Empyema

45
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Empyema ialah proses supurasi yang terjadi di rongga tubuh, dimana rongga tersebut secara anatomis sudah ada. Empyema dapat terjadi di rongga pleura yang dikenal dengan nama empyema thoraks, dan dapat juga terjadi di kandung empedu dan pelvic. (1,2,3) Hippocrates telah mengenalnya sejak 2.400 tahun yang lampau dan dialah yang pertama kali melakukan torakosintesis dan drainase pada pleural empyema, kemudian oleh Graham dan kawan-kawannya dari suatu komisi empyema waktu Perang Dunia I diberikan cara-cara perawatan dan pengobatan (pengelolaan) empyema yang dianut sampai sekarang, walaupun cara pengelolaan empyema di berbagai rumah sakit beraneka ragam, namun tindakan standar masih tetap dipertahankan (3) Di dalam praktek pediatric, empyema paling sering ditemukan pada bayi-bayi dan anak-anak usia prasekolah . (2) Penyakit tersebut dapat pula disebabkan oleh (3,4,5,6) Trauma pada dada (sekitar 1-5% kasus mendorong ke arah empyema) 1

Transcript of Empyema

Page 1: Empyema

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Empyema ialah proses supurasi yang terjadi di rongga tubuh, dimana

rongga tersebut secara anatomis sudah ada. Empyema dapat terjadi di rongga

pleura yang dikenal dengan nama empyema thoraks, dan dapat juga terjadi di

kandung empedu dan pelvic. (1,2,3)

Hippocrates telah mengenalnya sejak 2.400 tahun yang lampau dan dialah

yang pertama kali melakukan torakosintesis dan drainase pada pleural empyema,

kemudian oleh Graham dan kawan-kawannya dari suatu komisi empyema waktu

Perang Dunia I diberikan cara-cara perawatan dan pengobatan (pengelolaan)

empyema yang dianut sampai sekarang, walaupun cara pengelolaan empyema di

berbagai rumah sakit beraneka ragam, namun tindakan standar masih tetap

dipertahankan (3)

Di dalam praktek pediatric, empyema paling sering ditemukan pada bayi-

bayi dan anak-anak usia prasekolah.(2) Penyakit tersebut dapat pula disebabkan

oleh (3,4,5,6)

Trauma pada dada (sekitar 1-5% kasus mendorong ke arah empyema)

Pecahnya abses dari paru-paru ke dalam rongga plaura

Perluasan suatu infeksi yang bukan dari paru-paru (misalnya:

madiastinitis, peritonitis)

Trauma pada esofagus

Iatrogenie infeksi saat merawat luka di sekitar daerah dada.

Empyema mempunyai tingkat kematian yang cukup tinggi, biasanya

akibat dari kegagalan bernafas dan sepsis . Dengan ditemukannya antibiotika yang

ampuh, maka angka prevalensi dan mortalitas empyema mula-mula menurun,

akan tetapi pada tahun-tahun terakhir oleh karena perubahan jenis kuman

1

Page 2: Empyema

penyebab dan resistensi terhadap antibiotik, morbiditas dan mortalitas empyema

tampak naik lagi.(3)

Empyema thoraks masih merupakan masalah penting, meskipun ada

perbaikan teknik pembedahan dan penggunaan antibiotik baru yang lebih efektif.(6) Empyema dapat terjadi sekunder akibat infeksi ditempat lain, untuk itu perlu

dilakukan pengobatan yang adekuat terhadap semua penyakit yang dapat

menimbulkan penyulit pada empyema.(6)

1.2. Tujuan penulisan

Menguraikan mengenai empyema meliputi defenisi, etiologi, epidemiologi,

klasifikasi, pathogenesis, manifestasi klinis, diagnosis, diagnosa banding,

komplikasi, diagnosa serta penatalaksanaannya.

2

Page 3: Empyema

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Empyema adalah suatu keadaan dimana nanah dan cairan dari jaringan

yang terinfeksi terkumpul di suatu rongga tubuh. Kata ini berasal dari bahasa

Yunani “ empyein “ yang artinya menghasilkan nanah (supurasi). Empyema

paling sering digunakan sebagai pengumpulan nanah di dalam rongga di sekitar

paru-paru (rongga pleura). Tapi, kadang juga digunakan sebagai pengumpulan

nanah di kandung empedu atau rongga pelvic. Empyema di rongga pleural

biasanya dikenal dengan empyema thoraks, untuk membedakan dengan empyema

di rongga tubuh lain.(4,5,6,7)

Gambar 1. rongga pleura normal Gambar 2. empyema di rongga

pleura (4)

2.2. Etiologi

Empyema thoraks dapat disebabkan oleh infeksi yang berasal dari paru

atau luar paru.(6)

a. infeksi berasal dari paru

pneumonia

abses paru

3

Page 4: Empyema

bila timbul di perifer paru dan berdekatan dengan plura visceralis,

kadang-kadang dinding abses bisa pecah serta ikut pula merobek pleura

visceralis yang pada akhirnya menjadi empyema

fistel bronkopleura

bronkiektasis

tuberculosis paru

aktinomikosis pau

b. infeksi berasal dari luar paru

trauma thoraks

pembedahan thoraks

torakosentesis

masuknya jarum ke dinding dada untuk mengalirkan cairan di rongga

pleura.

abses subfrenik,missal abses hati karena amoeba

Kuman penyebab tersering ialah kuman staphylococcus, kadang-kadang

pneumococcus dan streptococcus. Jarang sekali kuman-kuman gram negative

seperti hemophilus influenza menyebabkan empyema. Empyema pelvic pada

wanita biasanya disebabkan strain Bacteroides atau pseudomonas aeruginosa.

Pada empyema kandung empedu biasanya disebabkan oleh E.coli, Klebsiella

pneumonia, Streptococus. (1,3,4,5)

2.3. Epidemiologi

Hampir 90 % kasus empyema thoraks pada bayi dan anak-anak

disebabkan oleh Stapylococus aureus, dan jarang akibat Pneumokokus (terutama

tipe 1 dan 3) dan Haemophilus influenza. Insidens relative H. influenza telah

menurun sejak pengenalan vaksinasi HiB.(2,4,5)

Di negara yang sudah maju angka kejadian empyema thoraks sudah sangat

menurun, berkat pengobatan penyakit pneumonia/ bronchopneumonia dengan

antibiotik secara adekuat. Namun di negara yang sedang berkembang seperti

4

Page 5: Empyema

Indonesia, angka kejadiannya masih tinggi. Angka kejadian tertinggi terdapat

pada masa bayi (infancy).(1,6,7)

Di Amerika, lebih dari satu juta kasus terjadi, dari laporan rutin yang

dipublikasikan oleh Starge and Sahr (1999) tentang penyebab infeksi pluera, 70%

kasus terjadi sebagai parapneumonic effusion murni, 5-10% sebagai

parapneumoic effusion sederhana dengan komplikasi, sekitar 5% terjadi akibat

trauma dada.(8)

Di Indonesia, diantara 2.192 penderita yang dirawat oleh karena berbagai

macam penyakit paru di bagian penyakit paru RS. Dr. Soetomo/FK Universitas

Airlangga Surabaya sejak tanggal 1 Januari 1973 - 31 Desember 1975 terdapat 74

penderita empyema thorasis (3,4%). Dari kasus tersebut terdapat 57 penderia pria

(77%) dan 17 penderita wanita (23%) yang berarti ratio pria dan wanita adalah 3,4

: 1. (3,6)

Secara internasional, timbulnya infeksi rongga pleura atau empyema tidak

diketahui. Namun demikian 4.000 kasus infeksi rongga pleura terjadi dalam

setahun di Inggris (8)

2.4. Klasifikasi

Berdasarkan perjalanan penyakitnya empyema thoraks dapat dibagi dua :(3,6)

a. Empyema akut

Terjadi sekunder akibat infeksi ditempat lain. Terjadinya peradangan akut

yang diikuti pembentukan eksudat.

b. Empyema kronis

Batas tegas antara empyema akut dan kronis sukar ditentukan. Empyema

disebut kronis, bila prosesnya berlangsung lebih dari 3 bulan

Sedangkan, the American thoracis society membagi empyema thoraks

menjadi tiga : (4,5,9)

a. Eksudat

5

Page 6: Empyema

Dimana cairan pleura yang steril di dalm rongga pleura merespons proses

inflamasi di pleura.

b. Fibropurulen

Cairan pleura menjadi lebih kental dan fibrin tumbuh di perrmukaan

pleura yang bisa melokulasi pus dan secara perlahan-lahan membatasi

gerak dari paru.

c. Organisasi

Kantong-kantong nanah yang terlokulasi akhirnya dapat mengembang

menjadi rongga abses berdinding tebal, atau sebagai eksudat yang

berorganisasi, paru dapat kolaps. Dan dikelilingi oleh bungkusan tebal,

tidak elastis.

2.5. Patogenesis

Terjadinya empyema thoraks dapat melalui tiga jalan :(3,6)

a. Sebagai komplikasi penyakit pneumonia atau bronchopneumonia dan

abscessus pulmonum, oleh karena kuman menjalar per continuitatum dan

menembus pleura visceralis

b. Secara hematogen , kuman dari focus lain sampai di pleura visceralis

c. Infeksi dari luar dinding thorax yang menjalar ke dalam rongga pleura,

misalnya pada trauma thoracis, abses dinding thorax.

Terjadinya empyema akibat invasi basil piogenik ke pleura, timbul

peradangan akut yang diikuti dengan pembentukan eksudat serous dengan banyak

sel-sel PMN baik yang hidup ataupun mati dan meningkatnya kadar protein, maka

cairan menjadi keruh dan kental. Adanya endapan-endapan fibrin akan

membentuk kantong-kantong yang melokalisasi nanah tersebut. Apabila nanah

menembus bronkus timbul fistel bronko pleura, atau menembus dinding thoraks

dan keluar melalui kulit disebut empyema nasessitatis. Stadium ini masih disebut

empyema akut yang lama-lama akan menjadi kronis (batas tak jelas) (4,5,6)

6

Page 7: Empyema

Biasanya empyema merupakan suatu proses luas, yang terdiri atas

serangkaian daerah berkotak-kotak yang melibatkan sebagian besar dari satu atau

kedua rongga pleura. Dapat pula terjadi perubahan pleura parietal. Jika nanah

yang tertimbun tersebut tidak disalurkan keluar, maka akan menembus dinding

dada ke dalam parenkim paru-paru dan menimbulkan fistula.(4,5,6)

Piopneumothoraks dapat pula menembus ke dalam rongga perut.

Kantung-kantung nanah yang terkotak-kotak akhirnya berkembang menjadi

rongga-rongga abses berdinding tebal, atau dengan terjadinya pengorganisasian

eksudat maka paru-paru dapat menjadi kolaps serta dikelilingi oleh sampul tebal

yang tidak elastis.(4,5,6)

Bagan 1. Empyema-Pathophysiologi

7

Page 8: Empyema

Bagan 2. Empyema-Pathophysiologi

2.6. Manifestasi klinis

Tanda-tanda gejala awal pada empyema thoraks adalah tanda dan gejala

pneumonia bacteria. Penderita yang diobati dengan tidak memadai atau dengan

antibiotik yang tidak tepat dapat mempunyai interval beberapa hari antara fase

pneumonia klinik dan bukti adanya empyema.(2,4)

Kebanyakan penderita menderita demam. Pada bayi mungkin hanya ada

perburukan distress respirasi sedang. Pada anak yang lebih besar yang pengobatan

pneumonianya hanya menghilangkan gejala klinik, tetapi tidak membunuh kuman

kuman penyebab seluruhnya, terdapat masa laten selama beberapa minggu. Suhu

mendadak naik lagi, demamnya remitten. Anak menderita takikardi, dyspneu,

sianosis, batuk-batuk dan tampak sakit berat.(2,4)

Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda seperti pleural effusion

umumnya. Bentuk thoraks asimetris, bagian yang sakit tampak lebih menonjol,

pergerakan nafas pada sisi yang sakit tertinggal, perkusi pekak, jantung dan

mediastinum terdorong kearah yang sehat, bila nanahnya cukup banyak sel iga

pada sisi yang sakit melebar, bising nafas pada bagian yang sakit melemah sampai

hilang. Pemeriksaan darah tepi menunjukkan leukositosis dan pergeseran ke kiri

seperti pada infeksi akut umumnya.(2,4,6,9)

8

Page 9: Empyema

2.7. Diagnosis

Selain berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan fisik, pada pemeriksaan

laboratorium didapat kadar LDH, total protein dan WBC yang meningkat dari

normal.(1,2,4,6,9)

Biopsy pleura dapat dilakukan bersamaan dengan pungsi. Jaringan yang

didapat dikirimkan untuk pemeriksaan patologi anatomi dan mikroskopis. Pada

pemeriksaan patologi anatomi didapatkan gambaran endapan sentrifugasi padat

dengan sel-sel radang yang terdiri dari leukosit, PMN dan histiosit, kesan pleuritis

supuratif. (1,2,4,6,10)

Gambar 3. Patologi anatomi pada empyema

Pemeriksaan penunjang lain yang diperlukan yakni foto rontgen thorax

(AP dan lateral) yang dibuat baik dalam posisi tiduran atau tegak, yang

menunjukkan cairan dalam rongga pleura misalnya perselubungan yang

homogeny, penebalan pleura, sinus phrenicocostalis menghilang, sela iga melebar.(2,4,5,6,9)

9

Page 10: Empyema

Gambar 4. foto rontgen pada pasien empyema

Pungsi pleura juga merupakan diagnostik penting dalam menunjukkan

keluarnya pus. Dengan cara menusuk dari luar dengan suatu semprit steril 10/20

ml serta menghisap sedikit cairan pleura untuk dilihat secara fisik dan

pemeriksaan biokimia : tes rivalta. Kolesterol dan LDH (lactate dehydroginase).

Akhir-akhir ini diketahui pemeriksaan kolesterol dan LDH cairan pleura akan

sangat mempermudah untuk membedakan antara eksudat dan transudat.

Kolesterol > 45 mg/dl dan LDH 200 IU disebut eksudat.(9) Untuk mengetahui

10

Page 11: Empyema

kumam penyebabnya diperlukan pemeriksaan sediaan laangsung dari pus secara

mikroskospik. Atau dengan pembiakan kuman (secara tak langsung) dan uji

resistensi.(3,6)

Pemeriksaan penunjang lain yang sering digunakan pada kasus empyema

adalah USG. Pemeriksaan ini memiliki peran besar dalam menentukan target

thoracosintesis,(11) dengan pemeriksaan USG penampakan dari empyema

tergantung pada komposisinya. Biasanya tidak anekoik seluruhnya dan seringkali

berbatas-batas.

Gambar 11. Empyema kronis. Gambar interkostal menunjukkan loculated, cairan

pleura Ekogenik dibatasi oleh pleura menebal (panah). (12)

11

Page 13: Empyema

Gambar 14. Empyema Pleura dengan penebalan dinding pleura pada cairan

inhomogen.

2.8. Diagnosa banding

Empyema thoraks harus dapat dibedakan dengan :(3,6)

a. Pleural effusion

adalah adanya cairan patalogis dalam rongga pleura. biasanya disebabkan

oleh mycobacterium tuberculosis. biasanya pasien dating dengan nyeri

dada pada sisi yang sakit, bila sudah berlanjut, karena nyeri ini pasien tak

dapat miring lagi ke sisi yang sakit. pada pemeriksaan radiologis tampak

suatu kesuraman yang menutupi gambaran paru normal yang dimulai dari

diaphragma. hasil pemeriksaan pleura akan dapat memberikan diagnosis

pasti.(9)

b. Schwarte

adalah gumpalan fibrin yang melekatkan pleura visceralis dan pleura

parietalis setempat. schwarte ini tentunya akan menurunkan kemampuan

nafas penderita karena gangguan retraksi, maka akan timbul deformitas

dan kemunduran faal paru akan lebih parah lagi.(9)

2.9. Komplikasi

Sebagai komplikasi dapat terjadi perluasan secara per kontinuitatum, pada

infeksi Stapiloccocus, sering timbul fistula broncopleura dan piopneumothoraks.

13

Page 14: Empyema

Komplikasi lokal lainnya, meliputi perikarditis purulen, abses paru, peritoinitis

akibat robekan melalui diafragma, dan osteomielitis iga. Komplikasi sepsis seperti

meningitis , arthritis, dan osteomielitis dapat juga terjadi secara hematogen. Pada

empyema Stapiloccocus, septikimia jarang terjadi; komplikasi ini sering

ditemukan pada infeksi H. influenza dan Pneumococus.(1,2,3,4,5,6,7)

2.10. Penatalaksanaan

Prinsip penanggulangan empyema thoraks adalah :(3,6)

a. Pengosongan rongga pleura

Prinsip ini seperti yang dilakukan pada abses dengan tujuan mencegah

efek toksik dengan cara membersihkan rongga pleura dari nanah dan

jaringan-jaringan yang mati. Pengosongan pleura dilakukan dengan cara : (3,6)

Closed drainage = tube thoracostomy = water sealed drainage (WSD)

dengan indikasi:

o Nanah sangat kental dan sukar diaspirasi

o Nanah terus terbentuk setelah 2 minggu

o Terjadinya piopneumothoraks

Pengeluaran nanah dengan cara WSD dapat dibantu dengan melakukan

penghisapan bertekanan negative sebesar 10-20 cm H2O jika

penghisapan telah berjalan 3-4 minggu, tetaapi tidak menunjukkan

kemajuan, maka harus ditempuh dengan cara lain, seperti pada

empyema thoraks kronis.(3,6)

Open drainage

Karena drainase ini menggunakan kateter thoraks yang besar, maka

diperlukan pemotongan tulang iga. Drainase terbuka ini dikerjakan pada

empyema menahun karena pengobatan yang diberikan terlambat,

14

Page 15: Empyema

pengobatan tidak adekuat atau mungkin sebab lain, yaitu drainase

kurang bersih.(3,6)

b. Pemberian antibiotik yang sesuai

Mengingat kematian utama empyema karena terjadinya sepsis,

maka antibiotik memegang peranan penting. Antibiotik harus segera

diberikan begitu diagnosis ditegakkan dan dosis harus adekuat. Pemilihan

antibiotik didasarkan pada hasil pengecatan Gram dari hapusan nanah.

Pengobatan selanjutnya bergantung dari hasil kultur dan uji kepekaan.(3,6)

Empyema Stafiloccocus pada bayi paling baik diobati dengan cara

paranteral atau bila dapat diterapkan dengan penisilin G atau vankomisin.

Infeksi Pneumoccocus berespon terhadap penisilin, seftriakson atau

sefotaksim, tetapi mungkin perlu vankomisin jika terjadi resistensi

terhadap penisilin. H. influenza berespon terhadap sefotaksim, seftriakson,

ampisilin atau klorampenicol.(2,4,5)

Akhir-akhir ini penggunaan obat-obatan fibrolitik seperti

streptokinase , urokinase secara intrapleural juga dapat digunakan.tetapi

penggunaan fibrinolitik ini masih dalam penelitian. fibrinolitik bekerja

menghancurkan fibrin yang melekat di permukaan pleura sehingga akan

mempermudah drainase dari cairan pleura.(4,5,13)

c. Penutupan rongga empyema Pada empyema menahun, seringkali rongga

empyema tidak menutup karena penebalan dan kekakuan pleura. Bila hal

ini terjadi, maka dilakukan pembedahan, yaitu : (3,6)

Dekortikasi

Tindakan ini termasuk operasi besar yaitu : mengelupas jaringan pleura

pleura yang menebal. Indikasi dekortikasi ialah : (3,6)

o Drainase tidak berjalan baik, karena kantung-kantung yang berisi

nanah.

o Letak empyema sukar dicapai oleh drain

o Empyema totalis yang mengalami organisasi pada pleura visceralis

(peel sangat tebal)

Torakoplasti

15

Page 16: Empyema

Tindakan ini dilakukan apabila empyema tidak dapat sembuh karena

adanya fistel bronkopleura atau tidak mungkin dilakukan dekortikasi.

Pada kasus ini pembedahan dilakukan dengan memotong iga

subperiosteal dengan tujuan supaya dining thoraks dapat jatuh ke dalam

rongga pleura akibat tekanan udara luar.(3,6)

d. Pengobatan kausal

Pengobatan kausal ditujukan pada penyakit-penyakit yang menyebabkan

terjadinya empyema, misalnya abses subfrenik. Apabila dijumpai abses

subfrenik, maka harus dilakukan drainase subdiafragmatika. Selain itu

masih perlu diberikan pengobatan spesifik, untuk amebiasis, tuberculosis,

aktinomikosis dan sebagainya.(3,6)

e. Pengobatan tambahan

Pengobatan ini meliputi perbaikan keadaan umum serta fisioterapi untuk

membebaskan jalan nafas dari sekret (nanah), latihan gerakan untuk

mengalami cacat tubuh (deformitas). (3,6)

Penanggulangan empyema tergantung dari fase empyema : (4,14)

Fase I (fase eksudat)

dilakukan drainase tertutup (WSD) dan dengan WSD dapat dicapai tujuan

diagnostic terapi dan prevensi, diharapkan dengan pengeluaran cairan

tersebut dapat dicapai pengembangan paru yang sempurna.(4,14)

Fase II (fase fibropurulen)

pada fase ini penanggulangan harus lebih agresif lagi yaitu dilakukan

drainase terbuka (reseksi iga “open window”). Dengan cara ini nanah yanga

ada dapat dikeluarkan dan perawatan luka dapat dipertahankan. Drainase

terbuka juga bertujuan untuk menunggu keadaan pasien lebih baik dan

proses infeksi lebih tenang sehingga intervensi bedah yang lebih besar dapat

dilakukan. Pada fase II ini VATS surgery sangat bermamfaat, dengan cara

ini dapat dilakukan empiemektomi dan atau dekortikasi.(4,14)

Fase III (fase organisasi)

16

Page 17: Empyema

dilakukan intervensi bedah berupa dekortikasi agar paru bebas mengembang

atau dilakukan obliterasi rongga empyema dengan cara dinding dada

dikolapskan (torakoplasti) dengan mengangkat iga-iga sesuai dengan

besarnya rongga empyema, dapat juga rongga empyema ditutup dengan

periosteum tulang iga bagian dalam dan otot interkostans (air plombage),

dan ditutup dengan otot atau omentum (muscle plombage atau omental

plombage).(4,14)

Pada empyema tuberkulosa, torakotomi dilakukan bila keadaan sudah tidak

didapat kuman baik pada sputum maupun cairan pleura dimana bakteri

tahan asam (BTA) pada sputum dan cairan pleura sudah negative. Untuk

mencapai sputum dan cairan pleura negative diberikan obat anti TB yang

masih sensitive secara teratur dan untuk mencapai cairan pleura BTA

negative dapat dilakukan reseksi iga (window and qauzing) bila keadaan

paru sangat rusak (menjadi sarang kuman TB) dilakukan reseksi paru

(pneumonektomi atau lobektomi).(4,14)

2.11. Prognosis

Mortalitas bergantung pada umur , penyakit penyerta, penyakit dasarnya

dan pengobatan yang adekuat. Angka kematin meningkat pada usia tua atau

penyakit dasar yang berat dan terlambat dalam pemberian obat.(1,2,3,4,6)

Kematian pada empyema oleh Staphylococcus pada bayi dan anak kcil

masih tinggi. Hal ini disebabkan terutama oleh ganasnya Staphylococcus yang

dapat mengubah bronchopneumonia ringan menjadi empyema dalam beberapa

jam saja. Hal ini mungkin karena natural resistance bayi dan anak kecil umumnya

masih rendah. Pada penyembuhan biasanya tidak terdapat terdapat keluhan lagi

walaupun kadang-kadang masih terdapat perlengketan ringan yang dapat

menghilang di kemudian hari.(3,4,6)

BAB III

LAPORAN KASUS

17

Page 18: Empyema

3.1 IDENTITAS PENDERITA

Nama : Tn. D

Umur : 38 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Dukuh Lo RT 003 / RW 004, Kelurahan Dukuhlo,

Kecamatan Bulakamba, Kabupaten Brebes

MRS : 13 Agustus 2013

No CM : C433402

No. Register : 7371248

3.2 DATA DASAR

1. ANAMNESIS

Data diambil dari alloanamnesis dengan keluarga pasien dan catatan medik di

Bangsal Bedah Pria A3 RSDK pada tanggal 12 September 2013 pukul 16.00

WIB.

Keluhan Utama : luka tidak sembuh dibawah rahang

Riwayat Penyakit Sekarang

± 1 bulan SMRS pasien mengalami sakit gigi. 3 hari kemudian, rahang

bawah pasien membengkak, dan pecah sendiri, sehingga timbul luka.

± 2 minggu SMRS, pasien dibawa berobat oleh keluarga ke RSUD

Brebes. Pasien disarankan untuk rawat inap dan dilakukan rontgen

dada. Karena keterbatasan alat dan alasan keluarga, maka pasien

dirujuk ke RSDK. Saat di UGD, pasien didiagnosis dengan Ulkus regio

colli e.c flegmon dan efusi pleura sinistra.

Riwayat Penyakit Dahulu

18

Page 19: Empyema

- Riwayat sakit gigi + 1 bulan yang lalu

- Riwayat batuk lama (-), batuk darah (-)

- Riwayat kencing manis disangkal

- Riwayat penyakit jantung disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

- Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti ini

- Tidak ada anggota keluarga yang menderita darah tinggi

- Tidak ada anggota keluarga yang menderita kencing manis

Riwayat Sosial Ekonomi

Penderita bekerja sebagai pedagang maninan. Pasien mempunyai 3

orang anak. Biaya pengobatan ditanggung Jamkesmas.

Kesan : Sosial Ekonomi kurang.

2. PEMERIKSAAN FISIK

Tanggal 12 September 2013 pukul 16.30 WIB di Bangsal Bedah Pria A3

RSDK.

Keadaan umum : tampak sakit

Kesadaran : compos mentis, GCS E4M6V5 = 14

Tanda vital :

Tensi : 120/90 mmHg

Frekuensi nadi : 90 x/menit, reguler isi dan tegangan cukup

Frekuensi napas : 26 x/menit, reguler

Suhu : 37,5 oC

Kepala : Mesosefal

Mata : Konjungtiva palpebra anemis (-/-), pupil isokor

diameter 3 mm, reflek cahaya direk (+/+), indirek (+/+)

Telinga : Nyeri tekan tragus (-/-), nyeri ketok mastoid (-/-),

discharge (-/-)

Hidung : Nafas cuping hidung (-), nafas kusmaul (-), discharge

19

Page 20: Empyema

(-)

Mulut : Tidak dapat dinilai karena di leher pasien terpasang

cervical collar, sehingga tidak bisa membuka mulut

dengan maksimal

Tenggorok : tidak dapat dinilai

Leher : terpasang cervical collar

Thoraks

Cor

Inspeksi : Ictus Cordis tak tampak

Palpasi : Ictus Cordis teraba di SIC V, 2 cm medial linea

medioclaviculare sinistra, tak melebar, tak kuat angkat

Perkusi : konfigurasi jantung dalam batas normal

Auskultasi : Suara jantung I-II murni, bising (-) gallop (-),

Pulmo

Inspeksi : simetris : hemithoraks dekstra = sinistra

dinamis : hemithoraks dekstra > ainiatra

Palpasi : stem fremitu kanan > kiri

Perkusi : redup setinggi SIC VI – VII sinistra

Auskultasi : suara dasar vesikuler di pulmo dekstra normal, di pulmo

sinistra melemah setinggi SIC VI-VII. Suara tambahan (-/-)

Terpasang chest tube pada hemithoraks sinistra yang disambung dengan

WSD. (WSD dipasang di RSDK sejak tanggal 13 Agustus 2013)

Undulasi : (+)

Bubble air : (-)

Produksi : (+) 100 cc/ 24 jam, warna putih kekuningan, kental

Abdomen

Inspeksi : cembung

20

Page 21: Empyema

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Perkusi : Timpani, pekak hepar (+) normal, pekak sisi (+) normal,

pekak alih (-)

Palpasi : Supel, hepar tidak teraba, lien tidak teraba, nyeri tekan (-)

Genitalia : laki-laki dalam batas normal

Ekstremitas superior inferior

Oedem : -/- -/-

Akral dingin : -/- -/-

Sianosis : -/- -/-

Clubbing : -/- -/-

Cap. Refill : <2” <2”

Motorik

Gerak : +/+ +/+

Tonus : normotonus/ normotonus/

normotonus normotonus

Kekuatan : 5-5-5 5-5-5

Refleks Fisiologis : normal/ normal/

normal normal

Refleks Patologis : -/- -/-

Klonus : -/- -/-

Status Lokalis :

Leher : tidak dapat dinilai (terpasang cervical collar)

Thoraks

Pulmo

Inspeksi : simetris : hemithoraks dekstra = sinistra

dinamis : hemithoraks dekstra > sinistra

Palpasi : stem fremitu dekstra > sinistra

21

Page 22: Empyema

Perkusi : redup setinggi SIC VI – VII sinistra

Auskultasi : suara dasar vesikuler di pulmo dekstra normal, di pulmo

sinistra melemah setinggi SIC VI-VII. Suara tambahan (-/-)

Terpasang chest tube pada hemithoraks sinistra setinggi SIC V yang

disambung dengan WSD. (WSD dipasang di RSDK sejak tanggal 13

Agustus 2013)

Undulasi : (+)

Bubble air : (-)

Produksi : (+) 100 cc/ 24 jam

3. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. X-FOTO THORAKS TANGGAL 12 AGUSTUS 2013

22

Page 23: Empyema

(RSUD BREBES)

b. X-FOTO THORAKS TANGGAL 16 AGUSTUS 2013 (RSDK)

23

Page 24: Empyema

PEMERIKSAAN X-FOTO THORAKS AP

(ASIMETRIS, PERBANDINGAN DENGAN FOTO TANGGAL 12-8-

2013)

KLINIS : EFUSI PLEURA SINISTRA POST WSD

Tampak terpasang Chest Tube setinggi SIC 5 Posterior

Cor : Batas kiri jantung tertutup perselubungan

Pulmo : Corakan vaskuler lapangan paru kiri meningkat.

Masih tampak bercak pada perihiler kiri yang relatif

berkurang dibandingkan sebelumnya

Tampak lusensi avaskuler pada laterobasal hemithoraks kiri disertai

gambaran visceral pleural line

24

Page 25: Empyema

Masih tampak perselubungan homogen pada laterobasal hemithoraks kiri

yang tampak berkurang dibandingkan sebelumnya

Hemidiafragma kanan setinggi costa 10 posterior

Sinus costofrenikus kanan tertutup perselubungan, kiri lancip

KESAN :

- COR SULIT DIEVALUASI

- INFILTRAT PADA PERIHILER KIRI RELATIF BERKURANG

- CURIGA GAMBARAN HIDROPNEUMOTHORAKS

- EFUSI PLEURA KIRI TAMPAK BERKURANG

c. X-FOTO PANORAMIC TANGGAL 3 SEPTEMBER 2013 (RSDK)

PEMERIKSAAN X-FOTO PANORAMIC

KLINIS : PULPITIS KRONIK 2.6, ERUPSI DIFICILIS 3.8

25

Page 26: Empyema

- Struktur tulang tampak baik

- Tampak impaksi gigi 1.8/2.8 ke arah bucal

- Tampak caries interdental 1.4/1.5/2.5/2.7/4.4/4.5/4.6

- Tampak missing teeth pada 4.8

- Tak tampak tumpatan gigi

- Tak tampak periapical lusensi

- Canalis alveolaris kanan kiri tampak baik

d. X-FOTO CERVIKAL TANGGAL 11 SEPTEMBER 2013 (RSDK)

X-FOTO CERVIKAL AP/LATERAL

26

Page 27: Empyema

KLINIS : ABSES COLLI REGIO SUBMANDIBULAR DEKSTRA,

ADAKAH PENYEMPITAN AIRWAY?

- Struktur tulang baik

- Tampak penebalan soft tissue regio colli dekstra, tak tampak kalsifikasi

di dalamnya

- Curvatura lurus, tak tampak listesis

- Prosessus spinosus dan prosessus tranversus baik

- Tak tampak penyempitan diskus intervertebralis

- Retrofaringeal space dan retrotrakheal space tak melebar

- Tampak deviasi trakhea ke kiri

- Pada proyeksi lateral tampak penyempitan airway space setinggi V.

Cervikal 3–5

- Tak tampak lesi litik, sklerotik dan destruksi pada vertebre cervikalis

KESAN :

- PENEBALAN SOFT TISSUE REGIO COLLI DEKSTRA

- PENYEMPITAN AIRWAY SPACE SETINGGI V. CERVIKAL 3–5

YANG TAMPAK PADA PROYEKSI LATERAL CURIGA E.C

PENDESAKAN MASSA DARI ASPEK ANTERIOR

4. DIAGNOSIS

Empyema thoraks pulmo sinistra

5. TERAPI

- Infus RL 16 tetes per menit

- Injeksi Meropenem 3 x 1 gram

- Pro Thoracotomi

- Konsul ICU untuk tempat dan ventilator

- Konsul gigi dan mulut

27

Page 28: Empyema

6. MONITORING

- Keadaan umum

- Tanda vital

- WSD (undulasi, bubble air, produksi)

7. EDUKASI

- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien mengenai kondisi

pasien,

pemeriksaan yang akan dilakukan, dan terapi yang akan diberikan

- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien mengenai prognosis

penyakit ini

- Mengedukasi pasien dan keluarga pasien, apabila pasien mengalami

demam, sesak, atau kondisi memburuk agar segera melapor ke dokter /

perawat

- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien untuk menjaga

kebersihan

mulut, apabila ada gigi yang sakit atau berlubang agar segera diperiksa ke

dokter sehingga dapat mencegah infeksi pada mulut sebelum menyebar ke

tempat lain.

- Mencegah infeksi sekunder dengan cara menjaga kebersihan luka bekas

operasi.

28

Page 29: Empyema

BAB IV

PEMBAHASAN

Seorang pria 38 tahun dibawa ke RS dr. Kariadi dengan keluhan utama

luka tidak sembuh dibawah rahang. ± 1 bulan SMRS pasien mengalami sakit gigi.

3 hari kemudian, rahang bawah pasien membengkak, dan pecah sendiri, sehingga

timbul luka. ± 2 minggu SMRS, pasien dibawa berobat oleh keluarga ke RSUD

Brebes. Pasien disarankan untuk rawat inap dan dilakukan rontgen dada. Karena

keterbatasan alat dan alasan keluarga, maka pasien dirujuk ke RSDK.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan demam (37,5oC), mulut tidak dapat

dinilai, leher terpasang cervical collar, pada thoraks pulmo didapatkan inspeksi

saat statis hemithoraks dekstra sama dengan sinistra, saat dinamis hemithoraks

dekstra > sinistra, palpasi stem fremitu dekstra > sinistra, perkusi redup setinggi

SIC VI – VII sinistra, dan auskultasi suara dasar vesikuler di pulmo dekstra

normal, di pulmo sinistra melemah setinggi SIC VI-VII, suara tambahan (-/-).

Terpasang chest tube pada hemithoraks sinistra setinggi SIC V yang disambung

dengan WSD. Undulasi (+), Bubble air (-), produksi : (+) 100 cc/ 24 jam. WSD

dipasang di RSDK sejak tanggal 13 Agustus 2013.

Dari pemeriksaan penunjang X- Foto Thoraks AP tanggal 16 Agustus

2013 yang dibandingkan dengan X-Foto Thoraks AP tanggal 12 Agustus 2013

didapatkan Cor tidak dapat dinilai karena batas kiri jantung tertutup

perselubungan. Pada Pulmo tampak corakan vaskuler meningkat, dengan bercak

perihiler kiri yang relatif berkurang dibandingkan sebelumnya, tampak lusensi

avaskuler pada laterobasal hemithoraks kiri disertai gambaran visceral pleural

line, masih tampak perselubungan homogen pada laterobasal hemithoraks kiri

yang tampak berkurang dibandingkan sebelumnya. Sinus costofrenikus kanan

tertutup perselubungan, kiri lancip, sehingga mengesankan efusi pleura kiri yang

berkurang, curiga gambaran Hidropneumothoraks.

29

Page 30: Empyema

Pada pemeriksaan X-Foto Panoramic tanggal 3 September 2013 dengan

klinis Pulpitis Kronik 2.6, Erupsi Dificilis 3.8, didapatkan gambaran impaksi gigi

1.8/2.8 ke arah bucal, caries interdental 1.4/1.5/2.5/2.7/4.4/4.5/4.6 dan missing

teeth pada 4.8, dengan canalis alveolaris kanan dan kiri tampak baik.

Pada pemeriksaan X-Foto Cervikal AP/Lateral dengan klinis abses colli

regio submandibular dekstra, didapatkan hasil tampak penebalan soft tissue regio

colli dekstra, tak tampak kalsifikasi di dalamnya, retrofaringeal space dan

retrotrakheal space tak melebar, tampak deviasi trakhea ke kiri. Pada proyeksi

lateral tampak penyempitan airway space setinggi V. Cervikal 3–5 curiga e.c.

pendesakan massa dari aspek anterior.

Berdasarkan data-data di atas, dapat disimpulkan, pasien mengalami

Empyema thoraks pulmo sinistra. Pasien telah dipasang chest tube yang

disambungkan ke alat WSD untuk mengurangi pus dari dalamvcavum pleura kiri.

Pasien diberikan terapi infus RL 16 tetes per menit dan injeksi Meropenem 3 x 1

gram. Pasien direncanakan untuk dilakukan Thoracotomi, Konsul ICU untuk

tempat dan ventilator, dan konsul gigi dan mulut.

Monitoring keadaan umum, tanda vital dan WSD (undulasi, bubble air,

produksi). Pasien dan keluarga pasien diberikan penjelasan dan inforned consent

mengenai kondisi pasien, peemeriksaan yang akan dilakukan, terapi yang akan

diberikan, dan prognosis penyakit. Pasien dan keluarga pasien diberi eduksasi

apabila pasien mengalami demam, sesak, atau kondisi memburuk agar segera

melapor ke dokter / perawat, menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien

untuk menjaga kebersihan mulut, apabila ada gigi yang sakit atau berlubang agar

segera diperiksa ke dokter sehingga dapat mencegah infeksi pada mulut sebelum

menyebar ke tempat lain, dan mencegah infeksi sekunder pada pasien dengan cara

menjaga kebersihan luka bekas operasi.

30

Page 31: Empyema

BAB V

KESIMPULAN

Empyema adalah keadaan terkumpulnya nanah (pus) dalam rongga pleura,

yang dapat setempat atau mengisi rongga pleura. Empyema ini sering disebabkan

oleh kuman Staphylococcus, Pneumococcus, Streptococcus namun jarang sekali

disebabkan kuman gram negative seperti Haemophilus influenzae. Bentuk klinis

yang dapat muncul dari empyema antara lain empyema akut yang merupakan

infeksi sekunder dan empyema kronis yaitu empyema yang berlangsung lebih dari

3 bulan.

Laporan kasus ini melaporkan seorang pria 38 tahun dengan diagnosis

Empyema Thoraks pulmo sinistra. Pada pasien telah dipasang chest tube yang

disambungkan dengan WSD untuk mengurangi pus dari dada pasien. Pasien

diberikan terapi infus RL 16 tetes per menit dan injeksi Meropenem 3 x 1 gram.

Pasien direncanakan untuk dilakukan Thoracotomi, Konsul ICU untuk tempat dan

ventilator, dan konsul gigi dan mulut.

Monitoring keadaan umum, tanda vital dan WSD (undulasi, bubble air,

produksi). Pasien dan keluarga pasien diberikan penjelasan dan inforned consent

mengenai kondisi pasien, peemeriksaan yang akan dilakukan, terapi yang akan

diberikan, dan prognosis penyakit. Pasien dan keluarga pasien diberi eduksasi

apabila pasien mengalami demam, sesak, atau kondisi memburuk agar segera

melapor ke dokter / perawat, menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien

untuk menjaga kebersihan mulut, apabila ada gigi yang sakit atau berlubang agar

segera diperiksa ke dokter sehingga dapat mencegah infeksi pada mulut sebelum

menyebar ke tempat lain, dan mencegah infeksi sekunder pada pasien dengan cara

menjaga kebersihan luka bekas operasi.

31

Page 32: Empyema

DAFTAR PUSTAKA

1. Nadel, Murray: Text Book of Respiratory Medicine third edition volume one,Philadelphia. 2000 , 985-1041.

2. Palgunadimargono, Benjamin dkk : Pedoman Diagnosa dan Terapi BAG/ SMFIlmu Penyakit Paru, Edisi 3, Surabaya, 2005.

3. Rosenbluth DB. 2002. Pleural effusion: Nonmalignant and malignant. In: Fishman’s of pulmonary disease and disorders. Editors: Fishman AP, Elias JA, et al. 3 rd. Ed. McGraw-Hill Companies, 487-506.

4. Light ER. 2001. Parapneumonic effusions and empyema. In: Pleural disease. 4th  Ed. Philadelphia. Lippincott Williams & Wilkins. 51-81.

5. Bartlett JG: Anaerobic bacterial infections of the lung. Chest 1987 Juni; 91(6):901-9

6. Wiedemann HP, Rice TW: Lung abscess and empyema, 19987. Buku ajar ilmu penyakit dalam FKUI , Jakarta, Juli 20068. Fishman: Pulmonary Disease and Disorders fourth edition Volume two,

UnitedStates. 2008, 2141-609. www.nlm.nih.gov/empyema/000123.html 10. Hanna J, Reed J, Choplin R. Pleural infections: a clinical-radiologic

review. J Thor Imaging 1991;6:68-79.11. Collins J, Stern EJ. Chest radiology, the essentials. Lippincott Williams &

Wilkins. (2007) ISBN:078176314212. Geertsma T. Effusion and empyema [Internet][cited 12 September 2013].

Available from URL: http://www.ultrasoundcases.info/Default.aspx13. W. Keinth C. Morgan dan Anthonio Aseaton: Occupation Lung

Disease:Saunders Company, Philadelphia. 1995.14. Goetz MB, Finegold SM. 2000. Pyogenic bacterial pneumonia, lung abses,

danempyema. In: Textbook of respiratory medicine. Editor: Murray JF, Nadel JA. 3rd. Ed. Philadelphi; WB Sauders. 1031-1032.

32