Etika Ekonomi Islam Perspektif Rasulullah

download Etika Ekonomi Islam Perspektif Rasulullah

of 10

Transcript of Etika Ekonomi Islam Perspektif Rasulullah

Etika Ekonomi Islam Perspektif RasulullahOleh. Mohammad Takdir Ilahi1

Pesatnya perkembangan ekonomi dunia telah membawa perubahan yang cukup signifikan bagi kemajuan peradaban masyarakat. Tidak heran, bila muncul suatu ide tentang sistem ekonomi yang bisa mengikat transformasi perekonomian masyarakat di seluruh dunia, yakni sistem ekonomi kapitalis Dengan sistem ekonomi ini, masyarakat memiliki aturan, etika, dan tata kelola yang dinamis dalam penerapan transaksi ekonomi di lapangan. Maka, pada abad ke-18, lahir sebuah paham dari seorang Adam Smith (1723-1790) di Inggris dan dinamakan liberalisme. Ajaran laiser aller, laisser passer (merdeka berbuat dan merdeka bertindak) menjadi pedoman bagi paham ini. Dari paham ini ternyata lahirlah kaum borjuis yang pada akhirnya memunculkan sistem ekonomi kapitalis secara berkesinambungan.2 Pada saat itulah, sistem ekonomi kapitalis menjadi semacam disiplin ilmu yang berkembang pesat di jagat raya ini. Berawal dari sistem ekonomi inilah, perkembangan ekonomi dunia semakin memberikan keleluasaan bagi sektor industri untuk mengembangkan teknologi kapitalnya dalam konteks global. Terbukti, dengan sistem ekonomi kapitalis, perusahan-perusahan industri yang memiliki kekuatan pasar mampu menciptakan pertumbuhan ekonomi yang cukup signifikan.Mohammad Takdir Ilahi, Alumnus Perbandingan Agama, Fakultas Ushuluddin, Studi Agama, dan Pemikiran Islam, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. 2 Robert Lekachman dan Borin Van Loon, Kapitalisme Teori dan Sejarah Perkembangannya, Terj. Siti Hidayah, (Yogyakarta: Resist Book, 2008), hlm. 3.1

Namun demikian, pertumbuhan ekonomi bukan berarti memberikan angin segar bagi kemakmuran masyarakat, malah justru mengantarkan kesengsaraan yang tiada tara bagi masyarakat miskin di dunia. Ada banyak faktor, kenapa sistem ekonomi kapitalis gagal memberikan secercah harapan bagi kesejahteraan dan peningkatan taraf ekonomi masyarakat. Salah satunya adalah karena sistem ekonomi kapitalis meniscayakan suatu perlengkapan modal masyarakat

(pungutan) dan alat-alat produksinya dikuasi oleh segelintiran orang yang begitu dominan menggunakan hak miliknya demi kepentingan untuk memperoleh keuntungan semata. Tidak berlebihan, kalau Robert Lekachman dan Borin Van Loon, dalam Kapitalisme Teori dan Sejarah Perkembangannya, menegaskan bahwa kapitalisme bisa menunjukkan pada sistem ekonomi global yang telah menjadi dasar bangunan masyarakat dan merupakan tahapan sejarah peradaban Barat yang hegemonik, sehingga memonopoli masyarakat dengan taraf ekonomi yang lemah3 Pada titik inilah, Karl Marx memang meramalkan sebuah akhir dari rezim kapitalisme dalam karyanya yang monumental Das Kapital jilid pertama. Menunggu kejatuhan kapitalisme adalah titik akhir dari dominasi produksiproduksi yang memonopoli semua keuntungan dari proses transformasi global yang menghimpit ekonomi dunia. Namun demikian, Marx masih menahan diri untuk memastikan ramalan akan kematian kapitalisme, karena disadari pertumbuhan dan ekspansi yang stabil merupakan faktor yang vital bagi eksistensi gaya hidup (life style) kapitalisme.

3

Ibid.

Sistem ekonomi kapitalis memberikan dampak berupa kemiskinan. Selain itu, sistem ekonomi kapitalis juga telah mencetak orang-orang yang bermental negatif. Mental negatif yang dimaksud adalah sikap kapitalisme pada diri pelaku ekonomi kapitalis seperti hanya memiliki orientasi pada keuntungan dan kenikmatan dunia semata, tanpa memperhatikan keadaan orang lain serta aturanaturan antara manusia dan penciptanya. Jelas, keadaan ini hanya menguntungkan manusia jika dilihat dari sisi duniawi, tapi jika dilihat dari hubungan vertikal manusia dan penciptanya, hal ini membuat manusia melupakan persiapan untuk menghadapi kehidupan yang kekal setelah hari akhir nanti, yaitu kehidupan di alam akhirat. Bukti nyata kegagalan sistem ekonomi kapitalis adalah kemiskinan yang sampai hari ini belum bisa dihilangkan dengan tuntas, baik di Indonesia maupun di seluruh negara berkembang. Kalaupun ada kemiskinan yang terlihat berkurang, itu hanya bersifat semu, dalam artian kemiskinan yang berkurang tersebut hanya menyentuh sebagian orang saja dan tidak bersifat menyeluruh. Ketika sistem ekonomi kapitalis dikatakan gagal dalam mewujudkan negara kesejahteraan (welfare state), maka muncullah suatu ide brilian untuk membangun paradigma baru yang bisa mengangkat nilai dan moral ekonomi pada satu tatanan yang lebih humanis. Sehingga, diriliklah sistem ekonomi Islam sebagai paradigma humanism dan moral force bagi terciptanya partumbuhan ekonomi yang tidak saja mengandalkan untung rugi, melainkan diharapakan lebih mengarah pada prinsip-prinsip esensial sistem ekonomi berbasis etika dan moral.

Dalam konteks ini, penulis sengaja mengangkat penerapan etika sistem ekonomi perspektif Islam sebagai bagian dari upaya untuk membangkitkan paradigma ekonomi yang berbasis Islam sesuai dengan tuntunan ajaran agama. Mengangkat tema ini, bukan sekedar berupaya menganalisis dengan argumentasi rasional, melainkan yang paling penting adalah kesungguhan untuk

mensosialisasikan etika sistem ekonomi perspektif Islam dalam konteks global. Maksud penulis mengangkat tema ini, tidak bisa lepas dari etika sistem kapitalis yang telah merongrong kesejahteraan ekonomi masyarakat dunia pada ujung ketidakpastian dan kesengsaraan. Dengan kata lain, tulisan ini diangkat dengan alasan untuk memfungsikan nilai-nilai moral dalam ekonomi Islam yang terkadang terikut arus oleh sistem kapitalis, sosialis, fasisme, dan komunisme. Di sinilah letak urgensitas kita dalam memahami penerapan etika sistem ekonomi perspektif Islam dengan mencari titik temu yang bisa membangkitkan ekonomi Islam di tengah benturan peradaban (clash of civilitization) dan mencuatnya iklim globalisasi untuk menghancurkan nilai-nilai moral Islami. Oleh karena itu, kita harus berjuang untuk menegakkan sendi-sendi ekonomi Islam dalam rangka membangun kekuatan ekonomi ummat agar terlepas dari bayangbayang etika sistem kapitalis dan sosialis yang sebelumnya mendominasi sistem ekonomi global. Membendung penerapan sistem ekonomi kapitalis dan sosialis merupakan sebuah keniscayaan di tengah himpitan ekonomi yang tidak karuan. Berawal dari kesadaran ini, kita memiliki harapan untuk mengembangkan penerapan etika sistem ekonomi perspektif Islam secara komprehensif, sehingga akan tumbuh

suatu keyakinan untuk mengaplikasikan model ekonomi Islam dengan paradigma yang dinamis dan progresif. Itulah sebabnya, kajian tentang kurikulum ekonomi Islam menjadi aktual bila kita mengacu pada kontek humanis, moral, dan syariah. Maka, etika ekonomi perspektif Islam dipandang perlu diterapkan dalam konteks global dengan mengacu pada kebutuhan dan kemaslahatan ummat sebagai penggeraknya. Sebagai sebuah sistem, etika ekonomi perspektif Islam juga memiliki paradigma yang berlandaskan pada fondasi mikro (basic of micro foundations) dan landasan filosofis (philosophic foundations).4 Paradigma inilah yang menjadikan etika ekonomi perspektif Islam jauh berbeda dengan sistem kapitalis dan sosialis yang cenderung mengabaikan kepentingan masyarakat dengan berbagai implikasinya. Dengan demikian, antara etika sistem kapitalis dan sosialis dengan etika ekonomi perspektif Islam memiliki pertautan yang cukup jauh jaraknya. Dalam artian, sistem kapitalis boleh dikatakan begitu dominan dalam konteks global, karena terbukti menjanjikan kesejahteraan masyarakat, namun implikasinya sangat besar bagi kebebasan dan hak-hak eknomi masyarakat. Sementara, sistem sosialis tampak kurang begitu popular, karena terbukti tidak mampu memberikan jaminan kesejahteraan, bahkan semakin mengukuhkan sistem kelas dalam kehidupan masyarakat. Berbeda dengan etika sistem ekonomi Islam yang lebih menitikberatkan pada tatanan nilai yang berlaku secara universal, baik yang berkaitan dengan pemikiran maupun perilaku sosial.5

4

Muhammad, Hakikat, Tujuan, dan Bidang Ekonomi Islam (Yogyakarta: STIS, 2000), hlm.

65.

Muhammad, Metodologi Penelitian Pemikiran Ekonomi Islam (Yogyakarta:Ekonisa, 2004), hlm. 12.

5

Salah satu hal yang menarik dari kajian tentang etika sistem ekonomi persepektif Islam adalah terkait dengan penerapan kurikulum yang akan digunakan dalam praktek di lapangan, semisal dalam penelitian tentang ekonomi makro maupun mikro. Mengingat, penerapan sistem eknomi kapitalis dan sosialis masih dirasakan masyarakat, sehingga membutuhkan paradigma baru yang sesuai dengan landasan filosofis ekonomi Islam, yakni humanis, moral, dan syariah yang merupakan tiga komponen penting dalam penerapan etika ekonomi perspektif Islam. Dalam hal ini, etika sistem ekonomi Islam yang berbasis syariah menjadi acuan utama dalam menggerakkan kembali pengembangan ekonomi Islam. Oleh karena itu, kita membutuhkan sistem ekonomi Islam yang penuh dengan nuansa nilai-nilai egalitarianisme, moral force dan kontek sosial dalam kehidupan masyarakat. Pada dasarnya, munculnya ekonomi memiliki kesamaan, yakni tuntutan kebutuhan dan kehendak untuk memperoleh kesejahteraan hidup di dunia. Namun, cara dan jalan yang ditempuh untuk memperoleh tersebut, masing-masing memiliki perbedaan. Apalagi, kalau cara yang digunakan bertentangan dengan kehendak masyarakat, karena landasan filosofis yang diaplikasikan di lapangan seringkali bersebrangan dengan nilai-nilai keislaman yang menjadi rujukan kita bersama.

Belajar dari Etika Ekonomi dan Bisnis Rasulullah Untuk itu, diperlukan suatu analisis tentang prinsip-prinsip esensial etika ekonomi Islam yang sesuai dengan landasan filosofis dalam tatanan ekonomi

dunia tanpa harus mengorbankan kepentingan masyarakat sebagai pelaku ekonomi utama. Dalam konteks ini, kita tidak bisa lepas dari prinsip-prinsip esensial yang menjadi acuan fundamental Nabi Muhammad dalam menggerakkan arus perdagangan melalui praktek bisnis yang merupakan nilai esensial dalam melakukan transaksi di lapangan. Rasulullah sendiri adalah seorang pedagang bereputasi International yang mendasarkan bangunan bisnisnya kepada nilai-nilai ilahi (transenden). Dengan dasar itu, Nabi membangun sistem ekonomi Islam yang tercerahkan. Prinsipprinsip bisnis yang ideal ternyata pernah dilakukan oleh Nabi dan para sahabatnya. Realitas ini menjadi bukti bagi banyak orang, bahwa tata ekonomi yang berkeadilan, sebenarnya pernah terjadi, meski dalam ruang lingkup nasional, negara Madinah. Nilai spirit dan ajaran yang dibawa Nabi itu, berguna untuk membangun tata ekonomi baru, yang akhirnya terwujud dalam tata ekonomi dunia yang berkeadilan. Setidaknya ada tiga prinsip dasar etika ekonomi perspektif Islam yang merupakan landasan fundamental bagi pengembangan ekonomi Islam ke depan. Ketiga prinsip derivatif tersebut semuanya dipayungi konsep akhlak, sesuai dengan penyempurnaan dakwah Nabi.6 Bahkan, M. Umer Chapra meyakini filter moral dapat menciptakan efisiensi dan keadilan.7 Pertama, multiple ownership. Prinsip atau etika ekonomi Islam ini, berarti, kepemilikan yang berdasarkan pada suatu ikatan dengan hak milik yang disahkan syariah. Kepemilikan memiliki makna khusus yang didapat si pemilik, sehinggaAdiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islam (Jakarta: IIIT Indonesia, 2002), hal. 17 M. Umer Chapra, Islam dan Tangan Ekonomi, Terj. Nur Hadi Ihsan dan Fiqfi Amar (Surabaya: Risalah Gusti, 1999), hal. 10.7 6

mempunyai hak menggunakan sejauh tidak melakukan pelanggaran pada garisgaris syariah.8 Prinsip atau etika ekonomi Islam ini adalah sistem kepemilikan bersama yang harus dikelola dengan tanggung jawab yang sama pula, sehingga tidak terkesan individualistik dalam menjalankan setiap transaksi ekonomi dengan orang lain. Dalam multiple ownership ini, terdapat semangat kebersamaan dalam menjajagi kemungkinan kerja sama dengan pihak lain. Itulah sebabnya, kebersamaan dalam memikul dan membagi beban harus sesuai dengan kemampuan masing-masing orang yang terlibat dan berkiprah dalam usahanya. Kedua, freedom to act. Kebebasan, berarti, bahwa manusia sebagai individu dan kolektivitas, punya kebebasan penuh untuk melakukan aktivitas bisnis. Dalam ekonomi, manusia bebas mengimplementasikan kaedah-kaedah Islam. Karena masalah ekonomi, termasuk kepada aspek muamalah, bukan ibadah, maka berlaku padanya kaedah umum, Semua boleh kecuali yang dilarang. Yang tidak boleh dalam Islam adalah ketidakadilan dan riba. Dalam tataran ini kebebasan manusia sesungguhnya tidak mutlak, tetapi merupakan kebebasan yang bertanggung jawab dan berkeadilan. Kebebasan dalam setiap transaksi, tidak boleh mengabaikan hak-hak orang lain, namun harus dilandaskan pada sikap peduli dan bertanggung jawab atas setiap kebebasan yang dimiliki. Ketiga, social justice. Menurut Sayyid Quthb, dalam bukunya al-Adalah al-Ijtimaiyyah fil Islam, keadilan sebagai substansi pokok bagi semua aspek kehidupan manusia dalam kerangka ajaran Islam. Dalam artian bahwa, prinsip keadilan merupakan sebuah keniscayaan yang perlu ditegakkan dan dijunjungM. Faruq an-Nabahan, Sistem Ekonomi Islam, Pilihan Setelah Kegagalan Sistem Kapitalis dan Sosialis, (Yogyakarta: UII Press, 2000), hlm. 428

tinggi dalam penerapan etika ekonomi Islam. Jika, prinsip keadilan sosial menjadi prioritas utama dalam penerapan etika ekonomi Islam, maka usaha untuk membangun taraf ekonomi masyarakat secara merata akan mudah dilakukan. Mengingat, prinsip keadilan seringkali menjadi problem krusial dalam penerapan etika ekonomi Islam. Itulah sebabnya, keadilan selalu berkesinambungan dengan prinsip keseimbangan yang merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak bisa dipisahkan. Bahkan, keduanya memiliki pemahaman yang tidak jauh berbeda dalam konteks penerapan di lapangan. Keseimbangan dan keadilan, berarti, bahwa perilaku bisnis harus seimbang dan adil. Keseimbangan berarti tidak berlebihan (ekstrim) dalam mengejar keuntungan ekonomi. Kepemilikan individu yang tak terbatas, sebagaimana dalam sistem kapitalis, tidak dibenarkan. Dalam Islam, Harta mempunyai fungsi sosial yang kental, sehingga perlu diberdayakan dan dimanfaatkan untuk kepentingan bersama. Jika prinsip keadilan dan

keseimbangan berjalan seiring, maka bisa dipastikan pengembangan ekonomi Islam akan semakin mengalami peningkatan dan kemajuan yang signifikan. Dalam konteks ini, prinsip atau etika ekonomi perspektif Islam menekankan keadilan, mengajarkan konsep yang unggul dalam menghadapi gejolak moneter dibanding sistem konvensional. Fakta ini telah diakui oleh banyak pakar ekonomi global, seperti Rodney Shakespeare (United Kingdom), Volker Nienhaus (Jerman). Ke depan pemerintah perlu memberikan perhatian besar kepada penerapan etika sistem ekonomi perspektif Islam yang telah terbukti ampuh dan lebih resisten di masa krisis.

Sumber Referensi An-Nabahan, M. Faruq. 2000. Sistem Ekonomi Islam, Pilihan Setelah Kegagalan Sistem Kapitalis dan Sosialis. Yogyakarta: UII Press. Chapra, M. Umer. 1999. Islam dan Tangan Ekonomi, terj. Nur Hadi Ihsan dan Fiqfi Amar. Surabaya: Risalah Gusti. Karim, Adiwarman. 2002. Ekonomi Mikro Islam. Jakarta: IIIT Indonesia. Lekachman, Robert dan Van Loon, Borin. 2008. Kapitalisme Teori dan Sejarah Perkembangannya, Terj. Siti Hidayah. Yogyakarta: Resist Book. Muhammad. 2000. Hakikat, Tujuan, dan Bidang Ekonomi Islam.Yogyakarta: STIS. Muhammad. 2004. Metodologi Penelitian Pemikiran Ekonomi Islam. Yogyakarta:Ekonisa.