Estetika Arsitektur

37
Analisa A. Lokasi Bank Bukopin Bank Bukopin terletak di Jalan Sudirman No.10, Surakarta 57111. Lokasi ini cukup strategis karena di kawasan ini terdapat Bank Indonesia, Bank Danamon, Kantor Pos, Balaikota, Benteng Vastenberg, Pusat Grosir Solo, Beteng Trade Centre, Telkom, dll. Gambar 3. A. 1. Lokasi Bangunan Bank Bukopin Surakarta Sumber: h t tp : / / w w w . s k y s cra p e rcit y .co m / s h o w t h r e a d . php ? t=6 2 7 3 26& p ag e = 44 B. Analisa Karakteristik Arsitektur Post-Modern pada Bank Bukopin Bangunan Bank Bukopin memiliki ciri-ciri Arsitektur Post-Modern sehingga bangunan tersebut dapat digolongkan sebagai bangunan Arsitektur Post-Modern. Karakteristik tersebut yaitu :

description

Tugas mata kuliah Estetika

Transcript of Estetika Arsitektur

Page 1: Estetika Arsitektur

Analisa

A. Lokasi Bank Bukopin

Bank Bukopin terletak di Jalan Sudirman No.10, Surakarta 57111. Lokasi ini

cukup strategis karena di kawasan ini terdapat Bank Indonesia, Bank Danamon,

Kantor Pos, Balaikota, Benteng Vastenberg, Pusat Grosir Solo, Beteng Trade Centre,

Telkom, dll.

Gambar 3. A. 1. Lokasi Bangunan Bank Bukopin SurakartaSumber: h t tp : / / w w w . s k y s cra p e rcit y .co m / s h o w t h r e a d . php ? t=6 2 7 3 26& p ag e = 44

B. Analisa Karakteristik Arsitektur Post-Modern pada Bank Bukopin

Bangunan Bank Bukopin memiliki ciri-ciri Arsitektur Post-Modern sehingga

bangunan tersebut dapat digolongkan sebagai bangunan Arsitektur Post-Modern.

Karakteristik tersebut yaitu :

Page 2: Estetika Arsitektur

I. Historik

Bangunan ini memiliki unsur historik, yaitu dapat membangkitkan kenangan

sejarah tentang bangunan pada zaman dulu. Karena ketika melihat bangunan ini

maka kita akan memiliki pandangan tentang bangunan pada zaman dulu yaitu ketika

masih dijajah oleh Belanda (masa kolonial). Hal ini dikarenakan bangunan ini

memiliki ciri-ciri yang hampir sama dengan ciri-ciri bangunan pada masa kolonial.

Bentuk bangunan yang besar dan dengan kolom, pintu, serta jendela yang besar

semakin menunjukkan ciri bangunan kolonial pada bangunan ini. Pada masa

kolonial, bangunan-bangunan pemerintahan memiliki ukuran yang besar dan

berbeda dengan bangunan biasa. Hal ini dikarenakan kebijakan pemerintahan pada

masa kolonial yang mengutamakan bangunan pemerintahan, sehingga bangunan-

bangunan pemerintahan memiliki bentuk yang monumental serta lebih besar

dibandingkan bangunan-bangunan lain, selain bangunan pemerintahan.

Ciri-ciri bangunan kolonial yang terdapat pada bangunan Bank Bukopin

meliputi model denah yang simetris, mempunyai pilar (kolom) di serambi depan dan

belakang yang menjulang ke atas bergaya Yunani, serta penggunaan skala bangunan

yang tinggi sehingga berkesan megah.

II. Ornamentasi

Gambar 3. I. 1. Bangunan Bank Bukopin SurakartaSumber: Dokumen Pribadi, 201

Ornamentasi adalah ciri Arsitektur Post-Modern yaitu adanya penambahan

ornamen pada bangunan yang berasal dari unsur arsitektur lain. Pada bangunan

Bank Bukopin ini memiliki ciri ornamentasi yang dapat dilihat pada ornamen-

ornamennya yang memiliki kesan seperti Arsitektur Klasik. Hal ini meliputi, kolom di

serambi depan yang besar dan menjulang ke atas dan bergaya Yunani (Arsitektur

Page 3: Estetika Arsitektur

Sumber: Dokumen Pribadi, 2013

141

Klasik), penebalan-penebalan sebagai unsur dekoratif yang mempertegas bentuk

elemen bangunan serta sebagai elemen yang memperkuat kesan kokoh pada

bangunan (Arsitektur pada masa kolonial), serta balkon yang berfungsi untuk

mengatasi tempias air hujan dan isolator udara panas luar ke dalam (Arsitektur pada

masa kolonial).

Selain ornamentasi dari arsitektur pada masa kolonial, bangunan Bank

Bukopin juga memiliki ornamentasi yang diambil dari bangunan tradisional Jawa.

Ornamentasi tersebut adalah lidah api. Lidah api dapat ditemukan pada ujung dari

atap, yang merupakan penambahan pada atap dengan bentuk yang meruncing.

Lidah api tersebut biasanya memiliki warna merah atau warna yang sama dengan

warna genteng dari bangunannya sendiri.

Di samping adanya lidah api pada atap bangunan, bangunan Bank Bukopin ini

juga memiliki ornamentasi yang berasal dari unsur Jawa yang ada di daerah

bangunan tersebut. Ornamentasi tersebut adalah tulisan aksara Jawa yang

ďerartikaŶ ͞BaŶk BukopiŶ͟, diŵaŶa tulisaŶ aksara Jaǁa terseďut telah diŵodifikasi menjadi

bahasa Indonesia. Hal ini menunjukkan adanya suatu pencampuran unsur lama

dengan unsur baru, dimana asal mula tulisan aksara Jawa tersebut adalah

berasal dari budaya Jawa sedangkan bahasa yang dituliskan adalah bahasa Indonesia

sebagai Bahasa Nasional.

Gambar 3. II. 2. Kolom pada bangunan Bank Bukopin

yang menunjukkan ornamentasi dari Arsitektur

Page 4: Estetika Arsitektur

Sumber: Dokumen Pribadi, 2013

151

Klasik

Page 5: Estetika Arsitektur

Sumber: Dokumen Pribadi, 2013

161

Gambar 3. II. 3. Ornamen dinding yang menunjukkan ornamentasi dari bangunan pada masa kolonial

Sumber: Dokumen Pribadi, 2013

Gambar 3. II. 4. Konsol pada atap yang menunjukkan ornamentasi dari bangunan pada masa kolonial Sumber: Dokumen Pribadi, 2013

Gambar 3. II. 5. Balkon pada bangunan yang menunjukkan ornamentasi dari bangunan pada masa

kolonial Sumber: Dokumen Pribadi, 2013

Gambar 3. II. 6. Tulisan Bank Bukopin denganAksara Jawa dan Bahasa Indonesia

Page 6: Estetika Arsitektur

Sumber: Dokumen Pribadi, 2013

171

III. Kontekstual

Kontekstual merupakan kemungkinan perluasan bangunan dan keinginan

mengaitkan bangunan baru dengan lingkungan sekitarnya. Hal ini dapat juga

merupakan kesamaan antara bangunan satu dengan bangunan lain yang berada di

sekitarnya. Sehingga semua bangunan yang berada dalam satu kompleks memiliki

ciri-ciri yang sama antara satu dengan yang lain. Ciri-ciri dari konstektual adalah

seperti adanya pengulangan motif dari desain bangunan sekitar, pendekatan baik

dari bentuk, pola atau irama, ornamen, dan lain-lain terhadap bangunan sekitar

lingkungan, hal ini untuk menjaga karakter suatu tempat, serta menigkatkan kualitas

lingkungan yang ada.

Bangunan Bank Bukopin ini memliki kesamaan bentuk dan ornamen dengan

bangunan yang ada di sekitarnya. Kesamaan tersebut meliputi bentuk bangunan

yang tinggi dengan kolom-kolom yang besar yang memberikan kesan bangunan

kolonial, atap limasan, memiliki kanopi dengan atap tajuk, memiliki lidah api pada

setiap ujung atapnya, serta memiliki corak seperti Arsitektur Klasik.

Gambar 3. III. 7. Ornamen dan bentuk bangunan yang memiliki kesamaan dengan bangunan di

sekitarnya Sumber: Dokumen Pribadi, 2013

Page 7: Estetika Arsitektur

Sumber: Dokumen Pribadi, 2013

181

Gambar 3. III. 8. Bentuk atap yang memiliki kesamaan dengan bangunan di sekitarnya

Page 8: Estetika Arsitektur

171

IV. Komunikatif yang Bersifat Lokal

Komunikatif yang dimaksud disini adalah elemen bangunan yang dapat

mengkomunikasikan atau menggambarkan bentuk dari bangunan yang mengandung

unsur budaya daerah tempat bangunan tersebut. Budaya lokal tersebut dimasukkan

dalam bangunan dengan tujuan untuk tetap melestarikan budaya daerah setempat

walaupun seiring dengan perkembangan zaman. Selain itu dalam peraturan

pemerintah tentang bangunan pemerintahan atau kantor, memiliki atap dari

Arsitektur Jawa yang merupakan ciri khas dari Arsitektur Jawa itu sendiri. Elemen

yang dimaksud adalah atap bangunan yang merupakan atap joglo. Atap ini

dimasukkan dalam peraturan pemerintah untuk menggunakan atap ini dalam

bangunan pemerintah atau kantor. Sehingga di daerah Solo memiliki karakteristik

bangunan dengan atap joglo sebagai atap bangunannya.

Selain itu pada atap kanopi bangunan ini juga merupakan atap yang

menggambarkan unsur dari budaya lokal, yaitu atap tajuk. Atap yang memiliki sisi-

sisi yang sama dan menuju ke atas menjadi satu titik. Pada atap ini biasanya

terdapat mahkota kecil yang berada di ujung atapnya. Atap tajuk biasanya

digunakan sebagai atap dari tempat ibadah oleh masyarakat setempat.

Gambar 3. IV. 9. Atap bangunan yang merupakan karakteristik dari bangunan-bangunan di sekitar bangunan Bank Bukopin tersebut

Sumber: Dokumen Pribadi, 2013

V. Straight Revitalism

Straight Revitalism adalah pengulangan kembali langgam Neo-Klasik ke dalam

bangunan yang bersifat monumental. Neo-Klasik merupakan arsitektur yang

terinspirasi oleh zaman Yunani dan Romawi kuno. Ciri-ciri tersebut dapat dilihat dari

Page 9: Estetika Arsitektur

181

pengulangan irama pada tampak depannya, bentuk bangunan yang simetris, serta

adanya jendela dan ukiran-ukiran pada dinding yang berulang-ulang.

Bangunan Neo-Klasik tampak simetris serta membentuk satu kesatuan yang

kokoh. Simetris dan keseimbangan merupakan ciri khas yang paling terlihat pada

bangunan gaya Neo-Klasik. Salah satu elemen paling penting ada pada bangunan

bergaya Neo-Klasik adalah kolom. Untuk eksterior pada bangunan Neo-Klasik kolom

digunakan untuk menopang bangunan sehingga tampak kokoh. Dengan bentuknya

yang simetris dan kolom-kolom penopang yang tinggi bangunan Neo-Klasik tampak

anggun dan megah.

Gambar 3. V. 10. Tampak depan dari bangunan Bank Bukopin yang simetris dengan kolom besar di depannya

Sumber: Dokumen Pribadi, 2013

Gambar 3. V. 11. Pengulangan jendela yang teratur merupakan ciri dari Arsitektur Neo-Klasik

Page 10: Estetika Arsitektur

191

Sumber: Dokumen Pribadi, 2013

Page 11: Estetika Arsitektur

202

VI. Classicism

Classicism merupakan penggunaan elemen-elemen yang berasal dari

Arsitektur Klasik. Arsitektur Klasik memberikan kesan yang anggun dan mewah. Ciri

khas Arsitektur Klasik yaitu pada pilar-pilar, ornamen, dan profil-profil yang

berkembang pada saat Kerajaan Romawi atau Yunani Kuno. Bangunan dengan gaya

klasik memiliki ukuran yang melebihi kebutuhan fungsinya. Serta memiliki komposisi

bangunan yang simetris dengan tata letak jendela yang teratur (monotone).

Bangunan Bank Bukopin memiliki ukuran bangunan yang besar dan

ketinggian lantai bertingkat yang tinggi. Hal ini diimbangi oleh adanya ornament-

ornamen pada dinding bangunan yang diulang-ulang, serta penataan jendela yang

teratur dan berirama. Hal tersebut yang membuat bangunan Bank Bukopin ini

memiliki ciri Arsitektur Post-Modern yaitu Classicism.

Gambar 3. VI. 12. Pengulangan ornamen dan jendela pada dinding bangunan

Sumber: Dokumen Pribadi, 2013

VII. Neo-Vernacularism

Arsitektur Neo-Vernakular suatu penerapan elemen arsitektur yang telah

ada, baik fisik (bentuk, konstruksi) maupun non-fisik (konsep, filosofi, tata ruang)

dengan tujuan melestarikan unsur-unsur lokal yang telah berbentuk secara empiris

oleh sebuah tradisi yang kemudian sedikit atau banyaknya mengalami pembaruan

menuju suatu karya yang lebih modern atau maju tanpa mengesampingkan nilai-

Page 12: Estetika Arsitektur

212

nilai tradisi setempat.

Page 13: Estetika Arsitektur

202

Pada bangunan Bank Bukopin memiliki unsur Arsitektur Neo Vernakular yang

terdapat pada atap bangunannya. Atap bangunan tersebut menggunakan atap joglo,

yang merupakan atap tradisi dari arsitektur setempat, yaitu Arsitektur Jawa.

Selain itu, bangunan Bank Bukopin juga memiliki sebuah kanopi yang

memiliki atap yang juga merupakan atap dari Arsitektur Jawa yang ada di daerah

tersebut. Atap yang digunakan pada kanopi bangunan tersebut adalah atap tajuk.

Atap tajuk tersebut merupakan atap dari sebuah denah yang berbentuk persegi

dengan sisi yang sama, dimana pada ujung atap menuju ke satu titik yang menjulang

ke atas.

Gambar 3. VII. 13. Atap bangunan yang berbentuk atap joglo merupakan unsur dari Arsitektur Neo-Vernakular pada bangunan

tersebut. Sumber: Dokumen Pribadi, 2013

Gambar 3. VII. 14. Atap kanopi yang berbentuk atap tajuk merupakan unsur dari Arsitektur Neo-Vernakular pada bangunan tersebut.

Sumber: Dokumen Pribadi, 2013

C. Analisis Prinsip Estetika Formal pada Bank Bukopin

Selain memenuhi karakteristik Arsitektur Post-Modern, Bank Bukopin juga

memenuhi prinsip-prinsip estetika dalam menciptakan keunikan serta keindahan

pada tampilan bangunan.

Prinsip-prinsip estetika tersebut diantaranya :

Page 14: Estetika Arsitektur

212

I. Proporsi

Bank Bukopin memenuhi prinsip proporsi, hal tersebut dapat dilihat dari

proporsi bangunan induk dan kanopi. Proporsi bangunan induk dibuat lebih

besar karena pada bangunan induk aktivitas banyak dilakukan, seperti

menabung, meminjam, atau menukarkan uang. Kanopi dibuat lebih kecil karena

kanopi hanya sebagai ruang transisi antara dalam bangunan dan luar bangunan.

Gambar 3. I. 1. Proporsi Bangunan Induk (kuning) dan Kanopi (merah)

Sumber: Dokumen Pribadi, 2013

II. Skala

Seperti yang di jelaskan pada karakteristik historik, bangunan ini dibangun

dengan skala bangunan yang tinggi, sehingga terkesan megah. Walaupun

terletak di dekat hotel berbintang yang besar dan megah, Bank Bukopin tidak

kalah megahnya. Hal tersebut dapat dilihat dari tampilan bangunan dengan

sekitarnya, bangunan tetap menonjol dan terlihat dari kejauhan. Selain itu,

apabila dilihat lebih dekat, bangunan ini menjulang tinggi dan memiliki ukuran

yang besar pula.

Gambar 3. II. 2. Skala bangunan yang tinggi

Page 15: Estetika Arsitektur

222

Sumber: Dokumen Pribadi, 2013

Page 16: Estetika Arsitektur

232

Gambar 3. II. 3. Skala bangunan dengan mobil disekitarnyaSumber: Dokumen Pribadi, 2013

III. Irama

Irama pada bangunan Bank Bukopin ini ditujukkan dengan penataan jendela

yang disusun secara grid dan teratur pada keseluruhan bangunan. Selain itu,

ornamentasi juga disusun secara teratur dan berirama yang terletak pada

tembok bangunan induk dan balkon yang mempercantik bangunan tersebut.

Irama juga ditunjukkan konsol pada atap yang disusun teratur dan berjarak

sama antar satu konsol dengan konsol yang lain dan memiliki pola tersendiri.

Gambar 3. III. 4. Irama pada jendela yang disusun teraturSumber: Dokumen Pribadi, 2013

Gambar 3. III. 5. Irama ornamen berbentuk belah ketupat pada bangunan

Sumber: Dokumen Pribadi, 2013

Page 17: Estetika Arsitektur

242

Gambar 3. III. 6. Irama ornamen berbentuk belah ketupat pada balkon

Sumber: Dokumen Pribadi, 2013

Gambar 3. III. 7. Ornamentasi konsol pada atap yang disusun secara teratur

Sumber: Dokumen Pribadi, 2013

IV. Sumbu

Bank Bukopin memiliki sumbu dengan pola grid, hal tersebut dapat dilihat dari

fasad bangunan. Dari fasad bangunan, kita bisa membayangkan denah

bangunan itu pula. Bank ini memiliki denah yang terbentuk dari beberapa

persegi, sehingga sumbu-sumbu tersebut membentuk keseimbangan antara

sumbu vertikal dan horizontal pada denah bangunannya.

V. Simetri

Keseimbangan simetri ini dapat dilihat dari dua hal, yaitu denah dan fasad

bangunan. Di atas sudah dijelaskan bahwa denah bangunan ini memiliki sumbu

yang seimbang, sehingga apabila sumbu vertikal dan horizontal seimbang maka

dipastikan bahwa denah bangunan tersebut memiliki simetri yang seimbang

pula. Apabila dilihat dari fasad bangunan, bangunan ini memiliki keseimbangan

simetri. Hal tersebut dapat dilihat apabila kita menari satu garis vertikal pada

Page 18: Estetika Arsitektur

242

atap bangunan induk, maka bangunan akan terbagi menjadi dua sama besar.

Sehingga hal tersebut membuktikan bahwa bangunan ini memiliki simetri yang

seimbang/sama.

VI. Hierarki

Susunan tampilan fasad bangunan dimulai dari kanopi yang beratapkan tajuk

sebagai ruang transisi antara bagian dalam dan bagian luar. Selanjutnya pada

bangunan induk menggunakan atap joglo dimana pada bangunan induk ini

merupakan bangunan private khusus untuk nasabah dan pegawai saja.

Sedangkan orang yang ingin mengamati bank ini hanya diperbolehkan di luar

bangunan saja.

Gambar 3. VI. 8. Tampilan fasad bangunan induk dan kanopiSumber: Dokumen Pribadi, 2013

VII. Perulangan

Perulangan yang terlihat pada bangunan ini adalah penataan jendela-jendela

yang tersebar secara teratur dan berpola grid pada keseluruhan bangunan.

Ornamentasi konsol pada atap juga disusun secara berulang dengan jarak yang

sama menciptakan pola irama pada bangunan. Selain ornamentasi pada konsol,

ornamentasi dengan bentuk dasar belah ketupat disusun berulang dan teratur

pada bangunan induk maupun balkon. Ornamentasi tersebut mengambil gaya

kolonial yang dipadukan dengan gaya lokal sehingga fasad bangunan tersebut

terlihat unik dan menarik.

Page 19: Estetika Arsitektur

252

Gambar 3. VII. 9. Irama pada jendela yang disusun teraturSumber: Dokumen Pribadi, 2013

Gambar 3. VII.10. Irama ornamen berbentuk belah ketupat pada bangunan

Sumber: Dokumen Pribadi, 2013

Gambar 3.VII. 11. Irama ornamen berbentuk belah ketupat pada balkon

Sumber: Dokumen Pribadi, 2013

Gambar 3. VII. 12. Ornamentasi konsol pada atap yang disusun secara teratur

Sumber: Dokumen Pribadi, 2013

Page 20: Estetika Arsitektur

262

VIII.Datum

Ornamentasi pada bangunan Bank Bukopin menunjukan adanya prinsip

komposisi datum pada bangunan tersebut. Datum ditunjukkan dengan adanya

perulangan peletakkan ornamentasi berbentuk belah ketupat yang disusun

secara teratur sehingga membentuk pola komposisi grid. Selain ornamentasi,

penataan jendela juga membentuk pola komposisi grid, karena disusun secara

teratur dan berulang.

Gambar 3. VIII. 13. Irama pada jendela yang disusun teraturSumber: Dokumen Pribadi, 2013

Gambar 3. VIII. 14. Irama ornamen berbentuk belah ketupat pada bangunan

Sumber: Dokumen Pribadi, 2013

Gambar 3. VIII. 15. Irama ornamen berbentuk belah ketupat pada

Page 21: Estetika Arsitektur

272

balkonSumber: Dokumen Pribadi, 2013

Page 22: Estetika Arsitektur

282

Gambar 3. VIII. 16. Ornamentasi konsol pada atap yang disusun secara teratur

Sumber: Dokumen Pribadi, 2013

IX. Transformasi

Transformasi ini ditunjukkan dengan gaya bangunan yang mengadopsi gaya

kolonial apabila bangunan tersebut tidak memakai atap joglo dan atap tajuk.

Namun, apabila bangunan ini memakai atap joglo dan atap tajuk maka gaya

bangunan ini menjadi gaya post-modern karena memadukan gaya kolonial dan

gaya tradisional yang menjadikan bangunan ini unik dan menarik.

Gambar 3. IX. 17. Ornamentasi konsol pada atap yang disusun secara teratur

Sumber: Dokumen Pribadi, 2013

X. Nilai Estetis

Nilai estetis atau keindahan dapat dilihat dari penggunaan ornamentasi pada

bangunan serta peletakan jendela, pintu, kolom yang menggunakan pola

komposisi. Bangunan Bank Bukopin ini mengadopsi dari gaya kolonial yang

terlihat pada ornamen di dinding bangunan berbentuk belah ketupat. Selain itu,

ornamen konsol pada atap yang disusun berulang dan berirama juga

Page 23: Estetika Arsitektur

292

mempunyai nilai keindahan tersendiri. Pola penyusunan jendela yang

memakai komposisi

Page 24: Estetika Arsitektur

303

grid serta pemakaian kolom yang mengadopsi dari gaya kolonial ini menambah

kesan megah dan unik pada bangunan ini.

Gambar 3. X. 18. Ornamentasi konsol pada atap yang disusun secara teratur

Sumber: Dokumen Pribadi, 2013

Gambar 3. X. 19. Irama pada jendela yang disusun teraturSumber: Dokumen Pribadi, 2013

Gambar 3. X. 20. Irama ornamen berbentuk belah ketupat pada bangunan

Sumber: Dokumen Pribadi, 2013

Page 25: Estetika Arsitektur

313

Gambar 3. X. 21. Irama ornamen berbentuk belah ketupat pada balkon

Sumber: Dokumen Pribadi, 2013

Gambar 3. X. 22. Ornamentasi konsol pada atap yang disusun secara teratur

Sumber: Dokumen Pribadi, 2013

D. Analisis Prinsip Estetika Informal pada Bank Bukopin

Prinsip estetika informal pada Bank Bukopin ini menerapkan nilai kearifan

lokal. Karena bangunan ini terletak di Pulau Jawa, maka bangunan ini mengadopsi

nilai-nilai tradisi di Jawa. Walaupun tidak keseluruhan bangunan mengadopsi nilai

tradisi, namun atap bangunan menerapkannya dengan atap yang berbentuk joglo

pada bangunan induk dan atap tajuk pada kanopi gedungnya. Atap joglo dan atap

tajuk ini merupakan atap Rumah Adat atau Rumah Tradisi di Pulau Jawa.

Page 26: Estetika Arsitektur

323

Gambar 3. D. 23. Ornamentasi konsol pada atap yang disusun secara teratur

Sumber: Dokumen Pribadi, 2013

Page 27: Estetika Arsitektur

303

Kesimpulan

Bangunan Bank Bukopin di Surakarta merupakan bangunan modern yang

memiliki unsur-unsur dari bangunan lama. Hal ini yang menjadikan bangunan Bank

Bukopin menjadi bangunan yang memiliki gaya Arsitektur Post-Modern. Ciri-ciri

dari Arsitektur Post-Modern dapat terlihat dari beberapa unsurnya, ciri-ciri

tersebut meliputi Historik, Ornamnetasi, Kontekstual, Komunikatif yang Bersifat

Lokal, Straight Revitalism, Classicism, serta Neo-Vernacularism. Ciri-ciri tersebut

dapat langsung dilihat dari tampak luar bangunan Bank Bukopin. Mulai dari kolom-

kolomnya, ornamen pada dinding, serta balkon yang terdapat di bagian depan

bangunan. Selain itu juga dari bentuk bangunan yang besarnya melebihi dari

fungsinya, bentuk bangunan yang simetris, serta peletakan jendela yang teratur

dan berirama. Hal ini menunjukkan bahwa di kota Solo terdapat banyak bangunan

yang memiliki gaya Arsitektur Posr-Modern yang berkembang pada saat ini.

Selain mengandung karakteristik dari bangunan post-modern, bangunan

Bank Bukopin juga menerapkan prinsip-prinsip estetika baik itu formal maupun

informal. Prinsip tersebut meliputi proporsi, irama, skala, sumbu, simetri, hierarki,

transformasi, nilai estetis, perulangan, datum dan juga nilai kearifan lokal. Prinsip

ini dapat dilihat langsung dari tampilan fasad bangunan. Penataan jendela yang

teratur, penggunaan ornamen pada dinding dan konsol atap, serta pemakaian

kolom bergaya kolonial. Bangunan ini menerapkan prinsip lokal atau tradisi dengan

memakai atap joglo dan atap tajuk yang merupakan atap bangunan tradisional di

Pulau Jawa.

Page 28: Estetika Arsitektur

313

DAFTAR REFERENSI

Ching, Francis D.K. 2008. Bentuk, Tatanan, dan Ruang. Jakarta : Erlangga.

http://www.slideshare.net/HadiYanuarIswanto/estetika-arsitektur

http://arsitektur-mudasukoharjo.blogspot.com/2010/07/pengertian-dan-ciri-ciri-

arsitektur.html

http://sigitsetyoutomo.blogspot.com/

http://wahyumuliatmi.blogspot.com/2012/03/arsitektur-post-modern.html

http://fariable.blogspot.com/2011/08/aliran-dalam-langgam-arsitektur-post.html

http://dakokong.blogspot.com/2013/02/pengertian-arsitektur-postmodern.html

http://rivarchitect.blogspot.com/2012/03/arsitektur-postmodern.html