Elektrospinning nanoselulosa sebagai material benang operasi dan sistem penghantar obat
-
Author
kaconk-echo -
Category
Science
-
view
307 -
download
4
Embed Size (px)
Transcript of Elektrospinning nanoselulosa sebagai material benang operasi dan sistem penghantar obat

Jurnal Nanomaterial dan Ilmu Bahan Medis 2015
ELEKTROSPINNING NANOSELULOSA SEBAGAI MATERIAL BENANGOPERASI DAN SISTEM PENGHANTAR OBAT
N. Eko Satriawan, Meidi FerdianProgram Studi Teknobiomedik, Pascasarjana Universitas Airlangga
AbstrakIndonesia kaya akan sumber daya alam, namun minim dalam pemanfaatannya. Peningkatan
daya saing dibidang teknologi terutama bidang medis sangat terbuka untuk dilakukan oleh Indonesiadengan memanfaatkan berbagai sumber kekayaan alam yang ada. Selulosa adalah biopolimer alamyang terdapat di seluruh tanaman berbatang, bakteri dan mikroba. Besarnya sumber selulosa bisadimanfaatkan sebagai bahan baku medis seperti benang operasi yang masih kita impor sepenuhnya.Pemanfaatan selulosa dalam bentuk nano yang disebut nanoselulosa bisa dioptimalkan sebagaipenghantar obat pada berbagai kasus medis. Penerapan ide aplikatif ini bisa dilakukan denganmemanfaatkan metode elektrospinning untuk mengubah serat selulosa yang berhasil diisolasi dariberbagai sumber alam menjadi nanofibril selulola yang kemudian dianyam menjadi helaian benangyang bisa dimanfaatkan sebagai benang operasi. Pencampuran senyawa kimia yang bisa berfungsisebagai obat seperti anti nyeri dan antibakteri bisa dilakukan sebagai inovasi dan pengembanganproduk benang operasi.
Kata kunci : selulosa, nanoselulosa, biopolimer alam, elektrospinning, sistem penghantar obat
A. PENDAHULUAN
Indonesia kaya akan sumber daya alam,
namun minim dalam pemanfaatannya. Alam adalah
penyedia berbagai kebutuhan mahluk hidup untuk
berbagai macam aspek, namun teknologi di
Indonesia belum sepenuhnya mampu untuk
mengolah berbagai kekayaan alam yang ada.
Bidang kesehatan merupakan bidang vital dalam
kajian aspek teknologi bangsa Indonesia, karena
hampir keseluruhan teknologi yang dimanfaatkan
dalam bidang kesehatan adalah teknologi dari
negara luar.
Peningkatan daya saing dibidang teknologi
kesehatan dapat dilakukan oleh bangsa Indonesia
dengan memanfaatkan kekayaan alam yang ada.
Pemanfaatan sumber daya alam sebagai material
dalam berbagai aplikasi teknologi kesehatan akan
memberikan nilai lebih yang sangat besar bagi
kemajuan teknologi Indonesia di mata dunia.
Indonesia akan mampu menjadi pemasok tunggal
untuk berbagai material medis yang dibutuhkan
oleh dunia, sumber daya alam yang besar adalah
lumbung dari polimer alam yang memiliki sifat
terbaharukan dan bersifat berkelanjutan.
Selulosa adalah salah satu polimer alam
yang banyak dimanfaatkan dan telah diteliti
sejak ratusan tahun lalu. Selulosa hampir
terdapat diseluruh jenis tumbuhan berbatang,
dan banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku
kertas (pulp). Pemanfaatan selulosa dalam
bidang kesehatan sudah banyak dilakukan
penelitian di negara lain untuk berbagai aplikasi
medis, namun masih nihil di Indonesia.
Banyaknya kebutuhan material medis
yang masih dipenuhi dengan cara impor oleh
pemerintah perlu menjadi perhatian penuh bagi
kalangan akademisi dari teknologi paling
mutakhir hingga teknologi paling sederhana
seperti benang operasi belum mampu di
produksi secara mandiri. Pemerintah harus

mampu mengubah gaya konsumtif teknologi
menjadi produktif dalam bidang teknologi,
sehingga swasembada teknologi bisa benar-benar
terjadi di Indonesia tercinta ini.
Benang operasi adalah salah satu produk
teknologi medis yang banyak dibutuhkan, hampir
semua tindakan medis bisa berhubungan dengan
benang sebagai penutup luka dengan metode jahit.
Pada berbagai kasus terutama dibidang obgyn
pasien pasca melahirkan selalu merasakan nyeri
berkelanjutan, sehingga perlu adanya inovasi untuk
mengatasi permasalahan ini dengan
mengkombinasikan produk benang operasi yang
digunakan sebagai sebuah media pembawa obat
yang berfungsi secara lokal dan mengatasi
permasalahan yang ada.
Pemanfaatan limbah pertanian sebagai
sebuah alternatif bahan baku pembuatan berbagai
biomaterial dalam bidang medis yang bersifat alami
dan terbaharukan adalah sebuah potensi besar yang
harus dilakukan. Langkah ini juga bisa membuka
potensi bahan alam terbaharukan yang kurang
termanfaatkan dengan memberikan sebuah peluang
pasar secara komersil berbasis non pangan bagi
industri pertanian. Potensi bahan alam yang
terbaharukan ini juga menawarkan keunggulan
dibandingkan produk sintetis dalam aplikasi
medisnya.
Banyaknya manfaat dari biopolimer alam
seperti selulosa yang terdapat melimpah perlu
untuk mendapat kajian khusus sehingga bisa
terserap sepenuhnya dalam berbagai bidang
aplikatif terutama bidang medis untuk mengurangi
ketergantungan negara Indonesia terhadap produk
teknologi medis dari negara lain.
B. SELULOSA DAN NANOSELULOSA
Selulosa adalah polimer alam dengan
rumus kimia [C6H10O5]n merupakan polimer
yang dapat disintesis dari berbagai sumber di
alam baik itu tanaman, bakteri, fungi, dan hewan
laut. Selulosa merupakan biopolimer yang
paling banyak terdapat dialam dan tergolong
sebagai material yang terbaharukan, sumber
selulosa di alam antara lain adalah Limbah
pisang, kedelai, kapas, jerami gandum, sisal,
bakteri, bubur gula, jerami, bubur kentang,
bagasse, batang kaktus, dan algae. [1]
Gambar 1. Struktur Selulosa [2]
Selulosa merupakan golongan karbohidrat
polisakarida yaitu sebuah substansi yang
mengandung karbon, hidrogen, dan oksigen,
banyak dijumpai di alam sebagai kristal selulosa
I yang terdiri dari alomorfnya berupa selulosa Iα
and Iβ.
Kandungan selulosa dalam beberapa
produk agrikultur yang telah dimuat dalam
penelitian internasional.
Tabel 1. Komposisi Kimia dari beberapa residuagrikultur [3]

Sedangkan potensi di bidang pertanian dari
berbagai belahan benua dapat disajikan dalam tabel
berikut:
Tabel 2. Potensi di bidang pertanian dari berbagaibelahan benua [3]
Potensi bahan terbaharukan yang sangat
tinggi di benua Asia dari berbagai bahan pertanian
bisa menjadi peluang besar dalam proses
pengembangan potensi secara komersil berbasis
non-pangan dalam industri pertanian. Sehingga ada
pemanfaatan dalam area yang lebih luas bagi hasil
samping pertanian sebagai material alam penghasil
biopolimer yang banyak dibutuhkan dalam dunia
medis.
Pada tabel 1 dapat diperoleh informasi
bahwa untuk setiap limbah pertanian terkandung
selulosa yang tinggi dibandingkan dengan
kandungan senyawa lain. Berdasarkan Statistik
Lahan Pertahian tahun 2008-2012 yang dikeluarkan
oleh Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian,
Sekretariat jenderal kementerian Pertanian, luas
sawah di indonesia pada tahun 2012 adalah
8.132.345,91 Ha. Untuk Jawa timur saja, jumlah
lahan sawah mencapai 1.152.874,71 Ha. Jawa
timur memiliki lahan sawah sekitar 12,5% dari luas
sawah nasional. Untuk pulau madura sendiri, dari
keempat kabupaten, Bangkalan, Sampang,
Pamekasan, Sumenep, berturut-turut memiliki luas
lahan 43.062,98 Ha, 54.779,81 Ha, 26.003,67 Ha
dan 26.649,69 Ha.
Dari Badan Statistik Nasional, pada tahun
2013, Jawa timur menghasilkan 12.049.342 ton
beras, dengan rata-rata 29,15 kuintal per Ha.
Dengan produksi beras sebesar itu, salah satu
potensi masalah adalah banyaknya limbah
jerami.diperkirakan tiap tahun terdapat 20 ton
limbah jerami. Sejauh ini, pemanfaatan jerami
hanya sebagai pakan ternak (31-39%), dan
dibakar atau dijadikan pupuk (36-63%).
Sedangkan untuk kebutuhan industri, hanya
sebesar 7-16%.
Potensi besar dari industri pertanian di
Jawa Timur bisa dijadikan sampel bahwa
Indonesia bisa menumbuhkan ruang yang luas
untuk pemanfaatan berbagai limbah pertanian
yang ada dengan sistem tata kelola yang baik.
Dalam tumbuhan letak selulosa dapat
dijelaskan menggunakan gambar berikut:
Gambar 2. Selulosa dalam dinding tanaman [4]
Selulosa merupakan serat paling
sederhana yang terdapat di tumbuhan, yaitu pada
lapisan paling dalam dari dinding tumbuhan.
Molekul selulosa memiliki ukuran dalam skala
nanometer yang sering dikenal dengan nama
Nanoselulosa.

Secara umum nanoselulosa di kenal dengan
tiga jenis yaitu nanofibril selulosa yang berupa
lapisan selulosa dari tumbuhan yang membentuk
fibril, nanokristal selulosa yang merupakan
molekul-molekul selulosa yang berbentuk kristal
serta bakterial dan mikrobial selulosa yaitu selulosa
yang isolasinya diperoleh dari bakteri dan mikroba.
Ketiga jenis nanoselulosa memiliki
karakteristik unik tersendiri secara kimia, fisika dan
biologi, sehingga memiliki banyak peluang besar
yang masih bisa digali dan dimanfaatkan. Eropa
dan Amerika saat ini sedang mencoba
memproduksi berbagai varians nanoselulosa dalam
skala industri, sehingga Indonesia memiliki
peluang besar untuk bersaing didalamnya. Berikut
adalah gambar dari lapisan batang tumbuhan
hingga bentuk molekul selulosa beserta skalanya
dalam nanometer.[5]
Gambar 3. Bentuk molekul Nanoselulosa
1. Isolasi
Secara garis besar isolasi kandungan selulosa
dari bahan dasar dapat dilakukan dengan metode
berikut :
Tabel 3. Metode Isolasi selulosa[2]
Suyati (2008) berhasil mengisolasi
selulosa dari limbah serbuk gergaji kayu
menggunakan metode degradasi basa dengan
tingkat efisiensi 46% dari 10 gram sampel yang
diisolasi[6]. Pada penelitian lain Dian, dkk (2012)
melakukan percobaan ekstraksi selulosa dengan
menggunakan metode hidrolisis asam dari kayu
gelam dan kayu serbuk industri mebel
memperoleh hasil rendemen selulosa dengan
tingkat efisiensi paling tinggi 45% [7].
Berbagai metode isolasi selulosa telah
diimprovisasi dengan penggabungan beberapa
metode konvesional dan memberikan hasil yang
lebih optimal. Selulosa juga telah diisolasi dari
serat daun nanas menggunakan kombinasi antara
metode mekanik dan kimia yaitu dengan
perlakuan uap yang digabungkan dengan
hidrolisis asam dengan memperoleh tingkat
efisiensi hasil 69% [8].
Berbagai metode isolasi selulosa dari
material dasar telah banyak dilakukan dengan
berbagai metode yang ada dengan tingkat
efektifitas yang berbeda.
2. Biokompatibilitas dan Biodegradabilitas
Biokompatibilitas dapat diartikan sebagai
kemampuan material diluar tubuh yang
diimplankan memiliki harmoni dengan jaringan

tubuh tanpa menyebabkan perubahan yang
merupakan syarat utama yang dibutuhkan sebagai
material medis. Biodegradabilitas merupakan
kemampuan sebuah material untuk hancur dan di
serap dalam lapisan jaringan tubuh tanpa
menimbulkan efek aktivitas dari imun tubuh.
Penelitian tentang biokompatibilitas dan
biodegradabilitas dari selulosa memberikan hasil
yang berbeda bergantung pada penggunaan metode
dan penggunaan yang berbeda. Belum ditemukan
laporan penelitian yang secara spesifik membahas
tentang biokompatibilitas dan biodegradibilitas dari
selulosa. Namun, untuk beberapa turunan senyawa
selulosa ataupun pemanfaatan beberapa jenis
nanoselulosa seperti kristal nanoselulosa, bakterial
selulosa, dan nanofibril selulosa terdapat beberapa
laporan penelitian yang terkait.
Secara umum selulosa dapat dikatakan
biokompatibel karena tidak terdapatnya respon
imun secara in vivo ketika material berbasis
selulosa digunakan dalam tubuh. Selulosa juga
dikatakan biodegradabel secara umum walaupun
dalam beberapa laporan penelitian disebutkan
terdegradasi dalam waktu yang sangat lama.
Penelitian biokompatibilitas dan biodegradabilitas
yang ditemukan banyak berbahan dasar selulosa
dari mahluk hidup seperti bakteri dan mikroba yang
dikenal dengan bakterial selulosa dan mikrobial
selulosa.
Pada beberapa laporan penilitian
biokompatibilitas secara in vivo seperti yang
dilakukan oleh Helenius dkk pada tikus diketahui
bahwa bakterial selulosa diimplankan pada tikus
selama 12 minggu tanpa adanya reaksi imun dari
tubuh tikus[9]. Gama et al juga melakukan
implantasi membran tipis berbahan dasar bakterial
selulosa pada kambing selama 1-32 minggu tanpa
ditemukan perbedaan yang signifikan dengan
variabel kontrol yang digunakan[10].
3. Toksikologi
Toksikologi merupakan isu penting dalam
pemanfaatan material dalam aplikasi medis,
berikut tabel rangkuman hasil penelitian
toksikologi dari selulosa dan turunan selulosa
dalam berbagai bentuk dan sumber.
Tabel 4. Toksikologi selulosa dan turunannya[5]
4. Sifat fisik dan mekanik
Dalam berbagai pemanfaatan perlu
untuk memperhatikan sifat fisik dan mekanik
yang akan dimanfaatkan. Berikut beberapa data
sifak fisik dan mekanik dari selulosa yang
diperoleh dari beberapa sumber hasil industri
pertanian.
Tabel 5. Data mekanik dari serat dan lapisanselulosa dari berbagai sumber alam[2]

Cvc
Gambar 4. Kurva Stress – Strain selulosa[2]
Selulosa dan senyawa turunannya dapat
dikategorikan memiliki sifat fisik dan mekanik
yang baik, saat ini nanoselulosa baik itu kristal
nanoselulosa maupun nanofibril selulosa
dilaporkan dalam beberapa penelitian memiliki
sifat yang baik sebagai bahan penguat dalam matrik
Bibin M.C., dkk melaporkan bahwa
Nanokomposit dari nanoselulosa dan PU bisa
menjadi bahan yang serba guna dalam berbagai
aplikasi medis, termasuk implan kardiovaskular,
scaffold untuk rekayasa jaringan, memperbaiki
tulang rawan artikular, pembuluh darah buatan,
kateter uretra, buah dada prostetik, penis prostetik,
penghambat perlekatan, dan kulit buatan[8].
C. ELEKTROSPINNING
Elektrospinning merupakan teknik untuk
menghasilkan serabut dengan skala mikro sampai
nano, dari larutan atau leburan polimer.
Elektrospinning merupakan teknik yang sederhana
dan mudah untuk menghasilkan serabut yang
terpintal, atau lembaran berupa serabut yang
terputus-putus, yang berpotensi untuk digunakan
dalam bidang medis. Belakangan ini teknologi
nano juga sudah mengadopsi teknik
elektrospinning untuk menghasilkan struktur
serabut nano, yang bisa digunakan untuk medis,
misalnya untuk penyembuhan luka, rekayasa
jaringan, dan penghantar obat.
Bahan dasar untuk elektrospinning
adalah sistem untuk menyalurkan larutan atau
leburan polimer, sumber energi, dan pengumpul
atau target. Sebuah alat semprot atau tabung
kapiler yang diisi larutan atau lelehan polimer
dengan konsentrasi tertentu, dan sumber energi
untuk memberikan potensial listrik untuk
menghasilkan jet polimer. Kolektor atau target
diletakkan dalam jarak tertentu untuk
menampung serabut nano. Untuk menghasilkan
aliran leburan atau larutan polimer yang stabil,
diperlukan pompa untuk alat semprotan yang
dapat di program.
Gambar 5. Ilustrasi skematik elektrospinning[11]
Gambar 6. Ilustrasi Skema elektrospinningmodel lain[12]

Metode elektrospinning memiliki beberapa
keunggulan dibandingkan metode lain dalam
pembentukan nanomaterial, berikut tabel
perbandingan elektrospinning dengan beberapa
metode lain untuk menghasilkan nanofiber:
Tabel 6. Perbandingan elektrospinning denganbeberapa metode lain
Tabel 7. Keunggulan dan kelemahanelektrospinning serta metode lain
Konsentrasi polimer memainkan peranan
penting pada elektrospinning. Larutan polimer
dengan konsentrasi tinggi akan lebih kental
daripada larutan polimer konsentrasi rendah, dan
dapat membentuk serat dengan elektrospinning.
Saat jet keluar dari jarum, larutan polimer akan
meregang sepanjang perjalannya menuju
pengumpul. Selama peregangan ini, belitan dari
rantai polimer ini akan mencegah jet terputus,
sehingga akan menghasilkan larutan jet yang
kontinu. Akibatnya, larutan yang monomer tidak
akan menghasilkan serat.
Berat molekul dari polimer menunjukkan
panjang rantai polimer, karena panjang polimer
menunjukkan banyaknya belitan dari rantai
polimer, ini akan menentukan viskositas dari
larutan.cara lain untuk meningkatkan viskositas
adalah dengan meningkatkan konsentrasi
polimer dalam larutan. Peningkatan konsentrasi
akan meningkatkan jumlah belitan dari rantai
polimer, yang akan menyebabkan kontinuitas
dari jet selama elektrospin.
Percobaan Nanofiber berbahan dasar
Selulosa dengan elektrospinning yang dilakukan
oleh Youn Mook diperoleh hasil bahwa Polimer
berbahan dasar selulosa telah sukses disiapkan
dengan metode elektrospinning dengan ukuran
hasil berkisar 100-200 nm bergantung pada
pengaruh parameter terkait seperti konsentrasi
dan viskositas, voltase elektrik, flow rate, dan
jarak[14].
Elektrospun nanofiber selulosa memiliki
sifat kimiafisika yang bagus, sehingga bisa
menjadi potensi yang baik sebagai material
scaffold untuk rekayasa jaringan[15]. Adapun
jenis pelarut yang bisa digunakan dalam proses
elektrospinning polimer berbahan dasar selulosa
dan turunannnya adalah seperti yang tercantum
pada tabel berikut:
Tabel 8. Pelarut selulosa dan turunanyang bisa digunakan pada elektrospinning[16]

D. BENANG OPERASI
Benang operasi adalah material yang
digunakan untuk meligasi atau mengaproksimasi
jaringan dan menahannya sampai jaringan
mengalami penyembuhan. Penggunaan benang
sebagai penutup luka sudah dilakukan sejak 2000
tahun SM dengan memanfaatkan material sekitar
seperti rambut dan bulu binatang.
Secara umum benang operasi saat ini
dibedakan menjadi 2 jenis yaitu bersifat absorable
dan non-absorable seperti pada diagram berikut.
Gambar 7. Diagram benang operasi secara umumberdasarkan sifatnya
Secara tahapan produksi benang operasi
dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu;
1. Melt Spinning
2. Dry Spinning
3. Wet Spinning
4. Dry Jet Wet Spinning
5. Gel Spinning
Pemanfaatan selulosa sebagai bahan dasar
benang operasi telah berhasil dilakukan seperti
pada gambar berikut:
Gambar 8. Gambar SEM benang operasiberbahan dasar selulosa[17]
Pengembangan penelitian biomedis ke
arah sistem penghantar obat telah banyak
dilakukan antara lain dengan menggabungkan
prinsip kerja benang operasi dengan drug
delivery system untuk pengobatan lokal yang
memiliki penyembuhan jaringan dengan tingkat
efisiensi yang tinggi.
E. DRUG DELIVERY SYSTEM
Sistem penghantar obat adalah sebuah
metode yang digunakan untuk mengatur
perjalanan obat agar sampai ke tujuan dengan
effisiensi yang tinggi. Dalam sistem penghantar
obat terdapat dua komponen terkait yang tidak
bisa dipisahkan dan saling mempengaruhi yaitu
jenis obat yang digunakan serta Carrier atau
pembawa obatnya yang berupa material-material
seperti logam, polimer, atau larutan.
Keuntungan terbesar dari controlled
sistem penghantar obat adalah pelepasan obat di
tubuh akan lebih terkontrol. Untuk mempercepat
naiknya dosis mencapat dosis terapi, kadar obat
yang dimasukkan harus ditingkatkan. Namun,
efeknya, konsentrasi obat dalam plasma bisa
meningkat hingga ambang batas berbahaya,

sehingga bisa menimbulkan efek samping yang
tidak diinginkan. Untuk itu, saat ini dikembangkan
alat untuk menyalurkan obat secara terkontrol,
untuk menjaga kadar obat dalam batas tertentu
selama waktu tertentu, tanpa naik ke batas
berbahaya atau menurun dibawah dosis terapi.
Tabel 9 menunjukkan beberapa jenis sistem
penghantar obat terkontrol. Namun pada artikel ini
kami hanya akan membahas 2 tipe sistem
penghantar obat terkontrol, yaitu diffusion
controled drug delivery system dan drug contain
with a biodegradabel core.
Tabel 9. Jenis sistem penghantar obat[18]
Diffusion Control Drug Delivery System
Sistem pengontrol ini bisa menggunakan monolitik
device maupun membran terkontrol. Pada sistem
ini, obat terlarut disela-sela matriks polimer, dan
larut melalui metoda diffusi terkontrol dari matriks.
Pada membrane controlled device, obat
dimasukkan ke dalam core yang dibungkus dengan
selaput dari polimer yang tipis, dan pelepasan ke
sekitar melalui diffusi yang dikendalikan oleh
membran.
Gambar 9. Membran controlled device
Gambar 10. Membran controlled device untukpenggunaan transdermal
Drug containing with a biodegradable
polymer
Sistem ini serupa dengan sistem reservoir diatas,
namun pada sistem ini menggunakan polymer
yang bisa biodegradasi. Sistem ini memiliki
keunggulan untuk terapi jangka panjang,
pelepasan terkontrol berdasarkan degradasi
polymer hingga polimernya habis. Sistem ini
sudah digunakan untuk alat kontrasepsi steroid.
Alat yang digunakan adalah kapsul poly(e-
caprolactone) yang mengandung levonelgestrel,
yaitu suatu bahan kontrasepsi steroid. Alat ini di
desain untuk melepaskan levogestrel dengan
dosis tetap selama 1 tahun, dan akan
terdegradasi sepurna dalam 3 tahun.
Umumnya, pelepasan obat dari
biodegradabel polimer dikendalikan oleh diffusi
dari obat, dan atau erosi dari polimer. Biasanya,
keduanya mempengaruhi kecepatan pelepasan
obat.

Jurnal Nanomaterial dan Ilmu Bahan Medis 2015
F. DISKUSI
Pemanfaatan sumber daya alam untuk
membuka potensi biopolimer alam yang bersifat
terbaharukan dan kontinu merupakan peluang besar
bagi Indonesia untuk turut andil dalam teknologi
biomedis serta memberikan peluang komersialisasi
pada industri pertanian untuk produk berbasis non
pangan.
Melimpahnya sumber daya alam Indonesia
harus benar-benar bisa dimanfaatkan secara
optimal guna kepentingan bangsa serta
diaplikasikan dalam berbagai teknologi baru.
Swasembada pangan yang sedang ingin dicapai
pemerintah Indonesia sangatlah sesuai jika
disandingkan dengan program swasembada
teknologi, khususnya dalam bidang medis sehingga
dapat mengurangi ketergantungan kita terhadap
teknologi dan produk medis dari negara lain.
Pemanfaatan nanoselulosa yang diisolasi
dari berbagai limbah pertanian yang kurang
termanfaatkan secara optimal di Indonesia
merupakan alternatif yang menjanjikan khususnya
dalam bidang biopolimer alam.
Selulosa merupakan kekayaan tersendiri
yang telah diteliti sejak ratusan tahun lalu dengan
sifat kimia, fisika, dan biologi yang dimiliki[19].
Pemanfaatan selulosa dan turunan selulosa sebagai
bahan dasar benang operasi telah banyak diteliti
menggunakan berbagai macam metode.
Pemanfaatan metode elektrospinning dalam
prosesnya dinilai memiliki lebih banyak
keunggulan dibandingkan metode lain antara lain
secara jangka panjang bisa diaplikasikan dalam
skala industri dengan hasil yang lebih baik.
Penggunaan metode elektrospinning
untuk aplikasi medis di Indonesia juga masih
jarang, karena alatnya masih tergolong baru
sehingga perlu adanya kajian lebih mendetail
terkait banyaknya variabel yang mempengaruhi
pada pelaksanaan metode ini.
Skema bangun dari alat elektrospinning
juga harus bisa disesuaikan dengan produk akhir
yang diinginkan baik itu secara morfologi serta
sifat mekanis yang dihasilkan nanti.
Pengembangan nanoselulosa sebagai
biopolimer dasar benang operasi dan sistem
peghantar obat adalah sebuah aplikasi yang
dibutuhkan dalam dunia medis, terutama
dibidang Obgyn untuk membantu para ibu pasca
melahirkan yang masih merasa nyeri pada lokasi
jahitan.
Pengembangan ini tidak bisa dijalankan
dalam satu tahapan karena banyaknya variabel
yang mempengaruhi sehingga memerlukan
karakterisasi terlebih dahulu sebagai prototipe
pengembangan ke arah lebih lanjut.
Karakterisasi morfologi menggunakan
SEM-EDAX, AFM atau bahkan TEM untuk
melihat bentur fibril yang dihasilkan selama
proses isolasi serta melihat ukuran fibril yang
harus disesuaikan dengan target dan kebutuhan.
Kandungan obat yang harus dihantarkan
dalam produk benang operasi harus bisa
dibuktikan baik itu menggunakan XRD atau
HPLC. Mekanisme paling penting yang harus
diperhatikan dalam pelaksanaan adalah seberapa
tingkatan biodegradabilitas dan kompatibilitas
dari selulosa yang digunakan sebagai bahan
dasarnya.

Jurnal Nanomaterial dan Ilmu Bahan Medis 2015
Dalam pembahasan diperoleh informasi
bahwa selulosa sulit atau lama dalam proses
degradasi dalam tubuh sehingga kajian lebih
mendalam perlu dilakukan agar bisa dilakukan
penyesuaian konsep terhadap metode penghantaran
obat yang cocok untuk diterapkan.
Tentunya ide awal ini masih perlu kajian
mendalam pada setiap aspek karakteristiknya
sehubungan dengan minimnya informasi aplikasi
selulosa. Walaupun sudah banyak pemanfaatan
turunan selulosa sebagai berbagai bahan dasar
aplikasi medis namun secara kimia akan
berdampak pada sifat fisik dan mekanis yang
dihasilkan.
G. KESIMPULAN
Penelitian pemanfaatan nanoselulosa
sebagai bahan dasar surgical suture dan drug
delivery berpotensi untuk dilakukan dan
diaplikasikan dalam dunia medis. Namun,
penelitian tidak bisa dilakukan secara 1 tahapan
untuk menghasilkan produk yang aplikatif. Banyak
parameter terkait yang mempengaruhi dalam setiap
tahap prosesnya.
Proses isolasi selulosa dari fiber alam
terutama memanfaatkan limbah pertanian perlu
menjadi proses awal yang bisa dipelajari untuk
memperoleh hasil isolasi yang optimal dengan
langkah yang efektif dan low cost.
Pelaksanaan proses elektrospinning juga
memberikan andil besar terhadap parameter terkait
penelitian ini, sehingga optimalisasi parameter pada
proses elektrospinning wajib dilakukan pada proses
lanjutan setelah proses isolasi.
Tehnik pemintalan ataupun model
pemintalan fiber hasil elektrospinning adalah
parameter selanjutnya yang harus dioptimalisasi
sehingga akan memberikan pengaruh pada sifat
biodegradabilitas, kekuatan, kelenturan dan sifat
fisik lain dari produk surgical suture yang
diinginkan.
Parameter terakhir adalah tentang drug
delivery system yang diinginkan bisa
disesuaikan dengan kebutuhan dan aspek medis
yang dibutuhkan.

Jurnal Nanomaterial dan Ilmu Bahan Medis 2015
H. DAFTAR PUSTAKA
1. Feng Jiang, You-Lo Hsieh. 2013. Chemically and mechanically isolated nanocellulose and theirself-assembled structures. Elsevier, Susheel Kalia, B.S. Kaith, I. Kaur, 2011. Cellulose Fibers:Bio- and Nano-Polymer composites Green Chemistry and Technology. Springer
2. D. Klemm, B. Philipp, T. Heize, U. Heinze, W. Wagenknecht. 1998. Comprehensive CelluloseChemistry Volume 1 Fundamentals and Analytical Methods. Wiley-VCH
3. Tong-Qi Yuan and Run-Cang Sun. 2010. Cereal straw as resource for sustainable biomaterialsand biofuels. Elsevier
4. Susheel Kalia, B.S. Kaith, I. Kaur, 2011. Cellulose Fibers: Bio- and Nano-Polymer compositesGreen Chemistry and Technology. Springer
5. Ning Lin, Alain Dufresne. 2014. Nanocellulose in biomedicine: Current status and futureprospect. Elsevier
6. Suyati. 2008. Tesis: Pembuatan Selulosa Asetat Dari Limbah Serbuk Gergaji Kayu DanIdentifikasinya. ITB
7. Dian Monariqsa, Niken Oktora, Andriani Azora, Dormian A N Haloho, Lestari Simanjuntak,Arison Musri, Adi Saputra, dan Aldes Lesbani. 2012. Ekstraksi Selulosa dari Kayu Gelam(Melaleuca leucadendron Linn) dan Kayu Serbuk Industri Mebel. Jurnal Penelitian Sains
8. Bibin Mathew Cherian , Alcides Lopes Leão, Sivoney Ferreira de Souza, Ligia Maria ManzineCosta, Gabriel Molina de Olyveira, M. Kottaisamy , E.R. Nagarajan , Sabu Thomas.2011.Cellulose Nanocomposites with Nanofibres Isolated from Pineapple Leaf Fibers for MedicalApplications. Elsevier
9. Helenius G, Bäckdahl H, Bodin A, Nannmark U, Gatenholm P, Risberg B. In vivobiocompatibility of bacterial cellulose. J Biomed Mater Res A 2006;76:431–8
10. Andrade FK, Alexandre N, Amorim I, Gartner F, Maurício AC, Luís AL, et al. Studies on thebiocompatibility of bacterial cellulose. J Bioact Compat Polym 2012;28:97–112
11. Lucy A. Bosworth and Sandra Downes. 2011. Electrospinning for tissue regeneration.Woodhead Publishing Limite
12. Z. X. Meng, X. X. Xu, W, Zheng, H. M. Zhou, L. Li, Y. F. Zheng, X. Lou. 2010. Preparation andcharacterization of electrospun PLGA/gelatin nanofibers as a potential drug delivery system.Elsevier
13. Seeram Ramakrishna, Kazutoshi Fujihara, Wee-Eong Teo.Teik-Cheng Lim & Zuwei Ma. 2005.An Introduction to Electrospinning and Nanofibers. World Scientific
14. Youn-Mook Lim, Hui-Jeong Gwon, Joon Pyo Jeun and Young-Chang Nho. 2010. Preparation ofCellulose-based Nanofibers Using Electrospinning. Intechopen
15. Xu He, Long Cheng, Ximu Zhang, Qiang Xiao, Wei Zhang, Canhui Lu. 2014. Tissueengineering scaffolds electrospun from cotton cellulose. Elsevier 485-493
16. Kuen Yong Lee, Lim Jeong, Yun Ok Kang, Seung Jin Lee, Won Ho Park. 2009. Electrospinningof polysaccharides for regenerative medicine. Elsevier
17. Christopher B. Weldon, Jonathan H. Tsui, Sahadev A. Shankarappa, Vy T. Nguyen, Minglin Ma,Daniel G. Anderson, Daniel S. Kohane. 2012. Electrospun drug-eluting sutures for localanesthesia. Elsevier
18. Xiaoling Li, Bhaskara R. Jasti. 2006. Design of Controlled Release Drug Delivery System. McGraw-Hill.
19. Kenji Kamikade. 2004. Cellulose and cellulose Derivatives20. David N. S. Hon, Nobuo Shiraishi. 2001. Wood and Cellulosic Chemistry, Second edition
revised and expanded. Marcel Dekker .Inc

Jurnal Nanomaterial dan Ilmu Bahan Medis 2015
21. Run Chang Sun. 2010. Cereal Straw as a resource for sustainable Biomaterials and Biofuelschemistry, extractives, lignins, hemicelluloses, and cellulose. Elsevier
22. W. N. Chang . 2009. Nanofibers : Fabrication, performance, and applications. Nova SciencePublisher
23. Aeseun Loh. 1987.Tesis: Controlled Release of Drugs from Surgical Suture. MassachusettsInstittute of Technology
24. Wen Hu, Zheng-Ming Huang. Development of Functional Sutures through Electrospinning25. Hadi Hasanjanzadeh, Sahab hedjazi, Alireza Ashori, Saeed mahdavi, Hossein Yousefi. 2014.
Effects of hemicellulose pre-extraction and cellulose nanofiber on the properties of RiceStraw Pulp. Elsevier
26. Madalina V. Natu, Herminio C. De Sousa, M. H. Gil. 2013. Effects of drug solubility, state andloading on controlled release in bicomponent electrospun fibers. Elsevier
27. Shaoliang Xiao, Runan Gao, Yun Lu, Jian Li, Qingfeng Sun. 2014. Fabrication andcharacterization of nanofibrillated cellulose and its aerogels from natural pine needles.Elsevier
28. Anupama Kaushik, , Mandeep Singh. 2011. Isolation and characterization of cellulose nanofibrilsfrom wheat straw using steam explosion coupled with high shear homogenization. Elsevier
29. Guozhi Fan, Min Wang, Chongjing Liao, Tao Fang, Jianfen Li, Ronghui Zhou. 2013.Isolation of Cellulose from rice straw and its conversion into cellulose acetate catalyzed byphosphotungstic acid. Elsevier
30. Man Jiang, Mengmeng Zhao, Zuowan Zhou, Ting Huang, Xiaolang Chen, Yong Wang. 2011.Isolation of cellulose with ionic liquid from steam exploded rice straw. Elsevier
31. Daniel Greenwald, Scott Shumway, M.D. Paul Albear, Lawrence Gottleb M. D. 1994.Mechanical Comparison of 10 suture materials before and after in vivo Incubation. AcademicPress
32. Ping Lu, You-Lo Hsieh. 2012. Preparation and characterization of cellulose nanocrystalsfrom rice straw. Elsevier
33. Mami Hamori, Shiori Yoshimatsu, Yuki Hukuchi, Yuki Shimizu, Keizo Fukushima, NobuyukiSugioka, Asako Nishimura, Nobuhito Shibata. 2014. Preparation and pharmaceuticalevaluation of nano-fiber matrix supported drug delivery system using the solvent-basedelectrospinning method. Elsevier
34. Xiaolang Chen, Jie Yu, Zhibin Zhang, Canhui Lu. 2011. Study on structure and thermal stabilityproperties of cellulose fibers from rice straw. Elsevier
35. Ji Eun Lee, Subin Park , Min Park, Myung Hun Kim, Chun Gwon Park, Seung Ho Lee, SungYoon Choi, Byung Hwi Kim, Hyo Jin Park, Ji-Ho Park, Chan Yeong Heo, Young Bin Choy.2013. Surgical suture assembled with polymeric drug-delivery sheet for sustained, local painrelief. Elsevier
36. Matthew J. Smith, Michael J. McClure, Scott A. Sell, Catherine P. Barnes, Beat H. Walpoth,David G. Simpson, Gary L. Bowlin. 2007. Suture-reinforced electrospun polydioxanone–elastinsmall-diameter tubes for use in vascular tissue engineering: A feasibility study. Elsevier