Elisa Handayani dari Kolaka
description
Transcript of Elisa Handayani dari Kolaka
B A B I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Berkembangannya perusahaan-perusahaan di berbagai bidang usaha
merupakan apresiasi dari kualitas sumber daya manusia yang ada di dalam
perusahaan tersebut. Walaupun itu perusahaan dengan teknologi tinggi, fokus
kekuatannya adalah kualitas sumber daya manusia yang berperan aktif pada setiap
lini kerja dan mampu mengaplikasikan kemampuan, keterampilan, pendidikan, dan
pengalaman kerjanya.
Peranan sumber daya manusia sangat penting bagi perusahaan manapun,
oleh karena kualitas sumber daya manusia yang baik pada gilirannya akan
meninggkatkan kinerja perusahaan. Sementara itu perusahaan-perusahaan yang
menggunakan tenaga kerja sering diperhadapkan dengan jumlah dan kualitas tenaga
kerja yang direkrut untuk dikombinasikan dengan jenis dan jumlah pekerjaan yang
ada di dalam perusahaan, sehingga terkadang terjadi kelebihan tenaga kerja oleh
karena terbatasnya unit kerja dan job kerja di dalam perusahaan.
Sebagian perusahaan yang menggunakan tenaga kerja dalam jumlah yang
besar dengan job kerja dan unit kerja yang terbatas, menerapkan budaya kerja
sesuai dengan kondisi perusahaan. Kelompok perusahaan ini mampu
mempekerjakan tenaga kerja lebih dari 100 orang dengan sikap, perilaku, responsif
dan etos kerja yang berbeda-beda. Budaya kerja di dalam perusahaan dipengaruhi
oleh sikap terhadap pekerjaan, perilaku dalam bekerja, responsif dalam penggunaan
sarana dan prasarana kerja dan etos kerja yang mencakup disiplin dan ketaatan
dalam bekerja.
Dimensi-dimensi budaya kerja dikombinasikan menjadi satu tindakan yang
spontanitas dalam aktivitas kerja pada perusahaan. Budaya kerja pada setiap
perusahaan berbeda-beda, baik perusahaan yang berskala kecil, menegah maupun
perusahaan besar seperti PT PLN (Persero) yang merupakan salah satu perusahaan
kelistrikan negara yang termasuk dalam kelompok perusahaan besar dengan jumlah
karyawan lebih dari 100 orang. Budaya kerja yang diterapkan dalam perusahaan
negara ini didukung oleh sikap terhadap pekerjaan dan perilaku dalam bekerja,
responsif dalam bekerja dan etos kerja karyawan (disiplin dan ketaatan).
PT. PLN (Persero) Cabang Kolaka merupakan salah satu dari perusahaan
negara yang ada di Kabupaten Kolaka dengan tugas dan fungsi untuk melayani
masyarakat dalam pendistribusian aliran listrik. Hingga kini, jumlah karyawan yang
ada pada PT. PLN (Persero) Cabang Kolaka mencapai 144 orang yang ditempatkan
pada bagian konstruksi, bagian distribusi, bagian pelanggan, dan bagian
administrasi. Kegiatan perusahaan didukung oleh kinerja karyawan dengan kualitas
pendidikan dari jenjang SMA hingga Sarjana dengan kemampuan kerja dalam
bidang kontruksi dan manajemen untuk menggerakan tugas dan fungsi PT. PLN
(Persero) dalam memberikan pelayanan kelistrikan.
Budaya kerja pada PT. PLN (Perseo) Cabang Kolaka sangat dipengaruhi
oleh sikap karyawan terhadap pekerjaan, perilaku karyawan dalam bekerja, respon
2
terhadap peralatan kerja yang digunakan dan etos kerja karyawan (disiplin dan
semangat kerja), namun dalam pelaksanaan tugas budaya kerja sering terabaikan
oleh karena adanya etos kerja karyawan yang berkurang yang disebabkan oleh
kelalaian dan penundaan pekerjaan sehingga pekerjaan yang harus diselesaikan
dalam satu hari kerja menjadi lambat dan tidak efektif. Selain itu tidak semua
karyawan memiliki kemampuan kerja yang sama tetapi ada yang mau bekerja sama
dan ada yang bekerja sendiri. Hal ini menunjukkan kurangnya perhatian manajemen
perusahaan terhadap karyawan, oleh karena budaya kerja dimiliki oleh karyawan
mampu mengembangkan kinerja karyawan tetapi budaya organisasi PT. PLN
(Persero) seluruh Indonesia memberikan tekanan terhadap karyawan melalui
perintah dan aturan kerja yang tidak diimbangi dengan pendidikan dan pelatihan
yang berhubungan dengan pelaksanan pekerjaan sehingga karyawan harus aktif
bekerja untuk memperoleh keterampilan dan pengalaman sendiri, sementara itu
pendidikan dan pelatihan hanya diberikan kepada pejabat tertentu dalam jenjang
kariernya. Fenomena ini menggambarkan adanya sikap dan perilaku organisasi
kurang memperhatikan kinerja karyawan dan berdampak pada sikap, perilaku,
respon dan etos kerja karyawan yang mengalami penurunan.
Budaya kerja karyawan sangat berikaitan dengan kinerja karyawan. Jika
sikap, perilaku, respon dan etos kerja karyawan menurun atau melemah, maka
secara langsung kinerja karyawan akan menurut bahkan akan berdampak pada citra
perusahaan. Oleh karena itu perlu adanya upaya peningkatkan kinerja karyawan
3
baik melalui pelatihan maupun pendidikan karier sehingga budaya kerja karyawan
meningkat dan pekerjaan dapat dikerjakan dengan baik.
Budaya kerja pada PT. PLN (Perseo) Cabang Kolaka memiliki hubungan
dengan kinerja karyawan oleh karena budaya kerja merupakan gerakan atau
aktivitas karyawan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab, sementara itu
kinerja karyawan PT. PLN (Perseo) Cabang Kolaka merupakan hasil kerja
karyawan yang diperoleh melalui budaya kerja, dengan demikian kemampuan
perusahaan untuk menerapkan budaya kerja yang baik pada gilirannya akan
meningkatkan kinerja karyawan.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti
lebih lanjut dengan mengangkat judul “Pengaruh Budaya Kerja Dengan Kinerja
Karyawan Pada Kantor PT. PLN (Persero) Cabang Kolaka.”.
1.2 Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah dirumuskan diatas, maka
permasalahan penelitian ini adalah : “Apakah budaya kerja yang terdiri dari dimensi
sikap terhadap pekerjaan, perilaku dalam bekerja, responsif dan etos kerja karyawan
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan pada Kantor PT.
PLN (Persero) Cabang Kolaka.”.
4
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh budaya kerja yang
terdiri dari dimensi sikap, perilaku, responsif dan etos kerja karyawan terhadap
kinerja karyawan pada Kantor PT. PLN (Persero) Cabang Kolaka.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah :
1. Sebagai bahan masukkan bagi karyawan pada Kantor PT. PLN
(Persero) Cabang Kolaka untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab.
2. Sebagai bahan masukkan bagi pemerintah dalam memperhatikan
karyawan untuk memanfaatkan budaya kerja dalam rangka meningkatkan
kinerja karyawan.
3. Sebagai ilmu pengetahuan, semoga dapat berguna sebagai bahan
pertimbangan dan sumbangan pemikiran bagi kalangan yang akan melakukan
penelitian lebih lanjut dengan topik yang berhubungan dengan judul penelitian
ini.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian dibatasi pada pembahasan tentang budaya kerja
perusahaan hubungannya dengan kinerja karyawan pada Kantor PT. PLN (Persero)
Cabang Kolaka., dimana pengaruh budaya kerja karyawan terhadap kinerja
karyawan PT. PLN Cabang Kolaka. Indikator pengukuran adalah penelitian
meliputi sikap, perilaku, responsif dan etos kerja yang diadopsi dengan Ndraha
5
(2002:86). Selanjutnya indikator kinerja kerja yang diukur melalui hasil kerja,
ketepatan kerja (Hasil Riset Sriyono, 2004)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Sahrun (2006), Hj. Rosmaesti
Ibrahim (2006), Yuni Setiawati (2005) dan Erni Wati (2007) disajikan pada
mapping penelitian terdahulu sebagai berikut :
Tabel 2.1 Mapping Penelitian Terdahulu
No. Peneliti/Tahun Judul Penelitian Variabel/Tenik Analisa Hasil Penelitian
1. Sahrun (2006) Pengaruh Budaya Organisasi dan Perilaku Kerja Terhadap Kinerja Pegawau Di Lingkungan Universitas Haluoleo Kendari
Budaya KerjaPerilaku kerjaKinerja(Path Analysis)
Terdapat pengaruh yang signifikan dan positif antara budaya organisasi dan perilaku kerja pegawai terhadap kinerja pegawai.
2. Hj. Rosmawati Ibrahim (2006)
Pengaruh Motivasu Kerja dan Kedisiplinan Terhadap Kepuasan Kerja dan Kinerja Staf Pada Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan Kendari
1. Motivasi 2. Kedisiplinan3. Kepuasan kerja4. Kinerja
(Path Analysis)
Terdapat pengaruh yang tidak signifikan antara motivasi kerja dengan kepuasan kerja dan kinerja. Terdapat pengaruh pengauh yang signifikan dan positif antara kedisiplinan dengan kepuasan kerja dan kinerja. Terdapat pengaruh yang signifikan dan positif antara kepuasan kerja dan kinerja
3. Yuni Setyawati (2005)
Karakteristik individu dalam membentuk kepuasan kerja dan dampaknya terhadap komitmen organisasi
1. Karakteristik individu2. Kepuasan kerja3. Komitmen organisasi
(Path Analysis)
Kepuasan kerja dan status perkawinan berpengaruh langsung signifikan terhadap kepuasan kerja.
4. Enni Wati (2007) Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Perilaku Kerja dan Kepuasan Kerja Serta Kinerj
1. Budaya Organisasi2. Perilaku kerja3. Kepuasan kerja
Terdapat pengaruh yang dignifikan dan positif antara budaya organisasi
6
Karyawan Bank Pembangunan Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara
4. Kinerj karyawan(SEM)
dan perilaku kerja terhadap kepuasan kerja dan kinerja karyawan
Sumber : Sahrun (2006), Hj. Rosmaesti Ibrahim (2006), Yuni Setiawati (2005) dan Erni Wati (2007)
2.2 Manajemen Sumber Daya Manusia
Keberadaan tenaga kerja sebagai salah satu faktor produksi sangat penting
artinya bagi organisasi. Dalam perkembangannya, organisasi akan menghadapi
permasalahan tenaga kerja yang semakin kompleks, dengan demikian pengelolaan
sumber daya manusia harus dilakukan secara profesional oleh departemen tersendiri
dalam suatu organisasi, yaitu Human Resource Departement.
SDM sebagai salah satu unsur penunjang organisasi, dapat diartikan sebagai
manusia yang bekerja di lingkungan suatu organisasi (disebut personil, tenaga kerja,
pekerja/karyawan); atau potensi manusiawi sebagai penggerak organisasi dalam
mewujudkan eksistensinya; atau potensi yang merupakan asset & berfungsi sebagai
modal non-material dalam organisasi bisnis, yang dpt diwujudkan menjadi potensi
nyata secara fisik dan non-fisik dalam mewujudkan eksistensi organisasi (Nawawi,
1997).
Pada organisasi yang masih bersifat tradisional, fokus terhadap SDM belum
sepenuhnya dilaksanakan. Organisasi tersebut masih berkonsentrasi pada fungsi
produksi, keuangan, dan pemasaran yang cenderung berorientasi jangka pendek.
Mengingat betapa pentingnya peran SDM untuk kemajuan organisasi, maka organisasi
dengan model yang lebih moderat menekankan pada fungsi SDM dengan orientasi
jangka panjang.
7
Mengelola SDM di era globalisasi bukan merupakan hal yang mudah. Oleh
karena itu, berbagai macam suprastruktur dan infrastruktur perlu disiapkan untuk
mendukung proses terwujudnya SDM yang berkualitas. Perusahaan yang ingin tetap
eksis dan memiliki citra positif di mata masyarakat tidak akan mengabaikan aspek
pengembangan kualitas SDM-nya. Oleh karena itu peran manajemen sumber daya
manusia dalam organisasi tidak kecil, bahkan sebagai sentral pengelola maupun
penyedia SDM bagi departemen lainnya.
Manajemen sumber daya manusia dapat diartikan sebagai kegiatan
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian atas pengadaan 1
Konsep dan Tantangan Manajemen Sumber Daya Manusia tenaga kerja,
pengembangan, kompensasi, integrasi pemeliharaan, dan pemutusan hubungan kerja
dengan sumber daya manusia untuk mencapai sasaran perorangan, organisasi dan
masyarakat (Flippo, 1996). Atau dengan kata lain, secara lugas MSDM dapat diartikan
sebagai kegiatan perencanaan, pengadaan, pengembangan, pemeliharaan dan
penggunaan SDM dalam upaya mencapai tujuan individual maupun organisasional.
Secara historis, perkembangan pemikiran tentang MSDM tidak terlepas dari
perkembangan pemikiran manajemen secara umum, dimulai dari gerakan manajemen
ilmiah (dengan pendekatan mekanis) yang banyak didominasi oleh pemikiran dari F.W.
Taylor. Pandangan-pandangan yang muncul berkaitan dengan SDM dalam era tersebut
adalah :
a) SDM sebagai salah satu faktor produksi yang dipacu untuk bekerja lebih
produktif seperti mesin;
b) Bekerja sesuai dengan spesialisasi yang telah ditentukan;
8
c) Kondisi di atas memunculkan : pengangguran, tidak adanya jaminan dalam
bekerja, berkurangnya rasa bangga terhadap pekerjaan, dan tumbuhnya serikat
pekerja.
2.2.1. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Pada dasarnya Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) merupakan
suatu gerakan pengakuan terhadap pentingnya unsur manusia sebagai sumber daya
yang cukup potensial, yang perlu dikembangkan sehingga mampu memberikan
kontribusi yang maksimal bagi organisasi maupun bagi pengembangan dirinya.
(As’ad, 1997 : 5)
Pada prinsipnya manajemen personalia menerapkan perhatiannya pada
masalah kekaryawanan atau personalia dalam suatu instansi atau lembaga. Selain
itu, pada dasarnya Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) merupakan suatu
gerakan pengakuan terhadap pentingnya unsur Manusia sebagai sumber daya yang
cukup potensial, yang perlu di kembangkan sehingga mampu memberikan
kontribusi yang maksimal bagi organisasi maupun bagi pengembangan dirinya.
(As’ad, 1997 : 8) Disamping itu dapat dikemukakan beberapa pengertian mengenai
persamaan dan perbedaan antara manajemen Sumber Daya Manusia dan
manajemen Personalia.
Handoko (1995 : 11) merumuskan defenisi manajemen personalia sebagai
berikut “Manajemen personalia adalah seni dan ilmu perencanaan, pelaksanaan dan
pengontrolan tenaga kewrja untuk tercapainya tujuan yang telah ditetapkan terlebih
dahulu dengan adanya kepuasan hati pada diri para pekerja”.
9
Hasibuan (2001 : 10) menyatakan bahwa manajemen sumber daya manusia
adalah suatu bidang manajemen yang khusus mempelajari hubungan dan peranan
manusia dalam organisasi perusahaan. Unsur manajemen sumber daya manusia
adalah manusia yang merupakan tenaga kerja pada perusahaan. Dengan demikian,
fokus yang dipelajari MSDM ini hanyalah masalah yang berhubungan dengan
tenaga kerja manusia saja. Oleh karena itu, manajemen sumber daya manusia
adalah suatu pendekatan terhadap manajemen sumber daya manusia, yang
didasarkan pada 3 (tiga) prinsip dasar yaitu : (Sondang P. Siagian, 1986 : 13)
1. Sumber Daya Manusia adalah harta yang paling penting yang dimiliki oleh
suatu perusahaan, sedangkan manajemen yang efektif adalah kunci bagi
keberhasilan organisasi tersebut.
2. Keberhasilan ini sangat mungkin dicapai jika peraturan atau kebijaksanaan dan
prosedur yang bertalian dengan manusia dari perusahaan tersebut saling
berhubungan dan memberikan sumbangan terhadap pencapaian tujuan
perusahaan dan perencanaan strategis.
3. Kultur dan nilai perusahaan suasana organisasi dan perilaku manajerial yang
berasal dari kultur tersebut akan memberikan pengaruh yang besar terhadap
hasil pencapaian yang terbaik. Oleh karena itu, kultur ini harus ditegakkan
dengan upaya yang terus menerus mulai dari puncak, sangat diperhatikan agar
kultur tersebut dapat diterima dan dipatuhi.
Pengertian manajemen sumber daya manusia lebih khusus dilatakan oleh
Hasibuan (2001 : 15) bahwa :
10
“Manajemen SDM adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja dapat efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat. Dikatakan pula bahwa fungsi-fungsi manajemen SDM terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengendalian, pengadaan, pengembangan, konfensasi, pengintegrasian, pemeliharan, kedisiplinan dan pemberhentian”.
Apabila pengertian “Sumber Daya” dapat disimpulkan timbul dari mitra
kerja antara manusia dan benda untuk mencapai tujuan perumusan kebutuhan
manusia, maka “Sumber Daya Manusia” adalah kemampuan manusia yang
merupakan hasil akal budinya disertai pengetahuan serta pengalaman yang
dikumpulkan dengan penuh kesadaran untuk memenuhi kebutuhan secara
individual serta sasaran-sasaran sosial pada umumnya.
Menurut Hadari Nawawi (1997 : 40), mengetengahkan tiga pengertian
tentang sumber daya manusia, yaitu :
1. Sumber Daya Manusia, (SDM) adalah manusia yang bekerja di lingkungan
suatu organisasi (disebut juga personil, tenaga kerja, pekerja dan karyawan).
2. Sumber Daya Manusia adalah potensi manusiawi sebagai penggerak organisasi
dalam mewujudkan eksistensinya.
3. Sumber Daya Manusia (SDM) adalah potensi yang merupakan asset dan
berfungsi sebagai model (non material/non finansial) didalam organisasi bisnis,
yang dapat diwujudkan menjadi potensi nyata (real) secara fisik dan non fisik
dalam mewujudkan eksistensi organisasi.
Dalam hubungan ini Hasibuan (1996 : 9) mengemukakan bahwa :
Persamaannya adalah :
11
Keduanya mempunyai ilmu yang mengatur unsur Manusia dalam suatu
organisasi, agar mendukung terwujudnya tujuan.
Perbedaanyan adalah :
1. Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dikaji secara makro. Sedangkan
manajemen personalia dikaji secara mikro
2. Manajemen Sumber Daya Manusia menganggap bahwa karyawan adalah
kekayaan utama organisasi jadi harus dipelihara dengan baik. Sedangkan
manajemen personalia menganggap bahwa karyawan adalah faktor produksi,
jadi harus dimanfaatkan secara produktif.
3. Manajemen Sumber Daya Manusia pendekatannya secara moderen, sedangkan
manajemen personalia pendekatannya secara fisik.
Mengacu pada beberapa istilah menejemen personalia dan sumber daya
manusia yang dikemukakan oleh para ahli, maka disimpulkan bahwa :
“Manajemen personalia dan SDM adalah pengakuan terhadap pentingnya satuan
tenaga kerja organisasi sebagai SDM yang fital bagi pencapaian tujuan-tujuan
organisasi dan pemanfaatan berbagai fungsi dan kegiatan personalia bahwa mereka
digunakan secara efektif dan bijak agar bermanfaat bagi individu, organisasi dan
masyarakat”.
2.2.2. Peranan Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi
Berbicara tentang peranan sumber daya manusia maka SDM merupakan
salah satu sumber daya yang dimiliki oleh setiap organisasi, dimanfaatkan bersama
12
dengan sumber daya lainnya dalam menjalankan kegiatannya untuk mencapai
tujuan organisasi.
Menurut Henry Simamora (1995:2) menyatakan bahwa sumber daya yang
dimiliki oleh perusahaan atau organisasi dapat dikategorikan atas empat macam
sumber daya yaitu finansial, fisik, manusia dan kemampuan teknologi.
Nilai asset organisasi paling penting yang harus dimiliki perusahaan atau
organisasi dan sangat diperhatikan oleh manajemen adalah asset manusia. Manusia
merupakan elemen yang selalu ada dalam setiap organisasi. Mereka merupakan
perencana, pelaku dan penentu tercapainya tujuan organisasi.
Henry Simamora (1995:178) mengemukakan bahwa untuk memotivasi
karyawan bekerja lebih produktif, maka perlu diciptakan suatu iklim oleh karyawan
seoptimal mungkin antara lain dengan melaksanakan program yang diarahkan pada
pencapaian keseimbangan kebutuhan antara karyawan dan perusahaan.
Pengertian kemampuan identik dengan pengertian kreativitas, telah banyak
dikemukakan para ahli berdasarkan pandangan yang berbeda, seperti dinyatakan
oleh Semiawan (1996 : 8) mengartikan kreativitas adalah untuk membuat
kombinasi-kombinasi baru antar unsur data atau hal-hal yang sudah ada
sebelumnya. Dengan demikian secara operasional kreativitas dapat dirumuskan
sebagai kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan atau fleksibel dan
orisinalitas serta kemampuan mengelaborasi (mengembangkan, memperkaya, dan
memperinci) suatu gagasan.
13
Berdasarkan pengertian-pengertian pakar diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa kemampuan tindakan atau perwujudan untuk melakukan sesuatu, dilandasi
oleh kreativitas kerja karyawan yang optimal.
Penerapan dalam kegiatan yang dilakukan sehari-hari dalam melakukan
pekerjaan adalah sangat penting. Sebab kemampuan sebagai ungkapan dan
perwujudan diri individu termasuk kebutuhan pokok manusia yang bila terwujud
memberikan rasa kepuasan dan rasa keberhasilan yang mendalam. Yang pada
akhirnya kemampuan dapat menentukan dan meningkatkan makna hidup manusia
dengan segala kompleksitas dan problemnya juga keindahannya.
Semiawan (1996 : 12) mengemukakan bahwa kualitas dan kemampuan
sumber daya manusia dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, latihan, motivasi kerja,
etos kerja, loyalitas dan kemampuan fisik karyawan yang bersangkutan. Pendidikan
memberikan pengetahuan bukan saja yang langsung dengan pelaksanaan tugas,
akan tetapi juga untuk memperkembangkan diri serta kemampuan memanfaatkan
semua sarana yang ada disekitar kita untuk kelancaran pelaksanaan tugas, semakin
tinggi tingkat pendidikan semakin tinggi pula produktivitas kerja. Latihan kerja
melengkapi karyawan dengan ketrampilan dan cara-cara yang tepat untuk
menggunakan peralatan kerja. Pada dasarnya latihan melengkapi pendidikan.
Pendidikan biasanya bersifat umum, sedangkan latihan bersifat khusus dan teknis
operasional.
Bagi instansi atau perusahaan, program penyediaan fasilitas latihan
merupakan investasi berharga, yang hasilnya diperoleh kembali dalam bentuk
14
peningkatan produktivitas kerja karyawan. Peningkatan produktivitas tersebut akan
memberikan kemungkinan yang lebih besar bagi pengusaha untuk memperbaiki
pengupahan karyawannya yang kemudian akan mendorong kegairahan dan
semangat kerja karyawannya.
2.3 Konsep Budaya Kerja
Budaya kerja dalam manajemen sumber daya manusia adalah konsep kerja
secara keseluruhan yang diterapkan dalam penyelesaian tugas dan tanggung jawab.
Pada era globalisasi, sumber daya manusia diperhadapkan dengan tantangan, daya
saing, kompetensi dan transparasi. Jika hanya dihadapi dengan kesiapan matang,
dan memiliki kompetensi belum menjamin suksesnya pelaksanaan tugas, akan
tetapi diperlukan juga.daya nalar dan daya saing perlu terus ditingkatkan.
Moran dan Riesenberger (dalam Muin (2004 : 3) menyatakan, diperlukan
12 kemampuan global bagi peningkatan daya saing sebagai inner motivation
kemampuan di medan tugas. Kedua belas kemampuan global bagi peningkatan daya
saing tersebut adalah :
1. Memiliki pola pikir global. Dalam hal ini adalah kecenderungan untuk melihat
dunia secara global dengan merubah pola pikir yang sudah ada pada wawasan
yang luas.
2. Sederajat dalam bekerja dengan orang-orang yang memilki latar belakang yang
berbeda. Disini, menanamkan rasa percaya diri untuk berdiri tegak sama tinggi
dan duduk sama rendah.
3. Mempunyai orientasi pemikiran jangka panjang ke depan.
15
4. Mempermudah perubahan organisasi. Disini lebih diutamakan lintas fungsi
ketimbang struktur hirarki.
5. Menciptakan sistem belajar, ilmu pengetahuan dan teknologi terus berkembang
dengan cepat. Pengetahuan dan pengalaman sangat penting melalui
pembelajaran seumur hidup/tiada batas.
6. Memotifasi Karyawan untuk menjadi lebih unggul.
7. Meningkatkan daya saing serta mampu memberikan pengarahan dan
pengetahuan.
8. Mengelola dengan bijaksana penyebaran para pekerja asing. Mampu mengelola
dengan bijaksana serta transparan terhadap pekerja asing, menjaga keserasian
hubungan harmonis dan profesional.
9. Memimpin dan berpartisipasi secara efektif dalam Tim Multi Disiplin atau
Multi Budaya. Dalam hal ini dituntut dibutuhkan kemampuan khususnya (nilai
lebih) sehingga tim dapat berdayaguna dan berhasilguna.
10. Memahami Budaya, Pola Pikir, Kharakteristik dan Nilai-nilai luhurnya sendiri.
11. Memahami dengan tepat dan benar Profil Budaya organisasi dan Budaya
Nasional Karyawan lain. Hal ini sangat berguna dalam menterjemahkan
berbagai kebijakan ke berbagai disiplin ilmu.
12. Menghindari Kesalahan dan Perilaku Budaya dengan memberikan Pengetahuan
dan menghormati negara lain. Hal ini sangat berguna dimana bila terjadi
perubahan-perubahan baru, dapat diterima oleh seluruh pelaku organisasi.
16
Dwiyanto (2004 : 10) mengemukakan bahwa ketersediaan sumber daya
yang memadai dan potensial dipandang sebagai faktor yang signifikan dalam
budaya kerja. Aspek sumberdaya yang dimaksud di sini secara umum meliputi
sumber daya keuangan, SDM aparatur, teknologi dan aspek prasarana dan sarana
fisik lainnya. Secara umum kelemahan pelayanan publik selama ini lebih
dikarenakan oleh masalah keterbatasan kemampuan finansial dan sarana prasarana
fisik. Kelemahan lainnya adalah kemampuan dan kompetensi SDM aparatur yang
terlibat langsung kepada pemberian pelayanan, di mana rata-rata SDM Aparatur
belum mahir dalam menggunakan dan mengoperasikan teknologi informasi dan
komunikasi yang semakin hari semakin cepat berkembang.
Ismail (2003 : 16) mengemukakan bahwa dalam budaya kerja, masing-
masing instansi/unit terkait tetap melaksanakan kewenangan dan tugas-fungsinya
sebagai budaya kerja, serta dapat menempatkan petugasnya pada tempat tersebut.
Akan tetapi agar proses keseluruhan pelayanan dapat berjalan sinergi, maka
kegiatan pelayanan dan masing-masing instansi/unit terkait diatur dalam suatu
prosedur dan terkoordinir dalam mekanisme tata urutan kerja yang tertentu pada
satu lokasi/tempat di bawah satu atap tersebut. Teknis pelaksanaan dengan pola
pelayanan umum satu atap, dapat dilakukan, antara lain:
a. Menyiapkan tempat/gedung untuk ditempati secara bersama oleh unit
kerja/instansi terkait. Masing-masing instansi membuka meja/loket dan
menempatkan petugasnya sesuai yang ditentukan didalam satu tempat/lokasi
tersebut, serta menjalankan tugas dan fungsinya sendiri.
17
b. Sesuai mekanisme urutan kegiatan penyelesaian pelayanan yang ditentukan,
maka masyarakat (pemohon pelayanan) cukup mendatangi dan menyelesaikan
urusannya langsung pada loket/petugas pada unit kerja/Instansi terkait
tersebut;
c. Untuk mendukung kelancaran pekerjaan, maka proses pelayanan yang
berkaitan dengan masing-masing loket/meja dan unit/instansi terkait tersebut,
harus dilengkapi atau disediakan informasi yang lengkap menyangkut urutan
kegiatan, persyaratan, dan biaya pelayanan secara jelas dan terbuka dalam satu
lokasi tersebut.
Thoha (2003 : 4) mengemukakan bahwa salah satu tugas pokok yang harus
dilakukan oleh birokrasi, yakni menyediakan dan menyelenggarakan pelayanan
bagi masyarakat. Sebagai warga negara, setiap individu mempunyai hak yang sama
untuk menerima pelayanan dari birokrasi. Namun realitasnya, hal tersebut tidak
dapat terpenuhi sesuai harapan. Penyedia layanan seringkali masih cenderung
bersikap memihak pada kelompok dalam masyarakat yang dianggap ‘kuat’ yakni
mereka yang mampu atau memiliki posisi tawar terhadap pejabat birokrasi, seperti
orang kaya. Akibatnya terjadi kesenjangan harapan (gap) antara birokrasi dengan
warga yang seharusnya dilayaninya. Pejabat birokrasi yang seharusnya bertugas
memberikan pelayanan dengan sopan, ramah, dan tidak diskriminatif, belum dapat
memenuhi apa yang menjadi harapan warga pengguna pada umumnya.
Tjokrowinoto (2004 : 6) mengemukakan bahwa budaya kerja dalam
pelayanan publik memang dapat dilakukan baik oleh pemerintah maupun swasta.
18
Kedua bentuk budaya kerja untuk pelayanan tersebut tentu saja memiliki
karakteristik pelayanan yang berbeda. Pelayanan yang diselenggarakan oleh swasta
lebih berorientasi pada profit, sedangkan pelayanan yang diselenggarakan oleh
pemerintah dilakukan karena adanya tanggung jawab [responsibility] tugas dan
fungsi pemerintahan. Namun, birokrasi dapat belajar dari pengalaman swasta dalam
menyelenggarakan pelayanan. Pelayanan yang diselenggarakan oleh swasta karena
berorientasi pada profit, menjadikan kualitas layanan sebagai tujuan atau nilai
penting yang harus dijaga agar mereka tidak kehilangan pelanggan sebagai sumber
keuntungan. Dengan demikian maka kinerja pemberi layanan swasta harus dapat
menjaga kepercayaan dan memberikan kepuasan kepada pengguna layanan.
Pengguna layanan menjadi orientasi utama mereka, sehingga swasta dalam
memberikan pelayanan dapat lebih professional, dapat menjamin kepastian waktu
dan biaya, serta dapat memberikan kepuasan, serta berupaya untuk menciptakan
ikatan psikologis dengan pengguna layanan.
Dwiyanto (2004 : 10) mengemukakan bahwa setiap karyawan baru
pemerintah (PNS) sebelum melaksanakan tugasnya harus mengangkat sumpah
karyawan yang berisi kesanggupan untuk menjadi “abdi negara dan abdi
masyarakat” Apa makna di balik sumpah karyawan tersebut?, yakni mereka harus
menempatkan diri sebagai ‘pelayan masyarakat’ [public servant], dimana
memberikan pelayanan secara baik kepada warga pengguna adalah menjadi tugas
utamanya. Namun, makna dari kata ‘abdi’ justru menjadi diabaikan atau bahkan
tidak dilakukan. Banyak pejabat birokrasi yang memposisikan dirinya sebagai
19
seorang ‘Birokrat’, yang identik dengan pejabat pemerintah, yang di Indonesia
kental dengan nuansa dan nilai-nilai kekuasaan di dalamnya. Kesalahan dalam
menanamkan nilai-nilai birokrasi sebagai ‘pelayan masyarakat’ yang profesional ini
berjalan cukup panjang, serta tersosialisasi membentuk sebuah sistem yang terus
berlanjut dengan suatu sistem nilai budaya yang mewarnai kehidupan birokrasi
tersebut.
Ndraha (2002:81) mengemukakan bahwa indikator dari budaya kerja dapat
dibagi menjadi :
1. Sikap terhadap pekerjaan, yakni kesukaan akan kerja dibandingkan dengan
kegiatan lain.
2. Perilaku pada waktu bekerja seperti rajin, berdedikasi, bertanggung jawab,
berhati-hati, teliti, cermat, kemauan yang kuat untuk mempelajari tugas dan
kewajiban, dan suka membantu sesama karyawan.
3. Responsif dalam bekerja merupakan salah satu kemampuan bekerja untuk
membangun daya tanggap pekerja dalam melaksanakan setiap pekerjaan
4. Etos kerja dari setiap karyawan berkaitan dengan waktu kerja dan kemampuan
dalam menyelesaikan pekerjaan di dalam organisasi kerja.
Sikap maupun perilaku kerja tersebut terbentuk baik di dalam masyarakat
maupun di dalam organisasi atau perusahaan oleh karena budaya kerja dipengaruhi
juga oleh lingkungan masyarakat atau lingkungan perusahaan.
2.4 Kinerja
2.4.1. Pengertian Kinerja
20
Kinerja merupakan singkatan dari kinetika energy kerja yang padanannya
dalam bahasa Inggris adalah performance sering diindonesiakan sebagai performa.
Kinerja adalah keluaran yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau indicator-indikator
suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu tertentu. Selain itu pekerjaan adalah
aktivitas menyelesaikan sesuatu atau membuat sesuatu yang hanya memerlukan
tenaga dan keterampilan tertentu seperti yang dilakukan oleh pekerja kasar atau
blue collar worker. Istilah kinerja juga dapat digunakan untuk menunjukkan
keluaran perusahaan/organisasi, alat, fungsi-fungsi manajemen (produksi,
keuangan, pemasaran, keuangan) atau keluaran seseorang pegawai/karyawan yang
dievaluasi dalam evaluasi kinerja (Wirawan, 2009:5).
Kinerja adalah hasil kerja yang dicapai selama periode tertentu melalui
usaha yang membutuhkan kemampuan dan keterampilan serta pengalaman (Gibson,
2000:43) yang akan bermanfaat jika dilakukan penilaian atas kinerja yang telah
dicapai.
Janet dan Denhardt (2003 : 110) mengemukakan bahwa kinerja pelayanan
publik di Indonesia yang masih terlihat belum professional memang tidak terjadi
begitu saja sebagai suatu yang dapat dibenarkan (taken for granted), namun
merupakan konsekuensi dari adanya desain birokrasi Indonesia yang memang tidak
dipersiapkan sebagai ‘pelayanan masyarakat’ (public service).
Kinerja merupakan suatu kesuksesan seseorang didalam melaksanakan suatu
pekerjaan, dan dipertegas lagi oleh Lawler dan Poter yang menyatakan bahwa
21
kinerja adalah kemampuan peran dalam mencapai hasil (succesfull role achievment)
yang diperoleh seseorang dari perbuatan-perbuatannya (As’ad, 1997 : 46-47).
As’ad (1997:47) mengemukakan bahwa kinerja adalah hasil yang dicapai
seseorang menurut ukuran yang berlaku untuk suatu pekerjaan yang bersangkutan.
Dharma (1996 : 30-31) yang menyatakan bahwa kinerja adalah hasil yang dicapai
atau sesuatu yang dikerjakan berupa produk maupun jasa yang diberikan oleh
seseorang atau kelompok orang.
Suprianto (2000 : 7) mengatakan bahwa kinerja atau prestasi kerja seorang
karyawan pada dasarnya adalah hasil kerja seseorang karyawan atau prestasi kerja
seseorang karyawan pada dasarnya berbagai kemungkinan, misalnya standar / target
atau kinerja yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama.
Vroom dalam As’ad (1997 : 48) mengemukakan bahwa tingkat sejauh mana
keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan pekerjaan disebut tingkat kemampuan
kerja (level of performance). Biasanya orang yang level of performance-nya tinggi
disebut sebagai orang yang produktif dan sebaliknya orang yang levelnya tidak
mencapai standar dikatakan sebagai tidak produktif.
Mahsun (2006:25) mendefinisikan kinerja (performance) sebagai gambaran
mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam
mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic
planning suatu organisasi. Selanjutnya dikatakan bahwa pengukuran kinerja
(performance measurement) adalah suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan
terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya, termasuk informasi
22
atas efisiensi penggunaan sumber daya alam dalam menghasilkan barang dan jasa,
kualitas barang dan jasa, hasil kegiatan dibandingkan dengan maksud yang
diinginkan dan efektivitas tindakan dalam mencapai tujuan.
Pengertian kinerja telah dirumuskan oleh beberapa ahli manajemen, antara
lain sebagai berikut :
1. Stoner (Pabundu, 2008) menyatakan bahwa kinerja adalah fungsi dari motivasi,
kecakapan dan persepsi peranan.
2. Bernardin dan Russel (Pabundu, 2008) mendefinisikan kinerja sebagai
pencatatan hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan atau kegiatan
tertentu selama kurun waktu tertentu.
3. Handoko (Pabundu, 2008) mendefinisikan kinerja sebagai proses dimana
organisasi mengevasluasi atau menilai prestasi kerja karyawan
4. Prawiro Suntoro (dalam Pabundu, 2008) mengemukakan bahwa kinerja adalah
hasil kerja yang dapat dicapai seseorang atau sekelompok orang dalam suatu
organisasi dalam rangka mencapai tujuan organisasi dalam periode waktu
tertentu.
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut di atas, Pabundu (2008:121)
mendefinisikan kinerja sebagai hasil-hasil fungsi pekerjaan/kegiatan seseorang atau
sekelompok dalam suatu organisasi yang di pengaruhi oleh berbagai faktor untuk
mencapai tujuan organisasi dalam periode waktu tertentu.
Wirawan (2009:9) mengemukakan bahwa kinerja mempunyai hubungan
kausal dengan kompetensi. Kinerja merupakan fungsi dari kompetensi, sikap dan
23
tindakan. Kompetensi melukiskan karakteristrik pengetahuan, keterampilan,
perilaku, dan pengalaman untuk melakukan suatu pekerjaan atau peran tertentu
secara efektif. Pengetahuan melukiskan apa yang terdapat dalam kepala seseorang,
mengetahui kesadaran atau pemahaman mengenai sesuatu. Keterampilan
melukiskan kemampuan yang dapat diukur dan dikembangkan melalui supervisi,
manajemen kinerja, dan program pengembangan sumber daya manusia. Sikap
melukiskan perasaan mengenai sesuatu yang tidak daoat diobservasikan.
Handoko (2003 : 135) mengemukakan bahwa kinerja adalah proses melalui
kerja karyawan. Kegiatan ini dapat memperbaiki keputusan-keputusan personalia
dan memberikan umpan balik kepada karyawan tentang pelaksanaan tugas mereka.
Sementara itu Rivai, (2005 : 309) mendefinisikan kinerja sebagai suatu fungsi dari
motivasi dan kemampuan untuk menyelesaikan pekerjaan seseorang dengan
mengutamakan pendidikan, keterampilan, dan pengalaman pada bidang pekerjaan
masing-masing.
2.4.2 Pengukuran Kinerja
Kinerja (performance measurement) adalah suatu proses penilaian kemajuan
pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya, termasuk
informasi atas; efisiensi penggunaan sumber daya dalam menghasilkan barang dan
jasa; kualitas barang dan jasa; hasil kegiatan dibandingkan dengan maksud yang
diinginkan dan efektivitas tindakan dalam mencapai tujuan. (Robertson, 2002)
Lohman (dalam BPKP, 2000) memberikan pengertian bahwa pengukuran
kinerja merupakan suatu aktivitas penilaian pencapaian target-target tertentu yang
24
diderivasi dari tujuan strategi organisasi. Whittaker (dalam BPKP, 2000)
menjelaskan bahwa pengukuran kinerja merupakan suatu alat manajemen yang
digunakan untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas
Metode pengukuran yang berorientasi terpusatkan pada kinerja karyawan
diwaktu yang akan datang melalui pengukuran potensi karyawan atau penetapan
sasaran- sasaran kinerja dimasa mendatang. Metode-metode yang dapat digunakan
adalah :
a. Penilaian Diri, metode ini berguna bila tujuan evaluasi untuk melanjutkan
pengembangan diri.
b. Penilaian Psikologis, pengukuran ini pada umumnya terdiri dari wawancara
mendalam, test-test psikologis, diskusi dengan atasan langsung dan tinjauan
ulang (review) dengan evaluasi lainnya.
c. Pendekatan manajemen berdasarkan obyek Management By Objektif (MBO),
dalam pendekatan ini setiap karyawan dan atasan secara bersama-sama
menetapkan tujuan atau sasaran pelaksanaan kerja diwaktu yang akan datang.
Pengukuran kinerja menurut Mahsun (2006:28) ditujukan untuk menghasilkan
informasi yang sangat bermanfaat untuk pengambilan keputusan manajemen
maupun stakeholder. Keputusan-keputusan yang bersifat ekonomis dan strategis
sangat membutuhkan dukungan informasi kinerja yang membantu menilai
keberhasilan manajemen atau pihak yang diberi amanah untuk mengelola dan
mengurus organisasi. Pengukuran kinerja merupakan suatu aktivitas penilaian
pencapaian target-tager tertentu yang diderivasikan dari rencana strategis
25
organisasi dalam pencapaian tujuannya, pelaksanaan pengukuran kinerja, dan
mengimplementasikan pelaksanaan pengukuran kinerja untuk selanjutnya dilakukan
evaluasi kinerja dalam rangka pengambilan keputusan. Pengukuran kinerja dapat
disajikan pada gambar berikut:
Skema 1. Bagan Pengukuran Kinerja (Mahsun, 2006:29)
Elemen-elemen pokok pengukuran suatu kinerja dikemukan oleh Mahsun
(2006:26) sebagai berikut :
1. Menetapkan tujuan, sasaran dan strategi organisasi
2. Merumuskan indikator dan ukuran kinerja
3. Mengukur tingkat ketercapaian tujuan dan sasaran-sasaran organisasi
4. Evaluasi kinerja.(feedback, penilaian kemajuan organisasi, meningkatkan
kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas)
Pengukuran kinerja adalah mengukur karyawan. Pengukuran adalah
penetapan angka atau kata-kata pada butir-butir, keadaan, kejadian, atau kinerja
untuk menentukan ada tidaknya perbedaan. Informasi mengenai pengukuran
bersifat deskriptif, tidak ambisius dan objektif agar dapat bermanfaat secara
maksimal. Agar pengukuran kinerja bersifat sensitif, artinya dapat membedakan
kinerja karyawan yang sangat baik dan baik dengan kinerja karyawan yang sedang,
26
buruk dan sangat buruk setiap indikator dilengkapi dengan deskriptor level kinerja
(DLK)(Wirawan, 2009:77).
Teknik pengembangan butir-butir instrumen pengukuran kinerja bergantung
kepada model pengukuran kenerja dan jenis instrumennya dan mempunyai pola
yang hampir sama. Pengembangan instrumen pengukuran kinerja dimulai dengan
pengambangan dimensi indikator dan deskriptor level kinerja pekerjaan, oleh
karena itu digunakan matriks sebagai berikut : (Wirawan, 2009:80).
Tabel 2.2. Pengembangan Dimensi dan Indikator Instrumen Evaluasi Kinerja
Strategi dan Tujuan
Pengukuran Kinerja
Dimensi Kinerja Indokantor Deskriptor Level Kinerja
Kinerja 1. Hasil Kerja 1. Kualitas hasil kerja2. Kuantitas hasil
kerja3. Efisiensi dalam
melaksanakan tugas
Menggunakan angka dan kata sifat100-90 sangat baik89-80 Baik79-70 Sedang69-50 Buruk49-40 Sangat Buruk< 40 Tidak dapat diterima.
2. Perilaku kerja 1. Disiplin kerja2. Inisiatif3. Ketelitian
3. Sifat pribadi yang ada hubungannya dengan pekerjaan
1. Kepemimpinan2. Kejujuran3. Kreativitas
Sumber : Wirawan (2009:80)
Sebelum digunakan dalam sistem pengukuran kinerja, instrumen kinerja harus
diuji untuk mengetahui validitas dan reliabilitasnya. I
27
Suprianto (2000 : 37-51) mengemukakan bahwa terdapat dua penggolongan
metode untuk menilai kinerja karyawan, yaitu metode-metode penilaian yang
berorientasi pada masa lalu dan metode-metode penilaian yang berorientasi pada
masa depan. Penilaian kinerja berorientasi pada :
a. Rating Scale (skala ukuran)
Pada penilaian ini evaluasi subjektif dilakukan oleh atasan terhadap kinerja
karyawan dengan skala tertentu dari rendah sampai tinggi. Penilaian didasarkan
pada atasan yang membandingkan hasil pekerjaan tersebut. Penilaian biasanya
diisi oleh atasan langsung dengan menandai tanggapan-tanggapan yang paling
sesuai untuk setiap dimensi pelaksanaan pekerjaan.
b. Checklist (Daftar pemerikasaan)
Penilaian ini dimaksudkan untuk mengurangi beban pimpian. Pimpinan tinggal
memilih kalimat-kalimat atau kata-kata yang menggambarkan kinerja dan
karakteristik karyawan.
c. Penilaian Berdasarkan Peristiwa Kritis
Penilaian ini merupakan cara penilaian yang mendasarkan pada catatan- catatan
atasan yang menggambarkan perilaku karyawan sangat baik atau sangat jelek
dalam kaitannya dengan pelaksanaan pekerjaan.
d. Peninjauan Lapangan
Dalam penelitian ini, pimpinan atau atasan turun langsung kelapangan untuk
mendapatkan informasi khusus tentang kinerja karyawannya.
e. Test dan Observasi Kinerja
28
Bila jumlah pekerjaan terbatas, penilaian kinerja bisa didasarkan pada test
pengetahuan dan keterampilan. Test mungkin dilakukan secara tertutup atau
peragaan keterampilan.
f. Penilaian Evaluasi Kelompok
Metode ini berguna untuk pengambilan keputusan kenaikan upah, promosi dan
berbagai bentuk penghargaan organisasi karena menghasilkan ranking karyawan
dari yang terbaik sampai terburuk. Berbagai penilaian evaluasi kelompok
diantaranya :
1) Metode Ranking
Dalam metode ini atasan membandingkan karyawan yang satu dengan
karyawan yang lainnya untuk menentukan siapa yang lebih baik, dan
kemudian menempatkan setiap karyawan dalam urutan dari yang terbaik
sampai yang terburuk.
2) Grading dan Forved Distribution (Penilaian dan Jalur Penempatan)
Pada metode ini atasan memisah-misahkan atau menyortir karyawan pada
berbagai kualifikasi yang berbeda. Biasanya satu profesi tertentu harus
diletakkan pada setiap kategori.
3. Point Allocation Method (Metode Alokasi Titik)
Metode ini merupakan bentuk lain dari metode Grading. Atasan diberikan
sejumlah nilai total untuk dialokasikan diantara para karyawan dalam
kelompok.
29
Teknik Pusat Penilaian, metode ini merupakan suatu bentuk pengukuran
karyawan yang distandarisasikan dimana tergantung pada berbagai tipe pengukuran
dari atasan.
2.5 Kerangka Pikir
Karyawan sebagai aparatur negara mempunyai tugas dan tanggung jawab
dalam menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang ada pada instansinya masing-
masing, seperti instansi Kantor PT. PLN (Persero) Cabang Kolaka. yang
menjalankan administrasi dan peyalanan masyarakat.. Kinerja karyawan
membutuhkan kemampuan kerja, keterampilan, pengalaman, tingkat pendidikan,
jenis pekerjaan, dan jam kerja untuk melaksanakan pekerjaan.
Budaya kerja pada Kantor PT. PLN (Persero) Cabang Kolaka. merupakan
rangkaian kerja yang diterapkan pada Instansi Kantor PT. PLN (Persero) Cabang
Kolaka. untuk melaksanakan pekerjaan dengan sikap terhadap pekerjaan, perilaku
dalam bekerja kenampakan (sarana, alat dan lingkungan kerja) dan etos kerja
karyawan.
Model analisis yang digunakan dalam menjawab permasalahan yang
dikemukakan dalam penelitian ini adalah analisi regresi linear berganda guna
memperoleh solusi dan jawaban atas pengaruh budaya kerja terhadap kinerja
karyawan pada PT.PLN (Persero) Cabang Kolaka. dengan demikian diperoleh
kesimpulan dan rekomendasi terhadap budaya kerja karyawan pada Kantor PT.
PLN (Persero) Cabang Kolaka.. Secara ilustratif kerangka pikir dimaksud dapat di
kemukakan melalui skema berikut :
30
Skema 1
Kerangka Pikir
31
KARYAWAN PT. PT. PLN (Perseo) Cabang Kolaka
PELAKSANAAN PEKERJAAN
BUDAYA KERJA
1. Sikap terhadap pekerjaan (X1)2. Perilaku Terhadap Pekerjaan (X2)3. Responsif (X3)4. Etos Kerja (X4)
(Ndraha, 2002)
Kinerja Karyawan
1. Hasil Kerja (Y1) (Wirawan, 2009)
ALAT ANALISISRegresi Linear Berganda
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
2.6. Hipotesis
Berdasarkan permasalahan yang di kemukakan dalam penelitian ini
hipotesis yang dikemukakan adalah : budaya kerja yang terdiri dari sikpa perilaku,
responsif dan etos kerja mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja
karyawan pada Kantor PT. PLN (Persero) Cabang Kolaka.
Berdasarkan hipotesis tersebut, disusun sebuah kerangka konsep penelitian
sebagai berikut :
Skema 2. Kerangka Konsep Penelitian
32
X1
X2
X3
X4
Y
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Objek Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada Kantor PT. PLN (Persero) Cabang Kolaka.
3.2 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian adalah keseluruhan karyawan yang ada pada
Kantor PT. PLN (Persero) Cabang Kolaka. sebanyak 144 orang. Penentuan sampel
penelitian dilakukan dengan menggunakan teknik cluster sampling atau penentuan
sampel secara sengaja sesuai kebutuhan penelitian sebanyajk 45 responden. Adapun
jumlah sampel berdasarkan clusternya ditetapkan sebagai berikut :
- Bagian konstruksi = 47 X 31% = 15- Bagian distribusi = 32 X 31% = 10- Bagian pelanggan = 32 X 31% = 10- Bagian administrasi = 32 X 31% = 10
Jumlah Sampele = 144 = 45
Dengan demikian jumlah sample yang digunakan dalam penelitian ini
berjumlah 45 responden,
3.3 Jenis dan Sumber Data
3.3.1 Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :
1. Data Primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari Kantor
PT.PLN (Persero) Cabang Kolaka, meliputi sikap (tanggung jawab dan
percaya diri), perilaku (kerja sama dan saling menghormati), responsif
33
(penggunaan alat dan prasarana kerja) dan etos kerja (disiplin dan
semangat kerja) serta efektivitas (hasil pekerjaan).
2. Data Sekunder, data yang berupa dokumen kantor dan literatur yang ada
kaitannya dalam penelitian ini.
3.3.2 Sumber Data
Sumber data yang diperoleh dalam penelitian ini bersumber dari Kantor
PT.PLN (Persero) Cabang Kolaka.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
meliputi :
1. Interview, adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
wawancara langsung dengan para responden karyawan pada Kantor PT. PLN
(Persero) Cabang Kolaka.
2. Dokumentasi, yaitu melakukan pengamatan terhadap data-data yang telah
didokumentasikan pada Kantor PT. PLN (Persero) Cabang Kolaka.
3. Kuesioner yaitu dengan menggunakan daftar pertanyaan yang diberikan kepada
responden karyawan Kantor PT. PLN (Persero) Cabang Kolaka..
3.5 Metode Analisis
Analisis statistik inferensial yaitu suatu analisis yang dilakukan dengan tujuan
untuk menguji hipotesis penelitian yang telah diajukan, pada penelitian ini
digunakan metode analisis regresi linear berganda dengan formulasi sebagai
berikut :
34
(Supranto, J, 1997:293)
Keterangan :
Y = Kinerja karyawano = Konstanta1,2.3, 1 = Koefisien regresiX1 = SikapX2 = PerilakuX3 = ResponsifX4 = Etos kerja
Selanjutnya dalam pengujian hipotesis dalam penelitian ini tingkat kepercayaan
yang ditetapkan oleh peneliti 95% atau α = 0,05 dengan syarat pengujian. Apabila
nilai thitung > ttabel pada tingkat signifikansi α= 0,05 atau 5% maka Hipotesis teori
akan diterima sebaliknya jika thitung < ttabel, maka hipotesis penelitian ini ditolak
(Sugiyono, 2001).
3.6. Uji Hipotesis
Dalam dalam penelitian ini struktur hubungan untuk membuktikan hipotesis
penelitian disajikan pada gambar berikut :
Skema 3 Struktur Hubungan X dan Y
a. Uji Hipotesis
Dalam penelitian ini hipotesis yang dikemukakan diuji partial (Uji t) dan uji
simultas (Uji F).
35
1) Uji t (Partial Test)
Uji t diukur dengan rumus berikut :
(Sugiyono, 2006:214)
Keterangan :
n = jumlah sampelr = korelasi
Jika thitung lebih besar dari ttabel, maka ha diterima dan ho ditolakJika thitung lebih kecil dari ttabel, maka ha ditolak dan ho diterima
ha = Variabel budaya kerja berhubungan dengan kinerja karyawanho = Variabel budaya kerja tidak berhubungan dengan kinerja karyawan
b. Uji Reliabilitas dan Validitas
1) Uji Reliabilita
Uji reliablitas (keandalan) merupakan ukuran suatu kestabilan dan konsistensi
responden dalam menjawab hal-hal yang berkaitan dengan kontruk-konstruk
pertanyaan yang merupakan dimensi dari variabel yang diteliti. Reliabilitas
kontruk pertanyaan dikatakan baik jika memiliki nilai cronbach’s Alpha lebih
besari dari 60 ( > 60).
2) Uji Validitas
Uji validasi digunakan untuk mengetahui kelayakan butir-butir dalam kuisioner
dalam mendefinisikan variabel penelitian. Butir pertanyaan dikatakan valid jika
nilai r-hitung yang merupakan nilai dari corrected item total correlation lebih
besar dari r-tabel.
36
3.7 Uji Asumsi Klasi (Penggunaan Regresi)
3.7.1 Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya variabel
independen yang memiliki kemiripan dengan variabel independen lainnya dalam
satu model yang dilihat dari nilai variance inflation faktor (VIF).
a. Jika nilai variance inflation faktor (VIF) tidak lebih dari 10 dan nilai Tolerance
tidak kurang dari 0,1, maka model dapat dikatakan terbebas dari
multikolinearitas
b. Jika nilai korelasi antar masing-masing variabel independen kurang dari 0,70,
maka model dapat dikatakan terbebas dari asumsi klasik multikoliearitas. Jika
lebih dari 0,7 maka diasumsukan terjadi korelasi yang sangat kuat antarvariabel
independen sehingga terjadi multikolinearitas.
c. Jika nilai koefisien determinan, baik dilihat dari R2 maupun R-Square di atas
0,60, namun tidak ada variabel independen yang berpengaruh terhadap variabel
dependen, maka ditengarai model terkenal multikolinearitas.
3.7.2 Uji Heteroskesdastisitas
Heteroskesdastistas menguji terhadinya perbedaan variance residual suatu
periode pengamatan ke periode pengamatan lain atay gambaran hubungan antara
nilai yang diprediksi dengan Student Delete Residual nilai tersebut. Model regresi
yang baik adalah model regresi yang memiliki persamaan variance residual suatu
periode pengamatan yang lain atau adanya hubungan antara nilai yang diprediski
dengan Student Delete Residual.
37
3.7.3 Uji Autokorelasi
Uji autokoreslasi dalam suatu model bertujuan untuk mengetahui ada
tidaknya korelasi antara variabel pengganggu (et) pada periode tertentu dengan
variabel pengganggu periode sebelumnya (et-1).
3.8 Definisi Operasional Variabel dan Operasional Variabel
3.8.1 Definisi Operasional Variabel
Definisi operasionel ditujukan untuk memberikan batasan pemahaman
terhadap variabel-variabel yang dibahas, sehingga memudahkan peneliti dalam
membahas variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini.
1. Budaya kerja adalah cara atau tindakan pengawai negeri yang diterapkan dalam
melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaan yang diberikan kepadanya.
Indikator variabel ini terdiri dari :
a. Sikap terhadap pekerjaan adalah tindakan karyawan PT.PLN (Persero)
Cabang Kolaka terhadap pekerjaan yang dikejakan.
b. Perilaku dalam bejerja adalah tindakan karyawan PT. PLMN (Persero)
Cabang Kolaka
c. Responsive adalah penggunaan alat dan sarana prasaran dalam aktivitas di
PT. PLN (Persero) Cabang Kolaka
d. Etos kerja adalah kedisiplian dan semangat kerja karyawan pada PT. PLN
(Persero) Cabang Kolaka.
Pengukuran variabel digunakan skala likert, dimana tanggapan tertinggi
dibe7rikan skor 5 dan tanggan terendah diberikan skor 1.
38
2. Kinerja adalah hasil kerja karyawan dari tugas dan tanggung jawab dalam
pelayanan administrasi dan pelayanan kepada karyawan pada Kantor PT. PLN
(Persero) Cabang Kolaka. Dimenasi variabel ini adalah efektivitas kerja yang
diukur melalui jam kerja dan hasil pekerjaan yang dicapai karyawan PT. PLN
(Persero) Cabang Kolaka. Indikator variabel ini indicator :
a. Kualitas kerja yaitu ketelitian aparat dalam bekerja, berkoodinasi dan
melaksanakan pengawasan dalam penyelenggaran pekerjaan
b. Kuantitas kerja yaitu pelaksanaan pekerjaan atas petunjuk atasan,
kemampuan menyelesaikan pekerjaan dan tidak menunda pekerjaan yang
dikerjakan
Pengukuran variabel digunakan skala likert, dimana tanggapan tertinggi
diberikan skor 5 dan tanggan terendah diberikan skor 1.
3.8.2 Operasional Variabel
Variabel dalam penelitian ini dapat dioperasionalkan sebagai berikut :
Tabel 3.1 Operasional Variabel
Variabel Dimensi Indikator Sumber Acuan
Budaya Kerja(X)
Sikap (X1) Tanggung jawabPercaya diri
Ndraha (2002)
Perilaku (X2) Kerja samaSaling menghormati
Responsif (X3) Penggunaan alat kerjaPrasarana kerja
Etos Kerja (X4) DisiplinSemangat kerja
Kinerja (Y) Hasil kerja Kualitas kerja Wirawan (2009)Kuantitas kerja
39
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Perusahaan
4.1.1 Profil Perusahaan
Penyediaan Tenaga Listrik di Propinsi Sulawesi Tenggara yang terbentuk pada
tahun 1964 pada mulanya dilakukan dan dikelola oleh Maskapai Perusahaan
Setempat (MPS). Masing-masing berkedudukan di Kendari, Bau-Bau dan Raha
serta Kolaka. Seiring dengan penyerahan pengelolaan kelistrikan di Wilayah
Sulawesi Selatan dan Tenggara dari MPS ke PLN Wilayah VIII Makassar maka
pada tahun 1971 Status Organisasi pengelolaan kelistrikan di Kolaka bersama
dengan Kota Kendari berubah menjadi unit setingkat Ranting dengan nama Ranting
Kolaka yang merupakan salah satu sub unit yang berada di bawah PLN Cabang
Ujung Pandang. Setelah itu berturut-turut MPS-MPS yang berada di Kabupaten
Buton, Kabupaten Muna, Kabupaten Kolaka juga diambil alih pengelolaannya oleh
PLN Wilayah VIII.
Wilayah kerja Ranting Kolaka pada saat itu hanya mencakup Kabupaten
Kolaka dan sekitarnya karena kemampuan / kapasitas terpasang pembangkit listrik
yang dikelola belum memadai yaitu sebesar 1.156 kW. Dalam usaha untuk
menjangkau dan mengakomodasi kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan
fasilitas listrik dari PLN disamping untuk memperpendek jalur koordinasi
organisasi dan administrasi PLN di Sulawesi Tenggara maka pada tahun 1977
40
berdasarkan Keputusan Pemimpin PLN Wilayah VIII No.017/W.VIII/1977 status
organisasi Ranting Kolaka ditingkatkan menjadi Cabang dengan nama PLN
Wilayah VIII Cabang Kolaka. Total kapasitas terpasang Pembangkit Listrik PLN
Wilayah VIII Cabang Kendari pada saat itu adalah sebesar 4.780 kW. Sampai
dengan tahun 1990 keadaan pengusahaan kelistrikan di Sulawesi Tenggara terus
mengalami peningkatan yang ditandai dengan meningkatnya jumlah pelanggan
listrik PLN. Hal ini dimungkinkan karena ditunjang oleh penyediaan tenaga listrik
yang cukup memadai dengan kapasitas pembangkit sebesar 20.506 kW.
Pada tahun 1994, PLN Wilayah VIII Cabang Kolaka berubah menjadi PT PLN
(Persero) Cabang Kendari setelah berubahnya status PLN dari Perusahaan Umum
menjadi Persero. Sampai dengan pertengahan tahun 1995, PT PLN (Persero)
Cabang Kolaka khususnya wilayah pelayanan di Kabupaten Kolaka dan sekitarnya
mengalami krisis daya listrik sehingga untuk menanggulangi kondisi tersebut
PT.PLN (Persero) Cabang Kendari melakukan kontrak kerjasama dengan NV. Haji
Kalla yaitu penambahan unit mesin dengan daya terpasang sebesar 4.800 kW
sehingga kapasitas pembangkit tenaga listrik (terpasang) pada saat itu menjadi
sebesar 27.704 kW, kVA Tersambung 48.466 kVA dengan jumlah pelanggan
sebesar 68.784.
Sebagai upaya untuk meningkatkan mutu dan keandalan pelayanan
ketenagalistrikan pada tahun itu pula PT PLN (Persero) Cabang Kolaka
membangun jaringan interkoneksi dengan Sistem Kendari dengan satu sentral
Pembangkit Tenaga Listrik di PLTD Kolaka, penambahan kapasitas pembangkit di
41
beberapa unit Ranting dan Sub Ranting dan Listrik Desa Isolated serta ikut
mengambil bagian dalam program listrik masuk desa.
Sampai dengan akhir tahun 1995, jumlah desa di Kabupaten Kolaka yang telah
mendapat pelayanan listrik dari PT PLN (Persero) Cabang Kolaka sebanyak 432
desa dari 809 desa yang ada atau sekitar 53,40 %.
Untuk memacu peningkatan pelayanan dan peningkatan pengusahaan
kelistrikan, maka pada tanggal 31 Mei 1997 PT PLN (Persero) Cabang Kolaka
meningkatkan status organisasinya menjadi Unit setingkat Cabang dengan nama
PTPLN (Persero) Cabang Kolaka berkedudukan di Kota Kolaka dengan wilayah
kerja.
Sejalan dengan kebijakan restrukturisasi sektor ketenaga listrikan, PT PLN
(Persero) Cabang Kolaka diarahkan menjadi Strategic Business Unit/Investment
Centre dan tindak lanjutnya maka sesuai dengan keputusan Direksi PT. PLN
(Persero) No.01.K/010/DIR/2001 tanggal 08 Januari 2001, PT PLN (Persero)
Wilayah VIII berubah namanya menjadi PT PLN (Persero) Unit Bisnis Sulawesi
Selatan dan Tenggara.
Dalam rangka menerapkan pola pelayanan yang berorientasi kepada
kepentingan pelanggan, maka sesuai Keputusan General Manager PT. PLN
(Persero) Unit Bisnis Sulselra Nomor : 030 dan 031.K/021/GM/2002 tanggal 09
Januari 2002 meningkatkan kualitas pelayanan kepada pelanggan di Kabupaten
Koalak.
42
Seiring dengan dikeluarkannya Keputusan Direksi PT PLN (Persero) Nomor :
120.K/010/DIR/2002 tanggal 27 Agustus 2002 dengan pertimbangan bahwa untuk
menyelaraskan semangat Otonomi Daerah dengan fungsi usaha dan wilayah kerja
PT PLN (Persero) di daerah, maka kemudian nama PT PLN (Persero) Unit Bisnis
Kolaka.
4.1.2. Struktur Organnisasi
Setiap Perusahaan mempunyai tugas untuk mendapatkan sesuatu hasil atau
keuntungan yang maksimal melalui kegiatan kerja sama para anggotanya., karena
tanpa adanya kerja sama yang baik maka tidak akan mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Kegiatan perusahaan akan mencapai sasarannya bila terencanan dan
suatu struktur yang mengelompokkan tenaga kerjanya berdasarkan keterampilan,
keahlian, dan pendidikan serta pengalaman masing-masing tenaga kerja.
Bertitik dari hal tersebut diatas, maka PT. PLN (Persero) Wilaya VIII Cabang
Kolaka yang merupakan salah satu perusahaan yang memberikan layanan jasa
dalam bentuk Listrik (Penerangan) guna untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
Kabupaten Kolaka. Dalam melakukan kegiatanya perusahaan mempunyai struktur
organisasi. Bentuk organisasi yang dimiliki perusahaan tersebut, menunjukkan
bahwa kekuasaan mengalir secara langsung dari Manajer Cabang terus kepada
kepala-kepala bagian hingga akhisnya kepala-kepala seksi. Masing-masing bagian
merupakan unit yang berdiri sendiri dan kepala bagian yang menjalankan semua
fungsi pengawasan dalam bagiannya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat skema pada
struktur organisasi perusahaan PT. PLN (Persero) Cabang Kolaka.
43
Skema 4STRUKTUR ORGANISASI PT. PLN (PERSERO) CABANG KENDARI
44
MANAJER CABANG
FUNGSIONAL AHLI
KEPALA BAGIAN KONSTRUKSI
KEPALA BAGIAN DISTRIBUSI
KB. PELAYANAN PELANGGANG
KEPALA BAGIAN ADMINISTRASI
KS. PERENCANAAN
KONSTRUKSI
KS. PERENCANAAN
DISTRIBUSI
KEPALA SEKSI PEMASARAN KEPALA SEKSI
KEPEGAWAIAN
KS. PENGENDALIAN
KONSTRUKSI
KS. OPERASI DISTRIBUSI
KS. ADMINISTRASI PELANGGANG
KS. ADMINISTRASI
TEKNIK
KEPALA SEKSI PERBEKALAN
KS. PEMELIHARAAN DISTRIBUSI
KEPALA SEKSI PENERANGAN
KEPALA SEKSI LISTRIK
PEDESAAN
KS. PEMBACAAN METER
KEPALA SEKSI PENAGIHAN
KEPALA SEKSI PENYAMBUNGAN
KEPALA SEKSI PENGOLAHAN DATA
RANTING/RAYON
KS. ANGGARAN DAN KEUANGAN
KEPALA SEKSI AKUNTANSI
KEPALA SEKSI SEKRETARIAT UMUM
KEPALA SEKSI P U K K
Sumber : PT. PLN (Persero) Cabang Kendari
Dari berbagai organisasi diatas, dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari
pada masing-masing tingkat manajemen yang mana terdiri dari 4 orang kepala
bagian, keempat kepaka bagian tersebut diatas masing-masing bertanggung jawab
sepenuhnya kepada Manajer Cabang yang langsung memberikan tugas wewenang
dan tanggung jawab dalam melaksanakan kegiatan manajemen PT. PLN (Persero)
Cabang Kolaka. Adapun tugas dan wewenang dari masing-masing bagian adalah
sebagai berikut :
1. Manajer Cabang
Merumuskan sasaran Cabang, mengkoordinasikan dan mengendalikan kegiatan
pelayanan pelanggan, pendistribusian dan atau pembangkitan tenaga listrik berikut
pembangunannya sesuai kebijakan PLN Pusat maupun PLN Wilayah/Distribusi
2. Kepala Bagian Konstruksi
Mengkoordinasikan dan mengendalikan kegiatan perencanaan, pelaksanaan
dan administrasi konstruksi penyediaan tenaga listrik serta bangunan sipil yang
terkait guna pencapaian target dan mutu penyelesaiannya.
3. Kepala Bagian Distribusi
Mengkoordinasikan dan mengendalikan perencanaan, pelaksanaan operasi
dan pemeliharaan distribusi tenaga listrik berkaitan dengan keandalan system,
kontinuitas penyaluran tenaga listrik kepada pelanggan serta melaksanakan operasi
penertiban aliran listrik sehingga kontinuitas dan keandalan jaringan tetap terjaga.
45
4. Kepala Bagian Pelayanan Pelanggan
Mengkoordinasikan dan mengendalian pelaksanaan kegiatan Bagian Pelayanan
Pelanggan yang meliputi pemasaran, tata usaha langganan, penyambungan,
penagihan dan pengolahan data guna kelancaran pelaksanaannya.
5. Kepala Bagian Administrasi
Mengkoordinasikan dan mengendalikan kegiatan Bagian Administrasi yang
meliputi kepegawaian, anggaran dan keuangan, akuntansi, perbekalan dan
secretariat untuk kelancaran dan ketertiban pelaksanaannya.
6. Kepala Seksi Perencanaan Konstruksi
Mengatur dan mengarahkan kegiatan perencanaan pembangunan sarana
penyediaan tenaga listrik dan bangunan sipil yang terkait untuk kesiapan
pelaksanaannya.
7. Kepala Seksi Pengendalian Konstruksi
Mengatur dan mengarahkan kegiatan pengendalian dan pengawasan
pelaksanaan pembangunan sarana penyediaan tenaga listrik dan bangunan sipil
yang terkait guna kesesuaian dengan target penyelesaian.
8. Kepala Seksi Administrasi Teknik
Mengatur dan mengarahkan kegiatan administrasi teknik konstruksi dan
pelaporan pelaksanaan pembangunan sarana penyediaan tenaga listrik dan
bangunan sipil yang terkait guna kelancaran dan ketertiban administrasi.
46
9. Kepala Seksi Perbekalan
Mengatur dan mengarahkan kegiatan di bidang perbekalan, yang meliputi
persediaan dan pengadaan barang, peralatan perbekalan berdasarkan kebutuhan.
10. Kepala Seksi Perencanaan Distribusi
Mengatur dan mengarahkan kegiatan dalam rangka penyusunan rencana kerja,
SOP pengoperasian dan pemeliharaan serta penyusunan RAO/UAI dan
pemantauan pemutakhiran data atau informasi jaringan distribusi sehingga dapat
menunjang target/sasaran yang telah ditetapkan.
11. Kepala Seksi Operasi Distribusi
Mengatur dan mengarahkan pelaksanaan manuver jaringan, perbaikan gangguan
dan pengaturan jaringan yang berkaitan dengan pemasangan gardu, modifikasi
dan perluasan jaringan agar keandalan pendistribusian tenaga listrik dapat
terjaga dengan baik.
12. Kepala Seksi Pemeliharaan Distribusi
Menyusun rencana kegiatan, membagi tugas membimbing bawahan,
mengevaluasi hasil kerja bawahan dan menyusun program-program distribusi
serta membuat laporan seksi pemeliharaan distribusi sebagai
pertanggungjawaban pelaksanaan tugas.
13. Kepala Seksi Listrik Pedesaan
Menyusun rencana dan evaluasi pengembangan dan pengusahaan listrik
pedesaan sebagai bahan pelaksanaan pembangunan dan pengusahaannya.
47
14. Kepala Seksi Peneraan
Mengawasi serta memberi petunjuk dan membagi tugas-tugas kepada Teknisi
Peneraan dan Juru Administrasi Peneraan untuk kelancaran tugas peneraan
sehingga sasaran peneraan dapat tercapai.
15. Kepala Seksi Pemasaran
Mengatur dan mengarahkan kegiatan Seksi Pemasaran meliputi rencana
penjualan, penyuluhan dan pengembangan sarana pembayaran untuk pencapaian
optimalisasi pemasaran.
16. Kepala Seksi Administrasi Pelanggan
Mengatur dan mengarahkan kegiatan Seksi Administrasi Pelanggan meliputi
pelayanan pada calon pelanggan, pencatatan jumlah pelanggan, jenis tariff dan
golongan rekening guna kelancaran pelayanan.
17. Kepala Seksi Penagihan
Mengatur dan mengarahkan kegiatan Seksi Penagihan meliputi penagihan dan
pengiriman rekening untuk pencapaian optimalisasi penagihan.
18. Kepala Seksi Penyambungan
Mengatur dan mengarahkan kegiatan Seksi Penyambungan meliputi survey
lokasi, pemeriksaan instalasi dan pemasangan SR/APP sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
48
19. Kepala Seksi Pengolahan Data
Mengatur dan mengarahkan kegiatan Seksi Pengolahan Data meliputi Aplikasi
Program pengolahan data, penyajian informasi dan penyimpanan data guna
menciptakan system informasi yang memadai.
20. Kepala Seksi Pembacaan Meter
Mengatur dan mengarahkan kegiatan pembacaan dan pencatatan angka stand
meter kWh, kVArh dan kVA Max seluruh pelanggan meter serta melakukan
pembinaan, pengawasan dan pengendalian terhadap petugas baca meter.
21. Kepala Seksi Kepegawaian
Mengatur dan mengarahkan kegiatan kepegawaian yang meliputi
pengembangan sumberdaya manusia, tata usaha kepegawaian, kesejahteraan
pegawai, keselamatan dan kesehatan kerja (K3) guna kelancaran tugasnya.
22. Kepala Seksi Anggaran Dan Keuangan
Mengatur dan mengarahkan kegiatan di bidang Anggaran dan Keuangan yang
meliputi penyusunan rencana anggaran, pemantauan anggaran pendapatan dan
belanja Cabang, pengelolaan dana, pengasuransian dan kegiatan perpajakan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
23. Kepala Seksi Akuntansi
Mengatur dan mengarahkan kegiatan di bidang Akuntansi meliputi pencatatan
transaksi, aktiva tetap dan PDP, persediaan barang serta pembuatan laporan
pembukuan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
49
24. Kepala Seksi Sekretariat Dan Umum
Mengatur dan mengarahkan kegiatan kesekretariatan, meliputi surat
menyurat, rumah tangga, kebutuhan fasilitas/sarana kerja dan pemeliharaan
sarana kerja sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
25. Kepala Seksi Pembinaan Usaha Kecil Dan Koperasi
Memeriksa kelayakan Usaha Kecil dan Koperasi yang akan diberi bantuan,
mangawasi dan membina pelaksanaan bantuan tersebut, serta membuat daftar
Usaha Kecil dan Koperasi yang dikelola.
Berdasarkan tugas dan wewenang masing-masing bagian dan seksi pada
PT.PLN (Persero) Cabang Kolaka tersebut, maka dapat dikemukakan bahwa
budaya kerja perusahaan didasari dengan struktur organisasi kerja yang kompleks
dan saling berkoordinasi serta mengkomunikasikan kegiatan yang akan dilakukan
pada perusahaan. Hasil penelitian diperoleh bahwa kegiatan yang dilakukan pada
perusahaan ini antara lain :
1. Melaksanakan kegiatan kantor pada setiap hari kerja dari pukul 07.00-14.00
WITA.
2. Melaksanakan kegiatan produksi pada setiap hari kerja dengan regu kerja yang
diatur oleh pimpinan perusahaan.
3. Melakukan pemasangan jaringan baru atas permintaan pelanggan
4. Memeriksa dan membersihkan pepohonan yang menghambat jalur trasmisi kabel
dari perusahaan ke konsumen/pelanggan
5. Melakukan pelayanan gangguan listrik
50
Lima kegiatan pokok tersebut merupakan gambaran budaya kerja karyawan dalam
melaksanakan tugas dan tanggung pada PT. PLN (Persero) Cabang Kolaka.
4.2 Karakteristik Responden
Responden dalam penelitian ini digunakan sebanyak 45 orang yang merupakan
karyawan pada PT. PLN (Persero) Cabang Kolaka dengan karakteristik yang dapat
dijelaskan sebagai berikut :
4.2.1 Umur
Responden yang diteliti dalam penelitian ini terdiri dari karyawan yang
melakukan aktivitas pada PT. PLN (Persero) Cabang Kolaka dengan karakteristik
responden menurut umur yang dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut :
Tabel 4.1. Karakteristik Responden Menurut Kelompok Umur
No. Kelompok Umur Jumlah Responden (Orang)
Persentase (%)
1.2.3.4.5.
≤ 3031 – 3536 – 4041 – 45
≥ 46
4121496
2526,6731,11
2013,33
Jumlah 45 100,0Sumber : Data primer diolah, Tahun 2009
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa responden yang merupakan karyawan
PT.PLN (Persero) Cabang Kolaka dengan tingkat usia yang berada pada kelompok
umur kurang dari 30 tahun sebanyak 4 orang atau 25%, karyawan yang ada
kelompok usia 31-35 tahun sebanyak 12 orang atau 26,67%, karyawan yang
termasuk dalam kelompok umur 36-40 tahun sebanyak 14 orang atau 31,11%,
karyawan yang termasuk kelompok umu 41-45 tahun sebanyak 9 orang atau 20 %
51
dan karyawan yang termasuk dalam kelompok umur lebih dari 46 tahun sebanyak 6
orang atau 13,33%. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar karyawan yang
bekerjaan pada PT. PLN (Persero) Cabang Kolaka berusia antara 36-40 tahun yang
merupakan jenjang usia produktif seorang karyawan dalam bekerja dengan
kemampuan kerja, keterampilan kerja dan pengalaman kerja yang pada gilirannya
akan meningkatkan kinerja karyawan. Kaitan umur responden dengan budaya kerja
dalam penelitian adalah produktivitas kerja yang dimiliki masing-masing responden
untuk bersikap, berperilaku, responsif terhadap pekerjaan dan memiliki etos kerja
yang baik sesuatu dengan tingkat umurnya masing-masing yang ada akhirnya akan
dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik.
4.2.2 Jenis Kelamin
Responden yang diteliti dalam penelitian ini terdiri dari jenis kelamin laki-
laki dan perempuan yang dapat dijelaskan pada Tabel 4.2 berikut :
Tabel 4.2. Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin
No. Jenis Kelamin Jumlah Responden Persentase (%)
1.
2.
Laki-Laki
Perempuan
33
12
73,33
26,67
Jumlah 45 100,0
Sumber : Data primer diolah, Tahun 2009
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa responden yang diteliti dalam penelitian ini
terdiri dari laki-laki sebanyak 33 orang atau 73,33% dan perempuan sebanyak 12
orang atau 26,67 %. Hal ini menggambarkan bahwa kegiatan pelayanan yang
berlangsung pada PT. PLN (Persero) Cabang Kolaka didominasi oleh karyawan
52
laki-laki. Kaitan jenis kelamin responden dengan budaya kerja dalam penelitian
adalah efektivitas kerja yang dimiliki masing-masing responden untuk
melaksanakan pekerjaan pada unit kerja sesuai dengan kualitas dan kemampuan
masing-masing.
4.2.3 Pendidikan
Responden yang diteliti dalam penelitian ini memiliki pendidikan yang
berbeda-beda, hal ini dapat disajikan pada Tabel berikut :
Tabel 4.3. Karakteristik Responden Menurut Tingkat Pendidikan
No. Pendidikan Jumlah Responden Persentase (%)1.2.
Tamat SMA Tamat Perguruan Tinggi
1926
42,2257,78
Jumlah 45 100,0Sumber : Data primer diolah, Tahun 2009
Tabel 4.3 menggambarkan bahwa responden yang merupakan karyawan
pada PT. PLN (Persero) Cabang Kolaka berpendidikan SMA sebanyak 19 orang
atau 42,22%, karyawan berpendidikan tamat perguruan tinggi sebanyak 26 orang
atau 57,78% dari keseluruhan jumlah karyawan. Hal ini berindikasikan bahwa
sebagian besar karyawan yang bekerja pada PT. PLN (Persero) Cabang Kolaka
adalah karyawan yang berpendidikan sarjana. Kaitan pendidikan responden dengan
budaya kerja dalam penelitian adalah pengetahuan yang membentuk pemahaman
masing-masing karyawan terhadap pekerjaan yang dikerjakannya.
53
4.3 Uji Validitas dan Reliabilitas
Untuk mengukur kuisioner sebagai instrumen penelitian, maka digunakan uji
validitas dan reliabilitas. Suatu instrumen dalam penelitian dapat dikatakan valid
apabila mampu mengukur apa yang ingin diukur dan dapat mengungkapkan data
dan variabel yang diteliti secara konsisten. Uji validitas dilakukan dengan
menggunakan koefisien korelasi product moment pearson. Instrumen dikatakan
valid jika nilai r>0,30 dengan deraja signifikan sebesar 0,05 (Sugiyono, 2001:114)
Uji reliabilitas dilakukan untuk menguji konsistensi instrumen menggunakan
alpha Cronbach (α) dengan tingkat reliabilitas yang diterima adalah ≥ 0,60 atau
60%. Lebih jelasnya hasil uji validitas dan reliabilitas instrumen dapat dilihat pada
tabel berikut :
Tabel 4.4 Rekapitulasi hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitia
Variabel Peneliian
Indikator Butir (Item)
Koefisien Korelasi
(r)
Signifikan Keputusan Alpha Cronbach
Keputusan
Budaya Kerja(X)
Sikap (X1) X11 0.671 0,000 Valid 0.892 Reliabel
X12 0.702 0,000 Valid 0.890 Reliabel
Perilaku(X2)
X21 0.533 0,000 Valid 0.900 Reliabel
X22 0.599 0,000 Valid 0.896 Reliabel
Responship(X3)
X31 0.623 0,000 Valid 0.895 Reliabel
X32 0.678 0,000 Valid 0.891 Reliabel
Etos Kerja(X4)
X41 0.734 0,000 Valid 0.887 Reliabel
X42 0.621 0,000 Valid 0.895 Reliabel
Produktivitas kerja (Y)
Hasil Kerja (Y)
Y1 0.763 0,000 Valid 0.885 Reliabel
Y2 0.644 0,000 Valid 0.894 Reliabel
Sumber : Data Primer Diolah
Tabel 4.4 menunjukkan hasil uji validitas dari seluruh butir pernyataan adalah
valid yang berarti instrumen penelitian dapat digunakan untuk menjawab
permasalahan yang dikemukakan dalam penelitian ini, dimana hal ini ditandai
54
dengan keseluruhan nilai koefisien korelasi (r) lebih dari 0,30 yang menyatakan
bahwa pernyataan dari kuisioner adalah valid. Hasil uji reliabilitas menunjukkan
bahwa nilai koefisien alpha cronbach lebih besar dari 0,60 atau di atas 60% yang
berarti bahwa instrument budaya kerja yang dapat dipercaya kehandalannya.
Sementara itu variabel Y memiliki koefisien alpha cronbach yang lebih dari 60%
dan dapat dipercaya kehandalannya. Hasil uji validitas dan reliabilitas instrumen
penelitian ini menunjukkan bahwa semua butir pernyataan yang digunakan, dapat
layak sebagai instrumen untuk melakukan pengukuran setiap varibael yang diteliti.
4.4 Deskripsi Variabel Penelitian
Berdasarkan data yang dikumpulkan dengan menggunakan metode kuisioner,
maka kondisi obyektif dari masing-masing variabel dalam penelitian ini yaitu
variabel budaya kerja (X) dan variabel produktivitas (Y) dapat dijelaskan bahwa
dengan tingkat pernyataan setiap butir berentang 1 sampai 5 dengan jumlah
rensponden 45 orang akan dihitung interval. Rata-rata tertinggi adalah 5 dan rata-
rata terendah adalah 1, oleh karena itu variabel budaya kerja yang diukur dengan
indikator sikap, perilaku, responsif dan etos kerja dapat dikategorikan sebagai
berikut:
4.4.1 Variabel Budaya Kerja
Budaya kerja adalah persepsi karyawan terhadap metode yang diterapkan
dalam melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaan yang diberikan kepadanya.
Namun sebelumnya, dapat dijelaskan interpretai skor rata-rata tanggapan responden
disajikan pada tabel berikut :
55
Tabel 4.5 Interpretasi Skor
No Nilai Skor Rata-Rata Interpretasi1. 0,00 – 1,99 Rendah2. 2,00 – 3,99 Sedang3. 4,00 – 5,99 Tinggi
Sumber : Riduwan, (2006:22) Indikator variabel yang digunakan adalah sikap (X1), Perilaku (X2)
responship (X3) dan etos kerja (X4). Rekapitulasi distribusi frekuensi jawaban
responden atas variabel budaya kerja dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.6 Rekapitulasi Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Atas Variabel Budaya Kerja.
Variabel
Indikator Butir (Item)
Jawaban Responden
STS (1) TS (2) N (3) S (4) SS (5)
f % f % f % f % f %
Budaya
Kerja(X)
Sikap (X1) X11 1 2,2 15 33,3 13 28,9 6 13,3 10 22,2
X12 3 6,7 6 13,3 14 31,1 17 37,8 5 11,1
Mean Variabel X1 3.267
Perilaku(X2)
X21 2 4,4 7 15,6 15 33,3 13 28,9 8 17,8
X22 3 6,7 6 13,3 10 22,2 17 37,8 9 20
Mean Variabel X2 3.455
Responship
(X3)
X31 3 6,7 12 26,7 8 17,8 9 20 13 28,9
X32 3 6,7 4 8,9 12 26,7 17 37,8 9 20
Mean Variabel X3 3.467
Etos Kerja(X4)
X41 3 6,7 11 24,4 12 26,7 9 20 10 22,2
X42 2 4,4 5 11,1 7 15,6 18 40 13 28,9
Mean Variabel X4 3.522
Sumber : Data Primer Diolah
Berdasarkan hasil penelitian yang disajikan pada tabel 4.6 dari 45 responden
dalam memberikan tanggapan dari penilaian terhadap variabel ini bervariasi, untuk
jelasnya deskripsi tanggapan responden pada penelitian ini sebagai berikut :
56
a. Distribusi frekuensi jawaban responden untuk indikator sikap (X1)
menunjukkan nilai mean sebesar 3,267 yang dapat dikategorikan pada tingkat
netral dan dirinci sebagai berikut :
1. Item (X1.1) mengenai sikap tanggung jawab, 1 responden atau 2,2% sangat
tidak setuju dengan budaya kerja yang diterapkan oleh perusahaan yang
menyerahkan tanggung jawab pekerjaan kepada karyawan, 15 responden
atau 33,3% tidak setuju, 13 responden atau 28,9% yang bersikap netral, 6
responden atau 11,1% menyatakan setuju dan 10 responden atau 22,2%
menyatakan sangat setuju. Hal ini berarti bahwa sebagian besar responden
tidak setuju dengan budaya kerja yang menyerahkan tanggung jawab
pekerjaan kepada karyawan yang memungkinkan karyawan harus bekerja
sesuai budaya kerja perusahaan.
Responden memilih tidak setuju dan sangat tidak setuju karena
mereka menyatakan bahwa setiap pekerjaan memiliki penanggung jawab
dan mereka hanya melaksanaan perintah untuk bekerja. Strategi untuk
mengatasi responden yang demikian dilakukan pembagian tugas kerja
secara individu sehingga masing-masing karyawan bertanggung jawab atas
pelaksanaan pekerjaannya.
2. Item (X1.2) mengenai percaya diri merupakan sikap karyawan dalam
melaksanakan pekerjaan yang diberikan, 3 responden atau 6,7 %
menyatakan sangat tidak setuju untuk bekerja dengan percaya diri oleh
karena pekerjaan di dalam perusahaan membutuhkan adanya rasa
57
kebersamaan dalam bekerja untuk menyelesaikan pekerjaan, 6 responden
atau 13,3% tidak setuju, 14 responden atau 31,1% bersikap netral, 17
responden atau 37,8% menyatakan setuju dan 5 atau 11,1% responden
sangat setuju. Hal ini berarti bahwa sebagian besar karyawan yang bekerja
pada PT. PLN (Persero) Cabang Kolaka bekerja yang percaya diri.
Respoden yang menyatakan tidak setuju dan sangat tidak setuju
merupakan mereka yang tidak diberi kesempatan untuk bekerja sendiri
sehingga rasa percaya diri mereka tidak ada. Olehnya itu perlu adanya
pengembangan karier karyawan pada setiap bidang agar karyawan lebih
percaya diri dalam bekerja.
b. Distribusi frekuensi jawaban responden untuk indikator sikap (X2) menunjukkan
nilai mean sebesar 3,456 yang dapat dikategorikan pada tingkat netral dan
dirinci sebagai berikut :
1. Item (X2.1) mengenai perilaku kerja sama dalam melaksanakan pekerjaan, hasil
penelitian diperoleh 2 responden atau 4,4% sangat tidak setuju untuk bekerja
sama dalam melaksanakan tugas karena pekerjaan mereka tidak
membutuhkan adanya bantuan orang lain, 7 responden atau 15,6%
menyatakan tidak setuju karena mereka dalam dapat melaksanakan pekerjaan
mereka sendiri, 15 responden atau 33,3% bersikap netral, 13 responden atau
28,9% menyatakan setuju karena pekerjaan di dalam perusahaan harus
dilakukan secara bersama dengan rekan sekerja dan 8 responden atau 17,8%
58
menyatakatan sangat setuju dengan perilaku bekerja sama dalam budaya
kerja.
2. Item (X2.2) mengenai perilaku saling menghormati, dari hasil penelitian
diperoleh bahwa sebagian besar karyawan setuju untuk mewujudkan perilaku
saling menghormati dalam budaya kerja pada perusahaan guna meningkatkan
pelayanan palanggan. Hal ini dapat dilihat dari hasil distribusi frekuensi
sebesar 37,8 % responden yang menyatakan hal tersebut.
Adanya karyawan yang tidak setuju dan sangat tidak setuju karena
kondisi pekerjaan yang padat dan ketegangan kerja membuat karyawan
terkadang tidak saling menghormati, olehnya itu perlu adanya kebersamaan
dan rasa saling menghormati yang harus ditingkatkan dalam mencapai hasil
kerja yang baik.
c. Distribusi frekuensi jawaban responden untuk indikator responsif (X3)
menunjukkan nilai mean sebesar 3,467 yang dapat dikategorikan pada tingkat
netral dan dirinci sebagai berikut :
1. Item (X3.1) mengenai penggunaan alat kerja yang disediakan oleh PT. PLN
(Persero) Cabang Kolaka sebagian besar karyawan sangat setuju dengan
penggunaan alat kerja dalam melakukan kegiatan dan sekaligus menunjang
kelancaran pelayanan palanggan. Hal ini diperkuat dengan hasil distribusi
frekuensi yang menunjukkan 28,9% responden yang menyatakan sangat
setuju.
59
Responden yang menyatakan tidak setuju dan sangat tidak setuju karena
mereka belum dan bahkan tidak menguasai alat yang disediakan perusahaan,
olehnya itu diperlukan adanya sosialisasi pengenalan dan penggunaan alat
sehingga pekerjaan dapat dilaksanakan dengan baik.
2. Item (X3.2) mengenai prasarana kerja yang disediakan oleh PT. PLN
(Persero) Cabang Kolaka, sebagai besar karyawan bersikap setuju terhadap
prasarana kerja yang disediakan untuk dalam digunakan dalam menunjang
kelancaran pelayanan palanggan, Hal ini diperkuat dengan hasil distribusi
frekuensi tanggapan yang menunjukkan 37,8% responden karyawan
PT.PLN (Persero) Cabang Kolaka yang selalu menggunakan prasarana kerja
tersebut.
Mereka yang menyatakan tidak setuju dan sangat tidak setuju
disebabkan oleh adanya prasarana yang tidak mudah dikendalikan oleh
karyawan dan membutuhkan adanya pendampingan, olehnya itu pihak
perusahaan harus menyediakan berbagai petunjuk kerja yang memudahkan
karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya.
d. Distribusi frekuensi jawaban responden untuk indikator etos kerja (X4)
menunjukkan nilai mean sebesar 3,522 yang dapat dikategorikan pada tingkat
netral dan dirinci sebagai berikut :
1. Item (X4.1) mengenai disiplin kerja yang dimiliki karyawan dalam bekerja.
Dari hasil kuisioner diperoleh tanggapan bahwa sebagai besar karyawan yang
bekerja pada PT. PLN (Persero) Cabang Kolaka memiliki kedisiplinan yang
60
merata diantara sesama karyawan, arti masing-masing karyawan memiliki
budaya kerja yang disiplin dan netral. Hal ini diperkuat dari hasil distribusi
frekuensi tanggapan yang menunjukkan 26,7% responden terhadap disiplin
yang sebagian besar bersikap netral dalam menjalankan tugas kerja masing-
masing.
Adanya responden yang tidak setuju dan sangat tidak setuju karena
mereka berada diunit kerja yang berhubungan pelanggan dan waktu kerja
mereka hanya dihabiskan untuk kunjungan pelanggan, olehnya itu diperlukan
adanya peningkatkan kompetensi kerja yang membuat setiap karyawan dapat
bekerja dan mengatur waktunya sehingga tetap konsisten dengan pekerjaan
yang dilakukannya yang pada gilirannya dapat meningkatkan disiplin kerja.
2. Item (X4.2) mengenai semangat kerja yang dmiliki oleh karyawan dalam
budaya kerja, sebagian besar karyawan setuju dan memiliki semangat kerja
dalam memberikan pelayanan kepada palanggan. Hal ini diperkuat dengan
jawaban responden sebesar 40,0% responden yang menyatakan setuju untuk
meningkatkan semangat kerja sebagai bagian dari budaya kerja yang pada
gilirannya akan meningkatkan kinerja pada PT. PLN (Persero) Cabang
Kolaka.
Adanya responden yang menyatakan tidak setuju dan sangat tidak setuju
menunjukkan bahwa karyawan bekerja hanya atas perintah atas tetapi tidak
memiliki semangat kerja, olehnya itu manajemen perusahaan harus
meningkatkan semangat kerja karyawan melalui pemberian tugas dan
61
tanggung jawab serta motivasi yang pada gilirannya mereka semangat dalam
bekerja.
4.4.2 Variabel Kinerja
Variabel kinerja diukur dengan indikator variabel hasil kerja. Hasil
distribusi frekuensi menunjukkan tanggapan responden terhadap hasil kerja
karyawan pada PT. PLN (Persero) Cabang Kolaka seperti yang disajikan pada
Tabel berikut :
Tabel 4.7 Rekapitulasi Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Atas Variabel Kinerja
Variabel Kinerja
Indikator Butir (Item)
Jawaban Responden
STS (1) TS (2) N (3) S (4) SS (5)
f % f % f % f % f %
Hasil Kerja(Y)
Y1 Y1 2 4,4 5 11,1 7 15,6 18 40 13 28,9
Mean Variabel Y1 3,178
Y2 Y2 3 6,7 9 20 11 24,4 8 17,8 14 31,1
Mean Variabel X2 3,467
Rata-rata Variabel Y 3,322
Sumber : Data Primer Diolah
Berdasarkan hasil penelitian yang disajikan pada tabel 4.7 dari 45 responden
dalam memberikan tanggapan dari penilaian terhadap variabel ini bervariasi, untuk
jelasnya deskripsi tanggapan responden pada penelitian ini sebagai berikut :
a) Item (Y1) mengenai ketepatan dalam pelayanan nasabah, diperoleh tanggapan
dari 45 responden terhadap ketepatan dalam pelayanan palanggan, 5 responden
atau 11,1% sangat tidak setuju artinya mereka tidak melakukan pelayanan, 10
responden atau 22,2% tidak setuju, 12 responden atau 26,7% bersikap netral, 8
62
responden atau 17,8% menyatakan setuju dan 10 responden atau 22,2%
menyatakan sangat setuju. Hal ini berindikasikan bahwa sebagian besar
karyawan menyatakan bekerja dengan netral dalam melayani palanggan pada
PT.PLN (Persero) Cabang Kolaka.
b) Item (Y2) mengenai hasil pekerjaan diperoleh tanggapan dari 45 responden, 3
repsonden atau 6,7% sangat tidak setuju artinya hasil kerja mereka tidak
diperhitungkan oleh pimpinan, 9 responden atau 20% tidak setuju, 11 responden
atau 24,4% bersikap netral, 8 responden atau 17,8% menyatakan setuju dan 14
responden atau 31,1% menyatakan sangat setuju. Hal ini berindikasikan bahwa
sebagian besar karyawan memiliki hasil kerja yang diperhatikan oleh atasan
dalam rangka meningkatkan kinerja, namun demikian mereka yang sangat tidak
setuju maupun tidak setuju mengharapkan adanya bimbingan dan arahan dari
atasan langsung dalam rangka meningkatkan kinerja.
4.5 Analisis Statistik Inferensial
4.5.1 Hasil Analisis Regresi Linear Berganda
Penelitian yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh budaya kerja yang
didukung oleh dimensi sikap, perilaku, responsif dan etos kerja karyawan terhadap
kinerja karyawan pada Kantor PT. PLN (Persero) Cabang Kolaka. Berdasarkan
hasil analisis dengan program SPSS 15 diperoleh data sebagai berikut :
63
Tabel 4.8. Hasil Analisis Regresi Linear Berganda Pengaruh Budaya Kerja Terhadap Kinerja pada PT. PLN (Persero) Cabang Kolaka
Variabelbebas
Standardized Koefisien regresi
thitung tsignifikan
X1 0.219 2.056 0.046X2 0.208 2.239 0.031X3 0.372 3.791 0.000X4 0.303 2.963 0.005
Konstanta βο = - 1.100 α = 0.073R Square = 0.822R = 0.907 N = 45
Fhitung = 46.147 α = 0,05
Fsignifikan = 0.000
Standar Error = 0.95379Sumber : Hasil olahan data primer (Lampiran 4)
Berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda yang disajikan pada tabel 4.8
diperoleh persamaa regresi linear berganda pengaruh variabel budaya kerja yang
terdiri dari dimensi sikap, perilaku, responsif dan etos kerja terhadap kinerj
karyawan PT. PLN (Persero) adalah :
Y = - 1,100 + 0,219X1+0,208X2+0,372X3+0,303X4+0,95379
Persamaan tersebut menggambarkan pengaruh masing-masing variabel
independen terhadap variabel dependen dimana setiap perubahan yang terjadi
terhadap nilai X1,X2, X3, dan X4 yang disebabkan oleh naik atau turunnya nilai
koefisien regresi (β) akan memberikan pengaruh terhadap nilai Y. Untuk jelasnya
dapat diintepretasikan sebagai berikut :
1. Hasil uji menunjukkan angka konstanta (βο) dengan nilai signifikansi sebesar
0,073 berarti lebih besar dari nilai α = 0.05, maka dapat diintepretasikan bahwa
secara statistik nilai konstanta (a) tersebut tidak berbeda nyata dengan nol (a =
64
0). Karena itu nilai konstanta tersebut (βο = 1.100) tidak dapat dimasukkan
dalam model regresi.
2. Nilai X1 = 0,219 menunjukkan bahwa jika terjadi peningkatan sikap (X1)
terhadap pekerjaan yang dikerjakan sebesar satu satuan, maka kinerja karyawan
akan meningkatkan sebesar 21,9%, dengan asumsi bahwa variabel lain konstan.
3. Nilai X2 = 0,208 menunjukkan bahwa jika terjadi peningkatan perilaku (X2)
dalam bekerja sebesar satu satuan, maka kinerja karyawan akan meningkatkan
sebesar 20,8% dengan asumsi bahwa variabel lain konstan.
4. Nilai X3 = 0,372 menunjukkan bahwa jika terjadi peningkatan responsif (X3)
dalam penggunaan sarana dan prasarana kerja, maka kinerja karyawan akan
meningkatkan sebesar 37,2% dengan asumsi bahwa variabel lain konstan.
5. Nilai X4 = 0,303 menunjukkan bahwa jika terjadi peningkatan etos kerja (X4)
dalam bekerja sebesar satu satuan, maka kinerja karyawan akan meningkatkan
sebesar 30,3% dengan asumsi bahwa variabel lain konstan.
6. Standar Error Estimasi (SEE) variabel budaya kerja yang terdiri dari dimensi
sikap, perilaku, responsif, dan etos kerja = 0,95379 menunjukkan angka relatif
kecil berarti model regresi linear berganda semakin akurat untuk
memprestasikan kinerja karyawan pada PT. PLN (Persero) Cabang Kolaka.
7. Nilai R² ( R-Square ) sebesar 0,822 menunjukkan bahwa 82,2 % variasi dari
kinerja karyawan pada PT. PLN (Persero) Cabang Kolaka dijelaskan oleh
dimensi-dimensi budaya kerja dan sisanya 17,8% dijelaskan oleh variabel lain
diluar model.
65
8. Nilai R (angka koefisien korelasi ) sebesar 0,907 menunjukkan korelasi
hubungan antara variabel budaya kerja (X) yang terdiri dari dimensi sikap (X1),
perilaku (X2), responsif (X3) dam etos kerja (X4) terhadap kinerja karyawan (Y)
pada PT. PLN (Persero) Cabang Kolaka adalah kuat sangat kuat berada di atas
0,5.
4.5.2 Hasil Pengujian Hipotesis
Berdasarkan hasil analisis regresi pada lampiran hasil analisis statistik SPSS
yang diringkas pada tabel 4.7 dapat diinterpretasikan pengaruh budaya kerja yang
terdiri dari dimensi sikap, perilaku, responsif dan etos kerja terhadap kinerja
karyawan secara parsial dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Variabel sikap (X1) memiliki nilai p-value = 0,046 < 0,05 artinya signifikan,
sedangkan thitung = 2.056 > ttabel = 2,013 artinya signifikan. Signifikan disini
berarti Ha diterima dan Ho ditolak, artinya dimensi responsif secara parsial
berpengaruh terhadap kinerja karyawan PT. PLN (Persero) Cabang Kolaka.
b. Variabel perilaku (X2) memiliki nilai p-value = 0,031 < 0,05 artinya
signifikan, sedangkan thitung = 2.239 > ttabel = 2,013 artinya signifikan. Signifikan
disini berarti Ha diterima dan Ho ditolah, artinya dimensi perilaku secara
parsial berpengaruh terhadap kinerja karyawan PT. PLN (Persero) Cabang
Kolaka.
c. Variabel responsif (X3) memiliki nilai p-value = 0,000 < 0,05 artinya
signifikan, sedangkan thitung = 3,791 > ttabel = 2,013 artinya signifikan. Signifikan
disini berarti Ha diterima dan Ho ditolak, artinya dimensi responsif secara
66
parsial berpengaruh terhadap kinerja karyawan PT. PLN (Persero) Cabang
Kolaka.
d. Variabel etos kerja (X4) memiliki nilai p-value = 0,005 < 0,05 artinya
signifikan, sedangkan thitung = 2,963 > ttabel = 2,013 artinya signifikan. Signifikan
disini berarti Ha diterima dan Ho ditolak, artinya dimensi etos kerja secara
parsial berpengaruh terhadap kinerja karyawan PT. PLN (Persero) Cabang
Kolaka.
Uji simultan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh bersama-sama variabel
independen terhadap variabel dependen. Hasil uji F menunjukkan variabel budaya
kerja yang terdiri dari sikap, perilaku, responsif dan etos kerja secara bersama-sama
berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan PT. PLN (Persero) Cabang
Kolaka. Hasil uji F menunjukkan nilai p-value 0,00 < 0,005, artinya signifikan,
sedangkan Fhitung = 46.147 > Ftabel =2.61, artinya signifikan (df1= 5 -1 dan df2 = 45-
5), Signifikansi yang terjadi disini berarti Ha diterima dan Ho ditolak, berarti
budaya kerja yang terdiri dari sikap, perilaku, responsif, dan etos kerja secara
simultan berpengaruh terhadap kinerja karyawan PT. PLN (Persero) Cabang
Kolaka.
4.5.3 Uji Asumsi Klasik
Proses pengujian asumsi klasik statistik dilakukan bersama-sama proses uji
regresi sehingga langkah-langkah yang dilakukan dalam pengujian asumsi klasik
statistik
67
1. Uji Multikolinearitas
Uji Multikolineritas diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya variabel
independen yang memiliki kemiripan dengan variabel independen lainnya dalam
suatu model. Kemiripan tersebut menyebabkan terjadinya korelasi yang sangat kuat.
Hal tersebut dapat dilihat dari nilai Variance Inflation Factor (VIF) yang disajikan
pada tabel berikut :
Tabel 4.9 Hasil Uji Multikolinearitas
Variabel Tolerance VIF Korelasi (Partial)Sikap 0.394 2.540 0.309
Perilaku 0.517 1.932 0.334
Responsif 0.463 2.158 0.514
Etos kerja 0.427 2.342 0.424
Sumber : Lampiran
Berdasarkan Tabel 4.9 menunjukkan bahwa hasil uji melalui nilai VIF tidak
lebih dari 10, dan nilai tolerance lebih dari 0,1, maka dapat dinyatakan bahwa
model regresi linear berganda terbebas dari asumsi klasik dan dapat digunakan
dalam penelitian. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Nugroho
(2005:58) bahwa :
1. Jika nilai Variance Inflation Factor (VIF) tidak lebih dari 10 dan nilai
tolerance lebih dari 0,1, maka model dapat dikatakan terbebas dari
multikolineaer
2. Jika nilai koefisien korelas antara masing-masing variabel independen
kurang dari 0,70, maka model dapat dinyatakan bebas dari asumsi klasik
multikolinear.
68
2. Uji Autokorelasi
Berdasarkan hasil uji Durbin Watson, model regresi berganda terbebas dari
autokorelasi jika nilai Durbin Watson mendekati angka 2 Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada Tabel 4.9 berikut.
Tabel 4.10. Hasil Uji Autokorelasi
Model R RSquare Durbin Watson0.907 0.822 1.704
Sumber : Lampiran
Pada tabel 4.10 dapat dijelaskan bahwa nilai Durbin Watson 1.704 yang berarti
nilai tersebut mendekati 2 dengan demikian dapat dikatakan bahwa model regresi
linear berganda terbebas dari asumsi klasik statistik autokorelasi.
3. Uji Heteroskedastis
Uji heteroskesedastistas dilakukan untuk menguji perbedaan variance residu
suatu period pengamatan ke periode pengamatan yang lain atau gambaran
hubungan antara nilai yang diprediksi dengan Studentized Delete Residual. Model
regresi dalam penelitian ini diuji berdasarkan pesebaran titik dalam scatterplot
dengan nilai pesebaran yang disajikan pada tabel berikut :
Tabel 4.11. Hasil Uji HeteroskedasitsModel Minimum Maximum Mean
-1.883 3.462 0.011
Sumber : Lampiran
Berdasarkan hasil uji asumsi klasik sebagaimana terlihat di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa model tidak mengandung masalah asumsi klasik, dengan
demikian analisis statistik maupun uji hipotesis dapat dilakukan. Hal ini sejalan
69
dengan pendapat dari Nugroho (2005:52) bahwa tidak terdapat heteroskesedastisitas
jika :
a. Titik-titik data menyebar di sekitar 0
b. Titik-titik data tidak mengumpul hanya di atas atau di bawah
c. Penyebaran titik-titik data tidak boleh membentuk pola bergelombang melebar
kemudian menyempit dan melebar kembali
d. Penyebaran titik-titik data tidak boleh berpola.
4.6 Pembahasan
Penelitian yang dilakukan pada PT. PLN (Persero) Cabang Kolaka diperoleh
bahwa budaya kerja memiliki pengaruh yang positif terhadap kinerja karyawan. Hal
ini dukung oleh teori dari Sentono (1999:82-83) hasil dari budaya adalah
menekankan adanya etika kerja yang perlu dimiliki setiap karyawan. Artinya setiap
karyawan harus mempunyai pandangan bahwa bekerja adalah suatu hal yang
penting dalam tujuan hidup karyawan. karyawan cenderung menyukai kerja dan
70
memperoleh kepuasan dari pekerjaannya. karyawan mempunyai komitmen yang
lebih kuat terhadap satuan kerja dan tujuannya. Komitmen juga akan tetap dipegang
sebagai bentuk kesetiaan. Satuan kerja atau organisasi dengan budaya yang
berorientasi kuat pada hubungan manusia diwarnai akan kepedulian pada hasil
kerja.
Pengaruh dari masing-masing dimensi variabel budaya kerja yang teliti,
diperoleh bahwa :
1. Sikap sebagai dimensi budaya kerja berpengaruh terhadap kinerja karena dalam
penelitian ini dimensi sikap telah menjadi bagian dari responsif terhadap
pelaksanaan pekerjaan. Selain itu sikap merupakan lebih merupakan proses
kesadaran yang sifatnya individual menurut Thomas & Znaniecki dalam Neila
Rahmadani,(2003:6)
2. Perilaku sebagai dimensi budaya kerja berpengaruh terhadap kinerja karena
dalam penelitian ini dimensi perilaku telah menjadi bagian dari kemauan untuk
melaksanakan pekerjaan dengan menampakan disiplin dan semangat kerja.
Perilaku menurut Neila Rahmadani, (2003:5) merupakan karakter yang dimiliki
oleh setiap individu dalam melakukan kegiatan pada organisasi. Hasil kerja dari
seorang pekerja sangat dipengaruhi oleh perilaku. Perilaku bersifat tetap dalam
diri setiap orang dan akan dinyatakan dalam setiap pelaksanaan tugas kerja.
3. Responsif sebagai dimensi budaya kerja berpengaruh terhadap produktivitas
karena dalam penelitian ini dimensi responsif merupakan tanggung jawab
terhadap pelaksanaan pekerjaan. Hasibuan (2001:70) mengemukakan bahwa
71
responsif adalah tanggung jawab untuk melakukan kewajiban-kewajiban yang
dibebankan kepadannya sebagai akibat dari wewenang yang diterima. Setiap
wewenang akan menimbulkan hak yang selalu diikuit dengan tanggung jawab,
kewajiban untuk melaksanakan serta mempertanggungjawabkan. Alasannya,
dengan meningkatkan rasa tanggung jawab dalam budaya kerja, maka pada
gilirannya akan meningkatkan kinerja karyawan.
4. Etos kerja sebagai dimensi budaya kerja berpengaruh terhadap kinerja karena
dalam penelitian ini dimensi etos kerja menyakut perilaku yang disiplin dan
semangat kerja dalam melaksanakan pekerjaan. Etos kerja terdiri dari disiplin
kerja dan semangat kerja. Handoko (1995 : 208) “Disiplin perventip adalah
kegiatan yang dilaksanakan untuk mendorong para karyawan agar mengikuti
berbagai stsndar dan aturan, sehingga penyelewengan-penyelewengan dapat
dicegah. Nitisemito (1990:160) mengatakan bahwa semangat kerja adalah
melakukan pekerjaan secara lebih giat, dan lebih baik. Alasannya dengan
meningkatkan disiplin kerja dan semangat kerja, maka akan mencerminkan
budaya kerja yang baik yang pada gilirannya akan meningkatkan produktivitas
kerja.
Kaitan antara hasil penelitian yang diperoleh dengan penelitian yang
terdahulu, penelitian dari Sarmawati (2007) lebih cenderung kepada dimensi
sikap perilaku, responsif dan etos kerja yang menyatakan bahwa keempat
variabel ini berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai, sama halnya dengan
penelitian ini yang membuktikan signifikan dimensi sikap, perilaku, responsif
72
dan etos kerja terhadap kinerja kerja karyawan pada PT. PLN (Persero) Cabang
Kolaka, sementara itu hasil penelitian dari Sriyono (2004) menjadikan budaya
kerja sebagai satu variabel yang menggambarkan kondisi organisasi kerja yang
harus diikuti oleh karyawan untuk melaksanakan tugas, sehingga hasil
penelitian tersebut menyatakan bahwa budaya kerja mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap kinerja
4.7. Keterbatasan Penelitian
Budaya kerja dalam kaitannya dengan kinerja karyawan yang hanya diukur
dengan 4 (empat) variabel indikator (dimensi) antara lain : (1).budaya terhadap
sikap; (2). budaya terhadap perilaku (3). budaya terhadap responsif; (4). budaya
terhadap etos kerja, mungkin ini merupakan salah satu keterbatasan penelitian ini
oleh karena itu disarankan bahwa dalam penelitian selanjutnya yang sejenis perlu
mengembangkan variabel indikator misalnya : budaya terhadap lingkungan
pekerjaan, dan budaya terhadap kebijakan pimpinan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
73
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan
sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa
1. Hasil analisis diperoleh bahwa budaya kerja yang terdiri dari dimensi sikap,
perilaku, responsif, etos kerja mempunyai pengaruh terhadap kinerja artinya
setiap peningkatan budaya kerja memiliki arah pengaruh yang positif terhadap
produktivitas kerja pada PT. PLN (Persero) Cabang Kolaka.
2. Hasil analisis deskripsi menunjukkan bahwa budaya kerja, mayoritas responden
menyatakan netral atau sebesar 3,42 sedangkan produktivitas kerja sebagian
besar responden menyatakan netral atau sebesar 3,32 Dengan demikian
tanggapan responden terhadap budaya kerja perusahaan adalah netral.
5.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang dikemukakan dalam penelitian ini, maka dapat
disarankan sebagai berikut :
1. Untuk menerapkan budaya kerja, maka manajemen PT. PLN (Persero) Cabang
Kolaka harus menyesuaikan kegiatan karyawan dan peraturan kerja sehingga
karyawan dapat beraktivitas dengan baik dalam rangka memberikan pelayanan
kepada pelanggan.
2. Untuk meningkatkan kinerja karyawan, maka manajemen PT. PLN (Persero)
Cabang Kolaka harus memberikan kesempatan kepada karyawan untuk
mengaplikasikan budaya kerja perusahaan dengan baik sehingga pada
74
gilirannya karyawan dalam meningkatkan kualitas kerja dan pelayanan
pelanggan pada masa mendatang.
DAFTAR PUSTAKA
As’ad, 1997, Manajemen Sumber Daya Manusia, Rineka Cipta, Jakarta
75
Agus Dwiyanto, 2004, Reformasi Birokrasi Di Indonesia, Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM, Yogyakarta
Alex Nitisemito, 1990, Manajemen Sumber Daya Manusia, BPFE – UGM, Yogyakarta.
Denhardt Janet dan Robert B. Denhardt, 2003, Public Srevant (Pelayanan Masyarakat). Artikel. http://www.gooble,com/artikel/kinerja.
Dharma, 1993, Efektivitas dan Efisiensi Pelayanan Publik, Penerbit Angkasa, Bandung.
Hadari Nawawi, 1997, Manajemen Sumber Daya Manusia, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Hani T. Handoko, 1995 Manajejemen Personalia, BPFE-UGM, Yogyakarta.
-----------------------, 1997 Manajemen Sumber Data Manusia, Liberty, Yogyakarta
Hasibuan , 1996, Manajemen Personalia, Rineka Cipta, Jakarta
Henry Simamora, 1995, Motivasi dan Karier Dalam Bekerja, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Herlinda, 2000, Manajemen Kualitas dan Penilaian Prestasi Kerja, Rajawali Press Jakarta
Makmur Muin, 2004, Motivasi Kerja; Proses, teori dan Praktek, Amara Books, Yogyakarta
Melayu P. Hasibuan, 2001, Manajemen Sumber Daya Manusia pada Perusahaan Jasa, Salemba Empat, Jakarta.
Mifta Thoha, 2003, Pengembangan Birokrasi Dalam Good Governance Menuju Era Global, Artikel, http://www.yahoo.com/artikel/SDM
Moelijarto Tjokrowinoto, 2004, Budaya Kerja dan Birokrasi dalam Polemik, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Moekijat, 1999, Aspek-Aspek Sumber Daya Manusia Dalam Bekerja, Alumni Bandung.
Moran dan Riesenberger, 1993, Budaya Kerja dan Pengembangan Diri, Saduran Makmur Muin 2004, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
76
Muhammad Ismail, 2003, Birokrasi dan Politik di Indonesia, Artikel, http://www.google.com/artikel.
Payaman Simanjuntak, 1996, Manajemen Sumber Daya Manusia, Bina Aksara, Jakarta
Purwanto, 1993, Perilaku Organisasi , BPFE – UGM, Yogyakarta
Rivianto, J. 1994, Prestasi Kerja dan Produktivitas, BPFE-UGM, Yogyakarta
Semiawan, 1996, Manajemen Kualitas, Graha Media, Jakarta
Sondang P. Siagian, 1986, Aspek-Apek Manajemen Personalia, Penerbit Angkasa, Jakarta
--------------, 1997, Motivasi Kerja dan Pengembangan Karier, Graha Media, Jakarta
Sriyono, 2004. Analisis Pengaruh Intensif, Motivasi, Disiplin Kerja dan Budaya Kerja Terhadap Kinerja Pegawai, Tesis Unibraw, Malang
Suprianto, 2000, Penilaian Kinerja Karyawan, Salemba Empat, Jakarta.
Swasto, 1996, Pengembangan Diri Dalam Menunjang Produktivitas Kerja, Rajawali Press, Jakarta.
Veithzal Rivai, 2005, Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan, Murai Kencana, Jakarta
77