Etika kristen
-
Upload
kirenius-wadu -
Category
Education
-
view
4.737 -
download
9
description
Transcript of Etika kristen
TUGAS TEOLOGI PERJANJIAN BARU 2
ETIKA KRISTEN
Dosen Pengampu: Bapak Yusak Setianto
Oleh:
Christian Reynaldi (Teologi 2010)
Julianto Sinurat (Teologi 2010)
Rony Alexander Purba (Teologi 2010)
Yefta El Natan (Teologi 2010)
Program Sarjana
SEKOLAH TINGGI TEOLOGI BETHEL INDONESIA
JAKARTA
2013
PENDAHULUAN
Etika Kristen menyelidiki bagaimana seharusnya orang Kristen berperilaku sebagai orang yang telah diperbaharui dalam Kristus (memperoleh pembenaran dan pengudusan). Yang menjadi sejumlah kesulitan adalah bagaimana nilai-nilai ini berlaku hingga kerajaan yang akan datang? Etika Kristen bersifat teologis, yang hanya dapat dimengerti setelah menerima anugerah keselamatan dari Allah artinya adalah hanya orang yang telah percaya kepada Kristus saja yang dapat mengerti.
Secara garis besar, Etika Kristen dibedakan menjadi dua yaitu: Etika Pribadi (hanya berhubungan perseorangan) dan Etika Sosial (berhubungan dengan orang lain di sekitarnya). Dalam makalah ini, Etika Kristen akan dibahas lebih banyak ke dalam perspektif Paulus sebab: (1) Paulus menulis 13 (14 jika Ibrani dianggap sebagai tulisan Paulus) dari 27 kitab dalam Perjanjian Baru (selanjutnya akan disebut PB). Artinya hampir setengah PB ditulis Paulus. (2) Paulus memiliki pengetahuan tentang Kitab Suci Perjanjian Lama (selanjutnya akan disebut PL – lih. dalam Flp. 3:3-6) dan budaya Helenisme yang kuat1. Oleh karena itu akan lebih mudah mempelajarinya dalam tulisan-tulisan Paulus sebab Yesus sendiri dan rasul-rasul tidak berfokus kepada etika secara langsung sedangkan Paulus banyak berhadapan dengan masalah-masalah perilaku jemaat-jemaat yang telah dirintisnya.
A. Sumber-Sumber Etika Paulus
Dari mana Paulus mendapat sumber-sumber pengajaran tentang etikanya? Menurut George Eldon Ladd dalam bukunya Teologi Perjanjian Baru 2, ada tiga sumber utama pemikiran etika Paulus yaitu:
A. Perjanjian LamaTidak diragukan bahwa Paulus memiliki pemahaman yang cukup kuat tentang
Perjanjian Lama. Walaupun Paulus dengan tegas mengemukakan bahwa Taurat telah berakhir bagi mereka yang ada di dalam Kristus (Rom. 10:4) namun ia tetap menganggap Perjanjian Lama sebagai wahyu mengenai kehendak Allah. Sehingga dalam beberapa tulisannya, Paulus menunjukkan beberapa perintah khusus dalam Dekalog yang digenapi oleh orang Kristen melalui kasih (Rom. 13:8-10) dan beberapa perintah lain seperti mengasihi ayah dan ibu (Ef. 6:2). Perlu tetap diperhatikan bahwa Paulus tidak pernah menggunakan Perjanjian Lama atau Taurat khususnya, sebagai patokan umat Kristen. Taurat dilakukan dilihat dari sudut pandang manusia baru dalam Kristus.
B. Pemikiran HelenistisPaulus menggunakan beberapa pemikiran Helenistis (Yunani) namun ada penggunaan
yang berbeda dengan orang-orang Yunani. Contoh: ada konsep biasa dalam Helenisme: “kemerdekaan” (eleutheria) dan “kepuasan” (autarkeia). Orang Kristen dikatakan
1 Lih. Kis. 22:25 bahwa Paulus adalah warga negara Rum dan dalam masa PB, ajaran maupun kebudayaan helenisme kuat sekali. Adanya pemikiran helenisme dalam tulisan-tulisan Paulus dapat kita lihat dalam sejumlah tulisan dalam surat-suratnya yang memakai istilah helenisme. Untuk lebih lanjut, silahkan lihat dalam bagian “SUMBER-SUMBER PEMIKIRAN ETIKA KRISTEN PAULUS” sub bagian Pemikiran Helenisme.
merdeka adalah orang yang menjadi hamba Kristus (Rom. 8:36) sedangkan kepuasan bukan berarti kepuasan pribadi tetapi puas karena pemeliharaan Allah (Flp. 4:7). Contoh yang lain adalah “kata hati” (suneidesis). Secara khusus, Paulus setuju bahwa manusia memiliki unsur dalam dirinya yang mampu menilai apakah perilakunya benar atau tidak. Namun sekali lagi yang membedakan dalam konsep Paulus dengan konsep Helenistik yaitu: sekalipun semua manusia memiliki kata hati namun itu tetap tidak bisa menuntun orang Kristen ke dalam cara hidup yang benar – sama seperti kegagalan orang Israel dengan hukum Taurat – kalau tidak melalui Kristus (bnd. Gal. 2:16).
C. Pengajaran YesusDalam beberapa kasus, Paulus menggunakan perkataan Tuhan (Yesus) untuk
menjawab persoalan etis, misalnya: perkara perceraian (1 Kor. 7:10-11), bantuan bagi pekerja Kristen (1 Kor. 9:14), dll. Beberapa ajaran Yesus juga dikutip secara tidak langsung oleh Paulus, contoh: Rom. 12:14 bnd. Mat. 5:44 (tentang mengasihi musuh). Dari sini jelas sekali bahwa banyak kesejajaran antara etika Paulus dan Yesus; tidak ada pertentangan di antara keduanya2.
ISI
ETIKA PRIBADI
Menurut Tulisan-tulisan Paulus
Etika Paulus berangkat dari ide bagaimana kehidupan baru yang telah diperoleh (karena anugerah Kristus) seharusnya dimanifestasikan dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa contoh populer etika Kristen yang diajarkan oleh Paulus adalah: Gal. 5:22-23 (buah Roh); Flp. 4:8 (hal-hal yang disebut kebajikan dan patut dipuji); Kol. 3:12-15 (hal-hal yang dikenakan oleh orang Kristen).
A. Motivasi-Motivasi Perbuatan Etis
Ada beberapa alasan/ motivasi mengapa seorang Kristen melakukan perbuatan-perbuatan yang baik (etika yang baik) yaitu:
A. KasihKasih adalah motivasi terpenting bagi orang-orang Kristen menunjukkan kualitas
kehidupan mereka yang berkualitas. Sebab kasih adalah hukum Kristus (Gal. 6:2) dan dalam kasih tuntutan hukum Taurat dipenuhi serta kasih adalah karunia Roh yang paling harus dikejar oleh orang Kristen (1 Kor. 13-14:1). Kasih kepada sesama inilah yang melatarbelakangi kebebasan pribadi setiap orang Kristen. Sebagai contoh adalah tentang kebebasan makan makanan yang sudah dipersembahkan kepada penyembahan berhala. Paulus dengan tegas menyatakan bahwa larangan memakan makanan tersebut bukan agar keselamatan hilang tetapi agar tidak menyinggung perasaan orang Kristen lainnya3 (Rom. 14:2-4 bnd. Kis. 15:20).
2 Guthrie, Donald. Teologi Perjanjian Baru 2 (Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2011), 272.3 Mereka ini yang menolak makanan yang dipersembahkan kepada berhala dapat dikatakan sebagai Kristen yang lemah imannya (Rom. 14:1) atau juga orang Kristen Yahudi (Kis. 15:20).
Dapat kita lihat juga kasih kepada sesama banyak ditekankan dalam Surat 1 Yohanes.B. Meneladani Kristus (Imitatio Christi)
Terdapat sejumlah acuan dari Paulus dalam memakai keteladanan Kristus sebagai motivasi etika. Dalam 1 Kor. 11 mengacu kepada pelayanan dari Kristus [dan Paulus] yang penuh pengorbanan (bnd. Flp 2:5-8 – pengorbanan yang karena ketaatan kepada Bapa). Dalam 1 Tes. 1:6, teladan Kristus yang diikuti adalah setia dalam penindasan yang berat. Memang Paulus tidak mengangkat kehidupan Yesus di bumi sebagai standard moral yang tinggi namun Ia harus diteladani dalam kasih-Nya yang tak menonjolkan diri dan dalam menyerahkan diri-Nya untuk menderita dan mati4.
C. Persatuan dengan KristusPersatuan dengan Kristus menuntuk orang Kristen untuk hidup dengan cara tertentu.
Paulus mengungkapkan dengan baik gagasan penyatuan ini di dalam peristiwa baptisan. Baptisan dipandang sebagai representasi bahwa orang Kristen telah hidup di dalam iman – di luar iman adalah mati – sehingga sudah sepantasnya melakukan cara hidup yang baru di dalam Tuhan5. Jemaat telah mati terhadap hawa nafsu dan perbuatan daging ketika mati, dikuburkan, dan bangkit bersama Kristus (rom 6:4 bnd. Ef. 2:3,10).
D. Berdiamnya KristusBerdiamnya Roh dan Kristus di dalam diri orang-orang percaya memampukan orang
Kristen untuk melakukan semua Taurat secara benar (Rom. 8:3-4, 13:10; Gal. 5:14)6. Walau demikian tidak dapat dikatakan bahwa Roh adalah penolong spontan sebab dalam Gal. 5:25 Paulus menyampaikan bahwa orang yang hidup oleh Roh harus tetap dipimpin oleh Roh. Tetap ada pertempuran dengan keinginan daging yang harus dimenangkan oleh orang Kristen namun kali ini dengan pertolongan dari Roh.
E. PengudusanProcksch mengemukan bahwa kekudusan dalam Perjanjian Baru tidak menunjukkan
perilaku etis, melainkan kondisi ketidakberdosaan7. Misalnya: anak-anak dari pernikahan campur adalah kudus karena salah satu dari orang tua mereka yang percaya [kepada Kristus] (1 Kor. 7:14). Ide pokok tentang pengudusan adalah soteriologis sebelum menjadi konsep moral. Pengudusan tidak menunjukkan pertumbuhan dalam perilaku moral, melainkan kebenaran pengudusan. Di sini manusia yang berdosa (Yahudi atau non Yahudi, budak atau orang merdeka – Gal. 3:28) diberikan anugrah pengudusan oleh Allah – dinyatakan layak! Tetap ada tanggapan manusia yang dituntut untuk hidup benar
4 Ladd, George Eldon. Teologi Perjanjian Baru 2 (Bandung: Kalam Hidup, 1999), 296-297.5 Paulus mengatakan bahwa dirinya tidak akan melacurkan dirinya yang telah dipersatukan dengan Kristus kepada perempuan-perempuan pelacur (1 Kor. 6:15). Hal ini digunakan untuk menjawab misbelief orang-orang di Korintus yang tersesat oleh pengaruh gnostik. Mereka berpikiran bahwa apapun yang dilakukan tubuh, termasuk perbuatan jahat, tidak akan berpengaruh pada roh sebab roh adalah baik. Bnd. Ladd, George Eldon, Op. Cit., 297.6 Walau Paulus menegaskan bagi siapa yang ada dalam Kristus, Taurat telah mati (Rom. 10:4) namun ia tetap memandang bahwa ada Taurat yang bersifat sebagai wahyu tetap Allah. Inilah yang harus dilakukan oleh orang Kristen namun dengan “pemampuan dari Roh Kudus.” Bnd. Ladd, Gerorge Eldon, Op. Cit., 299.7 Ladd, George Eldon. Op. Cit., 301.
secara moral (2 Kor. 7:1) namun kali ini motivasinya adalah karena telah menerima “hadiah” pengudusan yang luar biasa mahalnya dari Tuhan.
F. EskatologiSemua orang baik yang sudah percaya maupun tidak, harus menghadapi pengadilan
Allah (Rom. 14:10) dan Kristus (2 Kor. 5:10). Mesikpun orang Kristen tidak menerima roh perhambaan kepada ketakutan (Rom. 8:15), mereka didesak untuk “menyempurnakan kekudusan dalam takut akan Allah” (2 Kor. 7:1). Ada dua hal yang akan dibahas di sini yaitu mengenai pahala dan hukuman bagi orang-orang yang percaya. Mengenai pahala, Paulus menggunakannya sebagai motivasi pelayanan yang setia dan efektif. Mereka yang memiliki dasar yang layak sekalipun, namun jika mereka pelayanannya menghasilkan pekerjaan yang tak layak maka akan dibakar sekalipun tak dibuang dari Kerajaan Allah (1 Kor. 3:15).
Ada juga pandangan lain yang menyatakan bahwa keselamatan dapat hilang. Memang George Eldon Ladd pun masih kesulitan dalam mengambil keputusan tentang hal ini. Misalnya kualifikasi orang yang tidak mewarisi Kerajaan Allah (Ef. 5:5) ditujukan kepada orang-orang Kristen. Dalam dalam 1 Kor. 9:27 bisa menjadi acuan ketakutan Paulus untuk ditolak dalam artian keselamatan.
G. Indikatif dan ImperatifPerkara indikatif adalah penegasan terhadap apa yang telah dilaksanakan oleh Allah
dalam memperkenalkan zaman yang baru sedangkan perkara imperative adalah nasihat untuk mempraktekkan kehidupan yang baru itu dalam kerangka dunia yang lama8.
B. Prinsip-Prinsip Etika Paulus1. Tidak sistematis.
Semua surat-surat Paulus tidak ditulis dalam maksud yang teratur/ berusaha menyajikan suatu teologi yang sistematis melainkan Paulus berusaha menjawab persoalan-persoalan unik yang ada di tiap-tiap Jemaat yang disuratinya maupun kepada pribadi tertentu seperti: Timotius, Titus, dan Filemon. Walaupun demikian etika-etika Paulus sangat berisfat praktis dan tidak teoritis9, misalnya: perintah untuk mengasihi musuh (Rom. 12:14).
2. Tidak bersifat asketis (pertarakan)Ada dua contoh di mana Paulus kelihatannya menggunakan prinsip asketis, yaitu:
pernikahan dan harta milik. Mengenai pernikahan, Paulus memang tidak menikah namun ia tidak memerintahkan semua orang untuk mengikutinya, ia hanya menganjurkannya saja10 (1 Kor. 7:1-2). Pernikahan bukanlah hal yang jahat (1 Kor. 7:28, 39). Paulus tidak pernah menolak pemberian uang untuk pelayanan Injil (Flp. 4:14) tetapi tetap kekayaan rohani dalam Kristus adalah yang terbaik (Flp. 3).
8 Ladd, George Eldon. Op. CIt., 308. Yang indikatif dengan mudah adalah anugrah keselamatan yang diberikan Allah kepada manusia sedangkan imperatif adalah cara hidup baru yang dikehendaki ada dalam kehidupan orang percaya.9 Guthrie, Donald. Op. Cit, 273.10 Guthrie, Donald. Op. Cit., 274 berpendapat bahwa mungkin saja Paulus terpengaruh oleh kepercayaannya bahwa Kristus akan segera kembali (bnd. 1 Kor. 7:26, 29).
Paulus sempat menegur orang Kolose karena menuruti ajaran dualistik yang berupaya meremehkan kesucian keinginan tubuh dengan peraturan-peraturan seperti: “jangan pegang, jangan raba, jangan sentuh.” Tampaknya mereka sangat mementingkan realitas rohani sehingga tubuh disiksa sedemikian rupa padahal semuanya (tindakan pertarakan) tetap hanya untuk memuaskan hidup duniawi (Kol. 2:23). Paulus tetap melihat pertarakan sebagai usaha manusia untuk memuaskan diri sendiri dan juga (mungkin) keangkuhan atas prestasi rohani. Seharusnya adalah ketundukan rohani dan kerendahan hati karena diselamatkan dalam Kristus.
3. Tidak bersifat legalistikPaulus memang memandang bahwa Taurat itu kudus, benar, dan baik (Rom. 7:12)
namun manusia tetap tidak bisa melakukannya dengan sempurna. Hanya dengan anugerah Allah yang telah membenarkan manusia maka manusia dapat melakukannya. Sebagaimana telah dijelaskan dalam bagian Perjanjian Lama sebagai sumber etika Paulus, dia melihat bahwa Taurat tetap wahyu Allah dan perintah tersebut tetap harus dilakukan oleh orang Kristen namun kali ini dengan pengertian yang berbeda yaitu melalui bimbingan Roh.
4. Dibimbing oleh RohEtika Roh jauh mengungguli etika hukum sebab etika hukum hanya menghukum para
pelanggar hukum sedangkan etika Roh memampukan orang-orang Kristen menyesuaikan akal budi mereka dengan norma dan sikap yang benar lalu melakukannya. Sebagaimana telah dikatakan di atas bimbingan Roh tidak hanya dengan spontan merubah manusia sebab Paulus melihat juga kelemahan-kelemahan manusia – tetap dituntut respon manusia. Sebab ada tertulis: “Jikalau kita hidup oleh Roh, baiklah kita juga dipimpin oleh Roh,” (Gal. 5:25) artinya seseorang yang sudah menerima hidup dari Roh harus memutuskan bahwa dirinya akan dipimpin oleh Roh!
C. Kejahatan-Kejahatan yang harus dihindari1. Dosa-dosa seksual11
Dosa ini terdiri dari percabulan, persetubuhan tak wajar (mungkin homoseks) [lih. Rom. 1:26; 1 Kor. 6:9]. Paulus membenci dosa seksual sebab baginya tubuh manusia adalah Bait Roh Kudus (1 Kor. 3:16; 6:19).
2. Dosa dalam berbicaraDosa ini terdiri dari pengumpat, pemfitnah, sombong (Rom. 1:29), iri hati, amarah,
kepentingan diri sendiri, bisik-bisikan, keangkuhan, kerusuhan (2 Kor. 12:20), silat kata, perselisihan, perceraian, cercaan, percekcokan (1 Tim. 6:5; Tit. 1:10), dan bercabang lidah (1 Tim. 3:8).
3. Dosa sosial
11 Paulus menentang dengan tegas seksual untuk kepuasan pribadi sebab dalam sastra Yunani pra-Kristen, hubungan seksual yang longgar (di luar perkawinan) tidak dinilai salah, tetapi dianggap biasa seperti halnya dengan makan dan minum. Bnd. Scott, C. A. A. New Testament Ethics (CUP, 1948) dalam buku Teologi Perjanjian Baru 2 (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), 282.
Dosa ini terdiri dari pencurian Ef. 4:28), materialisme, keserakahan, dan kemabukan (1 Kor. 5:11; Gal. 5:21). Dalam Kol. 3:5 (bnd. Ef. 5:5), keserakahan disamakan dengan penyembahan berhala sebab dorongan untuk memperoleh harta telah membuat seseorang menyembahnya bagaikan berhala.
4. Dosa pementingan diri, terdiri dari tinggi hati, kecongkakan, sifat tidak bermurah hati, dan kelaliman.
Menurut Injil-Injil Sinoptis dan Kisah Para Rasul
A. Injil-Injil Sinoptis
Bagi Yesus, perbuatan baik harus dilihat motifnya, jangan sampai ada kemunafikan karena kemunafikan bersama dosa kedagingan (mis: zinah) karena itu dibenci-Nya. Yang penting adalah watak (batin) karena watak menentukan perbuatan lahiriah. Siapa saja yang dalam hatinya berikhtiar untuk melakukan apa yang tertulis dalam Kitas Suci, yang diperbuatnya pastilah benar.
Ucapan-ucapan bahagia Yesus (Mat. 5:3-12; Luk. 6:20-23) di bukit hanya berlaku bagi mereka yang menjadi murid-Nya sebab orang awam menilai berdasarkan hikmat sendiri. Ucapan bahagi adalah penghiburan bagi kelompok orang-orang percaya namun diremehkan, misalnya lemah lembut12, miskin [di hadapan Allah], menderita demi Kristus13, dan murah hati. Kerajaan Allah bukan bagi orang yang kuat/ kaya dalam masyarakat tetapi memiliki watak yang baik. Orang yang suci hatinya (Mat. 5:8) bukanlah orang yang bebas dari dosa tetapi orang yang pikiran serta keinginannya disertai kesucian.
Perbuatan baik yang wajib ada menurut Yesus adalah mengampuni (sama seperti Bapa mengampuni – Mat. 6:14), rendah hati, dll. Namun yang terpenting adalah mengasihi Allah dan sesama manusia sebab di dalamnya terdapat seluruh Taurat (Mat. 22:37-40; Mat. 12:29-31; Luk. 10:26-27). Yesus juga mengajukan sejumlah kejahatan yang harus dihindari: keserakahan14 kemunafikan, kedangigan (perbuatan zinah/ hasrat berzinah).
Ada sejumlah patokan melakukan perbuatan-perbuatan moral menurut Injil-Injil Sinoptis:1. Kasih kepada sesama manusia, yang juga terhadap musuh sekalipun (Mat. 5:44). Di sini
kita melihat kesejajaran dengan tulisan-tulisan Paulus.2. Perbuatan dan sikap yang kita harus arahkan terhadap apa yang ingin orang lain lakukan
(Mat. 7:12)3. Teladan Kristus 4. Bertingkah laku sesuai dengan kedudukan yang baru yaitu sebagai anak-anak Allah5. Kebenaran yang harus ada, contoh: jika ya katakana ya, jika tidak katakan tidak; jangan
bersumpah! (bnd. Mat. 5:33-37).
12 Orang yang lemah lembut adalah orang yang menolak keangkuhan danpenonjolan diri dengan memlih sifat yang lebih lembut sebab kemenangan besar dan abadi dicapai melalui pelayanan yang lemah lembut kepada orang lain dan bukan melalui kekuatan-kekuatan politiik atau ekonomi. Bnd. Guthrie, Donald. Op. Cit., 259.13 Yesus tidak pernah setuju bahwa orang-orang yang mengikut-Nya akan bebas dari penyiksaan-penyiksaan namun Ia menyatakan kebahagiaan kepada mereka yang rela dianiyaya demi kebenaran. Bnd. Guthrie, Donald. Op. Cit., 261.14 Keserakahan inilah yang terlihat dalam sikap orang kaya dalam Luk. 16:19-31. Jadi sebenarnya Yesus tidak menganjurkan setiap orang untuk menjadi miskin.
B. Kisah Para RasulKisah Para Rasul tidak membahas banyak hal tentang etika pribadi. Baginya, Roh Kudus
terlihat sebagai pembimbing sebagaimana dalam tulisan Paulus. Kepenuhan Roh mendatangkan kebajikan-kebajikan tertentu, misalnya: hikmat (6:3) dan iman (6:5). Roh juga melakukan pengadilan moral, misalnya dalam kasus Ananias dan Safira (5:1-11) di mana bukan Jemaat yang dibohongi tetapi Roh sendiri dan Roh itulah yang menghukum. Prasangka Ras juga dibahas dalam peristiwa Kornelius (10).
Menurut Tulisan-Tulisan Yohanes
A. Injil YohanesYesus mengharapkan bahwa pengikut-pengikut-Nya harus menunjukkan terang-Nya
sebab pengikut-pengikut Kristus yang melakukan perbuatan jahat tidak berbeda dengan pengikut-pengikut dunia (kosmos) (Yoh. 7:7). Oleh karena itu diperlukan ketaatan kepada kehendak Bapa (4:34; 5:30; 6:38; 7:17; 9:31) dengan kata lain adalah penyerahan diri. Terdapat kesamaan dengan etika Roh dari Paulus sebab akan adanya Roh Kudus yang membimbing dan mengingatkan tentang ajaran Yesus (14:26).
B. Surat-Surat YohanesSurat 1 Yohanes sangat berpusat kepada kasih sebagai motivasi dan perbuatan yang
benar-benar harus ada dalam kehidupan orang Kristen. Kesempurnaan kasih Allah terlihat dalam diri orang-orang yang menuruti firman Allah (1 Yoh. 2:5) dan kasih Allah dalam diri orang percaya harus ditunjukkan dalam kasih kepada sesama (1 Yoh. 3:11,14,23, 4:7,20). Hidup orang Kristen harus mengikuti teladan bagaimana Kristus hidup (1 Yoh. 2:6,29; 3:3). Jemaat harus mempunyai kasih juga masih ditekankan dalam 2 Yoh 6 dan berhati-hati terhadap ajaran-ajaran palsu (2 Yoh. 7).
C. WahyuWahyu menekankan ketekunan dari orang-orang percaya dalam penderitaan (bnd. 1:9;
13:10; 14:12). Beberapa kejahatan yang harus dijauhi adalah zinah (2:14,21), ketakutan, ketidakpercayaan, kekejian, pembunuhan, sundal, sihir, persembahan berhala, dan dusta (21:8). Pengecut/ penakut yang dimaksud di sini adalah orang yang tidak berpendirian moral karena masa saat kitab ini ditulis adalah penganiyayaan, yang bisa saja menimbulkan kemurtadan. Ada juga nyanyian ejekan dalam Wahyu 18. Apakah ini berarti orang-orang Kristen boleh bersuka dalam kejatuhan musuh sementara Yesus dan Paulus justru mengajarkan mengasihi musuh (Rom. 12:14 bnd. Mat. 5:44)? Jika diperhatikan dengan baik, tidak ada nada kegembiraan di dalamnya tentang kejatuhan orang lain justru ada rasa tersiksa serta air mata dalam Wahyu 18.
Menurut Surat-Surat Umum
A. Surat IbraniKonsep yang sangat kuat dalam surat Ibrani adalah kesetiaan, kesabaran,dan ketaatan.
Kesetiaan sangat mutlak diperlukan sebab bahaya kemurtadan selalu menanti kepada orang yang menghujat Kristus (Anak Allah) dan Roh Kudus (10:29). Kesabaran di sini adalah
ketabahan/ keteguhan dalam penderitaan15. Orang Kristen dituntut untuk melakukan pekerjaan yang baik dan menjauhi kejahatan, seperti: sundal, zinah (13:3), kikir (13:5).
B. Surat YakobusSurat Yakobus mirip dengan ajaran moral para nabi, terutama mengenai etika sosial
namun di sini juga akan dibahas etika pribadi yang ada. Orang yang berhikmat seharusnya memiliki watak-watak Kristus seperti: murni, pendamai, peramah, penurut, dan belas kasihan (3:13-18). Perkataan juga harus diperhatikan sebab lidah adalah sesuatu yang buas, tak terkuasai, dan penuh racun mematikan (3:8) yang dapat mengeluarkan berkat [jika dikendalikan di bawah kehendak Roh] atau kutuk (3:8). Mengenai harta kekayaan, Yakobus tidak bermasalah dengan harta tetapi cara memperolehnya yang melalui kecurangan dan mengorbankan hidup orang lain (5:4-6).
C. Surat Petrus dan YudasTidak ada yang menguraikan tentang kesetiaan dalam penderitaan selain 1 Petrus. Itulah
ciri yang haris dimiliki orag Kristen (1 Ptr. 2:21). Ada juga kasih sayang, seia-sekata, dan seperasaan yang seharusnya dimiliki orang-orang Kristen (1 Ptr. 3:8-12). Surat 2 Petrus dan Yudas melawan pengajaran palsu yang meremehkan kesucian hidup. Orang Kristen harusnya menjauhi kecemaran-kecemaran (2 Ptr. 2:20 bnd. Yud. 4, 7, 10).
ETIKA SOSIAL
Menurut Tulisan-tulisan Paulus
Orang Kristen diserahi kewajiban sosial karena karya penyelamatan Allah dalam diri mereka.
PB tidak mendukung bahwa kepentingan pribadi diutamakan daripada kepentingan orang lain
(Gal. 6:2). Bahkan lingkungan pun harus dijaga sebab segala sesuatu pada akhirnya akan
dipersatukan di dalam Kristus, dan ini memberi martabat tersendiri pada alam semesta (Ef. 1:10).
A. Pekerjaan
Semua pekerjaan adalah sama dan semuanya harus membantu pelayanan Allah (bnd.
Paulus dalam Kis. 20:34; 1 Tes. 2:9) bahkan orang yang tidak bekerja tidak berhak meminta
makan (2 Tes. 3:10). Etika Kristen mengharuskan seorang karyawan memberikan pelayanan
terbaik (Kol. 3:23) terutama bila tuannya Kristen (1 Tim. 6:1). Demikian juga seorang
majikan dapat menjadi teladan bagi majikan non-Kristen dalam hal perlakuan baik terhadap
bawahan. PB juga mendukung adanya Sabat dalam pekerjaan (Ibr. 3 dan 4).
B. Masalah kemiskinan
Kemiskinan adalah hal yang tidak bisa dihindari dalam Jemaat dan Jemaat diberikan
tanggung jawab sosial terhadap kemiskinan (lih. Rom. 15:25; 1 Kor. 16:1-4). Sebab Yesus
tidak menyukai irang yang menyalahgunakan kekayaan/ mempunyai pandangan yang salah
15 Lihat makna hupomone dalam Ibr. 6:12 sebagai ketabahan dalam derita. Bnd. Guthrie, Donald, Op. Cit., 285.
(materialisme) terhadap kekayaan (Luk. 12:15). Namun, sekalipun sedekah diberikan, harus
dilihat motivasinya agar tidak “sok pamer” (Mat. 6:2-4).
C. Keadilan
Jemaat Kristen memang tidak bersifat demokrasi ataupun otokrasi tetapi teokrasi. Tetapi
tetap ada hakim-hakim sekuler yang menjadi wakil-Nya agar tidak terjadi kekacauan (Rom.
13:2-3). Bahkan dalam bidang apapun ada penguasa dan bawahan, termasuk keluarga (Kol.
3:20-21) namun tetap harus ada keadilan. Kepatuhan Jemaat terhadap pemerintahan dapat
dipatahkan jika kebijakan yang mereka buat berlawanan dengan iman Kristen.
D. Politik
Jemaat tidak dilarang ikut serta dalam jajaran penguasa politik sebab mereka juga
“pelayan Allah.” Tetapi penggunaan politik secara kekerasan untuk melakukan perbaikan
dalam masyarakat dilarang tetapi hidup berdamai (Rom. 14:9). Mengenai pemerintahan,
Paulus menguraikan bahwa kewajiban bagi orang-orang Kristen untuk tunduk kepada
pemerintahan termasuk membayar pajak (Rom. 13:1-6 bnd. pengajaran Kristus tentang
membayar pajak dalam Mat. 22:17-21).
E. Para Wanita
Wanita mempunyai kedudukan yang sama dengan wanita (Gal. 3:28) bahkan suami harus
mengasihi istri (Ef. 5:25). Namun Paulus tetap mempertahankan ide tentang “subordinasi”
(ketundukan) wanita terhadap pria. Dalam kasus khusus di Korintus, wanita harus
mengenakan tudung kepala sebab itu adalah tanda ketundukannya kepada pria (1 Kor. 11:4)
dan wanita tidak boleh berbicara dalam pertemuan jemaat (1 Kor. 14:34).
F. Perkawinan
Yesus tidak mendukung pertarakan yang berlebihan dengan tidak menikah walaupun ia
hidup membujang. Tetapi Yesus juga mendukung kesucian dalam perkawinan. Perceraian
hanya dengan 2 syarat yaitu karena zinah (Mat. 19:9) dan bila pasangan tidak seiman
meminta perceraian (1 Kor. 7:15). Tetapi bila pasangan tidak seiman tetap bertahan maka
tidak boleh bercerai sebab yang tidak seiman “dikuduskan” oleh yang seiman (1 Kor. 7:14).
Hal penting lainnya adalah suami tidak boleh sewenang-wenang pada istri (1 Ptr. 3:7).
G. Perbudakan
Latar belakang Perjanjian Baru mempunyai sejarah yang kelam tentang perbudakan
sebab di Italia jumlah orang merdeka dengan para budak adalah satu berbanding tiga,
sedangkan di Roma satu berbanding satu16. Budak harus patuh dan tunduk serta rajin dalam
pekerjaan mereka (Kol. 3:22-25; Ef. 6:5-8) sedangkan tuan harus memperlakukan budak
dengan penuh keadilan dan kepekaan (Kol. 4:1; Ef. 6:9). Dalam persektuan jemaat,
pembedaan status sosial telah ditiadakan (1 Kor. 12:13; Gal. 3:28).
H. Hubungan antarsuku
Ef. 2:11-16 memberitahu bahwa karya Kristus telah membuat dinding pemisah telah hancur dan Jemaat tidak boleh memandang sesamanya karena suku. Acuan bahwa Injil bagi segala bangsa (Mat. 28:19; Kis. 15:7; Why. 5:9) menghilangkan pendapat bahwa ada suku yang lebih unggul dari suku-suku lainnya.
PENUTUP
Etika Pribadi
Etika pribadi berbicara dengan kuat mengenai tututan atau keharus – imperative karena anugrah Allah dalam Kristus melalui Roh Kudus – indikatif17. Namun sekali lagi dengan prespektif yang berbeda ketika melakukan Taurat dalam konteks Perjanjian Lama. Orang-orang yang telah hidup baru harus tunduk kepada pimpinan Roh sebab Roh-lah yang memimpin hidup orang-orang percaya (Gal. 5:25) – respons orang-orang Kristen tetap harus dituntut. Selain pimpinan Roh, motivasi yang mendorong adalah kasih sebab kasih adalah yang terutama di antara karunia-karunia Roh (1 Kor. 13-14:1) dan dalam kasih ada kegenapan Taurat.
Persekutuan di dalam Kristus dan juga berdiamnya Kristus di dalam orang-orang Kristen harus menjadi alasan juga melakukan perbuatan-perbuatan baik sebab bagaimanakah kita bisa mengotori tubuh yang adalah Bait Roh Kudus (1 Kor. 3:16)? Kehidupan Kristen juga harus dibedakan dengan pertapaan/ askese/ pertarakan sebab pertarakan walaupun baik kelihatannya namun selain menyiksa diri, tujuannya adalah pemuasan kepentingan pribadi serta keangkuhan atas prestasi rohani (bnd. Kol. 2:23).
Etika Sosial
Orang Kristen diserahi kewajiban sosial karena karya penyelamatan Allah dalam diri mereka. PB tidak mendukung bahwa kepentingan pribadi diutamakan daripada kepentingan orang lain (Gal. 6:2). Bahkan lingkungan pun harus dijaga sebab segala sesuatu pada akhirnya akan dipersatukan di dalam Kristus, dan ini memberi martabat tersendiri pada alam semesta (Ef. 1:10). Yang paling penting di dalam etika sosial adalah kesetaraan dalam Jemaat seperti mengenai perbudakan, perkawinan, cara memandang wanita, keadilan, kemiskinan, dan masih banyak dalam aspek sosial-sosial lainnya. Selain itu, kasih juga harus dilakukan oleh orang Kristen dalam kehidupan sosial mereka, misalnya: dalam politik. Tidak diperkenankan dalam ajaran Kristen bahwa melakukan kekuasaan dengan kekerasan. Kekristenan juga tidak mengenal
16 Ladd, George Eldon. Op. Cit., 315.17 Ridderbos, Herman. Paulus: Pemikiran Utama Theologinya (Surabaya: Momentum, 2010), 266.
rasialisme seperti yang ditunjukkan oleh sejumlah Kristen Yahudi terhadap Kristen Yunani (Kis. 10:28 bnd. Rom. 10:12).
DAFTAR PUSTAKA
1. Tenney. Merrill C. 1985. Survey Perjanjian Baru. Malang: Gandum Mas.2. Guthrie, Donald. 2012. Teologi Perjanjian Baru 2. Jakarta: BPK Gunung Mulia.3. Moris. Leon. 2006. Teologi Perjanjian Baru. Malang: Gandum Mas.4. Avis, Paul. 2010. Ambang Pintu Teologi. Jakarta: BPK Gunung Mulia.5. Ridderbos, Herman. 2010. Paulus: Pemikiran Utama Theologinya. Surabaya: Momentum.6. Tan, John R. 2007. Paulus Rasul Kristus ke-13. Jakarta: Seminari Bethel Publishing.