elsye

15
Diagnosis dan Penatalaksanaan Meningitis Tuberkulosis Rosalia A.J.P Kelanit 102010312 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta Alamat Korespondensi: Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510 , Indonesia Email: ross_eL@ymail .com Pendahuluan Meningitis adalah suatu radang pada meningens (selaput yang melindungi otak dan batang otak), disebabkan oleh bakteri, dan virus yang dapat terjadi secara akut atau kronik. Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak, yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta. Pada meningitis serosa cairan otak berwarna jernih sampai xantokrom, sedangkan pada meningitis purulenta cairan otak berwarna opalesen sampai keruh. Meningitis serosa dibagi menjadi 2 yaitu meningitis serosa viral yang disebabkan oleh infeksi virus dan meningitis serosa tuberkulosis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. 1

description

blok 22

Transcript of elsye

Diagnosis dan Penatalaksanaan Meningitis TuberkulosisRosalia A.J.P Kelanit102010312Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana JakartaAlamat Korespondensi: Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510 , IndonesiaEmail: [email protected]

Pendahuluan Meningitis adalah suatu radang pada meningens (selaput yang melindungi otak dan batang otak), disebabkan oleh bakteri, dan virus yang dapat terjadi secara akut atau kronik. Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak, yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta. Pada meningitis serosa cairan otak berwarna jernih sampai xantokrom, sedangkan pada meningitis purulenta cairan otak berwarna opalesen sampai keruh. Meningitis serosa dibagi menjadi 2 yaitu meningitis serosa viral yang disebabkan oleh infeksi virus dan meningitis serosa tuberkulosis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis.Meningitis serosa tuberkulosis atau meningitis tuberkulosis merupakan satu dari sekian jenis meningitis yang paling sering dan paling berbahaya karena berbeda dengan meningitis lainnya dari perjalanan penyakitnya yang lambat dan progresif. Meningitis tuberkulosis terjadi sebagai akibat komplikasi dari penyebaran tuberkulosis primer, biasanya dari paru.1Anamnesis Adapun anamnesis yang perlu ditanyakan meliputi:a. Identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin,pekerjaan,suku bangsa, tempat tinggal, status, dan agama.b. Keluhan utama pasien, keluhan yang menyebabkan pasien datang ke dokter, seperti pada kasus, pasien datang dengan keluhan sakit kepala yang semakin berat dan demam sejak 2 minggu lalu.c. Riwayat penyakit sekarang, yang perlu ditanyakan adalah sejak kapan mulai mengalaminya, pada skenario pasien datang dengan keluhan sering ngantuk dan tidak nafsu makan.d. Riwayat penyakit dahulu, perlu ditanyakan penyakit-penyakit yang berkaitan dengan penyakit sekarang dan riwayat minum obatnya. Sebelumnya pernah mengalami atau belum ? e. Riwayat pribadi, sosial dan keluarga. Adakah keluarga yang menderita hal yang sama ? Apakah dalam keluarga ada yang sudah meninggal ? Kalau ada umur berapa meninggal dan apa penyebab kematiannya ?

Pemeriksaan fisikPada pemeriksaan didapatkan kaku kuduk, suhu badan naik turun, kadang-kadang suhu malah merendah, nadi sangat labil, lebih sering dijumpai nadi yang lambat, hiperestesi umum, abdomen tampak mencekung, afasia motorik atau sensoris, reflek pupil yang lambat dan reflek tendon yang lemah.Pemeriksaan penunjangPemeriksaan cairan otak Merupakan kunci diagnosis untuk meningitis tuberkulosis, Cairan serebrospinal pada meningitis tuberkulosis jernih, tidak berwarna, dan bila didiamkan akan membentuk cob web atau pellicle atau sarang laba-laba. Tekanan sedikit meninggi dan jumlah sel kurang dari 500/ mm3 dengan dominan limfosit. Protein meninggi sampai 200mg% dan kadar glukosa menurun sampai dibawah 40mg%. Pemeriksaan darah rutinDarah perifer lengkap, gula darah dan elektrolit. Selain itu perlu diperiksa juga jumlah dan hitung jenis leukosit serta peningkatan laju endap darah (LED).Tes tuberkulinPemberian tuberkulin intradermal sebanyak 0,1 cc atau tes Mantoux berguna untuk diagnosis, terutama pada anak.Tuberkel koroidTuberkel koroid menandakan suatu proses tuberkulosis lanjut. Nampak sebagai fokus eksudat putih keabuan dibawah pembuluh darah retina.Pemeriksaan radiologikFoto ThorakHampir sebagian besar penderita meningitis tuberkulosis akan menunjukkan gambaran radiologik sesuai untuk suatu tuberkulosis.Foto tengkorakPada stadium akut meningitis tuberkulosis tidak akan menjumpai kelainan pada foto tengkorak. Pelebaran sutura menandakan suatu peninggian tekanan intrakranial.Pemeriksaan CT ScanDapat digunakan untuk diagnosis meningitis tuberkulosis, kelainan yang nampak adalah : Tuberkuloma, dapat mengalami perkapuran dan kadang terlihat suatu mass effect Hidrosefalus, terlihat dari pelebaran ventrikel. Gambaran penyerapan abnormal dari kontras pada sisterna basalis. InfarkAngiografiPada fase akut meningitis tuberkulosis dapat dijumpai kelainan pembuluh darah berupa penyempitan segmental arteri pada daerah basis otak. Penyempitan ini terjadi akibat arteritis atau kompresi mekanik oleh eksudat kental.ElektroensefalografiDijumpai gambaran EEG abnormal berupa perlambatan difus, bentuk sinusoidal, teratur dengan aktivitas gelombang delta voltase tinggi. Selain itu dapat memperlihatkan terdapatnya lesi fokal sesuai dengan lesi infark atau fokus epileptik.2

Diagnosis KerjaMeningitis TuberkulosisDitentukan atas dasar gambaran klinis serta yang terpenting ialah gambaran pemeriksaan cairan otak. Diagnosis pasti hanya dapat dibuat bila ditemukan kuman tuberkulosis dalam cairan otak. Uji tuberkulin yang positif, kelainan radiologis yang tampak pada foto thorak dan terdapatnya sumber infeksi dalam keluarga hanya dapat menyokong diagnosis. Uji tuberkulin pada meningitis tuberkulosis sering negatif karena anergi, terutama dalam stadium terminalis.Dari pemeriksaan dan kultur cairan otak didapatkan tekanan yang meningkat, warna dapat jernih atau xantokrom, protein meningkat sampai 500 mg/ dl, kadar glukosa LCS menurun biasanya < 40 mg/ dl tapi dapat juga < 20 mg/ dl, kadar klorida menurun, leukosit yang meningkat sampai 500/ mm3 dengan dominasi sel mononuklear.

Diagnosis BandingMeningitis AseptikMeningitis aseptic atau virus ini merupakan penyebab sebagian besar inflamasi meningens akut yang umumnya bersifat self limited dan tidak berbahaya.Meningitis BakterialisMeningitis bakterialis adalah peradangan pada selaput otak yang disebabkan infeksi bakteri, ditandai adanya bakteri penyebab dan peningkatan sel-sel polimorfonuklear pada analisis CSS. Salah satu infeksi yang paling berbahaya pada anak karena tingginya kejadian komplikasi akut.

EtiologiMeningitis tuberkulosis paling sering disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis varian hominis. Selain itu dapat pula disebabkan oleh varian lain yaitu Mycobacterium tuberculosis varian bovis, Mycobacterium tuberculosis varian atipik, dan Mycobacterium tuberculosis varian flavesen.Mycobacterium tuberculosis termasuk dalam ordo Aktinomisetales, Famili Mycobacteriacea dan Genus Mycobacterium.Mycobacterium tuberculosis mempunyai ukuran panjang 2-4 mikron dan lebar 0,3-0,5 mikron. Sering ditemukan berkelompok, berbentuk filamen tetapi mudah patah dan menghasilkan bentuk batang dan kokoid. Mycobacterium tuberculosis atau basil tuberkel tidak bergerak, tidak membentuk spora dan kapsel atau konidia. Hidup intraseluler dalam suasana aerob. Suhu terbaik untuk pertumbuhannya adalah 37 C dan mati pada suhu kurang dari 30 C atau lebih dari 42 C.

Manifestasi klinikGambaran klinik meningitis tuberkulosis sangat variabel dan pada permulaan penyakit sukar diketahui, perjalanan penyakit perlahan-lahan dan keluhan sering tidak jelas dan tidak khas.Meningitis tuberkulosis dapat muncul bertahun-tahun setelah infeksi, ketika ruptur dari satu atau lebih tuberkel subependimal melepaskan basil tuberkel ke ruangan subarachnoid. Progresi klinis meningitis tuberkulosis dapat terjadi cepat atau perlahan. Progresi cepat cenderung lebih sering terjadi pada infant dan anak usia muda. Namun yang lebih umum terjadi, gejala dan tanda berkembang perlahan selama beberapa minggu dan dibagi menjadi 3 stadium, yaitu :1. Stadium I (inisial/ prodromal) Stadium ini berlangsung selama 1-2 minggu, ditandai dengan gejala-gejala non spesifik seperti demam, sakit kepala, iritabilitas, mengantuk (drowsiness), dan malaise. Tidak terdapat kelainan neurologis fokal, tapi infants dapat mengalami stagnasi pertumbuhan dan gangguan perkembangan.Predominan gejala gastrointestinal tanpa manifestasi kelainan neurologis. Pasien tampak apatis dan iritabel, disertai nyeri kepala intermitten.2. Stadium II (transisi)Stadium kedua biasanya mulai dengan lebih mendadak. Tanda yang paling umum adalah letargi, kaku kuduk, kejang, tanda Brudzinski atau Kerniq positif, hipertoni, muntah, gangguan saraf kranial, dan tanda-tanda kelainan neurologis fokal yang lain. Perburukan penyakit secara klinis biasanya sejalan dengan perkembangan hidrosefalus, peningkatan tekanan intrakranial, dan vaskulitis. Pada beberapa anak tidak terdapat adanya tanda rangsang meningeal namun bisa terdapat tanda-tanda ensefalitis, seperti hiperpireksia, kejang, penurunan kesadaran atau disorientasi, defisit neurologis dan gerakan involunter.Pasien tampak mengantuk, disorientasi disertai tanda rangsang meningeal. Refleks tendon meningkat, refleks abdomen menghilang, disertai klonus patela dan pergelangan kaki. 3. Stadium III (terminal)Stadium ketiga ditandai dengan koma, hemiplegia atau paraplegia, hipertensi, postur deserebrasi, deteriorasi tanda vital dan pada akhirnya kematian.Pasien koma, pupil terfiksasi, spasme klonik, pernafasan ireguler disertai peningkatan suhu tubuh. Hidrosefalus terdapat pada dua pertiga kasus dengan lama sakit 3 minggu.3

PatofisiologiMeningitis tuberkulosis merupakan proses sekunder terhadap proses tuberkulosis di tempat lain pada tubuh. Meningitis tuberkulosis pada anak seringkali dihubungkan dengan penjalaran suatu kompleks primer. Terjadinya meningitis bukanlah karena terinfeksinya selaput otak langsung oleh penyebaran hematogen, melainkan biasanya sekunder melalui pembentukan tuberkel pada permukaan otak, sumsum tulang belakang atau vertebra yang kemudian pecah ke dalam rongga arachnoid (ruang subarachnoid). Kadang-kadang terjadi perkontinuitatum dari mastoiditis atau spondilitis. Hal inilah yang menjelaskan bahwa meningitis tuberkulosis secara histologis dapat disebut sebagai meningoensefalitis.Dengan kata lain terinfeksinya meningen didahului dengan terbentuknya tuberkel di otak atau paru, kemudian tuberkel akan pecah dan bakteri masuk ke rongga sub arachnoidea. Hal ini terjadi karena basil tuberkel tidak mudah masuk meningen melalui bakterimia dan perubahan vaskuler pada meningitis tuberkulosis tidak dapat ditimbulkan oleh bakterimia, tetapi baru terjadi setelah terjadi suatu infeksi pada ruang subarachnoid. Setelah melepaskan bacilus dan materi granulomatosa kedalam rongga subarachnoid kemudian terbentuk sejumlah eksudat gelatin kental berwarna putih. Eksudat tersebut sebagian besar akan menempati dasar otak terutama pada batang otak dan sebagian kecil terdapat pada permukaan otak. Eksudat ini menyelubungi arteri dan nervus kranialis, membentuk seperti sumbatan leher botol pada aliran cairan serebrospinal pada tingkat pembukaan tentorium, yang akan dapat menyebabkan hidrosefalus serta kelainan pada saraf otak. Saraf otak yang biasanya terkena pada meningitis tuberkulosis akibat gejala penekanan oleh eksudat yang kental adalah saraf otak II, III, IV dan VII. Terdapatnya kelainan pada pembuluh darah seperti arteritis dan flebitis yang menimbulkan sumbatan dapat menyebabkan infark otak yang kemudian akan menyebabkan perlunakan otak.4Gambaran patologis pada meningitis tuberkulosis terdapat dalam 4 bentuk, yaitu :1. Tuberkel milier diseminata seperti tuberkulosis milier2. Plak perkijuan setempat yang merupakan tuberkuloma pada meningen3. Reaksi radang meningen akut4. Meningitis proliferatif

Gambaran patologi tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu umur, berat dan lamanya sakit, respon imun pasien, lama dan respon pengobatan, virulensi dan jumlah basil.

EpidemiologiMeningitis tuberkulosis masih banyak ditemukan di Indonesia karena morbiditasnya selain bergantung kepada tingkat kekebalan tubuh seseorang juga dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi, tingkat kesadaran kesehatan masyarakat, status gizi dan faktor genetik tertentu yang berhubungan dengan faktor imun.

PenatalaksanaanPengobatan sedini mungkin sangat penting untuk mencegah terjadinya komplikasi. Sesuai dengan rekomendasi American Academy of Pediatric 1994, diberikan pengobatan medikamentosa berupa kombinasi antara Obat Anti Tuberkulosis dengan kortikosteroid. Diberikan 4 macam obat selama 2 bulan, diteruskan dengan pemberian INH dan Rifampicin selama 10 bulan.Obat-obat yang diberikan diantaranya adalah :1. Isoniazid (INH) 5-15 mg/ kgBB/ hari, dosis maksimum 300 mg/ hariBila timbul ikterus dosis dikurangi, efek samping berupa kesemutan, gatal-gatal, nyeri otot2. Rifampisin (R) 10-15 mg/ kgBB/ hari, dosis maksimum 600 mg/ hariBila timbul ikterus dosis dikurangi, efek samping berupa mual, trombositopenia3. Pirazinamid (Z) 25-35 mg/ kgBB/ hari, dosis maksimum 2 gram/ hariEfek samping berupa hepatitis, nyeri sendi, reaksi hipersensitif4. Streptomisin (S) 15-30 mg/ kgBB/ hari, dosis maksimum 750 mg/ hari (i.m). Efek samping berupa kerusakan nervus VIII, dan bersifat nefrotoksik5. Etambutol (E) 15-20 mg/ kgBB/ hari, dosis maksimum 2,5 gram / hari6. Prednison 1-2 mg/ kgBB/ hari selama 2-3 minggu, dilanjutkan dengan tapering off

Steroid diberikan untuk mencegah arteritis/ infark otak, komplikasi infeksi, perlekatan dan menghambat reaksi inflamasi. Jika didapatkan hidrosefalus non-komunikan, dapat dilakukan pemasangan VP-Shunt. Jika terdapat hidrosefalus komunikan, pengobatan medis dengan furosemide dan acetazolamid akan mengembalikan nilai normal tekanan intra kranial dalam satu sampai dua minggu. Pasien yang tidak berhasil dengan cara ini maka akan direncanakan pula pemasangan ventrikuloperitoneal shunt.5

PrognosisPrognosis meningitis tuberkulosis berhubungan dengan stadium klinis penyakit saat terapi dimulai. Sebagian besar pasien pada stadium pertama memiliki prognosis baik, sedangkan kebanyakan pasien pada stadium pertama memiliki prognosis baik, sedangkan kebanyakan pasien pada stadium ketiga yang bertahan hidup mengalami disabilitas permanen, antara lain kebutaan, tuli, paraplegia, diabetes insipidus, atau retardasi mental. Prognosis untuk infant pada umumnya lebih buruk daripada anak yang lebih tua.

KomplikasiDapat terjadi akibat pengobatan yang tidak sempurna atau pengobatan yang terlambat. Dapat terjadi cacat neurologis berupa paresis, paralisis sampai deserebrasi, hidrosefalus akibat sumbatan, resorbsi berkurang atau produk berlebihan dari cairan otak. Anak juga dapat menjadi buta atau tuli dan kadang timbul retardasi mental.

KesimpulanMeningitis adalah suatu radang pada meningens (selaput yang melindungi otak dan batang otak), satu dari sekian jenis meningitis yang paling sering dan paling berbahaya, biasanya disebabkan oleh bakteri penyebab tuberkulosis yaitu Mycobacterium tuberculosis varian hominis. Meningitis tuberkulosis disebabkan oleh penyebaran Mycobacterium tuberculosis dari bagian tubuh yang lain. Kuman mencapai susunan saraf pusat melalui aliran darah dan membentuk tuberkel di selaput otak dan jaringan otak dibawahnya.Manifestasi klinik terdiri dari 3 stadium yaitu stadium inisial ditandai dengan gejala yang non spesifik berupa apatis dan iritabel, stadium transisi ditandai dengan terdapatnya kaku kuduk dan kejang dan stadium terminal yang ditandai dengan koma, hemiplegi atau paraplegi.Diagnosis dan pengobatan dini dapat memberikan angka kesembuhan yang tinggi dapat mencegah terjadinya komplikasi.Daftar Pustaka1. Rahajoe NN, Basir D, MS Makmurim, Kartasasmita CB; Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak. UKK Pulmonologi PP IDAI. Jakarta, Juni 2005.2. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak, Jilid 2 Jakarta: Infomedika, 2002.3. Panggabean, R. Pola Penderita Meningitis Tuberkulosa. UPF Ilmu Penyakit Saraf RS. Hasan Sadikin Bandung.4. Jawets, Melnick & Adelberg. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 20. EGC. Jakarta, 1996.5. FKUI-RSCM. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan Anak Jakarta: FKUI, 2005.

10