Esm 07 bab vi. mobilitas penduduk

43
Tujuan Instruksional Umum (TIU): Setelah menyelesaikan mata kuliah Ekonomi Sumber Daya Manusia (pada akhir semester), mahasiswa program studi Sosial Ekonomi Perikanan/ Agrobisnis Perikanan semester VII akan dapat memahami permasalahan dan solusi dalam pengelolaan sumber daya manusia di pasar tenaga kerja serta berbagai dinamika ketenagakerjaan. BAB VI. MOBILITAS PENDUDUK A. Perkembangan Pemikiran Migrasi Penduduk Para ekonom mulai dari Lewis (1954), kemudian di lanjutkan oleh Fei dan Ranis yang kemudian di kenal sebagai teori LFR (Lewis-Fei-Rannis) menyatakan bahwa perpindahan penduduk pada dasarnya terjadi karena adanya perbedaan antar sektor kota yang modern dan sektor desa yang tradisional. Demikian pula Todaro (1970) yang mengemukakan bahwa seseorang akan pindah Mobilitas Penduduk Tujuan Instruksional Khusus (TIK): Setelah mengikuti kuliah ini, mahasiswa akan dapat memahami mengenai konsep mobilitas penduduk, perubahan sosial budaya akibat mobilitas penduduk, perkembangan mobilitas penduduk, masalah transmigrasi dan urbanisasi.

description

 

Transcript of Esm 07 bab vi. mobilitas penduduk

Tujuan Instruksional Umum (TIU): Setelah menyelesaikan mata kuliah Ekonomi Sumber Daya Manusia (pada akhir semester), mahasiswa program studi Sosial Ekonomi Perikanan/ Agrobisnis Perikanan semester VII akan dapat memahami permasalahan dan solusi dalam pengelolaan sumber daya manusia di pasar tenaga kerja serta berbagai dinamika ketenagakerjaan.

BAB VI. MOBILITAS PENDUDUK

A. Perkembangan Pemikiran Migrasi Penduduk

Para ekonom mulai dari Lewis (1954), kemudian di lanjutkan oleh Fei dan

Ranis yang kemudian di kenal sebagai teori LFR (Lewis-Fei-Rannis) menyatakan

bahwa perpindahan penduduk pada dasarnya terjadi karena adanya perbedaan

antar sektor kota yang modern dan sektor desa yang tradisional. Demikian pula

Todaro (1970) yang mengemukakan bahwa seseorang akan pindah dari desa ke

kota karena mengharapkan pendapatan yang lebih tinggi. Perbedaan pendapatan

antara daerah pedesaan dan perkotaan inilah yang menyebabkan terjadinya

mobilitas penduduk dari daerah pedesaan ke perkotaan.

Pendapat para ekonom tersebut mendapat kritikan dari kalangan ekonomi

dan sosiolog. Studi yang dilakukan oleh Naim (1974) yang mengemukakan

Mobilitas Penduduk

Tujuan Instruksional Khusus (TIK): Setelah mengikuti kuliah ini, mahasiswa akan dapat memahami mengenai konsep mobilitas penduduk, perubahan sosial budaya akibat mobilitas penduduk, perkembangan mobilitas penduduk, masalah transmigrasi dan urbanisasi.

75

bahwa kecenderungan suku Minangkabau untuk bermigrasi karena telah menjadi

kebiasaan dan melembaganya sistem sosial suku bangsa tersebut. Namun

pendapat Naim ini juga mendapat kritikan, bahwa terjadinya kebiasaan dan

kelembagaan sistem sosial yang berbentuk itu tetap berakar pada masalah

ekonomi.

Berdasarkan beberapa studi di atas dapat dikemukakan bahwa faktor

ekonomi dan non ekonomi merupakan faktor –faktor yang mempengaruhi

perpindahan penduduk. Meskipun demikian alasan ekonomi merupakan alasan

yang paling banyak diungkapkan. Revenstein (1889) mengemukakan bahwa

undang-undang yang tidak baik, pajak yang tinggi, iklim yang tidak

menguntungkan dan lingkungan masyarakat yang tidak menyenangkan dari dulu

sampai sekarang merupakan faktor-faktor yang menimbulkan arus migrasi, namun

tidak satupun dari arus-arus itu volumenya dapat dibandingkan dengan volume

arus migran yang didorong oleh keinginan untuk memperbaiki kehidupan dalam

bidang materil. Oleh karena itu tidak mengherankan apabila faktor-faktor

ekonomi merupakan faktor utama yang mempengaruhi perpindahan penduduk.

Hasil penelitian Suharso (1978) memperkuat pendapat adanya kaitan

antara migrasi dengan aspek ekonomi. Dikatakannya bahwa sebagian besar

migran yang meninggalkan desa tidak memiliki tanah dan pekerjaan tetap karena

itu tujuannya ke kota adalah untuk mendapatkan pekerjaan.

Kondisi desa dengan sempitnya lapangan pekerjaan dan lahan pertanian di

satu sisi dan di sisi lain kehidupan kota yang serba modern dengan tersedianya

sarana dan prasarana umum serta propaganda dari berbagai mass media

menjadikan daya tarik meningkatnya migrasi desa-kota. Saefulloh (1982) melihat

Mobilitas Penduduk

76

faktor yang demikian merupakan sarana “ modernisasi pedesaan” yang

menghubungkan kehidupan desa yang tradisional dengan kehidupan modern

perkotaan.

Jarak menurut pengikut kaum klasik bertindak sebagai faktor penghalang

antara, di mana semakin jauh jarak akan menyebabkan semakin sedikit volume

arus migrasi (Revenstein, 1885 dan Lee, 1966). Jarak dalam hal ini mencakup

variabel-variabel terukur dan tidak terukur seperti : kerugian yang berkaitan

dengan migrasi terhadap pengeluaran-pengeluaran transportasi langsung, biaya-

biaya psikis dan informasi yang semakin berkurang dengan semakin jauhnya

jarak.

Pada tahun 1966, Lowry dalam sintesisnya mengemukakan bahwa migrasi

sebagai interaksi sosial merupakan suatu kekuatan tarik-menarik antara jumlah

penduduk daerah asal dan jumlah penduduk daerah tujuan yang dihubungkan oleh

jarak. Sintesis yang berdasarkan kepada analisis ilmu (hukum) alam yang

dikembangkan oleh Newton ini dikenal sebagai model gravitasi (gravity model),

yaitu suatu model yang sering digunakan untuk memperkirakan pola dan trend

migrasi untuk arus migrasi yang besar. Logika dari model gravitasi ini berlaku

atas dasar prinsip probabilitas yang sering dijumpai pada teori statistik, di mana

kemungkinan perpindahan penduduk ditentukan oleh jumlah penduduk daerah

asal, jumlah penduduk daerah tujuan dan jarak yang menghubungkan kedua

daerah tersebut.

Sebetulnya sintesis Lowry ini menurut Mueller berasal dari teori ekonomi

yang dikembangkan oleh kaum klasik. Pendapatnya mengemukakan bahwa

perbedaan keuntungan ekonomi netto, terutama perbedaan upah merupakan faktor

Ekonomi Sumberdaya Manusia

77

utama yang menyebabkan migrasi. Dan perubahan distribusi regional terhadap

permintaan tenaga kerja terjadi melalui perbedaan tingkat upah antar daerah.

Kedua hal ini akan menyebabkan terjadinya persaingan dalam pasar tenaga kerja.

Oleh karena itu, migrasi dapat merupakan suatu kekuatan penyeimbang yang

menentukan penawaran tenaga kerja antar daerah, sehingga perbedaan upah akan

menjadi seimbang.

Periode analisis Keynes (1936) menurut Mueller juga menggunakan

pendekatan yang sama untuk mencapai keseimbangan. Perubahan distribusi

regional mengenai permintaan tenaga kerja akan menghasilkan perbedaan

regional dalam tenaga kerja. Sebagai jawaban terhadap keadaan tersebut menurut

Keynes akan muncul kesempatan kerja. Migrasi menurut analisis Keynes

mengambil peranan di antara daerah tersebut sampai terjadi keseimbangan baru,

di mana semua tenaga kerja tersebut sama pada tiap-tiap daerah.

Dengan demikian, berdasarkan pandangan kaum klasik migrasi merupakan

jawaban terhadap perbedaan tingkat upah antar daerah, sedangkan menurut

pandangan Keynes migrasi terjadi kerena adanya lowongan kesempatan kerja.

Kedua hal ini merupakan mekanisme penting yang dapat menghilangkan

ketimpangan pendapatan regional per kapita antar daerah. Selanjutnya, Mueller

menyimpulkan bahwa migrasi adalah sebagai penghubung antara pertumbuhan

penduduk dan pertumbuhan ekonomi antar daerah.

Todaro (1969) dalam tulisannya mengenai perbedaan pendapatan yang

diharapkan antara daerah pedesaan dan daerah perkotaan mengajukan hipotesis

bahwa yang mendorong orang untuk pindah adalah perbedaan aliran pendapatan

antara tempat asal dan tempat tujuan. Pendapat Todaro yang bertitik tolak dari

Mobilitas Penduduk

78

teori Lewis-Fei-Ranis (LFR) ini diterima secara luas sebagai model yang sesuai

untuk negara-negara berkembang yang memiliki kelebihan tenaga kerja.

Salah satu implikasi yang ditarik dari hipotesis Todaro tersebut adalah

bahwa migrasi terjadi karena didorong oleh pertimbangan ekonomis. Sedangkan

pertimbangan-pertimbangan non ekonomis lainnya diturunkan menjadi

pertimbangan yang tidak pokok. Hal ini di dukung oleh beberapa penelitian yang

dilakukan setelah itu, demikian pula penelitian-penelitian yang dilakukan oleh

peneliti-peneliti lainnya.

Dari uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat empat

karakteristik dalam migrasi desa-kota menurut versi Todaro, yaitu :

1) Migrasi terutama sekali dirangsang oleh pertimbangan-pertimbangan

ekonomi yang rasional yang mencakup biaya dan keuntungan baik dari

segi finansial maupun psikologis.

2) Keputusan untuk melakukan migrasi tergantung kepada perbedaan tingkat

upah nyata antara pedesaan dan perkotaan.

3) Kemungkinan untuk memperoleh pekerjaan diperkotaan berhubungan

terbalik dengan tingkat pengangguran diperkotaan.

4) Tingginya tingkat pengangguran diperkotaan merupakan suatu fenomena

yang tidak bisa dihindari, terutama pada negara-negara yang memiliki

kelebihan tenaga kerja.

Hubungan migrasi pedesaan-perkotaan dengan pertumbuhan ekonomi

menurut Harris Todaro terjadi karena pekerja membandingkan pendapatan yang

diharapkan bila bekerja disektor industri (perkotaan) dengan upah bekerja disektor

pertanian (pedesaan). Mengingat tingkat upah (dalam jangka panjang) diperkotaan

Ekonomi Sumberdaya Manusia

79

lebih besar daripada tingkat upah pedesaan, maka terjadi perpindahan penduduk

dari pedesaan keperkotaan. Semakin banyak penduduk yang pindah dari pedesaan

ke perkotaan akam menimbulkan industri-industri baru. Industrialisasi ini akan

meningkatkan out put per kapita, sehingga pada gilirannya akan meningkatkan

pertumbuhan ekonomi.

Studi tentang faktor-faktor yang menpengaruhi perpindahan penduduk di

Indonesia dewasa ini lebih banyak memberikan tekenan kepada usaha-usaha

untuk mencari faktor penarik dan faktor pendorong (push and pull factors)

terjadinya migrasi. Sedikit sekali dari studi-studi tersebut yang mengkaji tentang

motivasi atau pengambilan keputusan seorang individu untuk pindah berdasarkan

karakteristik individu itu sendiri, lingkungan rumah tangga dan lingkungan daerah

dimana individu itu berada.

Migrasi di Indonesi dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti tingkat

pengangguran, tingkat upah, jarak, proporsi penduduk, daerah perkotaan dan lain-

lain. Disimpulkan bahwa tingkat upah riil, jarak dan proporsi penduduk daerah

perkotaan merupakan faktor-faktor yag dominan pengaruhnya terhadap migrasi

keluar, sedangkan migrasi masuk terutama di pengaruhi oleh tingkat

pengangguran, jarak dan proporsi penduduk daerah perkotaan.

B. Konsep Mobilitas dan Migrasi Penduduk

Mobilitas penduduk adalah gerak (movement) penduduk yang melewati

batas wilayah dan dalam periode waktu tertentu. Batas wiilayah tersebut

umumnya digunakan batas administrasi sepertii batas provinsi, kabupaten,

kecamatan dan kelurahan atau desa.

Mobilitas Penduduk

80

Berdasaarkan pengertian di atas, maka seseorang dapat disebut sebagai

migran apabila orang tersebut melewati batas wilayah tertentu baik dengan

maksud untuk menetap atau tinggal secara terus-menerus selam enam bulan atau

lebih atau mereka yang hanya melakukan perjalanan ulang alik. Keadaan tersebut

sesuai dengan apa yang sudah terjadi di negara-negara maju yang sebagian

penduduknya bertempat tinggal di daerah perkotaan.

Di Indonesi konsep migrasi masih menggunakan konsep internal

migration sebagaimana yang disarankan oleh PBB (United Nations, 1971) dan

ini tercermin dalam pertanyaan yang digunalan dalam sensus penduduk tahun

1971,1980, dan 1990 yang kemudian disempurnakan pada sensus penduduk tahun

2000. tetapi angka migrasi ini tidak sepenuhnya mencerminkan mobilitas yang

terjadi sebelum penduduk yag bersangkutan tinggal di provinsi yang sekarang.

Sedangkan konsep diferensial dalam migrasi menunjukkan perbedaan

karakteristik antara migran dan nono migran di daerah tujuan (United nations,

1971).

Pada dasarnya mobilitas penduduk adalah pergerakan penduduk secara

geografis. Terdapat dua kategori mobilitas yaitu, mobilitas permanen dan nono

permanene. Perbedaannya terletak pada tujuan pergerakan tersebut. Jika seorang

migran bertujuan untuk pindah tempat tinggal secara tetap, maka migran tersebut

di kategorikan sebagai migran permanen. Sebaliknya jika tidak mempunyai tujuan

pindah tempat tinggal, migran tersebut dinamakan migran non permanen, seperti

mobilitas sirkuler dan mobilitas ulang alik.

Dalam sensus penduduk di Indonesia, secara operasional seseorang dapat

dikategorikan sebagai seorang migran, apabia yang bersangkutan melewati batas

Ekonomi Sumberdaya Manusia

81

wilayah provinsi dan lamanya tinggal di provinsi tujuan minimum enam bulan

dengan konsep de jure. Namun demikian seseorang yang pada saat dicatat

tinggal di suatu tempat kurang dari enam bulan namunbermaksud tinggal secara

menetap, atau pada saat dicacah tidak ada di tempat tapi kurang dari enam bulan,

orang tersebut akan dianggap penduduk di tempat pencacahan tersebut.

Dalam pandangan Ravanstein (1885), migrasi (proses mobilitas penduduk)

ini terjadi secara spasial dan relatif permanen. Akan tetapi ia berpandangan bahwa

dalam situasi ekonomi yang terus berkembang dan disertai dengan meningkatnya

sarana dan prasaarana transportasi yang semakin baik, arus mobilitas cenderung

menunjukkan gerak yang sifatnya berulang-ulang. Sifat berulang ini dapat terjadi

dalam limit waktu yang pendek sekali, misalnya dalan jangka waktu satu hari.

Mobilitas semacam ini banyak terjadi antara daerah kota yang pekerja-pekerjanya

berulang alik dari tempat tinggal ke tempat kerjanya (biasanya pagi berangkat ke

tempat kerja dan sore kembali ke rumah) yang dilakukan secara terus-menerus.

Menurut Mantra dan Sunarto (1988), mobilitas semacam ini disebut

sebagai mobilitas pulang pergi (commuting). Pergerakan penduduk yang

demikian ditentukan oleh beberapa faktor lain selain faktor ekonomi, seperti

faktor jarak, biaya dan informasi yang diperoleh. Faktor jarak dan biaya dapat

dilihat dalam satu kesatuan karena dengan kemajuan di bidang transportasi, maka

jarak sudah merupakan fungsi dari uang dan biaya.

Jarak tetap merupakan faktor penting dalam penentuan arah, setidak-

tidaknya dalam penentuan bentuk mobilitas yang akan di ambil penduduk. Kota

atau daerah tujuan yang berjarak jauh dengan daerah asal, cenderung

menghasilkan mobilitas yang permanen. Sedangkan yang berjarak sedang

Mobilitas Penduduk

82

menghasilkan mobilitas yang sirkuler, dan yang berjarak cukup dekat dilakukan

dengan ulang alik (commuting).

Salah satu studi mengenai migrasi di Indonesia menunjukkan bahwa

setelah bermigrasi, terjadi pergeseran jenis pekerjaan yang semula terkonsentrasi

pada sektor pertanian menjadi terpencar ke banyak sektor lain. Kondisi ini

tercipta sebagai akibat dari ekspedisi ekonomi di sektor industri dan jasa-jasa yang

umumnya terpusat di daerah perkotaan. Sebagai akibatnya, pengaruh migrasi

terhadap proses urbanisasi menjadi makin dominan. Daerah-daerah yang ekspansi

ekonominya lebih menonjol di sektor non pertanian atau daerah-daerah yang

mempunyai keunggulan ekonomi, pada umumnya mempunyai tingkat migrasi

netto yang positif, dan proses urbanisasinya berjalan lebih cepat daripada daerah

lain yang migrasi nettonya negatif. Dalam lingkup migrasi antar daerah, sebagian

besar disebabkan oleh perbedaan peluang ekonomi antar daerah, sehingga orang

berpindah dari daerah yang kurang memiliki keunggulan ekonomi.

Dengan demikian, faktor ekonomi umumnya dianggap sebagai alasan

paling utama. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa dampak positif

keuntungan ekonomi jauh lebih besar daripada dampak negatifnya. Aspek-aspek

yang diukur berupa pendapatan yang dibawa atau dikirim ke daerah asal atau yang

disebut remitan (Curson, 1981). Perbedaan dalam karakteristik individu antara

migran dan non migran juga turut mempengaruhi keputusan bermigrasi.

Perbedaan yang cukup jelas sebagaiman dikemukakan oleh Mantra dan Sunarto

(1988) adalah pada karakteristik kawin dan tingkat pendidikan. Persentase

migran yang berstatus kawin ternyata lebih tinggi daripada non migran.

Ekonomi Sumberdaya Manusia

83

Perbedaan lain bisa juga dilihat dari struktur jenis pekerjaan mereka.

Konsentrasi jenis pekerjaan non migaran adalah di sektor non pertanian,

sedangkan pekerjaan migran (yang umumnya petani) mulai menyebar ke sektor

lain di luar pertanian. Artinya, kalau semula berstatus selaku petani, maka setelah

pindah di daerah tujuan, mereka tidak lagi menginginkan jenis pekerjaan itu lagi,

kecuali mereka yang pindah melalui program transmigrasi.

C. Mobilitas Penduduk dan Perubahan Sosial Budaya

Mobilitas penduduk merupakan salah satu usaha manusia dalam

memenuhi kebutuhan hidupnya, yaitu pertama melalui usaha manusia

/penduduk mencari sesuatu yang baru dikenal atau dengan istilah innovative

migration. Kedua, melalui usaha mempertahankan yang dimiliki atau

conservative migration (pryor, 1975). Target dari usaha tersebut adalah

mendapatkan pekerjaan di daerah tujuan, atau memperoleh akses untuk menikmati

hidup yang lebih baik.

Memang diakui bahwa mobilitas penduduk itu sendiri dapat

mendatangkan perubahan sosial baik di daerah asal maupun daerah tujuan. Dalam

proses mobilitas terjadi kontak dengan lingkungan yang lain, yang memungkinkan

adanya transfer of knowledge dan values pada migran. Migran yang telah

tersentuh atau dipengaruhi oleh lingkungan yang lain seringkali menjadi pelaku

perubahan. Mereka membawa berbagai pengatahuan dan nilai-nilai baru ke

tempat tujuan sehingga mendorong perubahan sosial. Khusus untuk daerah

tujuan, remittan seringkali merupakan sarana pokok untuk melakukan perubahan

sosial.

Mobilitas Penduduk

84

Mobilitas secara tidak langsung, cepat atau lambat, dapat membawa

dampak lanjutan yang cukup luas pada tingkat individu, daerah maupun nasional.

Dalam hal perpindahan dari daerah yang padat ke yang jarang penduduknya,

terjadi dua kemungkinan. Pertama, bila yang pindah dari daerah yang padat ke

daerah yang masih jarang adalah migran yang memiliki kualitas (sumber daya

manusia) tinggi maka dalam hal ini akan terjadi apa yang disebut dengan dispersi

penduduk dan pembangunan. Dalam konteks ini, perpindahan penduduk dari

daerah padat ke daerah yang masih jarang penduduknya bukan hanya usaha

penyebaran penduduk saja, tetapi juga pembangunan. Migran yang pindah dapat

mengurangi beban pembangunan pada daerah asal yang padat, dan sekaligus dapat

melakukan perubahan sosial ekonomi pada daerah tujuan.

Kemungkinan kedua, yang pindah dari daerah yang padat ke daerah yang

masih jarang penduduknya adalah mereka yang berkualitas rendah. Dalam hal ini

memang terjadi dispersi penduduk tapi bukan dispersi pembangunan atau kegiatan

sosial ekonomi. Perpindahan tersebut justru mendatangkan polarisasi

pembanguanan pada daerah asal.

Perpindahan penduduk dari daerah yang masih jarang ke daerah yang

padat penduduknya berkenaan dengan kemungkinan ketiga dan keempat.

Kemungkinan Ketiga berkaitan dengan perpindahan migran yang berkualitas

tinggi sehingga terjadi polrisasi penduduk sekaligus polarisasi pembangunan pada

daerah tujuan yang sudah padat penduduknya. Mereka yang pindah tersebut ikut

memberikan sumbangan terhadap peningkatan konsentrasi penduduk, juga

meningkatkan konsentrasi pembangunan di daerah tujuan yang telah padat

penduduknya.

Ekonomi Sumberdaya Manusia

85

Kemungkinan keempat berkenaan dengan perpindahan dari migran yang

berkualitas rendah. Dalam hal ini di daerah tujaun yang sudah padat akan terjadi

penambahan konsentrasi penduduk atau polarisasi penduduk. Oleh karena yang

pindah adalah mereka yang berkualitas rendah, maka yang timbul adalah dispersi

pembangunan.

Di beberapa daerah di Indonesia menunjukkan bahwa para migran yan

datang ke provinsi lain atau daerah perkotaan kurang memiliki rasa hormat kepada

budaya lokal. Kemudian kurang toleran dan tenggang rasa serat kurang berusaha

hidup rukun dengan penduduk lokal. Apalagi, kalau penduduk lokal juga memiliki

ethnosentrisme yang tinggi. Mereka yang berusaha mempertahankan dan

memperkuat identitas mereka dan menciptakan situasi yang memperburuk

hubungan dengan etnis pendatang.

Disamping itu, para migran yang mengalami perubahan pada cara atau

pola hidup. Migran yang tinggal di kota banyak melakukan pembaharuan setelah

kembali ke desanya (Saefulloh,1995). Pemikiran-pemikiran maju yang dibawa

dari kota sering dipertentangkan dengan pemikiran-pemikiran tradisional,

sehingga masyarakat desa secara perlahan-lahan memiliki orientasi nilai berupa

bentuk rumah, pengaturan rumah, pola makan dan cara makan, cara berpakaian

yang terdapat di kota seringkali cepat dikenal di desa.

Perubahan sosial budaya dapat juga terwujud dalam berbagai bentuk

inovasi dan orientasi nilai-nilai globalisasi. Daerah-daerah tujuan yang telah

modern dapat menulari nilai-nilai globalisasi langsung kepada para migran, yang

selanjutkan akan ditularkan ke daerah asalnya. Nilai menghemat, individualistis,

orientasi ke masa depan, saklek, terus terang dan sebagainya yang tidak sesuai

Mobilitas Penduduk

86

dengan nilai-nilai tradisional di desa mungkin akan mendominasi atau

mempengaruhi sikap dan tingkah laku para migran.

Mobilitas penduduk juga dapat membawa implikasi sosial budaya yang

spesifik apabila terjadi pertemuan antar migran dengan karakteristik demografis

yang sama. Pertemuan antar migran usia muda dapat mendatangkan berbagai

perubahan dalam lembaga masyarakat seperti munculnya berbagai bentuk

perkumpulan pemuda, seperti arisan, olahraga dan kesenian.

Pada daerah asal juga terjadi perubahan sosial budaya. Hasil studi empiris

menunjukkan bahwa hubungan sosial tetap dijaga dengan keluarga di daerah asal.

Selama berada di daerah tujuan para migran wanita tetap akrab dengan sesama

migran dan terhadap masyarakat sekitarnya (Suprapti, 1990). Di beberapa daerah

asal muncul gejala positif seperti pengiriman remittan yang dapat digunakan

untuk memenuhi berbagai kebutuhan keluarga, tetapi ada juga yang bersifat

negatif seperti perceraian, ketidakstabilan perkawinan, dan lain sebagainya.

Dampak lain yang cukup mencolok di daerah perkotaan atau tujuan

migran adalah munculnya kelompok-kelompok yang berasal dari daerah yang

sama. Mereka secara berkelompok berkomunikasi dalam bahasa yang sama,

memiliki kelompok solidaritas yang tinggi, dan saling tolong-menolong

(Soemardjan, 1988).

D. Perkembangan Mobilitas Penduduk

Selama satu dekade terakhir setelah Indonesia lebih terbuka dalam

menerima masuknya modal asing dalam negeri, banyak migran pekerja masuk ke

Indonesia dari negara-negara tetangga dan sebaliknya. Meskipun pengaruh

migrasi yang masuk dan keluar dari dan ke Indonesia sampai saaat ini belum

Ekonomi Sumberdaya Manusia

87

banyak mempengaruhi besar kecilnya dinamika penduduk di negara secara total,

namun di masa-masa mendatang di perkirakan fenomena ini akan memiliki

pengaruh yang signifikan seiring dengan pengaruh perekonomian di Indonesia

dan negara- negara tetangganya.

Keberhasilan negara-negara industri baru di Asia Timur di bidang

pertanian menyebabkan terjadinya transisi mobilitas yang berlangsung dalam

tempo yang relatif singkat. Transisi mobilitas itu meliputi turunnya migrasi netto

sevara absolut dari negara-negara tersebut segera setelah terjadinya full

employment.

Jepang merupakan contoh klasik. Negara ini merupakan pengirim migran

pekerja keluar negri pada separuh abad terakhir sampai dengan sepuluh tahun

setelah selesainya perang dunia kedua. Tetapi kemudian, setelah mereka mencapai

full employment pada pertengahan tahun 1960-an, tekanan migrasi keluar negri

mulai berkurang, dan kini menjadi pengimpor tenaga kerja dari luar negri.

Pengalaman-pengalaman tersebut memberi kesan bahwa negara-negara

yang sebelumnya sebagai pengirim migran pekerja keluar negeri, tidak dapat di

hindari akan mencapai titik balik menjadi negara pengimpor migran pekerja dari

negara lain segera begitu negara tersebut telah melalui satu proses pembangunan

ekonomi yang di tandai dengan terjadinya full employment.

Berbagai kegiatan dari pengalaman-pengalaman migrasi di beberapa

negara, mungkin dapat di jelaskan melalui model transisi migrasinya Field (1994).

Ia mengembangkan suatu kerangka analisis untuk satu pilihan melakukan migrasi.

Migrasi netto merupkan fungsi dari upah riil, kesempatan kerja, dan daya tarik

yang tidak terukur secara moneter di negara-negara penerima dan pengirim.

Mobilitas Penduduk

88

Menurutnya, suatu negara akan mengalami migrasi keluar yang lebih besar bila

terdapat ekspektasi yang lebih baik secara ekonomis dan non-ekonomis di luar

negrinya..

Ekspensi ini tercermin dalam pembangunan suatu negara yang dapat

menawarkan lebih banyak kesempatan keerja bagi negaranya. Pembangunan

ekonomi di negara itu menjadi lebih menarik bagi pencari kerja dari luar karena

banyak perusahaan-perusahaan dari luar negeri memindahkan produksinya ke

negara tersebut meski menggunakan lebih banyak teknologi yang bersifat labor-

saving.

E. Urbanisasi

Pengertian urbanisasi secara sempit adalah proporsi jumlah penduduk

yang tinggal di sekitar wilayah perkotaaan, disertai terjadinya trasnformsai

perubahan kehidupan dari corak sosial ekonomi pedesaan (agraris) ke corak sosial

perkotaan yaitu industri dan jasa.

Urbanisasi dan perkembangan kota sangat di pengaruhi oleh perkembnag

ekonomi. Kegiatan ekonomi primer dan sekunder, seperti manufaktur dan jasa-

jasa cenderung berlokasi di kota-kota besar. Hal tersebut disebabkan oleh

urbanization economies yang secara sederhana dapat di artikan suatu faktor yang

mendorong suatu kegiatan usaha untuk berlokasi di kota-kota besar sebagai

konsentrasi penduduk dan sarana kota, baik sebagai potensi konsumen maupun

sumber tengan kerja, sehingga memungkinkan operasi kegiatan usaha tersebut

lebih efisien. Faktor-faktor ini tentu saja tidak ditemui di kota-kota kecil apalagi

pedesaan.

Ekonomi Sumberdaya Manusia

89

Semakin terpusatnya kegiatan ekonomi di kota-kota besar di Indonesia

akhir-akhir ini, juga sangat di pengaruhi oleh berbagai deregulasi dalam sektor

industri dan keuangan yang dilakukan pemerintah untuk lebih memacu

perkembangan kota-kota besar ketimbang kota kecil atau pusat-pusat pedesaan.

Kondisi ini disebabkan karena kota-kota besar khususnya yang berada di Jawa

lebih siap dalam hal prasarana dan sarana yang dibutuhkan untuk pengembangan

kegiatan ekonomi tersebut.

Tingkat urbanisasi di Indonesia terus meningkat, walaupun masih relatif

rendah bila dibandingkan dengan tingkat urbanisasi di negara yang telah

berkembang. Penduduk perkotaan berkembang dengan laju kenaikan yang tinggi,

sementara laju kenaikan penduduk secara total mengalami penurunan. Sebagian

besar penduduk perkotaan di Indonesia, seperti juga dalam jumlah penduduk

secara keseluruhan, masih terkonsentrasi di pulau Jawa. Namun demikian ada

pula daerah di luar pulau Jawa yang memiliki tingkat urbanisasi yang tinggi dan

juga kenaikan penduduk perkotaan yang tinggi, yaitu Provinsi Sumetra Utara dan

Kalimantan Timur.

Masalah urbanisasi di Indonesia, yang pada dasarnya serupa dengan

masalah-masalah yang dihadapi oleh negara-negara sedang berkembang lainnya

ialah terlampau terkonsentrasi urbanisasi dan perkembangan kota, pada kota-kota

tertentu saja, khususnya adalah kota utama seperti Jakarta, sedangkan secara

regional sangat terkonsentrasi di pulau Jawa. Kebijaksanaan pembangunan yang

dianut dewasa ini, khususnya kebijaksanaan deregulasi dalam rangka untuk

memacu pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan efisiensi dalam kinerja sektor-

sektoe ekonomi. Dalam jangka pendek, tampaknya semakin memperkuat dan

Mobilitas Penduduk

90

mengokohkan pola terpusat ini. Dan bukan tidak munhgkin dalam lima tahun

mendatang pola konsentrasi ini akan tetap merupakan ciri urbanisasi di Indonesia.

Formasi koridor dalam perkembangan kota-kota di Jawa sebenarnya

mengidentifikasikan bahwa Pulau Jawa sebagai suatu pusat kota tengah menjadi

kenyataan. Proses urbansasi dan perkembangan kota di Jawa merupakan proses

mega urbanization. Tanah-tanah subur untuk pertanian semakin di konversi

menjadi kawasan industri dan permukiman berskala besar. Dalam kondisi seperti

ini, sementara pertambahan penduduk perkotaan terus meningkat, maka pulau

Jawa di masa-masa mendatang akan mengalami masalah besar dalam hal

penyediaan pangan, energi, serta transportasi bagi penduduknya.

F. Transmigrasi

Transmigrasi adalah suatu sistem pembangunan terpadu yang merangkum

seperangkat prinsip dan metode untuk penyelenggaraan pemukiman dan

kehidupan baru bagi suatu kelompok masyrakat.

Tranmigrasi sebagai suatu sistem, menunjuk kepada berbagai kegiatan,

daya upaya, dan disiplin ilmiah yang dipadukan dalam satu keseluruhan usaha

yang berhubungan dengan pemindahan masyarakat dalam rangka pembangunan

nasioanal. Pengembangan tenaga manusia dan pengembangan potensi kekayaan

alam merupakan satu kesatuan kerangka kerja dalam penyelenggaraan

transmigrasi, dan karenanya merupakan bagian dari pembangunan ketahanan

nasional.

Kegiatan tranmigrasi langsung membantu mempercepat terwujudnya

trilogi pembangunan, yaitu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju

terciptanya ke adlilan sosial bagi seluruh rakyat, pertumbuhan ekonomi yang

Ekonomi Sumberdaya Manusia

91

cukup tinggi serta stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. Pada dasarnya

transmigrasi merupakan kegiatan pembangunan yang akan lebih menonjolkan

pemerataan dalam rangka trilogi pembangunan.

Program transmigraasi dalam jangka panjang akan ikut meratakan

pembangunan ke seluruh wilayah tanah air dan dengan demikian ikut

meningkatkan kesejahteraan rakyat. Transmigrasi merupakan aspek perluasan

kesempatan kerja secara khusus, ia harus dirasakan sebagai kesempatan baru

kehidupan baru, yang jauh lebih baik dari daerah tempat asalnya. Program

tranmigrasi harus membuat masyarakat lebih produktif di daerah yang baru,

memperoleh penghasilan yang lebih baik dan terpadu dengan kehidupan

penduduk setempat.

Oleh karena itu, meskipun belum dapat memecahkan masalah

kependudukan dan masalah penyediaan kesempatan kerja secara tuntas, namun

salah satu jalan keluar yang paling nyata dan segera dalam menghadapi tantangan

ini adalah penyelenggaraan transmigrasi secara luas dan besar-besaran.

Penyelenggaraan transmigrasi akan menimbulkan kegiatan dengan efek berganda

(multiplier effect) yang kemudian menimbulkan daya tarik bagi tenaga kerja

secara berganda pula. Pengembangan daerah-daerah transmigrasi dengan kondisi-

kondisi hidup yang menarik akan mendorong pelaksanaan transmigrasi spontan

yang sekaligus mewujudkan mobilitas penduduk yang tinggi.

1. Transmigrasi dan Masalah Kependudukan

Transmigrasi dan Keluarga Berancana pada umumnya dikemukakan

sebagai pemecahan kembar bagi masalah bertambahnya penduduk Jawa. Usaha

mengurangi tekanan penduduk di Jawa telah merupakan tema pokok bagi program

Mobilitas Penduduk

92

transmigrasi sejak semula, meskipun hal itu tidak pernah tercapai. Kebutuhan

untuk memindahkan penduduk itu sekarang lebih besar daripada sebelumnya.

Kemiskinan pedesaan di Jawa tetap memprihatinkan, keseimbangan ekologis

semakin terancam oleh penggarapan lereng-lereng gunung yang terjadi dan

hampir dimusnahkannya seluruh hutan di Pulau Jawa, dan pemecahan berupa

perpindahan penduduk pedesaan ke kota tampaknya sama buruknya. Tetapi kini

diakui bahwa memindahkan penduduk dalam jumlah yang dapat dihentikan

pertumbuhan penduduk Jawa sungguh tak mungkin. Transmigrasi merupakan

salah satu senjata, tetapi itu sekarang ditujukan untuk mencapai tujuan-tujuan

pembangunan daerah disamping untuk memindahkan kelebihan penduduk Jawa.

Dalam menetapkan tujuan-tujuan bagi program transmigrasi, hanya sedikit

perhatian yang diberikan pada masalah jangka penjang mengenai daya tampung

penduduk pulau-pulau luar Jawa. Perbedaan-perbedaan dramatis dalam kepadatan

penduduk memberikan kesan menyenangkan bahwa kemampuan “meyendot” luar

Jawa itu besar. Namun, jika mutu tanah di luar Jawa itu diperhitungkan, kita

menjadi kurang yakin. Mitos tentang kekayaan Indonesian yang tak habis-

habisnya, masih belum mati. Pegunungan di Sulawisi Tengah dan rawa-rawa di

Sumatra Timur dan pantai Kalimantan meliputi wilayah yang luas tetapi potensi

ekonominya sejauh ini belum terbukti, meskipun baru-baru ini diusahakan

pembukaan ladang-ladang padi pasang surut dan proyek-proyek transmigrasi di

Sumatra Selatan. Juga daerah-daerah gunung api di luar Jawa untuk sebagian

besar kurang cocok untuk pertanian intensif dibandingkan dengan yang ada di

Jawa Tengah dan Timur.

Ekonomi Sumberdaya Manusia

93

Tidak banyak diragukan bahwa transmigrasi akan tetap menjadi dasar bagi

kebijaksanaan kependudukan dan pembangunan untuk waktu lama di Indonesia.

Titik beratnya akan terus berubah sesuai dengan perubahan titik berat dalam

rencana pembangunan. Satu tujuannya yang tetap adalah untuk melambatkan

pertumbuhan penduduk pulau Jawa dan untuk lebih meratakan persebaran

penduduk Indonesia. Sampai di mana orang-orang di luar Jawa bersedia

menerima arus masuk terorganisir daripada orang-orang Jawa tentulah akan

tergantung kepada situasi politik yang lebih luas, sampai di mana program itu

dipandang menguntung kan Jawa atau Indonesia, dan kepekaan dalam menangani

program transmigrasi tersebut.

2. Transmigrasi dan Pembangunan Ekonomi

Mobilitas penduduk merupakan cerminan dari keragaman sumber daya

manusia dan ketersediaan tenaga kerja di pasar. Apabila di suatu wilayah tidak

cukup menyediakan lapangan pekerjaan bagi penduduk usia kerja yang telah

menyelesaikan pendidikan, maka migrasi keluar akan terjadi. Akhirnya daerah

yang ditinggalkan akan mengalami penurunan kualitas sumber daya manusianya.

Jaringan-jaringan yang dilintas dan diciptakan oleh para migran terdahulu

merupakan jalan atau saluran migran-migran yang menyusul kemudian. Generasi

migran yang terdahulu tidak hanya merupakan sumber informasi dan motivasi,

namun seringkali berperan dalam membantu menyediakan biaya dan bimbingan

bagi migran yang baru dalam menyesuaikan diri di daerah tujuan.

Hugo (1993) berpendapat bahwa salah satu ciri dari jaringan yang

diciptakan oleh generasi migran terdahulu adalah independensinya secara

ekonomis antara daerah asal dan daerah tujuan. Lebih lanjut dikatakan bahwa

Mobilitas Penduduk

94

para migran ini ternyata mampu beroperasi di luar otoritas kebijaksanaan

pemerintah. Arus mobilitas yang berlangsung di dalam jaringan-jaringan yang

telah terbentuk ini sangat sukar dipengaruhi oleh kebijaksanaan pemerintah, apa

lagi menghentikannya.

Proses perubahan pola mobilitas penduduk, dari transmigrasi yang

dibiayai oleh pemerintah ke pola transmigrasi mandiri, dalam dua dekade terakhir,

menunjukkan berlangsung bersamaan dengan proses realokasi tenaga kerja dari

sektor pertanian yang berpendapatan rendah menuju sektor non pertanian yang

lebih produktif. Menurut Pauuw (1992) sektor pertanian merupakan sumber

utama dari surplus tenaga kerja ketika berlangsung transisi yang sukses menuju

pertumbuhan ekonomi modern.

Sebuah perubahan yang sangat jelas telah terjadi pada pertengahan tahun

1980-an modus atau pola mobilitas penduduk yang direncanakan ke pola

mobilitas penduduk yang tidak dipengaruhi secara langsung oleh program atau

kebijaksanaan pemerintah. Pada periode tersebut juga, dengan demikian telah

terjadi sebuah perubahan atau pergeseran paradigma mobilitas penduduk, dari

paradigma transmigrasi menuju paradigma migrasi sumberdaya manusia

(Tirtosudarmo, 1994).

Di dalam paradigma transmigrasi, yang berlangsung antara tahun 1975-

1985 , mobilitas penduduk yang terjadi di Indonesia terutama dikarenakan adanya

progaram transmigras yang secara besar-besaran dilakukan oleh pemerintah. Di

dalam paradigma ini penduduk melakukan mobilitas antar wilayah karena

adannya ajakan dari pemerintah untuk menjadi transmigran. Dengan demikian

Ekonomi Sumberdaya Manusia

95

pada paradigma ini, daerah tujuan dan proses perjalanannya ditentukan oleh

pemerintah.

Paradigma mobilitas sumber daya manusia yang gejalanya semakin

menonjol ketika paradigma transmigrasi mulai kehilangan momentumnya setelah

pertengahan tahun 1980-an. Mobilitas penduduk, dalam paradigma ini

sepenuhnya merupakan hasil keputusan migran itu sendiri. Proses seleksi ini

berlangsung secara wajar dari mekanisme penawaran dan permintaan tenaga kerja

dalam pasar kerja. Oleh karena itu biasanya calon migran adalah oranga yang

memiliki motivasi tinggi di samping kelebihan-kelebihan lain, misalnya memiliki

tingkat keterampilan tertentu, modal dan memiki jiwa wiraswasta, sehingga

mampu melihat dan memanfaatkan peluang-peluang yang tersedia di daerah

tujuan.

Di segala bidang, ekonomi ataupun bukan ekonomi, pencapaiana sesuatu

tujuan secara efisien mengharuskan adanya alokasi sumbeer daya secara optimal.

Sumber daya dapat terdiri dari : daya modal manusia fisik (seperti uang,

mesin,gedung), sumber daya modal manusia, dan sumber daya alam. Jumlah tiap

sumber daya tidak selalu sama, begitu pula mutunya. Oleh sebab itu, dalam jangka

pendek masalahnya adalah bagaimana cara menggunakan sumber daya yang ada

(dengan jumlah dan mutu tertentu) sebaik-baiknya. Dalam jangka

panjang,persoalannya adalah sumber daya yang mana yang jumlah dan/atau

mutunya dapat di tingkatkan sehingga memberikan kombinasi yang memberikan

hasil tertinggi.

Pembangunan ekonomi akan berhasil bila telah menggunakan sumber

daya yang ada secara optimal. Karena pembangunan ekonomi merupakan suatu

Mobilitas Penduduk

96

proses yang berlangsung dalam jagka panjang, maka penggunaan sumber daya

secara optimal harus pula di perhitungkan dinamika, baik jumlah maupun mutu

sumber daya yang ada. Komposisi sumber daya juga akan mempengaruhi

keberhasilan pembangunan ekonomi dan mekanismenya. Untuk wilayah yang

luas seperti Indonesia ini, distribusi jumlah dan mutu sumber daya amat

menentukan pola pembangunan yang dilakukan.

Migrasi adalah suatu bentuk realokasi sumber daya modal manusia. Pada

dasarnya, seperti seperti sumber daya fisik, sumber daya manusia juga cenderung

pindah (dialokasikan) pada daerah yang relatif lebih tinggi. Migrasi adalah suatu

mekanisme penyeimbang yang akan memindahkan modal manusia dari suatu

tempat yang relatif kurang dimanfaatkan ke daerah yang relatif lebih dapat di

manfaatkan.

Migrasi memang suatu upaya perorangan untuk meningkatkan out put nya.

Di suatu daerah dapat saja penawaran akan sesuai keahlian relatif begitu tinggi

terhadap permintaan yang ada. Karenanya balas jasa untuk pemilik keahlian itu

menjadi rendah. Dengan mutu yang sama, orang tersebut dapat memperoleh balas

jasa yang lebih tinggi bila ia pindah ke daerah lain yang permintaan akan jasanya

rrelatif lebih tinggi dibandingkan dengan penawaran yang ada di daerah itu.

Mekanisme pasar akan mengatur perpindahan atau alokasi sumber daya modal

manusia ini sehingga ketidakseimbangan antar permintaan dan penawaran dapat

berkurang.

Meski demikian, migrasi tidak dijamin selalu berada pada daerah yang

benar. Walaupun masyarakat dari desa pindah ke kota dengan tujuan untuk

memperbaiki hidup mereka, namun usaha ini sering dilihat sebagai arus

Ekonomi Sumberdaya Manusia

97

perpindahan ysng tidak pada arah yang benar, sebab kota sudah terlalu banyak

penduduk sehingga perpindahan itu hanya akan membuat kesengsaraan kehidupan

di kota.

Seandainya saja migrasi yang mengikuti mekanisme pasar telah berada di

arah yang benar, maka proses migrasi sebaiknya berlangsung dengan sendirinya

tanpa perlu campur tangan pemerintah. Mekanisme pasar akan memberikan

petunjuk tentang sumber daya modal manusia secara lebih “gesit” dan murah yang

dilakukan oleh pemerintah yang besar dan mahal. Namun, tidak selamanya yang

dilakukan oleh mekanisme pasar meberikan hasil yang kita inginkan. Maka, perlu

campur tangan pemerintah untuk membuat migrsi berjalan. Salah satu bentuk

campur tangan tersebut adalah migrasi.

Dulu transmigrasi mengurangi kepadatan penduduk di Jawa. Atau, lebih

ringan, memperbaiki ketimpangan distribusi penduduk di Indonesia. Sebesar 61,9

persen penduduk Indonesia berlokasi di pulau Jawa yang hanya merupakan6,9

persen wilayah yang dapat dihuni di Indonesia. Namun,kini tujuan utama

transmigrasi telah beralih ke pembangunan daerah. Pemindahan penduduk dari

Jawa keluar Jawa bertujuan mendorong pembangunan daerah di tempat yang

dituju dan sekaligus mengurangi tekanan penduduk di daerah yang ditinggalkan.

Memang, kalau tujuanya semata memperbaiki distribusi jumlah penduduk

Jawa versus luar Jawa, maka tanpa berbuat apapun, pada akhirnya distibusi

jumlah penduduk di Indonesia akan membaik dengan sendirinya karena sampai

saat ini angka pertumbuhan penduduk di luar Jawa masih lebih tinggi daripada di

Jawa.

Mobilitas Penduduk

98

Provinsi yang padat penduduknya belum tentu merupakan provinsi yang

miskin. Bahkan provinsi yang padat penduduknya cenderung merupakan provinsi

yang pendapat per kapitanya tinggi dan angka pertumbuhan pendapatan per

tahunnya tinggi. Oleh sebab itu, perpindahan penduduk bukanlah di dasarkan pada

ketimpangan jumlah penduduk secara geografis semata. Tetapi, pertimbangannya

adalah perpindahan penduduk itu akan menghasilkan alokasi sumber daya modal

manusia yang lebih optimal dilihat dari kepentingan Indonesia secara keseluruhan.

Tentu saja, optimal di sini tidak diartikan secara statis belaka, namun dinamis.

Artinya, kita melihat kedepan apa yang dapat diperbuat oleh suatu alokasi sumber

daya yang ada.

3. Transmigrasi dan Pembangunan Daerah

Transmigrasi meski dikaitkan dengan pembangunan daerah, bahkan lebih

tepat lagi transmigrasi perlu diartikan sebagai upaya pembangunan daerah.

Potensi-potensi nasional berada di daerah-daerah teersebar diseluruh pelosok

tanah air. Oleh karena itu pembangunan daerah identik dengan pembangunan

nasional. Pembangunan daerah dalam konteks ini meliputi keseluruhan dimensi,

mencakup epoleksosbudmil (ekonomi, politik, sosial, budaya dan militer).

Perpindahan penduduk/tenaga kerja/sumber daya manusia yang terjadi

dalam proses transmigrasi merupakan isi daripada upaya pembangunan daerah,

bukan merupakan upaya untuk mengurangi tekanan penduduk, bukan penyebaran

manusia-manusia dari Pulau Jawa-Bali. Upaya mengurangi tekanan penduduk

perlu dilihat sekedar akibat dari upaya pembangunan daerah.

Dari perspektif pembangunan daerah tersebut di atas, tujuan atau target

transmigrasi bukanlah jumlah penduduk atau jumlah KK, tetapi adalah target

Ekonomi Sumberdaya Manusia

99

pembangunan, misalnya luas areal pertanian dan hasilnya, luas areal perikanan

dan hasilnya, luas areal perkebunan dan hasilnya, dan seterusnya, baik ekonomis

maupun non ekonomis.

Disamping itu, kemampuan hidup mandiri dari proyek transmigrasi tidak

sekedar ditinjau dari tingkat kehidupan subsisten pioneers settlers masa lalu

(kolonisasi), tetapi dari tingkat peluang terbaik untuk daerah yang bersangkutan.

Transmigrasi sebagai kegiatan pembangunan daerah akan membawakan proyek-

proyek transmigrasi pada kemandirian yang lebih tinggi dan mantap. Dalam

pandangan ini, pada hakekatnya transmigrasi bukanlah ad hoc project (

kecuali dalam hal-hal yang sangat khusus seperti adanya bencana alam

mendadak), tetapi adalah suatu proyek pembangunan wilayah yang terpadu.

Transmigrasi harus bertitik tolak dari keperluan pembangunan daerah-

daerah luar Jawa atau paling tidak dari keduanya. Transmigrasi yang bertitik

tolak dari masalah Pulau Jawa (tekanan penduduk) belaka akan menempatkan

kepentingan luar Jawa sebagai sekunder dengan segala akibatnya dalam orientasi

pelaksanaannya, sadar atau tidak sadar. Jika transmigrasi berakibat menurunkan

keunggulan komparatif luar Jawa, hal ini berarti masalah Jawa merupakan

“beban” terhadap luar Jawa.

RINGKASAN

1. Mobilitas penduduk pada hakekatnya banyak disebabkan oleh adanya

dorongan terhadap faktor ekonomi, sosial dan budaya.

Mobilitas Penduduk

100

2. Perubahan sosial budaya akibat mobilitas penduduk terjadi jika mobilitas

penduduk itu sendiri dapat mendatangkan perubahan sosial baik di daerah asal

maupun daerah tujuan.

3. Transmigrasi harus bertitik tolak dari keperluan pembangunan daerah-daerah

luar Jawa atau paling tidak dari keduanya. Transmigrasi yang bertitik tolak

dari masalah Pulau Jawa (tekanan penduduk) belaka akan menempatkan

kepentingan luar Jawa sebagai sekunder dengan segala akibatnya dalam

orientasi pelaksanaannya.

LATIHAN

1. Jelaskan karakteristik dalam migrasi desa-kota menurut Todaro.

2. Jelaskan perbedaan antara mobilitas dengan migrasi penduduk.

3. Jelaskan konsep transmigrasi yang dijalankan di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Mulyadi S., 2002. Ekonomi Sumberdaya Manusia dalam Perspektif Pembangunan. Divisi Perguruan Tinggi PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Soekidjo Notoatmodjo, Prof, DR., 2003. Pengembangan Sumberdaya Manusia. PT. Rineka Cipta. Jakarta

Ekonomi Sumberdaya Manusia