EVALUASI HASIL LABORATORIUM SECARA UMUM (Sp2-2).pdf

31
EVALUASI HASIL LABORATORIUM SECARA UMUM REFERAT KARYA ILMIAH PENDIDIKAN SP2 HEMATOLOGI Dipresentasikan pada: 28 OKTOBER 2014 Oleh : S.M. Susianna KEPADA PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS 2/ KONSULTAN HEMATOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2014

Transcript of EVALUASI HASIL LABORATORIUM SECARA UMUM (Sp2-2).pdf

  • EVALUASI HASIL LABORATORIUM

    SECARA UMUM

    REFERAT

    KARYA ILMIAH PENDIDIKAN SP2 HEMATOLOGI

    Dipresentasikan pada:

    28 OKTOBER 2014

    Oleh :

    S.M. Susianna

    KEPADA PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS 2/

    KONSULTAN HEMATOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN

    UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG

    2014

  • i

    DAFTAR ISI

    DAFTAR ISI ........................................................................................................... i

    DAFTAR TABEL .................................................................................................. ii

    DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iii

    BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 3 2.1 Proses Pemeriksaan di dalam laboratorium .......................................... 3 2.1.1 Fase Preanalitik .................................................................................................. 3 2.1.2 Fase Analitik ..................................................................................................... 13 2.1.3 Fase Post Analitik ............................................................................................. 21 2.1.4 Interpretasi Hasil Laboratorium ....................................................................... 22

    BAB III RINGKASAN ...................................................................................... 24

    SUMMARY .......................................................................................................... 25

    PUSTAKA ACUAN ............................................................................................. 26

  • ii

    DAFTAR TABEL

    Table 1.Variasi diurnal beberapa parameter ....................................................................... 7

  • iii

    DAFTAR GAMBAR Gambar 1.Tahap-tahap yang dilalui dalam penatalaksanan Penderita ............................. 17

    Gambar 2. Grafik Levey Jennings .................................................................................... 18

    Gambar 3. Diagram aplikasi Westgard multirules ........................................................... 20

    Gambar 4. Tahap-tahap yang dilalui dalam penatalaksanan Penderita ............................ 23

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Laboratorium klinik sebagai subsistem pelayanan kesehatan menempati posisi

    penting dalam diagnosis invitro. Setidaknya terdapat 5 alasan penting mengapa

    pemeriksaan laboratorium diperlukan, yaitu : skrining, diagnosis, pemantauan

    progresifitas penyakit, monitor pengobatan dan prognosis penyakit. Oleh karena

    itu setiap laboratorium harus dapat memberikan data hasil tes yang teliti, cepat

    dan tepat.1

    Di setiap Laboratorium untuk mendapatkan hasil yang baik dan benar harus

    mengacu kepada GLP (Good laboratory Practice).2 Dalam proses pengendalian

    mutu laboratorium dikenal ada tiga tahapan penting, yaitu tahap pra analitik yaitu

    persiapan pasien, pengambilan, penanganan, transportasi dan penyimpanan

    sampel, sedangkan analitik lebih kearah penilaian kualitas alat dan reagen yang

    dinilai dengan melakukan pemantapan mutu internal yang dapat dilakukan setiap

    hari atau bulan, dan pasca analitik yang lebih cenderung kepada urusan

    administrasi pelaporan dan penyampaian hasil pemeriksaan.3

    Kelainan pada hasil pemeriksaan laboratorium kadang-kadang telah dapat

    dilihat sebelum ada gejala-gejala klinis. Sebagian besar parameter pemeriksaan

    laboratorium bukan merupakan parameter pemeriksaan yang khas untuk suatu

    penyakit, kadang-kadang dari sejumlah parameter pemeriksaan yang dilakukan

    ada beberapa yang menunjukkan hasil abnormal, tapi tidak menuju ke arah

    adanya kelainan pada suatu organ atau suatu penyakit. Tetapi pada umumnya

  • 2

    beratnya kelainan hasil parameter pemeriksaan laboratorium dapat mencerminkan

    beratnya penyakit dan untuk mengikuti perjalanan penyakit dapat dilakukan

    pemeriksaan laboratorium secara berkala.4

    Dalam menginterpretasikan hasil pemeriksaan laboratorium perlu adanya

    pemantapan mutu (quality assurance) laboratorium kesehatan, semua tahapan

    yang digunakan untuk menjamin ketelitian dan ketepatan hasil pemeriksaan

    laboratorium. Berbagai tahapan yang diperlukan dalam intrepretasi hasil

    laboratorium akan dibahas lebih lanjut pada tinjauan pustaka ini.

  • 3

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Proses Pemeriksaan di dalam laboratorium

    Dalam proses pengendalian mutu laboratorium dikenal ada tiga tahapan

    penting, yaitu tahap preanalitik, analitik dan paska analitik. Pada umumnya yang

    sering sering diawasi dalam pengendalian mutu hanya tahap analitik dan paska

    analitik yang lebih cenderung kepada urusan administrasi, sedangkan proses

    preanalitik kurang mendapat perhatian. Ketiga fase ini harus diperhatikan karena

    kesalahan dapat terjadi pada fase-fase tersebut. Kesalahan terbasar dapat terjadi

    pada fase preanalitik (62%), kemudian postanalitik (23%), dan paling kecil pada

    fase analitik (15%).5

    2.1.1 Fase Preanalitik

    Kesalahan pada proses pra-analitik dapat memberikan kontribusi terbesar.

    Proses preanalitik dibagi menjadi dua tahap, yaitu : preanalitik ekstra laboratorium dan

    preanalitik intra laboratorium. Proses-proses tersebut meliputi persiapan pasien,

    pengambilan spesimen, pengiriman spesimen ke laboratorium, penanganan

    spesimen, dan penyimpanan spesimen. Ada beberapa sumber kesalahan yang

    kurang terkontrol dari proses preanalitik yang dapat mempengaruhi keandalan

    pengujian laboratorium, tapi yang hampir tidak dapat diidentifikasi oleh staf

    laboratorium. Ini terutama mencakup variabel fisik pasien, seperti latihan fisik,

  • 4

    puasa, diet, stres, efek posisi, menstruasi, kehamilan, gaya hidup (konsumsi

    alkohol, rokok, kopi, obat adiktif), usia, jenis kelamin, variasi diurnal, paska

    transfusi, paska donasi, paska operasi. Karena variabel tersebut memiliki

    pengaruh yang kuat terhadap beberapa variabel biokimia dan hematologi, maka

    gaya hidup individu dan ritme biologis pasien harus selalu dipertimbangkan

    sebelum pengambilan sampel. 3,5,6,7 Persiapan preanalitik meliputi:

    Persiapan Pasien. 3,5,6,7

    Persiapan pasien dimulai saat seorang dokter merencanakan

    pemeriksaan laboratorium bagi pasien. Dokter dibantu oleh

    paramedis diharapkan dapat memberikan informasi mengenai

    tindakan apa yang akan dilakukan, manfaat dari tindakan itu, dan

    persyaratan apa yang harus dilakukan oleh pasien. Informasi yang

    diberikan harus jelas agar tidak menimbulkan ketakutan atau

    persepsi yang keliru bagi pasien. Pemilihan jenis tes yang kurang

    tepat atau tidak sesuai dengan kondisi klinis pasien akan

    menghasilkan interpretasi yang berbeda. Ketaatan pasien akan

    instruksi yang diberikan oleh dokter atau paramedis sangat

    berpengaruh terhadap hasil pemeriksaan laboratorium, tidak

    diikutinya instruksi yang diberikan akan memberikan penilaian

    hasil laboratorium yang tidak tepat. Hal yang sama juga dapat

    terjadi bila keluarga pasien yang merawat tidak mengikuti instruksi

    tersebut dengan baik.

  • 5

    Persiapan Pengumpulan Spesimen3,5,6,7

    Spesimen yang akan diperiksa laboratorium haruslah memenuhi

    persyaratan yaitu jenisnya sampel pemeriksaan sesuai dengan

    parameter pemeriksaan, volume mencukupi, kondisi spesimen

    baik, tidak lisis, segar, steril terutama untuk pemeriksaan

    mikrobiologi, pemakaian antikoagulan atau pengawet yang tepat,

    ditampung dalam wadah yang memenuhi syarat Identitas benar

    sesuai dengan data pasien

    Antikoagulan yang digunakan untuk mencegah pembekuan darah

    harus disesuaikan dengan jenis pemeriksaan yang diminta. Volume

    darah yang ditambahkan juga harus tepat.

    Sebelum pengambilan spesimen, periksa form permintaan

    laboratorium. Identitas pasien harus ditulis dengan benar (nama,

    umur, jenis kelamin, nomor rekam medis, dsb) disertai diagnosis

    atau keterangan klinis. Periksa apakah identitas telah ditulis

    dengan benar sesuai dengan pasien yang akan diambil spesimen.

    Tanyakan persiapan yang telah dilakukan oleh pasien, misalnya

    diet, puasa. Tanyakan juga mengenai obat-obatan yang

    dikonsumsi, minum alkohol, merokok, dsb. Catat apabila pasien

    telah mengkonsumsi obat-obatan tertentu, merokok, minum

    alkohol, pasca transfusi, dsb. Catatan ini nantinya harus disertakan

    pada lembar hasil laboratorium.

  • 6

    Lokasi Pengambilan spesimen3,5,6

    Tentukan lokasi pengambilan spesimen sesuai dengan jenis

    spesimen yang diperlukan, seperti: darah vena umumnya diambil

    dari vena lengan (median cubiti, vena cephalica, atau vena

    basilica). Tempat pengambilan tidak boleh pada jalur infus atau

    transfusi, bekas luka, hematoma, oedema, canula, fistula. Darah

    arteri umumnya diambil dari arteri radialis (pergelangan tangan),

    arteri brachialis (lengan), atau arteri femoralis (lipat paha),

    sedangkan Darah kapiler umumnya diambil dari ujung jari tengah

    atau jari manis tangan bagian tepi atau pada daerah tumit 1/3

    bagian tepi telapak kaki pada bayi. Tempat yang dipilih untuk

    pengambilan tidak boleh memperlihatkan gangguan peredaran

    darah seperti sianosis atau pucat. Spesimen untuk pemeriksaan

    biakan kuman diambil dari tempat yang sedang mengalami infeksi,

    kecuali darah dan cairan otak.

    Waktu Pengambilan Spesimen3,5,6

    Penentuan waktu pengambilan spesimen penting dilakukan

    umumnya pengambilan ideal dilakukan pada waktu pagi,spesimen

    untuk kultur kuman diambil sebelum pemberian antibiotik, untuk

    pemeriksaan GO diambil minimal 2 jam setelah buang air kecil

    yang terakhir,untuk malaria diambil pada waktu demam, untuk

    mikrofilaria spesimen darah diambil pada tengah malam.Spesimen

    dahak untuk pemeriksaan BTA sebaiknya diambil pagi hari setelah

  • 7

    bangun tidur, sedangkan spesimen darah untuk pemeriksaan profil

    besi diambil pada pagi hari dan setelah puasa 10-12 jam.

    Table 1.Variasi diurnal beberapa parameter

    Parameter Variasi diurnal Besi serum Sore hari lebih tinggi dari pagi hari Glukosa Siang hari lebih tinggi dari pagi

    hari Enzim Aktivitas enzim berfluktuasi

    tergantung kadar hormon Eosinofil Siang hari lebih tinggi dari malam

    hingga pagi hari Kortisol Pagi hari lebih tinggi dari malam

    hari Kalium Pagi hari lebih tinggi dari siang

    hari

    Dikutip dari Lestari, E.dkk8

    Pengambilan spesimen3,5,6,7,8

    Yang harus diperhatikan adalah cara pengambilan spesimen harus

    dilakukan dengan benar sesuai dengan standard operating

    procedure (SOP) yang ada.

    Cara menampung spesimen dalam wadah/penampung

    dimana seluruh sampel harus masuk ke dalam wadah

    (sesuai kapasitas), jangan ada yang menempel pada bagian

    luar tabung untuk menghindari bahaya infeksi. Wadah

    harus dapat ditutup rapat dan diletakkan dalam posisi

    berdiri untuk mencegah spesimen tumpah. Memindahkan

    spesimen darah dari syringe harus memperhatikan hal-hal

    seperti darah harus segera dimasukkan dalam tabung

    setelah sampling. Lepaskan jarum, alirkan darah lewat

  • 8

    dinding tabung perlahan-lahan agar tidak terjadi hemolisis.

    Untuk pemeriksaan kultur kuman dan oji resistensi

    pemindahan sampel ke dalam media dilakukan dengan cara

    aseptik. Pastikan jenis antikoagulan dan volume darah yang

    ditambahkan tidak keliru. Homogenisasi segera darah yang

    menggunakan antikoagulan dengan lembut perlahan-lahan.

    Jangan mengkocok tabung keras-keras agar tidak

    hemolisis.

    Menampung spesimen urin Sediakan wadah yang bersih, kering,

    tidak terkontaminasi oleh bahan apapun, mudah dibuka, mudah

    ditutup, dan bermulut lebar. Sebaiknya pasien diinstruksikan

    membuang urin yang mula-mula keluar sebelum mengumpulkan

    urin untuk diperiksa. Untuk mendapatkan spesimen clean catch

    diperlukan cara pembersihan lebih sempurna :

    Mulut uretra dibersihkan dengan sabun dan

    kemudian membilasnya sampai bersih.

    Penderita wanita harus lebih dulu membersihkan

    labia minora, lalu harus merenggangkannya pada

    waktu kencing.

    Spesimen tinja sebaiknya berasal dari defekasi spontan. Jika sangat

    diperlukan, sampel tinja juga dapat diperoleh dari pemeriksaan

    colok dubur. Masukkan sampel ke dalam wadah yang bersih,

  • 9

    kering, tidak terkontaminasi oleh bahan apapun, dapat ditutup

    rapat, dapat dibuka dengan mudah dan bermulut lebar.

    Menampung spesimen dahak penting untuk mendapatkan sekret

    bronkial dan bukan ludah atau sekret hidung. Sediakan wadah yang

    bersih, kering, tidak terkontaminasi oleh bahan apapun, mudah

    dibuka, mudah ditutup, dan bermulut lebar. Untuk pewarnaan

    BTA, jangan gunakan wadah yang mengandung bercak lilin atau

    minyak, sebab zat ini dapat dilihat sebagai bintik-bintik tahan asam

    dan dapat menyulitkan penafsiran. Teknik pengambilan dahak

    yaitu:9

    Sebelum pengambilan spesimen, penderita diminta

    berkumur dengan air, bila mungkin gosok gigi terlebih

    dulu. Bila memakai gigi palsu, sebaiknya dilepas dulu.

    Pada saat pengambilan spesimen, penderita berdiri tegak

    atau duduk tegak

    Penderita diminta untuk menarik nafas dalam 2 3 kali

    kemudian keluarkan nafas bersamaan dengan batuk yang

    kuat dan berulang kali sampai dahak keluar.

    Dahak yang dikeluarkan langsung ditampung dalam wadah

    dengan cara mendekatkan wadah ke mulut.

    Amati keadaan dahak. Dahak yang memenuhi syarat

    pemeriksaan akan tampak kental purulen dengan volume

    cukup ( 3 5 ml )

  • 10

    Tutup wadah dengan rapat untuk menghindari kontaminasi

    dari udara dan secepatnya dikirim ke laboratorium.

    Sumber-sumber kesalahan pada pengambilan spesimen darah:

    Pemasangan turniquet terlalu lama dapat menyebabkan :

    Protein (termasuk enzim) , Ca2+, laktat , fosfat, dan Mg2+

    meningkat . pH menurun, hemokonsentrasi PPT dan APTT

    mungkin memendek karena pelepasan tromboplastin

    jaringan ke dalam sirkulasi darah

    Pemompaan menyebabkan kalium, laktat, glukosa, dan

    Mg2+ meningkat, sedangkan pH menurun

    Pengambilan darah terlalu lama (tidak sekali tusuk kena)

    dapat menyebabkan : trombosit dan fibrinogen menurun;

    PPT dan APTT memanjang, kalium, LDH dan SGPT/ALT

    meningkat.

    Pengambilan darah pada jalur infus dapat menyebabkan :

    o natrium meningkat pada infus saline

    o kalium meningkat pada infus KCl

    o glukosa meningkat pada infus dextrose

    o PPT, APTT memanjang pada infus heparine.

    o kreatinin, fosfat, LDH, SGOT, SGPT, hemoglobin,

    hematokrit, lekosit, trombosit, eritrosit menurun

    pada semua jenis infus.

  • 11

    Homogenisasi darah dengan antikoagulan yang tidak

    sempurna atau keterlambatan homogenisasi menyebabkan

    terbentuknya bekuan darah.

    Hemolisis dapat menyebabkan peningkatan K+, Mg2+,

    fosfat, aminotransferase, LDH, fosfatase asam total.

    Identifikasi spesimen3,5,6,7,8

    Pemberian identitas pasien dan atau spesimen adalah tahapan yang

    harus dilakukan karena merupakan hal yang sangat penting.

    Pemberian identitas meliputi pengisian formulir permintaan

    pemeriksaan laboratorium dan pemberian label pada wadah

    spesimen. Keduanya harus cocok sama. Pemberian identitas ini

    setidaknya memuat nama pasien, nomor ID atau nomor rekam

    medis serta tanggal pengambilan. Kesalahan pemberian identitas

    dapat merugikan. Untuk spesimen berisiko tinggi (HIV, Hepatitis)

    sebaiknya disertai tanda khusus pada label dan formulir permintaan

    laboratorium.

    Pengiriman spesimen ke laboratorium3,5,6,7,8

    Sebelum mengirim spesimen ke laboratorium, pastikan bahwa

    spesimen telah memenuhi persyaratan seperti yang tertera dalam

    persyaratan masing-masing pemeriksaan.

    Apabila spesimen tidak memenuhi syarat agar diambil / dikirim

    ulang.

    Pengiriman spesimen disertai formulir permintaan yang diisi data

    yang lengkap. Pastikan bahwa identitas pasien pada label dan

  • 12

    formulir permintaan sudah sama. Secepatnya spesimen dikirim ke

    laboratorium. Penundaan pengiriman spesimen ke laboratorium

    dapat dilakukan selambat-lambatnya 2 jam setelah pengambilan

    spesimen. Penundaan terlalu lama akan menyebabkan perubahan

    fisik dan kimiawi yang dapat menjadi sumber kesalahan dalam

    pemeriksaan, seperti : Penurunan kadar natrium ( Na+ ), glukosa

    darah, angka lekosit, angka trombosit, Perubahan morfologi sel

    darah pada pemeriksaan mikroskopik, PPT / APTT memanjang,

    peningkatan kadar kalium, phosphate, LDH, SGPT. Lisisnya sel

    pada sample LCS, transudat, eksudat, perkembangbiakan bakteri

    Pengiriman sample sebaiknya menggunakan wadah khusus,

    misalnya berupa kotak atau tas khusus yang tebuat dari bahan

    plastik, gabus (styro-foam) yang dapat ditutup rapat dan mudah

    dibawa.

    Penanganan Spesimen3,5,6,7,8

    Identifikasi dan registrasi spesimen

    Seluruh spesimen harus diperlakukan sebagai bahan infeksius

    Patuhi cara pengambilan spesimen dan pengisian tabung yang

    benar

    Gunakan sentrifus yang terkalibrasi

    Segera pisahkan plasma atau serum dari darah dalam tabung lain,

    tempeli label

    Segera distribusikan spesimen ke ruang pemeriksaan

  • 13

    Penyimpanan Spesimen3,5,6,7,8

    Penyimpanan spesimen dilakukan jika pemeriksaan ditunda atau spesimen

    akan dikirim ke laboratorium lain

    Lama penyimpanan harus memperhatikan, jenis pemeriksaan, wadah dan

    stabilitasnya

    Hindari penyimpanan whole blood di refrigerator

    Sampel yang dicairkan (setelah dibekukan) harus dibolak-balik beberapa

    kali dan terlarut sempurna. Hindari terjadinya busa.

    Simpan sampel untuk keperluan pemeriksaan konfirmasi / pengulangan

    Menyimpan spesimen dalam lemari es dengan suhu 2-8C, suhu kamar,

    suhu -20C, -70C atau -120C jangan sampai terjadi beku ulang.

    Untuk jenis pemeriksaan yang menggunakan spesimen plasma atau serum,

    maka plasma atau serum dipisahkan dulu baru kemudian disimpan.

    Memberi bahan pengawet pada spesimen

    Menyimpan formulir permintaan laboratorium di tempat tersendiri.

    2.1.2 Fase Analitik

    Tahapan pemeriksaan spesimen merupakan fase analitik laboratorium,

    merupakan tahap pengerjaan pengujian sampel sehingga diperoleh hasil

  • 14

    pemeriksaan. Hal-hal yang harus diperhatikan pada tahapan ini adalah reagensia

    yang dipergunakan, peralatan, dan metode pengukuran.3,4,8,10

    Reagensia yang akan digunakan harus dilihat batas kadaluwarsanya dengan

    penyimpanan yang benar batas kadaluarsa yang umumnya apabila belum dibuka

    sesuai dengan yang tercantum di botol reagensia tersebut., perubahan fisik seperti

    warna, bau, dan penyimpanannya harus diperhatikan pada suhu yang sesuai.

    Reagensia yang sudah dibuka, harus dicatat tanggal membuka karena setiap

    reagensia mempunyai batas waktu stabilitas di alat, hal ini dapat dilihat pada

    masing-masing jenis reagensia. Reagensia harus dipersiapkan sebaik-baiknya,

    apakah harus dilarutan dengan air atau larutan penyangga, harus diperhatikan

    apakah ada zat yang belum terlarut, atau merupakan reagensia siap pakai. 3,4,8,10

    Peralatan yang akan dipakai harus dalam kondisi yang baik. Hal ini dapat

    dilakukan dengan cara mengkalibrasi secara berkala peralatan yang dipergunakan,

    misalnya pada fotometer panjang gelombang harus disesuaikan, suhu pada

    inkubator alat harus sesuai, dan pipet apakah sudah terkalibrasi volumenya.,

    metode yang digunakan harus dipahami oleh operator alat. Misalnya, metode end

    point kinetic, two point kinetic, masa inkubasi, preparasi reagensia, aplikasi

    pipeting, dan penetapan faktor, standar, untuk penghitungan nilai absorban

    3,4,8,10,11

    Umumnya peralatan di laboratorium menggunakan fotometer, jadi hal-hal

    yang harus diperhatikan adalah panjang gelombangnya fotometer harus tepat,

    posisi diafragma harus benar, peralatan sudah dikalibrasi secara berkala, lampu

    fotometer harus dalam keadaan baik sesuai dengan masa pakai, tegangan listrik

  • 15

    harus stabil dan sebaiknya setiap peralatan dipasang uninterruptible power supply

    (UPS). Filter harus selalu bersih, tidak boleh berjamur, serta kuvet yang

    digunakan harus bersih, tidak ada gelembung udara, volume cairan yang

    dimasukkan ke dalam kuvet harus cukup, bagian luar kuvet tidak boleh basah, dan

    kuvet diletakkan pada posisi yang benar.10,11

    Sebelum dilakukan pemeriksaan terhadap sampel laboratorium terlebih dahulu

    dilakukan suatu pemeriksaan kontrol kualitas dengan menggunakan bahan

    kontrol atas usaha sendiri dan dilakukan setiap hari. Kontrol kualitas ini adalah

    salah satu kegiatan pemantapan mutu internal. Kontrol kualitas merupakan suatu

    rangkaian pemeriksaan analitik yang ditujukan untuk menilai data analitik. Tujuan

    dari dilakukannya kontrol kualitas adalah untuk mendeteksi kesalahan analitik di

    laboratorium. Kesalahan analitik di laboratorium terdiri atas dua jenis yaitu

    kesalahan acak (random error) dan kesalahan sistematik (systematic error).

    Kesalahan acak menandakan tingkat presisi, sementara kesalahan sistematik

    menandakan tingkat akurasi suatu metode atau alat.12

    Kesalahan acak menunjukkan tingkat ketelitian (presisi) pemeriksaan.

    Kesalahan acak akan tampak pada pemeriksaan yang dilakukan berulang pada

    spesimen yang sama dan hasilnya bervariasi, kadang-kadang lebih besar, kadang-

    kadang lebih kecil dari nilai seharusnya. Kesalahan acak seringkali disebabkan

    oleh hal-hal berikut: instrumen yang tidak stabil, variasi suhu, variasi reagen dan

    kalibrasi, variasi teknik proses pemeriksaan, seperti pipetasi, pencampuran dan

    waktu inkubasi; dan variasi operator /analis. Secara kuantitatif, presisi disajikan

  • 16

    dalam bentuk impresisi yang diekspresikan dalam pengukuran koefisien variasi.

    Presisi terkait dengan reprodusibilitas pemeriksaan.12

    Kesalahan sistematik menunjukkan tingkat ketepatan (akurasi) pemeriksaan.

    Sifat kesalahan ini menjurus ke satu arah., hasil pemeriksaan selalu lebih besar

    atau selalu lebih kecil dari nilai seharusnya. Kesalahan sistematik umumnya

    disebabkan oleh spesifitas reagen dan metode pemeriksaan yang bermutu rendah,

    blangko sampel dan blangko reagen kurang tepat kurva kalibrasi tidak liniear,

    mutu kalibrator kurang baik, alat bantu misalnya pipet yang kurang akurat,

    panjang gelombang yang dipakai salah.12

    Kemampuan mengukur dengan tepat sesuai dengan nilai benar (true value)

    disebut dengan akurasi. Akurasi (ketepatan) atau inakurasi (ketidaktepatan)

    dipakai untuk menilai adanya kesalahan acak, sistematik dan kedua-duanya. Nilai

    akurasi menunjukkan kedekatan hasil terhadap nilai sebenarnya yang telah

    ditentukan oleh metode standar. Pengukuran inakurasi dapat dilakukan apabila

    memenuhi dua syarat. Pertama, diketahuinya kadar bahan kontrol yang akan

    diukur dengan metode baku emas. Kedua, bahan kontrol masih dalam kondisi

    yang baik sehingga kadar substansi didalamnya belum berubah. Pengukuran

    inakurasi ini tidak bisa hanya dengan satu kali pengukuran. Pengukuran terhadap

    bahan kontrol dilakukan beberapa kali dengan bahan yang sama menggunakan

    metode baku emas dan menggunakan alat dan metode yang akan diuji. Bias yang

    diperoleh selanjutnya dimasukkan dalam suatu plot untuk melihat sebarannya.

    Pengukuran bias menjadi landasan penilaian pemeriksaan-pemeriksaan

    selanjutnya.12

  • 17

    Gambar 1.Tahap-tahap yang dilalui dalam penatalaksanan Penderita

    Dikutip dari Sukorini U, dkk12

    Kesalahan analitik sistematik merupakan kesalahan yang sifatnya sistematik

    sehingga mengikuti suatu pola yang pasti. Kesalahan ini mengakibatkan setiap

    pengukuran cenderung ke salah satu kutub, selalu lebih tinggi atau selalu lebih

    rendah. Terdapat dua tipe kesalahan sistematik, yaitu kesalahan sistematik

    konstan dan kesalahan sistematik proporsional. Sedangkan kesalahan analitik

    acak merupakan suatu kesalahan yang tidak mengikuti pola yang dapat diprediksi.

    Untuk memudahkan mendeteksi kesalahan analitik, perlu dibuat grafik yang

    disebut dengan grafik kontrol yang sering digunakan adalah grafik Levey-

    Jennings.12

  • 18

    Gambar 2. Grafik Levey Jennings

    Dikutip dari Sukorini U, dkk12

    Westgard dan kawan-kawan menyajikan suatu seri aturan untuk membantu

    mengevaluasi pemeriksaan grafik kontrol. Seri aturan tersebut dapat digunakan

    pada penggunaan satu level, dua level maupun tiga level kontrol. Berapa banyak

    level yang akan kita pakai sangat tergantung kondisi laboratorium kita, namun

    perlu kita pikirkan mengenai keuntungan dan kerugian masing-masing. Pemetaan

    dan evaluasi hasil dari dua level kontrol secara simultan akan memberikan

    terdeteksinya shift dan trend lebih awal dibandingkan jika kita hanya

    menggunakan satu level.12 Evaluasi hasil pemeriksaan grafik kontrol berdasarkan

    westgard multi rules bila menggunakan 1 atau 2 level kontrol sebagai berikut:12,13

    Aturan 1 2s , aturan ini merupakan aturan peringatan, artinya bila suatu

    nilai kontrol berada di luar batas 2SD, tetapi masih di bawah batas 3SD,

    hal ini harus diwaspadai. Ini merupakan peringatan akan kemungkinan

  • 19

    adanya masalah pada instrumen atau malfungsi metode. Bila

    menggunakan 2 level kontrol yang berbeda, harus dilihat apakah kontrol

    level yang lain juga berada di luar batas 2SD. Apabila kontrol level yang

    lain juga di luar 2SD, maka masalah tersebut harus diselesaikan dahulu

    sebelum melakukan pemeriksaan sampel pasien. Apabila kontrol level

    yang lain berada di dalam batas 2SD, maka dapat dilanjutkan untuk

    pemeriksaan sampel pasien.

    Aturan 1 3s Aturan ini mendeteksi kesalahan acak. Satu saja nilai kontrol

    berada di luar batas 3SD, instrumen tidak boleh digunakan untuk

    memeriksa sampel pasien sebelum dievaluasi untuk mencari kesalahan

    acak tersebut.

    Aturan 2 2s, aturan ini untuk mendeteksi kesalahan sistematik. Kontrol

    dinyatakan keluar apabila 2 nilai kontrol berturut-turut dalam 1 level

    berada di luar batas 2SD. Apabila memakai 2 level, kontrol dinyatakan

    keluar apabila nilai kedua bahan tersebut berada di luar batas 2SD yang

    sama. Bila hal ini terjadi berturut-turut pada bahan kontrol dengan level

    yang sama, maka permasalahan kemungkinan ada pada bahan yang

    digunakan.

    Aturan R4s, aturan ini hanya dapat digunakan apabila menggunakan 2

    level kontrol. Aturan yang menggunakan konsep statistik rentang ini

    mendeteksi kesalahan acak. Dua nilai berturut-turut melebihi 4SD secara

    terpisah, melibatkan kedua kontrol (1 kontrol berada di luar +2SD, lainnya

    berada di luar -2SD). Apabila terjadi hal demikian, perlu dilakukan

    pengecekan terhadap reprodusibilitas instrumen.

  • 20

    Aturan 41s , aturan ini mendeteksi kesalahan sistematik. Aturan ini dapat

    digunakan pada 1 level kontrol saja maupun pada lebih dari 1 level

    kontrol. Pada penggunaan 1 level kontrol atau lebih, perlu dilihat adanya 4

    nilai kontrol yang berturut-turut keluar dari batas 1 SD yang sama (selalu

    keluar dari +1SD atau -1SD). Instrumen tetap dapat digunakan, namun

    sebaiknya dilakukan maintenance atau kalibrasi.

    Aturan 10x , aturan ini menyatakan bahwa apabila 10 nilai kontrol pada

    level yang sama maupun berbeda secara berturut-turut berada pada 1 sisi

    yang sama terhadap rerata, perlu dilakukan maintenance terhadap

    instrumen atau kalibrasi. Aturan ini mendeteksi aturan sistematik,

    instrumen tetap dapat digunakan, tetapi maintenance atau kalibrasi harus

    dijalankan.

    Gambar 3. Diagram aplikasi Westgard multirules

    Dikutip dari Barry, P.L.13

  • 21

    2.1.3 Fase Post Analitik

    Pada tahapan Post analitik merupakan tahap terakhir dari suatu pemeriksaan

    laboratorium klinik, di mana pada tahap ini dilakukan pelaporan hasil

    pemeriksaan setelah dilakukan validasi terlebih dahulu. Validasi hasil

    pemeriksaan merupakan upaya untuk memantapkan kualitas hasil pemeriksaan.14

    Setiap saat sebelum hasil dikeluarkan harus dilalui 2 tahap evaluasi post

    analitik, selain memastikan proses analitik berjalan dengan baik, hasil tersebut

    juga dikaitkan dengan kondisi klinis pasien. Interpretasi dilakukan dengan

    mengkaji ulang secara sistematik hasil pemeriksaan, mengevaluasi kesesuaian

    hasil dengan informasi klinik yang tersedia berkenaan dengan pasien dan

    melakukan delta checks dengan melihat riwayat hasil sebelumnya. Rentang nilai

    rujukan yang tercantum dalam hasil pemeriksaan merupakan pembanding hasil

    pemeriksaan. Rentang ini ditetapkan berdasarkan kelompok umur dan jenis

    kelamin. Hal-hal yang terkait dengan preanalitik sangat berpengaruh terhadap

    hasil pemeriksaan, misalnya yang terkait dengan kondisi pasien, spesimen, diet,

    penggunaan obat-obatan tertentu. Juga harus diperhatikan apakah hasil tersebut

    masuk dalam nilai kritis, bila masuk dalam dalam nilai kritis hasil harus segera

    dilaporkan.4,5,14

    Laporan hasil dapat dalam bentuk laporan elektronik ataupun cetakan kertas.

    Laporan harus dapat dibaca, tanpa kesalahan dalam penulisan, dan dilaporkan

    kepada orang yang berwenang untuk menerima dan menggunakan informasi

    medik. Laporan hasil harus mencakup identitas laboratorium, identitas pasien,

    tanggal dan waktu pengambilan spesimen, penerimaan spesimen, dan pembuatan

  • 22

    laporan, keterangan asal spesimen, interpretasi hasil, tanda tangan penanggung

    jawab yang memeriksa atau mengeluarkan laporan. 4,5,14

    Dengan adanya Sistem Informasi Laboratorium, laporan hasil pemeriksaan

    laboratorium yang tadinya secara manual dan membutuhkan waktu yang lama

    menjadi lebih cepat. Identitas pasien telah tercatat sejak pasien mendaftar di

    laboratorium, tanggal, waktu dan asal pengambilan spesimen dimasukkan setelah

    pasien diambil sampel, waktu penerimaan di laboratorium, waktu pembuat

    laporan, siapa yang mengerjakan, jenis-jenis pemeriksaan, semuanya telah

    tercantum dalam Sistem Informasi Laboratorium.14

    2.1.4 Interpretasi Hasil Laboratorium

    Dalam menginterpretasi hasil pemeriksaan laboratorium setelah memastikan

    ketiga tahapan laboratorium yaitu fase preanalitik, analitik dan post analitik

    berjalan dengan baik dan benar harus dikaitkan dengan klinis pasien. Hal utama

    yang harus diperhatikan yaitu nilai rujukkan yang dipergunakan harus sesuai

    dengan umur dan jenis kelamin juga faktor diurnal, seta kondisi pasien. 4,5,14

    Masih banyak keadaan lain yang sedikit banyak dapat dibuktikan dengan

    pemeriksaan laboratorium terhadap penderita atau salah satu bahan yang berasal

    dari penderita. Tapi kita harus selalu ingat bahwa diagnosis terhadap suatu

    penyakit tidak dapat dibuat hanya dari pemeriksaan laboratorium melainkan harus

    dihubungkan dengan pemeriksaan lain seperti anamnesis, pemeriksaan fisik dan

    bila perlu pemeriksaan penunjang lain seperti pemeriksaan radiologi dan lain

    sebagainya. Di sini letaknya kunci untuk dapat menafsirkan hasil laboratorium

    sebaik baiknya. Dalam menafsirkan hasil laboratorium pertama-tama harus

  • 23

    diketahui bagaimana hasil tes laboratorium tersebut pada orang normal, faktor-

    faktor apa yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan laboratorium tersebut.

    Pemeriksaan laboratorium hanya merupakan satu fase dari rangkaian

    pemeriksaan yang harus dilakukan untuk mencapai satu diagnosis, sehingga

    pasien dapat diberi terapi. Oleh sebab itu sukar untuk menafsirkan hasil tes

    laboratorium bila tidak mempunyai pengetahuan klinik. Di lain pihak seorang

    dokter klinik juga harus mengetahui bagaimana menggunakan jasa-jasa

    laboratorium klinik sebaik-baiknya, sehingga dapat memilih tes-tes yang paling

    tepat untuk keadaan tertentu dan dapat menafsirkan hasil yang diperoleh dari

    laboratorium.

    Gambar 4. Tahap-tahap yang dilalui dalam penatalaksanan Penderita

    Dikutip dari Sardjono TW,dkk15

  • 24

    BAB III

    RINGKASAN

    Variabel dan kesalahan pada fase preanalitik, analitik, dan post-analitik akan

    mempengaruhi hasil pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium

    dipergunakan untuk menegakkan diagnosis dan managemen penyakit serta

    pemeliharaan kesehatan. Interpretasi dilakukan dengan mengkaji ulang secara

    sistematik hasil pemeriksaan dengan menggunakan perangkat elektronik,

    mengevaluasi kesesuaian hasil dengan informasi klinik yang tersedia berkenaan

    dengan pasien dan melakukan delta checks dengan melihat riwayat hasil

    sebelumnya Hal utama yang harus diperhatikan yaitu nilai rujukkan yang

    dipergunakan harus sesuai untuk menentukan hasil abnormal sehingga dapat

    menemukan kelainan yang berarti.

  • 25

    SUMMARY

    Errors and variables in the preanalysis stage, analytic stage and post analytic

    stage can affect test results. The major purpose of performing analyte

    determinations in the clinical laboratory is to aid in the diagnosis and

    management of disease and in health assessment For evaluation of test results,

    the laboratory computer is an invaluable aid. Virtually all such systems perform

    daily checks for patient values that lie significantly outside of their established

    reference intervals, to interpreting abnormal values and discussion of the most

    common causes of such findings, so that the reader has a framework for

    interpreting abnormal values

    Thus patients with significant laboratory findings can be identified.

  • 26

    PUSTAKA ACUAN

    1. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Tentang Cara Penyelenggaraan Laboratorium Klinik Yang Baik. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2013.

    2. World Health Organization. Good Laboratory Practice. Edisi ke-2. Swiss. 2009.

    3. Sunheimer RL, Lifshitz MS, Threatte GA. Analysis: Clinical Laboratory Automation. Dalam Henrys clinical diagnosis and management by laboratory methods. Edisi ke-22. China.: Elsevier; 2011. h.64-72.

    4. Pincus MR, Abraham NZ. Interpreting Laboratory Results. Dalam Henrys clinical diagnosis and management by laboratory methods. Edisi ke-22. China.: Elsevier; 2011. h. 91-108

    5. Cuhadar, S. Preanalytical Variables and Factors that Interfere with The Biochemical Parameters: a review. OA Biotechnology, 2013. Jun 01;2(2):19.

    6. Sanford KW, McPherson AR. Preanalysis. Dalam Henrys clinical diagnosis and management by laboratory methods. Edisi ke-22. China.: Elsevier; 2011. h.24-36.

    7. Wirawan, R. Pemeriksaan laboratorium Hematologi. Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Badan Penerbit FKUI: Jakarta; 2011.

    8. Lestari, E., Kurnia SL, I.E. Pengelolaan Pra Analitik Laboratorium dalam Persiapan Penderita dan Pengambilan Bahan Pemeriksaan. Dalam: Budiwiyono, I., Triwardhani, R., Indrayani PS. Manajemen laboratorium Klinik Seri I, Pengelolaan Tahapan Pemeriksaan di Laboratorium Klinik. Bagian Patologi Klinik FK Undip/RSUP dr. Kariadi/PDS Patklin Cabang Semarang. Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2011. Hal 10-47.

    9. Kemenkes. Standar Prosedur Operasional Pemeriksaan Mikroskopis TB. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. 2012

    10. Ratri TS, M.R., Purwanto AP. Pelaksanaan Paska Analitik Dalam menunjang Sistem Informasi di Laboratorium Klinik Rumah Sakit. Dalam: Budiwiyono, I., Triwardhani, R., Indrayani PS. Manajemen laboratorium Klinik Seri I, Pengelolaan Tahapan Pemeriksaan di Laboratorium Klinik. Bagian Patologi Klinik FK Undip/RSUP dr. Kariadi/PDS Patklin Cabang Semarang. Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2011. Hal 48-63.

    11. Sunheimer RL Threatte GA, Pincus MR, Lifshitz MS. Analysis: Principles of Instrumentation. Dalam Henrys clinical diagnosis and management by laboratory methods. Edisi ke-22. China.: Elsevier; 2011. h.37-63.

    12. Sukorini, U., Rizki, M. Dasar-dasar Kontrol Kualitas Internal. Dalam: Sukorini, U., Nugroho, D.K., Rizki, M., Hendriawan PJ, B. Pemantapan

  • 27

    Mutu Internal Laboratorium Klinik. Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran UGM, 2010. Hal 13-38

    13. Barry, P.L. QC: The Leavy-Jennings Control Chart-Westgard QC. 2009. http:/www.westgard.com/lesson12.htm.

    14. Jhang JS, Sireci AN, Kratz A. Postanalysis: Medical Decision Making. Dalam Henrys clinical diagnosis and management by laboratory methods. Edisi ke-22. China.: Elsevier; 2011. h.80-90.

    1. Sardjono TW, Ismanoe G, Widjayanto E. Peran Laboratorium dalam Diagnosis dan Penatalaksanaan Kasus-Kasus Penyakit Tropik dan Infeksi. Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. XX, No. 1, April 2004