Epistaksis- puspa

download Epistaksis- puspa

of 35

Transcript of Epistaksis- puspa

  • 7/22/2019 Epistaksis- puspa

    1/35

    Epistaksis Puspa Ayu Navratilova | 1

    REFERAT

    EPISTAKSIS

    PEMBIMBING :

    Dr.Azwan Mandai, Sp.THT-KL

    DISUSUN OLEH :

    PUSPA AYU NAVRATILOVA

    61109018

    SMF / BAGIAN ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN

    BEDAH KEPALA DAN LEHERFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BATAM

    RUMAH SAKIT UMUM DAERAH EMBUNG FATIMAH

    KOTA BATAM

    2013

  • 7/22/2019 Epistaksis- puspa

    2/35

    Epistaksis Puspa Ayu Navratilova | 2

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah subhanahu wataala, karena berkat

    rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan referat ini dengan sebaik-baiknya.

    Ucapan terimakasih penulis ucapkan kepada seluruh pihak yang telah membantu

    dalam penyusunan referat ini, khususnya kepada dr.Azwan Mandai, Sp.THT-KL selaku

    pembimbing yang telah member bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan referat

    ini dengan sebaik-baiknya.

    Referat ini disusun untuk memenuhi tugas di stase Ilmu Penyakit Telinga Hidung

    Tenggorokan dan Kepala Leher, dengan judul Epistaksis pada kepaniteraan klinik senior

    di RSUD Embung Fatimah Batam.

    Dalam penyusunan referat ini penulis masih merasa banyak kekurangan, untuk itu

    penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan

    kedepannya.

    Penulis berharap referat ini dapat memberi manfaat bagi penulils khususnya dan

    pembaca sekalian pada umumnya dan juga memberikan informasi bagi masyarakat dan

    bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

    Batam, Juli 2013

    Penulis

  • 7/22/2019 Epistaksis- puspa

    3/35

    Epistaksis Puspa Ayu Navratilova | 3

    DAFTAR ISI

    KATA PENGANTAR...................................................................................................... i

    DAFTAR ISI .................................................................................................................. ii

    BAB I PENDAHULUAN

    I.1 Latar Belakang ..........................................................................................................1

    I.2 Tujuan ....................................................................................................................2

    I.3 Manfaat ....................................................................................................................3

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA

    II.1 Anatomi dan Vaskularisasi Hidung.........................................................................3

    II.2 Definisi Epistaksis ...................................................................................................9

    II.3 Etiologi ....................................................................................................................9

    II.4 Sumber Perdarahan ...............................................................................................18

    II.5 Gambaran Klinis dan Pemeriksaan ......................................................................20

    II.6 Penatalaksanaan ....................................................................................................23

    II.7 Komplikasi ...........................................................................................................27

    II.8 Diagosis Banding ..................................................................................................28

    II.9 Pencegahan ............................................................................................................28

    II.10 Prognosis .............................................................................................................29

    BAB III PENUTUP

    III.1 Kesimpulan .........................................................................................................31

    DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................32

  • 7/22/2019 Epistaksis- puspa

    4/35

    Epistaksis Puspa Ayu Navratilova | 4

    BAB I

    PENDAHULUAN

    I.1. Latar Belakang

    Epistaksis atau perdarahan dari bagian dalam hidung dapat primer atau sekunder,

    spontan atau akibat rangsangan dan berlokasi disebelah posterior atau anterior. Pembuluh

    darah mukosa hidung yang berhubungan dengan dunia luar dan tidak terlindung mudah

    rupture dan menyebabkan perdarahan.1

    Epistaksis banyak dijumpai sehari-hari baik pada anak maupun usia lanjut.

    Epistaksis seringkali merupakan gejala atau manifestasi penyakit lain. Kebanyakan

    ringan dan sering dapat berhenti sendiri tanpa memerlukan bantuan medis, tetapi

    epistaksis yang berat, walaupun jarang, merupakan masalah kedaruratan yang dapat

    berakibat fatal bila tidak segera ditangani.2

    Banyak faktor yang dapat menyebabkan epistaksis, secara garis besar dibagi

    menjadi dua, kelainan lokal dan kelainan sistemik.2

    Kelainan lokal yaitu diakibatkan oleh

    kerusakan dari daerah local nya sendiri yaitu hidung, misalnya karena trauma mengorek

    hidung, benturan, bersin atau mengeluarkan ingus terlalu keras. Sedangkan kelainan

    sistemik yaitu epistaksis yang diakibatkan oleh penyakit lain, misalnya penyakit

    kardiovaskular, kelainan darah, kelainan kongenital, dan lain-lain.

  • 7/22/2019 Epistaksis- puspa

    5/35

    Epistaksis Puspa Ayu Navratilova | 5

    Pada umumnya terdapat dua sumber perdarahan , yaitu daerah anterior dapat

    berasal dari pleksus Kiesselbach atau a.etmoid anterior. Sedangkan daerah posterior dapat

    berasal dari a.sfenopalatina dan a.etmoid posterior.

    Tiga prinsip utama dalam

    menanggulangi epistaksis yaitu menghentikan perdarahan, mencegah komplikasi dan

    mencegah berulangnya epistaksis.2

    I.2. Tujuan

    1.2.1. Mampu mengetahui dan menjelaskan tentang epistaksis

    1.2.2. Mampu menentukan letak epistaksis

    1.2.3. Mampu mengetahui dan menjelaskan tentang penyebab utama dari epistaksis

    1.2.4. Mampu mengetahui dan menjelaskan diagnosis dan penatalaksanaan dari

    epistaksis

    1.3. Manfaat

    Manfaat referat ini adalah peneliti memperoleh wawasan pengetahuan dan informasi

    mengenai epistaksis serta mampu mengaplikasikannya pada kehidupan sehari-hari.

  • 7/22/2019 Epistaksis- puspa

    6/35

    Epistaksis Puspa Ayu Navratilova | 6

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    II.1. Anatomi dan Vaskularisasi Hidung

    A. Anatomi Hidung

    Hidung merupakan organ penting yang seharusnya mendapat perhatian lebih dari

    biasanya dan hidung merupakan salah satu organ pelindung tubuh terhadap lingkungan

    yang tidak menguntungkan. Hidung terdiri atas hidung luar dan hidung dalam. Hidung

    luar menonjol pada garis tengah diantara pipi dengan bibir atas, struktur hidung luar

    dapat dibedakan atas tiga bagian yaitu: paling atas kubah tulang yang tak dapat

    digerakkan, dibawahnya terdapat kubah kartilago yang sedikit dapat digerakkan dan yang

    paling bawah adalah lobolus hidung yang mudah digerakkan.1

    Gambar 1 : Hidung

  • 7/22/2019 Epistaksis- puspa

    7/35

    Epistaksis Puspa Ayu Navratilova | 7

    Bagian puncak hidung biasanya disebut apeks. Agak keatas dan belakang dari

    apeks disebut batang hidung (dorsum nasi), yang berlanjut sampai kepangkal hidung dan

    menyatu dengan dahi, yang disebut kolumela membranosa mulai dari apeks, yaitu

    diposterior bagian tengah pinggir dan terletak sebelah distal dari kartilago septum. Titik

    pertemuan kolumela dengan bibir atas dikenal sebagai dasar hidung. Disini bagian bibir

    atas membentuk cekungan dangkal memanjang dari atas kebawah yang disebut filtrum.

    Sebelah menyebelah kolumela adalah nares anterior atau nostril (Lubang hidung) kanan

    dan kiri, sebelah latero-superior dibatasi oleh ala nasi dan sebelah inferior oleh dasar

    hidung.

    1,2

    Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh

    kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau

    menyempitkan lubang hidung. Bahagian hidung dalam terdiri atas struktur yang

    membentang dari os internum disebelah anterior hingga koana di posterior, yang

    memisahkan rongga hidung dari nasofaring. Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk

    terowongan dari depan kebelakang, dipisahkan oleh septum nasi dibagian tengahnya

    menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Pintu atau lubang masuk kavum nasi bagian depan

    disebut nares anterior dan lubang belakang disebut nares posterior (koana) yang

    menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring.1

  • 7/22/2019 Epistaksis- puspa

    8/35

    Epistaksis Puspa Ayu Navratilova | 8

    Gambar 2 : anatomi hidung dengan potongan sagittal

    Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai ala nasi, tepat dibelakang nares

    anterior, disebut dengan vestibulum.Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang banyak

    kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang disebut dengan vibrise.1

    Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding yaitu dinding medial, lateral, inferior

    dan superior. Dinding medial hidung ialah septum nasi. Septum nasi ini dibentuk oleh

    tulang dan tulang rawan, dinding lateral terdapat konka superior, konka media dan konka

    inferior, yang terbesar dan letaknya paling bawah ialah konka inferior, kemudian yang

    lebih kecil adalah konka media, yang lebih kecil lagi konka superior, sedangkan yang

    terkecil ialah konka suprema dan konka suprema biasanya rudimenter. Konka inferior

  • 7/22/2019 Epistaksis- puspa

    9/35

    Epistaksis Puspa Ayu Navratilova | 9

    merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maksila dan labirin etmoid, sedangkan

    konka media, superior dan suprema merupakan bagian dari labirin etmoid. Celah antara

    konka inferior dengan dasar hidung dinamakan meatus inferior, berikutnya celah antara

    konka media dan inferior disebut meatus media dan sebelah atas konka media disebut

    meatus superior.1,2

    Meatus medius merupakan salah satu celah yang penting dan merupakan celah

    yang lebih luas dibandingkan dengan meatus superior. Disini terdapat muara dari sinus

    maksilla, sinus frontal dan bahagian anterior sinus etmoid. Dibalik bagian anterior konka

    media yang letaknya menggantung, pada dinding lateral terdapat celah yang berbentuk

    bulat sabit yang dikenal sebagai infundibulum. Ada suatu muara atau fisura yang

    berbentuk bulan sabit menghubungkan meatus medius dengan infundibulum yang

    dinamakan hiatus semilunaris. Dinding inferior dan medial infundibulum membentuk

    tonjolan yang berbentuk seperti laci dan dikenal sebagai prosesus unsinatus1

    Di bahagian atap dan lateral dari rongga hidung terdapat sinus yang terdiri atas

    sinus maksilla, etmoid, frontalis dan sphenoid. Dan sinus maksilla merupakan sinus

    paranasal terbesar diantara lainnya, yang berbentuk pyramid iregular dengan dasarnya

    menghadap ke fossa nasalis dan puncaknya kearah apek prosesus zigomatikus os

    maksilla.1,2

  • 7/22/2019 Epistaksis- puspa

    10/35

    Epistaksis Puspa Ayu Navratilova | 10

    B. Vaskularisasi hidung

    Gambar 3 : Vaskularisasi hidung2

    Bagian atas rongga hidung mendapatkan perdarahan dari a.etmoid anterior dan

    posterior yang merupakan cabang dari a.oftalmika dari a.karotis interna. Bagian bawah

    rongga hidung mendapatkan perdarahan dari cabang a.maksilaris interna, diantaranya

    ialah ujung a.palatina mayor dan a.sfenopalatina yang keluar dari foramen sfenopalatina

    bersama n.sfenopalatina dan memasuki rongga hidung belakang ujung posterior konka

    media.2

    Bagian depan hidung mendapat perdarahan dari cabang-cabang arteri fasialis.

    Pada bagian septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang a.sfenopalatina, a.etmoid

    anterior, a.labialis superior dan a.palatina mayor, yang disebut pleksus Kiesselbach

    (Littles area).2

  • 7/22/2019 Epistaksis- puspa

    11/35

    Epistaksis Puspa Ayu Navratilova | 11

    Suplai darah cavum nasi berasal dari sistem karotis: arteri karotis eksterna dan

    karotis interna. Arteri karotis eksterna memberikan suplai darah terbanyak pada cavum

    nasi melalui :

    1) Arteri sphenopalatina, cabang terminal arteri maksilaris yang berjalan melaluiforamen sphenopalatina yang memperdarahi septum tiga perempat posterior dan

    dinding lateral hidung.2

    2) Arteri palatina desenden memberikan cabang arteri palatina mayor, yang berjalanmelalui kanalis incisivus palatum durum dan menyuplai bagian inferoanterior

    septum nasi. Sistem karotis interna melalui arteri oftalmika mempercabangkan

    arteri ethmoid anterior dan posterior yang mendarahi septum dan dinding lateral

    superior.2

    Gambar 4 : Anatomi vaskuler supplai darah septum nasi.Pleksus Kiesselbachs atau Littles

    area, merupakan lokasi epistaksi anterior paling banyak

  • 7/22/2019 Epistaksis- puspa

    12/35

    Epistaksis Puspa Ayu Navratilova | 12

    Gambar 5: Pleksus Kiessalbach(4)

    II.2. Definisi Epistaksis

    Epistaksis menurut kamus kedokteran Dorland yaitu perdarahan dari dalam hidung,

    mimisan disebut juga nosebleedatau nose hemorrhage.3Epistaksis berasal dari bahasa Yunani

    epistazo yang berarti hidung berdarah. Penanganan epistaksis dengan menekan ala nasi telah

    diperkenalkan sejak zaman Hipokrates. Cave Michael (1871), James Little (1879) dan Wilhelm

    Kiesselbach merupakan ahli-ahli yang pertama kali mengidentifikasi cabang-cabang pembuluh

    darah yang berada di bagian anterior septum nasi sebagai sumber epistaksis.4

    II.3. Etiologi

    Seringkali epistaksis timbul spontan tanpa dapat diketahui penyebabnya, kadang-kadang

    jelas disebabkan trauma. Epistaksis dapat disebabkan oleh kelainan lokal pada hidung atau

    kelainan sistemik.2

    Epistaksis atau perdarahan dari bagian dalam hidung dapat primer atau

  • 7/22/2019 Epistaksis- puspa

    13/35

    Epistaksis Puspa Ayu Navratilova | 13

    sekunder, spontan atau akibat rangsangan, dan berlokasi disebelah anterior atau posterior.

    Pembuluh darah mukosa hidung yang berhubungan dengan dunia luar dan tidak terlindungi

    mudah rupture dan menyebabkan perdarahan.1

    A. Kelaianan Lokal

    a) Trauma, perdarahan dapat terjadi karena trauma ringan misalnya mengorek hidung,benturan ringan, bersin atau mengeluarkan ingus terlalu keras, atau sebagai akibat

    trauma yang lebih hebat seperti kena pukul, jatuh atau kecelakaan lalu lintas, adanya

    benda asing tajam atau trauma pembedahan.

    1,2

    b) Tumor, baik tumor hidung maupun sinus yang jinak dan yang ganas. Tersering adalahtumor pembuluh darah seperti angiofibroma dengan ciri perdarahan yang hebat dan

    karsinoma nasofaring dengan ciri perdarahan berulang ringan bercampur lendir atau

    ingus.1,2

    Karena pada tumor terjadi pertumbuhan sel yang abnormal dan pembentukan

    pembuluh darah yang baru (neovaskularisasi) yang bersifat rapuh sehingga

    memudahkan terjadinya perdarahan.

    Gambar 6 : Epistaksis pada neoplasma

  • 7/22/2019 Epistaksis- puspa

    14/35

    Epistaksis Puspa Ayu Navratilova | 14

    c) Idiopatik yang merupakan 85% kasus epistaksis, biasanya ringan dan berulang padaanak dan remaja.

    d) Infeksi lokal , bisa terjadi pada infeksi hidung dan sinus paranasal seperti rhinitis atausinusitis. Bisa juga pada infeksi spesifik seperti rhinitis jamur, tuberculosis, lupus,

    sifilis.1,2

    Infeksi akan menyebabkan inflamasi yang akan merusak mukosa. Inflamasi

    akan menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah setempat sehingga

    memudahkan terjadinya perdarahan di hidung.

    e) Iritasi gas atau zat kimia yang merangsang ataupun udara panas pada mukosa hidung.Keadaan lingkungan yang sangat dingin, tinggal di daerah yang tinggi atau perubahan

    tekanan atmosfir yang tiba-tiba.1,2

    Epistaksis sering terjadi pada udara yang kering

    dan saat musim dingin yang disebabkan oleh dehumidifikasi mukosa nasal selain itu

    bisa di sebabkan oleh zat-zat kimia yang bersifat korosif yang dapat menyebabkan

    kekeringan mukosa sehingga pembuluh darah gampang pecah.

    f) Benda asing atau rinolit dengan keluhan epistaksis ringan unilateral disertai Ingusberbau busuk. 1,2

    B. Kelainan Sistemik

    a) Penyakit kardiovaskuler, hipertensi dan kelainan pembuluh darah seperti yang terjadipada arteriosklerosis, nefritis kronik, sirosis hepatis, diabetes mellitus dapat

    menyebabkan epistaksis. Epistaksis akibat hipertensi biasanya hebat, sering kambuh

    dan prognosisnya tidak baik.2

  • 7/22/2019 Epistaksis- puspa

    15/35

    Epistaksis Puspa Ayu Navratilova | 15

    1) HipertensiHipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan

    tekanan darah diastolic lebih dari 90 mmHg. Epistaksis sering terjadi pada

    tekanan darah tinggi karena kerapuhan pembuluh darah yang di sebabkan oleh

    penyakit hipertensi yang kronis terjadilah kontraksi pembuluh darah terus

    menerus yang mengakibatkan mudah pecahnya pembuluh darah yang tipis.5

    2) ArteriosklerosisPada arteriosklerosis terjadi kekakuan pembuluh darah. Jika terjadi keadaan

    tekanan darah meningkat, pembuluh darah tidak bisa mengompensasi dengan

    vasodilatasi, menyebabkan rupture dari pembuluh darah.5

    3) Sirosis hepatisHati merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan dengan

    koagulasi darah, misalnya: membentuk fibrinogen, protrombin, faktor V, VII, IX,

    X dan vitamin K. Pada sirosis hepatis fungsi sintesis protein-protein dan vitamin

    yang dibutuhkan untuk pembekuan darah terganggu sehingga mudah terjadinya

    perdarahan. Sehingga epistaksis bisa terjadi pada penderita sirosis hepatis.6

    4) Diabetes mellitusTerjadi peningkatan gula darah yang meyebabkan kerusakan mikroangiopati dan

    makroangiopati. Kadar gula darah yang tinggi dapat menyebabkan sel endotelial

  • 7/22/2019 Epistaksis- puspa

    16/35

    Epistaksis Puspa Ayu Navratilova | 16

    pada pembuluh darah mengambil glukosa lebih dari normal sehingga terbentuklah

    lebih banyak glikoprotein pada permukaannya dan hal ini juga menyebabkan

    basal membran semakin menebal dan lemah. Dinding pembuluh darah menjadi

    lebih tebal tapi lemah sehingga mudah terjadi perdarahan. Sehingga epistaksis

    dapat terjadi pada pasien diabetes mellitus.7

    b) Kelainan perdarahan misalnya leukemia, hemofilia, trombositopenia, anemiapernisiosa, purpura vaskuler, polisitemia, defisiensi faktor pembekuan.

    1,2,7

    Trombosit adalah fragmen sitoplasma megakariosit yang tidak berinti dan

    dibentuk di sumsum tulang. Trombosit berfungsi untuk pembekuan darah bila terjadi

    trauma. Trombosit pada pembuluh darah yang rusak akan melepaskan serotonin dan

    tromboksan A2 (prostaglandin), hal ini menyebabkan otot polos dinding pembuluh

    darah berkonstriksi. Pada awalnya akan mengurangi darah yang hilang. Kemudian

    trombosit membengkak, menjadi lengket, dan menempel pada serabut kolagen

    dinding pembuluh darah yang rusak dan membentuk plug trombosit. Trombosit juga

    akan melepas ADP untuk mengaktivasi trombosit lain, sehingga mengakibatkan

    agregasi trombosit untuk memperkuat plug. Trombositopenia adalah keadaan dimana

    jumlah trombosit kurang dari 150.000/ l. Trombositopenia akan memperlama waktu

    koagulasi dan memperbesar resiko terjadinya perdarahan dalam pembuluh darah kecil

    di seluruh tubuh sehingga dapat terjadi epistaksis pada keadaan trombositopenia.5

    Hemofilia adalah penyakit gangguan koagulasi herediter yang diturunkan secara

    X-linked resesif. Gangguan terjadi pada jalur intrinsik mekanisme hemostasis

    herediter, dimana terjadi defisiensi atau defek dari faktor pembekuan VIII (hemofilia

  • 7/22/2019 Epistaksis- puspa

    17/35

    Epistaksis Puspa Ayu Navratilova | 17

    A) atau IX (hemofilia B). Darah pada penderita hemofilia tidak dapat membeku

    dengan sendirinya secara normal. Proses pembekuan darah berjalan amat lambat. Hal

    ini dapat menyebabkan terjadinya epistaksis.5,6

    Leukemia adalah jenis penyakit kanker yang menyerang sel-sel darah putih yang

    diproduksi oleh sumsum tulang (bone marrow). Sumsum tulang atau bone marrow ini

    dalam tubuh manusia memproduksi tiga tipe sel darah diantaranya sel darah putih

    (berfungsi sebagai daya tahan tubuh melawan infeksi), sel darah merah (berfungsi

    membawa oksigen kedalam tubuh) dan trombosit (bagian kecil sel darah yang

    membantu proses pembekuan darah). Pada Leukemia terjadi peningkatan

    pembentukan sel leukosit sehingga menyebabkan penekanan atau gangguan

    pembentukan sel-sel darah yang lain di sumsum tulang termasuk trombosit. Sehingga

    terjadi keadaan trombositpenia yang menyebabkan perdarahan mudah terjadi.5,6

    c) Infeksi sistemik, misalnya demam berdarah disertai trornbositopenia, morbili, demamtifoid, malaria, pneumonia.

    1,2,7Demam berdarah, sebagai tanggapan terhadap infeksi

    virus dengue, kompleks antigen-antibodi selain mengaktivasi sistem komplemen, juga

    menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivitasi sistem koagulasi melalui

    kerusakan sel endotel pembuluh darah. Kedua faktor tersebut akan menyebabkan

    perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan

    kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran

    ADP (adenosin di phosphat), sehingga trombosit melekat satu sama iain. Hal ini akan

    menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga

  • 7/22/2019 Epistaksis- puspa

    18/35

    Epistaksis Puspa Ayu Navratilova | 18

    terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran

    platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID = koagulasi

    intravaskular deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degredation

    product) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan. Oleh karena itu epistaksis

    sering terjadi pada kasus demam berdarah.5,7

    d) Gangguan Hormonal, keseimbangan hormon misalnya pada kehamilan danmenopause karena pengaruh perubahan hormon.

    1,2Pada saat hamil terjadi

    peningkatan estrogen dan progestron yang tinggi di pembuluh darah yang menuju ke

    semua membran mukosa di tubuh termasuk di hidung yang menyebabkan mukosa

    bengkak dan rapuh dan akhirnya terjadinya epistaksis.

    e) Kelainan kongenital misalnya Hereditary Hemorrhagic Telangiectasis atau penyakitRendj-Osler-Weber, juga sering terjadi pada Von Willenbrand disease. Telengiectasis

    hemorrhagic hereditary adalah kelainan bentuk pembuluh darah dimana terjadi

    pelebaran kapiler yang bersifat rapuh sehingga memudah kan terjadinya perdarahan.

    1,2Jika ada cedara jaringan, terjadi kerusakan pembuluh darah dan akan menyebabkan

    kebocoran darah melalui lubang pada dinding pembuluh darah. Pembuluh dapat rusak

    dekat permukaan seperti saat terpotong. Atau dapat rusak di bagian dalam tubuh

    sehingga terjadi memar atau perdarahan dalam. 8

  • 7/22/2019 Epistaksis- puspa

    19/35

    Epistaksis Puspa Ayu Navratilova | 19

    Jika pembuluh darah terluka, ada empat tahap untuk membentuk bekuan darah

    yang normal.8

    Gambar 7a. Pembekuan darah

    normal

    Gambar 7b. Pembekuan darah tidak

    normal

    Tahap 1 Pembuluh darah terluka dan mulai mengalami perdarahan.

    Tahap 2 Pembuluh darah menyempit untuk memperlambat aliran darah ke daerah

    yang luka.

    Tahap 3 Trombosit melekat dan menyebar pada dinding pembuluh darah yang

    rusak. Ini disebut adesi trombosit. Trombosit yang menyebar melepaskan

    zat yang mengaktifkan trombosit lain didekatnya sehingga akan

    menggumpal membentuk sumbat trombosit pada tempat yang terluka. Ini

    disebut agregasi trombosit.

    Tahap 4 Permukaan trombosit yang teraktivasi menjadi permukaan tempat

  • 7/22/2019 Epistaksis- puspa

    20/35

    Epistaksis Puspa Ayu Navratilova | 20

    terjadinya bekuan darah. Protein pembekuan darah yang beredar dalam

    darah diaktifkan pada permukaan trombosit membentuk jaringan bekuan

    fibrin.

    Protein ini (Faktor I, II, V, VII, VIII, IX, X, XI, XII dan XIII dan Faktor Von

    Willebrand ) bekerja seperti kartu domino, dalam reaksi berantai. Ini disebut cascade.

    Gambar 8a. cascade koagulasi

    normal8

    Gambar 8b. cascade koagulasi

    hemophilia8

    VWD dapat terjadi pada dua tahap terakhir pada proses pembekuan darah.6,8

    1) Pada tahap ke 3, seseorang dapat berkemungkinan tidak memiliki cukup FaktorVon Willebrand (VWF) di dalam darahnya atau faktor tersebut tidak berfungsi

    secara normal. Akibatnya VWF tidak dapat bertindak sebagai perekat untuk

    menyangga trombosit di sekitar daerah pembuluh darah yang mengalami

    kerusakan. Trombosittidak dapat melapisi dinding pembuluh darah.

    2)

    Pada tahap ke 4, VWF membawa Faktor VIII. Faktor VIII adalah salah satu

    protein yang dibutuhkan untuk membentuk jaringan yang kuat. Tanpa adanya

    faktor VIII dalam dalam jumlah yang normal maka proses pembekuan darah akan

    memakan waktu yang lebih lama. Akibatnya VWF tidak dapat bertindak sebagai

  • 7/22/2019 Epistaksis- puspa

    21/35

    Epistaksis Puspa Ayu Navratilova | 21

    perekat untuk menyangga trombosit di sekitar daerah pembuluh darah yang

    mengalami kerusakan.

    f)

    Pada pasien dengan pengobatan anti koagulan (Aspirin, walfarin dan lain-lain).

    Obat-obatan seperti terapi antikoagulan, aspirin dan fenilbutazon dapat pula

    mempredisposisi epistaksis berulang. Aspirin mempunyai efek antiplatelet yaitu

    dengan menginhibisi produksi tromboksan, yang pada keadaan normal akan mengikat

    molekul-molekul trombosit untuk membuat suatu sumbatan pada dinding pembuluh

    darah yang rusak. Aspirin dapat menyebabkan peoses pembekuan darah menjadi

    lebih lama sehingga dapat terjadi perdarahan. Oleh karena itu, aspirin dapat

    menyebabkan epistaksis.7

    II.4. Sumber Perdarahan

    Melihat sumber perdarahan, epistaksis dibagi menjadi epistaksis anterior dan

    epistaksis posterior.3

    a) Epistaksis anterior

    Kebanyakan berasal dari pleksus Kisselbach di septum bagian anterior atau dari

    arteri etmoidalis anterior. Perdarahan pada septum anterior biasanya ringan karena

    keadaan mukosa yang hiperemis atau kebiasaan mengorek hidung dan kebanyakan terjadi

    pada anak, seringkali berulang dan dapat berhenti sendiri.3

    Pada saat pemeriksaan dengan

    lampu kepala, periksalah pleksus Kiesselbach yang berada di septum bagian anterior

  • 7/22/2019 Epistaksis- puspa

    22/35

    Epistaksis Puspa Ayu Navratilova | 22

    yang merupakan area terpenting pada epistaksis, merupakan anastomosis cabang

    a.etmoidalis anterior, a.sfenopaltina, a. palatina asendens dan a.labialis superior.

    Gambar 9: Epistaksis anterior(6)

    b) Epistaksis posterior

    Dapat berasal dari arteri etmoidalis posterior atau arteri sfenopalatina. Perdarahan

    biasanya lebih hebat dan jarang dapat berhenti sendiri. Sering ditemukan pada pasien

    dengan hipertensi, arteriosklerosis atau pasien dengan penyakit kardiovaskuler karena

    pecahnya arteri sfenopalatina.

    Gambar 10. Epistaksis posterior(6)

  • 7/22/2019 Epistaksis- puspa

    23/35

    Epistaksis Puspa Ayu Navratilova | 23

    II.5. Gambaran Klinis dan Pemeriksaan

    Pasien sering menyatakan bahwa perdarahan berasal dari bagian depan dan

    belakang hidung. Perhatian ditujukan pada bagian hidung tempat awal terjadinya

    perdarahan atau pada bagian hidung yang terbanyak mengeluarkan darah.5

    Kebanyakan kasus epistaksis timbul sekunder trauma yang disebabkan oleh

    mengorek hidung menahun atau mengorek krusta yang telah terbentuk akibat

    pengeringan mukosa hidung berlebihan. Penting mendapatkan riwayat trauma terperinci.

    Riwayat pengobatan atau penyalahgunaan alkohol terperinci harus dicari. Banyak pasien

    minum aspirin secara teratur untuk banyak alasan. Aspirin merupakan penghambat fungsi

    trombosit dan dapat menyebabkan pemanjangan atau perdarahan. Penting mengenal

    bahwa efek ini berlangsung beberapa waktu dan bahwa aspirin ditemukan sebagai

    komponen dalam sangat banyak produk. Alkohol merupakan senyawa lain yang banyak

    digunakan, yang mengubah fungsi pembekuan secara bermakna.6

    Alat-alat yang diperlukan untuk pemeriksaan adalah lampu kepala, spekulum

    hidung dan alat penghisap (bila ada)dan pinset bayonet, kapas, kain kassa. Anamnsis yng

    lengkap sangat membantu dalam menentukan sebab perdarahan.2,6

    Untuk pemeriksaan yang adekuat pasien harus ditempatkan dalam posisi dan

    ketinggian yang memudahkan pemeriksa bekerja. Harus cukup sesuai untuk

    mengobservasi atau mengeksplorasi sisi dalam hidung.6

    Pasien dengan keadaan epistaksis

    diperiksa dalam posisi duduk, biarkan darah mengalir keluar dari hidung sehingga bisa

    dimonitor. Kalau keadaan lemah sebaiknya setengah duduk atau berbaring dengan kepala

  • 7/22/2019 Epistaksis- puspa

    24/35

    Epistaksis Puspa Ayu Navratilova | 24

    ditinggikan. Harus diperhatikan jangan sampaivdarah mengalir ke saluran nafas

    bawah.pasien anak dipangku, badan dan tangan dipeluk, kepala dipegangi agar tegak dan

    tidak bergerak-gerak.2

    Dengan spekulum hidung dibuka dan dengan alat pengisap dibersihkan semua

    kotoran dalam hidung baik cairan, sekret maupun darah yang sudah membeku; sesudah

    dibersihkan semua lapangan dalam hidung diobservasi untuk mencari tempat dan faktor-

    faktor penyebab perdarahan. Setelah hidung dibersihkan, dimasukkan kapas yang

    dibasahi dengan larutan anestesi lokal yaitu larutan pantokain 2% atau larutan lidokain

    2% yang ditetesi larutan adrenalin 1/5000-1/10.000 ke dalam hidung untuk

    menghilangkan rasa sakit dan membuat vasokontriksi pembuluh darah sehingga

    perdarahan dapat berhenti untuk sementara.2,5,7,8

    Sesudah 10 sampai 15 menit kapas

    dalam hidung dikeluarkan dan dilakukan evaluasi apakah perdarahan berasal dari anterior

    atau posterior hidung.2.8

    Pasien yang mengalami perdarahan berulang atau sekret berdarah dari hidung

    yang bersifat kronik memerlukan fokus diagnostik yang berbeda dengan pasien dengan

    perdarahan hidung aktif yang prioritas utamanya adalah menghentikan perdarahan.

    Pemeriksaan yang diperlukan berupa:5,6

    a) Rinoskopi anterior : Pemeriksaan harus dilakukan dengan cara teratur darianterior ke posterior. Vestibulum, mukosa hidung dan septum nasi, dinding lateral

    hidung dan konka inferior harus diperiksa dengan cermat.

  • 7/22/2019 Epistaksis- puspa

    25/35

    Epistaksis Puspa Ayu Navratilova | 25

    Gambar 11 : Rhinoskopi Anterior8

    b) Rinoskopi posteriorPemeriksaan nasofaring dengan rinoskopi posterior penting pada pasien dengan

    epistaksis berulang dan sekret hidung kronik untuk menyingkirkan neoplasma.8

    c) Pengukuran tekanan darahTekanan darah perlu diukur untuk menyingkirkan diagnosis hipertensi, karena

    hipertensi dapat menyebabkan epistaksis yang hebat dan sering berulang.8

    d) Rontgen sinus dan CT-Scan atau MRIRontgen sinus dan CT-Scan atau MRI penting mengenali neoplasma atau infeksi.

    5

    e) Skrining terhadap koagulopatiTes-tes yang tepat termasuk waktu protrombin serum, waktu tromboplastin

    parsial, jumlah platelet dan waktu perdarahan.6

  • 7/22/2019 Epistaksis- puspa

    26/35

    Epistaksis Puspa Ayu Navratilova | 26

    f) Riwayat penyakitRiwayat penyakit yang teliti dapat mengungkapkan setiap masalah kesehatan

    yang mendasari epistaksis.6

    g) Endoskopi hidung untuk melihat atau menyingkirkan kemungkinan penyakitlainnya.

    5

    Gambar 12: Tampilan endoskopi epistaksis posterior5

    II.6. Penatalaksanaan

    Tujuan pengobatan epistaksis adalah untuk menghentikan perdarahan. Hal-hal yang

    penting dicari tahu adalah:

    5,6

    1. Riwayat perdarahan sebelumnya.2. Lokasi perdarahan.3. Apakah darah terutama mengalir ke tenggorokan (ke posterior) atau keluar dari

    hidung depan (anterior) bila pasien duduk tegak.

  • 7/22/2019 Epistaksis- puspa

    27/35

    Epistaksis Puspa Ayu Navratilova | 27

    4. Lamanya perdarahan dan frekuensinya5. Riwayat gangguan perdarahan dalam keluarga6. Hipertensi7. Diabetes melitus8. Penyakit hati9. Gangguan koagulasi10.Trauma hidung yang belum lama11.Obat-obatan, misalnya aspirin, fenil butazon

    Prinsip utama dalam menanggulangi epistaksis yaitu : Perbaiki keadaan umum,

    cari sumber perdarahan, menghentikan perdarahan, mencari faktor penyebabnya untuk

    mencegah berulangnya epistaksis. Kalau ada syok, perbaiki dulu kedaan umum pasien

    (nadi, pernafasan, serta tekanan darahnya), bila ada kelainan, atasi terlebih dahulu

    misalnya dengan memasang infuse.2,6

    Tindakan yang dapat dilakukan antara lain:6,7,8

    a) Perbaiki keadaan umum penderita, penderita diperiksa dalam posisi duduk kecualibila penderita sangat lemah atau keadaaan syok.

    b) Pada anak yang sering mengalami epistaksis ringan, perdarahan dapat dihentikandengan cara duduk dengan kepala ditegakkan, kemudian cuping hidung ditekan

    ke arah septum selama 10-15 menit (metode Trotter).8

    Gambar 13. Metode Trotter8

  • 7/22/2019 Epistaksis- puspa

    28/35

    Epistaksis Puspa Ayu Navratilova | 28

    c) Tentukan sumber perdarahan dengan memasang tampon anterior yang telahdibasahi dengan adrenalin dan pantokain/ lidokain, serta bantuan alat penghisap

    untuk membersihkan bekuan darah.5,7

    d) Pada epistaksis anterior, jika sumber perdarahan dapat dilihat dengan jelas,dilakukan kaustik dengan larutan nitras argenti (AgNO3) 20%-30%, asam

    trikloroasetat 10% atau dengan elektrokauter. Sesudahnya tempat tersebut

    diberikan krim antibiotik. Sebelum kaustik diberikan analgesia topikal terlebih

    dahulu.

    2,4

    e) Bila dengan kaustik perdarahan anterior masih terus berlangsung, diperlukanpemasangan tampon anterior dengan kapas atau kain kasa yang diberi vaselin

    yang dicampur betadin atau salep antibiotika. Pemakaian pelumas ini agar tampon

    mudah dimasukkan dan tidak menimbulkan perdarahan baru saat dimasukan atau

    dicabut. Tampon dimasukan sebanyak 2-4 buah, disusun dengan teratur dan harus

    dapat menekan asal perdarahan. Tampon dipertahankan selama 2x24 jam, harus

    dikeluarkan untuk mencegah infeksi hidung. Bila perdarahan masih belum

    berhenti, dipasang tampon baru.2

    Dapat juga dipakai tampon rol yang dibuat dari

    kasa sehingga menyerupai pita dengan lebar kurang cm, diletakkan berlapis-

    lapis mulai dari dasar sampai ke puncak rongga hidung. Tampon yang dipasang

    harus menekan tempat asal perdarahan dan dapat dipertahankan selama 1-2 hari.

    5,6

  • 7/22/2019 Epistaksis- puspa

    29/35

    Epistaksis Puspa Ayu Navratilova | 29

    Gambar 14 : Tampon anterior6

    Perdarahan posterior

    Perdarahan dari bagian posterior lebih sulit diatasi, sebab biasanya perdarahan hebat dan

    sulit dicari sumbernya dengan pemeriksaan rinoskopi anterior. Untuk menanggulangi

    perdarahan posterior, tindakan nya adalah :

    a. Diatasi dengan pemasangan tampon posterior atau tampon Bellocq, dibuat darikasa padat dibentuk kubus atau bulat dengan ukuran lebih kurang 3x2x2 cm dan

    mempunyai 3 buah benang, 2 buah pada satu sisi dan sebuah lagi pada sisi yang

    berlawanan. Tampon harus menutup koana (nares posterior). Setiap pasien

    dengan tampon Bellocq harus dirawat.2,6,8

    Gambar 15: Tampon Bellocque

  • 7/22/2019 Epistaksis- puspa

    30/35

    Epistaksis Puspa Ayu Navratilova | 30

    b. Sebagai pengganti tampon Bellocq dapat dipakai kateter Foley dengan balon.Balon diletakkan di nasofaring dan dikembangkan dengan air.

    8

    Gambar 18. Tampon posterior dengan Kateter Foley8

    c. Ligasi arteri dilakukan pada epistaksis berat dan berulang yang tidak dapat diatasidengan pemasangan tampon posterior. Untuk itu pasien harus dirujuk ke rumah

    sakit.8

    II.7 Komplikasi

    Dapat terjadi langsung akibat epistaksis sendiri atau akibat usaha penanggulangan

    epistaksis. Akibat perdarahan yang hebat dapat terjadi aspirasi darah ke dalam saluran

    nafas bawah, juga dapat menyebabkan syok, anemia dan gagal ginjal. Turunnya tekanan

    darah secara mendadak dapat menimbulkan hipotensi, hipoksia, iskemia serebri,

    insufisiensi koroner sampai infark miokard sehingga dapat menyebabkan kematian.

    Dalam hal ini pemberian infus atau transfus darah harus dilakukan secepatnya. Akibat

    pembuluh darah yang terbuka dapat terjadi infeksi, sehingga perlu diberika antibiotik.

  • 7/22/2019 Epistaksis- puspa

    31/35

    Epistaksis Puspa Ayu Navratilova | 31

    Pemasangan tampon anterior dapat timbul rino-sinusitis (karena ostium sinus

    tersumbat), air mata yang berdarah (bloody tears) karena darah mengalir secara retrograd

    melalui duktus nasolakrimalis dan septikemia. Akibat pemasangan tampon posterior

    dapat timbul otitis media, haemotympanum, serta laserasi palatum mole dan sudut bibir,

    bila benang yang dikeluarkan melalui mulut terlalu kencang ditarik.2,7

    Oleh karena itu,

    harus selalu diberikan antibiotic pada setiap pemasangan tampon hidung, dan setelah 2-3

    hari tampon harus dicabut. Bila perdarahan masih berlanjut dipasang tampon baru.2

    Kateter balon atau tampon balon tidak boleh dipompa terlalu keras karena dapat

    menyebabkan nekrosis mukosa hidung atau septum.2

    II.8. Diagnosis banding

    Termasuk perdarahan yang bukan berasal dari hidung tetapi darah mengalir keluar

    dari hidung seperti hemoptisis, varises oesofagus yang berdarah, perdarahan di basis

    cranii yang kemudian darah mengalir melalui sinus sphenoid ataupun tuba eustachius.7

    II.9. Pencegahan

    Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mencegah terjadinya epistaksis

    antara lain :2

    a. Gunakan semprotan hidung atau tetes larutan garam, yang keduanya dapat dibeli,pada kedua lubang hidung dua sampai tiga kali sehari. Untuk membuat tetes larutan

    ini dapat mencampur 1 sendok teh garam ke dalam secangkir gelas, didihkan selama

    20 menit lalu biarkan sampai hangat kuku.

    b. Gunakan alat untuk melembabkan udara di rumah.

  • 7/22/2019 Epistaksis- puspa

    32/35

    Epistaksis Puspa Ayu Navratilova | 32

    c. Gunakan gel hidung larut air di hidung, oleskan dengan cotton bud. Jangan masukkancotton budmelebihi 0,50,6cm ke dalam hidung.

    d. Hindari meniup melalui hidung terlalu keras.e. Bersin melalui mulut.f. Hindari memasukkan benda keras ke dalam hidung, termasuk jari.g. Batasi penggunaan obatobatan yang dapat meningkatkan perdarahan seperti aspirin

    atau ibuprofen.

    h. Konsultasi ke dokter bila alergi tidak lagi bisa ditangani dengan obat alergi biasa.i.

    Berhentilah merokok. Merokok menyebabkan hidung menjadi kering dan

    menyebabkan iritasi.

    II.10. Prognosis

    Sembilan puluh persen kasus epistaksis anterior dapat berhenti sendiri. Pada

    pasien hipertensi dengan/tanpa arteriosklerosis, biasanya perdarahan hebat, sering

    kambuh dan prognosisnya buruk.6

  • 7/22/2019 Epistaksis- puspa

    33/35

    Epistaksis Puspa Ayu Navratilova | 33

    BAB III

    PENUTUP

    III.1 Kesimpulan

    Epistaksis menurut kamus kedokteran Dorland yaitu perdarahan dari dalam

    hidung, mimisan disebut juga nosebleedatau nose hemorrhage.3

    Epistaksis (perdarahan

    dari hidung) adalah suatu gejala dan bukan suatu penyakit, yang disebabkan oleh adanya

    suatu kondisi kelainan atau keadaan tertentu. Epistaksis bisa bersifat ringan sampai berat

    yang dapat berakibat fatal. Epistaksis dapat disebabkan oleh kelainan lokal pada hidung

    atau kelainan sistemik.2

    Melihat sumber perdarahan, epistaksis dibagi menjadi epistaksis

    anterior dan epistaksis posterior.2

    Dalam memeriksa pasien dengan epistaksis harus

    dengan alat yang tepat dan dalam posisi yang memungkinkan pasien untuk tidak menelan

    darahnya sendiri.

    Prinsip penanganan epistaksis adalah menghentikan perdarahan, mencegah

    komplikasi dan mencegah berulangnya epistaksis. Pemeriksaan yang dapat dilakukan

    untuk memeriksa pasien dengan epistaksis antara lain dengan rinoskopi anterior dan

    posterior, pemeriksaan tekanan darah, foto rontgen sinus atau dengan CT-Scan atau MRI,

    endoskopi, skrining koagulopati dan mencari tahu riwayat penyakit pasien.

    Tindakan-tindakan yang dilakukan pada epistaksis adalah:5,6,7

    a. Memencet hidungb. Pemasangan tampon anterior dan posteriorc. Kauterisasid. Ligasi (pengikatan pembuluh darah)

  • 7/22/2019 Epistaksis- puspa

    34/35

    Epistaksis Puspa Ayu Navratilova | 34

    Komplikasi pemasangan tampon anterior dapat timbul rino-sinusitis (karena

    ostium sinus tersumbat), air mata yang berdarah (bloody tears) karena darah mengalir

    secara retrograd melalui duktus nasolakrimalis dan septikemia. Akibat pemasangan

    tampon posterior dapat timbul otitis media, haemotympanum, serta laserasi palatum mole

    dan sudut bibir, bila benang yang dikeluarkan melalui mulut terlalu kencang ditarik.2,7

    Sembilan puluh persen kasus epistaksis anterior dapat berhenti sendiri. Pada

    pasien hipertensi dengan/tanpa arteriosklerosis, biasanya perdarahan hebat, sering

    kambuh dan prognosisnya buruk.6

  • 7/22/2019 Epistaksis- puspa

    35/35

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Balenger JJ, Snow JrJB. Otorhinolaryngology, Head and Neck Surgery, 15th Ed.William& Wilkins, Baltimore.

    2. Iskandar N, Supardi EA, dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung TenggorokKepala & Leher, Edisi 6, Jakarta : FKUI, 2008; p. 155-159.

    3. Setiawan andy, dkk. Kamus Kedokeran Dorland, edisi 29, Jakarta : Penerbit bukukedokteran EGC, 2003 ; p.752

    4. Nwaorgu OGB,Epistaxis : an overview, Annals of Ibadan postgraduate medicine, 20045. Bamimore, ola, Epistaxis: Treatment & Medication. eMedicines Specialities Serial

    Online 8 juli 2013 (Online 15 juli 2013) Available from:

    http://emedicine.medscape.com/article/764719-treatment

    6. Alvi A, Joyner-Triplett N, dkk.Nosebleed(Epistaxis). Serial Online 20 april 2010(online16 juli 2013) Available from:http://www.patient.co.uk/doctor/Nosebleed-(Epistaxis).htm

    7. Schlosser RJ. Epistaxis. New England Journal Of Medicine. Serial Online 19 Februari2009 (online 15 Juli 2013) Available from:

    http://content.nejm.org/cgi/content/full/360/8/784

    8. David Zieve, dkk. NosebleedBleeding from Nose Epistaxis. Serial Online 24 januari2012(Online 15 Juli 2013) Available from:

    http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0003594/

    http://emedicine.medscape.com/article/764719-treatmenthttp://emedicine.medscape.com/article/764719-treatmenthttp://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/query.fcgi?cmd=Retrieve&db=PubMed&dopt=Abstract&list_uids=8650098http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/query.fcgi?cmd=Retrieve&db=PubMed&dopt=Abstract&list_uids=8650098http://www.patient.co.uk/doctor/Nosebleed-(Epistaxis).htmhttp://www.patient.co.uk/doctor/Nosebleed-(Epistaxis).htmhttp://www.patient.co.uk/doctor/Nosebleed-(Epistaxis).htmhttp://content.nejm.org/cgi/content/full/360/8/784http://content.nejm.org/cgi/content/full/360/8/784http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0003594/http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0003594/http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0003594/http://content.nejm.org/cgi/content/full/360/8/784http://www.patient.co.uk/doctor/Nosebleed-(Epistaxis).htmhttp://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/query.fcgi?cmd=Retrieve&db=PubMed&dopt=Abstract&list_uids=8650098http://emedicine.medscape.com/article/764719-treatment