Energi

18
TUGAS MATA KULIAH ENERGI ALTERNATIF BAHARI DAN SAMUDERA “BIO DETERJEN – ENZIM” Disusun Oleh : MUHAMMAD SULAIMAN 26020212140030 OSEANOGRAFI PROGRAM STUDI OSEANOGRAFI JURUSAN ILMU KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

description

Energi

Transcript of Energi

Page 1: Energi

TUGAS MATA KULIAH

ENERGI ALTERNATIF BAHARI DAN SAMUDERA

“BIO DETERJEN – ENZIM”

Disusun Oleh :

MUHAMMAD SULAIMAN

26020212140030

OSEANOGRAFI

PROGRAM STUDI OSEANOGRAFI

JURUSAN ILMU KELAUTAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2015

Page 2: Energi

BIO DETERJEN - ENZIM

Bio deterjen (biological detergent) adalah deterjen untuk mencuci pakaian yang

mengandung enzim (enzyme). Enzim yang digunakan adalah berasal dari bakteri, yang

mampu menyesuaikan hidupnya dalam segala kondisi termasuk kondisi panas. Sebagai

gambaran, saat ini jenis deterjen untuk mencuci pakaian yang umum digunakan di negara-

negara maju, adalah jenis bio deterjen. Walaupun deterjen jenis “non-biologis” (non-bio

deterjen) juga masih cukup banyak digunakan. Sebagian besar produsen bio deterjen

(deterjen biologis) juga memproduksi jenis non-bio deterjen (deterjen non-biologis).

Enzim adalah satu atau beberapa gugus polipeptida (protein) yang berfungsi sebagai

katalis (senyawa yang mempercepat reaksi tanpa habis bereaksi) dalam suatu reaksi

kimia. Enzim juga merupakan sejenis protein yang mempunyai fungsi spesifik dalam

menguraikan suatu zat atau senyawa menjadi bentuk yang lebih sederhana. Enzim bekerja

dengan cara menempel pada permukaan molekul zat-zat yang bereaksi dan dengan demikian

mempercepat proses reaksi. Percepatan terjadi karena enzim menurunkan energi pengaktifan

yang dengan sendirinya akan mempermudah terjadinya reaksi.

Ada 3 macam zat enzim yang dapat dipergunakan dalam proses pencucian, yaitu :

Proteases, yang dapat bereaksi untuk melarutkan noda protein.

Amylases, yang dapat bereaksi untuk melarutkan noda kanji atau karbohidrat.

Lipases, yang dapat bereaksi untuk melarutkan noda minyak.

Enzim Protease pada Deterjen

Deterjen adalah surfaktan anionik dengan gugus alkil atau garam dari sulfonat atau

sulfat berantai panjang dari natrium yang berasal dari derivat minyak nabati atau minyak

bumi (fraksi parafin dan olefin) (Arifin 2008). Perbedaan suatu deterjen adalah dilihat dari

komposisi dan bahan tambahannya (aditif). Deterjen dalam kerjanya memiliki kemampuan

yang unik untuk mengangkat kotoran, baik yang larut dalam air maupun yang tidak larut

dalam air. Hal ini disebabkan bahwa deterjen, khususnya molekul surfaktan (surface active

agent) berfungsi menurunkan tegangan permukaan air sehingga dapat melepaskan kotoran

yang menempel pada permukaan bahan. Dibanding dengan produk terdahulu yaitu sabun,

Page 3: Energi

deterjen mempunyai keunggulan antara lain mempunyai daya cuci yang lebih baik serta tidak

terpengaruh oleh kesadahan air (Ahmad 2004).

Enzim protease yaitu jenis alkali protease merupakan salah satu turunan dari enzim

serin. Protease alkali ditemukan aktif pada pH antara 8-13 dan banyak yang termasuk ke

dalam golongan protese serin subtisilin (Neurath 1989 dalam Suhartono 2000). Enzim alkali

protease bagi industri deterjen ini paling banyak diproduksi dari jenis bakteri, jamur,

serangga, atau  diproduksi dari bahan pengganti lainnya dari minyak bumi.

Enzim alkali protease spesifik terhadap residu asam amino aromatik atau hidrofobik

penilalanin atau leusin pada sisi karboksil dari titik pemutusan (Suhartono 2000). Karena

itulah enzim protease diharapkan dapat meningkatkan efektivitas daya pembersih deterjen

yaitu dengan cara mendegradasi kotoran yang berupa protein dari pakaian sehingga

memudahkan kerja dari surfaktan dalam melepaskan kotoran yang menempel di pakaian.

Menurut Sulistyo (1999) protease merupakan enzim utama yang digunakan dalam

deterjen. Enzim ini berfungsi untuk menghidrolisa noda protein pada pakaian sehingga

kotoran yang rnengandung protein seperti darah, lendir, keringat dan sebagainya akan mudah

tercuci. Disamping itu kotoran lainnya yang terikat pada protein juga rnenjadi lebih rnudah

dihilangkan. Protease yang terdapat pada deterjen biasanya bekerja pada pH alkali dan suhu

yang cukup tinggi.

Enzim dalam hal ini protease, sebagai katalisator hayati dimanfaatkan dalam indutri

detergen karena sifatnya yang efisien, selektif, predictable, serta mengkatalis reaksi tanpa

produk samping. Penggunaan bahan yang berupa hasil ekstraksi enzim akan mudah

mengalamibiodegradable dan kemampuan enzim alkali protease dalam meningkatkan

efektivitas daya pembersih deterjen akan mengurangi juga bahan kimia yang biasanya

digunakan pada deterjen seperti Na2CO3, sehingga penggunaan enzim ini diharapkan dapat

membuat produk deterjen yang lebih ramah terhadap lingkungan (Suhartono 2000).

Pemanfaatan bio deterjen dimasa mendatang

Sejak awal pemakaiannya pada sekitar tahun 1970-an, deterjen yang mengandung

deterjen ensim aktif (enzyme activated detergent) ini sudah mulai dipakai secara luas.

Semula, zat enzim yang sebenarnya termasuk jajaran deterjen ini, masih kurang diminati

orang karena harganya yang kelewat tinggi, jika dibandingkan dengan harga deterjen aktif

Page 4: Energi

lainnya. Namun saat ini, zat enzim sudah bukan lagi barang mahal mengingat dampak

positifnya yang demikian besar.

Enzim merupakan katalisator yang berkemampuan menghancurkan dan melarutkan

noda karbohidrat dan protein. Setelah membentuk larutan, maka enzim bebas bereaksi

terhadap yang lain. Zat enzim deterjen (enzyme detergent) tidak boleh dicampur dengan

alkali atau bleach yang kuat, karena justru akan dapat mengurangi daya reaksi zat enzim itu

sendiri. Zat enzim amat diperlukan untuk mencuci semua jenis cucian. Reaksi enzim akan

menguat dua kali lipat untuk setiap kenaikan suhu 10 derajat Celcius, sampai dengan batas

suhu mencapai angka 50 derajat Celcius.

Reaksi pembuatan deterjen

Deterjen dibuat dari alkil benzena. Rantai alkil benzena sulfonat berasal dari minyak

bumi. Rantai ini dibentuk dari rantai alkena lurus (10-12 atom karbon dengan cincin

benzena). Alkil benzena yang dihasilkan kemudian direaksikan dengan asam sulfat pekat

membentuk alkil benzena sulfonat. Selanjutnya asam ini dinetralkan oleh natrium

hidroksida membentuk deterjen.

Bahan penyusun deterjen

Dalam deterjen terdapat beberapa bahan penyusun, di antaranya:

1. Surfaktan

Surfaktan (surface active agent) merupakan zat aktif permukaan yang

mempunyai gugus yang berbeda yaitu hidrofilik (suka air), gugus yang tertarik pada senyawa

polar dan hidrofobik (suka lemak), gugus yang tertarik pada senyawa non polar, (Gambar 3).

Bahan aktif ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan air sehingga dapat melepaskan

kotoran yang menempel pada permukaan air. Surfaktan berfungsi menghilangkan atau

mengendapkan kotoran dalam larutan dan sebagai pengemulsi (Timurti Betty Cahya dkk.

2009).

Secara garis besar, terdapat empat kategori surfaktan, yaitu :

a. Anionik : Surfaktan yang gugus hidrofilnya bermuatan negatif (dapat tertarik kearah

medan listrik positif). Contoh: Alkyl Benzena

Page 5: Energi

Sulfonate (ABS), Linear Alkyl Benzene Sulfonate (LAS). Surfaktan jenis ini biasa

digunakan untuk deterjen, sabun mandi dan kosmetik (cleansing agent untuk kulit

wajah).

b. Kationik : Surfaktan yang gugus hidrofilnya bermuatan positif (dapat tertarik ke arah

medan listrik negatif) dan gugus hidrofilnya adalah senyawaamino quarternary

nitrogen.

Contoh: lauril, alkil, dan dialkilamina. Surfaktan jenis ini biasanya digunakan sebagai

bahan anti korosi dan sanitizer serta pelembut tekstil.

c. Non ionik : Surfaktan yang gugus hidrofilnya tidak bermuatan.

Contoh: alkohol etoksilat (synperonic), alkil fenol etoksilat. Jenis surfaktan non ionik

ini dapat juga digunakan untuk deterjen, tetapi biasanya digunakan untuk

pelapis furniture

d. Amphoterik : Surfaktan yang mempunyai dua gugus hidrofil yang bermuatan

positif (basa) dan bermuatan negatif (asam).

Contoh: coco amidopropyl betaine yang merupakan surfaktan pada sampo.

Surfaktan yang digunakan pada deterjen adalah jenis surfaktan anionik yaitu

LAS (Linier Alkil Benzena Sulfonat). Surfaktan anionik dalam deterjen ini berfungsi

sebagai zat pembasah yang akan masuk ke dalam ikatan antara serat kain dan kotoran

yang menyebabkan kotoran menjadi menggulung sehingga menjadi besar dan

akhirnya terlepas dari serat kain.

2. Builder (pembentuk)

Builder (pembentuk) berfungsi meningkatkan efisiensi pencuci surfaktan dengan cara

menonaktifkan mineral penyebab kesadahan air. Selain itu builder juga dapat membantu

menciptakan kondisi keasaman yang tepat agar proses pembersihan dapat berlangsung lebih

baik serta membantu mendispersikan dan mensuspensikan kotoran yang telah dilepas. Contoh

dari builder, antara lain:

a. Fosfat : Sodium Tri Poly Phosphate (STPP)

b. Asetat : Nitril Tri Acetate (NTA), Ethylene Diamine Tetra Acetate (EDTA)

c. Silikat : Zeolit

Page 6: Energi

d. Sitrat : Asam sitrat

Builder yang biasa dimanfaatkan di dalam deterjen adalah fosfat dalam bentuk

senyawaan Sodium Tri Poly Phospate (STPP). Fosfat mempunyai fungsi penting dalam

deterjen yaitu sebagai softener air. Fosfat juga mampu menurunkan kesadahan air dengan

cara mengikat ion Ca2+ dan Mg2+. Karena aksi softenernya, efektivitas dari daya cuci

deterjen meningkat. Fosfat tidak bersifat racun, bahkan sebaliknya fosfat merupakan salah

satu nutrisi penting yang dibutuhkan oleh mahluk hidup. Namun dalam jumlah yang terlalu

banyak, fosfat juga dapat menyebabkan pengkayaan unsur hara (eutrofikasi) yang berlebihan

didalam badan air, sehingga badan air kekurangan oksigen akibat dari pertumbuhan algae

(phytoplankton) berlebih yang merupakan makanan dari bakteri. Populasi bakteri yang

berlebihan ini akan menggunakan oksigen dalam air yang suatu saat akan menyebabkan

terjadinya kekurangan oksigen di badan air dan pada akhirnya justru membahayakan

kehidupan mahluk hidup dan sekitarnya.

3. Filler (pengisi)

Filler (pengisi) adalah bahan tambahan deterjen yang tidak meningkatkan daya cuci,

tetapi menambah kuantitas berat jenis dari deterjen. Contoh filler yang biasa digunakan

adalah natrium sulfat.

4. Additives (aditif)

Aditif adalah bahan tambahan untuk pembuatan produk lebih menarik, misalnya

pewangi, pelembut, pemutih dan pewarna yang tidak berhubungan langsung dengan daya

cuci deterjen. Aditif ditambahkan juga untuk mengkomersialkan produk. Contoh aditif,

antara lain: enzim, boraks, natrium klorida dan Carboxy Methy cellulose (CMC) digunakan

agar kotoran yang telah dibawa oleh deterjen ke dalam larutan tidak kembali lagi ke bahan

cucian pada waktu mencuci (anti redeposisi).

Parameter-parameter yang dilakukan untuk mengetahui kualitas dari deterjen adalah sebagai

berikut:

1. Fisik

Uji ini merupakan uji tampilan fisik dari powder deterjen dan kesesuaian

penggunaan jenis bahan aditif seperti speckle atau needle dalam deterjen.

Page 7: Energi

2. Odour

Uji ini merupakan uji terhadap kesesuaian dan kecukupan penggunaan parfum dalam

deterjen. Uji ini dilakukan dengan menggunakan indera penciuman.

3. Whiteness

Uji ini merupakan uji fisik untuk menentukan kecerahan warna powder pada deterjen. Uji ini

dilakukan dengan menggunakan alat whiteness.

4. BD (Bulk Density)

Berat jenis dari deterjen ditetapkan menggunakan alat BD (Bulk Density)

5. MC (Moisture Content)

Uji ini merupakan penentuan kadar air yang terdapat dalam deterjen yang diuji menggunakan

alat MC (Moisture Content) yang telah diset pada suhu 105 ºC.

6. TR (Temperature Rise)

TR adalah uji kenaikan temperatur saat deterjen dilarutkan di dalam air. Temperatur yang

diukur adalah delta (Δ) dari perubahan suhu yang terjadi antara suhu deterjen yang dilarutkan

dalam air-suhu air.

7. Karbonat

Penentuan karbonat ini dapat dilakukan melalui dua metode yaitu metode titrasi dan metode

gas.Namun, metode yang digunakan adalah metode gas. Karbonat juga memegang peranan

yang cukup penting dalam menyangga pH dari deterjen.

8. Total Fosfat

Total fosfat yang terkandung dalam deterjen ini ditetapkan dengan menggunakan instrumen

skalar dengan prinsip spektrofotometri. Total fosfat yang digunakan adalah dalam bentuk

senyawa STPP (Sodium Tripoly Phospate) yang berguna untuk mengikat ion-ion penyebab

kesadahan air pada deterjen. Umumnya fosfat yang digunakan dalam deterjen berkisar antara

30-50 %.

Page 8: Energi

9. Aktif deterjen

Aktif deterjen merupakan salah satu parameter terpenting dalam penentuan kualitas

deterjen karena aktif deterjen adalah zat yang menentukan proses pembersihan pada deterjen.

Aktif deterjen ditentukan dengan cara titrasi menggunakan metode hiamin.

10. Aktivitas enzim

Aktivitas enzim dalam deterjen ditentukan dengan menggunakan metode

spektrofotometri dari instrumen Konelab. Penggunaan enzim dalam deterjen dapat

meningkatkan daya kerja deterjen.

Aktif deterjen

Aktif deterjen merupakan bahan aktif yang digunakan dalam deterjen untuk proses

pembersihan pakaian. Aktif deterjen ini adalah komponen yang harus ada dalam deterjen.

Penggunaan aktif deterjen juga tentu ditunjang oleh penggunaan bahan penyusun lainnya

yang berpengaruh terhadap daya kerjanya. Aktif deterjen hanya dapat menghilangkan noda

berlemak dan debu. Noda-noda lain yang sulit dihilangkan akan dibantu pembersihannya oleh

adanya enzim dalam deterjen.

Surfaktan yang berperan sebagai aktif deterjen (LAS) yang terkandung dalam deterjen

adalah kadar yang diukur sebagai aktif deterjen. Analisis aktif deterjen dapat dilakukan

melalui beberapa metode, diantaranya:

1. Metode Metilen Biru

Metode ini berdasarkan pembentukan garam berwarna biru yang larut dalam klorofom jika

metilen biru bereaksi dengan anionik surfaktan. Pengukuran dilakukan dengan

spektrofotometer pada λ 652 nm (cocok untuk LAS dengan kadar 0.025-100 mg/l).

2. Metode Potensiometri

Metode ini berdasarkan pada terjadinya kesetimbangan tegangan pada dua larutan (two

potentiometric equivalence points). Kesetimbangan pertama terjadi ketika asam

sulfonat ternetralisasi bersama dengan terputusnya asam sulfat. Kesetimbangan kedua

ternetralisasinya asam sulfat. Dimana kadar dari sulfat dan asam sulfonat dapat ditentukan

dan keasaman (total acidity) dihitung sebagai mg KOH/g yang dibutuhkan untuk

menetralkannya. Analisa ini hanya dapat dilakukan pada surfaktan yangmempunyai kadar air

maksimum 2 %.

Page 9: Energi

3. Metode Hiamin

Prinsip dasar dari metode ini adalah Dimidium bromida yang bereaksi dengan anionik

surfaktan menghasilkan garam yang larut dalam diklorometana dan membentuk larutan

warna merah muda.Kelebihan dari hiamin bereaksi dengan disulphin blue lalu menghasilkan

garam yang juga larut dalam diklorometana membentuk larutan berwarna biru.

Reaksi yang terjadi dalam penetapan aktif deterjen adalah sebagai berikut:

R’-SO3- Na+ + R4N+Cl- àR’-SO3NR4 + NaCl

Keterangan:

R’ : Rantai cabang

R4N+ : Hiamin Ion

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim, yaitu: suhu, pH, aktivator dan

inhibitor, konsentrasi substrat dan enzim.

1. Suhu

Enzim tidak dapat bekerja secara optimal apabila suhu lingkungannya terlalu rendah atau

tinggi. Enzim tidak aktif pada suhu < 0 oC dan akan rusak pada suhu diatas 50 oC.

2. pH

Setiap enzim dapat bekerja dengan baik pada pH tertentu yang disebut pH optimum dan pH

optimum untuk kebanyakan enzim adalah 7.

3. Aktivator dan Inhibitor

Aktivator adalah zat yang dapat mengaktifkan kerja enzim. Adapun inhibitor adalah zat yang

dapat menghambat kerja enzim (menurunkan aktivitas enzim). Contoh aktivator yaitu Ca dan

Mg dan contoh untuk inhibitor yaitu As , Hg dan sianida.

4. Konsentrasi substrat dan enzim

Konsentrasi enzim yang tinggi akan mempercepat terjadinya reaksi karena konsentrasi enzim

berbanding lurus dengan kecepatan reaksi. Untuk hubungan antara konsentrasi dengan

substrat, yaitu semakin tinggi konsentrasi substrat semakin cepat kerja enzim. Namun jika

Page 10: Energi

sudah mencapai titik jenuhnya maka konsentrasi substrat akan berbanding terbalik dengan

kecepatan reaksi.

Dalam deterjen, enzim juga berperan sama dengan surfaktan yaitu membersihkan

noda pada pakaian, tetapi enzim membersihkan noda yang lebih spesifik bergantung pada

jenis enzim yang digunakan. Setiap jenis enzim mempunyai tugas masing-

masing. Sebagai contoh: lipase berperan menguraikan lipid (lemak), amilase berperan

menguraikan karbohidrat dan protease berperan menguraikan protein. Jenis enzim yang biasa

digunakan dalam deterjen adalah protease.

Protease merupakan enzim golongan utama hidrolase, yang menghidrolisis

polipeptida menjadi asam amino dengan bantuan molekul air. Dalam industri protease

digunakan untuk membersihkan kotoran yang berasal dari protein (Cahya dkk. 2009).

Kotoran yang berasal dari protein tersebut seperti rumput, darah, kecap, susu dan keringat

manusia. Noda protein merupakan noda organik. Noda organik memiliki kecenderungan

untuk merekat kuat pada serat tekstil/kain. Protein yang bertindak sebagai perekat, mencegah

sistem deterjen yang disalurkan melalui air dan menghilangkan beberapa komponen lain dari

kekotoran seperti pigmen dan debu jalanan. Selain itu, penggunaan protease juga dapat

mengurangipenggunaan fosfat dalam deterjen dan menurunkan suhu air untuk mencuci

pakaian sehingga dapat menghemat energi dan mengurangi pencemaran lingkungan (Cahya

dkk. 2009). Dosis penggunaan protease dalam deterjen adalah 2-10 %.

Penggunaan enzim dalam deterjen dapat memberikan keuntungan-keuntungan, diantaranya:

Dapat meningkatkan deterjensi atau kinerja deterjen terutama pada suhu rendah dan

pH hampir netral.

Enzim merupakan bahan yang bersifat biodegradable dan tidak berbahaya bagi

ekosistem.

Enzim dapat bereaksi secara spesifik dengan macam-macam pengotor seperti: darah,

lemak dan noda yang sulit dihilangkan.

Enzim yang digunakan dalam industri deterjen adalah dalam bentuk granul, yang proses

pembuatannya dalam industri sebagai berikut:

Sumber enzim yaitu jamur dan bakteri difermentasikan kemudian hasil dari biakan

tersebut diekstraksikan di dalam sebuah tangki besar untuk selanjutnya dibuat menjadi

bentuk granul.

Page 11: Energi

Aktivitas dari enzim ditetapkan dengan menggunakan instrumen yang

berprinsip spektrofotometri.Sama halnya seperti aktif deterjen bahwa setiap varian

dari produk yang dihasilkan juga mempunyai spec.(spesifikasi) enzim yang berbeda.

Dalam analisis enzim ini aktivitas protease didefinisikan sebagai jumlah enzim yang

mampu memproduksi (pada pH, substrat, dan temperatur standar) sejumlah gugus

amina -NH2 terminal per unit yang berkorespondensi dengan 1µmol Glisin.

Page 12: Energi

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad R. 2004. Kimia Lingkungan. Yogyakarta: Andi Offset.

Arifin. 2008. Metode Pengolahan Deterjen. Madiun : Radionuklida.

Budhi, Santosa.2013.http://mesinlaundry.com/bio-detergent-enzim/. Diakses pada tanggal 28

Maret 2015 Pukul 12.13 WIB.

Dina Luviyanti. 2011. http://dina-ul.blogspot.com/2011/05/analisis-aktif-deterjen-dan-enzim-

dalam_01.html. Diakses pada tanggal 28 Maret 2015 Pukul 14.23 WIB

Suhartono M. T. 2000. Pemahaman Karkteristik Biokimiawi Enzim Protease dalam

Mendukung Industri Berbasis Biotekhnologi. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Sulistyo. 1999. Penerapan Teknologi Enzimatik Mikroba bagi Industri Pangan, Farmasi dan

Kosmetika. Prosiding Seminar Hasil-hasil Penelitian Bidang llmu Hayat, Pusat Antar

Universitas Ilmu Hayat IPB. Bogor, 16 September 1999.