Epidemiologi NAPZA Asia Tenggara

19
REFERAT EPIDEMIOLOGI NAPZA ASIA TENGGARA OLEH : LUKAS JONATHAN 0710088 BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA 1

description

NAPZAOBAT TERLARANGEPIDEMIOLOGI

Transcript of Epidemiologi NAPZA Asia Tenggara

Page 1: Epidemiologi NAPZA Asia Tenggara

REFERAT

EPIDEMIOLOGI NAPZA ASIA TENGGARA

OLEH :

LUKAS JONATHAN

0710088

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BANDUNG

2012

1

Page 2: Epidemiologi NAPZA Asia Tenggara

BAB I

PENDAHULUAN

Setiap tahunnya penggunaan narkoba (Narkotika, Psikotropika dan Zat

adiktif lainnya) semakin meningkat, sementara fenomena narkoba itu sendiri

seperti gunung es yang artinya tampak di permukaan lebih kecil di bandingkan

dengan yang tidak tampak. Penyebaran narkoba sudah hampir tidak bisa dicegah,

mengingat hampir seluruh penduduk dunia dengan mudah mendapatkan narkoba

(Hawari, 2009).

Pada akhir tahun 2003 diperkirakan terdapat 13,2 juta pengguna narkoba

suntikan di dunia. Sekitar 22% di antaranya hidup di negara maju, sedangkan

sisanya berada di negara yang sedang berkembang atau sedang mengalami

transisi. Di Eropa Barat terdapat sekitar 1 juta sampai 1,4 juta pengguna narkoba

suntikan (9,41%), sedangkan di Eropa Timur dan Asia Tengah mencapai 2,3

sampai 4,1 juta (24,18%). Di Asia Selatan dan Asia Tenggara jumlahnya jauh

lebih banyak lagi yaitu mencapai 5,3 juta (25,36%). Sementara di Asia Timur dan

Pasifik 4 juta orang (17,66%), Afrika Utara dan Timur Tengah 0,6 juta orang,

Amerika Latin 1,3 juta, Amerika Utara 1,4 juta, Australia dan Selandia Baru

hanya sekitar 298.000 orang (Djauzi, 2007).

Asia Tenggara merupakan tempat salah satu wilayah terbesar penghasil

narkoba, dahulu terutama opium, yang sekarang pola penggunaan obat telah

bergeser di Asia Tenggara (United Nations Office on Drugs and Crime, 2016

dan). Menurut laporan terbaru dari UNODC, ATS menduduki peringkat tiga

teratas menjadi pilihan di Asia Tenggara menggantikan penggunaan ganja, heroin,

dan opium (United Nations Office on Drugs and Crime, 2006 dan International

Drug Policy Consortium, 2012).

Di Indonesia dalam periode tahun 2001 sampai 2010, penyalahgunaan

narkoba meningkat, baik dari jumlah sitaan barang bukti maupun jumlah

tersangka. Diperkirakan jumlah penyalahguna narkoba setahun terakhir sekitar 3,1

- 3,6 juta orang penduduk berusia 10-59 tahun di tahun 2008. (Badan Narkotika

Nasional Republik Indonesia, 2011)

2

Page 3: Epidemiologi NAPZA Asia Tenggara

BAB II

EPIDEMIOLOGI NAPZA ASIA TENGGARA

2.1 Epidemiologi NAPZA di Asia Tenggara Secara Keseluruhan

Asia Tenggara merupakan tempat salah satu wilayah terbesar penghasil

narkoba, yang sering dinamakan Segitiga Emas atau Golden Triangle.

Wilayah Golden Triangle terdiri dari Laos, Myanmar, dan Thailand, yang

dulunya terkenal karena produksi opium tinggi. Budidaya Opium di kawasan

Segitiga Emas menurun dari total diperkirakan 157.900 hektar pada tahun

1998, menjadi hanya 24.160 hektar pada tahun 2006, yang sesuai dengan

pengurangan sebesar 85% dalam delapan tahun. Produksi total opium di Asia

Tenggara tentu saja mengalami penurunan dari 1.435 ton diperkirakan pada

1998 menjadi 337 ton di tahun 2006. Segitiga Emas di Asia Tenggara, yang

memproduksi 33% dari produksi opium dunia pada tahun 1998, kini

memproduksi hanya sekitar 5% (United Nations Office on Drugs and Crime,

2006).

Grafik 1-1: Budidaya Opium di Segitiga Emas 1998-2006 (United Nations

Office on Drugs and Crime, 2006)

3

Page 4: Epidemiologi NAPZA Asia Tenggara

Penurunan terbesar secara absolut terjadi di Myanmar di mana budidaya

opium menurun dari 130.300 ha pada tahun 1998 menjadi 81.400 pada tahun

2002 dan hanya 21.500 ha pada tahun 2006. Meskipun budidaya opium di

Myanmar telah menurun, Myanmar masih merupakan penghasil opium kedua

terbesar setelah Afghanistan (United Nations Office on Drugs and Crime,

2006).

Di Asia Tenggara, kecanduan opium kebanyakan ditemukan di tempat-

tempat opium poppy dibudidayakan. Karena budidaya opium telah menurun

dengan cepat dalam lima tahun terakhir, harga opium sangat meningkat. Hal

ini yang memberi dorongan bagi banyak pengguna untuk mencoba

menghentikan kecanduan opium, baik dengan mengobati sendiri atau melalui

program pengobatan. Jumlah pecandu opium di Laos telah menurun dari

20.160 pecandu pada 2005 menjadi hanya 11.201 pecandu pada tahun 2006.

Tingkat kecanduan menurun serupa dari 1% menjadi 0,58%. Namun di

Myanmar, kecanduan opium tetap tinggi di tempat-tempat seperti Negara

bagian Shan, Kachin, dan wilayah Wa, yang merupakan area utama produksi

opium sampai dengan tahun 2005. Di Thailand, kecanduan opium dan heroin

telah menjadi masalah utama di perkotaan, dengan sangat sedikit pecandu

opiat yang dilaporkan oleh pemerintah (United Nations Office on Drugs and

Crime, 2006).

Pola penggunaan obat telah bergeser di Asia Tenggara, mulai dari jenis

narkoba yang digunakan, tingkat penggunaan narkoba, rute administrasi dan

produksi, serta perdagangan obat-obatan yang sudah tersebar luas. Sulit untuk

menentukan obat yang paling sering digunakan tetapi penggunaan heroin dan

opiat lainnya, benzodiazepin, ganja, alkohol, tembakau, dan amphetamine

(ATS / Amphetamine Type Stimulant) secara luas dilaporkan (International

Drug Policy Consortium, 2012).

Menurut laporan terbaru dari UNODC (United Nations Office on Drugs

and Crime), amphetamine (ATS), terutama metamfetamin, menduduki

peringkat tiga teratas menjadi pilihan di Asia Tenggara menggantikan

penggunaan tradisional seperti ganja, heroin, dan opium (United Nations

Office on Drugs and Crime, 2012).

4

Page 5: Epidemiologi NAPZA Asia Tenggara

Selama lima tahun terakhir, pembuatan ATS telah menyebar ke daerah

baru yang sebelumnya dilaporkan tidak ada tempat pembuatan atau sedikit. Di

Asia Tenggara, misalnya, Indonesia, Malaysia dan Kamboja dulu hanya

sebagai negara transit terutama untuk ATS tapi sekarang dilaporkan membuat

ATS, terutama metamfetamin dan ekstasi. Indonesia telah melaporkan

sejumlah besar laboratorium terlarang yang membuat metamfetamin kristal

dan ekstasi. Pada tahun 2009, 37 operasi manufaktur ATS ditemukan oleh

kepolisian di Indonesia. Tingginya tingkat pembuatan ekstasi di Indonesia

meningkatkan kekhawatiran bahwa negara itu bisa menggantikan Eropa

sebagai sumber MDMA di wilayah tersebut. Perkembangan serupa terjadi di

Malaysia, yang merupakan negara transit untuk distribusi methamphetamine,

ekstasi, dan ketamin ke Australia, Cina, Indonesia, Jepang, Singapura dan

Thailand. Sementara itu, Malaysia telah menjadi lokasi manufaktur

metamfetamin. Sejak tahun 2008, pemerintah Malaysia telah melaporkan lebih

dari 30 besar dan kecil manufaktur skala laboratorium ATS. Di Kamboja,

laporan resmi dari pembuatan ATS gelap pertama kali muncul pada tahun

2007 ketika polisi menemukan laboratorium besar-besaran yang dilaporkan

telah memproduksi minimal 1 ton dari chloropseudoephedrine, zat perantara

dalam pembuatan metamfetamin (United Nations Office on Drugs and Crime,

2012).

Di Asia Timur dan Asia Tenggara, prevalensi tahunan penggunaan ATS

diperkirakan 0,2-1,3 persen dari penduduk usia 15-64. Penggunaan

metamfetamin dilaporkan, terutama crystalline methamphetamine, dilaporkan

cukup luas. Crystalline methamphetamine sekarang obat yang paling umum

digunakan di Brunei Darussalam dan Filipina untuk kawasan Asia Tenggara

(United Nations Office on Drugs and Crime, 2012).

Penggunaan narkoba suntikan juga meningkat di Asia Timur dan Asia

Tenggara. Penguna narkoba suntikan, sebagian besar opioid, dengan angka 3,9

juta (Kisaran : 3.043.500 – 4.913.,000), dan pada tingkat lebih rendah,

metamfetamin, sementara diperkirakan 661.000 (Kisaran : 313.333 -

1.251.500) hidup dengan HIV (United Nations Office on Drugs and Crime,

2012).

5

Page 6: Epidemiologi NAPZA Asia Tenggara

2.2 Epidemiologi NAPZA di Asia Tenggara Khususnya di Indonesia

Di Indonesia diperkirakan jumlah penyalahguna narkoba setahun terakhir

sekitar 3,1 juta sampai 3,6 juta orang atau setara dengan 1,9% dari populasi

penduduk berusia 10-59 tahun di tahun 2008. Diperkirakan tingkat

penyalahgunaan narkoba akan semakin marak dalam beberapa tahun ke depan.

Hasil proyeksi memperkirakan angka prevalensi penyalahguna narkoba akan

meningkat sekitar 2,6% di tahun 2013. Fakta tersebut di dukung oleh adanya

kecenderungan peningkatan angka sitaan dan pengungkapan kasus narkoba.

Data pengungkapan kasus di tahun 2006 sekitar 17.326 kasus, lalu meningkat

menjadi 26.461 kasus di tahun 2010. Demikian pula data sitaan narkoba untuk

jenis utama yaitu ganja, shabu, ekstasi, dan Heroin (Badan Narkotika Nasional

Republik Indonesia, 2011).

Pada tahun 2011 diperkirakan ada sebanyak 9,6 sampai 12,9 juta orang

atau 5,9% dari populasi yang berusia 10-59 tahun di Indonesia pernah

mencoba pakai narkoba minimal satu kali sepanjang hidupnya (ever used) atau

dengan bahasa lain ada sekitar 1 dari 17 orang di Indonesia yang berusia 10-

59 tahun pernah pakai narkoba sepanjang hidupnya. Dari sejumlah itu, ada

sekitar 3,7 sampai 4,7 juta orang (2,2%) yang masih menggunakan narkoba

dalam satu tahun terakhir atau ada 1 dari 45 orang yang masih pakai narkoba

(current users). Dengan demikian, terjadi peningkatan angka prevalensi

penyalahgunaan narkoba setahun terakhir dari 1,9% (2008) menjadi 2,2%

(2011) (Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia, 2011).

Penyalahguna narkoba laki-laki empat kali lebih lebih banyak

dibandingkan perempuan atau ada 1 dari 28 orang laki-laki yang menjadi

penyalahguna narkoba, sedangkan perempuan sekitar 1 dari 120 orang. Para

penyalahguna narkoba kebanyakan berada di kelompok umur 20-29 tahun.

Dengan semakin bertambahnya umur, maka risiko menjadi penyalahguna

narkoba menjadi semakin kecil. Hal ini mungkin karena pada kelompok umur

diatas 30 tahun mayoritas sudah berkeluarga sehingga semakin besar

tanggungjawabnya terhadap keluarganya dan bagi mereka yang penyalahguna

keinginan kuat ingin sembuh dari ketergantungan narkoba sangat besar

(Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia, 2011).

6

Page 7: Epidemiologi NAPZA Asia Tenggara

Tabel 2-1: Jumlah penyalahguna setahun terahir menurut jenis kelamin,

kelompok umur, dan angka prevalensi, 2011 (Badan Narkotika

Nasional Republik Indonesia, 2011).

Ada pergeseran angka prevalensi penyalahgunaan narkoba disetiap

provinsi jika membandingkan antara angka 2008 dengan 2011. Dari 33

provinsi, ada sebanyak 15 provinsi angka prevalensinya turun, hanya satu

provinsi (Jawa Timur) yang relatif stabil, dan sisanya naik. Secara keseluruhan

terjadi kenaikan angka prevalensi sebesar 12% dari tahun 2008 ke 2011.

Kenaikan tajam terlihat di provinsi DKI Jakarta mencapai 70%, atau dari 4,1%

menjadi 7.0%. Secara absolut terjadi peningkatan jumlah penyalahguna

sebanyak 2 kali lipat dari tahun 2008. Peningkatan tersebut di dorong oleh

meningkatnya jumlah penyalahguna dari kelompok coba pakai dan teratur

pakai. Provinsi Sumatera Utara dan Kalimantan Timur juga mengalami

peningkatan angka prevalensi yang cukup besar yaitu sekitar 50% dari tahun

2008 (Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia, 2011).

Hanya 4 dari 13 provinsi yang terletak di Indonesia bagian timur

mengalami kenaikan angka prevalensi. Angka prevalensi penyalahgunaan

narkoba di provinsi yang terletak di Indonesia bagian timur kebanyakan

mengalami penurunan, seperti di Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat,

NTB, dan NTT. Provinsi Lampung dan Papua mengalami penurunan angka

prevalesi sekitar 50% dari tahun 2008. Di Lampung penurunan dipicu oleh

semua jenis kategori penyalahgunaan, kecuali coba pakai relatif tetap.

Sementara di Papua dipicu oleh penurunan di kelompok pecandu suntik dan

bukan suntik, tetapi teratur pakainya meningkat (Badan Narkotika Nasional

Republik Indonesia, 2011).

7

Page 8: Epidemiologi NAPZA Asia Tenggara

Tabel 2-2: Jumlah penyalahguna narkoba menurut jenis penyalahgunaan dan

provinsi, 2011 (Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia,

2011).

8

Page 9: Epidemiologi NAPZA Asia Tenggara

BAB III

KESIMPULAN

Pola penggunaan obat telah bergeser di Asia Tenggara, mulai dari jenis

narkoba yang digunakan, tingkat penggunaan narkoba, rute administrasi dan

produksi, serta perdagangan obat-obatan yang sudah tersebar luas (International

Drug Policy Consortium, 2012). Pengunaan amphetamine (ATS) menduduki

peringkat tiga teratas di Asia Tenggara. Produksi ATS telah menyebar ke daerah

baru, yang sebelumnya tidak memproduksi, di Asia Tenggara, misalnya,

Indonesia, Malaysia dan Kamboja (United Nations Office on Drugs and Crime,

2012).

Peredaran narkoba semakin marak dalam 3 tahun terakhir. Ini diindikasikan

dari berbagai fakta dan data tangkapan kasus, hasil wawancara dengan informan

kunci, dan konfirmasi ke berbagai pihak. Bahkan jenis ATS semakin populer dan

telah mencapai daerah pedesaan (Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia,

2011).

Gambaran ini menggambarkan masih belum efektifnya upaya pencegahan

dan penanggulangan yang dilakukan. Berbagai hambatan baik di tingkat legal dan

kebijakan, kelembagaan mapun pelayanan membuat upaya tersebut tersendat.

Dengan demikian perbaikan upaya pencegahan dan penanggulangan narkoba

perlu dilakukan di berbagai tingkatan, mulai dari aspek legal dan kebijakan,

kelembagaan, termasuk kolaborasi dan koordinasi antar sektor dan lembaga

swadaya masyarakat; sampai akses, jangkauan dan kualitas pelayanan (Badan

Narkotika Nasional Republik Indonesia, 2011).

9

Page 10: Epidemiologi NAPZA Asia Tenggara

DAFTAR PUSTAKA

Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia. 2011. RINGKASAN EKSEKUTIF

Survei Nasional Perkembangan Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia Tahun

2011 (Kerugian Sosial dan Ekonomi). http://www.bnn.go.id/portal/_uploads/

post/2012/05/29/20120529145842-10263.pdf. June 29th 2012.

Djauzi, S, 2007. Waspadai Peningkatan Jumlah Pengguna Narkoba Suntikan.

Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

http://www.kesrepro .info/?=forwand/336. July 17th 2012.

Hawari, D, 2009. Penyalahgunaan dan Ketergantungan Napza. Jakarta: Balai

Penerbitan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

International Drug Policy Consortium. 2012. South East Asia. http://idpc.net/

policy-advocacy/regional-work/south-east-asia. June 29th 2012.

United Nations Office on Drugs and Crime. 2011. Amphetamines and Ecstasy:

2011 Global ATS Assessment. http://www.unodc.org/documents/ATS/ATS

_Global_Assessment_2011.pdf. June 29th 2012

United Nations Office on Drugs and Crime. 2012. Methamphetamine on the rise

in East and South-East Asia. http://www.unodc.org/unodc/en/frontpage/2011/

November/methamphetamine-on-the-rise-in-east-and-south-east-asia.html.

June 29th 2012.

United Nations Office on Drugs and Crime. 2006. Opium Poppy Cultivation in

the Golden Triangle. http://www.unodc.org/pdf/research/Golden_triangle_

2006.pdf. June 29th 2012.

United Nations Office on Drugs and Crime. 2012. World Drug Report 2012.

http://www.unodc.org/documents/data-and-analysis/WDR2012/WDR_2012_

web_small.pdf. June 30th 2012.

10

Page 11: Epidemiologi NAPZA Asia Tenggara

LAMPIRAN

11

Page 12: Epidemiologi NAPZA Asia Tenggara

12