Energi Surya
-
Upload
helmi-purwa-asmoro -
Category
Documents
-
view
91 -
download
0
description
Transcript of Energi Surya
LAPORAN PRAKTIKUM ENERGI DAN ELEKTRIFIKASI PERTANIAN
ENERGI SURYA
Oleh:Helmi Purwo Asmoro
NIM AIH011046
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN PURWOKERTO
2013
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Energi mempunyai peranan penting dalam pencapaian tujuan sosial,
ekonomi, dan lingkungan untuk pembangunan berkelanjutan, serta merupakan
pendukung bagi kegiatan ekonomi nasional. Penggunaan energi di Indonesia
meningkat pesat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan pertambahan
penduduk. Sedangkan, akses ke energi yang andal dan terjangkau merupakan pra-
syarat utama untuk meningkatkan standar hidup masyarakat. Jadi, bisa dikatakan
manusia tanpa adanya sumber energi bagi kehidupan akan mengakibatkan
kerugian yang sangat besar.
Energi baru terbarukan merupakan terobosan baru untuk mengatasi
kelangkaan sumber energi yang akhir-akhir ini banyak diperbincangkan.
Mengandalkan energi fosil yang notabene energi yang tidak dapat diperbaharui
sangat tidak mungkin untuk keberlangsungan pasokan energi bagi kebutuhan
energi sehari hari, walaupun energi ini dapat diperbaharui namun untuk
merealisasikannya diperlukan waktu yang sangat lama, yaitu hingga berjuta-juta
tahun. Untuk itu penggunaan energi baru terbarukan sangat diperlukan sebagai
upaya ketahanan energi. Salah satu energi baru terbarukan adalah energi surya.
Energi surya adalah energi yang berasal dari sumber panas cahaya matahari.
Energi surya dimanfaatkan dari radiasi suryanya yang mana radiasi gelombang
pendek dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan sebuah panas dan dikonversi
menjadi energi listrik yang dapat digunakan untuk kebutuhan listrik sehari-hari,
baik untuk kebutuhan rumah tangga maupun pada skala industri.
Pentingnya pengetahuan dalam pengukuran energi surya sangat diperlukan
agar dapat memperkirakan dan mengetahui dengan pasti asupan cahaya dan
situasi yang pas untuk membuat sebuah panel surya yang berguna untuk konversi
cahaya matahari menjadi energi listrik maupun energi yang lainnya. Sehingga
dengan demikian kita dapat mengetahui dengan pasti seberapa besar cahaya yang
diperlukan untuk menghasilkan sejumlah energi yang dibutuhkan. Penggunaan
pyranometer yang mana digunakan untuk mengukur radiasi matahari juga perlu
dipelajari karena pengetahuan pyranometer akan sinkron atau berhubungan
dengan energi surya.
B. Tujuan
1. Mengetahui cara menggunakan pyranometer.
2. Mengetahui cara mengukur energi surya.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Untuk memenuhi kebutuhan energi yang terus meningkat, pemerintah terus
mengembangkan berbagai alternatif, diantaranya energi terbarukan. Potensi energi
terbarukan, seperti : biomassa, panas bumi, energi surya, energi air, energi angin
dan energi samudera, sampai saat ini belum banyak dimanfaatkan, padahal potensi
energi terbarukan di Indonesia sangat besar.
Energi surya menjadi salah satu sumber pembangkit daya selain air, uap,
angin, biogas, batubara, dan minyak bumi. Berbagai teknologi pemanfaatan energi
surya termal untuk aplikasi skala rendah (temperature kerja lebih kecil atau hingga
60o hingga 120o C) telah dikuasai dari rancang bangun, konstruksi hingga
manufaktur secara nasional.
Usaha penghematan energi dan penyediaan energi yang ramah lingkungan,
pemanfaatan energi surya perlu mendapatkan perhatian yang lebih serius.
Ketersediaan energi surya di daerah tropis cukup berlimpah. Supaya hal yang
perlu diperhatikan dalam perancangan pembuatan peralatan dan instalasinya.
Radiasi Surya adalah radiasi helombang pendek yang diserap oleh pelat
penyerap sebuah kolektor surya yang diubah menjadi panas. Penerimaan radiasi
surya dipermukaan bumi :
1. Bervariasi menurut tempat dan waktu
2. Skala makro menurut tempat ditentukan oleh letak lintang dan keadaan
atmosfer terutama awan.
3. Skala mikro arah lereng menentukan jumlah radiasi surya yang diterima.
4. Cuaca cerah, berawan, mendung, dan lainnya.
Energi surya dikonversikan secara langsung menjadi bentuk energi lain
dengan tiga proses yaitu :
1. Proses Heliochemical yaitu proses fotosintesis, proses ini merupakan sumber
dari semua bahan bakar fosil dan bioenergi.
2. Proses helioelctrical yaitu proses produksi listrik oleh sel-sel surya .
3. Proses heliothermal adalah penyerapan radiasi matahari dan pengkonversian
energi matahari menjadi energi termal.
4. Pyranometer atau disebut solarmeter digunakan untuk mengukur besarnya
pengaruh radiasi cahaya pada permukaan bidang dengan satuan W/m2 .
Energi surya adalah energi yang didapat dengan mengubah energi panas
surya (matahari) melalui peralatan tertentu menjadi sumber daya dalam bentuk
lain. Energi surya menjadi salah satu sumber pembangkit daya selain air,
uap,angin, biogas, batu bara, dan minyak bumi. Teknik pemanfaatan energi surya
mulai muncul pada tahun 1839, ditemukan oleh A.C. Becquerel. Ia menggunakan
kristal silikon untuk mengkonversi radiasi matahari, namun sampai tahun 1955
metode itu belum banyak dikembangkan. Selama kurun waktu lebih dari satu abad
itu, sumber energi yang banyak digunakan adalah minyak bumi dan batu bara.
Upaya pengembangan kembali cara memanfaatkan energi surya baru muncul lagi
pada tahun 1958. Sel silikon yang dipergunakan untuk mengubah energi surya
menjadi sumber daya mulai diperhitungkan sebagai metode baru, karena dapat
digunakan sebagai sumber daya bagi satelit angkasa luar.
Energi surya adalah sumber energi yang terdapat di alam, dimana tidak
bersifat polutif, tidak habis dan gratis. Energi ini tersedia dalam jumlah yang besar
dan bersifat kontinu bagi kehidupan makhluk di bumi. Untuk memanfaatkan
energi surya diperlukan pengetahuan dan teknologi yang tinggi agar dapat
efisiensi yang lebih baik serta ekonomi.
Energi surya sebenarnya energi nuklir. Dalam 25% bagian dalam Matahari,
hidrogen sekering ke helium pada laju sekitar 7 x 1011 kg hidrogen setiap detik.
Jika ini terdengar seperti banyak, itu karena itu adalah: ini setara dengan jumlah
massa yang dapat dilakukan oleh 10 juta gerbong kereta. Tidak perlu takut,
meskipun, bahwa kita akan kehabisan bahan bakar waktu dekat, seperti Matahari
memiliki hidrogen yang cukup dalam inti untuk melanjutkan pada tingkat ini
selama 5 miliar tahun. Ini produksi energi, ditambah dengan gravitasi kompresi,
terus pusat Matahari dekat K 16 juta terik, yaitu sekitar 29 juta F. Panas dari inti
pertama terutama memancarkan, dan kemudian terutama convected, ke
permukaan Matahari, di mana ia mempertahankan pada suhu 5800 K.
Radiasi adalah Energi yang dikeluarkan, dipancarkan atau diterima berupa
gelombang atau partikel-partikel elektromagnetik. Pyranometer adalah jenis
actinometer yang digunakan untuk mengukur radiasi matahari broadband pada
permukaan planar dan merupakan sensor yang dirancang untuk mengukur
kerapatan fluks radiasi matahari (dalam watt per meter persegi) dari bidang
pandang 180 derajat. Komponen utama sebuah pyranometer adalah:
1. Sebuah sensor thermopile dengan lapisan hitam. Sensor ini menyerap semua
radiasi matahari, memiliki spektrum datar mencakup rentang nanometer 300
sampai 50.000, dan memiliki respon yang hampir sempurna kosinus.
2. Sebuah kubah kaca. Kubah ini membatasi respon spektral dari 300 sampai
2.800 nanometer (memotong bagian atas nm 2.800), sambil menjaga bidang
pandang 180 derajat. Fungsi lain dari kubah adalah sebagai perisai sensor
thermopile dari konveksi.
Lapisan hitam di sensor thermopile menyerap radiasi matahari. Radiasi ini
diubah menjadi panas. Panas mengalir melalui sensor untuk perumahan
pyranometer. Thermopile sensor menghasilkan sinyal output tegangan yang
proporsional terhadap radiasi surya.
III. METODOLOGI
A. Alat dan Bahan
1. Pyranometer
2. Stopwatch
3. Termometer bola basah dan bola kering
4. Multimeter
5. Kalkulator
6. Alat Tulis
7. Radiasi Matahari
B. Prosedur Kerja
1. Menaruh pyranometer perlakuan dibawah matahari langsung.
2. Menghubungkan pyranometer dengan multimeter.
3. Meletakan thermometer bola basah dan bola kering disamping pyranometer
agar terkena sinar matahari.
4. Mengamati perubahan radiasi surya tiap 15 menit sekali
5. Mencatat hasil pengamatan.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
ACARA 1 : ENERGI SURYA
NoWaktu
Pengamatan
Radiasi (W/m2 )
LangsungCuaca
Suhu Lingkungan
Tbb Tbk RH (%)
1 06.40 0.7 Cerah 28 272 06.55 0.16 Cerah 28 29 963 07.10 2 Cerah 29 28.54 07.25 4.5 Cerah 31 31.5 955 07.40 3.8 Cerah 33.5 34 906 07.55 6.8 Cerah 33.5 37 827 08.10 7.8 Cerah 36 38.5 738 08.25 8.8 Cerah 38 41 709 08.40 10.4 Cerah 38.5 41.5 7210 08.55 11.2 Cerah 40 44 6511 09.10 7 Cerah 41 45 62.512 09.25 11.4 Cerah 42 46 6513 09.40 6.4 Berawan 42 46 6514 09.55 12.7 Cerah 44 47 77.515 10.10 7.8 Berawan 45 48 7916 10.25 18.5 Cerah 44 47 77.517 10.40 14.4 Berawan 44 47 77.518 10.55 1.6 Mendung 43 45 82.519 11.10 12.6 Berawan 40 43 7820 11.25 13.6 Cerah 43 47 7021 11.40 13 Cerah 42 49 5022 11.55 10.4 Cerah 40.4 48.5 4523 12.10 11 Cerah 40.1 50.2 3724 12.25 7.9 Berawan 43 51 4825 12.40 10.6 Cerah 42 51 4226 12.55 1.6 Mendung 37 43 5027 13.10 10.3 Cerah 41 47 5528 13.25 1.1 Berawan 36 43 4329 13.40 8.5 Cerah 40 47.5 4530 13.55 4.6 Berawan 37 44.5 43
B. Pembahasan
Indonesia memiliki banyak potensi energi terbarukan, seperti tenaga air
(termasuk minihidro), panas bumi, biomasa, angin dan surya (matahari) yang
bersih dan ramah lingkungan, tetapi pemanfaatannya belum optimal. Belum
optimalnya pemanfaatan energi terbarukan disebabkan biaya pembangkitan
pembangkit listrik energi terbarukan, seperti tenaga surya, tidak dapat bersaing
dengan biaya pembangkitan pembangkit listrik berbahan bakar energi fosil (bahan
bakar minyak, gas bumi, dan batubara). Indonesia terletak di garis katulistiwa,
sehingga Indonesia mempunyai sumber energi surya yang berlimpah dengan
intensitas radiasi matahari rata-rata sekitar 4.8 kWh/m2 per hari di seluruh
wilayah Indonesia. Dengan berlimpahnya sumber energi surya yang belum
dimanfaatkan secara optimal, sedangkan di sisi lain ada sebagian wilayah
Indonesia yang belum terlistriki karena tidak terjangkau oleh jaringan listrik PLN,
sehingga Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dengan sistemnya yang
modular dan mudah dipindahkan merupakan salah satu solusi yang dapat
dipertimbangkan sebagai salah satu pembangkit listrik alternatif. Sayangnya biaya
pembangkitan PLTS masih lebih mahal apabila dibandingkan dengan biaya
pembangkitan pembangkit listrik tenaga konvensional, karena sampai saat ini
piranti utama untuk mengkonversi energi matahari menjadi energi listrik (modul
fotovoltaik) masih merupakan piranti yang didatangkan dari luar negeri.
Secara umum biaya pembangkitan PLTS lebih mahal dibandingkan dengan
biaya pembangkitan pembangkit listrik tenaga fosil, pembangkit listrik tenaga air,
minihidro, dan panas bumi. Tetapi seiring dengan adanya penelitian dari Amerika
yang menyatakan bahwa biaya investasi PLTS di masa datang akan menurun,
sehingga dengan dihapuskannya subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) secara
bertahap dimungkinkan PLTS dapat dipertimbangkan sebagai pembangkit listrik
alternatif. Pada tahun 2002, masih banyak daerah terpencil dan pedesaan yang
tidak dilewati jaringan listrik PLN, sehingga hanya pembangkit listrik tenaga
diesel (PLTD) yang dimanfaatkan di daerah tersebut. Dengan makin sulitnya
memperoleh kesinambungan pasokan minyak solar, menyebabkan beberapa
wilayah di Indonesia memanfaatkan PLTS untuk subsitusi PLTD. Pemanfaatan
PLTS khusus untuk daerah pedesaan yang kebutuhan listriknya rendah, mengingat
di daerah ini listrik diutamakan untuk penerangan. Selain untuk penerangan ada
beberapa wilayah yang memanfaatkan PLTS sebagai sumberdaya listrik untuk
telekomunikasi, lampu suar, lemari pendingin (Puskesmas), dan pompa air. Pada
tahun tersebut, total kapasitas terpasang PLTS di wilayah Indonesia hampir
mencapai 3 MWp.
PLTS sangat berpotensi untuk diterapkan di Maluku karena Maluku
mempunyai kondisi geografi yang terdiri dari kepulauan. Hal tersebut yang
menyebabkan produksi listrik PLTS di Maluku meningkat dengan laju
pertumbuhan rata-rata 6,24% per tahun, yaitu dari 0,09 PJ pada tahun 2015
menjadi 0,32 PJ pada tahun 2030. Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur
menggunakan PLTD untuk memenuhi beban puncaknya, tetapi PLTD di wilayah
ini umumnya sudah tua sehingga produksi listriknya semakin menurun, sehingga
pada tahun 2010, PLTS sudah mulai berperan di kedua wilayah Nusa Tenggara
dengan total produksi listrik sebesar 0,03 PJ (kasus dasar dan PVCOST) dan
meningkat menjadi 0,08 PJ (kasus dasar) dan 0,52 PJ (PVCOST) pada tahun
2030. PLTS di wilayah ini tidak mampu bersaing dengan PLTA dan PLTU
Batubara 7 MW dan hanya menggantikan kapasitas PLTD yang semakin
berkurang. Hampir 96% dari kapasitas terpasang PLTD berada di luar Jawa, tetapi
sebagian besar PLTD tersebut telah berusia cukup tua, misalnya PLTD di
Kalimantan Timur dan Riau telah beroperasi selama 15 sampai 25 tahun yang
menyebabkan produksi listriknya semakin menurun, kondisi ini merupakan salah
satu faktor bagi meningkatnya peran PLTS.
Di wilayah Kalimantan, dalam rangka memeratakan pembangunan,
pemerintah daerah Kalimantan telah melakukan optimasi penyediaan listrik untuk
memenuhi kebutuhan listrik di daerah terpencil dan terisolir dengan
memanfaatkan PLTS melalui dana APBN dan APBD. PLTS di Kalimantan dapat
menunjang PLTD yang digunakan untuk memenuhi beban puncak, khusus di
Kalimantan Barat, pemanfaatan PLTS akan bersaing dengan PLTA. Produksi
listrik PLTS di Kalimantan pada tahun 2020 adalah 1,01 PJ (kasus dasar) dan 3,32
PJ (PVCOST) dan pada tahun 2030 meningkat menjadi 4,88 PJ (kasus dasar) dan
12,68 PJ (PVCOST). Berlainan dengan Kalimantan Barat, PLTS di Kalimantan
Timur akan dapat bersaing dengan PLTU Batubara 100 MW dengan catatan
setelah biaya investasi PLTS lebih rendah dari 1.650 US$/kW, sedangkan di
Kalimantan Tengah PLTS mulai berperan pada tahun 2030.
Seiring dengan meningkatnya kebutuhan listrik di Sumatra dan umur PLTD
yang terpasang sudah mencapai lebih dari 15 tahun, memungkinkan pada tahun
2025 wilayah Sumatra juga memerlukan pemanfaatan PLTS untuk menunjang
pasokan listrik di wilayah tersebut, khususnya di daerah terpencil dan di daerah
yang terisolasi. Produksi listrik dari PLTS pada tahun 2025 sebesar sebesar 17,58
PJ (kasus dasar), sedangkan pada PVCOST, pada tahun 2020 PLTS sudah mulai
berperan dengan produksi listrik sebesar 0,67 PJ dan meningkat menjadi 128,65
PJ pada tahun 2030. Meningkatnya peran PLTS di Sumatra ditunjang dari umur
PLTD di wilayah ini sudah tua, serta adanya rencana strategis pemerintah daerah
untuk memenuhi kebutuhan listrik dengan memanfaatkan sumber energi setempat
seperti mini/mikrohidro dan energi surya sejak tahun 2005. Seperti halnya di
wilayah Sumatra, di Jawa pertumbuhan konsumsi tenaga listrik rata-rata dari
tahun 1999 sampai dengan tahun 2003 mencapai 7% per tahun, apabila
pertumbuhan konsumsi tenaga listrik rata-rata diasumsikan tetap, pada tahun 2030
Jawa diperkirakan membutuhkan PLTS sebesar 12,16 GW. Hal tersebut dipicu
dengan terbatasnya pasokan gas bumi, BBM, dan batubara pada pembangkit
listrik, mengingat gas bumi lebih diutamakan untuk memenuhi kebutuhan bahan
baku dan bahan bakar di sektor industri, sedangkan BBM lebih diutamakan untuk
memenuhi kebutuhan bahan bakar di sektor transportasi. Selain itu, untuk
meningkatkan pemakaian batubara harus ditunjang pengembangan pelabuhan
penerima batubara di Jawa. Pengembangan pelabuhan penerima batubara di Jawa
memerlukan lahan sangat luas dengan biaya investasi yang relatif besar. Akan
tetapi pemanfaatan PLTS sebesar 12,16 GW pada kasus dasar dan 46,65 GW pada
kasus PVCOST di Jawa dan 16,85 GW pada kasus PVCOST di Sumatra dapat
dikatakan tidak rasional mengingat. ( Jurnal Irawan Rahardjo dan Ira Fitriana ).
Prinsip kerja Pyranometer tidak memerlukan sumber listrik untuk
beroperasi dan sering digunakan dalam meteorologi, klimatologi, studi energi
surya dan fisika bangunan. Benda ini dapat dilihat di banyak stasiun meteorologi -
biasanya dipasang horizontal dan di samping panel surya - biasanya dipasang
dengan permukaan sensor pada bidang panel. Prinsip kerja dari alat ini sebagai
berikut. Sinar matahari/ radiasi yang datang secara langsung maupun yang
dipancarkan atmosphir (global radiasi solar) dan yang dihamburkan langit akan
menembus glass dome. Radiasi dengan panjang gelombang sampai dengan 3.0
microns akan diteruskan ke lempeng logam hitam dan putih. Lempeng logam
hitam akan mengabsorbsi panas radiasi sementara lempeng putih akan
memantulkan radiasi sehingga terjadi perbedaan temperatur diantara kedua jenis
lempeng logam ini. Perbedaan temperatur dari kedua lempeng ini dihubungkan ke
circuit thermojunctions yang mengubah besaran panas menjadi perbedaan
tegangan potensial diantara kedua ujung lempeng.
Ketika sinar matahari jatuh pada sebuah pyranometer, sensor thermopile
menghasilkan respon proporsional biasanya dalam 30 detik atau kurang: sinar
matahari, semakin panas mendapat sensor dan semakin besar arus listrik yang
dihasilkannya. Thermopile ini dirancang untuk secara tepat linier (jadi dua kali
lipat dari radiasi surya menghasilkan dua kali lebih banyak saat ini) dan juga
memiliki respon terarah: menghasilkan output maksimum ketika matahari berada
tepat di atas kepala (di tengah hari) dan nol output ketika Matahari berada pada
cakrawala (di waktu fajar atau senja). Ini disebut respon kosinus (atau kosinus
koreksi), karena sinyal listrik dari pyranometer bervariasi dengan kosinus sudut
antara sinar matahari dan vertikal.
Berdasarkan asal / sumbernya radiasi dapat dibedakan kedalam tiga
klasifikasi yaitu :
1. Radiasi Solar adalah Radiasi yang dikeluarkan oleh Matahari. Kira-kira 99.9
persen dari radiasi ini berupa energi elektromagnetik dengan panjang
gelombang antara 0.15 s/d 4.0 microns dengan persentasi tertinggi pada
intensitas 0.4 s/d 0.7 microns berupa cahaya selebihnya berupa energi
elektromagnetik Infrared dan Ultra violet. Radiasi Solar yang menembus
lapisan terendah atmosphir dapat juga dibedakan dalam beberapa kelas :
a. Radiasi Solar Langsung yaitu Radiasi Solar yang datang dari sudut bulat
cakram matahari.
b. Radiasi Solar Global yaitu Radiasi Solar yang diterima oleh permukaan
horizontal berupa radiasi solar langsung dan radiasi yang dihamburkan
kearah bawah sewaktu melewati lapisan atmosphir.
c. Sky Radiasi yaitu Radiasi Solar yang dihamburkan kearah bawah oleh
lapisan atmosphir (bagian kedua dari radiasi global).
d. Radiasi Solar Yang Dipantulkan yaitu Radiasi Solar yang dipantulkan
kearah atas oleh permukaan bumi dan dihamburkan oleh lapisan
atmosphir antara permukaan bumi dan titik pengamatan.
2. Radiasi Terrestrial adalah Radiasi yang dikeluarkan oleh planet bumi
termasuk atmosphirnya, sehingga radiasi terrestrial dapat dibedakan dalam
dua kategori :
a. Radiasi Permukaan Terrestrial adalah radiasi yang dikeluarkan oleh
permukaan bumi.
b. Radiasi Atmosphir adalah radiasi yang dikeluarkan oleh atmosphir.
Radiasi Total adalah Jumlah Radiasi Solar dan Terrestrial. ( kadangkala
dibedakan dalam dua pengertian sesuai kebutuhan, yaitu :radiasi gelombang
pendek < 4 μm.dan radiasi gelombang panjang > 4 μm ).
Keuntungan dari penggunaan energi matahari antara lain:
Energi matahari merupakan energi yang tersedia hampir diseluruh bagian
permukaan bumi dan tidak habis (renewable energi).
a. Penggunaan energi panas matahari tidak menghasilkan polutan dan emisi
yang berbahaya baik bagi manusia maupun lingkungan.
b. Penggunaan energi panas matahari untuk pemanas air, pengeringan hasil
panen akan dapat mengurangi kebutuhan akan energi fosil.
c. Pembanguan pemanas air tenaga matahari cukup sederhana dan memiliki
nilai ekonomis.
Kerugian dari penggunaan energi panas matahari antara lain:
a. Sistem pemanas air dan pembangkit listrik tenaga panas matahari tidak efektif
digunakan pada daerah memiliki cuaca berawan untuk waktu yang lama.
b. Pada musim dingin, pipa-pipa pada sistem pemanas ini akan pecah karena air
di dalamnya membeku.
c. Membutuhkan lahan yang sangat luas yang seharusnya digunakan untuk
pertanian, perumahan, dan kegiatan ekonomi lainya. Hal ini karena rapat
energi matahari sangat rendah.
d. Lapisan kolektor yang menyilaukan bisa mengganggu dan membahayakan
penglihatan, misalnya penerbangan.
e. Sistem hanya bisa digunakan pada saat matahari bersinar dan tidak bisa
digunakan ketika malam hari atau pada saat cuaca berawan.
f. Penyimpanan air panas untuk perumahan bukan merupakan masalah, tetapi
penyimpanan uap air pada pembangkit listrik memerlukan teknologi yang
sulit.
Pemanfaatan energi surya pada bidang pertanian diantaranya adalah sebagai
berikut :
1. Rumah Pengering
Pada kebanyakan dalam praktek, yang dikeringkan dengan rumah pengering
adalah hasil-hasil perkebunan seperti tembakau, karet, jagung dan yang lain.
Ukuran rumahnya pun berbeda-beda menurut keperluan dan bahkan dalam
kebanyakan hal dibuat lebih dari satu tingkat. Wadah bahan (yang
dikeringkan dalam rumah pengeringan) digunakan rak-rak, ataupun tempat-
tempat gantungan (disesuaikan keperluan). Adapun sumber panasnya berasal
dari pipa-pipa yang dialirkan menuju setiap ruang pengering. Media yang
melewati pipa panas tersebut bias berupa air,uap, maupun gas hasil
pembakaran. Pipa-pipa pemanas dipakai untuk memindahkan panas dari
dalam ke bagian luar dari pada pipa guna memanaskan udara di dalam ruang
pengering. Untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi perpindahan
panasnya, maka pada pipa pemanas diberikan gelang-gelang dari bahan yang
bisa menghantarkan panas (memperbesar luasan kontak, pancar, maupun
konveksi).
2. Ketel Uap
Ketel uap maupun sumber pembangkit lainnya biasanya ditempatkan di
dalam ruang terpisah dengan ruang pengering (power house/power
station/power generator). Karena media/udara panas berat jenisnya lebih
ringan, maka kecendrungan gerakannya adalah dari bawah ke atas. Hingga
karenanya pipa-pipa pemanas meski harus diletakkan di bagian bawah dan
stack/cerobong diletakkan di bagian atas untuk menarik keluar udara maupun
uap air. Supply udara baru dari bawah (untuk dipanaskan dengan media
panas) harus bisa diimbangi dengan penarikan oleh cerobong untuk
mendapatkan pertukaran udara dengan baik sehingga mutu produk
pengeringan maupun prosesnya sendiri bisa berjalan dengan baik. Karena
besarnya spesifikasi, performasi, dan ukuran boiler (unit system pembakaran
uap), ruangan pengering, luasnya unit instalasi pemindahan panas, kapasitas
blower supply maupun penarik cerobong harus benar-benar dihitung sehingga
mutu, kapasitas produksi maupun proses produksinya bisa dijamin mampu
saing di pasaran. Energi matahari merupakan energi yang utama bagi
kehidupan di bumi ini. Berbagai jenis energi, baik yang terbarukan maupun
tak-terbarukan merupakan bentuk turunan dari energi ini baik secara langsung
maupun tidak langsung. Energi yang merupakan turunan dari energi matahari
misalnya: Energi angin yang timbul akibat adanya perbedan suhu dan tekanan
satu tempat dengan tempat lain sebagai efek energi panas matahari. Energi air
karena adanya siklus hidrologi akibat dari energi panas matahari yang
mengenai bumi. Energi biomassa karena adanya fotosintesis dari tumbuhan
yang notabene menggunakan energi matahari. Energi gelombang laut yang
muncul akibat energi angin. Energi fosil yang merupakan bentuk lain dari
energi biomassa yang telah mengalami proses selama berjuta-juta tahun.
3. Kompor Matahari
Untuk diameter cermin sebesar 1,3 meter kompor ini memberikan daya
thermal sebesar 800 watt pada panci. Dengan menggunakan kompor ini maka
kebutuhan akan energi fosil dan energi listrik untuk memasak dapat
dikurangi. Hal ini biasanya dilakukan petani di desa-desa daerah tropis
dengan menjemur hasil panennya dibawah terik sinar matahari. Cara ini
sangat menguntungkan bagi para petani karena mereka tidak perlu
mengeluarkan biaya untuk mengeringkan hasil panennya. Berbeda dengan
petani di negara-negara empat musim yang harus mengeluarkan biaya untuk
mengeringkan hasil panennya dengan menggunakan oven yang menggunakan
bahan bakar fosil maupun menggunakan listrik. Prinsip kerja dari kompor
matahari adalah dengan memfokuskan panas yang diterima dari matahari
pada suatu titik menggunakan sebuah cermin cekung besar sehingga
didapatkan panas yang besar yang dapat digunakan untuk menggantikan
panas dari kompor minyak atau kayu bakar. Pemanfaatan energi matahari di
satu sisi dianggap ramah lingkungan karena mengurangi polusi karbon namun
di sisi lain meningkatkan pemanasan global dalam pengadaan panel suryanya.
Di Jakarta pengadaan panel surya dengan ukuran 1 x 1,5 m2 dengan kapasitas
1 kW per hari membutuhkan 40 kg batu bara untuk proses pembuatannya.
Padahal 40 kg baru bara mampu langsung menghasilkan energi sebesar 130
kWh. Proses pembuatan panel, ujarnya, juga dimulai dari penambangan
batuan silika kemudian diproses menjadi berturut-turut, silika metalik,
triklorosilan, polikristalin silikon, sel surya (solar cell), dan kemudian panel.
Salah satu bahan kimia yang berbahaya adalah klorin yang digunakan pada
setiap urutan proses pembuatan panel tersebut. Sedangkan untuk pemurnian
silika diperlukan proses pemanasan yang lama pada suhu tinggi. Dengan
demikian, pencemaran yang terjadi saat pembuatan panel adalah selain karena
pembakaran batubara yang menimbulkan emisi GHG (greenhouse gases),
juga polusi kimia, dan limbah silika yang tak bisa didaur ulang, katanya.
4. Distilasi Air
Cara kerjanya adalah sebuah kolam yang dangkal, dengan kedalaman 25mm
hingga 50 mm, ditututup oleh kaca. Air yang dipanaskan oleh radiasi
matahari, sebagian menguap dan sebagian uap itu mengembun pada bagian
bawah dari permukaan kaca yang lebih dingin. Kaca tersebut dimiringkan
sedikit 10 derajat untuk memungkinkan embunan mengalir karena gaya berat
menuju ke saluran penampungan yang selanjutnya dialirkan ke tangki
penyimpanan.
Sebenarnya ada banyak pemanfaatan energi surya secara efektif. Aplikasi
dari penggunaan energi surya dapat dikelompokkan kedalam tiga kategori yang
utama : pemanasan/pendinginan, menghasilkan listrik, dan proses kimia. Dan
secara garis besar, pemanfaatan energi surya dibagi menjadi 2 metode, yaitu :
1. Pemanfaatan langsung panas radiasi matahari, yang secara umum digunakan
untuk memanaskan air. Biasanya ditetapkan pada atap-atap rumah (dengan
posisi datar) untuk menghasilkan air panas sebagai keperluan domestik.
Contohnya seperti penerangan ruangan, pengeringan hasil pertanian dan
lainnya.
2. Pembangkit daya listrik melalui sel photovoltaic. Awalnya dikembangkan
untuk menyediakan listrik peralatan-peralatan di daerah terpencil.
Photovoltaic merupakan proses merubah energi cahaya menjadi energi listrik
melalui media semikonduktor. Contohnya penerang ruangan dan pembangkit
listrik.
GRAFIK HUBUNGAN ANTARA RADIASI DAN WAKTU
0 2 4 6 8 10 120
2
4
6
8
10
12
radiasiLinear (radiasi)
Waktu
Radi
asi (
W/m
2)
Berdasarkan grafik di atas, maka hubungan antara radiasi dengan waktu
adalah semakin terik mataharinya maka semakin tinggi pula radiasinya, hal
tersebut terjadi pada pertengahan siang yaitu berkisar pukul 10.00 hingga
pukul14.00.
Kendala yang dialami pada saat praktikum adalah penggunaan thermometer
bola basah dan bola kering yang belum digital sehingga ketepatan dalam
penentuan suhu terkadang kurang tepat, hal tersebut dikarenakan untuk melihat
angka pengukuran dibutuhkan ketelitian dalam membaca ukuran yang
ditampilkan dalam termometer. Penentuan nilai RH yang masih menggunakan
metode manual terkadang masih kurang tepat walaupun nilai yang dihasilkan
hanya melenceng sedikit, hal tersebut ditandai dengan selisih suhu yang sama
pada tiap-tiap jam tertentu seharusnya memiliki nilai RH yang sama.
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
1. Hubungan antara radiasi dengan kelembapan adalah semakin meningkatnya
radiasi maka kelembapan akan menurun secara perlahan.
2. Hubungan antara temperature dengan kelembapan adalah semakin tinggi
selisih temperature antara bola kering dengan bola basah maka kelembapan
akan menurun.
3. Hubungan antara radiasi dengan temperature rata-rata dari thermometer bola
kering dan bola basah adalah semakin tinggi suhu rata-ratanya maka akan
semaikin meningkat pula radiasinya.
4. Wilayah di Indonesia yang memiliki potensi besar pemanfaatan energi
suryanya terdapat di Kalimantan, NTT, dan Sumatra.
5. Prinsip kerja pyranometer yaitu ketika sinar matahari jatuh pada sebuah
pyranometer, sensor thermopile menghasilkan respon proporsional biasanya
dalam 30 detik atau kurang: sinar matahari, semakin panas mendapat sensor
dan semakin besar arus listrik yang dihasilkannya.
6. Klasifikasi energi surya diantaranya :
a. Radiasi Solar : Radiasi Solar Langsung, Radiasi Solar Global, Sky
Radiasi, dan Radiasi Solar Yang Dipantulkan.
b. Radiasi Terrestrial : Radiasi Permukaan Terrestrial dan Radiasi
Atmosfir.
7. Pemanfaatan energi surya di bidang pertanian diantaranya dapat digunakan
untuk pengeringan, kompor surya, ketel surya, rumah pengeringan dsb.
B. Saran
Praktikum energi surya akan lebih mengenai sasaran yang tepat dengan
judul acara praktikum apabila praktikum dilakukan dengan alat yang lengkap
seperti diperlukan sel surya atau panel surya dan aplikasi secara nyata di bidang
pertanian.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. Pyranometer. wikipwedia
Givoni, B. 1976. Man Climate and Architecture. New York
Kadir, Abdul. 1995. Energi Sumber Daya, Inovasi, Tenaga Listrik dan Potensi
NRC, 2005. Teknologi dan Aplikasi Tentang Energi Soar. Natural Resources
Canada(NRC).
Lakitan, B. 1997. Dasar-dasar Klimatologi. PT Raja Grafindo Persada: Jakarta
Prabowo A, 2003. Peluang Pemanfaatan Energi Surya di Bidang Pertanian.
Rahardjo, Irawan dan Ira Fitriana. Analisis Potensi Pembangkit Listrik Tenaga
Surya di Indonesia. Jurnal
Republika, 2004. Pemerintah Sudah Saatnya Kembangkan Energi Surya.
Republika, Jakarta.
Supranto, Dr. Ir. 1991. Diklat Energi Surya Sebagai Sumber Panas. PAU Ilmu
Teknik UGM: Yogyakarta
Yuliarto, B, 2006. Energi Surya ; Alternatif Sumber Energi Masa Depan di
Indonesia. Berita Iptek.com.
Yuliarto, B. 2006. Sumber Energi yang Terbaharukan. Ghalia Indonesia: Jakarta.