ETPROF

25
I. PENDAHULUAN a. Latar Belakang Kita mengetahui bahwa Indonesia adalah negeri yang sangat kaya akan budaya, terdapat ratusan bahkan lebih suku bangsa dan bahasa yang mendiami wilayah nusantara dengan ribuan budaya yang beraneka ragam. Setiap suku di Indonesia memiliki adat budaya dan kebiasaan sendiri-sendiri. Suku bangsa adalah bagian dari suatu bangsa. Suku bangsa mempunyai ciri-ciri mendasar tertentu. Ciri-ciri itu biasanya berkaitan dengan asal- usul dan kebudayaan. Ada beberapa ciri yang dapat digunakan untuk mengenal suatu suku bangsa, yaitu: ciri fisik, bahasa, adat istiadat, dan kesenian yang sama. Contoh ciri fisik, antara lain warna kulit, rambut, wajah, dan bentuk badan. Ciri-ciri inilah yang membedakan satu suku bangsa dengan suku bangsa lainnya. Suku bangsa merupakan kumpulan kerabat (keluarga) luas. Mereka percaya bahwa mereka berasal dari keturunan yang sama. Mereka juga merasa sebagai satu golongan. Dalam kehidupan sehari-hari mereka mempunyai bahasa dan adat istiadat sendiri yang berasal dari nenek moyang mereka. Dalam mata kuliah etika profesi wajib bagi mahasiswa untuk mengerti apa itu etika dan etiket sebab dalam berkehidupan bermasyarakat dengan majemuknya suku di

Transcript of ETPROF

I. PENDAHULUAN

a. Latar Belakang

Kita mengetahui bahwa Indonesia adalah negeri yang sangat kaya akan budaya, terdapat ratusan bahkan lebih suku bangsa dan bahasa yang mendiami wilayah nusantara dengan ribuan budaya yang beraneka ragam.Setiap suku di Indonesia memiliki adat budaya dan kebiasaan sendiri-sendiri. Suku bangsa adalah bagian dari suatu bangsa. Suku bangsa mempunyai ciri-ciri mendasar tertentu. Ciri-ciri itu biasanya berkaitan dengan asal-usul dan kebudayaan. Ada beberapa ciri yang dapat digunakan untuk mengenal suatu suku bangsa, yaitu: ciri fisik, bahasa, adat istiadat, dan kesenian yang sama. Contoh ciri fisik, antara lain warna kulit, rambut, wajah, dan bentuk badan. Ciri-ciri inilah yang membedakan satu suku bangsa dengan suku bangsa lainnya. Suku bangsa merupakan kumpulan kerabat (keluarga) luas. Mereka percaya bahwa mereka berasal dari keturunan yang sama. Mereka juga merasa sebagai satu golongan. Dalam kehidupan sehari-hari mereka mempunyai bahasa dan adat istiadat sendiri yang berasal dari nenek moyang mereka. Dalam mata kuliah etika profesi wajib bagi mahasiswa untuk mengerti apa itu etika dan etiket sebab dalam berkehidupan bermasyarakat dengan majemuknya suku di Indonesia sehingga membutuhkan suatu pengetahuan lebih untuk mengetahui keadaan suatu suku dengan kajian etika dan etiket.

b. Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana kaitan etika dan etiket dalam kehidupan suku Togutil, Halmahera, Maluku.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Etika (ethics) dapat diartikan sebagai moral, masyarakat sering mengaitkan moralitas dengan adat istiadat atau kebiasaan yang baik yang berlaku dalam masyarakat. Etiket (etiquette) berarti span santun, etiket bukan hanya digunakan dalam pergaulan saja, tetapi dijadikan sebagi jalan untuk memuluskan hubungan hubungan dan melancarkan berbagai urusan. Persamaan etika dan etiket yaitu keduanya sama menyangkut perilaku manusia secara normatif artinya apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan oleh seseorang. Karena sifatnya normatif maka kedua istilah ini sering kali rancu dalam penerapannya, banyak sekali orang yang sering kali cenderung merancukan antara etka dan etiket dalam kehidupan sehari-hari (Vissia, 2003).

Etika adalah suatu cabang ilmu filsafat. Maka di dalam literatur, dinamakan juga filsafat moral, yaitu suatu sistem prinsip-prinsip tentang moral, tentang baik atau buruk. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa etika adalah disiplin yang mempelajari tentang baik atau buruk sikap tindakan manusia (Sofyan, dkk (Peny.), 2006).

Etiket berasal dari bahasa Inggris Etiquette. Etika berarti moral, sedangkan etiket berarti sopan santun. Persamaan etika dengan etiket adalah sama-sama menyangkut perilaku manusia dan memberi norma bagi perilaku manuia, yaitu menyatakan tentang apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan (Wahyuningsih, 2006).

Kebanyakan orang mengartikan kebudayaan adalah hasil seni, keindahan, warisan leluhur, tari-tarian, musik, bahasa, kebiasaan (folkways) yang dilakukan suatu daerah, dan lain-lain. Hal tersebut sejalan dengan pemikiran E.B. Taylor (dalam Teori-Teori Sosial Budaya, 1994: 23) yang menyatakan bahwa kebudayaan itu adalah seluruh yang kompleks yang didalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat -istiadat dan kemampuan serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Selain itu norma dan nilai sebagai unsur kebudayaan merupakan pedoman dalam kehidupan bermasyarakat. Sebab unsur kebudayaan tersebut merupakan alat dan rujukan terhadap tindakan anggota dan masyarakat itu sendiri secara keseluruhan (Usman Pellyet al., 1994).

III. METODE PENULISAN

Pada penulisan makalah ini, kami menggunakan metode studi literatur dan studi kasus. Tahap pertama yang dilakukan adalah mengumpulkan data-data. Dari data-data yang didapat, kami melakukan studi literatur. Untuk mendukung hasil dari studi literatur, maka kami juga melakukan studi kasus. Dari studi literatur dan studi kasus kami mendapatkan informasi mengenai kaitan etika dan etiket dalam kehidupan Suku Togutil, Halmahera, Maluku. Juga untuk mendapatkan informasi kebudayaan, adat istiadat dan kehidupan dalam bermasyarakat. Sehingga dari hasill analisa dapat ditarik sebuah kesimpulan.

MENGUMPULKAN DATA-DATAMULAI

STUDI LITERATUR

STUDI KASUS

HASIL

KESIMPULAN

SELESAIIiI

Gambar 3.1 Diagram Alir Metode Penelitian

IV. PEMBAHASAN

Dalam pembahasan ini, studi kasus yang penulis lakukan yaitu pada Suku Togutil yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara. Suku Togutil adalah salah satu suku dari sekian ratus suku di Indonesia yang masih hidup di dalam hutan pedalaman yang jauh dari peradaban manusia dan belum membuka diri untuk kebudayaan luar karena mereka masih mengutamakan adat di istiadat sehingga dalam pembahsan ini penulis ingin menghubungkan bagaimana kaitan etika dan etiket dalam kehidupan suku Togutil.Suku Togutil adalah suku yang hidup di pedalaman hutan Kabupaten Halmahera timur, Maluku Utara. Togutil sendiri memiliki arti suku yang hidup di hutan atau dalam bahasa Halmahera pongana mo nyawa. Cara hidup togutil yang berpindah-pindah di dalam hutan Wasile, yang terletak di sisi timur Ternate. Dari kota Buli perjalanan menenpuh sejauh 40 kilometer menuju hutan Wasile. Suku Togutil terkenal dengan sebutan nomaden, dan karena itu kehidupan mereka masih sangat tergantung pada keberadaan hutan hutan asli, maka dikatakan hutan adalah yang paling tepat bagi pemukiman mereka. Mereka bermukim secara berkelompok di sekitar sungai. Komunitas Togutil yang bermukim di sekitar Sungai Dodaga sekitar 42 rumah tangga. Rumah-rumah mereka terbuat dari kayu, bambu dan beratap daun palem sejenis Livistonia sp. Umumnya rumah mereka tidak berdinding dan berlantai papan panggung.Makna Suku Togutil Togutil adalah suku yang hidup di pedalaman hutan Kabupaten Halmahera Timur, Maluku Utara. Togutil sendiri memiliki arti "suku yang hidup di hutan" atau dalam bahasa Halmahera pongana mo nyawa. Cara hidup Togutil adalah dengan berpindah-pindah di dalam hutan Wasile, yang terletak di sisi timur Ternate. Bagi orang Ternate, kata Togutil sebagai sebuah istilah, yaitu identik dengan makna kata primitif, keterbelakangan, kebodohan ketertinggalan serta masih banyak lagi konotasi-konotasi yang bermakna serupa lainnya. Warga Suku Togutil hidup dalam kondisi primitif, bahkan tidak mengenal huruf. Mereka juga terlihat bertelanjang dada. Suku Togutil sebenarnya telah mengenal peradaban luar, namun mereka memilih menjauhi modernitas. Tradisi turun-temurun membawa mereka ke kerangka hidup sederhana dan terus dipertahankan.

Gambar 4.1 kondisi primitif suku TogutilSuku Togutil di Halmahera yang tinggal di hutan diperkirakan masih sekitar 200 kepala keluarga. Sedangkan 46 kepala keluarga telah direlokasi di Kecamatan Wasile Timur. Menurut Bupati Halmahera Timur Rudi Irawan, program relokasi telah ada sejak 1967. Pada 2009 relokasi rumah mulai dibangun kembali. "Mula-mula mereka tidak betah karena biasa hidup di ruang terbuka," ujar Rudi. Dalam keseharian kehidupan masyarakat di Maluku Utara yang hingga sekarang ini juga telah memasuki era digital sebagaimana orang-orang di pulau Jawa, namun ternyata masih ada saudara-saudaranya yang ada di pedalaman pulau Halmahera yang hidupnya masih primitif dan terbelakang serta jauh dari sentuhan modernisasi. Padahal negara ini sudah merdeka lebih dari 65 tahun yang lalu. Pembahasan hanya terfokus pada keberadaan sebuah komunitas yakni orang-orang suku Togutil yang masih tersisa yang mengalami ketertinggalan dalam perkembangan sosio-kultural yang disebabkan karena mereka terisolasi atau mengisolasikan diri dari pergaulan dengan lingkungan manusia lainnya. Hidup mereka telah menyatu dengan alam sehingga hutan rimba, sungai-sungai dan goa-goa di belantara pedalaman pulau Halmahera menjadi rumah mereka. Di pedalaman pulau Halmahera, komunitas suku pengembara ini ditemui di beberapa kawasan. Di utara masih terdapat di pedalaman Tobelo, di tengah seperti terdapat di Dodaga, di pedalaman Kao, di pedalaman Wasilei dan agak ke selatan juga terdapat beberapa komunitas mereka di pedalaman Maba dan Buli. Setiap komunitas (kelompok) suku primitif ini berbeda antara satu dengan yang lainnya. Bahkan mereka saling berperang bila bertemu. Namun demikian, bagi masyarakat Maluku Utara, masing-masing kelompok orang-orang Togutil ini, semuanya disebut sebagai Suku Togutil saja. Yang membedakan sebutan terhadap mereka adalah kawasan yang menjadi tempat pengembaraan mereka, misalnya Togutil Tobelo, Togutil Dodaga, Togutil Wasilei, Togutil Maba, dsb.Usaha pemukiman terhadap masyarakat terasing merupakan program utama pemerintah dalam usaha membiasakan mereka hidup menetap dan bercocok tanam (bertani). Menetap dengan pengharapan dapat meningkatkan kesejahteraan fisik dan rohani. Usaha ini dimaksudkan agar mereka dapat secepatnya mencapai taraf hidup yang sejajar dengan masyarakat Indonesia umumnya. Atas pemikiran inilah, Pemerintah daerah di Maluku Utara pada tahun 1971 pernah membangun pemukiman (relokasi) untuk orang-orang suku Togutil Dodaga di kecamatan Wasilei Halmahera Tengah. Yang dimaksud dengan orang-orang Togutil Dodaga adalah sekelompok orang suku Togutil yang berdiam di sekitar hutan dekat Dodaga. Penambahan kata Dodaga di belakang nama golongan etnis ini adalah agar dengan mudah dapat membedakannya dengan orang-orang suku Togutil lain yang terdapat di kecamatan Wasilei, maupun di kecamatan-kecamatan lain di pedalaman pulau Halmahera. Beberapa saat setelah suku Togutil Dodaga ini bermukim di tempat relokasi yang dibangun pemerintah, mereka kembali lagi ke hutan dan hidup lagi menurut cara yang lama. Peristiwa tersebut menimbulkan pertanyaan, apa sebab usaha ini gagal, sedangkan usaha-usaha serupa berhasil di tempat lain, seperti Suku Naulu di pulau Seram, orang Dayak Bukit di Kalimantan, Suku Sakai di Sumatera dsb. Masyarakat di Desa-Desa sekitar mengatakan bahwa orang-orang Togutil ketika musim hujan tiba, merasa terganggu dengan suara bising air hujan yang jatuh, karena atap tidak terbuat dari dedaunan sehingga mereka ketakutan dan lari kembali lagi ke hutan. Alasan lain mungkin karena mereka tidak terbiasa dengan sandang dan pangan ala kita. Suku Togutil di pedalaman hutan Halmahera ada dua, yaitu; 1. Orang Togutil Dodaga yang sudah bisa diajak relokasi oleh Pemerintah, dan 2. Orang Togutil Asli yang masih hidup di hutan pedalaman yang masih menggunakan pola hidup dan ketergantungan hidup dari pemberian alam (nomaden) dan belum mengenal sistem bercocok tanam serta kehidupan yang belum tersentuh oleh dunia luar.Unsur-Unsur Kebudayaan suku Togutil Sistem Religi / Kepercayaan Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara selama penelitian orang Togutil atau masyarakat Togutil saat ini yang tinggal di satuan pemukiman desa Dodaga, Tukur-Tukur, Toboino (Totodoku) dan Tutuling jaya dan Foli adalah sebagian besar merupakan menganut agama Kristen Protestan. Hanya 3 Kepala Keluarga saja yang memeluk agama Islam. Kepercayaan yang dianut oleh masyarakat Togutil saat ini merupakan perpindahan dari sistem kepercayaan asli yang mulai ditinggalkan pada akhir tahun 1970an ketika masuknya penyebaran agama Kristen di daerah Lolobata sebagai wilayah dimana orang Togutil penghuni hutan Tututing awalnya tinggal. Pengenalan agama ini lebih meningkat lagi sejak adanya proyek pemukiman kembali masyarakat terasing pada tahun 1970. Menurut informasi dari beberapa informan bahwa masyarakat Togutil yang masih menganut sistim kepercayaan asli atau belum memiliki agama tertentu adalah mereka yang masih tinggal jauh di dalam hutan yang sama sekali belum mendapat pembinaan dari pemerintah maupun berhubungan dengan dunia luar. Kesatuan pemukimannya masih sangat terisolir. Kelompok ini oleh Huliselan 1980 dikelompok sebagai Togutil biri-biri atau dalam Keputusan Presiden Nomor 111 tahun 1999 termasuk dalam kategori KAT Kategori. Sistem Kepercayaan atau Keyakinan asli orang Togutil menurut hasil penelitian Martodirdjo (1996) terpusat pada ruh-ruh leluhur yang menempati seluruh alam lingkungan. Orang Togutil percaya akan adanya kekuatan dan kekuasaan tertinggi yaitu Jou Ma Dutu, pemilik alam semesta atau biasanya disebut juga o gikiri-moi yaitu jiwa atau nyawa. Walaupun demikian orang Togutil tidak pernah melakukan upacara-upacara pemujaan. Mereka tidak pernah menyebut istilah atau nama khusus untuk sistem religi aslinya.Kepercayaan asli orang Togutil yang terpusat pada penghormatan dan pemujaan pada leluhur tersebut digambarkan dalam berbagai makhluk halus yang dalam pandangan orang Togutil menempati seluruh lingkungan hidup sekitar baik dalam bentuk benda yang bersifat alami (nature) maupun benda hasil karya cipta manusia (culture) yang dipercaya memiliki yang mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan usaha ataupun aktivitas dalam kehidupan sehari-hari. Sistem Kekerabatan. Orang-orang Togutil hidup berkelompok yang anggotanya masih keluarga luas. Mereka masih merupakan kerabat yang terdiri dari orang tua, anak, keponakan, dan saudara-saudara. Syafruddin yang tengah menempuh program magister Antropologi di Universitas Gajah Mada mengatakan, suku Togutil menganut paham patriarki. Karenanya, jika dia lelaki dan sudah menikah, akan menjadi bagian dari kelompok tersebut. Jika perempuan dan sudah menikah, biasanya akan ikut dengan kelompok suaminya. Namun tak jarang, menurutnya, hubungan pernikahan bisa terjadi antara anggota keluarga luas yang ada dalam satu kelompok itu. Pada kelompok kecil ini, biasanya paling banyak terdiri dari 10 kepala keluarga (KK). Tapi, tak seluruhnya membangun rumah. Satu rumah dihuni minimal dua KK. Bahkan bisa tiga sampai empat KK. Sehingga satu kelompok hanya membangun sekitar tiga rumah saja, ujar Syafruddin. Bangunan rumah mereka, adalah rumah panggung setinggi satu meter dari tanah berukuran sekitar 34 meter. Rumah yang mereka bangun tanpa sekat juga tak memiliki dinding. Di bawah rumah biasanya dibuat perapian yang berfungsi sebagai penghangat kala hawa dingin menyapa. Di rumah itulah mereka berkumpul, makan, istirahat, dan bercengkerama dengan para kerabatnya.

Gambar 4.2 Tempat Tinggal Suku TogutilJalinan kekerabatan suku Togutil kerap diwujudkan dalam satu upacara makan bersama yang disebut makkudotaka. Upacara dilakukan antara satu kelompok dan kelompok yang lain. Upacara ini dilakukan tanpa ikatan waktu, bukan sebulan sekali ataukah setahun sekali. Biasanya, jika ada kelompok A bertemu dengan kelompok B, ketika kelompok B mengatakan dia suka makan telur ayam hutan, daging rusa, atau berbagai makanan enak lainnya menurut mereka, maka kelompok A tidak bisa menolak. Mereka harus menerima untuk menyiapkan segala makanan yang disebutkan tadi. Kelompok A akan minta diberi waktu, misalnya sebulan atau dua bulan untuk menyiapkan bahan makanan yang diminta. Jika dalam tempo yang diminta, makanan belum juga terkumpul, mereka akan memperpanjang waktu lagi. Pokoknya sampai makanan itu tersedia, baru dilaksanakan, terang Syafruddin. Saat itulah dua kelompok akan bertemu dan menikmati kebersamaan ala makkudotaka. Inilah sebuah upacara kebersamaan dari para penghuni rimba Halmahera. Mata Pencaharian Ketergantungan mereka pada alam membuat mereka memiliki pola hidup nomaden. Setelah persediaan umbi-umbian dan buah-buahan serta hewan menjadi berkurang mereka akan berpindah ke daerah baru. Demikianlah sehingga mereka kemudian dikenal sebagai pemilik hutan Halmahera mengingat merekalah yang pertama menjelajahi dan menempati hutan Halmahera. Bagi masyarakat Togutil yang masih primitif, tidak mengenal sistem bercocok tanam dan menetap. Sehingga salah satu mata pencaharian andalan mereka adalah berburu, menangkap ikan, mengumpulkan hasil hutan dan menggunakan sagu sebagai sumber karbohidratnya. Pola hidup suku Togutil yang sudah berbaur dengan masyarakat dapat dilihat dari kemampuan mereka dalam bercocok tanam umbi-umbian dan buah-buahan serta tanaman tahunan sehingga hidupnya tidak lagi berpindah-pindah tempat. Mereka juga sudah dapat menggunakan alat-alat pertanian dan berbusana dengan baik.Syaiful Majid, seorang peneliti kehidupan Suku Togutil dari Universitas Muhammadiyah Maluku Utara dan melakukan riset selama hampir dua tahun mendalami aspek budaya dan sosiologis dari suku ini. Menurut Syaiful, bagi suku ini hutan adalah sumber makanan. Sehingga, dalam pemaknaan Suku Togutil, hutan adalah rumah mereka, jelas Syaiful. Karena itu pula, menjaga hutan dianggap sama dengan menjaga rumah sendiri. Saat ini sebagian merupakan petani (Togutil kategori Menetap) dan sebagian lagi masih tergantung pada hasil hutan meskipun telah mengenal sistim bercocok tanam (Togutil kategori Menetap sementara). Mata pencaharian tambahan adalah berburu binatang damar maupun telur maleo untuk dijual atau ditukarkan dengan penduduk di kampung pada saat hari pasar. Tingkat pendapatan penduduk berdasarkan hasil penelitian dilapangan sangat bervariasi yaitu antara Rp. 50.000 sampai dengan Rp. 750.000,- per bulan. Sumber penghasilan umumnya berasal penjualan hasil buruan atau hasil yang diperoleh dari hutan maupun dari hasil kebun yang dikelola disekitar satuan pemukiman atau satuan rumahnya. Pendapatan diatas 500.000 merupakan pendapatan masyarakat Togutil Menetap yang memiliki profesi sebagai petani kopra maupun usaha sampingan lainnya seperti pedagang dan tukang ojek (Kartini, et. al. 2006). Sistem Bahasa Suku ini memiliki rumpun yang sama dengan Suku Tobelo, kebanyakan orang Togutil berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Tobelo Boeng dan Modole.. Mereka hidup berkelompok, satu rumah bisa dihuni dua atau tiga keluarga. Dilihat dari bahasa yang digunakan sesuai hasil penelitian, kelihatannya lebih besar pengaruh bahasa Tobelo Boeng terhadap suku ini. Orang Togutil Dodaga sebagian besar berasal dari daerah Kao. Mereka hanya menguasai dan mengerti satu bahasa yaitu bahasa Tobelo walaupun mereka sejak lama bertempat tinggal di lingkungan yang mayoritas berbahasa Maba. Suku Togutil yang dikategorikan suku terasing tinggal di pedalaman Halmahera bagian utara dan tengah, menggunakan bahasa Tobelo sama dengan bahasa yang dipergunakan penduduk pesisir, orang Tobelo.Musik BAMBU HITADA, Sistem Kesenian & Musik YANGER, ( Kesenian Tradisional orang Halmahera) Setiap masyarakat daerah manapun di setiap bangsa pasti memiliki suatu bentuk kesenian tradisional-nya masing-masing. Menurut sProf. DR. Kuntjaraningrat dalam buku Pengantar Antropologi mengatakan bahwa pokok-pokok Etnologi yang bersifat Universal dalam setiap Kebudayaan, meliputi 7 (tujuh) aspek, antara lain; Sistem peralatan hidup atau teknologi, Sistem Mata pencaharian hidup, Sistem kemasyarakatan, Sistem Pengetahuan, Bahasa, Kesenian, dan Religi. Di Maluku Utara, pohon bambu selain dimanfaatkan sebagai bahan baku peralatan dalam kebutuhan seperti; pembuatan rumah, pagar, tiang, dipan, rakit sungai, dll, juga dimanfaatkan sebagai alat musik yang dikenal dengan "Musik Bambu Hitada". Selain itu bambu dipakai sebagai alat utama untuk permainan Bambu Gila yang dalam bahasa Ternate disebut permainan Baramasuwen Sebagian masyarakat di pulau Halmahera provinsi Maluku Utara terutama di kecamatan Sahu, Ibu dan Jailolo, termasuk orang Tobelo di Halmahera utara hingga kini masih mempertahankan jenis kesenian tradisional ini. Seni Musik Bambu ini mereka sebut dengan Musik Bambu Hitada atau sering disebut juga Hitadi. Sedangkan jenis musik tradisional yang lain yang tidak menggunakan bambu dikenal dengan Musik Yanger. Musik Bambu Hitada dan Yanger ini biasanya dimainkan pada acara-acara tertentu, seperti; Hajatan Perkawinan, Pesta Rakyat atau Hajatan Syukuran di suatu kampung. Musik tradisional ini biasanya dimainkan secara bersama-sama oleh beberapa orang dalam ikatan Group. Sebuah group musik beranggotakan 5 hingga 13 orang. Selain itu dibutuhkan beberapa buah gitar kecil buatan sendiri yang disebut Juk serta satu atau dua buah Biola tradisional. Kedua alat ini biasanya dicat dengan warnawarni yang kontras untuk keindahan. Alat-alat musik ini dimainkan secara bersama-sama, sehingga menghasilkan satu irama musik yang enak didengar. Pada musik Bambu Hitada lebih membutuhkan banyak personil untuk memainkannya, karena setiap orang hanya memegang dua batang bambu yang hanya memiliki nada satu tone saja. Kerajinan Tangan SALOI, Saloi adalah tas punggung tradisional masyarakat Halmahera Utara. Saloi terbuat dari rotan dan biasanya digunakan kaum perempuan untuk pergi ke kebun. Saloi memiliki bentuk bundar yang mengerucut ke bawah. Saloi yang terdapat di Malifut biasanya berukuran lebih kecil. Bentuk Saloi di Halmahera Utara sangat mirip dengan Saloi yang terdapat di kepulauan Sangihe hanya saja berbeda dalam hal bahan dasar yang digunakan. TOLU, Tolu atau topi biasanya digunakan masyarakat Halmahera Utara untuk berkebun ataupun melaut. Tolu berbahan dasar pelepah pinang yang sudah terlebih dahulu dikeringkan. Bentuknya sangat mirip dengan topi tradisional petani Indonesia. Tolu dapat dijumpai pada hampir semua suku di Halmahera Utara dan berfungsi sebagai peneduh dari hujan dan terik matahari. PIRING ROTAN, Sesuai namanya, piring ini terbuat dari rotan yang saling dililit-lilitkan dan dibentuk menyerupai piring makan pada umumnya. Biasanya sebelum diisi makanan piring rotan akan terlebih dahulu dialasi daun pisang. POROCOSIGI, Porocosigi dengan bentuk menyerupai botol dibuat dengan memanfaatkan daun pandan kering. Di bagian atas Porocosigi biasanya dihiasi dengan daun Woka yang sudah terlebih dahulu diwarnai. Bagi masyarakat Halmahera Utara, Porocosigi berfungsi sebagai wadah penyimpan beras.Kaitan etika dan etiket yang bisa ketahui dari asal-usul, adat istiadat, kebudayaan serta kehidupan sehari hari suku Togutil tersebut. Sebagai salah satu suku yang hidup di pedalaman yang terbelakang, jauh dari peradaban modernisasi membuat kehidupan mereka hanya terdiri dari satu keluarga atau kerabat yang hidup berkelempok. Dalam kehidupannya mereka masih menggunakan pakaian yang hanya menutupi kemaluannya dan untuk perempuan dada yang terbuka, secara etika hal ini mungkin menurut suatu golongan masyarakat seperti kita sebagai manusia modern hal ini di nilai buruk, namun hal ini bagi mereka adalah suatu hal yang benar sebab cara berpakaian mereka adalah kebiasaan yang telah turun temurun. Kemudian rumah mereka yang terbuat dari kayu bulat dan beratap dari daunan menunjukkan bahwa mereka mempunyai kehidupan yang sederhana yang tidak merusak hutan, sebab hutan adalah tempat hidup mereka. Kekerabatan yang mereka jalin antar suku di Halmahera timur, terkadang menunjukkan kurangnya keharmonisan antar suku hal ini di sebabkan wilayah pemukiman, namun di sisi lain mereka justru sangat menjunjung tinggi kekerabatan dengan membuat suatu agenda pertemuan dan menikmati bersama yang diseebut makkudotaka. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan jalinan silahturahmi antar suku yang ada di pedalaman, kaitan ini dengan etika dan etiket yaitu mereka saling menghargai keberdaan suku lain dan emereka mempunyai etiket yang baik terhadap sesame suku untuk tercapainya suatu keseimbangan hubungan antar suku. Kemudian mereka yang tinggal di pedalaman sudah mengenal suatu sistem kepercayaan yang di anut secara turun menurun yang mereka yakini bahwa ada suatu kukatan besar di luar mereka. Namun kini suku Togutil ada yang telah bermukim dan bermasyarakat sehingga membuat mereka mengerti kehidupan bersosial mereka juga mempunyai kebudayaan dan kesenian.

V. KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat penulis ambil dari uraian diatas adalah setiap golongan ataupun suku yang hidup pasti memiliki etika dan etiket, namun etika dan etiket suku pedalaman seperti suku Togutil diartikan berbeda dengan etika dan etiket yang ada di kehidupan modern. Hal ini berkaitan erat dengan suatu tata cara, adat istiadat, kebudayaan dan kebiasaan yang bagi mereka masih wajar sebab itu merupakan bagian dari salah satu warisan yang turun-menurun dari nenek moyang mereka.

DAFTAR PUSTAKA

Aminah, Andi Nur. 2011. Togutil Penghuni Rimba Halmahera. Bataviase.co.idAnonim. 2014. Mengenal suku Togutil. http://aci.detik.travel/grouppetualang.com diakses pada tanggal 15 maret 2014.Kartini,et al. 2006. Pemanfaatan Keanekaragaman Tumbuhan Oleh Masyarakat Togutil Di Sekitar Taman Nasional Aketajawe Lolobata. Bogor : Jurnal Fakultas Kehutanan IPB.Latif, Busranto. 2009. Mengenai Orang Togutil Suku Terasing Di Pedalaman Pulau Halmahera. http://ternate.wordpress.com/2009/03/25/mengenal-orang-togutil-suku-terasing-di-pulau-halmahera-2.com. diakses pada 15 maret 2014Martodirdjo, H. S. 1996. Orang Togutil Di Halmahera(Disertasi). Bandung : Universitas Padjajaran.Pelly, U., Menanti, A. 1994. Teori-Teori Sosial Budaya. Jakarta: B3PTKSM www.stiks-tarakanita.ac.id/.../JurnalSofyan, Mustika, dkk (Peny.). 2006. Bidan Menyongsong Masa Depan. Cetakan VIII. Jakarta : PP. IBI. 2006Vissia, Trimurti A. Jati. 2003. Mengenal Etika dan Etiket Di Tempat Kerja. http://www.stiks-tarakanita.ac.id/files/Jurnal%20Vol. diakses pada tanggal 16 Maret 2014Wahyuningsih, Heni Puji. 2006. Etika Profesi Kebidanan Sebuah Pengantar. Yogyakarta : Fitrimaya.

PELANGGARAN-PELANGGARAN ETIKA DAN ETIKET A. Pelanggaran Etika1. Mencuri barang dagangan di pasar2. Pelecehan seksual kepada wanita di kendaraan umum3. Menjual minuman keras yang dilarang pemerintah4. Berbicara dengan kata-kata kasar5. Mengkonsumsi narkoba6. Memakai pakaian yang tidak sopan di khalayak ramai7. Mesum di khalayak ramai8. Membunuh manusia9. Korupsi10. Kolusi11. Nepotisme12. Tidak mengembalikan pinjaman13. Selingkuh14. Memfitnah15. Berzina16. Mencontek pekerjaan orang lain17. Munafik18. Menggunjing19. Berbuat keributan di tempat umum20. Menghidupakan musik dengan volume keras pada tengah malam

B. Pelanggaan Etiket1. Makan menggunakan tangan kiri2. Tidak adil3. Masuk rumah orang tanpa izin4. Tidak mengucapkan salam ketika bertamu5. Tidak menghormati dosen 6. Menipu7. Tidak mengucapkan terimakasih setelah diberi bantuan8. Bersendawa saat perjamuan makan 9. Menaruh kaki di meja ketika ada tamu10. Memakai pakaian yang tidak sopan ketika ada tamu11. Tidak menghargai yang lebih tua12. Mengabaikan teman yang bertanya13. Berbicara tidak sopan di khalayak ramai14. Bertingkah laku tidak sopan di khalayak ramai15. Meludah sembarangan di khalayak ramai16. Menyela pembicaraan orang lain17. Mencemooh18. Menghina orang lain19. Kentut saat pertemuan20. Bermain hp pada saat kuliah sedang berlangsung