Epistomologi

5
Epistomologi Epistimologi Epistemologi, (dari bahasa Yunani  episteme (pengetahuan) dan logos (kata/pembicaraan/ilmu) adalah cabang  filsafat yang berkaitan dengan asal, sifat, dan jenis  pengetahuan. Topik ini termasuk salah satu yang paling sering diperdebatkan dan dibahas dalam bidang filsafat, misalnya tentang apa itu pengetahuan, bagaimana karakteristiknya, macamnya, serta hubungannya dengan kebenaran dan keyakinan. Epistomologi atau Teori Pengetahuan berhubungan dengan hakikat dari ilmu pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki oleh setiap manusia. Pengetahuan tersebut diperoleh manusia melalui akal dan panca indera dengan berbagai metode, diantaranya; metode induktif, metode deduktif, metode positivisme, metode kontemplatis dan metode dialektis. Epistemologi, atau teori pengetahuan, membahas secara mendalam segenap proses yang terlihat dalam usaha kita untuk memperoleh pengetahuan. Ilmu merupakan pengetahuan yang didapat melalui proses tertentu yang dinamakan metode keilmuan. Metode inilah yang membedakan ilmu dengan dengan buah pemikiran yang lainnya. Atau dengan perkataan lain, ilmu adalah pengetahuan yang diperoleh dengan menerapkan metode keilmuan. Karena ilmu merupakan sebahagian dari pengetahuan, yakni pengetahuan yang memiliki sifat-sifat tertentu, maka ilmu dapat juga disebut pengetahuan keilmuan. Untuk tujuan inilah, agar tidak terjadi kekacauan antara pengertian “ilmu” (science) dan “pengetahuan” (knowledge), maka kita mempergunakan istilah “ilmu” untuk “ilmu pengetahuan.” (Jujun Suriasumantri. “Tentang Hakekat Ilmu: Sebuah Pengantar Redaksi.” Dalam Jujun (ed.,) Ilmu Dalam Perspektif. Yayasan Obor Indonesia: Jakarta, 2001; hal.9) Sebelum penerjemahan kata science, dalam bahasa Indonesia tersedia dua pilihan kata, yakni pengetahuan dan ilmu. Yang berlaku umum, pilihan jatuh pada kata ilmu. Penerjemahan science menjadi ilmu dalam bahasa Indonesia berimplikasi pada perubahan makna ilmu menjadi science, bukan sebaliknya. Akibatnya, hal-hal yang sebelumnya disebut ilmu menjadi bukan ilmu atau belum menjadi ilmu dalam artian science. Kemudian scientific knowledge diterjemahkan menjadi ilmu pengetahuan atau pengetahuan ilmiah. Science sendiri dipakai untuk dalam dua pengertian. Pertama, science yang triadic terdiri dari ontology, epistemology dan aksiologi, yakni cabang science, yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi disiplin ilmu seperti fisika, kimia, biologi. Kedua, dalam artian yang metodis, yakni science atau scientific knowledge yang secara tradisional menggunakan metode induksi. Demarkasi antara science dan non-science secara tradisional biasanya pada metode induksi ini. Diatas telah dipaparkan bahwa Teknologi Pembelajaran sebagai ilmu pengetahuan. Dari sini muncul pertanyaan bagaimana mendapatkan pengetahuan Teknologi Pembelajaran? Menurut Abdul Gafur (2007) adalah dengan cara: · Telaah secara simultan keseluruhan masalah-masalah belajar · Pengintegrasian secara sistemik kegiatan pengembangan, produksi, pemanfaatan, pengelolaan, dan evaluasi. · Mengupayakan sinergisme atau interaksi terhadap seluruh proses pengembangan dan pemanfaatan sumber belajar 3. Aksiologi

Transcript of Epistomologi

8/4/2019 Epistomologi

http://slidepdf.com/reader/full/epistomologi 1/5

Epistomologi

Epistimologi

Epistemologi, (dari bahasa Yunani episteme (pengetahuan) dan logos (kata/pembicaraan/ilmu)

adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan asal, sifat, dan jenis pengetahuan. Topik ini

termasuk salah satu yang paling sering diperdebatkan dan dibahas dalam bidang filsafat,misalnya tentang apa itu pengetahuan, bagaimana karakteristiknya, macamnya, serta

hubungannya dengan kebenaran dan keyakinan.

Epistomologi atau Teori Pengetahuan berhubungan dengan hakikat dari ilmu pengetahuan,

pengandaian-pengandaian, dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai

pengetahuan yang dimiliki oleh setiap manusia. Pengetahuan tersebut diperoleh manusia melalui

akal dan panca indera dengan berbagai metode, diantaranya; metode induktif, metode deduktif,

metode positivisme, metode kontemplatis dan metode dialektis.

Epistemologi, atau teori pengetahuan, membahas secara mendalam segenap proses yang terlihat

dalam usaha kita untuk memperoleh pengetahuan. Ilmu merupakan pengetahuan yang didapat

melalui proses tertentu yang dinamakan metode keilmuan. Metode inilah yang membedakan

ilmu dengan dengan buah pemikiran yang lainnya. Atau dengan perkataan lain, ilmu adalahpengetahuan yang diperoleh dengan menerapkan metode keilmuan. Karena ilmu merupakan

sebahagian dari pengetahuan, yakni pengetahuan yang memiliki sifat-sifat tertentu, maka ilmu

dapat juga disebut pengetahuan keilmuan. Untuk tujuan inilah, agar tidak terjadi kekacauan

antara pengertian “ilmu” (science) dan “pengetahuan” (knowledge), maka kita mempergunakan

istilah “ilmu” untuk “ilmu pengetahuan.” (Jujun Suriasumantri. “Tentang Hakekat Ilmu: Sebuah

Pengantar Redaksi.” Dalam Jujun (ed.,) Ilmu Dalam Perspektif. Yayasan Obor Indonesia:

Jakarta, 2001; hal.9)

Sebelum penerjemahan kata science, dalam bahasa Indonesia tersedia dua pilihan kata, yakni

pengetahuan dan ilmu. Yang berlaku umum, pilihan jatuh pada kata ilmu. Penerjemahan science

menjadi ilmu dalam bahasa Indonesia berimplikasi pada perubahan makna ilmu menjadi science,

bukan sebaliknya. Akibatnya, hal-hal yang sebelumnya disebut ilmu menjadi bukan ilmu ataubelum menjadi ilmu dalam artian science. Kemudian scientific knowledge diterjemahkan

menjadi ilmu pengetahuan atau pengetahuan ilmiah.

Science sendiri dipakai untuk dalam dua pengertian. Pertama, science yang triadic terdiri dari

ontology, epistemology dan aksiologi, yakni cabang science, yang dalam bahasa Indonesia

diterjemahkan menjadi disiplin ilmu seperti fisika, kimia, biologi. Kedua, dalam artian yang

metodis, yakni science atau scientific knowledge yang secara tradisional menggunakan metode

induksi. Demarkasi antara science dan non-science secara tradisional biasanya pada metode

induksi ini.

Diatas telah dipaparkan bahwa Teknologi Pembelajaran sebagai ilmu pengetahuan. Dari sini

muncul pertanyaan bagaimana mendapatkan pengetahuan Teknologi Pembelajaran? Menurut

Abdul Gafur (2007) adalah dengan cara:· Telaah secara simultan keseluruhan masalah-masalah belajar

· Pengintegrasian secara sistemik kegiatan pengembangan, produksi, pemanfaatan, pengelolaan,

dan evaluasi.

· Mengupayakan sinergisme atau interaksi terhadap seluruh proses pengembangan dan

pemanfaatan sumber belajar

3. Aksiologi

8/4/2019 Epistomologi

http://slidepdf.com/reader/full/epistomologi 2/5

Aksiologi mempunyai banyak definisi, salah satu diantaranya dikemukakan oleh Bramel bahwa

aksiologi terdiri dari tiga bagian yaitu moral conduct, esthetic expression dan sosio-political life.

Aksiologi harus membatasi kenetralan tanpa batas terhadap ilmu pengetahuan, dalam arti bahwa

kenetralan ilmu pngetahuan hanya sebatas metafisik keilmuan, sedangkan dalam penggunaannya

haruslah berlandaskan pada nilai-nilai moral

Dewasa ini, istilah axios (nilai) dan logos (teori) lebih akrab dipakai dalam dialog filosofis. Jadi,

aksiologi bisa disebut sebagai the theory of value atau teori nilai. Bagian dari filsafat yang

menaruh perhatian tentang baik dan buruk (good and bad), benar dan salah (right and wrong),

serta tentang cara dan tujuan (means and ends). Aksiologi mencoba merumuskan suatu teori

yang konsisten untuk perilaku etis. Ia bertanya seperti apa itu baik (what is good?). Tatkala yang

baik teridentifikasi, maka memungkinkan seseorang untuk berbicara tentang moralitas, yakni

memakai kata-kata atau konsep-konsep semacam “seharusnya” atau “sepatutnya” (ought /

should). Demikianlah aksiologi terdiri dari analisis tentang kepercayaan, keputusan, dan konsep-

konsep moral dalam rangka menciptakan atau menemukan suatu teori nilai.

Terdapat dua kategori dasar aksiologis; (1) objectivism dan (2) subjectivism. Keduanya beranjak 

dari pertanyaan yang sama: apakah nilai itu bersifat bergantung atau tidak bergantung padamanusia (dependent upon or independent of mankind)? Dari sini muncul empat pendekatan

etika, dua yang pertama beraliran obyektivis, sedangkan dua berikutnya beraliran subyektivis.

Pertama, teori nilai intuitif (the initiative theory of value). Teori ini berpandangan bahwa sukar

 jika tidak bisa dikatakan mustahil untuk mendefinisikan suatu perangkat nilai yang bersifat ultim

atau absolut. Bagaimanapun juga suatu perangkat nilai yang ultim atau absolut itu eksis dalam

tatanan yang bersifat obyektif. Nilai ditemukan melalui intuisi karena ada tata moral yang

bersifat baku. Mereka menegaskan bahwa nilai eksis sebagai piranti obyek atau menyatu dalam

hubungan antarobyek, dan validitas dari nilai obyektif ini tidak bergantung pada eksistensi atau

perilaku manusia. Sekali seseorang menemukan dan mengakui nilai tersebut melalui proses

intuitif, ia berkewajiban untuk mengatur perilaku individual atau sosialnya selaras dengan

preskripsi-preskripsi moralnya.

Kedua, teori nilai rasional (the rational theory of value). Bagi mereka janganlah percaya pada

nilai yang bersifat obyektif dan murni independen dari manusia. Nilai tersebut ditemukan

sebagai hasil dari penalaran manusia dan pewahyuan supranatural. Fakta bahwa seseorang

melakukan sesuatu yang benar ketika ia tahu dengan nalarnya bahwa itu benar, sebagaimana

fakta bahwa hanya orang jahat atau yang lalai yang melakukan sesuatu berlawanan dengan

kehendak atau wahyu Tuhan. Jadi dengan nalar atau peran Tuhan, seseorang menemukan nilai

ultim, obyektif, absolut yang seharusnya mengarahkan perilakunya.

Ketiga, teori nilai alamiah (the naturalistik theory of value). Nilai menurutnya diciptakan

manusia bersama dengan kebutuhan-kebutuhan dan hasrat-hasrat yang dialaminya. Nilai adalah

produk biososial, artefak manusia, yang diciptakan, dipakai, diuji oleh individu dan masyarakat

untuk melayani tujuan membimbing perilaku manusia. Pendekatan naturalis mencakup teori nilai

instrumental dimana keputusan nilai tidak absolut atau ma‟sum (infallible) tetapi bersifat relatif 

dan kontingen. Nilai secara umum hakikatnya bersifat subyektif, bergantung pada kondisi

(kebutuhan/keinginan) manusia.

Keempat, teori nilai emotif (the emotive theory of value). Jika tiga aliran sebelumnya

menentukan konsep nilai dengan status kognitifnya, maka teori ini memandang bahwa bahwa

konsep moral dan etika bukanlah keputusan faktual tetapi hanya merupakan ekspresi emosi-

emosi atau tingkah laku (attitude). Nilai tidak lebih dari suatu opini yang tidak bisa diverifikasi,

8/4/2019 Epistomologi

http://slidepdf.com/reader/full/epistomologi 3/5

sekalipun diakui bahwa penilaian (valuing) menjadi bagian penting dari tindakan manusia. Bagi

mereka, drama kemanusiaan adalah sebuah axiological tragicomedy.

Dalam hal ini Teknologi Pembelajaran secara aksiologis akan menjadikan pendidikan (Abdul

Gafur:2007) sebagai berikut: Produktif 

· Ilmiah

· Individual· Serentak / aktual

· Merata

· Berdaya serap tinggi

Teknologi Pembelajaran juga menekankan pada nilai bahwa kemudahan yang diberikan oleh

aplikasi teknologi bukanlah tujuan, melainkan alat yang dipilih dan dirancang strategi

penggunaannya agar menumbuhkan sifat bagaimana memanusiakan teknologi (A.L

Zachri:2004).

Pengertian Epistemologi

Salah satu pilar dari 3 pilar utama filsafat adalah epistemologi, selain ontologi dan aksiologi.

Istilah epistemology berasal dari bahasa Yunani: „Episteme dan Logos. Episteme artinya „ilmu

 pengetahuan‟ atau „kebenaran dan „logos‟ artinya berpikir‟, „kata-kata‟ atau „teori‟. Epistemologiberbicara tentang: watak/sifat-sifat/nature, asal-usul/sumber, kesahihan (validity), dan cara

memperoleh ilmu pengetahuan serta batas-batas ilmu pengetahuan.

Epistemologi juga dapat didefinisikan sebagai “teori ilmu pengetahuan‟, atau juga disebut filsafat

ilmu pengetahuan (Philosophy of Sciences). Paling tidak, filsafat ilmu pengetahuan dan

epistemology tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, karena filsafat sains mendasarkan diri

pada epistemology, khususnya pada validitas (kesahihan/keabsahan) ilmu pengetahuan

(scientific validity).

Keabsahan ilmu pengetahuan, berdasarkan paradigma ilmu pengetahuan Barat, hanyalah

mengandung 3 konsep teori kebenaran, yaitu: korespondesi, keherensi dan pragmatisme.

Korespondensi mensyaratkan kesesuaian di antara ide dengan kenyataan (fakta) di alam semesta,

kebenarannya bersifat empiris-induktif; koherensi mensyaratkan kesesuaian di antara berbagai

penyataan logis, kebenarannya bersifat rasional formal-deduktif, sedangkan pragmatisme

mensyaratkan adanya kriteria instrumental atau kebermanfaatan, kebenarannya bersifat

fungsional.

Korespondensi menghasilkan ilmu-ilmu empiris seperti: fisika, kimia, biologi & sosiologi;

koherensi menghasilkan ilmu-ilmu abstrak seperti matematika dan logika; sedang pragmatisme

menghasilkan ilmu-ilmu terapan seperti kedokteran.Jadi epistemology sangatlah penting karena

menjadi dasar bagi filsafat ilmu pengetahuan, khususnya dalam membedakan mana ilmu

pengetahuan yang ilmiah (scientific-empiris) dan mana yang „tak ilmiah‟ (pengetahuan sehari-

hari).

8/4/2019 Epistomologi

http://slidepdf.com/reader/full/epistomologi 4/5

 

Epistemologi

Epistemologi, (dari bahasa Yunani episteme (pengetahuan) dan logos (kata/pembicaraan/ilmu)

adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan asal, sifat, dan jenis pengetahuan. Topik ini

termasuk salah satu yang paling sering diperdebatkan dan dibahas dalam bidang filsafat,

misalnya tentang apa itu pengetahuan, bagaimana karakteristiknya, macamnya, serta

hubungannya dengan kebenaran dan keyakinan.

 Epistomologi atau Teori Pengetahuan berhubungan dengan hakikat dari ilmu pengetahuan,

pengandaian-pengandaian, dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai

pengetahuan yang dimiliki oleh setiap manusia. Pengetahuan tersebut diperoleh manusia melalui

akal dan panca indera dengan berbagai metode, diantaranya; metode induktif, metode deduktif,

metode positivisme, metode kontemplatis dan metode dialektis.

Ontologi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Belum Diperiksa 

Langsung ke: navigasi, cari 

Ontologi merupakan salah satu kajian kefilsafatan yang paling kuno dan berasal dari Yunani. 

Studi tersebut mebahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Tokoh Yunani yang memiliki

pandangan yang bersifat ontologis dikenal seperti Thales, Plato, dan Aristoteles . Pada masanya,

kebanyakan orang belum membedaan antara  penampakan dengan kenyataan. Thales terkenal

sebagai filsuf  yang pernah sampai pada kesimpulan bahwa air merupakan substansi terdalam

yang merupakan asal mula segala sesuatu. Namun yang lebih penting ialah pendiriannya bahwa

mungkin sekali segala sesuatu itu berasal dari satu substansi belaka (sehingga sesuatu itu tidak 

bisa dianggap ada berdiri sendiri).

Hakekat kenyataan atau realitas memang bisa didekati ontologi dengan dua macam sudut

pandang:

1.  kuantitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan itu tunggal atau jamak?

2.  Kualitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan (realitas) tersebut memiliki kualitas

tertentu, seperti misalnya daun yang memiliki warna kehijauan, bunga mawar yang berbau

harum.

8/4/2019 Epistomologi

http://slidepdf.com/reader/full/epistomologi 5/5

Secara sederhana ontologi bisa dirumuskan sebagai ilmu yang mempelajari realitas atau

kenyataan konkret secara kritis.

Beberapa aliran dalam bidang ontologi, yakni realisme, naturalisme, empirisme 

Istilah istilah terpenting yang terkait dengan ontologi adalah:

  yang-ada (being)

  kenyataan/realitas (reality)

  eksistensi (existence)

  esensi (essence)

  substansi (substance)

  perubahan (change)

  tunggal (one)

   jamak (many)

Ontologi ini pantas dipelajari bagi orang yang ingin memahami secara menyeluruh tentang dunia

ini dan berguna bagi studi ilmu-ilmu empiris (misalnya antropologi, sosiologi, ilmu kedokteran, 

ilmu budaya, fisika, ilmu teknik dan sebagainya).