eureka! edisi februari 2012

16
eureka! POTRET DUNIA PENDIDIKAN INDONESIA Diterbitkan oleh Pers Mahasiswa ITB

description

Sebuah majalh yang diterbitkan oleh Pers Mahasiswa ITB. Edisi kali bercerita tentang potret pendidikan di Indonesia.

Transcript of eureka! edisi februari 2012

Page 1: eureka! edisi februari 2012

eureka!

POTRET DUNIA PENDIDIKAN INDONESIA

Diterbitkan oleh Pers Mahasiswa ITB

Page 2: eureka! edisi februari 2012

Terima kasih kepada semua teman-teman calon kerabat kerja Pers Mahasiswa ITB , diawali dengan diskusi panjang, akhir-nya diputuskan Eureka! edisi terbaru ini bertema “potret pendidikan indonesia”. Banyak orang skeptis tentang jalannya pendidikan di Indonesia. Memang, se-telah tim melakukan penelusuran men-dalam didapatkan bahwa beberapa fakta di lapangan tidak sesuai dengan cita-cita pendidikan di Indonesia. Kami mencoba mengungkapkan itu di Eureka! edisi kali ini.

PERS MAHASISWA ITB

Pemimpin umumHusein Abdulsalam S

Redaktur SeniorWigaty Agdi, Petrus, Anna

Redaktur seniorIndah Yuliana, Edi Cahyono, Rachmat Cahyono Lasmana

Pemimpin RedaksiAndrean Eka LuciantoPemimpin Perusahaan

M Khairul HamidReporter

Annida Ferani, Annisa Ferani, Neli Syahida, Pipit Dian P, Hisni Rahmat, Teguh Imam, Andrean Eka Lucianto,

M Khairul HamidDesain Sampul

Nixon Berlin ManaluPemasaranMuchsinFachrizal

SERAMBI

Page 3: eureka! edisi februari 2012

dikan Indonesia pada umumnya? Apakah dunia pendidikan Indo-nesia di dalam juga sebaik pembe-ritaan prestasi Indonesia di luar negeri? Kita tidak dapat membo-hongi diri kita bahwa dunia pen-didikan di Indonesia masih me-merlukan banyak perbaikan. Se-tiap tahun masih selalu ada siswa yang tidak memenuhi standar ke-lulusan ujian nasional. Padahal untuk dapat melanjutan pendidi-kan ke jenjang yang lebih tinggi adalah dengan memiliki ijazah ke-lulusan pada pendidikan sebelum-nya.

Menurut United Nations Development Programme Report tahun 2005, Indonesia menempati peringkat 85 dari 175 negara un-tuk tingkat melek huruf. Masih tertinggal dari Thailand (72), Si-ngapura (74), dan Malaysia (82). Indonesia masih harus bekerja ke-ras untuk memperbaiki ranking ini ke depannya, karena untuk da-pat menuntut ilmu seseorang ha-rus dapat membaca.

Selama tiga dasawarsa tera-khir, dunia pendidikan Indonesia secara kuantitatif telah berkem-bang sangat cepat. Pada mtahun 1965 jumlah sekolah dasar (SD) sebanyak 53.233 dengan jumlah murid dan guru masing-masing sebesar 11.577.943 dan 274.545 telah meningkat pesat menjadi 150.921 SD dan 25.667.578 murid serta 1.158.004 guru (Pusat Informatika, Badan litbang Depdikbud, tahun 1999). Jadi, dalam waktu sekitar 30 tahun jumlah SD naik sekitar 300%. Sudah barang tentu perkem-bangan pendidikan tersebut patut disyukuri. Namun sayangnya, perkembangan pendidikan terse-but tidak diikuti dengan pening-katan kual i tas pendidikan

ndonesia, suatu negeri yang 65 tahun lalu tidak begitu di-Iperhitungkan oleh negara lain

di dunia, kini telah menjelma menjadi satu dari 20 kelompok ne-gara dengan perekonomian besar di dunia atau yang lebih kita kenal dengan G20. Hal ini adalah se-buah pencapaian yang luar biasa bagi Indonesia mengingat usia ne-geri ini belum genap 1 abad tetapi sudah dapat disandingkan dengan negara maju lainnya seperti Ame-rika Serikat, Inggris, Rusia dan 16 negara lainnya dalam forum G20.

Tidak hanya di bidang eko-nomi, Indonesia juga menorehkan catatan gemilangnya diberbagai aspek pentingh lainnya seperti pendidikan. Dunia pendidikan In-donesia mengalami kemajuan yang cukup signifikan 2 dekade terakhir ini. Berbagai prestasi te-lah ditorehkan putra-putri Indo-nesia di kancah internasional. Te-ngok saja TOFI, TOMI, TOKI, dan tim olimpiade pendidikan Indonesia lainnya yang telah mengoleksi puluhan medali emas dari berbagai kejuaraan dunia. Hal ini membuktikan kepada dunia bahwa Indonesia juga mampu ber-saing dengan negara lain dalam bidang ilmu pengetahuan dan tek-nologi. Puncaknya adalah ketika salah satu siswa Indonesia men-jadi juara dunia dalam ajang International Physics Olympiad tahun 2006 lalu di Singapura. Prestasi ini tentu saja men-dongkrak popularitas Indonesia di mata dunia dan membuat Indo-nesia menjadi negara yang dise-gani oleh negara-negara lain di dunia.

Tetapi apakah semua prestasi gemilang ini merepresentatifkan dunia pendidikan Indonesia pada umumnya? Apakah dunia pendi-

Akibatnya, muncul berbagai ke-timpangan pendidikan di tengah-tengah masyarakat, yang terma-suk sangat menonjol adalah ke-timpangan antara kualitas output pendidikan dan kualifikasi tenaga kerja yang dibutuhkan, ketimpa-ngan kualitas pendidikan antar desa dan kota, antar Jawa dan luar Jawa, antar penduduk kaya dan penduduk miskin.

Di samping itu, di dunia pen-didikan juga muncul dua problem yang lain yang tidak dapat dipisah dari problem pendidikan yang te-lah disebutkan di atas. Pertama, pendidikan cenderung menjadi sa-rana stratifikasi sosial. Kedua, pendidikan sistem persekolahan hanya mentransfer kepada peserta didik apa yang disebut the dead knowledge, yakni ilmu penge-tahuan yang terlalu bersifat text-bookish sehingga bagaikan sudah diceraikan baik dari akar sumber-nya maupun aplikasinya.

Berbagai upaya pembaharuan pendidikan telah dilaksanakan un-tuk meningkatkan kualitas pen-didikan, tetapi sejauh ini belum menampakkan hasilnya. Mengapa kebijakan pembaharuan pendidi-kan di tanah air kita dapat dikata-kan senantiasa gagal menjawab problem masyarakat? Sesungguh-nya kegagalan berbagai bentuk pembaharuan pendidikan di tanah air kita bukan semata-mata terle-tak pada bentuk pembaharuan pendidikannya sendiri yang bersi-fat tambal sulam, melainkan lebih mendasar lagi kegagalan tersebut dikarenakan ketergantungan pe-nentu kebijakan pendidikan pada penjelasan paradigma peranan pendidikan dalam perubahan so-sial yang sudah usang. Ketergan-tungan ini menyebabkan adanya harapan yang tidak realistis.

Potret Dunia Pendidikan di Indonesia

KOLOM

eureka!1

oleh : Teguh Imam

Page 4: eureka! edisi februari 2012

didikan yang berpancasila. panca-sila yang berdasarkan pada ketu-hanan. Ketuhanan adalah prinsip yang ultimat, mendasar dan mu-tlak serta esensial dalam seluruh kehidupan berbangsa mencakup pula dunia pendidikan. Meskipun dalam realita kita tidak akan ke-sulitan menemukan gabungan (atau interaksi) antara pendidikan dan agama, namun kita perlu me-nelaah sejauh mana sintesis ke-duanya bersesuaian dengan prin-sip Ketuhanan dalam pancasila. Pesantren, Sekolah Islam, Seko-lah Kristen, Sekolah Katolik ada-lah rentetan contoh-contoh in-teraksi antara pendidikan-agama yang tidak asing kita jumpai. Tapi seperti dua sisi mata koin, diteng-ah membludaknya sintesis pen-didikan-agama, berkembang pula rangkaian kasus terorisme, radi-kalisme, anarkisme dan fanatisme ekstrim yang didalangi oleh sin-tesis pendidikan-agama. Kasus ledakan bom di pesantren Umar bin Khattab juli 2011 lalu adalah salah satu dari sekian banyak con-toh nyata indikasi menyim-pangnya sintesis pendidikan-aga-ma, hal ini akhirnya juga menda-pat kecaman keras dari PBNU yang merasa terdapat sejumlah sintesis pendidikan-agama yang telah mencapai ekstrim.

Pendulum pun berpindah ke sisi lain, dimana fanatisme ditan-dingi dengan skeptisisme. Pendi-dikan dirasa tidak lagi relevan da-lam sintesisnya dengan agama. Pendidikan harus berdiri sendiri, tanpa agama. Agama menjadi tu-gas rumah ibadah, sementara pen-didikan menjadi tugas sekolah. Pendidikan tanpa agama hanya a-kan mengajarkan manusia men-jadi manusia seutuhnya, yang ti-dak perlu Tuhan atau menjadikan

ndonesia lahir dengan mem-bawa pancasila sebagai haki-Ikat diri dan cara pandang da-

lam kehidupan berbangsa dan ber-negara. Namun ironis, justru se-karang semakin hilangnya kepe-dulian masyarakat akan pancasila fenomena yang sangat kentara un-tuk dihadapi bangsa ini. Prinsip-prinsip yang hakiki yang di-rumuskan oleh para pendiri ne-gara ini tidak lagi dijaga dan di-lestarikan. Nilai-nilai pancasila satu-persatu mulai luntur dari baju merah putih setiap warga negara Indonesia. Satu dari antaranya a-dalah prinsip berketuhanan yang Maha Esa. Kehadiran prinsip Ke-tuhanan menjadi salah satu sila dalam dasar negara ini tidak selayaknya dimengerti hanya se-bagai kewajiban negara beragama untuk mencantumkan istilah “Tuhan” dalam konsepsi dasar negaranya atau sekedar menun-jukkan pengakuan dan hormat akan Tuhan. Demikian pula pe-nempatan sila “Ketuhanan yang Maha Esa” sebagai sila pertama dari pancasila tentu mengandung makna yang lebih mendasar dari sekedar kocokan urutan-urutan. Ketuhanan yang ditempatkan se-bagai sila pertama menyatakan bahwa ketuhanan merupakan lan-dasan dan jiwa bagi seluruh sila lainnya. Tanpa ketuhanan yang benar, prinsip kemanusiaan, ke-satuan, mufakat dan keadilan ha-nya akan akan seperti daging tan-pa jiwa, tubuh tanpa semangat, a-tau perjalanan tanpa arah.

Seluruh struktur kehidupan berbangsa tidak dapat dilepaskan dari prinsip yang ada dalam pan-casila. Demikian pula compang-campingnya dunia pendidikan In-donesia mengharuskannya bercer-min kembali kepada cetusan pen-

rasio nya Tuhan. Pendidikan tanpa ‘nilai’ ketika nilai ujian yang di-peroleh tetap tinggi. Pendidikan yang hanya mencetak cendikia bersenjata lengkap dan canggih, tapi tanpa tau cara menggunakan senjata tersebut. Mengembang-biakkan pendidikan dengan pola seperti ini menjadikan pendidikan tidak lagi berdiri diatas tulang yang kokoh, melainkan diatas lumpur hisap yang cepat atau lam-bat akan menelannya. Maka, wa-jar saja bila semakin populernya skeptisisme abad ini membuat pendidikan kehilangan arah dan semakin mudah disetir oleh ke-pentingan luar.

Kembali kepada hakikat pen-didikan, pendidikan pada ke-lahirannya tidak serta merta dapat dipisahkan dari motif agama. Seorang murid mau dididik kare-na dia percaya ada kebenaran yang mutlak yang bisa dipelajari. Ke-benaran yang tidak majemuk, ti-dak relatif, tidak subjektif dan ti-dak tercerai berai, disinilah titik a-wal pertemuan antara Ketuhanan (agama) dan pendidikan. Pen-didikan harus didasari dengan se-mangat mencari kebenaran dida-lam setiap bidang. Inilah sema-ngat pengejawantahan semangat Ketuhanan yang perlu diusung o-leh pendidikan. Sintesis Pendi-dikan-agama harus menyentuh isu yang paling mendasar, dimana agama mendapatkan tempatnya menjadi ‘jiwa’ bagi pendidikan. Disamping itu, jiwa Ketuhanan yang juga perlu dipacarkan oleh pendidikan adalah pembentukan pribadi yang bajik. Tuhan sebagai pribadi dengan eksistensi kebajik-an yang sempurna menjadi tela-dan dalam agama yang mengajar-kan setiap pengikutnya menjadi insan yang bajik. Kebajikan yang

Pendidikan yang Berke-Tuhanan

OPINI

eureka!2

Oleh Lius Daniel, Deputi Kementerian Kajian Strategis Kabinet KM ITB Bidang Pendidikan

Page 5: eureka! edisi februari 2012

dimengerti sebagai nilai-nilai ke-adilan, kebaikan, moralitas, amal, keelokan, kepedulian dan ke-utuhan yang pada akhirnya mem-bawa manfaat baik bagi diri dan o-rang lain. Demikian pula dengan tatanan berkehidupan, pengakuan akan adanya Tuhan yang satu dan tidak kontradiktif sebagai pen-cipta menelurkan konsekuensi lo-gis yakni hadirnya dunia yang in-dah dan teratur. Keindahan dalam tatanan dunia ciptaan dan per-adaban manusia adalah gambaran nilai ketuhanan sementara ke-hidupan yang chaos dan rusak a-dalah hasil dari ideologi kehidup-an tanpa Tuhan. Penghayatan akan nilai keindahan dapat secara se-derhana didapat dengan mem-bandingkan antara ekosistem a-lami dan ekosistem buatan manu-sia (baca : kota). Ekosistem alami dengan segala keragamannya da-pat menjamin kehidupan yang se-imbang dan terus berlangsung, se-mentara kota dengan segala aktivitasnya hanya akan me-nambah derajat ketidakteraturan bumi, yang sama artinya dengan memperpendek umur bumi. Di si-nilah tugas pendidikan, usaha un-tuk mendorong hadirnya tatanan dunia maupun peradaban manusia yang lebih indah juga teratur ada-lah nilai yang harus diperjuangkan dari pendidikan yang berketuhan-an.

Sebagai kesimpulan, pen-didikan yang berketuhanan yang Maha Esa bukanlah pendidikan yang memanipulasi agama (atau sebaliknya) yang mana dalam per-jalanannya dapat mencapai titik esktrim yang justru meniadakan nilai pendidikan dan nilai agama i-tu sendiri. Disisi lain, pendidikan juga bukan elemen yang terpisah dari agama.

OPINI

eureka!3

pen-di-dik-an n proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dl usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik;

Page 6: eureka! edisi februari 2012

dosen di FMIPA, program studi Matematika ITB berpendapat bahwa akar permasalahan dari sis-tem pendidikan di Indonesia ada-lah disorientasi. “Kita sendiri se-benarnya tidak tahu pendidikan kita mau dibawa ke mana. Jadi, untuk membenahinya tentu diper-lukan orientasi yang jelas dari sis-tem pendidikan di Indonesia. Hal ini tentu saja menjadi tanggung jawab bersama”.

Pendidikan formal di Indo-nesia selama ini lebih terorientasi pada nilai (mark) bukan nilai (value). Hal ini tercermin dengan adanya sistem peringkat di seko-lah-sekolah, dimana pembagian

endidikan Indonesia Gagal, begitulah asumsi publik Pterhadap kondisi pendi-

dikan di negara kita. Kekecewaan tersebut datang manakala output pendidikan tidak sesuai dengan harapan masyarakat. Output yang diharapkan masyarakat secara ga-ris besar sederhananya pendidikan mampu mencetak manusia-manu-sia unggul berkualitas yang diha-rapkan mampu membawa peru-bahan positif bagi Negara Indo-nesia. Karena realitas yang terjadi di Indonesia seperti ini, wajar saja jika publik menilai pendidikan di Indonesia gagal.

Acmad Muchlis, salah seorang

kelas dilakukan berdasarkan pe-ringkat siswa. Belum lagi masa-lah Ujian Nasional yang menjadi penentu mutlak kelulusan siswa dua tahun lalu ke belakang. Rea-litas tersebut membuat pendidikan telah kehilangan esensinya. Peser-ta didik menjalani proses pendidi-kan bukan untuk mencari ilmu. Alhasil, segala cara dihalalkan de-mi mencapai nilai yang diingin-kan. “Kalau hanya melihat nilai-nilai yang berupa angka saja sih, itu bisa bersifat manipulatif. Bu-kan masalah yang sulit,” tutur be-liau.

Pandangan serupa juga diuta-rakan oleh seorang pakar pendidi-kan, Dan Satriana. “Paradigma liberalisasi pendidikan tidak ha-nya dalam hal uang, namun juga pola pikir. Siswa dididik untuk berpikir individualis. Siswa di-ajarkan untuk menjadi nomor sa-tu, karena dengan nomer satu sis-wa bisa mematikan orang lain.”

Pendidikan Indonesia,Cerminan Masyarakat SendiriSayangnya pendidikan di Indonesia masih diukur secara materiil, jarang sekali diperhatikan ukuran moral sebagai manusia yang hidup di Indonesia

terlihat aksi siswa yang sedang merayakan kelulusan. Aksi siswa atau mahasiswa tidak hanya membuat pandangan tidak sedap, terkadang mereka melakukan aksi dengan anarkis dan merusak

Oleh Neli Syahida

eureka!4

BERITA UTAMA

Page 7: eureka! edisi februari 2012

Apa yang Dapat dan Harus Mahasiswa Lakukan dalam Dunia Pendidikan?

Tidak dapat dipungkiri bahwa mahasiswa adalah salah satu sasa-ran pendidikan yang tuntutan output-nya paling besar. Maka da-ri itu, hal termudah yang maha-siswa dapat lakukan untuk ikut berperan dalam memperbaiki pen-didikan di Indonesia adalah tidak melupa dengan kewajiban pendi-dikannya sendiri.

Perguruan tinggi hanya mem-berikan standar minimal output yang harus dicapai oleh maha-siswa. Tetapi, tidak seharusnya mahasiswa hanya stagnan pada kondisi tersebut. Mahasiswa ha-rus memiliki output yang lebih da-ri standar minimal yang diberikan oleh perguruan tinggi karena stan-dar minimal tersebut bisa jadi tidak cukup untuk mempersiap-kan mahasiswa menghadapi tan-tangan di masa depan. Tantangan ke depan yang dialami mahasiswa generasi sekarang akan lebih be-sar dari tantangan yang dihadapi oleh generasi kami. Generasi kami barangkali dapat dikatakan gagal mempersiapkan kehidupan yang lebih baik bagi generasi kalian. Oleh karena itu generasi kalian harus berusaha lebih keras lagi un-tuk mempersiapkan kehidupan yang lebih baik bagi generasi se-lanjutnya”, pesan beliau.

Pendidikan Berkarakter: Apakah Benar Pembentukan Karakter Merupakan Tugas Pendidikan?

Bapak Ahmad Muchlis berpen-dapat bahwa pendidikan tidak da-pat lepas dari masyarakat. Nilai-nilai dalam pendidikan merupa-kan cerminan dari nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat. Jika di dalam proses pendidikan, kejujur-an sudah dikesampingkan, berarti kondisi masyarakatnya juga sama. Beliau pun menyangsikan soal pendidikan berkarakter itu ada. Apakah karakter dibentuk hanya dalam proses pendidikan? Seba-gai contoh, perguruan tinggi tempat Gayus pernah bersekolah, yaitu STAN (Sekolah Tinggi Akuntansi Negara). Selama pro-ses pendidikan, peserta didik dibe-kali ilmu yang cukup, pendidikan agama dan moral yang baik. Na-mun setelah lulus dari pendidikan tersebut dan masuk ke sistem pemerintahan, moralnya ikut ru-sak juga.

Sekarang, mari kita lihat pada komponen lain pembentuk karak-ter, yaitu keluarga. Apa tuntutan orang tua terhadap siswa? Nilai? Peringkat? Lulus? Kurang lebih seperti itu. Wajar saja jika karakter siswa pada akhirnya tidak sesuai dengan yang diharapkan. Maka dari itu, kita tidak bisa sepenuhnya menyalahkan lembaga pendidikan sebagai penyebab kegagalan pem-bentukan karakter yang baik. Ma-salah pendidikan berkarakter ini memang sudah menjadi lingkaran setan yang terkait satu sama lain antara kondisi masyarakat, keluar-ga, dan lembaga pendidikan.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA - Pemerintah Kota

Surabaya melalui Badan Kepegawaian Daerah (BKD)

memberhentikan kepala sekolah dan guru SDN Gadel 2 menyusul

adanya kasus contek massal di sekolah tersebut. Sebelumnya,

menurut pengakuan siswa SDN Gadel 2, AI, wali kelasnya memerintahkan agar siswa

berprestasi membantu teman-temannya dalam pelaksanaan

Ujian Nasional (UN).

eureka!5

Page 8: eureka! edisi februari 2012

kelas. Kualitas pengajar, bahan pengajaran, fasilitas kelas sampai beragam try out dijajakan peng-usaha bimbel demi merayu siswa untuk mendaftar di lembaga bim-bel tersebut. Biaya pendidikan di bimbel pun bervariasi, mulai dari puluhan ribu sampai puluhan juta. Semua dengan iming-iming yang sama, prestasi dan nilai mening-kat, lulus UAN, lolos SNMPTN menuju universitas impian, atau bahkan IP 4 (untuk bimbel maha-siswa).

Maraknya fenomena bimbel ini menjadi hal yang menarik di-perbincangkan. Suasana ruang ke-las yang tidak kondusif, fasilitas belajar yang tidak memadai, dan guru yang kurang dipercaya siswa dalam memberikan materi dan ba-han pengaajaran di sekolah de-ngan membuat siswa berbondong-

embaga Bimbingan Bela-jar atau yang biasa kita Lsebut bimbel merupakan

lembaga yang menyediakan pelajaran tambahan kepada pihak yang membutuhkan. Ada berbagai tingkatan bimbingan belajar yang tersedia saat ini, mulai dari tingkat sekolah dasar, menengah, SMA, sampai perguruan tinggi. Lemba-ga bimbel ini pun tersedia dalam berbagai variasi bentuk, mulai da-ri bimbingan belajar yang menye-diakan kelas besar (berisi lebih dari 20 orang), kelompok belajar (8-10 orang), sampai privat (1-4 orang).

Lembaga bimbel kini menja-mur di mana-mana. Berbagai lem-baga menawarkan beragam fasi-litas yang menjanjikan siswa un-tuk dapat lebih memahami pela-jaran-pelajaran yang diberikan di

bondong mencari lembaga bim-bingan belajar yang menawarkan sejuta fasilitas. Opini yang terbentuk di masyarakat Indonesia mengenai keberhasilan seseorang dalam pendidikan juga ikut me-mengaruhi fenomena bimbingan belajar ini.

Di Indonesia, keberhasilan siswa dalam pendidikan tercermin dalam angka-angka yang tertera di rapor dan gengsi yang dimiliki sekolah tempat menuntut ilmu. Ada kesan bahwa pelajar yang sukses adalah mereka yang selalu meraih peringkat 1, selalu meraih nilai 90 dalam pelajaran eksakta, masuk jurusan IPA, lulus dengan NEM tertinggi, lolos SNMPTN ke perguruan tinggi favorit dan meraih Indeks Prestasi tinggi. Anggapan ini menyebabkan siswa dan orangtua semata-mata meng-anggap tujuan pendidikan hanya untuk mengejar nilai tinggi. Sementara tujuan pendidikan nasional berdasarkan TAP MPR No II/MPR/1993 yaitu mening-katkan kualitas manusia Indo-nesia, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil,

Bimbel, KenikmatanMie Instan bagi PelajarSayangnya pendidikan di Indonesia masih diukur secara materiil, jarang sekali diperhatikan ukuran moral sebagai manusia yang hidup di Indonesia

suasana belajar-mengajar di salah satu lembaga bimbingan belajar terkemuka di Jakarta.

BERITA UTAMA

eureka!6

Page 9: eureka! edisi februari 2012

akan sangat berguna bagi siswa dalam pengembangan dirinya mejadi yaitu manusia yang seutuhnya.

Lembaga bimbingan belajar memberikan solusi cepat dan latihan soal untuk mengondisikan siswa menghadapi ujian. Namun,

berdisiplin, beretos kerja profe-sional, serta sehat jasmani dan rohani.

Adanya anggapan yang salah di dalam pandangan mata masya-rakat mengenai ketercapaian tu-juan pendidikan menyebabkan orang tua menekan anak untuk meraih nilai terbaik dalam bidang eksakta. Akibatnya, masyarakat banyak mencari jalan pintas untuk mendapat nilai tinggi, lulus ujian ataupun SNMPTN, salah satunya adalah dengan mengikuti kelas tambahan di lembaga bimbel.

Pada umumnya bimbel me-nyediakan solusi praktis, rumus-rumus singkat dan cara cepat mengerjakan soal-soal sehingga siswa dapat mengerjakan soal de-ngan lebih mudah dan efisien. So-al latihan yang diberikan bimbel pun bervariasi dan sangat mem-bantu siswa dalam mengerjakan soal ulangan maupun ujian.

Materi yang kurang dipahami siswa di kelas dapat langsung di-tanyakan kepada pengajar bimbel yang akan menjelaskan materi tersebut sampai siswa benar-be-nar paham. Simulasi Ujian Nasio-nal dan SNMPTN membiasakan siswa mengerjakan soal-soal. Al-hasil, banyak siswa yang prestasi sekolahnya meningkat setelah mengikuti program intensif dari bimbel, lulus ujian dengan nilai memuaskan dan diterima di per-guruan tinggi impiannya,

Ya, memang lembaga bimbel sangat membantu siswa dalam mengerjakan soal-soal. Namun apakah bimbel meningkatkan kualitas pendidikan, hal itu perlu ditelusuri lebih jauh. Seperti telah dijabarkan di atas, tujuan pendidikan sebenarnya bukanlah nilai yang tinggi, tetapi pe-ngetahuan dan pengalaman yang

dilakukan secara analitis dan ter-struktur dengan baik. Pola pikir dan daya penalaran mahasiswa ju-ga mandeg akibat pemberian solu-si singkat yang sebenarnya cukup fatal bagi mahasiswa yang hanya menghafal tanpa memahami.

Bimbel membawa dampak po-

eureka!7

konsep pelajaran yang telah di-ajarkan di kelas menjadi ter-lupakan. Siswa terbiasa dengan rumus cepat sehingga analisis ma-salah dengan konsep dasar menjadi terabaikan. Pelajar cen-derung menjadi tidak mandiri, kurang inisiatif, pasif, dan kurang kreatif dalam memecahkan masa-lah karena terbiasa menerima dan menghapal rumus cepat.

Bimbingan belajar maha-siswa misalnya pada tingkat TPB di ITB lebih disayangkan lagi. Ba-nyak dosen yang merasa bimbel telah menurunkan produktivitas dan kreatifitas siswa untuk me-nyelesaikan soal karena terbiasa cara cepat. Padahal di institusi pendidikan sekelas universitas, semua pendekatan masalah harus

sitif dan negatif. Sebagai masya-rakat yang kritis dan berpendi-dikan kita harus mampu mengon-disikan agar segala sesuatu yang kita lakukan bermanfaat. Kondisi-kan lembaga bimbel sebagai lembaga yang membantu kita da-lam belajar, bukan sebagai satu-satunya media untuk belajar. Se-be lum memutuskan untuk mengikuti program bimbel ada baiknya kita berusaha dulu untuk memaksimalkan modal dan pe-lajaran yang diberikan di sekolah atau kelas kuliah. Namun apabila kita ternyata memang mem-butuhkan mentor dan bimbingan bela jar, se lekt i f lah dalam memilih. Jangan sampai menjadi mahasiswa sekelas mie instan.

Tarif yang diberlakukan salah satu bimbel terkemuka kepasa siswa-siswanya. Meskipun harga menjulang tinggi, bimbel masih tetap kebanjiran siswa setiap tahunnya.

Page 10: eureka! edisi februari 2012

nangung biaya penyelenggaraan pendidikan tinggi. Sementara itu, tanggungan dari pemerintah sen-diri tidak diatur . Apakah ini sinyal awal akan adanya upaya komer-sialisasi pendidikan? Dalam hal ini, pemerintah seakan-akan me-limpahkan tanggung jawab biaya pendidikan kepada non peme-rintah seperti masyarakat, maha-siswa, ataupun perusahaan-peru-sahaan lokal maupun asing. Se-hingga tidak heran jika perguruan tinggi sekarang banyak berlomba-lomba mencari dana.

Hal lain yang banyak diper-bincangkan pula adalah kewaji-ban mahasiswa membayar 1/3 dari biaya pendidikan. Berat atau tidaknya 1/3 tersebut tentu relatif bagi setiap mahasiswa. Namun, yang menjadi masalah adalah da-lam RUUPT tidak dijelaskan apa-kah 1/3 tersebut secara agregat atau individual. Contoh, katakan-lah di suatu perguruan tinggi bia-

eskipun sudah bebe-rapa kali dibahas, MRancangan Undang-

Undang Perguruan Tinggi (RUU PT) belum juga disahkan oleh pe-merintah. Penolakan dari berbagai kalangan, terutama dari maha-siswa, masih marak terjadi. Me-ngapa begitu banyak perdebatan mengenai RUU PT ? Apakah ini bukti dari kurang produktifnya pe-merintah ataukah adanya tarik-menarik kepentingan? Dampak-nya, RUUPT yang ditargetkan a-kan disahkan bulan Desember ta-hun lalu, menjadi molor dan diper-kirakan baru akan disahkan tahun depan.

Salah satu hal yang paling ba-nyak diperdebatkan dalam RUU PT tersebut adalah masalah pem-bagian pembiayaan penyeleng-garaan pendidikan untuk pergu-ruan tinggi. Dalam pasal 11 dise-butkan bahwa kewajiban mahasis-wa salah satunya adalah ikut me-

ya yang diperlukan adalah seba-nyak 3 milyar dan jumlah maha-siswa di kampus tersebut adalah 10 ribu.

Menurut aturan dalam RUU PT, maka biaya yang harus ditang-gung oleh seluruh mahasiswa ada-lah sebesar 1 milyar. Secara agre-gat, jika ada mahasiswa yang membayar 1 milyar sekaligus, maka 9.999 mahasiswa lainnya ti-dak perlu membayar lagi. Sedang-kan jika secara individu, maka se-tiap mahasiswa diwajibkan mem-bayar 100 ribu. Oleh karena itu, perlu ada penjelasan lebih lanjut mengenai pembagian 1/3 tersebut.

D a l a m R U U P T j u g a disebutkan bahwa kampus wajib menyediakan kuota minimal 20% bagi mahasiswa yang tidak mam-pu dan memiliki potensi akademik tinggi. Menurut Menko Eksternal Kabinet KM ITB Ramadhani Pratama Guna, peraturan tersebut terkesan diskriminatif karena ku-ota tersebut hanya diperuntukkan kepada yang berekonomi lemah dan berpotensi akademik tinggi. Bagaimana dengan orang yang e-konominya lemah tetapi potensi a-kademiknya biasa-biasa saja? Bukankah dengan demikian be-rarti peluang mereka untuk me-ngenyam pendidikan di bangku perguruan tinggi menjadi tertu-tup? Seharusnya tidak perlu disya-ratkan ekonomi lemah dan berpotensi akademik tinggi, tetapi cukup ekonomi lemah saja. De-ngan catatan orang tersebut lulus ujian masuk yang disyaratkan o-leh perguruan tinggi yang dituju.

Lalu, apakah pembuatan RUU PT merupakan solusi yang tepat untuk menambal keko-songan hukum pasca dibatalkan-

RUU Pendidikan Tinggi :Solusi atau Masalah Baru?

BICARA

Biaya kuliah dinilai masih menjadi momok menakutkan bagi masyarakat kurang mampu.

Dalam RUUPT disebutkan kampus wajib menyediakan kuota minimal dua puluh persen bagi mahasiswa yang tidak mampu dan memiliki potensi akademik tinggi. Ternyata tak menyelesaikan masalah.

Oleh Annida Ferani

eureka!8

Page 11: eureka! edisi februari 2012

idak salah lagi, pemuda-pemuda yang berorasi itu Tadalah mahasiswa. Maha-

siswa memang senang berdemo. Bisa dibilang itu adalah salah satu bagian dari budaya mereka, paling tidak budaya dalam menyampai-kan pendapat.

Negara Indonesia memang te-lah menjamin kebebasan warga-nya untuk menyampaikan pikiran atau aspirasinya kepada pemerin-tah, baik secara lisan maupun tuli-san. Salah satu caranya adalah dengan demonstrasi itu tadi. Tidak ada seorang pun atau lembaga ma-napun yang berhak melarang hal itu. Kalau ada yang melarang ber-arti dia telah melanggar hak orang lain. Ini sudah jelas ditentukan dalam undang-undang dasar.

Dalam menyampaikan aspi-rasinya, mahasiswa sebenarnya dapat memilih dari sekian banyak cara. Seperti yang dijelaskan da-lam undang-undang dasar, bisa le-wat lisan maupun tulisan. Jadi tidak mesti turun ke jalan, ber-demonstrasi, menyeru supaya Pak SBY turun dari jabatannya atau menuntut agar koruptor dihukum mati. Memang itu tidak dilarang,

kannya UU Badan Hukum Pendi-dikan (UU BHP) tahun 2009? Sekedar tambahan, dibatalkannya UU BHP tersebut adalah karena menyalahi UU 1945 pasal 31 di-mana seharusnya tanggung jawab pendanaan ada pada pemerintah, sementara pada UU BHP tang-gung jawab pendanaan ada pada pemerintah dan masyarakat. Na-mun nyatanya, dalam RUU PT ju-ga banyak pasal-pasal yang mirip dengan UU BHP. Senada dengan yang diutarakan oleh Ketua Unit Majalah Ganesha Uruqul Nadhif (MA ’09) “Kulitnya saja yang beda, tetapi dalamnya hampir sama.” Apakah RUU PT juga ujung-ujungnya menyalahi UU 1945? Padahal, fungsi RUU PT sendiri menurut pengakuan Ruly Anwar, ketua panitia kerja RUU PT, adalah agar Perguruan Tinggi di Indonesia terjangkau dan ber-kualitas. Berbicara tentang keter-jangkauan, jika biaya pendidikan mahal, sebuah pertanyaan yang harus dijawab oleh pemerintah.

Apa semua itu harus dibe-bankan kepada masyarakat? Se-perti yang dikatakan Uruqul, “Se-harusnya pembagian (biaya) an-tara mahasiswa dan pemerintah lebih banyak (bagian) pemerin-tah.” Inilah yang perlu dikaji u-lang oleh pemerintah. Jangan sampai mahalnya biaya menjadi halangan bagi masyarakat untuk mengenyam pendidikan hingga ke jenjang yang tertinggi. Semoga dengan disahkannya RUU PT nanti, pendidikan tinggi yang terjangkau dan berkualitas dapat tercapai. Lihatlah pada tujuan Indonesia yang tarmaktub dalam pembukaan UUD 1945, mema-jukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Apa itu telah terpenuhi RUU PT?

selagi aksi tersebut tidak anarkis.Sering kita temui aksi de-

monstrasi mahasiswa yang beru-jung ricuh dan anarkis. Mereka cenderung tidak sabaran, terlalu memaksakan kehendak. Kadang-kadang sampai merenggut nyawa, mungkin karena ditembak polisi atau hal lainnya. Yang lebih berba-haya adalah jika aksi itu ditung-gangi suatu kepentingan pihak ter-tentu yang ingin mencuri keun-tungan. Bahkan mungkin saja ada konspirasi di balik demonstrasi. Semuanya serba mungkin terjadi.

Perlu diingat, mahasiswa ada-lah salah satu ujung tombak per-juangan rakyat serta pendorong tegaknya demokrasi. Seharusnya mahasiswa dapat menyampaikan aspirasi dengan cara yang baik dan benar.

BICARA

eureka!9

Haruskah Turun ke Jalan?Oleh Hisni Rahmat

Kutitipkan Indonesia kepadamu, jika engkau

bisa menjaganyakata Soekarno

Page 12: eureka! edisi februari 2012

Berbagai macam kegiatan dilaku-kan, mulai dari kegiatan keagama-an, games, menonton film, belajar bahasa Inggris, dsb. Pada intinya Bimbel Sosmas Bumi Gensha me-nekankan kegiatan fun yang bersifat mendidik. Jangan sampai siswa bosan dengan pelajaran.

unia pendidikan di indonesia ti-dak henti-Dhentinya menjadi pem-

bicaraan hangat di masyarakat, mulai dari sistem yang dinilai tidak berkesinambungan, komer-sialisasi pendidikan, kekurangan guru, dan sebagainya. Mahasiswa sebagai elemen dari pendidikan itu sendiri sangat dibutuhkan dalam membantu perkembangan pendidikan di Indonesia. Secara pemikiran mahasiswa banyak memberikan sumbangan berupa diskusi-diskusi, seminar pendi-dikan dan acara-acara bertemakan pendidikan. Sedangkan yang ma-sih jarang kita temui adalah pe-ranan kongkrit mahasiswa dalam perkembangan pendidikan di Indonesia.

Salah satu bentuk kontribusi langsung mahasiswa terhadap pendidikan ditunjukkan oleh beberapa mahasiswa di Bandung. Mereka adalah mahasiswa ITB yang tinggal di Asrama Bumi Ga-nesha. Para mahasiswa menga-dakan bimbingan belajar untuk siswa SD yang tinggal di sekitar asrama. Setiap hari Sabtu dan Minggu Asrama Bumi Ganesha ramai dikunjungi para siswa SD. Bimbingan ini berupa pengu-langan dari materi pelajaran di sekolah, pembahasan pekerjaan rumah serta membantu para siswa SD untuk menghadapi ujian. Aca-ra yang sudah berlangsung sejak lama ini bernama bimbingan belajar sosial masyarakat asrama bumi ganesha (Bimbel Sosmas Bumi Ganesha). Acara yang di-peruntukkan untuk siswa SD ini diadakan setiap hari sabtu dan minggu. Acara ini bertujuan sebagai bukti pengabdian masya-rakat dari mahasiswa terhadap pendidikan di lingkungan asrama.

ngun diri. Baru-baru ini Bimbel Sosmas Bumi Ganesha mengada-kan acara yang bernama Dream Building, acara ini berisi beragam kegiatan seperti lomba menggam-bar, bercerita dan kegiatan lain yang memacu kreativitas para siswa.

Bimbel Sosmas Bumi Ganesha :Mengabdi dalam Pendidikan

REPORTASE

“ Mahasiswa adalah bagian dari pendidikan yang harus bisa men-j a d i c o n t o h d i t e n g a h masyarakat”, ungkap Yoga, koor-dinator dari program bimbingan belajar ini. Yoga menjelaskan bahwa mahasiswa harus mampu memberikan kontribusi positif ter-hadap masyarakat, dengan di-adakannya program ini diharap-kan dapat bantu tercapainya pen-didikan yang lebih baik.

Selain itu program ini juga membantu orangtua secara eko-nomi, karena ditengah tingginya persaingan dalam dunia pendidi-kan menyebabkan mahalnya bia-ya kursus/belajar tambahan. Se-lain membantu dalam pelajaran sekolah dalam program ini juga membantu siswa dalam memba-

Acara ini bertujuan memberikan semangat kepada anak-anak untuk memiliki mimpi dan berusaha keras dalam mewujudkannya.

Selain yang dilakukan para mahasiswa ITB tersebut saat ini banyak bermunculan kegiatan-kegiatan peduli pendidikan seperti Indonesia Mengajar , ITB Menga-jar, UI mengajar, Skhole dan lain sebagainya. Tidakkah kamu akan menjadi bagian dari kemajuan bangsa ini ? Mari berkontribusi!

M Khairul Hamid

Terlihat salah satu penghuni asrama sedang mengajari siswa-siswa Bimbel Sosmas Bumi Ganesha. Selain kegiatan kelas, seringkali siswa-siswa diajak bermain sambil belajar di luar ruang kelas.

eureka!10

Page 13: eureka! edisi februari 2012

ada awalnya Tahap Persiapan Bersama (TPB) ber-tujuan untuk membekali mahasiswa ITB Pmengenai berbagai pengetahuan dasar

sebagai seorang engineer. Mata kuliah yang diberikan di masa TPB diantaranya Kalkulus, Kimia Dasar, Fisika Dasar dan bebagai pengetahuan tambahan seperti Tata Tulis Karya Ilmiah (TTKI), Olahraga, Pengenalan Tekno-logi Informasi (PTI), Konsep Pengembangan Ilmu Pengetuan (KPIP), Sis-tem Alam Semesta (SAS), serta mata kuliah penge-nalan keprofesian jurusan. Masa TPB sendiri, di-laksanakan pada tahun pertama perkuliahan, yakni di semester 1 dan 2.

Lalu bagaimana tanggapan dari masa kampus sendiri tentang adanya TPB di ITB ? Menurut kue-sioner yang telah disebarkan oleh penulis, didapat-kan hasil tanggapan yang beragam dari masa kam-pus. Lima puluh lima persen dari semua responden yang berhasil dimintai suara, menyebutkan bahwa TPB itu penting untuk dilaksanakan di kampus ITB, mengapa? beberapa mahasiswa mengemukakan berbagai alasan tentang hal tersebut. Menurut Amelia SAPPK, “ Untuk memberikan teori dasar yang seim-bang bagi seluruh mahasiswa ITB dengan berbagai latar belakang pendidikan SMA yang berbeda”. Menurut Deby FMIPA, “ Mendukung banget buat penjurusan, karena yang dipelajari sekarang adalah dasar ke semua jurusan IPA, semua mata kuliah itu penting, nggak ada yang nggak penting”.

Empat puluh persen dari responden yang berhasil dimintai suara menyebutkan bahwa TPB itu kurang penting, karena mereka merasa terdapat beberapa mata kuliah di TPB yang tidak memiliki hubungan dengan mata kuliah saat di jurusan nanti, namun mata kuliah tersebut memiliki bobot SKS yang cukup ting-gi sehingga menyebabkan beban psikis bagi para mahasiswa, apalagi jika ujian atau praktikum sedang mendekat. Sisanya menyebutkan bahwa TPB itu ti-dak penting, karena beberapa mata kuliah yang di-pelajari di TPB kurang relevan dengan mata kuliah di jurusan.

Dari hasil di atas dapat disimpulkan bahwa mahasiswa ITB merasa TPB itu penting. Namun, saat ditanya tentang ada tidaknya keluhan saat mengikuti masa TPB di tahun pertama, 60% dari responden me-nyatakan bahwa mereka memiliki beberapa keluhan. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut. Menurut Brilly FMIPA, “ Kurang ditekankan atau di-perjelas mengenai sejarah, baik, buruk, dan masa de-pan keberadaan program TPB”.

Adanya perubahan yang signifikan dari cara be-lajar SMA menjadi seorang anak kuliahan menjadi-kan TPB ini penting. Sayangnya dalam pelaksanaan-nya memang sulit untuk mencapai kondisi ideal. TPB pun masih menimbulkan keluhan dan kontroversi. Tidak ada yang benar atau pun yang salah, pertanya-annya, siapa yang mau bergerak untuk lebih baik?

TPB, Masih Perlu?

SENTILAN

eureka!11

Oleh Andrean Eka Luciana

Susah, tapi seru sih. Bikin sadar juga kalau ilmu di SMA masih kurang.

Ayu SF’11

Bagus, tapi sayang sekali baru bisa beradaptasi di peghujung semester 1.

Nyoman STEI ‘11

Bisa ketemu temen baru dan menyesuaikan dengan cara ngajar dosen.TPB Cup, UTS, dan praktikum bikin tambah seru.Asri FITB ‘11

Kalo ada mata kuliah yang tidak sesuai dengan penjurusan lebih baik hilangkan saja.

Deby FMIPA’11

kata mereka

Program TPB dimulai pada tahun 1973 , bertujuan untuk memberikan landasan kuat di bidang sains dan

teknologi bagi mahasiswa baru“

Page 14: eureka! edisi februari 2012

tama kali masuk KMPA Ganesha ITB. Pada saat Acara akhir sebe-lum menjadi anggota KMPA ia dan Fanka berada dalam satu ke-lompok. Ketika ditanya mengenai bagaimana Fanka di mata dirinya, ia menjawab, “Fanka merupakan ‘tipe tong sampah’ yang baik.” Maksudnya hampir setiap orang yang mempunyai masalah akan bercerita kepada Fanka karena se-lain merupakan pendengar yang baik, Fanka pun kerap memberi solusi yang baik. Selain itu menu-rutnya Fanka cenderung ceplas-ceplos jika berbicara dan pandai melobi orang, “Fanka juga ahli masak,” tambahnya.

Terakhir Yudha berdoa agar Fanka diterima di sisi-Nya. Ia juga berjanji tidak akan berhenti mela-kukan pengarungan karena peris-tiwa ini, malah ia akan terus mela-kukannya dan berusaha agar ke-jadian seperti ini tidak terulang la-gi. “Kalau dia (Fanka) ada di sini dia pasti gak mau liat saya ber-henti main gara-gara kejadian ini, dia pasti bilang ‘ngapain loe ber-henti gara-gara gue? lemah loe!’ dan saya gak mau dibilang lemah sama dia.”

Selamat Jalan, Yofanka

ampus Ganesha kembali dirundung duka. Ange-Klina Yofanka, atau lebih

akrab disapa Fanka, ditemukan meninggal dunia setelah tiga hari dinyatakan hilang di Sungai Ci-kandang, Garut. Fanka dinyata-kan hilang sejak hari Minggu (05/02) saat ia terjatuh dari pera-hu yang ditumpanginya untuk pengarungan di Sungai Cikan-dang dan terbawa arus air. Minggu (05/02) Fanka dan rekan rekan dari Keluarga Mahasiwa Pecinta Alam (KMPA) Ganesha ITB beserta rekan-rekan dari Unit Kegiatan Mahasiswa Pecinta A-lam lainnya melakukan pengaru-ngan di Sungai Cikandang, Garut. Namun sayangnya perahu yang ditumpangi Fanka terbalik se-hingga Fanka dan tiga temannya jatuh ke sungai. Diperkirakan Fanka terbawa arus menuju batu undercut dan terjebak oleh arus air yang menggulung di sana. Usaha pencarian beliau pun terus dilakukan hingga pada hari Rabu (08/02) usaha pencarian menemui titik terang. Perempuan yang terdaftar sebagai mahasiswa Teknik Kelautan ITB tersebut ditemukan wafat di dekat lokasi undercut.

Ia lahir di Jakarta tanggal 11 Juli tahun 1992. Fanka bergabung dengan Kelompok Mahasiswa Pencinta Alam sejak ia masuk ITB tahun 2009. Kepergian Fanka, ti-dak disangka dan begitu tiba-tiba membuat teman-temannya tidak percaya. Salah satu teman seang-katannya di KMPA Ganesha ITB, Yohanes Yudha, mengakatan bah-wa ia masih tidak percaya dengan kepergian Fanka dan baginya ke-hilangan Fanka seperti kehi-langan seorang adik. Ia dan Fanka sudah saling mengenal sejak per-

NamaAngelina Yofanka

Fakultas/JurusanFTSL/Teknik Kelautan 2009

OrganisasiKMPA Ganesha ITB

KMKL ITBKMK ITB

HobiTravellingTrackingCooking

Selamat Jalan Teman, Yofanka

OBITUARI

oleh : Annisa Ferani Ramadhani

Segenap kelurga besar Angelina Yofanka dan Keluarga Mahasiswa Pecinta Alam Ganesha

ITB mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu, baik moril maupun materiil, dalam pencarian

saudara kami, Angelina Yofanka.Sekecil apapun amal baik teman-teman dan saudara-saudara dalam pencarian tersebut

sangat berarti bagi kami.

eureka!12

Page 15: eureka! edisi februari 2012

PERSMAHASISWAITB

mencerahkan, mencerdaskansunken court E-02, ITB

mau kegiatan lembaga Anda diliput dan menjadi berita?

Hubungi kami di 085722803358

info

Page 16: eureka! edisi februari 2012

QUIS CUSTODIET

IPSOS CUSTODES“