ERITRODERMA
-
Upload
luzelia-sequeira-saldanha -
Category
Documents
-
view
215 -
download
3
description
Transcript of ERITRODERMA
ERITRODERMA
DEFINISI
Eritoderma berasal dari bahasa Yunani, yaitu erythro- (red = merah) + derma, dermatos
(skin = kulit). Eritroderma adalah kelainan kulit yang ditandai dengan adanya eritema universalis
(90-100%), biasanya disertai skuama. Bila eritemanya antara 50-90% dinamai pre-eritroderma.
Pada definisi tersebut yang mutlak harus ada ialah eritema, sedangkan skuama tidak selalu
terdapat, misalnya pada eritroderma karena alergi obat secara sistemik, pada mulanya tidak
disertai skuama, baru kemudian pada stadium penyembuhan timbul skuama. Pada eritroderma
yang kronik, eritroderma tidak begitu jelas, karena bercampur dengan hiperpigmentasi.
Eritroderma dapat timbul sebagai perluasan dari penyakit kulit yang telah ada
sebelumnya (psoriasis, dermatitis atopik dan dermatosis spongiotik lainnya), reaksi
hipersensitivitas obat (antiepilepsi, antihipertensi, antibiotika, calcium channel blocker, dan
bahan topikal), penyakit sistemik termasuk keganasan, serta idiopatik (20%).3,4,5
Eritroderma, disebut juga sebagai dermatitis eksfoliatif, diperkenalkan pertama kali oleh
Hebra pada 1868, merupakan kelainan kulit inflamasi yang ditandai kulit eritem generalisata dan
skuama yang luas melibatkan 90% luas permukaan kulit. Eritroderma dan dermatitis eksfoliatif
merupakan satu perjalanan klinis, yakni tahap awal berupa kulit eritem generalisata yang
kemudian diikuti dengan pengelupasan kulit. Kata ‘eksfoliasi’ berdasarkan pengelupasan skuama
yang terjadi, walaupun kadang-kadang tidak begitu terlihat, dan kata ‘dermatitis’ digunakan
berdasarkan terdapatnya reaksi eksematus.6
III. EPIDEMIOLOGI
Insidens eritroderma sangat bervariasi, menurut penelitian dari 0,9-70 dari 100.000
populasi. Penyakit ini dapat mengenai pria ataupun wanita namun paling sering pada pria dengan
rasio 2 : 1 sampai 4 : 1, dengan onset usia rata-rata > 40 tahun, meskipun eritroderma dapat
terjadi pada semua usia. Insiden eritroderma makin bertambah. Penyebab utamanya adalah
psoriasis. Hal tersebut seiring dengan meningkatnya insidens psoriasis. 2,7
Insidens penyakit eritroderma di RSUD Kardinah Tegal berdasarkan data dari rekam
medis pada tahun 2014 tercatat sebanyak 6 kasus baru pada Januari 2014-Desember 2014.
Berdasarkan jenis kelamin, terdapat 4 pasien jenis kelamin laki-laki dan 2 pasien jenis kelamin
perempuan. Berdasarkan usia, usia 15-24 tahun sebanyak 2 pasien, usia 25-44 tahun sebanyak 1
pasien, usia 45-64 tahun sebanyak 3 pasien.
IV. ETIOLOGI
Eritroderma dapat disebabkan oleh akibat alergi obat secara sistemik, perluasan penyakit
kulit, penyakit sistemik termasuk keganasan.3 Pada banyak kasus, eritroderma umumnya
disebabkan kelainan kulit yang ada sebelumnya (misalnya psoriasis atau dermatitis atopik),
cutaneous T-cell lymphoma (CTCL) atau reaksi obat. Identifikasi penyakit yang menyertai
menggambarkan satu dari sekian banyak kelainan kulit.8 Penyakit kulit yang dapat menimbulkan
eritroderma diantaranya adalah psoriasis 23%, dermatitis spongiotik 20%, alergi obat 15%,
CTCL atau sindrom sezary 5%.9
Secara morfologis gambaran eritroderma menyerupai beberapa kelainan kulit dan
penyakit sistemik, begitu pula akibat alergi obat-obatan tertentu, berikut klasifikasi eritroderma:
1. Eritroderma yang disebabkan oleh alergi obat secara sistemik.
Keadaan ini banyak ditemukan pada dewasa muda. Obat yang dapat menyebabkan eritroderma
adalah arsenik organik, emas, merkuri (jarang), penisilin, barbiturat. Insiden ini dapat lebih
tinggi karena kebiasaan masyarakat sering melakukan pengobatan sendiri dan pengobatan secara
tradisional.10 Waktu mulainya obat masuk ke dalam tubuh hingga timbul penyakit bervariasi
dapat segera sampai 2 minggu. Gambaran klinisnya adalah eritema universal. Bila ada obat yang
masuk ke dalam tubuh lebih dari satu diduga sebagai penyebabnya ialah obat yang paling sering
menyebabkan alergi.
2. Eritroderma yang disebabkan oleh perluasan penyakit kulit.
Eritroderma et causa psoriasis, merupakan eritroderma yang paling banyak ditemukan dan
dapat disebabkan oleh penyakit psoriasis maupun akibat pengobatan psoriasis yang terlalu kuat.14
Dermatitis seboroik pada bayi juga dapat menyebabkan eritroderma yang juga dikenal sebagai
penyakit Leiner. Etiologinya belum diketahui pasti. Usia penderita berkisar 4-20 minggu.
Ptyriasis rubra pilaris yang berlangsung selama beberapa minggu dapat pula menjadi
eritroderma. Selain itu yang dapat menyebabkan eritroderma adalah pemfigus foliaseus,
dermatitis atopik dan liken planus.2,10
3. Eritroderma akibat penyakit sistemik.
Berbagai penyakit atau kelainan alat dalam termasuk infeksi fokal dapat memberi kelainan
kulit berupa eritroderma. Jadi setiap kasus eritroderma yang tidak termasuk akibat alergi obat
dan akibat perluasan penyakit kulit harus dicari penyebabnya, yang berarti perlu pemeriksaan
menyeluruh (termasuk pemeriksaan laboratorium dan sinar X toraks), untuk melihat adanya
infeksi penyakit pada alat dalam dan infeksi fokal. Ada kalanya terdapat leukositosis namun
tidak ditemukan penyebabnya, jadi terdapat infeksi bakterial yang tersembunyi (occult infection)
yang perlu diobati.2
Tabel 1. Proses yang berkaitan dengan timbulnya Eritroderma7
Penyakit Kulit Penyakit Sistemik Obat-obatan
Dermatisis atopik
Dermatitis kontak
Dermatofitosis
Penyakit Leiner
Liken planus
Mikosis fungoides
Pemfigus foliaceus
Pitiriais rubra
Psoriasis
Sindrom Reiter
Dermatitis seboroik
Dermatitis statis
Mikosis fungoides
Penyakit Hodgkin
Limfoma
Leukemia akut dan kronis
Multipel mieloma
Karsinoma paru
Karsinoma rektum
Karsinoma tuba falopii
Dermatitis
papuloskuamosa pada
AIDS
Sulfonamid
Antimalaria
Penisilin
Sefalosporin
Arsen
Merkuri
Barbiturat
Aspirin
Kodein
Difenilhidantoin
Yodium
Isoniazod
Kuinidin
Captopril
Harus lebih diperhatikan komplikasi sistemik akibat eritroderma seperti; hipotermia, edema
perifer, dan kehilangan cairan, dan albumin dengan takikardia dan kelainan jantung harus
mendapat perawatan yang serius. Pada eritroderma kronik dapat mengakibatkan kakeksia,
alopesia, palmoplantar keratoderma, kelainan pada kuku dan ektropion.
V. PATOFISIOLOGI
Mekanisme terjadinya eritroderma belum diketahui secara pasti. Patogenesis eritroderma
berkaitan dengan patogenesos penyakit yang mendasarinya, dermatosis yang sudah ada
sebelumnya berkembang menjadi eritroderma, atau perkembangan eritroderma idiopatik de novo
tidaklah sepebuhnya dimengerti. Penelitian terbaru imunopatogenesis infeksi yang dimediasi
toxin menunjukkan bahwa lokus patogenesitas staphilococcus mengkodekan superantigen.
Lokus-lokus tersebut mengandung gen yang mengkodekan toxin dari toxic shock syndrome dan
staphylococcal scalded-skin syndrome. Kolonisasi staphylococcusa ureus atau antigen lain
merupakan teori yang mungkin saja seperti toxic shock syndrome toxin-1, mungkin memainkan
peranan pada patogenesis eritroderma. Pasien-pasien dengan eritroderma biasanya mempunyai
kolonisasi S. aureus sekitar 83% dan pada kulit sekitar 17%, bagaimanapun juga hanya ada satu
dari pasien yang memiliki toxin S. aureus yang positif.
Dalam mempelajari patogenesis dari eritroderma membutuhkan pengetahuan biologi
normal dari epidermis. Seperti pada jaringan lainnya, epidermis melakukan regenerasi secara
rutin yang terjadi pada membrana basalis, dan sel-sel ini berubah menjadi struktur keratin yang
utuh melalui proses selama 10-12 hari. Pada umumnya, sel-sel ini membutuhkan tambahan
sekitar 12-14 hari lagi di stratum korneum sebelum sel ini dilepaskan.3
Berdasarkan penelitian, jumlah skuama yang hilang pada manusia normal antara 500-
1000 mg/hari. Pengelupasan keratin paling banyak terjadi pada telapak tangan, kulit kepala, dan
dahi (kurang lebih 2-3,5 gr/m2 per 24 jam) dan paling sedikit pada dada, lengan bawah dan
tungkai bawah (0,1 gr/m2 per 24 jam). Karena tubuh mengkatabolisme 50-60 gr protein per hari,
pengelupasan kulit yang fisiologis ini berperan penting dalam metabolisme protein secara
keseluruhan.3
Patogenesis eritroderma masih menjadi perdebatan. Penelitian terbaru mengatakan bahwa
hal ini merupakan proses sekunder dari interaksi kompleks antara molekul sitokin dan molekul
adhesi seluler yaitu Interleukin (IL-1, IL-2, IL-8), molekul adhesi interselular 1 (ICAM-1), tumor
nekrosis faktor, dan interferon-γ.19 Pada eritroderma terjadi peningkatan laju pengelupasan
epidermis. Meskipun beberapa peneliti memperkirakan sekitar 100 gr epidermis hilang setiap
harinya, tetapi pada beberapa literatur menyatakan bahwa hanya 20-30 gr yang hilang. Pada
skuama penderita eritroderma ditemukan peningkatan jumlah asam nukleat dan hasil
metabolismenya, penurunan jumlah asam amino, dan peningkatan jumlah protein bebas.3
Reaksi tubuh terhadap suatu agen dalam tubuh (baik itu obat-obatan, perluasan penyakit
kulit dan penyakit sistemik) adalah berupa pelebaran pembuluh darah kapiler (eritema) yang
generalisata. Eritema berarti terjadi pelebaran pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah
ke kulit meningkat sehingga kehilangan panas bertambah.
Akibatnya pasien merasa dingin dan menggigil. Pada eritroderma kronis dapat terjadi gagal
jantung. Juga dapat terjadi hipotermia akibat peningkatan perfusi kulit.
Penguapan cairan yang makin meningkat dapat menyebabkan dehidrasi. Bila suhu badan
meningkat, kehilangan panas juga meningkat. Pengaturan suhu terganggu. Kehilangan panas
menyebabkan hipermetabolisme kompensatoar dan peningkatan laju metabolisme basal.
Kehilangan cairan oleh transpirasi meningkat sebanding laju metabolisme basal.2,3
Kehilangan skuama dapat mencapai 9 gram/m2 permukaan kulit atau lebih sehari
sehingga menyebabkan kehilangan protein. Hipoproteinemia dengan berkurangnya albumin dan
peningkatan relatif globulin terutama gammaglobulin merupakan kelainan yang khas. Edema
sering terjadi, kemungkinan disebabkan oleh pergesaran cairan ke ruang ekstravaskuler.2
Eritroderma akut dan kronis dapat menganggu mitosis rambut dan kuku berupa kerontokan
rambut dan kuku berupa kerontokan rambut difus dan kehilangan kuku. Pada eritroderma yang
telah berlangsung berbulan – bulan dapat terjadi perburukan keadaan umum yang progresif.10
Pada eritroderma ec alergi obat berbeda dengan eritroderma pada umumnya yang
biasanya disertai dengan eritem dan skuama. Pada eritroderma ec alergi obat terlihat adanya
eritem tanpa adanya skuama. Skuama justru baru akan timbul pada stadium penyembuhan. 2
VI. GAMBARAN KLINIS
Gambaran klimis eritroderma beraneka ragam dan bervariasi tiap individu. Kelainan yang
paling pertama muncul adalah eritema, disebabkan oleh pembuluh darah, yang umumnya terjadi
pada area genitalia, ekstremitas, atau kepala. Eritem ini akan meluas sehingga dalam beberapa
hari atau minggu seluruh permukaan kulit akan terkena, yang akan menunjukkan gambaran yang
disebut red man syndrome.
Skuama muncul setelah eritema, biasanya setelah 2-6 hari. Skuama adalah lapisan
korneum yang terlepas dari kulit. Skuama berkonsistensi mulai dari halus sampai kasar. Ukuran
skuama bervariasi; pada proses akut akan berukuran besar, sedangkan pada proses kronik akan
berukuran kecil. Warna skuama bervariasi, mulai dari putih hingga kekuningan.
Deskuamasi yang difus dimulai dari daerah lipatan, kemudian menyeluruh. Dapat juga
mengenai membran mukosa, terutama yang disebabkan oleh obat. Bil kulut kepala sudah
terkena, dapat terjadi alopesia, perubahan kuku dan kuku dapat lepas. Pada eritroderma, skuama
tidak selalu terdapat, misalnya eritroderma karena alergi obat sistemik, pada mulanya tidak
disertai skuama, skuama timbul pada stadium penyembuhan.
Kulit kepala dapat terlibat, yang akan meluas ke folikel rambut dan kuku. Kurang lebih
25% dari pasien mengalami alopesiam dan pada banyak kasus, kuku akan mengalami kerapuhan
sebelum lepas seluruhnya. Telapak tangan dan kaki biasanya ikut terlibat, namun jarang
mengenai membran mukosa. Sering terjadi pula bercak hiperpigmentasi dan hipopigmentasi.
Pada eritroderma kronis, eritema tidak begitu jelas karena bercampur dengan hiperpigmentasi. 7
Epidermis berukuran tipis pada awal proses penyakit dan akan terlihat dan terasa tebal
pada stadium lanjut. Kulit akan terasa kering dengan krusta yang berwarna kekuningan yng
disebabkan serum yang mengering dan kemungkinan karena infeksi sekunder. Pada beberapa
kasus, manifestasi klinis yang muncul pada eritroderma yang akut menyerupai nekrolisis
epidermal toksik, walaupun secara patofisiologi sangat berbeda.2
Eritroderma akibat alergi obat bisanya secara sistemik sebelum menuncul gejala klinis
perlu dikaji ulang untuk mengonfirmasi penyebab terjadinya eritroderma akibat obat. Pada
umumnya alergi ini timbul secara akut dalam waktu 10 hari. Dapat pula bervariasi mulai dari
waktu masuknya obat ke dalam tubuh hingga timbul penyakit dapat segera sampai 2 minggu.
Gambaran klinisnya berupa eritema universal. Pada stadium akut tidak terdapat skuama, pada
stadium penyembuhan baru timbul skuama.2
Eritroderma akibat penyakit kulit, penyakit sistemik dan obat-obatan sering dijumpai
kelainan-kelainan yang mendasarinya yang membantu dalam menegakkan diagnosis. Sering
ditemukan plak psoriasis yan masih tersisa, papul atau lesi oral likenplanus; gambaran pulau
yang khas dari ptiriasis rubra dan lesi papuler pada drug eruption. Riwayat psoriasis yang
bersifat kronik dan residif dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya eritroderma. Kelainan
kulit berupa skuama yang berlapis-lapis dan kasar di atas kulit yang eritematosa, sirkumskripta.
Umumnya didapati eritema yang tidak merata. Pada tempat predileksi psoriasis dapat ditemukan
kelainan yang lebih eritematosa dan agak meninggi dari pada sekitarnya dan skuama ditempat itu
lebih tebal. Kuku juga perlu dilihat, dicari apakah ada pitting nail berpa lekukan miliar, tanda ini
hanya menyokong dan tidak patognomonis untuk psoriasis. Jika ragu-ragu, pada tempat yang
meninggi tersebut dilakukan biopsi untuk pemeriksaan histopatologik. Kadang-kadang biopsi
sekali tidak cukup dan harus dilakukan beberapa kali. Penyakit Leiner atau eritroderma
deskuamativum ini biasanya terjadi pada penderita usia antara 4 minggu sampai 20 minggu.
Keadaan umum penderita baik, biasanya tanpa keluhan. Kelainan berupa skuama berminyak dan
kekuningan di kepala. Kelainan kulit berupa eritema universal disertai skuama yang kasar.
Eritroderma akibat penyakit sistemik termasuk keganasan, berbagai penyakit atau
kelainan alat dalam dapat menyebabkan kelainan kulit berupa eritroderma. Setiap kasus
eritroderma yang tidak termasuk golongan 1 dan 2 harus dicari penyebabnya, yang berarti harsu
diperiksa secara menyeluruh, apakah ada penyakit pada alat dalam dan harus dicari pula pakah
ada infeksi dalam dan infeksi fokal. Termasuk didalam golongan ini adalah sindrome Sezary.
Sindroma Sezary termasuk penyakit limfoma, ada yang berpendapat merupakam stadium
mikosis fungoides. Penyebabnya belum diketahui, diduga berhubungan dengan infeksi virus
HTLV-V dan dimasukkan kedalam CTCL (Cutaneus T-Cell Lymphoma). Yang diserang adalah
orang dewasa, mulainya penyakit pada pria rata-rata berusia 64 tahun sedangkan pada wanita
berusia 53 tahun. Sindrom ini ditandai dengan eritema berwarna merah membara yang
universal disertai skuama dan rasa sangat gatal. Selain itu terdapat pula infiltrasi pada kulit dan
edema. Pada sepertiga hingga setengah para penderita didapati splenomegali,
limfadenopatisuperfisial, alopesia, hiperpigmentasi, hiperkeratosis palmaris dan plantaris serta
kuku yang distrofik. 2
VII. DIAGNOSIS
Diagnosis agak sulit ditegakkan, harus melihat dari tanda dan gejala yang sudah ada
sebelumnya, misalnya warna hitam-kemerahan di psoriasis dan di pilaris rubra pityriasis;
perubahan kuku khas psoriasis; likenifikasi, erosi, dan ekskoriasi di dermatitis atopik dan
eksema; menyebar, relatif hiperkeratosis tanpa skuama, dan pityriasis rubra; ditandai bercak kulit
dalam eritroderma di pilaris rubra pityriasis; hiperkeratotik skala besar kulit kepala, biasanya
tanpa rambut rontok di psoriasis dan dengan rambut rontok di CTCL dan pityriasis rubra,
ektropion mungkin terjadi. Dengan beberapa biopsi biasanya dapat menegakkan diagnosis.2
VIII. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis
Banding
Penyebab Predisposisi Predileksi Efloresensi Manifestasi
lain
Psoriasis Tidak
diketahui,
diduga
autoimun
Pria lebih
banyak,
biasanya
dewasa
Kulit kepala,
perbatasan
daerah tersebut
dengan muka,
ekstremitas
bagian ekstensor
terutama siku
dan lutut, kuku
dan daerah
lumbosakral
Makula
eritematosa
berbatas tegas,
miliar-numular,
ditutupi oleh
skuama yang
tebal, kasar,
berlapis-lapis,
berwarna putih
mengkilat,
fenomena tetesan
lilin, Auspit,
Kobner
Kadang
gatal
Dermatitis
Seboroik
Peningkatan
aktivitas
kelenjar
sebasea
Lebih sering
pada dewasa
Bagian tubuh
yang banyak
mengandung
kelenjar sebasea:
kulit kepala,
belakang telinga,
alis mata, cuping
hidung, ketiak,
dada,
antarskapula,
Makula
eritematosa yang
ditutupi papula
lonjong, miliar
difus, skuama
halus putih
berminyak.
Kadang erosi
dengan krusta
kekuningan
Gatal
suprapubis
Pitiriasis
Rosea
Tidak
diketahui
Pria=wanita,
semua usia
Dapat tersebar di
seluruh tubuh
terutama yang
tertutup pakaian
Eritema bentuk
lonjong,
lentikular-
numular, ditutupi
skuama halus,
sumbu panjang
lesi sesuai
dengan garis
lipatan kulit,
khas: lesi inisial
(herald patch=
medallion)
soliter bentuk
oval, anular,
diameter, jarang
> 1 herald patch
Gatal dapat
didahului
gejala
prodromal
ringan
(malaise,
nyeri
kepala, sakit
tenggorokan
Dermato-
fitosis
Golongan
jamr
dermatofita
Pria=wanita,
semua usia
Dapat tersebar di
seluruh tubuh
manapun
Makula
eritematosa
dengan tepi aktif
disertai
papul/vesikel,
penyembuhan
sentral, berbatas
tegas, skuama
halus, jika
berlangsung
kronik dijumpai
likenifikasi atau
hiperpigmentasi
Gatal
terutama
jika
berkeringat
Sifilis Treponema Pria= wanita, Genitalia Bercak-bercak Sering
Stadium II pallidum dewasa, bayi
baru lahir
eksterna, sekitar
anus, ketiak,
sudut mulut,
inferior
mammae, dapat
mengenai perut,
punggung,
tangan
eritema dengan
skuama merah
tembaga
disertai
demam
malam hari
(dolores
nocturnal),
pembesaran
kelenjar
getah
bening
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan darah didapatkan albumin serum yang rendah dan peningkatan
gammaglobulin ketidakseimbangan elektrolit, protein fase akut meningkat, leukositosis, maupun
anemia ringan. 3
2. Histopatologi
Pada kebanyakan pasien dengan eritroderma histopatologi dapat membantu mengidentifikasi
penyebab eritroderma pada sampai dengan 50% kasus, biopsi kulit dapat menunjukkan gambaran
yang bervariasi, tergantung berat dan durasi proses inflamasi. Pada tahap akut, spongiosis dan
parakeratosis menonjol, terjadi edema. Pada stadium kronis, akantosis dan perpanjangan rete
ridge lebih dominan.
Eritroderma akibat limfoma, yang menginfiltrasi bisa menjadi semakin pleomorfik, dan mungkin
akhirnya memeperoleh fitur diagnostik spesifik, seperti bandlike limfoid infiltrat di dermis-
epidermis, dengan sel cerebriform monoklear atipikal dan Pautrier’s microabscesses. Pasien
dengan sindrom Sezary sering menunjukkan beberapa fitur dari dermatitis kronis, dan
eritroderma jinak mungkin kadang-kadang menunjukkan beberapa gambaran tidak jelas pada
limfoma.
Pada pemeriksaan immunofenotipe infiltrat limfoid juga mungkin sulit menyelesaikan
permasalahan karena pemeriksaan ini umumnya memperlihatkan gambaran sel T matang pada
eritroderma jinak maupun ganas. Pada psoriasis papilomatosis dan gambaran clubbing lapisan
papiler dapat terlihat, dan pada pemfigus foliaseus, akantosis superfisial juga ditemukan. Pada
eritroderma iktisioform dan ptiriais rubra pilaris, biopsi diulang dari tempat-tempat yang dipilih
dengan cermat dapat memperlihatkan gambaran khasnya. 10
PENATALAKSANAAN
Umumnya pengobatan eritroderma dengan kortikosteroid. Pada golongan I, yang
disebabkan oleh alergi obat secara sistemik, dosis prednison 3 x 10 mg – 4 x 10 mg.
Penyembuhan terjadi cepat, umumnya dalam beberapa hari- beberapa minggu. Pada golongan II
akibat perluasan penyakit kulit juga diberikan kortikosteroid. Dosis mula prednison 4 x 10 mg –
4 x 15 mg sehari. Jika setelah beberapa hari tidak tampak perbaikan dosis dapat dinaikkkan.
Setelah tampak perbaikan, dosis diturunkan perlahan-lahan. Jika eritroderma terjadi akibat
pengobatan dengan ter pada psoriasis, maka obat tersebut harus dihentikan. Eritroderma karena
psoriasis dapat pula diobati dengan etretinat. Lama penyembuhan golongan II ini bervariasi
beberapa minggu hingga beberapa bulan, jadi tidak secepat golongan I. 2
Pengobatan penyakit Leiner dengan kortikosteroid memberi hasil yang baik. Dosis
prednison 3 x 1-2 mg sehari. Pada sindrome Sezary pengobatannya terdiriatas kortikosteroid dan
sitostatik, biasanya digunakan klorambusil dengan dosis 2-6 mg sehari. Pada eritroderma yang
lama diberikan pula diet tinggi protein, karena terlepasnya skuama mengakibatkan kehilangan
protein. Kelainan kulit perlu pula diolesi emolien untuk mengurangi radiasi akibat vasodilatasi
oleh eritema, misalnya dengan salep lanolin 10%.
KOMPLIKASI
1. Gagal jantung
2. Gagal ginjal
3. Kematian mendadak akibat hipotermia sentral. 11
PROGNOSIS
Prognosis eritroderma tergantung pada proses penyakit yang mendasarinya. Kasus karena
penyebab obat dapat membaik setelah penggunaan obat dihentikan dan diberikan terapi yang
sesuai. Prognosis kasus akibat gangguan sistemik yang mendasarinya seperti limfoma akann
tergantung pada kondisi keberhasilan pengobatan, tetapi mungkin timbul kekambuhan. Kasus
idiopatik adalah kasus yang tidak terduga, dapat bertahan dalam waktu yang lama, sering kali
disertai dengan kondisi yang lemah.
Eritroderma yang termasuk golongan I, yakni karena alergi obat secara sistemik,
prognosisnya baik. Penyembuhan golongan ini ialah yang tercepat dibandingkan golongan yang
lain. Pada eritroderma yang belum diketahui penyebabnya, pengobatan dengan kortikosteroid
hanya mengurangi gejalanya, penderita akan mengalami ketergantungan kortikosteroid.
Sindrome Sezary prognosisnya buruk, penderita pria umumnya akan meninggal setelah 5
tahun, sedangkan penderita wanita setelah 10 tahun. Kematian disebbakan oleh infeksi atau
penyakit berkembang menjadi mikosis fungoides.