Era KEbangKitan industri PErtahanan · dana menutup kekurangan anggar ... jataan angkatan perang RI...

1
HUT 8 | SELASA, 5 OKTOBER 2010 | MEDIA INDONESIA | EDISI KHUSUS Kado istimewa untuk HUT ke-65 TNI pada hari ini adalah kemauan politik pemerintah untuk meniupkan napas bagi industri pertahanan. Nurulia Juwita Sari I NDUSTRI militer memiliki peran strategis bagi perta- hanan suatu negara. Itulah sebabnya ekonom Faisal Basri pernah berseloroh bahwa untuk membangun industri pertahanan tidak perlu menunggu negara kaya dulu. Miskin pun bisa dimulai, asalkan ada kemauan politik pemerintah. Kemauan politik itu sesungguh- nya sudah ada. Tonggak awal cita- cita membangun industri pertahan- an dituangkan dalam Keputusan Presiden Nomor 59 Tahun 1983. Ketika itu, Indonesia ingin mem- bangun industri strategis yang bernaung di dalam badan usaha milik negara industri strategis. Ada 10 industri strategis yang ditetapkan keppres tersebut, anta- ra lain industri pertahanan bidang kedirgantaraan yang ditangani PT IPTN (sekarang PT Dirgantara Indonesia), bidang kemaritiman ditangani PT PAL, dan bidang persenjataan dan amunisi ditangani PT Pindad. Sebagai sebuah kemauan politik, harus jujur diakui keberhasilan pembangunan industri pertahanan lewat Keppres 59. PT Dirgantara Indonesia mampu memproduksi pesawat transpor sayap tetap, he- likopter, pesawat patroli maritim, pesawat pengintai, dan simulator pesawat terbang maritim. PT PAL telah memproduksi Korvet, kapal patroli, landing platform dockship, tanker, kapal pencegah bencana laut, dan dok pemeliharaan kapal perang. PT Pindad telah mem- produksi senjata ringan, senjata khusus, dan kendaraan tempur. Krisis ekonomi 1997 telah mengi- kis habis eksistensi industri strate- gis sehingga mati suri. Ia baru siuman ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mencanang- kan revitalisasi industri pertahanan dalam salah satu program di 100 hari pemerintahannya pada 2009. “Ini era kebangkitan industri perta- hanan,” tandas Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro. Revitalisasi industri pertahanan merupakan satu dari 12 program prioritas pemerintah. Itulah kado istimewa dalam memperingati HUT ke-65 TNI. Kebangkitan in- dustri pertahanan diperkokoh de- ngan kehadiran Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP). Komite itu merupakan forum koordinasi di antara beberapa kementerian yang terkait dengan revitalisasi industri pertahanan, yaitu Kementerian Pertahanan, Kementerian Riset dan Teknologi, dan Kementerian Perindustrian dengan Purnomo sebagai ketuanya. Konsorsium perbankan Membangun industri pertahanan berarti juga membangun kekuatan pertahanan nasional yang semakin kokoh, mandiri, dan berdaya gentar tinggi. Tentu sangat diharapkan agar pembangunan industri perta- hanan memberikan efek bola salju pada industri-industri pendukung yang pada gilirannya membangun perekonomian nasional. Akan tetapi, harus disadari, pembangunan industri pertahanan tidak semudah membalikkan tela- pak tangan. Persoalan laten ada- lah sumber pembiayaan. Sebagai ilustrasi, Kementerian Pertahanan hingga kini masih terus berjuang untuk mendapatkan tambahan dana menutup kekurangan anggar- an perawatan dan pengadaan alat utama sistem persenjataan atau alutsista. Kekurangannya mencapai Rp57 triliun dari total kebutuhan Rp157 triliun, di luar alokasi ang- garan belanja rutin pegawai. “Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010- 2014, total kebutuhan dana untuk perawatan dan pengadaan alut- sista mencapai Rp157 triliun. Akan tetapi, Badan Perencanaan Pem- bangunan Nasional hanya menga- lokasi dana Rp100 triliun. Berarti kami harus menutup kekurangan sampai Rp57 triliun lagi,” tandas Purnomo. Menteri Perindustrian MS Hi- dayat mencoba memberikan jalan keluar. Ia mengatakan seluruh pengadaan alutsista akan dijamin pemerintah melalui APBN selama lima tahun ke depan. “Dengan adanya jaminan dari pemerintah, perbankan mau back-up.” Sebenarnya, imbuh Hidayat, telah ada dua bank nasional, yakni PT Bank Mandiri Tbk dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) yang menjadi pemimpin konsorsium perbankan yang akan menjamin pengadaan alutsista sepanjang lima tahun ke depan. Direktur Utama BRI Sofyan Basir membenarkan pihaknya ikut berpartisipasi dalam sindikasi perbankan itu. “Ang- kanya saya agak lupa, kalau tidak salah di atas Rp2 triliun-Rp3 triliun dari BRI,” tandas Sofyan Basir. Jaminan pemerintah itulah yang telah membangkitkan industri per- tahanan. (Jaz/ X-3) [email protected] ERA KEBANGKITAN INDUSTRI PERTAHANAN Menajamkan Taring Armada Tempur Indonesia PADA era 60-an, kekuatan persen- jataan angkatan perang RI tercatat dalam daftar sebagai yang terbesar di belahan bumi selatan. Alhasil, predikat ‘Macan Asia’ pun disan- dangkan. Kini melalui program percepat- an revitalisasi industri pertahanan nasional, diharapkan taring armada perang Indonesia pun kembali kemilau. Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono seusai pelaksan- aan geladi bersih HUT ke-65 TNI menegaskan kebijakan pengadaan persenjataan TNI yang menga- rahkan pembelian ke industri pertahanan nasional memberikan prospek yang baik bagi TNI selaku pengguna produk industri pertah- anan. “Menyikapi kebijakan itu, kami tentu akan membeli peralatan dan persenjataan yang bisa dibuat di da- lam negeri ke industri pertahanan nasional. Kebijakan itu memberikan prospek yang sangat bagus bagi TNI.” Sementara itu, Dirjen Sarana Per- tahanan Kementerian Pertahanan Laksamana Muda TNI Susilo mem- benarkan adanya berbagai upaya pemerintah untuk terus memajukan industri pertahanan dalam negeri. Kementerian Pertahanan, sambung dia, bahkan tengah menyiapkan roadmap yang mengatur tahapan- tahapan langkah pembangunan jangka pendek, menengah, dan panjang. Roadmap akan diluncur- kan setidaknya pada 7 Oktober mendatang. “Dengan roadmap itu diharapkan dapat mengurangi ketergantungan. Hingga pada akhirnya diproyeksi- kan pada 2029 ada kesiapan maksi- mal dari industri pertahanan dalam memenuhi kebutuhan persenjataan TNI.” Menilik kondisi geografis Indo- nesia, Susilo memaparkan, arah penguatan alutsista adalah untuk matra laut dan udara. Terkait de- ngan itu, Susilo mengungkapkan, kini kebutuhan senjata ringan atau senjata perorangan untuk ketiga matra sudah dapat diperoleh dari PT Pindad. “Kita sudah pakai produk PT Pin- dad untuk senjata serbu (SS). Dari total kebutuhan, hanya 2% senjata perorangan yang belum dipenuhi PT Pindad.” Demi mengurangi tingkat ketergantungan atau de- pendensi dengan negara lain, Susilo mengatakan Kementerian Perta- hanan mengambil kebijakan trans- fer teknologi. Salah satunya, seperti saat mengadakan kapal perusak kawal rudal (PKR) untuk TNI-AL. Yakni, bekerja sama dengan pihak Belanda dan kapalnya dibangun di Indonesia. Kerja sama de- ngan pihak asing juga dilakukan dalam pe- ngadaan kapal se- lam dan pesawat Sukhoi. Ada juga kerja sama pe- merintah RI dengan Korea untuk mengembangkan pesawat tempur generasi 4,5 yang kemampuannya di atas Sukhoi. Program itu di- harapkan selesai pada 2020. Upaya lain memperkuat alutsista, menurut Susilo, adalah mengada- kan program pinjaman dalam negeri yang pembayarannya diatur Kemenkeu dan perbankan. Tercatat ada sekitar 13 kontrak besar untuk proyek itu. Prioritas pengadaan alat tempur TNI saat ini, menurut Susilo, adalah tiga pesawat patroli maritim yang dibangun di PT DI. Kontraknya, kata dia, dilakukan dengan Prancis dan pembangunannya di Indo- nesia. “Ke depan kita berharap bisa mulai dengan tahapan- tahapan pemenuhan kebutuhan alat komunikasi untuk perbatasan,” pungkasnya. Adanya kemauan politik untuk memprioritaskan revi- talisasi industri pertahan- an itu, diingatkan mantan Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu, harus diikuti oleh tiga langkah. “Pertama, konsistensi peng adaan alutsista jangka panjang, sesuai dengan kebutuhan ke- tiga matra.” Kedua, pemerin- tah harus memak- simalkan kemampuan pembiayaan dari dalam negeri sehingga ada kepas- tian pendanaan untuk program pengembangan alutsista terse- but. “Syarat ketiga, memaksi- malkan kemampuan industri strategis nasional memproduksi kebutuhan alutsista.” (NJ/Jaz/*/ S-8) Revitalisasi industri pertahanan merupakan satu dari 12 program prioritas pemerintah. Itulah kado istimewa dalam memperingati HUT ke-65 TNI.”

Transcript of Era KEbangKitan industri PErtahanan · dana menutup kekurangan anggar ... jataan angkatan perang RI...

Page 1: Era KEbangKitan industri PErtahanan · dana menutup kekurangan anggar ... jataan angkatan perang RI tercatat dalam daftar sebagai yang terbesar di belahan bumi selatan. Alhasil,

HUT TNI SELASA, 5 oktoBER 2010 | MEDIA INDoNESIA | EDISI kHUSUS | 98 | SELASA, 5 oktoBER 2010 | MEDIA INDoNESIA | EDISI kHUSUS

kado istimewa untuk HUt ke-65 tNI pada hari ini adalah kemauan politik pemerintah untuk meniupkan napas bagi industri pertahanan.

Nurulia Juwita Sari

INDUSTRI militer memiliki peran strategis bagi perta­hanan suatu negara.

Itulah sebabnya ekonom Faisal Basri pernah berseloroh bahwa untuk membangun industri pertahanan tidak perlu menunggu negara kaya dulu. Miskin pun bisa dimulai, asalkan ada kemauan politik pemerintah.

Kemauan politik itu sesungguh­nya sudah ada. Tonggak awal cita­cita membangun industri perta han­an dituangkan dalam Keputusan Presiden Nomor 59 Tahun 1983. Ketika itu, Indonesia ingin mem­bangun industri strategis yang bernaung di dalam badan usaha milik negara industri strategis.

Ada 10 industri strategis yang ditetapkan keppres tersebut, anta­ra lain industri pertahanan bidang

kedirgantaraan yang ditangani PT IPTN (sekarang PT Dirgantara Indonesia), bidang kemaritiman ditangani PT PAL, dan bidang persenjataan dan amunisi ditangani PT Pindad.

Sebagai sebuah kemauan politik, harus jujur diakui keberhasilan pembangunan industri pertahanan lewat Keppres 59. PT Dirgantara Indonesia mampu memproduksi pesawat transpor sayap tetap, he­likopter, pesawat patroli maritim, pesawat pengintai, dan simulator pesawat terbang maritim. PT PAL telah memproduksi Korvet, kapal patroli, landing platform dockship, tanker, kapal pencegah bencana laut, dan dok pemeliharaan kapal perang. PT Pindad telah mem­produksi senjata ringan, senjata khusus, dan kendaraan tempur.

Krisis ekonomi 1997 telah mengi­kis habis eksistensi industri strate­gis sehingga mati suri. Ia baru siuman ketika Presiden Susilo

Bambang Yudhoyono mencanang­kan revitalisasi industri pertahanan dalam salah satu program di 100 hari pemerintahannya pada 2009. “Ini era kebangkitan industri perta­hanan,” tandas Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro.

Revitalisasi industri pertahanan merupakan satu dari 12 program prioritas pemerintah. Itulah kado istimewa dalam memperingati HUT ke­65 TNI. Kebangkitan in­dustri pertahanan diperkokoh de­ngan kehadiran Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP). Komite itu merupakan forum koordinasi di antara beberapa kementerian yang terkait dengan revitalisasi industri pertahanan, yaitu Kementerian Pertahanan, Kementerian Riset dan Teknologi, dan Kementerian Perindustrian dengan Purnomo sebagai ketuanya.

Konsorsium perbankanMembangun industri pertahanan

berarti juga membangun kekuatan pertahanan nasional yang semakin kokoh, mandiri, dan berdaya gentar tinggi. Tentu sangat diharapkan agar pembangunan industri perta­hanan memberikan efek bola salju pada industri­industri pendukung yang pada gilirannya membangun perekonomian nasional.

Akan tetapi, harus disadari, pem bangunan industri pertahanan ti dak semudah membalikkan tela­pak tangan. Persoalan laten ada­lah sumber pembiayaan. Sebagai ilustrasi, Kementerian Pertahanan hingga kini masih terus berjuang untuk mendapatkan tambahan dana menutup kekurangan anggar­an perawatan dan pengadaan alat utama sistem persenjataan atau alutsista. Kekurangannya mencapai Rp57 triliun dari total kebutuhan Rp157 triliun, di luar alokasi ang­garan belanja rutin pegawai.

“Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010­

2014, total kebutuhan dana untuk perawatan dan pengadaan alut­sista mencapai Rp157 triliun. Akan tetapi, Badan Perencanaan Pem­bangunan Nasional hanya menga­lokasi dana Rp100 triliun. Berarti kami harus menutup kekurangan sampai Rp57 triliun lagi,” tandas Purnomo.

Menteri Perindustrian MS Hi­

dayat mencoba memberikan jalan keluar. Ia mengatakan seluruh pengadaan alutsista akan dijamin pemerintah melalui APBN selama lima tahun ke depan. “Dengan adanya jaminan dari pemerintah, perbankan mau back­up.”

Sebenarnya, imbuh Hidayat, telah ada dua bank nasional, yakni PT Bank Mandiri Tbk dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) yang menjadi pemimpin konsorsium perbankan yang akan menjamin pengadaan alutsista sepanjang lima tahun ke depan. Direktur Utama BRI Sofyan Basir membenarkan pihaknya ikut berpartisipasi dalam sindikasi perbankan itu. “Ang­kanya saya agak lupa, kalau tidak salah di atas Rp2 triliun­Rp3 triliun dari BRI,” tandas Sofyan Basir. Jaminan pemerintah itulah yang telah membangkitkan industri per­tahanan. (Jaz/ X­3)

[email protected]

Era KEbangKitanindustri PErtahanan

Menajamkan Taring Armada Tempur IndonesiaPADA era 60­an, kekuatan persen­jataan angkatan perang RI tercatat dalam daftar sebagai yang terbesar di belahan bumi selatan. Alhasil, predikat ‘Macan Asia’ pun disan­dangkan.

Kini melalui program percepat­an revitalisasi industri perta hanan nasional, diharapkan taring armada perang Indonesia pun kembali kemilau. Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono seusai pelaksan­aan geladi bersih HUT ke­65 TNI menegaskan kebijakan pengadaan persenjataan TNI yang menga­rahkan pembelian ke industri perta hanan nasional memberikan prospek yang baik bagi TNI selaku pengguna produk industri pertah­anan.

“Menyikapi kebijakan itu, kami tentu akan membeli peralatan dan persenjataan yang bisa dibuat di da­lam negeri ke industri pertahanan nasional. Kebijakan itu memberikan prospek yang sangat bagus bagi TNI.”

Sementara itu, Dirjen Sarana Per­tahanan Kementerian Pertahanan

Laksamana Muda TNI Susilo mem­benarkan adanya berbagai upaya pemerintah untuk terus memajukan industri pertahanan dalam negeri. Kementerian Pertahanan, sambung dia, bahkan tengah menyiapkan roadmap yang mengatur tahapan­tahapan langkah pembangunan jangka pendek, menengah, dan panjang. Roadmap akan diluncur­kan setidaknya pada 7 Oktober mendatang.

“Dengan roadmap itu diharapkan dapat mengurangi ketergantungan. Hingga pada akhirnya diproyeksi­kan pada 2029 ada kesiapan maksi­mal dari industri pertahanan dalam memenuhi kebutuhan persenjataan TNI.”

Menilik kondisi geografis Indo­nesia, Susilo memaparkan, arah penguatan alutsista adalah untuk matra laut dan udara. Terkait de­ngan itu, Susilo mengungkapkan, kini kebutuhan senjata ringan atau senjata perorangan untuk ketiga matra sudah dapat diperoleh dari

PT Pindad. “Kita sudah pakai produk PT Pin­

dad untuk senjata serbu (SS). Dari total kebutuhan, hanya 2% senjata perorangan yang belum dipenuhi PT Pindad.” Demi mengurangi tingkat ketergantungan atau de­pendensi dengan negara lain, Susilo mengatakan Kementerian Perta­hanan mengambil kebijakan trans­fer teknologi. Salah satunya, seperti saat mengadakan kapal perusak kawal rudal (PKR) untuk TNI­AL. Yakni, bekerja sama dengan pihak Belanda dan kapalnya dibangun di Indonesia.

K e r j a sama de­ngan pihak asing juga dilakukan dalam pe­n g a d a a n kapal se­lam dan pesawat

Sukhoi. Ada juga kerja sama pe­merintah RI dengan Korea untuk mengembangkan pesawat tempur generasi 4,5 yang kemampuannya di atas Sukhoi. Program itu di­harapkan selesai pada 2020.

Upaya lain memperkuat alutsista, menurut Susilo, adalah mengada­kan program pinjaman dalam negeri yang pembayarannya diatur Kemenkeu dan perbankan. Tercatat ada sekitar 13 kontrak besar untuk proyek itu.

Prioritas pengadaan alat tempur TNI saat ini, menurut Susilo, adalah tiga pesawat patroli maritim yang dibangun di PT DI. Kontraknya, kata dia, dilakukan dengan Prancis dan pembangunannya di Indo­nesia. “Ke depan kita berharap bisa mulai dengan tahapan­

tahapan pemenuhan kebutuhan alat komunikasi untuk perbatasan,” pungkasnya.

Adanya kemauan politik untuk memprioritaskan revi­talisasi industri pertahan­an itu, diingatkan mantan Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu, harus diikuti oleh tiga langkah. “Pertama, konsistensi peng adaan alutsista jangka panjang, sesuai de ngan kebutuhan ke­tiga matra.”

Kedua, pemerin­tah harus memak­simalkan

kemampuan pembiayaan dari dalam negeri sehingga ada kepas­

tian pendanaan untuk program pengembangan alutsista terse­but. “Syarat ketiga, memaksi­malkan kemampuan industri strategis nasional memproduksi kebutuhan alutsista.” (NJ/Jaz/*/S­8)

Revitalisasi industri pertahanan merupakan satu dari 12 program prioritas pemerintah. Itulah kado istimewa dalam memperingati HUT ke-65 TNI.”