Elisa Handayani dari Kolaka

119
B A B I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berkembangannya perusahaan-perusahaan di berbagai bidang usaha merupakan apresiasi dari kualitas sumber daya manusia yang ada di dalam perusahaan tersebut. Walaupun itu perusahaan dengan teknologi tinggi, fokus kekuatannya adalah kualitas sumber daya manusia yang berperan aktif pada setiap lini kerja dan mampu mengaplikasikan kemampuan, keterampilan, pendidikan, dan pengalaman kerjanya. Peranan sumber daya manusia sangat penting bagi perusahaan manapun, oleh karena kualitas sumber daya manusia yang baik pada gilirannya akan meninggkatkan kinerja perusahaan. Sementara itu perusahaan-perusahaan yang menggunakan tenaga kerja sering diperhadapkan dengan jumlah dan kualitas tenaga kerja yang direkrut untuk dikombinasikan dengan jenis dan jumlah pekerjaan

description

Penelitian di PT. PLN Kolaka

Transcript of Elisa Handayani dari Kolaka

Page 1: Elisa Handayani dari Kolaka

B A B I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Berkembangannya perusahaan-perusahaan di berbagai bidang usaha

merupakan apresiasi dari kualitas sumber daya manusia yang ada di dalam

perusahaan tersebut. Walaupun itu perusahaan dengan teknologi tinggi, fokus

kekuatannya adalah kualitas sumber daya manusia yang berperan aktif pada setiap

lini kerja dan mampu mengaplikasikan kemampuan, keterampilan, pendidikan, dan

pengalaman kerjanya.

Peranan sumber daya manusia sangat penting bagi perusahaan manapun,

oleh karena kualitas sumber daya manusia yang baik pada gilirannya akan

meninggkatkan kinerja perusahaan. Sementara itu perusahaan-perusahaan yang

menggunakan tenaga kerja sering diperhadapkan dengan jumlah dan kualitas tenaga

kerja yang direkrut untuk dikombinasikan dengan jenis dan jumlah pekerjaan yang

ada di dalam perusahaan, sehingga terkadang terjadi kelebihan tenaga kerja oleh

karena terbatasnya unit kerja dan job kerja di dalam perusahaan.

Sebagian perusahaan yang menggunakan tenaga kerja dalam jumlah yang

besar dengan job kerja dan unit kerja yang terbatas, menerapkan budaya kerja

sesuai dengan kondisi perusahaan. Kelompok perusahaan ini mampu

mempekerjakan tenaga kerja lebih dari 100 orang dengan sikap, perilaku, responsif

dan etos kerja yang berbeda-beda. Budaya kerja di dalam perusahaan dipengaruhi

Page 2: Elisa Handayani dari Kolaka

oleh sikap terhadap pekerjaan, perilaku dalam bekerja, responsif dalam penggunaan

sarana dan prasarana kerja dan etos kerja yang mencakup disiplin dan ketaatan

dalam bekerja.

Dimensi-dimensi budaya kerja dikombinasikan menjadi satu tindakan yang

spontanitas dalam aktivitas kerja pada perusahaan. Budaya kerja pada setiap

perusahaan berbeda-beda, baik perusahaan yang berskala kecil, menegah maupun

perusahaan besar seperti PT PLN (Persero) yang merupakan salah satu perusahaan

kelistrikan negara yang termasuk dalam kelompok perusahaan besar dengan jumlah

karyawan lebih dari 100 orang. Budaya kerja yang diterapkan dalam perusahaan

negara ini didukung oleh sikap terhadap pekerjaan dan perilaku dalam bekerja,

responsif dalam bekerja dan etos kerja karyawan (disiplin dan ketaatan).

PT. PLN (Persero) Cabang Kolaka merupakan salah satu dari perusahaan

negara yang ada di Kabupaten Kolaka dengan tugas dan fungsi untuk melayani

masyarakat dalam pendistribusian aliran listrik. Hingga kini, jumlah karyawan yang

ada pada PT. PLN (Persero) Cabang Kolaka mencapai 144 orang yang ditempatkan

pada bagian konstruksi, bagian distribusi, bagian pelanggan, dan bagian

administrasi. Kegiatan perusahaan didukung oleh kinerja karyawan dengan kualitas

pendidikan dari jenjang SMA hingga Sarjana dengan kemampuan kerja dalam

bidang kontruksi dan manajemen untuk menggerakan tugas dan fungsi PT. PLN

(Persero) dalam memberikan pelayanan kelistrikan.

Budaya kerja pada PT. PLN (Perseo) Cabang Kolaka sangat dipengaruhi

oleh sikap karyawan terhadap pekerjaan, perilaku karyawan dalam bekerja, respon

2

Page 3: Elisa Handayani dari Kolaka

terhadap peralatan kerja yang digunakan dan etos kerja karyawan (disiplin dan

semangat kerja), namun dalam pelaksanaan tugas budaya kerja sering terabaikan

oleh karena adanya etos kerja karyawan yang berkurang yang disebabkan oleh

kelalaian dan penundaan pekerjaan sehingga pekerjaan yang harus diselesaikan

dalam satu hari kerja menjadi lambat dan tidak efektif. Selain itu tidak semua

karyawan memiliki kemampuan kerja yang sama tetapi ada yang mau bekerja sama

dan ada yang bekerja sendiri. Hal ini menunjukkan kurangnya perhatian manajemen

perusahaan terhadap karyawan, oleh karena budaya kerja dimiliki oleh karyawan

mampu mengembangkan kinerja karyawan tetapi budaya organisasi PT. PLN

(Persero) seluruh Indonesia memberikan tekanan terhadap karyawan melalui

perintah dan aturan kerja yang tidak diimbangi dengan pendidikan dan pelatihan

yang berhubungan dengan pelaksanan pekerjaan sehingga karyawan harus aktif

bekerja untuk memperoleh keterampilan dan pengalaman sendiri, sementara itu

pendidikan dan pelatihan hanya diberikan kepada pejabat tertentu dalam jenjang

kariernya. Fenomena ini menggambarkan adanya sikap dan perilaku organisasi

kurang memperhatikan kinerja karyawan dan berdampak pada sikap, perilaku,

respon dan etos kerja karyawan yang mengalami penurunan.

Budaya kerja karyawan sangat berikaitan dengan kinerja karyawan. Jika

sikap, perilaku, respon dan etos kerja karyawan menurun atau melemah, maka

secara langsung kinerja karyawan akan menurut bahkan akan berdampak pada citra

perusahaan. Oleh karena itu perlu adanya upaya peningkatkan kinerja karyawan

3

Page 4: Elisa Handayani dari Kolaka

baik melalui pelatihan maupun pendidikan karier sehingga budaya kerja karyawan

meningkat dan pekerjaan dapat dikerjakan dengan baik.

Budaya kerja pada PT. PLN (Perseo) Cabang Kolaka memiliki hubungan

dengan kinerja karyawan oleh karena budaya kerja merupakan gerakan atau

aktivitas karyawan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab, sementara itu

kinerja karyawan PT. PLN (Perseo) Cabang Kolaka merupakan hasil kerja

karyawan yang diperoleh melalui budaya kerja, dengan demikian kemampuan

perusahaan untuk menerapkan budaya kerja yang baik pada gilirannya akan

meningkatkan kinerja karyawan.

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti

lebih lanjut dengan mengangkat judul “Pengaruh Budaya Kerja Dengan Kinerja

Karyawan Pada Kantor PT. PLN (Persero) Cabang Kolaka.”.

1.2 Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah dirumuskan diatas, maka

permasalahan penelitian ini adalah : “Apakah budaya kerja yang terdiri dari dimensi

sikap terhadap pekerjaan, perilaku dalam bekerja, responsif dan etos kerja karyawan

mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan pada Kantor PT.

PLN (Persero) Cabang Kolaka.”.

4

Page 5: Elisa Handayani dari Kolaka

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh budaya kerja yang

terdiri dari dimensi sikap, perilaku, responsif dan etos kerja karyawan terhadap

kinerja karyawan pada Kantor PT. PLN (Persero) Cabang Kolaka.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah :

1. Sebagai bahan masukkan bagi karyawan pada Kantor PT. PLN

(Persero) Cabang Kolaka untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab.

2. Sebagai bahan masukkan bagi pemerintah dalam memperhatikan

karyawan untuk memanfaatkan budaya kerja dalam rangka meningkatkan

kinerja karyawan.

3. Sebagai ilmu pengetahuan, semoga dapat berguna sebagai bahan

pertimbangan dan sumbangan pemikiran bagi kalangan yang akan melakukan

penelitian lebih lanjut dengan topik yang berhubungan dengan judul penelitian

ini.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian dibatasi pada pembahasan tentang budaya kerja

perusahaan hubungannya dengan kinerja karyawan pada Kantor PT. PLN (Persero)

Cabang Kolaka., dimana pengaruh budaya kerja karyawan terhadap kinerja

karyawan PT. PLN Cabang Kolaka. Indikator pengukuran adalah penelitian

meliputi sikap, perilaku, responsif dan etos kerja yang diadopsi dengan Ndraha

5

Page 6: Elisa Handayani dari Kolaka

(2002:86). Selanjutnya indikator kinerja kerja yang diukur melalui hasil kerja,

ketepatan kerja (Hasil Riset Sriyono, 2004)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Sahrun (2006), Hj. Rosmaesti

Ibrahim (2006), Yuni Setiawati (2005) dan Erni Wati (2007) disajikan pada

mapping penelitian terdahulu sebagai berikut :

Tabel 2.1 Mapping Penelitian Terdahulu

No. Peneliti/Tahun Judul Penelitian Variabel/Tenik Analisa Hasil Penelitian

1. Sahrun (2006) Pengaruh Budaya Organisasi dan Perilaku Kerja Terhadap Kinerja Pegawau Di Lingkungan Universitas Haluoleo Kendari

Budaya KerjaPerilaku kerjaKinerja(Path Analysis)

Terdapat pengaruh yang signifikan dan positif antara budaya organisasi dan perilaku kerja pegawai terhadap kinerja pegawai.

2. Hj. Rosmawati Ibrahim (2006)

Pengaruh Motivasu Kerja dan Kedisiplinan Terhadap Kepuasan Kerja dan Kinerja Staf Pada Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan Kendari

1. Motivasi 2. Kedisiplinan3. Kepuasan kerja4. Kinerja

(Path Analysis)

Terdapat pengaruh yang tidak signifikan antara motivasi kerja dengan kepuasan kerja dan kinerja. Terdapat pengaruh pengauh yang signifikan dan positif antara kedisiplinan dengan kepuasan kerja dan kinerja. Terdapat pengaruh yang signifikan dan positif antara kepuasan kerja dan kinerja

3. Yuni Setyawati (2005)

Karakteristik individu dalam membentuk kepuasan kerja dan dampaknya terhadap komitmen organisasi

1. Karakteristik individu2. Kepuasan kerja3. Komitmen organisasi

(Path Analysis)

Kepuasan kerja dan status perkawinan berpengaruh langsung signifikan terhadap kepuasan kerja.

4. Enni Wati (2007) Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Perilaku Kerja dan Kepuasan Kerja Serta Kinerj

1. Budaya Organisasi2. Perilaku kerja3. Kepuasan kerja

Terdapat pengaruh yang dignifikan dan positif antara budaya organisasi

6

Page 7: Elisa Handayani dari Kolaka

Karyawan Bank Pembangunan Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara

4. Kinerj karyawan(SEM)

dan perilaku kerja terhadap kepuasan kerja dan kinerja karyawan

Sumber : Sahrun (2006), Hj. Rosmaesti Ibrahim (2006), Yuni Setiawati (2005) dan Erni Wati (2007)

2.2 Manajemen Sumber Daya Manusia

Keberadaan tenaga kerja sebagai salah satu faktor produksi sangat penting

artinya bagi organisasi. Dalam perkembangannya, organisasi akan menghadapi

permasalahan tenaga kerja yang semakin kompleks, dengan demikian pengelolaan

sumber daya manusia harus dilakukan secara profesional oleh departemen tersendiri

dalam suatu organisasi, yaitu Human Resource Departement.

SDM sebagai salah satu unsur penunjang organisasi, dapat diartikan sebagai

manusia yang bekerja di lingkungan suatu organisasi (disebut personil, tenaga kerja,

pekerja/karyawan); atau potensi manusiawi sebagai penggerak organisasi dalam

mewujudkan eksistensinya; atau potensi yang merupakan asset & berfungsi sebagai

modal non-material dalam organisasi bisnis, yang dpt diwujudkan menjadi potensi

nyata secara fisik dan non-fisik dalam mewujudkan eksistensi organisasi (Nawawi,

1997).

Pada organisasi yang masih bersifat tradisional, fokus terhadap SDM belum

sepenuhnya dilaksanakan. Organisasi tersebut masih berkonsentrasi pada fungsi

produksi, keuangan, dan pemasaran yang cenderung berorientasi jangka pendek.

Mengingat betapa pentingnya peran SDM untuk kemajuan organisasi, maka organisasi

dengan model yang lebih moderat menekankan pada fungsi SDM dengan orientasi

jangka panjang.

7

Page 8: Elisa Handayani dari Kolaka

Mengelola SDM di era globalisasi bukan merupakan hal yang mudah. Oleh

karena itu, berbagai macam suprastruktur dan infrastruktur perlu disiapkan untuk

mendukung proses terwujudnya SDM yang berkualitas. Perusahaan yang ingin tetap

eksis dan memiliki citra positif di mata masyarakat tidak akan mengabaikan aspek

pengembangan kualitas SDM-nya. Oleh karena itu peran manajemen sumber daya

manusia dalam organisasi tidak kecil, bahkan sebagai sentral pengelola maupun

penyedia SDM bagi departemen lainnya.

Manajemen sumber daya manusia dapat diartikan sebagai kegiatan

perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian atas pengadaan 1

Konsep dan Tantangan Manajemen Sumber Daya Manusia tenaga kerja,

pengembangan, kompensasi, integrasi pemeliharaan, dan pemutusan hubungan kerja

dengan sumber daya manusia untuk mencapai sasaran perorangan, organisasi dan

masyarakat (Flippo, 1996). Atau dengan kata lain, secara lugas MSDM dapat diartikan

sebagai kegiatan perencanaan, pengadaan, pengembangan, pemeliharaan dan

penggunaan SDM dalam upaya mencapai tujuan individual maupun organisasional.

Secara historis, perkembangan pemikiran tentang MSDM tidak terlepas dari

perkembangan pemikiran manajemen secara umum, dimulai dari gerakan manajemen

ilmiah (dengan pendekatan mekanis) yang banyak didominasi oleh pemikiran dari F.W.

Taylor. Pandangan-pandangan yang muncul berkaitan dengan SDM dalam era tersebut

adalah :

a) SDM sebagai salah satu faktor produksi yang dipacu untuk bekerja lebih

produktif seperti mesin;

b) Bekerja sesuai dengan spesialisasi yang telah ditentukan;

8

Page 9: Elisa Handayani dari Kolaka

c) Kondisi di atas memunculkan : pengangguran, tidak adanya jaminan dalam

bekerja, berkurangnya rasa bangga terhadap pekerjaan, dan tumbuhnya serikat

pekerja.

2.2.1. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

Pada dasarnya Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) merupakan

suatu gerakan pengakuan terhadap pentingnya unsur manusia sebagai sumber daya

yang cukup potensial, yang perlu dikembangkan sehingga mampu memberikan

kontribusi yang maksimal bagi organisasi maupun bagi pengembangan dirinya.

(As’ad, 1997 : 5)

Pada prinsipnya manajemen personalia menerapkan perhatiannya pada

masalah kekaryawanan atau personalia dalam suatu instansi atau lembaga. Selain

itu, pada dasarnya Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) merupakan suatu

gerakan pengakuan terhadap pentingnya unsur Manusia sebagai sumber daya yang

cukup potensial, yang perlu di kembangkan sehingga mampu memberikan

kontribusi yang maksimal bagi organisasi maupun bagi pengembangan dirinya.

(As’ad, 1997 : 8) Disamping itu dapat dikemukakan beberapa pengertian mengenai

persamaan dan perbedaan antara manajemen Sumber Daya Manusia dan

manajemen Personalia.

Handoko (1995 : 11) merumuskan defenisi manajemen personalia sebagai

berikut “Manajemen personalia adalah seni dan ilmu perencanaan, pelaksanaan dan

pengontrolan tenaga kewrja untuk tercapainya tujuan yang telah ditetapkan terlebih

dahulu dengan adanya kepuasan hati pada diri para pekerja”.

9

Page 10: Elisa Handayani dari Kolaka

Hasibuan (2001 : 10) menyatakan bahwa manajemen sumber daya manusia

adalah suatu bidang manajemen yang khusus mempelajari hubungan dan peranan

manusia dalam organisasi perusahaan. Unsur manajemen sumber daya manusia

adalah manusia yang merupakan tenaga kerja pada perusahaan. Dengan demikian,

fokus yang dipelajari MSDM ini hanyalah masalah yang berhubungan dengan

tenaga kerja manusia saja. Oleh karena itu, manajemen sumber daya manusia

adalah suatu pendekatan terhadap manajemen sumber daya manusia, yang

didasarkan pada 3 (tiga) prinsip dasar yaitu : (Sondang P. Siagian, 1986 : 13)

1. Sumber Daya Manusia adalah harta yang paling penting yang dimiliki oleh

suatu perusahaan, sedangkan manajemen yang efektif adalah kunci bagi

keberhasilan organisasi tersebut.

2. Keberhasilan ini sangat mungkin dicapai jika peraturan atau kebijaksanaan dan

prosedur yang bertalian dengan manusia dari perusahaan tersebut saling

berhubungan dan memberikan sumbangan terhadap pencapaian tujuan

perusahaan dan perencanaan strategis.

3. Kultur dan nilai perusahaan suasana organisasi dan perilaku manajerial yang

berasal dari kultur tersebut akan memberikan pengaruh yang besar terhadap

hasil pencapaian yang terbaik. Oleh karena itu, kultur ini harus ditegakkan

dengan upaya yang terus menerus mulai dari puncak, sangat diperhatikan agar

kultur tersebut dapat diterima dan dipatuhi.

Pengertian manajemen sumber daya manusia lebih khusus dilatakan oleh

Hasibuan (2001 : 15) bahwa :

10

Page 11: Elisa Handayani dari Kolaka

“Manajemen SDM adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja dapat efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat. Dikatakan pula bahwa fungsi-fungsi manajemen SDM terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengendalian, pengadaan, pengembangan, konfensasi, pengintegrasian, pemeliharan, kedisiplinan dan pemberhentian”.

Apabila pengertian “Sumber Daya” dapat disimpulkan timbul dari mitra

kerja antara manusia dan benda untuk mencapai tujuan perumusan kebutuhan

manusia, maka “Sumber Daya Manusia” adalah kemampuan manusia yang

merupakan hasil akal budinya disertai pengetahuan serta pengalaman yang

dikumpulkan dengan penuh kesadaran untuk memenuhi kebutuhan secara

individual serta sasaran-sasaran sosial pada umumnya.

Menurut Hadari Nawawi (1997 : 40), mengetengahkan tiga pengertian

tentang sumber daya manusia, yaitu :

1. Sumber Daya Manusia, (SDM) adalah manusia yang bekerja di lingkungan

suatu organisasi (disebut juga personil, tenaga kerja, pekerja dan karyawan).

2. Sumber Daya Manusia adalah potensi manusiawi sebagai penggerak organisasi

dalam mewujudkan eksistensinya.

3. Sumber Daya Manusia (SDM) adalah potensi yang merupakan asset dan

berfungsi sebagai model (non material/non finansial) didalam organisasi bisnis,

yang dapat diwujudkan menjadi potensi nyata (real) secara fisik dan non fisik

dalam mewujudkan eksistensi organisasi.

Dalam hubungan ini Hasibuan (1996 : 9) mengemukakan bahwa :

Persamaannya adalah :

11

Page 12: Elisa Handayani dari Kolaka

Keduanya mempunyai ilmu yang mengatur unsur Manusia dalam suatu

organisasi, agar mendukung terwujudnya tujuan.

Perbedaanyan adalah :

1. Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dikaji secara makro. Sedangkan

manajemen personalia dikaji secara mikro

2. Manajemen Sumber Daya Manusia menganggap bahwa karyawan adalah

kekayaan utama organisasi jadi harus dipelihara dengan baik. Sedangkan

manajemen personalia menganggap bahwa karyawan adalah faktor produksi,

jadi harus dimanfaatkan secara produktif.

3. Manajemen Sumber Daya Manusia pendekatannya secara moderen, sedangkan

manajemen personalia pendekatannya secara fisik.

Mengacu pada beberapa istilah menejemen personalia dan sumber daya

manusia yang dikemukakan oleh para ahli, maka disimpulkan bahwa :

“Manajemen personalia dan SDM adalah pengakuan terhadap pentingnya satuan

tenaga kerja organisasi sebagai SDM yang fital bagi pencapaian tujuan-tujuan

organisasi dan pemanfaatan berbagai fungsi dan kegiatan personalia bahwa mereka

digunakan secara efektif dan bijak agar bermanfaat bagi individu, organisasi dan

masyarakat”.

2.2.2. Peranan Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi

Berbicara tentang peranan sumber daya manusia maka SDM merupakan

salah satu sumber daya yang dimiliki oleh setiap organisasi, dimanfaatkan bersama

12

Page 13: Elisa Handayani dari Kolaka

dengan sumber daya lainnya dalam menjalankan kegiatannya untuk mencapai

tujuan organisasi.

Menurut Henry Simamora (1995:2) menyatakan bahwa sumber daya yang

dimiliki oleh perusahaan atau organisasi dapat dikategorikan atas empat macam

sumber daya yaitu finansial, fisik, manusia dan kemampuan teknologi.

Nilai asset organisasi paling penting yang harus dimiliki perusahaan atau

organisasi dan sangat diperhatikan oleh manajemen adalah asset manusia. Manusia

merupakan elemen yang selalu ada dalam setiap organisasi. Mereka merupakan

perencana, pelaku dan penentu tercapainya tujuan organisasi.

Henry Simamora (1995:178) mengemukakan bahwa untuk memotivasi

karyawan bekerja lebih produktif, maka perlu diciptakan suatu iklim oleh karyawan

seoptimal mungkin antara lain dengan melaksanakan program yang diarahkan pada

pencapaian keseimbangan kebutuhan antara karyawan dan perusahaan.

Pengertian kemampuan identik dengan pengertian kreativitas, telah banyak

dikemukakan para ahli berdasarkan pandangan yang berbeda, seperti dinyatakan

oleh Semiawan (1996 : 8) mengartikan kreativitas adalah untuk membuat

kombinasi-kombinasi baru antar unsur data atau hal-hal yang sudah ada

sebelumnya. Dengan demikian secara operasional kreativitas dapat dirumuskan

sebagai kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan atau fleksibel dan

orisinalitas serta kemampuan mengelaborasi (mengembangkan, memperkaya, dan

memperinci) suatu gagasan.

13

Page 14: Elisa Handayani dari Kolaka

Berdasarkan pengertian-pengertian pakar diatas, maka dapat disimpulkan

bahwa kemampuan tindakan atau perwujudan untuk melakukan sesuatu, dilandasi

oleh kreativitas kerja karyawan yang optimal.

Penerapan dalam kegiatan yang dilakukan sehari-hari dalam melakukan

pekerjaan adalah sangat penting. Sebab kemampuan sebagai ungkapan dan

perwujudan diri individu termasuk kebutuhan pokok manusia yang bila terwujud

memberikan rasa kepuasan dan rasa keberhasilan yang mendalam. Yang pada

akhirnya kemampuan dapat menentukan dan meningkatkan makna hidup manusia

dengan segala kompleksitas dan problemnya juga keindahannya.

Semiawan (1996 : 12) mengemukakan bahwa kualitas dan kemampuan

sumber daya manusia dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, latihan, motivasi kerja,

etos kerja, loyalitas dan kemampuan fisik karyawan yang bersangkutan. Pendidikan

memberikan pengetahuan bukan saja yang langsung dengan pelaksanaan tugas,

akan tetapi juga untuk memperkembangkan diri serta kemampuan memanfaatkan

semua sarana yang ada disekitar kita untuk kelancaran pelaksanaan tugas, semakin

tinggi tingkat pendidikan semakin tinggi pula produktivitas kerja. Latihan kerja

melengkapi karyawan dengan ketrampilan dan cara-cara yang tepat untuk

menggunakan peralatan kerja. Pada dasarnya latihan melengkapi pendidikan.

Pendidikan biasanya bersifat umum, sedangkan latihan bersifat khusus dan teknis

operasional.

Bagi instansi atau perusahaan, program penyediaan fasilitas latihan

merupakan investasi berharga, yang hasilnya diperoleh kembali dalam bentuk

14

Page 15: Elisa Handayani dari Kolaka

peningkatan produktivitas kerja karyawan. Peningkatan produktivitas tersebut akan

memberikan kemungkinan yang lebih besar bagi pengusaha untuk memperbaiki

pengupahan karyawannya yang kemudian akan mendorong kegairahan dan

semangat kerja karyawannya.

2.3 Konsep Budaya Kerja

Budaya kerja dalam manajemen sumber daya manusia adalah konsep kerja

secara keseluruhan yang diterapkan dalam penyelesaian tugas dan tanggung jawab.

Pada era globalisasi, sumber daya manusia diperhadapkan dengan tantangan, daya

saing, kompetensi dan transparasi. Jika hanya dihadapi dengan kesiapan matang,

dan memiliki kompetensi belum menjamin suksesnya pelaksanaan tugas, akan

tetapi diperlukan juga.daya nalar dan daya saing perlu terus ditingkatkan.

Moran dan Riesenberger (dalam Muin (2004 : 3) menyatakan, diperlukan

12 kemampuan global bagi peningkatan daya saing sebagai inner motivation

kemampuan di medan tugas. Kedua belas kemampuan global bagi peningkatan daya

saing tersebut adalah :

1. Memiliki pola pikir global. Dalam hal ini adalah kecenderungan untuk melihat

dunia secara global dengan merubah pola pikir yang sudah ada pada wawasan

yang luas.

2. Sederajat dalam bekerja dengan orang-orang yang memilki latar belakang yang

berbeda. Disini, menanamkan rasa percaya diri untuk berdiri tegak sama tinggi

dan duduk sama rendah.

3. Mempunyai orientasi pemikiran jangka panjang ke depan.

15

Page 16: Elisa Handayani dari Kolaka

4. Mempermudah perubahan organisasi. Disini lebih diutamakan lintas fungsi

ketimbang struktur hirarki.

5. Menciptakan sistem belajar, ilmu pengetahuan dan teknologi terus berkembang

dengan cepat. Pengetahuan dan pengalaman sangat penting melalui

pembelajaran seumur hidup/tiada batas.

6. Memotifasi Karyawan untuk menjadi lebih unggul.

7. Meningkatkan daya saing serta mampu memberikan pengarahan dan

pengetahuan.

8. Mengelola dengan bijaksana penyebaran para pekerja asing. Mampu mengelola

dengan bijaksana serta transparan terhadap pekerja asing, menjaga keserasian

hubungan harmonis dan profesional.

9. Memimpin dan berpartisipasi secara efektif dalam Tim Multi Disiplin atau

Multi Budaya. Dalam hal ini dituntut dibutuhkan kemampuan khususnya (nilai

lebih) sehingga tim dapat berdayaguna dan berhasilguna.

10. Memahami Budaya, Pola Pikir, Kharakteristik dan Nilai-nilai luhurnya sendiri.

11. Memahami dengan tepat dan benar Profil Budaya organisasi dan Budaya

Nasional Karyawan lain. Hal ini sangat berguna dalam menterjemahkan

berbagai kebijakan ke berbagai disiplin ilmu.

12. Menghindari Kesalahan dan Perilaku Budaya dengan memberikan Pengetahuan

dan menghormati negara lain. Hal ini sangat berguna dimana bila terjadi

perubahan-perubahan baru, dapat diterima oleh seluruh pelaku organisasi.

16

Page 17: Elisa Handayani dari Kolaka

Dwiyanto (2004 : 10) mengemukakan bahwa ketersediaan sumber daya

yang memadai dan potensial dipandang sebagai faktor yang signifikan dalam

budaya kerja. Aspek sumberdaya yang dimaksud di sini secara umum meliputi

sumber daya keuangan, SDM aparatur, teknologi dan aspek prasarana dan sarana

fisik lainnya. Secara umum kelemahan pelayanan publik selama ini lebih

dikarenakan oleh masalah keterbatasan kemampuan finansial dan sarana prasarana

fisik. Kelemahan lainnya adalah kemampuan dan kompetensi SDM aparatur yang

terlibat langsung kepada pemberian pelayanan, di mana rata-rata SDM Aparatur

belum mahir dalam menggunakan dan mengoperasikan teknologi informasi dan

komunikasi yang semakin hari semakin cepat berkembang.

Ismail (2003 : 16) mengemukakan bahwa dalam budaya kerja, masing-

masing instansi/unit terkait tetap melaksanakan kewenangan dan tugas-fungsinya

sebagai budaya kerja, serta dapat menempatkan petugasnya pada tempat tersebut.

Akan tetapi agar proses keseluruhan pelayanan dapat berjalan sinergi, maka

kegiatan pelayanan dan masing-masing instansi/unit terkait diatur dalam suatu

prosedur dan terkoordinir dalam mekanisme tata urutan kerja yang tertentu pada

satu lokasi/tempat di bawah satu atap tersebut. Teknis pelaksanaan dengan pola

pelayanan umum satu atap, dapat dilakukan, antara lain:

a. Menyiapkan tempat/gedung untuk ditempati secara bersama oleh unit

kerja/instansi terkait. Masing-masing instansi membuka meja/loket dan

menempatkan petugasnya sesuai yang ditentukan didalam satu tempat/lokasi

tersebut, serta menjalankan tugas dan fungsinya sendiri.

17

Page 18: Elisa Handayani dari Kolaka

b.      Sesuai mekanisme urutan kegiatan penyelesaian pelayanan yang ditentukan,

maka masyarakat (pemohon pelayanan) cukup mendatangi dan menyelesaikan

urusannya langsung pada loket/petugas pada unit kerja/Instansi terkait

tersebut;

c.      Untuk mendukung kelancaran pekerjaan, maka proses pelayanan yang

berkaitan dengan masing-masing loket/meja dan unit/instansi terkait tersebut,

harus dilengkapi atau disediakan informasi yang lengkap menyangkut urutan

kegiatan, persyaratan, dan biaya pelayanan secara jelas dan terbuka dalam satu

lokasi tersebut.

Thoha (2003 : 4) mengemukakan bahwa salah satu tugas pokok yang harus

dilakukan oleh birokrasi, yakni menyediakan dan menyelenggarakan pelayanan

bagi masyarakat. Sebagai warga negara, setiap individu mempunyai hak yang sama

untuk menerima pelayanan dari birokrasi. Namun realitasnya, hal tersebut tidak

dapat terpenuhi sesuai harapan. Penyedia layanan seringkali masih cenderung

bersikap memihak pada kelompok dalam masyarakat yang dianggap ‘kuat’ yakni

mereka yang mampu atau memiliki posisi tawar terhadap pejabat birokrasi, seperti

orang kaya. Akibatnya terjadi kesenjangan harapan (gap) antara birokrasi dengan

warga yang seharusnya dilayaninya. Pejabat birokrasi yang seharusnya bertugas

memberikan pelayanan dengan sopan, ramah, dan tidak diskriminatif, belum dapat

memenuhi apa yang menjadi harapan warga pengguna pada umumnya.

Tjokrowinoto (2004 : 6) mengemukakan bahwa budaya kerja dalam

pelayanan publik memang dapat dilakukan baik oleh pemerintah maupun swasta.

18

Page 19: Elisa Handayani dari Kolaka

Kedua bentuk budaya kerja untuk pelayanan tersebut tentu saja memiliki

karakteristik pelayanan yang berbeda. Pelayanan yang diselenggarakan oleh swasta

lebih berorientasi pada profit, sedangkan pelayanan yang diselenggarakan oleh

pemerintah dilakukan karena adanya tanggung jawab [responsibility] tugas dan

fungsi pemerintahan. Namun, birokrasi dapat belajar dari pengalaman swasta dalam

menyelenggarakan pelayanan. Pelayanan yang diselenggarakan oleh swasta karena

berorientasi pada profit, menjadikan kualitas layanan sebagai tujuan atau nilai

penting yang harus dijaga agar mereka tidak kehilangan pelanggan sebagai sumber

keuntungan. Dengan demikian maka kinerja pemberi layanan swasta harus dapat

menjaga kepercayaan dan memberikan kepuasan kepada pengguna layanan.

Pengguna layanan menjadi orientasi utama mereka, sehingga swasta dalam

memberikan pelayanan dapat lebih professional, dapat menjamin kepastian waktu

dan biaya, serta dapat memberikan kepuasan, serta berupaya untuk menciptakan

ikatan psikologis dengan pengguna layanan.

Dwiyanto (2004 : 10) mengemukakan bahwa setiap karyawan baru

pemerintah (PNS) sebelum melaksanakan tugasnya harus mengangkat sumpah

karyawan yang berisi kesanggupan untuk menjadi “abdi negara dan abdi

masyarakat” Apa makna di balik sumpah karyawan tersebut?, yakni mereka harus

menempatkan diri sebagai ‘pelayan masyarakat’ [public servant], dimana

memberikan pelayanan secara baik kepada warga pengguna adalah menjadi tugas

utamanya. Namun, makna dari kata ‘abdi’ justru menjadi diabaikan atau bahkan

tidak dilakukan. Banyak pejabat birokrasi yang memposisikan dirinya sebagai

19

Page 20: Elisa Handayani dari Kolaka

seorang ‘Birokrat’, yang identik dengan pejabat pemerintah, yang di Indonesia

kental dengan nuansa dan nilai-nilai kekuasaan di dalamnya. Kesalahan dalam

menanamkan nilai-nilai birokrasi sebagai ‘pelayan masyarakat’ yang profesional ini

berjalan cukup panjang, serta tersosialisasi membentuk sebuah sistem yang terus

berlanjut dengan suatu sistem nilai budaya yang mewarnai kehidupan birokrasi

tersebut.

Ndraha (2002:81) mengemukakan bahwa indikator dari budaya kerja dapat

dibagi menjadi :

1. Sikap terhadap pekerjaan, yakni kesukaan akan kerja dibandingkan dengan

kegiatan lain.

2. Perilaku pada waktu bekerja seperti rajin, berdedikasi, bertanggung jawab,

berhati-hati, teliti, cermat, kemauan yang kuat untuk mempelajari tugas dan

kewajiban, dan suka membantu sesama karyawan.

3. Responsif dalam bekerja merupakan salah satu kemampuan bekerja untuk

membangun daya tanggap pekerja dalam melaksanakan setiap pekerjaan

4. Etos kerja dari setiap karyawan berkaitan dengan waktu kerja dan kemampuan

dalam menyelesaikan pekerjaan di dalam organisasi kerja.

Sikap maupun perilaku kerja tersebut terbentuk baik di dalam masyarakat

maupun di dalam organisasi atau perusahaan oleh karena budaya kerja dipengaruhi

juga oleh lingkungan masyarakat atau lingkungan perusahaan.

2.4 Kinerja

2.4.1. Pengertian Kinerja

20

Page 21: Elisa Handayani dari Kolaka

Kinerja merupakan singkatan dari kinetika energy kerja yang padanannya

dalam bahasa Inggris adalah performance sering diindonesiakan sebagai performa.

Kinerja adalah keluaran yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau indicator-indikator

suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu tertentu. Selain itu pekerjaan adalah

aktivitas menyelesaikan sesuatu atau membuat sesuatu yang hanya memerlukan

tenaga dan keterampilan tertentu seperti yang dilakukan oleh pekerja kasar atau

blue collar worker. Istilah kinerja juga dapat digunakan untuk menunjukkan

keluaran perusahaan/organisasi, alat, fungsi-fungsi manajemen (produksi,

keuangan, pemasaran, keuangan) atau keluaran seseorang pegawai/karyawan yang

dievaluasi dalam evaluasi kinerja (Wirawan, 2009:5).

Kinerja adalah hasil kerja yang dicapai selama periode tertentu melalui

usaha yang membutuhkan kemampuan dan keterampilan serta pengalaman (Gibson,

2000:43) yang akan bermanfaat jika dilakukan penilaian atas kinerja yang telah

dicapai.

Janet dan Denhardt (2003 : 110) mengemukakan bahwa kinerja pelayanan

publik di Indonesia yang masih terlihat belum professional memang tidak terjadi

begitu saja sebagai suatu yang dapat dibenarkan (taken for granted), namun

merupakan konsekuensi dari adanya desain birokrasi Indonesia yang memang tidak

dipersiapkan sebagai ‘pelayanan masyarakat’ (public service).

Kinerja merupakan suatu kesuksesan seseorang didalam melaksanakan suatu

pekerjaan, dan dipertegas lagi oleh Lawler dan Poter yang menyatakan bahwa

21

Page 22: Elisa Handayani dari Kolaka

kinerja adalah kemampuan peran dalam mencapai hasil (succesfull role achievment)

yang diperoleh seseorang dari perbuatan-perbuatannya (As’ad, 1997 : 46-47).

As’ad (1997:47) mengemukakan bahwa kinerja adalah hasil yang dicapai

seseorang menurut ukuran yang berlaku untuk suatu pekerjaan yang bersangkutan.

Dharma (1996 : 30-31) yang menyatakan bahwa kinerja adalah hasil yang dicapai

atau sesuatu yang dikerjakan berupa produk maupun jasa yang diberikan oleh

seseorang atau kelompok orang.

Suprianto (2000 : 7) mengatakan bahwa kinerja atau prestasi kerja seorang

karyawan pada dasarnya adalah hasil kerja seseorang karyawan atau prestasi kerja

seseorang karyawan pada dasarnya berbagai kemungkinan, misalnya standar / target

atau kinerja yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama.

Vroom dalam As’ad (1997 : 48) mengemukakan bahwa tingkat sejauh mana

keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan pekerjaan disebut tingkat kemampuan

kerja (level of performance). Biasanya orang yang level of performance-nya tinggi

disebut sebagai orang yang produktif dan sebaliknya orang yang levelnya tidak

mencapai standar dikatakan sebagai tidak produktif.

Mahsun (2006:25) mendefinisikan kinerja (performance) sebagai gambaran

mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam

mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic

planning suatu organisasi. Selanjutnya dikatakan bahwa pengukuran kinerja

(performance measurement) adalah suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan

terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya, termasuk informasi

22

Page 23: Elisa Handayani dari Kolaka

atas efisiensi penggunaan sumber daya alam dalam menghasilkan barang dan jasa,

kualitas barang dan jasa, hasil kegiatan dibandingkan dengan maksud yang

diinginkan dan efektivitas tindakan dalam mencapai tujuan.

Pengertian kinerja telah dirumuskan oleh beberapa ahli manajemen, antara

lain sebagai berikut :

1. Stoner (Pabundu, 2008) menyatakan bahwa kinerja adalah fungsi dari motivasi,

kecakapan dan persepsi peranan.

2. Bernardin dan Russel (Pabundu, 2008) mendefinisikan kinerja sebagai

pencatatan hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan atau kegiatan

tertentu selama kurun waktu tertentu.

3. Handoko (Pabundu, 2008) mendefinisikan kinerja sebagai proses dimana

organisasi mengevasluasi atau menilai prestasi kerja karyawan

4. Prawiro Suntoro (dalam Pabundu, 2008) mengemukakan bahwa kinerja adalah

hasil kerja yang dapat dicapai seseorang atau sekelompok orang dalam suatu

organisasi dalam rangka mencapai tujuan organisasi dalam periode waktu

tertentu.

Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut di atas, Pabundu (2008:121)

mendefinisikan kinerja sebagai hasil-hasil fungsi pekerjaan/kegiatan seseorang atau

sekelompok dalam suatu organisasi yang di pengaruhi oleh berbagai faktor untuk

mencapai tujuan organisasi dalam periode waktu tertentu.

Wirawan (2009:9) mengemukakan bahwa kinerja mempunyai hubungan

kausal dengan kompetensi. Kinerja merupakan fungsi dari kompetensi, sikap dan

23

Page 24: Elisa Handayani dari Kolaka

tindakan. Kompetensi melukiskan karakteristrik pengetahuan, keterampilan,

perilaku, dan pengalaman untuk melakukan suatu pekerjaan atau peran tertentu

secara efektif. Pengetahuan melukiskan apa yang terdapat dalam kepala seseorang,

mengetahui kesadaran atau pemahaman mengenai sesuatu. Keterampilan

melukiskan kemampuan yang dapat diukur dan dikembangkan melalui supervisi,

manajemen kinerja, dan program pengembangan sumber daya manusia. Sikap

melukiskan perasaan mengenai sesuatu yang tidak daoat diobservasikan.

Handoko (2003 : 135) mengemukakan bahwa kinerja adalah proses melalui

kerja karyawan. Kegiatan ini dapat memperbaiki keputusan-keputusan personalia

dan memberikan umpan balik kepada karyawan tentang pelaksanaan tugas mereka.

Sementara itu Rivai, (2005 : 309) mendefinisikan kinerja sebagai suatu fungsi dari

motivasi dan kemampuan untuk menyelesaikan pekerjaan seseorang dengan

mengutamakan pendidikan, keterampilan, dan pengalaman pada bidang pekerjaan

masing-masing.

2.4.2 Pengukuran Kinerja

Kinerja (performance measurement) adalah suatu proses penilaian kemajuan

pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya, termasuk

informasi atas; efisiensi penggunaan sumber daya dalam menghasilkan barang dan

jasa; kualitas barang dan jasa; hasil kegiatan dibandingkan dengan maksud yang

diinginkan dan efektivitas tindakan dalam mencapai tujuan. (Robertson, 2002)

Lohman (dalam BPKP, 2000) memberikan pengertian bahwa pengukuran

kinerja merupakan suatu aktivitas penilaian pencapaian target-target tertentu yang

24

Page 25: Elisa Handayani dari Kolaka

diderivasi dari tujuan strategi organisasi. Whittaker (dalam BPKP, 2000)

menjelaskan bahwa pengukuran kinerja merupakan suatu alat manajemen yang

digunakan untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas

Metode pengukuran yang berorientasi terpusatkan pada kinerja karyawan

diwaktu yang akan datang melalui pengukuran potensi karyawan atau penetapan

sasaran- sasaran kinerja dimasa mendatang. Metode-metode yang dapat digunakan

adalah :

a. Penilaian Diri, metode ini berguna bila tujuan evaluasi untuk melanjutkan

pengembangan diri.

b. Penilaian Psikologis, pengukuran ini pada umumnya terdiri dari wawancara

mendalam, test-test psikologis, diskusi dengan atasan langsung dan tinjauan

ulang (review) dengan evaluasi lainnya.

c. Pendekatan manajemen berdasarkan obyek Management By Objektif (MBO),

dalam pendekatan ini setiap karyawan dan atasan secara bersama-sama

menetapkan tujuan atau sasaran pelaksanaan kerja diwaktu yang akan datang.

Pengukuran kinerja menurut Mahsun (2006:28) ditujukan untuk menghasilkan

informasi yang sangat bermanfaat untuk pengambilan keputusan manajemen

maupun stakeholder. Keputusan-keputusan yang bersifat ekonomis dan strategis

sangat membutuhkan dukungan informasi kinerja yang membantu menilai

keberhasilan manajemen atau pihak yang diberi amanah untuk mengelola dan

mengurus organisasi. Pengukuran kinerja merupakan suatu aktivitas penilaian

pencapaian target-tager tertentu yang diderivasikan dari rencana strategis

25

Page 26: Elisa Handayani dari Kolaka

organisasi dalam pencapaian tujuannya, pelaksanaan pengukuran kinerja, dan

mengimplementasikan pelaksanaan pengukuran kinerja untuk selanjutnya dilakukan

evaluasi kinerja dalam rangka pengambilan keputusan. Pengukuran kinerja dapat

disajikan pada gambar berikut:

Skema 1. Bagan Pengukuran Kinerja (Mahsun, 2006:29)

Elemen-elemen pokok pengukuran suatu kinerja dikemukan oleh Mahsun

(2006:26) sebagai berikut :

1. Menetapkan tujuan, sasaran dan strategi organisasi

2. Merumuskan indikator dan ukuran kinerja

3. Mengukur tingkat ketercapaian tujuan dan sasaran-sasaran organisasi

4. Evaluasi kinerja.(feedback, penilaian kemajuan organisasi, meningkatkan

kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas)

Pengukuran kinerja adalah mengukur karyawan. Pengukuran adalah

penetapan angka atau kata-kata pada butir-butir, keadaan, kejadian, atau kinerja

untuk menentukan ada tidaknya perbedaan. Informasi mengenai pengukuran

bersifat deskriptif, tidak ambisius dan objektif agar dapat bermanfaat secara

maksimal. Agar pengukuran kinerja bersifat sensitif, artinya dapat membedakan

kinerja karyawan yang sangat baik dan baik dengan kinerja karyawan yang sedang,

26

Page 27: Elisa Handayani dari Kolaka

buruk dan sangat buruk setiap indikator dilengkapi dengan deskriptor level kinerja

(DLK)(Wirawan, 2009:77).

Teknik pengembangan butir-butir instrumen pengukuran kinerja bergantung

kepada model pengukuran kenerja dan jenis instrumennya dan mempunyai pola

yang hampir sama. Pengembangan instrumen pengukuran kinerja dimulai dengan

pengambangan dimensi indikator dan deskriptor level kinerja pekerjaan, oleh

karena itu digunakan matriks sebagai berikut : (Wirawan, 2009:80).

Tabel 2.2. Pengembangan Dimensi dan Indikator Instrumen Evaluasi Kinerja

Strategi dan Tujuan

Pengukuran Kinerja

Dimensi Kinerja Indokantor Deskriptor Level Kinerja

Kinerja 1. Hasil Kerja 1. Kualitas hasil kerja2. Kuantitas hasil

kerja3. Efisiensi dalam

melaksanakan tugas

Menggunakan angka dan kata sifat100-90 sangat baik89-80 Baik79-70 Sedang69-50 Buruk49-40 Sangat Buruk< 40 Tidak dapat diterima.

2. Perilaku kerja 1. Disiplin kerja2. Inisiatif3. Ketelitian

3. Sifat pribadi yang ada hubungannya dengan pekerjaan

1. Kepemimpinan2. Kejujuran3. Kreativitas

Sumber : Wirawan (2009:80)

Sebelum digunakan dalam sistem pengukuran kinerja, instrumen kinerja harus

diuji untuk mengetahui validitas dan reliabilitasnya. I

27

Page 28: Elisa Handayani dari Kolaka

Suprianto (2000 : 37-51) mengemukakan bahwa terdapat dua penggolongan

metode untuk menilai kinerja karyawan, yaitu metode-metode penilaian yang

berorientasi pada masa lalu dan metode-metode penilaian yang berorientasi pada

masa depan. Penilaian kinerja berorientasi pada :

a. Rating Scale (skala ukuran)

Pada penilaian ini evaluasi subjektif dilakukan oleh atasan terhadap kinerja

karyawan dengan skala tertentu dari rendah sampai tinggi. Penilaian didasarkan

pada atasan yang membandingkan hasil pekerjaan tersebut. Penilaian biasanya

diisi oleh atasan langsung dengan menandai tanggapan-tanggapan yang paling

sesuai untuk setiap dimensi pelaksanaan pekerjaan.

b. Checklist (Daftar pemerikasaan)

Penilaian ini dimaksudkan untuk mengurangi beban pimpian. Pimpinan tinggal

memilih kalimat-kalimat atau kata-kata yang menggambarkan kinerja dan

karakteristik karyawan.

c. Penilaian Berdasarkan Peristiwa Kritis

Penilaian ini merupakan cara penilaian yang mendasarkan pada catatan- catatan

atasan yang menggambarkan perilaku karyawan sangat baik atau sangat jelek

dalam kaitannya dengan pelaksanaan pekerjaan.

d. Peninjauan Lapangan

Dalam penelitian ini, pimpinan atau atasan turun langsung kelapangan untuk

mendapatkan informasi khusus tentang kinerja karyawannya.

e. Test dan Observasi Kinerja

28

Page 29: Elisa Handayani dari Kolaka

Bila jumlah pekerjaan terbatas, penilaian kinerja bisa didasarkan pada test

pengetahuan dan keterampilan. Test mungkin dilakukan secara tertutup atau

peragaan keterampilan.

f. Penilaian Evaluasi Kelompok

Metode ini berguna untuk pengambilan keputusan kenaikan upah, promosi dan

berbagai bentuk penghargaan organisasi karena menghasilkan ranking karyawan

dari yang terbaik sampai terburuk. Berbagai penilaian evaluasi kelompok

diantaranya :

1) Metode Ranking

Dalam metode ini atasan membandingkan karyawan yang satu dengan

karyawan yang lainnya untuk menentukan siapa yang lebih baik, dan

kemudian menempatkan setiap karyawan dalam urutan dari yang terbaik

sampai yang terburuk.

2) Grading dan Forved Distribution (Penilaian dan Jalur Penempatan)

Pada metode ini atasan memisah-misahkan atau menyortir karyawan pada

berbagai kualifikasi yang berbeda. Biasanya satu profesi tertentu harus

diletakkan pada setiap kategori.

3. Point Allocation Method (Metode Alokasi Titik)

Metode ini merupakan bentuk lain dari metode Grading. Atasan diberikan

sejumlah nilai total untuk dialokasikan diantara para karyawan dalam

kelompok.

29

Page 30: Elisa Handayani dari Kolaka

Teknik Pusat Penilaian, metode ini merupakan suatu bentuk pengukuran

karyawan yang distandarisasikan dimana tergantung pada berbagai tipe pengukuran

dari atasan.

2.5 Kerangka Pikir

Karyawan sebagai aparatur negara mempunyai tugas dan tanggung jawab

dalam menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang ada pada instansinya masing-

masing, seperti instansi Kantor PT. PLN (Persero) Cabang Kolaka. yang

menjalankan administrasi dan peyalanan masyarakat.. Kinerja karyawan

membutuhkan kemampuan kerja, keterampilan, pengalaman, tingkat pendidikan,

jenis pekerjaan, dan jam kerja untuk melaksanakan pekerjaan.

Budaya kerja pada Kantor PT. PLN (Persero) Cabang Kolaka. merupakan

rangkaian kerja yang diterapkan pada Instansi Kantor PT. PLN (Persero) Cabang

Kolaka. untuk melaksanakan pekerjaan dengan sikap terhadap pekerjaan, perilaku

dalam bekerja kenampakan (sarana, alat dan lingkungan kerja) dan etos kerja

karyawan.

Model analisis yang digunakan dalam menjawab permasalahan yang

dikemukakan dalam penelitian ini adalah analisi regresi linear berganda guna

memperoleh solusi dan jawaban atas pengaruh budaya kerja terhadap kinerja

karyawan pada PT.PLN (Persero) Cabang Kolaka. dengan demikian diperoleh

kesimpulan dan rekomendasi terhadap budaya kerja karyawan pada Kantor PT.

PLN (Persero) Cabang Kolaka.. Secara ilustratif kerangka pikir dimaksud dapat di

kemukakan melalui skema berikut :

30

Page 31: Elisa Handayani dari Kolaka

Skema 1

Kerangka Pikir

31

KARYAWAN PT. PT. PLN (Perseo) Cabang Kolaka

PELAKSANAAN PEKERJAAN

BUDAYA KERJA

1. Sikap terhadap pekerjaan (X1)2. Perilaku Terhadap Pekerjaan (X2)3. Responsif (X3)4. Etos Kerja (X4)

(Ndraha, 2002)

Kinerja Karyawan

1. Hasil Kerja (Y1) (Wirawan, 2009)

ALAT ANALISISRegresi Linear Berganda

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Page 32: Elisa Handayani dari Kolaka

2.6. Hipotesis

Berdasarkan permasalahan yang di kemukakan dalam penelitian ini

hipotesis yang dikemukakan adalah : budaya kerja yang terdiri dari sikpa perilaku,

responsif dan etos kerja mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja

karyawan pada Kantor PT. PLN (Persero) Cabang Kolaka.

Berdasarkan hipotesis tersebut, disusun sebuah kerangka konsep penelitian

sebagai berikut :

Skema 2. Kerangka Konsep Penelitian

32

X1

X2

X3

X4

Y

Page 33: Elisa Handayani dari Kolaka

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Objek Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada Kantor PT. PLN (Persero) Cabang Kolaka.

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian adalah keseluruhan karyawan yang ada pada

Kantor PT. PLN (Persero) Cabang Kolaka. sebanyak 144 orang. Penentuan sampel

penelitian dilakukan dengan menggunakan teknik cluster sampling atau penentuan

sampel secara sengaja sesuai kebutuhan penelitian sebanyajk 45 responden. Adapun

jumlah sampel berdasarkan clusternya ditetapkan sebagai berikut :

- Bagian konstruksi = 47 X 31% = 15- Bagian distribusi = 32 X 31% = 10- Bagian pelanggan = 32 X 31% = 10- Bagian administrasi = 32 X 31% = 10

Jumlah Sampele = 144 = 45

Dengan demikian jumlah sample yang digunakan dalam penelitian ini

berjumlah 45 responden,

3.3 Jenis dan Sumber Data

3.3.1 Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :

1. Data Primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari Kantor

PT.PLN (Persero) Cabang Kolaka, meliputi sikap (tanggung jawab dan

percaya diri), perilaku (kerja sama dan saling menghormati), responsif

33

Page 34: Elisa Handayani dari Kolaka

(penggunaan alat dan prasarana kerja) dan etos kerja (disiplin dan

semangat kerja) serta efektivitas (hasil pekerjaan).

2. Data Sekunder, data yang berupa dokumen kantor dan literatur yang ada

kaitannya dalam penelitian ini.

3.3.2 Sumber Data

Sumber data yang diperoleh dalam penelitian ini bersumber dari Kantor

PT.PLN (Persero) Cabang Kolaka.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

meliputi :

1. Interview, adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara

wawancara langsung dengan para responden karyawan pada Kantor PT. PLN

(Persero) Cabang Kolaka.

2. Dokumentasi, yaitu melakukan pengamatan terhadap data-data yang telah

didokumentasikan pada Kantor PT. PLN (Persero) Cabang Kolaka.

3. Kuesioner yaitu dengan menggunakan daftar pertanyaan yang diberikan kepada

responden karyawan Kantor PT. PLN (Persero) Cabang Kolaka..

3.5 Metode Analisis

Analisis statistik inferensial yaitu suatu analisis yang dilakukan dengan tujuan

untuk menguji hipotesis penelitian yang telah diajukan, pada penelitian ini

digunakan metode analisis regresi linear berganda dengan formulasi sebagai

berikut :

34

Page 35: Elisa Handayani dari Kolaka

(Supranto, J, 1997:293)

Keterangan :

Y = Kinerja karyawano = Konstanta1,2.3, 1 = Koefisien regresiX1 = SikapX2 = PerilakuX3 = ResponsifX4 = Etos kerja

Selanjutnya dalam pengujian hipotesis dalam penelitian ini tingkat kepercayaan

yang ditetapkan oleh peneliti 95% atau α = 0,05 dengan syarat pengujian. Apabila

nilai thitung > ttabel pada tingkat signifikansi α= 0,05 atau 5% maka Hipotesis teori

akan diterima sebaliknya jika thitung < ttabel, maka hipotesis penelitian ini ditolak

(Sugiyono, 2001).

3.6. Uji Hipotesis

Dalam dalam penelitian ini struktur hubungan untuk membuktikan hipotesis

penelitian disajikan pada gambar berikut :

Skema 3 Struktur Hubungan X dan Y

a. Uji Hipotesis

Dalam penelitian ini hipotesis yang dikemukakan diuji partial (Uji t) dan uji

simultas (Uji F).

35

Page 36: Elisa Handayani dari Kolaka

1) Uji t (Partial Test)

Uji t diukur dengan rumus berikut :

(Sugiyono, 2006:214)

Keterangan :

n = jumlah sampelr = korelasi

Jika thitung lebih besar dari ttabel, maka ha diterima dan ho ditolakJika thitung lebih kecil dari ttabel, maka ha ditolak dan ho diterima

ha = Variabel budaya kerja berhubungan dengan kinerja karyawanho = Variabel budaya kerja tidak berhubungan dengan kinerja karyawan

b. Uji Reliabilitas dan Validitas

1) Uji Reliabilita

Uji reliablitas (keandalan) merupakan ukuran suatu kestabilan dan konsistensi

responden dalam menjawab hal-hal yang berkaitan dengan kontruk-konstruk

pertanyaan yang merupakan dimensi dari variabel yang diteliti. Reliabilitas

kontruk pertanyaan dikatakan baik jika memiliki nilai cronbach’s Alpha lebih

besari dari 60 ( > 60).

2) Uji Validitas

Uji validasi digunakan untuk mengetahui kelayakan butir-butir dalam kuisioner

dalam mendefinisikan variabel penelitian. Butir pertanyaan dikatakan valid jika

nilai r-hitung yang merupakan nilai dari corrected item total correlation lebih

besar dari r-tabel.

36

Page 37: Elisa Handayani dari Kolaka

3.7 Uji Asumsi Klasi (Penggunaan Regresi)

3.7.1 Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya variabel

independen yang memiliki kemiripan dengan variabel independen lainnya dalam

satu model yang dilihat dari nilai variance inflation faktor (VIF).

a. Jika nilai variance inflation faktor (VIF) tidak lebih dari 10 dan nilai Tolerance

tidak kurang dari 0,1, maka model dapat dikatakan terbebas dari

multikolinearitas

b. Jika nilai korelasi antar masing-masing variabel independen kurang dari 0,70,

maka model dapat dikatakan terbebas dari asumsi klasik multikoliearitas. Jika

lebih dari 0,7 maka diasumsukan terjadi korelasi yang sangat kuat antarvariabel

independen sehingga terjadi multikolinearitas.

c. Jika nilai koefisien determinan, baik dilihat dari R2 maupun R-Square di atas

0,60, namun tidak ada variabel independen yang berpengaruh terhadap variabel

dependen, maka ditengarai model terkenal multikolinearitas.

3.7.2 Uji Heteroskesdastisitas

Heteroskesdastistas menguji terhadinya perbedaan variance residual suatu

periode pengamatan ke periode pengamatan lain atay gambaran hubungan antara

nilai yang diprediksi dengan Student Delete Residual nilai tersebut. Model regresi

yang baik adalah model regresi yang memiliki persamaan variance residual suatu

periode pengamatan yang lain atau adanya hubungan antara nilai yang diprediski

dengan Student Delete Residual.

37

Page 38: Elisa Handayani dari Kolaka

3.7.3 Uji Autokorelasi

Uji autokoreslasi dalam suatu model bertujuan untuk mengetahui ada

tidaknya korelasi antara variabel pengganggu (et) pada periode tertentu dengan

variabel pengganggu periode sebelumnya (et-1).

3.8 Definisi Operasional Variabel dan Operasional Variabel

3.8.1 Definisi Operasional Variabel

Definisi operasionel ditujukan untuk memberikan batasan pemahaman

terhadap variabel-variabel yang dibahas, sehingga memudahkan peneliti dalam

membahas variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini.

1. Budaya kerja adalah cara atau tindakan pengawai negeri yang diterapkan dalam

melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaan yang diberikan kepadanya.

Indikator variabel ini terdiri dari :

a. Sikap terhadap pekerjaan adalah tindakan karyawan PT.PLN (Persero)

Cabang Kolaka terhadap pekerjaan yang dikejakan.

b. Perilaku dalam bejerja adalah tindakan karyawan PT. PLMN (Persero)

Cabang Kolaka

c. Responsive adalah penggunaan alat dan sarana prasaran dalam aktivitas di

PT. PLN (Persero) Cabang Kolaka

d. Etos kerja adalah kedisiplian dan semangat kerja karyawan pada PT. PLN

(Persero) Cabang Kolaka.

Pengukuran variabel digunakan skala likert, dimana tanggapan tertinggi

dibe7rikan skor 5 dan tanggan terendah diberikan skor 1.

38

Page 39: Elisa Handayani dari Kolaka

2. Kinerja adalah hasil kerja karyawan dari tugas dan tanggung jawab dalam

pelayanan administrasi dan pelayanan kepada karyawan pada Kantor PT. PLN

(Persero) Cabang Kolaka. Dimenasi variabel ini adalah efektivitas kerja yang

diukur melalui jam kerja dan hasil pekerjaan yang dicapai karyawan PT. PLN

(Persero) Cabang Kolaka. Indikator variabel ini indicator :

a. Kualitas kerja yaitu ketelitian aparat dalam bekerja, berkoodinasi dan

melaksanakan pengawasan dalam penyelenggaran pekerjaan

b. Kuantitas kerja yaitu pelaksanaan pekerjaan atas petunjuk atasan,

kemampuan menyelesaikan pekerjaan dan tidak menunda pekerjaan yang

dikerjakan

Pengukuran variabel digunakan skala likert, dimana tanggapan tertinggi

diberikan skor 5 dan tanggan terendah diberikan skor 1.

3.8.2 Operasional Variabel

Variabel dalam penelitian ini dapat dioperasionalkan sebagai berikut :

Tabel 3.1 Operasional Variabel

Variabel Dimensi Indikator Sumber Acuan

Budaya Kerja(X)

Sikap (X1) Tanggung jawabPercaya diri

Ndraha (2002)

Perilaku (X2) Kerja samaSaling menghormati

Responsif (X3) Penggunaan alat kerjaPrasarana kerja

Etos Kerja (X4) DisiplinSemangat kerja

Kinerja (Y) Hasil kerja Kualitas kerja Wirawan (2009)Kuantitas kerja

39

Page 40: Elisa Handayani dari Kolaka

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Perusahaan

4.1.1 Profil Perusahaan

Penyediaan Tenaga Listrik di Propinsi Sulawesi Tenggara yang terbentuk pada

tahun 1964 pada mulanya dilakukan dan dikelola oleh Maskapai Perusahaan

Setempat (MPS). Masing-masing berkedudukan di Kendari, Bau-Bau dan Raha

serta Kolaka. Seiring dengan penyerahan pengelolaan kelistrikan di Wilayah

Sulawesi Selatan dan Tenggara dari MPS ke PLN Wilayah VIII Makassar maka

pada tahun 1971 Status Organisasi pengelolaan kelistrikan di Kolaka bersama

dengan Kota Kendari berubah menjadi unit setingkat Ranting dengan nama Ranting

Kolaka yang merupakan salah satu sub unit yang berada di bawah PLN Cabang

Ujung Pandang. Setelah itu berturut-turut MPS-MPS yang berada di Kabupaten

Buton, Kabupaten Muna, Kabupaten Kolaka juga diambil alih pengelolaannya oleh

PLN Wilayah VIII.

Wilayah kerja Ranting Kolaka pada saat itu hanya mencakup Kabupaten

Kolaka dan sekitarnya karena kemampuan / kapasitas terpasang pembangkit listrik

yang dikelola belum memadai yaitu sebesar 1.156 kW. Dalam usaha untuk

menjangkau dan mengakomodasi kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan

fasilitas listrik dari PLN disamping untuk memperpendek jalur koordinasi

organisasi dan administrasi PLN di Sulawesi Tenggara maka pada tahun 1977

40

Page 41: Elisa Handayani dari Kolaka

berdasarkan Keputusan Pemimpin PLN Wilayah VIII No.017/W.VIII/1977 status

organisasi Ranting Kolaka ditingkatkan menjadi Cabang dengan nama PLN

Wilayah VIII Cabang Kolaka. Total kapasitas terpasang Pembangkit Listrik PLN

Wilayah VIII Cabang Kendari pada saat itu adalah sebesar 4.780 kW. Sampai

dengan tahun 1990 keadaan pengusahaan kelistrikan di Sulawesi Tenggara terus

mengalami peningkatan yang ditandai dengan meningkatnya jumlah pelanggan

listrik PLN. Hal ini dimungkinkan karena ditunjang oleh penyediaan tenaga listrik

yang cukup memadai dengan kapasitas pembangkit sebesar 20.506 kW.

Pada tahun 1994, PLN Wilayah VIII Cabang Kolaka berubah menjadi PT PLN

(Persero) Cabang Kendari setelah berubahnya status PLN dari Perusahaan Umum

menjadi Persero. Sampai dengan pertengahan tahun 1995, PT PLN (Persero)

Cabang Kolaka khususnya wilayah pelayanan di Kabupaten Kolaka dan sekitarnya

mengalami krisis daya listrik sehingga untuk menanggulangi kondisi tersebut

PT.PLN (Persero) Cabang Kendari melakukan kontrak kerjasama dengan NV. Haji

Kalla yaitu penambahan unit mesin dengan daya terpasang sebesar 4.800 kW

sehingga kapasitas pembangkit tenaga listrik (terpasang) pada saat itu menjadi

sebesar 27.704 kW, kVA Tersambung 48.466 kVA dengan jumlah pelanggan

sebesar 68.784.

Sebagai upaya untuk meningkatkan mutu dan keandalan pelayanan

ketenagalistrikan pada tahun itu pula PT PLN (Persero) Cabang Kolaka

membangun jaringan interkoneksi dengan Sistem Kendari dengan satu sentral

Pembangkit Tenaga Listrik di PLTD Kolaka, penambahan kapasitas pembangkit di

41

Page 42: Elisa Handayani dari Kolaka

beberapa unit Ranting dan Sub Ranting dan Listrik Desa Isolated serta ikut

mengambil bagian dalam program listrik masuk desa.

Sampai dengan akhir tahun 1995, jumlah desa di Kabupaten Kolaka yang telah

mendapat pelayanan listrik dari PT PLN (Persero) Cabang Kolaka sebanyak 432

desa dari 809 desa yang ada atau sekitar 53,40 %.

Untuk memacu peningkatan pelayanan dan peningkatan pengusahaan

kelistrikan, maka pada tanggal 31 Mei 1997 PT PLN (Persero) Cabang Kolaka

meningkatkan status organisasinya menjadi Unit setingkat Cabang dengan nama

PTPLN (Persero) Cabang Kolaka berkedudukan di Kota Kolaka dengan wilayah

kerja.

Sejalan dengan kebijakan restrukturisasi sektor ketenaga listrikan, PT PLN

(Persero) Cabang Kolaka diarahkan menjadi Strategic Business Unit/Investment

Centre dan tindak lanjutnya maka sesuai dengan keputusan Direksi PT. PLN

(Persero) No.01.K/010/DIR/2001 tanggal 08 Januari 2001, PT PLN (Persero)

Wilayah VIII berubah namanya menjadi PT PLN (Persero) Unit Bisnis Sulawesi

Selatan dan Tenggara.

Dalam rangka menerapkan pola pelayanan yang berorientasi kepada

kepentingan pelanggan, maka sesuai Keputusan General Manager PT. PLN

(Persero) Unit Bisnis Sulselra Nomor : 030 dan 031.K/021/GM/2002 tanggal 09

Januari 2002 meningkatkan kualitas pelayanan kepada pelanggan di Kabupaten

Koalak.

42

Page 43: Elisa Handayani dari Kolaka

Seiring dengan dikeluarkannya Keputusan Direksi PT PLN (Persero) Nomor :

120.K/010/DIR/2002 tanggal 27 Agustus 2002 dengan pertimbangan bahwa untuk

menyelaraskan semangat Otonomi Daerah dengan fungsi usaha dan wilayah kerja

PT PLN (Persero) di daerah, maka kemudian nama PT PLN (Persero) Unit Bisnis

Kolaka.

4.1.2. Struktur Organnisasi

Setiap Perusahaan mempunyai tugas untuk mendapatkan sesuatu hasil atau

keuntungan yang maksimal melalui kegiatan kerja sama para anggotanya., karena

tanpa adanya kerja sama yang baik maka tidak akan mencapai tujuan yang telah

ditetapkan. Kegiatan perusahaan akan mencapai sasarannya bila terencanan dan

suatu struktur yang mengelompokkan tenaga kerjanya berdasarkan keterampilan,

keahlian, dan pendidikan serta pengalaman masing-masing tenaga kerja.

Bertitik dari hal tersebut diatas, maka PT. PLN (Persero) Wilaya VIII Cabang

Kolaka yang merupakan salah satu perusahaan yang memberikan layanan jasa

dalam bentuk Listrik (Penerangan) guna untuk memenuhi kebutuhan masyarakat

Kabupaten Kolaka. Dalam melakukan kegiatanya perusahaan mempunyai struktur

organisasi. Bentuk organisasi yang dimiliki perusahaan tersebut, menunjukkan

bahwa kekuasaan mengalir secara langsung dari Manajer Cabang terus kepada

kepala-kepala bagian hingga akhisnya kepala-kepala seksi. Masing-masing bagian

merupakan unit yang berdiri sendiri dan kepala bagian yang menjalankan semua

fungsi pengawasan dalam bagiannya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat skema pada

struktur organisasi perusahaan PT. PLN (Persero) Cabang Kolaka.

43

Page 44: Elisa Handayani dari Kolaka

Skema 4STRUKTUR ORGANISASI PT. PLN (PERSERO) CABANG KENDARI

44

MANAJER CABANG

FUNGSIONAL AHLI

KEPALA BAGIAN KONSTRUKSI

KEPALA BAGIAN DISTRIBUSI

KB. PELAYANAN PELANGGANG

KEPALA BAGIAN ADMINISTRASI

KS. PERENCANAAN

KONSTRUKSI

KS. PERENCANAAN

DISTRIBUSI

KEPALA SEKSI PEMASARAN KEPALA SEKSI

KEPEGAWAIAN

KS. PENGENDALIAN

KONSTRUKSI

KS. OPERASI DISTRIBUSI

KS. ADMINISTRASI PELANGGANG

KS. ADMINISTRASI

TEKNIK

KEPALA SEKSI PERBEKALAN

KS. PEMELIHARAAN DISTRIBUSI

KEPALA SEKSI PENERANGAN

KEPALA SEKSI LISTRIK

PEDESAAN

KS. PEMBACAAN METER

KEPALA SEKSI PENAGIHAN

KEPALA SEKSI PENYAMBUNGAN

KEPALA SEKSI PENGOLAHAN DATA

RANTING/RAYON

KS. ANGGARAN DAN KEUANGAN

KEPALA SEKSI AKUNTANSI

KEPALA SEKSI SEKRETARIAT UMUM

KEPALA SEKSI P U K K

Sumber : PT. PLN (Persero) Cabang Kendari

Page 45: Elisa Handayani dari Kolaka

Dari berbagai organisasi diatas, dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari

pada masing-masing tingkat manajemen yang mana terdiri dari 4 orang kepala

bagian, keempat kepaka bagian tersebut diatas masing-masing bertanggung jawab

sepenuhnya kepada Manajer Cabang yang langsung memberikan tugas wewenang

dan tanggung jawab dalam melaksanakan kegiatan manajemen PT. PLN (Persero)

Cabang Kolaka. Adapun tugas dan wewenang dari masing-masing bagian adalah

sebagai berikut :

1. Manajer Cabang

Merumuskan sasaran Cabang, mengkoordinasikan dan mengendalikan kegiatan

pelayanan pelanggan, pendistribusian dan atau pembangkitan tenaga listrik berikut

pembangunannya sesuai kebijakan PLN Pusat maupun PLN Wilayah/Distribusi

2. Kepala Bagian Konstruksi

Mengkoordinasikan dan mengendalikan kegiatan perencanaan, pelaksanaan

dan administrasi konstruksi penyediaan tenaga listrik serta bangunan sipil yang

terkait guna pencapaian target dan mutu penyelesaiannya.

3. Kepala Bagian Distribusi

Mengkoordinasikan dan mengendalikan perencanaan, pelaksanaan operasi

dan pemeliharaan distribusi tenaga listrik berkaitan dengan keandalan system,

kontinuitas penyaluran tenaga listrik kepada pelanggan serta melaksanakan operasi

penertiban aliran listrik sehingga kontinuitas dan keandalan jaringan tetap terjaga.

45

Page 46: Elisa Handayani dari Kolaka

4. Kepala Bagian Pelayanan Pelanggan

Mengkoordinasikan dan mengendalian pelaksanaan kegiatan Bagian Pelayanan

Pelanggan yang meliputi pemasaran, tata usaha langganan, penyambungan,

penagihan dan pengolahan data guna kelancaran pelaksanaannya.

5. Kepala Bagian Administrasi

Mengkoordinasikan dan mengendalikan kegiatan Bagian Administrasi yang

meliputi kepegawaian, anggaran dan keuangan, akuntansi, perbekalan dan

secretariat untuk kelancaran dan ketertiban pelaksanaannya.

6. Kepala Seksi Perencanaan Konstruksi

Mengatur dan mengarahkan kegiatan perencanaan pembangunan sarana

penyediaan tenaga listrik dan bangunan sipil yang terkait untuk kesiapan

pelaksanaannya.

7. Kepala Seksi Pengendalian Konstruksi

Mengatur dan mengarahkan kegiatan pengendalian dan pengawasan

pelaksanaan pembangunan sarana penyediaan tenaga listrik dan bangunan sipil

yang terkait guna kesesuaian dengan target penyelesaian.

8. Kepala Seksi Administrasi Teknik

Mengatur dan mengarahkan kegiatan administrasi teknik konstruksi dan

pelaporan pelaksanaan pembangunan sarana penyediaan tenaga listrik dan

bangunan sipil yang terkait guna kelancaran dan ketertiban administrasi.

46

Page 47: Elisa Handayani dari Kolaka

9. Kepala Seksi Perbekalan

Mengatur dan mengarahkan kegiatan di bidang perbekalan, yang meliputi

persediaan dan pengadaan barang, peralatan perbekalan berdasarkan kebutuhan.

10. Kepala Seksi Perencanaan Distribusi

Mengatur dan mengarahkan kegiatan dalam rangka penyusunan rencana kerja,

SOP pengoperasian dan pemeliharaan serta penyusunan RAO/UAI dan

pemantauan pemutakhiran data atau informasi jaringan distribusi sehingga dapat

menunjang target/sasaran yang telah ditetapkan.

11. Kepala Seksi Operasi Distribusi

Mengatur dan mengarahkan pelaksanaan manuver jaringan, perbaikan gangguan

dan pengaturan jaringan yang berkaitan dengan pemasangan gardu, modifikasi

dan perluasan jaringan agar keandalan pendistribusian tenaga listrik dapat

terjaga dengan baik.

12. Kepala Seksi Pemeliharaan Distribusi

Menyusun rencana kegiatan, membagi tugas membimbing bawahan,

mengevaluasi hasil kerja bawahan dan menyusun program-program distribusi

serta membuat laporan seksi pemeliharaan distribusi sebagai

pertanggungjawaban pelaksanaan tugas.

13. Kepala Seksi Listrik Pedesaan

Menyusun rencana dan evaluasi pengembangan dan pengusahaan listrik

pedesaan sebagai bahan pelaksanaan pembangunan dan pengusahaannya.

47

Page 48: Elisa Handayani dari Kolaka

14. Kepala Seksi Peneraan

Mengawasi serta memberi petunjuk dan membagi tugas-tugas kepada Teknisi

Peneraan dan Juru Administrasi Peneraan untuk kelancaran tugas peneraan

sehingga sasaran peneraan dapat tercapai.

15. Kepala Seksi Pemasaran

Mengatur dan mengarahkan kegiatan Seksi Pemasaran meliputi rencana

penjualan, penyuluhan dan pengembangan sarana pembayaran untuk pencapaian

optimalisasi pemasaran.

16. Kepala Seksi Administrasi Pelanggan

Mengatur dan mengarahkan kegiatan Seksi Administrasi Pelanggan meliputi

pelayanan pada calon pelanggan, pencatatan jumlah pelanggan, jenis tariff dan

golongan rekening guna kelancaran pelayanan.

17. Kepala Seksi Penagihan

Mengatur dan mengarahkan kegiatan Seksi Penagihan meliputi penagihan dan

pengiriman rekening untuk pencapaian optimalisasi penagihan.

18. Kepala Seksi Penyambungan

Mengatur dan mengarahkan kegiatan Seksi Penyambungan meliputi survey

lokasi, pemeriksaan instalasi dan pemasangan SR/APP sesuai dengan ketentuan

yang berlaku.

48

Page 49: Elisa Handayani dari Kolaka

19. Kepala Seksi Pengolahan Data

Mengatur dan mengarahkan kegiatan Seksi Pengolahan Data meliputi Aplikasi

Program pengolahan data, penyajian informasi dan penyimpanan data guna

menciptakan system informasi yang memadai.

20. Kepala Seksi Pembacaan Meter

Mengatur dan mengarahkan kegiatan pembacaan dan pencatatan angka stand

meter kWh, kVArh dan kVA Max seluruh pelanggan meter serta melakukan

pembinaan, pengawasan dan pengendalian terhadap petugas baca meter.

21. Kepala Seksi Kepegawaian

Mengatur dan mengarahkan kegiatan kepegawaian yang meliputi

pengembangan sumberdaya manusia, tata usaha kepegawaian, kesejahteraan

pegawai, keselamatan dan kesehatan kerja (K3) guna kelancaran tugasnya.

22. Kepala Seksi Anggaran Dan Keuangan

Mengatur dan mengarahkan kegiatan di bidang Anggaran dan Keuangan yang

meliputi penyusunan rencana anggaran, pemantauan anggaran pendapatan dan

belanja Cabang, pengelolaan dana, pengasuransian dan kegiatan perpajakan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

23. Kepala Seksi Akuntansi

Mengatur dan mengarahkan kegiatan di bidang Akuntansi meliputi pencatatan

transaksi, aktiva tetap dan PDP, persediaan barang serta pembuatan laporan

pembukuan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

49

Page 50: Elisa Handayani dari Kolaka

24. Kepala Seksi Sekretariat Dan Umum

Mengatur dan mengarahkan kegiatan kesekretariatan, meliputi surat

menyurat, rumah tangga, kebutuhan fasilitas/sarana kerja dan pemeliharaan

sarana kerja sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

25. Kepala Seksi Pembinaan Usaha Kecil Dan Koperasi

Memeriksa kelayakan Usaha Kecil dan Koperasi yang akan diberi bantuan,

mangawasi dan membina pelaksanaan bantuan tersebut, serta membuat daftar

Usaha Kecil dan Koperasi yang dikelola.

Berdasarkan tugas dan wewenang masing-masing bagian dan seksi pada

PT.PLN (Persero) Cabang Kolaka tersebut, maka dapat dikemukakan bahwa

budaya kerja perusahaan didasari dengan struktur organisasi kerja yang kompleks

dan saling berkoordinasi serta mengkomunikasikan kegiatan yang akan dilakukan

pada perusahaan. Hasil penelitian diperoleh bahwa kegiatan yang dilakukan pada

perusahaan ini antara lain :

1. Melaksanakan kegiatan kantor pada setiap hari kerja dari pukul 07.00-14.00

WITA.

2. Melaksanakan kegiatan produksi pada setiap hari kerja dengan regu kerja yang

diatur oleh pimpinan perusahaan.

3. Melakukan pemasangan jaringan baru atas permintaan pelanggan

4. Memeriksa dan membersihkan pepohonan yang menghambat jalur trasmisi kabel

dari perusahaan ke konsumen/pelanggan

5. Melakukan pelayanan gangguan listrik

50

Page 51: Elisa Handayani dari Kolaka

Lima kegiatan pokok tersebut merupakan gambaran budaya kerja karyawan dalam

melaksanakan tugas dan tanggung pada PT. PLN (Persero) Cabang Kolaka.

4.2 Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini digunakan sebanyak 45 orang yang merupakan

karyawan pada PT. PLN (Persero) Cabang Kolaka dengan karakteristik yang dapat

dijelaskan sebagai berikut :

4.2.1 Umur

Responden yang diteliti dalam penelitian ini terdiri dari karyawan yang

melakukan aktivitas pada PT. PLN (Persero) Cabang Kolaka dengan karakteristik

responden menurut umur yang dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut :

Tabel 4.1. Karakteristik Responden Menurut Kelompok Umur

No. Kelompok Umur Jumlah Responden (Orang)

Persentase (%)

1.2.3.4.5.

≤ 3031 – 3536 – 4041 – 45

≥ 46

4121496

2526,6731,11

2013,33

Jumlah 45 100,0Sumber : Data primer diolah, Tahun 2009

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa responden yang merupakan karyawan

PT.PLN (Persero) Cabang Kolaka dengan tingkat usia yang berada pada kelompok

umur kurang dari 30 tahun sebanyak 4 orang atau 25%, karyawan yang ada

kelompok usia 31-35 tahun sebanyak 12 orang atau 26,67%, karyawan yang

termasuk dalam kelompok umur 36-40 tahun sebanyak 14 orang atau 31,11%,

karyawan yang termasuk kelompok umu 41-45 tahun sebanyak 9 orang atau 20 %

51

Page 52: Elisa Handayani dari Kolaka

dan karyawan yang termasuk dalam kelompok umur lebih dari 46 tahun sebanyak 6

orang atau 13,33%. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar karyawan yang

bekerjaan pada PT. PLN (Persero) Cabang Kolaka berusia antara 36-40 tahun yang

merupakan jenjang usia produktif seorang karyawan dalam bekerja dengan

kemampuan kerja, keterampilan kerja dan pengalaman kerja yang pada gilirannya

akan meningkatkan kinerja karyawan. Kaitan umur responden dengan budaya kerja

dalam penelitian adalah produktivitas kerja yang dimiliki masing-masing responden

untuk bersikap, berperilaku, responsif terhadap pekerjaan dan memiliki etos kerja

yang baik sesuatu dengan tingkat umurnya masing-masing yang ada akhirnya akan

dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik.

4.2.2 Jenis Kelamin

Responden yang diteliti dalam penelitian ini terdiri dari jenis kelamin laki-

laki dan perempuan yang dapat dijelaskan pada Tabel 4.2 berikut :

Tabel 4.2. Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin

No. Jenis Kelamin Jumlah Responden Persentase (%)

1.

2.

Laki-Laki

Perempuan

33

12

73,33

26,67

Jumlah 45 100,0

Sumber : Data primer diolah, Tahun 2009

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa responden yang diteliti dalam penelitian ini

terdiri dari laki-laki sebanyak 33 orang atau 73,33% dan perempuan sebanyak 12

orang atau 26,67 %. Hal ini menggambarkan bahwa kegiatan pelayanan yang

berlangsung pada PT. PLN (Persero) Cabang Kolaka didominasi oleh karyawan

52

Page 53: Elisa Handayani dari Kolaka

laki-laki. Kaitan jenis kelamin responden dengan budaya kerja dalam penelitian

adalah efektivitas kerja yang dimiliki masing-masing responden untuk

melaksanakan pekerjaan pada unit kerja sesuai dengan kualitas dan kemampuan

masing-masing.

4.2.3 Pendidikan

Responden yang diteliti dalam penelitian ini memiliki pendidikan yang

berbeda-beda, hal ini dapat disajikan pada Tabel berikut :

Tabel 4.3. Karakteristik Responden Menurut Tingkat Pendidikan

No. Pendidikan Jumlah Responden Persentase (%)1.2.

Tamat SMA Tamat Perguruan Tinggi

1926

42,2257,78

Jumlah 45 100,0Sumber : Data primer diolah, Tahun 2009

Tabel 4.3 menggambarkan bahwa responden yang merupakan karyawan

pada PT. PLN (Persero) Cabang Kolaka berpendidikan SMA sebanyak 19 orang

atau 42,22%, karyawan berpendidikan tamat perguruan tinggi sebanyak 26 orang

atau 57,78% dari keseluruhan jumlah karyawan. Hal ini berindikasikan bahwa

sebagian besar karyawan yang bekerja pada PT. PLN (Persero) Cabang Kolaka

adalah karyawan yang berpendidikan sarjana. Kaitan pendidikan responden dengan

budaya kerja dalam penelitian adalah pengetahuan yang membentuk pemahaman

masing-masing karyawan terhadap pekerjaan yang dikerjakannya.

53

Page 54: Elisa Handayani dari Kolaka

4.3 Uji Validitas dan Reliabilitas

Untuk mengukur kuisioner sebagai instrumen penelitian, maka digunakan uji

validitas dan reliabilitas. Suatu instrumen dalam penelitian dapat dikatakan valid

apabila mampu mengukur apa yang ingin diukur dan dapat mengungkapkan data

dan variabel yang diteliti secara konsisten. Uji validitas dilakukan dengan

menggunakan koefisien korelasi product moment pearson. Instrumen dikatakan

valid jika nilai r>0,30 dengan deraja signifikan sebesar 0,05 (Sugiyono, 2001:114)

Uji reliabilitas dilakukan untuk menguji konsistensi instrumen menggunakan

alpha Cronbach (α) dengan tingkat reliabilitas yang diterima adalah ≥ 0,60 atau

60%. Lebih jelasnya hasil uji validitas dan reliabilitas instrumen dapat dilihat pada

tabel berikut :

Tabel 4.4 Rekapitulasi hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitia

Variabel Peneliian

Indikator Butir (Item)

Koefisien Korelasi

(r)

Signifikan Keputusan Alpha Cronbach

Keputusan

Budaya Kerja(X)

Sikap (X1) X11 0.671 0,000 Valid 0.892 Reliabel

X12 0.702 0,000 Valid 0.890 Reliabel

Perilaku(X2)

X21 0.533 0,000 Valid 0.900 Reliabel

X22 0.599 0,000 Valid 0.896 Reliabel

Responship(X3)

X31 0.623 0,000 Valid 0.895 Reliabel

X32 0.678 0,000 Valid 0.891 Reliabel

Etos Kerja(X4)

X41 0.734 0,000 Valid 0.887 Reliabel

X42 0.621 0,000 Valid 0.895 Reliabel

Produktivitas kerja (Y)

Hasil Kerja (Y)

Y1 0.763 0,000 Valid 0.885 Reliabel

Y2 0.644 0,000 Valid 0.894 Reliabel

Sumber : Data Primer Diolah

Tabel 4.4 menunjukkan hasil uji validitas dari seluruh butir pernyataan adalah

valid yang berarti instrumen penelitian dapat digunakan untuk menjawab

permasalahan yang dikemukakan dalam penelitian ini, dimana hal ini ditandai

54

Page 55: Elisa Handayani dari Kolaka

dengan keseluruhan nilai koefisien korelasi (r) lebih dari 0,30 yang menyatakan

bahwa pernyataan dari kuisioner adalah valid. Hasil uji reliabilitas menunjukkan

bahwa nilai koefisien alpha cronbach lebih besar dari 0,60 atau di atas 60% yang

berarti bahwa instrument budaya kerja yang dapat dipercaya kehandalannya.

Sementara itu variabel Y memiliki koefisien alpha cronbach yang lebih dari 60%

dan dapat dipercaya kehandalannya. Hasil uji validitas dan reliabilitas instrumen

penelitian ini menunjukkan bahwa semua butir pernyataan yang digunakan, dapat

layak sebagai instrumen untuk melakukan pengukuran setiap varibael yang diteliti.

4.4 Deskripsi Variabel Penelitian

Berdasarkan data yang dikumpulkan dengan menggunakan metode kuisioner,

maka kondisi obyektif dari masing-masing variabel dalam penelitian ini yaitu

variabel budaya kerja (X) dan variabel produktivitas (Y) dapat dijelaskan bahwa

dengan tingkat pernyataan setiap butir berentang 1 sampai 5 dengan jumlah

rensponden 45 orang akan dihitung interval. Rata-rata tertinggi adalah 5 dan rata-

rata terendah adalah 1, oleh karena itu variabel budaya kerja yang diukur dengan

indikator sikap, perilaku, responsif dan etos kerja dapat dikategorikan sebagai

berikut:

4.4.1 Variabel Budaya Kerja

Budaya kerja adalah persepsi karyawan terhadap metode yang diterapkan

dalam melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaan yang diberikan kepadanya.

Namun sebelumnya, dapat dijelaskan interpretai skor rata-rata tanggapan responden

disajikan pada tabel berikut :

55

Page 56: Elisa Handayani dari Kolaka

Tabel 4.5 Interpretasi Skor

No Nilai Skor Rata-Rata Interpretasi1. 0,00 – 1,99 Rendah2. 2,00 – 3,99 Sedang3. 4,00 – 5,99 Tinggi

Sumber : Riduwan, (2006:22) Indikator variabel yang digunakan adalah sikap (X1), Perilaku (X2)

responship (X3) dan etos kerja (X4). Rekapitulasi distribusi frekuensi jawaban

responden atas variabel budaya kerja dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.6 Rekapitulasi Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Atas Variabel Budaya Kerja.

Variabel

Indikator Butir (Item)

Jawaban Responden

STS (1) TS (2) N (3) S (4) SS (5)

f % f % f % f % f %

Budaya

Kerja(X)

Sikap (X1) X11 1 2,2 15 33,3 13 28,9 6 13,3 10 22,2

X12 3 6,7 6 13,3 14 31,1 17 37,8 5 11,1

Mean Variabel X1 3.267

Perilaku(X2)

X21 2 4,4 7 15,6 15 33,3 13 28,9 8 17,8

X22 3 6,7 6 13,3 10 22,2 17 37,8 9 20

Mean Variabel X2 3.455

Responship

(X3)

X31 3 6,7 12 26,7 8 17,8 9 20 13 28,9

X32 3 6,7 4 8,9 12 26,7 17 37,8 9 20

Mean Variabel X3 3.467

Etos Kerja(X4)

X41 3 6,7 11 24,4 12 26,7 9 20 10 22,2

X42 2 4,4 5 11,1 7 15,6 18 40 13 28,9

Mean Variabel X4 3.522

Sumber : Data Primer Diolah

Berdasarkan hasil penelitian yang disajikan pada tabel 4.6 dari 45 responden

dalam memberikan tanggapan dari penilaian terhadap variabel ini bervariasi, untuk

jelasnya deskripsi tanggapan responden pada penelitian ini sebagai berikut :

56

Page 57: Elisa Handayani dari Kolaka

a. Distribusi frekuensi jawaban responden untuk indikator sikap (X1)

menunjukkan nilai mean sebesar 3,267 yang dapat dikategorikan pada tingkat

netral dan dirinci sebagai berikut :

1. Item (X1.1) mengenai sikap tanggung jawab, 1 responden atau 2,2% sangat

tidak setuju dengan budaya kerja yang diterapkan oleh perusahaan yang

menyerahkan tanggung jawab pekerjaan kepada karyawan, 15 responden

atau 33,3% tidak setuju, 13 responden atau 28,9% yang bersikap netral, 6

responden atau 11,1% menyatakan setuju dan 10 responden atau 22,2%

menyatakan sangat setuju. Hal ini berarti bahwa sebagian besar responden

tidak setuju dengan budaya kerja yang menyerahkan tanggung jawab

pekerjaan kepada karyawan yang memungkinkan karyawan harus bekerja

sesuai budaya kerja perusahaan.

Responden memilih tidak setuju dan sangat tidak setuju karena

mereka menyatakan bahwa setiap pekerjaan memiliki penanggung jawab

dan mereka hanya melaksanaan perintah untuk bekerja. Strategi untuk

mengatasi responden yang demikian dilakukan pembagian tugas kerja

secara individu sehingga masing-masing karyawan bertanggung jawab atas

pelaksanaan pekerjaannya.

2. Item (X1.2) mengenai percaya diri merupakan sikap karyawan dalam

melaksanakan pekerjaan yang diberikan, 3 responden atau 6,7 %

menyatakan sangat tidak setuju untuk bekerja dengan percaya diri oleh

karena pekerjaan di dalam perusahaan membutuhkan adanya rasa

57

Page 58: Elisa Handayani dari Kolaka

kebersamaan dalam bekerja untuk menyelesaikan pekerjaan, 6 responden

atau 13,3% tidak setuju, 14 responden atau 31,1% bersikap netral, 17

responden atau 37,8% menyatakan setuju dan 5 atau 11,1% responden

sangat setuju. Hal ini berarti bahwa sebagian besar karyawan yang bekerja

pada PT. PLN (Persero) Cabang Kolaka bekerja yang percaya diri.

Respoden yang menyatakan tidak setuju dan sangat tidak setuju

merupakan mereka yang tidak diberi kesempatan untuk bekerja sendiri

sehingga rasa percaya diri mereka tidak ada. Olehnya itu perlu adanya

pengembangan karier karyawan pada setiap bidang agar karyawan lebih

percaya diri dalam bekerja.

b. Distribusi frekuensi jawaban responden untuk indikator sikap (X2) menunjukkan

nilai mean sebesar 3,456 yang dapat dikategorikan pada tingkat netral dan

dirinci sebagai berikut :

1. Item (X2.1) mengenai perilaku kerja sama dalam melaksanakan pekerjaan, hasil

penelitian diperoleh 2 responden atau 4,4% sangat tidak setuju untuk bekerja

sama dalam melaksanakan tugas karena pekerjaan mereka tidak

membutuhkan adanya bantuan orang lain, 7 responden atau 15,6%

menyatakan tidak setuju karena mereka dalam dapat melaksanakan pekerjaan

mereka sendiri, 15 responden atau 33,3% bersikap netral, 13 responden atau

28,9% menyatakan setuju karena pekerjaan di dalam perusahaan harus

dilakukan secara bersama dengan rekan sekerja dan 8 responden atau 17,8%

58

Page 59: Elisa Handayani dari Kolaka

menyatakatan sangat setuju dengan perilaku bekerja sama dalam budaya

kerja.

2. Item (X2.2) mengenai perilaku saling menghormati, dari hasil penelitian

diperoleh bahwa sebagian besar karyawan setuju untuk mewujudkan perilaku

saling menghormati dalam budaya kerja pada perusahaan guna meningkatkan

pelayanan palanggan. Hal ini dapat dilihat dari hasil distribusi frekuensi

sebesar 37,8 % responden yang menyatakan hal tersebut.

Adanya karyawan yang tidak setuju dan sangat tidak setuju karena

kondisi pekerjaan yang padat dan ketegangan kerja membuat karyawan

terkadang tidak saling menghormati, olehnya itu perlu adanya kebersamaan

dan rasa saling menghormati yang harus ditingkatkan dalam mencapai hasil

kerja yang baik.

c. Distribusi frekuensi jawaban responden untuk indikator responsif (X3)

menunjukkan nilai mean sebesar 3,467 yang dapat dikategorikan pada tingkat

netral dan dirinci sebagai berikut :

1. Item (X3.1) mengenai penggunaan alat kerja yang disediakan oleh PT. PLN

(Persero) Cabang Kolaka sebagian besar karyawan sangat setuju dengan

penggunaan alat kerja dalam melakukan kegiatan dan sekaligus menunjang

kelancaran pelayanan palanggan. Hal ini diperkuat dengan hasil distribusi

frekuensi yang menunjukkan 28,9% responden yang menyatakan sangat

setuju.

59

Page 60: Elisa Handayani dari Kolaka

Responden yang menyatakan tidak setuju dan sangat tidak setuju karena

mereka belum dan bahkan tidak menguasai alat yang disediakan perusahaan,

olehnya itu diperlukan adanya sosialisasi pengenalan dan penggunaan alat

sehingga pekerjaan dapat dilaksanakan dengan baik.

2. Item (X3.2) mengenai prasarana kerja yang disediakan oleh PT. PLN

(Persero) Cabang Kolaka, sebagai besar karyawan bersikap setuju terhadap

prasarana kerja yang disediakan untuk dalam digunakan dalam menunjang

kelancaran pelayanan palanggan, Hal ini diperkuat dengan hasil distribusi

frekuensi tanggapan yang menunjukkan 37,8% responden karyawan

PT.PLN (Persero) Cabang Kolaka yang selalu menggunakan prasarana kerja

tersebut.

Mereka yang menyatakan tidak setuju dan sangat tidak setuju

disebabkan oleh adanya prasarana yang tidak mudah dikendalikan oleh

karyawan dan membutuhkan adanya pendampingan, olehnya itu pihak

perusahaan harus menyediakan berbagai petunjuk kerja yang memudahkan

karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya.

d. Distribusi frekuensi jawaban responden untuk indikator etos kerja (X4)

menunjukkan nilai mean sebesar 3,522 yang dapat dikategorikan pada tingkat

netral dan dirinci sebagai berikut :

1. Item (X4.1) mengenai disiplin kerja yang dimiliki karyawan dalam bekerja.

Dari hasil kuisioner diperoleh tanggapan bahwa sebagai besar karyawan yang

bekerja pada PT. PLN (Persero) Cabang Kolaka memiliki kedisiplinan yang

60

Page 61: Elisa Handayani dari Kolaka

merata diantara sesama karyawan, arti masing-masing karyawan memiliki

budaya kerja yang disiplin dan netral. Hal ini diperkuat dari hasil distribusi

frekuensi tanggapan yang menunjukkan 26,7% responden terhadap disiplin

yang sebagian besar bersikap netral dalam menjalankan tugas kerja masing-

masing.

Adanya responden yang tidak setuju dan sangat tidak setuju karena

mereka berada diunit kerja yang berhubungan pelanggan dan waktu kerja

mereka hanya dihabiskan untuk kunjungan pelanggan, olehnya itu diperlukan

adanya peningkatkan kompetensi kerja yang membuat setiap karyawan dapat

bekerja dan mengatur waktunya sehingga tetap konsisten dengan pekerjaan

yang dilakukannya yang pada gilirannya dapat meningkatkan disiplin kerja.

2. Item (X4.2) mengenai semangat kerja yang dmiliki oleh karyawan dalam

budaya kerja, sebagian besar karyawan setuju dan memiliki semangat kerja

dalam memberikan pelayanan kepada palanggan. Hal ini diperkuat dengan

jawaban responden sebesar 40,0% responden yang menyatakan setuju untuk

meningkatkan semangat kerja sebagai bagian dari budaya kerja yang pada

gilirannya akan meningkatkan kinerja pada PT. PLN (Persero) Cabang

Kolaka.

Adanya responden yang menyatakan tidak setuju dan sangat tidak setuju

menunjukkan bahwa karyawan bekerja hanya atas perintah atas tetapi tidak

memiliki semangat kerja, olehnya itu manajemen perusahaan harus

meningkatkan semangat kerja karyawan melalui pemberian tugas dan

61

Page 62: Elisa Handayani dari Kolaka

tanggung jawab serta motivasi yang pada gilirannya mereka semangat dalam

bekerja.

4.4.2 Variabel Kinerja

Variabel kinerja diukur dengan indikator variabel hasil kerja. Hasil

distribusi frekuensi menunjukkan tanggapan responden terhadap hasil kerja

karyawan pada PT. PLN (Persero) Cabang Kolaka seperti yang disajikan pada

Tabel berikut :

Tabel 4.7 Rekapitulasi Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Atas Variabel Kinerja

Variabel Kinerja

Indikator Butir (Item)

Jawaban Responden

STS (1) TS (2) N (3) S (4) SS (5)

f % f % f % f % f %

Hasil Kerja(Y)

Y1 Y1 2 4,4 5 11,1 7 15,6 18 40 13 28,9

Mean Variabel Y1 3,178

Y2 Y2 3 6,7 9 20 11 24,4 8 17,8 14 31,1

Mean Variabel X2 3,467

Rata-rata Variabel Y 3,322

Sumber : Data Primer Diolah

Berdasarkan hasil penelitian yang disajikan pada tabel 4.7 dari 45 responden

dalam memberikan tanggapan dari penilaian terhadap variabel ini bervariasi, untuk

jelasnya deskripsi tanggapan responden pada penelitian ini sebagai berikut :

a) Item (Y1) mengenai ketepatan dalam pelayanan nasabah, diperoleh tanggapan

dari 45 responden terhadap ketepatan dalam pelayanan palanggan, 5 responden

atau 11,1% sangat tidak setuju artinya mereka tidak melakukan pelayanan, 10

responden atau 22,2% tidak setuju, 12 responden atau 26,7% bersikap netral, 8

62

Page 63: Elisa Handayani dari Kolaka

responden atau 17,8% menyatakan setuju dan 10 responden atau 22,2%

menyatakan sangat setuju. Hal ini berindikasikan bahwa sebagian besar

karyawan menyatakan bekerja dengan netral dalam melayani palanggan pada

PT.PLN (Persero) Cabang Kolaka.

b) Item (Y2) mengenai hasil pekerjaan diperoleh tanggapan dari 45 responden, 3

repsonden atau 6,7% sangat tidak setuju artinya hasil kerja mereka tidak

diperhitungkan oleh pimpinan, 9 responden atau 20% tidak setuju, 11 responden

atau 24,4% bersikap netral, 8 responden atau 17,8% menyatakan setuju dan 14

responden atau 31,1% menyatakan sangat setuju. Hal ini berindikasikan bahwa

sebagian besar karyawan memiliki hasil kerja yang diperhatikan oleh atasan

dalam rangka meningkatkan kinerja, namun demikian mereka yang sangat tidak

setuju maupun tidak setuju mengharapkan adanya bimbingan dan arahan dari

atasan langsung dalam rangka meningkatkan kinerja.

4.5 Analisis Statistik Inferensial

4.5.1 Hasil Analisis Regresi Linear Berganda

Penelitian yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh budaya kerja yang

didukung oleh dimensi sikap, perilaku, responsif dan etos kerja karyawan terhadap

kinerja karyawan pada Kantor PT. PLN (Persero) Cabang Kolaka. Berdasarkan

hasil analisis dengan program SPSS 15 diperoleh data sebagai berikut :

63

Page 64: Elisa Handayani dari Kolaka

Tabel 4.8. Hasil Analisis Regresi Linear Berganda Pengaruh Budaya Kerja Terhadap Kinerja pada PT. PLN (Persero) Cabang Kolaka

Variabelbebas

Standardized Koefisien regresi

thitung tsignifikan

X1 0.219 2.056 0.046X2 0.208 2.239 0.031X3 0.372 3.791 0.000X4 0.303 2.963 0.005

Konstanta βο = - 1.100 α = 0.073R Square = 0.822R = 0.907 N = 45

Fhitung = 46.147 α = 0,05

Fsignifikan = 0.000

Standar Error = 0.95379Sumber : Hasil olahan data primer (Lampiran 4)

Berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda yang disajikan pada tabel 4.8

diperoleh persamaa regresi linear berganda pengaruh variabel budaya kerja yang

terdiri dari dimensi sikap, perilaku, responsif dan etos kerja terhadap kinerj

karyawan PT. PLN (Persero) adalah :

Y = - 1,100 + 0,219X1+0,208X2+0,372X3+0,303X4+0,95379

Persamaan tersebut menggambarkan pengaruh masing-masing variabel

independen terhadap variabel dependen dimana setiap perubahan yang terjadi

terhadap nilai X1,X2, X3, dan X4 yang disebabkan oleh naik atau turunnya nilai

koefisien regresi (β) akan memberikan pengaruh terhadap nilai Y. Untuk jelasnya

dapat diintepretasikan sebagai berikut :

1. Hasil uji menunjukkan angka konstanta (βο) dengan nilai signifikansi sebesar

0,073 berarti lebih besar dari nilai α = 0.05, maka dapat diintepretasikan bahwa

secara statistik nilai konstanta (a) tersebut tidak berbeda nyata dengan nol (a =

64

Page 65: Elisa Handayani dari Kolaka

0). Karena itu nilai konstanta tersebut (βο = 1.100) tidak dapat dimasukkan

dalam model regresi.

2. Nilai X1 = 0,219 menunjukkan bahwa jika terjadi peningkatan sikap (X1)

terhadap pekerjaan yang dikerjakan sebesar satu satuan, maka kinerja karyawan

akan meningkatkan sebesar 21,9%, dengan asumsi bahwa variabel lain konstan.

3. Nilai X2 = 0,208 menunjukkan bahwa jika terjadi peningkatan perilaku (X2)

dalam bekerja sebesar satu satuan, maka kinerja karyawan akan meningkatkan

sebesar 20,8% dengan asumsi bahwa variabel lain konstan.

4. Nilai X3 = 0,372 menunjukkan bahwa jika terjadi peningkatan responsif (X3)

dalam penggunaan sarana dan prasarana kerja, maka kinerja karyawan akan

meningkatkan sebesar 37,2% dengan asumsi bahwa variabel lain konstan.

5. Nilai X4 = 0,303 menunjukkan bahwa jika terjadi peningkatan etos kerja (X4)

dalam bekerja sebesar satu satuan, maka kinerja karyawan akan meningkatkan

sebesar 30,3% dengan asumsi bahwa variabel lain konstan.

6. Standar Error Estimasi (SEE) variabel budaya kerja yang terdiri dari dimensi

sikap, perilaku, responsif, dan etos kerja = 0,95379 menunjukkan angka relatif

kecil berarti model regresi linear berganda semakin akurat untuk

memprestasikan kinerja karyawan pada PT. PLN (Persero) Cabang Kolaka.

7. Nilai R² ( R-Square ) sebesar 0,822 menunjukkan bahwa 82,2 % variasi dari

kinerja karyawan pada PT. PLN (Persero) Cabang Kolaka dijelaskan oleh

dimensi-dimensi budaya kerja dan sisanya 17,8% dijelaskan oleh variabel lain

diluar model.

65

Page 66: Elisa Handayani dari Kolaka

8. Nilai R (angka koefisien korelasi ) sebesar 0,907 menunjukkan korelasi

hubungan antara variabel budaya kerja (X) yang terdiri dari dimensi sikap (X1),

perilaku (X2), responsif (X3) dam etos kerja (X4) terhadap kinerja karyawan (Y)

pada PT. PLN (Persero) Cabang Kolaka adalah kuat sangat kuat berada di atas

0,5.

4.5.2 Hasil Pengujian Hipotesis

Berdasarkan hasil analisis regresi pada lampiran hasil analisis statistik SPSS

yang diringkas pada tabel 4.7 dapat diinterpretasikan pengaruh budaya kerja yang

terdiri dari dimensi sikap, perilaku, responsif dan etos kerja terhadap kinerja

karyawan secara parsial dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Variabel sikap (X1) memiliki nilai p-value = 0,046 < 0,05 artinya signifikan,

sedangkan thitung = 2.056 > ttabel = 2,013 artinya signifikan. Signifikan disini

berarti Ha diterima dan Ho ditolak, artinya dimensi responsif secara parsial

berpengaruh terhadap kinerja karyawan PT. PLN (Persero) Cabang Kolaka.

b. Variabel perilaku (X2) memiliki nilai p-value = 0,031 < 0,05 artinya

signifikan, sedangkan thitung = 2.239 > ttabel = 2,013 artinya signifikan. Signifikan

disini berarti Ha diterima dan Ho ditolah, artinya dimensi perilaku secara

parsial berpengaruh terhadap kinerja karyawan PT. PLN (Persero) Cabang

Kolaka.

c. Variabel responsif (X3) memiliki nilai p-value = 0,000 < 0,05 artinya

signifikan, sedangkan thitung = 3,791 > ttabel = 2,013 artinya signifikan. Signifikan

disini berarti Ha diterima dan Ho ditolak, artinya dimensi responsif secara

66

Page 67: Elisa Handayani dari Kolaka

parsial berpengaruh terhadap kinerja karyawan PT. PLN (Persero) Cabang

Kolaka.

d. Variabel etos kerja (X4) memiliki nilai p-value = 0,005 < 0,05 artinya

signifikan, sedangkan thitung = 2,963 > ttabel = 2,013 artinya signifikan. Signifikan

disini berarti Ha diterima dan Ho ditolak, artinya dimensi etos kerja secara

parsial berpengaruh terhadap kinerja karyawan PT. PLN (Persero) Cabang

Kolaka.

Uji simultan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh bersama-sama variabel

independen terhadap variabel dependen. Hasil uji F menunjukkan variabel budaya

kerja yang terdiri dari sikap, perilaku, responsif dan etos kerja secara bersama-sama

berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan PT. PLN (Persero) Cabang

Kolaka. Hasil uji F menunjukkan nilai p-value 0,00 < 0,005, artinya signifikan,

sedangkan Fhitung = 46.147 > Ftabel =2.61, artinya signifikan (df1= 5 -1 dan df2 = 45-

5), Signifikansi yang terjadi disini berarti Ha diterima dan Ho ditolak, berarti

budaya kerja yang terdiri dari sikap, perilaku, responsif, dan etos kerja secara

simultan berpengaruh terhadap kinerja karyawan PT. PLN (Persero) Cabang

Kolaka.

4.5.3 Uji Asumsi Klasik

Proses pengujian asumsi klasik statistik dilakukan bersama-sama proses uji

regresi sehingga langkah-langkah yang dilakukan dalam pengujian asumsi klasik

statistik

67

Page 68: Elisa Handayani dari Kolaka

1. Uji Multikolinearitas

Uji Multikolineritas diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya variabel

independen yang memiliki kemiripan dengan variabel independen lainnya dalam

suatu model. Kemiripan tersebut menyebabkan terjadinya korelasi yang sangat kuat.

Hal tersebut dapat dilihat dari nilai Variance Inflation Factor (VIF) yang disajikan

pada tabel berikut :

Tabel 4.9 Hasil Uji Multikolinearitas

Variabel Tolerance VIF Korelasi (Partial)Sikap 0.394 2.540 0.309

Perilaku 0.517 1.932 0.334

Responsif 0.463 2.158 0.514

Etos kerja 0.427 2.342 0.424

Sumber : Lampiran

Berdasarkan Tabel 4.9 menunjukkan bahwa hasil uji melalui nilai VIF tidak

lebih dari 10, dan nilai tolerance lebih dari 0,1, maka dapat dinyatakan bahwa

model regresi linear berganda terbebas dari asumsi klasik dan dapat digunakan

dalam penelitian. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Nugroho

(2005:58) bahwa :

1. Jika nilai Variance Inflation Factor (VIF) tidak lebih dari 10 dan nilai

tolerance lebih dari 0,1, maka model dapat dikatakan terbebas dari

multikolineaer

2. Jika nilai koefisien korelas antara masing-masing variabel independen

kurang dari 0,70, maka model dapat dinyatakan bebas dari asumsi klasik

multikolinear.

68

Page 69: Elisa Handayani dari Kolaka

2. Uji Autokorelasi

Berdasarkan hasil uji Durbin Watson, model regresi berganda terbebas dari

autokorelasi jika nilai Durbin Watson mendekati angka 2 Untuk lebih jelasnya

dapat dilihat pada Tabel 4.9 berikut.

Tabel 4.10. Hasil Uji Autokorelasi

Model R RSquare Durbin Watson0.907 0.822 1.704

Sumber : Lampiran

Pada tabel 4.10 dapat dijelaskan bahwa nilai Durbin Watson 1.704 yang berarti

nilai tersebut mendekati 2 dengan demikian dapat dikatakan bahwa model regresi

linear berganda terbebas dari asumsi klasik statistik autokorelasi.

3. Uji Heteroskedastis

Uji heteroskesedastistas dilakukan untuk menguji perbedaan variance residu

suatu period pengamatan ke periode pengamatan yang lain atau gambaran

hubungan antara nilai yang diprediksi dengan Studentized Delete Residual. Model

regresi dalam penelitian ini diuji berdasarkan pesebaran titik dalam scatterplot

dengan nilai pesebaran yang disajikan pada tabel berikut :

Tabel 4.11. Hasil Uji HeteroskedasitsModel Minimum Maximum Mean

-1.883 3.462 0.011

Sumber : Lampiran

Berdasarkan hasil uji asumsi klasik sebagaimana terlihat di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa model tidak mengandung masalah asumsi klasik, dengan

demikian analisis statistik maupun uji hipotesis dapat dilakukan. Hal ini sejalan

69

Page 70: Elisa Handayani dari Kolaka

dengan pendapat dari Nugroho (2005:52) bahwa tidak terdapat heteroskesedastisitas

jika :

a. Titik-titik data menyebar di sekitar 0

b. Titik-titik data tidak mengumpul hanya di atas atau di bawah

c. Penyebaran titik-titik data tidak boleh membentuk pola bergelombang melebar

kemudian menyempit dan melebar kembali

d. Penyebaran titik-titik data tidak boleh berpola.

4.6 Pembahasan

Penelitian yang dilakukan pada PT. PLN (Persero) Cabang Kolaka diperoleh

bahwa budaya kerja memiliki pengaruh yang positif terhadap kinerja karyawan. Hal

ini dukung oleh teori dari Sentono (1999:82-83) hasil dari budaya adalah

menekankan adanya etika kerja yang perlu dimiliki setiap karyawan. Artinya setiap

karyawan harus mempunyai pandangan bahwa bekerja adalah suatu hal yang

penting dalam tujuan hidup karyawan. karyawan cenderung menyukai kerja dan

70

Page 71: Elisa Handayani dari Kolaka

memperoleh kepuasan dari pekerjaannya. karyawan mempunyai komitmen yang

lebih kuat terhadap satuan kerja dan tujuannya. Komitmen juga akan tetap dipegang

sebagai bentuk kesetiaan. Satuan kerja atau organisasi dengan budaya yang

berorientasi kuat pada hubungan manusia diwarnai akan kepedulian pada hasil

kerja.

Pengaruh dari masing-masing dimensi variabel budaya kerja yang teliti,

diperoleh bahwa :

1. Sikap sebagai dimensi budaya kerja berpengaruh terhadap kinerja karena dalam

penelitian ini dimensi sikap telah menjadi bagian dari responsif terhadap

pelaksanaan pekerjaan. Selain itu sikap merupakan lebih merupakan proses

kesadaran yang sifatnya individual menurut Thomas & Znaniecki dalam Neila

Rahmadani,(2003:6)

2. Perilaku sebagai dimensi budaya kerja berpengaruh terhadap kinerja karena

dalam penelitian ini dimensi perilaku telah menjadi bagian dari kemauan untuk

melaksanakan pekerjaan dengan menampakan disiplin dan semangat kerja.

Perilaku menurut Neila Rahmadani, (2003:5) merupakan karakter yang dimiliki

oleh setiap individu dalam melakukan kegiatan pada organisasi. Hasil kerja dari

seorang pekerja sangat dipengaruhi oleh perilaku. Perilaku bersifat tetap dalam

diri setiap orang dan akan dinyatakan dalam setiap pelaksanaan tugas kerja.

3. Responsif sebagai dimensi budaya kerja berpengaruh terhadap produktivitas

karena dalam penelitian ini dimensi responsif merupakan tanggung jawab

terhadap pelaksanaan pekerjaan. Hasibuan (2001:70) mengemukakan bahwa

71

Page 72: Elisa Handayani dari Kolaka

responsif adalah tanggung jawab untuk melakukan kewajiban-kewajiban yang

dibebankan kepadannya sebagai akibat dari wewenang yang diterima. Setiap

wewenang akan menimbulkan hak yang selalu diikuit dengan tanggung jawab,

kewajiban untuk melaksanakan serta mempertanggungjawabkan. Alasannya,

dengan meningkatkan rasa tanggung jawab dalam budaya kerja, maka pada

gilirannya akan meningkatkan kinerja karyawan.

4. Etos kerja sebagai dimensi budaya kerja berpengaruh terhadap kinerja karena

dalam penelitian ini dimensi etos kerja menyakut perilaku yang disiplin dan

semangat kerja dalam melaksanakan pekerjaan. Etos kerja terdiri dari disiplin

kerja dan semangat kerja. Handoko (1995 : 208) “Disiplin perventip adalah

kegiatan yang dilaksanakan untuk mendorong para karyawan agar mengikuti

berbagai stsndar dan aturan, sehingga penyelewengan-penyelewengan dapat

dicegah. Nitisemito (1990:160) mengatakan bahwa semangat kerja adalah

melakukan pekerjaan secara lebih giat, dan lebih baik. Alasannya dengan

meningkatkan disiplin kerja dan semangat kerja, maka akan mencerminkan

budaya kerja yang baik yang pada gilirannya akan meningkatkan produktivitas

kerja.

Kaitan antara hasil penelitian yang diperoleh dengan penelitian yang

terdahulu, penelitian dari Sarmawati (2007) lebih cenderung kepada dimensi

sikap perilaku, responsif dan etos kerja yang menyatakan bahwa keempat

variabel ini berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai, sama halnya dengan

penelitian ini yang membuktikan signifikan dimensi sikap, perilaku, responsif

72

Page 73: Elisa Handayani dari Kolaka

dan etos kerja terhadap kinerja kerja karyawan pada PT. PLN (Persero) Cabang

Kolaka, sementara itu hasil penelitian dari Sriyono (2004) menjadikan budaya

kerja sebagai satu variabel yang menggambarkan kondisi organisasi kerja yang

harus diikuti oleh karyawan untuk melaksanakan tugas, sehingga hasil

penelitian tersebut menyatakan bahwa budaya kerja mempunyai pengaruh yang

signifikan terhadap kinerja

4.7. Keterbatasan Penelitian

Budaya kerja dalam kaitannya dengan kinerja karyawan yang hanya diukur

dengan 4 (empat) variabel indikator (dimensi) antara lain : (1).budaya terhadap

sikap; (2). budaya terhadap perilaku (3). budaya terhadap responsif; (4). budaya

terhadap etos kerja, mungkin ini merupakan salah satu keterbatasan penelitian ini

oleh karena itu disarankan bahwa dalam penelitian selanjutnya yang sejenis perlu

mengembangkan variabel indikator misalnya : budaya terhadap lingkungan

pekerjaan, dan budaya terhadap kebijakan pimpinan.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

73

Page 74: Elisa Handayani dari Kolaka

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan

sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa

1. Hasil analisis diperoleh bahwa budaya kerja yang terdiri dari dimensi sikap,

perilaku, responsif, etos kerja mempunyai pengaruh terhadap kinerja artinya

setiap peningkatan budaya kerja memiliki arah pengaruh yang positif terhadap

produktivitas kerja pada PT. PLN (Persero) Cabang Kolaka.

2. Hasil analisis deskripsi menunjukkan bahwa budaya kerja, mayoritas responden

menyatakan netral atau sebesar 3,42 sedangkan produktivitas kerja sebagian

besar responden menyatakan netral atau sebesar 3,32 Dengan demikian

tanggapan responden terhadap budaya kerja perusahaan adalah netral.

5.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang dikemukakan dalam penelitian ini, maka dapat

disarankan sebagai berikut :

1. Untuk menerapkan budaya kerja, maka manajemen PT. PLN (Persero) Cabang

Kolaka harus menyesuaikan kegiatan karyawan dan peraturan kerja sehingga

karyawan dapat beraktivitas dengan baik dalam rangka memberikan pelayanan

kepada pelanggan.

2. Untuk meningkatkan kinerja karyawan, maka manajemen PT. PLN (Persero)

Cabang Kolaka harus memberikan kesempatan kepada karyawan untuk

mengaplikasikan budaya kerja perusahaan dengan baik sehingga pada

74

Page 75: Elisa Handayani dari Kolaka

gilirannya karyawan dalam meningkatkan kualitas kerja dan pelayanan

pelanggan pada masa mendatang.

DAFTAR PUSTAKA

As’ad, 1997, Manajemen Sumber Daya Manusia, Rineka Cipta, Jakarta

75

Page 76: Elisa Handayani dari Kolaka

Agus Dwiyanto, 2004, Reformasi Birokrasi Di Indonesia, Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM, Yogyakarta

Alex Nitisemito, 1990, Manajemen Sumber Daya Manusia, BPFE – UGM, Yogyakarta.

Denhardt Janet dan Robert B. Denhardt, 2003, Public Srevant (Pelayanan Masyarakat). Artikel. http://www.gooble,com/artikel/kinerja.

Dharma, 1993, Efektivitas dan Efisiensi Pelayanan Publik, Penerbit Angkasa, Bandung.

Hadari Nawawi, 1997, Manajemen Sumber Daya Manusia, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Hani T. Handoko, 1995 Manajejemen Personalia, BPFE-UGM, Yogyakarta.

-----------------------, 1997 Manajemen Sumber Data Manusia, Liberty, Yogyakarta

Hasibuan , 1996, Manajemen Personalia, Rineka Cipta, Jakarta

Henry Simamora, 1995, Motivasi dan Karier Dalam Bekerja, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Herlinda, 2000, Manajemen Kualitas dan Penilaian Prestasi Kerja, Rajawali Press Jakarta

Makmur Muin, 2004, Motivasi Kerja; Proses, teori dan Praktek, Amara Books, Yogyakarta

Melayu P. Hasibuan, 2001, Manajemen Sumber Daya Manusia pada Perusahaan Jasa, Salemba Empat, Jakarta.

Mifta Thoha, 2003, Pengembangan Birokrasi Dalam Good Governance Menuju Era Global, Artikel, http://www.yahoo.com/artikel/SDM

Moelijarto Tjokrowinoto, 2004, Budaya Kerja dan Birokrasi dalam Polemik, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Moekijat, 1999, Aspek-Aspek Sumber Daya Manusia Dalam Bekerja, Alumni Bandung.

Moran dan Riesenberger, 1993, Budaya Kerja dan Pengembangan Diri, Saduran Makmur Muin 2004, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

76

Page 77: Elisa Handayani dari Kolaka

Muhammad Ismail, 2003, Birokrasi dan Politik di Indonesia, Artikel, http://www.google.com/artikel.

Payaman Simanjuntak, 1996, Manajemen Sumber Daya Manusia, Bina Aksara, Jakarta

Purwanto, 1993, Perilaku Organisasi , BPFE – UGM, Yogyakarta

Rivianto, J. 1994, Prestasi Kerja dan Produktivitas, BPFE-UGM, Yogyakarta

Semiawan, 1996, Manajemen Kualitas, Graha Media, Jakarta

Sondang P. Siagian, 1986, Aspek-Apek Manajemen Personalia, Penerbit Angkasa, Jakarta

--------------, 1997, Motivasi Kerja dan Pengembangan Karier, Graha Media, Jakarta

Sriyono, 2004. Analisis Pengaruh Intensif, Motivasi, Disiplin Kerja dan Budaya Kerja Terhadap Kinerja Pegawai, Tesis Unibraw, Malang

Suprianto, 2000, Penilaian Kinerja Karyawan, Salemba Empat, Jakarta.

Swasto, 1996, Pengembangan Diri Dalam Menunjang Produktivitas Kerja, Rajawali Press, Jakarta.

Veithzal Rivai, 2005, Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan, Murai Kencana, Jakarta

77