Empyema
-
Upload
ayu-puspita-sari -
Category
Documents
-
view
167 -
download
0
Transcript of Empyema
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Empyema ialah proses supurasi yang terjadi di rongga tubuh, dimana
rongga tersebut secara anatomis sudah ada. Empyema dapat terjadi di rongga
pleura yang dikenal dengan nama empyema thoraks, dan dapat juga terjadi di
kandung empedu dan pelvic. (1,2,3)
Hippocrates telah mengenalnya sejak 2.400 tahun yang lampau dan dialah
yang pertama kali melakukan torakosintesis dan drainase pada pleural empyema,
kemudian oleh Graham dan kawan-kawannya dari suatu komisi empyema waktu
Perang Dunia I diberikan cara-cara perawatan dan pengobatan (pengelolaan)
empyema yang dianut sampai sekarang, walaupun cara pengelolaan empyema di
berbagai rumah sakit beraneka ragam, namun tindakan standar masih tetap
dipertahankan (3)
Di dalam praktek pediatric, empyema paling sering ditemukan pada bayi-
bayi dan anak-anak usia prasekolah.(2) Penyakit tersebut dapat pula disebabkan
oleh (3,4,5,6)
Trauma pada dada (sekitar 1-5% kasus mendorong ke arah empyema)
Pecahnya abses dari paru-paru ke dalam rongga plaura
Perluasan suatu infeksi yang bukan dari paru-paru (misalnya:
madiastinitis, peritonitis)
Trauma pada esofagus
Iatrogenie infeksi saat merawat luka di sekitar daerah dada.
Empyema mempunyai tingkat kematian yang cukup tinggi, biasanya
akibat dari kegagalan bernafas dan sepsis . Dengan ditemukannya antibiotika yang
ampuh, maka angka prevalensi dan mortalitas empyema mula-mula menurun,
akan tetapi pada tahun-tahun terakhir oleh karena perubahan jenis kuman
1
penyebab dan resistensi terhadap antibiotik, morbiditas dan mortalitas empyema
tampak naik lagi.(3)
Empyema thoraks masih merupakan masalah penting, meskipun ada
perbaikan teknik pembedahan dan penggunaan antibiotik baru yang lebih efektif.(6) Empyema dapat terjadi sekunder akibat infeksi ditempat lain, untuk itu perlu
dilakukan pengobatan yang adekuat terhadap semua penyakit yang dapat
menimbulkan penyulit pada empyema.(6)
1.2. Tujuan penulisan
Menguraikan mengenai empyema meliputi defenisi, etiologi, epidemiologi,
klasifikasi, pathogenesis, manifestasi klinis, diagnosis, diagnosa banding,
komplikasi, diagnosa serta penatalaksanaannya.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Empyema adalah suatu keadaan dimana nanah dan cairan dari jaringan
yang terinfeksi terkumpul di suatu rongga tubuh. Kata ini berasal dari bahasa
Yunani “ empyein “ yang artinya menghasilkan nanah (supurasi). Empyema
paling sering digunakan sebagai pengumpulan nanah di dalam rongga di sekitar
paru-paru (rongga pleura). Tapi, kadang juga digunakan sebagai pengumpulan
nanah di kandung empedu atau rongga pelvic. Empyema di rongga pleural
biasanya dikenal dengan empyema thoraks, untuk membedakan dengan empyema
di rongga tubuh lain.(4,5,6,7)
Gambar 1. rongga pleura normal Gambar 2. empyema di rongga
pleura (4)
2.2. Etiologi
Empyema thoraks dapat disebabkan oleh infeksi yang berasal dari paru
atau luar paru.(6)
a. infeksi berasal dari paru
pneumonia
abses paru
3
bila timbul di perifer paru dan berdekatan dengan plura visceralis,
kadang-kadang dinding abses bisa pecah serta ikut pula merobek pleura
visceralis yang pada akhirnya menjadi empyema
fistel bronkopleura
bronkiektasis
tuberculosis paru
aktinomikosis pau
b. infeksi berasal dari luar paru
trauma thoraks
pembedahan thoraks
torakosentesis
masuknya jarum ke dinding dada untuk mengalirkan cairan di rongga
pleura.
abses subfrenik,missal abses hati karena amoeba
Kuman penyebab tersering ialah kuman staphylococcus, kadang-kadang
pneumococcus dan streptococcus. Jarang sekali kuman-kuman gram negative
seperti hemophilus influenza menyebabkan empyema. Empyema pelvic pada
wanita biasanya disebabkan strain Bacteroides atau pseudomonas aeruginosa.
Pada empyema kandung empedu biasanya disebabkan oleh E.coli, Klebsiella
pneumonia, Streptococus. (1,3,4,5)
2.3. Epidemiologi
Hampir 90 % kasus empyema thoraks pada bayi dan anak-anak
disebabkan oleh Stapylococus aureus, dan jarang akibat Pneumokokus (terutama
tipe 1 dan 3) dan Haemophilus influenza. Insidens relative H. influenza telah
menurun sejak pengenalan vaksinasi HiB.(2,4,5)
Di negara yang sudah maju angka kejadian empyema thoraks sudah sangat
menurun, berkat pengobatan penyakit pneumonia/ bronchopneumonia dengan
antibiotik secara adekuat. Namun di negara yang sedang berkembang seperti
4
Indonesia, angka kejadiannya masih tinggi. Angka kejadian tertinggi terdapat
pada masa bayi (infancy).(1,6,7)
Di Amerika, lebih dari satu juta kasus terjadi, dari laporan rutin yang
dipublikasikan oleh Starge and Sahr (1999) tentang penyebab infeksi pluera, 70%
kasus terjadi sebagai parapneumonic effusion murni, 5-10% sebagai
parapneumoic effusion sederhana dengan komplikasi, sekitar 5% terjadi akibat
trauma dada.(8)
Di Indonesia, diantara 2.192 penderita yang dirawat oleh karena berbagai
macam penyakit paru di bagian penyakit paru RS. Dr. Soetomo/FK Universitas
Airlangga Surabaya sejak tanggal 1 Januari 1973 - 31 Desember 1975 terdapat 74
penderita empyema thorasis (3,4%). Dari kasus tersebut terdapat 57 penderia pria
(77%) dan 17 penderita wanita (23%) yang berarti ratio pria dan wanita adalah 3,4
: 1. (3,6)
Secara internasional, timbulnya infeksi rongga pleura atau empyema tidak
diketahui. Namun demikian 4.000 kasus infeksi rongga pleura terjadi dalam
setahun di Inggris (8)
2.4. Klasifikasi
Berdasarkan perjalanan penyakitnya empyema thoraks dapat dibagi dua :(3,6)
a. Empyema akut
Terjadi sekunder akibat infeksi ditempat lain. Terjadinya peradangan akut
yang diikuti pembentukan eksudat.
b. Empyema kronis
Batas tegas antara empyema akut dan kronis sukar ditentukan. Empyema
disebut kronis, bila prosesnya berlangsung lebih dari 3 bulan
Sedangkan, the American thoracis society membagi empyema thoraks
menjadi tiga : (4,5,9)
a. Eksudat
5
Dimana cairan pleura yang steril di dalm rongga pleura merespons proses
inflamasi di pleura.
b. Fibropurulen
Cairan pleura menjadi lebih kental dan fibrin tumbuh di perrmukaan
pleura yang bisa melokulasi pus dan secara perlahan-lahan membatasi
gerak dari paru.
c. Organisasi
Kantong-kantong nanah yang terlokulasi akhirnya dapat mengembang
menjadi rongga abses berdinding tebal, atau sebagai eksudat yang
berorganisasi, paru dapat kolaps. Dan dikelilingi oleh bungkusan tebal,
tidak elastis.
2.5. Patogenesis
Terjadinya empyema thoraks dapat melalui tiga jalan :(3,6)
a. Sebagai komplikasi penyakit pneumonia atau bronchopneumonia dan
abscessus pulmonum, oleh karena kuman menjalar per continuitatum dan
menembus pleura visceralis
b. Secara hematogen , kuman dari focus lain sampai di pleura visceralis
c. Infeksi dari luar dinding thorax yang menjalar ke dalam rongga pleura,
misalnya pada trauma thoracis, abses dinding thorax.
Terjadinya empyema akibat invasi basil piogenik ke pleura, timbul
peradangan akut yang diikuti dengan pembentukan eksudat serous dengan banyak
sel-sel PMN baik yang hidup ataupun mati dan meningkatnya kadar protein, maka
cairan menjadi keruh dan kental. Adanya endapan-endapan fibrin akan
membentuk kantong-kantong yang melokalisasi nanah tersebut. Apabila nanah
menembus bronkus timbul fistel bronko pleura, atau menembus dinding thoraks
dan keluar melalui kulit disebut empyema nasessitatis. Stadium ini masih disebut
empyema akut yang lama-lama akan menjadi kronis (batas tak jelas) (4,5,6)
6
Biasanya empyema merupakan suatu proses luas, yang terdiri atas
serangkaian daerah berkotak-kotak yang melibatkan sebagian besar dari satu atau
kedua rongga pleura. Dapat pula terjadi perubahan pleura parietal. Jika nanah
yang tertimbun tersebut tidak disalurkan keluar, maka akan menembus dinding
dada ke dalam parenkim paru-paru dan menimbulkan fistula.(4,5,6)
Piopneumothoraks dapat pula menembus ke dalam rongga perut.
Kantung-kantung nanah yang terkotak-kotak akhirnya berkembang menjadi
rongga-rongga abses berdinding tebal, atau dengan terjadinya pengorganisasian
eksudat maka paru-paru dapat menjadi kolaps serta dikelilingi oleh sampul tebal
yang tidak elastis.(4,5,6)
Bagan 1. Empyema-Pathophysiologi
7
Bagan 2. Empyema-Pathophysiologi
2.6. Manifestasi klinis
Tanda-tanda gejala awal pada empyema thoraks adalah tanda dan gejala
pneumonia bacteria. Penderita yang diobati dengan tidak memadai atau dengan
antibiotik yang tidak tepat dapat mempunyai interval beberapa hari antara fase
pneumonia klinik dan bukti adanya empyema.(2,4)
Kebanyakan penderita menderita demam. Pada bayi mungkin hanya ada
perburukan distress respirasi sedang. Pada anak yang lebih besar yang pengobatan
pneumonianya hanya menghilangkan gejala klinik, tetapi tidak membunuh kuman
kuman penyebab seluruhnya, terdapat masa laten selama beberapa minggu. Suhu
mendadak naik lagi, demamnya remitten. Anak menderita takikardi, dyspneu,
sianosis, batuk-batuk dan tampak sakit berat.(2,4)
Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda seperti pleural effusion
umumnya. Bentuk thoraks asimetris, bagian yang sakit tampak lebih menonjol,
pergerakan nafas pada sisi yang sakit tertinggal, perkusi pekak, jantung dan
mediastinum terdorong kearah yang sehat, bila nanahnya cukup banyak sel iga
pada sisi yang sakit melebar, bising nafas pada bagian yang sakit melemah sampai
hilang. Pemeriksaan darah tepi menunjukkan leukositosis dan pergeseran ke kiri
seperti pada infeksi akut umumnya.(2,4,6,9)
8
2.7. Diagnosis
Selain berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan fisik, pada pemeriksaan
laboratorium didapat kadar LDH, total protein dan WBC yang meningkat dari
normal.(1,2,4,6,9)
Biopsy pleura dapat dilakukan bersamaan dengan pungsi. Jaringan yang
didapat dikirimkan untuk pemeriksaan patologi anatomi dan mikroskopis. Pada
pemeriksaan patologi anatomi didapatkan gambaran endapan sentrifugasi padat
dengan sel-sel radang yang terdiri dari leukosit, PMN dan histiosit, kesan pleuritis
supuratif. (1,2,4,6,10)
Gambar 3. Patologi anatomi pada empyema
Pemeriksaan penunjang lain yang diperlukan yakni foto rontgen thorax
(AP dan lateral) yang dibuat baik dalam posisi tiduran atau tegak, yang
menunjukkan cairan dalam rongga pleura misalnya perselubungan yang
homogeny, penebalan pleura, sinus phrenicocostalis menghilang, sela iga melebar.(2,4,5,6,9)
9
Gambar 4. foto rontgen pada pasien empyema
Pungsi pleura juga merupakan diagnostik penting dalam menunjukkan
keluarnya pus. Dengan cara menusuk dari luar dengan suatu semprit steril 10/20
ml serta menghisap sedikit cairan pleura untuk dilihat secara fisik dan
pemeriksaan biokimia : tes rivalta. Kolesterol dan LDH (lactate dehydroginase).
Akhir-akhir ini diketahui pemeriksaan kolesterol dan LDH cairan pleura akan
sangat mempermudah untuk membedakan antara eksudat dan transudat.
Kolesterol > 45 mg/dl dan LDH 200 IU disebut eksudat.(9) Untuk mengetahui
10
kumam penyebabnya diperlukan pemeriksaan sediaan laangsung dari pus secara
mikroskospik. Atau dengan pembiakan kuman (secara tak langsung) dan uji
resistensi.(3,6)
Pemeriksaan penunjang lain yang sering digunakan pada kasus empyema
adalah USG. Pemeriksaan ini memiliki peran besar dalam menentukan target
thoracosintesis,(11) dengan pemeriksaan USG penampakan dari empyema
tergantung pada komposisinya. Biasanya tidak anekoik seluruhnya dan seringkali
berbatas-batas.
Gambar 11. Empyema kronis. Gambar interkostal menunjukkan loculated, cairan
pleura Ekogenik dibatasi oleh pleura menebal (panah). (12)
11
Gambar 12. Empyema dengan multiple septasi pada lobus bawah kanan
Gambar 13. Empyema Pleura dengan penebalan pada dinding pleura (13)
12
Gambar 14. Empyema Pleura dengan penebalan dinding pleura pada cairan
inhomogen.
2.8. Diagnosa banding
Empyema thoraks harus dapat dibedakan dengan :(3,6)
a. Pleural effusion
adalah adanya cairan patalogis dalam rongga pleura. biasanya disebabkan
oleh mycobacterium tuberculosis. biasanya pasien dating dengan nyeri
dada pada sisi yang sakit, bila sudah berlanjut, karena nyeri ini pasien tak
dapat miring lagi ke sisi yang sakit. pada pemeriksaan radiologis tampak
suatu kesuraman yang menutupi gambaran paru normal yang dimulai dari
diaphragma. hasil pemeriksaan pleura akan dapat memberikan diagnosis
pasti.(9)
b. Schwarte
adalah gumpalan fibrin yang melekatkan pleura visceralis dan pleura
parietalis setempat. schwarte ini tentunya akan menurunkan kemampuan
nafas penderita karena gangguan retraksi, maka akan timbul deformitas
dan kemunduran faal paru akan lebih parah lagi.(9)
2.9. Komplikasi
Sebagai komplikasi dapat terjadi perluasan secara per kontinuitatum, pada
infeksi Stapiloccocus, sering timbul fistula broncopleura dan piopneumothoraks.
13
Komplikasi lokal lainnya, meliputi perikarditis purulen, abses paru, peritoinitis
akibat robekan melalui diafragma, dan osteomielitis iga. Komplikasi sepsis seperti
meningitis , arthritis, dan osteomielitis dapat juga terjadi secara hematogen. Pada
empyema Stapiloccocus, septikimia jarang terjadi; komplikasi ini sering
ditemukan pada infeksi H. influenza dan Pneumococus.(1,2,3,4,5,6,7)
2.10. Penatalaksanaan
Prinsip penanggulangan empyema thoraks adalah :(3,6)
a. Pengosongan rongga pleura
Prinsip ini seperti yang dilakukan pada abses dengan tujuan mencegah
efek toksik dengan cara membersihkan rongga pleura dari nanah dan
jaringan-jaringan yang mati. Pengosongan pleura dilakukan dengan cara : (3,6)
Closed drainage = tube thoracostomy = water sealed drainage (WSD)
dengan indikasi:
o Nanah sangat kental dan sukar diaspirasi
o Nanah terus terbentuk setelah 2 minggu
o Terjadinya piopneumothoraks
Pengeluaran nanah dengan cara WSD dapat dibantu dengan melakukan
penghisapan bertekanan negative sebesar 10-20 cm H2O jika
penghisapan telah berjalan 3-4 minggu, tetaapi tidak menunjukkan
kemajuan, maka harus ditempuh dengan cara lain, seperti pada
empyema thoraks kronis.(3,6)
Open drainage
Karena drainase ini menggunakan kateter thoraks yang besar, maka
diperlukan pemotongan tulang iga. Drainase terbuka ini dikerjakan pada
empyema menahun karena pengobatan yang diberikan terlambat,
14
pengobatan tidak adekuat atau mungkin sebab lain, yaitu drainase
kurang bersih.(3,6)
b. Pemberian antibiotik yang sesuai
Mengingat kematian utama empyema karena terjadinya sepsis,
maka antibiotik memegang peranan penting. Antibiotik harus segera
diberikan begitu diagnosis ditegakkan dan dosis harus adekuat. Pemilihan
antibiotik didasarkan pada hasil pengecatan Gram dari hapusan nanah.
Pengobatan selanjutnya bergantung dari hasil kultur dan uji kepekaan.(3,6)
Empyema Stafiloccocus pada bayi paling baik diobati dengan cara
paranteral atau bila dapat diterapkan dengan penisilin G atau vankomisin.
Infeksi Pneumoccocus berespon terhadap penisilin, seftriakson atau
sefotaksim, tetapi mungkin perlu vankomisin jika terjadi resistensi
terhadap penisilin. H. influenza berespon terhadap sefotaksim, seftriakson,
ampisilin atau klorampenicol.(2,4,5)
Akhir-akhir ini penggunaan obat-obatan fibrolitik seperti
streptokinase , urokinase secara intrapleural juga dapat digunakan.tetapi
penggunaan fibrinolitik ini masih dalam penelitian. fibrinolitik bekerja
menghancurkan fibrin yang melekat di permukaan pleura sehingga akan
mempermudah drainase dari cairan pleura.(4,5,13)
c. Penutupan rongga empyema Pada empyema menahun, seringkali rongga
empyema tidak menutup karena penebalan dan kekakuan pleura. Bila hal
ini terjadi, maka dilakukan pembedahan, yaitu : (3,6)
Dekortikasi
Tindakan ini termasuk operasi besar yaitu : mengelupas jaringan pleura
pleura yang menebal. Indikasi dekortikasi ialah : (3,6)
o Drainase tidak berjalan baik, karena kantung-kantung yang berisi
nanah.
o Letak empyema sukar dicapai oleh drain
o Empyema totalis yang mengalami organisasi pada pleura visceralis
(peel sangat tebal)
Torakoplasti
15
Tindakan ini dilakukan apabila empyema tidak dapat sembuh karena
adanya fistel bronkopleura atau tidak mungkin dilakukan dekortikasi.
Pada kasus ini pembedahan dilakukan dengan memotong iga
subperiosteal dengan tujuan supaya dining thoraks dapat jatuh ke dalam
rongga pleura akibat tekanan udara luar.(3,6)
d. Pengobatan kausal
Pengobatan kausal ditujukan pada penyakit-penyakit yang menyebabkan
terjadinya empyema, misalnya abses subfrenik. Apabila dijumpai abses
subfrenik, maka harus dilakukan drainase subdiafragmatika. Selain itu
masih perlu diberikan pengobatan spesifik, untuk amebiasis, tuberculosis,
aktinomikosis dan sebagainya.(3,6)
e. Pengobatan tambahan
Pengobatan ini meliputi perbaikan keadaan umum serta fisioterapi untuk
membebaskan jalan nafas dari sekret (nanah), latihan gerakan untuk
mengalami cacat tubuh (deformitas). (3,6)
Penanggulangan empyema tergantung dari fase empyema : (4,14)
Fase I (fase eksudat)
dilakukan drainase tertutup (WSD) dan dengan WSD dapat dicapai tujuan
diagnostic terapi dan prevensi, diharapkan dengan pengeluaran cairan
tersebut dapat dicapai pengembangan paru yang sempurna.(4,14)
Fase II (fase fibropurulen)
pada fase ini penanggulangan harus lebih agresif lagi yaitu dilakukan
drainase terbuka (reseksi iga “open window”). Dengan cara ini nanah yanga
ada dapat dikeluarkan dan perawatan luka dapat dipertahankan. Drainase
terbuka juga bertujuan untuk menunggu keadaan pasien lebih baik dan
proses infeksi lebih tenang sehingga intervensi bedah yang lebih besar dapat
dilakukan. Pada fase II ini VATS surgery sangat bermamfaat, dengan cara
ini dapat dilakukan empiemektomi dan atau dekortikasi.(4,14)
Fase III (fase organisasi)
16
dilakukan intervensi bedah berupa dekortikasi agar paru bebas mengembang
atau dilakukan obliterasi rongga empyema dengan cara dinding dada
dikolapskan (torakoplasti) dengan mengangkat iga-iga sesuai dengan
besarnya rongga empyema, dapat juga rongga empyema ditutup dengan
periosteum tulang iga bagian dalam dan otot interkostans (air plombage),
dan ditutup dengan otot atau omentum (muscle plombage atau omental
plombage).(4,14)
Pada empyema tuberkulosa, torakotomi dilakukan bila keadaan sudah tidak
didapat kuman baik pada sputum maupun cairan pleura dimana bakteri
tahan asam (BTA) pada sputum dan cairan pleura sudah negative. Untuk
mencapai sputum dan cairan pleura negative diberikan obat anti TB yang
masih sensitive secara teratur dan untuk mencapai cairan pleura BTA
negative dapat dilakukan reseksi iga (window and qauzing) bila keadaan
paru sangat rusak (menjadi sarang kuman TB) dilakukan reseksi paru
(pneumonektomi atau lobektomi).(4,14)
2.11. Prognosis
Mortalitas bergantung pada umur , penyakit penyerta, penyakit dasarnya
dan pengobatan yang adekuat. Angka kematin meningkat pada usia tua atau
penyakit dasar yang berat dan terlambat dalam pemberian obat.(1,2,3,4,6)
Kematian pada empyema oleh Staphylococcus pada bayi dan anak kcil
masih tinggi. Hal ini disebabkan terutama oleh ganasnya Staphylococcus yang
dapat mengubah bronchopneumonia ringan menjadi empyema dalam beberapa
jam saja. Hal ini mungkin karena natural resistance bayi dan anak kecil umumnya
masih rendah. Pada penyembuhan biasanya tidak terdapat terdapat keluhan lagi
walaupun kadang-kadang masih terdapat perlengketan ringan yang dapat
menghilang di kemudian hari.(3,4,6)
BAB III
LAPORAN KASUS
17
3.1 IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn. D
Umur : 38 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Dukuh Lo RT 003 / RW 004, Kelurahan Dukuhlo,
Kecamatan Bulakamba, Kabupaten Brebes
MRS : 13 Agustus 2013
No CM : C433402
No. Register : 7371248
3.2 DATA DASAR
1. ANAMNESIS
Data diambil dari alloanamnesis dengan keluarga pasien dan catatan medik di
Bangsal Bedah Pria A3 RSDK pada tanggal 12 September 2013 pukul 16.00
WIB.
Keluhan Utama : luka tidak sembuh dibawah rahang
Riwayat Penyakit Sekarang
± 1 bulan SMRS pasien mengalami sakit gigi. 3 hari kemudian, rahang
bawah pasien membengkak, dan pecah sendiri, sehingga timbul luka.
± 2 minggu SMRS, pasien dibawa berobat oleh keluarga ke RSUD
Brebes. Pasien disarankan untuk rawat inap dan dilakukan rontgen
dada. Karena keterbatasan alat dan alasan keluarga, maka pasien
dirujuk ke RSDK. Saat di UGD, pasien didiagnosis dengan Ulkus regio
colli e.c flegmon dan efusi pleura sinistra.
Riwayat Penyakit Dahulu
18
- Riwayat sakit gigi + 1 bulan yang lalu
- Riwayat batuk lama (-), batuk darah (-)
- Riwayat kencing manis disangkal
- Riwayat penyakit jantung disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
- Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti ini
- Tidak ada anggota keluarga yang menderita darah tinggi
- Tidak ada anggota keluarga yang menderita kencing manis
Riwayat Sosial Ekonomi
Penderita bekerja sebagai pedagang maninan. Pasien mempunyai 3
orang anak. Biaya pengobatan ditanggung Jamkesmas.
Kesan : Sosial Ekonomi kurang.
2. PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal 12 September 2013 pukul 16.30 WIB di Bangsal Bedah Pria A3
RSDK.
Keadaan umum : tampak sakit
Kesadaran : compos mentis, GCS E4M6V5 = 14
Tanda vital :
Tensi : 120/90 mmHg
Frekuensi nadi : 90 x/menit, reguler isi dan tegangan cukup
Frekuensi napas : 26 x/menit, reguler
Suhu : 37,5 oC
Kepala : Mesosefal
Mata : Konjungtiva palpebra anemis (-/-), pupil isokor
diameter 3 mm, reflek cahaya direk (+/+), indirek (+/+)
Telinga : Nyeri tekan tragus (-/-), nyeri ketok mastoid (-/-),
discharge (-/-)
Hidung : Nafas cuping hidung (-), nafas kusmaul (-), discharge
19
(-)
Mulut : Tidak dapat dinilai karena di leher pasien terpasang
cervical collar, sehingga tidak bisa membuka mulut
dengan maksimal
Tenggorok : tidak dapat dinilai
Leher : terpasang cervical collar
Thoraks
Cor
Inspeksi : Ictus Cordis tak tampak
Palpasi : Ictus Cordis teraba di SIC V, 2 cm medial linea
medioclaviculare sinistra, tak melebar, tak kuat angkat
Perkusi : konfigurasi jantung dalam batas normal
Auskultasi : Suara jantung I-II murni, bising (-) gallop (-),
Pulmo
Inspeksi : simetris : hemithoraks dekstra = sinistra
dinamis : hemithoraks dekstra > ainiatra
Palpasi : stem fremitu kanan > kiri
Perkusi : redup setinggi SIC VI – VII sinistra
Auskultasi : suara dasar vesikuler di pulmo dekstra normal, di pulmo
sinistra melemah setinggi SIC VI-VII. Suara tambahan (-/-)
Terpasang chest tube pada hemithoraks sinistra yang disambung dengan
WSD. (WSD dipasang di RSDK sejak tanggal 13 Agustus 2013)
Undulasi : (+)
Bubble air : (-)
Produksi : (+) 100 cc/ 24 jam, warna putih kekuningan, kental
Abdomen
Inspeksi : cembung
20
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani, pekak hepar (+) normal, pekak sisi (+) normal,
pekak alih (-)
Palpasi : Supel, hepar tidak teraba, lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
Genitalia : laki-laki dalam batas normal
Ekstremitas superior inferior
Oedem : -/- -/-
Akral dingin : -/- -/-
Sianosis : -/- -/-
Clubbing : -/- -/-
Cap. Refill : <2” <2”
Motorik
Gerak : +/+ +/+
Tonus : normotonus/ normotonus/
normotonus normotonus
Kekuatan : 5-5-5 5-5-5
Refleks Fisiologis : normal/ normal/
normal normal
Refleks Patologis : -/- -/-
Klonus : -/- -/-
Status Lokalis :
Leher : tidak dapat dinilai (terpasang cervical collar)
Thoraks
Pulmo
Inspeksi : simetris : hemithoraks dekstra = sinistra
dinamis : hemithoraks dekstra > sinistra
Palpasi : stem fremitu dekstra > sinistra
21
Perkusi : redup setinggi SIC VI – VII sinistra
Auskultasi : suara dasar vesikuler di pulmo dekstra normal, di pulmo
sinistra melemah setinggi SIC VI-VII. Suara tambahan (-/-)
Terpasang chest tube pada hemithoraks sinistra setinggi SIC V yang
disambung dengan WSD. (WSD dipasang di RSDK sejak tanggal 13
Agustus 2013)
Undulasi : (+)
Bubble air : (-)
Produksi : (+) 100 cc/ 24 jam
3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. X-FOTO THORAKS TANGGAL 12 AGUSTUS 2013
22
(RSUD BREBES)
b. X-FOTO THORAKS TANGGAL 16 AGUSTUS 2013 (RSDK)
23
PEMERIKSAAN X-FOTO THORAKS AP
(ASIMETRIS, PERBANDINGAN DENGAN FOTO TANGGAL 12-8-
2013)
KLINIS : EFUSI PLEURA SINISTRA POST WSD
Tampak terpasang Chest Tube setinggi SIC 5 Posterior
Cor : Batas kiri jantung tertutup perselubungan
Pulmo : Corakan vaskuler lapangan paru kiri meningkat.
Masih tampak bercak pada perihiler kiri yang relatif
berkurang dibandingkan sebelumnya
Tampak lusensi avaskuler pada laterobasal hemithoraks kiri disertai
gambaran visceral pleural line
24
Masih tampak perselubungan homogen pada laterobasal hemithoraks kiri
yang tampak berkurang dibandingkan sebelumnya
Hemidiafragma kanan setinggi costa 10 posterior
Sinus costofrenikus kanan tertutup perselubungan, kiri lancip
KESAN :
- COR SULIT DIEVALUASI
- INFILTRAT PADA PERIHILER KIRI RELATIF BERKURANG
- CURIGA GAMBARAN HIDROPNEUMOTHORAKS
- EFUSI PLEURA KIRI TAMPAK BERKURANG
c. X-FOTO PANORAMIC TANGGAL 3 SEPTEMBER 2013 (RSDK)
PEMERIKSAAN X-FOTO PANORAMIC
KLINIS : PULPITIS KRONIK 2.6, ERUPSI DIFICILIS 3.8
25
- Struktur tulang tampak baik
- Tampak impaksi gigi 1.8/2.8 ke arah bucal
- Tampak caries interdental 1.4/1.5/2.5/2.7/4.4/4.5/4.6
- Tampak missing teeth pada 4.8
- Tak tampak tumpatan gigi
- Tak tampak periapical lusensi
- Canalis alveolaris kanan kiri tampak baik
d. X-FOTO CERVIKAL TANGGAL 11 SEPTEMBER 2013 (RSDK)
X-FOTO CERVIKAL AP/LATERAL
26
KLINIS : ABSES COLLI REGIO SUBMANDIBULAR DEKSTRA,
ADAKAH PENYEMPITAN AIRWAY?
- Struktur tulang baik
- Tampak penebalan soft tissue regio colli dekstra, tak tampak kalsifikasi
di dalamnya
- Curvatura lurus, tak tampak listesis
- Prosessus spinosus dan prosessus tranversus baik
- Tak tampak penyempitan diskus intervertebralis
- Retrofaringeal space dan retrotrakheal space tak melebar
- Tampak deviasi trakhea ke kiri
- Pada proyeksi lateral tampak penyempitan airway space setinggi V.
Cervikal 3–5
- Tak tampak lesi litik, sklerotik dan destruksi pada vertebre cervikalis
KESAN :
- PENEBALAN SOFT TISSUE REGIO COLLI DEKSTRA
- PENYEMPITAN AIRWAY SPACE SETINGGI V. CERVIKAL 3–5
YANG TAMPAK PADA PROYEKSI LATERAL CURIGA E.C
PENDESAKAN MASSA DARI ASPEK ANTERIOR
4. DIAGNOSIS
Empyema thoraks pulmo sinistra
5. TERAPI
- Infus RL 16 tetes per menit
- Injeksi Meropenem 3 x 1 gram
- Pro Thoracotomi
- Konsul ICU untuk tempat dan ventilator
- Konsul gigi dan mulut
27
6. MONITORING
- Keadaan umum
- Tanda vital
- WSD (undulasi, bubble air, produksi)
7. EDUKASI
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien mengenai kondisi
pasien,
pemeriksaan yang akan dilakukan, dan terapi yang akan diberikan
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien mengenai prognosis
penyakit ini
- Mengedukasi pasien dan keluarga pasien, apabila pasien mengalami
demam, sesak, atau kondisi memburuk agar segera melapor ke dokter /
perawat
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien untuk menjaga
kebersihan
mulut, apabila ada gigi yang sakit atau berlubang agar segera diperiksa ke
dokter sehingga dapat mencegah infeksi pada mulut sebelum menyebar ke
tempat lain.
- Mencegah infeksi sekunder dengan cara menjaga kebersihan luka bekas
operasi.
28
BAB IV
PEMBAHASAN
Seorang pria 38 tahun dibawa ke RS dr. Kariadi dengan keluhan utama
luka tidak sembuh dibawah rahang. ± 1 bulan SMRS pasien mengalami sakit gigi.
3 hari kemudian, rahang bawah pasien membengkak, dan pecah sendiri, sehingga
timbul luka. ± 2 minggu SMRS, pasien dibawa berobat oleh keluarga ke RSUD
Brebes. Pasien disarankan untuk rawat inap dan dilakukan rontgen dada. Karena
keterbatasan alat dan alasan keluarga, maka pasien dirujuk ke RSDK.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan demam (37,5oC), mulut tidak dapat
dinilai, leher terpasang cervical collar, pada thoraks pulmo didapatkan inspeksi
saat statis hemithoraks dekstra sama dengan sinistra, saat dinamis hemithoraks
dekstra > sinistra, palpasi stem fremitu dekstra > sinistra, perkusi redup setinggi
SIC VI – VII sinistra, dan auskultasi suara dasar vesikuler di pulmo dekstra
normal, di pulmo sinistra melemah setinggi SIC VI-VII, suara tambahan (-/-).
Terpasang chest tube pada hemithoraks sinistra setinggi SIC V yang disambung
dengan WSD. Undulasi (+), Bubble air (-), produksi : (+) 100 cc/ 24 jam. WSD
dipasang di RSDK sejak tanggal 13 Agustus 2013.
Dari pemeriksaan penunjang X- Foto Thoraks AP tanggal 16 Agustus
2013 yang dibandingkan dengan X-Foto Thoraks AP tanggal 12 Agustus 2013
didapatkan Cor tidak dapat dinilai karena batas kiri jantung tertutup
perselubungan. Pada Pulmo tampak corakan vaskuler meningkat, dengan bercak
perihiler kiri yang relatif berkurang dibandingkan sebelumnya, tampak lusensi
avaskuler pada laterobasal hemithoraks kiri disertai gambaran visceral pleural
line, masih tampak perselubungan homogen pada laterobasal hemithoraks kiri
yang tampak berkurang dibandingkan sebelumnya. Sinus costofrenikus kanan
tertutup perselubungan, kiri lancip, sehingga mengesankan efusi pleura kiri yang
berkurang, curiga gambaran Hidropneumothoraks.
29
Pada pemeriksaan X-Foto Panoramic tanggal 3 September 2013 dengan
klinis Pulpitis Kronik 2.6, Erupsi Dificilis 3.8, didapatkan gambaran impaksi gigi
1.8/2.8 ke arah bucal, caries interdental 1.4/1.5/2.5/2.7/4.4/4.5/4.6 dan missing
teeth pada 4.8, dengan canalis alveolaris kanan dan kiri tampak baik.
Pada pemeriksaan X-Foto Cervikal AP/Lateral dengan klinis abses colli
regio submandibular dekstra, didapatkan hasil tampak penebalan soft tissue regio
colli dekstra, tak tampak kalsifikasi di dalamnya, retrofaringeal space dan
retrotrakheal space tak melebar, tampak deviasi trakhea ke kiri. Pada proyeksi
lateral tampak penyempitan airway space setinggi V. Cervikal 3–5 curiga e.c.
pendesakan massa dari aspek anterior.
Berdasarkan data-data di atas, dapat disimpulkan, pasien mengalami
Empyema thoraks pulmo sinistra. Pasien telah dipasang chest tube yang
disambungkan ke alat WSD untuk mengurangi pus dari dalamvcavum pleura kiri.
Pasien diberikan terapi infus RL 16 tetes per menit dan injeksi Meropenem 3 x 1
gram. Pasien direncanakan untuk dilakukan Thoracotomi, Konsul ICU untuk
tempat dan ventilator, dan konsul gigi dan mulut.
Monitoring keadaan umum, tanda vital dan WSD (undulasi, bubble air,
produksi). Pasien dan keluarga pasien diberikan penjelasan dan inforned consent
mengenai kondisi pasien, peemeriksaan yang akan dilakukan, terapi yang akan
diberikan, dan prognosis penyakit. Pasien dan keluarga pasien diberi eduksasi
apabila pasien mengalami demam, sesak, atau kondisi memburuk agar segera
melapor ke dokter / perawat, menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien
untuk menjaga kebersihan mulut, apabila ada gigi yang sakit atau berlubang agar
segera diperiksa ke dokter sehingga dapat mencegah infeksi pada mulut sebelum
menyebar ke tempat lain, dan mencegah infeksi sekunder pada pasien dengan cara
menjaga kebersihan luka bekas operasi.
30
BAB V
KESIMPULAN
Empyema adalah keadaan terkumpulnya nanah (pus) dalam rongga pleura,
yang dapat setempat atau mengisi rongga pleura. Empyema ini sering disebabkan
oleh kuman Staphylococcus, Pneumococcus, Streptococcus namun jarang sekali
disebabkan kuman gram negative seperti Haemophilus influenzae. Bentuk klinis
yang dapat muncul dari empyema antara lain empyema akut yang merupakan
infeksi sekunder dan empyema kronis yaitu empyema yang berlangsung lebih dari
3 bulan.
Laporan kasus ini melaporkan seorang pria 38 tahun dengan diagnosis
Empyema Thoraks pulmo sinistra. Pada pasien telah dipasang chest tube yang
disambungkan dengan WSD untuk mengurangi pus dari dada pasien. Pasien
diberikan terapi infus RL 16 tetes per menit dan injeksi Meropenem 3 x 1 gram.
Pasien direncanakan untuk dilakukan Thoracotomi, Konsul ICU untuk tempat dan
ventilator, dan konsul gigi dan mulut.
Monitoring keadaan umum, tanda vital dan WSD (undulasi, bubble air,
produksi). Pasien dan keluarga pasien diberikan penjelasan dan inforned consent
mengenai kondisi pasien, peemeriksaan yang akan dilakukan, terapi yang akan
diberikan, dan prognosis penyakit. Pasien dan keluarga pasien diberi eduksasi
apabila pasien mengalami demam, sesak, atau kondisi memburuk agar segera
melapor ke dokter / perawat, menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien
untuk menjaga kebersihan mulut, apabila ada gigi yang sakit atau berlubang agar
segera diperiksa ke dokter sehingga dapat mencegah infeksi pada mulut sebelum
menyebar ke tempat lain, dan mencegah infeksi sekunder pada pasien dengan cara
menjaga kebersihan luka bekas operasi.
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Nadel, Murray: Text Book of Respiratory Medicine third edition volume one,Philadelphia. 2000 , 985-1041.
2. Palgunadimargono, Benjamin dkk : Pedoman Diagnosa dan Terapi BAG/ SMFIlmu Penyakit Paru, Edisi 3, Surabaya, 2005.
3. Rosenbluth DB. 2002. Pleural effusion: Nonmalignant and malignant. In: Fishman’s of pulmonary disease and disorders. Editors: Fishman AP, Elias JA, et al. 3 rd. Ed. McGraw-Hill Companies, 487-506.
4. Light ER. 2001. Parapneumonic effusions and empyema. In: Pleural disease. 4th Ed. Philadelphia. Lippincott Williams & Wilkins. 51-81.
5. Bartlett JG: Anaerobic bacterial infections of the lung. Chest 1987 Juni; 91(6):901-9
6. Wiedemann HP, Rice TW: Lung abscess and empyema, 19987. Buku ajar ilmu penyakit dalam FKUI , Jakarta, Juli 20068. Fishman: Pulmonary Disease and Disorders fourth edition Volume two,
UnitedStates. 2008, 2141-609. www.nlm.nih.gov/empyema/000123.html 10. Hanna J, Reed J, Choplin R. Pleural infections: a clinical-radiologic
review. J Thor Imaging 1991;6:68-79.11. Collins J, Stern EJ. Chest radiology, the essentials. Lippincott Williams &
Wilkins. (2007) ISBN:078176314212. Geertsma T. Effusion and empyema [Internet][cited 12 September 2013].
Available from URL: http://www.ultrasoundcases.info/Default.aspx13. W. Keinth C. Morgan dan Anthonio Aseaton: Occupation Lung
Disease:Saunders Company, Philadelphia. 1995.14. Goetz MB, Finegold SM. 2000. Pyogenic bacterial pneumonia, lung abses,
danempyema. In: Textbook of respiratory medicine. Editor: Murray JF, Nadel JA. 3rd. Ed. Philadelphi; WB Sauders. 1031-1032.
32