertanam tujuh tahun
dan dari hasilnya hendaklah disimpan sebagian. Kemudian sesudah itu akan
datang tujuh tahun yang amat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu simpan
untuk menghadapi masa sulit tersebut, kecuali sedikit dari apa yang disimpan.
Sangat jelas dalam ayat ini kita dianjurkan untuk berusaha menjaga
kelangsungan kehidupan dengan memproteksi kemungkinan terjadinya kondisi
yang buruk. Dan sangat jelas ayat-ayat diatas menyatakan bahwa Allah
menganjurkan adanya upaya-upaya menuju kepada perencanaan masa depan
dengan sistem proteksi.
Dalam suatu riwayat hadits dikemukakan ketika harga-harga
melambung tinggi dan orang-orang mengatakan kepada Nabi Muhammad SAW,
“Wahai Rasulullah, tentukanlah harga untuk kami”, beliau menjawab :
“Sesungguhnya Allah-lah yang menentukan harga, yang menekan, yang
melapangkan, dan yang memberi rezeki. Saya ingin bertemu Allah sedang tidak
ada seorang pun dari kamu yang menuntut saya karena suatu kezaliman baik
mengenai masalah darah maupun masalah harta.” (Diriwayatkan oleh Abu daud,
Tirmizi, Ibnu Majah, ad-Daimi dan Abu Ya’la).13
Dengan hadits ini, Rasulullah SAW menegaskan bahwa campur tangan
penguasa atau pihak manapun yang berkepentingan atas kebebasan seseorang 13 Qardawi, Yusuf, DR, “Halal dan Haram”, Robbani Press, Indonesia : 2001, h. 293
(mekanisme pasar) tanpa ada alasan yang mendesak adalah suatu kezaliman,
sehingga beliau ingin bertemu Allah dalam keadaan bebas dari tanggung
jawabnya. Kondisi ini menghindari terjadinya risiko kesewenangan pihak tertentu
didalam menentukan harga barang-barang yang tentunya akan menzalimi pihak
konsumen.14
Dari beberapa contoh nash diatas, terlihat bahwa Islam sangat memperhatikan
fungsi manajemen risiko dan syariat Islam sangat kental dengan kultur
manajemen risiko., demi kemashlahatan manusia itu sendiri. Demikian juga
halnya bagi perbankan syariah harus selalu menjalankan fungsi manajemen risiko
karena sudah merupakan sunatullah dan keharusan relijius. Maka, sudah menjadi
karakter dan kultur yang inheren bagi perbankan syariah untuk mengembangkan
dan mengaplikasikan fungsi manajemen risiko didalam mengelola amanah
finansial yang diembannya sehingga tidak menimbulkan kerugian finansial yang
tidak perlu terjadi bagi pihak mudharib maupun shahibul mal. Permasalahan yang
muncul kemudian adalah manajemen risiko yang bagaimana harus dikembangkan
dan diaplikasikan oleh perbankan syariah agar sesuai dengan akar syariah itu
sendiri, yaitu Islam. Pengembangan sistem manajemen risiko yang Islami akan
mengacu kepada kaidah fiqh muamalah, yaitu semuanya boleh sepanjang terdapat
nash yang melarangnya.
2.3 Teknik Mengidentifikasi Risiko
14 Surbakti, Muhamad Syarif, op.cit, h. 7
Identifikasi risiko yang dilakukan bank Islam tidak hanya mencakup
berbagai risiko yang ada pada bank-bank pada umumnya, melainkan juga meliputi
berbagai risiko yang khas hanya ada pada bank-bank yang beroperasi berdasarkan
prinsip syariah.15
Menurut Emmett J. Vaughan dalam bukunya “Risk Management”, ada
empat (4) teknik dalam mengidentifikasikan risiko16 :
1. Orientation
Pada tahap awal ini, identifikasi risiko dilakukan dengan cara mengenal lebih
dekat dengan organisasi dan teknik pelaksanaan operasional suatu perusahaan.
Manajer risiko harus mengetahui secara cermat mengenai informasi tersebut,
seperti perkembangan terakhir kondisi perusahaan, kemampuan perusahaan
dalam meraih laba, maupun hubungan perusahaan dengan pihak lain seperti :
investor, supplier, dan lainnya.
2. Analysis of documents
Dokumen yang wajib dianalisa adalah:
• Laporan keuangan terakhir
• Flowchart operasional internal perusahaan, apakah sudah memenuhi
standar (Standar Operational Procedures)?
• Kebijakan perusahaan, analisa dilakukan dengan memeriksa kontrak-
kontrak yang dahulu pernah dilakukan oleh perusahaan 15 Karim, Adiwarman, Ir, S.E, M.B.A, M.A.E.P, op.cit, h. 256 16 Vaughan, Emmett j., “Risk Management”, United States of America : John Wiley & Sons, Inc, 1997, h. 113
• Loss Report, laporan ini berisi kerugian-kerugian yamg pernah dialami
oleh perusahaan dari kegiatan operasionalnya. Kerugian yang
dimaksud bukan saja kerugian yang di-cover oleh asuransi saja, tetapi
semua jenis kerugian yang pernah dialami oleh perusahaan.
• Selain itu, perlu juga diperiksa dokumen-dokumen lainnya yang
berhubungan dengan risk planning yang pernah dilakukan oleh
perusahaan
3. Interview
Bagian penting lainnya adalah dengan mewawancara dengan pihak-pihak
kompeten dengan bisnis perusahaan (seperti: Manajer Operasional, Manajer
Keuangan, Konsultan Hukum, Manajer Sumber Daya Manusia, Supervisor,
pihak di Divisi Pembelian dan Penjualan, hingga wawancara dengan
pekerja/karyawan). Hal ini dilakukan untuk memberikan informasi yang detail
mengenai kondisi perusahaan yang sebenarnya. Sehingga, risiko yang dihadapi
nantinya bisa lebih mudah untuk diantisipasi.
4. Inspection
Tahap ini dilakukan dengan cara menginspeksi secara langsung kondisi alat
atau property perusahaan yang digunakan dalam kegiatan operasinya. Dari
inspeksi ini diharapkan dapat diketahui mengenai possible loss yang mungkin
akan dialami perusahaan dalam kegiatan operasinya.
2.4 Jenis-jenis Risiko Bank Syariah
Sebagaimana juga dialami bank konvensional, pengalaman perbankan
syariah dalam menghadapi berbagai jenis banking risk juga kerap terjadi.karena
bahasan pada penelitian ini adalah pembiayaan murabahah, maka risiko yang dibahas
merupakan hasil penelitian di Bank Syariah Muamalat yang terkait dengan
pembiayaan murabahah. Risiko-risiko tersebut dibagi menjadi dua faktor yaitu risiko
terkait dengan faktor internal dan faktor-faktor eksternal bank syariah.
Risiko terkait dengan Faktor Internal (Internal Factor)
Dari hasil penelitian Bank Syariah Muamalat, ada beberapa faktor internal
(manajemen bank syariah) yang bisa diidentifikasi dapat menimbulkan risiko pada
pembiayaan murabahah, antara lain:
1. Faktor Manajemen (management risk) bank syariah itu sendiri.
- Risiko yang dihadapi karena adanya ketidakmampuan manajemen dalam
melakukan analisa pembiayaan. Seperti ketidakmampuan manajemen bank
dalam menilai karakter nasabah (character), menilai kelayakan (capacity)
usaha calon nasabah, kemampuannya dalam menjalankan usaha dan
hambatannya (constraints), dan yang terakhir dimungkinkan adanya salah
penilaian dalam penentuan jaminan (collateral) yang harus diberikan nasabah
kepada bank.
- Kurang cermatnya pihak bank dalam mengantisipasi adanya perubahan
kebijakan moneter maupun adanya pengaruh ekonomi luar negeri.
2. Pricing risk
Pricing risk adalah risiko-risko yang berhubungan dengan penetapan harga
dan jangka waktu pembiayaan. Bila risiko ini tidak diperhatikan secara hati-
hati maka risiko ini akan memunculkan risiko tidak bersaingnya bagi hasil
kepada dana pihak ketiga. Karena faktor penentuan harga akan sangat
berpengaruh kepada pendapatan bank, sedangka faktor penentuan jangka
waktu pembiayaan akan berpengaruh pada likuiditas bank.
Oleh karena itu, bank dapat menentukan jangka waktu maksimal untuk
pembiayaan murabahah dengan mempertimbangkan hal-hal berikut ini17:
a. Tingkat keuntungan (marjin) saat ini dan prediksi perubahannya
dimasa mendatang yang berlaku dipasar perbankan syariah (Direct
Competitor’s Market Rate - DCRM18). Semakin cepat perubahan
DCRM diperkirakan akan terjadi, semakin pendek jangka waktu
maksimal pembiayaan.
b. Suku bunga kredit saat ini dan prediksi perubahannya di masa
mendatang yang berlaku di pasar perbankan konvensional (Inderect
Competitor’s Market Rate - ICRM19). Semakin cepat perubahan ICRM
17 Karim, Adiwarman, Ir, S.E, M.B.A, M.A.E.P, op.cit, h. 264 18 DCRM adalah tingkat marjin keuntungan rata-rata perbankan syariah 19 ICRM adalah tingkat suku bunga rata-rata perbankan konvensional
diperkirakan akan terjadi, semakin pendek pula jangka waktu
maksimal pembiayaan.
c. Ekspektasi Bagi Hasil kepada Dana Pihak Ketiga yang kompetitif di
pasar perbankan syariah (Expected Competitive Return for Investors -
ECRI20). Semakin besar perubahan ECRI diperkirakan akan terjadi,
semakin pendek jangka waktu maksimal pembiayaan.
Kedua hal diatas dapat memunculkan lagi risiko yang dinamakan
Operational risk, dimana karena lemahnya sistem operasional dan prosedur
bank syariah menyebabkan naiknya biaya operasional dan pada akhirnya
akan mengurangi laba usaha. Secara umum, kelemahan-kelemahan tersebut
akan menurunkan kinerja dan daya saing bank.
Risiko terkait dengan Faktor Eksternal (External Factor)
Selain faktor internal, ada juga faktor eksternal yang bisa diidentifikasi
menjadi faktor timbulnya risiko pada pembiayaan murabahah di Bank Syariah
Muamalat :
1. Risiko default (kelalaian), yang berasal dari nasabah, risiko ini dapat terjadi
karena beberapa hal, antara lain :
a. Nasabah tidak membayar atau terlambat melakukan pembayaran jumlah
pokok atau angsuran berikut marjinnya.
20 ECRI adalah target bagi hasil kompetritif yang diharapkan dapat diberikan kepada dana pihak ketiga
b. Nilai agunan atau kekuatan hukum agunan menjadi merosot, sehingga dapat
merusak kekuatan bank terhadap pengikatan agunan, atau harganya menjadi
jatuh. Misalnya:
Jatuhnya nilai mesin-mesin yang dijaminkan karena sudah tua, rusak
atau sengaja dikurangi nilainya.
Sebagian barang agunan berupa kendaraan sudah dikontrakkan oleh
nasabah dalam jangka waktu yang cukup panjang
c. Kemampuan usaha nasabah menurun karena alat produksinya mulai
ketinggalan zaman dan mulai tidak disukai oleh masyarakat.
d. Kekayaan bersih nasabah semakin menurun karena nasabah mulai terlibat
hutang-hutang dengan pihak lain.
e. Adanya beberapa persyaratan pinjam (loan covenants) yang tidak dipenuhi
oleh nasabah, baik karena tidak mampu, maupun karena memang mempunyai
itikad tidak baik.
2. Risiko Industri (Industry risk)
Risiko ini ditentukan oleh siklus industri seperti dibawah ini:
Gambar 2.2 Siklus risiko industri
Pelunasan utang bank
Pembelian alat produksi
Piutang perusahaan
Finished good
IV I
III II
Pada risiko industri, banyak hal yang harus diperhatikan dan diawasi oleh
pihak bank syariah: (kasus pembelian alat produksi)
• Mulai dari penyediaan raw material oleh supplier, apakah selama ini
supplier-nya berpengalaman dalam menyuplai barang? (tahap I)
• Kemudian pada divisi produksi, apakah tenaga kerjanya bagus dan
kompeten?; apakah mesin yang digunakannya sudah usang atau tidak
layak pakai? (tahap II)
• Ketika barang produksi telah menjadi finished goods, apakah tim
pemasaran perusahaan tersebut kredibel dalam melakukan distribusi
barang?; bagaimana pula dalam penentuan harga dan promosi terhadap
barangnya? (tahap III)
• Hingga pengelolaan piutang, apakah banyak kendala? (tahap IV)
3. Risiko Pasar (market risk), yaitu risiko kerugian pada posisi neraca dan
rekening administratif akibat perubahan secara keseluruhan dari kondisi
pasar.21 Risiko ini dikategorikan menjadi tiga macam, yaitu karena forex risk,
interest dan fluktuasi harga komparatif:
a. Forex (foreign currency exchange) risk, yaitu risiko kerugian akibat
perubahan nilai tukar mata uang.
21 Bank Indonesia, “Peraturan Bank Indonesia No: 7/13/PBI/2005 tentang kewajiban penyediaan Modal Minimum Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah”
Apabila terjadi perubahan pada kurs mata uang asing terhadap rupiah pada
saat bank memiliki posisi mata uang asing yang kurang menguntungkan
dapat menimbulkan kerugian yang berdampak negatif terhadap kinerja
bank. Perubahan kurs juga dapat menimbulkan kerugian bagi debitur-
debitur bank yang memiliki pinjaman dalam mata uang asing (sementara
sumber pengembaliannya berasal dari valuta rupiah). Ini juga berisiko bagi
bank, karena akan berdampak pada kemampuan pengembalian debitur atas
pinjamannya yang semakin menurun karena kenaikan kurs.
b. Interet risk, yaitu risiko karena kenaikan suku bunga pasar. Bila terjadi
kenaikan suku bunga pasar, maka bank tidak diperkenankan untuk
melakukan perubahan harga jual yang telah disepakati sebelumnya diawal
akad pembiayaan murabahah (fixed payment). Tingkat suku bunga yang
tinggi juga dapat mempengaruhi kemampuan bank dalam melakukan
penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK).
c. Fluktuasi harga komparatif
Hal ini terjadi bila harga suatu barang dipasar naik setelah bank
membelikannya untuk nasabah. Bank tidak bisa mengubah harga jual-beli
tersebut.
4. Disaster risk yaitu keadaan force majeur (bencana alam) yang dampaknya
sangat besar terhadap bisnis nasabah yang dibiayai bank, seperti bencana
sunami di Aceh. Bank syariah sendiri telah dapat mengantisipasinya dengan
adanya pemberlakuan jaminan, bank mensyaratkan adanya asuransi bangunan
atau benda yang dijadikan jaminan.
3. Mekanisme Pembiayaan Murabahah
3.1 Murabahah Dalam Wacana Fiqih
Murabahah adalah suatu akad jual beli barang, dimana penjual menyebutkan
harga pembelian barang kepada pembeli, kemudian ia mensyaratkan atasnya
laba/keuntungan dalam jumlah tertentu. Transaksi murabahah ini lazim dilakukan
oleh Rasulullah SAW. dan para sahabatnya. Secara sederhana, murabahah berarti
suatu penjualan barang seharga barang tersebut ditambah keuntungan yang
disepakati. Misalnya, seseorang membeli barang kemudian menjualnya kembali
dengan keuntungan tertentu. Berapa besar keuntungan tersebut dapat dinyatakan
dalam nominal rupiah atau dalam bentuk presentase dari harga pembeliannya.
Murabahah merupakan salah satu konsep Islam dalam melakukan perjanjian
jual beli. Konsep ini telah banyak digunakan oleh bank-bank dan lembaga-
lembaga keuangan Islam untuk pembiayaan modal kerja dan pembiayaan
perdagangan para nasabahnya.
Dalam bukunya Ir. Adiwarman Karim menjelaskan, jadi singkatnya
murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan
margin (keuntungan) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.22 Keseluruhan
22 Karim, Adiwarman, Ir, S.E, M.B.A, M.A.E.P, op.cit, h. 113
harga barang yang telah disepakati tersebut kemudian dibayar oleh pembeli
(nasabah) secara mencicil. Pemilikan (ownership) dari asset tersebut dialihkan
kepada nasabah (pembeli) secara proporsional sesuai dengan cicilan-cicilan yang
telah dibayar. Dengan demikian, barang yang dibeli berfungsi sebagai agunan
sampai seluruh biaya dilunasi. Selain itu, bila pada kenyataannya bank meminta
pula agunan tambahan dari nasabah, maka hal tersebut masih diperkenankan.
Dasar Hukum :
Al-Qur’an
Ayat-ayat al-Qur’an yang dapat dijadikan rujukan dasar akad transaksi
murabahah, adalah :
Surat An-Nisa’ : 29
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu makan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka sama suka diantara kamu.”
Surat Al- Baqarah : 275
Artinya : “Dan Allah SWT telah menghalakan jual beli dan mengharamkan
riba.”
Al-Hadits
Hadits-hadits Rasulullah SAW yang dapat dijadikan rujukan dasar akad transaksi
murabahah, adalah :
E. أي الكسب اطيب ؟ قال عمل الر جل : عن رفاعة بن رافع رضي اهللا عنه ان النبي صلى عليه وسلم سئل) رواه البز ارو صححه الحاآم(بيده و آل بيع مبرور
“Dari Rafaah bin Rafie ra. Bahwa rasulullah SAW. Pernah ditanya pekerjaan
apakah yang paling mulia, Rasulullah SAW. Menjawab : pekerjaan seseorang
dengan tangannya dan setiap jual beli yang mabrur” (HR. Al-Bazzar, Imam
Hakim mengkategorikan hadits ini “sahih”).
ثلاث : ان النبي صلى اهللا عليه وسلم قال عن صهيب رضى اهللا عنه الى أ جل ، والمقا رضة وخلط البر با الشعير : فيهن البر آة البيع )رواه ابن ماجه ، بإ سناد ضعيف(للبيت ال للبيع
“Dari sohib r.a, bahwa Rasulullah SAW bersabda : Tiga hal yang dari dalamnya
terdapat keberkatan : jual beli secara tangguh, maqaradhah (mudharabah) dan
mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual”
(HR. Ibnu Majah).
Ijma
“Umat Islam telah berkonsesus tentang keabsahan jual beli, karena manusia
sebagai anggota masyarakat selalu membutuhkan apa yang dihasilkan dan
dimiliki oleh orang lain. Oleh karena itu, jual beli adalah salah satu jalan untuk
mendapatkannya secara sah. Dengan demikian maka mudahlah bagi setiap
individu untuk memenuhi kebutuhannya.”
Para ulama awal seperti Imam Malik dan Imam Syafi’I yang secara khusus
menyatakan bahwa penjualan murabahah sah, walaupun tidak menyebutkan
referensi dari hadits yang jelas. Ulama yang masyhur mulai mengungkapkan
pandangan mereka mengenai murabahah pada pada perempat pertama abad
kedua Hijriah, atau lebih. Karena nampaknya tidak ada acuan langsung
kepadanya dalam al-Qur’an atau dalam Hadits yang diterima umum, para ahli
hukum harus membenarkan murabahah berdasarkan landasan lain.
3.2 Praktek Murabahah Dalam Sistem Perbankan Syariah
Murabahah umunya diterapkan pada produk pembiayaan untuk pembelian
barang-barang investasi, baik domestik maupun luar negeri seperti melalui Letter
of Credit (L/C). skema ini paling banyak digunakan karena sederhana dan
menyerupai kredit investasi pada bank konvensional.
Bank-bank syariah pada umumnya menggunakan murabahah sebagai
metode utama pembiayaan, hampir tujuh puluh lima persen (75%) dari dana pihak
ketiganya. Pada awal 1984, di Pakistan, pembiayaan keuangan jenis murabahah
berjumlah hampir delapan puluh persen (80%) dari seluruh investasi deposito PLS
(profit Loss Sharing). Sedangkan dalam kasus Bank Islam Dubai (DIB),
pembiayaan murabahah berjumlah delapan puluh dua persen (82%) dari seluruh
pembiayaan untuk tahun 1989. bahkan untuk Bank Pembangunan Islam, lebih
dari sepuluh tahun periode pembiayaan, tujuh puluh tiga persen (73%) seluruh
pembiayaan keuangan perdagangan luar negerinya berdasarkan pola murabahah.
Tujuan pembiayaan murabahah pada bank Islam23:
1. Bank dapat membiayai keperluan modal kerja nasabahnya untuk membeli:
a. Bahan Mentah
b. Bahan setengah jadi
c. Barang jadi
d. Stok dan persediaan
e. Suku cadang dan penggantian
2. Bank dapat pula membiayai penjualan barang atau jasa yang dilakukan oleh
nasabahnya. Termasuk didalamnya biaya produksi barang baik untuk pasar
domestik maupun di ekspor. Pembiayaan akan meliputi :
a. Biaya Bahan Mentah
b. Tenaga Kerja
c. Overhead cost 23 Muhammad, “Sistem & Prosedur Operasional Bank Islam”, Yogyakarta : UII press 2000, h. 25
d. Marjin (keuntungan)
3. Nasabah dapat pula meminta bank untuk membiayai stok dan persediaan
mereka. Keperluan pembiayaan mereka ditentukan pada besarnya stok dan
persediaannya. Pembiayaan juga meliputi biaya bahan mentah, tenaga kerja
dan overhead.
4. Dalam hal ini nasabah perlu untuk mengimpor bahan mentah, barang setengah
jadi, suku cadang dan penggantian dari luar negeri menggunakan letter of
credit, bank dapat membiayai permintaan akan letter of credit tersebut dengan
menggunakan prinsip murabahah.
5. Nasabah yang telah mendapatkan kontrak, baik itu kontrak kerja maupun
kontrak pemasukan barang, dapat pula meminta pembiayaan dari bank. Bank
dapat membiayai keperluan ini dengan prinsip murabahah dan untuk itu bank
dapat meminta surat perintah kerja (SPK) dari nasabah yang bersangkutan.
Kondisi/syarat-syarat pembiayaan murabahah24:
Menurut perspektif Islam, pembiayaan murabahah adalah bentuk penjualan
karena itu kondisi murabahah sama dengan penjualan pada umumnya yang
meliputi :
1. Bank Islam memberitahu biaya modal kepada nasabah
2. Kontrak pertama harus sah
3. Kontrak harus bebas dari unsur riba
24 www.tazkiaonline.com, “Kondisi/Syarat-syarat dan Prosedur Pembiayaan Murabahah”
4. Bank Islam harus memiliki dan menguasai barang komoditi tersebut
sebelum menjualnya kepada klien
5. Komoditi yang diperjual belikan harus halal
6. Bank Islam seharusnya mengungkapkan setiap cacat yang terjadi setelah
pembelian atas produk dan membuka semua hal yang berhubungan
dengan cacat
7. Bank Islam harus membuka semua ukuran yang berlaku bagi harga
pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang
8. Jika syarat dalam 1, 6 atau 7 tidak dipenuhi, pembeli memiliki pilihan:
a. Melanjutkan pembelian seperti apa adanya
b. Kembali kepada penjual dan menyatakan ketidaksetujuan
c. Membatalkan kontrak
Prosedur pembiayaan murabahah25:
Pembiayaan murabahah dalam bank Islam harus mengikuti prosedur sebagai
berikut:
1. Klien meminta bank melalui form tertulis untuk membeli produk
tertentu, dimana klien akan melalui murabahah. Form tersebut berisi
tentang spesifikasi produk yang diminta, persyaratan dokumen, total nilai
produk, informasi tentang klien, pembagian laba dan sumber penawaran
produk,
25 Ibid
2. Bank Islam mempelajari form surat permohonan klien dari segala aspek
yang meliputi:
a. Mempelajari posisi klien, seperti jenis bisnis klien, situasi kredit
dan likuiditasnya.
b. Mempelajari produk dari segi ekonomi, gambaran situasi umum
pasar, yaitu jumlah penawaran dan permintaan produk.
c. Mempelajari metode penawaran pembelian, seperti biaya operasi
pembiayaan murabahah, jangka waktu perjanjian, laba
pembiayaan dan pembayaran angsuran pinjaman.
d. Meminta jaminan untuk melindungi hak bank dalam
mendapatkan kembali uangnya sesuai dengan waktu perjanjian.
3. Setelah memeriksa dan mengesahkan pembiayaan murabahah, bank
meminta pembeli untuk menandatangani kontrak perjanjian. Pada tahap
ini, biaya operasi pembiayaan murabahah dan penentuan pembagian laba
didiskusikan dan disepakati. Disamping itu bank Islam meminta pembeli
untuk membayar angsuran pertama harga murabahah. Bentuk paling
umum kontrak pembelian bank Islam disini adalah pernyataan oleh klien
bahwa klien akan menyelesaikan perjanjian pembeliannya ketika
diberitahukan oleh bank bahwa produk telah tersedia.
4. Setelah bank Islam membeli produk, kemudian bank Islam dan pembeli
menandatangani kontrak penjualan murabahah. Pada kontrak tersebut,
biaya operasi yang sesungguhnya pembiayaan murabahah dan
keuntungan yang diperoleh bank harus diketahui.
5. Pembeli menerima produk.
Persyaratan pembiayaan (terms of conditions):
Semua permohonan untuk fasilitas murabahah harus memenuhi terms of
conditions sebagai berikut :
Persyaratan pembiayaan perusahaan26 :
1. Proposal/Surat Permohonan
a. Gambaran Umum Usaha
b. Rencana atau Prospek Usaha
c. Perincian Rencana Penggunaan Dana
d. Jumlah dan Jangka Waktu Penggunaan Dana
2. Legalitas
a. Surat Ijin Umum Perusahaan (SIUP)
b. Nomor Pokok Wajib Pajak
c. Tanda Daftar Perusahaan (TDP)
d. Akta Pendirian Perusahaan
e. Identitas Pengurus (KTP, NPWP, KK)
26 www.muamalatbank.com, “Persyaratan Pembiayaan pada Bank Muamalat Indonesia”
3. Laporan Keuangan
a. Neraca dua tahun terakhir
b. Rugi laba dua tahun terakhir
c. Data Persediaan terakhir
d. Data Penjualan tiga bulan terakhir
e. Copy Rekening Koran tiga bulan terakhir
4. Data Jaminan
5. Persyaratan lainnya akan diberitahukan kemudian
Persyaratan pembiayaan individual27 :
1. Ketentuan Umum
a. WNI
b. Usia 21-54 tahun (tidak melebihi usia pensiun)
c. Minimum pembiayaan Rp. 100.000.000,-
d. Jangka waktu maksimal 5 tahun
e. Masa kerja minimal 2 tahun
2. Dokumen yang dibutuhkan
a. Mengisi formulir permohonan pembiayaan individual
b. Surat persetujuan suami/istri diatas materai
c. Fotokopi KTP suami/istri (2 buah)
d. Fotokopi Surat Nikah (1 buah) 27 Ibid
e. Data Penghasilan Karyawan (Surat Keterangan/Rekomendasi dari
Perusahaan, Slip gaji asli 3 bulan terakhir, rekening Bank 3 bulan
terakhir, Surat Pernyataan dari Bendahara Gaji perusahaan yang
bersangkutan untuk mentransfer gaji ke Bank Syariah Muamalat).
3. Syarat-syarat Jaminan
a. Asli SHM/SHGB/BPKB/Pernyataan Dealer
b. Asli IMB/Blue Print, STNK
c. Asli PBB tahun terakhir/asli faktur pembeliaan kendaraan
d. Denah lokasi rumah yang akan dibeli/dijaminkan/asli kuitansi
kosong 3 lembar (1 bermaterai).
3.3 Peranan Bank Syariah Dalam Murabahah Sebagai Penyandang Dana
Bukan Penjual
Peran bank syariah dalam murabahah dapat dijelaskan secara lebih tepat
dengan istilah “pembiaya” dari pada istilah “penjual” barang. Bank tidak menangani
barang, dan juga tidak menanggung risiko dalam hubungan ini. Kerja bank hampir
secara penuh terkait dengan penanganan dokumen yang terkait.
Kontrak segera dijelaskan setelah pihak bank memberikan informasi dengan
korespondensinya bahwa eksportir atau penjual siap untuk mengirimkan barangnya,
atau setelah dokumen tiba di bank. Bank tidak menunggu barangnya tiba untuk
mengujinya sebelum mengirimkan barang kepada pembeli. Pada kenyataannya, hal
tersebut tidak mendapat cukup perhatian dari bank, karena hal itu merupakan
tanggung jawab pembeli untuk mengecek spesifikasi item-itemnya, sebelum
menandatangani perjanjian, dimana klien menegaskan bahwa ia tidak dapat meminta
bantuan kepada bank atas cacat yang ada pada barang. Jika cacat terjadi, hal ini
diperhatikan oleh perusahaan asuransi, biayanya dicakup dalam harga dan itu
dikeluarkan oleh pembeli. Karena pembawa (perusahaan kapal atau udara atau
lainnya) dipandang sebagai “wakil” bank, yang berkaitan dengan barang-barang itu,
maka pembeli harus mampu mengatasi semua masalah yang diakibatkan pada saat
barang diantarkan, tanpa harus mengunjungi bank. Karena itu, bank syariah
mengeliminasi kemungkinan keharusan membayar biaya yang tidak termasuk dalam
transaksi murabahah.
4. Prinsip Dalam Analisis Pembiayaan di Bank Syariah
Berikut adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam analisis
pembiayaan di bank syariah, adalah sebagai berikut28 :
Prinsip Analisis Pembiayaan
Prinsip analisis pembiayaan didasarkan pada rumus 5 C, yaitu:
1. Character, artinya sifat atau karakter nasabah pengambil pinjaman.
2. Capacity, artinya kemampuan nasabah untuk menjalankan usaha dan
mengembalikan pinjaman yang diambil.
3. Capital, artinya besarnya modal yang diperlukan peminjam. 28 Muhamad, DRS, M.Ag, op.cit bab 14
4. Colateral, artinya jaminan yang telah dimiliki yang diberikan peminjam
kepada bank.
5. Condition, artinya keadaan usaha atau nasabah prospek atau tidak.
Prinsip 5C tersebut terkadang ditambahkan dengan 1 C, yaitu Constraint artinya
hambatan-hambatan yang mungkin mengganggu proses usaha.
Tujuan Analisis Pembiayaan
Analisis pembiayaan memiliki dua tujuan, yaitu: tujuan umum dan tujuan
khusus. Tujuan umum analisis pembiayaan adalah pemenuhan jasa pelayanan
terhadap kebutuhan masyarakat dalam rangka mendorong dan melancarkan
perdagangan, produksi, jasa-jasa, bahkan konsumsi yang kesemuanya ditunjukkan
untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Sedangkan tujuan khusus analisis
pembiayaan, adalah sebagai berikut :
1. Untuk menilai kelayakan usaha calon peminjam
2. Untuk menekan resiko akibat tidak terbayarnya pembiayaan
3. Untuk menghitung kebutuhan pembiayaan yang layak
Analisis pembiayaan juga bertujuan agar prinsip Syariah mampu dioptimalkan
sebagai prinsip dalam operasional perbankan syariah, sehingga mengatur
pembiayaan-pembiayaan yang harus dihindari, yaitu:
1. Pembiayaan untuk usaha spekulasi;
2. Pembiayaan untuk usaha tanpa data yang jelas dan informasi yang
memadai;
3. Pembiayaan pada bidang yang tidak dikuasai bank;
4. Pembiayaan kepada penerima pembiayaan yang bermasalah pada bank lain;
BAB III
PROFIL BANK SYARIAH MUAMALAT
A. Sejarah Singkat
PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk didirikan pada tahun 1991, diprakasai
oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Pemerintah Indonesia, dan memulai
kegiatan operasinya pada tanggal Syawal 1412 H atau tanggal 27 1 Mei 1992.
Didukung oleh sekelompok pengusaha dan cendikiawan muslim, pendirian Bank
Muamalat juga menerima dukungan masyarakat, terbuktui dari komitmen
pembelian saham Perseroan senilai Rp 84 miliar pada saat penandatanganan akta
pendirian Perseroan. Selanjutnya, pada acara silaturahmi pendirian di Istana
Bogor, diperoleh tambahan komitmen dari masyarakat Jawa Barat yang turut
menanam modal senilai Rp 106 miliar.
Pada tanggal 27 Oktober 1994, hanya dua tahun setelah didirikan, Bank
Muamalat berhasil menyandang predikat sebagai Bank Devisa. Pengakuan ini
semakin memperkokoh posisi Perseroan sebagai Bank Syari’ah pertama dan
terkemuka di Indonesia dengan beragam jasa maupun produk yang terus
dikembangkan.29
Pada akhir tahun 90-an, Indonesia dilanda krisis moneter yang
memporakporandakan sebagian besar perekonomian Asia Tenggara. Sektor
29 Bank Muamalat Indonesia, Bank Muamalat Laporan Tahunan 2005 Annual Report,
(Jakarta, Muamalat Institute, 2006), h.4, t.d.
perbankan nasional tergulung oleh kredit macet di segmen korporasi, Bank
Muamalat pun terimbas dampak krisis. Di tahun 1998, rasio pembiayaan macet
(NPF) mencapai lebih dari 60 %. Perseroan mencatat rugi sebesar Rp 105 miliar.
Ekuitas mencapai titik terendah, yaitu Rp 39,3 miliar, kurang dari sepertiga modal
setor awal.
Dalam upaya memperkuat permodalannya, Bank Muamalat mencari
pemodal yang potensial, dan ditanggapi secara positif oleh Islamic Development
Bank (IDB) yang berkedudukan di Jeddah, Arab Saudi. Pada RUPS tanggal 21
Juni 1999 IDB secara resmi menjadi salah satu pemegang saham Bank Muamalat.
Oleh karenanya, kurun waktu antara tahun 1999 dan 2002 merupakan masa-masa
yang penuh tantangan sekaligus keberhasilan bagi Bank Muamalat. Dalam kurun
waktu tersebut, Bank Muamalat berhasil membalikkan kondisi dari rugi menjadi
laba berkat upaya dan dedikasi setiap Kru Muamalat, ditunjang oleh
kepemimpinan yang kuat, strategi pengembangan usaha yang tepat, serta ketaatan
terhadap pelaksanaan perbankan syari`ah secara murni.
Melalui masa-masa sulit ini, Bank Muamalat berhasil bangkit dari
keterpurukan. Diawali dari pengangkatan kepengurusan baru dimana seluruh anggota
Direksi diangkat dari dalam tubuh Muamalat, Bank Muamalat kemudian menggelar
rencana kerja lima tahun dengan penekanan pada (i) restrukturisasi aset dan program
efisiensi, (ii) tidak mengandalkan setoran modal tambahan dari para pemegang
saham, (iii) tidak melakukan PHK satu pun terhadap sumber daya insani yang ada,
dan dalam hal pemangkasan biaya, tidak memotong hak Kru Muamalat sedikitpun,
(iv) pemulihan kepercayaan dan rasa percaya diri Kru Muamalat menjadi prioritas
utama di tahun pertama kepengurusan Direksi baru, (v) peletakan landasan usaha
baru dengan menegakkan disiplin kerja Muamalat menjadi agenda utama di tahun
kedua, dan (vi) pembangunan tonggak-tonggak usaha dengan menciptakan serta
menumbuhkan peluang usaha menjadi sasaran Bank Muamalat pada tahun ketiga dan
seterusnya, yang akhirnya membawa Bank kita, dengan rahmat Allah Rabbul Izzati,
ke era pertumbuhan baru memasuki tahun 2005 dan seterusnya.
Bahkan hingga akhir tahun 2005, Bank Muamalat tetap merupakan Bank
Syari’ah terkemuka di Indonesia dengan jumlah aktiva sebesar Rp 7,43 triliun,
modal disetor sebesar Rp 492,79 miliar serta perolehan laba bersih sebesar Rp
106,66 miliar pada tahun 2005.30
B. Visi dan Misi
1. Visi
Menjadi Bank Syari’ah utama di Indonesia, dominan di pasar spiritual,
dikagumi di pasar rasional.
2. Misi
Menjadi ROLE MODEL lembaga keuangan syari’ah dunia dengan penekanan
pada semangat kewirausahaan, keunggulan manajemen dan orientasi investasi
yang inovatif untuk memaksimumkan nilai kepada stakeholder.31
30 Ibid, h.5. 31 Ibid, h.1.
C. Produk dan Jasa
1. Produk Penghimpunan Dana
a. Shar-E
Shar-E adalah tabungan instan investasi syari’ah yang memadukan
kemudahan akses ATM, Debit dan Phone Banking dalam satu kartu dan
dapat dibeli di kantor pos seluruh Indonesia. Hanya dengan Rp 125.000,00
langsung dapat kartu paket Shar-E dengan saldo awal tabungan
Rp.100.000,00, sebagai sarana menabung dan berinvestasi di Bank
Muamalat melalui kantor pos. Diinvestasikan hanya untuk usaha halal
dengan bagi hasil kompetitif.
b. Tabungan Ummat
Merupakan investasi tabungan dengan akad mudharabah di counter Bank
Muamalat di seluruh Indonesia maupun di Gerai Muamalat yang
penarikannya dapat dilakukan di seluruh counter Bank Muamalat, ATM
Muamalat, ATM BCA/PRIMA dan jaringan ATM Bersama.
c. Tabungan Arafah
Merupakan tabungan yang dimaksudkan untuk mewujudkan niat nasabah untuk menunaikan ibadah haji. Produk ini akan membantu nasabah untuk merencanakan ibadah haji sesuai dengan kemampuan keuangan dan waktu pelaksanaan yang diinginkan. Dengan fasilitas asuransi jiwa, Insya Allah pelaksanaan ibadah haji tetap terjamin.
d. Deposito Mudharabah
Merupakan jenis investasi bagi nasabah perorangan dan badan hukum
dengan bagi hasil yang menarik. Simpanan dana masyarakat akan dikelola
melalui pembiayaan kepada sektor riil yang halal dan baik saja, sehingga
memberikan bagi hasil yang halal. Tersedia dalam jangka waktu 1, 3, 6
dan 12 bulan.
e. Deposito Fulinves
Merupakan jenis investasi yang dikhususkan bagi nasabah perorangan,
dengan jangka waktu 6 dan 12 bulan dengan nilai nominal minimal Rp
2.000.000,00 atau senilai USD 500 dengan fasilitas asuransi jiwa yang
dapat diperpanjang secara otomatis (Automatic Roll Over) dan dapat
dipergunakan sebagai jaminan pembiayaan atau untuk referensi Bank
Muamalat. Nasabah memperoleh bagi hasil yang sangat menarik setiap
bulan.
f. Giro Wadi'ah
Merupakan titipan dana pihak ketiga berupa simpanan giro yang
penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek,
bilyet, giro dan pemindahbukuan.
g. Dana Pensiun Muamalat
Dana Pensiun Muamalat dapat diikuti oleh
mereka yang berusia minimal 18 tahun, atau
sudah menikah, dan pilihan usia pensiun 45-65
tahun dengan iuran sangat terjangkau, yaitu
minimal Rp 20.000,00 per bulan dan
pembayarannya dapat didebet secara otomatis
dari rekening bank muamalat atau dapat
ditransfer dari bank lain.32
2. Produk Penanaman Dana
a. Konsep jual beli:
1. Murabahah
Adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan
keuntungan yang disepakati. Harga jual tidak boleh berubah selama
masa perjanjian. [Q. S. An Nisaa’ (4): 29]
2. Salam
Adalah pembelian barang yang diserahkan di kemudian hari dimana
pembayaran dilakukan dimuka, tunai. [Q. S. Al Baqarah (2): 282]
3. Istishna’
32 Ibid, h. 177
Adalah jual beli barang dimana shaani’ (produsen) ditugaskan untuk membuat suatu barang (pesanan) dari Mustashni’ (pemesan). Istishna’ sama dengan Salam yaitu dari segi obyek pemesanannya yang harus dibuat atau dipesan terlebih dahulu dengan ciri-ciri khusus. Perbedaannya hanya pada sistem pembayarannya yaitu Istishna’ pembayaran dapat dilakukan di awal, di tengah atau di akhir pemesanan.
b. Konsep bagi hasil:
1. Musyarakah
Adalah kerjasama antar dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung sesuai kesepakatan. [Q. S. Shad (28): 24]
2. Mudharabah
Adalah kerjasama antar bank dengan Mudharib (nasabah) yang
mempunyai keahlian atau keterampilan untuk mengelola usaha. Dalam
hal ini pemilik modal (Shahibul Maal) menyerahkan modalnya kepada
pekerja/pedagang (Mudharib) untuk dikelola.
c. Konsep sewa:
1. Ijarah
Adalah perjanjian antara bank (Muajjir) dengan nasabah (Mustajir) sebagai penyewa suatu barang milik bank dan bank mendapatkan imbalan jasa atas barang yang disewakannya.
2. Ijarah Muntahia Bittamlia
Adalah perjanjian antara bank (Muajjir) dengan nasabah sebagai penyewa. Mustajir/penyewa setuju akan membayar uang sewa selama masa sewa yang diperjanjikan dan bila sewa berakhir penyewa mempunyai hak opsi untuk memindahkan kepemilikan obyek sewa tersebut.
3. Produk Jasa
a. Wakalah
Merupakan akad pemberian wewenang/kuasa dari lembaga/seseorang (sebagai pemberi mandat) kepada pihak lain (sebagai wakil) untuk melaksanakan urusan dengan batas kewenangan dan waktu tertentu. Segala hak dan kewajiban yang diemban wakil harus mengatasnamakan yang memberi kuasa.
b. Kafalah
Merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. Dalam pengertian lain, Kafalah juga berarti mengalihkan tanggung jawab seseorang yang dijamin dengan berpegang pada tanggung jawab orang lain sebagai penjamin. [Q. S. Yusuf (12): 72].
c. Hiwalah
Merupakan pemindahan beban hutang dari muhil (orang yang berhutang) menjadi tanggungan muhal ‘alaih atau orang yang berkewajiban membayar hutang.
d. Rahn
Adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas
pinjaman yang diterimanya. Secara sederhana rahn adalah jaminan hutang
atau gadai.
e. Qardh
Adalah pemberian pinjaman dari bank kepada nasabah yang dipergunakan untuk kebutuhan mendesak dan bukan untuk pinjaman yang bersifat konsumtif. Pengembalian pinjaman ditentukan dalam jangka waktu tertentu (sesuai kesepakatan bersama) sebesar pinjaman tanpa ada tambahan keuntungan dan pembayarannya dilakukan secara angsuran atau sekaligus. [Q. S. Al Hadid (57): 11].33
4. Jasa Layanan
a. ATM
33 Ibid, h.179
Layanan ATM 24 jam yang memudahkan nasabah melakukan penarikan
dana tunai, pemindahbukuan antar rekening, pemeriksaan saldo,
pembayaran zakat-infaq-shadaqah (hanya pada ATM Muamalat), dan
tagihan telepon. Untuk penarikan tunai, Kartu Muamalat dapat diakses di
lebih dari 8.888 ATM di seluruh Indonesia, terdiri atas mesin ATM
Muamalat, ATM BCA dan ATM Bersama, yang bebas biaya penarikan
tunai. Kartu Muamalat juga dapat dipakai untuk bertransaksi di 18.000
lebih merchant Debit BCA. Khusus untuk ATM Bersama saat ini sudah
dapat dilakukan transfer antar bank yang menjadi anggota ATM Bersama.
b. SalaMuamalat
Merupakan layanan phone banking dan call center melalui (021) 2511616,
0807-1-68262528 atau 0807-11-74273 yang memberikan kemudahan
kepada nasabah, setiap saat dan di mana pun nasabah berada untuk
memperoleh informasi mengenai produk, saldo dan informasi transaksi,
pemindahbukuan antar rekening, serta mengubah PIN.
c. Pembayaran Zakat, Infaq dan Shadaqah (ZIS)
Jasa yang memudahkan nasabah dalam membayar ZIS, baik ke lembaga-
lembaga pengelola ZIS Bank Muamalat maupun ke lembaga-lembaga ZIS
lainnya yang bekerjasama dengan Bank Muamalat, melalui mesin ATM
Muamalat dan seluruh cabang Bank Muamalat.
d. Jasa-jasa Lain
Bank Muamalat juga menyediakan jasa-jasa perbankan lainnya kepada
masyarakat luas, seperti transfer, collection, standing instruction, bank
draft, referensi bank dan sebagainya.34
D. Manajemen dan Organisasi Perusahaan
Gambar 3.1
STRUKTUR ORGANISASI
34 Ibid, h. 181
• Resident Auditor • Adm. & IT System• Data Control • FinancingTreasury• Monitoring & Audit
Analysis
Financing & Settlement • Financing Supervision
& SOP • F.I. & Sharia Financial
Institution • Financing Product
Development
Compliance &Risk Management • KYC Unit
Corporate Support• Communication & Public
Relation • Corp. Legal & Investor
Relation • Protocolair & Internal
Relation • Corporate Planning
Administration • MIS & Tax • Personnel Adm & Log. • Information &
Technology • Technical Support &
Data Center • Opr. Supervision & SOP
Business Development • Syst. Development &
SOP • Product & Dev.
Maintenance • Treasury
Network & Alliance • Network Alliance (POS. Da’l
Muamalat, Pegadaian) • Shar-E & Gerai Optimizing • Virtual Banking Operations
(Call Center & Card Center)
Business Units• Opr. Head Office • Coordinating
Branches & Branches Office
• DPLK
Business (Funding & Individual)
Compliance & Corporate Support
Business(Policy & Support)
Board of Commissioners
KPNO
Shareholders Meeting
President Director
IAG
Sharia Supervisory Board
Administration &Financing
Business(Net. & Alliance)
Sumber: Annual Report Bank Muamalat 2005
1. Ilustrasi dari struktur organisasi adalah:
a. Shareholders Meeting (Rapat Umum Pemegang Saham)
RUPS di dalam struktur organisasi PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk
merupakan pemegang kekuasaan tertinggi pada perusahaan, di mana
kedudukannya berada pada posisi teratas dari struktur organisasi tersebut.
RUPS di dalam pelaksanaan kekuasaannya tidak bekerja secara keseluruhan
karena RUPS merupakan kumpulan dari para pemegang saham yang
mengambil bagian untuk ikut serta di dalam usaha perusahaan, oleh karena
hal ini maka RUPS mendelegasikan wewenang kepada Dewan Komisaris dan
Dewan Syariah.
b. Board of Commisioners (Dewan Komisaris)
Bertugas mengawasi perseroan serta memeriksa laporan dari presiden direktur
sekaligus melaporkannya secara tahunan ke RUPS.
c. Sharia Supervisory Board (Dewan Pengawas Syariah)
Badan ini berfungsi memeriksa dan mengawasi kegiatan usaha bank agar
tidak menyimpang dari ketentuan dan prinsip syariah yang telah difatwakan
oleh Dewan Syariah Nasional (DSN).
d. President Director (Direktur utama)
Pejabat pelaksana yang secara langsung bertanggung jawab atas kelancaran
kegiatan operasional bank dan pengambil keputusan tertinggi yang
membawahi direktur muda.
e. Compliance &Corporate Support
Bertanggung jawab memastikan kepatuhan bank dalam beroperasi sesuai
dengan prosedur dan aturan-aturan yang berlaku, serta membuat laporan yang
akan diajukan ke Bank Indonesia, dalam hal ini compliance&corporate
director tidak melakukan aktivitas lainnya atau tidak terjun langsung dalam
operasional untuk membantu tugasnya, maka dibentuklah tim kerja dengan
struktur sendiri. Didalamnya yakni corporate support group dan kumpulan
beberapa orang yang dijadikan staff pembantu untuk compliance.
f. Financing & Settlement
Tugasnya adalah mempromosikan produk baru, mengumpulkan opini dari
sharia supervision board, membangun hubungan dengan institusi luar,
melaporkan anggaran dan jurnal laporan tahunan, mengevaluasi fortopolio
dan memonitor NPL.
2. Kepengurusan PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk:35
• Dewan Pengawas Syariah - Sharia Supervisory Board
Ketua : KH. M. A. Sahal Mahfudh
35 Ibid, h. 176
Anggota : KH. Ma’ruf Amin, Prof. Dr. H. Umar Shihab dan
Prof. Dr. H. Muardi chatib
• Dewan komisaris - Board of Commisioners
Komisaris Utama : Drs. H. Abbas Adhar
Komisaris : Prof. Korkut Ozal, Drs. H. Syaiful Amir, Ak, MBA,
H. Iskandar Zulkarnain, SE, MSi dan H. Zainulbahar
Nur, SE.
• Direktur utama : H. A. Riawan Amin, MSc.
3. Komposisi pemegang saham PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk adalah:36
Diagram 3.1
36 Ibid, h. 30
28,01%
21,28%
15,32%
6,71%5,49%
3,25% 2,98% 2,98% 2,44%
11,56%
1
Komposisi Pemegang Saham PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk
IDB Baubyan Bank KuwaitAtwill Holding Limited Abdul RohimRizal Ismael Dr. H. Abbas adharIDF Foundation BMF Holdings LimitedBadan Pengelola Dana ONHI Masyarakat
BAB IV
MANAJEMEN RISIKO PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA BANK
SYARIAH MUAMALAT
1. Proses Manajemen Risiko Pada Bank Syariah
Manajemen risiko adalah sebuah fungsi pengelolaan sebuah risiko untuk men-
design dan mengimplementasikan beberapa prosedur yang dapat meminimalkan
risiko kerugian atau meminimalkan financial impact akibat risiko-risiko tersebut.37
Sedangkan pengelolaan risiko lainnya yang berhubungan dengan pembiayaan
murabahah dilakukan dengan langkah-langkah yaitu : Pengelolaan pembiayaan
bermasalah secara efektif dan efisien.
Adapun proses manajemen resiko pada pembiayaan murabahah dilakukan
dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1.1 Proses Penilaian Risiko Pada Bank Syariah
Tujuan utama dari penilaian risiko ini adalah untuk mengukur potensi risiko
yang mungkin terjadi pada nasabah (debitor), sehingga bank syariah mampu
menentukan jangka waktu yang cocok dan menentukan tingkat marjin yang sesuai
dengan karakteristik usaha nasabah. 37 Vaughan, Emmett J (1997), op.cit. hlm.30
Penilaian risiko ini sebenarnya bukan merupakan langkah yang dilakukan
oleh bank tempat penulis melakukan penelitian. Penulis hanya mencoba untuk
memberikan tool untuk mempermudah bank syariah dalam menilai kelayakan
nasabah dalam pembiayaan. Hal ini bertujuan untuk meminimalisasi risiko.
Adapun dalam proses penilaian (evaluasi) risiko, bank syariah membagi
risiko lagi menjadi (2) aspek, yaitu :
1. First Way Out
Jenis risiko yang terjadi pada First Way Out adalah default risk (risiko
kebangkrutan), risiko ini dipengaruhi oleh :
a. Industry risk, yaitu risiko yang terjadi pada jenis usaha yang ditentukan
oleh karakteristik dan kinerja keuangan usaha nasabah.
b. Kondisi internal perusahaan nasabah, seperti manajemen, organisasi,
pemasaran, teknis produksi, dan keuangan.
c. Faktor negatif lainnya, seperti keadaan force majeur, market risk (forex
risk, interest risk), maupun karena permasalahan hukum.
2. Second Way Out
Pada tahap ini, risiko yang terjadi dipengaruhi oleh :
a. Kesempurnaan pengikatan jaminan.
b. Nilai jual kembali jaminan (marketability value of guarantee)
c. Kredibilitas penjamin (bila ada), pihak ini yang nantinya akan
menjamin bila nasabah tidak mampu membayar.
Default risk akan menentukan Customer Risk Rating (CRR, Rating Risiko
Nasabah). Jika kondisi industry risk dan kondisi internal perusahaan nasabah baik,
maka CRR akan tinggi ratingnya atau rendah risikonya serta diberi nilai dan score
sebagai berikut :
Rating Score Tingkat Risiko
1 = baik sekali 5 Very low risk
2 = baik 4 Low risk
3 = cukup/sedang 3 Moderate risk
4 = kurang 2 High risk
5 = buruk sekali 1 Very high risk
Sumber : Data Bank Muamalat
Sedangkan, kondisi internal perusahaan nasabah diukur dari hasil analisis
aspek manajemen, pemasaran, teknis produksi, dan keuangan perusahaan. Kondisi
keuangan perusahaan (rasio keuangan perusahaan) dibandingkan dengan kinerja
keuangan rata-rata industri. Dari hasil tersebut didapat industry rating :
Table 4.1 Cutomer Risk Rating (CRR)
Score Industry Risk Rating Ciri-ciri umum
5 Very low risk Struktur industri perusahaan sangat kuat, kinerja
keuangan dan kinerja pinjaman diatas rata-rata
industri.
4 Low risk Diatas rata-rata kinerja industri.
3 Moderate risk Rata-rata industri dengan proyek pertumbuhan
yang memadai dan mempunyai kemampuan
keuangan yang cukup untuk membayar kembali
pinjamannya.
2 High risk Di bawah rata-rata kinerja industri.
1 Very high risk Industri berisiko untuk diberikan pinjaman
dengan prospek dan kemampuan keuangan yang
meragukan.
Sumber : Data Bank Muamalat
Recovery risk merupakan pembayaran kembali atas pinjaman nasabah dari
hasil penjualan jaminan, apabila first way out tidak dapat diharapkan lagi. Dalam
menilai recovery risk ini dianalisis dengan menggunakan Rasio Pemenuhan Jaminan
(RPJ), yaitu dari prosentase Nilai Total Jaminan (NTJ) dan diberi rating sebagai
berikut :
Table 4.2 Industry Rating (Rating Industri)
RPJ TOTAL NTJ RATING JAMINAN
> 10% Diatas ketentuan 1 (very low risk)
s.d 10% diatas ketentuan 2 (low risk)
Sesuai ketentuan 3 (moderate risk)
s.d 10% di bawah ketentuan 4 (high risk)
> 10% di bawah ketentuan 5 (very high risk)
Sumber : Data Bank Muamalat
Langkah terakhir adalah mengkombinasikan default risk (CRR) dan recovery
risk (RPJ) untuk mendapatkan Customer Credit Rating dengan matriks sebagai
berikut :
Table 4.3 Rating Jaminan atas RasioPemenuhan Jaminan (RPJ)
CRR
RPJ 1 2 3 4 5
1 1 2 3 4 5
2 1 2 3 4 5
3 1 2 3 4 5
4 2 3 4 4 5
5 3 4 5 5 5
Sumber : Data Bank Muamalat
Dari hasil matriks di atas, maka Customer Credit Rating bisa
ditentukan dengan tabel di bawah ini. Rating ini dapat memberikan gambaran
mengenai karakter konsumen yang layak diberikan pembiayaan :
Rating Score Tingkat Risiko
1 = baik sekali 5 Very low risk
2 = baik 4 Low risk
3 = cukup/sedang 3 Moderate risk
Table 4.5 Customer Credit Rating (CCR)
Table 4.4 Matriks Kombinasi CRR dan RPJ Untuk penentuan Customer Credit Rating
4 = kurang 2 High risk
5 = buruk sekali 1 Very high risk
Sumber : Data Bank Muamalat
Pada tabel diatas Bank Syariah Muamalat Indonesia memberikan pembiayaan
murabahah pada nasabahnya dari rating 1 sampai dengan rating 3. Bank syariah
Muamalat Indonesia melihat dari usaha-usaha nasabahnya, apakah layak atau tidak
diberikan pembiayaan murabahah. Karea Bank Syariah Muamalat Indonesia sangat
memperhatikan risiko-risiko yang akan dihadapinya dan Bank Muamalat ingin semua
nasabah yang diberikan pembiayaan murabahah lancar dalam hal ini pembayarannya.
Penulis menganalisis disini bahwa Bank Syariah Muamalat Indonesia
memberikan pembiayaan pada nasabahnya sangat memperhatikan prinsip-prinsip
kehati-hatian. Bisa dilihat dari penjelasan diatas, bahwa Bank Syariah Muamalat
Indonesia memberikan pembiayaan pada nasabahnya dari rating 1 sampai 3
maksudnya bahwa nasabah rating 1 disini mempunyai usaha yang lancar sekali/baik
sekali, rating 2 nasabah mempunyai usaha yang lancar/ baik, rating 3 nasabah
mempunyai usaha yang cukup disini untuk rating 3 Bank Muamalat masih
memberikan pembiayaan karena masih diaggap cukup layak diberikan pembiayaan.
Karena Bank Muamalat sangat memperhatikan risiko maka untuk rating 4 dan 5 Bank
Muamalat tidak memberikan pembiayaan karena mereka menganggap usaha mereka
kurang dan buruk sekali itu yang mengakibatkan pembiayaan macet .jadi penulis
berkesimpulan Bank Muamalat sudah cukup baik untuk memperhatikan risiko karena
sudah melihat karakter-karakter dari nasabahya layak atau tidak layak untuk
diberikan pembiayaan.
1.2 Proses Pengelolaan Risiko Terhadap Risiko Pembiayaan Murabahah
Pada Bank Syariah Muamalat
Risiko pembiayaan dikaitkan dengan kemampuan nasabah untuk membayar
kembali pinjamannya. Semakin besar porsi pembiayaan yang bermasalah karena
adanya keraguan atas kemampuan nasabah dalam membayar kembali pinjamannya,
semakin besar pula kebutuhan biaya penyisihan penghapusan pembiayaan dan
berpengaruh pada keuntungan bank. Karena itu langkah-langkah yang dilakukan
untuk memitigasi risiko adalah sebagai berikut :
1. Membuat kebijakan pembiayaan secara tepat dan efektif.
2. Menerapkan prinsip kehati-hatian (pudential banking). Hal ini dapat
dilakukan dengan proses manajemen risiko yang telah dibahas di atas.
3. Membentuk “Risk Management Unit” yang efektif dan menguasai
teknik analisa pembiayaan.
Fungsi Risk Management Unit ini antara lain adalah :
Memantau dan membandingkan hasil perhitungan marjin jual beli
dalam prosentasi dengan tingkat bunga pinjaman bank konvensional.
Apabila perhitungan marjin jual beli bank syariah terlalu besar, maka
langkah untuk memitigasi risiko tersebut adalah :
- Mengurangi nominal keuntungan laba bank syariah.
- Bila langkah pertama belum sesuai, maka langkah selanjutnya
adalah mengurangi proyeksi biaya operasional yang tidak efisien.
- Bila langkah 1 dan 2 masih belum sesuai, maka langkah
selanjutnya adalah meningkatkan volume pembiayaan dengan cara
menambah modal.
Langkah lain yang mungkin dilakukan Bank Muamalat adalah dengan
melakukan diversifikasi risiko. Diversifikasi bertujuan untuk mengurangi tingkat
risiko dan tetap memberika potensi tingkat keuntunagn yang cukup. Diversifikasi
adalah sebuah strategi investasi dengan menempatkan dana dalam berbagai
instrument investasi dengan tingkat risiko dan potensi keuntungan yang berbeda, atau
strategi ini biasa disebut dengan alokasi asset (asset allocation). Alokasi asset ini
lebih fokus terhadap penempatan dana di berbagai instrument investasi, bukan
memfokuskan terhadap satu pilihan dalam satu portofolio. Hal ini bertujuan untuk
meminimalkan risiko yang terjadi apabila portofolio tersebut gagal untuk
menghasilkan tingkat return yang diharapkan.
Kondisi bank syariah memang serba sulit, mengingat sebagian besar
portofolio penyaluran dana bank syariah berbentuk piutang murabahah (jual beli).
Sekali harga ditetapkan, maka kewajiban pembeli (debitor – dalam bank
konvensional) kepada bank syariah aka tetap. Akibatnya, bila nanti suku bunga di
pasar naik, bank syariah tidak dapat menaikkan kewajiban nasabah. Hasil bank
syariah akan tetap sehingga bagi hasil bagi nasabah dana juga akan tetap.
Pada pembiayaan murabahah, Bank Muamalat sudah cukup baik dalam
melakukan diversifikasi risiko, portofolio yang dilakukan Bank Muamalat bukan saja
diinvestasikan dalam bentuk pembiyaaan murabahah saja, tetapi mudharabah,
musyarakah, istishna, salam, qard dan lainnya. Hingga tahun 2004, prosentase
murabahah di Bank Muamalat hanya sekitar 45% lebih, ini menandakan Bank
Muamalat telah mampu menunjukkan identitasnya sebagai bank dengan prinsip bagi
hasil.
Berikut adalah tabel aktiva produktif dan portofolio pembiayaan yang
berprinsip jual beli di Bank Muamalat (murabahah dan istishna) :
Tabel 4.6 Aktiva Produktif Pembiayaan Murabahah dan Istishna Bank Muamalat (dalam ribuan rupiah)
Lancar Dalam
Perhatian
Khusus
Kurang
Lancar
Diragukan Macet Total
Rupiah
Murabahah
Istishna
1,625,390,609
210,435,101
50,985,516
-
32,818,763
-
13,863,257
-
20,063,789
-
1,743,121,934
210,435,101
Jumlah 1,835,825,710 50,985,516 32,818,763 13,863,257 20,063,789 1,953,557,025
Dolar AS
Murabahah
Istishna
117,374,062
-
-
-
5,613,674
-
-
-
-
-
122,987,736
-
Jumlah 117,374,062 0 5,613,674 0 0 122,987,736
Total 1,953,199,772 50,985,516 38,432,437 13,863,257 20,063,789 2,076,544,771
Sumber : Data Bank Muamalat tahun 2004
Tabel 4.7 Portofolio Murabahah dan Istishna Bank Muamalat (dalam ribuan rupiah)
Lancar Dalam Perhatian
Khusus
Kurang
Lancar
Diragukan Macet Total
Rupiah
Perdagangan
Pertanian
Jasa Usaha
Social
Pertambangan
Konstruksi
Listriik, Air dan Gas
Pengangkutan
Industri
Jasa Lainnya
Lain-lain
185,402,177
267,552,000
217,327,444
118,718,663
16,279,891,
102,704,240
702,830
81,475,077
73,910,558
239,158,192
432,597,638
5,698,000
12,679,267
53,553
405,056
-
4,841,762
-
11,688,413
131,873
4,516,351
10,971,241
2,142,415
-
839,396
3,124,892
17,249,305
2,265,377
-
-
118,183
2,119,365
4,959,830
1.999.474
-
-
-
-
767.566
-
-
85.892
9.726.085
1.284.240
4,335,231
372,329
2,272,975
1,243,554
-
168,16
-
-
173,810
5,055,226
6,441,498
199,577,297
280,603,596
220,493,368
123,492,165
133,529,196
110,747,111
702,830
93,160,490
74,420,316
260,576,219
456,254,447
Jumlah 1,835,825,710 50,985,516 32,818,763 13,863,257 20,063,789 1,953,557,025
Dolar AS
Jasa Usaha
Pertambangan
Jasa Lainnya
Pengangkutan
Perdagangan
34,750,751
30,259,874
29,346,773
14,837,639
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
34.750.751
30.259.874
29.346.773
14.837.639
8,179,025
- 5.613.674 - -
13.792.699
Jumlah 117,374,062 0 5,613,674 0 0 122,987,736
Total 1,953,199,772 50,985,516 38,432,437 13,863,257 20,063,789 2,076,544,771
Tabel 4.8 Aktiva Produktif Pembiayaan Murabahah dan Istishna Bank Muamalat (dalam ribuan rupiah)
Lancar Dalam Perhatian
Khusus
Kurang
Lancar
Diragukan Macet Total
Rupiah
Murabahah
Istishna
2,628,860,802
205,309,874
63,457,079
-
28,456,769
-
6,214,212
-
53,978,351
-
2,780,967,213
205,309,874
Jumlah 2,834,170,676 63,457,079
28,456,769
6,214,212
53,978,351
2,986,277,087
Dolar AS
Murabahah
Istishna
184,469,929
-
-
-
-
-
-
-
13,737,032
-
198,206,961
-
Jumlah 184,469,929
0 0 0 13,737,032
198,206,961
Total 3,018,640,605 63,457,079
28,456,769
6,214,212
67,715,383 3,184,484,048
Sumber : Data Bank Muamalat tahun 2004
Sumber : Data Bank Muamalat tahun 2005
Tabel 4.9 Portofolio Murabahah dan Istishna Bank Muamalat (dalam ribuan rupiah)
Lancar Dalam Perhatian
Khusus
Kurang
Lancar
Diragukan Macet Total
Rupiah
Perdagangan
Pertanian
Jasa Usaha
Social
Pertambangan
Konstruksi
Listrik, Air dan Gas
Pengangkutan
Industri
Jasa Lainnya
Lain-lain
243.807.804
198.835.847
921.740.188
168.062.516
168.697.156
229.283.091
103.934.620
192.397.085
68.953.598
52.716.244
486.418.423
11.814.389
-
18.856.450
2.055.122
392.956
481.511
-
9.283.382
266.574
2.978.289
17.723.629
4.214.930
-
5.093.843
-
-
-
-
10.000.000
87.379
1.941.679
7.118.938
1.310.030
-
832.369
266.233
-
-
-
-
2.060.021
116.640
1.628.919
7.549.624
5.597.790
10.801.659
3.486.824
17.393.837
2.813.816
-
-
725.848
446.563
5.162.390
268.696.777
204.433.637
957.324.509
173.870.695
186.483.949
232.578.418
103.934.620
211.680.467
72.093.420
58.199.415
518.052.299
Jumlah 2.834.846.572 63.852.302 28.456.769 6.214.212 53.978.351 2.978.348.206
Dolar AS
Jasa Usaha
Pertambangan
Jasa Lainnya
51.501.602
75.817.546
10.684.493
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
13.737.032
-
51.501.602
89.554.578
10.684.493
Pengangkutan
Perdagangan Industri
16.121.855
30.344.433
-
-
-
105.517
-
-
-
-
-
-
-
-
-
16.121.855
30.344.433
105.517
Jumlah 184.469.929 105.517 0 0 13.737.032 198.312.478
Total 3.019.316.501 63.957.819 28.456.769 6.214.212 67.715.383 3.185.660.684
Tabel 4.10 Aktiva Produktif Pembiayaan Murabahah dan Istishna Bank Muamalat (dalam ribuan rupiah)
Lancar Dalam Perhatian
Khusus
Kurang
Lancar
Diragukan Macet Total
Rupiah
Murabahah
Istishna
2.578.722.094
184.479.617
118.722.142
-
111.012.274
-
10.876.743
-
71.345.875
-
2.890.679.128
184.479.617
Jumlah 2.763.201.711 118.722.142
111.012.274
10.876.743
71.345.875
3.075.158.745
Dolar AS
Murabahah
Istishna
214.050.044
-
-
-
5.099.821
-
8.048.682
-
-
-
227.198.547
-
Jumlah 214.050.044
0 5.099.821
8.048.682
-
227.198.547
Total 2.977.251.755 118.722.142
116.112.095
18.925.425 71.345.875
3.302.357.292
Sumber : Data Bank Muamalat tahun 2005
Sumber : Data Bank Muamalat tahun 2006
Tabel 4.11 Portofolio Murabahah dan Istishna Bank Muamalat (dalam ribuan rupiah)
Lancar Dalam Perhatian
Khusus
Kurang
Lancar
Diragukan Macet Total
Rupiah
Perdagangan
Pertanian
Jasa Usaha
Social
Pertambangan
Konstruksi
Listrik, Air dan Gas
Pengangkutan
Industri
Jasa Lainnya
Lain-lain
202.248.529
180.199.541
708.126.767
112.965.565
67.531.131
271.471.566
43.526.427
235.708.007
81.365.780
92.310.699
767.840.888
7.718.716
-
33.514.495
5.781.596
-
26.980.751
-
177.573
-
232.462
44.316.549
100.000
-
33.647.765
1.600.000
-
31.571.741
-
8.016.486
21.668.194
512.111
13.895.977
13.010
-
451.747
171.321
-
-
-
-
-
473.265
9.767.400
9.907.841
-
13.341.096
750.000
-
7.126.571
-
10.882.900
6.439.532
1.003.519
21.894.416
219.988.096
180.199.541
789.081.870
121.268.482
67.531.131
337.150.629
43.526.427
254.784.966
109.473.506
94.532.056
857.715.230
Jumlah 2.763.294.900 118.722.142 111.012.274 10.876.743 71.345.875 3.075.251.934
Dolar AS
Jasa Usaha
Pertambangan
Listrik, Air dan Gas
Pengangkutan
Perdagangan
32.561.204
108.521.365
6.388.744
4.868.783
61.709.948
-
-
-
-
-
-
-
-
5.099.821
-
-
8.048.682
-
-
-
-
-
-
-
-
32.561.204
116.570.047
6.388.744
9.968.604
61.709.948
Jumlah 214.050.044 0 5.099.821 8.048.682 0 227.198.547
Total 2.977.344.944 118.722.142 116.112.095 18.925.425 71.345.875 3.302.450.481
Dari table diatas dapat dibuat rasio KAP (kualitas aktiva produktif) :
Rasio KAP : APD x %100 AP
APD adalah aktiva produktif yang diklasifikasikan
AP adalah Aktiva Produktif
APD : (0% x KAP lancar) + (25% x KAP dalam perhatian khusus) +
(50% x KAP kurang lancar) + (75% x KAP diragukan) + (100% x KAP
macet)
2004
APD : (0% x 1.625.390.609) + (25% x 50.985.516) +
(50% x 32.818.763) + (75% x 13863.257) + (100% x 20.063.789)
: 59.616.992,25
Rasio KAP 2004 : 59.616.992,25 x %100 1.953.557.025
Sumber : Data Bank Muamalat tahun 2006
: 3,05%
2005
APD : (0% x 2.628.860.802) + (25% x 63.457.079) +
(50% x 28.456.769) + (75% x 6.214.212) + (100% x 53.978.351)
: 88.731.664,25
Rasio KAP 2004 : 88.731.664,25 x %100 2.986.277.087 : 2,97%
2006
APD : (0% x 2.578.722.094) + (25% x 118.722.142) +
(50% x 111.012.274) + (75% x 10.876.743) + (100% x 71.345.875)
: 164.690.104,75
Rasio KAP 2004 : 164.690.104,75 x %100 3.075.158.745 : 5.35%
Tabel 4.12
Nilai Kredit Rasio KAP
Tahun
Rasio KAP NK (15,5% -
Rasio / 0,15%)
NKK
NKK >100 : 100 NK x 0,83
NKK < 100 : 0
NKF
NKK x 0,3
2004
2005
2006
3,05%
2,97%
5,35%
83
83,5
67,5
100 68,89
100 69,3
100 56,1
20,66
20,79
16,83
Dilihat dari tabel diatas rasio KAP penulis menggambarkan keadaan kualitas
aktiva produktif yang dimiliki Bank Syariah Muamalat dari tahu 2004-2006 termasuk
kategori yang diklasifikasikan dalam kondisi sehat. Hal tersebut ini menunjukkan
bahwa pada tahun 2004 sampai dengan 2006 Bank Syariah Muamalat sangat
memiliki kemampuan untuk mengatasi risiko usaha yang terkandung dalam
komponen aktiva produktif terutama komponen pembiayaan yang diberikan apabila
nasabah gagal mengembalikan sebagian atau seluruh kredit yang diterima Bank
Syariah Muamalat. Disini Bank Syariah Muamalat sangat memperhatikan kehati-
hatian untuk mengelola risiko sehingga aktiva produktif pada tahun 2004 sampai
dengan 2006 dikatakan cukup sehat.
Dari tabel aktifa produktif juga diatas dapat dianalisa sebagai berikut :
1. NPF (non performing financing) Bank Muamalat untuk pembiayaan
murabahah tahun 2004 sebesar 3,5%, tahun 2005 sebesar 3%, tahun 2006
sebesar 5 %. Ini berarti, pengelolaan Bank Muamalat terhadap risiko pada
pembiayaan murabahah sudah cukup baik walaupun dari tahun ketahun NPF
dari pembiayaan Murabahah naik tetapi masih dibawah 5%.
2. Tiga sektor terbesar yang menyebabkan pembiayaan murabahah bermasalah
(dikategorikan macet) adalah :
Pada tahun 2004
- Lain-lain (Rp. 6.441.498)
- Jasa lainnya (Rp. 5.055.226)
- Perdagangan (Rp. 4.335.231)
Pada tahun 2005
- Pertambangan (Rp. 17.393.837)
- Jasa usaha (Rp. 10.801.659)
- Perdagangan (Rp. 7.549.624)
-
Pada tahun 2006
- Lain-lain (Rp. 21.894.416)
- Pengangkutan (Rp. 10.882.900)
- Jasa usaha (Rp. 13.341.096)
Analisis penulis disini bahwa proses pengelolaan pembiayaan
murabahah sudah cukup baik karena bank muamalat untuk memitigasi risiko
sangat memperhatikan langkah-langkah yang sudah dibuat oleh bank muamalat
seperti yang sudah dicantumkan diatas. Terbukti dari tingkat NPF Bank Muamalat
untuk pembiayaan murabahah yang sudah cukup baik karena tingkat NPF nya
masih dibawah 5% walaupun dari tahun ketahun NPF untuk pembiayaan
murabahah selalu meningkat, meningkatnya NPF dari tahun ketahun itu juga
karena nasabah bank muamalat untuk pembiayaan murabahah meningkat
walaupun dari pembiayaan tersebut ada yang kurang lancar dan macet.
Untuk pembiayaan murabahah yang bermasalah (dikategorikan macet)
menurut penulis dari tahun ketahun juga meningkat tetapi itu hanya sedikit
dibandingkan pembiayaan yang lancar, ini bisa kita lihat dari tingkat NPF yang
masih cukup baik karena masih dibawah 5%. Jadi pengelolaan pembiayaan
murabahah pada Bank Muamalat cukup baik.
1.3 Proses Pengelolaan Risiko Operasional
Langkah-langkah yang ditempuh :
1. Membuat kebijakan dan prosedur yang ketat atas kegiatan operasional bank
agar lebih efektif dan efisien.
2. Mengelola sistem informasi yang dimiliki bank saat ini secara cermat dan
teliti untuk memantau kondisi risiko operasional bank.
Disini penulis melihat bahwa Bank Syariah Muamalat sangat
memperhatikan prosedur-prosedur yang dibuat oleh Bank Muamalat sehingga
risiko-risiko yang dihadapi sangat minim. Bisa dilihat dari langkah-langkah dari
proses pengelolaan risiko operasional
1.4 Proses Evaluasi dan Pengawasan
Pengendalian risiko menurut Muhammad Syarif Surbakti sebagai senior
comphance dan risk management officer Bank Muamalat bahwa pengendalian
risiko dapat dilaksanakan dengan pendekatan ex ante atau ex post. Ex ante adalah
suatu pendekatan dengan melibatkan system pengawasan internal terhadap
transaksi-transaksi yang berisiko.
Contoh pengendalian risiko secara ex ante adalah :
- Penetapan secara tertulis dan formal atas seluruh aspek operasional
dan prosedur standard an pengembangan produk
- Penetapan limit kewenangan memberikan persetujuan dari pejabat
investasi dan pembiayaan
- Keterlibatan manajer atau direktorat manajemen risiko melakukan
evaluasi dan analisis seluruh aspek risiko, termasuk risiko ketidak
patuhan syariah, atas seluruh bentuk produk, transaksi dan kontrak
yang akan dilakukan oleh bank syariah, termasuk terms dan
conditionnya.
Ex post adalah suatu pendekatan mengendalikan risiko dengan cara
mengevaluasi kembali transaksi-transaksi dan tindakan-tindakan yang telah
dilakukan atau terjadi untuk mengetahui risiko-risiko yang masih ada. Begitu
risiko dimaksud teridentifikasi dan diukur, selanjutna dilakukan langkah-langkah
preventif untuk mengendalikan risiko tersebut.
Tujuan pengevaluasian dan pengawasan ini adalah :
1. Kekayaan bank syariah akan selalu terpantau dan menghindari adanya
penyelewengan-penyelewengan baik oknum dari luar maupun dari dalam
bank syariah.
2. Untuk memastikan ketelitian dan kebenaran data administrasi di bidang
pembiayaan.
3. Untuk memajukan efisiensi di dalam pengelolaan tata laksana usaha di
bidang peminjaman dan sasaran pencapaian yang diterapkan.
4. Kebijakan manajemen bank syariah akan dapat lebih rapih dan mekanisme
dan prosedur pembiayaan akan lebih dipatuhi.
Sedangkan media yang digunakan sebagai media pemantauan antara lain :
1. Informasi dari bank syariah
Diupayakan data dari laporan periodic usaha dibiayai baik itu berupa
laporan stok, realisasi kerja dan laporan keuangan. Laporan harus juga
dikontrol melalui realisasi kerjanya, jangan hanya berdasarkan formulir
laporan keuangan.
2. Informasi dari dalam bank syariah
Penelitian mutasi keuangan nasabah dalam rekening, sehingga diperoleh
gambaran mutasi yang sesungguhnya dan tidak terjadi manipulasi.
3. meneliti perputaran yang terjadi atas debit dan kredit bank pada beberapa
bulan berjalan.
4. Memeriksa tanggal-tanggal jatuh tempo yang segera terealisasi.
5. meneliti file yang berkaitan dengan pembiayaan murabahah.
Dalam hal ini penulis berpendapat bahwa proses evaluasi dan
pengawasan sangat penting sekali dilakukan karena untuk menghindari risiko-risiko
yang akan terjadi. Pada Bank Muamalat sangat memperhatikan pengawasan dengan
mengendalikan risiko dengan cara mengevaluasi transaksi-transaksi dan tindakan-
tindakan yang telah dilakukan oleh bank muamalat.untuk hal ini bank muamalat
sangat menjunjung rinsip kehati-hatian karena penulis melihat bank muamalat tidak
bias jauh dari prinsip ini agar semua pembiayaan yang diberikan oleh bank muamalat
berjalan lancar.
2. Pengelolaan Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah
Dari hasil kajian mengenai pembiayaan bermasalah pada bank syariah
muamalat, proses penanganan pembiayaan bermasalah dilakukan sesuai dengan
kolektabilitas pembiayaan, sebagai berikut :
1. Pembiayaan lancar, dilakukan dengan cara :
a. Pemantauan usaha nasabah.
b. Pembinaan anggota dengan pelatihan-pelatihan.
2. Pembiayaan potensial bermasalah atau pembiayaan yang kurang lancar,
dilakukan dengan cara :
a. Pembinaan anggota.
b. Pemberitahuan dengan surat teguran.
c. Kunjungan laporan atau silaturahmi oleh bagian pembiayaan
kepada nasabah.
d. Upaya preventif dengan penanganan rescheduling, yaitu
penjadwalan kembali jangka waktu angsuran serta memeprkecil
jumlah angsuran. Juga dapat dilakukan dengan reconditioning,
yaitu dengan memperkecil marjin keuntungan atau bagi hasil.
3. Pembiayaan diragukan atau macet, dilakukan dengan cara :
a. Dilakukan rescheduling, yaitu penjadwalan kembali jangka waktu
angsuran serta memperkecil jumlah angsuran.
b. Dilakukan reconditioning, yaitu dengan memperkecil margin
(keuntungan)atau bagi hasil usaha.
c. Dilakukan restructuring, yaitu melakukan perubahan atau konversi
akad murababah kepada akad yang lain.
d. Dilakukan pengalihan atau pembiayaan ulang dalam bentuk
pembiayaan al-Qardhul Hasan.38
Bilamana cara-cara di atas tidak juga diacuhkan oleh nasabah, maka cara-cara
yang ditempuh adalah dengan terpaksa untuk :
1. Menjual barang jaminan.
Prosedur yang dijalankan dalam hal ini adalah jika sebelumnya telah
diadakan perjanjian atau di dalam akad secara tertulis untuk menjual
barang jaminan. Jika nilai jaminan tidak sebanding dengan nilai yang
dipinjamkan maka dari salah satu dari kedua belah pihak harus
menutupinya. Prosedur penjualan barang jaminan adalah dijual, kemudian
dikonversikan, lalu ditutupi.
2. Menyita barang yang senilai dengan nilai jaminan.
38 Muhammad M.Ag, “Manajemen bank syariah”, Jakarta : UPP AMPYKPN, September 2002
Prosedur ini hanya dapat dilakukan jika sebelumnya telah ada perjanjian
secara tertulis untuk menyita barang yang senilai dengan nilai
peminjamanan.
Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank Muamalat39
Seperti telah disebutkan di atas bahwa Bank Muamalat telah mampu
mengelola pembiayaan bermasalahnya di bawah 2%, berkat kehati-hatian dalam
menentukan proyek pembiayaan, hal ini tentunya dapat membantu peningkatan
perusahaan dalam meraih laba. Hal ini dapat terwujud, selain karena adanya
penyempurnaan dalam standar analisis pembiayaan, Bank Muamalat, juga
didukung dengan kerjasama yang baik antara Penanggungjawab Pemantau, Unit
Kerja, Manajer Cabang dan Account Manager terkait.40
Bila ada pembiayaan bermasalah (seperti : nasabah yang tidak sanggup
bayar) maka langkah-langkah penyelesaian yang akan dilakukan Bank Muamalat
adalah sebagai berikut :
1. Melakukan musyawarah dengan nasabah untuk penyelesaian lebih lanjut.
2. Mengadukan kepada lembaga Basyarnas (Badan Arbitrase Syariah
nasional).
3. Melakukan Non-ligitasi seperti penjualan asset atau melakukan
rescheduling, reconditioning atau restructuring.
39 Hasil wawancara dengan Global Officer dan Research Officer Bank Syariah Muamalat (Ibu Sanny Naury SE, MSi) 40 Bank Muamalat, Laporan Keuangan Tahun 2004 Bank Muamalat, hlm. 27
• Rescheduling adalah melakukan penambahan jangka waktu
pengembalian tanpa menambah jumlah tagihan.
• Reconditioning adalah melakukan penambahan terhadap
persyaratan yang tidak dsebutkan di awal akad, dan tidak
menambah waktu tagihan. Contoh : penambahan jaminan atau
pengurangan tingkat marjin.
• Restructuring yaitu melakukan perubahan atau konversi akad
murabahah kepada akad yang lain. Contoh : Ijarah Muntahia Bil
Tamlik (IMBT).
4. Melakukan langkah ligitasi seperti lewat persidangan di pengadilan
negeri.
Langkah kedua biasanya jarang dilakukan, karena selama ini belum efektif
dan legitimasinya masih banyak diragukan, sehingga langkah yang akan diambil
adalah melakukan langkah Non-Ligitasi dan langkah Ligitasi (melalui Pengadilan
Negeri) bila belum dicapai kata sepakat. Walaupun demikian, bank sangat
menghindari hal ini terjadi, karena tahap ke empat tersebut, terlalu memakan
banyak biaya, tenaga dan waktu.
Penulis menganalisis pengelolaan dan penyelesaiaan pembiayaan
bermasalah di bank syariah muamalat sangat baik dan sopan-santun karena sangat
menjalan prosedur yang telah dibuat, tidak langsung mencabut atau menghakimi
nasabah yang pembiayaannya bermasalah atau macet. Bank Muamalat sangat
professional dalam hal ini apabila ada nasabah pembiayaannya bermasalah maka
bank dengan bijaksana memberikan pembinaan, teguran, kunjungan dan seperti
yang disebutkan diatas. Jadi Bank Muamalat sudah cukup baik untuk menangani
pembiayaan bermasalah atau macet hal ini dilakukan guna untuk memperlancar
pembiayaan yang ada di bank muamalat dan kebaikan nasabah.
Secara garis besar langkah-langkah tersebut bisa digambarkan sebagai berikut :
Gambar 4.1 Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah Muamalat
Pembiayaan Bermasalah (Nasabah tidak sanggup bayar)
Melakukan Musyawarah dengan Nasabah untuk
penyelesaian lebih lanjut
Diselesaikan dengan bantuan
BASYARNAS
Karena belum efektifnya lembaga ini, sehingga tahap ini banyak dilewatkan dan langsung pada
tahap selanjutnya
Artinya : tahap yang selama ini dilakukan a : tahap yang sebenarnya harus dilakukan
BAB V
PENUTUP
Kami sadar bahwa dalam penulisan kajian (penelitian) ini tidak sepenuhnya
diliputi kesempurnaan. Walaupun demikian, dengan keterbatasan kami, semoga
kajian ini setidaknya dapat bermanfaat bagi yang membutuhkannya. Untuk itu, kami
akan mencoba menyimpulkan, memberikan saran dari keseluruhan materi yang ada
pada kajian ini, semoga dengan embaca apa yang disimpulkan dan disarankan
penulis, dapat mendorong pembacanya untuk lebih mengembangkannya lagi menuju
arah kesempurnaan. Terlebih bila yang dikembangkan adalah ilmu-ilmu yang
berhubungan dengan kemajuan perbankan Syariah dan ekonomi Islam. Semoga.
5.1 KESIMPULAN
Dari pembahasan pada bab-bab terdahulu dapat ditarik kesimpulan sebagai
inti dari pembahasan pada bab-bab sebelumnya, antara lain :
1. Walaupun murabahah termasuk NCC (Natural Certainty Contracts), tetapi
ternyata masih banyak risiko yang perlu di-manage agar pembiayaan ini tetap
menguntungkan buat bank syariah dan tetap kompetitif bila dibandingkan
dengan kredit konvensional.
2. Bank Syariah Muamalat disini dikategorikan dalam kondisi sehat karena Bank
Syariah Muamalat sangat memiliki kemampuan untuk mengatasi risiko usaha
yang terkandung dalam komponen aktiva produktif terutama komponen
pembiayaan yang diberikan apabila nasabah gagal mengembalikan sebagian
atau seluruh kredit yang diterima Bank Syariah Muamalat.
3. Secara garis besar manajemen risiko yang dilakukan perbankan syariah
terhadap pembiayaan murabahah sudah cukup baik. Hal ini bias dibuktikan
dengan presentase NPF (non performing financing) Bank Syariah Muamalat
untuk pembiayaan murabahah tahun 2004 sebesar 3,5%, tahun 2005 sebesar
3%, tahun 2006 sebesar 5%. Tiga sektor utama yang menjadi penyebab
pembiayaan murabahah bermasalah tahun 2004 adalah : perminyakan, jasa
lainnya dan perdagangan, tahun 2005 adalah : Pertambangan, jasa usaha dan
perdagangan, tahun 2006 adalah : lain-lain, pengangkutan, jasa usaha.
4. Pada Pembiayaan murabahah, Bank Syariah Muamalat sudah cukup baik
dalam melakukan diversifikasi risiko, portofolio yang dilakukan Bank Syariah
Muamalat bukan saja diinveatasikan dalam bentuk pembiayaan murabahah
saja, tetapi mudharabah, musyarakah, isthisna, salam, qard dan lainnya.
5. Upaya penyelesaian pembiayaan bermasalah pada bank syariah ternyata
masih lebih adil dan menguntungkan nasabah jika dibanding dengan bank
konvensional. Ini berarti pembiayaan ini masih lebih kompetitif jika
disbanding dengan kredit konvensional.
5.2 SARAN
Setelah melakukan analisis, maka saran-saran yang dapat diberikan kepada
Bank Muamalat Indonesia antara lain sebagai berikut:
1. Setiap pembiayaan harus sesuai dengan standar DSN, bila tidak diatur oleh
DSN sebaiknya bank syariah tersebut harus melakukan konfirmasi terlebih
dahulu.
2. Memenuhi dan mematuhi ketentuan yang telah ditetapkan oleh Bank
Indonesia agar terhindar dari berbagai risiko yang ada pada perbankan dan
juga selalu memperhatikan prinsip kehati-hatian agar selalu berada pada jalur
yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia mengenai tingkat kesehatan
keuangan bank khususnya.
3. Pihak manajemen juga harus cermat dalam mengantisipasi adanya perubahan
kebijakan moneter maupun adanya pengaruh ekonomi luar negeri.
4. Bank dapat menentukan jangka waktu maksimal untuk pembiayaan
murabahah dengan mempertimbangkan hal-hal seperti tingkat marjin
keuntungan rata-rata perbankan syariah, tingkat suku bunga rata-rata
perbankan konvensional, maupun target bagi hasil kompetitif yang diharapkan
dapat diberikan kepada dana pihak ketiga. Semakin cepat
perubahandiperkirakan akan terjadi, semakin pendek pula jangka waktu yang
dapat diberikan. (persyaratan pembiayaan diperketat)
5. Perlu langkah-langkah yang jelas dan tegas tehadap pembiayaan bermasalah.
Terutama yang secara signifikan dapat mengganggu profitabilitas bank
syariah.
6. Dalam menjaga prestasi dan peningkatan kinerja di tahun mendatang, Bank
Syariah perlu menjaga profesionalisme para bankir, inovasi produk-produk
yang kompetitif yang mampu bersaing dengan perbankan konvensional yang
tentunya tidak menyimpang dari prinsip syariah yang telah ditetapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an dan Al-Hadits
Antonio, M.Syafi’i, Bank Syariah, dari Teori ke Praktek, Jakarta: Gema Insani Press,
2001
Bank Indonesia. Laporan Indikator Perkembangan Perbankan Syariah, Jakarta :
Bank Indonesia, Desember 2004
-------------------, Peraturan Bank Indonesia No: 7/13/PBI/2005 tentang kewajiban
penyediaan Modal Minimum Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah
Bank Syariah Muamalat Indonesia, Bank Muamalat Laporan Tahunan 2005 Annual
Report, Jakarta : Muamalat Institute 2006
Biro Perbankan Syariah Bank Indonesia, Islam dan Perbankan Syariah, Jakarta:
Karim Business Consulting, 2001
Dewan Syariah Nasional (DSN) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Kumpulan
fatwa mengenai murabahah:
--------------------, Fatwa Tentang Murabahah (No: 04/DSN-MUI/IV/2000)
--------------------, Fatwa Tentang Diskon Dalam Murabahah (No: 16/DSN-
MUI/IX/2000)
--------------------, Fatwa Tentang Potongan Tagihan Murabahah (No: 46/DSN-
MUI/II/2005)
--------------------, Fatwa Tentang Penyelesaian Piutang Murabahah Bagi Nasabah
Tidak Mampu Membayar (No: 47/DSN-MUI/II/2005)
--------------------, Fatwa Tentang Penjadwalan Kembali Tagihan Murabahah (No:
48/DSN-MUI/II/2005)
--------------------, Fatwa Tentang Konversi Akad Murabahah (No: 49/DSN-
MUI/II/2005)
Karim, Adiwarman, Ir, SE. MBA, MAEP, Bank Islam; Analisis Fiqh & Keuangan,
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004, Edisi ke-3
Muhammad, DRS, M.Ag, Manajemen Bank Syariah, Yogyakarta : UPP AMP
YKPN, 2002
Muhammad, Sistem & Prosedur Operasional Bank Islam, Yogyakarta : UII press
2000
Purwaatmadja, Karnaen dan Antonio, Muhammad Syafi’i, Apa dan Bagaimana Bank
Islam, Yogyakarta: PT.Dana Bhakti Prima Yasa, cet.ke-1
Qardawi, Yusuf, DR, Halal dan Haram, Robbani Press, Indonesia : 2001
Surbakti, Muhamad Syarif, Manajemen Risiko Perbankan Syariah (PT. Bank
Muamalat Indonesia, Tbk.), Jakarta : 2004
Vaughan, Emmett J, Risk Management, United States of America : John Wiley &
Sons, Inc, 1997
www.muamalatbank.com, Persyaratan Pembiayaan pada Bank Muamalat Indonesia
www.tazkiaonline.com, Kondisi/Syarat-syarat dan Prosedur Pembiayaan
Murabahah
Lampiran 1
Fatwa-fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) dan MUI Tentang Murabahah :
1. Fatwa Tentang Murabahah (No : 04/DSN-MUI/IV/2000)41
1. Ketentuan umum murabahah dalam Bank Syariah :
a. Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas
riba
b. Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syari’at Islam
c. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang
yang telah disepakati kualifikasinya
d. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank
sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba
e. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan
pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang
f. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah dengan
harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam hal ini bank
harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah
berikut biaya yang diperlukan
41 Berlaku mulai tanggal ditetapkan, Jakarta, 1 April 2000 atau 26 Dzulhijjah 1420 H
g. Nasabah membayar hrga barang yang telah disepakati tersebut pada
jangka waktu tertentu yang telah disepakati
h. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad
tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan
nasabah
i. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli
barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan
setelah barang, secara prinsip menjadi milik bank
2. Ketentuan murabahah kepada nasabah
a. Nasabah mengajukan permohonan dan perjanjian pembelian suatu
barang atau aset kepada bank
b. Jika bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli terlebih
dahulu aset yang dipesannya secara sah dengan pedagang
c. Bank menawarkan aset tersebut kepada nasabah dan nasabah harus
membelinya sesuai dengan peqjanjian yang telah disepakati
d. Dalam jual beli ini bank dibolehkan meminta nasabah untuk
membayar uang muka saat menandatangani kesepakatan awal
pemesanan
e. Jika nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut, biaya
bank riil harus dibayar dari uang muka tersebut
f. Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus ditanggung
oleh bank, bank dapat meminta kembali sisa kerugiannya kepada
nasabah
g. Jika uang muka memakai kontrak urbun sebagai alternatif dari uang
muka, maka :
- Jika nasabah memutuskn untuk membeli barang tersebut, ia tinggal
membayar sisa harga
- Jika nasabah batal membeli, uang muka menjadi milik bank
maksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank akibat
pembatalan tersebut, dan jika uang muka tidak mencukupi, nasabah
wajib melunasi kekurangannya
3. Jaminan dalam murabahah
a. Jaminan dalam murabahah dibolehkan, agar nasabah serius dengan
pemesanannya
b. Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan yang
dapat dipegang
4. Hutang dalam murabahah
a. Secara prinsip, penyelesaian hutang nasabah dalam transaksi
murabahah tidak ada kaitannya dengan transaksi lain yang
dilakukan nasabah dengan pihak ketiga atas barang tersebut. Jika
nasabah menjual kembali barangtersebut dengan keuntungan atau
kerugian, ia tetap berkewajiban untuk menyelesaikan hutangnya
kepada bank
b. Jika nasabah menjual barang tersebut sebelum masa angsuran
berakhir, ia tidak wajib segera melunasi seluruh angsuran
c. Jika penjualan barang tersebut menyebabkan kerugian, nasabah
harus tetap harus menyelesaikan hutangnya sesuai kesepakatan awal
5. Penundaan pembayaran dalam murabahah
a. Nasabah yang memiliki kemampuan, tidak dibenarkan menunda
penyelesaian hutangnya
b. Jika nasabah menunda-nunda pembayaran dengan sengaja, atau jika
salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya, maka
penyelesaiaan dilakukan melalui Badan Arbitrase Syari’ah setelah
tidak tercapai kesepakaan melalui musyawarah
6. Bangkrut dalam murabahah
Jika nasabah telah dinyatakan pailit dan gagal menyelesaikan hutangnya, bank
harus menunda tagihan hutang sampai ia menjadi sanggup kembali, atau
berdasarkan kesepakatan
2. Fatwa Tentang Diskon Dalam Murabahah (No : 16/DSN-MUI/IX/2000)42
1. Harga dalam jual beli adalah suatu jumlah yang disepakati oleh kedua
belah pihak, baik sama dengan nilai benda yang menjadi objek jual beli,
lebih tinggi maupun lebih rendah 42 Ditetapkan di Jakarta pada 16 September 2000 atau 17 Jumadil Akhir 1421 H
2. Harga dalam jual beli murabahah adalah harga beli dan biaya yang
diperlukan ditambah keuntungan sesuai dengan kesepakatan
3. Jika dalam jual beli murabahah Lembaga Keuangan Syariah mendapat
diskon dari supplier, harga sebenarnya adalah harga setelah diskon, karena
itu diskon adalah hak nasabah
4. Jika pemberian diskon terjadi setelah akad, pembagian diskon tersebut
dilakukan berdasarkan perjanjian yang dimuat dalam akad
5. Dalam akad, pembagian diskon setelah akad hendaklah diperjanjikan dan
ditandatangani
3. Fatwa Tentang Potongan Tagihan Murabahah (No : 46/DSN-MUI/II/2005)43
1. LKS boleh memberikan potongan dari total kewajiban pembayaran kepada
nasabah dalam akad murabahah yang telah melakukan kewajiban
pembayaran cicilannya dengan tepat waktu dan/atau nasabah yang
mengalami penurunan kemampuan pembayaran
2. Besar potongan sebagaimana dimaksud di atas diserahkan pada
kebijakan LKS
3. Pemberian potongan tidak boleh diperjanjikan dalam akad
4. Fatwa Tentang Penyelesaian Piutang Murabahah Bagi Nasabah Tidak
Mampu Membayar (No : 47/DSN-MUI/II/2005)44
43 Ditetapkan di Jakarta pada 22 Februari 2005 atau 13 Muharram 1426 H 44 Ibid
LKS tidak boleh melakukan penyelesaian murabahah bagi nasabah yang tidak bisa
menyelesaikan/melunasi pembiayaannya sesuai jumlah dan waktu yang telah
disepakati, dengan ketentuan :
1. Objek murabahah dan/atau jaminan lainnya dijual oleh nasabah kepada
atau melalui LKS dengan harga pasar yang disepakati
2. Nasabah melunasi sisa hutangnya kepada LKS dari hasil penjualan
3. Apabila hasil penjualan melebihi sisa hutang maka LKS mengembalikan
sisanya kepada nasabah
4. Apabila hasil penjualan lebih kecil dari sisa hutang maka sisa hutang
tetap menjadi hutang nasabah
5. Apabila nasabah tidak mampu membayar sisa hutangnya, maka LKS
dapat membebaskannya
5. Fatwa Tentang Penjadwalan Kembali Tagihan Murabahah (N0 : 48/DSN-
MUI/II/2005)45
LKS boleh melakukan penjadwalan kembali tagihan murabahah bagi nasabah yang
tidak bisa menyelesaikan/melunasi pembiayaannya sesuai jumlah dan waktu yang
telah disepakati, dengan ketentuan :
1. Tidak menambah jumlah tagihan yang tersisa
2. Pembebanan biaya dalam proses penjadwalan kembali adalah biaya riil
45 Ditetapkan di Jakarta pada 25 Februari 2005 atau 16 Muharram 1426 H
3. Perpanjangan masa pembayaran harus berdasarkan kesepakatan kedua
belah pihak
Seluruh fatwa-fatwa diatas berlaku sejak tanggal ditetapkan engan ketentuan
jika dikemudian hari ternyata dapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan
sebagaimana mestinya. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajbannya (baik itu
pihak bank maupun nasabah) atau jika terjadi perselisihan diantara pihak-pihak
terkait, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syari’ah Nasional
(BASYARNAS) setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Lampiran 2
Hasil wawancara dengan Ibu Sanny Naury SE, MSi Global Officer dan
Research Officer Bank Syariah Muamalat :
1. Risiko-risiko apa saja yang terkait dengan pembiayaan murabahah ?
Jawab :
- Risiko yang biasanya terjadi paling besar pda sektor industri sehingga
dinamakan risiko industri. Pada risiko industri, banyak hal yang harus
diperhatikan dan diawasi oleh pihak bank syariah khususnya muamalat
- Mulai dari penyediaan raw material oleh supplier, apakah selama ini
suppliernya berpengalaman dalam menyuplai barang ?
- Kemudian pada divisi produksi, apakah tenaga kerjanya bagus dan
kompeten ? apakah mesin yang digunakannya sudah usang atau masih
layak pakai ?
- Ketika barang produksi telah menjadi finished good, apakah tim
pemasaran perusahaan tersebut kredibel dalam melakukan distribusi
barang ? bagaimana pula dalam penentuan harga dan promosi terhadap
barangnya ?
- Hingga pengelolaan piutang , apakah banyak kendala ?
2. Selama ini pembiayaan murabahah paling banyak untuk pembiayaan
produktif atau pembiayaan konsumtif ?
Segmentasi pembiayaan murabahah selama ini adalah 70% untu UKM (Usaha
Kecil Dan Menengah) dan 30% sisanya untuk non-UKM. Dari UKM dan non
UKM tersebut dibagi lagi berdasarkan dua jenis pembiayaan yaitu :
1. Pembiayaan produktif (pembiayaan kepada sektor riil)
- Project financing (seperti pembiayaan perakitan kapal laut)
- Investasi murni (ekspansi usaha)
- Modal kerja
2. Pembiayaan Konsumtif (pembiayaan yang tidak produktif)
- Kendaraan
- Rumah, dll
3. Maksimal pembiayaan murabahah berapa tahun?
Pembiayaan murabahah pada Bank Syari’ah Muamalat maksimal 7 tahun
4. Apakah ada potongan atau diskon pada pembiayaan murabahah?
Potongan tergantung dari kebijakan bank, bila ternyata nasabah selalu
tepat waktu dalam melakukan pembayaran dan menaruh semua asset
produktifnya di Bank Syariah Muamalat dan juga telah lama bermitra
dengan muamalat, maka bank bisa memberikan potongan terhadap
pembiayaannya.
5. Bagaimana penyelesaiaan sengketa bagi pembiayaan bermasalah
pada bank syariah muamalat ?
Bila ada nasabah yang tidak sanggup bayar akan dilakukan penyelesaian
sebagai berikut :
1. Melakukan musyawarah
2. Mengadukan kepada lembaga Basyarnas
3. Melakukan non-ligitasi seperti penjualan asset atau melakukan
reshedulling atau reconditioning
- reshedulling adalah melakukan penambahan jangka waktu
pengembalian tanpa menambah jumlah tagihan
- reconditioning adalah melakukan penambahan terhadap
persyaratan yang tidak disebutkan diawal akad, dan tidak
menambah waktu tagihan. Contoh : penambahan jaminan
4. Melakukan langkah ligitasi seperti lewat persidangan di
pengadilan negeri
Langkah kedua biasanya jarang dilakukan, karena selama ini belum
efektif, sedangkan langkah ke-4 sangat dihindari karena terlalu makan
banyak tenaga dan waktu