Evaluasi Kelayakan Usaha Ternak Kambing Perah
-
Upload
syahrul-anwar -
Category
Documents
-
view
435 -
download
6
description
Transcript of Evaluasi Kelayakan Usaha Ternak Kambing Perah
-
EVALUASI KELAYAKAN USAHA TERNAK KAMBING PERAH PERANAKAN ETAWA (PE), DI PETERNAKAN UNGGUL,
KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR
SKRIPSI
ABDUL ROSID H34066001
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2009
-
RINGKASAN
ABDUL ROSID. Evaluasi Kelayakan Usaha Ternak Kambing Perah Peranakan Etawa (PE), di Peternakan Unggul, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Sekripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor (DI bawah bimbingan HARMINI).
Adanya penetapan kebijakan diberlakukannya otonomi daerah, setiap daerah didorong untuk mampu mengembangkan komoditas unggulan sebagai sumber pemasukan bagi pendapatan asli daerah. Salah satu komoditas pada subsektor peternakan yang mulai dikembangkan pemerintah daerah khusunya propinsi Jawa Barat adalah kambing perah. Selain itu pengembangan kambing perah didukung dengan adanya sumber daya ternak kambing lokal yang berkualitas dan adaptif terhadap kondisi lingkungan yang panas dan lembab. Indikator peningkatan pembangunan subsektor peternakan dapat dilihat dengan adanya indikasi bertambahnya populasi ternak pada komoditas yang ada.
Penyebaran populasi ternak kambing dari tahun ke tahun umumya terjadi peningkatan. Peningkatan terbesar populasi kambing terjadi di propinsi Jawa Tengah yang merupakan salah satu daerah sentra ternak kambing nasional. Hal ini terlihat bahwa Propinsi Jawa Tengah merupakan populasi kambing terbesar di Indonesia, yaitu mencapai 3.193.842 ekor pada tahun 2007 (data sementara). Sedangkan Jawa Barat berada pada urutan ketiga terbesar, sebanyak 1.393.190 ekor setelah propinsi Jawa Timur. Berdasarkan jumlah populasi terbesar ketiga nasional tersebut dapat dikatakan bahwa ternak kambing merupakan salah satu komoditas unggulan di provinsi Jawa Barat yang masih berpotensi untuk dikembangkan.
Pengembangan agribisnis peternakan khususnya kambing perah PE di Kabupaten Bogor dapat dijadikan sebagai pengembangan sentra usaha komoditi unggulan. Angka populasi ternak kambing PE yang berada di Kabupaten Bogor mengalami peningkatan. Kecamatan Ciampea merupakan salah satu sentra perkembangan populasi ternak kambing perah di Kabupaten Bogor. Data dinas peternakan dan perikanan Kabupaten Bogor pada tahun 2007 menjelaskan bahwa Kecamatan Ciampea, terjadi peningkatan jumlah populasi kambing perah cukup signifikan mencapai 129,26 persen diantara kecamatan yang ada di Kabupaten Bogor. Peningkatan jumlah populasi tersebut mengindikasikan bahwa perkembangan usaha ternak kambing keberadaannya dapat diterima oleh masyarakat. Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah :1) Menganalisis kelayakan usaha Peternakan Unggul dari aspek kelayakan finansial dan non finansial (aspek pasar, teknis, manajemen dan sosial). 2) Menganalisis tingkat kepekaan kelayakan usaha kambing perah PE terhadap perubahan dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi manfaat dan biaya dari usaha tersebut.
Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang
aspek-aspek budidaya kambing perah PE secara umum meliputi analisis
aspek pasar, aspek teknis, aspek institusional-organisasi-manajerial, dan aspek
-
sosial Peternakan Unggul. Analisis kuantitatif meliputi analisis kelayakan finansial pengusahaan kambing unggul, analisis kelayakan finansial ini menggunakan perhitungan kriteria-kriteria investasi yaitu, Net Present Value (NPV), Internal Rate Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Payback Period (PBP) dan analisis Switching value. Data yang diperoleh diolah secara manual dengan menggunakan program komputer Ms. Excel. Analisis yang dilakukan terhadap aspek non finansial penting untuk dilakukan karena dapat memberikan gambaran terhadap usaha yang akan maupun sedang dijalankan. Walaupun aspek non finansial belum ada keseragaman yang pasti tentang aspek apa saja yang menjadi acuan untuk diteliti. Namun pada penelitian ini yang dilakukan terhadap aspek non finansial meliputi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, dan aspek sosial.
Hasil analisis kriteria kelayakan finansial, usaha Peternakan Unggul berdasarkan dua skenario menunjukan Skenario I dilihat dari kriteria NPV, IRR, net B/C dan PBP lebih menguntungkan dibandingkan dengan Skenario II: masing-masing nilai yang diperoleh NPV sebesar Rp 359. 966.477, IRR: 127 persen, Net B/C: 5,77 dan PBP: 2,01 tahun atau setara dengan dua tahun, tiga hari. Skenario II hasil yang diperoleh dari pendekatan NPV nilai yang diperoleh adalah Rp 57.872.694 IRR : 44 persen, Net B/C : 1,61 dan PBP : 6,88 tahun, setara dengan enam tahun sepuluh bulan,enam belas hari.
Analisis Switching Value pada skenario I diperoleh tingkat penurunan harga susu yang dapat ditolerir sebesar 30,16 persen, dan kenaikan biaya yang dapat ditolerir sebesar 55,43 peersen. Sedangkan skenario II diperoleh tingkat kepekaan terhadap penurunan harga susu kambing sebesar 13,03 persen, sedangkan peningkatan biaya variabel diperoleh sebesar 18,52 persen. Hasil perbandingan tersebut menunjukan skenario II lebih peka atau sensitif terhadap perubahan baik dari penurunan harga susu maupun kenaikan biaya variabel. Semakin sensitif terhadap suatu perubahan dampak usaha yang akan dijalankan semakin berrisiko. Perbandingan Switching Value usaha Peternakan Unggul. Penyebab skenario II lebih peka/sensitif dibandingkan skenario I, dikarenakan pada skenario II kemampuan usaha kambing perah PE dengan kapasitas kandang sebanyak 50 ekor ternak kambing dan kemampuan investasi awal sebnnyak 21 ekor, penerimaan outflow yang dikeluarkan lebih besar dibandingkan inflow yang dihasilkan sehingga kurang efisien menggunakan biaya investasi yang ditanamkan.
-
EVALUASI KELAYAKAN USAHA TERNAK KAMBING PERAH PERANAKAN ETAWA (PE), DI PETERNAKAN UNGGUL,
KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR
SKRIPSI
ABDUL ROSID H34066001
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2009
-
Judul Skripsi : Evaluasi Kelayakan Usaha Ternak kambing Perah
Peranakan Etawa (PE), Di Peternakan Unggul,
Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor
Nama : Abdul Rosid
NIM : H34066001
Disetujui,
Pembimbing
Ir. Harmini, MSi NIP. 196009211987032002
Diketahui, Ketua Departemen Agribisnis
Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP.195809081984031002
Tanggal Lulus: .....................
-
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Evaluasi
Kelayakan Usaha Ternak Kambing Perah Peranakan Etawa (PE), di Peternakan
Unggul, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor adalah karya saya sendiri dan
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, September 2009
Abdul Rosid H34066001
-
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bekasi, Jawa Barat pada tanggal 15 Maret 1983.
Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Alih
Jeran dan Ibu Aisah. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Strada
Bekasi pada tahun1997 dan pendidikan sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP)
diselesaikan pada tahun 2000 di SLTP Strada Bekasi.
Lulus dari SLTP penulis langsung melanjutkan ke SMK Negeri 1 Cibadak,
Sukabumi dan lulus pada tahun 2003. Ditahun yang sama penulis diterima
sebagai mahasiswa Program Studi Diploma III, Pengelola Perkebunan,
Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor melalui jalur Reguler dan lulus pada tahun 2006. Setelah lulus dari
Diploma III penulis mendapat kesempatan melanjutkan pada Jenjang Strata Satu
(S1) Program Sarjana Agribisnis Penyelenggaraan Khusus Departemen
Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Selama mengikuti pendidikan penulis aktif sebagai pengurus himpunan propesi
mahasiswa Agronomi (Himagron) IPB tahun 2004-2005. Tim pemberdayaan
masyarakat desa IPB masa bakti 2004-2005. Assessment team lahan perkebunan
di PT Baris Agro tahun 2006-2007. Pengurus Keluaga Muslim Ekstensi, 2007-
2008. Serta asisten dosen di Universitas Al- Zaytun Indonesia pada Fakultas
Pertanian Terpadu tahun 2009.
-
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
Evaluasi Kelayakan Usaha Ternak Kambing Perah Peranakan Etawa (PE), di
Peternakan Unggul, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor Penelitian ini
bertujuan menganalisis kelayakan usaha di Peternakan Unggul baik dari aspek
finansial maupun aspek non finansial.
Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini jauh dari kesempurnaan
dikarenakan keterbatasan dan kendala yang dihadapi penulis. Oleh karenanya,
penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua
pihak ke arah penyempurnaan skripsi ini sehingga bermanfaat bagi semua pihak,
baik bagi pelaku usaha peternak kambing perah, pembaca dan khususnya bagi
penulis sendiri.
Bogor, September 2009
Abdul Rosid
-
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulisan skripsi yang berjudul Evaluasi Kelayakan Usaha Ternak
Kambing Perah Peranakan Etawa (PE), Di Peternakan Unggul, Kecamatan
Ciampea, Kabupaten Bogor ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari
berbagai pihak. sehingga skripsi ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya
sebagai salah satu syarat kelulusan.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan
penghargaan kepada:
1. Ir. Harmini, MSi selaku dosen pembimbing atas bimbingan, motivasi dan
arahannya selama penulis menyusun skripsi ini.
2. Ir. Popong Nurhayati, MM dan Etrya, SP. MM selaku dosen penguji pada
ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunnya serta memberikan
kritik, saran maupun masukan demi menyempurnakan penelitian ini.
3. Ir. Juniar Atmakusuma, MS sebagai dosen evaluator pada kolokium rencana
penelitian yang telah memberikan masukan dan saran sebagai bekal turun
lapang.
4. Jumadi atas kesediaannya menjadi pembahas dalam seminar hasil skripsi yang
telah memberikan masukan dan koreksi untuk penyempurnaan hasil skripsi ini
5. Orang tua tercinta, abang Samin, Limih, Rusman serta seluruh keluargaku atas
doa dan dukungannya selama penulis menyelesaikan kuliah di IPB, semoga
ini bisa menjadi persembahan yang terbaik.
6. Keluarga Dr.Ir. Hariyadi MS, Ibu Yuli Nurlestari, SE. MM beserta keluarga
atas motivasi dan dukungannya selama penulis penyelesaikan kuliah.
7. Bapak Wisnanto selaku pemilik Peternakan Unggul, trimakasih atas diskusi,
pengalaman dan kesempatan yang diberikan kepada penulis melakukan
penelitian.
8. Wahyu Dwihartanto, Dewintha Stani, Surahmat,Nike Irawati, Ai maslihah,
Bembi, Arief Rivai, Ragel, Amir Elbani, Risman, Nuning, Yosi, Ajen
Mukarom, Ayila, Tessa Magrianti, Kang Husein trimakasih atas bantuan,
saran, diskusi dan masukannya selama penulis menyelesaikan kuliah di IPB.
-
9. Teman teman PLP, Keluarga Besar Asrama Kalsel, Keluarga Besar Muslim
Ekstensi Institut Pertanian Bogor beserta Pembina, Seluruh Staf dan dosen
Fakultas Ekonomi dan Manajemen, teman-teman Ekstensi khusunnya
angkatan satu atas kebersamaan dan perjuangannya yang telah kita lalui
semoga rasa kekeluargaan dan kebersamaan tetap terjaga.
10. Serta seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu,
terimakasih atas bantuannya.
Bogor, September 2009
Abdul Rosid
-
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .................................................................................. v
DAFTAR GAMBAR ............................................................................. vii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................... viii
I PENDAHULUAN ........ 1
1.1. Latar Belakang . 1 1.2. Perumusan Masalah . 6 1.3. Tujuan Penelitian . 7 1.4. Kegunaan Penelitian 7 1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 7
II TINJAUAN PUSTAKA . 9
2.1. Usaha Peternaan Kambing Perah 9 2.2. Klasifikasi Biologi dan Karakteristik Kambing PE 10 2.3. Budidaya . 10 2.4 Penelitian Terdahulu ............................................................... 13
III KERANGKA PEMIKIRAN ......................................................... 18
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis .. 18 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek ............................................. 18 3.1.2. Aspek-aspek Analisis Kelayakan .............................. 18 3.1.3. Analisis Sensitivitas .................................................... 21 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional .. 22
IV METODE PENELITIAN . 25
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian . 25 4.2. Jenis dan Sumber Data ............................................................ 25 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data ................................... 25 4.4. Asumsi Dasar . 30 V GAMBARAN UMUM....................................................................... 33 5.1 Sejarah dan Perkembangan.......................................................... 33 5.2 Lokasi Peternakan........................................................................ 34 5.3 Keadaan Penduduk Kecamatan Ciampea.................................... 36 VI ANALISIS ASPEK NON FINANSIAL............................................ 39 6.1 Aspek Pasar.................................................................................. 39 6.1.1 Permintaan........................................................................ 39 6,1.2 Penawaran....................................................................... 40
-
6.1.3 Analisis Pesaing dan Peluang Pasar................................ 40 6.1.4 Bauran Pemasaran........................................................... 41 6.1.5 Analisis Aspek Pasar........................................................ 45 6.2 Aspek Teknis................................................................................ 46 6.2.1 Lokasi Produksi................................................................ 46 6.2.2 Teknis Budidaya............................................................... 48 6.2.3 Produksi susu.................................................................... 54 6.2.4 Tenaga Kerja.................................................................... 54 6.3 Aspek Manajemen....................................................................... 55 6.4 Aspek Sosial................................................................................ 56 VII ANALISIS ASPEK FINANSIAL.................................................. 58 7.1 Inflow.......................................................................................... 58 7.2 Outflow....................................................................................... 61 7.3 Analisis Kelayakan Finansial..................................................... 66 7.4 Analisis Switchinng value.......................................................... 70 VIII KESIMPULAN DAN SARAN..................................................... 72 8.1 Kesimpulan................................................................................ 72 8.2 Saran.......................................................................................... 72 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 74
LAMPIRAN ....................................................................................... 76
-
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Populasi Ternak Menurut Jenis di Kabupaten Bogor Tahun 2006-2007 .................................................................. 2
2. Populasi Kambing Perah di Beberapa Kecamatan di Kabupaten Bogor Tahun 2006-2007 ........................................ 3
3. Perkembangan Konsumsi Susu Per Kapita Per Tahun di Indonesia Tahun 2005-2006 ................................................ 4
4. Perbandingan Komposisi Susu Sapi, Susu Kambing, dan Air Susu Ibu Per 100 gram 5
5. Jumlah Pemberian Pakan Berdasarkan Kondisi Pertumbuhan Kambing.............................................................. 13
6. Luas Wilayah Setiap Desa di Kecamatan Ciampea Tahun 2008............................................................................... 35
7. Luas Lahan (Ha) Berdasarkan Pemanfaatan Lahan di Kecamatan Ciampea Tahun 2008....................................... .. 36
8. Jumlah Penduduk dan Kepala Keluaarga di Kecamatan Ciampea Tahun 2008................................................................. 37
9. Jumlah Penduduk di Kecamatan Ciampea Berdasarkan Umur Tahun 2008...................................................................... 37
10. Jumlah Penduduk (jiwa) Kecamatan Ciampea Berdasarkan Mata Pencharian Tahun 2008............................... 38
11. Estimasi Produksi Susu Kambing di Peternakan Unggul........ . 59
12. Estimasi Penerimaan Penjualan Anak Kambing Per Tahun..... 61
13. Biaya Investasi pada Peternakan Unggul................................. . 62
14. Biaya Re-Investasi Usaha Peternakan Unggul......................... . 63
15. Rincian Biaya Tetap Usaha Peternakan Unggul....................... 64
16. Angsuran Pembayaran Pinjaman Usaha Peternakan Unggul................................................................... . 65
-
17. Rincian Biaya Konsentrat Per Ekor Per Hari............................ 65
18. Hasil Kriteria Kelayakan Usaha Pada Skenario 1..................... 68
19. Perbandingan Hasil Kelayakan Usaha Pada Dua Skenario....... 70
20. Perbandingan Hasil Switching Value Usaha Peternakan Unggul.................................................................... 71
-
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1. Kerangka Pemikiran Oprasional............................................... 24
2. Kemasan Susu Murni di Peternakan Unggul............................ 43
3. Kandang Tipe Panggung di Peternakan Unggul....................... 48
4. Pemberian Pakan Ampas Kedelai............................................. 50
5. Kegiatan Sanitasi Kandang di Peternakan Unggul................... 51
-
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1. Kuisoner.................................................................................... 77
2. Estimasi perkembangan Populasidan Produksi Kambing PE.... 80
3. Biaya investasi, penyusutan dan nilai sisia Usaha peternakan Unggul..................................................................... 85
4. Rincian Biaya variabel Usaha Peternakan Unggul................... 86
5. Laba Rugi Skenario I................................................................ 87
6. Cashflow skenario I .................................................................. 88
7. Switching Value penurunan harga susu (Skenario I)................. 90
8. Switching Value Kenaikan Biaya Variabel (Skenario I)............ 92
9. Estimasi Perkembangan Populasi danProduksi Kambing PE (Skenario II)........................................................................ 94
10. Biaya Investasi, Penyusutan dan Nilai Sisa (Skenario II) ......... 99
11. Estimasi Penerimaan Usaha Peternakan Unggul (Skenario II).... 100
12. Rincian Biaya Variabel (Skenario II)......................................... 101
13. Cashflow skenario II ................................................................ 102
14. Laba Rugi Skenario II................................................................ 104
15. Switching Value penurunan harga susu (Skenario II)................ 105
16. Switching Value Kenaikan Biaya Variabel (Skenario II)........... 107
-
I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Adanya penetapan kebijakan diberlakukannya otonomi daerah, setiap
daerah didorong untuk mampu mengembangkan komoditas unggulan sebagai
sumber pemasukan bagi pendapatan asli daerah. Salah satu komoditas pada
subsektor peternakan yang mulai dikembangkan pemerintah daerah kusunya
propinsi Jawa Barat adalah kambing perah. Selain itu pengembangan kambing
perah didukung dengan adanya sumber daya ternak kambing lokal yang
berkualitas dan adaptif terhadap kondisi lingkungan yang panas dan lembab.
Indikator peningkatan pembangunan subsektor peternakan dapat dilihat dengan
adanya indikasi bertambahnya populasi ternak pada komoditas yang ada.
Menurut BPS Peternakan (2007) penyebaran populasi ternak kambing dari
tahun ke tahun umumya terjadi peningkatan. Peningkatan terbesar populasi
kambing terjadi di propinsi Jawa Tengah yang merupakan salah satu daerah sentra
ternak kambing nasional. Hal ini terlihat bahwa Propinsi Jawa Tengah merupakan
populasi kambing terbesar di Indonesia, yaitu mencapai 3.193.842 ekor pada
tahun 2007 (data sementara). Sedangkan Jawa Barat berada pada urutan ketiga
terbesar, sebanyak 1.393.190 ekor setelah propinsi Jawa Timur. Berdasarkan
jumlah populasi terbesar ketiga nasional tersebut dapat dikatakan bahwa ternak
kambing merupakan salah satu komoditas unggulan di provinsi Jawa Barat yang
masih berpotensi untuk dikembangkan.
Populasi kambing perah Peranakan Etawa (PE) di Kabupaten Bogor
relatif lebih kecil dibandingkan jumlah populasi jenis ternak lainnya, namun
berdasarkan informasi data tersebut (Tabel 1) memperlihatkan perkembangan
ternak kambing PE merupakan ternak yang mengalami peningkatan populasi
tertinggi di Kabupaten Bogor mencapai 51,01 persen dibandingkan dengan jenis
ternak lain seperti sapi, kerbau, domba, babi, ayam dan sebagainya. Informasi
khusus mengenai perkembangan populasi kambing (perah) di Jawa Barat
khususnya di Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.
-
Tabel 1. Populasi Berbagai Jenis Ternak di Kabupaten Bogor Tahun 2006-2007
No Jenis Ternak Jumlah Populasi (ekor) Pertumbuhan
(%) Tahun 2006 Tahun 2007
1 Sapi Potong 14.831 17.502 18,01
2 Sapi Perah 5.123 5.268 2,83
3 Kerbau 21.228 16.662 -21,51
4 Kambing PE 1.382 2.087 51,01
5 Kambing Non PE 120.682 115.299 -4,46
6 Domba 229.012 223.253 -2,51
7 Babi 5.779 2.406 -58,37
8 Ayam Ras Petelur 3.533.007 3.791.836 7,33
9 Ayam Ras Pedaging 11.864.000 12.756.836 7,52
10 Ayam Ras Pembibit 601.000 748.239 24,50
11 Ayam Buras 1.201.644 1.007.202 -16,18
12 Itik 241.299 150.986 -37,43
13 Puyuh 16.000 4.000 -75
14 Aneka Ternak - Kuda - Kelinci - Kera
277
4.118 6.498
292
5.756 6.277
5,42
39,78 -3,40
Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor (2008) Pengembangan agribisnis peternakan khususnya kambing perah PE di
Kabupaten Bogor dapat dijadikan sebagai pengembangan sentra usaha komoditas
unggulan. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya (Tabel 1), angka populasi
ternak kambing PE yang berada di Kabupaten Bogor mengalami peningkatan,
sedangkan daerah mana saja di Kabupaten Bogor yang merupakan sentra produksi
susu kambing dapat dilihat pada Tabel 2. Kecamatan Ciampea merupakan salah
satu sentra perkembangan populasi ternak kambing perah di kabupaten Bogor.
Data dinas peternakan dan perikanan Kabupaten Bogor pada tahun 2007
menjelaskan bahwa Kecamatan Ciampea, terjadi peningkatan jumlah populasi
kambing perah cukup signifikan mencapai 129,26 persen diantara kecamatan yang
ada di Kabupaten Bogor. Peningkatan jumlah populasi tersebut mengindikasikan
bahwa perkembangan usaha ternak kambing keberadaannya dapat diterima oleh
masyarakat.
-
Tabel 2. Populasi Kambing Perah di Beberapa Daerah Sentra di Kabupaten Bogor Tahun 2006-2007
Kecamatan Populasi (ekor) Persentase
Perkembangan (%) 2006 2007
Cijeruk 324 404 24,69
Caringin 245 341 39,18
Ciampea 123 282 129,26
Pamijahan 187 243 29,95
Cigombong 117 222 89,74
Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor (2008)
Kambing perah merupakan ternak dwiguna, selain susu sebagai produk
utama, daging dan produk sampingan seperti kotoran ternak dapat dimanfaatkan
sebagai sumber pupuk organik. Usaha ternak kambing perah dapat dijadikan
sebagai ternak alternatif diversifikasi hasil peternakan selain sapi, karena
terbatasnya daerah yang sesuai untuk pengembangan sapi perah di Indonesia.
Namun, hanya kambing perah tertentu yang dapat menghasilkan susu kambing,
karena mengingat tidak semua jenis kambing dapat menghasilkan susu secara
kontinyu dan produktivitas susu dalam jumlah yang banyak. Salah satu jenis
kambing yang berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia adalah kambing PE.
Dilihat dari kebutuhan konsumsi susu, umumnya terjadi peningkatan baik
susu segar maupun susu olahan (Tabel 3). Peningkatan populasi penduduk dan
pendapatan masyarakat merupakan faktor yang dapat mempengaruhi pola
konsumsi susu per kapita. Konsumsi susu baik susu olahan maupun susu segar
pada tahun 2006 terjadi peningkatan sebesar 10,47 kg per tahun per kapita
dibandingkan pada tahun sebelumya. Masyarakat Indonesia umumnya
mengkonsumsi susu kambing dalam bentuk susu segar. Secara khusus jumlah
konsumsi susu segar per tahun per kapita termasuk didalammya susu kambing
terjadi peningkatan, pada tahun 2005 sebesar 0,1 kg menjadi 0,16 kg per tahun
per kapita.
-
Tabel 3. Perkembangan Konsumsi Produk Susu Per Kapita Per Tahun di Indonesia Tahun 2005-2006
No. Jenis Produk Tahun/(kg)
2005 2006 1 Susu segar 0,10 0,16 2 Susu cair pabrik 0,12 0,14 3 Susu kental manis 1,10 1,10 4 Susu bubuk 4,59 5,16 5 Susu bubuk bayi 3,90 3,90
6 Keju 0,01 0,00 7 Hasil lain dari susu 0,01 0,01
Total konsumsi Susu 9,82 10,47
Sumber : BPS Peternakan (2007)
Keunggulan susu kambing perah dibandingkan susu yang bersumber dari
susu sapi, susu kambing mudah dicerna dan tidak menimbulkan gangguan
pencernaan bagi mereka yang alergi mengkonsumsi susu sapi. Susu segar yang
biasa dikonsumsi masyarakat adalah susu sapi. Keberadaan ternak kambing perah
sebagai ternak ruminansia kecil berpotensi sebagai penghasil susu selain sapi yang
umumnya kita kenal. Susu segar yang dimaksud adalah tanpa adanya penambahan
atau pengurangan suatu apapun kandungan alami dari susu tersebut yang
dihasilkan dari pemerahan. Dari sisi kandungan nutrisi, susu kambing memiliki
kandungan nutrisi yang lebih baik dibandingkan susu sapi (Tabel 4). Selain
sebagai sumber minuman bernutrisi susu kambing juga diyakini dapat
menyembuhkan beberapa penyakit seperti gangguan pernafasan dan lambung.
Perbandingan komposisi kimia antara susu sapi, susu kambing dan air susu ibu
(ASI), kandungan kimia susu kambing memiliki keunggulan dibandingkan susu
lainnya, komposisi kimia tersebut diantaranya kandungan Protein, Kalsium,
Magnesium, Natrium, dan Niacin dimana kandungan kimia tersebut dibutuhkan
oleh tubuh manusia.
-
Tabel 4. Perbandingan Komposisi Susu Sapi, Susu Kambing, dan Air Susu Ibu Per 100 gram
Komposisi Kimia Satuan Susu Sapi Susu Kambing Air Susu Ibu
Protein gram 3,3 3,6 1,0 Lemak gram 3,3 4,2 4,4 Karbohidrat gram 4,7 4,5 6,9 Kalori kal 61 69 70 Fosfor gram 93 111 14 Kalsium gram 19 134 32 Magnesium gram 13 14 3 Besi gram 0,05 0,05 0,03 Natrium gram 49 50 17 Kalium gram 152 204 51 Vitamin A IU 126 185 241 Thiamin mg 0,04 0,05 0,014 Riboflavin mg 0,16 0,14 0,04 Niacin mg 0,08 0,28 0,18 Vitamin B6 mg 0,04 0,05 0,01 Sumber : US Department of Agriculture dalam Sutama dan Budiarsana (1997)
Susu kambing memiliki harga jual yang lebih tinggi dibandingkan harga
susu sapi. Sebagai informasi harga susu kambing ditingkat konsumen di luar
Jakarta sudah mencapai Rp 20.000-40.000/liter sedangkan harga susu sapi hanya
berkisar Rp 4000-5000/liter (Sodiq dan Abidin 2008). Bahkan peternak kambing
perah di wilayah Bogor, Dwi Susanto mampu menjual harga susu kambing
mencapai 100.000/liter)1. Harga jual susu kambing yang tinggi menjadikan
insentif bagi peternak untuk mengembangkan usaha kambing perah. Tingginya
harga susu kambing adalah karena susu kambing dijadikan sebagai minuman obat
dan bahan baku untuk kecantikan. Selain itu, juga dipengaruhi oleh masih
sedikitnya peternak yang mengusahakan ternak kambing, sehingga menyebabkan
pasokan susu terbatas.
Adanya peluang bisnis usaha ternak kambing perah di Kecamatan
Ciampea Bogor menjadikan daya tarik investor untuk berinvestasi. Pemilik
Peternakan Unggul adalah salah seorang yang mampu membaca peluang bisnis
tersebut dengan mendirikan peternakan yang khusus memelihara jenis kambing
PE. Peternakan ini terletak di Kecamatan Ciampea yang merupakan salah satu
1 Adijaya, Dian. Tangguk Rezeki dari Susu Kambing. Trubus no 468 edisi november 2008.
-
daerah sentra produksi susu kambing. Dengan hadirnya usaha Peternakan Unggul,
diharapkan tidak hanya menguntungkan bagi peternaknya sendiri, tetapi juga
memiliki manfaat bagi masyarakat sekitar dan sebagai pemasukan pendapatan
pemerintah daerah setempat.
1.2.Perumusan Masalah
Kambing perah merupakan ternak yang bersifat dwiguna selain penghasil
susu sebagai produk utama juga dapat dimanfaatkan dagingnya. Kandungan susu
kambing memiliki nutrisi yang cukup baik. Adanya peningkatan konsumsi susu
per kapita per tahun, dan memiliki harga jual yang cukup tinggi, menjadikan daya
tarik pelaku usaha untuk memasuki usaha kambing perah dengan harapan
memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnnya.
Peternak Kambing Unggul dalam menjalankan usaha tersebut, belum
melakukan analisis kelayakan terhadap usaha yang sedang dijalankan. Manfaat
dengan melakukan analisis kelayakan bagi pelaku usaha dapat mengetahui apakah
usaha yang dijalankan mendatangkan keuntungan atau kerugian serta sebagai
informasi bagi investor maupun pelaku usaha melakukan investasi pada komoditi
peternakan, khususnya kambing perah peranakan etawa, selain itu pengembangan
dan pengusahaan kambing PE tersebut membutuhkan waktu tidak sebentar dalam
penanaman modal investasi yaitu selama lima tahun. Biaya investasi yang
dikeluarkan seperti biaya pembangunan kandang, pengadaan bibit kambing PE,
pengeluaran untuk biaya produksi membutuhkan modal yang besar serta setiap
usaha dihadapi adanya risiko. Risiko yang dihadapi seperti adanya pesaing antar
produsen susu kambing, tingkat kematian ternak akibat penyakit ternak,
perubahan harga input, ketersediaan pakan, perubahan ekonomi suatu negara
seperti sekarang ini terjadi krisis global. Oleh karena itu, penting untuk
mempelajari bagaimana kelayakan pengusahaan ternak kambing perah tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana kelayakan investasi pengusahaan ternak kambing perah ini,
apakah sudah layak diusahakan dilihat dari aspek finansial dan non
finansial ?
-
2. Bagaimana tingkat kepekaan (sensitivitas) kelayakan pengusahaan
kambing perah apabila terjadi perubahan pada faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi manfaat dan biaya ?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas maka tujuan
dari penelitian ini adalah :
1. Menganalisis kelayakan usaha Kambing Perah Peranakan Etawa di
Peternakan Unggul dari aspek kelayakan finansial dan non finansial (aspek
pasar, teknis, manajemen dan sosial)
2. Menganalisis tingkat kepekaan kelayakan usaha kambing perah PE
terhadap perubahan dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi manfaat
dan biaya dari usaha tersebut.
1.4. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan-masukan
yang bermanfaat bagi pemilik usaha kambing perah mengenai kelayakan usaha
tersebut demi keberlangsungan usahanya. Bagi penulis, untuk mengaplikasikan
ilmu yang dipelajari selama masa perkuliahan dan sebagai sarana informasi dunia
usaha di subsektor peternakan secara nyata. Bagi pembaca, diharapkan hasil
penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi atau rujukan sebagai informasi
pengusahaan kambing perah, serta sebagai pertimbangan ketika terjun ke dunia
usaha atau pemilihan bisnis dalam pengambil keputusan.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dibatasi hanya mengkaji aspek yang berkepentingan
langsung dengan perusahaan, sehingga penelitian ini mencakup aspek pasar, aspek
teknis, aspek manajemen, aspek sosial dan aspek finansial. Kriteria kelayakan
untuk aspek pasar ditinjau dari komponen potensi pasar dan bauran pemasaran
yang dijalankan perusahaan. Kriteria kelayakan untuk aspek teknis ditinjau dari
komponen lokasi produksi, tata letak tempat produksi, perencanaan dan proses
-
budidaya. Kriteria kelayakan untuk aspek manajemen ditinjau dari komponen
manajemen sumberdaya manusia dan manajemen organisasi perusahaan. Kriteria
investasi aspek finansial yang digunakan Net Present Value (NPV), Internal Rate
of Return (IRR), Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C) dan Payback Period (PBP).
-
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Kambing Perah
Peternakan adalah usaha manusia untuk mendayagunakan hewan bagi
kesejahteraan umat manusia. Kegunaan yang diperoleh manusia dari ternak yang
dipeliharanya, antara lain tenaga kerja, makanan berupa daging, telur dan susu,
olah raga dan rekreasi, serta kotorannya yang digunakan sebagai pupuk organik
maupun biologis.
Menurut Mubyarto (1989), peternakan dilihat dari pola pemeliharaannya
di Indonesia dapat dibagi tiga kelompok, yaitu 1) peternakan rakyat dengan cara
pemeliharaan yang tradisional, 2) peternakan rakyat dengan cara pemeliharaan
yang semi komersial dan 3) peternakan komersial. Agar dapat berproduksi dengan
optimal maka diperlukan faktor-faktor produksi meliputi ternak, tenaga kerja,
modal dan manajemen.
Manajemen kambing perah adalah seni merawat, menangani dan mengatur
kambing. Terdapat beberapa hal yang termasuk didalamnya, yaitu pemeliharaan,
tenaga kerja, modal, pencegahan penyakit, dan kotoran. Agar sukses menjalankan
usaha peternakan kambing perah, ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu
bibit ternak yang digunakan, teknik pemberian pakan dan manajemen usaha
ternak itu sendri (Siregar dan Ilham 2003).
Kambing merupakan hewan yang sangat penting dalam pertanian
subsisten, karena kemampuannya yang unik dalam mengadaptasikan dan
mempertahankan dirinya dalam lingkungan yang kering (William dan Payne
dalam Fauzian 2002). Sebagian masyarakat pedesaan memperlakukan kambing
sebagai pabrik kecil penghasil daging dan susu. Hasil lain yang bisa diperoleh dari
ternak kambing adalah kulit dan kotorannya yang berfungsi sebagai pupuk
kandang (Sarwono 2006). Menurut Devendra dan Burns (1994), ternak perah
merupakan ternak yang memproduksi susu melebihi kebutuhan anaknya dan dapat
mempertahankan produksi susunya sampai jangka waktu tertentu.
-
2.2. Klasifikasi Biologi dan Karakteristik Kambing PE
Berdasarkan klasifikasi biologi, kambing digolongkan dalam kerajaan
animalia, filum cordata, kelas kelompok mamalia, ordo Arthodactyla, famili
Bovidae, sub famili Caprinae dan genus Capra. Menurut Sodik dan Abidin
(2008), dalam perkembanganya tipe kambing diklasifikasikan berdasarkan produk
utamanya seperti kambing tipe perah, tipe potong, tipe dwiguna ( gabungan tipe
potong dan perah) dan kambing tipe bulu.
Kambing PE merupakan kambing unggul asal Indonesia, hasil persilangan
antara kambing kacang lokal dengan kambing Jamnapari asal India. Diantara jenis
kambing perah tersebut, kambing PE memiliki kemampuan memproduksi susu
sebanyak 1,5-3 liter per hari. Dengan kemampuan produksi susu tersebut maka
kambing perah PE cukup signifikan untuk dikembangkan sebagai ternak
penghasil susu yang sangat potensial. Selain itu, kambing PE pun sangat adaptif
dengan topografi Indonesia, tidak memerlukan lahan luas dan pembudidayaannya
relatif mudah.
Ciri fisik kambing PE diantarannya warna bulu kombinasi dari warna
putih dan hitam/ putih dan coklat. Dimana bagian kepala hingga leher berwarna
coklat atau hitam, dengan bentuk telingga panjang dan menggantung. Garis muka
cembung dengan bulu rewos/surai menggantung terkulai. Berat kambig jantan
mencapai 90 kg dan kambing betina mencapai 60 kg Jantan dan betina memiliki
tanduk kecil dengan produk susu 136-253 kg selama masa laktasi 175-287 hari.
2.3. Budidaya
Pengusahaan ternak kambing perah adalah semua kegiatan produksi
dengan tujuan produk utama yang dihasilkan berupa susu, disamping
menghasilkan anak untuk bibit atau sebagai kambing potong. Aspek yang harus
diperhatikan ketika membudidaya kambing perah diantaranya :
1) Pemilihan Bibit Unggul
Bibit berpengaruh sangat besar terhadap produktivitas ternak, dan oleh
karenanya pemilihan bibit yang berkualitas baik sangat penting untuk
diperhatikan. Menurut Sutama (2007), hal yang harus diperhatikan ketika memilih
induk kambing agar memiliki kemampuan produksi susu yang tinggi diantaranya :
-
untuk ciri kambing betina yaitu mempunyai karakter keibuan, garis punggung
rata, mata cerah bersinar, kulit bulu halus dan bulu tidak kusam. Posisi rahang atas
dan bawah rata, kapasitas rongga perut besar, dada lebar serta kaki kuat dan
normal. Ukuran ambing cukup besar, kenyal, dan berbentuk simetris. Puting susu
dua buah dan normal. Sedangkan bibit kambing jantan yang baik, memiliki
kriteria dengan ciri-ciri diantaranya: mempunyai karakter jantan yang kuat,
perototan kuat dan mata yang dimiliki terlihat bersinar. Bentuk punggung kuat
dan rata. Bentuk kaki kuat dan simetris, testis dua buah berbentuk normal,
simetris dan kenyal, penis normal serta libido tinggi.
2) Reproduksi
Pemeliharaan yang sesuai dan sumber induk kambing yang unggul sangat
mempengaruhi kualitas keturunan ternak yang dihasilkan. Menurut Sutama
(2007), Kambing Peranakan Etawa betina mulai dapat dikawinkan umur ternak
12-15 bulan. Sedangkan kambing jantan pada umur 1,5 tahun. Kambing jantan
berpotebnsi mengawinkan kambing betina setiap bulannya mencapai 12-16 ekor.
Adanya pengaturan interval beranak adalah delapan bulan maka potensi kelahiran
selama dua tahun menghasilkan tiga kali masa kelahiran. Lamanya kambing
bunting adalah sekitar 144-156 hari. Setelah melahirkan pemberian susu pada
anak kambing pra sapih sebaiknya umur 1-7 hari bersumber dari susu induknya.
Minggu ke dua mulai diperkenalkan susu sapi dan susu kambing (50:50%)
sebanyak 800ml/hari/ekor. Usia anak kambing 3-4 minggu mulai di tingkatkan
pemberian susu hingga 1 liter susu sapi/hari/ekor. Sedangkan minggu ke 5-10
diberikan susu sapi sebanyak 1,5-2 liter sapi/ekor/hari dan mulai memperkenalkan
pakan tambahan seperti rumput. Hingga minggu ke 11-12 pemberian susu sapi
mulai dikurangi hingga ternak tersebut beralih memakan rumput/konsentrat.
3) Kandang
Pembuatan kandang dapat dilakukan dengan jenis panggung dan non
panggung seperti penggunaan lantai dengan tanah atau beton. Umumnya jenis
kandang yang sering dijumpai menggunakan jenis kandang panggung. Kandang
merupakan tempat tinggal bagi ternak, pola pemeliharaan secara intensif harus
memperhatikan kontruksi kandang. Tujuannya adalah agar kontruksi kandang
kuat dan yang lebih penting lagi ternak yang berada di dalam kandang merasa
-
nyaman atau tidak gaduh. Menurut Setiawan dan Tanius (2003), fungsi kandang
bagi ternak diantaranya: sebagai tempat ternak berlindung dari semua gangguan
yang dapat diprediksi seperti aklimatisasi, terpaan angin, sinar matahari maupun
binatang pengganggu. Fungsi kandang harus mempermudah pengawasan dan
pemeliharaan bagi peternak, seperti makan, minum, tidur, membuang kotoran.
Hingga pada proses pemerahan susu nasntinya. Kebutuhan luas kandang menurut
Sarwono (2006) kapasitas induk beranak dan 10 pejantan di perlukan kadang
seluas 165 meter persegi dengan ketinggian panggung kandang 0,5 m2, serta
kebutuhan lahan seluas 6.000 m2.
4) Pakan
Ternak ruminansia perlu hijauan sebagai makanan yang dikonsumsi ternak
setiap hari. Penyediaan hijauan yang cukup dan berkualitas tinggi merupakan
prioritas utama dalam menunjang keberhasilan suatu usaha peternakan. Pakan
yang sempurna mengandung protein, karbohidrat, lemak, air, vitamin dan mineral.
Jenis hijauan yang dapat digunakan sebagai pakan ternak adalah jenis rumput
seperti rumput gajah, rumput raja, panicum maxsimum, paspalum atratum dan
kacang-kacangan seperti desmodium rensonii, gliricidia sp, sesbania sp dan
calliandra sp.
Jenis jenis pakan ternak yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber nutrisi
diantaranya rumput, daun-daunan, onggok, dedak, shorgum, ketela rambat dan
singkong merupakan sumber energi yang dibutuhkan ternak. Sumber protein
meliputi legum, limbah hasil pertanian (bungkil kedelai, bungkil kelapa, ampas
tahu). Pemenuhan sumber energi bagi ternak dapat menggunakan garam dapur,
kapur, tepung tulang dan mineral mix, sedangkan sebagai sumber vitamin dapat
menggunakan jagung kuning, hijauan segar (rumput dan legum), dan wortel. Hal
yang harus diperhatikan ketika memberikan pakan disesuaikan dengan kondisi
dan umur ternak (Tabel 5). Seperti pada Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan
Cita Rasa (P4S Cita Rasa), pemberian pakan untuk kebutuhan ternak meliputi
konsentrat, ampas tahu, rumput dan dedaunan. Pemberian pakan pada masa induk
bunting dan masa laktasi diberikan dalam jumlah yang lebih banyak.
-
Tabel 5. Jumlah Pemberian Pakan Berdasarkan Kondisi Pertumbuhan Kambing Kondisi Pertumbuhan Jumlah Pemberian (kg/ekor)
Konsentrat Ampas tahu Rumput Dedaunan
Kambing laktasi 0,5 3 5 2
Induk bunting 0,25 3 5 2
Pejantan 0,5 3 6 4
Anak > 8 bulan 0,25 1,5 2,5 2
Anak 5-8 bulan 0,1 1 1.5 1
Sumber : P4S Cita Rasa dalam Setiawan dan Tanius (2003)
5) Penyakit pada Kambing
Kambing yang sehat mencirikan sistem manajemen pemeliharaan seperti
kebersihan kandang, pakan yang cukup, tanggap terhadap gejala penyakit
sehingga dapat ditanggulangi sedini mungkin. Dengan harapan produksi yang
dihasilkan seoptimal mungkin. Beberapa jenis penyakit ada yang bersifat menular
dan tidak menular. Menurut Sutama (2007), penyakit menular disebabkan oleh
inveksi virus, bakteri, jamur, parasit darah, cacing dan kutu. Jenis penyakit yang
sering menyerang ternak diantaranya mastitis, scabies, puru, cacingan. Sedangkan
jenis penyakit yang tidak menular dikarenakan kekurangan mineral, tanaman
beracun, racun. Jenis penyakit tidak menular diantaranya perut kembung, kurus
kurang gizi, patah kaki karena terjepit dan lain sebagainya. Penyebaran penyaki
dapat terjadi melalui : kontak langsung dengan hewan sakit, tanaman beracun,
racun, melalui serangga, angin dan pekerja kandang.
2.4. Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai kambing perah PE telah dilakukan oleh Ardia (2000),
pada penelitiannya mengenai analisis pendapatan usaha ternak kambing perah
peranakan etawa di peternakan Barokah, Desa Caringin, Kecamatan Caringin,
Kabupaten Bogor. Berdasarkan hasil penelitiannya, penerimaan di peroleh dari
penjualan susu kambing, kambing betina usia enam bulan, dan penjualan dara siap
kawin. Harga pokok produksi per kg pada tahun 1997 sebesar Rp 2.885,88, tahun
-
1998 sebesar Rp 2.992.29, dan pada tahun 1999 sebesar Rp 3.195.59. Sedangkan
harga jual susu kambing setiap tahunnya sama sebesar enam ribu rupiah. Dari
struktur biaya, biaya yang paling tinggi adalah biaya pakan dan gaji tenaga kerja.
Biaya pakan dari tahun 1997-1999 sebesar 38 persen, 36,88 persen dan 40,09
persen. sehinga mempengaruhi pendapatan dari tahun 1997-1999 yaitu sebesar Rp
25.046.666, Rp 21.402.016 dan Rp 21.163.958. terjadinya penurunan pendapatan
karena adanya kenaikan biaya pakan.
Analisis usaha ternak kambing perah dan pemasaran susu kambing yang
dilakukan oleh Ahmad (2000) di Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Cita
Rasa. Menggunakan dua metode pengusahaan ternak kambing dengan memelihara
semua anak yang lahir dan pengusahaan ternak dengan menjual semua anak yang
lahir selama pemeliharaan ternak kambing perah. Masing-masing metode
mempunyai keunggulan dan kelebihan. pengusahaan dengan memelihara semua
anak kambing, nilai pendapatan turun naik karena setiap tahunnya peternak harus
mengeluarkan biaya investasi pembuatan kandang. Pengusahaan dengan menjual
seluruh anak akan memberikan pendapatan bersih yang positif setelah tahun
pertama. Penerimaan dari menjual susu konstan karena tidak ada penambahan
jumlah ternak, tidak ada investasi tambahan ditengah tahun proyek, tetapi untuk
dapat melanjutkan pengusahaan ternak harus dilakukan investasi ulang setelah
induk afkir.
Pengusahaan dengan memelihara semua anak kambing nilai NPV yang
diperoleh pada tingkat diskonto 16 persen adalah sebesar Rp 560.151.929, pada
tingkat diskonto 20 persen sebesar Rp 414.872.987, nilai IRR sebesar 39 persen
menunjukan lebih besar dari tingkat diskonto maupun sukubunga pinjaman yang
berlaku. Net B/C yang dihasilkan pada tingkat sukubunga 16 dan 20 persen
sebesar 1,59 dan 1,45. Sedangkan pengusahaan dengan menjual semua anak
kambing NPV yang diperoleh pada tingkat diskonto 16 dan 20 persen sebesar Rp
277.500.080 dan Rp 204.620.206 nilai IRR yang didapat sebesar 37 persen, nilai
Net B/C pada tingkat sukubunga 16 dan 20 persen adalah 1,35 dan 1,27.
Hasil analisis aspek finansial yang dilakukan Setyowati (2001) pada
prospek pengembangan usaha ternak kambing perah peranakan etawa berlokasi di
Desa Ciherang Pondok, Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor. Berdasarkan
-
aspek finansial tahun 2000 diperoleh nilai keuntungan Rp 28.277.360 dengan
nilai R/C yang diperoleh 1,33, nilai BEP Rp 61,951,398,63 hal ini mengalami
peningkatan dibandingkan tahun 1999 sebesar 37,72 persen, karena terjadi
peningkatan biaya tetap 30,32 persen khususnya biaya tenaga kerja
(42,03 persen ). Sedangkan peningkatan penerimaan sebesar 2,8 persen harga
popok penjualan yang diperoleh sebesar Rp 67.427.025 dan rasio laba penjualan
sebesar 24,64 persen.
Hasil analisis dilihat dari matrik SWOT menunjukan faktor internal dan
eksternal terbagi menjadi kekuatan dan peluang yang akan mendukung usaha
perusahaan serta kelemahan dan ancaman dapat menghambat perkembangan
usaha. Alternatif strategi pengembangan yang dilakukan di Pusat Pelatihan
Pertanian dan Pedesaan Swadaya Citra Rasa dengan memadukan foktor eksternal
dan internal adalah mempertahankan pelanggan yang sudah ada, memudahkan
jalur distribusi produk, meningkatkan pelayanan pada konsumen, meningkatkan
kondisi keuangan, melakukan diversifikasi produk, memanfaatkan perkembangan
teknologi, meningkatkan kegiatan promosi, memperbaiki sistem pembukuan, dan
menurunkan HPP guna meningkatkan penerimaan dan melakukan penyuluhan.
Dalam penelitian Ratnawati (2002) mengenai kelayakan usaha peternakan
sapi dan kambing perah di pesantren Darul Fallah. Pengembangan usaha kambing
perah pada sekala 50 ekor berdasarkan analisa aspek finansial menyimpulkan
layak untuk diusahakan baik pada tingkat diskonto 13 maupun 18 persen. IRR
yang didapatkan adalah 23 persen dan payback period nya selama 3,4 tahun.
pada tingkat diskonto 13 persen nilai NPV yang didapatkan adalah sebesar Rp
35.709.280 dan N/B nya sebesar 1,34. pada tingkat diskonto sebesar 18 persen
NPV yang didapatkan sebesar Rp 15.102.390 dan Net B/C yang didapatkan 1,11.
Pengembangan usaha kambing perah pada sekala usaha 50 ekor tidak layak untuk
dilakukan ketika terjadi penurunan harga sebesar 15 persen pada tingkat diskonto
sebesar 18 persen.
Kajian kelayakan pada aspek non finansial, dilihat dari aspek pasar
menunjukan bahwa susu sapi yang diproduksi oleh Darul Fallah memiliki pasar
yang bagus karena menjaga kualitas susu yang dihasilkan. Darul Fallah selalu
mengalami kelebihan permintaan. Begitu juga dengan susu kambing memiliki
-
prospek yang bagus karena masih sedikit yang mengusahakan ternak kambing
perah sehingga terjadi kelebihan permintaan.
Penelitian tentang kelayakan Finansial penggemukan kambing dan domba
pada Mitra Tani Farm yang dilakukan oleh Fitrial (2009), berlokasi di Kecamatan
Ciampea, Kabupaten Bogor. Hasil analisis yang didapat dilihat dari kelayakan
non finansial pada aspek pasar dan manajemen layak untuk dijalankan. Analisis
aspek finansial usaha penggemukan kambing dan domba peternakan Mitra Tani
Farm selama lima tahun dengan tingkat diskonto 8,5 persen diperoleh nilai NPV
sebesar 359.346.744, net B/C dan Gross B/C sebesar 2,53, IRR sebesar 11,7
persen dan PBP selama 1,5 tahun. hasil dari analisis yang diperoleh masing-
masing kriteria investasi tersebut sesuai dengan nilai indikator yang ditetapkan
sehingga usaha penggemukan kambing dan domba layak untuk dijalankan.
Melalui pendekatan nilai analisis switching value menunjukan usah tersebut dapat
mentolerir kenaikan harga input mencapai 5,34 persen dan penurunan kuantitas
penjualan output sebesar 4,79 persen.
Analisis Struktur Biaya Usaha Ternak Kambing Perah di Kabupaten
Bogor yang dilakukan Stani (2009), berdasarkan hasil analisis struktur biaya
dengan mengelompokan biaya-biaya yang terjadi pada usaha kambing perah,
struktur biaya tersebut terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Menyimpulkan
semakin besar skala usaha yang dilakukan, maka biaya persatuan ternak dan biaya
per liter susu semakin menurun. Masing masing skala yang diperoleh: skala I
dengan jumlah kepemilikan ternak sebesar Rp 26.521 per liter, skala II Rp 25.750
per liter dan skala III sebesar Rp 17.472.
Penelitian terahulu yang dilakukan oleh Fitrial (2009) mengkaji apek
finansial dan non finansial, komoditi yang diteliti pada ternak kambing dan domba
sebagai usaha penggemukan. Sedangkan Ratnawati (2002) hanya mengkaji dari
sisi aspek Finansial, dengan komoditi yang diteliti sapi dan kambing perah.
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Ardia (2000) dan Ahmad (2000)
penelitian yang dilakukan mengkaji dari aspek pendapatan, sekenario yang
dilakukan penelitian Ahmad (2000) dengan memelihara semua anak yang lahir
dan pengusahaan ternak dengan menjual semua anak yang lahir selama
pemeliharaan ternak kambing perah. Penelitian Setyowati (2001) meneliti dari sisi
-
prospek pengembangan usaha ternak kambing dengan melihat asfek finansial dan
analisis SWOT. Sedangkan penelitian yang akan saya lakukan mengkaji dari
aspek finansial dan non finansial dengan sekenario yang dilakukan. Penerimaan
menggunakan dua sekenario yaitu bersumber dari susu saja artinnya sumber
penerimaan yang diperoleh hanya dari produk susu kambing. Sedangkan skenario
ke dua sumber penerimaan selain dari produk susu yang dihasilkan juga dari
penjualan anak dan kambing afkir.
-
III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1. Studi Kelayakan Proyek
Studi kelayakan dapat dilakukan untuk menilai kelayakan investasi baik
pada sebuah proyek maupun bisnis yang sedang berjalan, sehingga kita
mengetahui berhasil atau tidaknya investasi yang telah ditanamkan. Studi
kelayakan proyek merupakan penelitian tentang layak atau tidaknya suatu
proyek dibangun untuk jangka waktu tertentu (Umar 2005).
Menurut Soeharto (1999), Investasi dapat dilakukan oleh swasta maupun
negara dengan motif keuntungan finansial ataupun keuntungan non finansial.
Pihak swasta lebih berminat tentang manfaat ekonomis suatu investasi.
Sedangkan pemerintah dan lembaga nonprofit melihat apakah proyek bermanfaat
bagi masyarakat luas yang berupa penyerapan tenaga kerja, pemanfaatan
sumberdaya yang melimpah, dan penghematan devisa. Semakin luas skala
proyek maka dampak yang dirasakan baik secara ekonomi maupun sosial
semakin luas.
3.1.2. Aspek-Aspek Analisis Kelayakan
Aspek-aspek dalam studi kelayakan adalah bidang kajian dalam studi
kelayakan tentang keadaan objek tertentu, yang dilihat dari fungsi-fungsi bisnis.
Menurut Subagyo (2007), pembagian dan pengkajian aspek-aspek dalam studi
kelayakan terbagi menjadi dua bagian yaitu aspek primer dan aspek sekundear.
Aspek primer merupakan aspek yang utama dalam penyusunan studi
kelayakan. Aspek primer ini ada dalam semua sektor usaha yang terdiri dari :
aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis dan teknologi, aspek manajemen dan
organisasi, aspek hukum, serta aspek ekonomi dan keuangan. Aspek sekunder
adalah aspek pelengkap yang disusun berdasarkan permintaan instansi/lembaga
yang terkait dengan objek studi, yaitu aspek analisis mengenai dampak
lingkungan dan aspek sosial. Secara umum analisis kelayakan terbagi menjadi
aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial, dan aspek finansial.
-
1) Aspek Pasar
Evaluasi aspek pasar sangat penting dalam pelaksanaan studi kelayakan
proyek. Salah satu syarat agar pemasaran berhasil, proyek yang akan dilaksanakan
harus dapat memasarkan hasil produksinya secara kompetitif dan menguntungkan.
Analisis aspek pasar terdiri dari rencana perasarana output yang dihasilkan oleh
proyek dan rencana penyediaan input yang dibutuhkan untuk kelangsungan dan
pelaksanaan proyek (Gittinger, 1986). Kriteria kelayakan pada aspek pasar
dikatakan layak apabila usaha kambing perah memiliki peluang pasar, artinya
potensi permintaan lebih besar dari penawaran. Keberhasilan dalam menjalankan
usaha perlu adanya strategi pemasaran dan pengkajian aspek pasar dengan cermat.
Hal yang dapat dipelajari bentuk pasar yang dimasuki, komposisi dan
perkembangan permintaan dimasa lalu dan sekarang.
2) Aspek Teknis
Pengkajian aspek teknis dalam studi kelayakan dimaksudkan untuk
memberikan batasan garis besar parameter-parameter teknis yang berkaitan
dengan perwujudan fisik proyek. Aspek teknis memiliki pengaruh besar terhadap
perkiraan biaya dan jadwal kegiatan yang dilakukan nantinya, karena akan
memberikan batasan-batasan lingkup proyek secara kuantitatif (Soeharto 1999).
Indikasi suatu proyek dikatakan layak dalam menjalankan usahanya dapat dilihat
dari adanya perkembangan produksi yang dihasilkan, lokasi usaha yang strategis,
dalam artian mudah dijangkau keberadaannya. Infrastruktur yang mendukung
seperti fasilitas jalan, listrik, transportasi, pengadaan bahan baku serta sarana
produksi mudah diperoleh, dan bentuk layout usaha tertata secara sistematis
guna memudahkan dalam proses produksi.
Menurut Husnan dan Suwarsono (2000) aspek teknis merupakan suatu
aspek yang berkenaan dengan proses pembangunan proyek secara teknis dan
operasi setelah proyek selesai dibangun. Aspek teknis dilakukan untuk
mendapatkan gambaran mengenai lokasi proyek, besar skala operasi/luas
produksi, kriteria pemilihan mesin dan peralatan yang digunakan, proses produksi
yang dilakukan dan jenis teknologi yang digunakan.
3) Aspek Manajemen
-
Analisis ini berkaitan dengan hal-hal yang berkenaan dengan pertimbangan
mengenai sesuai tidaknya proyek dengan pola sosial budaya masyarakat setempat,
susunan organisasi proyek dengan pembentukan tim kerja, pembagian kerja,
pembuatan rencana kerja agar sesuai dengan prosedur organisasi setempat,
kesanggupan atau keahlian staf yang ada untuk mengelola proyek. Menurut
Subagyo (2007) Struktur organisasi manajemen proyek disusun berdasarkan
skala dan kompleksitas proyek. Semakin besar skala proyek, semakin kompleks
struktur yang diterapkan.
4) Aspek Sosial Ekonomi
Analisis sosial berkenaan dengan implikasi sosial yang lebih luas dari
investasi yang diusulkan, dimana pertimbangan-pertimbangan sosial harus
dipikirkan secara cermat agar dapat menentukan apakah suatu proyek tanggap
(responsive) terhadap keadaan sosial (Gittinger 1986). Dampak positif pembangunan
proyek pada masyarakat sekitar antara lain adalah ikut menciptakan lapangan
pekerjaan, meningkatkan pendapatan penduduk sekitar, baik secara langsung
maupun tidak langsung, peningkatan fasilitas infrastruktur umum dan lain
sebagainya. Sedangkan dampak negatif yang ditimbulkan bisa berupa pencemaran
lingkungan karena limbah, hingga faktor keamanan yang tidak nyaman untuk
berinvesatasi.
5) Aspek Finansial
Gittinger (1986) menyatakan bahwa analisa proyek pertanian adalah untuk
membandingkan biaya-biaya dengan manfaatnya dan menentukan proyek-proyek
yang mempunyai keuntungan yang layak. Suatu proyek dapat dilaksanakan atau
tidak, bila hasil yang diperoleh dari proyek dapat dibandingkan dengan sumber-
sumber yang diperlukan (biaya). Dana yang diinvestasikan layak atau tidaknnya
akan diukur melalui kriteria investasi net present value, net benefit cost ratio, dan
Internal Rate of Return Menurut Umar (2005), tujuan menganalisis aspek
keuangan dari suatu studi kelayakan proyek bisnis adalah untuk menentukan rencana
investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan, dengan
membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan seperti ketersediaan dana,
modal, kemampuan proyek untuk membayar kembali dana tersebut dalam waktu
yang telah ditentukan dan menilai apakah proyek akan dapat berkembang terus.
-
Kritertia investasi yang digunakan yaitu Net Present Value, Internal Rate of
Return, Net Benefit Cost Ratio, Payback Period.
a) Net Present Value (NPV)
Present Value merupakan nilai selisih antara nilai sekarang investasi
dengan nilai sekarang penerimaan-penerimaan kas bersih di masa yang akan
datang (Husnan dan Suwarno 2000). Menurut Umar (2005), NPV yaitu
selisih antara present value dari investasi dengan nilai sekarang dari
penerimaan-penerimaan kas bersih di masa yang akan datang. Untuk
menghitung nilai sekarang perlu ditentukan tingkat bunga yang relevan.
b) Internal Rate of Return (IRR)
Tingkat imbalan internal atau internal rate of return (IRR) adalah tingkat
bunga yang menyamakan nilai sekarang (present value) dari arus kas yang
diharapkan di masa datang atau dapat didefenisikan juga sebagai tingkat
bunga yang menyebabkan NPV=0.
c) Net Benefit Cost Ratio ( Net B/C Ratio)
Rasio manfaat dan biaya atau net benefit cost (B/C ratio) adalah nilai nilai
perbandingan antara jumlah present value yang bernilai positif (pembilang)
dengan present value yang bemilai negatif (penyebut). Nilai net B/C ratio
menunjukkan besarnya tingkat tambahan manfaat pada setiap tambahan biaya
sebesar satu rupiah (Husan dan Suwarsono 2000).
d) Payback Period (PBP)
Payback period adalah suatu periode yang diperlukan untuk menutup
kembali pengeluaran investasi dengan menggunakan aliran kas, dengan kata
lain payback period merupakan rasio antara pengeluaran investasi dengan
cash inflow yang hasilnya merupakan satuan waktu (Umar 2005). Selama
proyek dapat mengembalikan modal/investasi sebelum berakhirnya umur
proyek, berarti proyek masih dapat dilaksanakan.
3.1.3. Analisis Sensitivitas
Proyeksi selalu menghadapi kendala yang dapat saja terjadi pada keadaan
yang telah kita perkirakan. Proyek-proyek sensitif berubah-ubah diantaranya
diakibatkan oleh harga, keterlambatan pelaksanaan, kenaikan biaya, dan hasil.
-
Mengenai harga, analis boleh saja membuat asumsi alternatif lain mengenai harga
jual pada masa yang akan datang dan meneliti pengaruhnya terhadap manfaat
sekarang.
Analisis sensitivitas dapat dilakaukan dengan pendekatan switching value.
Analisis switching value digunakan untuk mengetahui seberapa besar perubahan
pada nilai penjualan dan biaya variabel yang akan menghasilkan keuntungan
normal yaitu NPV sama dengan nol. Variabel yang akan dianalisis dengan
switching value merupakan variabel yang dianggap signifikan dalam proyek.
Adapun variabel-variabel yang dimaksud antara lain nilai input dan biaya
variabel, sehingga dengan analisis ini akan dicari tingkat harga penjualan
minimum dan peningkatan biaya maksimum agar proyek masih dapat dikatakan
layak. Penggunaan variabel analisis tersebut didasarkan pada kenyataan bahwa
harga input dan jumlah output merupakan komponen biaya yang penting. Oleh
karena itu akan dilihat perubahan nilai penjualan minimum dan biaya variabel,
apakah masih memenuhi kriteria umum kelayakan investasi.
Parameter harga jual produk dan biaya dalam analisis finansial
diasumsikan tetap pertahunnya, namun dalam kondisi nyata kedua parameter
tersebut dapat berubah-ubah sejalan dengan pertambahan waktu. Untuk itu analisi
switching value perlu dilakukan untuk melihat seberapa besar tingkat kepekaan
yang masih bisa ditolerir terhadap penurunan harga atau kenaikan biaya sehingga
suatu usaha dikatakan layak atau tidak.
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional
Seiring dengan diberlakukannya otonomi daerah, setiap daerah didorong
untuk mampu mengembangkan komoditas unggulan sebagai pemasukan bagi
pendapatan daerah. Salah satu komoditas pada subsektor peternakan yang
memiliki potensi besar untuk dikembangkan pemerintah daerah adalah kambing
perah. Kambing perah merupakan ternak dwiguna, selain susu sebagai produk
utama, daging dan produk sampingan seperti kotoran ternak dapat dimanfaatkan
sebagai sumber pupuk organik. Selain itu, usaha ternak kambing perah dapat
dijadikan sebagai ternak alternatif upaya diversifikasi hasil peternakan selain sapi,
-
karena terbatasnya daerah yang sesuai untuk pengembangan sapi perah di
Indonesia.
Susu kambing memiliki harga jual yang lebih tinggi dibandingkan harga
susu sapi. Harga jual susu kambing yang tinggi menjadikan insentif bagi peternak
untuk mengembangkan usaha kambing perah. Adanya peluang bisnis tersebut
menyebabkan banyak orang tertarik berinvestasi langsung pada sub sektor
peternakan, khususnya ternak kambing perah
Peternak Unggul adalah salah satu usaha peternakan yang bergerak
dibidang peternakan kambing perah yang berlokasi di Kecamatan Ciampea,
Kabupaten Bogor. Usaha yang dijalankan ini sudah berjalan kurang lebih satu
tahun. Selama usaha ternaknya berjalan, pemilik telah mengeluarkan biaya
investasi yang tidak sedikit, mengingat setiap usaha yang dilaksanakan memiliki
risiko. Oleh karena itu perlu dilakukan pengkajian kelayakan usaha pada saat
merencanakan dan mengembangkan usaha tersebut. Analisis kelayakan ini dapat
dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial, aspek
finansial dan analisis Switching value. Adapun alur kerangka pemikiran
oprasional dapat dilihat seperti pada Gambar 1.
-
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional
Adanya prospek dan peluang bisnis kambing PE
Apakah usaha peternakan Unggul layak dijalankan
Aspek non finansial : Aspek pasar Aspek teknis Aspek manajemen Aspek sosial
Aspek finansial : Analisis Kriteria Investasi
(NPV, IRR, Net B/C, PBP) Analisis Sensitivitas
Adanya pengembangan usaha ternak kambing perah diharapkan dijadikan sebagai sumber
peningkatan pendapatan penghasilan daerah.
Pengusahaan Ternak Unggul
Layak
(lanjutkan usaha )
Tidak layak (sebaiknya perbesar skala usaha atau di investasikan
ke usaha lain)
-
IV METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kampung Malang, Desa Cibuntu, Cikampak
Ciampea, Kabupaten Bogor pada Peternakan Unggul. Pemilihan lokasi dilakukan
secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Peternakan Unggul
merupakan salah satu peternakan kambing perah yang baru berjalan dan
merupakan daerah yang mengalami peningkatan ternak kambing PE tertinggi di
Kabupaten Bogor (Tabel 3). Kegiatan pengumpulan data untuk keperluan
penelitian dilakukan pada bulan Juni-Juli 2009. Waktu tersebut digunakan untuk
memperoleh data dan keterangan dari pemilik peternak dan semua pihak yang
terkait.
4.2. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan
dan data sekunder. Data primer diperoleh secara langsung melalui pengamatan
dan wawancara lebih mendalam dengan pemilik ternak dan karyawan serta
menggunakan daftar pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya (Lampiran 1).
Data sekunder diperoleh dari catatan-catatan serta dokumentasi dari pihak atau
instansi yang terkait, seperti Departemen Pertanian, Dinas Peternakan, Biro Pusat
Statistik setempat, dan Perpustakaan. Selain itu, dilakukan juga penelusuran
melalui buku serta penelitian-penelitian sebelumnya yang dapat dijadikan sebagai
bahan rujukan yang berhubungan dengan topik penelitian.
4.3. Metode Pengolahan Data dan Analisis Data
Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dan
kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang
aspek-aspek budidaya kambing perah PE secara umum meliputi analisis aspek
pasar, aspek teknis, aspek institusional-organisasi-manajerial, dan aspek sosial
Peternakan Unggul. Analisis kuantitatif meliputi analisis kelayakan finansial
pengusahaan kambing unggul, analisis kelayakan finansial ini menggunakan
-
perhitungan kriteria-kriteria investasi yaitu, Net Present Value (NPV), Internal
Rate of Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Payback Period (PBP)
dan analisis Switching value. Data yang diperoleh diolah secara manual dengan
menggunakan program komputer Ms. Excel.
1) Analisis Aspek Pasar
Analisis aspek pasar dapat dilihat dari sisi output yaitu terdapat suatu
permintaan yang efektif akan didapatkan penerimaan yang menguntungkan dari
kegiatan pemasaran. Dari sudut pandangan input yaitu mengkaji pasar input dan
pasar output, harga, bagaimana penawaran baik informasi di masa lalu maupun
dimasa yang akan datng, distribusi atau jalur pemasaran untuk input, proporsi
penjualan untuk pasar yang dituju, konsumen dari perusahaan, persaingan yang
dihadapi, perkiraan penjualan, dan kendala dalam pemasaran produk output.
2) Analisis Aspek Teknis
Aspek teknis dianalisis secara deskriptif untuk mendapatkan gambaran
mengenai lokasi budidaya kambing perah, agroklimat, besar skala operasi/luas
produksi, ketersediaan input, fasilitas produksi dan peralatan yang digunakan,
ketepatan penggunaan teknologi, dan perencanaan output serta kendala produksi
yang dapat terjadi, serta proses produksi yang dilakukan.
3) Aspek Institusional-Organisasi-Manajerial
Aspek ini dapat dilihat berdasarkan sesuai tidaknya usaha dengan pola
sosial budaya masyarakat setempat, spesifikasi keahlian dan tanggung jawab
pihak yang terlibat untuk mengelola usaha. Mengkaji struktur organisasi dalam
perusahaan, bagaimana bentuk organisasi/kelembagaan dalam perusahaan.
4) Analisis Aspek Sosial dan Lingkungan
Aspek sosial dapat dilakukan dengan menganalisis perkiraan dampak
yang ditimbulkan terhadap berjalanya usaha terhadap kondisi sosial masyarakat,
lingkungan maupun terhadap manfaat-manfaat kegiatan pengusahaan secara
menyeluruh. Aspek lingkungan dikaji secara deskriptif untuk mengetahui dampak
yang ditimbulkan oleh kegiatan usaha ternak kambing perah peranakan etawa.
5) Analisis Aspek Finansial
Dalam melakukan analisis finansial diperlukanlah kriteria investasi yang
digunakan untuk menyatakan layak atau tidaknya suatu usaha. Kriteria investasi
-
yang digunakan yaitu Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR),
Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Payback Period (PBP). Analisis kelayakan
investasi dilakukan dengan terlebih dahulu menyusun aliran tunai diskontokan
(discounted cashflow) karena adanya pengaruh waktu terhadap nilai uang atau
semua biaya dan manfaat yang akan datang harus diperhitungkan.
a) Net Present Value (NPV)
Net Present Value dapat diartikan sebagai nilai sekarang dari arus
pendapatan yang ditimbulkan oleh investasi. NPV menunjukkan keuntungan yang
akan diperoleh selama umur investasi, merupakan jumlah nilai penerimaaan arus
tunai pada waktu sekarang dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan selama
waktu tertentu. Rumus yang digunakan dalam perhitungan NPV adalah sebagai
berikut :
keterangan :
Bt = Penerimaan (Benefit) tahun ke-t (Rupiah)
Ct = Biaya (Cost) tahun ke-t (Rupiah)
n = Umur ekonomis proyek (Tahun)
i = Tingkat suku bunga/Discount rate (persen)
t = Periode Tahun
Dalam metode NPV terdapat tiga penilaian investasi, yaitu :
NPV 0 berarti secara finansial usaha layak untuk dilaksanakan karena
manfaat yang diperoleh lebih besar dari biaya.
NPV 0 berarti secara finansial usaha tersebut tidak layak untuk
dilaksanakan, hal ini dikarenakan manfaat yang diperoleh lebih kecil dari
biaya/tidak cukup untuk menutup biaya yang dikeluarkan.
NPV = 0, berarti secara finansial proyek sulit dilaksanakan karena manfaat
yang diperoleh hanya cukup untuk menutupi biaya yang dikeluarkan
-
b) Internal Rate of Return (IRR)
Internal Rate Return adalah nilai discount rate yang membuat NPV dari
suatu proyek sama dengan nol. Internal Rate of Return adalah tingkat rata-rata
keuntungan intern tahunan dinyatakan dalam satuan persen. Jika diperoleh dari
IRR lebih besar dari tingkat diskonto yang berlaku, maka proyek layak untuk
dilaksanakan. Sebaliknya jika nilai IRR lebih kecil dari tingkat suku bunga yang
berlaku maka proyek tersebut tidak layak untuk dilaksanakan. Rumus yang
digunakan dalam menghitung IRR adalah sebagai berikut :
Keterangan :
NPV1 = NPV yang bernilai positif
NPV2 = NPV yang bernilai negatif
i1 = Tingkat bunga yang menghasilkan NPV positif
i2 = Tingkat bunga yang menghasilkan NPV negatif
c) Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)
Net B/C ratio merupakan angka perbandingan antara nilai kini arus
manfaat dibagi dengan nilai sekarang arus biaya. Angka tersebut menunjukkan
tingkat besarnya tambahan manfaat pada setiap tambahan biaya sebesar satu
satuan uang. Kriteria yang digunakan untuk pemilihan ukuran Net B/C ratio dari
manfaat proyek adalah memilih semua proyek yang nilai B/C rationya sebesar
satu atau lebih jika manfaat didiskontokan pada tingkat biaya opportunitis capital
(Gittinger, 1986) tetapi jika nilai Net B/C < 1, maka proyek tersebut tidak layak
untuk dilaksanakan. Rumus yang digunakan sebagai berikut
Net B/C Ratio =
-
Keterangan :
Net B/C = Nilai Benefit-cost ratio
Bt = Penerimaan yang diperoleh pada tahun ke t
Ct = Biaya yang dikeluarkan pada tahun ke-t
n = Umur ekonomis proyek
i = Tingkat suku bunga (persen)
t = Tingkat Investasi (t= 0,1,2,n)
untuk pembilang yaitu Bt- Ct > 0 dan penyebut yaitu BT- Ct < 0.
d) Payback Period
Payback Period merupakan jangka waktu periode yang dibutuhkan untuk
membayar kembali semua biaya-biaya yang telah dikeluarkan di dalam investasi
suatu proyek. Semakin cepat waktu pengembalian, semakin baik proyek tersebut
untuk diusahakan. Akan tetapi analisis PBP memiliki kelemahan karena
mengabaikan nilai uang terhadap waktu (present value) dan tidak
memperhitungkan periode setelah PBP. Secara sistematis dapat dirumuskan
sebagai berikut :
PBP =
Keterangan :
PBP = Waktu yang diperlukan untuk mengembalikan modal investasi
(Tahun/bulan)
I = Besarnya biaya investasi yang diperlukan (Rupiah)
Ab = Manfaat bersih yang diperoleh setiap tahunnya (Rupiah)
e) Analisis Switching value
Keuntungan dengan kita menganalisis Switching value diharapkan dapat
mengidentifikasi pengaruh yang terjadi akibat peningkatan dan penurunan suatu
variabel seperti penurunan harga jual produk, penurunan produksi serta peningkatan
-
harga input. Pendekatan switching value, dimana analisis ini mencari beberapa
perubahan maksimum yang dapat ditolerir agar proyek masih bisa dilaksanakan dan
masih memberikan keuntungan normal, dimana nilai NPV sama dengan nol.
Analisis ini dilakukan dengan cara mencoba-coba terhadap perubahan variabel yang
terjadi dapat diketahui batasan tingkat kenaikan dan penurunan maksimum yang
masih bisa ditolerir, sehingga suatu usaha masih memperoleh laba normal.
Parameter harga jual produk susu yang dihasilkan dan biaya dalam analisis
finansial diasumsikan tetap setiap tahunnya. Namun pada kondisi di lapang
kenyataannya dapat berubah-ubah. Untuk itu switching value perlu dilakukan guna
melihat sampai berapa persen penurunan harga atau kenaikan biaya yang terjadi
dapat mengakibatkan perubahan dalam kelayakan investasi dari kondisi layak
menjadi tidak layak.
4. 4. Asumsi Dasar yang Digunakan
1. Lahan yang digunakan adalah lahan milik sendiri, luasan lahan yang ada
seluas 2.570 m2.
2. Umur proyek adalah lima tahun berdasarkan pada umur produktif kambing
selama 5 tahun. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa kambing
merupakan aset penting dalam usaha dan merupakan biaya investasi
terbesar. Sumber modal yang digunakan berdasarkan pada dua skenario,
skenario I modal yang digunakan bersumber dari modal sendiri 50 persen
dan modal pinjaman 50 persen. Hal tersebut dikarenakan keterbatasan
pemilik dalam penyediaan modal investasi dengan cara meminjam modal
yang bersumber dari bank. Sedangkan skenario II modal yang digunakan
adalah seluruhnya menggunakan modal sendiri sesuai dengan kemampuan
modal investasi yang dimiliki oleh peternak, yaitu sebesar 124.910.000
rupiah. Sehingga biaya investasi yang dikeluarkan disesuaikan dengan
kemampuan modal yang dimiliki, seperti kepemilikan luas lahan, kapasitas
ternak dalam kandang, biaya pendirian kandang dan pengadaan kambing
diasumsikan biaya yang dikeluarkan setengah dari biaya yang berlaku
pada Skenario I.
-
3. Jumlah hari dalam satu bulan adalah 30 hari dan kapasitas kandang
menampung 100 ekor kambing produktif/dewasa scenario I dan 50 ekor
Skenario II.
4. Setiap masa produksi susu kambing (laktasi) diasumsikan susu yang
dihasilkan habis terjual.
5. Kegiatan pemerahan susu dilakukan dua kali dalam sehari. Dengan masa
laktasi (masa waktu diperah) selama enam bulan. Kemampuan
menghasilkan susu sebanyak 0,64 liter per ekor per hari.
6. Harga jual anak kambing jantan adalah Rp 500.000 per ekor, betina
Rp 600.000 per ekor dan nilai ternak afkir Rp 1.500.000 per ekor.
7. Nilai penerimaan/penjualan usaha pada scenario I pada tahun pertama
belum mencapai 100 persen, dikarenakan pada tahun tersebut, enam bulan
pertama digunakan untuk pembangunan proyek dan jumlah kambing
belum mencapai 100 persen (lima ekor jantan dan 95 ekor betina).
8. Harga jual susu kambing yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rp
40.000/liter berdasarkan harga yang belaku pada saat penelitian.
9. Biaya yang dikeluarkan terdiri dari biaya investasi dan biaya oprasional.
Biaya investasi dan oprasional dikeluarkan pada tahun pertama dan biaya
reinvestasi yang dikeluarkan untuk peralatan-peralatan yang sudah habis
umur ekonomisnnya. Biaya oprasional terdiri dari biaya tetap dan variabel.
10. Harga input dan output yang digunakan adalah konstan hal ini untuk
mempermudah perhitungan cash flow.
11. Nilai sisa dihitung berdasarkan perhitungan metode garis lurus dimana
harga beli dibagi umur ekonomis. Sedangkan untuk harga tanah
dasumsikan sama harga beli dengan harga jual pada ahkir umur proyek.
12. Tipe lahan adalah kelas A3, Mengingat lokasi peternakan jauh dari
keramaian dan jalan yang dilewati merupakan jalann desa.
13. Setiap kelahiran anak kambing sebanyak satu ekor, dari total anak yang
dilahirkan tingkat kematian sebesar lima persen (Sutama, 2007).
Perbandingan rasio jumlah kambing jantan yang lahir sebesar 31,5 persen
(data di lapang).
-
14. Tingkat sukubunga yang digunakan untuk modal sendiri adalah tingkat
sukubunga deposito BI bulan Juni-Juli 2009 sebesar tujuh persen
sedangkan suku bunga pinjaman 14 persen.
15. Nilai sisa pada ahkir umur proyek diasumsikan bernilai nol, kecuali
barang-barang yang masih memiliki umur ekonomis lebih dari lima tahun
dan ternak kambing.
16. Besarnya pajak yang digunakan berdasarkan undang-undang Republik
Indonesia tentang perpajakan no. 17 tahun 2000 yang isinya adalah (kantor
perpajakan kota Bogor, 2009):
a) Tidak dikenakan pajak apabila perusahaan menderita kerugian
b) Dikenakan pajak 10 persen apabila perusahaan memperoleh
pendapatan kurang atau sama dengan Rp 50.000.000
c) Dikenakan pajak 15 persen apabila perusahaan memperolah
pendapatan antara Rp 50.000.000 sampai dengan Rp 100.000.000
Dikenakan pajak 30 persen apabila perusahaan memperolah
pendapatan sebesar lebih dari sama dengan Rp 100.000.000
-
V GAMBARAN UMUM
5.1. Sejarah dan Perkembangan
Peternakan Kambing Unggul adalah peternakan yang dikelola oleh Bapak
Wisnanto. Awal berdirinya usaha Peternakan Unggul didirikan pada bulan Juli
2008. Usaha ternak kambing perah yang dilakukan merupakan usaha yang
bersifat komersial, artinya tidak hanya untuk pemenuhan kebutuhan keluarga,
tetapi diusahakan lebih untuk dipasarkan. Awal mula Pak Wisnanto terjun dalam
bisnis peternakan dengan mengusahakan kambing kacang sebagai tujuan utama
untuk hewan kurban (pedaging). Pertama kali memelihara ternak jenis kambing
kacang tersebut berjumlah 10 ekor hingga jumlah kambing yang dimiliknya
berkembang menjadi 50 ekor. Karena kesulitan memasarkan kambing kacang
yang dimiliknya, maka pemilik beralih usaha yang pada awal mulanya
mengusahakan kambing kacang menjadi kambing perah PE. Kambing PE yang
diperolehnya dipesan langsung dari daerah Jepara, yang merupakan salah satu
sentra pembibitan kambing PE di Jawa Tengah. Alasan yang membuat pemilik
peternakan ini tertarik menekuni usaha ternak kambing PE adalah usaha tersebut
bersifat dwiguna, selain susu sebagai produk utama juga dapat dimanfaatkan
dagingnya, bila kambing tersebut sudah tidak produktif lagi sebagai penghasil
susu. Selain itu usaha kambing PE sangat menguntungkan disebabkan oleh
tingginya harga jual susu kambing dan juga masih tingginya permintaan
konsumen yang belum terpenuhi. Harapan pemilik terhadap usaha yang sedang
dijalankan sebagai sumber pendapatan utama jika beliau telah pensiun dari
pekerjaannya.
Investasi awal usaha ternak kambing perah berasal dari modal sendiri
pemilik dan pinjaman dari bank. Tenaga kerja pengelolaan ternak tersebut
berjumlah dua orang dengan riwayat pendidikan lulusan SMU. Dimana tenaga
kerja yang digunakan sebelumnya sempat bekerja disalah satu usaha peternakan
kambing perah. Sehingga pekerja yang digunakan sudah terbiasa melakukan
aktivitas usaha peternakan kambing perah. Pekerja tersebut difasilitasi tempat
tinggal yang berada di sekitar kandang. Tujuan pemilik menyediakan tempat
-
tinggal yakni untuk memudahkan dalam pengawasan ternaknya dan pengontrolan
terhadap keamanan ternak dari pencurian.
Pemasaran produk yang telah dihasilkan awal mulanya dilakukan melalui
mulut ke mulut, seperti menawarkan kepada sodara-sodara pemilik ternak, rekan
kerja, hingga kepada pihak lain. Sekarang ini peternakan Unggul sudah
mempunyai Agen yang membantu dalam pemasaran produk susunya (toko-toko
herbal sekitar Jakarta dan Bogor) bahkan mulai dicoba pada salah satu Indomaret
di Jakarta sebagai tempat untuk memasarkan. Perkembangan usaha cukup baik,
ini ditandai dengan respon permintaan terhadap susu kambing yang selalu
meningkat. Pemilik berencana untuk menguji susu hasil ternaknya pada
laboratorium uji mutu susu karena banyak konsumen yang meminta hasil
sertifikasi susunya. Target pasar susu kambing diperuntukkan bagi konsumen
menengah ke atas dan orang-orang mengkonsumsi untuk penyembuhan.
5.2. Lokasi Peternakan
Lokasi usaha peternakan kambing perah Unggul terbagi dua. Untuk
kantor pemasaran terletak di Jl Anggrek No 13, Perumahan Taman Cimanggu,
Kota Bogor. Sedangkan kandang terletak di Desa Cibuntu, Kecamatan Ciampea,
Kabupaten Bogor. Kecamatan Ciampea berlokasi di bagian Barat Kabupaten
Bogor. Kecamatan Ciampea memiliki jarak 34 km dari Ibukota Kabupaten Bogor,
122 km dari Ibukota Provinsi Jawa Barat, 72 km dari Ibukota Negara RI Jakarta
dan 5 km dari desa/kelurahan yang terjauh, dapat dilihat bahwa jarak antara
Kecamatan Ciampea dengan Ibukota Negara RI Jakarta tidak terlalu jauh,
sehingga memudahkan aksessibilitas ke pusat pasar Negara Indonesia. Kecamatan
Ciampea secara geografis mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut :
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Ranca Bungur.
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Tenjolaya.
c. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Dramaga.
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Cibungbulang.
Secara topografi, bentuk dan kontur wilayah, lokasi kandang merupakan
dataran yang agak berombak sekitar 45 persen. Ketinggiannya berada di antara 300 m
di atas permukaan laut dengan suhu rata-rata 20 - 30C. Hari hujan rata-rata per
-
tahun sekitar 22 hari dan banyaknya curah hujan sekitar 278 mm. Jenis tanah yang
ada di lokasi ini adalah latosol (Laporan Tahuhan Kecamatan Ciampea, 2007).
Kecamatan Ciampea memiliki luas wilayah sekitar 3,062.5 hektar yang
terdiri dari 13 Desa yaitu Benteng, Bojong Jengkol, Bojong Rangkas, Ciampea,
Ciampea Udik, Cibanteng, Cibadak, Cibuntu. Cicadas. Cihideung Udik,
Cihideung hilir. Cinangka dan Tegalwaru. Desa Cinangka sebagai desa terluas
dengan Iuas wilayah 340 hektar, sedangkan Desa Bojong Rangkas sebagai desa
dengan luas wilayah terkecil yaitu 104 hektar. Luas wilayah masing-masing Desa
dapat dilihat seperti pada Tabel di bawah ini.
Tabel 6. Luas Wilayah tiap Desa di Kecamatan Ciampea, Tahun 2008
No. Nama Desa Luas Wilavah (Ha) Luas Wilayah
(Km2) Persentase
(%) 1. Cihideung Ilir 178 1,78 5,81 2. Cinangka 340 3,40 11,10 3. Cihideung Udik 284 2,84 9,28 4. Bojong Jengkol 212 2,12 6,92 5. Cibanteng 162 1,62 5,29 6. Benteng 248,5 2,485 8,11 7. Bojong Rangkas 104 1,04 3,40 8. Cibuntu 254 2,54 8,30 9. Ciampea 246 2,46 8,03 10. Tegal Waru 338 3,38 11,04 11. Cicadas 320 3,20 10,45 12. Ciampea Udik 262 2,62 8,55 13. Cibadak 114 1,14 3,72
Jumlah 3.062,5 30.625 100,00 Sumber : Monografi Kecamatan Ciampea, Tahun 2008
Pemanfaatan lahan yang telah dilakukan di Kecamatan Ciampea
diantaranya digunakan untuk permukiman (rumah), sawah, ladang/kebun,
empang, dan Iain-lain. Untuk mengetahui luas lahan yang digunakan untuk
masing-masing pemanfaatan lahan tersebut dapat dilihat pada Tabel 7.
-
Tabel 7. Luas lahan (Ha) Berdasarkan Pemanfaatan Lahan di Kecamatan Ciampea, Tahun 2008
No. Desa Rumah Sawah Ladang/Kebun Empang Lain-lain
1. Ciampea Udik 103 203 3 1,3 3.5
2. Cinangka 90 127 4 0,5 5
3. Cibuntu 92 148,4 1,7 3 2,3
4. Cicadas 135 125 1,5 1,3 2,5
5. Tegal Waru 189 150 5 0,5 5,5
6. Bojong Jengkol 109 85 4 1,2 0
7. Cihideung Udik 99 197 2 3,5 6
8. Cihideung Ilir 101 80 1 2 4,1
9. Cibanteng 116 50 2 0,5 4
10. Bojong Rangkas 75 45 0 0,5 3
11. Cibadak 95 6 0 0,5 3
12. Benteng 98 40 2 2,5 2,5
13. Ciampea 115 30 2,5 1,5 3
Jumlah 1.417 1.286,4 28,7 18,3 44,4
Sumber : Laporan Tahunan Kecamatan Ciampea, Tahun 2008
5.3. Keadaan Penduduk Kecamatan Ciampea
Jumlah penduduk di Kecamatan Ciampea adalah 139.037 jiwa dengan
jumlah laki-laki sebanyak 70.827 jiwa. Sedangkan perempuan sebanyak 68,210
jiwa. Jumlah penduduk dan kepala keluarga dapat dilihat pada Tabel 8. Jumlah
penduduk diperkirakan akan meningkat setiap tahunnya.
Desa Cibanteng merupakan desa yang memiliki jumlah penduduk lebih
banyak yaitu 15.740 jiwa dengan 3.