Elly 3 Edit ( Siap Prin )

121
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu alat untuk mewujudkan masyarakat yang berkualitas. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia selalu terus menerus berusaha meningkatkan kualitas pendidikan, walaupun hasilnya belum memenuhi harapan. Hal itu lebih terfokus lagi setelah diamanatkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan pada setiap jenis dan jenjang pendidikan. Adanya berbagai pembaharuan dalam pengembangan kurikulum merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kualitas pendidikan. , Hal tersebut bisa kita jumpai dalam pembentukan Undang-undang yang mengatur tentang pendidikan, yang tertuang dalam UU No.20 SISDIKNAS 2003, dimana 22 BAB, dengan 77 pasal yang kesemuanya mengatur tentang pendidikan, meskipun pada

Transcript of Elly 3 Edit ( Siap Prin )

Page 1: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan salah satu alat untuk mewujudkan masyarakat yang

berkualitas. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia selalu terus menerus berusaha

meningkatkan kualitas pendidikan, walaupun hasilnya belum memenuhi harapan.

Hal itu lebih terfokus lagi setelah diamanatkan bahwa tujuan pendidikan nasional

adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan pada setiap jenis dan jenjang

pendidikan. Adanya berbagai pembaharuan dalam pengembangan kurikulum

merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kualitas pendidikan. , Hal tersebut

bisa kita jumpai dalam pembentukan Undang-undang yang mengatur tentang

pendidikan, yang tertuang dalam UU No.20 SISDIKNAS 2003, dimana 22 BAB, dengan

77 pasal yang kesemuanya mengatur tentang pendidikan, meskipun pada

kenyataannya usaha bangsa kita selama ini belum terealisasi dengan baik, atau

secara maksimal.

Sumiyati. (2007:73) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan

paradigma baru dalam dunia pendidikan Indonesia. Ide KTSP ini diharapkan akan

membawa perbaikan di dunia pendidikan. Namun demikian harapan KTSP tidak akan

membuahkan hasil yang optimal tanpa dukungan dan kerjasama antar semua unsur

1

1

Page 2: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

2

pemangku pendidikan. Salah satu cerminan kualitas pendidikan di sekolah adalah

hasil belajar siswa yang dicapai oleh siswa di sekolah tersebut. Dengan demikian

hasil belajar siswa pada suatu mata pelajaran tertentu merupakan salah satu

indikator kualitas pendidikan di sekolah yang bersangkutan. Peningkatan kualitas

ilmu pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dilakukan pada

semua kelompok mata pelajaran yang tertuang dalam Standar Isi. Salah satunya

adalah mata pelajaran sosiologi

Sosiologi merupakan studi yang membutuhkan kreativitas berpikir. Artinya

dalam mempelajari sosiologi diperlukan kemampuan melaksanakan kegiatan dan

proses atau tugas sosiologi, sehingga sosiologi mudah dicerna oleh siswa dengan

baik dan lebih berati serta bermanfaat bagi kehidupan mereka.

Perilaku menyimpang dalam hal ini perkelahian pelajar terjadi disebabkan

beberapa faktor yaitu: Lemahnya pertahanan diri siswa, kurangnya kemampuan

dalam menyesuaikan diri, kurangnya dasar-dasar keimanan di dalam diri pelajar,

faktor keluarga , faktor lingkungan yang tidak kondusif , faktor lingkungan sekolah,

faktor guru.

Perkalahian pelajar yang sering terjadi merupakan suatu tindakan yang jauh

dari norma- norma yang diajarkan di sekolah dan berakibat buruk pada keluarga,

sekolah dan masyarakat.

Page 3: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

3

Perilaku menyimpang yaitu perkelahian pelajar yang dijelaskan di atas,

merupakan salah satu pokok bahasan yang diajarkan di kelas X SMA Negeri I Bajeng.

Ada beberapa kendala yang dihadapai dalam pelaksanaan proses belajar-mengajar

pada pokok bahasan ini. Berberapa diantaranya adalah siswa kurang memahami

konsep-konsep pemecahan masalah dengan pokok bahasan perkelahian pelajar

dan suasana pembelajaran yang cenderung kaku karena komunikasi lebih banyak

didominasi oleh guru. Adanya kendala tersebut menjadi faktor yang mempengaruhi

hasil belajar siswa pada mata pelajaran sosiologi

Oleh karena itu diperlukan suatu tindakan untuk memperbaiki proses

pembelajaran dan diharapkan terjadinya peningkatan hasil belajar. Salah satu model

pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum 2006 yang dikembangkan sekarang

adalah Pembelajaran Berbasis Masalah. Pengajaran ini menggunakan masalah dunia

nyata sebagai suatu konteks belajar bagi siswa tentang cara berpikir kritis dan

ketrampilan pemecahan masalah.

Untuk maksud tersebut, maka di kelas X SMA Negeri I Bajeng kabupaten Gowa

akan diaplikasikan pembelajaran berbasis masalah pada pokok bahasan perilaku

menyimpang dalam hal ini perkalahian pelajar. Dengan pembelajaran berbasis

masalah diharapkan siswa dapat mengembangkan keterampilan berpikir dalam

memecahkan masalah dan menjadi pembelajar yang mandiri sehingga hasil belajar

Page 4: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

4

siswa meningkat. Disamping itu juga dapat membantu siswa belajar keterampilan

pemecahan masalah dengan melibatkan mereka pada situasi nyata. Dipertegas oleh

Ibrahim (2002:5) pembelajaran berbasis masalah bertujuan membantu siswa

mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan memecahkan masalah

Dalam pembelajaran berbasis masalah, perhatian pembelajaran tidak hanya pada

perolehan pengetahuan deklaratif, tetapi juga perolehan pengetahuan prosedural.

Bedasarkan uraian di atas, maka peneliti bermaksud melakukan penelitian

tindakan kelas dengan judul : Peningkatan Hasil Belajar Sosiologi Melalui

Pendekatan Berbasis Masalah dalam Pokok Bahasan Perilaku Menyimpang pada

Siswa Kelas X SMA I Bajeng

B. Rumusan Masalah

Untuk menfokuskan pembahasan masalah dalam penelitian ini, maka penulis

merumuskan masalah sebagai berikut :

Bagaimana menerapkan pendekatan berbasis masalah dalam pembelajaran

sosiologi dengan pokok bahasan perilaku menyimpang agar dapat meningkatkan

hasil belajar pada siswa kelas X SMA Negeri I Bajeng ?

Page 5: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

5

C. Tujuan Penelitian

Untuk meningkatkan hasil belajar sosiologi pada siswa kelas X SMA I Negeri

Bajeng.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

a)Bagi perguruan tinggi UNISMUH sebagai bahan bacaan bagi mahasiswa

tentang peningkatan hasil belajar sosiologi melalui pendekatan berbasis

masalah dalam pokok bahasan perilaku menyimpang pada siswa kelas X

SMA Negeri I Bajeng.

b)Bagi lembaga pendidikan sekolah, sebagai bahan informasi yang dapat

dijadikan acuan dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran khususnya

pelajaran sosiologi.

2. Manfaat praktis

a) Bagi siswa

Penelitian ini daharapkan dapat meningkatkan pemahaman siswa,

memberikan wawasan dan menumbuhkan kesadaran tentang

pentingnya aktivitas pembelajaran.

b) Bagi guru

Page 6: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

6

Penelitian ini dapat memberikan pengetahuan strategi pembelajaran

baru bagi guru, menjadi alternative dalam meningkatkan hasil

pembelajaran sosiologi .

c) Bagi peneliti

Penelitian ini merupakan pengalaman baru dan berharga yang dapat

menjadi bekal utama ketika menjadi pendidik, dan menjadi bahan

referensi di masa yang akan datang.

Page 7: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS TINDAKAN

A. Tinjauan Pustaka

1. Peningkatan Hasil Belajar

W.J.S Poerwadarminta, (1984:1077) Meningkatkan berasal dari kata tingkat

yang berarti lapis dari sesuatu yang bersusun Meningkatkan adalah usaha

menaikkan derajat,taraf,mempertinggi,memperhebat (produksi),mengangkat diri,

memegahkan diri . Maksud meningkatkan dalam penelitian ini adalah usaha

memperbaiki hasil belajar sosiologi siswa kelas X SMA Negeri I Bajeng.

Ditunjukkan adanya peningkatan nilai dari evaluasi yang diberikan pada akhir

pembelajaran. Peningkatan nilai tersebut sebagai indikator ketuntasan belajar siswa.

W.J.S Poerwadarminta (2001:197) hasil diartikan sebagai akibat, kesudahan

(dari pertandingan, ujian, dan sebagainya). Sedang pengertian belajar menurut

Winkel ( 2004: 56 ) adalah suatu aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam

interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan dalam

pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai-sikap. Dari definisi tersebut,

maka yang dimaksud dengan hasil belajar adalah akibat yang diperoleh setelah

melakukan aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan

lingkungannya, sehingga ada perubahan dalam pengetahuan, pemahaman,

7

Page 8: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

8

keterampilan, dan nilai-sikap. Hasil belajar yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah nilai yang diperoleh siswa setelah mengikuti evaluasi sampai dimana tingkat

pemahaman siswa tentang perkehian pelajar dan pemecahan masalahnya.

Oemar Hamalik. (2001:45) Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang

diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar. Perolehan aspek-aspek

perubahan perilaku tersebut tergantung pada apa yang dipelajari oleh pembelajar.

Oleh karena itu jika pembelajar mempelajari pengetahuan tentang konsep, maka

perubahan perilaku yang diperoleh adalah berupa penguasaan konsep. Dalam

pembelajaran, perubahan perilaku yang harus dicapai oleh pembelajar setelah

melaksanakan aktivitas belajar dirumuskan dalam tujuan pembelajaran.

Tujuan pembelajaran merupakan deskripsi tentang perubahan perilaku yang

diinginkan atau deskripsi produk yang menunjukkan bahwa belajar telah terjadi.

Chatarina. (2004: 5). Perumusan tujuan pembelajaran itu adalah hasil belajar yang

diinginkan pada diri siswa, agak lebih rumit untuk diamati dibandingkan dengan

tujuan lainnya, karena tujuan pembelajaran tidak dapat diukur secara langsung.

Tujuan pembelajaran merupakan bentuk harapan yang dikomunikasikan

melalui pernyataan dengan cara menggambarkan perubahan yang diinginkan pada

diri siswa, yakni pernyataan tentang apa yang diinginkan pada diri siswa setelah

menyelesaikan pengalaman belajar.

Page 9: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

9

Mulyasa (2003:32) Pentingnya perumusan tujuan pembelajaran di dalam

kegiatan pembelajaran adalah karena adanya beberapa alasan sebagai berikut :

1. Memberikan arah kegiatan pembelajaran. Bagi guru, tujuan pembelajaran

akan mengarahkan pemilihan strategi dan jenis kegiatan yang tepat.

Sedangkan bagi siswa, tujuan itu mengarahkan pembelajar untuk melakukan

kegiatan belajar yang diharapkan dan mampu menggunakan waktu seefisien

mungkin. Untuk mengetahui kemajuan belajar dan perlu tidaknya pemberian

pembelajaran pembinaan bagi pembelajar (remidial teaching). Dengan

tujuan pembelajaran itu guru akan mengetahui seberapa jauh pembelajar

telah menguasai tujuan pembelajaran tertentu dan tujuan pembelajaran

mana yang belum dikuasai.

2. Sebagai bahan komunikasi. Dengan tujuan pembelajaran guru dapat

mengkomunikasikan tujuan pembelajarannya kepada pembelajar sehingga

pembelajar dapat mempersiapkan diri dalam mengikuti proses

pembelajaran.

2. Pembelajaran Berbasis Masalah

Pembelajaran berbasis masalah meliputi pengajuan pertanyaan atau masalah,

memusatkan pada keterkaitan antar disiplin, penyelidikan autentik, kerjasama dan

menghasilkan karya serta peragaan.

Page 10: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

10

Pembelajaran berbasis masalah tidak dirancang untuk membantu guru

memberikan informasi sebanyak- banyaknya kepada siswa. Pembelajaran berbasis

masalah antara lain bertujuan untuk membantu siswa mengembangkan ketrampilan

berpikir dan ketrampilan pemecahan masalah

Dalam pembelajaran berbasis masalah, perhatian pembelajaran tidak hanya

pada perolehan pengetahuan deklaratif, tetapi juga perolehan pengetahuan

prosedural. Oleh karena itu penilaian tidak hanya cukup hanya dengan tes. Penilaian

dan evaluasi yang sesuai dengan model pembelajarn berbasis masalah adalah

menilai pekerjaan yang dihasilkan oleh siswa sebagai hasil penyelidikan mereka.

Penialaian proses dapat digunakan untuk menilai pekerjaan siswa tersebut,

Penilaian proses bertujuan agar guru dapat melihat bagaimana siswa merencanakan

pemecahan masalah, melihat bagaimana siswa menunjukkan pengetahuan dan

ketrampilannya. Airasian dalam Diah eko Nuryenti (2002:22) menyatakan bahwa

penilaian performens (penilaian kinerja) memungkinkan siswa menunjukkan apa

yang dapat mereka lakukan dalam situasi yang sebenarnya. Sebagian besar

problema dalam kehidupan nyata bersifat dinamis sesuai dengan perkembangan

zaman dan konteks atau lingkungannya, maka di samping pengembangan kurikulum

juga perlu dikembangkan model pembelajaran yang sesuai tujuan kurikulum yang

memungkinkan siswa dapat secara aktif mengembangkan keterampilan berpikir

dalam memecahkan masalah serta kemampuannya untuk bagaimana belajar.

Page 11: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

11

Dengan kemampuan atau kecakapan tersebut diharapkan siswa akan mudah

beradaptasi.

Menurut Winkel (2004:22) strategi pembelajaran yang berorientasi pada

learning-to-learn dibandingkan dengan strategi yang sering dipraktekkan dalam

pendidikan tradisional ( konvensional)

Dasar pemikiran pengembangan strategi pembelajaran berbasis masalah

tersebut sesuai dengan pandangan kontruktivis yang menekankan kebutuhan siswa

untuk menyelidiki lingkungannya dan membangun pengetahuan secara pribadi

pengetahuan bermakna ( Ibrahim, 2000:19).

Dengan demikian ketika siswa masuk kelas mereka tidak dalam keadaan

kosong, melainkan mereka sudah memiliki pengetahuan awal. Berdasarkan

pemikiran tersebut, maka pembelajaran berbasis masalah perlu diawali dengan

mengangkat permasalahan yang sesuai dengan lingkungannya (permasalahan

kontekstual). Jadi konsep dibentuk atau ditanamkan melalui pembahasan masalah

nyata.

Model pembelajaran berbasis masalah adalah model pembelajaran dengan

pendekatan pembelajaran siswa pada masalah autentik sehingga siswa dapat

menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuhkembangkan ketrampilan yang lebih

tinggi dan inkuiri, memandirikan siswa, dan meningkatkan kepercayaan diri sendiri

( Abbas, 2000:12)

Page 12: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

12

Hamzah Uno (2007:34) Model ini bercirikan penggunaan masalah kehidupan

nyata sebagai sesuatu yang harus dipelajari siswa untuk melatih dan meningkatkan

ketrampilan berpikir kritis dan memecahkan masalah, serta mendapatkan

pengetahuan konsep-konsep penting, dimana tugas guru harus memfokuskan diri

untuk membantu siswa mencapai keterampilan mengarahkan diri. Pembelajaran

berbasis masalah penggunaannya di dalam tingkat berpikir yang lebih tinggi, dalam

situasi berorientasi pada masalah, termasuk bagaimana belajar.

Dalam model pembelajaran berbasis masalah, guru berperan sebagai penyaji

masalah, penanya, mengadakan dialog, membantu menemukan masalah dan

pemberi fasilitas penelitian. Selain itu guru menyiapkan dukungan dan dorongan

yang dapat meningkatkan pertumbuhan inkuiri dan intelektual siswa. Pembelajaran

berbasis masalah hanya dapat terjadi jika guru dapat menciptakan lingkungan kelas

yang terbuka dan membimbing pertukaran gagasan. Pembelajaran berbasis masalah

juga dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan akivitas siswa, baik

secara individual maupun secara kelompok. Pada model pembelajaran berbasis

masalah guru berperan pemberi rangsangan, pembimbing kegiatan siswa dan

penentu arah belajar siswa.

1. Karakteristik pembelajaran berbasis masalah

Wina Sanjaya (2003:214-215).Terdapat tiga ciri utama pembelajaran

berbasis masalah adalah sebagai berikut :

Page 13: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

13

a) Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan rangkaian aktivitas

pembelajaran, artinya dalam implementasi Pembelajaran Berbasis

Masalah ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan siswa.

Pembelajaran Berbasis Masalah tidak mengharapkan siswa hanya

sekedar mendengarkan, mencatat, kemudian menghafal materi

pelajaran, akan ntetapi siswa aktif berpikir, berkomunikasi mencari dan

mengolah data.

b) Aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah, artinya

tanpa masalah maka tidak ada proses pembalajaran.

c) Pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan

berpikir secara ilmiah

Tiga ciri di atas, menunjukkah bahwa pembelajaran berbasis masalah adalah

proses berpikir siswa secara sistematis dan ilmiah dalam melakukan aktivitas

pembalajaran. Siswa diarahkan untuk dapat menyelesaikan berbagai macam

masalah di dunia nyata mereka.

Ditambahkan oleh Abbas, (2000:13), Pembelajaran berbasis masalah telah

menunjukkan ciri-ciri pengajaran berbasis masalah sebagai berikut :

1) Pengajuan masalah atau pertanyaan Pengajaran berbasis masalah bukan

hanya mengorganisasikan prinsip-prinsip atau ketrampilan akademik

tertentu, pembelajaran berdasarkan masalah mengorganisasikan

Page 14: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

14

pengajaran di sekitar pertanyaan dan masalah yang kedua-duanya secara

sosial penting dan secara pribadi bermakna untuk siswa. Mereka

dihadapkan situasi kehidupan nyata yang autentik , menghindari jawaban

sederhana, dan memungkinkan adanya berbagai macam solusi untuk situasi

itu. Menurut Arends pertanyaan dan masalah yang diajukan haruslah

memenuhi criteria sebagai berikut :

a) Autentik. yaitu masalah harus lebih berakar pada kehidupan dunia nyata

siswa dari pada berakar pada prinsip-prinsip disiplin ilmu tertentu.

b) Jelas. yaitu masalah dirumuskan dengan jelas, dalam arti tidak

menimbulkan masalah baru bagi siswa yang pada akhirnya menimbulkan

masalah baru bagi siswa yang pada akhirnya menyulitkan penyelesaian

siswa.

c) Mudah dipahami. Yaitu masalah yang diberikan hendaknya mudah

dipahami siswa. Selain itu masalah disusun dan dibuat sesuai dengan

tingkat perkembangan siswa.

d) Luas dan sesuai dengan tujuan pembelajaran. Yaitu masalah yang

disusun dan dirumuskan hendaknya bersifat luas, artinya masalah

tersebut mencakup seluruh materi pelajaran yang akan diajarkan sesuai

dengan waktu, ruang dan sumber yang tersedia. Selain itu, masalah yang

Page 15: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

15

telah disusun tersebut harus didasarkan pada tujuan pembelajaran yang

telah ditetapkan.

e) Bermanfaat. yaitu masalah yang telah disusun dan dirumuskan haruslah

bermanfaat, baik siswa sebagai pemecah masalah maupun guru sebagai

pembuat masalah. Masalah yang bermanfaat adalah masalah yang dapat

meningkatkan kemampuan berpikir memecahkan masalah siswa, serta

membangkitkan motivasi belajar siswa.

2) Berfokus pada keterkaitan antar disiplin. Meskipun pengajaran berbasis

masalah mungkin berpusat pada mata pelajaran (sosiologi) masalah yang

akan diselidiki telah dipilih benar-benar nyata agar dalam pemecahannya

siswa meninjau masalah itu dari banyak mata pelajaran.

3) Penyelidikan autentik. Pengajaran berbasis masalah siswa melakukan

penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah

nyata. Mereka harus menganalisis dan mendefinisikan masalah,

mengembangkan hipotesis dan membuat ramalan, mengumpulkan dan

menganalisis informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat

inferensi dan merumuskan kesimpulan. Metode penyelidikan yang

digunakan bergantung pada masalah yang sedang dipelajari.

4) Menghasilkan karya dan memamerkannya. Pengajaran berbasis masalah

menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya

Page 16: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

16

nyata atau artefak dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk

penyelesaian masalah yang mereka temukan. Produk itu dapat berupa

transkip debat, laporan, model fisik, video atau program komputer

(Nurhadi, 2003 : 56)

Pengajaran berbasis masalah dicirikan oleh siswa bekerja sama satu

sama lain (paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil).

Bekerja sama memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat

dalam tugas-tugas kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagi

inkuiri dan dialog dan untuk mengembangkan keterampilan sosial dan

keterampilan berpikir.

2. Tahapan Pengajaran Berbasis Masalah

Wina Sanjaya (2003:217). Pengajaran berbasis masalah terdiri dari lima

tahapan utama . Tahapan pengajaran berbasis masalah antara lain sebagaia

berikut :

a) Merumuskan masalah, yaitu langkah siswa menentukan masalah

yang akan dipecahkan.

b) Menganalisis masalah, yaitu langkah siswa meninjau masalah secara

kritis dari berbagai sudut pandang.

c) Merumuskan hipotesis, yaitu langkah siswa marumuskan berbagai

kemungkinan pemecahan sesuai pengetahuan yang dimilikinya.

Page 17: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

17

d) Mengumpulkan data, yaitu langkah siswa mencari dan

menggambarkan informasi yang diperlukan untuk pemacahan

masalah.

e) Pengujian hipotesis, yaitu langkah siswa mengambil dan

merumuskan kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan penolakan

hipotesis yang diajukan.

f) Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah, yaitu langkah siswa

menggambarkan rekomendasi yang dapat dilakukan sesuai rumusan

hasil pengujian hipotesis dan rumusan kesimpulan.

Ditambahkan oleh David Johson dalam Wina Sanjaya ( 2003 :217)

Mengemukakan ada lima langkah strategi pembelajaran berbasis masalah adalah :

a) Mendefinisikan masalah yaitu merumuskan masalah dari peristiwa

tertentu.

b) Mendiagnosis masalah yaitu menentukan sebab-sebab terjadinya

masalah.

c) Merumuskan alternative strategi pemecahan masalah.,

d) Menentukan dan menerapkan strategi pemecahan masalah.

e) Mengevaluasi proses kegiatan pemecahan masalah.

Wina Sanjaya (2003:221) Strategi pembelajaran mempunyai beberapa

keunggulan dan kelemahan yaitu :

Page 18: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

18

a. Keunggulan

1. Merupakan teknik yang bagus dalam memberi pemahaman

kepada siswa.

2. Dapat menantang kemampuan siswa serta memberi kepuasan

dalam mmenemukan pengetahuan baru bagi siswa.

3. Dapat meningkatkan aktivitas siswa.

4. Membantu siswa dalam mentrasnfer pengetahuan mereka dalam

kehidupan nyata.

5. Dapat membantu siswa mengembangkan pengetahuan barunya.

6. Model pembalajaran seperti ini dianggap lebi8h menyenangkan

siswa, serta menambah minat siswa mengaplikasikan pengetahuan

Dalam kehidupan sehari-hari mereka.

b. Kelemahan

Disamping keunggulan, strtategi pembalajaran berbasis masalah memiliki

kelamahan yaitu :

1. Siswa enggang untuk mencoba , karena menganggap susah.

2. Membutuhkan waktu yang cukup lama merumuskan masalah yang

akan dikaji.

3. Mereka biasanya tidak ingin mempelajari materi yang akan

disajikan.

Page 19: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

19

3. Teori belajar yang mendukung pembelajaran berbasis masalah

Ada berbagai definisi tentang belajar. Dari berbagai definisi yang

dikemukakan oleh Syaiful Bahri. (2002 : 44 ) ” apa bila seseorang pada kurun waktu

tertentu telah terjadi perubahan tingkah laku dan memiliki nilai tambah, dari yang

tidak tahu menjadi tahu, yang tadinya tidak terampil menjadi terampil, maka dia

telah belajar sesuatu”.

Belajar dan pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang tidak terpisahkan

dari kehidupan manusia. Menurut konsep komunikasi, pembelajaran adalah proses

komunikasi fungsional antara siswa dengan guru dan siswa dengan siswa, dalam

rangka perubahan sikap dan pola pikir yang akan menjadi kebaiasaan bagi siswa

yang bersangkutan. Dalam pembelajaran komunikasi yang diharapkan adalah

komunikasi dua arah yaitu antara guru dengan siswa dan sebaliknya, serta antara

siswa denagn siswa. Ada banyak teori belajar yang dikemukakan para ahli, berikut

disajikan beberapa teori belajar yang mendukung pembelajaran berbasis masalah

dan pada umumnya dijadikan landasan metode pembelajaran dalam sistem

pendidikan.

a. Teori Belajar

Menurut Syah (2005:40) belajar bermakna timbul jika siswa mencoba

menghubungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang dimilikinya.

Hal itu terjadi, jika siswa belajar konsep yang ada. Akibatnya, struktur

Page 20: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

20

konsep/pengetahuan yang telah dimiliki siswa mengalami perubahan.

Namun demikian, jika pengetahuan baru tidak berhubungan dengan

pengetahuan yang ada, maka pengetahuan baru itu akan dipelajari siswa

melalui belajar hafalan. Artinya, siswa hanya menerima selanjutnya

menghafalkan materi yang sudah diperolehnya. Hal ini disebabkan

pengetahuan yang baru tidak dikembangkan dengan keadaan lain atau

pengetahuan yang ada. Tetapi pada belajar bermakna materi yang telah

diperoleh dikembangkan dengan keadaan lain sehingga belajarnya lebih

dimengerti.

b. Teori Belajar yang dikemukakan oleh Winkel

Menurut Winkel, perkembangan kognitif seseorang melalui beberapa

tahapan, yaitu sensorimotor Concreteoperations (usia 2-11 tahun), dan

formal–operations (setelah usia 11 tahun). Pada tahap sensorimotor

pengetahuan yang diperoleh masih sangat terbatas sejalan dengan

perkembangan fisik dari anak yang bersangkutan. Pada tahap Concrete-

operations anak sudah mulai belajar simbol yang merupakan representasi

dari obyek tertentu. Anak mulai belajar menghubungkan suatu obyek dengan

simbol tertentu. Sedangkan pada tahap formal–operations pengetahuan

yang diperoleh anak semakin kompleks. Karena anak telah banyak

perbendaharaan kata dan memahami arti serta dapat mengasosiasikan

Page 21: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

21

dengan kata-kata lainnya. Dalam tahap ini anak sudah dapat merangkum

atau mengkombinasikan dua konsep atau lebih untuk membentuk suatu

aturan. Kombinasi dari dua aturan atau lebih itu sudah dapat mereka

gunakan untuk memecahkan suatu masalah. Contoh, untuk menghitung luas

sisi kubus berbeda caranya dengan menghitung luas sisi balok, meskipun

prinsip dasar aturannya sama.

Winkel (2000:17) mengemukakan bahwa siswa dalam segala usia

secara aktif terlibat dalam proses perolehan informasi dan membangun

pengetahuan mereka sendiri. Pengetahuan tidak statis tetapi secara terus

menerus tumbuh dan berubah pada saat siswa menghadapi pengalaman

baru yang memaksa mereka membangun dan memodifikasi pengetahuan

awal mereka. Pemanfaatan teori Winkel dalam pembelajaran adalah sebagai

berikut.

a) Memusatkan pada proses berpikir dan bukan pada sekedar hasilnya.

Disamping kebenaran siswa, guru harus memahami proses yang

digunakan anak sehingga sampai pada jawaban itu.

b) Mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan

aktif dalam kegiatan pembelajaran. Di dalam kelas, pemberian

pengetahuan jadi tidak mendapat penekanan, melainkan anak didorong

menemukan sendiri melalui interaksi spontan dengan lingkungannya.

Page 22: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

22

c) Memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan

perkembangan. Teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh siswa

tumbuh melewati urutan perkembangan yang sama, namun

pertumbuhan itu berlangsung pada kecepatan berbeda.

3. Perilaku Menyimpang

a. Pengertian perilaku menyimpang

James Vander Zander dalam Indianto Mu’in (2004:147) memberikan

pengertian bahwa perilaku menyimpang adalah perilaku yang dianggap sebagai hal

tercela dan di luar batas toleransi oleh sejumlah besar orang .

Robert dalam Idianto Mu’in (2004:148) (mengatakan bahwa perilaku

menyimpang adalah semua tindakan yang menyimpang dari norma yang berlaku

dalam suatu system sosial.

Paul B. dalam Idianto Mu’in (2004:147) menambahkan bahawa perilaku

menyimpang adalah setiap perilaku yang dinyatakan sebagai pelanggaran terhadap

norma kelompok masyarakat.

Dari pengertian di atas, pengertian perilaku menyimpang dapat dimengerti

bahwa setiap perilaku yang tidak sesuai dengan aturan norma yang berlaku dalam

masyarakat.. perilaku yang mengabaikan norma atau tidak mematuhi patokan baku

dalam masyarakat.

b . Ciri- ciri perilaku menyimpang

Page 23: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

23

Paul B dalah Mu’in (2004:148) memberikan enam cirri perilaku menyimpang

yaitu sebagai berikut :

a) Penyimpangan yang bisa diterima dan bisa ditolak

b) Penyimpangan relative dan penyimpangan mutlak

c) Penyimpangan terhadap budaya

d) Menghindar dari norma- norma

e) Penyimpangan yang menyesuaikan

f) Penyimpangan harud dapat didefinisikan

Dari ke enam ciri – ciri di atas , dapat disimpulkan bahwa perilaku

menyimpang adalah perilaku yang tidak sesuai dengan aturan dalam masyarakat.

c. Bentuk- bentuk perilaku menyimpang

Mu’in (2004:159-160) menyebutkan beberapa perilaku menyimpang sebagai

berikut :

a) Penyalaguhgunaan narkoba

b) Perkalahian pelajar

c) Perilaku seks di luar nikah

d. Konsep sosiologi tentang perilaku menyimpang

Dari sudut pandang sosiologi perilaku menyimpang dikaitak dengan penyakit

mentak, gangguan kepribadian seseorang. Sehingga Freud dalam Idianto Mui’n

(2004: 156) menjelaskan bahwa perilaku menyimpang terjadi apabila seseorang

Page 24: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

24

tidak sadar, berbuat secara berlebihan. Pada sudut pandang yang lain perilaku

menyimpang terdapat dua teori yaitu : 1. Teori komplik. 2. Teori pengendalian.

1) Teori komplik terjadi apabila dalam susatu masyarakat terdapat sejumlah

kebudayaan cenderung tertutup sehingga mengurangi timbulnya

kesepakatan nilai. Terjadi komplik apabila sebuah kelompok membuat

peraturan sendiri.

2) Teori pengendalian

Teori pengendalian ini menjalaskan bahwa apabila kesadaran seseorang

tinggi maka semakin kecil kemungkinan baginya untuk melakukan

penyimpangan. Idianto Mui’in (2004:155)

4. Perkelahian Pelajar

a. Pengertian Perkelahian Pelajar

Dalam tulisan ini penulis akan mengkaji perkelahian pelajar yang termaksud

pada poin yaitu Perkelahian . Pengertian perkelhian merupakan suatu tindakan dari

kedua belah pihak yang secara bersamaan melakukan penyerangan. Sedangkan

penyerangang merupakan suatu tindakan yang mana dilakukan oleh satu pihak saja.

Pengertian antara perkelahian dan penyerangan dapat diadakan Perbedaan

yaitu dalam perkelhian serangan dari para pihak dilakukan secara bersamaan,

sedangkan pihak yang lainnya tidak.perkelahian juga dapat dilakukan dengan

penyerangan diantara pihak yang memulai terjadinya perkelahian tersebut. Baik

Page 25: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

25

dalam perkelahian maupun dalam penyerangan terlibat beberapa orang yang ikut

serta, demikian juga halnya dengan perkelahian antar pelajar yang melibatkan dari

kedua belah pihak. Dilihat dari jumlah orang atau pelajar yang ikut perkelahian

massal atau ramai-ramai, dimana para pelakunya remaja-remaja berseragam

sekolah menengah ke atas. Dalam hal ini perkelahian antar pelajar selain dilakukan

secara bersamaan dari kedua belah pihak juga dilakukan penyerangan oleh salah

satu pihak kepada pihak yang lainnya.

Yang dimaksud dengan perkelahian menurut pasal 358 KUHP merupakan

suatu penyerangan atau perkelahian yang dilakukan oleh beberapa orang turut serta

dalam perkelahian tersebut, dengan demikian tidak disebutkan secara jelas apa

yang dmaksud dengan perkelahian

Perkelahian adalah merupakan suatu perbuatan yang mengganggu

keamanan dan ketertiban umum, dimana perkelahian menunujukkan tindakan dari

kedua belah pihak secara bersamaan. Sebagaimana kita ketahui bahwa perkelahian

antar pelajar melibatkan beberapa orang pelajar yang turut serta baik dalam pelajar

maupun dalam penyerangan.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, menurut pasal 358 KUHP

menyatakan : ” Barangsiapa dengan sengaja turut serta dalam penyerangan atau

perkelahian yang dilakukan oleh beberapa orang, maka selain dari tanggungannya

masing-masing atas perbuatan yang istimewa dilakukannya :

Page 26: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

26

Dengan pidana penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan, jika

penyerangan atau perkelahian itu hanya berakibat ada orang yang luka berat.

Dengan pidana penjara selama-lamanya empat tahun jika penyerangan atau

perkelahian itu berakibat ada orang yang mati. Sugandhi, ( 1980: 88 )

Ikut serta dalam penyerangan atau perkelahian berdasarkan pasal 358 KUHP

ini berarti perbuatan itu harus merupakan suatu tindakan secara nyata dalam

penyerangan atau perkelahian bukan karena terpaksa turut serta dalam

penyerangan atau perkelahian dengan maksud memisahkan kedua belah pihak yang

berkelahi.

Apabila sebelum ada akibat luka berat atau matinya orang timbul beberapa

peserta menghentikan perbuatannya maka peserta tersebut tetap harus

mempertanggungjawabkan atas perbuatan turut serta tersebut.

Dengan demikian jelaslah bahwa yang dimaksud dengan tindakan pidana

penyerangan atau perkelahian oleh pasal 358 KUHP ini semata-mata ikut serta

dalam penyerangan atau perkelahian yang menimbulkan luka berat atau matinya

orang lain. Maka peran peserta tidak dapat dikenakan pasal 358 KUHP ini. Akan

tetapi sebaliknya apabila dalam penyerangan atau perkelahian itu dapat dibuktikan

atau diketahui siapa diantara peserta itu menyebabkan luka berat atau matinya

orang lain dalam perkelahian, maka mereka itu selain dituntut menurut pasal 358

KUHP dikenakan pula ketentuan-ketentuan penganiayaan dan pembunuhan yang ia

Page 27: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

27

lakukan dan peserta yang lainnya yang turut serta hanya dipersalahkan terhadap

penyerangan atau perkelahian yang mengakibatkan luka berat atau matinya orang

lain.

Dari uraian tersebut di atas, maka dapat dikatakan perkelahian pelajar

adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh beberapa orang pelajar yang dilakukan

secara beramai-ramai (massal ), baik perbuatan tersebut dilakukan secara memukul,

menendang, menusuk dengan pisau tumpul dan benda tajam yang mana semua itu

dapat mengakibatkan rasa derita pada orang lain yang menjadi korban.

b. Akibat yang ditimbulkan dari perkelahian pelajar

Perkelahian adalah merupakan suatu penyakit dalam masyarakat dan

mengenai perkelahian antar pelajar tingkat SMA yang mana akibatnya tidak hanya

mengganggu bagi keamanan dan ketertiban umum melainkan juga membahayakan

bagi pelajar itu sendiri. Apabila tidak segera mendapatkan perhatian dan

penanggulangannya maka dampaknya akan lebih buruk lagi. Ada akibat-akibat yang

ditimbulkan dari Perkelahian antar pelajar itu antara lain :

1) Akibat Bagi Pelajar

Tongat,(2003:33) Perkelahian dikalangan pelajar merupakan suatu tingkah

laku yang tidak pantas bagi seorang pelajar dan tingkah laku itu merupakan

penyimpangan dari tingkah laku seorang pelajar.

Page 28: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

28

Perkelahian yang dilakukan secara massal dari kedua belah pihak yang

berlainan sekolah atau kelas dan dalam perkelahian itu tidak hanya menggunakan

tangan kosong tetapi juga menggunakan senjata tajam dan benda keras.

Melihat dari benda atau alat yang digunakan dalam perkelahian itu maka

sudah dapat diduga akibat yang ditimbulkan dari perkelahian itu antara lain luka

yang dialami salah satu pelajar yang ikut serta dalam perkelahian pelajar tersebut.

Sugandhi (1980:5) Sehubungan dengan akibat yang ditimbulkan dari

perkelahian antar pelajar menurut pasal 351 KUHP :

(1) Penganiayaan dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya dua tahun

delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya empat ribu lima ratus

rupiah

(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan luka-luka berat yang bersalah dikenakan

pidana penjara paling lama lima tahun.

(3) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya orang, maka yang bersalah

dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun

(4) Dengan penganiayaan disamakan merusak kesehatan orang dengan sengaja

(5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dapat dipidana ”

2) Akibat bagi keluarga

Dengan turut serta anak-anak terlibat langsung dalam perkelahian pelajar

yang kemudian ternyata mendapatkan tindakan dari pihak kepolisian, pimpinan

Page 29: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

29

sekolah atau dari masyarakat sekitarnya, maka akibatnya akan menimbulkan

problema bagi keluarga atau orang tuanay berupa : teguran dari pihak pimpinan

sekolah dan warga masyarakat sekitarnya serta peringatan dari pihak kepolisian.

3) Akibat bagi sekolah

Jika perkelahian pelajar itu ternyata akan membawa nama sekolah bahkan

terjadi di lingkungan sekolah maka akan membawa dampak negatif bagi sekolah

tersebut berupa :

1. Kerugian materiil yang mungkin timbul seperti rusaknya gedung sekolah

maupun peralatan lain akibat dari pelemparan benda dari pihak lain.

2. Kerugian yang menyangkut nama baik sekolah dalam masyarakat maupun

aparat keamanan, yakni timbulnya kesan sekolah urakan dan menjadi

pengawasan dari pihak yang berwajib.

4) Akibat bagi masyarakat

Akibat yang langsung dialami oleh masyarakat dari perkelahian pelajaritu

adalah terganggunya ketertiban dan keamanan di lingkungan sekitarnya. Kemudian

apabila frekuensi kenakalan remaja dan perkelahian antar pelajar demikian tinggi

maka tidak mustahil kindisi dan situasi lingkungan masyarakat yang rawan yang

memungkinkan timbulnya bibit baru remaja yang nakal.

Page 30: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

30

Setelah diketahui akibat yang ditimbulkan dari perkelahian antar pelajar.

maka perlu segera ditanggulangi perkelahian itu oleh pihak sekolah, masyarakat

maupun aparat keamanan sebelum menimbulkan akibat yang lebih parah lagi.

c. Faktor-Faktor terjadinya Perkelahian Pelajar

1. Lemahnya pertahanan diri

Adalah faktor yang ada dalam diri untuk mengontrol dan mempertahankan

diri terhadap pengaruh-pengaruh negatif dari lingkungan. Jika ada pengaruh negatif

berupa tontonan negatif, bujukan negatif seperti pecandu dan pengedar narkoba,

ajakan-ajakan untuk melakukan perbuatan-perbuatan negatif, sering tidak bisa

menghindar dan mudah terpengaruh. Akibatnya pelajar itu terlibat ke dalam

kegiatan-kegiatan negatif yang membahayakan dirinya dan masyarakat.

2. Kurangnya Kemampuan Dalam Menyesuaikan Diri

Keadaan ini amat terasa di dunia pelajar Banyak ditemukan pelajar yang

kurang pergaulan. Inti persoalannya adalah ketidak mampuan penyesuaian diri

terhadap lingkungan sosial,dengan mempunyai daya pilih teman bergaul yang

membantu pembentukan perilaku positif. Anak-anak yang terbiasa dengan

pendidikan kaku dan dengan disiplin ketat di keluarga menyebabkan masa

remajanya juga kaku dalam bergaul, dan tidak pandai memilih teman yang bisa

membuat dia berkelakuan baik. Yang terjadi adalah sebaliknya yaitu, para pelajar

salah bergaul. Hal ini bisa terjadi karena teman-temannya menghargainya. Karena

mendapat penghargaan di kelompok geng nakal, pelajar itupun akan ikut nakal.

Page 31: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

31

3. Kurangnya Dasar-dasar Keimanan di Dalam Diri pelajar

Masalah agama merupakan suatu yang sangat krusial bagi seorang pelajar.

Karena agama merupakan benteng diri pelajar dalam menghadapi berbagai cobaan

yang datang padanya sekarang dan masa yang akan datang.

Sekolah dan orang tua harus bekerja sama bagaimana memberikan

pendidikan agama secara baik, mantap, dan sesuai dengan kondiri pelajar saat ini.

4. Faktor Keluarga

Keluarga merupakan sumber utama atau lingkungan yang utama penyebab

kenakalan remaja salah satunya yaitu perkelahian pelajar ini. Hal ini disebabkan

karena anak itu hidup dan berkembang permulaan sekali dari pergaulan keluarga

yaitu hubungan antara orang tua dengan anak, ayah dengan ibu dan hubungan anak

dengan anggota keluarga lai yang tinggal bersama-sama. Keadaan keluarga yang

besar jumlah anggotanya berbeda dengan keluarga kecil. Bagi keluarga besar

pengawasan agak sukar dilaksanakan dengan baik, demikian juga menanamkan

disiplin terhadap masing-masing anak. Berlainan dengan keluarga kecil, pengawasan

dan disiplin dapat dengan mudah dilaksanakan. Di samping itu perhatian orang tua

terhadap masing-masing anak lebih mudah diberikan, baik mengenai akhlak,

pendidikan di sekolah, pergaulan dan sebagainya. Kalau kita berbicara keadaan

ekonomi, tentu bagi keluarga besar dengan penghasilan yang sedikit akan repot,

karena membiayai kehidupan yang pokok-pokok saja agak sulit apalagi untuk biaya

Page 32: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

32

sekolah dan berbagai kebutuhan lain. Karena itu, sering terjadi pertengkaran di

antara istri dan suami karena masalah ekonomi keluarga, yang menyebabkan

kehidupan keluarga menjadi tidak harmonis lagi dan pada gilirannya mempengaruhi

tingkah laku anak ke arah negatif.

Willis, Sofyan S. (2005 99), dalam bukunya Remaja dan masalahnya

mengemukakan beberapa faktor keluarga yang sangat mempengaruhi terhadap

kenakalan remaja yaitu : ” a. Anak kurang mendapatkan kasih sayang dan perhatian

orang tua ; b. Lemahnya keadaan ekonomi orang tua ; c. Kehidupan keluarga yang

tidak harmonis

Bertitik tolak dari uraian tersebut di atas, bahwa keadaan keluarga sangatlah

memegang peranan penting dalam pembantukan kepribadian si anak dalam

bertingkah laku.

Menurut Ruth S. ( 1977 : 68 ). Ada tiga alasan timbulnya kejahatan atau

kenakalan remaja yang diarahkan kepada lingkungan keluarga yaitu

a. Bahwa lingkungan keluarga adalah suatu kelompok masyarkat yang

pertama-tama dihadapi oleh setiap anak-anak, oleh karena itu maka

lingkungan tersebut memegang peranan utama sebagai permulaan

pengalaman untuk menghadapi masyarakat yang lebih luas lagi.

Page 33: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

33

b. Bahwa lingkungan keluarga merupakan suatu lembaga yang bertugas

menyiapkan kepentingan sehari-hari lagipula melakukan pengawasan

terhadap anak-anak,

c. Bahwa lingkungan pertama merupakan kelompok pertama yang dihadapi

oelh anak, karena itu ia menerima pengaruh emosional dari lingkungan itu.

Kepuasan atau kekecewaan, rasa cinta dan benci akan mempengaruhi

watak anak, mulai dibina dalam lingkungan itu dan akan bersifat

menentukan untuk masa-masa mendatang ”

5. Faktor Lingkungan yang Tidak Kondusif

Pengaruh sosial dan kultur memegang peranan yang besar dalam

menentukan perkembangan seorang anak dalam bertingkah laku. Kenakalan pada

remaja dimana dalam hal ini mereka sangat terpengaruh oleh keadaan sosial yang

buruk sehingga anak menjadi nakal. Pengaruh lingkungan pergaulan yan buruk

ditambah kontrol sosial dan kontrol diri yang semakin lemah maka dapat

mempercepat pertumbuhan kelompok-kelompok anak nakal yang suka melakukan

kegiatan-kegiatan yang bertentangan dengan hukum sepert beramai-ramai atau

secara massal.

Milieau atau lingkungan sekitar tidak selalu baik, dan menguntungkan bagi

pendidikan dan perkembangan anak, lingkungan yang ada kalanya dihuni oleh orang

dewasa serta anak-anak muda kriminil dan anti sosial yang bisa merangsang

Page 34: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

34

timbulnya reaksi emosional buruk bagi anak-anak remaja atau pelajar yang masih

labil jiwanya. Dengan begitu anak-anak remaja ini mudah terjangkit oleh pola

tingkah laku kriminal, a susila dan anti sosial.

Kelompok orang dewasa yang kriminil dan a susila tersebut itu sangat

berpengaruh terhadap anak remaja khususnya pelajar yang berada di lingkungan

tersebut untuk berbuat dan bertingkah laku seperti meniru apa yang dilakukan oleh

orang-orang dewasa yang anti soial dan kriminal, seperti sering membuat keributan

dan senang berkelahi.

6. Faktor Lingkungan Sekolah

Sekolah merupakan tempat pendidikan kedua setelah rumah tangga. Karena

itu ia cukup berperan dalam membina anak untuk menjadi orang dewasa yang

bertanggung jawab. Khusus mengenai tugar kurikuler, maka sekolah berusaha

memberikan sejumlah ilmu pengetahuan kepada anak didiknya sebagai bekal untuk

kelak jika anak telah dewasa dan terjun ke masyarakat. Akan tetapi tugas kurikuler

saja tidaklah cukup untuk membina anak menjadi orang dewasa yang bertanggung

jawab. Karena itu sekolah bertanggung jawab pula dalam kepribadian anak didik.

Dalam hal ini peranan guru sangat diperlukan sekali. Jika kepribadian guru buruk,

dapat dipastikan akan menular kepada anak didik.

Hal ini dikatakan oleh ahli psiko higenis yaitu Singgih ( 1983 : 113 ) sebagai

berikut : ” Teacher personality is contagious, if he is tense, irritable, dominating or

Page 35: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

35

careless, the pupil will show the evidence of tension, crossness, and lack of social

grace and will produce slovenly work “. Jelas sekali bahwa perilaku guru yang buruk

seperti tegang, marah, mudah tersinggung, menguasai murid, maka para murid akan

tertular oleh sifat dan perilaku guru tersebut.

Mengenai hal ini, Bawengan (1977:109) mengemukakan sebagai berikut : “

Sekolah adalah lingkungan yang khusus untuk mengubah tingkah laku secara

menetap dalam hubungannya dengan seluruh perkembangan pribadinya sebagai

anggota masyarakat “

Dalam rangka pembinaan anak didik kearah kedewasaan itu, kadang-kadang

seklah juga penyebab dari timbulnya kenalan remaja . Hal ini mungkin bersumber

dari guru, fasilitas pendidikan, norma-norma tingkah laku, kekompakan guru dan

suasana interaksi antara guru dan murid perlu menjadin perhatian serius. Ada

bebapa factor yang berhubungan dengan lingkungan sekolah yang tidak

menyenangkan seorang anak pelajar

7. Faktor Guru

Dedikasi guru merupakan pokok terpenting dalam tugas mengajar. Guru yang

penuh dedikasi berarti guru yang ikhlas dalam mengerjakan tugasnya. Bila terjadi

kesulitasn di dalam tugasnya, ia tidak mudah mengeluh dan mengalah. Melainkan

dengan penuh keyakinan diatasinya semua kesulitan tersebut. Berlainan dengan

guru yang tanpa dedikasi. Ia bertugas karena terpaksa, sebab tidak ada lagi

Page 36: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

36

pekerjaan lain yang mampu dikerjakannya. Akibatnya ia mengajar adalah karena

terpaksa dengan motif mencari uang. Guru yang seperti ini mengajarnya asal saja,

sering bolos, tidak berminat meningkatkan pengetahuan keguruannya. Akibatnya

murid-murid yang menjadi korban, kelas menjadi kacau, murid-murd berbuat

seenaknya saja di dalam kelas dan hal seperti inilah yang merupakan sumber

kenakalan, sebab guru tidak memberikan perhatian yang penuh kepada tugasnya.

Kehidupan sekolah telah pula direkayasa untuk mengejar ketinggalannya

dalam perkembangan ilmu dan teknologi. Pertama, kurikulum dirombak sedemikian

rupa dengan tujuan agar tercapai para lulusan sekolah yang berkualitas.

Kenyataannya, pengertian kualitas itu adalah tingginya tingkat intelektual atau

kecerdasan yang diukur dengan hasil belajar dalam bidang seni. Para siswa

direkayasa agar belajar keras untuk mengejar target kurikulum. Suasana belajar

menjadi sangat intelektualistis yaitu lebih menghargai anak yang pandai. Guru

terperangkap dalam sistem birokrasi sekolah sehingga mengajarnya cenderung

mekanistik yang mementingkan tercapainya target kurikulum. Untuk mencapai

tujuan itu, siswa perlu dikontrol dengan memperketat terlaksananya aturan sekolah,

bahkan meningkatkan sistem keamanan sekolah dengan adanya Satpam, bagian

keamanan dan piket guru, dan dibantu oleh bagian keamanan dari siswa.

Page 37: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

37

B. Kerangka Berpikir

Penggunaan strategi pembelajaran yang sesuai merupakan salah satu faktor

yang mempengaruhi hasil belajar siswa. Model pembelajaran berbasis masalah

adalah salah satu strategi pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum 2006.

Dengan strategi pembelajaran ini penguasaan konsep yang diajarkan akan mudah

ditangkap oleh siswa karena dalam pembelajaran ini siswa akan mengalami dan

melakukan berdasarkan pengetahuan yang sudah dimiliki dalam kehidupan nyata.

Pembelajaran berbasis masalah yang peneliti gunakan terdiri dari lima tahapan

utama yang yang dimulai dengan guru memperkenalkan siswa dengan suatu situasi

masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa. Dalam

pembelajaran ini perhatian pembelajaran tidak hanya pada perolehan pengetahuan

deklaratif tetapi perolehan pengetahuan prosedural. Oleh karena itu, untuk

mengetahui hasil belajar siswa tidak cukup hanya dilakukan dengan tes.

Siswa akan dibiasakan berinteraksi dengan siswa lain melalui belajar

kelompok. Siswa belajar bersama-sama dalam kelompoknya yang terdiri dari

berbagai macam tipe, artinya kelompok tersebut bersifat heterogen dan didalamnya

terdiri dari siswa yang tergolong pandai, sedang dan lemah. Jika ada anggota

kelompok yang tidak jelas maka anggota kelompok yang merasa mampu akan

menjelaskan pada siswa tersebut.

Page 38: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

38

Kerangka pikir

Situasi awal kelas

Siklus I :

1. Perencanaan

2. Pelaksanaan

3. Pengamatan

4. Refleksi

Pendekatan berbasis masalah

Hasil belajar sosiologi dengan pokok dengan bahasan perilaku

menyimpang meningkat

Siklus II:

1. Perencanaan

2. Pelaksanaan

3. Pengamatan

4. Refleksi

1. Siswa cenderung malas, tidak termotivasi belajar

2. Guru menggunakan matode monoton

3. Hasi belajar menurun

Analisis

evaluasi

Page 39: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

39

C. Hipotesis Tindakan

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah ” Jika diterapkan model

pembelajaran berbasis masalah hasil belajar siswa kelas X SMA Negeri I Bajeng

Kabupaten Gowa meningkat ”.

Page 40: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

40

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Dala bahasa

Inggris dikenal dengan istilah Classroom Action Researc

B. Lokasi dan Subjek Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri I Bajeng dengan subjek penelitian

siswa kelas X yang berjumlah 23 orang siswa/siswi yang terdiri dari 5 orang laki-laki

dan 18 orang perempuan. orang dengan latar belakang sosial ekonomi yang

heterogen.penelitian ini dilakukan pada semester II tahun ajaran 2011/2012

C. Faktor- faktor yang diteliti dalam pelaksanaan penelitian ini adalah :

a. Faktor proses pembalajaran, yaitu penerapan proses pembelajaran dengan

pengajaran pendekatan berbasis masalah.

b. Faktor hasil, yaitu hasil belajar siswa yang diperoleh dari pemberian

evaluasi setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar sosiologi yang terukur

berdasarkan tujuan pembalajaran.

D. Prosedur Penelitian

Rancangan penelitian tindakan kelas yang akan dilaksanakan terdiri atas dua

siklus, yakni siklus pertama dan siklus kedua. Dan jika belum berhasil maka akan

40

Page 41: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

Perencanaan

tindakan

Pengamatan

Perencanaan

Tindakan Lanjutan

Pelaksanaan

Refleksi SIKLUS I

41

dilanjutkan ke siklus berikutnya, namun penelitian ini hanya sampai pada siklus ke

dua. Gambaran umum yang dilakukan pada setiap siklus adalah : perencanaan,

pelaksanaan, pengamatan dan refleksi.

Pelaksanaan Refleksi

Pengamatan

Hasil

SIKLUS II

Page 42: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

42

1. Silkus I dilaksanakan selama 4 x pertemuan sebanyak 8 jam pelajaran . 3x

pertemuan untuk proses belajar mengajar sebanyak 3x jam pelajaran ( 3x45

menit ) dan 1 x pertemuan untuk tes terakhir siklus I sebanyak dua jam

pelajaran ( 2x45 menit )

2. Siklus II dilaksanakan selama 4 x pertemuan, sebaanyak 4 jam pelajaran ( 4x45

menit ). 3x pertemuan untuk proses belajara mengajar selama dua jam

pelajaran ( 3x45 menit ) dan satu kali pertemuan untuk tes terakhir siklus I

sebanyak dua jam pelajaran ( 1x45 menit )

SIKLUS I

Siklus 1 dilaksanakan selama 4 x 45 menit secara rinci prosedur pelaksanaan

tindakan pada siklus ini dapat dijabarkan sebagai berikut :

1. Tahap Perencanaan

a. Menelaah kurikulum SMA Negeri I Bajeng kelas X untuk mata pelajaran

sosiologi.

b. Mengembangkan silabusyang sesuai dengan materi

c. Menyusun dan mengembangkan rencana pembalajaran.

d. Pengajar membuat instrument pedoman observasi untuk mengamati

kondisi pemablajaran di kelas pada saat proses pembalajaran

berlangsung.

Page 43: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

43

e. Membuat instrument tes akhir siklus I untuk mengetahui hasil

perkembangan.

2. Tahap Pelaksanaan Tindakan

Pertemuan pertama

a. Menuliskan topik yang akan dipelajari yaitu : pengertian perilaku

menyimpang “

b. Menyebutkan tujuan pembalajaran

c. Membagi siswa dalam 3 kelompok yang beranggotakan 8 orang

d. Membagikan materi untuk bahan diskusi.

e. Mengecek hasil pekerjaan siswa dengan memberikan pertanyaan

secara lisan kepada siswa, kemudian guru mencatat iswa yang

menjawab.

f. Meminta siswa secara acak untuk berperan sebagai guru dan

menjelaskan materi yang telah dirangkum dalam diskusi.

g. Guru menjadi vasilitator dan moderator selama pembalajaran dengan

pendekatan kontekstual berlangsung

h. Membarikan penguatan pada hasil didskusi.

Pertemua ke dua

a. Menuliskan topik yang akan dipelajari yaitu : pengertian perilaku

menyimpang “

Page 44: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

44

b. Menyebutkan tujuan pembalajaran

c. Membagi siswa dalam 3 kelompok yang beranggotakan 8 orang

d. Membagikan materi untuk bahan diskusi.

e. Mengecek hasil pekerjaan siswa dengan memberikan pertanyaan

secara lisan kepada siswa, kemudian guru mencatat iswa yang

menjawab.

f. Meminta siswa secara acak untuk berperan sebagai guru dan

menjelaskan materi yang telah dirangkum dalam diskusi.

g. Guru menjadi vasilitator dan moderator selama pembalajaran dengan

pendekatan kontekstual berlangsung

h. Membarikan penguatan pada hasil diskusi.

i. Guru bersama siswa menyimpulkan pelajaran.

Pertemuan ke III

a. Menuliskan topik yang akan dipelajari yaitu : pengertian perilaku

menyimpang “

b. Menyebutkan tujuan pembalajaran

c. Membagi siswa dalam 3 kelompok yang beranggotakan 8 orang

d. Membagikan materi untuk bahan diskusi.

Page 45: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

45

e. Mengecek hasil pekerjaan siswa dengan memberikan pertanyaan

secara lisan kepada siswa, kemudian guru mencatat iswa yang

menjawab.

f. Meminta siswa secara acak untuk berperan sebagai guru dan

menjelaskan materi yang telah dirangkum dalam diskusi.

g. Guru menjadi vasilitator dan moderator selama pembalajaran dengan

pendekatan kontekstual berlangsung

h. Membarikan penguatan pada hasil didskusi.

i. Guru bersama siswa menyimpulkan pelajaran.

3. Tahap Pengamatan

Pada tahap ini ada dua perlakuan yaitu observasi dan evaluasi. Pelaksanaan

tahap observasi terhadap aktivitas siswa selama berlangsung proses

pembalajaran yang menggunakan lembar observasi memberikantes hasil

belajar yang dilakukan pada akhir tindakan siklus pertama dengan tujuan

untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa.

4. Tahap Refleksi

Hasil yang didapat dalam tahap observasi dan evaluasi dikumpul kemudian

dilakukan analisis dan refleksi. Refleksi dimaksudkan untuk melihat apakah

rencana telah terlaksana secara optimal atau perlu dilakukan perbaikan. Hasi

analisis siklus I ininlah yang dijadikan acuan untuk merencanakan perbaikan

Page 46: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

46

siklus II dimana aspek-aspek yang diaggap bagus tetap dipertahankan,

sedangkan kekurangannya menjadi pertimbangan dan revisi siklus berikutnya.

Siklus II

Pelaksanaan silkus II ini relative sama dengan pelaksanaan pada siklus I.

namun dalam pelaksanaan ini dilakukan perbaikan- perbaikan dari siklus I

sehingga hasil belajar meningkat. Siklus ini dilakukan selama 4x 45 menit.

Secara rinci prosedur pada siklus ini dapat dijabarkan sebagai berikut :

1. Tahap Pertama

a. Mempersiapkan perangkat pembelajaran

b. Membuat RPP

c. Membuat lembar observasi untuk melihat keaktifan siswa selama

tindakan berlangsung.

d. Membuat tes prestasi belajar siswa siklus II sebagai alat evaluasi untuk

melihat kemampuan dalam menyelesaikan soal-soal berdasarkan

materi yang diajarkan pada siklus II

2. Tahap Pelaksanaan Tindakan

Pertemuan pertama

a. Menuliskan topik yang akan dipelajari yaitu : sifat-sifat perilaku menyimpang

b. Menyebutkan tujuan pembalajaran

Page 47: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

47

c. Membagi siswa dalam 3 kelompok yang beranggotakan 8 orang

d. Membagikan materi untuk bahan diskusi.

e. Mengecek hasil pekerjaan siswa dengan memberikan pertanyaan secara lisan

kepada siswa, kemudian guru mencatat iswa yang menjawab.

f. Meminta siswa secara acak untuk berperan sebagai guru dan menjelaskan

materi yang telah dirangkum dalam diskusi.

g. Guru menjadi vasilitator dan moderator selama pembalajaran dengan

pendekatan kontekstual berlangsung

h. Membarikan penguatan pada hasil didskusi.

i. Guru bersamasama siswa menyimpulkan pelajaran.

Pertemua ke II

a. Menuliskan topik yang akan dipelajari yaitu : realitas perilaku menyimpang “

b. Menyebutkan tujuan pembalajaran

c. Membagi siswa dalam 3 kelompok yang beranggotakan 8 orang

d. Membagikan materi bacaaan yang berbeda dan menjelaskan petunjuk yang

harus dilakukan oleh siswa yaitu merangkum tes bacaan dan membuat

pertanyaan dengan kelompok masing-masing .

e. Mengecek hasil pekerjaan siswa dengan memberikan pertanyaan secara lisan

kepada siswa, kemudian guru mencatat iswa yang menjawab.

Page 48: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

48

f. Meminta masing-masing perwakilan kelompok untuk berperan sebagai guru

dan menjelaskan materi yang telah dirangkum dalam diskusi.

g. Guru menjadi vasilitator dan moderator selama pembalajaran dengan

pendekatan kontekstual berlangsung

h. Membarikan penguatan pada hasil didskusi.

i. Guru bersama siswa menyimpulkan pelajaran.

Pertemuan ke III

a. Menuliskan topik yang akan dipelajari yaitu : dimensi perilaku menyimpang “

b. Menyebutkan tujuan pembalajaran

c. Membagi siswa dalam 3 kelompok yang beranggotakan 8 orang

d. Membagikan materi untuk bahan diskusi.

e. Mengecek hasil pekerjaan siswa dengan memberikan pertanyaan secara lisan

kepada siswa, kemudian guru mencatat iswa yang menjawab.

f. Meminta siswa secara acak untuk berperan sebagai guru dan menjelaskan

materi yang telah dirangkum dalam diskusi.

g. Guru menjadi vasilitator dan moderator selama pembalajaran dengan

pendekatan kontekstual berlangsung

h. Membarikan penguatan pada hasil didskusi.

i. Guru bersama siswa menyimpulkan pelajaran.

Page 49: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

49

3. Tahap Pengamatan

Melakukan observasi dan evaluasi. Pelaksanaan tahap observasi terhadap

aktivitas siswa selama berlangsung proses pembalajaran yang menggunakan lembar

observasi memberikantes hasil belajar yang dilakukan pada akhir tindakan siklus

kedua dengan tujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa.

Hasil yang dicapai dalam tahap obeservasi dan evaluasi akan dianalisis dan

merupakan hasil akhir pelaksanaan penelitian tindakan siklus II yang telah dilakukan

. kemudian melakukan refleksi dengnan maksud untuk melihat apakah rencana telah

terlaksana secara optimal tau perlu diadakan perbaikan.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai

Berikut :

1. Data tentang kondisi proses belajar mengajar salaam tindakan dilakukan

diambil dengan menggunakan lembar observasi dengan beberapa indicator

yang diamati.

2. Data mengenai hasil belajar diambil dari tes tiap siklus.

Page 50: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

50

F. Teknik Analisis Data

Data hasil belajar siswa berupa tes akan dianalisis dengan menggunakan skor

yang berdasarkan penilaian penelitian acuan patokan, dihitung berdasarkan skor

maksimal yang mungkin dicapai oleh siswa. Nilai yang diperoleh dikelompokkan

menjadi empat kategori yaitu sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, sangat rendah.

kriteria yang digunakan untuk menentukan kategoti hasil belajar sosiologi adalah

berdasarkan teknik kategorisasi yang ditetapkan oleh Departemen Pendidikan

Nasional ( Mardia,2004:20) yang menyatakan sebagai berikut :

Tabel I . tingkat penguasaan dan ketegori hasil belajar siswa.

No Nilai Kategorisasi

1 0-64 Sangat rendah

2 65-84 Rendah

3 85-95 Sedang

4 96-100 Tinggi

(sumber KTSP SMA Negeri I Bajeng )

Adapun rumus untuk menghitung nilai rata-rata yaitu :

X=

Page 51: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

51

Dan untuk menghitung standar deviasi maka menggunakan rumus sebagai

berikut :

X=

Sumber : Tiro. Dasar-dasar Statistika. 1999 : 131.

G. Indikator Keberhasilan

Indikator keberhasilan dari penilaian ini adalah dengan peningkatan hasil

belajar sosiologi dengan pokok bahasan perilaku menyimpang peningkatan dari

siklus pertama sampai siklus ke dua.

Page 52: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

52

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilihat dari hasil analisis kuantitatif dan kualitatif. Hasil analisis

kuantitatif adalah gambaran tingkat penguasaan melalui materi perilaku

menyimpang dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah. Hasil

analisis kualitatif adalah rumusan penelitian dan bentuk observasi yang didasarkan

pada data yang diperoleh dari hasil pengamatan selama kegiatan pembelajaran

berlangsung seperti keaktifan siswa dalam proses belajar, psikomotorik, serta

kognitif siswa dalam meningkatkat hasil pembelajaran sosiologi pokok bahasan

perilaku menyimpang.

1. Hasil Penelitian Siklus I

a. Pertemuan ke I

a) Tahap Perencanaan

Page 53: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

53

1. Setelah menelaah kurikulum kemudian mengembangkan silabus

yang sesuai dengan materi pelajaran yang akan diajarkan.

2. Menyusun dan mengembangkan rencana pembelajaran

berdasarkan kondisi dan situasi (kebutuhan peserta didik di kelas).

3. Pada tahap ini pengajar membuat instrumen pedoman observasi

untuk mengamati kondisi pembelajaran di kelas pada saat proses

pelaksanaan tindakan berlangsung.

4. Membuat lembar observasi sebagai pegangan siswa untuk

mengukur kemampuan siswa selama Kegiatan Belajar Mengajar

(KBM) berlansung.

5. Membuat instrumen tes atau alat evaluasi siklus I untuk mengetahui

hasil perkembangan siswa setelah pembelajaran dengan model

pembelajaran berbasis masalah secara langsung.

b) Tahap pelaksanaan

Pada tahap ini, tindakan dilaksanakan pada setiap tatap muka, adapun

langkah-langkah yang dilakukan pada tahap pelaksanaan tindakan tersebut

adalah :

1. Untuk melaksanakan tindakan guru membuat persetujuan yang

disetujui oleh kedua belah pihak terkhususnya pada siswa seperti

berikut :

52

Page 54: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

54

1) Selalu membawa perlengkapan yang dibutuhkan dalam KBM,

baik berupa buku revernsi atau yang berkaitan dengan materi

pembelajaran.

2) Selalu tanggap dan bertanggung jawab terhadap tugas-tugas

yang diberikan guru

3) Tidak melakukan kegiatan yang menghambat jalanya proses

belajar mengajar berlasung seperti, mengobrol dengan teman,

dan membuat keonaran dan lain sebagainya.

2. Menjelaskan maksud pembelajaran yang harus dicapai dalam

belajar.

3. Menjelaskan materi perilaku menyimpang.

4. Membagi siswa dalam beberapa kelompok heterogen. Masing-

masing kelompok yang terdiri dari 4– 5 orang untuk membahas

materi yang sudah ada secara inkuiry yang bersifat penemuan.

Selanjutnya setelah selesai diskusi juru bicara kelompok

menyampaikan hasil pembahasan kelompok.

5. Dalam guru menjadi fasilitator selama pembelajaran dengan Model

Pembelajaran berbasis masalah. berlangsung.

6. Guru bersama siswa menyimpulkan pelajaran

7. Memberikan tugas kepada siswa sebagai pekerjaan rumah (PR).

Page 55: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

55

c) Tahap observasi dan evaluasi

Pada pertemuan pertama tercatat aktifitas siswa yang terjadi selama

proses belajar mengajar berlangsung. Aktifitas tersebut diperoleh dari lembar

observasi yang tercatat pada pertemuan I yakni:

1. Frekuensi kehadiran siswa pada pertemuan pertama sebanyak 18

orang dari 23 siswa.

2. Siswa yang melakukan aktifitas negatif selama proses belajar

berlangsung (ribut, main-main, dll) sebanyak 9 orang.

3. Siswa yang aktif bertanya dan memberikan tanggapan tentang

materi yang dijelaskan pada pertemuan pertama sebanyak 2 orang

siswa.

4. Siswa yang memperhatikan materi yang dijelaskan oleh guru pada

pertemuan pertama sebanyak 5 orang siswa.

5. Siswa yang mengerjakan tugas pada pertemuan pertama sebanyak

16 orang.

d) Tahap Refleksi

Proses pembelajaran diawali dengan pengenalan pembelajaran yang

digunakan yaitu melalui model pembelajaran berbasis masalah. Awalnya,

penggunaann model ini tidak disukai oleh siswa dan ditandai dengan

banyaknya siswa yang melakukan aktifitas negatif selama kegiatan belajar

Page 56: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

56

mengajar berlangsung. Sebagai kegiatan akhir guru memberikan soal latihan

sebanyak 4 soal yang di bawah pengawasan guru dan peneliti. Setelah itu,

peneliti mengumpulkan dan memeriksa jawaban dari masing-masing siswa

yang kemudian dikembalikan pada siswa agar siswa mengetahui letak

kesalahan pada jawaban mereka masing-masing, serta diberikannya

penjelasan terhadap soal-soal yang dianggap sulit oleh siswa.

b. Pertemuan ke II

1. Tahap perencanaan

Pada pertemuan ke II ini relatif sama pada pertemuan ke I, yaitu

membuat scenario pembahasan dengan menerapkan model pembelajaran

berbasis masalah. Merancang dan membuat soal-soal yang akan diberikan

pada siswa, baik dalam kelompok maupun individu, dan membuat lembar

observasi.

2. Tahap pelaksanaan

Pelaksanaan tindakan pada pertemuan ke II diawali dengan mengecek

kehadiran siswa dan menyampaikan materi yang akan diajarkan.Pada

dasarnya langkah-langkah yang dilakukan pada pertemuan ke II hampir sama

dengan pertemuan ke I membahas materi secara kelompok dengan

menggunakan model pembelajaran berbasis masalah. dan memberikan

kesempatan bertanya kepada setiap siswa, memberikan soal.

Page 57: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

57

3. Tahap observasi dan evaluasi

Pada pertemuan ke II tercatat aktifitas siswa yang terjadi selama proses

belajar mengajar berlangsung. Aktifitas tersebut diperoleh dari lembar

observasi yang tercatat pada pertemuan II yakni:

1. Frekuensi kehadiran siswa pada pertemuan ke II sebanyak 20 orang

dari 23 siswa.

2. Siswa yang melakukan aktifitas negatif selama proses belajar

berlangsung (ribut, main-main, dll) sebanyak 7 orang.

3. Siswa yang aktif bertanya dan memberikan tanggapan tentang

materi yang dijelaskan pada pertemuan kedua sebanyak 5 orang

siswa.

4. Siswa yang memperhatikan materi yang dijelaskan oleh kelompok

lain pada pertemuan kedua sebanyak 18 orang siswa.

5. Siswa yang mengerjakan tugas pada pertemuan kedua sebanyak 21

orang.

4. Tahap Refleksi

Pada pertemuan ke II siswa sudah mengetahui proses pembelajaran

yang akan digunakan yaitu dengan menggunakan model pembelajaran

berbasis masalah. Pendekatan model ini mulai memikat siswa, hal ini dilihat

dari perubahan sikap siswa yang sudah mulai tenang dan tidak terlalu ribut

Page 58: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

58

lagi, dalam proses belajar mengajar siswa juga terlihat sangat antusias. Selain

itu, siswa juga sudah mampu bekerja sama dengan teman sekelompoknya dan

saling menghargai.

Sebagai kegiatan akhir guru memberikan soal latihan sebanyak 3 poin

yang di bawah pengawasan guru dan peneliti. Setelah itu, peneliti

mengumpulkan dan memeriksa jawaban dari masing-masing siswa yang

kemudian dikembalikan pada siswa agar siswa mengetahui letak kesalahan

pada jawaban mereka masing-masing, serta diberikannya penjelasan terhadap

soal-soal yang dianggap sulit oleh siswa.

c. Pertemuan ke III

1. Tahap perencanaan

Pada pertemuan ke III ini relatif sama pada pertemuan ke II, yaitu

membuat skenario pembahasan dengan menerapkan model pembelajaran

berbasis masalah. Merancang dan membuat soal-soal yang akan diberikan

pada siswa, baik dalam kelompok maupun individu, dan membuat lembar

observasi.

2. Tahap pelaksanaan

Pelaksanaan tindakan pada pertemuan ke III pada dasarnya sama dengan

pertemuan sebelumnya, yaitu diawali dengan mengecek kehadiran siswa dan

menyampaikan materi yang akan diajarkan. Pada dasarnya langkah-langkah

Page 59: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

59

yang dilakukan pada pertemuan ke III hampir sama dengan pertemuan ke I

dan ke II membahas materi selanjutnya dengan menggunakan penerapan

model pembelajaran berbasis masalah. secara kelompok dan memeberikan

kesempatan bertanya kepada setiap siswa, memberikan soal.

3. Tahap observasi dan evaluasi

Pada pertemuan ke III tercatat aktifitas siswa yang terjadi selama proses

belajar mengajar berlangsung. Aktifitas tersebut diperoleh dari lembar

observasi yang tercatat pada pertemuan III yakni:

1. Frekuensi kehadiran siswa pada pertemuan ke III sebanyak 19

orang dari 23 siswa.

2. Siswa yang melakukan aktifitas negativ selama proses belajar

berlangsung (ribut, main-main, dll) sebanyak 5 orang.

3. Siswa yang aktif bertanya dan memberikan tanggapan tentang

materi yang dijelaskan pada pertemuan ketiga sebanyak 4 orang

siswa.

4. Siswa yang memperhatikan materi yang dijelaskan oleh kelompok

lain pada pertemuan ketiga sebanyak 14 orang siswa.

5. Siswa yang mengerjakan tugas pada pertemuan ketiga sebanyak

20 orang siswa.

2. Tahap Refleksi

Page 60: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

60

Pada pertemuan ke III siswa sudah mengetahui proses pembelajaran

yang akan digunakan yaitu penerapan model pembelajaran berbasis masalah.

Melalui model pembelajaran ini mulai memikat siswa, hal ini dilihat dari

perubahan sikap siswa yang sudah mulai tenang dan tidak terlalu ribut lagi,

namun masih terdapat beberapa siswa yang masih melakukan hal-hal yang

sifat mengganggu jalanya KBM. Dalam proses belajar mengajar siswa juga

terlihat sangat antusias. Selain itu, siswa juga sudah mampu bekerja sama

dengan teman sekelompoknya dan saling menghargai. Sebagai kegiatan akhir

guru memberikan soal latihan sebanyak 3 poin yang di bawah pengawasan

peneliti. Setelah itu, peneliti mengumpulkan dan memeriksa jawaban dari

masing-masing siswa yang kemudian dikembalikan pada siswa agar siswa

mengetahui letak kesalahan pada jawaban mereka masing-masing, serta

diberikannya penjelasan terhadap soal-soal yang dianggap sulit oleh siswa.

a. Pertemuan ke IV

1. Tahap perencanaan

Adapun kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan pembelajaran

ini adalah menentukan soal-soal yang akan diberikan pada akhir siklus I.

2. Tahap pelaksanaan

Page 61: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

61

Pada tahap ini memberikan tes tentang materi sosialisasi dan

pembentukan kepribadian melalui model pembelajaran berbasis masalah. 3.

Tahap observasi dan evaluasi

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa data diperoleh dari hasil

evaluasi dan observasi dianalisis kuantitatif dan kualitatif. Nilai siswa pada

siklus I berdasarkan evaluasi pada materi perilaku menyimpang mata pelajaran

sosiologi siswa kelas X SMA 1 Bajeng setelah menerapkan model

pembelajaran berbasis masalah. yaitu siswa yang mendapat nilai 50 adalah 4

orang atau sekitar 17,39%. sedangkan yang mendapat nilai 55 adalah 1 orang

atau 4,34%, yang mendapat nilai 60 adalah 10 orang siswa atau 43,47%,

sedangkan yang mendapat nilai 65 adalah 2 orang siswa atau 8,69% sedangkan

yang mendapat nilai 70 adalah 2 orang soswa atau 8,69%, dan yang mendapat

nilai 73 adalah 2 orang siswa atau 8,69%, serta yang mendapat nilai 74 adalah

1 orang atau 4,34%,, juga yang mendapat nilai 76 adalah 1 orang atau 4,34%,

siswa. Sedangkan nilai rata-ratanya adalah 61,78 serta standar deviasi 7,95 Ini

menunjukkan bahwa pembelajaran sosiologi melalui pendekatan

pembelajaran berbasis masalah belum berjalan efektif. Hal tersebut

dikarenakan kehadiran Peneliti pada saat siklus I berlangsung masih terasa

asin bagi siswa sehingga dalam proses belajar mengajar terdapat beberapa

Page 62: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

62

siswa yang masih membuat hal-hal negatif yang menghambat proses

berlangsungnya pembelajaran di kelas. Sehingga dapat disimpulkan bahwa :

1. Siswa dalam mengikuti proses pembelajaran masih terkesan terpaksa,

sehingga hasil pembelajaran pada siklus I ini belum cukup memuaskan.

2. Tidak terbangunnya interaksi yang baik antara peneliti dengan siswa,

antara siswa dengan siswa.

3. Masih ada sebagian siswa yang belum menyadari pentingnya bekerja

sama dalam kelompok walaupun bukan teman akrabnya.

4. Situasi kelas yang gaduh membuat proses pembelajaran terganggu dan

masih banyaknya siswa yang melakukan kegiatan-kegiatan negatif selama

proses belajar mengajar berlangsung.

Pembelajaran yang telah dilakukan selama berlangsungnya siklus I dengan

menggunakan model pembelajaran berbasis masalah. setelah melakukan

refleksi terhadap beberapa pertemuan kerap kali siswa masih kurang berperan

terhadap proses belajar mengajar, hal dikarenakan masih terdapat beberapa

siswa yang melakukan kegiatan-kegiatan negatif, kurang keseriusan KBM, dan

masih terdapat pula siswa yang meminta guru untuk menjelaskan kembali

materi yang baru saja dijelaskan guru, serta pada saat guru memberikan

kesempatan untuk menanyakan materi yang baru dijelaskan, siswa secara

serentak mengajukan pertanyaan.

Page 63: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

63

Situasi kelas yang belum terkontrol seperti ini, sehingga pada siklus II

dirancang sedemikian rupa sehingga menimbulkan suasana yang lebih kondusif

dan nyaman. Selain itu peneliti juga diharapkan untuk memantau dan

memberikan bimbingan kepada siswa apabila mengalami kesulitan atau

hambatan. Untuk membangkitkan minat dan motivasi siswa, peneliti perlu

menyediakan sumber, media dan bahan ajar yang dapat membangkitkan

motivasi siswa dalam proses pembelajaran, sehingga pada akhirnya siswa berani

dan mampu membangkitkan minat mereka. Siswa termotivasi untuk

membelajarkan dirinya menjawab dan menyelesaikan masalah melalui berbagai

pemikiran kritis dengan bertukar ide dan gagasan, sehingga pengetahuan itu

tidak saja hanya bermakna melainkan menjadi sebuah informasi yang dimiliki

untuk diri sendiri maupun orang lain.

Berdasarkan hasil penelitian dengan interval nilai yang ditetapkan,

terdapat 4 orang siswa yang mendapat nilai di atas 50, sementara 1 orang siswa

mendapat nilai 55, sedangkan 10 orang siswa mendapakan nilai 60, 2 orang

siswa mendapat nilai 65, 2 orang siswa mendapat nilai 70, 2 rang siswa

mendapat nilai 73, serta 1 orang siswa mendapat nilai 74 serta 1 orang siswa

mendapat nilai 76. Dengan data tersebut menggambarkan bahwa pembelajaran

sosiologi siswa kelas X SMA 1 Bajeng melalui model pembelajaran berbasis

Page 64: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

64

masala pada siklus I belum berhasil dan akan diperbaiki pada siklus II. Untuk

lebih jelasnya dapat dilihat skor analisis data pada lampirannya.

2. Hasil Penelitian Siklus II

a. Pertemuan ke I

a) Tahap perencanaan

Perencanaan pelaksanaanm siklus II ini terutama pada pertemuan ke 1

perencanaan relatif sama dengan pertemuan siklus I, yaitu mendesain pembelajaran

melalui model pembelajaran berbasis masalah. Merancang dan membuat soal-soal

yang akan diberikan pada siswa, baik dalam kelompok maupun individu, dan

membuat lembar observasi. Mengembangkan teknik pembelajaran guna

memperbaiki pelajaran pada pertemuan sebelumnya.

b) Tahap pelaksanaan

Pelaksanaan tindakan pada pertemuan pertama pada dasarnya sama dengan

pertemuan siklus sebelumnya, yaitu diawali dengan mengecek kehadiran siswa dan

menyampaikan materi yang akan diajarkan. Pada dasarnya langkah-langkah yang

dilakukan pada pertemuan pertama yakni membahas materi selanjutnya dengan

melalui model pembelajaran berbasis masalah. secara kelompok dan memeberikan

kesempatan kepada siswa secara individu dan berkelompok untuk menemukan

masalah terkait pembelajaran sosiologi pokok bahasab perilaku menyimpang yang

dalam masyarakat dimana kita berada kemudian didiskusikan secara kelompok

Page 65: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

65

sesuai dengan hasil temuanya kemudian guru dan siswa merumuskan kesimpulan,

dan kemudian guru memberikan beberapa pertanyaan sesuai dengan hasil

pembahasan demi untuk siswa mengingatkan kembali materi yang baru saja

dijelaskan.

c) Tahap observasi dan evaluasi

Pada pertemuan pertama tercatat aktifitas siswa mengalami peningkatan

selama proses belajar mengajar berlangsung. Aktifitas tersebut diperoleh dari

lembar observasi yang tercatat pada pertemuan pertama yakni:

1. Frekuensi kehadiran siswa pada pertemuan pertama sebanyak 21 orang

dari 23 siswa.

2. Siswa yang melakukan aktifitas negatif selama proses belajar

berlangsung (ribut, main-main, dll) sebanyak 2 orang.

3. Siswa yang aktif bertanya dan memberikan tanggapan tentang materi

yang dijelaskan pada pertemuan pertama sebanyak 7 orang siswa.

4. Siswa yang memperhatikan materi yang dijelaskan oleh guru pada

pertemuan pertama sebanyak 19 orang siswa.

5. Siswa yang mengerjakan tugas pada pertemuan pertama sebanyak 23

orang.

d) Tahap refleksi

Page 66: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

66

Pada pertemuan pertama siklus II, perhatian, motivasi, serta keaktifan siswa

memiliki kemajuan. Hal ini terjadi karena siswa mulai tertarik dengan model

pembelajaran berbasis masalah. Peneliti selalu memberi motivasi kepada siswa agar

semangat mengikuti pelajaran dengan cara mendorong untuk saling membantu bila

ada siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar, mau bekerja sama untuk

membantu siswa agar tidak takut dalam bertanya dan mengerjkaan soal. Serta

percaya diri dalam menyampaikan materi kadang diselingi dengan canda agar siswa

tidak ngantuk dan merasa bosan mengikuti pelajaran.

Sebagai kegiatan akhir, peneliti memberikan kuis kepada siswa secara

kelompok untuk mengukur tingkat pemahaman siswa dalam mempelajari materi.

b. Pertemuan ke II

a) Tahap perencanaan

Pada siklus II, tahap perencanaan ini relatif sama pada pertemuan ke I siklus I,

yaitu membuat skenario pembahasan dengan melalui model pembelajaran berbasis

masalah. Merancang dan membuat soal-soal yang akan diberikan pada siswa, baik

dalam kelompok maupun individu, dan membuat lembar observasi.

b) Tahap pelaksanaan

Pada pertemuan kedua relatif sama dengan pertemuan pertama, yakni

mengecek kehadiran siswa, guru menjelaskan materi kemudian menyajikan

Page 67: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

67

beberapa contoh yang berkaitan dengan materi, dan memberikan soal pada setiap

kelompok.

c) Tahap observasi dan evaluasi

Pada pertemuan kedua tercatat aktifitas siswa yang terjadi selama proses

belajar mengajar berlangsung, aktifitas tersebut diperoleh dari lembar observasi

yang tercatat pada pertemuan kedua yakni:

1. Frekuensi kehadiran siswa pada pertemuan ke II sebanyak 20 orang dari

23 siswa

2. Siswa yang melakukan aktifitas negatif selama proses belajar berlangsung

(ribut, main-main, dll) 1 orang siswa.

3. Siswa yang aktif bertanya dan memberikan tanggapan tentang materi

yang dijelaskan pada pertemuan kedua sebanyak 19 orang siswa.

4. Siswa yang memperhatikan materi yang dijelaskan oleh guru pada

pertemuan kedua sebanyak 19 orang siswa.

5. Siswa yang mengerjakan tugas Lembaran Kerja Siswa (LKS) dengan baik

dan benar pada pertemuan kedua sebanyak 20 orang.

d) Tahap refleksi

Pada pertemuan kedua, perhatian, motivasi, serta keaktifan siswa memiliki

kemajuan. Hal ini terjadi karena siswa mulai tertarik dengan model pembelajaran

berbasis masalah. Peneliti selalu memberi motivasi kepada siswa agar semangat

Page 68: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

68

mengikuti pelajaran dengan cara mendorong untuk saling membantu bila ada siswa

yang mengalami kesulitan dalam belajar, mau bekerja sama untuk membantu siswa

agar tidak takut dalam bertanya dan mengerjakan soal. Serta percaya diri dalam

menyampaikan materi kadang diselingi dengan canda agar siswa tidak ngantuk dan

merasa bosan mengikuti pelajaran. Sebagai kegiatan akhir, peneliti memberikan kuis

kepada siswa secara kelompok untuk mengukur tingkat pemahaman siswa dalam

mempelajari materi.

c. Pertemuan ke III

a) Tahap perencanaan

Pada petemuan ketiga, tahap perencanaan relatif sama dengan pertemuan I

dan II yaitu membuat skenario pembahasan dengan melalui model pembelajaran

berbasis masalah. Merancang dan membuat soal-soal yang akan diberikan pada

siswa, baik dalam kelompok maupun individu, dan membuat lembar observasi.

b) Tahap pelaksanaan

Pada pertemuan ketiga relatif sama dengan pertemuan pertama dan kedua,

yakni mengecek kehadiran siswa, guru menjelaskan materi kemudian menyajikan

beberapa contoh yang berkaitan dengan materi, dan memberikan soal pada setiap

kelompok.

c) Tahap observasi dan evaluasi

Page 69: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

69

Pada pertemuan pertama tercatat aktifitas siswa yang terjadi selama proses

belajar mengajar berlangsung. Aktifitas tersebut diperoleh dari lembar observasi

yang tercatat pada pertemuan pertama yakni:

1. Frekuensi kehadiran siswa pada pertemuan ketiga sebanyak 22 orang dari

23 siswa

2. Siswa yang melakukan aktifitas negatif selama proses belajar berlangsung

(ribut, main-main, dll) sebanyak 1 orang siswa.

3. Siswa yang aktif bertanya dan memberikan tanggapan tentang materi yang

dijelaskan pada pertemuan ketiga sebanyak 9 orang siswa.

4. Siswa yang memperhatikan materi yang dijelaskan oleh guru pada

pertemuan kedua sebanyak 21 orang siswa.

5. Siswa yang mengerjakan tugas pada pertemuan kedua sebanyak 23

orang.

d) Tahap refleksi

Pada pertemuan ketiga hampir sama dengan pertemuan kedua, yakni

perhatian, motivasi, serta keaktifan siswa memiliki kemajuan. Hal ini terjadi karena

siswa mulai tertarik dengan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation

(GI). Peneliti selalu memberi motivasi kepada siswa agar semangat mengikuti

pelajaran dengan cara mendorong untuk saling membantu bila ada siswa yang

mengalami kesulitan dalam belajar, mau bekerja sama untuk membantu siswa agar

Page 70: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

70

tidak takut dalam bertanya dann mengerjaan soal. Serta percaya diri dalam

menyampaikan materi kadang diselingi dengan canda agar siswa tidak ngantuk dan

merasa bosan mengikuti pelajaran. Peneliti juga memberikan nilai plus pada siswa

yang aktif dalam proses belajar mengajar. Sebagai kegiatan akhir, peneliti

memberikan kuis kepada siswa secara kelompok untuk mengukur tingkat

pemahaman siswa dalam mempelajari materi.

d. Pertemuan ke IV

Adapun kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan pembelajaran ini

adalah menentukan soal-soal yang akan diberikan pada akhir siklus II.

a) Tahap pelaksanaan

Memberikan tes tentang materi sosialisasi dan pembentukan kepribadian

melalui model pembelajaran berbasis masalah.

b) Tahap observasi dan evaluasi

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa data diperoleh dari hasil

evaluasi dan observasi dianalisis kuantitatif dan kualitatif. Nilai siswa pada siklus II

berdasarkan evaluasi pada materi sosialisasi dan pembentukan kepribadian mata

pelajaran sosiologi siswa kelas X SMA 1 Bajeng setelah menggunakan model

pembelajaran berbasis masalah yaitu siswa yang mendapat nilai 60 adalah 1 orang

siswa, sedang yang mendapat nilai 64 adalah 2 orang siswa, sedangkan yang

Page 71: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

71

mendapat nilai 65 adalah 1 orang siswa, yang mendapat nilai 70 adalah 7 orang

siswa, sedangkan yang mendapat nilai 75 adalah 4 orang siswa dan yang mendapat

nilai 80 adalah 7 orang siswa serta yang mendapatkan nilai 85 adalah 1 orang siswa.

Berdasarkan hasil penelitian berdasarkan interval nilai yang ditentukan setelah

melakukan evaluasi pada siklus II ini maka , terdapat 1 orang siswa yang mendapat

nilai terendah yaitu 60 atau 4,34. Sedangkan 2 orang siswa mendapat nilai 64 atau

8,69%, untuk mendapatkan nilai 65 hanya 1 atau 4,34 sedangkan terdapat 7 orang

soswa yang mendapat nilai 70 atau 30,43%, sedangkan 4 orang yang mendapat nilai

75 atau 17,39 dan terdapat juga 7 orang siswa yang mendapat nilai 80 atau 30,43

serta 1 orang yang mendapat 85 atau 4,34% nilai dari skor maksimalnya adalah 100.

Dari hasil analisis inilah sehingga pada siklus II ini terlihat bahwa terjadi peningkatan

hasil belajar dimana pada siklus I hanya terdapat 8 orang siswa atau sekitar 34,78%

yang mengalami peningkatan, sedangkat pada siklus II terdapat 20 siswa yang atau

sekitar 86,95 yang mengalami peningkatan dari skor maksimalnya yaitu 100.

Pada siklus II semangat dan keaktifan siswa semakin memperlihatkan

kemajuan. Hal ini ditandai dengan bertambahnya jumlah siswa yang mampu dan

berani mengajukan pertanyaan kepada peneliti, bertanya tentang materi dan

mengajukan diri mengerjakan soal dipapan tulis. Berdasarkan uraian diatas dapat

dikatakan bahwa seluruh kegiatan pada siklus II ini mengalami peningkatan.

B. Pembahasan Hasil Penelitian

Page 72: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

72

1. Pembahasan Siklus I

a. Tindakan

Peneliti membuat desain pembelajaran sosiologi melalui penerapan

pembelajaran berbasis masalah. Peneliti mendeskripsikan hal-hal yang dipelajari di

kelas X SMA 1 Bajeng semester ganjil. setelah itu peneliti meminta saran dan

masukan kepada guru mata pelajaran sosiologi baik yang berkaitan dengan sumber

belajar, waktu, media pembelajaran, evaluasi maupun cara memanfaatkan

pembelajaran berbasis masalah di kelas.

Setelah membuka pelajaran, peneliti mambangkitkan motivasi siswa untuk

mengikuti proses pembelajaran, kemudian peneliti mengemukakan tujuan

pembelajaran berbasis masalah. Kegiatan pembelajaran ini berlangsung selama

empat kali pertemuan, secara umum pada siklus I ada beberapa hal yang sangat

perlu untuk diperbaiki pada pertemuan-pertemuan selanjutnya, antar lain tingkat

kehadiran siswa yang masih rendah, banyaknya siswa yang melakukan aktifitas-

aktifitas lain di luar dari proses belajar mengajar serta kurang aktifnya siswa dalam

proses pembelajaran. Peristiwa yang terjadi pada awal pertemuan inilah yang

menjadikan peneliti berusaha untuk membangkitkan semangat dan minat belajar

siswa dengan mengajukan pertanyaan tentang pelajaran sosiologi penerapan

pembelajaran berbasis masalah. beberapa orang siswa memberikan respon namun

sebagian besar hanya diam. Siswa diam diakibatkan oleh rasa malu, kurang percaya

Page 73: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

73

diri, dan takut untuk mengemukakan pendapatnya. Siswa terkesan takut melakukan

kesalahan, dan sebagainya, ditambah lagi memang karena tidak memahami hal yang

ditanyakan, hal itu diamati oleh peneliti sebagai laporan proses pengajaran sosiologi

dengan penerapan pembelajaran berbasis masalah.

Kegiatan pembelajaran yang berlangsung selama silkus II ini, sebagian siswa

menunjukkan keinginan mereka untuk mengikuti proses pembelajaran sosiologi

berdasarkan rasa percaya diri mereka dalam menghadai faktas serta realitas terakit

dengan stratifikasi sosial, namun semuanya berjalan tidak sepenuhnya efektif

dikarenakan masih ada sebagian siswa yang tergolong nilainya masih kurang dan

termotivasi dalam mengikuti proses pembelajaran, akibatnya siswa jadi acuh tak

acuh dan tidak berminat mengikuti proses pembelajaran secara seksama.

b. Refleksi

Kegiatan refleksi dimaksudkan agar peneliti membahas hasil temuan dan hasil

pengamatan selama kegiatan pembelajaran berlangsung, kegiatan pembelajaran

sosiologi dengan melalui model pembelajaran berbasis masalah. menerangkan

akan pentingnya kerja sama dengan pasangan ataupun kelompok meskipun bukan

teman akrab, hal ini jika tidak terlaksana maka dapat mengakibatkan siswa tidak

aktif dalam proses pembelajaran.

Selain itu siswa belum sepenuhnya memahami materi serta penggunaan

bahasa yang kurang baik, ini terjadi dikarenakan peneliti tidak mengontrol secara

Page 74: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

74

maksimal, siswa malas bertanya dan kurang percaya diri terhadap kemampuan yang

mereka miliki, ada pula siswa atau kelompok yang tidak tahu harus memulai

pembicaraan dari mana pada saat berdiskusi. Di samping itu, peneliti masih belum

optimal mengarahkan dan mengontrol siswa secara keseluruhan untuk fokus pada

proses pembelajaran sehingga mengakibatkan sikap siswa yang kurang respon,

dengan demikian pembelajaran sosiologi melalui model pembelajaran berbasis

masalah belum diterapkan dengan baik. Namun demikian secara keseluruhan

penerapan model pembelajaran berbasis masalah. pada siklus I mulai dari

pertemuan I sampai pertemuan ke IV sudah menunjukkan adanya perubahan

meskipun belum maksimal.

Pengamatan yang dilakukan oleh peneliti, baik secara individu maupun secara

kelompok, pada dasarnya ada yang sudah mencapai target yang ditentukan, akan

tetapi masih ada yang belum paham sepenuhnya materi pembelajaran sosiologi

melalui model pembelajaran berbasis masalah. baik secara individu maupun secara

kelompok masih ada sebagian siswa yang belum memenuhi syarat penilaian. Hal ini

dibuktikan dengan hasil penilaian pada siklus I, oleh karena sangat perlu kiranya

untuk lebih mendidik dan melatih siswa melalui penerapan model pembelajaran

berbasis masalah. demi peningkatan hasil belajar siswa pada siklus II.

2. Pembahasan Siklus II

a. Tindakan

Page 75: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

75

Pembelajaran berbasis masalah. merupakan teknik yang dilakukan oleh

peneliti agar dapat mengarahkan siswa untuk belajar sosiologi secara efektif,

disamping itu mereka juga belajar bekerja sama secara menyenangkan kepada

sesama siswa, mereka dilatih untuk membangun interaksi dan bisa menciptakan

persahabatan, kepekaan sosial dan toleransi baik kepada sesama siswa maupun

kepada guru. Melalui kegiatan ini siswa terlatih untuk terus memacu diri dan

mengembangkan potensi yang terpendam dalam dirinya baik secara individu

maupun secara kelompok.

Pembelajaran sosilogi pada pokok bahasan “perilaku menyimpang ” peneliti

membuat skenario pembelajaran mengenai materi yang akan diajarkan. Materi

tersebut diharapkan mampu membuka tingkat kogniti serta karangka pikir siswa

terhapap perilaku menyimpang yang kerap kali terjadi dalam struktur masyarakat

feodalisme dalam kehidupan sehari-hari. Dengan menggunakan model

pembelajaran berbasis masalah. dalam pelajaran sosiologi, tujuan dari pengajaran

tersebut memprioritaskan terbangunnya ide dan gagasan baru melalui pengalaman

nyata yang dipersentasikan serta mengaktualisasikan dalam masyarakkat. Adapun

tindakan yang dilakukan pada siklus II tidak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan

pada siklus I, hanya saja pada siklus II memperbaiki dan menyempurnakan apa yang

menjadi kekurangan pada siklus I, antara lain mengoptimalkan dan lebih mengontrol

siswa secara keseluruhan terutama pada saat diskusi sehingga siswa secara

Page 76: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

76

keseluruhan aktif dalam proses belajar mengajar. Secara umum pada siklus II minat

dan hasil belajar siswa sudah mengalami peningkatan dari siklus I, hal ini ditandai

oleh beberapa hal antara lain kehadiran siswa mengikuti pembelajaran mengalami

peningkatan, perhatian dan minat siswa mengikuti pelajaran mengalami

peningkatan dan keaktifan siswa dalam mengikuti pelajaran pun meningkat. Hal lain

yang membuktikan bahwa minat dan hasil belajar siswa mengalami peningkatan

adalah hasil belajar siswa melalui tes akhir siklus yang hasilnya menunjukkan lebih

banyaknya siswa yang telah mencapai target sesuai dengan yang ditentukan.

Proses pembelajaran tersebut, dapat disimpulkan oleh bahwa siswa kelas X

SMA 1 Bajeng mulai menunjukkan peningkatan dalam pembelajaran sosiologi

melalui model pembelajaran berbasis masalah.

b. Refleksi

Pada dasarnya di tahap awal, siswa telah mampu membangkitkan minat dan

kreativitasnya dalam pembelajaran sosiologi. Tahap awal ini adalah proses

pembelajaran untuk siswa agar mereka merasa senang dengan pembelajaran

sosiologi, selain itu di tahap ini pula siswa yang masih kurang aktif akan di bimbing

agar bisa aktif.

Tahap ini tampak siswa yang belum terlalu maksimal dalam proses

pembelajaran sosiologi baik secara individu maupun secara kelompok. Keberhasilan

pada siklus II ini merupakan refleksi pada siklus I dengan melakukan berbagai usaha

Page 77: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

77

untuk merenovasi pembelajaran pada siklus II. Usaha yang dilakukan dalam

meningkatkan hasil belajar sosiologi pada siswa hasilnya sudah terlihat. Pada siklus II

peneliti memotivasi siswa untuk mengulang kembali materi pelajaran yang telah

diajarkan, tujuannya untuk menggugah siswa agar siap untuk mengikuti proses

pembelajaran. Berbeda pada siklus I peneliti hanya memotivasi siswa untuk rajin

belajar di rumah dan menginstruksikan kepada siswa baik secara individu maupun

kelompok untuk fokus pada pelajaran sosiologi. Dalam pembelajaran ini indikator

yang disusun oleh peneliti adalah melatih siswa untuk memahami dan

mengidentifikasi masalah secara terperinci/detil. Tahap pelaksanaan kegiatan

pembelajaran dipilah dalam beberapa tahap sesuai dengan skenario pembelajaraan.

1) Seperti biasanya ketika memasuki kelas mengucapkan salam dan membaca

do’a bersama siswa.

2) Peneliti menyampaikan inti materi dan kompetensi yang ingin dicapai siswa

diminta untuk berpikir tentang permasalahan yang disampaikan guru secara

kelompok.

3) Setelah masing-masing kelompok membahas materi atau permasalahan

dikelompoknya maka harus dipertanggung jawabkan di depan kelas untuk

mengemukakan hasil diskusinya.

4) Berawal dari kegiatan tersebut, peneliti mengarahkan pembicaraan pada

pokok permsalahan dan menambah materi yang belum diungkapkan siswa.

Page 78: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

78

5) Peneliti bersama siswa menyimpulkan pelajaran.

Prosedur evaluasi yang dilakukan dalam pembelajaran sosiologi berupa

refleksi dan evaluasi pembelajaran. Evaluasi proses pemelajaran berupa partisipasi

dan kontribusi siswa dalam proses pembelajaran. Sedangkan evaluasi hasil

pembelajaran berupa hasil evaluasi setelah tindakan pembelajaran dilakukan.

Kegiatan refleksi dimaksudkan agar peneliti membahas temuan dan hasil

pengamatan selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Kegiatan pembelajaran

sosiologi melalui model pembelajaran berbasis masalah. yang sudah efektif

didukung oleh keadaan siswa yang sudah aktif dalam menentukan topik

permaslahan kemudian menyelesaikan permasalahan tersebut secara detail.

Selain itu, peneliti sudah maksimal mengarahkan dan mengontrol siswa dalam

menjawab dan menyelesaikan masalah yang diberikan. Bila demikian penerapan

pembelajaran sosiologi melalui model pembelajaran berbasis masalah sudah

diterapkan dengan efektif dan sudah mendapat respon yang baik dari siswa, hal ini

ditandai dengan keaktifan dan minat belajar siswa yang meningkat.

Dari hasil observasi yang dilakukan pada siklus II dengan aspek yang dinilai

ternyata siklus II telah mencapai hasil masksimal berkat refleksi yang dilakukan pada

siklus I. Sehingga secara umum dengan melihat hasil evaluasi siklus I dan siklus II

dapat katakan bahwa hasil pembelajaran sosiologi siswa kelas Kelas X SMA 1 Bajeng

terjadi peningkatan. Hal ini dapat dilihat pada siklus I yang mencapai keberhasilan

Page 79: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

79

dengan melihat pencapaian nilai yaitu hanya 8 orang siswa yang memperoleh nilai di

atas 70, kemudian pada siklus II meningkat menjadi 20 orang siswa. Sehingga dapat

dikatakan bahwa dengan melalui model pembelajaran berbasis masalah. dapat

meningkatkan hasil pembelajaran sosiologi.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan hasil penelitian maka, dapat

ditarik kesimpulan bahwa hasil belajar sosiologi siswa kelas X SMA Negeri I Bajeng

mengalami peningkatan setelah diadakan pembelajaran dengan pendekatan

berbasis masalah adalah sebagai berikut :

1. Peningkatan kasil blajar sosiologi siswa, yang ditunjukan oleh skor rata-rata

hasil belajar sosiologi pada setiap siklus I yaitu 61,78 dan siklus II meingkat

menjadi 73,40 dari skor maksilnya 100.

2. Tingkat pencepaian ketuntasan belajar secara individu, ditandai dengan

persentase ketuntasan belajar siswa pada setiap siklus. Pada siklus I

persentase yang tuntas hasil belajar adalah 34,78 % dan pada siklus II siswa

yang tuntas belajar adalah 86,95 %.

Page 80: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

80

3. Pendekatan berbasis masalah dalam pembelajaran sosiologi dapat diberikan

perubahan terhadap aktifitas siswa, keterlibatan siswa secara aktif dalam

proses pembelajaran, semakin banyaknya siswa yang mampu merumuskan

masalah, semakin banyak siswa yang bertanya, dan menjawab soal-soal

dengan baik dan benar.

4. Karena terjadi penngkatan kualkitas hasil dan kualitas proses maka,

pendekatan berbasis masalah dalam pembelajaran sosiologi pada siswa

kelas X SMA Negeri I Bajeng cukup efektif untuk meningkatkan kualitas

belajar sosiologi.

B. Saran

Dari hasil penelitian yang mengindikasikan adanya peningkatan hasil

belajar dan terjadinya perubahan aktifitas belajar siswa terhadap pembelajaran

sosiologi maka diajukan saran sebagai berikut :

1. Siswa yang hasil belajarnya tergolong rendah hendaknya diberikan perlakuan

khusus berupa bimbingan, memberikan kesempatan kepada siswa untuk

menyelesaikan masalah sesuai dengan strategi yang ia ketahu baik secara

perorangan maupun dengan kinerja kelompok. Melakukan penugasan

kepada siswa sesuai dengan bahan yang telah dikembangkan baik secara

individual maupun kelompok.

79

Page 81: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

81

2. Guru hendaknya memberikan motifasi dan menciptakan interaksi yang

harmonis antara guru dan siswa, memberikan umpan balik positif terhadap

anggapan siswa dan menekankan konsep dari materi yang diberikan. Siswa

diarahkan untuk menyelesaikan soal.

3. Sekolah hendaknya mengumpulkan bahan informasi tentang proses

pembelajaran melalui pendekatan Berbasis masalah

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, Nurhayati. 2000. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika Beroriantasi Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Instruction). Program Studi Pendidikan Matematika Pasca Sarjana. UNESA.

Arikunto, Suharsimi. 1997. Prosedur penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Bawengan, 1977. Masalah Kejahatan Dengan Sebab dan Akibatnya, Pradnya Paramita,

Catharina. 2004. Psikologi Belajar. Semarang: UPT MKK UNNES.

Darsono, Max, dkk. 2000. Belajar dan Pembelajaran. Semarang: IKIP Semarang.

Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

Hadi Sutrisno .1989. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah , Jakarta . Gramedia Pustaka

Ibrahim, Muslimin dan Nur. 2000. Pembelajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya: UNESA.

Mulyasa, E. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Muin,Indianto,2004.Sosiologi. Bandung. Rineka Cipta.

Page 82: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

82

UU No.20 SISDIKNAS 2003, 22 BAB,

Uno. Hamzah . 2007. Model Pembalajaran yang Efektif Dan Kreatif. Jakarta : Bumi Aksara

Nurhadi. 2003. Pembelajaran Kontekstual (Berbasis masalah/CTL) Dan Penerapannya Dalam KBK. Malang: Universitas Negeri Malang.

Nuryenti, Diah Eko. 2005. Model Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk mengembangkan kecakapan Matematika Siswa Sekolah Dasar (SD) Kelas III Sebagai Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).

Sugandhi, 1980 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Surabaya

Singgih D. Gunarsa, 1983. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, PT

Sumiyati. 2007. Kebijakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas.

Syaiful Bahri. 2002. Srategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rhineka Ilmu. 80

Soren A. Kiekegaard . 1834. Rollo May Victor E. Frankl

Syah, Muhibbin. 2005. Psikologi Belajar. Jakarta : Raja Grapindo

Tongat, 2003, Hukum Pidana Materiil, Djambatan, Jakarta,

W.J.S Poerwadarminto, 1984. Kamus Besar Bahasa Indonesia

Willis, Sofyan S., 2005 , Remaja dan Permasalahannya, , Bandung,

Winkel , W.S. 2004. Psikologi Pengajaran . Edisi Revisi. Yogyakarta : Media Abadi

Page 83: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

83

Page 84: Elly 3 Edit ( Siap Prin )

84