etos kerja

42
BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG krisis multidimensi tahun 1997 menyebabkan banyak pengaruh dalam pembangunan Indonesia. Pertama, di bidang ekonomi, masyarakat lebih mengutamakan ekonomi rente daripada ekonomi riil, sebuah cerminan etos kerja yang ingin cepat kaya tanpa kerja keras. Kedua, di bidang birokrasi, untuk bisa duduk di jabatan tertentu banyak dilakukan secara tidak profesional, yang mencerminkan etos yang mengutamakan jabatan demi uang dan kekuasaan daripada prestasi dan pelayanan publik. Ketiga, di bidang pendidikan, masih terdapat adanya proses pendidikan yang ditempuh tidak semestinya, merupakan cerminan etos buruk yang menginginkan gelar tanpa kompetensi. Rendahnya etos Indonesia menurut Jansen juga diperparah dengan negatifnya keteladanan yang ditunjukkan oleh para pemimpin. Mereka merupakan model bagi masyarakat yang bukan hanya memiliki kekuasaan formal, namun juga kekuasaan nonformal yang justru sering disalahgunakan. Selama ini bisa dijelaskan bahwa bangsa Indonesia memiliki nilai-nilai budaya yang diidentifikasi dari mentalitas 1

Transcript of etos kerja

Page 1: etos kerja

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

krisis multidimensi tahun 1997 menyebabkan banyak pengaruh dalam

pembangunan Indonesia. Pertama, di bidang ekonomi, masyarakat lebih mengutamakan

ekonomi rente daripada ekonomi riil, sebuah cerminan etos kerja yang ingin cepat kaya

tanpa kerja keras. Kedua, di bidang birokrasi, untuk bisa duduk di jabatan tertentu banyak

dilakukan secara tidak profesional, yang mencerminkan etos yang mengutamakan jabatan

demi uang dan kekuasaan daripada prestasi dan pelayanan publik. Ketiga, di bidang

pendidikan, masih terdapat adanya proses pendidikan yang ditempuh tidak semestinya,

merupakan cerminan etos buruk yang menginginkan gelar tanpa kompetensi. Rendahnya

etos Indonesia menurut Jansen juga diperparah dengan negatifnya keteladanan yang

ditunjukkan oleh para pemimpin. Mereka merupakan model bagi masyarakat yang bukan

hanya memiliki kekuasaan formal, namun juga kekuasaan nonformal yang justru sering

disalahgunakan.

Selama ini bisa dijelaskan bahwa bangsa Indonesia memiliki nilai-nilai budaya yang

diidentifikasi dari mentalitas pembangunan yang mengakar dalam kepribadian bangsa

Indonesia (menurut Koentjaraningrat), yaitu

1. Tidak berorientasi pada achievment, pada amal dari karya, kerja untuk

makan/hidup/dunia

2. Orientasi pada waktu lampau

3. Hidup selaras dengan alam, tergantung pada nasib

4. Konsep sama rata sama rasa (konformisme, orientasi pada atasan/vertikal)

Etos kerja yang buruk ditambah dengan mentalitas pembangunan yang dimiliki orang

Indonesia saat ini menjadi bahan yang perlu dipikirkan secara mendalam.

1

Page 2: etos kerja

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa itu etos kerja ??

2. Bagaimana perbandingan kondisi etos kerja bangsa Indonesia dengan bangsa

lain??

3. Hal apa saja yang berpengaruh terhadap etos kerja??

4. Bagaimana pengembangan etos kerja yang tepat dilakukan??

5. Implikasi etos kerja terhadap pendidikan formal dan pendidikan non formal??

6. Bagaimana etos kerja pegawai negeri sipil??

7. Solusi guna meningkatkan efektivitas dan efisiensi kerja??

C. TUJUAN PENULISAN

1. Mendeskripsikan pengertian etos kerja

2. Mendeskripsikan kondisi etos kerja di Indonesia saat ini

3. Mendeskripsikan pengembangan etos kerja

4. Mendeskripsikan hal-hal yang mempengaruhi etos kerja

5. Mendeskripsikan implikasi etos kerja terhadap PF dan PNF

D. MANFAAT PENULISAN

1. Mengevaluasi kinerja pelbagai pihak pemerintah dalam mengemban amanat rakyat

2. Menjadi refrensi untuk memperbaiki etos kerja yang sudah melekat terhadap

pemerintahan Indonesia.

3. Membangun etos kerja yang baik bagi para pegawai

4. Mempersiapkan diri untuk memiliki etos kerja yang baik guna membangun negara

dari segala sektor dan dari berbagai pihak terkait misalnya mahasiswa

E. METODE PENULISAN

Dalam penulisan makalah yang berjudul Etos Kerja ini penulis menggunakan metode

study literatur atau menelaah lebih dalam terhadap tulisan-tulisan yang ada.

2

Page 3: etos kerja

BAB II

PEMBAHASAN

A. Kajian Teori

1. Pengertian etos kerja

Etos berasal dari bahasa Yunani (etos) yang memberikan arti sikap, kepribadian,

watak, karakter, serta keyakinan atas sesuatu. Sikap ini tidak saja dimiliki oleh

individu, tetapi juga oleh kelompok bahkan masyarakat .

Dalam kamus besar bahasa Indonesia etos kerja adalah semangat kerja yang

menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang atau sesesuatu kelompok.

Secara terminologis kata etos, yang mengalami perubahan makna yang meluas.

Digunakan dalam tiga pengertian yang berbeda yaitu:

a. suatu aturan umum atau cara hidup.

b. suatu tatanan aturan perilaku.

c. Penyelidikan tentang jalan hidup dan seperangkat aturan tingkah laku .

Dalam pengertian lain, etos dapat diartikan sebagai thumuhat yang

berkehendak atau berkemauan yang disertai semangat yang tinggi dalam

rangka mencapai cita-cita yang positif.

Akhlak atau etos dalam terminologi Prof. Dr. Ahmad Amin adalah

membiasakan kehendak. Kesimpulannya, etos adalah sikap yang tetap dan

mendasar yang melahirkan perbuatan-perbuatan dengan mudah dalam pola

hubungan antara manusia dengan dirinya dan diluar dirinya .

Menurut Sondang P. Siagian (2002) Etos kerja adalah norma-norma yang

mengikat dan ditetapkan secara eksplisit serta praktek-praktek yang diterima dan

diakui sebagai kebiasaan yang wajar untuk dipertahankan dan diterapkan dalam

kehidupan kekaryaan para anggota suatu organisasi.

3

Page 4: etos kerja

Sedangkan Mochtar Lubis (Manusia Indonesia :1997) Etos kerja adalah sikap

terhadap waktu, kerja dan masa depan yang kemudian membentuk sehimpunan

perilaku khas individu/organisasi.

Dan menurut Abdullah (1979) Etos kerja sebagai suatu aspek evaluatif yang

bersifat menilai kerja atau usaha ekonomi yang dianggap sebagai suatu

keharusan demi hidup, sesuatu yang imperatif dari diri atau sesuatu yang

terikat pada identitas yang sakral seperti agama.

Menurut K.H. Toto Tasmara etos kerja adalah totalitas kepribadian dirinya serta

caranya mengekspresikan, memandang, meyakini dan memberikan makna ada

sesuatu, yang mendorong dirinya untuk bertindak dan meraih amal yang optimal

(high Performance) .

Dengan demikian adanya etos kerja pada diri seseorang pedagang akan lahir

semangat untuk menjalankan sebuah usaha dengan sungguh-sungguh, adanya

keyakinan bahwa dengan berusaha secara maksimal hasil yang akan didapat

tentunya maksimal pula. Dengan etos kerja tersebut jaminan keberlangsungan

usaha berdagang akan terus berjalan mengikuti waktu.

Tanda-tanda orang yang memiliki etos kerja yang tinggi :

1. Mempunyai penilaian yang positif terhadap hasil kerja manusia.

2. Menempatkan pandangan tentang kerja sebagai suatu hal yang amat luhur

bagi eksistensi manusia

3. Kerja yang dirasakan sebagai aktivitas yang bermakna bagi kehidupan

manusia

4. Kerja dihayati sebagai suatu proses yang membutuhkan ketekunan dan

sekaligus sarana yang penting dalam mewujudkan cita-cita

5. Kerja dilakukan sebagai bentuk ibadah.

Sedangkan bagi individu atau kelompok masyarakat, yang dimiliki etos kerja

yang rendah, maka akan menunjukkan ciri-ciri yang sebaliknya, yaitu:

a.       Kerja dirasakan sebagai suatu hal yang membebani diri,

b.       Kurang dan bahkan tidak menghargai hasil kerja manusia,

4

Page 5: etos kerja

c.       Kerja dipandang sebagai suatu penghambat dalam memperoleh

kesenangan,

d.       Kerja dilakukan sebagai bentuk keterpaksaan,

e.       Kerja dihayati hanya sebagai bentuk rutinitas hidup.

2. Fungsi dan Tujuan Etos Kerja

Secara umum, etos kerja berfungsi sebagai alat penggerak tetap perbuatan dan

kegiatan individu. Menurut A. Tabrani Rusyan, fungsi etos kerja adalah:

a. Pendorang timbulnya perbuatan.

b. Penggairah dalam aktivitas.

c. Penggerak, seperti mesin bagi mobil besar kecilnya motivasi akan

menentukan cepat lambatnya suatu perbuatan .Kerja merupakan perbuatan

melakukan pekerjaan atau menurut kamus W.J.S Purwadaminta, kerja berarti

melakukan sesuatu, sesuatu yang dilakukan . Kerja memiliki arti luas dan

sempit dalam arti luas kerja mencakup semua bentuk usaha yang dilakukan

manusia, baik dalam hal materi maupun non materi baik bersifat intelektual

maupun fisik, mengenai keduniaan maupun akhirat. Sedangkan dalam arti

sempit, kerja berkonotasi ekonomi yang persetujuan mendapatkan materi. Jadi

pengertian etos adalah karakter seseorang atau kelompok manusia yang

berupa kehendak atau kemauan dalam bekerja yang disertai semangat yang

tinggi untuk mewujudkan cita-cita.

3. Delapan Etos kerja

Delapan Etos kerja yang perlu dikembangkan.

Menurut Sinamo (2005:29-189), bahwa terdapat delapan etos kerja

profesional yaitu:

1.       Kerja adalah Rahmat

Apa pun pekerjaan kita, entah pengusaha, pegawai kantor, sampai buruh kasar

sekalipun, adalah rahmat dari ALLAH SWT. Anugerah itu kita terima tanpa

syarat, seperti halnya menghirup oksigen dan udara tanpa biaya sepeser pun.

Bakat dan kecerdasan yang memungkinkan kita bekerja adalah anugerah.

Dengan bekerja, setiap tanggal muda kita menerima gaji untuk memenuhi

kebutuhan hidup sehari-hari. Dengan bekerja kita punya banyak teman

5

Page 6: etos kerja

dan kenalan, punya kesempatan untuk menambah ilmu dan wawasan, dan

masih banyak lagi. Semua itu anugerah yang patut disyukuri. Sungguh

kelewatan jika kita merespon semua rahmat itu dengan kerja yang ogah-

ogahan.

2.       Kerja adalah Amanah

Apapun pekerjaan kita semua adalah Amanah. Seyogyanya kita menjalankan

amanah tersebut dengan sebaik mungkin. Kerja bukanlah sekedar pengisi

waktu tapi perintah Allah. "Amanat itu mendatangkan rezeki, sedangkan

khianat itu mendatangkan kemiskinan". Etos ini membuat kita bisa bekerja

sepenuh hati dan menjauhi tindakan tercela, misalnya korupsi dalam berbagai

bentuknya.

3.       Kerja adalah Panggilan

Jika pekerjaan atau profesi kita disadari sebagai panggilan, kita bisa berucap

pada diri kita sendirim, "I'm do my best!" Dengan begitu kita tidak akan

merasa puas jika hasil karya ya kita kurang baik mutunya.

4.       Kerja adalah Aktualisasi

Aktualisasi diri artinya pengungkapan atau penyataan diri kita, apa yang harus

kita aktualisasikan?

a.       Kemampuan kita untuk bekerja dengan penuh tanggung jawab

b.       Kejujuran

c.       Disiplin

d.       Kemauan untuk maju

e.       Tunjukkanlah terlebih dulu kualitas pekerjaan yang Anda lakukan

sebelum Anda

f.        Menuntut terlalu banyak untuk menerima imbalan yang besar karena

kerja adalah aktualisasi diri.

Meski kadang membuat kita lelah, bekerja tetap merupakan cara terbaik untuk

mengembangkan potensi diri dan membuat kita merasa "ada". Bekerja jauh

lebih menyenangkan daripada duduk bengong tanpa pekerjaan.

6

Page 7: etos kerja

5.       Kerja adalah Ibadah

Seperti halnya aktivitas keseharian seorang muslim, kerja juga harus diniatkan

dan berorentasi ibadah kepada Allah SWT. Dengan kata lain, setiap aktivitas

yang kita lakukan hakikatnya mencari keridhaan Allah semata.

Setiap ibadah kepada Allah harus direalisasikan dalam bentuk tindakan,

sehingga bagi seorang muslim aktivitas bekerja juga mengandung nilai

ibadah.  Kesadaran ini pada gilirannya akan membuat kita bisa bekerja secara

ikhlas, bukan demi mencari uang atau jabatan semata.

6.       Kerja adalah Seni

Kesadaran ini membuat kita bekerja dengan enjoy seperti halnya melakukan

hobi. Dengan mengungkapkannya melalui dan menggunakan medium dan

materi pekerjaan kita seperti komputer, kertas, pena, suara, ruangan, papan

tulis, meja, kursi, atau apapun alat materi kerja kita.

Materi kerja di atas diolah secara kreatif dan imajinatif dalam peristiwa kerja

dengan memanfaatkan tidak saja nilai warna, tetapi terutama nilai estetikanya.

7.       Kerja adalah Kehormatan

Karena tidak semua orang bisa diberi kepercayaan untuk melakukan suatu

pekerjaan seperti yang Anda terima saat ini. Kerja bukanlah masalah uang

semata, namun lebih mendalam mempunyai sesuatu arti bagi hidup kita.

Kadang mata kita menjadi "hijau" melihat uang, sampai akhirnya melupakan

apa arti pentingnya kebanggaan profesi yang kita miliki.

Bukan masalah tinggi rendah atau besar kecilnya suatu profesi, namun yang

lebih penting adalah etos kerja, dalam arti penghargaan terhadap apa yang kita

kerjakan. Sekecil apapun yang kita kerjakan, sejauh itu memberikan rasa

bangga di dalam diri, maka itu akan memberikan arti besar. Seremeh apapun

pekerjaan kita, itu adalah sebuah kehormatan.

Jika kita bisa menjaga kehormatan dengan baik, maka kehormatan yang lain

yang lebih besar akan datang kepada kita.

8.       Kerja adalah Pelayanan

7

Page 8: etos kerja

Manusia diciptakan dengan dilengkapi oleh keinginan untuk berbuat baik.

Apa pun pekerjaan kita, pedagang, polisi, bahkan penjaga mercu suar,

semuanya bisa dimaknai sebagai pengabdian kepada sesama.

B. Kondisi etos kerja Indonesia dengan beberapa negara

Indonesia

Menurut Mochar Lubis, etos kerja manusia Indonesia adalah

1. Munafik/hipokrat

Di depan umum kita mengecam kehidupan seks terbuka atau setengah

terbuka, tapi kita membuka tempat mandi uap, tempat pijat, dan melindungi

prostitusi. Banyak yang pura-pura alim, tapi begitu sampai di luar negeri

lantas mencari nightclub dan pesan perempuan kepada bellboy hotel. Dia

mengutuk dan memaki-maki korupsi, tapi dia sendiri seorang koruptor.

Kemunafikan manusia Indonesia juga terlihat dari sikap asal bapak senang

(ABS) dengan tujuan untuk survive.

2. Enggan bertanggung jawab

Atasan menggeser tanggung jawab atas kesalahan kepada bawahan dan

bawahan menggeser kepada yang lebih bawah lagi. Menghadapi sikap ini,

bawahan dapat cepat membela diri dengan mengatakan, ”Saya hanya

melaksanakan perintah atasan.”

3. Berjiwa feodal

Sikap feodal dapat dilihat dalam tata cara upacara resmi kenegaraan, dalam

hubungan organisasi kepegawaian. Istri komandan atau istri menteri otomatis

menjadi ketua, tak peduli kurang cakap atau tak punya bakat memimpin.

Akibat jiwa feodal ini, yang berkuasa tidak suka mendengar kritik dan

bawahan amat segan melontarkan kritik terhadap atasan.

4. Percaya takhayul

Manusia Indonesia percaya gunung, pantai, pohon, patung, dan keris

mempunyai kekuatan gaib. Percaya manusia harus mengatur hubungan khusus

dengan ini semua untuk menyenangkan ”mereka” agar jangan memusuhi

manusia, termasuk memberi sesajen.

8

Page 9: etos kerja

5. Berwatak lemah

Ia ingin menjadi miliuner seketika, bila perlu dengan memalsukan atau

membeli gelar sarjana supaya dapat pangkat. Manusia Indonesia cenderung

kurang sabar, tukang menggerutu, dan cepat dengki. Gampang senang dan

bangga pada hal-hal yang hampa.

6. Artistik dekat dengan alam

Karena dekat dengan alam, manusia Indonesia hidup lebih banyak dengan

naluri, dengan perasaan sensualnya, dan semua ini mengembangkan daya

artistik yang dituangkan dalam ciptaan serta kerajinan artistik yang indah.

Namun, tanpa bermaksud terlarut dalam kejayaan masa lalu, sejarah

menunjukkan bahwa bangsa Indonesia memiliki prestasi yang patut dihargai

dalam perjalanannya. Tegaknya candi Borobudur dan puluhan yang lainnya

hanya mungkin terjadi dengan dukungan etos kerja yang bercirikan disiplin,

kooperatif, loyal, terampil rasional (sampai batas tertentu), kerja keras, dan

lain-lain. Kita juga mengenal slogan-slogan yang, setidaknya dulu, pernah

menjadi cerminan suatu etos kehidupan, seperti: Bhinneka Tunggal Ika; Ing

Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mbangung Karso, Tut Wuri Handayani;

Menang Tan Ngasorake; Niteni, Niroake, Nambahake. Ini mencerminkan etos

kerja dalam konteks kehidupan sosial yang penting dalam membangun

persatuan, leadership, dan bahkan untuk berinovasi.

Jepang

Dalam pelaksanaan kerjanya, Jepang memiliki etos samurai, yaitu :

1. Benar dan tanggung jawab

2. Berani dan ksatria

3. Murah hati dan mencintai

4. Santun dan harmonis

5. Tulus dan sungguh-sungguh

6. Menjaga martabat dan kehormatan

7. Mengabdi pada bangsa

Jerman

1. Bertindak rasional

9

Page 10: etos kerja

2. Disiplin tinggi

3. Bekerja keras

4. Sukses material

5. Tidak mengumbar kesenangan

6. Hemat dan bersahaja

7. Menabung dan investasi

Jepang dan Jerman adalah negara yang berhasil membangun etos kerja dari

puing-puing ketidakberdayaan masa lampau. Jerman yang selama 12tahun

harus menanggung aib akibat perbuatan adolf hitler. Berdasarkan survei yang

dilakukan Eurobarometer, Jerman memiliki peringkat terendah di antara 25

anggota Uni Eropa dalam hal kebanggaan nasional (national pride).

Sedangkan survei yang dilakukan majalah Spiegel terhadap 1.000 responden

bulan Maret 2005 menunjukkan bahwa nilai ”kesadaran nasional” (national

consciousness) merupakan nilai yang paling rendah (26-31 persen) di antara

nilai-nilai lainnya yang dianggap penting dalam kehidupan rakyat Jerman.

Nilai yang tertinggi peringkatnya adalah kejujuran dan integritas (81-83

persen). Namun Jerman tak lelah membangun etos kerja untuk meraih

kesuksesan. Dan Jepang yang merupakan negara pertama Asia yang mampu

membangun negara dengan etos kerja yang luar biasa. Namun, dari etos kerja,

Indonesia ternyata yang terburuk di Asia. Ini tercermin dari skor indeks

persepsi Indonesia tahun 2007 di mata para ekspatriat yang disurvei yang

angkanya 7,50 (dari angka terbaik nol dan terburuk 10 yang dimungkinkan).

Sebagai perbandingan, Cina (3,75), Hongkong (2,81), India (6,75), Jepang

(1,50), Malaysia (6,00), Filipina (6,20), Singapura (3,00), Korsel (1,50),

Taiwan (3,71), Thailand (6,00) dan Vietnam (5,75). Sedangkan Jepang,

negara sakura ini pernah mengalami kemunduran sejak pemboman hiroshima

(6 agustus 1945) dan nagasaki (9 agustus 1945) membangun integritas bangsa

Jepang untuk bangkit dan bersatu padu membangun negara ini. Dan hasilnya

bisa dilihat hingga sekarang, Jepang menjadi salah satu negara Asia yang

berpengaruh terhadap perkembangan dunia. Namun, betapapun majunya

negara ini kebudayaan yang menjadi khas Jepang tak pernah hilang dari

10

Page 11: etos kerja

kehidupan masyarakat Jepang. Inilah kekuatan kesadaran nasional yang telah

ditanamkan pada masyarakat Jepang menjadi suatu pembangun integritas

nasional untuk membangun negara.

C. Hal-hal yang mempengaruhi tinggi rendahnya etos kerja

1. Kepemimpinan

Pemimpin atau manajer bertugas dalam memotivasi pekerjanya agar memiliki

etos kerja dan akhirnya bisa berpengaruh terhadap produktivitas dari sebuah

perusahaan atau lembaga kerja lainnya. Pemimpin harus memiliki sensitifitas

dalam melihat karakteristik karyawannya sehingga ia mampu menemukan

gaya kepemimpinan yang tepat sehingga karyawan akan ”segan” terhadapnya.

Beberapa gaya kepemimpinan yang diterangkan oleh beberapa teori :

Teori Genetis (Keturunan). Inti dari teori menyatakan bahwa “Leader are

born and nor made” (pemimpin itu dilahirkan (bakat) bukannya dibuat). Para

penganut aliran teori ini mengetengahkan pendapatnya bahwa seorang

pemimpin akan menjadi pemimpin karena ia telah dilahirkan dengan bakat

kepemimpinan. Dalam keadaan yang bagaimanapun seseorang ditempatkan

karena ia telah ditakdirkan menjadi pemimpin, sesekali kelak ia akan timbul

sebagai pemimpin. Berbicara mengenai takdir, secara filosofis pandangan ini

tergolong pada pandangan fasilitas atau determinitis.

Teori Sosial. Jika teori pertama di atas adalah teori yang ekstrim pada satu

sisi, maka teori inipun merupakan ekstrim pada sisi lainnya. Inti aliran teori

sosial ini ialah bahwa “Leader are made and not born” (pemimpin itu dibuat

atau dididik bukannya kodrati). Jadi teori ini merupakan kebalikan inti teori

genetika. Para penganut teori ini mengetengahkan pendapat yang mengatakan

bahwa setiap orang bisa menjadi pemimpin apabila diberikan pendidikan dan

pengalaman yang cukup.

11

Page 12: etos kerja

Teori Ekologis. Kedua teori yang ekstrim di atas tidak seluruhnya

mengandung kebenaran, maka sebagai reaksi terhadap kedua teori tersebut

timbullah aliran teori ketiga. Teori yang disebut teori ekologis ini pada intinya

berarti bahwa seseorang hanya akan berhasil menjadi pemimpin yang baik

apabila ia telah memiliki bakat kepemimpinan. Bakat tersebut kemudian

dikembangkan melalui pendidikan yang teratur dan pengalaman yang

memungkinkan untuk dikembangkan lebih lanjut. Teori ini menggabungkan

segi-segi positif dari kedua teori terdahulu sehingga dapat dikatakan

merupakan teori yang paling mendekati kebenaran. Namun demikian,

penelitian yang jauh lebih mendalam masih diperlukan untuk dapat

mengatakan secara pasti apa saja faktor yang menyebabkan timbulnya sosok

pemimpin yang baik.

2. Konflik dalam organisasi

Diterangkan oleh Luthans (1985) bhawa konflik adalah perbedaan idea tau

inisiatif anatara bawahan dengan bawahan, manajer dengan manajer dalam

mengkooridnasikan kegiatan-kegiatan dan menurut Dubrin, A.J. (1984:346)

mengartikan konflik mengacu pada pertentangan anatar individu atau

kelompok yang dapat meningkatkan ketegangan sebagai akibat saling

menghalangi dalam pencapaian tujuan.

Permulaan konflik (antecced of conflict) merupakan kondisi penyebab

konflik. Peristiwanya adalah kekecewaan (frustation). Kekcewaan ini

biasanya ditutupi dan masing-masing individu atau kelompok berusahan

menahan diri dan tidak bersifat reaktif. Kemudian keduan belah pihak akan

merasakan adanya konflik (preceieved conflict). Tercipta persaingan antar

kelompok akan terlihat untuk dapat mengungguli satu sama lain.

Perilaku yang nampak (manifest behavior), pada situasi kerja sudah nampak.

Ada tindakan nyata yang terlihat dan tidak terlihat contohnya saling diam dan

yang paling fatal adalah bertengkar. Pengelolan konflik (conflict resolution)

dan inilah peran pemimpin yaitu mengarahkan dan mengelola konflik agar

tetap produktif dan menjaga kelangsungan organisasi.

12

Page 13: etos kerja

Dampak konflik (conflict impact) yang tidak dikelola dengan baik

menyebabkan kedua belah pihak menjadi tidak harmonis dalam hubungan

kerja, kurang termotivasi dalam bekerja, dan berakibat menurunnya

produktivitas kerja.

Namun, konflik juga bisa berdampak positif menurut Dubrin, A.J. adalah:

1. Dapat menimbulkan perubahan secara konstruktif

2. Segala daya dan motivasi tertuju pada pencapaian tujuan

3. Merangsang inovasi,

4. Menggantikan tujuan yang tidak relevan

5. Menajemen menguntungkan organisasi

6. Hubungan antar individu dan kelompok mendorong ke arah peningkatan

kesehatan organisasi

7. Mengurangi ketegangan dalam bekerja.

3. Motivasi

Seorang karyawan yang motivasinya rendah akan menjadikan kerja hanya

sebagai keterpaksaan bahkan menjadikan beban untuknya. Motivasi adalah

faktor pendorong agar karyawan semangat bekerja.

Ada beberapa teori motivasi

1. Teori kebutuhan manusia

Tindakan atau tingkah laku seseorang pada suatu saat tertentu biasanya

ditentukan oleh kebutuhannya yang paling mendesak sehingga

motivasi kebutuhan ini bisa sangat mempengaruhi bagaimana etos

kerja seseorang.

Hierarki kebutuhan menurut A.H Maslow

Psysiological needs-kebutuhan badaniah meliputi sandang, pangan dan pemuasan

seksual

Safety needs-kebuthan akan keamanan meliputi baik kebutuhan akan keamanan

jiwa maupun kebutuhan akan keamanan harta.

13

Page 14: etos kerja

Social needs-kebutuhan sosial meliputi kebutuhan akan perasaan diterima oleh

orang lain, kebutuhan akan perasaan dihormati, kebutuhan akan rasa maju atau

berprestasi dan kebutuhan akan perasaan ikut serta.

Esteem needs-kebutuhan akan penghargaan berupa kebutuhan akan harga diri dan

pandangan baik dari orang lain.

Self actualization needs-kebutuhan akan kepuasan diri yaitu kebutuhan untuk

mewujudkan diri yaitu kebutuhan mengenai nilai dan kepuasan yang didapat dari

pekerjaan.

2. Teori Douglas Mc. Gregor

Menurutnya ada dua pendekatan atau filsafat manajemen yang

mungkin diterapkan dalam perusahaan. Masing-masing pendekatan itu

mendasarkan diri pada serangkaian asumsi mengenai sifat manusia

yang dinamai Teori X dan Teori Y

1. Teori X

Manusia tidak senang bekerja

Manusia tidak berambisi, tidak ingin tanggung jawab dan lebih

suka diarahkan

Manusia harus diawasi dengan ketat dan sering harus

dipaksakan untuk memperoleh tujuan-tujuan organisasi.

Motivasi hanya berlaku samapi tingkat lower order needs

(psylogical dan safety level)

2. Teori Y

Bekerja adalah kodrat manusia jika kondisi menyenangkan.

Pengawasan diri sendiri tidak terpisahkan untuk mencapai

tujuan organisasi.

Manusia dapat mengawasi diri sendiri dan memberi prestasi

pada pekerjaan yang diberi motivasi dengan baik.

Motivasi tidak saja mengenal lower needs tetapi pula higher

needs-order-needs.

Diharapkan teori Y bisa diterapkan sehingga bisa membuat etos

kerja lebih baik.

14

Page 15: etos kerja

3. Teori Frederich Herzberg

Menurutnya, factor-faktor yang berperan sebagai motivator, yaitu

yang mampu memuaskan dan mendorong orang untuk bekerja baik

terdiri dari :

Achievement (keberhasilan pelaksanaan)

Artinya pemberian kesempatan kepada karyawan agar mampu

mencapai keberhasilan dalam pelaksanaannya.

Recognition (pengakuan)

Suatu pernyataan kepada karyawan yang berhasil, misalnya :

Memberi surat penghargaan

Memberi kenaikan atau promosi jabatan

The work itself (pekerjaan itu sendiri)

Membuat usaha-usaha rill dan menyakinkan sehingga

karyawan mengeri akan pentingnya pekerjaan yang dilakukan dan

berusaha menghindarkan kebosanan dalam pekerjaan.

Responsibilities (tanggung jawab)

Membiarkan bawahan bekerja sendiri sepanjang pekerjaan itu

memungkinkan dan menerapkan prinsip partisipasi.

Diterapkannya prinsip partispasi membuat bawahan secara

sepenuhnya merencanakan dan melaksanakan pekerjaannya.

Advancement (pengembangan)

Pelatihan yang diberikan kepada karyawan kemudian memberi

rekomendasi tentang karyawan yang siap untuk

pengembangan, untuk menaikkan pangkatnya atau dikirim

mengikuti pendidikan lanjutan.

4. Teori David Mc. Clelland

Menurutnya, orang yang mempunyai kebutuhan akan keberhasilan

yakni mempunyai keinginan kuat untuk mencapai sesuatu,

mempunyai cirri-ciri sebagai berikut :

15

Page 16: etos kerja

Mereka menentukan tujuan tidak terlalu tinggi dan juga tidak

terlalu rendah, tetapi tujuan itu cukup merupakan tantangan

untuk dapat dikerjakan dengan lebih baik.

Mereka menentukan tujuan seperti itu karena mereka secara

pribadi dapat mengetahui bahwa hasilnya dapat dikuasai bila

mereka kerjakan sendiri.

Mereka senang dengan pekerjaannya itu dan merasa sangat

berkepentingan dengan keberhasilannya sendiri.

Mereka lebih suka bekerja di dalam pekerjaan yang dapat

memberikan gambaran bagaimana keadaan pekerjaannya.

D. PENGEMBANGAN ETOS KERJA

Dalam membincangkan etos kerja, tidak akan lepas dari individu itu sendiri.

Keyakinan akan nilai-nilai dari pengertian kerja itulah yang akan membangkitkan

manusia untuk bekerja dengan penuh keyakinan. Pengembangan etos kerja

dibangun atas pengembangan individu itu sendiri melalui pengembangan sumber

daya manusia, organisasi, manajemen dan sistem kepemimpinannya. Hal-hal ini

sangat berpengaruh terhadap etos kerja seseorang.

1. Pengembangan Sumber Daya Manusia

Pendidikan berperan penting terhadap pengembangan sumber daya manusia

seperti yang diungkapkan H.A.R. Tilaar (Pengembangan SDM dalam era

Globalisasi:1997) ”pendidikan dan pendidikan nasional sebagai institusi yang

bertanggung jawab untukk mengembangkan manusia dan masyarakat” karena

esensi tujuan pendidikan adalah untuk mengembangkan potensi-potensi yang

ada dalam manusia itu sendiri. Potensi-potensi inilah yang akan digali agar

manusia memiliki kualitas yang baik agar mampu menghadapi tantangan

pembangunan masa depan yang relevan dengan pendapat Noeng Muhadjir

(1988) bahwa pengembangan sumber daya manusia sebagai peningkatan

kualitas manusia dalam makna fisik maupun mental. Dalam pengembangan

sumber daya manusia dibutuhkan strategi yang tepat dengan dengan melihat

16

Page 17: etos kerja

unsur realitas kondisi sumber daya manusia Indonesia saat ini dan

perkembangan dunia yang telah mengalami globalisasi dewasa ini.

2. Manajemen Sumber Daya Manusia

MSDM (Manajemen Sumber Daya Manusia) adalah ilmu dan seni mengatur

hubungan dan peranan tenaga kerja secara efisien dan efektif sehingga

tercapai tujuan bersama perusahaan,karyawan dan masyarakat.

Fungsi operasional dalam Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan

basic (dasar ) pelaksanaan proses MSDM yang efisien dan efektif dalam

pencapaian tujuan organisasi/perusahaan. Fungsi operasional tersebut terbagi

5 ( lima ), secara singkat

Fungsi Pengembangan

adalah proses peningkatan ketrampilan teknis,teoritis,konseptual, dan

moral karyawan melalui pendidikan dan pelatihan. Pendidikan dan latihan

yang diberikanharus sesuai dengan kebutuhan pekerjaan masa kini

maupun masa depan.

Fungsi Kompensasi

adalah pemberian balas jasa langsung dan tidak lansung berbentuk uang

atau barang kepada karyawan sebagai imbal jasa (output) yang

diberikannya kepada perusahaan. Prinsip kompensasi adalah adil dan

layak sesuai prestasi dan tanggung jawab karyawan tersebut.

Fungsi Pengintegrasian

adalah kegiatan untuk mempersatukan kepentingan perusahaan dan

kebutuhan karyawan, sehinggatercipta kerjasama yang serasi dan saling

menguntungkan.Dimana Pengintegrasian adalah hal yang penting dan sulit

dalam MSDM, karena mempersatukan dua aspirasi/kepentingan yang

bertolak belakang antara karyawan dan perusahaan.

Fungsi Pemeliharaan

adalah kegiatan untuk memelihara atau meningkatkan kondisi fisik,

mental dan loyalitas karyawan agar tercipta hubungan jangka panjang.

Pemeliharaan yangbaik dilakukan dengan program K3 (Keselamatan dan

Kesehatan Kerja ) .

17

Page 18: etos kerja

manajer atau pemimpin adalah orang-orang yang mencapai hasil melalui

orang lain. Orang lain itu adalah para bawahan. Para manajer atau

pemimpin harus memiliki kemampuan dalam memotivasi dan melihat

kebutuhan para bawahannya sehingga bisa memperbaiki etos kerja dari

bawahannya.

E. Etos kerja dalam pendidikan Formal dan Pendidikan Non Formal

Pendidikan merupakan setiap proses di mana seseorang memperoleh pengetahuan

(knowledge acquisition), mengembangkan kemampuan/keterampilan (skills

developments) sikap atau mengubah sikap (attitute change). Pendidikan adalah

suatu proses transformasi anak didik agar mencapai hal _hal tertentu sebagai

akibat proses pendidikan yang diikutinya sebagai bagian dari masyarakat,

pendidikan memiliki fungsi ganda yaitu fungsi sosial dan fungsi individual.

Fungsi sosialnya untuk membantu setiap individu menjadi anggota masyarakat

yang lebih efektif dengan memberikan pengalaman kolektif masa lalu dan

sekarang, sedangkan fungsi individualnya untuk memungkinkan seorang

menempuh hidup yang lebih memuaskan dan lebih produktif dengan

menyiapkannya untuk menghadapi masa depan (pengalaman baru). Fungsi

tersebut dapat dilakukan secara formal seperti yang terjadi di berbagai lembaga

pendidikan, maupun informal melalui berbagai kontak dengan media informasi

seperti buku, surat kabar, majalah, TV, radio dan sebagainya.

Sekolah sebagai Organisasi

terbentuknya lembaga pendidikan merupakan konsekuensi logis dari

taraf perkembangan masyarakat yang sudah kompleks. Sehingga

untuk mengorganisasikan perangkat-perangkat pengetahuan dan

keterampilan tidak memungkinkan ditangani secara langsung oleh

masing-masing keluarga. Perlunya pihak lain yang secara khusus

mengurusi organisasi dan apresiasi pengetahuan serta mengupayakan

untuk ditransformasikan kepada para generasi muda agar terjamin

kelestariaannya merupakan cetak biru kekuatan yang

melatarbelakangi berdirinya sekolah sebagai lembaga pendidikan.

18

Page 19: etos kerja

Lembaga Pendidikan Formal

Sekolah sebagai organisasi artinya ada birokrasi yang mengatur dalam

lembaga pendidikan ini. Seperangkat pendidikan yang ada dan

mengelola lembaga ini.

1. Kepala sekolah dan wakil kepala sekolah

2. Guru atau pendidik

3. Siswa

4. Staf administrasi, dsb

Bagaimana etos kerja dalam pendidikan formal??

Kepala sekolah sebagai pemimpin dan guru sebagai karyawan.

Sikap mental bawahan yang bekerja bukan atas tanggung jawab, tetapi hanya

karena diperintah atasan akan membuat pekerjaan yang dilaksanakan hasilnya

tidak optimal. Guru hanya bekerja berdasarkan petunjuk dari atas, sehingga guru

tidak bisa berinisitiaf sendiri. Sementara itu pimpinan sendiri punya sikap mental

yang negatif dimana ia tidak bisa memberikan kesempatan bagi bawahan untuk

berkarir dengan baik, bawahan harus mengikuti pada petunjuk atasan, bawahan

yang selalu dicurigai, bawahan yang tidak bisa bekerja sesuai dengan caranya.

Kenyatan ini karena profil kepala sekolah yang belum menampilkan gaya

entrepeneur dan gaya memimpin situasional.

Penelitian Usman (1996) menyimpulkan bahwa pelaksanaan Pengembangan

Sekolah Seutuhnya (PSS) di SMK mengalami kegagalan karena kepala

sekolahnya masih cenderung manampilkan gaya kepemimpinan otoriter, hal ini

karena lemahnya kemandirian sekolah akibat pembinaan pemerintah yang sangat

sentralistik. Birokratik, formalistik, konformistik, uniformistik dan mekanistik.

Pembinaan yang demikian ini tidak memberdayakan potensi sekolah. Akibatnya,

setiap hierarki yang berada di bawah kekuasaan bersikap masa bodoh, apatis,

diam supaya aman, menunggu perintah, tidak kreatif dan tidak inovatif, kurang

berpartisipasi dan kurang bertanggung jawab, membuat laporan asal bapak

senang dan takut mengambil resiko.

Selain itu, pegawai negeri cenderung memiliki mindset yang telah lama mengakar

dalam pribadinya adalah “kerja atau tidak kerja, saya masih digaji perbulannya”.

19

Page 20: etos kerja

Mindset inilah yang akhirnya menjadikan etos kerja karyawan yang di lembaga

pendidikan adalah guru atau pendidik cenderung tidak berkembang atau stagnan.

Secara umum, etos kerja aparat pemerintah memang cenderung sangat

memprihatinkan. Hal ini dilatarbelakangi oleh kondisi bahwa aparat pemerintah

tidak memiliki kecemasan pemutusan hubungan kerja (PHK),meskipun etos kerja

mereka menunjukkan grafik naik-turun.

Lembaga Pendidikan Non Formal

Di lembaga pendidikan non formal, etos kerja yang dimiliki cenderung lebih baik

dibanding dengan lembaga pendidikan formal karena perbedaan tuntutan dari

kedua lembaga tersebut. Lembaga non formal lebih mementingkan kepada laba

sehingga para karyawan yang ada dan bekerja dituntut memiliki etos kerja yang

tinggi. Etos kerja di lembaga pendidikan non formal juga dituntut untuk adanya

inovasi-inovasi atau peningkatan dalam produktivitas untuk mempertahankan

eksistensinya.

20

Page 21: etos kerja

PEMBAHASAN II

ETOS KERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS)

A. Perilaku atau kineja PNS

Pada makalah ini, penulis ingin menyoroti etos kerja Pegawai Negeri Sipil

(PNS). Banyak hal yang menarik yang bisa dicermati dari pegawai negara ini.

Salah satunya fenomena yang terjadi pada masyarakat Indonesia dari dulu hingga

sekarang, mindset yang “kadung” melekat dari predikat seorang pegawai negeri

sipil yaitu santai, enak, nyaman, dan tenang. Tak habis kata jika harus berbicara

tentang profesi satu ini. Banyak yang berlomba-lomba ingin menjadi pegawai

negeri sipil agar hidup mereka terpenuhi hingga tua tanpa harus berpikir keras

padahal jika “mereka” yang berjiwa modern (bukan berarti semua PNS tidak

berjiwa modern) akan berusaha mencapai aktualisasi yang tertinggi. Dalam hemat

penulis, ini dipengaruhi dari motivasi untuk mencapai kebutuhan seperti yang

diutarakan oleh Maslow dalam hierarki kebutuhan.

Teori hierarkhi kebutuhan Maslow menyiratkan manusia bekerja

dimotivasi oleh kebutuhan yang sesuai dengan waktu, keadaan serta

pengalamannya. Tenaga kerja termotivasi oleh kebutuhan yang belum terpenuhi

dimana tingkat kebutuhan yang lebih tinggi muncul setelah tingkatan sebelumnya.

Masing-masing tingkatan kebutuhan tersebut, tidak lain : kebutuhan fisiologis,

rasa aman, sosial, penghargaan, perwujudan diri. Dari fisiologis bergerak ke

tingkat kebutuhan tertinggi, yaitu, perwujudan diri secara bertahap.

Fenomena manusia Indonesia berlomba-lomba menjadi pegawai negeri

sipil didorong oleh kebutuhan yang harus dipenuhi. Terlepas dari sependapat atau

21

Page 22: etos kerja

tidaknya dengan teori motivasi hierarkhi Maslow ini, Maslow telah

menyumbangkan pikirannya untuk menilisik tentang perilaku tenaga kerja untuk

memotivasi etos kerjanya.

Fenomena yang juga sering terjadi dan memang melekat dalam mindset

pegawai negeri sipil adalah mindset “bekerja ataupun tidak bekerja saya tetap

akan diberi gaji perbulannya”. Fenomena ini bisa dijelaskan oleh teori X dan Y

yang diusung oleh Douglas McGregor, teori ini mengansumsikan bahwa manusia

dapat dibedakan secara jelas dan tegas melalui asumsi X (negatif) dan Y (positif).

Dalam hal ini, ini merupakan tugas pemimpin sampai mana ia mampu memotivasi

asumsi yang negatif yang memang sudah menjadi mindset bisa diubah ke asumsi

positif (Y) agar mampu menciptakan etos kerja pegawai negeri sipil yang baik.

Seorang pemimpin harus mampu mengidentifikasi tenaga kerjanya sendiri

agar terbentuk suatu pola untuk meningkatkan etos kerja atau kinerja dari pegawai

tersebut. Tenaga kerja yang dalam hal ini adalah pegawai negeri sipil juga perlu

dimotivasi dengan berbagai hal yang mampu mendukung aktualisasi mereka

diakui. Sekarang ini, banyak pegawai negeri sipil yang melakukan tidak pidana

seperti korupsi. Ini merupakan fenomena yang sekarang bahkan mungkin

mengakar pada pegawai negeri sipil. Kita telisik lagi kasus yang belum lama ini

menghebohkan perpajakan Indonesia, tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh

Gayus Tambunan yang merupakan pegawai pajak golongan IIIA yang gajinya

hanya berkisar Rp 1,6 sampai 1,8 juta/bulan. kita sempat dibuat ternganga dengan

adanya rumah mewah yang berharga miliaran rupiah atas nama pegawai golongan

IIIA. Mungkinkah ada yang salah sehingga ia melakukan tindak pidana korupsi??

Untuk menjawab ini semua, kita perlu tahu latar belakang apa yang

menelatarbelakangi pegawai ini melakukan penggelapan uang atau bisa disebut

juga korupsi. Banyak warga negara yang taat pajak merasa terluka dengan kasus

ini. Mungkinkah factor gaji yang membuat ia melakukan korupsi seperti teori

Frederich Herzberg yang mengatakan bahwa motivasi yang mempengaruhi etos

kerja seorang tenaga kerja terdiri atas gaji, prestasi, pengakuan dan sebagainya.

Bisa diambil benang merah bahwa banyak pegawai negeri sipil di

Indonesia memiliki etos kerja yang buruk. Ini seperti cerminan dari pendapat

22

Page 23: etos kerja

Mochtar Lubis dalam bukunya Manusia Indonesia, yang menganggap manusia

Indonesia adalah manusia Munafik/hipokrat, segan dan enggan bertanggung

jawab atas perbuatannya, Berjiwa feodal, percaya takhayul, artistik, dan boros.

Setujukah Anda bila kita sebagai manusia Indonesia dianggap memiliki etos kerja

seperti itu??

Pidato Mochtar Lubis yang dijadikan buku ini semulanya mendapat

pertentangan hebat dari para cendekia yang merasa bahwa manusia Indonesia

tidak sepenuhnya memiliki etos kerja yang diungkapkan oleh Moctar Lubis dalam

buku tersebut. Namun, Mochtar Lubis (manusia Indonesia) tak sepenuhnya

beranggapan bahwa manusia Indonesia memiliki etos kerja yang buruk. Menurut

beliau, masih kuatnya ikatan saling tolong. Manusia Indonesia pada dasarnya

berhati lembut, suka damai, punya rasa humor, serta dapat tertawa dalam

penderitaan. Manusia Indonesia juga cepat belajar dan punya otak encer serta

mudah dilatih keterampilan. Selain itu, punya ikatan kekeluargaan yang mesra

serta penyabar. Ini tentunya menilisik hati kita bahwa sesungguhnya kita pun

sebagai manusia Indonesia bisa berkembang dan maju. Bagaimana caranya??

Penulis akan menjabarkannya dalam judul berikutnya.

B. Kontrak kerja

Kontrak kerja dianggap sebagai salah satu cara dalam menghadapi

pembangunan etos kerja manusia Indonesia khususnya di kalangan pegawai

negara. Namun, perlukah kontrak kerja bagi pegawai negeri sipil??

Menurut hemat penulis dan sumbangan pemikiran dari Bpk. Sumarno, perlu

ditelisik lagi kontrak kerja yang bagaimana dan kepada siapa sasaran kontrak

kerja itu diterapkan? Dari sudut pandang Bpk. Sumarno tersebut kami mulai

menganalisa lebih jauh kontrak kerja apa yang dimungkinkan bagi pegawai negeri

sipil??

Kontrak kerja merupakan perjanjian antara satu orang atau lebih

dimungkinkan antar organisasi untuk menjalin suatu relasi kerja dalam jangka

waktu tertentu. Sehingga untuk memungkinkan secara personal seorang pegawai

negeri sipil (PNS) untuk kontrak kerja membutuhkan pemikiran yang lebih

kolektif lagi. Seorang aparatur pemerintah dimana merupakan pegawai negeri

23

Page 24: etos kerja

sipil harus memenuhi kewajibannya untuk mengatur dan mengawasi jalannya

program-program pemerintah sehingga untuk mengadakan kontrak kerja personal

perlu pertimbangan yang benar-benar matang. Sedangkan kemungkinan adanya

kontrak kerja adalah kontrak kerja organisasi, ini merupakan cara agar

menjadikan organisasi tersebut jauh lebih memiliki motivasi untuk tetap eksis

dalam mengemban tanggung jawabnya sebagai suatu organisasi.

C. Solusi meningkatkan efektivitas dan efisiensi kerja

Etos kerja sangat berkaitan erat dengan efektivitas dan efisiensi kerja

seorang karyawan atau pegawai dalam suatu organisasi maupun lembaga. Etos

kerja yang baik akan mendukung efektivitas dan efisiensi kerja yang baik pula.

Bagaimanakah agar mindset ataupun perilaku pegawai negeri sipil khususnya

yang kadung melekat pada pola pikir pegawai negeri sipil dewasa ini bisa diubah

dan mampu memberikan feedback yang baik untuk efektivitas dan efisiensi

kerja??

Pertanyaan ini sungguh menggetarkan bagi siapa saja yang merasakan

bagaimana negara ini dipandang sebelah mata karena sumber daya manusianya.

Ada sebuah guyonan yang sepertinya sangat menampar keras muka bangsa ini.

Guyonannya seperti ini “bila harus memilih otak mana yang masih sehat dan

bagus antara otak Jepang dan otak bangsa Indonesia??”. sempat bangga karena

ternyata dari survey,otak bangsa Indonesia masih relative bagus dan sehat.

Namun, tamparan yang begitu keras ketika tahu alasannya, yaitu karena otak

manusia Indonesia jarang bahkan bisa dibilang tidak dipakai untuk berpikir secara

benar dan baik misalnya seorang mahasiswa merasa malas dengan adanya tugas

dan dengan bangganya menunjukkan karyanya dengan cara mencaplok atau

menjadi plagiator ulung. Ini menandakan bahwa manusia Indonesia lebih

menyukai hal yang instan tanpa berpikir ulang lebih lagi dengan kecanggihan

teknologi yang menjamahi pasar Indonesia.

Lalu timbul dalam benak kita, apa yang harus dilakukan agar pola pikir itu

berubah?? Perlunya penyadaran dari segala penjuru negara elok eksotis panorama

mozaik keindahan ini, pemerintah, manusia itu sendiri dan berbagai indicator

yang mampu mendukung pengubahan pola pikir manusia Indonesia.

24

Page 25: etos kerja

Indonesia yang dikenal akan kebudayaan yang begitu selaras atau artistic

ini harus berusaha mengaitkan kebudayaan yang begitu harmonis dan selaras ini

dalam etos kerjanya. Bukankah budaya yang mampu mempererat dan

membangun integritas nasional negeri ini?? Mengapa tak kita jadikan senjata

dalam memperbaiki etos kerja bangsa sejuta panorama ini?? Tercamkankah

makna semboyan Bhineka tunggal ika dalam relung batin kita?? Mengapa Jepang

dan Jerman mampu membangun etos kerja manusianya dari keterpurukan masa

lampau sedangkan kita bangsa Indonesia yang jelas-jelan 3,5 abad lamanya

dijajah, didera dan dianiaya tak mampu bangkit?? Lalu apa guna hari kebangkitan

nasional, sumpah pemuda, bahkan hari kemerdekaan?? Kita perlu meningkatkan

kecintaan kita terhadap negara ini. Tunjukkan bahwa kita adalah satu, satu bangsa

Indonesia. Dengan rasa nasionalisme ini akan ada impact positif pada pola pikir

manusia Indonesia khususnya mereka yang ingin maju.

Adanya sosialisasi dalam rangka pengembangan etos kerja khususnya

pada pegawai negeri sipil perlu dilakukan. Dengan pelatihan dan juga seminar

yang kreatif dan menarik pun perlu diberdayakan agar tercipta sinkronisasi antara

teori dan praktik atau teori yang akan diamalkan atau dilakukan.

25

Page 26: etos kerja

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

etos kerja adalah sifat mental yang dimiliki oleh karyawan untuk meningkatkan

produktivitas, efektivitas dan efisiensi dalam bekerja. Dalam pengembangan etos kerja

diperlukan manajemen yang tepat baik dari kepemimpinan, pengorganisasian, motivasi

dan sebagainya. Etos kerja yang dimiliki oleh para pegawai negeri yang bekerja di

lembaga pendidikan formal dan karyawan swasta yang bekerja di lembaga pendidikan

non formal berbeda karena perbedaan tuntutan. Nasionalisme atau kesadaran nasional

sangat berperan penting dalam membangun manusia Indonesia yang diidam-idamkan.

Saran :

Perlunya kesadaran nasional yang harus ditanam pada setiap manusia Indonesia

Pengembangan etos kerja harus didasari oleh perbaikan manajemen

Pegawai negeri sipil harus diberikan pelatihan yang mampu memotivasi kinerja

26

Page 27: etos kerja

DAFTAR PUSTAKA

Suryono, Yoyon. 2007. Pengembangan Sumber Daya Manusia.

Yogyakarta:Gama Media

Kreitner, Robert dkk. 2003. Perilaku Organisasi. Jakarta:Salemba Empat

Manullang, M. 1981. Manajemen Personalia. Medan:Ghalia Indonesia

Wahyudi. 2006. Manajemen Konflik dalam Organisasi. Bandung:Alfabeta

Lelono, Anjrah. 2010. http://suaraguru.wordpress.com/2010/03/02/menimbang-

profesionalisme-guru-2/

AhmadEl-Qorni. http://teknikkepemimpinan.blogspot.com/search/label/Kepemimpinan

Kadiman,Kusmayanto. http://training-ethos.blogspot.com/search/label/Serba-serbi

%20Etos%20Kerja

Suparman, HL. 2008. http://burukab.go.id

27