Epilepsi Psikogenik

62
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Epilepsi adalah suatu kondisi neurologik yang mempengaruhi system saraf. Epilepsy juga dikenal sebagai penyakit kejang. Epilepsi dapat didiagnosis paling tidak setelah mengalami dua kali kejang yang tidak disebabkan oleh kondisi medis seperti kecanduan alkhohol atau kadar gula yang sangat rendah (hipoglikemi). Terkadang menurut International League Against Epilepsy, epilepsy dapat didiagnosis setelah mengalami satu kali kejang, jika seseorang berada dalam kondisi dimana mereka memiliki risiko tinggi untuk menderita kejang lagi. Kejang pada epilepsy mungkin berhubungan dengan trauma otak atau kecenderungan keluarga tetapi kebanyakan penyebab epilepsy tidak diketahui. Lebih dari 5% populasi didunia mungkin mengalami satu kali kejang dalam hidup mereka. Kurang lebih 1

description

epilepsi

Transcript of Epilepsi Psikogenik

Page 1: Epilepsi Psikogenik

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Epilepsi adalah suatu kondisi neurologik yang mempengaruhi system saraf.

Epilepsy juga dikenal sebagai penyakit kejang. Epilepsi dapat didiagnosis paling

tidak setelah mengalami dua kali kejang yang tidak disebabkan oleh kondisi medis

seperti kecanduan alkhohol atau kadar gula yang sangat rendah (hipoglikemi).

Terkadang menurut International League Against Epilepsy, epilepsy dapat

didiagnosis setelah mengalami satu kali kejang, jika seseorang berada dalam kondisi

dimana mereka memiliki risiko tinggi untuk menderita kejang lagi. Kejang pada

epilepsy mungkin berhubungan dengan trauma otak atau kecenderungan keluarga

tetapi kebanyakan penyebab epilepsy tidak diketahui.

Lebih dari 5% populasi didunia mungkin mengalami satu kali kejang dalam

hidup mereka. Kurang lebih sebanyak 60 juta orang didunia menderita epilepsy.

Anak-anak dan remaja lebih cenderung menderita epilepsy dengan sebab yang tidak

diketahui atau murni genetic daripada orang dewasa. Epilepsy dapat mulai terjadi

pada semua usia. Pada penelitian terbaru memperlihatkan bahwa 70% kejang yang

terjadi pada anak-anak dan dewasa yang baru terdiagnosis epilepsy dapat dikontrol

dengan baik oleh pengobatan. Dan 30% orang yang mengalami kejang tidak

memberikan respon yang baik dengan pengobatan yang tersedia.

Kejang nonepilepsi psikogenik

1

Page 2: Epilepsi Psikogenik

Kejang nonepilepsi psikogenik atau pseudoseizure merupakan episode

paroksismal yang menyerupai dan sering terjadi kesalahan diagnosis sebagai kejang

epilepsi; bagaimanapun, kejang nonepilepsi psikogenik berasal dari bagian psikologi

(seperti emosional, stress). Episode nonepilepsi paroksismal dapat disebabkan oleh

faktor organik atau psikogenik. Sinkop, migrain, transient ischemic attacks (TIAs)

merupakan contoh gejala kejang paroksismal nonepileptik organik.

Kejang nonepilepsi psikogenik sering dikategori epilepsi, yang mana 20-30%

pasien tergolong kejang kambuhan. Prevalensi kejang nonepilepsi psikogenik sekitar

2-33 kasus per 100.000 populasi.

Seperti kita ketahui bahwa kejang psikogenik ini tidak mempunyai kriteria

yang absolut, tetapi sering disangka suatu serangan epilepsi. Penegakan diagnosis

kejang psikologis ini harus dilakukan dengan abservasi cermat. Saat ini dapat

dilakukan perekaman video dan monitoring dengan EEG pada waktu serangan,

pencatatan EEG iktal dan pasca iktal. Akan tetapi sarana monitoring semacam ini

belum ada di Indonesia dan biaya cukup mahal.

B. Tujuan

Penulisan referat ini bertujuan untuk:

1. mengetahui mekanisme terjadinya epilepsi dan klasifikasinya secara umum,

2. mengetahui bagaimana definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, gejala

dan tanda, diagnosis dan diagnosis banding, terapi, komplikasi dan prognosis

dari kejang nonepilepsi psikogenik.

2

Page 3: Epilepsi Psikogenik

C. Mamfaat

1. Agar diagnosis epilepsi dapat ditegakkan lebih dini.

2. Agar dapat melakukan penanganan yang adekuat dan tepat agar dapat

mengontrol gejala dengan baik

3. Agar dapat menambah pengetahuan dan wawasan mahasiswa mengenai

kejang nonepilepsi psikogenik.

4. Agar dapat membantu dalam menegakkan diagnosis kejang nonepilepsi

psikogenik dalam praktik klinik.

3

Page 4: Epilepsi Psikogenik

BAB II

EPILEPSI

A. DEFINISI

Epilepsi adalah suatu gangguan serebral kronik dengan berbagai macam

etiologi, yang dirincikan oleh timbulnya serangan paroksismal yang berkala, akibat

lepas muatan listrik neuron-neuron serebral secara eksesif.

Serangan epileptik adalah gejala yang timbul secara tiba-tiba dan

menghilang secara tiba- tiba pula. Serangan yang hanya bangkit sekali saja tidak

boleh dianggap sebagai serangan epileptic, tetapi serangan yang timbul secara berkala

pada waktu-waktu tertentu barulah dapat dijuluki serangan epileptik. Dalam bahasa

Inggris digunakan istilah seizure. Konvulsi atau dalam bahasa Inggris convulsion

berarti gerakan otot tonik klonik yang bangkit secara involuntar. Istilah kejang dapat

digunakan sebagai sinonim dari konvulsi. Tetapi baik kejang atau konvulsi tidak

boleh digunakan sebagai sinonim dariserangan epileptik, oleh karena serangan

epileptik tidak selamanya bersifat motorik.

B. EPIDEMIOLOGI

Epilepsi merupakan salah satu kelainan otak yang serius dan umum terjadi,

sekitar lima puluh juta orang di seluruh dunia mengalami kelainan ini. Angka epilepsi

lebih tinggi di negara berkembang. Insiden epilepsi di negara maju ditemukan sekitar

50/100,000 sementara di negara berkembang mencapai 100/100,000. Di negara

4

Page 5: Epilepsi Psikogenik

berkembang sekitar 80-90% diantaranya tidak mendapatkan pengobatan apapun.

Penderita laki-laki umumnya sedikit lebih banyak dibandingkan dengan perempuan.

Insiden tertinggi terjadi pada anak berusia di bawah 2 tahun (262/100.000

kasus) dan uisa lanjut di atas 65 tahun (81/100.000 kasus). 9 Menurut Irawan

Mangunatmadja dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia (FKUI) Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta

angka kejadian epilepsi pada anak cukup tinggi, yaitu pada anak usia 1 bulan  sampai

16 tahun berkisar 40 kasus per 100.000.

C. KLASIFIKASI

Klasifikasi menurut Commission on classification and terminology of the

internationalLeauge against Epilepsy:

A. Sawan parsial (fokal, lokal)

1. Sawan parsial sederhana (kesadaran tidak terganggu)

1. Dengan gejala motorik

a. Fokal motorik tidak menjalar

b. Fokal motorik menjalar (epilepsy Jackson)

c. Versif

d. Postural

e. Disertai gangguan fonasi

2. Dengan gejala somatosensoris atau sensoris spesial (halusianasi sederhana)

a. Somatosensoris

5

Page 6: Epilepsi Psikogenik

b. Visual

c. Auditoris

d. Olfaktoris

e. Gustatoris

f. Vertigo

3. Dengan gejala atau tanda gangguan saraf otonom (sensasi epigastrium,

pucat,berkeringat, memberat, piloereksi, dilatasi pupil)

4. Dengan gejala psikik (gangguan fungsi luhur)

a. Disfasia

b. Dismnesia

c. Kognitif

d. Afektif

e. Ilusi

f. Halusinasi kompleks (berstruktur)

2. Sawan Parsial kompleks (disertai gangguan kesadaran)

1. Awitan (serangan) parsial sederhana diikuti penurunan kesadaran

a. Dengan gejala parsial sederhana A1-A4

b. Dengan automatisme

2. Dengan penurunan kesadaran sejak awitan

a. Hanya dengan penurunan kesadaran

b. Dengan automatisme

3. Sawan parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum (tonik-klonik, tonik,

6

Page 7: Epilepsi Psikogenik

klonik)

1. Sawan parsial sederhana (A) yang berkembang menjadi bangkitan umum

2. Sawan pafsial kompleks (B) yang berkembang menjadi bangkitan umum

3. Sawan parsial sederhana yang menjadi bangkitan parsial kompleks lalu

berkembang menjadi bangkitan umum.

B. Sawan umum (konvulsif atau non-konvulsif)

B.1.1. Sawan lena (absence)

a. Hanya penurunan kesadaran

b. Dengan komponen klonik ringan

c. Dengan komponen atonik

d. Dengan komponen tonik

e. Dengan automatisme

f. Dengan komponen autonom kondisi b hingga f dapat tersendiri atau

dalam kombinasi

B.1.2. Lena tidak khas (atypical absence), dapat disertai

a. Gangguan tonus yang lebih jelas

b. Awitan dan handekan yang tidak mendadak

B.2. Sawan mioklonik, kejang mioklonik sekali atau berulang-ulang

B.3. Sawan klonik

B.4. Sawan Tonik

B.5. Sawan tonik klonik

B.6. Sawan atonik

7

Page 8: Epilepsi Psikogenik

C. Sawan tidak tergolongkan

Klasifikasi menurut simptomatologi adalah:

1. Epilepsi umum:

a. Petit mal

b. Grand mal

c. Epilepsi mioklonik

- Spasmus infantile

- Epilepsi mioklonik anak-anak

d. Konvulsi febril

2. Epilepsi parsial:

a. Epilepsi fokal dengan gejala tunggal sederhana

- Motorik

- Sensorik

- Autonomik

b. Epilepsi parsial dengan gejala kompleks majemuk

- Automatismus

- Fenomen-fenomen psikik

3. Epilepsi neonatal

8

Page 9: Epilepsi Psikogenik

D. ETIOLOGI

1. Idiopatik

2. Factor herediter, ada beberapa penyakit yang bersifat herediter yang disertai

bangkitan kejang seperti sklerosis tuberose, neurofibromatosis, angiomatosis

ensefalotrigeminal, fenilketonuria, hipoparatiroidisme, hipoglikemia.

3. Factor genetik; pada kejang demem dan breath holding spells

4. Kelainan congenital otak; atropi, porensefali, agenesis korpus kalosum

5. Gangguan metabolik; hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia

6. Infeksi; radang yang disebabkan bakteri atau virus pada otak dan

selaputnya,toxoplasmosis

7. Trauma; kontusio serebri, hematoma subaraknoid, hematoma subdural

8. Neoplasma otak dan selaputnya

9. Kelainan pembuluh darah, malformasi, penyakit kolagen

10. Keracunan; timbale (Pb), kapur barus, fenotiazin,air

11. Lain-lain; penyakit darah,gangguan keseimbangan hormone, degenerasi

serebral,dan lain-lain.

E. PATOFISIOLOGI

Dasar serangan epilepsi ialah gangguan fungsi neuron-neuron otak dan

transmisi pada sinaps. Tiap sel hidup, termasuk neuron-neuron otak mempunyai

kegiatan listrik yang disebabkan oleh adanya potensial membrane sel. Potensial

membran neuron bergantung pada permeabilitas selektif membrane neuron, yakni

9

Page 10: Epilepsi Psikogenik

membran sel mudah dilalui oleh ion K dari ruang ekstraseluler ke intraseluler dan

kurang sekali oleh ion Ca, Na dan Cl, sehingga di dalam sel terdapat kosentrasi tinggi

ion K dan kosentrasi rendah ion Ca, Na, dan Cl, sedangkan keadaan sebaliknya

terdapat diruang ekstraseluler. Perbedaan konsentrasi ion-ion inilah yang

menimbulkan potensial membran.

Ujung terminal neuron-neuron berhubungan dengan dendrite-dendrit dan

badan-badan neuron yang lain, membentuk sinaps dan merubah polarisasi membran

neuron berikutnya. Ada dua jenis neurotransmitter, yakni neurotransmitter eksitasi

yang memudahkan depolarisasi atau lepas muatan listrik dan neurotransmitter inhibisi

yang menimbulkan hiperpolarisasi sehingga sel neuron lebih stabil dan tidak mudah

melepaskan listrik. Diantara neurotransmitter-neurotransmitter eksitasi dapat disebut

glutamate,aspartat dan asetilkolin sedangkan neurotransmitter inhibisi yang terkenal

ialah gamma amino butyric acid (GABA) dan glisin. Jika hasil pengaruh kedua jenis

lepas muatan listrik dan terjadi transmisi impuls atau rangsang. Hal ini misalnya

terjadi dalam keadaan fisiologik apabila potensial aksi tiba di neuron. Dalam keadaan

istirahat, membrane neuron mempunyai potensial listrik tertentu dan berada dalam

keadaan polarisasi. Aksi potensial akan mencetuskan depolarisasi membrane neuron

dan seluruh sel akan melepas muatan listrik. Oleh berbagai faktor, diantaranya

keadaan patologik, dapat merubah atau mengganggu fungsi membaran neuron

sehingga membrane mudah dilampaui oleh ion Ca dan Na dari ruangan ekstra ke intra

seluler. Influks Ca akan mencetuskan letupan depolarisasi membrane dan lepas

muatan listrik berlebihan, tidak teratur dan terkendali. Lepas muatan listrik demikian

10

Page 11: Epilepsi Psikogenik

oleh sejumlah besar neuron secara sinkron merupakan dasar suatu serangan epilepsy.

Suatu sifat khas serangan epilepsy ialah bahwa beberapa saat serangan berhenti akibat

pengaruh proses inhibisi.

Di duga inhibisi ini adalah pengaruh neuron-neuron sekitar sarang epileptic.

Selain itu juga sistem-sistem inhibisi pra dan pasca sinaptik yang menjamin agar

neuron-neuron tidak terus-menerus berlepasmuatan memegang peranan. Keadaan lain

yang dapat menyebabkan suatu serangan epilepsy terhenti ialah kelelahan neuron-

neuron akibat habisnya zat-zat yang penting untuk fungsi otak.

F. DIAGNOSIS

1. Anamnesa / Aloanamnesa

Epilepsi umum :

Major : Grand mal (meliputi 75% kasus epilepsi) meliputi tipe primer dan

sekunder.

Epilesi grand mal ditandai dengan hilang kesadaran dan bangkitan tonik-

tonik.

Manifestasi klinik: kedua golongan epilepsi grand mal tersebut sama,

perbedaan terletak pada ada tidaknya aura yaitu gejala pendahulu atau preiktal

sebelum serangan kejang-kejang. Pada epilepsi grand mal simtomatik selalu

didahului aura yang memberi manifestasi sesuai dengan letak fokus epileptogen pada

permukaan otak. Aura dapat berupa perasaan tidak enak, melihat sesuatu, mencium

11

Page 12: Epilepsi Psikogenik

bau-bauan tak enak, mendengar suara gemuruh, mengecap sesuatu, sakit kepala dan

sebagainya.

Bangkitan sendiri dimulai dengan hilang kesadaran sehingga aktivitas

penderita terhenti. Kemudian penderita mengalami kejang tonik. otot-otot

berkontraksi sangat hebat, penderita terjatuh, lengan fleksi dan tungkai ekstensi.

Udara paru-paru terdorong keluar dengan deras sehingga terdengar jeritan yang

dinamakan jeritan epilepsi. Kejang tonik ini kemudian disusul dengan kejang klonik

yang seolah-olah mengguncang-guncang dan membanting-banting tubuh si sakit ke

tanah. Kejang tonik-klonik berlangsung 2 -- 3 menit. Selain kejang-kejang terlihat

aktivitas vegetative seperti berkeringat, midriasis pupil, refleks cahaya negatif, mulut

berbuih dan sianosis. Kejang berhenti secara berangsur-angsur dan penderita dalam

keadaan stupor sampai koma. Kira-kira 45 menit kemudian penderita bangun,

termenung dan kalau tak diganggu akan tidur beberapa jam. Frekuensi bangkitan

dapat setiap jam sampai setahun sekali.

Minor :

Elipesi petit mal yang sering disebut pykno epilepsi ialah epilepsi umum yang

idiopatik. Meliputi kira-kira 3 -- 4% dari kasus epilepsi. Umumnya timbul pada anak

sebelum pubertas (4 ± 5 tahun). Bangkitan berupa kehilangan kesadaran yang

berlangsung tak lebih dari 10 detik. Sikap berdiri atau duduk sering kali masih dapat

dipertahankan Kadang-kadang terlihat gerakan alis, kelopak dan bola mata. Setelah

sadar biasanya penderita dapat melanjutkan aktivitas semula. Bangkitan dapat

12

Page 13: Epilepsi Psikogenik

berlangsung beberapa ratus kali dalam sehari. Bangkitan petit mal yang tak

ditanggulangi 50% akan menjadi grand mal. Petit mal yang tidak akan timbul lagi

pada usia dewasa dapat diramalkan berdasarkan 4 ciri : Timbul pada usia 4 -- 5 tahun

dengan taraf kecerdasan yang normal, harus murni dan hilang kesadaran hanya

beberapa detik, mudah ditanggulangi hanya dengan satu macam obat, Pola EEG khas

berupa gelombang runcing dan lambat dengan frekuensi 3 per detik.

Bangkitan mioklonus Bangkitan berupa gerakan involunter misalnya

anggukan kepala, fleksi lengan yang teijadi berulang-ulang. Bangkitan terjadi

demikian cepatnya sehingga sukar diketahui apakah ada kehilangan kesadaran atau

tidak. Bangkitan ini sangat peka terhadap rangsang sensorik. Bangkitan akinetik.

Bangkitan berupa kehilangan kelola sikap tubuh karena menurunnya tonus otot

dengan tiba-tiba dan cepat sehingga penderita jatuh atau mencari pegangan dan

kemudian dapat berdiri kembali. Ketiga jenis bangkitan ini (petit mal, mioklonus dan

akinetik) dapat terjadi pada seorang penderita dan disebut trias Lennox-Gastaut.

Spasme infantil. Jenis epilepsi ini juga dikenal sebagai salaamspasm atau

sindroma West. Timbul pada bayi 3 -- 6 bulan dan lebih sering pada anak laki laki.

Penyebab yang pasti belum diketahui, namun selalu dihubungkan dengan kerusakan

otak yang luas seperti proses degeneratif, gangguan akibat trauma, infeksi dan

gangguan pertumbuhan. Bangkitan dapat berupa gerakan kepala kedepan atau keatas,

lengan ekstensi, tungkai tertarik ke atas, kadang-kadang disertai teriakan atau

tangisan, miosis atau midriasis pupil, sianosis dan berkeringat.

13

Page 14: Epilepsi Psikogenik

Bangkitan motorik. Fokus epileptogen terletak di korteks motorik. Bangkitan

kejang pada salah satu atau sebagian anggota badan tanpa disertai dengan hilang

kesadaran. Penderita seringkali dapat melihat sendiri gerakan otot yang misalnya

dimulai pada ujung jari tangan, kemudian ke otot lengan bawah dan akhirnya seluruh

lengan. Manifestasi klinik ini disebut Jacksonian marche Epilepsi parsial ( 20% dari

seluruh kasus epilepsi).

Bangkitan sensorik Bangkitan yang terjadi tergantung dari letak fokus

epileptogen pada koteks sensorik. Bangkitan somato sensorik dengan focus terletak di

gyrus post centralis memberi gejala kesemutan, nyeri pada salah satu bagian tubuh,

perasaan posisi abnormal atau perasaan kehilangan salah satu anggota badan.

Aktivitas listrik pada bangkitan ini dapat menyebar ke neron sekitarnya dan dapat

mencapai korteks motorik sehingga terjadi kejang-kejang.

Epilepsi lobus temporalis. Jarang terlihat pada usia sebelum 10 tahun.

Memperlihatkan gejala fokalitas yang khas sekali. Manifestasi klinik fokalitas

ini sangat kompleks karena fokus epileptogennya terletak di lobus temporalis dan

bagian otak ini meliputi kawasan pengecap, pendengar, penghidu dan kawasan

asosiatif antara ketiga indra tersebut dengan kawasan penglihatan. Manifestasi yang

kompleks ini bersifat psikomotorik, dan oleh karena itu epilepsi jenis ini dulu disebut

epilepsy psikomotor. Bangkitan psikik berupa halusinasi dan bangkitan motorik la-

zimnya berupa automatisme. Manifestasi klinik ialah sebagai berikut: Kesadaran

hilang sejenak, dalam keadaan hilang kesadaran ini penderita masuk ke alam pikiran

antara sadar dan mimpi (twilight state), dalam keadaan ini timbul gejala fokalisasi

14

Page 15: Epilepsi Psikogenik

yang terdiri dari halusinasi dan automatisme yang berlangsung beberapa detik sampai

beberapa jam. Halusinasi dan automatisme yang mungkin timbul : Halusinasi dengan

automatisme pengecap, halusinasi dengan automatisme membaca, halusinasi dengan

automatisme penglihatan, pendengaran atau perasaan aneh.

2. Pemerikasaan fisik

-Pada bayi

Pada pemeriksaan diselidiki apakah adanya kelainan bawaan, asimetri pada

badan, ekstrimitas, dicatat besarnya dan bentuk kepala, diukur kelilingnya,

keadaan fontanel. Auskultasi dan transluminasi kepala. Kelainan yang mungkin

ditemukan ialah makrosefali, miktosefali, hidrosefalis. Fontanel akan menonjol

bila tekanan dalam rongga kepala meningkat.

Pada pemeriksaan neurologis harus diperiksa refleks Moro, refleks hisap,

reflex pegang, dan refleks tonik leher.

-Pada anak dan orang dewasa

Pemeriksaan umum dan neurologis dilakukan seperti biasa. Pada kulit dicari

adanya tanda neurofibromatosis berupa bercak-bercak coklat, bercak bercak putih,

dan adenoma seboseum pada muka pada skelrosi tuberose. Hemangioma pada

muka dapat menjadi tanda adanya penyakit Sturge-Weber. Pada toksoplasmosis,

fundus okuli mungkin menunjukkan tanda-tanda korio renitis. Mencari kelainan

bawaan, asimetri pada kepala, muka, tubuh,ekstrimitas.

15

Page 16: Epilepsi Psikogenik

3. Pemeriksaan Laboratorium

Perlu diperiksa kadar glukosa, kalsium, magnesium, natrium, bilirubin, ureum

dalam darah. Yang memudahkan timbulnya kejang ialah keadaan hipoglikemia,

hipokalemia, hipomagnesemia, hiponatremia, hipernatremia, hiperbilirubinemia,

uremia.

Penting pula diperiksa pH darah karena alkalosis mungkin pula disertai

kejang. Pemeriksaan cairan otak dapat mengungkapkan adanya radang pada otak

atau selaputnya, toksoplasmosis susunan saraf sentral, leukemia yang menyerang

otak, metastasis tumor ganas, adanya perdarahan otak atau perdarahan

subaraknoid.

4. Pemeriksaan radiologis

Pada foto rontgen kepala dapat dilihat adanya kelainan-kelainan pada

tengkorak. Klasifikasi abnormal dapat dijumpai pada toksoplasmosis, penyakit

inklusi sitomegalik, sklerosis tuberosa, kraniofaringeoma, meningeoma,

oligodendroglioma. Sken tomografik olahan computer menunjukkan kelainan-

kelainan pada tengkorak dan dalam rongga intrakranium. Arteriografi dan

pneumoensefalografi dilakukan bila perlu. Elektroensefalografi (EEG) merupakan

pemeriksaan penunjang yang informative yang dapat dapat memastikan diagnosis

epilepsy.Gelombang yang di temukan pada EEG berupa gelombang runcing,

16

Page 17: Epilepsi Psikogenik

gelombang paku,runcing lambat,paku lambat. Pemeriksaan tambahan lain adalah

pemeriksaan foto polos kepala.

5. Pemeriksaan psikologis atau psikiatris

Untuk diagnosis bila diperlukan uji coba yang dapat menunjukkan naik

turunnya kesadaran, misalnya test Bourdon-Wiersma.

G. GEJALA DAN TANDA

Kejang Parsial Simplek dimulai dengan muatan listrik di bagian otak

tertentu dan muatan ini tetap terbatas di daerah tersebut. Penderita mengalami

sensasi, gerakan atau kelainan psikis yang abnormal, tergantung kepada

daerah otak yang terkena. Jika terjadi di bagian otak yang mengendalikan

gerakan otot lengan kanan, maka lengan kanan akan bergoyang dan

mengalami sentakan; jika terjadi pada Lobus Temporalis Anteriorsebelah

dalam, maka penderita akan mencium bau yang sangat menyenangkan atau

sangat tidak menyenangkan. Pada penderita yang mengalami kelainan psikis

bisa mengalami dejavu(merasa pernah mengalami keadaan sekarang di masa

yang lalu).

Kejang Jacksonian gejalanya dimulai pada satu bagian tubuh tertentu

(misalnya tangan atau kaki) dan kemudian menjalar ke anggota gerak, sejalan

dengan penyebaran aktivitas listrik di otak.

17

Page 18: Epilepsi Psikogenik

Kejang parsial (psikomotor) kompleks dimulai dengan hilangnya kontak

penderita dengan lingkungan sekitarnya selama 1-2 menit. Penderita menjadi

goyah, menggerakkan lengan dan tungkainya dengan cara yang aneh dan

tanpa tujuan, mengeluarkan suara-suara yang tak berarti, tidak mampu

memahami apa yang orang lain katakan dan menolak bantuan. Kebingungan

berlangsung selama beberapa menit, dan diikuti dengan penyembuhan total.

Kejang konvulsif (kejang tonik-klonik, grand mal) biasanya dimulai dengan

kelainan muatan listrik pada daerah otak yang terbatas. Muatan listrik ini

segera menyebar ke daerah otak lainnya dan menyebabkan seluruh daerah

mengalami kelainan fungsi.

Epilepsi primer generalisata ditandai dengan muatan listrik abnormal di

daerah otak yang luas, yang sejak awal menyebabkan penyebaran kelainan

fungsi. Pada kedua jenis epilepsi ini terjadi kejang sebagai reaksi tubuh

terhadap muatan yang abnormal. Pada kejang konvulsif, terjadi penurunan

kesadaran sementara, kejang otot yang hebat dan sentakan-sentakan di seluruh

tubuh, kepala berpaling ke satu sisi, gigi dikatupkan kuat-kuat dan hilangnya

pengendalian kandung kemih. Sesudahnya penderita bisa mengalami sakit

kepala, linglung sementara dan merasa sangat lelah. Biasanya penderita tidak

dapat mengingat apa yang terjadi selama kejang.

18

Page 19: Epilepsi Psikogenik

Status epileptikus merupakan kejang yang paling serius, dimana kejang terjadi

terus-menerus, tidak berhenti. Kontraksi otot sangat kuat, tidak mampu bernapas

sebagaimana mestinya dan muatan listrik di dalam otaknya menyebar luas. Jika tidak

segera ditangani, bisa terjadi kerusakan jantung dan otak yang menetap dan penderita

bisa meninggal.

Gejala kejang berdasarkan sisi otak yang terkena

19

Page 20: Epilepsi Psikogenik

H. TERAPI

Phenytoin

Phenytoin adalah salah satu obat yang biasa digunakan untuk terapi anti

kejang. Phenitoin sering dipertimbangkan sebagai obat pilihan pertama untuk terapi

kejang parsial, kejang tonik klonik (grand mal) dan status epileptikus (Gordon,2008).

Phenitoin bekerja dengan menekan aktivitas listrik pada sel saraf otak. Obat ini saat

pertama kali digunakan dapat secara oral atau intravena. Bentuk oral obat ini

memiliki manfaat yang baik untuk terapi dosis tunggal per hari. Tingkat penggunaan

phenitoin harus diawasi dengan pemeriksaan fungsi hati dan pemeriksaan darah

lengkap. Dosis terapi yang dianjurkan adalah 10-20 mg/L. Efek samping dari

penggunaan phenitoin adalah:

· Anemia

· Pertumbuhan rambut yang berlebihan

· Letargi

· Hyperplasia gusi

· Neuropati jika digunakan dalam jangka waktu lama

Carbamazepin

Obat ini biasa diresepkan untuk terapi kejang parsial dan kejang tonik klonik

9grandmal). Obat ini bekerja dengan mekanisme yang kurang dapat dimengerti.

Dalam bentuk oral, carbamazepin dapat diminum 2 sampai 3 kali. Tingkat

penggunaan karbamazepin harus diawasi. Dosis terapi yang dianjurkan adalah 8-

20

Page 21: Epilepsi Psikogenik

12mg/L. pemeriksaan fungsi hati dan pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan

secara rutin.

Efek samping dari karbamazepin dapat menyebabkan rasa mengantuk, mual, anemia,

neutropenia.

Phenorbital

Obat ini digunakan untuk terapi kedua jenis kejang yaitu kejang umum dan

kejang parsial.obat ini juga digunakan pada protocol setelah penggunaan phenitoin

pada status epileptikus pada bayi yang menderita epilepsy. Obat ini dapat digunakan

dalam bentuk oral atau intravena.

Tingkat penggunaan obat ini harus diawasi. Dosis terapi yang dianjurkan adalah 15-

40 mg/L. pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan secara rutin. Efek samping dari

phenorbital adalah mengantuk, kerusakan kognitif dan menyebabkan mudah marah.

Valproat

Obat ini digunakan untuk terapi kejang parsial, kejang tonik klonik (grand

mal), kejang absence (petit mal) dan kejang myoklonik. Obat ini juga diakui dapat

mencegah sakit kepala migren. Mekanisme aksi dari obat ini berhubungan dengan

substansi otak yang disebut GABA (Gamma Aminobutyric Acid). Obat ini dapat

digunakan dalam bentuk oral dan harus diminum 2 sampai 3 kali sehari untuk

mendapatkan dosis yang adekuat.

Tingkat penggunaan obat ini harus diawasi, seperti pada pemeriksaan fungsi

hati dan pemeriksaan darah. Efek samping dari obat ini adalah kerusakan hati

(hepatotoksik) mual, penambahan berat badan, alopesia dan tremor.

21

Page 22: Epilepsi Psikogenik

Ethosuximide

Obat ini digunakan untuk terapi kejang absence (petit mal). Obat ini bekerja

dengan menekan aktivitas sel otak yang berhubungna dengan hilangnya kesadaran.

Obat ini diberikan secara oral, dapat berbentuk tablet atau syrup. Tingkat penggunaan

obat ini harus diawasi untuk memastikan dosis terapi yang digunakan adalah 40-100

mcg/mL. pemeriksaan darah lengkap, urinalisis dan pemeriksaan fungsi hati harus

dilakukan secara rutin untuk mengawasi kemungkinan efek samping yang tidak

diharapkan.

Efek samping yang dapat ditimbulkan ethosuximide yaitu:

· Gastrointestinal (mual, muntah, nyeri perut, diare, berkurangnya berat badan)

· Genitourinary ( perdarahan vagina dan hematuria)

· Hematologi (penekanan pada sumsumtulang)

· Integument (pertumbuhan rambut yang berlebihan, rash kulit, sistemik lupus

eritematous)

· Neurologi (sakit kepala, berkunang-kunang, sulit tidur, agresif, bingung, kesulitan

berkonsentrasi)

Primidone

Obat ini adalah barbiturate yang mengandung phenorbital. Obat ini

digunakan untuk terapi kejang umum tonik klonik (grand mal) dan kejang parsial.

Obat ini digunakan pada orang dewasa dan anak-anak yang berusia lebih dari 8 tahun.

22

Page 23: Epilepsi Psikogenik

Dosis efektif pada tubuh adalag 5-12 mcg/mL. obat ini tersedia dalam tablet 250 mg

yang dapat diminum 3 sampai 4 kali sehari. Dosis dapat ditingkatkan tetapi tidak

melebihi 500 mg yang diminum 4 kali sehari.

Efek samping dari primidone adalah:

· Pandangan kabur

· Bingung

· Mual dan muntah

· Impotensi

· Vertigo

· Hilangnya berat badan

Topiramate

Obat ini digunakan dengan obat anti kejang lain pada terapi kejang parsial

dan kejang umum tonik klonik pada orang dewasa dan anak-anak yang berusia 2

sampai 16 tahun. Obat ini juga diakui sebagai pencegah sakit kepala migraine. Obat

ini tersedia dalam bentuk orang yang

dapat diminum dua kali sehari (Gordon,2008).

Pada maret 2011, U.S. Food and Drug Administration mengumumkan informasi yang

mengindikasikan bahwa topiramate meningkatkan risiko kelainan pada bayi seperti

labiokisis dan palatokisis ketika obat ini digunakan pada trisemester pertama

kehamilan.

Efek samping dari obat ini adalah rasa mengantuk, mual, berkunang-kunang,

gangguan koordinasi dan keseimbangan, afasia, hilangnya berat badan, dan batu

23

Page 24: Epilepsi Psikogenik

ginjal. Pada anak-anak mungkin akan menyebabkan gangguan konsentrasi dan

mungkin menjadi agresif. Glaukoma akut dan abnormalitas visual adalah komplikasi

yang Sirius dan telah dilaporkan pada beberapa kasus.

Gabapentin

Obat ini di indikasikan sebagai terapi tambahan pada kejang parsial dengan

atau tanpa kejang umum sekunder. Obat ini tersedia dalam bentuk oral dan diminum

tiga kali sehari. Tidak ada pemeriksaan laboraturium seperti pemeriksaan fungsi hati

dan darah yang diperlukan. Efek samping dari gabapentin adalah bingung,

berkunang-kunang dan gangguan keseimbangan.

Lamotrigine

Obat ini di indikasikan sebagai terapi tambahan pada kejang parsial dan untuk terapi

dosis tunggal pada penderita epilepsy dewasa dengan kejang parsial. Obat ini tersedia

dalam bentuk oral dan diminum dua kali sehari. Tidak ada pemeriksaan laboraturium

yang diperlukan. Efek samping dari lamortrigine adalah sakit kepala, mual,

berkunang-kunang dan rash kulit.

Lacosamide

Lacosamide digunakan sebagai obat tambahan pada terapi kejang parsial pada

penderita yang berusia lebih dari 17 tahun. Obat ini tersedia dalam bentuk oral dan

injeksi dan biasanya diminum dua kali sehari. Efek samping dari lacosamide adalah:

· Vertigo

· Diplopia

· Somnolen

24

Page 25: Epilepsi Psikogenik

· Bingung

· Sakit kepala

· Mual dan muntah

Tiagabine

Obat ini digunakan sebagai terapi tambahan pada kejang parsial. Mekanisme aksi dari

obat ini mungkin berhubungan dengan efek substansi GABA pada otak. Obat ini

tersedia dalam bentu oral dan harus diberikan pada dosis yang sudah dibagi sebanyak

2 sampai 4 kali sehari. Tidak ada pemeriksaan laboraturium yang diperlukan. Efek

sampingnya adalah berkunang-kunang dan somnolen.

Levetiracetam

Obat ini digunakan sebagai obat tambahan pada terapi kejang parsial pada penderita

epilepsy anak-anak yang berusia 4 tahun ke atas dan dewasa. Obat ini tersedia dalam

bentuk tablet dan cairan oral yang digunakan pada anak-anak yang tidak bisa menelan

tablet, diminum dua kali sehari. Efek samping dari levetiracetam adalah bingung,

gangguan keseimbangan dan perubahan kepribadian yang biasanya menghilang

setelah satu bulan pertama terapi.

Oxcarbazine

Obat ini di indikasikan untuk terapi dosis tunggal dan terapi tambahan pada penderita

epilepsy dewasa dengan kejang parsial dan sebagai terapi tambahan pada anak-anak

yang berusia 4 tahun ke atas dengan kejang parsial. Efek samping dari oxcarbazine

adalah

· Nyeri perut, mual muntah

25

Page 26: Epilepsi Psikogenik

· Berkunang-kunang

· Diplopia

· Mengantuk, bingung

· Hiponatremia

· Gangguan gaya berjalan

Zonisamide

Obat ini digunakan sebagai terapi tambahan pada penderita epilepsy kejang parsial

dewasa. Obat ini digunakan dua kali sehari. Efek samping dari obat ini adalah

berkunang-kunang, gangguan keseimbangan, berkurangnya berat badan, dan bingung.

Pregabalin

Obat ini digunakan sebagai terapi tambahan pada kejang parsial pada pensderita

epilepsy dewasa. Obat ini dapat digunakan 2 sampai 3 kali sehari. Efek samping dari

obat ini adalah

· Pandangan kabur

· Sulit berkonsentrasi

· Berkunang-kunang

· Mulut kering

· Sulit menelan

· Somnolen

I. KOMPLIKASI

Komplikasi kejang parsial komplek dapat dengan mudah dipicu oleh stress

emosional. Pasien mungkin mengalami kesulitan kognitif dan kepribadian seperti:

26

Page 27: Epilepsi Psikogenik

· Personalitas : sedikit rasa humor, mudah marah, hiperseksual.

· Hilang ingatan : hilang ingatan jangka pendek karena adanya gangguan pada

hippocampus, anomia ( ketidakmampuan untuk mengulang kata atau nama benda)

· Kepribadian keras : agresif dan defensive.

Komplikasi yang berhubungan dengan kejang tonik klonik meliputi:

· Aspirasi atau muntah

· Fraktur vertebra atau dislokasi bahu

· Luka pada lidah, bibir atau pipi karena tergigit

· Status epileptikus

Status Epileptikus

Status epileptikus adalah suatu kedaruratan medis dimana kejang berulang tanpa

kembalinya kesadaran diantara kejang. Kondisi ini dapat berkembang pada setiap tipe

kejang tetapi yang paling sering adalah kejang tonik klonik. Status epileptikus

mungkin menyebabkan kerusakan pada otak atau disfungsi kognitif dan mungkin

fatal.

Komplikasi meliputi:

· Aspirasi

· Kardiakaritmia

· Dehidrasi

· Fraktur

· Serangan jantung

27

Page 28: Epilepsi Psikogenik

· Trauma kepala dan oral

Sudden unexplained death in epilepsy (SUDEP)

SUDEP terjadi pada sebagian kecil orang dengan epilepsy . Dengan alasan

yang sangat sulit untuk dimengerti, orang sehat dengan epilepsy dapat meninggal

secara mendadak. Ketika hal ini terjadi, orang dengan epilepsy simtomatik memiliki

risiko yang lebih tinggi.

Dari hasil autopsy tidak ditemukan penyebab fisik dari SUDEP. Hal ini

mungkin terjadi karena edem pulmo atau cardiac aritmia. Beberapa orang memiliki

risiko yang lebih tinggi dari yang lain seperti dewasa muda dengan kejang umum

tonik klonik yang tidak dapat dikontrol sepenuhnya dengan pengobatan. Pasien yang

menggunakan dua atau lebih obat anti kejang mungkin memiliki risiko yang lebih

tinggi untuk SUDEP.

J. PROGNOSIS

Ketika pasien telah berhasil bebas kejang untuk beberapa tahun, hal ini

mungkin untuk menghentikan pengobatan anti kejang, tergantung pada umur pasien

dan tipe epilepsy yang diderita. Hal ini dapat dilakukan dibawah pengawasan dokter

yang berpengalaman. Hampir seperempat pasien yang bebas kejang selama tiga tahun

akan tetap bebas kejang setelah menghentikan pengobatan yang dilakukan dengan

mengurangi dosis secara bertahap. Lebih dari setengah pasien anak-anak dengan

epilepsy dapat menghentikan pengobatan tanpa perkembangan pada kejang.

28

Page 29: Epilepsi Psikogenik

K. PENCEGAHAN

Jika kejang berhubungan dengan kondisi medis tertentu, identifikasi dan

terapi pada kondisi medis tersebut adalah kunci dari pencegahan terjadinya kejang.

Jika pengobatan anti kejang telah diberikan oleh dokter, minum obat sesuai jadwal

yang telah direkomendasikan oleh dokter dan tidak lupa minum obat adalah hal yang

penting dalam pencegahan kejang.

Beberapa orang dengan epilepsy sensitive terhadap alkhohol. Mungkin ada

beberapa orang yang mengalami kejang setelah meminum sedikit alkhohol sehingga

kunci utama dalam pencegahan kejang adalah dengan menghindari alkhohol.

29

Page 30: Epilepsi Psikogenik

BAB III

EPILEPSI PSIKOGENIK

A. DEFINISI

Serangan kejang bukan epilepsi (SKBE) merupakan suatu kejang atau

kejadian yang mirip epilepsi, tetapi tidak disertai dengan letupan muatan listrik

abnormal. Kejang nonepilepsi psikogenik tergolong dalam SKBE. Aicardi membagi

SKBE menjadi tujuh kategori, yakni: kejang anoksik, episode apneu dan/atau

bradikardi pada bayi muda (Near-Miss Sudden Death Syndrome), vertigo

paroksismal, manifestasi psikaiatri akut, migrain dan sindrom periodik, tic dan

gerakan/kebiasaan yang abnormal, gangguan paroksismal yang terjadi pada waktu

tidur. Gestaut dan Brouhton mengklasifikasikan SKBE menjadi empat kategori besar:

anoksik, toksik, psikik, dan hipnik atau ‘sleep related’. Porter (1991) membagi SKBE

berdasarkan penyebabnya menjadi dua bagian besar, yakni psikogenik dan fiisiologik.

Kejang nonepilepsi psikogenik atau pseudoseizure merupakan episode

paroksismal yang menyerupai dan sering terjadi kesalahan diagnosis sebagai kejang

epilepsi; bagaimanapun, kejang nonepilepsi psikogenik berasal dari bagian psikologi

(seperti emosional, stress). Episode nonepilepsi paroksismal dapat disebabkan oleh

faktor organik atau psikogenik. Sinkop, migrain, transient ischemic attacks (TIAs)

merupakan contoh gejala kejang paroksismal nonepileptik organik.

30

Page 31: Epilepsi Psikogenik

Kejang nonepilepsi psikogenik sering dikategori epilepsi, yang mana 20-30%

pasien tergolong kejang kambuhan. Prevalensi kejang nonepilepsi psikogenik sekitar

2-33 kasus per 100.000 populasi.

B. EPIDEMIOLOGI

Kejang nonepilepsi psikogenik biasanya terdiagnosis epilepsi, sekitar 20-

30% dari seluruh epilepsi. Sekitar 50-70% pasien didiagnosis epilepsi tidak

mengalami kejang, dan hanya sekitar 15% saja yang benar-benar epilepsi.

Kebanyakan kejang psikogenik merupakan bentuk konversi dan gangguan

somatoform.

Kejang nonepilepsi psikogenik terjadi lebih sering pada wanita-wanita

dibandingkan laki-laki, yakni sekitar 70% dari semua kasus. Kejang nonepilepsi

psikogenik berkaitan dengan gangguan konversi, yang secara khas muncul pada

dewasa muda. Kejang psikogenik bisa terjadi pada remaja, anak-anak dan orang tua.

Harus diperhatikan dalam mendiagnosis kejang psikogenik terutama jika terjadi pada

awal masa kanak-kanak atau usia tua.

Kejang nonepilepsi psikogenik mungkin terjadi pada kondisi kejiwaan yang

khusus, sebagai contoh, anak-anak dengan parasomnias (misalnya,night teror), dan

serangan ketakutan.

C. ETIOLOGI

Penyebab dari kejang psikogenik, antara lain ialah:

1. Gangguan somatoform

31

Page 32: Epilepsi Psikogenik

Kebanyakan disebabkan karena gangguan somatoform atau reaksi

konversi. Kejang psikogenik dapat merupakan gejala tersendiri atau bagian

dari kelaiana pervasive spserti sindroma Briquet yang mana kejang psikogenik

merupakan salah satu dari banyak keluhan seperti nyeri kepala atau nyeri

tubuh. Sekitar 15% penderita konvers menunjukkan adanya kejang

psikogenik.

Pada umumnya keluhan konversi merupakan mekanisme untuk

mendapatkan ‘keuntungan primer’ dan ‘keuntungan sekunder’. Di dalam

keuntungan primer, keluhan konversi bertujuan menutup konflik mental di

bawah kesadaran. Suatu pikiran yang tidak diinginkan dan menyakitkan

direpreai dan energi emosional diubah menjadi keluhan fisik. Sedangkan pada

keuntungan sekunder, keluhan konversi bertujuan untuk mendapatkan sesuatu

yang diinginkannya atau menghindari sesuatu yang tidak diharapkanya.

Riwayat adanya trauma dan atau penyalahgunaan seksual sering mencetuskan

penderita konversi.

2. Kecemasan Akut

Kecemasan akut ini berlangsung sepintas, paroksimal di mana

penderita merasa tersendiri, terasing. Psikofisiologi ditandai dengan palpitasi,

perasaan tertekan, sensasi yang tidak nyata, mandi keringat, takikardia, sesak

nafas, muntah, mencret dan sesak nafas dan kemudian jatuh dalam keadaan

kelelahan.

32

Page 33: Epilepsi Psikogenik

Diagnosis kecemasan akut ini biasanya dapat ditentukan bila dijumpai

3 hal berikut. 1) waktu serangan samapai 15 menit kadang 30 menit lebih

lama dari serangan kejang epilepsi. 2) kesadaran tidak terganggu meskipun

pada umumnya merasa aneh atau asing, tetapi interaksi lingkunagn masih

mungkin. Openderita dengan jelas dapat menerangkan urutan serangan,

kecuali bila penderita jatuh pingsan. Dan sering terjadi hiperventilasi dan 3)

rekaman EEG dalam batas normal.

3. Amnesia disosiatif

Ditandai dengan satu atau lebih episode ketidakmampuan untuk

mengingat informasi pribadi, biasanya yang bersifat traumatik atau terlalu

menekan; dan gangguan merupakan lebih dari keadaan lupa biasa. Yang khas,

penderita gagal untuk mengingat kembali semua kejadian pada waktu

peristiwa itu terjadi.

4. Dissosiative fugue

Mendadak, penderita meninggalkan rumah atau temapt kerjanya,

seakan mencari identitas baru dan dan dapat bingung, disorientasi dengan

ketidakmampuan untuk mengingat masa lampaunya. Penderita menyanggah

semua kejaidan yang dilakukan pada waktu serangan ‘fugue’.

D. PATOFISIOLOGI

Tidak seperti kejang epilepsi, kejang nonepilepsi psikogenik tidak

diakibatkan dari perubahan listrik yang abnormal di otak; akan tetapi merupakan

33

Page 34: Epilepsi Psikogenik

manifestasi fisik dari gangguan psikologis. Gangguan psikologis tersebut terdiri dari

gangguan konversi, gangguan somatoform yang biasanya terjadi tanpa disadari.

Kejang nonepilepsi psikogenik juga diakibatkan dari kepura-puraan seperti

malingering. Kasus ini jarang tetapi sulit untuk membuktikan.

E. GEJALA DAN TANDA

Seringkali kejang nonoepilepsi psikogenik sangat sulit dibedakan dengan

kejang epilepsi. Untuk mendiagnosis kejang psikogenik diperlukan anamnesis dan

pemeriksaan yang cermat. Berikut gejala dan tanda yang membedakan kejang

psikogenik dan kejang epilepsi.

Kejang Psikogenik Kejang Epileptik

Remaja atau dewasa

Serangan waktu malam dapat terjadi,

baik diketahui penderita atau keluarga

Jarang dijumpai gigitan lidah, bila ada

pada pipi atau ujung lidah

Tidak ngompol

Tidak dijumpai luka di tubuh

Aura macam-macam pembauan dan

penglihatan

Semua umur

Serangan waktu malam dapat terjadi,

penderita tidak merasa/tidak tahu

Sering dijumpai gigitan lidah

____________

Sering mengompol

Sering dijumpai luka-luka di tubuh

‘Perasaan aneh’ dan sensasi di

abdomen_____

34

Page 35: Epilepsi Psikogenik

Ada konflik mendasarinya dan penderita

tidak menyadarinya

EEG normal

Tidak sembuh dengan OAE

Gerakan bervariasi. Seringkali hanya

tonik atau klonik. Komponene klonik

bervariasi amplitudo dan frekuensinya

selama serangan. Gerakan pelvia

menonjol. Gerakan-gerakan

pseodoklonik

Kesadaran bervariasi, seringkali masih

mungkin berkommunikasi saat serangan,

mata cenderung menutup

Dapat melawan kekangan, kadang-

kadsang menghentikan serangan.

Berhentinya serangan dapat berangsur,

seringkali dengan penampakan emosi;

bingung, mengantuk, atau tidur jarang

terjadi

Penderita sadar bahwa konflik dapat

mencetuskan kejang

EEG abnormal

Sembuh dengan OAE

Stereotifik, biasanya meliputi kedua fase

klonik dan tonik. Gerakan klonik

melemah bila kejang berlanjut

Biasanya hilang sama sekali saat

serangan kejang, mata membuka saat

serangan

Tidak terpengaruh kekangan

Berhentinya serangan dapat berlangsung

singkat atau memanjang bila disertai

automatisasi. Biasanya bingung,

mengantuk atau tertidur

F. DIAGNOSIS BANDING

1) Kejang absense

35

Page 36: Epilepsi Psikogenik

2) Pusing, Vertigo, dan ketidakseimbangan

3) Penyakit sistem saraf

4) Miastenia Gravis

5) Status Epileptikus

G. DIAGNOSIS DAN PEMERIKSAAN

Seperti kita ketahui bahwa kejang psikogenik ini tidak mempunyai kriteria

yang absolut, tetapi sering disangka suatu serangan epilepsi. Penegakan diagnosis

kejang psikologis ini harus dilakukan dengan abservasi cermat. Saat ini dapat

dilakukan perekaman video dan monitoring dengan EEG pada waktu serangan,

pencatatan EEG iktal dan pasca iktal. Akan tetapi sarana monitoring semacam ini

belum ada di Indonesia dan biaya cukup mahal. Asumsi yang dapat kita gunakan

antara lain:

1) Kebanyakan penderita dengan serangan kejang psikogenik tidak menunjukkan

tanda kejang umum tonik-klonik atau kejang komplek parsial.

2) Hanya sebagian kecil dari kejang epilepsi yang ditandai dengan kejadian yang

tidak umum yang membuat klasifikasi menjadi sulit.

3) Semakin berpengalaman dokter yang sering menangani masalah kejang,

kemungkinana untuk membuat diagnosis secara benar semakin besar.

Penentuan diagnosis epilepsi dapat sulit, karena adanya kondisi-kondisi

kronis lain. Hal paling utama adalah kemampuan anamnesis untuk menyingkirkan

diagnosis lain. Di samping kemampuan untuk mendiagnosis, kejang nonepilepsi juga

36

Page 37: Epilepsi Psikogenik

dipastikan dengan EEG-VIDEO. Tidak boleh lupa, melakukan tes kepribadian sedikit

banyak memberikan petunjuk adanya kejang nonepilepsi psikogenik.

Riwayat pasien mungkin menunjukkan arah diagnosis. Petunjuk-petunjuk

umum berguna dalam praktik klinik dan dapat mengarahkan pada kejang yang

dipengaruhi psikogenik.

1) Resisten terhadap Obat Anti Epilepsi (OAE) merupakan petunjuk pertama

kejang nonepileptik psikogenik, meskipun epilepsi yang sudah kebal OAE

juga menunjukkan gejala yang sama.

2) Adanya pencetus yang tidak biasa untuk epilepsi mungkin mengarah pada

diagnosis kejang nonepileptik psikogenik. Contohnya pencetus emosi seperti

stress atau perubahan kepribadian. Pemicu lainnya seperti nyeri, bergerak

tiba-tiba, mendengar bunyi dan melihat cahaya merupakan tanda kejang yang

sebenarnya (epilepsi).

3) Kejang nonepilepsi psikogenik terdapat stop-and-go phenomenon, terlihat

gerakan irreguler dan tidak sinkron.

4) Riwayat psikososial menunjukkan adanya perilaku maladaptif atau

berhubungan diagnosis psikiatri perlu dicurigai kejang nonepilepsi

psikogenik. Memperhatikan evaluasi status mental, terutama tingkat

perhatian, overdramatisasi, dan corak histeris.

Pada pemeriksaan Pada pemeriksaan Fisik dan neurologis ditemukan dalam

batas normal. Pemeriksaan Psikologi menunjukkan adanya episode psikogenik

termasuk kecemasan, depresi, afek tidak sesuai, konsentrasi yang lemah (la belle

37

Page 38: Epilepsi Psikogenik

indifference), keluhan somatik yang mengarah pada gangguan somatik serta adanya

hubungan yang abnormal dengan anggota keluarga.

H. TERAPI

Penjelasan kepada pasien dan reaksi pasien terhadap penyakitnya sangat

penting untuk menentukan keberhasilan terapi. Terkadan dokter mengalami kesulitan

dalam memberikan keterangan yang jelas kepada pasien atau keluarganya tentang

penyakit ini. Hal ini menyebabkan pasien sering melanjutkan terapi untuk epilepsi.

Terapi untuk kejang nonepilepsi psikogenik juga meliputi psikoterapi dan

obat-obatan untuk mengobati gelisah atau depresi, seperti trisiklik antidepresan,

MAOI, SSRI.

Sertraline, hingga dosis maksimum 200 mg, dapat menurunkan angka

kejadian kejang nonepilepsi psikogenik (psychogenic nonepileptic seizures, PNES)

sebesar 50%. Selain sebagai terapi depresi dan ansietas, dalam uji klinis serotonin

selective reuptake inhibitors (SSRIs) memperlihatkan kemungkinan digunakan untuk

gangguan konversi atau somatoform dan beberapa gangguan kepribadian. Gangguan

konversi atau somatoform dan gangguan kepribadian ini terjadi sebagai gangguan

penyerta pada kejang nonepilepsi psikogenik sehingga SSRI menjadi obat yang

potensial. Hipotesisnya adalah bahwa mengatasi gejala depresi, ansietas, dan

impulsivitas yang diperantarai serotonin akan menurunkan kejang.

38

Page 39: Epilepsi Psikogenik

I. KOMPLIKASI

Kebanyakan pasien dengan kejang nonepilepsi psikogenik telah

menggunakan obat antikejang karena didiagnosis epilepsi. Sebagian kecil pasien

kejang nonepileptikus psikogenik juga menerima pengobatan intravena dengan

diagnosis status epileptikus sehingga mengakibatkan pasien diintubasi dan masuk

ICU tanpa indikasi yang benar.

J. PROGNOSIS

1. Gejala berlangsung lebih dari 10 tahun, hampir separuh pasien epilepsi

psikogenik mengalami kejang berulang dan mengalami ketergantungan

dengan sosial.

2. Prognosis membaik dengan memberikan pendidikan, di mana onset penyakit

terjadi pada usia muda, episode nondramatik, dan sedikit keluhan somatoform,

dengan skor dissosial yang rendah pada dimensi kepribadian high order

(seperti hambatan, emosional tidak stabil, dan mudah terangsang).

3. Pasien dengan kejang katatonik mempunyai prognosis lebih baik daripada

kejang tipe convulsif.

39

Page 40: Epilepsi Psikogenik

BAB IV

PENUTUP

Epilepsi adalah gangguan pada otak yang menyebabkan terjadinya kejang

berulang. Kejang terjadi ketika aktivitas listrik didalam otak tiba-tiba terganggu.

Gangguan ini dapat menyebabkan perubahan gerakan tubuh, kesadaran, emosi dan

sensasi. Tidak semua kejang disebabkan oleh epilepsy. Kejang juga dapat disebabkan

oleh kondisi tertentu sepeti meningitis, ensefalitis atau trauma kepala.

Seperti kita ketahui bahwa kejang psikogenik ini tidak mempunyai kriteria

yang absolut, tetapi sering disangka suatu serangan epilepsi. Penegakan diagnosis

kejang psikologis ini harus dilakukan dengan abservasi cermat. Penentuan diagnosis

epilepsi dapat sulit, karena adanya kondisi-kondisi kronis lain. Hal paling utama

adalah kemampuan anamnesis untuk menyingkirkan diagnosis lain. Di samping

kemampuan untuk mendiagnosis, kejang nonepilepsi juga dipastikan dengan EEG-

VIDEO. Tidak boleh lupa, melakukan tes kepribadian sedikit banyak memberikan

petunjuk adanya kejang nonepilepsi psikogenik

40

Page 41: Epilepsi Psikogenik

DAFTAR PUSTAKA

1. Poerwadi, T. 1998. Serangan Kejang Bukan Epilepsi. Kumpulan Artikel Epilepsi Volume 3, hal. 21-31.

2. Dewanto, G, Wita J.S., Budi R., Yuda T. Panduan Praktis Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Saraf. 2009. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

3. Benbadis SR, Tatum WO. Overintepretation of EEGs and misdiagnosis of epilepsy. J Clin Neurophysiol. Feb 2003;20(1):42-4. [Medline].

4. Syed TU, Lafrance WC Jr, Kahriman ES, et al. Can semiology predict psychogenic nonepileptic seizures? a prospective study. Ann Neurol. Jun 2011;69(6):997-1004. [Medline].

5. Benbadis SR. A spell in the epilepsy clinic and a history of "chronic pain" or "fibromyalgia" independently predict a diagnosis of psychogenic seizures. Epilepsy Behav. Mar 2005;6(2):264-5. [Medline].

6. Elzawahry H, Do CS, Lin K, Benbadis SR. The diagnostic utility of the ictal cry. Epilepsy Behav. Jun 1 2010;[Medline].

7. Carold Campfield. 2008. What is epilepsy. www.epilepsy.com

8. Gordon R Kelley and Stanley J Swierzewski. 2008. Epilepsy. www. Neurologychannel.com

9. J Stephen Huff. 2005. Epilepsy. www.emedicinehealth.com

10. Orrin Devinsky. 2004 . Epilepsy. www. Epilepsy.com

11. Steven C Schachter . 2006. What Cause Epilepsy. www.epilepsy.com

12. Steven C Schachter and Patricia O Shafer. 2007. Epilepsy. www.epilepsy.com

41