Epilepsi Fix

35
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Epilepsi (juga disebut ‘kejang ayan’) ditandai dengan aktivtas berlebihan yang tidak terkendali dari sebagian atau seluruh sistem saraf pusat. Orang yang mempunyai faktor predisposisi timbulnya epilepsi akan mendapat serangan bila nilai basal dari eksitabilitas sistem saraf (atau bagian yang peka terhadap keadaan epileptik) meningkat diatas nilai ambang kritisnya. Selama besarnya eksitabillitas tetap dijaga dibawah nilai ambang ini, maka serangan epilepsi tidak akan terjadi. 1,2 Epilepsi adalah kejang yang terjadi tanpa penyebab metabolik yang reversible. Epilepsy dapat berupa kondisi primer atau sekunder. Epilepsy primer terjadi secara spontan, biasanya pada kanak-kanak dan penyebabnya idiopatik. Sedangkan yang sekunder bisa disebabkan oleh hipoksemia, hipoglikemia, cedera kepala, infeksi, stroke, atau tumor sistem saraf pusat. Insidensi epilepsi dinegara maju ditemukan sekitar 50/100.000, sementara dinegara berkembang mencapai 100/100.000. penderita laki-laki umumya sedikit lebih banyak dibandingkan dengan perempuan. Insidensi tertinggi terjadi pada kanak-kanak dan usia lanjut, cenderung menurun pada dewasa muda. 3 1

description

case epilepsi

Transcript of Epilepsi Fix

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar Belakang Epilepsi (juga disebut kejang ayan) ditandai dengan aktivtas berlebihan yang tidak terkendali dari sebagian atau seluruh sistem saraf pusat. Orang yang mempunyai faktor predisposisi timbulnya epilepsi akan mendapat serangan bila nilai basal dari eksitabilitas sistem saraf (atau bagian yang peka terhadap keadaan epileptik) meningkat diatas nilai ambang kritisnya. Selama besarnya eksitabillitas tetap dijaga dibawah nilai ambang ini, maka serangan epilepsi tidak akan terjadi.1,2 Epilepsi adalah kejang yang terjadi tanpa penyebab metabolik yang reversible. Epilepsy dapat berupa kondisi primer atau sekunder. Epilepsy primer terjadi secara spontan, biasanya pada kanak-kanak dan penyebabnya idiopatik. Sedangkan yang sekunder bisa disebabkan oleh hipoksemia, hipoglikemia, cedera kepala, infeksi, stroke, atau tumor sistem saraf pusat. Insidensi epilepsi dinegara maju ditemukan sekitar 50/100.000, sementara dinegara berkembang mencapai 100/100.000. penderita laki-laki umumya sedikit lebih banyak dibandingkan dengan perempuan. Insidensi tertinggi terjadi pada kanak-kanak dan usia lanjut, cenderung menurun pada dewasa muda.3

BAB IIPEMBAHASAN2.1 DEFINISI Epilepsi adalah suatu gangguan cerebral kronik yang ditandai adanya bangkitan epileptik berulang akibat gangguan fungsi otak secara intermiten yang terjadi akibat lepas muatan listrik abnormal neuron-neuron otak secara berlebihan dan paroksismal akibat berbagai macam etiologi.1,2 2.2 EPIDEMIOLOGI Epilepsi merupakan salah satu kelainan otak yang serius dan umum terjadi. Sekitar lima puluh juta orang di seluruh dunia mengalami kelainan ini. Angka epilepsi lebih tinggi dinegara berkembang dibandingkan dengan Negara maju. Insidensi epilepsi di Negara maju ditemukan sekitar 50/100.000, sementara di Negara berkembang mencapai 100/100.000. Di Negara berkembang sekitar 80-90% diantaranya tidak mendapatkan pengobatan apapun. Penderita laki-laki umumnya sedikit lebih banyak dibandingkan dengan perempuan. Insidensi tertinggi terjadi pada masa kanak-kanak dan usia lanjut. Biasanya insidensinya menurun pada dewasa muda.2,3 2.3 ETIOLOGI Berdasarkan penyebabnya epilepsi dibagi menjadi dua tipe yaitu epilepsi primer dan epilepsi sekunder.2,4,5 Epilepsi primer penyebabnya tidak diketahui (idiopatik) mungkin diduga terdapat gangguan keseimbangan zat kimiawi dan sel-sel saraf pada jaringan otak yang abnormal. Epilepsi sekunder diketahui penyebabnya diantaranya sebagai berikut:a.cedera kepalab.infeksi jaringan otak c. tumor otakd. strokee. hipoglikemik dan hipokalsemif. obat-obatan dan alcoholg. abnormalitas congenitalh. gangguan degenerativei. hipoksia pada neonates

2.4 FAKTOR PENCETUS2a. Kurang tidurb. Stress emosionalc. Infeksid. Perubahan hormonale. Terlalu lelahf. Fotosensitif terhadap cahayag. Obat-obatanh. alkohol

2.5 PATOFISIOLOGI Secara etiopatologik, bangkitan epilepsi bisa diakibatkan oleh cedera kepala, stroke, tumor otak, infeksi otak, keracunan, atau juga pertumbuhan jarigan saraf yang tidak normal (neurodevelopmental problems), pengaruh genetik yang mengakibatkan mutasi. Mutasi genetik maupun kerusakan sel secara fisik pada cedera maupun stroke ataupun tumor akan mengakibatkan perubahan dalam mekanisme regulasi fungsi dan struktur neuron yang mengarah pada gangguan pertumbuhan ataupun plastisitas di sinapsis. Perubahan fokus inilah yang bisa menimbulkan bangkitan listrik diotak.2 Bangkitan epilepsi bisa juga terjadi tanpa ditemukan kerusakan anatomi focus di otak. Dari sudut pandang biologi molekuler, bangkitan epilepsi disebabkan oleh ketidak seimbangan sekresi maupun fungsi neurotransmiter eksitatorik dan inhibitorik di otak. Keadaan ini bisa disebabkan sekresi neurotransmiter dari presinaptik tidak terkontrol ke sinaptik yang selanjutnya berperan pada reseptor n-methyl-D aspartic acid (NMDA) atau -amino 3 - hydroxyl 5 - methyl 4 - isoxazolepropionic acid (AMPA) di post-sinaptik. Keterlibatan NMDA receptor (NMDAR) subtipe dari reseptor glutamat disebut-sebut sebagai patologi terjadinya kejang dan epilepsy.2 Secara farmakologik, inhibisi terhadap NMDAR ini merupan prinsip kerja dari obat antiepilepsi. Beberapa penelitian neurogenetik membuktikan adanya beberapa faktor yang bertanggung jawab atas bangkitan epilepsi antara lain kelainan pada ligand-gate (sub unit dari reseptor nikotinik) begitu juga halnya dengan voltage-gate (kanal natrium dan kalium). Berbicara mengenai kanal ion maka peran natrium, kalium dan kalsium merupakan ion-ion yang berperan dalam sistem komunikasi neuron lewat reseptor. Masuk dan keluarnya ion-ion ini menghasilkan bangkitan listrik yang dibutuhkan dalam komunikasi sesama neuron. Jika terjadi kerusakan atau kelainan pada kanal ion-ion tersebut maka bangkitan listrik akan juga terganggu sebagaimana pada penderita epilepsi. Kanal ion ini berperan dalam kerja reseptor neurotransmiter tertentu. Dalam hal epilepsi dikenal beberapa neurotransmiter seperti gamma aminobutyric acid (GABA) yang dikenal sebagai inhibitorik, glutamat (eksitatorik), serotonin yang sampai sekarang masih tetap dalam penelitian kaitan dengan epilepsi, asetilkholin yang di hipokampus dikenal sebagai yang bertanggung jawab terhadap memori dan proses belajar.2 Daerah yang rentan terhadap kerusakan bila ada abnormalitas otak adalah hipokampus. Oleh karena setiap serangan kejang selalu menyebabkan kenaikan eksitabilitas neuron, maka serangan kejang cenderung berulang dan selanjutnya menimbulkan kerusakan yang lebih luas.

2.6 KLASIFIKASI EPILEPSI Ada dua klasifikasi epilepsi yang direkomendasikan oleh International League Against Epilepsy (ILAE) yaitu pada tahun 1981 menetapkan klasifikasi epilepsi berdasarkan jenis bangkitan (tipe serangan epilepsi):1,2,3,4 1. Serangan parsial a. Serangan parsial sederhana (kesadaran baik), yaitu dengan gejala motorik, sensorik, otonom dan gejala psikis:1,2 Motorik: dapat menyebabkan perubahan pada aktivitas otot , seperti gerakan involunter otot-otot salah satu anggota gerak, wajah, rahang bawah (menguyah), pita suara (vokalisasi). Sensorik : menyebabkan perubahan perasaan . orang dengan kejang sensori mungkin mencium atau merasakan sesuatu yang sebenarnya tidak ada disitu, mendengar bunyi berdetak, berdering atau suara seseorang ketika suara sebenarnya tidak ada, atau merasakan sensasi seperti ditusuk jarum atau mati rasa. Kejang mungkin terasa sangat menyakitkan pada beberapa pasien. Mereka akan merasa seperti berputar. Autonomic: kejang ini menyebabkan perubahan pada bagian sistem saraf yang secara otomatis mengendalikan fungsi tubuh. Kejang ini biasanya meliputi perasaan tidak nyaman pada perut, dada, kepala, perubahan pada denyut jantung dan pernafasan meningkat. Psikis: kejang ini merubah cara berpikir seseorang, perasaan dan pengalaman akan sesuatu. Mereka mungkin bermasalah dengan memori, kata yang terbalik saat berbicara, ketidakmampuan untuk menemukan kata yang tepat atau bermasalah dalam memahami percakapan atau tulisan. b. Serangan parsial kompleks (kesadaran terganggu), yaitu serangan parsial sederhana diikuti dengan gangguan kesadaran diawal serangan. c. Serangan umum sederhana - Parsial sederhana menjadi tonik-klonik - Parsial kompleks menjadi tonik-klonik - Parsial sederhana menjadi parsial kompleks menjadi tonik-klonik

2. Serangan umum a. Absans (Lena), yaitu jenis serangan yang jarang, umumnya hanya terjadi pada masa anak-anak atau awal remaja. Pada waktu kesadaran hilang, tonus otot skeletal tidak hilang sehingga penderita tidak jatuh. Saat serangan mata penderita akan memandang jauh ke depan atau mata berputar keatas dan tangan melepaskan benda yang sedang dipegangnya. Kejadiannya cuma beberapa detik (sekitar 5-10 detik) dan bahkan sering tidak disadari.

b. Mioklonik, yaitu muncul akibat adanya gerakan involunter sekelompok otot skelet yang muncul secara tiba-tiba dan biasanya hanya berlangsung sejenak. jenis ini biasanya terjadi pada pagi hari, setelah bangun tidur dengan ciri khas pasien mengalami sentakan yang tiba-tiba dan hanya berlangsung sejenak berupa gerakan ekstensi dan fleksi lengan atau keempat anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat.1,2c. Klonikkejang klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral, dengan permulaan fokal dan multifocal yang berpindah-pindah. Kejang klonik fokal berlangsung 1-3 detik terlokalisasi, tidak disertai gangguan kesadaran dan biasanya tidak diikuti oleh fase tonik.3,4

d. Tonik berupa pergerakan tonik satu ekstremitas atau pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai deserebrasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortikasi.e. Atonik , jenis serang ini jarang terjadi. Gejala serangan ini adalah pasien tiba-tiba kehilangan kekuatan otot, jatuh, tapi bisa segera kembali. f. Tonik-klonik/ grang mal , merupakan bentuk paling banyak terjadi, gejala serangan ini adalah pasien pasien tiba-tiba jatuh disertai dengan teriakan atau jeritan, pernafasan berhenti sejenak dan seluruh tubuh menjadi kaku. Setelah itu muncul gerakan kejang tonik-klonik (gerakan tonik yang disertai dengan relaksasi), sehingga selama serangan grand mal dengan tungkai tetap dalam sikap lurus, namun secara ritmik terjadi fleksi ringan dan ekstensi kuat pada semua persendian anggota gerak. Kejang berlangsung beberapa puluh detik sampai 2 menit. Pada saat serangan penderita tidak sadar, bisa mengigit lidah atau bibirnya sendiri dan bisa sampai mengompol. Pasca serangan penderita akan sadar secara perlahan dan merasakan tubuhnya terasa lemas dan biasanya akan tertidur setelahnya.1 3. Serangan epilepsi yang tidak terklasifikasi merupakan jenis serangan yang tidak didukung oleh data yang cukup atau lengkap. Jenis ini termasuk serangan epilepsi pada neonatus misalnya: gerakan ritmis pada mata, gerakan mengunyah dan berenang.2,6,7

2.7 MANIFESTASI KLINISa. Kejang parsial simpleks dimulai dengan muatan listrik dibagian otak tertentu dan muatan ini tetap terbatas di daerah tersebut. Penderita mengalami sensasi, gerakan atau kelainan psikis yang abnormal, tergantung pada daerah otak yang terkena. Jika terjadi pada daerah otak yang mengendalikan gerakan otot lengan kanan, maka lengan kanan akan bergoyang dan mengalami sentakan. Jika terjadi pada lobus temporalis anterior sebelah dalam, maka penderita akan mencium bau yang sangat menyenangkan atau sangat tidak menyenangkan.1,3,8b. Kejang parsial (psikomotor) kompleks dimulai dengan hilang nya kontak penderita dengan lingkungan sekitarnya selama 1-2 menit. Penderita menjadi goyah, menggerakkan lengan dan tungkainya dengan cara yang aneh dan tanpa tujuan, mengeluarkan suara-suara yang tidak berarti, tidak mampu memahami apa yang orang lain katakan dan menolak bantuan. Kebingungan berlangsung beberapa menit dan diikuti dengan penyembuhan total.3c. Kejang tonik-klonik (grand mal) biasanya dimulai dengan kelainan muatan listrik pada daerah otak yang terbatas. Muatan listrik segera menyebar kedaerah otak lainnya dan menyebabkan seluruh daerah mengalami kelainan fungsi. Pada kejang ini terdapat dua tahap, yaitu tahap klonik atau kaku diikuti tahap klonik atau kelonjotan. Pada serangan jenis ini pasien dapat hanya mengalami tahap tonik atau klonik saja. Serangan jenis ini biasanya didahului oleh aura. Aura merupakan perasaan yang dialami sebelum serangan dapat berupa: merasa sakit perut, baal, kunang-kunang, telinga berdengung. Pada tahap klonik pasien dapat: kehilangan kesadaran, kehilangan keseimbangan, dan jatuh karena otot yang meregang, berteriak tanpa alasan yang jelas, mengigit pipi bagian dalam atau lidah. Pada fase klonik: terjadi kontraksi otot yang berulang dan tidak terkontrol, mengompol atau buang air besar yang tidak dapat dikontrol, pasien tampak sangat pucat, pasien mungkin akan merasa lemas, letih, ataupun ingin tidur setelah serangan semacam ini.1 d. Kejang petit mal dimulai pada masa kanak-kanak, biasanya sebelum usia 5 tahun. Penderita hanya menatap, kelopak matanya bergetar atau otot wajahnya berkedut-kedut selama 10-30 detik. Penderita tidak memberikan respon terhadap sekitarnya tetapi tidak terjatuh, pingsan maupun menyentak- nyentak.42.8 DIAGNOSIS Diagnosis epilepsy didasarkan atas anamnesis dan pemeriksaan fisik dengan hasil pemeriksaan EEG dan radiologis.2,6,7a. Anamnesis harus dilakukan secara cermat, rinci dan menyeluruh. Anamnesis (auto dan alloanamnesis), meliputi: Pola/bentuk serangan Lama serangan Gejala sebelum, selama dan paska serangan Frekuensi serangan Ada/ tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang Usia saat serangan terjadinya pertama Riwayat kehamilan, persalinan dan perkembangan Riwayat penyakit, penyebab dan terapi sebelumnya Riwayat penyakit epilepsy dalam keluargab. Pemeriksaan fisik umum dan neurologisMelihat adanya tanda-tanda dari gangguan yang berhubungan dengan epilepsy seperti trauma kepala, infeksi telinga atau sinus, gangguan congenital, gangguan neurologic fokal atau difus. pemeriksaan fisik harus menepis sebab-sebab terjadinya serangan dengan menggunakan umur dan riwayat penyakit sebagai pegangan. pada anak-anak pemeriksan harus memperhatikan adanya keterlambatan perkembangan, organomegali, perbedaan ukuran anggota tubuh dapat menunjukkan awal gangguan pertumbuhan otak unilateral. Pada Pemeriksaan neurologis gejala defisit unilateral atau bilateral dapat ditemukan. Hemiparesis bahkan adanya hanya spastisitas, hiper-refleksia tendon atau babinski positif sesisi sudah memberikan pengarahan yang berharga bagi penilaian epilepsy umum fokal. Selain itu bagian lain dari pemeriksaan adalah memeriksa fungsi mental seperti kemampuan untuk mengingat kata, nama objek, dan melakukan perhitungan.c. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsy dan merupakan pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk menegakkan diagnosis epilepsy. Hasil EEG dikatakan bermakna jika didukung oleh klinis. Adanya kelainan fokal pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya lesi structural di otak, sedangkan adanya kelainan umum pada EEG menunjukkan adanya kelainan genetic atau metabolic. Rekaman EEG dikatakan abnormal jika:a. Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di kedua hemisfer otak.b. Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat dibanding seharusnya misal gelombang delta.c. Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak normal, misalnya gelombang tajam, paku (spike), dan gelombang lambat yang timbul secara paroksismal. Pemeriksaan radiologis yang dikenal dengan istilah neuroimaging bertujuan untuk melihat struktur otak dan melengkapi data EEG. Bila dibandingkan dengan CT scan maka MRI lebih sensitif dan secara anatomic akan tampak lebih rinci. MRI bermanfaat untuk membandingkan hipokampus kanan dan kiri serta untuk membantu terapi pembedahan.2.9 PENATALAKSANAAN Obat anti epilepsy merupakan terapi utama pada manajemen epilepsy. Tujuan pengobatan epilepsy dengan obat antiepilepsi adalah menghindari terjadinya kekambuhan dengan efek buruk yang minimal (yang dapat ditoleransi).Prinsip-prinsip terapi obat antiepilepsi2,3 Menentukan diagnosis yang tepatDiagnosis yang tepat sangat penting pada epilepsy. Pasien yang terdiagnosis epilepsy mempunyai beberapa konsekuensi. Penderita epilepsy akan meminum obat dalam jangka waktu lama yang berakibat pada kemungkinan adanya efek yang merugikan akibat obat antiepilepsi. Menentukan kapan dimulainya terapi dengan obat antiepilepsiSalah satu kesulitan yang dihadapi seorang dokter dalam merawat pasien dengan serangan epilepsy adalah memutuskan kapan dimulainya pengobatan. Setelah kejang pertama, langkah pertama untuk menilai pengobatan adalah menilai resiko terjadinya bangkitan selanjutnya. Jika bangkitan merupakan bangkitan non epileptic, pengobatan harus ditujukan pada faktor penyebab yang mendasari. Jika bangkitan hipoglikemik pada anak maka diterapi dengan glukosa, bangkitan karena putus alcohol dapat dikontrol paling baik dengan perubahan perilaku adiktif dan jika bangkitan karena masalah psikogenik dapat diatasi dengan konselin yang tepat. Terapi bangkitan epilepsy ditentukan oleh penilaian dua hal, resiko pengobatan dan manfaat pengobatan. Setelah kejang lebih dua kali atau lebih maka diperlukan pengobatan untuk mengatasi kejangnya, kecuali pada serangan-serangan tertentu seperti kejang akibat putus alcohol, penyalah gunaan obat, kejang akibat penyakit akut seperti demam tinggi, dehiderasi, hipoglikemik, karena trauma, dan kejang akibat non epileptic lainnya, maka sebaiknya ditangani sesuai dengan kausanya.

Memilih obat yang paling sesuai

Tabel 1. Jenis obat pada berbagai tipe serangan epilepsi.2Tipe seranganFirst- lineSecond- lineThird line

Parsial simplek & kompleks dengan atau tanpa general sekunder

Tonik klonik

Mioklonik

Absence

Atonik

Tonik KarbamazepineFenitoinFenobarbitalGabapentin

Asam valproatKarbamazepineFenitoin

Asam valproat

Asam valproatLamotrigin

Asam valproat

Asam valproatFenitoinFenobarbitalAsam valproatLevetiracetamPregabalin

Lamotrigin

TopiramatLevetiracetamZonisamid

etosuksimid

lamotrigintopiramat

clonazepamclobazamPirimidonVigabtrinTiagabin

TopiramatLevetiracetam

LamotriginClobazamFenobarbital

Levetiracetamzonisamid

felbamat

Karakteristik pasienDalam pengobatan dengan obat antiepilepsi karakteristik pasien harus dipertimbangkan secara individu.hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah: efek buruk obat, dosis yang tepat, harga, pola hidup dan usia pasien. Suatu obat antiepilepsi mungkin efektif pada pasien tertentu namun jika ada kontra indikasi atau terjadi reaksi yang tidak bisa ditoleransi maka sebaiknya pergantian obat dilakukan.

Tabel 2. Obat-obat anti epilepsy beserta dosisnya:2,5,6obatDosis mg/kg/hariKadar dalam serum (range, ug/ml)Waktu paruh (jam)Indikasi

Asam valproat

Fenitoin

Karbamazepine

Fenobarbital

Klonazepam

Pirimidon

Dewasa: 5-15Anak: 10-30

Dewasa: 300Anak : 5

Dewasa: 1000 2000Anak: 15-25

Dewasa: 2-3Anak: 3-5

Dewasa:1,5 (max 20)Anak: 0,01-0,03 (max 0,25-0,5)

Dewasa = anak 10-2550-100

10-20

4-12

10-40

0,02-0,008

5-1214

24

12

96

30

12Semua

Parsial dan kejang umum

Parsial & kejang umum

Parsial dan kejang umum

Absence & mioklonik

Parsial & kejang umum

Pemberian obatPenggantian obat antiepilepsi pertama dilakukan jika:a) Jika serangan terjadi kembali meskipun obat antiepilepsi pertama sudah diberikan dengan dosis maksimal yang dapat ditoleransi, maka obat antiepilepsi kedua harus segera dipilih.b) Jika terjadi reaksi pada obat pertama baik efek samping, reaksi alergi ataupun efek merugikan lainnya yang tidak dapat ditoleransi oleh pasien. Terapi dengan obat kedua harus dimulai dengan gambaran sebagai berikut: pertama, dosis dari obat kedua harus dititrasi sampai pada range dosis yang direkomendasikan. Obat yang pertama harus diturunkan secara bertahap selama 1-3 minggu. Setelah obat pertama diturunkan, dosis obat kedua (monoterapi) harus dinaikkan sampai serangan terkontrol atau dengan efek samping yang minimal. Proses ini harus dilanjutkan sampai monoterapi dengan dua atau tiga obat primer gagal. Setelah proses tersebut dilakukan baru politerapi dipertimbangkan.2 Penghentian pengobatanPenghentian pemberian obat antiepilepsi dilakukan secara bertahap dapat dipertimbangkan setalah 2 tahun bebas serangan. Syarat umum penghentian obat antiepilepsi adalah sebagai berikut:2 Penghentian obat antiepilepsi dapat didiskusikan dengan pasien atau keluarganya setelah minimal 2 tahun bebas bangkitan. Harus dilakukan secara bertahap, pada umumnya 25% dari dosis semula, setiap bulan dalam jangka waktu 3-6 bulan Bila digunakan lebih dari satu obat antiepilepsi, maka penghentian dimulai dari satu obat antiepilepsi yang bukan utama.

BAB III

STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIENNama: Ny. SUmur: 42 tahun Alamat: Dsn PontianakPekerjaan: IRTAgama:IslamStatus Perkawinan: Sudah menikahNo. RM: 038153Tanggal Masuk: 02-02-2015Ruang/Kelas: Poli syaraf

B. ANAMNESIS: I. Keluhan Utama: kejang sejak 1 hari sebelum masuk poli klinik RSUD BangkinangII. Riwayat Penyakit Sekarang: pasien kejang sejak 1 hari yang lalu. Pasien tiba-tiba kejang saat sedang beristirahat. Kejang umumnya seluruh tubuh tapi lengan kanan yang lebih kuat, dengan durasi 1 menit, frekuensi kejang dalam satu hari 1 X, Saat kejang pasien sadar, mata mendelik, lidah tidak tergigit, mulut tidak berbuih. setelah kejang pasien terlihat bingung dan kelelahan. Demam tidak ada, mual dan muntah tidak ada. Kejang muncul secara tiba-tiba, biasanya pada saat pasien tertidur.

III. Riwayat Penyakit Dahulu: Pasien sudah 1 tahun ini mengalami kejang, kejang 1 bulan sekali tapi pasien tidak pernah berobat ke dokter. Kejang demam (-) Trauma kepala (-)

IV. Riwayat Penyakit Keluarga: Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang samaV. Riwayat Pribadi dan Sosial: Pasien sebagai ibu rumah tangga

C. PEMERIKSAAN FISIKI. Pemeriksaan UmumKeadaan umum: baikKesadaran: composmentisTinggi badan: 157Berat badan: 54 kgTanda Vital Tekanan darah: 120/80 mmHg Frekuensi nadi: 80 x/menit Frekuensi Pernafasan: 20 x/menit Suhu: 36,3 oCRambut: warna hitam, lebat, sukar dicabutKelenjar Getah Bening Leher: tidak diperiksa Aksila: tidak diperiksa Inguinal: tidak diperiksaKepalaMata: konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterikHidung: Sekret tidak ada, deviasi septum tidak ada.Mulut: Bibir kering (-).Telinga: Serumen (+)Thoraksa. Paru-paruInspeksi: simetris kiri-kananPalpasi: fremitus kanan=kiriPerkusi: sonorAuskultasi: vesikuler N, ronkhi (-), wheezing (-) b. JantungInspeksi: ictus cordis tidak terlihatPalpasi: Ictus cordis teraba. Thrill tidak ada.Perkusi: Batas Jantung: Batas jantung kanan: SIC IV linea parasternalis dekstra Batas jantung kiri : SIC V 1 jari medio linea midclavicula sinistraAuskultasi: bunyi jantung murni, irama regular, bising (-)

AbdomenInspeksi: datarAuskultasi: bising usus (normal)Palpasi: hepar dan lien tidak terabaPerkusi: timpaniEkstremitasSuperior: Akral hangat, edema tidak ada, sianosis tidak ada, tidak ada kelemahan.Inferior: Akral hangat, edema tidak ada, sianosis tidak ada. Tidak ada kelemahan

Status NeurologisA. Tanda Rangsang Selaput Otak:Kaku Kuduk: negatifBrudzinski I: negatifBrudzinski II: negatifKernig Sign: negatifB. Tanda Peningkatan Tekanan intrakranial:Pupil: isokorRefleks cahaya:+/+

C. Pemeriksaan Saraf Kranial:

N.I (N. Olfactorius)PenciumanKanan Kiri

SubyektifNormalNormal

Obyektif dengan bahanNormal Normal

N.II (N. Opticus)Penglihatan KananKiri

Tajam penglihatanNormalNormal

Lapang pandangNormal Normal

Melihat warnaNormal Normal

FunduskopiTidak dinilaiTidak dinilai

N.III (N. Occulomotorius)Kanan Kiri

Bola mataNormal Normal

Ptosistidak adatidak ada

Gerakan bulbus NormalNormal

Strabismustidak adatidak ada

Nistagmustidak adatidak ada

Ekso/Endophtalmustidak adatidak ada

Pupil : Bentuk Refleks cahaya Rrefleks akomodasi Refleks konvergensiNormalPositifNormalNormalNormalPositifNormalNormal

N. IV (N. Trochlearis)Kanan Kiri

Gerakan mata ke bawahNormalNormal

Sikap bulbusNormalNormal

Diplopiatidak adatidak ada

N. V (N. Trigeminnus)Kanan Kiri

Motorik : Membuka mulut Menggerakkan rahang Menggigit MengunyahNormalNormalBisa BisaNormalNormalBisaBisa

Sensorik : Divisi Optalmika Refleks kornea Sensibilitas Divisi Maksila Refleks masseter Sensibilitas Divisi Mandibula Sensibilitas

NormalTidak dinilai

Normal Tidak dinilai

Tidak dinilai

NormalTidak dinilai

Normal Tidak dinilai

Tidak dinilai

N. VI (N. Abduscen)KananKiri

Gerakan mata lateralNormalNormal

Sikap bulbusNormalNormal

DiplopiaTidak adaTidak ada

N. VII (N. Facialis)Kanan Kiri

Raut wajahNormalNormal

Sekresi air mataTidak dinilaiTidak dinilai

Fisura palpebraNormalNormal

Menggerakkan dahiNormal Normal

Menutup mataNormalNormal

Mencibir/bersiulNormal Normal

Memperlihatkan gigiNormal Normal

Sensasi lidah 2/3 depanNormalNormal

HiperakusisTidak adaTidak ada

N. VIII (N. Vestibulocochlearis)Kanan Kiri

Suara berbisikNormal Normal

Detik arlojiTidak dinilaiTidak dinilai

Renne testTidak dinilaiTidak dinilai

Webber testTidak dinilaiTidak dinilai

Scwabach test : Memanjang MemendekTidak dinilaiTidak dinilaiTidak dinilaiTidak dinilai

Nistagmus : Pendular Vertikal Siklikal Pengaruh posisi kepalaTidak adaTidak adaTidak adaTidak adaTidak adaTidak adaTidak adaTidak ada

N. IX (N. Glossopharingeus)Kanan Kiri

Sensasi lidah 1/3 belakangNormal Normal

Refleks muntah/Gag reflekPositif Positif

N. X (N. Vagus)KananKiri

Arkus faringNormalNormal

UvulaNormalNormal

MenelanBisaBisa

ArtikulasiNormal Normal

SuaraNormal Normal

Nadi80 x/menit 80 x/menit

N. XI (N. Assesorius)KananKiri

Menoleh ke kanan NormalNormal

Menoleh ke kiriNormalNormal

Mengangkat bahu ke kananNormalNormal

Mengangkat bahu ke kiriNormalNormal

N. XII (N. Hipoglossus)KananKiri

Kedudukan lidah di dalamNormalNormal

Kedudukan lidah dijulurkanNormal Normal

TremorTidak adaTidak ada

FasikulasiTidak adaTidak ada

AtrofiTidak adaTidak ada

D. Pemeriksaan KoordinasiCara berjalanNormalDisatriaTidak ada

Romberg testNegatifDisgrafiaTidak ada

AtakasiaTidak adaSupinasi-pronasiNormal

Rebound phenomenTidak adaTes jari-hidungNormal

Tes tumit-lututnegatifTes hidung-hidungNormal

E. Pemeriksaan Fungsi MotorikA. Berdiri dan BerjalanKanan Kiri

Gerakan spontanNormal Normal

TremorTidak adaTidak ada

AtetosisTidak adaTidak ada

MioklonikTidak adaTidak ada

KhoreaTidak adaTidak ada

Ekstremitas SuperiorInferior

Kanan Kiri KananKiri

Gerakan Normal NormalNormalNormal

Kekuatan 555555555555

Trofi NormotrofiNormotrofi Normotrofi Normotrofi

Tonus Normotonus Normotonus Normotonus Normotonus

F. Pemeriksaan SensibilitasSensibilitas taktilNormal

Sensibilitas nyeriNormal

Sensibilitas termisTidak dinilai

Sensibilitas kortikalTidak dinilai

Stereognosis Normal

Pengenala 2 titikNormal

Pengenalan rabaanNormal

G. Sistem RefleksRefleks FisiologisKanan Kiri

Kornea NormalNormal

Berbangkis NormalNormal

Laring Tidak dinilaiTidak dinilai

Masseter Normal Normal

Dinding perut

Atas NormalNormal

Bawah NormalNormal

Tengah NormalNormal

Biseps ++++

Triseps ++++

APR++++

KPR++++

BulbokavernosusTidak diperiksaTidak diperiksa

Kremaster Tidak diperiksa

Sfingter Tidak diperiksa

Refleks PatologisKananKiri

Lengan

Hoffman-TromnerNegatif Negatif

Tungkai

BabinskiNegatifNegatif

Chaddoks NegatifNegatif

Oppenheim NegatifNegatif

Gordon Negatif Negatif

Schaeffer NegatifNegatif

Klonus kakiNegatif Negatif

3. Fungsi Otonom Miksi: Normal Defekasi: Normal Sekresi keringat: Normal

4. Fungsi LuhurKesadaranTanda Demensia

Reaksi bicaraBaik Reflek glabellaTidak ada

Fungsi intelekBaik Reflek snoutTidak ada

Reaksi emosiBaik Reflek menghisapTidak ada

Reflek memegangTidak ada

Refleks palmomentalTidak ada

D. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Tidak dilakukan

Rencana Pemeriksaan Tambahan : EEG CT SCAN Pemeriksaan Elektrolit

E. MASALAHDiagnosis Diagnosis Klinis: Epilepsi parsial fokal Diagnosis Topik: Korteks cerebri Diagnosis Etiologi: Teratogenik Diagnosis Sekuder: Tidak minum obatF. PEMECAHAN MASALAHTerapiUmum/Suportif: Makan makanan yang bergizi Minum obat secara teratur kontrol kembali ke poli syaraf

Khusus: Asam Valproat 5 mg 1 x 1 tab (anti epilepsi) Carbamazepin 200 mg 3 x 1 tab (anti epilepsi)

BAB IVDISKUSINy. S 42 tahun mengeluh kejang sejak 1 hari yang lalu. Pasien tiba-tiba kejang saat sedang beristirahat. Kejang umumnya seluruh tubuh tapi lengan kanan yang lebih kuat, dengan durasi 1 menit, frekuensi kejang dalam satu hari 1 X, Saat kejang pasien sadar, mata mendelik, lidah tidak tergigit, mulut tidak berbuih. setelah kejang pasien terlihat bingung dan kelelahan. Demam tidak ada, mual dan muntah tidak ada. Kejang muncul secara tiba-tiba, biasanya pada saat pasien tertidur. Pada riwayat penyakit dahulu pasien sudah 1 tahun ini mengalami kejang, kejang 1 bulan sekali tapi pasien tidak pernah berobat ke dokter.Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran komposmentis kooperatif dengan GCS (E4M6V5), vital sign dalam batas normal, dengan pemeriksaan neurologis dalam batas normal.Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, gejala klinis yang dialami oleh pasien menurut International League Against Epilepsy (ILAE) 1981, keluhan pasien termasuk dalam kejang parsial simpleks umumya kesadaran pasien baik dan dimulai dengan muatan listrik dibagian otak tertentu dan muatan ini tetap terbatas di daerah tersebut. Penderita mengalami sensasi, gerakan atau kelainan psikis yang abnormal, tergantung pada daerah otak yang terkena. Jika terjadi pada daerah otak yang mengendalikan gerakan otot lengan kanan, maka lengan kanan akan bergoyang dan mengalami sentakan. Jika terjadi pada lobus temporalis anterior sebelah dalam, maka penderita akan mencium bau yang sangat menyenangkan atau sangat tidak menyenangkan. Pemberian Asam valproat bertujuan menurunkan ambang kejang dengan cara kerja aktivitas GABA glutaminergik, menurunkan ambang konduktan kalsium (T) dan kalium. Asam valproat merupakan pilihan pertama untuk terapi kejang parsial, kejang absence, kejang mioklonik, dan kejang tonik-klonik. Dosis penggunaan asam valproat 10-15 mg/kg/hari. Efek samping dari asam valproat adalah gangguan pencernaan (