Elektif Rujukan Bumil(Edit)

28
PENUGASAN MODUL ELEKTIF Pelaksanaan Rujukan Ibu Hamil Berisiko oleh Bidan Desa ke RS PONEK Kabupaten Sragen Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia Disusun Oleh : Ria Merryanti (07711013) FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2013

description

elektif

Transcript of Elektif Rujukan Bumil(Edit)

PENUGASAN MODUL ELEKTIFPelaksanaan Rujukan Ibu Hamil Berisiko oleh Bidan Desa ke RS PONEK Kabupaten SragenDisusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Kepaniteraan KlinikBagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia

Disusun Oleh :Ria Merryanti (07711013)

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA2013

LAPORAN KEGIATAN ELEKTIF

PELAKSANAAN RUJUKAN IBU HAMIL BERISIKO OLEH BIDAN DESA KE RS PONEK KABUPATEN SRAGEN

A. Latar BelakangMenurut vamey (2007) setiap menit dan setiap hari, di manapun didunia, seorang ibu meninggal dunia akibat komplikasi yang muncul selama hamil dan persalinan. Pada tahun 1987, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat lebih dari 500.000 orang meninggal karena hamil dan melahirkan tiap tahunnya. Salah satu permasalahan pokok yang dihadapi bangsa Indonesia adalah masalah kesehatan pada kelompok ibu dan anak, yang ditandai dengan masih tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayii (AKB). Masalah ksehatan ibu dan anak masih masih mendapatkan posisi penting karena menyangkut kualitas sumber daya manusia yang primer, yaitu masa kehamilan, persalinan dan tumbuh kembang anak. Kematian ibu (maternal) merupakan masalah kompleks yang tidak hanya memberikan pengaruh pada para wanita saja, akan tetapi juga mempengaruhi keluarga bahkan masyarakat, karena kematian ibu akan meningkatnya risiko terjadinya kematian bayi (UNFPA, 2003).Angka kematian ibu di Indonesia masih cukup tinggi dan jauh berada di atas AKI negara ASEAN lainnya. Menurut SKDI (Survey Demografi Kesehatan Indonesia) tahun 2007, angka kematian ibu di Indonesia 228 per 100.000 kelahiran hidup sedangkan di negara Malaysia 30 per 100.000 kelahiran hidup dan Singapura 9 per 100.000 kelahiran hidup. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010, menyatakan bahwa Angka Kematian Ibu di Indonesia 228 per 100.000 kelahiran hidup, Angka Kematian Bayi 34 per 1.000 kelahiran hidup, yang artinya dengan jumlah penduduk 225.642.000 jiwa berarti ada 9.774 ibu meninggal per tahun atau 1 orang ibu meninggal per jam dan 17 orang bayi meninggal per jam yangterkait dengan kehamilan, persalinan dan nifas.Sebagian besar kematian ibu disebabkan oleh penyebab langsung seperti perdarahan (28%), eklampsia (24%), infeksi (11%), komplikasi pueperium (8%), partus macet (5%), abortus (5%), trauma obstetric (5%), emboli (3%) dan lain-lain (11%) (bn 188-2011) . Selain masalah medis banyak faktor yang memberikan kontribusi terhadap kematian ibu, misalnya kematian ibu dalam persalinan di puskesmas atau rumah sakit biasa terkait dengan kesiapan petugas, ketersediaan bahan dan peralatan dan sikap petugas. Diperjalanan diakibatkan sarana transportasi, tingkat kesulitan dan waktu tempuh, sementara di rumah diakibatkan keputusan keluarga (pengetahuan, ketersediaan dana, kesibukan keluarga dan sosial budaya) serta ketersediaan transportasi (Lancet, 2005; Millenium Project,2005). Hal tersebut akhirnya berpengaruh pada keadaan yang kurang menguntungkan yaitu Tiga Terlambat (terlambat mengenal tanda bahaya dan mengambil keputusan, terlambat mencapai fasilitas kesehatan pada saat dalam keadaan emergensi, dan terlambat mendapatkan pelayanan di fasilitas kesehatan).Selama masa kehamilan ibu hamil harus mendapatkan akses untuk pencegahan dan tindakan segera saat dibutuhkan. Pada proses kelahiran pelayanan kedaruratan obstetri merupakan tindakan penyelamatan jiwa ibu dan bayi baru lahir sehingga sistem rujukan harus dipertimbangkan sebagai komponen penting dari sistem kesehatan secara keseluruhan. Dengan adanya sistem rujukan diharapkan dapat meningkatkan pelayanan kesehatan yang lebih cepat dan tepat karena tindakan rujukan ditujukan pada kasus yang tergolong komplikasi. Oleh karena itu kelancaran rujukan dapat menjadi faktor yang menentukan untuk menurunkan angka kematian ibu dan perinatal.

Kesepakatan global MDGS (Millenium Development Goals) pada tahun 2015 diharapkan AKI menurun tiga perempatnya dalam kurun waktu 1990-2015. Berdasarka hal itu Indonesia mempunyai komitmen untuk menurunkan AKI menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup. Namun pencapaian target dalam menurunkan AKI akan sulit tercapai tanpa upaya yang lebih intensif untuk mempercepat laju penurunannnya. Salah satu upaya pemerintah untuk menurunkan AKI dan AKB adalah diselenggarakannya pelayanan kesehatan maternal dan neonatal dasar berkualitas, yaitu Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED) di Puskesmas dan Pelayananan Obstetri dan Neonatal Emergensi Komprehensif di Rumah Sakit Kabupaten/Kota dan Rumah Sakit Provinsi (Prawiroharjo, 2004)Dalam konteks rencana pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010 disebutkan visi Making Pregnancy Safe (MPS) adalah kehamilan dan persalinan di Indonesia berlangsung aman, serta bayi yang dilahirkan hidup dan sehat. Penerapan sistem rujukan merupakan elemen penting dalam menyukseskan program safe motherhood di negara-negara berkembang.

B. Nama KegiatanEvaluasi Pelaksanaan Sistem Rujukan Kasus Ibu Hamil Risiko Tinggi oleh Bidan Desa PKD Desa Kecik, Puskesmas Tanon 1 ke RSUD Sragen

C. Tujuan Kegiatan Tujuan Umum: Menjelaskan pelaksanaan sistem rujukan ibu hamil risiko tinggi oleh bidan desa ke RS PONEK Kabupaten Sragen Tujuan Khusus: Menjelaskan pelaksanaan sistem rujukan ibu hamil risiko tinggi oleh bidan desa dari aspek proses yang meliputi stabilisasi ibu hamil risiko tinggi, pengelolaan donor darah, transportasi rujukan, tenaga kesehatan pendamping rujukan, dokumentasi rujukan dan pencatatan rujukan ibu hamil risiko tinggi

D. Sasaran Kegiatan

E. Tempat dan Waktu Kegiatan Tempat: PKD Desa Kecik, Puskesmas Tanon 1, RSUD Sragen Waktu: kegiatan dilaksanakan selama 4 hari, yaitu dimulai dari hari senin, tanggal 26,27, 28,29,30,31 Agustus 2013, dimulai pada pukul 09.00-13.00 WIB

F. Laporan Kegiatan Senin, 26 Agustus 2013Hari pertama penulis mendatangi Poliklinik Kesehatan Desa (PKD) Sari Husada, Desa Kecik untuk meminta izin melakukan kegiatan elektif. PKD Sari Husada diambil sebagai tempat pertama yang didatangi penulis untuk mengumpulkan data karena beberapa pertimbangan antara lain pertama, bidan desa di wilayah Desa Kecik diketahui merupakan bidan yang cepat tanggap dan cekatan dalam melayani dan menangani masalah-masalah kesehatan yang dikeluhkan masyarakat setempat, baik itu menyangkut keluhan penyakit yang ringan, imunisasi, pelayananan kontrasepsi hingga pelayanan kesehatan ibu dan anak. Kedua, karena Desa Kecik merupakan wilayah tempat penulis menjalani kegiatan belajar di bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat sehingga penulis beranggapan akan lebih mudah untuk mendapatkan informasi yang diperlukan untuk penyusunan laporan.PKD Sari Husada merupakan poliklinik kesehatan di Desa Kecik yang melayani 1.095 KK, dengan jarak tempuh ke PKM Tanon 1 sekitar 3 KM, jumlah kader kesehatan yang dibina sebanyak 30 kader, dan bidan sebanyak 1 orang.Di hari pertama magang, penulis melihat data jumlah ibu hamil risiko tinggi yang dirujuk ke RS Kabupaten pada periode Januari-Juli 2013 dan wawancara/diskusi mengenai proses merujuk pasien. Dari laporan pencatatan rujukan selama periode januari-juli 2013 tercatat ada 11 ibu hamil yang dirujuk, dengan rincian sebagai berikut: Ibu hamil yang berusia < 20 tahun: 3 orang Ibu hami yang berusia > 35 tahun: 2 orang Ibu hamil dengan LILA (lingkar lengan atas) < 23,5: 2 orang dengan 1 orang diantaranya dengan anemi Ibu hami berusia < 20 tahun dan LILA < 23,5: 2 orang Ibu hamil dengan riwayat SC: 2 orangDari 11 ibu hamil yang dirujuk ini, tidak ada satupun yang memerlukan stabilisasi sebelum dirujuk. Karena untuk pelayanan ibu hamil sendiri sudah ada program yang dibuat dalam rangka penapisan dini ibu hamil risiko tinggi. Program ini dilakukan satu bulan sekali melalui kerjasama bidan PKD dan pihak Puskesmas Tanon diluar pelayanan pemeriksaan ANC, misalnya GSI (gerakan sayang ibu), senam ibu hamil, dan penyuluhan-penyuluhan.Selanjutnya penulis melakukan wawancara dan diskusi untuk mengetahui proses rujukan ibu hamil risiko tinggi: bagaimana cara mengetahui bumil termasuk dalam kelompok yang berisiko, apakah perlu ke Puskesmas Tanon terlebih dahulu sebelum ke RS untuk selanjutnya tanggungjawab merujuk dilimpahkan ke Puskesmas Tanon, dokumen apa saja yang diperlukan dan apa tujuan kelengkapan dokumen tersebut apakah hanya untuk mengklaim bagi bumil pengguna jaminan kesehatan atau untuk kepentingan follow up bumil. Dari hasil wawancara dan diskusi, sebelum memutuskan apakah seorang bumil dengan risiko perlu dirujuk atau tidak, pertama mengisi identitas bumil di buku KIA, selanjutnya melakukan pemeriksaan obstetri. Apabila bumil diduga memiliki faktor risiko, dilakukan penilaian dengan mengisi lembar KSPR. Pada kunjungan pertama bumil ke PKD diberikan stiker P4K untuk ditempel di depan rumah bumil yang bersangkutan yang diisi oleh bidan desa. Tujuannya adalah agar masyarakat sekitar mengetahui bahwa ada bumil di rumah tersebut sehingga ketika sewaktu-waktu terjadi masalah dengan bumil tersebut semua nya sudah terkoordinasi dengan baik, mulai dari siapa yang akan membawa bumil tersebut ke PKD/menghubungi bidan desa, yang menjadi driver ambulans desa, yang mendampingi bumil hingga yang menjadi calon pendonor darah jika diperlukan. Selanjutnya, jika dari KSPR ternyata bumil tadi termasuk dalam kelompok berisiko (tinggi/sangat tinggi), pada hari itu juga bidan desa biasanya langsung merujuk. Lalu bagaimana cara merujuknya dan dokumen apa saja yang diperlukan untuk merujuk? Untuk keperluan ini, disesuaikan dengan faktor risiko yang dimiliki bumil dan apakah bumil tersebut pengguna jaminan kesehatan atau umum. Sebagai contoh seorang bumil A yang tidak memiliki jaminan kesehatan datang ke PKD untuk ANC. Setelah diperiksa, ternyata secara klinis dan dari pemeriksaan darah (px Hb dengan stick) di PKD ternyata bumil A terdeteksi mengalami anemia sedang. Pada keadaan ini bidan desa biasanya langsung memutuskan bahwa bumil A harus di rujuk (karena ternyata bumil A sudah rutin konsumsi tablet Fe tiap hari akan tetapi mengalami anemia sedang) dengan persyaratan dokumentasi yang harus disertakan berupa fotocopy buku KIA, kartu identittas (KK, KTP), MOU dan surat keterangan rujukan dari PKD dan bidan desa. Karena kasus-kasus bumil risiko tinggi yang terjaring di PKD tidak pernah menunjukkan kondisi yang emergensi biasanya bidan desa jarang mendampingi. Kemudian bagaimana bidan desa mengetahui perkembangan bumil A setelah dirujuk? Untuk memantau perkembangan bumil A selanjutnya ,bidan desa melihat saran dan umpan balik dari dokter spesialis kandungan yang tercantum di buku KIA bumil A, apa yang harus dilakukan bidan desa untuk bumil A, kapan bumil A harus kontrol ke spesialis, dan pada kondisi seperti apa bumil A harus segera di bawa ke RS.Dari penuturan bidan desa, sejauh ini tidak ada kendala yang dialami dalam merujuk bumil yang berisiko. Hanya saja terkadang bidan desa lebih sering merujuk ke RS Swasta atau praktek spesialis kandungan karena penanganannya yang cepat dan lebih maksimal. Namun tetap melibatkan keluarga yang mengantar bumil untuk menentukan kemana bumil ini harus dirujuk (RSU, RS Swasta atau prakter dokter spesialis). Khusus untuk bumil berisiko dan pengguna Jampersal, rujukan ditujukan ke RSU.

Selasa, 27 Agustus 2013 Penjelasan PKM PONED dari bu winarti: udah punya USG dan px lab rutin. Di PONED ini udah punya ruangan tersndiri utnuk ruang Vknya, ruang untuk nifas, bersalin dan ruang Px. Terus juga udh punya tenaga kesehatan yang terlatih: dokter umum yang terlatih, bidan terlatih, perawat terlatih. Utk kasus-kasus seperti: PEB, kuret, pmeberian MgSO4 juga bisa dilakukan oleh PONED. PKM PONED sumber lawang: belum berjalan dimana untuk pelayanannya untuk menanangai kasus2 emergensi dsar blm brjalan. Selama ini kegiatan PKM PONED itu lebih ke arah penapisan dini bumil berisiko krn utk USG dan px lab rutin disni udh tersedia. Knp pelayanannya kok blm berjalan? Karena jarak PKM PONED ini ke RS hanya berjarak sekitar 7 KM, sehingga pasien lebih memilih ke pusat pelayanan yang lebih besar, yaitu RS. Namun untuk wilayah2 yang melewati PKM PONED biasanya mampir ke PKM PONED dulu klo misalnya perlu pertolongan pertama karena memang keadaan nya emergensi, setelah itu bru di rujuk ke RS.tapi utk wilayah2 yang tidak melewati PKM PONED biasanya langsung ke RS. Terus klo rujukan dari PKM Tanon, sesampai di RS apa harus ke IGD dulu atau lgsng ke Poli kandungan?ya tergantung, klo tidak emergensi dan polinya masih buka langsung ke Poli, tp klo keadaan emergensi tetap harus ke IGD dulu. Bagaimana cara mengetahui bumil yang dtng ke PKM Tanon itu resti atau bukan? Jadi semua pasien dianggap memiliki risiko, ga pake dikategori risiko rendah, sedang atau tinggi. Ada tenaga kesehatan yang mendampingi tidak?iya, klo emergensi. Kendala yang ditemukan selama ini di PKM klo merujuk pasien resti? Pasiennya malah ga mau di rujuk, misalnya udah hamil 42 minggu dari bidan desa/bidan PKM udh saranin udh dirujuk tp keluarga ga mau gara pikirnya ga apa2 itu walaupun hamil sampai usia 10-11 bulan. Utk situasi kyk gini, biasanya diberikan penyuluhan dari bidan desa dlu, klo tidak mempan dilimpahkan ke bidan PKM, klo ga mempan lagi ya melibatkan lintas sektoral seperti bayan atau lurah. Setelah itu baru deh mw pasiennya. Bagaimana proses rujukan pasiennya? Pasien datang ke PKD, trs dirujuk ke PONED bru ke RS. PKM Tanon: bukanlah PKM PONED, PKM Tanon tdk melayani persalinan normal/resti, PKM Tanon juga tidak melayani rawat inap untuk bumil. PKM Tanon HANYA TERIMA PX ANC AJA. Pernah tidak selama ini ada bumil resti dari PKM Tanon yang perlu stabilisasi dulu sebelum dirujuk? Tidak ada, cz skrining awal tetap dilakukan terlebih dahulu oleh bidan desa di masing-masing desa sehingga tdkk ada kasus bumil resti yang periksa ke PKM Tanon keadaannya gawat/sampai gawat. Utk data jumlah bumil berisiko yang dirujuk ke RS (entah itu RSU atau RS Swasta) ada di buku catatan coklat yakz!!!

Rabu, 28 Agustus 2013 Kamis, 29 Agustus 2013 Jumat, 30 Agustus 2013 Sabtu, 31 Agustus 2013G. Perumusan Masalah

Profil PesantrenPonpes Raudhatut Thalibin III adalah Pondok pesantren putra putri yang mempunyai basis pendidikan Al quran. Lokasinya terletak di dusun Gumuk Desa Gentan Kecamatan Susukan Kab Semarang.Pesantren ini di dirikan pada tahun 1987 oleh Bapak Kyai Munawari Al Hafidz dan Ibu Nyai Al Hafidzoh yang sekaligus menjadi pengasuh Pesantren sampai saat ini. Raudhatut Thalibin III merupakan salah satu bagian dari satu kesatuan pesantren induk yaitu PONPES Raudhatut Thalibin I yang berlokasikan di dusun jetis desa gentan kecamatan susukan kab semarang, yang di dahulu di asuh oleh Simbah Kyai Toha Danusiri yang merupakan Bopo guru dari bapak kyai Munwari Al hafidz sendiri. Sepeinggal wafat beliau, Ponpes Raudhatut Thalibin di asuh oleh putra beliau yaitu Bapak KH Mubarok Thoha dan saat ini telah di lanjutkan oleh adik beliau,Bapak kyai Rozi Thoha.Sedangkan ponpes Raudhatut Thalibin II juga berlokasikan di desa jetis sebelah barat desa gentan kecamatan susukan kab semarang di bawah asuhan Bapak KH Anis Thoha, yang juga merupakan putra dari Simbah KH Thoha Danusiri. Dan sekarang telah di lanjutkan oleh Bapak Kyai Zaid Zuhdi, salah seorang santri dari Bapak KH Anis thoha. Ketiga menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan dalam beberapa kegiatan besar walaupun mempunyai beberapa system pembelajaran yang berbeda.Pesantren ini didirikan di atas tanah sebidang tanah seluas 1750m2 yang merupakan tanah wakaf dari Kakek pengasuh sendiri yaitu Simbah H Abdurrohim.Pada awalnya pesantren ini berdiri dengan bangunan yang sangat sederhana dengan dinding dan lantai berupa anyaman bambu serta mempunayai santri yang hanya berjumlah sekitar 5 orang yang mukim dan beberapa santri nglajo yang berasal dari desa Gumuk itu sendiri.Pada tahun 1997,seorang dermawan dari desa ketapang kecamatan susukan kab semarang, Bp H Saumar, memberikan shodaqoh jariyahnya untuk mendirikan 1 unit bangunan untuk santri putra. Setelah beberapa tahun berjalan, pesantern ini berkembang pesat dan mempunyai semakin banyak santri, sehingga Bp H Saumar kembali memberikan shodaqohnya utuk mendirikan 1 unit bangunan lagiuntuk santri putri. Seiring berjalannya waktu dan dengan jerih payah usaha pengasuh serta para santri, saat ini PP Raudhatut Thalibin III telah berdiri kokoh dengan bangunan lengkap berjumlah 3 unit bangunan berlantai 2, satu unit bangunan lantai 1 untuk santri putra dan santri putri dan Musholla Al Abror sebagai pusat kegiatan santri.Ponpes Raudhatut Thalibin III, pada awalnya adalah pesantern khusus untuk mencetak para generasi hafidz Al quran, karena pada dasarnya dari bapak serta ibu pengasuh adalah seoarng hafidz dan hafidhoh. Namun seiring berjalannya waktu, tidak semua santri berkeinginan untuk menghafal Alquran saja sehingga sampai saat ini telah di masukkan pula pembelajaran kitab salaf(kitab kuning) dalam kurikulum pesantren. Pesantren ini juga menerima santri yang berkeinginan untuk menempuh pendidikan formal dari tingkat SD/MI hingga perguruan tinggi. Namun pesantren ini belum mempunyai lembaga sekolah formal sendiri, sehingga para santri harus belajar di luar lingkup lokasi PPRT III yang berlokasikan tak jauh dari lingkungn pesantren sendiri.Bagi santri tahfidz AlQuran di haruskan untuk mampu menyelesaikan hafalan dengan para pengasuh sampai 30 juz. Dan untuk santri yang non tahfidz, di haruskan mampu menghafal Al Quran juz 30 dan membaca Al quran dengan benar dan fasih. Untuk pembelajaran kitab salaf,semua santri diwajibkan untuk mengikutinya dengan pembelajaran kitab yang berbeda beda sesuai dengan taraf kemampuannya. Sehingga yang menjadi harapan besar pengasuh bahwa semua santri diharapkan untuk tidak hanya mampu membaca Al quran atau menghafal Alquran secara baik namun juga mampu mengetahui makna dan kandungna Al quran melalui pembelajaran kitab-kitab salaf.

Kegiatan penulis selama di PonpesHari kedua penulis melakukan penggalian masalah kesehatan di pesantren ini.Untuk hari ini penulis fokuskan pada masalah umum dan kemudian ke masalah santri putra.Untuk itu penulis melakukan wawancara dengan Bapak Kyain Munawari dan beberapa santri putra.Dari penuturan bapak kiayi sendiri diperoleh beberapa fakta menarik.Misalnya soal penyakit.Penyakit yang biasa di derita para santri di sini adalah penyakit musiman seperti batuk pilek.Diare dan maag juga kadang terjadi.Kemudian penyakit kulit khas pondok yaitu gudig (scabies) malah jarang terjadi.Masalah-masalah lain selain penyakit fisik justru kadang terjadi.Seperti cerita bapak Kiyai bahwa sering ada santrinya yang kabur, pulang tanpa pamit, bahkan nekat berjalan kaki puluhan kilometer demi pulang menemui orang tuannya.Hal ini berarti sebenarnya selain masalah kesehatan fisik, kesehatan mental atau psikis juga sering dialami para santri.Selanjutnya penulis mewanwancarai santri putra.Yang pertama Ahmad Muyyidin. Siswa kelas 3 Mts ini telah menjadi santri di sini sejak kelas 4 SD. Siswa kelahiran Lampung ini mondok di sini karena sebenarnya orang tuanya asli desa gentan kecamatan susukan, tetapi ikut program transmigrasi ke Lampung. Sehingga kedua orang tuanya memutuskan untuk memondokan anakknya karena tahu betul kwalitas pondok pesantren ini.Dari santri ini diperoleh beberapa fakta antara lain kebiasaan PHBS yang ternyata masih kurang. Salah satu diantaranya adalah kebiasaan mencuci tangan dengan sabun.Mereka beranggapan jika mencuci tangan dengan air saja cukup.Hal ini kemungkinan yang menyebabkan kejadian beberapa penyakit seperti diare dan batuk pilek.Dari beberapa santri yang lain juga didapatkan fakta serupa. Hari ketiga kemudian penulis melakukan wawancara dengan bagian santri putri yaitu dengan Istri Kyiai Munawari sebagai Pembina santri putri.Beliau menuturkan bahwa kalau santri putri masalah utamanya biasanya paling banyak gangguan saat datang bulan (dysmenorrhea).Dan santri putri relatif lebih baik dalam berperilaku bersih dari pada yang putra.Selain itu sifat kebandelan santri putri juga tidak sebandel santri putra.Biasanya untuk mengatasi masalah kesehatan atau mendapatkan pelayanan kesehatan, jika ada santri yang sakit maka akan dibawa ke Puskemas. Akan tetapi terkadang terkendala akses baik transportasi maupun jarak yang relative jauh.Sebenarnya untuk mengatasi hal tersebut, Pondok pesantren Raudhatut Thalibin sudah mencanangkan program pos kesehatan pesantren (poskestren).Bahkan sudah mengajukan dana ke pemerintah daerah, dan mendapatkan bantuan. Bantuan dana tersebut kemudian digunakan untuk membangun ruang poskestren. Akan tetapi kelanjutannya tidak ada, karena tidak adanya bantuan lain berupa obat-obatan atau alat P3K misalnya, sehingga bangunan tersebut malah sekarang dialih fungsikan sebagai ruang tamu wali santri. Untuk itulah penulis tertarik untuk mengupayakan berjalannya poskestren, minimal menstimulasi agar secara bertahap pelan-pelan poskestren ini bisa bermanfaat sebagaimana mestinya.Kemudian terkait masalah kebiasaan PHBS yang masih sedikit kurang, penulis tertarik memberikan sedikit informasi kepada para santri berupa semacam penyuluhan kesehatan.Selain masalah kesehatan fisik, yang cukup menarik perhatian penulis adalah masalah kesehatan mental atau psikologi para santri.Dari wawancara didapatkan tentang fakta menarik kebandelan para santri.Hal ini menurut Bapak Kiyai karena memang sebagian santri yang dipondokkan di sini agak bermasalah, meskipun tidak semuanya.Untuk itulah penulis sempat berdiskusi dengan Bapak Kyiai tentang pentingnya semacam pos konseling atau BK seperti di sekolah, untuk juga diterapkan di pondok.Hari keempat penulis akhirnya mencoba melakukan penyuluhan tentang PHBS kepada para santri laki-laki.Para santri Nampak antusias mendengarkan dan tertib. Hal ini bias terlaksana karena pada saat penyuluhan penulis ditemani oleh Bapak kyiai. Selain tentang PHBS penulis juga memberikan semacam panduan P3K agar para santri bisa tahu apa yang harus dilakukan bila mereka mengalami masalah kesehatan.Hari kelima penulis juga melakukan penyuluhan serupa, tapi kali ini kepada para santri putri.Kali ini penulis didampingi putri Bapak Kyiai Munawari sebagai salah seorang pendamping santri putri.Dalam penyuluhan ini penulis sedikit menambahkan materi mengenai dysmenorrhea agar para santri mengerti tentang dysmenorrhea itu sebenarnya.Hari keenam penulis menutup semua kegiatan elektif dipesantren ini dengan memberikan bantuan stimulasi berupa obat-obatan untuk pertolongan pertama (P3K), serta media promosi berisikan panduan P3K dengan harapan bisa digunakan sebagai langkah awal menghidupkan poskestren dan membantu mengatasi masalah kesehatan di pondok pesantren ini.Dari kegiatan selama di pondok ini, diperoleh dua kesepahaman antara penulis dan pimpinan pesantren.Yang pertama, perlu dihidupkannya poskestren yang ada.Dan yang kedua, perlu ditindak lanjuti tentang pentingnya pusat konseling pesantren.LampiranDaftar kegiatan ElektifTanggal Kegiatan

25 Juni 2012Permohonan ijin dan observasi dengan Pimpinan Ponpes Raudhatut Thalibin III Bapak Kiyai Munawari

26 Juni 2012Wawancara dengan Bapak Kiyai dan beberapa santri putra tentang masalah kesehatan di Ponpes Raudhatut Thalibin III.

27 Juni 2012Wawancara dengan Istri Bapak Kiyai dan beberapa santri putri tentang masalah kesehatan di Ponpes Raudhatut Thalibin III.

28 Juni 2012Penyuluhan PHBS dan P3K terhadap santri putra

29 Juni 2012Penyuluhan PHBS dan P3K terhadap santri putri

30 Juni 2012Berpamitan terhadap warga pondok, disertai penyerahan bantuan berupa stimulasi obat-obatan dan P3K, dilanjutkan pengerjaan laporan kegiatan.

Gambar 1. Bapak Kyiai Munawari beserta Istri

Gambar 2. Beberapa santri putra setelah mengikuti kegiatan

Gambar 3. Kegiatan santri putri

Gambar 4. Kegiatan santri putra

Gambar 5. Proses renovasi pondok

Gambar 6.Masjid AL ABROR

Gambar 7. Bangunan tempat belajar mengajar pondok

Gambar 8. Penyerahan bantuan obat-obatan