Epilepsi Psikogenik
-
Upload
puteri-effendi-radith -
Category
Documents
-
view
159 -
download
39
description
Transcript of Epilepsi Psikogenik
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Epilepsi adalah suatu kondisi neurologik yang mempengaruhi system saraf.
Epilepsy juga dikenal sebagai penyakit kejang. Epilepsi dapat didiagnosis paling
tidak setelah mengalami dua kali kejang yang tidak disebabkan oleh kondisi medis
seperti kecanduan alkhohol atau kadar gula yang sangat rendah (hipoglikemi).
Terkadang menurut International League Against Epilepsy, epilepsy dapat
didiagnosis setelah mengalami satu kali kejang, jika seseorang berada dalam kondisi
dimana mereka memiliki risiko tinggi untuk menderita kejang lagi. Kejang pada
epilepsy mungkin berhubungan dengan trauma otak atau kecenderungan keluarga
tetapi kebanyakan penyebab epilepsy tidak diketahui.
Lebih dari 5% populasi didunia mungkin mengalami satu kali kejang dalam
hidup mereka. Kurang lebih sebanyak 60 juta orang didunia menderita epilepsy.
Anak-anak dan remaja lebih cenderung menderita epilepsy dengan sebab yang tidak
diketahui atau murni genetic daripada orang dewasa. Epilepsy dapat mulai terjadi
pada semua usia. Pada penelitian terbaru memperlihatkan bahwa 70% kejang yang
terjadi pada anak-anak dan dewasa yang baru terdiagnosis epilepsy dapat dikontrol
dengan baik oleh pengobatan. Dan 30% orang yang mengalami kejang tidak
memberikan respon yang baik dengan pengobatan yang tersedia.
Kejang nonepilepsi psikogenik
1
Kejang nonepilepsi psikogenik atau pseudoseizure merupakan episode
paroksismal yang menyerupai dan sering terjadi kesalahan diagnosis sebagai kejang
epilepsi; bagaimanapun, kejang nonepilepsi psikogenik berasal dari bagian psikologi
(seperti emosional, stress). Episode nonepilepsi paroksismal dapat disebabkan oleh
faktor organik atau psikogenik. Sinkop, migrain, transient ischemic attacks (TIAs)
merupakan contoh gejala kejang paroksismal nonepileptik organik.
Kejang nonepilepsi psikogenik sering dikategori epilepsi, yang mana 20-30%
pasien tergolong kejang kambuhan. Prevalensi kejang nonepilepsi psikogenik sekitar
2-33 kasus per 100.000 populasi.
Seperti kita ketahui bahwa kejang psikogenik ini tidak mempunyai kriteria
yang absolut, tetapi sering disangka suatu serangan epilepsi. Penegakan diagnosis
kejang psikologis ini harus dilakukan dengan abservasi cermat. Saat ini dapat
dilakukan perekaman video dan monitoring dengan EEG pada waktu serangan,
pencatatan EEG iktal dan pasca iktal. Akan tetapi sarana monitoring semacam ini
belum ada di Indonesia dan biaya cukup mahal.
B. Tujuan
Penulisan referat ini bertujuan untuk:
1. mengetahui mekanisme terjadinya epilepsi dan klasifikasinya secara umum,
2. mengetahui bagaimana definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, gejala
dan tanda, diagnosis dan diagnosis banding, terapi, komplikasi dan prognosis
dari kejang nonepilepsi psikogenik.
2
C. Mamfaat
1. Agar diagnosis epilepsi dapat ditegakkan lebih dini.
2. Agar dapat melakukan penanganan yang adekuat dan tepat agar dapat
mengontrol gejala dengan baik
3. Agar dapat menambah pengetahuan dan wawasan mahasiswa mengenai
kejang nonepilepsi psikogenik.
4. Agar dapat membantu dalam menegakkan diagnosis kejang nonepilepsi
psikogenik dalam praktik klinik.
3
BAB II
EPILEPSI
A. DEFINISI
Epilepsi adalah suatu gangguan serebral kronik dengan berbagai macam
etiologi, yang dirincikan oleh timbulnya serangan paroksismal yang berkala, akibat
lepas muatan listrik neuron-neuron serebral secara eksesif.
Serangan epileptik adalah gejala yang timbul secara tiba-tiba dan
menghilang secara tiba- tiba pula. Serangan yang hanya bangkit sekali saja tidak
boleh dianggap sebagai serangan epileptic, tetapi serangan yang timbul secara berkala
pada waktu-waktu tertentu barulah dapat dijuluki serangan epileptik. Dalam bahasa
Inggris digunakan istilah seizure. Konvulsi atau dalam bahasa Inggris convulsion
berarti gerakan otot tonik klonik yang bangkit secara involuntar. Istilah kejang dapat
digunakan sebagai sinonim dari konvulsi. Tetapi baik kejang atau konvulsi tidak
boleh digunakan sebagai sinonim dariserangan epileptik, oleh karena serangan
epileptik tidak selamanya bersifat motorik.
B. EPIDEMIOLOGI
Epilepsi merupakan salah satu kelainan otak yang serius dan umum terjadi,
sekitar lima puluh juta orang di seluruh dunia mengalami kelainan ini. Angka epilepsi
lebih tinggi di negara berkembang. Insiden epilepsi di negara maju ditemukan sekitar
50/100,000 sementara di negara berkembang mencapai 100/100,000. Di negara
4
berkembang sekitar 80-90% diantaranya tidak mendapatkan pengobatan apapun.
Penderita laki-laki umumnya sedikit lebih banyak dibandingkan dengan perempuan.
Insiden tertinggi terjadi pada anak berusia di bawah 2 tahun (262/100.000
kasus) dan uisa lanjut di atas 65 tahun (81/100.000 kasus). 9 Menurut Irawan
Mangunatmadja dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia (FKUI) Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta
angka kejadian epilepsi pada anak cukup tinggi, yaitu pada anak usia 1 bulan sampai
16 tahun berkisar 40 kasus per 100.000.
C. KLASIFIKASI
Klasifikasi menurut Commission on classification and terminology of the
internationalLeauge against Epilepsy:
A. Sawan parsial (fokal, lokal)
1. Sawan parsial sederhana (kesadaran tidak terganggu)
1. Dengan gejala motorik
a. Fokal motorik tidak menjalar
b. Fokal motorik menjalar (epilepsy Jackson)
c. Versif
d. Postural
e. Disertai gangguan fonasi
2. Dengan gejala somatosensoris atau sensoris spesial (halusianasi sederhana)
a. Somatosensoris
5
b. Visual
c. Auditoris
d. Olfaktoris
e. Gustatoris
f. Vertigo
3. Dengan gejala atau tanda gangguan saraf otonom (sensasi epigastrium,
pucat,berkeringat, memberat, piloereksi, dilatasi pupil)
4. Dengan gejala psikik (gangguan fungsi luhur)
a. Disfasia
b. Dismnesia
c. Kognitif
d. Afektif
e. Ilusi
f. Halusinasi kompleks (berstruktur)
2. Sawan Parsial kompleks (disertai gangguan kesadaran)
1. Awitan (serangan) parsial sederhana diikuti penurunan kesadaran
a. Dengan gejala parsial sederhana A1-A4
b. Dengan automatisme
2. Dengan penurunan kesadaran sejak awitan
a. Hanya dengan penurunan kesadaran
b. Dengan automatisme
3. Sawan parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum (tonik-klonik, tonik,
6
klonik)
1. Sawan parsial sederhana (A) yang berkembang menjadi bangkitan umum
2. Sawan pafsial kompleks (B) yang berkembang menjadi bangkitan umum
3. Sawan parsial sederhana yang menjadi bangkitan parsial kompleks lalu
berkembang menjadi bangkitan umum.
B. Sawan umum (konvulsif atau non-konvulsif)
B.1.1. Sawan lena (absence)
a. Hanya penurunan kesadaran
b. Dengan komponen klonik ringan
c. Dengan komponen atonik
d. Dengan komponen tonik
e. Dengan automatisme
f. Dengan komponen autonom kondisi b hingga f dapat tersendiri atau
dalam kombinasi
B.1.2. Lena tidak khas (atypical absence), dapat disertai
a. Gangguan tonus yang lebih jelas
b. Awitan dan handekan yang tidak mendadak
B.2. Sawan mioklonik, kejang mioklonik sekali atau berulang-ulang
B.3. Sawan klonik
B.4. Sawan Tonik
B.5. Sawan tonik klonik
B.6. Sawan atonik
7
C. Sawan tidak tergolongkan
Klasifikasi menurut simptomatologi adalah:
1. Epilepsi umum:
a. Petit mal
b. Grand mal
c. Epilepsi mioklonik
- Spasmus infantile
- Epilepsi mioklonik anak-anak
d. Konvulsi febril
2. Epilepsi parsial:
a. Epilepsi fokal dengan gejala tunggal sederhana
- Motorik
- Sensorik
- Autonomik
b. Epilepsi parsial dengan gejala kompleks majemuk
- Automatismus
- Fenomen-fenomen psikik
3. Epilepsi neonatal
8
D. ETIOLOGI
1. Idiopatik
2. Factor herediter, ada beberapa penyakit yang bersifat herediter yang disertai
bangkitan kejang seperti sklerosis tuberose, neurofibromatosis, angiomatosis
ensefalotrigeminal, fenilketonuria, hipoparatiroidisme, hipoglikemia.
3. Factor genetik; pada kejang demem dan breath holding spells
4. Kelainan congenital otak; atropi, porensefali, agenesis korpus kalosum
5. Gangguan metabolik; hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia
6. Infeksi; radang yang disebabkan bakteri atau virus pada otak dan
selaputnya,toxoplasmosis
7. Trauma; kontusio serebri, hematoma subaraknoid, hematoma subdural
8. Neoplasma otak dan selaputnya
9. Kelainan pembuluh darah, malformasi, penyakit kolagen
10. Keracunan; timbale (Pb), kapur barus, fenotiazin,air
11. Lain-lain; penyakit darah,gangguan keseimbangan hormone, degenerasi
serebral,dan lain-lain.
E. PATOFISIOLOGI
Dasar serangan epilepsi ialah gangguan fungsi neuron-neuron otak dan
transmisi pada sinaps. Tiap sel hidup, termasuk neuron-neuron otak mempunyai
kegiatan listrik yang disebabkan oleh adanya potensial membrane sel. Potensial
membran neuron bergantung pada permeabilitas selektif membrane neuron, yakni
9
membran sel mudah dilalui oleh ion K dari ruang ekstraseluler ke intraseluler dan
kurang sekali oleh ion Ca, Na dan Cl, sehingga di dalam sel terdapat kosentrasi tinggi
ion K dan kosentrasi rendah ion Ca, Na, dan Cl, sedangkan keadaan sebaliknya
terdapat diruang ekstraseluler. Perbedaan konsentrasi ion-ion inilah yang
menimbulkan potensial membran.
Ujung terminal neuron-neuron berhubungan dengan dendrite-dendrit dan
badan-badan neuron yang lain, membentuk sinaps dan merubah polarisasi membran
neuron berikutnya. Ada dua jenis neurotransmitter, yakni neurotransmitter eksitasi
yang memudahkan depolarisasi atau lepas muatan listrik dan neurotransmitter inhibisi
yang menimbulkan hiperpolarisasi sehingga sel neuron lebih stabil dan tidak mudah
melepaskan listrik. Diantara neurotransmitter-neurotransmitter eksitasi dapat disebut
glutamate,aspartat dan asetilkolin sedangkan neurotransmitter inhibisi yang terkenal
ialah gamma amino butyric acid (GABA) dan glisin. Jika hasil pengaruh kedua jenis
lepas muatan listrik dan terjadi transmisi impuls atau rangsang. Hal ini misalnya
terjadi dalam keadaan fisiologik apabila potensial aksi tiba di neuron. Dalam keadaan
istirahat, membrane neuron mempunyai potensial listrik tertentu dan berada dalam
keadaan polarisasi. Aksi potensial akan mencetuskan depolarisasi membrane neuron
dan seluruh sel akan melepas muatan listrik. Oleh berbagai faktor, diantaranya
keadaan patologik, dapat merubah atau mengganggu fungsi membaran neuron
sehingga membrane mudah dilampaui oleh ion Ca dan Na dari ruangan ekstra ke intra
seluler. Influks Ca akan mencetuskan letupan depolarisasi membrane dan lepas
muatan listrik berlebihan, tidak teratur dan terkendali. Lepas muatan listrik demikian
10
oleh sejumlah besar neuron secara sinkron merupakan dasar suatu serangan epilepsy.
Suatu sifat khas serangan epilepsy ialah bahwa beberapa saat serangan berhenti akibat
pengaruh proses inhibisi.
Di duga inhibisi ini adalah pengaruh neuron-neuron sekitar sarang epileptic.
Selain itu juga sistem-sistem inhibisi pra dan pasca sinaptik yang menjamin agar
neuron-neuron tidak terus-menerus berlepasmuatan memegang peranan. Keadaan lain
yang dapat menyebabkan suatu serangan epilepsy terhenti ialah kelelahan neuron-
neuron akibat habisnya zat-zat yang penting untuk fungsi otak.
F. DIAGNOSIS
1. Anamnesa / Aloanamnesa
Epilepsi umum :
Major : Grand mal (meliputi 75% kasus epilepsi) meliputi tipe primer dan
sekunder.
Epilesi grand mal ditandai dengan hilang kesadaran dan bangkitan tonik-
tonik.
Manifestasi klinik: kedua golongan epilepsi grand mal tersebut sama,
perbedaan terletak pada ada tidaknya aura yaitu gejala pendahulu atau preiktal
sebelum serangan kejang-kejang. Pada epilepsi grand mal simtomatik selalu
didahului aura yang memberi manifestasi sesuai dengan letak fokus epileptogen pada
permukaan otak. Aura dapat berupa perasaan tidak enak, melihat sesuatu, mencium
11
bau-bauan tak enak, mendengar suara gemuruh, mengecap sesuatu, sakit kepala dan
sebagainya.
Bangkitan sendiri dimulai dengan hilang kesadaran sehingga aktivitas
penderita terhenti. Kemudian penderita mengalami kejang tonik. otot-otot
berkontraksi sangat hebat, penderita terjatuh, lengan fleksi dan tungkai ekstensi.
Udara paru-paru terdorong keluar dengan deras sehingga terdengar jeritan yang
dinamakan jeritan epilepsi. Kejang tonik ini kemudian disusul dengan kejang klonik
yang seolah-olah mengguncang-guncang dan membanting-banting tubuh si sakit ke
tanah. Kejang tonik-klonik berlangsung 2 -- 3 menit. Selain kejang-kejang terlihat
aktivitas vegetative seperti berkeringat, midriasis pupil, refleks cahaya negatif, mulut
berbuih dan sianosis. Kejang berhenti secara berangsur-angsur dan penderita dalam
keadaan stupor sampai koma. Kira-kira 45 menit kemudian penderita bangun,
termenung dan kalau tak diganggu akan tidur beberapa jam. Frekuensi bangkitan
dapat setiap jam sampai setahun sekali.
Minor :
Elipesi petit mal yang sering disebut pykno epilepsi ialah epilepsi umum yang
idiopatik. Meliputi kira-kira 3 -- 4% dari kasus epilepsi. Umumnya timbul pada anak
sebelum pubertas (4 ± 5 tahun). Bangkitan berupa kehilangan kesadaran yang
berlangsung tak lebih dari 10 detik. Sikap berdiri atau duduk sering kali masih dapat
dipertahankan Kadang-kadang terlihat gerakan alis, kelopak dan bola mata. Setelah
sadar biasanya penderita dapat melanjutkan aktivitas semula. Bangkitan dapat
12
berlangsung beberapa ratus kali dalam sehari. Bangkitan petit mal yang tak
ditanggulangi 50% akan menjadi grand mal. Petit mal yang tidak akan timbul lagi
pada usia dewasa dapat diramalkan berdasarkan 4 ciri : Timbul pada usia 4 -- 5 tahun
dengan taraf kecerdasan yang normal, harus murni dan hilang kesadaran hanya
beberapa detik, mudah ditanggulangi hanya dengan satu macam obat, Pola EEG khas
berupa gelombang runcing dan lambat dengan frekuensi 3 per detik.
Bangkitan mioklonus Bangkitan berupa gerakan involunter misalnya
anggukan kepala, fleksi lengan yang teijadi berulang-ulang. Bangkitan terjadi
demikian cepatnya sehingga sukar diketahui apakah ada kehilangan kesadaran atau
tidak. Bangkitan ini sangat peka terhadap rangsang sensorik. Bangkitan akinetik.
Bangkitan berupa kehilangan kelola sikap tubuh karena menurunnya tonus otot
dengan tiba-tiba dan cepat sehingga penderita jatuh atau mencari pegangan dan
kemudian dapat berdiri kembali. Ketiga jenis bangkitan ini (petit mal, mioklonus dan
akinetik) dapat terjadi pada seorang penderita dan disebut trias Lennox-Gastaut.
Spasme infantil. Jenis epilepsi ini juga dikenal sebagai salaamspasm atau
sindroma West. Timbul pada bayi 3 -- 6 bulan dan lebih sering pada anak laki laki.
Penyebab yang pasti belum diketahui, namun selalu dihubungkan dengan kerusakan
otak yang luas seperti proses degeneratif, gangguan akibat trauma, infeksi dan
gangguan pertumbuhan. Bangkitan dapat berupa gerakan kepala kedepan atau keatas,
lengan ekstensi, tungkai tertarik ke atas, kadang-kadang disertai teriakan atau
tangisan, miosis atau midriasis pupil, sianosis dan berkeringat.
13
Bangkitan motorik. Fokus epileptogen terletak di korteks motorik. Bangkitan
kejang pada salah satu atau sebagian anggota badan tanpa disertai dengan hilang
kesadaran. Penderita seringkali dapat melihat sendiri gerakan otot yang misalnya
dimulai pada ujung jari tangan, kemudian ke otot lengan bawah dan akhirnya seluruh
lengan. Manifestasi klinik ini disebut Jacksonian marche Epilepsi parsial ( 20% dari
seluruh kasus epilepsi).
Bangkitan sensorik Bangkitan yang terjadi tergantung dari letak fokus
epileptogen pada koteks sensorik. Bangkitan somato sensorik dengan focus terletak di
gyrus post centralis memberi gejala kesemutan, nyeri pada salah satu bagian tubuh,
perasaan posisi abnormal atau perasaan kehilangan salah satu anggota badan.
Aktivitas listrik pada bangkitan ini dapat menyebar ke neron sekitarnya dan dapat
mencapai korteks motorik sehingga terjadi kejang-kejang.
Epilepsi lobus temporalis. Jarang terlihat pada usia sebelum 10 tahun.
Memperlihatkan gejala fokalitas yang khas sekali. Manifestasi klinik fokalitas
ini sangat kompleks karena fokus epileptogennya terletak di lobus temporalis dan
bagian otak ini meliputi kawasan pengecap, pendengar, penghidu dan kawasan
asosiatif antara ketiga indra tersebut dengan kawasan penglihatan. Manifestasi yang
kompleks ini bersifat psikomotorik, dan oleh karena itu epilepsi jenis ini dulu disebut
epilepsy psikomotor. Bangkitan psikik berupa halusinasi dan bangkitan motorik la-
zimnya berupa automatisme. Manifestasi klinik ialah sebagai berikut: Kesadaran
hilang sejenak, dalam keadaan hilang kesadaran ini penderita masuk ke alam pikiran
antara sadar dan mimpi (twilight state), dalam keadaan ini timbul gejala fokalisasi
14
yang terdiri dari halusinasi dan automatisme yang berlangsung beberapa detik sampai
beberapa jam. Halusinasi dan automatisme yang mungkin timbul : Halusinasi dengan
automatisme pengecap, halusinasi dengan automatisme membaca, halusinasi dengan
automatisme penglihatan, pendengaran atau perasaan aneh.
2. Pemerikasaan fisik
-Pada bayi
Pada pemeriksaan diselidiki apakah adanya kelainan bawaan, asimetri pada
badan, ekstrimitas, dicatat besarnya dan bentuk kepala, diukur kelilingnya,
keadaan fontanel. Auskultasi dan transluminasi kepala. Kelainan yang mungkin
ditemukan ialah makrosefali, miktosefali, hidrosefalis. Fontanel akan menonjol
bila tekanan dalam rongga kepala meningkat.
Pada pemeriksaan neurologis harus diperiksa refleks Moro, refleks hisap,
reflex pegang, dan refleks tonik leher.
-Pada anak dan orang dewasa
Pemeriksaan umum dan neurologis dilakukan seperti biasa. Pada kulit dicari
adanya tanda neurofibromatosis berupa bercak-bercak coklat, bercak bercak putih,
dan adenoma seboseum pada muka pada skelrosi tuberose. Hemangioma pada
muka dapat menjadi tanda adanya penyakit Sturge-Weber. Pada toksoplasmosis,
fundus okuli mungkin menunjukkan tanda-tanda korio renitis. Mencari kelainan
bawaan, asimetri pada kepala, muka, tubuh,ekstrimitas.
15
3. Pemeriksaan Laboratorium
Perlu diperiksa kadar glukosa, kalsium, magnesium, natrium, bilirubin, ureum
dalam darah. Yang memudahkan timbulnya kejang ialah keadaan hipoglikemia,
hipokalemia, hipomagnesemia, hiponatremia, hipernatremia, hiperbilirubinemia,
uremia.
Penting pula diperiksa pH darah karena alkalosis mungkin pula disertai
kejang. Pemeriksaan cairan otak dapat mengungkapkan adanya radang pada otak
atau selaputnya, toksoplasmosis susunan saraf sentral, leukemia yang menyerang
otak, metastasis tumor ganas, adanya perdarahan otak atau perdarahan
subaraknoid.
4. Pemeriksaan radiologis
Pada foto rontgen kepala dapat dilihat adanya kelainan-kelainan pada
tengkorak. Klasifikasi abnormal dapat dijumpai pada toksoplasmosis, penyakit
inklusi sitomegalik, sklerosis tuberosa, kraniofaringeoma, meningeoma,
oligodendroglioma. Sken tomografik olahan computer menunjukkan kelainan-
kelainan pada tengkorak dan dalam rongga intrakranium. Arteriografi dan
pneumoensefalografi dilakukan bila perlu. Elektroensefalografi (EEG) merupakan
pemeriksaan penunjang yang informative yang dapat dapat memastikan diagnosis
epilepsy.Gelombang yang di temukan pada EEG berupa gelombang runcing,
16
gelombang paku,runcing lambat,paku lambat. Pemeriksaan tambahan lain adalah
pemeriksaan foto polos kepala.
5. Pemeriksaan psikologis atau psikiatris
Untuk diagnosis bila diperlukan uji coba yang dapat menunjukkan naik
turunnya kesadaran, misalnya test Bourdon-Wiersma.
G. GEJALA DAN TANDA
Kejang Parsial Simplek dimulai dengan muatan listrik di bagian otak
tertentu dan muatan ini tetap terbatas di daerah tersebut. Penderita mengalami
sensasi, gerakan atau kelainan psikis yang abnormal, tergantung kepada
daerah otak yang terkena. Jika terjadi di bagian otak yang mengendalikan
gerakan otot lengan kanan, maka lengan kanan akan bergoyang dan
mengalami sentakan; jika terjadi pada Lobus Temporalis Anteriorsebelah
dalam, maka penderita akan mencium bau yang sangat menyenangkan atau
sangat tidak menyenangkan. Pada penderita yang mengalami kelainan psikis
bisa mengalami dejavu(merasa pernah mengalami keadaan sekarang di masa
yang lalu).
Kejang Jacksonian gejalanya dimulai pada satu bagian tubuh tertentu
(misalnya tangan atau kaki) dan kemudian menjalar ke anggota gerak, sejalan
dengan penyebaran aktivitas listrik di otak.
17
Kejang parsial (psikomotor) kompleks dimulai dengan hilangnya kontak
penderita dengan lingkungan sekitarnya selama 1-2 menit. Penderita menjadi
goyah, menggerakkan lengan dan tungkainya dengan cara yang aneh dan
tanpa tujuan, mengeluarkan suara-suara yang tak berarti, tidak mampu
memahami apa yang orang lain katakan dan menolak bantuan. Kebingungan
berlangsung selama beberapa menit, dan diikuti dengan penyembuhan total.
Kejang konvulsif (kejang tonik-klonik, grand mal) biasanya dimulai dengan
kelainan muatan listrik pada daerah otak yang terbatas. Muatan listrik ini
segera menyebar ke daerah otak lainnya dan menyebabkan seluruh daerah
mengalami kelainan fungsi.
Epilepsi primer generalisata ditandai dengan muatan listrik abnormal di
daerah otak yang luas, yang sejak awal menyebabkan penyebaran kelainan
fungsi. Pada kedua jenis epilepsi ini terjadi kejang sebagai reaksi tubuh
terhadap muatan yang abnormal. Pada kejang konvulsif, terjadi penurunan
kesadaran sementara, kejang otot yang hebat dan sentakan-sentakan di seluruh
tubuh, kepala berpaling ke satu sisi, gigi dikatupkan kuat-kuat dan hilangnya
pengendalian kandung kemih. Sesudahnya penderita bisa mengalami sakit
kepala, linglung sementara dan merasa sangat lelah. Biasanya penderita tidak
dapat mengingat apa yang terjadi selama kejang.
18
Status epileptikus merupakan kejang yang paling serius, dimana kejang terjadi
terus-menerus, tidak berhenti. Kontraksi otot sangat kuat, tidak mampu bernapas
sebagaimana mestinya dan muatan listrik di dalam otaknya menyebar luas. Jika tidak
segera ditangani, bisa terjadi kerusakan jantung dan otak yang menetap dan penderita
bisa meninggal.
Gejala kejang berdasarkan sisi otak yang terkena
19
H. TERAPI
Phenytoin
Phenytoin adalah salah satu obat yang biasa digunakan untuk terapi anti
kejang. Phenitoin sering dipertimbangkan sebagai obat pilihan pertama untuk terapi
kejang parsial, kejang tonik klonik (grand mal) dan status epileptikus (Gordon,2008).
Phenitoin bekerja dengan menekan aktivitas listrik pada sel saraf otak. Obat ini saat
pertama kali digunakan dapat secara oral atau intravena. Bentuk oral obat ini
memiliki manfaat yang baik untuk terapi dosis tunggal per hari. Tingkat penggunaan
phenitoin harus diawasi dengan pemeriksaan fungsi hati dan pemeriksaan darah
lengkap. Dosis terapi yang dianjurkan adalah 10-20 mg/L. Efek samping dari
penggunaan phenitoin adalah:
· Anemia
· Pertumbuhan rambut yang berlebihan
· Letargi
· Hyperplasia gusi
· Neuropati jika digunakan dalam jangka waktu lama
Carbamazepin
Obat ini biasa diresepkan untuk terapi kejang parsial dan kejang tonik klonik
9grandmal). Obat ini bekerja dengan mekanisme yang kurang dapat dimengerti.
Dalam bentuk oral, carbamazepin dapat diminum 2 sampai 3 kali. Tingkat
penggunaan karbamazepin harus diawasi. Dosis terapi yang dianjurkan adalah 8-
20
12mg/L. pemeriksaan fungsi hati dan pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan
secara rutin.
Efek samping dari karbamazepin dapat menyebabkan rasa mengantuk, mual, anemia,
neutropenia.
Phenorbital
Obat ini digunakan untuk terapi kedua jenis kejang yaitu kejang umum dan
kejang parsial.obat ini juga digunakan pada protocol setelah penggunaan phenitoin
pada status epileptikus pada bayi yang menderita epilepsy. Obat ini dapat digunakan
dalam bentuk oral atau intravena.
Tingkat penggunaan obat ini harus diawasi. Dosis terapi yang dianjurkan adalah 15-
40 mg/L. pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan secara rutin. Efek samping dari
phenorbital adalah mengantuk, kerusakan kognitif dan menyebabkan mudah marah.
Valproat
Obat ini digunakan untuk terapi kejang parsial, kejang tonik klonik (grand
mal), kejang absence (petit mal) dan kejang myoklonik. Obat ini juga diakui dapat
mencegah sakit kepala migren. Mekanisme aksi dari obat ini berhubungan dengan
substansi otak yang disebut GABA (Gamma Aminobutyric Acid). Obat ini dapat
digunakan dalam bentuk oral dan harus diminum 2 sampai 3 kali sehari untuk
mendapatkan dosis yang adekuat.
Tingkat penggunaan obat ini harus diawasi, seperti pada pemeriksaan fungsi
hati dan pemeriksaan darah. Efek samping dari obat ini adalah kerusakan hati
(hepatotoksik) mual, penambahan berat badan, alopesia dan tremor.
21
Ethosuximide
Obat ini digunakan untuk terapi kejang absence (petit mal). Obat ini bekerja
dengan menekan aktivitas sel otak yang berhubungna dengan hilangnya kesadaran.
Obat ini diberikan secara oral, dapat berbentuk tablet atau syrup. Tingkat penggunaan
obat ini harus diawasi untuk memastikan dosis terapi yang digunakan adalah 40-100
mcg/mL. pemeriksaan darah lengkap, urinalisis dan pemeriksaan fungsi hati harus
dilakukan secara rutin untuk mengawasi kemungkinan efek samping yang tidak
diharapkan.
Efek samping yang dapat ditimbulkan ethosuximide yaitu:
· Gastrointestinal (mual, muntah, nyeri perut, diare, berkurangnya berat badan)
· Genitourinary ( perdarahan vagina dan hematuria)
· Hematologi (penekanan pada sumsumtulang)
· Integument (pertumbuhan rambut yang berlebihan, rash kulit, sistemik lupus
eritematous)
· Neurologi (sakit kepala, berkunang-kunang, sulit tidur, agresif, bingung, kesulitan
berkonsentrasi)
Primidone
Obat ini adalah barbiturate yang mengandung phenorbital. Obat ini
digunakan untuk terapi kejang umum tonik klonik (grand mal) dan kejang parsial.
Obat ini digunakan pada orang dewasa dan anak-anak yang berusia lebih dari 8 tahun.
22
Dosis efektif pada tubuh adalag 5-12 mcg/mL. obat ini tersedia dalam tablet 250 mg
yang dapat diminum 3 sampai 4 kali sehari. Dosis dapat ditingkatkan tetapi tidak
melebihi 500 mg yang diminum 4 kali sehari.
Efek samping dari primidone adalah:
· Pandangan kabur
· Bingung
· Mual dan muntah
· Impotensi
· Vertigo
· Hilangnya berat badan
Topiramate
Obat ini digunakan dengan obat anti kejang lain pada terapi kejang parsial
dan kejang umum tonik klonik pada orang dewasa dan anak-anak yang berusia 2
sampai 16 tahun. Obat ini juga diakui sebagai pencegah sakit kepala migraine. Obat
ini tersedia dalam bentuk orang yang
dapat diminum dua kali sehari (Gordon,2008).
Pada maret 2011, U.S. Food and Drug Administration mengumumkan informasi yang
mengindikasikan bahwa topiramate meningkatkan risiko kelainan pada bayi seperti
labiokisis dan palatokisis ketika obat ini digunakan pada trisemester pertama
kehamilan.
Efek samping dari obat ini adalah rasa mengantuk, mual, berkunang-kunang,
gangguan koordinasi dan keseimbangan, afasia, hilangnya berat badan, dan batu
23
ginjal. Pada anak-anak mungkin akan menyebabkan gangguan konsentrasi dan
mungkin menjadi agresif. Glaukoma akut dan abnormalitas visual adalah komplikasi
yang Sirius dan telah dilaporkan pada beberapa kasus.
Gabapentin
Obat ini di indikasikan sebagai terapi tambahan pada kejang parsial dengan
atau tanpa kejang umum sekunder. Obat ini tersedia dalam bentuk oral dan diminum
tiga kali sehari. Tidak ada pemeriksaan laboraturium seperti pemeriksaan fungsi hati
dan darah yang diperlukan. Efek samping dari gabapentin adalah bingung,
berkunang-kunang dan gangguan keseimbangan.
Lamotrigine
Obat ini di indikasikan sebagai terapi tambahan pada kejang parsial dan untuk terapi
dosis tunggal pada penderita epilepsy dewasa dengan kejang parsial. Obat ini tersedia
dalam bentuk oral dan diminum dua kali sehari. Tidak ada pemeriksaan laboraturium
yang diperlukan. Efek samping dari lamortrigine adalah sakit kepala, mual,
berkunang-kunang dan rash kulit.
Lacosamide
Lacosamide digunakan sebagai obat tambahan pada terapi kejang parsial pada
penderita yang berusia lebih dari 17 tahun. Obat ini tersedia dalam bentuk oral dan
injeksi dan biasanya diminum dua kali sehari. Efek samping dari lacosamide adalah:
· Vertigo
· Diplopia
· Somnolen
24
· Bingung
· Sakit kepala
· Mual dan muntah
Tiagabine
Obat ini digunakan sebagai terapi tambahan pada kejang parsial. Mekanisme aksi dari
obat ini mungkin berhubungan dengan efek substansi GABA pada otak. Obat ini
tersedia dalam bentu oral dan harus diberikan pada dosis yang sudah dibagi sebanyak
2 sampai 4 kali sehari. Tidak ada pemeriksaan laboraturium yang diperlukan. Efek
sampingnya adalah berkunang-kunang dan somnolen.
Levetiracetam
Obat ini digunakan sebagai obat tambahan pada terapi kejang parsial pada penderita
epilepsy anak-anak yang berusia 4 tahun ke atas dan dewasa. Obat ini tersedia dalam
bentuk tablet dan cairan oral yang digunakan pada anak-anak yang tidak bisa menelan
tablet, diminum dua kali sehari. Efek samping dari levetiracetam adalah bingung,
gangguan keseimbangan dan perubahan kepribadian yang biasanya menghilang
setelah satu bulan pertama terapi.
Oxcarbazine
Obat ini di indikasikan untuk terapi dosis tunggal dan terapi tambahan pada penderita
epilepsy dewasa dengan kejang parsial dan sebagai terapi tambahan pada anak-anak
yang berusia 4 tahun ke atas dengan kejang parsial. Efek samping dari oxcarbazine
adalah
· Nyeri perut, mual muntah
25
· Berkunang-kunang
· Diplopia
· Mengantuk, bingung
· Hiponatremia
· Gangguan gaya berjalan
Zonisamide
Obat ini digunakan sebagai terapi tambahan pada penderita epilepsy kejang parsial
dewasa. Obat ini digunakan dua kali sehari. Efek samping dari obat ini adalah
berkunang-kunang, gangguan keseimbangan, berkurangnya berat badan, dan bingung.
Pregabalin
Obat ini digunakan sebagai terapi tambahan pada kejang parsial pada pensderita
epilepsy dewasa. Obat ini dapat digunakan 2 sampai 3 kali sehari. Efek samping dari
obat ini adalah
· Pandangan kabur
· Sulit berkonsentrasi
· Berkunang-kunang
· Mulut kering
· Sulit menelan
· Somnolen
I. KOMPLIKASI
Komplikasi kejang parsial komplek dapat dengan mudah dipicu oleh stress
emosional. Pasien mungkin mengalami kesulitan kognitif dan kepribadian seperti:
26
· Personalitas : sedikit rasa humor, mudah marah, hiperseksual.
· Hilang ingatan : hilang ingatan jangka pendek karena adanya gangguan pada
hippocampus, anomia ( ketidakmampuan untuk mengulang kata atau nama benda)
· Kepribadian keras : agresif dan defensive.
Komplikasi yang berhubungan dengan kejang tonik klonik meliputi:
· Aspirasi atau muntah
· Fraktur vertebra atau dislokasi bahu
· Luka pada lidah, bibir atau pipi karena tergigit
· Status epileptikus
Status Epileptikus
Status epileptikus adalah suatu kedaruratan medis dimana kejang berulang tanpa
kembalinya kesadaran diantara kejang. Kondisi ini dapat berkembang pada setiap tipe
kejang tetapi yang paling sering adalah kejang tonik klonik. Status epileptikus
mungkin menyebabkan kerusakan pada otak atau disfungsi kognitif dan mungkin
fatal.
Komplikasi meliputi:
· Aspirasi
· Kardiakaritmia
· Dehidrasi
· Fraktur
· Serangan jantung
27
· Trauma kepala dan oral
Sudden unexplained death in epilepsy (SUDEP)
SUDEP terjadi pada sebagian kecil orang dengan epilepsy . Dengan alasan
yang sangat sulit untuk dimengerti, orang sehat dengan epilepsy dapat meninggal
secara mendadak. Ketika hal ini terjadi, orang dengan epilepsy simtomatik memiliki
risiko yang lebih tinggi.
Dari hasil autopsy tidak ditemukan penyebab fisik dari SUDEP. Hal ini
mungkin terjadi karena edem pulmo atau cardiac aritmia. Beberapa orang memiliki
risiko yang lebih tinggi dari yang lain seperti dewasa muda dengan kejang umum
tonik klonik yang tidak dapat dikontrol sepenuhnya dengan pengobatan. Pasien yang
menggunakan dua atau lebih obat anti kejang mungkin memiliki risiko yang lebih
tinggi untuk SUDEP.
J. PROGNOSIS
Ketika pasien telah berhasil bebas kejang untuk beberapa tahun, hal ini
mungkin untuk menghentikan pengobatan anti kejang, tergantung pada umur pasien
dan tipe epilepsy yang diderita. Hal ini dapat dilakukan dibawah pengawasan dokter
yang berpengalaman. Hampir seperempat pasien yang bebas kejang selama tiga tahun
akan tetap bebas kejang setelah menghentikan pengobatan yang dilakukan dengan
mengurangi dosis secara bertahap. Lebih dari setengah pasien anak-anak dengan
epilepsy dapat menghentikan pengobatan tanpa perkembangan pada kejang.
28
K. PENCEGAHAN
Jika kejang berhubungan dengan kondisi medis tertentu, identifikasi dan
terapi pada kondisi medis tersebut adalah kunci dari pencegahan terjadinya kejang.
Jika pengobatan anti kejang telah diberikan oleh dokter, minum obat sesuai jadwal
yang telah direkomendasikan oleh dokter dan tidak lupa minum obat adalah hal yang
penting dalam pencegahan kejang.
Beberapa orang dengan epilepsy sensitive terhadap alkhohol. Mungkin ada
beberapa orang yang mengalami kejang setelah meminum sedikit alkhohol sehingga
kunci utama dalam pencegahan kejang adalah dengan menghindari alkhohol.
29
BAB III
EPILEPSI PSIKOGENIK
A. DEFINISI
Serangan kejang bukan epilepsi (SKBE) merupakan suatu kejang atau
kejadian yang mirip epilepsi, tetapi tidak disertai dengan letupan muatan listrik
abnormal. Kejang nonepilepsi psikogenik tergolong dalam SKBE. Aicardi membagi
SKBE menjadi tujuh kategori, yakni: kejang anoksik, episode apneu dan/atau
bradikardi pada bayi muda (Near-Miss Sudden Death Syndrome), vertigo
paroksismal, manifestasi psikaiatri akut, migrain dan sindrom periodik, tic dan
gerakan/kebiasaan yang abnormal, gangguan paroksismal yang terjadi pada waktu
tidur. Gestaut dan Brouhton mengklasifikasikan SKBE menjadi empat kategori besar:
anoksik, toksik, psikik, dan hipnik atau ‘sleep related’. Porter (1991) membagi SKBE
berdasarkan penyebabnya menjadi dua bagian besar, yakni psikogenik dan fiisiologik.
Kejang nonepilepsi psikogenik atau pseudoseizure merupakan episode
paroksismal yang menyerupai dan sering terjadi kesalahan diagnosis sebagai kejang
epilepsi; bagaimanapun, kejang nonepilepsi psikogenik berasal dari bagian psikologi
(seperti emosional, stress). Episode nonepilepsi paroksismal dapat disebabkan oleh
faktor organik atau psikogenik. Sinkop, migrain, transient ischemic attacks (TIAs)
merupakan contoh gejala kejang paroksismal nonepileptik organik.
30
Kejang nonepilepsi psikogenik sering dikategori epilepsi, yang mana 20-30%
pasien tergolong kejang kambuhan. Prevalensi kejang nonepilepsi psikogenik sekitar
2-33 kasus per 100.000 populasi.
B. EPIDEMIOLOGI
Kejang nonepilepsi psikogenik biasanya terdiagnosis epilepsi, sekitar 20-
30% dari seluruh epilepsi. Sekitar 50-70% pasien didiagnosis epilepsi tidak
mengalami kejang, dan hanya sekitar 15% saja yang benar-benar epilepsi.
Kebanyakan kejang psikogenik merupakan bentuk konversi dan gangguan
somatoform.
Kejang nonepilepsi psikogenik terjadi lebih sering pada wanita-wanita
dibandingkan laki-laki, yakni sekitar 70% dari semua kasus. Kejang nonepilepsi
psikogenik berkaitan dengan gangguan konversi, yang secara khas muncul pada
dewasa muda. Kejang psikogenik bisa terjadi pada remaja, anak-anak dan orang tua.
Harus diperhatikan dalam mendiagnosis kejang psikogenik terutama jika terjadi pada
awal masa kanak-kanak atau usia tua.
Kejang nonepilepsi psikogenik mungkin terjadi pada kondisi kejiwaan yang
khusus, sebagai contoh, anak-anak dengan parasomnias (misalnya,night teror), dan
serangan ketakutan.
C. ETIOLOGI
Penyebab dari kejang psikogenik, antara lain ialah:
1. Gangguan somatoform
31
Kebanyakan disebabkan karena gangguan somatoform atau reaksi
konversi. Kejang psikogenik dapat merupakan gejala tersendiri atau bagian
dari kelaiana pervasive spserti sindroma Briquet yang mana kejang psikogenik
merupakan salah satu dari banyak keluhan seperti nyeri kepala atau nyeri
tubuh. Sekitar 15% penderita konvers menunjukkan adanya kejang
psikogenik.
Pada umumnya keluhan konversi merupakan mekanisme untuk
mendapatkan ‘keuntungan primer’ dan ‘keuntungan sekunder’. Di dalam
keuntungan primer, keluhan konversi bertujuan menutup konflik mental di
bawah kesadaran. Suatu pikiran yang tidak diinginkan dan menyakitkan
direpreai dan energi emosional diubah menjadi keluhan fisik. Sedangkan pada
keuntungan sekunder, keluhan konversi bertujuan untuk mendapatkan sesuatu
yang diinginkannya atau menghindari sesuatu yang tidak diharapkanya.
Riwayat adanya trauma dan atau penyalahgunaan seksual sering mencetuskan
penderita konversi.
2. Kecemasan Akut
Kecemasan akut ini berlangsung sepintas, paroksimal di mana
penderita merasa tersendiri, terasing. Psikofisiologi ditandai dengan palpitasi,
perasaan tertekan, sensasi yang tidak nyata, mandi keringat, takikardia, sesak
nafas, muntah, mencret dan sesak nafas dan kemudian jatuh dalam keadaan
kelelahan.
32
Diagnosis kecemasan akut ini biasanya dapat ditentukan bila dijumpai
3 hal berikut. 1) waktu serangan samapai 15 menit kadang 30 menit lebih
lama dari serangan kejang epilepsi. 2) kesadaran tidak terganggu meskipun
pada umumnya merasa aneh atau asing, tetapi interaksi lingkunagn masih
mungkin. Openderita dengan jelas dapat menerangkan urutan serangan,
kecuali bila penderita jatuh pingsan. Dan sering terjadi hiperventilasi dan 3)
rekaman EEG dalam batas normal.
3. Amnesia disosiatif
Ditandai dengan satu atau lebih episode ketidakmampuan untuk
mengingat informasi pribadi, biasanya yang bersifat traumatik atau terlalu
menekan; dan gangguan merupakan lebih dari keadaan lupa biasa. Yang khas,
penderita gagal untuk mengingat kembali semua kejadian pada waktu
peristiwa itu terjadi.
4. Dissosiative fugue
Mendadak, penderita meninggalkan rumah atau temapt kerjanya,
seakan mencari identitas baru dan dan dapat bingung, disorientasi dengan
ketidakmampuan untuk mengingat masa lampaunya. Penderita menyanggah
semua kejaidan yang dilakukan pada waktu serangan ‘fugue’.
D. PATOFISIOLOGI
Tidak seperti kejang epilepsi, kejang nonepilepsi psikogenik tidak
diakibatkan dari perubahan listrik yang abnormal di otak; akan tetapi merupakan
33
manifestasi fisik dari gangguan psikologis. Gangguan psikologis tersebut terdiri dari
gangguan konversi, gangguan somatoform yang biasanya terjadi tanpa disadari.
Kejang nonepilepsi psikogenik juga diakibatkan dari kepura-puraan seperti
malingering. Kasus ini jarang tetapi sulit untuk membuktikan.
E. GEJALA DAN TANDA
Seringkali kejang nonoepilepsi psikogenik sangat sulit dibedakan dengan
kejang epilepsi. Untuk mendiagnosis kejang psikogenik diperlukan anamnesis dan
pemeriksaan yang cermat. Berikut gejala dan tanda yang membedakan kejang
psikogenik dan kejang epilepsi.
Kejang Psikogenik Kejang Epileptik
Remaja atau dewasa
Serangan waktu malam dapat terjadi,
baik diketahui penderita atau keluarga
Jarang dijumpai gigitan lidah, bila ada
pada pipi atau ujung lidah
Tidak ngompol
Tidak dijumpai luka di tubuh
Aura macam-macam pembauan dan
penglihatan
Semua umur
Serangan waktu malam dapat terjadi,
penderita tidak merasa/tidak tahu
Sering dijumpai gigitan lidah
____________
Sering mengompol
Sering dijumpai luka-luka di tubuh
‘Perasaan aneh’ dan sensasi di
abdomen_____
34
Ada konflik mendasarinya dan penderita
tidak menyadarinya
EEG normal
Tidak sembuh dengan OAE
Gerakan bervariasi. Seringkali hanya
tonik atau klonik. Komponene klonik
bervariasi amplitudo dan frekuensinya
selama serangan. Gerakan pelvia
menonjol. Gerakan-gerakan
pseodoklonik
Kesadaran bervariasi, seringkali masih
mungkin berkommunikasi saat serangan,
mata cenderung menutup
Dapat melawan kekangan, kadang-
kadsang menghentikan serangan.
Berhentinya serangan dapat berangsur,
seringkali dengan penampakan emosi;
bingung, mengantuk, atau tidur jarang
terjadi
Penderita sadar bahwa konflik dapat
mencetuskan kejang
EEG abnormal
Sembuh dengan OAE
Stereotifik, biasanya meliputi kedua fase
klonik dan tonik. Gerakan klonik
melemah bila kejang berlanjut
Biasanya hilang sama sekali saat
serangan kejang, mata membuka saat
serangan
Tidak terpengaruh kekangan
Berhentinya serangan dapat berlangsung
singkat atau memanjang bila disertai
automatisasi. Biasanya bingung,
mengantuk atau tertidur
F. DIAGNOSIS BANDING
1) Kejang absense
35
2) Pusing, Vertigo, dan ketidakseimbangan
3) Penyakit sistem saraf
4) Miastenia Gravis
5) Status Epileptikus
G. DIAGNOSIS DAN PEMERIKSAAN
Seperti kita ketahui bahwa kejang psikogenik ini tidak mempunyai kriteria
yang absolut, tetapi sering disangka suatu serangan epilepsi. Penegakan diagnosis
kejang psikologis ini harus dilakukan dengan abservasi cermat. Saat ini dapat
dilakukan perekaman video dan monitoring dengan EEG pada waktu serangan,
pencatatan EEG iktal dan pasca iktal. Akan tetapi sarana monitoring semacam ini
belum ada di Indonesia dan biaya cukup mahal. Asumsi yang dapat kita gunakan
antara lain:
1) Kebanyakan penderita dengan serangan kejang psikogenik tidak menunjukkan
tanda kejang umum tonik-klonik atau kejang komplek parsial.
2) Hanya sebagian kecil dari kejang epilepsi yang ditandai dengan kejadian yang
tidak umum yang membuat klasifikasi menjadi sulit.
3) Semakin berpengalaman dokter yang sering menangani masalah kejang,
kemungkinana untuk membuat diagnosis secara benar semakin besar.
Penentuan diagnosis epilepsi dapat sulit, karena adanya kondisi-kondisi
kronis lain. Hal paling utama adalah kemampuan anamnesis untuk menyingkirkan
diagnosis lain. Di samping kemampuan untuk mendiagnosis, kejang nonepilepsi juga
36
dipastikan dengan EEG-VIDEO. Tidak boleh lupa, melakukan tes kepribadian sedikit
banyak memberikan petunjuk adanya kejang nonepilepsi psikogenik.
Riwayat pasien mungkin menunjukkan arah diagnosis. Petunjuk-petunjuk
umum berguna dalam praktik klinik dan dapat mengarahkan pada kejang yang
dipengaruhi psikogenik.
1) Resisten terhadap Obat Anti Epilepsi (OAE) merupakan petunjuk pertama
kejang nonepileptik psikogenik, meskipun epilepsi yang sudah kebal OAE
juga menunjukkan gejala yang sama.
2) Adanya pencetus yang tidak biasa untuk epilepsi mungkin mengarah pada
diagnosis kejang nonepileptik psikogenik. Contohnya pencetus emosi seperti
stress atau perubahan kepribadian. Pemicu lainnya seperti nyeri, bergerak
tiba-tiba, mendengar bunyi dan melihat cahaya merupakan tanda kejang yang
sebenarnya (epilepsi).
3) Kejang nonepilepsi psikogenik terdapat stop-and-go phenomenon, terlihat
gerakan irreguler dan tidak sinkron.
4) Riwayat psikososial menunjukkan adanya perilaku maladaptif atau
berhubungan diagnosis psikiatri perlu dicurigai kejang nonepilepsi
psikogenik. Memperhatikan evaluasi status mental, terutama tingkat
perhatian, overdramatisasi, dan corak histeris.
Pada pemeriksaan Pada pemeriksaan Fisik dan neurologis ditemukan dalam
batas normal. Pemeriksaan Psikologi menunjukkan adanya episode psikogenik
termasuk kecemasan, depresi, afek tidak sesuai, konsentrasi yang lemah (la belle
37
indifference), keluhan somatik yang mengarah pada gangguan somatik serta adanya
hubungan yang abnormal dengan anggota keluarga.
H. TERAPI
Penjelasan kepada pasien dan reaksi pasien terhadap penyakitnya sangat
penting untuk menentukan keberhasilan terapi. Terkadan dokter mengalami kesulitan
dalam memberikan keterangan yang jelas kepada pasien atau keluarganya tentang
penyakit ini. Hal ini menyebabkan pasien sering melanjutkan terapi untuk epilepsi.
Terapi untuk kejang nonepilepsi psikogenik juga meliputi psikoterapi dan
obat-obatan untuk mengobati gelisah atau depresi, seperti trisiklik antidepresan,
MAOI, SSRI.
Sertraline, hingga dosis maksimum 200 mg, dapat menurunkan angka
kejadian kejang nonepilepsi psikogenik (psychogenic nonepileptic seizures, PNES)
sebesar 50%. Selain sebagai terapi depresi dan ansietas, dalam uji klinis serotonin
selective reuptake inhibitors (SSRIs) memperlihatkan kemungkinan digunakan untuk
gangguan konversi atau somatoform dan beberapa gangguan kepribadian. Gangguan
konversi atau somatoform dan gangguan kepribadian ini terjadi sebagai gangguan
penyerta pada kejang nonepilepsi psikogenik sehingga SSRI menjadi obat yang
potensial. Hipotesisnya adalah bahwa mengatasi gejala depresi, ansietas, dan
impulsivitas yang diperantarai serotonin akan menurunkan kejang.
38
I. KOMPLIKASI
Kebanyakan pasien dengan kejang nonepilepsi psikogenik telah
menggunakan obat antikejang karena didiagnosis epilepsi. Sebagian kecil pasien
kejang nonepileptikus psikogenik juga menerima pengobatan intravena dengan
diagnosis status epileptikus sehingga mengakibatkan pasien diintubasi dan masuk
ICU tanpa indikasi yang benar.
J. PROGNOSIS
1. Gejala berlangsung lebih dari 10 tahun, hampir separuh pasien epilepsi
psikogenik mengalami kejang berulang dan mengalami ketergantungan
dengan sosial.
2. Prognosis membaik dengan memberikan pendidikan, di mana onset penyakit
terjadi pada usia muda, episode nondramatik, dan sedikit keluhan somatoform,
dengan skor dissosial yang rendah pada dimensi kepribadian high order
(seperti hambatan, emosional tidak stabil, dan mudah terangsang).
3. Pasien dengan kejang katatonik mempunyai prognosis lebih baik daripada
kejang tipe convulsif.
39
BAB IV
PENUTUP
Epilepsi adalah gangguan pada otak yang menyebabkan terjadinya kejang
berulang. Kejang terjadi ketika aktivitas listrik didalam otak tiba-tiba terganggu.
Gangguan ini dapat menyebabkan perubahan gerakan tubuh, kesadaran, emosi dan
sensasi. Tidak semua kejang disebabkan oleh epilepsy. Kejang juga dapat disebabkan
oleh kondisi tertentu sepeti meningitis, ensefalitis atau trauma kepala.
Seperti kita ketahui bahwa kejang psikogenik ini tidak mempunyai kriteria
yang absolut, tetapi sering disangka suatu serangan epilepsi. Penegakan diagnosis
kejang psikologis ini harus dilakukan dengan abservasi cermat. Penentuan diagnosis
epilepsi dapat sulit, karena adanya kondisi-kondisi kronis lain. Hal paling utama
adalah kemampuan anamnesis untuk menyingkirkan diagnosis lain. Di samping
kemampuan untuk mendiagnosis, kejang nonepilepsi juga dipastikan dengan EEG-
VIDEO. Tidak boleh lupa, melakukan tes kepribadian sedikit banyak memberikan
petunjuk adanya kejang nonepilepsi psikogenik
40
DAFTAR PUSTAKA
1. Poerwadi, T. 1998. Serangan Kejang Bukan Epilepsi. Kumpulan Artikel Epilepsi Volume 3, hal. 21-31.
2. Dewanto, G, Wita J.S., Budi R., Yuda T. Panduan Praktis Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Saraf. 2009. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
3. Benbadis SR, Tatum WO. Overintepretation of EEGs and misdiagnosis of epilepsy. J Clin Neurophysiol. Feb 2003;20(1):42-4. [Medline].
4. Syed TU, Lafrance WC Jr, Kahriman ES, et al. Can semiology predict psychogenic nonepileptic seizures? a prospective study. Ann Neurol. Jun 2011;69(6):997-1004. [Medline].
5. Benbadis SR. A spell in the epilepsy clinic and a history of "chronic pain" or "fibromyalgia" independently predict a diagnosis of psychogenic seizures. Epilepsy Behav. Mar 2005;6(2):264-5. [Medline].
6. Elzawahry H, Do CS, Lin K, Benbadis SR. The diagnostic utility of the ictal cry. Epilepsy Behav. Jun 1 2010;[Medline].
7. Carold Campfield. 2008. What is epilepsy. www.epilepsy.com
8. Gordon R Kelley and Stanley J Swierzewski. 2008. Epilepsy. www. Neurologychannel.com
9. J Stephen Huff. 2005. Epilepsy. www.emedicinehealth.com
10. Orrin Devinsky. 2004 . Epilepsy. www. Epilepsy.com
11. Steven C Schachter . 2006. What Cause Epilepsy. www.epilepsy.com
12. Steven C Schachter and Patricia O Shafer. 2007. Epilepsy. www.epilepsy.com
41