El Nino & La Nina

29
EL NINO DAN LA NINA April 8, 2007 — La An El-Nino, menurut sejarahnya adalah sebuah fenomena yang teramati oleh para penduduk atau nelayan Peru dan Ekuador yang tinggal di pantai sekitar Samudera Pasifik bagian timur menjelang hari natal (Desember). Fenomena yang teramati adalah meningkatnya suhu permukaan laut yang biasanya dingin. Fenomena ini mengakibatkan perairan yang tadinya subur dan kaya akan ikan (akibat adanya upwelling atau arus naik permukaan yang membawa banyak nutrien dari dasar) menjadi sebaliknya. Pemberian nama El-Nino pada fenomena ini disebabkan oleh karena kejadian ini seringkali terjadi pada bulan Desember. El-Nino (bahasa Spanyol) sendiri dapat diartikan sebagai “anak lelaki”. Di kemudian hari para ahli juga menemukan bahwa selain fenomena menghangatnya suhu permukaan laut, terjadi pula fenomena sebaliknya yaitu mendinginnya suhu permukaan laut akibat menguatnya upwelling. Kebalikan dari fenomena ini selanjutnya diberi nama La-Nina (juga bahasa Spanyol) yang berarti “anak perempuan” (oseanografi.blogspot.com., 2005). Fenomena ini memiliki periode 2-7 tahun.. El-Nino (gambar di atas) akan terjadi apabila perairan yang lebih panas di Pasifik tengah dan timur meningkatkan suhu dan kelembaban pada atmosfer yang berada di atasnya. Kejadian ini mendorong terjadinya pembentukan awan yang akan meningkatkan curah hujan di sekitar kawasan tersebut. Bagian barat Samudra Pasifik tekanan udara meningkat

description

Badai di Lautan Pasifik

Transcript of El Nino & La Nina

Page 1: El Nino & La Nina

EL NINO DAN LA NINA

April 8, 2007 — La An

El-Nino, menurut sejarahnya adalah sebuah fenomena yang teramati oleh para penduduk atau nelayan Peru dan Ekuador yang tinggal di pantai sekitar Samudera Pasifik bagian timur menjelang hari natal (Desember). Fenomena yang teramati adalah meningkatnya suhu permukaan laut yang biasanya dingin. Fenomena ini mengakibatkan perairan yang tadinya subur dan kaya akan ikan (akibat adanya upwelling atau arus naik permukaan yang membawa banyak nutrien dari dasar) menjadi sebaliknya. Pemberian nama El-Nino pada fenomena ini disebabkan oleh karena kejadian ini seringkali terjadi pada bulan Desember. El-Nino (bahasa Spanyol) sendiri dapat diartikan sebagai “anak lelaki”. Di kemudian hari para ahli juga menemukan bahwa selain fenomena menghangatnya suhu permukaan laut, terjadi pula fenomena sebaliknya yaitu mendinginnya suhu permukaan laut akibat menguatnya upwelling. Kebalikan dari fenomena ini selanjutnya diberi nama La-Nina (juga bahasa Spanyol) yang berarti “anak perempuan” (oseanografi.blogspot.com., 2005). Fenomena ini memiliki periode 2-7 tahun..

El-Nino (gambar di atas) akan terjadi apabila perairan yang lebih panas di Pasifik tengah dan timur meningkatkan suhu dan kelembaban pada atmosfer yang berada di atasnya. Kejadian ini mendorong terjadinya pembentukan awan yang akan meningkatkan curah hujan di sekitar kawasan tersebut. Bagian barat Samudra Pasifik tekanan udara meningkat sehingga menyebabkan terhambatnya pertumbuhan awan di atas lautan bagian timur Indonesia, sehingga di beberapa wilayah Indonesia terjadi penurunan curah hujan yang jauh dari normal (gambar di bawah)

Page 2: El Nino & La Nina

Suhu permukaan laut di Pasifik tengah dan timur menjadi lebih tinggi dari biasa pada waktu-waktu tertentu, walaupun tidak selalu. Keadaan inilah yang menyebabkan terjadinya fenomena La-Nina (gambar di bawah). Tekanan udara di kawasan equator Pasifik barat menurun, lebih ke barat dari keadaan normal, menyebabkan pembentukkan awan yang lebih dan hujan lebat di daerah sekitarnya

Kejadian El-Nino tidak terjadi secara tunggal tetapi berlangsung secara berurutan pasca atau pra La-Nina. Hasil kajian dari tahun 1900 sampai tahun 1998 menunjukan bahwa El-Nino telah terjadi sebanyak 23 kali (rata-rata 4 tahun sekali). La-Nina hanya 15 kali (rata-rata 6 tahun sekali). Dari 15 kali kejadian La-Nina, sekitar 12 kali (80%) terjadi berurutan dengan tahun El-Nino. La-Nina mengikuti El-Nino hanya terjadi 4 kali dari 15 kali kejadian sedangkan yang mendahului El-Nino 8 kali dari 15 kali kejadian. Secara umum, hal ini menunjukkan bahwa peluang terjadinya La-Nina setelah El-Nino tidak begitu besar. Kejadian El-Nino 1982/83 yang dikategorikan sebagai tahun kejadian El-Nino yang kuat tidak diikuti oleh La-Nina

Page 3: El Nino & La Nina

KLIMATOLOGI UNTUK PERTANIAN

Mei 23, 2007 — La An

Klimatologi merupakan ilmu tentang atmosfer. Mirip dengan meteorologi, tapi berbeda dalam kajiannya, meteorologi lebih mengkaji proses di atmosfer sedangkan klimatologi pada hasil akhir dari proses2 atmosfer.

Klimatologi berasal dari bahasa Yunani Klima dan Logos yang masing2 berarti kemiringan (slope) yg di arahkan ke Lintang tempat sedangkan Logos sendiri berarti Ilmu. Jadi definisi Klimatologi adalah ilmu yang mencari gambaran dan penjelasan sifat iklim, mengapa iklim di berbagai tempat di bumi berbeda , dan bagaimana kaitan antara iklim dan dengan aktivitas manusia. Karena klimatologi memerlukan interpretasi dari data2 yang banyak dehingga memerlukan statistik dalam pengerjaannya, orang2 sering juga mengatakan klimatologi sebagai meteorologi statistik (Tjasyono, 2004)

Iklim merupakan salah satu faktor pembatas dalam proses pertumbuhan dan produksi tanaman. Jenis2 dan sifat2 iklim bisa menentukkan jenis2 tanaman yg tumbuh pada suatu daerah serta produksinya. Oleh karena itu kajian klimatologi dalam bidang pertanian sangat diperlukan. Seiring dengan dengan semakin berkembangnya isu pemanasan global dan akibatnya pada perubahan iklim, membuat sektor pertanian begitu terpukul. Tidak teraturnya perilaku iklim dan perubahan awal musim dan akhir musim seperti musim kemarau dan musim hujan membuat para petani begitu susah untuk merencanakan masa tanam dan masa panen. Untuk daerah tropis seperti indonesia, hujan merupakan faktor pembatas penting dalam pertumbuhan dan produksi tanaman pertanian.

Selain hujan, unsur iklim lain yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman adalah suhu, angin, kelembaban dan sinar matahari.

Setiap tanaman pasti memerlukan air dalam siklus hidupnya, sedangkan hujan merupakan sumber air utama bagi tanaman. Berubahnya pasokan air bagi tanaman yg disebabkan oleh berubahnya kondisi hujan tentu saja akan mempengaruhi siklus pertumbuhan tanaman. Itu merupakan contoh global pengaruh ikliim terhadap tanaman. Di indonesia sendiri akibat dari perubahan iklim, yaitu timbulnya fenomena El Nino dan La Nina. Fenomena perubahan iklim ini menyebabkan menurunnya produksi kelapa sawit. Tanaman kelapa sawit bila tidak mendapatkan hujan dalam 3 bulan berturut-turut akan menyebabkan terhambatnya proses pembungaan sehingga produksi kelapa sawit untuk jangka 6 sampai 18 bulan kemudian menurun. Selain itu produksi padi juga menurun akibat dari kekeringan yang berkepanjangan atau terendam banjir. Akan tetapi pada saat fenomea La Nina produksi padi malah meningkat untuk masa tanam musim ke dua.

Page 4: El Nino & La Nina

Selain hujan, ternyata suhu juga bisa menentukkan jenis2 tanaman yg hidup di daerah2 tertentu. Misalnya perbedaan tanaman yang tumbuh di daerah tropis, gurun dan kutub. Indonesia merupakan daerah tropis, perbedaan suhu antara musim hujan dan musim kemarau tidaklah seekstrim perbedaan suhu musim panas dan musim kemarau di daerah2 sub tropis dan kutub. Oleh karena itu untuk daerah tropis, klasifikasi suhu lebih di arahkan pada perbedaan suhu menurut ketinggian tempat. Perbedaan suhu akibat dari ketinggian tempat (elevasi) berpengaruh pada pertumbuhan dan produksi tanaman. Sebagai contoh, tanaman strowbery akan berproduksi baik pada ketinggian di atas 1000 meter, karena pada ketinggian 1000 meter pebedaan suhu antara siang dan malam sangat kontras dan keadaan seperti inilah yg dibutuhkan oleh tanaman strowbery.

PEMANASAN GLOBAL (CATATAN MENGENAI SEBABNYA)

April 10, 2007 — La An

Pemanasan global adalah kejadian meningkatnya temperatur rata-rata atmosfer, laut dan daratan Bumi (wikipedia) .

Gas rumah kaca (CO, CO2, CFCs, O3, NOx) dituduh sebagai penyebab dari pemanasan global. Akan tetapi seandai bumi ini tidak mempunyai gas2 rumah kaca maka bumi ini akan mempunyai suhu 33 derajat celesius dibawah 0. konsetrasi gas2 rumah kaca mengalami peningkatan pada tahun2 belakangan ini. Ada yang bilang karena ulah manusia, ada yang bilang karena aktifitas geologi, ada yang bilang karena siklus carbon di laut terhambat. Entah si CO2 datang dari mana, yg jelas peningkatan konsentrasi gas rumah kaca ini menyebabkan jumlah energi matahari yang dipantulkan kembali kebumi menjadi lebih besar atau dengan kata lain ada hubungan antara peningkatan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer dengan pemanasan global. Gas CO2 menyumbang 50% dari pemanasan global, sedangkan gas CFCs, CH4, O3, dan NOx masing-masing menyumbang lebih kurang 20%, 15%, 8% dan 7% bagi pemanasan global.

kelompok studi lingkungan Federal Climate Change Science Program pada tanggal 2 mei 2006 mengeluarkan statement bahwa manusia mempegaruhi terjadinya perubahan iklim global. Salah satu akibat dari pemanasan global itu adalah perubahan iklim. Waowww… Ternyata salah satu yang dituduh itu manusia yg menyebabkan kandungan CO2 di bumi meningkat. Menurut pendukung teori ini, CO2 di bumi telah meningkat secara drastis akibat dari aktivitas manusia dan aktivitas manusia pula yang menyebabkan terhambatnya penyerapan CO2 kembali oleh tanaman. Manusia berperan ganda deh dalam peningkatkan CO2 di atmosfer, Udah meningkatkan, trus menghambat lagi penyerapannya… wedew…kacau…… Tanaman yg dalam tulisan ini saya konotasikan dengan hutan yg merupakan penyerap utama CO2 di atmosfer yang berhubungan langsung dengan aktivitas manusia. makanya indonesia dianggap sebagai paru2 dunia. Bayangin aja tuh kalo paru2 kita ilang, gimana bisa idup…..??? akan tetapi beberapa penelitian lain menyatakan bahwa ternyata manusia (antrhopogenic) hanya menyumbangkan 5% dari produksi CO2 di dunia ini.

Page 5: El Nino & La Nina

Seperti yg ditulis diatas, aktifitas manusia yg menggunakan bahan bakar fosil itu dituduh sebagai biang keladi peningkatan CO2 diatmosfer, tapi ada yang bilang kalo bukan itu penyebabnya. pendukung teori ini mencoba menjelaskan kalo ternyata pemanfaatan bahan bakar fosil (selain batu bara) tidak selalu menyebabkan peningkatan kadar CO2 di atmosfer. pada saat produksi migas menurun akibat embargo, ternyata konsentrasi CO2 tetap meningkat, lho kok…..?????? tetapi ada contoh kasus, untuk menghasilkan energi sebesar 1 kWh, pembangkit listrik yang menggunakan batubara mengemisikan sekitar 940 gram CO2. Sementara pembangkit listrik yang menggunakan minyak bumi dan gas alam menghasilkan emisi gas rumah kaca sekitar 798 dan 581 gram C02. jadi???

aktifitas gunung api merupakan salah satu penyumbang gas CO2 di udara. Pada tanggal 14-15 Juni 1991 Gunung Pinatubo di Filipina. dari gambar yg posting disini terlihat bahwa temperatur bumi setelah tahun 1990, meningkat drastis. Nah para ahli geologi menganggap bahawa pemanasan global lebih disebabkan oleh aktivitas alam seperti ini.

Sementara sebagian ahli lain berpendapat bahwa sebenarnya jumlah CO2 di atmosfer tidak cukup signifikan untuk dijadikan “kambing hitam” pemanasan global karena jumlahnya yang hanya 0.04%. Selain itu, para ahli ini juga menyatakan bahwa seluruh gas yang ada di atmosfer adalah gas rumah kaca, tanpa terkecuali dimana komposisi terbesar adalah nitrogen (78%), oksigen (21%) dan uap air (hingga 3%).

Laut mempunyai peranan penting dalam siklus karbon itu karena siklus karbon sebagian besar terjadi dilaut. Menurut ahli biologi hanya 10 persen siklus carbon terjadi di darat sedangkan sisanya terjadi di laut. Jadi terganggunya siklus carbon dilautlah yang menyebabkan terjadinya pemanasan global. Banar begitu??? Coba perhatikan teori ini, nanti teman2 sendiri yang menyimpulkan “semakin tinggi suhu permukaan laut maka akan semakin rendah proses penyerapan karbon di udara oleh laut atau dengan kata lain siklus karbon terganggu”, “pemanasan global menyebabkan temperatur permukaan laut meningkat, salah satu akibatnya adalah fenonema Iklim El Nino dan La Nina”. Sekarang mana yg pertama pemanasan permukaan laut atau terganggunya siklus karbon????

pendapat lain mengatakan bahwa pemanasan global disebabkan oleh sinar kosmik. berdasarkan peneltian pakar2 ini. sinar kosmik yg berasal dari luar angksa mempengaruhi terciptanya awan2 di atmosfer bagian bawah. berdasarkan peneltian mereka, sinar kosmik tenyata mampu meningkatkan terjadinya pembentukkan awan di atmosfer bagian bawah, dimana semakin tinggi sinar kosmik yg masuk ke bumi, maka semain tinggi jumlah awan yg tercipta. awan memantulkan sekita 20% energi matahari kembali keluar angkasa. dengan semakin bnyaknya awan, maka energi matahari yg masuk kebumi akan semakin kecil dan bumi semakin dingin. menurut mereka pada abad 20 ini sinar kosmik yg masuk kebumi semakin sedikit, sehingga roses terciptanya awan juga semakin kecil dan akhirnya bumi semakin panas

bumi semakin panas akibat dari matahari yg semakin bergejolak. matahari dalam seabad ini sering bangat muncul bintik2 matahari akibat ledakan energi hidrogen. berdasarkan

Page 6: El Nino & La Nina

penelitian, ternyata semakin banyak jumlah bintik2 itu, maka energi panas yg dipancarkan oleh matahari juga semakin tinggi yang akan mempengaruhi juga panas di bumi.

SUSAHNYA MEMPREDIKSI HUJAN

Juni 20, 2007 — La An

Hari ini cuaca di denpasar dingin bangat. Hujan mulai tadi subuh dan berhenti siangnya. Sekarang bulan Juni, berdasarkan teori pada bulan Juni adalah masa2 musim kemarau. JJA atau Juni, Juli dan Agustus adalah musim kemarau dengan curah hujan yg rendah pada daerah2 berpola hujan munsoon apalagi untuk daerah bali dan nusa tenggara. Bali dan nusa tenggara merupakan daerah yang curah hujannya sangat di pengaruhi oleh keberadaan benua australia (Oledman, 1981) dimana pada saat periode JJA pola angin yg terjadi adalah pola angin munsoon tenggara. Angin munsoon tenggara sangat sedikit membawa uap air, sehingga wilayah yg dilewatinya mengalami musim kemarau.

Saat ini banyak sekali terjadi petani salah memulai awal musim tanam karena salah memprediksi awal musim hujan dam akhir musim kemarau. Kompas menceritakan bahwa produksi tanaman tembakau menurun akibat dari berubahnya polah hujan pada saat musim petik daun pertama.

Menurut beberapa ahli telah terjadi perubahan iklim yang salah satu indikasinya adalah perubahan pola hujan, tapi ada beberapa ahli yang menyatakan belum terjadi perubahan iklim karena, kerana perubahan pola hujan ini masih dalam taraf perubahan variabilitas saja akibat adanya anomali2 iklim seperti siklon2 tropis dan dan kejadian El Nino dan La Nina.

Hujan merupakan unsur fisik lingkungan yang paling bervariasi, terutama di daerah tropis. Boer (2003) mengatakan bahwa hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena keragamannya sangat tinggi baik menurut waktu maupun tempat, oleh karena itu kajian tentang iklim lebih banyak diarahkan pada faktor hujan.

Menurut Ana Turyanti (2006) Hujan dipandang sebagai salah satu variabel peramalan cuaca dan iklim yang sangat penting karena mempengaruhi aktivitas kehidupan manusia di berbagai sektor seperti pertanian, perhubungan, perdagangan, kesehatan, lingkungan hidup dan sebagainya. Namun demikian, hujan merupakan salah satu variabel atmosfer yang paling sulit diprediksi, dan pada saat ini masih merupakan tantangan yang besar bagi para peneliti meteorologi. Dari sejumlah model yang digunakan di dunia pada saat ini, belum satupun yang dapat memberi prediksi hujan yang cukup baik, terutama untuk wilayah katulistiwa. Wilayah ini memang memiliki tingkat non-liearitas yang tinggi, sehingga kondisi atmosfer di wilayah ini lebih sulit diprediksi dibandingkan dengan wilayah di lintang tinggi.

Kenapa? Karena faktor penyebab hujan itu sangat banyak. Secara umum keragaman hujan di Indonesia sangat dipengaruhi oleh keberadaannya di garis katulistiwa, aktifitas

Page 7: El Nino & La Nina

moonson, bentangan samudera Pasifik dan Hindia serta bentuk topografi yang sangat beragam. Gangguan siklon tropis (El-Nino, La-Nina, Madden Julian Oscillation (MJO) dan angin badai) diperkirakan juga ikut berpengaruh terhadap keragaman curah hujan.

Normalnya daerah indonesia adalah daerah bebas dari kejadian siklon tropis, dimana menurut tjasyono (2004) 65% kejadian siklon tropis terjadi di antara 10o dan 20o dari equator. Akan tetapi efek dari siklon tropis dapat mempengaruhi kondisi cuaca di sekitarnya meliputi curah hujan yang tinggi, angin kencang dan gelombang badai (strom surge). Masih dalam buku yg sama Tjasyono mengatakan bahwa sekitar 2/3 kejadian siklon tropis terjadi di belahan bumi utara.

BMG (2006) menyatakan bahwa awal musim hujan untuk tahun 2006 ini mundur akibat anomali atau penyimpangan suhu permukaan air laut di selatan Pulau Jawa dan Barat sumatera, pada saat itu suhu permukaan air lautnya masih rendah sehingga penguapan dan produksi awan masih sedikit.

Seringnya terjadi anomali atau penyimpangan ini mungkin disebabkan oleh efek pemanasan global, sehingga proses penyeimbangan panas atau suhu bumi sebagai faktor penggerak cuaca juga mengalami perubahan sehingga mengakibatkan munculnya siklon2 tropis yang tidak pada waktu dan tempatnya.

Balitklimat, pada pertengahan bulan Maret 2007 telah mengeluarkan Peta Pergeseran Permulaan Musim Kemarau 2007 terhadap Normal dan Peta Permulaan Musim Kemarau 2007 di sentra produksi padi di pulau Jawa yang didasarkan pada kondisi curah hujan 30 tahun terakhir. Berikut disajikan kedua peta tersebut.

Thursday, 01.02.2007 1:26

TAHUN 2007 : AWAN BADAI DAN BENCANA KELAPARAN

Posted on Intermezzo.

Awal tahun 2007 kemaren saya bermimpi aneh dua kali berturut-turut. Mimpi yang pertama, saya sedang berada di suatu tempat, memandangi langit yang begitu biru. Namun tak lama kemudian, angin tiba-tiba membawa awan hitam dan awan tersebut kemudian berputar dalam satu pusaran membentuk badai. Sungguh suatu pemandangan yang begitu mempesona dalam suasana yang mencekam.

Beberapa hari kemudian, saya bermimpi untuk kedua kalinya. Sepertinya ini mimpi bersambung, karena setting tempat dalam lokasi yang mirip. Hanya saja saya berada di bentangan sawah hijau yang begitu luas. Saya bisa memandang bentangan sawah tersebut dan berjalan di antara pematang sawah yang begitu rimbun karena batang padinya tiba-tiba meninggi. Tak beberapa lama saya merasakan angin yang begitu kencang. Angin tersebut memporak-porandakan tanaman di sawah tersebut. Begitu hebatnya sehingga saya berada dalam lautan tanaman yang terombang ambing oleh angin.

Page 8: El Nino & La Nina

Dua mimpi ini terus saja berulang dalam rekaman otak saya. Saya tidak tahu apakah itu adalah suatu petunjuk seperti halnya mimpi-mimpi saya sebelum bencana tempo hari. Ah.. mungkin hanya mimpi. Kalaupun itu benar petanda dari langit maka itu merupakan suatu ramalan untuk tahun 2007. Dengan demikian bersiaplah menghadapi badai dan bersiaplah menghadapi bencana kelaparan. Semoga belas kasihan Tuhan tetap ada untuk negeri yang semakin tak beradab ini.

PERUBAHAN IKLIM, MASA LALU, SEKARANG, DAN MASA MENDATANG

Oleh : Muhammad Ery Wijaya (Member of KAMASE, The Joint Graduate School of Energy and Environment, Thailand)

Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan membawa manusia ke era baru, tepatnya sejak mulai ditemukannya mesin uap sebagai cikal bakal dimulainya abad industrialisasi, di mana pada awal-awal era itu tenaga manusia mulai digantikan dengan tenaga mesin hingga saat ini dan masa yang akan datang. Aktivitas industri termasuk di dalamnya penggunaan (baca: pembakaran) batu bara, minyak, dan gas sebagai sumber pembangkit energi maupun pengubahan fungsi lahan hutan untuk menjadi perkebunan ataupun pengolahan hasil hutan untuk bahan baku industri. Pembakaran karbon fosil itu membawa dampak peningkatan gas rumah kaca (greenhouse gases) yang sangat drastis dalam kisaran waktu 150 tahun belakangan ini.

Atmosfir bumi terisi oleh tiga gas utama yakni nitrogen (78,09%), oksigen (20,95%), dan argon (0,93%), selain tiga gas utama tadi di atmosfir juga terdapat gas-gas lain dalam jumlah kecil yakni karbon dioksida (CO2), metana (CH4), karbon monoksida (CO), nitrogen oxsides, CFC, dan Ozone (O3). Gas-gas ini secara alamiah merupakan hasil aktifitas ekologi di bumi dan produktivitasnya terjaga secara alami. Karbon dioksida, metana, nitrous oxsides, dan CFC termasuk dalam gas-gas yang mempunyai sifat dapat menjebak panas atau sering disebut sebagai greenhouse gases, gas-gas inilah yang saat ini konsentrasinya meningkat secara drastis di dalam atmosfer sebagai hasil dari aktivitas pembakaran bahan bakar fosil yang dituding menyebabkan pemanasan bumi dan mengakibatkan perubahan iklim global.

Sejatinya sejak bumi terbentuk lebih dari 4 miliar tahun yang lalu keadaan iklim di dalam bumi secara periodik berubah dari dingin menjadi panas dan kembali menjadi dingin secara dramatis. Hal ini dibuktikan oleh berbagai penelitian diantaranya di Antartica terhadap lapisan inti es yang diambil dari kedalaman 2.083 meter dan pengambilan sampel koral dari samudera pasifik yang diindikasikan berumur lebih dari 10.200 tahun. Dari berbagai hasil penelitian yang dilakukan para ilmuwan perubahan iklim dapat dikategorikan menjadi enam periode waktu.

Pertama, pendinginan global terjadi lebih dari 1 miliar tahun yang lalu, kemudian mulai muncul organisme yang melakukan fotosintesis, dalam proses respirasi organisme tersebut menghasilkan karbon dioksida, sebagai konsekuensinya terjadilah peningkatan konsentrasi karbon dioksida di atmosfir yang menyebabkan suhu di bumi menjadi hangat, namun peningkatan karbon dioksida tersebut diserap kembali melalui proses

Page 9: El Nino & La Nina

fotosintesis. Proses pengurangan konsentrasi CO2 di udara menjaga suhu bumi tetap dingin.

Kedua, beberapa ribu juta tahun yang lalu bumi terjadi periode peningkatan aktivitas tektonik di kulit bumi, tumbukan antar lempeng benua, dan meletusnya gunung berapi. Gas CO2 secara besar-besaran keluar dari kerak bumi ke atmosfir menjadi gas rumah kaca yang menyebabkan terjadinya peningkatan suhu bumi rata-rata 5 derajat Celcius lebih panas dari suhu bumi saat ini.

Ketiga, dimulai kira-kira 100 juta tahun yang lalu dimana keadaan tektonik menjadi lebih stabil dan gas CO2 yang keluar semakin berkurang, sehingga efek gas rumah kaca yang ditimbulkannya juga berkurang, iklim di bumi pada masa ini menjadi dingin kembali.

Keempat, dalam kisaran juta tahun keadaan suhu bumi antara panas dan dingin saling berganti dalam skala periode puluhan ribu tahun. Siklus fluktuatif ini terjadi secara natural karena bentuk konfigurasi orbit bumi terhadap matahari, dimana bentuk lintasan orbit bumi adalah ellips terhadap matahari. Jarak bumi terdekat dengan matahari dan jarak bumi terjauh dengan matahari terjadi setiap 100.000 tahun. Pada jarak terdekat bumi akan mendapatkan energi yang sangat besar dari matahari yang menyebabkan suhu bumi menjadi panas, ketika bumi berada pada posisi orbit terjauh dari matahari akan menyebabkan energi dari matahari yang diterima bumi berkurang sebagai akibatnya suhu bumi menjadi dingin.

Kelima, siklus magnitude terkecil dalam setiap 1.000 tahun, siklus ini berkaitan dengan aktivitas matahari namun secara ilmiah belum dapat dijelaskan dengan pasti, meskipun efeknya kecil namun diduga memiliki efek terhadap aktivitas manusia, sebagai contoh terjadinya masa “little ice age” pada tahun 1607 hingga 1814 di daratan eropa.

Keenam, terjadi dalam kisaran 150 tahun yang lalu hingga sekarang, temperatur bumi secara global rata-rata meningkat 0,8 derajat Celcius dan pada beberapa kawasan seperti daerah yang dilintasi katulistiwa meningkat menjadi beberapa derajat celcius, peningkatan ini terjadi dalam waktu yang sangat cepat sebagai efek dari meningkatnya aktivitas manusia dari sektor industri dan transportasi.

 

Perubahan iklim yang sangat cepat diprediksi oleh beberapa ilmuwan yang tergabung dalam Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) akan terus terjadi sampai masa mendatang sebagai efek dari peningkatan konsumsi bahan bakar fosil dalam transportasi dan industri sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk di dunia. Dari hasil pemodelan iklim global diperkirakan jika tidak ada upaya bersama dari warga dunia untuk menurunkan aktivitas pembakaran fosil dari tahun 1990 hingga tahun 2100 iklim global akan meningkat dengan kisaran peningkatan 1,4 hingga 5,8 derajat Celcius dan konsentrasi CO2 di atmosfir akan menjadi dua kali lipat dari keadaan pada masa preindustrialisasi yakni lebih dari 700 ppm (IPCC 2001).

Page 10: El Nino & La Nina

Meskipun demikian perubahan iklim ke depan tidak semata-mata ditimpakan oleh akibat dari aktivitas manusia, beberapa faktor terjadinya perubahan iklim juga di timbulkan oleh variasi aktivitas matahari, efek pendinginan oleh sulfate aerosol dan debu , selain juga akibat peningkatan produksi CO2.

METODE BARU : MENCEGAH TSUNAMI DENGAN LASERBAMBANG WIDIYATMOKO (P2 FISIKA LIPI)

Gempa dasyat yang telah terjadi di tanah air menimbulkan tsunami dengan tenaga penghancur yang hebat dan memorak porandakan kehidupan di propinsi Aceh dan sekitarnya. Rasa ikut berduka yang mendalam kami sampaikan kepada para korban bencana ini.

Dalam kesempatan ini penulis hanya akan mengungkapkan sedikit mengenai bagaimana mendeteksi dan mengukur besarnya gelombang Tsunami memakai laser Tsunami sensor (Sakata method) dan kemungkinannya dibuat sendiri di Indonesia.

Tsunami selama ini dideteksi dengan sensor yang terbuat dari kristal (Oscilator). Prinsip dari sensor ini adalah apabila kristal oscillator berosilasi pada frekuensi tertentu mendapat tekanan dari arah sumbu oscilasinya maka frekuensi oscillator akan berubah. Perubahan frekuensi ini sebanding dengan tekanan yang diberikan, dimana tekanan ini juga sebanding dengan tingginya tsunami. Prinsip ini sudah lama dipakai misalnya untuk memantau tsunami disekitar Jepang dan samudera Pasific. Banyak kendala yang dihadapi antara lain tsunami sensor harus dipasang jauh dari pantai, sehingga perlu pengiriman supply listrik kedalam sensor, jarak tempuh (beberapa Km dari pantai) juga akan memberikan gangguan noise yang besar pada sinyal saat sampai di pemantau (darat).

Dr Sakata peneliti ahli Tsunami dari The National Research Institute for Earth Science and Disaster Prevention (NIED), Japan, telah menciptakan metode baru dengan memakai laser. Methode ini sangat sederhana dan sangat sensitive sebagai sensor Tsunami maupun sensor tekanan. Disamping itu alat ini terbebas dari noise karena yang terkirim ke sensor yang berada jauh dari pantai adalah cahaya laser melalui fiber optik sedang seluruh perangkat elektronik diletakkan di darat.

Prinsip dari laser tsunami sensor

Sensor utama berupa dua buah optical cavity dengan Free Spectral Range sama. Masing masing Cavity ini terbentuk dari dua buah cermin yang terpisahkan dengan jarak Lc dan dipasang bersilang (Sumbu X dan sumbu Y). FSR didifinisikan sebagai FSR=C/2nLc, dimana C adalah kecepatan cahaya (m/det), n adalah indek bias medium (=1) dan Lc adalah jarak antara dua cermin. Cavity ini hanya akan memberikan peak transmisi bila frekuensi laser bersesuaian (beresonansi) dengan FSR dari cavity. Kemudian Cavity dimasukkan kedalam tabung selinder yang terbuat dari bahan tak berkarat (Stenless) dimana masing masing cermin dikunci dengan dinding tabung.. Bentuk bagian dalam

Page 11: El Nino & La Nina

dari dibuat sedemikian rupa sehingga ada beda tebal dari dinding selinder pada arah x dan y. Apabila diding tabung terkena tekanan akibat gelombang Tsunami maka Lc akan berubah yang mengakibatkan FSR dari cavity berubah. Perbedaan tebal dinding juga mengakibatkan perbedaan perubahan panjang dari cavity 1 dan cavity 2. Perubahan ini yang dideteksi lebih lanjut dengan beat frekuensi dari dua laser yang masing masing frekuensinya terkunci (Locked) pada dua cavity tersebut. Perubahan frekuensi sebesar 12MHz dideteksi untuk setiap perubahan tsunami 1 cm. Untuk jarak antara dua cermin sebesar 10 cm, maka FSR dari resonator kira kira sebesar 6 GHz, sehingga akan bisa mendeteksi tsunami yang tingginya mencapai 5 m. Besarnya tsunami yang dapat dideteksi bisa diperbesar dengan memperbesar jarak 2 cermin atau memperetebal dinding tabung. Jarak sensor ke darat dapat mencapai 50-100 km tergantung daya laser yang dipakai. Dengan jarak sensor 100 Km dari pantai juga memungkinkan utuk memberi peringatan dini lebih dari puluh menit ke darat bila dibagian sensor terjadi tsunami.

Sejauh ini tsunami sensor bukan merupakan produk yang banyak terjual dipasaran karena biasanya pemakai adalah pemerintahan (badan penelitian), sehingga harganya cukup mahal. Penulis telah ikut menyelesaikan protype kedua dari Laser tsunami sensor yang sekarang terpasang di salah satu pengamatan tsunami Jepang di Hiratsuka. Dari segi teknologi sensor ini bukanlah hal yang susah sehingga 100 isa dibuat (dirakit) di Indonesia. Tentu hal ini membutuhkan support dari pemerintah untuk semaksimal mungkin memanfaatkan potensi SDM dalam Negeri. Bila hal ini bisa terlaksana tentu akan bekerja sama dengan Dr Sakata , OPTOCOMB Inc. dan Akashi Inc. sebagai penemu dan pengembang alat ini. Memang seperti pernah tertulis pada harian Kompas bahwa masalah Tsunami bukan hanya sensor, tapi sensor juga merupakan komponen penting dari system monitoring Tsunami. Bila sensor diletakkan jauh dari darat maka sedikitnya bisa memberikan peringatan dini sebelum Tsunami tiba.

GLOBAL WARNING OF GLOBAL WARMING

Minggu, 02-12-2007 06:58:30 oleh: aloysius weha Kanal: Iptek

Pernyataan di bawah berikut ini mungkin akan membuat kita tersentak sekaligus terbelalak. Ia berbunyi: “Pernyataan pemanasan global itu sungguh nyata cuma omong kosong. Pernyataan itu diulang-ulang oleh para aktivis guna meyakinkan sekaligus menakut-nakuti publik bahwa iklim akan berubah menjadi malapetaka, dan aktivitas manusialah penyebab utamanya.” Kalimat itu diucapkan senator AS dari Partai Republik, James Inhofe, yang juga merupakan Ketua Environment and Public Works Committee Senat AS, setahun lalu.

Pernyataan itu diperkuat lagi dengan pernyataan Direktur NASA Michael Griffin dalam wawancara dengan sebuah radio lokal di AS belum lama ini, yang menunjukkan keraguan sang direktur bahwa pemanasan global adalah tantangan terbesar yang harus diatasi manusia. Dalam wawancara tersebut, salah satu petikan pernyataan Griffin yang

Page 12: El Nino & La Nina

kemudian banyak dikutip adalah, “Iklim bumi saat ini adalah iklim yang terbaik yang pernah kita punyai.”

Benarkah pemanasan global sungguh-sungguh merupakan akibat dari ulah manusia yang terlalu rakus mengeksploitasi bumi dan ceroboh menjaga keseimbangan alam? Apakah pemanasan global dan perubahan iklim adalah hal terpenting yang harus diatasi manusia?

Inhofe memaparkan beragam fakta dan kutipan yang mendukung argumennya. Menurutnya, media memainkan peranan penting dalam menggelorakan isu yang tidak benar ini. Ia pun mengungkapkan penelusurannya terhadap laporan beberapa media terkemuka seperti Newsweek, Majalah Time, Harian New York Times, Chicago Tribune, dan juga Jurnal Science News. Didapatinya, media-media tersebut pada era tahun 1900-an justru melaporkan kekhawatiran akan datangnya abad es, bukan pemanasan atau melelehnya es. Hingga periode 1920-1930-an sampai menjelang akhir tahun 1970-an, media-media terkemuka di AS itu masih sangat gencar memberitakan dan melaporkan bahaya perubahan bumi menjadi bola es.

Ia pun melecehkan Protokol Kyoto, sebuah protokol yang ditandatangani oleh sebagian besar negara di kolong bumi ini guna mengurangi emisi gas-gas pembentuk rumah kaca di mana AS menolak menandatanganinya, sebagai kesepakatan dan solusi yang tidak ada artinya dalam rangka mengurangi emisi gas-gas berbahaya ke atmosfir bumi. Menurutnya, cara paling efektif untuk mengurangi gas-gas tersebut adalah penggunaan alat pembersih gas dan teknologi yang lebih efisien untuk menekan gas tersebut bertebaran ke angkasa.

Namun pernyataan Inhofe berbau politis itu tak menyurutkan gerakan global di seluruh dunia bahwa ancaman pemanasan bumi sungguh-sungguh nyata dan harus diperangi dari sekarang oleh semua pihak. Inhofe, politisi dari Partai Republik, sebagaimana halnya Presiden AS George W. Bush yang juga dari Partai Republik, jelas tidak mau kepentingan mereka terusik terusik gara-gara harus menekan emisi gas rumah kaca yang di AS sebagian besar dihasilkan dari pembangkit listrik berenergi fosil (BBM, batubara).

Tak hanya Inhofe dan Bush yang bersikap “bebal” terhadap perubahan iklim. Lebih dari 17 ribu ilmuwan -- dua ribu lebih di antaranya adalah fisikawan, geofisikawan, ahli iklim, ahli meteorologi, dan pakar lingkungan- menandatangani petisi yang diedarkan oleh Oregon Institut of Science and Medicine di AS. Salah satu kalimat dalam petisi itu menyatakan, “Tidak ada bukti-bukti ilmiah bahwa pelepasan gas karbon dioksida (CO2), metana (CH4), dan gas-gas rumah kaca lainnya yang mengakibatkan pemanasan akut terhadap temperatur bumi dan kerusakan pada iklim bumi.”

Terlepas dari kenyataan dan pernyataan politik yang diungkapkan di atas, fakta-fakta berikut ini berbicara jauh lebih kuat dan nyata, memperlihatkan ke mana arah perubahan iklim di bumi ini akan menuju dan bermuara.

Page 13: El Nino & La Nina

Fakta-fakta

Kita mulai dari yang jauh dengan kita, Laut Arktik. Lautan ini sebagian besar dikenali sebagai samudera es. Ilmuwan yang mengamati perubahan pada lautan es ini mencatat terjadinya peningkatan panas dua kali lebih cepat dibandingkan pemanasan di tingkat global. Sejak tahun 1980, samudera es yang terletak Arktik yang berada di wilayah Eropa telah mencair antara 20-30 persen.

Masih di Eropa, pegunungan Alpens yang tadinya sebagian besar diselubungi salju mengalami kemerosotan deposit salju yang parah. Delapan dari sembilan area gletser/glacier menunjukkan derajat kerusakan yang signifikan dan dalam kurun waktu satu abad sudah kehilangan sepertiga dari wilayah es.

Tidak hanya di Eropa, seluruh dataran tinggi di dunia yang selama ini dikenal memiliki puncak gunung es juga lumer. Salju di puncak gunung tertinggi di Afrika, Kilimanjaro, setiap bulannya meleleh tak kurang dari 300 meter kubik. Gunung yang terletak di Tanzania ini menderita kebotakan salju parah bilamana membandingkan foto udara yang diambil pada tahun 1974, 1990, dan 2001. Dalam periode satu abad pengamatan, salju di puncak gunung itu meleleh hingga mencapai 82%. Bila salju tak lagi betah hinggap di puncak gunung itu, nama gunung itu boleh jadi harus diubah, karena Kilimanjaro dalam bahasa setempat berarti gunung yang putih atau gunung yang bercahaya.

Mari beralih ke kawasan yang melahirkan banyak seniman bola, Amerika Selatan. Salju di negeri-negeri seperti berdataran tinggi seperti Argentina, Peru, Chili juga menurun drastis. Pegunungan Andes, salah satu surga salju di dunia, mengalami pelelehan salju ke arah puncak gunung yang sangat signifikan. Antara tahun 1963 hingga 1978, salju mencair rata-rata 4 meter per tahun, dan sejak tahun 1995 hingga sekarang, pelelehan salju mencapai kecepatan 30,1 meter per tahun di seluruh kawasan yang mengandung glacier. Sementara di Venezuela, negeri penghasil Miss World terbanyak, dari 6 glacier yang dimiliki negeri tersebut pada tahun 1972, kini hanya tersisa dua lagi, dan akan hilang paling lambat 10 tahun sejak sekarang.

Konsekuensi dari melelehnya salju adalah meningkatnya permukaan air laut, pertama-tama di kawasan tersebut. Di negeri bola Brasil, garis pantai yang hilang menjadi lautan rata-rata berkisar 1,8 meter per tahun pada kurun waktu antara 1915 hingga 1950 dan meningkat menjadi 2,4 meter per tahun pada kurun waktu sepuluh tahun antara 1985-1995.

Apa yang terjadi di Asia, juga di Indonesia, akibat pemanasan global? Sama dengan yang terjadi di benua lain, salju-salju di dataran tinggi Asia mengalami pelelehan yang drastis sekaligus dramatis. Himalaya, gunung tertinggi di dunia yang menjadi kantong air beku di “atap langit” terus kehilangan saljunya secara konsisten. Glacier-glacier di Pegunungan Himalaya yang tersebar di negara-negara seperti India, Tibet, Bhutan, China, terdegradasi dengan amat cepat. Tujuh sungai besar di Asia yang bermata air dari Himalaya yakni Gangga, Indus, Brahmaputra, Mekong, Thanlwin, Yangtze, dan Sungai Kuning terancam eksistensinya yang berakibat pada ratusan juta umat manusia di kawasan sepanjang aliran sungai-sungai itu.

Page 14: El Nino & La Nina

Tak hanya di kawasan Asia Selatan, salju di Asia Tengah yang juga terus lenyap satu per satu. Itu terjadi pula di Puncak Jaya, Papua, satu-satunya daerah pegunungan tinggi di Indonesia yang memiliki salju. Bila foto udara pada tahun 1972 memperlihatkan puncak gunung yang hampir seluruhnya diselimuti salju, sekarang puncak gunung itu hanyalah berisi bebatuan dan pepohonan belaka. Artinya, tidak ada lagi salju di sana.

Pelelehan es yang diungkap di atas baru merupakan sebagian dari yang sebenarnya terjadi. Berdasarkan laporan terakhir Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) terakhir yang dirilis tahun 2007 ini, 30 salju di pegunungan di seluruh dunia kehilangan ketebalan hingga lebih dari setengah meter hingga tahun 2005 saja. Dua tahun yang terakhir belum masuk dalam laporan tersebut.

Konsekuensi dan Risiko

Karena energi bersifat kekal, salju-salju tadi dengan sendirinya tidak hilang dan hanya berubah bentuk. Ibarat es yang ada dalam sebuah gelas, ketika ia terkena panas dan mencair, volume air itu tidak berkurang atau bertambah, melainkan hanya berubah. Maka, konsekuensi pertama dari meningkatnya suhu bumi yang melelehkan salju dan deposit-deposit air tadi adalah kian bertambahnya air di permukaan bumi. Peningkatan tersebut dapat dideteksi di seluruh penjuru bumi dan dibuktikan melalui sejumlah foto udara yang membandingkan suatu kawasan pada puluhan tahun silam dengan kondisi kontemporer.

Namun, konsekuensi meningkatnya suhu bumi tidaklah sesederhana itu. Perubahan-perubahan ekologis yang terjadi pada lingkungan di mana manusia dan makhluk hidup lainnya hidup membawa dampak yang mengerikan bagi umat manusia. Hukum fisika menyatakan, angin bergerak dari tempat yang dingin ke tempat yang lebih panas. Nah, perbedaan temperatur suatu kawasan dengan kawasan lain yang sangat ekstrem pada waktu bersamaan telah memicu munculnya angin topan, badai, dan tornado menjadi lebih sering dibandingkan beberapa tahun silam. Negara-negara di kawasan Amerika Utara, Tengah, Selatan dan Karibia, Eropa, juga Asia Selatan dan Timur sudah merasakan dampak yang ditimbulkan dari topan badai ini. Topan yang memiliki nama-nama nan indah menerpa warga di seluruh bumi secara memilukan dan sekaligus mematikan.

Arus pergerakan air tidak hanya membawa musibah banjir bandang, tetapi juga disertai tanah longsor akibat penggundulan hutan yang berlangsung setiap menit. Dalam waktu bersamaan, belahan dunia yang satu terancam kekeringan dan kebakaran, tempat lainnya dilanda topan badai, banjir dan tanah longsor yang menyengsarakan ratusan juta umat manusia.

Konsekuensi di Tingkat LokalKekeringan di daerah Gunung Kidul misalnya, mungkin saja sudah menjadi fakta jamak yang berlangsung setiap tahun dan sudah sejak puluhan tahun hal itu terjadi. Akan tetapi, kesulitan air yang dialami oleh warga di lereng Gunung Merapi lima tahun terakhir ini misalnya, tentu sebuah fakta baru yang menunjukkan betapa air makin sulit didapat.

Page 15: El Nino & La Nina

Kesulitan para petani sayuran di lereng Gunung Merbabu misalnya, juga sesuatu yang masih terdengar asing. Grojogan Sewu memang masih menumpahkan airnya. Tetapi dibandingkan lima belas tahun silam misalnya, grojogan itu sekarang telah berubah menjadi tak lebih dari pancuran. Beberapa puluh tahun yang akan datang, boleh jadi ia tinggal menjadi tetesan saja.

Itu baru dari sisi kelangkaan air. Dari sisi perubahan iklim, semua kota dan wilayah di Indonesia menjadi korbannya. Di Jawa bagian tengah misalnya, Kaliurang di Jogjakarta, Tawangmangu di Karanganyar, atau Bandungan di Semarang, sekarang bukan lagi didatangi wisatawan karena udaranya yang sejuk dan dingin, tetapi karena kelatahan dan cap yang terlanjut melekat sebagai daerah wisata. Itu saja. Dahulu, di daerah-daerah tersebut kabut dingin senantiasa turun setiap pagi sepanjang tahun. Sekarang, ia hanya bisa dijumpai beberapa kali sepanjang tahun, itupun sangat tergantung dari musim.

Di Puncak Jaya, Papua, salju tidak lagi hinggap di puncaknya sejak beberapa tahun silam. Ini menandai era berakhirnya eksistensi satu-satunya kawasan bersalju di Indonesia. Dan ini sekaligus membuktikan, bahwa bumi yang makin panas bukanlah fakta gombal melainkan kenyataan aktual.  

Ironisnya, dalam situasi udara yang makin panas, orang lalu mencari cara untuk mendinginkannya, tetapi hanya untuk diri mereka sendiri. Pendingin udara adalah pilihan pragmatis untuk ini, tetapi alat inipun hanya bisa dijangkau oleh lapisan masyarakat golongan menengah ke atas. Masyarakat miskin jelas tak bisa mengelak dari kegerahan.

Ironisnya, penggunaan pendingin udara yang makin masif dan intensif pada sebagian besar rumah tangga di perkotaan secara akumulatif justru mendorong terciptanya bumi yang makin panas akibat gas-gas yang dihasilkan oleh pendingin udara tersebut tidak ramah lingkungan. Sudah begitu, penggunaan pendingin udara yang intensif itu juga memicu meningkatnya kebutuhan listrik yang terus membesar –yang lagi-lagi ironisnya— sementara listrik tersebut diproduksi dengan menggunakan bahan bakar fosil yang tak ramah terhadap lingkungan dan memberi kontribusi terbesar pada pemanasan secara global.

Lingkaran setan ini jelas menggiring masyarakat yang paling miskin dan tak memiliki akses terhadap sumber daya ekonomi yang memadai menjadi korban. Jumlah masyarakat yang kian tersisih dari lingkaran ini niscaya akan terus membesar karena perseteruan dan kata sepakat tentang upaya kongkret memerangi perubahan iklim ini mengalami kebuntuan yang akut. 

Wednesday, 11 June 2008 Letusan Krakatau pada 1883 menyemburkan 25 kilometer kubik batu dan abu vulkanik ke udara, suara yang menggelegar, dan gempa yang dahsyat. Abu vulkanik yang mengisi atmosfer Bumi menghalangi pancaran cahaya matahari selama berbulan-bulan bahkan tahun, jauh lebih lama dari perkiraan.Hal tersebut mendinginkan permukaan air laut yang pengaruhnya terasa sampai ratusan tahun. Begitulah hasil analisis Peter Gleckler, ahli iklim dari Lawrence Livermore

Page 16: El Nino & La Nina

National Laboratory di Kalifornia. Bersama koleganya, ia membandingkan model iklim jangka panjang yang mebandingkan kondisi tanpa adanya letusan dan dengan letusan Krakatau. Mereka terkejut, sebab aktivitas tersebut menurunkan suhu global yang dirasakan lebih dari satu abad setelah terjadinya letusan.

"Gunung punya pengaruh yang besar. Suhu lautan dan tinggi permukaannya akan naik lebih tinggi jika tidak terjadi letusan," kata Glecker. Menurut Gleckler, pengaruhnya sangat dirasakan terutama selama abad ke-20. Sebab, seiring meningkatnya kandungan gas rumah kaca di atmosfer menyebabkan suhu atmosfer semakin tinggi. Dalam satu dekade terakhir, suhu air laut rata-rata meningkat sekitar 0,037 derajat Celcius.

Gleckler dan para peneliti AS dan Inggris lainnya juga mempelajari pengaruh letusan Gunung Pinatubo di Filipina pada 1991. Namun, letusannya yang hebat tidak menimbulkan efek sekuat Krakatau. Kemungkinan, pengaruh gas rumah kaca pada 1991 jauh lebih besar daripada 1883.

Dengan temuan ini, ia berharap para ilmuwan memperhatikan dengan lebih cermat faktor letusan gunung berapi dalam membuat pemodelan iklim. Meskipun demikian, lanjut Gleckler, kita tidak mungkin mengandalkan letusan gunung untuk mencegah tren pemanasan global dan naiknya permukaan laut.  

Nah seandainya manusia membuat bom yang mempunyai efek yg sama dengan letusan gunung berapi Krakatau (tentu saja dengan perhitungan yg cermat) dan bom tersebut diledakkan di angkasa dengan ketinggian tertentu, ada kemungkinan global warming dapat dikendalikan.

KEKERINGAN LAHAN TERKAIT MUSIM YANG SULIT DIPREDIKSI

Friday, 15 August 2008 Kekeringan yang saat ini melanda sejumlah daerah pertanian di Pulau Jawa dinilai ada hubungannya dengan perubahan musim yang sulit diprediksi. Demikian pernyataan Deputi Menko Perekonomian Bidang Pertanian dan Kelautan, Bayu Krishnamuti.Menurutnya, ada sejumlah faktor yang saat ini menjadi penyebab utama keringnya areal pertanian di sejumlah daerah di Indonesia."Masalah yang berkenaan dengan air secara garis besar ada dua. Yang pertama, musim hujan dan kering menjadi jauh lebih sulit untuk diperkirakan, polanya jadi jauh lebih nggak pasti," paparnya.Karena, lanjut Bayu, laporan Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) pada April lalu menunjukkan bahwa situasi musim 2008 adalah kering basah. Di mana, musim kemaraunya itu basah dan hujannya diperkirakan relatif lebih banyak dari biasanya. Namun, menurut Bayu, prediksi itu jauh berbeda dengan kenyataannya."Sekarang, Juli ada indikasi bahwa ini ternyata tidak kering basah, mungkin lebih kering dari yang kita perkirakan," jelasnya.Bayu menambahkan, penyebab kekeringan lainnya adalah debit air dalam daerah aliran sungai sulit untuk tersedia dalam jumlah yang cukup. Ini dikarenakan kian berkurangnya

Page 17: El Nino & La Nina

konversi lahan dari hulu dalam bentuk daerah resapan air, hingga membuat daerah tersebut menjadi lebih rendah daya serap airnya."Tingkat konversi dari penutupan permukaan tanah dari yang bisa menyerap air menjadi lebih tinggi," ucapnya.Untuk itu, Bayu memaparkan sejumlah solusi yang akan diusahakan pemerintah. Yakni, memercepat gerahan untuk daerah-daerah tangkapan air dan mencoba untuk mengembangkan program-program rehabilitasi dan konservasi DAS baru.

Sumber:www.economy.okezone.com

DAMPAK PERUBAHAN CUACA LEBIH MENGERIKAN KETIMBANG PERANG NUKLIR Tuesday, 01 January 2008 Oleh: A. Jafar M. SidikKalimat yang menyebut bahwa dampak perubahan cuaca jauh lebih mengerikan ketimbang perang nukilir bukanlah spekulasi atau provokasi terhadap para pegiat anti penyebaran senjata nuklir yang kini sedang mengeroyok Iran.Kalimat itu adalah ucapan dua kampiun sains, yaitu Stephen Hawking, sang fisikawan agung pasca Albert Einstein yang menjadi pencetus teori Dentuman Besar, dan James Lovelock, kimiawan yang juga aktivis lingkungan hidup."...dampak perubahan cuaca terhadap kehidupan manusia sama mengerikannya dengan perang nuklir," kata Hawking seperti dikutip Science Daily akhir Januari 2007.

Hawking mendesak umat manusia menempuh berbagai cara guna mengatasi perubahan iklim karena bila tak dihadapi maka dampaknya akan makin merusakkan kehidupan.Sir Martin Rees, profesor kosmologi dan astrofisika di Universitas Cambridge, Inggris, memperkuat Hawking dengan mengatakan perubahan iklim berpotensi menghancurkan peradaban umat manusia. Kalimat lebih provokatif keluar dari mulut pegiat nomor wahid pelestarian lingkungan, James Lovelock Kimiawan, penemu dan mahaguru kaum environmentalis itu menyatakan perubahan iklim jauh lebih berbahaya ketimbang perang nuklir."Bahkan perang nuklir tidak menyiptakan tingkat kerusakkan seluas ditimbulkan pemanasan global," kata Lovelock seperti dikutip Mingguan Jerman der Spiegel.Lovelock mengajukan analogi terkenalnya mengenai Planet Bumi yang ia anggap sebagai "makhluk hidup" dalam hipotesisnya yang kesohor, Hipotesis Gaia. Gaia adalah Dewi Pertiwi dalam mitologi Yunani kuno.Dalam hipotesisnya, Lovelock menyatakan bahwa "Gaia" mengendalikan sistem kehidupan di daratan, air, dan udara supaya Planet Bumi tetap bergerak tak ubahnya organisme hidup.Hipotesisnya ini menjadi pemicu gerakan global penyelamatan lingkungan sekaligus melahirkan ilmu baru, Ilmu Sistem Bumi.Bumi, kata Lovelock, mengatur sendiri stabilitas suhunya lewat hubungan saling memengaruhi antara daratan, air, udara, tumbuhan, bakteri, dan fauna.

Page 18: El Nino & La Nina

Semua unsur ini bekerja bersama supaya Bumi seimbang dan ketimpangan dalam mekanisme alam tak membuat dunia rusak.Namun kondisi ini segera berubah setelah Bumi diintervensi oleh apa yang disebut Lovelock sebagai "epidemi manusia".Epidemi itu adalah nafsu manusia untuk menghancurkan hutan dan menggerusi lahan pertanian sehingga kemampuan alam dalam menyeimbangkan dirinya terganggu yang akhirnya menimbulkan bencana skala besar di mana-mana.Puncak kerusakkan terjadi dalam 50 tahun terakhir manakala temperatur Bumi terus memanas sehingga "alam" memberontak untuk kemudian menghadiahi manusia dengan bencana-bencana seperti banjir bandang dan gelombang badai.PBB menyebutkan, perubahan cuaca abad 21 akan jauh lebih mengerikan dibanding abad 20.

Ulah manusia

Lovelock meramalkan, masa depan Bumi pada abad 21 memburuk karena terus berubahnya iklim akibat ulah manusia yang telah menghancurkan sebagian besar bagian dunia.Pada tahun 2100 jumlah penduduk dunia akan berkurang menjadi semilyar orang atau bahkan separuhnya dari itu."Perubahan iklim akan berdampak pada semua aspek kehidupan," kata Manfred Stock dari Potsdam Institute for Climate Impact Research, Jerman.Buktinya, kondisi lingkungan memang kian kacau. Gelombang pasang, gempa, cuaca buruk, longsor, banjir, badai dan angin topan menyengsarakan manusia dan menghancurkan pencapaian ekonomi dan budaya umat manusia.Mungkin karena rentetan prahara alam inilah dunia akhirnya menjadi lebih serius menanggapi bahaya pemanasan global yang pada Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss, minggu lalu menjadi topik pembahasan utama.AS yang selama ini menulikan diri dari isu kerusakan lingkungan dan pemanasan global mulai berubah sikap.Perusahaan-perusahaan besar seperti General Electric, Dupont, dan Alcoa yang dulu menentang Protokol Kyoto mendesak Presiden George Bush mengambil langkah radikal mengatasi pemanasan global.Bush akhirnya mengakui perubahan iklim sebagai "tantangan serius" bagi kelangsungan hidup umat manusia.PBB justru bertindak lebih jauh. Badan supranasional ini membentuk Panel Antar Pemerintah Tentang Perubahan Iklim (IPCC) yang beranggotakan 2.500 peneliti dan pejabat pemerintah dari 130 negara.Mereka bekerja melalui berbagai model ilmiah terinci yang melukiskan bagaimana iklim berubah pada tahun 2100 dan masa-masa sesudahnya.Panel ini menyimpulkan, emisi gas buang akibat aktivitas manusia adalah penyebab utama mengapa hari-hari semakin panas, malam menjadi gerah, gelombang pasang kian mengerikan, hujan deras dan banjir, kekeringan, dan kian dahsyatnya kekuatan badai dan gelombang tropis.Efek rumah kaca karena ulah manusia, ungkap Panel PBB, membuat gunung dan gurun es mencair, permukaan laut naik, udara dan samudera kian memanas.Tak heran, rata-rata temperatur Bumi pada tahun 2100 diperkirakan naik 3 derajat celsius dibanding semasa era pra industri, sedangkan permukaan laut meningkat dari 35

Page 19: El Nino & La Nina

inci menjadi 43 inci dan akan terus naik hingga 1.000 tahun ke depan."Bumi makin panas sehingga nantinya buaya pun bisa berenang di Samudera Arctic seperti dilakukan nenek moyang buaya 55 juta tahun lalu," kata Lovelock.

Nuklir

"Situasi yang dihadapi manusia sekarang mirip motor boat yang mesinnya tiba-tiba mati saat berada di ujung air terjun. Tak ada yang bisa diperbaiki karena kita tahu sedang berada di ujung maut," kata Lovelock.Yang bisa dilakukan manusia hanyalah memperlambat skala dampak pemanasan global, tetapi itu pun mesti dengan menempuh langkah radikal, bukan lagi sekedar revolusi hijau.Konsep "pembangunan berkelanjutan" dan "energi yang dapat diperbarui" seperti pemanfaatan tenaga matahari dan angin atau listrik dikritik beberapa kalangan sebagai ketinggalan jaman.Energi angin dan matahari tidak cukup memenuhi kebutuhan dunia akan energi.Sebaliknya suplai listrik yang terjaga adalah kunci untuk mengatasi krisis energi dan mencegah pemanasan Bumi."Salah satu cara untuk mengatasinya adalah dengan memperluas pemanfaatan energi nuklir untuk memenuhi kebutuhan energi global yang aman lingkungan, massal dan murah," kata Lovelock.Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir, kata Lovelock, lebih aman dan ramah lingkungan ketimbang tambang batu baru, minyak bumi, atau energi fosil lainnya."Tunjukkan padaku di mana kuburan massal Chernobyl berada," tantang Lovelock.Faktanya, jumlah orang yang mati akibat radiasi nuklir menyusul meledaknya Reaktor Nuklir Chernobyl, Rusia pada 1986, masih kalah banyak dibandingkan korban polusi karbondioksida (CO2).Setiap tahun jutaan orang mati gara-gara menghisap gas karbondioksida (CO2) hasil pembakaran energi fosil seperti minyak bumi.Selain itu, pemanfaatan energi nuklir ternyata lebih mudah dikontrol ketimbang 30 milyar ton gas CO2 yang dilepas ke udara setiap tahun dari pembakaran bahan-bahan bakar energi fosil seluruh dunia.Bom nuklir memang menghancurkan, tapi energi nuklir adalah alternatif untuk memenuhi kebutuhan energi yang lebih besar dan aman bagi umat manusia.Justru residu pestisida pada tanaman dan radiasi telpon genggam yang bisa menimbulkan kanker adalah bahaya nyata ketimbang energi nuklir, kata Lovelock.Dia mungkin provokatif, tetapi inti pesannya justru mulia yaitu mendesak manusia untuk lebih kreatif dan cerdas dalam menyikapi perubahan iklim yang telah menciptakan berbagai bencana besar di hampir semua bagian dunia.Ketimbang terus memanaskan bumi dengan eksplorasi habis-habisan sumber energi fosil, ada baiknya dunia menoleh kepada energi nuklir yang jarang merusak ekosistem dan udara Planet Bumi.Selain harus lebih kreatif berteknologi, umat manusia perlu mengubah paradigma mengelola diri dan lingkungannya. Ini termasuk kepedulian pada lingkungan dan kemampuan menyediakan jaminan kehidupan bagi generasi mendatang.Konsekuensinya, paradigma kepemimpinan, termasuk kepemimpinan politik, juga mesti berubah."Kita butuh para pemimpin politik yang segar dan baru, yaitu politisi yang ingin

Page 20: El Nino & La Nina

mengelola kondisi lingkungan tetap baik dan menempatkannya lebih penting dari apa pun," kata Lovelock.(*)

Sumber: antaranews