Evaluasi Bahaya Patahan Aktif

download Evaluasi Bahaya Patahan Aktif

of 33

Transcript of Evaluasi Bahaya Patahan Aktif

  • 8/9/2019 Evaluasi Bahaya Patahan Aktif

    1/33

    Evaluasi Bahaya Patahan Aktif, Tsunami dan Goncangan Gempa

    Danny Hilman NatawidjajaLARIBA (Laboratorium Riset Bencana Alam)

    Geoteknologi LIPI

    Abstrak

    Kepulauan Indonesia terletak diantara batas 4 lempeng tektonik besar sehingga merupakan wilayahyang sangat rawan bencana gempabumi. Evaluasi potensi bencana gempabumi membutuhkan datayang banyak dan seakurat mungkin dari individual sumber-sumber gempanya, yaitu zona bataslempeng dan patahan-patahan aktif pada intra-lempengnya. Data dan analisa yang dibutuhkanmencakup: peta patahan aktif dengan skala/ketelitian yang memadai, sejarah/rekaman kegempaan,laju pergerakan (sliprate) patahan, karakteristik magnitudo gempa, perioda ulang (reccurent interval),dan waktu gempa besar terakhir. Bahaya (hazards) yang dapat ditimbulkan oleh peristiwa gempadapat diklasifikasikan menjadi tiga macam/kelompok: (1) bahaya deformasi patahan dipermukaan

    (surface-rupture hazards), (2). Bahaya goncangan gempa (ground-motion hazards), (3) bahayaikutan (secondary hazards), yaitu gerakan tanah dan likuifaksi yang dipicu oleh getaran gempa, danterjadinya tsunami apabila sumber gempanya di bawah laut. Hambatan utama dalam evaluasibahaya gempa dan tsunami adalah keterbatasan data dari patahan aktif dan sumber gempa. Untukpeta patahan aktif malah belum ada petanya yang sudah dipublikasikan, kecuali sebatas petaberskala sangat kecil (regional) yang tentunya tidak dapat dipakai untuk analisis. Kelangkaan data inimenyebabkan mitigasi bahaya deformasi patahan aktif belum dapat dilakukan dan bahkan hampirtidak dikenal sama sekali di Indonesia. Analisis goncangan gempa dapat dilakukan dengan cara : (1)Analisis goncangan dari satu skenario sumber gempa, dan (2) Analisis goncangan dari gabungansemua sumber gempa memakai perhitungan probabilistik. Peta probabilistik goncangan gempa(probabilistic seismic hazard maps) untuk Indonesia memang sudah ada yang membuat tapi inputdata dari sumber gempanya sangat minim dan tidak jelas standar teknisnya atau hanya berdasarkandata rekaman seismik yang terbatas (i.e. background seismicity analysis). Program nasional yangharus dilakukan ke depan adalah rapid assessment untuk: (1) active fault mapping untuk seluruhwilayah Indonesia, (2) Memformulasikan data dan potensi sumber gempabumi, (3) Membuat/merevisipeta goncangan gempabumi Indonesia dengan standard mutu dan teknis yang lebih baik, (4)Membuat rencana jangka panjang untuk meneliti patahan aktif dan sumber-sumber gempa secarakomprehensif dan mikrozonasi gempabumi (analisa bahaya deformasi patahan, goncangan gempa,dan bahaya ikutan dalam skala detil/local). Dalam evaluasi bencana gempabumi perlu adakerjasama yang baik diantara para ahli geologi gempabumi, seismologi, dan teknik gempa(earthquake engineering).

    Kata Kunci: Tektonik, patahan aktif, parameter sumber gempabumi, bahaya gempabumi, bahayagoncangan gempabumi, bahaya perekahan patahan gempa, analisis dterministik, analisisprobabilistic

  • 8/9/2019 Evaluasi Bahaya Patahan Aktif

    2/33

    Active Fault, Tsunami, and Ground-motion Hazard Assesments

    Danny Hilman NatawidjajaLabEarth (Laboratory for Earth Hazards)

    Indonesian Institute of Sciences

    Abstract

    Indonesia Archipelago is loated on the boundaries of the four major plate tectonics, therefore is proneto earthquake hazards. Assesments of earthquake-disaster potential require comprehensive andaccurate data of individual earthquake source parameters, which are on inter-plate fauklts (majorplate boundaries) and on inra-plate active faults. Data and analysis include maps of active faults onan appropriate scale, historical notes and seismic records of past major earthquakes, Earthquakehazards can be classified into 3(three) categories: (1) Fault-rupture hazards, (2) Ground-motion

    hazards, (3). Secondary/triggered hazards: landslides and liquefactions, and tsunami if the source ison the bottom of the ocean. Main problem in earthquake hazard evaluations are lack of data of activefault and earthquake-source parameters. For active fault data, there is not even any published mapavailable, except on a very crude-regional scale, which can not be used for earthquake-hazardanalysis. This lack of available data made the fault-rupture hazards not even known to Indonesianpublic. Seismic hazard or more precisely ground-motion hazardscan be evaluated by two ways: (1).Ground-motion hazard analysis by using one earthquake-fault scenario, (2) Ground-motion hazardanalysis by combining all earthquake sources in the studied region with applying statistic-probabilisticprinciples. The probabilistic seismic(ground-motion) hazard maps (PSHA) for Indonesia have beenmade by several teams, but the problem is that the input seismic-source/active-fault data is verylimited and has no clear technical standard or, perhaps, just relying on back-ground seismic dataanalysis. For the future, the national program on rapid earthquake-hazard assessments has to belaunched, which include: (1) Active fault mapping for the entire Indonesian region, (2) Documentingand formulating data of earthquake-source parameters, (3) Constructing/revising the PSHA map forIndonesia on better quality and technical standards, (4) Implementing long-term research plan foractive faults and earthquake-source parameters as well as long-term planning for earthquakemicrozonation. Earthquake-hazard evaluations need good collaborations among earthquakegeologists, seismologists, and earthquake engineers.

    Key words: tectonics, active faults, earthquake-source parameters, earthquake hazards, ground-motion hazards, fault-rupture hazards, deterministic analysis, probabilistic analysis.

  • 8/9/2019 Evaluasi Bahaya Patahan Aktif

    3/33

    1. PENDAHULUANBusur Kepulauan Indonesia terletak pada batas pertemuan empat lempeng tektonik

    bumi yang sangat aktif, yaitu: lempeng Eurasia, Lempeng India dan Australia, dan LempengPacifik, karena itu merupakan wilayah sangat rawan terhadap bencana gempa-gempatektonik (Gbr. 1). Lempeng Lautan Hindia dan Australia bergerak ke Utara sekitar 50 70mm/tahun dan menunjam di bawah Palung laut dalam Sumatra Jawa sampai ke BaratPulau Timor di NTT [Bock, 2003] . Kemudian di sepanjang tepian Lempeng Kepulauan dariP. Timor ke arah Timur dan terus memutar ke Utara berlawanan arah jarum jam menujuwilayah perairan Maluku, Lempeng Benua Australia menabrak dengan kecepatan ~ 70mm/tahun. Jadi di wilayah ini yang terjadi bukan penunjaman lempeng lautan lagi tapi zonatumbukan lempeng benua terhadap lempeng Kepulauan. Di Utara Indonesia Timur,Lempeng Pacific menabrak sisi Utara Pulau Irian dan Pulau-pulau di Utara Maluku dengan

    kecepatan 120 mm/tahun, dua kali lipat lebih cepat dari kecepatan penunjaman Lempeng dibagian sisi Barat dan Selatan Indonesia. Tekanan dahsyat karena pergerakan dari empatlempeng besar bumi ini menyebabkan interior lempeng bumi dari Kepulauan Indonesiaterpecah-pecah menjadi bagian-bagian kecil kerak bumi yang bergerak antara satuterhadap lainnya yang dibatasi oleh patahan-patahan aktif. Kejadian gempabumi besar danmerusak umumnya terjadi pada wilayah di sepanjang pertemuan ke tiga lempeng besartersebut dan juga pada jalur patahan-patahan aktif yang terbentuk di bagian interiorlempeng kepulauan Indonesia. Sebagian sumber gempa bumi tersebut berada di bawahlaut sehingga berpotensi tsunami.

    Dari aspek tenaga tektonik jelas bahwa bagian Indonesia Timur mempunyai potensiancaman bencana gempabumi dua kali lipat dibandingkan dengan yang di bagian barat.

    Namun dari aspek kerentanan, bagian barat Indonesia (Sumatra dan Jawa) lebih rentanterhadap bencana gempabumi karena populasi penduduknya lebih padat daninfrastrukturnya lebih berkembang.

    Kecuali Sumatra, umumnya data sumber gempabumi baik pada zona utama bataslempeng-lempeng besar maupun di sepanjang patahan-patahan aktif di Indonesia sangatterbatas. Pengetahuan sumber gempa yang ada paling hanya sebatas pada pengetahuandasar dalam skala regional saja tanpa pengetahuan detil yang memadai, sehingga jauh darimencukupi untuk dapat diimplementasikan dalam usaha mitigasi bencana. Oleh karena ituperlu diadakan program nasional yang komprehensif terintregasi dan sistematis untukmelakukan studi dan pemetan detil dari sumber gempabumi dan juga potensi tsunami nya.

    Catatan sejarah dan rekaman alat menunjukan bahwa bencana gempabumi sudahsering terjadi di berbagai wilayah kepulauan Indonesia. Dalam kurun waktu 10 tahunterakhir bencana gempabumi besar yang terjadi diantaranya adalah: tahun 1992gempabumi-tsunami Flores menewaskan lebih dari 2.000 orang , tahun 1998 di Biak, IrianJaya yang menimbulkan gelombang tsunami yang menewaskan lebih dari 2000 orang, ,gempa-tsunami tahun 1994 di Liwa - Sumatera Selatan menewaskan lebih dari 200penduduk [Natawidjaja, 1994], gempabumi-tsunami tahun 1998 di wilayah utara PapuaNew-Guinea menewaskan sekitar 2000 orang, gempabumi tahun 2000 di Bengkulu[Abercrombie, 2002] dan tahun 2002 di Pulau Simelue menewaskan berpuluh-puluh

  • 8/9/2019 Evaluasi Bahaya Patahan Aktif

    4/33

    penduduk dan merusakkan banyak bangunan, kemudian yang sangat fenomenal adalahgempa-tsunami tahun 2004 di wilayah Aceh-Andaman yang menewaskan sekitar 300.000orang penduduk wilayah Aceh dan Laut Andaman [Meltzner, et al., 2005; Subarya, et al.,

    2006]. Bencana besar ini memicu kesadaran internasional akan perlunya mitigasi bencanaalam. Hanya 3(tiga) bulan setelah gempa Aceh, pada bulan Maret, 2005 terjadi lagi gempabesar di wilayah Nias-Simeue [Briggs, et al., 2006] yang goncangannya merobohkanbanyak rumah-rumah dan menewaskan lebih dari 1000 orang. Kemudian rentetangempabesar ini masih terus berlanut, pada tanggal 26 Juni, 2006 di Jogyakarta terjadigempabumi berkekuatan sedang tapi menewaskan lebih 6000 penduduk karena kepadatanpopulasi dan kualitas bangunan yang sangat buruk. Hanya satu bulan setelahnya,disambung lagi dengan gempa-tsunami di Pangandaran yang menyapu wilayah pesisirPangandaran sampai Cilacap dan merusakkan banyak rumah-rumah penduduk. Terakhirtahun 2007 terjadi lagi dua gempa besar secara beruntun pada tanggal 11 dan 12September di wilayah Bengkulu dan Kepulauan Mentawai yang juga menimbulkan banyakkerusakan dan korban manusia. Fakta ini menunjukan dengan jelas bahwa mitigasi dan

    penanggulangan bencana gempabumi di Indonesia sangat penting untuk dilakukan.

    Usaha mitigasi bencana gempabumi mencakup segala persiapan supaya apabilabencana gempabumi terjadi di suatu wilayah maka korban dan efek kerusakan yang terjadidapat dikurangi sekecil mungkin. Agar usaha ini berhasil dengan baik diperlukanpengetahuan yang sebaik-baiknya tentang potensi dan karakteristik sumber-sumbergempabumi di wilayah tersebut. Kemudian berdasarkan pengetahuan ini dapat dibuatprediksi dan skenario-skenario dari potensi bahaya dan risikonya.

    Analisis bahaya gempabumi harus dibuat dengan sebaik-baiknya dan memenuhistandar teknis yang dapat dipertanggungjawabkan karena keberhasilan perencanaan danpenanggulangan bencana akan sangat tergantung dari baik tidaknya peta-peta hasil analisis

    bahaya gempabumi tersebut.

    2. BAHAYA GEMPA BUMI

    Sumber gempabumi tektonik adalah pergerakan tiba-tiba pada bidang patahan aktifsebagai proses untuk melepaskan energi kinetik regangan yang terkumpul secara perlahan-lahan dalam jangka waktu lama. Pergerakan kulit bumi ini berhubungan denganpergerakan lempeng-lempeng bumi yang terus menerus akibat gaya-gaya tektonik global.Jadi sumber gempabumi adalah sebuah bidang, bukan titik.

    Skala gempabumi diukur dari kekuatan dan intensitasnya. Kekuatan ataumagnitudonya adalah skala gempa berdasarkan besarnya sumber gempa itu sendiri,sedangkan skala intensitas adalah skala untuk besarnya efek goncangan yang terjadi di

    suatu lokasi.

    Besarnya magnitudo gempa sebanding dengan luasnya bidang patahan yang pecahdan besarnya pergerakan yang terjadi. Artinya, makin besar kekuatan atau skalamagnitudo gempanya maka semakin besar pula dimensi sumber gempa (patahan aktif yangbergerak) nya, juga semakin besar pergerakan yang terjadi di sepanjang bidangpatahannya [Hanks and Kanamori, 1979]. Skala magnitudo yang pertama dipakai adalahSkala Richter. Itulah sebabnya masyarakat umumnya mengenal skala magnitudo gempasebagai Skala Richter (SR) meskipun sebenarnya skala magnitudo ini sudah sangat jarang

  • 8/9/2019 Evaluasi Bahaya Patahan Aktif

    5/33

    dipakai tapi diganti dengan skala lainnya yang lebih modern, seperti skala Ms dan Mw.Meskipun demikian berbagai macam skala ini tidak jauh berbeda besarannya untuk skalamagnitudo kurang dari 8, oleh karena itu untuk menyampaikan informasi besarnya kekuatan

    gempabumi kepada masyarakat umum masih sering menggunakan istilah SR, meskipunsebetulnya bukan, agar masyarakat tidak bingung dengan istilah yang masih asing.

    Hubungan antara skala magnitudo moment magnitude (Mw) dan dimensi patahanaktif dinyatakan oleh formula di bawah ini:

    Mw = 2/3 Log Mo 16.3 [Hanks and Kanamori, 1979]

    Mo (Seismic Moment) = * D * A , where:

    = shear modulus ( ~3*1010 Nm-2 ), D= average slip, A= rupture area

    A (rupture area) = L (length) * W (width)

    Hubungan antara beberapa skala magnitudo gempa dapat dihitung berdasarkanrumus-rumus empiris.

    Besaran intensitas gempa menyatakan besarnya guncangan yang terjadi ataudirasakan di suatu lokasi. Besarnya guncangan tanah ini sebanding dengan besarnyakekuatan sumber gempa dan jaraknya dari sumber gempa ke lokasi tersebut. Jadiwalaupun kekuatan sumber gempanya kecil tapi kalau letaknya dekat maka guncangannyaakan besar. Sebaliknya walaupun kekuatan sumber gempanya besar tapi kalau jaraknyajauh sekali maka guncangan yang dirasakan kecil karena proses penjalaran gempa sewaktumenempuh jarak tersebut secara umum akan membuat (amplitudo) gelombang gempamenjadi semakin kecil (i.e. proses peredaman/atenuasi gelombang). Besaran yang umumdipakai di Indonesia untuk menyatakan intensitas guncangan gempa secara kualitatif atauhanya berdasarkan pengamatan deskriptif adalah Skala Marcelli atau MMI (Modified MercaliScale) (Tabel 1). Untuk keperluan teknis biasanya yang dipakai adalah besaran akselerasitanah. Besaran ini bisa dihitung secara empiris atau analitis berdasarkan informasi sumbergempa dan kondisi geologinya juga bisa juga didapat dari pengukuran langsung oleh alatakselerogram (tipe seismometer khusus) yang terpasang di lokasi tersebut.

    2.1. Karakteristik Sumber Gempabumi

    Informasi yang diperlukan dari suatu sumber gempabumi adalah mencakup hal-halsebagai berikut:

    Posisi geografis dari bidang sumber gempa/ patahan aktif Mekanisme sumber gempa/patahan aktif Kekuatan sumber gempa karakteristik (skala Magnitudo)

    Tingkat keaktifan/ Laju pergerakan patahan (sliprate)

    Perioda ulang gempabumi karakteristik

    Kejadian gempa masa lalu termasuk kapan waktu gempa terakhir

  • 8/9/2019 Evaluasi Bahaya Patahan Aktif

    6/33

    Data patahan aktif dan sumber gempabumi ini dapat diperoleh dengan beberapametoda, yaitu: metoda geologi (pemetaan patahan aktif dan pengukuran laju pergerakandari pergeseran unsur alam), pengukuran laju pergerakan dengan GPS, analisis seismologi,

    analisis catatan sejarah gempa dan wilayah intensitasnya, studi paleoseismologi, dansurvey geologi dan geofisika bawah permukaan.

    2.2. Bahaya Gempabumi

    Bencana alam akibat gempa bumi umumnya dapat diklasifikasikan menjadi duamacam: (1) Bencana primer, (2) Bencana sekunder [Yeats, et al., 1997]. Bencana primeradalah efek langsung dari proses gempanya, yaitu (a) efek dari perekahan dan pergerakanpada patahan, (b) efek goncangan/getaran dari gelombang seismik yang menjalar darisumber gempa ke sekitarnya, (c) tsunami apabila terjadi di bawah laut. Bencana sekunderadalah bencana ikutan atau bencana alam yang dipicu oleh getaran gempabumi, yaituseperti kerusakan akibat gerakan tanah dan terjadinya likuifaksi. Sebagian ahli

    mengklasifikasikan tsunami sebagai bencana sekunder karena bukan langsung karenaproses gempanya tapi karena volume air yang didorong ke atas oleh proses gempa yangmengakibatkan pengangkatan dari dasar laut. Meskipun demikian yang penting adalahpengertian sekunder di sini tidak berarti bahwa bencananya lebih kecil dari yang primer tapimalah sering sebaliknya.

    2.2.1. Bahaya Deformasi Patahan Gempa

    Ketika terjadi gempabumi pada zona atau bidang patahan aktif yang pecah danbergerak maka tubuh tanah/batuan serta permukaan tanah pada dan di jalur patahangempanya akan bergerak secara instan. Besarnya pergerakan yang terjadi danluas/panjangnya zona patahan gempa sebanding dengan besar magnitudo gempanya. Jadimakin besar kekuatan gempanya akan semakin besar pula pergerakan dan luas wilayahnya.Rekahan tektonik di permukaan (i.e. fault surface ruptures) dan pergerakan tanah yangterjadi tentu berpotensi menimbulkan kerusakan kepada bangunan dan segala jenisinfrastruktur yang terletak di permukaan tanah yang sobek dan bergerak, terutama padabangunan dan konstruksi yang di bangun persis pada jalur patahan gempa dipermukaannya (Gbr. 2). Oleh karena itu bangunan dan konstruksi yang didirikan persis diatas jalur patahan gempa tidak hanya akan mendapat efek guncangan tanah paling keras(i.e. karena jarak sumbernya 0) tapi juga terkena efek perekahan dan pergerakan tektonikketika gempa terjadi.

    Prinsip umum cara mitigasi ancaman sobekan patahan aktif adalah denganmenghindari pembangunan rumah-rumah, gedung-gedung, dan infrastruktur lain di atas jalur patahan aktif di permukaan tanahnya karena secara teknis sangat sukar (dan mahal)

    untuk mendesain struktur bangunan yang akan tahan kalau terjadi perekahan danpergerakan tanah. Apabila lokasi tepat dari jalur patahan aktif ini sudah diketahui makarisiko bencana dari sobekanpatahan gempa ini mudah untuk dihindari.

    Bahaya lain dari deformasi patahan aktif berupa gerakan perlahan-lahan daripatahan atau rayapan tektonik (fault creeps). Rayapan tektonik terjadi pada segmenpatahan aktif yang bersifat dominant aseismik, yaitu karena coefficient friction pada bidangpatahannya sangat rendah sehingga pergerakan tektoniknya diakomodasi dengan

  • 8/9/2019 Evaluasi Bahaya Patahan Aktif

    7/33

  • 8/9/2019 Evaluasi Bahaya Patahan Aktif

    8/33

    Oleh karena itu untuk keperluan membuat analisis bahaya goncangan gempabumi(PSHA) tentu tidak akan terlepas dari banyak menggunakan asumsi-asumsi untuk inputdata sumber gempabuminya. Agar hasilnya masih tetap dapat dipertanggungjawabkan

    maka asumsi-asumsi yang dibuat harus benar-benar berdasarkan pengetahuan danpertimbangan ahli yang sebaik-baiknya. Namun tetap harus diingat bahwa walaupunasumsi-asumsi ini tetap saja bukan berdasarkan fakta sebenarnya oleh karena itu dalampeta dan laporan penggunaan asumsi-asumsi karena ketidaktersediaan data harusdijelaskan secukupnya sehingga apabila sudah ada data baru dikemudian hari maka hasilanalisis dan petanya ini harus direvisi.

    Untuk keperluan jangka panjang diperlukan banyak penelitian gempabumi, terutamayang berkaitan langsung untuk input analisis bahaya gempabumi. Disamping itupengetahuan tentang tiap-tiap individual patahan aktif/sumber gempabumi tidak kalahpentingnya dari hanya sekedar membuat peta goncangan gempabumi (PSHA).Pengetahuan detil dari patahan aktif/sumber gempabumi dan diseminasinya yang baik

    kepada masyarakat akan sangat membantu agar masyarakat menjadi lebih peduli akanmitigasi bencana gempabumi.

    2.3.2. Ketersediaan Peta Bencana Gempabumi

    Sebelum keluarnya UU Tentang Kebencanaan April 2007 mitigasi bencana alambelum menjadi suatu keharusan dalam kehidupan masyarakat dan penyelenggarakanpembangunan sehingga usaha dalam membuat peta-peta ancaman bencana alam belumdilakukan secara serius dan benar-benar dapat dipertanggungjawabkan karena memangpeta-peta tersebut kebanyakan masih belum banyak dipakai. Oleh karena itu tidak herankalau peta-peta yang tersedia sekarang masih minim dan belum ada standar mutunya.

    Solusi

    Langkah pertama yang harus dilakukan dan sudah dimulai dilakukan dalammembuat pedoman ini adalah dengan menginventarisasi semua peta-peta tentang bencanagempabumi yang sudah dibuat oleh berbagai pihak/instansi. Kemudian dibuat evaluasikelayakan dari peta-peta tersebut berdasarkan standar yang disyaratkan dalam pedoman ini.Setelah itu baru dapat membuat rencana tentang bagaimana memenuhi kebutuhan peta-peta yang belum ada untuk usaha mitigasi bencana ke depan.

    2.3.3. Keterbatasan Pemahaman Gempabumi dan Mitigasi Bencananya

    Permasalahan

    Sebelum kejadian gempa-tsunami Aceh-Andaman tahun 2004 masih sedikit

    masyarakat umum yang peduli dan tahu tentang gempabumi dan tsunami, termasuk paraeksekutif dan praktisi pembangunan. Ketidakpedulian dan ketidaktahuan ini bukan hal yanganeh tapi memang sudah dapat diduga karena baik pendidikan formal ataupun pendidikanumum melalui mass media sangat sedikit memberi pengetahuan tentang gempabumi danpotensi bencananya. Hal ini tentu saja merupakan hal yang sangat menghambat usahamitigasi bencana.

    Solusi

  • 8/9/2019 Evaluasi Bahaya Patahan Aktif

    9/33

    Untuk rencana jangka pendek-menengah perlu diadakan banyak kursuis-kursus,seminar-seminar tentang kebencanaan termasuk gempabumi untuk para eksekutif, staf ahlipemerintah dan para praktisi pembangunan. Untuk jangka panjang pengetahuan tentang

    bencana alam termasuk gempabumi perlu diajarkan di pendidikan formal sejak tingkatsekolah dasar.

    3. METODA ANALISIS BAHAYA GEMPABUMI

    Analisis ancaman gempabumi harus mencakup dua hal:

    identifikasi dan pemetaan patahan aktif dan zoning untuk menghindariancaman rekahan gempabumi

    analisis goncangan tanah karena gempabumi baik dari satu sumberpatahan gempa (metoda deterministik) atau dari banyak gempa denganmetoda probabilistik.

    3.1. Pemetaan Patahan Aktif/Gempa

    Yang dimaksud dengan patahan aktifadalah patahan yang mempunyai sejarah atauindikasi pergerakan dalam kurun 11.000 tahun terakhir(Zaman Holosen) [California-Geological-Survey, 2007]). Apabila ada indikasi pergerakan pada waktu yang lebih tuasampai dengan sekitar 1.6 juta tahun lalu (Zaman Kuarter) maka patahan tersebutdiklasifikasikan sebagai patahan yang berpotensi aktif(Table 2).

    Peta patahan aktif adalah peta garis/jejak pertemuan dari bidang patahan aktifdengan permukaan bumi. Kenampakan patahan di permukaan dapat diidentifikasi dariberbagai macam bentukan morfologi alam (i.e. morfotektonik) sebagai hasil dari interaksi

    antara proses pergerakan pada patahan dan proses-proses alam di permukaan bumi.Metoda pembantu lain dalam identifikasi dan pemetaan patahan aktif termasuk: (1) Datageologi dan geofisika bawah permukaan, (2) Indikasi dari keberadaan dan keaktifanpatahan dari data catatan sejarah, (3) Data seismik, dan (4) data pergerakan tektonik mukabumi (dari rekaman GPS)

    Pemetaan patahan aktif memerlukan keahlian khusus untukmelakukannya [Yeats, etal., 1997]. Biasanya dilakukan oleh seorang ahli geologi yang mendapat training khususuntuk pemetaan patahan aktif. Perlu diketahui bahwa peta patahan aktif yang dimaksudtidak sama dengan garis-garis patahan yang ada di peta-peta geologi umum. Peta patahanyang dimuat pada peta geologi biasanya adalah identifikasi/interpretasi umum dari semuabidang patahan dari berbagai umur geologi, baik yang sudah mati berjuta-puluh juta tahun

    lamanya atau mungkin juga termasuk yang masih aktif sekarang. Prinsip dan metoda yangdipakai dalam penarikan garis-garis patahan tersebut sangat berbeda dengan pemetaanpatahan aktif.

    3.1.1. Pemetaan Patahan Gempabumi di Daratan

    Di wilayah daratan jalur gempabumi atau jalur patahan aktif dapat diidentifikasi dariberbagai fenomena bentang alam akibat adanya jalur patahan aktif di permukaan bumiserta proses-proses alam yang menyertainya (Gambar 3) , yaitu antara lain:

  • 8/9/2019 Evaluasi Bahaya Patahan Aktif

    10/33

    o Kenampakan kelurusan unsur morfologi dari jalur patahan dipermukaan bumi

    o Bentukan bentang alam lain yang mencerminkan pergerakan patahanaktif, seperti gawir-gawir patahan atau zona tekuk lereng yang terjal disepanjang pertemuan bidang patahan dan permukaan bumi.

    o Perpindahan alur sungai (i.e. stream offset) karena pergerakanpatahan yang memotong alur sungai-sungai tersebut

    o Adanya bukit-bukit memanjang di sebelah jalur patahan

    o Terbentuknya danau-danau karena proses pergerakan diantara duasegmen jalur patahan.

    o

    Zona rekahan tektonik yang terbentuk ketika terjadi gempabumi

    Untuk memetakan patahan gempa/aktif di daratan diperlukan peta dasar rupabumiberupa topografi, foto udara, atau/dan citra landsat dengan skala/ketelitian yang memadai.Artinya skala/ketelitian peta dasar ini harus cukup untuk dapat memperlihatkan satuanmorfotektonik sehingga dapat dipakai untuk melacak garis patahan-nya. Umumnya skalapeta rupabumi yang dipakai adalah 1:50.000 atau lebih besar atau memakai foto udaraskala 1:100.000 atau lebih teliti, atau peta DEM dengan grid sekurang-kurangnya 90 meter,atau citra satelit dengan ketelitian 30 meter/pixel. Prinsipnya, semakin teliti peta dasarnyamaka akan semakin banyak atau jelas kenampakan morfotektonik dari patahan yang akandipetakan, dan hasilnya tentu akan lebih baik dan akurat.

    Pemetaan patahan aktif harus dilakukan dengan seteliti dan seakurat mungkin baikdalam hal pengerjaannya maupun untuk penyajiannya. Garis patahan hanya dapat diplotdalam peta kalau memang nampak bukti fenomena (bentang) alamnya. Tingkat keyakinanlokasi garis patahan harus tercermin dalam penyajiannya, misalnya: garis penuh apabilabuktinya jelas, garis putus-putus apabila buktinya kurang kuat, atau garis titik-titik apabilapemeta berpendapat bahwa garis patahannya melewati suatu wilayah tapi tidak nampakfenomena morfotektoniknya karena tertutup oleh endapan/sedimen muda atau jugamungkin karena peta rupabumi yang dipakai kurang teliti. Ketelitian ini perlu karena setiapgaris yang ditarik akan dipakai untuk menentukan wilayah yang terancam bencanagempabumi. Garis-garis patahan ini juga dipakai untuk analisis segmentasi patahan,termasuk menentukan berapa kekuatan gempabumi yang dapat terjadi di wilayah yangbersangkutan.

    Seringkali juga untuk menentukan lokasi persisnya dari patahan aktif dipermukaanini tidak bisa dilhat atau tidak cukup hanya dari bentang alam dan geologi tapi harus dibantuoleh survey geofisika bawah permukaan, seperti dengan metoda : seismik refleksi resolusitingi, seismk refraksi, georadar, dan metoda lainnya.

    Lokasi persisnya dari patahan aktif paling mudah dipetakan ketika setelah terjadigempabumi pada lokasi tersebut. Oleh karena itu sangat penting untuk melakukan surveypemetaan detil rekahan-rekahan patahan ini setelah terjadi gempabumi. Hasil pemetaan

  • 8/9/2019 Evaluasi Bahaya Patahan Aktif

    11/33

    rekahan patahan pasca gempabumi ini akan sangat berguna untuk: (1) evaluasi kerusakanyang diakibat oleh gempa tersebut, (2) merevisi peta ancaman dan risiko bencanagempabumi untuk usaha mitigasi bencana ke depan, dan (3)merencanakan rehabilitasi dan

    rekonstruksi dari wilayah yang terkena bencana.

    Umumnya sewaktu gempabumi terjadi ada dua macam rekahan tanah yangterbentuk, yaitu: rekahan patahan seperti yang dimaksud di atas, dan rekahan tanah akibatgerakan tanah (terganggunya kestabilan lereng). Pemetaan rekahan gempa ini hanyadapat dilakukan oleh seorang ahli geologi yang sudah mendapat training khusus dalamkeahlian ini agar dapat membedakan dua macam jenis rekahan tersebut dan jugamemenuhi aspek-aspek teknis yang diperlukan dalam pemetaan ini. Survey pemetaan inidapat dan bahkan sebaiknya dilakukan berbarengan dengan survey untukpemeatan/dokumentasi kerusakan-kerusakan yang terjadi.

    3.1.2. Pemetaan Patahan Gempabumi di Bawah Laut

    Identifikasi patahan aktif atau sumber gempabumi di bawah laut tentu lebih sukardaripada yang di daratan karena kenampakan bentuk-bentuk permukaan yangberhubungan dengan jalur patahan tersebut ada di bawah air. Oleh karena itu, untukidentifikasinya diperlukan pemetaan jalur patahan aktif berdasarkan peta bathimetri yangcukup detil.

    Cara lain untuk mengidentifikasi dan memetakan sumber gempabumi di bawah lautadalah dari proses pengangkatan dan penurunan muka bumi yang terjadi karena prosesdeformasi perlahan-lahan diantara gempa besar dan proses pengangkatan dan penurunanyang tiba-tiba ketika terjadi gempa-gempa besar [Natawidjaja, et al., 2007a; Natawidjaja, etal., 2006; Natawidjaja, et al., 2004; Natawidjaja, et al., 2007b]. Misalnya khusus untuksumber gempabumi dari zona subduksi lempeng di barat Sumatra, atau dikenal sebagai

    gempa megathrust (i.e. patahan naik besar yang berkemiringan bidang landai) gejala naikturunnya muka bumi ini dapat diamati dari bentang alam yang mencerminkan turun naiknyapulau-pulau Mentawai, Batu, Nias, dan Simelue. Metoda lebih spesifik lagi yang bisadipakai adalah dengan mempergunakan terumbu karang jenis mikroatol (Gbr.4 dan 5)

    Metoda yang juga umum dipakai dalam analisis sumber gempa di bawah laut iniadalah dengan melakukan studi survey-survey kelautan untuk membuat bathimetri detil dansekaligus juga membuat survey seismik bawah permukaan laut untuk memetakan adanyastruktur-struktur patahan aktif di bawah dasar laut.

    3.2. Evaluasi Patahan Gempa

    3.2.1. Analisis Segmentasi Patahan gempa

    Kekuatan gempabumi yang dapat terjadi di sepanjang suatu jalur patahan aktiftergantung dari diskontinuitas jalur tersebut. Peta suatu sistem patahan aktif biasanya tidaksatu garis menerus melainkan banyak garis yang terputus-putus di sepanjang jalur patahantersebut [Natawidjaja and Triyoso, 2007a]. Adanya Diskontinuitas ini membuat satu jalurpatahan terbagi-bagi menjadi banyak segmen patahan. Suatu kejadian gempabumi akanmeretakan dan menggerakan satu bagian dari jalur patahan. Proses peretakan patahangempa ini akan dibatasi/dikontrol oleh diskontinuitas fisik pada jalur patahan tersebut selain

  • 8/9/2019 Evaluasi Bahaya Patahan Aktif

    12/33

    oleh faktor dinamika pada bidang patahannya. Tentu hanya diskontinuitas struktur yangcukup besar saja yang dapat menahan lajunya peretakan patahan gempa ini.

    Yang dimaksudkan dengan analisis segmentasi patahan gempa adalah membagi-bagi suatu jalur patahan aktif menjadi beberapa bagian atau segmen-segmen yangdianggap mewakili kekuatan (skala magnitudo) maximum dari karakteristik gempa-gempayang dapat terjadi di sepanjang jalur patahan tersebut. Jelas bahwa untuk dapat melakukananalisis segmentasi terlebih dahulu harus sudah ada peta patahan aktif-nya. Besarnyamagnitudo gempa maximum yang dapat terjadi pada suatu segmen patahan sebandingdengan panjang dari segmen patahan terkait (Gbr.6).

    3.2.2. Analisis Sejarah Kegempaan

    Fakta yang paling jelas adalah dari catatan sejarah gempabumi dari suatu wilayahtertentu [Natawidjaja, et al., 1995]. Prinsipnya, apabila pernah terjadi kejadian gempa besaryang merusak disuatu lokasi atau wilayah baik satu kali atau sudah beberapa kali, makadapat dipastikan bahwa wilayah tersebut rawan terhadap gempabumi yang paling tidakberkekuatan sama dengan yang pernah terjadi. Artinya, wilayah tersebut harus siapmenghadapi kejadian gempabumi serupa atau lebih besar di masa datang karena setiapkejadian gempabumi pasti berhubungan dengan adanya patahan aktif pada atau disekitarwilayah tersebut, dan proses gempabumi dengan skala magnitudo tertentu mempunyaisiklus, atau akan selalu berulang dengan kisaran perioda ulang tertentu.

    Kelemahan dari cara identifikasi ini adalah karena umumnya catatan sejarah ituterbatas hanya sampai 100 300 tahun lalu, padahal perioda ulang gempa bisa lebih dari300 tahun, bahkan ribuan tahun. Dengan kata lain apabila tidak ada catatan sejarahtentang kejadian gempabesar di suatu wilayah tidak berarti bahwa wilayah tersebut tidakberpotensi gempabumi.

    Kekuatan (magnitudo) dan lokasi geografis dari sumbergempa yang pernah terjadidapat diselidiki dari catatan sejarah mengenai penyebaran geografis dari intensitaskerusakan yang terjadi. Hasil analisis perkiraan skala kekuatan gempa berdasarkanmetoda ini tentu saja sangat bergantung pada seberapa banyak data dan juga kualitas daridata intensitas kerusakan yang tercatat dalam sejarah atau laporan-laporan kuno tersebut.

    Data spatial tentang kejadian gempa dan intensitas/kerusakan yang terjadi di masalampau dapat dianalisis dalam hubungannya dengan keberadaan patahan aktif di lokasiyang sama. Jadi data sejarah gempabumi ini dapat dipakai untuk melacak keberadaanpatahan aktif yang belum diketahui atau juga untuk analisis potensi kegempaan dari suatu jalur patahan aktif yang sudah terpetakan. Dari hubungan spatial dari data kerusakan

    gempa dengan peta patahan aktif dapat diperkirakan bagian mana dari jalur patahantersebut yang menjadi sumber gempanya atau yang bergerak ketika kejadian gempatersebut. Apabila magnitudo gempanya diketahui (misalnya dari rekaman seismometer)maka informasi ini dapat dipakai untuk memperkirakan berapa panjang patahan yangbergerak. Jadi data kejadian gempa di masa lalu akan membantu analisis segmentasipatahan dan penentuan besar magnitudo maximum gempa yang dapat terjadi.

    Data sejarah kegempaan juga sangat penting untuk mengetahui status potensigempa dari suatu segmen patahan. Apabila gempa terakhir pada suatu segmen patahan

  • 8/9/2019 Evaluasi Bahaya Patahan Aktif

    13/33

    diketahui maka dapat dihitung berapa besar energi gempa yang sudah terakumulasi lagipada patahan tersebut. Rentang waktu antara gempa terakhir dan waktu sekarang disebutsebagai ellapsed time atau rentang waktu akumulasi energi gempa. Apabila diketahui laju

    akumulasi gempanya atau laju pergerakan patahannya, maka dapat dihitung sudah berapabanyak energi gempa yang sudah terakumulasi.

    3.2.3. Analisis seismologi

    Data rekaman seismik dari jaringan seismometer menunjukkan tidak hanya kapangempa besar pernah terjadi tapi juga memberikan data kuantitatif yang lebih pasti tentanglokasi geografis dari sumber gempa (patahan aktif)nya serta berapa magnitudo gempanya.Keterbatasannya adalah masa rekaman seismik ini untuk indonesia baru ada sejak awalAbad 20 (dari jaringan seismik dunia), dan yang sudah baik data rekamannya baru sejaktahun 1960-an. Umumnya data seismik dari gempabumi yang lebih tua dari tahun 1960kurang baik sehingga perlu analisis yang khusus dari data seismogram tua (yang umumnyamasih analog belum digital) agar data gempanya menjadi dapat cukup dipercaya.

    Metoda seismologi lainnya untuk meneliti keaktifan serta karakteristik suatu segmengempabumi adalah dengan menempatkan jaringan seismik yang cukup rapat pada wilayahtersebut untuk merekam mikroseismisitasnya. Cara ini juga berguna untuk mengidentifikasilokasi jalur gempa apabila patahan ini tidak bisa diidentifikasi dari kenampakanmorfotektoniknya. Data seismik di sepanjang patahan juga bisa membantu analisissegmentasi patahan gempa.

    3.2.4. Studi Paleoseismologi

    Catatan sejarah gempa masa lalu umumnya sangat terbatas dan tidak komplit jugarekaman data seismometer terbatas. Cara lain untuk mendapatkan data tentang kejadian

    gempa di masa lalu adalah dengan melakukan studi paleoseismologi [McCalpin, 1996;Yeats, et al., 1997], yaitu dengan membuat paritan pada jalur patahan untuk meneliti bukti-bukti pergerakan patahan yang terekam pada stratigrafi lapisan-lapisan tanah. Prinsipumumnya kejadian gempabumi di masa lalu akan meretakkan tanah dan mendeformasipermukaan tanah pada masa itu. Dengan melakukan analisis struktur patahan danstratigrafi, termasuk menentukan umur permukaan tanah purba (paleosoil) yang dapatdiidentifikasi maka dapat direkonstruksi kejadian gempa-gempa di masa lalu tersebutsampai ratusan bahkan ribuan tahun ke belakang. Dari studi ini dapat diketahui sudahberapa kali gempabumi yang terjadi dalam kurun waktu tertentu termasuk kapangempabumi yang terakhir terjadi. Kemudian dapat diperkirakan rata-rata perioda ulangnyadan potensi gempabumi ke depan.

    3.2.5. Analisis Tingkat Keaktifan/Laju PergerakanSalah satu bagian penting dari pemetaan patahan aktif adalah juga memperkirakan

    tingkat keaktifannya. Bentang morfologi alam disepanjang jalur patahan dipengaruhikompetisi dari dua faktor utama, yaitu: struktur dan pergerakan patahan aktif (proseskonstruktif) dan proses erosi (proses destruktif). Semakin cepat (aktif) pergerakanpatahannya maka akan semakin terlihat elemen-elemen morfotektoniknya dan sebaliknya.Jadi apabila laju pergerakan patahannya lambat (kurang aktif) sehingga proses erosimenjadi lebih dominan maka morfotektonik ini tidak akan terbentuk dan jejak patahan aktif

  • 8/9/2019 Evaluasi Bahaya Patahan Aktif

    14/33

    ini tidak bisa terlihat dari hanya berdasarkan analisis bentang alam. Cara yang lebihkuanitatif dalam menentukan keaktifan patahan adalah dengan mengukur laju pergerakanya.

    Cara GeologiLaju pergerakan patahan dapat dihitung dari besarnya pergeseran elemen geologi

    dan elemen-elemen bentang alam disepanjang patahan tersebut, khususnya pergeseranaliran-aliran sungainya. Kemudian aliran-aliran sungai tersebut dianalisis umurnya,umumnya dengan metoda penentuan umur absolut radiocarbon. Laju pergerakan dihitungdari membagi besarnya pergeseran aliran sungai dengan umur aliran sungai.

    Metoda GPS

    Pergerakan disekitar/sepanjang jalur paahan aktif juga dapat diamati oleh jaringanGPS yang ditempatkan sedemikian rupa di sekitar jalur patahan.

    Jaringan GPS dapat merekam pergerakan tektonik ang perlahan-lahan tapi terusmenerus pada perioda di antara gempa besar, juga dapat merekam pergerakan besar dantiba-tiba yang terjadi ketika gempa.

    Metoda Seismologi

    Tingkat keaktifan patahan gempa dapat juga dievaluasi berdasarkan data seismik,yaitu dengan menghitung besarnya energi gempabumi yang dilepaskan dalam kurun waktutertentu. Kemudian, kecepatan pelepasan energi gempabumi tersebut bisa dihitung(i.e. moment rate analysis).

    3.2.6. Analisis Kekuatan Gempa dan Perioda Ulangnya

    Konsep dasar yang biasa digunakan dalam analisis ancaman bencana gempabumiadalah konsep gempa karakteristik, yaitu mangasumsikan bahwa setiap sumber gempa /segmen patahan tertentu selalu menghasikan gempabumi dengan magnitudo tertentu.Gempa karakteristik bisa diambil dari data gempabesar masa lalu atau dari magnitudomaximum yang dapat dihasilkan oleh sumber gempa/segmen patahannya (i.e. MCE =Maximum Credibel Earthquake). Konsep ini umum dipakai dala evaluasi bahaya seismik.

    Kemudian, apabila laju pergerakan atau moment rate patahannya diketahui, makaperioda ulang gempa karakteristiknya dapat dihitung.

    3.3. Zoning Bahaya Deformasi Patahan Aktif

    Zoning bahaya deformasi patahan aktif hanya dapat dilakukan apabila peta patahanaktifnya sudah tersedia. Ketelitian menentukan zoning dari zona rawan deformasi patahantergantung dari ketelitian peta patahan aktifnya. Apabila patahan aktif tersebut sudahdipetakan dengan cukup akurat dan detil,misalnya pada skala ketelitian 1:10.000, sehinggalokasi garis patahan di permukaan tanahnya sudah dapat dipastikan, maka untukmenghindari bencana akibat deformasi patahannya cukup membuat set-back sekitar 20meter di kanan kiri garis patahan tersebut [California-Geological-Survey, 2007]. Meskipundemikian perlu diketahui bahwa selain jalur utama garis patahan juga mungkin ada struktursekunder berupa patahan dan lipatan di sekitarnya yang juga perlu diperhitungkan.

  • 8/9/2019 Evaluasi Bahaya Patahan Aktif

    15/33

    Jejak patahan aktif mempunyai tingkat kompleksitas yang berbeda-beda. Umumnyarekahan suatu segmen patahan aktif berupa satu jalur yang mempunyai lebar beberapapuluh sentimeter sampai beberapa meter. Namun adakalanya terdiri dari banyak jalur

    rekahan yang (sub) paralel dan membentuk zona rekahan kompleks yang lebarnya sampaipuluhan bahkan ratusan hingga ribuan meter. Apabila patahan aktif nya merupakan rekahanyang komplek maka deliniasi wilayah rentan deformasi patahan aktifnya harus disesuaikandengan kompleksitas strukturnya.

    Selain rekahan patahan yang terjadi sewaktu gempa, bahaya lain dari deformasipatahan aktif adalah peristiwa pengangkatan dan penurunan permukaan tanah akibatdeformasi tektonik ketika gempabumi.

    3.4. Evaluasi Bahaya Goncangan Gempabumi (Ground-motion HazardAssessments)

    Estimasi goncangan tanah dapat dihitung dengan dua metoda [Prevention-NIED,2008], yaitu berdasarkan : (1) satu skenario sumber gempa bumi (metoda deterministik),dan (2) Multi sumber yang dijumlahkan potensinya dengan metoda statistik-probabilistik.Metoda pertama sangat berguna untuk estimasi kisaran besar goncangan gempa dalamhubungannya dengan kekuatan struktur/bangunan. Metoda kedua (probabilistik) bergunauntuk menyesuaikan tingkat bahaya goncangan gempa dengan masa pakai daribangunan/konstruksi tertentu.

    Secara sederhana besaran goncangan gempa dapat dihitung sebagai berikut:Akselerasi gempa ~ Besar dimensi atau magnitudo sumber gempa /jarak sumber ke lokasi *

    attenuasi penjalaran gelombang gempa. Jadi besar goncangan gempa berbanding lurus

    dengan besar sumber gempa (magnitudo) dan berbanding terbalik dengan jarak gempa

    (makin jauh/besar akan makin kecil). Kemudian peredaman atau amplifikasi darigelombang gempa ditentukan oleh banyak faktor seperti kondisi geologi/tanah, konfigurasi

    struktur bawah permukaan dan lain lain. Besar goncangan ini bisa dihitung dengan rumusempiris, bisa juga dievaluasi secara lebih kuantitatif dengan simulasi komputermemperhitungkan banyak parameter.

    Baik dengan metoda deterministik ataupun probabilistik, input data yangkomprehensif dan akurat dari patahan aktif dan parameter-parameter sumber gempanyamerupakan hal yang sangat esensial (Gbr.6). Semua input data patahan aktif dn parametersumber gempanya harus ada keterangan dan verivikasinya yang memadai. Termasukdijelaskan apakah memakai data primer atau sekunder. Untuk data sekunder harus adaketerangan rujukan yang jelas disertai uraian dari kualitas data yang dipakai.

    3.4.1. Analisis Goncangan Gempa dari Satu Skenario Sumber Gempa

    Analisis ini memperhitungkan kemungkinan kisaran besar goncangan gempabumidalam satuan Peak Ground Acceleration (PGA) atau besar pergeseran (displacement) padalokasi tertentu akibat kejadian skenario gempabumi tertentu di wilayah sekitarnya. Untukestimasi besar goncangan dapat dilakukan dengan dua cara:

  • 8/9/2019 Evaluasi Bahaya Patahan Aktif

    16/33

    Cara perkiraan umum dengan memakai rumus empiris dari atenuasigelombang gempabumi

    Cara analisis detil dengan simulasi penjalaran gelombang gempa darisumber ke lokasi

    Keakuratan hasil perhitungan goncangan gempa dari dua metoda ini tentutergantung dari baiknya penentuan skenario sumber gempabuminya. Apabila dipakaimetoda empiris maka rumus atenuasi gelombang gempa yang dipakai harus sesuai dengankondisi geologi dan tektonik dari wilayah yang dianalisisnya. Untuk analisis detil diperlukandata geologi bawah dan dekat permukaan yang memadai. Selain itu analisis inimemerlukan pengetahuan dan keahlian di bidang seismologi yang cukup mendalam.

    Analisis satu scenario gempabumi umumnya dilakukan secara deterministik.Metoda deterministic hanya memperhitungkan kemungkinan terburuk yang kredibel(credible worst-case scenario). Metoda ini lebih gampang dilakukan karena tidak

    membutuhkan data sumber yang detil, seperti: data laju pergerakan patahan (fault sliprate),perioda ulang (reccurent interval), dan informasi waktu terjadi gempa besar terakhir.Meskipun demikian analisis skenarion gempa ini bisa juga dilakukan dengan memasukanperhitungan probabilistik.

    Gambar 7 memperlihatkan contoh hasil perhitungan goncangan gempabumi darisatu sumber gempa (satu segmen patahan aktif). Pada studi ini dipakai rumus empiris dariattenuasi gempa dari Fukushima dan Tanaka [1990], sbb:

    1.30R0.0034-)0.032.10(Rlog-0.41MAlog w0.41M

    10w10 ++= [Fukushima and Tanaka, 1990]

    dimana, A = rata-rata ground peak acceleration-PGA (cm.sec-2); R = jarak terdekat dari lokasi ke sumber gempa

    (km); Mw = skala magnitudo momen.

    3.4.2. Probabilistic Seismic/Ground-motion Hazard Evaluation (PSHA)

    . Untuk melakukan analisa PSHA diperlukan data gempa yang lebih komprehensif[McGuire, 2004]. Kita tidak hanya harus tahu berapa besar kekuatan maksimalnya di setiapsumber gempa atau setiap segmen patahan, tapi juga mengetahui kapan gempa yangterakhir dan berapa lama perioda/frekuensi alamiah dari kejadian gempanya. Kemudiandalam menghitung prediksi besar goncangan di satu lokasi, kita bukan menghitung besargoncangan dari satu kejadian gempa, tapi menjumlahkan besar goncangan yang terjadi darisemua sumber gempabumi di sekitar lokasi (biasanya diambil radius ~ 500km). Dalammetoda probabilistik biasanya efek gempa ini (dalam satuan akselerasi/gal/mgal) dihitunguntuk besar nilai goncangan dalam setiap tahunnya. Kemudian untuk menentukan

    besarnya jumlah goncangan yang terjadi maka diambil return period tertentu, biasanyadiambil untuk 500 tahun. Return period Ini bukan parameter gempa (i.e. tidak samadengan reccurent interval) tapi hanya ditentukan secara teknis. Jadi prinsipnya, jumlahnilai goncangan yang didapat adalah perkalian antara return period dengan nilai goncangan(PGA)/tahun.

    Gambar 8 memperlihatkan contoh hasil analisa PSHA yang dilakukan oleh Petersenet a l[2004]untuk Sumatra. Perioda ulang (return period) yang diambil adalah untuk 500

  • 8/9/2019 Evaluasi Bahaya Patahan Aktif

    17/33

    tahun, atau sama dengan untuk 10% kemungkinan terlampaui nilai goncangan tersebutdalam waktu 50 tahun (artinya 90% kemungkinannya tidak terjadi)

    Kemungkinan terjadinya PGA udi suatu lokasi karena satu kejadian gempa dari satusel ktertentu dalam distribusi Poissondiberikan oleh persamaan di bawah ini:

    )))D,m(u(v(k0k0

    k0ie1))D,m(u(mP)uP(u == 1

    dimana Pk (m m (uo, Dk))adalah kemungkinan terjadinya gempa tersebut dalam satu tahun.kth sel, m (uo, Dk) adalah magnitude gempa dalam sumber k

    th yang akan menghasilkan PGAsebesar uo atau lebih besar di lokasi tersebut dan Dk adalah jarak dari lokasi ke sel sumber.Fungsi m (uo, Dk) adalah fungsi atenuasi gelombang gempa.

    Distribusi kemungkinan-probabilitas dari PGA di lokasi/wilayah dapat ditentukandengan mengintegrasikan pengaruh dari seluruh sel-sel sumber gempa di sekitarnya,

    seperti yang diperlihatkan oleh persamaan di bawah:

    = ))u(uP(11)uP(u 0k0 2

    Dengan mempergunakan fungsi atenuasi maka di dapat:

    ==

    ))D,u(m(v)))D,u(m(v(

    0k0ik0i e1e1)uu(P

    Yang mana memberikan kemungkinan terjadinya suatu nilai PGA untuk satu tahun. Untuksuatu perioda T tertentu maka kemungkinan (probabilitas) terjadinya goncangan tanahdiberikan oleh persamaam di bawah ini: 3

    == )))D,u(m(vT(T

    00k0ie1))uu(P1(1)uu(P 4

    [Natawidjaja, et al., 2007b]

    4. GEMPA TSUNAMI

    Pada prinsipnya besar tinggi gelombang tsunami dan limpasan tsunami di suatulokasi tergantung pada: besarnya pengangkatan dasar laut (yang diakibatkan gempa), polagelombang tsunami dari sumber ke lokasi, dan kondisi bathimetri dan topografi setempat.Oleh karena itu untuk membuat pemodelan tsunami yang baik ada beberapa hal yang harusdipenuhi, yaitu:

    1. mengetahui dengan sebaik-baiknya tentang pola deformasi bumi dari skenario

    gempa yang mungkin terjadi, khususnya yang menyangkut pola pengangkatan dasar

    laut.

    2. Mempunyai data topografi pantai dan bahimetri (terutama yang di dekat pantai) yang

    memadai.

  • 8/9/2019 Evaluasi Bahaya Patahan Aktif

    18/33

    3. Software atau perangkat lunak yang baik untuk pemodelan penjalaran tsunami.

    Untuk Sumatra, kita beruntung mempunyai data yang cukup banyak tentang pola

    dan parameter fisik dari sumber gempa. Demikian juga kita mempunyai cukup catatansejarah tentang efek dan akibat tsunami di masa lampau sehingga kita bisamembandingkannya dengan pemodelan tsunami yang dilakukan. Misalnya untuk kejadiangempa besar tahun 1797 dan 1833 di Sumatra barat dan Bengkulu, kita punya data cukuplengkap [Briggs, et al., 2006; Chlieh, et al., 2007; Meltzner, et al., 2005; Natawidjaja, 2005;Natawidjaja, et al., 2007a; Natawidjaja, et al., 2006; Natawidjaja, et al., 2004; Sieh, et al.,1999; Subarya, et al., 2006] tentang deformasi kerak bumi dan pengangkatan dasar lautyang terjadi, juga ada catatan sejarah tentang besar dan efek dari tsunami pada waktuterjadi dua gempa tersebut di wilayah Padang dan Bengkulu. Dari data ini kita membuatmodel tsunami dari gempa tahun 1797 dan 1833 kemudian membandingkan hasilsimulasinya dengan data catatan sejarah.

    Untuk data bathimetri dipakai data dari ETOPO 1, yaitu data dari satelit denganresolusi (spacing data) 1 km yang dikombinasikan dengan peta bathimetri dan datatopografi pantai. Secara umum, data ini lumayan baik untuk dipakai pemodelan, tapitentunya perlu data bathimetri yang lebih detil lagi untuk bathimtri di dekat pantai (

  • 8/9/2019 Evaluasi Bahaya Patahan Aktif

    19/33

    statsiun GPS SuGAr (Sumatran GPS Array), data koral mikroatol dan data seismik[Abercrombie, 2002; Chlieh, et al., in press; Natawidjaja, et al., 2006].

    Scenario 2 dan 4 mengasumsikan pergerakan lempengnya tidak sampai ke Palungatau berhenti di tengah jalan seperti kasus gempa Nias tahun 2005. Scenario 1 dan 3mengasumsikan bahwa pergerakan lempeng sampai ke palung laut dalam, sehinggapotensi tsunaminya lebih besar seperti yang terjadi pada waktu gempa Aceh tahun 2004.Scenario 1 dan 2 mengasumsikan besar pergerakannya 10 m, hampir sama dengan gempaNias tahun 2005, sedangkan scenario 3 dan 4 pergerakannya 20 m, hampir sama denganyang terjadi pada waktu gempa Aceh tahun 2004. Jadi scenario 3 adalah yang palingekstrim dengan magnitudo Mw 9.3, atau scenario terburuk (worst-case scenario). Apabilakita beranggapan bahwa hampir seluruh energi gempa dilepaskan saat gempa tahun 1797dan1833 maka seharusnya energi pergerakan yang terkumpul hanya sekitar 10 m, karenakita tahu kecepatan pergerakan lempeng adalah sekitar 5 cm dan ellapsed time atautenggang waktu yang sudah terjadi hanya sekitar 200 tahunan.

    Gambar 10 memperlihatkan tinggi gelombang di Padang berdasarkan fungsi waktu(time series) yang didapat dari skenario sumber A-F). Gambar 11 memperlihatkan petalimpasan tsunami di Kota Padang berdasarkan skenario terburuk (Skenario 3).

    5. PENUTUP

    Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa evaluasi bahaya gempabumimencakup: (1) analisis patahan aktif dan parameter-parameter sumber gempabumi, (2).Analisis bahaya deformasi patahan gempa, (3) Analisis penjalaran gelombang gempa darisumber ke lokasi untuk menentukan besar goncangan gempabumi yang terjadi baik darisatu skenario sumber gempa atau dari banyak gabungan semua sumber gempabumi disekitarnya dengan metoda probabilistik, (4) Mikrozonasi atau analisis detil dari besar

    goncangan gempa (dengan memperhitungkan amplifikasi karena kondisi geologi dari lokasi).

    Gempa di bawah laut dapat menimbulkan tsunami. Penghitungan besarnyatsunami yang (dapat) terjadi dilakukan dengan membuat skenario sumber gempa yangpaling sesuai, kemudian berdasarkan deformasi gempa yang terjadi disimulasikanbagaimana tsunami tersebut mulai terbentuk di tengah laut kemudian menjalar ke wilayahpantai di sekitarnya. Keakuratan model tsunami ditentukan oleh baiknya input skenariogempabumi, perangkat lunak pemodelan, dan data bathimetri dan topografi yang dipakai.

    Masalah utama dalam mitigasi bencana gempabumi di Indonesia adalah kelangkaandata patahan aktif dan parameter-parameter sumber gempanya. Karena itu untuk dapatmelakukan usaha mitigasi yang lebih baik diperlukan suatu program nasional untuk:

    (A) Rapid Assesments (Program Jangka Pendek):

    Pemetaan patahan aktif Dokumentasi data yang ada dan memformulasikan parameter sumber-

    sumber gempabumi yang diperlukan Membuat/merevisi peta goncangan gempabumi Indonesia dengan standard

    mutu dan teknis yang lebih baik

  • 8/9/2019 Evaluasi Bahaya Patahan Aktif

    20/33

    (B) Program Jangka panjang untuk

    untuk meneliti patahan aktif dan sumber-sumber gempa secara

    komprehensif mikrozonasi gempabumi (analisa bahaya deformasi patahan, goncangan gempa,

    dan bahaya ikutan dalam skala detil/local).

    Dalam program mitigasi bencana gempabumi perlu ada kerjasama yang baikdiantara para ahli geologi gempabumi, seismologi, dan teknik gempa (earthquakeengineering).

  • 8/9/2019 Evaluasi Bahaya Patahan Aktif

    21/33

    Table 1. Skala Intensitas gempa dari Modified Mercalli Scale I XII dan perkiraan besarakselerasi tanahnya (dalam g = percepatan gravitasi)

  • 8/9/2019 Evaluasi Bahaya Patahan Aktif

    22/33

    Table 2. Skala Waktu Geologi dan definisi keaktifan dari patahan tektonik [California-Geological-Survey, 2007]

    Gambar 1. Peta Tektonik Aktif dan Kegempaan dari Wilayah Indonesia

  • 8/9/2019 Evaluasi Bahaya Patahan Aktif

    23/33

    Gambar 2a. Contoh bukti dari jalur rekahan-tektonik patahan gempa dari gempa 6 Maret di

    wilayah D.Singkarak, Sumatra Barat. (a). Moletracks di dekat Desa Sumani yangmemotong jalan dan menggeser badan jalan sekitar 25 cm, (b) Terusan dari jalur moletrackke arah utara di mana jalur ini melewati pagar dan terus menghilang ke persawahan, (c) jalur rekahan/moletracks yang memotong jalan aspal di antara Desa Sumani dan KotaSolok, (d) Jalur yang sama melihat ke arah selatan [Natawidjaja, et al., 2007c]

  • 8/9/2019 Evaluasi Bahaya Patahan Aktif

    24/33

    Gambar 2b. Contoh patahan gempa (garis merah putus-putus) dari gempa Chi-chi diTaiwan tahun 1999 yang merobohkan jembatan.

    Gambar 3. Diagram blok patahan aktif Sumatra di wilayah D.Singkarak, Sumatra Barat.

  • 8/9/2019 Evaluasi Bahaya Patahan Aktif

    25/33

    Gambar 4. Pemetaan perubahan muka bumi yang terjadi karena gempa Nias, 28 Maret2005 dengan metoda koral mikroatol. P. Simelue dan bagian barat P. Banyak dan Niasnaik sampai maximum 3m. Kota Sinabang naik 1 1.5m. Kecamatan Bale turun 1m. KotaSingkil turun 0.5 1.5m. Perubahan muka bumi ini mencerminkan besarnya pergerakanlempeng dan gempabumi yang terjadi (dimodifikasi dari Briggs et al, 2006).

  • 8/9/2019 Evaluasi Bahaya Patahan Aktif

    26/33

    (a)

    (b) (c)

    Gambar 5. Pegangkatan dan penurunan muka bumi yang terjadi ketika Gempa Nias-Simelue tahun 2005: (a) Photo pantai Nias yang terangkat 3 meter. Terumbu karang yangbanyak tumbuh pada paparan pasang-surut ini kebanyakan mati karena terangkat ke atasair. (b) Pulau Bale yang turun 1m. Air pasang terlihat menggenangi hampir ke tengah pulau,(c). Desa Haloban turun 50cm. Sebagian rumah-rumah sekarang berada di bawah airsehingga tidak dapat dihuni lagi.

  • 8/9/2019 Evaluasi Bahaya Patahan Aktif

    27/33

    Gambar 5 Segmentasi Patahan Sumatra di wilayah Sumatra Barat, lokasi episenter gempa6 Maret 2007 dan lokasi patahan gempa dari sejarah gempa yang terjadi pada tahun 1926dan 1943 di wilayah ini. Terlihat bahwa sumbe gempa-gempa ini dikontrol oleh segmentasipatahan [sumber: Natawidjaja et al, 2007 EERI Spec.Report)

  • 8/9/2019 Evaluasi Bahaya Patahan Aktif

    28/33

    Gambar 6. Prinsip evaluasi bahaya goncangan tanah. Input data sumber gempa adalah halyang sangat menentukan kualitas outputnya. Input data jelek maka outputnya jelehwalaupun fungsi atenuasi dan metoda yang dipakai sudah baik.

    Gambar 7 Hasil analisa deterministik dari satu sumber gempabumi pada: (a) PatahanSumatra segmen Seulimeum di Aceh, (b) Segmen zona subduksi di Nias-Simelue[Natawidjaja and Triyoso, 2007b]

  • 8/9/2019 Evaluasi Bahaya Patahan Aktif

    29/33

    Gambar 8. Peta besar goncangan gempa di Sumatra berdasarkan analisa PSHA. Diambilnilai PGA untuk 10% probability of excedance dalam 50 tahun.(dari Petersen et al[2004] ).

  • 8/9/2019 Evaluasi Bahaya Patahan Aktif

    30/33

    Gambar 9. Pola deformasi vertikal dari 6 buah skenario gempa besar di Mentawai. A dan Badalah pola deformasi berdasarkan data dan analisa dari hasil penelitian koral mikroatol[Natawidjaja dkk, 2006]. Scenario 1 (C) mengasumsikan sumber gempa tahun 1797 dan1833 dilepaskan bersamaan dengan pergerakan 10 m sampai ke arah palung laut dalam.Scenario 2 (D) sama dengan C tapi pergerakannya tidak sampai ke Palung. Scenario 3 (E)dimensi sumber gempa sama dengan C tapi pergerakannya 20 m; ini adalah worst case.Scenario 4 (F) pergerakannya sama dengan E tapi tidak sampai palung laut dalam. (sumber

    dari: [Borrero, et al., 2006]).

  • 8/9/2019 Evaluasi Bahaya Patahan Aktif

    31/33

    Gambar 10. Hasil simulasi tsunami di Kota padang dari model gempa tahun 1797, gempatahun 1833 dan model gempa dari scenario 1 dan 3. (sumber: J. Borrero[2007] )

    Gambar 11. Hasil simulasi limpasan atau inundasi tsunami dari scenario 3 pada citra satelitQuickbird untuk wilayah Kota Padang sampai Painan. Skala bar adalah 5 km. Terlihatbahwa wilayah inundasi di Kota padang rata-rata tidak lebih dari 2 km dari pantai dengantinggi gelombang di pantai (=flow depth) mencapai 5.5 meter (sumber: [Borrero, 2007] )

  • 8/9/2019 Evaluasi Bahaya Patahan Aktif

    32/33

    6. DAFTAR PUSTAKA

    Abercrombie, R. E. (2002), The June 2000, Mw7.9 earthquake in south of Sumatra:deformation in the India-Australia Plate, Journal of Geophysical Research.

    Bock, Y., et al. (2003), Crustal motion in Indonesia from Global Positioning Systemmeasurements, Journal of Geophysical Research, 108.

    Borrero, J. (2007), Tsunami Modeling of the Sumatran megathrust, Unpublished report,Tectonic Observatory, California Institute of Technology, Pasadena.

    Borrero, J., et al. (2006), Tsunami inundation modeling for western Sumatra, Proc. Natl.Acad. Sci, 103, 19673-19677.

    Briggs, R. W., et al. (2006), Deformation and slip along the Sunda megathrust in the great2005 Nias-Simeulue earthquake, Science, 311, 1897-1901.

    California-Geological-Survey (2007), Fault-Rupture Hazard Zones in California, edited,Department of Conservation California.

    Chlieh, M., et al. (2007), Coseismic slip and afterslip of the great Mw 9.15 Sumatran-Andaman earthquake of 2004, BSSA, 97, 8152-8173.

    Chlieh, M., et al. (in press), Investigation of interseismic strain accumulation along theSunda megathrust, offshore Sumatra, Journal of Geophsical Research.

    Fukushima, Y., and , and T. Tanaka (1990), A new Attenuation Relation for Peak Horizontal

    Acceleration of Strong Earthquake ground motion in Japan, Seismological Society ofAmerica Bulletin, 80, 757-783.

    Hanks, T. C., and H. Kanamori (1979), A moment magnitude scale., Journal of GeophysicalResearch, 84, 2348-2350.

    McCalpin, J. (1996), Paleoseismologi, 553 pp., Academic Press.

    McGuire, R. K. (2004), Seismic Hazard and Risk Analysis, 219 pp., EERI, Boulder Colorado.

    Meltzner, A., et al. (2005), Uplift and subsidence associated with the great Aceh-Andamanearthquake of 2004, J.Geophys. Res., 3, 10.1029.

    Natawidjaja, D., et al. (1995), Gempa bumi tektonik di daerah Bukit tinggi - Muaralabuh:hubungan segmentasi sesar aktif dengan gempa bumi tahun 1926 & 1943, paperpresented at Annual convention of Geoteknologi-LIPI, LIPI.

    Natawidjaja, D. H. (1994), Quantitative geological assessments of Liwa earthquake 1994,Proceeding of Annual Convention of Indonesian Association of Geophysicists(HAGI) 1994.

  • 8/9/2019 Evaluasi Bahaya Patahan Aktif

    33/33

    Natawidjaja, D. H. (2005), The Past, recent, and future giant earthquakes of the Sumatranmegathrust, paper presented at JASS05 Great Earthquakes in the Plate Subduction,Nagoya University and the JSPS, Nagoya,Japan, September 27 - October 4.

    Natawidjaja, D. H., et al. (2007a), Interseismic deformation above the Sunda megathrustrecorded in coral microatolls of the Mentawai Islands, West Sumatra, Journal ofGeophysical Research, 112, 10,1029.

    Natawidjaja, D. H., et al. (2006), Source Parameters of the great Sumatran megathrustearthquakes of 1797 and 1833 inferred from coral microatolls, J.Geophys. Res., 111.

    Natawidjaja, D. H., et al. (2004), Paleogeodetic records of seismic and aseismic subductionfrom central Sumatran microatolls, Indonesia, J.Geophys. Res., 109(B4), 1-34.

    Natawidjaja, D. H., et al. (2007b), Crustal Deformations, Earthquake and Tsunami Hazards

    of the Sumatran Plate Margin, RUTI - Kantor Menristek.

    Natawidjaja, D. H., et al. (2007c), West Sumatra earthquake of March 6. 2007, EERI SpecialReport.

    Natawidjaja, D. H., and W. Triyoso (2007a), The Sumatran fault zone: from source to hazard,1, 21-47.

    Natawidjaja, D. H., and W. Triyoso (2007b), The Sumatran Fault Zone: From source tohazards, Journal of Earthquake and Tsunami, 1.

    Petersen, M. D., et al. (2004), Probabilistic Seismic Hazard Analysis for Sumatra, Indonesiaand Across the Southern Malaysian Peninsula, Tectonophysics, 390, 141-158.

    NIED (2008), (Guidelines for) Seismic Hazards, edited, http://www.j-shis.bosai.go.jp .

    Sieh, K., et al. (1999), Crustal deformation at the Sumatran subduction zone, GeophysicalResearch Letters, 26, 3141-3144.

    Subarya, C., et al. (2006), Plate-boundary deformation associated with the great SumatraAndaman earthquake, Science, 440, 46-51.

    Yeats, R. S., et al. (1997), The geology of earthquakes, vi, 568 pp., Oxford University Press,New York.