ensefalopati 2
-
Upload
azman-hakim -
Category
Documents
-
view
303 -
download
7
description
Transcript of ensefalopati 2
LAPORAN KASUS
ENSEFALOPATI METABOLIK
PEMBIMBING :
DR YUNIARTI Sp.S
PENYUSUN :
NADIRAH BINTI ROSLAN
030.08.288
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI
PERIODE 6 MEI 2103-8 JUNI 2013
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA
PENGESAHAN
Dengan hormat,
Laporan kasus ensefalopati metabolik dalam rangka memenuhi kewajiban di kepaniteraan
klinik Ilmu Penyakit Saraf Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati telah dilaksanakan oleh
Nama : Nadirah bt. Roslan
NIM : 030.08.288
Fakultas : Kedokteran Universitas Trisakti
Periode kepaniteraan : 6 Mei-8 Juni 2013
Dan hasilnya telah disetujui dan dikoreksi pembuatannya oleh :
Pembimbing,
Dr. Yuniarti Sp.S Jakarta, 11 Mei 2013
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 60 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Status Perkawinan : Sudah menikah
Alamat :Jl. Cenderawasih Raya V, RT006 RW1002
Pendidikan : Tamat SMA
Masuk RS : 09 Mei 2013
Pengambilan Data : 11 Mei 2013
II. ANAMNESIS
Dilakukan secara allo-anamnesis pada tanggal 10 Mei 2013
a. KELUHAN UTAMA
Penurunan kesadaran +/- 2 hari sebelum masuk Rumah Sakit (SMRS).
KELUHAN TAMBAHAN
Demam -/+ 2 hari sebelum masuk rumah sakit
b. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien datang dengan keluhan penurunan kesadaran sejak +/- 2 hari sebelum
masuk Rumah Sakit (SMRS). Pasien juga turut demam kurang lebih 2 hari SMRS.
Sebelumnya,1 bulan SMRS pasien pernah mengeluh lemas pada anggota gerak atas
dan bawah sebelah kiri. Saat itu pasien sempat dirawat di rumah sakit namun kerna
permasalahan biaya, maka pasien dibawa pulang oleh keluarga. Selama di rumah,
pasien bergerak dengan mengesot di lantai. Makan dan minum masih dapat dilakukan
sendiri. Pasien juga masih dapat berkomunikasi baik dengan keluarganya. Pasien juga
mengeluhkan sering kencing,sering lapar,sering haus sejak 6 bulan SMRS. Keluarga
menyangkal pada pasien adanya bicara pelo,mulut mencong, muntah menyembur,
kejang , sering tersedak , atau kesulitan menelan. Pasien juga tidak ada gangguan
buang air kecil atau buang air besar.
c. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Riwayat hipertensi sejak 1 tahun yang lalu dan tidak terkontrol.Riwayat stroke(-
) .Diabetes mellitus sejak 5 tahun yang lalu tidak terkontrol.Penyakit jantung (-).
Riwayat trauma (-)
d. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Diabetes mellitus (+), hipertensi (+), stroke(-), penyakit jantung (-), alergi (-).
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum: tampak sakit berat
a. Kesadaran: somnolen / GCS:E4M2V
b. Sikap : berbaring
c. Koperasi: kooperatif
d. Keadaan gizi: obese
e. Tekanan darah: 140/60 mmHg
f. Nadi: 73 x/menit
g. Suhu: 36.3oC
h. Pernapasan: 20 x/menit
Keadaan Lokal
a. Traumata stigmata: tidak ada
b. Pulsasi arteri carotis: reguler, equal kanan-kiri
c. Perdarahan perifer: capillary refill time < 2 detik
d. KGB: Tidak teraba pembesaran, nyeri tekan (-)
e. Columna vertebralis: Lurus di tengah, nyeri tekan (-)
Pemeriksaan Kepala
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Pemeriksaan Leher
JVP : 5-2 cmH2O
Pemeriksaan Jantung
Inspeksi : Pulsasi ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba di ICS V 1 jari ke medial dari linea
midclavcula sinistra
Perkusi : Batas kanan : di antara linea sternalis dextra
Batas kiri : ICS V 1 jari ke medial dari linea midclavicula
sinistra
Pinggang jantung: ICS III linea parasternalis sinistra
Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Pemeriksaan Paru :
Inspeksi : Simetris dalam keadaan statis dan dinamis
Palpasi : Vokal fremitus sama di kedua lapang paru
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : Suara napas vesikular +/+; Ronki -/-; Wheezing -/-.
Pemeriksaan Abdomen:
Inspeksi : Buncit (+)
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepatosplenomegali (-)
Perkusi : Timpani di seluruh lapangan abdomen
Auskultasi : BU (+) normal.
Pemeriksaan Ekstremitas:
o atas: akral hangat (+), edema (-)
obawah: akral hangat (+), edema (-)
IV. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
A. Rangsang Selaput Otak Kanan Kiri
Kaku Kuduk : (-) (-)
Laseque : > 70° > 70°
Kernig : > 135° > 135°
Brudzinski I : (-) (-)
Brudzinski II : (-) (-)
B. Peningkatan Tekanan Intrakranial
Nyeri kepala : (-)
Muntah projektil : (-)
Penurunan kesadaran : (-)
C. Saraf-saraf Kranialis
N. I : normosmia normosmia
N.II Kanan Kiri
Acies Visus : Baik Baik
Visus Campus : Baik Baik
Melihat Warna : Baik Baik
Funduskopi : Tidak dilakukan
N. III, IV, VI Kanan Kiri
Kedudukan Bola Mata : Ortoposisi Ortoposisi
Pergerakan Bola Mata
Ke Nasal : Baik Baik
Ke Temporal : Baik Baik
Ke Nasal Atas : Baik Baik
Ke Nasal Bawah : Baik Baik
Ke Temporal Atas : Baik Baik
Ke Temporal Bawah : Baik Baik
Eksopthalmus : (-) (-)
Nistagmus : (-) (-)
Pupil : Isokor Isokor
Bentuk : Bulat, Ø 3mm Bulat, Ø 3mm
Refleks Cahaya Langsung : (+) (+)
Refleks Cahaya Konsensual: (+) (+)
Akomodasi : Baik Baik
Konvergensi : ` Baik Baik
N. V Kanan Kiri
Cabang Motorik : Baik Baik
Cabang Sensorik
Optahalmik : Baik Baik
Maxilla : Baik Baik
Mandibularis : Baik Baik
N. VII Kanan Kiri
Motorik Orbitofrontal : Baik Baik
Motorik Orbicularis : Baik Sudut nasolabial tertinggal
Pengecap Lidah : Baik Baik
N. VIII
Vestibular
Vertigo : (-)
Nistagmus : (-)
Cochlear
Tes Rinne (+), Weber tidak ada lateralisasi, Schwabach sama dengan pemeriksa
Tuli Konduktif : (-)
Tuli Perspeptif : (-)
N. IX, X
Motorik : baik/baik
Sensorik : baik/baik
N. XI Kanan Kiri
Mengangkat bahu : tidak valid dinilai tidak valid dinilai
Menoleh : Baik Baik
N. XII
Pergerakan Lidah : Deviasi kekiri
Atrofi : (-)
Fasikulasi : (-)
Tremor : (-)
D. Sistem Motorik
Ekstremitas Atas Proksimal Distal : 5555 3333
Ekstremitas Bawah Proksimal Distal : 5555 3333
E. Gerakan Involunter
Tremor : (-)
Chorea : (-)
Atetose : (-)
Mioklonik : (-)
Tics : (-)
F. Trofik : Normotrofik
G. Tonus : Normotonus
H. Sistem Sensorik
Proprioseptif : Baik
Eksteroseptif : Baik
I. Fungsi Cerebellar dan Koordinasi
Ataxia : tidak valid dinilai
Tes Rhomberg : tidak valid dinilai
Disdiadokinesia : tidak valid dinilai
Jari-Jari : tidak valid dinilai
Jari-Hidung : tidak valid dinilai
Tumit-Lutut : tidak valid dinilai
Rebound Pheomenon : tidak valid dinilai
J. Fungsi Luhur
Astereognosia : (-)
Apraksia : (-)
Afasia : (-)
K. Fungsi Otonom
Miksi : on kateter
Defekasi : Baik
Sekresi Keringat : Baik
L. Refleks-refleks Fisiologis Kanan Kiri
Kornea : (+) (+)
Bisep : (+2) (+3)
Trisep : (+2) (+3)
Lutut : (+2) (+3)
Tumit : (+2) (+2)
Cremaster : Tidak diperiksa
Sfingter Ani : Tidak diperiksa
M. Refleks-refleks Patologis Kanan Kiri
Hoffman Tromner : (-) (-)
Babinsky : (-) (-)
Chaddock : (-) (-)
Gordon : (-) (-)
Gonda : (-) (-)
Schaeffer : (-) (-)
Klonus Lutut : (-) (-)
Klonus Tumit : (-) (-)
N. Keadaan Psikis
Intelegensia : Tidak valid dinilai
Tanda regresi : (-)
Demensia : (-)
V. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Nilai
Rujukan
Hasil
09-05-2013
Hematologi
Hemoglobin 11,7-15,5
g/dl
15.9
Hematokrit 31-45% 47
Leukosit 5,0-10,0
ribu/Ul
19.1
Trombosit 150-440
ribu/Ul
110
Eritrosit 3,80-5,20
juta/Ul
6,27
VER/HER/KHER/RDW
VER 80-100 fl 79.3
HER 26-34 pg 25.4
KHER 32-36 g/dl 32.0
RDW 11,5-14,5 % 15.0
Analisa gas darah
Ph 7,370-7,440 7.351
pCO2 35-45mmHg 28.9
P02 83-108mmHg 142.3
BP 752
HCO3 21-28mmol/L 15.3
O2 95-99% 98,9
BE -2,5-2,5mmol/L -18,7
Total CO2 19-24mmol/L 5,8
Kimia Klinik
Fungsi Hati
SGOT 0-34 u/l 28
SGPT 0-40 u/l 31
Fungsi Ginjal
Ureum darah 20-40 mg/dl 101
Creatinin darah 0,6-1,5 mg/dl 2.6
Diabetes
Glukosa Darah Sewaktu 70-140
mg/dl
594
Elektrolit
Natrium 135-147
mmol/l
142
Kalium 3,10-5,10
mmol/l
3.32
Klorida 95-108
mmol/l
114
Keton-darah 0,00-0,60 5.69
VI. PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Kesan CT scan kepala pada tanggal 09 Mei 2013 potongan aksial tanpa kontras:
Infark di kapsula interna kanan, basal ganglia dan periventrikel lateralis kanan. Lesi
hipodens berbentuk bulat dengan batas tegas berukuran +/- 3x2.5cm pada basal ganglia
sugestif massa.
VII. RESUME
Pasien datang dengan keluhan penurunan kesadaran sejak ± 2 hari sebelum
masuk Rumah Sakit (SMRS). Sebelumnya, ± 7 hari sebelum masuk Rumah Sakit
(SMRS) pasien nafsu makan menurun dan +/- 2 hari SMRS pasien menegleuh
demam. Pasien juga mengeluhkan sering kencing,sering lapar,sering haus sejak 6
bulan SMRS. Riwayat hipertensi sejak 1 tahun yang lalu dan diabetes mellitus sejak 5
tahun yang lalu tidak terkontrol.
Status neurologis:
– GCS: E4M6V5= 15
– Nervus cranialis : parese N.VII,XII sinistra sentral
– Motorik : hemiparese sinistra
VIII. Pemeriksaan Penunjang:
Laboratorium:
Hematologi
Hemoglobin 11,7-15,5 g/dl 15.9
Leukosit 5,0-10,0 ribu/Ul 19.1
Trombosit 150-440 ribu/Ul 110
Eritrosit 3,80-5,20 juta/Ul 6,27
Analisa gas darah
Ph 7,370-7,440 7.351
pCO2 35-45mmHg 28.9
P02 83-108mmHg 142.3
HCO3 21-28mmol/L 15.3
BE -2,5-2,5mmol/L -18,7
Total CO2 19-24mmol/L 5,8
Kimia Klinik
Fungsi Hati
SGOT 0-34 u/l 28
SGPT 0-40 u/l 31
Fungsi Ginjal
Ureum darah 20-40 mg/dl 101
Creatinin darah 0,6-1,5 mg/dl 2.6
Diabetes
Glukosa Darah Sewaktu 70-140 mg/dl 594
Elektrolit
Keton-darah 0,00-0,60 5.69
IX. DIAGNOSIS KERJA
a. Diagnosis Klinis: penurunan kesadaran, hemiparese sinistra,
leukositosis,hiperglikemia,asidosis metabolik,
b. Diagnosis etiologi: KAD,stroke iskemik
c. Diagnosis topik: subkortex
X. TATA LAKSANA
NaCl 0.9% 500cc+ KCL 12.5 meq/6 jam
Drip insulin 4 unit/jam
Ceftriaxone 2x1 g i.v
Ranitidin 2x1 ampul i.v
Brainact
PCT 3x500mg
Neurodex
Amlodipin 1x10mg
Asam folat 2x1
Ascardia 1x80mg
Sohobion
Ambroxol syrup 3xCI
Sucralfat 4xCI
XI. RENCANA PEMERIKSAAN
CT-SCAN dengan kontras
XII. PROGNOSA
Ad vitam: dubia ad malam
TINJAUAN PUSTAKA
ENSEFALOPATI METABOLIK
PENDAHULUAN
Istilah ensefalopati metabolik pertama kali dikemukakan oleh Kinnier Wilson pada
tahun 1912 untuk menjelaskan status klinik mengenai beberapa penyebab dari gangguan
integritas otak yang bukan disebabkan oleh abnormalitas strukturan. Ensefalopati metabolik
bukanlah sebuah diagnosa melainkan merupakan sebuah sindrom dari disfungsi umum
serebral yang dirangsang oleh stres sistemik dan bisa memiliki gejala klinis yang beragam
mulai dari disfungsi ringan hingga delirium agitasi, sampai koma dalam dengan postur
deserebrasi. Ini semua tergantung dari kelainan metabolik yang dialami.
Hal-hal yang terkait dengan ensefalopati metabolik ini antara lain gangguan yang
disebabkan oleh kegagalan sistem organ, elektrolit imbalans, hipoglikemia, hiperglikemia,
gangguan endokrin, dan sepsis sistemik. Yang tidak termasuk keterkaitannya antara lain
cardiac arrest dan anoxic-ischemic encephalophaty, infeksi langsung pada SSP, toksin
eksogen (termasuk obat-obatan, alkohol, racun), kodisi hematologik, penyakit SSP yang
terkait dengan kekebalan, dan direk atau indirek efek dari kanker pada sistem saraf.
Harus dipahami bahwa beberapa gangguan metabolik dapat bergabung untuk
menyebabkan ensefalopati terutama pada pasein yang sakit kritis. Ini mencerminkan adanya
interaksi antara beberapa sistem organ dalam menyebabkan multipel metabolic derangements
Gangguan organ kronik dan gangguan sistemik progresif lainnya dapat menyebabkan
perubahan struktural sistem saraf dengan manifestasi klinis yang agak berbeda, berlangsung
lambat dan khususnya mengenai :
- Korteks serebral – amnesia dan defisit kognitif lainnya yang dapat
berfluktuasi, kelainan perilaku
- Ganglia basal – diskenesia atau sindrom rigiditas-akinetik
- Serebelum – disartria, ataksia
Meskipun ensefalopati metabolik memperlihatkan banyak manifestasi klinis, gangguan
tertentu berkaitan dengan beberapa gambaran motorik yang berbeda. Sebagai contoh, tremor
adalah komponen khas dari gejala putus alkohol. Gerakan menyentak mioklonik terlihat pada
gagal ginjal dan alkalosis respiratorik.
DEFINISI
Ensefalopati {Ensefalo + pati} adalah Penyakit degeneratif otak sedangkan
Metabolisme merupakan suatu Biotransformasi. Maka Ensefalopati Metabolik adalah
Gangguan neuropsikiatrik akibat penyakit metabolik otak.
Ensefalopati Metabolik adalah pengertian umum keadaan klinis yang ditandai
dengan :
1. Penurunan kesadaran sedang sampai berat
2. Gangguan neuropsikiatrik : kejang, lateralisasi
3. Kelainan fungsi neurotransmitter otak
4. Tanpa di sertai tanda – tanda infeksi bacterial yang jelas
Ensefalopati metabolik merupakan suatu kondisi disfungsi otak yang global yang
menyebabkan terjadi perubahan kesadaran, perubahan tingkah laku dan kejang yang
disebabkan oleh kelainan pada otak maupun diluar otak. Kondisi ini mempengaruhi fungsi
Ascending Reticular Activating System dan atau mengganggu proyeksinya di kortek serebri
sehingga terjadi gangguan kesadaran dan atau kejang. Mekanisme terjadinya disfungsi otak
ini multifaktorial, termasuk perubahan aliran darah dan gangguan fungsi neurotransmitter
diikuti gagalnya energi metabolisme dan depolarisasi seluler.
Singkatnya, ensefalopati metabolik merupakan kelainan fungsi otak yang
penyebabnya berasal dari intra dan ekstraserebral. Prosesnya termasuk gangguan metabolik
(elektrolit, serum osmolaritas, fungsi renal dan disfungsi hepar, beberapa defisiensi (subtrat
metabolik, hormon turoid, vitamin B12, dll), racun (obat-obatan, alkohol,dll) atau kelainan
toksik sistemik (misalnya sepsis). Pada ensefalopati metabolik terdapat disfungsi difus dari
otak, yang onsetnya cepat dengan fluktuasi tingkat kesadaran (perhatian dan konsentrasi).
Pembahasan
Neuron-neuron otak bergantung pada laju aliran darah otak (Cerebral Blood Flow)
yang berfungsi sebagai pengantar oksigen dan glukosa. CBF pada substansi abu-abu
75mL/100g/min dan 30mL/100g/min, pada substansi putih (rata-rata 55mL/100g/min),
konsumsi oksigen 3,5 mL/100g/min, dan utilisasi glukosa 5 mL/100g/min. Otak
menggunakan cadangan glukosa untuk menghasilkan energi setelah 2 menit terjadi
kelambatan aliran darah karena cadangan oksigen akan habis setelah 8-10 detik. Simultan
hypoxia dan iskemik mengeluarkan glukosa lebih cepat. Pada EEG terdapat gambaran
melambat yang menyeluruh, merupakan gambaran pada ensefalopati metabolik, dimana
aktifitas metabolik otak secara global menurun sampai pada tingkat penurunan kesadaran.
Klinis pasien dengan enselopati metabolik tergantung penyebabnya, usia dan keadaan
neural (misalnya kapasitas untuk kompensasi pada suatu disfungsi), biasanya klinisnya mirip,
berupa penurunan keadaran, kehilangan intelek progres (dementia), hypereksitasi seperti
dementia agitasi (delirium) atau kejang (myoclonus general dan multifokal, kejang tonik-
klonik).
Kondisi seperti hyponatremi, hyperosmolar, hypercapnia, hypercalcemia, gagal hati
(Hepatic Encephlopathy, Porto Systemic Encephlopathy, Hepatic Coma) dan gagal ginjal
(aluminium encephalopathy, dialysis encephalopathy syndrome, dialysis dysequilibrium
syndrome) akan menyebabkan kelainan yang reversibel pada asrosit dan neuron, sehingga
terjadi gangguan cadangan energi, perubahan flux ion yang melintasi membran neural dan
menyebabkan kelainan neurotransmitter. Contohnya, tingginya konsentrasi amoniak dalam
otak berhubungan dengan koma hepatik yang mengganggu metabolisme energi serebral dan
pompa Na-K ATPase, sehingga meningkatkan jumlah dan ukuran astrosit, kelainan fungsi sel
saraf, dan meningkatnya konsentrasi produk toksik dari metabolisme amonia, juga
menyebabkan abnormalitas neurotransmitter, berupa ”false” neurotransmitter yang aktif pada
pada permukan reseptor. Berbeda dengan hyperammonia, dimana mekanismenya berbeda
dan belum diketahui. Mekanisme ensefalopati metabolik pada gagal ginjal juga tidak
diketahui. Tidak seperti ammonia, urea tidak menyebabkan toksisitas pada pusat persarafan
(Central Nervous System). Penyebabnya multifaktor, termasuk peningkatan permeabilitas
sawar darah otak terhadap substansi seperti asam organik dan peningkatan kalsium otak atau
muatan fosfat LCS.
Volume cairan otak berhubungan dengan status kesadaran, faktor lain juga berperan.
Kadar sodium dibawah 125 mmol/L menybabkan konfusi dan di bawah 115 mmol/L
berbuhungan dengan koma dan konvulsi. Besarnya perubahan neurologlk tergantung dari
perubahankadar yang cepat serum.
Dialisis pada gagal ginjal dapat meningkatkan resiko tejadinya kejang : hampir
sepertiga pasien dengan gagal ginjal mengalami ensefalopati metabolik akibat dialisis.
Insidennya dapt diturunkan dengan cara merubah prosedur dialisis. Dysequilibrium
syndrome, berupa pertukaran cairan yang cepat yang terlihat pada pasien dengan sindroma
uremik, biasanya setelah dialisis pertama. Manifestasinya berupa kejang dan konfusi sedang.
Lesi pada struktur otak,yang dapat dilihat dengan pencitraan otak, juga meningkatkan resiko
terjadinya kejang.
Penyuntikan kontras pada prosedur radiografi berhubungan dengan kejang parsial dan
umum, terutama pada pasien gagal ginjal. Kejang biasanya muncul pada 3 situasi,
antara lain :
● saat kontras berkontak dangan kortex serebri, misalnya dye memasuki daerah
intracranial saat myelografi.
● saat jumlah kontras >200mL, biasanya pada prosedur angiografi serebral
● saat Blood Brain Barier rusak
Kerusakan fungsi hepar dapat terjadi setelah penggunaan anestesi umum, seperti
Halotane, pemakaian yang berlebihan acetaminophen, atau zat yang menyebabkan racun pada
hepar, seperti insektisida atau jamur beracun.
Selain kerusakan organ, hal lain yang dapat menyebabkan kejang dan myoklonus :
● hypoxia
● ischemia
● hyperglycemia
● hypoglycemia
● hypomagnesia
● hyponatremia
● jumlah cairan yang berlebih yang melewati sawar darah otak
Berdasarkan penyakit penyebabnya, ensefalopati metabolic terbagi Ensefalopati
metabolic Primer dan ensefalopati sekunder. Yang tergolong dalam Ensefalopati metabolic
Primer ialah penyakit-penyakit yang memperlihatkan :
(1) degenerasi substansia grisea otak, yaitu : Penyakit Jacob_Creutzfeldt, penyakit
Pick, penyakit Alzheimer, Korea Huntington,dasn Epilepsi mioklonik progresiva.
(2) degenerasi di substansia alba, yaitu : Penyakit Schilder dan berbagai jenis
leukodistrofia.
Sedangkan Ensefalopati metabolic Sekunder penyebabnya banyak sekali, sehingga
dapat diklasifikasikan menurut sebab pokoknya, yaitu :
(1) kekurangan zat asam, glikose dan kofaktor-kofaktor yang diperlukan
untuk metabolisme sel.
(a) Hypoksia, yang bias timbul karena : Penyakit paru-paru, Anemia,
Intoksikasikasi karbon mono oksida, Methemoglobinemia, Keadaan
setelah insult epileptic berhenti.
(b) Iskemia, yang bisa berkembang karena : ”Cerebral Blood Flow” yang
menurun akibat penurunan ”cardiac output”, seperti pada sindrom
Stokes-Adams, aritmia, infark jantung, dekompensasio kordis dan
stenosis aortae. CBF menurun akibat penurunan resistensi vaskular
perifer, seperti pada sinkope ortostatik atau vasovagal, hipersensitivitas
sinus karotikus dan volume darah yang rendah. CBF menurun akibat
resistensi vascular yang meningkat, seperti pada ensefalopati hipertensif,
sindrom hiperventilasi dan sindrom hyperviskositas.
(c) Hypoglikemia, yang bias timbul karena : pemberian insuli atau
pembuatan insulin endogenik meningkat.
(d) Defisiensi kofaktor thiamin, niacin, pyridoxine, dan vitamin B1.
(2) Penyakit-penyakit organik di luar susunan saraf
(a) Penyakit non-endokrinologik, seperti : Penyakit hepar, ginjal, jantung
dan paru.
(b) Penyakit endokrinologik : M. Addison, M. Cushing, tumor Pankreas
miksedema, feokromositoma dan tirotoksikosis.
(3) Intoksikasi eksogenik
(a) Sedativa, seperti barbiturate, opiate, obat antikol;inergi, ethanol dan
penenang
(b) Racun yang menghasilkan banyak karbolit acid, seperti paraldehyde,
methylalkohol, dan ethylene.
(c) Inhibitor enzim, seperti : cyanide, salysilat dan logam-logam berat.
(4) Gangguan balans cairan dan elektrolit
(a) hypo dan hypernatremia
(b) asidosis respiratorik dan metabolic
(c) alkalosis respiratorik dan metabolic
(d) hypo dan hyperkalemia.
(5) Penyakit-penyakit yang membuat toksin atau menghambat fungsi enzim-
enzim serebral, seperti meningitis, ensefalitis dan perdarahan
subarakhnoidal.
(6) Trauma kapitis yang menimbulkan gangguan difus tanpa perubahan
morfologik, seperti pada komosio,
Faktor Resiko
Bila terdapat :
● Penurunan kadar Oksigen dalam darah
● Infeksi
● Bedah Mayor
● Penyakit berat
● Penggunaan zat-zat Sedatif dan Narkotik
● Perdarahan saluran cerna
● Diare atau muntah persisten yang menyebabkan penurunan kadar potassium
● Ketidakseimbangan kadar elektrolit
Gejala
● Konfusion atau Agitasi
● Perubahan tingkah laku dan personality
● Pelupa
● Disorientasi
● Insomnia
● Kekakuan otot atau Rigiditas
● Tremor
● Sulit berbicara
● Pergerakan yang tidak terkontrol, kejang (jarang)
● Stupor atau koma
Diagnosis
Ensefalopati Metabolik merupakan salah satu kasus emergency. Pada pemeriksaan
darah ditemukan peningkatan kadar amonia dan kelainan signifikan yang berhubungan
dengan organ penyebab ensefalopati tersebut.
Sebaiknya selalu curiga adanya ensefalopati metabolik dan sebaiknya dilakukan
screening test bila terdapat kejang setelah melakukan prosedur yang berhubungan dengan
pertukan cairan seperti bilas kandung kemih, hemodialisis, dan prosedur radiografi yang
menggunakan materi kontras yang mengandung iodium melalui intravena, dan pemberian
cairan IV secara cepat. Sebaiknya dilakukan pemriksaan GDS, AGD, plasma amoniak, laktat
darah, plasma keton, asam amino plasma, fungsi liver, asam organik urin.
PENATALAKSANAAN
Hospitalisasi dan perawatan emergensi
Di rumah sakit, para staff akan menangani problem yang menyebabkan kondisi pasien
saat itu. Akan dilakukan pembuangan atau penetralisiran toksin yang ada dalam aliran darah.
Tujuannya adalah mengembalikan kondisi seperti semula. Namun, kerusakan otak masih
mungkin terjadi. Dalam beberapa kasus bahakan kerusakannya bersifat permanen.
Medikamentosa
Obat-obatan yang digunakan adalah untuk :
menetralisir toksin
menangani kondisi pasien
mencegah rekurensi
Pantangan Diet
Dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan rendah protein untuk menurunkan level
amonia dalam darah karena tubuh memproduksi amonia saat metabolisme dan menggunakan
protein. Diet lainnya disesuaikan dengan kondisi dan penyebab.
Pemberian makan melalui NGT ( Naso Gastric Tube ) diperlukan pada padien koma.
Transplantasi
Bila masuk dalam keadaan kegagalan organ, maka diperlukan transplantasi.
PENCEGAHAN
Untuk mencegah terjadinya ensefalopati metabolik maka perlu dilakukan tahapan berikut:
KETOASIDOSIS DIABETIKUM
DEFINISI
Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi metabolik yang ditandai oleh
hiperglikemia, metabolic asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi insulin
absolut atau relatif. KAD dan hipoglikemia merupakan komplikasi akut diabetes melitus yang
serius dan membutuhkan pengelolaan gawat darurat. Akibat diuresis osmotik, KAD biasanya
mengalami dehidrasi berat dan bahkan dapat sampai menyebabkan syok. Ketoasidosis
disertai dengan gangguan metabolisme protein, karbohidrat dan lemak. Keadaan ini
merupakan gangguan metabolisme yang paling serius pada diabetes ketergantungan insulin.
ETIOLOGI
Ada sekitar 20% pasien KAD yang baru diketahui menderita DM untuk pertama kali. Pada
pasien yang sudah diketahui DM sebelumnya, 80% dapat dikenali adanya faktor pencetus.
Mengatasi faktor pencetus ini penting dalam pengobatan dan pencegahan ketoasidosis
berulang.
Faktor pencetus yang berperan untuk terjadinya KAD :
1. Infeksi
Infeksi merupakan faktor pencetus yang paling sering. Pada keadaan infeksi kebutuhan tubuh
akan insulin tiba-tiba meningkat. Infeksi yang biasa dijumpai adalah infeksi saluran kemih
dan pneumonia. Jika ada keluhan nyeri abdomen, perlu dipikirkan kemungkinan kolesistitis,
iskemia usus, apendisitis, divertikulitis, atau perforasi usus. Bila pasien tidak menunjukkan
respon yang baik terhadap pengobatan KAD, maka perlu dicari infeksi yang tersembunyi
(misalnya sinusitis, abses gigi, dan abses perirektal).
2. Infark Miokard Akut (IMA)
Pada IMA terjadi peningkatan kadar hormon epinefrin yang cukup untuk menstimulasi
lipolisis, hiperglikemia, ketogenesis dan glikogenolisis.
3. Pengobatan insulin dihentikan
Akibatnya insulin berkurang sehingga terjadi hiperglikemia dan diuresis osmotik yang
mengakibatkan dehidrasi dan gangguan elektrolit.
4. Stres
Stres jasmani, kadang-kadang stres kejiwaan dapat menyebabkan KAD, kemungkinan karena
kenaikan kadar kortisol dan adrenalin.
5. Hipokalemia.
Akibat hipokalemia adalah penghambatan sekresi insulin dan turunnya kepekaan insulin. Ini
dapat terjadi pada penggunaan diuretik.
6. Obat
Banyak obat diketahui mengurangi sekresi insulin atau menambah resistensi insulin. Obat-
obatan yang sering digunakan dan harus dipertimbangkan perlu tidaknya pada pasien diabetes
antara lain: hidroklortiazid, β-blocker, Ca-channel blocker, dilantin, dan kortisol.
Alkohol mungkin menghambat sekresi insulin karena dapat menyebabkan pankreatitis
subklinis dan mempengaruhi sel .
PATOFISIOLOGI
Ketoasidois terjadi bila tubuh sangat kekurangan insulin. Karena dipakainya jaringan lemak
untuk memenuhi kebutuhan energi, maka akan terbentuk keton. Bila hal ini dibiarkan
terakumulasi, darah akan menjadi asam sehingga jaringan tubuh akan rusak dan bisa
menderita koma. Hal ini biasanya terjadi karena tidak mematuhi perencanaan makan,
menghentikan sendiri suntikan insulin, tidak tahu bahwa dirinya sakit diabetes mellitus,
mendapat infeksi atau penyakit berat lainnya seperti kematian otot jantung, stroke, dan
sebagainya.
Faktor faktor pemicu yang paling umum dalam perkembangan ketoasidosis diabetik (KAD)
adalah infeksi, infark miokardial, trauma, ataupun kehilangan insulin. Semua gangguan
gangguan metabolik yang ditemukan pada ketoasidosis diabetik (KAD) adalah tergolong
konsekuensi langsung atau tidak langsung dari kekurangan insulin.
Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel akan berkurang juga .
Disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali. Kedua faktor ini akan
menimbulkan hiperglikemi. Dalam upaya untuk menghilangkan glukosa yang berlebihan dari
dalam tubuh, ginjal akan mengekskresikan glukosa bersama-sama air dan elektrolit (seperti
natrium dan kalium). Diuresis osmotik yang ditandai oleh urinasi yang berlebihan (poliuri)
akan menyebabkan dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Penderita ketoasidosis diabetik yang
berat dapat kehilangan kira-kira 6,5 L air dan sampai 400 hingga 500 mEq natrium, kalium
serta klorida selama periode waktu 24 jam.
Dehidrasi bila terjadi secara hebat, akan menimbulkan uremia pra renal dan dapat
menimbulkan syok hipovolemik. Asidodis metabolik yang hebat sebagian akan dikompensasi
oleh peningkatan derajat ventilasi (peranfasan Kussmaul).
Akibat defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan lemak (lipolisis) menjadi asam-asam
lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah menjadi badan keton oleh hati.
Pada ketoasidosis diabetik terjadi produksi badan keton yang berlebihan sebagai akibat dari
kekurangan insulin yang secara normal akan mencegah timbulnya keadaan tersebut. Badan
keton bersifat asam, dan bila bertumpuk dalam sirkulasi darah, badan keton akan
menimbulkan asidosis metabolik.
Muntah-muntah juga biasanya sering terjadi dan akan mempercepat kehilangan air dan
elektrolit. Sehingga, perkembangan KAD adalah merupakan rangkaian dari
siklus interlocking vicious yang seluruhnya harus diputuskan untuk membantu pemulihan
metabolisme karbohidrat dan lipid normal.
MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis dari KAD adalah :
Hiperglikemia
Hiperglikemi pada ketoasidosis diabetik akan menimbulkan:
Poliuri dan polidipsi (peningktan rasa haus)
Penglihatan yang kabur
Kelemahan
Sakit kepala
Pasien dengan penurunan volume intravaskuler yang nyata mungkin akan menderita
hipotensi ortostatik (penurunan tekanan darah sistolik sebesar 20 mmHg atau lebih pada saat
berdiri).
Penurunan volume dapat menimbulkan hipotensi yang nyata disertai denyut nadi lemah dan
cepat.
Anoreksia, mual, muntah dan nyeri abdomen.
Pernapasan Kussmaul ini menggambarkan upaya tubuh untuk mengurangi asidosis guna
melawan efek dari pembentukan badan keton.
Mengantuk (letargi) atau koma.
Glukosuria berat.
Asidosis metabolik.
Diuresis osmotik, dengan hasil akhir dehidrasi dan penurunan elektrolit.
Hipotensi dan syok.
Koma atau penurunan kesadaran.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Laboratorium
Glukosa.
Kadar glukosa darah >200mg/dL. Harus disadari bahwa ketoasidosis diabetik tidak selalu
berhubungan dengan kadar glukosa darah. Sebagian pasien dapat mengalami asidosis berat
disertai kadar glukosa yang berkisar dari 100 – 200 mg/dl, sementara sebagian lainnya
mungkin tidak memperlihatkan ketoasidosis diabetikum sekalipun kadar glukosa darahnya
mencapai 400-500 mg/dl.
Natrium.
Efek hiperglikemia ekstravaskuler bergerak air ke ruang intravaskuler. Untuk setiap 100 mg /
dL glukosa lebih dari 100 mg / dL, tingkat natrium serum diturunkan oleh sekitar 1,6 mEq /
L. Bila kadar glukosa turun, tingkat natrium serum meningkat dengan jumlah yansesuai.
Kalium.
Ini perlu diperiksa sering, sebagai nilai-nilai drop sangat cepat dengan perawatan. EKG dapat
digunakan untuk menilai efek jantung ekstrem di tingkat potasium.
Bikarbonat.
Kadar bikarbonat serum adalah rendah, yaitu 0- 15 mEq/L dan pH yang rendah (6,8-7,3).
Tingkat pCO2 yang rendah ( 10- 30 mmHg) mencerminkan kompensasi respiratorik
(pernapasan kussmaul) terhadap asidosis metabolik. Akumulasi badan keton (yang
mencetuskan asidosis) dicerminkan oleh hasil pengukuran keton dalam darah dan urin.
Gunakan tingkat ini dalam hubungannya dengan kesenjangan anion untuk menilai derajat
asidosis.
Sel darah lengkap (CBC).
Tinggi sel darah putih (WBC) menghitung (> 15 X 109 / L) atau ditandai pergeseran kiri
mungkin menyarankan mendasari infeksi.
Gas darah arteri (ABG).
pH sering <7.3. Vena pH dapat digunakan untuk mengulang pH measurements. Brandenburg
dan Dire menemukan bahwa pH pada tingkat gas darah vena pada pasien dengan KAD
adalah lebih rendah dari pH 0,03 pada ABG. Karena perbedaan ini relatif dapat diandalkan
dan bukan dari signifikansi klinis, hampir tidak ada alasan untuk melakukan lebih
menyakitkan ABG. Akhir CO2 pasang surut telah dilaporkan sebagai cara untuk menilai
asidosis juga.
Keton.
Diagnosis memadai ketonuria memerlukan fungsi ginjal. Selain itu, ketonuria dapat
berlangsung lebih lama dari asidosis jaringan yang mendasarinya.
β-hidroksibutirat.
Serum atau hidroksibutirat β kapiler dapat digunakan untuk mengikuti respons terhadap
pengobatan. Tingkat yang lebih besar dari 0,5 mmol / L dianggap normal, dan tingkat dari 3
mmol / L berkorelasi dengan kebutuhan untuk ketoasidosis diabetik (KAD).
Urinalisis (UA)
Cari glikosuria dan urin ketosis. Hal ini digunakan untuk mendeteksi infeksi saluran kencing
yang mendasari.
Osmolalitas
Diukur sebagai 2 (Na +) (mEq / L) + glukosa (mg / dL) / 18 + BUN (mg / dL) / 2.8. Pasien
dengan diabetes ketoasidosis yang berada dalam keadaan koma biasanya memiliki osmolalitis
> 330 mOsm / kg H2O. Jika osmolalitas kurang dari 330 mOsm / kg H2O ini, maka pasien
jatuh pada kondisi koma.
Fosfor
Jika pasien berisiko hipofosfatemia (misalnya, status gizi buruk, alkoholisme kronis), maka
tingkat fosfor serum harus ditentukan.
Tingkat BUN meningkat.
Anion gap yang lebih tinggi dari biasanya.
Kadar kreatinin
Kenaikan kadar kreatinin, urea nitrogen darah (BUN) dan Hb juga dapat terjadi pada dehirasi.
Setelah terapi rehidrasi dilakukan, kenaikan kadar kreatinin dan BUN serum yang terus
berlanjut akan dijumpai pada pasien yang mengalami insufisiensi renal.
KRITERIA DIAGNOSIS
Penderita dapat didiagnosis sebagai KAD bila terdapat tanda dan gejala seperti pada kriteria
berikut ini :
Klinis : riwayat diabetes melitus sebelumnya, kesadaran menurun, napas cepat dan dalam
(kussmaul), dan tanda-tanda dehidrasi.
Faktor pencetus yang biasa menyertai, misalnya : infeksi akut, infark miokard akut, stroke,
dan sebagainya.
Laboratorium :
- hiperglikemia (glukosa darah > 250 mg/dl).
- asodosis (pH < 7,3, bikarbonat < 15 mEq/l).
- ketosis (ketonuria dan ketonemia).
Derajat berat-ringannya asidosis diklasifikasikan sebagai berikut :
Ringan: bila pH darah 7,25-7,3, bikarbonat 10-15 mmol/L.
Sedang: bila pH darah 7,1-7,24, bikarbonat 5-10 mmol/L.
Berat: bila pH darah < 7,1, bikarbonat < 5 mmol/L.
DIAGNOSIS BANDING
Dengan gejala klinis seperti yang tersebut di atas maka KAD dapat di diagnosis banding
dengan : Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Nonketotik. 4
Perbandingan Ketoasidosis Diabetikum dan Koma Hiperosmolar Hiperglikemik
Nonketotik
Ketoasidosis Diabetikum
(KAD)
Koma Hiperosmolar
Hiperglikemik Nonketotik
(KHNK)
Umur
Gula darah
Na serum
K serum
Bikarbonat
Ureum
Osmolaritas
Sensitivitas Insulin
Prognosis
Gejala Klinis :
< 40 th
< 1000 mg/dl
< 140 mEq
↑ / N
sangat ↓
↑ tapi < 60 mg/dl
↑ tapi < 360 mOsm/kg
bisa resisten (jarang)
mortalitas 10%
> 40 th
> 1000 mg/dl
> 140 mEq
sering ↑
N / sedikit ↑
> 60 mg/dl
> 360 mOsm/kg
sangat sensitif
mortalitas 50%
Pernafasan Kussmaul
Bau aseton
ada
ada
tidak ada
tidak ada
PENATALAKSANAAN
Pengetahuan yang memadai dan perawatan yang baik dari dokter dan paramedis merupakan
aspek terpenting dari keberhasilan penatalaksanaan penderita dengan KAD.
Sasaran pengobatan KAD adalah :
Memperbaiki volume sirkulasi dan perfusi jaringan.
Menurunkan kadar glukosa darah.
Memperbaiki asam keto di serum dan urin ke keadaan normal.
Mengoreksi gangguan elektrolit.
Untuk mencapai sasaran di atas, hal yang perlu diperhatikan dalam penatalaksanaan penderita
KAD adalah perawatan umum, rehidrasi cairan, pemberian insulin dan koreksi elektrolit.
A. TINDAKAN UMUM
Penderita dikelola dengan tirah baring. Bila kesadaran menurun penderita dipuasakan.
Untuk membantu pernapasan dipasang oksigen nasal (bila PO2 < 80 mgHg).
Pemasangan sonde hidung-lambung diperlukan untuk mengosongkan lambung, supaya
aspirasi isi lambung dapat dicegah bila pasien muntah.
Kateter urin diperlukan untuk mempermudah balans cairan, tanpa mengabaikan resiko
infeksi.
Untuk keperluan rehidrasi, drip insulin, dan koreksi kalium dipasang infus 3 jalur.
Pada keadaan tertentu diperlukan pemasangan CVP yaitu bila ada kecurigaan penyakit
jantung atau pada pasien usia lanjut.
EKG perlu direkam secepatnya, antara lain untuk pemantauan kadar K plasma.
Heparin diberikan bila ada DIC atau bila hiperosmolar berat (>380 mOsm/L).
Antibiotik diberikan sesuai hasil kultur dengan hasil pembiakan kuman dari urin, usap
tenggorok, atau dari bahan lain.
B. REHIDRASI CAIRAN
Dehidrasi dan hiperosmolaritas (bila ada) perlu diobati secepatnya dengan cairan. Pilihan
antara NaCl 0,9% atau NaCl 0,45% tergantung dari ada tidaknya hipotensi dan tinggi
rendahnya kadar natrium. Pada umumnya dibutuhkan 1-2 liter dalam jam pertama.
Kemungkinan diperlukan juga pemasangan CVP. Rehidrasi tahap selanjutnya sesuai dengan
kebutuhan, sehingga jumlah cairan yang diberikan dalam 15 jam sekitar 5 liter. Pedoman
untuk menilai hidrasi adalah turgor jaringan, tekanan darah, keluaran urin dan pemantauan
keseimbangan cairan.
C. PEMBERIAN INSULIN
Insulin baru diberikan pada jam kedua. 180 mU/kgBB diberikan sebagai bolus intravena,
disusul dengan drip insulin 90 mU/jam/kgBB dalam NaCl 0,9%. Bila kadar glukosa darah
turun hingga kurang dari 200 mg% kecepatan drip insulin dikurangi hingga 45mU/jam/kgBB.
Bila glukosa darah stabil sekitar 200-300 mg% selama 12 jam dilakukan drip insulin 1-2 U
per jam di samping dilakukan sliding scale setiap 6 jam. Setelah sliding scale tiap 6 jam dapat
diperhitungkan kebutuhan insulin sehari bila penderita sudah makan, yaitu 3 kali sehari
sebelum makan secara subkutan.
JENIS PREPARAT
AWITAN
KERJA
(JAM)
PUNCAK
KERJA
(JAM)
LAMA
KERJA
(JAM)
Insulin kerja pendek
Insulin kerja
menengah
Insulin kerja panjang
Insulin campuran
Actrapid Human
40/Humulin
Actrapid Human 100
Monotard Human 100
Insulatard
NPH
PZI
Mixtard
0,5 – 1
1 – 2
2
0,5 - 1
2 – 4
4 – 12
6 – 20
2 – 4 dan 6 -
12
5 – 8
8 – 24
18 – 36
8 - 24
Cara pemakaian insulin :
Insulin kerja cepat/pendek : diberikan 15-30 menit sebelum makan
Insulin analog : diberikan sesaat sebelum makan
Insulin kerja menengah : 1-2 kali sehari, 15-30 menit sebelum makan. 1
D. KOREKSI ELEKTROLIT 1,4
Kalium
Karena kalium serum menurun segera setelah insulin mulai bekerja, pemberian kalium harus
dimulai bila diketahui kalium serum dibawah 6 mEq/l. Ini tidak boleh terlambat lebih dari 1-2
jam. Sebagai tahap awal diberikan kalium 50 mEq/l dalam 6 jam (dalam infus). Selanjutnya
setelah 6 jam kalium diberikan sesuai ketentuan berikut :
- kalium < 3 mEq/l, koreksi dengan 75 mEq/6 jam
- kalium 3-4,5 mEq/l, koreksi dengan 50 mEq/6 jam
- kalium 4,5-6 mEq/l, koreksi dengan 25 mEq/6 jam
- kalium > 6 mEq/l, koreksi dihentikan
Kemudian bila sudah sadar beri kalium oral selama seminggu.
Bikarbonat 1
Bikarbonat baru diperlukan bila pH < 7,0 dan besarnya disesuaikan dengan pH. Bila pH
meningkat maka kalium akan turun, oleh karena itu pemberian bikarbonat disertai dengan
pemberian kalium, dengan ketentuan sbb:
pH Bikarbonat Kalium
< 7
7-7,1
>7,1
100 mEq
50 mEq
0
26 mEq
13 mEq
0
Hal-hal yang harus dipantau selama pengobatan adalah :
Kadar glukosa darah tiap jam dengan alat glukometer.
Kadar elektrolit setiap 6 jam selama 24 jam, selanjutnya tergantung keadaan.
Analisa gas darah; bila pH < 7 waktu masuk, periksa setiap 6 jam sampai pH > 7,1,
selanjutnya setiap hari sampai stabil.
Pengukuran tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi napas, dan temperatur setiap jam.
Keadaan hidrasi, balans cairan.
Waspada terhadap kemungkinan DIC
Skema penatalaksanaan Ketoasidosis Diabetikum 2
Jam
ke- :
Infus I
(NaCl 0,9%)
Infus II
(Insulin)Koreksi K+ Koreksi HCO3-
0
1
2
3
4
5
6
2 kolf, ½
jam
1 kolf, ½
jam
2 kolf
1 kolf
2 kolf
½ kolf
½ kolf
Pada jam ke-2 :
Bolus 180 mU/kgBB,
dilanjutkan dengan
drip insulin 90
mU/jam/kgBB dalam
NaCl 0,9%
Bila gula darah < 200
mg% kecepatan
dikurangi 45
mU/jam/kgBB
Bila gula darah stabil
sekitar 200-300 mg%
selama 12 jam
dilakukan drip insulin
1-2 unit/jam disamping
dilakukan sliding scale
setiap 6 jam.
Insulin diberikan
sesuai dengan kadar
glukosa sebagai
berikut :
GD Insulin
sc
<200mg/dl -
200-250 5 U
250-300 10 U
300-350 15 U
>300 20 U
Bila stabil dilanjutkan
dengan sliding scale
tiap 6 jam
50 mEq / 6 jam
(dalam
infus)
Bila kadar K+ :
<3 3-4,5 4,5-6
>6
↓ ↓ ↓
75 50 25
0
mEq/ mEq/ mEq/
6 jam 6jam 6 jam
Bila pH
<7 7-7,1
7,1
100 50
0
mEq mEq
HCO3- HCO3
-
+ +
26 13
mEq K+ mEq K+
(*)
dan seterusnya
bergantung pada
kebutuhan
Jumlah cairan yg
diberikan dlm 15 jam
sekitar 5 liter.
Bila Na+ > 155 mEq/l
ganti NaCl ½ n
Bila gula darah < 200 Setelah sliding scale Bila sudah sadar beri *Bila pH↑
mg% ganti dextrose
5%
Kontrol CVP
tiap 6 jam dapat
diperhitungkan
kebutuhan insulin
sehari
→ 3x sehari
sebelum makan (bila
os sudah makan
K+ oral selama
seminggu
→K+ akan ↓
oleh karena itu
pemberian HCO3-
disertai dengan
pemberian K+
KOMPLIKASI
Pada pengobatan KAD diperlukan pengawasan yang ketat, karena pengobatan KAD sendiri
dapat menyebabkan beberapa komplikasi yang membahayakan diantaranya dapat timbul
keadaan hipoksemia dan sindrom gawat napas dewasa (adult respiratory distress syndrom,
ARDS). Patogenesis terjadinya hal ini belum jelas. Kemungkinan akibat rehidrasi yang
berlebih, gagal jantung kiri, atau perubahan permeabilitas kapiler paru. Selain itu masih ada
komplikasi iatrogenik, seperti hipoglikemia, hipokalemia, hiperkloremia, edema serebral,
dan hipokalsemia yang dapat dihindari dengan pemantauan yang ketat dengan menggunakan
lembar evaluasi penatalaksanaan ketoasidosis yang baku
PROGNOSIS
Prognosis dari ketoasidosis diabetik biasanya buruk, tetapi sebenarnya kematian pada pasien
ini bukan disebabkan oleh sindom hiperosmolarnya sendiri tetapi oleh penyakit yang
mendasar atau menyertainya. Angka kematian masih berkisar 30-50%. Di negara maju dapat
dikatakan penyebab utama kematian adalah infeksi, usia lanjut dan osmolaritas darah yang
sangat tinggi. Di negara maju angka kematian dapat ditekan menjadi sekitar 12%.
Ketoasidosis diabetik sebesar 14% dari seluruh rumah sakit penerimaan pasien dengan
diabetes dan 16% dari seluruh kematian yang berkaitan dengan diabetes. Angka kematian
keseluruhan adalah 2% atau kurang saat ini. Pada anak-anak muda dari 10 tahun,
ketoasidosis diabetikum menyebabkan 70% kematian terkait diabetes.
Daftar Pustaka
1. Mardjono,Mahar dan Shidarta,Priguna. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat. Jakarta
: 2008. Hal 192-200.
2. Chapter25 – Metabolic encephalopathy at http://www.Dartmouth.edu/dms/,2004
3. Metabolic encephalopathy at http://www. epilepsy.com ; Reviewed and revised March
2004 by Steven C. Schachter, MD
4. Metabolic Encephalopathy (Hepatic Encephalopathy, Portal-Systemic
Encephalopathy, Hepatic Coma) at http://www.Massachussetts general hospital.com;
by Smith, Nathalie
5. Acute-toxic Metabolic Encephalopathy in adults at http://www.UptoDate.com; by
Chalela; Julio A, Kasner; Scott E, June 7, 2006
6. Dorland, W.A Newman. Kamus Kedokteran Dorland Edisi Ke 20. EGC. Jakarta.
2002. Hal 729.
7. Mansjoer Arif. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ke III. Media Aesculapius.
Jakarta.2001.
8. Hamdy O. Diabetic ketoacidosis. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/118361-overview. 2009.
9. Umpierrez GE. Diabetic ketoacidosis and hyperglycemic hyperosmolar syndrome.
Journal Diabetes Spectrum, 2002;15(1):p28-36.