erupsi akneiformis
-
Upload
sinta-tri-ciptarini -
Category
Documents
-
view
132 -
download
13
description
Transcript of erupsi akneiformis
BAB I
PENDAHULUAN
Akne adalah penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan menahun
folikel pilosebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papul, pustule,
nodus, dan kista pada tempat predileksinya. Akne ditandai dengan kondisi kulit
yang berminyak dengan sebum yang berlebihan, komedo yang terbuka dan
tertutup, papul eritema dan pustule, pada sebagian kasus juga terdapat nodul,
pustul yang dalam dan pseudocysts.1
Akne meliputi berbagai kelainan kulit yang hampir mirip satu dengan
lainnya, sehingga diperlukan penggolongan/klasifikasi untuk membedakannya.
Beberapa peneliti atau penulis buku dermatologi mengemukakan klasifikasi
yang berbeda.1
Erupsi akneiformis adalah kelainan kulit yang menyerupai akne berupa
peradangan folikular dengan manifestasi klinis papulopustular. Etiologi
penyakit ini masih belum jelas. Semula erupsi akneiformis disangka sebagai
salah satu jenis akne, namun kemudian diketahui bahwa etiopatogenesis dan
gejalanya berbeda. Erupsi akneiformis diinduksi oleh obat-obatan seperti
yodida dari medium kontras yang radiopaque atau yodida potassium bromides
seperti propantheline bromide, testosterone, siklosporin, obat antiepilepsi,
litium dan kortikosteroid sistemik.1
Etiologi erupsi akneiformis sampai saat ini masih belum dapat diketahui
secara pasti, namun diduga erupsi akneiformis disebabkan oleh obat, baik obat-
obatan yang digunakan secara sistemik maupun yang digunakan secara topikal.
Erupsi akneformis adalah reaksi kulit yang berupa peradangan folikular akibat
adanya iritasi epitel duktus pilosebasea yang terjadi karena eksresi substansi
penyebab (obat) pada kelenjar kulit. Umumnya reaksi pada kulit atau daerah
mukokutan yang terjadi sebagai akibat pemberian obat (erupsi obat) timbul karena
reaksi hipersensitivitas berdasarkan mekanisme imunologis, tetapi reaksi ini juga
dapat terjadi melalui mekanisme non imunologis yang disebabkan karena dosis
1
yang berlebihan, akumulasi obat atau karena efek farmakologi yang tidak
diinginkan.1
Erupsi akneiformis dapat muncul pada lokasi yang tidak khas, misalnya
lengan dan tungkai. Bentuk lesi pada umumnya monomorf dan tidak
ditemukan komedo. Berbeda dengan akne, erupsi akneiformis timbul secara
akut atau subakut, dan tempat terjadinya tidak di tempat predileksi akne saja,
namun di seluruh bagian tubuh yang mempunyai folikel pilosebasea.
Manifestasi klinis erupsi adalah papul dan pustule, monomorfik atau
oligomorfik, pada mulanya tanpa komedo. Komedo dapat terjadi sekunder
kemudian setelah sisitem sebum ikut terganggu. Dapat disertai demam, dan
umumnya tidak terasa gatal. Umur penderita berbeda dari remaja sampai orang
tua.1
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Erupsi akneiformis adalah kelainan kulit yang menyerupai akne berupa
rekasi peradangan folikular dengan manifestasi klinik papulapustular, komedo,
kista atau nodul yang menyerupai akne vulgaris.1
B. Etiologi
Etiologi penyakit ini masih belum jelas. Semula erupsi akneformis
disangka sebagai salah satu jenis akne, namun kemudian diketahui bahwa
etiopatogenesis dan gejalanya berbeda. Induksi obat yang diberikan secara
sistemik diakui sebagai faktor penyebab yang paling utama. Ada pula yang
mengganggap bahwa erupsi akneformis dapat disebabkan oleh aplikasi topikal
kortikosteroid, psoralen dan ultraviolet A (PUVA) atau radiasi, bahkan berbagai
bahan kimia yang kontak ke kulit akibat kerja (minyak, klor), kosmetika, atau
tekanan pada kulit.2
Erupsi akneiformis dapat disebabkan oleh : 2
Reaksi daripada obat-obatan – penyebab paling terbanyak (contohnya
kortikosteroid, ACTH, INH, yodida dan bromide, Phenobarbital, vitamin
B2,B6 dan B12, definil hidantoin, trimetadion,tetrasiklin, lithium, pil
kontrasepsi, kina, rifampisin.
Infeksi
Ketidakseimbangan hormonal atau metabolit
Kelainan genetik
C. Patogenesis
Mekanisme patogenesis terjadinya erupsi akneiformis belum diketahui
secara pasti. Erupsi akneiformis terjadi melalui mekanisme non imunologis yang
dapat disebabkan karena dosis yang berlebihan, akumulasi obat atau karena efek
3
farmakologi yang tidak diinginkan. Andrew J.M dalam bahasannya tentang
Cutaneous Drug Eruption menyatakan bahwa mekanisme non imunologis
merupakan suatu reaksi pseudo-allergic yang menyerupai reaksi alergi, tetapi
tidak bersifat antibody-dependent. Ada satu atau lebih mekanisme yang terlibat
dalam reaksi tersebut, yaitu: pelepasan mediator sel mast dengan cara langsung,
aktivasi langsung dari sistem komplemen, atau pengaruh langsung pada
metabolisme enzim asam arachidonat sel. Selain itu adanya efek sekunder yang
merupakan bagian dari efek farmakologis obat, juga dapat menimbulkan
manifestasi di jaringan kulit. 2,3
Wasitaatmadja dalam buku Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
mengatakan bahwa erupsi akneformis adalah reaksi kulit yang berupa peradangan
folikular akibat adanya iritasi epitel duktus pilosebasea yang terjadi karena
ekskresi substansi penyebab (obat) pada kelenjar kulit.1
D. Gambaran Klinis
Erupsi akneiformis timbul secara akut atau subakut
Tempat terjadinya tidak di tempat predileksi akne sahaja namun di seluruh
tubuh yang mempunyai folikel pilosebasea.
Manifestasi klinis tampak papul dan pustule monomorfik atau oligomorfik
pada mulanya tanpa komedo.
Komedo dapat terjadi sekunder kemudian setelah sistem sebum ikut
terganggu
Dapat disertai deman atau malaise.
Umumnya tidak disertai gatal.2
Berbeda dengan akne, erupsi akneformis dapat timbul secara akut,
subakut, dan kronis. Tempat terjadinya tidak hanya terjadi di tempat predileksi
akne saja, namun dapat terjadi di seluruh bagian tubuh yang mempunyai folikel
pilosebasea. Tempat tersering pada dada, punggung bagian atas dan lengan.3,4
Gambaran klinis berupa papul yang eritematous, pustul, monomorfik
atau oligomorfik, biasanya tanpa komedo, komedo dapat terjadi kemudian setelah
4
sistem sebum ikut terganggu. Dapat disertai demam, malaise, dan umumnya tidak
terasa gatal. Umur penderita bervariasi, mulai dari remaja sampai orang tua dan
pada anamnesis ditemukan adanya riwayat pemakaian obat.3
Erupsi akneformis secara klinis mempunyai karakteristik tersendiri
seperti erupsi akneformis akibat steroid (akne steroid), erupsi akneformis akibat
paparan senyawa halogen (chloracne), dan erupsi akneformis akibat antibiotik.
Akne steroid memberi gambaran papulopustul, monomorfik, tempat predileksi di
daerah dada, ekstremitas, sedikit pada daerah wajah, dan timbul setelah
penggunaan kortikosteroid topikal atau sistemik. Chloracne berupa komedo yang
polimorf dan kista, sering ditemukan pada pekerja industri dan biasanya lebih
berat daripada akne steroid. Erupsi akneformis akibat antibiotik biasanya bersifat
akut, erupsi pustular generalisata, demam disertai lekositosis, dan tanpa komedo.3
Gambar 1. Erupsi akneiformis
E. Diagnosis Banding
1. Akne venenata
Erupsi setempat pada lokasi kontak dengan zat kimia yang digunakan
terjadinya subkronis umumnya monomorf berupa komedo dan papul tidak
gatal
2. Akne vulgaris
Umumnya terjadi pada remaja, berlangsung kronis. Tempat predileksi di
tempat sobore, polimorf, terdiri atas komedo, papul, pustule, nodus dan
kista serta jaringan parut hipotrofi dan hipertrofi. Umumnya tidak gatal.
5
3. Dermatitis akibat obat
Erupsi polimorf akut setelah mendapat obat sistemik disertai rasa gatal
4. Folikulitis
Pioderma pada folikel rambut setempat, berupa pustula folikular terasa
agak nyeri dan dapat disertai gejala infeksi kokus, dapat disertai demam
dan malaise.
Gambar 2. folikulitis
5. Dermatitis Perioral
Dermatitis perioral merupakan suatu kelainan yang belum diketahui
penyebabnya, terutama ditemukan pada kelompok wanita muda berkulit
putih berupa gambaran papulopustul dengan dasar eritematosa. Kelainan
ini diperkirakan sebagai akibat kortikosteroid topikal atau inhalasi,
moisturizer, dan bahan kontak iritan atau alergen. Tempat predileksi di
daerah perioral dengan karakteristik lesi merah terang di pinggir bibir.
Akan tetapi, dapat juga terjadi di daerah perinasal dan periorbital.5,6,7,8
6
Gambar 3. Dermatitis perioral
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium sederhana dapat dilakukan pemeriksaan
mikrobiologi dengan pewarnaan Gram dari cairan pustula. Pemeriksaan ini
dilakukan untuk membedakan erupsi akneiformis dengan folikulitis.1
Pemeriksaan histopatologis memperlihatkan gambaran yang tidak
spesifik berupa sebukan sel radang kronis di sekitar folikel sebasea dengan massa
sebum di dalam folikel. Pada kista, radang sudah menghilang diganti dengan
jaringan ikat pembatas massa cair sebum yang bercampur dengan darah, jaringan
mati, dan keratin yang lepas.7
Pada erupsi akibat INH dan kortikosteroid didapatkan adanya sumbatan
folikel, retensi kista, dan peradangan di daerah perifolikular. Pada penggunaan
kortikosteroid ditemukan adanya gambaran tambahan seperti kerusakan pada sel-
sel luminal dan supurasi dinding folikel sedangkan pada penggunaan INH tidak
ditemukan pustul dan lesi nodulokistik. Kelainan ini muncul setelah penggunaan 1
hari -11 bulan.7
G. Penatalaksanaan
Penghentian konsumsi obat-obat penyebab dapat menghentikan
bertambahnya erupsi dan secara perlahan menghilangkan erupsi yang ada.
Apabila penghentian pemakaian obat tidak bisa dilakukan, maka pemberian obat-
obatan yang digunakan untuk mengobati akne, baik secara sistemik maupun
topikal dapat memberikan hasil yang cukup baik.1
7
Pengobatan Topikal
Pengobatan topikal dilakukan untuk menekan peradangan, dan
mempercepat penyembuhan lesi. Jika sistem sebum telah ikut terganggu, maka
obat-obatan ini dapat digunakan untuk mencegah pembentukan komedo. Obat
topikal yaitu :
A. Bahan keratolitik yang dapat mengelupas kulit misalnya sulfur (4-20%), asam
retinoid (0,025-0,1%), benzoil peroksida (2,5-10%), asam azeleat (15-20%),
dan akhir-akhir ini digunakan pula asam alfa-hidroksi (AHA) seperti asam
glikolat (3-8%).
1. Sulfur bekrja sebagai keratolitik. Biasanya yang digunakan adalah sulfur
dengan tingkat terhalus, yaitu sulfur presipitatum (belerang endap) berupa
bubuk kuning kehijauan. Biasanya digunakan dalam bentuk bedak kocok.
Bedak kocok yang biasa digunakan adalah losio kumorfeldi, yang terdiri
dari: Camphorae 1 gram, sulfur 6,6 gram, etanol 90% 3 ml, calcici hidroxy
solutio 40 ml, zat pengemulsi 1,5 gr.
2. Asam retinoid topikal (tretinoin, isotretinoin, dan retinoid like drug,
adapalene) bekerja untuk mengoreksi ketidaknormalan keratinosit
folikuler. Terapi ini efektif untuk terapi dan pencegahan lesi primer,
dengan cara membatasi formasi lesi peradangan. Retinoid topikal juga
membantu penetrasi obat topikal lainnya dan juga memperbaiki
hiperpigmentasi yang banyak terjadi pada kulit gelap setelah
penyembuhan dari lesi peradangan. Retinod topikal tidak boleh diberikan
pada wanita hamil.
3. Benzoil peroksida, tidak saja membunuh bakteri melainkan menyebabkan
deskuamasi dan timbulnya gumpalan di dalam folikel. Pada permulaan
pengobatan, pasien merasa seperti terbakar. Gejala ini akan berkurang
dalam beberapa minggu. Sebaiknya dimulai dari dosis rendah dahulu,
kemudian lambat laun diganti dengan dosis tinggi. Efek samping pada
pemakaian lama adalah sensitisasi secara kontak (2,5 % dari kasus). Cara
kerja obat ini, yaitu:
Anti bakteri yang kuat
8
Komedolitik
Menekan produksi sebum.
Dibanding dengan asam retinoid, asam benzoil peroksida memiliki
berbagai kelebihan :
Kurang menyebabkan iritasi dan rasa tak menyenangkan bagi
penderita.
Tidak menyebabkan bertambah hebatnya (flare up) pada bulan
pertama pengobatan.
Mengeringkan pustula lebih cepat daripada tretinoin.
Pada bentuk komedo, kurang efektif dibandingkan dengan
tretinoin.
Kombinasi asam retinoid dengan benzoil peroksida akan diperoleh efek
sinergistik, tetapi sayang keduanya tak dapat dipakai bersama-sama dalam
satu bahan dasar. Asam retinoid dapat menyebabkan kulit lebih permiabel
sehingga meningkatkan konsentrasi benzoil peroksida dalam jaringan.
4. Asam azeleat
Merupakan suatu dikarbosilisik yang mempunyai efek yang sama dengan
benzoil peroksida dan asam retinoid, dengan cara mengurangi granula
keratohialin pada saluran pilosebasea. Sifat iritasinya lebih kecil dan dapat
ditolerir dengan baik dan mempunyai efek anti inflamasi.
5. Asam alfa-hidroksi (AHA)
Asam alfa-hidroksi (AHA) konsentrasi rendah akan mengurangi kohesi
korniosit dan berguna untuk lesi yang tidak beradang sedangkan pada
konsentrasi tinggi akan menyebabkan epidermolisis subkorneal (atap
pustula pecah) dan pada lapisan dermis akan merangsang sintesis kolagen
baru. Efek asam alfa hodroksi tergantung pada macam, konsentrasi,
vehikulum, waktu pajanan dan kondisi-kondisi lain.
B. Antibiotik topikal dapat mengurangi jumlah mikroba dalam folikel, misalnya,
eritromisin (1%), klindamisin fosfat (1%). 1,9,10
9
Pengobatan sistemik
Pengobatan sistemik ditujukan terutama untuk mengurangi reaksi radang
disamping itu dapat juga menekan produksi sebum, menekan aktivitas jasad renik
dan mempengaruhi keseimbangan hormonal. Golongan obat sistemik yaitu:
1) Antibiotik sistemik, diindikasikan untuk penyakit sedang sampai berat,
untuk terapi erupsi akneiformis di dada, punggung, dan lengan, dan
pasien dengan penyakit peradangan dimana kombinasi obat topikal tidak
berhasil. Antibiotik yang sering digunakan antara lain eritromisin
(4x250mg/hari).
2) Obat hormonal untuk menekan produksi androgen dan secara kompetitif
menduduki reseptor organ target di kelenjar sebasea, misalnya
antiandrogen siproteron asetat (2mg/hari).
3) Vitamin A dan retinoid oral. Vitamin A digunakan sebagai
antikeratinisasi (50.000-150.000 IU/hari) dan Isotretinoin
(0,5-1mg/kgBB/hari) yang dapat menghambat produksi sebum.1
H. Prognosis
Erupsi akneiformis merupakan penyakit yang dapat sembuh apabila
penyebab induksi obat bisa dihentikan. Apabila hal tersebut tidak mungkin
dilaksanakan kerana vital maka pengobatan topikal maupun sistemik akan
memberikan hasil yang cukup baik. 1
10
BAB III
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. L
Umur : 13 th
Jenis Kelamin : Laki - Laki
Suku/bangsa : Jawa/ Indonesia
Agama : Islam
Alamat : Kupang Kidul
Pekerjaan : Pelajar
No. RM : 0924xx
B. ANAMNESIS
Autoanamnesis dilakukan pada Selasa, 22 Desember 2015 pukul 12.00
WIB di Poli Kulit RS. Ambarawa.
Keluhan Utama :
Gatal-gatal
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan gatal-gatal dan muncul bintil-bintil di
daerah wajah, tengkuk, dan punggung sejak 1 minggu yang lalu. Awalnya muncul
bintil-bintil kecil yang semakin lama semakin banyak. Gatal dirasakan terus
menerus hingga mengganggu aktivitas. Gatal terutama dirasakan saat berkeringat.
Pasien kadang menggaruk bagian yang gatal.
11
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit serupa : disangkal
Riwayat peyakit kulit lain : disangkal
Riwayat alergi obat, makanan, dan cuaca : disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit serupa : disangkal
Riwayat peyakit kulit lain : disangkal
Riwayat alergi obat, makanan, dan cuaca : disangkal
Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat Pribadi
Pasien adalah pelajar SMP
Mandi sehari dua kali
Tidak sedang mengkonsumsi obat tertentu
Riwayat Lingkungan Sosial dan Ekonomi
Pasien tinggal bersama ayah, ibu, dan 2 saudara kandungnya.
Biaya pengobatan menggunakan biaya pribadi.
12
C. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada Selasa, 22 Desember 2015 pukul 12.15
WIB di Poli Kulit RS. Ambarawa.
1) Status Praesens
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital :
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Nadi : 80x/menit
Nafas : 22x /menit
Suhu : 36,50 C (axiler)
2) Status Internus
1) Kulit : turgor kulit turun (-), ikterik (-)
2) Kepala : kesan mesosefal
3) Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
bulat,central, reguler dan isokor 3 mm
4) Hidung: nafas cuping hidung (-), sekret (-)
5) Telinga : serumen (-/-), nyeri tekan tragus (-/-), nyeri tekan mastoid
(-/-)
6) Mulut : bibir kering(-), bibir sianosis (-), bibir pucat (-), lidah
kotor (-), gusi berdarah (-)
7) Leher : pembesaran kelenjar limfe (-), deviasi trakea (-)
8) Thorax :
Pulmo : SDV (+/+)
Cor : S1 > S2 , Reguler
9) Abdomen : Datar, dinding perut supel, bising usus (+) normal,
nyeri tekan (-), nyeri alih (-), hepatosplenomegali (-)
13
10) Extermitas
Superior Inferior
Edema
Akral dingin
-/-
-/-
-/-
-/-
3) Status Dermatologis
Lokasi 1 : wajah
UKK : papul multipel, ukuran miliar, batas tegas, dengan dasar
kulit eritematosa
Lokasi 2 : tengkuk
UKK : papul multipel, pustul, ukuran miliar, batas tegas, dengan
dasar kulit eritematosa
14
Lokasi 3 : punggung
UKK : papul multipel, pustul, ukuran miliar, batas tegas, dengan
dasar kulit eritematosa
4) Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan
15
D. RESUME
Pasien datang dengan keluhan gatal-gatal dan muncul bintil-bintil di
daerah wajah, tengkuk, dan punggung sejak 1 minggu yang lalu. Awalnya muncul
bintil-bintil kecil yang semakin lama semakin banyak. Gatal dirasakan terus
menerus hingga mengganggu aktivitas. Gatal terutama dirasakan saat berkeringat.
Pasien kadang menggaruk bagian yang gatal.
Pasien tidak pernah menderita penyakit serupa sebelumnya. Pasien tidak
sedang mengkomsumsi obat tertentu.
Pada pemeriksaan status dermatologis didapatkan papul multipel, pustul,
batas tegas, ukuran miliar, dengan dasar kulit eritematosa pada wajah, tengkuk,
dan punggung.
E. DIAGNOSIS
1. Diagnosis Banding
Erupsi akneiformis
Akne vulgaris
Akne venenata
2. Diagnosis kerja
Erupsi akneiformis
F. PENATALAKSANAAN
Farmakologis
a. Terapi awal :
1) Clindamycin phospate 1,2 %
Tretinoin 0,025 %
Mf gel da in tube No.I
Sue (malam hari)
2) Clindamycin 2 x 1 tab 150 mg No.XIV
16
3) Cetirizine 1 x 1 tab 10 mg No.VII
b. Terapi Lanjutan :
1) Clindamycin 2 x 1 tab 150 mg No. X
2) Cetirizine 1 x 1 tab 10 mg No. V
3) Vitamin A 2 x 1 tab No. XX
Non Farmakologis
a. Edukasi tentang penyakit dan pengobatannya
b. Jangan digaruk walaupun terasa sedikit gatal dan hindari lenting yang
pecah
c. Menjaga kebersihan badan, pakaian, dan kebersihan lesi agar tidak
terjadi infeksi sekunder.
d. Konsumsi obat harus teratur
e. Memakai pakaian yang mudah menyerap keringat.
f. Kontrol kembali untuk melihat perkembangan penyakit pasien.
G. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanam : dubia ad bonam
Quo ad cosmeticam : dubia ad bonam
17
BAB IV
PEMBAHASAN
Erupsi akneiformis adalah kelainan kulit yang menyerupai akne berupa
peradangan folikular dengan manifestasi klinis papulopustular. Etiologi penyakit
ini masih belum jelas. Erupsi akneiformis dapat muncul pada lokasi yang tidak
khas, misalnya lengan dan tungkai. Bentuk lesi pada umumnya monomorf dan
tidak ditemukan komedo. Berbeda dengan akne, erupsi akneiformis timbul secara
akut atau subakut, dan tempat terjadinya tidak di tempat predileksi akne saja,
namun di seluruh bagian tubuh yang mempunyai folikel pilosebasea. Manifestasi
klinis erupsi adalah papul dan pustule, monomorfik atau oligomorfik, pada
mulanya tanpa komedo.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan, terdapat
kesesuaian antara gejala klinis yang dikeluhkan pasien dengan manifestasi klinis
erupsi akneiformis. Pada anamnesis didapatkan keluhan gatal-gatal dan muncul
bintil-bintil di daerah wajah, tengkuk, dan punggung sejak 1 minggu yang lalu.
Awalnya muncul bintil-bintil kecil yang semakin lama semakin banyak. Gatal
dirasakan terus menerus hingga mengganggu aktivitas. Gatal terutama dirasakan
saat berkeringat. Pasien kadang menggaruk bagian yang gatal. Pasien tidak pernah
menderita penyakit serupa sebelumnya. Pasien tidak sedang mengkomsumsi obat
tertentu. Pada pemeriksaan status dermatologis didapatkan papul multipel, pustul,
batas tegas, ukuran miliar, dengan dasar kulit eritematosa pada wajah, tengkuk,
dan punggung.
Dari anamnesis dan pemeriksaan status dermatologis didapatkan
diagnosis banding akne vulgaris dan akne venenata. Akne vulgaris merupakan
peradangan kronis unit pilosebasea. Penyebabnya multifactor. Keluhan berupa
gatal, nyeri +/- dan estetis. Efloresensinya berupa komedo hitam (terbuka) dan
putih (tertutup), papul, pustule, nodul, kista, jaringan parut, dan pigmentasi.
Umumnya pasien didiagnosis akne vulgaris didasarkan pada lesi berbentuk
komedo, papula, nodul pada muka, punggung, dan dada. Papul dan pustule
18
berukuran 1-5 mm yang disebabkan oleh infalamasi, oleh karena itu ditemukan
pula eritema dan edema. Pada pasien ini tidak didapatkan efloresensi berupa
komedo terbuka ataupun tertutup, maka diagnosis akne vulgaris disingkirkan.
Akne venenata merupakan erupsi setempat pada lokasi kontak dengan zat
kimia yang digunakan, terjadinya subkronis, umumnya monomorf berupa komedo
dan papul, tidak gatal. Erupsi terbatas pada folikel kelenjar palit, dimulai dengan
komedo kemudian pada fase yang lebih lanjut timbul peradangan. Pada pasien ini
tidak didapatkan riwayat kontak dengan serangga yang diduga menyebabkan
penyakit yang dialami. Sehingga diagnosis kerja pada pasien adalah erupsi
akneiformis.
Pada pasien ini penatalaksanaan yang dilakukan adalah dengan
memberikan edukasi dan terapi farmokologik. Terapi awal diberikan antibiotik
topikal yaitu Clindamycin phospate 1,2% + Tretinoin 0,025 % gel tube No.I
digunakan pada malam hari, antibiotik sistemik yaitu Clindamycin 2 x 1 tab 150
mg No.XIV, dan antihistamin yaitu Cetirizine 1 x 1 tab 10 mg No.VII. Terapi
lanjutan diberikan antibiotik sistemik yaitu Clindamycin 2 x 1 tab 150 mg No. X,
antihistamin yaitu Cetirizine 1 x 1 tab 10 mg No. V, dan Vitamin A 2 x 1 tab No.
XX.
Hal tersebut sesuai dengan teori dimana diberikan antibiotik topikal
untuk mengurangi jumlah mikroba dalam folikel. Pengobatan sistemik ditujukan
terutama untuk mengurangi reaksi radang disamping itu juga untuk menekan
produksi sebum dan menekan aktivitas jasad renik. Antibiotik sistemik,
diindikasikan untuk penyakit sedang sampai berat, untuk terapi erupsi akneiformis
di dada, punggung, dan lengan. Diberikan Vitamin A sebagai antikeratinisasi.
Serta diberikan antihistamin untuk meredakan gatal.
19
BAB V
KESIMPULAN
Pasien An. L usia 13 tahun datang ke poliklinik kulit dan kelamin RSUD
Ambarawa pada tanggal 22 Desember 2015 dengan keluhan gatal-gatal dan
muncul bintil-bintil di daerah wajah, tengkuk, dan punggung sejak 1 minggu yang
lalu. Awalnya muncul bintil-bintil kecil yang semakin lama semakin banyak.
Gatal dirasakan terus menerus hingga mengganggu aktivitas. Gatal terutama
dirasakan saat berkeringat. Pasien kadang menggaruk bagian yang gatal. Pasien
tidak pernah menderita penyakit serupa sebelumnya. Pasien tidak sedang
mengkomsumsi obat tertentu.
Pada pemeriksaan status dermatologis didapatkan papul multipel, pustul,
batas tegas, ukuran miliar, dengan dasar kulit eritematosa pada wajah, tengkuk,
dan punggung.
Penatalaksanaan erupsi akneiformis meliputi pengobatan topikal dan
sistemik. Dimana diberikan antibiotik topikal, antibiotik sistemin, antihistamin,
dan vitamin A untuk mengurangi jumlah mikroba dalam folikel, antikeratinisasi,
dan mengurangi rasa gatal.
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Wasitaatmadja SM. Akne, Erupsi Akneiformis, Rosasea, Rinofima. Dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Editor. Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., Edisi Kelima. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007 : Hal 253-60
2. Layton AM. Disorders of the Sebaceous Gland in Rook’s Textbook of Dermatology. 8th ed. WileyBlackwell. Singapore. 2010.
3. James DW, Timothy GB, Dirk ME. Diseases of The Skin Clinical Dermatology 11th ed. Saunders Elsevier. 2011.
4. Daili SS, Menaldi SL, Wisnu IM. Penyakit Kulit Yang Umum di Indonesia, Sebuah Panduan Bergambar. Penerbit : PT Medical Multimedia Indonesia. Jakarta Pusat. Hal 90-3
5. Widjaja, SE. Rosasea dan Akne Vulgaris Dalam Ilmu Penyakit Kulit. Harahap M, Editor. Hipokrates Jakarta : 2000. Hal 31-45
6. Siregar R.S, Editor. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi 2. EGC : Jakarta : 2004. Hal 178-84
7. Zaenglaein AL, Graber EM, Thiboutout DM, Fitzpatrick;s Dermatology In General Medicine. 8th ed. McGraw-Hill 2012: Hal 1264-87.
8. Soedirman et al, Acne Vulgaris, dalam Komite medik RSUP DR Sardjito, Standard Pelayanan Medis RSUP DR Sardjito, Edisi 2. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, 2004. 299-301.
9. Plewig G, Kligman A.M. Acne and Rosacea 3rd Edition. Springer-Verlag Berlin Heidelberg. 2000
10. James WD. Acne. The New England Journal of Medicine. 2005; 352: 1463- Access on: February 21, 2009. Available at:www.insp.mx/biblio/alerta/al0805/24.pdf
21