Esofagitis Korosif, Corrosive Lesions of Esophagus.docx

15
Vincentius Baskhara Sunarno ( 112010101046 ) ESOFAGITIS KOROSIF Definisi Esofagitis Korosif ialah peradangan di esofagus yang disebabkan oleh luka bakar karena zat kimia yang bersifat korosif misalnya asam kuat, basa kuat dan zat organik. Zat kimia yang tertelan dapat bersifat toksik atau korosif. Zat kimia yang bersifat korosif akan menimbulkan kerusakan pada saluran yang dilaluinya, sedangkan zat kimia yang bersifat toksik hanya menimbulkan gejala keracunan bila telah diserap oleh darah. Esofagitis korosif adalah kerusakan esofagus yang terdiri dari kerusakan epitel mukosa saja sampai kerusakan seluruh dinding esofagus karena bahan kimia yang termakan atau terminum. Etiologi Bahan kimia asam atau basa kuat merupakan bahan yang sering menyebabkan terjadinya esofagitis korosif. Basa kuat (alkali) merupakan penyebab tersering (70%) diantaranya sodium hidroksi, pottasium hidroksi dan ammonium hidroksi. Basa kuat menyebabkan terjadinya nekrosis mencair (liquifactum necrosis). Penyebab esofagitis 20% nya adalah asam kuat yang bila tertelan akan menyebabkan nekrosis menggumpal (coagulation

Transcript of Esofagitis Korosif, Corrosive Lesions of Esophagus.docx

Page 1: Esofagitis Korosif, Corrosive Lesions of Esophagus.docx

Vincentius Baskhara Sunarno ( 112010101046 )

ESOFAGITIS KOROSIF

Definisi

Esofagitis Korosif ialah peradangan di esofagus yang disebabkan oleh luka bakar

karena zat kimia yang bersifat korosif misalnya asam kuat, basa kuat dan zat organik. Zat

kimia yang tertelan dapat bersifat toksik atau korosif. Zat kimia yang bersifat korosif akan

menimbulkan kerusakan pada saluran yang dilaluinya, sedangkan zat kimia yang bersifat

toksik hanya menimbulkan gejala keracunan bila telah diserap oleh darah.

Esofagitis korosif adalah kerusakan esofagus yang terdiri dari kerusakan epitel

mukosa saja sampai kerusakan seluruh dinding esofagus karena bahan kimia yang termakan

atau terminum.

Etiologi

            Bahan kimia asam atau basa kuat merupakan bahan yang sering menyebabkan

terjadinya esofagitis korosif. Basa kuat (alkali) merupakan penyebab tersering (70%)

diantaranya sodium hidroksi, pottasium hidroksi dan ammonium hidroksi. Basa kuat

menyebabkan terjadinya nekrosis mencair (liquifactum necrosis).

Penyebab esofagitis 20% nya adalah asam kuat yang bila tertelan akan menyebabkan

nekrosis menggumpal (coagulation necrosis). Bahan- bahan tersebut diantaranya

hidroklorida, sulfur, oksalat, dan asam nitrat.

Zat organik misalnya lisol dan karbol biasanya tidak menyebabkan kelainan yang

hebat, hanya terjadi edema di mukosa atau submukosa. Asam kuat menyebabkan kerusakan

pada lambung lebih berat dibandingkan dengan kerusakan di esofagus, sedangkan basa kuat

menimbulkan kerusakan di esofagus lebih berat dari pada lambung.

Epidemiologi

Angka kejadian esofagitis korosif tertelan asam kuat, basa kuat, cairan pemutih masih

jarang ditemukan maupun dilaporkan di Indonesia. Berbeda halnya di Afrika, di Nigeria

misalnya dilaporkan antara tahun 1986 s/d 1991 (5 tahun) 73 kasus striktur esofagus karena

bahan korosif, yang pada umumnya terjadi pada orang dewasa yang ingin bunuh diri. Anak di

bawah 5 tahun dilaporkan sering tertelan zat yang bersifat korosif akibat ketidaksengajaan

Page 2: Esofagitis Korosif, Corrosive Lesions of Esophagus.docx

dan kelalaian. Sedangkan pada remaja dan dewasa dilaporkan kasus cukup sering pada

remaja sebagai percobaan bunuh diri. Tidak ada perbedaan jenis kelamin dan ras yang

mempengaruhi terjadinya esofagitis korosif.

Patofisiologi

            Zat-zat korosif yang tertelan tersebut menyebabkan cedera akut serta kronis. Pada fase

akut, derajat dan perluasan lesi tegantung pada beberapa faktor diantaranya sifat zat-zat

kaustik, konsentrasinya, jumlah yang tertelan dan waktu kontak zat dengan jaringan. Asam

dan alkali mempengaruhi jaringan dengan cara yang berbeda. Alkali menguraikan jaringan

sehingga penetrasinya lebih dalam yang menyebabkan terjadinya nekrosis mencair

(liquifactum necrosis) secara histologik dinding esofagus  sampai lapisan otot seolah-olah

mencair. Asam menyebabkan nekrosis koagulasi yang membatasi penetrasinya, secara

histologik dinding esofagus sampai lapisan otot seolah-olah menggumpal.

Uji coba pada binatang memperlihatkan bahwa terdapat korelasi antara dalamnya lesi

dengan konsentrasi larutan sodium hidroksida. Sodium hidroksida 3,8 % yang kontak dengan

jaringan selama 10 detik, menyebabkan nekrosis mukosa dan submukosa tapi belum

mengenai lapisan otot, sedangkan konsentrasi 22,5 % mengakibatkan terjadinya penetrasi

seluruh dinding esofagus dan kedalaman jaringan periesofagus. Kekuatan kontraksi esofagus

bervariasi menurut area esofagus, yang melemah pada bagian otot halus-lurik (tengah

esofagus) sehingga pembersihan di daerah ini dapat lebih lambat dan zat kaustik dapat

melakukan kontak dengan mukosa lebih lama. Hal inilah yang menjelaskan mengapa

esofagus lebih sering terkena dan berpengaruh lebih berat di bagian ini daripada bagian yang

lebih bawah.

            Pada pemeriksaan histologis dapat memperlihatkan infiltrasi sel polimorfonuklear,

thrombosis pembuluh darah, jaringan granulasi invasi bakteri pada luka bakar derajat 2 dan 3,

jaringan fibrosa, deposisi kolagen, dan striktur dapat terbentuk.

            Lesi yang disebabkan oleh larutan alkali terjadi dalam 3 fase, yaitu fase nekrosis

akut,  fase ulserasi dan granulasi dan fase pembentukan jaringan parut. Fase nekrosis akut

berlangsung 1-4 hari setelah kontak. Selama periode ini, koagulasi protein-protein intraselular

menyebabkan nekrosis sel dan jaringan sekitarnya mengalami peradangan hebat. Fase

ulserasi dan granulasi di mulai 3-5 hari setelah kontak. Selama periode ini jaringan nekrosis

superfisial mengelupas, meninggalkan dasar berulkus yang mengalami peradangan akut serta

jaringan bergranulasi yang mengisi defek yang ditinggalkan oleh mukosa yang terlepas. Fase

ini berlangsung 10-12 hari dan pada periode ini esofagus berada dalam keadaan yang paling

Page 3: Esofagitis Korosif, Corrosive Lesions of Esophagus.docx

rentan. Fase yang terakhir adalah fase pembentukan jaringan parut (sikatrik) yang di mulai

pada minggu ke tiga setelah kontak dengan agen korosif. Jaringan parut yang terbentuk

sebelumnya mulai berkontraksi menyebabkan penyempitan esofagus. Terjadinya

perlengketan antara area-area granulasi menyebabkan terbentuknya striktur. Selama periode

inilah hendaknya dilakukan usaha untuk mengurangi pembentukan striktur.

Gambaran Klinis

            Keluhan dan gejala yang timbul akibat tertelan zat korosif tergntung pada jenis zat

korosif, konsentrasi zat korosif, jumlah zat korosif, lamanya kontak dengan dinding esofagus,

sengaja diminum atau tidak dan dimuntahkan atau tidak.

            Secara umum keluhan dan gejala yang dapat ditemukan diantaranya nyeri didalam

mulut dan regio substernal, hipersaliva, nyeri saat menelan, dan disfagia. Sedangkan demam

dan perdarahan dapat terjadi  serta sering diiringi dengan muntah.

Esofagitis korosif dibagi dalam 5 bentuk klinis berdasarkan beratnya luka bakar yang

ditemukan yaitu:

1. Esofagitis korosif tanpa ulserasi

            Pasien mengalami gangguan menelan yang ringan. Pada esofagoskopi tampak mukosa

hiperemis tanpa disertai ulserasi.

2. Esofagitis korosif dengan ulserasi ringan

            Pasien mengeluh disfagia ringan, pada esofagoskopi tampak ulkus yang tidak dalam

yang mengenai mukosa esofagus saja.

3. Esofagitis korosif ulserasif sedang

            Ulkus sudah mengenai lapisan otot. Biasanya ditemukan satu ulkus atau lebih

(multiple).

4. Esofagitis kororsif ulseratif berat tanpa komplikasi

            Terdapat pengelupasan mukosa serta nekrosis yang letaknya dalam, dan telah

mengenai seluruh lapisan esofagus. Keadaan ini jika dibiarkan akan menimbulkan striktur

esofagus.

5. Esofagitis korosif ulseratif berat dengan komplikasi

            Terdapat perforasi esofagus yang dapat menimbulkan mediastinitis dan peritonitis.

Kadang-kadang ditemukan tanda-tanda obstruksi jalan nafas atas dan gangguan

keseimbangan asam dan basa.

Page 4: Esofagitis Korosif, Corrosive Lesions of Esophagus.docx

Berdasarkan gejala klinis dan perjalanan penyakitnya esofagitis korosif dibagi dalam

3 fase yaitu akut, fase laten (intermediate) dan fase krronik (obstructive).

a.Fase Akut

            Keadaan ini berlangsung 1-3 hari. Pada pemeriksaan fisik ditemukan luka bakar di

daerah mulut, bibir, faring dan kadang-kadang disertai perdarahan. Gejala yang ditemukan

pada pasien adalah disfagia yang hebat, odinofagia serta suhu badan yang meningkat. Gejala

klinis akibat tertelan zat organik dapat berupa perasaan terbakar di saluran cerna bagian atas,

mual, muntah, erosi pada mukosa, kejang otot, kegagalan sirkulasi dan pernapasan.

b.Fase Laten (intermediate)

            Berlangsung selama 2-6 minggu. Pada fase ini keluhan pasien berkurang, suhu badan

menurun. Psien merasa ia telah sembuh, sudah dapat menelan dengan baik akan tetapi

prosesnya sebetulnya masih berjalan terus dengan membentuk jaringan parut (sikatriks).

c.Fase Kronis (obstructive)

            Setelah 1-3 tahun akan terjadi disfagia lagi oleh karena telah terbentuk jaringan parut,

sehingga terjadi striktur esofagus.

Diagnosis

             Diagnosis ditegakkan dari adanya riwayat tertelan zat korosif atau zat organik, gejala

klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan radiologik, pemeriksaan laboratorium dan

pemeriksaan esofagoskopi.

1. Anamnesis

Adanya riwayat tertelan zat korosif atau zat organik merupakan salah satu faktor

utama  ditegakkannya diagnosis esofagitis korosif. Keluhan dan gejala yang biasanya

dikeluhkan oleh penderita diantaranya nyeri didalam mulut dan regio substernal, hipersaliva,

nyeri saat menelan, dan disfagia. Sedangkan demam dan perdarahan dapat terjadi  serta

sering diiringi dengan muntah.

2. Pemeriksaan Fisik

            Pada pemeriksaan fisik tidak banyak yang ditemukan, kecuali kerusakan di mukosa

mulut berupa bercak keputihan, udema dan luka.

3. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Laboratorium

Page 5: Esofagitis Korosif, Corrosive Lesions of Esophagus.docx

            Peranan pemeriksaan laboratorium sangat sedikit, kecuali bila terdapat tanda-tanda

gangguan elektrolit, diperlukan pemeriksaan elektrolit darah.

b. Pemeriksaan Radiologi

-          Foto Thorax Postero-Anterior dan Lateral, untuk mendeteksi adanya mediastinitis atau

aspirasi pneumonia.

-          Esofagogram (rontgen esofagus dengan kontras barium), pemeriksaan esofagogram tidak

banyak menunjukkan kelainan pada stadium akut. Bila dicurigai adanya perforasi akut

esofagus atau lambung serta ruptur esofagus akibat trauma tindakan, esofagogram perlu

dibuat. Esofagogram perlu dilakukan setelah minggu kedua untuk melihat ada tidaknya

striktur esofagus dan dapat diulang setelah 2 bulan untuk evaluasi.

Striktur esofagus pada pemeriksaan

esofagogram

Tampak gambaran mediastinitis dengan pemeriksaan esofagogram

Page 6: Esofagitis Korosif, Corrosive Lesions of Esophagus.docx

c. Pemeriksaan Esofagoskopi

            Esofagoskopi diperlukan untuk melihat adanya luka bakar di esofagus. Pada

esofagoskopi akan tampak mukosa yang hiperemis, edema dan kadang-kadang ditemukan

ulkus. Esofagoskopi biasanya dilakukan pada hari ke tiga setelah kejadian atau bila luka

bakar di bibir, mulut dan faring sudah tenang. Berikut derajat esofagitis korosif yang dilihat

dari esofagoskopi:

Tabel 1. Derajat esofagitis korosif yang dilihat dengan esofagoskopi

Derajat Klinis

I Hiperemia mukosa dan udema

II Perdarahan terbatas, eksudat, ulserasi dan pseudomembran

III Pengelupasan mukosa, ulkus dalam dan perdarahan masif, obstruksi lumen

Esofagitis korosif

Ulserasi di daerah esofagus

Page 7: Esofagitis Korosif, Corrosive Lesions of Esophagus.docx

Perdarahan pada esofagus karena penggunaan alkohol yang lama

Ulkus dan erosi pada esofagus

Striktur pada distal esofagus

  

Penatalaksanaan

Terapi pada esofagitis korosif berusaha untuk mengatasi dampak cedera dini maupun

lanjutan. Terapi segera adalah dengan membatasi luka bakar dengan menelan zat penetralisir

dalam 1 jam pertama. Larutan alkali dapat dinetralkan dengan cuka, jus lemon, atau jeruk.

Sedangkan zat asam dapat dinetralkan dengan susu, putih telur, atau antasida. Zat-zat emetik

dikontraindikasikan karena vomitus dapat menambah kontak zat kaustik dengan esofagus dan

dapat berperan terjadinya perforasi jika terlalu kuat. Hipovolumia di koreksi dan diberikan

Page 8: Esofagitis Korosif, Corrosive Lesions of Esophagus.docx

antibiotikaa spektrum luas untuk mencegah komplikasi infeksius. Jika terdapat gangguan

keseimbangan elektrolit diberikan infus aminofusin 600 2 botol, glukosa 10% 2 botol, Nacl

0,9% + Kcl 5 Meq/liter 1 botol. Jika diperlukan, selang makan melalui jejunostomi dapat

dimasukkan untuk memberikan nutrisi. Pemberian makan melalui oral dapat dimulai saat

disfagia dari fase awal telah berkurang.

Untuk mencegah infeksi diberikan antibiotik selama 2-3 minggu atau 5 hari bebas

demam. Biasanya diberikan penisilin dosis tinggi 1 juta - 1,2 juta unit/hari. Pemberian

kortikosteroid untuk mengurangi inflamasi, edema, dan mencegah terjadinya pembentukan

fibrosis yang berlebihan. Kortikosteroid harus diberikan sejak hari ke pertama dengan dosis

200-300 mg sampai hari ke tiga. Setelah itu dosis diturunkan perlahan-lahan tiap 2 hari

(tapering off). Dosis yang dipertahankan (maintenance dose) adalah 2x50 mg/hari. Analgetik

diberikan untuk mengurangi rasa nyeri. Morfin dapat diberikan, jika pasien merasa sangat

kesakitan.

Perluasan nekrosis di esofagus sering memicu perforasi dan paling baik jika dilakukan

reseksi. Jika terdapat perluasan yang melibatkan gaster, esofagus hampir selalu mengalami

nekrosis atau mengalami luka bakar berat sehingga diperlukan gastrektomi total serta

esofagektomi sub total. Adanya udara di dinding esofagus merupakan tanda nekrosis otot dan

perkiraan terjadinya perforasi sehingga perlu dilakukan esofagektomi. Penggunaan stent

esofagus intraluminal dapat dilakukan pada pasien yang saat di operasi tidak terdapat bukti

perluasan nekrosis esofagogastrika. Pada pasien seperti ini, biopsi dinding gaster posterior

hendaknya dilakukan untuk menyingkirkan cedera tersembunyi. Apabila secara histologis

diragukan, dilakukan pemeriksaan kedua setelah 36 jam. Jika stent dimasukkan, posisi stent

tetap dipertahankan selama 21 hari dan di lepas setelah diyakinkan dengan esofagogram

barium. Esofagoskopi hendaknya dilakukan dan jika terdapat striktur, segera dilakukan

dilatasi.

Pemeriksaan esofagoskopi tidak boleh dipaksa bila terdapat ulkus karena ditakutkan

terjadi perforasi. Pada keadaan demikian sebaiknya dipasang pipa hidung lambung (pipa naso

gaster) dengan hati-hati dan terus menerus selama 6 minggu. Setelah 6 minggu esofagoskopi

di ulang kembali. Pada fase kronik biasanya sudah terdapat striktur esofagus. Untuk ini

dilakukan dilatasi dengan bantuan esofagoskop. Dilatasi dilakukan sekali seminggu, bila

keadaan pasien lebih baik dilakukan sekali 2 minggu. Setelah sebulan, sekali 3 bulan dan

demikian seterusnya sampai pasien dapat menelan makanan biasa. Jika selama 3 kali dilatasi

hasilnya kurang memuaskan sebaiknya dilakukan reseksi esofagus dan dibuat anastomosis

ujung ke ujung.

Page 9: Esofagitis Korosif, Corrosive Lesions of Esophagus.docx

Setelah fase akut dilewati, lakukan pencegahan dan penatalaksanaan striktur. Dilatasi

antegrade dengaan bougi Hurst atau maloney dan dilatasi retrograde dengan bougie Tucker

telah memberikan hasil yang memuaskan. Pengalaman dengan dilatasi dini yang dimulai saat

fase akut pada 1079 paien memberikan hasil yang sempurna pada 78%, baik pada 13%, dan

buruk pada 2%, dan 55 pasien meninggal saat terapi. Sebagai perbandingan, pengalaman

dengan 333 pasien yang strikturnya dilatasi menunjukkan bahwa hanya 21% yang

mempunyai hasil sempurna, 46% baik, 6% buruk, dan 3 meninggal saat proses korosif

berlangsung. Lumen yang kuat hendaknya dicapai kembali dalam waktu 6 bulan hingga 1

tahun. Bila selama perjalanan terapi, lumen yang adekuat tidak dapat dicapai atau

dipertahankan, harus digunakan bougie yang lebih kecil, intervensi operatif diindikasikan bila

terdapat  :

1. Stenosis total dimana semua tindakan di atas telah gagal untuk membentuk lumen

2. Irregulitas yang berarti dan pembentukan striktur pada pemeriksaan barium

3. Pembentukan reaksi periesofageal yang berat atau mediastinitis

4. Terdapat fistula

5. Ketidakmampuan berdilatasi

6. Pasien yang tidak mampu atau tidak mau menjalani perpanjangan periode dilatasi.

Operasi rekonstruksi dan reseksi perlu dilakukan bila terdapat fistel stenosis total,

stenosis tidak teratur pada beberapa tempat atau dilatasi tidak dapat dilakukan tanpa

komplikasi perforasi. Saat ini, lambung, jejunum, dan kolon merupakan organ yang

digunakan untuk mengganti esofagus melalui rute mediastinum posterior maupun rute

retrosternal. Rute retrosternal dipilih ketika terdapat riwayat esofagektomi sebelumnya atau

bila terdapat fibrosis yang luas di mediastinum posterior. Ketika semua faktor telah

dipertimbangkan, pilihan lain sebagai pengganti esofagus adalah kolon, lambung , ataupun

jejunum. Graft jejunum bebas berdasarkan arteri tiroid superior telah memberikan hasil yang

sempurna. Metode yang dipilih harus dipertimbangkan, kesalahan dalam memutuskan

tindakan dan teknik operasi dapat menyebabkan komplikasi serius bahkan fatal. 1,7

Hal yang penting dalam merencanakan operasi adalah pemilihan lokasi anastomosis

proksimal, apakah esofagus servikal, sinus piriformis, atau faring posterior. Lokasi

anastomosis tergantung pada perluasan faring dan kerusakan esofagus servikal yang

ditemukan. Pada saat esofagus servikal hancur dan sinus piriformis tetap terbuka,

anastomosis dapat dilakukan di hipofaring. Ketika sinus piriformis benar-benar mengalami

stenosis, digunakan pendekatan transglotika untuk melakukan anastomosis terhadap dinding

orofaring posterior. Dapat dilakukan eksisi striktura supraglotika dan elevasi serta pemiringan

Page 10: Esofagitis Korosif, Corrosive Lesions of Esophagus.docx

laring ke anterior. Pada kedua keadaan ini pasien harus belajar menelan kembali,

penyembuhannya yang lama serta membutuhkan beberapa kali dilatasi dengan endoskopi dan

sering dilakukan operasi ulang.

Penatalaksanaan bypass esofagus yang rusak setelah terjadinya cedera masih

menimbulkan masalah. Bila esofagus masih dipertahankan untk menghindari rusaknya nervus

vagus, harus dipertimbangkan pembentukan ulserasi dari refluks gastroesofageal atau

pembentukan karsinoma. Namun, meninggalkan esofagus yang rusak ditempatnya dapat

menyebabkan obstruksi multiple dan selanjutnya pembentukan abses mediastinum bertahun-

tahun kemudian. Pada umumnya sebagian besar ahli bedah menyarankan esofagus hendaknya

diangkat kecuali terdapat resiko operatif yang cukup tinggi.

Penggunaan segmen kolon untuk mengganti fungsi esofagus yang mengalami striktur

akibat zat korosif memberikan hasil yang baik. Penderita dapat menelan makanan secara

normal dan dapat melakukan pekerjaan sehari-hari secara normal dalam waktu yang tidak

terlalu lama.  Penggunaan transposisi kolon merupakan salah satu pilihan pembedahan untuk

mengganti fungsi esofagus akibat striktur esofagus yang tidak membaik secara konservatif.