EMPOWERMENT KAUM DIFABEL DALAM ARENA PUBLIK...

56
EMPOWERM (Studi Kasus P Diaju Untuk M Konsent MENT KAUM DIFABEL DALAM ARENA Program Rintisan Desa Inklusi SIGAB Yog Oleh : FAJAR, S.H.I. NIM: 1420310051 TESIS ukan kepada Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperol Gelar Magister dalam Ilmu Studi Islam Program Studi Hukum Islam trasi Studi Politik dan Pemerintahan dalam Isl YOGYAKARTA 2016 i A PUBLIK gyakarta) a leh lam

Transcript of EMPOWERMENT KAUM DIFABEL DALAM ARENA PUBLIK...

Page 1: EMPOWERMENT KAUM DIFABEL DALAM ARENA PUBLIK …digilib.uin-suka.ac.id/22157/1/1420310051_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR... · SIGAB dalam upaya memberdayakan kaum difabel mengacu kepada tiga

EMPOWERMENT

(Studi Kasus Program Rintisan Desa Inklusi SIGAB Yogyakarta)

Diajukan kepada Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh

Konsentrasi

EMPOWERMENT KAUM DIFABEL DALAM ARENA PUBLIK

(Studi Kasus Program Rintisan Desa Inklusi SIGAB Yogyakarta)

Oleh :

FAJAR, S.H.I.

NIM: 1420310051

TESIS

Diajukan kepada Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh

Gelar Magister dalam Ilmu Studi Islam

Program Studi Hukum Islam

Konsentrasi Studi Politik dan Pemerintahan dalam Islam

YOGYAKARTA

2016

i

KAUM DIFABEL DALAM ARENA PUBLIK

(Studi Kasus Program Rintisan Desa Inklusi SIGAB Yogyakarta)

Diajukan kepada Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh

Studi Politik dan Pemerintahan dalam Islam

Page 2: EMPOWERMENT KAUM DIFABEL DALAM ARENA PUBLIK …digilib.uin-suka.ac.id/22157/1/1420310051_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR... · SIGAB dalam upaya memberdayakan kaum difabel mengacu kepada tiga

ii

Page 3: EMPOWERMENT KAUM DIFABEL DALAM ARENA PUBLIK …digilib.uin-suka.ac.id/22157/1/1420310051_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR... · SIGAB dalam upaya memberdayakan kaum difabel mengacu kepada tiga

iii

Page 4: EMPOWERMENT KAUM DIFABEL DALAM ARENA PUBLIK …digilib.uin-suka.ac.id/22157/1/1420310051_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR... · SIGAB dalam upaya memberdayakan kaum difabel mengacu kepada tiga

iv

Page 5: EMPOWERMENT KAUM DIFABEL DALAM ARENA PUBLIK …digilib.uin-suka.ac.id/22157/1/1420310051_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR... · SIGAB dalam upaya memberdayakan kaum difabel mengacu kepada tiga

v

A

Page 6: EMPOWERMENT KAUM DIFABEL DALAM ARENA PUBLIK …digilib.uin-suka.ac.id/22157/1/1420310051_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR... · SIGAB dalam upaya memberdayakan kaum difabel mengacu kepada tiga

vi

Page 7: EMPOWERMENT KAUM DIFABEL DALAM ARENA PUBLIK …digilib.uin-suka.ac.id/22157/1/1420310051_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR... · SIGAB dalam upaya memberdayakan kaum difabel mengacu kepada tiga

vii

ABSTRAK

Kaum difabel merupakan kelompok masyarakat yang selama ini berada dalam kondisi marginalisasi baik secara struktural maupun secara kultural.Sehingga mereka senantiasa menjadi objek stigma negatif, terpinggirkan, dan teralienasi dari dunia sosial akibat dari biasnya masyarakat dalam memandang atau memahami fakta disabilitas/difabilitas. Oleh karena itu SIGAB selaku NGO/LSM yang bergerak pada bidang advokasi dan pemberdayaan masyarakat mengupayakan dan mengkonstruksi sebuah ide tentang Desa Inklusi dengan bersandar pada pandangan dunia (world view) atau nilai-nilai HAM, difabilitas, dan inklusi untuk membuka ruang bagi difabel agar mampu tampil dalam arena publik untuk menyuarakan, memperjuangkan, dan mengartikulasikan kepentingan-kepentingannya secara mandiri serta ambil bagian dalam proses pembangunan pada level desa. Oleh karena itu, penulis hendak mendalami pemberdayaan (empowerment) kaum difabel dalam arena publik, dalam hal ini pemberdayaan oleh SIGAB Yogyakarta terhadap kaum difabel melalui program Rintisan Desa Inklusi (RINDI).

Adapun masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah: (1) nilai-nilai pijakan yang menjadi basis tindakan SIGAB dalam memberdayakan kaum difabel; (2) konstruksi wacana untuk mewujudkan program RINDI; (3) perubahan yang dicapai dalam program RINDI dari aspek struktur signifikasi, dominasi, dan legitimasi; (4) strategi SIGAB dalam melembagakan desa inklusi. Dalam hal ini penulis menggunakan teori strukturasi Anthony Giddens sebagai pijakan analisis untuk memahami hubungan agen dan struktur.

Penelitiaan ini merupakan jenis riset kualitatif, yakni merupakan suatu pendekatan dalam melakukan riset yang berorientasi pada penomena atau gejala yang bersifat alami. Risetsemacam ini sering disebut dengan Field Studi, atau Studi Observasional. Data-data diperoleh melalui wawacara, observasi, dan penelusuran kepustakaan.

Temuan atau hasil penelitian ini adalah: Pertama, objektifikasi tindakan SIGAB dalam upaya memberdayakan kaum difabel mengacu kepada tiga pandangan dunia, yaitu pandangan dunia Hak Asasi Manusia (HAM), difabilitas, dan inklusifitas.Kedua, peran SIGAB mewujudkan RINDI sebagai berikut: pewacanaan melulai temu iklusi, membangun perpestif difabilitas pada level desa, kecamatan dan kabupaten, advokasi/audiensi kepada pemerintah dari level sampai kabauten, dan organisir aktor difabel desa.Ketiga,perubahan itu mencakup, aspek struktur signifikasi, dominasi, dan legitimasi. Dari aspek struktur signifikasi, label atau penyebutan “penyandang cacat” berubah menjadi istilah “difabel” yang berarti keragaman manusia dan keberbedan kemampuan. Dari aspek struktur dominasi, keberadaan difabel sudah mulai diakui dengan pelibatan dan pasrtisipasi difabel dalam proses pengambilan kebijakan dan penganggaran di lingkup pemerintah desa.Aspek legitimasi memberikan peluang bagi kaum difabel andil dalam pembangunan desa.Keempat, pelembagaan desa inklusi dilakukan agar tercipta suatu arus tindakan (praktik sosial) yang berorientasi pada nilai inklusi dan difabilitas.

Page 8: EMPOWERMENT KAUM DIFABEL DALAM ARENA PUBLIK …digilib.uin-suka.ac.id/22157/1/1420310051_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR... · SIGAB dalam upaya memberdayakan kaum difabel mengacu kepada tiga

viii

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN

Berdasarkan Surat Keputusan Bersama Menteri Agama RI dan Menteri

Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 158/1987 dan 0543b/U/1987, tanggal 22

Januari 1988.

A. Konsonan Tunggal

Huruf Arab

Nama Huruf Latin Keterangan

ا alif tidak dilambangkan tidak dilambangkan ب ba’ B Be ت ta’ T Te ث sa Ś es (dengan titik atas) ج jim J Je ح h ḥ ha (dengan titik bawah) خ kha’ Kh ka dan ha د dal D De ذ zal Ż ze (dengan titik di atas) ر ra’ R Er ز zai Z Zet س sin S Es ش syin Sy es dan ye ص sad Ş es (dengan titik di bawah) ض dad ḑ de (dengan titik di bawah) ط ta’ Ţ te (dengan titik di bawah) ظ za’ ẓ zet (dengan titik di bawah) ع ’ain ‘ koma terbalik di atas غ gain G Ge ف fa’ F Ef ق qaf Q Qi ك kaf K Ka ل lam L ’el م mim M ’em ن nun N ’en و waw W W ha’ H Ha ھـء hamzah ’ Apostrof ي ya’ Y Ye

Page 9: EMPOWERMENT KAUM DIFABEL DALAM ARENA PUBLIK …digilib.uin-suka.ac.id/22157/1/1420310051_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR... · SIGAB dalam upaya memberdayakan kaum difabel mengacu kepada tiga

ix

B. Konsonan Rangkap karena Syaddah Ditulis Rangkap

مـتعّددة عّدة

ditulis ditulis

Muta‘addidah ‘iddah

C. Ta’ marbutah

1. Bila dimatikan ditulis h

Semua ta’ marbutah ditulis dengan h, baik berada pada akhir kata

tunggal ataupun berada di tengah penggabungan kata (kata yang diikuti oleh

kata sandang “al”). Ketentuan ini tidak diperlukan bagi kata-kata Arab yang

sudah terserap dalam bahasa indonesia, seperti shalat, zakat, dan sebagainya

kecuali dikehendaki kata aslinya.

حكمة علّـة

كرامةاألولیاء

ditulis ditulis ditulis

ḥikmah ‘illah

karâmah al-auliyâ’

2. Bila ta’marbutah hidup atau dengan harkat, fathah, kasrah, dan dammah ditulis

t

Ditulis zakâtul fiṭri زكبة انفطر

D. Vokal Pendek dan Penerapannya

---- َ◌--- ---- ِ◌--- ---- ُ◌---

Fathah Kasrah

Dammah

ditulis ditulis ditulis

a i u

فَعل ُذكر

یَذھب

Fathah Kasrah

Dammah

ditulis ditulis ditulis

fa‘ala żukira

yażhabu

Page 10: EMPOWERMENT KAUM DIFABEL DALAM ARENA PUBLIK …digilib.uin-suka.ac.id/22157/1/1420310051_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR... · SIGAB dalam upaya memberdayakan kaum difabel mengacu kepada tiga

x

E. Vokal Panjang

1. fathah + alif جاھلـیّة

2. fathah + ya’ mati تَـنسى

3. Kasrah + ya’ mati كریـم

4. Dhammah + wawu mati فروض

ditulis ditulis ditulis ditulis ditulis ditulis ditulis ditulis

â jâhiliyyah

â tansâ

î karîm

û furûḑ

F. Vokal Rangkap

1. fathah + ya’ mati بـینكم

2. fathah + wawu mati قول

ditulis ditulis ditulis ditulis

ai bainakum

au qaul

G. Vokal Pendek yang Berurutan dalam Satu Kata Dipisahkan dengan Apostrof

أأنـتم اُعّدت

لئنشكرتـم

ditulis ditulis ditulis

a’antum u‘iddat

la’in syakartum

H. Kata Sandang Alif + Lam

1. Bila diikuti huruf Qamariyyah maka ditulis dengan menggunakan huruf awal“al”

القرأن القیاس

ditulis ditulis

al-Qur’ân al-Qiyâs

2. Bila diikuti huruf Syamsiyyah ditulis sesuai dengan huruf pertamaSyamsiyyah tersebut

الّسماء الّشمس

ditulis ditulis

as-Samâ’ asy-Syams

I. Penyusunan Kata-kata dalam Rangkaian Kalimat

Ditulis menurut penyusunannya

ذو�الفروضأھل السنّة

ditulis ditulis

żawî al-furûḑ ahl as-sunnah

Page 11: EMPOWERMENT KAUM DIFABEL DALAM ARENA PUBLIK …digilib.uin-suka.ac.id/22157/1/1420310051_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR... · SIGAB dalam upaya memberdayakan kaum difabel mengacu kepada tiga

xi

KATA PENGANTAR

Puji Syukur alhamdulillah penulis senantiasa panjatkan ke hadirat Allah

SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan sebuah karya kecil berupa tesis yang berjudul “Empowerment

Kaum Difabel dalam Arena Publik: Studi Kasus Program RINDI SIGAB

Yogyakarta”. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister pada

Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Sholawat dan salam

penulis sanjungkan kepada nabi Muhammad SAW, yang telah menuntun umat

manusia dari kebodohan menuju ilmu pengetahuan untuk kebahagiaan hidup di

dunia dan akhirat.

Selama penyusunan, penulis mengalami banyak hambatan yang

menimbulkan kesulitan dalam penyelesaian penulisan tesis ini, namun berkat

bantuan, bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan-

kesulitan yang timbul dapat teratasi. Oleh karena itu, segala kerendahan hati, pada

kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih kepada:

1. Kedua Orang Tuaku tercinta, Ayahanda Wajadu (almarhum) dan Ibunda

Hajerang yang telah melahirkan, mendidik, membesarkan, mengarahkan serta

mendoakan ananda dengan tulus sehingga penulis dapat menyelesaikan

penyusunan tesis ini dan tidak pernah berhenti memberikan dukungan kepada

penulis, baik bersifat materil maupun non materil selama berjalannya tesis ini

demi kesuksesan penulis.

Page 12: EMPOWERMENT KAUM DIFABEL DALAM ARENA PUBLIK …digilib.uin-suka.ac.id/22157/1/1420310051_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR... · SIGAB dalam upaya memberdayakan kaum difabel mengacu kepada tiga
Page 13: EMPOWERMENT KAUM DIFABEL DALAM ARENA PUBLIK …digilib.uin-suka.ac.id/22157/1/1420310051_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR... · SIGAB dalam upaya memberdayakan kaum difabel mengacu kepada tiga

MOTTO

“Sebuah Cinta Sejati Jika Kita Mampu Melampauai Kedirian Menuju Kepada Dia dan Mereka”

“Aku Ada Karena Aku Bebas Memilih”

“Orang Adil Tidak Mensyaratkan Ketuhanan, Sedang Orang Yang Bertuhan Mensyaratkan Keadilan Secara Mutlak, Jika Tidak, Maka

Ia Telah Kehilangan Tuhan Pada Dirinya”

xiv

Page 14: EMPOWERMENT KAUM DIFABEL DALAM ARENA PUBLIK …digilib.uin-suka.ac.id/22157/1/1420310051_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR... · SIGAB dalam upaya memberdayakan kaum difabel mengacu kepada tiga

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................... i

PERNYATAAN KEASLIAN ..................................................................... ii

BEBAS PLAGIASI ..................................................................................... iii

PENGESAHAN DIREKTUR .................................................................... iv

PERSETUJUAN TIM PENGUJI ............................................................... v

NOTA DINAS PEMBIMBING ................................................................. vi

ABSTRAK .................................................................................................. vii

PEDOMAN TRANSLITERASI ................................................................. viii

KATA PENGANTAR ................................................................................. xi

MOTTO ...................................................................................................... xiv

DAFTAR ISI ............................................................................................... xv

DAFTAR TABEL ....................................................................................... xvii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xviii

BAB I: PENDAHULUAN

A. Latar Belakang …………………………………………………… 1

B. Rumusan Masalah ……………………………………………….. 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian …………………………………. 6

D. Kajian Pustaka …………………………………………………… 7

E. Kerangka Teori …………………………………………………… 11

F. Metode Penelitian ………………………………………………... 19

G. Sistematika Pembahasan …………………………………………. 22

BAB II GAMBARAN UMUM SIGAB, KONTESTASI MAKNA

DIFABILITAS, NILAI PIJAKAN PEMBERDAYAAN DIFABEL

A. Gambaran Umum Sasana Integrasi dan Advokasi Difabel ……. 24

1. Sejarah Singkat ………………………………………………. 24

2. Visi, Misi dan Nilai-nilai ……………………………………. 28

3. Aktivitas organisasi ………………………………………….. 28

xv

Page 15: EMPOWERMENT KAUM DIFABEL DALAM ARENA PUBLIK …digilib.uin-suka.ac.id/22157/1/1420310051_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR... · SIGAB dalam upaya memberdayakan kaum difabel mengacu kepada tiga

4. Struktur Organisasi ………………………………………….. 31

B. Kontestasi Makna Difabilitas …………………………………… 32

1. Pendekatan Medical Model …………………………………. 32

2. Pendekatan Sosial Model ……………………………………. 40

3. Pendekatan HAM atau Sosial Politik ……………………….. 44

C. Nilai Pijakan Pemberdayaan Difabel ……………………………. 49

1. Hak Asasi Manusia …………………………………………... 49

2. Konsepsi Difabilitas ………………………………………….. 56

3. Konsepsi Inklusifitas …………………………………………. 65

BABIII: TINJAUAN ASPEK REGULASI DAN KONSTRUKSI

WACANA DALAM ARENA PUBLIK

A. Tinjauan aspek regulasi …………………………………………... 69

B. Konstruksi Wacanadalam Arena Publik ………………………… 86

1. Mematangkan Konsep Desa Inklusi …………………………. 89

2. Aksi Diskursif dalam Arena Publik ………………………….. 98

3. Membangun Perspektif Difabilitas …………………………… 104

4. Advokasi di Level Desa, Kecamatan dan Kabupaten ………. 107

5. Organisir Aktor Difabel Desa ………………………………… 112

BAB IV: CAPAIAN PERUBAHAN, PELEMBAGAAN DESA INKLUSI,

DINAMIKA DAN PROBLEMATIKA DALAM IMPLEMENTASI

PROGRAM RINTISAN DESA INKLUSI

A. Capaian Perubahan dalam Program Rintisan Desa Inklusi dari

Aspek Struktur Signifikasi, Dominasi dan Legitimasi …………. 117

B. Pelembagaan Desa Inklusi ………………………………………. 140

1. Aktor Lokal ………………………………………………….. 142

2. Organisasi Difabel Sendangtirto (ODS) …………………….. 144

3. Fasilitator Desa Inklusi ………………………………………. 147

4. Kader Desa Inklusi …………………………………………… 147

5. Sistem Informasi Desa ……………………………………….. 149

6. Peraturan Desa (Perdes) ……………………………………… 151

C. Dinamika dan Problematika dalam Implementasi Rintisan Desa

Inklusi ……………………………………………………………. 166

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ………………………………………………………. 174

B. Saran ……………………………………………………………… 178

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….. 179

LAMPIRAN-LAMPIRAN ………………………………………………. 183

DAFTAR RIWAYAT HIDUP …………………………………………… 188

xvi

Page 16: EMPOWERMENT KAUM DIFABEL DALAM ARENA PUBLIK …digilib.uin-suka.ac.id/22157/1/1420310051_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR... · SIGAB dalam upaya memberdayakan kaum difabel mengacu kepada tiga

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Unsur Pimpinan & Anggota SIGAB ………………………… 199

Tabel 2. Daftar Pengurus ODS, fasilitator & Kader Desa ……………. 130

Tabel 3 Aksesibilitas Bangunan Fisik …………………………………. 134

Tabel 4. Perubahan & Capaian Program Rintisan Desa Inklusi ……. 136

Tebel 5. Indikator Desa Inklusi………………………………………….. 164

xvii

Page 17: EMPOWERMENT KAUM DIFABEL DALAM ARENA PUBLIK …digilib.uin-suka.ac.id/22157/1/1420310051_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR... · SIGAB dalam upaya memberdayakan kaum difabel mengacu kepada tiga

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Skema teori strukturasi ……………………………………… 17

Gambar 3. Aksesibilitas Fasilitas Publik ……………………………….. 131

Gambar 3. Akesibilitas Fasilitas Publik ………………………………… 133

xviii

Page 18: EMPOWERMENT KAUM DIFABEL DALAM ARENA PUBLIK …digilib.uin-suka.ac.id/22157/1/1420310051_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR... · SIGAB dalam upaya memberdayakan kaum difabel mengacu kepada tiga

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berubahnya paradigma pembangunan nasional ke arah demokratisasi dan

desentralisasi, menumbuhkan kesadaran yang luas tentang perlunya peran serta

masyarakat dalam keseluruhan proses dan program pembangunan. Pemberdayaan

dan partisipasi muncul sebagai dua kata yang banyak diungkapkan ketika

berbicara tentang pembangunan. Oleh karena itu, pembangunan dalam paradigma

demokrasi, menicayakan pemberdayaan masyarakat secara keseluruhan, dimana

kebebasan dan persamaan hak dalam ruang publik menjadi basis untuk

meningkatkan partisipasi masyarakat untuk memperjuangkan hak-hak politiknya

serta andil dalam proses pembangunan. Melalui tatatan demokrasi ini – dengan

semangat iklusifitas dan partisipatif yang ada padanya, sangat memungkinkan

mewujudkan pemberdayaan dan partisipasi penuh masayarakat dalam ruang

publik, untuk mendorong terciptanya masyarakat yang berdaya saing serta

mandiri secara sosial, ekonomi, dan politik.

Oleh karena itu, tatanan politik demokrasi yang berorientasi pada

inklusifitas tersebut – sangat dibutuhkan sebagai instrumen pemberdayaan

masyarakat sipil (civil society). Karena berdayanya civil society memiliki

koherensi terhadap tegaknya fungsi HAM. Sedangkan pengakuan terhadap Hak

Asasi Manusia (HAM), membawa konsekuensi nyata akan adanya pengakuan

terhadap kebebasan, persamaan, dan keadilan bagi seluruh warga negara tanpa ada

pengecualian sedikit pun. Maka iklim politik demokrasi menjadi sangat relevan

Page 19: EMPOWERMENT KAUM DIFABEL DALAM ARENA PUBLIK …digilib.uin-suka.ac.id/22157/1/1420310051_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR... · SIGAB dalam upaya memberdayakan kaum difabel mengacu kepada tiga

2

berdampingan dengan pemberdayaan masayarakat (termasuk dalam hal ini

pemberdayaan kaum difabel dalam ruang publik). Ruang publik yang dimaksud

disini adalah ruang yang memiliki fungsi politis, dimana para warga negara

berpartisipasi dalam mengawasi jalannya pemerintahan – serta melakukan aksi

sosial, diskusi-diskusi, berkumpul dan musyawarah untuk mengartikulasikan dan

mempertemukan kepentingan-kepentingan mereka sehingga tercapai suatu

kesepekatan bersama yang menjadi representasi dari kepentingan masyarakat

secara umum.

Maka disini, dibutuhkan suatu konsep empowerment (pemberdayaan) yang

pada dasarnya adalah bagian dari upaya untuk membentuk suasana kemanusiaan

yang adil dan beradab secara struktural, baik dalam kehidupan keluarga,

masyarakat, negara, regional, internasional, maupun dalam bidang sosial, politik,

ekonomi dan lain-lain. Maka upaya perberdayaan masyarakat secara umum sangat

dibutuhkan untuk meningkatkan harkat dan martabat seluruh lapisan masyarakat

yang dalam konteks hari ini, masih ada sebagian besar masyarakat yang belum

mampu melepaskan diri dari perangkap keterbelakangan akibat dari sistem sosial

dan praktek politik yang masih bernuansa diskriminatif.

Konsep pemberdayaan (empowerment) merupakan upaya untuk

memberikan otonomi, wewenang, dan kepercayaan kepada setiap individu dalam

suatu organisasi, serta mendorong mereka untuk kreatif agar dapat menyelesaikan

tugasnya sebaik mungkin. Pemberdayaan dapat juga dipahami sebagai upaya

distribusi kekuasaan yang adil sehingga meningkatkan kesadaran politis dan

Page 20: EMPOWERMENT KAUM DIFABEL DALAM ARENA PUBLIK …digilib.uin-suka.ac.id/22157/1/1420310051_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR... · SIGAB dalam upaya memberdayakan kaum difabel mengacu kepada tiga

3

kekuasaan pada kelompok yang lemah serta memperbesar pengaruh mereka

terhadap proses dan hasil-hasil pembangunan.

Menurut Sumodiningrat dan Gunawan (2002) sebagaimana dikutip Agus

Purbathin Hadi, Jika dilihat dari proses operasionalisasinya, maka ide

pemberdayaan memiliki dua kecenderungan, antara lain: pertama, kecenderungan

primer, yaitu kecenderungan proses yang memberikan atau mengalihkan sebagian

kekuasaan, kekuatan, atau kemampuan (power) kepada masyarakat atau individu

menjadi lebih berdaya. Proses ini dapat dilengkapi pula dengan upaya

membangun asset material guna mendukung pembangunan kemandirian mereka

melalui organisasi; dan kedua, kecenderungan sekunder, yaitu kecenderungan

yang menekankan pada proses memberikan stimulasi, mendorong atau

memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk

menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog. Dua

kecenderungan tersebut memberikan (pada titik ekstrem) seolah berseberangan,

namun seringkali untuk mewujudkan kecenderungan primer harus melalui

kecenderungan sekunder terlebih dahulu.1

Namun tidak sedikit – untuk tidak mengatakan masih banyak kebijakan

dan implementasi pemberdayaan masyarakat yang dicanangkan oleh pemerintah

belum menyentu seluruh lapisan masyarakat secara keseluruhan dan tentunya

tidak salah jika dikatakan belum tepat sasaran. Salah satu kelompok masyarakat

yang seringkali terabaikan hak-haknya oleh pemerintah adalah kaum difabel2,

1 Agus Purbathin Hadi, “Konsep Pemberdayaan, Partisipasi dan Kelembagaan dalam

Pembangunan”, Yayasan Agribisnis/Pusat Pengembangan Masyarakat Agrikarya (PPMA), hlm. 2. 2 Istilah “difabel” merupakan istilah resmi untuk menggantikan kata “cacat” sejak 1998.

Rujukan akronim difabel merupakan kepanjangan dari frasa different ability people (masyarakat

Page 21: EMPOWERMENT KAUM DIFABEL DALAM ARENA PUBLIK …digilib.uin-suka.ac.id/22157/1/1420310051_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR... · SIGAB dalam upaya memberdayakan kaum difabel mengacu kepada tiga

4

yang mana sampai saat ini kaum difabel masih menjadi masyarakat kelas dua,

yang selalu menjadi korban diskriminasi secara sosial mapaun secara struktural.

Alienasi serta subordinasi kaum difabel secara sosial seringkali kita temui dalam

kehidupan sehari-hari, ditambah kebijakan pemerintah yang juga seringkali tidak

tepat sasaran serta bias normalitas-difabilitas. Dalam artian bahwa kabijakan

pemerintah belum menyentu secara universal aspek-aspek difabilitas yang

notabene menjadi harapan dan cita-cita kaum difabel.

Aspek difabilitas yang dimaksud di atas adalah terwujudnya aksesibilitas

atas seluruh aspek dan sendi kehidupan, termasuk dalam hal ini, akses ekonomi,

akses sosial-politik, akses pendidikan, maupun akses ruang umum (sarana dan

prasarana publik) untuk mempermudah ruang gerak atau mobilitas kaum difabel

dalam menjalani aktivitas dan kehidupan sosialnya. Maka kehidupan yang

aksesibel bukan hanya milik kelompok normalitas (non-difabel), namun

aksesibilitas segala sendi atau aspek kehidupan itu juga seharusnya

mengakomodir kelompok difabel yang notabene juga sebagai warga negara yang

sah, yang sudah selayaknya diperlakukan setara dengan non-difabel. Disini

pemerintah dituntut untuk menempatkan seluruh rakyatnya secara equality

(setara), tanpa terkecuali kaum difabel.

Di beberapa tempat, pemberdayaan kaum difabel dala ruang publik sudah

mulai digalakkan, hal tersebut merupakan buah dari hasil perjuangan yang terus-

berdaya beda). Difabel ialah orang yang menjalankan kegiatan hidup dengan kondisi fisik dan atau mental yang berbeda dengan kebanyakan orang pada umumnya. Kondisi seperti ini bisa datang dari bawaan sejak lahir atau muncul saat dewasa sebagai akibat dari suatu penyakit, malnutrisi, kecelakaan atau sebab lain yang mengakibatkan salah satu fungsi fisik dan mentalnya tidak berfungsi semestinya. Lihat Benni Indo, “Urgensi Kesadaran Kolektif Tentang Hak Difabel” (Artikel) http://solider.or.id, diakses: 12 Oktober 2015.

Page 22: EMPOWERMENT KAUM DIFABEL DALAM ARENA PUBLIK …digilib.uin-suka.ac.id/22157/1/1420310051_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR... · SIGAB dalam upaya memberdayakan kaum difabel mengacu kepada tiga

5

menerus dilakukan oleh kaum difabel melalui organisasi-organisasi yang secara

sektoral bergerak pada pemberdayaan kaum difabel (difabel society). Dimana

dalam hal ini, kaum difabel mengorganisir diri mereka kedalam berbagai varian

organisasi semisal Ormas, LSM-NGO, dan beberapa Yayasan Kedifabelan yang

secara sektoral bergerak pada pemberdayaan kaum difabel. Bukti konkret

pemberdayaan tersebut dapat kita lihat dengan berdiriya Pusat Layanan Difabel

(PLD) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, rintisan Desa Inklusi yang dipelopori

oleh organisasi Sasana Integrasi dan Advokasi Difabel (SIGAB) di Kabupaten

Sleman dan Kulon Progo, serta pelibatan kaum difabel dalam Musrembang baik

pada tingkat Desa maupun pada tingkat Kecamatan. Hal tersebut dapat kita

pahami sebagai bagian dari upaya untuk menekankan eksistensi politis kaum

difabel dalam ruang publik – termasuk dalam hal ini akses ke otoritas pemegang

kebijakan guna untuk mempengaruhi kebijakan publik.

Oleh karena itu, penelitian tentang pemberdayaan kaum difabel dalam

arena publik menjadi sengat relevan dan menarik, mengingat eksistensi kaum

difabel yang semakin hari semankin kuat, baik secara organisasional maupun

secara sosial-politik. Dimana dulunya kaum difabel termarjinalkan secara sosial,

ekonomi dan politik – kini mereka memiliki modal sosial dan modal politik

dengan sokongan organisasi yang rapi dan terorginisir, yang mana organisasi-

organisasi tersebut menjadi wadah penyaluran aspirasi, agregasi, dan artikulasi

kepentingan-kepentingan politik kaum difabel.

Jadi, penelitian ini akan difokuskan pada proses pemberdayaan kaum

difabel dalam arena publik melalui Desa Inklusi yang dirintis oleh organisasi

Page 23: EMPOWERMENT KAUM DIFABEL DALAM ARENA PUBLIK …digilib.uin-suka.ac.id/22157/1/1420310051_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR... · SIGAB dalam upaya memberdayakan kaum difabel mengacu kepada tiga

6

SIGAB di Kabupaten Sleman tepatnya di dua Desa, yaitu Desa Sendangadi dan

Desa Sendangtirto, dalam hal ini akan ditinjau bentuk-bentuk pemberdayaan, serta

strategi pemberdayaannya. Wacana dan praksis Desa Inklusi, dalam pada ini

dipahami sebagai wacana yang berorientasi politis, maka Desa Inklusi ini

diasumsikan akan melahirkan pakta kuasa menuju kesetaraan politik, sehingga

pemberdayaan tersebut membuka ruang bagi kaum difabel untuk andil dalam

kontestasi politik pada arena publik. Demikian fokus permasalahan yang akan

menjadi objek kajian penulis.

B. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas dapat ditarik beberapa pokok

permasalahan yang akan menjadi fokus kajian penulis yaitu sebagai berikut:

1. Apa nilai pijakan yang menjadi basis tindakan SIGAB dalam

memberdayakan kaum difabel dalam arena publik?

2. Bagaimana SIGAB mengkonstruksi wacana di dalam arena publik untuk

mewujudkan program RINDI?

3. Apa perubahan yang dicapai dalam program RINDI dari aspek struktur

signifikasi, dominasi dan legitimasi?

4. Bagaimana strategi SIGAB melembagakan desa inklusi untuk menjaga

sustainabilitas program RINDI?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui proses pemberdayaan kaum difabel dalam arena publik.

Page 24: EMPOWERMENT KAUM DIFABEL DALAM ARENA PUBLIK …digilib.uin-suka.ac.id/22157/1/1420310051_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR... · SIGAB dalam upaya memberdayakan kaum difabel mengacu kepada tiga

7

b. Untuk memberikan penjelasan secara mendalam tentang tentang bentuk-

bentuk dan strategi pemberdayaan kaum difabel baik secara sosial maupun

secara politik.

c. Untuk menjelaskan motiv dan cita-cita politik dibalik pemberdayaan

politik kaum difabel.

2. Manfaat Penelitian

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi akademik dalam

pengembangan kajian tentang pemberdayaan kaum difabel di Indonesia

secara umum dan Yogyakarta secara khusus.

b. Sebagai tambahan khasana keilmuan mengenai kajian tentang kaum difabel

yang sudah ada sebelumnya.

c. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi rujukan bagi peneliti

berikutnya yang mengangkat tema yang sama.

D. Kajian Pustaka

Berdasarkan penelusuran penulis, kajian tentang tema atau wacana

difabilitas sudah banyak dilakukan, namun disini penulis akan mengambil

beberapa tulisan atau penelitian yang secara teoretis relevan dengan kajian

penulis. Berikut beberapa penelitian-penelitian tersebut:

Salah satunya adalah penelitian Abdullah Fikri, dalam tesisnya,

“Eksperimentasi Membangun Demokrasi Inklusif: Studi Kasus terhadap

Akseptabilitas Gusdur dalam Ruang Politik Indonesia”. Kajian ini fokus pada dua

permasalahan: Pertama, Akseptabilitas Gusdur sebagai difabel dalam ruang

Page 25: EMPOWERMENT KAUM DIFABEL DALAM ARENA PUBLIK …digilib.uin-suka.ac.id/22157/1/1420310051_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR... · SIGAB dalam upaya memberdayakan kaum difabel mengacu kepada tiga

8

politik Indonesia; Kedua, Konstruksi demokrasi inklusif bagi kaum difabel

berbasis nilai islam dalam konteks Indonesia.3

Abdullah Fikri berkesimpulan bahwa akseptabilitas Gusdur dalam politik

Indonesia merupakan hasil dari konsolidasi ashobiyah elit politik. Meskipun

Gusdur mengalami difabilitas, namun, hal itu tidak menghambat akseptabilitasnya

dalam ruang politik Indonesia. Dengan mengabaikan difabilitas yang dialami

Gusdur, dan lebih mendasarkan pada kemampuan personalnya untuk memimpin

bangsa Indonesia, maka bangsa Indonesia telah memulai (melakukan

eksperimentasi) untuk mewujudkan demokrasi inklusif, khususnya dalam ranah

politik. Sedangkan konstruksi demokrasi inklusif berbasis nilai islam konteks ke-

Indonesia-an didasarkan atas lima pilar, yaitu: (1) humanisasi, (2) liberasi, (3)

transendensi (misi sosial profetik), (4) inclusive society (hasil dari penerapan misi

sosial profetik), (5) asintant system (bentuk aplikatif dari penerapan demokrasi

inklusif, yang dapat diformulasikan ke dalam tata aturan perundang-undangan).

Menurut fikri, kelima pilar tersebut relevan dengan kondis bangsa Indonesia, yang

memiliki dasar Pancasila dalam bernegara dan memiliki penduduk mayoritas

muslim.4

Selanjutnya penelitian Sakinah Nadir, “Otonomi Daerah Dan

Desentralisasi Desa: Menuju Pemberdayaan Masyarakat Desa”, dalam Jurnal

Politik Profetik Volume 1 Nomor 1 Tahun 2013. Penelitian ini fokus pada dua

hal: pertama, Pelaksanaan Otonomi Desa secara umum serta beberapa hal terkait

3 Abdullah Fikri, “Eksperimentasi Membangun Demokrasi Inklusif: Studi Kasus terhadap

Akseptabilitas Gusdur dalam Ruang Politik Indonesia”, (Tesis Magister, Pasca Sarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2015), hlm. vii.

4 Ibid.

Page 26: EMPOWERMENT KAUM DIFABEL DALAM ARENA PUBLIK …digilib.uin-suka.ac.id/22157/1/1420310051_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR... · SIGAB dalam upaya memberdayakan kaum difabel mengacu kepada tiga

9

kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah Daerah yang dapat mendorong sekaligus

memfasilitasi upaya pemberdayaan masyarakat desa menuju masyarakat Desa

yang lebih demokratis; kedua, respon masyarakat Desa terhadap berbagai upaya

berkenaan dengan pemberdayaan masyarakat Desa melalui berbagai Peraturan

Daerah.

Hasil penelitian ini menunjukkan, Kewenangan besar yang dimiliki oleh

Pemerintah Daerah sebagai konsekuensi logis dari pelaksanaan kebijakan

Otonomi Daerah, dapat memberikan peluang bagi tumbuh dan berkembangnya

nilai-nilai local. Pemerintah Daerah menganggap bahwa Otonomi Desa

merupakan bagian Integral dari pelaksanaan Otonomi Daerah. Akibatnya

masyarakat Desa kemudian tetap tersubordinasi dengan kekuatan besar yang

berada di luarnya yakni pada Pemerintah Daerah, tanpa posisi tawar yang

memadai. Dalam kondisi yang demikian, amat sulit bagi kita untuk

membayangkan akan hadirnya pemberdayaan bagi masyarakat Desa melalui

Otonomi Desa.5

Menurut Sakinah Nadir, Seharusnya Otonomi Desa memberikan

kewenangan yang luas kepada Pemerintah Desa bersama-sama dengan Badan

Permusyawaratan Desa (BPD) untuk mengambil inisiatif dalam merencanakan

dan melaksanakan Pembangunan diwilayahnya sesuai dengan kondisi dan aspirasi

masyarakatnya. Dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas maupun kuantitas

pelayanan kepada masyarakatnya, melalui berbagai peraturan desa.6 Kehadiran

lembaga BPD menunjukan sebuah skema menyangkut pemisahan antara lembaga

5 Sakinah Nadir, “Otonomi Daerah Dan Desentralisasi Desa: Menuju Pemberdayaan

Masyarakat Desa”, Jurnal Politik Profetik Volume 1 No. 1, Tahun 2013, hlm. 97. 6 Ibid., hlm. 94.

Page 27: EMPOWERMENT KAUM DIFABEL DALAM ARENA PUBLIK …digilib.uin-suka.ac.id/22157/1/1420310051_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR... · SIGAB dalam upaya memberdayakan kaum difabel mengacu kepada tiga

10

legislatif desa yang diwakili oleh BPD dengan pihak eksekutif yakni kepala Desa

serta para perangkatnya. Artinya dengan skema ini, posisi Pemerintahan di Desa

akan mengarah kepada kondisi Check and balance diantara kedua lembaga

penting desa tersebut.7

Terakhir, penelitian Otho H. Hadi, “Peran Masyarakat Sipil dalam Proses

Demokratisasi”, dalam Jurnal Makara, Sosial Humaniora, Vol. 14, No. 2,

Desember 2010. Penelitian ditujukan untuk mengidentifikasi permasalahan yang

dihadapi oleh organisasi masyarakat sipil dalam mengimplementasikan perannya

terkait dengan aspek enabling environment (faktor eksternal) dan kapasitas

organisasi serta pengembangan karakter (faktor internal), memperoleh gambaran

mengenai profil perkembangan masyarakat sipil dalam konteks kontribusi peran

sebagai aktor penting pemajuan demokrasi, dan menyusun rekomendasi kebijakan

terkait dengan kontribusi dan peningkatan peran masyarakat sipil dalam proses

konsolidasi demokrasi di Indonesia.8

Hasil studi ini menunjukkan bahwa: (1) hubungan Negara – masyarakat

sipil di Indonesia sangat dipengaruhi oleh konteks lokal (budaya masyarakat dan

budaya politik), karakter organisasi masyarakat sipil (SDM dan manajemen,

finansial, model gerakan, jaringan), dan dinamika ekonomi politik lokal dan

nasional; (2) organisasi masyarakat sipil memiliki potensi penting bagi proses

konsolidasi demokrasi di Indonesia; (3) peran masyarakat dalam mendorong

7 Ibid., hlm. 97. 8 Otho H. Hadi, “Peran Masyarakat Sipil dalam Proses Demokratisasi”, Jurnal Makara,

Sosial Humaniora, Departemen Sosiologi, FISIP, Universitas Indonesia, Vol. 14, No. 2, Desember 2010, hlm. 177.

Page 28: EMPOWERMENT KAUM DIFABEL DALAM ARENA PUBLIK …digilib.uin-suka.ac.id/22157/1/1420310051_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR... · SIGAB dalam upaya memberdayakan kaum difabel mengacu kepada tiga

11

perkembangan LSM/organisasi masyarakat sipil di Indonesia cukup signifikan.9

Pada seluruh daerah penelitian ditemukan adanya respon yang positif dari

masyarakat, dimana tidak ditemukan adanya kasus-kasus benturan antara aktivitas

yang dilakukan oleh LSM dan organisasi masyarakat sipil dengan komunitas

tertentu di daerah.10

Berdasarakan kajian kepustakaaan di atas, penulis melihat bahwa kajian

tentang pemberdayaan kaum difabel dalam arena publik – dalam hal ini

pemberdayaan melalui wacana dan praksis Desa Inklusi yang dirintis oleh SIGAB

belum pernah dilakukan. Oleh karena itu pada kesempatan ini, penulis akan

memfokuskan kajian pada aspek pemberdayaan dalam arena publik, yang akan

berbicara masalah proses dan bentuk-bentuk pemberdayaan dalam praksis Desa

Inklusi, yang mana pemberdayaan tersebut diasumsikan berorientasi politis

menuju pelibatan kaum difabel dalam arena publik.

E. Kerangka Teori

Berbicara tentang desa inklusi, tentunya kita akan tertuju pada dua

dimensi, yaitu dimensi teoritis (pandangan dunia) dan dimensi praktis

(objektifikasi konsepsi/ide inklusi ke dalam praktik sosial). Jadi, desa inklusi

tersebut bisa dilihat sebagai sebuah wacana, juga bisa disebut sebagai praksis.

Sebagai sebuah wacana ia adalah konsep yang dibaliknya terdapat pandangan

dunia (ideologi) dan kerangka epitemologi tertentu yang menjadi suatu tujuan

ideal kelompok difabel. Sedangkan sebagai praksis, desa inklusi dapat dilihat

sebagai praktik sosial politik yang berorientasi pada budaya sosial politik yang

9 Ibid. 10 Ibid., hlm. 128.

Page 29: EMPOWERMENT KAUM DIFABEL DALAM ARENA PUBLIK …digilib.uin-suka.ac.id/22157/1/1420310051_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR... · SIGAB dalam upaya memberdayakan kaum difabel mengacu kepada tiga

12

menghargai keragaman kemapuan yang disebut dengan nilai difabilitas, ia juga

berorientasi pada kesetaraan setiap warga negara dalam hal akses ruang publik,

itulah yang disebut dengan nilai inklusi.

Ruang publik dikontruksi untuk memberikan andil kepada kelompok

difabel agar mampu berpartisipasi dan mengartikulasikan kepentingan-

kepentingannya.

Oleh karena ia berorientasi pada suatu nilai dan ideologi tertentu, maka

penelitian ini akan diarahkan pada sejauh mana aktor atau agen sosial

memproduksi dan mereproduksi suatu tindakan tertentu sehingga menghasilkan

sebuah praktik sosial yang berbeda dari kebiasaan umum masyarakat. Singkatnya

penelitian ini akan melakukan telaah mendasar relasi agen dan struktur dalam

menciptakan suatu tatanan baru diluar dari bangunan struktur yang lama. Jadi,

akan difokuskan pada perubahan perspektif yang kemudian berdampak pada

perubahan perilaku masyarakat dan pemerintah, sehingga berdampak pada

perwujudan atau implementasi Program RINDI.

Tentunya berbicara tentang agen dan struktur atau hubungan agen dan

struktur dalam gugus perilaku sosial – kiranya kita akan tertuju pada konsep atau

teori strukturasi Anthony Giddens. Strukturasi merupakan konsep sosiologi utama

Giddens sebagai kritik terhadap teori fungsionalisme dan evolusionalisme dalam

teori strukturalisme. Inti teori strukturasi terletak pada tiga konsep utama yaitu

tentang “struktur”, “sistem”, dan “dualitas struktur”.

Menurut teori strukturasi, domain dasar kajian ilmu-ilmu sosial bukanlah

pengalaman aktor individu, maupun keberadaan bentuk apapun totalitas

Page 30: EMPOWERMENT KAUM DIFABEL DALAM ARENA PUBLIK …digilib.uin-suka.ac.id/22157/1/1420310051_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR... · SIGAB dalam upaya memberdayakan kaum difabel mengacu kepada tiga

13

kemasyarakatan, namun merupakan praktek-praktek sosial yang ditata menurut

ruang dan waktu. Aktivitas-aktivitas sosial manusia, seperti halnya hakikat butir-

butir reproduksi diri, bersifat rekursif. Tujuan aktivitas-aktivitas sosial itu tidak

dilaksanakan oleh aktor-aktor sosial melainkan secara terus menerus mereka

ciptakan melalui alat-alat yang mereka gunakan mengekspresikan dirinya sendiri

sebagai aktor-aktor. Pada dan melalui aktivitas-aktivitasnya, agen-agen

mereproduksi kondisi-kondisi yang memungkinkan dilakukannya aktivitas-

aktivitas.11 Dalam hal ini SIGAB, selaku aktor mereproduksi suatu tindakan untuk

menciptakan sebuah tatanan sosial yang disebutnya sebagai masyarakat inklusi.

Untuk menciptakan tatanan masyarakat inklusi, SIGAB meng-konstruksi

suatu ide atau gagasan lalu diobjektifikasi ke dalam praksis sosial, yaitu melalui

program Rintisan Desa Inklusi (disingkat RINDI). Program tersebut dikonstruksi

untuk mereproduksi bangunan struktur lama sehingga memunculkan praktik sosial

inklusif, suatu praktik sosial yang menekankan partisipasi serta pembauran antara

difabel dan non-difabel dalam ruang publik yang berlandaskan pada konsepsi

difabilitas dan inklusifitas. Yaitu sebuah tatanan dimana setiap masyarakat

diperlakukan sama dan setara dengan masyarakat lainnya tanpa ada diskriminasi

dan alienasi masyarakat tertentu di dalamnya, utamanya kelompok menoritas

seperti masyarakat difabel.

Menurut Giddens, menjadi manusia berarti menjadi agen pelaku bertujuan,

yang keduanya memiliki alasan-alasan atas aktivitas-aktivitasnya dan mampu, jika

11 Anthony Giddens, The Constitution of Society: Teori Strukturasi untuk Analisis Sosial,

terj. Adi Loka Sujono, Cet. 4 (Yogyakarta: Pedati, 2011), hlm. 3.

Page 31: EMPOWERMENT KAUM DIFABEL DALAM ARENA PUBLIK …digilib.uin-suka.ac.id/22157/1/1420310051_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR... · SIGAB dalam upaya memberdayakan kaum difabel mengacu kepada tiga

14

diminta, menguraikannya secara berulang alasan-alasan itu.12 Lanjut Giddens,

agensi berurusan dengan peristiwa-peristiwa yang pelakunya seseorang,

maksudnya individu itu dalam sembarang fase dalam suatu rangkaian perilaku

tertentu, seseungguhnya bisa bertindak secara berbeda. Apapun yang terjadi tidak

akan pasti jika individu itu tidak campur tangan. Tindakan merupakan suatu

proses yang berkesinambungan, suatu aliran, di mana monitoring refleksif yang

dipertahankan individu itu merupakan dasar bagi pengendalian tubuh yang

biasanya diteruskan oleh aktor-aktor itu dalam kehidupan kesehariannya.13

Menurut Giddens seperti dikutip George Ritzer, inti teori struktursi

terletak pada ide mengenai struktur, sistem, dan dualitas struktur itu. Struktur

didefinisikan sebagai “sifat-sifat penyusun aturan-aturan dan sumber daya – sifat-

sifat yang memungkinkan adanya praktik-praktik sosial serupa yang dapat dilihat

membentang dalam lintas ruang dan waktu dan memberi bentuk sistemik pada

mereka. Struktur-struktur itu sendiri tidak ada di dalam ruang dan waktu. Lebih

tepatnya, fenomena sosial mempunyai kapasitas untuk menjadi terstruktur.

Giddens berpendapat bahwa struktur hanya ada di dalam dan melalui kegiatan-

kegiatan agen manusia. Dalam hal ini, Giddens tidak menolak fakta bahwa

struktur dapat membatasi tindakan, tetapi dia merasa bahwa para sosiolog telah

melebih-lebihkan pentingnya pembatas itu. Selanjutnya, mereka telah gagal

menenkankan fakta bahwa struktur “selalu bersifat membatasi dan

memungkinkan”.14

12 Ibid. 13 Ibid., hlm. 11. 14 George Ritzer, Teori Sosiologi: dari Sosiologi Klasik sampai Perkembangan terakhir

Postmodern, terj. Saut Pasaribu dkk, Cet. 1 (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), hlm. 892.

Page 32: EMPOWERMENT KAUM DIFABEL DALAM ARENA PUBLIK …digilib.uin-suka.ac.id/22157/1/1420310051_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR... · SIGAB dalam upaya memberdayakan kaum difabel mengacu kepada tiga

15

Salah satu proposisi utama teori strukturasi adalah bahwa aturan dan

sember daya yang digunakan dalam produksi dan reproduksi tindakan sosial

sekaligus merupakan alat reproduksi sistem (dualitas sruktur).15 Struktur, sebagai

perangkat aturan dan sumber daya yang diorganisasikan secara rekursif, berada

diluar ruang dan waktu, disimpan dalam koordinasi dan kesegeraannya sebagai

jejak-jejak memori dan ditandai oleh ketiadaan subyek. Sebaliknya, sistem sosial

tempat disiratkannya secara rekursif struktur terdiri dari aktivitas-aktivitas agen

manusia dalam situasi tertentu, yang direproduksi dalam ruang dan wakktu.16

Stuktur Sistem Strukturasi

Aturan dan sumber daya

atau seperangkat

hubungan transformasi

yang diorganisasikan

sebagai sifat-sifat sistem

sosial

Hubungan yang

direproduksi antara aktor

atau kolektivitas yang

diorganisasikan sebagai

praktek sosial reguler

Kondisi yang menentukan

kesinambungan atau

transmutasi struktur dan

dengan demikian

reproduksi sistem sosial itu

sendiri

Sumber: Anthony Giddens dalam buku The Constitution of Society17

Menganalisis strukturasi sistem sosial berarti mengkaji mode-mode tempat

diproduksi dan direproduksinya sistem-sistem seperti itu dalam interaksi, yang

didasarkan pada aktivitas-aktivitas utama aktor-aktor di tempat tertentu yang

menggunakan aturan-aturan dan sember daya-sumber daya dalam konteks

tindakan yang beraneka ragam.18

Tentu yang paling penting dalam gagasan strukturasi Giddens adalah

teorema dualitas struktur. Menurut Giddens, pembentukan agen dan struktur-

struktur bukanlah dua gugus fenomena yang saling terpisah, yakni dualisme,

15 Anthony Giddens, The Constitution…, hlm. 23-24. 16 Ibid., hlm. 31. 17 Ibid. 18 Ibid.

Page 33: EMPOWERMENT KAUM DIFABEL DALAM ARENA PUBLIK …digilib.uin-suka.ac.id/22157/1/1420310051_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR... · SIGAB dalam upaya memberdayakan kaum difabel mengacu kepada tiga

16

melainkan menggambarkan suatu hubungan dualitas. Dengan kata lain, konsep

dualitas struktur menekankan pada sifat-sifat struktural sistem sosial keduanya

merupakan media dan hasil tindakan-tindakan aktor yang diorganisasikan secara

rekursif. Struktur tidaklah disamakan dengan kekangan (constraint) namun selalu

mengekang (constraining) dan sekaligus membebaskan (enabling).19

Agen,menurut Giddens “memiliki kemampuan menciptakan perbedaan

sosial di dunia sosial. Lebih kuat lagi, agen tidak mungkin ada tanpa kekuasaan;

jadi, aktor tidak lagi menjadi agen jika ia kehilangan kapasitas untuk menciptakan

perbedaan. Giddens jelas mengakui adanya sejumlah hambatan terhadap aktor,

namun tidak berarti bahwa aktor tidak memiliki pilihan dan tidak menciptakan

perbedaan. Bagi Giddens, secara logis kekuasaan mendahului subjektivitas karena

tindakan melibatkan kekuasaan, atau kemampuan mengubah situasi.20

Kekuasaan menurut Giddens adalah:

“Mampu ‘bertindak lain’ berarti mengintervensi dunia, atau menjaga diri dari intervensi semacam itu, dengan dampak mempengaruhi suatu proses atau keadaan khusus dari urusan-urusan. Hubungan ini mengandaikan bahwa menjadi seorang agen harus mampu menggunakan (secara terus menerus di dalam kehidupan seharihari) sederet kekuasaan kausal, termasuk mempengaruhi kekuasaan-kekuasaan yang dijalankan oleh orang lain. Tindakan bergantung pada kemampuan individu untuk ‘mepengaruhi’ keadaan urusan atau rangkaian peristiwa yang telah ada sebelumnya. Seorang agen tidak lagi mampu berperan demikian jika dia kehilangan kemampuan untuk ‘memengaruhi’, yaitu menggunakan suatu jenis kekuasaan. Banyak kasus menarik bagi analisis sosial bepusat di sekitar batasan-batasan dari apa yang dipandang sebagai tindakan, saat ketika kekuasaan seseorang dibatasi oleh sederet keadaan tertentu. Akan tetapi, yang pertama penting untuk diketahui adalah bahwa keadaan-keadaan dari pembatas sosial yang membuat para individu ‘tidak memiliki pilihan’ tidak boleh disamakan dengan terputusnya tindakan seperti itu.

19 Ibid., hlm. 32. 20 Haedar Nashir, “Memahami Strukturasi Dalam Perspektif”, Jurnal SOSIOLOGI

REFLEKTIF, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik dan Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Volume 7, Nomor 1, Oktober 2012, hlm. 6.

Page 34: EMPOWERMENT KAUM DIFABEL DALAM ARENA PUBLIK …digilib.uin-suka.ac.id/22157/1/1420310051_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR... · SIGAB dalam upaya memberdayakan kaum difabel mengacu kepada tiga

17

‘Tidak memiliki pilihan’ bukan berarti bahwa tindakan telah tergantikan oleh reaksi (seperti kedipan seseorang ketika ada gerakan cepat di dekat matanya). Mungkin kondisi ini tampak begitu jelas sehingga tidak diperlukan lagi. Tetapi, sejumlah mazhab sosial terkemuka, terutama yang bersinggungan dengan objektivisme dan ‘sosiologi struktural’ belum mengakui pembedaan itu. Mazhab-mazhab sosial itu menganggap bahwa pembatas-pembatas sosial bekerja mirip seperti kekuatan-kekuatan alam, seolah-olah ‘tidak memiliki pilihan’ sama ketika tidak kuasa menahan dorongan dari tekanan-tekanan mekanis”.21 Giddens membagi tiga gugus kesadaran:

1. Kesadaran diskursif mengandung arti bentuk-bentuk ingatan yang mampu

diekspresikan secara verbal oleh aktor bersangkuta;

2. Kesadaran praktis melibatkan ingatan yang aksesnya dimiliki agen dalam

arus (duree) tanpa mampu mengekspresikan apa yang dia ketahui;

3. Ketaksadaran (the unconscious) mengacu pada mode-mode ingatan yang

akses langsungnya tidak dimiliki agen karena ada semacam halangan

negatif yang menghambat penyatuan tanpa mediasi dalam memonitor

secara refleksif tindakan dan terutama dalam kesadaran diskursif.

Gambar. 1

Struktur

Modalitas

Interaksi

Sumber: Anthony Giddens22

21 Ibid., hlm. 7. Lihat Anthony Giddens, The Constitution…, hlm. 18. 22 Ibid., hlm. 36.

Signifikasi Dominasi Legitimasi

Skema Fasilitas Norma

Komunikasi Kekuasaan Sanksi

Page 35: EMPOWERMENT KAUM DIFABEL DALAM ARENA PUBLIK …digilib.uin-suka.ac.id/22157/1/1420310051_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR... · SIGAB dalam upaya memberdayakan kaum difabel mengacu kepada tiga

18

Dimensi-dimensi dualitas struktur digambarkan pada pada gambar 1.

Aktor manusia tidak hanya mampu memonitor aktivitas-aktivitasnya sendiri dan

orang lain dalam regularitas perilaku sehari-hari, namun juga mampu memonitor

kerja monitoringnya sendiri dalam kesadaran diskursif. Skema interpretatif adalah

cara penetapan jenis yang dimasukkan dalam gudang pengetahuan aktor, yang

secara refleksif diterapkan dalam melakukan komunikasi. Gudang pengetahuan

yang digunakan aktor-aktor dalam memproduksi dan mereproduksi interaksi sama

dengan pengetahuan yang mereka gunakan dalam membuat cerita, memberikan

alasan, dan sebagainya.23

Giddens dalam Herry Priyono sebagaimana dikutip Haidar Nashir, melihat

tiga gugus struktur: Pertama, struktur penandaan atau signifikasi (signification)

yang menyangkut skemata simbolik, pemaknaan, penyebutan, dan wacana.

Contoh menyebut guru kepada pengajar atau menyalakan lampu kendaraan tanda

belok kiri merupakan praktik sosial pada gugus struktur signifiasi. Kedua, struktur

penguasaan atau dominasi (domination) yang mencakup skemata penguasaan atas

orang (politik) dan barang/hal (economy). Contoh menyimpan uang di bank

merupakan bentuk struktur dominasi ekonomi dalam bentuk kontrol atas uang

atau barang. Contoh lain pemungutan suara dalam pemilihan umum merupakan

bentuk struktur dominasi politik yakni penguasaan atas orang.24

Ketiga, struktur pembenaran (legitimation) yang menyangkut skemata

peraturan normatif, yang terungkap dalam tata hukum. Contoh dari praktik sosial

dalam bentuk struktur legitimasi ialah razia polisi lalu-lintas terhadap pengendara

23 Ibid., hlm. 36-37. 24 Haedar Nashir, “Memahami Strukturasi…”, hlm. 4.

Page 36: EMPOWERMENT KAUM DIFABEL DALAM ARENA PUBLIK …digilib.uin-suka.ac.id/22157/1/1420310051_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR... · SIGAB dalam upaya memberdayakan kaum difabel mengacu kepada tiga

19

sepeda motor atau mobil yang tidak membawa SIM (Surat Izin Mengemudi).

Ketiga gugus struktur tersebut saling berkaitan satu sama lain. Contohnya skemata

signifikasi orang yang mengajar disebut guru pada gilirannya menyangkut

skemata dominasi otoritas guru atas murid dan juga skemata legitimasi hak guru

atas pengadaan ujian untuk menilai proses belajar murid. Hal serupa terjadi dalam

struktur dominasi dan legitimasi.25

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitiaan ini merupakan jenis riset kualitatif, yakni merupakan suatu

pendekatan dalam melakukan riset yang berorientasi pada penomena atau gejala

yang bersifat alami. Pelaksanaan riset ini bersifat mendasar atau membumi dan

bersifat naturalistik atau alami. Dengan istilah lain, riset semacam ini sering

disebut dengan Naturalistic Inquiry, Field Studi, atau Studi Observasional. Oleh

karena tidak dapat dilakukan di laboratorium, melainkan di lapangan, maka dilihat

dari sifatnya dapat dikategorikan ke dalam riset deskriptif.26

Metode kualitatif merupakan proses penelitian yang ingin menghasilkan

data bersifat deskriptif, yaitu berupa hasil ucapan, tulisan, dan perilaku individu

atau kelompok yang dapat diamati berdasarkan subyek itu sendiri. Dalam upaya

memahami sikap, pandangan, perasaan, dan perilaku individu atau kelompok

maka wawancara terbuka dan obeservasi menjadi penting untuk dilakukan.

25 Ibid. 26 Muhammad Ali, Memahami Riset Perilaku dan Sosial (Bandung: CV Pustaka

Cendekia Utama, 2011), hlm. 239.

Page 37: EMPOWERMENT KAUM DIFABEL DALAM ARENA PUBLIK …digilib.uin-suka.ac.id/22157/1/1420310051_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR... · SIGAB dalam upaya memberdayakan kaum difabel mengacu kepada tiga

20

Dengan begitu, pendekatan deskriptif ini lebih menekankan kepada latar belakang

perilaku individu atau kelompok yang diteliti secara keseluruhan.27

2. Objek Studi

Penelitian ini menjadikan pemberdayaan kaum difabel dalam program

desa inklusi yang dirintis oleh SIGAB sebagai objek kajian, sebab organisasi ini

merupakan salah satu lembaga organisasi gerakan sosial kaum difabel di

Indonesia, dan dianggap cukup solid, progresif, dan mempunyai jaringan yang

luas. Selain itu, organisasi ini mempunyai ragam arena perjuangan dari struktur

lembaga atas hingga struktur masyarakat bawah (grassroot). Seruan gerakannya

adalah emansipasi dan keadilan agar tercipta masyarakat inklusi, egaliter, dan

humanis yang menghargai nilai-nilai kemanusiaan, yang tentunya berkeadilan

terhadap kaum difabel.

Adapun pemilihan lokasi penelitian di Kabupaten Sleman karena pusat

kepengurusan SIGAB berada di kabupaten tersebut, termasuk pemberdayaan

kaum difabel melalui desa inklusi pertama kali digagas dan dirintis oleh SIGAB di

dua Desa yang berada dalam wilayah Kabupaten Sleman. Selain itu SIGAB

berkedudukan di Kabupaten Sleman, oleh karena itu cukup relevan dan objektif

jika penelitian dilakukan di pusat gerakan organisasi itu sendiri.

3. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas sumber

primer dan sekunder, atau disebut juga dengan data lunak dalam istilah

27 Saifuddin Azhar, Metode Penelitian (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), hlm.6

Page 38: EMPOWERMENT KAUM DIFABEL DALAM ARENA PUBLIK …digilib.uin-suka.ac.id/22157/1/1420310051_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR... · SIGAB dalam upaya memberdayakan kaum difabel mengacu kepada tiga

21

Muhammad Ali28. Sumber primer berasal dari wawancara mendalam yang penulis

lakukan dengan unsur pimpinan dan aktivis-aktivis SIGAB di Yogyakarta sebagai

informan kunci dalam penelitian. Selain itu penulis juga melakukan wawancara

dengan perangkat Desa Sendangtirto dan Camat Berbah, tokoh-tokoh

masyararakat dan pemuda setempat, termasuk dengan anggota Organisasi Difabel

Sendangtirto, fasilitator desa dan kader desa inklusi. Sementara sumber data

sekundernya berasal dari: (a) literatur-literatur, dokumen-dokumen, liputan pers

baik yang diterbitkan SIGAB maupun oleh penerbit-penerbit yang lain, baik yang

sudah tercetak maupun yang masih dalam bentuk elektronik yang tersimpan

dalam situs-situs website. (b) buku-buku, laporan-laporan penelitian, artikel baik

yang sudah diterbitkan maupun yang belum diterbitkan yang mengkaji tentang

perberdayaan kaum difabel melalui desa inklusi. Termasuk dalam data sekunder

ini adalah majalah, koran, buletin yang merekam informasi seputar gerakan

SIGAB di Indonesia.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data terdiri dari dua macam, yaitu data primer dan

data sekunder. Data primer terdiri dari wawancara mendalam (depth interview)

dan obsevasi langsung (partisipant observastion). Wawancara mendalam

dilakukan untuk memperoleh informasi lebin rinci dari tangan pertama mengenai

ide-ide, konsep-konsep, arena-arena perjuangan dan proses memperjuangkan

arena-arena tersebut secara empiris, implikasinya terhadap komunitas-komunitas

difabel lainnya, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan kepentingan penelitian.

28 Lihat, Muhammad Ali, Memahami Riset Perilaku…, hlm. 248.

Page 39: EMPOWERMENT KAUM DIFABEL DALAM ARENA PUBLIK …digilib.uin-suka.ac.id/22157/1/1420310051_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR... · SIGAB dalam upaya memberdayakan kaum difabel mengacu kepada tiga

22

5. Teknik Analisis Data

Data yang telah terkumpul dianalisis dengan menggunakan metode yang

menurut Miles dan Huberman seperti dikutip Muhammad Ali, yakni proses

analisis data dengan menempuh tiga langkah utama, yaitu reduksi data, display

atau sajian data, dan verifikasi dan/atau penyimpulan data. Reduksi data adalah

proses memilih, menyederhanakan, memfokuskan, mengabstraksi dan menguba

data kasar ke dalam catatan lapangan. Sajian data merupakan suatu cara

merangkai data suatu organisasi yang memudahkan untuk pembuatan kesimpulan

dan/atau tindakan yang diusulkan. Adapun verifikasi data adalah penjelasan

tentang makna data dalam suatu konfigurasi yang secara jelas menunjukkan alul

kausalnya, sehingga dapat diajukan proposisi-proposisi yang terkait dengannya.29

G. Sistematika Pembahasan

Penulisan hasil penelitian ini nantinya akan dibagi menjadi lima bab. Bab

pertama berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan, kerangka teori, dan

metode penelitian serta sistematika pembahasan. Pada bab pertama ini, akan

dijelaskan mengenai teori yang dijadikan sebagai landasan dalam penelitian ini.

Dalam hal ini penulis menggunakan teori strukturasi Anthony Giddens.

Pada bab kedua akan dijelaskan gambaran umum dan profil SIGAB,

kontestasi makna difabilitas dari medical model ke social model serta pendekatan

HAM, juga dijelaskan nilai-nilai pijakan yang menjadi dasar perjuangan SIGAB

dalam mendorong pemberdayaan dan partisipasi kaum difabel dalam arena publik.

29 Ibid., hlm. 248-249.

Page 40: EMPOWERMENT KAUM DIFABEL DALAM ARENA PUBLIK …digilib.uin-suka.ac.id/22157/1/1420310051_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR... · SIGAB dalam upaya memberdayakan kaum difabel mengacu kepada tiga

23

Pada bab ketiga akan dijelaskan Struktur Legitimasi: tinjauan aspek

regulasi, konstruksi wacana dalam arena publik untuk mewujudkan pemberdayaan

difabel dalam melalui program rintisan desa inklusi di Kabupaten Sleman

Kecamatan Berbah Desa Sendangtirto.

Sedangkan pada bab empat akan dipaparkan secara mendalam dan

sistematis, capaian perubahan dalam implementasi program rintisan desa inklusi

dari aspek struktur signifikasi, dominasi, dan legitimasi, juga dijelaskan proses

pelembagaan desa inklusi, serta dinamika dan problematika implementasi

program rintisan desa inklusi.

Bab lima akan dijelaskan kesimpulan dan saran. Kesimpulan ini

merupakan jawaban peneliti dari rumusan masalah yang telah diajukan.

Page 41: EMPOWERMENT KAUM DIFABEL DALAM ARENA PUBLIK …digilib.uin-suka.ac.id/22157/1/1420310051_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR... · SIGAB dalam upaya memberdayakan kaum difabel mengacu kepada tiga

174

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan pemaparan yang telah penulis uraikan di atas, maka

penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Arus tindakan SIGAB dalam upaya memberdayakan kaum difabel dalam

arena publik mengacu kepada tiga pandangan dunia, yaitu pandangan

dunia Hak Asasi Manusia (HAM), difabilitas, dan inklusifitas. Ketiga

pandangan dunia tersebut secara signifikasi mempengaruhi kesadaran

diskursif dan terinternalisasi secara kelembagaan dalam internal

Organisasi SIGAB, sehingga objektifikasi tindakan SIGAB senantiasa

mengacu kepada tiga pandangan dunia tersebut. HAM menghendaki

penghormatan atas martabat dan harkat kemanusiaan, difabilitas

menghendaki apresiasi atas keragaman (keberbedaan) kamampuan – yakni

tidak melihat kecacatan/kekurangan individu semata melainkan lebih

melihat kemampuan yang dimiliki oleh setiap orang baik ia difabel

maupun non-difabel. Sedangkan inklusi menghendaki adanya ruang

(arena publik) dimana keragaman kemampuan itu bisa diaktualkan dan

diapresiasi keberadaannya tanpa ada diskriminasi dan peminggiran

kelompok tertentu, khususnya kaum difabel. Maka objektifikasi desa

inklusi ke dalam praktik sosial dapat dikatakan sebagai sintesis dari

pandangan dunia HAM, difabilitas, dan inklusi.

Page 42: EMPOWERMENT KAUM DIFABEL DALAM ARENA PUBLIK …digilib.uin-suka.ac.id/22157/1/1420310051_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR... · SIGAB dalam upaya memberdayakan kaum difabel mengacu kepada tiga

175

2. Peran SIGAB dalam mewujudkan program RINDI mengacu kepada

beberapa peluang dimana secara struktural memungkinkan aktor bebas

memilih tindakannya. Dari aspek dualitas struktur, struktur dipahami

sebagai aturan dan sumberdaya dimana ia eksis sebagai medium tindakan

dalam gugus kesadaran praktis para agen atau aktor, sehingga

memungkinkan bagi aktor memproduksi dan mereproduksi tindakan yang

berbeda. Dalam hal ini SIGAB melakukan beberapa aksi pewacanaan

sehingga berdampak pada perubahan pola pikir masyarakat dalam

memandang kaum difabel. SIGAB selaku agen melakukan aksi

pewacanaan dengan memafaatkan aturan dan sumberdaya dalam struktur

sebagai medium tindakan untuk mereproduksi struktur sosial yang

mengekang dan mendiskriminasi kaum difabel, dengan mengarahkan

kesadaran diskursif masyarakat ke dalam perspektif/wacana tentang

difabilitas dan iklusifitas sehingga tercipta sistem sosial yang inklusif,

yakni sistem sosial yang mengakomodir fakta difabilitas sebagai bagian

dari keragaman yang harus diapresiasi. Dengan aksi pewacanaan tersebut,

masyarakat dan pemerintah selaku struktur memahami dan mengenal fakta

difabilitas, sehingga memungkinkan terjadinya perubahan pada kesadaran

praktis (pola tindakan) masyarakat ke arah praktik sosial yang

berlandaskan pada nilai-nilai inklusi, yang berujung pada objektifikasi

nilai ke dalam praktik sosial, yakni desa inklusi. Aksi pewacanaan itu

diarahkan untuk pengarusutamaan difabilitas dengan beberapa aksi

pewacanaan seperti berikut: pewacanaan melulai temu inklusi, aksi

Page 43: EMPOWERMENT KAUM DIFABEL DALAM ARENA PUBLIK …digilib.uin-suka.ac.id/22157/1/1420310051_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR... · SIGAB dalam upaya memberdayakan kaum difabel mengacu kepada tiga

176

diskursif dalam arena publik, membangun perpestif difabilitas pada level

desa, kecamatan dan kabupaten, advokasi/audiensi kepada pemerintah dari

level sampai kabauten, dan organisir aktor difabel desa.

3. Akomodasi kebutahan difabel dalam akses ruang publik tidak terlepas dari

pengaruh agen dalam hal ini SIGAB, yang secara cerdas membangun

kesadaran kelompok difabel, masyarakat, dan pemerintah. Sehingga

tercipta praktik sosial secara rekursif yang mencerminkan budaya inklusi

dalam rutinitas keseharian masyarakat, dimana kelompok difabel bersama-

sama masyarakat lainnya secara aktif menyuarakan kepentingannya. Desa

inklusi yang dicanangkan oleh SIGAB secara signifikan mampu

mengantarkan kelompok difabel dari pinggiran sistem menuju ke tengah

sistem. Dalam artian kelompok difabel yang selama ini berada di pinggiran

sistem, tidak diakui bahkan keberadaannya hanya dipsosisikan sebagai

masyarakat kelas dua yang cukup dikasi belas kasih dalam bentuk karitas –

melalui serangkain gerakan penyadaran yang dicanangkan oleh SIGAB

melalui program RINDI ini, akhirnya, difabel bukan hanya sekedar

identitas melainkan ia melambung jauh menjadi sebuah kekuatan baru di

desa yang memiliki daya tawar melalui serangkain pengorganisasian. Jadi,

perubahan itu mencakup, aspek struktur signifikasi, dominasi, dan

legitimasi. Dari aspek struktur signifikasi, label atau penyebutan

“penyandang cacat” berubah menjadi istilah “difabel” yang berarti

keragaman manusia dan keberbedan kemampuan. Dari aspek struktur

dominasi, keberadaan difabel sudah mulai diakui dengan pelibatan dan

Page 44: EMPOWERMENT KAUM DIFABEL DALAM ARENA PUBLIK …digilib.uin-suka.ac.id/22157/1/1420310051_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR... · SIGAB dalam upaya memberdayakan kaum difabel mengacu kepada tiga

177

pasrtisipasi difabel dalam proses pengambilan kebijakan dan

penganggaran di lingkup pemerintah desa. Sedangkan aspek struktur

legitimasi, memberikan dasar legitimasi atas perubahan pemaknaan ke

arah yang lebih positif terhadap kelompok difabel, dari label “penyandang

cacat menjadi difabel – orang berbeda kemampuan”, serta memberikan

landasan normatif untuk mendorong pemerintah desa dan masyarakat

untuk melakukan aksi pemberdayaan dan mendorong partisipasi difabel

dalam ruang publik, khususnya di desa.

4. Proses pelembagaan desa inklusi dilakukan oleh SIGAB dengan

menyiapkan landasan yang memungkinkan praktik-praktik sosial dalam

struktur desa inklusi senantiasa langgeng dalam arus tindakan di dalam

lintas ruang dan waktu. Suatu nilai atau sebuah ide/gagasan (kesadaran

diskursif) akan melembaga jika ia diobjektifikasi ke dalam praktik sosial

(kesadaran praktis). Dengan kata lain, ketika suatu ide/nilai ditransformasi

ke dalam praktik sosial ia akan bertransformasi menjadi kesadaran praktis

yang terpola di dalam sebuah rutinitas kehidupan sehari-sehari dan dalam

lintas ruang dan waktu. Ketika ia menjadi praktik sosial yang rutin dalam

lintas ruang dan waktu, pada saat itulah ia akan melembaga menjadi

sebuah struktur atau tatanan yang dipedomani baik pada level

pemikiran/perspektif maupun pada level perilaku. Demikian halnya

praktik-praktik sosial yang inklusif dalam sebuah wilayah yang

dikonstruksi ke dalam sebuah praksis yang disebut desa inklusi – pada sisi

ini, desa inklusi dapat dikatakan sebagai praktik sosial yang berorientasi

Page 45: EMPOWERMENT KAUM DIFABEL DALAM ARENA PUBLIK …digilib.uin-suka.ac.id/22157/1/1420310051_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR... · SIGAB dalam upaya memberdayakan kaum difabel mengacu kepada tiga

178

pada nilai-nilai inklusif sebagaimana yang dipahami dalam kesadaran

diskursif aktifis-aktifis dan kelompok-kelompok difabel semisal SIGAB.

Oleh karena itu dibutuhkan landasan agar praktik sosial tersebut senantiasa

berada dalam keterulangan-keterulangan secara rekursif dalam lintas ruang

dan waktu. Adapun landasan-landasan tersebut adalah aktor lokal,

Organisasi Difabel Sendangtirto (ODS), Fasilitator Desa, Kader Desa

Inklusi, Sistem Informasi Desa (SID), Peraturan Desa (Perdes).

B. Saran

Penelitian ini baru berbicara pada aspek proses dan pembentukan desa

inklusi sebagai sarana pemberdayaan dan partipisasi difabel dalam ruang publik

pada tingkat desa, jadi, dalam hal ini penulis baru menyentu pada aspek politis.

Oleh karena itu, sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan mengenai dampak

program RINDI dari aspek sosial dan ekonomi untuk melihat sejauhmana

program RINDI mampu menyentu ruang-ruang permasalahan yang dihadapi

difabel pada tingkat desa.

Page 46: EMPOWERMENT KAUM DIFABEL DALAM ARENA PUBLIK …digilib.uin-suka.ac.id/22157/1/1420310051_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR... · SIGAB dalam upaya memberdayakan kaum difabel mengacu kepada tiga

179

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammad, Memahami Riset Perilaku dan Sosial, Bandung: CV Pustaka Cendekia Utama, 2011.

Azhar, Saifuddin, Metode Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999. Blau, Judith, dan Alberto Moncada, “Teori Sosiologi dan Hak Asasi Manusia”,

dalam Bryan S. Truner (ed.), Teori Sosial: Dari Klasik sampai Postmodern, terj. E. Setiyawati A. dan Roh Shufiyati, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012.

Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, Yogyakarta:

LKiS Yogyakarta, 2002. El Muhtaj, Majda, Dimensi-dimensi HAM: Mengurai Hak Ekonomi, Sosial, dan

Budaya, Jakarta: Rajawali Pers, 2009. Foucault, Michel, Arkeologi Pengetahuan, terj. Inyiak Ridwan Muzir,

Yogyakarta: IRCiSoD, 2012. Fikri, Abdullah, “Eksperimentasi Membangun Demokrasi Inklusif: Studi Kasus

terhadap Akseptabilitas Gusdur dalam Ruang Politik Indonesia”, Tesis Magister, Pasca Sarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2015.

Faqih, Mansour, “Akses Ruang yang Adil: Meletakkan Dasar Keadilan Sosial

bagi Kaum Difabel”, dalam Suharto dan Haris Munandar (ed.), Pokok-pokok Pikiran Dr. Mansour Fakih: Refleksi Kawan Seperjuangan, Yogyakarta: SIGAB, 2004.

Giddens, Anthony, The Constitution of Society: Teori Strukturasi untuk Analisis

Sosial, terj. Adi Loka Sujono, Cet. 4, Yogyakarta: Pedati, 2011. , Teori Strukturasi: Dasar-dasar Pembentukan Struktur Sosial

Kemasyarakatan, terj. Maufur & Daryatno, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.

Haryatmoko, Etika Politik dan Kekuasaan, Jakarta: Kompas, 2003. Jaya Hatma Indra, Pajar, Analisis Masalah Sosial: Breakdown Teori-teori Sosial

Menuju Praksis Sosial, Yogyakarta: SENTER, 2008. Mudzakir, Ro’fah, dan Slamet Thohari, “Kaum Difabel dalam Pergulatan Makna:

Sekilas Pergeseran Persepsi Disability dan Relevansinya di Indonesia”,

Page 47: EMPOWERMENT KAUM DIFABEL DALAM ARENA PUBLIK …digilib.uin-suka.ac.id/22157/1/1420310051_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR... · SIGAB dalam upaya memberdayakan kaum difabel mengacu kepada tiga

180

dalam Sahiron dan Asep Jahidin (ed.), Ontologi Pekerjaan Sosial, Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2010.

Lubis Yusuf, Akhyar, Postmodernisme: Teori dan Metode, Cet. 2 (Jakarta:

Rajawali Pers, 2014). Mufti, Muslim, Teori-teori Politik, Bandung: CV Pustaka Setia, 2012. Nursyamsi, Fajri, dkk, Kerangka Hukum Disabilitas Di Indonesia: Menuju

Indonesia Ramah Disabilitas, Jakarta: Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), 2015.

Ritzer, George, Teori Sosiologi: dari Sosiologi Klasik sampai Perkembangan

terakhir Postmodern, terj. Saut Pasaribu dkk, Cet. 1, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012.

Salim, Ishak, Dkk, Indonesia dalam Desa Inklusi, Yogyakarta: sigab, 2015. Soekanto, Soerjono, Sosiologi: Suatu Pengantar, Ed. 24, Cet. 27, Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada, 1999. Sukamto, Sunarman, Best Practice Advokasi Kebijakan Daerah Perperspektif

Difabel: Pengalaman PPRBM Solo, Solo: PPRBM Solo, 2013. Saidah, Cucu, dkk, Panduan Advokasi Hak Asasi Manusia Bagi Organisasi

Penyandang Disabilitas, Jakarta: Australian Aid, 2014. Setiadi M., Elly, dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi Politik, Jakarta:

Kencana, 2013. Tim Kontras, Panduan untuk Pekerja HAM: Pemantaun dan Inevetigasi Hak

Asasi Manusia (Kontras, 2009). Piliang A., Yasraf, Transpolitika: Dinamikan Politik di dalam Era Virtualitas,

Yogyakarta: Jalasutra, 2005. Yulianto, Joni, “Terminologi: Difabel atau Penyandang Disabilitas”, dalam

M.Syafi’ie, dkk, Potret Difabel Berhadapan dengan Hukum Negara, Yogyakarta: sigab, 2014.

, “Terminologi: Difabel atau Penyandang Disabilitas”, dalam M.Syafi’ie,

dkk, Potret Difabel Berhadapan dengan Hukum Negara, Yogyakarta: sigab, 2014.

Page 48: EMPOWERMENT KAUM DIFABEL DALAM ARENA PUBLIK …digilib.uin-suka.ac.id/22157/1/1420310051_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR... · SIGAB dalam upaya memberdayakan kaum difabel mengacu kepada tiga

181

, “Nothing About us Without us’, dalam Ishak Salim (ed.), Memahami Pemilihan Umum dan Gerakan Politik Kaum Difabel, Yogyakarta: SIGAB, 2014.

Hoed H., Benny, Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya, Depok: Komunitas

Bambu, 2011. JURNAL

Asyhabuddin, “Difabilitas dan Pendidikan Inklusif: Kemungkinannya di STAIN Purwokerto,” Jurnal INSANIA, P3M STAIN Purwokerto, Vol. 13, No. 3, Sep-Des 2008.

Hadi Purbathin, Agus, “Konsep Pemberdayaan, Partisipasi dan Kelembagaan

dalam Pembangunan”, Yayasan Agribisnis/Pusat Pengembangan

Masyarakat Agrikarya (PPMA).

Nadir, Sakinah, “Otonomi Daerah Dan Desentralisasi Desa: Menuju Pemberdayaan Masyarakat Desa”, Jurnal Politik Profetik Volume 1 No. 1, Tahun 2013.

Hadi H., Otho, “Peran Masyarakat Sipil dalam Proses Demokratisasi”, Jurnal

Makara, Sosial Humaniora, Departemen Sosiologi, FISIP, Universitas Indonesia, Vol. 14, No. 2, Desember 2010.

Harahap Repindowaty, Rahayu, dan Bustanuddin, “Perlindungan Hukum

Terhadap Penyandang Disabilitas Menurut Convention on the Rights of Persons With Disabilities (CRPD),” Jurnal Inovatif, Volume VIII, Nomor I, Januari 2015.

Kuntoro, “Analisis Wacana Kritis: Teori Van Dijk Dalam Kajian Teks Media

Massa”, Jurnal Leksika, Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Vol.2 No.2, Agustus, 2008.

Lubis, Asri, “Upaya Meningkatkan Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan”,

JURNAL TABULARASA PPS UNIMED, Vol.6, No. 2, Tahun 2009. Nashir, Haedar, “Memahami Strukturasi Dalam Perspektif”, Jurnal SOSIOLOGI

REFLEKTIF, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik dan Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Volume 7, Nomor 1, Oktober 2012.

Page 49: EMPOWERMENT KAUM DIFABEL DALAM ARENA PUBLIK …digilib.uin-suka.ac.id/22157/1/1420310051_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR... · SIGAB dalam upaya memberdayakan kaum difabel mengacu kepada tiga

182

Ro’fah, “Teori Disabilitas: Sebuah Review Literatur”, dalam Kamil Alfi Arifin (ed.), Analekta Difabilitas: Sumbangsih untuk Pengayaan Rancangan Undang-undang Difabilitas, Jurnal DIFABEL, Sasana Integrasi dan Advokasi Difabel (SIGAB), Vol. 2, No. 2, Tahun 2015.

Salim, Ishak, “Perspektif DIfabilitas dalam Politik Indonesia”, dalam Kamil Alfi Arifin (ed.), Analekta Difabilitas: Sumbangsih untuk Pengayaan Rancangan Undang-undang Difabilitas, Jurnal DIFABEL, Sasana Integrasi dan Advokasi Difabel, Vol. 2, No. 2, 2015.

, “Perspektif Disabilitas dalam Pemilu 2014 dan Kontribusi Gerakan

Difabel Indonesia bagi Terbangunnya Pemilu Inklusif di Indonesia,” Jurnal The Politics, Vol. 1, No. 2, Juli 2015.

Prasetyo Galih, Antonius, “Menuju Demokrasi Rasional: Melacak Pemikiran

Jürgen Habermas tentang Ruang Publik,” Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol. 16, Nomor 2, November 2012.

Paper dipresentasikan dalam acara Lokakarya Pemetaan Kegiatan Disabilitas:

ILO (PROPEL-Indonesia) & World Bank (DPO Window), Jakarta tanggal 26-27 September 2012.

Yulianto, Joni, “Konsepsi Inklusi dan Pendidikan Inklusif”, Jurnal INKLUSI,

Vol.1, No.1, Januari - Juni 2014. WEB

Indo, Benni, “Urgensi Kesadaran Kolektif Tentang Hak Difabel”, dalam

http://solider.or.id, diakses: 12 Oktober 2015. Maryani, “Assesment Desa dan Pembentukan Tim SID”, dalam

www.combine.or.id, diakses: 24 Februari 2016. Yulianto, Joni, “Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta No.4 Tahun 2012

Tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas”, dalam www.solider.or.id, diakses: tanggal 29 Januari 2016.

Purwanta Adi, Setya, “Bagaimana Aku menyebut Mereka? Penyandang Cacat,

Disabilitas, atau Difabel”, dalam http://komitedisabilitasdiy.blogspot.co.id, diakses: 3 Februari 2015.

Page 50: EMPOWERMENT KAUM DIFABEL DALAM ARENA PUBLIK …digilib.uin-suka.ac.id/22157/1/1420310051_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR... · SIGAB dalam upaya memberdayakan kaum difabel mengacu kepada tiga

183

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 51: EMPOWERMENT KAUM DIFABEL DALAM ARENA PUBLIK …digilib.uin-suka.ac.id/22157/1/1420310051_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR... · SIGAB dalam upaya memberdayakan kaum difabel mengacu kepada tiga

184

Diskusi proposal tesis penelitian di Aula sekretariat SIGAB

Rapat evaluasi Program RINDI bersama Fasdes dan aggota SIGAB

Pertemuan bulanan Organisasi Difabel Sendangtirto (ODS)

Page 52: EMPOWERMENT KAUM DIFABEL DALAM ARENA PUBLIK …digilib.uin-suka.ac.id/22157/1/1420310051_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR... · SIGAB dalam upaya memberdayakan kaum difabel mengacu kepada tiga

185

Pertemuan Rutin Organisasi Difabel Sendangtirto (ODS)

Pelatihan bercocok tanam Organisasi Difabel Sendangtirto (ODS)

Page 53: EMPOWERMENT KAUM DIFABEL DALAM ARENA PUBLIK …digilib.uin-suka.ac.id/22157/1/1420310051_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR... · SIGAB dalam upaya memberdayakan kaum difabel mengacu kepada tiga

186

Page 54: EMPOWERMENT KAUM DIFABEL DALAM ARENA PUBLIK …digilib.uin-suka.ac.id/22157/1/1420310051_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR... · SIGAB dalam upaya memberdayakan kaum difabel mengacu kepada tiga

187

Page 55: EMPOWERMENT KAUM DIFABEL DALAM ARENA PUBLIK …digilib.uin-suka.ac.id/22157/1/1420310051_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR... · SIGAB dalam upaya memberdayakan kaum difabel mengacu kepada tiga

188

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. Identitas Diri

Nama : Fajar, S.H.I.

Tempat / tgl. Lahir : Baliase, 10 Mei 1989

Alamat Rumah

:

Kel. Baliase, Masamba, Kabupaten Luwu Utara, Provinsi Sulawesi

Sulawesi Selatan

Nama Ayah : Wajadu

Nama Ibu : Hajerang

Email : [email protected]/[email protected]

B. Riwayat Pendidikan

1. Pendidikan Formal

a. SDN 155 Lindu, Kecamatan Masamba, Kabupaten Luwu Utara, tahun

2001.

b. SMP 2 Masamba, tahun 2004.

c. MA DDI Masamba, tahun 2007.

d. S-1 Jurusan Syariah Program Studi Peradilan Agama (Ahwal Al

Syakhsyiyyah), STAI DDI Maros, tahun 2012.

e. S-2 Prodi Hukum Islam Konsentrasi Studi Politik dan Pemerintahan dalam

Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, tahun 2016.

Page 56: EMPOWERMENT KAUM DIFABEL DALAM ARENA PUBLIK …digilib.uin-suka.ac.id/22157/1/1420310051_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR... · SIGAB dalam upaya memberdayakan kaum difabel mengacu kepada tiga

189

C. Prestasi/Penghargaan

1. Piagam Penghargaan Menteri Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia

sebagai Peserta PSP3 Selama dua Tahun.

2. Sertifikat penghargaan Komandan Resimen Induk (Kamando Daerah Militer

Jaya/Jayakarta) dalam kegiatan pembekalan dan Pelatihan mental, fisik dan

disiplin di Rindam Jaya.

3. Piagam penghargaan sebagai peserta dalam kegiatan Pengembangan

Kepemimpinan Pemuda Balai Pemuda dan Olahraga DIY.

D. Pengalaman Kerja

1. Tenaga Kontrak Pemuda Sarjana Penggerak Pembangunan di Pedesaan

(PSP3) Kementerian Pemuda dan Olahraga RI 2013-2015.

2. Staf Koperasi Al Barakah Makassar 2013.

E. Pengalaman Organisasi

a. Wakil Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) STIS Al Azhar Makassar.

b. Kordinator Celebes Philosophy Club.

c. Wakil Ketua Osis MA DDI Masamba.

F. Minat Keilmuan: islamic philosophy dan Politik Islam

G. Karya Ilmiah

1. Penelitian

Skripsi: Problematika Tingginya Kasus Perceraian (Studi Kasus Cerai Gugat

di Pengadilan Agama Masamba Kec. Masamba Kab. Luwu Utara).

2. Penelitian

Tesis: Empowerment Kaum Difabel dalam Arena Publik (Studi Kasus

Program Rintisan Desa Inklusi SIGAB Yogyakarta)

Yogyakarta, 7 Juni 2016

Fajar, S.H.I.