epidemiologi Demam tifoid
-
Upload
alfina-rahmi -
Category
Documents
-
view
125 -
download
5
description
Transcript of epidemiologi Demam tifoid
Demam tifoid (dalam bahasa Inggris: Typhoid fever) atau Tifus abdominalis adalah
penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica, khususnya turunannya yaitu
Salmonella Typhi. Disebut sebagai demam tifoid karena penyakit ini menyerupai Tifus (tifoid:
menyerupai Tifus). Penyakit ini dapat ditemukan di seluruh dunia, dan disebarkan melaui
makanan dan minuman yang telah tercemar oleh tinja. (Juwono, 1996)
Demam tifoid adalah infeksi akut pada saluran pencernaan yang disebabkan oleh
Salmonella typhi. Terdapat tiga bioserotipe yaitu Salmonella paratyphi A, B ( Salmonella
schottmuelleri), dan C (Salmonella hirschefildii). Demam tifoid merupakan penyakit endemik
yang termasuk dalam masalah kesehatan di negara berkembang. Di indonesia demam tifoid
dapat ditemukan sepanjang tahun dengan insidens tertinggi pada daerah endemik. Terdapat dua
sumber penularan s.typhi yaitu pasien dengan demam tifoid dan, yang lebih sering karier. Di
daerah endemik, transmisi terjadi melalui air yang tercemar S. Typhi sedangkan di daerah
nonendemik , makanan yang tercemar oleh karier merupakan sumber penularan tersering.
Diperkirakan menyerang 22 juta orang pertahun dengan angka kematian mencapai
200.000 jiwa per tahun. Menurut WHO, pada tahun 2003 terdapat sekitar 900.000 kasus di
Indonesia, dimana sekitar 20.000 penderitanya meninggal dunia.1,2 Demam tifoid adalah
penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella enteritica, khususnya
serotype Salmonella typhi.3 Bakteri ini termasuk kuman Gram negatif yang memiliki flagel,
tidak berspora, motil, berbentuk batang, berkapsul dan bersifat fakultatif anaerob dengan
karakteristik antigen O, H dan Vi.
Epidemiologi
Demam tifoid merupakan salah satu penyakit endemik di Indonesia. Penyakit ini termasuk
menular yang tercantum dalam Undang Undang Nomor 6 Tahun 1962 tentang wabah. Walaupun
demam tifoid tercantum dalam Undang Undang wabah dan wajib dilaporkan, namun data yang
lengkap belum ada, sehingga gambaran epidemiologinya belum diketahui secara pasti. Di
Indonesia demam tifoid jarang dijumpai secara epidemik, tetapi lebih sering bersifat sporadik
terpencar-pencar di suatu daerah, dan jarang menimbulkan lebih dari satu kasus pada orangorang
serumah.
Ada dua sumber penularan Salmonella typhiyaitu pasien dengan demam tifoid yang lebih
sering disebut carrier. Carrier adalah orang yang sembuh dari demam tifoid dan masih terus
mengekskresi S.typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari satu tahun. (Juwono, 1996)
Berdasarkan penelitian epidemiologi yang intensif dan longitudinal dari demam tifoid yang
dilakukan di Paseh, Jawa Barat yang diselenggarakan dengan bantuan dana dari WHO,
terungkap bahwa insidensi demam tifoid pada masyarakat di daerah semi urban ialah 357,6 kasus
per 100.000 penduduk per tahun. Ternyata S.typhi ditemukan juga pada anak usia 0-3 tahun
(morbiditas : 263/103/tahun) dengan usia termuda adalah 2,5 tahun. Kenyataan ini merupakan
informasi baru, karena selama ini dianggap bahwa demam tifoid hanya terdapat pada anak yang
lebih besar dan orang dewasa. Akan tetapi ternyata 77% pasien demam tifoid terdapat pada usia
3-19 tahun dengan puncak tertinggi pada usia 10-15 tahun (morbiditas : 687,9/103/tahun)
Distribusi
a. Geografi
Demam tifoid terdapat di seluruh dunia dan penyebarannya tergantung pada iklim, tetapi lebih
banyak dijumpai di negara-negara yang sedang berkembang di daerah tropis.
b. Musim
Di Indonesia, demam tifoid dapat ditemukan sepanjang tahun. Tidak ada kesesuaian faham
mengenai hubungan antara musim dan peningkatan jumlah kasus demam tifoid.
c. Umur
Di daerah endemik demam tifoid, insidensi tertinggi pada anak-anak. Orang-orang dewasa sering
mengalami infeksi ringan yang sembuh sendiri dan menjadi kebal. Insidensi tertinggi pada
pasien yang berumur 12 tahun keatas, sedangkan 70-80% pasien berumur 12 dan 30 tahun, 10-
20% antara 30 dan 40 tahun dan hanya 5-10% diatas 40 tahun. (Juwono, 1996)
Etiologi
Etiologi atau penyebab demam tifoid adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri Salmonella
typhi. Epidemik tifoid biasanya disebabkan oleh penularan dari pembawa (carrier) yang
pekerjaannya berjualan makanan dimana tidak mencuci tangan sesudah dari kamar mandi atau
pada waktu menyiapkan hidangan. Selain itu, disebabkan juga oleh lalat, kecoa dan tikus juga
bisa menyebarkan demam tifoid dengan cara membawa bakteri dari air seni/kotoran yang
terinfeksi ke makanan.
Di kota Semarang, penelitian ini menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG)yang
mempermudah lokalisasi masalah kesehatan dalam waktu dan ruang. Dalam SIG terdapat
software untuk pemetaan (mapping) dan telah dilengkapi dengan komponen database. Software
yang digunakan pada penelitian ini yaitu Microsoft Excel 2007 dan ArcView GIS 3.3 untuk
menganalisis distribusi spasial dan temporal kasus demam tifoid di Kota Semarang periode 1
Oktober - 31 Desember 2009. Adapun dari penelitian ini diharapkan menghasilkan gambaran
spasial dan temporal kasus demam tifoid yang dapat mengidentifikasi faktor-faktor risiko
keruangan terhadap pola penyebaran demam tifoid, serta didapatkan data statistik yang efektif
dan praktis yang dapat diimplementasikan oleh praktisi kesehatan masyarakat dalam tindakan
pencegahan penyakit demam tifoid.
II.2 Urgensi penyakit Demam Tifoid dalam kesehatan masyarakat
Demam tifoid yang tersebar di seluruh dunia tidak tergantung pada iklim. Kebersihan
perorangan yang buruk merupakan sumber dari penyakit ini meskipun lingkungan hidup
umumnya adalah baik. Perbaikan sanitasi dan penyediaan sarana air yang baik dapat mengurangi
penyebaran penyakit ini. Siapa saja bisa terkena penyakit itu tidak ada perbedaan antara jenis
kelamin lelaki atau perempuan. Umumnya penyakit itu lebih sering diderita anak-anak. Orang
dewasa sering mengalami dengan gejala yang tidak khas, kemudian menghilang atau sembuh
sendiri. Persentase penderita dengan usia di atas 12 tahun seperti bisa dilihat pada tabel di bawah
ini.
Usia Persentase
12–29 tahun 70–80%
30–39 tahun 10–20%
> 40 tahun 5 – 10 %
I. Triad Epidemiologi
1. Agent
Demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi. S.typhi adalah bakteri gram negatif,
tidak berkapsul, mempunyai flagella, dan tidal membentuk spora. Bakteri ini mempunyai tiga
antigen yang penting untuk pemeriksaan laboratorium, yaitu :
Antigen O, antigen somatik ( tidak menyibar )
Antigen H, terdapat pada flagela dan bersifat termolabil
Antigen k, selaput yang melindungi tubuh bakteri dan melindungi antigen O.
Bakteri ini akan mati pada pemanasan 57oC selama beberapa menit.
2. Host
Salmonella typhi banyak ditemukan di negara-negar berkenbang yang higiene pribadi
dan sanitasi lingkungannya kurang baik. Manusia adalah host hanya alami dan reservoir. Infeksi
ini ditularkan oleh konsumsi makanan atau air yang terkontaminasi dengan kotoran. S.typhi jega
dapat disebarkan oleh serangga yang kemudian mengkontaminasi makanan dan minuman.
3. Environment
Salmonella typhi banyak ditemukanpada lingkungan yang kotor dengan sanitasi yang
kurrang baik. Kasus-kasus demam tifoid terdapat hampir di seluruh bagian dunia. Penyebarannya
tidak bergantung pada iklim maupun musim. Penyakit itu sering merebak di daerah yang
kebersihan lingkungan dan pribadi kurang diperhatikan.Lingkungan yang kurang sehat dan
sanitasi yang kurang baik.
II. Transmisi Penyakit Demam Tifoid
Manusia adalah host hanya alami dan reservoir. Infeksi ini ditularkan oleh konsumsi
makanan atau air yang terkontaminasi dengan kotoran. Es krim diakui sebagai risiko yang
signifikan faktor transmisi demam tifoid. Kerang yang diambil dari air yang terkontaminasi, dan
buah-buahan dan sayuran mentah dipupuk dengan limbah, telah menjadi sumber wabah masa
lalu. Insiden tertinggi terjadi di mana persediaan air yang melayani populasi besar terkontaminasi
dengan kotoran.
Data epidemiologis menunjukkan bahwa penularan ditularkan melalui air S. typhi
biasanya melibatkan inocula kecil, sedangkan transmisi bawaan makanan terkait dengan inocula
besar dan tingkat serangan yang tinggi selama periode singkat. Ukuran inokulum dan jenis
kendaraan di mana organisme yang tertelan sangat mempengaruhi baik serangan tingkat dan
periode inkubasi. Pada relawan yang tertelan 109 dan 108 patogen S. typhi dalam 45 ml susu
skim, penyakit klinis muncul di 98% dan 89% masing-masing. Dosis dari 105 menyebabkan
demam tifoid pada 28% sampai 55% relawan, sementara tidak ada 14 orang yang mengkonsumsi
103 organisme dikembangkan penyakit klinis. Walaupun secara luas percaya bahwa Salmonella
ditularkan melalui rute oral, transmisi S. typhi melalui rute pernapasan telah dibuktikan dalam
mouse Model (10).
Studi yang dilakukan pada sebuah keluarga di Santiago, Chili, selama era tipus tinggi
endemisitas dalam rangka untuk memastikan apakah pembawa kronis secara signifikan lebih
sering di rumah tangga di mana ada indeks kasus anak dengan demam tifoid dibandingkan rumah
tangga kontrol cocok. Studi epidemiologi lain menyelidiki apakah faktor risiko dapat
diidentifikasi untuk orang dengan demam tifoid dibandingkan dengan anggota rumah tangga
yang tidak terinfeksi.
Disimpulkan bahwa kronis operator di rumah tangga tidak memainkan peran penting
dalam transmisi. Selanjutnya, itu menunjukkan bahwa irigasi air limbah salad dengan
terkontaminasi dengan kotoran adalah faktor kunci bertanggung jawab untuk menjaga
endemisitas tinggi tipus di Santiago. Dalam mengembangkan negara, di sisi lain, tifus ditularkan
ketika pembawa kronis mengkontaminasi makanan sebagai konsekuensi dari tidak memuaskan
yang berhubungan dengan makanan praktek kebersihan.
III.Riwayat Alamiah Penyakit Demam Tifoid
1. Masa Inkubasi dan Klinis
Masa Inkubasi
Masa inkubasi dapat berlangsung 7-21 hari, walaupun pada umumnya adalah 10-12 hari. Pada
awal penyakit keluhan dan gejala penyakit tidaklah khas, berupa :
~ anoreksia
~ rasa malas
~ sakit kepala bagian depan
~ nyeri otot
~ lidah kotor
~ gangguan perut (perut meragam dan sakit)
2. Masa laten dan Periode Infeksi
~Minggu Pertama (awal terinfeksi)
Setelah melewati masa inkubasi 10-14 hari, gejala penyakit itu pada awalnya sama dengan
penyakit infeksi akut yang lain, seperti demam tinggi yang berpanjangan yaitu setinggi 39ºc
hingga 40ºc, sakit kepala, pusing, pegal-pegal, anoreksia, mual, muntah, batuk, dengan nadi
antara 80-100 kali permenit, denyut lemah, pernapasan semakin cepat dengan gambaran
bronkitis kataral, perut kembung dan merasa tak enak,sedangkan diare dan sembelit silih
berganti. Pada akhir minggu pertama,diare lebih sering terjadi. Khas lidah pada penderita adalah
kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta bergetar atau tremor. Episteksis dapat dialami oleh
penderita sedangkan tenggorokan terasa kering dan beradang. Jika penderita ke dokter pada
periode tersebut, akan menemukan demam dengan gejala-gejala di atas yang bisa saja terjadi
pada penyakit-penyakit lain juga. Ruam kulit (rash) umumnya terjadi pada hari ketujuh dan
terbatas pada abdomen disalah satu sisi dan tidak merata, bercak-bercak ros (roseola)
berlangsung 3-5 hari, kemudian hilang dengan sempurna. Roseola terjadi terutama pada
penderita golongan kulit putih yaitu berupa makula merah tua ukuran 2-4 mm, berkelompok,
timbul paling sering pada kulit perut, lengan atas atau dada bagian bawah, kelihatan memucat
bila ditekan. Pada infeksi yang berat, purpura kulit yang difus dapat dijumpai. Limpa menjadi
teraba dan abdomen mengalami distensi.
~ Minggu Kedua
Jika pada minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari, yang biasanya
menurun pada pagi hari kemudian meningkat pada sore atau malam hari. Karena itu, pada
minggu kedua suhu tubuh penderita terus menerus dalam keadaan tinggi (demam). Suhu badan
yang tinggi, dengan penurunan sedikit pada pagi hari berlangsung. Terjadi perlambatan relatif
nadi penderita. Yang semestinya nadi meningkat bersama dengan peningkatan suhu, saat ini
relatif nadi lebih lambat dibandingkan peningkatan suhu tubuh. Gejala toksemia semakin berat
yang ditandai dengan keadaan penderita yang mengalami delirium. Gangguan pendengaran
umumnya terjadi. Lidah tampak kering,merah mengkilat. Nadi semakin cepat sedangkan tekanan
darah menurun, sedangkan diare menjadi lebih sering yang kadang-kadang berwarna gelap
akibat terjadi perdarahan. Pembesaran hati dan limpa. Perut kembung dan sering berbunyi.
Gangguan kesadaran. Mengantuk terus menerus, mulai kacau jika berkomunikasi dan lain-lain.
~ Minggu Ketiga
Suhu tubuh berangsung-angsur turun dan normal kembali di akhir minggu. Hal itu jika terjadi
tanpa komplikasi atau berhasil diobati. Bila keadaan membaik, gejala-gejala akan berkurang dan
temperatur mulai turun. Meskipun demikian justru pada saat ini komplikasi perdarahan dan
perforasi cenderung untuk terjadi, akibat lepasnya kerak dari ulkus. Sebaliknya jika keadaan
makin memburuk, dimana toksemia memberat dengan terjadinya tanda-tanda khas berupa
delirium atau stupor,otot-otot bergerak terus, inkontinensia alvi dan inkontinensia urin.
Meteorisme dan timpani masih terjadi, juga tekanan abdomen sangat meningkat diikuti dengan
nyeri perut. Penderita kemudian mengalami kolaps. Jika denyut nadi sangat meningkat disertai
oleh peritonitis lokal maupun umum, maka hal ini menunjukkan telah terjadinya perforasi usus
sedangkan keringat dingin,gelisah,sukar bernapas dan kolaps dari nadi yang teraba denyutnya
memberi gambaran adanya perdarahan. Degenerasi miokardial toksik merupakan penyebab
umum dari terjadinya kematian penderita demam tifoid pada minggu ketiga.
~ Minggu keempat
Merupakan stadium penyembuhan meskipun pada awal minggu ini dapat dijumpai adanya
pneumonia lobar atau tromboflebitis vena femoralis.
PENCEGAHAN
Pencegahan demam tifoid, rute utama penularan demam tifoid adalah melalui air minum
atau makan makanan yang terkontaminasi dengan Salmonella typhi. Pencegahan didasarkan
pada akses menjamin untuk aman air dan dengan mempromosikan praktek-praktek penanganan
makanan yang aman. Pendidikan kesehatan penting untuk meningkatkan kesadaran publik dan
mendorong perubahan perilaku.
1. Air yang aman
Demam tifoid adalah penyakit ditularkan melalui air dan ukuran pencegahan utama
adalah untuk memastikan akses terhadap air yang aman. Air harus berkualitas baik dan
harus cukup untuk kebutuhan semua masyarakat. Selama wabah langkah-langkah kontrol
berikut adalah kepentingan tertentu:
a. Di daerah perkotaan, pengendalian dan pengobatan sistem pasokan air harus
diperkuat dari tangkapan ke konsumen. Air minum yang aman harus dibuat
tersedia untuk populasi melalui sistem pipa atau dari truk tangki.
b. Di daerah pedesaan, sumur harus diperiksa untuk patogen dan dirawat jika perlu.
c. Di rumah, perhatian khusus harus diberikan kepada desinfeksi dan penyimpanan air
yang aman sumbernya.
2. Makanan yang aman
Makanan yang terkontaminasi merupakan wahana yang penting untuk transmisi demam tifoid.
Penanganan makanan yang tepat dan pengolahan adalah yang terpenting dan kebersihan dasar
berikut tindakan harus dilaksanakan atau diperkuat selama wabah:
mencuci tangan dengan sabun sebelum menyiapkan atau sebelum makan makanan.
3. Sanitasi
Sanitasi yang layak memberikan kontribusi untuk mengurangi risiko penularan dari semua
bakteri patogen termasuk Salmonella typhi.
a. Fasilitas yang sesuai untuk pembuangan limbah manusia harus tersedia untuk semua
komunitas. Dalam keadaan darurat, jamban dapat dengan cepat dibangun.
b. Pengumpulan dan pengolahan limbah, khususnya selama musim hujan, harus
diimplementasikan.
4.Pendidikan kesehatan
Pendidikan kesehatan sangat penting untuk meningkatkan kesadaran publik tentang semua yang
disebutkan di atas sebagai upaya pencegahan. Pesan pendidikan kesehatan bagi masyarakat
rentan harus disesuaikan dengan kondisi lokal dan diterjemahkan ke dalam bahasa lokal.
Keterlibatan masyarakat adalah landasan dari perubahan perilaku berkaitan dengan kebersihan
dan untuk pengaturan dan pemeliharaan prasarana yang dibutuhkan.
5.Vaksinasi
Vaksinasi dengan menggunakan vaksin T.A.B (mengandung basil tifoid dan paratifoid A dan B
yang dimatikan ) yang diberikan subkutan 2 atau 3 kali pemberian dengan interval 10 hari
merupakan tindakan yang praktis untuk mencegah penularan demam tifoid Jumlah kasus
penyakit itu di Indonesia cukup tinggi, yaitu sekitar 358-810 kasus per 100.000 penduduk per
tahun. Suntikan imunisasi tifoid boleh dilakukan setiap dua tahun manakala vaksin oral diambil
setiap lima tahun. Bagaimanapun, vaksinasi tidak memberikan jaminan perlindungan 100%.
PENGOBATAN
1. Perawatan umum
Pasien demam tifoid perlu dirawat dirumah sakit untuk isolasi, observasi dan
pengobatan. Paasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang
lebih selama 14 hari. Maksud tirah baring adalah untuk mencegah terjadinya komplikasi
perdarahan usus atau perforasi usus. Mobilisasi pesien harus dilakukan secara bertahap,sesuai
dengan pulihnya kekuatan pasien.
Pasien dengan kesadaran menurun, posisi tubuhnya harus diubah-ubah pada waktu-
waktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan dekubitus. Defekasi dan
buang air kecil harus dperhatikan karena kadang-kadang terjadi obstipasi dan retensi air kemih.
Pengobatan simtomik diberikan untuk menekan gejala-gejala simtomatik yang dijumpai seperti
demam, diare, sembelit, mual, muntah, dan meteorismus. Sembelit bila lebih dari 3 hari perlu
dibantu dengan paraffin atau lavase dengan glistering. Obat bentuk laksan ataupun enema tidak
dianjurkan karena dapat memberikan akibat perdarahan maupun perforasi intestinal.
Pengobatan suportif dimaksudkan untuk memperbaiki keadaan penderita, misalnya
pemberian cairan, elektrolit, bila terjadi gangguan keseimbangan cairan, vitamin, dan mineral
yang dibutuhkan oleh tubuh dan kortikosteroid untuk mempercepat penurunan demam.
2. Diet
Diet merpakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan penyakit demam
tifoid, karena makanan yang kurang akan menurunkan keadaan umum dan gizi penderita akan
semakin turun dan proses penyembuhan akan menjadi lama. Di masa lampau, pasien demam
tifoid diberi bubur saring, kemudian bubur kasar dan akhirnya diberi nasi. Beberapa peneliti
menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini,yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa
(pantang sayuran dengan serat kasar) dapat diberikan dengan aman pada pasien demam tifoid.
3. Obat
Obat-obat antimikroba yang sering digunakan untuk mengobati demam tifoid adalah
kloramfenikol (pilihan utama), tiamfenikol, ampisilin dan amoksisilin, sefalosporin generasi
ketiga, golongan florokuinon, dan dapat diberikan kombinasi obat antimikroba, dan
kortikosteroid bila diperlukan.
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, Arief., et all. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga Jilid I. Jakarta : Fakultas
Kedokteran UI : Media Aescullapius.
Rampengan. 2007. Penyakit Infeksi Pada Anak. Jakarta : EGC.
Widoyono, Nah Yuk. 2005. Penyakit Tropis Epidemiologi Penularan dan Pemberantasannya.
Jakarta : Erlangga.