Ekualisasi Informasi Antara Spt Tahunan Pph Badan

25
MAKALAH SEMINAR MANAJEMEN PAJAK EKUALISASI INFORMASI ANTARA SPT TAHUNAN PPH BADAN, SPT MASA PPH, DAN SPT MASA PPN Nama Kelompok : IIS KARTIKA HALIM (1210532070) NOVITA SARI (1210533011) YULIA CITRA (1210532081) JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI

description

-

Transcript of Ekualisasi Informasi Antara Spt Tahunan Pph Badan

MAKALAH SEMINAR MANAJEMEN PAJAK EKUALISASI INFORMASI ANTARA SPT TAHUNAN PPH BADAN, SPT MASA PPH, DAN SPT MASA PPN

Nama Kelompok :IIS KARTIKA HALIM (1210532070)NOVITA SARI (1210533011)YULIA CITRA (1210532081)

JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMIUNIVERSITAS ANDALASPADANG2015PENDAHULUANWajib Pajak wajib melampirkan Neraca dan Laporan Laba Rugi di Surat Pemberitahuan PPh Badan maupun Orang Pribadi. Neraca menyajikan harta, kewajiban dan ekuitas per tanggal tertentu. Sedangkan Laporan Laba Rugi menyajikan hasil kegiatan usaha Wajib Pajak selama satu periode tertentu. Kebanyakan Wajib Pajak selalu menyesuaikan antara periode akuntansinya dengan tahun kelender atau Tahun Pajak. Hal inilah yang menjadi patokan fiskus untuk mensinkronkan antara laporan keuangan dengan Surat Pemberitahuan PPh Badan. Karena periode laporan keuangan sama dengan periode Tahun Pajak, maka angka-angka yang dilaporkan di Surat Pemberitahuan PPh Badan harus sama dengan laporan keuangan. Masih banyak Wajib Pajak yang melupakan atau belum tahu tentang sinkronisasi atau ekualisasi antara Surat Pemberitahuan dengan laporan keuangan. Sementara fiskus akan dan harus berpatokan kepada Surat Pemberitahuan.Surat Pemberitahuan berfungsi sebagai laporan pelaksanaan kewajiban perpajakan Wajib Pajakkepada kantor pajak. Sedangkan Neraca dan Laporan Laba Rugi hanyalah lampiran atau pelengkap dari Surat Pemberitahuan. Keduanya (Neraca & Laporan Laba Rugi) bukan laporan Wajib Pajak tentang kewajiban perpajakan.Surat Pemberitahuan berfungsi sebagai laporan kewajiban perpajakan. Hal inilah yang membedakan antara laporan keuangan dengan Surat Pemberitahuan. Begitu juga tentang pemeriksaan, pemeriksaan pajak berbeda dengan pemeriksaan akuntan publik. Pemeriksaan pajak bertujuan memeriksa kebenaran kewajiban perpajakan Wajib Pajak berdasarkan peraturan perpajakan yang berlaku sedangkan pemeriksaan akuntan publik, seperti disebutkan dalam laporannya, adalah untuk menguji kewajiban laporan keuangan. Akuntan publik bertanggung jawab hanya sebatas pada pernyataan pendapat. Karena itu, laporan keuangan saja belum cukup. Wajib Pajak hendaknya segera melengkapi jika terdapat kekurangan dalam kewajiban perpajakan sebelum dilakukan pemeriksaan pajak, sehingga tidak ada ruang lagi bagi Wajib Pajak dan pejabat pajak untuk menyembunyikan potensi pajak dan pembayaran pajak ke negara.PEMBAHASANA. Pengertian Ekualisasi PajakSecara sederhana ekualisasi pajak adalah pemeriksaan tingkat keseimbanganantara satu jenis pajak dengan jenis pajak yang lain yang memiliki hubungan. Yang dimaksud hubungan disini adalah elemen laporan suatu jenis pajak merupakan bagian dari laporan jenis pajak yang lain (baik itu sebagian maupun keseluruhan).Analisis ekualisasi digunakan untuk memastikan dalam satu tahun pajak apakah omzet di SPT Tahunan PPh Badan atau Orang Pribadi sama dengan penyerahan BKP/JKP di SPT Masa PPN. Analisis Ekualisasi Omzet SPT Tahunan PPh dengan Penyerahan SPT Masa PPN biasanya dilakukan dalam kondisi omzet atau peredaran bruto yang dilaporkan di SPT Tahunan PPh berbeda dengan total nilai penyerahan kumulatif yang dilaporkan di SPT Masa PPN selama 1 tahun buku.Sebelum melaporkan PPh Badan tahunan, sebaiknya perusahaan membandingkan peredaran usaha di SPT Masa PPN selama satu tahun (mulai masa Januari sampai dengan masa Desember) dengan peredaran usaha di laporan laba rugi akuntansi atau Pajak. Memang peredaran usaha di SPT Tahunan dengan penyerahan BKP/JKP di SPT Masa PPN tersebut pasti terjadi perbedaan, dimana perbedaan tersebut bisa diketahui dengan melakukan analisis ekualisasi. Sebab-sebab perbedaan omzet di SPT Tahunan PPh Badan/Orang Pribadi dengan Penyerahan BKP/JKP di SPT Masa PPN adalah:1) Penghasilan di SPT Tahunan PPh sudah diakui tetapi di SPT PPN, di mana PPN-nya belum dipungut dan dilaporkan. Karena SPT Tahunan PPh mengacu pada metode pembukuan accrual basis dan sedangkan SPT Masa PPN, Pemungutan PPN yang ditandai dengan penerbitan faktur pajak standar dilakukan paling lambat pada akhir bulan berikutnya setelah terjadi penyerahan BKP/JKP atau pada saat pembayaran dilakukan.2) Adanya penerimaan uang muka (down payment) yang sudah dikenakan PPN tetapi belum diakui sebagai penghasilan di SPT PPh karena masih tercatat sebagai pos utang. Misalnya pendapatan yang diterima di muka atas penyerahan BKP/JKP. 3) Adanya penghasilan/penjualan yang merupakan objek PPh tetapi bukan merupakan objek PPN atau fasilitas PPN. Fasilitas PPN seperti dibebaskan atau tidak dipungut, misalnya ekspor dikenai PPN tarif 0%, penjualan makanan dan minuman disajikan di hotel yang merupakan objek PPh akan tetapi bukan merupakan objek PPN tetapi objek pajak daerah. 4) Adanya penghasilan yang dikenakan PPh final tetapi dipungut PPN dan dilaporkan di SPT Masa PPN. Misalnya pendapatan sewa tanah dan atau bangunan merupakan objek PPh Final sehingga tidak diperhitungkan dalam SPT PPh Badan. Padahal penyerahannya adalah objek PPN. 5) Bukan penghasilan di SPT PPh tetapi objek pemungutan PPN yang bukan merupakan penjualan, misalnya: adanya pemakaian sendiri atau pemberian cuma-cuma di SPT PPN. Pemakaian sendiri atau pemberian cuma-cuma dikenakan PPN dan diperhitungkan sebagai penyerahan yang terutang PPN. Sedangkan di PPh tidak akan ada pengakuan penghasilan. 6) Penyerahan BKP dari pusat ke cabang dan sebaliknya. Transaksi ini bukan penjualan ditinjau dari sisi akuntansi dan PPh, tetapi merupakan penyerahan BKP menurut Undang Undang PPN. 7) Penyerahan BKP secara konsinyasi. Dari sisi akuntansi dan PPh belum diakui penjualan, tetapi dari sisi Undang-Undang PPN sudah merupakan penyerahan BKP dan wajib menerbitkan faktur pajak. 8) Adanya transaksi yang tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan yang dipungut PPN dan dilaporkan SPT Masa PPN. Sering penghasilan tersebut di luar usaha (other income); tidak masuk dalam omzet SPT Tahunan PPh melainkan masuk other income, tetapi di SPT Masa PPN merupakan objek PPN.9) Adanya penyerahan kepada pemungut PPN. Penyerahan kepada pemungut PPN menganut prinsip cash basis, PPN baru dipungut pada saat pemungut melakukan pembayaran. Maka wajib pajak rekanan pemungut melaporkan faktur pajaknya pada masa pajak dilakukan pembayaran, tetapi transaksi penjualan di SPT Tahunan PPh diakui jauh hari sebelum terjadi pembayaran.10) Terjadi di awal tahun di mana terdapat faktur pajak di SPT Masa PPN atas penjualan BKP/JKP, tetapi penghasilan sudah diakui pada periode sebelumnya (tahun pajak sebelumnya) di SPT Tahunan PPh.B. SPT Tahunan PPh Badan Walaupun pada hakikatnya semua pajak berasal dari penghasilan tetapi Pajak Penghasilan atauIncome Taxmemiliki kekhasan tersendiri karena cara penghitungannya sangat dekat dengan disiplin ilmu akuntansi. Di negara kita, standar akuntansi ditentukan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) dan standar tersebut diakui sebagai praktek akuntansi yang paling adil dan lazim digunakan didunia bisnis. Selain diakui oleh institusi pengawas pasar modal (Bapepam), Standar Akuntansi Keuangan Indonesia juga diakui oleh administrator pajak (Direktorat Jenderal Pajak). Artinya, laporan keuangan yang telah diaudit oleh kantor akuntan publik sangat berarti bagi SPT Tahunan PPh Badan.Adakalanya penghasilan di laporan keuangan berbeda dengan SPT Tahunan PPh Badan. Tidak semua standar akuntansi dapat diterapkan untuk kepentingan pajak penghasilan. Sebagai contoh, penghitungan persediaan barang dagangan, peraturan perpajakan di Indonesia yang berlaku sekarang hanya membolehkan metode FIFO (first in first out) dan metode rata-rata (average). Jika Wajib Pajak menggunakan metode persesedian LIFO (last in first out) maka nilai persediaan Wajib Pajak harus dikoreksi. Akan ada perbedaan pengakuan antara fiskal dan komersial.Wajib Pajak seharusnya membuat ekualisasi antara pos-pos di laporan keuangan komersial dan angka-angka di SPT Tahunan PPh Badan. Setiap perbedaan angka antara laporan keuangan dengan SPT Tahunan PPh Badan, Wajib Pajak wajib mempersiapkan alasan-alasan yang rasional dan berdasar. Berdasar maksudnya adalah perbedaan tersebut dikarenakan peraturan perpajakan yang berlaku, baik undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan menteri keuangan maupun keputusan direktur jenderal pajak.Ekualisasi harus dimulai dari angka-angka komersial, kemudian dikoreksi, kemudian baru angka-angka yang disajikan di SPT. Cara membuat ekualisasi SPT Tahunan PPh Badan sebenarnya mirip dengan membuat Neraca Lajur. Jadi terdapat kolom untuk nama-nama perkiraan, kolom rupiah menurut laporan keuangan komersial, kolom koreksi fiskal dan kolom rupiah menurut fiskal. Angka-angka yang ada di kolom menurut fiskal adalah angka-angka yang disajikan di SPT Tahunan PPh Badan. Ditambah lagi catatan dibawahnya, peraturan mana yang menjadi dasar koreksi.Keuntungan membuat ekualisasi seperti diatas adalah kemudahan bagi Wajib Pajak dan pemeriksa pajak. Mungkin petugas pajak yang akan memeriksa SPT Tahunan PPh baru datang beberapa tahun kemudian setelah SPT Tahunan PPh Badan disampaikan ke kantor pelayanan pajak. Karena rentang waktu yang lama, Wajib Pajak bisa saja lupa, kenapa angka di SPT Tahunan PPh Badan berbeda dengan laporang keuangan. Jika Wajib Pajak telah membuat ekualisasi, maka Wajib Pajak tidak akan lupa dan perbedaan-perbedaan tersebut akan mudah dijelaskan kepada pemeriksa pajak. Wajib Pajak dapat menjelaskan perbedaan angka-angka tersebut disertai dengan dasar hukum yang jelas. Sikap seperti ini tentu akan memberikan kesan kepada pemeriksa pajak bahwa Wajib Pajak tersebut sudah taat aturan pajak. Hal ini merupakan kredit poin untuk Wajib Pajak.C. SPT PPh Pasal 21Jika ekualisasi SPT Tahunan PPh Badan bermula dari laporan keuangan komersial, maka ekualisasi SPT yang lain bermula dari SPT Tahunan PPh Badan. Pos-pos biaya yang ada di Laporan Laba Rugi yang telah dituangkan didalam SPT Tahunan PPh Badan harus disinkronkan dengan SPT Tahunan PPh Pasal 21, SPT Masa PPh Pasal 23 dan 26. Sedangkan Pos pendapatan (baik pendapatan usaha maupun pendapatan lain-lain) harus disinkronkan dengan SPT Masa PPN.PPh Pasal 21 adalahwithholding taxyang berkaitan dengan majikan dan buruh. Majikan akan memotong pajak penghasilan milik buruh dan menyetorkannya ke kas negara. Kemudian kewajiban penghitungan, pemotongan dan pembayaran pajak penghasilan buruh selama satu tahun tersebut dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Pasal 21.Banyak Wajib Pajak yang mencampurkan PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 21. Padahal keduanya jenis pajak yang berbeda. Menurut Prof. R. Mansyuri, Phd yang terlibat langsung dalamtax reformtahun 1985, bahwa Pasal 21 UU PPh dimaksudkan sebagai prosedur pelunasan pajak atas penghasilan yang diperoleh seseorang karena bekerja. Syaratnya : ada majikan dan buruh, hubungan keduanya tidak setara. Majikan tentu lebih tinggi daripada buruh. Majikan dalam posisi memberi perintah dan buruh dalam posisi yang diperintah. Karena klasifikasikan begitu, maka pembayaran kepada konsultan profesional bukanlah objek PPh Pasal 21 karena tidak ada majikan buruh dan posisinya setara.Wajib Pajak harus bisa membedakan Objek PPh Pasal 21 dan objek PPh Pasal 23, maka SPT Tahunan PPh Pasal 21 dapat disusun dengan benar. SPT Tahunan ini menjadi patokan bagi pemeriksa pajak, apakah Wajib Pajak telah melakukan kewajiban perpajakan dengan benar. Kadang kadang Wajib Pajak lupa memasukkan upah buruh lepas dalam SPT Tahunan PPh Pasal 21, padahal upah buruh tersebut telah dipotong dan dilaporkan di SPT Masa PPh Pasal 21. Atau, Wajib Pajak lupa memasukkan pesangon ke SPT Tahunan padahal di SPT Masa telah dilaporkan. Apa pun yang telah dilaporkan di SPT Masa, hendaknya dijumlahkan dan dilaporkan kembali di SPT Tahunan. Jika tidak, Wajib Pajak rugi sendiri.SPT Tahunan PPh Pasal 21 berfungsi sebagai rekapitulasi dari semua objek-objek PPh Pasal 21. Sedangkan SPT Masa PPh Pasal 21 seperti laporan keuangan interim, dilihat dari teknis perhitungan pajak bersifat hanya sementara. Tetapi sementara lebih baik daripada tidak sama sekali. Seandainya Wajib Pajak tidak membuat SPT Tahunan PPh Pasal 21, tetapi taat melaporkan SPT Masa PPh Pasal 21, maka SPT Masa tersebut tetap diakui dan Wajib Pajak telah melaksanakan sebagian kewajibannya.Untuk memudahkan ekualisasi, objek-objek PPh Pasal 21 mesti dicatat kedalam perkiraan-perkiraan tertentu. Tidak mencampur dengan pos, misalnya, pemeliharaan kantor. Mencampur pengeluaran yang memang objek PPh Pasal 21 dengan bukan objek PPh Pasal 21 akan menyulitkan menghitung dan melaporkannya dalam SPT Tahunan PPh Pasal 21. Dengan tertib pencatatan, Wajib Pajak tidak akan direpotkan dikemudian hari, baik saat membuat SPT Tahunan PPh Pasal 21 maupun saat pemeriksaan pajak. Angka-angka yang dicantumkan dalam SPT Tahunan PPh Pasal 21 harus dapat dijelaskan bersumber dari perkiraan apa saja. Saat membuat SPT Tahunan PPh Pasal 21 kita harus membuat ekualisasi antara pos-pos biaya di Laporan Laba Rugi dengan SPT Tahunan PPh Pasal 21. Ekualisasi ini akan sangat bermanfaat, setidaknya tidak akan terjadi penghitungan ganda (double accounting) objek PPh Pasal 21. Penghitungan ganda bisa dilakukan oleh Wajib Pajak saat membuat SPT Tahunan maupun pemeriksa pajak yang tidak mengerti sumber angka di SPT Tahunan PPh Pasal 21. Pemeriksa menduga objek PPh Pasal 21 belum dilaporkan di SPT Tahunan kemudian menghitung ulang (koreksi positif). Jika terjadi penghitungan ganda seperti itu tentu merugikan Wajib Pajak sendiri.D. SPT PPh Pasal 23 dan Pasal 26Seperti diuraikan diatas, perbedaan penting antara PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 23 adalah kesetaraan. Jika hubungan antara pemberi penghasilan dengan penerima penghasilan memiliki kesetaraan, bukan hubungan majikan dan buruh maka penghasilan tersebut adalah objek PPh Pasal 23. Selain itu, objek PPh Pasal 23 hanya untuk jenis-jenis penghasilan tertentu. Tidak semua penghasilan menjadi objek PPh Pasal 23. Berikut adalah jenis-jenis penghasilan yang menjadi objek PPh Pasal 23 dan pengertiannya:1) dividen, penghasilan yang berkaitan dengan investasi atau penanaman modal;2) bunga, penghasilan yang berasal karena utang piutang;3) royalty, imbalan sehubungan dengan hak atas kekayaan intelektual;4) hadiah & penghargaan, kecuali ada hubungan majikan buruh;5) sewa, imbalan atas penggunaan aktiva tetap;6) jasa teknik, jasa pemberian informasi yang berkenaan dengan pengalaman dibidang manufaktur, industri, perdagangan, manajemen atau ilmu pengetahuan;7) jasa manajemen, pemberian jasa dengan ikut serta secara langsung (subjek) dalam manajemen sehari-hari.Jasa lain adalah jenis-jenis jasa yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak berdasarkan kuasa dari Pasal 23 ayat (2) UU PPh. Terhadap jasa lain dikenakan 15% dari penghasilan neto yang ditetapkan oleh Keputusan Direktur Jenderal Pajak. Tarif efektif masing-masing jenis jasa berbeda. Karena itu, lebih baik Wajib Pajak memiliki daftar tersendiri.Wajib Pajak seringkali mencampuradukkan pengertian jasa manajemen, jasa teknik dan jasa konsultan berdasarkan pengertian awam. Jasa jasa yang berkaitan dengan manajemen disebut jasa manajemen. Kadang disebut jasa konsultan manajemen. Padahal peraturan perpajakan membedakan jasa konsultan dan jasa manajemen. Seandainya perusahaan diibaratkan dengan kendaraan,jasa manajemen ituadalah jasa supir. Orang-orang yang disewa menjadi supir perusahaan. Bukan hanya memberikan nasehat, teriak-teriak atau hanya memberikan teori-teori manajemen.Begitu juga dengan jasa teknik, seringkali diasosiasikan dengan pekerjaan teknik. Bukan hanya itu, jasa teknik penekanannya pada pemberian informasi dan pengalaman. Kadang mirip dengan royalti. Salah satu ciriyang membedakan jasa teknik dengan royaltiadalah pertanggungjawaban keberhasilan. Jasa teknik harus dibayar jika jasanya telah dilaksanakan dan berhasil. Sedangkan penjual royalti kadang tidak peduli apakah pembeli royalti berhasil dalam usahanya atau tidak. Satu lagi ciri yang membedakan jasa teknik dengan royalti adalah jual putus atau bagi hasil. Jasa teknik selalu jual putus sedangkan royalti selalu minta bagian (sekian persen dari penjualan).Pemahaman atas istilah-istilah tersebut, menurut pengertian perpajakan, akan sangat bermanfaat bagi Wajib Pajak. Setidaknya ada dua manfaat yang diperoleh. Pertama, dapat menghitung pajak dengan benar. Seandainya ada dua istilah dengan tarif yang berlainan maka kesalahpahaman Wajib Pajak akan berakibat perhitungan pajak terutang salah. Bisa lebih besar atau lebih kecil dari yang seharusnya. Kedua, dapat menghindari kemungkinan terjadinya penghitungan ganda. Ini jelas merugikan Wajib Pajak jika terjadi penghitungan ganda. Seandainya Wajib Pajak telah memotong PPh Pasal 23 atas jasa manajemen sebesar 4,5% tetapi ketika diperiksa oleh kantor pajak, diketahui bahwa jasa tersebut bukan jasa manajemen tapi royalti yang tarifnya 15%, maka Wajib Pajak harus membayar kembali PPh Pasal 23 atas royalti sebesar 15% dari jumlah bruto ditambah bunga. Hal ini tentu memungkinkan terjadinya penghitungan ganda. Kasus ini terjadi karena pemeriksa pajaknya berpendapatan bahwa Wajib Pajak baru membayar PPh Pasal 23 atas jasa manajemen tetapi belum membayar PPh Pasal 23 atas royalti. Teknik ekualisasi PPh Pasal 21, seperti yang diuraikan diatas, sama dengan PPh Pasal 23 atau PPh Pasal 26. Hanya saja karena PPh Pasal 23 dan Pasal 26 tidak ada SPT Tahunan maka Wajib Pajak tetap harus membuat rekapitulasi SPT Masa. Harus jelas berapa pembayaran PPh Pasal 23 atas royalti, atas sewa, atas jasa teknik selama setahun. Total pembayaran selama setahun masing-masing tahun pajak dapat diperinci. Kemudian sandingkan dengan biaya-biaya yang dilaporkan di Laporan Laba Rugi.Pasal 26 UU PPh adalahwithholding taxatas penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN). Hukum perpajakan mengharuskan adanyakesetaraan antara Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN) dengan Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN). Di Inggris dikenal dengan istilahequal treatment. Jika kepada WPDN dikenakan PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 23 maka kepada WPLN dikenakan PPh Pasal 26. Contoh, pembayaran sewa kepada WPDN adalah objek PPh Pasal 23 sedangkan kepada WPLN adalah objek PPh Pasal 26.Tetapi harus diingat bahwa pembayaran PPh Pasal 23 dan pembayaran PPh Pasal 26 harus dipisah. Surat Setoran Pajak (SSP) untuk Pasal 23 dan Pasal 26 harus dipisah. Selain itu, tahun pajaknya harus jelas. Penulisan tahun pajak di SSP harus dikaitkan dengan saat terutang. Bukan saat pembayaran SSP. Bisa jadi karena kesadaran Wajib Pajak, membayar PPh Pasal 26 untuk tahun 2002 pada tahun 2004. Selama belum ada pemeriksaan, boleh-boleh saja. Penghitungan sanksi bunga karena terlambat pembayaran lebih baik diserahkan ke kantor pajak saja.E. SPT Masa PPNSebagian besar pemeriksa pajak, ketika menerima SPT Masa PPN selalu melihat dulu SPT Masa Desember. Mereka akan melihat kolom s.d. bulan ini. Seandainya angka di kolom tersebut tidak sama dengan angka di SPT Tahunan PPh Badan, maka timbul pertanyaan, Kenapa angkanya berbeda?. Hal itulah yang harus dijawab dengan cara ekualisasi SPT Masa PPN dengan SPT Tahunan PPh Badan.Bagi sebagian Wajib Pajak, karena bidang usahanya, mengharuskan angka pos peredaran usaha SPT Tahunan PPh Badan sama penyerahan menurut SPT Masa PPN. Tetapi sebagian lagi tidak memungkinkan adanya persamaan karena sebab-sebab sebagai berikut:1) Penjualan dengan mata uang asingKurs yang dipakai di SPT Tahunan PPh Badan adalah kurs tengah BI. Antara standar akuntansi dengan peraturan perpajakan khusus tentang kurs sama, yaitu pengakuan pendapatan dan biaya menggunakan kurs tengah BI. Sedangkan SPT Masa PPN harus menggunakan kurs yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan setiap minggunya. Kita mengenalnya kurs KMK. Selain untuk PPN, kurs KMK juga digunakan untuk pembayaran pajak lainnya. Jika pembayaran kita menggunakan mata uang asing, dan pembayaran tersebut terutang PPh Pasal 26 maka akan ada perbedaan angkan antara pengakuan biaya dengan dasar pengenaan pajak PPh Pasal 26. Jadi penyebabnya adalah kurs KMK dan kurs tengah BI. Dasar pengenaan pajak PPh Pasal 26 wajib menggunakan kurs KMK saat (pada) tanggal pembayaran (tanggal SSP, cash basis) sedangkan pengakuran biaya menggunakan kurs tengah BI saat diakui (acrual basis).2) Penghasilan lain-lain menjadi objek PPNWajib Pajak mungkin selalu menghasilkan produk sampingan. Baik karena limbah pabrik maupun karena kualitas produk yang tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan. Contohnya pabrik mebel yang menghasilan kayu-kayu kecil yang dapat dijual. Produk seperti ini ketika dijual, hasil penjualannya tentu dimasukkan ke dalam pos penghasilan lain-lain. Tetapi penjualan tersebut jelas terutang PPN. Jadi harus dilaporkan di SPT Masa PPN.3) Ada penyerahan cabang dan ada SPT Masa PPN lokasi SPT Masa PPN biasanya per lokasi tertentu kecuali ada sentralisasi pelaporan PPN. Jika terdapat banyak cabang, tidak serta merta penjumlahan semua SPT Masa PPN lokasi harus sama dengan SPT Tahunan PPh Badan. Peredaran usaha adalah penyerahan produk ke konsumen langsung, sedangkan SPT Masa PPN tidak hanya penyerahan produk ke konsumen tetapi penyerahan produk dari pusat ke cabang atau dari cabang ke cabang lainnya. Jadi harus hati-hati.4) Ada penghasilan diterima dimukaSaat terutang pajak biasanya saat penyerahan atau saat diterima uang, didahulukan mana yang lebih dahulu. Begitu juga dengan PPN. Kita mesticut-off kapan saat terutang PPN. Seandainya ada uang muka penjualan yang penyerahannya mungkin tiga bulan kemudian, pada akhir tahun uang muka tersebut harus dihitung sebagai objek PPN yang harus dibayar.5) Pemakaian sendiri dan bonusPemakaian sendiri, pemakaian cuma-cuma atau bonus di laporan keuangan adalah biaya. Sedangkan di SPT Masa PPN, pemakaian produk sendiri merupakan objek PPN. Seperti pabrik minuman, kadang ada produk yang tidak dapat dijual karena dibawah standar mutu yang ditetapkan (produk BS), kemudian produk BS tersebut dibagikan ke karyawan. Ini terutang PPN. Atau mungkin Wajib Pajak memberikan produknya secara cuma-cuma untuk kegiatan amal. Hal ini juga terutang PPN.6) Beda waktu pelaporanSeringkali pembelian barang dagangan dibayar 30 hari sejak transaksi. Dan faktur pajak standar dibuat selambat-lambatnya akhir bulan berikutnya setelah bulan dilakukan penyerahan. Misalnya transaksi tanggal 23 April, mungkin baru dibayar tanggal 23 Mei. Dan bisa saja dibuat faktur pajak pada tanggal 31 Mei. Transaksi ini dilaporkan selambat-lambatnya tanggal 20 Juni. Jadi, transaksi bulan Desember dapat dibuatkan faktur pajak bulan Januari tahun berikutnya, SPT Masa PPN bulan Januari.Dari contoh ini jelas, bahwa transaksi bulan Desember, secara akuntansi harus diakui pada bulan Desember (tahun yang bersangkutan) sedangkan pelaporan PPN baru dapat dilaksanakan pada SPT Masa PPN bulan Januari tahun berikutnya. Tentu akan terjadi perbedaan angka antara peredaran usaha di SPT Tahunan PPh Badan dengan penyerahan barang di SPT Masa PPN.Daripada repot ketika diperiksa oleh kantor pajak, Wajib Pajak harus menguraikan perbedaan-perbedaan antara SPT Tahunan PPh Badan dengan SPT Masa PPN. Mungkin angka SPT Masa PPN lebih kecil daripada angka SPT Tahunan PPh Badan, kemudian pemeriksa tidak mengetahui penyebab perbedaan tersebut, maka pemeriksa pajak dapat serta merta mengoreksi objek PPN. Karena menurutnya, angka di SPT Tahunan PPh Badan harus sama dengan angka di SPT Masa PPN. Padahal mungkin saja karena perbedaan kurs saja, atau karena beda waktu pelaporan.Satu hal yang berkaitan dengan selisih kurs, Wajib Pajak wajib membuat rekapitulasi perhitungan selisih kurs agar siapa pun yang memeriksa mengetahui asal muasal angka selisih kurs. Bagaimana orang percaya jika tidak ada perhitungan per transaksi. Jadi harus jelas proses mendapatkan angkanya.F. Contoh Ekualisasi PajakEkualisasi "PPh Pasal 21" dengan Pengakuan Biaya Gaji dan Upah Tenaga Kerja Langsung pada "Laporan Laba Rugi"Berikut ini adalah Penyeimbangan antara Laporan PPh Pasal 21 dengan Ongkos Tenaga Kerja Langsung (Direct Labour Cost) dan Biaya Gaji (Payroll Expenses):

Pada SPT PPh Pasal 21nya, Wajib Pajak (Perusahaan) melaporkan adanya PenghasilanBruto Karyawan hanya sebesarRp 1,886,635,413,-.Sementara itu, pemeriksa menemukan pengakuanUpah LangsungsebesarRp 881,301,625,-danBiaya GajisebesarRp 1,109,454,000,-sehinggaTotal Obyek PPh Pasal 21diakui oleh WP (Perusahaan)seharusnyasebesarRp 1,990,755,625,-Untuk itu pemeriksa melakukankoreksiatasPenghasilan BrutoPadaLaporan PPh Pasal 21WP sebesarRp 104,120,212,-. Andai saja Perusahaan menyadari bahwa antaraPenghasilan BrutopadaLaporan PPh Pasal 21dengan pengakuan Biaya Gaji & Ongkos Tenaga Kerja LangsungpadaLaporan Laba Rugi PPh Pasal 29,harus seimbang, tentu perusahaan akan membuat laporan sebagai berikut:PPh Pasal 21 : Penghasilan Bruto KaryawanRp 1,886,635,413,-

PPh Pasal 29: Upah Tenaga Kerja LangsungRp 886,635,413,- Biaya GajiRp 1,000,000,000,-maka koreksi sebesar Rp 104,120,212,- tidak perlu terjadi.

PENUTUPKesimpulanEkualisasi SPT akan sangat bermanfaat bagi Wajib Pajak Patuh. Siapapun yang mendapat predikat Wajib Pajak Patuh berhak mandapat perlakuan khusus seperti mendapat pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak. Selain itu, Wajib Pajak yang telah membuat ekualisasi SPT tidak akan repot ketika diperiksa oleh pejabat fungsional pemeriksa pajak. Saat dilakukan pemeriksaan pajak terdapat prosedur yang pasti dilakukan oleh pemeriksa pajak yang salah satunya adalah melakukan ekualisasi biaya pada SPT PPh Badan dengan PPh Pasal 21 atau SPT PPh Pasal 23/26 atau SPT Masa PPN/PPn.BM.Hal-hal yang dapat dilakukan untuk ekualisasi pajak adalah sebagai berikut:1) Identifikasi pos-pos biaya yang menjadi obyek pemotongan PPh Pasal 21 , PPh Pasal 23/26, atau biaya yang pajak masukannya dikreditkan dalam SPT Masa PPN/PPn.BM.2) Identifikasi pos-pos neraca yang relevant.3) Buat perincian DPP PPh Pasal 21 , PPh Pasal 23/26, dan pajak masukan yang dikreditkan dalam SPT Masa PPN/PPn.BM.4) Mengingat saat pemotongan/pelaporan PPh Pasal 21 , PPh Pasal 23/26, PPN/PPn.BM berbeda dengan saat pembukuan sebagai biaya, maka lakukan ekualisasi dengan memperhatikan perbedaan waktu ini. Identifikasi pemotongan PPh, pengkreditan PPN yang biayanya telah dilaporkan pada tahun pajak sebelumnya. Begitupun biaya pada tahun yang diperiksa namun pemotongan/pelaporan PPh dan pengkreditan PPNnya dilakukan pada tahun berikutnya.5) Ada kalanya pos biaya tertentu adalah gabungan dari biaya yang merupakan obyek pemotongan PPh atau obyek PPN juga sekaligus bukan merupakan obyek pemotongan PPh atau obyek PPN. Contohnya biaya "Repair & maintenance". Di dalamnya tentu ada jasa pihak ketiga yang merupakan obyek pemotongan PPh. Selain itu ada juga pemakaian sparepart yang bukan merupakan obyek pemotongan PPh.

Daftar Pustaka

http://allabouttaxaccounting.blogspot.com/2013/06/ekualisasi-biaya-pada-spt-pph-badan.htmlhttp://pajaktaxes.blogspot.com/2007/06/tips-equaliasasi-objek-pajak.htmlhttp://sulistnugroho.blogspot.com/2010/09/ekualisasi-omzet-menurut-pph-dan-ppn.html