Etika Profesi Hukum

95
KODE ETIK PROFESI ADVOKAT INDONESIA PEMBUKAAN Bahwa semestinya organisasi profesi memiliki Kode Etik yang membebankan kewajiban dan sekaligus memberikan perlindungan hukum kepada setiap anggotanya dalam menjalankan profesinya. Advokat sebagai profesi terhormat (officium nobile) yang dalam menjalankan profesinya berada dibawah perlindungan hukum, undang- undang dan Kode Etik, memiliki kebebasan yang didasarkan kepada kehormatan dan kepribadian Advokat yang berpegang teguh kepada Kemandirian, Kejujuran, Kerahasiaan dan Keterbukaan. Bahwa profesi Advokat adalah selaku penegak hukum yang sejajar dengan instansi penegak hukum lainnya, oleh karena itu satu sama lainnya harus saling menghargai antara teman sejawat dan juga antara para penegak hukum lainnya. Oleh karena itu juga, setiap Advokat harus menjaga citra dan martabat kehormatan profesi, serta setia dan menjunjung tinggi Kode Etik dan Sumpah Profesi, yang pelaksanaannya diawasi oleh Dewan Kehormatan sebagai suatu lembaga yang eksistensinya telah dan harus diakui setiap Advokat tanpa melihat dari organisasi profesi yang mana ia berasal dan menjadi anggota, yang pada saat mengucapkan Sumpah Profesi-nya tersirat pengakuan dan kepatuhannya terhadap Kode Etik Advokat yang berlaku. Dengan demikian Kode Etik Advokat Indonesia adalah sebagai hukum tertinggi dalam menjalankan profesi, yang menjamin dan melindungi namun membebankan kewajiban kepada setiap Advokat untuk jujur dan bertanggung jawab dalam menjalankan profesinya baik kepada klien, pengadilan, negara atau masyarakat dan terutama kepada dirinya sendiri.

description

berisi ttg macam" etika profesi

Transcript of Etika Profesi Hukum

KODE ETIK PROFESI ADVOKAT INDONESIAPEMBUKAAN

Bahwa semestinya organisasi profesi memiliki Kode Etik yang membebankan kewajiban dan sekaligus memberikan perlindungan hukum kepada setiap anggotanya dalam menjalankan profesinya.

Advokat sebagai profesi terhormat (officium nobile) yang dalam menjalankan profesinya berada dibawah perlindungan hukum, undang-undang dan Kode Etik, memiliki kebebasan yang didasarkan kepada kehormatan dan kepribadian Advokat yang berpegang teguh kepada Kemandirian, Kejujuran, Kerahasiaan dan Keterbukaan.

Bahwa profesi Advokat adalah selaku penegak hukum yang sejajar dengan instansi penegak hukum lainnya, oleh karena itu satu sama lainnya harus saling menghargai antara teman sejawat dan juga antara para penegak hukum lainnya.

Oleh karena itu juga, setiap Advokat harus menjaga citra dan martabat kehormatan profesi, serta setia dan menjunjung tinggi Kode Etik dan Sumpah Profesi, yang pelaksanaannya diawasi oleh Dewan Kehormatan sebagai suatu lembaga yang eksistensinya telah dan harus diakui setiap Advokat tanpa melihat dari organisasi profesi yang mana ia berasal dan menjadi anggota, yang pada saat mengucapkan Sumpah Profesi-nya tersirat pengakuan dan kepatuhannya terhadap Kode Etik Advokat yang berlaku.

Dengan demikian Kode Etik Advokat Indonesia adalah sebagai hukum tertinggi dalam menjalankan profesi, yang menjamin dan melindungi namun membebankan kewajiban kepada setiap Advokat untuk jujur dan bertanggung jawab dalam menjalankan profesinya baik kepada klien, pengadilan, negara atau masyarakat dan terutama kepada dirinya sendiri.

BAB IKETENTUAN UMUMPasal 1

Yang dimaksud dengan:a. Advokat adalah orang yang berpraktek memberi jasa hukum, baik didalam maupun diluar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan undang-undang yang berlaku, baik sebagai Advokat, Pengacara, Penasehat Hukum, Pengacara praktek ataupun sebagai konsultan hukum.b. Klien adalah orang, badan hukum atau lembaga lain yang menerima jasa dan atau bantuan hukum dari Advokat.c. Teman sejawat adalah orang atau mereka yang menjalankan praktek hukum sebagai Advokat sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.d. Teman sejawat asing adalah Advokat yang bukan berkewarganegaraan Indonesia yang menjalankan praktek hukum di Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.e. Dewan kehormatan adalah lembaga atau badan yang dibentuk oleh organisasi profesi advokat yang berfungsi dan berkewenangan mengawasi pelaksanaan kode etik Advokat sebagaimana semestinya oleh Advokat dan berhak menerima dan memeriksa pengaduan terhadap seorang Advokat yang dianggap melanggar Kode Etik Advokat.f. Honorarium adalah pembayaran kepada Advokat sebagai imbalan jasa Advokat berdasarkan kesepakatan dan atau perjanjian dengan kliennya.

BAB IIKEPRIBADIAN ADVOKATPasal 2

Advokat Indonesia adalah warga negara Indonesia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, bersikap satria, jujur dalam mempertahankan keadilan dan kebenaran dilandasi moral yang tinggi, luhur dan mulia, dan yang dalam melaksanakan tugasnya menjunjung tinggi hukum, Undang-undang Dasar Republik Indonesia, Kode Etik Advokat serta sumpah jabatannya.

Pasal 3a. Advokat dapat menolak untuk memberi nasihat dan bantuan hukum kepada setiap orang yang memerlukan jasa dan atau bantuan hukum dengan pertimbangan oleh karena tidak sesuai dengan keahliannya dan bertentangan dengan hati nuraninya, tetapi tidak dapat menolak dengan alasan karena perbedaan agama, kepercayaan, suku, keturunan, jenis kelamin, keyakinan politik dan kedudukan sosialnya.b. Advokat dalam melakukan tugasnya tidak bertujuan semata-mata untuk memperoleh imbalan materi tetapi lebih mengutamakan tegaknya Hukum, Kebenaran dan Keadilan.c. Advokat dalam menjalankan profesinya adalah bebas dan mandiri serta tidak dipengaruhi oleh siapapun dan wajib memperjuangkan hak-hak azasi manusia dalam Negara Hukum Indonesia.d. Advokat wajib memelihara rasa solidaritas diantara teman sejawat.e. Advokat wajib memberikan bantuan dan pembelaan hukum kepada teman sejawat yang diduga atau didakwa dalam suatu perkara pidana atas permintaannya atau karena penunjukan organisasi profesi.f. Advokat tidak dibenarkan untuk melakukan pekerjaan lain yang dapat merugikan kebebasan, derajat dan martabat Advokat.g. Advokat harus senantiasa menjunjung tinggi profesi Advokat sebagai profesi terhormat (officium nobile).h. Advokat dalam menjalankan profesinya harus bersikap sopan terhadap semua pihak namun wajib mempertahankan hak dan martabat advokat.i. Seorang Advokat yang kemudian diangkat untuk menduduki suatu jabatan Negara (Eksekutif, Legislatif dan judikatif) tidak dibenarkan untuk berpraktek sebagai Advokat dan tidak diperkenankan namanya dicantumkan atau dipergunakan oleh siapapun atau oleh kantor manapun dalam suatu perkara yang sedang diproses/berjalan selama ia menduduki jabatan tersebut.

BAB IIIHUBUNGAN DENGAN KLIENPasal 4

a. Advokat dalam perkara-perkara perdata harus mengutamakan penyelesaian dengan jalan damai.b. Advokat tidak dibenarkan memberikan keterangan yang dapat menyesatkan klien mengenai perkara yang sedang diurusnya.c. Advokat tidak dibenarkan menjamin kepada kliennya bahwa perkara yang ditanganinya akan menang.d. Dalam menentukan besarnya honorarium Advokat wajib mempertimbangkan kemampuan klien.e. Advokat tidak dibenarkan membebani klien dengan biaya-biaya yang tidak perlu.f. Advokat dalam mengurus perkara cuma-cuma harus memberikan perhatian yang sama seperti terhadap perkara untuk mana ia menerima uang jasa.g. Advokat harus menolak mengurus perkara yang menurut keyakinannya tidak ada dasar hukumnya.h. Advokat wajib memegang rahasia jabatan tentang hal-hal yang diberitahukan oleh klien secara kepercayaan dan wajib tetap menjaga rahasia itu setelah berakhirnya hubungan antara Advokat dan klien itu.i. Advokat tidak dibenarkan melepaskan tugas yang dibebankan kepadanya pada saat yang tidak menguntungkan posisi klien atau pada saat tugas itu akan dapat menimbulkan kerugian yang tidak dapat diperbaiki lagi bagi klien yang bersangkutan, dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf a.j. Advokat yang mengurus kepentingan bersama dari dua pihak atau lebih harus mengundurkan diri sepenuhnya dari pengurusan kepentingan-kepentingan tersebut, apabila dikemudian hari timbul pertentangan kepentingan antara pihak-pihak yang bersangkutan.k. Hak retensi Advokat terhadap klien diakui sepanjang tidak akan menimbulkan kerugian kepentingan klien.

BAB IVHUBUNGAN DENGAN TEMAN SEJAWATPasal 5

a. Hubungan antara teman sejawat Advokat harus dilandasi sikap saling menghormati, saling menghargai dan saling mem-percayai.b. Advokat jika membicarakan teman sejawat atau jika berhadapan satu sama lain dalam sidang pengadilan, hendaknya tidak menggunakan kata-kata yang tidak sopan baik secara lisan maupun tertulis.c. Keberatan-keberatan terhadap tindakan teman sejawat yang dianggap bertentangan dengan Kode Etik Advokat harus diajukan kepada Dewan Kehormatan untuk diperiksa dan tidak dibenarkan untuk disiarkan melalui media massa atau cara lain.d. Advokat tidak diperkenankan menarik atau merebut seorang klien dari teman sejawat.e. Apabila klien hendak mengganti Advokat, maka Advokat yang baru hanya dapat menerima perkara itu setelah menerima bukti pencabutan pemberian kuasa kepada Advokat semula dan berkewajiban mengingatkan klien untuk memenuhi kewajibannya apabila masih ada terhadap Advokat semula.f. Apabila suatu perkara kemudian diserahkan oleh klien terhadap Advokat yang baru, maka Advokat semula wajib memberikan kepadanya semua surat dan keterangan yang penting untuk mengurus perkara itu, dengan memperhatikan hak retensi Advokat terhadap klien tersebut.

BAB VTENTANG SEJAWAT ASINGPasal 6

Advokat asing yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku menjalankan profesinya di Indonesia tunduk kepada serta wajib mentaati Kode Etik ini.

BAB VICARA BERTINDAK MENANGANI PERKARAPasal 7

a. Surat-surat yang dikirim oleh Advokat kepada teman sejawatnya dalam suatu perkara dapat ditunjukkan kepada hakim apabila dianggap perlu kecuali surat-surat yang bersangkutan dibuat dengan membubuhi catatan Sans Prejudice .b. Isi pembicaraan atau korespondensi dalam rangka upaya perdamaian antar Advokat akan tetapi tidak berhasil, tidak dibenarkan untuk digunakan sebagai bukti dimuka pengadilan.c. Dalam perkara perdata yang sedang berjalan, Advokat hanya dapat menghubungi hakim apabila bersama-sama dengan Advokat pihak lawan, dan apabila ia menyampaikan surat, termasuk surat yang bersifat ad informandum maka hendaknya seketika itu tembusan dari surat tersebut wajib diserahkan atau dikirimkan pula kepada Advokat pihak lawan.d. Dalam perkara pidana yang sedang berjalan, Advokat hanya dapat menghubungi hakim apabila bersama-sama dengan jaksa penuntut umum.e. Advokat tidak dibenarkan mengajari dan atau mempengaruhi saksi-saksi yang diajukan oleh pihak lawan dalam perkara perdata atau oleh jaksa penuntut umum dalam perkara pidana.f. Apabila Advokat mengetahui, bahwa seseorang telah menunjuk Advokat mengenai suatu perkara tertentu, maka hubungan dengan orang itu mengenai perkara tertentu tersebut hanya boleh dilakukan melalui Advokat tersebut.g. Advokat bebas mengeluarkan pernyataan-pernyataan atau pendapat yang dikemukakan dalam sidang pengadilan dalam rangka pembelaan dalam suatu perkara yang menjadim tanggung jawabnya baik dalam sidang terbuka maupun dalam sidang tertutup yang dikemukakan secara proporsional dan tidak berkelebihan dan untuk itu memiliki imunitas hukum baik perdata maupun pidana.h. Advokat mempunyai kewajiban untuk memberikan bantuan hukum secara cuma-Cuma (pro deo) bagi orang yang tidak mampu.i. Advokat wajib menyampaikan pemberitahuan tentang putusan pengadilan mengenai perkara yang ia tangani kepada kliennya pada waktunya.

BAB VIIKETENTUAN-KETENTUAN LAIN TENTANG KODE ETIKPasal 8

a. Profesi Advokat adalah profesi yang mulia dan terhormat (officium nobile), dan karenanya dalam menjalankan profesi selaku penegak hukum di pengadilan sejajar dengan Jaksa dan Hakim, yang dalam melaksanakan profesinya berada dibawah perlindungan hukum, undang-undang dan Kode Etik ini.b. Pemasangan iklan semata-mata untuk menarik perhatian orang adalah dilarang termasuk pemasangan papan nama dengan ukuran dan atau bentuk yang berlebih-lebihan.c. Kantor Advokat atau cabangnya tidak dibenarkan diadakan di suatu tempat yang dapat merugikan kedudukan dan martabat Advokat.d. Advokat tidak dibenarkan mengizinkan orang yang bukan Advokat mencantumkan namanya sebagai Advokat di papan nama kantor Advokat atau mengizinkan orang yang bukan Advokat tersebut untuk memperkenalkan dirinya sebagai Advokat.e. Advokat tidak dibenarkan mengizinkan karyawan-karyawannya yang tidak berkualifikasi untuk mengurus perkara atau memberi nasehat hukum kepada klien dengan lisan atau dengan tulisan.f. Advokat tidak dibenarkan melalui media massa mencari publitas bagi dirinya dan atau untuk menarik perhatian masyarakat mengenai tindakan-tindakannya sebagai Advokat mengenai perkara yang sedang atau telah ditanganinya, kecuali apabila keterangan-keterangan yang ia berikan itu bertujuan untuk menegakkan prinsip-prinsip hukum yang wajib diperjuangkan oleh setiap Advokat.g. Advokat dapat mengundurkan diri dari perkara yang akan dan atau diurusnya apabila timbul perbedaan dan tidak dicapai kesepakatan tentang cara penanganan perkara dengan kliennya.h. Advokat yang sebelumnya pernah menjabat sebagai Hakim atau Panitera dari suatu lembaga peradilan, tidak dibenarkan untuk memegang atau menangani perkara yang diperiksa pengadilan tempatnya terakhir bekerja selama 3 (tiga) tahun semenjak ia berhenti dari pengadilan tersebut.

BAB VIIIPELAKSANAAN KODE ETIKPasal 9a. Setiap Advokat wajib tunduk dan mematuhi Kode Etik Advokat ini.b. Pengawasan atas pelaksanaan Kode Etik Advokat ini di lakukan oleh Dewan Kehormatan.

BAB IXDEWAN KEHORMATANBagian PertamaKETENTUAN UMUMPasal 10

1. Dewan Kehormatan berwenang memeriksa dan mengadili perkara pelanggaran Kode Etik yang dilakukan oleh Advokat.2. Pemeriksaan suatu pengaduan dapat dilakukan melalui dua tingkat, yaitu:a. Tingkat Dewan Kehormatan Cabang/Daerah.b. Tingkat Dewan Kehormatan Pusat.3. Dewan Kehormatan Cabang/daerah memeriksa pengaduan pada tingkat pertama dan Dewan Kehormatan Pusat pada tingkat terakhir.4. Segala biaya yang dikeluarkan dibebankan kepada:a. Dewan Pimpinan Cabang/Daerah dimana teradu sebagai anggota pada tingkat Dewan Kehormatan Cabang/Daerah;b. Dewan Pimpinan Pusat pada tingkat Dewan Kehormatan Pusat organisasi dimana teradu sebagai anggota;c. Pengadu/Teradu.

Bagian KeduaPENGADUANPasal 11

1. Pengaduan dapat diajukan oleh pihak-pihak yang ber-kepentingan dan merasa dirugikan, yaitu:a. Klien.b. Teman sejawat Advokat.c. Pejabat Pemerintah.d. Anggota Masyarakat.e. Dewan Pimpinan Pusat/Cabang/Daerah dari organisasi profesi dimana Teradu menjadi anggota.2. Selain untuk kepentingan organisasi, Dewan Pimpinan Pusat atau Dewan Pimpinan Cabang/Daerah dapat juga bertindak sebagai pengadu dalam hal yang menyangkut kepentingan hukum dan kepentingan umum dan yang dipersamakan untuk itu.3. Pengaduan yang dapat diajukan hanyalah yang mengenai pelanggaran terhadap Kode Etik Advokat.

Bagian KetigaTATA CARA PENGADUANPasal 12

1. Pengaduan terhadap Advokat sebagai teradu yang dianggap melanggar Kode Etik Advokat harus disampaikan secara tertulis disertai dengan alasan-alasannya kepada Dewan Kehormatan Cabang/Daerah atau kepada dewan Pimpinan Cabang/Daerah atau Dewan Pimpinan Pusat dimana teradu menjadi anggota.2. Bilamana di suatu tempat tidak ada Cabang/Daerah Organisasi, pengaduan disampaikan kepada Dewan Kehormatan Cabang/ Daerah terdekat atau Dewan Pimpinan Pusat.3. Bilamana pengaduan disampaikan kepada Dewan Pimpinan Cabang/Daerah, maka Dewan Pimpinan Cabang/Daerah meneruskannya kepada Dewan Kehormatan Cabang/Daerah yang berwenang untuk memeriksa pengaduan itu.4. Bilamana pengaduan disampaikan kepada Dewan Pimpinan Pusat/Dewan Kehormatan Pusat, maka Dewan Pimpinan Pusat/Dewan Kehormatan Pusat meneruskannya kepada Dewan Kehormatan Cabang/Daerah yang berwenang untuk memeriksa pengaduan itu baik langsung atau melalui Dewan Dewan Pimpinan Cabang/Daerah.

Bagian KeempatPEMERIKSAAN TINGKAT PERTAMA OLEH DEWAN KEHORMATAN CABANG/DAERAHPasal 13

1. Dewan Kehormatan Cabang/Daerah setelah menerima pengaduan tertulis yang disertai surat-surat bukti yang dianggap perlu, menyampaikan surat pemberitahuan selambatlambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari dengan surat kilat khusus/tercatat kepada teradu tentang adanya pengaduan dengan menyampaikan salinan/copy surat pengaduan tersebut.2. Selambat-lambatnya dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari pihak teradu harus memberikan jawabannya secara tertulis kepada Dewan Kehormatan Cabang/Daerah yang bersangkutan, disertai surat-surat bukti yang dianggap perlu.3. Jika dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari tersebut teradu tidak memberikan jawaban tertulis, Dewan Kehormatan Cabang/ Daerah menyampaikan pemberitahuan kedua dengan peringatan bahwa apabila dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal surat peringatan tersebut ia tetap tidak memberikan jawaban tertulis, maka ia dianggap telah melepaskan hak jawabnya.4. Dalam hal teradu tidak menyampaikan jawaban sebagaimana diatur di atas dan dianggap telah melepaskan hak jawabnya, Dewan Kehormatan Cabang/Daerah dapat segera menjatuhkan putusan tanpa kehadiran pihak-pihak yang bersangkutan.5. Dalam hal jawaban yang diadukan telah diterima, maka Dewan Kehormatan dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari menetapkan hari sidang dan menyampaikan panggilan secara patut kepada pengadu dan kepada teradu untuk hadir dipersidangan yang sudah ditetapkan tersebut.6. Panggilan-panggilan tersebut harus sudah diterima oleh yang bersangkutan paling tambat 3 (tiga) hari sebelum hari sidang yang ditentukan.7. Pengadu dan yang teradu:a. Harus hadir secara pribadi dan tidak dapat menguasakan kepada orang lain, yang jika dikehendaki masing-masing dapat didampingi oleh penasehat.b. Berhak untuk mengajukan saksi-saksi dan bukti-bukti.8. Pada sidang pertama yang dihadiri kedua belah pihak:a. Dewan Kehormatan akan menjelaskan tata cara pemeriksaan yang berlaku;b. Perdamaian hanya dimungkinkan bagi pengaduan yang bersifat perdata atau hanya untuk kepentingan pengadu dan teradu dan tidak mempunyai kaitan langsung dengan kepentingan organisasi atau umum, dimana pengadu akanmencabut kembali pengaduannya atau dibuatkan akta perdamaian yang dijadikan dasar keputusan oleh Dewan Kehormatan Cabang/Daerah yang langsung mempunyai kekuatan hukum yang pasti.c. Kedua belah pihak diminta mengemukakan alasan-alasan pengaduannya atau pembelaannya secara bergiliran, sedangkan surat-surat bukti akan diperiksa dan saksi-saksi akan didengar oleh Dewan Kehormatan Cabang/Daerah.9. Apabila pada sidang yang pertama kalinya salah satu pihak tidak hadir:a. Sidang ditunda sampai dengan sidang berikutnya paling lambat 14 (empat belas) hari dengan memanggil pihak yang tidak hadir secara patut.b. Apabila pengadu yang telah dipanggil sampai 2 (dua) kali tidak hadir tanpa alasan yang sah, pengaduan dinyatakan gugur dan ia tidak dapat mengajukan pengaduan lagi atas dasar yang sama kecuali Dewan Kehormatan Cabang/Daerah berpendapat bahwa materi pengaduan berkaitan dengan kepentingan umum atau kepentingan organisasi.c. Apabila teradu telah dipanggil sampai 2 (dua) kali tidak datang tanpa alasan yang sah, pemeriksaan diteruskan tanpa hadirnya teradu.d. Dewan berwenang untuk memberikan keputusan di luar hadirnya yang teradu, yang mempunyai kekuatan yang sama seperti keputusan biasa.

Bagian KelimaSIDANG DEWAN KEHORMATAN CABANG/DAERAHPasal 14

1. Dewan Kehormatan Cabang/Daerah bersidang dengan Majelis yang terdiri sekurangkurangnya atas 3 (tiga) orang anggota yang salah satu merangkap sebagai Ketua Majelis, tetapi harus selalu berjumlah ganjil.2. Majelis dapat terdiri dari Dewan Kehormatan atau ditambah dengan Anggota Majelis Kehormatan Ad Hoc yaitu orang yang menjalankan profesi dibidang hukum serta mempunyai pengetahuan dan menjiwai Kode Etik Advokat.3. Majelis dipilih dalam rapat Dewan Kehormatan Cabang/Daerah yang khusus dilakukan untuk itu yang dipimpin oleh Ketua Dewan Kehormatan Cabang/Daerah atau jika ia berhalangan oleh anggota Dewan lainnya yang tertua.4. Setiap dilakukan persidangan, Majelis Dewan Kehormatan diwajibkan membuat atau menyuruh membuat berita acara persidangan yang disahkan dan ditandatangani oleh Ketua Majelis yang menyidangkan perkara itu.5. Sidang-sidang dilakukan secara tertutup, sedangkan keputusan diucapkan dalam sidang terbuka.

Bagian KeenamCARA PENGAMBILAN KEPUTUSANPasal 15

1. Setelah memeriksa dan mempertimbangkan pengaduan, pembelaan, surat-surat bukti dan keterangan saksi-saksi maka Majelis Dewan Kehormatan mengambil Keputusanyang dapat berupa:a. Menyatakan pengaduan dari pengadu tidak dapat diterima;b. Menerima pengaduan dari pengadu dan mengadili serta menjatuhkan sanksi-sanksi kepada teradu;c. Menolak pengaduan dari pengadu.2. Keputusan harus memuat pertimbangan-pertimbangan yang menjadi dasarnya dan menunjuk pada pasal-pasal Kode Etik yang dilanggar.3. Majelis Dewan Kehormatan mengambil keputusan dengan suara terbanyak dan mengucapkannya dalam sidang terbuka dengan atau tanpa dihadiri oleh pihak-pihak yang bersangkutan, setelah sebelumnya memberitahukan hari, tanggal dan waktupersidangan tersebut kepada pihak-pihak yang bersangkutan.4. Anggota Majelis yang kalah dalam pengambilan suara berhak membuat catatan keberatan yang dilampirkan didalam berkas perkara.5. Keputusan ditandatangani oleh Ketua dan semua Anggota Majelis, yang apabila berhalangan untuk menandatangani keputusan, hal mana disebut dalam keputusan yang bersangkutan.

Bagian KetujuhSANKSI-SANKSIPasal 16

1. Hukuman yang diberikan dalam keputusan dapat berupa:a. Peringatan biasa.b. Peringatan keras.c. Pemberhentian sementara untuk waktu tertentu.d. Pemecatan dari keanggotaan organisasi profesi.2. Dengan pertimbangan atas berat atau ringannya sifat pelanggaran Kode Etik Advokat dapat dikenakan sanksi:a. Peringatan biasa bilamana sifat pelanggarannya tidak berat.b. Peringatan keras bilamana sifat pelanggarannya berat atau karena mengulangi kembali melanggar kode etik dan atau tidak mengindahkan sanksi peringatan yang pernah diberikan.c. Pemberhentian sementara untuk waktu tertentu bilamana sifat pelanggarannya berat, tidak mengindahkan dan tidak menghormati ketentuan kode etik atau bilamana setelah mendapat sanksi berupa peringatan keras masih mengulangimelakukan pelanggaran kode etik.d. Pemecatan dari keanggotaan organisasi profesi bilamana dilakukan pelanggaran kode etik dengan maksud dan tujuan merusak citra serta martabat kehormatan profesi Advokat yang wajib dijunjung tinggi sebagai profesi yang mulia danterhormat.3. Pemberian sanksi pemberhentian sementara untuk waktu tertentu harus diikuti larangan untuk menjalankan profesi advokat diluar maupun dimuka pengadilan.4. Terhadap mereka yang dijatuhi sanksi pemberhentian sementara untuk waktu tertentu dan atau pemecatan dari keanggotaan organisasi profesi disampaikan kepada Mahkamah Agung untuk diketahui dan dicatat dalam daftar Advokat.

Bagian KedelapanPENYAMPAIAN SALINAN KEPUTUSANPasal 17

Dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah keputusan diucapkan, salinan keputusan Dewan kehormatan Cabang/Daerah harus disampaikan kepada:a. Anggota yang diadukan/teradu;b. Pengadu;c. Dewan Pimpinan Cabang/Daerah dari semua organisasi profesi;d. Dewan Pimpinan Pusat dari masing-masing organisasi profesi;e. Dewan Kehormatan Pusat;f. Instansi-instansi yang dianggap perlu apabila keputusan telah mempunyai kekuatan hukum yang pasti.

Bagian KesembilanPEMERIKSAAN TINGKAT BANDING DEWAN KEHORMATAN PUSATPasal 18

1. Apabila pengadu atau teradu tidak puas dengan keputusan Dewan Kehormatan Cabang/Daerah, ia berhak mengajukan permohonan banding atas keputusan tersebut kepada Dewan Kehormatan Pusat.2. Pengajuan permohonan banding beserta Memori Banding yang sifatnya wajib, harus disampaikan melalui Dewan Kehormatan Cabang/Daerah dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari sejak tanggal yang bersangkutan menerima salinan keputusan.3. Dewan Kehormatan Cabang/Daerah setelah menerima Memori Banding yang bersangkutan selaku pembanding selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak penerimaannya, mengirimkan salinannya melalui surat kilat khusus/tercatat kepada pihak lainnya selaku terbanding.4. Pihak terbanding dapat mengajukan Kontra Memori Banding selambat-lambatnya dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari sejak penerimaan Memori Banding.5. Jika jangka waktu yang ditentukan terbanding tidak menyampaikan Kontra Memori Banding ia dianggap telah melepaskan haknya untuk itu.6. Selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak berkas perkara dilengkapi dengan bahan-bahan yang diperlukan, berkas perkara tersebut diteruskan oleh Dewan Kehormatan Cabang/Daerah kepada dewan Kehormatan Pusat.7. Pengajuan permohonan banding menyebabkan ditundanya pelaksanaan keputusan Dewan Kehormatan Cabang/Daerah.8. Dewan kehormatan Pusat memutus dengan susunan Majelis yang terdiri sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang anggota atau lebih tetapi harus berjumlah ganjil yang salah satumerangkap Ketua Majelis.9. Majelis dapat terdiri dari Dewan Kehormatan atau ditambah dengan Anggota Majelis Kehormatan Ad Hoc yaitu orang yang menjalankan profesi dibidang hukum serta mempunyai pengetahuan dan menjiwai Kode Etik Advokat.10. Majelis dipilih dalam rapat Dewan Kehormatan Pusat yang khusus diadakan untuk itu yang dipimpin oleh Ketua Dewan Kehormatan Pusat atau jika ia berhalangan oleh anggota Dewan lainnya yang tertua.11. Dewan Kehormatan Pusat memutus berdasar bahan-bahan yang ada dalam berkas perkara, tetapi jika dianggap perlu dapat meminta bahan tambahan dari pihak-pihak yangbersangkutan atau memanggil mereka langsung atas biaya sendiri.12. Dewan Kehormatan Pusat secara prorogasi dapat menerima permohonan pemeriksaan langsung dari suatu perkara yang diteruskan oleh Dewan Kehormatan Cabang/Daerah asal saja permohonan seperti itu dilampiri surat persetujuan dari kedua belah pihak agar perkaranya diperiksa langsung oleh Dewan Kehormatan Pusat.13. Semua ketentuan yang berlaku untuk pemeriksaan pada tingkat pertama oleh Dewan Kehormatan Cabang/Daerah, mutatis mutandis berlaku untuk pemeriksaan pada tingkat banding oleh Dewan Kehormatan Pusat.

Bagian KesepuluhKEPUTUSAN DEWAN KEHORMATANPasal 19

1. Dewan Kehormatan Pusat dapat menguatkan, merubah atau membatalkan keputusan Dewan Kehormatan Cabang/Daerah dengan memutus sendiri.2. Keputusan Dewan kehormatan Pusat mempunyai kekuatan tetap sejak diucapkan dalam sidang terbuka dengan atau tanpa dihadiri para pihak dimana hari, tanggal dan waktunyatelah diberitahukan sebelumnya kepada pihak-pihak yang bersangkutan.3. Keputusan Dewan Kehormatan Pusat adalah final dan mengikat yang tidak dapat diganggu gugat dalam forum manapun, termasuk dalam MUNAS.4. Dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah keputusan diucapkan, salinan keputusan Dewan Kehormatan Pusat harus disampaikan kepada:a. Anggota yang diadukan/teradu baik sebagai pembanding ataupun terbanding;b. Pengadu baik selaku pembanding ataupun terbanding;c. Dewan Pimpinan Cabang/Daerah yang bersangkutan;d. Dewan Kehormatan Cabang/Daerah yang bersangkutan;e. Dewan Pimpinan Pusat dari masing-masing organisasi profesi;f. Instansi-instansi yang dianggap perlu.5. Apabila seseorang telah dipecat, maka Dewan Kehormatan Pusat atau Dewan Kehormatan Cabang/Daerah meminta kepada Dewan Pimpinan Pusat/Organisasi profesi untuk memecat orang yang bersangkutan dari keanggotaan organisasi profesi.

Bagian KesebelasKETENTUAN LAIN TENTANG DEWAN KEHORMATANPasal 20

Dewan Kehormatan berwenang menyempurnakan hal-hal yang telah diatur tentang Dewan Kehormatan dalam Kode Etik ini dan atau menentukan hal-hal yang belum diatur didalamnya dengan kewajiban melaporkannya kepada Dewan Pimpinan Pusat/ Organisasi profesi agar diumumkan dan diketahui oleh setiap anggota dari masing-masing organisasi.

BAB XKODE ETIK & DEWAN KEHORMATANPasal 21

Kode Etik ini adalah peraturan tentang Kode Etik dan Ketentuan Tentang Dewan Kehormatan bagi mereka yang menjalankan profesi Advokat, sebagai satu-satunya Peraturan Kode Etik yang diberlakukan dan berlaku di Indonesia.

BAB XIATURAN PERALIHANPasal 22

1. Kode Etik ini dibuat dan diprakarsai oleh Komite Kerja Advokat Indonesia, yang disahkan dan ditetapkan oleh Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Ikatan Penasehat Hukum Indonesia (IPHI), Himpunan Advokat & Pengacara Indonesia (HAPI), Serikat Pengacara Indonesia (SPI), Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI) dan Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM) yang dinyatakan berlaku bagi setiap orang yang menjalankan profesi Advokat di Indonesia tanpa terkecuali.2. Setiap Advokat wajib menjadi anggota dari salah satu organisasi profesi tersebut dalam ayat 1 pasal ini.3. Komite Kerja Advokat Indonesia mewakili organisasi-organisasi profesi tersebut dalam ayat 1 pasal ini sesuai dengan Pernyataan Bersama tertanggal 11 Februari 2002 dalamhubungan kepentingan profesi Advokat dengan lembaga-lembaga Negara dan pemerintah.4. Organisasi-organisasi profesi tersebut dalam ayat 1 pasal ini akan membentuk Dewan kehormatan sebagai Dewan Kehormatan Bersama, yang struktur akan disesuaikan dengan Kode Etik Advokat ini.Pasal 23

Perkara-perkara pelanggaran kode etik yang belum diperiksa dan belum diputus atau belum berkekuatan hukum yang tetap atau dalam pemeriksaan tingkat banding akan diperiksa dan diputus berdasarkan Kode Etik Advokat ini.

BAB XXIIPENUTUPPasal 24

Kode Etik Advokat ini berlaku sejak tanggal berlakunya Undang-undang tentang Advokat.

Ditetapkan di : JakartaPada tanggal : 23 Mei 2002

KODE ETIK PROFESI HAKIM

BAB IKETENTUAN UMUMPasal 1PengertianKode Etik Profesi Hakim ialah aturan tertulis yang harus dipedomani oleh setiap Hakim Indonesia dalam melaksanakan tugas profesi sebagai Hakim.

Pedoman Tingkah laku (Code of Conduct) Hakim ialah penjabaran dari kode etik profesi Hakim yang menjadi pedoman bagi Hakim Indonesia, baik dalam menjalankan tugas profesinya untuk mewujudkan keadilan dan kebenaran maupun dalam pergaulan sebagai anggota masyarakat yang harus dapat memberikan contoh dan suri tauladan dalam kepatuhan dan ketaatan kepada hukum.

Komisi Kehormatan Profesi Hakim ialah komisi yang dibentuk oleh Pengurus Pusat IKAHI dan Pengurus Daerah IKAHI untuk memantau, memeriksa, membina, dan merekomendasikan tingkah laku Hakim yang melanggar atau diduga melanggar Kode Etik Profesi.

Azas Peradilan yang baik ialah prinsip-prinsip dasar yang harus dijunjung tinggi oleh Hakim dalam melaksanakan tugasnya untuk mewujudkan peradilan yang mandiri sesuai dengan aturan dasar berdasarkan ketentuan yang ada.Pasal 2Maksud dan Tujuan

Kode Etik Profesi Hakim mempunyai maksud dan tujuan :1. Sebagai alat :a. Pembinaan dan pembentukan karakter Hakimb. Pengawasan tingkah laku Hakim2. Sebagai sarana :a. Kontrol sosialb. Pencegah campur tangan ekstrajudicialc. Pencegah timbulnya kesalah pahaman dan konflik antar sesama anggota dan antara anggota dengan masyarakat.d. Memberikan jaminan peningkatan moralitas Hakim dan kemandirian fungsional bagi Hakim.e. Menumbuhkan kepercayaan masyarakat pada lembaga peradilan.

BAB IIPEDOMAN TINGKAH LAKUPasal 3Sifat-sifat Hakim

Sifat Hakim tercermin dalam lambang Hakim yang dikenal dengan "Panca Dharma Hakim" :1. Kartika, yaitu memiliki sifat percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.2. Cakra, yaitu sifat mampu memusnahkan segala kebathilan, kezaliman dan ketidakadilan.3. Candra, yaitu memiliki sifat bijaksana dan berwibawa.4. Sari, yaitu berbudi luhur dan berkelakuan tidak tercela.5. Tirta, yaitu sifat jujur.

Pasal 4Sikap Hakim

Setiap Hakim Indonesia mempunyai pegangan tingkah laku yang harus dipedomaninya :

1. Dalam persidangan :Bersikap dan bertindak menurut garis-garis yang ditentukan dalam Hukum Acara yang berlaku, dengan memperhatikan azas-azas peradilan yang baik, yaitu :a. Menjunjung tinggi hak seseorang untuk mendapat putusan (right to a decision) dimana setiap orang berhak untuk mengajukan perkara dan dilarang menolak untuk mengadilinya kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang serta putusan harus dijatuhkan dalam waktu yang pantas dan tidak terlalu lama.b. Semua pihak yang berperkara berhak atas kesempatan dan perlakuan yang sama untuk didengar, diberikan kesempatan untuk membela diri, mengajuan bukti -bukti serta memperoleh informasi dalam proses pemeriksaan (a fair hearing).c. Putusan dijatuhkan secara obyektif tanpa dicemari oleh kepentingan pribadi atau pihak lain (no bias) dengan menjunjung tinggi prinsip (nemo judex in resud).d. Putusan harus memuat alasan-alasan hukum yang jelas dan dapat dimengerti serta bersifat konsisten dengan penalaran hukum yang sistematis (reasones and argumentations of decision), dimana argumentasi tersebut harus diawasi (controleerbaarheid) dan diikuti serta dapat dipertanggung-jawabkan (account ability) guna menjamin sifat keterbukaan (transparancy) dan kepastian hukum (legal certainity) dalam proses peradilan.e. Menjunjung tinggi hak-hak azasi manusia.f. Tidak dibenarkan menunjukkan sikap memihak atau bersimpati ataupun antipati kepada pihak-pihak yang berperkara, baik dalam ucapan maupun tingkah laku.g. Harus bersifat sopan, tegas dan bijaksana dalam memimpin sidang, baik dalam ucapan maupun dalam perbuatan.h. Harus menjaga kewibawaan dan kehidmatan persidangan antara lain serius dalam memeriksa, tidak melecehkan pihak-pihak baik dengan kata-kata maupun perbuatan.i. Bersungguh-sungguh mencari kebenaran dan keadilan.

2. Terhadap Sesama Rekana. Memelihara dan memupuk hubungan kerjasama yang baik antara sesama rekan.b. Memiliki rasa setia kawan, tenggang rasa dan saling menghargai antara sesama rekan.c. Memiliki kesadaran, kesetiaan, penghargaan terhadap Korps Hakim secara wajar.d. Menjaga nama baik dan martabat rekan, baik di dalam maupun di luar kedinasan.

3. Terhadap Bawahan/Pegawaia. Harus mempunyai sifat kepemimpinan.b. Membimbing bawahan/pegawai untuk mempertinggi pengetahuan.c. Harus mempunyai sikap sebagai seorang Bapak/lbu yang baik.d. Memelihara sikap kekeluargaan terhadap bawahan/pegawai.e. Memberi contoh kedisiplinan.

4. Terhadap Masyarakata. Menghormati dan menghargai orang lain.b. Tidak sombong dan tidak mau menang sendiri.c. Hidup sederhana.

5. Terhadap Keluarga/Rumah Tanggaa. Menjaga keluarga dari perbuatan-perbuatan tercela, menurut norma-norma hukum kesusilaan.b. Menjaga ketentraman dan keutuhan keluarga.c. Menyesuaikan kehidupan rumah tangga dengan keadaan dan pandangan masyarakat.

Pasal 5Kewajiban dan Larangan

Kewajiban :1. Mendengar dan memperlakukan kedua belah pihak berperkara secara berimbang dengan tidak memihak (impartial).2. Sopan dalam bertutur dan bertindak.3. Memeriksa perkara dengan arif, cermat dan sabar.4. Memutus perkara, berdasarkan atas hukum dan rasa keadilan.5. Menjaga martabat, kedudukan dan kehormatan Hakim.

Larangan :1. Melakukan kolusi dengan siapapun yang berkaitan dengan perkara yang akan dan sedang ditangani.2. Menerima sesuatu pemberian atau janji dari pihak-pihak yang berperkara.3. Membicarakan suatu perkara yang ditanganinya diluar acara persidangan.4. Mengeluarkan pendapat atas suatu kasus yang ditanganinya baik dalam persidangan maupun diluar persidangan mendahului putusan.5. Melecehkan sesama Hakim, Jaksa, Penasehat Hukum, Para pihak Berperkara, ataupun pihak lain.6. Memberikan komentar terbuka atas putusan Hakim lain, kecuali dilakukan dalam rangka pengkajian ilmiah.7. Menjadi anggota atau salah satu Partai Politik dan pekerjaan/jabatan yang dilarang Undang-undang.8. Mempergunakan nama jabatan korps untuk kepentingan pribadi ataupun kelompoknya.

BAB IIIKOMISI KEHORMATAN PROFESI HAKIMPasal 6

Susunan dan Organisasi Komisi Kehormatan Profesi Hakim terdiri dari :1. Komisi Kehormatan Profesi Hakim Tingkat Pusat.2. Komisi Kehormatan Profesi Hakim Tingkat Daerah.3. Komisi Kehormatan Profesi Hakim Tingkat Pusat terdiri dari 5 (lima) orang dengan susunan :a. Ketua : salah seorang Ketua Pengurus Pusat IKAHI merangkap anggota.b. Anggota : Dua orang anggota IKAHI dari Hakim Agung.c. Anggota : Salah seorang Ketua Pengurus Daerah IKAHI yang bersangkutan.d. Sekretaris : Sekretaris Pengurus Pusat IKAHI merangkap Anggota.4. Komisi Kehormatan Profesi Hakim Tingkat Daerah terdiri dari 5 (lima) orang dengan susunan :a. Ketua : Salah seorang Ketua Pengurus Daerah IKAHI merangkap anggota.b. Anggota : Seorang anggota IKAHI Daerah dari Hakim Tinggi.c. Anggota : Ketua Pengurus Cabang IKAHI yang ber-sangkutan.d. Anggota : Seorang Hakim yang ditunjuk Pengurus Cabang IKAHI yang bersangkutan.e. Sekretaris : Sekretaris Pengurus Daerah IKAHI merang kap Anggota.5. Komisi Kehormatan Profesi Hakim Tingkat Pusat diangkat dan diberhentikan oleh PP IKAHI.6. Komisi Kehormatan Profesi Hakim Tingkat Daerah diangkat dan diberhentikan oleh PD IKAHI.

Pasal 7

Komisi Kehormatan Hakim Tingkat Daerah berwenang memeriksa dan mengambil tindakan-tindakan lain yang menjadi kewenangan terhadap anggota di daerah/wilayahnya.

Komisi Kehormatan Profesi Hakim Tingkat Pusat berwenang memeriksa dan mengambil tindakan-tindakan lain yang menjadi kewenangannya terhadap persoalan yang tidak dapat diselesaikan oleh Daerah atau yang menurut Pengurus Pusat IKAHI harus ditangani oleh Komisi Kehormatan Profesi Hakim Tingkat Pusat.

Pasal 8Tugas dan Wewenang

Komisi Kehormatan Profesi Hakim mempunyai tugas :1. Memberikan pembinaan pada anggota untuk selalu men-junjung tinggi Kode Etik.2. Meneliti dan memeriksa laporan/pengaduan dari masyarakat atas tingkah laku dari para anggota IKAHI.3. Memberikan nasehat dan peringatan kepada anggota dalam hal anggota yang bersangkutan menunjukkan tanda-tanda pelanggaran Kode Etik.

Komisi Kehormatan Profesi Hakim berwenang :1. Memanggil anggota untuk di dengar keterangannya sehubungan dengan adanya pengaduan dan laporan.2. Memberikan rekomendasi atas hasil pemeriksaan terhadap anggota yang melanggar Kode Etik dan merekomendasikan untuk merehabilitasi anggota yang tidak terbukti bersalah.

Pasal 9SanksiSanksi yang dapat direkomendasikan Komisi Kehormatan Profesi Hakim kepada PP IKAHI adalah :1. Teguran.2. Skorsing dari keanggotaan IKAHI.3. Pemberhentian sebagai anggota IKAHI.

Pasal 10Pemeriksaan1. Pemeriksaan terhadap anggota yang dituduh melanggar Kode Etik dilakukan secara tertutup.2. Pemeriksaan harus memberikan kesempatan seluas-Iuasnya kepada anggota yang diperiksa untuk melakukan pembelaan diri.3. Pembelaan dapat dilakukan sendiri atau didampingi oleh seorang atau lebih dari anggota yang ditunjuk oleh yang bersangkutan atau yang ditunjuk organisasi.4. Hasil Pemeriksaan dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan yang ditandatangani oleh semua anggota Komisi Kehormatan Profesi Hakim dan yang diperiksa.

Pasal 11KeputusanKeputusan diambil sesuai dengan tata cara pengambilan putusan dalam Majelis Hakim.

BAB IVPENUTUPPasal 12

Kode Etik ini mulai berlaku sejak disahkan oleh Musyawarah Nasional (MUNAS) IKAHI ke-XIII dan merupakan satu-satunya Kode Etik Profesi Hakim yang berlaku bagi para Hakim Indonesia.

Ditetapkan di : BandungPada tanggal : 30 Maret 2001

KODE ETIK PROFESI KPUBAB IKETENTUAN UMUMPasal 1

Dalam Peraturan Bersama ini yang dimaksud dengan:1. Pemilihan Umum, selanjutnya disingkat Pemilu, adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila, dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2. Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota secara demokratis dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila, dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 3. Pemilu Presiden dan Wakil Presiden adalah Pemilu untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden secara demokratis dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila, dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 4. Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota adalah Pemilihan untuk memilih gubernur, bupati, dan walikota secara demokratis dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila, dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 5. Penyelenggara Pemilu adalah lembaga yang menyelenggarakan Pemilu yang terdiri atas Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu sebagai satu kesatuan fungsi penyelenggaraan Pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Presiden dan Wakil Presiden secara langsung oleh rakyat, serta untuk memilih gubernur, bupati dan walikota secara demokratis. 6. Kode Etik Penyelenggara Pemilu, selanjutnya disebut Kode Etik, adalah satu kesatuan landasan norma moral, etis dan filosofis yang menjadi pedoman bagi perilaku penyelenggara pemilihan umum yang diwajibkan, dilarang, patut atau tidak patut dilakukan dalam semua tindakan dan ucapan. 7. Komisi Pemilihan Umum, selanjutnya disingkat KPU, adalah lembaga Penyelenggara Pemilu yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri yang bertugas melaksanakan Pemilu. 8. Komisi Pemilihan Umum Provinsi, selanjutnya disingkat KPU Provinsi, adalah Penyelenggara Pemilu yang bertugas melaksanakan Pemilu di Provinsi. 9. Komisi Independen Pemilihan selanjutnya disingkat KIP adalah KIP Aceh dan KIP kabupaten/kota yang merupakan bagian dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk menyelenggarakan pemilihan umum Presiden/Wakil Presiden, anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, anggota DPRA/DPRK, pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota. 10. Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota, selanjutnya disingkat KPU Kabupaten/Kota, adalah Penyelenggara Pemilu yang bertugas melaksanakan Pemilu di kabupaten/kota. 11. Panitia Pemilihan Kecamatan, selanjutnya disingkat PPK, adalah panitia yang dibentuk oleh KPU Kabupaten/Kota untuk melaksanakan Pemilu di tingkat kecamatan atau nama lain. 12. Panitia Pemungutan Suara, selanjutnya disingkat PPS, adalah panitia yang dibentuk oleh KPU Kabupaten/Kota untuk melaksanakan Pemilu di tingkat desa atau nama lain/kelurahan. 13. Panitia Pemilihan Luar Negeri, selanjutnya disingkat PPLN, adalah panitia yang dibentuk oleh KPU untuk melaksanakan Pemilu di luar negeri. 14. Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara, selanjutnya disingkat KPPS, adalah kelompok yang dibentuk oleh PPS untuk melaksanakan pemungutan suara di tempat pemungutan suara. 15. Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri, selanjutnya disingkat KPPSLN, adalah kelompok yang dibentuk oleh PPLN untuk melaksanakan pemungutan suara di tempat pemungutan suara luar negeri. 16. Badan Pengawas Pemilu, selanjutnya disingkat Bawaslu, adalah lembaga penyelenggara Pemilu yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 17. Badan Pengawas Pemilu Provinsi, selanjutnya disingkat Bawaslu Provinsi, adalah badan yang dibentuk oleh Bawaslu yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di wilayah provinsi. 18. Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota, selanjutnya disingkat Panwaslu Kabupaten/Kota, adalah panitia yang dibentuk oleh Bawaslu Provinsi yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di wilayah kabupaten/kota. 19. Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan, selanjutnya disingkat Panwaslu Kecamatan, adalah panitia yang dibentuk oleh Panwaslu Kabupaten/Kota yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di wilayah kecamatan atau nama lain. 20. Pengawas Pemilu Lapangan adalah petugas yang dibentuk oleh Panwaslu Kecamatan yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di desa atau nama lain/kelurahan. 21. Pengawas Pemilu Luar Negeri adalah petugas yang dibentuk oleh Bawaslu yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di luar negeri. 22. Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, selanjutnya disingkat DKPP, adalah lembaga yang bertugas menangani pelanggaran kode etik Penyelenggara Pemilu dan merupakan satu kesatuan fungsi penyelenggaraan Pemilu.

BAB IILANDASAN DAN PRINSIP DASAR ETIKA DAN PERILAKU

Bagian KesatuLandasan Etika dan PerilakuPasal 21. Kode Etik berlandaskan pada: a. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Undang-Undang; c. sumpah/janji jabatan sebagai Penyelenggara Pemilu; dan d. asas Penyelenggara Pemilu. 2. Kode Etik bersifat mengikat serta wajib dipatuhi oleh anggota KPU, anggota KPU Provinsi atau KIP Aceh, anggota KPU Kabupaten/Kota atau KIP Kabupaten/Kota, PPK, PPS, KPPS, PPLN, dan KPPSLN serta Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri. 3. Kode Etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf d berlaku bagi jajaran sekretariat penyelenggara Pemilu dengan penegakannya dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku terkait penegakan disiplin dan kode etik kepegawaian.

Pasal 31. Sumpah/janji KPU Provinsi, anggota KPU Kabupaten/Kota sebagai berikut: Demi Allah (Tuhan), saya bersumpah/berjanji: Bahwa saya akan memenuhi tugas dan kewajiban saya sebagai anggota KPU/KPU Provinsi/KPU Kabupaten/Kota dengan sebaik-baiknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan dengan berpedoman pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Bahwa saya dalam menjalankan tugas dan wewenang akan bekerja dengan sungguh-sungguh, jujur, adil, dan cermat demi suksesnya Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/Pemilu Presiden dan Wakil Presiden/pemilihan gubernur, bupati, dan walikota, tegaknya demokrasi dan keadilan, serta mengutamakan kepentingan Negara Kesatuan Republik Indonesia daripada kepentingan pribadi atau golongan.

2. Sumpah anggota KIP Aceh, anggota KIP Kabupaten/Kota sebagai berikut: Demi Allah, saya bersumpah: Bahwa saya akan memenuhi tugas dan kewajiban saya sebagai anggota KIP Aceh/KIP kabupaten/kota dengan sebaik-baiknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan dengan berpedoman pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Bahwa saya dalam menjalankan tugas dan wewenang akan bekerja dengan sungguh-sungguh, jujur, adil, dan cemat demi suksesnya Pemilu anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota, Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, Pemilu Gubernur dan Wakil Gubernur, Pemilu Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota, tegaknya demokrasi dan keadilan, serta mengutamakan kepentingan Negara Kesatuan Republik Indonesia dari pada kepentingan pribadi atau golongan.

3. Sumpah/janji anggota PPK, PPS, KPPS, PPLN, KPPSLN sebagai berikut: Demi Allah (Tuhan), saya bersumpah/berjanji: Bahwa saya akan memenuhi tugas dan kewajiban saya sebagai anggota PPK, PPS, KPPS, PPLN, KPPSLN dengan sebaik-baiknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan dengan berpedoman pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Bahwa saya dalam menjalankan tugas dan wewenang akan bekerja dengan sungguh-sungguh, jujur, adil, dan cermat demi suksesnya Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/Pemilu Presiden dan Wakil Presiden/pemilihan gubernur, bupati, dan walikota, tegaknya demokrasi dan keadilan, serta mengutamakan kepentingan Negara Kesatuan Republik Indonesia daripada kepentingan pribadi atau golongan.

4. Sumpah/janji anggota Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri sebagai berikut: Demi Allah (Tuhan), saya bersumpah/berjanji: Bahwa saya akan memenuhi tugas dan kewajiban saya sebagai anggota Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri dengan sebaik-baiknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan dengan berpedoman pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Bahwa saya dalam menjalankan tugas dan wewenang akan bekerja dengan sungguh-sungguh, jujur, adil, dan cermat demi suksesnya Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/Pemilu Presiden dan Wakil Presiden/pemilihan gubernur, bupati, dan walikota, tegaknya demokrasi dan keadilan, serta mengutamakan kepentingan Negara Kesatuan Republik Indonesia daripada kepentingan pribadi atau golongan.

Pasal 4Kode Etik bertujuan untuk menjaga kemandirian, integritas, dan kredibilitas anggota KPU, anggota KPU Provinsi atau KIP Aceh, anggota KPU Kabupaten/Kota atau KIP Kabupaten/Kota, PPK, PPS, KPPS, PPLN, dan KPPSLN, serta anggota Bawaslu, Anggota Bawaslu Provinsi, anggota Panwaslu Kabupaten/Kota, anggota Panwaslu Kecamatan, anggota Pengawas Pemilu Lapangan, dan anggota Pengawas Pemilu Luar Negeri.

Pasal 5Penyelenggara Pemilu berpedoman pada asas:a. mandiri; b. jujur; c. adil; d. kepastian hukum; e. tertib; f. kepentingan umum; g. keterbukaan; h. proporsionalitas; i. profesionalitas; j. akuntabilitas; k. efisiensi; dan l. efektivitas.

Bagian KeduaPrinsip Dasar Etika dan PerilakuPasal 6

Penyelenggara Pemilu berkewajiban:a. menjunjung tinggi Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan peraturan perundang-undangan; b. menjunjung tinggi kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia; c. menunjukkan penghargaan dan kerjasama dengan seluruh lembaga dan aparatur negara untuk kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan d. menjaga dan memelihara nama baik Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pasal 7Penyelenggara Pemilu berkewajiban:a. memelihara dan menjaga kehormatan lembaga Penyelenggara Pemilu; b. menjalankan tugas sesuai visi, misi, tujuan, dan program lembaga Penyelenggara Pemilu; c. menjaga rahasia yang dipercayakan kepadanya, termasuk hasil rapat yang dinyatakan sebagai rahasia sampai batas waktu yang telah ditentukan atau sampai masalah tersebut sudah dinyatakan untuk umum sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan; d. menghargai dan menghormati sesama lembaga Penyelenggara Pemilu dan pemangku kepentingan Pemilu; dan e. melakukan segala upaya yang dibenarkan etika sepanjang tidak bertentangan dengan perundang-undangan sehingga memungkinkan bagi setiap penduduk yang berhak memilih terdaftar sebagai pemilih dan dapat menggunakan hak memilihnya.

Pasal 8

Penyelenggara Pemilu berkewajiban:a. menjaga dan memelihara tertib sosial dalam penyelenggaraan Pemilu; b. mengindahkan norma dalam penyelenggaraan Pemilu; dan c. menghormati kebhinnekaan masyarakat Indonesia.

Pasal 9

Penyelenggara Pemilu berkewajiban:a. beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; b. menjunjung tinggi sumpah/janji jabatan dalam melaksanakan tugas, wewenang, kewajiban, dan tanggungjawabnya; c. menjaga dan memelihara netralitas, imparsialitas, dan asas-asas penyelenggaraan Pemilu yang jujur, adil, dan demokratis; d. tidak mengikutsertakan atau melibatkan kepentingan pribadi maupun keluarga dalam seluruh pelaksanaan tugas, wewenang, dan kewajibannya; e. melaksanakan tugas-tugas sesuai jabatan dan kewenangan yang didasarkan pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945, undang-undang, peraturan perundang-undangan, dan keputusan yang berkaitan dengan penyeleng-garaan Pemilu; f. mencegah segala bentuk dan jenis penyalahgunaan tugas, wewenang, dan jabatan, baik langsung maupun tidak langsung; g. menolak untuk menerima uang, barang, dan/atau jasa atau pemberian lainnya yang apabila dikonversi melebihi standar biaya umum dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) jam, dalam kegiatan tertentu secara langsung maupun tidak langsung dari calon peserta Pemilu, peserta Pemilu, calon anggota DPR dan DPRD, dan tim kampanye; h. mencegah atau melarang suami/istri, anak, dan setiap individu yang memiliki pertalian darah/semenda sampai derajat ketiga atau hubungan suami/istri yang sudah bercerai di bawah pengaruh, petunjuk, atau kewenangan yang bersangkutan, untuk meminta atau menerima janji, hadiah, hibah, pemberian, penghargaan, dan pinjaman atau bantuan apapun dari pihak yang berkepentingan dengan penyelenggaraan Pemilu; i. menyatakan secara terbuka dalam rapat apabila memiliki hubungan keluarga atau sanak saudara dengan calon, peserta Pemilu, atau tim kampanye.

BAB IIIPELAKSANAAN PRINSIP DASAR ETIKA DAN PERILAKUPasal 10

Dalam melaksanakan asas mandiri dan adil, Penyelenggara Pemilu berkewajiban:a. bertindak netral dan tidak memihak terhadap partai politik tertentu, calon, peserta pemilu, dan media massa tertentu; b. memperlakukan secara sama setiap calon, peserta Pemilu, calon pemilih, dan pihak lain yang terlibat dalam proses Pemilu; c. menolak segala sesuatu yang dapat menimbulkan pengaruh buruk terhadap pelaksanaan tugas dan menghindari dari intervensi pihak lain; d. tidak mengeluarkan pendapat atau pernyataan yang bersifat partisan atas masalah atau isu yang sedang terjadi dalam proses Pemilu; e. tidak mempengaruhi atau melakukan komunikasi yang bersifat partisan dengan pemilih; f. tidak memakai, membawa, atau mengenakan simbol, lambang atau atribut yang secara jelas menunjukkan sikap partisan pada partai politik atau peserta Pemilu tertentu; g. tidak memberitahukan pilihan politiknya secara terbuka dan tidak menanyakan pilihan politik kepada orang lain; h. memberitahukan kepada seseorang atau peserta Pemilu selengkap dan secermat mungkin akan dugaan yang diajukan atau keputusan yang dikenakannya; i. menjamin kesempatan yang sama kepada setiap peserta Pemilu yang dituduh untuk menyampaikan pendapat tentang kasus yang dihadapinya atau keputusan yang dikenakannya; j. mendengarkan semua pihak yang berkepentingan dengan kasus yang terjadi dan mempertimbangkan semua alasan yang diajukan secara adil; tidak menerima hadiah dalam bentuk apapun dari peserta Pemilu, calon peserta Pemilu, perusahaan atau individu yang dapat menimbulkan keuntungan dari keputusan lembaga penyelenggara Pemilu.

Pasal 11

Dalam melaksanakan asas kepastian hukum, Penyelenggara Pemilu berkewajiban:a. melakukan tindakan dalam rangka penyelenggaraan Pemilu yang secara tegas diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan; b. melakukan tindakan dalam rangka penyelenggaraan Pemilu yang sesuai dengan yurisdiksinya;c. melakukan tindakan dalam rangka penyelenggaraan Pemilu, menaati prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan; dan d. menjamin pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Pemilu sepenuhnya diterapkan secara tidak berpihak dan adil.

Pasal 12

Dalam melaksanakan asas jujur, keterbukaan, dan akuntabilitas, Penyelenggara Pemilu berkewajiban:a. menjelaskan keputusan yang diambil berdasarkan peraturan perundang-undangan, tata tertib, dan prosedur yang ditetapkan; b. membuka akses publik mengenai informasi dan data yang berkaitan dengan keputusan yang telah diambil sesuai peraturan perundang-undangan; c. menata akses publik secara efektif dan masuk akal serta efisien terhadap dokumen dan informasi yang relevan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; d. menjelaskan kepada publik apabila terjadi penyimpangan dalam proses kerja lembaga penyelenggara Pemilu serta upaya perbaikannya; e. menjelaskan alasan setiap penggunaan kewenangan publik; f. memberikan penjelasan terhadap pertanyaan yang diajukan mengenai keputusan yang telah diambil terkait proses Pemilu; dan g. memberikan respon secara arif dan bijaksana terhadap kritik dan pertanyaan publik. Pasal 13

Dalam melaksanakan asas kepentingan umum, Penyelenggara Pemilu berkewajiban:a. memberikan informasi dan pendidikan pemilih yang mencerahkan pikiran dan kesadaran pemilih; b. memastikan pemilih memahami secara tepat mengenai proses Pemilu; c. membuka akses yang luas bagi pemilih dan media untuk berpartisipasi dalam proses penyelenggaraan Pemilu; d. menciptakan kondisi yang kondusif bagi pemilih untuk menggunakan hak pilihnya atau memberikan suaranya; dan e. memastikan ketersediaan sarana dan prasarana pendukung bagi pemilih yang membutuhkan perlakuan khusus dalam menggunakan dan menyampaikan hak pilihnya.

Pasal 14

Dalam melaksanakan asas proporsionalitas, Penyelenggara Pemilu berkewajiban:a. mengumumkan adanya hubungan atau keterkaitan pribadi yang dapat menimbulkan situasi konflik kepentingan dalam pelaksanaan tugas penyelenggara Pemilu; b. menjamin tidak adanya penyelenggara Pemilu yang menjadi penentu keputusan yang menyangkut kepentingan sendiri secara langsung maupun tidak langsung;dan c. tidak terlibat dalam setiap bentuk kegiatan resmi maupun tidak resmi yang dapat menimbulkan konflik kepentingan. Pasal 15Dalammelaksanakan asas profesionalitas, efisiensi, dan efek-tivitas, Penyelenggara Pemilu berkewajiban:a. menjamin kualitas pelayanan kepada pemilih dan peserta sesuai dengan standar profesional administrasi penyelenggaraan Pemilu; b. bertindak berdasarkan standar operasional prosedur dan substansi profesi administrasi Pemilu; c. bertindak hati-hati dalam melakukan perencanaan dan penggunaan anggaran agar tidak berakibat pemborosan dan penyimpangan; d. melaksanakan tugas sebagai penyelenggara Pemilu dengan komitmen tinggi; e. menggunakan waktu secara efektif sesuai alokasi waktu yang ditetapkan oleh penyelenggara Pemilu; f. tidak melalaikan pelaksanaan tugas yang diatur dalam organisasi penyelenggara Pemilu; dan g. menggunakan keuangan yang bersumber dari APBN dan APBD atau yang diselenggarakan atas tanggungjawab Pemerintah dalam melaksanakan seluruh kegiatan penyelenggaraan Pemilu.

Pasal 16

Dalam melaksanakan asas tertib, Penyelenggara Pemilu ber-kewajiban:a. memastikan seluruh informasi yang disampaikan kepada publik berdasarkan data dan/atau fakta; b. memastikan informasi yang dikumpulkan, disusun, dan disebarluaskan dengan cara sistematis, jelas, dan akurat; c. memberikan informasi mengenai Pemilu kepada publik secara lengkap, periodik dan dapat dipertanggungjawabkan; dan d. memberitahu kepada publik mengenai bagian tertentu dari informasi yang belum sepenuhnya dapat dipertanggung-jawabkan berupa informasi sementara.

BAB IVSANKSIPasal 17

1. Penyelenggara Pemilu yang melanggar Kode Etik dikenai sanksi. 2. Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a. teguran tertulis; b. pemberhentian sementara; atau c. pemberhentian tetap.

BAB VKETENTUAN PERALIHANPasal 18

Pelanggaran Kode Etik yang diduga terjadi sebelum Peraturan Bersama ini diundangkan, dilaksanakan berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 31 Tahun 2008 tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum.

BAB VIKETENTUAN PENUTUPPasal 19

Pada saat Peraturan Bersama ini mulai berlaku, Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 31 Tahun 2008 tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 20Peraturan Bersama ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Bersama ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakartapada tanggal 10 September 2012

KODE ETIK NOTARISIKATAN NOTARIS INDONESIA (I.N.I.)

BAB IKETENTUAN UMUMPasal 1

Dalam Kode Etik ini yang dimaksud dengan :1. Ikatan Notaris Indonesia disingkat I.N.I. adalah Perkumpulan/ organisasi bagi pars Notaris, berdiri semenjak tanggal 1 Juli 1908, diakui sebagai Badan Hukum (rechtspersoon) berdasarkan Gouvernements Besluit (Penetapan Pemerintah) tanggal 5 September 1908 Nomor 9, merupakan satu-satunya wadah pemersatu bagi semua dan setiap -orang yang memangku dan menjalankan tugas jabatan sebagai pejabat umum di Indonesia, sebagaimana hal itu telah diakui dan mendapat pengesahan dari pemerintah berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia pada tanggal 23 Januari 1995 Nomor C2- 1022.HT.01.06 Tahun 1995, dan telah diumumkan di dalam Berita Negara Republik Indonesia tanggal 7 April 1995 No. 28 Tambahan Nomor 1/P-1995, oleh karena itu sebagai dan merupakan organisasi Notaris sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2004 Nomor 117. 2. Kode Etik Notaris dan untuk selanjutnya akan disebut Kode Etik adalah seluruh kaidah moral yang ditentukan oleh Perkumpulan lkatan Notaris Indonesia yang selanjutnya akan disebut "Perkumpulan" berdasarkan keputusan Kongres Perkumpulan dan/atau yang ditentukan oleh dan diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hal itu dan yang berlaku bagi serta wajib ditaati oleh setiap dan semua anggota Perkumpulan dan semua orang yang menjalankan tugas jabatan sebagai Notaris, termasuk didalamnya pars Pejabat Sementara Notaris, Notaris Pengganti dan Notaris Pengganti Khusus. 3. Disiplin Organisasi adalah kepatuhan anggota Perkumpulan dalam rangka memenuhi kewajiban-kewajiban terutama kewajiban administrasi dan kewajiban finansial yang telah diatur oleh Perkumpulan. 4. Notaris adalah setiap orang yang memangku dan menjalankan tugas jabatan sebagai pejabat umum, sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 1 angka 1 juncto pasal 15 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. 5. Pengurus Pusat adalah Pengurus Perkumpulan, pads tingkat nasional yang mempunyai tugas, kewajiban serta kewenangan untuk mewakili dan bertindak atas nama Perkumpulan, balk di luar maupun di muka Pengadilan. 6. Pengurus Wilayah adalah Pengurus Perkumpulan pads tingkat Propinsi atau yang setingkat dengan itu. 7. Pengurus Daerah adalah Pengurus Perkumpulan pads tingkat kota atau Kabupaten. 8. a. Dewan Kehormatan adalah alat perlengkapan Perkumpulan sebagai suatu badan atau lembaga yang mandiri dan bebas dari keberpihakan dalam Perkumpulan yang bertugas untuk : melakukan pembinaan, bimbingan, pengawasan, pembenahan anggota dalam menjunjung tinggi kode etik; memeriksa dan mengambil keputusan atas dugaan pelanggaran ketentuan kode etik yang bersifat internal atau yang tidak mempunyai kaitan dengan kepentingan masyarakat secara langsung; memberikan saran dan pendapat kepada Majelis Pengawas atas dugaan pelanggaran Kode Etik dan jabatan Notaris. b. Dewan Kehormatan Pusat adalah Dewan Kehormatan pada tingkat nasional dan yang bertugas untuk : melakukan pembinaan, bimbingan, pengawasan, pembenahan anggota, dalam menjunjung tinggi kode etik; memeriksa dan mengambil keputusan atas dugaan pelanggaran ketentuan kode etik dan/atau disiplin organisasi, yang bersifat internal atau yang tidak mempunyai kaitan dengan kepentingan masyarakat, secara langsung, pads tingkat akhir dan bersifat final; memberikan saran dan pendapat kepada Majelis Pengawas atas dugaan pelanggaran Kode Etik dan Jabatan Notaris. 9. Pelanggaran adalah perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh anggota Perkumpulan maupun orang lain yang memangku clan menjalankan jabatan Notaris yang melanggar ketentuan Kode Etik dan/atau disiplin organisasi. 10. Kewajiban adalah sikap, perilaku, perbuatan atau tindakan yang harus dilakukan anggota Perkumpulan maupun orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan Notaris, dalam rangka menjaga dan memelihara citra wibawa lembaga notariat clan menjunjung tinggi keluhuran harkat clan martabat jabatan Notaris.11. Larangan adalah sikap, perilaku, perbuatan atau tindakan yang tidak boleh dilakukan oleh anggota Perkumpulan maupun orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan Notaris, yang dapat menurunkan citra serta wibawa lembaga notariat ataupun keluhuran harkat dan martabat jabatan Notaris. 12. Sanksi adalah suatu hukuman yang dimaksudkan sebagai sarana, upaya dan sifat pemaksa ketaatan dan disiplin anggota Perkumpulan maupun orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan Notaris, dalam menegakkan Kode Etik dan disiplin organisasi; 13. Eksekusi adalah pelaksanaan sanksi yang dijatuhkan oleh clan berdasarkan putusan Dewan Kehormatan yang telah mempunyai kekuatan tetap dan pasti untuk dijalankan. 14. Klien adalah setiap orang atau badan yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama datang kepada Notaris untuk membuat akta, berkonsultasi dalam rangka pembuatan akta serta minta jasa Notaris lainnya.

BAB IIRUANG LINGKUP KODE ETIKPasal 2

Kode Etik ini berlaku bagi seluruh anggota Perkumpulan maupun orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan Notaris balk dalam pelaksanaan jabatan maupun dalam kehidupan sehari-hari.

BAB IIIKEWAJIBAN, LARANGAN DAN PENGECUALIANKewajiban

Pasal 3Notaris dan orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan Notaris wajib :1. Memiliki moral, akhlak serta kepribadian yang balk. 2. Menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat jabatan Notaris. 3. Menjaga dan membela kehormatan Perkumpulan. 4. Bertindak jujur, mandiri, tidak berpihak, penuh rasa tanggung jawab, berdasarkan peraturan perundang-undangan dan isi sumpah jabatan Notaris. 5. Meningkatkan ilmu pengetahuan yang telah dimiliki tidak terbatas pada ilmu pengetahuan hukum dan kenotariatan. 6. Mengutamakan pengabdian kepada kepentingan masyarakat dan Negara; 7. Memberikan jasa pembuatan akta dan jasa keNotarisan lainnya untuk masyarakat yang tidak mampu tanpa memungut honorarium. 8. Menetapkan satu kantor di tempat kedudukan dan kantor tersebut merupakan satu-satunya kantor bagi Notaris yang bersangkutan dalam melaksanakan tugas jabatan sehari-hari. 9. Memasang 1 (satu) buah papan nama di depan / di lingkungan kantornya dengan pilihan ukuran yaitu 100 cm x 40 cm, 150 cm x 60 cm atau 200 cm x 80 cm, yang memuat : a. Nama lengkap dan gelar yang sah; b. Tanggal dan nomor Surat Keputusan pengangkatan yang terakhir sebagai Notaris. c. Tempat kedudukan; d. Alamat kantor dan nomor telepon/fax. Dasar papan nama berwarna putih dengan huruf berwarna hitam dan tulisan di papan nama harus ielas dan mudah dibaca. Kecuali di lingkungan kantor tersebut tidak dimungkinkan untuk pemasangan papan nama dimaksud. 10. Hadir, mengikuti dan berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan yang diselenggarakan oleh Perkumpulan; menghormati, mematuhi, melaksanakan setiap dan seluruh keputusan Perkumpulan. 11. Membayar uang iuran Perkumpulan secara tertib. 12. Membayar uang duka untuk membantu ahli waris teman sejawat yang meninggal dunia. 13. Melaksanakan dan mematuhi semua ketentuan tentang honorarium ditetapkan Perkumpulan. 14. Menjalankan jabatan Notaris terutama dalam pembuatan, pembacaan dan penandatanganan akta dilakukan di kantornya, kecuali alasan-alasan yang sah. 15. Menciptakan suasana kekeluargaan dan kebersamaan dalam melaksanakan tugas jabatan dan kegiatan sehari-hari serta saling memperlakukan rekan sejawat secara baik, saling menghormati, saling menghargai, saling membantu serta selalu berusaha menjalin komunikasi dan tali silaturahmi. 16. Memperlakukan setiap klien yang datang dengan baik, tidak membedakan status ekonomi dan/atau status sosialnya. 17. Melakukan perbuatan-perbuatan yang secara umum disebut sebagai kewajiban untuk ditaati dan dilaksanakan antara lain namun tidak terbatas pada ketentuan yang tercantum dalam : a. UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris;b. Penjelasan Pasal 19 ayat (2) UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris; c. Isi Sumpah Jabatan Notaris; d. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Ikatan Notaris Indonesia.

LaranganPasal 4Notaris dan orang lain yang memangku clan menjalankan jabatan. Notaris dilarang :1. Mempunyai lebih dari 1 (satu) kantor, baik kantor cabang ataupun kantor perwakilan. 2. Memasang pagan Hama dan/atau tulisan yang berbunyi Notaris/ Kantor Notaris" di luar lingkungan kantor. 3. Melakukan publikasi atau promosi diri, baik sendiri maupun secara bersama-sama, dengan mencantumkan nama dan jabatannya, menggunakan sarana media cetak dan/atau elektronik, dalam bentuka. Iklan; b. Ucapan selamat; c. Ucapan belasungkawa; d. Ucapan terima kasih; e. Kegiatan pemasaran; f. Kegiatan sponsor, baik dalam bidang sosial, keagamaan, maupun olahraga; 4. Bekerja sama dengan Biro jasa/orang/Badan Hukum yang pada hakekatnya bertindak sebagai perantara untuk mencari atau mendapatkan klien. 5. Menandatangani akta yang proses pembuatan minutanya telah dipersiapkan oleh pihak lain. 6. Mengirimkan minuta kepada klien untuk ditanda tangani. 7. Berusaha atau berupaya dengan jalan apapun, agar seseorang berpindah dari Notaris lain kepadanya, baik upaya itu ditujukan langsung kepada klien yang bersangkutan maupun melalui perantara orang lain. 8. Melakukan pemaksaan kepada klien dengan cara menahan dokumen-dokumen yang telah diserahkan dan/atau melakukan tekanan psikologis dengan maksud agar klien tersebut tetap membuat akta padanya. 9. Melakukan usaha-usaha, baik langsung maupun tidak langsung yang menjurus ke arah timbulnya persaingan yang tidak sehat dengan sesama rekan Notaris. 10. Menetapkan honorarium yang harus dibayar oleh klien dalam jumlah yang lebih rendah dari honorarium yang telah ditetapkan Perkumpulan. 11. Mempekerjakan dengan sengaja orang yang masih berstatus karyawan kantor Notaris lain tanpa persetujuan terlebih dahulu dari Notaris yang bersangkutan. 12. Menjelekkan dan/atau mempersalahkan rekan Notaris atau akta yang dibuat olehnya. Dalam hal seorang Notaris menghadapi dan/atau menemukan suatu akta yang dibuat oleh rekan sejawat yang ternyata didalamnya terdapat kesalahan-kesalahan yang serius dan/atau membahayakan klien, make Notaris tersebut wajib memberitahukan kepada rekan sejawat yang bersangkutan etas kesalahan yang dibuatnya dengan cara yang tidak bersifat menggurui, melainkan untuk mencegah timbulnya hal-hal yang tidak diinginkan terhadap klien yang bersangkutan ataupun rekan sejawat tersebut. 13. Membentuk kelompok sesama rekan sejawat yang bersifat ekslusif dengan tujuan untuk melayani kepentingan suatu instansi atau lembaga, apalagi menutup kemungkinan bagi Notaris lain untuk berpartisipasi. 14. Menggunakan dan mencantumkan gelar yang tidak sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. 15. Melakukan perbuatan-perbuatan lain yang secara umum disebut sebagai pelanggaran terhadap Ko-de Etik Notaris, antara lain namun tidak terbatas pada pelanggaran-pelanggaran terhadap : a. Ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang JabatanNotaris; b. Penjelasan pasal 19 ayat (2) Undang-undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris; c. Isi sumpah jabatan Notaris; d. Hal-hal yang menurut ketentuan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan/atau Keputusan-Keputusan lain yang telah ditetapkan oleh organisasi Ikatan Notaris Indonesia tidak boleh dilakukan oleh anggota.

PengecualianPasal 5

Hal-hal yang tersebut di bawah ini merupakan pengecualian oleh karena itu tidak termasuk pelanggaran, yaitu :1. Memberikan ucapan selamat, ucapan berdukacita dengan mempergunakan kartu ucapan, surat, karangan bunga ataupun media lainnya yang tidak mencantumkan Notaris, tetapi hanya nama saja. 2. Pemuatan nama dan alamat Notaris dalam buku panduan telepon, fax dan telex, yang diterbitkan secara resmi oleh PT. Telkom dan/atau instansiinstansi dan/atau lembaga-lembaga resmi lainnya. 3. Memasang 1 (satu) tanda penujuk jalan dengan ukuran tidak melebihi 20 cm x 50 cm, dasar berwarna putih, huruf berwarna hitam, tanpa mencantumkan nama Notaris serta dipasang dalam radius maksimum 100 meter dari kantor Notaris.

BAB IV SANKSIPasal 61. Sanksi yang dikenakan terhadap anggota yang melakukan pelanggaran Kode Etik dapat berupa a. Teguran; b. Peringatan; c. Schorsing (pemecatan sementara) dari keanggotaan Perkumpulan; d. Onzetting (pemecatan) dari keanggotaan Perkumpulan; e. Pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan Perkumpulan. 2. Penjatuhan sanksi-sanksi sebagaimana terurai di atas terhadap anggota yang melanggar Kode Etik disesuaikan dengan kwantitas dan kwalitas pelanggaran yang dilakukan anggota tersebut.

BAB VTATA CARA PENEGAKAN KODE ETIKBagian PertamaPengawasanPasal 7Pengawasan atas pelaksanaan Kode Etik itu dilakukan dengan cara sebagai berikut :a. Pada tingkat pertama oleh Pengurus Daerah Ikatan Notaris Indonesia dan Dewan Kehormatan Daerah; b. Pada tingkat banding oleh Pengurus Wilayah Ikatan Notaris Indonesia clan Dewan Kehormatan Wilayah; c. Pada tingkat akhir oleh Pengurus Pusat Ikatan Notaris. Indonesia clan Dewan Kehormatan Pusat.

Bagian KeduaPemeriksaan dan Penjatuhan SanksiAlat PerlengkapanPasal 8

Dewan Kehormatan merupakan alat perlengkapan Perkumpulan yang berwenang melakukan pemeriksaan atas pelanggaran terhadap Kode Etik dan menjatuhkan sanksi kepada pelanggarnya sesuai dengan kewenangan masing-masing.

Pemeriksaan dan Penjatuhan Sanksi Pada Tingkat PertamaPasal 9

1. Apabila ada anggota yang diduga melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik, baik dugaan tersebut berasal dari pengetahuan Dewan Kehormatan Daerah sendiri maupun karena laporan dari Pengurus Daerah ataupun pihak lain kepada Dewan Kehormatan Daerah, maka selambat-lambatnya dalam waktu tujuh (7) hari kerja Dewan Kehormatan Daerah wajib segera mengambil tindakan dengan mengadakan sidang Dewan Kehormatan Daerah untuk membicarakan dugaan terhadap pelanggaran tersebut. 2. Apabila menurut hasil sidang Dewan Kehormatan Daerah sebagaimana yang tercantum dalam ayat (1), ternyata ada dugaan kuat terhadap pelanggaran Kode Etik, maka dalam waktu tujuh (7) hari kerja setelah tanggal sidang tersebut, Dewan Kehormatan Daerah berkewajiban memanggil anggota yang diduga melanggar tersebut dengan surat tercatat atau dengan ekspedisi, untuk didengar keterangannya dan diberi kesempatan untuk membela diri. 3. Dewan Kehormatan Daerah barn akan menentukan putusannya mengenai terbukti atau tidaknya pelanggaran kode etik serta penjatuhan sanksi terhadap pelanggarnya (apabila terbukti), setelah mendengar keterangan dan pembelaan diri dari anggota yang bersangkutan dalam sidang Dewan Kehormatan Daerah yang diadakan untuk keperluan itu, dengan perkecualian sebagaimana yang diatur dalam ayat (6) dan ayat (7) pasal ini. 4. Penentuan putusan tersebut dalam ayat (3) diatas dapat dilakukan oleh Dewan Kehormatan Daerah, balk dalam sidang itu maupun dalam sidang lainnya, sepanjang penentuan keputusan melanggar atau tidak melanggar tersebut dilakukan selambat-lambatnya dalam waktu 15 (limabelas) hari kerja, setelah tanggal sidang Dewan Kehormatan Daerah dimana Notaris tersebut telah didengar keterangan dan/atau pembelaannya.5. Bila dalam putusan sidang Dewan Kehormatan Daerah dinyatakan terbukti ada pelanggaran terhadap Kode Etik, maka sidang sekaligus menentukan sanksi terhadap pelanggarnya. 6. Dalam hal anggota yang dipanggil tidak datang atau tidak memberi kabar apapun dalam waktu tujuh (7) hari kerja setelah dipanggil, maka Dewan Kehormatan Daerah akan mengulangi panggilannya sebanyak 2 (dua) kali dengan jarak waktu tujuh (7) hari kerja, untuk setiap panggilan. 7. Dalam waktu tujuh (7) hari kerja, setelah panggilan ketiga (3) ternyata masih juga tidak datang atau tidak memberi kabar dengan alasan apapun, maka Dewan Kehormatan Daerah akan tetap bersidang untuk membicarakan pelanggaran yang diduga dilakukan oleh anggota yang dipanggil itu dan menentukan putusannya, selanjutnya secara mutatis mutandis berlaku ketentuan dalam ayat (5) dan ayat (6) di atas serta ayat (9). 8. Terhadap sanksi pemberhentian sementara (schorsing) atau pemecatan (onzetting) dari keanggotaan Perkumpulan diputuskan, Dewan Kehormatan Daerah wajib berkonsultasi terlebih dahulu dengan Pengurus Daerahnya. 9. Putusan sidang Dewan Kehormatan Daerah wajib dikirim oleh Dewan Kehormatan Daerah kepada anggota yang melanggar dengan surat tercatat atau dengan ekspedisi dan tembusannya kepada Pengurus Cabang, Pengurus Daerah, Pengurus Pusat dan Dewan Kehormatan Pusat, semuanya itu dalam waktu tujuh (7) hari kerja, setelah dijatuhkan putusan oleh sidang Dewan Kehormatan Daerah. 10. Apabila pada tingkat kepengurusan Daerah belum dibentuk Dewan Kehormatan Daerah, maka Dewan Kehormatan Wilayah berkewajiban dan mempunyai wewenang untuk menjalankan kewajiban serta kewenangan Dewan Kehormatan Daerah dalam rangka penegakan Kode Etik atau melimpahkan tugas kewajiban dan kewenangan Dewan Kehormatan Daerah kepada kewenangan Dewan Kehormatan Daerah terdekat dari tempat kedudukan atau tempat tinggal anggota yang melanggar Kode Etik tersebut. Hal tersebut berlaku pula apabila Dewan Kehormatan Daerah tidak sanggup menyelesaikan atau memutuskan permasalahan yang di hadapinya.

Pemeriksaan dan Penjatuhan Sanksi Pada Tingkat BandingPasal 10

1. Putusan yang berisi penjatuhan sanksi pemecatan sementara (schorsing) atau pemecatan (onzetting) dari keanggotaan Perkumpulan dapat diajukan/dimohonkan banding kepada Dewan Kehormatan Wilayah. 2. Permohonan untuk naik banding wajib dilakukan oleh anggota yang bersangkutan dalam waktu tiga puluh (30) hari kerja, setelah tanggal penerimaan surat putusan penjatuhan sanksi dari Dewan Kehormatan Daerah. 3. Permohonan naik banding dikirim dengan surat tercatat atau dikirim langsung oleh anggota yang bersangkutan kepada Dewan Kehormatan Wilayah dan tembusannya kepada Dewan Kehormatan Pusat, Pengurus Pusat, Pengurus Wilayah dan Pengurus Daerah. 4. Dewan Kehormatan Daerah dalam waktu tujuh (7) hari setelah menerima surat tembusan permohonan banding wajib mengirim semua salinan/foto copy berkas pemeriksaan kepada Dewan Kehormatan Pusat. 5. Setelah menerima permohonan banding, Dewan Kehormatan Wilayah wajib memanggil anggota yang naik banding, selambat-lambatnya dalam waktu tujuh (7) hari kerja, setelah menerima permohonan tersebut. Anggota yang mengajukan banding dipanggil untuk didengar keterangannya dan diberi kesempatan untuk membela diri dalam sidang Dewan Kehormatan Wilayah. 6. Dewan Kehormatan Wilayah wajib memberi putusan dalam tingkat banding melalui sidangnya, dalam waktu tiga puluh (30) hari kerja, setelah anggota yang bersangkutan dipanggil, didengar keterangannya dan diberi kesempatan untuk membela diri. 7. Apabila anggota yang dipanggil tidak datang clan tidak memberi kabar dengan alasan yang sah melalui surat tercatat, maka sidang Dewan Kehormatan Wilayah tetap akan memberi putusan da-lam waktu yang ditentukan pada ayat (5) di atas. 8. Dewan Kehormatan Wilayah wajib mengirim putusannya kepada anggota yang minta banding dengan surat tercatat dengan ekspedisi dan tembusannya kepada Dewan Kehormatan Daerah, Pengurus Wilayah, Pengurus Daerah dan Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia Pusat semuanya itu dalam waktu tujuh (7) hari kerja setelah sidang Dewan Kehormatan Wilayah menjatuhkan keputusannya atas banding tersebut. 9. Apabila pemeriksaan dan penjatuhan sanksi dalam tingkat pertama telah dilakukan oleh Dewan Kehormatan Wilayah, berhubung pads tingkat kepengurusan daerah yang bersangkutan belum dibentuk Dewan Kehormatan Daerah; maka keputusan Dewan Kehormatan Wilayah tersebut merupakan keputusan tingkat banding.

Pemeriksaan dan Penjatuhan Sanksi Pada Tingkat AkhirPasal 11

1. Putusan yang berisi penjatuhan sanksi pemecatan sementara (schorsing) atau pemecatan (onzetting) dari keanggotaan Perkumpulan yang dilakukan oleh Dewan Kehormatan Wilayah dapat diajukan/dimohonkan pemeriksaan pada tingkat terakhir kepada Dewan Kehormatan Pusat. 2. Permohonan untuk pemeriksaan tingkat akhir wajib dilakukan oleh anggota yang bersangkutan dalam waktu tiga puluh (30) hari kerja, setelah tanggal penerimaan surat putusan penjatuhan sanksi dari Dewan Kehormatan Wilayah. 3. Permohonan pemeriksaan tingkat akhir dikirim dengan surat tercatat atau melalui ekspedisi atau oleh anggota yang bersangkutan kepada Dewan Kehormatan Pusat dan tembusannya kepada Dewan Kehormatan Daerah, Pengurus Pusat, Pengurus Wilayah dan Pengurus Daerah. 4. Dewan Kehormatan Wilayah dalam waktu tujuh (7) hari setelah menerima surat tembusan permohonan pemeriksaan tingkat terakhir wajib mengirim semua salinan/foto copy berkas pemeriksaan kepada Dewan Kehormatan Pusat. 5. Setelah menerima permohonan pemeriksaan tingkat terakhir, Dewan Kehormatan Pusat wajib memanggil anggota yang meminta pemeriksaan tersebut, selambat-lambatnya dalam waktu tiga puluh (30) hari kerja, setelah menerima permohonan pemeriksaan tersebut, dipanggil, didengar keterangannya dan diberi kesempatan untuk membela diri dalam sidang Dewan Kehormatan Pusat. 6. Dewan Kehormatan Pusat wajib memberi putusan dalam pemeriksaan tingkat terakhir melalui sidangnya, dalam waktu tiga puluh (30) hari kerja, setelah anggota yang bersangkutan dipanggil, didengar keterangannya dan diberi kesempatan untuk membela diri. 7. Apabila anggota yang dipanggil tidak datang dan tidak memberi kabar dengan alasan yang sah melalui surat tercatat, maka sidang Dewan Kehormatan Pusat tetap akan memberi putusan dalam waktu yang ditentukan pads ayat (5) di atas. 8. Dewan Kehormatan Wilayah Pusat wajib mengirim putusannya kepada anggota yang minta pemeriksaan tingkat terakhir dengan surat tercatat atau dengan ekspedisi dan tembusannya kepada Dewan Kehormatan Daerah, Pengurus Cabang, Pengurus Daerah dan Pengurus Pusat, semuanya itu dalam waktu tujuh (7) hari kerja, setelah sidang Dewan Kehormatan Pusat menjatuhkan keputusannya atas pemeriksaan tingkat terakhir tersebut.

Bagian KetigaEksekusi atas Sanksi-Sanksi DalamPelanggaran Kode EtikPasal 12

1. Putusan yang ditetapkan oleh Dewan Kehormatan Daerah, Dewan Kehormatan Wilayah maupun yang ditetapkan oleh Dewan Kehormatan Pusat dilaksanakan oleh Pengurus Daerah. 2. Pengurus Daerah wajib mencatat dalam buku angngota Perkumpulan yang ada pada Pengurus Daerah atas setiap keputusan yang telah ditetapkan oleh Dewan Kehormatan Daerah, Dewan Kehormatan Wilayah dan/atau Dewan Kehormatan Pusat mengenai kasus Kode Etik berikut nama anggota yang bersangkutan. Selanjutnya nama Notaris tersebut, kasus dan keputusan Dewan Kehormatan Daerah, Dewan Kehormatan Wilayah dan/atau Dewan Kehormatan Pusat diumumkan dalam Media Notariat yang terbit setelah pencatatan dalam buku anggota Perkumpulan tersebut.

BAB VIPEMECATAN SEMENTARAPasal 13

Tanpa mengurangi ketentuan yang mengatur tentang prosedur atau tata cara maupun penjatuhan sanksi secara bertingkat, maka terhadap seorang anggota Perkumpulan yang telah melanggar Undang-undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dan yang bersangkutan dinyatakan bersalah, serta dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, Pengurus Pusat wajib memecat sementara sebagai anggota Perkumpulan disertai usul kepada Kongres agar anggota Perkumpulan tersebut dipecat dari anggota Perkumpulan. BAB VIIKEWAJIBAN PENGURUS PUSATPasal 14

Pengenaan sanksi pemecatan sementara (schorsing) demikian jugs sanksi (onzetting) maupun pemberhentian dengan tidak hormat sebagai anggota Perkumpulan terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 di atas wajib diberitahukan oleh Pengurus Pusat kepada Majelis Pengawas Daerah dan tembusannya disampaikan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.BAB VIIIKETENTUAN PENUTUPPasal 15

1. Semua anggota Perkumpulan wajib menyesuaikan praktek maupun perilaku dalam menjalankan jabatannya dengan ketentuanketentuan yang tercantum dalam peraturan dan/atau Kode Etik ini. 2. Hanya Pengurus Pusat dan/atau alat perlengkapan yang lain dari Perkumpulan atau anggota yang ditunjuk olehnya dengan cara yang dipandang baik oleh kedua lembaga tersebut berhak dan berwenang untuk memberikan penerangan seperlunya kepada masyarakat tentang Kode Etik dan Dewan Kehormatan.

Ditetapkan di BandungPada tanggal 27 Januari 2005

KODE ETIK PROFESIKEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEMBUKAAN

Keberhasilan pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, dan melindungi, mengayomi serta melayani masyarakat, selain ditentukan oleh kualitas pengetahuan dan keterampilan teknis kepolisian yang tinggi sangat ditentukan oleh perilaku terpuji setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia di tengah masyarakat.

Guna mewujudkan sifat kepribadian tersebut, setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melak-sanakan tugas dan wewenangnya senantiasa terpanggil untuk menghayati dan menjiwai etika profesi kepolisian yang tercermin pada sikap dan perilakunya, sehingga terhindar dari perbuatan tercela dan penyalahgunaan wewenang.Etika profesi kepolisian merupakan kristalisasi nilai-nilai Tribrata yang dilandasi dan dijiwai oleh Pancasila serta mencerminkan jati diri setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam wujud komitmen moral yang meliputi pada pengabdian, kelembagaan dan keNegaraan, selanjutnya disusun kedalam Kode Etik Profesi Kepolsiian Negara Republik Indonesia.Etika pengabdian merupakan komitmen moral setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia terhadap profesinya sebagai pemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, penegak hukum serta pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat.Etika kelembagaan merupakan komitmen moral setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia terhadap institusinya yang menjadi wadah pengabdian yang patut dijunjung tinggi sebagai ikatan lahir batin dari semua insan Bhayangkara dan segala martabat dan kehormatannya.Etika kenegaraan merupakan komitmen moral setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dan institusinya untuk senantiasa bersikap netral, mandiri dan tidak terpengaruh oleh kepentingan politik, golongan dalam rangka menjaga tegaknya hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia mengikat secara moral, sikap dan perilaku setiap anggota Polri.Pelanggaran terhadap Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia harus dipertanggung-jawabkan di hadapan Sidang Komisi Kode Etik Profesi Kepolsiian Negara Republik Indonesia guna pemuliaan profesi kepolisian.Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat berlaku juga pada semua organisasi yang menjalankan fungsi Kepolisian di Indonesia.BAB IETIKA PENGABDIANPasal 1

Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia senantiasa bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan menunjukkan sikap pengabdiannya berperilaku :1. Menjunjung tinggi sumpah sebagai anggota Polri dari dalam hati nuraninya kepada Tuhan Yang Maha Esa;2. Menjalankan tugas keNegaraan dan kemasyarakatan dengan niat murni karea kehendak Yang Maha Kuasa sebagai wujud nyata amal ibadahnya;3. Menghormati acara keagamaan dan bentuk-bentuk ibadah yang diselenggarakan masyarakat dengan menjaga keamanan dan kekhidmatan pelaksanaannya.

Pasal 2Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia berbakti kepada nusa dan bangsa sebagai wujud pengabdian tertinggi dengan :1. Mendahulukan kehormatan bangsa Indonesia dalam kehidupannya;2. Menjunjung tinggi lambang-lambang kehormatan bangsa Indonesia;3. Menampilkan jati diri bangsa Indonesia yang terpuji dalam semua keadaan dan seluruh waktu;4. Rela berkorban jiwa dan raga untuk bangsa Indonesia.

Pasal 3

Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melak-sanakan tugas memlihara keamanan dan ketertiban umum selalu menunjukkan sikap perilaku dengan :1. Meletakkan kepentingan Negara, bangsa, masyarakat dan kemanusiaan diatas kepentingan pribadinya;2. Tidak menuntut perlakuan yang lebih tinggi di bandingkan dengan perlakuan terhadap semua warga Negara dan masyarakat;3. Menjaga keselamatan fasilitas umum dan hak milik perorangan serta menjauhkan sekuat tenaga dari kerusakan dan penurunan nilai guna atas tindakan yang diambil dalam pelaksanaan tugas.

Pasal 4Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas menegakan hukum wajib memelihara perilaku terpercaya dengan :1. Menyatakan yang benar adalah benar dan yang salah adalah salah;2. Tidak memihak;3. Tidak melakukan pertemuan di luar ruang pemeriksaan dengan pihak-pihak yang terkait dengan perkara;4. Tidak mempublikasikan nama terang tersangka dan saksi;5. Tidak mempublikasikan tatacara, taktik dan teknik penyidikan;6. Tidak menimbulkan penderitaan akibat penyalahgunaan wewenang dan sengaja menimbulkan rasa kecemasan, kebimbangan dan ketergantungan pada pihak-pihak yang terkait dengan perkara;7. Menunjukkan penghargaan terhadap semua benda-benda yang berada dalam penguasaannya karena terkait dengan penyelesaian perkara;8. Menunjukkan penghargaan dan kerja sama dengan sesama pejabat Negara dalam sistem peradilan pidana;9. Dengan sikap ikhlas dan ramah menjawab pertanyaan tentang perkembangan penanganan perkara yang ditanganinya kepada semua pihak yang terkait dengan perkara pidana yang di maksud, sehingga di peroleh kejelasan tentang penyelesaiannya.

Pasal 5Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam mem-berikan pelayanan kepada masyarakat senantiasa :1. Memberikan pelayanan terbaik;2. Menyelamatkan jiwa seseorang pada kesempatan pertama;3. Mengutamakan kemuahan dan tidak mempersulit;4. Bersikap hormat kepada siapapun dan tidak menunjukkan sikap congkak/arogan karena kekuasaan;5. Tidak membeda-bedakan cara pelayanan kepada semua orang;6. Tidak mengenal waktu istirahat selama 24 jam, atau tidak mengenal hari libur;7. Tidak membebani biaya, kecuali diatur dalam peraturan perundang-undangan;8. Tidak boleh menolak permintaan pertolongan bantuan dari masyarakat dengan alasan bukan wilayah hukumnya atau karena kekurangan alat dan orang;9. Tidak mengeluarkan kata-kata atau melakukan gerakan-gerakan anggota tubuhnya yang mengisyaratkan meminta imbalan atas batuan Polisi yang telah diberikan kepada masyarakat.

Pasal 61. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam menggunakan kewenangannya senantiasa berdasarkan pada Norma hukum dan mengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan dan nilai-nilai kemanusiaan.2. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia senantiasa memegang teguh rahasia sesuatu yang menurut sifatnya atau menurut perintah kedinasan perlu dirahasiakan.

Pasal 7Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia senantiasa menghindarkan diri dari perbuatan tercela yang dapat merusak kehormatan profesi dan organisasinya, dengan tidak melakukan tindakan-tindakan berupa :1. Bertutur kata kasar dan bernada kemarahan;2. Menyalahi dan atau menyimpang dari prosedur tugas;3. Bersikap mencari-cari kesalahan masyarakat;4. Mempersulit masyarakat yang membutuhkan bantuan/ pertolongan;5. Menyebarkan berita yang dapat meresahkan masyarakat;6. Melakukan perbuatan yang dirasakan merendahkan martabat perempuan;7. Melakukan tindakan yang dirasakan sebagai perbuatan menelantarkan anak-anak dibawah umum;8. Merendahkan harkat dan martabat manusia.

BAB IIETIKA KELEMBAGAANPasal 8

Setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia menjunjung tinggi institusinya dengan menempatkan kepentingan organisasi diatas kepentingan pribadi.

Pasal 91. Setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia memegang